Ceritasilat Novel Online

Gerhana Di Gajahmungkur 1

Wiro Sableng 101 Gerhana Di Gajahmungkur Bagian 1


Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Episode GERHANA DI GAJAH MUNGKUR
Karya : Bastian Tito Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SATU Berlari cukup lama Wiro belum juga mencapai tepi barat Telaga Gajahmungkur. Di
satu tempat dia berhenti dan mendongak ke atas. Langit gelap gulita. Memandang
berkeliling hanya kepekatan dan pohon-pohon serta semak belukar menghitam
dilihatnya. Tiba-tiba murid Sinto Gendeng merasa sambaran angin di samping kirinya disertai
berkelebatnya satu bayangan. Namun dia tidak melihat apa-apa.
"Ratu Duyung.... Kaukah itu?" ujar Wiro karena menyangka gadis bermata biru itu
menyusulnya. Tak ada jawaban.
"Orang bercadar.... Kau ada di sekitar sini"!" ujar Wiro kembali menduga sambil
memandang berkeliling. Tetap tak ada jawaban.
Mendadak satu tawa mengekeh merobek kesunyian di tempat itu. Membuat Pendekar
212 tersentak kaget dan cepat berpaling ke kiri.
"Astaga! Makhluk apa yang ada di bawah pohon besar itu.
"Pendekar 212, lihat baik-baik! Apa kau masih mengenali diriku"!"
Wiro buka matanya lebar-lebar. Sejarak sepuluh langkah di hadapannya, di bawah
bayang-bayang gelap sebuah pohon besar berdiri satu sosok yang tubuh dan
pakaiannya menebar bau busuk. Bukan bau busuk ini yang menyebabkan Wiro merasa
tercekat, namun cara orang itu berdiri yang membuatnya melengak ngeri.
"Makhluk aneh. Berujud seorang kakek. Berdiri di atas dua tangannya. Sepasang
kakinya sebatas lutut ke bawah tidak berdaging. Hanya merupakan tulang pipih.
Aku tidak ingat apa pernah melihat makhluk ini sebelumnya.
"Kau tidak menjawab pertanyaanku. Kau mungkin lupa. Orang yang mau mati memang
sering-sering lupa. Ha... ha... ha...."
"Orang aneh! Kau siapa"!" tanya Pendekar 212.
"Ingat peristiwa-di sebuah pulau di pantai barat Andalas beberapa waktu lalu"
Kau dan Tua Gila menjebloskan aku ke dalam sebuah makam batu tanpa nisan!"
"Kau...!" Wiro coba mengingat-ingat. "Kau Datuk Tinggi Raja Di Langit!" Lidah
Wiro mendadak seolah menjadi kelu.
"Ha... ha... ha! Kau ingat sekarang! Itu julukanku di masa lalu. Sekarang
gelarku adalah Jagal iblis Makam Setan. Artinya setiap orang yang menjadi
musuhku akan kujagal dengan sepasang kakiku dan kuburnya adalah di makam setan!
Ha... ha... ha!"
Tengkuk Wiro menjadi dingin. Dia tahu sekali bagaimana jahatnya manusia satu
ini. Apalagi dia menaruh dendam kesumat pula pada dirinya. "Celaka! Kalau dia berniat
hendak membunuhku, apa aku bisa bertahan dengan jubah sakti yang melekat di
tubuhku" Apa yang harus kuperbuat. Kabur saja selamatkan diri" Mustahil aku mampu!
"Jagal Iblis.... tidak ada waktu membicarakan ikhwal masa lalu denganmu. Aku harus
pergi! Aku tertarik pada perempuan cantik yang berdiri di belakangmu. Apakah
datang bersama-samanya?"
Jagal iblis Makam Setan berpaling ke belakang. Secepat kilat Wiro melompat ke
balik semak belukar di dekatnya lalu menghambur lari. Namun baru berlari sejauh
beberapa tombak, di depannya terdengar tawa bergelak dan tahu-tahu makhluk
berjuluk Jagal iblis Gerhana Di Gajahmungkur
1 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Makam Setan itu telah menghadang jalannya. Berdiri dengan tangan di bawah kaki
di atas. Wiro merasa nyawanya seperti terbang. Tipuannya tidak mengena.
"Pendekar keparat! Kau tak bisa menipuku! Kau tak bisa lolos dari tanganku!
Malam ini adalah malam kematianmu!"
"Wuutt!" Kaki kanan Jagal iblis Makam Setan yang hanya tinggal tulang pipih
menyerupai pedang tajam itu menabas ke arah lehernya. Secepat kilat dia jatuhkan
diri ke samping. Lehernya selamat. Tapi "bukkk! Breettt!"
Wiro tak mampu menghindar, tak berani menangkis ketika kaki kiri Jagal iblis
membacok ke arah dadanya. Wiro terlempar sampai satu tombak dan terkapar di
tanah. Jagal iblis Makam Setan pelototkan mata. "Jahanam ini punya ilmu apa! Kudengar
dia kehilangan kesaktian dan tenaga dalam! Mengapa kaki pedangku tak mampu
membacok dadanya!"
"Wuuutt!"
Kakek angker berjuluk Jagal iblis itu jungkir balik di udara. Sesaat kemudian
dia telah berdiri sebagaimana wajarnya manusia yaitu dengan dua kaki berada di
tanah. Wiro merasa dadanya seperti dihantam pentungan besar terbuat dari besi. Nafasnya
sesak. Dia berusaha bangkit tapi kaki kanan si kakek tahu-tahu sudah menginjak
lehernya. Sedikit saja kaki itu ditusukkan atau disayatkan ke leher Wiro, tamatlah riwayat
sang pendekar. Si kakek masih memandang dengan mata mendelik. "Pakaian merahnya jelas-jelas
robek besar! Tapi mengapa badannya tidak cidera" Bangsat ini pasti memiliki
semacam ilmu kebal. Atau mungkin pakaian merahnya yang berbentuk jubah ini"
Hemmm...."
Jagal iblis ulurkan tangan kiri menjambak rambut gondrong si pemuda. Sekali
sentak saja Wiro terbetot ke atas.
"Nyawamu tidak ada harganya bagiku! Tapi jika aku bisa membunuhmu sekaligus
mendapat pahala imbalan mengapa tidak aku lakukan"! Ha... ha... ha!"
"Apa maksudmu Jagal Iblis?" tanya Wiro.
"Kau akan kuserahkan pada Datuk Lembah Akhirat! Kematianmu di Lembah Akhirat
pasti lebih menyenangkan dari pada kubunuh mampus di tempat ini! Ha... ha... ha!"
Pucatlah air muka Pendekar 212.
"Sebelum kubawa ke sana, buka dulu jubah merahmu!"
"Jagal Iblis, kau boleh ambil jubah. Tapi lepaskan diriku! Tak ada untungnya
membunuhku! Tak ada untungnya membawa aku ke Lembah Akhirat." Jagal Iblis Makam
Setan tertawa gelak-gelak. "Baru saat ini aku mendengar seorang pendekar besar
meratap minta dikasihani!" Dengan gerakan memaksa si kakek membuka jubah sakti
Kencono Geni yang melekat di tubuh Wiro. Seperti diketahui jubah sakti ini
dibawa dan diberikan oleh si Raja Penidur kepada Wiro untuk dapat menyelamatkan
pendekar yang telah kehilangan kesaktiannya itu.
"Hemmm.... Meski robek di sebelah dada, tapi masih cukup bagus dipakai untuk
menghangatkan tubuhku. Ha... ha... ha!" Si kakek lalu kenakan jubah Kencono
Geni. Wiro keluarkan keluhan pendek ketika dadanya ditotok Jagal Iblis Makam
Setan kemudian dipanggul di bahu kiri.
* * * Gerhana Di Gajahmungkur
2 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Di salah satu tepi barat Telaga Gajahmungkur dalam hening dan gelapnya malam.
Tak berapa jauh dari dua batang pohon kelapa yang tumbuh miring hingga tampak
seolah bersilangan. Bidadari Angin Timur mulai cemas. Sementara hujan rintikrintik turun. "Aneh, ditunggu begini lama orang bercadar tidak kembali. Mungkin dia langsung
menyelesaikan urusan rahasia hidupnya. Tapi mengapa Pendekar 212 juga tidak
datang" Mungkin tahu aku yang menunggunya di sini lantas tidak mau datang. Ah, bagaimana
ini. Apa aku harus menunggu terus. Bulan purnama tak kunjung muncul. Bagaimana
keadaan para tokoh" Saat ini pasti mulai mendekati tengah malam...."
Dalam keadaan bingung seperti itu tiba-tiba ada satu bayangan berkelebat.
Seorang gadis berambut panjang bermata biru berdiri di depan Bidadari Angin
Timur. "Ratu Duyung kesasar ke tempat ini!" ujar Bidadari Angin Timur begitu mengenali
siapa yang berada di depannya. Rasa cemburu membuat dia sangat benci pada Ratu
Duyung gara-gara menyaksikan dengan mata kepala sendiri sang Ratu bercumbu rayu
dengan Wiro beberapa waktu lalu.
Kalau tidak karena khawatir akan keselamatan Wiro sebenarnya Ratu Duyung segan
menjawab dan ingin cepat-cepat meninggalkan tempat itu. Buat apa bersilat lidah
dengan gadis yang menjadi penghalang-nya dalam mencurahkan kasih sayang terhadap
Wiro. Namun setelah berpikir panjang akhirnya sang Ratu berkata. "Aku mencari Pendekar
212 Wiro Sableng."
"Hemmm...." Bidadari Angin Timur tersenyum sinis. "Kau kehilangan kekasihmu!
Berarti kau tidak menjaganya baik-baik. Kau melepaskannya pergi seorang diri.
Padahal kau tahu dia dalam keadaan tak berdaya!"
Mendengar ucapan itu Ratu Duyung menjadi sengit. "Bukan mauku dia pergi sendiri!
Dia yang tak mau diantar karena takut kau cemburu padaku! Akibat jiwa besarnya
sekarang dia lenyap entah kemana! Ini gara-gara orang bercadar yang pasti adalah
orang suruhanmu!
Kalau terjadi apa-apa dengan Pendekar 212, kau punya tanggung jawab sangat berat
gadis berambut pirang!"
"Enak betul kau menimpakan kesalahan pada orang lain! Aku memintanya ke sini
bukan untuk berkasih-kasihan seperti yang kau lakukan di tepi telaga! Tapi untuk
mengobati kutuk yang menimpa dirinya dengan senjata ini!" Lalu ada suara
berdesing disertai memancarnya sinar putih dan menebarnya hawa sangat dingin.
"Pedang Naga Suci 212..." desis Ratu Duyung. Paras nya merah mendengar ucapan
Bidadari Angin Timur tadi. "Mulutmu culas mencerminkan hatimu tidak bersih.
Perbuatanmu mengintip orang sungguh tidak terpuji! Sekarang kau acungkan pedang
ke mukaku! Kau hendak mencari perkara atau apa"!"
"Kau yang sengaja mencari perkara!" hardik Bidadari Angin Timur.
"Namamu bagus. Bidadari! Tapi hatimu jahat!" ejek Ratu Duyung.
"Namamu juga bagus! Dipanggil Ratu! Tapi kelakuanmu mesum! Kalau bukan karena
kemesumanmu tidak akan celaka Pendekar 212!" balas Bidadari Angin Timur pula.
"Gadis keparat! Mulutmu kurang ajari Apa maumu akan kulayani! Jangan kira aku
takut walau kau membekal sebilah pedang sakti!" Ratu Duyung jadi panas. Dia
tempelkan tangan kirinya di atas, Kitab Wasiat Malaikat yang ada di balik
pakaiannya. "Tantanganmu kuterima! Gadis mesum sepertimu memang harus disingkirkan dari muka
bumi!" teriak Bidadari Angin Timur.
Gerhana Di Gajahmungkur
3 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Bidadari keji dan busuk sepertimu harus dilempar ke dasar neraka!" balas Ratu
Duyung lalu keluarkan cermin saktinya. Dua gadis itu sama mendekat satu langkah.
Mata berperang pandang. Dada menggemuruh marah namun tidak satupun bertindak
lebih jauh. Walau sangat panas hatinya namun Ratu Duyung perlahan-lahan berhasil menguasai
gejolak dalam dirinya. "Ah...." Sang Ratu usap mukanya lalu simpan cermin
saktinya kembali. "Aku bingung sekali. Tak tahu apa yang kuucapkan, tak sadar
apa yang aku lakukan. Saudari, maafkan diriku. Aku tahu kau gadis baik...."
Melihat orang unjukkan wajah menyesal dan keluarkan ucapan polos Bidadari Angin
Timur berkata. "Kau mencari Wiro. Pemuda itu tidak pernah muncul di sini. Aku
juga dalam keadaan bingung. Terlanjur berucap dan bersikap kasar padamu. Aku
tahu kau gadis baik penuh pengorbanan. Harap maafkan diriku sahabat...."
Ratu Duyung pegang tangan Bidadari Angin Timur lalu tanpa berkata apa-apa dia
tinggalkan tempat itu dengan cepat. Ditinggal sendirian Bidadari Angin Timur tak
dapat menahan sesenggukan. Sambil menutupi wajah menahan tangis dia berkata.
"Wiro, di mana kau saat ini. Aku menyesal memintamu datang ke tempat ini.
Seharusnya aku yang mencarimu. Ya Tuhan, tolong dia. Selamatkan dirinya. Jangan
sampai terjadi apa-apa...."
* * * Gerhana Di Gajahmungkur
4 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA Ki Juru Tenung alias Mangkutani berdiri di depan meja sambil matanya menatap ke
dalam air di atas piring tanah. Di sebelahnya Datuk Lembah Akhirat tegak
memperhatikan dengan tampang beringas tidak sabaran.
Perlahan-lahan Ki Juru Tenung gelengkan kepalanya.
"Datuk, menurut petunjuk dalam air kau tidak boleh menyedot tenaga dalam Dewa
Ketawa dan Dewa Sedih..." berucap si kakek bermuka lancip sambil usap janggutnya
yang kelabu. "Gila! Memangnya kenapa"!" tanya Datuk Lembah Akhirat.
"Pertama, kau telah memiliki tingkat tenaga dalam sangat tinggi. Paling tidak
tiga kali lipat tenaga dalam yang dimiliki tokoh silat golongan putih. Misalnya
Si Raja Penidur atau Nyanyuk Amber...."
"Bagaimana dengan Si Sinto Gendeng keparat atau Si Tua Gila jahanam itu?"
Ki Juru Tenung tertawa. "Tenaga dalam mereka tidak ada arti apa-apa dibanding
dengan yang kau miliki."
"Dengar Datuk, dengan tidak melumpuhkan tenaga dalam dua kakek itu kita bisa
memanfaatkan mereka menghadapi orang-orang golongan putih. Hingga kau tak perlu
mencapaikan diri turun tangan. Jika tenaga dalam mereka kau sedot, mereka tak
bisa diperalat menghantam orang-orang itu!"
"Hemmm.... Kau betul juga," kata Datuk Lembah Akhirat sambil permainkan kalung
tengkorak bayi yang tergantung di lehernya. "Tapi jangan lupakan satu hal Ki
Juru Tenung! Jika tiba saatnya semua tokoh silat yang membantu kita harus dihabisi. Termasuk
Sika Sure jelantik, Utusan Dari Akhirat dan Jagal iblis Makam Setan! Termasuk
juga adikku si Suto Abang alias Sutan Alam Rajo Di Bumi itu!"
"Itu soal gampang Datuk. Jika saatnya tiba kita akan menyingkirkan mereka
semudah membalikkan telapak tangan! Percuma kau memiliki Sarung Tangan Penyedot
Batin!" jawab kakek bermuka lancip itu.
"Datuk, ada satu hal penting yang perlu aku beritahukan padamu. Menyangkut
rencana kita menghancurkan musuh yang berada di barat Telaga Gajah-mungkur.
Petunjuk sebelumnya mengatakan bahwa saat terbaik kita menggempur mereka adalah
pada nanti tengah malam. Saat bulan purnama empat belas hari memancarkan
sinarnya dengan sempurna. Namun saat ini aku tidak melihat petunjuk rembulan
akan muncul. Lang it kulihat hitam kelam, jangankan bulan, setitik cahaya
bintang pun tidak ada. Ini berarti ada sesuatu yang tidak beres. Petunjuk ini
berarti kita tidak boleh menyerang mereka malam ini.
Karena peruntungan baik tidak berpihak kepada kita...."
"Kau ini bicara apa Ki Juru Tenung! Kalau dengan sarung tangan sakti itu tak
satu orangpun bisa menghadapiku, mengapa sekarang kau melarang aku menyerbu
orang-orang itu!"
