Ceritasilat Novel Online

Nyawa Titipan 2

Wiro Sableng 157 Nyawa Titipan Bagian 2


Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
34 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Semua sahabat yang ada disini. Resi jahat itu akan
terkatung-katung antara langit dan bumi. Mati tidak hiduppun
tidak. Sekujur tubuhnya dijalari hawa panas. Hanya ada satu jalan
mencari selamat sementara, itupun kalau dia tahu caranya. Yaitu
masuk ke dalam tubuh Cakra Mentari yang telah diperbudaknya
dengan ilmu setan."
Resi Khandawa mendongak menatap ke langit. "Tujuh
manusia katai utusan Sang Kebenaran. Tugasku sudah selesai.
Apakah para sahabat bermaksud mengambil kembali Pedang
Bulan Sabit?"
Baru saja ucapan berakhir di langit arah barat kelihatan
tujuh titik begemerlap, melayang ke arah Gurun Pasir Tengger
dimana Resi Khandawa Abitar berada. Tak selang berapa lama
tujuh titik berubah membesar dan sesaat kemudian tujuh manusia
katai bersorban yang mengeluarkan cahaya putih sejuk telah
berada di tempat itu. Mereka berdiri berjejer di hadapan Resi
Khandawa Abitar. Tujuh pasang kaki mereka sama sekali tidak
menginjak pasir gurun. Tergantung di udara seujung kuku jari dari
tanah. Ketujuh manusia katai membuka sorban masing-masing.
Sorban diletakkan di atas pasir gurun lalu mereka sama-sama
membungkuk memberi hormat. Resi Khandawa Abitar membalas
hormat kamudian melangkah mendekati manusia katai di sebetah
tengah. "Bukankah sudah saatnya aku harus mengembalikan Pedang
Bulan Sabit" Dan kau serta kawan-kawan sudah datang
menjemput."
"Resi Yang Mulia. Apa yang kau katakan tidak keliru.
Sebenarnya Sang Kebenaran juga mempunyai pesan. Pedang itu
kami ambil lantas kami serahkan pada seseorang yang ada di
tempat ini...."
Resi Khandawa Abitar berpaling ke arah Purnama yang
tegak di sampingnya. "Maksud kalian pedang akan diserahkan
pada gadis cantik berpakaian biru yang berdiri di sampingku ini?"
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
35 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Resi Yang Mulia. Kami mahluk-mahluk yang punya
keterbatasan. Di alam lain selain alam kami, kami tidak bisa
melihat sosok seorang perempuan..."
Sepasang alis mata Purnama mengerenyit naik ke atas. Resi
Khandawa Abitar tersenyum. "Sayang sekali," katanya. "Gadis
yang ada di sebelahku bertubuh elok dan berparas sangat cantik.
Kalian benaran tidak mau melihatnya?"
Tujuh manusia katai termesem-mesem dan saling sikutsikutan satu sama lain. Lalu adalah seorang dari mereka
menjawab. "Kalau hal itu kami lakukan, Sang Kebenaran akan
murka dan kami tidak bisa kembali lagi ke alam kami."
"Aku mengerti." jawab Resi Khandawa Abitar pula.
"Jadi bagaimana dengan Pedang Bulan Sabit ini?"
"Kami akan mengambilnya. Jika Sang Kebenaran kemudian
memberikan perintah baru, ResiYang Mulia pasti akan
mengetahui. Paling tidak akan mendapat petunjuk di dalam
samadi" Jawab manusia katai di sebelah tengah lalu dia maju
mendekat dan ambil Pedang Bulan Sabit dari tangan kanan Resi
Khandawa Abitar. Setelah mengenakan sorban kembali dan
membungkuk memberi hormat pada Resi Khandawa Abitar di
hadapan tujuh manusia katai keluar tabir asap. Ketika tabir ini
lenyap tujuh manusia katai sudah melayang ke langit dan
akhirnya lenyap dari pemandangan.
Purnama datang mendekati Resi Khandawa Abitar.
"Gadis baju biru, aku masih ada satu pekerjaan yang harus
dilakukan. Menjauhlah dulu." Purnama terpaksa bersurut kembali.
Sang Resi masukkan ujung tongkat Kuntala Biru ke bagian
tongkat emas yang berbentuk bulat milik Resi Mirpur Patel yang
saat itu masih menancap di tanah.
"Tombak emas Pusaka Langit Ketiga. Kembalilah ke tempat
asalmu di Lembah Godavari!"
Resi Khandawa Abitar sentakkan ke atas tongkat Kuntala
Biru di tangan kanan.
"Tring!"
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
36 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Terdengar suara berdering ketika dua tongkat sakti saling
beradu disertai memerciknya bunga api berwarna kuning dan
biru. "Wuttt!"
Tongkat emas milik Resi Mirpur Patei tercabut dari tanah,
melesat Ke udara dengan kecepatan luar biasa hingga hanya
terlihat berupa satu cahaya kuning terang. Cahaya ini berputar
tiga kali di atas Gunung Bromo lalu menderu ke langit dan
akhirnya lenyap dari pemandangan.
Resi Khandawa Abitar usap wajahnya sampai tiga kali.
Ketika dia berpaling ke arah Purnama ternyata sigadis tidak hanya
sendirian di tempat itu. Ada empat orang lain bersamanya. Sang
Resi ingat ke empat orang ini adalah orang-orang yang tadi
dilihatnya sewaktu melayang turun ke Gurun Pasir Tengger.
*** Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
37 NYAWA TITIPAN Bastian Tito E N A M YANG pertama sekali diperhatikan Resi Khandawa Abitar
adalah si bocah berambut jabrik Naga Kuning dan nenek muka
setan Gondoruwo Patah Hati. Sang Resi senyum mesem-mesem
melihat kedua orang ini terutama Naga Kuning. Lalu dia berpaling
pada Ratu Duyung, melirik sekilas pada Purnama seolah ingin
membandingkan kecantikan dua gadis ini. Terakhir sekali matanya
dialihkan pada Pendekar 212 Wiro Sableng. Berdiri cukup dekat
begitu rupa kini Resi sakti ini dapat melihat keadaan Wiro lebih
jelas. Seperti yang sudah dilihatnya sebelumnya lewat ilmu
Mengulur Matai Menjerat Pandang dia mampu mengetahui
keberadaan satu senjata sakti di dalam tubuh murid Sinto
Gendeng. Berhadapan begitu dekat Resi Khandawa dapat melihat
bentuk senjata yang ada dalam tubuh Wiro.
"Kapak bermata dua...." ucap sang Resi dalam hati.
Lebih dan itu dia juga melihat adanya benda-benda sakti
lainnya didalam kantung celana sang pendekar. Lalu dia juga
melihat keberadaan dua buah kitab dibalik pakaian Wiro. Bahkan
Resi sakti ini juga melihati tanda putih di bawah pusar sang
pendekar. "Dua kitab sakti mandraguna. Satu salinan, satu lagi yang
sudah terbakar hangus. Ah kasihan pemuda ini, dia mengindap
satu penyakit sangat menakutkan. Siapa yang punya pekerjaan.
Resi Mirpur Patel" Apakah aku bisa menolong pemuda ini" Mudahmudahan Dewa memberi petunjuk."
Sadar kalau dia terlalu lama memperhatikan orang-orang itu
Resi Khandawa Abitar buru-buru membungkuk menghatur
hormat. "Semua sahabat yang ada di sini, maafkan aku sammpai
terkesima melihat orang-orang gagah seperti kalian. Terima salam
hormatku. Aku Resi Khandawa Abitar dari Gurun Thar di negeri
India." Resi Khandawa perkenalkan diri dan lagi-lagi unjukkan
senyum ketika melihat ke arah Gondoruwo Patah Hati dan Naga
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
38 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Kuning. Si bocah karena merasa, mulutnya yang jahil langsung
saja bertanya polos.
"Kek, dari tadi kau mesem-mesem saja melihat diriku.
Apakah ada yang lucu?"
Resi Khandawa Abitar batuk-batuk beberapa kali. Dia
menjawab. "Sahabatku kecil. Kau tak pantas memanggil diriku
Kakek. Karena kalau tidak salah aku menduga, usiamu lebih tua
dari diriku."
Naga Kuning jadi melongo. Gondoruwo Patah Hati cubit
pinggang si bocah lalu berbisik.
"Anak konyol! Kau tidak sadar berhadapan dengan siapa"
Kalau bukan Resi ini yang menolong, kita semua termasuk kau
sudah ditimbun pasir topan!"
"Aku tahu," menyahuti Naga Kuning. "Tapi aku juga tahu
satu hal lain! Dia pasti melihat waktu kita saling tindihan dan kau
mengusap ke bawah perutku. Itu sebabnya dia mesem-mesem
terus melihat kita! Hik...hik!"
Ucapan Naga Kuning membuat Gondruwo Patah Hati jadi
terdiam. Wiro maju mendekati dan membungkuk di hadapan Resi
Khandawa Abitar.
