Ceritasilat Novel Online

Nyawa Yang Terhutang 2

Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang Bagian 2


hancur lengannya?"
"Dengar dulu, penjelasanku belum selesai...," kata Wiro pula. "Katanya kalau
urusannya beres dia akan menemui kita kembali...."
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Hanya itu saja pesannya?"
"Ada satu lagi. Dia ingin tahu siapa namamu."
Wilani memandang tajam ke arah Wiro. L?lu menyeringai. "Ah.... Pesan itu bukan
dari dia. Tapi kau yang mengarang!" Wiro tertawa gelak-gelak lalu garuk-garuk kepala.
"Kita bertiga brsahabat. Mengapa tidak saling tahu nama?"
Wilani tak menjawab. Dia tampak tengah berpikir-pikir.
"Eh, kau seperti orang melamun. Atau ada yang sedang kau pikirkan...?" tanya
Wiro. Lalu Pendekar 212 melihat sepasang mata sang dara tiba-tiba membear. Wajahnya yang
cantik berubah ganas. Kedua tangannya dikepalkan.
"Pasti dia.... Pasti dia....! Aku ingat sekarang! Tanda gading bersilang itu!
Pasti!" Lalu
Wilani bereriak keras membuat Wiro terkejut. Tanpa perdulikan Wiro lagi Wilani
berkelebat tinggalkan tempat itu.
"Hai tunggu! Kau mau kemana..."!" Wiro memanggil.
Wilani tidak tanggapi seruan orang. Terus saja lari kejurusan lenyapnya
rombongan lelaki
berkuda bersama pemuda-pemuda berseragam hitam tadi.
* * * scan by kelapalima
ebook by kalibening
8 SETELAH MEMPERTIMBANGKAN apakah dia akan pergi ke arah lenyapnya pemuda
gagu atau mengejar ke arah lenyapnya gadis jelita itu, akhirnya Wiro memilih
yang terakhir. Hari mulai memasuki rembang petang ketika penguntitan yang dilakukan murid Eyang
Sinto Gendeng itu membawanya jauh ke pinggiran Kotaraja sebelah selatan. Di
depannya gadis yang diikuti tampak berdiri di hadapan pintu gerbang besar sebuah perguruan
silat bernama "Perkumpulan Silat Gading Putih".
Di sebelah dalam pintu gerbang terdapat halaman luas sekali yaitu tempat
berlatih para anak
murid perguruan. Lalu ada tiga buah bangunan besar mengapit sebuah rumah kayu
bertingkat. Dari tempatnya berdiri Wilani dapat melihat belasan murid perguruan yang
berseragam pakaian hitam dengan tanda gading putih bersilang di dada kiri tengah berlatih
jurus-jurus dasar.
Rahang Wilani menggembung. Kedua matanya membersitkan dendam kesumat. "Akhirnya
kutemui juga salah satu dari mereka! Orang tua penunggang kuda tadi pasti
pembunuh ayahku yang
bernama Rae Pamungkas!" Sekujur tubuh sang dara bergetar. Aliran darahnya terasa
panas dan mengencang. Dadanya turun naik. Cepat gadis ini menguasai dirinya lalu dengan
langkah tegap dia
memasuki pintu gerbang.
Ketika Wilani mencapai ujung depan lapangan luas, beberapa orang pemuda melihat
kedatangannya. Salah satu di antara mereka segera lari ke arah rumah besar itu.
Salah satu masuk ke
dalam lalu keluar lagi bersama Wiseso, pemuda yang sempat dihajar habis-habisan
oleh Wilani sebelumnya. Sesaat pemuda ini merasa heran melihat kemunculan si gadis di tempat itu.
Kemudian dia tertawa lebar dan cepat-cepat menuruni tangga rumah besar, lari ke arah Wilani. Begitu sampai di
hadapan sang dara sambil senyum-senyum Wiseso berkata.
"Gadis cantik, sungguh besar hatiku ternyata kau mau juga datang ke markasku
menemui diriku...." Wiseso menjura dalam lalu lanjutnya : "Mari, silakan masuk. Makanan
dan minuman akan segera kusuruh hidangkan. Sementara kau boleh masuk ke karnar pakaian.
Pilih pakaian bagus
yang kau inginkan. Aku akan menunggumu di ruangan makan.... Kau tak usah
khawatir. Tak ada
satu seorang pun yang akan berada disana kecuali aku. Hanya kita berdua...."
Wilani sebal sekali melihat pemuda satu ini. Dia menjawab : "Kucing buduk! Aku
mencari manusia bernama Raae Pamungkas! Dia pasti lelaki berkuda yang kulihat
sebelumnya...."
Wiseso terkejut. Dia berpaling pada dua anak murid perguruan di samping.
"Jadi .... Jadi kau
kemari mencari ayahku" Bukan mencari aku"!"
"Hemmm, jadi tua bangka itu adalah ayahmu! Cepat suruh dia keluar!
scan by kelapalima
ebook by kalibening
Kalau tidak aku akan melabrak ke dalam sana!"
Wiseso geleng-geleng kepala. "Bagaimana ini! Aku yang naksir, ayahku yang
dicari!" katanya. "Ayahku saat ini tengah menemui seorang tamu penting dari Kotaraja. Dia
tak bisa diganggu!"
"Siapa bilang tidak bisa diganggu! Panggil dia sekarang juga! Katakan aku murid
Datuk Buntung Cemoro Sewu datang mencarinya!"
"Datuk Buntung Cemoro Sewu...." Enggg.... Tak pernah aku mendengar nama itu.
Tapi gadisku cantik. Jika maksud kedatanganmu kemari untuk mendaftar menjadi anak
murid perkumpulan silat kami, tak usah mencari ayahku segala. Kau tak perlu mendaftar.
Aku akan mengurus semuanya. Nanti kau akan diberi latihan khusus di tanah lapang sana
atau di atas ranjang
bersamaku. Bukan begitu kawan-kawan...?"
Dua kawan Wiseso mengiyakan. Lalu ketiga pemuda itu tertawa galak-galak.
Hilanglah kesabaran Wilani. Dalam hati dia menggeram. "Pemuda ini tidak ada
sangkut paut dengan dosa ayahnya. Tapi kalau tidak kuhajar dia tidak akan kapok! Pasti
sudah banyak anak
gadis orang yang dibawanya ke tempat ini secara paksa dan dicemarinya. Habis
membatin begitu
Wilani berkelebat dan plaaak... plaaak... plaaak. Tiga kali tangan kanannya
bergerak. Tiga kali
tamparan keras melayang. Dua anak murid Perkumpulan Silat Gading Putih
terbanting roboh
dengan mulut pecah dan melejang-lejang di kaki tangga sambil menggerang
kesakitan. Wiseso
sendiri jatuh duduk di lantai serambi rumah besar. Pipi kirinya tampak bengkak
merah membiru. Mata kirinya lebam mengucurkan darah.
"Kau masih tidak mau memanggil ayahmu"!" bentak Wilani.
"Kau . . . kau. . .!" Tiba-tiba Wiseso keluarkan satu suitan keras. Serta merta
dari perbagai penjuru menghambur sosok-sosok berseragam hitam.
"Kurang ajar!" maki Wilani. Dengan cepat dia menghitung. Jumlah anak murid
perguruan silat yang datang ke arahnya lebih dari dua puluh orang. Saking jengkelnya gadis
ini langsung saja
tendangkan kaki kirinya ke arah dada Wiseso hingga pemuda ini meraung kesakitan
dan terkapar di
dinding rumah besar. Mulutnya muntahkan darah segar lalu kepalanya miring ke
kiri, pingsan! Lebih dua puluh anak murid perguruan berteriak marah. Langsung mereka menyerbu
ke arah Wilani. Justru pada saat itu tiba-tiba terdengar ke gaduhan dari bagian
atas rumah kayu tingkat
yaitu tempat kediaman pimpinan perkumpulan silat. Sesosok tubuh tampak terlempar
keluar lewat dinding bangunan yang hancur berantakan.
Di saat yang sama, satu bayangan putih berkelebat di depan tangga rumah besar,
langsung berdiri di samping Wilani seraya membentak membahana tanda orang ini kerahkan
tenaga dalamnya waktu berteriak. Siapakah orang yang berteriak ini" Wilani berpaling ke
samping. Astaga!
Dia bukan lain pemuda rambut gondrong yang mengaku bernama Wiro Sableng itu!
scan by kelapalima
ebook by kalibening
Merasa orang memandang padanya. Wiro balas berpaling lalu tersenyum sambil
kedipkan mata. "Kau! Kau mengikutiku!" kertak Wilani hendak marah.
"Sudah! Apapun yang jadi urusanmu selesaikan sana. Biar aku menahan monyetmonyet berpakaian hitam itu!"
Sadar kalau orang bermaksud baik dan hendak menolongnya Wilani anggukan kepala,
memutar tubuh dan berkelebat ke arah rumah panggung.
"Hajar kedua pengacau itu!" Salah seorang murid perguruan berteriak.
"Yang perempuan tangkap hidup-hidup! Yang gondrong dicincangpun tak jadi
urusan!" teriak yang lain.
Begitu kedua puluh orang itu mendekat, murid Eyang Sinto Gendeng segera
menghantam dengan pukulan "Benteng topan melanda samudra".
Semua anak murid perguruan berseru kaget ketika mendengar ada suara menderu
disertai hembusan angin sangat deras. Masing-masing mereka merasakan laksana dihantam
angin puting beliung. Bagaimanapun mereka berusaha mempertahankan diri tapi akhirnya mereka
semua terseret jauh dan terguling-guling di lapangan. Ketika sambaran angin reda dan mereka
sanggup berdiri, di
hadapan mereka terlihat bagaimana tanah lapang didepan tangga bangunan besar
telah ceguk sampai setengah jengkal! Sadar kalau mereka berhadapan dengan seorang pendekar
berkepandaian tinggi, kini tak satupun berani bergerak. Namun pada waktu itu dari samping kiri
tampak berkelebat
seseorang dan dilain kejap dia sudah berada di hadapan Pendekar 212 Wiro
Sableng. "Anak muda! Kedatanganmu sudah tidak diundang berani pula mengacau! Kalau punya
kesaktian andal, mengapa mempergunakan terhadap anak murid perguruan yang baru
belajar ilmu silat dasar"!"
Wiro memandang pada orang di hadapannya. Seorang lelaki separoh baya yang
memiliki tubuh penuh otot serta cambang bawuk meranggas menutupi wajahnya.
"Sampean ini siapa?" tanya Pendekar 212.
Sambil menjawab orang itu letakkan telapak tangannya di atas dada. "Aku Ronggo
Dwikun! Pelatih Kepala Perkumpulan Silat Gading Putih!"
"Ah, aku berhadapan dengan seorang kepala pelatih rupanya! Kau tentu ahli dalam
melatih ilmu silat tapi tidak becus menanamkan sopan santun pada anak buahmu!"
"Apa maksudmu"!" tanya Ronggo Dwikun dengan muka merah.
"Buktinya kawanku tadi datang dan minta ketemu dengan pimpinanmu, malah
diperlakukan secara kurang ajar!"
"Tidak sembarang orang bisa bertemu dengan ketua perkumpulan...."
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Kedengarannya ketuamu lebih hebat dari Suiltan! Sultan saja selalu siap
menerima kunjungan seorang hamba rakyat yang punya kepentingan!"
"Katakan apa maksud kedatanganmu!" Ronggo Dwikun mulai marah.
"Aku sih cuma jalan-jalan sambil mengantar sahabatku gadis cantik tadi...,"
jawab Wiro. "Kurang ajar! Setelah melukai putera Ketua kami dan beberapa murid perguruan
kowe masih bisa bilang kemari untuk jalan-jalan! Kalau kau benar seorang pendekar aku
menantangmu bertarung ilmu silat tangan kosong! Jangan hanya berani mengandalkan pukulan
sakti!" "Kalau itu mintamu aku tak keberatan melayani!" sahut Wiro. Lalu secepat kilat,
hampir tidak kelihatan oleh puluhan pasang mata murid-murid perguruan yang ada di
lapangan, murid
Eyang Sinto Gendeng itu menotok urat besar di dada kiri Ronggo Dwikun. Langsung
kepala pelatih ini menjadi kaku dan gagu.
Wiro lalu berpura pasang kuda-kuda. "Ayo pukullah! Cari sasaran yang empuk!"
seru Wiro keras-keras agar semua anak murid perguruan mendengar. Tapi tentu saja sang
kepala pelatih tidak
bisa memukul. Bergerakpun bahkan bicara saja dia tidak mampu! Kagetlah semua
anak murid perguruan melihat kejadian itu dan semakin leleh nyali mereka untuk berani
melakukan sesuatu.
Wiro tertawa gelak-gelak lalu duduk di tangga bangunan.
"Aku dengar di dalam sana banyak makanan dan minuman. Lekas dua di antara kalian
segera mengambilnya! Yang berani membantah akan kugebug!"
Dua anak murid perkumpulan silat segera bergerak melakukan perintah. "Eittt!
Tunggu dulu!" Wiro menjambak pakaian salah satu dari dua murid perkumpulan.
"Aku juga dengar ada pakaian-pakaian bagus di dalam rumah. Pakaian putihku ini
sudah apek. Carikan sepasang pakaian yang bagus untukku!
Kau dengar...?"
Dengan gemetar anak murid yang dibentak hanya bisa anggukkan kepala. Wiro
lepaskan pegangannya. Tak lama kemudian berbagai hidangan lezat termasuk buah dan minuman
diantarkan di depan tangga, termasuk sepasang pakaian putih yang bagus. Wiro menyambar
sebutir buah kuini
yang harum dan manis. Lalu dia buka baju putihnya. Sambil tertawa-tawa di
hadapan anak murid
perkumpulan silat si pendekar sableng ini ganti pakaian putihnya yang sudah
lusuh dan kotor dengan baju dan celana baru yang dibawakannya untuknya!


Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selesai berpakaian Wiro duduk di tangga bangunan, mulai menyantapi segala
hidangan yang diletakkan disana lalu meneguk minuman. Waktu makan Wiro sengaja mengeluarkan
suara berciplakan, ketika minum dia sengaja pula mengeluarkan suara cegluk-cegluk
sehingga anak murid
perkumpulan silat yang melihat jadi jengkel kesal, ada pula yang menelan air
liur dengan geram.
Namun tak seorangpun berani bergerak dari tempat masing-masing sementara si
kepala pelatih masih tegak kaku dan bisu di pinggiran tangga!
scan by kelapalima
ebook by kalibening
9 KETIKA WILANI BERLARI ke arah bangunan bertingkat, di depan tangga dia
menemukan sesosok mayat yang tadi seperti dilemparkan dari bagian atas. Mayat
ini adalah mayat
seorang lelaki tua berambut dan berjanggut putih. Dia mengenakan pakaian robek
dan penuh berlumuran darah. Wajahnya tidak dapat dikenali lagi. penuh dengan luka-luka
menggidikan seperti
disobek senjata tajam dan tampak menggembung bengkak kemerahan.
Sesaat Wilani terkesiap namun ketika di atas bangunan sana didengarnya ada suara
bentakan-bentakan tanda tengah terjadi satu perkelahian maka gadis ini cepat
melompat menaiki
tangga yang menuju ketingkat atas.
Ketika sampai di bagian atas rumah itu dia menyaksikan perkelahian seru tengah
terjadi antara seorang pemuda dengan orang yang tengah dikejarnya, yaitu Rae Pamungkas,
salah seorang pembunuh ayahnya. Sedang si pemuda bukan lain adalah pemuda gagu yang telah
ditemunya sebelumnya. Dari jalannya perkelahian satu lawan satu itu jelas Rae Pamungkas berada dalam
keadaan terdesak hebat.
"Apapun alasan pemuda gagu itu hendak membunuh Rae Pamungkas, aku lebih berhak
darinya!" kata Wilani dalam hati. Lalu diapun siap menyerbu. Tapi terlambat! Di
hadapannya pemuda gagu itu telah membuntal tubuh Rae Pamungkas, sepasang kakinya laksana
menjapit pinggang ketua perkumpulan silat gading putih sementara kedua lengannya menyikap
leher. Lalu terdengar suara berderak bunyi patahnya tulang leher Rae Pamungkas!
"Aaaa... uuuu.... aaaa.... uuuu!"
Ketika si gagu lepaskan cekatannya, tubuh Rae Pamungkas langsung roboh ke
lantai. Sekujur tubuh itu termasuk mukanya tampak cabik-cabik mengerikan serta gembung
bengkak kemerahan. Wilani melirik pada sepasang tangan pemuda gagu. Tangan yang berkuku
panjang itu tampak penuh lumuran darah.
"Ilmu apakah yang dimiliki pemuda ini sampai kematian Rae Pamungkas begitu
dahsyat mengerikan ...," kata Wilani dalam hati. Tapi begitu dia ingat bahwa maksudnya
untuk membalaskan dendam kesumat terhadap Rae Pamungkas tidak kesampaian karena
kedahuluan si gagu maka gadis ini menjerit keras. Dia melompat ke arah mayat Rae Pamungkas.
Sekali menendang maka mentallah tubuh ketua perkumpulan silat itu ke arah dinding
ruangan. Dinding
jebol, tubuh Rae Pamungkas melayang jatuh ke halaman, tergeletak tak berapa jauh
dari mayat orang tua berjanggut dan berambut putih.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
Sehabis menendang kembali Wilani menjerit. Pemuda gagu mendatanginya, mengelus
bahunya. "Aaa... uu... aaa... uuu...!" Lalu pemuda ini gerakkan jari-jari tangannya.
Tetapi Wilani tidak
mengerti apa yang ingin diucapkan si pemuda lewat gerakan-gerakan jarinya itu.
Ketika Wilani merasakan tubuhnya limbung akibat kecewa besar karena dendamnya tak kesampaian,
si gagu cepat merangkulnya. Apakah yang terjadi sebelum Wilani naik ke tingkat atas bangunan itu"
Saat itu Ketua Perkumpulan Silat Gading Putih yakni Rae Pamungkas, salah seorang
pembunuh Adi Juwono tengah menerima kunjungan seorang tamu dari Kotaraja. Tamu
ini adalah seorang kakek yang karena ketinggian ilmu silatnya telah diangkat sebagai salah
satu pimpinan barisan pengawal Sri Baginda, dikenal dengan panggilan Ki Tempur Sakal.
Melihat ada seorang pemuda tak dikenal bisa masuk ke tempat itu tanpa diketahui
seorangpun, Ki Tempur Sakal yang tengah bicara hentikan ucapannya dan berpaling
pada tuan rumah. "Dimas Rae Pamungkas," bisiknya. "Jika ada orang bisa masuk ke tempat ini tanpa
setahu penjaga, itu pertanda sangat lemahnya pengawasan di tempatmu ini!"
Paras Rae Pamungkas tampak merah. Dia berdiri dari kursinya seraya membentak.
"Anak muda! Siapa kau"!"
"Aaa... uuu.... aaa.... uuu....!"
"Hemmm.... Dia ternyata gagu, dimas Rae...!"
"Bangsat! Bagaimana kau bisa masuk kemari!" kembali Rae Pamungkas membentak.
"Aaa... uuu.... aaa.... uuu....!" Pemuda gagu itu tiba-tiba gerakkan kedua
tangan kakinya.
Suara berkesiuran memenuhi ruangan disertai terasanya sambaran-sambaran angin
dingin menggidikkan. Melihat gerakan-gerakan yang dibuat kedua tangan dan kedua kaki si pemuda gagu,
terkejutlah Ki Tempur Sakal.