"Datuk, jangan lupa. Bagaimanapun hebatnya seseorang, tapi tetap saja pada
dirinya akan melekat satu hari naas. Mungkin malam nanti merupakan saat naas
bagi kita. Jadi kita harus berhati-hati...."
"Lalu kapan kita harus menghancurkan mereka"!" tanya Datuk Lembah Akhirat
Gerhana Di Gajahmungkur
5 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Ki Juru Tenung menatap kembali ke dalam air. "Belum ada petunjuk. Setiap aku
mencoba air bergoyang secara aneh hingga pandanganku menjadi kabur. Tapi
firasatku mengatakan paling cepat sebelum tengah hari besok."
Baru saja Ki Juru Tenung berkata begitu di luar ruangan terdengar suitan tiga
kali berturut-turut. Tak lama kemudian tiga pengawal masuk. Setelah menjura
salah seorang dari mereka memberitahu bahwa kakek sakti berjuluk Jagal iblis
Makam Setan akan segera datang menghadap.


Wiro Sableng 101 Gerhana Di Gajahmungkur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Datuk Lembah Akhirat berpaling pada Ki Juru Tenung. Kakek ini anggukkan
kepalanya. "Suruh orang itu masuk!" kata Datuk Lembah Akhirat.
Tiga pengawal menjura dan tinggalkan ruangan. Tak lama kemudian masuklah Jagal
iblis Makam Setan sambil memanggul sesosok tubuh.
"Sobatku Jagal iblis Makam Setan! Muka angkermu menyeringai tanda hatimu
gembira. Kau memanggul sesosok tubuh. Kabar baik apa yang hendak kau sampaikan
pada kami di sini"!"
Kakek berkaki tulang lemparkan sosok tubuh yang dipanggulnya hingga bergedebukan
di lantai. Dari mulut orang itu keluar suara erangan pendek. Dengan ujung
kakinya Datuk Lembah Akhirat balikkan tubuh orang hingga tertelentang.
"Siapa pemuda berambut gondrong ini?" tanya sang Datuk, Sebagai jawaban Jagal
iblis Makam Setan robek bagian dada pakaian yang dikenakan si pemuda. Di atas
dada itu terpampang rajah tiga angka yang tak asing lagi. 212.
"Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng!" seru Ki Juru Tenung. Datuk
Lembah Akhirat berteriak kegirangan lalu tertawa gelak-gelak.
"Sobatku Jagal iblis! Kau berhasil menangkap Pendekar 212! Jasa besarmu tidak
aku lupakan. Kau akan kuberikan kedudukan tinggi di Lembah Akhirat. Dan Kitab
Wasiat Malaikat kelak akan kuserahkan padamu! Tanganku sudah gatal cepat-cepat
mau membunuhnya. Tapi aku ingin tahu bagaimana ceritanya kau berhasil menangkap
dan membawanya kemari. Jika dia memang berada di sekitar kawasan ini pasti
cecunguk lain kawan-kawannya juga berada di sini!"
Belum sempat Jagal iblis Makam Setan membuka mulut memberikan penuturan tibatiba satu suitan keras menggema di luar ruangan. Belum sirap suara suitan itu
melesatlah satu bayangan merah.
"Pengiring Mayat Muka Merah! Kau membawa rejeki besar untukku!" Ki Juru Tenung
berteriak gembira.
Di pintu ruangan berdiri wakil ke dua Datuk Lembah Akhirat yang berjubah dan
bermuka serta rambut dicat merah. Pada bahu kirinya dia memanggul sesosok tubuh
perempuan berpakaian putih. Sedang di bahu kanannya ada seorang perempuan lagi
mengenakan pakaian berwarna serba ungu. Sehelai pita ungu menghias rambutnya
yang tergerai lepas. Meski belum melihat wajah perempuan berpakaian ungu ini,
namun Pendekar 212 Wiro Sableng yang terhampar di lantai dalam keadaan kaku
tertotok mendadak sontak menjadi berdebar!
Pengiring Mayat Muka Merah dengan hati-hati turunkan satu persatu dua perempuan
yang dipanggulnya. Kebetulan yang berbaju ungu dibaringkan di lantai dengan
wajah menghadap Wiro. Begitu melihat paras perempuan itu bergetarlah sekujur
tubuh murid Sinto Gendeng.
Gerhana Di Gajahmungkur
6 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Anggini..." ujar Wiro. Semula dia menyangka perempuan itu berada dalam keadaan
pingsan. Ter-nyata seperti dirinya berada di bawah pengaruh totokan yang membuat
sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan.
Orang yang namanya disebut perlahan-lahan buka matanya yang terpejam. Begitu
melihat si pemuda menjeritlah dia.
"Wiro!"
"Ah! Dua orang ini rupanya saling mengenal!" ujar Ki Juru Tenung yang sejak tadi
tidak lepaskan tatapan-nya pada sosok gadis berpakaian ungu. Sesekali lidahnya
dijulurkan membasahi bibir dan tenggorokannya tampak turun naik.
"Muka Merah, katakan padaku siapa adanya gadis berpakaian ungu ini!" kata Datuk
Lembah Akhirat.
"Namanya Anggini. Dia adalah murid tokoh silat berjuluk Dewa Tuak!"
"Lagi-lagi rejeki besar!" ujar Datuk Lembah Akhirat lalu tertawa sambil tepuktepuk bahu Pengiring Mayat Muka Merah. "Kau akan kuberi hadiah besar!" Lalu sang
Datuk berpaling pada Ki Juru Tenung. "Apa yang ada dalam benakmu Ki Juru
Tenung"!" tanya sang Datuk sambil menyeringai.
"Sesuai jasanya Pengiring Mayat Muka Merah layak diberi hadiah perempuan
berpakaian putih itu. Dan hemmmm...." Kakek bermuka lancip ini bergumam lalu
batuk-batuk beberapa kali. "Yang berpakaian ungu ini sesuai dengan seleraku.
Kalau kau mengizinkan aku segera saja mau membawanya ke kamar tidurku. Dia pasti
masih perawan. Malam ini aku akan jadi pengantin baru. Ha... ha... ha!"
"Datuk Lembah Akhirat!" tiba-tiba Wiro berteriak. "Kalau kau atau orangmu berani
berbuat kurang ajar terhadap gadis itu aku bersumpah akan membunuhmu!"
"Bersumpahlah di neraka!" kata Datuk Lembah Akhirat lalu tendang dada Pendekar
212 hingga pemuda ini mencelat dan terhempas di dinding ruangan. Anggini
terpekik. Wiro mengeluh menahan sakit. Dari mulutnya mengucur darah. Dadanya
serasa hancur dan nafasnya sesak.
Masih belum puas Datuk Lembah Akhirat kembali menendang. Yang diarahnya kini
adalah kepala Pendekar 212.
"Datuk! Tunggu! Jangan kau bunuh pemuda itu!" berseru Ki Juru Tenung. Membuat
Datuk Lembah Akhirat mendelik dan Pengiring Mayat Muka Merah serta Jagal iblis
Makam Setan melengak heran.
"Apa katamu Ki Juru Tenung"! Bangsat ini adalah salah seorang tokoh silat
golongan putih yang harus kita habisi! Sekarang kau mencegah aku membunuhnya!
Kau sudah gila"!"
"Sabar Datuk," jawab Ki Juru Tenung. "Membunuh pemuda ini apa sulitnya. Tapi
lebih besar manfaatnya kalau dia kita biarkan dulu hidup. Kalau dia berapa di
tangan kita dalam keadaan hidup-hidup berarti kita punya satu kekuatan untuk
membuat para tokoh golongan putih tidak berdaya. Dia bisa kita jadikan tumbal
untuk menghadapi musuh!"
Datuk Lembah Akhirat pencongkan mulutnya. "Omonganmu ada betulnya. Pendekar 212,
tak ada salahnya menunda kematianmu barang sehari dua!" Lalu sang Datuk
berpaling pada Pengiring Mayat Muka Merah. "Bawa pemuda itu keluar. Ikat dia di
tiang kereta kaki ke atas kepala ke bawah!"
Pengiring Mayat Muka Merah jambak rambut Pendekar 212 dengan tangan kanan.
Tubuh Wiro diseretnya ke luar ruangan. Lalu dia kembali masuk untuk memboyong
perempuan berpakaian putih. Namun satu tangan memegang, bahunya. Ketika dia
Gerhana Di Gajahmungkur
7 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
berpaling dilihatnya Jagal iblis Makam Setan menyeringai padanya lalu berkata.
"Pengiring Mayat Muka Merah, aku sudah lama tidak bersenang-senang di atas
ranjang, perempuan itu harus melayaniku lebih dulu. Kalau aku sudah puas
terserah kau mau bikin apa!"
Pengiring Mayat Muka Merah menggereng marah. Tapi terdiam ketika Datuk Lembah
Akhirat berkata. "Muka Merah, sekali ini kau harus mengalah pada sahabat besar
kita. Kau harus rela mendapat sisanya atau cari saja perempuan lain. Sekarang
kerjakan dulu apa yang aku perintahkan. Gantung Pendekar 212!"
Dalam hati Pengiring Mayat Muka Merah menyumpah setengah mati. Dia lontarkan
pandangan geram ke arah Jagal iblis Makam Setan. Bersungut-sungut dia ke luar
dari ruangan itu.
"Tua bangka jahanam! Lepaskan aku! Lepaskan!" teriak Anggini ketika Ki Juru
Tenung mendukung tubuhnya dan menciumi mukanya.
* * * Jengkel sakit hati karena dia yang membawa dua perempuan itu tapi justru tidak
kebagian, Pengiring Mayat Muka Merah mengikuti Ki Juru Tenung ke kamarnya.
"Ki Juru Tenung sialan! Tak tahu diri! Teganya merampas milik kawan sendiri!
Kakek-kakek seperti dia apa masih mampu menggauli seorang gadis! Dasar tua
bangka keparat!" Maki Pengiring Mayat Muka Merah. Sesampai di kediaman Ki Juru
Tenung dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya si muka merah melompat ke
atas atap bangunan yang terbuat dari rumbia bercampur ijuk. Dari atas atap si
muka merah ini mengintip ke dalam kamar melihat apa yang terjadi.
Di dalam kamar terdengar suara Ki Juru Tenung merayu tiada henti sementara
Anggini memaki dan menyumpah terus-terusan.
"Gadis molek! Jangan takut, juga jangan terlalu galak. Aku tidak akan melakukan
apa-apa terhadapmu," kata Ki Juru Tenung pula. Dari atas atap Pengiring Mayat
Muka Merah melihat enak saja Ki Juru Tenung menanggalkan pakaiannya satu per
satu. Ketika tubuh kakek ini tidak terlindung lagi oleh sehelai benang pun maka
menjeritlah Anggini.
Di atas atap Pengiring Mayat Muka Merah menggosok kedua matanya berulang kali
seolah tidak mau percaya apa yang dilihatnya.
"Ki Juru Tenung.... Kakek itu..." desisnya. Ternyata dia seorang perempuan!
Seorang nenek-nenek! Jadi seperti Pengiring Mayat Muka Hitam, manusia satu ini
juga punya kelainan aneh! Benar-benar terkutuk!"
"Tua bangka iblis!" teriak Anggini. "Dari pada kau menyentuh tubuhku lebih baik
kau membunuhku saja saat ini!"
Ki Juru Tenung tertawa lebar sambil usap-usap perutnya yang kempes peot. "Kau
minta mati setelah kau melihat dan tahu kalau aku seorang nenek-nenek!
Kalau aku benaran seorang lelaki mungkin kau senang juga hah" Hik... hik... hik!
Anak gadis, seharusnya kau bersyukur jatuh ke tanganku. Bukan ke tangan manusia
muka merah yang menculikmu. Kita berbagi kesenangan. Apapun yang kulakukan
terhadapmu kau tidak akan kehilangan kegadisanmu! Hik... hik... hik!"
Gerhana Di Gajahmungkur
8 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Anggini benar-benar jijik dan bergidik melihat nenek itu. Terlebih ketika Ki
Juru Tenung yang temyata adalah seorang nenek melangkah mendekatinya lalu dengan
paksa menanggalkan pakaian yang melekat di tubuh murid Dewa Tuak itu.
Pengiring Mayat Muka Merah merasa sekujur tubuhnya bergetar melihat apa yang
kemudian dilakukan Ki Juru Tenung terhadap si gadis. Jika tidak tahan rasarasanya dia ingin menjeblos atap dan menerobos masuk ke dalam kamar.
Tiba-tiba Pengiring Mayat Muka Merah mendengar suara suitan tanda bahaya dari
pertengahan Lembah Akhirat.
"Apa yang terjadi"! Suitan itu datangnya dari arah bangunan tempat penyimpanan
senjata-senjata pusaka," ujar si muka merah dalam hati. Dia memandang ke jurusan
timur lalu kembali mengintip ke dalam kamar.
Beberapa orang pengawal berlari ke arah terowongan di pertengahan lembah. Dua
orang diantaranya membawa obor. Di dalam kamar Ki Juru Tenung dongakkan kepala
begitu telinganya menangkap suara suitan tadi. Kalau bukan suitan tanda bahaya,
dalam keadaan seperti itu pasti tidak akan diperdulikannya.
"Gadisku, kau bersabarlah. Aku tak akan lama. Aku pergi sebentar. Aku segera
kembali...." Si nenek cium dada Anggini penuh nafsu lalu tertawa cekikikan.
Setelah itu dia segera mengenakan pakaiannya kembali.
* * * Ketika menerima laporan dari Pengiring Mayat Muka Merah bahwa ruang rahasia
penyimpanan senjata dibobol orang, Datuk Lembah Akhirat segera menghambur menuju
ruangan di bawah tanah itu. Qua orang pengawal dilihatnya menggeletak mati
dengan kepala pecah di lorong masuk menuju ruangan. Ki Juru Tenung dan beberapa
orang pengawal telah berada dalam ruangan yang diterangi beberapa buah obor itu.
Sepasang mata sang Datuk membeliak besar terpacak pada mayat Pengiring Mayat
Muka Hijau yang tergeletak di lantai. La lu ketika dia melihat lemari kayu yang
sebagian hangus di sudut ruangan berubahlah paras sang Datuk.
Dari dalam lemari ditariknya peti besi warna coklat. Dengan cepat dibukanya. Dia
tampak seperti lega ketika melihat sepasang sarung tangan ular masih ada di
dalam peti. Peti ditutupnya dan diletakkan kembali di tempat semula. Lalu tanpa ada
seorangpun yang sempat melihat Datuk Lembah Akhirat meraba ke bagian bawah rak
lemari. Dari sini dia menarik lepas satu gulungan kain putih. Benda ini dengan
cepat dimasukkannya ke dalam saku baju hitam gombrong yang dikenakannya.
* * * Gerhana Di Gajahmungkur
9 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TIGA Sebelum tengah malam persiapan penyerbuan ke tepi barat Telaga Gajahmungkur
telah rampung. Datuk Lembah Akhirat tegak berdiri di atas sebuah kereta terbuka
ditarik dua ekor kuda. Di bagian belakang kereta ada dua buah tiang kayu
menyanggah sebuah balok besar. Pada balok inilah tergantung sosok tubuh Pendekar
212 Wiro Sableng kaki ke atas kepala di bawah. Saat itu Wiro masih dalam keadaan
tertotok. Hanya mengenakan celana putih. Pada muka dan tubuhnya ada noda-noda
darah. Di bagian dada nampak jelas balur cidera bekas hantaman kaki Jagal iblis
Makam Setan. Di sebelah depan ada selusin pengawal berkuda, terdiri dari empat orang bermuka
merah, empat hijau dan empat lagi hitam. Salah seorang dari pengawal ini membawa
sebuah terompet terbuat dari tanduk sapi besar.
Di samping kereta sebelah kiri berdiri Sika Sure Jelantik. Di sebelahnya ada
Dewa Sedih yang tegak dengan muka murung terisak-isak. Di samping kanan kereta
kelihatan Dewa Ketawa duduk menunggangi keledai kurus keringnya sambil tertawatawa. Di belakang kereta, di atas seekor kuda coklat tampak Layang Kemitir alias
Utusan Dart Akhirat.
Langit di atas lembah kelam menghitam. Hujan rintik-rintik yang turun sejak tadi
sore mulai mengeras disertai menderunya suara angin bertiup. Tak tampak bintang
maupun bulan yang malam itu harusnya muncul bulat penuh karena purnama empat
belas hari. "Datuk, kami siap menunggu perintah berangkat!" Pengiring Mayat Muka Merah
memberi tahu. "Tunggu!" kata Datuk Lembah Akhirat seraya memandang berkeliling. "Aku tidak
melihat Pengiring Mayat Muka Hitam! Di mana beradanya anjing kurap satu itu!"
