Ceritasilat Novel Online

Hantu Jatilandak 2

Wiro Sableng 105 Hantu Jatilandak Bagian 2


melindungi kepala dan sekujur tubuhnya benar-benar atos laksana baja! Aku tidak
mampu menghadapinya!"
Peri Angsa Putih terus kerahkan seluruh kesaktiannya hingga dua sinar yang
keluar dari matanya membesar dan tambah menyilaukan. Namun di depan sana
Tringgiling Liang Batu tetap saja tegak tak bergeming sambil mendukung sang cucu
bernama Lajatilandak!
Tiba-tiba makhluk bersisik itu angkat tangan kanannya lalu diputar secara aneh.
Dua larik sinar serangan yang keluar dari sepasang mata sang Peri ikut berputar
menuruti gerakan tangannya. Ketika si makhluk 41 HANTU JATILANDAK
pukulkan tangan ke arah Laeputih, angsa raksasa tunggangan Peri Angsa Putih ini
menguik keras dan tahu-tahu sekujur tubuhnya telah terikat oleh gulungan sinar
biru! Membuat angsa raksasa ini tak mampu lagi menggerakkan tubuhnya barang
sedikitpun. Hanya kepalanya yang berleher panjang masih bisa digerak-gerakkan
sambil keluarkan suara seperti merintih lirih.
"Peri Angsa Putih, jika kau masih keras kepala menjalankan tugas dan perintah
gila itu! Seumur-umur kau tidak akan dapat meninggalkan pulau ini! Terserah
padamu!' lalu Tringgiling Liang Batu membuat gerakan dengan lima jari tangan
kanannya. Lima jari itu membengkok ke dalam seperti meremas. Laeputih menguik
keras. Sinar biru yang mengikat tubuhnya seolah-olah merangsak mengencang.
Peri Angsa Putih maklum, dengan segala
kenekatannya Tringgiling Liang Batu mampu membunuh angsa tunggangannya. Sang
Peri segera angkat tangan kirinya
"Dalam kepicikan dan juga kesombonganmu kau telah merasa menang makhluk
bersisik! Aku akan tinggalkan pulau ini dengan berhampa tangan. Tapi wahai satu
hari kelak pembalasan kami para Peri Negeri Atas Langit akan jatuh atas dirimu!
Saat itu kau tak akan mampu menghindari kematian! Rohmu akan tergantung antara
langit dan bumi! Kau akan menderita selama sang surya dan rembulan muncul di
jagat raya inil"
Trenggiling Liang Batu gerakkan tangan kanannya.
gulungan sinar biru yang mengikat sekujur tubuh angsa putih terlepas lalu
melesat masuk kembali ke dalam sepasang mata Peri Angsa Putih.
"Kau boleh pergi dengan aman wahai Peri Angsa Pulih! Jangan mengeluarkan suara
barang sepatahpun".
Peri Anqsa Putih mendengus lalu melompat naik ke atas punggung Laeputih. Sesaat
kemudian angsa raksasa itu telah terbang dan melesat tinggi ke udara.
di atas punggungnya Peri Angsa Putih duduk sambil 42 HANTU JATILANDAK
kepalkan dua tinjunya. Dia merasa sangat malu, terhina dan juga marah. Dalam
keadaan seperti itu tiba-tiba di bawahnya, kelihatan sebuah biduk meluncur
sangat cepat menuju pantai barat pulau.
Sambil bertanya-tanya dalam hati siapa adanya penumpang biduk itu, Peri Angsa
Putih turunkan sedikit angsa tunggangannya lalu terbang berputar-putar di atas
biduk. Namun dia tidak bisa melihat wajah penumpang tunggal di atas perahu itu
karena orang itu mengenakan caping bambu sangat lebar. Hanya ada satu hal yang
masih bisa disaksikan oleh sang Peri.
Orang di atas perahu sama sekali tidak mempergunakan dayung ataupun layar untuk
meluncurkan perahunya.
Dia mempergunakan kaki kiri atau kaki kanan.
Setiap kaki kiri atau kaki kanan dihentakkan ke lantai perahu maka secara luar
biasa perahu itu meluncur deras membelah air laut. Hingga tidak selang beberapa
lama perahu itu telah sampai di pantai barat pulau.
"Meluncurkan perahu di tengah laut dengan hen-takan kaki! Wahai! Baru sekali ini
aku melihat ilmu demikian hebat! Ingin aku mengetahui siapa adanya orang yang
berkepandaian tinggi itu. Sayang aku harus segera menemui Peri Bunda dan Peri
Sesepuh...."
43 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATILANDAK
8 DI ATAS pulau, di dalam rimba Lahitamkelam, makhluk bersisik seatos baja
Tringgiling Liang Batu, baru saja meletakkan bayi berduri di atas punggung
Laelancip si landak betina. Tiba-tiba dia berdiri tegak lalu arahkan mukanya ke
sebelah barat. "Wahai! Ada lagi tamu tak diundang tengah menuju ke sini. Laeruncing dan
Laelancip, lekas kalian bawa cucuku meninggalkan tempat ini!"
Baru saja makhluk bersisik itu selesai bicara, belum sempat dua ekor landak
raksasa bergerak pergi tiba-tiba berkelebat satu bayangan disertai
mengumandangnya teriakan keras. Dari ucapannya jelas dia sempat mendengar katakata Tringgiling Liang Batu tadi.
Padahal Tringgiling bicara tidak terlalu keras. Satu pertanda bahwa orang yang
datang, siapapun dia adanya pastilah memiliki kepandaian tinggi.
"Diundang atau tidak, aku sudah menentukan bahwa hari ini aku harus menjejakkan
kaki di tempat ini! Dan itu sudah kurencanakan sejak tiga puluh tahun silaml"
"Wuuuuttt!"
Suara lenyap dan tahu-tahu delapan langkah di sebelah kanan Tringgiling Liang
Batu telah berdiri seorang yang mengenakan pakaian terbuat dari kulit kayu
berwarna kecoklat-coklatan. Kepala dan wajahnya tidak kelihatan karena tertutup
oleh sebuah caping bambu sangat lebar.
****** Tringgiling Liang Batu menatap tajam dengan mata combongnya. Laeruncing dan
Laelancip memandang tak berkedip.
"Aku tidak kenal dengan sosok manusia satu ini.
Entah kalau dia membuka capingnya dan aku bisa 44 HANTU JATILANDAK
melihat wajahnya. Apa maksud kedatangannya juga sama dengan Peri tadi" Hendak
mengambil orok itu...?"
Demikian Tringgiling Liang Batu membatin. Lalu dia menegur.
"Orang bercaping, aku mengucapkan selamat datang di pulau ini. Selamat datang di
rimba Lahitamkelam.
Harap kau sudi membuka capingmu hingga aku bisa mengenali siapa adanya dirimu.
Setelah itu baru kita bicara perihal kedatanganmu. Apakah membawa maksud jahat
atau baik!"
"Makhluk bersisik bernama Tringgiling Liang Batu!
Kau bertanya aku menjawab. Kedatanganku membawa kedua hal yang kau sebutkan
tadi. Maksud jahat dan maksud baik!"
Tringgiling Liang Batu diam-diam merasa terkejut.
"Hee! Dia tahu namaku! Dari ucapannya jelas sebenarnya dia datang membawa maksud
tidak baik walau dia berkata ada maksud jahat ada maksud baik!"
"Tamu bercaping, wahai! Aku hanya akan meneruskan pembicaraan jika kau membuka
caping unjukkan wajah!"
"Wahai! Apa sulitnya membuka caping!" jawab sang tamu. Lalu sekali dia
menggoyangkan kepala caping lebar yang sejak tadi bertengger di kepalanya
melesat ke udara dan diam mengapung satu tombak di atas kepala itu!
Tringgiling Liang Batu terkesiap melihat kehebatan tenaga dalam yang dimiliki
orang. Namun sekaligus dia mencium adanya bahaya besar yang segera bakal muncul.
Terlebih lagi ketika dilihatnya sepasang landak raksasa keluarkan suara
menggeram dan bersikap siap untuk melompati orang di hadapannya.
Akan tetapi yang paling membuat makhluk bersisik Itu terkejut besar ialah ketika
melihat orang di depannya memiliki kepala bermuka dua. Satu di depan satu di
belakang! Dua wajah itu merupakan wajah lelaki berusia sekitar 40 tahun. Wajah
sebelah depan putih bersih.
Sebaliknya yang sebelah belakang hitam pekat dan keling berkilat! Keanehan lain
dari makhluk ini 45 HANTU JATILANDAK
Ialah bola matanya tidak bulat tetapi berbentuk segi tiga berwarna hijau!
"Pasti ini makhluknya yang selama ini dikenal dengan nama Hantu Muka Dua!" kata
Tringgiling Liang Batu dalam hati. Perasaannya semakin tidak enak.
"Pasti dia datang membawa maksud jahat. Bukankah dia yang dijuluki Hantu Segala
Keji, Segala Tipu, Segala Nafsu!"
"Tringgiling Liang Batu," tiba-tiba Hantu Muka Dua berucap. Yang bicara adalah
mulutnya sebelah depan.
"Aku Hantu Muka Dua datang membawa kabar buruk bagimu dan tiga makhluk hidup
yang ada di sebelah sana." .
"Buruk baik adalah bagian setiap manusia karena Ku sudah merupakan ketentuan
hidup. Tapi wahai!
Kabar buruk apa yang kau maksudkan Hantu Muka Dua!"
"Pertama, aku memaklumkan diri bahwa cepat atau lambat aku akan menjadi Raja Di
Raja Segala Hantu di Negeri Latanahsilam, termasuk pulau dan seluruh kawasan
sekitar sini! Kau dan semua yang hidup di pulau ini harus tunduk dan berada di
bawah kekuasaanku"
"Hantu Muka Dua...."
"Diam! Ucapanku belum selesai!" Menghardik mulut Hantu Muka Dua sebelah depan
sementara mulut sebelah belakang tertawa gelak-gelak. Walau menjadi marah namun
Tringgiling Liang Batu mengalah dan berdiam diri. Hantu Muka Dua lanjutkan
ucapannya. "Hal kedua! Orok yang ada di punggung landak betina itu akan kuberi nama Hantu
Jatilandak! Dia berada di bawah kekuasaanku dan tunduk pada segala perintahku!
Pada masa tujuh puluh tahun mendatang aku akan kembali ke pulau ini. Saat itu
dia bukan saja sudah dewasa tapi juga memiliki satu rahasia besar yang harus
dikatakannya padaku! Kau sudah mendengar kata-kataku! Sekarang kau boleh
bicara!" "Hantu Muka Dua, kalau kau ingin menjadi Raja 46 HANTU JATILANDAK
Di Raja Segala Hantu Ku adalah urusanmu! Tapi perlu kau ketahui. Aku Tringgiling
Liang Batu adalah satu-satunya penguasa di pulau ini! Tidak ada siapapun baik di
bumi, di lautan maupun di atas langK yang boleh menguasai dan memerintah diriku!
Sebelum kau muncul di sini, telah terlebih dulu datang Peri Angsa Putih dari
Negeri Atas LangK! Dia ingin mengatur dan menguasai diriku! Dia ingin mengambil
bayi yang sudah kuanggap sebagai cucuku sendiri! Peri Angsa Putih pergi dengan
tangan hampa setelah aku memberi pelajaran pahit dan keras padanya! Apakah kau
berharap aku akan memberikan pelajaran yang sama padamu"!"
Dua mulut Hantu Muka Dua tertawa bergelak mendengar kata-kata Tringgiling Liang
Batu Ku. "Kau boleh mengatur seribu Peri seribu Dewa. Tapi jangan berani bicara
sombong terhadap Hantu Muka Dua!"
"Kau boleh menganggap diri lebih hebat dari pada Pari dan Dewa wahai Hantu Muka
Dua! Tapi karena kau membawa maksud jahat datang kemari, aku sarankan agar kau
cepat-cepat angkat kaki dari pulauku. Terhadap Peri Angsa Putih aku masih
berbaik hati. Tapi terhadap makhluk sepertimu mungkin sikapku bisa sebaliknya!
Lekas menyingkir dari hadapanku!"
Hantu Muka Dua menjadi marah sekali. Dari tenggorokannya keluar suara
menggembor. Bersamaan dengan itu mukanya depan belakang berubah menjadi mukamuka raksasa mengerikan berwarna merah.
Empat matanya memandang menyorot pada Tringgiling Liang Batu.
Walau gentar melihat perubahan dua muka makhluk di hadapannya namun Tringgiling
Liang Batu tidak bergerak dari tempatnya berdiri. Dia sudah siap menghadapi
segala kemungkinan. Dua ekor landak raksasa juga telah mulai bergerak mendekati Hantu Muka Dua.
"Tringgiling Liang Batu! Kau dan dua binatang peliharaanmu tentu punya ilmu yang
diandalkan! Tapi Adalah terlalu bodoh jika berani menentang Hantu Muka 47 HANTU
JATILANDAK Dua Aku tahu kelemahan kalian!"
Makhluk bersisik menggereng keras. Seluruh sisik yang ada di muka dan tubuhnya
bergerak bangkit, mencuat laksana pisau-pisau baja! Lalu dari sela-sela sisik
Itu melesat serpihan-serpihan berbentuk paku hitam, menyambar ke arah Hantu Muka
Dua! Puluhan banyaknya! Di saat yang sama dua ekor landak tidak tinggal diam.
Keduanya melompat menyerbu Hantu Muka Dua. Yang betina masih mendukung orok aneh
di punggungnya. Duri-duri panjang di tubuhnya mencekal demikian rupa hingga bayi
itu tidak jatuh.
"Paku Iblis Liang Batu!" teriak Hantu Muka Dua menyebut nama paku-paku maut yang
menyambar ke arahnya. "Siapa takut!" Lalu Hantu Muka Dua melesat dua tombak ke
udara. Ketika melewati caping bam-bunya, dia segera menyambar benda itu dengan
tangan kiri. Lalu sekali dia memukulkan caping lebar itu ke bawah, puluhan pakupaku hitamyang melewati bawah kakinya melesat masuk, amblas ke dalam tanah!
Sambil melayang turun Hantu Muka Dua tertawa bergelak. Memang sungguh hebat.
Bukan saja dia berhasil selamatkan diri dari serangan Paku Iblis Liang Batu dan
sekaligus membuat amblas senjata aneh itu ke tanah, tetapi dia juga bisa
menghindar dari serangan dua ekor landak yang menyerbu dari belakang. Hal ini
bisa dilakukannya karena dia mempunyai muka di sebelah belakang dan dapat
mengawasi setiap apa yang terjadi di belakangnya. Melihat serangannya gagal, dua
ekor landak menggereng keras. Ternyata mereka berotak cerdik. Karena punya dua
muka depan belakang memang sulit untuk menyerang Hantu Muka Dua dari dua arah
itu. Maka Laeruncing dan Laelancip kini menyerbu dari samping kiri dan kanan!
Hantu Muka Dua yang masih tertawa-tawa meng-ejek Tringgiling Liang Batu menjadi
kaget ketika tiba-tiba dua ekor landak itu melesat ke arahnya dari dua jurusan.
Sambil membentak marah makhluk bermuka dua itu mundur satu langkah lalu pukulkan
tangannya 48 HANTU JATILANDAK
kiri kanan ke samping!
Laeruncing si landak jantan menggerung keras ketika tubuhnya kena di gebuk,
terpental dan terguling-guling di tanah. Binatang ini cepat berdiri tapi roboh
kembali karena tulang pinggulnya sebelah kiri remuk terkena pukulan Hantu Muka
Dua. Sebaliknya Hantu Muka Dua sendiri tertegak sambil mengerenyit kesakitan. Ketika
dia memperhatikan ternyata di tangan kirinya telah menancap dua lembar bulu
tebal landak jantan itu. Hantu Muka Dua menggeram marah. Dua duri landak
dicabutnya, dibantingkan ke tanah hingga melesak amblas. Lalu didahului ledakan
menggelegar dia menerjang ke arah Laeruncing yang berada dalam keadaan
sempoyongan. Tangan kanannya bergerak menghantam.
"Wuutttt!"
Dari samping melesat sosok Laelancip si landak betina. Puluhan duri yang ada di
tubuhnya mencuat lagak dan keras laksana paku-paku baja. Hantu Muka Dua
menggembor keras dan terpaksa tarik pulang terangannya. Ketika dia hendak
mengejar landak betina itu, Tringgiling Liang Batu telah menghadang gerakannya.
"Kau benar-benar minta mampus!" teriak mulut Hantu Muka Dua sebelah depan.
Taringnya mencuat.
Dua matanya mendelik besar. Lalu dari ke dua mata itu melesat dua larik sinar
hijau berbentuk segi tiga yang ujung terdepan menyerupai ujung tombak runcing.
Inilah ilmu kesaktian yang disebut "Hantu Hijau Penjungkir Roh". Benda apa saja
yang terkena hantaman dua larik sinar hijau itu akan menjadi leleh lunak seperti
lumpur. Dulunya ilmu kesaktian ini adalah milik seorang tokoh berjuluk Hantu
Lumpur Hijau. Dengan segala tipu dan kelicikannya Hantu Muka Dua berhasil
merampas ilmu kesaktian itu.
Tringgiling Liang Batu terkejut besar, tidak menyangka kalau Hantu Muka Dua
memiliki ilmu kesaktian itu.
49 HANTU JATILANDAK
"Benar Hantu Hijau Penjungkir Roh!" ujar makhluk bersisik dengan suara bergetar.
"Dia pasti mencuri ilmu kesaktian itu dari Hantu Lumpur Hijau!"
Tringgiling Liang Batu cepat kerahkan hawa sakti ke sekujur tubuhnya mulai dari
kepala sampai ke kaki.
Sisik-sisik hitamnya serta merta bergerak menutup.
Begitu dua larik sinar hijau menghantam tubuhnya, makhluk bersisik ini keluarkan
suara menggembor keras. Tubuhnya terhuyung-huyung laksana disambar topan. Namun
dua kakinya seperti terpancang ke tanah, tetap tak bergeser dari tempatnya! Asap
hijau dan hitam mengepul dari sekujur tubuh Tringgiling Liang Batu.
Kaget Hantu Muka Dua bukan kepalang. Dia sampai mundur dua langkah ketika
menyaksikan bagaimana ilmu kesaktian yang sangat diandalkan dan selama ini tidak
satu lawanpun sanggup menghadapinya, ternyata tidak mampu merobohkan apalagi
melumat makhluk bersisik itu menjadi lumpur!
"Hantu Muka Dua!" Tringgiling Liang Batu menegur sambil bertolak pinggang. "Apa
kau masih belum mau angkat kaki dari tempat ini"! Apa kau mau pergi setelah dua
ekor landak peliharaanku mengupas kulit dan daging sekujur tubuhmu"!"
Wajah Hantu Muka Dua sebelah depan pentang wajah beringas sementara muka sebelah
belakang nampak berkomat-kamit mengeluarkan suara menggereng panjang.
"Tringgiling Liang Batu! Jangan bicara pongah dan sudah merasa menang! Kalau kau
dan dua binatang keparat peliharaanmu itu tidak mau tunduk dan takluk padaku.
Lihat! Apa yang ada di dalam kantong ini!
Kalian bisa kubikin sengsara seumur-umur!"
Habis berkata begitu Hantu Muka Dua keluarkan satu kantong kain yang ada bercakbercak kuningnya, Kantong kain itu digoyang-goyangnya sambil bergelak,
Tringgiling Liang Batu menggereng tercekat ketika dia membaui sesuatu yang
sangat ditakutinya. Dia cepat melangkah mundur.Dua ekor landak raksasa 50 HANTU
JATILANDAK Ikut-ikutan menggeram dan bersurut menjauhi Hantu Muka Dua.
Sambil terus mengumbar tawa Hantu Muka Dua buka sedikit kantong kain yang
dipegangnya. Begitu dia kembali menggoyang maka bertaburlah bubuk-bubuk kuning!
"Bubuk belerang pelumpuh raga!" teriak Tringgiling Liang Batu. Dua matanya yang


Wiro Sableng 105 Hantu Jatilandak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

putih berbentuk combong kelapa itu mencuat seperti mau melompat dari rongganya.
Kalau saja wajahnya tidak diselimuti sisik tebal dan berwajah seperti manusia
biasa, pasti saat itu akan terlihat bagaimana air mukanya seputih kain kafan
saking takutnya!
"Kau dan dua ekor landak peliharaanmu memilih lumpuh sengsara seumur-umur atau
menyatakan patuh pada perintahku dan takluk serta tunduk di bawah kekuasaanku
wahai Tringgiling Liang Batu!"
"Aku...." Makhluk bersisik hitam itu tak bisa bicara.
Dalam hati dia berkata. "Bagaimana bangsat itu tahu kelemahanku! Pasti ada yang
berkhianat memberi tahu! Percuma melawan. Aku rela mati di tangannya tapi
Laeruncing dan Laelancip, terutama yang ku-khawatirkan cucuku si Lajatilandak
itu belum tentu bisa kuselamatkan! Tak ada jalan lain. Jahanam betul!
Wahail Aku terpaksa mengalah!"
"Tringgiling Liang Batu! Kau masih belum menjawab! Apa yang ada di benakmu"!"
"Hantu Muka Dua, aku tidak suka hal ini! Saat ini aku terpaksa mengalah. Aku
tunduk dan patuh padamu "
Tawa Hantu Muka Dua meledak. Dua matanya
depan dan belakang sampai keluarkan air mata.
"Bagus! Ternyata kau tidak setolol yang aku duga!
Ha... ha... ha! Tapi sebelum mempercayaimu aku harus melakukan sesuatu terlebih
dulu! Aku tidak ingin kau menipuku! Ha... ha... ha...."
Habis berkata begitu Hantu Muka Dua lalu tebarkan bubuk kuning bubuk belerang ke
dalam liang batu 51 HANTU JATILANDAK
yang selama puluhan tahun menjadi sarang kediaman dan tempat ketiduran
Tringgiling Liang Batu. Walau tubuhnya jadi menggigil saking marah namun makhluk
bersisik Ku tidak mampu berbuat apa-apa.
Hantu Muka Dua berpaling pada Tringgiling Liang Batu. "Selama tujuh puluh tahun
mendatang kepergianku, selama Ku pula kau tidak akan bisa diam di sarangmu,
tidak bisa tidur. Kelak jika tujuh puluh tahun kemudian aku datang, kita bisa
membuat perhitungan baru!"
"Hantu Muka Dua! Kau benar-benar Hantu Segala Keji! Segala Tipu! Segala Nafsu!
Apa maksud tujuanmu dibalik semua kekejian yang kau lakukan terhadapku"!"
"Wahai makhluk bersisik. Jawab pertanyaanmu akan kau dapat tujuh puluh tahun
mendatang!" jawab Hantu Muka Dua. Setelah lebih dulu melirik pada bayi di atas
punggung Laelancip, Hantu Muka Dua putar tubuhnya. Sekali berkelebat diapun
lenyap dari tempat itu.
* * * 52 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATILANDAK
9 TUJUH puluh tahun kemudian, di kawasan Negeri Latanahsilam.... Dua ekor makhluk
yang sekujur tubuhnya ditumbuhi duri-duri panjang runcing berwarna coklat
merayap di sela-sela bebatuan. Begitu orang yang mendarat di pulau mencapai
pinggiran Rimba Lahitamkelam, dua landak raksasa itu keluarkan gerengan keras
dan melesat lancarkan serangan.
Lelaki bercaping yang bukan lain Hantu Muka Dua adanya sesaat hentikan langkah,
tegak terkesiap.
Wajahnya yang semula berupa dua wajah lelaki berusia 40 tahun serta merta
berubah menjadi dua wajah raksasa menakutkan. Lalu begitu melihat dua ekor
landak menyerang dirinya serta merta dia menyambar caping lebar di kepala dan
lemparkan benda ini ke arah landak raksasa yang menerjang dari arah kanan.
Terhadap landak satunya, Hantu Muka Dua kirimkan satu jotosan. Yang di arah
adalah bagian bawah perut yang tidak ditumbuhi duri-duri tebal.
"Braaakkk!"
Caping bambu yang melesat di udara itu hancur berantakan begitu menghantam sosok
Laelancip si landak betina. Laelancip sendiri terlempar, terguling-guling di
atas pasir lalu terbanting di dinding batu karang berlumut. Beberapa helai
durinya kelihatan patah bertanggalan. Dari sela mulutnya keluar suara mengerang
kesakitan dan juga pertanda marah.
Landak jantan Laeruncing, meski sempat menan-capkan tiga durinya dan melukai
lengan kanan Hantu Muka Dua, namun hantaman lawan yang tak sempat dihindarkan
membuat dia terpental jauh, terguling di pasir dan muntahkan darah kehitaman!
53 HANTU JATILANDAK
Hantu Muka Dua menggereng beringas. Tiba-tiba mulut sebelah belakang berseru.
"Kurang ajar! Duri landak itu ternyata kini mengandung racun!"
Mulut sebelah depan ikut berseru kaget. Hantu Muka Dua cepat cabut bulu-bulu
landak yang menancap di lengannya. Lengan itu tampak membengkak kebiruan
pertanda memang ada racun yang kini memasuki aliran darah! Tanpa membuang waktu
Hantu Muka Dua cepat pijat urat besar di lengan kirinya. Darah menyembur merah
kehitaman. Lalu dengan cepat dia keluarkan sebuah benda hampir menyerupai daun
dari balik pinggangnya. Benda ini d i kunyahnya lalu nan curannya disemburkan ke
cidera luka di lengan kiri.
"Tringgiling Liang Batu!" teriak Hantu Muka Dua.
"Wahai! Jadi begini caramu menyambut kedatanganku setelah kau masih kubiarkan
hidup selama tujuh puluh tahun! Jangan menyesal kalau hari ini aku datang dan
mengirim rohmu minggat ke langit terkembang!"
Habis berkata begitu Hantu Muka Dua segera berkelebat ke arah deretan pohonpohon jati yang tumbuh rapat di sebelah barat pulau. Namun belum sempat dia
bergerak, tiba-tiba dari kerapatan pepohonan menggelinding satu benda berwarna
coklat kekuning-kuningan. Sulit untuk menduga benda apa adanya.
Hantu Muka Dua tidak sempat berpikir lebih panjang. Yang dilakukannya adalah
segera melompat menghindar dari hantaman gelundungan benda aneh, Tak berhasil
menabrak sosok Hantu Muka Dua, benda yang bergulung menyambar batu karang di
tepi pasir. "Braaakk! Byaaarrr!" Separuh dari batu karang besar dan tajam itu
hancur berantakan, membuat Hantu Muka Dua kerenyitkan kening dan membayangkan
bagaimana kalau tadi tubuhnya sempat terkena sambaran.
Di sebelah sana makhluk yang menggelinding Ku berputar, membelok lalu kembali
melesat ke arah Hantu Muka Dua. Yang diserang segera bersiap untuk menghantam
dengan ilmu "Hantu Hijau Penjungkir Langit".
54 HANTU JATILANDAK
Sepasang matanya di sebelah depan kiblatkan sinar hijau menggidikkan. Tapi
ternyata makhluk yang menggelundung tidak melancarkan serangan. Dua langkah dari
hadapan Hantu Muka Dua makhluk ini melesat ke udara lalu turun kembali, jejakkan
kaki di atas reruntuhan batu karang!
Memandang ke depan tersiraplah Hantu Muka Dua.
Sesaat dua mukanya berubah menjadi dua wajah pucat pasi. Lalu kembali ke bentuk
semula yakni wajah raksasa berkulit merah.
"Makhluk aneh, berbentuk manusia tapi berkulit seperti binatang! Jangan-jangan
dialah...." Hantu Muka Dua usap-usap dagu sebelah depan yang ditumbuhi brewok
meranggas. Di atas runtuhan batu karang saat itu berdiri satu sosok tinggi kurus berwujud
manusia yang hanya mengenakan sehelai cawat kecil terbuat dari kulit kayu.
sekujur tubuhnya, mulai dari ubun-ubun sampai ke kaki, menyerupai warna pohon
jati. Namun ditumbuhi bulu-bulu tebal keras dan panjang serta runcing seperti
bulu landak. Sepasang matanya diteduhi oleh dua alis hitam tebal. Di bawah
hidungnya yang selalu kembang kempis menekuk kumis lebat. Daun telinganya
panjang dan lebar, juga ditumbuhi duri-duri seperti bulu landak.
Sesekali dia meludah ke tanah. Ludahnya berwarna kuning pekat!
"Makhluk berbulu landak! Wahai! Tidak dapat tidak kau pastilah makhluk yang
tujuh puluh tahun silam kuberi nama Hantu Jatilandak!"
