Wiro Sableng 189 Kematian Sang Pendekar Bagian 1
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
WIRO SABLENG Episode 189 KEMATIAN SANG PENDEKAR
BASTIAN TITO e-book by: m i k e
e-mail: deepblue_hazeman@yahoo.com
BASTIAN TITO " Wiro tiba-tiba mendengar Ratu Randang menjerit Lirih,
Sang Pendekar melirik sekilas dan dilihatnya Sang nenek
tampak memegang pundaknya yang berdarah sementara itu
beberapa senjata tajam seperti Tombak dan keris tampak siap
dihujamkan ke tubuh Ratu Randang. Sang Pendekar yang
melihat hal ini menggeram keras. Saat seorang wanita
berkerudung menyerangnya dengan menggunakan pedang,
Wiro langsung menggunakan gerak silat Menepuk Gunung
Memukul Bukit untuk memukul dan merampas pedang di
tangan Sang Wanita, setelah berhasil merebut pedang ditangan
sang wanita, Wiro langsung menangkis hantaman Kapak Maut
Naga Geni yang di bacokkan oleh Sinto Gendeng kearahnya!
Wiro menyadari kehebatan Kapak miliknya sehingga menangkis mengunakan tenaga lunak agar pedang di
tangannya tidak hancur atau terpotong. kemudian dengan
menggunakan tenaga lontaran hasil benturan pedang dan
kapak, Sang Pendekar langsung melenting meninggalkan arena
pertempuran menuju kearah Ratu Randang yang sedang
terancam bahaya! Sang Pendekar melesat dengan pedang
teracung, ujung mata pedang nampak bergetar dan mengeluarkan suara nyaring kala Sang Pendekar mengeluarkan jurus Malaikat Menundukan Siluman (Lo Han
Ciang Yau) yang merupakan jurus kedua dari ilmu pedang
yang diajarkan oleh Long Sam Kun atau yang lebih dikenal
sebagai Pendekar Pedang Akhirat! "
Kematian Sang Pendekar
2 BASTIAN TITO BASTIAN TITO PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
WIRO SABLENG Episode 189 KEMATIAN SANG PENDEKAR
Wiro Sableng telah terdaftar di Departemen Kehakiman dan merupakan
Milik serta Hak cipta dari Bastian Tito seorang, Tokoh Panutan dan
Inspirator Penulis, Lanjutan Wiro Sableng ini dibuat tanpa maksud
apapun sekedar Wujud Kecintaan Penulis terhadap tokoh yang telah
menemani Penulis dalam suka dan duka. Oleh karenanya penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada pihak yang merasa
berkeberatan dilanjutkannya kisah Wiro Sableng ini.
SALAM 212!!! Kematian Sang Pendekar
3 BASTIAN TITO BASTIAN TITO Kematian Sang Pendekar
1 etaran keras dibarengi tiupan angin laksana topan tibaG tiba menderu di pelataran Keraton Mataram. "Wahai
kalian orang-orang Raja mataram dan Kau Ksatria Panggilan,
bersiaplah untuk Mampus!"bentak satu suara berat memecah
keheningan malam. Wiro yang saat itu masih terhenyak
karena kepergian arwah Sakuntaladewi dan Ni gatri, tiba-tiba
tersadar kala Kunti Ambiri menarik tubuhnya keras. "tidak
ada waktu untuk bersedih lagi! keselamatan Raja Mataram
dan para penghuni keraton kini terancam! apa yang harus
kita perbuat...?" Wiro tampak berpikir keras "Kita harus
membawa pergi Raja dan keluarganya keluar dari keraton
terlebih dahulu, ada baiknya jika kau dan Ratu Randang
membawa Raja dan keluarganya kembali ke Sumur Api
melalui pintu belakang keraton..." ucap Sang Pendekar yang
tiba-tiba terputus oleh ucapan Sri Maharaja Mataram Rakai
Kayuwangi Dyah Lokapala. "aku dan keluarga sudah lelah
harus hidup dan terus berlari di pengasingan aku sebagai
Raja tidak ingin berlari lagi dan terus bersembunyi sementara
rakyat dan orang-orang ku harus hidup menderita...!" kakek
Kumara Gandamayana yang berdiri di sebelah Sang Raja
mengerutkan keningnya mendengar perkataan Sang Raja.
Kematian Sang Pendekar
4 BASTIAN TITO "maaf Yang Mulia, namun apa yang dikatakan oleh Ksatria
Panggilan ada benarnya... Keselamatan Yang Mulia dan
Keluarga Yang Mulia harus diutamakan terlebih dahulu...!"ucap sang Kakek cemas. namun Sang Maha Raja
nampak hanya menggelengkan kepalanya. Kumara Gandamayana kembali hendak mengeluarkan perkataan
namun terhenti kala terjadi satu letusan besar yang membuat
tanah didepan keraton berhamburan! kemudian dari tanah
yang terbongkar terlihat gulungan asap kelabu mengebul
dibarengi lesatan ratusan bayangan putih yang mengeluarkan
suara jeritan keras! gulungan asap kelabu yang keluar dari
dalam lubang perlahan membentuk satu kabut pekat yang
cukup menghalangi jarak pandang, sementara semakin lama
bayangan putih yang terus mengeluarkan suara-suara
nyaring tersebut semakin banyak melesat keluar dari lubang
di tanah dan memenuhi alun-alun depan pelataran keraton.
Makhluk berjubah putih ini memiliki wajah yang polos tanpa
hidung, mata dan mulut! "Jin Putih Muka Licin anak buah
Raja Jin Hutan Roban!" seru Ratu Randang kala mengenali
ratusan sosok putih yang masih samar-samar tampak
mengambang sejengkal diatas tanah ini. "tapi bukankah Raja
Jin Hutan Roban bersahabat dengan kerajaan.." dan
bukankah belum lama ini mereka sudah membantu
memperbaiki istana keraton" sekarang mengapa mereka
kembali dan menunjukkan sikap tidak bersahabat...?"
Sambung Kunti Ambiri. (perihal Jin Putih Muka Rata dan
Kematian Sang Pendekar
5 BASTIAN TITO Raja Jin Hutan Roban, Harap baca episode: Dewi Dua Musim)
"perhatikan baik-baik...! ada keanehan pada diri mereka...
Lihat! ada orang yang menempel di punggung mereka...!
Astaga...! anak buah Raja Jin Hutan Roban dijadikan
tunggangan...!" seru Wiro dengan mata terbelalak. semua
mata kemudian memandang lebih seksama lagi kedalam
keremangan kabut dimana ratusan makhluk putih anak buah
Raja jin hutan Roban berada. Dan tampaklah benar seperti
yang dikatakan oleh Sang Pendekar, samar-samar dibelakang
punggung setiap makhluk jin berjubah putih ini berdiri satu
orang yang memegang tali berbentuk kekang yang disambungkan pada sepasang kait baja hitam yang secara
kejamnya dikaitkan di pipi kiri dan kanan tepat disamping
tempat dimana seharusnya mulut makhluk-makhluk ini
berada! hal inilah yang membuat makhluk-makhluk malang
ini menjerit-jerit tak berkeputusan! "Kejam sekali...!" desis
Ratu Randang kala melihat Nasib Para Jin Putih Muka Licin
yang diperlakukan lebih buruk dari pada binatang tersebut.
Sementara itu Wiro edarkan pandangannya menggunakan
Ilmu menembus pandang yang diberikan oleh Ratu Duyung
kepadanya kearah kabut dimana orang-orang yang menunggangi tubuh Ratusan Jin putih muka licin berada.
Sang Pendekar terkejut besar kala di antara orang-orang yang
mengendarai Jin putih dilihatnya seorang nenek dengan
dandanan coreng moreng dengan tiga benjolan besar dikening
tampak duduk memegang kekang kendali dengan tangan kiri
Kematian Sang Pendekar
6 BASTIAN TITO sementara tangan kanannya terlihat memegang Senjata kapak
Maut Naga geni miliknya! "Eyang Sinto...!" tanpa sadar Sang
Pendekar berteriak keras. Kunti ambiri yang berada di dekat
wiro menatap kearah dimana sang pendekar memandang.
"gurumu tampaknya masih dalam pengaruh ilmu Delapan
Jalur Arwah Pencuci Otak milik Sinuhun Merah Penghisap
Arwah... lihatlah masih ada tiga benjolan di kening gurumu!"
tunjuk Kunti Ambiri yang dibalas dengan anggukan oleh Wiro.
"aku harus mendekatinya dan menggunakan ilmu menahan
darah memindah jasad untuk melepaskan dan menghilangkan benjolan di keningnya..."ucap sang pendekar
yang keburu dipotong oleh Ratu Randang "tapi bukankah hal
itu tidak gampang! tidak mustahil sebelum kau mendekatinya
kau yang lebih dahulu di bunuhnya Wiro! ingat peristiwa di
bukit batu hangus tempo hari" dia nyaris saja membunuhmu
dengan sepasang sinar yang keluar dari matanya!" ucap Sang
nenek sembari delikkan matanya yang juling bagus. (untuk
lebih jelasnya mengenai peristiwa ini silahkan baca episode :
Sepasang Arwah Bisu) Sang Pendekar hendak memberi
sanggahan namun tiba-tiba dari Lubang dimana melesat
makhluk-makhluk berjubah putih melesat satu makhluk
tinggi besar yang langsung berdiri dihadapan Wiro dan
kawan-kawan! makhluk ini memakai sebuah jubah hitam
terbuat dari ijuk, sepasang telinganya terlihat runcing berdiri
melewati kepalanya sementara keningnya pun terlihat diikat
oleh tali terbuat dari ijuk. "Sangkala Darupadha...!" seru Wiro
Kematian Sang Pendekar
7 BASTIAN TITO kala mengenali makhluk yang berdiri dihadapannya. sementara itu Makhluk yang dikenal sebagai Raja Jin hutan
Roban tampak memandang sayu kearah Sang Pendekar.
matanya yang sebelumnya sudah disembuhkan oleh Wiro kini
tampak bergundal-gandil kembali, keadaan Makhluk jin satu
ini juga tampak mengenaskan. tubuhnya terlihat babak-belur
dipenuhi noda darah namun yang membedakan dengan anak
buahnya adalah tidak nampak tali kekang maupun kait baja
terlihat terkait pada tubuhnya. "Sangkala Darupadha... apa
yang terjadi pada dirimu..." Siapa pula mereka yang
memperlakukan anak buahmu sekejam itu..?" tanya Ratu
Randang dengan suara keras. Sebagai jawaban tiba-tiba
terdengar satu tawa yang membahana. Kemudian dari bahu
lebar Sangkala Darupadha atau Raja Jin Hutan Roban
perlahan mencuat satu kepala tengkorak bertanduk berwarna
Hitam. kepala tengkorak berwarna hitam terus bergerak naik
keluar memperlihatkan tulang-belulangnya yang berwarna
hitam dari dari bahu Sang Raja Jin Hutan Roban hingga
sebatas tulang Belikat. Sungguh amat mencengangkan! dari
dalam tubuh besar Raja Jin Hutan Roban bisa keluar
makhluk hitam berbentuk tengkorak bertanduk, namun yang
lebih mengherankan lagi adalah bagaimana kulit daging dari
Sang Raja Jin tak nampak sedikitpun terluka maupun
mengeluarkan darah! "Ha.ha.ha. Wahai Ksatria Panggilan
akhirnya kita bisa juga berjumpa...! Sungguh benar-benar
pertemuan yang menggembirakan...!" ucap makhluk di bahu
Kematian Sang Pendekar
8 BASTIAN TITO Sangkala Darupadha. Wiro pandangi sosok yang berbicara
padanya dengan seksama. "Aku tidak mengenalmu...! tapi
mengapa kau perlakukan Sangkala Darupadha dan anak
buahnya seperti ini..." Sesungguhnya apa keinginanmu...?"
ucap Sang Pendekar dengan kening berkerut. Makhluk
tengkorak hitam nampak tertawa keras kala mendengar
pertanyaan Wiro. "kau memang tidak mengenal ku... tapi aku
sangat mengenalmu... bahkan sangat mengagumimu...
Wiro Sableng 189 Kematian Sang Pendekar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terutama tubuhmu..." ucap Makhluk yang tidak lain
Lakarontang Sang Jenazah Simpanan sembari menatap
Tubuh Wiro dengan seksama dari atas sampai ke bawah.
"Hemm... Pemuda ini benar-benar memiliki Jasad tubuh
sempurna yang kuidam-idamkan...
aku harus bisa mendapatkan Tubuhnya...!" batin Lakarontang dalam hati.
"Mengenai Sangkala Darupadha dan anak buahnya... kau tak
perlu memikirkannya karena akulah penguasa seluruh isi
Perut Bumi termasuk para Jin dan Setan di dalamnya!
sesukakulah bagaimana caranya memperlakukan mereka...!"
ucap Lakarontang sembari mempermainkan sebuah bola
Mata Raja Jin Hutan Roban yang bergundal-gandil. Raja Jin
Hutan Roban yang matanya dipermainkan hanya bisa
mengeluarkan suara merintih kesakitan. hal ini tentu saja
membuat Hati Wiro geram. sementara itu Ratu randang yang
berada didekatnya memegang Wiro dan berbisik pelan. "Aku
punya firasat... jangan-jangan makhluk satu ini adalah biang
racun dari segala kekacauan yang terjadi selama ini..."
Kematian Sang Pendekar
9 BASTIAN TITO sementara wiro menganggukan kepalanya mendengar bisikan
Ratu Randang. "aku juga berpikir begitu, aku sudah mencoba
melihat melalui ilmu menembus pandang namun anehnya
aku tidak melihat Sinuhun Merah maupun Dirga Purana di
barisan orang-orang di belakang makhluk di pundak
Sangkala Darupadha itu..." ujar Sang Pendekar membalas
bisikan Ratu Randang. Tiba-tiba Makhluk di pundak Raja Jin
Hutan Roban perdengarkan suara keras lalu dibarengi suara
dengusan. "Kalian berdua tidak perlu berbisik-bisik dihadapanku! akupun tidak akan menyangkal apa yang
sudah ku perbuat! Memang akulah orang yang berada dibalik
segala kekacauan yang terjadi di Bhumi Mataram... semua
kekacauan yang ditimbulkan dua Sinuhun, Delapan sukma
Merah Maupun Dirga Purana termasuk peristiwa Malam
Jahanam di Mataram merupakan hasil dan buah pikiranku!
Dan bukan saja di Bhumi Mataram... semua kekacauan yang
terjadi jauh sebelumnya juga merupakan hasil perbuatanku!
Ha.ha.ha. apakah ada yang kurang jelas bagimu Wahai
Ksatria Panggilan" atau harus kupanggil kau dengan sebutan
Wiro Kencing Kuda...?"Ucap Makhluk terngkorak Membuat
Sang Pendekar terperangah! Bagaimana tidak! Sableng dalam
Bahasa di Latanahsilam berarti Kencing Kuda! Jika makhluk
satu ini mengetahui perihal arti Nama Wiro di Latanahsilam
maka jelas sudah bahwa Makhluk ini sudah ada sejak Jaman
Latanahsilam! Gila Betul! Pikir sang pendekar dalam hati.
"Kau tak perlu heran wahai ksatria Panggilan...! Aku
Kematian Sang Pendekar
10 BASTIAN TITO mengetahui segalanya tentang dirimu... tentang gurumu...
termasuk perjalananmu dan seluruh perbuatanmu di
Latanahsilam...!"Lanjut
Lakarontang "apa maksudmu...! Siapa kau sebenarnya..." aku tidak merasa pernah berbuat
jahat padamu baik di sini maupun di Negeri Latanahsilam,
jadi aku harap kau segera melepaskan guruku karena kalau
tidak..." teriakan Wiro terputus oleh kekehan tawa Lakarontang. "Kalau tidak kenapa..." apa kau pikir kau
sanggup mengalahkan aku... dengarkan baik-baik Wahai
Kstaria Panggilan! Tidak ada seorangpun di bumi ini yang
mampu menandingiku! akulah orang yang membumi
hanguskan keempat Negeri besar termasuk Negeri LatanahSilam! Aku juga orang yang pernah naik ke langit dan
membakar habis Negeri Para Peri! Aku adalah Yang Mulia
Junjungan tertinggi Jenazah Simpanan! Akulah Dewa di bumi
yang sesungguhnya!" ucap Lakarontang keras. "Buntalan
kentut Anjing...! Aku tidak percaya ucapanmu...! Aku minta
untuk terakhir kali cepat lepaskan guruku dan Lakasipo!"
bentak Wiro mulai kehilangan kesabarannya. Mendengar
makian Wiro, bukannya marah makhluk tengkorak ini malah
semakin tergelak-gelak. "Ha.ha.ha. lucu sekali...! masih ingat
rupanya kau pada saudara angkatmu itu..." Kupikir setelah
meninggalkan Latanahsilam kau tidak lagi pernah memikirkan orang-orang yang kau tinggalkan... bukankah di
tanah jawa di masa depan kau memiliki banyak teman dan
memiliki banyak gadis-gadis cantik...?" wajah Wiro terlihat
Kematian Sang Pendekar
11 BASTIAN TITO menggelap. "keparat...! apa maksud perkataanmu...?" Sang
Pendekar mulai tak bisa mengendalikan diri. sementara itu
Makhluk yang dikenal sebagai Jenazah Simpanan ini tak
henti-hentinya memanaskan hati Sang Pendekar. "he.he.he...
aku hanya ingin memberikan sedikit gambaran padamu
mengenai kondisi Latanahsilam selepas kau dan kedua
temanmu itu tinggalkan..." ucap Lakarontang sembari
berkacak pinggang. "Tidak ada hal yang lebih menyenangkan
bagiku selain membunuhi seluruh kawan-kawanmu dan
menyimpan seluruh jasad mereka... Lakasipo... Luhsantini...
dan Luhcinta... Amboi...! mengingat kembali Luhcinta
membuat tubuhku yang sudah tak mempunyai darah ini
kembali terasa panas...!"
ucap Lakarontang sembari mempermainkan telunjuknya yang berbentuk tulang dalam
genggaman tangannya! sesungguhnya Wiro tidak benar-benar
mempercayai apa yang diucapkan makhluk tengkorak
didepannya namun mengingat kemuculan Lakasipo dan
Hantu Bara Kaliatus di Bhumi Mataram membuat Sang
Pendekar mulai ragu-ragu dan perlahan mulai mempercayai
ucapan Jenazah Simpanan dan kala Makhluk tengkorak
tersebut menyebut nama Luhcinta maka Kemarahan Sang
Pendekar pun langsung meledak tak terbendung!
* * * Kematian Sang Pendekar
12 BASTIAN TITO BASTIAN TITO Kematian Sang Pendekar
2 embari mengepalkan tangannya yang mulai berwarna
S keperakan hingga ke siku Sang Pendekar langsung
menerjang kearah makhluk di pundak Sangkala Darupadha.
"Jahanam...! apa yang kau perbuat pada Luh Cinta...?" teriak
Sang pendekar sembari melepaskan pukulan Matahari kearah
Jerangkong hitam yang seolah-olah tumbuh di Pudak Raja Jin
Hutan Roban namun belum lagi Pukulan Sinar Matahari yang
dilepasnya melabrak sosok Jenazah Simpanan, Makhluk ini
terlihat bersuit keras kearah kumpulan ratusan orang yang
mengendarai Jin Putih Muka Rata. "Bunuh mereka semua
dan jangan biarkan satu orangpun lolos...!" teriak Jenazah
Simpanan yang langsung disambut suara gemuruh laskar
Para Roh yang dijadikan budak oleh Lakarontang dan
jenazahnya di simpan sebagai koleksi di dasar kawah gunung
salak. Sementara itu pukulan Matahari yang dilontarkan Wiro
sesaat lagi akan menghantam tubuh Lakarontang namun
tiba-tiba dibarengi desiran bayangan berwarna putih satu
sinar gelombang panas yang serupa dengan sinar pukulan
matahari milik Wiro melabrak dengan cepatnya menghantam
pukulan yang dilepaskan Wiro. Satu dentuman besar
dibarengi cahaya yang menyilaukan terdengar memekakkan
Kematian Sang Pendekar
13 BASTIAN TITO telinga. Wiro terlihat terdorong Mundur beberapa tombak
sembari mengelus dadanya yang berdenyut Sakit. sementara
di hadapannya terlihat Seorang nenek dengan dandanan
coreng-moreng tampak berlutut menjeplok di tanah dengan
rambut tergerai lepas dari sanggulnya dan dengan nafas
memburu. Didekatnya tampak Jin Putih yang semula
dikendarainya tergeletak mengepulkan asap!. "Anak Setan...!
berani-beraninya kowe kurang ajar terhadap junjungan
tertinggi Jenazah Simpanan...! Kowe memang harus di kasih
mampus..!" ucap nenek yang bukan lain adalah Sinto
Gendeng guru Sang Pendekar sembari bangkit dan melesat
kearah Wiro dengan kapak teracung! dan bukan hanya Sinto
Gendeng, nampak tidak kurang sepuluh orang dengan
menggunakan jin Putih muka rata sebagai tunggangan
melesat kearah Wiro dengan berbagai senjata terhunus! kalau
Wiro kala itu sedang sibuk menghadapi gurunya di tambah
sepuluh orang berkepandaian tinggi yang mengepungnya,
maka sahabat-sahabat Wiro termasuk kakek Kumara
Gandamayana dan Sang Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah
Lokapala juga mengalami nasib yang kurang lebih sama! Ratu
Randang dan Kunti Ambiri terlihat sibuk melayani sepuluh
orang yang mengeroyoknya. sementara Kakek Kumara
Gandamayana dan Raja Mataram tampak sibuk menghadapi
serangan bertubi-tubi yang dilancarkan tidak kurang dua
puluh orang berkepandaian tinggi! Kunti Ambiri yang
bertarung saling beradu punggung dengan Ratu Randang
Kematian Sang Pendekar
14 BASTIAN TITO tampak sesekali mengeluarkan pukulan jarak jauh berbau
amis kearah orang-orang yang mengeroyoknya. Setiap kali
ada orang yang terhantam pukulannya langsung jatuh dan
tidak bergerak lagi, namun beberapa saat kemudian posisi
orang tersebut kemudian digantikan oleh orang lain lagi yang
menyerang Kunti ambiri secara bergantian dan membabi
buta!. Ratu Randang yang berada di belakangnya juga
mengalami nasib serupa, beberapa kali Nenek cantik ini
berhasil merobohkan lawannya namun datangnya serangan
laksana banjir yang tidak pernah surut membuat Sang nenek
yang masih terlihat cantik ini cukup kelabakan! Sementara
itu Kakek Kumara Gandamayana tampak mengebutkan
sorban yang dipakainya untuk menghalau serangan seorang
Paderi botak yang menggunakan senjata semacam Symbal
(alat musik terbuat dari kuningan yang berwujud sepasang
piring besar) yang dilemparkan kearah Raja Mataram. Symbal
itu akhirnya terpukul mundur dan berputar kembali ke
tangan Paderi botak tersebut. Kumara Gandamayana
walaupun harus disibukkan melawan musuh yang sangat
banyak namun masih selalu memperhatikan kondisi keselamatan Sang Raja Mataram. sementara Raja mataram
sendiri terlihat sibuk melancarkan serangan dengan menggunakan keris Widuri Bulan miliknya kearah seorang
kakek bermuka pucat yang sebelumnya menyerangnya
dengan menggunakan sebuah tombak berwarna biru gelap.
"Yang Mulia..! Biarlah hamba yang menahan mereka
Kematian Sang Pendekar
15 BASTIAN TITO Semua...! cepatlah Paduka lari melalui jalan belakang
membawa keluarga yang mulia...!"
teriak Kumara Gandamayana sembari Melepaskan sebuah pukulan jarak
jauh berwarna kebiruan yang dengan telak menghantam dua
orang Pemuda yang berusaha membokong Raja Matram
dengan sepasang senjata berbentuk Kaitan. Sang kakek
memang berhasil
menyelamatkan Raja Mataram dari bokongan namun usahanya ini harus dibayar mahal kala
Wiro Sableng 189 Kematian Sang Pendekar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seorang gadis cantik berpakaian putih berhasil membacok
punggung sang kakek dengan pedangnya sehingga punggung
Sang kakek langsung bersimbah darah. "Emban buyut...!"
teriak Sang raja kala melihat sang kakek tampak terhuyung
sementara dibelakangnya lusinan senjata tajam tampak
hendak bersarang di tubuh sang kakek! Raja Rakai
Kayuwangi Dyah Lokapala mendorong kedua tangannya
kearah orang-orang yang hendak membantai Kumara
Gandamayana. cahaya ungu berbentuk payung besar tampak
membuat senjata-senjata yang hendak menembusi tubuh
sang kakek bermentalan! Sang raja rupanya telah mengeluarkan pukulan Payung Dewa Mengguncang Badai!
tidak hanya sampai disitu kemarahan Sang Raja Mataram,
setelah membaca aji kesaktian Sepasang Tangan Dewa
Menebar Pahala tiba-tiba sepasang tangan Raja Mataram
tersebut berubah membesar hingga sepuluh kali lipat! dengan
sepasang tangan yang sangat besar dan berotot itu Sang Raja
Mataram kemudian terlihat mengamuk membabi buta! kedua
Kematian Sang Pendekar
16 BASTIAN TITO ilmu ini pernah digunakan Sang Raja kala mencari petunjuk
mengenai keberadaan empat mayat aneh. (silahkan baca
episode: Empat Mayat Aneh). sementara Wiro yang saat itu
sedang menghadapi gempuran Sinto Gendeng gurunya dan
beberapa tokoh anak buah Jenazah Simpanan tampak
terdesak hebat. beberapa kali sang pendekar tampak
mengeluarkan ilmu kepandaian yang di dapatnya dari kitab
putih Wasiat Dewa maupun ilmu-ilmu yang didapatnya dari
Sinto Gendeng untuk menghadapi keroyokan orang-orang
yang mengendarai jin putih. namun beberapa kali pula
nyawanya hampir melayang kala Kapak Maut Naga geni dua
satu dua ditangan Sinto Gendeng nyaris memapas tubuhnya.
keringat deras tampak membasahi kening dan tubuh Wiro.
Biar bagaimanapun Wiro adalah anak yang sangat berbakti,
dia tahu bahwa gurunya melakukan hal tersebut diluar
keinginannya sehingga Sang Pendekar tidak berani mengeluarkan ilmu-ilmunya yang dahsyat guna menghadapi
serangan Sang nenek. Wiro hanya menghadapi sang nenek
menggunakan jurus-jurus langkah orang gila yang didapatkannya dari Tua Gila. "Celaka... kalau begini terus
aku pasti akan mati tak bersisa... aku harus segera
mendapatkan jalan bagaimana menghadapi Eyang Sinto..."
batin Sang Pendekar sembari menghindari larikan Sinar hijau
yang dilepaskan seorang Resi bermuka Hijau kearahnya. "Resi
ini cukup tangguh juga..." batin Sang Pendekar sembari
menggunakan jurus Kincir Padi Berputar. Serangan tangan
Kematian Sang Pendekar
17 BASTIAN TITO Sang pendekar dengan telak menghantam dagu Sang resi
yang masih berdiri Diatas punggung tunggangannya.
sementara pada saat itu Wiro tiba-tiba mendengar Ratu
Randang menjerit kesakitan, Sang Pendekar melirik sekilas
dan dilihatnya Sang nenek tampak memegang pundaknya
yang berdarah sementara itu beberapa senjata tajam seperti
Tombak dan keris tampak siap dihujamkan ke tubuh Ratu
Randang. Sang Pendekar yang melihat hal ini menggeram
keras. saat seorang wanita berkerudung menyerangnya
dengan menggunakan pedang, Wiro langsung menggunakan
gerak silat Menepuk Gunung Memukul Bukit untuk memukul
dan merampas pedang di tangan Sang Wanita, setelah
berhasil merebut pedang ditangan sang wanita, Wiro langsung
menangkis hantaman Kapak Maut Naga Geni yang di
bacokkan oleh Sinto Gendeng kearahnya! Wiro menyadari
kehebatan Kapak miliknya sehingga menangkis mengunakan
tenaga lunak agar pedang di tangannya tidak hancur atau
terpotong. kemudian dengan menggunakan tenaga lontaran
hasil benturan pedang dan kapak Sang Pendekar langsung
melenting meninggalkan arena pertempuran menuju kearah
Ratu Randang yang sedang diancam bahaya! Sang Pendekar
melesat dengan pedang teracung. ujung mata pedang nampak
bergetar dan mengeluarkan suara nyaring kala Sang pendekar
mengeluarkan jurus Malaikat Menundukan Siluman (Lo Han
Ciang Yau) yang merupakan jurus kedua dari ilmu pedang
yang diajarkan oleh Long Sam Kun atau yang lebih dikenal
Kematian Sang Pendekar
18 BASTIAN TITO sebagai Pendekar Pedang Akhirat! (silahkan baca episode:
Pendekar Pedang Akhirat). Ujung pedang di tangan Wiro
tampak berputar dan melenting-lenting seakan hidup dan
memapas semua senjata yang bertubi-tubi membanjir hendak
membinasakan Ratu Randang. "Wiro... terima kasih kau
sudah menolongku... " ucap Ratu Randang dengan pandangan mesra dan mulut termonyong-monyong! Wiro
menggaruk kepalanya melihat kelakuan sang nenek. "Dasar
nenek edan...! sekarang bukan saatnya buat begituan! nanti
saja kalau urusan sudah kelar... " ucap Wiro sembari
menangkis serangan senjata rahasia berbentuk pisau kecil
yang disambitkan seorang nenek berjubah ungu kearahnya.
Sementara Itu Sinto Gendeng tampak kembali merandek
menyerang muridnya yang kini bertarung bertiga bersama
Ratu Randang dan Kunti Ambiri. Sang nenek terlihat
berjumpalitan di udara sebelum akhirnya dari sepasang mata
sang nenek mengeluarkan sinar berwarna biru terang!
"Sepasang Sinar Inti Roh...!" teriak Wiro kala melihat sinar
yang keluar dari Mata gurunya. inilah kali kedua Sinto
Gendeng menggunakan ilmu sepasang sinar Inti Roh untuk
menamatkan riwayat muridnya! sementara itu di tempat yang
tidak terlalu jauh dari tempat Wiro berada Raja Rakai
Kayuwangi dyah Lokapala nampak mengamuk hebat! dengan
sepasang tangannya yang berukuran raksasa Sang Maharaja
ternyata mampu membuat para pengeroyoknya kocar-kacir
berserabutan! entah berapa puluh mayat baik mayat anak
Kematian Sang Pendekar
19 BASTIAN TITO buah Raja Jin Hutan Roban maupun mayat Laskar Jenazah
Lakarontang terlihat menggunung dalam bentuk yang tidak
karuan lagi akibat dihantam sepasang tangan raksasa milik
Sang Maharaja. hal ini benar-benar membuat Lakarontang
geram. "Saka Gendewa...! lekas kau habisi Raja Keparat
itu...!" seru Jenazah Simpanan sembari menunjuk seorang
pemuda yang mengenakan pakaian pemburu dan menyanding
busur di pundaknya. Pemuda ini kemudian terlihat
menyentak tali kekangnya kuat-kuat membuat makhluk jin
yang dikendarainya melolong setinggi langit! Makhluk jin
muka rata ini kemudian melesat tinggi ke angkasa. pada
ketinggian tertentu Sang Pemuda terlihat menginjak pinggang
makhluk malang yang dikendarai sehingga makhluk tersebut
berhenti dan tegak diam diangkasa. sang pemuda kemudian
terlihat meloloskan busur yang tersampir di pundaknya lalu
membidikkannya kearah Raja mataram! tak terlihat anak
panah sebuahpun pada busur yang direntangkannya dengan
kencang, namun kala tali panah dijepretkan serangkum
cahaya hitam berpendar berbentuk anak panah yang
menerbitkan angin bersiutan melesat dengan kecepatan tinggi
mengarah ke jantung Raja Mataram!. "Yang Mulia... awas
Serangan...! "Teriak Kumara Gandamayana memperingatkan
kala melihat dari kejauhan diangkasa selarik sinar hitam
tampak memburu dengan kecepatan luar biasa kearah
Maharaja Mataram!
* * * Kematian Sang Pendekar
20 BASTIAN TITO BASTIAN TITO Kematian Sang Pendekar
3 aja Mataram Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala yang kala
R itu terlihat mengamuk hebat seolah-olah tidak
mendengar apa yang diteriakkan oleh Kumara Gandamayana.
Dirinya baru menyadari saat dari atas kepalanya terasa
serangkum Hawa tajam tak terlihat yang seakan hendak
menindih dan merobek-robek tubuhnya! sesaat lagi Hawa
berbentuk anak panah hitam menembus jantung Sang
Maharaja, tiba-tiba dari balik pinggang Sang Maharaja
melesat satu benda bercahaya yang membentuk serangkum
cahaya berputar berbentuk kipas pelangi yang langsung
menghantam Panah Hawa yang dilepas Saka Gendewa dari
atas langit! Terdengar dentuman keras mengguncang
pelataran istana! Dentuman yang sama kembali terjadi selang
beberapa saat setelah dentuman pertama terdengar! apa yang
sebenarnya terjadi" ternyata saat sinar berbentuk pelangi
yang bukan lain sinar yang keluar dari keris Kanjeng Sepuh
Pelangi yang melesat dari Pinggang Raja Mataram bentrok
dengan Hawa Panah hitam, Hawa berbentuk anak panah
tersebut langsung terhempas keras dan secara kebetulan
menghantam ilmu Sepasang Sinar Inti Roh yang dilepas Sinto
Gendeng kearah Wiro dan kawan-kawan! Wiro dan Ratu
Kematian Sang Pendekar
21 BASTIAN TITO Randang tampak berpandangan sementara Kunti Ambiri
terlihat menyeka lelehan darah yang menetes di sudut
bibirnya ketiganya terlihat menjeplok di tanah akibat
terjengkang karena kekuatan bentrokan Ilmu Sepasang Sinar
Inti Roh yang dilepas Sinto Gendeng dengan hawa berbentuk
panah yang dilepas dari atas langit! "Wiro...! Orang diatas
sana sangat berbahaya bagi keselamatan Raja Mataram! Kau
harus bisa menjatuhkannya...! Biar kami tangani gurumu dan
yang lainnya!" ucap Kunti Ambiri sembari memegang lengan
Sang Pendekar. "Wiro pandangi Kunti Ambiri dan Ratu
Randang "baik aku mengerti... aku akan mencoba menjatuhkan orang diatas sana, namun berjanjilah kalian
tidak akan melukai Eyang Sinto..." ucap Sang pendekar
dengan pandangan memelas. Kunti ambiri dan Ratu Randang
saling pandang sejenak kemudian Ratu Randang terlihat
tersenyum "kami tidak bisa berjanji tidak akan melukai
gurumu mengingat tingkat kepandaiannya. namun kami
berjanji tidak akan membuat gurumu meninggal saat
bertarung melawan kami berdua. "ucap sang nenek bermata
indah. Wiro anggukan kepalanya "baiklah kurasa itu juga
sudah cukup...! aku pergi dulu, tolong lindungi aku..." ucap
Sang pendekar sembari secara tiba-tiba mengecup bibir sang
Nenek! Ratu Randang tampak kelabakan saat dicium oleh
Sang Pendekar, sementara itu Wiro setelah mengecup bibir
sang nenek segera hendak melesat namun tangannya
tertahan oleh tangan Kunti Ambiri. "Curang... aku kan juga
Kematian Sang Pendekar
22 BASTIAN TITO ingin...!" desis sang gadis sembari memandang Wiro dengan
Pandangan merajuk! Wiro tertawa sembari menggaruk
kepalanya, namun hanya sebentar kemudian sang pendekar
terlihat menundukan kepalanya lalu mengecup bibir Kunti
Ambiri. "Aku pergi sekarang... tolong kalian lindungi aku
untuk sementara.." ujar Wiro sembari berlari menuju dinding
keraton. "Mau kemana kowe Anak setan...! Jangan lari...!"
teriak Sinto Gendeng sembari melepas pukulan Matahari
kearah Wiro. "Maaf Eyang...! saat ini aku tidak bisa
meladenimu...! nanti saja kalau kau sudah sadar!" teriak Wiro
sambil berjumpalitan menghindari serangan Sinar Matahari
yang di lepas oleh gurunya Sinto Gendeng. Sinar matahari
yang dilepas oleh Sinto Gendeng langsung melabrak sebuah
pendapa yang langsung roboh dalam kobaran api! Sementara
itu beberapa saat kemudian Wiro terlihat berlari-lari diatas
dinding luar istana. hal ini tentu saja membuat dirinya
menjadi sasaran empuk serangan puluhan senjata rahasia
dan berbagai macam pukulan jarak jauh dilontarkan kearah
tubuh sang Pendekar, namun dengan entengnya wiro
memapak semua senjata rahasia yang dilemparkan kearahnya
dengan pukulan Dinding Angin Berhembus Tindih Menindih
sementara pukulan jarak jauh yang dilepaskan kearah dirinya
hanya dielakkan kesana kemari menggunakan ilmu silat
orang gila! Alhasil sembari berlari diatas tembok kadangkadang sang pendekar terlihat berjumpalitan, lalu bertiarap,
senggol kiri, senggol kanan melompat, berjongkok lalu
Kematian Sang Pendekar
23 BASTIAN TITO meloncat lagi sembari berlari menghindari derasnya pukulan
Wiro Sableng 189 Kematian Sang Pendekar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jarak jauh yang datang membanjir! "Dasar pemuda Gila...!"
ucap Ratu Randang sembari tersenyum melihat tingkah laku
Sang Pendekar. Tanpa sadar sang nenek mengelus bibirnya
yang tadi dikecup oleh Wiro. "Hemm... masih sisa berapa
yah..." batin sang nenek dalam hati sembari menghitung sisa
jumlah janji kecupannya dengan Wiro. "Awas lehermu nek...!"
teriak Kunti ambiri memperingatkan Sang Nenek kala
dilihatnya sang nenek tersenyum-senyum sendiri tanpa
menyadari kala seorang pemuda yang mengendarai Jin putih
hampir saja berhasil membacokkan goloknya ke leher sang
nenek. Untung saja Kunti ambiri memperingatkannya
sehingga sang nenek masih sempat menunduk dan
menyelamatkan diri. "Terima kasih Kunti...!" teriak Sang
nenek sembari kembali bertempur. "Mikir apaan sih...?" sebal
Kunti Ambiri dalam hati. Sementara itu Wiro yang terus
berlari seperti orang gila semakin lama semakin mendekati
tempat Kumara Gandamayana dan Raja Mataram Bertarung.
"Paduka yang mulia...! aku butuh bantuanmu...!" seru Sang
Pendekar sembari berlari menghindari pukulan-pukulan jarak
jauh yang terus membanjir kearah dirinya. "Jangan sekarang
Ksatria Panggilan...! Saya lagi sibuk...! Dicatat saja dulu...!"
jawab Sang Raja datar sembari menepuk tubuh seorang
kakek kerdil yang berhasil ditangkapnya dengan tangan
raksasanya. Malang nian nasib sang kakek, tubuhnya
langsung gepeng pipih dihempas tepukan tangan raksasa
Kematian Sang Pendekar
24 BASTIAN TITO Raja Mataram! "Kampret sialan...! apanya yang mau
dicatat...?" maki Wiro dalam hati. "Yang Mulia! tolong
lemparkan aku keatas ...! Aku akan coba jatuhkan pemanah
diatas langit sana..!" seru Sang Pendekar sembari menunjuk
keangkasa. Raja Mataram pun memandang keatas dan
melihat diatas sana pemuda yang dipanggil oleh Lakarontang
dengan sebutan Saka Gendewa ini tampak kembali
merentangkan busurnya! "Baiklah Ksatria Panggilan...! cepat
lompat kemari...!" seru Sang Raja sementara itu terlihat Keris
Kanjeng Sepuh pelangi berputaran melindungi tubuh Sang
Raja dan Kumara Gandamayana. Wiro yang mendengar
teriakan Sri Maharaja Mataram langsung melompat dari atas
tembok kearah Sang Raja. Raja Mataram ini pun langsung
menyambut dengan tangan raksasanya. "perlahan-lahan yang
mulia...!" ucap Wiro kala merasa gamang karena tubuhnya
tergenggam oleh sepasang tangan raksasa milik Raja
Mataram! "Kau siap ksatria Panggilan...?" ucap raja Mataram
pada Wiro yang berada dalam genggaman tangannya.
"Beluuummm...! saya belum siap...! Sabar dulu yang
muli...AAAAAAAA....!" teriak Wiro keras kala dirinya yang
belum bersiap-siap, secara tiba-tiba langsung dilempar oleh
Raja Mataram ke angkasa! Tubuh sang pendekar pun dengan
cepatnya melejit keangkasa mengarah kearah Saka Gendewa
yang sedang merentangkan tali busurnya! Sementara itu
Saka Gendewa yang kala itu sedang membidik Raja Mataram
dibawah sana terkejut besar kala melihat seseorang berbaju
Kematian Sang Pendekar
25 BASTIAN TITO putih dengan kecepatan tinggi melesat kearahnya! Sang
pemuda inipun mengarahkan busurnya dan langsung
menjepretkan tali busurnya kearah Wiro yang melesat
kearahnya dengan kecepatan tinggi! Sementara itu Sang
pendekar yang melihat lesatan tiga sinar berwarna hitam
secepatnya melepaskan pukulan Benteng Topan Melanda
Samudera dengan tangan kiri guna memapak tiga buah anak
panah yang meluncur deras kearahnya sementara tangan
kanannya yang masih menggenggam pedang langsung
melancarkan jurus terakhir ilmu pedang yang di pelajarinya
dari Pendekar Pedang Akhirat yakni jurus Setan Meratap
Malaikat Menangis (Kui Gok Sin Ki). Langit kelam tiba-tiba
memperdengarkan bunyi guruh dan kilat tampak bersahutan
seolah-olah terdengar bagai suara-suara ratapan dan tangisan
yang bergantian kala Sang Pendekar mengeluarkan jurus ini
dengan kekuatan penuh! Kehebatan jurus ini pun terbukti
kala mata pedang akhirnya mampu membuat patah busur
yang dipegang Saka Gendewa sekaligus menembus tenggorokan Sang pemuda! namun sayangnya hal ini juga
ditebus cukup mahal oleh Wiro kala Pukulan Benteng Topan
Melanda Samudera yang dilepasnya hanya mampu menangkis
dua panah hawa yang dilepas oleh Saka Gendewa sementara
sebuah panah yang tersisa berhasil menembus pukulan Wiro
dan bersarang di pundaknya! Wiro mengeluh kala merasakan
panah yang menancap di pundaknya seakan-akan tersedot
kedalam tubuhnya. "Panah hawa beracun..." desis sang
Kematian Sang Pendekar
26 BASTIAN TITO pendekar sembari memegang pundaknya yang terluka
sementara pedangnya tampak terlepas dan jatuh bersamaan
dengan luruhnya tubuh Saka Gendewa dari tunggangannya.
Wiro menutup mata dan menggertakan giginya kala
merasakan tangan kiri dan pundaknya terasa lumpuh. Sang
Pendekar kemudian mencoba menotok jalan darah di pangkal
pundak dan dadanya guna menghambat peredaran racun
lebih luas namun tubuhnya sontak seakan tak bertenaga.
"Gusti Allah... aku belum mau mati di tempat ini... aku masih
harus menyembuhkan Eyang Sinto dan membawanya kembali
ke Tanah Jawa... "Desis Sang Pendekar kala merasakan
tubuhnya turut Luruh kebumi dengan derasnya! "Apakah
riwayatku memang benar-benar sudah ditakdirkan berakhir
di tempat ini..." Jika itu memang kehendakmu, maka aku
hanya bisa berserah padaMu Ya Gusti Allah..." ucap Sang
Pendekar pasrah. saat Wiro melesat jatuh dengan derasnya
pada ketinggian ribuan tombak dari permukaan bumi, tibatiba Sang Pendekar merasakan tubuhnya terhempas pada
satu benda lembut. Sang Pendekar membuka mata dan
melihat ternyata ada satu makhluk yang menyambut
tubuhnya yang terhempas dengan menggunakan punggungnya. "Apa kau tidak apa-apa Pendekar" mari aku
bawa kau kebawa sana...!" ucap sang makhluk yang ternyata
bukan lain adalah Jin Putih bermuka rata yang tadinya
ditunggangi oleh Saka Gendewa! "Terima kasih..." ujar Wiro
sembari menahan Sakit, namun hatinya tak henti Kematian Sang Pendekar
27 BASTIAN TITO mengucapkan syukur ke hadirat Yang Kuasa "kau terluka...!
Apakah panah pemuda jahanam itu melukaimu...?" Tanya
Sang makhluk Jin. Wiro hanya menganguk pelan. Tanpa
disangka Sang Pendekar, Kepala Makhluk tanpa wajah tibatiba berputar seratus delapan puluh derajat menghadap
wajah Wiro! Lalu tanpa disangka-sangka Jin tersebut
langsung mendekatkan wajahnya ke pundak Wiro yang
terluka dan ditempat diwajah sang Jin yang seharusnya
terdapat mulut itu tampak menyedot luka di pundak Wiro!
"Ya Allah... ternyata kau memang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang... PertolonganMu datang selalu dalam bentuk yang
tak pernah terduga... Engkau benar-benar Maha Pemurah...!"
batin Wiro dengan mata berkaca-kaca sembari beristigfar.
Selang beberapa lama kemudian Makhluk tersebut tampak
berhenti menyedot dan memalingkan wajahnya ke arah Sang
Pendekar. "Apakah masih terasa sakit" Coba kau gerakkan
tanganmu..." ucap Sang Makhluk Jin. Wiro coba gerakkan
tangannya dan dia tidak merasa sakit Lagi...! Tubuhnya yang
sebelumnya terasa lemas juga kini sudah kembali bertenaga!
"Kau telah menolongku..! Kau benar-benar diutus Gusti Allah
untuk menolongku...!" girang Sang Wiro sembari memeluk
Tubuh Sang Jin kencang. "Berpeganganlah pada tali kekang
itu agar kau tidak terjatuh..."ucap Sang Jin sembari melayang
kebawah. "Tidak... tidak... kau adalah penolongku... aku
tidak akan menyakitimu dengan menggunakan kekang
kendali itu..." ujar Sang Pendekar sembari menggunakan ilmu
Kematian Sang Pendekar
28 BASTIAN TITO Menahan Darah Memindah Jazad untuk melepaskan Kait Baja
hitam yang mengait kedua pipi sang makhluk jin. Terdengar
suara seperti tangis menggeru kala Wiro berhasil melepas
kekang kait baja hitam dari wajah Jin Putih Muka Rata.
"Terima kasih Pendekar... sekarang bersiaplah...! Kita akan
segera turun kebawah..." Ucap Sang Jin anak Buah Sangkala
Darupadha pada Wiro yang terlihat berdiri dengan gagahnya
di punggung Sang Jin sembari menatap jauh ke bawah
dimana pertarungan dahsyat masih berlangsung sementara
rambut dan pakaiannya terlihat berkibar kencang ditiup
angin subuh Mataram Kuna!
* * * Kematian Sang Pendekar
29 BASTIAN TITO BASTIAN TITO Kematian Sang Pendekar
4 ementara itu di Ruang Tanpa Batas Tanpa Daya, Mimba
S Purana terlihat asyik menimang Bintang Langit
Saptuning Jagat. Bayi dalam guci ini sudah tidak menangis
lagi setelah beberapa saat di timang oleh bocah utusan Dewa
ini. Dewi Langit Bunga tanjung yang melihat kelakuan sang
bocah nampak tersenyum sebelum memalingkan wajahnya
kearah Datuk Rao Basaluang Pitu dan yang lainnya. "Datuk,
tugas kami untuk menjemput Bintang Langit Saptuning Jagat
telah kami jalankan, sebentar lagi kami akan meninggalkan
ruangan ini dan kembali ke Istana Langit. aku hanya
menyampaikan pesan dari Junjungan Simpul Agung Para
Dewata untuk kalian agar berhati-hati dan berwaspada akan
apa yang akan terjadi delapan Ratus tahun kedepan. oleh
karenanya Beliau berharap agar kalian segera mempersiapkan
diri sebaik-baiknya guna menghadapi malapetaka yang
mungkin kelak tidak bisa dihindari..." ucap Sang Dewi
lembut. "Waktu kalian sangat terbatas, saat ini hawa
kejahatan Lakarontang sudah mulai menancapkan kukunya
di Bhumi Mataram. Walaupun kekuatan yang dimilikinya
hanya sampai menjelang mentari terbit namun apa yang bisa
dilakukannya pada saat itu justru akan sangat menentukan
Kematian Sang Pendekar
30 BASTIAN TITO tindak-tanduknya di masa yang akan datang! Oleh karena itu
nampaknya sudah saatnya bagi kalian untuk segera turun
dan membantu Sri Maharaja Mataram dan kawan-kawannya
menghadapi kejahatan Lakarontang..." sambung Dewi. "Kami
mengerti yang mulia Dewi... sekarang juga kami akan segera
turun dan membantu raja mataram..." ucap Datuk Rao
Basalaung Pitu seraya memberi menangkupkan tangan
memberi hormat pada Dewi Langit Bunga Tanjung. Dewi
Langit Bunga Tanjung kemudian membalas penghormatan
yang di berikan oleh Sang Datuk dengan anggukan kepala
lalu beberapa Saat kemudian tubuhnya dan tubuh Mimba
Purana yang sedang menggendong bayi Bintang Langit
Saptuning Jagat nampak melayang naik ke angkasa menuju
langit biru yang terlihat tersibak. Setelah beberapa saat
sepeninggal Dewi Langit Bunga Tanjung dan Mimba Purana,
Datuk Rao Basaluang Pitu pandangi keempat orang yang
berdiri di hadapannya. "Tampaknya sudah saatnya bagi kita
untuk kembali ke Mataram, namun seperti yang kujanjikan
sebelumnya ada beberapa barang yang ingin kuberikan
kepada kalian..." ucap Sang Datuk seraya pandangi keempat
orang dihadapannya satu persatu membuat keempat orang
yang dipandang oleh Sang Datuk menjadi serba salah. sang
Datuk alihkan pandangannya kearah Nenek Katai Ning
Rakanini sembari mengeruk sesuatu dari kantung kulit
tempat penyimpan saluang yang tergantung di pinggangnya.