"Resi Khandawa, terima salam hormatku. Namaku Wiro.
Gadis di sebelah kanan ini Purnama..."
"Aku sudah kenal," menerangkan Resi Khandawa Abitar.
Wiro meneruskan sambil menunjuk pada Naga Kuning.
"Anak ini Naga Kuning, nenek di sebelahnya Gondoruwo Patah
Hati dan gadis bermata biru ini Ratu Duyung."
"Aku maklum, kalian semua adalah orang-orang gagah
rimba persilatan negeri ini, berhati baja berkepandaian tinggi."
"Resi Khandawa, kami semua di sini mengucapkan
terimakasih. Kau telah menolong kami hingga selamat dari
bencana topan gurun pasirTengger."
"Semua itu atas kuasa dan kehendak Para Dewa. Harap...."
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
39 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Saat itu tiba-tiba ada seseorang mendatangi dan begitu
sampai di hadapan Resi Khandawa Abitar dia langsung jatuhkan
diri. Orang ini ternyata adalah Resi Jantika Lamantara.
"Resi Yang Mulia, apa yang barusan diucapkan pemuda ini
benar adanya. Saya Resi Jantika Lamantara dari Kuil Bromo
Agung menghaturkan puji syukur dan berterima kasih padamu.
Kau telah diutus untuk menyelamatkan kami. Kuil tidak sedikitpun
mengalami kerusakan. Semua barang sesajian yang disiapkan
penduduk untuk upacara Kasada besok juga berada dalam
keadaan utuh...."
Resi Khandawa Abitar pegang bahu Resi Jantika Lamantara
dan menolongnya berdiri.
"Semua adalah atas kehendak dan kuasa Para Dewa.
Perlindungan itu datang dari Yang Maha Kuasa. Aku sama dan
tiada beda dengan dirimu. Kita adaah orang-orang yang hidup
untuk mengabdi pada ummat manusia."
"Resi Khandawa dan para sahabat semua. Kalau saja saya
boleh mengundang rasanya lebih baik kita meneruskan
pembicaraan di Kuil Bromo Agung tempat kediaman saya..."
"Dengan senang hati aku menerima undanganmu Resi
Jantika. Apa aku akan mendapat suguhan teh harum. Aku
mendengar kabar teh di sini ini lebih sedap dari teh di daerahku.
Apalagi jika dicampur pemanis gula merah."
Resi Jantika berjalan paling depan mendampingi Resi
Khandawa. Wiro dan yang lain-lain mengikuti di belakang. Sang
surya yang bersinar cukup terik tidak terasa panas karena hawa
gunung yang sangat sejuk mampu membendung keterikan itu.
Sampai di Kuil Bromo Agung tempat kediaman Resi Jantika
Lamantara dan Resi Aji Sumabarang, para tamu disuguhi teh
manis bergula merah serta singkong dan ubi rebus hangat.
"Buah putih panjang dan merah bulat yang direbus ini." kata
Resi Khandawa Abitar sambil menunjuk pada singkong dan ubi
rebus, "Tak ada di negeriku. Sungguh sedap..." Sang Resi
menyeka bibirnya lalu meneruskan ucapan. "Kailan semua disini
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
40 NYAWA TITIPAN Bastian Tito tadi menyaksikan bagaimana aku telah mempecundangi Resi
Mirpur Patel, yang kalian kenal sebagal insan tanpa wajah Itu.
Namun karena dia tidak mati, aku yakin dia akan melakukan
pembalasan. Karena itu aku mengingatkan agar kalian semua
terus berhati-hati. Sekarang, kalau boleh aku ingin menanyakan
beberapa hal pada kalian. Aku mulai dengan sahabat berbaju biru.
Purnama, waktu di gurun tadi kau menyebut nama Deewana
Khan. Dia salah satu orang kepercayaanku. Tapi aku punya firasat
dia sudah lama meninggalkan dunia fana ini. Bagaimana
kejadiannya kau mengenal Deewana Khan?"
Purnama lalu menuturkan peristiwa sewaktu Deewana Khan
menemuinya dan menyerahkan dua kitab bernama Kitab Jagat
Pusaka Dewa. Satu kitab asli tapi dalam keadaan hangus, satunya
salinan yang tidak dapat dibaca karena semua halamannya
kosong melompong.
"Deewana Khan keadaannya sangat mengerikan. Mukanya
berlumuran darah. Mata kanan hanya merupakan rongga besar
menggidikkan..."
"Itu pasti pekerjaan Resi Mirpur Patel," kata Resi Khandawa
Abitar pula. "Kau menerangkan Deewana Khan menyerahkan dua
buah kitab. Dimana kau simpan dua kitab itu sekarang?"
Sebenarnya dari penglihatannya Resi Khandawa Abitar sudah tahu
kalau dua kitab itu berada pada pemuda gondrong yaitu Pendekar
212 Wiro Sableng. Dia bertanya sekedar untuk menguji kejujuran
sahabat-sahabat barunya itu.
Purnama menjawab. "Deewana Khan berpesan agar dua
buah kitab diserahkan pada sahabat Wiro. Karena katanya hanya
Wiro yang sanggup memecahkan rahasia yang ada dalam kitab."
"Benar Resi, dua buah kitab itu ada padaku. Karena aku
yakin dua kitab adalah milikmu maka aku akan menyerahkan
padamu." Dari balik pakaiannya Wiro keluarkan dua buah kitab
dimaksud lalu menyerahkan pada Resi Khandawa Abitar. Sang


Wiro Sableng 157 Nyawa Titipan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Resi meletakkan dua buah kitab di atas dadanya. Wiro
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
41 NYAWA TITIPAN Bastian Tito menjelaskan. "Berdasarkan petunjuk dalam kitab yang hangus
aku dan Purnama mendatangi Gunung Bromo dan bertemu
dengan seorang manusia dari alam gaib mengaku bernama Suma
Mahendra. Dia banyak membantu memberi penjelasan. Menurut
Suma Mahendra ratusan tahun silam dia menitis masuk ke dalam
tubuh seorang bayi bernama Cakra Mentari..."
Belum selesai Wiro menutur, Resi Khandawa Abitar
mengangkat tangan kanan. "Cakra Mentari! Itulah pemuda yang
menjadi budak ilmu sesat Resi Mirpur Patel. Bukankah dia yang
telah mencelakai dirimu?"
Wiro mengangguk.
"Bukankah dia juga yang memperkosa dan membunuh
sekian banyak gadis tak berdosa?"
Wiro mengangguk lagi.
"Jika kelak kau berhadapan dengan dirinya kuraslah tiga
ratus lima bunga tanjung yang ada dalam tubuhnya. Niscaya dia
tidak akan berdaya."
"Suma Mahendra juga mengatakan hal itu," berucap
Purnama. "Namun sayang dia tidak menerangkan bagaimana cara
menguras bunga tanjung yang ada dalam tubuh Cakra Mentari.
Apakah Resi Khandawa mengetahui sesuatu?"
Resi Khandawa Abitar yang duduk bersila di lantai kuil
letakkan dua kitab di pangkuan lalu mengambil Tongkat Kuntala
Biru. Dia minta Wiro mengembangkan telapak tangan kanan lalu
ujung tongkat ditempelkan ke telapak yang terkembang. Sesaat
kemudian tongkat biru tampak bergetar. Satu aliran cahaya biru
menjalar dari ujung yang berkeluk ke ujung yang menempel di
telapak tangan Wiro. Ketika cahaya biru menyentuh telapak
tangan itu ujung tongkat Kuntala Biru mengepul dan terpental ke
atas setinggi setengah jengkal. Wiro sendiri merasakan tubuhnya
seperti dihenyak dibenamkan ke lantai kuil, keringat membanjir,
pakaiannya sampai kuyup. Pada bagian bawah pusarnya dimana
terdapat tanda putih bekas tempelan bunga tanjung terasa
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
42 NYAWA TITIPAN Bastian Tito mendenyut sakit seperti ditusuk puluhan jarum. Sampai-sampai
rahangnya menggembung menahan sakit.
Resi Khandawa Abitar kerenyitkan kening. Dia membungkuk
memperhatikan telapak tangan Wiro. Samar-samar dia melihat
ada tulisan tiga angka di telapak tangan itu. Angka 212. Seperti
yang diriwayatkan, ketika Eyang Sinto Gendeng mewariskan ilmu
kesaktian pada Pendekar 212 di puncak Gunung Gede, nenek
sakti itu telah membuat jarahan angka 212 dengan jarum di dada
sang murid. Angka ini kemudian dilenyapkan oleh Ki Gede Tapa
Pamungkas karena menurut guru Sinto Gendeng ini tanda jarahan
tiga angka itu hanya akan lebih banyak mendatangkan mudarat
ketidakbaikan dari pada manfaat kebaikan. Musuh secara mudah
mengenali Wiro.
Selain angka 212 di dada, Eyang Sinto juga memasukkan
angka 212 ke dalam telapak tangan Wiro. Telapak tangan yang
mengandung racun itu bisa membunuh lawan dengan sekali
hantam saja. Ketika pertama kali turun gunung Wiro memang
sering mempergunakan ilmu kesaktian ini. Semua orang jahat
yang dihajarnya tewas dengan tanda angka 212 hitam gosong di
keningnya. Kalaupun orang yang dipukul tidak sampai mati
namun seumur hidup angka 212 di keningnya tidak bisa
dilenyapkan. Rimba persilatan di tanah Jawa geger. Banyak yang
berpendapat bahwa mati dengan tanda angka 212 di keningnya
bagi para penjahat sudah cukup pantas. Namun banyak pula yang
menganggap hal itu sebagai tindakan kekejaman. Selanjutnya
Wiro jarang mempergunakan ilmu pukulan ini karena selain
tidak mau meninggalkan tanda pamer diri, dia juga tidak mau
dicap sebagai pendekar muda yang sombong.
Melihat apa yang terjadi Resi Khandawa Abitar berkata.
"Ah ... maafkan aku yang tidak tahu. Pintu masuk rupanya
sudah ada yang menjaga. Anak muda, mohon ganti tangan
kananmu dengan tangan kiri."
*** Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
43 NYAWA TITIPAN Bastian Tito T U J U H WIRO garukkan dulu tangan kirinya ka kepala baru
diulurkan. Telapak tangan dikembang. Seperti tadi kembali Resi
Khandawa Abitar letakkan ujung tongkat Kuntala Biru di atas
telapak tangan kiri Pendekar 212. Cahaya biru mengalir lagi dari
gagang tongkat yang berkeluk sampai ke ujung tongkat dan
masuk ke dalam tangan Wiro. Kali ini tidak terjadi apa-apa malah
Wiro merasa ada hawa sejuk masuk ke dalam tubuhnya. Untuk
beberapa saat tubuh murid Sinto Gendeng ini dikerlapi cahaya
biru. Ketika kerlap cahaya biru lenyap, Wiro memperhatikan ada
keanehan dengan lima kuku jari tangan kirinya. Lima kuku itu
tampak berwarna biru muda dan kuning keputihan, tergantung
dari arah mana seseorang melihatnya.
"Anak muda, ketahuilah saat ini aku telah meminjamkan
ilmu kesaktian bernama Menguras Bahala Menyedot Petaka. Ilmu
ini hanya bisa dipergunakan satu kali saja. Kalau kau kesalahan
memakai, misal bukan ketika berhadapan dengan lawan lain dan
bukan Cakra Mentari, maka sewaktu kau bertarung melawan
Cakra Mentari kau tidak lagi memiliki ilmu itu dan seumur
hidupnya Cakra Mentari akan merajalela menebar kejahatan. "Resi
Khandawa Abitar tarik tongkat saktinya kembali, diletakkan di
lantai di samping kanan. Lalu melanjutkan bicara. "Wiro, bilamana
kau berhadapan dengan pemuda bernama Cakra Mentari itu,
apapun yang dilakukannya kau hanya tinggal mengangkat tangan
kiri dengan mengembangkan telapak tangan. Arahkan telapak
tanganmu ke bagian kepala. Maka tiga ratus lima bunga tanjung
yang ada dalam tubuhnya dan merupakan sebagian dari
kekuatannya akan tersedot keluar lewat ubun-ubun di batok
kepalanya. Ingat hal ini. Bunga tanjung akan keluar lewat ubunubun di atas kepalanya. Bilamana bunga tanjung tidak keluar dari
ubun-ubun di kepala, misal keluar melalui mulut atau telinga, atau
dada dan bagian tubuh lainnya, maka orang yang menjadi
lawanmu itu sebenarnya bukanlah Cakra Mentari. Tapi bisa saja
jejadiannya...."
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
44 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Wah repot juga ya Resi!" si bocah berambut jabrik Naga
Kuning nyeletuk.
Resi Khandawa Abitar tersenyum. "Satu hal lagi yang perlu
kau ketahui. Dari semua bunga itu hanya tiga ratus empat yang
jatuh luruh dan mengering ke tanah. Satu sisanya akan melayang
di udara, sampai dia menemui seseorang yang ketitipan bunga
tanjung yang mencelakai dirimu..."
Sampai di situ tiba-tiba Naga Kuning tertawa geli.
Gondoruwo Patah Hati cepat mencekal kuduk bocah ini. "Anak
konyol! Jangan kau berani macam-macam! Apa yang ada di
otakmu! Pasti yang kotor-kotor!"
"Tidak apa," ucap Resi Khandawa Abitar. "Sobat kecil Naga
Kuning, boleh tahu apa yang membuat kau barusan tertawa geli?"
"Maafkan saya Resi," jawab Naga Kuning. "Waktu bertemu
orang bernama Suma Mahendara di kawah Gunung Bromo, orang
itu mengatakan bahwa untuk mengalahkan pemuda bernama
Cakra Mentari lebih dulu harus mengalahkan mahluk pelindung
yaitu mahluk tanpa wajah yang ternyata adalah Resi bernama
Mirpur Patel itu. Caranya dengan menghancurkan atau merampas
tongkat emasnya. Resi tadi telah melakukan hal itu.
Mengembalikan tongkat emas ke tempat asalnya..."
"Tak ada yang lucu dengan tongkat itu. Lalu apa yang
sampai membuatmu tertawa geli?" tanya Resi Khandawa pula.
"Memang bukan tongkat itu yang membuat saya geli. Tapi
ada hal yang lain," jawab Naga Kuning.
"Gunung! Kau pasti hendak bicara yang bukan-bukan!"
bentak Gondoruwo Patah Hati kembali marah melihat tingkah dan
ucapan si bocah berambut jabrik yang sebenarnya adalah
kekasihnya sendiri.
"Nek, aku bicara kenyataan. Bukan mau usil atau kurang
ajar. Kau sendiri mendengar keterangan Suma Mahendra waktu di
kawah Gunung Bromo. Menurut orang dari alam gaib itu, bunga
tanjung yang dipakai untuk mencelakai sahabat kita Wiro konon
berada dalam kemaluan perempuan dari alam gaib yang pernah
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
45 NYAWA TITIPAN Bastian Tito berusaha menolongnya. Resi Khandawa, karena ingat hal itu
membuat saya jadi tertawa geli... !"
Resi Khandawa sendiri akhirnya tidak dapat menahan tawa.
Setelah mengusap wajahnya yang kemerahan beberapa kali, dia
bertanya pada Wiro.
"Apakah kau ingat siapa perempuan dari alam gaib yang
telah menolongmu?"
Wiro menggeleng. "Saat itu aku berada dalam keadaan
pingsan." "Tak jadi apa." Ucap sang Resi. "Satu bunga tanjung yang
keluar dari tubuh pemuda bernama Cakra Mentari yaitu bunga ke
tiga ratus lima akan membimbingmu menemukan perempuan itu."
"Resi Khandawa," kembali Naga Kuning bersuara. "Kalau
sudah bertemu, lalu bagaimana caranya mengambil bunga
tanjung itu dari dalam anunya perempuan itu" Hik...hik..hik! Apa
harus dikorek pakai jari tangan atau pakai lidi atau...."
Naga Kuning tidak dapat meneruskan ucapannya karena
rambutnya yang jabrik keburu dijambak oleh Gondoruwo Patah
Hati yang sudah sangat geregetan lalu bocah ini dibembengnya
keluar dari dalam Kuil Bromo Agung.
Resi Khandawa, Resi Jantika dan Resi Aji Sumabarang
tampak senyum-senyum sementara Wiro garuk-garuk kepala
sedang Ratu Duyung dan Purnama pura-pura memandang ke
jurusan lain. Resi Jantika Lamantara dan Resi Aji Sumabarang
tundukkan kepala sambil mempermainkan kalung berbentuk
tasbih besar terbuat dari kayu.
"Resi Khandawa," berkata Wiro. "Aku rasa, walau terdengar
agak kurang ajar apa yang tadi ditanyakan Naga Kuning ada
benarnya. Kalau bunga tanjung yang mencelakai diriku ada di
dalam anunya perempuan alam gaib itu, siapapun akan kesulitan
mengambilnya. Karena menurut petunjuk lebih lanjut dari Suma
Mahendra bunga tanjung satu itu harus di tanam di tanah, di
bawah pohon tanjung, di antara dua akar yang tumbuh sejajar."
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
46 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Resi Khandawa Abitar merenung sejurus. Akhirnya dia
berkata. "Suma Mahendra tidak memberi tahu karena memang sulit
memberi petunjuk. Aku sendiri tidak dapat memberi tahu
bagaimana caranya. Tapi sementara waku berjalan mudahmudahan Dewa Agung akan memberi petunjuk padamu atau pada
salah seorang sahabat yang ada di sini. Bisa saja petunjuk itu di
dapat sahabat kecil bernama Naga Kuning tadi."
Resi Khandawa senyum-senyum lalu letakkan ujung tongkat
saktinya di atas paha kiri Wiro dan berkata.
"Jika kau berhadapan dengan Cakra Mentari, kebenaran
harus ditegakkan. Namun harus selalu kau ingat. Di atas
kebenaran itu ada akal sehat yang bernama kebijaksanaan. Cakra
Mentari sebenarnya bukan manusia jahat. Dia ditipu, dijebak dan
tersesat lalu dijadikan alat oleh Resi Mirpur Patel alias insan tanpa
wajah. Dijadikan alat untuk mendapatkan ilmu kesaktian luar
biasa." "Kira-kira ilmu kesaktian apakah itu, Resi Khandawa?" tanya
Ratu Duyung yang untuk pertama kalinya bicara.
Resi Khandawa Abitar tatap wajah cantik bermata biru itu
sesaat. "Sahabat bermata biru yang membekali batu ampuh
pusaka sakti dari dasar samudera... " ucap sang Resi yang
membuat Ratu Duyung terkesiap karena memang saat itu dia
masih membekai Batu Mustika Angin Laut Kencana Biru pinjaman
Nyi Roro Kidul. "Saat ini Cakra Mentari memiliki satu ilmu pukulan
sakti bernama Tiga Cahaya Alam Gaib. Jika ilmu dikeluarkan maka
tiga cahaya akan memancar. Merah, biru dan hijau. Kehebatannya
hanya beberapa tingkat dibawah tongkat emas milik Resi Mirpur
Patel..." "Kami sudah beberapa kail diserangnya dengan pukulan itu.
Ganas sekali..." Menerangkan Purnama.
"Ilmu kesaktian itu didapatnya dari Resi Mirpur Patel melalui
kitab sesat yang dibuat sang Resi. Kadar kesaktian dan kekuatan
yang ada pada ilmu pukulan yang kini dimiliki Cakra Mentari
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
47 NYAWA TITIPAN Bastian Tito belum apa-apa.Tidak beda dengan sebuah biji buah kecil yang
ditanam di tanah. Kalau sudah tumbuh menjadi pohon besar dan
berbuah, Resi Mirpur Patel tinggal memetiknya. Inilah permulaan
dari satu bencana besar. Saat itu kadar kesaktian dan kekuatan
ilmu bisa melebih seratus kali kekuatan yang ada saat ini.
Rasanya tidak akan ada lawan yang bisa menandingi."
Untuk beberapa saat ruang pendapa Kuil Bromo Agung
diselimuti kesunyian karena tak ada yang bicara.
Resi Khandawa menatap dua buah kitab yang ada di
pangkuannya. Kitab yang hangus diambil dengan tangan kanan,
diacungkan di atas kepala sambil mulut berkomat kamit membaca
doa. Lalu dia meniup ke arah kitab.
"Wusss!"


Wiro Sableng 157 Nyawa Titipan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Serta merta Kitab Jagat Pusaka Dewa asli yang telah hangus
itu berubah jadi asap putih. Asap melayang berputar ke atas dan
akhirnya lenyap dari pemandangan. Saat itu juga di dalam Kuil
menebar bau harum setanggi.
Kini di pangkuan Resi Khandawa Abitar hanya tinggal salinan
asli Kitab Jagat Pusaka Dewa. Untuk beberapa lama sang Resi
tatap kitab itu. Lalu kitab diambil. Halaman kosong dibolak balik.
Mata kemudian dipejam. Begitu mata dibuka kitab diletakkan
kembali di atas pangkuan lalu sang Resi mengambil tongkat
Kuntala Biru yang tergeletak di samping kanannya. Tongkat sakti
diletakkan melintang di atas kitab. Resi Khandawa berpaling pada
dua Resi di kiri kanannya yaitu Resi Jantika Lamantara dan Resi
Aji Sumabarang.
"Resi berdua, bantu saya memanjatkan doa Mencapai
Kesempurnaan Melalui Kuasa Sang Pencipta."
"Kami akan melakukan," jawab dua Resi Kuil Bromo Agung
berbarengan. Ketiga Resi lalu berdoa penuh khidmat sementara Wiro dan
yang lain-lainnya memperhatikan sambil bertanya-tanya apa
yang akan dilakukan Resi Khandawa Abitar. Apakah dia juga akan
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
48 NYAWA TITIPAN Bastian Tito memusnahkan salinan Kitab Jagat Pusaka Dewa yang ada di
pangkuannya itu"
Sampai saat itu Naga Kuning dan Gondoruwo Patah Hati
masih berada di luar Kuil.
Tiba-tiba tongkat Kuntala Biru bergetar. Satu cahaya hitam
berkiblat di wuwungan Kuil Bromo Agung, menembus atap, masuk
ke dalam batang tongkat lalu lenyap di dalam kitab.
Resi Khandawa Abitar hentikan berdoa, melepas nafas lega.
Buka kedua mata. Hal yang sama dilakukan oleh dua Resi di kiri
kanannya. Dengan hati-hati Resi Khandawa pindahkan tongkat
saktinya, kembali diletakkan di lantai di samping kanan. Lalu dia
ambil salinan Kitab Jagat Pusaka Dewa yang ada dipangkuan.
Halaman di bolak balik. Ternyata halaman yang tadi kosong kini
telah ada tulisannya, berwarna hitam. Pada sampul kitab yang
agak tebal tertulis besar "Kitab Jagat Pusaka Dewa".
"Bagaimana mungkin...?" ucap Purnama dalam hati.
Resi Khandawa Abitar membolak balik sekali lagi kitab yang
dipegangnya itu lalu mendekapkan ke dada. Sepasang mata
menatap ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng
"Sahabat muda, saya akan menyerahkan kitab ini padamu.."
"Apa Resi ?" Murid Sinto Gendeng terkejut.
"Kitab Jagat Pusaka Dewa ini akan saya berikan padamu.
Bersediakah kau menerimanya?"
Wiro menggaruk kepala. Tersenyum. Lalu menjawab.
"Anu Resi...... Aku, aku tidak berani menerima kitab itu..."
jawab Wiro yang membuat Ratu Duyung dan Purnama serta dua
orang Resi tidak percaya.
"Wiro, di dalam kitab ini terdapat tiga ilmu kesaktian langka
yang tidak sembarang orang bisa menguasai. Aku sendiri hanya
memiliki satu dari tiga ilmu itu. Mengapa kau menolak
menerimanya?"
Wiro menggaruk kepala kembali.
"Mohon maafmu Resi Khandawa. Aku merasa budi Resi
terhadap kami sudah demikian besar. Kalau bukan Resi yang
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
49 NYAWA TITIPAN Bastian Tito menghentikan topan itu, mungkin kami semua sudah jadi mayat
dibawah timbunan pasir. Kalau bukan Resi yang menyelamatkan
mungkin bangunan Kuil ini sudah sama rata dengan gurun pasir
Tengger. Aku sangat berterimakasih dengan niat Resi. Sekali lagi
mohon maafmu..."
Lama Resi Khandawa Abitar memandangi wajah Pendekar
212. Dia sendiri seperti tidak percaya bahwa si pemuda akan
menolak pemberian kitab itu.
"Segala budi besar itu hanya alasannya belaka..." ucap sang
Resi dalam hati. "Alasan sebenarnya adalah dia tidak mau serakah
dalam memiliki ilmu kepandaian. Padahal....Ah, dia memang
seorang pendekar sejati."
Resi Khandawa Abitar akhirnya tersenyum.
"Saat ini kau tidak mau menerima. Satu hari kelak mungkin
hatimu tergerak dan berubah pikiran. Jika itu terjadi maka
datanglah ke sini untuk mengambil kitab. Letakkan telapak
tanganmu di lantai Kuil ini, kerahkan tenaga dalam dan Kitab
Jagat Pusaka Dewa akan menyembul keluar dari tempat
penyimpanannya."
Selesai berucap Resi Khandawa Abitar letakkan salah satu
ujung sudut kitab ke lantai Kuil yang terbuat dari batu pualam.
Lalu dia mengerahkan tenaga dalam.
"Seetttt!"
Kitab Jagat Pusaka Dewa lenyap dari pandangan mata,
amblas masuk ke dalam lantai Kuil. Bersamaan dengan itu, seperti
tadi udara di dalam Kuil Bromo Agung dipenuhi harum bau
setanggi dibakar.
"Para sahabat, saatnya saya harus pergi." Resi Khandawa
Abitar ambil tongkatnya lalu berdiri.
Saat itu Juga Resi Jantika Lamantara dan Resi Aji
Sumabarang cepat-cepat berdiri.
"Resi Khandawa, kami akan sangat berbahagia bila Resi mau
menginap barang satu malam di Kuil Bromo Agung ini. Besok
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
50 NYAWA TITIPAN Bastian Tito adalah hari Kasada, hari besar dan suci ummat Hindu di negeri ini.
Kami ingin Resi Khandawa mau merayakan bersama kami."
Resi Khandawa kempit tongkat Kuntala Biru lalu pegang
bahu dua Resi di hadapannya.
"Aku akan berdoa bagi Resi serta seluruh ummat Hindu di
negeri ini." Kata Resi Khandawa Abitar pula.
Tiba-tiba Wiro yang saat itu juga hendak bangkit berdiri
terduduk kembali di lantai Kuil.
Ratu Duyung mendekati. "Ada apa?" tanya gadis bermata
biru ini. "Resi Khandawa, jangan pergi dulu. Ada seseorang memberi
pesan padamu dari jauh..." Ucap Wiro. Saat itu murid Sinto
Gendeng ini mendengar satu suara mengiang di telinga kirinya.
Wiro mengagguk-angguk sambil menggaruk kepala. Matanya
melirik pada Ratu Duyung, lalu memperhatikan Resi Khandawa.
Setelah suara mengiang lenyap baru Wiro mampu bangkit berdiri.
"Ada apa?" tanya Resi Khandawa pula.
"Seorang sahabat berkirim pesan dari dasar samudera
selatan untuk Resi."
Sepasang alis Ratu Duyung naik ke atas. Nyi Roro Kidul"
Pikir gadis cantik yang berasal dari samudera selatan itu.
"Siapa" Pesan apa?" Bertanya Resi Khandawa.
"Yang berpesan namanya Nyi Roro Manggut. Pesannya
begini. Jika Resi kembali ke negeri Resi, sejarak seribu tombak
sebelum sampai ke tempat kediaman Resi, Resi harus membuka
pakaian, memakainya kembali secara terbalik dan selempangnya
kalau sekarang dari bahu kiri ke bawah harap diganti dari bahu
kanan ke bawah."
Wajah Resi Khandawa Abitar yang bertubuh tinggi besar itu
tampak berubah. Dia mengusap selempang kain biru yang jadi
pakaiannya. "Sahabat muda, aku yakin kau tidak sedang bergurau.
Benar?" Sang Resi bertanya dengan pandangan mata tidak
berkesip. Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
51 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Tidak Resi, aku tidak bergurau."
"Ada seseorang yang ingin membuatku tersesat, menghalangiku kembali pulang untuk selama-lamanya. Ada
seseorang menebar Bubuk Penyesat Mata Dan Rasa. Mirpur Patel!
Pasti dia. Kapan dia melakukan" Sebelum kusedot untuk datang
kehadapanku tadi?"
Resi Khandawa Abitar pegang bahu Pendekar 212 dan
berkata. "Saya berterima kasih. Sangat berterima kasih. Pesan
sahabatmu yang bernama Nyi Roro Manggut itu akan saya
lakukan. Saya baru tahu kalau begitu cara menangkal ilmu yang
menyesatkan itu. Sampaikan salam dan terima kasih saya pada
Nyi Roro Manggut. Suatu ketika saya ingin berkenalan dan
bertemu dengannya. Para sahabat, jaga diri kalian baik-baik. Saya
pergi sekarang..."
Gema suara sang Resi belum lenyap namun orangnya sudah
tidak kelihatan lagi. Di luar Kuil Naga Kuning merasa ada
seseorang menepuk bahunya. Bocah ini berpaling. Dia hanya
melihat bayangan biru berkelebat. Bocah ini melirik pada
Gondoruwo Patah Hati yang mengenakan pakaian jubah biru.
"Nek, kau barusan mencolekku ya?" Naga Kuning bertanya.
"lhh....Apa enaknya mencolokmu?" Jawab si nenek
menyemprot. "Enak mungkin tidak. Tapi mungkin kau ingat-ingat peristiwa
tadi waktu kita saling tindih. Jangan-jangan, mungkin saja kau
jadi kepingin ditindih lagi.
"Hlk.hlk!"
"Bocah edan! Kau ini tidak kapok-kapoknya bicara jorok !"
Gondoruwo Patah Hati hendak menjewer telinga Naga Kuning.
Tapi anak ini cepat-cepat kabur masuk ke dalam Kuli. Saat itulah
dia baru tahu kalau Resi Khandawa Abitar yang berpakaian
selempang kain biru tak ada lagi di tempat itu. Dia berpaling pada
si nenek yang mengikuti di sebelah belakang.
"Nek, aku sudah tahu siapa tadi mencolekku," kata Naga
Kuning pula. Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
52 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Siapa?" tanya Gondoruwo Patah Hati.
"Ya sampean!" jawab si bocah lalu tertawa cekikikan sambil
lari menjauh. *** Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
53 NYAWA TITIPAN Bastian Tito D E L A P A N SETELAH dirinya dilempar ke udara oleh Resi Khandawa
Abitar, Resi Mirpur Patel untuk beberapa lama masih melayang
beputar-putar di utara Gurun Pasir Tengger. Ketika dia melihat
tongkat emas Pusaka Langit Ketiga miliknya melesat di udara,
Resi Mirpur Patel berusaha menyambar tongkat sakti itu. Namun
kekuatan ilmu Seribu Titik Tanpa Daya yang diterapkan Resi
Khandawa Abitar atas dirinya masih berpengaruh besar sehingga
sekujur tubuh belum mampu bergerak leluasa. Selain itu akibat
tusukan Pedang Bulan Sabit yang dilakukan Resi Khandawa Abitar
di keningnya membuat tubuhnya terasa panas tidak beda seperti
bara menyala! Suara jeritan menggidikkan tidak berhenti
menyembur keluar dari mulut sang Resi. Sekali sekali disertai
kutuk serapah. "Jahanam Resi Khandawa! Aku tidak akan pernah mati! Kau
tidak akan pernah menamatkan riwayatku! Tunggu pembalasanku!"
Menjelang tengah hari kekuatan yang membungkus
tubuhnya sehingga sulit bergerak mulai lenyap. Namun sebaliknya
hawa panas yang menyelubungi dirinya semakin menjadi-jadi.
Asap mengepul dari ubun-ubun, mata, telinga, hidung dan mulut.
Resi Mirpur Patel yang sosoknya kini tidak berdaging dan nyaris
menyerupai jerangkong melesat ke arah barat sambil terus
menjerit-jerit.
"Cakra Mentari! Dimana kau"! Cakra Mentari! Dimana kau"!"
teriak sang Resi berulang kali. Kehilangan ilmu kesaktian
ditambah hawa panas yang membara membuat Mirpur Patel kini
tidak punya kemampuan penuh secara cepat dan tepat untuk
menerapkan Ilmu penjajag yang selama ini dimilikinya. Baru
menjelang petang setelah mengendus udara berulang kali dia
berhasil memperkirakan dimana beradanya pemuda bernama
Cakra Mentari. Yaitu di satu tempat di selatan Gunung Merapi di
pertengahan pulau Jawa.
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
54 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Aku harus keluar dari tubuhku sendiri. Aku harus lenyap
dari jazad celaka membara ini! Aku harus dapat mencapai pemuda
itu sebelum matahari terbit."
Mirpur Patel yang juga dikenal sebagal insan atau mahluk
tanpa wajah melesat ke arah barat. Gerakannya lamban. Bukan
saja karena dia tidak mampu mengerahkan ilmu kesaktian, tapi
juga sebagal akibat dari kehilangan tongkat emas sakti. Hawa
panas yang memuncak membuat tubuhnya berpijar-pijar dan
mengeluarkan suara meletup-letup.
*** PEMBACA masih ingat gadis cantik bernama Banjaratih di
Kuto Gede" Yang selamat dari perbuatan jahat Cakra Mentari
setelah ditolong oleh Liris Biru,walau akhirnya Liris Biru sendiri


Wiro Sableng 157 Nyawa Titipan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menemui ajal di tangan Cakra Mentari. (Baca serial Wiro Sableng
sebelumnya berjudul "Sang Pemikat").
Setelah kehilangan jejak gadis cantik berpakaian kuning
bertubuh luar bisa mempesona mengaku bernama Dewi,
sementara gairah nafsu bejatnya terus menyala berkobar, Cakra
Mentari kembali ingat pada Banjaratih.
"Rumah kediaman gadis itu pasti masih dikawal ketat. Aku
harus berlaku nekad. Aku harus dapatkan gadis itu secara mulus.
Malam ini juga!" Cakra Mentari membanding-bandingkan
kecantikan dan kebagusan tubuh Banjaratih dengan gadis
berpakaian kuning bernama Dewi.
"Edan! Aku tergila-gila pada dua gadis itu! Aku harus
mendapatkan keduanya! Tapi jika aku berhasil mengagahi mereka
berarti aku melebihi hitungan! Menurut petunjuk dalam kitab
Jagat Pusaka Alam Gaib aku harus meniduri empat puluh satu
gadis. Aku sudah mendapatkan empat puluh gadis. Masih bersisa
satu. Yang ada justru dua orang!" Cakra Mentari senyum-senyum
sendiri. "Perduli setan! Agaknya sudah jadi rejekiku. Banjaratih
dan Dewi harus aku dapatkan! Banjaratih lebih dulu.
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
55 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Keberadaannya sudah ketahuan. Dia pasti masih berada di sana.
Aku harus kembali ke Kuto Gede sebelum matahari terbit."
Seperti diceritakan dalam serial sebelumnya (Sang Pemikat)
setelah selamat dari tangan Cakra Mentari dan setelah Setan
Ngompol meninggalkan Kuto Gede untuk menyemayamkan
Janazah Liris Biru di Cadas Biru, para tokoh di Kuto Gede yang
malam itu ikut mengawal dan bantu menyelamatkan Banjaratih
saling membagi tugas. Ki Lawang Bakar guru silat terkenal di Kuto
Gede bersama beberapa orang menyusul Setan Ngompol ke
Cadas Biru untuk bantu mengurus penguburan Jenazah Liris Biru.
Ki Bayu Sleman yang Kepala Desa Kuto Gede pergi ke Kotaraja
untuk minta tambahan pasukan. Sementara Ki Bening Surah,
pemilik rumah makan di Kuto Gede mengatur tempat
persembunyian rahasia yang baru bagi Banjaratih bersama
ibunya, Ni Suwita. Semua tugas dilakukan maiam itu juga.
Ki Bening Surah memilih rumah makannya untuk menjadi
tempat mengungsi menyelamatkan Banjaratih dan ibunya.
Karena rumah makan itu siang malam selalu ramai pengunjung
maka akan lebih mudah mengamankan si gadis bersama ibunya.
Dua perempuan ini dibawa dengan gerobak besar, ditutupi
dengan tikar. Di atas tikar diletakkan jerami kering. Ki Bening
Surah menunggang kuda di sebelah depan, di kiri kanan dan
belakang gerobak mengiring masing-masing dua orang bersenjata
golok. Malangnya, ketika gerobak meluncur ke arah tenggara Kuto
Gede dimana terletak rumah makan sekaligus kediaman Ki Bening
Surah, pemuda berpakaian serba hitam berikat kepala kain merah
Cakra Mentari memasuki Kuto Gede dari arah berlawanan. Ketika
telinganya menangkap suara deru roda gerobak yang dipacu
kencang pemuda ini segera melompat ke atas pohon di tepi jalan.
Tak lama menunggu dia melihat Ki Bening Surah menunggang
kuda di sebelah depan. Di belakangnya mengikuti gerobak
membawa tumpukan jerami kering.
Otak cerdik Cakra Mentari segera saja bekerja. "Kalau cuma
membawa jerami kering mengapa dikawal begitu banyak orang"
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
56 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Hemm..." Cakra Mentari bergumam. Menyeringai sambil usapusap janggut tipisnya. Begitu rombongan lewat dia cepat
melayang turun. Langsung mendarat di punggung kuda sebelah
belakang salah seorang pengawal paling akhir. Sekali memelintir
tulang leher pengawal remuk patah. Si pengawal kemudian di
lempar ke tepi jalan setelah lebih dulu melucuti goloknya. Apa
yang terjadi rupanya terlihat oleh seorang pengawal di samping
kereta sebelah kiri. Dia hendak berteriak. Namun golok yang
dilemparkan Cakra Mentari menancap tepat di dada arah Jantung
membuatnya langsung roboh bergelimang darah. Kuda yang
ditunggangi meringkik keras. Kehebohan tidak dapat dihindari.
Cakra Mentari menggebrak kuda tunggangannya sejarak dua
tombak ke depan lalu melompat ke atas gerobak. Kusir gerobak,
seorang lelaki tinggi besar berkepala botak di hantam dengan
tendangan hingga terpental jatuh dari gerobak, tergelimpang
pingsan di tanah dengan lima tulang iga patah!
Ketika menyaksikan apa yang terjadi dan melihat pemuda
berpakaian serba hitam kejut Ki Bening Surah bukan alang
kepalang. "Pemuda terkutuk Cakra Mentari! Dia berani kembali!"
Pemilik rumah makan yang punya kepandaian silat lumayan tinggi
ini cabut golok di pinggang sambil berteriak memerintahkan
semua orang yang ada di situ naik ke atas gerobak menyerbu
Cakra Mentari. Dia sendiri telah lebih dulu memepet gerobak dan
menyerang Cakra Mentari yang kini memegang kendali kuda
hitam penarik gerobak. Golok besar di tangan kanan Ki Bening
Surah berkesiuran menyambar ke pinggang kiri Cakra Mentari.
Bagaimanapun semua orang itu walau berjumlah lebih
banyak tidak ada artinya dengan kehebatan Cakra Mentari yang
hanya seorang diri. Ki Bening Surah roboh lebih dulu dengan
kepala pecah kena keprukan tangan kiri Cakra Mentari setelah
gagal membabat pinggang si pemuda. Lalu dua orang lagi
menjerit, terbanting roboh ke tanah jalanan. Salah seorang malah
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
57 NYAWA TITIPAN Bastian Tito tergilas roda gerobak lehernya hingga putus nyawanya saat itu
juga! Melihat apa yang terjadi nyali orang-orang yang masih hidup
leleh sudah. Tidak pikir panjang lagi, tidak perduli dengan tugas
yang harus mereka laksanakan, semuanya menggebrak kuda
masing-masing lalu kabur melarikan diri. Yang penting adalah
menyelamatkan nyawa lebih dulu!
Cakra Mentari memacu kuda hitam penarik gerobak menuju
luar desa desa Kuto Gede sebelah barat hingga akhirnya sampai
di satu daerah pemakaman tua yang tak terpelihara, sunyi dan
gelap. Dia melompat ke bagian belakang gerobak. Membongkar
tumpukan jerami kering. Menemukan sebuah tikar daun pandan.
Ketika tikar disingkap dua perempuan yang berbaring di lantai
gerobak sama-sama berpekikan. Ternyata memang Banjaratih
dan Ni Suwita disembunyikan di dalam gerobak itu. Ibu dan anak
ini ketakutan setengah mati. Terus menjerit-jerit sebelum
diancam. "Kalau kalian berdua masih terus menjerit, aku bunuh saat
Ini juga!" Walau mengancam namun suara Cakra Mentari
terdengar lembut. Golok berdarah dlmelintangkan di depan wajah
ibu dan anak itu hingga Banjaratih dan Ni Suwita ini menggigil
pucat ketakutan setengah mati.
"Dengar...." ucap Ni Suwita dengan suara bergetar.
"Kau boleh bunuh aku, tapi jangan apa-apakan anakku."
"Aku tidak akan membunuh anakmu, aku hanya ingin
menikmati tubuhnya!" Semua kata-kata itu diucapkan Cakra
Mentari dengan suara lembut dan sambil tersenyum.
Sepasang mata Ni Suwita terbeliak. Banjaratih sendiri
menjerit keras. Ni Suwita berkata. "Demi Gusti Allah! Jangan
lakukan itu! Aku bersedia menyerahkan diriku padamu asal
lepaskan anakku! Ratih! Lekas turun dari gerobak! Lari!"
Banjaratih segera melompat bangkit. Kaki kirinya sempat
melewati dinding gerobak ketika dia berusaha melarikan diri.
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
58 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Namun Cakra Mentari menarik gadis ini hingga tubuhnya terkapar
dan jatuh kembali di lantai gerobak.
Sepasang mata Cakra Mentari berkilat-kilat menatap wajah
dan tubuh Ni Suwita. Walau sudah separuh baya ternyata wajah
dan kemolekan tubuh sang Ibu tidak kalah jauh dari puterinya.
"Kau betulan mau menyerahkan diri padaku ?" tanya Cakra
Mentari sambil keluarkan patung Kamasutra dari dalam sebuah
kantong kain hitam dari balik pakaian.
"Asal kau bersumpah mau membebaskan anakku. Biarkan
Banjaratih meninggalkan tempat ini..."
Cakra Mentari tersenyum. "Anakmu akan kubebaskan. Tapi
kalian berdua lihat dulu patung ini. Bukankah patung dua orang
ini sangat indah?"
"Patung terkutuk!" teriak Banjaratih yang telah mendengar
cerita tentang patung Kamasutra itu. Namun terlambat. Ni Suwita
telah keburu melihat ke arah patung batu yang memancarkan
cahaya merah redup. Banjaratih sendiri walau mengingatkan sang
ibu tapi tak urung sempat pula melihat ke arah patung. Dua orang
perempuan ini langsung saja masuk ke dalam perangkap bejat
Patung Kamasutra. Mereka melihat bagaimana dua patung
sepasang lelaki gagah dan perempuan muda cantik berubah
membesar, hidup seperti manusia sungguhan, bergerak menarinari sambil menanggalkan pakaian satu persatu. Dan ternyata
wajah patung perempuan itu adalah wajah mereka sendiri.
Sedang yang lelaki menyerupai wajah dan sosok pemuda
berpakaian serba hitam. Ni Suwita yang telah lama menjanda
merasa sekujur tubuhnya bergetar menggigil seperti diserang
demam panas dingin. Keadaan Banjaratih tidak berbeda. Ketika
Cakra Mentari menempelkan sekuntum bunga tanjung dikening
mereka, ibu dan anak ini tidak sadar diri lagi. Keduanya
menanggalkan pakaian masing-masing lalu sama-sama bergayut
memeluki tubuh Cakra Mentari penuh gairah. Bola mata
membesar, nafas mendesah, darah memanas, terbakar oleh nafsu
bejat yang mereka sendiri sebenarnya tidak menyadari.
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
59 NYAWA TITIPAN Bastian Tito Di atas pekuburan langit hitam semakin kelam ketika awan
gelap menutupi. Angin bersiur lebih kencang dan tak lama
kemudian hujan turun rintik-rintik. Suasana malam dan turunnya
hujan seolah meratapi malapetaka yang menimpa ibu dan anak
yang kini telah menjadi mayat. Bibir berwarna kebiruan, kembang
tanjung menempel di kening.
Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba ada satu benda putih
melesat di udara. Cakra Mentari yang tengah mengenakan
pakaian dan bersiap-siap tinggalkan tempat itu berteriak kaget.
Benda putih yang melayang di kegelapan malam menukik ke bumi
dan masuk ke dalam tubuh Cakra Mentari. Saat itu juga tubuh
pemuda yang masih bertelanjang bulat ini bergetar hebat oleh
satu hawa panas yang seperti hendak melelehkan tubuhnya mulai
dari batok kepala sampai ke telapak kaki.
Lalu luar biasanya Cakra Mentari mendengar satu suara
berucap dari dalam tubuhnya sendiri!
"Anak manusia bernama Cakra Mentari! Aku menitipkan
nyawaku di dalam tubuhmu!"
*** Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
60 NYAWA TITIPAN Bastian Tito S E M B I L A N
CAKRA MENTARI kaget bukan main. Namun pemuda ini
tetap tenang. Setelah mengenakan pakaian dia segera tinggalkan
kawasan pekuburan. Mayat Banjaratih dan Ni Suwita sama sekali
tidak diperdulikannya.
"Cakra Mentari, aku belum selesai bicara! Kau mau
kemana"!" Suara di dalam tubuh si pemuda bertanya.
"Mahluk tumpangan! Kau menitipkan nyawa dalam tubuhku!
Berarti aku yang menguasai nyawamu! Kemana aku pergi kau
tidak layak bertanya apa lagi mengatur!"
Yang disebut mahluk tumpangan si penitip nyawa
perdengarkan suara tertawa.
"Cakra Mentari, jangan bicara sombong! Aku masih tetap
penguasa yang mengatur diri dan jalan hidupmu! Kau tetap harus
tunduk padaku!"
"Hebat! Memangnya kau siapa"!"
"Aku Resi Mirpur Patel. Mahluk yang kau kenal tidak memiliki
wajah! Aku yang memberikan Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib
padamu! Aku yang menyuruhmu bersamadi di pohon tanjung di
Gurun Tengger! Aku yang memberikan ilmu Tiga Cahaya Alam
Gaib padamu! Apakah kau masih hendak bicara sombong" Urat
pusarmu di sebelah dalam ada di ujung tanganku. Sekali aku
piintir nyawamu akan melayang ke langit ketujuh!"
Cakra Mentari hentikan lari saking kagetnya. Dia
membungkuk sedikit menyatakan hormat lalu bertanya.
"Apa yang terjadi" Mengapa kau sampai berkeadaan seperti
ini" Kehadiranmu dalam tubuhku membuat aku merasa
kepanasan."
"Seorang Resi sakti dari India datang menghakimi diriku.Tapi
itu bukan urusanmu dan tidak perlu aku ceritakan lebih rinci.
Justru kau yang ada urusan denganku! Kau telah melanggar apa
yang telah ditetapkan dalam Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib."
"Hal apa yang telah aku langgar?" tanya Cakra Mentari
walau dia sudah bisa menduga-duga sendiri.
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
61 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Dalam kitab ditetapkan kau harus merusak kehormatan
dan membunuh empat puluh satu orang gadis. Malam ini kau
memperkosa dan membunuh dua orang. Walau yang satu bukan
gadis lagi namun jumlah yang diatur telah kau langgar. Kau
memperkosa dan membunuh empat puluh dua perempuan!"
"Resi, menurutku jika aku mampu melakukan apa yang
melebihi ketetapan, bukankah itu satu hal yang harus mendapat
pujian"!"
"Jangan berpikir tolol Cakra Mentari! Ketetapan adalah


Wiro Sableng 157 Nyawa Titipan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketetapan..." Dalam hati sang mahluk tumpangan berpikir.
"Manusia satu ini mulai bicara dan bersikap tidak menyenangkan
bahkan seperti membangkang. Aku harus hati-hati."
"Resi Mirpur. aku malah masih menginginkan satu gadis
lagi," ucap Cakra Mentari pula.
"Apa"!
Pantangan telah dilanggar. Bersiaplah kau menghadapi malapetaka...."
Cakra Mentari tersenyum.
"Kau atasan pelindung diriku. Kau menitipkan nyawa di
dalam tubuhku berarti kau membutuhkan aku! Mengapa kau
menginginkan aku celaka" Resi Mirpur Patel kalau aku celaka
karena ulahmu, kau akan menerima getahnya. Kau tidak akan
dapat mengambil alih ilmu kesaktian yang ada dalam diriku."
"Pantangan telah kau langgar. Mana mungkin kau masih
mengharapkan ilmu kesaktian yang kau samadikan selama tiga
ratus lima hari akan berada dalam dirimu?"
"Resi Mirpur Patel, terus terang aku tidak pernah
menginginkan semua ilmu kesaktian itu. Kau telah memperalatku.
Kau menjadikan diriku sebagai mahluk perantara untuk
mendapatkan Ilmu Pukulan Tiga Cahaya Alam Gaib yang punya
bobot kekuatan seratus kali dari yang aku miliki sekarang!"
Suara di dalam tubuh Cakra Mentari untuk beberapa lama
tidak menjawab. Tak selang berapa lama baru terdengar katakatanya penuh dusta. "Bagaimana kau bisa menduga seperti itu"
Ilmu yang kau dapat kelak akan menjadi milikmu untuk selamaBharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
62 NYAWA TITIPAN Bastian Tito lamanya. Karena aku tidak mungkin kembali ke alamku seperti
semula." "Kitab Jagat Pusaka Alam Gaib mengajarkan agar aku
melupakan masa lalu. Namun kitab itu tidak mengajarkan aku
untuk mempelajari hal yang akan datang. Masa depanku kabur
dan samar. Resi Mirpur, aku tidak tahu kebenaran ucapanmu.
Waktu kelak yang akan membuktikan."
"Jahanam kurang ajar! Setan apa yang masuk ke dalam
benak dan tubuh pemuda ini"!" ucap Mirpur Patel, mahluk si
penitip nyawa dalam hati. Dia merasa sangat kawatir. Lalu dia
keluarkan suara.
"Cakra Mentari, kau manusia cerdik. Tapi jangan pergunakan
kecerdikan mencelakai diri sendiri. Apalagi mencelakai diriku."
"Aku tidak punya maksud seperti itu. Namun........."
Tiba-tiba Cakra Mentari menjerit keras. Perutnya di arah
pusar laksana dipendam dengan bara menyala! Tubuhnya sampai
jatuh terduduk menahan sakit dan hawa panas luar biasa.
"Kau saksikan dan kau rasakan sendiri Cakra Mentari. Aku
masih menguasai dirimu. Jangan lagi berbuat yang aku tidak
suka..." "Mahluk dalam tubuhku. Siapapun kau adanya selanjutnya
aku akan berlaku patuh. Kecuali satu hal."
"Apa ?"
"Aku tetap menginginkan gadis cantik bernama Dewi yang
telah amat sangat memikatku."
"Berarti kau memperkosa dan membunuh empat puluh tiga
orang perempuan."
"Betul. Apa bedanya empat puluh satu dengan empat puluh
tiga" Aku justru yakin. Jumlah yang lebih banyak akan lebih
memperhebat bobot iimu kesaktian yang akan kudapat"
"Cakra Mentari. Dengar baik-baik. Aku punya firasat. Ada
beberapa orang tokoh silat yang akan mendatangimu. Mereka
serombongan datang dari Gurun Pasir Tengger. Mereka rata-rata
memiliki ilmu kepandaian tinggi. Mereka akan meminta
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
63 NYAWA TITIPAN Bastian Tito pertanggungjawabanmu atas kejahatan yang telah kau lakukan
selama ini. Memperkosa dan membunuh puluhan gadis..."
"Siapapun mereka boleh saja datang menemuiku. Mereka
datang untuk minta mati...."
"Itu ucapan yang ingin aku dengar!" kata mahluk dalam diri
Cakra Mentari memuji. "Namun saat ini kau harus segera ikut aku
ke puncak Gunung Mahameru. Disana aku akan membaitmu
untuk mendapatkan ilmu kesaktian Tiga Cahaya Alam Gaib yang
maha dahsyat"
"Resi, kalau kau mau membaitku, disinipun bisa. Mengapa
jauh-jauh ke Gunung Mahameru segala" Lagi pula tadi aku sudah
mengatakan bahwa aku harus mencari dan mendapatkan gadis
bernama Dewi itu lebih dulu. Kalau kau suka, kau juga boleh
mengambil bagian."
"Cakra Mentari, apa aku harus menghajarmu dengan
memuntir urat pusarmu seperti tadi"!" mengancam mahluk
tumpangan si penitip nyawa walau ucapan Si pemuda membuat
dadanya bergetar.
"Resi, saat ini matipun aku tidak takut," jawab Cakra Mentari
yang benar-benar kini memiliki kepribadian aneh. Mungkin karena
begitu tergila-gila pada Dewi"
Mahluk dalam tubuh Cakra Mentari terpaksa bersabar
mengurut dada. Namun dia sudah menaruh firasat akan terjadi
hal yang tidak diharapkan akibat perbuatan si pemuda yang
kelebihan memperkosa dan membunuh perempuan, apa lagi tidak
semua korban masih gadis. Kalau saja dia mampu keluar dari
tubuh yang menjadi tumpangan nyawanya itu sudah dari tadi-tadi
dilakukan. Namun begitu keadaannya. Sekali masuk menitipkan
nyawa tidak mungkin keluar lagi!
"Celaka, aku telah kesalahan memilih raga. Kalau begini
jadinya aku harus melakukan tindakan penangkal agar bisa tetap
mendapatkan ilmu dahsyat itu. Aku harus menghancurkan
kemaluannya pada saat dia hendak memperkosa gadis yang ke
empat puluh tiga itu!"
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
64 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Cakra, kau harus berlaku hati-hati. Orang-orang yang
hendak menghadangmu itu telah bertemu dengan Resi Khandawa
Abitar. Resi tertua dan Resi paling sakti di India. Aku kawatir Resi
keparat itu telah mengatakan banyak hal tentang dirimu. Dia juga
yang telah membuat diriku tak karuan seperti ini..."
"Resi Mirpur! Aku sekarang memiliki dua nyawa. Lalu apa
yang harus ditakutkan?"
"Aku percaya padamu. Aku ingin beristirahat barang
beberapa ketika. Sudah ratusan hari aku tak pernah tidur."
Tak lama kemudian di dalam tubuh Cakra Mentari terdengar
suara orang mengorok. Bersamaan dengan itu hawa panas yang
terasa sejak tadi menyelubungi dirinya kini jauh berkurang.
Di timur langit mulai tampak terang tanda fajar telah
menyingsing. "Dewi, dimana kau...?" ucap Cakra Mentari dalam hati.
Gairahnya kembali berkobar begitu dia ingat lagi gadis cantik
berpakaian kuning berdada montok putih bertubuh molek itu.
Sambil berjalan pemuda Ini memutar otak. Tiba-tiba dia hentikan
langkah. "Dia menyukai Pangeran yang tinggal di pinggiran
Kotaraja. Bukan mustahil dia akan muncul di tempat kediaman
Pangeran itu."
Cakra Mentari menyeringai. "Pangeran, kau boleh bermimpi
seumur hidup mendapatkan Dewi. Karena aku yang akan
mendurinya lebih dulu. Kalau kau suka silahkan bermain-main
dengan mayatnya. Ha...ha...ha."
*** Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
65 NYAWA TITIPAN Bastian Tito S E P U L U H KETIKA malam keesokannya Cakra Mentari mendatangi
rumah kediaman Pangeran Aryo Dipasena di pinggiran Kotaraja,
ternyata sudah ada orang lain mendekam di satu tempat
tersembunyi, di balik kerapatan pohon bambu di tembok halaman
sebelah timur. "Aku tidak dapat melihat jelas. Tapi rasa-rasanya aku pernah
melihat orang ini. Bukankah dia salah seorang Kepala Pengawal
dari Kotaraja. Yang waktu terjadi bentrokan antara aku dengan
Pangeran itu tempo hari juga berada di tempat ini" Apa yang
dilakukannya" Memata-matai sang putera Raja?"
Orang yang mendekam di balik kegelapan pohon bambu itu
memang adalah Ki Rorot Keminting, salah satu dari sekian banyak
Kepala Pasukan di Kotaraja. Sejak dia melapor kepada Sri Baginda
tentang peristiwa di tempat kediaman Pangeran Aryo Dipasena,
Raja telah memerintahkan Kepaia Pengawal itu untuk terus
menyelidik dan mematai-matai gerak-gerik puteranya. Jika
memang Pangeran Aryo telah mempunyai seorang kekasih,
seorang gadis cantik jelita, mengapa bersembunyi diri tidak mau
memberi tahu sang ayah" Lagi pula hal seperti itu bukanlah sifat
Pangeran Aryo. Selama ini memang banyak para gadis cantik dari
berbagai tingkat dan kalangan yang tertarik namun sebegitu jauh
Pangeran Aryo Dipasena belum menjatuhkan pilihan.
Setelah hampir semalaman suntuk berjaga-jaga akhirnya
orang yang ditunggu-tunggu Cakra Mentari dan Ki Rorot
Keminting muncul juga. Sewaktu di langit awan kelabu bergerak
menutupi bulan setengah lingkaran tiba-tiba berkolobat satu
bayangan kuning. Laksana seekor burung b"sar tapi jinak orang
ini jejakkan kaki di wuwungan rumah kediaman Pangeran Aryo
tanpa mengeluarkan suara, pertanda dia mengusai ilmu
meringankan tubuh yang tinggi.
"Dewi Pemikat....Ah. akhirnya kutemui juga dirimu." Kata
Cakra Mentari penuh gembira. Darah di tubuhnya langsung
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
66 NYAWA TITIPAN Bastian Tito mengalir cepat dan panas. D ddalam dirinya terdengar suara
mahluk tumpangan penitip nyawa Mirpur Patel berucap.
"Jadi ini gadis bernama Dewi yang telah membuatmu
tergila-gila" Ah sungguh cantik sekali. Bentuk auratnya begitu
mempesona. Harum tubuhnya tercium sampai kesini..."
Cakra Mentari tidak menjawab. Dia merasa ada tambahan
hawa panas di dalam tubuhnya. Hawa panas dari rasa gairah
yang memancar dari tubuh tumpangan Resi Mirpur Patel!
Cakra Mentari terus mengawasi gerak gerik si baju kuning di
atas atap sambil sesekali melirik ke arah rumpunan pohon bambu
dimana Ki Rorot Keminting berada.
Di atas atap, gadis cantik berpakaian kuning dengan
potongan dada sangat rendah hingga menyibakkan sepasang
payudara putih dan besar berucap sendirian.
"Heran, mengapa aku tidak bisa melupakan Pangeran ini.
Setiap aku mengingat dirinya, rasa gatal dan hawa panas semakin
menjadi-jadi di bagian bawah perutku. Ah, Pangeran malam ini
biar aku mengantar diri dan berserah tubuh padamu. Aku yakin
kaupun suka padaku...."
Sementara itu dari dalam tubuh si pemuda yang menjadi
tumpangan jazad dan nyawa Resi Mirpur Patel kembali bersuara.
"Kau tunggu apa lagi" Sergap gadis itu sekarang juga, bawa
ke tempat sunyi dan lakukan apa yang harus kau lakukan. Setelah
itu aku akan membaitmu dan kau akan memiliki ilmu kesaktian
tak ada tandingannnyadi dunia ini."
"Resi Mirpur Patel, aku tahu apa yang harus aku kerjakan.
Harap kau tidak terlalu banyak bersuara" Cakra Mentari merasa
kesal. Dia melirik lagi ke arah pohon bambu. Ketika dia berpaling
kembali ke arah rumah, sosok gadis berbaju kuning di atas atap
telah lenyap. "Dia pasti telah masuk ke dalam rumah lewat atap..."
membatin Cakra Mentari. Pemuda ini merasa kesal karena
mahluk tumpangan di dalam tubuh membuyarkan perhatiannya.
Bharata Yudho & Dewi Tiraikasih
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Wiro Sableng
67 NYAWA TITIPAN Bastian Tito "Kesempatan pertama telah lewat. Kini agaknya aku harus
membunuh Pangeran itu untuk mendapatkan Dewi..."
Macan Tutul Lembah Daru 1 Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari Pusaka Warisan Iblis 2

Cari Blog Ini