Tokoh silat istana ini melompat dari kursinya seraya berseru: "Ilmu silat
kepiting gila!"
Orang tua ini maju beberapa langkah lalu berhenti, tak berani lebih mendekat.
"Anak muda! Apa sangkut pautmu dengan Raja dan Ratu Kepiting Sakti di muara
sungai wilayah selatan"!"
"Aaa... uuu.... aaa.... uuu....!"
Yang ditanya menjawab aaa... uuu... aaa... uuu sambil menggerak-gerakkan jari
tangannya. Ki Tempur Sakal yang kebetulan tahu sedikit arti tanda-tanda yang dibuat oleh
jari-jari tangannya
itu menjadi terkesiap. Dia berpaling pada Rae Pamungkas.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Apa yang dikatakan pemuda gagu itu kang mas" Lekas beritahu padaku!" kata Rae
Pamungkas. "Katanya.... katanya dia datang tidak untuk membuat keonaran. Dia tidak ada
urusan denganku. Tapi punya urusan besar dengan dirimu! Katanya kau telah membunuh
ayahnya dua belas tahun silam...."
Kagetlah Rae Pamungkas mendengar penjelasan Ki Tempur Sakal itu.
"Siapa nama ayahmu"!" Tanya Rae Pamungkas menghardik.
Pemuda gagu angkat kedua tangannya. Jarinya bergerak-gerak cepat.
"Kangmas apa yang dikatakannya"!" tanya Rae Pamungkas.
"Katanya kau tak perlu bertanya karena kau tahu jelas siapa yang dimaksudkannya.
Dia bertanya apakah kau sudah siap untuk menerima kematian ...."!"
"Jahanam! Enak saja dia berbicara!" Rae pamungkas coba mengingat dengan cepat
apa yang terjadi dua belas tahun silam. Peristiwa di sebuah Rumah dekat plered. Dia dan
Randu Lawang. Lalu disitu ada Wirasaba, Kajenar dan Juminten!
"Kalau begitu...," kata Rae Pamungkas dengan paras memucat sesaat. "Pemuda gagu
ini adalah Ario Seno, putera Adi Juwono...! Tapi bagaimana mungkin" Anak itu
bukankah sudah mati
dilempar ke dalam sungai"!"
Di depan sana kembali si gagu gerak-gerakan jari-jari tangannya.
Ki Tempur Sakal membaca dan membacakannya pada Rae Pamungkas.
"Dimas, pemuda ini segera hendak membunuhmu!"
"Akan kulihat sampai dimana kehebatannya! Kepalanya akan kupecahkan sebelum dia
sempat menyentuh tubuhku!"
"Biar aku yang mewakilimu dimas Rae. Ilmu silat kepiting gila yang dimilikinya
bukan ilmu sembarangan. Selain luar biasa juga mengandung racun kepiting yang bisa membuat
orang mati dengan tubuh gembung merah!"
"Terima kasih kangmas. Wakili aku! Pecahkan kepalanya!" kata Rae Pamungkas. Dia
sama sekali tidak merasa takut. Tapi mengetahui bahwa pemuda gagu itu adalah putera
Adi Juwono mau tak mau hatinya jadi terpengaruh juga.
Sebagai orang istana tentu saja tingkat kepandaian Ki Tempur Sakal tidak rendah.
Tetapi menghadapi pemuda gagu yang punya tekad untuk membalaskan dendam kesumat
kematian orang tuanya, tokoh istana ini hanya mampu mendesak dua gebrakan saja. Jurus-jurus
berikutnya dirinya
menjadi bulan-bulanan tangan kaki si gagu, Pakaian, kulit dan daging tubuhnya
sampai ke muka robek disambar jari-jari tangan lawan. Darah mengucur dan racun kepiting mulai
bekerja hingga sekujur tubuh orang tua ini tampak merah membengkak. Pada puncak pertarungan,
pemuda gagu kirimkan satu tendangan ke dada lawannya yang sudah hampir sekarat karena
kehabisan darah itu.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
Ki Tempur Sakal mencelat ke dinding ruangan, terus amblas keluar bangunan dan
jatuh di halaman
bawah dekat kaki tangga....
Wilani sadar kalau untuk beberapa lamanya dia telah saling berangkulan dengan
pemuda gagu itu. Dengan wajah bersemu merah dia lepaskah pelukannya. Pada saat itulah
Pendekar 212 Wiro Sableng yang sudah kekenyangan karena barusan habis makan minum sampai
gembul memasuki ruangan.
"Darah dimana-mana...," kata Wiro sambil menggaruk kepala. Dia memandang pada
Wilani dan pemuda gagu. "Eh, ki sanak, ternyata kaupun ada di sini...."
"Aaaa... uuu... aaa.... uuu...." Si gagu menyahuti seraya gerakkan jari-jari
tangannya. Wiro gelengkan kepalanya.
Lalu tanpa terduga pemuda gagu berkelebat tinggalkan tempat itu.
"Ki sanak tunggu dulu...," seru Wiro. Wilani ikut mengejar ke arah tangga. Tapi
pemuda itu sudah lenyap. "Manusia aneh .... Dia mendahului aku ...."
"Mendahului apa maksudmu?" tanya Wiro.
"Lupakan saja hal itu," sahut Wilani pula.
"Kita ini sudah bersahabat. Mengapa kau masih merahasiakan sesuatu padaku...?"
"Aku belum menganggapmu sahabat!" jawab Wilani.
"Kenapa begitu"!" tanya Wiro.
"Sesuai dengan petunjuk guru, jangan-jangan kau ini tak lebih dari setan kepala
hitam ...."
Sesaat murid Sinto Gendeng dari gunung Gede itu jadi melongo. Lalu sambil
tersenyum dan rangkapkan kedua tangan di depan dada dia berkata : "Gurumu itu tentu hebat
sekali. Apakah kau
yakin dia benar-benar pernah melihat setan kepala hitam" Apakah setan itu memang
kepalanya hitam, tidak merah atau hijau" Ha...ha...ha...."
Wiro hentikan tawanya. Lalu sambil menarik nafas dalam dia berkata : "Baiklah
kalau kau memang tidak ingin bersahabat denganku. Aku tetap saja gembira, karena dapat
mengenalmu. Aku
pergi sekarang. Hati-hati menjaga diri. Ingat pesan si gagu sebelumnya. Ini
Kotaraja. Jangan
berlaku sembrono...." Habis berkata begitu Wiro melangkah ke arah tangga yang
menuju ke tingkat
bawah. "Wiro...! Tunggu dulu!" tiba-tiba terdengar suara si gadis memanggilnya.
Wiro berhenti melangkah dan berpaling.
"Kau kini bersedia menjadi sahabatku....?" tanya Wiro.
"Tidak. Belum ....," jawab Wilani.
"Kalau begitu ya sudah ...." Wiro kembali menuruni tangga. Tapi si gadis
mengejar dan mendahuluinya lalu berbalik.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Tadi, sebelum pergi pemuda gagu itu kulihat menggerak-gerakkan jari-jari
tangannya seperti menanyakan sesuatu padamu. Lalu kulihat kau menjawab dengan gelengan
kepala. Apa yang ditanyakannya"!"
Wiro tersenyum lebar. "Aku akan mengatakannya padamu. Kecuali kau bersedia jadi
sahabatku dan menceritakan urusan gila apa yang tengah kau hadapi saat ini.
Kelihatannya ini
bukan urusan main-main. Nyawamu sangat terancam. Kau tahu di bawah sana puluhan
bahkan ratusan anak murid persilatan tengah marah besar melihat kematian ketua mereka!"
Jari-jari tangan Wilani tampak terkepal. "Baik, aku bersedia jadi sahabatmu.
Soal apa urusan
yang tengah kuhadapi bisa kujelaskan kemudian. Sekarang jelaskan dulu apa yang
dikatakan pemuda gagu itu tadi!"
"Dia menanyakan siapa namamu, lalu aku menjawab dengan gelengan kepala ...."
"Kenapa kau menggeleng"!"
"Karena aku memang tidak tahu siapa namamu! Kau tak pernah mau mengatakannya!"
sahut Wiro. Lalu seperti tak acuh Pendekar 212 membalikkan tubuh dan menuruni
tangga kembali.
Wilani memegang lengannya. Dipegang seperti karuan saja hati sang pendekar jadi
berbunga-bunga.
"Kita sekarang bersahabat. Betul?" ujar Wilani.
"Betul!"jawab Wiro.
"Jika kau memang sahabatku tentu kau mau menolong!"


Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tergantung pertolongan apa yang mau kau minta!"
"Aku akan menunggu di reruntuhan candi di sebelah timur. Tapi kau tak boleh
datang sendirian...."
"Maksudmu?"
"Kau harus membawa serta Wiseso, putera ketua persilatan. Dia terkapar pingsan
di serambi bangunan besar...."
Selesai berkata begitu Wilani langsung melompati deretan anak tangga dan lenyap.
Wiro hanya bisa garuk-garuk kepala. Ketika dia turun ke bawah didapatinya puluhan
anak murid perguruan mendatanginya dengan marah.
"Aku tak ada urusan lagi dengan kalian! Jika kalian mencari penyakit majulah!"
kata Wiro mengancam sambil siapkan pukulan sakti di tangan kanannya.
Selagi orang banyak tampak meragu, Pendekar 212 segera melompat ke serambi
bangunan besar dimana tersandar tubuh Wiseso dalam keadaan pingsan. Pemuda ini segera
disambarnya, dipanggul di atas bahu.
"Si gondrong itu menculik putera ketua kita! Kejar!" seseorang berteriak.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
Tapi tak ada yang berani bergerak, apalagi mengejar. Wiro sendiri melarikan
Wiseso ke arah timur sambil mengomel.
"Apa maunya gadis itu menyuruhku membawa pemuda ini! Aku juga goblok! Mengapa
mau-maunya melakukan apa yang dimintanya!"
* * * scan by kelapalima
ebook by kalibening
10 WILANI TIDAK MENUNGGU LAMA. Wiro muncul memanggul sosok Wiseso beberapa
saat setelah dia sampai di reruntuhan candi. Pemuda yang masih dalam keadaan
pingsan itu disandarkannya ke tembok candi. Lalu dia berpaling pada Wilani.
"Apa yang kau minta aku kerjakan. Apa yang hendak kau lakukan terhadap putera
Rae Pamungkas ini?"
Wilani tak menjawab. Dia melangkah mendekati Wiseso lalu letakkan telapak
tangannya di atas kepala pemuda ini. Perlahan-lahan Wilani kerahkan tenaga dalamnya sambil
mengalirkan sejenis hawa sejuk ke dalam tubuh Wiseso. Tak selang berapa lama terdengar suara
pemuda itu mengeluh. Lalu tampak dia membuka kedua matanya.
Saat itu matahari hampir tenggelam tetapi di tempat itu keadaan masih terang
sehingga Wiseso dapat melihat siapa yang berdiri di depannya. Rasa takut membuatnya
hendak melompat
berdiri tapi karena lemah, tubuhnya jatuh tertunduk kembali.
Wilani injak tulang kering kaki kiri Wiseso hingga pemuda ini menjerit
kesakitan. "Baru kuinjak sudah menjerit. Apa mau kupatahkan tulang kakimu ini"!" sentak
Wilani. "Ampun! Jangan ....!" teriak Wiseso.
"Bagus, kalau kau tak mau kusakiti kau harus menjawab beberapa pertanyaanku...."
"Kau.... kau boleh bertanya apa saja asal jangan menyakitiku. Aku harap kau
segera membebaskan diriku! Dimana aku kau bawa saat ini"!"
"Aku tidak ingin mendengar segala macam pertanyaan. Justru aku yang akan ajukan
pertanyaan. Kau mengerti"!" Lalu Wilani injak keras-keras tulang kering pemuda
itu hingga Wiseso
menjerit kesakitan.
"Ayahmu adalah salah seorang wakil ketua Perserikatan Silat Bintang Biru.
Betul......?"
Wiseso mengangguk.
"Katakan dimana aku bisa menemui ketua perserikatan yang bernama
Randulawang...."
"Aku sering mendengar nama itu tapi tidak tahu dimana dia berada...."
"Kau berdusta!" hardik Wilani.
"Sumpah! Aku tidak berdusta!"
"Perserikatan Silat Bintang Biru punya nama besar. Masakan kau tidak tahu dimana
ketuanya berada!"
"Aku benar-benar tidak dusta. Aku hanya tahu dan mengurusi Perkumpulan Silat
Gading Putih. Soal Perserikatan hanya ayahku yang tahu. Kalian bisa bertanya
padanya ...."
"Ayahmu tak bisa menjawab!" berkata Wiro. "Dia sudah mati!"
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Apa..."!" teriak Wiseso. "Pasti kalian yang membunuhnya!"
"Aku memang ingin sekali membunuhnya. Tapi ada orang lain yang mendahului...."
"Siapa" Katakan padaku! Siapa..."!"
"Aku membawamu kemari bukan menyangkut urusan kematian ayahmu! Tapi justru
karena kematian ayahku yang dibunuh oleh ayahmu dan kawan-kawannya!" kata Wilani lalu
jambak rambut Wiseso keras-keras hingga pemuda ini menggerung kesakitan.
Wiro Sableng terkejut mendengar ucapan Wilani itu. Untuk beberapa lamanya dia
hanya bisa berdiam diri.
"Kalau kau tidak tahu dimana ketua perserikatan itu berada, kau pasti tahu
dimana adanya tiga wakil ketua perserikatan...."
"Setahuku cuma ada dua wakil ketua perserikatan," kata Wiseso pula.
"Coba kau sebutkan siapa-siapa mereka!"
"Yang pertama ayahku, lalu Wirasaba...."
"Ada satu orang lagi. Namanya Kajenar!"
"Orang tua itu tidak pernah jadi wakil ketua perserikatan. Sejak dulu aku kenal
dia sebagai pertapa...."
"Kau tahu dimana Wirasaba berada?"
"Satu tahun lalu dia masih membuka perguruan silat Mustika Ratu di kaki bukit
Merak Putih. Lalu pindah ke tempat lain tapi masih membuka perguruan silat itu dan tetap
bergabung dalam
perserikatan.... Dimana dia berada sekarang dan memimpin perguruannya aku tidak
tahu." "Dimana letak pertapaan Kajenar?" tanya Wilani selanjutnya.
"Lereng timur bukit Rowogiri, tak jauh dari desa Kalasan," menjelaskan Wiseso.
Wilani berpaling pada Wiro. "Apakah semua keterangan orang yang satu ini
menurutmu bisa dipercaya?"
"Hemmm.... Coba kulihat dulu telapak tangan kanannya!" sahut Wiro. Lalu dia
membentak. "Perlihatkan telapak tangan kananmu!"
Ketakutan Wiseso ulurkan tangan kanannya. Telapak dikembangkan. Wiro mengurut
pertengahan telapak tangan itu dua kali. Selesai diurut telapak tangan itu
tampak bergetar. Wiseso
merasa seperti kesemutan. Mula-mula perlahan saja. Tetapi begitu rasa kesemutan
itu makin keras
maka menjeritlah dia saking tidak tahannya.
"Semua keteranganmu dusta!" sentak Wiro.
Wilani langsung saja hendak menjambak. Tapi Wiro mencegah.
Wiseso menjerit terus. "Demi Tuhan! Aku bersumpah! Aku tidak berusta! Aku tidak
bohong! Bebaskan aku! Tolong.... Tolongggg...! Pemuda ini lalu pukul-pukulkan tangannya
yang kesemutan scan by kelapalima
ebook by kalibening
itu ke batu candi. Tapi rasa kesemutan itu malah semakin bertambah. Akhirnya dia
bergulingan di tanah sambil terus menjerit-jerit.
Wiro berbisik pada Wilani. "Kunyuk itu tidak dusta! Mari tinggalkan tempat ini
kalau kau memang hendak mencari tempat kediaman Kajenar. Itu tempat yang terdekat dari
sini...." "Bagaimana dengan pemuda itu?" tanya wilani pula,
"Biarkan saja. Nanti kesemutan yang dirasakannya akan hilang sendirinya...
Mari!" "Mari kemana"!" tanya Wilani.
"Bukankah kita sekarang hendak mencari tempat kediaman orang bernama Kajenar
itu?" "Itu urusanku! Kau tidak perlu ikut-ikutan kesana!" Wiro tertawa. "Kau sudah
mengakui aku sebagai sahabat. Berarti urusanmu adalah urusanku juga!"
"Hemm.... bagus kalau begitu. Tapi apakah dibalik semua maksud baikmu ini tidak
tersembunyi maksud lain yang jahat?" tanya Wilani.
Murid Sinto Gendeng diam-diam menggerendeng dalam hati. Dia menjawab :
"Pelajaran
dari gurumu rupanya sangat mempengaruhi dirimu secara salah! Kau lebih percaya
pada setan benaran dari pada manusia benaran!"
Wilani terdiam sesaat. Tiba-tiba gadis ini keluarkan seruan pendek dan
menghantam ke arah
tembok di samping kiri reruntuhan candi.
Braaaakkk! Tembok itu hancur berantakan. Tapi orang yang dilihat Wilani tadi mengendap di
balik tembok itu telah lebih dahulu berkelebat dan melarikan diri, lenyap dalam
penghujung sore yang
mulai menggelap itu.
Wiro menyaksikan kejadian itu tanpa bergerak ataupun mengatakan apa-apa. Ketika
Wilani memandang ke arahnya murid Eyang Sinto Gendeng ini berkata : "Silahkan pergi.
Aku tak akan mengikutimu. Aku tidak akan mencampuri urusanmu!"
"Aku tadi... aku tadi melihat ada seseorang menyelinap di balik tembok yang
hancur itu...,"
menjelaskan Wilani.
"Mungkin itu bukan orang. Mungkin itu setan yang dikatakan gurumu!" sahut
Pendekar 212. "Ah, dia pasti tersinggung dengan ucapanku tadi...," kata Wilani dalam hati. Dia
berpikir sejenak. Akhirnya perlahan-lahan membalikkan diri lalu melangkah meninggalkan
tempat itu. Setiap lima langkah gadis ini berpaling kebelakang, merigharap Wiro akan
mengikutinya. Tapi saat
itu Wiro justru menggeliat lalu rebahkan tubuhnya di lantai candi berbantalkan
lengan kanannya.
Wilani hentikan langkahnya. Akhirnya gadis ini berseru : "Wiro! Kau betulan
tidak mau ikut bersamaku"!"
Pertdekar 212 diam saja.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Wirol" panggil Wilani kembali. "Aku menghitung sampai tiga! Kalau kau tidak
menjawab akan kutinggal. Benar-benar kutinggal! Satu....!"
"Dua...Tiga!" terdengar sahutan Wiro dari arah candi. Lalu kelihatan sosok tubuh
pendekar 212 melompat berkelebat sambil tertawa gelak-gelak.
* * * scan by kelapalima
ebook by kalibening
11 MALAM HARI BUKIT ROWOGIRI tampak angker. Tapi dua muda-mudi itu bergerak
cepat di kegelapan malam tanpa rasa takut sama sekali. Sesuai penjelasan Wiseso
mereka menuju ke lereng timur bukit yang tidak seberapa tinggi itu.
"Aku melihat nyala pelita di sebelah sana," Wilani berbisik..
"Aku juga," sahut Wiro. "Pasti itu tempatnya. Tapi kita harus berlaku hati-hati.
Kita melangkah terus menuju nyala pelita itu. Seratus langkah dari sana kita
bersibak. Kau ke kiri, aku
ke kanan. Lalu kita sama-sama mendatangi dari samping...."
"Aku setuju," kata Wilani pula.
Seratus langkah dari nyala pelita yang terlihat di kejauhan, kedua orang itu
berpisah. Wiro kemudian mendatangi dari kanan sementara Wilani dari arah kiri. Tak berapa lama
kemudian keduanya sampai dalam waktu hampir bersamaan di samping nyala pelita yang
ternyata adalah
sebuah obor kecil terbuat dari kayu hitam yang ditancapkan di tanah.
Obor kecil itu tertancap di tanah di dalam sebuah goa. Wiro dan Wilani ulurkan
kepala masing-masing, meneliti isi goa. Tidak tampak apa-apa atau siapapun selain obor
kayu itu. Ketika
Wiro memberi isyarat bahwa dia akan masuk duluan, tiba-tiba dari dalam goa
bergema suara orang.
"Para tetamu yang ada di luar masuklah. Tak usah ragu-ragu. Goa ini tidak
dipasangi peralatan rahasia yang bisa mencelakai kalian! Aku sudah sangat letih menunggu.
Dua belas tahun
mendekam disini akhirnya kalian datang juga....! Masuklah!"
Wiro dan Wilani sama-sama melengak. Pendekar 212 goyangkan kepalanya. Wilani
hanya mengangkat bahu sebagai jawaban. Akhirnya gadis ini dengan berani mendahului
melangkah masuk ke dalam goa dengan membungkuk-bungkuk agar kepalanya tidak menyundul
bagian atas goa. Ternyata semakin ke dalam goa itu semakin tinggi hingga Wiro dan Wilani
bisa berjalan seperti biasa. Hanya masuk sekitar tiga puluh langkah goa itu berakhir pada sebuah dinding batu
berwarna kelabu. Di depan dinding batu, di hadapan sebuah obor kecil duduk bersila
seorang kakek berpakaian serba putih. Tubuhnya halus kurus hanya tinggal kulit pembalut
tulang. Tapi wajahnya
masih kelihatan segar. Pandangan matanya tajam. Di pangkuannya terkembang sebuah
kitab kecil bertuliskan huruf-huruf Arab gundul. Begitu Wilani dan Wiro sampai di hadapannya
orang tua ini angkat kedua tangannya seraya berucap : "Terima kasih Tuhan, Kau telah
membimbing mereka ke
tempat ini ...."
scan by kelapalima


Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ebook by kalibening
Lalu orang tua itu memandang pada dua muda-mudi di hadapannya. Suaranya bergetar
ketika berkata pada Wilani : "Kau tentulah Wilani, putri dimas Adi Juwono." Lalu
pada Wiro dia menyapa : "Dan kau tentu Ario Seno, putranya."
Wiro mendehem dan menyahuti. "Maaf orang tua. Aku bukan Ario Seno. Namaku Wiro
Sableng...."
Berubahlah paras si orang tua. Dia menatap wajah Wilani sesaat lalu bertanya :
"Dimana kakakmu Ario Seno" Apakah ini berarti nyawanya tidak tertolong lagi sewaktu
dilemparkan Randulawang ke dalam sungai?"
"Saya tidak tahu dimana dia berada atau apa yang terjadi atas dirinya. Entah
masih hidup entah memang sudah menemui ajal." Sahut Wilani. "Sebaliknya saya ingin tahu,
apakah kau ini orang tua yang bernama Kajenar, bekas wakil ketua Perserikatan Silat Bintang
Biru merangkap ketua perguruan silat Elang laut....?"
Orang tua yang duduk bersila tersenyum. "Kalian berdua duduklah," katanya.
"Terima kasih. Kami lebih suka berdiri," yang menjawab Wiro.
"Terserah kalau kalian lebih suka berdiri. Tak jadi apa...."
"Orang tua, kau belum menjawab pertanyaanku!" mengingatkan Wilani.
Sepasang mata si orang tua tampak berkaca-kaca, lalu terdengar suaranya agak
bergetar. "Aku memang Kajenar. Dua belas tahun lalu aku mengasingkan diri di goa ini.
Menunggu dengan pasti bahwa suatu ketika salah seorang anak dimas Adi Juwono pasti akan
muncul kemari untuk membalas sakit hati dendam kesumat kematian ayahnya. Ternyata kau yang
datang. Bagiku itu sudah cukup. Wilani.... Kau menyaksikan sendiri apa yang terjadi dua belas
tahun lalu di sebuah
bangunan dekat Plered. Kau tentu ingat bahwa aku salah seorang dari mereka.
Karena itulah saat ini
aku sudah siap menerima hukuman. Mati adalah bagianku. Lebih cepat kau
melakukannya lebih
baik bagiku!"
Di pelupuk mata Wilani terbayang peristiwa dua belas tahun lalu ketika ayahnya
dibunuh oleh Randulawang dan kawan-kawannya.
"Orang tua, kau memang berada ditempat pembunuhan itu malam dua belas tahun yang
lalu. Tapi aku ingat, kau bukan salah satu dari mereka. Aku ingat kau hanya duduk diam
ditempatmu, tidak melakukan apa-apa...."
"Tidak melakukan apa-apa berarti sama saja dengan melakukan pembunuhan. Aku
tidak bisa mencegah kawan-kawanku yang berniat membunuh ayahmu.... Dosaku sama saja
dengan dosa mereka!" Air mata menggelinding di pipi keriput Kajenar.
"Orang tua, dengar. Kami datang bukan untuk menghukum apalagi hendak membunuhmu.
Kami hanya perlu keterangan dimana Randulawang dan Wirasaba saat ini berada."
scan by kelapalima
ebook by kalibening
Mendengar pertanyaan itu Kajenar berkata : "Kau hanya bertanyakan Randulawang
dan Wirasaba. Berarti kau sudah menemui Rae Pamungkas...."
"Seseorang telah membunuhnya. Kami kedahuluan!" kata Wilani pula. "Saya menunggu
keteranganmu, orang tua!"
"Seharusnya aku tidak boleh mengkhianati teman-teman, apapun dosa perbuatan
mereka. Tapi kalau hal ini bisa mengurangi sedikit saja dari dosa-dosaku, aku akan
memilih pengampunan
di atas penghianatan."
Kajenar menatap wajah Wilani beberapa lamanya lalu berkata : "Randulawang selain
masih memegang jabatan ketua perserikatan silat, dia telah diangkat menjadi Ngabehi.
Tempat kediamannya di pagar selatan kawasan keraton. Dia lebih sering berada disitu
daripada di perguruan
silat Budi Luhur yang dipimpinnya ...."
"Lalu dimana manusia bernama Wirasaba berada?" tanya Wilani.
"Kau pergilah ke air terjun Ungaran. Wirasaba memindahkan perguruan silatnya ke
tempat itu sekitar dua tahun lalu...."
Wilani berpaling pada Wiro. Ketika dilihatnya pemuda ini mengangguk maka si
gadis berkata pada Kajenar. "Keteranganmu sangat menolong. Saya dan sahabat saya minta
diri sekarang...."
"Minta diri...?" Kajenar kaget dan berdiri dari duduknya. "Wilani, dosaku
terlalu besar. Aku
ingin kau menjatuhkan hukuman mati atas diriku saat ini juga!"
Wilani menggeleng. "Saya tahu apa yang terjadi dua belas tahun lalu. Kau mungkin
salah satu dari mereka. Tapi kau tidak turut campur dalam soal pembunuhan ayah...."
"Dosaku besar sekali Wilani. Dimas Adi Juwono, bagaimana aku harus menebus
dosa...!" kata Kajenar berulang-ulang.
"Orang tua, kalaupun kau merasa berdosa, maka dua belas tahun dalam penderitaan
batin sudah merupakan hukuman bagimu!" Habis berkata begitu Wilani memberi isyarat
pada Wiro lalu mendahului melangkah keluar goa.
Di dalam goa Kajenar menangis sesenggukan. "Dosaku terlalu besar. Seharusnya aku
mencegah mereka saat itu! Gusti Allah aku orang sesat...aku tak layak hidup
lebih lama. Dua belas
tahun sudah cukup lama aku tersiksa dalam tekanan batin. Aku tak sanggup
merasakannya lebih
lama lagi...." Kajenar menggerung keras lalu hantamkan kepalanya sendiri
kedinding batu.
Hantaman ini keras sekali dan pasti akan membuat kapalanya rengkah lalu menemui
ajal. Namun satu telapak tangan tiba-tiba melesat ke depan, menahan kepalanya hingga tidak
membentur tembok.
Tentu saja orang tua itu terkejut bukan main. Dia melangkah mundur sambil
pegangi kening dan memandang melotot ke depan. Orang yang barusan mempergunakan telapak
tangannya untuk
menahan kepalanya ternyata adalah seorang pemuda gagah berambut gondrong.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
Sesaat Kajenar memandang tak berkesiap pada pemuda itu. Lalu perlahan-lahan
terbayang kembali peristiwa dua belas tahun silam. Adi Juwono datang bersama anak
perempuan dan anak
lelakinya. Wajah anak lelaki kecil dulu itu jika dia memang masih hidup pastilah
sama dengan wajah pemuda yang tegak di hadapannya dan telah menyelamatkannya dari kematian
yang sangat aib. Sesat bunuh diri!
"Anak muda ...," kata Kajenar dengan suara bergetar. "Gusti Allah .... Apakah
kau Ario Seno, putera mendiang dimas Adi Juwono ...?"
"Aaaa ....uuu ....aaa...uuu...," Pemuda yang ditanya menjawab.
"Kasihan, kau tidak bisa bicara. Kau gagu! Aku yakin lidahmu cacat! Aku yakin
itu akibat tusukan pisau beracun Randulawang! Ya Tuhan! Kau pasti Ario Seno!"
Kajenar ulurkan kedua tangannya hendak memeluk pemuda itu. Tapi dia hanya
memeluk angin. Orang yang hendak dipeluk sudah lenyap dari hadapannya!
Orang tua itu memburu ke mulut goa. Hanya kegelapan dan kesunyian yang
didapatinya. Kajenar merasakan tubuhnya lunglai dan jatuh terduduk di mulut goa. Hampir tanpa
suara orang tua
ini mulai menangis sesenggukan.
Di luar goa Wiro dan Wilani masih sempat mendengar suara Kajenar sayup-sayup
sampai. Namun perhatian mereka tidak sepenuhnya tertuju kesitu. Hal ini karena di dalam
gelap Wilani tiba-tiba melihat satu sosok bayangan berkelebat. Tanpa banyak cerita kedua
muda-mudi ini langsung lepaskan pukulan sakti. Tapi bayangan itu ternyata lebih cepat.
Hantaman pukulan Wiro
dan Wilani hanya sempat menumbangkan dua buah pohon dan memporak-porandakan
rerumpunan semak belukar. "Aku menaruh dugaan perjalanan kita sejak dari Kotaraja telah diikuti
orang ...," bisik
Wilani. Wiro mengangguk membenarkan. "Kita tak usah khawatir. Si penguntit itu tak akan
bisa sembunyi terus-terusan.
Satu waktu kita akan berhasil menggebuk dan menangkapnya hidup-hidup ...."
* * * scan by kelapalima
ebook by kalibening
12 RUMAH BESAR DI LUAR TEMBOK keraton di kawasan selatan itu bagian luarnya
diterangi oleh banyak lampu-lampu minyak berbentuk lampion. Sebaliknya di
sebelah dalam suasana kelihatan redup-redup saja, bahkan gelap pekat di beberapa bagian.
"Kalau ini rumahnya, jangan-jangan orangnya sedang tidak ada...," berbisik Wiro.
"Aku akan menunggu sampai manusia biadab itu muncul. Tak dapat kumengerti
bagaimana seorang jahat seperti Randulawang yang tega membunuh anak kecil dan mengkhianati
atasannya sendiri kini bisa punya kedudukan sebagai ngabehi!"
Wiro tertawa kecil. "Itu namanya dunia, Wilani. Eh...namamu betul Wilani bukan"
Begitu si kakek dalam goa memanggilmu!"
"Bukan saatnya bergurau!" sahut Wilani.
"Jangan ketus. Kalau aku kesalahan menyebut namamu nanti kau malah marah. Apa
kau mau namamu kusebut Kuini atau Patani...?"
"Kau minta ditampar rupanya...."
"Sudah! Diam. Ada orang datang...," kata Wiro lalu menarik Wilani ke balik pohon
beringin dimana mereka berada.
Tak lama kemudian lewat seorang nenek bungkuk. Walau tubuhnya bungkuk dan dia
membawa bakul sarat berisi sayuran namun nenek ini jalannya cepat sekali.
Mulutnya tak hentihentinya mengunyah susur. Di dekat pohon dia menyemburkan air susur. Hampir
mengenahi kaki Wiro. Murid Sinto Gendeng ini memaki dalam hati. Lalu disambarnya tangan si
nenek. Ditariknya
kebalik pohon. Mengira setan yang menarik karuan saja si nenek lepaskan bakulnya lalu
berteriak. Susurnya melompat entah kemana.
"Setan...tolong...! Tol...."
Wiro cepat tekap mulut perempuan tua ini.
"Nek, berhenti berteriak! Atau kupencet leher ayammu! Aku bukan setan tahu!"
Sepasang mata nenek berputar. "Hemmmm.... Hcmmmm." Dia hanya bisa bergumam lalu
angguk-anggukan kepalanya. Perlahan-lahan Wiro lalu lepaskan tekapannya.
"Sebelum kau kulepas pergi katakan dulu, apakah rumah yang banyak lampionnya itu
adalah rumah Ngahebi Randulawang...?"
"Ngahebi!" tukas Si nenek. "Bukan Ngahebi! Tapi Ngabehi!"
"Betul, kau betul! Dari dulu itu memang rumah Ngabehi Randulawang!" berkata si
nenek. "Bagus! Kau boleh pergi!" kata Wiro pula lalu tepuk pantat si nenek.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Pemuda kurang ajar! Kau belum lahir aku sudah puluhan tahun hidup di dunia!
Berani kau memegang pantatku!"
Sambil mengomel seperti itu si nenek ambil bakul sayurnya. Dia berusaha mencari
susurnya yang hilang tapi tak berhasil. Masih terus mengomel dia melangkah pergi.
"Kalau cuma mau tanya rumah orang, mengapa main betot seperti setan saja! Lalu
memegang pantatku lagi!
Ih...!" Setelah si nenek lenyap di kejauhan Wilani berbisik :
"Aku akan masuk ke dalam rumah itu! Aku khawatir kalau kedahuluan lagi!"
"Aku ikut bersamamu. Tapi...! Lekas sembunyi. Ada suara kaki kuda
mendatangi...," kata
Wiro. Kedua orang itu kembali mendekam di balik pohon beringin. Tiga orang penunggang
kuda lewat dengan cepat. Di sebelah depan seorang lelaki mengenakan destar merah
berbaju kuning. Dia
mengenakan kalung dari akar bahar di lehernya. Di sebelah depan kalung ini
diganduli sebuah batu
mustika yang tampak bercahaya walaupun dalam gelap. Dua penunggang di
belakangnya kelihatannya adalah para pengiring atau pengawalnya.
Sekelebatan dalam gelap Wilani melihat wajah orang berdestar merah. Tersiraplah
darahnya. Tubuhnya bergetar. Tanpa sadar jari-jarinya menggenggam lengan Wiro.
"Ada apa...?" bisik Pendekar 212.
"Orang berdestar di sebelah depan itu. Aku merasa pasti dia adalah Wirasaba.
Manusia yang menikam ayahku dengan keris sampai mati! Padahal ayah saat itu sudah tidak
berdaya akibat hantaman penggada di tangan Randulawang!" Habis berkata itu Wilani segera hendak
melompat keluar dari balik pohon.
"Sabar dulu!" bisik Wiro seraya pegang lengan gadis itu. "Jika benar orang itu
Wirasaba, berarti Randulawang sedang ada di rumah! Mereka orang-orang berkepandaian
tinggi! Kita jangan
bertindak gegabah!"
"Aku rela mati asalkan dapat membunuh kedua manusia biadab itu!"
"Kau rela tapi aku tak rela melihat kau mati!" sahut Wiro sambil tersenyum.
"Gila! Dalam keadaan seperti ini kau masih saja bisa bicara konyol!" kertak
Wilani. "Kita tunggu saja dulu. Jangan main serbu sembarangan. Lihat suasana baru
bergerak...."
Meskipun jengkel tapi Wilani akhirnya mengikuti juga ucapan Pendekar 212.


Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di hadapan rumah besar tiga penunggang kuda melompat turun dari kudanya. Yang
dua tetap berdiri di halaman sedang yang berdestar merah tampak menaiki tangga.
Orang ini menggoyang-goyangkan sebuah lonceng yang tergantung di atas pintu depan.
Seseorang yang tidak
kelihatan membukakan pintu. Sang tamu masuk. Tak lama kemudian di bagian dalam
rumah scan by kelapalima
ebook by kalibening
menyala sebuah lampu, tapi tak cukup terang sehingga baik Wiro maupun Wilani
tidak dapat melihat siapa yang tegak di hadapan orang berdestar merah itu.
"Tunggu apa lagi sekarang?" tanya Wilani sudah tidak sabaran.
Wiro memandang berkeliling lalu anggukan kepala. "Kau masuk dari pintu depan,
aku melompat lewat jendela. Tapi sebelum masuk ke dalam rumah dua pengiring itu
harus kita suruh
tidur dulu...."
Dengan gerakan cepat dan lompatan tanpa suara, Pendekar 212 Wiro Sableng tahutahu sudah berada di belakang dua pengiring yang asyik mengobrol sambil menikmati
rokok kawung. Wiro totok punggung kedua orang ini hingga keduanya tertegak kaku dan tak mampu
keluarkan suara. Justru pada saat itulah di dalam rumah terdengar suara bentakan-bentakan keras
diseling suara beradunya pukulan.
"Apa kataku! Kita kedahuluan lagi!" kata Wilani lalu tanpa perdulikan Wiro gadis
ini menghambur ke depan pintu depan rumah besar. Dia tidak pergunakan tangan untuk
membuka melainkah mendobraknya dengan tendangan kaki kanan!
Begitu pintu itu ambrol gadis ini melompat masuk. Wiro menyusul sesaat kemudian.
"Wiro! Lihat! Dia...!" Wilani berseru seraya menunjuk pada sosok tubuh yang saat
itu tampak menggerak-gerakkan kedua tangan dan kakinya.
"Aaaaa.....uuuu....aaaa...uuu!"
Di ruangan tamu rumah besar itu kelihatan tiga orang lelaki. Yang pertama adalah
tuan rumah yang bukan lain memang Randulawang, Ketua Perserikatan Silat Bintang Biru.
Orang kedua yakni sang tamu ternyata betul Wirasaba sedang orang ketiga adalah pemuda gagu
yang sudah dikenal oleh Wilani dan Wiro Sableng.
"Pemuda gagu! Jadi dia rupanya!" ujar Wilani. "Dia selalu mendahuluiku!
Sasarannya sama
dengan sasaranku! Tapi kali ini aku tak mau keda-huluan lagi! Dua manusia
durjana itu harus mati
di tanganku!" Wilani menggertak. Lupa sudah dia pada pesan gurunya yaitu agar
berusaha untuk tidak membalaskan dendam dengan melakukan pembunuhan.
"Ki sanak! kau mundur! Dua manusia itu harus mati di tanganku!" teriak Wilani.
Sebaliknya si gagu justru malah melompat ke hadapan Randulawang sambil berteriak
aaa...uuu... aaaa...uuu tiada hentinya.
. "Bangsat! Tahan dulu! Kalian berani mencari mampus masuk ke rumah Ngabehi
Randulawang!" berteriak Wirasaba.
"Kalian orang-orang gila kesasar dari mana"!"
"Wirasaba manusia anjing!" balas berteriak Wilani.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Apa kau sudah lupa aku" Aku adalah Wilani anak perempuan Adi Juwono yang kalian
bunuh dua belas tahun lalu!"
Kagetlah Wirasaba dan Randulawang mendengar ucapan itu. Sementara itu si gagu
sambil terus keluarkan suara aaa...uuu...aaa...uuu kini tampak dia menggerak-gerakkan
jari-jari tangannya.
Waktu melihat gerakan jari-jari tangan itu karuan saja Pendekar 212 menjadi
melengak kaget! Dia
hendak mengatakan sesuatu pada Wilani. Tapi sang dara sudah melompat kearah
Randu lawang seraya lepaskan satu pukulan sakti!
Randulawang terkejut sekali lalu cepat menyingkir. Di sampingnya sebuah guci
batu hancur berantakan dihantam pukulan tangan kosong Wilani.
Kini sadarlah sang Ngabehi kalau orang memang benar-benar inginkan nyawanya.
Maka tak ayal lagi diapun balas menghantam dengan satu pukulan tangan kosong mengandung
tenaga dalam tinggi. Wilani yang sudah nekad ingin membunuh musuh besarnya itu dengan cara apapun
lipat gandakan aliran tenaga dalamnya di tangan kanan lalu kembali memukul.
Bangunan besar itu berderak ketika dua pukulan mengandung hawa sakti saling
bertabrakan. Randulawang terpental dan tersandar ke dinding. Mukanya pucat. Wilani tegak
tergontai-gontai.
dadanya terasa sakit. Didahului oleh teriakan keras murid Datuk Buntung Cemoro
Sewu ini cabut pedangnya lalu menyerbu ke arah lawan.
Randulawang terkesiap ketika melihat kilauan sinar pedang di tangan sang dara.
Dia melompat kekiri, menyambar sebilah tombak besi berlapis emas.
"Gadis gila!" teriak Randulawang. "Kalau kau benar anaknya Adi Juwono, lihat
baik-baik! Tombak ini adalah milik ayahmu! Dengan senjata ini aku akan membunuhmu!"
Disebut dirinya gadis gila, apalagi mendengar ucapan Randulawang bahwa tombak di
tangannya adalah milik ayahnya, Wilani menjerit keras. Lalu tubuhnya lenyap
terbungkus bayangbayang pedangnya sendiri! Sang dara langsung keluarkan jurus-jurus ganas dari
ilmu pedangnya.
Meskipun memegang tombak mustika di tangan namun segera saja Randulawang
terdesak hebat.
Ketua Perserikatan Silat Bintang Biru ini menggembor marah. Masakan dia yang
sudah berpengalaman begitu lama dan menyandang nama besar sanggup didesak lawan yang
masih hijau. Maka diapun keluarkan jurus-jurus simpanannya. Dalam satu gebrakan hebat tombak
di tangan Randulawang yang tiba-tiba bisa berubah panjang berhasil memukul lepas pedang di
tangan Wilani. Lalu secepat kilat ujung tombak menusuk ke arah gadis ini!
"Manusia durjana! Aku mengadu nyawa denganmu !" teriak Wilani.
PuteriAdi Juwono itu melompat sebat ke kiri. Tusukan tombak lewat satu jengkal
saja dari dadanya. scan by kelapalima
ebook by kalibening
Ketika Randulawang berbalik dan memburu, gadis ini tampak mengeruk ke balik
pakaiannya. Di lain kejap ketika dia memukulkan tangan kanannya ke depan,
melesatlah belasan
senjata rahasia berbentuk jarum halus berwarna putih!
"Awas senjata rahasiai" teriak Wirasaba memperingatkan. Namun saat itu diapun
mendapat serangan dari samping.
"Aaaa....uuuu....aaaa...uuuu."
Wirasaba menyingkir selamatkan diri. Namun terlambat. Salah satu tangan pemuda
gagu yang bergerak aneh berhasil menggapai dadanya. Breet! Pakaian kuning wakil ketua
perserikatan ini robek besar bersimbah darah. Wirasaba menggereng keras antara kesakitan dan
marah. Tangan kanannya bergerak ke punggung. Ternyata dia membekal sebentuk senjata berbentuk
keris tetapi memiliki panjang hampir empat jengkal. Senjata ini memancarkan sinar hitam redup
tanda mengandung racun jahat!
"Aaaa...uuuu....aaaa....uuuu..." Pemuda gagu merangsak terus tanpa perdulikan
senjata yang menderu-deru ke arahnya. Sementara itu Wirasaba merasakan tubuhnya menjadi
kepanasan sedang
mukanya tampak merah dan mulai menggembung. Inilah racun kepiting yang telah
mengendap di jalan darahnya yang berasal dari cakaran pemuda gagu.
"Aaaa...uuu...aaa...uuu...." Si gagu sambut tusukan keris dengan tangan
kanannya. Breeettt!
Lengan pakaian pemuda itu robek. Dagingnya tampak melepuh dan darah yang
mengucur kelihatan
hitam! Tapi sambil keluarkan suara aaa...uuu... aaa... uuu...pemuda ini
menyeringai. Dia usapkan
tangan kanannya ke lengan kirinya yang luka besar. Ajaib. Luka itu menutup dan
sembuh tanpa bekas! Melihat hal ini Wirasaba jadi terbeliak kaget. Sesaat dia berlaku lengah. Dan
ini sudah cukup bagi si gagu untuk melompatinya lalu menggulungnya dengan dua tangan dan
dua kaki! Yang terdengar sesudah itu hanyalah jeritan wirasaba diseling suara daging
tubuhnya seperti
dicacah. Tulang-tulangnya berderak remuk!
Ketika pemuda gagu lepaskan tubuh Wirasaba, tubuh itu sudah tidak seperti tubuh
lagi. Hancur bergelimang darah. Mukanya bengkak merah. Salah satu matanya membusai
keluar! itulah keganasan "ilmu kepiting gila" yang didapat pemuda tersebut yang didapat dari
sepasang kakek nenek sakti di muara pantai selatan!
Kembali pada perkelahian antara Wilani dengan Randulawang. Dengan mempergunakan
tombak emas milik Adi Juwono lelaki itu mampu meruntuhkan delapan jarum emas
yang menggempurnya. Enam lainnya dapat dielakkannya. Tapi dua buah jarum berhasil
lolos. Satu menyusup di paha kirinya, satu lagi di bahu kanan.
"Setan alas! Sudah saatnya kau menyusul bapakmu!" teriak Randulawang. Dia
berusaha mencabut jarum yang menancap di bahu kanannya tapi sia-sia. Jarum itu amblas
sampai ke ekornya!
scan by kelapalima
ebook by kalibening
Menggembor marah Randulawang lemparkan tombak emas di tangan kanannya ke arah
Wilani. Senjata ini melesat laksana anak panah. Dua jengkal lagi ujung tombak
akan mencapai kepala sang dara, dari samping datang memapas sebilah pedang.
Traaaang! Tombak emas mental. Pendekar 212 tegak sambil silangkan pedang milik Wilani di
depan dadanya! Wilani hendak mengatakan sesuatu tetapi saat itu Randulawang telah
menerjang dengan
sebilah senjata aneh di tangan kanannya.
Senjata ini terbuat dari besi kuning, bergagang seperti tongkat sedang ujungnya
berupa lingkaran pipih yang luar dan dalamnya sangat tajam. Begitu senjata ini diputar,
terdengar suara
menderu dahsyat disertai terpaan angin keras. Wilani merasakan sekujur tubuhnya
seperti berada di
atas sampan yang digoyang ombak besar.
Wuuuttt! Senjata di tangan Randulawang berkiblat. Wilani melompat mundur. Tapi luar
biasanya senjata di tangan lawan seperti hidup dan kini meluncur ke arah kepalanya.
Sekali bagian berlubang
dari senjata ini sempat masuk ke kepala sang dara, pasti putuslah lehernya
begitu senjata disentakan.
Wuuutt! Senjata Randulawang kembali membabat, untuk kedua kalinya Wilani berhasil
menghindar. Tapi pada kali ketiga gerakannya mengelak tertahan oleh dinding. Sebelum lawan
mengejar Wilani
hantamkan kedua tangannya. Dua gelombang angin menerpa dahsyat.
Randulawang ganti tertawa, sekali dia sapukan senjatanya, dua angin pukulan
Wilani langsung buyar dan si gadis sendiri terpekik karena tubuhnya kena dihantam oleh
angin serangannya yang berbalik. Saat itulah senjata Randulawang datang dari atas lalu
melesat kebawah
mengincar kepalanya!
"Aaaa...uuu...aaa...uuu!"
Pemuda gagu tampak melompat ke udara. Kaki kanannya menendang laksana petir
menyambar. Kraaaakk!
Terdengar suara patahnya tulang lengan kanan Randulawang. Breeett!
Senjata Randulawang yang tadinya bakal membelah kepala Wilani kini terbanting ke
atas lalu membabat ke bawah dan masih sempat merobek pakaian di bagian punggung
Wilani! Jeritan Randulawang seperti anjing melolong. Tapi hebatnya manusia ini, dalam
keadaan tangan cidera begitu rupa dia masih mampu memindahkan senjatanya ke tangan kiri.
Begitu gagang senjata tergenggam di tangan kirinya langsung dibacokan ke kepala
Wilani. Sang dara tidak menyangka kalau lawan mampu melakukan serangan begitu cepat.
Untuk kedua kalinya nyawa gadis ini terancam. Namun untuk kedua kalinya pula dia
selamatkan. Kali ini oleh kapak sakti bermata dua milik Pendekar 212 Wiro
Sableng. scan by kelapalima
ebook by kalibening
Kapak Maut Naga Geni 212 mencuat dalam ruangan itu, mengeluarkan suara seperti
ratusan tawon mengamuk disertai berkiblatnya sinar menyilaukan yang menghamparkan hawa
panas. Traaang! Mata kapak menghantam senjata di tangan kiri Randulawang. Senjata berbentuk
tongkat dan gelang pipih itu mencelat mental dan terjadilah satu hal yang luar biasa yang
tidak diduga serta
tidak dapat dicegah oleh siapapun!
* * * scan by kelapalima
ebook by kalibening
13

Wiro Sableng 057 Nyawa Yang Terhutang di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

DALAM SEBUAH KAMAR di ujung ruangan, seoarang perempuan berwajah ayu, berusia
sekitar tiga puluhan tersentak bangun dari tidurnya oleh suara gaduh perkelahian
yang terjadi di
ruangan depan. Sesaat dia masih berbaring di atas tempat tidur, berpikir apakah
dia tengah bermimpi atau bagaimana. Tapi suara bentakan serta suara beradunya senjata jelas
datang dari ruangan depan. Bahkan dia mengenali suara seruan suaminya.
Perempuan di atas ranjang yang bukan lain adalah Juminten, bekas istri ke dua
mendiang Adi Juwono turun dari pembaringan. Selama kawin dua belas tahun dengan
Randulawang perempuan ini tidak dikaruniai anak.
Dengan penuh perasaan heran tetapi juga kaget serta kecut Juminten melangkah ke
pintu kamar. Pintu kamar dibukanya lebar-lebar lalu perempuan ini melangkah ke luar.
Malang baginya, dia keluar dari dalam kamar tepat pada saat senjata tongkat
berujung lingkaran pipih tajam milik Randulawang yang terlepas dan mental akibat hantaman
Kapak Maut Naga Geni 212 mental tepat ke arahnya.
"Juminten awas!" teriak Randulawang memberi ingat. Tetapi percuma. Bagian tajam
senjata itu menghantam pertengahan dada istrinya dengan telak.
Juminten terbanting ke sanding pintu. Dari tenggorokannya keluar suara seperti
orang mengorok. Suara itu kemudian berganti dengan suara jeritan lalu tubuhnya melosoh
ke lantai. Perempuan keji yang pernah menghianati suami pertamanya itu mati dengan mata
mendelik. "Juminten!" raung Randulawang lalu melompat hendak menubruk istrinya.
Ketika Randulawang melompat saat itu pula pemuda melesat lalu memiting
pinggangnya. Randulawang hantamkan lututnya. Lutut itu tepat menghantam dagu pemuda gagu.
Namun seperti sama sekali tidak merasakan, pemuda itu terus saja menelikung tubuh Randulawang
sampai akhirnya keduanya jatuh terguling di lantai ruangan.
Randulawang berusaha melepaskan diri dari jepitan "ilmu silat kepiting gila"
tapi tidak mampu. Sebagian besar tubuhnya saat itu sudah luka berkelukuran dicabik jarijari tangan pemuda
gagu yang berkuku panjang.
"Jangan bunuh dia! dia berhutang nyawa ayahku!" teriak Wilani.
Entah mengapa mendengar teriakan itu pemuda gagu lepaskan cengkeraman mautnya
lalu melompat berdiri. Merasa dirinya bebas, walaupun terluka parah sekujur badannya
dan kulit serta
dagingnya mulai bengkak kemerahan Randulawang cepat berusaha bangkit berdiri. Di
hadapannya Wilani melangkah mendekati dengan pedang di tangan.
scan by kelapalima
ebook by kalibening
Randulawang angkat tangan untuk menghantam dengan pukulan sakti. Tapi tangan itu
tak mampu lagi digerakkan. Dia melangkah mundur, lalu berhenti karena kedua
kakinyapun ku tak bisa
lagi dilangkahkan. Racun kepiting gila telah melumpuhkan dirinya secara aneh
yaitu tak mampu
menggerakkan anggota badan tapi masih bisa berdiri dan bicara.
"Jangan! Ampun! Ampuni dosaku!" teriak Randulawang ketika dilihatnya Wilani
mengangkat tangannya yang memegang pedang.
Namun senjata di tangan si gadis sudah menderu ke bawah. Luka panjang tampak
menyilang dari perut sampai ke pinggul. Randulawang menjerit setinggi langit.
Tubuhnya tergontaigontai. Matanya melotot. Seperti kemasukan setan Wilani bacokan lagi pedangnya.
Lagi dan lagi....!
Randulawang menjerit dan meraung. Jerit manusia ini menggidikan bulu tengkuk.
Lalu hek! Suara jeritan itu mendadak lenyap ketika pemuda gagu dengan tiba-tiba saja
melompat dan menusukkan tombak milik mendiang Adi Juwono ke mulut Randulawang!
Tombak itu menembus lidah Randulawang terus menusuk sampai bagian belakang
tenggorokannya dan akhirnya tembus ke bagian belakang kepala! Ketika si gagu
terus mendorong
dan menusukkan tombak itu ke dinding, tubuh Randulawang terpentang mengerikan
seperti disate!
"Aaaa...uuu...aaaa...uuu!" Pemuda gagu jatuhkan diri dan duduk bersimpuh di
lantai. Di sebelahnya
agak ke depan sedikit Wilani telah lebih dahulu berlutut sambil tekap wajahnya
dengan kedua tangan. Bahunya bergoyang-goyang tanda dia tengah menahan goncangan hati yang
sangat hebat. Berada di belakang Wilani pemuda gagu perhatikan tubuh gadis itu. Tiba-tiba
matanya terpentang memperhatikan punggung Wilani yang tersingkap akibat bajunya robek
oleh sambaran senjata Randulawang.
"Tanda itu ... Tanda itu!" kata si gagu dalam hati. "Hanya ada satu manusia yang
memiliki tanda seperti itu!" Pemuda ini melompat dan melangkah ke hadapan Wilani. Kedua
tangannya langsung memegang wajah si gadis. Merasa dipegang orang Wilani turunkan kedua
tangannya. Pandangannya beradu dengan sepasang mata pemuda gagu.
"Jangan berani berlaku kurang ajar menyentuh diriku!" teriak Wilani hendak
marah. "Aaa ... uuu ... aaa ... uuu...."
Pendekar 212 Wiro Sableng melangkah di antara kedua orang itu lalu berpaling
pada pemuda gagu. "Ki sanak, ketika sahabatku ini tadi berteriak pada Randulawang, mengatakan
bahwa dia adalah anak Adi Juwono yang dibunuh dua belas tahun silam, aku melihat kau
meggerak-gerakkan
jari tanganmu. Kau menyampaikan tanda mengatakan bahwa kau adalah juga anak
mendiang Adi Juwono .... Betul begitu?"
scan by kelapalima
ebook by kalibening
"Aaa ... uuu ... aaa ... uuu!" Pemuda gagu mengangguk berulang kali sedang kedua
matanya memandang ke arah Wilani yang saat itu tiba-tiba saja jadi terbelalak mendengar
ucapan Wiro dan
melihat pemuda di hadapannya mengangguk berulang kali.
"Jadi ....Kau mengenali siapa adanya gadis ini?" tanya Wiro ingin kepastian.
Pemuda gagu gerakkan jari-jari tangannya cepat sekali sementara air mata tampak
berjatuhan ke pipinya.
"Wilani, dia mengatakan bahwa dia mengenali tanda biru yang tersingkap
dipunggungmu. Tanda biru itu katanya serupa dengan tanda yang dimiliki adiknya. Dia yakin kau
adalah adiknya!"
Kedua mata Wilani semakin membelalak.
"Jadi.... jadi....," Wilani tidak meneruskan ucapannya. Jerit tangisnya, pecah
lebih dahulu. Lalu dia menghambur memeluk tubuh pemuda di hadapannya.
"Kakak Ario.... Kakak Ario Seno! Betul kau ini kakakku Ario Seno....?" tangis
Wilani. "Aaa....uuu .... aaa .... uuu...."
Wilani merasakan pemuda yang memeluknya itu menganggukkan kepala.
"Kakak Ario!" jerit Wilani. "Aku ini adikmu kak! Aku Wilani....!"
Keduanya berangkulan kencang-kencang dan tenggelam dalam isak tangis. Pendekar
212 hanya bisa tegak sambil garuk-garuk kepala. Lalu, ketika dia memandang ke arah
pemuda yang memeluk Wilani, dilihatnya walau menangis pemuda itu menyeruakkan senyum. Dan
diperhatikannya bagaimana Ario Seno menggerakkan jari-jari tangannya,
menyampaikan tanda
yang berarti : "Jangan cemburu. Aku kakak kandungnya sungguhan!"
Wiro garuk-garuk kepala lalu balas menggerakkan jari-jari tangannya, mengatakan
pada Ario Seno : "Aku tidak cemburu. Cuma sedang mencari akal bagaimana caranya purapura terharu lalu ikut-ikutan memeluk adikmu yang cantik itu!"
Ario Seno tertawa lebar dan kedipkan mata kanannya. Wiro membalas dengan
mengedipkan mata kirinya. Tidak terduga sewaktu dia mengedip begitu sang dara palingkan
kepalanya dan melihat apa yang dilakukan Wiro.
"Ah, celaka! Pasti dia salah sangka lagi. Pasti dia akan mendampratku lagi!"
Namun sangkaan Pendekar 212 kali ini keliru.
Wilani justru tersipu.
Lesung pipit menyeruak di kedua pipinya. Lalu gadis ini kedipkan mata kanannya
pada Wiro! Saking senangnya murid Sinto Gendeng ini melompat dan bergelantungan pada
kayu atas pintu ruangan sambil mengoncang-ngoncangkan kedua kakinya!
TAMAT Kaki Tiga Menjangan 9 Pendekar Gila 1 Seruling Naga Sakti Bara Diatas Singgasana 6

Cari Blog Ini