Beberapa saat kemudian Sang Datuk menyodorkan Kematian Sang Pendekar
31 BASTIAN TITO tangannya ke arah Sang Nenek membuat Sang Nenek
terperangah! Ternyata di tangan Sang Datuk terlihat Lima
Buah Tusuk Kundai perak yang berkilauan! "Aku memberikan
Tusuk Kundai Perak Mentari ini padamu Wahai Ning
Rakanini... aku harap kau bisa mempergunakannya sebaik
mungkin mengganti tusuk kundai batu merah milikmu itu..."
ucap Sang Datuk Lembut. Nenek Ning Rakanini terlihat
tersipu saat mengambil tusuk Kundai di tangan Sang Datuk.
Wajahnya terlihat memerah saat melepas Tusuk Kundai batu
miliknya dan menggantinya dengan Tusuk Kundai Perak
Pemberian Sang Datuk. "Sebenarnya apa maksud Sang Datuk
memberikan perhiasan ini padaku... apakah dia...?" batin
Sang Nenek seraya berpikir yang bukan-bukan! Namun
lamunannya terputus saat Datuk Rao Basaluang Pitu tibatiba melepaskan Tusuk Kundai di kepalanya. "caranya bukan
Wiro Sableng 189 Kematian Sang Pendekar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
begitu..." ujar Sang Datuk lembut semakin membuat merah
pipi Sang Nenek sementara Arwah Ketua terlihat mendehemdehem membuat Sang Nenek menjadi jengkel. "Caranya
pakainya bukan begitu melainkan begini...!" ucap Sang Datuk
tiba-tiba sembari menancapkan kelima tusuk Kundai Perak
ke batok kepala Sang Nenek! Sang Nenek menjerit keras saat
kelima tusuk kundai melesat dan menancap di batok
kepalanya! Arwah Ketua, Resi Kali Jagat Ampusena dan Lor
Pengging Jumena pun terhenyak tak menyangka akan apa
yang dilakukan oleh Datuk Rao Basaluang Pitu! Sementara
itu nenek Ning Rakanini pandangi Datuk Rao Basaluang Pitu
Kematian Sang Pendekar
32 BASTIAN TITO dengan mata melotot! Perlahan-lahan dirabanya tusuk kundai
perak yang menancap dikepalanya, terasa kepalanya yang
biasanya berat kini benar-benar terasa ringan! Hawa sejuk
dingin terasa berputar disekujur tubuhnya! "Tusuk Kundai itu
bukan tusuk kundai biasa, dengan menancapkan Kelima
tusuk Kundai Perak Mentari langsung dikepalamu hal itu
akan memperlancar seluruh jalan darah dan menambah
tenaga dalammu... disamping itu Tusuk Kundai itu juga
merupakan senjata yang sangat ampuh dan berbahaya... aku
harap kau bisa menggunakan sebaik-baiknya..."ucap Sang
Datuk sembari tersenyum. Nenek Ning Rakanini langsung
berlutut di kaki Sang Datuk kala mendengar ucapan Sang
Datuk tersebut. "Saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Datuk..." ucap Sang Nenek sembari
berlutut. Sementara Sang Datuk terlihat tertawa pelan
sembari membangunkan Sang Nenek. "bangunlah... tusuk
Kundai itu memang sudah ditakdirkan untukmu dan mereka
yang nanti akan menjadi penerusmu... dimasa depan nanti
Tusuk Kundai itu akan menjadi milik seorang tokoh kosen
yang amat disegani di dunia persilatan, jadi aku sungguh
berharap kau mau berjanji tidak akan menghilangkan Tusuk
Kundai itu walau hanya sebuah..." ucap sang Datuk yang
langsung dibalas anggukan oleh Sang Nenek. "Saya berjanji
Datuk... saya akan menjaga baik-baik Tusuk Kundai ini dan
akan menurunkannya kepada para penerus saya nantinya..."
ucap Sang Nenek yang dibalas anggukan oleh sang Datuk.
Kematian Sang Pendekar
33 BASTIAN TITO Sang Datuk kemudian terlihat mengambil sesuatu lagi dari
dalam kantung kulitnya, setelah tangannya keluar nampaklah
bahwa barang yang berada di tangan sang datuk adalah
sepucuk bibit pohon beringin. "Terimalah bibit Beringin Dewa
ini untuk mengganti pohon beringin yang terbakar habis di
candi kediamanmu..."
ucap Sang Datuk sembari menyerahkan bibit Beringin Dewa tersebut kepada Ning
Rakanini yang langsung disambut oleh Sang Nenek. "Aku
masih ada permintaan untukmu... jika kau sempat aku harap
kau mau mengambil Sisa beringin yang terbakar di tempatmu
lalu membuatnya menjadi sebuah Papan Nisan Kayu Hitam!
Setelah itu kuburkanlah Papan Nisan Hitam itu di
Pegunungan Iyang dan biarlah papan nisan itu bersemayam
disana hingga suatu hari nanti akan ada orang yang
mengambilnya..." ucap Sang Datuk yang dibalas dengan
Anggukan oleh Ning Rakanini walaupun Sang nenek
sebenarnya tak mengerti apa tujuan Sang Datuk menyuruhnya melakukan hal tersebut. Datuk Rao Basaluang
Pitu kemudian memandang kearah Lor Pengging Jumena
seraya berucap sesuatu yang membuat semua orang yang ada
disitu melengak kaget. "Lor Pengging Jumena... apakah kau
keberatan kalau aku meminta sepasang bola matamu...?" Resi
Kali Jagat Ampusena dan Arwah Ketua saling pandang
bahkan Ning Rakanini nampak mengkirik ngeri! Sementara
itu Lor Pengging Jumena hanya nampak termangu sesaat
sebelum akhirnya tertawa panjang. "Sebelum bertemu Datuk,
Kematian Sang Pendekar
34 BASTIAN TITO tubuh ku ini hanya berupa jerangkong dengan tengkorak
kosong melompong! Dengan alunan Tembang Mulih Smaradhana milik Datuk akhirnya aku bisa mendapatkan
tubuhku yang sempurna kembali, kalau kini Datuk meminta
sepasang bola Mataku rasanya juga bukan masalah besar...!"
ucap Lor Pengging Jumena sembari menggerakan kedua
tangannya cepat kearah mata! Sesaat kemudian nampaklah
sepasang Biji Bola Mata diatas telapak tangannya! Datuk Rao
Basaluang Pitu tersenyum melihat sepasang Bola Mata Di
tangan Lor Pengging Jumena. Sang Datuk pun kemudian
terlihat mengambil sepasang bola mata tersebut. diperhatikannya sepasang bola mata tersebut dengan
seksama, lalu terlihat Sang Datuk mengusap Lembut kedua
Bola Mata tersebut dan tampaklah bahwa kedua bola mata
tersebut kini sudah tidak memiliki manik mata! Sang Datuk
kemudian terlihat mengambil sesuatu dari dalam kantung
kulitnya yang ternyata berupa dua helai daun tembus
pandang yang tampak mengeluarkan sinar terang! dua daun
itu kemudian ditempelkan diatas sepasang bola mata
tersebut! Lalu keanehan terjadi, sepasang daun tersebut
kemudian terlihat mengeluarkan asap tipis dan langsung
lumer kedalam dua bola mata di tangan Sang Datuk! Datuk
Rao Basaluang Pitu kemudian terlihat mendekat kearah Lor
Pengging Jumena dan memasangkan sepasang bola mata Lor
Pengging Jumena kembali keasalnya maka nampaklah kalau
kini Lor Pengging Jumena memiliki sepasang mata berwarna
Kematian Sang Pendekar
35 BASTIAN TITO Putih! Lor Pengging Jumena pandangi kesekelilingnya dengan
pandangan aneh. Ada sesuatu yang lain dirasakan di dalam
dirinya, sesuatu yang membuat dirinya seakan terlahir
kembali! beberapa saat kemudian Lor Pengging Jumena pun
tampak berlutut di hadapan Datuk Rao Basaluang Pitu. "Aku
tahu apa yang kau rasakan Wahai Lor Pengging, kau kini
memang sudah tidak dapat melihat lagi dengan sepasang
matamu, namun tentunya kau kini bisa merasakan mata lain
yang jauh lebih terang dalam dirimu yakni mata hatimu
bukan...?" tanya Datuk Rao yang dibalas dengan anggukan
oleh Lor Pengging Jumena. "ketahuilah bahwa sepasang daun
yang kumasukan kedalam sepasang bola matamu adalah
Daun Pohon Sastra Langit, satu-satunya pohon yang tumbuh
di Pelataran langit yang selalu disiram oleh para Dewa dan
Dewi dengan sari pengetahuan dan lintang kebajikan... kini
dengan sepasang matamu itu kau akan mengembara ke
seluruh pelosok negeri dan menyingkap segala tabir serta
membaca pertanda yang terbaca dilangit dan tertiup
hembusan Alam... dengan kemampuanmu itu kau akan
banyak menolong mereka yang tersesat dan mereka yang
membutuhkan petunjuk dan nasehat..." ucap Datuk Rao
seraya membangunkan Lor Pengging Jumena. "Seperti halnya
Ning Rakanini, kau pun harus berjanji untuk menurunkan
sepasang matamu itu pada penerusmu tepat sesaat
penerusmu itu dilahirkan... biarlah nantinya para penerusmu
akan menjalani hidup dengan mata tertutup namun hati
Kematian Sang Pendekar
36 BASTIAN TITO terbuka..." ujar Sang Datuk kembali. "Saya berjanji Datuk apa
yang Datuk ucapkan akan saya lakukan dan taati..."ucap Lor
Pengging Jumena seraya membungkuk memberi hormat.
"Satu hal lagi... untuk selanjutnya hidupmu dan para
penerusmu harus kau abdikan dalam pengembaraan... kau
Akan hidup dengan mengemis dan meminta-minta... biarpun
nantinya kau akan selalu dicaci dan dimaki tapi kau akan
selalu memberikan petunjuk dan wejangan bagi mereka yang
membutuhkan. Biarlah hanya untuk mereka yang sudi
berkorban dan berusaha mencari tahu akan segala
pengetahuan yang mereka butuhkan sajalah yang akan
menemukanmu! Oleh karenanya mulai hari ini kau tidak
usah lagi menggunakan Nama Lor Pengging Jumena... biarlah
nanti sampai seterusnya orang-orang akan memanggilmu dan
para penerusmu dengan panggilan Si Segala Tahu...!"
* * * Kematian Sang Pendekar
37 BASTIAN TITO BASTIAN TITO Kematian Sang Pendekar
5 ang Datuk kemudian kembali mengambil sesuatu dari
S dalam kantung kulitnya dan ajaib! Dari kantung kulit
sekecil itu kemudian keluar sebuah Caping bambu, sebuah
tongkat butut, sebuah kaleng rombeng dan sebuah kitab
kumal. Entah dengan cara apa Datuk Rao Basaluang Pitu
mampu membuat Kantung kecil itu mampu mengisi berbagai
barang dengan ukuran yang bahkan jauh lebih besar dari
mulut Kantung kulit tersebut. Caping bambu tersebut
kemudian dipasangkan ke kepala Lor Pengging Jumena
sementara tongkat dan kaleng rombeng di dipasangkan oleh
Datuk Rao Basaluang Pitu ke tangan kiri serta kitab kumal ke
tangan kanan Sang Kakek yang mempunyai Nama baru yakni
Si Segala Tahu. "Caping ini hanyalah caping biasa, tongkat
dan kaleng rombeng ini juga hanyalah tongkat dan kaleng
rombeng biasa sementara kitab kumal ini juga hanyalah
sebuah kitab tembang dan senandung biasa... dengan
barang-barang inilah kau dan para penerusmu nantinya
mengembara dan memberikan petunjuk dan wejangan bagi
mereka yang membutuhkan..."
sambung Datuk Rao Basaluang Pitu. Si Segala Tahu mengelus caping dikepalanya
lalu kemudian turun mengelus tongkat bututnya, setelah itu
Kematian Sang Pendekar
38 BASTIAN TITO Sang kakek menggoyang-goyangkan kaleng ditangannya yang
langsung mengeluarkan suara keras! saat Sang kakek meraba
kitab kumal ditangan kirinya tiba-tiba dirasanya huruf-huruf
timbul keluar dari sampul luar kulit tersebut, tidak sampai
disitu Sang Kakek kemudian membuka halaman-halaman
didalam buku dan merasakan hal yang sama saat hurufhuruf Jawa Kuna terasa muncul sehingga bisa diraba dan
dibaca oleh Sang Kakek. "Aksara Kidung Langgeng Smaradhana...!" desis Si Segala Tahu dengan tubuh bergetar
dan kembali jatuhkan lutut yang langsung disambut oleh
Datuk Rao. "Bangunlah..."
ucap Datuk Rao seraya membangunkan Si Segala Tahu. Si Segala Tahu nampak
menyusutkan air mata penuh keharuan karena tahu bahwa
Aksara Kidung Langgeng Smaradhana merupakan satu kitab
yang amat langka yang sangat sulit dicari tandingannya!
Walaupun hanya berisi beberapa buah tembang dan
senandung namun keampuhannya bisa dilihat kala isi kitab
itu digunakan oleh Datuk Rao Basaluang Pitu saat
menghadapi barisan makhluk api dan saat mengobati Ning
Rakanini, Arwah Ketua dan dirinya sendiri saat terluka.
(silahkan baca episode: Si Pengumpul Bangkai) Datuk Rao
Basaluang Pitu kemudian alihkan pandangannya ke arah
Arwah Ketua! Arwah Ketua yang tahu urusan langsung saja
dingin tengkuknya! "Tidak Datuk... terima kasih sebelumnya,
tapi saya belum butuh apa-apa...! Saya masih belum mau
buta...! Saya juga gak bakalan lebih cakep kalau kepala saya
Kematian Sang Pendekar
39 BASTIAN TITO ditancepin tusuk Konde...! "Ucap Arwah Ketua sembari
memegangi kepalanya yang Plontos! Hal ini membuat Ning
Rakanini dan Si Segala Tahu tertawa lepas. Datuk Rao
Basaluang Pitu pun hanya tersenyum melihat tingkah Arwah
Ketua. "Aku tidak akan mencongkel matamu ataupun
menancapkan tusuk kundai ke kapalamu Arwah Ketua! jadi
legakanlah hatimu... aku hanya ingin menitipkan sesuatu
Wiro Sableng 189 Kematian Sang Pendekar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
padamu..." ucap Sang Datuk kembali seraya kembali
mengeruk kedalam kantung kulitnya yang ajaib dan saat
tangan sang datuk keluar dari dalam kantung terlihat sebuah
kitab ditangan Sang Datuk, namun yang membuat semua
orang tercengang adalah diatas kitab tersebut tampak
bergelung dua ekor naga bersisik kuning! Dua ekor Naga
tersebut berukuran sangat kecil! Hampir menyerupai anak
belut namun sosoknya yang bertanduk dan mempunyai
sepasang kaki menegaskan bahwa dua ekor makhluk yang
bergelung itu sama sekali bukan anak belut melainkan
sepasang Naga Yang sesungguhnya! "Kitab ini adalah sebuah
kitab yang bernama Kitab Wasiat Malaikat! Bersama kitab ini
aku sertakan juga sepasang Naga Kuning kecil. Seekor Naga
akan kuberikan kepadamu sedangkan naga satunya beserta
Kitab Wasiat Malaikat kuharap bisa kau jaga untuk
sementara waktu sebelum nantinya kau serahkan pada
seseorang didasar Telaga Gajahmungkur..." Arwah Ketua pun
mengambil Kitab dan Naga sembari menghembuskan Nafas
Lega. "Untung Datuk tidak meminta mataku atau Kematian Sang Pendekar
40 BASTIAN TITO menancapkan tusuk kundai ke kepalaku" ucap Sang Kakek
namun tiba-tiba Sang Kakek merasakan sesuatu keanehan
kala Sepasang Naga dan kitab berada dalam genggamannya.
Sang Kakek merasakan satu hawa panas silih berganti
dengan hawa dingin sejuk berputaran di dalam tubuhnya!
Sang kakek berlonjak kegirangan! Sang kakek tahu kalau saat
itu tenaga dalamnya juga telah bertambah seperti halnya
tenaga dalam Ning Rakanini dan Si Segala Tahu. "terimakasih
Datuk...! terimakasih...! "seru Sang Kakek sembari tertawa
riang namun beberapa saat kemudian tawanya hilang seakan
direnggut setan kala merasa suatu keanehan terjadi pada
tubuhnya sebelah bawah lalu... seeerrrr... tanpa bisa ditahan
oleh sang empunya barang, Sang Kakek tanpa sadar
mengeluarkan air kencing dicelana! "Datuk...! apa yang
terjadi...! kenapa aku tidak bisa menahan... anu... itu...
Moncor terus...! Ampuuun...!" kaget Arwah Ketua sampai
terbata-bata sembari mendekap bagian bawah celananya yang
mulai basah! Melihat hal ini Nenek Katai Ning Rakanini dan Si
Segala Tahu tertawa terpingkal-pingkal! Datuk Rao Basaluang
Pitu hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Seharusnya hal
itu tidak terjadi jika saja pikiranmu tidak terpecah saat kau
memegang Kitab dan Sepasang Naga itu..." desah Sang
Datuk. "Jadi bagaimana ini Datuk...?" ucap Arwah Ketua
dengan pandangan memelas dan terus-terusan mendekap
bagian bawah perutnya. "Tampaknya ini memang sudah
suratan takdirmu wahai Arwah Ketua... penyakitmu ini
Kematian Sang Pendekar
41 BASTIAN TITO tampaknya akan terus serta bersamamu hingga nantinya kau
teruskan pada penerusmu..." sambung Datuk Rao Basaluang
Pitu. Datuk Rao Basaluang Pitu hendak melanjutkan
ucapnnya namun terputus saat satu suara terdengar berucap
"Dan untuk seterusnya kau serta para penerusmu akan
dipanggil orang dengan sebutan..." Si Segala Tahu terdengar
menyeletuk tiba-tiba. "Arwah Ngompol...!" seru Nenek Ning
Rakanini dan Si Segala Tahu kompak membuat Arwah Ketua
keki dan langsung memeperkan kedua tangannya yang basah
kuyup karena air kencing kearah mereka berdua! Hal ini
tentu saja membuat Ning Rakanini dan Si Segala Tahu
memaki panjang pendek. Datuk Rao hanya tertawa lepas
melihat kelakuan mereka bertiga. Setelah itu Datuk Rao
Basaluang Pitu kini memalingkan wajah kearah Resi Kali
Jagat Ampusena lalu berucap lembut. " Ampusena, mungkin
dari semua amanat yang kutitipkan, amanatmu lah yang
paling berat..." ucap Sang Datuk seraya memandang Resi Kali
Jagat Ampusena. Sang Resi pun mnejura hormat sembari
berucap "walaupun sesungguhnya diri saya amat menyadari
rendahnya kepandaian yang saya miliki, namun adalah suatu
anugerah yang besar bagi saya jika mendapatkan amanat dari
Datuk, seberapa besarnya amanat yang Datuk titipkan ke
pundak saya akan saya terima dan jalankan sebaik
mungkin..." Sang Datuk tersenyum cerah mendengar ucapan
Sang Resi. "Ucapanmu menandakan kerendahan hatimu dan
aku sangat senang mendengarnya Wahai Ampusena. Tinggi
Kematian Sang Pendekar
42 BASTIAN TITO Ilmu tidaklah berarti jika dibarengi dengan Tinggi Hati, hanya
kerendahan hati dan keluhuran budi yang mampu membawa
manusia ke Jalan menuju Swargaloka..." ucap Datuk Rao
Basaluang Pitu. Sang Datuk kemudian terlihat mengambil
kembali sesuatu dari dalam kantung kulit ajaibnya, saat
tangan Sang Datuk keluar terlihatlah sebuah kitab dalam
genggamannya. Kitab itupun langsung diberikan oleh Sang
Datuk kepada Resi Kali Jagat Ampusena. "Ampusena, kitab
dalam genggamanmu adalah Kitab yang bernama Kitab Jagat
Pusaka Dewa... kitab ini adalah satu kitab dari dua buah
kitab yang nantinya akan menentukan nasib umat manusia di
tanah Jawa Delapan Ratus Tahun kedepan. untuk saat ini
aku ingin kau menyimpannya sebaik mungkin. sampai pada
masa sepuluh tahun kedepan carilah seorang bayi yang baru
lahir di daerah selatan Trowulan. Bayi tersebut terlahir
dengan Nama Manik Aryana dan memiliki rembang tanda
lahir berbentuk Bintang Yang Dilingkari Sepasang Naga Di
Atas Tengkuknya. Perlu kau ketahui bayi bernama Manik
Aryana tersebut pada dasarnya adalah anak yang akan
menjadi ketitisan dari Bintang Langit Saptuning Jagat! Karena
kau rupanya berjodoh dengan bayi itu, maka kau harus
mengangkatnya menjadi murid! Berikanlah dia makanan
rohani dan pelajaran akan hidup! Lalu bersama-sama dengan
muridmu itu pergilah dan lakukanlah perjalanan menuju
sebuah Padang Pasir bernama Padang Pasir Thar di barat
Laut India. temukanlah sebuah Goa ditengah padang pasir
Kematian Sang Pendekar
43 BASTIAN TITO tersebut yang diberi nama Goa Binaker lalu berikanlah Kitab
Jagat Pusaka Dewa yang kau miliki tersebut kepada sesorang
Resi yang menanti disana... setelah itu berjalanlah terus ke
arah utara menuju Tanah Arab, Tanah seribu gurun, ke tanah
orang-orang berjubah dan bersorban putih. Sesampainya
disana tempalah dirimu dan muridmu disana dengan segala
bentuk kebajikan dan ilmu pengetahuan... serta temukanlah
kebenaran hidup yang hakiki di bawah naungan batu Hajar
Aswad...!"Tutup Datuk Rao Basaluang Pitu. Yang dibalas
anggukkan dan salam hormat Resi Kali Jagat Ampusena.
Datuk Rao Basaluang Pitu kemudian pandangi keempat orang
dihadapannya. "Sebelumnya aku meminta kalian untuk
berpegangan tangan selama berada di Dalam Ruang Tanpa
Batas Tanpa Daya namun mungkin kalian tidak menyadari
kalau kalian sudah tidak berpegangan tangan lagi..." ucap
sang datuk yang membuat semua yang ada baru menyadari
hal tersebut. "Hal ini dapat terjadi karena masing-masing dari
kalian telah memegang barang yang merupakan bagian dari
milik istana langit. Dengan memiliki barang pusaka istana
langit kalian tidak akan tersesat lagi dan bisa menginjakkan
kaki ke ruangan ini kapanpun kalian inginkan..." sambung
Sang Datuk. "Kini rasanya sudah waktunya untuk kembali...
tampaknya..." Ucapan Sang Datuk terputus kala terasa satu
goncangan keras terjadi di tempat itu! Pemandangan awan
dan langit biru tiba-tiba berubah menjadi gelap kala satu
getaran keras kembali melanda Ruang Tanpa Batas Tanpa
Kematian Sang Pendekar
44 BASTIAN TITO Daya! sesungguhnya apa yang sedang terjadi" ternyata di luar
Ruang Tanpa Batas Tanpa Daya sedang terjadi pertempuran
seru! Satu Sosok Kelelawar Raksasa nampak menyerang
Datuk Rao Pangeran Peto Alam dengan Dahsyatnya! Binatang
peliharaan Datuk Rao Basaluang Pitu ini mengeluarkan
lenguhan keras sembari melancarkan tendangan berulang
kali kearah kelelawar besar yang menyerangnya dengan
gencar! Dirinya benar-benar kerepotan menghadapi makhluk
bersayap tersebut karena kedua tangannya dipakai untuk
memanggul bola lingkaran Saluang dipundaknya! Sementara
itu Makhluk bersayap ini juga tidak datang sendiri, bersama
dengannya turut serta ratusan makhluk berjubah dan
berwajah hitam dan putih yang secara bergerumbul
menghantam bola lingkaran Saluang yang sedang dipikul oleh
Datuk Rao Pangeran Peto Alam! Hal inilah rupanya yang
menyebabkan guncangan keras dalam Ruang Tanpa Batas
Tanpa Daya! "Kembalikan Bayi Pemimpin Kami...!" bentak
Kelelawar raksasa sembari menyerang Datuk Rao Pangeran
Peto Alam dengan sepasang cakar dan taringnya. sementara
itu di dalam Ruang Tanpa Batas Tanpa Daya Ning Rakanini
nampak memegang tangan Si Segala Tahu erat sementara
Datuk Rao Basaluang Pitu mengkerutkan keningnya kala
merasakan getaran yang melanda tempat itu. "Ada kekuatan
yang mencoba untuk mendobrak masuk ke dalam Ruang
Tanpa Batas Tanpa Daya..." ucap Sang Datuk membuat
mereka yang berada dalam ruangan tersebut saling
Kematian Sang Pendekar
45 BASTIAN TITO berpandangan. Saat getaran ketiga kembali melanda Sang
Datuk terlihat berseru keras. "Wahai Tujuh Saluang Dewa...!
Harap tunjukkan jalan bagi diriku dan kerabatku untuk
keluar dari Ruang Tanpa Batas Tanpa Daya...!" begitu ucapan
Sang Datuk selesai tedengar kembali suara alunan kidung
yang berasal dari ketujuh Saluang Dewa yang berputar keras.
"bersiap-siaplah...!" seru Sang Datuk kala melihat putaran
Saluang semakin melambat dan kala Putaran Ketujuh
Saluang akhirnya berhenti Sang Datuk yang kala itu
melayang diatas langit bersama keempat orang lainnya
kontan jatuh menderu kebawah! Ning Rakanini perdengarkan
suara teriakan ngeri kala melihat dirinya lolos ke bawah
sementara itu Datuk Rao Basaluang Pitu perlihatkan satu
gerakan indah kala merasakan tubuhnya merosot kebawah.
Sang Datuk terlihat melenting keatas sembari menginjak dua
buah saluang yang sedang berputar tak menentu sementara
tangannya meraih sebuah Saluang lainnya yang melesat tak
jauh dari dirinya. Sesaat kemudian terlihat Sang datuk
memainkan sebuah kidung dengan saluangnya sembari
berdiri diatas dua buah Saluang lain yang berputar kencang!
Empat sinar beraneka warna yang terpancar dari empat buah
saluang kemudian nampak bergerak mengejar empat tubuh
yang merosot kebawah! Nenek Katai Ning Rakanini tiba-tiba
hentikan teriakannya kala dirasa tubuhnya tidak lagi merosot
kebawah, saat diperhatikannya ternyata dirinya saat itu
sedang diputari oleh sebuah saluang berwarna kuning.
Kematian Sang Pendekar
46 BASTIAN TITO Saluang tersebut berputar kencang di sepanjang pinggangnya
dan rupanya hal inilah yang membuat dirinya dapat melayang
diangkasa. Saat Ning Rakanini menengok keadaan ketiga
rekannya ternyata merekapun mengalami hal yang sama yaitu
dikelilingi oleh masing masing sebuah Saluang sehingga
mampu melayang dan tidak terjatuh kebawah! "Bukan
main...!" desis Sang Nenek mengagumi kesaktian Saluang
Dewa milik Datuk Rao Basaluang Pitu. Saat dirinya
memandang keatas matanya langsung melebar terkagumkagum! Bagaimana tidak, saat itu dilihatnya Datuk Rao
Basaluang Pitu tampak berdiri gagah diatas sepasang Saluang
yang berputar kencang dibawah telapak kakinya, sementara
tubuhnya terlihat berputar mengelilingi kawanan Kelelawar
Raksasa dan gerombolan Ratusan Jin Pengawal Hitam-Putih
sembari memainkan saluangnya! Rambut dan Janggut putih
Sang Datuk nampak menjela-jela tertiup angin kala Sang
Datuk dengan tubuh berputar-putar laksana gasing kembali
mengeluarkan kehebatannya memainkan Sebuah Tembang
dari Kitab Aksara Kidung Langgeng Smaradhana! Kelelawar
Raksasa dan Ratusan Jin Hitam-Putih Pengawal Istana Atap
Langit nampak diam membeku tersirap satu kekuatan
dahsyat kala mendengar bunyi tembang yang keluar dari
Saluang yang dimainkan oleh Datuk Rao Basaluang Pitu!
* * * Kematian Sang Pendekar
47 BASTIAN TITO BASTIAN TITO Kematian Sang Pendekar
6 akarontang pandangi langit Mataram di ufuk timur
L dengan perasaan gelisah. Semburat merah kini nampak
mulai menghiasi malam yang kelam sementara di kejauhan
kokok ayam jantan terdengar bersahutan membuat resah hati
Jenazah Simpanan. Sementara itu pertempuran semakin
lama berlangsung semakin dahsyat! Nampak Ratu Randang,
Kunti Ambiri dan Sri Maharaja Mataram Rakai Kayuwangi
Dyah Lokapala bertempur habis-habisan dengan menggunakan seluruh kemampuan yang mereka punyai.
Sementara itu Kakek Kumara Gandamayana nampak
bersandar di satu pecahan pilar penyangga keraton. Nafas
Sang Kakek sudah terlihat tak beraturan akibat luka bacokan
dipunggungnya, namun Sang Kakek nampaknya belum mau
berniat untuk menyerah! Walaupun dalam keadaan seperti itu
Wiro Sableng 189 Kematian Sang Pendekar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sang kakek masih terlihat memainkan Sorban Panjangnya
guna menghadapi serangan-serangan yang ditujukan pada
Raja Mataram. Perlawanan yang diperlihatkan keempat orang
ini benar-benar menakjubkan dan diluar perkiraan Jenazah
Simpanan! Ratu Randang dan Kunti Ambiri yang masingmasing sebenarnya sudah terluka cukup parah nampak tidak
mengundurkan serangan mereka terhadap banjir serangan
Kematian Sang Pendekar
48 BASTIAN TITO yang datang dari Laskar Lakarontang, sementara itu Raja
Mataram terus terlihat mengamuk hebat menggunakan
sepasang tangannya yang berukuran raksasa! Setiap kali ada
musuh yang mendekat pasti langsung dilumatnya dengan
sepasang tangannya itu sementara pukulan-pukulan jarak
jauh yang dilancarkan kearahnya selalu dipatahkan oleh
Keris Kanjeng Sepuh Pelangi yang selalu berkelebat
melindungi Sri Maharaja Mataram! Lakarontang benar-benar
geram! Apalagi saat dilihatnya beberapa orang anak buah
Raja Jin hutan Roban yang terlepas dari kendali mayat-mayat
hidup peliharaannya juga bertempur membantu rombongan
Raja Mataram guna membantu melepaskan rekan-rekannya
yang dijadikan budak tunggangan laskar Jenazah Simpanan!
Apa yang diperbuat oleh keempat orang itu mengingatkan
Lakarontang akan penyerbuan keempat kepala negeri yang
pada saat itu nyaris saja membuatnya terbunuh! perlawanan
yang diberikan oleh Sri Maharaja mataram dan kawankawannya benar-benar serupa dengan perlawanan yang
ditunjukkan oleh Lanawi, Lakawung, Hantu Labatu Rengkah
dan Luh Pingkan Matindas kala menghadapi barisan mayat
hidupnya beberapa ratus tahun lalu di Hutan Lasesatbuntu!
Kenyataan ini membuat Lakarontang marah! Dengan amarah
yang meluap-luap Lakarontang kemudian memimpin puluhan
laskarnya yang tersisa guna masuk ke gelanggang pertempuran! "Bunuh...! Bunuh mereka semua...! Segarkan
tubuh kalian dengan bermandikan darah Raja Mataram dan
Kematian Sang Pendekar
49 BASTIAN TITO kawan-kawannya! Jangan sisakan setetes pun darah mereka
mengalir di tanah Mataram!" teriak Lakarontang keras. Maka
melesatlah Ratusan orang yang menunggangi Jin Putih Muka
Rata kearah Raja Mataram dan rombongannya dengan
Lakarontang yang menggunakan tubuh Sangkala Darupadha
sebagai pimpinannya! Raja Mataram dan rombongannya dan
mengeluh dalam hati melihat gelombang serangan yang
datang. Sementara itu Lakarontang kali ini tidak mau
berpangku tangan! Walaupun sebagian besar kepandaiannya
masih terkunci, namun setelah menghisap seluruh saripati
dan inti tenaga Bocah Dirga Purana maka Makhluk satu ini
memiliki cukup tenaga untuk melakukan serangan-serangan
yang sangat mematikan walaupun tak sehebat kemampuannya yang sesungguhnya! Lakarontang nampak
menggerakkan kepalanya dan dari lubang di matanya melesat
sepasang sinar berbentuk kilat hitam menggidikan yang
menghamparkan hawa panas! Sesaat lagi sinar kilat hitam
akan melabrak tubuh Ratu Randang dan yang lainnya tibatiba dari kegelapan melesat satu bayangan yang langsung
memapas sinar kilat hitam dengan kedua tangannya! dan
ajaib! kedua tangan jenjang mulus tersebut terlihat memutarmutar pukulan kilat lakarontang dan kemudian membalikannya kearah laskar Lakarontang yang menyerbu
bersamaan! "Hik..Hik..Hik.. Petir Hitam yang nakal...! kalau
masih ada lagi aku masih ingin bermain-main!" ucap seorang
gadis yang berdiri tegak di hadapan Kunti Ambiri dan yang
Kematian Sang Pendekar
50 BASTIAN TITO lainnya. "Jaka Pesolek...! dari mana saja kau...?" bentak
Kunti Ambiri kesal. Gadis yang ternyata adalah Jaka Pesolek
Penangkap Petir ini hanya tersenyum saat dibentak oleh Dewi
Ular. "Maafkan aku kawan-kawan, aku ada sedikit urusan
jadi datang sedikit terlambat... ngomong-ngomong dimana
gerangan Wiro" kenapa aku tidak melihatnya ya.." ucap sang
gadis sambil celingukan kiri kanan. 'Wiro ada diatas sana..!"
dengus Kunti Ambiri sebal sembari menunjuk keangkasa
dimana pada saat terlihat di kejauhan Sang Pendekar sedang
turun dengan mengendarai Jin Putih Muka Rata. Sementara
itu di sisi lain Lakarontang benar-benar murka! Tak
disangkanya akan ada orang yang bisa memapas dan
mengembalikan sinar Bara Moksa Geni yang dimilikinya
bagaikan sebuah permainan saja! Sang jenazah Simpanan
menggeram keras dan kembali melancarkan pukulan-pukulan
jarak jauh berupa sinar-sinar hitam kearah Rombongan Raja
Mataram. "Hantu Bara Kaliatus...! Dirga Purana...! Lakukan
tugas kalian!" bentak lakarontang sembari terus melepaskan
pukulan Bara Moksa Geni dengan gencarnya! Melihat hal ini
Ratu Randang, Kunti Ambiri beserta Raja Mataram Rakai
Kayuwangi Dyah Lokapala langsung melepaskan Pukulan
jarak jauh masing-masing untuk menghadang datangnya
Pukulan Lakarontang! Kunti Ambiri terlihat melepaskan
Pukulan sakti berwarna hitam yang diberikan oleh Ratu Ular
Kepadanya yakni Pukulan Kobra Karang Penghancur Tulang.
Sementara Ratu Randang melepaskan Pukulan berwarna
Kematian Sang Pendekar
51 BASTIAN TITO Kuning yang dinamakan Jagat Semu Pelepas Nyawa. tak
ketinggalan ketinggalan Sri Maharaja Mataram Rakai
Kayuwangi Dyah Lokapala menggerakkan kedua tangannya
yang berukuran raksasa guna melepas sebuah pukulan yang
bernama Dewa Kembar Membalik Gunung! Satu sinar
berwarna hijau kebiruan melesat disertai suara guruh
laksana gunung meledak! Ketiga larik pukulan ini dengan
deras meluncur kearah pukulan-pukulan Bara Moksa Geni
yang dilancarkan Lakarontang! Namun ketiga orang ini
terhenyak kala tiba-tiba berkelebat satu bayangan yang
langsung menggulung ketiga sinar pukulan menjadi satu!
"Jaka Pesolek...! Kau sudah gila! Apa yang kau Lakukan..?"
jerit Kunti Ambiri melihat tingkah Jaka Pesolek yang
menggulung tiga sinar pukulan! Semua tidak mengerti apa
yang dilakukan gadis yang bisa laki dan bisa perempuan ini,
namun mereka semua terperangah kala gabungan pukulan
yang digulung oleh Sang Gadis kembali dilepaskan dalam
bentuk yang maha dahsyat! Satu sinar berukuran raksasa
dengan warna gabungan hitam kuning dan biru kehijauan
melabrak serangan sinar-sinar Bara Moksa Geni yang
dilancarkan Lakarontang dan terus menghantam tubuh
Sangkala Darupadha! Satu Dentuman yang amat besar kini
terdengar membahana melebihi suara-suara dentuman
sebelumnya! Jaka Pesolek terjengkang keras kearah Kunti
Ambiri! Sepasang tangan sang gadis terlihat bergetar keras!
"Kau benar-benar gila Jaka Pesolek...!" jengkel Kunti Ambiri
Kematian Sang Pendekar
52 BASTIAN TITO melihat kenekatan Sang Gadis. Sementara gadis dalam
pelukannya hanya tertawa ringan. Apa yang dilakukan Sang
Gadis memang benar-benar mengagetkan sekaligus membuat
orang terkagum-kagum!
kepandaian menangkap sinar pukulan dan menggulungnya menjadi satu memang didunia
ini tidak ada yang bisa melakukan selain Jaka Pesolek
Penangkap Petir! dan yang lebih mencengangkan lagi adalah
kenyataan bahwa gadis ini tidak memiliki tenaga dalam
maupun kepandaian lain selain gerakannya yang cepat dan
kemampuannya menangkap petir! Ratu Randang berjalan
mendekati Jaka Pesolek dan berucap. "Heran baru hari ini
kau bertindak benar... aku jadi salut padamu..." ucap Ratu
Randang sembari menepuk kening sang gadis. Namun baru
saja Ratu Randang hendak menyambung perkataannya tibatiba mereka dikejutkan oleh teriakan Raja Mataram saat dari
dalam tanah tiba-tiba menyembul sepasang tangan yang
langsung menarik tubuh Sang Raja Kedalam tanah! Raja
Mataram terdengar membentak keras dan berusaha melepaskan cengkraman yang membelit kakinya namun
usahanya sia-sia saat satu sentakan membuat tubuhnya
amblas kedalam tanah! Kumara Gandamayana yang berada
paling dekat dengan Raja Mataram tidak bisa melakukan apaapa karena sekujur tubuhnya terasa lemas akibat kehilangan
banyak darah karena luka di punggungnya. Sang kakek
hanya bisa mengerang Kala melihat Raja Mataram hilang
amblas ke dalam Tanah! sementara itu apa yang terjadi
Kematian Sang Pendekar
53 BASTIAN TITO dibawah sana semua bisa dilihat dengan jelas oleh Wiro. Sang
Pendekar benar-benar khawatir akan keselamatan Raja
Mataram sekaligus keselamatan para sahabatnya dibawah
sana. Sang Pendekar pun kemudian memutuskan untuk
melompat terjun kebawah! Saat Sang Pendekar sudah
membulatkan tekadnya, tiba-tiba didengarnya satu suara
berseru diatas kepalanya. "Yang Mulia Pimpinan...! kami
datang membantumu...!" Wiro memandang kearah atas lalu
berseru girang. "Kelelawar Hantu... kau datang disaat yang
tepat...! aku memang membutuhkanmu!" ucap Sang Pendekar
kala melihat diatas kepalanya sesosok kelawar raksasa turun
beserta ratusan Makhluk berjubah dan bermuka hitam dan
putih. Sang pendekar juga melihat empat orang yang tak
dikenalnya datang bersama makhluk yang dikenalnya sebagai
Arwah Ketua melayang bersama dengan makhluk-makhluk
yang dikenal Wiro Sebagai para Penjaga Istana Atap Langit.
karena tidak memiliki waktu lagi, Sang Pendekar berkata
selekasnya. "Kelelawar Hantu sahabatku... aku minta tolong
padamu dan para pengawal untuk membantu empat orang
dibawah sana! Aku masih harus menyelamatkan Raja
Mataram, karenanya aku benar-benar membutuhkan bantuanmu!" ucap Sang Pendekar sembari melompat dari
Punggung Jin tunggangannya! "Terima kasih atas tumpangannya...! Dan terima kasih juga kau sudah
mengobatiku...!"Seru sang pendekar pada jin tunggangannya
sembari melesat ke bawah. Sementara itu Ratu Randang,
Kematian Sang Pendekar
54 BASTIAN TITO Kunti Ambiri dan Jaka Pesolek yang sedang sibuk bertarung
berteriak ngeri kala melihat Wiro melompat dari punggung Jin
putih muka rata! "Anak itu sudah menjadi gila...! Lihat dia
melompat ke bawah...!" teriak Ratu Randang. Kunti Ambiri
dan Jaka Pesolek bergerak cepat hendak menangkap tubuh
Sang Pendekar yang sesaat lagi akan membentur tanah,
namun gerakan keduanya terhenti kala melihat Sang
Pendekar menyengir sembari mempermainkan mata!" Wiro...!"
teriak keduanya tak tertahan kala melihat tubuh Wiro
meluncur deras ke dalam tanah dan menghilang! Keduanya
terdiam sesaat sampai akhirnya Kunti Ambiri berteriak kesal
sembari membanting-bantingkan kaki! "Sialan...! Kita berdua
tertipu...! Anak setan itu menguasai ilmu menyusup kedalam
tanah..! Dasar pemuda gila...!" gemas Kunti Ambiri sambil
memaki-maki sementara Jaka Pesolek yang semula juga
terkejut juga akhirnya turut membanting-bantingkan kaki
sebal dan keki! sementara itu didalam tanah Sang Pendekar
melihat seorang yang dikenalnya sebagai Hantu Bara Kaliatus
tampak sedang berusaha mencekik Sri Maharaja Mataram
sementara seorang lagi yakni bocah yang dikenalnya sebagai
Dirga Purana tampak sedang bertarung hebat dengan Keris
Kanjeng Sepuh Pelangi Milik Sang Raja! Kemarahan Sang
Pendekar langsung menggelegak melihat dua orang yang telah
membunuh Sakuntaladewi dan Ni Gatri ini. "Berikan nyawa
kalian berdua...! Teriak Sang Pendekar seraya melepaskan
pukulan Tangan Dewa Menghantam Api kearah Dirga Purana
Kematian Sang Pendekar
55 BASTIAN TITO sementara dengan kecepatan luar biasa Sang Pendekar
mengeluarkan jurus Dibalik Gunung Memukul Halilintar untuk
menghantam Hantu Bara kaliatus yang sedang mencekik Raja
Wiro Sableng 189 Kematian Sang Pendekar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mataram. Terdengar teriakan dahsyat dari Hantu Bara
Kaliatus kala pukulan yang memang diciptakan untuk
memukul musuh yang bersembunyi ini dengan telak
menghantam pelipis Hantu Bara Kaliatus yang kontan
membuat cekikannya pada leher Raja Mataram terlepas. Sang
Pendekar sebenarnya ingin kembali mengeluarkan pukulan
jarak jauh guna membinasakan kedua orang yang membunuh
Sakuntaladewi dan Ni Gatri ini, namun hal itu batal
dilakukan kala melihat kondisi Raja Mataram yang nampak
kesulitan bernafas! "Celaka! Raja Mataram nampaknya tidak
memiliki kemampuan menyusup ke dalam tanah!" seru Wiro
sembari melesat dan memapah Raja Mataram Rakai
Kayuwangi Dyah Lokapala kembali ke permukaan tanah.
Sesampainya diatas tanah dilihatnya Ratu Randang dan
kawan-kawan lainnya sedang bertempur bersama Kelelawar
Hantu dan para Pengawal Istana Atap Langit melawan
Lakarontang dan anak buahnya. dilihatnya juga empat orang
yang turun bersama dengan Arwah Ketua dan Kelelawar
Hantu tampak turut serta menggempur kekuatan Laskar
Lakarontang! Sang Pendekar kemudian memapah Sri
Maharaja Mataram kedekat Kumara Gandamayana yang
nampak memejamkan mata. "Bagaimana keadaan Yang
Mulia..." Apakah Yang Mulia terluka...?" tanya Sang Pendekar
Kematian Sang Pendekar
56 BASTIAN TITO sembari memperhatikan Raja Rakai Kayuwangi Dyah
Lokapala yang nampak terbatuk-batuk. "Aku tidak apa-apa
Ksatria Panggilan... nafasku hanya sedikit sesak akibat
cekikan makhluk keparat itu! Sebentar lagi aku akan segera
bergabung dengan kalian... cepatlah pergi bantu kawankawanmu... biarkan aku beristirahat sebentar disini..." ucap
Sang Raja seraya menyandarkan punggungnya ke dinding
keraton. Wiro memandang suasana pertempuran yang
berlangsung. Dilihatnya kawan-kawannya beserta Kelelawar
Hantu dan laskar Pengawal Atap langit dibantu Lima orang
yang lainnya perlahan-lahan mampu menekan bahkan
mendesak Lakarontang dan Laskarnya. Sang Pendekar
memalingkan wajahnya kearah Sang Raja. "Aku harus
membalas kematian Sakuntaladewi dan Ni Gatri Yang
Mulia..." desis Sang Pendekar. Sang Raja tampak mengagukkan kepalanya. "Keadaan sudah agak membaik,
memang sudah seharusnya kau membunuh kedua orang itu
Ksatria Panggilan..." ucap Sang Raja. Sang Pendekar pun
langsung melesat menyelusup kedalam tanah dengan
menggunakan ilmu yang diberikan Kumara Gandamayana.
Namun sejauh yang dapat ditembusnya tidak dilihatnya
bayangan Dirga Purana maupun Hantu Bara Kaliatus. Sang
Pendekar pun mengerahkan ilmu menembus pandang
pemberian Ratu Duyung namun keberadaan Dirga Purana
dan Hantu Bara Kaliatus tetap tidak dapat ditemukannya.
Sang Pendekar menggeram kesal lalu segera melesat keatas.
Kematian Sang Pendekar
57 BASTIAN TITO namun saat tubuhnya baru melesat keluar dari dalam tanah,
tiba-tiba didengarnya Jaka Pesolek berteriak keras kearahnya.
"Sang Hyang Jagatnatha...!" Sementara itu Sang Pendekar
pun melihat Ratu Randang, Kunti Ambiri serta Raja Mataram
memandang dirinya dengan pandangan terpana! "Wiro...!"
teriak mereka bersamaan seraya berlari memburu kearahnya.
Sang Pendekar mengkerutkan kening saat melihat kelakuan
mereka yang dianggapnya aneh. Wiro hendak berucap namun
dirasanya mulutnya terasa penuh. Rasa asin bercampur
asam terasa memenuhi mulutnya hingga tanpa sadar Sang
Pendekar tersedak. "Darah..." desis Sang Pendekar seraya
menyeka mulutnya yang belepotan. Wiro tiba-tiba merasakan
sesuatu mengalir dalam tubuhnya. Sesuatu yang hidup! Saat
Sang Pendekar menundukkan wajahnya kebawah, dilihatnya
ujung runcing sebuah karang tajam berwarna kebiruan yang
anehnya memancarkan warna merah berpendar terhujam
keluar menembus ulu hatinya. "Gusti Allah..." desis Sang
Pendekar menyebut Nama Sang Khalik!
T A M A T Episode Berikut:
"SABDA PANDITA RATU"
Kematian Sang Pendekar
58 Dendam Gadis Pertapa 2 Pendekar Hina Kelana 22 Peri Bunga Iblis Pukulan Naga Sakti 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama