Ceritasilat Novel Online

Utusan Dari Akhirat 3

Wiro Sableng 096 Utusan Dari Akhirat Bagian 3


"Aku Utusan Dari Akhirat telah memberi ingat! Tapi kalian sengaja minta mampus!
Masih untung tidak mampus semua!"
Perlahan-lahan pemuda bernama Utusan Dari Akhirat memutar tubuhnya ke arah
pemuda di belakangnya. "Kau mengenali dan menyebut nama pukulan sakti yang tadi
aku lepaskan! Kalau kau bukan seorang dari dunia persilatan mana mungkin bisa
mengenali! Siapa kau sebenarnya sahabat"!"
"Ah...!" Pemuda yang ditanya garuk-garuk kepala. "Aku hanya mengira-ngira saja.
Tidak tahunya dugaanku tadi betul. Beberapa waktu lalu aku pernah menyaksikan
perkelahian antara dua orang sakti. Yang satu menyebutkan nama pukulannya
sebelum dilepaskan. Katanya itulah Pukulan Gerhana Matahari. Lalu mencuat tiga
warna seperti yang tadi keluar dari tanganmu...."
"Di mana terjadinya perkelahian itu! Siapa orang yang kau lihat melepaskan
pukulan Gerhana Matahari itu"!" Utusan Dari Akhirat bertanya dengan pandangan
mata lekat menyorot.
"Peristiwanya di Gunung Bromo.... Tapi aku tidak tahu siapa orangnya...."
"Kau masih ingat ciri-ciri orang yang memiliki pukulan sakti itu?"
"Orangnya tinggi tegap. Masih muda. Dia mengenakan sebentuk mantel. Hanya itu
yang bisa kau ketahui.... Sobatku, ternyata kau seorang pendekar sakti
mandraguna. Kalau saja aku bisa memiliki kepandaian sepertimu. Ah, aku nelayan
tolol mengapa bicara dan bercita-cita yang bukan-bukan...."
Utusan Dari Akhirat menyeringai. Dia memandang ke tengah laut. Saat itu dua
perahu besar yang diapit dua perahu rombongan penabuh gamelan semakin dekat ke
teluk. "Sahabatku, pertemuan kita sampai di sini. Aku harus pergi..." kata Utusan Dari
Akhirat. Utusan Dari Akhirat 40
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Saya Naga Kuning mengucapkan terima kasih padamu, kakak yang hebat perkasa.
Kalau kau tidak menolong pasti aku sudah ditangkap dan digebuki prajuritprajurit Kerajaan itu. Aku kagum pada ilmu kesaktianmu. Bolehkah aku Ikut
bersamamu" Maukah kau mengajari pukulan sakti tadi padaku?"
Utusan Dari Akhirat tersenyum. "Setiap manusia memiliki rejeki sendiri-sendiri.
Jangan meminta yang lebih dari pada yang sudah ditakdirkan!"
"Kalau begitu maafkan saya yang tidak tahu diri!" kata Naga Kuning alias Naga
Kecil. Utusan Dari Akhirat mengucak rambut jabrik Naga Kuning lalu tinggalkan tempat
itu. Anak kecil ini memandang pada pemuda gondrong satunya yang tegak sambil
berulang kali menarik nafas panjang. "Kakak, kau seperti orang diserang bengek.
Mengapa kau tidak ikut dengan kakak satunya itu" Bukankah dia sahabatmu
seperjalanan?"
Yang ditanya menggelengkan kepala dan mengusap mukanya berulang kali.
"Pemuda hebat itu barusan saja aku kenal di tempat ini...."
"Pantas saya lihat kakak kurang senang padanya...."
"Eh, mengapa kau bicara begitu?"
"Tadi saya lihat kakak berulang kali menarik nafas panjang tanda lega orang itu
sudah pergi. Bukankah begitu" Kakak seperti menyembunyikan rasa takut
terhadapnya..."
Paras si pemuda sesaat berubah. "Anak sekecil ini pandai menduga dan mampu
membaca pikiran orang..." katanya dalam hati.
"Saya juga tidak senang pada pemuda tadi. Dia membunuh orang begitu banyak
seperti membunuh lalat saja. Lalu namanya. Utusan Dari Akhirat! Saya rasa itu
satu nama gila dan membayangkan hal mengerikan...."
"Tapi tadi kau minta dia mengajarkan pukulan sakti yang dimilikinya itu...."
"Tidak, saya hanya memancing. Dia pandai menolak secara halus...."
"Bocah cerdik, berapa umurmu?"
"Sebelas tahun..." jawab si anak.
"Naga Kuning.... Itu namamu bukan" Kau anak cerdik.... Kau pasti murid seorang
pandai dunia persilatan. Dari sini tadi aku lihat kau mempermainkan lelaki gemuk
di atas perahu itu."
Naga Kuning tertawa lebar. "Saya sendiri tahu kalau kakak berpura-pura tolol
mengaku seorang nelayan. Sebenarnya kakak adalah seorang dari dunia persilatan,
betul?" "Bocah, kau mulai berlaku keliwat pintar..."
"Saya bisa membuktikan!"
"Hemm.... Cobalah!"
"Pertama, tadi kau bisa menyebut nama pukulan sakti yang dilepaskan pemuda itu.
Ketika ditanya kau mengatakan pernah melihat ada dua orang berkelahi dan salah
satu melepaskan pukulan sakti itu sambil menyebut namanya. Saya rasa kau bicara
dusta. Bukankah begitu..." Hik... hik... hik!" Naga Kuning tertawa gelak-gelak.
Pemuda gondrong di hadapan Naga Kuning tertegun ternganga. Lalu sambil tersenyum
dia berkata. "Aku kagum akan kecerdikanmu. Tapi pernah kau mendengar ujar-ujar
yang mengatakan bahwa kadang-kadang seseorang bisa tertipu oleh kecerdikannya
sendiri?" Utusan Dari Akhirat 41
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Baiklah kalau kau tidak mau mengakui bukti pertama tadi. Saya masih punya satu
bukti lagi.... Kalau kakak bukan orang persilatan mengapa membekal senjata
dibalik pakaian?"
Rupanya karena anak ini lebih pendek maka dari bawah dia bisa melihat jelas
bagian pakaian si pemuda gondrong yang menggembung.
Karena terkejut mendengar ucapan Naga Kuning, pemuda itu secara tak sengaja
membuat gerakan meraba ke pinggang.
Naga Kuning tertawa gelak-gelak.
"Kau benar-benar cerdik Naga Kuning. Walau kau tidak mau mengaku tapi gurumu
tentu seorang berkepandaian sangat tinggi. Apa kau tinggal di sekitar teluk
ini?" Naga Kuning menggeleng. "Saya tidak punya rumah. Tidak punya orang tua. Rumah
saya di mana-mana. Orang tua saya siapa saja yang. menyukai diri saya...." Anak
ini hentikan ucapannya.
"Ada apa?"
"Lihat, tiga perahu besar segera mendarat. Belasan perahu berisi puluhan
prajurit dikayuh ke arah sini.... Kita tidak bisa menghindarkan urusan kecuali
segera kabur dari sini!
"Aku tidak mau mencari penyakit. Orang-orang Kerajaan pasti akan menangkap kita.
Lekas tinggalkan tempat ini...."
"Saya akan lari ke arah timur!" kata Naga Kuning.
"Aku ke jurusan Tenggara!" kata pemuda berambut gondrong.
"Tunggu dulu! Apa kau tidak merasa kehilangan sesuatu?"
"Eh, apa maksudmu?" tanya si gondrong.
Naga Kuning acungkan tangan kirinya yang sejak tadi disembunyikan ke belakang.
Di tangan itu tergenggam sebuah batu hitam berbentuk empat persegi panjang.
Pemuda gondrong berseru kaget.
"Anak sialan! Bagaimana kau bisa mencopet benda itu tanpa aku tahu"!" bentak si
gondrong. Batu hitam itu adalah batu mustika yang bisa mengeluarkan lidah api.
Benda ini membuktikan bahwa si pemuda sebenarnya adalah Pendekar 212 Wiro
Sableng. Selagi Naga Kuning tertawa cekikikan pemuda di hadapannya segera menyambar batu
hitam yang merupakan Sebuah batu mustika sakti pasangan Kapak Maut Naga Geni 212
yang saat itu terselip di pinggangnya.
Baru saja Wiro berhasil mengambil batu hitam itu tiba-tiba delapan senjata tajam
melayang di udara. Wiro cepat tarik tangan Naga Kuning hingga anak ini terbetot
ke belakangnya. Pada saat itu pula tiga buah tombak dan dua buah golok panjang
menghantam tubuh Pendekar 212. Tiga senjata lainnya menderu di atas kepalanya.
Lima kali terdengar suara berdentrangan. Lima senjata terpental. Dua di
antaranya dalam keadaan patah. Berkat jubah Kencono Geni yang dikenakannya Wiro
menjadi kebal tak cidera sedikit pun. Hanya baju hitam yang dikenakannya tampak
robek di beberapa bagian.
"Luar biasa! Kau punya ilmu kebal!" teriak Naga Kuning dengan mata melotot. "Kau
tak bisa menipu lagi! Kau pasti seorang pendekar rimba persilatan berkepandaian
tinggi!" Wiro tidak perdulikan ucapan anak itu. Sebelum puluhan prajurit sampai ke tempat
itu dia segera melarikan diri. Si kecil Naga Kuning sesaat celingukan. Lalu dia
menghambur pula ke arah lenyapnya Pendekar 212.
Utusan Dari Akhirat 42
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA BELAS urid Eyang Sinto Gendeng lari sekencang yang bisa dilakukannya. Bukan saja
karena khawatir akan dikejar oleh prajurit Kerajaan namun dia juga masih M
dihantui oleh rasa ngeri terhadap pemuda yang mengaku bernama Utusan Dari
Akhirat itu. Seperti diketahui walau saat itu telah mendapat ilmu tidur dari Si
Raja Penidur dan mengenakan jubah sakti Kencono Geni namun Wiro masih berada
dalam keadaan lemah karena telah kehilangan kesaktian dan tenaga dalamnya.
Karenanya belum terlalu jauh berlari meninggalkan teluk dia mulai merasakan
dadanya sesak kehabisan nafas dan dua kakinya laksana mau tanggal.
"Aku tak bisa lari lagi! Kalau orang-orang itu masih mengejar celaka diriku!"
pikir Wiro. Dia berusaha mencari tempat berhenti sekaligus bersembunyi. Namun
kawasan pantai di sekitar tempat dia berada adalah kawasan terbuka. Hanya pohonpohon kelapa yang bertumbuhan di sana-sini dan tak mungkin dipergunakan untuk
tempat berlindung.
Bukit-bukit karang berada cukup jauh di sebelah timur teluk. Tak ada jalan lain.
Kalau ingin selamat dia harus mampu mencapai bebukitan karang itu. Maka walau
dada sesak, nafas serasa mencekik leher dan dua kakinya seolah telah berubah
menjadi batu berat yang membuatnya sulit melangkah apalagi berlari, namun tak
ada jalan lain. Dia harus dapat menyelinap selamatkan diri di bukit-bukit karang
sana. Wiro hanya mampu berjalan sampai dua puluh tombak. Setelah itu kakinya goyah.
Tubuhnya jatuh berlutut. Telinganya menangkap suara ramai di kejauhan. Ketika
dia berpaling ke arah teluk sebelah barat berubahlah parasnya. Puluhan prajurit
Kerajaan sambil berteriak-teriak berlari ke arahnya dengan senjata diacungacungkan ke udara! Beberapa di antaranya malah telah menarik busur melepas anak
panah ke arahnya.
"Celaka!" desis Pendekar 212. Dia maklum walau saat itu mengenakan jubah Kencono
Geni serta memiliki ilmu tidur namun menghadapi lawan sebanyak itu mana mungkin
dia selamatkan diri"
Selagi Wiro kebingungan tiba-tiba dia mendengar suara lain. Suara rentak kaki
kuda serta sesuatu yang berputar dan meluncur di atas permukaan pasir pantai
diseling oleh suara "tar... tar... tar" berulang kali! Wiro berpaling ke jurusan
datangnya suara itu. Sebuah gerobak ditarik oleh seekor kuda meluncur dari arah
samping. "Ini satu-satunya harapanku!" pikir murid Sinto Gendeng. Dia tidak memikirkan
lagi dari mana datangnya gerobak itu atau siapa orang yang menjadi sais. Yang
ada di otaknya adalah mencari selamat. Dia juga tidak memperhatikan kalau di
bagian bawah gerobak mendekam sesosok tubuh berpakaian serba hitam.
Wiro kumpulkan sisa-sisa tenaganya yang ada. Begitu gerobak lewat di depannya
dia segera melompat. Dia berhasil menangkap dinding kereta sebelah kanan. Untuk
beberapa lamanya Wiro hanya mampu bergelantungan sementara kedua kakinya
terseret di pasir. Dia kumpulkan lagi tenaga yang masih ada. Dengan susah payah
akhirnya Wiro berhasil memanjat pinggiran kereta dan jatuhkan dirinya ke dalam
kereta. Untuk beberapa lamanya dia terhenyak tertelentang di lantai kereta.
Sinar matahari yang keras membuat pemandangannya kelam kesilauan. Dia tidak
dapat melihat dengan jelas kusir gerobak itu.
Yang tampak hanyalah satu sosok berpakaian serba kuning, duduk di bagian depan
gerobak. Tangan kanan mencekal tali kekang sedang tangan kiri memegang cemeti
yang Utusan Dari Akhirat 43
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
terus menerus dipergunakan untuk mencambuk kuda penarik gerobak yang berlari
kencang ke jurusan bukit-bukit batu.
Karena terbujur di lantai gerobak Wiro tidak mengetahui kalau kendaraan itu
meluncur ke arah gundukan batu karang yang mencuat muncul setinggi satu jengkal
dari permukaan pasir. Jika arah gerobak tidak segera dirubah maka salah satu
roda kendaraan akan membentur batu karang itu. Akibatnya gerobak akan terpental
lalu terguling. Tapi anehnya seperti tidak melihat adanya gundukan batu karang
atau mungkin memang disengaja kusir kereta tidak mengubah arah lari kudanya.
Kalau Wiro tidak mengetahui apa yang bakal terjadi, lain halnya orang yang
bergelantungan di bawah kolong gerobak. Sepasang matanya melotot ketika melihat
bagaimana roda gerobak sebelah kanan meluncur tepat ke arah gundukan batu karang
yang menyembul di permukaan pasir pantai.
"Gilai Kusir gerobak ini buta atau bagaimana"!"
"Batu sebesar hantu itu masakan dia tidak melihat! Aku harus berteriak memberi
ingat!" Namun sebelum sempat orang ini berteriak, roda kanan gerobak telah lebih dulu
membentur dan menggilas gundukan batu. Tak ampun gerobak itu terpental ke udara
setinggi dua tombak. Roda kanan tanggal, sesaat membubung ke udara lalu jatuh ke
pasir hancur berantakan. Gerobak dan kuda terbanting ke pasir, sisi kirinya
remuk. Kuda penarik gerobak meringkik keras sebelum jatuh terkapar.
Pada saat gerobak menghantam gundukan batu tadi, tiga sosok tubuh tampak melesat
ke udara. Yang pertama adalah kusir gerobak yang mengenakan pakaian kuning dan
ternyata wajahnya juga ditutup sehelai kain kuning. Orang ini membuat tiga kali
jungkiran di udara lalu melesat ke arah bukit karang dan lenyap di balik salah
satu lamping batu karang.
Sosok ke dua bukan lain adalah tubuh Pendekar 212 Wiro Sableng tiba-tiba
terpental ke arah pantai. Dia berusaha agar tidak terbanting jatuh ke atas pasir
dengan mencoba membuat gerakan berputar. Namun karena tidak punya daya kekuatan
lagi, dia tak mampu melakukan hal itu. Wiro masih mencoba membuat gerakan
meredam daya berat kejatuhannya dengan pergunakan kedua tangannya bertumpu ke
pasir lalu menggelindingkan diri. Dia berhasil, hanya saja salah memilih arah.
Punggungnya menghantam bukit karang. Dia meringis kesakitan, menggeliat lalu
rebah ke pasir. Dari mulutnya keluar suara erangan. Punggungnya terasa seolah
hancur. Orang ke tiga terpental dari bawah kolong gerobak. Dia yang paling beruntung
karena tubuhnya mencelat ke arah laut dan jatuh ke air. Sesaat dia megap-megap
namun kemudian dengan cekatan berenang ke tepi pasir.
Di balik lamping batu karang murid Sinto Gendeng terhenyak tak bergerak. Kedua
matanya terpejam. Meskipun rasa sakit pada punggungnya masih terasa namun dia
beruntung terlindung oleh jubah Kencono Geni yang melekat di tubuhnya. Selain
itu beruntung dia tidak sampai jatuh pingsan. Wiro menarik nafas berulang kali.
Perlahan-lahan dia beringsut ke balik bukit. Wiro masih khawatir kalau-kalau
para prajurit Kerajaan akan mengejarnya. Namun sampai saat itu tidak satu orang
pun yang muncul. Dia mengusap mukanya berulang kali. Sambil menggaruk-garuk
kepala dia berusaha berpikir apa yang telah terjadi. Dia dikejar oleh puluhan
prajurit. Menyelamatkan diri dengan jalan meloncat ke atas gerobak yang
dikemudikan oleh seseorang berpakaian serba kuning yang tidak Utusan Dari
Akhirat 44 Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
sempat dilihatnya wajahnya. Lalu tiba-tiba saja gerobak itu menumbuk sesuatu dan
mental ke udara. Tubuhnya ikut terlontar.
Memandang berkeliling Wiro tidak melihat kusir gerobak tadi. Wiro juga tidak
mengetahui kalau ada orang ke tiga yang ikut mental sewaktu gerobak menumbuk
batu karang. "Kusir kereta berpakaian kuning itu. Aku rasa-rasa.... Ah jangan-jangan memang
dia! Orang bercadar kuning yang menolong Tua Gila waktu di serang nenek brengsek
bernama Sabai Nan Rancak itu.... Ke mana dia sekarang?" Wiro memandang
berkeliling namun orang berpakaian serba kuning yang menutupi wajahnya dengan
cadar kuning sama sekali tidak kelihatan. "Aneh, orang berkepandaian tinggi
seperti si cadar kuning itu masakan begitu bodoh mengemudikan gerobak...."
Selagi Wiro berpikir-pikir seperti itu tiba-tiba terdengar suara keras menegur.
"Aku Utusan Dari Akhirat datang untuk minta nyawamu! Apakah kau sudah bersiap
menerima kematian"!"
Murid Sinto Gendeng mendengar petir menyambar di kedua liang telinganya.


Wiro Sableng 096 Utusan Dari Akhirat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mukanya berubah pucat. Walau sakit di punggungnya belum lenyap, dia cepat
bangkit berdiri dan berpaling ke jurusan datangnya suara orang menegur tadi.
Namun dia tidak melihat siapa-siapa.
"Suaranya jelas dan keras terdengar dari arah situ. Tapi orangnya tidak
kelihatan. Kalau dia muncul dan ternyata sudah mengetahui siapa aku, celaka besar diriku!"
"Utusan Dari Akhirat, kau bicara tapi tidak memperlihatkan diri. Aku tak
mengerti maksud teguranmu tadi! Tadi kau pergi dengan sikap bersahabat. Mengapa
sekarang muncul kembali dengan niat hendak membunuhku"!"
Jawaban yang didapat Pendekar 212 adalah suara tawa bergelak yang mau tak mau
membuat hatinya bertambah kecut. Diusapnya dadanya. "Kalau dia memang berniat
hendak membunuhku, apakah jubah sakti ini sanggup menahan pukulan Gerhana
Matahari"!" membatin Wiro seraya tangannya meraba ke pinggang di mana terselip
Kapak Maut Naga Geni 212.
* * * Utusan Dari Akhirat 45
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TIGA BELAS uara tawa berhenti. Berganti dengan ucapan mengejek. "Tangan bergerak ke
pinggang. Hendak mencabut batu api atau pasangannya kapak bermata dua"! Ha... ha... ha!
Kau Sboleh punya batu api segunung, boleh punya kapak segerobak! Tapi Utusan
Dari Akhirat telah datang membawa pesan malaikat maut! Manusia mana yang mampu
menolak datangnya ajal"! Ha... ha... ha!"
Bersamaan dengan lenyapnya suara tertawa tiba-tiba satu bayangan hitam
berkelebat. Menyangka orang hendak menyerangnya Pendekar 212 cepat melompat mundur. Ternyata
orang itu tidak menyerang tapi tegak berdiri di atas gundukan batu karang
sejarak tiga langkah dari hadapan Wiro.
Sewaktu murid Eyang Sinto Gendeng ini melihat siapa adanya orang itu maka dia
langsung memaki habis-habisan.
"Anak setan! Kau rupanya! Kurang ajar sial dangkalan! Berani kau mempermainkan
aku!" Orang di atas batu tersenyum cengar-cengir. Ternyata dia adalah anak kecil
berusia sebelas tahun berambut jabrik, mengenakan pakaian serba hitam dengan
gambar naga di dadanya. Dia bukan lain adalah Naga Kuning alias Naga Cilik alias
Naga Kecil. Pakaian hitamnya basah kuyup. Rambutnya juga basah tapi tetap saja
kaku tegang berdiri.
"Kakak, bukit batu karang di teluk ini bukit angker! Siapa berani memaki tak
karuan lidahnya bisa mencelat dan mulutnya bisa perot! Hik... hik... hik...!"
Wiro hendak melabrak lagi si anak dengan kutukan serapah tapi batalkan niatnya.
Sambil garuk-garuk kepala dia berpikir. "Suara anak ini jelas berbeda dengan
suara orang yang tadi membentakku. Berarti.... Atau mungkin dia...." Wiro garuk
lagi kepalanya lalu bertanya. "Naga Kuning! Apakah kau tadi yang
mempermainkanku, seolah kau adalah orang bernama Utusan Dari Akhirat itu..."!"
"Aku barusan datang. Utusan Dari Akhirat bukankah sudah pergi. Pertanyaanmu
aneh...." "Di sini tidak ada orang lain kecuali kau dan aku! Kecuali ada setan yang pandai
berkata-kata...."
"Apa kau mengenali suara orang itu...?"
"Suaranya memang tidak seperti suaramu. Juga tidak menyerupai suara Utusan Dari
Akhirat...."
"Lalu apakah suaranya seperti ini...?" Naga Kuning lalu monyongkan mulutnya dan
berkata. "Aku Utusan Dari Akhirat Datang untuk minta nyawamu! Apakah kau sudah
bersiap menerima kematian"!"
Murid Sinto Gendeng terbelalak. Suara dan kata-kata yang diucapkan Naga Kuning
sama dengan suara orang yang tadi didengarnya.
"Hemmm.... Kau punya kepandaian meniru suara orang! Berarti memang kau yang
sengaja mempermainkan diriku!" Wiro melangkah cepat mendekati Naga Kuning.
Tangan kanannya diulurkan untuk menjambak rambut jabrik anak itu. Tapi
gerakannya tertahan sewaktu tiba-tiba dari samping kiri terdengar suara deru
dahsyat. Di lain kejap satu gelombang angin melabrak ganas ke arah Pendekar 212.
Karena Naga Kuning berada di dekat Wiro maka sambaran angin itu ikut menyapunya.
Naga Kuning berteriak keras.
Utusan Dari Akhirat 46
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Dengan cepat anak ini melompat ke udara setinggi dua tombak. Namun tak urung
salah satu kakinya kena tersambar hingga dalam keadaan melayang tubuhnya
terbanting di udara. Kakinya serasa putus. Naga Kuning menjerit kesakitan sambil
pegangi kaki kirinya.
Di bawah sana gundukan batu karang tempat dia berdiri tadi hancur berentakan dan
bertaburan ke udara bersama pasir pantai. Naga Kuning menjerit lagi ketika
menyadari saat itu dirinya terlontar ke arah bagian runcing salah satu gundukan
batu karang, kepala lebih dulu!
Di saat bersamaan murid Sinto Gendeng telah menerima pula hantaman dahsyat.
Tubuhnya laksana dihantam batu besar, bersamaan dengan itu dia seperti diseret
air bah. jubah sakti Kencono Geni memang melindungi tubuhnya namun jalan darah di sekitar
tubuhnya laksana berhenti. Lalu dengan tiba-tiba mengalir lagi tapi alirannya
tak karuan, seperti menyungsang terbalik. Akibatnya Wiro merasa seolah ada
ribuan jarum menusuki bagian dalam tubuhnya. Murid Sinto Gendeng menjerit keras
sementara tubuhnya terlempar empat tombak ke udara lalu melayang jatuh. Masih
untung dia jatuh ke arah pinggiran laut. Namun dalam keadaan seperti lumpuh,
walaupun jatuh di bagian laut yang dangkal Wiro tak bisa berbuat apa-apa. Dia
tetap akan tenggelam dan kalau tidak dihanyutkan ombak ke tepi pasir atau ada
yang menolong, cepat atau lambat nyawanya tidak akan selamat!
"Huh.... Hancur kepalaku!" seru Naga Kecil ketika menyadari sebentar lagi
kepalanya akan membentur bagian batu karang runcing. Jarak demikian dekatnya
hingga tak mungkin baginya untuk menghindar atau membuat gerakan berkelit. Dalam
keadaan genting begitu rupa si anak ingat pada seruling yang terselip di
pinggangnya, Dengan cepat dia pergunakan tangan kiri mencabut benda itu. Begitu
suling berada dalam genggaman, benda ini ditusukkannya ke depan, ke arah batu
karang runcing. Ini satu-satunya jalan untuk menghindarkan benturan kepala
dengan batu karang. Traakkk!"
Suling yang terbuat dari bambu itu patah dua! Bobot dorongan tubuh Naga Kuning
yang terlempar walau kini berkurang sampai setengahnya yang membuat dia masih
ada kesempatan untuk miringkan kepala, walau kepalanya selamat dari benturan
namun tak urung bahu kanannya kini tak terhindarkan dari menghantam pertengahan
batu karang. Kepala selamat tapi tulang belikat si bocah akan hancur remuk!
Sesaat lagi benturan itu akan terjadi tiba-tiba terdengar suara semburan keras.
Bersamaan dengan itu kelihatan muncratan cairan aneh ke arah batu karang
disertai menghamparnya bau sangat harum. Udara seolah terbungkus oleh hawa yang
menyengat tapi melegakan jalan pernafasan.
"Brakkk!"
Batu karang runcing hancur berentakan bagian atasnya. Bahu kanan Naga Kuning
selamat dari benturan keras. Namun hancuran batu karang serta bau aneh yang
menyengat membuat anak ini megap-megap sulit bernafas. Sesaat kemudian ketika
dia akhirnya jatuh ke tanah, walau disambut pasir basah empuk, tetap saja anak
ini terkapar pingsan dengan kening kiri benjut!
"Ah betapa bodohnya diriku ini!" kata satu suara penuh penyesalan. Orangnya tak
kelihatan karena terlindung di balik lamping batu karang.
"Hik... hik... hik!" Ada suara perempuan tertawa menyahuti ucapan tadi. "Kini
kau sadar kalau kau sering berlaku bodoh! Seharusnya kau pergunakan benang
suteramu untuk menjirat bocah itu!"
Utusan Dari Akhirat 47
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Buat apa disesali! Yang penting aku harus segera menolong anak setan yang
kecebur ke dalam laut itu!" Lalu terdengar suara "gluk,.. gluk... gluk!" Suara
seseorang meneguk minuman dengan lahap.
"Tunggu! Walau otak bodoh kuharap matamu jangan jadi buta! lihat! Ada seorang
nenek memegang mantel berlari ke arah laut!" Suara perempuan memberi ingat.
"Hemmm... Aku tidak kenal nenek berjubah hitam itu. Tapi aku tahu betul, mantel
yang dipegangnya adalah kepunyaan Datuk Tinggi Raja Di Langit yang dikabarkan
sudah menemui ajal, terkubur hidup-hidup beberapa waktu lalu!"
"Gluk... gluk... gluk!" Kembali terdengar suara orang menenggak minuman dengan
lahap. "Kau tidak kenal dia, tapi aku tahu siapa nenek satu itu. Dia adalah Sabai Nan
Rancak, seorang nenek sakti dari puncak Gunung Singgalang. Dialah yang dicurigai
para tokoh persilatan sebagai biang racun penimbul kekacauan di dua pulau
besar!" "Kalau begitu biar kuhajar dia! Barusan dia hendak mencelakai, malah mau
membunuh Pendekar 212 Wiro Sableng!"
"Masih saja tolol! Tak mau membuka mata. Lihat ke tengah laut sana!"
Siapa adanya dua orang yang terlindung di balik lamping batu karang merah di
teluk Parangtritis itu" Yang di sebelah kanan adalah seorang kakek berusia lebih
dari 80 tahun. Janggutnya yang putih menjela dada. Pakaiannya selempang kain putih. Dia
membelai dua tabung bambu berisi tuak murni menebar bau harum. Satu tabung
dipanggul di punggung, satunya lagi ditenteng di tangan kanan. Orang tua ini
bukan lain adalah Dewa Tuak. Salah seorang tokoh utama rimba persilatan tanah
Jawa yang merupakan guru gadis bernama Anggini.
Tegak di sampingnya adalah seorang nenek mengenakan baju panjang hitam berbungabunga putih. Wajahnya yang keriputan sangat menggelikan untuk dipandang.
Karena nenek ini berdandan sangat mencorong. Bedaknya putih setebal dempul. Dua
alisnya dicat tebal hitam, mencuat ke atas. Bibirnya berwarna sangat merah entah
dipoles dengan apa. Rambutnya hitam disanggul rapi di belakang kepala. Perempuan
tua ini adalah yang dikenal dalam rimba persilatan dengan julukan Iblis Muda
Ratu Pesolek atau Iblis Putih Ratu Pesolek. Sejak peristiwa besar di Pangandaran
(baca serial Wiro Sableng Episode berjudul Kiamat Di Pangandaran) sepasang kakek
nenek ini selalu ke mana-mana berdua karena sebenarnya mereka adalah dua kekasih
di masa muda yang selama belasan tahun tidak pernah bertemu.
Mendengar ucapan Iblis Muda Ratu Pesolek dan karena tangannya dipegang, Dewa
Tuak terpaksa batalkan niatnya hendak keluar dari lamping batu karang merah. Dia
memandang ke tengah laut, di arah mana tadi Pendekar 212 Wiro Sableng terpental
dan tercebur dalam keadaan tak berdaya.
* * * Utusan Dari Akhirat 48
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ EMPAT BELAS abai Nan Rancak yang begitu bernafsu hendak membunuh Pendekar 212 Wiro Sableng
yang saat itu mengapung tak berdaya di permukaan laut Teluk Parangtritis,
mendadak Ssontak hentikan langkahnya. Memandang ke tengah laut dia melihat satu
pemandangan yang sulit dipercayanya.
Sebuah caping bambu tampak terapung di atas permukaan laut, bergerak ke pantai
seolah mengikuti alunan arus gelombang. Di atas caping bambu ini duduk
berjongkok seorang kakek berpakaian rombeng butut. Di bahu kanannya dia
memanggul satu kantong kain. Di tangan kiri ada sebatang tongkat yang sesekali
dicelupkannya ke dalam air. Setiap tongkat dicelup maka caping yang jadi
dudukannya melesat ke depan, mengarah ke jurusan sosok Pendekar 212 terapungapung. Kepalanya mendongak ke langit. Rambutnya yang putih tipis berkibar-kibar
ditiup angin. Yang hebatnya lagi, di tangan kanannya kakek ini memegang sebuah
kaleng rombeng berisi batu-batu kerikil. Setiap dia mengguncang kaleng itu maka menggemalah suara berisik memekakkan telinga yang terdengar sampai ke pantai
dan membuat ombak seolah berhenti mengalun!
Apa yang dilihat Sabai Nan Rancak juga disaksikan oleh Dewa Tuak dan Iblis Muda
Ratu Pesolek. Kalau Sabai jadi tercekat sebaliknya Dewa Tuak dan sang kekasih
walaupun melongo terheran-heran tapi juga tampak senyum-senyum.
"Tua bangka jahanam itu! Pembunuh Datuk Angek Garang! Dicari sulit, kini datang
sendiri meminta mati!" Seperti dituturkan dalam Episode Lembah Akhirat Datuk
Angek Garang pembunuh Malin Sati (Murid Tua Gila) menemui ajalnya di tangan Tua
Gila. Namun Sabai Nan Rancak menduga keras bahwa Kakek Segala Tahulah yang telah
membunuh sahabatnya itu. Si nenek kertakkan rahang lalu berlari cepat berusaha
mendahului kakek di atas caping. Namun si kakek yang sepasang matanya tertutup
lapisan putih alias buta ini lebih cepat. Dua kali mencelupkan tongkat bututnya
serta dua kali mengerontangkan kaleng rombengnya maka orang tua yang dalam rimba
persilatan dikenal dengan julukan Kakek Segala Tahu itu sudah berada di depan
sosok Pendekar 212.
"Anak tolol! Siang bolong begini mengapa berenang di lautan! Ha... ha... ha!"
Dengan ujung tongkatnya Kakek Segala Tahu menusuk tengkuk pakaian hitam Wiro.
Ujung tongkat diputar hingga leher baju Pendekar 212 ikut tergulung. Lalu sekali
tongkat itu disentakkan maka sosok Wiro melesat ke udara, melayang ke arah
pantai. Sabai Nan Rancak berseru kaget dan mendongak mengikuti tubuh yang melayang itu.
Ternyata Kakek Segala Tahu melesatkan tubuh Wiro ke arah sederetan bukit karang
rendah tetapi memiliki empat puncuk seruncing tombak! Sekali tubuhnya terbanting
di atas batu karang maka paling tidak dua bagian batu yang runcing akan menembus
tubuhnya! "Celaka anak itu!" seru Dewa Tuak. Dia segera bergerak hendak menolong tapi
lagi-lagi lengannya dipegang nenek di sebelahnya.
"Iblis Muda Ratu Pesolek! Kau sengaja menahanku agar pemuda itu mati mengenaskan
ditembus batu karang!" teriak Dewa Tuak. Kali ini dia benar-benar marah.
Tapi si nenek malah tertawa cekikikan.
"Kau lagi-lagi berlaku seperti orang buta! Coba kau lihat ke jurusan batu karang
sana!" Utusan Dari Akhirat 49
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Meski mengomel panjang pendek Dewa Tuak putar kepalanya ke arah yang ditunjuk
yakni gugusan empat batu karang runcing. Maka tercekatlah orang tua berselempang
kain putih ini. Dengan menjejakkan kaki kiri kanan di atas tonjolan dua batu
karang runcing kelihatan tegak rangkapkan dua tangan di depan dada seorang
pemuda berambut gondrong, mengenakan pakaian hitam dan ikat kepala hitam.
Begitu sosok Wiro sampai dan jatuh tepat di hadapannya, pemuda ini segera
angsurkan sepasang tangannya ke depan menyambut tubuh Pendekar 212. Tubuhnya
terbungkuk ke depan, sepasang lututnya tertekuk sedikit karena menahan beban
tubuh yang cukup berat. Namun dua kakinya sedikit pun tidak bergeser dari ujungujung batu karang runcing yang dipijaknya!
"Manusia hebat!" Memuji Dewa Tuak. "Gluk... gluk... gluk!" Dia teguk tuak dari
tabung bambu lalu bertanya. "Apa kau mengenali siapa adanya pemuda yang menolong
Pendekar 212 itu?"
Iblis Putih Ratu Pesolek rapikan sanggulnya, usap pipinya baru menjawab. "Baru
sekali ini aku melihat. Tampangnya boleh juga! Hik... hik... hik!"
"Jangan berpikiran kotor!" bentak Dewa Tuak setengah jengkel.
Saat itu pemuda berpakaian hitam sambil mendukung Wiro bergerak turun dari atas
bukit karang. Baru saja dia mencapai kaki bukit karang merah Sabai Nan Rancak
telah berada di hadapannya memandang dengan mata melotot penuh selidik.
"Anak muda! Aku tak punya waktu banyak untuk bicara! Katakan siapa dirimu!
Terangkan apa hubunganmu dengan pemuda yang kau tolong itu!"
Pemuda berpakaian hitam berambut gondrong letakkan tubuh Pendekar 212 di tanah.
Lalu memandang si nenek sambil rangkapkan tangan di depan dada. "Orang bertanya
aku harus menjawab. Namaku Utusan Dari Akhirat! Pemuda itu tak punya hubungan,
apa-apa dengan diriku! Tapi karena sebelumnya sudah saling mengenal kurasa tidak
ada ruginya aku menolongnya!"
"Hemm... Begitu"! Jika demikian harap kau segera tinggalkan tempat ini! Pemuda
itu sudah ditakdirkan untuk mati di tanganku!"
Sepasang mata Utusan Dari Akhirat membesar, alisnya naik ke atas lalu dia
tertawa gelak-gelak. Dia memandang pada sosok Wiro sesaat. "Nyawa orang bagiku
bukan apa-apa. Aku justru datang dari akhirat untuk menyebar maut! Untung kau bukan salah


Wiro Sableng 096 Utusan Dari Akhirat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang calon korbanku! Jika kau mau membunuhnya silahkan saja. Tapi...."
"Tapi apa!" sentak Sabai Nan Rancak. Tangan kanannya yang memegang mantel siap
menggebuk. "Setiap kematian ada sebabnya. Setiap pembunuhan ada alasannya. Apa sebab kau
ingin membunuh pemuda ini?" tanya Utusan Dari Akhirat.
"Kau tak layak bertanya. Lekas menyingkir atau kau akan ikut mampus bersamanya!"
"Nenek tua, bicaramu sombong amat!" kata Utusan Dari Akhirat tidak senang. Saat
itu dilihatnya tubuh Wiro bergerak sedikit dan dua matanya membuka tanda dia
mulai siuman. Utusan Dari Akhirat melangkah mendekati Wiro. "Kau ingin
membunuhnya! Nah bunuhlah!"
Utusan Dari Akhirat selinapkan kaki kanannya ke bawah punggung Wiro. Lalu kaki
itu disentakkan kuat-kuat. Tubuh Wiro terangkat dan melesat ke arah si nenek. Di
saat itu justru Pendekar 212 tersadar dari pingsannya. Walau siuman namun dia
tidak tahu apa yang Utusan Dari Akhirat 50
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
tengah terjadi. Begitu mengetahui dirinya melesat ke udara dan ada orang di
sampingnya maka tanpa pikir panjang dia langsung memeluk dan menggayuti tubuh
orang itu. Sabai Nan Rancak terpekik ketika Wiro memeluknya kencang-kencang sementara wajah
mereka saling bertemu satu sama lain.
"Kurang ajar! Berani kau memelukku!" teriak Sabai Nan Rancak marah. Dia berusaha
membantingkan tubuh Wiro ke tanah. Tahu dirinya hendak dilemparkan orang Wiro
malah mempererat pelukan ke dua tangannya. Pipinya semakin rapat ditempelkan ke
pipi si nenek dan malah dua kakinya ikut digelungkan ke tubuh belakang Sabai Nan
Rancak. "Jahanam!" Sabai Nan Rancak marah sekali. Tapi kedua tangannya tersepit di bawah
gelungan sepasang tangan Wiro. Ketika dia berusaha berontak lepaskan diri,
kakinya terpeleset. Sabai Nan Rancak jatuh tertelentang. Karena Wiro masih
memelukinya maka dengan sendirinya Wiro ikut jatuh tertelungkup di atas
tubuhnya. Di balik lamping batu karang terdengar suara tawa cekikikan Iblis Putih Ratu
Pesolek. Dari arah laut menggema suara kerontangan kaleng.
"Jahanam kurang ajari Berani kau menindihku!"
"Bukk... bukk!" Wiro mengeluh tinggi. Tubuhnya terpental ke atas akibat sodokan
lutut dan pukulan tangan kiri Sabai Nan Rancak.
Saat itu Naga Kecil yang tadi terkapar pingsan di atas pasir pantai keluarkan
suara seperti mengerang. Tangannya memegangi keningnya yang benjut. Dia
mendengar suara bentakan-bentakan. Lalu ada tubuh melayang ke udara. Anak ini
cepat bangkit. "Bukkkk!"
Naga Kuning melihat Wiro jatuh terduduk di atas pasir. Di hadapan Wiro ada
seorang nenek berjubah hitam, tegak memegang sehelai mantel yang siap hendak
digebukkan ke kepala Wiro.
Ada seseorang berseru dari balik bukit karang. Lalu dua larik sinar biru
membeset udara. Sabai Nan Rancak berseru kaget. Gerakannya hendak menghantamkan
Mantel Sakti ke kepala Wiro terpaksa dibatalkan karena dua larik sinar biru tadi
menderu ke arah dada dan perutnya.
Kertakkan rahang Sabai Nan Rancak berpaling ke arah asal datangnya dua larik
sinar biru tadi. Rahangnya menggembung. Di atas bukit sejarak delapan tombak
dari tempatnya berdiri si nenek melihat seorang gadis berjubah hitam selutut
tegak memandang tak berkesip ke arahnya. Di tangan kanannya ada sebuah cermin
berbentuk bulat.
"Ratu Duyung!" desis Sabai Nan Rancak. "Belum mampus dia rupanya!" Sabai tidak
suka melihat kemunculan sang Ratu. Lebih dari itu diam-diam dia mengetahui bahwa
ada beberapa orang berkepandaian tinggi berada di tempat itu.
"Kau!" teriak Sabai Nan Rancak. "Terima kematianmu!" Lalu laksana terbang nenek
ini melesat ke arah Ratu Duyung. Tangan kanannya menghantam dengan mantel.
Saat itu dari samping melayang sebuah benda bulat. Memapasi dan memotong gerakan
Mantel Sakti. Benda bulat itu ternyata adalah sebuah caping bambu yang serta
merta hancur kena hantaman ujung mantel. Walau caping hancur berkeping-keping
namun hantaman Mantel Sakti jadi berubah arah ke jurusan lain.
Caping itu bukan lain adalah milik Kakek Segala Tahu yang sengaja dilemparkan si
kakek untuk menolong Ratu Duyung.
"Braaakkk! Byaaarr!"
Utusan Dari Akhirat 51
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Dinding karang di sebelah kiri Ratu Duyung hancur berantakan. Hancuran batu,
pasir dan debu bertebaran di udara. Ratu Duyung berseru keras. Dia melompat
turun dari atas batu sambil kiblatkan cermin saktinya.
"Gadis jahanam! Aku mau tahu sampai di mana kehebatanmu!" kata Sabai Nan Rancak
beringas. Tenaga dalamnya dilipat gandakan. Mantel Sakti kembali dipukulkannya
ke arah Ratu Duyung yang saat itu masih melayang di udara. Sementara dari cermin
di tangan Ratu Duyung berkiblat sinar putih panas menyilaukan.
Sebelumnya Sabai Nan Rancak sudah merasakan kehebatan cermin sakti yang sempat
membuat matanya seperti buta beberapa lama. Karenanya begitu melihat kilauan
cahaya si nenek cepat menyingkir ke kiri. Dari jurusan ini kembali dia kebutkan
Mantel Sakti. Angin laksana badai prahara menderu. Tapi setengah jalan gerakan si nenek
tertahan. Ada seseorang menyelinap di belakangnya dan tahu-tahu "breettt... breett...."
Jubah hitamnya robek besar di bagian pinggang!
* * * Utusan Dari Akhirat 52
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ LIMA BELAS abai Nan Rancak berpaling. Dia melihat seorang anak kecil berpakaian hitam,
berambut tegak berdiri menggelantungi dan merobeki jubahnya.
S"Anak kurang ajar! Hai!"
Si nenek hantamkan tangan kirinya ke kepala si bocah. Ini bukan pukulan
sembarangan karena bisa memecahkan kepala anak itu. Tapi sambil cibirkan
lidahnya si anak dengan lincah jatuhkan diri ke tanah. Begitu bangkit dia tepat
menyundul tubuh bagian bawah Sabai Nan Rancak hingga si nenek kembali memaki
panjang pendek. Dalam kalapnya dia kempitkan kedua pahanya. Maksudnya hendak
menjepit kepala anak itu namun "Breettt... brettt... breettt." Si anak kembali
merobek jubah hitamnya di bagian pinggul. Kini hanya ada satu bagian kecil dari
jubah yang masih tergantung. Sabai Nan Rancak jadi kalang kabut. Sebagian aurat
sebelah bawahnya telah tersingkap. Mau tak mau dia harus pergunakan dua tangan
untuk selamatkan diri pegangi jubah.
Suara gelak tertawa terdengar di balik bukit batu. Itulah suara tawa Dewa
Tuak .dan Iblis Putih Ratu Pesolek. Di tepi pasir si Kakek Segala Tahu walau
tidak melihat tapi sudah bisa menduga apa yang terjadi. Hanya saja dia tidak
melihat siapa adanya yang melakukan kejahilan itu. Utusan Dari Akhirat ikutikutan tertawa sementara Wiro masih terduduk nanar di atas pasir. Kakek Segala
Tahu tiada hentinya kerontangkan kaleng rombengnya. Di bagian yang lain di dekat
kaki bukit Ratu Duyung yang tadi hendak melancarkan serangan dengan Cermin
Saktinya mau tak mau hentikan gerakannya dan walau tersenyum tapi wajahnya
tampak jengah ketika melihat bagaimana Sabai Nan Rancak kerepotan setengah mati
untuk menutupi auratnya yang tersingkap.
Wiro sendiri yang walaupun masih terduduk di tanah diam-diam sudah tahu
kejahilan apa yang hendak dilakukan bocah berambut jabrik.
"Naga Kuning! Kalau kau teruskan pekerjaanmu kau akan menyesal melihat pusar
bodong perut kempes keriput!"
Dewa Tuak dan Iblis Putih Ratu Pesolek tertawa gelak-gelak. Kakek Segala Tahu
kerontangkan kaleng bututnya.
Kemarahan dan rasa malu Sabai Nan Rancak sudah sampai ke puncaknya. Setelah
beberapa kali tak berhasil menyergap dan meringkus anak kecil itu akhirnya dia
berusaha melompat menjauhi sambil lepaskan pukulan Kipas Neraka!
Tapi justru lompatannya ini membuatnya celaka. Ketika dia melompat Naga Kuning
justru menarik ujung jubah hitam si nenek. "Breettt!"
Jubah hitam Sabai Nan Rancak robek keseluruhannya di bagian pinggang lalu
merosot jatuh ke atas pasir.
Tempat itu riuh oleh suara tertawa dan ucapan-ucapan mengejek.
"Nek! Untung kau masih pakai celana dalam! Walau kelihatan butut dekil!" teriak
Wiro. "Celana dalam bau amis! Tercium sampai ke sini!" teriak Naga Kuning sambil pijit
hidungnya dengan tangan kiri.
Paras Sabai Nan Rancak berubah merah gelap. Marah dan malu tiada terkirakan, dia
tidak sadar apa yang dilakukannya. Dengan cepat dia membungkuk mengambil
jubahnya yang jatuh di pasir.
Utusan Dari Akhirat 53
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Saat itu Wiro kembali berseru.
"Nek! Awas! Jangan salah menungging! Tidak ada orang kepingin melihat kue apam
angus dan basi!"
Kakek Segala Tahu kerontangkan kaleng rombengnya. Naga Kecil tertawa gelakgelak. Dewa Tuak dan Iblis Putih Ratu Pesolek kembali cekikikan. Utusan Dari
Akhirat masih tegak rangkapkan tangan di depan dadanya yang tersentak-sentak
karena tak kuasa menahan tawa.
Salah tingkah, mendengar teriakan Wiro tadi Sabai Nan Rancak jatuhkan tubuhnya
ke pasir. Dengan cara ini baru aurat bawahnya terlindung. Selain itu dia cepatcepat pergunakan mantel hitam untuk bantu menutupi bagian bawah tubuhnya.
"Aku bersumpah membunuh kalian semua!" teriak Sabai Nan Rancak marah. Kedua
tangannya dihantamkan dua kali berturut-turut.
"Awas pukulan Kipas Neraka!" Seseorang berteriak memberi ingat.
"Wusss! Wussss!"
Dua larik sinar merah pekat menderu. Hawa sepanas di neraka menghampar. Lalu
larikan sinar ini mengembang melebar membentuk kipas. Menyambar ke arah Pendekar
212 Wiro Sableng yang saat itu baru saja bangkit berdiri. Utusan Dari Akhirat, Naga
Kuning dan Kakek Segala Tahu.
Naga Kuning yang pertama sekali membuat gerakan. Bocah ini jatuhkan diri ke atas
pasir pantai lalu berguling ke arah Wiro yang saat itu seperti tidak menyadari
datangnya bahaya. Dengan ke dua tangannya ditariknya kaki Pendekar 212 hingga
murid! Eyang Sinto Gendeng jatuh bergedebuk ke pasir. Walau dia tidak sampai
terkena telak pukulan maut itu namun hawa panas yang menyambar sempat membakar
baju hitamnya. Selain itu sekujur tubuhnya terasa laksana dipanggang. Setengah
sadar dan dalam keadaan menahan sakit Wiro tiba-tiba melihat dan merasa Naga
Kecil menyusupkan tangannya ke balik pinggangnya.
Di bagian lain bukit karang sebelah kiri runtuh dan hancur berantakan ketika
dilanda pukulan sakti yang dilepas Sabai Nan Rancak. Beberapa bagian dinding dan
kepingan batu-batu karang yang bermentalan tampak merah dikobari api. Untungnya
Utusan Dari Akhirat, Kakek Segala Tahu dan iblis Putih Ratu Pesolek lebih cepat
menyingkir selamatkan diri.
"Naga Kuning.... Apa yang kau lakukan" Kau hendak mencuri...?" terdengar
teriakan Wiro di antara gemuruh suara bukit yang hancur.
"Aku pinjam senjatamu untuk menggebuk nenek jelek Itu!" jawab Naga Kuning.
"Jangan kurang ajar! Itu bukan senjata sembarangan. Kau tidak akan...."
Tapi Naga Kuning tidak perduli. Kapak Maut Naga Geni 212 dipegang dengan kedua
tangannya. Dia menyerbu ke arah Sabai Nan Rancak. Sinar putih menyilaukan
memancar dari dua mata kapak dan hawa panas menggebrak.
"Hai!" teriak Wiro sambil bangkit berdiri. "Anak itu! Kalau dia tidak memiliki
tenaga dalam tidak mungkin dia mampu mempergunakan Kapak Naga Geni 212. Senjata
itu memancarkan sinar berkilauan!"
"Nenek jahat! Rasakan bagaimana dibelah kapak!"
Sinar putih perak menyilaukan berkiblat. Suara seperti ratusan tawon mengamuk
memenuhi udara ketika Kapak Naga Geni 212 dibabatkan Naga Kuning ke batok kepala
Sabai Nan Rancak. Namun bagaimana pun hebatnya serangan Naga Kuning, bocah
sebelas tahun ini mana mampu mempecundangi apalagi sampai membunuh si nenek yang
sudah Utusan Dari Akhirat 54
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
makan asam pengalaman rimba persilatan selama puluhan tahun. Dengan gerakan yang
disebut Angin Menukik Lembah Petir Menyambar Bukit Sabai Nan Rancak liukkan
tubuhnya ke bawah. Begitu sambaran kapak yang membuat hangus bahu jubahnya lewat
tangan kanannya melesat ke atas.
"Kraaak!"
Naga Kuning terpekik keras. Tubuhnya mencelat sampai dua tombak lalu terbanting
tertelentang di tanah. Lengan kanannya patah! Sabai Nan Rancak yang sudah kalap
tidak mau memberi kesempatan. Tangan kirinya kembali dihantamkan ke arah tubuh
Naga Kuning yang masih melayang di udara. Selarik sinar merah menggebubu.
Beberapa orang keluarkan seruan tertahan karena tidak menyangka si nenek akan
senekad itu. Pada saat sangat genting itulah tiba-tiba satu bayangan berkelebat menyambar
tubuh Naga Kuning. Di saat yang sama satu gulungan sinar biru muncul membuntal
pukulan Kipas Neraka sebelum larikan sinar merahnya mengembang melebar.
"Wusss...!"
Gulungan sinar biru melesat ke udara seolah menyeret sinar merah. Lalu
"Bummmm!" Dua belas tombak di udara sinar merah dan sinar biru itu meletus
dahsyat. Teluk Parangtritis bergetar. Air laut bergelombang. Ombak seolah tertahan
memecah di atas pasir, semua orang merasakan dada masing-masing berdegup
kencang- Ketika sinar merah dan biru sirna, sosok Naga Kuning dan orang yang
menyambar tubuhnya lenyap Seolah ditelan bumi!
Sabai Nan Rancak memandang berkeliling. Dia tidak melihat sosok Wiro dan Kakek
Segala Tahu. Dia juga tidak bisa menduga apakah dua orang yang sebelumnya
bersembunyi di balik lamping batu karang yaitu Dewa Tuak dan Iblis Putih Ratu
Pesolek masih berada di tempat itu. Satu-satunya yang masih tegak di tempat itu
adalah pemuda berambut gondrong berpakaian serba hitam mengaku bernama Utusan
Dari Akhirat. Sabai Nan Rancak keluarkan suara bergemeretak dari mulutnya. Dadanya berdenyut
tak karuan. Sepasang matanya merah laksana dikobari api. Pandangannya membentur
Kapak Maut Naga Geni 212 yang tergeletak di pasir hanya sejarak uluran tangan.
Secepat kilat Sabai Nan Rancak menjangkau senjata mustika sakti itu. Namun satu
kaki berkasut bagus yang terjulur dari ujung kaki celana panjang ringkas
berwarna kuning mendahului gerakannya. Kaki itu menginjak Kapak Maut Naga Geni
212 tepat pada pertengahan dua mata kapak.
Terkejut tapi juga semakin marah Sabai Nan Rancak mendongak ke atas. Dia melihat
sepasang mata memancarkan sinar bening tapi tajam memandang ke arahnya. Di
hadapannya tegak seorang berpakaian serba kuning yang menutupi wajah dan
kepalanya dengan sehelai cadar kuning.
"Kau...!" desis Sabai Nan Rancak dengan suara bergetar tapi darah menggelegak.
"Beberapa kali kau sengaja muncul menggagalkan urusanku! Sekarang kau muncul
lagi ikut campur urusan orang! Apa kau kira aku tidak sanggup membunuhmu walau
kau memiliki kesaktian Menghormat Kipas Neraka yang mampu mementahkan pukulan
Kipas Nerakaku!"
Sabai Nan Rancak gerakkan tangan kanannya yang memegang Mantel Sakti. Tapi orang
bercadar kuning tetap tegak tak bergerak. Malah dengan tenang dia berucap
mengeluarkan kata-kata seperti berpantun.
"Nenek Sabai jangan berjalan tanpa tujuan. Jangan membunuh tanpa alasan. Alasan
terkadang hanya satu kepalsuan. Karena manusia tidak lepas dari hasutan
setan...."
Utusan Dari Akhirat 55
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Manusia jahanam! Siapa kau sebenarnya! Kau ini laki-laki atau perempuan"!"
sentak Sabai Nan Rancak.
"Ini bukan saat dan tempatnya kita bicara. Jika kau suka datanglah ke Lembah
Merpati. Di sana kita bisa melenyapkan segala duka. Hingga tidak ada yang kecewa
dan keliru di hati...."
"Apa maksudmu dengan ucapan berpantun itu"!" ujar Sabai Nan Rancak.
"Lembah Merpati. Tiga hari dari saat ini. Usahakan untuk datang. Sehingga semua
urusan jadi terang."
Habis berkata begitu orang bercadar kuning membungkuk mengambil Kapak Maut Naga


Wiro Sableng 096 Utusan Dari Akhirat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Geni 212. Dia menatap sejurus pada Sabai Nan Rancak, membuat si nenek merasa
adanya satu getaran aneh dalam dirinya.
Tanpa berkata apa-apa lagi orang bercadar kuning ini tinggalkan tempat itu. Dia
kelihatan melangkah perlahan saja.
"Jahanam pengecut! Sembunyikan wajah di balik cadar! Tidak mau menerangkan diri!
Lebih baik kau mati sekarang saja!" rutuk Sabai Nan Rancak. Si nenek gerakkan
tangan kirinya ke pinggang jubahnya yang robek. Di situ tergantung sebuah
kantong kain berisi senjata rahasia Sakti Mutiara Setan milik Datuk Tinggi Raja
Di Langit. Jari-jari tangan Sabai Nan Rancak telah menggenggam tiga butir
senjata maut itu. Siap untuk dilemparkan ke arah si baju kuning yang berjalan
membelakanginya. Tiba-tiba saja ada satu getaran aneh menyeruak di lubuk hati si
nenek. Entah mengapa akhirnya Sabai Nan Rancak masukkan kembali tiga butir
Mutiara Setan itu ke dalam kantong. Kini perhatiannya tertumpah pada satusatunya orang yang masih berada di tempat itu.
"Manusia setan bernama Utusan Dari Akhirat! Kalau kau tidak menolong pemuda
tadi, tidak nanti urusanku menjadi kapiran begini rupa!"
Utusan Dari Akhirat mendongak ke langit lalu tertawa.
"Jangan sangkut pautkan kegagalanmu dengan apa yang aku lakukan!" jawabnya.
"Sudah kukatakan nyawa manusia bagiku tidak ada harganya. Aku justru tengah
mencari tiga orang yang harus kulenyapkan dari muka bumi ini! Itu tugasku dan
itu takdir buruk ketiga orang itu!"
"Persetan dengan tugasmu! Seharusnya aku sudah berhasil membunuh pemuda keparat
itu tapi gagal gara-garamu! Sekarang nyawamu gantinya!"
Sabai Nan Rancak yang saat itu masih duduk bersimpuh di tanah, tidak bisa
berdiri karena aurat sebelah bawahnya masih terbuka, perlahan-lahan angkat
tangan kanannya.
Siap melepas pukulan Kipas Neraka.
"Tunggu!" seru Utusan Dari Akhirat. "Mengapa kau hendak membunuh kawanku pemuda
nelayan yang bodoh itu"!"
"Pemuda nelayan yang bodoh katamu"! Pemuda yang mana"!"
"Yang berambut gondrong dan berpakaian hitam sepertiku itu!"
Sabai Nan Rancak pandangi tampang Utusan Dari Akhirat berapa jurus lamanya lalu
tertawa mengejek. "Dasar manusia tolol! Pemuda yang kau kira nelayan dungu itu
sebenarnya adalah seorang berkepandaian tinggi bernama Wiro Sableng, berjuluk
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212. Dia adalah murid seorang musuh besarku! Murid
dan guru harus kuhabisi! Apa kau tadi tidak melihat senjatanya yang selama Ini
menggegerkan dunia persilatan. Sebilah kapak bermata dua bernama Kapak Maut Naga
Geni 212!"
Terbelalaklah Utusan Dari Akhirat.
Utusan Dari Akhirat 56
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Apa kau bilang"! Pemuda gondrong itu adalah Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Wiro Sableng"!"
"Kau tidak tuli!"
"Jahanam!" teriak Utusan Dari Akhirat seraya menendang batu karang di sampingnya
hingga batu ini pecah berantakan. "Justru Wiro Sableng adalah satu dari tiga
manusia yang harus aku bunuh!"
"Karena ketololanmu kau tidak tahu siapa dia adanya!" kata Sabai Nan Rancak lalu
keluarkan suara dengusan mengejek.
"Sekali lagi kau berani mengatakan Utusan Dari Akhirat tolol, tubuhmu akan
kubuat cerai berai menjadi potongan daging panggang terkutuk!"
Sabai Nan Rancak tertawa panjang. "Anak muda, rimba persilatan bukan saja tempat
malang melintangnya orang-orang berkepandaian tinggi. Tapi juga dipenuhi oleh
segala macam kelicikan, hasutan dan fitnah, dendam serta seribu satu macam
kebusukan dan kekejian. Jika kau tidak bisa mempergunakan otak dan kecerdikan,
kau akan menjadi mayat sebelum apa yang jadi tujuanmu tercapai!"
"Dunia persilatan bukan satu hal yang aku takutkah. Aku punya tangan untuk
menggenggamnya!" jawab Utusan Dari Akhirat sambil menggerakkan lima jari tangan
kanannya hingga mengeluarkan suara berkeretekan.
"Siapa lagi dua orang yang hendak kau singkirkan itu?" Sabai Nan Rancak ajukan
pertanyaan. "Perduli setan! Aku tahu kau tengah menyelidiki diriku!"
Sabai Nan Rancak perhatikan pemuda berambut gondrong itu dari rambut sampai ke
kaki. "Gerak-geriknya menyatakan dia memang membekal kepandaian tinggi. Tapi
sikapnya menunjukkan dia masih sangat hijau dalam rimba persilatan."
"Kau tak mau memberi tahu tidak ada ruginya bagiku. Kau betul! Perduli setan!
Kau boleh pergi! Aku tak jadi membunuhmu!"
Utusan Dari Akhirat pandangi wajah si nenek. Lalu dia tertawa. "Aku tahu apa
yang ada di benakmu! Kau ingin bekerja sama denganku untuk membunuh pemuda
bernama Wiro Sableng itu."
"Aku tidak butuh bantuan orang setololmu. Bisa-bisa hanya menyusahkan saja!
Sekarang lekas minggat dari hadapanku!"
"Kau bicara keliwat sombong! Tapi dalam banyak hal aku tahu kau seolah ragu
mengambil keputusan akhir! Buktinya tadi kau tidak jadi membunuh orang bercadar
kuning itu!"
Paras Sabai Nan Rancak jadi berubah. "Lekas , pergi sebelum aku muak melihatmu!"
Utusan Dari Akhirat tersenyum lalu batuk-batuk beberapa kali. "Kau salah menduga
Nek. Bukan kau yang muak tapi akulah yang mau muntah! Apa kau kira aku berlamalama di sini hendak melihat kau bangkit berdiri memperlihatkan aurat bawahmu
yang tidak tertutup"!"
"Pemuda kurang ajar! Terima kematianmu!"
Seolah lupa akan keadaan dirinya Sabai Nan Rancak bangkit berdiri lalu kebutkan
Mantel Sakti ke arah Utusan Dari Akhirat. Suara deru angin laksana badai
menggelegar menggebu ke arah Utusan Dari Akhirat. Tapi pemuda itu telah
berkelebat lenyap.
Utusan Dari Akhirat 57
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Yang jadi sasaran hantaman Mantel Sakti itu untuk kesekian kalinya adalah
dinding batu karang. Tempat itu dilanda goncangan hebat. Batu, pasir dan debu
beterbangan ke udara.
"Jahanam!" maki Sabai Nan Rancak. Mantel Sakti cepat-cepat dikenakannya. Lalu
tanpa menunggu lebih lama dia berkelebat tinggalkan tempat itu.
* * * Utusan Dari Akhirat 58
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
TAMAT Episode berikutnya :
LIANG LAHAT GAJAHMUNGKUR
Hak cipta dan copyright milik Alm. Bastian Tito
Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek dibawah nomor 004245
"Mengenang Alm. Bastian Tito"
Pengarang Wiro Sableng
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Komentar dan saran : samademail@gmail.com
IM : samchatacc@yahoo.com
Blog : http://samadblog.freehostia.com/Sam_WordPress
atau Kaskus thread No. 865522
Utusan Dari Akhirat 59
Datuk Pulau Ular 1 Dewa Linglung 8 Pertarungan Dua Naga Empat Setan Goa Mayat 1

Cari Blog Ini