Ceritasilat Novel Online

Delapan Pocong Menari 1

Wiro Sableng 182 Delapan Pocong Menari Bagian 1


BASTIAN TITO PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
WIRO SABLENG DELAPAN POCONG MENARI E-Book: anggotax2006 & kiageng80
WIRO SABLENG DELAPAN POCONG MENARI
1 ALAM Selasa Kliwon. Di dalam Puri Kesatu di
Negeri Atap Langit, Ken Parantili benamkan wajah
Mke dada Pendekar 212, tangan merangkul
pinggang, lalu perempuan muda ini angkat kepalanya.
"Kita harus segera masuk ke dalam kamar di sebelah.
Suara gamelan mulai terdengar perlahan. Pertanda
Penguasa Atap Langit dalam perjalanan ke tempat ini. Aku harus sudah ada di atas
tempat tidur ketika Penguasa Atap Langit datang. Apa yang harus kau lakukan
nanti akan akan aku beri tahu."
Ken Parantili menarik tangan Wiro. Keduanya
melangkah menembus dinding. Di luar Kawasan Atap
Langit kembali terdengar suara teriakan.
"Penguasa Atap Langit! Ada penyusup masuk ke
Kawasan Atap Langit! Kau menghadapi bahaya besar!"
Ini adalah teriakan yang kedua kali. Setelah gema teriakan lenyap dan keadaan
sunyi sebentar, tiba-tiba menggelegar teriakan balasan. Udara bergetar. Hawa
dingin terasa tambah mencucuk.
"Makhluk yang berteriak! Aku Penguasa Atap Langit!
Aku mengenali suaramu! Bukankah kau Sinuhun Merah Penghisap Arwah"!"
"Benar sekali, Penguasa Atap Langit. Terima kasih kau mau menjawab."
"Kau berani berada di Kawasan Atap Langit bukan pada hari yang yang ditentukan.
Itu pelanggaran pertama.
Pelanggaran kedua, kau datang membawa kabar seolah penghuni Negeri Atap Langit
termasuk diriku adalah makhluk-makhluk tolol yang tidak tahu menjaga keamanan
Negeri! Apa maksudmu berteriak ada penyusup masuk ke Kawasan Atap Langit" Para
pengawalku, Tiga Kelelawar Raksasa dan dua ratus Arwah Hitam Putih telah
melakukan penyelidikan. Negeri dalam keadaan aman! Bagaimana kau bisa mengatakan
ada penyusup! Apakah kau sengaja hendak berbaik budi menjilat untuk mendapatkan
sesuatu" Apakah kau hendak memaksa agar aku memberi ilmu hingga kau bisa masuk
ke dalam Ruang Segi Tiga Nyawa?"
"Penguasa Atap Langit! Keinginan untuk masuk ke
Ruang Segi Tiga Nyawa sudah aku lupakan!"
"Karena keris sakti Kanjeng Sepuh Pelangi sudah
lenyap, sudah keduluan diambil orang! Dan kau hanya dapat keris palsu butut!
Ha... ha... ha!"
Sinuhun Merah Penghisap Arwah seperti terhenyak.
"Dia tahu apa yang terjadi," katanya dalam hati. Dia mendongak ke langit lalu
menyahuti ucapan orang.
"Penguasa Atap Langit! Aku datang bukan untuk menjilat tapi memang hendak
berbaik budi! Kau telah banyak menolong diriku dan saudara kembar satu nyawa.
Kau juga telah banyak membantu Ksatria Junjungan Dirga Purana.
Apa salahnya kalau aku memberi tahu bahwa dirimu saat ini terancam bahaya
besar?" Dari dalam Kawasan Atap Langit menggelegar tawa
bergelak sang Penguasa.
"Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Aku peringatkan
dirimu! Lekas menjauh dari kawasan kekuasaanku! Kau baru boleh muncul lagi pada
bulan purnama yang akan datang!"
"Tapi Penguasa Atap Langit! Aku tidak bicara dusta. Aku tidak mengarang
cerita..."
"Sinuhun Merah! Ini peringatan terakhir! Kau ingin aku menyuruh Tiga Kelelawar
Raksasa membakar tubuhmu
hingga leleh! Atau kau mau dua ratus makhluk Arwah Hitam Putih mengorek
jantungmu yang ada di dalam
rongga dada sebelah kanan"!" Ancaman Penguasa Atap Langit rupanya tidak
tanggung-tanggung.
"Penguasa Atap Langit. Aku minta maaf. Aku pergi
sekarang! Aku hanya berusaha berbuat kebaikan..."
"Aku tidak perlu kebaikan dari makhluk semacammu.
Bukankah selama ini kau dan orang-orangmu yang selalu meminta kebaikan padaku"!
Kebaikan dan ilmu yang aku berikan kerap kali kau salah gunakan! Bukankah aku
sudah mengingatkan sebelumnya"!"
Di puncak Gunung Semeru yang gelap dan dingin,
mengambang di atas satu gundukan batu, makhluk alam roh serba merah Sinuhun
Merah Penghisap Arwah
mendengus. Dalam hati dia menyumpah, "Makhluk
congkak! Rohmu memang bisa amblas berkali-kali! Tapi sekali ini kau akan
menyesal sampai ke liang neraka!
Begitu kau mampus aku akan menguasai Kawasan Atap Langit!"
Sinuhun Merah Penghisap Arwah meludah sampai tiga kali. Ludahnya berwarna merah.
Lalu cepat dia berkelebat pergi.
"Tunggu!" Suara Penguasa Atap Langit menggelegar.
Sinuhun Merah Penghisap Arwah tahan gerakan.
"Sinuhun Merah, aku memberi perintah padamu! Saat ini juga harap kau segera
menemui anak lelaki usia dua belas tahun bernama Dirga Purana. Katakan padanya
sebelum tengah hari besok, dia harus sudah
mengantarkan anak perempuan bernama Ni Gatri ke
hadapanku!"
Sesaat Sinuhun Merah tertegun mendengar ucapan
Penguasa Atap Langit itu. Dalam hati dia membatin. "Aku punya dugaan, gadis
cilik itu pasti akan dijadikan gundik baru." Ucap Sinuhun Merah dalam hati.
"Sang Junjungan sedang mabuk cinta dengan anak perempuan ayu
bertubuh molek itu. Apa dia mau menyerahkan?"
"Sinuhun Merah! Kau mendengar apa yang aku
katakan"!"
"Aku mendengar. Aku akan menemui Ksatria Junjungan Dirga Purana untuk
menyampaikan pesanmu."
"Bukan cuma disampaikan! Tapi juga untuk
dilaksanakan!"
"Baik, perintahmu akan aku laksanakan! Aku sendiri yang akan membawa anak
perempuan itu ke hadapanmu!"
"Tidak perlu kamu! Aku sudah bosan terlalu sering melihat tampang merahmu! Suruh
makhluk lain yang bisa dipercaya! Kau mengerti"!"
"Aku mengerti," jawab Sinuhun Merah Penghisap Arwah dengan menahan gelegak
amarah. Sebelum meninggalkan tempat itu dia semburkan ludah merah dua kali. Kaki
kanan digebrak hingga lereng batu yang menebingi bagian atas kawah Gunung Semeru
hancur berantakan.
Ketika melayang dekat pinggiran kawah Gunung
Semeru makhluk alam roh yang punya nyawa kembar
dengan Sinuhun Muda Ghama Karadipa ini walau gelap kelam namun di bawah sana dia
masih bisa melihat sosok empat orang mendekam kedinginan di depan perapian yang
apinya telah padam.
Orang-orang itu adalah Ratu Randang, Kunti Ambiri, Sakuntaladewi dan Jaka
Pesolek. Seperti diceritakan sebelumnya mereka dilemparkan di tengah jalan oleh
belahan batang pohon beringin sewaktu Pendekar 212
Wiro Sableng diterbangkan menuju Negeri Atap Langit.
Sinuhun Merah Penghisap Arwah memperhatikan
keadaan di puncak gunung. Menatap ke arah kawah yang gelap lalu mengendus dalamdalam. "Hemm..." Sinuhun Merah Penghisap Arwah bergumam
sambil usap janggut merahnya. "Aku mencium baunya walau sudah jadi jerangkong!
Makhluk bernama Lor
Pengging Jumena itu masih mendekam di sekitar kawah.
Agaknya tengah menjaga keempat orang itu. Sayang aku ada keperluan lebih
penting. Kalau tidak apa susahnya mencelakai keempat orang itu! Ratu Randang,
kau tunggu pembalasanku! Kau terlalu banyak menipu diriku dan nyawa kembarku!
Aku akan betot semua ilmu yang pernah kuberikan padamu, sekalian dengan jantung,
hati, limpa dan ginjalmu!" (Diceritakan sebelumnya makhluk bernama Lor Pengging
Jumena itu adalah yang juga dikenal dengan panggilan Embah Buyut Kumara
Gandamayana). Sinuhun Merah Penghisap Arwah meludah lalu melesat ke timur. Saat itu memang ada
yang merisaukan hatinya.
Dia belum mengetahui apakah Empu Semirang Biru yang telah diracunnya berhasil
menemukan Sri Maharaja
Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala di tempat
persembunyiannya.
*** Kembali Ke Puri Kesatu, di dalam ruang tidur Selir
Pertama. Ken Parantili melangkah ke arah meja di mana ada tiga bunga mawar segar
dalam tiga jambangan kaca.
Di atas meja juga terdapat sebuah gelas kaca tinggi berisi cairan kuning. Ken
Parantili meneguk habis cairan di dalam gelas kaca. Lalu mengambil dua kuntum
bunga mawar dari dalam jambangan kaca sebelah tengah dan
menyelipkannya di atas telinga kiri kanan yang dicanteli anting-anting mutiara,
disepit dengan untaian rambut.
Bunga mawar ketiga diletakkan di balik dada pakaian.
"Wiro, kita segera masuk ke ruang tidur besar di
sebelah. Ikuti aku."
Seperti angin meniup udara kosong, kedua orang itu masuk ke kamar besar menembus
dinding. Begitu berada di kamar besar tempat di mana Penguasa Atap Langit akan
datang untuk terakhir kali menemui dirinya, Ken Parantili berkata pada Wiro.
"Aku akan membaringkan diri di atas tempat tidur. Kau berdirilah di sudut
sebelah kiri kepala tempat tidur. Jangan bergerak, jangan bersuara. Penguasa
Atap Langit tidak akan melihat dirimu karena rambutku masih menempel di dadamu.
Namun untuk menjaga
segala kemungkinan, sesuai pesan Nyai Roro Manggut, aku harap sekarang juga kau
mengeluarkan ilmu kesaktian yang diberikannya yaitu Ilmu Meraga Sukma. Sukmamu
berdiri di sudut kanan, raga aslimu berdiri ke sudut kiri."
"Ketika Penguasa Atap Langit hendak membunuhmu,
apa aku tetap tinggal diam, tidak berusaha menolong"
Bukankah itu budi yang harus aku lakukan?"
"Kau bukannya tidak melakukan apa-apa. Semua yang telah kau lakukan dan apa yang
aku katakan jika kau turuti maka itu sudah pertolongan besar bagiku. Penguasa
Atap Langit tidak akan mampu membunuhku karena
sebelumnya kau telah berbaring di atas tempat tidur ini.
Begitu dia mencium bekas bau tubuh dan keringatmu, apalagi kalau sampai
bersentuhan, ilmu kesaktiannya menjadi rontok! Karena itu adalah pantangan bagi
hampir semua ilmu kesaktiannya. Tidak ada selir yang boleh berselingkuh..."
"Tapi aku ingat percakapan kita beberapa waktu lalu tentang Selir Ketiga Windu
Resmi. Dia dicurigai
berselingkuh dengan Sinuhun Merah Penghisap Arwah.
Mengapa Penguasa Atap Langit tidak celaka?"
"Selir itu tidak berselingkuh di tempat ketiduran Penguasa Atap Langit yang ada
di Puri Ketiga. Selain itu giliran kematiannya masih dua purnama di muka. Lalu
saat ini dia sudah jadi mayat, kau timbun di pinggir Telaga Bersuci dan Bersegar
Diri. Jadi tak ada lagi yang perlu dibicarakan menyangkut selir itu."
"Tapi kita berdua tidak pernah melakukan
perselingkuhan. Maksudku berbuat yang bukan-bukan di atas tempat tidur." Kata
Wiro pula agak mesem-mesem.
"Itu benar. Tapi yang menjadi masalah besar bagi
Penguasa Atap Langit adalah jika dia mencium apalagi sampai bersentuhan dengan
bau badan atau keringat lelaki lain. Dan lelaki itu ditakdirkan dirimu
adanya..."
"Ini yang aku tidak mengerti. Mengapa musti aku"!"
Ujar Wiro pula.
"Aku tidak tahu mengapa harus kau. Jika kau kelak bertemu dengan Nyi Roro
Manggut, kau bisa tanyakan hal itu padanya. Karena dia yang memberitahu kalau
hanya kau yang bisa menyelamatkan diriku."
"Nenek sakti itu..."
"Husss!" Ken Parantili memotong ucapan Wiro.
"Sahabatku, kau tahu siapa dia sebenarnya. Aslinya bukankah dia seorang gadis
cantik jelita?"
Wiro ternganga. Tidak menyangka sang selir tahu
banyak dan begitu jauh. Wiro mendadak ingat. Ketika orang kepercayaan Penguasa
Laut Selatan itu memberikan Ilmu Meraga Sukma padanya, si nenek sakti terlebih
dulu menguji dirinya secara berat dengan berbagai cara. Salah satu di antaranya
adalah merayu dan menggodanya untuk menyentuh auratnya lalu melakukan hubungan
badan. Wiro menggaruk kepala. Dalam hati dia membatin. "Hal yang sama akan segera
terjadi. Apa aku sanggup menahan diri seperti dulu. Selir ini selain cantik
kurasa punya pengalaman soal begituan..." (Mengenai riwayat Wiro mendapat ilmu
kesaktian dari Nyi Roro Manggut dapat dibaca dalam serial "Meraga Sukma").
Ken Parantili tatap wajah sang pendekar sejurus lalu meneruskan ucapan. "Nyi
Roro Manggut berpesan, pada saat Penguasa Atap Langit hendak melaksanakan
niatnya membunuh diriku, maka kau harus segera mengeluarkan Ilmu Meraga Sukma."
Wiro anggukkan kepala. Lalu berkata. "Seorang kakek sakti yang dipanggil Embah
Buyut Kumara Gandamayana memberi tahu. Orang luar kalau pun bisa masuk ke dalam
Negeri Atap Langit tidak akan mampu melihat ujud
Penguasa Atap Langit. Kecuali jika dia berdiri kaki ke atas kepala ke bawah. Apa
aku harus berjungkir balik untuk bisa melihatnya?"
Ken Parantili menggeleng. "Kau sudah mandi di Telaga Bersuci dan Bersegar Diri
yang memiliki delapan pancuran.
Matamu akan sama dengan mata semua penghuni Negeri Atap Langit. Tak ada halangan
atau kekuatan yang
menyekat pandanganmu."
"Yang mampu melihat..., ujud asliku atau sukmaku?"
Tanya Wiro. "Dua-duanya. Sebaliknya Penguasa Atap Langit tidak bisa melihat dirimu dan
sukmamu karena rambut
penangkal milikku yang menempel di tubuhmu. Nah, kau sudah siap. Atau masih ada
yang ingin ditanyakan?"
Wiro jadi tegang walau sesaat. "Aku sudah siap,"
jawabnya kemudian setengah berbisik.
"Suara gamelan sudah lenyap. Berarti Penguasa Atap Langit sudah ada di dekat
Puri Kesatu. Siap untuk masuk ke sini."
Wiro tergagap ketika begitu selesai bicara Ken Parantili goyangkan tubuh.
Seluruh pakaian yang tadi melekat melindungi auratnya lenyap entah ke mana! Kini
yang melekat di tubuhnya adalah mahkota emas berbentuk atap di kepala, antinganting dan kalung mutiara serta tiga kuntum bunga mawar merah. Dua tersepit di
telinga kiri kanan, satu lagi menempel di dada. Dalam keadaan
seperti itu Ken Parantili naik ke atas tempat tidur. Tubuh kemudian ditutup
dengan sehelai kain sutera merah muda yang sebelumnya terlipat di bawah salah
satu bantal besar.
*** WIRO SABLENG DELAPAN POCONG MENARI
2 ELAGI Wiro terpana dengan apa yang disaksikannya, Ken Parantili berkata.
"Saatnya kau merapal dan
Smenerapkan Ilmu Meraga Sukma. Berdiri di dua sudut ruangan di kiri kanan kepala
tempat tidur. Jangan bergerak, jangan bersuara, apapun yang terjadi."
Pendekar 212 segera melangkah ke sudut kiri ruangan.
Duduk bersila. Dua tangan diletakkan di atas paha lalu diangkat dan disilangkan
di atas dada. Sepasang mata dipejam. Mulut merapal aji kesaktian. Satu sosok
berupa bayangan samar keluar dari tubuh Wiro, membentuk ujud kembar utuh lalu
melayang dan berdiri di sudut kanan ruangan. Perlahan-lahan Wiro asli bangkit
berdiri. Hanya sesaat setelah Wiro menerapkan Ilmu Meraga Sukma, satu kaki berkasut hijau
mencuat di langit-langit ruangan. Bersamaan dengan itu ada suara orang berucap.
"Ken Parantili, Selir Pertama penghuni Puri Kesatu. Aku Penguasa Atap Langit,


Wiro Sableng 182 Delapan Pocong Menari di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku datang! Apakah kau sudah bersiap diri?"
Di langit-langit ruangan, Wiro melihat satu kaki lagi muncul menjuntai.
"Yang Mulia Penguasa Atap Langit, saya Selir Pertama telah siap di atas tempat
tidur. Saya menunggu dengan segala kerinduan." Walau bicara mesra sebenarnya Ken
Parantili telah muak dengan segala basa basi itu. Apalagi dia tahu kalau
kedatangan Penguasa Atap Langit kali ini merupakan kedatangan terakhir, yang
bukan saja seperti biasa untuk mengumbar nafsu tapi juga membekal niat jahat
hendak membunuhnya.
Dua kaki di langit-langit meluncur ke bawah. Kelihataan sosok berjubah hijau
tapi yang kelihatan baru dari kaki sampai ke pinggang.
"Ken Parantili, apakah kau telah meneguk habis Cairan Kuning Minuman Penggoda?"
"Saya sudah menghabiskan minuman itu Yang Mulia,"
jawab Ken Parantili sambil mengusap tenggorokan.
"Apakah kau juga telah memperelok diri dengan tiga kuntum bunga mawar merah
pengharum nafas, pelancar dan pemanas aliran darah?"
"Sudah Yang Mulia."
"Selir Pertama Ken Parantili, apakah kau sadar kalau malam ini adalah pertemuan
kita yang terakhir. Dan bahwa malam ini kau akan menemui kematian di tanganku?"
Ken Parantili merasa tubuhnya bergetar dan dingin.
"Saya sadar Yang Mulia." Jawab sang selir kemudian.
"Apakah kau berani menolak kematian atas dirimu?"
"Kalau itu sudah takdir diri saya mana saya berani menolak."
"Apa kau ada permintaan, setelah kau mati ke mana jenazahmu akan dikirimkan?"
Ken Parantili terdiam karena tidak menduga akan
ditanya seperti itu. Akhirnya Selir Pertama ini menjawab.
"Saya tidak punya orang tua tidak punya saudara. Tidak punya sanak tidak punya
kadang. Bahkan desa kelahiran pun saya tidak pernah tahu. Jika Yang Mulia sudi,
mohon jenazah saya dimasukkan ke dalam kawah Gunung
Semeru. Saya hanya minta satu hal, sebelum jenazah saya dilempar ke kawah Gunung
Semeru, harap jantung saya yang ada di tangan Yang Mulia dikembalikan ke dalam
tubuh saya. Agar saya bisa menghadap Para Dewa di Kahyangan secara utuh!"
"Itu pintamu, itu yang akan terjadi. Tetapi soal
jantungmu, aku yang akan mengatur karena sudah
dimasukan ke Ruang Jantung Sembilan Belas. Sekarang aku akan turun menemuimu!"
Sosok berjubah hijau melayang turun ke bawah, berdiri di samping tempat tidur.
Wiro asli dan Wiro sukma sama-sama memperhatikan dengan mata tak berkesip.
Ternyata Penguasa Atap Langit bertubuh sedang, berkulit bersih putih dan
berwajah jernih. Di atas kepala yang rambutnya disanggul ke atas, terdapat
sebuah mahkota emas
berbentuk atap. Ukurannya jauh lebih besar dari mahkota kepunyaan Ken Parantili
dan ditaburi ratna mutu manikam.
Wiro agak terkesiap. Tadinya dia mengira Penguasa Atap Langit memiliki tubuh
tinggi besar, bertampang angker, paling tidak memelihara berewok dan kumis
melintang. Ternyata perkiraannya jauh meleset. Penguasa Atap Langit juga tidak
mengenakan pakaian kebesaran mewah. Pakaiannya sederhana saja, sehelai jubah
panjang berwarna hijau.
"Tampangnya memang bersih jernih. Tidak ada
keangkeran. Tapi sepasang mata tampak dingin dan bibir tipis panjang tanda
makhluk ini menyembunyikan
kekejaman dahsyat dalam dirinya," Wiro berucap dalam hati sambil sepasang mata
terus memperhatikan.
Penguasa Atap Langit untuk beberapa lama tegak di tepi tempat tidur,
memperhatikan Ken Parantili yang terbaring tertutup kain sutera tipis merah
sebatas leher. Dengan gerakan tenang dia melangkah mendekati tempat tidur. Tangan kiri
menjangkau mahkota emas di atas kepala sang selir lalu sekali tangan digerakkan
mahkota itu melesat ke atas, menancap di langit-langit kamar.
"Kau tampak cantik sekali malam ini." Penguasa Atas Langit memuji.
"Mungkin hanya kecantikan ini yang bisa saya berikan terakhir kali pada Yang
Mulia" kata Ken Parantili.
"Kalau begitu pejamkan kedua matamu. Kita segera
mulai." Tangan kiri Penguasa Atap Langit kembali sibakkan rambut di wajah sang
selir sebelah kiri lalu mengambil bunga mawar yang terselip di telinga. Bunga
digoyang-goyang di bawah hidung lalu lenyap dimasukkan ke dalam mulut. Tidak
tampak dia mengunyah atau menelan.
Dengan tangan kanan Penguasa Atap Langit mengambil bunga mawar kedua yang
terselip di telinga kanan. Seperti bunga pertama, bunga ini juga dimasukkan ke
dalam mulut. Setelah menatap wajah Ken Parantili sebentar, Penguasa Atap Langit
susupkan tangan kanan ke bawah kain sutera merah yang menutupi tubuh Ken
Parantili. Tangan menyusup dari arah leher, meluncur ke bawah.
Ketika tangan dikeluarkan dari balik kain merah, terlihat dia memegang bunga
mawar ketiga. Bunga inipun
dimasukkan ke dalam mulut setelah lebih dulu digoyang di bawah hidung.
Dari dua sudut ruangan, sosok asli Pendekar 212 dan sosok sukma terus
memperhatikan. Tiba-tiba Penguasa Atap Langit angkat tangan kanan. Tangan itu
dalam keadaan terkepal diarahkan ke kepala Ken Parantili.
"Aneh, mengapa dia ingin cepat-cepat membunuh selir itu! Akan memecahkan
kepalanya! Bukankah dia ingin bersenang-senang dulu" Agaknya apa yang terjadi
tidak seperti yang dikatakan Ken parantili." Sosok asli Pendekar 212 langsung
saja menyiapkan serangan pukulan sakti di tangan kanan.
Tangan kanan Penguasa Atap Langit yang mengepal
bergerak, bukan berupa serangan memukul kepala yang mematikan, tapi berubah
menjadi usapan di atas wajah Ken Parantili. Wiro asli dan Wiro sukma dapat
melihat jelas kalau jari tengah dari lima jari tangan yang dikembang dilipat ke
telapak tangan.
"Sepertinya dia hendak membunuh selir itu dengan
Pukulan Sukma Merah. Tapi mengapa tangan dan jari-jarinya tidak berubah merah."
Wiro membatin. Tidak mau keduluan dia segera angkat tangan kanan yang sudah dialiri tenaga
dalam dan hawa sakti. Ini kesalahan yang tidak disadarinya.
Tangan kanan Penguasa Atap Langit ternyata lagi-lagi tidak melancarkan serangan
melainkan bergerak ke atas kepalanya sendiri. Gerakan tertahan sebentar ketika
kepala digoyangkan.
Wuttt! Mahkota emas besar di atas kepala Penguasa Atap
Langit melesat ke atas dan menancap di langit-langit kamar, tepat menutupi
mahkota emas yang lebih kecil, milik Ken Parantili. Penguasa Atap Langit
menyeringai. "Mahkota besar memayungi mahkota kecil, pertanda
baik bagimu. Kau akan menemui kematian dengan
tenang!" kata Penguasa Atap Langit pada Ken Parantili.
Wiro yang sudah tidak sabaran ingin menghantam,
perlahan-lahan kembali turunkan tangan yang masih dialiri tenaga dalam.
Kesalahan kedua!
Penguasa Atap Langit merasa dingin pada daun telinga kiri kanan. Sepasang mata
menatap wajah Ken Parantili.
"Selir Pertama penghuni Puri Kesatu! Aku seperti merasa ada hawa aneh bergerak
di dalam kamar ini."
Penguasa Atap Langit memandang berkeliling. Dia tidak melihat ada orang atau
benda lain di tempat itu. "Aku ingat Sinuhun Merah Penghisan Arwah. Janganjangan benar apa yang diberitahukannya padaku melalui teriakan dari luar Kawasan
Atap Langit. Aku Curiga! Buka dua matamu!"
*** WIRO SABLENG DELAPAN POCONG MENARI
3 ERLAHAN-LAHAN Ken Parantili buka kedua matanya.
Sekujur tubuh terasa dingin. Dia menduga paling
Ptidak salah satu dari sosok Wiro telah membuat
gerakan. "Sudah diberi tahu agar jangan bergerak..." Ken Parantili melirik ke
arah sosok asli Wiro yang berdiri di sudut kiri ruangan. "Mungkin dia mengira
Penguasa Atap Langit hendak membunuhku, mungkin dia membuat
gerakan hendak mendahului menyerang. Berarti dia
mengerahkan tenaga dalam dan hawa sakti. Celaka!"
Ken Parantili menjadi tegang. Dia hendak memberi
tanda dengan kedipan mata ke arah Wiro namun takut ketahuan Penguasa Atap
Langit. "Aku harus cepat-cepat mengajaknya naik ke tempat tidur. Agar tubuhnya
bersentuhan dengan basahan keringat Wiro yang masih menempel di bantal dan
kasur..." Sementara itu Wiro asli dan Wiro sukma terkesiap kaget saling pandang. Wiro baru
menyadari kalau dia telah melakukan kesalahan. Membuat gerakan.
Wiro melihat Ken Parantili membuka kedua mata,
menggeliat sambil menurunkan kain merah yang menutupi tubuhnya mulai dari leher
sampai ke dada. Penguasa Atap Langit tampaknya tidak terpengaruh dengan tubuh
yang tersingkap itu. Sebaliknya sosok asli wiro dan sukmanya ternganga dan
terbeliak. Lalu terdengar Ken Parantili berucap. "Yang Mulia, yang kau dengar adalah desau
halus gerakan dua kakiku di atas kasur. Aku pasrah menunggu saat kematianku.
Tapi aku tidak tahan menunggu saat-saat terakhir kau mencumbuku di atas ranjang
ini. Aku ingin menghembuskan nafas terakhir tanpa beban."
"Begitu...?" Penguasa Atap Langit menyeringai lalu melangkah mundar-mandir di
samping tempat tidur.
Beberapa kali dia menarik nafas dalam mengendus-endus.
Di sudut kiri kamar dia berhenti. Walau saat itu jaraknya hanya satu langkah
dari sosok asli Wiro, namun dia tidak bisa melihat atau mencium bau tubuh sang
pendekar. Ini karena rambut sakti sang selir yang masih menempel di tubuh Wiro.
Selain itu Ken Parantili telah membuat penangkal yaitu dengan menyuruh Wiro
mandi di Telaga Bersuci dan Bersegar Diri hingga Penguasa Atap Langit tidak
mampu mencium sosok sang pendekar.
"Selir Pertama, aku percaya apa yang kau ucapkan
barusan." Berkata Penguasa Atap Langit lalu dia bergerak mendekati tempat tidur.
Tangan kanan diangkat ke atas kepala membuka gulungan rambut yang dikonde.
Begitu konde terlepas terlihat kalau dia memiliki rambut hitam berkilat tergerai
panjang sampai ke punggung, menebar bau harum.
Di atas tempat tidur Ken Parantili sengaja tersenyum untuk menutupi rasa tegang
yang memagut sampai ke wajah.
Dada berdebar turun naik, Penguasa Atap Langit
luruskan dua jari telunjuk tangan kiri kanan lalu diguratkan di atas sepasang
alis. Begitu digurat kedua alisnya tampak kereng hitam dan tebal berkeluk. Lalu
ibu jari tangan kanan disapukan di atas bibir. Bibir yang tadinya agak pucat
kini kelihatan merah segar. Dua telapak tangan ditekapkan ke pipi. Sepasang pipi
kini tampak merah segar bercahaya!
Di sudut ruangan sebelah kiri Wiro asli memperhatikan apa yang dilakukan
Penguasa Atap Langit dengan
tercengang-cengang. "Apa yang dilakukan makhluk itu"
Wajahnya seperti dipoles dandanan apik. Oala, mengapa wajahnya seperti
perempuan. Lumayan cantik tapi hidung agak besar. He... he!"
Wiro kemudian melihat Penguasa Atap Langit
melambai-lambaikan dua tangan di atas kepala, sepuluh jari dijentik-jentik.
Aneh, dari ujung-ujung jari bertabur kerlap-kerlip percikan terang seperti bunga
api. Dua tangan disapukan mulai dari kepala sampai ke kaki. Bau harum semerbak
membalut tubuh Penguasa Atap Langit. Menebar ke seluruh sudut ruangan. Wiro
sampai terpana karena belum pernah mencium bau harum semerbak seperti itu.
Saluran pernafasan dan dadanya terasa sejuk dan segar.
Namun aliran darah berubah mengencang.
Penguasa Atap Langit berdiri lurus-lurus. Mata menatap berbinar ke arah Ken
Parantili. Tiba-tiba dia goyangkan tubuh dan saat itu juga jubah hijau yang
dikenakannya merosot sampai ke pinggang.
Pendekar 212 dan sukmanya hampir saja
mengeluarkan seruan tertahan saking kaget. Dua pasang mata menatap membelalak ke
arah dada Penguasa Atap Langit. "Astaga, jadi benar! Tapi edan... mengapa ada
bulu di pertengahan dada"!"
Ternyata Penguasa Atap Langit memiliki dada putih bagus seperti seorang
perempuan! Hanya saja di bagian tengah dada terlihat ada bulunya.
"Wah! Mengapa jubah tidak ditanggalkan seluruhnya hingga aku bisa melihat lebih
jelas, makhluk ini lelaki atu perempuan, atau sebangsa banci!" ucap wiro dalam
hati. Dia jadi ingat pada Jaka pesolek. Sepasang mata terus memperhatikan.
"Kekasihku Ken Parantili, walau hidupmu hanya tingal setengah malaman, aku harap
kau akan menghiburku
seperti yang sudah-sudah."
Wiro dan sukmanya sama melengak. Suara Penguasa
Atap Langit yang terdengar di dalam kamar jelas adalah suara perempuan, halus
dan lembut. "Penguasa Atap Langit! Diriku milikmu. Mudahmudahan aku bisa memberikan yang lebih baik pada saat terakhir ini..."
"Selir edan, jelas tahu mau dibunuh malah bicara
bermesra-mesra!" sosok asli Wiro menggerutu dalam hati.
Tanpa melepas seluruh jubahnya Penguasa Atap Langit bergerak naik ke atas tempat
tidur lalu membaringkan tubuh di samping Ken Parantili. Ketika dia hendak
memeluk dan mencium sang selir, tiba-tiba dessss... desss!
Asap kelabu mengepul dari bantal dan kain tebal
penutup tempat tidur yang masih basah oleh keringat Wiro!
Penguasa Atap Langit menjerit keras, tubuh terpental ke udara lalu jatuh
tergelimpang di lantai permadani. Wajah tampak pucat!
Suara jeritan Penguasa Atap Langit tadi bukan suara lelaki sakti yang
menggelegar. Tapi itu adalah suara jeritan perempuan!
"Selir jahanam! Kau membawa lelaki tidur di atas
ranjangku!" Teriak Penguasa Atap Langit. Kini suaranya kembali berubah menjadi
suara laki-laki. Menggelegar keras di dalam ruangan hingga menimbulkan getaran
hebat! Sekujur tubuh mengepulkan asap kelabu. Wajah yang sebelumnya jernih
dipoles dandanan apik dan juga tubuh sebelah atas yang tersingkap putih dan
bagus perlahan-lahan berubah berkerenyut lalu memutih dan leleh seperti timah
mencair. Jubah hijau yang masih melekat di tubuh sebelah bawah tampak putih
gosong. Menyaksikan apa yang terjadi Wiro hampir tak percaya.
Hanya karena bersentuhan dengan bau badan dan
keringatnya yang menempel di bantal serta tempat tidur, Penguasa Atap Langit
yang memiliki kesaktian hebat itu ternyata benar-benar mengalami celaka luar
biasa. Dalam keadaan seperti itu Penguasa Atap Langit
berusaha bangkit tapi dia hanya mampu terduduk di lantai.
Dua tangan diangkat ke atas. Lalu menjerit lagi. Setelah itu mulut berkomatkamit pertanda ada sesuatu yang
dirapalnya. Lalu setengah megap-megap dia berkata. "Selir
jahanam! Kau merontokkan sembilan ilmu kesaktianku, tapi jangan mengira aku
tidak akan mampu membunuhmu!
Jangan kira kau bisa lolos dari kematian! Aku masih menyimpan ilmu yang tidak
bisa dimusnahkan oleh
keringat dan bau tubuh lelaki yang berselingkuh
denganmu! Aku akan mencari tahu siapa adanya bangsat penyusup itu sekarang juga!
Akan kubunuh! Biar kau saksikan bagaimana aku membantai lelaki selingkuhanmu!
Baru setelah itu kau kuhabisi!"
Ken Parantili terkejut mendengar ucapan Penguasa
Atap Langit. Dia cepat goyangkan tubuh. Saat itu pakaian putih berenda yang
sebelumnya dikenakan kembali muncul membalut tubuhnya yang sejak tadi dalam
keadaan telanjang hanya terlindung kain sutera tipis. Dengan cepat perempuan ini
melompat dari tempat tidur.
"Kau mau lari ke mana"!" Hardik Penguasa Atap Langit.
Tubuhnya yang leleh kini mampu berdiri walau terhuyung-huyung. Kelihatannya
sebagian kekuatannya mulai pulih.
Jubah gosong putih yang tadi masih menggantung
sepinggang rontok jatuh ke lantai permadani. Ternyata bagian tubuh dari pinggang
sampai ke kaki juga sudah memutih leleh pula!
Wiro asli dan Wiro sukma buka mata lebar-lebar,
menatap ke bagian bawah perut Penguasa Atap Langit.
Namun keadaan tubuh yang leleh putih begitu rupa sulit untuk memastikan apa


Wiro Sableng 182 Delapan Pocong Menari di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebenarnya jenis kelamin
Penguasa Atap Langit. "Sial, aku tidak bisa melihat apa dia punya kelamin lelaki
atau perempuan. Mungkin juga dia punya dua kelamin. Weehhh!" Wiro berkata dalam
hati. "Ken Parantili, kau tidak bisa lolos. Aku telah menutup semua dinding, lantai
dan atap! Tidak ada jalan keluar bagimu!" Penguasa Atap Langit berteriak
mengancam. Ken Parantili memandang seputar kamar, mendongak
ke langit-langit. Wajah selir ini berubah pucat ketika dia melihat bagaimana
lantai yang ditutupi permadani, dinding dan langit-langit kamar yang berwarna
merah muda bergaris kuning kini berubah menjadi hitam pekat bergaris merah berbuhul-buhul
menyerupai jaring.
"Jaring Sukma Merah! " ucap Ken Parantili. "Aku masih bisa menembus. Tapi
bagaimana dengan Wiro?"
Benda putih aneh di pertengahan langit-langit yang menjadi penerang ruangan
tiba-tiba meredup. Rasa tegang dan takut yang amat sangat terlihat di wajah Ken
Parantili. "Kalau aku memang harus mati aku pasrah. Tapi
bagaimanapun aku harus menolong pemuda itu!"
Tiba-tiba Selir Pertama itu berteriak keras. Tangan kanan diangkat setinggi dada
lalu dihantamkan ke arah Penguasa Atap Langit yang saat itu berdiri angker di
tengah ruangan.
Wusss! Selarik sinar kebiru-biruan menyembur lalu membentuk buntalan ombak,
mengeluarkan suara menderu seperti air mendidih melesat dari telapak tangan
kanan Ken Parantili.
Uap luar biasa panas mengepul!
Dapatkan dirinya diserang Penguasa Atap Langit malah tertawa bergelak. "Ombak
Neraka Mendidih! Kau mendapatkan ilmu itu dariku! Mana mungkin bisa
mencelakaiku! Selir jahanam! Saatnya kau menerima kematian di tanganku! Tubuhmu
akan aku buat jadi babi rebus!"
Penguasa Atap Langit tekuk sepasang lutut. Dua tangan membuat gerakan menggapai
ke udara. Hanya beberapa jengkal lagi buntalan air mendidih akan mengguyur
tubuhnya, tiba-tiba sang penguasa membentak keras dan pukulkan dua tangan ke
atas. Dess! Desss! Gelombang air mendidih serta merta tertahan
menggantung di udara. Penguasa Atap Langit bantingkan kaki kanan ke lantai
membuat permadani hangus.
Byuuuuurr! Pukulan Ombak Mendidih berbalik menghambur ke arah Ken Parantili!
Penguasa Atap Langit mendadak sontak terkejut besar ketika melihat di dalam
ruangan Ken Parantili bukannya ketakutan atau mencoba selamatkan diri tapi malah
berdiri kaki merenggang tangan berkacak di pinggang.
Tiba-tiba selir ini teriakan ucapan. "Ombak hanya ada di laut! Di darat topan
prahara yang berkuasa!"
"Kurang ajar! Dari mana dia tahu rapal penangkal itu!"
Penguasa Atap Langit tersentak kaget sampai keluarkan suara menggembor keras.
Di hadapannya Ken Parantili membungkuk sambil
mendorongkan dua tangan dan kepala. Di dalam ruangan bergemuruh deru angin.
Lantai, empat dinding dan langit-langit bergoyang. Pukulan Ombak Neraka Mendidih
berbalik menyerang Penguasa Atap Langit. Didahului suara hardikan marah Penguasa
Atap Langit cepat angkat tangan kiri. Lima larik sinar hitam mencuat.
"Kipas Hitam Menyapu Puncak Semeru! " Ken Parantili berseru kaget dalam hati,
mengenali dan menyebut nama ilmu kesaktian yang tengah dikeluarkan Penguasa Atap
Langit. Cepat-cepat dia bersurut mundur hingga punggung menyentuh dinding
ruangan. Sinar hitam menderu
menebar membentuk lima kipas raksasa, langsung
menghantam ke depan memusnahkan serangan balik yang dilancarkan Ken Parantili.
Gelombang air biru
bermuncratan ke seluruh ruangan membuat goncangan hebat, lalu raib tanpa bekas
tanpa membuat ruangan jadi basah.
Penguasa Atap Langit rupanya tidak mau memberi
kesempatan lagi. Dengan cepat dia jentikkan lima jari tangan kanan. Lima sinar
biru sangat halus menyambar tanpa suara ke arah lima jalan darah di tubuh Ken
Parantili. "Lima Jarum Penjahit Raga! " Dada Ken Parantili berdegup. Darah tersirap dan
wajah berubah pucat.
"Celaka! Aku tidak tahu ilmu penangkalnya!"
Dreett... dreett
*** WIRO SABLENG DELAPAN POCONG MENARI
4 UA UJUD Wiro yang berada di sudut ruangan
tersentak kaget ketika melihat bagaimana Ken
DParantili tertegak kaku. Sekujur tubuh mulai dari leher sampai ke betis dilibat
cahaya halus kebiru-biruan seolah rajutan benang yang menjahit lima bagian
tubuhnya. Mulai dari leher, dada, pinggang, dua tangan dan sepasang kaki hingga
dia tidak bisa bergerak. Di atas kepala menancap lima benda aneh berbentuk jarum
sepanjang satu jengkal berwarna biru.
"Wiro! Lekas lari! Tinggalkan tempat ini!" Ken Parantili berteriak.
"Ha... ha! Jadi bergundal teman selingkuhanmu itu bernama Wiro. Nama aneh, orang
dari mana dia"! Aku mau lihat tampangnya. Apa dia lebih sakti dariku hingga bisa
menembus Jaring Sukma Merah yang telah membungkus seluruh Puri Kesatu!"
Sadar kalau Wiro tidak mungkin menembus ilmu Jaring Sukma Merah, Ken Parantili
kembali berteriak. "Wiro!
Cepat terapkan ilmu yang kau keluarkan di tepi telaga!"
Mendengar teriakan Ken Parantili, Pendekar 212
segera gerakkan kaki kanan ke depan.
Rrrrttttt! Permadani merah di lantai ruangan robek besar ketika Wiro menoreh dengan ujung
ibu jari kaki kanan. Tapi lantai tidak terbelah! Wiro asli terbelalak. Wiro
sukma melengak.
Ken Parantili terkejut. Tidak menyangka Penguasa Atap Langit masih punya
kesaktian untuk mementahkan
serangan Membelah Bumi Menyedot Arwah yang dilancarkan Wiro.
Sepasang mata Penguasa Atap Langit mendelik. Dia
menyaksikan permadani robek memanjang tapi tidak
melihat siapa yang melakukan. Kini dia benar-benar yakin.
Walau tidak dapat melihat ujud tapi dalam ruangan itu ada makhluk lain. Mungkin
manusia biasa, bisa juga makhluk alam arwah.
Penguasa Atap Langit dongakkan kepala. Mulut komat-kamit lalu meniup tiga kali
berturut-turut. Dalam ruangan muncul segulung cahaya kuning melayang berputarputar. Selain mengeluarkan suara tiupan angin menguing yang menyakitkan telinga,
gulungan angin bercahaya kuning juga punya kemampuan menyedot!
"Celaka! Dia mengeluarkan ilmu Raja Arwah Meniup Puncak Langit! " Kejut Ken
Parantili. Lalu dia berteriak memperingatkan. "Wiro awas! Tekap dadamu! Jangan
sampai rambutku terlepas tanggal dari tubuhmu!"
Namun terlambat. Saat itu gulungan cahaya kuning
telah memutar tiga kali di atas kepala Wiro lalu melesat ke atas menembus
langit-langit kamar.
Wuuusss! Tubuh Wiro terangkat sampai setengah tombak.
Pakaiannya berkibar-kibar, dada baju tersibak. Permadani penutup lantai melekuk
ke atas. Tempat tidur besar naik ke udara sampai dua jengkal lalu terhempas ke
bawah. Mendengar teriakan Ken Parantili Wiro cepat dekapkan dua tangan di depan dada.
Namun saat itu sehelai rambut Ken Parantili yang melekat di dadanya terbetot ke
atas, menyusup keluar dari balik pakaian, melesat dan
menancap laksana batangan lidi di langit-langit kamar!
Ken Parantili berteriak tegang. Rasanya dia ingin menjambak putus rambut di
kepala dan melemparkan ke arah Wiro. Namun saat itu dia tak mampu bergerak
akibat Ilmu Lima Jarum Penjahit Raga. Dua tangan menempel ke badan seolah
dijahit! Begitu rambut yang selama ini menjadi pelindungnya tidak ada lagi di tubuh, dua
sosok Wiro yang asli dan yang sukma serta merta terlihat jelas oleh Penguasa
Atap Langit. Sesaat Penguasa Atap Langit terkesiap. Sepasang mata mendelik besar, pancarkan
cahaya merah menyala
pertanda amarahnya sudah mendidih sampai kepala. Dia tidak menyangka kalau
ternyata ada dua orang lelaki muda di dalam kamar yang berarti Selir Pertama
telah berselingkuh bukan hanya dengan satu orang tapi dengan dua orang sekaligus!
"Dua pemuda aneh berambut gondrong. Pakaian,
tampang sama. Apa mereka kembar"!" Amarah Penguasa Atap Langit meledak. "Selir
jahanam! Kau melindungi dua bangsat ini dengan rambutmu hingga dia tidak
terlihat dan bisa lolos masuk ke dalam Negeri Atap Langit. Jadi dua pemuda
gembel bejat ini yang telah menidurimu!"
"Yang Mulia, kau sengaja unjukkan kemarahan untuk sembunyikan rasa takutmu pada
dua kekasihku yang
gagah dan hebat itu! Hik... hik!" Ken Parantili mengejek lalu tertawa cekikikan.
Padahal dalam hati saat itu dia merasa sangat takut.
"Kau akan menyaksikan! Saat ini juga keduanya akan kubantai habis!" Teriak
Penguasa Atap Langit.
"Tidak usah keduanya. Coba kau hadapi yang satu di sudut kamar sebelah kiri
saja. Apa kau sanggup
membunuhnya dengan Pukulan Delapan Sukma Merah."
Menyebut Ken Parantili. Suara keras, air muka
sunggingkan ejekan, membuat amarah Penguasa Atap
Langit semakin menggelegak. Sosok Wiro yang ada di sudut kiri ruangan adalah
sosok yang asli.
Ditantang seperti itu meledaklah amarah Penguasa
Atap Langit. Dia terpancing! Sambil berjingkrak, dua tangan dihantamkan ke arah
Wiro asli dan Wiro sukma. Kecuali jari tengah yang dilipat ke bawah telapak,
empat jari lainnya mencuat lurus ke depan.
Wusss! Delapan larik sinar merah pekat berkiblat. Empat ke arah raga asli Wiro, empat
lagi ke sudut kanan ruangan di mana berdiri sukma Pendekar 212. Inilah perbedaan
antara Sinuhun Merah Penghisap Arwah dan Sang
Penguasa. Sebagai pemilik ilmu kesaktian Delapan Sukma Merah tersebut, Penguasa
Atap Langit langsung melancarkan serangan dari delapan jari tangannya.
Sementara Dua Sinuhun lebih mengandalkan delapan
benjolan yang ada di kening. Jika benjolan lenyap maka lenyap pula ilmu
kesaktian itu. "Wiro! Ingat kejadian di Telaga Bersuci dan Bersegar Diri!" Berteriak Ken
Parantili. Dia sengaja tidak meneriaki agar Wiro menancapkan delapan jari tangan
karena kuatir jika Penguasa Atap Langit mengetahui hal itu, mungkin sekali dia
akan membatalkan serangan lalu menggempur dengan ilmu kesaktian lain.
"Selir jahanam! Benar-benar kurang ajar! Jadi kau..."
Hardik kemarahan Penguasa Atap Langit tidak selesai.
Saat itu di sudut kiri ruangan Wiro lipat jari tengah masing-masing tangan ke
arah telapak. Tanpa berpaling, delapan jari yang mencuat lurus kemudian
ditancapkan ke dinding di belakangnya.
Kraakk! Di sudut kamar sebelah kanan sukma Wiro lakukan hal yang sama. Delapan jari
tangan bukan ditancap ke dinding kamar tapi diarahkan ke atas batok kepala
sendiri! Kreekkk! Delapan jari tangan tenggelam menancap ke dalam
batok kepala. Tapi hebatnya tidak ada darah yang meleleh atau otak yang muncrat.
Malah sukma Pendekar 212
senyum-senyum sambil kedap-kedipkan mata!
Kamar besar tidak berjendela tidak berpintu bergetar keras. Lantai laksana mau
amblas. Penguasa Atap Langit luar biasa kaget melihat apa yang dilakukan Wiro
asli, dan lebih melengak lagi menyaksikan apa yang diperbuat sukma Wiro.
"Makhluk apa keparat yang satu ini! Manusia biasa tidak mungkin mencucuk
kepalanya sendiri sampai
berlubang. Juga tidak ada darah mengucur!"
Penguasa Atap Langit kemudian sadar kalau dirinya telah termakan pancingan
orang. Dia berteriak sambil menunjuk ke arah Ken Parantili. "Selir keparat! Kau
memberi tahu cara menangkal pada dua gembel...!"
Makian Penguasa Atap Langit terhenti. Saat itu ada kekuatan aneh menggempur
dirinya hingga bergetar keras.
Beberapa bagian tubuhnya yang memutih seperti lelehan timah membeku jatuh
berkeping-keping ke lantai ruangan.
Sepasang mata memberojol keluar, daun telinga mengepul api. Dari beberapa bagian
tubuh menyembur asap hitam.
Penguasa Atap Langit menjerit keras. Seperti yang terjadi dengan Selir Ketiga
Windu Resmi, dia gerakkan sepuluh jari tangan mencekik leher sendiri! Kreekk!
Terdengar suara seperti tulang patah. Di leher tampak luka menganga. Tubuh
terhuyung limbung lalu tersungkur.
Kening menempel di atas lantai, tubuh sebelah bawah menungging ke atas. Dari
mulut membuih busa merah.
Di saat-saat genting seperti itu ternyata Penguasa Atap Langit masih mampu
menguasai diri. Didahului teriakan seperti anjing meraung dia tusukkan dua jari
telunjuk ke pusar di pertengahan perut hingga jebol membentuk dua lobang besar.
Dari dalam dua lobang ini mengepul keluar asap merah tipis yang dengan cepat
menyelubungi tubuhnya. Penguasa Atap Langit kembali meraung keras dan
panjang. Begitu lolongan putus sosoknya melesat ke atas.
Ketika turun lagi menjejak lantai keadaannya berubah ujud. Tubuh yang tadi
berwarna putih seperti timah meleleh, kini tampak utuh seperti manusia. Hanya
saja keseluruhannya berwarna merah dan gerak-geriknya
seperti patung kayu kaku! Setiap membuat gerakan, beberapa bagian tubuh
mengeluarkan suara berkereketan.
Greekk! Kepala dan kaki yang diputar mengeluarkan suara
menggidikan. Lantai yang tergeser mengepulkan asap!
Greekk! Dua tangan bergerak ke depan. Sepuluh jari dipentang.
Masih tersandar ke dinding ruangan Ken Parantili
terkejut luar biasa. "Hyang Jagat Bathara!" Untuk pertama kalinya selir ini
mengucap nama Dewa. "Ternyata benar dia memiliki ilmu Selubung Kain Kafan Sukma
Merah! Tak ada lagi harapan hidup bagiku!" Ken Parantili berpaling ke arah Wiro
lalu berteriak. "Wiro! Lekas pergi! Tinggalkan tempat ini!" Penguasa Atap Langit
tertawa bergelak. Suara tawanya membuat ruangan berguncang dan dada berdegup.
"Tidak ada satu makhlukpun bisa keluar dari tempat ini! Muncul di sini mati di
sini!" Selesai keluarkan ucapan Penguasa Atap Langit
meniup ke arah Ken Parantili sementara dua tangan dilambaikan ke depan. Tangan
kanan melambai ke arah Wiro asli, tangan kiri menyapu ke jurusan sukma Wiro.
Tiga larik cahaya menggebubu dalam ruangan
membentuk larikan kain lebar berwarna merah disertai menebarnya bau bunga
kemboja, bunga yang banyak
tumbuh di pekuburan!
Teriakan Ken Parantili membuat Pendekar 212 bisa
mengetahui kalau Penguasa Atap Langit akan melancarkan serangan berupa ilmu yang
dahsyat. Terlebih ketika hidungnya mencium bau bunga kemboja mendadak
berubah menjadi bau kemenyan dibakar!
Bukannya menuruti apa yang dikatakan sang selir,
murid Sinto Gendeng justru ingat pada keterangan Ken Parantili sebelumnya, yaitu
bahwa semua bangunan di Negeri Atap Langit tidak ada pintu dan jendela. Karena
setiap pintu dan jendela merupakan pantangan bagi sang penguasa yang konon bisa
membuat ilmu kesaktian yang ada padanya akan lenyap satu persatu melalui pintu
atau jendela itu.
Tidak tunggu lebih lama Wiro segera hantamkan dua tangan. Tangan kanan melepas
pukulan Sinar Matahari diarahkan ke Penguasa Atap Langit, tangan kiri memukul ke


Wiro Sableng 182 Delapan Pocong Menari di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

arah dinding melepas pukulan Dewa Topan Menggusur Gunung. Wiro sengaja
mengeluarkan pukulan sakti pemberian Tua Gila dari Andalas ini untuk menjebol
dinding membuat satu lobang atau pintu besar guna mematahkan kesaktian Penguasa
Atap Langit. Di sudut lain ruangan sukma Wiro tidak tinggal diam.
Dengan gerakan yang tampak lamban sosok mengapung, tubuh mengambang dalam
ruangan, dua tangan bergerak menggapai ke arah sosok Penguasa Atap Langit.
Mula-mula sang penguasa tidak begitu memperhatikan.
Namun ketika melihat sosok sukma Wiro yang berubah dari utuh menjadi bayangbayang kagetnya bukan alang
kepalang. Apalagi dua tangan yang menggapai kelihatan jelas mampu menembus
tebaran kain kafan merah tanpa merobeknya! Tampang Penguasa Atap Langit berubah.
Jantung berdegup keras.
"Tidak mungkin! Aku menyirap kabar dia sudah lama menemui kematian. Bagaimana
bisa ilmunya..." Dalam kaget Penguasa Atap Langit tidak bisa berpikir panjang.
Serta merta Penguasa Atap Langit kerahkan seluruh tenaga dalam dan hawa sakti
yang dimiliki! Tiga larik cahaya merah ilmu bernama Selubung Kain Kafan Sukma
Merah melebar dan bertambah tebal, membuntal menelikung ke arah Ken Parantili,
Wiro asli dan sukma Wiro. Dua tangan sukma Wiro yang tadi mampu menembus kain
merah mendadak sontak lenyap!
Bentrokan kekuatan-kekuatan dahsyat menggelegar
dalam ruangan. Ken Parantili menjerit lalu sosoknya lenyap dalam buntalan cahaya
berbentuk kain merah lebar dan panjang! Sesaat terdengar suara jeritannya. Lalu
diam. Tubuh yang tergulung dalam buntalan kain kafan merah roboh ke lantai lalu
laksana dihantam angin prahara melesat ke samping kiri menembus dinding ruangan.
*** WIRO SABLENG DELAPAN POCONG MENARI
5 ERSAMAAN dengan terlemparnya sosok Ken
Parantili, Puri Kesatu tempat kediaman selir pertama B itu laksana dihantam
gempa. Pukulan Sinar Matahari dan Dewa Topan Menggusur Gunung berkiblat. Langitlangit ruangan runtuh. Dinding roboh di dua tempat. Lantai rengkah. Wiro dan
sosok sukma mencelat ke udara dalam keadaan tubuh mengepul dan tergulung kain
kafan merah. Di dalam ruangan yang sudah porak poranda, tubuh
kaku seperti kayu Penguasa Atap Langit tergontai-gontai, mengeluarkan suara
greek-greek berulang kali seolah hendak hancur bertanggalan. Namun luar biasanya
cahaya putih panas pukulan Sinar Matahari yang dihantamkan Wiro ke arahnya
tampak mengapung di tengah ruangan, tidak mampu mendekati sasaran!
Walau sanggup mementahkan serangan Pendekar 212,
namun ketika melihat dinding jebol membentuk dua pintu besar terbuka, Penguasa
Atap Langit sadar bahaya yang mengancam. Dengan cepat dia melesat keluar dari
dalam bangunan Puri Kesatu. Satu cahaya merah melesat keluar dari dalam batok
kepala sang penguasa, pertanda ada satu ilmunya yang sempat terlepas keluar
akibat berada dalam ruangan yang dindingnya berlobang menyerupai pintu!
Di halaman Puri Kesatu Pendekar 212 Wiro Sableng
terhampar di tanah, bersebelahan dengan sosok
sukmanya. Keduanya terbungkus dalam gulungan kain kafan merah. Wiro mencoba
merobek kain merah yang membungkusnya dengan berbagai cara namun sia-sia saja.
Dia berusaha berdiri tapi roboh. Nafas mulai menyengal.
Tubuhnya mendadak terasa lemah hingga tidak mampu bergerak. Di sampingnya sukma
Wiro mengalami hal yang sama tapi masih mampu berdiri walau tergontai-gontai.
Wuttt! Satu bayangan merah berkelebat. Satu kaki tahu-tahu menendang punggung Wiro dari
belakang hingga sang pendekar tersungkur. Wiro merasa sekujur tubuh seperti
hancur remuk. Yang bisa dilakukannya hanya mengerang kesakitan dan menyumpah
habis-habisan. Kemudian
dirasakannya ada satu kaki menginjak dadanya tepat di arah jantung! Lalu breett!
Ada orang merobek kain kafan yang menutupi kepalanya.
Kain kafan merah robek di bagian wajah Wiro hingga dia bisa melihat keadaan di
sekitarnya serta siapa yang menginjak dadanya. Bukan lain Penguasa Atap Langit!
Ketika dia memperhatikan, ternyata kasut merah yang menginjak dadanya memiliki
paku-paku runcing!
Di saat bersamaan terdengar suara kepakan disertai suara teriakan hiruk-pikuk.
Bau busuk memenuhi udara malam. Di langit muncul tiga kelelawar raksasa dan
puluhan makhluk berwajah hitam putih, berambut riap-riapan. Mata memberojol bisa
keluar masuk mengerikan!
Melihat kedatangan para pengawal itu Penguasa Atap Langit bukannya gembira tapi
malah menghardik marah.
"Aku sudah babak belur! Kalian baru muncul! Jahanam tidak berguna! Pergi dari
hadapanku. Jangan berani datang kalau tidak aku panggil!"
Salah seekor kelelawar raksasa rundukkan kepala
kuncupkan dua sayap lebar. Lalu dia bicara dan suaranya tidak beda dengan
manusia. "Yang Mulia, mohon maafmu.
Kami sudah tahu kalau sesuatu terjadi di Puri Kesatu.
Namun ketika kami berusaha menuju ke sini, ada
kekuatan aneh yang membuat kami berputar-putar tak karuan di langit. Setelah
berusaha keras baru kami berhasil menembus. Kami mohon maaf..."
"Aku tidak perduli alasan kalian! Kalian sudah kuberi ilmu kesaktian! Mengapa
bisa berlaku tolol! Lekas menyingkir dari hadapanku! Jangan tunggu sampai aku
menjatuhkan azab hukuman atas kelalaian kalian!"
"Yang Mulia, kami mohon maaf..."
"Sudah! Menyingkir dari hadapanku! Kalian jaga saja perbatasan Negeri Atap
Langit. Jangan ada yang bisa lolos dari sini atau ada yang menyelinap masuk!"
Tiga kelelawar raksasa rundukkan kepala. Puluhan
makhluk Arwah Hitam Putih keluarkan suara memelas.
Lalu semua makhluk berkelebat pergi meninggalkan
tempat itu. Penguasa Atap Langit gesekkan kaki kanannya. Paku-paku runcing di telapak kasut
bukan saja merobek baju tapi juga membuat luka dalam di dada Wiro. Dan paku-paku
di telapak kasut itu bukan paku biasa karena mengandung racun jahat yang bisa
mematikan seekor kerbau besar dalam waktu setengah harian!
Dalam keadaan tak berdaya seperti itu Wiro masih
berusaha mengeluarkan ilmu kesaktian Sepasang Pedang Dewa, yaitu berupa sambaran
dua sinar hijau yang keluar dari kedua mata. Namun ilmu kesaktian itu tidak
mampu dikeluarkan!
"Celaka, apa yang terjadi dengan diriku!" Pikir Pendekar 212.
Ternyata Penguasa Atap Langit masih memiliki ilmu yang mampu menghadang kekuatan
dan kesaktian Pendekar 212! "Manusia bejat penidur selir pertamaku! Jantungmu...!
Aku akan menghancurkan jantungmu! Ha... ha... ha!"
Penguasa Atap Langit geser-geserkan kasut berpaku.
Tidak mampu menahan sakit, Wiro berteriak namun
tenggorokannya tercekik dan dari mulut kelihatan ada lelehan darah mengucur!
Penguasa Atap Langit kembali tertawa bergelak. Tenaga dalam dialirkan ke kaki
kanan. Pada saat dia siap menghunjamkan kaki itu ke dada Wiro untuk
menghancurkan jantung sang pendekar, tiba-tiba entah dari mana datangnya sayupsayup terdengar suara
tabuhan gamelan.
Penguasa Atap Langit terkesiap.
"Ada suara seruling dan tabuhan gendang. Ada suara gesekan rebab. Itu bukan
suara gamelan Negeri Atap Langit. Aku merasa ada yang tidak beres. Hidungku
mencium bau wangi aneh..."
Tidak tunggu lebih lama Penguasa Atap Langit segera gerakkan kaki kanan. Kasut
merah berpaku dihunjam keras ke dada Pendekar 212 Wiro Sableng. Namun dia
melengak kaget. Bagaimanapun dia mengerahkan tenaga luar dan dalam, kaki kanan
itu terasa kaku, berat dan tak sanggup digerakkan.
Dalam keadaan seperti itu terdengar suara orang
bernyanyi. Yang menyanyi lebih dari satu orang. Tiap bait nyanyian dilantun
saling bergantian. Suara yang menyanyi adalah suara perempuan!
"Sebelum ajal berpantang mati
Tidak dipanggil datang sendiri
Jangan membunuh sembarangan
Nyawa manusia bukan barang ketengan
Tidak dipanggil datang sendiri
Kehendak Yang Kuasa adalah pasti
Sebelum ajal berpantang mati
Jangan menanam dendam di dalam hati
Lupakan amarah agar bisa menanam budi"
Baik Wiro maupun Penguasa Atap Langit sama-sama
terkejut. Ada suara menyanyi tapi orang yang menyanyi tidak kelihatan. Penguasa
Atap Langit kertakkan rahang.
Kaki kanan kembali dihunjam kuat-kuat ke dada kiri Pendekar 212. Tiba-tiba di
dalam gelap dan dinginnya malam dari balik pinggang pakaian Wiro meluncur keluar
delapan benda aneh bercahaya, melayang seperti kunang-kunang.
*** WIRO SABLENG DELAPAN POCONG MENARI
6 JUD kunang-kunang berubah membesar namun
cahaya yang semula terang menjadi redup. BendaUbenda aneh ini kemudian membesar dan membesar
hingga membentuk ujud sangat samar, menyerupai sosok bayang-bayang delapan
pocong hitam gelap, meliuk-liuk seperti asap ditiup angin tetapi gerakannya
seolah mengikuti suara tetabuhan gamelan di kejauhan. Dari tubuh mereka yang
hitam sesekali memancar warna
kuning, coklat dan hijau dan bau harum mewangi.
Sulit diduga makhluk apa mereka adanya. Hantu atau makhluk jejadian dari alam
arwah atau mungkin setan kuburan yang terpesat gentayangan. Tapi apa memang ada
kuburan di Negeri Atap Langit"
Dalam keadaan tak berdaya Wiro menghitung. Sosok
samar itu berjumlah delapan. Meliuk-liuk mengelilingi dirinya dan Penguasa Atap
Langit yang mendadak tampak ketakutan. Wiro ingat, warna kuning, coklat dan
Bagus Sajiwo 4 Pendekar Rajawali Sakti 109 Darah Di Bukit Serigala Kuda Besi 5

Cari Blog Ini