Ceritasilat Novel Online

Jenazah Simpanan 1

Wiro Sableng 186 Jenazah Simpanan Bagian 1


BASTIAN TITO EPISODE 186 Ebook by : m i k e
e-mail: Deepblue_hazeman@yahoo.com
Jenazah Simpanan
2 BASTIAN TITO "Ratusan Makhluk yang tubuhnya dipenuhi kobaran api perlahan-lahan beringsut
mundur dari kepungannya terhadap Resi Kali Jagat dan yang lainnya. ada rasa
jerih bercampur takut kala mendengar bunyi suara Saluang (alat musik tradisional
Minangkabau) yang mendayu perlahan dari arah barat Pohon Jati dimana Resi Kali
Jagat beserta kawan-kawannya terkepung. Lain halnya dengan Resi Kali Jagat dan
kawan-kawannya, bunyi saluang yang mengalun terasa begitu menyejukkan kalbu dan
jiwa sehingga tanpa sadar ucap puji dan syukur atas Rahmat Dewata berkumandang
dari bibir ketiganya. Tak sampai sepeminuman teh kemudian dari arah barat
menyeruak kabut tipis beserta hawa dingin yang menggigit, hawa dingin ini tidak
begitu terasa bagi Resi Kali Jagat dan yang lain, namun tidaklah demikian bagi
Kawanan Makhluk yang dikobari Api! jeritan dan lolongan panjang keluar dari
mulut mereka! Tubuh mereka mulai bergelimpangan satu persatu disertai dengan
padamnya api di tubuh mereka kala satu sosok yang berjalan diantara kabut tipis
melewati tubuh mereka! Seekor Menjangan Bertanduk dan berbulu keemasan terlihat
berjalan diantara kabut putih, dipunggungnya duduk seorang kakek berjubah
putih.berambut panjang. Rambut serta janggut dan kumisnya yang putih terlihat
menjela tertiup angin diantara jemari tangannya yang bergerak lincah memainkan
sebuah Saluang yang berwarna keemasan. Dipinggangnya tergantung sebuah kantung
kulit tersamak dimana terselip enam buah Saluang dengan warna yang beragam!"
Jenazah Simpanan
3 BASTIAN TITO BASTIAN TITO PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
WIRO SABLENG Episode 186 JENAZAH SIMPANAN
Wiro Sableng telah terdaftar di Departemen Kehakiman dan merupakan Milik serta
Hak cipta dari Bastian Tito seorang, Tokoh Panutan dan
Inspirator Penulis, Lanjutan Wiro Sableng ini dibuat tanpa maksud apapun sekedar
Wujud Kecintaan Penulis terhadap tokoh yang telah
menemani Penulis dalam suka dan duka. Oleh karenanya penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya jika ada pihak yang merasa
berkeberatan dilanjutkannya kisah Wiro Sableng ini.
SALAM 212!!! Jenazah Simpanan
4 BASTIAN TITO BASTIAN TITO Jenazah Simpanan 1 N enek Katai Ning Rakanini delikkan matanya yang besar
sebelah, kedua tangannya yang berwarna hitam pekat
berkilat bersiap untuk melepaskan pukulan sakti kearah
makhluk raksasa bertanduk yang kepalanya menjulur dari
dalam lubang atap yang hancur karena pukulan bocah sakti
Dirga Purana (baca episode sebelumnya: Jabang Bayi dalam
Guci). Sesaat lagi kedua tangannya yang berwarna hitam mengkilat melepaskan
sebuah pukulan sakti yang bernama
Dalam Sesat Mencari Ketentraman, Resi Kali Jagat berteriak mencegahnya "Tahan,
Jangan!!" Nenek Katai Penguasa Rumah
Ketentraman dan Keselamatan memalingkan wajahnya kearah
Resi Kali Jagat, Hidungnya yang dicanteli anting-anting emas bergoyang-goyang
sementara urat besar terlihat menonjol di pelipisnya pertanda menahan amarah
"Ampusena! Apa
maksudmu menahan serangan ku" Tidakkah kau dengar apa
yang diucapkan makhluk ini" Dia menginginkan orok dalam
Guci! Dia pasti sudah menjadi salah satu kawanan Gerombolan Sukma Merah!" Resi
Kali Jagat menghela nafas sesaat. "semoga Jenazah Simpanan
5 BASTIAN TITO berkah Hyang Jagatnatha turun atas diri kita semua, Apa
kabar Arwah Ketua Penguasa Candi Miring" Lama kita tidak
berjumpa" makhluk dengan tanduk berkilat keluarkan tawa
keras kemudian Wujud kepala Raksasa bertanduk bercahaya
merah keluarkan satu letusan kecil dan berubah menjadi
gumpalan asap kelabu. Asap kelabu itu kemudian berputar
layaknya topan dan memasuki ruangan candi melalui lubang
diatas atap. Gumpalan asap kemudian bergulung membentuk
satu sosok yang berdiri dihadapan Resi Kali Jagat dan Nenek Ning Rakanini,
sekejapan mata kemudian gulungan asap pun
akhirnya sirna meninggalkan satu sosok yang tidak lagi
berbentuk raksasa seperti sebelumnya, sosok kali ini
merupakan sosok seorang kakek bertubuh kekar berjanggut
dan berkumis berkeluk berwarna hitam. pakaiannya
merupakan jubah biru yang bagian atasnya tidak dikancing
sehingga memperlihatkan bulu dadanya yang lebat. Wajah
kakek ini terlihat pucat tak berdarah sehingga jalur urat membayang biru dibalik
kulit wajahnya. sepasang matanya
berwarna putih menjorok keluar dengan lensa berbentuk titik kecil dan di
kepalanya yang botak terlihat sebuah tanduk tunggal mencuat dari keningnya.
Tanduk tersebut tidak terlalu besar namun memancarkan cahaya merah berpendar. "
Semoga berkah Para Dewa menyertaimu Sahabatku Ampusena,
Jenazah Simpanan
6 BASTIAN TITO maafkan kelancangan ku wahai Penghuni Rumah Ketentraman
dan Keselamatan" ucap sosok Arwah Ketua sembari mengedipngedipkan matanya yang juling kearah Nenek Ning Rakanini.
Sang Nenek merutuk dalam hati sembari menurunkan kedua
tangannya, kedua tangan tersebutpun perlahan kembali
kewarna asalnya. sementara Resi Kali jagat menggelengkan
kepalanya untuk kemudian berkata "berbilang tahun kita tidak berjumpa, sungguh
tidak dinyana dapat bertemu denganmu
disini wahai Arwah Ketua, gerangan apakah yang membawamu
ketempat ini?" "wahai Sahabatku Ampusena, tak usahlah lagi kita berpanjang
cakap, maksud kedatanganku kali ini adalah meminta kau untuk memberikan saja
jabang bayi dalam guci
itu kepadaku, toh disini tidak ada orang yang mau
menampungnya, bagaimana Ampusena" Kau tidak keberatan
bukan?"ucap Arwah ketua sembari melirik kearah guci bening yang berisi bayi
merah yang tergeletak diatas meja batu.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Arwah Ketua, Nenek Katai Ning Rakanini menjadi
meradang, alisnya yang menyambung
menjadi satu terlihat terjungkat "Kowe, jangan sembarang omong! siapa bilang aku
tidak mau menampungnya" aku
Cuma khawatir tidak bisa menjamin keselamatannya!" hardik Sang Nenek. Arwah
Ketua memandang sinis kepada Nenek
Ning Rakanini "Ampusena, kau sudah mendengar sendiri
Jenazah Simpanan
7 BASTIAN TITO bukan" Nenek ini tidak mampu menjaga Guci itu, jadi
sebaiknya kau titipkan saja kepadaku."ucap Kakek Bertanduk ini sambil terkekeh.
"Kurang ajar! Makan Pencarianmu!" jerit Nenek Ning Rakanini, Nenek satu ini
tampaknya sudah tidak bisa lagi mengendalikan emosinya sehingga tanpa bisa
dicegah lagi tangan kirinya mencabut tusuk konde yang tertancap di batok
kepalanya dan dengan secepat kilat ditusukkannya
tusuk konde tersebut kearah perut Arwah Ketua! "Ning
Rakanini! Jangan!" Resi Kali Jagat Berseru tertahan Namun tak kuasa Mencegah,
Sementara itu Kakek bertanduk yang
diserang oleh Nenek Katai Ning Rakanini hanya senyumsenyum saja dan tampak adem ayem tidak berusaha untuk
menghindari serangan tusuk konde terbuat dari batu yang
berwarna merah pekat itu. Sesaat lagi tusuk konde yang
berada di tangan Ning Rakanini menembus perut Arwah Ketua, tiba-tiba didahului
suara letusan kecil dan mengepulnya asap kelabu tipis dari arah bawah tanah
tempat antara Arwah Ketua dan Ning Rakanini berdiri mencuat sebuah tangan
berbentuk tulang jerangkong yang dengan secara sigap menahan tangan Ning
Rakanini sehingga tusuk konde yang hendak
ditusukkannya berhenti hanya sejarak setengah jengkel dari perut Arwah Ketua!
"Ketentraman dan keselamatan berasal dari hati yang suci dan bersih, hawa marah
dan kebencian hanya Jenazah Simpanan
8 BASTIAN TITO akan membawa setiap insan ke dalam musibah dan
penyesalan! Rakanini kendalikan emosimu." Satu suara keluar dari satu sosok
berbentuk jerangkong putih yang keluar dari dalam tanah. "Lor Pengging Jumena...!"
seru Resi Kali Jagat Ampusena kala melihat sosok Jerangkong Putih yang
memegang tangan Nenek Katai Ning Rakanini. "Mbah Buyut..."
Desis Sang Nenek Katai Penghuni Rumah Ketentraman dan
keselamatan tersebut dengan tubuh bergetar.
*** Jenazah Simpanan
9 BASTIAN TITO BASTIAN TITO Jenazah Simpanan 2 Disatu tempat terpaut delapan ratus tahun dari negeri
Bhumi Mataram, diselatan Kaki Gunung Gajah tak jauh
dari Bukit Menoreh terlihat seorang kakek berambut tipis
sedang duduk bertopang dagu dibawah satu pohon Jamblang.
Kakek ini memiliki sepasang mata jereng yang selalu berputar kesana-kemari tidak
bisa diam sementara sebuah telinganya terlihat terpasang terbalik menghadap
kebelakang, bau pesing santer keluar dari tubuh dan pakaiannya. "aduh biyung,
tobat aku..! kemana lagi aku harus mencari anak setan itu! Setahun lebih tak
tahu rimbanya tak tahu juntrungannya jangan-jangan Bocah Gemblung itu balik lagi
ke Latanah Silam! Buseet!"
gerutu si kakek sembari menggaruk-garuk kepalanya.
Pluk..pluk.. tiba-tiba dari atas pohon jamblang berjatuhan dua buah jemblang
yang langsung jatuh menimpuk kepala dan
tubuh si kakek bau pesing yang bukan lain adalah Setan
Ngompol tokoh kosen dunia persilatan tanah jawa pada saat itu. "Naga Kuning anak
setan! kamu Jangan kurang ajar sama orang tua!" bentak sang kakek sembari
meraupkan kedua
Jenazah Simpanan
10 BASTIAN TITO tangannya kebalik celananya yang basah kuyup kemudian
dipeperkannya tangannya yang basah oleh air kencing itu
keatas pohon, serangkum angin beserta titik-titik air berbau pesing menghambur
deras kearah Pohon menggetarkan batang
pohon dan meluruhkan sebagian daun pohon Jamblang!
Sementara itu dari balik rimbunan pohon satu bayangan hitam melesat sambil
terkekeh-kekeh menghindari serangan peperan air kencing Setan Ngompol. (Mengenai
riwayat Setan Ngompol dan Naga Kuning silahkan baca Petualangan Wiro Sableng di
Lembah Akhirat dan Negeri Latanah Silam) "kakek Setan
Ngompol! Jangan marah begitu, aku kan Cuma becanda! Aku
juga tahu kamu itu bukannya mikirin si Wiro yang kamu bilang balik lagi ke
Latanah Silam, tapi kamu lagi mikirin si Nenek genit menor siapa tuh namanya"
Luh Lemper apa ya?" ucap
seorang bocah berambut jabrik yang bukan lain adalah Naga Kuning sambil
mengorek-ngorek hidungnya! " Lemper...
Lemper...!! Yang kamu ingat Cuma lemper!! Anak Geblek!
Namanya Luh Lampiri!" sembur Setan Ngompol sembari
membeliakkan matanya yang jereng, mata diatas yang jereng mata dibawah ikutikutan mancur! Naga Kuning terkekeh
melihat tingkah kakek sahabatnya itu sementara Setan
Ngompol menggerutu panjang-pendek! Dikisahkan setelah
kepergian Wiro ke Mataram Kuna negeri delapan ratus tahun Jenazah Simpanan
11 BASTIAN TITO silam banyak terjadi perubahan di tanah jawa, di tanah jawa mulai bermunculan
tokoh-tokoh berkepandaian tinggi dan
aneh-aneh. berbagai macam peristiwa dan kejadian-kejadian aneh dibarengi
bermacam kasus penculikan terjadi di seantero negeri. Korban-korban penculikan
itu biasanya adalah para pemuda yang sudah mencapai akil balik. Suasana dunia
persilatan tanah jawa pun mulai mencekam, saling tuding dan berbuntut
pertumpahan darah pun akhirnya terjadi. Kyai Gede Tapa Pamungkas yang melihat
keadaan ini pun merasa
prihatin sehingga mengutus Naga Kuning dan Setan Ngompol
untuk mencari dan menemukan Wiro Sableng beserta Sinto
Gendeng yang diketahui menghilang bersamaan dengan
menghilangnya Wiro Sableng. Adapun Gondoruwo Patah Hati
atau Ning Intan Lestari yang datang menghadap Kyai Gede
Tapa Pamungkas bersama Naga Kuning ditahan oleh sang Kyai dengan alasan untuk
mempersiapkan Pernikahannya dengan
Naga Kuning. Rupanya Sang Kyai sudah merestui hubungan
putri angkatnya tersebut dengan Naga Kuning. Meskipun
dengan berat hati akhirnya Ning Intan Lestari atau Gondoruwo Patah Hati melepas
kepergian Naga Kuning yang sesungguhnya adalah seorang Kakek Sakti Berjuluk Kyai
Paus Samudera Biru! Dalam pencarian terhadap Wiro, kedua orang konyol
tersebut akhirnya terpesat di kaki gunung gajah. "hei Naga Jenazah Simpanan
12 BASTIAN TITO Kuning, mana jamblangnya" Masih ada" Bagi kemari aku
masih lapar." Ucap Setan Ngompol sambil menatap Naga
Kuning. "waladalah kek, habis semuanya! Sisanya tuh sudah rontok semua kena air
kencing sampeyan." Tunjuk Naga
Kuning ke bawah pohon dimana beberapa buah jamblang
terlihat berguguran rontok akibat angin pukulan Setan
Ngompol. Setan Ngompol mengelus perutnya yang kerempeng
sembari mendesah "Nasibmu biyung, sedari pagi Cuma diisi Jamblang! Naga Kuning
kamu masih ada bekal tidak?" Naga
Kuning menggelengkan kepalanya "aku juga masih lapar kek"
ucap polos Naga Kuning "kalo lagi laper gini jadi inget Nasi timbelnya Yu Pinem,
janda penjual timbel di simpang lima
Godeyan. Hemm, sambel pincuk, ikan asin.." belum habis
berucap Naga Kuning tiba-tiba merasa tubuhnya diangkat dan dikepit Setan
Ngompol. "kek! Apa-apan ini?"jerit Naga Kuning.
"Simpang Lima Godeyan tidak jauh dari sini, hanya
sepenanakan nasi.." Gumam Setan Ngompol. "memangnya
sampeyan punya duit kek?" tanya Naga Kuning. "urusan
belakangan..."seru Setan Ngompol seraya berlari sambil
menaikkan kempitan Tubuh Naga Kuning, malangnya kepala
sang bocah terbenam di ketiak Setan Ngompol. Satu suara
Tercekik keluar dari tenggorokan Naga Kuning.


Wiro Sableng 186 Jenazah Simpanan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

*** Jenazah Simpanan
13 BASTIAN TITO BASTIAN TITO Jenazah Simpanan 3 Jurang Langit Pendam merupakan satu Jurang yang Cukup
dalam dan terjal, letak jurang ini juga sangat terpencil dan tersembunyi. jika
seseorang berdiri di pinggir jurang dan mencoba untuk menengok kebawah, maka
orang tersebut tidak akan bisa untuk melihat apa yang ada di dasar jurang karena
yang hanya bisa dilihat hanyalah gumpalan awan dan kabut putih tebal. oleh
karena itu pula jurang yang terletak di salah satu lereng gunung Salak ini
disebut dengan Jurang Langit Pendam. Kawasan Jurang langit pendam sudah dikenal
oleh masyarakat sekitar sebagai suatu tempat keramat yang bahkan dipercayai sebagai
tempat bermukimnya banyak makhluk
halus, demit dan sejenisnya. Oleh karenanya tidaklah
mengherankan jika tidak ada seorangpun penduduk setempat
maupun pendatang yang berani untuk mendatangi tempat itu.
Keangkeran tempat ini juga ditambah dengan tumbuhnya
sebatang pohon beringin Raksasa yang tumbuh tidak jauh dari bibir jurang. Pohon
berusia ratusan bahkan mungkin ribuan tahun ini memang amatlah besar sehingga
bisa dilihat dari Jenazah Simpanan
14 BASTIAN TITO kejauhan. Sedemikian besarnya pohon beringin itu sehingga Jika dikumpulkan orang
untuk memeluk batang pohon ini saja diperkirakan membutuhkan kurang lebih dua
puluh satu orang! Keangkeran pohon ini ditambah dengan bertebarannya delapan buah batu
besar berwarna merah yang berjejer
mengelilingi Pohon beringin Raksasa tersebut. Batu-batu
merah tersebut dililiti sejenis kain bermotif catur yang sudah sangat tua hingga
warnanya sudah terlihat pudar, kain yang menutupi batu-batu tersebut juga sudah
banyak yang robek.
bau anyir tercium cukup keras dari bagian batu yang berwarna merah kehitaman.
Saat itu belum lagi senja namun kesunyian amat terasa melingkupi areal Jurang
dan sekelilingnya, namun hanya beberapa saat kemudian kesunyian itu terpecah
oleh satu suara letusan kecil yang datangnya dari bawah tanah
beberapa tombak dari pohon Beringin raksasa berada. Tanah dimana letusan kecil
tadi terjadi terlihat rengkah dan perlahan mulai terkuak memperlihatkan satu
lubang hitam yang
memancarkan cahaya merah gelap, tiba-tiba dari arah lubang tersebut melompat
seorang anak lelaki berpakaian mewah
serba hitam, pada salah satu telinganya terpasang sebuah
anting-anting emas. Bocah ini tidak sendirian, di bahunya tersampir tubuh
seorang perempuan muda. Perempuan ini
terlihat memejamkan matanya sementara itu beberapa bagian Jenazah Simpanan
15 BASTIAN TITO tubuhnya tersingkap hingga mempertunjukkan auratnya yang
putih menantang, sesekali Bocah yang tidak lain adalah Dirga Purana Bocah sakti
yang dipanggil dengan sebutan Sang
junjungan membelai dan meremas gemas tubuh perempuan
yang dibawanya. Udara sore yang berhembus membawa angin
dingin rupanya membuat gairah Dirga Purana makin berkobar, setelah memandang
kekiri dan kekanan bocah sakti ini
perlahan menurunkan sembari terus memeluk tubuh Menur
Kembiri pelayan penghuni Rumah Ketentraman dan
keselamatan ke tanah bersebelahan dengan salah satu batu merah yang mengelilingi
pohon beringin "he.he.he. manis ayo buka matamu."ucap sang bocah sembari menepuk
nepuk pipi sang gadis. Menur Kembiri yang ditepuki pipinya perlahan
membuka matanya. Saat memandang wajah Dirga Purna untuk
sesaat gadis ini tersentak dan hendak memberontak dari
rangkulan sang bocah namun saat melihat sepasang mata
Dirga Purana yang sesaat memancarkan cahaya kuning
kemerahan gadis ini pun mulai diam, bahkan Menur Kembiri
terlihat tersenyum dan mendesah lirih kala melihat wajah
bocah dihadapannya berubah menjadi wajah seorang pemuda
yang sangat tampan. gairah kewanitaan Menur kembiri pun
terbangkitkan! tanpa kuasa Menur Kembiri mulai membalas
pelukan Dirga Purana dengan liar dan ganas! Menur Kembiri Jenazah Simpanan
16 BASTIAN TITO pun mulai memagut dan melumat Bibir Dirga Purana yang
mencumbunya dengan rakus. kemudian untuk beberapa saat
yang terdengar hanyalah dengus nafas dan desah kenikmatan keduanya. Pohon
beringin dan kedelapan batu menjadi saksi bisu Kebejatan yang dilakukan oleh
Dirga Purana. Selang
beberapa lama kemudian Dirga Purana menghempaskan
tubuhnya ke atas dada Menur Kembiri yang montok dan basah oleh keringat,
nafasnya yang sebelumnya terdengar memburu perlahan mulai teratur dan tenang.
Sementara itu tanpa
disadari oleh sang bocah udara yang tadinya masih terangterang tanah tiba-tiba mulai mengelam, kabut tipis berhembus membawa udara yang
dingin menggigit. mendung kelabu
mendadak muncul dan bergelung membentuk lingkaran tepat
diatas kepala kedua anak manusia yang baru habis
melampiaskan hasrat berahi tersebut. Kala Dirga Purana mulai menyadari keanehan
yang terjadi, pada saat itulah didengarnya Menur Kembiri Berucap. anehnya suara
yang keluar dari bibir gadis ini bukanlah suara milik sang gadis, suara yang
didengarnya kali ini merupakan satu suara yang amat
ditakutinya! Suara yang didengarnya adalah suara seorang
lelaki yang terdengar berat, serak dan dalam seolah diucapkan dari dasar sebuah
jurang! "Dirga Purana!!! Anak Keparat!! Lain disuruh lain pula kau lakukan! Mana
Jabang bayi yang
Jenazah Simpanan
17 BASTIAN TITO kuminta!! Kenapa aku tidak bisa mencium, dan merasakannya dari tempatku berada?"
Dirga Purana tersentak dan meloncat kebelakang dalam keterkejutannya. sementara
itu dilihatnya Menur Kembiri yang dalam keadaan bugil dan rambut acak-acakan
tertatih bangkit dari tanah. Saat pandangan sang gadis bentrok dengan tatapan
matanya, maka terperangahlah sang
Bocah! Sepasang mata gadis yang tadinya bening bagus kini tidak terlihat lagi
namun tergantikan oleh sepasang mata yang berwarna hitam tanpa bagian putih
disekitarnya. Yang lebih mengerikan lagi dari sudut mata sang gadis meluncur
beberapa ekor belatung gemuk yang berwarna hitam berkilat! Belatung-belatung
tersebut tidak hanya keluar dari sepasang mata
namun juga dari hidung, mulut, kedua telinga, Pusar, dan
Kemaluan Menur Kembiri! Saat sang bocah melirik ke arah
belakang sang gadis, tampak menyembul keluar dari dalam
tanah sesuatu seperti Akar beringin yang menyembul dan
masuk kedalam Dubur gadis itu! Walau keadaannya
sedemikian rupa, namun sang gadis seperti tidak merasakan Bagaimana binatangbinatang menjijikan itu keluar dari
tubuhnya, maupun akar beringin yang menembus duburnya!
Dengan tubuh terbungkuk dan tertatih gadis tersebut
melangkah mendekati Dirga Purana yang saat itu merasakan
seluruh tubuhnya kaku laksana terpantek ke bumi, keringat Jenazah Simpanan
18 BASTIAN TITO dingin memercik di keningnya. "Junjungan Tertinggi Yang
Mulia Jenazah Simpanan..."ucap sang Bocah tercekat. "Anak
keparat!!! Kerjamu hanya bersenang-senang menyalurkan
nafsu terkutukmu! Menyesal aku memberikan kepercayaan
untuk menyelesaikan tugas ini..." seru sang gadis masih
dengan suara yang terdengar bagai dari dalam jurang.
"tu..tunggu yang mulia, dengar dulu penjelasan hamba, hamba tidak mampu
mengambil bayi itu karena bayi itu dilindungi oleh satu kekuatan yang luar
biasa! Disamping itu banyak
tokoh berilmu tinggi yang melindunginya! Hamba mengaku
salah, hamba mohon diberi kesempatan sekali lagi..." ucap
Dirga Purana tersendat sementara dalam hatinya berkata
"Celaka!! Mega Kuning Menyembah Bumi!! Aku tak bisa
menggerakkan tubuhku!!" hati sang bocah mulai gelisah, sang bocah berusaha
mengalirkan tenaga dalam kearah kedua
kakinya yang terpantek namun sia-sia! Nampak asap kuning
tipis keluar dari dalam tanah pertanda dengan ilmu yang sama, sang bocah
berusaha untuk membebaskan diri namun
usahanya gagal! "he.he.he. kau pikir kau bisa Melarikan diri dengan ilmu itu"
Ilmu Mega kuning menyembah bumi milikku
seratus kali lebih kuat dari milikmu! Karena akulah yang
menciptakannya! Kau sudah tidak ada gunanya lagi! Tapi aku masih membutuhkan mu...
tepatnya Jenazahmu...!"ucap sang
Jenazah Simpanan
19 BASTIAN TITO gadis dengan terkikik lalu dengan gerakan secepat kilat Menur Kembiri
mengembangkan kedua tangannya dan ajaib! Kedua
tangan Menur Kembiri tiba-tiba berubah panjang dan
mencengkram kedua pundak Dirga Purana! Tidak hanya
sampai disitu, tiba-tiba saja leher sang gadis pun berubah memanjang sehingga
tahu-tahu kepala sang gadis telah tiba sejengkal didepan wajah dirga purana yang
pucat pasi! Mendadak dari kejauhan terdengar bunyi Lonceng berdentang laluu dari angkasa
laksana tabir turun sinar berwarna kuning yang mengarah ke tubuh Menur Kembiri!
"Adinda Mimba
Purana.." desis Dirga Purana, sementara Menur Kembiri
memalingkan wajahnya memandang kearah tabir Sinar Kuning
yang hendak melabrak dirinya. puluhan belatung berhamburan dari bibirnya kala
mulutnya menyunggingkan senyum yang
menggidikkan. "Bara Moksa Geni!!!" satu teriakan membahana keluar dari mulut
Menur Kembiri, sesaat lagi sinar kuning menghantam Menur Kembiri tiba-tiba Pohon
Beringin mendadak dilamun api berwarna hitam! Sungguh aneh! Api
berwarna Hitam yang mengobari Pohon Beringin tiba-tiba
menggebubu keatas dan langsung menyongsong datangnya
sinar kuning terang! Tapi yang terjadi tidak hanya sampai disitu! Mendadak ke
delapan batu merah yang mengelilingi
pohon beringin terlihat berpendar dan nampak delapan sinar Jenazah Simpanan
20 BASTIAN TITO putih Redup berkiblat keluar dari kedelapan batu merah
memapasi serangan Api Hitam yang dilontarkan Pohon
Beringin Raksasa! Satu letusan keras terdengar membahana di seantero Jurang
langit pendam, Cahaya kuning, putih dan
hitam yang saling bentrok membuat satu ledakan bola api yang sangat besar dan
menyilaukan mata! Tampak potongan kain
bermotif catur berhamburan diudara yang panas akibat
pertemuan tiga hawa sakti yang bentrok diudara! Hantaman
tiga hawa sakti di langit Jurang pendam membawa pengaruh
yang hebat di daerah sekitarnya, pohon-pohon dan rerumputan tercabut dari
tempatnya dalam keadaan hangus merangas,
kedelapan batu yang berdiri mengelilingi pohon beringin
tampak bergulingan tumpang tindih! Di beberapa tempat
terlihat onggokan daging mengepulkan asap menyebar
menggidikkan! Sebenarnya apa yang terjadi" Pada saat terjadi bentrok antara tiga
kekuatan yang berbeda, Dirga Purana yang tak kuasa untuk bergerak hanya bisa
mendelikkan matanya
pasrah! Sementara Menur Kembiri yang disusupi oleh satu
kekuatan tiba-tiba dengan sekuat tenaga menghentakkan
tangannya yang memegang bahu Dirga Purana dan
melemparkan bocah tersebut kearah Pohon Beringin! Dirga
Purana menjerit keras kala tubuhnya menghantam kulit pohon yang membara!
punggungnya laksana digarang diatas
Jenazah Simpanan
21 BASTIAN TITO Pendiangan! Tiba-tiba dalam hitungan detik sebelum ledakan pecah diudara, dari
dalam pohon keluar sulur-sulur akar yang langsung membelit tubuh dan menarik
Tubuh Dirga Purana
masuk Kedalam Pohon beringin! Sementara itu diluar pohon
bunyi letusan dan kekuatan ledakan dari bentroknya tiga hawa sakti menghantam ke
segala arah termasuk menghantam
kearah Tubuh Menur Kembiri yang tegak tergontai "Akhirnya bebas..." ujarnya
sembari tersenyum sepersekian detik sebelum tubuhnya meledak terhempas kekuatan
dahsyat hasil bentrokan tiga kekuatan sakti. Sementara itu sesaat setelah letusan besar
terjadi, dari atas langit perlahan turun sebentuk awan kelabu mengitari daerah
seputar jurang langit pendam.
Sesosok bocah berbaju hitam dengan perawakan sama dengan
Dirga Purana tampak terduduk lesu diatas awan sembari
menatap kearah pohon beringin raksasa. "Kakang Dirga
Purana... aku terlambat..." desisnya penuh duka. Sementara
itu Dirga Purana Yang tubuhnya terbelit rangkaian akar pohon beringin tidak
kuasa untuk bergerak dan membuka mata,
seluruh tubuhnya serasa ditancapi ratusan jarum berapi!
Untuk beberapa saat dia merasa tubuhnya seakan diseret di semacam lobang yang
pengap dan panas! setelah merasa
tubuhnya tidak terseret lagi, sang bocah berusaha untuk
membuka matanya dan ajaibnya kali ini dia mampu untuk
Jenazah Simpanan
22 BASTIAN TITO membuka matanya! Dan apa yang disaksikannya membuat
sang bocah merinding dan tercekat! Sang bocah mendapati
dirinya berada dalam satu ruangan atau rongga bawah tanah yang amat luas.
ruangan itu terlihat terang benderang namun cahaya terang yang menyinari ruangan
itu bukan berasal dari sinar matahari melainkan berasal dari lahar yang
menggelegak didasar ruangan! Ya, ruangan yang berada dibawah pohon
beringin itu tidak memiliki dasar selain dasar berupa lahar yang mendidih
menggelegak! Saat memandang keadaan dirinya maka terkejutlah sang bocah! Dirinya
ternyata hanya tergantung diudara bebas hanya dibelitkan oleh beberapa helai akar beringin!
Kembali sang bocah menyapukan
pandangannya, dan sang bocah kembali terpaku karena sang
bocah mendapati bahwa ternyata dia tidak sendiri! Di
sekelilingnya tidak kurang dari ratusan bahkan mungkin
ribuan orang tergantung oleh akar beringin yang menjuntai diatas kepulan lahar
yang membara! Orang-orang tersebut
terdiri dari orang tua, muda, pria dan wanita dari berbagai umur dan kalangan.
Sekali memandang saja Sang Bocah tahu
kalau semua orang yang tergantung itu semuanya sudah lama menjadi mayat, ratusan
bahkan mungkin ribuan tahun. Hal ini bisa disimpulkan dari pakaian yang
dikenakan oleh mayat-mayat tersebut. Yang menjadi tanda tanya dihati sang bocah
Jenazah Simpanan


Wiro Sableng 186 Jenazah Simpanan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

23 BASTIAN TITO adalah bagaimana mayat-mayat yang sudah meninggal lama
tersebut tetap awet dan tidak membusuk. Selagi sang bocah termangu menatap
pemandangan disekelilingnya tiba-tiba
dirinya dikejutkan oleh satu suara yang bergaung seakan dari dasar jurang "Dirga
Purana, apa yang kau lihat merupakan
seluruh koleksi ku yang paling berharga. Mereka adalah orang-orang hebat
dijamannya yang takluk dan tunduk dibawah
kekuasaanku. Dan sebentar lagi kau akan mendapat
kehormatan menjadi salah satu bagian dari mereka" ucap
suara tersebut. Dirga purana berusaha memandang keatas
mencari asal suara dan pandangannya pun terbentur pada
satu sosok yang menggidikan! Sosok tersebut hanya
merupakan jerangkong yang terbenam pada salah satu bonggol akar beringin. kepala
tengkoraknya berwarna hitam dan
dikening nya terlihat mencuat sepasang tanduk yang berwarna hitam. sosok
tersebut kedua tangan terlihat bersidekap
menggenggam suatu benda bercahaya yang tidak bisa dilihat oleh Dirga Purana,
tampak akar-akar beringin mengitari
seluruh tubuh tengkoraknya sementara bagian pinggul dan
kedua paha serta kakinya tidak terlihat karena terbenam dalam Pokok bonggol akar
beringin dan dari pokok-pokok akar
beringin inilah terangkai satu sambungan pokok-pokok akar halus lainnya yang
membelit dan menghubungkan ratusan
Jenazah Simpanan
24 BASTIAN TITO bahkan mungkin ribuan jenazah dibawahnya! Tiba-tiba
makhluk tengkorak hitam mengeluarkan bentakan keras
"Lamanyala! Bangun! Pimpin seratus Laskar Iblis dan Rebut Jabang Bayi Pantangan!
Setelah itu bergabung dengan dua
kawanmu yang lain dan bumi hanguskan Mataram!" satu
untaian akar yang tergantung hingga kebawah Lahar tiba-tiba bergerak naik dan
dari dalamnya terlihat satu sosok yang
dilamun kobaran api bergerak bangkit seraya melepaskan diri dari belitan akar
dan langsung berdiri diatas Lahar mendidih!
Tidak hanya sampai disitu, perlahan dari dalam lahar mendidih mencuat kepala
lalu seluruh badan ratusan makhluk yang
tubuhnya dikobari api! Sosok yang dipanggil dengan sebutan Lamanyala adalah satu
sosok jerangkong berjubah hitam dan seluruh tubuhnya dilamun api sementara
bagian tubuhnya
sebelah kiri hanya merupakan sebuah geroakan besar! (Perihal diri Lamanyala,
Silahkan mengikuti serial Wiro Sableng di negeri Latanahsilam dalam episode :
Hantu Langit Terjungkir) Lamanyala terlihat membungkukkan diri diikuti oleh seratus makhluk
api lainnya. "Titah Yang Mulia
Junjungan Tertinggi Jenazah Simpanan adalah hukum, dan
hukum Adalah Yang Mulia Jenazah Simpanan, kami siap
menjalankan titah" sosok jerangkong hitam bertanduk yang
dipanggil Yang Mulia Tertinggi Jenazah Simpanan ganda
Jenazah Simpanan
25 BASTIAN TITO tertawa kemudian kembali menyahut. "cepat laksanakan
tugasmu wahai Lamanyala! Ingat waktu kita hanya sampai
Bulan Biru di Mataram Berakhir! Setelah itu kita akan kembali tertidur dan hanya
bisa bangkit delapan ratus tahun
mendatang! Ingat itu! Oleh karena itu kau harus bisa
membunuh Jabang Bayi Pantangan dan membumi hanguskan
Mataram dalam waktu semalam ini!"ucap Jenazah simpanan
menggetarkan pelosok ruang goa. Lamanyala terlihat
menganggukan kepala "Ucapan Yang Mulia akan kami
laksanakan, Kami pergi sekarang, mohon bantuan yang mulia untuk mengirim kami ke
atas. Makhluk jerangkong ganda
tertawa lalu dari sepasang matanya yang bolong memancar
sinar merah yang langsung menyambar tubuh Lamanyala dan
seratus Laskar Iblis. Sinar tersebut langsung membungkus
tubuh mereka dan mengubah tubuh mereka menjadi cahaya
merah yang sangat kecil. Dengan sekali sentak cahaya-cahaya merah terlihat
melesat menembus keatas melalui cabang-cabang akar beringin yang ada di bawah
tanah. Kepala jerangkong hitam kembali berpaling kearah Dirga Purana.
"Sekarang adalah Giliranmu..."kekeh sang Jerangkong yang
dipanggil dengan sebutan Yang Mulia Tertinggi Jenazah
Simpanan sembari menatap Dirga Purana. Bocah yang
dipandang menjadi ketakutan setengah mati sebelum akhirnya Jenazah Simpanan
26 BASTIAN TITO terhenyak kala tiba-tiba satu sinar berkiblat melalui akar -akar pohon yang
melilit tubuhnya! Diga purana berusaha
memberontak untuk membebaskan diri, namun sia-sia semata!
Perlahan dirasakannya seluruh tenaga baik dalam maupun
luar yang dimilikinya terhisap oleh akar-akar pohon beringin.
"benar-benar tenaga dalam yang maha dahsyat! Benar-benar
anak pilihan! Jika saja aku bisa menyerap seluruh tenaga
Adikmu Mimba Purana, Pastilah tak ada yang akan mampu
mengalahkan aku bahkan Dewa sekalipun! Ha.ha.ha." ucap
Sang Jerangkong Hitam sembari tertawa terbahak-bahak.
sementara itu perlahan demi perlahan dalam rasa sakit yang amat sangat akhirnya
meninggallah Dirga Purana, bocah yang selama hidupnya bergelimang dosa dan
menjadi budak nafsu
dirinya sendiri. Mati dalam keadaan habis terhisap seluruh tenaganya luar dalam!
*** Jenazah Simpanan
27 BASTIAN TITO BASTIAN TITO Jenazah Simpanan 4 S ementara itu ditempat lain, setelah menerapkan ilmu
Menembus Pandang pemberian Ratu Duyung ke seantero
pelosok Keraton dan sekitarnya Wiro pun menghembuskan
nafas lega. "Yang Mulia, saya rasa keadaan sekarang sudah aman. Yang Mulia dan
keluarga bisa segera masuk ke dalam
istana. Saya dan para sahabat akan tetap berada di sini sampai sang surya
terbit. Selain itu, sudah saatnya saya harus
menyerahkan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi Kepada Yang Mulia"
Ucap Sang Pendekar sembari mengangsurkan bungkusan kain
putih berisi Keris Kanjeng Sepuh Pelangi kepada Raja mataram yang berdiri
didepannya. Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala Raja Mataram tersenyum dan menerima
Keris yang diangsurkan
Wiro. Keris Kanjeng Sepuh Pelangi ditaruhnya dikening
kemudian sesudah merangkapkan tangan diatas kepala keris
sakti tersebut kemudian dicium. Raja Kemudian
memerintahkan keluarganya dan anggota kerajaan lainnya
untuk segera masuk ke dalam keraton. "Ksatria Panggilan, aku selaku raja Mataram
sungguh berterima kasih atas semua yang Jenazah Simpanan
28 BASTIAN TITO kau lakukan, Aku memberimu izin untuk menggunakan Keris
Kanjeng Sepuh Pelangi untuk Mengobati penyakit sahabatmu
Sakuntaladewi" ucap sang raja sembari mengangsurkan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi
kepada wiro. Wiro pun menerima
kembali keris yang diangsurkan kepadanya, saat tangannya
menyentuh bungkusan keris dirasakannya perbedaan dari
sebelum dia memberikan keris sakti tersebut kepada raja
mataram. Ada hawa hangat menjalari kedua tangannya yang
memegang keris tersebut."Tampaknya daya Linuwih dan Kuasa Keris ini bertambah
setelah mendapat restu dari Paduka Raja"
gumam sang pendekar dalam hati. "dan jangan lupa wahai
Ksatria Panggilan, kesembuhan sahabatmu Dewi Kaki Tunggal akan terlaksana
sepenuhnya setelah kau melaksanakan Kaul
yang telah diucapkannya dan disetujui oleh Dewata" Sambung sang raja. "Buset,
apa benar aku harus kawin dengan Dewi
Kaki Tunggal" Kalau dihitung-hitung Sudah dua Kali aku
kawin, dengan ini bakalan jadi yang ketiga! Maknya!" ucap sang pendekar sambil
menggaruk-garuk rambutnya yang
gondrong. (mengenai perkawinan wiro yang pertama silahkan baca serial Wiro
ditanah silam dalam episode: Rahasia
Perkawinan Wiro. Sedangkan perihal perkawinan Wiro yang kedua dengan Mendiang
Puti Andini silahkan baca serial Wiro episode: Kitab Seribu Pengobatan) Wiro
beranjak mendekati Jenazah Simpanan
29 BASTIAN TITO tempat dimana Sakuntaladewi atau Dewi Kaki Tunggal berdiri.
"Dewi, maafkan kelancanganku aku akan mencoba mengobati
penyakitmu, kuharap kau mau menaikkan sedikit kainmu"
ucap sang pendekar sembari menatap Sakuntaladewi. Orang
yang ditatap menjadi merah wajahnya dan tak kuasa untuk
membalas tatapan Wiro. Sakuntaladewi kemudian beranjak ke sebuah batu berbentuk
datar yang ada di tepian sebuah kolam atau sendang kecil yang berada di depan
Keraton diikuti oleh semua orang disitu termasuk Raja Mataram Rakai Kayuwangi
Dyah Lokapala. Setelah Sakuntaladewi duduk bersimpuh
diatas batu tersebut, Sakuntaladewi kemudian menaikkan
kain penutup kakinya hingga sebatas paha sehingga
memperlihatkan auratnya yang meski hanya berupa sebuah
kaki namun berwarna putih menantang. wajah sang gadis
terlihat merah jengah. Wiro menenggak ludah melihat apa yang dilihatnya didepan,
sementara itu Raja Rakai kayuwangi dan Kakek Kumara Gandamayana hanya memandang
sejurus kemudian berganti memperhatikan Wiro. Senyum-senyum
kedua orang penting di Bhumi Mataram ini memperhatikan
Sang Pendekar yang tubuhnya gemetaran panas dingin!
Sementara itu Ratu Randang dan Kunti Ambiri tampak
meneteskan airmata. Dalam hati keduanya sesungguhnya amat mencintai Wiro.
Walaupun terpaut jauh usianya dengan Wiro, Jenazah Simpanan
30 BASTIAN TITO Ratu Randang maupun Kunti ambiri yang dulunya dikenal
sebagai Dewi Ular telah mengalami banyak peristiwa yang
membuat hati mereka amat dekat dengan sang pendekar. Kini saat melihat sang
pendekar hendak melaksanakan Kaulan
untuk mengobati dan menikahi Sakuntaladewi, walaupun
dalam hati ada rasa senang akan kesembuhan seorang
sahabat, namun dalam hati keduanya cukup banyak juga
tidak relanya! Perlahan Wiro mulai membuka kain Putih
pembungkus keris Kanjeng Sepuh Pelangi, Cahaya biru diiringi seiris warna
pelangi tampak menerangi udara. Wiro kemudian meletakkan Keris Kanjeng Sepuh
Pelangi ke atas keningnya lalu dalam hati sang pendekar berdoa "Ya Gusti Allah,
Jika Kesembuhan memang kehendakmu, Biarlah Dengan Restumu
kau berikan kesembuhan melalui keris di tangan Hambamu
ini.." Sang Pendekar kemudian menyapukan perlahan Keris
Kanjeng Sepuh Pelangi diatas permukaan kaki Sakuntaladewi.
Sakuntaladewi terpekik kecil kala dari sekujur kakinya terlihat letupan-letupan
api lelatu berwarna biru! Asap tipis berbau setanggi menggebubu menyelimuti kaki
Sakuntaladewi "Wiro
Lihat! Kakiku..."Tiba-tiba Sakuntaladewi memekik sembari
memeluk leher sang pendekar kala asap tipis berbau setanggi yang menutup kakinya
sirna, kini dihadapan semua orang
tertampak sepasang kaki putih bagus menjela diatas Batu
Jenazah Simpanan
31 BASTIAN TITO datar. Sakuntaladewi mengusap kedua kakinya silih berganti kemudian kembali sang
Gadis menatap Wiro, sementara yang
ditatap hanya cengar-cengir sembari mengaruk rambutnya
yang gondrong, kemudian tanpa disangka-sangka sang gadis
menghamburkan diri memeluk sang pendekar air matanya
menitik kala ucapannya lirih terdengar ditelinga Wiro "Terima kasih.. Suamiku.."
Murid Sinto Gendeng yang mendengar
ucapan sang gadis tiba-tiba langsung meriang! Mendadak
udara malam yang sebelumnya dingin sejuk tiba-tiba berubah panas dan pengap!
Kala itulah tiba-tiba keris Kanjeng Sepuh Pelangi yang masih berada digenggaman
Wiro bergetar dan
tiba-tiba melesat keangkasa lalu menukik kearah Sang baginda Raja Rakai
Kayuwangi Dyah Lokapala! Sementara itu
berbarengan dengan melesatnya Keris Kanjeng Sepuh Pelangi Ke angkasa tiba-tiba
berhamburanlah hampir ratusan Cahaya merah bergeredepan kearah Wiro dan Kawankawan! "Awas
Serangan...! Wiro Lindungi Raja..!" Ratu Randang yang pertama menyadari adanya
serangan berteriak memperingati sembari
melepaskan pukulan sakti kearah cahaya merah yang ternyata adalah puluhan bahkan
ratusan batu merah menyala yang
berhamburan kearah mereka! Sementara itu Kunti Ambiri yang berada disebelahnya
juga tidak tinggal diam, dengan cepat disebatkannya kedua tangannya kedepan,
satu rangkum angin Jenazah Simpanan
32 BASTIAN TITO berbau amis menderu memapaki datangnya batu-batu merah
menyala tersebut. Sementara itu saat batu-batu merah
membara melesat menghantam Wiro dan temannya-temannya,
tak jauh dari situ Eyang Kumara Gandamayana bergerak cepat kedepan untuk
melindungi Raja Rakai Kayuwangi Dyah
Lokapala, Sorbannya hendak dikebutkan kedepan kala dari
arah yang sama dimana Batu-batu merah melesat, melesat
pula sepuluh larik sinar hitam yang saling bersilang! Wiro yang sempat sesaat
melihat kearah Raja akibat teriakan Ratu
Randang, terkejut besar dan tanpa sadar berteriak kencang kala melihat cahaya
pukulan yang sedang menghantam Eyang
Kumara Gandamayana dan Raja Rakai Kayuwangi Dyah
Lokapala. "Lima Kutuk Dari Langit! Astaga Bagaimana bisa..?"
sang pendekar tidak sempat berpikir lebih lama, cepat diangkat tangannya yang
sebelumnya dipakai untuk memeluk
Sakuntaladewi, Namun sebelum Wiro sempat melepaskan
Pukulan Matahari, dari angkasa secara tiba-tiba Menukik Keris Kanjeng Sepuh
Pelangi kearah Raja Rakai Kayu wangi Dyah
Lokapala! Saat jarak keris mencapai kurang dari sepuluh depa dari Raja Mataram,
keris itu bergerak berputar membentuk
kipas dengan cahaya pelangi melindungi Raja Mataram!
Kesepuluh larik cahaya hitam yang hendak menghantam Raja
dan Eyang Kumara Gandamayana langsung terpental dan
Jenazah Simpanan
33 BASTIAN TITO berhamburan sirna di angkasa! "Sang Hyang Jagatnatha!
Terimakasih Keris Kanjeng Sepuh Pelangi, Kau sudah


Wiro Sableng 186 Jenazah Simpanan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melindungiku..." ucap syukur Raja Rakai Kayuwangi Dyah
Lokapala kala Keris Kanjeng Sepuh Pelangi yang sebelumnya berputar di hadapannya
dan telah menangkis serangan
kesepuluh Larik cahaya hitam perlahan turun dan berhenti
tegak dihadapannya. Sang raja pun langsung mengambil keris yang tergantung di
udara itu meletakkan dikening dan
kemudian menciumnya. Sementara itu dari atas sebuah Pohon Randu sejauh lima
puluh lemparan tombak dari tempat wiro
dan kawan-kawan berada meloncat turun dua sosok tinggi
besar, sosok pertama berjalan mendekati kearah kawanan
Wiro, saat sosok tersebut mulai tampak jelas, berdirilah bulu kuduk sang
pendekar! Sosok didepannya berwujud seorang
pria dengan keadaan tubuh yang mengerikan, sepasang
matanya memiliki masing-masing dua bola mata berwarna
biru! Pakaian yang dikenakan adalah sehelai celana gombrang dari kulit kayu yeng
diberi jelaga hitam. Namun yang paling mengerikan adalah dikepala pria ini mulai
pertengahan kening melekat ratusan batu-batu berwarna merah membara
mengepulkan asap tipis! Batu-batu yang sama juga terlihat melekat sepanjang
perut dan dada makhluk satu ini! "Hantu Bara Kaliatus! Tidak mungkin! Bagaimana
makhluk kapiran
Jenazah Simpanan
34 BASTIAN TITO satu ini bisa ada di tanah Mataram" Kalau begitu seorang lagi jangan-jangan..."
Wiro hendak berdiri untuk memastikan
namun terpaksa ditunda saat satu tangan halus mencekal
pundaknya. satu erangan keluar dari mulut gadis yang masih berada dalam
pelukannya. "Wiro..." kejut sang pendekar bukan kepalang kala didapati
Sakuntaladewi yang masih berada
dalam pelukannya terkulai bersimbah darah, dibagian dadanya terlihat satu
geroakan lobang sebesar hampir sekepalan anak kecil mengeluarkan asap dan hawa
panas! "Ya Tuhan! Dewi...
apa.. apa yang...?"" tergagap Wiro kala melihat wajah Dewi
Kaki Tunggal yang pucat dengan luka parah dibagian dadanya, rupanya saat
serangan batu-batu merah menyala yang
dilontarkan oleh makhluk yang bukan lain adalah Hantu Bara Kaliatus salah satu
Musuh Wiro di Negeri Latanahsilam ini, Sang gadis adalah orang yang pertama kali
melihat datangnya serangan, namun sang dara tidak sempat memperingati
maupun menangkis serangan karena kedua tangannya
memeluk leher Wiro, yang bisa dilakukan adalah menggerakan tubuhnya sehingga
menggeser tubuh Wiro kesamping!
Akibatnya bisa dilihat sendiri! ada sebuah batu yang tidak sempat ditembus oleh
pukulan sakti Ratu Randang dan Kunti Ambiri, Dengan telak menghantam dadanya!
Selekasnya Wiro
mengeluarkan kedelapan bunga Matahari kecil yang ada dibalik Jenazah Simpanan
35 BASTIAN TITO pinggangnya dan disapukan ke dada Sakuntaladewi. "Dewi
bertahanlah! Kau pasti sembuh" ucap sang pendekar sembari terus membelai
kedelapan Bunga Matahari Kedada sang gadis.
Saat itulah terdengar suara kecil yang tidak tampak. "Ksatria Panggilan, kami
tidak bisa membantumu menyembuhkan gadis
ini walaupun kami sangat ingin... gadis itu telah meninggal...
rohnya telah pergi..." Wiro terkejut besar kala mendengar suara yang diketahuinya
berasal dari Kedelapan Bunga Matahari
ditangannya. "tidak mungkin! Kemampuan kalian begitu hebat!
Masakan kalian tidak mampu menolong Gadis ini?" teriak sang pendekar sembari
memeluk erat tubuh Sakuntaladewi.
Sementara itu Kunti Ambiri dan Ratu Randang terlihat
berpelukan sembari menangis sesenggukan "kuasa kami sangat terbatas wahai
ksatria panggilan, hidup dan mati merupakan kuasa Sang Hyang Jagatnatha, kami
tidak punya kemampuan
membangkitkan nyawa orang yang sudah meninggal!" suara
kecil kembali terdengar lalu tiba-tiba bunga matahari di tangan wiro menghilang
dan kembali ke balik pinggangnya. Sang
pendekar terlihat terpaku menatap wajah dingin yang
tersenyum padanya itu. perlahan dikecupnya kening jenazah Sakuntala Dewi lalu
dibaringkannya ke tanah. mata sang
pendekar terlihat memancarkan cahaya aneh saat memandang
kearah Hantu Bara Kaliatus yang berdiri dihadapannya.
Jenazah Simpanan
36 BASTIAN TITO Didahului raungan keras sang pendekar melesat terbang
laksana kilat kearah Hantu Bara Kaliatus! "Hantu
Keparat...!!!Kembalikan Nyawa istriku!" teriak sang pendekar penuh kemarahan.
Kedua tangannya yang bersinar keperakan
langsung menghantam kearah Hantu Bara Kaliatus! Sesaat lagi dua sinar pukulan
matahari meluluh lantakkan tubuh Hantu
Bara Kaliatus, tiba-tiba Wiro merasakan Sambaran Angin
tendangan dahsyat dari atas Kepalanya! "Kaki Batu Penghantar Roh!" teriak Wiro
Kala mengenali jurus tendangan yang
mengancam kepalanya! Secepat kilat Wiro melompat
menyelamatkan diri. Pukulan Matahari yang di hantamkan ke arah Hantu Bara
Kaliatus menjadi melenceng jauh dan
menghantam gapura keraton yang langsung hancur hangus
berantakan! Untuk sesaat Wiro memegang pundaknya yang
terasa perih terkena serempetan angin tendangan. Kala
matanya menumbuk satu sosok yang tadi berusaha
menggagalkan serangannya pada Hantu Bara Kaliatus tubuh
Sang Pendekar tiba-tiba Bergetar keras! Satu teriakan
terdengar keluar dari mulut sang pendekar! "Lakasipo....! Ya Tuhan...!"
*** Jenazah Simpanan
37 BASTIAN TITO BASTIAN TITO Jenazah Simpanan 5 S ementara itu Didalam Candi yang disebut dengan sebutan
Rumah Ketentraman dan Keselamatan, satu sosok
jerangkong terlihat keluar dari dalam tanah sembari mencekal tangan Ning
Rakanini yang berusaha menusukkan tusuk konde dikepalanya ke perut Arwah Ketua
Penguasa Candi Miring.
"Tanggalkanlah Amarah Dan Kebencianmu Ajeng Puteri,
janganlah masalah Pribadi membutakan hati dan akal
sehatmu..." ucap Sang jerangkong atau yang lebih dikenal
dengan sebutan Lor Pengging Jumena seraya melepaskan
pegangannya pada tangan Nenek Katai Ning Rakanini. Sang
nenek perlahan menurunkan tangannya lalu menancapkan
kembali tusuk konde di tangannya yang sedianya tadi hendak ditusukkan ke perut
Arwah Ketua kembali ke batok Kepalanya.
Kepalanya tertunduk tak berani menatap mata jerangkong
makhluk yang berdiri dihadapannya. Sementara itu Arwah
Ketua terlihat merangkapkan tangannya kearah lor Pengging Jumena "Salam hormatku
Wahai Lor Pengging Jumena
maafkan ketidak sopananku ini..." ucap sang kakek penjaga
Jenazah Simpanan
38 BASTIAN TITO Candi miring ini. Kepala jerangkong Embah Buyut Kumara
Gandamayana ini berputar memandang kearah makhluk yang
dipanggil dengan sebutan Arwah Ketua ini. "aku menerima
salam Hormatmu wahai Arwah Ketua, semoga berkat sang
Hyang Jagatnatha turun keatasmu.." setelah membalas hormat Arwah Ketua, Lor
Pengging Jumena kemudian memalingkan
wajahnya kearah Resi Kali Jagat, sebelum makhluk jerangkong ini membuka suara,
Resi Kali Jagat Ampusena telah terlebih dahulu membuka suara tangannya
bersidekap didepan dada
sementara tubuhnya dirundukkan sejajar dengan pinggang
"Saya mohon maaf sebesar-besarnya Kepada Mbah Buyut
Kumara Gandamayana eyang sepuh pelindung kerajaan
Mataram, hamba tidak mengetahui sebelumnya kalo hamba
berhadapan bahkan sudah ditolong oleh sang Pelindung Bhumi Mataram sendiri.
Hamba benar-benar lancang dan pantas
dihukum" ucap sang Resi bergetar. Lor Pengging Jumena
kemudian berjalan kearah Sang Resi lalu memegang kedua
bahunya dan membangunkan Sang Resi. "Berdirilah
Ampusena, kau tidak lancang dan tidak ada yang harus
dihukum karena kau tidak bersalah! Justru kau sudah
melakukan tugas mulia yang dibebankan kepadamu dengan
baik dan tanpa pamrih, tanpa adanya kau niscaya bayi suci dan malang ini tak
akan bisa diselamatkan. Perlu kau dan
Jenazah Simpanan
39 BASTIAN TITO semua orang yang ada disini ketahui, ditangan jabang bayi ini nanti seluruh
keselamatan dan ketentraman Bhumi Mataram
bahkan seluruh Tanah Jawa Dwipa digantungkan..." Lor
Pengging Jumena sesaat memandang kearah Ning Rakanini
dan Arwah Ketua lalu kembali memandang kepada Resi Kali
Jagat Ampusena." Aku Meminta maaf sebelumnya kalo tadi aku bersikap seolah tidak
mengetahui mengenai dirimu dan perihal jabang bayi dalam Guci tersebut. Pada
sesungguhnya aku pun pada dasarnya sama sepertimu, ditugaskan untuk menjaga dan
melindungi Bayi Dalam Guci bening tersebut karna
sesungguhnya ada satu makhluk jahat yang tidak mengingini kehadiran bayi suci
ini ke muka bumi" suasana hening sejenak terasa kala lor Pengging Jumena
mengakhiri ucapannya,
setelah beberapa saat Arwah Ketua mulai membuka suara "Aku juga sesungguhnya
datang kesini atas petunjuk yang kuterima saat bersemadi di candi miring,
Petunjuk tersebut tidak begitu jelas, yang pastinya petunjuk tersebut hanya
berupa kisikan yang meminta aku untuk secepatnya datang ke daerah hutan
jati ini. Saat aku melihat bayi dalam Guci di tangan Sahabatku Ampusena, aku
jadi teringat pada Mimba Purana saat masih
orok dulu di sumur api. Aku jadi rindu dan jadi ingin
memelihara bayi itu, apalagi tadi kudengar Ning Rakanini
menolak saat Ampusena memohon untuk menitipkan bayi
Jenazah Simpanan
40 BASTIAN TITO padanya jadi kupikir-pikir tidak salah kalo sebaiknya aku saja yang menjaga bayi
tersebut bagaimana Lor Pengging Jumena"
Apa salah ucapanku?" ucap sang kakek bertanduk yang
langsung dibalas pelototan mata jereng Nenek Katai Ning
Rakanini. (Mengenai Riwayat Mimba Purana, Silahkan baca
Serial Mimba Purana, Satria Lonceng Dewa. Karya Bastian Tito) Resi Kali Jagat
Ampusena menghembuskan nafas berat.
"itulah yang menjadi pikiranku saat ini Mbah buyut, aku tidak tahu lagi harus
kubawa kemana bayi ini, aku tidak tahu lagi tempat yang aman selain disini.
Sampai sekarang Roh Putih yang menjadi penuntun dan pemberi petunjuk juga belum
memberitahukan kemana dan apalagi yang harus kulakukan
dengan bayi ini.. sungguh aku sangat khawatir dengan
keselamatan bayi ini.."ujar sang Resi sembari menatap sayu kearah Jabang Bayi
dalam Guci yang terletak diatas meja batu.
Ning Rakanini yang masih mendelikkan matanya ke Arwah
Ketua juga mulai membuka suara. "aku sesungguhnya tidak
keberatan dan tidak menolak dengan permintaan Resi Kali
Jagat untuk menyimpan bayi itu disini, tapi seperti yang
Embah buyut lihat, aku tidak menyangka karena
keteledoranku tempatku ini masih bisa dibobol orang..
Rumahku yang disebut orang Rumah Ketentraman dan
keselamatan akhirnya tidak membawa ketentraman dan
Jenazah Simpanan
41 BASTIAN TITO keselamatan lagi buat penghuni didalamnya."ucap sang nenek masih sambil melotot
memandang kearah Arwah Ketua!
Makhluk yang dipelototin hanya senyum-senyum saja, namun
tiba-tiba Arwah ketua memandang kearah Resi Kali Jagat
dengan pandangan gembira. "tunggu dulu, bukankah masih
ada satu tempat yang bisa dijadikan tempat untuk menyimpan jabang bayi ini, satu
tempat yang tidak bisa ditembus dan dimasuki oleh sembarang orang, tempat dulu
bersemayamnya Keris Kanjeng Sepuh Pelangi!" lonjak Arwah Ketua kegirangan.
"Maksudmu Ruangan Segitiga Nyawa" Tempat itu sudah
pernah dibobol sebelumnya oleh Sinuhun Merah Penghisap
Arwah melalui Empu Semirang Biru, Disamping Itu ruangan
tersebut juga kini sudah tidak ada lagi alias sudah Hancur"
Sambung Lor Pengging Jumena membuat Arwah Ketua duduk
menjeplok ditanah saking dongkolnya. Kakek berjubah biru ini mengetuk-ngetukan
kepalannya ke kepalanya yang bertanduk
seakan sedang berpikir namun tiba-tiba tubuhnya terlonjak keatas seakan
pantatnya disengat kalajengking! Sementara itu mata bolong jerangkong Lor
Pengging Jumena terlihat bergerak menatap kearah luar bangunan Candi. "Musuh
kembali datang..."ujarnya. "yah, dan jumlahnya tidak kepalang
tangung!" keluh Arwah Ketua sembari mengebas pantat
jubahnya yang kotor karena debu. Baru saja Arwah Ketua
Jenazah Simpanan
42 BASTIAN TITO berucap, Candi batu hitam terasa bergetar keras! Hawa panas luar biasa terasa
melingkupi ruangan candi. Sesaat kemudian satu sisi dinding bergerak terbuka dan
masuklah tiga orang gadis bermuka bopeng yang sedang membopong seorang gadis
yang terluka ditengah-tengah mereka, Mereka langsung
berlutut dihadapan Nenek Ning Rakanini " Mohon ampunan
Ajeng Puteri, Ada ratusan Makhluk jahat yang menyerang
Rumah Ketentraman dan Keselamatan kita, kami tidak kuasa
menahan mereka karena mereka terlalu banyak! Sudilah
kiranya Ajeng Puteri menurunkan perintah " ucap salah
seorang gadis masih sembari memeluk gadis yang terluka. Ning Rakanini cepat
menghambur kearah gadis yang terluka
diperhatikan dengan seksama wajah gadis yang pucat tersebut, terlihat satu luka
hangus berbau sangit didadanya. Sang nenek maklum bahwa nyawa sang gadis tidak
akan bisa tertolong lagi
"Kunir Arum..."desah sang nenek menyebut nama sang gadis
pelayan, sementara itu gadis yang dipanggil namanya hanya tersenyum sesaat
kemudian kepalanya pun terkulai kesamping.
Sang nenek menyeka air matanya kemudian bersuara kereng"
kalian kembali ke Rumah Dasar! Bawa dan urus jenazah Kunir Arum baik-baik dan
jangan sekali-kali bergerak tanpa
menunggu perintahku!" kedua gadis yang membopong jenazah
temannya tersebut kemudian duduk bersujud, seorang dari
Jenazah Simpanan
43 BASTIAN TITO mereka kemudian menggeserkan sisi kiri kakinya ke lantai, tampak perlahan tubuh
para pelayan Ning Rakanini ini seolah amblas kedalam tanah dan kemudian


Wiro Sableng 186 Jenazah Simpanan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghilang dari lantai
ruangan candi. Resi Kali Jagat menghela nafas berat
"tampaknya kedatanganku dan bayi ini hanya membawa
musibah dan petaka bagimu dan tempatmu ini Ning
Rakanini..." keluh sang Resi sembari menatap sayu kearah
Nenek Katai tersebut "sudahlah Ampusena, apa yang terjadi bukanlah salahmu, ini
semua pasti kehendak Para Dewa. Yang terlebih penting saat ini adalah bagaimana
cara kita menghadapi para Makhluk Keparat yang menginginkan Bayi
yang kaubawa Ampusena!" ujar sang nenek. Baru habis
berucap dinding candi kembali bergetar keras, kali ini lebih keras dari getaran
sebelumnya! Hawa panas terlihat turun dari atap candi yang berlubang. "tidak ada
pilihan lagi! Kita harus keluar dan menghadapi mereka atau tewas ditempat ini!"
ucap Arwah Ketua. Nenek ning Rakanini memandang kearah Lor
Pengging Jumena seakan meminta persetujuan, kepala
jerangkong Embah Buyut mengangguk menanggapi pandangan
sang Nenek, sang Nenek menggerakkan tangannya kearah
dinding dihadapannya hingga dinding tersebut bergeser
membentuk sebuah pintu. Sedetik kemudian tubuh sang nenek sudah melesat keluar
diiringi kelebatan Arwah Ketua, Embah Jenazah Simpanan
44 BASTIAN TITO Buyut, dan terakhir Resi Kali Jagat Ampusena yang terlebih dahulu mengambil
bungkusan kain hitam berisi Jabang Bayi
Dalam guci yang terletak di atas meja batu. Sesampainya
mereka di luar candi terkejutlah keempat orang ini! Pohon Jati besar yang
menaungi Candi Batu Hitam yang disebut dengan
Rumah Ketentraman dan Keselamatan terlihat dikobari api
mulai dari pucuk batang hingga ke seluruh akarnya! Tidak
heran Candi Batu terasa panas laksana dipanggang! Tidak
hanya sampai disitu, kala Ning Rakanini dan kawan-kawannya menyapukan pandangan
ke segala arah tampak bahwa seluruh
pohon jati dalam jarak sepuluh tombak dari candi batu
semuanya mengalami nasib yang sama dengan pohon jati
raksasa, semuanya dilamun kobaran api! Namun bukan hal ini saja yang membuat
Resi Kali Jagat dan yang lainnya terkejut, yang membuat mereka terhenyak adalah
keberadaan ratusan
sosok yang tubuhnya dikobari oleh api menyala yang kini telah mengepung mereka!
Sosok-sosok ini tidak dapat diketahui jenis kelaminnya karena sekujur tubuh yang
hangus terpanggang
dan dilamun kobaran api, makhluk-makhluk api ini berdiri
menyebar mengelilingi kawasan Candi batu mengepung Resi
Kali Jagat dan yang lainnya. Beberapa dari mereka terlihat bergelayutan diantara
pohon jati yang terbakar. "Gila! Makhluk apa mereka ini" Bagaimana bisa sebanyak
ini?"desis Ning
Jenazah Simpanan
45 BASTIAN TITO Rakanini sembari menyiapkan satu pukulan sakti di tangan
kanannya sementara tangan kirinya menggenggam tusuk
konde dari batu yang dicabut dari kepalanya. "kita tidak
mungkin bisa mengalahkan mereka sekaligus, apabila mereka menyerang berbarengan
kita bisa..."ucap Arwah Ketua
Khawatir sembari celingukan kesana-sini, belum habis kakek satu ini berucap,
tiba-tiba hampir selusin makhluk yang berdiri mengepung menggerakkan tanggannya
kearah Resi Kali Jagat
dan kawan-kawan! Dua belas jalur kobaran api sebesar pohon kelapa terlihat
mengahantam secepat kilat kearah candi batu!
Nenek Katai Ning Rakanini menggerakkan kedua tangannya,
tusuk kundai dan satu sinar hitam terlihat berkiblat, sosok jerangkong Lor
Pengging Jumena tidak tinggal diam, kedua
tangannya juga mengibas kedepan satu rangkum cahaya biru
keluar dari kedua tangan nya yang berbentuk tulang belulang, sementara itu Resi
Kali Jagat semakin erat memeluk guci
dalam pelukkannya. "Sang Hayang Jagathnata, Tolong
Lindungi bayi ini!" Arwah Ketua yang berdiri paling dekat dengan Resi Kali Jagat
langsung berdiri membelakangi sang Resi. "Jangan Khawatir Resi! Masih ada aku
disini!" ujarnya tubuh sang Kakek Arwah Ketua tiba-tiba berubah membesar
menjadi satu sosok raksasa! Tingginya bahkan mencapai pucuk pohon jati yang
terbakar! Tangannya yang besar bergerak turut Jenazah Simpanan
46 BASTIAN TITO memapaki dua belas jalur bara api yang datang menghadang!
Satu suara dentuman terdengar keras memekakkan telinga
terdengar kala dua belas jalur pukulan makhluk berapi
menghantam pukulan-pukulan sakti yang dihantamkan oleh
Lor Pengging Jumena dan Ning Rakanini. Sang nenek terlihat terduduk menjeplok
ditanah sembari menekan dadanya yang
sakit, tampak lelehan darah menetes di sudut bibirnya,
sementara itu sosok jerangkong Lor Pengging Jumena terlihat tergontai-gontai
mengepulkan asap! Kepala jerangkongnya
tertunduk sementara tubuhnya sebatas pinggang terlihat
melesak kedalam tanah! Namun yang paling parah dari
semuanya adalah Arwah Ketua! Sosoknya sudah kembali
mengecil dan tersandar di satu lamping candi yang turut
hancur sebagian akibat kekuatan pukulan, jubah birunya
hancur berantakan kedua bola matanya yang kecil tak tampak dikedua matanya yang
membeliak! Darah mengucur dari
mulut, hidung, telinga dan sudut matanya. Hal ini terjadi karena kakek satu ini
nekat memapaki datangnya serangan
dengan tangan kosong! Sementara itu hanya Resi Kali Jagat yang tidak kurang
suatu apapun karena dilindungi oleh Arwah Ketua. Sementara itu diseberang sana
kedua belas makhluk
berapi yang tadi melancarkan serangan dan kemudian
terpental akibat serangan balik yang dilakukan oleh Lor
Jenazah Simpanan
47 BASTIAN TITO Pengging Jumena dan Ning Rakanini kini tampak bangkit dan kini hampir semua
makhluk berapi yang berjumlahnya ratusan itu terlihat bergerak mendekati Resi
Kali Jagat dan lainnya sembari bersiap menlancarkan serangan susulan! "Celaka...
matilah kita kali ini..."keluh Nenek Katai Ning Rakanini
sembari menyeka darah dibibirnya. Sang nenek yang terluka parah dibagian dalam
akibat bentrok hawa pukulan sakti ini tampak pasrah kala melihat ratusan makhluk
api bergerak kearah mereka. sementara itu tubuh Jerangkong Mbah buyut
juga bergerak perlahan berusaha membebaskan diri dari dalam tanah, namun saat
melihat ratusan makhluk api yang
mendekat, kakek jerangkong ini juga hanya bisa keluarkan
desahan. Ratusan makhluk api mulai mengangkat kedua
tangannya hendak melancarkan satu pukulan secara serentak, Resi Kali Jagat yang
melihat hal itu hanya bisa memeluk guci berisi bayi dengan sepenuh tenaga,
matanya terpejam pasrah.
Disat genting itulah tiba-tiba dari hutan jati sebelah barat terdengar satu
alunan suara alat musik Saluang yang mendayu membawakan satu gending lagu yang
tidak dikenali oleh semua yang ada disitu. Resi Kali Jagat membuka kedua matanya
untuk melihat apa yang terjadi. dirinya heran kala mendapati ratusan makhluk
yang sedianya hendak menyerang mereka
secara bersamaan terlihat terdiam di tempat. Resi Kali Jagat Jenazah Simpanan
48 BASTIAN TITO dan yang lainnya tampak saling pandang seakan-akan saling bertanya dalam hati
mengenai apa yang terjadi. Sementara itu Ratusan Makhluk yang tubuhnya dipenuhi
kobaran api tampak perlahan-lahan beringsut mundur dari kepungannya terhadap
Resi Kali Jagat dan yang lainnya. ada rasa jerih bercampur takut kala mendengar
bunyi suara Saluang (alat musik tradisional Minangkabau) yang mendayu perlahan
dari arah barat Pohon Jati dimana Resi Kali Jagat beserta kawan-kawannya
terkepung. Lain halnya dengan Resi Kali Jagat dan kawan-kawannya, bunyi saluang
yang mengalun terasa begitu menyejukkan kalbu dan jiwa sehingga tanpa sadar ucap
puji dan syukur atas Rahmat Dewata berkumandang dari bibir ketiganya.
Tak sampai sepeminuman teh kemudian dari arah barat menyeruak kabut tipis
beserta hawa dingin yang menggigit, hawa dingin ini tidak begitu terasa bagi
Resi Kali Jagat dan yang lain, namun tidaklah demikian bagi Kawanan Makhluk yang
dikobari Api! jeritan dan lolongan panjang keluar dari mulut mereka! Tubuh
mereka mulai bergelimpangan satu persatu disertai dengan padamnya api di tubuh
mereka kala satu sosok yang berjalan diantara kabut tipis melewati tubuh mereka!
Seekor Menjangan Bertanduk dan berbulu keemasan terlihat berjalan diantara kabut
putih, dipunggungnya duduk seorang kakek berjubah putih.berambut panjang. Rambut
serta janggut dan kumisnya yang putih terlihat menjela tertiup angin diantara
jemari Jenazah Simpanan
49 BASTIAN TITO tangannya yang bergerak lincah memainkan sebuah Saluang yang berwarna keemasan.
Dipinggangnya tergantung sebuah kantung kulit tersamak dimana terselip enam buah
Saluang dengan warna yang beragam! kala kakek yang duduk diatas menjangan ini
tiba dihadapan Resi Kali Jagat dan yang lainnya, tampak tak satu pun makhluk api
ada yang masih berdiri tegak. semua makhluk api bahkan yang bergelayutan di atas
pohon tampak terkapar! Tak ada lagi nyala api, yang ada hanya tumpukan tubuhtubuh gosong yang
menghamburkan asap sangit! Sang kakek menghentikan tiupan saluangnya dan
memandang kearah Resi Kali Jagat dan tersenyum
"kau telah menyelesaikan tugasmu dengan baik Ampusena, sekarang biarlah aku yang
menjaga dan membawa bayi yang dititipkan kepadamu" ucap sang kakek lembut.
Sembari berucap sang kakek kemudian menggambbil sebuah saluang berwarna putih
dari kantung kulit dipinggangnya lalu kemudian ditiupnya perlahan sungguh ajaib!
Setelah mendengar irama yang keluar dari saluang putih yang ditiup oleh sang
kakek diatas menjangan, Ning Rakanini merasakan sekujur tubuhnya terasa segar!
Dadanya yang sakit tiba-tiba merasa lega dan longgar, darah yang tadi merembes
dibibirnya juga perlahan berhenti mengucur nenek ini merasakan seluruh tenaganya
pulih dengan cepat!
Hal yang sama juga dirasakan oleh Lor Pengging Jumena dan Arwah Jenazah Simpanan
50 BASTIAN TITO Ketua, Arwah Ketua yang keadaanya benar-benar mengenaskan tadinya kina sudah
bisa tersadar dan bangkit, tubuhnya yang terluka luar dalam dan mengucurkan
darah sudah sembuh seperti sedia kala.
Disampingnya Lor Pengging Jumena juga tampak telah keluar dari himpitan tanah
yang menghimpitnya yang menjadi suatu keanehan adalah tubuh nya yang tadi
berbentuk tengkorak telah berubah menjadi seorang kakek berjubah dan bersorban
kelabu. "Tembang Mulih Smaradhana..."desis sang kakek sembari berlutut dihadapan
Kakek Peniup Saluang diikuti oleh Resi Kali Jagat, Ning Rakanini dan Arwah
Ketua. "Bangkitlah kalian, tidak sepatutnya kalian bersujud menyembah
kepadaku..."ucap sang kakek perlahan setelah
menghentikan tiupan saluangnya. "waktuku tidak banyak lagi, hawa kejahatan sudah
mulai bergerak sudah saatnya aku harus membawa bayi itu ke tempat tetirahannya,
Ampusena majulah kemari."lanjut sang kakek sembari menunjuk kepada Resi Kali
Jagat Ampusena. Sang resi perlahan maju sembari mendekap Guci berisi jabang
bayi. "maafkan kelancangan hamba yang hina ini, tapi bolehkah hamba tahu apakah hamba
saat ini berhadapan dengan Roh Putih pemberi petunjuk" Hamba tidak bermaksud
mencurigai, namun hamba hanya ingin sekedar memastikan. Harap kelancangan hamba
dimaafkan"ucap Resi Kali Jagat. Kakek peniup saluang tersenyum lalu Jenazah
Simpanan 51 BASTIAN TITO setelah mengelus tengkuk Menjangan tunggangannya, sang kakek pun turun dari
tunggangannya tersebut namun yang aneh adalah sepasang kaki kekek yang tidak
berkasut ini berdiri hanya beberapa jengkal dari bumi alias mengambang!
Sementara itu Resi Kali Jagat mendadak sontak terkejut kala tubuhnya perlahan
melayang keatas sementara kasut putih yang dikenakannya tiba-tiba berpendar lalu
lepas dari kakinya dan akhirnya melayang dan memasuki sepasang telapak kaki kake
peniup saluang didepannya. "Bagaimana Ampusena, sudah terjawabkah pertanyaanmu?"
tegur sang kakek lembut. Resi Kali jagat merundukkan kepalanya lalu menghaturkan
Guci yang terbungkus kain hitam ditangannya ke arah Kakek Peniup Saluang. "hamba
meminta maaf atas kekurang ajaran hamba terhadap Roh Putih, sekarang juga hamba
menyerahkan Bayi ini ke tangan Roh Putih."
Ucap Resi Kali Jagat seraya mengangsurkan guci berisi bayi yang langsung
disambut oleh kakek peniup Saluang. "kau sudah
menjalankan tugasmu dengan baik Resi Kali Jagat Ampusena, aku akan memberikan
sesuatu kepadamu dan juga yang lain, namun aku harap untuk seterusnya kalian
jangan memanggil aku dengan sebutan Roh Putih, Panggil aku dengan namaku, Datuk
Rao Basaluang Pitu!"
ucap sang kakek seraya menggendong Jabang Bayi dalam Guci.
TA M A T Episode Berikut: Si Pengumpul Bangkai
Jenazah Simpanan
52 Istana Berdarah 2 Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Pedang Asmara 1

Cari Blog Ini