Makhluk di atas batu karang tidak bergerak dan tidak berkesip. Hanya dari
tenggorokannya terdengar suara menggembor. Lalu seperti tadi dia meludah ke
tanah. "Hantu Jatilandak!" Hantu Muka Dua tiba-tiba menghardik. "Kakekmu si Tringgiling
Liang Batu tunduk dan patuh padaku! Berada di bawah kekuasaanku!
Berarti kau juga adalah taklukanku yang jauh lebih rendah daripada kakekmu!
Lekas jatuhkan diri dan 55 HANTU JATILANDAK
haturkan sembah padaku! Aku adalah Raja Di Raja Segala Hantu di kawasan Negeri
Latanahsilam!"
Sosok di atas batu karang tetap tidak bergerak, tidak mengedip apalagi menjawab
dan jatuhkan diri sesuai perintah. Malah kembali makhluk itu meludah ke tanah.
Merasa ditantang dan dihina marahlah Hantu Muka Dua.
"Saat ini aku belum punya niat membunuhmu!
Tapi jika tiba waktunya kau akan kubikin mampus dengan sejuta kesengsaraan!"
"Hantu Muka Dua!" Mendadak makhluk berduri di atas batu karang berucap.
"Wahai! Ternyata kau tidak bisu! Bisa bicara seperti manusia! Ha... ha! Kuharap
kau juga tidak tuli!"
"Hantu Muka Dua! Aku sudah tahu siapa dirimu dari kakekku Tringgiling Liang
Batu! Aku tidak suka kehadiranmu di pulau ini! Lekas kembali ke perahumu!
Tinggalkan pulau! Atau sekujur tubuhmu akan kutaburi dengan duri beracun!"
Sementara itu dua ekor landak raksasa yang dalam keadaan cidera telah berkumpul
satu sama lain dengan cepat mendekam di samping batu karang dekat makhluk
berduri tegak berdiri.
Hantu Muka Dua tertawa bergelak mendengar ucapan makhluk di hadapannya itu. "Aku
ingin tahu! Ilmu kesaktian apa saja yang telah diajarkan kakekmu dan dua orang tuamu dua
ekor landak raksasa itu!
Perlihatkan padaku! Aku ingin menjajalnya satu persatu!"
Mendengar ucapan Hantu Muka Dua, makhluk berduri keluarkan suara menggereng lalu
kembali meludah. Tiba-tiba dia goyangkan kepala.
"Wuuut... wuutttt... wuuuttt!"
Terjadilah satu hal luar biasa.
Puluhan duri coklat yang sebelumnya menancap di mukanya, laksana paku-paku
panjang terbuat dari besi melesat ke arah Hantu Muka Dua. Kaget Hantu Muka Dua
bukan olah-olah! Secepat kilat dia hantamkan dua tangannya ke depan lalu
melompat ke kiri cari 56 HANTU JATILANDAK
selamat. Puluhan duri landak yang tadinya siap menyambar dan menancap di tubuh
Hantu Muka Dua mental ke udara. Namun secara aneh duri-duri ini berbalik ke arah
pemiliknya dan kembali menancap di tempatnya semula yaitu kepala dan wajahnya!
Apa yang barusan disaksikan Hantu Muka Dua membuat makhluk bermuka dua ini diamdiam menjadi terkesiap namun jauh dari rasa jerih.
"Wahai! Tujuh puluh tahun ternyata telah cukup waktu bagimu untuk menguasai ilmu
gila itu! Ha... ha...
ha! Hantu Jatilandak aku punya satu ilmu yang disebut
"Mengelupas puncak langit mengeruk kerak bumi*.
Sebelum kuarahkan padamu biar kuperlihatkan dulu kehebatan ilmu itu!" Sambil
tertawa mengekeh Hantu Muka Dua putar tubuhnya. Dia menghadap pada se-batang
pohon jati berduri yang terletak sekitar sepuluh langkah di depan sana.
Perlahan-lahan Hantu Muka Dua angkat tangan kanannya. Mulutnya sebelah depan
menyeringai berkomat-kamit. Pergelangan tangannya diputar setengah lingkaran ke
kanan hingga telapaknya menghadap ke arah pohon. Didahului oleh suara seperti
angin punting beliung dari telapak tangan Hantu Muka Dua tiba-tiba melesat
selarik sinar merah. Sinar ini dengan kecepatan kilat bertabur di pohon jati
berduri yang tingginya tiga tombak itu, dari pucuk tertinggi sampai ke bagian
batang di bawah tanah yakni akar pohon.
Ketika sinar merah lenyap terlihatlah bagaimana pohon yang tadi tegak besar
kokoh ini telah berubah menjadi hanya sebesar lengan karena kulit dan bagian
dalamnya telah terkelupas mulai dari atas sampai ke akar! Dapat dibayangkan jika
hal itu terjadi pada sosok tubuh manusia!
Hantu Muka Dua meniup ke arah pohon. Pohon jati yang malang itu langsung
berderak patah dan roboh! Hantu Muka Dua tertawa bergelak dan palingkan
kepalanya ke arah makhluk berduri di atas batu karang.
"Hantu Jatilandak! Aku harap kau sanggup mene-57 HANTU JATILANDAK
rima pukulan "Mengelupas puncak langit mengeruk kerak bumi" yang kini akan aku
arahkan padamu! Tapi jika kau mau jatuhkan diri, menyembah tanda takluk aku akan
batalkan pukulan itu! Wahai! Apa jawabmu!"
Seperti tadi makhluk di atas batu tidak bergeming tidak berkesip. Malah kembali
dia meludah ke tanah dua kali berturut-turut!
"Jahanam!" teriak Hantu Muka Dua marah sekali.
"Ingin sekali aku membunuhmu saat ini! Tapi cukup aku mengelupas tubuhnya
sebelah kanan saja!"
Hantu Muka Dua angkat tangan kanannya ke atas.
Mulutnya komat-kamit. Ketika dia hendak memutar pergelangan tangannya membuat
gerakan setengah lingkaran, tiba-tiba dari dalam Rimba Lahitamkelam terdengar
seruan lantang.
"Cucuku Hantu Jatilandak! Lekas kau kemari!
Jangan berani menantang makhluk berjuluk Segala Keji, Segala Tipu, Segala Nafsu
itu!" Mendengar seruan tersebut, makhluk berduri landak di atas batu karang melesat
satu tombak ke udara.
Ketika turun tubuhnya telah bergulung dan di lain kejap menggelundung lenyap di
antara kerapatan pohon-pohon jati berduri Rimba Lahitamkelam! Di belakangnya
menyusul Laeruncing dan Laelancip, sepasang landak raksasa itu.
* * * 58 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATILANDAK
10 HANTU MUKA DUA palingkan kepalanya ke arah rimba belantara pohon jati berduri
aneh. "Wahai, itu adalah suaranya si Tringgiling Liang Batu! Untung dia cepatcepat memanggil cucunya. Kalau tidak si Hantu Jatilandak itu akan terkelupas
seluruh sosoknya sebelah kanan!" Habis berkata begitu Hantu Muka Dua berkelebat
ke arah kerapatan pepohonan.
Di dalam Rimba Lahitamkelam, di atas sebuah gundukan batu besar diapit oleh
pohon-pohon jati berduri, tidak jauh dari sebuah liang batu yang digenangi air
serta serbuk aneh berwarna kuning. Sosok bersisik itu duduk bersila, tak
bergerak. Dia adalah Tringgiling Liang Batu yang selama tujuh puluh tahun
belakangan ini hidup tersiksa akibat bubuk belerang yang ditabur Hantu Muka Dua
di liang batu sarang kediamannya. Sepasang matanya yang putih berbentuk combong
kelapa kini tampak berwarna kelabu. Di depannya, di bagian batu yang lebih
rendah bersila makhluk yang tubuhnya ditumbuhi duri-duri coklat.
Dia adalah sang cucu yang semula diberi nama Lajatilandak, oleh Hantu Muka Dua
dirubah menjadi Hantu Jatilandak. Di samping Hantu Jatilandak duduk mendekam
sepasang landak raksasa.
"Wahai Kakekku Tringgiling Liang Batu," Hantu Jatilandak membuka mulut. "Barusan
aku menemui makhluk yang punya dua muka di pantai pulau. Barusan pula kami
berlaga mengadu kesaktian. Apakah dia makhluk bernama Hantu Muka Dua yang selama
ini kau ceritakan padaku"1
"Cucuku Hantu Jatilandak, benar. Memang makhluk itu adalah Hantu Muka Dua yang
kutunggu-tunggu sejak tujuh puluh tahun silam. Dia datang menepati 59 HANTU
JATILANDAK janjinya. Entah berita dan kejadian buruk apa yang akan disampaikannya pada
kita!" "Aku tidak suka padanya wahai Kakek!" kata Hantu Jatilandak pula.
"Aku juga tidak! Tidak ada makhluk di permukaan bumi dan di atas langit yang
suka padanya! Tapi kita harus menerima kenyataan. Kita tidak bisa melawannya!
Ilmunya tinggi sekali. Lain dari itu dia memiliki bubuk belerang. Benda yang
merupakan pangkal kelemahan dan bisa membunuh kita semua! Selama tujuh puluh
tahun aku berusaha mencari jalan menyingkirkan bubuk itu dari tempat ini, tapi
setiap mendekati taburan bubuk, sisik di tubuhku terkelupas jatuh. Badanku
seolah ditusuk puluhan pisau dan ada hawa aneh yang membuat darahku seolah
mengalir menyungsang!"
"Menurut Kakek antara kau dan Hantu Muka Dua tidak ada permusuhan! Mengapa dia
berlaku jahat seperti itu! Ada apa sebenarnya dibalik semua kekejian yang
dilakukannya Ku Kek"!"
"Aku tidak tahu wahai cucuku! Namun begitu dia muncul di sini, semua akan segera
terjawab!" kata Tringgiling Liang Batu pula.
Baru saja kata-kata itu diucapkan si kakek, tiba-tiba mengumandang tawa
bergelak. Disusul seruan. Dan berkelebatnya satu bayangan. Hantu Jatilandak
seolah mencium bahaya segera gulung tubuhnya lalu melesat ke atas pohon jati
terdekat. Di pohon ini dia buka gulungan tubuhnya dan berjuntai di salah satu
cabang, kaki ke atas kepala ke bawah seperti seekor kelelawar.
"Tringgiling Liang Batu! Kau benar! Rahasia selama tujuh puluh tahun hari ini
akan segera tersingkap!"
Belum habis gema teriakan lantang itu sosok Hantu Muka Dua dengan segala
keangkerannya - karena saat itu dia masih menampakkan diri dengan dua muka
seperti raksasa - tahu-tahu telah berdiri tiga langkah di hadapan Tringgiling


Wiro Sableng 105 Hantu Jatilandak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Liang Batu. Sesaat dia melirik pada Hantu Jatilandak yang bergelantungan di
cabang pohon jati duri. Lalu menoleh pada Laeruncing dan 60 HANTU JATILANDAK
Laelancip, serta tak lupa memandang sekilas ke arah liang batu yang tujuh puluh
tahun silam ditaburinya dengan bubuk belerang. Sekian puluh tahun berlalu, bubuk
belerang berwarna kuning itu masih menempel di liang batu penuh air itu seolah
telah membatu menjadi satu.
Di atas cabang pohon tempatnya berjuntai Hantu Jatilandak meludah ke tanah.
Laeruncing dan Laelancip keluarkan suara menggereng. Tringgiling Liang Batu
memberi tanda dengan gerakan tangan agar ketiga makhluk itu menahan diri. Lalu
dia berpaling pada Hantu Muka Dua dan berkata.
"Tujuh puluh tahun aku menunggu dalam sengsara.
Kau muncul, apakah kau akan memperpanjang
kesengsaraan ini"!"
Hantu Muka Dua jawab dengan umbaran tawa.
Lalu dia usap wajahnya yang serta merta berubah menjadi wajah lelaki separuh
baya. "Wahai Tringgiling Liang Batu! Bagaimanapun kejinya derita sengsara, tapi masih
jauh lebih baik dari yang namanya kematian! Aku telah berbaik hati tidak
membunuhmu tujuh puluh tahun silam. Mengapa kau dan semua yang ada di sini tidak
bersyukur diri dan mengucapkan terima kasih" Ha... ha... ha!"
Setelah tawa Hantu Muka Dua sirap, Tringgiling Liang Batu segera berucap. "Dulu
sebelum kau pergi aku sempat bertanya wahai Hantu Muka Dua. Apa sebenarnya yang
membuatmu melakukan kekejian ini terhadap kami yang tidak punya dosa dan
kesalahan apa-apa padamu" Waktu itu kau berkata jawabannya akan kau berikan
tujuh puluh tahun mendatang jika kau kembali lagi ke tempat ini. Sekarang kau
sudah muncul dan berada di sini. Harap kau mau memberi tahu latar belakang
perbuatan jahatmu ini!"
Hantu Muka Dua menyeringai. "Tujuh puluh tahun lalu aku mendapat petunjuk dari
alam roh! Petunjuk itu mengatakan bahwa lewat sebuah mimpi aku akan mampu
menciptakan sebuah senjata sakti mandra-61 HANTU JATILANDAK
guna. Dengan senjata ini aku bisa mempercepat menjadikan diriku Raja Di Raja
Segala Hantu di kawasan Latanahsilam. Dengan senjata ini tidak ada satu orang
pun bakal sanggup melawanku! Wahai! Hari ini petunjuk dalam mimpi itu akan
kudapatkan! Karena orang yang bermimpi itu berada di sini!"
Sisik hitam di wajah Tringgiling Liang Batu mencuat kaku. "Karena perbuatanmu
menabur bubuk belerang di liang kediamanku, sejak tujuh puluh tahun silam aku
tak pernah dan tak bisa tidur. Bagaimana bisa mengharapkan aku akan bisa
bermimpi...!"
"Kau memang tidak! Dua ekor landak raksasa itu juga tidak!" sahut Hantu Muka
Dua. Lalu dia memandang ke atas pohon. "Hantu Jatilandak! Aku ingin bicara
denganmu! Kalau bicara jangan bersikap gila dan kurang ajar! Turun dari pohon
dan duduk bersila di hadapanku!"
Hantu Jatilandak menjawab dengan meludah ke tanah. Membuat Hantu Muka Dua
menjadi marah dan dua mukanya langsung berubah menjadi muka-muka raksasa.
"Tringgiling Liang Batu! Kesabaranku habis sudah.
Cucu kurang ajarmu ini terpaksa kuberi pelajaran!"
Hantu Muka Dua angkat tangan kanannya. Pergelangan diputar dan mulutnya komat
kamit. Kemarahan membuat dia hendak menghantam Hantu Jatilandak dengan pukulan
"Mengelupas puncak langit mengeruk kerak bumi". Yang di arah adalah dua kaki
Hantu Jatilandak mulai dari lutut ke bawah. Maklum pukulan apa yang hendak
dilepaskan Hantu Muka Dua Tringgiling Liang Batu cepat berteriak.
"Wahai cucuku Hantu Jatilandak! Lekas turun dari atas pohon..Duduk di hadapan
Hantu Muka Dua dan perhatikan setiap apa yang dikatakannya!"
Meski dia tidak suka namun mendengar ucapan sang kakek Hantu Jatilandak gulung
tubuhnya ke atas lalu melompat ke bawah. Sesaat kemudian dia telah duduk bersila
di hadapan Hantu Muka Dua. Sepasang 62 HANTU JATILANDAK
matanya yang berwarna kuning memandang menyorot pada makhluk bermuka dua di
depannya. Hantu Muka Dua menyeringai. "Nyalimu boleh juga Hantu Jatilandak! Jika saja kau
tidak kurang ajar mungkin kelak kau bisa kupergunakan sebagai salah satu orang
kepercayaanku!" Hantu Muka Dua ulurkan tangan kirinya dan tepuk-tepuk bahu Hantu
Jatilandak seolah memuji mengagumi. Tapi sebenarnya dia tengah menjajal kekuatan
tenaga dalam makhluk berduri ini.
Hantu Jatilandak merasa bahunya seolah kejatuhan batu besar. Kalau dia tidak
kerahkan tenaga dan ke-pandaiannya pasti saat itu dia sudah roboh terhenyak di
atas batu. Sebaliknya Hantu Muka Dua diam-diam merasa terkejut menyaksikan
bagaimana tepukan tangannya yang sama dengan jatuhan batu seberat seratus kati
hanya membuat tubuh Hantu Jatilandak bergoyang-goyang saja, tidak sampai roboh!
Dalam hati Hantu Muka Dua berkata. "Selama puluhan tahun pasti Tringgiling Liang
Batu dan dua ekor landak sakti Ku telah menggembleng makhluk ini. Tergantung
per-kembangan keadaan. Jika dia kelak membahayakan diriku, makin cepat kubunuh
makin baik." Begitulah kekejian Hantu Muka Dua. Meski dia butuh bantuan orang
namun niatnya untuk berbuat jahat bisa saja dilaksanakannya tanpa menimbang
budi! "Hantu Jatilandak, aku tahu dua malam lalu kau telah kedatangan satu mimpi.
Wahai! Coba kau ingat baik-baik. Katakan padaku apa yang kau lihat dalam mimpi.
Jangan ada bagian yang terlupa dan tidak akan kau ceritakan padaku. Mulailah!"
Hantu Jatilandak menatap orang bermuka dua di depannya sesaat. Lalu dia melirik
pada kakeknya. Tringgiling Liang Batu anggukkan kepala lalu berkata.
"Cucuku, jika benar kau bermimpi dua malam lalu segera ceritakan pada Hantu Muka
Dua apa mimpimu Ku...."
"Wahai Kakek, aku memang bermimpi. Tapi mimpi itu kurasa tidak ada sangkut
pautnya dengan diri 63 HANTU JATILANDAK
makhluk bermuka dua ini!"
Meledaklah amarah Hantu Muka Dua mendengar kata-kata Hantu Jatilandak Ku. Tangan
kanannya bergerak menjotos gundukan batu yang diduduki Tringgiling Uang Batu.
"Byaaarrr." Batu besar Ku hancur berantakan. Sang kakek cepat melesat ke atas,
gulung diri di udara. Waktu jatuh ke tanah dia menggelinding lalu duduk di atas
sebuah batu lain tak jauh dari tempatnya duduk semula. Sisik di kepala dan
mukanya tampak berjingkrak.
"Hantu Jatilandak!" bentak Hantu Muka Dua sangat gusar. "Aku meminta kau
menceritakan apa mimpimu!
Bukan mengatakan apa yang kau rasakan! Jahanam keparat! Apa kau ingin aku
membuat kau celaka seumur-umur saat ini juga"!" Dari balik pakaiannya Hantu Muka
Dua keluarkan kantong kain berbercak kuning. Tringgiling Liang Batu keluarkan
seruan tertahan. Dua ekor landak menggereng sedang Hantu Jatilandak beringsut
mundur. "Sekali bubuk belerang ini aku taburkan di atas kepala dan tubuhmu,
seumur dunia kau akan lumpuh tiada daya!"
"Wahai cucuku, lekas ceritakan saja mimpimu padanya!" kata Tringgiling Liang
Batu penuh khawatir.
Hantu Jatilandak akhirnya anggukkan kepala. Tanpa menatap pada Hantu Muka Dua
dia mulai menutur.
"Dua malam lalu, aku gelisah melihat sudah sekian lama kau tidak bisa tidur Kek.
Aku coba memicingkan mata. Tapi sulit. Baru menjelang dinihari aku akhirnya bisa
memicingkan mata. Tidurku singkat sekali. Tapi justru dalam tidur pendek itu aku
bermimpi. Aku melihat tiga sosok aneh muncul di pantai pulau. Tiga manusia katai
yang tubuhnya hanya setinggi lutut seolah-olah tersembul keluar dari gulungan
ombak...."
"Tiga orang katai yang kau lihat dalam mimpi itu,"
memotong Hantu Muka Dua. "Apakah mereka lelaki atau perempuan?"
"Ketiganya laki-laki. Satu seorang kakek, satunya lagi seorang pemuda berambut
gondrong. Yang ketiga 64 HANTU JATILANDAK
kalau aku tidak salah mengingat seorang anak lelaki...."
"Hemmm.... Teruskan ceritamu Hantu Jatilandak!"
"Pada saat tiga orang katai itu berada di pantai tiba-tiba melayang satu sosok
tubuh aneh dari atas langit. Wajahnya tak jelas kelihatan tapi sosoknya
mengenakan pakaian panjang berwarna putih. Orang yang muncul dari langit ini
berkata: Tiga makhluk cebol alam luar dunia seribu dua ratus tahun mendatang!
Darah kalian bertiga adalah darah sakti. Jika dipergunakan untuk merendam
sebilah keris yang jumlah luknya kurang dari lima selama tiga bulan purnama,
maka keris itu akan menjadi senjata sakti bertuah.
Jangankan manusia, bangsa Peri dan Dewa sekalipun tak bakal sanggup
menghadapinya. Siapa yang memiliki keris itu jadilah dia seorang penguasa di
bumi dan di langit! Mendengar ucapan orang berpakaian putih panjang itu, tiga
manusia cebol menjerit ketakutan. Saat itulah aku terbangun dari tidur.
Memandang ke timur kulihat fajar telah menyingsing...."
"Mimpi hebat! Mimpi bagus! Wahai Hantu Jatilandak, itukah semua mimpi yang kau
alami" Tak ada sesuatu yang kau lupakan"!" bertanya mulut Hantu Muka Dua sebelah
belakang. Hantu Jatilandak gelengkan kepala. "Aku sudah menuturkan semua yang aku ingat
dalam mimpi...."
Dari balik pakaian kulit kayunya Hantu Muka Dua keluarkan sebuah benda. Ketika
diperlihatkannya pada Hantu Jatilandak, benda itu ternyata adalah sebilah keris
berluk tiga yang belum memiliki gagang.
"Hantu Jatilandak, keris yang disebut orang dari atas langit dalam mimpimu itu,
inilah dia perwujudannya!"
Hantu Jatilandak memperhatikan tak berkedip.
Juga Tringgiling Liang Batu dan dua ekor landak raksasa sama-sama menatap benda
yang ada di tangan Hantu Muka Dua.
"Sekarang dengar baik-baik wahai Hantu Jatilandak dan Tringgiling Liang Batui
Seperti yang kau lihat dalam mimpimu! Keris ini akan menjadi senjata sakti
bertuah 65 HANTU JATILANDAK
jika direndam selama tiga purnama dalam darah tiga manusia katai itu! Dengar
Hantu Jatilandak! Tiga manusia katai yang ada dalam mimpimu itu akan benar-benar
muncul di tempat ini! Aku pernah melihatnya di daratan sana! Mereka berasal dari
negeri yang seribu dua ratus tahun lebih tua dari negeri kita!
Aku punya firasat dalam waktu beberapa hari ini mereka akan datang ke pulau ini!
Mungkin ada seseorang yang mengantar mereka. Orang ini tidak lain bekas Kepala
Negeri Latanahsilam yang kini dikenal dengan julukan Hantu Kaki Batu. Begitu
mereka muncul kalian berdua harus menangkap dan menjagal leher mereka! Lalu
tuangkan darah mereka ke dalam satu tempat! Aku akan membantu membuat jebakan
agar mereka tidak berdaya. Pada purnama pertama yang akan muncul tujuh hari dari
sekarang aku akan datang ke sini untuk merendam keris ini! Jika Hantu Kaki Batu
berbuat ulah menghalangi pekerjaan kalian, jangan ragu-ragu membunuh juga orang
itu! Kalian dengar apa perintahku"!
Tringgiling Liang Batu"!"
Makhluk bersisik anggukkan kepala.
"Hantu Jatilandak"!"
"Aku mendengar perintahmu!" menyahuti Hantu Jatilandak.
Hantu Muka Dua melompat ke satu gundukan batu yang agak rata dan lebar
permukaannya. Tiba-tiba dia hunjamkan tumit kanannya ke batu itu. Seantero
tempat bergetar keras. Batu yang dihantam tumit Hantu Muka Dua melesak membentuk
lobang ceguk sedalam dua jengkal.
"Dengar kalian semual Di dala mbatu ini ada lobang cukup dalam. Kucurkan darah
tiga manusia katai itu ke dalam lobang ini! Tunggu sampai aku datang! Aku pergi
sekarang! Awas! Aku tidak ingin kalian gagal melakukan perintah!"
Hantu Muka Dua balikkan tubuh hendak melangkah pergi.
"Tunggu dulu!" Tiba-tiba Tringgiling Liang Batu 66 HANTU JATILANDAK
berseru. "Apa maumu wahai makhluk bersisik?" tanya Hantu Muka Dua.
"Kau berjanji akan membebaskan tempat ini dari bubuk belerang yang bisa meracuni
kami! Kuharap kau segera membersihkan bubuk yang kau tebar dalam liang batu
itu...." Hantu Muka Dua palingkan kepala ke arah liang batu berair yang tujuh puluh tahun
lalu pernah di-tebarinya dengan bubuk belerang. Bubuk kuning ini seolah telah
bersatu dengan liang batu dan mempunyai kekuatan sanggup melumpuhkan bahkan
membunuh Tringgiling Liang Batu dan Hantu Jatilandak serta dua landak raksasa.
"Aku ingat! Wahai! Tujuh puluh tahun silam memang aku pernah menebar bubuk
belerang di tempat ini!"
berkata Hantu Muka Dua. Lalu dia keluarkan kantong kain berisi bubuk belerang
yang selalu dibawanya ke mana-mana. Penutup kantong dibukanya. Dia
melangkah ke tepi liang.
Tringgiling Liang Batu yang jadi curiga segera membentak. "Apa yang hendak kau
lakukan"!"
"Betul, apa yang hendak kau lakukan wahai Hantu Muka Dua"' Yang bertanya adalah
mulut Hantu Muka Dua sebelah belakang yang berwajah hitam keling berkilat.
Mulut Hantu Muka Dua sebelah depan tertawa mengekeh lalu menjawab. "Siapa yang
percaya pada kalian semua! Bukan mustahil kalian tidak melakukan apa yang aku
perintahkan! Aku perlu jaminan! Bubuk yang kutebar dulu mungkin kurang banyak!
Biar kutambahi! Ha... ha... ha...!"
Lalu Hantu Muka Dua tebarkan bubuk belerang dalam kantong kain ke dalam liang
batu bahkan kini sampai ke pinggir-pinggir lobang. Tringgiling Liang Batu, Hantu
Jatilandak, Laeruncing dan Laelancip terpaksa mundur menjauh.
"Tunggu kedatanganku pada malam bulan purnama 67 HANTU JATILANDAK
mendatang! Jika kalian gagal membunuh tiga manusia cebol itu! Jangan paksa aku
menambah isi liang batu itu dengan air laut lalu kucampur dengan bubuk belerang.
Lalu kalian akan kucelupkan ke dalam liang! Biar mampus semua!"
"Hantu Muka Dua! Sungguh busuk dan keji perbuatanmu!" teriak Tringgiling Liang
Batu. "Kau penipu jahat!" teriak Hantu Jatilandak sementara dua landak raksasa
keluarkan suara menggereng keras.
"Wahai! Aku tidak menyalahkan kalian memakiku seperti itu!" jawab Hantu Muka
Dua. "Bukankah aku yang dijuluki Hantu Segala Keji, Segala Tipu, Hantu Segala
Nafsu"! Ha... ha... ha!"
* * * 68 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATILANDAK
11 KITA kembali pada Pendekar 212 Wiro Sableng, Lakasipo, Naga Kuning dan Setan
Ngompol yang terpesat ke pulau dan masuk ke dalam Rimba Lahitamkelam. Seperti
diceritakan, begitu memasuki rimba belantara mereka menemukan deretan patungpatung kayu aneh di sisi kiri dan kanan sebuah jalan setapak. Begitu mereka
berusaha melewati deretan patung sebelah depan, tiba-tiba patung pada deretan
pertama dan kedua bergerak melakukan serangan mematikan. Untung Wiro
memperingatkan hingga Lakasipo bergerak cepat. Dengan salah satu kaki batunya
lelaki berjuluk Hantu Kaki Batu ini berhasil menghancurkan tiga patung kayu.
Walau mengalami hal berbahaya itu namun Lakasipo dan tiga saudara angkatnya itu
memutuskan untuk meneruskan perjalanan, memasuki rimba belantara melalui jalan
setapak yang di kiri kanannya dipenuhi deretan patung-patung aneh. Patung-patung
ini adalah hasil ciptaan Hantu Muka Dua yang sengaja dibuat untuk menjebak ke
empat orang itu.
"Dukkk... dukkkk!"
Kaki-kaki batu Lakasipo bergerak melangkah, me-nimbulkan getaran keras di tanah
rimba. Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol berada dalam dukungan tangan kirinya.
Melewati deretan patung ketiga, tidak terjadi apa-apa.
"Awas," bisik Wiro. "Barisan patung ketiga bisa aman-aman saja. Jangan percaya
pada deretan keempat dan kelima!"
Lakasipo pentang mata lebar-lebar dan pasang telinga tajam-tajam. Dia siap
melewati barisan patung 69 HANTU JATILANDAK
keempat. Hampir melewati tiba-tiba patung di barisan kelima jatuh seperti roboh,
malang melintang satu sama lain di tanah di hadapan Lakasipo.
"Jangan tertipu! Lihat!" Naga Kuning tiba-tiba berteriak.
Patung di barisan keempat mendadak memukul ke arah kepala dan ulu hati Lakasipo.
Ketika Lakasipo menghindar dengan mundur satu langkah, patung di barisan ketiga
bergerak. Dua patung ini tidak memukul atau menendang tapi putarkan kepala.
Tahu-tahu dari celah yang membuka di dasar leher menyembur ke luar asap hijau!
"Awas! Mungkin asap beracun!" teriak Setan Ngompol.
'Tutup jalan pernafasan!" teriak Lakasipo. Lalu dia jatuhkan diri, berlutut di
tanah. Tangan kanannya dipukulkan ke depan. Patung kayu di sebelah kanan hancur
berantakan. Lakasipo pergunakan kesempatan untuk menerobos masuk sekaligus
menghindarkan asap hijau yang membuat pernafasannya jadi sesak.
Dengan melangkah cepat Lakasipo berhasil melewati deretan patung-patung kayu
kelima sampai kesepuluh tanpa terjadi apa-apa. Tapi tiba-tiba dari atas melayang
turun dua buah patung kayu. Satu membawa tameng kayu satunya membawa tongkat
berbentuk tombak.
"Nafasku sesak!" teriak Wiro. Dia coba mengatur jalan pernafasan dan aliran
darah.

Wiro Sableng 105 Hantu Jatilandak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku juga!" kata Naga Kuning.
"Aku tak tahan kencing!" teriak Setan Ngompol.
Lakasipo tidak perhatikan teriakan tiga saudara angkatnya itu karena saat itu
dari depan patung yang memegang tombak kayu menyergap dengan satu tusukan! Yang
di arah adalah kepala.
"Wuuuuttt!"
Lakasipo melompat mundur. Begitu serangan lewat dia cepat kirimkan jotosan ke
arah patung kayu yang memegang tombak. Namun patung satunya, yang membawa tameng
besar, seolah hidup maju menyong-70 HANTU JATILANDAK
song dan melintangkan tameng menangkis pukulan Lakasipo.
"Braaakkk!"
Tameng kayu hancur berantakan tapi Lakasipo sendiri jatuh punggung di tanah.
Wiro dan kawan-kawannya ikut berpelantingan. Saat itulah belasan patung kayu
yang ada di deretan sebelah dalam dengan langkah-langkah kaku bergerak mendekati
Lakasipo, siap menginjak-injaknya.
Dalam keadaan seperti itu Lakasipo cepat menolong tiga kawannya namun Wiro
berseru. "Biarkan kami bertiga! Hadapi patung-patung itu. Aku dan kawan-kawan
akan berusaha menyelinap. Patung-patung sialan itu pasti digerakkan dengan
semacam alat rahasia!
Kami bertiga berusaha mencarinya!"
"Jangan kemana-mana! Terlalu berbahaya!" teriak Lakasipo;
"Bukkk... bukkk!"
Dua patung kayu berhasil menendang paha dan pinggul Lakasipo. Sakit dan marah
Lakasipo menggeram lalu melompat bangkit. Dua kakinya menghantam kian kemari.
Beberapa patung kayu hancur.
Namun dari dalam rimba belantara muncul lagi selusin patung sementara asap hijau
kini kelihatan di beberapa tempat. Lakasipo tidak takut pada patung-patung kayu
itu walau jumlah mereka bertambah banyak. Namun asap hijau yang menyesakkan
membuat dia khawatir atas diri Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol.
"Lakasipo!" tiba-tiba terdengar teriakan Wiro. "Kami menemukan alat rahasia
pusat kendali patung-patung kayu itu! Lekas ke sini! Kami tak sanggup
menghancurkannya!"
Lakasipo cepat melompat ke arah datangnya suara teriakan Wiro. Namun empat
patung kayu menghadangnya. "Jahanam!" rutuk Lakasipo. Dia melompat ke atas.
Sambil bergelantungan pada cabang pohon jati berduri tanpa perdulikan tangannya
tertusuk luka Lakasipo 71 HANTU JATILANDAK
ayunkan tubuh. Dua kakinya yang terbungkus batu menderu. Empat patung mental
hancur berantakan.
"Wiro! Kau dimana"!" teriak Lakasipo.
"Di sini!"
Lakasipo melompat turun, bergerak cepat di antara pohon-pohon jati. Pakaiannya
yang terbuat dari kulit kayu robek-robek terkait duri. Tubuhnya sendiri ikut
tergores luka di bahu, dada dan pinggul. Tapi Lakasipo tidak perduli. Dia terus
bergerak, menyeruak di antara pohon-pohon jati berduri. Sesekali bila celah
antara dua pohon terlalu sempit dan tak bisa dilewati tubuhnya yang kekar besar,
Lakasipo pergunakan kaki batunya untuk menghantam roboh pohon Ku.
"Lakasipo! Jangan mengamuk macam orang kesetanan! Pohon tumbang bisa menimpa
kami!" Terdengar teriakan Setan Ngompol. Tentu saja disertai pancaran air kencing
karena tegang ketakutan.
Di satu tempat di balik semak belukar di antara pohon-pohon jati berduri
akhirnya Lakasipo temui ke tiga orang itu.
"Wahai! Mana alat rahasia itu?"
Wiro dan dua kawannya menunjuk ke atas
pepohonan. Hampir sulit terlihat pandangan mata, di atas beberapa pohon jati
berduri kelihatan benang-benang halus malang melintang dari satu pohon ke pohon
lainnya. Lalu benang-benang ini menjulur ke bawah, menempel di batang-batang
pohon. "Aku tidak menemukan kemana lenyapnya ujung-ujung benang aneh ini!" kata
Lakasipo sambil besarkan mata memeriksa.
Murid Sinto Gendeng yang pernah tahu seluk beluk segala macam senjata rahasia
memperhatikan berkeliling lalu berkata. "Jika yang digerakkan adalah patungpatung kayu, berarti benang-benang itu ber-hubungan dengan sosok patung itu!"
"Akan kita selidiki. Tapi benang-benang celaka itu harus kumusnahkan lebih
dulu!" kata Lakasipo pula.
Lalu tidak kepalang tanggung manusia bergelar Hantu 72 HANTU JATILANDAK
Kaki Batu ini lepaskan empat kali berturut-turut pukulan sakti bernama "Lima
Kutuk Dari Langit'. Setiap dia menghantam lima larik sinar hitam menderu keluar
dari lima ujung jari tangannya.
Jangankan benang-benang halus, pohon-pohon jati raksasa pun hancur berantakan.
Yang masih berdiri telah berubah hitam dan menciut! Di saat yang sama terdengar
suara menggemuruh di bagian dalam rimba belantara. Dua lusin patung kayu yang
disiapkan Hantu Muka Dua untuk menjebak keempat orang itu roboh tumpang tindih
karena tidak lagi terkendali oleh alat rahasia berupa benang-benang aneh yang
telah ber-putusan.
"Benar-benar edan!" maki Setan Ngompol seraya tetap bagian bawah perutnya tapi
tetap saja sudah terlanjur kencing duluan.
"Kita tetap harus berhati-hati. Bukan mustahil ada jebakan lain yang lebih
berbahaya!" kata murid Sirrto Gendeng.
"Menurut kalian siapa yang coba mencelakai kita"'
tanya Naga Kuning. "Hantu Jatilandak atau Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab,
gurunya si Hantu Muka Dua itu"'
"Besar kemungkinan Hantu Jatilandak. Karena aku yakin ini adalah pulau
kediamannya." Menjawab Lakasipo.
"Kita tidak ada permusuhan dengan dia. Malah bertemu pun belum! Mengapa sejahat
itu tindakannya"!"
ujar Wiro Sableng.
"Sebentar lagi sore akan segera berubah malam.
Baiknya kita segera tinggalkan tempat ini. Kembali ke pantai. Besok pagi-pagi
kita teruskan menyelidik keadaan pulau ini." Yang bicara adalah si Setan
Ngompol. Lakasipo berpaling pada Wiro dan Naga Kuning.
Akhirnya semua setuju untuk kembali ke pantai.
Lakasipo segera memasukkan tiga saudara angkatnya itu ke balik sabuk lalu
melangkah ke jurusan dari arah mana dia sebelumnya datang. Tak selang berapa
lama, 73 HANTU JATILANDAK
setelah berjalan cukup jauh dan rasa-rasa sudah akan sampai ke pantai tiba-tiba
Lakasipo hentikan langkahnya. Dia memandang berkeliling.
"Aneh," kata Lakasipo. "Sepertinya kita berada di tempat ini-ini juga. Wahai!
Padahal aku sudah berjalan jauh,,.."
"Aku mendengar suara debur ombak. Pasti kita berada dekat pantai," ujar Wiro.
"Lakasipo, coba kau berjalan ke arah sana. Arah datangnya suara ombak itu!"
Lakasipo lakukan apa yang dikatakan Wiro. Namun setelah beberapa lama berlalu
kembali dia hentikan langkah. "Wahai saudara-saudaraku, kita ternyata tidak
kemana-mana. Ini tempat yang tadi-tadi juga. Kita berputar-putartak karuan.
Suara ombak jelas terdengar di sebelah sana tapi begitu berjalan ke arah situ,
kita malah menjauh. Lalu tahu-tahu ada di sini lagi!"
Wiro garuk-garuk kepala. "Kita coba sekali lagi,"
katanya. 'Tempuh jalan setapak yang sebelumnya dipagari patung-patung kayu itu."
"Hemmm...." Lakasipo bergumam ragu. Tapi akhirnya kembali dia menuruti apa yang
dikatakan murid Sinto Gendeng itu. Dia melewati jalan setapak yang penuh dengan
rubuhan patung-patung kayu.
"Ah! Sekali ini kita menempuh jalan yang betul.
Kita masuk ke dalam hutan, bukan ke arah datangnya suara debur ombak!" Berucap
Naga Kuning. Tetapi tak selang berapa lama Lakasipo keluarkan seruan. "Gila! Lihat! Kita
kembali ke tempat tadi lagi!"
Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol memandang berkeliling terheran-heran.
"Jangan-jangan ini hutan siluman!" kata Naga Kuning.
"Kau jangan bicara menakuti membuat aku jadi terkencing!" kata Setan Ngompol
seraya tekap auratnya sebelah bawah.
"Ada yang tidak beres di tempat ini. Tak ada jalan lain. Sampai malam tiba dan
pagi datang kita terpaksa tetap berada di sini..." kata Lakasipo lalu duduk di
atas 74 HANTU JATILANDAK
runtuhan patung kayu.
"Aku justru merasa was-was kalau kita terus berada di sini. Jika ini semua
adalah jebakan, berarti mungkin ini yang dimaui oleh si penjebak. Berarti di
tempat ini masih ada bahaya mengintai.... Jangan-jangan si penjebak sengaja
menunggu sampai malam tiba...."
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" ujar Lakasipo.
"Diam di sini berbahaya. Berjalan tak ada gunanya...."
Untuk beberapa lamanya tak ada yang bicara.
Setan Ngompol tiba-tiba ulurkan tangan kirinya yang sejak tadi ditekapkan ke
bawah perut, memegang lengan Wiro. "Kakek sial! Jangan sentuh lenganku!
Tanganmu basah oleh air kencing!"
"Hik... gik!" Si kakek menyeringai menahan tawa.
"Setahuku kau punya ilmu Menembus Pandang yang kau dapat dari Ratu Duyung. Coba
kau kerahkan kesaktian untuk menyelidiki seantero tempat ini. Mungkin kau bisa
dapatkan satu petunjuk kemana kita harus bergerak...."
"Beberapa waktu lalu aku sudah pernah melakukan.
Tapi tidak berhasil," jawab Wiro bersungut-sungut seraya geserkan lengannya yang
basah barusan dipegang si kakek. Disebutnya nama Ratu Duyung oleh Setan Ngompol
membuat Wiro jadi terkenang pada gadis cantik sakti yang merupakan salah satu
penguasa di kawasan laut selatan itu. (Baca serial Wiro Sableng berjudul Wasiat
Iblis terdiri dari 8 Episode dan Tua Gila Dari Andalas terdiri dari 11 Episode)
Perlahan meluncur ucapannya. "Kalau saja Ratu Duyung ada di sini, mungkin dia
bisa menolong kita.... Ah!" Wiro garuk-garuk kepalanya.
"Tak bisakah kau memanggilnya. Maksudku mengadakan sambung rasa hingga dia bisa
memberi petunjuk?" tanya Naga Kuning sementara Lakasipo diam tidak mengerti apa
yang dibicarakan sobat-sobatnya itu.
"Kita berada di alam yang berbeda. Terpisah seribu dua ratus tahun. Mana
mungkin...."
75 HANTU JATILANDAK
"Tapi Wiro," kata Naga Kuning pula. "Waktu tempo hari kau mencoba ilmu Menembus
Pandang dan gagal, saat itu keadaan tubuh kita masih sebesar jari. Mana mungkin
menghimpun tenaga dalam dan alirkan hawa sakti. Kalaupun bisa tak ada arti dan
kekuatan apa-apa.
Tapi sekarang keadaan tubuh kita sudah lebih besar.
Walau belum sebesar Lakasipo, kalau kau coba mengerahkan kesaktian apa
salahnya...."
"Naga Kuning betul. Saudaraku Wiro, jika kau memang punya ilmu, wahai mengapa
tidak mencobanya!" kata Lakasipo pula.
Pendekar 212 Wiro Sableng garuk-garuk kepalanya.
"Akan kucoba!" katanya akhirnya. Lalu dia bayangkan wajah Ratu Duyung, perlahanlahan alirkan tenaga dalam ke arah dua matanya. Dalam keadaan biasa sebenarnya
Wiro tidak perlu mengerahkan tenaga dalam.
Wiro memandang tak berkesip dan lurus ke depan.
"Aku tidak melihat apa-apa..." kata Wiro.
Naga Kuning dan Setan Ngompol tampak kecewa.
"Kerahkan lagi tenaga dalammu Wiro. Coba memandang ke jurusan lain. Kita harus
beranjak dari tempat ini sebelum malam tiba!" kata Setan Ngompol cemas.
"Aku akan membantu jika kekuatan tenaga dalammu tidak bisa kau keluarkan," kata
Lakasipo pula. "Tunggu!" seru Wiro tiba-tiba. "Aku seperti melihat pedataran di kejauhan.
Pedataran itu bergerak. Berarti bukan pedataran tapi laut...." Wiro menggeser
pandangannya ke kiri. Samar-samar dia hanya melihat deretan pepohonan dan
kegelapan. Dia memutar lagi kepalanya. Tampangnya berubah. "Eh, sepertinya ada
bukit-bukit batu di arah timur sana. Ada benda-benda bergerak di kejauhan.
Seperti sosok manusia...."
"Berarti kita harus menuju lurus ke timur!" kata Lakasipo. "Wiro, harap kau
kerahkan terus ilmu kesaktianmu. Beri tahu kalau langkahku melenceng!"
"Duuukkk... duuukkkk... duukkk!"
"Terus saja Lakasipo! Beberapa puluh tombak lagi 76 HANTU JATILANDAK
kita akan sampai ke bebukitan batu itu. Aku melihat ada dua orang di tempat itu.
Tapi... aku juga melihat ada dua benda besar aneh melata di tanah...."
Lakasipo melangkah ke timur. Setelah berjalan sejauh empat puluh tombak tibatiba "kraaakkk!" Ada bunyi seperti kayu patah di bawah injakan kaki Lakasipo.
Lalu tanah yang dipijaknya amblas. Sesaat kemudian sosok Lakasipo terjerumus
masuk ke dalam sebuah lobang sedalam satu setengah kali tinggi tubuhnya!
"Celaka! Kita terjebak!" teriak Lakasipo. Dia memandang ke bawah. Ternyata dasar
lobang berupa lumpur aneh. Bagaimana pun dia kerahkan tenaga untuk melompat ke
atas agar bisa keluar dari lobang, ke dua kakinya selalu amblas! Sementara itu
dari empat sudut lobang mengucur keluar air berwarna hitam dan panas. Kulitnya
seperti disengat!
"Saudara-saudaraku!" kata Lakasipo. "Aku tak bisa keluar dari dalam lobang ini!
Biar kalian kuselamatkan lebih dulu!"
"Lakasipo! Kita bersaudara! Kalau mati biar kita mati bersama dalam lobang ini!"
teriak Pendekar 212.
Sementara Naga Kuning pucat pasi wajahnya dan mulutnya terkancing. Setan Ngompol
tak perlu diceritakan. Sejak Lakasipo jeblos ke dalam lobang besernya tak
tertahankan lagi!
"Wiro! Kalian semua jangan bodoh! Kalau ada yang hidup di antara kita usahakan
mencari pertolongan!" Lalu dengan cepat Lakasipo lepaskan sosok Wiro, Naga
Kuning dan Setan Ngompol dari balik sabuknya. Ketiga orang ini kemudian
dilemparkan ke atas lobang. "Menjauh dari lobang! Lekas pergi dari tempat ini!"
"Kau sendiri bagaimana"!" balas berteriak Pendekar 212 Wiro Sableng.
"Jangan perdulikan diriku! Kalian cepat pergi!"
jawab Lakasipo. Sementara itu air hitam panas yang menyembur keluar dari empat
sudut lobang telah naik 77 HANTU JATILANDAK
setinggi betis! Tapi tidak satupun dari ke tiga orang Ku beranjak dari tepi
lobang. "Hai! Lekas pergi!" teriak Lakasipo.
Naga Kuning dan Setan Ngompol saling pandang.
"Kita harus cari akal menolong Lakasipo!" kata Naga Kuning.
Setan Ngompol memandang berkeliling. "Kalau saja kita bisa menemukan akar
gantung...."
Wiro memandang berkeliling sambil garuk-garuk kepala. Otaknya buncah. Tiba-tiba
matanya menyipit.
Keningnya mengerenyit dan dadanya berdebar. "Aku melihat ada sosok tubuh aneh
menggelinding dari kawasan bebatuan. Menuju ke sini!"
"Pasti siluman penguasa rimba belantara ini!" kata Setan Ngompol dengan suara
bergetar lalu semburkan kencing!
* * * 78 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATILANDAK
12 AIR hitam di dalam lobang semakin tinggi. Kini mulai mendekati lutut Lakasipo
dan panasnya bukan main.
Lakasipo coba angkat kaki kanannya untuk menghantam dinding lobang. Namun kaki
sebelah kiri amblas ke dalam dasar lobang hingga tubuhnya hampir terbanting
Asmara Putri Racun 1 Pendekar Slebor 53 Darah-darah Laknat Jaka Lola 2

Cari Blog Ini