Ketika dia tetap tidak melihat pembantu utamanya itu maka sang Datuk berpaling
pada Pengiring Mayat Muka Merah. Yang ditanya tampak agak gugup hingga Datuk
Lembah Akhirat menjadi curiga.
"Mendekat ke sini!" perintah Datuk Lembah Akhirat. Begitu si muka merah sampai
di hadapannya sang Datuk segera jambak rambutnya dan membentak.
"Kau tahu di mana dia! Lekas katakan padaku! Kalau tidak kupatahkan batang
lehermu!" "Maafkan aku Datuk..." kata Pengiring Mayat Muka Merah meringis kesakitan.
Kepalanya terasa seperti mau tanggal. "Pengiring Mayat Muka Hitam masih mengatur
sesuatu di ruang kediamannya. Dia akan segera menyusul...."
"Apa maksudmu mengatur sesuatu"!" bentak Datuk Lembah Akhirat alias Suto Angil.
"Mengapa bangsat itu berani memisahkan diri tanpa perintah dariku! Ayo jawab!
Jangan berani dusta muka merah! Nyawamu tak ada harganya bagiku! Kau seharusnya
sudah kujadikan mayat tujuh bulan lalu! Mungkin saat ini kau minta mampus lebih
cepat!" "Anu.... Menjelang malam tadi.... Anu...."
Datuk Lembah Akhirat jadi tak sabaran. Dia berjongkok di atas kereta.. Tangan
kirinya menyambar ke bawah meremas "anu"-nya Pengiring Mayat Muka Merah hingga
orang ini menjerit kesakitan. "Aku akan remas hancur kau punya barang kalau
masih memberi penjelasan tak karuan!"
Gerhana Di Gajahmungkur
10 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Maafkan aku Datuk.... Menjelang malam tadi entah dari mana datangnya tahu-tahu
muncul tiga ekor babi besar dan gemuk-gemuk...."
"jahanam kurang ajar! Aku sudah tahu apa yang terjadi! Dasar manusia dajal salah
kaprah! Doyannya hanya binatang! Sukanya hanya sama babi! Bangsat mesum celaka!
Panggil manusia laknat itu cepat!" Teriak Datuk Lembah Akhirat.
Seperti diketahui Pengiring Mayat Muka Hitam memang punya kelainan dalam
mengumbar nafsu kotornya.
Pengiring Mayat Muka Merah cepat menggebrak kudanya dan lakukan apa yang
diperintah. Tak lama kemudian dia muncul bersama Pengiring Mayat Muka Hitam yang
datang sambil menggiring seekor kuda. Tangan kanannya memegang tali kekang kuda
sedang tangan kirinya berada di balik jubah tidak henti-henti-nya menggaruk
bagian tubuh di bawah perutnya.
"Plaaakkk!"
Tamparan Datuk Lembah Akhirat mendarat di pipi kanan Pengiring Mayat Muka Hitam
hingga orang ini melintir dan jatuh tergelimpang di tanah becek. Se-belum dia
sempat bangun Datuk Lembah Akhirat melompat dari kereta, langsung injakkan kaki
kanannya di leher Pengiring Mayat Muka Hitam.


Wiro Sableng 101 Gerhana Di Gajahmungkur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau tahu kesalahanmu Muka Hitam"!"
"Aku tahu Datuk. Harap sudi memberi maaf..." jawab Pengiring Mayat Muka Hitam
dan tangan kirinya tetap saja menggaruk-garuk selangkangannya.
"jahanam! Kau kulihat menggaruk terus! Apa masih belum puas menggerayangi babibabi itu"!"
"Maafkan aku Datuk. Mungkin ini dosa aku tidak mengikuti perintah. Tak pernah
gatal-gatal seperti ini terjadi padaku...."
Datuk Lembah Akhirat tendang perut si muka hitam hingga orang ini mengeluh
tinggi kesakitan. "Berdiri cepat! Lekas pimpin rombongan menuju Telaga
Gajahmungkur!"
Sambil satu tangan pegangi perut yang sakit dan tangan yang lain menggaruk
terus, Pengiring Mayat Muka Hitam segera bangkit berdiri lalu naik ke atas kuda
coklatnya. Dia langsung menuju ke depan siap memimpin rombongan.
Datuk Lembah Akhirat melompat naik ke atas kereta. Dia memberi isyarat pada
pengawal yang memegang terompet tanduk kerbau. Begitu pengawal meniup terompet,
kusir kereta segera menyentakkan tali kekang. Dewa Sedih melolong tinggi.
"Hujan telah berhenti. Kaki mulai melangkah. Roda kereta mulai berputar. Padahal
langit masih hitam. Purnama tak kunjung muncul. Hatiku sedih! Apakah ada
kehidupan dalam kegelapan" Hik... hik... hik!"
"Dewa Sedih!" membentak Dewa Ketawa. "Jangan jadi orang gila! Saat ini bukan
saat bersedih. Tapi tertawa gembira! Kita akan berbuat kebajikan berebut pahala.
imbalan harta dan jabatan sudah menunggu! Mengapa musti bersedih! Ha... ha...
ha!" Sebenarnya Datuk Lembah Akhirat merasa bising dan sangat terganggu dengan
tingkah dua kakek aneh ini. Dalam hati dia berkata. "Kalian boleh bertingkah
sinting! Boleh menangis, boleh mengumbar tawa. Bila tiba saatnya kalian akan
kujadikan bangkai tanpa ujud!"
Sementara itu di sebelah depan, di atas kuda coklat tunggangannya Pengiring
Mayat Muka Hitam kelabakan menggaruk habis-habisan terus menerus bagian bawah
perutnya. Tidak digaruk gatalnya bukan kepalang. Digaruk rasa gatal malah menjadi-jadi.
Gerhana Di Gajahmungkur
11 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Jahanam! Kutuk apa yang jatuh padaku! Tiga ekor babi gemuk itu! Pasti ada yang
tidak beres! Binatang-binatang laknat!" Si muka hitam lalu menggaruk kembali
tiada hentinya.
* * * Hujan lebat mengguyur kawasan barat Telaga Gajahmungkur. Para tokoh silat yang
ada di sana mendekam basah kuyup di bawah pohon. Tak ada yang bicara. Sesekali
mereka memandang ke langit hitam. Hujan lebat, tak mungkin bulan purnama akan
muncul. Di antara semua orang yang paling gelisah adalah Sinto Gendeng. Sampai
saat itu dia masih belum melihat batang hidung muridnya, Pendekar 212 Wiro
Sableng! Dewa Tuak duduk anteng di samping kekasihnya Si iblis Putih alias iblis Muda
Ratu Pesolek. Tuak harum tak henti-hentinya diteguk sampai matanya kelihatan
kemerahan. Tiba-tiba kakek satu ini berteriak.
"Aku melihat nyala api obor di sebelah sana!"
"Tua bangka geblek! Kau pasti sudah mabok kebanyakan minum tuak. Masakan hujan
lebat begini ada nyala api. Api obor! Gila!" Memaki Sinto Gendeng.
"Jangan cuma bisa memaki! Lihat sendiri ke arah sana!" jawab Dewa Tuak lalu
"gluk... gluk... gluk" dia tenggak tuak wanginya.
Sinto Gendeng dan yang lain-lainnya berpaling ke arah yang ditunjuk Dewa Tuak.
Benar saja. Walau tidak bisa dipercaya tapi memang di kejauhan, di antara
kerapatan pepohonan dan semak belukar, di satu tempat yang agak terbuka, di
bawah curahan hujan lebat kelihatan nyala api obor!
"Pemandangan gila apa pula ini! Kalau tidak kuselidiki tak senang hatiku!" kata
Sinto Gendeng. Begitu dia bangkit berdiri dan melangkah ke arah api obor semua
orang yang ada di tempat itu segera mengikuti. Di satu tempat yang agak terbuka
sebuah obor menancap di tanah. Anehnya walau hujan mengguyur deras namun api
obor terus menyala walau tidak sampai menerangi seantero tempat.
Tujuh langkah di hadapan obor, terlindung oleh bayangan kelam sebuah pohon besar
duduk di tanah seorang tua renta bermuka cekung. Wajahnya berwarna kebirubiruan. Tubuhnya yang kurus kering terbungkus oleh sebuah jubah biru sangat gombrong.
Pada bagian dada jubah kiri kanan tersisip masing-masing enam buah pisau kecil.
Di balik jubah itu terdapat satu sosok tubuh yang tidak lagi memiliki tangan
atau kaki. Sepasang mata si orang tua terpejam. Keburukan wajahnya ditambah lagi
dengan kuping kanannya yang buntung. Di sebelah kiri orang tua ini duduk
terbungkuk-bungkuk seorang berdestar hitam yang agaknya adalah pembantu kakek
bermuka biru itu. Sinto Gendeng dan Dewa Tuak serta Tua Gila sama-sama terkesiap
saling pandang begitu melihat siapa adanya kakek yang duduk di depan obor.
Kakek Sega ia Tahu mendekati Sinto Gendeng. "Ada apa di tempat ini. Aku merasa
banyak sekali orang berkumpul di sini. Namun segala keanehan agaknya berpusat
pada seorang yang duduk tak jauh dari obor. Aku tak mampu melihat, hanya bisa
menduga-duga."
Di samping kiri Si Setan Ngompol ikut pula berbisik.
Gerhana Di Gajahmungkur
12 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Dia salah seorang dedengkot rimba persilatan," jawab Sinto Gendeng. "Manusia
langka ini aku kenal dengan nama Nyanyuk Amber. Berasal dari Pulau Andalas.
Kalau aku tidak salah dia juga pernah tinggal di Gunung Singgalang, jauh sebelum
beberapa tokoh lain ikut-ikutan nimbrung tinggal di sana."
"Nyanyuk Amber..." desis Kakek Segala Tahu sementara Dewa Tuak tegak termangumangu. Ternyata kakek sakti ini masih hidup. Puluhan tahun tak pernah
memperlihatkan diri. Kalau sekarang dia muncul di tanah Jawa pasti ada satu
urusan besar yang tengah ditanganinya. Kita semua harap tidak berisik. Jangan
berani mengganggu." (Mengenai riwayat Nyanyuk Amber harap baca serial Wiro
Sableng berjudul Raja Rencong Dari Utara.
Di depan obor orang yang dikenal dengan nama Nyanyuk Amber itu angkat kepala
sedikit lalu buka kedua matanya. Ketika kelopak mata terbuka semua orang jadi
bergidik. Mata si kakek muka biru ternyata hanya merupakan sepasang rongga kosong
menyeramkan. Aku tahu betul riwayat sepasang mata orang tua itu..." bisik Sinto Gendeng pada
Dewa Tuak. "Muridnya sendiri yang menyiksa dan mengorek kedua matanya!" Dia
memandang berkeliling lalu berkata. "Aneh, begini banyak orang berkumpul di
tempat ini, aku tidak melihat manusia biang racun pangkal musabab semua urusan
kapiran ini. Aku tidak melihat Tua Gila!"
"Dia tahu kalau dirinya banyak bersalah. Mana dia berani memperlihatkan batang
hidung..." yang menjawab dengan suara perlahan adalah Dewa Tuak.
Dengan sepasang matanya yang kosong melompong Nyanyuk Amber memandang
berkeliling. Ke arah orang-orang yang ada di sekitarnya, tapi bukan ke arah
rombongan Sinto Gendeng yang barusan datang.
Di tempat itu tampak tegak tak bergerak seorang perempuan berusia sekitar
setengah abad berpakaian serba biru. Wajahnya masih membayangkan kecantikan di
masa muda. Dia bukan lain adalah Bululani alias Iblis Pemalu yang telah
meninggalkan penyamarannya sejak riwayatnya tersingkap di Lembah Merpati tempo
hari. Di sebelah kiri Iblis Pemalu berdiri nenek bertopi bagus menyerupai tanduk
kerbau pertanda dia adalah Sabai Nan Rancak. Di dekat nenek ini, agak ke sebelah
belakang duduk menjelepok di tanah si bocah Naga Kuning. Walau Sabai Nan Rancak
masih jengkel terhadap anak ini namun mengingat jasa orang yang telah
menyelamatkannya maka dia tak mau mengusik Naga Kuning.
Orang berikutnya, yang tegak dengan kepala tertunduk di samping kanan Sabai Nan
Rancak adalah Puti Andini. Lalu di sisi lain berdiri orang berpakaian dan
bercadar kuning.
Sepasang matanya yang biasanya berkilat-kilat kini tampak agak sayu pertanda
menahan gelora batin yang amat berat.
Agak terpisah dari orang-orang itu di tanah yang ketinggian duduk seorang lelaki
berambut putih, berpakaian hijau bagus. Mulutnya tak bisa diam karena selalu
mengunyah sirih. Di tanah dekat kakinya terletak seperangkat tempat sirih
terbuat dari emas yang berkilau-kilau tertimpa cahaya api obor. Orang ini adalah
Rajo Tuo Datuk Paduko Intan alias Sidi Kuniang.
Ketika melihat ayahnya, Panji yang juga dikenal dengan sebutan Datuk Pangeran
Rajo Mudo hendak berlari menghampiri orang tua itu. Namun pandangan mata Sinto
Gendeng yang melotot angker membuat pemuda ini tak berani teruskan gerakannya.
Di sebelahnya Puti Andini memandang pada Sabai Nan Rancak dengan hati berdebar.
Sejak dia Gerhana Di Gajahmungkur
13 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
berani meninggalkan Pulau Andalas tempo hari neneknya itu sudah marah besar
terhadapnya. Kini dampratan atau hukuman apa kelak yang bakal dijatuhkan Sabai
Nan Rancak atas dirinya. Apalagi dia pernah pula tidak membantu waktu Sabai Nan
Rancak menginginkan Pedang Naga Suci 212.
Orang tua bermata biru angkat kepalanya sedikit ke atas. Dia berbisik sebentar
dengan pembantu yang duduk di sebelahnya. Lalu dari mulutnya terdengarlah suara
nyanyian yang sangat halus tapi jelas masuk ke telinga semua orang yang ada di
sana. Hujan di puncak Singgalang. Belum tentu hujan di tanah Jawa. Hujan di tanah
Jawa. Belum tentu hujan di puncak Singgalang.
Kalau Tuhan mengizinkan. Akan tersingkap segala penghalang. Akan terkuak semua
yang tertutup. Akan terang semua yang gelap. Maka tak ada hujan di hati ummat
Menuntut ilmu kepalang tanggung. Berjalan tak sampai ke ujung. Menduga terbawa
amarah. Pertanda hidup tak akan bahagia.
Lupakan diri yang bersalah. Ampunkan segala dosa. Buka pintu maaf lebar-lebar.
Ketuk sanubarimu, ketuk hati nuranimu
Berlaku ikhlas antara saudara sedarah. Takwa pada Yang Kuasa jangan dilupa.
Bersabar sifat yang mulia. Menerima sikap yang terpuji Habiskan segala sengketa.
Hilangkan segala curiga. Di situ pangkal jalan bertuah. Menuju hidup di bawah
ridho Allah * * * Gerhana Di Gajahmungkur
14 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ EMPAT Begitu suara nyanyian kakek bermuka biru lenyap maka di tempat itu hanya
terdengar deru hujan yang masih mencurah turun walau kini mulai mereda. Kakek
ini lalu palingkan mukanya pada orang bercadar kuning. Dari pembantu yang duduk
di sebelahnya sebelumnya dia telah diberitahu kalau orang yang tegak tepat di
hadapannya itu mengenakan pakaian dan cadar penutup wajah berwarna kuning.
"Insan berpakaian dan bercadar kuning. Selama belasan tahun kau dan yang lainlainnya tenggelam dalam rangkaian hidup yang gelap. Tanpa tahu siapa diri
masing-masing sebenarnya. Tanpa tahu siapa orang-orang di sekitar kalian
sebetulnya, ini saat kita bertatap muka, bersentuh jiwa bersatu hati untuk
mengungkapkan semua rahasia hidup. Aku bersyukur masih hidup hingga dalam usia
yang begini uzur masih bisa berbuat kebajikan.
Aku juga berterima kasih karena kau mempercayakan diriku untuk menjadi penutur
dalam menyingkapkan rahasia hidup kalian. Menyibak tirai hitam, membalikkan
tirai kelabu, membentang tirai putih. Namun sebelum kita mulai perkenankan dulu
aku menyampaikan salam hormat pada beberapa sahabat lama yang barusan datang dan
hadir di tempat ini."
Hampir semua orang yang mendengar ucapan itu sebenarnya tidak sabar. Terutama
Sabai Nan Rancak, Rajo Tuo Datuk Paduko Intan dan Bululani.
Si muka biru lalu memandang ke jurusan Sinto Gendeng dari para tokoh lainnya.
"Penciumanku kurang tajam. Namun aku masih dapat mencium bau seorang sahabat.
Aku Nyanyuk Amber menyampaikan salam hormat pada Sinto Gendeng. Siapa lagi nenek
tua yang pakaiannya selalu bau pesing kalau bukan orang sakti dari puncak Gunung
Gede. Sinto, terima salam hormatku!" Orang tua bermuka biru yang matanya bolong
itu bungkukkan badan.
Sinto Gendeng merasakan tenggorokannya tercekik. Dalam hati si nenek memaki,
"Sialan si tua bangka dari seberang ini. Di depan begini banyak orang enak saja
dia menyebut aku berpakaian selalu bau pesing!" Setelah batuk-batuk maka Sinto
Gendeng menyambut ucapan orang.
"Terima kasih. Salam juga untukmu Nyanyuk Amber. Aku merasa senang berjumpa
denganmu. Ternyata kau masih awet muda. Hik... hik... hik!"
Kakek buta bermuka biru ikut-ikutan tertawa mengekeh.
"Nyanyuk Amber," kata Sinto Gendeng, "Patut kau ketahui yang santar bau
pesingnya adalah tokoh silat sahabatku bergelar Si Setan Ngompol. Saat ini dia
ada didekatku!"
"Ah!" Nyanyuk Amber kembali membungkuk. "Hormatku untuk tokoh yang kepandaiannya
langka dan tinggi. Kalau dicari sulit bertemu. Sungguh aku bahagia dan mendapat
kehormatan. Setan Ngompol, terima salam hormatku!"
"Aku terima dan aku kembalikan! Doakan agar penyakit ngompolku bisa sembuh!"
kata Setan Ngompol pula. Lalu tertawa terpingkal-pingkal dan akibatnya "seerrr!"
Kencingnya kembali terpancar!
Nyanyuk Amber mendongak ke atas. Cuping hidungnya kembang kempis. Lalu dia
tertawa lebar-lebar. "Ada bau harum tuak murni tuak kayangan. Siapa pemilik dan
si tukang minumnya tak meleset pastilah sahabat kentalku bernama Suro Lesmono
bergelar Gerhana Di Gajahmungkur
15 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Dewa Tuak. Ha... ha... ha! Sobatku, terima salam hormatku!" Seperti tadi Nyanyuk
Amber lantas membungkuk hormat.
Dewa Tuak tertawa gelak-gelak. Terima kasih atas penghormatanmu. Harap kau
terima pula salam hormatku!" Dewa Tuak lalu menjura dalam-dalam.
"Tadi telingaku menangkap suara merdu! Kerontangan kaleng. Di delapan penjuru
angin rimba persilatan hanya ada satu manusia aneh yang memiliki kaleng penyejuk
liang telinga itu. Hik... hik... hik! Kakek Segala Tahu, benarkah kau ada di
dekatku saat ini?"
Didahului dengan menggoyangkan kalengnya tiga kali berturut-turut Kakek Segala
Tahu lalu mendatangi Nyanyuk Amber dan memeluk orang tua itu erat-erat.
"Kita sama-sama tua! Sama-sama sudah karatan. Sama-sama buta! Tapi hati kita
sama-sama terbuka! Ha... ha... ha!" Kakek Segala Tahu tertawa panjang dan
kerontangkan lagi kalengnya.
"Walau aku tidak melihat, tapi aku tahu ada banyak orang pandai baik yang masih
muda maupun yang sudah lanjut seusiaku. Jika tidak keberatan harap suka
memperkenalkan diri. Aku ingin pertemuan sekali ini menjadi kenangan indah bila
aku kembali ke Pulau Andalas...."
Maka satu per satu orang-orang dalam rombongan Sinto Gendeng memberikan salam
hormat dan memperkenalkan diri masing-masing.
"Terima kasih kalian telah memperkenalkan diri. Ternyata kalian memang orangorang hebat dunia persilatan." Nyanyuk Amber berpaling ke arah Sinto Gendeng.
"Sinto, aku tidak mendengar muridmu si Wiro Sableng ada di sini. Setiap aku
mengingat pemuda itu aku selalu geli dan ingin sekali bertemu. Dia yang dulu
menyelamatkan dan mendukungku keluar dari sarang maut muridku si Raja Rencong.
Di mana anak itu?"
"Anak setan itu tak ada di sini Nyanyuk! Begitu kelakuannya. Kalau dicari dan
diperlukan tak pernah ada!" jawab Sinto Gendeng.
"Sayang anak itu tak ada di sini. Juga sayang sekali ada seorang sahabat lama
yang sama-sama dari tanah seberang tidak menampakkan diri di sini. Tapi aku
menaruh firasat sebenarnya dia sudah berada di antara kita...." Tanpa memberi
tahu nama semua orang yang ada di situ sudah maklum kalau yang dimaksud Nyanyuk
Amber adalah Tua Gila.
Nyanyuk Amber melanjutkan ucapannya.
"Para sahabat orang-orang gagah rimba persilatan. Aku menyirap kabar banyak
peristiwa berdarah terjadi di Pulau Andalas dan tanah Jawa ini. Aku juga sudah
menduga bahwa kehadiran kalian ada sangkut pautnya dengan semua kejadian itu.


Wiro Sableng 101 Gerhana Di Gajahmungkur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan kabarnya semua peristiwa berpangkal dari apa yang disebut Lembah Akhirat.
Keadaanku yang begini tidak memungkinkan untuk membantu kalian. Lagi pula aku
tidak mau menyinggung perasaan kalian karena aku percaya kalian bisa
menyelesaikan urusan ini. Namun jika aku si tua renta ini boleh memberi nasihat
harap kalian suka mendengar satu lagi nyanyianku.
Maka Nyanyuk Amber pun kembali lantunkan nyanyian dengan suaranya yang halus.
Manusia hanyalah makhluk lemah
Jangan pongah pada kekuatan sendiri
Jangan rendahkan kekuatan lawan
Dalam kelemahan ada kekuatan
Dalam kekuatan ada kelemahan
Gerhana Di Gajahmungkur
16 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Manusia hadapi dengan manusia
Binatang hadapi dengan binatang
Yang gaib hadapi dengan yang gaib
Di atas semua itu panjatkan doa
Mohonkan pertolongan pada Illahi
Jangan terpengaruh pada apa yang dilihat
Jangan tertipu pada kenyataan palsu
Berpikir mencari jalan
Agar yang jahat dapat dikalahkan
Sumber kekuatan hanyalah dua
Yang putih dan yang hitam
Yang berasal dari Yang Maha Kuasa
Yang berasal dari iblis durjana
Di atas semua itu tak ada yang menandingi kebenaran Karena kebenaran datangnya
dari Yang Satu Panjatkan doa kepadanya
Mohonkan pertolongan hanya pada Illahi
Kakek Segala Tahu pejamkan mata putihnya, mendongak ke langit coba meresapi dan
mengkaji isi nyanyian Nyanyuk Amber itu.
Sementara itu hujan telah reda. Sesaat keadaan sunyi senyap. Orang tua bermuka
biru berpaling pada orang bercadar yang tegak di depannya.
"Insan bercadar dan berpakaian kuning. Saatnya kita berbagi cerita, berbagi rasa
dan upaya. Apakah kau dan yang lain-lainnya telah siap?"
"Dalam hati berdebar dan jantung berdetak, kami semua siap menurutkan kehendak.
Singkapkan segala rahasia hingga lenyap silang sengketa. Pulihkan semua hati
hingga musnah segala duga dan sangka. Semoga kita semua mendapat berkah. Namun
sebelum kita mulai terima terlebih dahulu salam hormat dari kami semua." Si
cadar kuning, diikuti oleh Bululani, Rajo Tuo Datuk Paduko Intan, Sabai Nan
Rancak serta Puti Andini dan Panji sama-sama menjura memberi hormat.
"Orang tua bernama Nyanyuk Amber," orang bercadar berkata. "Walau rasa gembira
mulai menyejuk hati. Namun ada sesuatu yang menjadi ganjalan. Orang, yang paling
berkepentingan dalam semua urusan ini masih belum menampakkan diri."
Nyanyuk Amber tersenyum. "Orang yang kau maksudkan itu tak usah dipikirkan.
Karena sebenarnya dia ada di dekat sini tapi belum mau memperlihatkan diri.
Tunggu saja."
Nyanyuk Amber memandang berkeliling dengan matanya yang bolong. "Kalian semua
dengar baik-baik. Aku tidak akan mengulang-ulang bicaraku. Apa yang aku katakan
adalah kebenaran, jauh dari dusta, jauh dari prasangka dan maksud tidak baik.
Aku akan mengatakan apa yang aku tahu. Tanpa pamrih. Aku mulai dengan yang
bernama Bululani alias iblis Pemalu. Kau ada di sini cucuku...?" Nyanyuk Amber
memanggil Bululani yang berusia sekitar setengah abad itu dengan sebutan cucu.
Berarti dapat dibayangkan berapa sebenarnya usia kakek satu ini. Tidak kurang
dari 150 tahun!
"Saya ada di sini Kek," jawab Bululani yang selama ini dikenal dengan julukan
Iblis Pemalu. Gerhana Di Gajahmungkur
17 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Bagus! Cucuku, aku mendapat penjelasan pada pertemuan terakhir di Lembah
Merpati, kau telah menuturkan riwayatmu panjang lebar. Kau dilahirkan dari rahim
seorang ibu yang juga kemudian kau ketahui melahirkan seorang anak perempuan
atau adik kembarmu. Betul begitu, Bululani?"
Yang ditanya mengiyakan sambil anggukkan kepala.
"Kau juga mempunyai dugaan bahwa orang bercadar kuning itu adalah saudaramu.
Adik kembarmu. Betul begitu?"
"Betul Kek," jawab Bululani sambil melirik pada orang bercadar kuning. Yang
dilirik walau berusaha tenang dan tak kelihatan wajahnya namun jelas tampak
tubuhnya bergeletar.
"Untuk membuktikan orang ini saudara kembar Bululani aku harap dia suka membuka
cadarnya agar wajahnya bisa kelihatan dengan jelas!" Yang bicara lantang adalah
Sabai Nan Rancak.
Nyanyuk Amber tersenyum. "Saat untuk itu akan tiba. Harap kau bersabar.
Mendengar suaramu bukankah kau yang dikenal dengan nama Sabai Nan Rancak dari
Gunung Singgalang?"
"Terima kasih kau tahu siapa diriku," jawab Sabai Nan Rancak.
Nyanyuk Amber tersenyum. Dia berpaling ke kiri di arah mana menurut bisikan
pembantunya Rajo Tuo Datuk Paduko Intan duduk mengunyah sirih. Lantas orang tua
ini berkata. "Harum sirihmu sedap sekali. Sayang mulutku sudah ompong tak bisa lagi menikmati
lezatnya sirih. Orang bergelar Datuk Paduko Intan terlahir bernama Sidi Kuniang,
apa betul dalam pertemuan di Lembah Merpati tempo hari kau mengatakan bahwa
istrimu adalah seorang bernama Andamsuri dan ibu mertuamu adalah seorang bernama
Sabai Nan Rancak...."
"Tidak sudi! Aku tidak sudi!" teriak Sabai Nan Rancak.
"Sabai..." tegur Nyanyuk Amber dengan suara tetap halus. "Sudi atau tidak bukan
itu masalahnya. Kau menghadapi satu kenyataan hidup guratan tangan Tuhan yang
tak bisa diubah, disembunyikan ataupun dihapus. Datuk Paduko Intan alias Sidi
Kuniang adalah menantumu, suami Andamsuri. Andamsuri sesuai dengan pengakuanmu
sendiri di Lembah Merpati adalah anakmu. Bululani mengaku bersaudara kembar
dengan Andamsuri. Berarti Bululani adalah anakmu juga...."
"Tidak mungkin! Aku hanya melahirkan satu anak. Si Andamsuri itu!" jawab Sabai
Nan Rancak dengan suara keras lalu terisak menahan tangis.
"Sabai, kau mengingkari keterangan nyata bahwa sebenarnya kau melahirkan
sepasang anak perempuan. Kembar. Bululani lahir duluan sebagai kakak.. Menyusul
Andamsuri sebagai adik. Namun waktu Andamsuri lahir kau berada dalam keadaan
pingsan sedangkan Bululani pada saat itu juga langsung diambil orang."
"Tidak mungkin. Semua ini tidak mungkin! Kalian pasti telah mengatur semua ini!
Gila! Gilaaa!"
"Sabai..." kata Nyanyuk Amber lagi. "Tak ada yang paling gila di dunia ini
selain mengingkari siapa diri kita, siapa keturunan kita...."
Mulut Sabai Nan Rancak jadi terkancing. Isak tangisnya terhenti. Hanya sepasang
matanya memandang membeliak pada kakek bermuka biru itu. Lalu beralih menatap
Bululani. Dada si nenek berdebar keras. Matanya berkaca-kaca. Namun hatinya
masih Gerhana Di Gajahmungkur
18 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
belum bisa digoyahkan. Pandangannya kemudian ditujukan pada Puti Andini. Lalu
dari mulutnya meluncur ucapan bergetar.
"Kalau Bululani memang anakku, lalu di maha adik kembarnya si Andamsuri yang
tentunya adalah ibu dari cucuku Puti Andini yang di sana itu!"
Sesaat suasana menjadi hening. Semua orang tak tahu mau mengarahkan pandangannya
ke mana. Di utara kilat menyambar. Menyusul suara halilintar menggoncang kawasan
telaga. Pada saat itulah tiba-tiba orang bercadar kuning berlari menghampiri
Sabai Nan Rancak lalu jatuhkan diri, berlutut di tanah di hadapan si nenek.
"Ibu...." Suara orang bercadar tercekik. Bahunya berguncang menahan tangis.
"Aku... akulah Andamsuri anakmu yang durhaka dalam kemalangan dan derita hidupnya...."
Orang bercadar hanya bisa berkata sampai di situ. Setelah itu tangisnya
menghambur dan dia jatuhkan diri sambil memegangi pergelangan kaki Sabai Nan
Rancak. Sabai Nan Rancak membeliak. Lalu dia menatap ke langit sambil pejamkan mata. Dia
seolah tidak percaya akan pendengarannya. Dia seolah tak mau bergeming pada
kenyataan yang barusan diucapkan orang bercadar. Namun bagaimanapun tegarnya
Sabai Nan Rancak, menghadapi semua itu hatinya menjadi luluh dan rapuh. Dia
membungkuk, menolong orang bercadar berdiri. Dengan suara gemetar dia berkata.
"Jika kau memang anakku, mengapa tak kau buka kerudung kuning yang menutupi
wajahmu. Perlihatkan padaku bahwa wajahmu sama dengan wajah Bululani...."
Mendengar kata-kata Sabai Nan Rancak itu orang bercadar tarik kain kuning yang
selama ini menutupi kepala dan mukanya. Begitu cadar terlepas kelihatan satu
wajah perempuan berusia sekitar lima puluh tahun, masih cantik walau berusia
lanjut. Mata Sabai Nan Rancak kembali terbelalak. Kalau dia melihat memang jelas
ada kesamaan wajah Bululani dengan orang yang tegak di depannya maka semua prang
yang ada di tempat itu melihat kesamaan wajah antara Bululani, Andamsuri dan
Sabai Nan Rancak.
"Ya Tuhan, mukjizat apa yang kau berikan padaku ini..." bisik Sabai Nan Rancak
lalu dirangkulnya tubuh orang yang tegak di hadapannya itu. "Anakku, terlalu
lama aku menahan derita ini...."
"Ibu, anakmu mohon maafmu...."
"Tak ada yang harus dimaafkan Andam. Malah kalau aku pikir, tubuh tua inilah
yang banyak dilamun dosa...." Air mata runtuh membasahi pipi Sabai Nan Rancak.
Kemudian pandangannya membentur sosok Bululani di sebelah sana. Sabai berbisik.
"Mari kita temui kakakmu. Jangan biarkan dia sendirian di sana. Mulai saat ini
kita tidak akan berpisah lagi...."
Belum sempat Sabai Nan Rancak serta Andamsuri bergerak mendekati Bululani,
justru tiba-tiba Bululani yang menghambur ke arah kedua orang itu. Selagi
ketiganya berpelukan dan bertangis-tangisan satu pekikan melengking di tempat
itu. "Ibu!"
Puti Andini lari ke arah Andamsuri dan memeluk ibu kandungnya itu erat-erat.
Kembali ratap tangis memenuhi tempat itu.
"Anakku," kata Andamsuri dengan suara bergetar disusul tangis meledak.
Tangannya tiada henti membelai rambut dan menciumi wajah puterinya itu.
Rajo Tuo Datuk Paduko Intan tegak termangu menyaksikan semua itu. Di sebelahnya
tahu-tahu telah berdiri Panji. Ayah dan anak ini seolah terpencil di satu tempat
yang mereka Gerhana Di Gajahmungkur
19 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
tidak pernah menduga. Tak tahu mau berbuat apa. Datuk Paduko Intan mengusut
matanya yang basah berulang kali. Dia baru mengisak keras setelah Panji
memeluknya. "Ayah, kau harus melakukan sesuatu. Kau harus meminta maaf pada Ibu Andamsuri.
Kau harus meminta maaf pada Nenek Sabai, pada semua orang...." Ucapan si pemuda
terhenti. Di bawah pemandangannya yang berkaca-kaca dia melihat seorang kakek
berkepala botak melangkah mendatangi. Dari keterangan Puti Andini dia sudah tahu
bahwa orang tua ini bukan lain adalah Tua Gila. Tanpa sadar Panji berteriak.
"Kakek Tua Gila datang!"
Semua orang jadi kaget. Sabai Nan Rancak langsung lepaskan pelukannya dari tubuh
Bululani. Semua mata ditujukan pada kakek yang melangkah bungkuk tertatih-tatih
sambil membuka topeng tipis yang menutupi muka dan kepalanya. Kini kelihatan
wajahnya yang asli. Memang dia adalah Tua Gila alias Sukat Tandika.
Sinto Gendeng membuang muka ke jurusan lain melihat bekas kekasihnya di masa
muda ini. Sabai Nan Rancak kepalkan kedua tinjunya. "Aku sudah curiga waktu di
lembah dulu. Jadi memang dia rupanya!" Si nenek geram sekali. Tapi ketika
pandangan sayu Tua Gila membentur matanya, hatinya jadi tak karuan rasa.
Kemarahan terhadap manusia yang paling dibencinya itu tak mungkin dipupus. Namun
saat itu entah mengapa ada rasa lain di lubuk hati si nenek. Kemarahan dendam
kesumatnya terhadap laki-laki itu kini berubah tak lebih dari pada menyesalan
atas diri sendiri. Perlahan-lahan Sabai Nan Rancak hanya bisa tundukkan kepala.
Lalu menangis tersedu-sedu.
Ha nya satu orang yang tak habis mengerti yakni Rajo Tua Paduko Intan. "Heran!
Waktu di pulau tempo hari, kakek ini mengaku bernama Wiro Sableng. Ternyata
sebenarnya dia adalah Tua Gila. Mertuaku sendiri!" Paduko Intan tidak tahu kalau
saat itu Tua Gila menyebut namanya asal-asalan saja.
"Kek!" Puti Andini memanggil lalu menghambur ke dalam pelukan Tua Gila.
"Cucuku, aku merasa bahagia akhirnya semua yang selama ini merupakan tabir gelap
diantara kita berhasil disingkap. Nyanyuk Amber, terima salam hormat dan rasa
terima kasihku." Berkata Tua Gila.
Panji yang sejak tadi tegak tertegun berlari ke hadapan Tua Gila, memeluk orang
tua ini. "Panji, kau juga cucuku, Nak...."
"Terima kasih kau mau mengakuiku sebagai cucu Kek." Kata si pemuda. Lalu Panji
memegang lengan Puti Andini. Saat itulah si gadis tak dapat lagi menahan ledakan
kekecewaan di lubuk hatinya. Setelah tahu bahwa Datuk Paduko Intan adalah ayah
si pemuda sedangkan dirinya adalah anak Datuk Paduko Intan dari Andamsuri
putuslah semua harapan masa depan untuk dapat hidup bersama dengan pemuda itu.
Karena Panji ternyata adalah saudaranya satu ayah!
"Tuhan...." rintih Puti Andini dalam hati. "Kau. berikan aku ibu dan ayahku.
Tapi mengapa kau ambil dariku pemuda yang aku kasihi!" Rintihan si gadis sempat
terdengar oleh Panji. Hatinya ikut hancur. Dirangkulnya bahu Puti Andini.
"Adikku..." bisik si pemuda.
Suasana ratap tangis itu dikejutkan oleh suara kerontangan kaleng rombeng Kakek
Segala Tahu. Sinto Gendeng memaki panjang pendek. Setan Ngompol terbeser-beser.
"Tua bangka sinting! Kau selalu merusak suasana!" semprot Sinto Gendeng.
Nyanyuk Amber tersenyum.
Gerhana Di Gajahmungkur
20 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Tuhan telah menunjukkan kebesaranNya. Rahasia hidup telah tersingkap. Sekarang
tinggal bagaimana kalian mengatur diri dan hati agar mampu menjalani sisa hidup
ini sebaik-baiknya...." Nyanyuk Amber memandang ke jurusan Bululani yang masih
berpeluk-pelukan dengan Sabai Nan Rancak dan Andamsuri. "Cucuku Bululani, ada
satu hal yang perlu aku terangkan padamu. Menyangkut diri kakak angkatmu bernama
Bululawang. Orang itu masih hidup. Dia..."
"Orang tua sakti. Bukankah kakakku itu telah menemui ajal di tangan Manusia
Paku?" ujar Bululani pula.
Nyanyuk Amber gelengkan kepala. "Tidak, kakakmu itu masih hidup. Sejak dia
meninggalkan tempat kediaman ayah angkatmu, dia memencilkan diri di sekitar
kawasan Gunung Kidul sambil bersemadi dan menimba ilmu...."
"Lalu Bululawang yang katanya mati di tangan Manusia Paku itu...."
"Orangnya bermata juling. Tubuhnya pendek dan di tengkuknya ada punuk. Aku yakin
kakak angkatmu tidak sejelek itu," kata Nyanyuk Amber lalu tertawa lebar.
"Bululawang palsu itu adalah seorang Datuk sesat yang sengaja memakai nama
kakakmu untuk mendapatkan nama karena kakak angkatmu sebenarnya adalah seorang
tokoh besar. Hanya saja dia lebih suka hidup menyendiri."
"Terima kasih atas keteranganmu itu Kek," kata Bululani. "Jika urusan di sini
sudah selesai aku akan pergi ke Gunung Kidul mencari kakakku itu."
"Itu memang satu hal yang patut kau lakukan. Kau harus mencari kakakmu. Minta
dia agar menyudahi pemencilan diri. Katakan padanya lama-lama mendekam di tempat
sunyi dan bersemadi dia bisa jadi manusia bulukan!" Si kakek tertawa mengekeh.
Lalu pada pembantunya dia berkata. "Tugas kita sudah selesai. Negeri kita jauh
di seberang. Makin cepat berangkat pulang makin baik...."
Saringgih segera mendukung Nyanyuk Amber lalu mencabut obor yang menancap di
tanah. Ketika dia hendak bergerak pergi tiba-tiba kakek bermuka biru berkata.
"Tunggu! Ada sesuatu yang aku lupakan...." Nyanyuk Amber memandang berkeliling.
"Pemuda bernama Panji! Mendekatlah ke sini!"
Panji yang tegak termangu di sebelah Puti Andini tersentak kaget. Walau dalam
bingungnya dia segera mendatangi.
"Anak muda, aku maklum betapa kecewanya hatimu mengetahui bahwa Puti Andini
adalah saudaramu satu ayah. Jadi tak mungkin kau merencanakan masa depan
bersamanya.

Wiro Sableng 101 Gerhana Di Gajahmungkur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tabahkan hatimu! Kau justru harus berbahagia karena mendapatkan karunia Tuhan
berupa seorang adik cantik jelita. Kalau kau ada kesempatan aku mengundangmu
untuk berjalan-jalan ke tempat kediamanku di Danau Maninjau. Hawa di sana sejuk
bersih. Tidak seperti di tanah Jawa ini. Kau pasti betah tinggal di sana...."
Mula-mula Panji tidak begitu memahami apa maksud orang tua itu.
"Apa jawabmu Panji"!"
Begitu sadar kalau tokoh aneh itu hendak mengambilnya sebagai murid serta merta
Panji jatuhkan diri.
"Terima kasih Kek! Kalau semua urusan di sini telah selesai saya pasti akan
mencarimu!"
"Anak baik! Anak bagus! Untuk pemuda semacammu Tuhan akan menyediakan seorang
istri yang cantik dan setia...." Nyanyuk Amber tiup kepala Panji satu kali.
Aneh, saat Gerhana Di Gajahmungkur
21 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
itu juga si pemuda merasa ada satu kekuatan menyusup masuk ke dalam tubuhnya.
Ketika dia bergerak bangkit badannya terasa ringan!
Hanya sesaat setelah Nyanyuk Amber bersama pembantunya berlalu dari tempat itu
tiba-tiba di kejauhan terdengar suara tiupan terompet tanduk. Semua orang yang
ada di tempat itu jadi tercekam. Sinto Gendeng menatap ke langit. Kakek Segala
Tahu kerontangkan kalengnya.
"Agaknya bulan purnama tidak akan muncul! Ini satu pertanda semua rencana yang
kita buat tidak berjalan seperti diharapkan. Orang-orang Lembah Akhirat cepat
atau lambat akan sampai di tempat ini. Kuharap kalian jangan bertindak sendirisendiri. Atur siasat sebaik-baiknya. Kita menghadapi lawan tangguh. Jumlah
mereka mungkin tidak banyak.
Tapi Datuk Lembah Akhirat memiliki satu senjata yang sulit dicari tandingannya!
Kalau Bujang Gila Tapak Sakti berhasil mendapatkan senjata itu mudah bagi kita
untuk menghancurkan mereka. Tapi kalau tidak, urusan benar-benar bisa blangsak!"
"Mungkin Kitab Wasiat Malaikat memang sudah berada di tangannya..." kata Dewa
Tuak. "Bukan kitab itu yang aku khawatirkan. Karena mungkin saja cerita tentang Kitab
Wasiat Malaikat hanya karangan si Datuk belaka. Maksudnya untuk menipu para
tokoh silat dua golongan untuk bergabung dengan mereka. Justru yang aku
khawatirkan ialah senjatanya berupa Sarung Tangan Penyedot Batin. Menurut Naga
Kuning yang aku suruh menyelidik ke Lembah Akhirat senjata sakti itu memang
berada di tangan sang Datuk. Tapi tak diketahui disimpan .di mana."
"Aku sulit menduga apa kira-kira yang tersirat di balik nyanyian Nyanyuk Amber
tadi," berucap Sinto Gendeng. "Yang jelas ada satu pekerjaan besar dan berat
harus dilakukan muridku. Tapi si anak setan itu masih belum ketahuan
juntrungannya!"
"Muridmu masih dalam keadaan tak berdaya. Apa dia bisa kita andalkan Sinto?"
tanya Dewa Tuak yang membuat Sinto Gendeng menjadi panas dingin.
* * * Gerhana Di Gajahmungkur
22 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ LIMA Pengiring Mayat Muka Hitam menggaruk bagian bawah perutnya lalu mengangkat
tangan memberi tanda agar rombongan berhenti.
"Ada apa"!" teriak Datuk Lembah Akhirat bertanya.
"Ada seorang gadis bertubuh gemuk luar biasa, duduk di depan gubuk di tepi
jalan. Aku belum pernah . melihatnya. Orangnya cantik sekali!"
Sepasang mata Datuk Lembah Akhirat membeliak. Dia memandang pada Dewa Ketawa.
Kakek ini tertawa bergelak. Dia menoleh pada Sika Sure Jelantik dan Jagal iblis
Makam Setan. Dua orang ini diam-diam saja. "Ha... ha! Pengganti Yuyulentik sudah
aku dapatkan!" Datuk Lembah Akhirat tertawa girang lalu melompat turun dari
kereta, berlari menuju gubuk dekat kelokan jalan. Di belakangnya Dewa Sedih
mulai menangis.
Apa yang dikatakan Pengiring Mayat Muka Hitam memang benar. Di depan sebuah
gubuk, di atas bangku panjang terbuat dari bambu tampak duduk seorang gadis
bertubuh luar biasa gemuknya. wajahnya cantik sekali karena berdandan sangat
apik. Dia mengenakan pakaian panjang warna biru berkilat yang pinggirannya
dibelah sampai ke pinggul. Kakinya dipangkukan satu sama lain hingga pahanya
yang gempal besar dan putih terlihat jelas, menyilaukan pandangan Datuk Lembah
Akhirat, merangsang darahnya.
Nafsunya segera menggelegak. Apa lagi sejak kematian Yuyulentik sudah sekian
lama dia tidak bertemu perempuan yang disukainya.
Ketika dia hendak mendekati gadis itu Pengiring Mayat Muka Merah cepat
mendatangi dan berbisik. "Datuk, harap kau berhati-hati. Tidakkah kau melihat
ini satu keanehan" Kita hendak melaksanakan satu urusan besar. Jangan-jangan ini
tipu daya musuh!"
Datuk Lembah Akhirat mendorong Pengiring Mayat Muka Merah saking marahnya hingga
sang pembantu hampir terjungkal dari kudanya. "Dalam urusan seperti ini aku
lebih tahu darimu!"
Si nenek Sika Sure Jelantik yang tadinya juga hendak memberi kisikan pada Datuk
Lembah Akhirat batalkan niatnya melihat apa yang dilakukan sang Datuk. Sementara
Pengiring Mayat Muka Hitam tak mau perduli karena dia lebih mementingkan
menggaruk anggota rahasianya.
Sebenarnya jika Datuk Lembah Akhirat mau sedikit berpikir dan tidak dilamun
nafsu dia bisa melihat satu keanehan. Gadis berbobot lebih dari seratus kati y
itu duduk di atas bangku yang terbuat dari tiga batang bambu melintang. Dalam
keadaan seperti itu, tiga bambu sama sekali tidak melengkung!
Dengan senyum-senyum Datuk Lembah Akhirat sampai di depan gubuk. Langsung dia
menyapa sambil pegang bahu gadis gemuk. "Bidadariku, sudah lamakah kau menunggu
aku di tempat ini?"
Si gadis angkat kepalanya sedikit, lontarkan senyum genit lalu berkata. Suaranya
parau berat. "Menunggu lama tak jadi apa. Tapi benarkah yang berdiri di hadapan
saya saat ini Datuk Lembah Akhirat, calon raja di raja rimba persilatan"!"
Datuk Lembah Akhirat tertawa gelak-gelak. "Bukan calon, tapi sejak malam ini aku
sudah ditakdirkan menjadi datuk serta raja dunia persilatan. Menguasai Pulau
Andalas dan seluruh daratan tanah Jawa! Bidadariku, siapa namamu?" Sambil
bertanya Datuk Lembah Akhirat selinapkan tangan kanannya ke balik dada pakaian
si gemuk. Yang diraba Gerhana Di Gajahmungkur
23 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
menggeliat kegelian tapi kedip-kedipkan matanya seolah keenakan membuat sang
Datuk tambah gila dirangsang nafsu. "Gila betul! Seumur hidup baru kali ini aku
memegang dada begini besar, keras seperti batu dan seperti ada bulu-bulunya!"
Nafsu sang Datuk tambah menggelegak.
"Nama saya Buli-Buli. Datuk, kau nakal ya! Aku suka lelaki nakal. Tapi aku
kurang suka bermesraan dilihat orang banyak..."
Mendengar ucapan si gadis sang Datuk segera cekal tangan Buli-Buli lalu
ditariknya si gemuk ini ke dalam gubuk. Saat itu di luar terdengar suara Sika
Sure jelantik berseru.
"Datuk, keluar sebentar. Aku dan teman-teman mau bicara!" Rupanya si nenek sudah
curiga besar. Tapi Datuk Lembah Akhirat malah memaki dan mengusirnya. Sambil
tersenyum dia lalu berkata pada si gadis. "Namamu bagus tapi aneh kedengarannya.
Buli-Buli. Apa itu ada artinya?"
"Buli-Buli artinya saya punya buli-buli untuk dibuli-buli oleh buli-buli Datuk!"
Meledaklah tawa Datuk Lembah Akhirat. Lalu tawanya lenyap berganti suara
hembusan nafas menggeru ketika dilihatnya Buli-Buli sengaja merosotkan
pakaiannya di bagian atas hingga punggung dan sebagian dadanya tersingkap. Penuh
nafsu Datuk Lembah Akhirat ciumi punggung putih berlemak dan berkeringat itu.
Si gadis menggeliat-geliat kegelian membuat sang Datuk tambah terangsang.
"Datuk, saya bersedia melakukan apa saja untukmu. Tapi ada satu hal yang hendak
kukatakan...."
"Hemmm...." Datuk Lembah Akhirat gigit tengkuk Buli-Buli yang melembung putih
ditumbuhi bulu-bulu halus. "Aku sudah bisa menduga apa yang kau mau bilang. Kau
pasti minta harta, perhiasan, uang emas atau.... Kau tahu Buli-Buli. Saat
pertama aku melihatmu, aku sudah memutuskan bahwa kaulah yang akan jadi ratu
pendamping diriku selaku raja di raja dunia persilatan!"
"Terima kasih Datuk mau berbaik hati begitu. Tapi yang ingin saya katakan ialah
bahwa kemarin malam saya bermimpi. Dalam mimpi saya melihat ada orang mencuri
sepasang sarung tangan sakti milik Datuk. Apakah senjata itu masih ada pada
Datuk saat ini" Harap Datuk sudi memeriksa...."
"Hen.... Bagaimana mimpimu bisa sama dengan kenyataan yang terjadi. Namun...."
Datuk Lembah Akhirat raba kantong pakaian sebelah kanan. "Kau tak usah khawatir.
Sarung tangan itu masih ada padaku!"
"Bolehkah saya melihat. Karena mungkin saja senjata itu telah diganti dengan
yang palsu...."
Kening Datuk Lembah Akhirat yang berwarna merah dan hijau jadi berkerut. Dengan
cepat dikeluarkannya gulungan kain putih dari dalam saku pakaiannya. Baru saja
dia hendak membuka gulungan kain itu tiba-tiba Buli-Buli gerakkan tangan
kanannya menghantam.
"Bukkk!"
Datuk Lembah Akhirat mencelat menghantam dinding gubuk. Gubuk yang memang sudah
reyot itu serta merta rubuh. Buli-Buli cepat menyambar gulungan kain di tangan
kanan sang Datuk. Namun gagal karena saat itu menyambar dua larik sinar. Satu
berwarna merah, satunya hitam! Yang melepaskan dua pukulan sakti mematikan ini
adalah Sika Sure Jelantik dan Pengiring Mayat Muka Merah.
Buli-Buli terpekik. Gadis gemuk ini ternyata luar biasa enteng gerakan tubuhnya.
Begitu berhasil menghindar dia balas menghantam. Serangkum angin luar biasa
dingin Gerhana Di Gajahmungkur
24 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
mendera tempat itu. Pengiring Mayat Muka Merah menjerit keras. Sisi kanan
tubuhnya yang kena sambaran pukulan lawan mendadak sontak menjadi kaku dingin
seolah diselubungi es. Dari telinga dan mata kanannya mengucur darah. Si gadis
kembali berusaha merampas gulungan kain di tangan Datuk Lembah Akhirat. Namun
saat itu sang Datuk yang tidak cidera sedikitpun akibat hantaman tadi telah
lebih dulu berkelebat seraya mengibaskan gulungan kain putih di tangan kanannya.
Di dalam gulungan kain ini tersimpan sepasang sarung tangan sakti.
Buli-Buli bermaksud hendak merampas gulungan kain kembali tapi justru lengan
kanannya kena digeprak. Gadis gendut ini mengeluh tinggi. Tubuhnya tampak
limbung. Geprakan sarung tangan, walau terlindung dalam gulungan kain ternyata masih
mampu menyedot sebagian tenaga dalamnya! Ketika dia kembali hendak lancarkan serangan, dari belakang Sika Sure
Jelantik menghantam punggungnya dengan satu totokan dahsyat hingga Buli-Buli
langsung tertegun kaku.
, Habis menotok si nenek tidak tinggal diam. Dengan jari-jari tangannya yang
berkuku hitam panjang dia merobek pakaian si gadis di bagian bawah perut.
"Datuk! Buka matamu lebar-lebar! Lihat sendiri! Barangnya tidak beda dengan
barangmu! Hanya dia putih kau hitam! Hik... hik... hik!"
Mata Datuk Lembah Akhirat seperti mau keluar dari sarangnya. "Manusia banci
jahanam! Siapa kau sebenarnya!" Bentak sang Datuk seraya menjambak rambut BuliBuli. Begitu dijambak rambut itu tercabut. Ternyata rambut palsu!
* * * Langit di sebelah timur kelihatan terang. Tapi udara dingin masih membungkus
kawasan Telaga Gajahmungkur termasuk bagian barat dimana para tokoh golongan
putih rimba persilatan berkumpul.
Kakek Segala Tahu kerontangkan kalengnya lalu mendongak ke langit. "Aneh...
aneh... aneh! Tak pernah keanehan terjadi berturut-turut seperti ini. Malam tadi
hujan turun terus menerus. Bulan purnama empat belas hari tidak muncul. Malam
tadi pula muncul dedengkot rimba persilatan Nyanyuk Amber. Malam tadi orangorang Lembah Akhirat diduga hendak menyerbu. Ternyata tidak. Padahal mereka tak
jauh lagi dari sini. Pagi ini langit terang di sebelah timur. Tapi tak kelihatan
sang surya! Olala.... Apakah alam tidak lagi bersahabat dengan manusia?" Kakek
bermata putih buta ini kembali kerontangkan kaleng rombengnya.
Tiba-tiba terdengar seruan. "Ada orang datang!"
"Aku mencium bau wangi!" teriak Sinto Gendeng.
Satu bayangan biru berkelebat dan Bidadari Angin Timur muncul di tempat itu.
"Kau! Dia yang mencuri Pedang Naga Suci 212!" seru Tua Gila tapi tanpa rasa
marah dan sambil melirik pada anaknya yaitu Andamsuri yang sebelumnya dikenal
sebagai orang bercadar kuning. Kakek ini lemparkan senyum sambil kedipkan
matanya karena dia kini maklum Andamsuri dan Bidadari Angin Timur sengaja
mencuri Pedang Naga Suci 212
sekedar menjalankan siasat agar senjata sakti itu tidak jatuh ke tangan Sabai
Nan Rancak atau Sutan Alam Rajo Di Bumi,
Gerhana Di Gajahmungkur
25 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Semua mata ditujukan pada Bidadari Angin Timur. Ketika Sinto Gendeng maju, Sabai
Nan Rancak yang pernah diselamatkan oleh Bidadari Angin Timur cepat mendampingi
berjaga-jaga. Melihat kejadian itu diam-diam Tua Gila merasa gembira. Antara
beberapa orang yang sebelumnya saling bertentangan kini telah terjadi rasa
saling membantu, rasa saling bersahabat.
"Aku tidak perduli kau pencuri atau bukan. Yang aku ingin tahu apakah Pedang
Naga Suci 212 berada di tanganmu"!" tanya Sinto Gendeng dengan suara keras.
"Nek, aku...."
Andamsuri tak tinggal diam. Dia segera melompat ke samping Sabai Nan Rancak.
"Jangan bersalah duga. Jangan berburuk kira. Agar terang biar kujelaskan. Gadis
berambut pirang ini bukan maling, bukan pencuri. Apa yang dilakukannya sematamata karena ketulusan hati, Sebelum jatuh pedang sakti ke tangan orang-orang
Lembah Akhirat dia dan aku merasa perlu -. mengatur siasat. Dapatkan pedang
sakti untuk menolong pendekar sakti. Senjata itu ada padanya. Harap jangan
diambil jangan diminta. Yang perlu dicari tahu dimana gerangan Pendekar 212
adanya!" "Anak setan itu tidak kelihatan mata hidungnya sejak malam tadi!" Sinto Gendeng
berpaling pada Bidadari Angin Timur. "Tadinya aku menyangka anak itu ikut
bersamamu. Atau mungkin kau menyembunyikannya di satu tempat."
Bidadari Angin Timur gelengkan kepala.
"Aku akan mencarinya sampai dapat. Jadi harap kau mau menyerahkan Pedang Naga
Suci 212 padaku!" kata Sinto Gendeng pula sambil pelototkan mata pada gadis
berambut pirang.
Puti Andini maju mendekati Sinto Gendeng. Dengan suara halus dia berkata. "Nek,
apa kau lupa hanya orang-orang tertentu saja yang bisa memegang pedang itu.
Hanya orang tertentu pula yang boleh memilikinya. Pedang itu kepunyaanku.
Sahabat berambut pirang ini mengambilnya apapun alasannya. Aku mohon kau mau
mengembalikannya padaku Bidadari Angin Timur. Bukankah itu namamu...?"
Bidadari Angin Timur menjadi bimbang. Dia tahu memang Pedang Naga Suci 212
milik gadis bernama Puti Andini itu. Namun jika dia mengembalikan sekarang jelas
tidak bisa dipergunakan untuk mengobati Wiro karena pemuda itu tidak ada di
tempat itu. "Aku mengalah!" berkata Sinto Gendeng dengan suara sengaja dikeraskan. "Biar aku
tak jadi meminta pedang itu. Tapi mengapa dia tidak mau mengembalikannya pada
gadis berambut panjang. Jelas hatinya culas dan maksudnya memang jahat dari
semula!" "Nenek Sinto, jangan kau salah menduga!" menyahuti Bidadari Angin Timur. "Aku
dan Kakak Andam-suri mengambil Pedang Naga Suci 212 untuk menyelamatkan dari
orang-orang Lembah Akhirat. Begitu berada di tangan kami akan dipergunakan untuk
mengobati muridmu. Tapi malam tadi ditunggu di satu tempat Pendekar 212 tidak
muncul. Aku menyelidik di beberapa tempat. Pemuda itu lenyap tak diketahui entah
kemana...."
Baru saja Bidadari Angin Timur mengakhiri ucapannya, belum sempat Sinto Gendeng
hendak menjawab tiba-tiba ada orang berseru.
"Pendekar 212 ditawan orang-orang Lembah Akhirat!"


Wiro Sableng 101 Gerhana Di Gajahmungkur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Semua orang yang ada di situ menjadi geger. Semua mata diarahkan pada orang yang
baru datang, berpakaian hitam, berwajah cantik dan memiliki sepasang mata biru.
"Ratu Duyung!" seru Naga Kuning dan Setan Ngompol hampir berbarengan.
Gerhana Di Gajahmungkur
26 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Apa kau bilang"!" teriak Sinto Gendeng. "Muridku ditawan orang-orang Lembah
Akhirat" Jangan-jangan kau sendiri yang menyekapnya di satu tempat! Ayo jawab!
Jangan kau berani berkata dusta!"
Paras Ratu Duyung menjadi merah. Dalam hati dia menyesali sikap dan ucapan nenek
hitam yang seolah tidak pernah mengenal budi ini. Saking gusarnya Ratu Duyung
lantas menjawab. "Aku tidak menyalahkan kalau kau masih saja gusar terhadapku
Nek. Gara-garaku muridmu ditimpa musibah. Tapi menuduh, menghina dan melecehkan
diriku terus menerus bukanlah tindakan terpuji. Aku memberitahu muridmu ditawan
Datuk Lembah Akhirat. Kau malah menuduh aku yang menyekapnya. Kau lihat saja.
Tak lama lagi orang-orang Lembah Akhirat akan sampai di sini. Bukan cuma muridmu
yang ditawan. Bujang Gila Tapak Sakti yang menyaru jadi perempuan juga mereka tangkap dan
gebuki sampai babak belur!"
Kakek Segala Tahu mendongak ke langit. Dia memegang bahu Iblis Putih Ratu
Pesolek yang tegak di sampingnya. "Kita gagal. Penyamaran Bujang Gila ketahuan.
Aku merasa berdosa. Sarung tangan ular itu pasti tidak berhasil
didapatkannya...."
"Aku cuma kau suruh mendandani si gendut itu. Sega la tipu daya dan siasat kau
yang mengatur!" kata iblis Putih Ratu Pesolek tak mau disalahkan.
Tiba-tiba di kejauhan terdengar suara tiupan terompet. Langit tampak semakin
terang walau sang surya belum juga menampakkan diri. Semua orang tampak
tercekat. Tapi hanya sesaat. Sinto Gendeng kembali mendahului menyerocos.
"Sebelum lawan datang, kita harus bisa menentukan siapa lawan dan siapa teman
diantara kita sendiri. Aku melihat ada musuh dalam selimut di tempat ini!"
Tua Gila yang merasa tidak enak mendengar ucapan itu segera menyahuti. "Sinto,
harap kau menyebut langsung nama orangnya kalau memang ada musuh dalam selimut
seperti yang kau bilang!"
Nenek sakti dari Gunung Gede itu menyeringai. "Kau sudah tahu siapa orangnya.
Tapi kau berkura-kura dalam perahu. Berpura-pura tidak tahu! Baik! Aku akan
sebut terang-terangan orangnya! Dia adalah nenek bertopi tanduk kerbau itu!
Sabai Nan Rancak! Bekas gendakmu itu!"
Merahlah wajah Tua Gila. Paras Sabai Nan Rancak tak kalah merahnya. Anak dan
cucu mereka terdiam tercekat. Mereka ingin membela Sabai namun apa yang
dikatakan Sinto Gendeng sulit untuk diingkari. Bukan rahasia lagi bahwa dalam
rimba persilatan akhir-akhir ini tersiar kabar ada hubungan tertentu antara
Sabai Nan Rancak dengan Sutan Alam Rajo Di Bumi. Selanjutnya Sutan Alam sendiri
mempunyai hubungan rahasia pula dengan Datuk Lembah Akhirat.
"Sabai! Salah atau benar dirimu kau berhak dan harus bicara membuka mulut. Aku
yakin kau tidak seburuk yang disangkakan orang!"
Mendengar ucapan Tua Gila itu Sinto Gendeng tertawa tinggi. "Siapa lagi yang
akan membela kalau bukan bekas kekasih sendiri!" Lalu si nenek pentang tampang
cemberut. Kakek Segala Tahu kerontangkan kalengnya. "Sabai, jangan biarkan keadaan
bertambah buruk. Orang-orang dari Lembah Akhirat semakin dekat! Sebelum terjadi
bentrokan berdarah kau harus menentukan sikap!"
Sabai Nan Rancak gigit bibirnya. Dia memandang berkeliling. Mula-mula
memperhatikan Andamsuri, lalu Bululani. Kemudian beralih pada Panji dan Datuk .
Paduko Gerhana Di Gajahmungkur
27 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Intan. Sesaat ditatapnya Puti Andini. Terakhir-sekali pandangannya lekat di
wajah Tua Gila.
Mula-mula suara bicaranya bergetar namun perlahan-lahan dia bisa menguasai diri.
"Arang yang tercoreng di kening memang sulit dihapus. Nama yang tercemar sukar
diperbaiki. Diri yang terlanjur busuk dalam lumpur susah untuk diangkat dan
dibersihkan. inilah harkat hidup di atas dunia. Pembelaan mungkin satu kesia-siaan dan bahan
tertawaan ejek cemooh. Tetapi jika kalian mengalami derita sengsara hidup
seperti diriku, mungkin kalian ikut meratap dalam tangisku. Derita hidup bisa
membuat orang lupa dan salah melangkah. Sengsara batin bisa membuat orang
tenggelam dalam malapetaka yang sebenarnya tidak diingininya. Namun, apakah
seorang insan tak pernah berbuat salah dan dosa" Apakah tak ada kesesatan yang
tidak mungkin diperbaiki. Apakah tak ada kesalahan yang tidak bisa diampuni.
Seburuk itukan ujud dunia" Sejahat itukan hati manusia" Di usia lanjut ini aku
ingin menghabiskan sisa hidupku dalam memohon ampun dan bertobat diri.
Tetapi jika itu tidak menjadi bagian diriku maka aku rela menerima rajaman dari
manusia dan azab dari Allah Maha Kuasa. Siapakah di antara kalian yang pertama
sekali ingin menurunkan tangan menjatuhkan hukuman ke atas batok kepalaku" Aku
siap menerima dengan segala keikhlasan. Mungkin ini balasan yang terbaik bagi
diriku! Satu hal perlu kalian ketahui. Aku berdiri di sini bukan sebagai musuh
dalam selimut. Dalam dukaku yang amat sangat aku merasa bahagia menemukan
kembali anak dan cucuku. Kalau bisa aku berbuat sesuatu biarlah aku menghadapi
orang-orang Lembah Akhirat itu sebagai penebus dosa!"
Suasana sehening di pekuburan. Tak ada yang bergerak. Tak ada yang berani
membuka mulut. Ada beberapa pasang mata yang tampak berkaca-kaca dan ada
beberapa mata lagi yang saling melontar lirikan.
Tua Gila tiba-tiba melangkah dan tegak di samping Sabai Nan Rancak. "Semua
derita sengsara, semua jalan sesat dan kesalahan yang dilakukannya berpangkal
pada perbuatan diriku. Kini aku mewakili dirinya untuk menerima hukuman. Biarkan
aku sendiri yang menjadi penebus segala dosa!"
Sabai Nan Rancak pejamkan mata. Lehernya tampak turun naik berusaha menahan
isak. Namun dari sela-sela matanya air mata meluncur tak terbendung. Saat itu
rasanya pupuslah semua dendam kesumat dan kebenciannya terhadap Tua Gila.
Kakek Segala Tahu hendak kerontangkan kalengnya. Tapi tak jadi karena dia
berpaling dulu pada Dewa Tuak. Si jaga minum ini yang tahu maksud pandangan
orang segera anggukan kepala. "Kau saja yang bicara...." bisik Dewa Tuak.
Kakek Segala Tahu lalu mendehem beberapa kali, baru angkat bicara. "Segala
kesalahan, segala dosa tak ada artinya di mata Tuhan bilamana kita ummat manusia
telah menyadari dan mau merubah diri dengan jalan bertobat. Jika Tuhan saja
bersifat arif seperti itu, mengapa kita manusia yang lemah dan kotor hendak
bersombong diri tidak mau melupakan dan saling memaafkan. Saat ini kita
menghadapi satu urusan besar. Hancur tegaknya rimba persilatan. Lupakan segala
urusan hati dan pribadi. Kita semua ber-kewajiban menyelamatkan dunia
persilatan...." Kakek Segala Tahu berpaling ke arah tempat Sinto Gendeng
berdiri. Walau tidak melihat tapi kakek ini diam-diam maklum kalau si nenek
tidak suka mendengar kata-katanya. Maka dia meneruskan. "Jika apa yang aku
ucapkan barusan adalah keliru, aku yang tua minta maaf. Tapi jika ada di antara
para tokoh di sini tidak suka dengan jalan pikiranku, tinggalkan kami. Biar kami
mencari jalan sendiri untuk dapat keluar dari malapetaka yang menghadang!" Habis
berkata begitu si kakek Gerhana Di Gajahmungkur
28 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
kerontangkan kalengnya. Begitu berisiknya hingga ketika suara kaleng lenyap
kesunyian terasa semakin mencekam. Tak ada yang bergerak. Tak ada yang bersuara.
Sinto Gendeng palingkan muka ke arah kegelapan. Mulutnya tampak berkomat-kamit
tapi tak ada suara yang keluar. Ucapan Kakek Segala Tahu tadi membuat dia
terpukul. Beberapa kali kemudian nenek ini menghela nafas dalam.
Di atas Telaga Gajahmungkur langit secara aneh bertambah terang. Udara semakin
terasa panas. Ketika beberapa orang mendongak ke atas terkejutlah mereka.
"Matahari muncul di langit!"
Saat itu di langit memang nampak muncul sang surya, bulat penuh dan memancarkan
sinarnya dengan terik. Keadaan menjadi terang benderang. Semua orang bersorak
gembira. Namun Kakek Segala Tahu malah tunjukkan wajah redup gelisah.
"Aneh..." katanya perlahan. "Firasatku mengatakan akan terjadi sesuatu di langit
sana. Akan terjadi sesuatu di permukaan bumi. Puluhan tahun hidup tidak pernah
kurasakan udara begini panas!" Belum lama si kakek keluarkan perasaan hatinya
itu tiba-tiba seseorang berseru.
"Lihat! Ada sesuatu bergerak mendekati matahari!"
"Astaga! Matahari menjadi merah seperti bara!"
"Jangan-jangan dunia mau kiamat!" teriak Dewa Tuak lalu cepat-cepat teguk tuak
dalam bumbung sementara iblis Muda Ratu Pesolek yang tegak di sebelahnya menjadi
pucat. Dia segera cekal lengan Dewa Tuak seraya berbisik ketus. "Jangan kau
bicara yang bukan-bukan. Jangan menyebut-nyebut soal kiamat. Kita masih belum
kawin!" "Gluk! Hek!" Dewa Tuak sampai tercekik mendengar kata-kata si nenek.
Kakek Segala Tahu kerontangkan kalengnya. Kepalanya didongakkan. Matanya yang
putih nyalang melebar. Perlahan-lahan udara yang sebelumnya terang benderang
berubah menjadi redup.
"Aku tidak melihat! Tapi aku yakin sesuatu akan terjadi! Ada sesuatu bergerak
menutupi sang surya. Rembulan dan matahari akan bertindihan di satu garis lurus!
Gerhana! Matahari akan mengalami gerhana!" Kata-kata terakhir si kakek keras
sekali tapi sangat tercekat sehingga semua orang yang mendengar men-jadi bungkam
dalam kegelisahan. Di kejauhan tiba-tiba terdengar salakan anjing bersahutsahutan. Burung-burung beterbangan kian kemari hiruk pikuk. Semua orang
memandang ke langit dengan nafas seolah tertahan dan mata tidak berkesip. Ada
rasa takut menyelinap, Bahkan Sinto Gendeng yang biasanya paling banyak bicara
dan bertingkah kini diam mengkeret. Seumur-umur dia belum pernah melihat gerhana
matahari. Di sampingnya si Setan Ngompol duduk melunjur di tanah dengan tengkuk
dingin dan kencing memancar terus menerus. Naga Kuning tutupi mukanya dengan dua
tangan. Di bagian lain Sabai Nan Rancak, Tua Gila, Andamsuri dan yang lainlainnya juga ikut tenggelam dalam kebisuan yang mencekam.
Makin tertutup matahari oleh rembulan, semakin redup udara seolah siang telah
berganti malam. Pinggiran. matahari membentuk gelang berwarna merah membara yang
secara perlahan-lahan pupus hingga keadaan di atas Telaga Gajahmungkur saat itu
benar-benar gelap gulita laksana malam.
Lapat-lapat terdengar gemuruh suara binatang buas berlarian di rimba belantara
sekeliling telaga. Dari berbagai jurusan salak anjing terdengar tiada henti
ditimpali suara kokok ayam bersahut-sahutan.
Gerhana Di Gajahmungkur
29 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Dalam suasana mencekam begitu rupa mendadak terdengar suara tiupan terompet.
Tak selang berapa lama rombongan Datuk Lembah Akhirat muncul di tempat itu.
Kakek Segala Tahu kerontangkan kalengnya. Lalu di sebelah kiri terdengar Tua
Gila berteriak.
"ingat nyanyian Nyanyuk Amber! Jangan terpengaruh pada apa yang dilihat! Jangan
tertipu pada kenyataan palsu! Berpikir mencari jalan! Agar yang jahat dapat
dikalahkan!"
* * * Gerhana Di Gajahmungkur
30 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ ENAM Dalam hitamnya kegelapan terdengar gemeletak roda kereta dan derap kaki-kaki
kuda. Sosok-sosok binatang tunggangan dan orang-orang itu bergerak laksana hantu
menuju tepi barat Telaga Gajahmungkur. Lalu terdengar suara tiupan terompet.
Kalau tadi hanya sesekali, kini terus-menerus berkepanjangan.
Kakek Segala Tahu mendongak ke langit. Tua Gila, Sinto Gendeng, Dewa Tuak dan
semua yang ada di tepi barat telaga memandang tajam dalam kegelapan.
Tak lama kemudian rombongan dari Lembah Akhirat muncul di tempat itu. Mereka
membuat gerak-an-gerakan cepat menebar demikian rupa, mengurung tepi barat
telaga dalam barisan berbentuk setengah lingkaran. Karena orang-orang ini
sengaja berhenti agak jauh, lagi pula suasana begitu gelap akibat gerhana
matahari, cukup sulit untuk mengenali, siapa saja yang ada dalam rombongan
tersebut selain Datuk Lembah Akhirat.
Suara tiupan terompet sirna. Lalu mencuat suitan panjang dalam kegelapan.
"Pasang obor!" Seseorang berteriak memberi perintah.
Enam buah obor dinyalakan oleh enam penunggang kuda lalu disisipkan di tempat
yang sudah disediakan di dinding kereta. Tiga di kiri, tiga di kanan. Di bawah
penerangan enam obor kini apa yang ada di tempat itu terlihat cukup jelas. Semua
mata hanya sesaat memperhatikan manusia tinggi besar berpakaian hitam yang tegak
di atas kereta besar yaitu Datuk Lembah Akhirat karena perhatian mereka langsung
tertuju ke bagian belakang kereta.
"Pendekar 212 Wiro Sableng!" Tua Gila yang pertama sekali berteriak. Ratu Duyung
dan Bidadari Angin Timur keluarkan seruan tertahan. Dua gadis ini serta merta
hendak menghambur ke arah kereta tapi Tua Gila cepat memberi isyarat agar jangan
melakukan sesuatu dulu.
"Anak setan! Apa yang terjadi dengan dirimu! jahanam! Siapa berani mati
memperlakukan kau seperti itu!" Menyusul teriakan Sinto Gendeng.
"Bujang Gila Tapak Sakti!" Dewa Tuak berseru dari sebelah kiri.
Di bagian belakang kereta ada sebuah balok disanggah dua buah tiang tinggi. Pada
balok ini tergantung sosok Pendekar 212 Wiro Sableng kaki ke atas kepala ke
bawah hanya mengenakan sehelai celana putih. Darah yang hampir mengering menodai
hidung dan mulut, tubuh serta celananya. Pada bagian dada kelihatan membelintang
guratan panjang, cidera akibat hantaman kaki Jagal iblis Makam Setan. Saat itu
Wiro masih berada dalam keadaan tertotok hingga siapa saja yang menyaksikan
pastilah menyangka pemuda ini paling tidak tengah berada dalam keadaan sekarat!
Pada dinding kereta sebelah kiri tergeletak melintang sosok gemuk berpakaian
perempuan penuh robek. Mukanya bercelemong bedak tebal bercampur darah. Beberapa
bagian tubuhnya lebam membiru. Orang yang berada dalam keadaan mengenaskan ini
bukan lain adalah Bujang Gila Tapak Sakti. Selain masih berada di bawah pengaruh
totokan, tangan dan kakinya tampak terikat.
Walau dua matanya buta namun Kakek Segala Tahu sudah bisa menduga apa yang
terjadi. Terlebih sewaktu di sebelahnya iblis Putih Ratu Pesolek berbisik. "Kita
benar-benar gagal. Penyamaran Bujang Gila Tapak Sakti diketahui. Sekarang dia
dan Pendekar 212
berada dalam tawanan Datuk Lembah Akhirat!"
Gerhana Di Gajahmungkur
31 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Sinto Gendeng meraung keras. Tangan kanannya langsung memancarkan cahaya putih
perak menyilaukan tanda dia telah menyiapkan pukulan sakti Sinar Matahari. Kalau
tidak lekas ditahan oleh Dewa Tuak pasti nenek ini sudah melesat ke atas kereta
dan hantamkan pukulan mautnya pada Datuk Lembah Akhirat yang tegak di bagian
depan kereta. "Datuk jahanam! Kau apakan muridku!" teriak Sinto Gendeng dengan dada turun naik
menggemuruh dan sepasang mata berkilat-kilat laksana dikobari api.
Di atas kereta Datuk Lembah Akhirat berkacak pinggang lalu tertawa bergelak.
"Kalian bisa melihat, kalian bisa membaca situasi! Apa aku perlu menjawab" Ha...
ha... ha!"
"Jahanam! Kurobek mulut besarmu!" Sinto Gendeng kembali mendamprat.
Datuk Lembah Akhirat menatap si nenek dengan pandangan mengejek lalu berucap.
"Langit hitam! Bumi dilanda kekelaman! Gerhana di langit! Gerhana di atas
Gajahmungkur. Malapetaka di atas bumi! Bumi dilanda kekelaman! Apakah itu tidak cukup menjadi
pertanda bagi kalian orang-orang golongan putih! Bahwa hari ini adalah hari
kehancuran kalian"! Pendekar 212 ada di tangan kami! Bujang Gila Tapak Sakti
bernasib sama. Lalu masih ada seorang gadis bernama Anggini yang kusekap di
Lembah Akhirat! Apa kalian masih tolol hendak melawan" Mengapa tidak lekas-lekas
semua berlutut minta ampun dan tunduk menjadi kacung-kacungku! Lihat siapa para
tokoh yang ada di sekelilingku!"
Mendengar muridnya disekap di Lembah Akhirat, Dewa Tuak berteriak marah.
Kalau tadi dia mencegah Sinto Gendeng untuk tidak berlaku nekad maka kini dia
sendiri menjadi kalap! Begitu dia bergerak Kakek Segala Tahu palangkan tongkat


Wiro Sableng 101 Gerhana Di Gajahmungkur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kayunya di depan dada Dewa Tuak. "Kita semua harus ingat pesan Nyanyuk Amber.
Jangan berlaku bodoh sobatku.... Datuk keparat itu menjepit kita dengan tiga
tawanan! Jangan berlaku keliru sobatku!"
"Datuk jahanam! Kalau muridku sampai cidera atau ternoda kurebus tubuhmu dengan
arak sampai jadi bubur!" teriak Dewa Tuak dengan mata berapi-api. Lalu dia
semburkan tuaknya ke udara. Datuk Lembah Akhirat ganda tertawa mendengar ancaman
itu. Di samping kiri kereta berdiri Dewa Sedih yang tiada hentinya keluarkan suara
tangisan. Lalu Pengiring Mayat Muka Hitam yang terus-terusan menggaruk. Lebih ke
kiri enam pengawal menunggang kuda. Paling ujung kelihatan pemuda berjuluk
Utusan Dari Akhirat, duduk di atas seekor kuda coklat. Sikapnya seperti tidak
sabaran. Dengan geram dia menatap ke arah Wiro yang terikat di atas kereta. Lalu
pada Sinto Gendeng dan Tua Gila. Tiga manusia yang harus dihabisinya sesuai
perintah roh gaib Si Muka Bangkai alias Si Muka Mayat. Selain mengawasi tiga
orang ini sesekali pemuda ini memperhatikan Puti Andini, Ratu Duyung dan
Bidadari Angin Timur. Sejak lama dia menaruh hati pada tiga gadis ini. Diam-diam
dia bertekad mendapatkan salah seorang di antara mereka. Namun dari ketiganya
Ratu Duyunglah yang paling ditaksirnya.
Di samping kanan kereta Dewa Ketawa duduk di atas keledai kurus sambil mengumbar
tawa. Lalu dua orang pengawal bermuka hitam. Menyusul Pengiring Mayat Muka
Merah. Di sebelah dua pengawal, di atas seekor kuda hitam tegak manusia aneh
Jagal iblis Makam Setan. Seperti biasa kedua tangannya berada di bawah di
punggung kuda sedang sepasang kakinya di sebelah atas.
Gerhana Di Gajahmungkur
32 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Sabai Nan Rancak sesaat memandang tak berkesip pada si Jagal iblis ini. Dia dan
juga Tua Gila serta Sinto Gendeng tidak menyangka kalau manusia sakti berhati
jahat ini telah bergabung dengan orang-orang Lembah Akhirat.
Di sebelah Jagal Iblis Makam Setan berdiri Sika Sure jelantik. Sejak muncul di
tempat itu sepasang matanya terpantek pada sosok dan wajah Tua Gila, manusia
yang paling dibencinya.
Sabai Nan Rancak menggeram dalam hati ketika dia melihat Sutan Alam Rajo Di Bumi
alias Suto Abang ikut berada di antara orang-orang Lembah Akhirat dan tegak di
ujung kiri di sebelah empat pengawal berkuda.
Yang membuat Sabai Nan Rancak jadi tambah tidak enak ialah ketika pandangannya
membentur sosok manusia beralis panjang bersambung dengan dua belas lobang hitam
di wajahnya. "Hantu Balak Anam Dari Sijunjung..." kata Sabai dalam hati. "Jadi dia juga ikut
berada di pihak sana...."
Di atas kereta Datuk Lembah Akhirat angkat tangan kirinya. "Kalian tidak punya
daya apa-apa! Kalian harus bersyukur aku mau memberi pengampunan! Mengapa
berlaku tolol tidak segera jatuhkan diri tanda minta ampun dan bergabung dengan
kami"! Atau memang kalian ingin melihat Pendekar 212 dan Bujang Gila Tapak Sakti
mati mengenaskan"!",
Jeritan geram dan marah keluar dari mulut beberapa orang mendengar kata-kata
Datuk Akhirat itu. Sinto Gendeng tetap tegak dengan tangan kanan membekal
pukulan sakti Pukulan Sinar Matahari. Di sebelahnya Setan Ngompol telah pula
kerahkan tenaga dalam ke tangan kiri kanan. Di bagian lain Ratu Duyung telah
keluarkan cermin sakti sambil tangan kiri menyentuh dada mengusap Kitab Wasiat
Malaikat yang ada di balik pakaiannya. Tua Gila diam-diam selinapkan tangan
keluarkan benang saktinya sementara Sabai tegak dengan tangan terpentang
memancarkan cahaya merah tanda dia telah merapal aji pukulan sakti Kipas Neraka.
"Dewa Ketawa! Dewa Sedih!" Tiba-tiba Kakek Se-gala Tahu berteriak. Dari suara
tangis dan tawa dua kakek sakti itu dia sudah tahu kalau mereka berada di pihak
lawan. "Kalian berdua sungguh manusia-manusia tidak berbudi! Sampai hati bergabung
dengan musuh besar orang-orang golongan putih!"
Dewa Sedih meraung keras sedang Dewa Ketawa gelak mengekeh mendengar ucapan
Kakek Segala Tahu itu. Dewa Tuak tak mau diam segera menimpali. "Dasar tua
bangka sedeng! Kalian enak saja melihat keponakan kalian si Bujang Gila Tapak
Sakti dianiaya dan ditawan Datuk Lembah Akhirat!"
Datuk Lembah Akhirat angkat tangan lalu membuka mulut. "Dewa Sedih dan Dewa
Ketawa adalah dua manusia arif bijaksana. Mereka menyadari tingginya langit
dalamnya lautan dan mau bergabung dengan kami!" Sang Datuk lalu berpaling pada
Sutan Alam Rajo Di Bumi. "Sutan Alam! Aku melihat satu pemandangan yang membuat
mata ku jadi sepat!
Sabai Nan Rancak kekasihmu itu berada di pihak musuh! Kau hanya berdiam diri
saja"!"
Mendengar ucapan sang Datuk maka Sutan Alam berseru. "Sabai, kau masih punya
kesempatan untuk diampuni asal segera bergabung dengan kami!"
"Kalian dua kakak adik manusia celaka! Sudan cukup kalian menipuku! Sutan
keparat! Kau yang pertama kali akan kubunuh!" teriak Sabai.
Gerhana Di Gajahmungkur
33 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Selagi orang berperang mulut, Andamsuri dekati Kakek Segala Tahu lalu
membisikkan sesuatu. Si kakek lantas saja goyangkan kalengnya tiada henti.
Andamsuri yang saat itu masih mengenakan pakaian kuning tapi tanpa cadar lagi
memberi isyarat pada Ratu Duyung. Sang Ratu memberi tanda pada Bidadari Angin
Timur. Antara ke dua gadis ini agaknya telah pupus segala sakit hati dan
perselisihan. Yang ada dalam pikiran mereka saat itu adalah bagaimana
menyelamatkan Pendekar 212 Wiro Sableng dan juga Bujang Gila Tapak Sakti.
"Dewa Sedih! Orang-orang tolol tidak mau berpikir! Keluarkan ratapanmu pengantar
kematian mereka!"
Mendengar perintah Datuk Lembah Akhirat maka Dewa Sedih meraung keras. "Sang
surya tertutup rembulan. Orang menyebutnya gerhana! Aku menyebutnya malapetaka!
Hatiku sedih! Hik... hik... hik! Hati manusia tertutup kebodohan. Otak manusia
tertindih batu ketololan! Hatiku sedih! Orang-orang golongan putih apa yang kau
cari di tepi barat Telaga Gajah-mungkur! Apa kalian tidak melihat pertanda alam"
Kalian bernasib buruk.
Aku meratap karena kalian akan mati tak berkubur! Hik... hik... hik!"
Baru saja Dewa Sedih hentikan tangisnya, tiba-tiba dari belakang sana terdengar
suara orang menggerung. Lalu ada anak kecil ikut-ikutan menangis meniru ratapan
Dewa Sedih. "Orang pandai menggaruk kepalanya. Orang tolol menggaruk selangkangannya!
Aku sedih! Hik... hik... hik! Para tokoh silat sesat golongan hitam! Apa yang
kau cari di tepi barat Telaga Gajahmungkur ini" Di dalam gelap gerhana matahari
tidakkah kalian lihat pertanda alam" Salah seorang dari kalian menggaruk tiada
henti hingga auratnya bengkak dan lecet! Hatiku sedih! Apa kalian semua mau
ketularan kegatalan dan lecet barang masing-masing" Hik... hik... hik!"
Beberapa orang keluarkan suara tertahan. Setan Ngompol terkekeh-kekeh hingga
mancur air kencingnya. Sinto Gendeng cepat menutup mulutnya namun tak urung
suara cekikikannya masih membersit keluar. Datuk Lembah Akhirat pelototkan mata.
Dewa Sedih kerutkan kening mendengar ratap tangis itu. Pengiring Mayat Muka
Hitam yang sadar kalau dirinya yang dituju orang dengan ratapan tadi menyumpah
habis-habisan. Datuk Lembah Akhirat tiba-tiba menggembor keras. Ketiga orang
ini, diikuti oleh yang Lain-lain memandang ke jurusan datangnya suara tangisan.
Yang menangis ternyata adalah Naga Kuning si bocah konyol yang sebenarnya
berusia 120 tahun!
"Pengiring Mayat Muka Hitam!" berseru Datuk
Lembah Akhirat. "Bocah berambut jabrik ini berani mempermalukan dirimu! Apa kau
diam saja"!"
"Tidak Datuk! Saya akan membunuhnya saat ini juga!" Jawab si muka hitam. Lalu
sementara tangan kirinya terus menggaruk dia angkat tangan kanan. Siap
melepaskan pukulan Mencabut Jiwa Memusnah Raga.
"Muka hitam! Jangan berlaku tolol! Kalau kau bunuh diriku seumur-umur kau tidak
akan mendapat obat penghilang gatal di anumu itu! Hik... hik... hik! Kau akan
mati dengan kemaluan ledes! Hik... hik... hik!"
"Jahanam!" maki Pengiring Mayat Muka Hitam sambil menggaruk bagian dalam
pakaiannya sebelah bawah. Diam-diam hatinya menjadi bimbang. Mengapa bocah itu
mengetahui tepat bagian auratnya yang gatal. "Jangan-jangan dia yang punya
pekerjaan...!"
Si muka hitam tak menunggu lama karena saat itu juga terdengar Naga Kuning
berkata. Gerhana Di Gajahmungkur
34 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Tiga ekor babi montok itu aku yang melepasnya di Lembah Akhirat! Kau tidak tahu
kalau sebelumnya anunya sudah kupoles dengan daun gatal-gatal. Hik... hik...
hik! Aku melihat langit! Aku melihat anunya babi! Aku melihat barang antik
kegatalan! Hatiku sedih!
Hik... hik... hik!"
"Anak jahanam! Jadi kau yang punya pekerjaan!" teriak Pengiring Mayat Muka
Hitam. Walau rasa gatal-nya tidak tertahankan namun amarahnya juga tak bisa
dikendalikan. Laksana terbang orang ini melompat dari kudanya, berkelebat ke
arah Naga Kuning seraya lepaskan pukulan Mencabut Jiwa Memusnah Raga! Sempat si
bocah terkena maka tubuhnya akan berubah menjadi debu berwarna hitam.
"Tahan!" seru Naga Kuning. Di tangan kanannya bocah itu memegang sebuah bumbung
bambu sepanjang dua jengkal. Bumbung ini diacungkannya lalu berkata. "Di dalam
bumbung ada cairan pemusnah rasa gatal! Jika kau mau bertobat dan menyeberang ke
pihak kami, cairan ini akan kuberikan padamu. Kalau tidak kau rasakan sendiri.
Seumur-umur sampai mati kau akan menggaruk terus. Barangmu akan ledes! Apa
gunanya hidup sengsara seperti itu! Kemaluanmu sudah ketiban gerhana! Hik...
hik... hik!"
"Keparat! Kubunuh kau!" teriak si muka hitam namun saat itu dia memang sudah
tidak tahan lagi. Makin digaruk makin gatal. Tidak digaruk mau gila rasanya.
Digaruk malah tambah menjadi-jadi. Hatinya bimbang. Dia melirik ke arah Datuk
Lembah Akhirat.
Sang Datuk menyeringai dan kedipkan mata. Melihat isyarat licik itu si muka
hitam segera menghampiri Naga Kuning. "Kebaikanmu akan kuterima. Aku bertobat
dan berjanji akan membantu pihakmu asal obat penangkal gatal itu kau serahkan
padaku!" "Bagus! Ini silahkan ambil bumbung. Tapi syaratnya harus segera diguyurkan ke
auratmu di bawah perut. Pasti mustajab menghilangkan rasa gatal! Selain itu juga
menambah kejantananmu! Hik... hik... hik! Lakukan di sini juga agar benar-benar
mantap!" Tanpa menunggu lebih lama Pengiring Mayat Muka Hitam segera sambar bumbung
bambu. Dia menyelinap ke tempat gelap. Di sini dia singsingkan jubahnya ke atas
lalu susupkan bumbung bambu ke bawah perutnya. Cairan dalam bumbung itu
dituangnya sampai habis. Terasa sejuk dingin. "Ah, anak keparat itu tidak
berdusta. Aku pasti sembuh!"
kata si muka hitam dalam hati sambil tersenyum lega. Tapi tiba-tiba senyumnya
lenyap seperti direnggut setan!. Dari mulutnya meledak teriakan dahsyat.
Auratnya di bawah perut yang barusan diguyur cairan terasa panas laksana
dibakar. "Jahanam! Cairan apa yang kau berikan padaku!" Teriak si muka hitam. Lupa diri
dan tak perduli begitu banyak mata memperhatikannya Pengiring Mayat Muka Hitam
singkapkan jubah hitamnya. Melompat mencak-mencak kian kemari. Dia kaget
setengah mati dan menjerit ketika melihat barangnya telah berubah bengkak
gembung hampir sebesar kelapa dan berwarna merah seperti udang rebus! Dan
celakanya rasa gatal bukannya hilang malah bertambah hebat! Si muka hitam
terbungkuk-bungkuk seolah ada beban berat menggandul di selangkangannya!
Naga Kuning tertawa cekikikan, Iblis Putih Ratu Pesolek yang berada di dekatnya
ajukan pertanyaan. "Anak brengsek! Cairan apa yang kau berikan pada jahanam muka
hitam itu?"
"Air cabe kucampur dengan racikan daun sembung! Biar dia rasa. Hik... hik...
hik!" "Anak sialan! Tidak heran kalau barangnya gembung bengkak dan merah! Hik...
hik... hik! Mau kencing aku melihat kelakuanmu!" ujar kekasih Dewa Tuak itu.
Setan Ngompol yang melihat apa yang terjadi langsung saja beser habis-habisan.
Gerhana Di Gajahmungkur
35 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Pengiring Mayat Muka Hitam seperti orang gila ada, seperti orang kemasukan setan
ada. Lari sana lari sini sambil berteriak-teriak. Lalu jatuhkan diri di tanah
berguling-guling.
Kemudian dia bangkit berdiri. Lari ke arah sebatang pohon. Pada puncak rasa
gatal dan sakit yang tidak bisa ditahannya lagi, tanpa ada yang bisa menduga
atau mencegah orang ini hantamkan kepalanya ke batang pohon.
"Praaakkk!"
Pengiring Mayat Muka Hitam terkapar di tanah dengan kepala rengkah! Suasana
serta merta hening mencekam. Lalu di kejauhan terdengar suara lolongan anjing.
Udara tambah gelap.
"Jahanam tolol!" Datuk Lembah Akhirat memaki marah. "Pengiring Mayat Muka Merah!
Bunuh bocah keparat itu!"
"Anak jahanam! Terima kematianmu!" Pengiring Mayat Muka Merah menghardik.
Satu cahaya merah melesat menggidikkan.
"Pukulan Mencabut Jiwa Memusnah Raga!" seru Tua Gila.
"Naga Kuning! Lekas menyingkir!", teriak Sabai Nan Rancak. Nenek ini lalu tekuk
lututnya. Tangan kiri didorongkan ke arah Naga Kuning hingga anak ini terpental
satu tombak. Tangan kanan dihantamkan ke depan.
"Wusss!"
Pukulan sakti Kipas Neraka berkiblat menyambuti pukulan maut Mencabut Jiwa
Memusnah Raga! Ter-nyata Sabai Nan Rancak tidak sendirian. Dari tempatnya
berdiri Dewa Tuak teguk tuaknya sampai mulutnya gembung lalu menyembur!
"Curang pengecut!" Satu suara membentak.
"Terhadap manusia jahanam sepertimu mana berlaku segala macam peradatan!"
teriak Dewa Tuak.
Di depan sana Pengiring Mayat Muka Merah tampak berdiri terhuyung-huyung sambil
pegangi dada. Dari sela mulutnya mengucur darah kental. Kepalanya yang berambut
keriting merah mengepulkan asap. Jubah merahnya penuh lubang akibat semburan
Dewa Tuak. Dari setiap lobang mengucur darah. Jelas orang ini terluka parah di
sebelah dalam dan sebelah luar tapi karena memiliki daya kekuatan luar biasa dia
masih bisa bertahan hidup.
Di bagian lain Sabai Nan Rancak tegak laksana patung. Mukanya seputih kain
kafan. Dia batuk-batuk beberapa kali lalu terhuyung limbung. Temyata akibat bentrokan
pukulan sakti tadi si nenek juga mengalami cidera walau tidak parah.
"Sabai!" seru Tua Gila seraya menghambur dan merangkul si nenek sebelum
perempuan tua itu rubuh ke tanah.
"Aku tak apa-apa..." kata Sabai Nan Rancak sambil tersenyum karena hatinya
mendadak merasa tenteram dalam pelukan Tua Gila. Bagaimanapun bencinya dia
terhadap lelaki itu namun Tua Gila adalah orang yang pernah dicintainya dan dari
siapa dia mendapatkan dua orang anak!
"Jangan bicara dulu. Biaraku salurkan hawa pengobatan!" kata Tua Gila lalu
alirkan tenaga dalamnya ke punggung dan dada Sabai Nan Rancak. Saat itu kalaupun
mati rasanya si nenek ikhlas karena mati dalam pelukan Tua Gila. Melihat
kejadian itu Sinto Gendeng mendengus. "Huh! Past) nenek gatal itu hanya berpurapura. Supaya ditolong dan dipeluk si Sukat Tandika!" Sinto Gendeng membuang muka
ke jurusan lain, tak mau memperhatikan Tua Gila yang tengah merangkul Sabai Nan
Rancak sambil mengalirkan tenaga dalamnya.
Gerhana Di Gajahmungkur
36 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kau apakan ibuku!" Bululani alias iblis Pemalu berteriak marah. Lalu orang
hanya melihat satu bayangan biru berkelebat. Dan "praaakkk!" Tubuh Pengiring
Mayat Muka Merah terbanting ke tanah. Tak berkutik lagi. Dia menemui ajal dengan
kepala pecah akibat geprakan tangan kanan Bululani yang dengan telak menghantam
keningnya. Seperti diketahui Pengiring Mayat Muka Merah adalah pembantu Datuk
Lembah Akhirat berkepandaian tinggi. Namun akibat cidera hantaman dua lawan tadi
dalam keadaan limbung dia telah berlaku lengah. Kelalaian ini harus dibayarnya
dengan nyawanya.
* * *

Wiro Sableng 101 Gerhana Di Gajahmungkur di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tua Gila mendukung Sabai Nan Rancak ke tempat aman. Berada dalam pelukan kekasih
dan ayah dari dua anaknya itu semua rasa dendam kesumat lenyap dari dalam diri
si nenek. Malah dengan suara lirih dan mata berkaca-kaca Sabai berkata. "Sukat,
mengapa begini buruk jalan hidup kita. Mengapa menyedihkan sekali untung
perasaan kita...."
"Tabahkan hatimu Sabai. Jangan bicara dulu. Nanti ada saatnya kita bicara
panjang lebar. Tujuh hari tujuh malam kalau kau suka!"
Sabai Nan Rancak tersenyum. "Memangnya.... Rencana apa yang ada dalam benakmu
Sukat...?"
"Sssshhh, sudah jangan banyak bicara dulu." Saat itu Tua Gila ingin sekali
mendekap dan menciumi wajah si nenek. Walau dia memang pernah menyia-nyiakan
perempuan itu namun saat itu di lubuk hatinya yang terdalam disadarinya dari
sekian banyak gadis di masa mudanya yang menjadi buah hatinya memang hanya Sabai
Nan Rancak seoranglah satu-satunya perempuan yang benar-benar dikasihinya. Tidak
Jari Malaikat 1 Pengemis Binal 08 Tabir Air Sakti Perawan Lembah Wilis 1

Cari Blog Ini