Ceritasilat Novel Online

Utusan Dari Akhirat 2

Wiro Sableng 096 Utusan Dari Akhirat Bagian 2


nyawanya tidak tertolong lagi.
Utusan Dari Akhirat 20
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Di sebelah Magini mengerang panjang. Walau darah juga keluar dari mulutnya namun
lukanya tidak seberapa parah. Gadis ini masih mampu bangkit dan kumpulkan
kekuatan. Kedua tangannya diangkat tanda dia hendak menyerang kembali.
Tujuh langkah di hadapan Sabai Nan Rancak, Ratu Duyung tersandar ke dinding
batu. Mukanya tampak pucat pasi. Dadanya berdebar kencang dan urat-urat besar di
lehernya yang jenjang bergerak turun naik.
"Perempuan tual Kenapa kau menjatuhkan tangan jahat terhadap kami"!" ujar Ratu
Duyung. "Eh, kau masih bisa bicara! Kukira sudah menemui ajali Ini terima bagianmu
sekali lagi!" kata Sabai Nan Rancak. Lalu untuk ke dua kalinya si nenek
lancarkan pukulan sakti Kipas Neraka.
"Wuss!"
"Wuss! Wussss!"
"Ratu awasi Lekas menyingkir!"
Yang berteriak adalah Magini. Sambil lepaskan dua serangan sinar biru gadis ini
melompat ke tengah kalangan pertempuran. Karena menyangka pimpinannya dalam
keadaan cidera dan tidak berdaya maka gadis ini melesat menghalang arus serangan
sinar merah pukulan lawan. Maksud baiknya hendak menolong sang Ratu hanya
mengantarkannya ke alam kematian.
Tubuhnya mencelat tiga tombak ke udara. Jatuh di bebatuan mengepulkan asap.
Sekujur badannya laksana dibakar matang mengerikan!
Ketika sinar merah lawan terpencar dihantam dua larik sinar biru yang dilepaskan
Magini, Ratu Duyung acungkan tiga jari tangan kanannya. Kali ini yang melesat
keluar dari tangan sang Ratu bukan cuma satu larik sinar biru tetapi sekaligus
tiga larik. Sabai Nan Rancak kertakkan geraham. Daya lesat tiga sinar maut yang
begitu cepat tidak memungkinkan baginya untuk balas menghantam lagi dengan
pukulan sakti Kipas Neraka membuat si nenek terpaksa melompat ke udara.
Gerakannya yang cepat laksana kilat menyelamatkan dirinya dari tembusan dua
larik serangan sinar biru. Namun sinar ke tiga sempat memapas tipis di bahu
kanannya. "Wusss!"
Sabai Nan Rancak terpekik. Bahu kanannya mengepulkan asap. Mantel sakti hitam
yang dikenakannya tampak berlubang hangus seolah terbakar. Si nenek hampir tidak
percaya pada apa yang dilihatnya. Mantel Sakti yang begitu hebat masih bisa
ditembus pukulan sakti lawan. Masih untung hanya jubah hitamnya yang terletak di
sebelah bawah mantel saja yang ikut robek. Sedang daging atau kulit tubuhnya
tidak mengalami cidera.
"Aku yakin gadis itu sudah cidera akibat hantaman pertamaku tadi! Kalau tidak
segera kuhabisi bukan saja aku yang bakal celaka tapi kalung itu tak bisa
kumiliki!" Memikir sampai di situ Sabai Nan Rancak segera tanggalkan Mantel
Saktinya. "Dia menanggalkan mantelnya. Pasti mantel itu merupakan satu senjata yang sangat
diandalkannya." pikir Ratu Duyung. Dia cepat angkat tangan kiri sedang tangan
kanan diselinapkan ke pinggang di mana tersimpan Cermin Sakti. Namun Sabai Nan
Rancak menggebrak lebih dahulu.
"Kau tak mau menyerahkan apa yang aku minta! Terima kematianmu gadis keras
kepalai" Mantel hitam dikebutkan ke arah Ratu Duyung.
Utusan Dari Akhirat 21
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Ratu Duyung berseru kaget ketika di depannya menderu suara keras laksana air bah
menggemuruh disertai tiupan angin luar biasa kencangnya. Sekujur tubuhnya terasa
ngilu, jalan darahnya seperti menyungsang. Di lain kejap tubuhnya mencelat
mental. Karena di belakangnya menghadang dinding batu merah maka tak ampun lagi
tubuh Ratu Duyung mencelat menghantam dinding batu itu. Demikian kerasnya
hinggai ada bagian batu yang melesak ke dalam. Perlahan-lahan sosok Ratu Duyung
terkulai. Dari mulut dan hidungnya mengucur darah. Dalam keadaan seperti itu
tangan kanannya masih menggenggam Kalung Permata Kejora.
Sabai Nan Rancak tertawa mengekeh.
"Kalau saja kau tidak keras kepala, mau menyerahkan kalung yang kuminta, niscaya
kau tidak akan menemui ajal mengenaskan begini rupa!" Si nenek melangkah
mendekati Ratu Duyung yang berusaha bertahan agar tidak roboh dan pingsan.
Ketika dia hendak membungkuk mengambil Kalung Permata Kejora dari tangan Ratu
Duyung tiba-tiba ada dua belas larik sinar hitam menghantam ke arahnya, membuat
si nenek terpaksa melompat mundur selamatkan diri dan terpekik kaget. Pada
dinding batu merah di sebelah kiri kelihatan dua belas lobang kecil hitam
sebesar ujung ibu jari dan mengepulkan asap berbau aneh.
"Kurang ajar! Siapa berani main gila terhadapku!" teriak Sabai Nan Rancak marah
sekali. Di lain saat sesosok tubuh tinggi besar berdiri dalam gelap antara dia dan Ratu
Duyung yang masih terkulai bersandar ke dinding batu merah.
* * * Utusan Dari Akhirat 22
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TUJUH arena membelakanginya Ratu Duyung tidak dapat melihat siapa adanya manusia
tinggi besar berambut seperti ijuk yang tegak di hadapannya.
K "Siapa orang ini, Pada punggung kanannya kulihat ada lobang besar! Aneh,
bagaimana ada manusia bisa hidup dengan lobang sebesar itu pada tubuhnya." Tibatiba Ratu Duyung sadar akan keadaan dirinya. Bahaya besar nenek bertopi tinggi
yang tidak dikenalnya jelas belum lenyap. Tadinya dia berniat mengeluarkan
Cermin Saktinya untuk membalas. Namun saat itu dirinya telah menderita luka
dalam yang cukup parah.
Keparahan ini ditambah pula akibat cidera bentrokan dengan Bunga alias Suci
tempo hari. "Sakit hati rasanya harus menerima kekalahan ini. Tapi jika dia membunuhku,
Kalung Permata Kejora tidak bisa diselamatkan! Apa yang harus kulakukan?" Ratu
Duyung memandangi lelaki tinggi besar di hadapannya. Tiba-tiba didengarnya
bentakan nenek berwajah putih keriput itu.
"Hantu Balak Anam! Kau lagi rupanya, hah! Kau benar-benar mencari mati berani
mengikutiku! Kau juga berlaku kurang ajar mencampuri urusanku!"
Si tinggi besar mendengus. "Terus terang aku belum puas dengan keteranganmu di
tengah laut tempo hari. Aku punya firasat sebenarnya kau memang ada hubungan
tertentu dengan Sutan Alam Rajo Di Bumi. Mengapa kau tidak mau mengaku dan
berterus terang?"
"Pertanyaan yang sudah basi masih saja kau ulang-ulang! Menyingkir dari
hadapanku sebelum aku muak melihat tampangmu yang jauh lebih buruk dari hantu
rimba belantara!"
Si tinggi besar berambut ijuk yang pada wajahnya ada dua belas lobang hitam
tertawa bergelak. Sementara itu Ratu Duyung yang mendengar percakapan kedua
orang di depannya itu diam-diam kini mengetahui kalau mereka saling berseteru
satu sama lain.
Entah bagaimana mendadak saja selintas pikiran muncul dalam benak Ratu Duyung.
"Kalau aku sampai mati di tangan perempuan tua itu, aku tidak akan membiarkannya
mengambil kalung milik Tua Gila ini! Lebih baik kalung ini sirna dan tidak jadi
milik siapa-siapa!"
Lalu tanpa berpikir panjang lagi Ratu Duyung masukkan Kalung Permata Kejora ke
dalam lobang besar di punggung kanan orang di hadapannya. Hantu Balak Anam yang
sudah mati rasa di bagian tubuh yang cacat itu sama sekali tidak tahu dan tidak
merasa ada sebuah benda masuk ke dalam tubuhnya dan menyangsrang di dekat tulang
belikatnya yang patah. Sabai Nan Rancak sendiri tidak melihat apa yang dilakukan
Ratu Duyung karena terhalang oleh sosok tubuh Hantu Balak Anam yang tinggi
besar. Apalagi tempat itu walaupun terbuka cukup gelap.
Walau sudah merasa agak lega karena apapun yang bakal terjadi Kalung Permata
Kejora telah diselamatkan, namun kini Ratu Duyung menjadi bingung sendiri.
"Celaka, bagaimana aku harus memberitahu pada orang yang aku tidak kenal ini
bahwa kalung tersebut adalah milik Tua Gila dan harus diserahkan pada kakek
itu"! Ah...!"
Ratu Duyung tak sempat berpikir lebih panjang karena saat itu perang mulut
antara Hantu Balak Anam dan Sabai Nan Rancak kembali terjadi.
"Sabai! Kalau kau tetap tidak mau mengaku, kelak kau akan menyesal sendiri. Kau
tahu, para tokoh silat golongan putih di Pulau Andalas diam-diam menaruh curiga
padamu!" Utusan Dari Akhirat 23
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Begitu"! Apa yang mereka curigakan"!"
"Paling tidak kau punya andil atas segala kerusuhan yang terjadi di rimba
persilatan pulau itu!"
"Fitnah keji! Pasti kau yang menyebarkan!"
"Kau mau menyebut sebagai fitnah atau apa terserah! Tapi barusan aku melihat
sendiri kau membunuh dua gadis tidak berdosa secara keji! Kau juga hendak
membunuh gadis berjubah hitam yang saat ini tegak di belakangku! Lebih dari itu
kau hendak merampas sebuah benda miliknya!"
"Setan alas! Kau tahu apa urusanku! Benda Itu adalah milikku! Apa salah kalau
aku memintanya. Dia tidak mau menyerahkan aku memaksa! Dia dan dua gadis
temannya itu keras kepala terpaksa kuhantam! Katakan apa sangkut pautmu dengan
tiga gadis ini" Kaki tangannya. Atau mungkin kau gendak mereka"! Ha... ha...
ha!" Hantu Balak Anam tampak tidak berubah wajahnya dikatai seperti itu. Sebaliknya
Ratu Duyung jadi naik pitam dan memaki. "Tua bangka gila! Ternyata bukan cuma
hatimu yang keji! Mulutmu juga busuk!"
"Gadis setan! Diam!" bentak Sabai Nan Rancak.
"Kau harus bersyukur kematianmu tertunda beberapa kejap! Secepatnya aku
menyingkirkan setan hitam ini giliranmu akan tiba untuk menerima ke-matian!"
"Sabai! Kau belum lama menginjakkan kaki di tanah Jawa ini. Pengalamanmu di sini
hanya sesempit jalan pikiranmu! Kau tidak tahu siapa adanya gadis ini!"
"Hemmm.... Aku mendengar dua gadis lainnya memanggilnya Ratu. Ratu apa"! Hik...
hik... hik!"
Hantu Balak Anam palingkan kepalanya ke belakang. Tersiraplah darah Ratu Duyung
melihat keangkeran manusia yang alisnya panjang menyatu ini. "Kita memang baru
sekali ini bertemu. Namamu sudah lama kudengar. Aku yakin kau adalah Ratu Duyung
penguasa alam gaib kawasan samudera...."
"Terima kasih kau mengenali diriku. Sayang kita bertemu pada saat yang kurang
menyenangkan. Namun demikian ada satu hal yang perlu aku beri tahu padamu. Aku
barusan...."
Maksud Ratu Duyung hendak memberitahu bahwa dia telah memasukkan kalung ke dalam
tubuh Hantu Balak Anam melalui lobang besar bekas luka di punggungnya. Tapi
tidak terlaksana karena saat itu Sabai Nan Rancak telah melompat ke depan seraya
mengebutkan Mantel Saktinya ke arah lelaki tinggi besar berusia 78 tahun itu.
Hantu Balak Anam yang sebelumnya telah melihat kehebatan mantel milik si nenek
cepat menyingkir. Dari samping dia palingkan kepalanya ke arah lawan. Dua belas
sinar hitam menderu. Angin laksana badai yang keluar dari Mantel Sakti
menghantam lamping batu di atas Ratu Duyung. Bukit batu itu hancur berentakan
mengeluarkan suara menggemuruh. Kepingan batu dan debu berpelantingan, sebagian
besar seolah mengguyur Ratu Duyung.
Sabai Nan Rancak cepat balikkan diri ke arah Hantu Balak Anam. Mantel di
tangannya dipukulkan ke depan. Dua belas sinar hitam panas yang keluar dari dua
belas lobang hitam di muka Hantu Balak Anam keluarkan suara meletup dan buyar
berentakan. Hantu Balak Anam sendiri tampak terhuyung. Dia masih untung sempat jatuhkan
diri. Kalau tidak tubuhnya pasti akan hancur dilanda angin sakti yang keluar dari
Mantel Sakti. Untuk ke dua kalinya salah satu bagian bukit batu merah hancur berkeping-keping.
Pecahan Utusan Dari Akhirat 24
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
batu dan debu menutupi pemandangan. Ketika batu dan debu luruh ke permukaan
bukit dan keadaan menjadi terang, Sabai Nan Rancak melompat ke arah jatuhnya
Hantu Balak Anam. Tapi orang itu tak ada lagi di situ! Tampang si nenek tampak
berubah ketika dia dapatkan tiga buah lobang berasap di Mantel Saktinya.
Ternyata tiga dari Dua Belas Jalur Kematian yaitu dua belas sinar hitam serangan
yang dilancarkan Hantu Balak Anam sempat menjebol mantel hitam di tiga bagian!
"Jahanam!" rutuk si nenek. Dia berpaling ke arah Ratu Duyung. Kemarahan kini
dilampiaskannya pada sang Ratu. Mantel Saktinya diangkat tinggi-tinggi. Dari
jarak dua belas langkah dia siap untuk menggebuk lawan yang terkulai terduduk di
permukaan batu bukit dalam keadaan tak berdaya itu.
"Lekas serahkan kalung itu!" hardik Sabai Nan Rancak.
Ratu Duyung meludah ke tanah. Ludahnya bercampur darah. Dari mulutnya keluar
suara tawa panjang. Tangan kanannya bergerak ke pinggang. Si nenek menyangka
gadis itu hendak mengeluarkan barang yang dimintanya. Ternyata yang tampak
tergenggam di tangan kanan Ratu Duyung adalah Sebuah cermin bulat.
"Gadis setani Sebelum mampus apakah kau hendak berdandan lebih dulu"! Hik...
hik... hik...!"
Ratu Duyung menyeringai.
Sabai Nan Rancak turunkan tangan kanannya yang memegang Mantel Sakti.
"Kehebatan mantel ini sudah kuketahui. Mengapa sekarang tidak menjajal Mutiara
Setan"!"
Memikir begitu si nenek keruk kantong kain yang tergantung di pinggang pakaian
hitamnya. Sebutir Mutiara Setan dijepit diantara ibu jari dan telunjuk tangan
kirinya. "Selagi masih hidup kau tak mau menyerahkan Kalung Permata Kejora!
Tidak jadi apa! Aku tidak keberatan mengambilnya setelah kau jadi mayat!"
Tangan kiri Sabai Nan Rancak bergerak. Mutiara Setan yang berwarna hitam itu
menderu dahsyat mengarah kening Ratu Duyung. Di saat yang bersamaan Ratu Duyung
gerakkan Cermin Saktinya. Selarik sinar putih yang sangat menyilaukan berkiblat
ke arah mata Sabai Nan Rancak. Si nenek keluarkan jeritan keras ketika dia tibatiba merasakan seolah buta akibat kesilauan. Cepat dia melompat sambil usap
sepasang matanya. Sesaat kemudian dia bisa melihat kembali. Namun untuk beberapa
lamanya penglihatannya tidak bisa jelas walau dia telah mengerahkan tenaga dalam ke arah kedua matanya.
Meskipun Ratu Duyung bisa membuat sepasang mata lawan cidera walau hanya
sementara namun kiblatan Cermin Saktinya tadi tidak sanggup meluruhkan Mutiara
Hitam yang menyambar ke arahnya. Sejengkal lagi senjata rahasia milik Datuk
Tinggi Raja Di Langit yang dilemparkan Sabai Nan Rancak itu akan menembus
keningnya dan mengirimnya ke akhirat tiba-tiba sebuah benda panjang memapas di
depan hidung sang Ratu.
"Tring! "Traak!"
Mutiara Setan mencelat mental. Namun benda yang memapas patah di bagian
ujungnya. Ratu Duyung tidak tahu pasti apa yang terjadi. Saat itu dia hanya
melihat ada satu bayangan berkelebat dan dia mencium bau pesing!
* * * Utusan Dari Akhirat 25
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DELAPAN atu Duyung tidak mengetahui siapa yang memanggul dan melarikan dirinya. Mulamula dia juga tidak mengetahui apakah yang melarikannya saat itu seorang lelaki
Ratau seorang perempuan. Dia mencoba menggerakkan tubuhnya. Walau dirinya tidak
ditotok tapi adalah anehi Di atas bahu orang yang melarikannya dia tidak sanggup
bergerak. Seperti diketahui tingkat kepandaian dan ilmu kesaktian Ratu Duyung
tinggi sekali. Namun kalau dia tidak sanggup membebaskan diri padahal dia tidak
ditotok maka dapat dibayangkan bagaimana tingginya kepandaian orang yang saat
itu memanggul dan membawanya lari.
Ratu Duyung memperhatikan lagi. Dia tidak bisa melihat, muka orang tapi dapat
melihat bagian atas kepalanya. Dalam gelapnya malam dia melihat ada lima buah


Wiro Sableng 096 Utusan Dari Akhirat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tusuk konde terbuat dari perak menancap di atas kepala orang itu.
"Aneh. orang ini memiliki rambut putih jarangi Bagaimana lima tusuk konde itu
bisa menancap di kepalanya"!" Ratu Duyung coba memperhatikan lebih seksama.
"Astaga!"
Gadis ini terkejut Ternyata lima tusuk konde itu bukan disisipkan di antara
rambut tapi langsung ditusukkan ke kulit kepala dan terus menancap ke batok
kepalai "Rasanya aku pernah melihat orang dengan tusuk konde seperti ini
sebelumnya!" Ratu Duyung berusaha mengingat. Tiba-tiba meledak suaranya. "Tuan
penolongku! Aku berterima kasih padamu!
Bukankah kau adalah nenek sakti dari Gunung Gede yang dipanggil dengan nama
Sinto Gendeng. Guru Pendekar 212 Wiro Sableng"!"
"Anak setan! Akhirnya kau mengenali diriku juga hah!"
Orang yang melarikan Ratu Duyung hentikan larinya lalu enak saja tubuh si gadis
dicampakkannya ke tanah.
"Nek, barusan saja kau menolongku! Sekarang mengapa tiba-tiba melemparkanku
begitu saja"!" ujar Ratu duyung seraya bangkit sambil pegangi dadanya yang
mendenyut sakit.
"Anak setan! Siapa yang menolongmu"!" Sosok tubuh tinggi hitam bungkuk dan bau
pesing di hadapannya membentak.
"Eh, bagaimana ini. Nek kau betul Sinto Gendeng guru sahabatku Pendekar 212 Wiro
Sableng. Betul kan "!"
"Hemmmm. Jadi anak setan satu itu adalah sahabatmu"!"
"Betul. Aku tidak dusta..." jawab Ratu Duyung.
"Kalau dia sahabatmu kau tentu tahu di mana dia berada sekarang.,.?"
"Aku tidak tahu pasti. Tapi ada petunjuk bahwa dia berada di kawasan selatan.
Tak jauh dari Telaga Gajahmungkur...."
"Betul katamu dia sahabatmu"!"
"Aku tidak berdusta Nek!"
"Kalau begitu mengapa kau celakai dirinya"!"
terkejutlah Ratu Duyung mendengar ucapan orang di depannya. Seorang nenek
bungkuk mengenakan pakaian lusuh dan kain panjang ketinggian yang menebar bau
pesing. "A... aku tidak mengerti maksudmu Nek...."
"Kau mulai bermain lidah! Aku si tua bangka Sinto Gendeng ini apa kau kira bisa
ditipu"!"
Utusan Dari Akhirat 26
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Aku tidak menipumu. Aku benar-benar tidak tahu apa maksud ucapanmu tadi....
Kalau saja kau mau menjelaskan...."
"Kau minta penjelasan! Aku akan katakan! Bukankah karena ulahmu mengajak muridku
berzinah sampai dia kini menderita lumpuh ilmu, lumpuh kesaktian"! Kau sembuh
dan bebas dari kutukah jahanam itu tapi muridku ketiban celaka malapetaka! Ayo!
apa jawabmu! Kutampar mulutmu sampai pencong kalau kau berani berdusta!"
Ratu Duyung merasakan dadanya yang sejak tadi mendenyut sakit kini malah
menyesak. Jantungnya berdebar keras dan aliran darahnya seperti tidak karuan.
"Nenek Sinto Gendeng, kau tentu telah menerima kabar yang salah...."
"Kabar yang salah" Siapa yang salah"!" bentak Sinto Gendeng.
"Nek, Izinkan aku memberi keterangan...."
"Bicaralah! Tapi jika keteranganmu palsu dan bicaramu bohong kubeset mulutmu
atas bawah!"
Ratu Duyung merasa mukanya menjadi merah karena jengah mendengar ucapan si nenek
yang dianggapnya sangat keterlaluan itu. Tapi apa mau dikata. Dia harus bersabar
diri. Apalagi yang dihadapinya adalah seorang nenek sakti berpikiran aneh dan
lebih dari itu adalah guru pemuda yang diam-diam dicintainya.
"Waktu kami meninggalkan Pangandaran, aku yakin kau sebagai gurunya mengizinkan
kepergian kami berdua. Menurut Wiro dia juga telah menceritakan hal menyangkut
kutukan yang menimpa diriku dan belasan anak buahku. Saat itu aku merasa bahwa
kau ikut merestui. Mungkiri sekarang aku baru menyadari bahwa aku salah...."
"Teruskan saja keteranganmu. Jangan berhenti kalau aku tidak menyuruh. Tanganku
sudah gatal hendak menjambak rambut dan menampar mukamu!"
"Aku membawa muridmu ke sebuah Puri di tempat kediamanku. Puri itulah tempat
yang telah ditentukan untuk dapat memusnahkan kutukan. Kami memang bersatu
badan. Namun kami belum sempat melakukan sesuatu. Kuasa Tuhan tiba-tiba membuat kutukan
musnah. Aku dan anak buahku bebas dari kutukan itu...."
"Tapi akibatnya muridku yang celaka!"
"Nenek Sinto Gendeng, kalau aku tahu bahwa akibat itu akan terjadi dengan diri
muridmu, aku tak akan pernah melakukannya. Aku memilih lebih baik tetap berada
dalam sumpah kutukan...."
"Hemmm, itu bicaramu sekarang!"
"Aku bersumpah Nek. Aku tidak punya maksud buruk terhadap Wiro. Kami tidak
sampai melakukan perzinahan...."
"Mana aku percayai Soalnya aku tidak melihat, juga tidak mengintipi Kalian
berdua yang punya kerjaan! Muridku yang menderita!"
"Kalau itu memang kesalahan berat, aku siap menerima hukuman. Terserah kau mau
melakukan apa terhadapku.... Aku tidak mungkin melakukan kejahatan terhadap
muridmu. Aku tidak akan pernah culas terhadapnya. Aku tidak mungkin melakukan semua itu
terhadap dia yang aku..."
"Ayo teruskan ucapanmu! Mengapa diputus"!" bentak Sinto Gendeng.
"Aku mencintai muridmu Nek...." Suara Ratu Duyung perlahan sekali tapi bergema
dalam sampai ke lubuk hati nenek sakti dari Gunung Gede itu. Mula-mula si nenek
mengernyitkan keningnya, lalu menyeringai. Namun wajahnya tampak berubah. Untuk
beberapa lamanya mulutnya terkancing. Dia memandang ke arah kegelapan. Saat itu
Utusan Dari Akhirat 27
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
mereka berada di sebuah hutan kecil jauh di belakang bukit batu merah. Pepohonan
yang menghitam di kegelapan malam seolah berubah menjadi sosok manusia di mata
Sinto Gendeng. Setiap dia memperhatikan wajah manusia itu dia melihat semuanya
memiliki wajah sama. Yang dilihatnya adalah wajah Sukat Tandika alias Tua Gila!
"Cinta.... Kau mencintai muridku...?" Tiba-tiba Sinto Gendeng ajukan pertanyaan
tanpa memandang pada Ratu Duyung. Sebelum sang Ratu menjawab si nenek sudah
membuka mulutnya kembali. "Cinta gila.... Siapa percaya pada cinta akan celaka!"
"Nek, mengapa tega-teganya kau berkata begitu?"
"Aku jauh lebih tua darimu anak setan! Aku sudah makan asam garam dunia! Aku
lebih banyak tahu darimu! Ini bukan soal tega atau tidak tegai Kau tahu apa
mengenai cinta!
Cinta membuat banyak manusia celaka dunia akhirat! Buktinya aku sudah merasakan!
Kini muridku juga kena getahnya cinta! Setan betul!"
Tahu orang sedang marah Ratu Duyung memilih bersikap diam. Tapi lama-lama
hatinya tidak tahan. Dia berkata. "Kalau cinta memang membuat manusia celaka
dunia akhirat, aku sendiri merasa bahagia dalam celaka itu. Karena yang kucintai
adalah muridmu sendiri.... Kalau semua itu menyakiti hatimu aku mohon ampun pada
Tuhan dan minta maaf padamu."
"Eh, anak setani Jangan kau berpandai-pandai bicara padaku! Berani-beranian kau
menyebut nama Tuhan! Aku...." Sinto Gendeng tudingkan tongkat kayu bututnya yang
patah di bagian ujung akibat dipergunakan menangkis Mutiara Setan tadi.
Sinto Gendeng tidak meneruskan ucapannya. Memandang ke arah barisan pepohonan
dia kembali melihat Sosok dan wajah Tua Gila, kekasihnya di masa muda. Lalu
sayup-sayup seperti ada suara yang masuk ke liang telinganya. "Sinto, masa
bercintamu sudah habis dimakan usia. Masa lalu hanyalah kenangan. Masa sekarang
kenyataan dan masa depan adalah tantangan....*
Si nenek ulurkan tangannya memegangi leher yang terasa seperti tercekat.
"Gila! Apa yang tengah terjadi dengan diriku...." kata si nenek dalam hati.
Perlahan-lahan dia berpaling pada Ratu Duyung yang duduk bersimpuh di tanah
dengan kepala tertunduk seperti seorang pesakitan yang siap menjalankan hukuman
pancung! "Traak!"
Ratu Duyung terkejut dan angkat kepalanya. Ternyata si nenek sengaja mematahkan
ujung tongkat bututnya. Patahan sepanjang setengah jari kelingking disodorkannya
ke muka Ratu Duyung.
"Kunyah kayu ini sampai lidahmu merasa pahit!"
Ratu Duyung memandang pulang balik dari wajah si nenek ke patahan tongkat yang
disodorkan di depan mukanya.
"Nek, aku..."
"Anak setan! Bukankah kau terluka parah di dalam akibat serangan dajal kesasar
tadi"! Nah, kau tunggu apa lagi! Kunyah potongan tongkat ini sampai ada rasa
pahit dalam mulutmu!"
"Apakah.... Apakah ini semacam obat...?"
"Anak setan! Lain kali jangan harap aku mau menolongmu lagi!"
"Hek!"
Ratu Duyung keluarkan suara tercekik ketika potongan kayu tongkat dilemparkan
Sinto Gendeng hingga melesat masuk ke dalam mulutnya.
Utusan Dari Akhirat 28
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Anak setan, lakukan saja apa yang aku katakan! Sekarang aku harus pergi! Karena
menyadari kau adalah seorang ratu dan aku seorang rakyat jelata dalam bentuk
nenek keropos maka ada patutnya aku memberi penghormatan padamu sebelum pergi!"
Habis berkata begitu Sinto Gendeng bungkukkan tubuhnya yang memang sudah bungkuk
lalu sambil tertawa cekikikan dia berkelebat tinggalkan tempat itu.
Karena ada rasa jijik, semula Ratu Duyung hendak memuntahkan potongan tongkat di
dalam mulutnya. Namun aneh, mendadak mulutnya terasa manis.
"Nenek itu mengatakan rasa pahit. Yang kurasakan justru sebaliknya. Tapi aku
masih belum mengunyah! Bagaimana ini, apakah aku harus melakukan apa yang
dikatakannya?"
Sambil berpikir sang ratu mengunyah perlahan. Semakin dikunyah semakin manis
terasa mulutnya. Dia mulai merasa kelu dan capai mengunyah. Sampai puluhan
bahkan ratusan kali kayu yang dikunyahnya masih terasa manis.
"Sampai tanggal seluruh gigi di mulutku dan sampai hancur kayu ini agaknya tak
akan ada rasa pahit!" Ratu Duyung mulai merasa was-was. Tapi tiba-tiba
kunyahannya terhenti. "Aku merasa ludahku memahit...." Ratu Duyung lalu
mengunyah kembali. Benar saja. Semakin dia meneruskan mengunyah semakin kentara
rasa pahit itu. Bersamaan dengan itu ada rasa hangat menjalari urat-urat dalam
tubuhnya. Aliran darahnya yang tadi terasa seperti kacau kini perlahan-lahan
teratur kembali. Lalu sakit di dadanya perlahan-lahan sirna melenyap. Ratu
Duyung bangkit berdiri. Astaga! Seperti ada satu kekuatan baru kini berakar
dalam tubuhnya padahal sebelumnya akibat hantaman Mantel Sakti Sabai Nan Rancak
bukan saja dia menderita luka dalam yang parah, berdiri pun dia rasanya tak
sanggup. "Nenek itu..." desis Ratu Duyung. "Ternyata dia telah menolongku. Aku berhutang
besar padanya! Bagaimana aku harus membalas sementara dia merasa aku telah
mencelakai muridnya..." Wiro, di mana kau saat ini. Aku harus menemuimu! Aku
harus menceritakan semua ini padamu...." Ratu Duyung angkat Cermin Saktinya.
Namun dia tidak melihat apa-apa karena air matanya jatuh membasahi permukaan
cermin. * * * Utusan Dari Akhirat 29
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEMBILAN i salah satu sudut teluk Parangtritis yang sepi, pemuda berpakaian hitam itu
duduk sendirian, seolah sengaja mengucilkan diri padahal di teluk saat itu
tengah Dberlangsung upacara besar taburan bunga yang diselenggarakan oleh
keraton. Ratusan orang bertebaran di sepanjang teluk menyaksikan keramaian yang
hanya terjadi sekali dalam setahun itu. Rakyat bukan saja mengikuti jalannya
upacara dari tepian teluk tetapi banyak pula yang langsung mengayuh perahu ke
tengah laut. "Sahabat muda, pesta keramaian ada di sana. Mengapa kau justru menyaksikan
bersunyi diri dari jauh di tempat ini?" Satu suara menegur.
Pemuda berpakaian hitam tersentak kaget. Cepat palingkan kepala. Dia melihat
seorang pemuda berambut gondrong dan berpakaian serta hitam seperti keadaannya,
tegak sambil memandang menyeringai padanya.
"Rambutmu gondrong, rambutku gondrong. Pakaianmu hitami Pakaianku juga hitami
Bukankah itu satu tanda persahabatan?" Pemuda pertama kembali berucap.
Pemuda yang ditegur pandangi wajah orang di sebelahnya penuh selidik. Yang
dipandang, walau tidak memperhatikan berkata. "Kau memandangku penuh curigai Itu
bukan satu tanda persahabatan!"
Pemuda baju hitam yang duduk di tanah berkata dalam hati. "Walau diriku masih
dalam musibah gila ini, tapi adalah aneh aku tidak mendengar langkah kakinya
ketika datang. Dia tidak memandang padaku tapi tahu kalau aku memperhatikan
penuh curiga. Siapa adanya pemuda ini. Melihat raut wajah dia tiga atau empat tahun lebih muda
dariku. Dibalik wajahnya yang tampan, di dalam tubuhnya yang kekar aku yakin tersimpan
satu kekuatan hebat...."
"Kalau aku boleh bertanya, siapa kau adanya dan mengapa menyendiri di tempat
ini" Tidak turun berperahu ke laut. Tidak bergabung dengan orang banyak di teluk.
Kulihat di sana banyak meja bertebaran berisi berbagai macam hidangan, buahbuahan dan minuman...."
"Aku hanya seorang nelayan. Aku sedang tidak enak badan. Itu sebabnya aku
memilih lebih baik duduk di sini...."
Mendengar ucapan pemuda yang duduk, pemuda satunya tertawa. Sepasang matanya
masih terus menatap ke arah teluk ketika berkata. "Sekali lagi kau menunjukkan
sikap tidak bersahabat. Katamu kau seorang nelayan. Nelayan mana ada yang
kulitnya putih pucat sepertimu!"
Pemuda berpakaian hitam yang duduk di tanah pencongkan mulutnya lalu garuk-garuk
kepala. "Sudah sebulan aku tidak turun ke laut. Itu sebabnya aku tampak putih.
Karena sakit kulitku jadi pucat.... Kau sendiri siapa" Mengapa memilih berada di
tempat ini daripada berada di teluk sana"!"
"Siapa aku itulah yang aku tidak ketahui...."
"Hemm.... Pemuda ini sedeng kurang waras rupanya! Biar aku kerjain!" membatin
pemuda yang duduk di tanah. "Kau bilang tidak tahu siapa dirimu. Itu hebat!
Kalau kutanya apakah kau laki-laki atau perempuan, apakah kau bisa menjawab"!".
Utusan Dari Akhirat 30
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Eh!" Pemuda yang berdiri palingkan kepalanya, memandang tajam pada pemuda yang
duduk di depannya lalu tertawa bergelak. "Kau tidak buta! Kau lihat sendiri ujud
keadaanku! Ya jelas aku ini seorang lelaki! Pemuda sepertimu!"
"Sekarang jaman aneh! Lelaki suka pakai pakaian perempuan. Perempuan suka
mengenakan pakaian lelaki. Bagaimana kau bisa membuktikan bahwa kau betul-betul
seorang lelaki"!"
"Gilai Kau orang gila!"
"Silahkan kau menganggap begitu. Nah sekarang coba kau perlihatkan anumu padaku.
Untuk membuktikan bahwa kau memang laki-laki! Bukan perempuan!"
"Benar-benar gila!"
"Ah! Jangan-jangan seperti dugaanku kau adalah seorang banci!" "Setan kau!"
"Tadi kau memaki aku gila. Sekarang setan. Sebentar lagi entah apa! Sebaiknya
kau pergi ke teluk sana. Aku tidak suka dekat-dekat dengan orang yang tidak
ketahuan lelaki atau perempuan! Seorang yang tidak tahu siapa dirinya!"
"Orang gila! Aku ini laki-laki tahu!"
"Kalau begitu coba kau buktikan. Tunjukkan padaku apa kau memang punya jambu
klutuk atau cuma jambu mete! Ha... ha... ha...!"
"Setan alas! Apa maksudmu jambu klutuk dan jambu mete itu!"
"Coba kau melorotkan celanamu ke bawah! Nanti akan ketahuan kau ini jenis jambu
klutuk atau cuma jambu mete!"
"Jahanam kurang ajar! Kau benar-benar tidak bersahabat!" si pemuda marah sekali.
Dia menunjuk ke sebuah batu sebesar kepala. "Lihat batu itu! Rupanya kau mau aku
membuat kepalamu seperti ini!"
"Wuuutt!"
Satu kali berkelebat pemuda itu melesat ke udara, lalu menukik dengan tangan
kanan menjotos ke arah batu.


Wiro Sableng 096 Utusan Dari Akhirat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bukkk!"
"Byaaarr!"
Batu besar yang kena hantaman tangan si pemuda hancur berkeping-keping. Belum
lagi hancuran batu itu berjatuhan ke atas permukaan pasir, si pemuda telah
berkelebat dan kembali tegak di samping pemuda satunya!
Si gondrong yang duduk di tanah perlahan-lahan bangkit berdiri. "Jangan-jangan
anak setan ini punya maksud jahat terhadapku!"
"Gerakanmu laksana kilat! Pukulanmu hebat dan tenaga dalammu luar biasa! Dari
mana kau dapatkan ilmu kepandaian itu Kisanak"!"
"Aku tidak tahu!"
"Kau tidak tahu! Siapa gurumu"!"
"Tidak tahu! Aku tidak ingat! Sobat, dengar baik-baik. Aku tidak Ingat semua hal
di masa lalu!"
Si gondrong satunya kembali garuk-garuk kepala. "Dia tak ingat masa lalunya.
Otaknya mungkin sudah dikuras setan!" Setelah pandangi pemuda di hadapannya
dengan tak berkesip dia bertanya. "Kau punya nama" Atau tidak ingat siapa
namamu"!"
"Aku Utusan Dari Akhirat!" jawab si gondrong sambil menyeringai seperti bangga.
"Nama hebat!" desis pemuda satunya sambil garuk-garuk kepala. "Kau berasal dari
mana?" Utusan Dari Akhirat 31
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Tidak ingat! Tidak tahu!"
"Gila!" rutuk pemuda itu dalam hati. "Kalau kau bernama Utusan Dari Akhirat
mustinya kau datang dari atas langit sana! Tapi apa kau tahu kalau akhirat itu
ada dua. Satu akhirat yang disebut sorga. Satunya lagi yang dinamakan neraka.
Nah, kau datang yang dari mana"!"
"Mana aku tahu!"
"Jelas anak setan ini memang miring otaknya. Tapi dia berkepandaian tinggi. Aku
harus hati-hati!" Setelah menggaruk kepalanya sekali lagi, pemuda ini berkata.
"Kau tidak ingat masa lalumu. Kau tidak ingat semua hal di masa silam. Jadi kau
hanya ingat hal-hal di masa yang akan datang!"
"Betul!"
"Hal apa saja"!"
"Aku punya tiga tugas besar!"
"Tiga tugas besar" Tugas apa" Kau mau memberitahu?"
Tentu akan kuberitahu seperti aku sudah beritahu pada beberapa orang tertentu
yang aku temui sebelumnya! Siapa tahu kau bisa membantu! Tugasku adalah mencari
dan membunuh tiga orang!"
"Jauh-jauh dari akhirat tugasmu untuk membunuh orang..."! Siapa-siapa mereka
yang hendak kau bunuh itu"!"
Yang ditanya tidak menjawab melainkan menunjuk ke arah teluk Parangtritis.
Upacara taburan bunga di tengah laut kali ini dilakukan sangat meriah. Cuaca
cerah, laut yang tenang dan angin yang bertiup sejuk membuat upacara yang
dilakukan setiap setahun sekali itu berlangsung lancar. Di atas perahu besar
yang diberi gaba-gaba serta berbagai macam hiasan, Suitan duduk tersenyum
dikelilingi para pengawal, beberapa perwira dan puluhan pengawal. Di samping
sebelah kanan tegak Patih Ki Haryo Darmogumpito. Meski tua tapi masih kelihatan
tegap penuh wibawa. Sebilah pedang bersarung dan berhulu emas tergantung di
pinggangnya, memantulkan sinar berkilauan terkena cahaya matahari. Di sebelah
kiri Sultan, di atas sebuah kursi bagus yang kebesaran, duduk seorang gadis
kecil berusia sepuluh tahun. Dia adalah Juminten Sekar Wangi, cucu paling
disayangi Sultan. Kehadirannya di situ seolah mewakili para penghuni Keraton
lainnya. Karena itu Sultan tidak merasa risau walau dalam upacara penting itu
permaisuri yang sedang kurang sehat, dua anak dan dua menantunya tidak ikut
hadir. Di usianya yang sudah lanjut bagi Sultan sang cucu Juminten Sekar Wangi
adalah sumber segala kebahagiaannya.
Di hadapan Sultan ada sebuah meja kecil. Di atas meja beralaskan kain beludru
merah terletak dua buah pusaka Keraton yang selalu dihadirkan dalam setiap
upacara taburan bunga di tengah laut. Pusaka pertama adalah sebilah keris emas.
yang gagangnya berbentuk kepala seekor burung Elang jantan dengan sepasang mata
merah terbuat dari batu mulia.
Pusaka kedua juga sebilah keris emas lebih kecil dari yang pertama dengan hulu
berbentuk kepala seekor Elang betina. Sepasang matanya terbuat dari batu permata
berwarna biru. Dua buah perahu mengapit perahu besar yang ditumpangi Sultan. Di atas dua perahu
pengapit ini ada dua rombongan pemain gamelan yang tiada henti-hentinya
mengalunkan tembang-tembang kesukaan Sultan.
Patih Ki Haryo Darmogumpito menunduk sedikit dan berbisik pada Sultan. "Upacara
taburan sudah selesai. Kita siap kembali ke teluk. Kecuali Sultan ingin
melakukan sesuatu.
Utusan Dari Akhirat 32
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Misalnya berkeliling sampai ke batas pusaran laut dingin dan laut panas seperti
yang dilakukan tahun lalu."
"Kita kembali saja Patih. Perutku sudah lapar! Dan cucuku si kecil jelita ini
tentu juga ingin cepat pulang, bermain bersuka-suka di Keraton..." Sambil
berucap Sultan mencium kepala Juminten Sekar Wangi. Selagi dia mencium kepala
cucu yang dikasihinya Itu tiba-tiba telinganya menangkap suara sesuatu di antara
gema alunan gamelan di dua perahu yang mengapit perahu besar.
"Patih Haryo, apakah kau mendengar suara sesuatu?" tanya Sultan. Hidungnya masih
menempel di kepala Juminten.
"Saya mendengar Sultan. Dan saya sudah tahu apa yang terjadi. Ada seorang anak
kecil duduk di kepala perahu...."
Perlahan-lahan Sultan angkat kepalanya lalu memandang ke bagian depan perahu.
Perahu besar ini di sebelah depan mulai dari lambung sampai ke ujung dibuat
demikian rupa berbentuk sosok seorang gadis bermahkota yang tengah memegang anak
panah dan merentang busur.
Duduk di atas leher patung gadis memanah itu kelihatan seorang anak kecil
berpakaian terusan warna hitam dalam keadaan basah kuyup. Pada bagian dada
pakaiannya terpampang gambar seekor naga bergelung dengan kepala membesar seolah
hendak menerkam. Kaki dan lengan pakaian hitamnya panjang demikian rupa hingga
anak berwajah lucu ini kelihatan seperti seekor tikus besar. Anak ini duduk
sambil meniup sebuah seruling. Kepalanya yang berambut jabrik digoyang-goyang,
kedua kakinya diuncang-uncang mengikuti alunan gamelan. Setiap habis meniup dia
jauhkan sebentar serulingnya dari mulut lalu lidahnya dijulurkan. Dalam keadaan
lain orang yang melihat tingkah bocah itu pasti akan senyum-senyum tertawa.
Namun saat itu tentu saja tidak ada yang berani tersenyum apalagi tertawa. Anak
tak dikenal itu duduk secara kurang ajar di atas perahu besar yang ditumpangi
Suitan bahkan membelakangi Suitan. Semua orang sudah dapat memastikan kalau
Sultan akan menjadi marah. Namun yang terdengar saat itu justru gelak berderai
Juminten Sekar Wangi. Cucu Sultan ini agaknya senang melihat tingkah anak
berpakaian terusan hitam yang meniup suling itu.
Setelah memperhatikan sejurus Suitan berkata. "Seumur hidup baru sekali ini aku
mendengar tiupan suling dipadu dengan alunan gamelan. Sedap di telinga tapi
kehadirannya kurang berkenan di hatiku. Patih, kau kenal siapa adanya anak itu?"
"Saya tidak kenal. Tidak pernah melihatnya sebelumnya Sultan...."
"Kau bisa memberi keterangan bagaimana tiba-tiba dia berada di atas perahu ini
tanpa seorang pun mengetahui?"
"Saya akan menyelidiki Sultan," jawab Patih. Dia memberi isyarat pada dua orang
perwira. Tiga orang ini bergegas menuju bagian depan perahu.
Juminten Sekar Wangi melompat turun dari kursinya mengikuti ketiga orang itu.
Sultan berusaha mengejar tapi dengan lincah anak perempuan ini menyelinap di
antara para pengawal dan mendahului lari menuju bagian depan perahu besar.
* * * Utusan Dari Akhirat 33
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEPULUH ementara di bawahnya orang sibuk melakukan sesuatu, anak berbaju hitam berambut
jabrik di atas sana terus saja asyik meniup serulingnya mengikuti alunan
gamelan. SRombongan pemain gamelan di dua perahu walau merasa heran melihat kejadian itu
tapi tetap saja meneruskan permainan mereka karena ternyata tiupan seruling si
bocah begitu enak membuat mereka terus bermain bersambut-sambutan.
"Kawan! Hai kawan yang meniup suling! Siapa namamu"!" Yang berseru adalah cucu
Sultan si kecil Juminten.
Anak di atas sana miringkan kepalanya dan memandang ke bawah. Dia tidak menjawab
tapi melontarkan senyuman dan terus meniup serulingnya.
"Hai! Hati-hati! Jangan miring-miring begitu! Nanti kau jatuh!" teriak Juminten
kembali. "Anak di atas leher patung! Hentikan permainanmu! Lekas turun kemari!" Tiba-tiba
ada suara teriakan keras. Yang berteriak adalah Patih Ki Haryo Darmogumpito.
Mendengar suara teriakan si anak kembali miringkan kepala memandang ke bawah ke
arah sang Patih. Sesaat anak ini jauhkan seruling dari bibirnya. Lidahnya
dijulurkan ke arah Patih Ki Haryo lalu kembali dia meniup seruling.
Merasa tidak diperdulikan malah dipermainkan dikurang-ajari Patih Ki Haryo
menjadi marah. "Anak kurang ajari Kau minta digebuk rupanya!"
"Paman Patih!" tiba-tiba Juminten berteriak. "Jangan sakiti temanku!"
"Den Ayu Juminten! Anak itu bukan temanmu! Dia anak gelandangan yang kesasar!
Anak kurang ajar!" jawab Patih Kerajaan. "Aku akan menyuruhnya turun sekali
lagi! Kalau dia tidak turun akan kutarik putus dua daun telinganya! Awas kau
anak kurang ajar!"
Di atas sana si anak kecil tetap saja tidak perduli. Tiupan serulingnya malah
diperkencang dan iramanya dipercepat. Para pemain gamelan yang ada di dua perahu
dan sejak tadi terpengaruh keenakan oleh tiupan seruling si bocah segera pula
mempercepat alunan gamelan hingga suara Patih Kerajaan yang berteriak-teriak
marah tenggelam tidak terdengar. Juminten Sekar Wangi tertawa-tawa dan
berjingkrak-jingkrak sementara Sultan tekap kedua telinganya.
"Bocah kurang ajar!" damprat Patih Ki Haryo. Dia memberi isyarat pada seorang
perwira di sebelahnya. "Naik ke atas sana! Lemparkan anak itu ke dalam laut!"
Perwira yang diperintahkan kebetulan bertubuh gemuk buntal bermuka bundar
seperti bola. "Paman Patih!" teriak Juminten. "Jangan sakiti anak itu! Aku Ingin berteman
dengannya!"
"Dengar Den Ayu Juminten. Anak itu tidak pantas menjadi temanmu. Kau adalah cucu
Raja!" "Aku tidak perduli! Aku ingin berteman dengan dia!" teriak Juminten.
Patih Ki Haryo Darmogumpito jadi hilang akal menghadapi cucu Sultan itu.
Juminten dirangkulnya lalu digendong dan dibawanya ke tempat Suitan. Tapi si
gadis cilik ini menggigit tangan Patih Haryo. Selagi sang Patih menjerit
kesakitan Juminten merosot turun dan lari ke arah depan perahu kembali.
"Cucuku.... Juminten...!" panggil Sultan.
Utusan Dari Akhirat 34
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Patih Ki Haryo yang kesakitan usap-usap kedua tangannya lalu berteriak pada
rombongan penabuh gamelan di perahu kiri dan perahu kanan. "Hentikan permainan
kalian! Hentikan!"
Mendengar teriakan dan melihat kemarahan sang Patih semua pemain gamelan segera
hentikan permainan masing-masing. Di atas sana si anak berpakaian serba hitam
masih terus meniup serulingnya. Ketika dia menyadari sirnanya suara gamelan dia
turunkan tangannya yang memegang seruling lalu memandang ke arah perahu kiri
kanan. "Kenapa berhenti" Aku lagi enak-enaknya! Ayo main lagi!" teriak si anak. Dia
tiup sulingnya kembali. Tapi tak ada seorang pun pemain gamelan berani menyentuh
peralatannya. Si anak akhirnya berhenti meniup suling.
Pada saat itu perwira gemuk yang diperintahkan sang Patih tengah merangkak
sepanjang kayu patung. Sikapnya yang seperti beruk memanjat itu membuat banyak
orang menahan tawa. Begitu sampai di dekat si bocah dia segera ulurkan tangan
untuk mencekal leher. Sadar kalau ada orang di belakangnya anak ini berpaling.
Melihat tangan hendak menyambar dirinya cepat-cepat anak ini bersurut mundur dan
naik ke bagian kepala patung yang lebih tinggi sambil mencibirkan lidahnya pada
si perwira. "Anak kurang ajar! Kau mau lari kemana!"
Penasaran perwira gendut itu terus mengejar. Sebenarnya saat itu lututnya sudah
gemetar karena gamang. Namun di bawah sana Patih Ki Haryo terus berteriak-teriak
agar dia segera menangkap anak kecil itu.
Sesaat kemudian si anak telah sampai di bagian kepala patung yang paling tinggi.
Tak ada lagi baginya tempat untuk bersurut sementara dari bawah perwira gemuk
terus merangkak naik.
"Ayo lari terus! Kau mau lari kemana! Ha... ha...! Kupatahkan batang lehermu
sekarang!" Perwira itu menggertak tapi si anak bukannya takut malah sambil terus
mencibirkan lidahnya tangan kirinya dilambai-lambaikan agar perwira yang
mengejarnya itu naik dan mendekat lebih cepat. Begitu si perwira berada sejarak
seuluran tangan darinya, anak kecil ini tusukkan sulingnya ke bawah ketiak sang
perwira. Orang ini menggeliat karena kegelian.
"Jahanam! Berani kau mempermainkan aku!" teriak perwira itu marah sekali. Karena
tak dapat menjangkau ditambah oleh rasa kalap maka setelah maju lebih dekat dia
langsung kirimkan tamparan ke muka anak itu.
"Wuttt!"
Tamparan perwira gendut berkelebat. Si bocah tundukkan kepala lalu "seett!"
Serulingnya menyusup ke depan. Kali ini menusuk ke bawah ketiak satunya dari
sang perwira. Lalu terjadilah hunjaman tusukan tiada hentinya. Tusukan-tusukan
seruling itu tidak menciderai si perwira namun membuat dia kegelian setengah
mati. Tubuhnya yang gemuk besar itu berguncang kian kemari. Sebentar miring ke
kiri miring ke kanan atau terjerembab ke depan. Dari mulutnya tiada henti
terdengar jeritan-jeritan kegelian. Orang banyak di tiga perahu menahan nafas
walau ada yang tak dapat menyembunyikan senyumannya. Sebaliknya Juminten Sekar
Wangi tertawa gelak-gelak melihat apa yang terjadi
Ketika si bocah menusuk dan menggeletarkan ujung serulingnya di pangkal paha
perwira itu, si gemuk ini tak tahan lagi. Dia menjerit keras, tanpa sadar kedua
tangannya Utusan Dari Akhirat 35
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
diangkat. Tubuhnya menggeliat Karena tak memegang apa-apa lagi maka tak ampun
sosoknya jatuh ke bawah.
"Celaka! Ah...!" Perwira itu menjerit keras sekali lagi. Di saat yang tegang itu
otaknya masih bisa bekerja. Dari pada jatuh ke atas geladak perahu dia memilih
jatuh masuk ke dalam laut.
"Byuurrr!"
Tubuh gemuk itu lenyap ke dalam air.
Juminten tertawa panjang. Anak di atas sana ikut tertawa lalu dia membuat
gerakan berputar-putar pada leher patung. Di lain kejap tubuhnya melayang ke
bawah dan tahu-tahu hup! Hebat sekali! Anak ini sudah berada di depan Juminten.
Mula-mula cucu Suitan ini terkejut dan bersurut mundur. Tapi setelah sadar siapa
yang tegak di hadapannya Juminten lalu tertawa keras.
"Teman! Kau bukan saja pandai meniup suling! Tapi pandai melompati Namaku
Juminten. Aku cucu Raja. Siapa namamu teman"!"
"Namaku jelek..." jawab si anak.
"Jelek atau tidak kau harus memberi tahu!" desak Juminten sambil memegang tangan
si anak dan menggoyang-goyangnya.
"Namaku Naga Kuning. Kadang-kadang orang memanggilku Naga Kecil atau Naga
Cilik." "Namamu aneh. Tapi tidak jelek seperti katamu." Juminten perhatikan gambar naga
di dada pakaian hitam si anak. "Hemm.... Namamu Naga Kuning, pantas sampaisampai pakaianmu ada gambar naganya...." Cucu Sultan itu tertawa. Tapi tawanya
lenyap begitu ada satu tangan menariknya. Ternyata Patih Ki Haryo.
Sementara itu belasan orang di tiga perahu mencemaskan apa yang terjadi dengan
perwira gemuk tadi. Beberapa perahu kecil berputar-putar di bekas tempatnya
jatuh. Semua orang tahu kalau perwira itu tidak bisa berenang. Dan sejak tadi
tubuhnya tak kunjung muncul ke permukaan laut.
"Juminten, jangan berlaku yang bukan-bukan. Sultan bisa marah dan mendampratku!"
kata Patih Ki Haryo setengah berteriak seraya mencekal dan menggendong Juminten


Wiro Sableng 096 Utusan Dari Akhirat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

erat-erat hingga anak itu tak bisa bergerak. Dengan pelototkan mata sang Patih
membentak bocah di hadapannya. "Tetap di tempatmu! Awas kalau kau berani
bergerak satu langkah saja!" Sebelum membawa Juminten ke tempat Sultan duduk
sang Patih memberi isyarat pada beberapa prajurit di dekatnya. "Tangkap anak
itu. Dia harus dihukum cambuk karena berlaku kurang ajar terhadap Sultan,
terhadap Cucu Sultan, Patih Kerajaan dan Perwira Kerajaan!"
"Kakek berjenggot lebat!" Anak bernama Naga Kuning berteriak pada Patih Ki
Haryo. "Kenapa kau berlaku kasar terhadap anak perempuan itu! Kalau dia memang
cucu Suitan kau tidak layak memperlakukannya seperti itu!"
"Dasar anak sampah kurang ajar! Makan tendanganku ini!" Patih Kerajaan yang
hendak bergerak pergi jadi marah mendengar kata-kata Naga Kecil. Kaki kanannya
ditendangkan ke perut anak itu.
Dengan lincah Naga Kuning membuat gerakan mengelak. Begitu kaki kanan Patih Ki
Haryo mengapung di udara dia gerakkan tangan kanannya yang memegang seruling.
Terdengar suara mendenging. Lalu "sett... settt... sett!"
Utusan Dari Akhirat 36
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Tali kulit kasut yang dikenakan Patih Kerajaan putus di tiga tempat. Ketika si
bocah menyentakkan serulingnya maka kasut itu pun terlepas mental dan melayang
jatuh masuk ke dalam laut.
Kalaplah Ki Haryo Darmogumpito. Juminten diserahkannya pada seorang perwira.
Beberapa orang prajurit yang hendak menyergap Naga Kuning didorongnya. "Biar aku
yang mematahkan leher anak jahanam itu!"
Sekali melompat saja sang Patih telah berada di hadapan Naga Kuning. Kedua
tangannya terpentang. Lalu diulurkan untuk mencekik leher si anak. Naga Kuning
tidak tinggal diam. Dia julurkan lidahnya dan jerengkan kedua matanya. Ketika
sang Patih menyergap lagi anak Ini melompat ke udara. Lalu membuat lesatan
jungkir balik ke belakang sampai beberapa kali hingga akhirnya ke dua kakinya
menginjak pagar buritan perahu besar. Di sini sekali lagi dia menjulurkan lidah
mengejek Patih Ki Haryo. Lalu sambil sisipkan serulingnya ke pinggang dia
jatuhkan diri ke dalam laut. Patih Ki Haryo berusaha menangkap salah satu kaki
anak itu tapi luput.
"Anak setan kurang ajar!" rutuk Ki Haryo seraya pukulkan tangan kanannya ke
pinggiran perahu hingga kayu perahu hancur berantakan.
"Patih! Perwira Ngadikarso yang tadi jatuh ke laut sampai saat ini belum
muncul!" Seorang prajurit melaporkan pada Patih Ki Haryo.
"Perduli setan! Aku perintahkan kalian terjun ke laut! Kejar anak itu.
Pergunakan perahu-perahu kecil yang ada di sekitar kita!" teriak Patih Kerajaan
itu dengan mata melotot. Maka hampir selusin prajurit dan dua orang perwira
segera terjun ke taut melakukan perintah Patih Kerajaan itu. Belum lama orangorang Kerajaan ini melakukan pengejaran tiba-tiba orang-orang di atas perahu
berseru-seru sambil menunjuk ke arah pantai teluk. Mereka melihat tubuh gemuk
perwira yang tadi jatuh mengapung di permukaan air dan bergerak seperti ditarik
menuju pantai. Begitu tubuhnya terbujur di atas pasir menyusul muncul sosok
bocah berpakaian hitam itu. Kedua tangannya didorongkan ke telapak kaki sang
perwira hingga tubuh gemuk itu naik ke atas pasir teluk dan tidak sampai diseret
ombak. "Lihat! Anak itu menolong perwira yang jatuh!" teriak seseorang. Orang banyak
sekarang bertanya-tanya siapa adanya anak kecil tadi.
"Kalau dia tidak memiliki kepandaian mana mungkin dia mampu menolong perwira
yang tubuhnya hampir sepuluh kali lebih besar!"
"Anak itu pasti punya ilmu silat! Masakan Patih Ki Haryo bisa dipermainkannya!"
kata seorang lainnya.
"Ya, ya! Yang jelas dia pandai sekali berenang dan mampu menyelam!"
Tak lama setelah si anak menyelamatkan perwira gemuk itu, belasan prajurit dan
dua perwira Kerajaan mendarat di pantai teluk. Merek- segera mengejar Naga
Kuning. Menghadapi orang begitu banyak anak ini bukannya segera melarikan diri. Tapi
lebih dulu dia mencibir berulang kali pada orang-orang itu, melompat jungkir
balik ke belakang lalu lari ke arah dua orang pemuda berambut gondrong yang ada
di teluk seraya berteriak.
"Hai! Tolong! Tolong! Ada orang-orang jahat mengejar mau memukuli diriku!"
* * * Utusan Dari Akhirat 37
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEBELAS da keributan di atas perahu besar., kata pemuda berambut gondrong seraya terus
menunjuk ke tengah laut. Pemuda di sebelahnya memandang ke arah yang ditunjuk
Atapi tidak berkata apa-apa. Sesaat kemudian dia mengulangi pertanyaannya tadi.
"Katamu kau punya tugas mencari dan membunuh tiga orang. Siapa saja mereka itu?"
"Kalau kusebutkan pun belum tentu kau kenal mereka. Apa gunanya?"
"Kalau aku tidak kenal apa ruginya bagimu mengatakan. Tapi kalau ada diantar*
mereka yang aku kenal bukankah ada untungnya bagimu...?"
"Baiklah. Kau bertanya aku akan memberi tahu. Orang pertama seorang bernama
Santiko, berjuluk Bujang Gila Tapak Sakti. Kau kenal orang ini?"
Orang yang ditanya cepat sembunyikan perubahan wajahnya. Dia mendongak ke atas
sambil garuk-garuk kepala berpura-pura berpikir. Diam-diam dia menekan rasa
keterkejutannya lalu gelengkan kepala. Dalam hati dia berkata. "Siapa pemuda ini
sebenarnya" Mengapa dia hendak membunuh sahabatku si gendut Bujang Gila Tapak
Sakti itu" Aku harus hati-hati. Manusia ini di luar kelihatan baik bersahabat
tapi di dalam mungkin sejenis binatang buas yang bisa mencelakaiku!" Pemuda Ini
lantas, pura-pura bertanya. "Siapa orang yang ke dua...?"
"Seorang kakek dikenal dengan nama Sukat Tandika, berjuluk Tua Gila. Kabarnya
dia sulit dicari.
Suka gentayangan kemana-mana. Tapi aku pasti akan menemukannya...."
"Aku juga tidak kenal kakek itu,.." kata pemuda yang tadi bertanya dengan suara
perlahan tapi jantung mendenyut keras.
"Kau masih ingin tahu siapa korbanku yang ke tiga?"
"Ya, ya.... Katakanlah." Jawab pemuda yang ditanya dengan dada berdebar.
"Orangnya bernama Wiro Sableng. Punya julukan Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212.
Kabarnya dia seorang pendekar muda yang telah menggegerkan dunia persilatan di
mana-mana. Pernah dengar nama dan julukannya?"
"Hemm.... Aku pernah dengar tapi tidak tahu siapa dia adanya...."
"Nah, terbukti kau tidak kenal ketiga orang yang kusebutkan itu. Suaramu
bergetar. Aku melihat ada perubahan pada air mukamu...."
"Perutku mendadak mules. Tapi sebelum pergi apakah aku boleh menanyakan
sesuatu?" Tanpa menunggu jawaban orang pemuda itu langsung ajukan pertanyaan.
"Apa sebabnya kau ingin membunuh tiga orang itu" Apa ada silang sengketa atau
dendam kesumat antara kalian?"
Yang ditanya menggeleng. "Kataku tadi, aku menjalankan tugas...."
"Siapa yang memberi tugas itu padamu?"
"Eh, kau bertanya biasa atau tengah menyelidik"!"
"Aku hanya kepingin tahu. Siapa tahu di kemudian hari aku bisa membantu tugasmu
itu...." "Hemm.... Apakah perutmu masih mules"!"
"Aku harus pergi sekarang.,.."
"Tunggu!" kata pemuda yang berusia lebih muda seraya memegang tangan pemuda
satunya. "Aku melihat ada orang gemuk terapung di permukaan laut. Entah masih
hidup Utusan Dari Akhirat 38
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
entah sudah jadi mayat. Anehnya tubuh itu bergerak ke arah pantai. Ke jurusan
kita.... Hai! Ada seorang anak kecil mendorong tubuh gemuk itu ke atas pasir.... Aku mau
menyelidik apa yang terjadi."
"Hati-hati! Aku melihat belasan perahu menuju ke sini. Sepertinya tengah
melakukan pengejaran...."
"Perduli dengan orang-orang di atas perahu. Aku ingin menyelidiki si gemuk dan
anak kecil itu...."
Tiba-tiba anak kecil berpakaian hitam berteriak dan lari ke arah dua pemuda
berpakaian hitam itu.
"Tolong! Tolong! Ada orang-orang jahat mengejar mau memukuli diriku!"
Sesaat kemudian anak kecil berambut jabrik itu sampai di hadapan dua pemuda
gondrong. Salah seorang dari mereka yaitu yang lebih muda bertanya. "Kulihat
yang mengejarmu adalah prajurit Kerajaan. Apa yang telah kau lakukan"!"
Sebelum anak itu sempat menjawab, tiga belas prajurit ditambah dua orang perwira
telah berada di tempat itu. Mereka langsung mengurung ketiga orang itu. Ketika
empat prajurit hendak menangkap si anak, pemuda yang tadi bertanya cepat
menghalangi. "Kalau dua pemuda ini adalah teman anak kurang ajar ini, tangkap mereka
bertiga!" Salah seorang dari dua perwira memerintah lalu melompat ke depan. Tapi
gerakannya ditahan dua ujung jari tangan kiri pemuda di hadapannya.
"Orang muda! Kau berani menantang perwira Kerajaan"!"
"Aku tidak perduli siapa kau siapa kalian! Anak kecil itu meminta tolong pada
kami! Aku wajib menolongnya karena kalian berjumlah lebih banyak dan dia cuma seorang
anak kecil. Tapi aku berjanji akan menyerahkan anak itu pada kalian jika kalian
bisa memberi keterangan mengenai tiga orang yang tengah aku cari!"
"Kakak! Kau bukannya mau menolong! Tapi hendak menjirat leherku!" teriak anak
kecil yang adalah Naga Kuning alias Naga Cilik atau Naga Kecil adanya.
Si pemuda tidak perdulikan seruan Naga Kuning. Dia terus saja berkata. "Tiga
orang itu bernama Santiko alias Bujang Gila Tapak Sakti. Sukat Tandika alias Tua
Gila dan Wiro Sableng alias Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212...."
"Pemuda gila! Jangan bicara segala orang yang kami tidak tahu! Kalau kau berani
menghalangi kami menangkap anak ini, maka ini bagianmu!"
Perwira muda itu lalu hantamkan satu jotosan ke perut si pemuda. Yang dijotos
bergeming pun tidak. Sebaliknya perwira yang memukul tampak merintih kesakitan.
Tangan kanannya kelihatan bengkak kemerahan.
"Rasakan olehmu!" teriak Naga Kuning seraya tertawa dan julurkan lidahnya.
"Tangkap tiga orang ini! Jika mereka melawan bunuh semua!" teriak perwira yang
tadi memukul dan masih berdiri kesakitan. Dia bukan saja marah akibat tangannya
yang cidera tapi juga karena diejek dicibir-cibir oleh Naga Kuning.
Maka empat belas orang dengan berbagai macam senjata menyerbu ke arah si anak
kecil dan dua pemuda berambut gondrong.
"Celaka! Kita hanya mencari penyakit!" seru pemuda di sebelah kanan. Tapi pemuda
yang tadi telah menghadapi rombongan orang-orang Kerajaan itu malah maju
menyongsong sambil bertolak pinggang.
"Aku Utusan Dari Akhirat! Aku harap kalian semua segera meninggalkan tempat
ini!" Utusan Dari Akhirat 39
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Pemuda gila itu bunuh lebih dulu!" teriak perwira yang cidera.
Belasan senjata berkiblat ke arah pemuda mengaku bernama Utusan Dari Akhirat.
"Kalian mencari mati!" teriak si pemuda. Lututnya ditekuk sedikit. Tangan
kanannya lalu dipukulkan ke depan.
Terjadilah hal yang aneh. Udara di tempat itu mendadak redup. Lalu tiga larik
sinar terang menggidikkan menderu keluar dari tangan si pemuda. Merah, hitam dan
kuning! Hawa panas tiba-tiba menyungkup seiring tiga sinar yang berkiblat.
Pemuda di samping kiri berseru kaget ketika melihat pukulan yang dilepaskan oleh
si gondrong di depannya.
"Pukulan Gerhana Matahari!" Pemuda ini kemudian jadi pucat sendiri. Dalam hati
dia memaki kebodohannya. Tololnya diriku! Mengapa aku sampai menyebutkan nama
pukulan itu! Tapi aku tak bisa ditipu. Pukulan tadi benar-benar pukulan Gerhana
Matahari. Yang hanya dimiliki oleh Pangeran Matahari dan Si Muka Bangkai. Tapi murid dan
guru itu sudah menemui ajal di Pangandaran.... Siapa adanya pemuda Ini! Aku
harus mencari tahu sebelum bahaya mengancam!"
Di lain kejap terjadilah hal yang mengerikan.
Sembilan penyerang termasuk seorang perwira mencelat mental, jatuh berkaparan di
pasir dan tercebur ke dalam laut. Semua tidak bernyawa lagi. Menemui ajal dengan
tubuh terpanggang hancur! Yang masih hidup tertegun dengan muka pucat lalu
berputar larikan diri, termasuk perwira yang cidera.
Pendekar Penyebar Maut 10 Pendekar Rajawali Sakti 39 Dendam Rara Anting Kuil Atap Langit 3

Cari Blog Ini