Wiro Sableng 105 Hantu Jatilandak Bagian 3
jatuh. "Wiro!" Lakasipo berteriak. "Air hitam celaka ini panas sekali. Aku tidak tahan!
Rasanya seperti direbus!"
"Lakasipo! Bertahanlah! Kami mencari akal menolongmu!" teriak Naga Kuning. Tapi
sebenarnya dia sendiri tidak tahu akal apa yang bisa diperbuat sementara si
Setan Ngompol tergeletak di tanah terkencing-kencing habis-habisan. Wiro
terduduk di tanah. Tangannya kiri kanan menggaruk pulang balik.
"Tak ada tali, tak ada akar gantung. Kalaupun ada tak mungkin aku dan kawankawan menarik sosok Lakasipo keluar dari lobang. Kalau air hitam panas itu naik
mencapai bagian bawah perutnya celaka besar! Bisa-bisa barangnya berubah jadi
dua telor rebus!"
"Hik... hik... hik!" Naga Kuning tertawa cekikikan mendengar ucapan Wiro itu.
Sebaliknya Setan Ngompol membentak marah ialu terkencing.
"Dalam keadaan begini rupa kalian masih bisa bergurau! Kalian yang bakal
celaka!" Duduk di tanah Wiro masih tampak bingung dan garuk-garuk kepala. "Gusti Allah!"
Tiba-tiba murid Sinto Gendeng ini berseru memanggil Tuhan. "Bagaimana ini!
Tuhanku! Apa akan kau biarkan Lakasipo menemui ajal dalam lobang itu"! Kami
mohon pertolonganMu wahai Tuhan Yang Maha Kuasa!"
Dari dalam lobang Lakasipo yang sempat mendengar 79 HANTU JATILANDAK
ucapan Wiro lantas bertanya. "Kau menyebut nama seseorang! Gusti Allah. Lalu
Tuhan! Kau minta tolong padaNya! Memangnya Gusti Allah itu siapa" Temanmu"
Gurumu" Atau ayahmu"!"
Kalau bukan dalam keadaan seperti itu mungkin Naga Kuning dan Setan Ngompol
sudah memaki. "Lakasipo makhluk geblek!" murid Sinto Gendeng yang memaki. Tapi cuma dalam
hati. Dengan suara keras bergetar dia kemudian berkata.
"Gusti Allah sama dengan Tuhan! Dia adalah yang menciptakan langit dan bumi!
Menciptakan manusia termasuk aku dan dirimu! Dia Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha
Penolong! Dia adalah Satu. Dia adalah Tunggal. Dia yang menciptakan siang dan
malam. Menciptakan susah dan senang. Itu sebabnya guruku Eyang Sinto Gendeng memberi
jarahan angka 212 di tubuhku. Agar aku selalu ingat pada Tuhan Maha Kuasa dan
percaya bahwa Dia yang menjadikan segala-galanya!"
"Saudaraku Wiro, wahai! Sulit bagiku mencerna semua ucapanmu. Setahuku yang
menciptakan diriku adalah ayah dan ibuku. Tapi sudahlah! Jika kau terus
menceloteh kapan kau akan menolongku"!" teriak Lakasipo dari dalam lobang. Air
hitam panas mulai melewati lututnya. "Kalau Gusti Allah dan Tuhanmu itu Maha
Kuasa Maha Penolong, mengapa kau tidak lekas-lekas minta Dia menolongku"!"
Wiro garuk-garuk kepalanya. "Gusti Allah pasti mendengari Tuhanku pasti melihat!
Dia pasti akan menolongmu, Lakasipo! Bertahanlah! Tabahkan hatimu"'
teriak Wiro. Dia tekapkan dua tangannya ke mukanya.
Terus terang dia tidak tahu dan belum menemukan cara bagaimana harus menolong
Lakasipo. Dalam hati tidak putus-putusnya dia menyebut nama Tuhan dan memohon
pertolongan. Tiba-tiba Wiro melompat bangkit sambil berteriak keras.
"Astaga! Ada apa dengan dirimu Wiro"!" tanya Naga Kuning.
80 HANTU JATILANDAK
"Jangan-jangan dia sudah kemasukan roh jahat penghuni rimba belantara ini!" kata
si Setan Ngompol.
'Tuhan! Beri saya kekuatan!" teriak Wiro. Lalu tangannya bergerak ke pinggang.
Di lain kejap sebuah benda berkilauan berada dalam genggamannya.
"Kapak Maut Naga Geni 212!" seru Naga Kuning dan Setan Ngompol berbarengan.
"Bagaimana dia bisa menolong Lakasipo dengan kapak itu"!" ujar Setan Ngompol.
"Keadaan tubuhnya hanya sebesar betis. Tenaga dalamnya tak mungkin diharapkan!"
"Kalau mengandalkan kekuatan dirinya sendiri aku juga tidak yakin dia mampu
berbuat sesuatu Kek!"
menyahuti Naga Kuning. "Tapi kalau Yang Maha Kuasa turun tangan menolong! Semua
pasti bisa menjadi kenyataan!"
Wiro memandang berkeliling. Tiba-tiba dia lari ke arah satu pohon jati di
sebelah kiri, dua tombak dari tepi lobang maut. 'Terlalu dekat...." Wiro
berucap. Dia bergerak ke pohon jati lainnya. Memandang mengukur-ukur. "Masih
terlalu pendek. Ujungnya cuma bisa melintang di atas lobang. Tak bisa digapai
Lakasipo...."
Wiro berpaling ke kiri. Dia menghampiri pohon jati ketiga sambil menghitung
langkah lalu memandang ke lobang. "Ini pasti bisa tepat..." kata Wiro dalam
hati. Lalu tanpa tunggu lebih lama dia kerahkan tenaga dalam. Dua mata Kapak Maut Naga
Geni 212 walau ukurannya masih kecil dibanding dengan segala sesuatu yang ada di
alam Negeri Latanahsilam namun tidak terduga aliran tenaga dalam murid Sinto
Gendeng itu ternyata sanggup membuat pancaran sinar menyilaukan. Kalau biasanya
Wiro selalu memegang senjata sakti itu dengan satu tangan maka kini dia memegang
dengan dua tangan sekaligus.
Wiro ayunkan Kapak Maut Naga Geni 212. Sinar putih berkiblat. Suara menggaung
seperti ratusan tawon mengamuk memenuhi tempat itu. Naga Kuning berseru gembira.
Setan Ngompol bangkit tertegun.
81 HANTU JATILANDAK
"Craaakkk!"
Bagian batang pohon jati berduri somplak besar pada bagian tiga jengkal di atas
tanah dihantam mata kapak sakti. Semangat Pendekar 212 jadi tambah berkobar. Dia
menghantam lagi, lagi dan lagi! Tiada henti seolah orang kemasukan setan!
Sebelas kali membacok, pohon itu tampak bergetar. Wiro kembali membacok. Kali
ini dari jurusan yang berlawanan dari bacokan semula. Terdengar suara
berkereketan. "Kraaaaaakkkk!"
Pohon jati besar berduri itu tumbang, jatuh melintang tepat di atas lobang
dengan ujung menghunjam ke bawah, menusuk ke dinding lobang. Lakasipo berteriak
keras. Kalau tidak cepat dia merunduk dan jatuhkan diri ke samping niscaya
kepalanya kena hantaman pucuk pohon jati!
Naga Kuning dan Setan Ngompol bersorak gembira.
Dia kini maklum apa sebenarnya yang telah dilakukan Pendekar 212 Wiro Sableng.
Di dafam lobang Lakasipo ulurkan tangannya ke atas.
Dia berhasil menjangkau batang pohon yang masuk ke dalam lobang!
"Wiro! Kau yang punya usaha! Tapi ini pasti wahai Tuhan Gusti Aliahmu yang
menolong!" teriak Lakasipo.
"Tuhanmu hebat! Bisakah aku bertemu denganNya untuk mengucapkan terima kasih"!"
"Lakasipo! Jangan bicara ngawur! Lekas keluar dari lobang itu!" teriak Naga
Kuning. Lakasipo seolah sadar segera ayunkan tubuh melesat ke atas. Namun sebelum dia
mendarat di tepi lobang tiba-tiba dari arah timur muncul suara menggemuruh.
Sebuah benda kuning kecoklatan menggelinding di sela-sela pohon jati. Sebelum
Wiro dan dua kawannya tahu benda apa itu adanya tiba-tiba tubuh mereka masuk
dalam cekalan sebuah tangan aneh, kuning coklat dan ditumbuhi duri-duri panjang!
Di lain kejap ketiga orang itu dibawa melesat menggelinding ke arah timur rimba
belantara Lahitamkelam!
82 HANTU JATILANDAK
Setan Ngompol menjerit terkencing-kencing. Naga Kuning walau takut setengah mati
tapi masih bisa memaki panjang pendek. Wiro sendiri yang telah mencium adanya
bahaya besar dan saat itu masih memegang Kapak Maut Naga Geni 212, tanpa
perdulikan arah atau apa yang dihantamnya segera saja bacokkan senjata
mustikanya. "Wuuuttt!"
"Craassss!"
Ada suara benda putus disusul jeritan aneh, setengah jeritan manusia setengah
gerengan binatang.
Dia membabat sekali lagi. Namun kali ini cekalan di tubuhnya seperti menghancur
luluhkan tulang belulangnya. Wiro terkulai mengerang kesakitan. Kapak Maut Naga
Geni 212 hampir saja terlepas dari pegangannya.
Tiba-tiba gerak menggelinding berhenti. Wiro dan kawan-kawannya yang masih
berada dalam cekalan mengeluh tinggi, terhuyung nanar. Penglihatan mereka bukan
saja samar tapi juga nanar.
"Wiro.... Apa sebenarnya yang terjadi dengan diri kita"!" Naga Kuning buka
suara. "Di mana kita berada.... Mana Lakasipo"!" tanya Setan Ngompol.
Sekonyong-konyong cekalan di tubuh ketiga orang itu terlepas. Tapi mereka bukan
dilepas baik-baik melainkan dilemparkan ke tanah di antara gundukan-gundukan
batu. "Mati aku!" jerit Naga Kuning yang terbanting tertelentang. Lalu mengerang tapi
juga memaki di sela-sela erangannya.
"Pecah kantong menyanku!" jerit Setan Ngompol terus beser. Waktu jatuh dia
tertelungkup dan bagian bawah perutnya tepat menghantam jendolan batu!
Wiro sendiri merasa pinggulnya sebelah kanan seolah remuk. Terhuyung-huyung dia
bangkit berdiri.
Tapi belum sempat tegak, pemuda ini jatuh terduduk dengan muka pucat dan mata
mendelik. Seumur 83 HANTU JATILANDAK
hidupnya dia belum pernah melihat makhluk sedahsyat ini. Entah setan alas atau
jin dedemit yang tegak di depannya. Sosok makhluk ini kurus jangkung. Hanya
mengenakan sehelai cawat kulit kayu. Badannya berwarna kuning termasuk sepasang
matanya. Sekujur tubuhnya mulai dari kepala, muka, tubuh sampai ke kaki penuh
ditumbuhi duri-duri panjang tajam seperti bulu landak! Saat itu Naga Kuning dan
Setan Ngompol telah pula melihat kehadiran makhluk ini. Keduanya langsung
melompat bergabung dengan Wiro, gemetar ketakutan setengah mati!
"Kawan-kawan..." bisik Wiro. "Jangan-jangan ini makhluk yang oleh Lakasipo
disebut Hantu Jatilandak.
Penguasa rimba Lahitamkelam. Kaki tangan Hantu Muka Dua!"
"Celaka! Mati kita semua! Pasti kita akan dikunyah-nya mentah-mentah!" kata
Setan Ngompol sambil terkencing-kencing.
"Tiga manusia cebol setinggi lutut!" Tiba-tiba makhluk yang tubuhnya ditumbuhi
duri dan bukan lain adalah Hantu Jatilandak berucap. Suaranya membuat seantero
tempat bergetar dan sosok Wiro serta kawan-kawannya jadi bergoyang-goyang.
"Apakah kalian yang datang dan berasal dari negeri seribu dua ratus tahun
mendatang"!"
"Eh, bagaimana dia bisa tahu asal usul kita!" bisik Naga Kuning. "Hati-hati
menjawab. Kalau salah jawab kita bertiga bisa langsung dikeletusnya seperti cabe
rawit!" Wiro menjura sehormat mungkin. "Makhluk gagah bertubuh dahsyat, kami bertiga
memang berasal dari negeri seribu dua ratus tahun lebih tua dari negeri ini.
Namun kami bertiga merasa sangat rendah berhadapan denganmu. Aku bernama Wiro,
kakek ini biasa di-panggil dengan julukan si Setan Ngompol. Dan anak satu ini
bernama Naga Kuning. Apakah benar saat ini kami berhadapan dengan makhluk hebat
bernama Hantu Jatilandak?"
84 HANTU JATILANDAK
Dua puluh duri di kepala Hantu Jatilandak berjingkrak tegang. Kumis dan sepasang
alisnya mencuat.
"Siapa yang memberi tahu siapa diriku"!" Hantu Jatilandak bertanya garang lalu
meludah ke tanah.
"Claaapp!"
Ludahnya yang berwarna kuning mendarat tepat di puncak hidung si Setan Ngompol!
Si kakek memaki panjang pendek. "Hantu sialan! Mengapa mukaku yang kau ludahi!
Mana kuning! Mana bau! Huh!" Seperti mau muntah kakek ini cepat seka ludah di
hidungnya itu. Sambil menahan geli melihat apa yang terjadi Wiro menjawab
pertanyaan Hantu Jatilandak tadi.
"Kami hanya menduga. Lagi pula makhluk sehebatmu siapa yang tidak pernah
mendengar?" jawab Wiro pula.
Hantu Jatilandak mendengus lalu kembali meludah.
"Aku mendengar orang-orang negeri kalian pandai bicara bermanis-manis. Padahal
dalam hati punya maksud busuk! Mengapa kalian datang ke pulau ini"
Siapa makhluk yang amblas ke dalam lobang jebakan"!"
"Kami datang mencari seseorang untuk minta pertolongan. Pertolongan agar kami
bisa kembali ke negeri kami. Mengenai orang-orang yang masuk ke dalam lobang
jebakan, dia adalah saudara angkat kami.
Namanya Lakasipo, berjuluk Hantu Kaki Batu...."
Seringai mencuat di mulut Hantu Jatilandak. Lalu mengumandang gelak tawanya
membahana, menggetarkan seantero kawasan berbatu-batu. "Ternyata semua cocok
dengan takdir! Ha... ha... ha!"
"Takdir, takdir apa maksudmu Hantu Jatilandak?"
tanya Wiro. "Takdir bahwa saat ini juga kalian akan meregang nyawa. Kepala kalian akan
kupotes satu demi satu!
Darah kalian akan kuperas dan kumasukkan ke dalam lobang batu di atas sana!
Itulah takdir atas diri kalian!"
Wiro dan kawan-kawannya langsung menggigil.
"Kami tidak berbuat kejahatan di atas pulau ini! Kami 85 HANTU JATILANDAK
tidak punya permusuhan denganmu. Mengapa kau inginkan jiwa kami. Malah hendak
melakukan kekejian gila terhadap mayat-mayat kami! Memotes kepala kami! Lalu
memasukkan darah kami ke dalam lobang batu! Mengapa sekejam itu" Untuk apa"!"
Suara murid Sinto Gendeng keras tapi gemetar.
"Sudah kubilang! Kematian kalian adalah takdir!
Darah kalian juga takdir!"
Sambil tekap bagian bawah perutnya yang sudah basah kuyup si Setan Ngompol
memandang berkeliling. "Kita harus segera cari kesempatan melarikan diri.
Sebentar lagi matahari akan tenggelam. Dalam gelap kita punya kesempatan. Wiro,
pergunakan ilmu Menembus Pandang yang kau miliki...."
Baru saja si kakek berkata begitu tiba-tiba terdengar suara bergerubukan seolah
ada makhluk berat melangkah di tanah. Menoleh ke kiri Setan Ngompol hampir
terpekik. Di sampingnya tahu-tahu telah mendekam seekor landak raksasa. Mulutnya
terbuka lebar. Taring-taringnya mencuat siap untuk menerkam. Langsung kakek ini melosoh ke
tanah, basah kuyup lagi di bawah perutnya!
"Landak raksasa..." desis Naga Kuning dengan tenggorokan seolah tercekik. "Wiro,
lihat... ada satu lagi di sebelah sana! Kita tak mungkin melarikan diri!"
Wiro melirik ke kiri. Apa yang dikatakan Naga Kuning benar adanya. Seekor landak
raksasa lagi mendekam hanya tiga langkah di sampingnya.
Binatang yang satu ini pergunakan dua kaki belakangnya untuk tegak berdiri
sedang dua kaki atasnya terpentang ke depan laksana sepasang tangan yang siap
mencabik-cabik Wiro dan kawan-kawannya!
"Jangan berharap kalian bisa melarikan diri!" kata Hantu Jatilandak lalu meludah
ke tanah. Bersamaan dengan itu dia turun dari gundukan batu, bergerak mendekati
ketiga orang itu Wiro ingat, waktu tadi tubuhnya digulung dan digelinding dia
sempat pergunakan Kapak Maut Naga Geni 212 untuk meng-86 HANTU JATILANDAK
hantam putus duri di tubuh Hantu Jatilandak. Kini dalam keadaan terdesak seperti
itu mau tak mau dia berjibaku mengeluarkan semua ilmu dan kesaktian yang
dimilikinya. Maka sambil melintangkan Kapak Maut Naga Geni 212 di depan dada dia
segera berbisik pada Naga Kuning.
"Kita harus melawan mati-matian. Aku akan menghantam dengan kapak sakti serta
pukulan Sinar Matahari. Kau keluarkan sosok naga yang gambarnya ada di dadamu!
Katakan pada Setan Ngompol agar dia menghantam dengan pukulan Setan Ngompol
Mengencingi Bumi!"
Naga Kuning mengangguk lalu teruskan bisikan Wiro pada si kakek. Ketiga orang
itu segera kerahkan tenaga dalam. Namun Hantu Jatilandak tidak terduga bertindak
lebih cepat. Sekali tangannya menyapu maka ke tiga orang itu kembali amblas
masuk dalam genggaman tangan kirinya, tak bisa berkutik bahkan bernafas pun
sulit! "Pemuda cebol berambut gondrong! Wahai rupanya kau yang jadi otak dari
kelompokmu! Kau juga yang tadi melukai dan membabat putus duri-duri di tanganku!
Kepalamu akan kupotes lebih dulu!" kata Hantu Jatilandak. Lalu ibu jari dan jari
telunjuk tangan kanannya menghunjam ke batok kepala Pendekar 212.
Sekali dua jari itu dipuntir, maka tanggallah leher murid Sinto Gendeng!
Di saat sangat genting itu tiba-tiba melesat satu bayangan disertai bentakan
keras. Dua buah benda bulat menderu di udara.
"Braaaakkk!"
Pohon jati besar berduri di samping kanan patah ialu tumbang bergemuruh.
"Byaaarrr!"
Gundukan batu dua langkah di belakang Hantu Jatilandak hancur berantakan membuat
Hantu Jatilandak berseru kaget, melesat ke atas. Di udara dia putar tubuhnya
lalu hantamkan tangan kanan. Tapi 87 HANTU JATILANDAK
kembali dia berteriak terkejut ketika ada satu benda bulat menyambar membabat ke
arah tangannya!
* * *
Wiro Sableng 105 Hantu Jatilandak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
88 HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO HANTU JATILANDAK
13 SEPASANG mata Hantu Jatilandak menyorotkan sinar kuning angker. Sekujur duri
coklat di kepala dan tubuhnya berjingkrak tanda dia berada dalam keadaan marah
besar. Di hadapannya tegak seorang berambut gondrong awut-awutan. Wajah angker
dilebati kumis, berewok dan janggut. Dua kakinya terbungkus batu besar berbentuk
bulat. Kaki-kaki inilah tadi yang secara ganas mematahkan pohon, menghancurkan
batu besar dan melabrak ke arah Hantu Jatilandak.
"Makhluk kesasar berkaki batu! Siapa kau! Berani mati menyerangku! Injakkan kaki
di pulau dan memasuki rimba belantara Lahitamkelam!" Hantu Jatilandak membentak.
"Kau tidak tahu siapa diriku! Wahai sebaliknya aku tahu banyak tentang dirimu!
Kudengar kau adalah makhluk aneh tapi berhati polos. Mengapa kini aku melihat
kenyataan sebaliknya"! Tiga makhluk kecil yang ada dalam genggamanmu itu adalah
saudara-saudaraku! Jika kau tidak segera melepaskan mereka, saat ini juga akan
kuhancur luluhkan tubuhmu!"
"Manusia kaki batu! Jangan bicara sombong! Jika dugaanku betul maka kau adalah
manusianya bernama Lakasipo, berjuluk Hantu Kaki Batu! Yang ditakdirkan ikut
mampus bersama tiga makhluk katai ini! Ha... ha...
ha...!" Hantu Jatilandak tertawa bergelak lalu meludah ke tanah. Tiba-tiba Hantu
Jatilandak goyangkan dadanya. Dua puluh duri landak yang menancap di
dadanya,laksana paku panjang melesat menyerang dua puluh sasaran di kepala dan
tubuh Lakasipo.
"Lakasipo! Awas! Duri-duri itu beracun!" teriak Pendekar 212 memperingatkan.
89 HANTU JATILANDAK
Mendapatkan dirinya diserang orang serta mendengar peringatan murid Sinto
Gendeng, Lakasipo segera jatuhkan diri sama rata ke tanah. Bersamaan dengan itu
dia gerakkan kaki batunya sebelah kanan dalam gerakan seputar lingkaran. Inilah
jurus yang disebut "Kaki Roh Pengantar Maut'!
"Traakkk... traakkk... traaakk...!"
Belasan duri landak mental patah dan hancur.
Enam buah melesat di udara kosong. Namun dua duri masih sempat menancap di bahu
kiri Lakasipo. Serta merta Lakasipo merasakan tubuhnya panas. Cepat dua duri
landak itu dicabutnya. Darah menyembur. Lukanya tampak menggembung!
Enam duri landak yang tidak mengenai sasaran secara aneh berbalik dan menancap
kembali di dada Hantu Jatilandak. Makhluk ini menggeram marah karena sebagian
dadanya kini menjadi gundul akibat hancurnya duri-duri yang terkena hantaman
kaki batu Lakasipo.
"Celaka! Duri-duri jahanam itu benar-benar beracun!
Apa yang harus kulakukan!" keluh Lakasipo sambil menggigit bibir menahan sakit.
Wiro yang maklum bahaya besar mengancam
Lakasipo segera berteriak. "Lakasipo! Lekas luruskan dua jari tangan kananmu!
Totok urat besar di permukaan ketiak kiri! Cepat!"
Lakasipo segera lakukan apa yangdikatakan murid Sinto Gendeng. Sementara itu
dengan susah payah Wiro serta dua kawannya berusaha keluar dari jepitan tangan
Hantu Jatilandak. Begitu ada kesempatan dia segera hantamkan Kapak Maut Naga
Geni 212 ke pergelangan tangan kiri Hantu Jatilandak.
"Craaasss!"
Hantu Jatilandak seperti disengat kalajengking.
Sekujur lengannya terasa panas. Darah mengucur dari luka di lengan sementara
tiga duri landaknya ikut terbabat putus. Naga Kuning tak tinggal diam. Tangan
kanannya dicengkeramkan ke telapak tangan Hantu Jatilandak. Lalu dia alirkan
tenaga dalam dan lepaskan 90 HANTU JATILANDAK
ilmu kesaktian yang memancarkan lima larik sinar biru.
Hantu Jatilandak terpekik kesakitan. Di saat yang sama Naga Kuning kerahkan ilmu
pelicin tubuh yang disebut ilmu "Ikan Paus Putih". Tubuhnya serta merta menjadi
licin. Laksana seekor belut bocah ini meliuk ke bawah dan lolos dari genggaman
Hantu Jatilandak. Jatuh ke tanah. Celakanya waktu jatuh dia kecemplung masuk ke
dalam liang batu berisi air bercampur bubuk bele rang!
Untung saja dia mampu berenang hingga dengan cepat berhasil menggapai pinggiran
liang batu. Sekujur tubuhnya mulai dari rambut sampai ke kaki basah kuyup dan
berwarna kuning!
Meski sakit kena bacokan Kapak Maut Naga Geni 212 serta dihantam pukulan sakti
Naga Kuning namun Hantu Jatilandak masih sanggup mencengkeram dan tidak mau
lepaskan sosok Wiro dan Setan Ngompol.
Rahangnya menggembung. Gerahamnya bergemele-takan. Tangan kanannya siap meremas
untuk menghancur luluhkan dua orang itu.
Pada saat itulah Lakasipo hantamkan dua
tangannya sekaligus!
Sepuluh larik sinar hitam menggebubu! Hantu Jatilandak tersentak kaget. Tapi
karena terlalu takabur menganggap enteng serangan lawan dia tetap berdiri
pentang dada malah siap melesatkan lusinan duri landak dari muka dan perutnya!
Dia tidak sadar kalau serangan yang dilepaskan Lakasipo alias Hantu Kaki Batu
saat itu adalah "Lima Kutuk Dari Langit' yang akan membuat tubuhnya menjadi
gosong dan meng-kerut ciut!
Sesaat lagi sepuluh larik sinar hitam itu akan menghantam sosok Hantu
Jatilandak, satu bayangan hitam berkelebat laksana kilat mendorong tubuh Hantu
Jatilandak hingga terjungkal roboh dan terguling sampai tiga tombak. Sosok Wiro
dan Setan Ngompol yang sejak tadi berada dalam genggamannya terlepas. Lalu
seperti yang dialami Naga Kuning, kedua orang ini menggelinding tercebur masuk
ke dalam liang batu 91 HANTU JATILANDAK
berisi air campur bubuk belerang. Ke duanya berubah menjadi sosok-sosok basah
kuyup berwarna kuning!
"Sialan! Liang apa ini!" memaki Setan Ngompol.
"Airnya asin kuning! Berbau belerang!" teria k Naga Kuning. "Lihat! Muka, tubuh
dan pakaian kita jadi kuning semua!"
"Naga Kuning! Lekas kita keluar dari tempat sebelum kakek satu ini mencampur air
di sini dengan kencingnya!" teriak Wiro. Setan Ngompol memaki bersungut-sungut.
Dia mengikuti dua orang itu memanjat ke atas liang, naik ke darat.
Hantu Jatilandak lolos dari hantaman pukulan
"Lima Kutuk Dari Langit1. Sepuluh larik sinar maut itu kini menghantam sosok
yang barusan menolong menyelamatkan Hantu Jatilandak.
"Wuuutttt... wuuutttt! Dessss... desssss! Desssss!"
Sosok yang kena hantam terjungkal roboh tetapi sesaat kemudian bergerak bangkit
kembali, memandang ke arah Lakasipo dengan dua mata putih aneh menyorot!
Lakasipo, Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol sendiri tak kalah kaget dan
melototnya. Makhluk yang tegak di depan mereka dan tak mempan dihantam pukulan "Lima Kutuk
Dari Langit" itu tertutup sisik hitam keras laksana baja sekujur kepala, wajah
dan tubuhnya sampai ke kaki. Di mukanya tak kelihatan hidung ataupun mulut. Yang
ada hanya dua buah mata berbentuk combong kelapa berwarna putih keabu-abuan.
"Naga Kuning, Setan Ngompol..." berkata Wiro.
"Jangan-jangan makhluk bersisik ini adalah si Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab,
guru Hantu Muka Dua yang kita cari...." Naga Kuning dan Setan Ngompol tak berani
menjawab. Kaget dan kecut mereka masih belum surut.
Kalau orang bersisik ini bersikap menunggu tak mau mendahului bergerak ataupun
bersuara, maka lain halnya dengan Hantu Jatilandak. Penuh dendam dan amarah dia
berteriak. "Laeruncing! Laelancip! Bunuh makhluk berkaki 92 HANTU JATILANDAK
batu itu!"
Mendengar perintah Hantu Jatilandak dua ekor landak raksasa yang sejak tadi
berada di tempat itu keluarkan suara menggembor. Kaki belakang menghunjam ke
tanah, kaki depan diluruskan ke depan pertanda dua binatang ini siap menerkam
Lakasipo. Namun makhluk bersisik angkat tangan kiri memberi tanda agar dua landak raksasa
tidak melakukan serangan.
"Kek!" teriak Hantu Jatilandak. "Orang hendak membunuh aku! Kau melarang! Wahai!
Apa yang ada di benakmu!"
Makhluk bersisik tidak perdulikan teriakan Hantu Jatilandak. Kembali dia angkat
tangannya, menatap ke arah Lakasipo lalu berkata.
"Di kawasan Negeri Latanahsilam ini hanya ada satu orang memiliki ilmu kesaktian
bernama Lima Kutuk Dari Langitl Bukankah kau orangnya yang bernama Lakasipo
berjuluk Bola-Bola Iblis alias Hantu Kaki Batu"!"
Lakasipo terdiam sejenak. Matanya menatap penuh rasa tak percaya pada makhluk
yang tegak di hadapannya. Sesaat kemudian dia berkata. "Di delapan penjuru angin
negeri Latanahsilam, hanya ada satu tokoh yang sanggup menahan kekuatan ilmu
Lima Kutuk Dari Langit. Bukankah saat ini aku berhadapan dengan orang pandai
yang disebut dengan nama Tringgiling Liang Batu"!"
Makhluk bersisik mengangguk lalu menjura. Lakasipo segera berucap.
"Dunia kita telah banyak berubah rupanya. Puluhan tahun kau memencilkan diri di
pulau ini. Ketika bertemu ternyata kau menjadi penguasa pulau, memiliki makhluk
aneh berduri ini serta dua ekor landak raksasa yang siap membunuhku dan kawankawan tanpa salah tanpa dosa! Apa yang terjadi dengan dirimu wahai Tringgiling
Liang Batu!"
"Takdir buruk telah terjadi atas diri kami! Kutuk 93 HANTU JATILANDAK
keji dari Peri Negeri Atas Langit telah menimpa cucuku hingga keadaannya seperti
yang kau lihat saat ini..."
jawab Tringgiling Liang Batu.
"Takdir memang tak bisa ditolak. Mengenai kutuk Peri Negeri Atas Langit tak ada
kuasaku untuk men-campuri! Tetapi yang menjadi tanda tanya besar, kami telah
mengalami hal-hal aneh sejak menjejakkan kaki di pulau ini. Bahkan kami hampir
menemui kematian di tangan makhluk aneh yang kau sebut sebagai cucumu itu!"
"Kalian bukan hampir mati! Tapi benar-benar segera akan mati!" teriak Hantu
Jatilandak. Lalu kembali dia berseru pada dua ekor landak raksasa untuk segera
membunuh Lakasipo dan tiga manusia katai di tepi liang batu. Lakasipo cepat
menyambar ketiga saudara angkatnya itu. Ketika melihat sosok Wiro, Naga Kuning
dan Setan Ngompol yang basah kuyup serta penuh dengan belerang kuning, makhluk
bersisik, Hantu Jatilandak dan dua ekor landak raksasa keluarkan gerengan
tertahan dan beranjak menjauh.
"Aneh, kini mereka seperti ketakutan melihat kita.
Mereka bergerak menjauh! Ada apa" Apa yang menyebabkan?" bisik Wiro. Baik
Lakasipo maupun Naga Kuning dan Setan Ngompol walau memang jelas melihat
keanehan itu tapi tentu saja tidak bisa menjawab.
Wiro usap wajahnya yang basah. Tak sengaja dia kepretkan tangannya yang basah
oleh air bercampur belerang. Kembali Tringgiling Liang Batu dan Hantu Jatilandak
serta dua landak raksasa bersurut menjauh.
"Mereka takut pada cipratan air di tubuhku..." kata Wiro.
"Kalau cuma air mengapa musti takut! Pasti ada hal lain yang membuat mereka
kecut dan menjauh..."
ujar Setan Ngompol pula.
"Lakasipo, coba kau melangkah. Dekati mereka..."
kata Wiro. Lakasipo menurut. Dia maju dua langkah mendekati Hantu Jatilandak. Makhluk
berduri ini serta merta 94 HANTU JATILANDAK
mundur tiga langkah. Tringgiling Liang Batu cepat mengangkat tangannya seraya
berseru. "Tahan! Hantu Kaki Batu, hentikan gerakanmu! Jangan melangkah lebih
dekat!'' "Sejak semula kami tidak punya niat jahat! Mengapa kalian semua seperti melihat
setan kepala dua belas"!"
"Makhluk-makhluk katai yang katamu saudara angkatmu itu..." kata Tringgiling
Liang Batu. "Tubuh mereka basah oleh air bercampur belerang. Kami...
tubuh kami tidak boleh bersentuhan dengan belerang.
Kami bisa celaka. Mengalami kelumpuhan seumur hidup bahkan bisa menemui
ajal...." "Kakek!" Hantu Jatilandak berkata dengan suara keras. "Kau menceritakan
kelemahan sendiri pada musuh! Manusia berkaki batu ini pasti akan mudah membunuh
kita semua!"
"Eh, kau dengar makhluk berduri itu memanggil makhluk bersisik kakeknya," bisik
Wiro pada dua kawannya. "Yang aku ingin tahu bagaimana tampang ibu bapak makhluk
itu. Apa berduri juga. Kalau betul berduri lalu bagaimana lahirnya" Apa tidak
nyangkut di pojokan bawah dekat hik... hik... hik!"
"Wiro!" sentak Setan Ngompol. "Kita berada dalam bahaya. Mengapa kau masih bisa
bicara tidak karuan!
Jangan-jangan kau yang bakal matiduluan. Orang mau mati biasanya memang suka
ngomong aneh-aneh!"
"Kalau mereka mau membunuh kita, kurasa kau yang duluan mereka pesiangi Kek!"
sahut murid Sinto Gendeng. "Habis kau paling jelek dan bau pesing! Hik...
hii... hik!" Wiro tertawa cekikikan. Naga Kuning pencet hidung sendiri agar
tidak tersembur tawanya.
Sepasang mata combong Tringgiling Liang Batu menatap ke arah Lakasipo seolah
sadar kekeliruannya.
Namun melihat tak ada perubahan di wajah manusia berkaki batu ini, dan juga
setelah melirik pada Wiro dan dua kawannya, dalam hati Tringgiling Liang Batu
berkata. "Sampai saat ini aku belum menganggap makhluk berkaki batu ini sebagai
musuh. Hanya saja 95 HANTU JATILANDAK
aku masih belum tahu apa maksud kedatangannya bersama tiga makhluk katai itu ke
sini." Setelah menatap Lakasipo sejurus, makhluk bersisik lantas berkata.
"Tadi kudengar tiga manusia cebol saudaramu itu menyebut nama Hantu Sejuta Tanya
Sejuta Jawab. Makhluk itu adalah guru Hantu Muka Dua! Apa hubungan kalian dengan Hantu Muka
Dua dan Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab!"
"Hantu Muka Dua adalah musuh besarku wahai Tringgiling Liang Batu. Dia punya
rencana jahat terhadapku dan sejak lama ingin membunuhku! Kami mencari Hantu
Sejuta Tanya Sejuta Jawab adalah untuk meminta tolong. Agar tiga saudara
angkatku ini bisa dibesarkan tubuhnya seperti sosok kita. Atau kalau tidak agar
mereka bisa dikembalikan ke negeri mereka alam seribu dua ratus tahun dari
sekarang. Menurut petunjuk, Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab bisa memberi tahu di
mana beradanya sebuah batu sakti pembalik waktu. Hanya dengan batu itu mereka
bisa kembali ke negeri mereka...."
"Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab tidak ada di pulau ini! Kalian kesasar ke
tempat yang salah!"
"Kalau begitu kami minta petunjukmu!" kata Wiro setengah berteriak agar suaranya
bisa didengar. Sebelum Tringgiling Liang Batu menjawab Hantu Jatilandak mendahului berkata.
"Kek, sesuai perintah Hantu Muka Dua, kita harus menguras darah tiga manusia
katai ini dan memasuk-kannya ke dalam lobang di atas batu sana. Kalau kita gagal
memenuhi perintah, celaka kita semua! Hantu Muka Dua pasti akan memendam kita
dalam liang batu berisi air bercampur belerang itu!"
Terkejutlah Lakasipo, Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol mendengar kata-kata
Hantu Jatilandak itu. Si kakek terus saja basah celananya.
"Makhluk berduri, mengapa Hantu Muka Dua inginkan darah kami bertiga?" tanya
Pendekar 212. Hantu Jatilandak tak segera menjawab melainkan 96 HANTU JATILANDAK
memandang dulu pada Tringgiling Liang Batu. Si kakek anggukkan kepala lalu
berkata. "Ceritakan pada mereka semua. Agar tidak ada rahasia dan curiga
tersembunyi antara kita wahai cucuku Jatilandak."
Mendengar kata-kata si kakek maka Hantu
Jatilandak lalu menuturkan.
"Di bawah ancaman belerang jahanam itu, kami semua tidak berdaya. Tidak mungkin
menolak perintah kecuali kami mau mati percuma! Hantu Muka Dua memiliki sebilah
keris berluk tiga yang belum diberi gagang.... Menurutnya jika senjata itu
dicelup dalam darah kalian bertiga selama tiga bulan purnama maka keris itu akan
menjadi satu senjata bertuah sakti man-draguna. Tak satu kekuatan pun sanggup
melawannya. Bahkan para Peri dan para Dewa akan tunduk padanya!
Dia akan menjadi Raja Di Raja Segala Hantu di Negeri Latanahsilam!"
"Jahanam keji! Wahai! Rencana jahatnya itu harus dibikin gagal!" kata Lakasipo
pula. "Ada di antara kalian yang punya akal rencana"!"
Tak satu pun yang bisa segera menjawab. Setan Ngompol termonyong-monyong. Naga
Kuning gem-bungkan rahang. Hantu Jatilandak keretakkan jari-jari tangannya tanda
geram. Sepasang landak raksasa mendekam keluarkan suara menggeram sementara
Tringgiling Liang Batu mendongak ke langit yang mulai gelap. Wiro garuk-garuk
kepala lalu bertanya. "Apa di pulau ini ada kelinci atau ayam hutan?"
"Anak geblek! Apa hubungannya maksud jahat Hantu Muka Dua dengan ayam hutan dan
kelinci"! Kau mau mengundangnya makan ayam dan kelinci panggang"!" berujar si Setan
Ngompol. "Tenang Kek! Otakmu memang tidak begitu encer lagi! Kalau dibarengi sikap
mengomel pasti tambah butek!" kata murid Sinto Gendeng pula. Lalu dia bertanya
Wiro Sableng 105 Hantu Jatilandak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pada makhluk bersisik. "Tringgiling Liang Jamban...."
"Bangsat! Mulutmu keliwat menghina kurang ajar!
97 HANTU JATILANDAK
Kakekku bernama Tringgiling Liang Batu! Bukan Tringgiling Liang Jamban!" Hantu
Jatilandak menghardik lalu meludah ke tanah, membuat Lakasipo, Naga Kuning dan
Setan Ngompol membuang muka menahan geli. Si Tringgiling Liang Batu sendiri yang
mukanya tertutup sisik tebal tak kelihatan wajahnya apakah marah atau bagaimana.
Tapi dari tenggorokannya keluar suara menggereng.
Wiro garuk-garuk kepala. "Maafkan aku!" katanya pada Hantu Jatilandak. Lalu dia
ajukan pertanyaan pada makhluk bersisik. "Menurutmu Hantu Muka Dua akan datang
tepat bulan purnama mendatang. Kira-kira kapan bulan purnama muncul di pulau
ini"!"
"Jika aku tak salah hitung masih tiga hari dimuka,"
jawab Tringgiling Liang Batu.
"Berarti kita masih punya waktu banyak untuk melakukan penyambutan!" kata murid
Sinto Gendeng pula.
"Penyambutan bagaimana maksudmu"! Kita tak mungkin melawannya! Apalagi kalau dia
sampai mene-barkan bubuk belerang!" berucap Hantu Jatilandak.
"Sobatku Hantu Jatilandak! Kau tenang saja. Biar kami yang mengatur," jawab
Wiro. Lalu dia berpaling pada Lakasipo. "Harap kau segera mencukur kumis,
janggut dan berewokmu!''
"Buat apa"!" tanya Lakasipo. "Aku tidak mau!"
"Kalau kau tidak mau melakukan sendiri, biar dua ekor landak itu yang akan
mengunyah habis janggut kumis serta cambang bawukmu!"
"Wahai! Sialan kau Wiro!" rutuk Lakasipo. "Kalau kau mau gila, gila sendiri
saja. Jangan mengajak orang!"
Wiro menyengir. Tanpa perdulikan gerutuan Lakasipo dia berkata pada dua
sobatnya. "Sobatku Naga Kuning dan Setan Ngompol! Kita bertiga bersihkan liang batu itu
dari bubuk belerang.
Lalu mandi membersihkan diri ke laut! Apa kalian tidak sadar kalau tampang
kaitan kuning semua seperti 98 HANTU JATILANDAK
disedu dengan kunyit"! Ha... ha... ha!"
* * * 99 HANTU JATILANDAK
HANTU JATILANDAK
BASTIAN TITO 14 SUASANA di timur pulau terasa tidak seperti biasanya. Deburan ombak dikejauhan
seolah tertahan oleh gaung suara angin yang terdengar aneh. Kegelapan malam
menutupi kawasan bebukitan yang dikelilingi pohon-pohon jati rapat berduri.
Saputan awan hitam di langit perlahan-lahan bergeser tertiup angin, membuat
rembulan empat belas hari menyeruak muncul. Suasana perlahan-lahan menjadi
terang. Beberapa saat berlalu tanpa terjadi suatu apa. Di bagian yang berbukit batu,
Tringgiling Liang Batu tegak rangkapkan tangan di depan dada. Sisik di muka dan
tubuhnya tampak mencuat pertanda dia berada dalam keadaan tegang. Tiga langkah
di sampingnya mendekam Laeruncing dan Laelancip. Lalu agak jauh dari tempat itu,
dalam kegelapan di antara gundukan batu dan pohon-pohon jati tergeletak tiga
sosok tubuh kecil.
Di bagian yang lain, di balik bayangan sebuah batu besar duduk bersila satu
sosok seorang perempuan. Dia duduk menghadap ke arah liang batu. Tangan di atas
paha, mata terpejam seolah tengah bersemadi.
Dari sela-sela pohon jati berduri tiba-tiba menyeruak muncul satu sosok tinggi
yang hanya mengenakan cawat dan tubuhnya dipenuhi duri-duri panjang lancip
berwarna coklat. Dia bukan lain adalah Hantu Jatilandak. Orang ini melangkah
tanpa suara mendekati makhluk bersisik. "Kek, menurutmu apakah Hantu Muka Dua
benar-benar datang malam bulan purnama ini"
Jangan-jangan dia menipu kita!"
"Dia punya kepentingan. Dia pasti datang. Kita tunggu saja dan kuharap kau tetap
berwaspada wahai cucuku...."
100 HANTU JATILANDAK
Baru saja Tringgiling Liang Batu berkata begitu tiba-tiba berkelebat satu
bayangan hitam dan tahu-tahu laksana seekor elang malam dia hinggap di gundukan
batu tinggi, tepat di depan lobang batu yang digenangi cairan merah.
Orang ini bukan lain adalah si makhluk bermuka dua yakni Hantu Muka Dua.
Sepasang matanya sebelah depan memandang tajam ke dalam lobang yang digenangi
cairan merah. "Hemmm.... Memang kulihat ada darah di dalam lobang!" Wajah Hantu Muka Dua depan
belakang yang berupa lelaki separuh baya menyeringai. Dia melirik tajam pada
Tringgiling Liang Batu lalu sesaat perhatikan Hantu Jatilandak.
"Kalian berdua harap mendekat!" Hantu Muka Dua memerintah.
Makhluk bersisik dan makhluk berbulu duri landak segera mendekati Hantu Muka
Dua. "Wahai Hantu Muka Dua, aku dan cucuku sudah melakukan apa yang kau perintahkan.
Lobang yang kau buat di dalam batu itu telah kupenuhi dengan darah tiga manusia
cebol bernama Wiro Sableng, Naga Kuning dan Setan Ngompol!"
Hantu Muka Dua kembali menyeringai. Dari dua bola matanya yang berwarna hijau
dan berbentuk segi tiga membersit sinar aneh. "Ada darah di dalam lobang batu!
Pertanda niat besar akan menjadi kenyataan.
Keris tak bergagang akan menjadi senjata bertuah!
Tak ada tandingan di delapan penjuru angin. Negeri Latanahsilam akan berada
dalam genggam kekuasaanku! Wahai! Hantu Muka Dua akan menjadi Raja Di Raja
Negeri Latanahsilam! Ada darah ada nyawa yang terbang! Ada yang mati berarti ada
mayat! Wahai Tringgiling Liang Batu! Wahai Hantu Jatilandak! Aku ingin melihat
dimana mayat tiga manusia cebol yang telah kalian pesiangi dan kucurkan darahnya
ke dalam lobang batu itu!"
Hantu Jatilandak melirik sekilas pada kakeknya 101 HANTU JATILANDAK
lalu menunjuk ke arah deretan pohon di kegelapan.
"Mayat mereka aku tumpuk di sebelah sana. Silahkan kau memeriksa sendiri wahai
Hantu Muka Dua!"
Hantu Muka Dua tatap sesaat tampang Hantu Jatilandak. Lalu dia melesat ke arah
yang ditunjuk. Di tanah, di antara semak belukar dan pepohonan memang dia
melihat tiga sosok katai tergeletak tak bergerak. Pada bagian lehernya terdapat
garis hitam seperti darah mengering.
"Aku sendiri menggorok leher mereka dengan duri-duri di tanganku!" kata Hantu
Jatilandak. "Bagus! Tidak sia-sia aku memberi perintah pada kalian kakek dan cucu!" Hantu
Muka Dua memandang berkeliling. Tangannya siap mengeluarkan keris luk tiga untuk
dimasukkan ke dalam lobang berisi darah.
Namun tiba-tiba dia ingat sesuatu. "Kalian berhasil membunuh tiga manusia katai
dari alam seribu dua ratus tahun mendatang itu! Lalu bagaimana dengan orang
bernama Lakasipo, berjuluk Hantu Kaki Batu"!
Aku tidak melihat dirinya sejak tadi!"
"Maafkan kami wahai Hantu Muka Dua. Hantu Kaki Batu berhasil melarikan diri
ketika kami sergap. Dia menghancurkan patung-patung kayu serta pohon-pohon jati.
Dia melarikan diri dalam keadaan terluka parah.
Sekali lagi kami mohon maafmu." Menjawab Tringgiling Liang Batu.
"Hemmm, begitu?" ujar Hantu Muka Dua. Sepasang pandangan matanya sebelah depan
membentur liang batu yang sebelumnya menjadi sarang makhluk bersisik itu.
'Mataku belum lamur, apa lagi buta! Tapi aku sama sekali tidak melihat bubuk
kuning belerang di dalam liang ini! Apa yang terjadi"!"
"Dua hari lalu turun hujan lebat. Mungkin bubuk belerang itu ikut hanyut terbawa
aliran air hujan..." yang menjawab sang kakek makhluk bersisik.
"Aneh! Tujuh puluh tahun silam aku pernah menebar bubuk belerang. Tak pernah
dihanyutkan hujan. Atau mungkin selama tujuh puluh tahun hujan tidak 102 HANTU
JATILANDAK pernah turun di pulau ini"! Ha... ha... ha! Lalu hanya dua hari lalu ada hujan
turun katamu! Dan bubuk belerang sirna tiada berbekas seperti tiupan angin!
Wahai! Sungguh aneh!"
Tringgiling Liang Batu dan Hantu Jatilandak saling melempar pandang. Mereka
mulai gelisah karena khawatir jangan-jangan Hantu Muka Dua sudah mencium ada
yang tidak beres.
"Wahai Hantu Muka Dua, cucuku tidak berkata dusta!" berkata Tringgiling Liang
Batu. "Kalaupun bubuk belerang itu lenyap, kurasa tidak ada sangkut pautnya lagi
dengan diri kami. Bukankah kami telah menjalankan perintahmu" Kau tinggal
memasukkan keris bertuah milikmu ke dalam genangan darah di dalam lobang batu.
Kami akan menjaganya sampai tiga kali purnama. Setelah itu kami berharap kau
tidak akan mengganggu kami lagi!"
Hantu Muka Dua manggut-manggut. "Jadi selama ini rupanya kalian merasa
terganggu! Wahai! Mulai saat ini akan kupertimbangkan apakah aku masih merasa
perlu mengganggu kalian atau tidak!" Lalu Hantu Muka Dua cemplungkan keris
berluk tiga tanpa gagang yang sejak tadi dipegangnya ke dalam lobang batu berisi
genangan darah.
"Ha... ha... ha! Makhluk bersisik dan makhluk berduri! Keris bertuah sudah
kumasukkan ke dalam cairan darah. Tapi wahai! Ketahuilah! Percuma aku memiliki
dua muka, dua otak dan empat mata kalau tidak bisa berpikir dan melihat jauh ke
muka! Walau kalian sudah melaksanakan tugas dan keris luk tiga sudah kumasukkan
ke dalam genangan darah tapi sampai tiga purnama yang akan datang aku tidak akan
melepaskan kalian begitu saja!"
"Apa maksudmu Hantu Muka Dua" Apa kau akan mengingkari janji seperti dulu
lagi"!" tanya Hantu Jatilandak.
"Bagi Hantu Muka Dua tidak berlaku apa yang dinamakan janji. Yang berlaku adalah
tipu, keji dan 103 HANTU JATILANDAK
nafsu! Dan kalian berada di bawah kekuasaanku! Harus tunduk padaku! Aku mau
lihat apa kalian berani menantang jika aku sebarkan lagi bubuk belerang di
tempat ini!"
"Hantu Muka Dua! Memang tidak percuma kau dijuluki Hantu Segala Keji, Segala
Tipu, Segala Nafsu!
Aku tidak suka pada makhluk sepertimu! Selagi rembulan masih bersinar, selagi
jalan menuju ke pantai masih terang, mengapa kau tidak lekas angkat kaki dari
pulau ini"!"
Terkejutlah Hantu Muka Dua mendengar ucapan itu.
Karena orang yang bicara adalah sosok yang duduk di samping batu besar. Di
hadapannya, mulai dari pangkuan sampai tanah selebar satu kali dua tombak
tertutup oleh daun-daun dan rerumputan kering.
Suaranya walau agak parau tapi menyerupai suara perempuan. Hantu Muka Dua
melirik pada Tringgiling Liang Batu dan Hantu Jatilandak. Dua orang ini tampak
tenang-tenang saja. Hantu Muka Dua segera maklum ada yang tidak beres. Dua
mukanya depan belakang langsung berubah menjadi muka-muka raksasa berkulit
merah! Dia membentak.
"Wahai! Ada seorang perempuan gendeng rupanya di tempat ini! Tringgiling Liang
Batu! Siapa perempuan yang duduk di samping batu besar itu!"
"Dia adalah istriku wahai Hantu Muka Dua! Terlahir tak bernama tapi dijuluki
Hantu Monyong Penggali Liang kubur...."
Hantu Muka Dua kerenyitkan kening lalu tertawa gelak-gelak mendengar nama
perempuan yang duduk bersila itu hingga perempuan itu perlahan-lahan buka dua
matanya yang sejak tadi terpejam.
"Nama hebat! Aneh dan lucu! Orangnya kukira juga rada-rada sedeng! Ha... ha...
ha! Wahai Tringgiling, apa istrimu memang punya pekerjaan sebagai tukang gali
kubur" Ha... ha... ha! "Baru kali ini aku tahu kalau kau punya istri! Hebatnya
lagi dia punya nyali menyuruhku pergi dari pulau ini!" kata Hantu Muka Dua 104
HANTU JATILANDAK
seraya melangkah ke dekat batu besar guna melihat lebih dekat perempuan bernama
Hantu Monyong Penggali Liang Kubur itu. Ternyata perempuan ini bertubuh besar,
dadanya dan bahunya lebar. Kulitnya agak kehitaman. Di telinganya kiri kanan
mencantel dua buah giwang terbuat dari tulang. Wajahnya tertutup bedak kasar
setebal dempul. Alisnya tebal tak karuan sedang mulutnya selalu menjorok ke
depan alias monyong dengan bibir dipoles sejenis cairan kental berwarna merah.
"Hantu Muka Dua," tiba-tiba perempuan bernama Hantu Monyong Penggali Liang Kubur
berucap. "Pe-kerjaanku memang tukang gali liang kuburi Terus terang, wahai
akupun sudah menyiapkan satu liang kubur untukmu! Jika kau berkenan cepat-cepat
ingin masuk ke dalamnya. Hik... hik... hik! Silahkan...!"
Habis berkata begitu Hantu Monyong Penggali Liang Kubur lalu singkapkan rumput
dan daun kering di depannya. Maka kelihatanlah satu lobang besar seukuran kubur
manusia! Empat mata Hantu Muka Dua depan belakang
mendelik besar, merah laksana saga!
"Perempuan bedebah keparat! Kau kira siapa dirimu!
Suami dan Hantu Jatilandak saja tunduk padaku!
Apa kau lebih hebat dari mereka"! Kau yang akan kupendam lebih dulu dalam liang
itu!" "Aku memang lebih hebat dari dua orang yang kau sebutkan itu Hantu Muka Dua! Kau
boleh membunuh mereka semudah membalik telapak tangan!
Tapi apa kau punya nyali membunuhku seorang perempuan"! Hik... hik... hik!"
Tersentaklah Hantu Muka Dua mendengar ucapan Hantu Monyong Penggali Liang Kubur
itu. Dia baru ingat kalau dirinya punya satu pantangan besar yakni tidak boleh
membunuh perempuan! Hantu Muka Dua menggeram marah. Dia segera merapal aji
pukulan "Hantu Hijau Penjungkir Roh" lalu menghantam ke arah Hantu Jatilandak karena dia
tahu pukulan sakti itu tidak 105 HANTU JATILANDAK
sanggup menciderai apa lagi membunuh Tringgiling Liang Batu. Maka dia memilih
membunuh Hantu Jatilandak lebih dulu. Namun Hantu Jatilandak yang telah siap
waspada sejak tadi-tadi, begitu melihat Hantu Muka Dua gerakkan tangan secepat
kilat melompat ke balik batu besar.
"Braaakkk... byaaarrr!"
Gundukan batu besar hancur lebur dan berubah menjadi hijau lembek seperti
lumpur! Walau tengkuknya menjadi dingin namun Hantu Jatilandak tidak tinggal
diam. Dari atas dia dorongkan dua tangannya ke bawah.
Puluhan duri runcing di sekujur kedua tangannya melesat menyambar ke arah Hantu
Muka Dua! Yang diserang menggerung keras lalu pukulkan tangan kanannya ke atas.
Sambil memukul pergelangan tangan diputar demikian rupa hingga telapak menghadap
ke atas ke arah Hantu Jatilandak. Deru angin laksana punting beliung menerpa
keluar dari telapak tangan Hantu Muka Dua disertai berkiblatnya sinar merah.
"Pukulan Mengelupas Puncak Langit Mengeruk Kerak Bumi!" teriak Tringgiling Liang
Batu. "Jatilandak lekas menghindar!" Lalu makhluk bersisik ini gerakkan
tubuhnya. Sisik-sisik yang ada di tubuhnya mencuat ke atas. Bersamaan dengan itu
puluhan paku hitam melesat ke arah Hantu Muka Dua!
Mendapat serangan puluhan duri dan paku bernama
"Paku Iblis Liang Batu" Hantu Muka Dua terpaksa batalkan serangannya. Telapak
tangan kirinya dikem-bangkan lalu dipukulkan ke tanah. Satu gelombang angin
mengeluarkan cahaya hitam berputar laksana gasing, membuat tubuh Hantu Muka Dua
melesat setinggi tiga tombak ke udara tapi terbungkus dalam gulungan cahaya
hitam itu! Inilah ilmu kesaktian yang disebut "Neraka Berputar Roh Menjerit!"
Suara putaran cahaya terdengar menggidikkan laksana jeritan puluhan makhluk yang
tidak kelihatan.
"Tring... tringgg... tringgg!" Paku-paku hitam serangan Tringgiling Liang Batu
bermentalan. Beberapa 106 HANTU JATILANDAK
di antaranya menghantam sosok Laeruncing dan Laelancip sepasang landak raksasa.
Binatang ini menguik keras, kelojotan beberapa kali lalu bergulingan keras
jauhkan diri dalam keadaan terluka cukup parah.
"Traakkk... traakkk... traakkk!"
Belasan duri sepanjang dua jengkal yang melesat dari tubuh Hantu Jatilandak
berpolantingan hancur dihantam putaran "Neraka Berputar Roh Menjerit" dan dengan
sendirinya tidak bisa kembali menancap ke tubuh Hantu Jatilandak.
"Wuuutttt!"
Putaran sinar hitam lenyap. Sosok Hantu Muka Dua tegak sambil tangan kiri
berkacak pinggang. Mulut mengumbar tawa mengekeh sedang di tangan kanan dia
mengangkat tinggi-tinggi sebuah kantong kain berwarna kuning yang isinya sudah
dapat ditebak yakni bubuk belerang kuning!
"Hantu Monyong Penggali Liang Kubur! Pantangan membunuh perempuan memang membuat
aku tidak bisa membunuhmu! Tapi apa artinya hidupmu kalau dengan bubuk ini aku
akan membuat suamimu Tringgiling Liang Batu dan Hantu Jatilandak menjadi cacat
lumpuh seumur hidup. Sekarat dan menemui ajal secara perlahan-lahan!"
Melihat apa yang ada di tangan kanan Hantu Muka Dua, Tringgiling Liang Batu dan
Hantu Jatilandak segera melompat, menyelinap ke belakang Hantu Monyong Penggali
Liang Kubur. "Hantu Muka Dua, apa kau bisa melewati mayatku sebelum mencelakai suami dan
cucuku"! Hik... hik...
Wiro Sableng 105 Hantu Jatilandak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hik!" ujar Hantu Monyong Penggali Liang Kubur. "Lagi pula aku khawatir matamu
sudah buta, penciumanmu sudah rusak dan otakmu tidak waras lagi! Apa betul di
dalam kantong kain berbercak kuning itu isinya adalah bubuk belerang kuning"!
Hik... hik... hik...! Coba kau periksa dulu isi kantongmu!"
Selagi Hantu Muka Dua terheran tidak mengerti atas apa yang diucapkan perempuan
yang duduk bersila di 107 HANTU JATILANDAK
depan lobang itu tiba-tiba tiga sosok kecil berkelebat dari balik semak belukar
gelap di celah pepohonan.
Satu cahaya putih menyilaukan disertai suara menggaung menghantam kaki kiri
Hantu Muka Dua membuat orang ini terlonjak dan berteriak kesakitan.
Kantong kain di tangan kanannya terlepas jatuh. Hampir tak kelihatan, dalam
gelapnya malam sesosok tubuh kecil melompat ke udara menyambar kantong kain
berisi bubuk belerang itu lalu menggantikannya dengan sebuah kantong kain yang
juga berwarna kuning tapi isinya lembek-lembek basah dan menebar bau!
Sementara itu darah mengucur dari luka di pergelangan kakinya. Hawa panas
menjalar sampai ke mata kaki.
Hantu Muka Dua tidak tahu apa yang barusan menyerangnya. Memandang ke bawah dia
melihat ada satu sosok kecil menyelinap ke balik semak belukar.
Selain itu tadi dia juga masih sempat melihat satu bayangan kecil menyambar dan
tahu-tahu kantong kainnya yang jatuh lenyap entah kemana. Ketika Hantu Muka Dua
hendak memandang sosok kecil yang menyelinap di balik semak belukar tiba-tiba
dari samping kiri menyemburangin deras yang menebar bau pesing!
"Tiga makhluk katai jahanam! Pasti mereka!" teriak Hantu Muka Dua marah.
"Tringgiling Liang Batu! Kau dan cucumu berani mati menipuku!" Seperti tidak
perduli lagi akan pantangannya membunuh perempuan Hantu Muka Dua angkat tangan
kiri, siap hendak menghantam dengan pukulan "Mengelupas Puncak Langit Mengeruk
Kerak Bumi." Yang ditujunya adalah Hantu Jatilandak dan Tringgiling Liang Batu
yang saat itu mendekam berlindung di balik sosok Hantu Monyong Penggali Liang
Kubur. Jika Hantu Muka Dua hendak membunuh kedua orang itu mau tak mau dia juga
akan menewaskan si Hantu Monyong! Dan ternyata saat itu Wiro, Naga Kuning serta
si Setan Ngompol telah menyelinap pula cari selamat di balik sosok perempuan
itu. "Hantu Muka Dua! Rupanya kau telah memilih mati 108 HANTU JATILANDAK
bersamaku! Hik... hik... hik! Apa kelak rohmu merasa betah tergantung antara
langit dan bumi" Hik... hik...
hik! Apa kau melupakan begitu saja rencana besarmu hendak menjadi raja di raja
segala Hantu di Negeri Latanahsilam ini" Hik... hik... hik! Apa kau akan
melupakan begitu saja segala kesenangan dunia"
Meninggalkan gadis-gadis cantik peliharaanmu.
Membiarkan Luhjelita kekasihmu jatuh ke tangan lelaki lain"Kalau aku laki-laki
wahai! Pasti Luhjelita akan kujadikan gendakku seumur hidup! Hik... hik...
hikk!" Empat mata Hantu Muka Dua yang merah seperti saga laksana mau melompat keluar
dari rongganya.
Bibirnya yang tebal membuka menggeletar mencuatkan taring-taringnya.
"Kalian jahanam semua! Tringgiling Liang Batu!
Hantu Jatilandak! Ingat baik-baik! Negeri Latanahsilam memang luas. Tapi bisa
juga sesempit genggaman tanganku! Tidak akan sulit bagiku untuk mencari dan
membunuh kalian! Dan kalian tiga makhluk katai keparat! Jangan harap kalian bisa
kembali ke negeri kalian! Daging dan tulang kalian akan kucincang untuk santapan
guruku Hantu Sejuta Tanya Sejuta Jawab!"
Habis berkata begitu Hantu Muka Dua berteriak dahsyat sambil menggebuk dada lalu
putar tubuhnya.
Tapi mendadak dia ingat pada kantong kain di tangan kanannya. Ketika dia
perhatikan dia segera sadar kantong itu bukan kantong yang berisi bubuk belerang
miliknya semula. Tapi sebuah kantong berisi cairan yang dari baunya jelas isinya
adalah kotoran manusia!
"Jahanam sial dangkalan! Wahai! Siapa yang punya pekerjaan!" teriak Hantu Muka
Dua menggeledek.
Kantong kain dibantingkannya ke tanah.
Hantu Monyong, Tringgiling Liang Batu, Hantu Jatilandak, Wiro serta Naga Kuning
dan Setan Ngompol tertawa terkekeh-kekeh.
"Jahanam! Aku bersumpah akan menguliti kalian semua! Dan kau Hantu Monyong!
Kelak kau akan menjadi penghuni Ruang Obor Tunggal di Istanaku 109 HANTU
JATILANDAK yang baru! Kau akan kusiksa, seumur hidup kau akan menderita! Mati tidak
hiduppun tidak!" Hantu Muka Dua lantas putar tubuhnya.
"Wahai! Mengapa pergi terburu-buru Hantu Muka Dua!" Hantu Monyong Penggali Liang
Kubur berkata. "Apa kau tidak mengambil dulu keris luk tiga milikmu yang tadi kau cemplungkan
dalam lobang batu berisi darah"!"
"Mungkin dia takut! Bukankah darah dalam lobang itu adalah darah ayam hutan
betina semua"!" kata Wiro pula.
"Jahanam keparat! Kalian semua tunggulah pembalasanku!" ucap Hantu Muka Dua
dengan rahang menggembung.
Saat itu sepasang kodok hijau besar melompat-lompat dariarah kegelapan. Dari
atas tumpjkan rumput kering dua binatang yang tengah bermesraan ini tiba-tiba
melompat ke pangkuan Lakasipo. Karuan saja lelaki ini jadi tersentak kaget dan
gemetaran menahan geli.
"Wahai! Sialan!" maki Lakasipo.
"Ada apa?" tanya Pendekar 212.
"Ada sepasang kodok besar masuk ke dalam selangkanganku! Aku tak kuasa menahan
geli!" "Biar kuambil. Kulempar keluar!" kata Naga Kuning.
"Jangan! Kalau lagi bermesraan kodok-kodok itu sangat buas! Gigitannya beracun
sekali!" kata Lakasipo dan tubuhnya tergoncang-goncang menahan geli.
"Celaka! Dia kawin di bawah perutku! Aku benar-benar tidak tahan! Aduh...
anuku!" Akhirnya karena tak tahan lagi Lakasipo berterik keras lalu melompat
tegak. Keadaannya ini membuat Hantu Muka Dua melihat jelas sosok bagian bawah Lakasipo,
termasuk dua buah batu besar yang membungkus sepasang kakinya!
"Bangsat penipu! Wahai! Hantu Banci! Jadi kau Hantu Kaki Batu Lakasipo adanya!"
teriak Hantu Muka Dua. Sekali berkelebat kaki kanannya menghantam dada Lakasipo
hingga orang ini jatuh terjengkang tertelentang.
110 HANTU JATILANDAK
Sebelum Lakasipo sempat bergerak bangkit, Hantu Muka Dua sudah injak tubuh
lelaki itu dengan dua kakinya.
Tangan kanannya diangkat ke atas siap melepas pukulan maut "Mengelupas Puncak
Langit Mengeruk Kerak Bumi"
sedang tangan kiri didorongkan untuk hantamkan pukulan "Hantu Hijau Penjungkir
Roh"! Dalam keadaan dan kejadian yang sangat cepat itu baik Tringgiling Liang Batu,
Hantu Jatilandak, serta Wiro dan kawan-kawannya tak mampu memberi pertolongan.
Hantu Muka Dua menyeringai. "Selamat jalan ke alam roh wahai Lakasipo!" katanya.
Dua tangannya bergerak. Tapi tiba-tiba gerakannya tertahan. Mata Hantu Muka Dua
menatap membeliak ke arah lengan atas sebelah dalam tangan kanan dekat ketiak
Lakasipo. "Wahai! Apa tidak salah apa yang aku lihat ini"!"
ujar Hantu Muka Dua dalam hati. Bibirnya bergetar, dadanya seolah mau meledak
akibat debaran keras yang tiba-tiba muncul. "Tanda bunga dalam lingkaran..."
desis Hantu Muka Dua. Muka raksasanya yang sebelumnya merah mendadak sontak
berubah menjadi dua wajah kakek yang pucat pasi. "Tidak mungkin!
Tidak mungkin!" kata Hantu Muka Dua setengah berteriak. Lalu tanpa menunggu
lebih lama makhluk ini putar tubuh, melesat ke arah kegelapan dan lenyap ditelan
kelamnya malam!
"Apa yang terjadi..."!" bertanya Tringgiling Liang Batu.
Lakasipo bangkit berdiri sambil pegang perutnya yang sakit bekas injakan Hantu
Muka Dua. "Jelas dia hendak membunuhku. Tapi tidak jadi...."
"Dia berkali-kali menyebut kata-kata tidak mungkin.
Apa gerangan yang tidak mungkin?" kata Naga Kuning pula.
"Mungkin tadinya dia naksir padamu Lakasipo.
Tapi setelah tahu kau ternyata laki-laki dia jadi kecewa besar. Itu sebabnya dia
berucap tidak mungkin berulang kali!" kata pendekar 212 Wiro Sableng pula.
Sosok Hantu Monyong Penggali Liang Kubur alias 111 HANTU JATILANDAK
Lakasipo tiba-tiba keluarkan suara tawa bergelak.
"Wahai! Nama yang kau berikan padaku wahai Pendekar 212 membuat aku terpaksa
terus-terusan memonyongkan mulut! Lalu getah pohon yang kau poleskan sebagai bedak di mukaku
ini! Wahai, mau regang seperti besi rasanya kulit wajahku! Dan sepasang kodok
celaka yang kawin di selangkanganku itu!"
Semua orang yang ada di situ tertawa gelak-gelak.
Naga Kuning menyikut Wiro dan Setan Ngompol. "Lihat si Hantu Jatilandak itu!
Tidak sangka pohon hidup itu bisa juga tertawa!"
"Yang aku ingin tahu apa anunya juga ditumbuhi duri landak! Hik... hik... hik!"
kata Wiro pula. "Seram sekali. Kurasa dedemitpun ngeri kawin dengannya!
Ha... ha... ha!" Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol tertawa gelak-gelak.
"Wahai! Apa yang kalian ketawakan"' tanya Lakasipo.
"Anu.... Ngggg.... Sepasang kodok yang tadi kawin di selangkanganmu itu. Kalau
si kodok betina bunting dan punya anak, anaknya tampangnya pasti miripmu!
Ha... ha... ha...!" Kembali tempat itu dipenuhi gelak tawa berkepanjangan. Hanya
Lakasipo seorang yang tampak cemberut termonyong-monyong.
"Sudah! Jangan monyong lagi!" teriak Wiro. "Peranmu sebagai perempuan monyong
sudah selesai! Ha... ha...
ha... ha!"
"Sialan! Satu hari akan kubalas perlakuanmu ini Wiro!" kata Lakasipo seraya
mengikis sisa-sisa getah pohon yang masih tebal menutupi mukanya.
Tiba-tiba murid Sinto Gendeng ingat sesuatu. "Hai!
Bagaimana dengan keris sakti tanpa gagang yang tadi dicemplungkan Hantu Muka Dua
ke dalam cairan darah di lobang batu"!"
"Betul"! Senjata sakti itu ditinggalkannya begitu saja!" ujar Naga Kuning.
"Biaraku ambil! Lumayan!" kata si Setan Ngompol pula.
Tringgiling Liang Batu si makhluk bersisik geleng-112 HANTU JATILANDAK
kan kepala. "Hantu Muka Dua makhluk Segala Tipu, Segala Keji, Segala Nafsu! Dia
tahu gelagat. Aku tidak yakin dia benar-benar memasukkan keris asli sakti
bertuah itu ke dalam lobang darah. Kalau tidak percaya silahkan periksa
sendiri!" Setan Ngompol yang ingin sekali dapatkan keris sakti itu segera melompat lebih
dulu. Dia membungkuk di tepi lobang batu yang dipenuhi dengan darah ayam hutan
betina lalu tangannya dimasukkan ke dalam.
"Aku dapat!" seru si kakek sesaat kemudian seraya tarik keluar tangannya dari
lobang. Dia kini memang kelihatan memegang sebilah keris luk tiga tanpa gagang.
"Benar-benar senjata sakti. Enteng sekali dipegangnya...."
"Wahai! Karena benda itu bukan asli dan tidak terbuat dari besi. Tapi cuma
tiruannya yang terbuat dari kayu!" kata Tringgiling Liang Batu.
Penuh rasa tidak percaya si Setan Ngompol remas keris yang dipegangnya.
"Kraaaakkk!" Benda itu remuk dalam genggamannya. "Sialan! Aku tertipu!" maki si
kakek, langsung jatuh terduduk dan pancarkan air kencing!
TAMAT Segera terbit RAHASIA BAYI TERGANTUNG
113 HANTU JATILANDAK
Bende Mataram 27 Pendekar Naga Putih 10 Bunga Abadi Di Gunung Kembaran Dewi Penyebar Maut I I 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama