Ceritasilat Novel Online

Sesajen Atap Langit 1

Wiro Sableng 180 Sesajen Atap Langit Bagian 1


PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
WIRO SABLENG SESAJEN ATAP LANGIT
Scanned and Editing By.
Begawan Al-Farizi ( The Kaskus Id: abdulmadjid)
TIGA MAHLUK BERBENTUK KELELAWAR
RAKSASA MENGUIK KERAS. MEREKA MENUKIK KE BAWAH DAN LENYAP DI BALIK
KABUT YANG MULAI MUNCUL MENUTUPI
KAWASAN PUNCAK GUNUNG SEMERU, SESAAT KEMUDIAN TERDENGAR SUARA PENGUASA ATAP LANGIT.
" SINUHUN MERAH PENGHISAP ARWAH, TERAKHIR KALI KAU DATANG KAU MEMBAWA SESAJEN ATAP LANGIT BERUPA
DELAPAN JANTUNG BAYI LELAKI. KATAKAN
PADAKU, KALI INI SESAJEN ATAP LANGIT
APA YANG KAU BAWA UNTUK DELAPAN
ANAK KUCING JANTAN MERAH SAKTI PELIHARAAN DIRGA PURANA!"
" PENGUASA ATAP LANGIT, SESAJEN YANG KUBAWA KALI INI
ADALAH SUMSUM DELAPAN BAYI LELAKI YANG TELAH DICAIRKAN
MENJADI SUSU."
SATU DI RUANG Segi Tiga Mayat yang terletak di dalam tanah di bawah Candi Plaosan
Lor, Empu Semirang Biru mendadak saja dilanda kekawatiran. Di atas atap suara
ngeongan delapan anak kucing merah semakin keras. Ruangan segi tiga bergetar
keras. Delapan Sukma Merah bukan anak kucing biasa!
Orang tua pembuat Keris Kanjeng Sepuh Pelangi ini menatap ke atas atap.
" Bagaimana kalau dua Sinuhun memiliki ilmu penangkal baru, lalu sanggup menembus
masuk ke dalam Ruang Segi Tiga Nyawa. Delapan anak kucing merah pasti akan
menyerbu lebih dulu. Dewa Agung, lindungi kami semua yang ada di ruangan ini.
Selamatkan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi dari tangan mahluk-mahluk jahat."
Baru saja Empu Semirang Biru membatinkan kekawatirannya tiba-tiba
braakkk! Satu sosok terkapar di lantai ruangan. Pakaian robek-robek dipenuhi noda darah.
Di wajah ada tiga guratan luka lalu di dada ada dua lagi.
" Wiro!" Sesajen Atap Langit
1/55 Ratu Randang, Sakuntaladewi dan Kunti Ambiri sama-sama terpekik. Jaka Pesolek
tidak ikut menjerit tapi gadis ini melompat lebih dulu, menjatuhkan diri di
samping sosok yang terbujur di lantai yang memang sosok Pendekar 212 Wiro
Sableng adanya. Jaka Pesolek langsung memeluk. Tubuh Wiro terasa panas.
Untuk beberapa lama sosok Wiro diam tak bergerak. Tiba-tiba dari mulutnya keluar
suara mengerang pendek. Tubuh menggeliat lalu melompat mencoba berdiri. Dia
tampak mengerahkan seluruh tenaga yang ada namun terhuyung lalu jatuh berlutut.
Wiro berusaha bertahan, mengerahkan kekuatan untuk tidak ambruk hingga sekujur
tubuhnya tampak bergetar. Keringat memercik Kepala mendongak, mata terpejam,
mulut terkancing. Para sahabat yang ada dalam ruangan berusaha menolong. Empat
pasang tangan memegangi.
" Tubuhnya panas..."ucap Sakuntaladewi.
" Wiro! Apa yang terjadi"!"Bertanya Kunti Ambiri sambil dekatkan mulutnya ke
telinga Wiro. Gadis yang selama lini lebih dikenal dengan sebutan Dewi Ular
membuat dua totokan. Satu di punggung dan satu lagi di dada. Ratu Randang
alirkan hawa sakti. Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal cengkeramkan sepuluh
jari berkuku jingga ke bahu kiri kanan lalu kerahkan tenaga dalam.
Ratu Randang tidak tinggal diam. Dia letakkan telapak tangan di atas kepala Wiro
sementara dua kaki yang menginjak lantai ruangan tampak bergetar. Nenek ini
tengah menerapkan ilmu kesaktian yang disebut Tangan Langit Kaki Bumi.
Jaka Pesolek yang tidak punya kesaktian apa- apa hanya bisa memperhatikan dengan
wajah tegang. Tiba-tiba mulut Wiro yang sejak tadi tertutup membuka lebar. Bukan untuk bicara
menjawab pertanyaan Sakuntaladewi tapi malah muntahkan darah segar.
Ratu Randang, Jaka Pesolek, Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi sama-sama menjerit.
Wajah Pendekar 212 tampak merah lalu dengan cepat berubah pucat putih seperti
mayat. Di atas atap ruangan segi tiga suara ngeongan kucing semakin gaduh. Ujud mereka
hanya terlihat samar.
" Binatang jahanam! Biar kurobek dulu mulut kalian semua!"Teriak Kunti Ambiri
marah. Dia segera hendak mengerahkan serangan Sepuluh Ular Akhirat Turun Ke
Bumi. Tapi cepat dicegah oleh Ratu Randang.
" Kunti, jangan perhatikan binatang-binatang celaka itu. Seperti kata Empu
Semirang Biru mereka tidak akan bisa menembus masuk ke dalam sini. Lagi pula
ujud mereka terlihat samar. Mereka mampu bergerak cepat. Sulit dijajagi
keberadaannya secara pasti!"
" Sepuluh ular saktiku bisa mengendus dan melihat binatang itu berada dimana.
Sekali menyerang mereka sudah mengunci kedudukan sasaran!"
" Dari pada mengurusi kucing lebih baik menolong Wiro lebih dulu."Berkata Jaka
Pesolek. " Hyang Jagat Bathara! Apa yang harus kita lakukan" Aliran hawa sakti dan tenaga
dalam serta totokan sepertinya tidak banyak menolong!" Kata
Sakuntaladewi setengah berteriak. Diantara semua orang yang ada dalam ruangan
Sesajen Atap Langit
2/55 itu memang dia yang paling merasa kawatir. Karena kalau sang pendekar sampai
menemui ajal maka kaulnya untuk mendapat kesembuhan atas dua kakinya yang cacat
dengan cara mengawini Wiro akan gagal selama-lamanya. Ketika dia hendak memeluk
Pendekar 212, dari tempatnya duduk bersila dalam keadaan dilihat rantai besi
merah, Empu Semirang Biru berkata.
" Kalian semua, dengar apa kataku. Menurut penglihatanku, dari luka yang ada di
wajah dan dada pemuda berambut gondrong itu, agaknya dia telah terkena serangan
Cakar Sukma Merah delapan anak kucing merah. Lukanya mengandung racun sangat
jahat dan sangat mematikan. Aku bisa merasakan sebenarnya pemuda itu memiliki
kekebalan terhadap racun. Selain itu ada satu senjata sakti di dalam tubuhnya.
Senjata yang mampu memusnahkan segala macam racun.
Namun agaknya jalur hawa sakti dan tenaga dalam yang dimilikinya telah disumbat
mahluk jahat. Hingga dia tidak mampu menyelamatkan diri sendiri. Jika sampai
matahari tenggelam racun dalam tubuhnya tidak bisa disembuhkan nyawanya tidak
akan tertolong ......"
Semua orang yang ada dalam ruangan keluarkan seruan tertahan dan saling pandang
dengan wajah tegang.
" Celaka, kita berada di dalam tanah. Bagaimana tahu saatnya matahari akan
tenggelam!"Kata Kunti Ambiri.
Ratu Randang berlutut di lantai, memperhatikan luka di muka dan dada Wiro.
Dia ingat apa yang terjadi dengan dirinya.
" Empu Semirang Biru, apa yang kau katakan pasti benar. Sebelumnya aku juga telah
diserang oleh delapan ekor anak kucing merah. Tangan kananku terkena sambaran
cakaran kuku berbentuk pisau. Saat itu aku hanya mengalami satu luka kecil.
Pemuda ini menderita lima guratan luka. Pasti keadaannya jauh lebih berbahaya.
Hanya ada satu orang yang bisa menyembuhkan. Dan hanya ada satu tempat
penyembuhan bisa dilakukan! Aku kawatir..."Suara si nenek tercekat.
Sepasang mata berkaca kaca.
" Nenek Ratu Randang..."Kata Sakuntaladewi sambil pegang bahu Ratu
Randang. Tepat katakan siapa orang yang bisa menyembuhkan luka bekas cakaran
itu. Juga dimana racun bisa dimusnahkan!"
Ratu Randang unjukkan wajah muram.
" Orangnya adalah kakek sakti berjubah dan bersorban kelabu yang telah menolongku.
Dimana mencarinya aku tidak dapat mengatakan. Dia muncul dan pergi secara aneh.
Siapa dia adanya aku tidak tabu. Tapi seperti yang dijelaskan Empu Semirang
Biru, orang itu adalah Embah Buyut dari Kumara Gandamayana, salah seorang
sahabatku, pembantu dan kepercayaan Raja. Kumara sebelumnya bergabung dengan
Rauh Kalidathi dalam perjalanan menyelamatkan Raja Mataram ke satu tempat
rahasia." "Lalu tempat penyembuhan yang kau katakan?"Kunti Ambiri yang bertanya.
" Delapan tombak di dalam lapisan tanah."jawab Ratu Randang.
" Ratu, dari mana kau tahu hal itu?"Tanya Kunti Ambiri.
" Orang tua itu yang mengatakan waktu dia menolongku. Dia membawaku
masuk ke dalam tanah sedalam delapan tombak."
Sesajen Atap Langit
3/55 Semua orang saling pandang.
" Empu Semirang Biru, kau tahu kita di ruangan in! berada di lapisan tanah sedalam
berapa tombak?"Bertanya Ratu Randang.
" Menurut taksiranku, paling dalam hanya empat tombak."
Semua orang terdiam sampai akhirnya Jaka Pesolek memecah kesunyian.
" Kalau begitu biar aku menemui kakek bernama Kumara Gandamayana itu."
Kata Jaka Pesolek.
" Kalaupun bisa ditemu belum tentu Kumara Gandamayana punya ilmu mampu
menyembuhkan pemuda itu. Selain itu belum tentu dia mengetahui dimana Embah
Buyutnya berada,"berkata Empu Semirang Biru. "
Kakek sakti dari alam gaib itu
memang larang muncul di luaran. Kalaupun muncul hanya beberapa seat saja.
Konon dia dikabarkan selalu melakukan samadi di satu tempat yang bernama Atap
Langit. Tempat itu adalah kawasan berkeliarannya orang den mahluk halus jahat.
Kemungkinan si kakek berada sedikit di luar kawasan untuk memantau keadaan."
" Atap Langit! Dimana itu Kek?"Tanya Sakuntaladewi.
" Satu tempat rahasia di atas puncak Gunung Semeru. Kabarnya di sana ada satu
kawasan yang dikuasai dan banyak berkeliaran mahluk jahat dari alam dunia maupun
alam gaib. Di situ mereka mengatur segala hal yang ada sangkut pautnya dengan
kejahatan yang akan mereka lakukan. Sulit bag! manusia biasa masuk ke dalam
kawasan itu."
" Aku akan pergi ke sana. Mencari si Embah Buyut! Sebelum matahari
tenggelam pasti sudah kembali ke sini bersama kakek sakti itu."Kembali Jaka
Pesolek berkata.
" Aku ikut bersamamu!"Kata Sakuntaladewi alias Dewi Kaki Tunggal.
Tiba-tiba di luar ruangan satu cahaya kelabu berkelebat. Disusul suara orang
berucap. " Kenapa mempersusah diri jauh-jauh mencariku" Aku sudah berada di dekat kalian.
Bawalah pemuda malang berambut panjang itu ke hadapanku. Akan kuobati dan pasti
sembuh. Semoga Para Dewa menolong den memberi berkat."
Semua orang, termasuk Empu Semirang Biru yang berada dalam ikatan rantai besi
sama-sama palingkan kepala. Di luar Ruang Segi Tiga Nyawa tampak berdiri seorang
kakek bersorban dan berjubah kelabu. Wajahnya walau jernih namun menyiratkan
kekawatiran. " Dewa Agung!"Seru Empu Semirang Biru. "
Kuasa Para Dewa membawa
Embah Buyut Kumara Gandamayana ke tempat ini."
Ratu Randang terlonjak kaget tapi juga gembira. Dia perhatikan orang tua di luar
ruangan lalu berucap. "
Memang dia. Kakek itu yang sebelumnya menolong
diriku," "Lekaslah, waktuku tidak lama."Embah Buyut Kumara Gandamayana berkata sambil
melambaikan tangan.
Empat orang yaitu Sakuntaladewi, Ratu Randang, Jaka Pesolek dan Kunti Ambiri
segera menggotong Wiro yang saat itu berada dalam keadaan masih berlutut.
Sesajen Atap Langit
4/55 Empu Semirang Biru menarik nafas lega. Tiba-tiba orang tua ini mencium bau aneh.
Lantai yang didudukinya terasa bergetar. Lalu ada suara mengiang di telinga
kirinya. Wajah sang Empu berubah, kening mengerenyit. Dia hendak mengatakan
sesuatu, tapi empat orang yang menggotong Wiro sudah berada di luar dinding
Ruang Segi Tiga Nyawa sebelah kanan.
Selagi tubuhnya digotong, dalam keadaan setengah sadar Wiro mampu
memaksakan membuka sedikit sepasang matanya yang sejak tadi terpicing.
Walaupun samar pandangan matanya langsung membentur sosok kakek
bersorban dan berjubah kelabu. Murid Sinto Gendeng kedipkan perlahan sepasang
mata. Karena tidak membutuhkan kekuatan tenaga dalam yang banyak, dia masih
mampu menerapkan ilmu Menernbus Pandang, Mendadak saja dia menjadi tegang. Di
dalam sosok si orang tua bersorban den berjubah kelabu dia melihat sosok seorang
lain. Memandang menyeringai angker ke arahnya, memperlihatkan taring merah di
sudut mulut! " Gusti Allah....


Wiro Sableng 180 Sesajen Atap Langit di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Wiro mengucap.
DUA KITA tinggalkan dulu Pendekar 212 yang tengah digotong menemui sosok kakek
bersorban dan berjubah kelabu. Kita menuju ke satu kawasan sangat rahasia di
puncak Gunung Semeru, kawasan aneh yang keberadaannya mengambang di udara dan
disebut sebagai Atap Langit. Banyak tokoh rimba persilatan mengetahui atau
mendengar nama Atap Langit namun hanya satu dua orang saja yang pernah dan mampu
memasuki kawasan tersebut, Konon di Atap Langit banyak
berkeliaran mahluk halus yang muncul dalam berbagai ujud, termasuk arwah sesat
dan roh gentayangan.
Saat itu tengah hari tepat. Sang surya memancar terang benderang dan sangat
terik. Namun d kawasan Atap Langit suasana selalu redup mendung, Sinar matahari
seolah tidak mampu menembus adanya lapisan udara berkekuatan aneh yang
menyungkup kawasan di arah delapan penjuru angin. Bahkan hembusan anginpun tidak
pernah menyapu kawasan Atap Langit! Setiap bands yang ada di kawasan itu seperti
tanah, pepohonan dan bebatuan selalu diselimuti cairan yang sesekali mengepulkan
asap menebar hawa dingin mengiris tulang sumsum.
Ketika di langit sebelah utara memancar sinar kebiruan, menukik ke bumi seperti
bintang jatuh, dari arah selatan lereng Gunung Semeru berkelebat satu bayangan
merah. Gerakan mahluk ini cepat sekali hingga dalam waktu singkat dia sudah
berada di puncak gunung, berdiri di satu tebing batu lancip licin. Ternyata
mahluk ini adalah seorang kakek berjubah dan mengenakan belangkon merah. Di
sebelah depan belangkon tersemat sebuah hiasan terbuat dari suasa muda atau
perunggu berbentuk bintang bersudut delapan. Dari warna sepasang mata, rambut,
kumis, janggut dan cambang bawuk tipis serta sepasang alis berwarna merah sudah
nyata kalau mahluk ini adalah momok arwah paling ganas dan ditakuti di Bhumi
Mataram yaitu Sinuhun Merah Penghisap Arwah.
Sesajen Atap Langit
5/55 Sementara tangan kiri berkacak pinggang, di tangan kanan Sinuhun Merah Penghisap
Arwah memegang sebuah piala perak yang memiliki delapan cantelan.
Pada setiap cantelan tergantung sebuah cangkir perak.
Sepintas dua kaki Sinuhun Merah Penghisap Arwah tampak seperti menapak batu
lancip di atas tebing. Namun jika diperhatikan ternyata sepasang telapak kaki
itu menggantung atau mengambang di udara, seujung kuku di atas tebing batu yang
basah dan licin!
Ketika di langit sebelah utara menyala selarik sinar kuning kemerahan, Sinuhun
Merah Penghisap Arwah dongakkan kepala. Lalu mulut berucap lantang.
Penguasa Kawasan Atap Langit! Aku Sinuhun Merah Penghisap Arwah mahluk alam roh.
Aku kembali datang selaku utusan seorang putra Bhumi Mataram bernama Dirga
Purana yang disebut Sang Junjungan yang kesaktiannya ikut mendulang kawasan Atap
Langit. Aku datang membawa Sesajen Atap Langit yang telah diramu oleh Sang
Junjungan untuk delapan anak kucing jantan sakti peliharaannya. Tiga dari anak
kucing itu tengah menghadapi sekarat akibat tebasan senjata berupa kapak bermata
dua sakti mandraguna yang berasal dari alam delapan ratus tahun mendatang! Aku
mohon nampan perak siap menerima Sesajen Atap Langit, Aku mohon Penguasa Atap
Langit mau menyelamatkan nyawa tiga anak kucing merah sakti yang terluka parah.
Ika Penguasa Atap Langit tidak turun tangan maka nyawa mereka tidak tertolong.
Dunia arwah dan alam roh akan dilanda kegoncangan dahsyat. Langit bisa runtuh,
bumi bisa tenggelam. Aku mohon Penguasa Atap Langit membawa delapan anak kucing
jantan berbulu merah datang untuk menyantap, Sesajen Atap Langit. Kembalikan
kesaktian mereka secara utuh sampai tiba saat pemberian Sesajen Atap Langit
berikutnya. Aku mohon Penguasa Atap Langit mau membuka Pintu Gerbang Atap Langit.
Izinkan aku masuk dengan segera! Mohon maaf karena waktuku tidak lama!"
Baru saja Sinuhun Merah Penghisap Arwah selesai berucap lantang tiba-tiba di
langit memancar kembali sinar kuning kemerahan. Udara bergetar disusul suara
dari mahluk yang ujudnya tidak kelihatan.
" Tiga Pengawal Atap Langit! Periksa dengan penciumanmu, lihat dengan matamu. Apa
benar mahluk yang datang adalah Sinuhun Merah Penghisap Arwah dari Kerajaan
Bhumi Mataram! Bukan mahluk jejadian yang menyamar untuk maksud jahat!"
Laksana petir menyambar tiga benda hitam besar berujud kelelawar raksasa entah
dari mane munculnya tahu-tahu telah melayang mengitari sosok Sinuhun Merah
Penghisap Arwah yang tegak mengambang di atas tebing batu puncak Gunung Semeru.
Tiga pasang sayap lebar mengepak menebar bau busuk. Tiga pasang mate pancarkan
cahaya merah, menyapu di atas kepala den tubuh Sinuhun.
Hidung menyedot dalam-dalam.
Sinuhun Merah Penghisap Arwah tenang saja, Kepala masih terus mendongak.
Sebelumnya dia sudah mengalami hal seperti ini sebanyak due kali. Yaitu setiap
dia mengantar Sesajen Atap Langit untuk memperpanjang kesaktian rahasia yang ada
dalam tubuh delapan anak kucing merah yang dikenal dengan name Delapan Sukma
Merah. Sesajen Atap Langit
6/55 " Blaarrr! Blaarrr! Blarr!"
Tiga letusan menggelegar disertai berkiblatnya tiga larik sinar merah. Lalu
sunyi sesaat. Dalam kesunyian kemudian terdengar tiga suara anch berucap
bersamaan. " Penguasa Atap Langit! Kami telah melihat. Kami Tiga Pengawal Atap Langit
bersaksi bahwa kepala den tubuh itu adalah benar kepala den tubuh Sinuhun Merah
Penghisap Arwah. Kami telah mencium. Kami Tiga Pengawal Atap Langit bersaksi
bahwa roh dalam ujud mahluk berbelangkon den berjubah merah di puncak Gunung
Semeru benar adalah roh Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Kami mencium! Darah arwah
yang mengalir di dalam ujud mahluk. itu benar adalah darah Sinuhun Merah
Penghisap Arwah."
" Melihat belum berarti menyaksikan kebenaran. Tiga Pengawal Atap Langit lakes
beri tahu aku! Aku ingin kepastian kunci! Apa kelainan yang terdapat dalam tubuh
Sinuhun Merah Penghisap Arwah!"Suara gaib yang menggetarkan udara menggelegar.
Suara mahluk tak kelihatan ujud yang disebut sebagai Penguasa Kawasan Atap
Langit. " Biarr! Blaarr! Blaar!'
Tiga letusan kembali menggelegar dan tiga cahaya merah menyusul berkiblat.
Lalu terdengar tiga suara aneh tadi memberikan jawaban.
" Penguasa Atap Langit! Kami Tiga Pengawal Atap Langit melihat kelainan yang ada
dalam tubuh roh Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Jantungnya berada di sebelah
kanan, bukan di sebelah kiri!",
" Pemeriksaan selesai! Tiga Pengawal Atap Langit kalian boleh kembali!"
Tiga pasang sayap mengepak keras. Bau busuk kembali menebar. Cahaya merah terang
pada, tiga pasang mata meredup. Hidung menghembuskan tiupan nafas panjang. Tiga
mahluk berbentuk, kelelawar raksasa menguik keras lalu berputar dua kali. Pada
putaran ke tiga mereka menukik ke bawah den lenyap di balik kabut yang mulai
muncul menutupi kawasan puncak Gunung Semeru.
Sesaat kemudian terdengar suara Penguasa Atap Langit.
" Sinuhun Merah Penghisap Arwah, terakhir kali kau datang kau membawa Sesajen Atap
Langit berupa delapan jantung bayi lelaki. Katakan padaku, kali ini Sesajen Atap
Langit apa yang kau bawa untuk delapan anak kucing jantan merah sakti peliharaan
Dirga Purana!"
Penguasa Atap Langit, sesajen yang kubawa kali ini adalah sumsum delapan bayi
lelaki yang telah dicairkan menjadi susu."
" Hemmm .... "Terdengar suara bergumam. Di susul ucapan keras. "
Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Sebelum Pintu Gerbang Atap Langit dibuka,
perlihatkan pada diriku bahwa kau tidak juga membawa Sesajen Penyanding Sesajen
Atap Langit!"
Tangan kiri Sinuhun Merah Penghisap Arwah yang sejak tadi berkacak pinggang
bergerak ke balik jubah merah, mengeluarkan sebuah kantong kain merah bergambar
bintang kuning berujung delapan pada dua sisinya.
Sesajen Atap Langit
7/55 " Penguasa Atap Langit, Sesajen Penyanding sudah ada dalam genggamanku.
Mungkin ada sesuatu yang hendak kau tanyakan lagi?"Bertanya Sinuhun Merah
Penghisap Arwah.
" Katakan ape isi kantong kain merah itu!"Mahluk tak kelihatan ujud bertanya.
"Lima puluh keping uang emas! Due puluh butir permata mutu manikam! Tiga puluh
lentingan rokok daun jagung yang sudah diisi dengan candu dari negeri Cina!
Mohon Penguasa Atap Langit bersedia menerima!"
Di udara berkabut di puncak Gunung Semeru terdengar suara tawa bergelak disusul
ucapan. " Aku bersedia menerima! Lemparkan ke udara kantong kain itu!"
Dengan cepat tangan kiri Sinuhun Merah Penghisap Arwah melemparkan kantong kain
ke udara. Seperti ada kekuatan yang menyedot, kantong kain tertarik ke atas dan
sekejapan saja telah lenyap dari pandangan mata. Sesaat kemudian terdengar suara
berderak. Batu di bawah kaki Sinuhun Merah Penghisap Arwah bergetar.
" Wusss!" Belasan tombak di hadapan Sinuhun Merah Penghisap Arwah muncul dua buah dinding
batu yang secara cepat bergerak membuka ke samping kiri dan kanan,
" Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Pintu Gerbang Atap Langit sudah dibuka!
Kau diperkenankan masuk!"
Tidak menunggu lebih lama Sinuhun Merah Penghisap Arwah segera melesat memasuki
pintu batu yang dengan cepat bergerak menutup kembali.
Hanya sejengkal lagi dua dinding batu akan menutup rapat tiba-tiba satu benda
kelabu laksana ular besar melesat di udara, lalu dess! Bergulung mengganjal
Pintu Gerbang Atap Langit. Benda itu ternyata adalah segulung sorban!
TIGA DUA dinding batu Pintu Gerbang Atap Langit yang terganjal sorban kelabu bergetar
hebat. Kabut yang menyungkup buyar bertebaran dan lenyap hingga keadaan di
tempat itu kini kelihatan lebih jelas walau mendung masih terus meredupi, Udara
mendadak menyentak pengap.
" Pengawal Atap Langit! Ada mahluk hendak berbuat jahat! Hancurkan benda yang
mengganjal Pintu Atap Langit!"Di langit terdengar suara teriakan lantang Sang
Penguasa Kawasan Atap Langit.
Kejap itu juga di udara muncul kembali tiga mahluk berbentuk kelelawar raksasa.
Tiga binatang ini langsung melesat ke arah sorban kelabu. Mulut menguik keras.
Dari dalam mulut meluncur keluar lidah panjang merah mengepulkan asap panas. Dua
ekor burung yang terpesat melayang di udara, begitu berada satu tombak, di depan
juluran tiga lidah panjang langsung terbakar musnah!
" Wuutt!" Tiga lidah panjang menyambar sorban yang mengganjal pintu.
Kobaran api berkiblat.
Sesajen Atap Langit
8/55 Tapi! " Dess! Desss! Desss!"
Tiga kelelawar besar terpental ke atas dan keluarkan suara meraung seperti
lolongan anjing. Lidah mereka nampak mengepul dan berubah dari merah menjadi
hitam. " Kurang ajar!"Terdengar makian Penguasa Atap Langit. Pengawal Atap
Langit! Serang benda yang mengganjal pintu dengan Panah Sukma Api! Aku akan
meminta semua arwah di kawasan ini untuk membantu!"
Diatas puncak Gunung Semeru mendadak terdengar suara raungan riuh. Itu pertanda
semua mahluk alam roh yang ada di Kawasan Atap Langit telah mendengar kata-kata
Sang Penguasa. Tiga pasang mata merah kelelawar raksasa mencuat keluar. Begitu mata dikedipkan,
enam panah dikobari api melesat ke arah gulungan sorban kelabu yang mengganjal
Pintu Atap Langit.
Enam dentuman keras menggelegar.
Udara bergetar. Pintu Gerbang Atap Langit bergoncang.
Sorban kelabu di antara dua dinding batu tenggelam dalam kobaran api, musnah
berubah jadi kepulan asap. Greekk! Pintu Gerbang Atap Langit yang tadi tidak
bisa menutup akibat ganjalan sorban kelabu kini bertaut rapat dan tertutup.
Di puncak timur Gunung Semeru yang barbatasan dengan Kawasan Atap
Langit seorang kakek berjubah kelabu tegak tertegun sambil memegang dada.
" Hyang Jagat Bathara Dewa, mohon ampun saya bertindak terlambat. Mohon maaf ilmu
kepandaian saya mash berada di bawah mereka. Yang saya kawatirkan adalah orangorang dan benda sakti yang ada dalam Ruang Segi Tiga Mayat.
Tolong mereka, lindungi mereka..."
Kakek berjubah kelabu angkat tangan kanannya, di arahkan ke Pintu Gerbang Atap
Langit yang mulai tampak samar. Sebelum ujud Pintu Gerbang lenyap kakek ini
dengan cepat sentakkan tangan kanan.
" Wuutt!" Sorban yang telah musnah dibakar kobaran enam Panah Sukma Api
menampakkan diri kembali, melesat ke arah si kakek, langsung bergulung diatas
kepalanya. Walau mampu mendapatkan sorbannya kembali namun tak urung dua kaki si
kakek tampak tertekuk goyah dan sekujur tubuh bergetar.
Siapa gerangan adanya kakek ini" Dia bukan lain orang tua sakti yang telah
menolong Ratu Randang yang oleh Empu Semirang Biru disebut sebagai Embah Buyut
Kumara Gandamayana.
Ketika siap hendak meninggalkan tempat itu tiba-tiba di sekitarnya terdengar
suara anak kucing mengeong keras tapi ujudnya tidak kelihatan. Kagetnva si kakek
bukan alang kepalang karena mendadak saja dua kakinya tak bisa bergerak!
Ketika dia memandang ke bawah, astaga! Dua kakinya ternyata telah dilibat
gulungan rantai besi berwarna merah.
" Rantai Kepala Arwah Koki Roh,"ucap si kakek yang rupanya mengenali dan tahu nama
rantai. Rental inilah yang telah memberangus tubuh Empu Semirang Biru hingga
hanya mampu duduk bersila di dalam Ruang Segi Tiga Nyawa. "
Ini Sesajen Atap Langit
9/55 pasti pekerjaan anak lelaki bernama Dirga Purana pemilik Delapan Sukma Merah
delapan anak kucing itu!"Walau darahnya berdesir namun dia tetap berlaku tenang.
Dua telapak tangan dikembang ke arah bawah. Tenaga dalam den hawa sakti
dialirkan hingga dart sepuluh ujung jari memancar cahaya kelabu.
" Rantai Kaki Arwah Kepala Roh!"Si kakek berteriak sengaja menyebut
terbalik name rental merah. Agaknya ada maksud tertentu dia berucap seperti itu.
Karena kemudian dia kembali berteriak. "
Arwah Penangkal! Tunjukkan yang
putih itu putih! Yang benar itu benar!"
Dua tangan dihentakkan ke bawah.
" Dess! Dess!"
" Blaarr!" Si kakek sanggup menggerakkan kedua kaki namun rantai besi merah masih mengikat
kedua kakinya walau kini sedikit agak longgar. Tidak menunggu lebih lama dia
segera melompat ke udara. Setengah jalan dia berjungkir, kaki ke atas kepala ke
bawah. Lalu wuuuttt! Tubuh orang tua itu melesat ke bawah Gunung Semeru.
" Aku harus mencari pemuda dari alam delapan ratus tahun mendatang itu.


Wiro Sableng 180 Sesajen Atap Langit di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya dia yang memiliki kemampuan menghadang dan menghancurkan kekuatan Penguasa
Atap Langit. Hanya dia yang bisa menghadapi Delapan Sukma Merah."
Suara ngeongan anak kucing mendadak kembali terdengar. Kali ini disertai dengan
melesatnya delapan ujud samar berwarna merah. Embah Buyut Kumara Gandamayana
mendengus. Mulut berucap.
" Kalian belum mendapatkan Sesajen Atap Langit! Kalian tidak punya
kekuatan! Kesaktian kalian mengapung di udara! Kalian sebenarnya adalah ganjalan
nyawa mahluk terkutuk. Kalian tidak akan mampu menyerangku! Pergi!"
Orang tua itu tanggalkan sorban kelabunya lalu dikebut ke arah delapan bayangan
samar anak kucing merah.
" Wuuutt!" Satu gelombang angin memancarkan cahaya kelabu menderu.
" Ngeooong!"
Delapan sosok samar anak kucing merah mental ke udara.
**** Di KAWASAN Atap Langit di atas puncak Gunung Semeru, Sinuhun Merah
Penghisap Arwah memaklumi sesuatu telah terjadi.
" Ada mahluk yang coba menghalangi tertutupnya Pintu Gerbang Atap Langit.
Pasti hendak berusaha menyusup masuk ke dalam."Sinuhun yang sebenarnya adalah
mahluk dari alam roh ini menyeringai. "
Siapa yang sanggup menantang
kekuatan Delapan Sukma Merah! Siapa yang mampu melawan Penguasa Atap Langit yang
punya ratusan anak buah mahluk alam arwah! Tapi aku mulai meragukan kekuatan dan
kesaktian Sang Penguasa."
Laksana terbang Sinuhun Merah Penghisap Arwah melesat ke arah timur Kawasan Atap
Langit. Setelah melewati sekian banyak gumpalan gumpalan awan
Sesajen Atap Langit
10/55 kelabu, begitu matanya melihat hamparan sembilan batu besar hitam den basah
mengambang di bawah sane die segera menukik turun. Delapan batu tersebar begitu
rupa membentuk lingkaran mengelilingi batu ke sembilan yang disebut Batu Atap
Langit. Di atas batu besar ke sembilan ini terletak sebuah nampan atau baki
memiliki delapan kaki berupa kaki binatang dengan cakar mencuat, terbuat dari
perak putih berkilau.
Seperti diketahui saat itu siang hari dan sang surya memancarkan sinarnya yang
terik. Namun di tempat itu keadaan redup temaram. Udara terasa basah dan ada
hawa dingin aneh menyembur dari dalam tanah.
Begitu menjejakkan kaki di atas batu ke sembilan, Sinuhun Merah Penghisap Arwah
merasa ada hawa dingin keluar dari batu, masuk ke dalam tubuh yang membuat dua
kakinya bergetar. Otaknya serasa beku. Sinuhun Merah Penghisap Arwah tertegun
kaget den marah.
" Kurang ajar! Bagaimana mungkin ada mahluk jahanam bisa tembus masuk ke tempat
ini!" Sinuhun Merah Penghisap Arwah memandang berkeliling. Dia melihat ada bayangan
warna kebiruan di balik salah satu delapan batu yang mengelilingi batu ke
sembilan. Dari arah itu datangnya hawa luar biasa dingin. Tidak tunggu lebih
lama dia segera angkat kepala. Delapan benjolan merah di kening pancarkan cahaya
terang siap untuk melancarkan serangan Delapan Arwah Sesat Menembus Langit.
Namun sebelum delapan cahaya merah keluar dari delapan benjolan tiba-tiba
terdengar suara Penguasa Atap Langit.
" Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Kawasan Atap Langit adalah daerah
kekuasaanku! Apapun yang terjadi tidak seorang lain boleh turun tangan. Kau
tidak boleh menimbulkan kerusakan di sini! Batalkan seranganmu! Biar para
Pengawal Atap Langit menangani masalahmu!"
" Penguasa Atap Langit!" Sinuhun
Merah menyahuti, " Aku rasa kemampuanmu sudah jauh berkurang. Bagaimana ada mahluk lain bisa menyusup masuk
ke dalam kawasan kekuasaanmu?"
" Bisa masuk tak ada artinya kalau tidak bisa keluar!"Penguasa Atap Langit lalu
berteriak memanggil Pengawal. Tiga kelelawar raksasa segera muncul lalu melesat
ke arah batu besar yang dibaliknya kelihatan sinar biru.
" Plaak ... plaak!"
Enam sayap mengepak. Enam cahaya hitam menerpa batu besar. Saat itu juga dari
balik batu memancar cahaya biru legam dibarengi suara jeritan keras.
Sesosok tubuh mengapung di udara dalam keadaan gosong, sulit dikenali siapa
adanya. Tiga kelelawar hitam menguik keras, berputar due kali lalu melesat lenyap.
" Penguasa Atap Langit! Aku tidak mengenali mahluk itu. Harap kau memberi tahu
siapa dia adanya!"
Di udara redup terdengar suara tertawa bergelak Sang Penguasa.
" Kau telah menyaksikan kehebatan pare Pengawal Atap Langit. Jangan ada yang
berani meragukan kekuatan den kuasa kami pare mahluk Atap Langit. Siapa mahluk
yang telah menemui ajal dalam keadaan gosong itu, itu bukan urusanmu.
Sesajen Atap Langit
11/55 Harap kau mawas diri. Di alam nyata dan di alam gaib kau sudah terlalu banyak
musuh! Kau harus bersyukur aku masih memberi kesempatan bagimu untuk
melaksanakan upacara Sesajen Atap Langit! Kalau tidak nyawamu sudah terpecah di
delapan penjuru angin! Sampaikan hal itu pada Junjunganmu anak lelaki bernama
Dirga Purana! Aku menghormatinya tapi jangan ada anak buahnya berani menganggap
rendah diriku! Atap Langit adalah Negeri kekuasaanku, Atap Langit adalah
Kerajaanku! Sekarang cepat kau melaksanakan pemberian Sesajen Atap Langit,
Waktumu hanya tinggal sedikit. Begitu selesai cepat tinggalkan tempat ini!.
Masih delapan mahluk lain yang menunggu pelaksanaan Sesajen Atap Langit!"
Rahang Sinuhun Merah Penghisap Arwah tampak menggembung. Telinganya terasa
panes. Walau mulutnya ingin berteriak memaki namun dia tidak bisa berbuat apaapa selain melakukan apa yang dikatakan Penguasa Atap Langit.
" Jahanam, inilah kesalahan Kesatria Junjungan. Dia terlalu percaya hingga
Penguasa Atap Langit tahu banyak tentang diri dan kekuatanku! Kalau tiba saatnya
Kawasan Atap Langit akan aku musnahkan dengan Api Delapan Sukma Dewa!"
EMPAT Satu demi satu Sinuhun Merah Penghisap Arwah mengambil cangkir perak yang
tergantung pada cantelan piala. Cangkir kemudian diletakkan diatas nampan perak,
masing-masing gagang menghadap ke arah delapan batu yang mengelilingi.
Setelah lebih dulu berlutut di atas batu, mahluk alam roh yang berujud serba
merah ini buka penutup piala. Dari dalam piala dia kemudian menuangkan cairan
putih ke dalam setiap cangkir perak. Setelah semua cairan putih yang konon
adalah sumsum belakang delapan bayi dituang dibagi rata hingga penuh sampai dua
pertiga cangkir, Sinuhun Merah Penghisap Arwah lemparkan piala perak ke udara.
Di satu tempat piala perak meledak, berubah jadi asap putih lalu lenyap dari
pemandangan. Sinuhun Merah Penghisap Arwah letakkan dua telapak tangan di atas dada.
Dua jari tengah sengaja ditekuk sementara empat jari lain dari masing-masing
tangan mengembang lurus. Kepala mendongak, mata dipejam. Perlahan-perlahan
delapan jari tangan berubah merah, memancarkan cahaya.
Tak selang berapa lama bagian batu dibawah delapan nampan perak diletakkan ikut
memancarkan cahaya merah disertai kepulan asap. Lalu cairan sumsum di dalam
cangkir menggelegak perlahan.
Bau aneh menyerupai bau kemenyan yang di bakar menebar di tempat itu.
Suasana menjadi bertambah angker sewaktu di udara yang redup dan dingin di
kejauhan terdengar suara panjang raungan anjing. Begitu gema suara raungan
lenyap Sinuhun Merah Penghisap Arwah membuka mulut dan berseru.
" Penguasa Atap Langit!! Sesajen Atap Langit sudah disiapkan! Mohon Pintu Arwah
dibuka. Izinkan Delapan Sukma Merah menyantap sesajen yang
terhidang!"
Sesajen Atap Langit
12/55 Di Kawasan Atap Langit tidak pernah ada angin. Narnun saat itu tiba-tiba
terdengar suara menderu disertai hembusan angin keras. Jubah Merah Sinuhun Merah
Penghisap Arwah berkibar kibar. Kumis, janggut dan rambut panjang dibawah
belangkon merah bergeletar. Piala dan delapan cangkir perak bergoyang-goyang.
Sembilan batu besar bergetar.
Tiba-tiba langit seolah terbelah. Dari celah belahan melesat turun delapan benda
merah yang bukan lain adalah delapan anak kucing merah. Binatang ini melesat
demikian rupa lalu melayang turun dan duduk di depan cangkir perak.
Sepasang mata merah terpentang lebar menatap tak berkesip ke arah cairan di
dalam cangkir. Kuku kaki depan mencuat laksana pisau. Ekor berkibas-kibas.
Telinga mencuat ke alas dan lidah menjulur tanda tidak sabaran untuk segera
menjilat meneguk cairan sumsum. Jika diperhatikan, walau delapan anak kucing ini
semua berbulu merah, namun tiga di antaranya memiliki bulu berwarna lebih pekat,
agak kehitaman. Tiga anak kucing ini setiap mengeong keras memancarkan cairan
merah dari kedua mata mereka.
Sinuhun Merah Penghisap Arwah turunkan kepalanya yang sejak tadi
mendongak. Sepasang mata dibuka. Menyapu delapan anak kucing merah. Jika
memperhatikan tiga anak kucing berbulu merah kehitaman, dada kanannya mendenyut
sakit. " Delapan anak kucing merah yang dengan hormat aku panggil dengan nama Delapan
Sukma Merah! Penguasa Atap Langit telah membuka Pintu, Arwah!
Pertanda kalian telah mendapat izin. Silahkan menikmati Sesajen Atap Langit yang
telah disediakan!"Seolah mengerti apa yang dikatakan Sinuhun Merah Penghisap
Arwah, delapan anak kucing merah mendekati cangkir perak di hadapan masingmasing. Dua kaki depan mencengkeram, kepala dirundukkan lalu terdengar suara
mereka menjilat dan meneguk sumsum putih. Nyaris sekejapan saja sumsum putih di
dalam cangkir serta merta habis tak bersisa. Delapan anak kucing merah mengeong
keras. Tubuh memancarkan cahaya merah menyilaukan.
Seolah rasa haus belum terobat, rasa lapar belum pulih tiba-tiba mereka membuka
mulut lebar-lebar lalu greek... greekk ... greeekkk! Delapan cangkir perak
mereka kunyah seperti menyantap kerupuk!
Sinuhun Merah Penghisap Arwah terkejut.
" Pertanda buruk! Tidak pernah Delapan Sukma Merah berlaku serakus ini!"
Ucap sang Sinuhun dalam hati lalu cepat dia berteriak. "
Delapan Sukma Merah!
Sesajen Atap Langit sudah kalian dapatkan! Kesaktian kalian sudah diperpanjang!
Saatnya untuk kembali menemui Satria Junjungan!"
Delapan anak kucing merah rundukkan kepala hingga dagu menempel di batu.
Mulut membuka lebar dan mata membeliak. Kuku kaki depan digerus ke atas batu
hingga membuat guratan-guratan dalam yang dikobari api!
" Delapan Sukma Merah! Jangan merusak apa yang ada di Kawasan Atap
Langit! Aku minta agar kalian segera kembali menghadap Satria Junjungan Dirga
Purana! Penguasa Atap Langit mohon Pintu Akhirat dibuka kembali!"
Seperti tadi mendadak menderu suara tiupan angin keras. Lalu di atas sana langit
seolah terbelah membuka.
Sesajen Atap Langit
13/55 Delapan kucing merah mengeong keras. Mereka melesat ke arah Sinuhun Merah
Penghisap Arwah, satu jengkal di atas kepala. Hal Ini cukup membuat Sinuhun
Merah terkejut dan cepat rundukkan kepala. Ketika dia memandang ke atas, delapan
anak kucing merah telah meles memasuki celah langit.
" Sinuhun Merah Penghisap Arwah! Upacara Sesajen Atap Langit telah selesai.
Harap kau segera meninggalkan tempat ini!"Di udara redup menggema suara Penguasa
Atap Langit. " Penguasa Atap Langit! Aku mengucapkan terima kasih. Akan aku sampaikan pada Sang
Junjungan semua kebajikan yang telah kau lakukan! Namun sebelum pergi aku mohon
satu pertolongan."
Udara di Kawasan Atap langit semakin redup.
" Sinuhun! Aku peringatkan padamu! Waktumu sebenarnya sudah habis!"
" Penguasa Atap Langit! Aku mohon dengan sepuluh jari di atas kepala!"
Sinuhun Arwah Merah Penghisap Arwah susun sepuluh jari di atas kepala dan
rundukkan tubuh.
" Kau benar-benar mau membuat, aku marah Sinuhun"!"
" Aku minta maaf dan aku minta ampun, Tapi aku sangat mengharap
pertolongan. Aku mewakili Sang Junjungan!"
Terdengar suara bergumam marah. Lalu. "
Katakan pertolongan apa yang
kalian butuhkan!"
" Aku mohon agar aku bisa menembus masuk ke dalam Ruang Segi Tiga
Nyawa dimana Keris Kanjeng Sepuh Pelangi berada."
Dalam ujudnya yang tidak kelihatan Penguasa Atap Langit tertawa bergelak.
" Caranya mudah saja!"
" Bagaimana caranya" Tolong aku diberi tahu!"
" Musnahkan delapan benjolan yang ada di keningmu dan semua pengikutmu!
Ha ... ha ... hat"
" Keparat jahanam! Bagaimana mungkin aku dan yang lain-lain memusnahkan delapan
benjolan yang jadi sumber kesaktian!"Sinuhun Merah Penghisap Arwah memaki dalam
hati. Seolah mendengar makian Sinuhun Merah, Penguasa Atap Langit membentak.
" Sinuhun, jangan berani memaki di Negeri Atap Langit. Sekalipun dalam hati!"
Tiba-tiba saja udara bergetar dan hawa menjadi pengap. Kaget Sinuhun Merah
Penghisap Arwah bukan kepalang. Buru-buru dia berkata.
" Penguasa Atap Langit, aku mau pergi, harap Pintu Gerbang Atap Langit segera
dibuka!" Saat itu juga di hadapan Sinuhun Merah Penghisap Arwah muncul kembali dinding
batu yang dengan cepat bagian tengahnya bergeser ke kiri dan ke kanan.
Tidak tunggu lebih lama Sinuhun Merah Penghisap Arwah melesat masuk ke dalam
celah. Di lain kejap dia telah berada lagi di puncak Gunung Semeru.
Namun kaget Sang Sinuhun bukan alang kepalang ketika memandang berkeliling
dapatkan dirinya telah dikurung beberapa mahluk alam roh.
Mahluk pertama satu sosok angker karena mulai dari kepala sampai ke kaki
tertutup lapisan batu berlumut berwarna ungu.
Sesajen Atap Langit
14/55 " Jambal Ungu, mengapa kau muncul di sini?"
Sinuhun Merah menyebut nama si mahluk yang bukan lain adalah Raja Dukun Batu
Berlumut. Seperti diketahui mahluk ini dulunya adalah anak buah Sang Sinuhun


Wiro Sableng 180 Sesajen Atap Langit di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang kemudian menemui ajal dibunuh oleh Ratu Randang (baca episode sebelumnya
berjudul Dua Nyawa Kembar)
Berpaling ke kiri Sinuhun Merah Penghisap Arwah jadi tersirap. Satu sosok
buntung hanya berbentuk potongan pinggang dan kaki buntung tertatih-tatih
bergerak mendekatinya.
" Ketua Jin Seratus Perut Bumi!"Ucap Sinuhun Merah. Tiba-tiba dia merasa ada
sambaran angin di belakangnya. Dengan cepat dia berbalik. Sinuhun Merah
terkesiap, tampang berubah, Dihadapannya, hanya terpisah dalam jarak beberapa
langkah merunduk seekor anjing betina berperut besar pertanda tengah hamil
berat. Sepasang mata menatap menyala.
" Sri Padmi Kameswari...."Suara Sinuhun Merah terdengar bergetar perlahan.
Anjing betina angkat kepala lalu meraung panjang. Mengenai riwayat Sri Padmi
Kameswari dapat dibaca kembali pada episode awal berjudul "
Malam Jahanam Di Mataram"dan episode lanjutan "
Sepasang Arwah Bisu."
" Kalian bertiga ada keperluan apa muncul berada di tempat ini!"Sinuhun Merah
menegur. " Hidup di alam roh lapis kedua tidak tenteram.
Kami minta kau mengembalikan kami ke dalam alam roh lapis kesatu."Tiga mahluk di hadapan
Sinuhun Merah menjawab berbarengan.
" Apa! Kalian sudah mati ya sudah! Aku tidak mungkin melakukan apa yang kalian
minta!" " Jika tidak mungkin maka kami minta rohmu sebagai pengganjal roh kami di alam roh
lapis kedua!"Tiga makhluk kembali bicara secara bersamaan.
" Jangan bercanda! Kalian tahu tengah berhadapan dengan siapa!"Sinuhun Merah
Penghisap Arwah mengancam. Delapan benjolan di kening pancarkan cahaya
benderang. Untuk kedua kalinya anjing betina bunting meraung. Kali ini selesai meraung
terus menerjang Sinuhun Merah dengan serangan berupa dua cakaran kaki depan.
Mahluk buntung Ketua Jin Seratus Perut Bumi dan Raja Dukun Batu Berlumut tidak
tinggal diam. Dua mahluk alam roh yang telah jadi korban keganasan Sinuhun Merah
segera pula menyerbu!
" Mahluk sesat keparat! Kalian ingin aku benamkan di lapis tanah ke delapan!"
Teriak Sinuhun Merah Penghisap Arwah marah. Dia siap menyambut serangan lawan
dengan pukulan tangan kiri kanan yaitu Delapan Sukma Merah.
" Sinuhun Merah! Mengapa harus repot! Biarkan aku yang memberi pelajaran pada tiga
mahluk tidak tahu diri itu!"
Tiba-tiba ada orang berteriak. Lalu wusss!
Selarik sinar merah berkiblat disertai suara menggelegar seperti petir
menyambar. Hawa panas menghampar di seantero tempat. Sebagian puncak Gunung
Semeru tenggelam dalam kobaran api. Sinuhun Merah Penghisap Arwah
Sesajen Atap Langit
15/55 cepat menghindar dengan melompat sampai delapan tombak. Tiga jeritan menggelegar
lalu lenyap. Sinuhun Merah Penghisap Arwah usap wajah sampai dua kali. Memandang ke puncak
gunung di arah kiri dia melihat sosok Pangeran Matahari alias Kesatria Roh
Jemputan tegak sambil memegang senjata Lentera Iblis.
" Jahanam dari alam roh delapan ratus tahun mendatang itu!"Maki Sang Sinuhun. Dia
tiba-tiba muncul di sini. Apa dia sungguhan hendak menolong aku atau punya
maksud tersembunyi sebenarnya hendak menghabisiku!"
" Kesatria Roh Jemputan! Terima kasih kau telah menolong diriku! Lekas kembali ke
Bhumi Mataram! Pekerjaan besar menunggu!" Sinuhun Merah akhirnya berteriak. Lalu
tanpa menunggu jawaban Pangeran Matahari dia tinggalkan puncak Gunung Semeru.
LIMA KEMBALI ke Ruang Segi Tiga Nyawa di bawah Candi Plaosan Lor. Seperti diceritakan
sebelumnya dalam serial terdahulu berjudul "
Delapan Sukma Merah,
ketika berada di halaman Candi Kalasan tiba-tiba ada sinar kuning melesat dari
langit. Sinar melingkari tanah tempat Jaka Pesolek berdiri lalu naik ke atas
membungkus tubuh dan kepala si gadis. Sesaat kemudian tubuh Jaka Pesolek amblas
lenyap masuk ke dalam tanah.
" Ada yang menculik Jaka Pesolek!"Wiro berteriak kaget. Ini pasti pekerjaan dua
Sinuhun keparat!"Setelah berpesan pada Ratu Randang dan Dewi Ular agar jangan
kemana-mana dan tetap menunggunya di tempat itu Wiro dengan mengandalkan ilmu
baru yang didapat dari kakek sakti Kumara Gandamayana masuk ke dalam tanah
mengejar Jaka Pesolek.
Dugaan Wiro bahwa Jaka Pesolek diculik oleh dua Sinuhun jahat ternyata keliru.
Sesuai keterangan Jaka Pesolek pada Empu Semirang Biru setelah masuk ke dalam
tanah, dia merasa heran karena dia merasa seperti berada di alam terbuka. Lalu
dia melihat seberkas cahaya kuning disertai gema lonceng di kejauhan. Cahaya
kuning bergerak ke depan. Jaka Pesolek mengikuti hingga akhirnya sampai di Ruang
Segi Tiga Nyawa. Menurut Empu Semirang Biru ternyata Jaka Pesolek telah ditolong
oleh anak sakti Mimba Purana yang dikenal dengan sebutan Satria Lonceng Dewa.
Wiro yang berusaha mengejar karena kawatir akan keselamatan Jaka Pesolek terpaut
jauh lebih dari tiga puluh tombak di belakang si gadis. Sewaktu sayup-sayup dia
mendengar suara lonceng dan bayangan samar cahaya kuning di kejauhan, karena
tidak tahu di arah mana beradanya Jaka Pesolek maka Wiro mengejar ke jurusan dia
mendengar suara lonceng dan melihat cahaya kuning samar.
Di satu tempat dimana lapisan tanah berubah dari coklat kehitaman menjadi merah
kehitaman Wiro hentikan lari ketika mendadak dia merasa ada sambaran angin dari
arah depan. Dia memperhatikan, astaga! Di hadapannya terlihat satu pemandangan
aneh. Sesajen Atap Langit
16/55 " Satu...dua...tiga..."Wiro menghitung sampai delapan. Sepasang mata tidak berkesip. "
Delapan anak kucing berbulu merah! Ada benjolan di kening!"Wiro
ingat sebelumnya pernah beberapa kali mendengar suara ngeongan kucing. "
Apa binatang-binatang ini yang mengeong" Dari sikap mereka tampaknya mereka sengaja
menghadang jalanku."
Delapan anak kucing berbulu merah di dalam lapisan tanah di bawah kawasan Candi
Plaosan Lor duduk mencangkung, berjejer dari kiri ke kanan. Delapan pasang mata
menyorot tak berkedip ke arah Wiro. Perlahan lahan mulut menyeringai
memperlihatkan lidah panjang serta taring runcing. Telinga panjang mencuat ke
atas. Tiba-tiba didahului ngeongan keras, delapan anak kucing merah melompat
menyerbu. Saat itulah Wiro melihat seluruh kuku yang dimiliki delapan anak
kucing itu mencuat keluar menyerupai pisau besar, tajam dan runcing berwarna
merah. Cakar Sukma Merah!
Menghadapi delapan musuh yang berbentuk manusia atau mahluk jejadian bukan hal
yang menakutkan bagi Pendekar 212 Wiro Sableng. Tapi diserang delapan anak
kucing baru sekali ini dialaminya seumur hidup. Dalam hati ada perasaan tidak
tega untuk menyakiti apa lagi sampai membunuh binatang itu. Hal ini membuat sang
pendekar berlaku ayal. Ketika delapan anak kucing semburkan cahaya merah dari
benjolan di kening masing-masing, Wiro tersentak kaget.
Pandangan matanya silau. Selagi dia berusaha melompat mundur, lima cakaran
menyambar. " Brett! Brettt!"
Beberapa sambaran Cakar Sukma Merah berhasil dihindari Wiro walau
bajunya robek-robek. Ketika delapan cahaya merah kembali melesat dari benjolan
di kening delapan anak kucing, dua sambaran Cakar Sukma Merah menyerempet dada,
tiga menggores wajah!
Walau cuma luka berbentuk goresan namun racun yang dikandung benar-benar jahat.
Saat itu juga Wiro merasa aliran darahnya menjadi panas, pemandangan menggelap
dan dua kaki goyah lemas. Dengan langkah terhuyung-huyung dia coba berjalan ke
arah cahaya, terang kemerahan jauh di depan sana. Namun delapan anak kucing
kembali melancarkan serangan.
Wiro membentak keras. Tangan kanan didekatkan ke muka, telapak dikembang lalu
dia meniup. Kejapan itu juga, di atas telapak tangan kanan terpampang gambar
kepala harimau putih bermata, hijau. Ketika, Wiro menghantarkan tangan Kanan ke
arah delapan kucing yang menyerang, didahului suara auman harimau selarik sinar
putih disertai dua jalur sinar hijau menderu keras. Seantero tempat bergeletar.
Tanah berguguran.
" Ngeonggg!"
Tiga ekor anak kucing terpental ke alas lalu jatuh terkapar di tanah. Anehnya
mereka tidak kelihatan cidera. Hanya sepasang mata tampak mengeluarkan cairan
merah dan bulu mereka yang semula merah terang kini berubah menjadi merah gelap
kehitaman. Namun demikian ketiga, binatang ini hanya mampu gerakkan kepala
sedikit, mengeong pendek, megap-megap lalu melosoh tak berkutik.
Sesajen Atap Langit
17/55 Melihat apa yang terjadi dengan tiga kawan mereka, lima anak kucing lainnya
mengeong keras lalu tiga diantaranya dengan cepat melompat dan menggigit kuduk
tiga teman mereka yang cidera. Ketika Wiro memandang berkeliling dan siap hendak
melepas lagi Pukulan Harimau Dewa semua anak kucing tak ada lagi di tempat itu
" Celaka, apa yang terjadi dengan diriku. Tubuhku panas, kakiku lemas. Ada racun
ganas dalam tubuhku..."Meski pandangan matanya mulai samar namun Wiro masih bisa
melihat sinar terang merah di kejauhan. Yang dilihatnya itu adalah Ruang Segi
Tiga Nyawa dimana Ratu Randang, Kunti Ambiri, Jaka Pesolek dan Sakuntaladewi
berada bersama Empu Semirang Biru. Wiro merasa heran. Kapak Naga Geni 212 yang
ada dalam tubuhnya serta hawa sakti yang seharusnya mampu menumpas racun di
dalam tubuhnya sepertinya tidak bekerja.
Dengan gerakan kaku dan berat Wiro totok beberapa bagian tubuhnya. Lalu
terhuyung-huyung dia melangkah ke arah cahaya merah terang. Dia merasa seperti
berjalan di gurun pasir dimana matahari seolah berada satu jengkal di atas
kepala dan kaki laksana dipanggang. Ketika akhirnya dia berhasil mencapai cahaya
merah terang dan masuk ke Ruang Segi Tiga Nyawa, Wiro langsung roboh di lantai
ruangan. Tenaganya terkuras habis. Tubuh basah oleh keringat bercampur darah
yang keluar dari guratan luka di wajah dan dada.
Ratu Randang, Sakuntaladewi dan Kunti Ambiri yang ada dalam ruangan terpekik
keras. Jaka Pesolek langsung menubruk dan memeluk tubuh Wiro.
Ketika semua orang berusaha mencari jalan untuk menolong Wiro dan Jaka Pesolek
serta Sakuntaladewi sama-sama bertekad untuk mencari Embah Buyut Kumara
Gandamayana, tiba-tiba saja orang tua sakti itu muncul dan terlihat di luar
Ruang Segi Tiga Nyawa.
" Kenapa mempersusah diri jauh-jauh mencariku! Aku sudah berada di dekat kalian.
Bawalah pemuda malang berambut panjang itu ke hadapanku. Akan aku obati dan
pasti sembuh. Semoga Para Dewa menolong dan memberi berkat."
Begitu si orang tua berkata dari luar Ruang Segi Tiga Nyawa.
Ketika digotong, dalam keadaan setengah sadar Pendekar 212 Wiro Sableng berusaha
membuka dua matanya yang sejak tadi terpejam. Walau agak samar namun pandangan
matanya ia langsung membentur sosok kakek bersorban dan berjubah kelabu di luar
Ruang Segi Tiga Nyawa. Otaknya masih bisa bekerja.
Mendadak saja dia ingat peristiwa Raja Mataram jejadian yang muncul di Candi
Kalasan. Kali ini dia juga merasa ada sesuatu yang tidak beres. Wiro kedipkan
perlahan kedua matanya. Karena ilmu kesaktian yang hendak dikeluarkan tidak
membutuhkan banyak kekuatan tenaga dalam dia masih mampu menerapkan ilmu
menembus Pandang.
Mendadak saja Wiro menjadi tegang. Di dalam sosok kakek bersorban dan berjubah
kelabu dia melihat sosok seorang lain. Memandang menyeringai angker ke arahnya,
memperlihatkan taring merah di sudut mulut!
" Gusti Allah "Wiro mengucap. Dia berusaha melepaskan diri dari pegangan ke empat
orang yang menggotongnya namun tidak punya kekuatan. Sesaat kemudian
Sesajen Atap Langit
18/55 tubuhnya sudah berada di luar Ruang Segi Tiga Nyawa, lalu didudukkan orang di
tanah. " Eyang Sinto, mengapa jadi begini. Mengapa Eyang ..."
Melihat raut wajah serta ucapan Wiro yang aneh, Kunti Ambiri bertanya.
" Wiro, kau bicara dengan siapa"!"
ENAM WIRO menatap lekat-lekat ke arah orang tua di depannya. Mulut berucap perlahan
karena dada mulai terasa sesak.
" Ka ... kakek itu Dalam tubuhnya ada ...."
Belum sempat Wiro menyelesaikan ucapan tiba-tiba orang tua bersorban dan
berjubah kelabu melompat ke hadapan Wiro. Namun yang bergerak ke depan ternyata
hanyalah pakaian yang melekat di tubuhnya yaitu sorban kelabu, jubah kelabu dan
kasut putih. Begitu seluruh pakaian tanggal, tubuhnya lenyap berubah jadi asap
merah. Lalu dari balik kepulan asap menyelinap keluar satu sosok tinggi kurus
dan hitam berambut putih jarang riap-riapan.
Di mata Wiro, sosok itu adalah sosok gurunya Eyang Sinto Gendeng dalam ujud asli
yaitu seorang nenek berkulit hitam kurus, wajah seperti tengkorak hidup karena
hanya dilapisi kulit hitam tipis, batok kepala dihias empat tusuk konde perak.
Pakaian lurik dan kain panjang hitam. Tubuh dan pakaian menebar bau pesing.
Mulut pencong ke kanan dan ke kiri karena mengunyah susur. Namun ada kelainan
pada mulut sang guru. Yaitu pada dua sudut mulut mencuat caling panjang runcing
berwarna merah! Lalu di atas kening tampak delapan benjolan yang juga berwarna
merah. Rambut putih jarang riap-riapan berjingkrak di atas kepala di antara empat tusuk
konde perak. Ketika si nenek menyeringai dan mengangkat dua tangannya, astaga!
Wiro melihat delapan jari Eyang Sinto telah berubah berbentuk delapan pisau
tajam warna merah. Jari tengah dilipat ke belakang.
Wiro tahu kalau Eyang Sinto selama ini berada di bawah kekuasaan Sinuhun Merah
Penghisap Arwah dan otaknya telah dirasuki apa yang disebut ilmu hitam Delapan
Jalur Arwah Pencuci Otak Tapi dia benar-benar terkejut dan tidak menyangka
begitu melihat keadaan sang guru yang seperti itu.
" Guru! Eyang... apa yang terjadi denganmu Eyang!"
Sinto Gendeng menyeringai. Lidah menjulur merah. Dua caling mencuat tambah
panjang. Ketika nenek ini mengeluarkan suara, suaranya bukan suara manusia, tapi
merupakan ngeong kucing yang keras menakutkan!
" Ya Tuhan!"Wiro kembali mengucap.
Kalau Wiro melihat sosok gurunya seperti itu, demikian juga yang disaksikan oleh
Kunti Ambiri. Namun Jaka Pesolek, Ratu Randang dan Sakuntaladewi serta Empu
Semirang Biru yang masih berada dalam Ruang Segi Tiga Nyawa yaitu semua orang
yang berasal dari Bhumi Mataram melihat si nenek sebagai seorang gadis cantik
bertubuh molek dan tubuh serta pakaian menebar bau wangi, bukan bau pesing!
Sesajen Atap Langit
19/55 " Wiro, hati-hati .... Waktu di Bukit Batu Hangus, gurumu hendak
membunuhmu!" Ratu
Randang memperingatkan.


Wiro Sableng 180 Sesajen Atap Langit di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi berjaga waspada.
Dari dalam Ruang Segi Tiga Nyawa Empu Semirang Biru yang sudah mehat gelagat
tidak baik berteriak keras.
"Lekas bawa masuk pemuda itu kembali ke dalam Ruang Segi Tiga Nyawa!"
Kunti Ambiri can tiga orang lainnya tersentak lalu cepat bergerak menggotong
Wiro kembali. Namun terlambat!
Delapan cahaya merah menyembur dari delapan benjolan di kening Sinto Gendeng.
Ketika semua orang tersurut kesilauan sosok Sinto Gendeng melesat ke depan.
Delapan jari berbentuk pisau berkelebat.
" Dess!" " Reetttt!" Ratu Randang menjerit keras. Kunti Ambiri berteriak. Jaka Pesolek tertegun
dengan wajah pucat dan mulut terkancing. Hanya Sakuntaladewi yang bisa menguasai
diri walau berada dalam keadaan sangat tegang.
Semua terjadi dengan sangat cepat. Disaksikan sekian banyak pasang mata yang
terkesiap nyaris tak percaya, delapan jari tangan Sinto Gendeng yang menyerupai
pisau menggurat di tubuh Wiro mulai dari dada sampai ke pertengahan perut. Tak
ada darah mengucur. Yang terlihat tubuh Wiro terkuak mengerikan demikian rupa di
sebelah dada dan perut lalu dua tangan Sinto Gendeng amblas masuk ke dalam tubuh
sang murid. Pada saat keluar lagi salah satu tangan memegang sebuah benda
bersinar putih berkilau yang bukan lain adalah Kapak Maut Naga Geni 212 yang
selama ini memang berada di dalam badan sang pendekar yaitu sejak Kiai Gede Tapa
Pamungkas memasukkan senjata sakti mandraguna itu ke dalam tubuhnya.
Sepasang Naga Lembah Iblis 4 Pendekar Rajawali Sakti 150 Orang Orang Atas Angin Kisah Si Rase Terbang 3

Cari Blog Ini