Ceritasilat Novel Online

Kutunggu Di Pintu Neraka 2

Wiro Sableng 076 Ku Tunggu Di Pintu Neraka Bagian 2


jadi batu. Jangan-jangan kau tukar dengan batu sungguhan. Emas asli kau
sembunyikan!"
"Kurang ajar kau Rantana!" kata Ganang Culo hampir berteriak marah.
Tangannya bergerak hendak menampar muka kawannya itu. Tapi kawan di
sebelahnya cepat memegang tangannya. Orang ini bernama Janger Kawala. Dia
adalah yang paling tua diantara mereka.
"Tak ada gunanya kita bersikeras satu sama lain. Menurutku kakek ahli
akrobat itu adalah seorang tukang sihir. Dia berani mempermainkan kita. Berani
menipu! Kita harus mencarinya. Merampok uang hasil pertunjukkan akrobatnya lalu
menghajarnya sampai mampus!"
"Kau betul," kata penjahat bernama Tumara Akun. "Aku sempat melihat
gembel sialan itu pergi ke arah Timur. Dia jalan kaki. Kita pasti bisa
mengejarnya!"
Keempat penjahat itu segera memutar kuda masing-masing lalu bergerak
menuju ke Timur dengan cepat.
*** Kakek berpakaian rombeng berjalan seorang diri sambil membolangbalingkan tongkat kayunya. Agaknya dia dalam keadaan girang karena hari itu
banyak sumbangan uang atau sedekah dari penduduk Kutobarang. Saat itu dia berada
jauh di Timur Kota, melangkah di pinggir pedataran yang banyak ditumbuhi alangalang. Tiba-tiba di belakangnya terdengar suara derap kaki kuda mendatangi.
Karena jalan sempit dan dia tidak mau diterjang kuda maka cepat-cepat orang tua ini
menepi sambil pegangi pinggiran capingnya, di bawah mana dia menyimpan seluruh uang
logam hasil pertunjukan akrobatnya.
"Ini dia penipu keparat itu!" satu suara membentak menggeledek di
belakangnya bersamaan degnan berhentinya derap kaki-kaki kuda.
"Tua bangka tukang sihir! Jangan harap kau bisa melarikan diri! Kami akan
menghajarmu sampai mati!" bentakan kedua terdengar.
Belum sempat orang tua itu berpaling, satu tendangan menghantam bahu
kanannya. "Bukkk!"
Tak ampun lagi orang tua itu tersungkur ke tanah. Tapi anehnya capingnya
masih menempel di kepalanya, tongkat bututnya juga masih tergenggam di tangan
kanan. Perlahan-lahan dia berdiri, menatap pada empat orang penunggang kuda
berpakaian serba hitam.
"Aneh, meskipun tersungkur tapi tua bangka ini mampu menahan
tendanganku! Dia tidak kelihatan cidera. Bahkan kerenyit kesakitan pun tidak
tampak BASTIAN TITO 22 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
di wajahnya yang keriput," begitu Rantana berkata dalam hati. Dialah tadi yang
menendang gembel tua itu.
"Eh, kalian berempat bukankah dermawan yang memberikan aku sebongkah
emas di Kutobarang, tapi lalu diambil lagi?" kata pengemis tua itu. "Sekarang
kalian muncul lagi. Menendangku! Apa salahku?"
"Tua bangka penipu! Pengemis buta tukang sihir sialan!" bentak Ganang Culo.
Dari dalam saku pakaian dikeluarkannya sebuah batu sebesar kepalan tangan. "Ini
emas yang kau berikan itu!" teriaknya dengan mata mendelik. "Kau boleh ambil
kembali!" Lalu Ganang Culo lemparkan batu itu ke arah si pengemis.
"Plukkk!"
Batu sebesar kepalan mendarat tepat di dagu orang tua itu. Lagi-lagi aneh.
Dagu yang dihantam batu tampak merah. Namun si orang tua jangankan bergeming,
menunjukkan rasa sakit sedikit sajapun tidak!
"Tua bangka jahanam! Rupanya kau punya ilmu juga hah! Lalu mau jual
lagak di hadapanku! Baik! Aku mau lihat sampai di mana kehebatanmu. Kau bisa
merobah batu jadi emas lalu mengembalikannya jadi batu. Aku juga punya
kemampuan merobah tubuhmu jadi daging cincang dan potongan tulang belulang!"
Ganang Culo cabut goloknya. Sekali lompat saja tubuhnya melayang di udara.
Golok berkelebat ke arah kepala pengemis tua.
"Ooo ladalah! Walau sudah tua bangka begini aku masih ingin hidup lama di
dunia!" teriak si pengemis tua lalu tangan kanannya yang memegang tongkat
bergerak. Ujung tongkat melesat ke arah badan golok.
"Treek...."
Walau tongkat kayu itu memukul badan golok perlahan saja namun Ganang
Culo merasa seolah senjatanya dihantam balok besar. Tak ampun golok terlepas
mental. Tiga teman Ganang Culo terkesiap kaget melihat apa yang terjadi. Sebaliknya
rasa malu dihajar hanya satu kali gebrakan saja membuat dirinya marah sekali.
Masih melayang di udara dia membentak sambil membuat gerakan jungkir balik. Tahu-tahu
kaki kanannya melesat ke arah rahang kiri kakek berpakaian rombeng. Nnemun
tendangan itu tak pernah sampai. Ujung tongkat di tangan si kakek lebih dulu
menyentuh perutnya. Lalu entah bagaimana caranya, entah gerakan apa yang
dilakukan orang tua ini tubuh Ganang Culo kelihatan naik ke atas kemudian
berputar- putar seperti baling-baling. Makin lama makin kencang. Rasa sakit pada perutnya,
gamang oleh putaran yang cepat ditambah dengan amarah membuat GanangCulo
berteriak habis-habisan. Dia berusaha melepaskan pukulan tangan kosong
mengandung enaga dalam ke arah si kakek. Tapi selalu luput karena tubuhnya terus
berputar. Malah beberapa pukulannya hampir mengenai teman-temannya sendiri.
Orang tua bercaping tertawa mengekeh. Tiba-tiba dia menarik tangannya yang
memegang tongkat. Untuk seketika tubuh Ganang Culo masih melayang berputar di
udara. Namun sesaat kemudian tubuh tinggi besar itu ambruk jatuh bergedebuk di
tanah. Ganang Culo menjeri kesakitan. Tulang pinggulnya sebelah kiri remuk. Dari
mulutnya keluar caci maki. Dia berusaha berdiri tapi rubuh kembali. Akhirnya
makiannya ditujukan pada tiga temannya.
"Kalian keparat semua! Tua bangka gila itu memperlakukan aku seperti ini!
kalian cuma berdiri seperti patung!"
"Sret! Sret! Sret!"
Tiga golok besar dicabut. Rantana, Tumara Akun dan Janger Kawala cabut
golok masing-masing lalu mengurung pengemis bercaping. Ketika Rantana dan
BASTIAN TITO 23 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Tumara Akun siap menyerang, Janger Kawala yaitu penjahat paling tua dianara
mereka mengangkat tangannya.
"Tunggu dulu," katanya. "Kita bertiga. Membunuh jembel busuk ini semudah
membalikkan telapak tangan. Sebelum dia kita cincang, biar aku menanyakan emas
sebesar kepalan itu padanya....." Janger Kawala maju satu langkah. "Dimana kau
sembunyikan emas itu! Lekas keluarkan dan srahkan padaku!"
"Ah, kalian masih saja bicara dan meminta emas itu. Bukankah tadi kawanmu
yang melongsor di sana itu sudah membuangnya dan melemparkannya padaku?"
"Coba buka capingmu!" bentak Tumara Akun.
Seperti patuh orang tua itu buka capingnya.
"Mendekat ke sini! Aku mau lihat apa saja isinya!"
Yang diperintah melangkah mendekati Tumara Akun lalu mengangsurkan
capingnya. Dalam caping bambu ada sebuah kantong kain butut.
"Apa isi kantong it"!" tanya Tumara Akun.
"Uang sedekah orang-orang di Kutobarang," jawab si orang tua.
"Kalau begitu serahkan padaku!" sekali rengut saja kantong berisi uang logam
itu berpindah ke tangan si penjahat.
"Mana emasnya"!" tanya Janger Kawala.
"Tak ada padaku....."
Mata Janger Kawala perhatikan buntalan di bahu si kakek. "Apa isi buntalan
itu"!"
"Barang-barang rongsokan. Pakaian rombeng....."
Janger Kawala menyeringai. "Biar aku periksa sendiri!" katanya. Sekali lagi
tangan kiri Janger Kawala berkelebat. Buntalan di bahu si kakek berhasil
dibetotnya lalu dibukanya dengan cepat. Isinya ternyata memang pakaian-pakaian rombeng.
Lalu ada sebuah kaleng butut yang sudah penyok-penyok.
"Apa ini"!" tanya Janger Kawala.
"Kau lihat sendiri. Kaleng butut penyok....."
Janger Kawala goyang-goyangkan kaleng itu beberapa kali. Suara berisik
berkerontang memenuhi tempat itu.
"Eh, apa isi kaleng ini"!" tanya Rantana saling pandang dengan Janger kawala.
Si kakek tertawa perlahan. "Kalian pasti menyangka aku menyembunyikan
potongan-potongan emas dalam kaleng ini. kalau mau tahu kaleng ini isinya batubatu kerikil....."
Rantana berpikir, "Kalau cuma batu-batu kerikil buat apa tua bangka gila ini
memasukkannya ke dalam kaleng. Dia berdusta. Aku harus membongkar kaleng ini!"
Namun maksud Rantana itu urung karena saat itu Janger Kawala berkata.
"Tumara, Rantana! Geledah tua bangka penipu ini!"
"Eh, kalian ini mau apa" Jangan pegang. Aku ini penggeli!" kata si kakek
seraya melangkah mundur begitu Tumara Akun dan Rantana bergerak mendekatinya.
"Kalau dia tak mau digeledah berari emas itu memang ada padanya. Di
sembunyikan di salah satu bagian pakaiannya!" Yang berkata adalah Ganang Culo
yang saat itu mash tergeletak di tanah. "Buat apa bersusah payah! Bereskan saja
dia. Habis perkara!"
"Ganang Culo betul! Saatnya kita mencincang bajingan tengik tua bangka
ini!" kata Rantana yang rupanya sudah habis kesabaran. Lalu dia melompat
mendahului dua kawannya. Golok di tangannya dipancungkan ke arah batok kepala si
kakek. "Celaka! Kalian hendak menjagalku!" teriak pengemis tua. Cepat dia
mengenakan capingnya kembali. Tangan kirinya bergerak menyambar kaleng penyok
BASTIAN TITO 24 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
di dalam buntalan. Tangan itu bergoyang. Batu-batu kerikil di dalamnya memukul
badan kaleng. Terdengar suara berkerontang yang menyengat telinga, membuat tiga
penyerang bahkan Ganang Culo yang berada labih jauh merasa sakit dan bergetar
gendang-gendang telinga masing-masing.
Sebenarnya apa yang telah dilakukan gembel tua itu terhadap Ganang Culo
cukup membuat Janger Kawala dan dua kawannya sadar bahwa mereka tengah
menantang gunung di depan mata. Namun amarah merasa ditipu dan dipermainkan
serta keserakahan hendak mendapatkan emas sebesar kepalan itu kembali membuat
mereka seperti buta. Golok Rantana menderu keras. Menyusul golok Janger Kawala
dan Tumara Akun. Ganang Culo menyeringai di kejauhan. Sesaat lagi tubuh
pengemis itu akan lumat dicincang golok tiga kawannya.
Orang tua yang diserang sekali lagi kerontangkan kalengnya. Tongkat kayu
butut di tangan kanannya melesat membuat alur setengah lingkaran. Saat itulah
tiba- tiba terdengar suara seruan.
"Kakek Segala Tahu! Serahkan tiga ekor tikus hutan ini padaku!"
Satu bayangan putih berkelebat. Lalu "Plaakk! Buuukkk! Duukkkk!"
BASTIAN TITO 25 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
TUJUH Janger Kawala meraung kesakitan. Tiga giginya tanggal. Darah bercucuran dari
mulutnya. Goloknya mental entah kemana. Di sebelahnya Tumara Akun terjengkang
jatuh duduk di tanah. Tulang dadanya remuk. Dalam keadaan megap-megap sulit
bernafas akhirnya dia roboh terguling. Dari mulutnya keluar darah kental.
Rantana yang paling parah. Mata kirinya hancur. Darah membasahi sebagian mukanya. Suara
jeritannya seperti mau menembus langit!
Di antara raung kesakitan itu pengemis berpakaian rombeng tertawa
mengekeh. Lalu dia berucap. Anak sableng! Untung kau datang hingga si tua bangka?"ini tak perlu susah-payah!"
Pemuda berambut gondrong, berpakaian putih yang bukan lain adalah
Pendekar 212 Wiro Sableng dan yang barusan menghajar tiga penjahat itu
membungkuk memberi hormat.
"Kek, syukur aku bisa menemuimu! Kalau tidak ketemu entah bagaimana
jadinya"!"
"Bah! Rupanya kau datang membawa perkara! Bukan khusus muncul
menolongku!" orang tua yang dipanggil dengan sebutan Kakek Segala Tahu itu
merengut. "Perkaramu bisa dibicarakan nanti. Coba kau urus dulu penjahat jelek
yang satu itu. Kudengar dia hendak merayap kabur!"
Yang dimaksud Kakek Segala Tahu adalah Ganang Culo. Sungguh luar biasa
pendengarannya hingga merupakan sepasang mata yang tak kalah tajamnya dengan
mata biasa. Penjahat itu benar-benar putus nyalinya melihat apa yang terjadi
dengan tiga orang temannya. Meski saat itu tulang pinggulnya sebelah kiri remuk dan
sakit bukan kepalang namun rasa takut mendapat hajaran lagi membuat penjahat ini
kumpulkan tenaga untuk bisa bangkit lalu melarikan diri. Tapi usahanya sia-sia
saja. Dia hanya mampu merayap. Ketika mencoba berdiri tubuhnya ambruk. Saat itu justru
Pendekar 212 Wiro Sableng sampai di hadapannya.
"Jangan..... Jangan....." suara Ganang Culo setengah meratap.
"Kek, kau mau aku apakan kampret ini?" tanya Wiro.
"Ampun! Jangan!" jerit Ganang Culo.
Kakek Segala Tau kerontangkan kaleng rombengnya. Lalu berkata "Selama
ini, kampret itu gentayangan melakukan kejahatan di mana-mana. Dari tubuhnya
yang paling banyak berbuat jahat adalah tangan kanannya. Kurasa ada baiknya kalau kau
patahkan jari-jari tangan kanannya barang beberapa buah!"
"Aku menurut saja apa yang kau perintahkan Kek," jawab Wiro.
"Tobat! Ampun! Jangan patahkan tanganku!" teriak Ganang Culo
Wiro melangkah mendekat. "Kurasa itu hukuman paling ringan bagimu
kampret! Masih untung dia tidak meminta aku mematahkan batang leher jalan
nafasmu!" "Aku benar-benar bertobat!" teriak Ganang Culo.
"Ah, soal tobat-tobatan itu urusanmu dengan Tuhan! Aku tidak menampung
urusan tobat-tobatan!" kata Pendekar 212 pula. Lalu dia membungkuk menyambar
tangan kanan Ganang Culo. Penjahat ini cepat tarik lengannya. Namun saat itu
Wiro sudah meremas telapak tangan kanannya. "Kraakkk..... kraakkkk..... kraakkkk....!"
Tiga jari tangan kanan Ganang Culo dan juga sebagian tulang telapak
tangannya remuk. Penjahat ini melolong setinggi langit lalu bergulingan di
tanah. BASTIAN TITO 26 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Kakek Segala Tahu kerontangkan kaleng rombengnya lalu tertawa mengekeh.
Tongkat kayu di bolang-baling. Dia melangkah mendekati Janger Kawala.
"Setttt!" ujung tongkat si kakek melesat ke arah leher pakaian penjahat yang
tiga giginya rontok itu. terjadilah satu hal luar biasa ketika Kakek Segala Tahu
menyentakkan tongkat. Tubuh Janger Kawala melayang ke udara, jatuh tepat di atas
tubuh Ganang Culo uang saat itu masih menjerit-jerit kesakitan. Si kakek
kemudian melangkah ke arah Tumara Akun. Orang yang dadanya remuk ini dan mengeluarkan
darah dari mulut berusaha menghindar sewaktu dilihatnya kakek bercaping itu
mendatangi. Namun terlambat. Ujung tongkat Kakek Segala Tahu sudah menyambar
leher pakaiannya. Tubuhnya terangkat ke atas. Dia coba memukul tongkat dengan


Wiro Sableng 076 Ku Tunggu Di Pintu Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangan kiri. Berhasil.
"Bukkk!" Tapi justru dari mulutnya keluar jerit kesakitan. Darah ikut muncrat.
Dia seperti memukul besi, bukan tongkat kayu. Sebelum dia bisa berbuat yang
lain, tubuhnya tahu-tahu sudah terlempar ke udara. Seperti Janger Kawala tadi, Tumara
Akun pun jatuh menimpa tubuh Ganang Culo hingga ketiganya saling tumpang tindih.
Lain halnya dengan Rantana yang mata kirinya hancur dan masih terus
mengucurkan darah. Dalam keadaan mengerang penjahat satu ini hanya pasrah saja
melihat apa yang akan dilakukan oleh si kakek. Ujung tongkat melesat. Rantana
merasakan tubuhnya terangkat lalu seperti dilempar dirinya melesat ke udara. Dia
berusaha berjungkir balik untuk menghindarkan jatuh menimpa tiga kawannya yang
tumpang tindih babak belur. Tapi gagal. Dia jatuh lebih dulu dengan kepala
menghantam dagu Tumara hingga tak ampun lagi Tumara Akun terlonjak kesakitan
lalu diam tak berkutik, pingsan!
Sambil membolang-balingkan tongkat dan mengoyang-goyangkan kaleng
rombengnya Kakek Segala Tahu membalikkan tubuh ke arah Wiro.
"Ayo kita pergi dari sini. Empat kampret itu sudah cukup menerima pelajaran.
Kalau mereka masih meneruskan hidup sebagai penjahat, lain kali bertemu pasti
akan kulipat jalan nafasnya!" Si kakek ambil kantong uang dan buntalan miliknya yang
tercampak di tanah.
Pendekar 212 segera mengikuti Kakek Segala Tahu. Tongkat dan sepasang
telinganya menjadi pengganti matanya. Di satu tempat, karena tidak tahan lagi
dan ingin cepat-cepat bicara, pemuda itu berkata.
"Kek, ada satu hal penting yang aku ingin minta bantuanmu."
"Heeemmmm...." Si kakek menjawab dengan gumaman lalu kerontangkan
kalengnya dan terus saja berjalan.
Walau hati kecilnya kecewa melihat sikap si kakek namun karena maklum
kalau orang tua itu memang sering bersikap aneh maka dia hanya bisa diam dan
terus mengikuti. Di sebuah tikungan jalan di mana terdapat satu batu besar Kakek Segala Tahu
hentikan langkahnya lalu duduk di atas batu itu. Sesaat dia memandang pada
pemuda di hadapannya itu, kerontangkan kalengnya beberapa kali lalu berkata. "Beberapa
orang tokoh persilatan dikabarkan menghilang secara aneh tanpa diketahui ke mana
perginya. Apakah hal penting yang hendak kau katakan itu ada sangkut pautnya
dengan diri mereka?"
"Aku kurang mengetahui mengenai menghilangnya tokoh-tokoh silat itu. Saat
ini aku butuh pertolonganmu. Seorang sahabatku terancam keselamatannya. Dia
disekap dan disiksa di alam gaib. Alam siluman. Aku berhasil mengetahui letak
kawasan gaib itu. Di kaki Selatan Gunung Merapi. Di satu rimba belantara bernama
Tapakhalimun....."
BASTIAN TITO 27 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Kakek Segala Tahu kerontangkan kalengnya lalu berkata. "Sahabatmu yang
kau katakan itu pasti seorang perempuan cantik...."
"Bagaimana kau tahu Kek?" tanya Wiro.
Orang tua itu menyeringai dan buka capingnya. "Pemuda sepertimu, kalau
bukan urusan perempuan cantik mana mungkin kau mau mencari urusan. Mencariku
segala.....! Siapa nama si cantik itu?"
Murid Sinto Gendeng garuk-garuk kepalanya. "Namanya Suci. Aku biasa
memanggilnya Bunga. Dia disekap di kawasan siluman hutan Tapakhalimun."
"Bagaimana kau bisa tahu dia disekap. Di hutan Tapakhalimun?"
"Mula-mula aku mendapat petunjuk dari mimpi...."
"Mimpi" Itu petunjuk gila. Bisa betul bisa menipu!"
"Tapi Kek, kemudian aku coba memanggilnya dari alam gaib...."
"Pendekar 212, aku baru tahu kalau kau punya ilmu baru. Pandai memanggil
orang dari alam gaib. Lalu apakah sahabatmu itu sebangsa dedemit atau hantu
kuburan"!" tanya Kakek Segala Tahu sambil kerontangkan kalengnya.
"Sebaiknya aku ceritakan saja padamu asal-usul aku mengenal Bunga," kata
Wiro pula. Lalu diceritakannya semua kejadian di masa lalu yang telah
dialaminya. "Kau tidak berdusta....?" Tanya Kakek Segala Tahu begitu Wiro mengakhiri
kisahnya. Murid Sinto Gendeng menggeleng. "Aku tidak berdusta. Juga tidak bergurau.
Aku tidak main-main Kek. Keselamatan gadis itu terancam...."
Kakek buta itu balas gelengkan kepala. "Menolong orang yang sudah mati
dari kematian.... Benar-benar tak bisa dipercaya. Sudah jadi apa dunia ini
sebenarnya" Kalau tidak mendengar dari mulutmu sendiri, sulit aku bisa percaya!"
"Kau punya ilmu. Punya kesaktian untuk melihat segala sesuatu. Itu sebabnya
kau digelari Kakek Segala Tahu...."
Orang tua itu tertawa mengekeh. "Yang namanya manusia itu bagaimanapun
tinggi ilmu selalu ada keterbatasan. Ingat hal itu Wiro! Mengenai hutan
Tapakhalimun itu memang sudah lama aku dengar keangkerannya. Kata orang dulu di
situ ada satu kerajaan kecil yang makmur. Rajanya tersesat dalam ilmu-ilmu gaib
mengerikan. Seisi istana dan semua orang di kerajaan berubah menjadi siluman.
Rupanya mereka masih bercokol di sana...."
"Lalu yang aku tidak mengerti, mengapa siluman-siluman hutan
Tapakhalimun itu menculik Bunga dari alam gaibnya. Menyekap dan menyiksanya....
Kita harus menolong dia Kek!"
"Menolong orang yang sudah mati dan gentayangan di alam gaib. Jangan kau
marah kalau kukatakan sebenarnya gadis itu juga sudah jadi siluman. Bedanya dia
siluman baik-baik dan cantik hingga kau mau menyabung jiwa untuk
menyelamatkannya....."
"Terserah kau mau menyebutnya siluman, hantu atau apa! Yang penting dia
harus diselamatkan...."
Kakek Segala Tahu menghela nafas panjang. Dia mendongak. Matanya yang
putih buta menatap langit. Lalu kaleng di tangan kirinya dikerontangkannya
beberapa kali. "Katamu kau mampu memanggilnya melalui bunga kenanga itu. cobalah aku
ingin melihat...."
Dalam hati Pendekar 212 menggerutu. "Kedua matanya jelas-jelas buta. Apa
yang bisa dilihatnya?"
Namun untuk tidak mengecewakan orang tua itu Wiro keluarkan juga bunga
kenanga pemberian Suci dari dalam saku bajunya. Sambil memejamkan mata bunag
BASTIAN TITO 28 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
itu diletakkannya di depan hidung lalu diciumnya dalam-dalam. Hawa segar dan
harum menyeruak masuk kedalam tubuhnya. Tak segera terjadi apa-apa. Wiro
menunggu. Tetap saja tidak ada tanda-tanda Bunga akan muncul.
"Mungkin jarak dari sini ke hutan Tapakhalimun itu terlalu jauh Kek. Aku tak
bisa menghubunginya...." Kata Wiro.
"Coba sekali lagi," ujar Kakek Segala Tahu seaya memegang bahu Wiro.
Pemuda itu merasakan ada satu hawa aneh masuk ke dalam tubuhnya yang dipegang.
Dia maklun kalau si kakek kini menyalurkan kekuatan saktinya ke dalam dirinya
untuk membantu memberi kekautan. Wiro dekatkan lagi bunga kenanga itu ke
hidungnya dan menghirup dalam-dalam. Sunyi. Tak ada suara tak ada bayangan yang
muncul. Namun sesaat kemudian terdengar suara lolongan anjing di kejauhan
disertai jeritan-jeritan mengerikan. Setelah itu samar-samar nampak satu sosok berpakaian
putih muncul dalam keadaan terikat pada sebuah tonggak kayu.
"Bunga....." bisik Wiro memperhatikan. Keadaan gadis itu tidak beda seperti
yang dilihatnya sebelumnya. Pakaiannya putih penuh darah begitu juga wajahnya.
Kedua matanya terpejam. Di kiri kanan dua mahluk seram seperti asap, meliuk-liuk
menjaga. Tiba-tiba Bunga membuka kedua matanya. Dari mulutnya keluar jeritan
menggidikkan. Suara jeritan itu menggema laksana menggelegar dalam juran batu
yang dalam. Bersamaan dengan lenyapnya gema jeritan, sirna pula sosok tubuh
Bunga dan dua mahluk seram itu.
Wiro simpan kembali bunga kenanga dalam saku bajunya. Dia berpaling pada
Kakek Segala Tahu dan bertanya. "Apa yang kau lihat Kek?"
Orang tua itu mendongak. "Aku memang tidak melihat apa-apa. Tapi aku bisa
mendengar dan merasakan. Bencana yang menimpa sahabatmu itu memang luar biasa.
Jika mahluk yang berasal dari alam lain tidak mampu melawan kekuatan hitam itu,
apalagi kita manusia biasa!"
"Lalu apa yang harus kita lakukan"' tanya Wiro.
Kakek Segala Tahu mendongak dan kerontangkan kalengnya. "Kita harus
segera meninggalkan tempat ini. di tengah jalan siapa tahu aku bisa mendapatkan
petunjuk."
"Kita harus mencari kuda. Sebelum dapat biar kau kugendong dulu!" kata
Wiro yang sudah tidak sabaran. Lalu cepat saja si kakek didukungnya di belakang
punggung, terus lari ke arah Timur.
"Eh, kau ini mau membawa aku ke mana?" tanya Kakek Segala Tahu.
"Ke mana lagi kalau bukan ke hutan Tapakhalimun"!" sahut Wiro.
"Percuma ke sana. Kau sudah coba menembus tabir alam siluman itu. Tak
berhasil. Aku pun rasa-rasanya tidak sanggup."
"Celaka kalau begitu!" ujar Wiro seraya hentikan langkahnya. Si kakek
diturunkannya dari punggungnya. Nafasnya memburu dan dadanya turun naik.
"Jangan lekas putus asa anak muda," kata orang tua itu sambil kerontangkan
kalengnya. "Di dunia ini segala urusan ada jawabannya. Hanya untuk mencari
jawaban itu manusia harus memutar otak. Beberapa waktu lalu aku menyirap kabar
ada tokoh-tokoh persilatan tengah mengejar sorang sakti bernama Kebo Pradah....."
"Aku tidak tertarik mendengar ceritamu. Apa hubungan kejadian yang tengah
kualami dengan Kebo atau Sapi Pradah itu"!"
Si kakek tertawa bergelak. "Sudah kubilang segala urusan bisa
diselesaikanjika manusia mau memutar otak mempergunakan akal. Jangan seradakseruduk tak tahu juntrungan seperti yang sudah kau lakukan. Kebo Pradah bukan
orang sembarangan. Jika para tokoh memburunya berarti ada satu urusan luar biasa
yang tengah mereka hadapi. Kabar yang aku sirap mengatakan para tokoh itu
BASTIAN TITO 29 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
mengejar Kebo Pradah sehubungan dengan lenyapnya beberapa tokoh silat secara
aneh. Siapa-siapa yang lenyap masih belum diketahui dengan jelas. Si Kebo Pradah
ini mempunyai peran penentu. Kabarnya dia satu-satunya manusia yang punya
kekuatan untuk menyingkap tabir gaib dan untuk dapat menembus ke dalam kawasan
alam siluman di hutan Tapakhalimun itu...... Tanpa dia masalah ini tak akan
terpecahkan...."
"Kalau memang begitu masalahnya di mana kita bisa mencari Kebo Pradah?"
"Itu sulitnya. Karena dia diburu-buru dengan sendirinya dia selalu kabur
menyembunyikan diri. Terakhir aku dengar dia berada di sebuah hutan kecil di
Barat Gunung Merbabu. Kalau saja kita tidak kedahuluan oleh para tokoh itu mungkin
kita bisa minta bantuannya...."
Wiro melompat. Mendukung Kakek Segala Tahu di punggungnya lalu lari
sekencang-kencangnya.
"Eh, ke mana tujuan kita kali ini"!" tanya Kakek Segala Tahu.
"Apa perlu kau tanyakan lagi Kek" Sudah pasti ke kawasan di Barat Gunung
Merbabu!" jawab Wiro.
"Ah! terserah kaulah! Aku hanya membonceng di punggungmu!" kata Kakek
Segala Tahu pula lalu kerontangkan kaleng rombengnya.
BASTIAN TITO 30 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
DELAPAN Orang yang berdiri di depan Kebo Pradah adalah seorang perempuan separuh baya
bertubuh tinggi. Wajahnya sebenarnya cantik namun jadi tampak lucu karena
dandanannya yang tebal. Bibir dan pipinya merah mencorong. Alisnya hitam panjang
dengan kedua ujung mencuat ke atas. Sepasang matanya memiliki pandangan taja
dingin. Walaupun kepekatan malam membungkus tempat itu namun karena
berhadapan begitu dekat Kebo Pradah dapat melihat seluruh sosok orang ini dengan
jelas. Perempuan ini mengenakan jubah berbentuk aneh. Bagian dadanya sangat
ketat berpotongan rendah sehingga lebih dari separuh payudaranya menyembul besar
keluar. Di bawah pinggangnya yang sangat ramping jubah berbunga-bunga itu
menggembung besar seperti ada ganjalannya. Di belakang rambutnya yang dikonde
tinggi ada tujuh helai bulu burung merak warna-warni yang dijadikan hiasan
seperti sebarisan tusuk konde.
Untuk sesaat lamanya Kebo Pradah tak bisa berkata apa-apa, hanya tegak
memandang denan mulut terkancing.
"Kebo Pradah, kau membisu karena kaget tak menyangka pertemuan ini atau
terpesona melihat buah dadaku yang besar"'
Paras Kebo Pradah kelihatan merah padam.
Perempuan cantik berdandan menor dan punya suara merdu itu tertawa
panjang lalu melanjutkan ucapannya. "Dulu kau pernah bersenang-senang menikmati
keindahan bauh dadaku. Tapi setelah kau puas kau kabur begitu saja. Sekarang
apakah kau masih ingin mengelus dan menciumnya"!"
"Dewi Merak Bungsu...."
"Ah, itu gelaranku. Kau biasanya memanggil nama asliku. Kuntini Arimurti.
Kenapa sekarang kau tidak memanggilku denagn nama asli"'
"Kuntini, terus terang tentu saja aku gembira dengan pertemuan ini...."
"Kalau begitu kita bisa bersenang-senang lagi seperti dulu" Mandi berdua di
danau Rawapening, bercanda di atas tanjang atau bergurau di pedataran di bawah
bulan purnama?"
"Kuntini, apa yang terjadi di masa lalu untuk apa diungkit lagi. Kita tak
berjodoh jadi suami istri. Umur kita terpaut jauh. Hampir dua puluh tahun....."
"Alangkah enaknya kau bicara seperti itu. Untung saja hubungan gila itu tidak
membuatku hamil. Kalau sampai aku melahirkan anak, kau akan kubunuh di hadapan
bayimu sendiri!"
Kebo Pradah terdiam. Dewi Merak Bungsu alias Kuntini Arimurti terus
menatap orang itu dengan pandangan lekat dingin tak berkedip.
"Aku kasihan meihat keadaan dirimu Kebo Pradah, kau kabur kian kemari.
Sembunyi di sana-sini. Menyamar jadi resi, jadi petani. Sekarang kulihat kau
menyamar jadi seorang pengemis. Apa enaknya hidup seperti itu?"
"Soal enak atau tidak biar aku yang menanggung sendiri. Aku berbuat seperti
ini bukan kau menghindar atau mencoba sembunyi darimu. Tapi karena dikejar-kejar
oleh tokoh-tokoh silat dengan alasan gila tak masuk akal!"
"Ohhh, begitu rupanya....." kata Dewi Merak Bungsu sambil sunnggingkan
senyum sinis. "Lalu apakah kemunculanmu untuk menghukum perbuatanku di masa lalu?"
tanya Kebo Pradah.
BASTIAN TITO 31 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Soal hukum menghukum biar kita serahkan pada yang Kuasa. Bukan aku,
kelak bakal ada orang lain yang menghukummu. Kalaupun tidak ada yang
menghukummu di dunia ini, Gusti Allah akan menghukummu di akhirat. Lagi pula
kedatanganku ke sini bukan mengungkit masa lalu. Aku buka anak kecil atau
seorang pengemis yang minta belas kasihanmu. Aku perlu pertolonganmu. Hanya dengan
memberi pertolongan padaku kau bisa menebus dosa di masa lalu."
"Ah, dia masih pandai bicara seperti dulu. Otaknya cerdik seolah ada sepuluh
otak dalam kepalanya," kata Kebo Pradah dalam hati.
"Pertolongan apa yang hendak kau harapkan dariku. Katakan cepat karena aku
tak ada waktu lama....."
"Kenapa terburu-buru Kebo Pradah. Takut akan muncul lagi orang-orang
pandai" Saat ini hanya kita berdua di sini. Tak usah kawatir. Yang aku inginkan
ialah agar kau membantu aku membuka tabir Pintu Neraka di hutan Tapakhalimun....."


Wiro Sableng 076 Ku Tunggu Di Pintu Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ternyata maksud kedatanganmu tidak beda dengan orang-orang yang lebih
dulu muncul di tempat ini!"
"Oh, begitu?" ujar Dewi Merak Bungsu sambil menyeringai dan memandang
berkeliling. "Hemmmmmm Pasti kau menolak permintaan mereka lalu membunuh
mereka. Memang banyak kulihat yang sudah jadi korbanmu. Dua bersaudara Cengkir
Lesmana. Lalu ada tua bangka berpunuk. Kemudian satu lagi si Pengail Sakti Muka
Kuning. Mereka bukan orang-orang sembarangan. Jika kau mampu membunuh
mereka dengan mudah berarti kepandaianmu sudah jauh meningkat...."
"Terserah kau mau menilainya bagaimana. Yang jelas aku tidak mau
bentrokan denganmu. Itu saja...."
"Bagus. Baik sekali hatimu. Berarti kau akan meluluskan permintaanku minta
tolong tadi...."
"Aku tidak mau mendengar urusan gila itu lagi. Aku tak akan menolongmu
atau siapapun!"
"Ah, kalau begitu lain ucapan lain kenyataan!" tukas Dewi Merak Bungsu.
"Kita habisi pembicaraan sampai di sini Kuntini. Lain kesempatan jika
bertemu lagi kita bisa bicara panjang lebar.... Sebentar lagi pagi akan datang."
"Tunggu dulu Kebo Pradah!" kata Dewi Merak Bungsu. Ketika melihat Kebo
Pradah hendak meninggalkan tempat itu. "Bagiku kesempatan hanya ada satu kali.
Aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan. Kuharap kau juga berbuat sama....?"
"Lalu maumu apa?" Kebo Pradah kelihatan mulai jengkel. Kentara dari nada
suaranya. "Ikut aku ke hutan Tapakhalimun!"
"Kalau aku tidak mau"!"
Dewi Merak Bungsu tertawa panjang hingga buah dadanya yang menyembul
besar kelihatan bergoyang-goyang membuat Kebo Pradah sesaat jadi menahan nafas.
"Kalau kau tidak mau apa dayaku...." Kata Dewi Merak Bungsu pula seolaholah pasrah membuat Kebo Pradah menjadi lega. Tapi cuma sesaat karena dilain
ketika perempuan itu meneruskan ucapannya. "Dirimu sangat berharga Kebo Pradah.
Sehingga sosokmu tanpa nyawapun masih mampu menyingkap tabir gaib alam
siluman di kaki Gunung Merapi itu. Jadi terserah padamu. Mau pergi ke sana
hidup- hidup atau dalam keadaan jadi mayat!"
Rahang Kebo Pradah menggembung. Tampangnya membesi. Dalam hati
orang ini berkata. "Jelas dia bukan lawanku. Dulu saja ilmunya hampir dua
tingkat di atasku. Dia tidak membunuhku di masa lalu karena mencintaiku dan berharap bisa
kuambil jadi istri. Tapi sekarang keadaan sudah berubah. Sebaiknya aku berpurapura ikut saja. Kalau dia lengah kuhabisi dirinya!"
BASTIAN TITO 32 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Baiklah Kuntini. Aku bersedia ikut bersamamu ke hutan Tapakhalimun. Tapi
sesudah tabir itu tersingkap kita berpisah. Tak ada lagi urusan di antara
kita...." "Terima kasih kau mau menolong. Hanya saja tiba-tiba saja kau berubah
pikiran. Membuatku jadi curiga. Karenanya aku terpaksa merubah rencana. Aku
terpaksa membunuhmu. Tubuh hidupmu dengan mayatmu sama saja artinya!
Mengapa aku susah-susah harus mempercayaimu"!"
"Rupanya dia dapat membaca jalan pikiranku!" membatin Kebo Pradah. Lalu
dia berkata. "Kau memang perempuan culas! Bukan cuma culas! Tapi juga bangsat!"
teriak Kebo Pradah marah. "Kau mungkin bisa membunuhku! Tapi aku bersumpah
untuk membuat dirimu cacat seumur hidup!" teriak Kebo Pradah lagi. Lalu dari
balik pakaiannya dikeluarkan sebuah tabung bambu. Ketika tabung itu dibuka terdengar
letupan kecil disertai kepulan asap biru kelabu.
"Cairan pengerut tubuh!" seru Dewi Merak Bungsu terkejut.
Kebo Pradah mengekeh. "Kau mau bunuh aku silahkan! Tapi wajah dan
tubuhmu akan kubuat cacat! Akan kubuat mengkerut hingga setanpun akan takut
malihat dirimu!"
Habis berkata begitu Kebo Pradah gerakkan tangannya yang memegang
tabung bambu. Sejenis cairan yang disertai semburan asap muncrat ke luar ke arah
tubuh Dewi Merak Bungsu. Perempuan ini menjerit keras kerakutan dan cepat
melompat muncur ke belakang serumpunan semak belukar.
Untungnya semak belukar itu diselingi oleh tetumbuhan berdaun lebar. Kalau
tidak beberapa bagian dari tanagn dan tubuh Dewi Merak Bungsu akan tersiram
cairan dahsyat itu. daun-daun yang terkena siraman cairan dahsyat itu. daun-daun
yang terkena siraman cairan itu tampak mengepulkan asap dan berlobang besar.
Paras Dewi Merak Bungsu tampak pucat pasi. Di seberang sana dilihatnya Kebo Pradah
tengah memperhatikan tabung bambunya. Lalu terdengar dia memaki "Setan! Isinya
Habis!" Dewi Merak Bungsu melihat ini kesempatan paling tepat untuk keluar dari
balik semak belukar langsung menyerang Kebo Pradah. Maka tanpa pikir panjang
lagi dia segera melompat dari balik semak belukar, menggebrak Kebo Pradah dengan satu
jotosan keras di bagian kepala orang itu.
Kebo Pradah tiba-tiba tertawa mengekeh. "Perempuan culas! Kau tertipu!
Tamat riwayatmu sekarang!" Kebo Pradah angkat tabung bambu tinggi-tinggi.
Ternyata dalam tabung itu masih terdapat banyak cairan dahsayat pengerut tubuh.
"Seerrrrr. Seerrrrr. Seerrrrr!"
Cairan ganas itu muncrat keluar. Dewi Merak Bungsu terpekik. Dia sama
sekali tidak menyangka. Saat itu tak ada kesempatan untuk mengelak. Kalaupun dia
mampu menghindar tetap saja sebagian wajah dan bahu kirinya akan kena tersiram
cairan! Pada saat yang genting itu tiba-tiba dari balik sebatang pohon besar menderu
sambaran angin sedahsyat topan. Dewi Merak Bungsu terpelanting ke kiri dan jatuh
ke tanah. Beberapa tetes cairan pengerut lewat di atas kepalanya. Di sebelah
sana Kebo Pradah berseru kaget ketika air pengerut yang disiramkannya ke arah Kuntini
tiba-tiba membalik menghantam dirinya. Sebelum dia terseret oleh sambaran angin
keras itu air pengerut tubuh telah lebih dulu memercik di wajahnya, dada dan
tangan kanannya Kebo Pradah meraung keras. Sebagian mukanya tenggelam dalam kepulan
asap. Ketika kepulan asap lenyap kelihatanlah hal yang mengerikan. Wajah Kebo
Pradah seolah berubah jadi hantu menakutkan. Pipi kanan dan mulut mengkerut.
BASTIAN TITO 33 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Hidungnya kini hanya merupakan rongga besar menjijikkan dan mengerikan karena
dari situ bisa terlihat lidah dan rongga tenggorokannya yang juga telah
mengkerut. Mata kanannya hanya tinggal rongga besar. Bola matanya yang mengkerut mengecil
dan telah jadi buta terbenam di rongga yang mengerikan itu! Tangan dan dadanya
juga mengalami cacat menggidikkan.
"Anak setan! Sudah ku bilang kau jangan ikut campur urusan orang!" satu
suara terdengar membentak di balik pohon besar.
BASTIAN TITO 34 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEMBILAN Ketika Pengail Sakti Muka Kuning hendak melompat turun dari pohon, seperti
telah dituturkan sebelumnya orang tua sakti ini maupun Kebo Pradah sama-sama
mendengar suara kerontangan kaleng di kejauhan malam. Mereka sama-sama
terkesiap dan curiga bahwa seorang kakek sakti yang mereka kenal dengan nama
Kakek Segala Tahu segera akan muncul di tempat itu untuk urusan yang sama.
Namun suara kerontangan kaleng terdengar semakin jauh dan akhirnya lenyap sama
sekali. Apakah sebenarnya yang terjadi"
Saat itu sebenarnya Pendekar 212 dan Kakek Segala Tahu memang hendak
menuju ke tempat di mana kedua orang itu berada. Namun si kakek buta ini turun
dari kudanya lalu tegak dengan mendongak. "Aku tidak tahu apakah kita datang
terlambat atau bagaimana," katanya pada Wiro. "Tapi yang jelas jauh di sebelah sana Kebo
Pradah tidak sendirian. Sebaiknya kita tinggalkan kuda. Dengan jalan kaki kita
pura- pura menjauh. Mereka menyangka kita sudah pergi. Lalu diam-diam kita kembali
mendekati tempat mereka....."
"Aku setuju saja dengan pendapatmu Kek," kata Wiro walau hati kecilnya dia
lebih suka untuk langsung mendatangi tempat di mana Kebo Pradah berada. Wiro
lalu turun pula dari kudanya dan mengikuti si kakek mengambil jalan berputar. Menjauh
untuk kemudian mendekat kembali dari jurudan lain.
Ketika mereka sampai di tempat itu, dari balik pepohonan rapat Wiro dan
Kakek Segala Tahu sempat mendengar pembicaraan Kebo Pradah dengan orang
bermuka kuning.
"Coba kau katakan ciri-ciri orang yang berbicara dengan Kebo Pradah itu.
juga pakaiannya...." Bisik Kakek Segala Tahu pada Wiro.
Pendekar 212 segera menerangkan. "Hemmmmm..... tak ada orang lain. Dia
pasti Pengail Sakti Muka Kuning..... kalau dia berani bertindak keras terhadap
Kebo Pradah, dia bakal celaka. Ilmunya masih di bawah Kebo Pradah....."
"Kalau begitu kita harus membantu si muka kuning itu. Biar Kebo Pradah bisa
ditangkap hidup-hidup lalu kita bawa ke hutan Tapakhalimun...."
"Tidak perlu. Biar mereka membuat urusan dan menyelesaikannya sendiri.
Biarkan mereka bicara panjang lebar. Berarti kita bisa mendengar keteranganketerangan berharga. Menurut kabar yang aku sirap si Kebo Pradah ini biar hidup
atau pun mati kemampuannya tetap saja sama untuk dapat membuka tabir gaib di hutan
siluman itu...." jawab Kakek Segala Tahu. Lalu dia hampir saja hendak
mengerontangkan kaleng bututnya kalau tidak cepat kaleng itu diambil oleh Wiro!
Seperti diketahui setelah terjadi pertengkaran antara Kebo Pradah dan Pengail
Sakti Muka Kuning maka perkelahianpun tak dapat dihindari yang akhirnya
membawa kematian bagi Pengail Sakti.
Saat itulah sebenarnya Kakek Segala Tahu dan Wiro hendak keluar dari
tempat persembunyian mereka guna menemui Kebo Pradah. Namun dalam gelapnya
malam satu sosok berkelebat. Mereka kedahuluan orang lain.
Yang muncul ternyata adalah perempuan muda berpakaian semarak aneh dan
berwajah cantik tertutup dandanan tebal mencorong.
Wiro cepat memberitahu kakek di sebelahnya. Juga diceritakan ciri-ciri
perempuan yang barusan muncul itu. "Walah Kek, bajunya sebelah atas terbuka
lebar. Payudaranya menyembul sebesar kelapa. Putih berkilat walau dalam gelap....."
BASTIAN TITO 35 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Setan kau!" maki Kakek Segala Tahu yang tak bisa melihat. "Kau sengaja
membuat aku jadi blingsatan...."
"Kau kira-kira kenal siapa perempuan ini Kek?"
"Banyak sekali perempuan berdandan seperti celepuk. Tapi kalau dia memang
memakai tujuh lemabr tusuk konde terbuat dari bulu burung merak, aku sudah bisa
menduga. Dan dugaanku tak bakal meleset. Dia adalah Kuntini, berjuluk Dewi Merak
Bungsu. Sebenarnya dia punya saudara kembar berjuluk Dewi Merak Sulung. Tapi
sang kakak meninggal karena sakit berat beberapa tahun silam. Si bungsu ini
kalau aku tidak salah adalah kekasih Kebo Pradah....."
"Wah, kalau begitu sebentar lagi aku bakal menyaksikan dua orang bercumbucumbuan di tempat ini...."
"Husss! Otakmu selalu kotor. Lihat saja apa yang terjadi. Setahuku dua orang
ini sudah berseteru sejak lama. Dengar saja apa yang mereka bicarakan. Tunggu
apa yang bakal terjadi. Dan ingat! Jangan ikut campur! Yang perempuan itu ilmunya
lebih tinggi dari si Kebo. Aku punya firasat kita bisa menangguk keuntungan dari
pertemuan dua orang ini....."
"Keuntungan macam apa?" tanya Wiro.
"Sudah! Jangan banyak tanya. Kudengar mereka sudah mulai bicara...."
Dari balik deretan pohon-pohon besar Wiro dan Kakek Segala Tahu diamdiam mendengarkan pembicaaan antara Kebo Pradah den Dewi Merak Bungsu.
Mula-mula keduanya bicara biasa-biasa saja sedikit berbasa-basi. Namun
pembicaraan berubah begitu Dewi Merak Bungsu meminta Kebo Pradah ikut ke hutan
Tapakhalimun di kaki Gunung Merapi. Perkelahian tak dapat dicegah. Kebo Pradah
yang tahu bahwa dia tak bakal menang menghadapi bekas kekasihnya itu dengan
licik keluarkan sejenis cairan yang bisa merusak daging manusia. Dewi Merak Bungsu
hampir saja celaka kalau tidak dibantu oleh Pendekar 212 yang tiba-tiba
melepaskan pukulan "benteng topan melanda samudera" dengan tangan kanan dan "kunyuk
melempar buah" dengan tangan kiri.
Akibat dua serangan dahsyat itu Kebo Pradah bukan saja terpelanting jatuh.
Air pengerut tubuh yang tadi hendak disiramkannya pada Dewi Merak Bungsu kini
justru membalik ke arahnya tanpa dia bisa mengelak. Akibatnya tubuhnya menjadi
cacat mengerikan seperti yang diceritakan sebelumnya.
"Anak setan! Sudah kubilang kau jangan ikut campur urusan orang!" Kakek
Segala Tahu membentak marah ketika telinganya menangkap suara raungan Kebo
Pradah. Sebelumnya dia sudah merasakan gerakan yang dibuat Wiro dan menyusul
menderunya dua larik angin dahsyat. "Edan! Edan! Rusak segala rencanaku
jadinya!" "Tapi Kek, kalau tidak kutolong perempuan itu pasti celaka!" kata Wiro
membela diri. "Saat ini aku menyaksikan muka Kebo Pradah menjadi cacat
mengerikan...."
"Lalu apa keuntunganmu"!" bentak Kakek Segala Tahu. "Kau tertarik pada
perempuan muda itu ya" Kau terangsang melihat payudaranya yang besar hah"!"
Wiro hanya bisa mesem sambil garuk-garuk kepala. Memandang ke depan
dilihatnya perempuan yang barusan diselamatkannya melompat keluar dari balik
rerumpunan semak belukar, bergerak ke arah Kebo Pradah yang terkapar di tanah
masih meraung-raung. Dewi Merak Bungsu tak dapat bayangkan kengerian kalau apa
yang terjadi dengan lelaki itu menimpa dirinya sendiri.
"Demi Tuhan! Aku minta kau segera membunuhku saat ini juga Kuntini!
Bunuh! Bunuh aku! Tobat! Aku tak tahan sakitnya! Bunuh aku Kuntini. Sekarang
juga!" BASTIAN TITO 36 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Kau minta mati! Aku akan memberi. Hitung-hitung sebagai penyelesaian
hutang piutang atas kematian Merak Sulung!"
"Perempuan bangsat! Apa maksudmu"!"
"Kau ikut bertanggung jawab atas kematian kakak kembarku itu!"
"Setan alas! Semua orang tahu kakakmu mati karena sakit! Ayo bunuh aku!
Sekarangggg!"
"Apa yang semua orang tahu tidak sama dengan apa yang aku tahu. Kakakku
memang mati karena sakit. Tapi bukan sakit biasa. Mati karena kau masukkan
sejenis racun dalam makanannya....."
"Perempuan iblis! Dalam keadaan seperti ini kau masih mau menuduh dan
memfitnahku!" teriak Kebo Pradah. Laksana mendapatkan kekuatan hebar lelaki ini
melompat. Kedua tangannya diulurkan untuk mencekik batang leher Dewi Merak
Bungsu. Tapi perempuan itu lebih cepat. Tangan kanannya melesat di antara dua
lengan Kebo Pradah.
"Praaaaakkkk!"
Kening Kebo Pradah rengkah. Tubuhnya terbanting ke tanh. Kali ini tak
berkutik lagi untuk selama-lamanya.


Wiro Sableng 076 Ku Tunggu Di Pintu Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sesaat perempuan itu pandangi mayat Kebo Pradah. Tak ada rasa kasihan
ataupun penyesalan dalam dirinya. Lalu perlahan-lahan dia memutar tubuh.
Memandang ke arah deretan pohon-pohon besar di kegelapan.
"Orang yang telah menolongku, harap keluar unjukkan diri agar aku bisa
mengenali dan berterima kasih!" Tiba-tiba Dewi Merak Bungsu keluarkan ucapan.
Di balik pohon Kakek Segala Tahu berpaling pada Wiro. "Ayo, kau tunggu
apa lagi" Bukankah kau sudah menolongnya" Jadi lekas keluar! Temui dia!"
"Kau saja yang keluar Kek," kata Wiro.
"Lah! Kenapa aku"! Bukankah kau tertarik padanya" Kalau kau berada lebih
dekat dengan dia, pasti kau bisa melihat dadanya lebih puas.....! Enakkan"!"
Pendekar 212 menyeringai. Tiba-tiba dia kerontangkan kaleng rombeng milik
Kakek Segala Tahu yang sejak tadi dipegangnya.
"Ah, rupanya yang menolongku seorang tokoh sakti yang kalau aku tidak
salah mengucap dipanggil dengan sebutan Kakek Segala Tahu!" kata Dewi Merak
Bungsu. "Kakek Segala Tahu keluarlah. Aku sudah sejak lama mendengar nama
besarmu. Satu kehormatan kini kau muncul di sini malah jadi tuan penolongku."
Di balik pohon Kakek Segala Tahu mengomel penjang pendek. "Dasar anak
setan!" makinya. Kaleng rombeng dirampasnya dari tangan Wiro. Lalu mau tak mau
dia melangkah keluar dari balik pohon.
Begitu si kakek sampai di hadapannya Dewi Merak Bungsu segera
membungkuk memberi hormat. "Kakek Segala Tahu, aku sangat berterima kasih.
Kalau kau tidak menolongku entah bagaimana jadinya diriku. Rasanya memang lebih
baik mati dari pada cacat seperti yang dialami Kebo Pradah....."
"Anak setan itu......"
"Kau mengatakan sesuatu Kek.....?"
Kakek Segala Tahu batuk-batuk beberapa kali. "Anu maksudku.....
Sebetulnya bukan aku yang tadi menolongmu....."
Sepasang alis mata Dewi Merak Bungsu naik ke atas. Keningnya mengerenyit.
"Lalu siapa yang telah menolongku?"
"Seorang pemuda sahabatku. Rasa-rasanya dia tertarik padamu. Tapi entah
mengapa kemudian dia malu-malu memperlihatkan diri....."
"Aneh. Tapi dia bukan banci kan?"
Kakek Segala Tahu tertawa mengekeh.
BASTIAN TITO 37 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
"Siapa namanya"'
"Biar dia saja yang memberitahu. Aku akan panggil dia ke sini." Lalu Kakek
Segala Tahu kerontangkan kalengnya. Sesaat kemudian Pendekar 212 Wiro Sableng
ke luar dari balik pohon dan melangkah ke arah kedua orang itu.
Sesaat Dewi Merak Bungsu menatap pemuda berambut gondrong itu. Lalu dia
tersenyum. "Ternyata kau memang bukan banci," katanya. Dia menjura lalu berkata.
"Tuan penolong, aku sangat berterima kasih, merasa berhutang budi dan nyawa.
Kalau aku boleh tahu siapa namamu, pasti akan kukenang seumur hidupku...."
Wiro melirik pada Kakek Segala Tahu. Orang tua buta itu tampak tenangtenang saja. "Namaku Wiro...."
"Wiro..... hemmmm aku rasa-rasa pernah mendengar nama itu...." kata Dewi
Merak Bungsu. Dia melangkah mendekati. Kedua matanya memandang ke arah dada
si pemuda yang terbuka karena bajunya sebelah atas tersibak. Perempuan muda itu
melihat rajah tiga angka di dada si pemuda. Berubahlah parasnya. "Sungguh tidak
terduga kalau malam ini aku bisa bertemu sekaligus dengan dua orang tokoh silat
tingkat atas! Satu di antaranya menjadi tuan penolongku. Pendekar 212......"
Perempuan itu tidak meneruskan ucapannya. Dia hanya bisa geleng-gelengkan
kepala, dalam hati membatin. "Nama besar pemuda ini sudah lama aku dengar. Tadinya
kukira usianya paling tidak 50 tahun. Tidak sangka ternyata begini muda. Lebih
muda dariku....." Sehabis membatin begitu perempuan muda ini bertanya, "Kakek Segala
Tahu dan Pendekar 212, kalau aku boleh tanya mengapa kalian berdua bisa muncul
berbarengan di tempat ini?"
Orang tua itu tidak menjawab. Wiro juga berdiam diri.
"Ah, kalau kalian punya suatu yang bersifat rahasia kalian tak usah menjawab
pertanyaanku tadi," kata perempuan muda itu sambil mengerling pada Pendekar 212.
"Kek, bagaimana ini," berbisik Wiro. "apa kita beritahukan saja" Kita sudah
mendengar kalau dia hendak ke kaki Gunung Merapi. Tujuannya sama dengan tujuan
kita. Rasa-rasaya masalah yang kita hadapi juga sama..... Aku minta petunjukmu."
"Kukira tak ada salahnya kau terangkan saja," jawab Kakek Segala Tahu.
Saat itu Dewi Merak Bungsu telah melangkah mendekati mayat Kebo pradah.
"Dewi....." Wiro memanggil.
Perempuan itu membalik. "Namaku Kuntini....."
"Begini..... Kurasa antara kita tak perlu ada rahasia. Kami sudah mendengar
maksdmu membawa Kebo Pradah ke kawasan hutan Tapakhalimun. Kami pun
sebenarnya hendak menuju ke sana. Kebo Pradah merupakan satu-satunya kunci yang
mampu menyingkap tabir hutan siluman itu. Dalam keadaan mati maupun hidup....."
"Eh, dari mana kau mengetahui hal itu Pendekar 212?" tanya Dewi Merak
Bungsu. "Panggil aku Wiro saja....." jawab murid Sinto Gendeng. "Sebelumnya kami
memang sudah menyirap kabar bahwa Kebo Pradah adalah satu-satunya orang yang
bisa menolong kami untuk menembus masuk ke dalam alam siluman di kaki Gunung
Merapi itu. Waktu kami sampai di sini, diam-diam kami telah mendengar
pembicaraan antara Kebo Pradah dengan Pengail Sakti Muka Kuning. Lalu hal itu
lebih jelas lagi setelah kami mendengar pembicaraanmu dengan Kebo Pradah tadi...."
Kuntini yang bergelar Dewi Merak Bungsu itu terdiam sesaat. Dia melirik
pada Kakek Segala Tahu. "Mengapa kalian ingin masuk ke dalam alam siluman di
hutan Tapakhalimun itu?" tanya kemudian.
"Aku ingin menolong seorang sahabat. Dia disekap dan disiksa di tempat
itu....." jawab Wiro. "Di samping itu kami ketahui ada beberapa tokoh persilatan
BASTIAN TITO 38 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
telah diculik secara aneh. Kami belum tahu siapa-siapa mereka adanya. Namun kami
yakin mereka juga talah jadi korban mahluk-mahluk jahat hutan siluman itu."
"Siapa sahabatmu itu?"
"Namanya Bunga. Sebenarnya dia juga sudah mati dan hidup di alam gaib...."
Sepasang mata Dewi Merak Bungsu membesar. Keningnya mengerenyit.
"Aku tidak mengerti. Sahabatmu itu manusia atau apa.....?"
"Kita tidak punya waktu banyak. Kita harus cepat-cepat ke kaki Gunung
Merapi. Nanti saja aku menerangkan padamu mengenai sahabatku itu....."
Dewi Merak Bungsu angkat bahunya. "Kalian ke sini membawa kuda?"
"Ada. Kami tinggalkan agak jauh dari sini," jawab Wiro.
"Aku juga membawa kuda. Aku yakin kakek muka kuning ini datang kemari
juga membawa kuda. Binatang itu bisa dipakai untuk membawa mayat Kebo
Pradah....."
Kakek Segala Tahu batuk-batuk beberapa kali. "Sebelum pergi, ada dua hal
yang ingin kutanyakan padamu Kuntini. Kau boleh menjawab boleh tidak."
"Ya, tanyakan saja," kata perempuan muda berdandan mencorong itu.
Si kakek kerontangkan dulu kaleng rombengnya membuat Dewi Merak
Bungsu terpaksa menutupkan kedua tangannya di telinga kiri dan kanan saking
bisingnya. "Mengapa kau ingin masuk ke dalam kawasan hutan siluman itu?" Kakek
Segala Tahu ajukan pertanyaannya.
"Aku mencari seseorang. Dia juga jadi koeban kebuasan mahluk-mahluk
siluman. Apa hal kedua yang ingin kau tanyakan?"
"Kita, maksudku engaku sudah menguasai Kebo Pradah yang katanya
merupakan satu-satunya manusia yang bisa membuka tabir dan menembus masuk ke
dalam hutan Tapakhalimun. Yang aku ingin tanyakan bagaimana caranya mayat itu
nanti bisa melakukan hal itu....?"
"Betul Kuntini," menyambung Wiro. "Walau kau sudah dapat Kebo Pradah,
apakah kau tahu cara memanfaatkan dirinya untuk menembus dan masuk ke dalam
hutan siluman itu?"
"Aku tidak bisa mengatakannya sekarang. Tunggu saja setelah kita sampai di
kaki Gunung Merapi," jawab Dewi Merak Bungsu pula. Kakek Segala Tahu teridam.
Wiro pun tak bersuara. Kedua orang itu diam-diam memaklumi kalau Dewi Merak
Bungsu masih belum dapat mempercayai mereka.
"Sebaiknya kita berangkat sekarang. Sebentar lagi malam akan berganti siang.
Kita tidak bisa melewati jalan biasa. Terlalu menarik perhatian orang karena
kita membawa sesosok mayat....." kata Kuntini dan melangkah mendekati mayat Kebo
Pradah. "Biar aku yang menggotongnya. Kau cari saja dulu kudamu," kata Wiro.
Perempuan muda itu mantap Pendekar 212 sesaat lalu tersenyum. "Terima
kasih. Kau baik sekali...." Katanya.
BASTIAN TITO 39 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
SEPULUH Rombongan Dewi Merak Bungsu sampai di kaki Selatan Gunung Merapi dua hari
kemudian. Saat itu matahari baru saja tersembul di permukaan bumi.
"Di sini tempo hari aku coba menembus masuk ke dalam hutan
Tapakhalimun," menerangkan Wiro.
Dewi Merak Bungsu diam saja seolah tidak mendengar. Wiro berpaling pada
Kakek Segala Tahu.
"Kek," Wiro berbisik pada orang tua itu. "Kita sudah sampai. Kau tahu kirakira yang akan dilakukan Kuntini dengan mayat Kebo Pradah agar bisa menembus
masuk ke dalam kawasan hutan siluman?"
"Tak bisa kuduga. Baiknya kita menunggu saja," jawab orang tua itu. Dia
membuka capingnya lalu turun dari atas kuda.
Saat itu Dewi Merak Bungsu sudah lebih dulu menjejakkan kaki di tanah. Dia
memandang berkeliling. "Hemmmmm...... Pohon-pohon besar itu tumbuh rapat
secara aneh," katanya dalam hati.
Wiro melompat pula dari kudanya. Dia segera mendekati perempuan itu dan
berkata. "Di balik deretan pohon-pohon besar itulah hutan Tapakhalimun. Beberapa
waktu yang lalu aku coba melangkah melewati pepohonan itu. tapi aku tertahan
oleh satu tembok yang tidak kelihatan. Tembok gaib tak mempan dipukul atau dijebol
dengan senjata....."
Dewi Merak Bungsu gigit bibirnya sebelah bawah. "Aku memang sudah
mendengar hal itu. tapi belum yakin kalau tidak membuktikan dan melihatnya
sendiri!" katanya.
Tangan kanannya bergerak mencabut salah satu dari tujuh lembar bulu burung
merak yang menancap di kepalanya. Sesaat benda itu digoyang-goyangkannya di
depan wajahnya yang cantik tapi berdandan terlalu tebal. Tiba-tiba didahului
suara pekikan nyaring perempuan muda itu lemparkan bulu burung merak itu ke arah pohon
terdekat. Bulu burung itu melesat laksana sebilah pisau terbang.
Sesaat lagi bulu itu akan menghantam pohon tiba-tiba terdengar satu ledakan
keras. Tiga buah pohon terdekat bergoyang-goyang. Ranting-rantingnya berpatahan.
Daun-daun berguguran. Kakek Segala Tahu dan Pendekar 212 Wiro Sableng
merasakan tanah yang mereka pijak bergetar. Dari belakang deretan pohon-pohon
terdengar suara pekik jerit mengerikan dibarengi oleh suara lolongan anjing
panjang sekali. Empat ekor kuda yang ada di tempat itu meringkik keras dan tampak
menjadi lair. Tubuh mayat Kebo Pradah yang ada di atas salah satu seekor kuda itu jatuh
bergedebuk ke tanah.
Bersamaan degan itu dari arah depan terdengar suara deru angin sedahsyat
topan prahara. Bulu burung mreak yang tadi dilemparkan hancur berantakan dan
beterbangan di udara menjadi serpihan-serpihan halus.
"Semua tiarap!" teriak Dewi Merak Bungsu lalu jatihkan diri ke tanah. Wiro
tarik tangan Kakek Segala Tahu. Keduanya lalu sama-sama mencium tanah.
"Wuuuusssss!!"
Gelombang angin dahsyat yang bersumber pada bulu burung merak yang tadi
dilemparkan Dewi Merak Bungsu, kini membalik ke arah tiga orang itu membawa
hawa sedingin es! Sapuan angin dingin lewat di atas mereka. Terus menghantam
semak belukar serta pepohonan di sebelah sana. Terdengar suara bergemuruh ketika
BASTIAN TITO 40 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
empat pohon besar tumbang sekaligus dan semak belukar berterbangan ke udara
dalam keadaan hancur luluh.
"Luar biasa...." Kata Wiro.
"Aku tidak melihat. Tapi aku yakin perempuan itu telah melemparkan satu
dari tujuh tusuk konde bulu burung meraknya ke arah dinding gaib kawasan hutan
siluman," kata Kakek Segala Tahu. "Dia bukan hanya merubah bulu burung itu
seolah menjadi sebuah senjata, tapi sekaligus melepaskan pukulan sakti dan
mengalirkannya pada bulu burung. Kalau aku tak salah pukulannya tadi bernama pukulan ratu merak
membelah jagat...."
"Aneh juga nama pukulan itu. Ratunya pasti cantik...." Kata Wiro masih bisa
berseloroh. Lalu ketika dilihatnya Dewi Merak Bungsu berdiri, dia pun ikut
berdiri sambil memegangi tangan Kakek Segala Tahu.
Sewaktu memandang berkeliling kagetlah Pendekar 212.
"Eh..... aku merasakan tanganmu bergetar. Ada apa" Apa yang terjadi?" tanya
Kakek Segala Tahu.
"Empat ekor kuda itu...." jawab Wiro seperlahan mungkin. "Binatangbinatang itu berkaparan di tanah dalam keadaan hancur luluh mengerikan. Dapat
kau bayangkan kalau tubuh kita tadi yang kena dihantam angin pukulan ratu merak
nekad tadi itu...."
Kakek Segala Tahu tersenyum lalu kerontangkan kalengnya. Ketika dirasakan
Dewi Merak Bungsu berpaling ke arahnya si kakek segera berkata.
"Kuntini, kita sudah sampai di tempat yang berbatasan dengan hutan
Tapakhalimun. Kebo Pradah yang menjadi kunci penyingkap tabir gaib juga ada di
sini, di bawah kekuasaanmu. Kalau boleh aku bertanya apa yang akan kau lakukan
sekarang?"
"Aku dan juga kalian berdua kalau suka, akan masuk ke dalam hutan siluman
itu." "Caranya?" tanya Wiro. "Tadi kau telah coba menghantam dengan pukulan
ratu merak membelah jagat tapi gagal."
"Eh, bagaimana kau tahu nama pukulan itu?" tanya Dewi Merak Bungsu agak
kaget. "Aku menceritakan kehebatan tusuk konde berbentuk bulu burung yang
disertai angin pukulan begitu dahsyat. Kakek ini lalu memberitahu padaku nama
pukulan itu...."
Dewi Merak Bungsu memandang sesaat pada Kakek Segala Tahu. Tanpa
berkata apa-apa dia melangkah mendekati Kebo Pradah. Dengan tangan kirinya
dijambaknya rambut mayat lalu mayat yang mengerikan itu dibuatnya tegak. Dengan
gerakan cepat Dewi Merak Bungsu kemudian menotok lima bagian tubuh mayat.
Setiap totokan mengeluarkan suara.
"Trak.... Trak...." Pertanda bahwa totokan itu menembus daging dan
menghancukan tulang di belakangnya!
"Totokan gila apa pula ini....?" kata Wiro dalam hati keheranan.
Ketika Dewi Merak Bungsu melepaskan jambakannya pada rambut Kebo
Pradah, ternyata mayat itu mampu berdiri laksana orang hidup yang tegak dalam
keadaan tertotok!
Kakek Segala Tahu dongakkan kepala ke langit sedang Pendekar 212 hanya
bisa melongo saking kagumnya. Menotok manusia hidup hingga kaku tegang
merupakan satu hal biasa. Tetapi jika perempuan cantik itu mampu menotok orang
yang sudah jadi mayat dan membuatnya kaku tegak seperti itu benar-benar luar
biasa. BASTIAN TITO 41 WIRO SABLENG PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212


Wiro Sableng 076 Ku Tunggu Di Pintu Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Diam-diam murid Sinto Gendeng menyadari bahwa di dunia ini banyak sekali orang
berilmu tinggi yang kepadaiannya jauh di atas dirinya.
Selagi Wiro terkagum-kagum seperti itu Dewi Merak Bungsu ulurkan tangan
kanannya mencengkeram dada pakaian Kebo Pradah yang robek. Tangan kirinya
diangkat tinggi-tinggi ke atas dengan telapak tangan terkembang. Kedua matanya
memandang ke depan tanpa berkedip, ke arah deretan pohon-pohon besar. Lalu dari
mulutnya terdengar ucapan lantang.
"Penguasa dan penghuni hutan siluman Tapakhalimun! Aku datang membawa
anak manusia berpusar dua. Dia adalah kunci segala kunci. Karena itu harap
bukakan pintu! Jangan berani melawan kehendak gaib di atas gaib!"
Habis berkata begitu tangan kanan Dewi Merak Bungsu bergerak membetot
pakaian Kebo Pradah.
"Breeeeeet!"
Baju Kebo Pradah robek besar hingga seluruh dada dan perutnya tersingkap
lebar. Wiro pelototkan mata memandang ke arah perut Kebo Pradah. Apa yang tadi
diucapkan Dewi Merak Bungsu memang benar. Tidak seperti manusia biasa, Kebo
Pradah ternyata memiliki dua buah pusar!
Begitu perut Kebo Pradah tersingkap, dari balik deretan pohon-pohon
terdengar suara pekik bersahut-sahutan. Lolongan anjing muncul di mana-mana.
Menyusul suara seperti orang mengerang dan di kejauhan ada pula suara tawa orang
meringkik seperti kuda!
Tiba-tiba ada dua cahaya biru menyambar ke arah perut Kebo Pradah disertai
suara gelegar keras. Begitu menyentuh dua buah pusar terdengar letupan keras dua
kali berturut-turut. Asap biru menggebu membungkus tempat itu.
"Kunci segala kunci! Bukakan pintu masuk ke hutan siluman!" terdengar
Dewi Merak Bungsu berteriak dalam asap biru yang menutupi sekujur badannya.
Wiro yang merasa kawatir akan terjadi apa-apa yang bisa membahayakan
keselamatan dirinya dan si kakek, bertindak waspada. Kedua tangannya siap
melepaskan dua pukulan sakti. Kakek Segala Tahu tampaknya tenang-tenang saja
seolah tidak terpengaruh dengan apa yang terjadi saat itu. Malah dalam asap biru
dia kerontangkan kalengnya berulang kali hingga suasana jadi tampak tegang mencekam.
Tiba-tiba ada suara menggemuruh. Mula-mula perlahan, makin lama makin
keras. Pada puncaknya suara menggemuruh itu tidak beda dengan suara runtuhnya
sebuah gunung! Tanah yang dipijak orang-orang itu oleng keras membuat mereka bertiga
terpelanting jatuh. Namun anehnya sosok mayat kaku Kebo Pradah tetap saja tegak
di tempatnya! Asap biru yang membungkus tempat itu perlahan-lahan lenyap. Tapi suara
teriakan, pekik jerit, lolongan anjing serta suara tawa menggidikkan semakin
keras. Sewaktu asap biru benar-benar pupus dua larik cahaya biru masih tetap tinggal,
membersit ke arah dua buah pusar di perut Kebo Pradah tampak bergetar keras.
Mukanya yang cacat mengkerut seperti menyeringai. Lehernya seolah-olah menjadi
panjang. Lalu yang lebih mengerikan mulutnya yang rusak itu keluarkan suara
jeritan keras. Bersamaan dengan itu dua buah cahaya biru yang membersit ke perutnya
Tengkorak Maut 28 Jaka Sembung 13 Pertarungan Terakhir Manusia Srigala 4

Cari Blog Ini