Wiro Sableng 044 Topeng Buat Wiro Sableng Bagian 1
WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
BASTIAN TITO 1 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Episode : Topeng Buat Wiro Sableng
SATU Kuda coklat yang ditunggangi gadis jelita berpakaian biru tiba-tiba meringkik
keras sambil mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi. Si gadis cepat
rangkul leher binatang itu dengan tangan kiri sementara tangan kanan mengusapusap tengkuknya.
"Tenang Guci......tenang! Tak ada yang perlu ditakutkan!" berkata si gadis.
"Tak ada binatang buas di hutan ini. Tak ada binatang berbisa di rimba belantara
ini! Ayo jalan lagi. Kita......"
Baru saja si gadis berucap begitu tiba-tiba terdengar suara bergemerisik di atas
pohon di samping kirinya. Bersamaan dengan itu terdengar suara tawa bergelak,
disusul suara bentakan keras lantang.
"Di rimba ini memang tak ada binatang buas! Tak ada binatang berbisa! Yang ada
aku!" Dua sosok tubuh melayang turun dari atas pohon besar. Begitu menjejak tanah
langsung berkacak pinggang sambil menatap tajam pada sang dara yang berada di
atas kuda. Orang di sebelah kanan memiliki tubuh ramping tinggi, berkulit hitam
gelap, memelihata kumis melintang dan cambang bawuk. Pada kedua lengannya
terdapat gelang bahar hitam besar. Pada lehernya tergantung kalung yang juga
terbuat dari akar bahar berwarna hitam. Lelaki kedua lebih pendek, beralis
tebal, mukanya cekung, kulitnya juga sangat hitam. Kedua orang ini sama
mengenakan pakaian kuning dengan ikat pinggang besar berwarna merah darah.
Walau jelas dari tampang dan gerak-gerik menyatakan mereka bukan orang baikbaik, apalagi menghadang seperti itu tetapi gadis di atas kuda sama sekali tidak
menunjukkan wajah cemas ataupun takut. Setelah menatap dengan pandangan dingin,
dia lalu menegur.
"Huh! Kalian ini siapa"!"
"Adikku! Orang sudah bertanya, lekas jelaskan siapa adanya kita!" si tinggi
ramping berkumis dan bercambang bawuk di sebelah kanan berkata.
Yang dipanggil adik tersenyum lebar. Kedip-kedipkan matanya pada sang dara lalu
membuka mulut. "Kami adalah penguasa rimba belantara ini......"
"Hebat!" sang dara berseru seperti memuji tapi pandangan kedua matanya tetap
dingin dan mimiknya menunjukkan betapa dia memandang rendah pada kedua orang
itu. "Syuuuukkuuuurrr kalau di situ tahu kami hebat! Terima kasih atas pujianmu
Mirasani....."
"Eh! Bagaimana kau bisa tahu namaku"!" jelas nada suara sang dara menunjukkan
rasa terkejut. Tapi wajahnya tetap saja tidak mengalami peubahan.
"Siapa yang tidak tahu Mirasani. Gadis maha cantik di kawasan ini.
Memilih....."
"Sudah! Lekas katakan apa mau kalian!" sang dara memotong ucapan orang dengan
bentakan. "Sabar.....sabar Mira. Apa mau kami pasti akan kami jelaskan. Hanya aku belum
selesai dengan penjelasan tentang diri kami berdua," menyahut si muka cekung.
"Kami dikenal dengan julukan Sepasang Malaikat Kuning....."
BASTIAN TITO 2 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Apa" Sepasang Malaikat Kuning"!" seru sang dara lalu dia tertawa gelak-gelak.
"Aku sih memang belum pernah melihat wajahnya malaikat! Tapi aku yakin betul
tampang-tampang malaikat tidak seperi muka kalian! Ha...ha...ha...! Malaikat Kuning"
Apa kalian yang kuning" Baju..... Ya itu betul! Kurasa gigi kalian juga kuning
hah"!"
Dua orang di depan sang dara tampak kerrenyitkan kening lalu ikut-ikutan tertawa
gelak-gelak. Si cekung mengangkat tangannya. Lalu pegang bahu si tinggi ramping
di sampingnya seraya berkata "Ini kakakku. Namanya Tumapel Kuning. Dan yang
ini...." si muka cekung tudingkan ibu jari tangan kirinya ke dadanya sendiri,
"Adalah Kunapel Kuning! Dan perlu kujelaskan aku adalah calon suamimu!"
Untuk pertama kalinya terlihat wajah si gadis berubah, tapi hanya sekilas.
Pandangannya kembali dingin. "Jadi itu rupanya maksud kalian menghadangku!
Ketika bulan tujuh diadakan perlombaan mencari jodoh mengapa kau tidak muncul"!"
Kunapel Kuning manggut-manggut. "Waktu itu kami ada keperluan penting!
Lagi pula aku bukan bangsa pemuda-pemuda tolol yang mau direndahkan dengan
segala macam perlombaan konyol itu!"
"Karena itu kau sengaja menghadangku di sini!"
"Tepat sekali Mira....."
"Jangan sebut namaku! Kau tidak pantas jadi suamiku!" bentak Mirasani.
"Hai!" Kunapel Kuning melengak sementara Tumapel hanya sungingkan seringai.
"Tampangku tidak jelek. Lihat, alis mataku saja tebal! Kata orang laki-laki
beralis tebal dapat menyenangi istri di atas ranjang! Ha....ha....ha....!"
"Di mataku kau tak lebih dari seekor kambing bodoh! Pergilah! Kau tidak layak
jadi suamiku! Banyak pemuda yang jauh lebih keren darimu dan semua tidak
kupandang sebelah mata!"
"Bisa jadi! Tapi kau belum tahu bagaimana bahagianya kalau bermesraan dengan
diriku! Jangan bandingkan aku dengan pemuda-pemuda tolol itu Mira...."
"Mungkin kau pandai merayu perempuan....."
"Nah.....nah! Kalau kau sudah tahu...."
"Tapi ingat! Calon suami yang aku inginkan bukan yang punya tampang gagah atau
pandai merayu! Aku hanya akan memandang kemampuannya dalam ilmu bela diri! Dan
mataku melhat kau tidak memiliki kemampuan itu Katapel!"
"Sialan! Nama adikku Kunapel! Bukan Katapel!" membentak Tumapel Kuning.
"Kunapel atau Katapel sama saja! Sama jelek sama tololnya!" jawab Mirasani.
"Kau belum tahu siapa adikku! Selama tiga tahun terkahir sejak dia ikut
bersamaku tak seorang lawanpun sanggup menjatuhkannya! Kalau kau berusaha
menghindar berarti kau menyalahi sumpah yang selama ini kau gembar-gemborkan!"
"Terus terang sebetulnya aku memberi kesempatan pada adikmu untuk tidak berlaku
sembrono dan mampu mengukur diri sendiri. Tapi kalau dia memang mau dibikin
babak belur kedua tanganku inipun memang sudah gatal sejak tadi!" jawab
Mirasani. "Kalau adikku sanggup menjatuhkanmu, kau tak akan mengingkari sumpah dan kawin
dengannya"!" tanya Tumapel Kuning.
"Itu sumpahku dan itu yang harus kupenuhi!" jawab Mirasani pula.
"Kalau begitu kau turunlah dari kudamu! Biar cepat urusan ini diselesaikan dan
kita bisa duduk di pelaminan!" kata Kumapel Kuning pula sambil tertawa lebar.
Sang dara ikut tertawa tapi tawa penuh mengejek. "Untuk mengahdapi orang
sepertimu tidak perlu harus turun dari kuda! Lakukan apa maumu! Silahkan BASTIAN
TITO 3 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
menyerang! Jika kau sanggup menjatuhkan aku ke tanah aku akan menyerahkan diri
sebagai calon istrimu!"
"Menghina sekali! Terlalu menganggap rendah!" ujar Tumapel Kuning tidak senang.
"Tenang saja kakakku! Aku suka calon istri yang seperti ini! Sekali dia
kujatuhkan ke tanah akan kurangkul, kupeluk dan kuciumi sekujur auratnya!
Ha....ha....ha!"
Di atas kuda Mirasani mengelus-elus kuduk kuda tunggangannya, membuat agar
binatang itu tetap tenang, tidak takut atau terpengaruh oleh serangan orang.
"Tenang Guci.... Jangan takut. Ikuti isyarat dan perintah yang aku berikan...."
"Mira! Lihat jurus pertama!" Tiba-tiba Kumapel Kuning berseru. Tubuhnya yang
kekar melesat ke depan dalam satu lompatan di mana kaki kanan langsung
melancarkan serangan tendangan. Orang ini berlaku cerdik. Yang diserangnya
bukanlah kaki atau tubuh Mirasani, melainkan tulang-tulang rusuk kuda tunggangan
san gdara. Menurut perhitungannya, jika tendangannya membuat amblas tulangtulang rusuk binatang itu hingga tergelimpang jatuh, dengan sendirinya Mirasani
akan terbawa jatuh. Di situ dia lalu akan menubruk dan merangkul sang dara,
membuatnya tak berdaya! Apa yang ada dalam benak dan rencana Kunapel Kuning
memang masuk akal dan akan berhasil jika saja lawan memiliki kepandaian lebih
rendah. Tapi yang kemudian terjadi adalah berlainan dari yang diharapkan si muka
cekung itu. Tendangan Kunapel Kuning datang menderu deras, mengarah rusuk kiri kuda coklat
bernama Guci. Di saat yang sama Mirasani tekankan tumit kirinya ke badan kuda.
Binatang ini maju satu langkah ke depan dan tiba-tiba sekali kaki belakang
sebelah kirinya melesat ke samping.
Kunapel Kuning berseru kage ketika melihat kaki kuda menyapu ke bawah, laksana
pedang membabat ke arah betisnya! Cepat-cepat lelaki ini tarik pulang
tendangannya karena begaimanapun betisnya tak akan tahan menghadapi benturan
keras dengan kaki kuda. Bersamaan dengan itu tangan kanannya bergerak. Dua jari
menusuk ke arah pangkal paha Guci. Ini merupakan satu totokan ganas karena bukan
saja dapat membuat kaku sebagian tubuh Guci, malah bisa membuatnya lumpuh seumur
hidup! "Totokan jahat!" desis sang dara dalam hati yang rupanya juga sudah memaklumi
bahaya tusukan dua jari kanan lawan. Kembali tumit kirinya bergerak menekan
badan Guci dua kali berturut-turut. Kuda besar coklat itu mendadak memutar
tubuhnya setengah lingkaran. Pinggul yang besar dan keras binatang itu
menghantam pinggul dan bahu kanan Kunapel Kuning, membuat orang ini terbanting
keras dan hampir jatuh tunggang langgang kalau tidak cepat mengimbangi diri
dengan gerakan jungkir balik di udara.
Dengan wajah mengelam dan dada turun naik Kunapel Kuning berdiri di samping
kakaknya. Kedua tangannya terkepal. Mulutnya bergetar dan pelipisnya
menggembung. "Kehebatan gadis ini bukan omong kosong. Tapi dia hanya menggunakan kudanya.
Kekuatannya sendiri belum kujajal!" berkata Kunapel Kuning dalam hati.
Maka kini dia siap membuka jurus ketiga dengan menyerang langsung ke arah si
gadis. Yang ditujunya adalah bagian pinggang Mirasani. Tetapi ketika si gadis
cepat berkelit, lebih cepat lagi Kunapel Kuning merubah gerakan serangannya.
Yang diincarnya kini ialah kaki kiri sang dara. Kedua tangannya melesat ke depan
untuk merengut betis Mirasani dan melontarkan gadis itu dari punggung kudanya ke
tanah! Di atas kuda sang dara tusuk badan Guci dengan tumit kiri kuat-kuat hingga
binatang ini meringkik lalu sabatkan kaki depan sebelah kiri ke belakang.
BASTIAN TITO 4 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Bukkk! Kunapel Kuning yang tidak menduga akan mendapat serangan berbalik seperti itu
tak punya kesempatan untuk mengelak. Lelaki ini mencelat mental dan menjerit
keras. Tubuhnya terhantar ke tanah, sulit bergerak ataupun bagkit karena tulang
pinggulnya retak besar!
"Aku sudah memperingatkan sebelumnya!" berkata Mirasani. "Kau tidak punya
tampang dan kemampuan untuk menjadi calon suamiku! Jadi jangan menyesal!"
Kunapel Kuning keluarkan suara menggereng, entah karena sakit entah karena
marah. Dia berpaling pada kakaknya seolah-olah memberi isyarat agar si kakak
melakukan sesuatu.
"Adikku!" ujar Tumapel Kuning, "Nasibmu sial sekali. Agaknya akulah yang
berjodoh dengan gadis berbaju biru itu...."
"Sial! Kau yang sialan Tumapel!" teriak si adik. Sebelumnya tak ada rencana
bahwa kakaknya itu berhasrat terhadap sang dara. Rupanya setelah melihat
kecantikan Mirasani Tumapel Kuning tertarik juga dan jadi blingsatan.
"Mirasani!" berseru Tumapel Kuning. "Aku mendapat firasat bahwa kau berjodoh
jadi istriku! Maksudku istri paling muda karena sampai saat ini aku sudah punya
empat istri dan lebih dari setengah lusin simpanan!"
"Kau laki-laki hebat!" mulut si gadis memuji tapi air mukanya menunjukkan rasa
jijik. "Apa yang terjadi dengan adikmu tidak membuka matamu! Kalau kau ingin
mengambilku jadi istrimu, majulah cepat!"
"Ha....ha....! Akan kurasakan kehangatan tubuhmu jika bersentuhan!" ujar Tumapel
Kuning. Dia kencangkan ikat pinggang merahnya. Lalu melangkah maju mendekat. Dia
sengaja datang dari arah kepala kuda. Kedua kakinya menekan ke tanah kuat-kuat,
tubuhnya melesat ke udara melewati kepala kuda. Ketika menukik turun tangan
kanannya meluncur cepat ke arah dada Mirasani.
"Manusia cabul kurang ajar!" sang dara membentak marah. Pandangan matanya
berkilat. "Aku bukan manusia cabul! Pantas kalau seorang calon suami menjajaki dulu sampai
di mana kencangnya tubuh calon istrinya!" menyahuti Tumapel Kuning. Dan gerakan
orang ini memang luar biasa cepatnya hingga tahu-tahu ujung jarinya sudah
menempel di pakaian biru sang dara. Ketika tangan itu hendak meremas, di atas
punggung kuda Mirasani jatuhkan dirinya ke belakang sama rata di atas punggung
kuda. Bersamaan dengan itu kaki kirinya menendang ke atas.
Tumapel Kuning rupanya sudah tahu gelagat. Tangan kanan yang tadi
dipergunakannya untuk menjamah payu dara Mirasani kini dipakai sebagai tumpuan
pada lutut si gadis. Begitu lutut Mirasani sempat dipegangnya maka lutut itu
dipergunakan sebagai tumpuan untuk membuat lompatan ke depan, meluncur sama rata
dengan tubuh Mirasani, malah dia berada di sebelah atas!
"Kurang ajar!" teriak sang dara ketika dapatkan tubuhnya hampir kena tindih oleh
Tumapel Kuning. Secepat kilat kedua tinjunya dipukulkan ke atas. Satu menghantam
ulu hati, satu lagi menderu ke arah dada lawan.
Bluk-bluk! Dua jotosan keras itu tidak dapat mengenai sasarannya karena keburu tertangkap
dalam telapak tangan kiri kanan Tumapel Kuning.
"Setan!" maki Mirasani. Perutnya mengumpul tenaga dalam, ketika dia menyentak ke
atas tak ampun lagi tubuh Tumapel Kuning yang ada di atasnya terpental, jatuh
dua tombak di sebelah kiri. Mirasani sendiri ikut jatuh merosot ke samping kiri
sosok tubuh kudanya.
BASTIAN TITO 5 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Curang! Kau menggunakan tenaga dalam!" teriak Tumapel Kuning marah.
BASTIAN TITO 6 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DUA Mirasani tertawa dingin. "Tak ada perjanjian mempergunakan tenaga dalam atau
tidak. Yang jelas kau sudah kujatuhkan! Jadi lekas angkat kaki dari sini. Bawa
adikmu yang meringis seperti monyet terbakar ekor itu!"
"Aku tidak akan pergi! Apa kau lupa kalau kau adalah bakal istri mudaku yang
kelima"!"
"Tolol dan keras kepala!" maki Mirasani.
Tumapel Kuning menyeringai. Kencangkan ikat pinggang lalu melangkah memutari
sang dara. Mirasani menepuk pinggul kudanya. Binatang ini melangkah menjauh
hingga kini dia berhadapan langsung dengan Tumapel Kuning di tengah kalangan
perkelahian. "Ayo seranglah!" teriak Mirasani.
Kembali lelaki itu menyeringai. Dia bergerak mendekat. Saat itu didengarnya
adiknya berseru. "Tumapel, jika kau berhasil mengalahkan gadis itu, berikan dia
padaku. Aku akan mengganti dengan apa saja yang kau minta!"
"Boleh-boleh saja Kunapel! Tapi malam pertamanya tetap bersamaku!" sahut Tumapel
pula lalu dia membuka serangan yang disambut sang dara dengan cepat.
Perkelahian berkecamuk hebat. Ternyata Tumapel Kuning memiliki ilmu silat luar
yang tangguh. Dalam empat jurus saja Mirasani tampak terdesak hebat. Hanya saja
karena Tumapel menyadari kalau sang dara memiliki kekuatan tenaga dalam lebih
tinggi maka dia tak berani melakukan bentrokan langsung. Namun dia yakin paling
lambat dalam sepuluh jurus di muka dia akan berhasil merobohkan sang dara.
Sebaliknya sang dara sendiri walau terdesak hebat tampak tenang-tenang saja.
Memasuki jurus kedelapan tiba-tiba terjadi perubahan total. Gempuran-gempuran
Tumapel Kuning amblas dalam pertahanan tangguh sang dara lalu di jurus
kesembilan Tumapel mulai terdesak. Serangan-serangan kaki dan tangan Mirasani
Wiro Sableng 044 Topeng Buat Wiro Sableng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merajalela membuat lelaki tinggi ramping itu harus bertahan mati-matian. Di
jurus kesebelas tinju kanan Mirasani mendarat di dadanya, membuat Tumapel Kuning
terjajar ke belakang dan mengeluh menahan sakit. Jurus kedua belas pelipisnya
kena dihantam dari samping hingga mencucurkan darah.
"Gadis binal! Akan kutelanjangi kau di sini juga!" teriak Tumapel Kuning marah.
Tangan kirinya bergerak ke balik punggung pakaian kuningnya. Sesaat kemudian
sebilah golok sepanjang tiga jengkal lebih melintang berkilat di depan dadanya.
"Kau pilih mati atau menyerah!"
"Begini rupanya kemampuanmu! Mengandalkan senjata menghadapi
perempuan!"
"Tak ada perjanjian apakah harus dengan tangan kosong atau pakai senjata!
Kalau kau punya senjata keluarkan saja!"
"Senjataku hanya ini!" jawab Mirasani seraya mengangkat tangan kanannya.
Sekilas Tumapel Kuning melihat tanda merah pada telapak tangan kanan si gadis
itu. Mendadak ada rasa tidak enak ketika melihat tanda itu. Namun karena sudah
ditimbun amarah maka dia langsung saja menyerbu dengan goloknya. Senjata itu
mengeluarkan suara menderu-deru ketika membelah udara, menghambur serangan ke
arah Mirasani. Dara berbaju biru itu mundur beberapa langkah lalu sambil miringkan tubuh dia
kirimkan tendangan terobosan ke arah lambung lawan. Tumapel Kuning membabat ke
bawah. Sekali golokny menabas kaki sang dara pastilah kaki itu BASTIAN TITO
7 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
terputus kutung! Tapi Mirasani tidak semudah itu dipecundangi. Sejak masih
berumur lima tahun gadis ini telah mendalami ilmu silat yang diramu dari tujuh
perguruan terkenal di tanah jawa. Dia membuat gerakan yang menyebabkan mata
golok hanya lewat seujung kuku di samping betisnya. Begitu tabasan senjata lawan
least kaki yang menendang terus mencua ke atas, terdengarlah pekik Tumapel
Kuning disertai suara kraakk!
Tulang ketiak lelaki tinggi ramping itu remuk dan lengan kanannya kini terkulai.
Sakitnya bukan main sementara goloknya mental entah ke mana!
"Manusia-manusia tolol! Kalian sudah menerima bagian masing-masing!"
kata sang dara lalu melangkah mndekati kudanya.
"Tunggu! Kita belum mengadu kekuatan tenaga dalam!" tiba-tiba terdengar seruan
Kunapel Kuning. Lelaki ini telah berdiri sambil memasang kuda-kuda, siap untu
menghimpun tenaga dalam di tangan kanan.
Mirasani mencibir. "Kudaku saja tak sanggup kau hadapi! Masih berani menantang!"
Lalu si gadis itu melompat ke punggung Guci dan membedal kudanya meninggalkan
tempat itu. Suto Klebet duduk berhadap-hadapan dengan istrinya di ruang tengah gedung
kediamannya yang besar. Dari wajah mereka jelas kedua suami istri ini sedang
diselimuti rasa gundah kalau tidak mau dikatakan cemas.
Setelah berdiam diri beberapa lamanya akhirnya Rayu Komala, sang istri, membuka
pembicaraan. "Yang aku kawatir kangmas, kalau-kalau anak kita itu akan menjadi perawan tua
karena ulahnya sendiri....." Karena suaminya tidak menyahuti maka Rayu Komala
meneruskan ucapannya. "Aku tak habis pikir, apa sebenarnya yang menjadi tujuan
Mira. Mengapa dia jadi sampai membawa sifat seperti itu. Ada satu lagi
kekawatiranku. Jika muncul seorang jago silat dari golongan hitam, atau tua
bangka jahat yang sanggup merobohkannya, apa jadi nasib anak itu bersuamikan
orang seperti itu....."
Suto Klebet masih diam saja. Istrinya jadi merengut dan berkata "Jangan diam
saja kangmas. Kita harus mencari jalan. Jangan cuma berpangku tangan......."
"Aku sama sekali tidak berpangku tangan Rayu. Akupun sebenarnya cemas.
Ingat apa kata-kata perempuan tua dukun beranak yang menolongmu melahirkan Mira
sembilan belas tahun lalu....." Ketika lahir anak itu membawa tanda merah pada
telapak tangan kanannya. Dukun beranak itu lalu membisikkan penjelasan bahwa
kelak bayimu akan menjadi seorang pesilat ampuh, memiliki watak aneh dan kalau
punya suami hanya memilih seorang yang mempunyai kepandaian lebih tinggi dari
dia. Ucapan dukun beranak itu sekarang terbukti benar. Seharusnya setelah kita
mendapat penjelasan itu kita tidak menyuruhnya berguru pada Ki Demang Juru
Gampit. Hampir sebelas tahun orang sakti itu menggemblengnya hingga dia menjadi
pendekar perempuan yang tangguh. Kita tak bisa menyalahkan Ki Demang...."
"Betul ucapanmu kangmas. Kita tak bisa menyalahkan orang tua itu. Tapi jika kita
bisa bicara dengannya dan meminta pendapatnya, lalu dia memberi petunjuk pada
Mira mungkin gadis itu bisa merubah segala tabiatnya. Terutama yang menyangkut
perjodohan dirinya. Gadis seusia dia seharusnya sudah bersuami. Paling tidak
sudah memiliki calon suami. Dan sekarang kau lihat saja kangmas. Di luar sana
ada lagi dua orang pemuda yang menunggunya, berminat untuk menjajal ilmu
silatnya. Bukan untuk merendahkan orang, tapi kalau anak kita sampai kawin
dengan lelaki yang tidak tahu juntrungan dan keturunannya apa tidak malu. Kita
turunan bangsawan, masih BASTIAN TITO
8 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
punya hubungan dekat dengan Keraton karena salah seorang adikku jadi garwo dalem
(istri) Sultan, apa tidak malu kangmas.....?"
"Aku sudah berusaha mencari Ki Demang Juru Gampit. Tapi orang tua sakti itu
lenyap entah ke mana. Mungkin dia tengah mengelana atau bertapa di satu tempat
tersembunyi. Dan tentang dua pemuda yang datang itu, mengapa tidak kau katakan
saja anak kita tak ada di rumah, lalu menyuruh mereka pergi?"
"Bukan Mira berulang kali menyampaikan pesan. Jika ada yang datang harus diminta
menunggu sampai dia kembali walau itu bisa satu atau dua hari. Kalau kita
abaikan pesannya dan dia mengetahui, kita bisa kesalahan lagi....."
Suto Klebet hanya bisa geleng-gelengkan kepala lalu kedua suami istri itu
berdiam diri sampai di halaman terdengar suara derap kaki kuda.
"Mira datang....." kata Rayu Komala lalu bangkit dari kursinya. Suto Klebet
mendahului menuju ruang depan.
Begitu sampai di langkan depan Mirasani segera melihat dua orang pemuda yang
sejak lama berada dan menungu di situ. Pemuda pertama mengenakan pakaian hitam,
berikat kepala merah, membekal sebilah keris dipinggangnya. Wajahnya cukup
tampan dan potongannya menyatakan dia memang seorang ahli silat.
Pemuda kedua berkulit putih. Sikapnya tampak halus. Karena memelihara rambut
panjang wajahnya hampir seperti perempuan. Dia mengenakan pakaian putih
sederhana dan memegang sepotong bambu kuning sebesar ibu jari. Sudah tahu apa
maksud kedatangan orang, Mira tidak terus ke dalam. Dia langsung menegur.
"Siapa di antara kalian yang datang lebih dulu?"
Pemuda berkulit putih cepat berdiri dan menjura. "Namaku Suryo Kemikis.
Aku datang dari selatan gunung Merapi. Anak murid perguruan silat Teratai Putih.
Guruku....."
Mira mengangkat tangannya. "Aku tidak butuh keterangan panjang lebar. Aku hanya
ingin tahu apakah kau mampu menghadapiku sampai sepuluh jurus! Jika aku kalah
aku akan tunduk dan menjadi istrimu....."
Sepasang mata pemuda bernama Suryo Kemikis berkilat-kilat karena dua hal.
Pertama karena merasa dianggap enteng menengar Mirasani menyediakan sepuluh
jurus untuknya. Kedua karena melihat kenyataan bahwa gadis yang namanya tersiat
ke mana-mana itu bukan saja cantik tetapi juga memiliki potongan tubuh yang
menggiurkan. Betapa bahagianya kalau dapat memperistrikannya. Dan turunan
bangsawan serta hartawan pula!
Ketika Mirasani mendahului melompat ke halam depan saat itulah kedua orang
tuanya muncul. Ibunya langsung berseru.
"Mira..... Kau pergi dari pagi. Sebaiknya kau membersihkan diri dulu lalu makan.
Kau perlu istirahat....anakku!"
"Melayani tamu dua orang ini tidak akan makan waktu lama ibu. Aku akan
membuktikannya....." Lalu Mirasani melambaikan tangna, memberi isyarat pada Suryo
Kemikis untuk turun ke halaman depan.
"Sebelum kita mulai.... " Suryo Kemikis berkata begitu berhadapan dengan Mirasani
"apakah saya berhadapan dengan den ayu Mirasani" Saya tak mau kesalahan
tangan....."
"Bagus! Sikapmu tak mau gegabah, kau memang berhadapan dengan Mirasani.
Calon istrimu jika kau mampu mengalahkanku. Kulihat kau membawa tongkat bambu.
Apakah kau akan bertanding mengandalkan tongkat itu....?"
Si pemuda tersenyum. "Tongkat ini hanya bawaan iseng saja den ayu. Aku akan
mengadu nasib dengan tangan kosong saja." Lalu Suryo Kemikis sisipkan BASTIAN
TITO 9 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
tongkat bambu kuningnya ke pinggang dan pasang kuda-kuda. "Mohon petunjuk,
apakah saya yang mulai menyerang atau den ayu lebih dulu."
"Karena kau yang minta digebuk, maka kaulah yang harus menyerang lebih dulu!"
sahut Mirasani.
Suryo Kemikis tersenyum tapi hati pemuda ini mulai terbakar karena ucapan-ucapan
sang dara berbaju biru selalu merendahkannya.
Pemdua dari kaki gunung Merapi ini telah mendalami ilmu silat selama empat belas
tahun pada perguruan silat yag cukup terkenal yakni Teratai Putih. Perguruan ini
merupakan pecahan dari sebuah perguruan silat yang sangat rahasia di mana
kabarnya hanya orang-orang yang ada angkut pautnya dengan Keraton yang boleh
berguru. Ketika Suryo Kemikis bergerak melangkah, membuat gerakan meliuk yang indah pada
pinggang sementara kedua tangannya diayun-ayunkan seperti penari maka itulah
jurus pertama! Mirasani menunggu sampai si pemuda berada cukup dekat. Lalu lengan kirinya
dikibaskan, memotong gerakan lawan. Dia sengaja mencari bentrokan karena hendak
menjajal kekuatan orang. Tapi Suryo Kemikis yang sudah mendengar banyak tentang
kehebatan dara ini cepat menarik tangan kanan dan bersamaan dengan itu susupkan
tangan kirinya dalam gerakan satu sodokan ke arah ulu hati sang dara.
Mirasani yang diserang tiba-tiba memutar tubuh, bergerak satu lingkaran penuh
dan wuut! Kaki kiri sang dara membabat ke atas, menghantam ke arah kepala Suryo
Kemikis! Pemuda itu tersentak kaget. Tidak menyangka daya capai kaki lawan jauh dan
begitu cepat pula gerakannya. Secepat kilat dia rundukkan kepala. Kaki lawan
least setengah jengkal dari batok kepalanya. Sambil miringkan tubuh ke kiri,
selagi kaki kiri lawan masih berkelebat di udara dan seluruh berat tubuh
Mirasani hanya bertumpu pada kaki kanan, Suryo Kemikis hantamkan kaki kanannya
untuk menyapu kaki lawan yang menginjak tanah. Memang kalau labrakan ini
mengenai sasaran, tubuh Mirasani pasti akan jatuh!
Tapi betapa terkejutnya Suryo Kemikis ketika kaki yang hendak diterjangnya itu
tiba-tiba melompat ke atas. Bersamaan dengan itu tubuh sang dara ikut melesat
lalu ada suara menderu di atas kepalanya. Mendongak ke atas si pemuda melihat
tangan kanan lawan yang membentuk tinju menjotos deras ke arah batok kepalanya.
Untuk kedua kalina Suryo Kemikis tundukkan kepala dan selamat. Namun pukulan
lawan ternyata terus mengejar ke kanan dan bersarang di bahunya tanpa dia dapat
mengelak lagi. Meskipun Suryo Kemikis memiliki sejenis ilmu bertahan yang
disebut "Meredam Pukulan Membendung Tendangan" sehingga ketika pukulan atau tendangan
lawan mengena, daya hantamnya yang keras dapat dikurangi, tetapi tetap saja
pemuda ini terbanting ke kanan. Untuk mencegah agar tubuhnya tidak terbanting
mencium tanah Suryo Kemikis cabut tongkat bambunya, menunjang tubuhnya dengan
tongkat itu lalu berjumpalitan. Di lain kejap dia sudah tegak enam langkah di
depan Mirasani. Tangan kiri memegang tongkat dengan tubuh tampak miring ke
kanan. Mungkin tulang bahunya yang patah, paling tidak retak akibat hajaran sang dara
tadi. "Kau sanggup mengelakkan jurus Kincir Berputar tapi tidak mampu menghindar jurus
Alu Besi Membobol Lesung!" kata Mirasani menyebutkan dua jurus yang tadi
dikeluarkannya untuk menempur si pemuda. Mulutnya menyunggingkan senyum
mengejek. "Saatnya kau meninggalkan tempat ini Suryo Kemikis!"
"Tidak! Aku belum kalah! Aku belum jatuh menyentuh bumi!" sahut Suryo Kemikis.
"Bukankah syaratmu adalah kalau bagi siapa yang tubuhnya roboh menyentuh
tanah...."!"
BASTIAN TITO 10 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Mirasani tertawa pendek. "Matamu buta melihat kenyataan! Otakmu tumpul menilai
keadaan! Manusia macammu memang tak layak jadi suamiku! Majulah jika kau ingin
meneruskan pertandingan! Jangan ragu-ragu mempergunakan tongkat bambumu sebagai
senjata!" Ditantang begitu Suryo Kemikis jadi panas. Rahangnya menggembung.
Didahului satu bentakan pemud aini menyerbu sambil putar tongkat ambunya
demikian rupa hingga mengeluarkan suara menderu dan cahay kekuningan bertebar.
"Hemm....Jurus Tabir Kipas itu tak ada gunanya bagimu! Apalagi untuk
merobohkanku!" ujar Mirasani.
Suryo Kemikis terkejut ketika mendengar lawan mengetahui bahkan menyebut jurus
serangan yang tengah dilancarkannya. Segera dia robah jurus yang baru
dilancarkan setengahnya itu. Gerakan tongkatnya kini langsung menghujam lurus ke
arah kepala sang dara. Sedikit lagi akan sampai tiba-tiba tongkat itu menukik ke
bawah menghujam dada!
"Jurus Gendewa Jatuh!" seru Mirasani menyebut jurus yang dimainkan lawan.
Lagi-lagi hal itu membuat Suryo Kemikis terkesiap sehingga gerakannya menyerang
agak terpengaruh. Saat itulah sang dara berkelebat ke depan. Tangan kanannya
berputar lurus tapi dalam gerakan agak melintir. Inilah jurus Alu Besi Membobol
Lesung yang dilancarkan dalam gerakan lurus. Suryo Kemikis melihat jelas
serangan itu namun sama sekali tidak berkesempatan untuk selamatkan dadanya yang
jadi sasaran. Buukk! Terdengar keluhan tinggi disertai mentalnya tubuh Suryo Kemikis. Pemuda ini
tergelimpang di dekat tangga gedung. Tak berkutik beberapa lamnya. Ketika dia
mencoba bangkit dari mulutnya menyembur darah segar. Suryo Kemikis kembali
tergelimpang, kali ini pingsan tak sadarkan diri lagi!
BASTIAN TITO 11 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TIGA Mirasani sama sekali tidak memperdulikan apa yang dialami Suryo Kemikis. Dia
berpaling pada pemuda berpakaian hitam berikat kepala merah yang tegak di anak
tangga gedung memandangi sang dara dengan pandangan entah kagum entah kecut.
"Giliranmu sekarang!" berseru Mirasani.
Si baju hitam melangkah tenang. Empat langkah di hadapan Mirasani dia menjura
lalu berkata. "Harap maafkan kalau aku terlalu bodoh memberanikan diri mencoba
nasib....."
Mirasani tersenyum kecil. "Aku senang melihat sikapmu yang merendah. Tapi kalau
bicara soal nasib, ketahulah nasibmu tak bakal lebih baik dari oemuda bernama
Suryo Kemikis itu!" Mirasani melangkah pulang balik sambil berkacak pinggang.
"Kuliaht kau membawa keris! Kau boleh menggunakan senjata itu menghadapiku!"
"Aku lebih suka kalau diberi petunjuk dengan tangan kosong saja....."
"Hemmmm Pemuda satu ini sopan sekali sikapnya. Hanya saying dia pasti tak bisa
mengalahkanku," membatin Mirasani. Lalu dia bertanya "Siapa namamu, kau datang
dari mana dan siapa guru silatmu"!"
"Namaku buruk saja den ayu. Jalak Turonggo. Aku datang dari pantai urata.
Soal siapa guruku, mohon maaf, aku sidah dipesan untuk tidak menjual nama guru
ke mana-mana. Lagi pula kehadiranku di sini adalah kemauanku sendiri...."
"Bagus! Kau memang orang silat sejati. Majulah!"
Meskipun agak sungkan namun pemuda bernama Jlaka Turonggo ini bergerak juga
melancarkan serangan pertama. Meski sikap dan tutur bicaranya sangat sopan namun
serangannya ternyata ganas. Jurus pertama itu dibukanya dengan mengelilingi
tubuh si gadis secara cepat lalu tiba-tiba luncurkan serangan ke arah samping
kiri Mirasani. Walau tidak seperti tadi yakni cepat dapat menebak dan menyebut
jurus serangan lawan, namun mata Mirasani yang tajam sudah dapat melihat
keganasan serangan lawan. Di balik keganasan itu matanya yang jeli dan otaknya
yang tajam sekaligus dapat pula melihat sudur kelemahan serangan si pemuda. Maka
diapun keluarkan seruan tinggi dan berkelebat. Perkelahian berkecamuk hebat.
Tiga jurus berlalu cepat. Memasuki jurus keempat mendadak Jalak Turonggo berseru
kaget ketika dia mendaptkan keris yang sebelumnya terselip di pinggangnya
Wiro Sableng 044 Topeng Buat Wiro Sableng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lenyap! Memandang ke depan dilihatnya senjata itu sudah berada dalam genggaman tangan
kiri Mirasani! Sadarlah si pemuda, jika sang dara mau pasti dia sudah dapat
menyusupkan pukulan berbahaya. Maka Jalak Turonggo rapatkan kedua kakinya,
membungkuk sambil merapatkan kedua belah tangan dan berkata "Terima kasih atas
petunjukmu. Jelas bagiku den ayu bukan tandinganku. Aku terlalu bodoh bercitacita mendapatkan istri sepertimu....." Pemuda itu membungkuk sekali lagi.
Mirasani tersenyum. Hatinya cukup senang meliha pemuda yang sangat sopan dan
tahu diri ini. Maka dikembalikannya keris Jalak Turonggo seraya berkata. "Kau
menerima kekalahan dengan hati lapang. Aku suka bersahabat denganmu. Sebagai
seorang sahabat aku layak minta tolong...."
"Maksud den ayu?" tanya Jalak Turonggo.
"Tolong bawa tubuh pemuda bernama Suryo Kemikis itu dari sini....."
Jalak Turonggo sebenarnya merasa tidak senang dengan permintaan itu, namun
akhirnya dia mengangguk juga lalu memanggul tubuh Suryo Kemikis yang masih
pingsan dan pergi dari situ. Baru saja Jalak Turonggo lenyap di kelokan jalan
dan Rayu Komala berseru memanggil anaknya agar segera masuk kedalam, Mirasani
BASTIAN TITO 12 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
melangkah cepat ke arah sebuah arca dekat pintu gerbang halaman sebelah kiri. Di
situ tampak duduk seorang pemuda berpakaian seba putih, ikat kepalanya juga
putih. Rambutnya yang panjang menjela bahu. Dia duduk sambil menopangkan dagunya pada
kedua tangan. Wajahnya sebetulnya gagah tapi lagaknya yang aneh membuat dia
seperti seorang pemuda tolol.
"Sejak tadi aku melihat kau duduk di sini. Apa keperluanmu"!" Mirasani menegur.
Si pemuda cepat berdiri, menjura hormat, menggaruk kepalanya, tertawa lebar lalu
menjawab. "Maafkan saya datang tidak memberi salam. Semua karena kagum melihat
perkelahian hebat tadi....."
"Sudah, tak perlu bicara panjang lebar. Jawab saja apa yang aku tanya!" tukas
Mirasani. "Aku yang tolol ini berniat mengikuti jejak dua pemuda tadi. Siapa tahu....."
"Memang hanya orang tolol yang mau digebuk! Bersiaplah!" sahut sang dara.
Pemuda berpakaian putih itupun tegak bersiap-siap. Caranya berdiri tampak lucu.
Tubuh agak miring dan kaki kanan setengah bersilang dengan kaki kiri.
Sikapnya ini membuat Mirasani jadi jengkel.
"Silahkan menyerang!" hardiknya.
Si pemuda garuk kepalanya. "Tadi di situ yang berkata mau menggebuk. Biar di
situ saja yang lebih dulu menyerang!"
Gusarlah Mirasani. Sekali lompat saja tubuhnya melesat ke depan lalu membalik
berputar satu lingkaran dengan kaki menendang deras.
"Jurus Kincir Berputar yang bagus!" seru si gondrong menyebut jurus serangan
yang dilakukan sang dara. Terkejutlah Mirasani. Dara ini langsung hentikan
serangannya, bertolak pinggang dan memandang tajam pada si pemuda.
"Kau mengenali jurus yang kumainkan! Siapa kau sebenarnya"!"
"Aku pemuda tolol bernama Wiro Sableng, datang kesasar dari puncak gunung Gede
di ujung barat pulau Jawa. Guruku seorang nenek benama Sinto Gendeng.... Harap
dimaafkan kalau aku membuatmu tidak senang....."
"Jadi kau..... kau Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212"!"
"Begitulah orang memberi gelar pada diriku yang jelek dan tolol ini!"
Berubahlah paras Mirasani. Dia pernah mendengar dari gurunya Ki Demang Juru Gampit bahwa di tanah
Jawa ini ada beberapa tokoh silat yang berkepandaian sangat tinggi. Banyak di
antara mereka yang mengucilkan diri tidak mau dikenal, tidak mau terlalu
mencampuri urusan dunia persilatan. Namun ada pula di antara mereka yang malang
melintang berbuat kebajikan, menolong orang-orang yang tertindas, membasmi
kejahatan. Salah satu di antaranya adalah yang dikenal bernama Wiro Sableng,
seorang yang kabarnya berperangai aneh lucu dan bergelar Pendekar Kapak Maut
Naga Geni 212. Namun tidak pernah disangkanya kalau sang pendekar ternyata
adalah seorang pemuda padahal sebelumnya dia menduga pendekar itu pastilah
seorang yang sudah kakek tua renta!
"Hai! Kau seperti melamun! Bagaimana ini" Apakah urusan ini bisa diteruskan....?"
Wiro berseru. "Ah, hari ini mungkin hari terakhirku bertanding. Aku punya firasat tak bakal
menang menghadapi pemuda ini!" Mirasani membatin. Lalu dengan menabahkan hati
dia melangkah menekat. Dari jarak tiga langkah gadis ini langsung menyerbu,
menhujani Pendekar 212 dengan serangan-serangan cepat dan ganas.
"Jurus Alu Besi Membobol Lesung....ah itu jurus Elang Mematuk Puncak Menara.....Eit!
Jurus Ular Keluar Sarang Memagut Mangsa dan ini jurus Bintang Memagar
Rembulan..... Hebat.... Semua hebat! Tapi lihat akupun bisa BASTIAN TITO
13 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
memainkannya! Terdengar seruan Wiro berulang kali yang membuat Mirasani kaget
tidak kepalang dan lebih kaget lagi ketika dilihatnya pemuda itu memainkan
jurus-jurus yang dikelaurkannya hingga dirinya menjadi terdesak dan ketika satu
sapuan pada salah satu kakinya membuat dia kehilangan keseimbangan, tak ampun
lagi dara inipun jatuh terlentang di tanah!
Di langkan rumah Suto Klebet dan Rayu Komala terbeliak menyaksikan kejadian itu.
keduanya saling pandang sesaat.
"Kangmas.....Agaknya....."
"Ya.....ya! Ini akhir dari segala-galanya. Anak kita telah menentukan pilihannya
sendiri!" kata Suto Klebet menyamung ucapan istrinya lalu keduanya turun ke
halaman. Saat itu Mirasani sudah bangkit berdiri sambil merapikan pakaiannya.
Wajahnya tampak kemerahan bukan karena malu dikalahan tapi karena jengah
menghadapi pemuda yang kini sudah resmi menjadi calon suaminya sesuai dengan apa
yang selama ini menjadi kaulnya.
"Kau tahu semua jurus-jurus seranganku! Kau sanggup memainkannya, malah meredam
dalam bentuk bertahan dan kalau dipakai menyerang jauh lebih hebat dari yang
kumiliki. Apakah kau pernah menjadi murid guruku Ki Demang Juru Gampit"!"
Pendekar 212 Wiro Sableng garuk-garuk kepalanya lalu menggeleng. "Ki Demang Juru
Gampit, gurumu itu adalah seorang tua yang bersih dan alim, hampir mendekati
kesucian seorang Wali. Aku yang brandalan ini mana mungkin jadi muridnya!"
"Lalu bagaimana kau bisa tahu semua jurus-jurusku malah memainkannya dan bahkan
merubuhkanku dengan jurus Meniup Pelita Mendorong Pohon!"
"Semua hanya kira-kira saja. Tak tahunya kebetulan tepat. Semua jurus itu
kumainkan lain tidak karena hanya melihat saja lalu menirukan. Kalau gurumu ada
di sini pasti dia melihat kekurangan jurus-jurusku itu!"
"Pemuda ini pandai, tapi dia selalu bersikap merendah. Agaknya dia sengaja
menutupi kepandaiannya dengan sikap ketolol-tololan...." Begitu Mirasani berkata
dalam hati. Lalu tanpa sungkan-sungkan dia memegang lengan Wiro dan membawa
pemuda ini ke arah kedua orang tuanya yang turun dari langkan gedung.
Atas permintaan Wiro pernikahan dilangsungkan dua hari kemudian. Sama sekali
tidka ada pesta susulan. Karenanya tidak ada tokoh persilatan termasuk Ki Demang
Juru Gampit dan Eyang Sinto Gendeng. Mirasani berulang kali meminta pada
suaminya aga tetap diadakan pesta besar-besaran karena sebagai istri dan juga
kedua orang tuanya merasa bangga memiliki seorang suami yang merupakan pendekar
terkenal dalam dunia persilatan. Tapi karena Wiro menolak dengan keras terpaksa
akhirnya sama sekali tidak ada pesta ataupun selamatan diadakan, kecuali acara
pernikahan yang berlangsung cepat dan sangat sederhana.
BASTIAN TITO 14 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
EMPAT Kebahagiaan Mirasani sebagai seorang istri hanya berlangsung selama satu bulan.
Setelah itu suaminya mulai menunjukkan tindak tanduk aneh. Berkali-kali Wiro
pergi meninggalkannya tanpa pesan atau mengatakan ke mana tujuan ataupun
keperluannya. Dua atau tiga minggu kemudian baru sang suami pulang. Meskipun Mira tak pernah
mengadukan keadaan suaminya pada kedua orang tuanya, Suto Klebet dan Rayu Komala
diam-diam sudah mengetahui apa yang berlangsung dalam rumah tangga baru itu.
Suatu malam Wiro Sableng muncul kembali setelah selama dua minggu menghilang
entah ke mana. Sebelum sempat ditanya Wiro meletakkan sebuah kotak berukir di
atas meja dan berkata pada istrinya "Bukalah. Semuanya untukmu Mira....."
Meskipun hatinya tak suka melihat sikap suaminya itu namun Mira membuka juga
kotak kayu berukir yang terletak di meja. Begitu dibuka kelihatanlah isi kotak.
Sejumput perhiasan emas bertahta permata serta sejumlah ringgit emas!
"Dari mana kau mendapatkan ini kangmas Wiro?"
Yang ditanya tertawa lebar dan usap-usap hidung lalu garuk-garuk kepala.
"Pemberian seorang kaya raya di Tegalrojo yang kutolong," sahut Wiro. Dia
menatap paras istrinya sesaat lalu berkata "Kelihatannya kau tidak suka menerima
pemberian itu?"
"Tentu saja aku suka kangmas Wiro. Hanya saja sebetulnya yang aku lebih suka
adalah jika kau selalu berada di rumah bersamaku. Kita masih pengatin baru.
Malam-malam sering kulewati dengan sepi tanpamu. Apakah kau tidak bisa menunda
segala kepergian itu...."'
"Kau tahu sendiri Mira. Aku seorang pendekar pengelana. Mana mungkin aku
mengeram lama-lama di rumah...."
"Aku mengerti kangmas Wiro. Karena itu aku selalu meminta padamu agar jika kau
pergi aku diajak serta....."
"Pengelanaan seperti yang kulakukan bukan pekerjaan seorang istri cantik jelita
sepertimu Mira...."
"Tapi kita sama-sama orang persilatan!"
"Tidak Mira. Aku tak akan pernah mengizinkanmu ikut bersamaku. Terlalu besar
bahayanya...."
"Jika itu yang kangmas cemaskan, bagaimana dengan usulku tempo hari"
Membuka perguruan silat...."
"Itu usul baik. Namun tidak saat ini Mira, urusanku di luaran masih banyak."
"Jika memikirkan urusan, perguruan itu tak akan pernah jadi. Apa susahnya"
Yang akan dijadikan murid hanya orang-orang tertentu. Dari Keraton Salad an
Jogja..... Bahkan guruku bersedia membantu....."
"Kalau begitu biar kau saja dengan Ki Demang yang melakukannya. Aku pasti
membantu......"
"Justru aku ingin menonjolkan dirimu. Siapa tahu penguasa Keraton tertarik
padamu dan memberikan satu jabatan penting. Kepala Pasukan Kotaraja misalnya....."
Wiro Sableng tertawa lalu merangkul dan menciumi istrinya. "Kau istri yang baik,
mau memikirkan masa depan suami, tapi Mira ketahulah, aku tidak suka segala
macam jabatan di Keraton atau di Kerajaan. Aku tetap seperti ini. lelaki bernama
BASTIAN TITO 15 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Wiro Sableng, tolol dan gendeng, mengelana ke mana yang diinginkan, berbuat
kebajikan bagi orang banyak. Dengar Mira, aku letih, ingin istrahat dan
bermesraan denganmu. Aku begitu kangen. Aku akan mandi lebih dulu lalu kita naik
ke atas ranjang.
Mirasani hanya bisa mengangguk.
"Besok.....pagi-pagi sekali aku harus pergi ke selatan. Kabarnya banyak terjadi
kejahatan di wilayah itu. ada tokoh silat golongan hitam yang ikut membantu para
penjahat....."
Peringatan seribu hari meninggalnya Tumenggung Campak Wungu dihadiri oleh banyak
tetamu terutama dari pihak pejabat Keraton termasuk beberapa orang Pangeran. Di
antara para tamu yang datang turut hadir hartawan Suto Klebet dan istrinya
berseta puteri mereka Mirasani, istri Pendekar 212 Wiro Sableng. Malam itu Mira
tampak cantik sekali, mengenakan kebaya panjang ungu gelap, kain batik tulis,
sanggul berhias tusuk kundai emas dilengkapi giwang besar serta seuntai kalung
emas berbetuk bunga mawar dengan sebuah permata di tengah-tengahnya.
Selama upacara selamatan berlangsung sepasang mata janda almarhum Tumenggung
Campak Wungu tidak henti-hentinya mengerling pada kalung besar yang melingkar di
leher Mirasani. Begitu upacara resmi selesai, sang janda mendekati Mirasani dan
kedua orang tuanya, bersalam-salaman sambil bicara berbasa-basi.
Suatu saat Sularesmi, begitu nama sang janda berkata pada Mirasani "Anakku Mira
sungguh bagus kalung emasmu. Di mana kau membelinya" Ah, jika kau bisa memberi
tahu siapa pembuatnya tentu aku mau membuat yang seperti ini...."
Mirasani hanya tersenyum tersipu. Yang menjawab adalah ibunya "Jeng Sularesmi
terlalu memuji. Kalung itu biasa-biasa saja. Suaminya yang memberikan...."
"Ah, suami Mira....." ujar Sularesmi seraya memandang berkeliling seperti mencaricari. "Suaminya tidak hadir jeng Sula. Harap dimaafkan. Dia masih bertugas di
selatan....."
Sularesmi mengangguk-angguk mendengar penjelasan Rayu Komala itu.
Dua hari kemudian, pada suatu siang, dengan mengendarai sebuah kereta, janda
almarhum Tumenggung Campak Wungu muncul di rumah kediaman hartawan Suto Klebet,
langsung disambut oleh Rayu Komala karena memang saat itu hanya dia sendiri yang
berada di gedung besar itu.
"Tidak memberi kabar terlebih dahulu, tahu-tahu sudah datang berkunjung sungguh
satu kerhormatan besar bagi saya jeng Sula...." Kata Rayu Komala seraya memeluk
tamunya lalu membawanya ke ruangan tamu yang besar dan bagus.
"Apakah jeng Rayu ada baik dan sehat-sehat....?"
"Berkat doa jeng Sula. Terima kasih. Saya akan menyediakan minuman...."
"Tidak usah repot. Saya hanya sebentar jeng."
"Ah, kenapa begitu buru-buru....."
"Kedatangan saya hanya ingin menyampaikan sesuatu."
"Sesuatu mengenai apa jeng Sula?"
"Menyangkut kalung bunga mawar itu...."
"Kalung bunga mawar....." Oooo.....maksud jeng Sula kalung yang malam selamatan itu
dipakai oleh puteri saya?"
BASTIAN TITO 16 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Betul sekali." "Ah, rupanya jeng Sula selalu mengingat-ingat perhiasan itu....."
Sularesmi tersenyum lalu berkata dengan suara lebih perlahan seolah-olah takut
ada yang bakal mendengar. "Ketahuilah jeng. Kalung itu sama betul dengan kalung
milik saya yang hilang dua minggu lalu....."
Paras Rayu Komala serta merta berubah.
"Saya tidak mengerti maksud jeng Sularesmi."
"Dua minggu lalu rumah kediaman kami dibobol maling. Seorang penjaga terbunuh.
Sekotak perhiasan dan uang emas amblas dari lemari yang dibongkar paksa.
Termasuk kalung emas bunga mawar bertahta permata tunggal itu...."
"Maksud jeng Sula kalung itu...."
"Saya tidak mengatakan bahwa kalung itu adalah milik saya yang hilang. Tapi di
dunia ini saya yakin hanya ada satu kalung seperti itu. jika saya boleh tahu
jeng Rayu, dari mana Mirasani mendapatkan perhiasan itu" Kalau tidak salah kata
jeng Rayu malam itu.... perhiasan itu pemberian suaminya, pendekar gagah bernama
Wiro itu. Betul begitu....?"
Rayu Komala mengangguk. Hatinya tiba-tiba saja menjadi tidak enak di samping ada
rasa malu yang membuat wajahnya menjadi merah.
"Jeng Rayu...." Kata Sularesmi. "Saya tidak menyangka apalagi menuduh yang bukanbukan. Hanya saya ingin jeng Rayu membantu saya mencari tahu dari mana asal
muasalnya perhiasan itu....."
"Menurut Mira ketika suaminya menghadiahkan perhiasan itu, suaminya menyebut
perhiasan itu adalah hadiah dari hartawan di Tegalrejo yang pernah
ditolongnya....."
"Tegalrejo daerah tandus. Tak ada seorang hartawanpun diam di sana!" kata
Sularesmi pula.
Semakin beubah wajah Rayu Komala, semakin tidak enak hatinya.
"Jeng Rayu...." Kata Sularesmi sambil memegang lengan perempuan itu.
"Mungkin saya keliru besar. Anggap saja saya tidak pernah datang kemari. Lupakan
semua pembicaraan kita barusan. Saya mohon diri...." Lalu janda Tumenggung itu
cepat-cepat berdiri.
Ketika suatu malam Mirasani menuturkan peremuan Sularesmi dengan ibunya yang
menyangkut kalung emas bermata berlian itu, sesaat Pendekar 212 Wiro Sableng
Wiro Sableng 044 Topeng Buat Wiro Sableng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tampak berubah wajahnya. Namun di lain kejap dia tertawa lebar dan berkata.
"Ada ujar-ujar di dunia ini Mira. Ujar-ujar itu mengatakan Jika kita tidak punya
maka kita akan dihina. Tapi jika kita punya maka kita akan difitnah! Itulah
agaknya yang terjadi pada diriku. Aku ingin membahagiakan istri sendiri dengan
hadiah berupa perhiasan. Tapi orang lain menuduh dan memfitnah yang bukanbukan...."
"Menurut ibu, janda Tumenggung itu sama sekali tidak menuduh ataupun
memfitnah...."
"Lalu apa maksudnya datang kemari dan sengaja menebarkan cerita tak masuk akal
itu. Apa cuma dia yang meiliki perhiasan di dunia ini" Jelas dia hendak memecah
belah rumah tangga kita. Memberi malu pada diriku! Perempuan macam apa janda
Tumenggung itu!"
Mirasani terdiam beberapa lamanya. Lalu dia bekata "Ada baiknya kangmas memberi
penjelasan beserta bukti-bukti pada janda Tumenggung itu mengenai asal BASTIAN
TITO 17 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
usul perhiasan itu. kalau perlu pergi bersama hartawan yang kata kangmas
menghadiahkan sekotak perhiasan dan uang itu..."
Wiro menggeleng. Tinjunya yang terkepal diletakkan di atas meja.
"Dia telah memberi malu diriku! Menghina dan merendahkan. Memberi malu pada
dirimu juga! Memberi malu seisi rumah ini! Aku tidak akan menemuinya, apalagi
membawa hartawan itu dan bicara padanya! Ambil kotak berisi perhiasan dan
ringgit emas itu Mira! Aku akan melakukan sesuatu menurut caraku sendiri!"
"Apa yang akan kangmas lakukan"!" tanya Mirasani cemas.
"Kau tak usah kawatir istriku! Aku akan melakukan sesuatu yang dapat menghapus
malu besar yang dicorengkan perempuan tak berbudi itu! Di mana kotak itu kau
simpan. Ambil dan bawa kemari. Jangan ada yang kurang isinya!"
Mau tak mau Mirasani pergi juga mengambil kotak kayu yang diminta Wiro Sableng
itu. Keesokan paginya terjadi kehebohan yang menggegerkan di rumah kediaman almarhum
Tumenggung Campak Wungu. Seorang pelayan menemukan Sularesmi telah jadi mayat,
menggeletak di atas lantai kamar tidur. Ada bekas cekikan pada lehernya.
Perempuan yang malang ini mati dengan lidah agak terjulur dan mata mendelik. Di
atas lantai dekat jenazahnya tergeletak, tampak kotak kayu berukir berisi
perhiasan dan ringgit emas. Pada dinding kamar yang putih bersih tertera besarbesar tiga deretan angka : 2 1 2.
BASTIAN TITO 18 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
LIMA Ki Demang Juru Gampit merapikan jubah putihnya lalu mengambil buntalan kecil
yang ada di atas balai-balai. Dia berpaling pada anak lelaki berusia sekitar dua
belas tahun yang duduk di sudut rumah dan berkata "Kaiman, aku pergi sekali ini
cukup lama. Jaga rumah ini baik-baik dan jangan lupa berlatih terus. Jika kau
rajin pasti kau akan menguasai seluruh kepandaian yang kuberikan. Seperti
pandainya kakakmu yang bernama Mirasani itu...."
"Ucapan itu akan saya perhatikan kek. Sebetulnya ingin sekali saya ikut bersama
kakek. Ingin bertemu dengan kakak seperguruan yang kabarnya cantik sekali
itu....." Ki Demang tersenyum. "Belum saatnya muridku. Suatu ketika kau pasti akan bertemu
dengannya. Apakah kudaku sudah kau siapkan....?"
"Sudah kek. Hai....betulkan kakak Mirasani itu mempunyai seorang suami yang gagah
perkasa. Memiliki ilmu silat dan kesaktian luar biasa" Bergelar Pendekar Kapak
Maut Naga Geni 212.....?"
Ki Demang Juru Gampit mengangguk. "Begitu yang kudengar. Aku sendiri belum
pernah bertemu muka. Namun nama besarnya menjulang setinggi gunung Merapi.
Itulah sebabnya aku berhasrat menyambangi muridku. Bisa bertemu dengan Mirasani
dan berjumpa dengan suaminya. Aku pergi sekarang Kaiman. Jaga rumah baik-baik.
Jangan lupa sembahyang!"
Habis berkata begitu Ki Demang menuruni tangga kayu rumah kayu sederhana yang
terletak di puncak bukit itu. langkahnya tetap dan tegap ketika menuju pohon di
mana kudanya ditambatkan. Tetapi langkah ini serta merta tertahan ketika
memandang ke depan dia melihat di atas kuda miliknya yang masih tertambat di
pohon tampak duduk seorang pemuda berpakaian putih berikat kepala putih,
berambut gondrong dan sebatang rokok terselip di sela bibirnya.
Setelah pandangi pemuda tak dikenalnya itu beberapa ketika maka Ki Demangpun
menegur. "Anak muda, enak sekali dudukmu di atas punggung kudaku. Siapakah dirimu....?"
"Apakah aku berhadapan dengan orang tua bernama Ki Demang Juru Gampit?" Pemuda
yang di tanya bukannya menjawab malah balik bertanya.
Dengan sabar si orang tua menjawab "Benar. Kau tidak salah. Aku adalah Ki Demang
Juru Gampit. Kau datang sengaja mencariku!"
"Aku Wiro Sableng. Bergelar Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Murid Sinto
Gendeng dari gunung Gede!"
"Astaga!" kagetlah Ki Demang Juru Gampit. "Aku justru tengah bersiap-siap untuk
menyambangimu dan muridku! Tahu-tahu kau muncul di sini! Sungguh senang hatiku
bertemu dengan Wiro...." Meski mulutnya berkata senang tapi hati si orang tua
merasa tidak senang melihat tindak tanduk dan cara bicara si pemuda yang
dilihatnya tidak sopan, berbau kurang ajar.
"Turun dari kuda itu. mari masuk ke rumah agar kita bisa berbincang-bincang.
Mungkin kita bisa bersama-sama menuju tempat kediaman kau dan istrimu...." Ki
Demang mengundang.
Wiro cabut rokok yang terselip di sela bibirnya lalu mencampakkannya ke tanah.
Sekali bergerak saja dia sudah melompat dan turun ke tanah.
"Ki Demang, aku kemari bukan untuk berbincang-bincang...."
BASTIAN TITO 19 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Kalau begitu..... Apa yang bisa kulakukan . Langsung saja sama-sama pergi saat
ini"!"
Wiro gelengkan kepalanya. Sepasang matanya memandang tak berkesip pada orang tua
itu. Mulutnya membuka dan meluncurlah ucapannya "Aku datang untuk membunuhmu!"
Ki Demang Juru Gampit sesaat terkesiap lalu terdengar gelak tawanya berderai.
"Ada-ada saja kau ini Wiro. Kau sadar apa yang kau ucapkan barusan" Pasti kau
bergurau!"
"Mengenai urusan kematian, aku tidak pernah bergurau Ki Demang...." Jawab Wiro
sambil menyeringai dan garuk-garuk kepalanya.
"Eh, orang satu ini tampaknya memang tida bergurau...." Kata Ki Demang Juru
Gamp[it dalam hati. Maka diapun memancing. "Soal kematian anak manusia adalah di
tangan Tuhan. Kalau hari ini memang takdirku sampai umur, aku akan menerima
dengan pasrah. Hanya saja ingin kutanyakan alas an apa yang membuatmu muncul
sebagai malaikat pencabut nyawa?"
Wiro tertawa bergelak. "Kalau kau tanya soal alasan, jawabannya bisa seribu satu
orang tua. Apakah kau sudah bersiap untuk mati.....?"
"Aku sudah siap sejak tadi anak muda! Aku mempunyai firasat kau sebenarnya
bukan...."
Sebelum Ki Demang menyelesaikan kalimatnya Pendekar 212 Wiro Sableng telah
menyergapnya dengan serangan. Tak bisa berbuat lain Ki Demang Juru Gampit segera
menghadapi serangan itu dengan tenang. Mula-mula dia bertahan sampai dua jurus.
Pada jurus ketiga guru Mirasani ini mulai balas menyerang. Inilah yang ditunggu
Wiro Sableng. Matanya yang tajam memperhatikan gerakan lawan, meredam dan meniru
gerakan itu sambil menyebutkan jurus yang dikeluarkan si orang tua. Ki Demang
Juru Gampit tidak kaget melihat lawan bisa menyebut dan mengenali jurus-jurus
yang dimainkannya. Karena pastilah semua itu diketahui Wiro dari istrinya.
Tetapi orang tua ini merasa kaget sekali ketika dilihatnya Wiro Sableng balas
menyerang dengan jurus-jurus ilmu silat yang diciptakannya sendiri! Dan
celakanya jurus-jurus serangan yang dilancarkan lawan ternyata lebih ganas dan
disertai aliran tenaga dalam tinggi hingga orang tua itu terdesak hebat!
"Luar biasa! Tak bisa dipercaya!" kata Ki Demang Juru Gampit dalam hati.
"Terpaksaaku mengeluarkan kesaktian!" Namun orang tua ini tak mendapat
kesempatan untuk mengeluarkan pukulan-pukulan saktinya karena serangan lawan
datang tiada henti seperti curahan hujan!
"Jurus Alu Besi Membobol Lesung!" teriak Wiro dan tiba-tiba sekali tangan
kirinya meluncur menembus pertahanan Ki Demang.
Ki Demang Juru Gampit melihat jelas datangnya serangan itu. dia menangkis dengan
menghantamkan lengan ke atas. Tapi kalah cepat. Jotosan Pendekar 212 Wiro
Sableng melabrak dadanya denga keras. Orang tua ini terpental, jatuh terlentang
di tanah. Tulang dadanya remuk. Dua tulang iganya ikut patah!
Melihat hal ini Kaiman murid Ki Demang yang sejak tadi menyaksikan pertempuran
berteriak marah dan berlari ke arah Wiro sambil mengacungkan tinju.
"Manusia jahat tak berbudi! Aku akan membalas apa yang kau lakukan terhadap
guru!" Wiro berpaling dan menyeringai.
"Bocah tolol! Jadi kau muridnya tua bangka ini! bagus! Guru dan murid akan
kubunuh bersama!"
BASTIAN TITO 20 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Mendengar ucapan Wiro dan melihat sorotan mata pendekar itu Ki Demang maklum apa
yang bakal terjadi. Maka diapun berteriak "Kaiman! Lari.... Lekas lari!
Selamatkan dirimu! Dia bukan tandinganmu!"
Sesaat anak berusia dua belas tahun itu hentikan langkahnya. Tapi bila
dilihatnya darah yang mengucur di sela bibir gurunya, amarahnya memuncak
kembali. Dia tidak takut terhadap Wiro. Dia rela mari bersama gurunya.
"Kaiman! Dengar ucapanku! Lari! Lekas lari!"
"Muridmu hanya akan lari ke neraka Ki Demang!" ujar Wiro. Lalu dia melompat
untuk menyergap anak itu. Ki Demang Juru Gampit kumpulkan sisa kekuatannya,
melompat dan menangkap salah satu kaki Wiro Sableng hingga kedua orang itu
kemudian sama-sama jatuh bergulingan. Dengan satu sentakan keras Wiro lepaskan
kakinya dari cengkeraman orang. Saat itu dilihatnya anak lelaki tadi tak ada
lagi di situ. Dengan geram Wiro melangkah mendekati Ki Demang. Orang tua yang
dalam keadaan tak berdaya itu kerahkan tenaga dalamnya. Tangannya bergetar.
Mulutnya berkomat-kamit membaca sesuatu. Begitu Wiro datang lebih dekat Ki
Demang hantamkan tangan kanannya!
Wuut! Angin berwarna kebiruan menderu, menghantam deras ke arah Wiro. Terasa hawa
dingin menggidikkan. Pendekar 212 cepat melompat ke samping. Dari samping dia
balas menghantam dengan pukulan tangan kanan. Tampak cahaya putih berkilauan.
Udara panas menebar. Cahaya itu laksana tombak raksasa menderu menghantam tubuh
Ki Demang. Orang tua itu terpekik. Tubuhnya sebelah bawah hangus. Gerahamnya bergemelatakan
menahan sakit. "Pukulan Sinar Matahari...." Desisnya. Dia sudah lama mendengar kehebatan pukulan
sakti itu. Siapa menduga kalau hari itu dia akhirnya menemui ajal dengan pukulan
itu. Setelah mengerang panjang Ki Demang Juru Gampit tampak tak bergeming lagi.
Nafasnya melayang sudah!
BASTIAN TITO 21 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
ENAM Pesantren Tunggul Kencono merupakan pesantren paling besar di Jawa Tengah pada
masa itu. Ratusan muridnya bermukiMn di kaki gunung Sumbing, dekat sebuah lembah
yang subur. Saat itu baru lepas Maghrib dan anak-anak murid pesantren tengah bertadarus
mengaji di bangsal besar bangunan induk sambil menunggu saat sembahyang Isya.
Kiai Bangil Menggolo pimpinan pesantren duduk di tengah bangsal. Kedua matanya
terpejam sedang tangan kanannya memegang tasbih. Walau dia tengah berzikir
khusuk namun telinganya yang tajam senantiasa dapat mendengar bacaan muridmuridnya yang salah maka sang kiai memberi tahu kesalahan itu dan meminta si
murid mengulang kajinya sampai betul.
Di antara ramainya gema suara para murid mengaji tiba-tiba terdengar suara kraak
yang disusul oleh patahnya tiang bangsal di ujung kanan serta miringnya atap
bangsal di bagian itu!
Suara para murid yang mengaji serta merta sirap. Semua kepala dipalingkan ke
arah tiang yang patah dan semua mata ditujukan pada sosok tubuh seorang pemuda
berambut gondrong, mengenakan pakaian putih yang tegak berkacak pinggang di
bawah atap yang miring.
Kiai Bangil Menggolo terus saja duduk bersila dan berzikir seolah-olah sama
sekali tidak terpengaruh atau terganggu oleh apa yang terjadi namun sebenarnya
semua keadaan yang berubah itu tidak lepas dari mata hatinya.
"Apa yang terjadi....?" Sang Kiai bertanya.
"Seorang pemuda tak dikenal memukul patah tiang bangsal!" salah seorang murid
menjawab. Perlahan-lahan sepasang mata Kiai Bangil Menggolo terbuka dan langsung beradu
pandang dengan pemuda berpakaian putih berambut gondrong yang tegak dekat tiang
bangsal yang patah.
"Anak muda, betulkah kau yang mematahkan tiang itu?" bertanya Kiai Bangil
Menggolo. Suaranya datar dan tenang.
"Memang aku yang melakukannya!" menjawab si pemuda dengan tandas, pongah dan
jelas bernada menantang.
"Hemmm...." Kiai Bangil Menggolo bergumam dan angguk-anggukkan kepalanya beberapa
kali. "Apa salah tiang itu hingga kau memukulnya sampai patah dan merusakbangunan
kediaman kami"!"
Yang ditanya menyeringai lalu menjawab "Tiang itu memang tidak punya salah! Tapi
pimpinan pesantren Tunggul Kencono ini yang punya salah dan dosa besar!"
Semua anak murid pesantren terkesiap mendengar ucapan si gondrong tak dikenal
itu. Setelah mengusap janggut putihnya beberapa kali Kiai Bangil Menggolo lalu
berucap "Yang namanya manusia itu tak akan pernah luput dari dosa dan kesalahan.
Tapi apakah kau bisa mengatakan dosa dan kesalahanku, anak muda?"
"Kua diketahui berkomplot dengan pemberontak di daerah timur untuk merebut
tahta, menghancurkan Kerajaan!" jawab si pemuda.
"Masya Allah!" berucap Kiai Bangil Menggolo. "Menuduh tanpa bukti sama saja
dengan memfitnah. Selama bertahun-tahun aku tak pernah meninggalkan BASTIAN TITO
22 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
pesantren. Selama bertahun-tahun aku tak pernah berhubungan dengan dunia luar.
Bagaimana tiba-tiba saja aku dituduh begitu keji" Berkomplot dengan kaum
pemberontak!"
"Untuk menyatakan tuduhan saat ini tak perlu aku membawa segala macam bukti.
Karena semua bukti sudah berada di tangan Sri Baginda!"
"Kalau begitu, apakah kau utusan Sri Baginda" Alat Negara?"
"Bukan hanya sekedar utusan Kiai! Tapi sekaligus membawa perintah untuk
menghukum matimu saat ini juga!"
Mendengar kata-kata si pemuda, puluhan murid pesantren serta merta berdiri
dengan sikap siap melindungi pemimpin mereka bahkan kalau perlu meringkus pamuda
tak dikenal itu. Perlu diketahui pesantren Tunggul Kencono adalah pesantren di
mana para murid belajar berbagai ilmu agama serta dakwah. Sama sekali tidak
mengajarkan ilmu silat apalagi segala macam kesaktian. Namun demikian melihat
pimpinan mereka berada dalam ancaman, para murid pesantren menjadi marah dan
bersiap-siap untuk menjaga segala kemungkinan. Melihat hal ini Kiai Bangil
Menggolo cepat memberi isyarat, menyuruh muridnya tenang dan duduk kembali.
"Anak muda," kata Kiai Bangil Menggolo seraya berdiri dari duduknya. "Jika
Kerajaan ingin menangkap seseorang apalagi hendak menjatuhkan hukuman, terlebih
dulu orang itu dibawa kepersidangan pengadilan. Dia akan ditangkap dengan surat
resmi bercap Kerajaan. Dan yang membawa surat penangkapan itu paling tidak
adalah sejumlah perajurit berseragam resmi, bersenjata lengkap! Kau datang
seorang diri seperti gelandangan tak tahu juntrungan. Siapa sebenarnya kau ini,
anak muda"!"
Si gondrong tampakberubah wajahnya mendengar kata-kata Kiai Bangil Menggolo itu.
Wiro Sableng 044 Topeng Buat Wiro Sableng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
namun kemudian dia keluarkan suara tertawa bergelak.
"Kalau ingin tahu siapa aku, dengar baik-baik Kiai! Namaku Wiro Sableng!
Murid tunggal Eyang Sinto Gendeng dari puncak gunung Gede. Bergelar Pendekar
Kapak Maut Naga Geni 212!"
Mendengar keterangan si pemuda terkejutlah Kiai Bangil Menggolo.
"Nama besarmu memang sudah lama kudengar. Akupun pernah berbincang-bincang
dengan gurumu dalam suatu pertemuan beberapa tahun yang silam. Aku yakin ada
kekeliruan...."
"Aku yakin tidak ada kekeliruan!" memotong Wiro Sableng. "Apakah kau sudah siap
untuk mati"!"
Wiro Sableng turunkan tangan kanannya yang sejak tadi bertolak pinggang.
"Kiai!" puluhan murid pesantren berseru tegang dan tanpa depat dicegah mereka
sudah mengelilingi Kiai Bangil Menggolo, menghadap ke arah si pemuda dengan
pandangan beringas.
"Semua mundur!" seru Kiai Bangil. "Tak ada yang perlu ditakutkan!" orang tua itu
lalu mendorong murid-muridnya ke samping sambil melangkah ke arah Wiro berdiri.
Saat itu tiba-tiba Wiro Sableng pukulkan tangan kanannya ke depan sereaya
berteriak "Kiai Bangil! Ajalmu sudah sampai! Terima pukulan Sinar Matahari ini
sebagai hukumanmu!"
Sinar putih menderu dari tangan kanan Wiro. Kiai Bangil terpental dua tombak,
jatuh ke lantai bangsal dalam keadaan hangus sekujur badannya!
Anak murid pesantren yang puluhan orang itu berpekikan. Sebagian memburu ke arah
guru mereka, sebagian lagi melompat ke arah Wiro. Tapi pemuda itu telah lenyap!
BASTIAN TITO 23 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TUJUH Pagi cerah, langit bersih membiru, sang surya bersinar lembut. Embun masih
tampak melekat di dedaunan. Dalam udara segar itu di kejauhan terdengar suara
orang bersiul. Keras tetapi entah membawakan lagu apa. Tiba-tiba suara siulan
itu lenyap ketika dari berbagai arah terdengar suitan keras saling bersahutan.
Orang yang bersiul pertama tadi hentikanlangkahnya dan memandang berkeliling.
Suara suitan terdengar lagi berulang kali, jelas saling bersahut-sahutan seperti
memberi suatu tanda.
Orang yang tadi bersiul kembali memandang berkeliling. "Aneh! Suitan seperti itu
biasanya tanda-tanda yang dibuat oleh orang-orang persilatan! Agaknya ada
sesuatu terjadi di sekitar sini!" begitu orang ini membatin sambil menggarukgaruk kepalanya yang gondrong. Ketika suara suitan-suitan lenyap. Si gondrong
siap melanjutkan perjalanan, namun langkahnya tertahan ketika tiba-tiba pula
kembali terdengar suara suitan bersahut-sahutan, lebih keras tanda lebih dekat
dan lebih riuh tanda lebih banyak.
"Edan! Ada apa ini! suitan itu keras menggetarkan gendang-gendang telinga!
Suitan yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi!" si gondrong tepuk-tepuk
telinganya. Terdengar suara bergemirisik. Si gondrong cepat membalik. Dari sebatang pohon
besar melayang turun sesosok tubuh. Yang muncul ternyata seorang tua renta
berjanggut putih sampai ke dada. Dia membawa dua bumbung bambu. Satu dipanggul
satunya lagi ditenteng. Melihat orang tua ini si gondrong cepat-cepat menubruk
dan jatuhkan diri seraya berkata "Dewa Tuak. Sungguh pertemuan yang tidak
diduga-duga! Ah, kau tidak seperti tambah tua! Tak pernah tambah tua! Luar
biasa!" Si orang tua tertawa tapi si gondrong melihat ada sesuatu tersembunyi di balik
tawa itu. "Pendekar 212 Wiro Sableng! Aku senang bertemu denganmu! Hanya saja keadaan hari
ini tidak terlalu menggembirakan. Berdirilah...."
Si gondrong yang ternyata Pendekar 212 Wiro Sableng berdiri perlahan.
"Dewa Tuak, apakah kau sehat-sehat saja....?"
"Aku sehat dan baik," jawab si orang tua yang disebut dengan gelar Dewa Tuak
itu, yang merupakan seorang tokoh silat sangat disegani. "Apakah kau juga baikbaik?" "Aku sehat, segar bugar!" jawab Wiro seraya mengacungkan kedua tangan tinggitinggi dengan jari terkepal.
"Syukur kalau begitu. Tapi sehat tubuhmu tidak sehat bagi banyak orang lain.
Dunia persilatan telah geger oleh tindak tandukmu!"
"Apa maksudmu Dewa Tuak....?" Wiro Sableng terkejut mendengar ucapan Dewa Tuak.
"Kau masih bisa bertanya Pendekar 212" Bertanya setelah apa yang kau lakukan,
setelah segala sesuatunya terlambat karena saat ini lebih dari setengah lusin
tokoh silat telah mengurung tempat ini! Siap untuk membantaimu"!"
Wiro memandang berkeliling. Astaga! Apa yang dikatakan Dewa Tuak ternyata tidak
dusta. Di sekelilingnya tampak tegak tujuh orang, memandang tak berkesip ke
arahnya. Beberapa di antaranya orang-orang itu dikenalnya. Yang pertama adalah
seorang kakek yang mata kirinya picak. Wiro kenal sekali dengan orang tua ini
yaitu Lor Gambir Seta, murid tokoh silat nomor satu Si Raja Penidur.
Yang kedua juga seorang kakek bertubuh tinggi langsing, dikenal dengan gelar
BASTIAN TITO 24 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Malaikat Tangan Besi Dari Puputan, merupakan tokoh paling ditakuti di kawasan
timur. Orang yang ketiga seorang nenek bermata juling, mencekal arit di tangan
kiri. Wiro ingat pernah bertemu dengan perempuan tua ini sebelumnya tapi lupa entah di
mana. Orang keempat seorang pemuda berwajah tirus, memegang tongkat besi di
tangan kiri, seorang sahabat yang dikenal Wiro dengan gelar Pendekar Besi Hitam.
Yang kelima seorang lelaki bertubuh kekar bertelanjang dada bermuka angker
karena penuh cambang bawuk dan guratan bekas luka di kedua pipinya. Wiro tak
kenal manusia satu ini.
Orang yang keenam berdiri di bawah sebatang pohon, berpakaian serba hitam.
Wajahnya tidak kelihatan karena tertutup caping bambu. Tapi dari hulu golok
berbentuk kepala harimau yang tersisip di pinggangnya, murid Sinto Gendeng
segera mengenalnya yakni seorang tokoh silat dari kawasan barat bernama Menak
Jalantra, bergelar Harimau Pemakan Jantung. Orang yang terakhir seorang nenek
bermuka garang. Rambutnya putih jarang, kepalanya hampir sulah. Dia mengenakan
jubah putih dekil penuh tambalan dan memegang sebuah kaleng rombeng yang sudah
karatan "Pengemis Hantu...." Desis Wiro Sableng ketika mengenali nenek berwajah
angker seperti hantu itu. Dia tahu betul semua orang yang ada di situ adalah
tokoh-tokoh silat golongan putih, satu aliran dengan dirinya sendiri. Tetapi
mengapa semua mereka memandang dengan air muka yang menunjukkan permusuhan.
Sementara Dewa Tuak dilihatnya beberapa kali menarik nafas panjang.
"Dewa Tuak.... Ada apa ini sebenarnya?" tanya Wiro Sableng. "Aku mencium hawa
pembunuhan...."
Dewa Tuak kembali menghela nafas dalam-dalam lalu membuka mulut. "Aku tak kuasa
menjawab pertanyaanmu, Wiro. Biar para tokoh itu saja ang memberi tahu...."
Lor Gambir Seta maju selangkah. "Empat bulan yang lalu kau membunuh Kiai Bangil
Menggolo. Orang tua itu masih keponakan guruku si Raja Penidur. Guru
menugaskanku untuk meminta pertanggung jawabmu...."
"Aku membunuh Kiai Bangil Menggolo...."!" Wiro kaget besar dan geleng-gelengkan
kepala. Ketika dia hendak membuka mulut kembali, Malaikat Tangan Besi Dari
Puputan seudah lebih dulu memotong.
"Tujuh bulan lalu kau membunuh sahabatku Ki Demang Juru Gampit!
Nyawanya adalah nyawaku juga! Jika kau membunuhnya maka aku minta kau membunuhku
sekalian!"
"Hai! Apa-apaan ini"! Dua orang menuduhku yang bukan-bukan.....!" seru Wiro.
Pemuda berwajah tirus maju dua langkah dan tancapkan tongkat besi hitamnya ke
tanah. "Aku Pendekar Besi Hitam! Delapan bulan silam kau merampok rumah kediaman
bibiku janda almarhum Tumenggung Campak Wungu! Beberapa minggu kemudian kau
membunuh perempuan itu dan terang-terangan meninggalkan tanda 212 di dinding
rumah!" "Oooladalah!" Wiro garuk-garuk kepalanya dengan kedua tangan. "Tuduhan keji
apalagi yang akan kuterima hari ini...."!" Murid Sinto Gendeng berpaling pada
orang-orang yang belum angkat bicara.
Nenek bersenjata arit ayunkan senjatanya beberapa kali lalu bicara dengan suara
membentak "Kau memperkosa dan membunuh murid tunggalku Sintorukmi!
Deretan angka 212 kau torehkan di sekujur tubuhnya yang telanjang....! Aku akan
menicincang tubuhmu dengan arit ini. Kenalkan diriku Arit Sakti Pencabut Raga!"
"Gusti Allah!" seru Wiro. Hampir jatuh duduk dia mendengar tuduhan itu.
"Memperkosa dan membunuh keji itu tak pernah aku lakukan. Demi Tuhan....!"
BASTIAN TITO 25 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Sumpah pendekar murtad sepertimu siapa yang mau percaya!" satu bentakan
terdengar. Yang membentak adalah lelaki bertelanjang dada yang wajahnya penuh
cambang bawuk dan guratan luka. "Kau membunuh adik kembarku ketika dia bersama
rombongan pasukan Kerajaan mengejar dua tokoh pemberontak di selatan lima bulan
lalu! Jangan berani membantah! Aku sendiri menyaksikan kejadian itu!"
"Mati aku.....! Ya Tuhan urusan gila apa ini semua"!" seru Wiro dengan mulut
bergetar. Harimau Pemakan Jantung gerakkan tangan kanannya ke pinggang. Sreet!
Golok berhulu kepala harimau terhunus telanjag dari sarungnya.
"Golokku sudah lama tidak minum darah langsung dari jantung! Hari ini kau akan
memberinya minuman, Pendekar 212....?"
"Apa.....apa pula dosaku padamu....?" Tanya Wiro.
"Kau mengobrak-abrik perguruan silatku dua bulan lalu. Membunuh enam orang
muridku. Ingat peristiwa di Lembah Merak Putih....?"
"Lembah Merak Putih"! Mendengarnyapun baru sekali ini, apalagi pernah datang dan
melakukan pembunuhan di tempat itu....!"
Harimau Pemakan jantung tertawa. Suara tertawanya seperti harimau menggereng!
Wiro berpaling pada orang ketujuh. Nenek sulah bergelar Pengemis Hantu.
"Dan kau nenek..... Apa pula yang hendak kau tuduhkan padaku....?" Tanya Wiro.
"Satu bulan lalu kau merampas satu karung uang hasilku mengemis selama bertahuntahun. Uang itu tidak jadi soal bagiku karena mungkin bukan rejekiku. Tapi kau
membunuh serta tiga orang pengemis anak buahku! Menggurat angka 212 di kening
mereka! Keji dan sombong!"
"Jika aku membunuh orang tidak mungkin aku berlaku tolol meninggalkan tanda yang
mudah dikenal seperti itu....!"
"Tolol atau cerdik yang jelas ketololan dan kecerdikanmu berakhir pada
Bidadari Delapan Samudra 2 Pendekar Bayangan Sukma 2 Dendam Orang Orang Gagah Jeratan Ilmu Iblis 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama