Ceritasilat Novel Online

Hantu Langit Terjungkir 3

Wiro Sableng 111 Hantu Langit Terjungkir Bagian 3


miliki di belakang lenganmu sebelah kanan. Kau... Wahai para Dewa, mengapa kau
putus petunjuk ini" Ke mana aku harus mencarinya" Lakasipo... Hantu Kaki Batu,
aku yakin kau salah seorang dari mereka. Kalaupun aku tidak menemukan tiga
lainnya, kau seorang sudah cukup
menjadi pengobat hati dan derita sengsara puluhan tahun ini. Lakasipo... Nama
gagah walau bukan aku yang
memberikan. Istriku Luhpingitan, wahai... Di mana kau berada. Apakah kita masih
bisa bertemu atau kau telah mendahuluiku ke alam roh?" Sepasang mata kelabu si
orang tua berkaca-kaca. Dia menghela nafas dalam
beberapa kali. "Mungkin saatnya aku harus meninggalkan Lembah Seribu Kabut ini!
Mendekam di sini berpuluh tahun tidak akan mungkin aku bisa menemukan istri dan
anak-anakku. Aku harus keluar dari sini. Aku harus mencari jejak ke mana
perginya Hantu Kaki Batu tadi. Lakasipo...
Aku yakin... Aku yakin sekali. Kalau saja si keparat Lamanyala tadi tidak
melancarkan serangan kobaran api niscaya aku sudah mendapat kejelasan mengenai
dirimu." Habis berkata begitu Hantu Langit Terjungkir gerakkan dua kakinya. Dua larik
sinar biru membeset, membuat kabut yang mengapung bersibak di udara. Di saat itu
pula sosok si orang tua berkelebat ke arah timur. Kepalanya masih tetap di
sebelah bawah dengan rambut melambai awut-awutan.
Mendadak ada cahaya merah membabat udara,
memotong gerakan Hantu Langit Terjungkir.
"Kurang ajar! Masih ada saja orang hendak mencelakai diriku!" teriak Hantu
Langit Terjungkir marah ketika menyadari cahaya merah itu bukan cuma memotong
gerakannya tapi tiba-tiba laksana seekor ular api membalik menghantam ke
arahnya. Sambil berjumpalitan di udara orang tua itu tendangkan ke dua kakinya.
Wuuuutttt! Wuuuutttt! Dua larik sinar kebiru-biruan menyambar keluar dari sepasang kaki Hantu Langit
Terjungkir. Begitu beradu dengan cahaya merah terdengar suara desssss... desss!
Asap tebal mengepul di udara akibat bentrokan dua kekuatan sakti, yang satu
mengandalkan panasnya
kekuatan api sedang yang lainnya berasal dari kabut alam yang sejuk!
Hanya sesaat setelah terjadinya dua bentrokan
kekuatan dahsyat itu di kejauhan terdengar suara orang menjerit kesakitan.
Orangnya sendiri tidak kelihatan entah berada di mana.
Sementara itu Hantu Langit Terjungkir sendiri terpental sampai dua tombak lalu
jatuh bergulingan di tanah. Dia cepat berdiri di atas ke dua tangannya. Walau
dadanya berdenyut sakit namun dia tidak menderita cidera luar maupun dalam.
"Penyerang jahanam! Membokong secara pengecut!
Aku sudah tahu siapa kau adanya! Mengapa masih
menyembunyikan tampang"!" Berteriak Hantu Langit
Terjungkir. Saat itu juga dari balik pohon yang dikelilingi semak belukar keluar sesosok
tubuh, melangkah tertatih-tatih.
Keadaannya sungguh mengerikan.
"Jahanam kurang ajar! Memang dia rupanya!" kertak Hantu Langit Terjungkir seraya
cepat kerahkan tenaga dalamnya yang kini berpusat di kening. Tidak mustahil
orang yang barusan keluar dari balik pohon itu akan menghantamnya secara licik
untuk ke dua kali.
*** WIRO SABLENG HANTU LANGIT TERJUNGKIR
10 OSOK yang melangkah ke hadapan Hantu Langit
Terjungkir itu bukan lain adalah Lamanyala, makhluk Syang telah dicabut
kewenangannya sebagai Wakil
atau Utusan Para Dewa di Negeri Latanahsilam.
Keadaannya tidak berbeda seperti terakhir kali muncul.
Tubuhnya masih dikobari api mulai dari kepala sampai ke kaki. Sisi kanan
badannya hanya merupakan satu lobang menggeroak besar mengerikan. Ini akibat
hantaman yang dilancarkan Lasedayu alias Hantu Langit Terjungkir sewaktu dulu
terjadi perkelahian hebat antara mereka.
Saat itu Lasedayu masih memiliki kesaktian Jimat Hati Dewa yang dirampasnya dari
Latumpangan lalu ditelannya (Baca Episode berjudul "Hantu Muka Dua").
Walau bentrokan kekuatan hawa sakti tadi membuat
Lamanyala menderita sakit cukup parah namun begitu sampai di hadapan Hantu
Langit Terjungkir dia menyeringai dan semburkan tawa mengekeh.
"Tidak kira tua bangka yang sudah dikuras seluruh ilmu kesaktiannya ternyata
masih membekal ilmu. Tapi sayang cuma ilmu kepengan hingga tidak ada gunanya,
tidak ada yang menaruh rasa takut! Ha... ha... ha!"
Hantu Langit Terjungkir balas tertawa lalu meludah ke tanah. "Sosokmu masih
berbentuk setengah manusia
setengah setan tapi masih bisa jual lagak di hadapanku!
Jangan menyesal kalau sekali lagi kuhantam tubuhmu bisa-bisa hanya tinggal
jerangkong! Ha... ha... ha!"
"Kutuk telah jatuh atas dirimu! Bertahun-tahun kau didera derita sengsara. Tapi
masih saja sombong kalau bicara!" tukas Lamanyala. Dia meniup ke depan. Dari
mulut, hidung dan dua telinganya menyembur kobaran api.
"Mungkin aku perlu menambahkan derita sengsaramu jadi beberapa kali lipat!"
"Wahai! Jika kau memang mampu silahkan mencoba!"
jawab Hantu langit Terjungkir pula. Lalu kedua kakinya digerakkan. Satu ke depan
satu ke belakang. Sebelum kedua kaki itu menghantam, di depan sana Lamanyala
tekukkan lututnya lalu serentak pukulkan kedua
tangannya. Maka menggebubulah dua gelombang kobaran api, laksana ombak besar
menggemuruh menggulung ke arah Hantu Langit Terjungkir.
Hantu Langit terjungkir yang tidak jerih menghadapi serangan lawan putar
tubuhnya bagian pinggang ke kaki dalam gerakan setengah lingkaran lalu
menendang. Dua larik sinar kebiru-biruan menebar. Hawa dingin
menyambar. Satu larik menangkis dan menghambat
datangnya dua gelombang kobaran api serangan lawan.
Satu larik lagi menyusup ke bawah lalu menderu di atas permukaan tanah,
menyambar ke arah Lamanyala.
Deesssss! Asap mengepul ke udara begitu larikan sinar kebiruan saling bentrok dengan dua
gelombang api. Lamanyala terkejut sekali ketika melihat bagaimana serangannya
terdorong hebat lalu pecah ke kiri dan ke kanan akibat bentrokan dengan kekuatan
lawan. Di saat itu pula larikan sinar biru kedua menyambar ke arah kakinya.
Kakek berbadan geroak bolong ini tersentak kaget.
Sambil berteriak keras dia melompat ke atas lalu meniup dengan kekuatan tenaga
dalam penuh. Empat larik
kobaran api laksana gurita menyerbu Hantu Langit
Terjungkir. Orang tua yang diserang tetap berlaku tenang.
Kalau tadi dia pergunakan kekuatan kaki maka kini dia hadapi serangan lawan
dengan menjentikkan lima jari tangan kanannya. Serta merta melesatlah lima sinar
biru memapasi empat sinar api serangan lawan. Kejut
Lamanyala bukan kepalang. Masih setengah jalan dia sudah dapat merasakan getaran
dahsyat serangan Hantu Langit Terjungkir. Sambil berseru keras dia cepat-cepat
melesat ke udara.
"Belum apa-apa kau sudah memperlihatkan ketakutan menghadapiku Lamanyala! Jangan
kira kau bisa lari dari tanganku! Sekali ini aku tidak memberi ampun lagi
padamu!" Baru saja Hantu Langit Terjungkir berkata begitu tiba-tiba dari samping kanan
mencuat satu sinar hijau. Sebuah cahaya aneh berbentuk tombak raksasa menderu ke
arah Hantu Langit Terjungkir.
"Kerabatku Lamanyala! Jangan takutkan makhluk
pencuri jimat itu! Aku datang membantumu! Kita berdua masakan tidak bisa
menyingkirkannya dari muka negeri ini!" Hantu Langit Terjungkir karuan saja jadi
tercekat besar dan berteriak keras. Serangan lima larik sinar birunya terpaksa
ditarik lalu dia cepat-cepat mencari selamat.
"Kurang ajar! Makhluk keparat itu datang lagi!" merutuk Hantu Langit Terjungkir
ketika melihat siapa yang menyerangnya, bukan lain Hantu Lumpur Hijau. Seperti
dituturkan sebelumnya makhluk ini telah melarikan diri karena takut menghadapi
Hantu Kaki Batu yang muncul membantu Hantu Langit Terjungkir.
"Kerabatku Hantu Lumpur Hijau! Terima kasih kau mau menolongku! Kita berdua
pasti bisa membereskan
makhluk tak berguna ini. Tapi ketahuilah, kematian terlalu enak baginya. Aku
ingin membunuhnya secara perlahan-lahan. Biar dia tersiksa dulu seumur-umur!"
"Kalau begitu katamu wahai Lamanyala, aku mengikut saja. Mari kita berebut
pahala menggebuk manusia tidak tahu diri ini!"
Dikeroyok dua walau dia bisa bertahan sambil sekali-sekali balas menghantam
namun lambat laun Hantu Langit Terjungkir menjadi agak terdesak juga. Untung
saja dia memiliki keringanan tubuh serta gerakan yang luar biasa cepatnya hingga
sampai dua puluh jurus berlalu dua lawannya itu masih belum sanggup
menyentuhnya. Namun Lamanyala yang pernah menjadi Utusan atau
Wakil Para Dewa walau cacat, selain memiliki kepandaian tinggi juga berotak
cerdik. Setelah dua puluh lima jurus berlalu dia dan Hantu Lumpur Hijau tidak
sanggup merobohkan lawan maka dia mulai memutar otak. Hanya sebentar saja, dia segera
menemui kelemahan lawan.
Seperti diketahui Hantu Langit Terjungkir yang telah dikuras habis ilmu
kesaktiannya oleh Hantu Muka Dua kini memiliki ilmu kesaktian baru berdasarkan
kekuatan alam, terutama kekuatan yang berasal dari kabut yang selalu menyungkup
kawasan lembah. Kabut bersifat hampa dan hanya ada di udara dingin. Untuk
melenyapkan kekuatan kabut hawa panas adalah musuh utamanya. Walau sekujur tubuh
Lamanyala dikobari api panas namun tidak cukup kuat untuk mempengaruhi kekuatan
lawan. Maka Lamanyala lalu menciptakan kobaran api besar. Dia berlari mengelilingi Hantu
Langit Terjungkir sementara Hantu Lumpur Hijau terus lancarkan serangan.
Sosok Lamanyala yang dikobari api berputar
mengelilingi Hantu Langit Terjungkir. Saat demi saat dia memperciut putaran
lingkarannya sambil menambah besar kekuatan api yang mengobari tubuhnya.
"Celaka! Apa yang dilakukan bangsat bertubuh geroak itu!" ujar Hantu Langit
Terjungkir ketika dia dapatkan dirinya dikelilingi lingkaran api hanya sejarak
beberapa jengkal saja sementara sosok Lamanyala tidak kelihatan lagi! "Aku tidak
dapat melihat apa-apa. Hanya api! Tubuhku seperti mau leleh. Dua tanganku seolah
berubah menjadi besi dibakar!"
Dalam keadaan seperti itu pukulan-pukulan Hantu
Lumpur Hijau mulai pula bersarang di punggung, perut atau dadanya. Sekujur
tubuhnya babak belur. Darah mengucur dari hidung dan mulutnya. Dua tulang iganya
malah sudah patah! Kalau dia tidak bisa keluar dari lingkaran api, paling lama
orang tua ini hanya bisa bertahan tiga jurus di muka! Tubuhnya akan lumat
dihantam pukulan serta tendangan Hantu Lumpur Hijau lalu hangus gosong
dipanggang kobaran api Lamanyala!
Sebelum ajal berpantang mati. Begitu kata ujar-ujar.
Dalam keadaan siap meregang nyawa karena Hantu Langit Terjungkir tidak mungkin
tertolong lagi, tiba-tiba terjadi satu keanehan. Langit di atas lembah seolah
redup padahal tidak ada mendung tidak ada hamparan kabut. Lalu udara mendadak
berubah menjadi dingin. Makin lama hawa
dingin ini semakin menggila hingga dua kakek yang mengeroyok Hantu Langit
Terjungkir mulai menggigil kedinginan.
"Gila! Apa yang terjadi! Api di sekujur tubuhku meredup padam. Aku merasa dingin
luar biasa!" Lamanyala
menggigil. Rahangnya sampai bergemeletakan. "Hantu Lumpur Hijau! Apa kau juga
merasa dingin"!"
Tak ada jawaban. Lamanyala berpaling dan kagetlah dia. Hantu Lumpur Hijau
dilihatnya seolah telah berubah menjadi patung. Sekujur tubuhnya kaku tegang
dibungkus hawa dingin dan mengepulkan asap. Makhluk ini telah berubah menjadi
patung es! Tak bisa bergerak, tak bisa bersuara. Sepasang matanya yang hijau
melotot membeliak tapi bola matanya tidak bisa bergerak
sedikitpun! Nyali Lamanyala menjadi leleh. Bukan saja dia merasa kecut melihat apa yang
terjadi dengan Hantu Lumpur Hijau, tapi juga ketika menyaksikan kobaran api di
tubuhnya telah mati semua. Kobaran api yang diciptakannya untuk
menggempur Hantu Langit Terjungkir, juga ikut-ikutan mengecil akhirnya lenyap
sama sekali! Lalu hawa dingin seperti menggempur sekujur tubuhnya, mulai dari
ubun-ubun sampai telapak kaki. Mulai dari permukaan jangat sampai ke tulang
sumsum! "Celaka! Aku tak bisa menggerakkan dua tanganku!"
Lamanyala keluarkan seruan tertahan. "Kakiku juga kaku!"
Dia kerahkan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya. Hawa panas mengalir dari
pusarnya tapi segera sirna. Malah rasa dingin yang menyungkup tubuhnya jadi
berlipat ganda. Kini bukan hanya asap yang mengepul dari badan makhluk itu.
Tapi dari pinggiran mata, dari liang hidung, telinga dan mulutnya mulai
membersit darah kental. Begitu meleleh begitu darah ini membeku!
Lamanyala menjerit setinggi langit. Tapi..., hekkk!
Tenggorokannya seperti tersumpal. Suaranya lenyap seolah direnggut setan. Lalu
seperti Hantu Lumpur Hijau makhluk ini tak bisa lagi bergerak ataupun bersuara!
Dia telah berubah menjadi patung es!
*** WIRO SABLENG HANTU LANGIT TERJUNGKIR
11 ALAU Hantu Langit Terjungkir berada sangat dekat
dengan Hantu Lumpur Hijau dan Lamanyala yang
Wsaat itu telah berubah menjadi patung-patung kaku dingin dan mengepulkan asap,
namun kakek satu ini sama sekali tidak mengalami hal seperti yang dialami kedua
orang itu. Ini satu pertanda apapun yang terjadi, Hantu Langit Terjungkir tidak
ikut menjadi sasaran untuk dijadikan patung es! Terheran-heran Hantu Langit Terjungkir memandang
berkeliling. Pandangannya membentur sosok seorang pemuda berpakaian serba putih,
berambut gondrong.
Pemuda tak dikenalnya ini berdiri sekitar dua belas langkah di sebelah sana
sambil angkat sepasang tangan dengan telapak diarahkan ke depan. Perlahan-lahan
pemuda ini kemudian menurunkan dua tangannya itu lalu dirangkapkan di atas dada.
"Pemuda itu... Aku tak kenal siapa dia. Tapi agaknya dia mempunyai satu ilmu
aneh. Dia barusan menolongku
dengan ilmunya itu! Wahai... Aku harus menemuinya!"
Hantu Langit Terjungkir membatin sambil melirik pada dua musuhnya yang masih tak
bisa bergerak tak bisa bersuara dan tubuh mereka terus-menerus mengepulkan asap
dingin. "Edan!" Tiba-tiba si gondrong membentak. "Apa yang salah! Mengapa aku ikut-ikut
kedinginan dan mau
kencing!" Si gondrong ini segera salurkan hawa panas ke dalam aliran darahnya.
Tapi rasa ingin kencing memang tak dapat ditahannya lagi. Begitu tangannya
digerakkan langsung saja dia menggaruk kepala lalu lari ke balik semak belukar.
Di sini dia segera dodorkan celana putihnya. Belum sempat dia membuang air
seninya tiba-tiba dari balik semak belukar terdengar orang memaki dan menjauhkan
diri sebelum diguyur air kencing!
"Anak setan! Kau kira aku ini patung kayu apa! Enak saja mau dikencingi!"
Si gondrong terkejut dan memandang ke depan. "Setan Ngompol! Kau rupanya!
Mengapa kau sembunyi di situ"!
Pasti kau tadi mengganggu mantera aji kesaktian Angin Es yang aku keluarkan!"
"Wiro! Aku jengkel padamu!" kata kakek bermata jereng berkuping lebar dan
sebentar-sebentar ngompol itu.
"Sudah sejak lama aku tidak ngompol-ngompol. Datang ke sini mencarimu tahu-tahu
kau hajar dengan Ilmu Angin Es yang membuat aku tak tahan langsung ngocor! Itu
sebabnya tadi aku sengaja mengacau agar kau juga
kebagian ngompolnya! Ha... ha... ha!"
"Tua bangka brengsek! Kalau kau tidak berniat nakal, Ilmu Angin Es itu tidak
akan mempengaruhimu! Pasti kau memang sudah punya niat jahil sebelumnya! Pantas
aku ikut-ikutan kedinginan dan tak bisa menahan kencing!" Si gondrong berpakaian
putih yang bukan lain Pendekar 212
Wiro Sableng adanya memaki.
"Hik... hik... hik! Sekali-sekali kau rasakan bagaimana enaknya ngompol di


Wiro Sableng 111 Hantu Langit Terjungkir di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

celana!" Satu suara ikut menimbrung.
Suara anak-anak.
Wiro putar tubuhnya.
"Naga Kuning sialan! Ayo buka mulutmu lebar-lebar.
Bicara lagi biar aku guyur dengan air kencing!"
"Hik... hik... hik! Kalau mau mengencingi jangan aku!
Dia saja!" kata Naga Kuning. Lalu anak ini dorong sosok si Setan Ngompol ke
balik semak belukar. Tepat pada saat itu Pendekar 212 Wiro Sableng memang tidak
dapat lagi menahan diri. Air kencingnya mengucur dan jatuh muncrat di muka si
Setan Ngompol. Memercik di kedua matanya yang jereng bahkan ada yang sempat
masuk ke dalam mulutnya.
"Hueekkk!" Setan Ngompol memaki habis-habisan lalu meludah muntah-muntah!
Wiro cepat-cepat rapikan celananya ketika dilihatnya ada orang mendatangi.
Ternyata orang tua yang berjalan dengan mempergunakan dua tangannya itu.
"Orang muda, aku tidak tahu mengapa kau barusan
menolongku. Wahai! Aku mengucapkan terima kasih kau telah menyelamatkan
nyawaku..." Hantu Langit Terjungkir sibakkan rambut putihnya. Matanya yang
kelabu dikedip-kedipkannya pada Wiro. Mulutnya menyunggingkan
senyum dan dua kakinya digerak-gerakkan. "Kau memiliki ilmu aneh. Sanggup
membuat dua kakek jahat itu kaku tegang seolah dibungkus es. Siapakah kau adanya
anak muda berambut panjang sebahu" Yang di dadanya aku lihat ada jarahan angka
212?" Wiro balas tersenyum. "Aku bernama Wiro Sableng..."
"Wahai! Tunggu! Logat suaramu terdengar lucu. Kau...
Aku pernah menyirap kabar. Kau pastilah pemuda asing yang katanya datang dari
negeri seribu dua ratus tahun mendatang itu!"
"Aku dan teman-teman ini..." kata Wiro sambil
menunjuk pada Setan Ngompol dan Naga Kuning, "tak sengaja kesasar sampai di
negeri ini. Aku datang ke lembah ini karena mencari seorang sahabat."
"Aku adalah satu-satunya penghuni Lembah Seribu
Kabut. Apakah sahabat yang kau cari itu memang tinggal di sini?" tanya Hantu
Langit Terjungkir.
Wiro gelengkan kepala. "Sahabatku itu datang ke sini karena dia harus
menyampaikan satu amanat untuk
seorang bernama Hantu Langit Terjungkir. Jika melihat keadaan dirimu, bukankah
kau kakek gagah yang
mempunyai julukan hebat itu?"
Hantu Langit Terjungkir tertawa gelak-gelak. "Sudah lama aku tak pernah
tertawa," katanya. "Bicara denganmu enak juga! Kau pandai memuji tapi hatimu
polos! Anak muda, ucapanmu tadi membuat dadaku berdebar.
Siapakah sahabat yang sedang kau cari itu" Apakah dia berpunya nama?"
"Namanya Lakasipo. Berjuluk Hantu Kaki Batu..."
Wajah si orang tua tampak berubah kaget. "Kau
mencari ke tempat yang betul. Tapi sayangnya, Lakasipo telah lebih dulu
meninggalkan tempat ini. Dia... Wahai, justru saat ini timbul satu permintaanku
padamu. Jika kau bertemu dengan Lakasipo, katakan agar dia segera datang ke
tempat ini. Dia tidak perlu mengurusi mencari Sendok Pemasung Nasib itu! Aku
ingin sekali bicara dengan dia!
Sangat penting! Menyangkut rahasia dirinya dan diriku!"
"Hantu Langit Terjungkir, aku merasa heran mendengar ucapanmu. Setahuku
sahabatku Lakasipo datang ke sini untuk menyerahkan Sendok Pemasung Nasib itu
padamu sesuai yang diamanatkan seorang kakek sakti bernama Lawungu. Sekarang
mengapa kau mengatakan bahwa dia tidak perlu mencari sendok sakti itu...?"
"Aku harus menceritakan sesuatu padamu wahai anak muda. Ketika Lakasipo hendak
menyerahkan sendok itu padaku, ada seorang berkepandaian tinggi merampas lalu
melarikannya!" Orang tua itu lalu menuturkan peristiwa lenyapnya sendok emas
itu. Lalu menghela nafas berulang kali. "Aku kecewa sekali, benar-benar kecewa.
Tapi apa mau dikata. Wahai, mungkin nasibku memang harus
sengsara seumur-umur. Tapi, ada satu kejadian yang membuatku penuh harapan hidup
kembali. Aku mempunyai firasat akan bertemu dengan anak-anakku kembali. Paling tidak dengan
salah seorang dari mereka..."
"Kek, rupanya kau punya riwayat hidup yang luar biasa.
Kau punya berapa orang anak dan apakah selama ini tidak pernah bertemu dengan
mereka?" Ditanya begitu sepasang mata Hantu Langit Terjungkir jadi berkaca-kaca. "Aku
punya empat orang anak. Dari seorang istri bernama Luhpingitan. Tapi aku tidak
tahu di mana mereka berada sekarang. Aku tak bisa menuturkan riwayatku padamu.
Jika kau dapat mencari Lakasipo dan menyuruhnya datang ke sini itu sudah sangat
menolong bagiku. Aku berpengharapan besar bahwa Lakasipo yang berjuluk Hantu
Kaki Batu itu adalah..." Hantu Langit Terjungkir tidak mampu meneruskan
penuturannya. Mungkin juga dia tidak mau bercerita terlalu banyak dengan orang-orang yang baru
dikenalnya itu. Melihat hal ini Wiro lalu merubah pembicaraan.
"Kek, apa benar kau tidak bisa berdiri di atas kedua kakimu. Hingga sepasang
tangan terpaksa kau jadikan kaki?"
"Makhluk bernama Lamanyala itu telah menjatuhkan
kutuk atas diriku. Para Dewa menerima kutuknya karena aku telah mencuri dan
menelan satu benda sakti yang disebut Jimat Hati Dewa. Akibat kutukannya itu aku
jadi begini..."
Murid Sinto Gendeng garuk-garuk kepalanya,
memandang pada Si Setan Ngompol dan Naga Kuning.
"Kek, boleh aku mencoba menurunkan sepasang kakimu ke bawah lalu menaikkan
kepalamu ke atas" Kurasa kau bisa berjalan seperti wajarnya semua orang."
Hantu Langit Terjungkir tersenyum pahit.
"Aku sudah mencobanya ratusan bahkan mungkin
ribuan kali. Setiap kucoba kedua kakiku kembali naik ke atas. Kalau kau mau
membuktikan sendiri silahkan saja..."
kata Hantu Langit Terjungkir pula.
Wiro lalu pegang bahu orang tua itu. Naga Kuning dan Si Setan Ngompol pegang dua
kaki si kakek lalu
menariknya ke bawah. Perlahan-lahan sosok Hantu Langit Terjungkir berputar
demikian rupa hingga ke dua kakinya turun ke bawah, menyentuh tanah sementara
kepalanya naik ke atas sebagaimana wajarnya manusia.
"Ah, tubuhmu ternyata seringan kapas, Kek!" kata Wiro terheran-heran. "Nah
begini cara berdiri yang benar. Wah, kau ternyata masih gagah Kek!" kata Wiro.
Hantu Langit Terjungkir tertawa lalu berkata.
"Anak muda, kau lihat sendiri. Kau telah berhasil membalikkan diriku kepala ke
atas kaki menginjak tanah.
Sekarang coba kalian lepaskan tangan-tangan kalian dari bahu dan kakiku!"
Wiro ikuti ucapan Hantu Langit Terjungkir. Begitu Wiro lepaskan tangannya dari
bahu orang tua itu, dan Naga Kuning serta Si Setan Ngompol lepaskan pula
pegangan mereka pada sepasang kaki si kakek, sosok Hantu Langit Terjungkir
secara aneh mumbul ke atas lalu perlahan-lahan kepalanya berputar ke samping,
terus turun ke bawah.
Dengan sendirinya kedua kakinya naik ke atas. Sebelum kepalanya menyentuh tanah,
orang tua itu cepat ulurkan tangan ke bawah untuk menopang tubuhnya.
Wiro memperhatikan apa yang terjadi dengan perasaan aneh dan garuk-garuk kepala.
Naga Kuning mencolek tangan Si Setan Ngompol lalu berkata. "Ada keanehan pada
orang satu ini. Kurasa jangan-jangan kantong menyannya besar seperti bola dan
ada hawa di dalamnya.
Mungkin itu yang membuat tubuhnya sebelah bawah selalu naik ke atas karena lebih
ringan dari udara."
Si Setan Ngompol menekap hidung dan mulutnya
menahan ketawa mendengar ucapan Naga Kuning itu.
Ditekap di atas yang di bawah lolos. Serrr... Kakek itu kembali pada penyakit
lamanya. Kencingnya tumpah tak bisa ditahan!
"Hantu Langit Terjungkir, kami akan meneruskan
perjalanan. Mudah-mudahan kami bisa menemui Lakasipo secepatnya dan menyuruhnya
ke sini..." Wiro memberitahu.
Hantu Langit Terjungkir anggukkan kepala lalu pegang betis Wiro dan berkata.
"Kau telah menyelamatkan diriku.
Di negerimu aku dengar ada ujar-ujar seperti ini, Ada ubi ada talas. Ada budi
ada balas. Kelak satu ketika aku akan mencarimu, membalas budi baikmu..."
"Kau baik hati, tapi aku menolong tidak mengharapkan pamrih..."
"Kek, aku mau tanya. Apa yang hendak kau lakukan
pada dua manusia jahat itu"!" Naga Kuning tiba-tiba ajukan pertanyaan sambil
menunjuk pada Hantu Lumpur Hijau dan Lamanyala.
"Berapa lama dia akan menjadi patung es seperti itu?"
balik bertanya Hantu Langit Terjungkir pada Pendekar 212.
"Jika mereka tetap berada di udara terbuka tapi
terkena cahaya matahari, mereka baru bisa bebas sekitar tujuh hari. Jika tidak
terkena matahari bisa-bisa dua puluh hari. Tapi jika mereka berada dalam air
bisa-bisa empat puluh hari."
Naga Kuning menyambung kata-kata Wiro itu. "Waktu ke sini, kami melihat ada satu
comberan busuk, dalamnya sekitar seleher. Di dalamnya ada macam-macam kotoran,
ular air, kodok dan lintah. Mengapa tidak dijebloskan saja dua kakek jahat itu
ke sana"!"
Hantu Langit Terjungkir menyeringai geli. "Ada baiknya aku mengikuti usulmu itu
wahai sahabat kecil yang nakal!
Ha... ha... haaa!"
Di sebelah sana Hantu Lumpur Hijau dan Lamanyala
walau berada dalam keadaan tak bisa bergerak tak
mampu bersuara dan dilamun hawa dingin luar biasa tapi keduanya masih bisa
mendengar apa yang diucapkan
Naga Kuning tadi. Karuan saja keduanya menyumpah
habis-habisan. Ketika mereka sampai di tepi lembah sebelah timur, Naga Kuning berkata. "Wiro,
sebenarnya kami mencarimu karena ada satu benda ajaib kami temui dalam sebuah
goa di kawasan sebelah selatan. Jika kita mencari Lakasipo lebih dulu mungkin
benda itu sudah diboyong orang..."
"Benda ajaib. Benda ajaib apa maksudmu, Naga
Kuning?" tanya Pendekar 212.
"Sebuah patung batu perempuan cantik. Patung itu bisa tersenyum. Pandai
mengedipkan mata tapi juga bisa menangis."
"Jangan kau bergurau. Mana ada patung seperti yang kau katakan itu!"
"Anak ini tidak dusta. Aku sendiri ikut berada dalam goa itu..." berkata Si
Setan Ngompol. "Aku sampai terkencing-kencing melihat keanehan itu! Kalau saja
patung itu makhluk hidup mungkin aku sudah jatuh hati dan tidak akan
meninggalkannya!"
"Kalau begitu..." kata Wiro sambil menghentikan
langkah dan garuk kepala. "Mungkin ada baiknya kita segera menuju ke goa itu."
*** WIRO SABLENG HANTU LANGIT TERJUNGKIR
12 EPERTI diceritakan dalam episode sebelumnya,
"Rahasia Patung Menangis", patung cantik
SLuhmintari yang hendak diboyong para Peri ke Negeri Atas Langit berhasil
diselamatkan oleh Peri Angsa Putih.
Patung ini kemudian disembunyikannya dalam sebuah goa di satu tempat terpencil.
Secara tidak sengaja Naga Kuning dan Si Setan Ngompol terpesat ke tempat itu,
masuk ke dalam goa dan menemukan patung Luhmintari.
Kedua orang ini bukan saja heran bisa menemukan
patung begitu bagus halus dan cantik di dalam goa, namun juga merasa aneh karena
melihat dari kedua mata patung sesekali meluncur jatuh tetesan-tetesan air.
Ketika disentuh ternyata tetesan air itu terasa hangat seperti air mata betulan.
"Aku melihat dia seperti tersenyum..." bisik Setan Ngompol dengan suara gemetar.
"Aku khawatir ini satu tempat angker. Kalau aku ngompol dan kencingku sampai
jatuh di tempat ini bisa-bisa ada yang bakal mengutuk diriku. Aku keluar
dulu..." Sebenarnya si kakek sudah merasa takut dan dingin tengkuknya. Itu
sebabnya dia buru-buru keluar. Ditinggal sendirian Naga Kuning jadi kecut pula.
Rasa takutnya tak dapat ditahannya lagi ketika dilihatnya mata kiri patung itu
seperti mengedip! Anak ini langsung menghambur lari keluar goa.
"Kita harus mencari Wiro, memberi tahu adanya patung itu. Jangan-jangan patung
itu satu patung keramat. Jangan-jangan ada kesaktian tersembunyi di dalamnya!"
Si kakek setuju maksud Naga Kuning. Kedua orang itu segera tinggalkan tempat
tersebut dan pergi mencari Pendekar 212 yang kemudian mereka temukan di Lembah
Seribu Kabut. Dari Lembah Seribu Kabut ketiga orang itu langsung menuju kawasan di mana goa
berisi patung terletak.
Setelah melewati sebuah bukit yang penuh ditumbuhi bunga-bunga yang tengah mekar
akhirnya mereka sampai ke tempat tujuan. Di dalam goa lama murid Sinto Gendeng
tegak terkagum-kagum memperhatikan patung perempuan cantik dengan rambut
tergerai lepas itu.
"Belum pernah aku melihat patung sebagus ini. Halus sekali. Para pemahat di
tanah Jawa kurasa tidak sanggup membuat yang seapik ini..." Wiro geleng-geleng
kepala. Dia perhatikan wajah patung lalu berkata pada dua temannya.
"Kalian bilang patung ini bisa menangis menitikkan air mata. Bisa mengedipkan
mata. Saat ini kulihat biasa-biasa saja. Kecantikan dan kehalusan buatannya
memang mengagumkan sekali."
"Kalau tidak berpenyakit suka ngompol rasanya mau aku tinggal di dalam goa ini,"
kata Si Setan Ngompol sambil tekap bagian bawah perutnya dengan tangan kiri tapi
tangan kanannya enak saja mengusap-usap perut patung.
Wiro melangkah seputar patung. Ketika dia sampai di sebelah depan patung
kembali, pendekar kita mendadak tersurut dua langkah. Dia melihat bibir patung
seperti bergerak membentuk senyum.
"Kau tak percaya! Apa kataku!" bisik Naga Kuning.
Pendekar 212 ulurkan tangan hendak mengusap bibir patung. Tiba-tiba di mulut goa
terdengar suara aneh.
Buuuuttttttttttt..!
"Hai, suara apa itu?" Mata jereng Si Setan Ngompol berputar. Tangannya langsung
turun menekap ke bawah.
Buuuuttttttt...!
Suara aneh panjang itu kembali terdengar. Datangnya memang dari luar goa.
"Ada bayangan di dinding goa. Ada orang di luar sana,"
bisik Naga Kuning.
"Jangan-jangan pemilik goa, pemilik patung ini. Lekas sembunyi di balik lekukan
goa di ujung sana!" kata Wiro.
Ketiga orang itu lalu menyingkir ke ujung goa di mana ada sebuah lekukan batu.
Mereka mendekam di lekukan ini. Dari sebelah depan tidak terlihat sebaliknya
dari tempat mereka berada ketiganya dapat melihat sebagian goa sebelah depan dan
seluruh sosok belakang patung.
Bayangan di dinding goa kembali bergerak. Lalu,
serrrr... Seperti angin berhembus satu sosok berpakaian kuning melangkah seolah
melayang di dalam goa.
Buuuutttttt...!
"Ada orang masuk..." bisik Wiro.
"Kau dengar suara itu...?" ujar Naga Kuning.
"Seperti suara orang kentut..." berucap Wiro.
"Kalau memang kentut mengapa panjang amat. Juga
mengapa sering sekali. Dari tadi sudah tiga kali kudengar!"
kata Naga Kuning.
Setan Ngompol mendekamkan punggungnya ke dinding
goa. Pejamkan mata tak berani bergerak tak berani bersuara. Dua tangannya sudah
menekap bagian bawah perut menahan ngompol.
Buuutttttt... Suara aneh itu terdengar lagi. Kali ini lebih keras karena lebih dekat, pertanda
sumber suara sudah berada dalam goa.
"Celaka... Aku tak tahan mau beser!" kata Setan
Ngompol. "Jangan ngawur! Harus kau tahan!" kata Naga Kuning.
"Siapa tahu ini tempat suci tak boleh dikotori. Salah-salah kita bisa kesambet
semua!" (kesambet = kemasukan roh halus)
"Jangan bicara menakuti aku! Nanti aku kencing
benaran!" kata si kakek mata jereng sambil cucukkan jempol kakinya ke pantat
Naga Kuning yang duduk
berjongkok di depannya.
Buuuutttttt...!


Wiro Sableng 111 Hantu Langit Terjungkir di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bunyi sialan!" rutuk Setan Ngompol. Dia sudah tidak sanggup menahan kencing.
Dan di saat seperti itu tiba-tiba seperti meledak satu suara tawa keras
melengking menggelegar di seantero goa. Suara tawa perempuan.
Habis sudah! Setan Ngompol tak bisa menguasai diri.
Kencingnya mancur, jatuh ke bawah sepanjang kaki
celananya. "Hai! Apa ini"!" ujar Naga Kuning ketika merasa
punggung pakaiannya basah oleh cairan hangat. Dia menoleh ke belakang. "Sialan!
Kek! Kau mengencingi punggungku!"
"Jangan berisik! Tahan ucapan kalian! Lihat, ada orang aneh berdiri di depan
patung!" bisik Wiro.
Naga Kuning dan Setan Ngompol segera ulurkan
kepala, memandang ke arah depan. Memang benar. Saat itu di depan patung cantik
Luhmintari, tegak seorang nenek-nenek yang keadaan dirinya serba kuning. Mulai
dari rambut, muka sampai pada pakaian. Di atas kepalanya, pada rambut yang
disanggul di sebelah atas tapi diriapkan di sebelah kuduk menancap tiga buah
sunting berhias batu permata warna kuning. Tiga sunting ini selalu bergoyang
kian kemari. Selain berhiaskan tiga buah sunting di kepalanya, si nenek juga memakai giwanggiwang bulat berbentuk rantai.
Lalu di lehernya bergelantungan banyak sekali kalung.
Semuanya juga berwarna kuning.
Naga Kuning colek pinggul Pendekar 212 lalu berbisik.
"Lihat kalung-kalung nenek itu. Salah satu di antaranya bukankah itu sendok
sakti yang terbuat dari emas...?"
Wiro besarkan matanya dan perhatikan rangkaian
kalung yang tergantung di leher si nenek.
"Astaga...! Kau benar Naga Kuning. Salah satu yang dijadikan kalung oleh si
nenek adalah Sendok Pemasung Nasib. Jadi dia rupanya yang merampas dan melarikan
sendok sakti itu ketika Lakasipo hendak menyerahkannya pada Hantu Langit
Terjungkir..."
"Kita harus hati-hati. Jangan-jangan dia bangsa nenek-nenek jahat..." kata Si
Setan Ngompol mulai kecut.
"Jahat dan sinting!" menyambungi Naga Kuning.
"Nenek seperti ini biasanya suka menggerayangi kakek sepertimu!"
"Sialan kau!" maki Si Setan Ngompol.
Tiba-tiba nenek muka kuning itu songgengkan
pantatnya. Lalu, buuuuuutttttttt...! Ada suara keluar dari bagian tubuhnya
sebelah bawah belakang disertai
sambaran angin.
"Gila! Nenek sialan itu rupanya yang kentut sejak tadi!"
kata Naga Kuning. "Kentutnya keras amat. Lantai goa ini seolah terasa bergetar.
Untung tidak mengandung bau yang membuat hidung tanggal! Hik... hik... hik!"
"Aku pingin kencing!" kata Setan Ngompol.
"Kencing saja! Biasanya tidak pakai bilang segala!"
tukas Naga Kuning jengkel.
Si nenek muka kuning kembali tertawa melengking.
Lalu dia melangkah ke hadapan patung, memandang dan berdecak terkagum-kagum
sambil goleng-goleng kepala.
Beberapa kali dia melangkah berkeliling sambil sesekali mengusap tubuh patung.
Selama melangkah mengelilingi patung itu kentutnya terpancar berulang kali
bertalu-talu. Setelah tertawa sekali lagi nenek ini jatuhkan diri di depan patung. Sambil
usap-usap kaki patung dia berkata diseling suara terkadang seperti orang
meratap, terkadang seperti orang tertawa.
"Wahai patung cantik jelita di dalam goa! Pertemuan ini sungguh tidak disangka
tidak diduga. Tidak dikira tidak dinyana. Agaknya kaulah patung sakti yang akan
dapat menolong penyakit diriku..." Si nenek diam sebentar lalu, butttt...
Kembali dia kentut. Habis kentut dia sambung ucapannya tadi. "Puluhan tahun aku
mencari orang pandai.
Puluhan tahun aku mencari obat. Namun wahai.
Penyakitku tak kunjung sembuh! Tidak aku menenggak angin. Tidak aku menyantap
udara. Tapi mengapa kentutku panjang bertalu-talu! Sehari dua ratus kali kentut.
Berapa seminggu" Berapa sebulan" Berapa dalam setahun" Hik...
hik... hik...! Silahkan hitung sendiri!"
Buuuutttt...! Si nenek muka kuning bangkit berlutut lalu peluk
patung batu itu. "Wahai patung batu berwajah cantik jelita.
Mengapa kau diam saja. Tidakkah kau pandai bersuara"
Wahai patung batu cantik jelita. Tolong diriku. Sembuhkan penyakitku! Jawablah
wahai patung. Jawablah!" Si nenek sesenggukan, lalu kentut panjang dan tertawa
cekikikan. "Wahai patung batu di dalam goa, mengapa kau belum juga menjawab ucapanku!
Tolong diriku..."
Di balik lekukan goa Naga Kuning menggamit Wiro lalu menunjuk-nunjuk ke arah
nenek muka kuning. "Nenek tukang kentut itu pasti miring otaknya. Supaya dia
cepat keluar dari sini mengapa tidak kau jawab saja..."
"Gila! Kita tidak tahu siapa adanya dia. Mengapa mau mencari penyakit. Jika
sudah bosan dia pasti pergi sendiri dari sini..."
"Kalau dia bosan! Kalau tujuh hari tujuh malam dia nongkrong terus di sini
celaka kita semua..."
"Aduh, aku kencing lagi!" Setan Ngompol bersandar ke dinding goa. Celananya
kembali basah kuyup. Naga Kuning buru-buru menjauh.
Wiro garuk-garuk kepala. Ucapan Naga Kuning ada
betulnya pikirnya. Dia usap-usap tenggorokannya.
"Rubah suaramu seperti suara perempuan..." bisik
Naga Kuning. "Patung batu cantik jelita," si nenek kembali berucap.
Dan kembali kentut panjang. "Wahai patung batu cantik jelita... Aku mohon jawab
permintaanku. Tolong diriku.
Sembuhkan penyakitku..."
*** WIRO SABLENG HANTU LANGIT TERJUNGKIR
13 IBA-TIBA di dalam goa muncul satu suara menyahuti ucapan-ucapan si nenek. Suara
perempuan, agak
Ttersendat-sendat. "Wahai perempuan tua bermuka
kuning. Siapa dirimu hingga berani menginjakkan kaki mengotori goa suci ini?"
Si nenek tersentak kaget hingga bangkit berdiri. Sesaat dia pandangi patung batu
itu dengan wajah berubah. Lalu dia meraung panjang, menangis keras. Habis
menangis dia tertawa-tawa gembira terpingkal-pingkal sambil
berjingkrak-jingkrak. Setiap berjingkrak dari bawah tubuhnya bertalu-talu keluar
suara buuuutttttt... buuuttttt...
buutttt... "Patung baik! Ternyata kau bisa bicara! Hik... hik... hik!
Jika kau bisa bicara pasti kau patung sakti keramat. Berarti pasti bisa
mengobati penyakitku!"
Buuuutttttt... "Nenek muka kuning, waktuku tidak banyak. Siapa kau adanya dan apa penyakit yang
kau idap?" di dalam goa kembali ada suara perempuan.
"Wahai patung cantik jelita. Siapa namaku sebenarnya aku tidak tahu. Hik...
hik... hik! Tapi orang-orang memberi aku nama Luhkentut! Mereka juga
menggelariku Nenek Selaksa Kentut. Hik... hik... hik! Soal penyakitku masakan
kau tidak tahu waw... waw! Hik... hik! Kau sudah dengar sendiri. Kau sudah
saksikan sendiri. Setiap saat tubuhku mengeluarkan angin yang bisa bersuara
buutt buutt! Bukankah itu namanya kentut"! Hik... hik... hik. Aku ingin dengan kesaktianmu
kau bisa mengobatiku wahai patung cantik jelita..."
"Sudah berapa lama kau menderita penyakit kentutkentut ini wahai nenek muka kuning?"
"Aku tidak ingat. Mungkin dua puluh tahun, mungkin lima puluh tahun, bisa juga
lebih. Aku sudah bosan mendengar kentutku sendiri..."
"Apa ada bagian tubuhmu yang lecet akibat kentutkentut itu?"
"Geblek!" Naga Kuning menukas perlahan. "Mengapa
kau ajukan pertanyaan tolol begitu?"
"Hik... hik... hik! Aku tidak pernah memeriksa wahai patung cantik jelita.
Mungkin kau bisa tolong memeriksa sendiri..." Habis berkata begitu di depan
patung si nenek lalu angkat bagian bawah pakaian kuningnya dan
menungging. Wiro membuang muka! Si Setan Ngompol melotot
jereng. Naga Kuning tutupkan dua tangannya ke mata sambil berkata. "Rasakan
sekarang!"
"Bagaimana wahai patung batu sakti. Ada yang lecet di tubuhku sebelah bawah?"
bertanya si nenek muka kuning.
"Tidak... sudah..."
"Coba lihat, periksa sekali lagi wahai patung cantik jelita!"
"Mampus kau!" kata Naga Kuning pada Wiro.
Buuuttttt...! "Sudah... sudah kuperiksa. Tak ada yang lecet!
Turunkan pakaianmu..." kata Wiro cepat.
"Wahai, gembira aku mendengar tidak ada perabotanku yang lecet atau rusak!
Hik... hik... hik! Sekarang wahai patung sakti, bisakah kau menolong
menyembuhkan penyakit kentut-kentutku ini?"
Wiro garuk-garuk kepala sambil memandang pada
Setan Ngompol dan Naga Kuning.
"Ubi... ubi..." bisik si kakek mata jereng.
Wiro kerenyitkan kening.
"Nenek muka kuning bernama Luhkentut, bergelar
Nenek Selaksa Kentut, aku perlu tahu asal muasal
penyakitmu. Coba kau ingat-ingat apakah kau pernah salah makan...?"
"Wahai mana aku ingat..."
"Apa dulu kau pernah makan ubi sampai berkeranjang-keranjang...?"
"Hik... hik... hik! Kau betul! Kau tahu asal muasal sebab penyakitku! Berarti
kau bisa mengobati diriku! Dulu waktu hidupku morat-marit tak karuan aku memang
banyak makan ubi, ubi hutan yang hitam-hitam itu! Hik... hik... hik!
Apa obatnya wahai patung sakti" Aku ingin cepat
sembuh..."
Buuuuttttt... "Kau beruntung wahai Luhkentut. Penyakit kentutmu tidak disertai bau. Kalau ada
baunya akan sulit sekali disembuhkan..."
"Wahai patungku, patung penolongku..." si nenek
jatuhkan diri menciumi kaki patung sambil terkentut-kentut. "Apa yang harus
kulakukan" Apa obat yang
mujarab...?"
"Apakah sebelumnya kau pernah minta pertolongan
Hantu Raja Obat?"
"Hantu keparat itu! Memang pernah...!"
"Kau diberinya obat?"
"Dia menipuku.! Makhluk jahat itu malah mencelakai diriku!" jawab Luhkentut alias Nenek Selaksa Kentut.
"Menipu mencelakai bagaimana?"
"Dia menambal tubuhku dengan tumbukan daun cabaicabaian! Akibatnya aku megap-megap setengah mati
kepanasan!"
Wiro, Naga Kuning dan Si Setan Ngompol sama-sama
menekap mulut menahan ketawa.
"Patung cantik patung jelita! Mengapa kau diam saja!
Kau belum mengatakan apa obat buatku! Apa yang harus kulakukan..."
"Wahai, apa kau tahu 'kibul' ayam?"
"Ayam aku tahu. Tapi kibul aku tidak tahu..." jawab si nenek muka kuning.
"Anus... Anus ayam kau tahu?"
Si nenek menggeleng. "Anus aku juga tidak tahu! Hik...
hik... hik...!"
Buuutttttt...! "Kau tidak tahu kibul, tidak tahu anus...?"
"Tidak, aku tidak tahu wahai patung sakti cantik
jelita..."
Wiro garuk-garuk kepala.
"Dubur... dubur..." bisik Si Setan Ngompol.
"Kalau dubur kau tahu"!"
"Wahai, kalau dubur aku tahu betul!" jawab si nenek lalu buuutttt... dia kembali
kentut. "Nenek geblek! Padahal dubur dan anus sama saja!"
memaki Naga Kuning.
"Luhkentut, dengar baik-baik. Untuk menyembuhkan
penyakitmu kau harus mencari dan makan dubur ayam sebanyak tujuh puluh tujuh
buah. Ambil bagian yang ada lancip-lancipnya. Itu yang namanya kibul! Makan
mentah-mentah!"
"Mentah-mentah..."!" Si nenek keluarkan suara tercekik seperti mau muntah.
"Mentah-mentah dan tidak boleh dicuci!"
Lidah si nenek muka kuning terjulur. Air liurnya
muncrat. Dia seperti mau muntah betulan. Tapi kemudian malah tertawa melengkinglengking dan berjingkrak-jingkrak.
"Aku sudah sembuh! Aku sudah sembuh!" teriaknya.
Buuuttt... buuutttt... buuutttt!
"Nenek Selaksa Kentut, aku menolong tidak pernah
minta imbalan. Tapi sekali ini aku terpaksa melanggar pantangan. Jika kau merasa
sudah sembuh bolehkah aku meminta sesuatu darimu?"
"Hik... hik... hik! Katakan saja! Asal kau tidak minta duburku! Hik... hik...
hik!" Buuttttt! "Jika kau tidak keberatan, aku ingin kau memberikan kalung berbentuk sendok
itu..." Si nenek tundukkan kepala. Dia mengacak-acak kalung yang banyak bergelantungan
di lehernya. Lalu tertawa panjang. "Matamu awas juga wahai patung cantik jelita.
Benda ini tidak ada artinya bagiku. Kau meminta pasti aku berikan. Tapi tidak
sekarang..."
"Kapan...?"
"Kalau aku sudah makan tujuh puluh tujuh kibul alias anus alias dubur ayam itu!
Hik... hik... hik!"
Buuuttttt...! "Celaka, bagaimana aku bisa menolong Hantu Langit Terjungkir..." kata Wiro dalam
hati sambil garuk-garuk kepala.
"Kau yang salah. Mengapa sampai kau minta dia
makan tujuh puluh tujuh kibul ayam. Coba kalau cuma tujuh saja. Pasti bisa lebih
cepat mendapatkan sendok emas itu!" kata Naga Kuning.
Sekonyong-konyong tubuh nenek muka kuning mumbul
ke atas. Ketika dia menukik tahu-tahu sudah berada di hadapan Wiro dan kawankawannya. Pendekar 212
tergagau. Naga Kuning keluarkan seruan kejut tertahan sedang Si Setan Ngompol
langsung mancur kencingnya.
Si nenek tertawa cekikikan.
Dia menunjuk pada Wiro seraya berkata.
"Satu!"
Lalu, buuuttttt!
Dia menunjuk pada Naga Kuning.
"Dua!"
Buuuttttt! Sekali lagi dia menunjuk. Kali terakhir ini pada Si Setan Ngompol. Bahkan bukan
cuma menunjuk tapi sekaligus menowel puncak hidung si kakek hingga dalam
takutnya kencing si kakek tumpah laksana pancuran!
Buuuttt! "Kalian bertiga! Hik... hik... hikkk! Ketahuan! Hik... hik...
hik...!" Buuuttttt...! "Wahai! Ternyata kalian lelaki semua! Hik... hik... hik!


Wiro Sableng 111 Hantu Langit Terjungkir di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yang mana di antara kalian tadi meniru suara
perempuan..." Sepasang mata kuning si nenek
memandang menyambar wajah-wajah di depannya.
"Aku," kata Wiro mengakui. Dia menduga perempuan
tua muka kuning itu akan marah besar atau
menyerangnya. Si nenek pandangi wajah sang pendekar sejenak lalu tertawa gelak-gelak. "Anak
berambut panjang macam perempuan habis sakit panas! Siapa namamu"!"
"Namaku Wiro Sableng," jawab Wiro.
Si nenek meledak tawanya. "Wiro Sableng! Hik... hik!
Kau tahu apa arti sableng di Negeri Latanahsilam ini?"
"Aku tahu. Pernah seorang sahabat memberitahu."
"Apa..." Apa artinya sableng?"
"Sableng di sini artinya kencing kuda," jawab Wiro.
Luhkentut tertawa cekikikan. Lalu kentut buutttt...
buuttt... buttt!
"Dengar kalian bertiga. Aku tidak tahu permainan atau tipuan apa yang kalian
lakukan. Tapi kalau sehabis makan tujuh puluh tujuh dubur ayam penyakit kentutku
tidak sembuh, kalian bertiga akan kupesiangi. Dubur kalian akan kupanggang!
Ingat itu baik-baik! Awas!"
Wiro tetap tenang. Naga Kuning kelihatan kecut
sementara Si Setan Ngompol kembali mengucur air
kencingnya. "Hik... hik...! Aku sembuh! Aku sembuh!"
Si nenek jingkrak-jingkrakan. Dan seperti tadi kentutnya kembali memberondong.
Buuutttt... Buuutttt... Buutttt!
"Kalian bertiga ingat perjanjian kita! Hik... hik... hik!" Si nenek kedipkan
matanya pada Si Setan Ngompol lalu kembali kentut, banyak dan panjang.
"Eh! Aku ingat sesuatu!" Luhkentut alias Nenek Selaksa Kentut pijit-pijit
keningnya. "Bagaimana aku yakin kalian tidak akan kabur atau sembunyikan diri
jika nanti terbukti aku tidak sembuh! Wahai! Aku perlu jaminan dari salah satu
kalian! Jaminan berupa... Hik... hik! Potongan salah satu bagian tubuh kalian!"
"Mati aku!" kata Naga Kuning dalam hati.
Wiro terkesiap sedang si kakek Setan Ngompol sudah jatuh melosoh ke lantai goa.
"Wahai! Kalian bertiga jangan takut. Aku tidak minta yang aneh-aneh. Aku cuma
minta kalian menyerahkan salah satu daun telinga kalian! Hik... hik... hik!"
Si Setan Ngompol dan Naga Kuning langsung tekap
kuping masing-masing. Wiro merunduk tapi mengawasi waspada. Si nenek kembali
tertawa dan kentut-kentut.
"Siapa yang sukarela mau menyerahkan sepotong
kupingnya"!"
Tak ada yang menjawab, tak ada yang bergerak.
Luhkentut pandangi tiga orang di depannya satu persatu.
Ketika dia memandang pada Naga Kuning, bocah yang ketakutan kupingnya mau
diambil ini segera berkata sambil menunjuk pada Si Setan Ngompol. "Kuping dia
saja. Kupingnya besar lebar!"
"Anak jahanam! Biar kutendang bokongmu!" Setan
Ngompol marah besar. Kaki kanannya hendak
ditendangkan. "Sudah! Serahkan saja kupingmu! Daripada dia minta bagian tubuhmu yang lain! Apa
kau mau menyerahkan anumu!" teriak Naga Kuning karena saat itu dilihatnya si
nenek mulai bergerak mendekati.
"Anak setan!" Si Setan Ngompol tendangkan kakinya.
Tapi gerakannya didahului si nenek. Mendadak Setan Ngompol merasakan ada
sambaran angin halus di pipi kanannya. Lalu telinganya terasa dingin sekali. Dia
cepat meraba telinganya yang kanan. Astaga! Daun telinganya yang lebar tak ada
lagi! Si nenek tertawa panjang sambil ulurkan tangannya. Di atas telapak tangannya
yang terkembang kelihatan
potongan daun telinga Si Setan Ngompol.
"Gila! Dia benar-benar mengambil telinga kakek itu!
Bagaimana mungkin! Bagaimana dia melakukan" Tak ada darah dan si kakek seperti
tidak merasa sakit!" Wiro terheran-heran tapi rasa-rasa ngeri juga. Naga Kuning
mendelik. Mukanya pucat dan mulutnya ternganga.
Ketika meraba dan menyadari daun telinganya sebelah kanan tak ada lagi, Si Setan
Ngompol terlonjak lalu berteriak tak karuan. Di sebelah bawah kencingnya
berbusaian! Nenek muka kuning kembali terkentut-kentut.
Dia lambai-lambaikan potongan daun telinga Si Setan Ngompol. Lalu sambil tertawa
cekikikan dia berkelebat lenyap di mulut goa.
"Lebih baik kita segera tinggalkan goa ini!" kata Si Setan Ngompol sambil tekap
telinga kanannya yang sudah rata.
Wiro dan Naga Kuning menyetujui. Ketiganya segera menuju ke mulut goa. Tapi
belum sampai, tiba-tiba meledak tawa melengking. Satu bayangan kuning
berkelebat. Ketiga orang itu terdorong seperti dilanda angin dan jatuh tumpang
tindih di lantai goa.
Memandang ke depan ternyata si nenek muka kuning
telah berdiri di mulut goa, menghalangi jalan mereka. Si Setan Ngompol jadi
pucat pasi dan terkencing-kencing.
"Celaka! Jangan-jangan dia mau minta kupingmu yang satu lagi!" bisik Naga Kuning
pada Setan Ngompol, membuat kakek ini bergeletar ketakutan dan basah lagi
celananya. "Mending kalau cuma kuping! Bagaimana kalau si
nenek minta barang langka yang ada di bawah pusarmu!"
ujar Wiro. Setan Ngompol tambah muncrat kencingnya.
"Wahai! Aku lupa menanyakan! Anak muda bernama
Wiro Sableng! Dubur ayam yang harus kumakan mentah-mentah itu! Dubur ayam betina
atau ayam jantan"!"
Wiro garuk-garuk kepala. Bingung menjawab karena
memang semua yang dikatakannya itu cuma dikarangkarang. Tapi tidak diduga akibatnya jadi begini!
"Dubur ayam jantan Nek!" yang menjawab Naga
Kuning. Luhkentut pelototkan matanya yang kuning. "Aku
bertanya pada si rambut panjang itu! Bukan padamu!" Lalu si nenek berpaling pada
Wiro. Murid Sinto Gendeng ini cepat berkata. "Benar Nek, memang dubur ayam jantan!"
"Heemmmmm, begitu" Hik... hik... hik!" Si nenek
manggut-manggut lalu tertawa dan, buuutttt... buuuttt!
Sehabis kentut panjang dua kali itu dia melirik pada Setan Ngompol, kedipkedipkan matanya, memutar badan dan berkelebat pergi.
Wiro menoleh pada Naga Kuning. "Anak geblek!
Mengapa kau katakan padanya kalau dia harus makan dubur ayam jantan?"
"Dubur ayam jantan keras dan alot!" sahut Naga
Kuning. "Biar nenek itu kesusahan memakannya! Bisa-bisa dia kelolotan tercekik!
Dia membuat kita semua jadi susah.
Biar gantian dia nanti yang susah!"
Wiro jadi tertawa bergelak. Si Setan Ngompol walau dalam bingung berat akibat
kehilangan telinga kanan tapi akhirnya ikut-ikutan terkekeh mendengar ucapan
Naga Kuning itu.
TAMAT Episode Berikutnya: RAHASIA MAWAR BERACUN
Kisah Membunuh Naga 11 Elang Pemburu Karya Gu Long Sumpah Palapa 23

Cari Blog Ini