Ceritasilat Novel Online

Selir Pamungkas 1

Wiro Sableng 181 Selir Pamungkas Bagian 1


Scanned and Editing By.
Begawan Alfarizi (abdulmadjid)
begawan_alfarizi@yahoo.co.id
181 Selir Pamungkas
1/58 SELIR PAMUNGKAS
TIBA-TIBA LANTAI MENGEPUL. MEMANDANG KE BAWAH WIRO
MELIHAT LINGKARAN PUTIH DI SEKELILING KAKINYA BERUBAH
MERAH LALU WUSSS! SATU LINGKARAN API MENJULANG KE ATAS
SETINGGI KEPALA!
WIRO SEKARANG BENAR-BENAR SADAR KALAU DIRINYA TELAH
MASUK DALAM JEBAKAN KEN PARANTILI. NYALA KOBARAN API
YANG HANYA SATU JENGKAL MENGITARI TUBUHNYA MEMBUAT
WIRO, SEPERTI DIPANGGANG.
" SELI R J AHANAM! J ANGAN HARAP KAU BI
SA LOLOS DARI TANGANKU! " RUTUK WI RO. DI A CEPAT MENJ EJ AKKAN DUA KAKI KE LANTAI, SIAP MELOMPAT KELUAR DARI LINGKAR KOBARAN API.
TAPI ASTAGA! DUA KAKI TAK MAMPU BERGERAK! DUA TELAPAK
KAKI LAKSANA DIPANTEK KE LANTAI!
SATU SEPERTI dituturkan dalam Episode "
Sesajen Atap Langi
t " , ketika berada di
kawasan Candi Plaosan Lor, Wiro dan kawan-kawan kedatangan seorang
perempuan muda cantik jelita mengaku bernama Ken Parantili dan merupakan selir
pertama Penguasa atau Raja Negeri Atap Langit.
Gadis ini datang dengan duduk berjuntai di batang kayu pohon Beringin yang
melayang di udara, membekal maksud meminta budi pertolongan Pendekar 212
untuk menyelamatkan dirinya dari pembunuhan yang bakal dilakukan oleh Penguasa
Negeri Atap Langit. Ketika ditanya bagaimana caranya menolong, Ken Parantili
memberitahu bahwa Wiro harus tidur bersamanya sejak matahari tenggelam sore
nanti sampai fajar menyingsing keesokannya.
" Ra tu, Kunti, Dewi Kaki Tunggal, Jaka, bagaimana menurut kalian?"Wiro
bertanya. " Waktu di Ruang Segi Tiga Nyawa, Empu Semirang Biru berhasil disusupkan Sinuhun
Merah Penghisap Arwah karena dia tidak memiliki delapan benjolan di kening.
Bukan mustahil gadis di atas batang pohon itu juga orang kiriman Sinuhun
Merah."Yang menjawab adalah Dewi Kaki Tunggal.
" Tapi dia menyebut nama Nyi Roro Manggut, orang Sakti di kawasan pantai selatan.
Pembantu kepercayaan Nyi Roro Kidul yang sangat kukenal dan malah sudah kuanggap
seperti guru..."Ucap Wiro pula.
" Dia bisa saja menjual nama."Kata Kunti Ambiri. "
Orang licik selalu menipu
dengan mempergunakan nama-nama orang paling dekat dengan kita lalu mengatur
keadaan begitu rupa sehingga segala sesuatunya sangat meyakinkan."
Ratu Randang hanya mengangkat bahu ketika Wiro memandang padanya.
Diam-diam Wiro jadi ingat ketika dulu dia menolong Ratu Duyung dari kutukan yang
melepaskan dirinya dari ujud setengah manusia setengah ikan. Waktu itu dia juga
harus tidur dengan gadis cantik bermata biru itu walau kemudian ternyata dia 181
Selir Pamungkas
2/58 tidak harus melakukan hubungan badan. Apakah hal yang sama akan terjadi jika dia
memenuhi permintaan Ken Parantili" Tapi ada satu perbedaan, ketika menolong Ratu
Duyung Wiro telah lebih dulu mengenal gadis cantik itu.
Sebaliknya Ken Parantili baru dilihatnya saat itu. "
Ucapan Kunti Ambiri ada
benarnya."Kata sang pendekar dalam hati.
Setelah menarik nafas dalam dan sambil menggaruk kepala Wiro lantas bertanya
pada gadis yang mengaku selir pertama Penguasa Atap Langit itu.
" Sahabat Ken Parantili, apa tidak ada cara lain yang bisa menolongmu agar dapat
lolos dari kematian di tangan Penguasa Atap Langit" Misalnya kau menyuruh
seseorang menghadangnya ketika dia hendak melaksanakan niat jahatnya atas
dirimu?" Ken Parantili gelengkan kepala. "
Aku hanya bisa lolos dari kematian dan
Penguasa Atap Langit tidak mampu. membunuhku bila ada lelaki lain tidur di
pembaringanku."
" Kalau cuma lelaki berarti banyak lelaki lain yang bisa melakukan itu!"
Berkata Jaka Pesolek. Ratu Randang angguk-anggukkan kepala tanda menyetujui
ucapan Jaka Pesolek, Tapi si nenek kemudian mendengus ketika Jaka Pesolek
menyambung ucapannya.
" Aku juga laki laki. Malah bisa letaki bisa perempuan! He ... he."
Di atas batang pohon Ken Parantili tampak tersenyum lalu berkata. Petunjuk
mengatakan hanya pemuda berjuluk Pendekar Dua Satu Dua itu satu-satunya yang
mampu dan ditakdirkan dapat menolongku. Kalau aku bisa mencari lelaki lain
sebagai pengganti mengapa aku harus mencari dirinya sampai ke sini" Kalau aku
tidak percaya pada nenek bernama Nyi Roro Manggut mengapa aku mengikuti
petunjuknya?"
Semua orang terdiam.
Wiro ingat sesuatu. Lalu bertanya. "
Sahabat Ken Parantili, apa hubunganmu
dengan seorang bernama Laras Parantil
i ?" " Siapa Laras Parantili
?"Tanya Ratu Randang berbisik
" Dia kekasih dimasa muda Datuk Rao Basaluang Ameh..."
" Siapa Datuk Rao Basaluang Ameh?"Tanya si nenek lagi.
" Seorang kakek sakti di Danau Maninjau. Dia salah seorang guruku. Sudah Nek,
jangan bertanya terus..."Jawab Wiro lalu menatap ke atas ke arah Ken Parantili,
menunggu jawaban perempuan muda cantik itu. (Mengenai Laras Parantili riwayatnya
bisa pembaca telusuri dalam serial Wiro Sableng berjudul
" Janda Pulau Cingkuk
"dan "
Bayi Titisan"
) "Laras Parantili ... ?"Ucap Ken Parantili mengulang menyebut nama. "Apakah aku
bisa mengetahui dan mengingat ingat" Ohh Nenek sakti bernama Laras Parantili
itu. Aku dan dia hidup di alam berbeda. Aku dan dia tidak ada hubungan apa-apa.
Apa lagi yang namanya pertalian darah..."
Wiro tercengang-cengang. Dalam hati dia membatin. "
Aku tadi bertanya asalasalan saja karena mengingat nama belakang mereka yang sama. Walau katanya tidak
mengenal tapi ternyata Ken Parantili tahu kalau si nenek adalah seorang sakti.
Kalau gadis ini bukan orang berilmu mana mungkin dia mampu menjajagi 181 Selir
Pamungkas 3/58 seseorang yang berada di alam delapan ratus tahun mendatang. Jangan-jangan ada
orang yang menyuruh dia mengatur jebakan maut bagi diriku ... Sinuhun Merah
Penghisap Arwah"
" " Sahabat Wiro, waktu menjelang matahari tenggelam tidak terlalu lama.
Apakah kau mau memberi jawaban bahwa kau bersedia menanam budi menolong
diriku?"Dari atas batang pohon Ken Parantili bertanya. Raut wajahnya penuh
pengharapan. Lalu gadis ini rapikan rambut dan letak mahkota emas di atas
kepala. " Menolong orang adalah satu kehormatan dan kebajikan yang tidak pernah aku siasiakan. Tapi saat ini aku dan semua sahabat yang ada di sin! tengah menghadapi
berbagai kesulitan yang sangat berat. Kalau saja gunung dihimpitkan di atas
pundakku, rasanya masalah yang tengah aku hadapi jauh lebih berat dari itu..."
Wajah Ken Parantili tampak redup sesaat namun berubah terang kembali.
Mulut berucap. " Pendekar Dua Satu Dua, sebenarnya aku tahu. Mungkin tidak semua. Tapi aku tahu
sebagian besar perkara besar yang tengah kau hadapi bersama para sahabat di
sini. Aku merasa sangat prihatin. Namun ketahuilah, maksudku datang minta tolong
bukan untuk menambah masalah. Tapi siapa tahu di dalam kebajikan yang kau
berikan padaku aku bisa ganti berbalas kebajikan menolong dirimu dan para
sahabat." " Sahabat Ken Parantili, kesulitan apa yang kau ketahui yang tengah kami
hadapi?"Bertanya Kunti Ambiri. Gadis ini ingin menguji. Selain itu setelah
sempat bermesraan dengan Wiro beberapa waktu lalu gadis cantik alam roh ini
merasa tidak ingin berpisah barang sekejappun dengan sang pendekar.
" Baik, akan aku katakan. Mohon diriku ditegur jika apa yang aku sampaikan ada
yang salah atau keliru."Jawab Ken Parantili. Setelah merubah duduknya agar lebih
enak selir pertama Penguasa Negeri Atap Langit ini memandang ke arah Wiro lalu
berkata. " Sahabat Wiro, ketika tadi kau duduk di depan candi sana, kau merenung dan
mengawatirkan beberapa hal. Pertama kau ingat pada Kuda Lumping yang telah
menerbangkan dirimu ke Bhumi Mataram ini. Kau kawatir tidak bisa menemukan Kuda
Lumping itu hingga kau tidak mungkin kembali lagi ke negeri asalmu. Lalu kau
juga merasa kecewa dengan perbuatan gurumu yang telah mengambil senjata sakti
milikmu. Kau dan para sahabat tidak tahu dimana gurumu berada. Padahal mudah
sekali mencarinya..."
Wiro melengak kaget. Ratu Randang terkesiap ternganga. Yang lain-lain ikut heran
mendengar ucapan Ken Parantili.
" Sepertinya dari Negeri Atap Langit dia bisa melihat semua apa yang terjadi di
atas bumi ini, Hebat sekali!"Ujar Jaka Pesolek lalu keluarkan suara berdecak
beberapa kali. " Katamu, mudah sekali untuk mencari guruku. Bagaimana caranya?"Tanya Wiro.
181 Selir Pamungkas
4/58 Ken Parantili tidak mau langsung menjawab pertanyaan Wiro. Dia seperti ingin
merahasiakan dan tak mau memberitahu begitu saja.
" Penuturanku belum selesai. Nanti akan aku beri tahu. Atau mungkin sudah cukup,
tidak perlu diteruskan mengatakan apa yang aku ketahui mengenai kesulitan yang
kalian hadapi?"
Wiro menggaruk kepala. "
Sudah, teruskan saja penuturanmu,"kata Wiro pula,
" Kalian juga sangat resah karena seorang anak perempuan sahabat kalian lenyap
diculik orang. Lalu kalian juga harus mencari seorang Empu bernama Semirang
Biru. Bukankah Empu itu telah membuat salah seorang dari kalian tidak bisa
kencing?" " Hai!"Jaka Pesolek berseru sambil tekap bagian bawah perutnya. "
Bagaimana kau bisa tahu"!"
Di atas batang pohon Ken Parantili tampak tertawa. Barisan gigi giginya yang
putih berkilat bak untaian mutiara tampak indah dan sedap dipandang mata.
Kalian punya dua musuh besar. Sinuhun Muda dan Sinuhun Merah Penghisap Arwah.
Mereka dibantu oleh seorang bocah sakti bernama Dirga Purana. Selain itu banyak
lagi yang menjadi kaki tangannya. Seperti seorang pendekar congkak dari negeri
asalmu yang konon disini dipanggil sebagai Satria Roh Jemputan.
Yang muncul membawa senjata berupa Lentera Iblis. Lalu ada lagi mahluk-mahluk
bernama Delapan Tabir Mayat. Juga ada delapan ekor anak kucing sakti berbulu
merah yang luar biasa ganas. Mereka semua bukan saja memiliki ilmu kesaktian
tinggi, tetapi juga jahat dan juga licik Kalau mereka sampai kembali dapat
menguasai mahluk bernama Arwah Ketua, para sahabat di sini semua benar-benar
dalam bahaya besar. Aku turut merasa kawatir. Kalau kita bisa berbagi budi
mengapa tidak dilakukan?"
181 Selir Pamungkas
5/58 DUA WIRO dan semua orang yang ada di tempat ltu sating pandang tercengang cengang.
Sang selir temyata tahu banyak hal. Padahal kalau menurut ceritanya selama ini
dia lebih banyak mendekam di Negeri Atap Langit. Kunti Ambiri lalu berkata.
" Sahabat Ken Parantili, kalau kau tahu banyaknya kesulitan yang kami hadapi,
mengapa kau malah hendak menambahkan satu kesulitan baru. Paling tidak membuat
segala daya upaya kami jadi tertunda."
" Sahabat berpakaian hijau, harap kau dapat membedakan orang tidak berdaya yang
meminta tolong, dengan kalian yang sebenamya masih mampu menghadapi semua
kesulitan. Menunda begitu banyak urusan besar bukankah lebih baik dari pada ikut
tenggelam ke dalamnya" Seperti nyanyianku tadi. Dari Atap Langit ke Kaki Bumi.
Perjalanan jauh terasa satu jengkal. Datang untuk memohon budi.
Bukan untuk mencari tumbal. Dari Atap Langit ke Koki Bumi. Menyanding budi
dengan balas. Kalau selamat nyawa di badan. Sebagai balas arwah jahat tentulah
amblas." Wiro tatap wajah cantik di atas batang pohon Beringin. "
Ken Parantili, aku
ingin bertanya. Dari mana kau tahu semua kesulitan kami?"
" Raja Negeri Atap Langit boleh dikatakan adalah mahluk tempat Sinuhun Merah
Penghisap Arwah meminta segala kesaktian. Sebagian besar ilmu kesaktian yang
dimilikinya berasal atau ditunjang oleh Penguasa Atap Langit.


Wiro Sableng 181 Selir Pamungkas di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dulu Sinuhun Merah Penghisap Arwah dan nyawa kembarannya Sinuhun Muda Gharna
Karadipa sangat berpantang dengan emas murni. Tubuh mereka bisa rontok jika
sampai tersentuh emas murni. Penguasa Negeri Atap Langitlah yang memberi ilmu
penangkal hingga kemudian emas murni tidak mampu lagi
mencelakainya..."
" Oala, aku baru tahu kalau Penguasa Atap Langit yang memberikan ilmu penangkal
itu. Wiro, apa yang dikatakan Ken Parantili benar adanya."Ratu Randang ingat
peristiwa ketika dia dan Sinuhun Merah Penghisap Arwah bercumbu di dalam sebuah
goa di belakang air terjun. Saat itu dia memalsu diri menjadi seekor anjing tapi
di mata sang Sinuhun tetap terlihat sebagai nenek cantik bertubuh mulus.
" Ken Parantili, ada lagi yang hendak kau ceritakan?"Bertanya Sakuntaladewi.
" Penguasa Atap Langit berulang kali memberikan tempat dan kesempatan pada Sinuhun
Merah untuk melakukan upacara Sesajen Atap Langit."
" Sesajen Atap Langit" Upacara sesajen apa itu?"Tanya Ratu Randang.
"I tu merupakan upacara sangat penting. Bocah bernama Dirga Purana
memelihara delapan ekor anak kucing berbulu merah. Kesaktian binatang ini hanya
bisa berkesinambungan jika pada waktu tertentu kepadanya diberikan Sesajen Atap
Langit. Sinuhun Merah Penghisap Arwah sangat berkepentingan mengatur upacara
sesajen. Karena nyawanya konon terpecah dalam tubuh delapan ekor anak kucing
itu." 181 Selir Pamungkas
6/58 Wiro berpaling pada Sakuntaladewi yang tegak di samping kirinya lalu berbisik. "
Dewi Kaki Tunggal, ceritamu memang benar. Nyawa Sinuhun Merah
terpecah delapan. Masing-masing pecahan berada dalam tubuh delapan anak kucing
merah."Lalu pada Ken Parantili sang pendekar berkata. "
Lanjutkan ceritamu. Kami ingin tahu lebih banyak."
" Dari Raja Negeri Atap Langit aku acap kali mendengar beberapa macam ilmu yang
dimiliki Sinuhun Merah. Sebagian berikut penangkalnya. Karenanya tidak heran
Sinuhun Merah sangat tergantung pada Raja Negeri Atap Langit. Bahkan bocah sakti
bernama Dirga Purana kurasa agak gentar pada Penguasa Negeri Atap Langit.
Mungkin tidak bisa semua aku ceritakan pada kalian. Tetapi bukankah para sahabat
sebelumnya sudah mengetahui seperti apa yang pernah dikatakan gadis cantik
berkaki satu itu" Bahwa nyawa Sinuhun Merah Penghisap Arwah terpecah ke dalam
sosok delapan ekor anak kucing berbulu merah" Bahwa binatang itu sulit dibunuh
kalau tidak membunuh sang pemilik lebih dulu yaitu Dirga Purana. Membunuh bocah
itu bukan soal mudah. Tapi selalu ada jalan untuk menamatkan riwayat delapan
ekor anak kucing."
Semua orang yang ada di tempat itu kembali terdiam saling pandang dalam rasa
heran teramat sangat.
" Dia tahu semua masalah kita. Tahu semua apa yang terjadi. Tahu banyak tentang
Sinuhun Merah ......"Berbisik Dewi Kaki Tunggal alias Sakuntaladewi.
" Kalau dia memang bisa memberikan rahasia kelemahan musuh-musuh kita, aku rasa
kita bukan saja bisa menemukan gurumu kembali, mendapatkan kapak sakti,
memperoleh kesembuhan bagi diriku dan ......"Gadis cantik berkaki satu itu tidak
meneruskan ucapan karena melihat perubahan wajah Ratu Randang dan Kunti Ambiri
yang agaknya tidak senang kalau Wiro sampai memenuhi permintaan Ken Parantili.
Tiba-tiba Jaka Pesolek bertanya. "
Sahabat Ken Parantili. Kau tahu banyak
tentang diri kami. Apakah kau juga tahu bagaimana cara menyembuhkan kaki
sahabatku ini hingga kembali menjadi dua dan wajar seperti kami-kami ini"
Benarkah keris sakti yang dicuri itu bisa menyembuhkan dirinya?"
Ken Parantili tersenyum.
" Siapa bilang keris sakti itu dicuri. Bukankah keris disimpan oleh nenek muda
cantik itu"
" Semua orang keluarkan seruan tertahan. Ratu Randang terbelalak! Dia cepat meraba
pinggang kiri dimana Keris Kanjeng Sepuh Pelangi yang asli disimpannya di batik
pakaian. Dart mendadak kawatir si nenek merasa lega. Ternyata senjata sakti itu
masih tersisip di pinggang di balik pakaiannya.
" Wiro, selir Penguasa Atap Langit di atas pohon itu agaknya bukan orang
sembarangan. Tapi aku tetap saja kawatir akan keselamatan dirimu jika kau sampai
mengikuti permintaannya."Berkata Kunti Ambiri ketika dilihatnya air muka sang
pendekar membayangkan kebimbangan. "
Jangan kau tergoda oleh
kepandaiannya bicara sambil menggantung teka-teki. Dia tahu banyak tentang
kesaktian Sinuhun Merah. Tapi apa benar dia memiliki penangkal" Setelah kau
menolong menyelamatkan nyawanya apa benar dia akan ganti membalas budi?"
181 Selir Pamungkas
7/58 " Wiro,"kini Jaka Pesolek yang berbisik. "
Apa yang dikatakan Kunti Ambiri
betul adanya. Bagaimana kalau sampai terjadi setelah dia bebas dari kematian
tahu-tahu dia menguasai dirimu" Bagaimana kalau kau sampai dijadikan budak nafsu
dan dipendam seumur-umur di Negeri Atap Langit. Ihh ... merinding aku jadinya!"
Wiro menggaruk kepala. Mulut diusap usap. "
Ken Parantili, siapakah
sebenarnya Raja atau Penguasa Atap Langit itu" Apakah dia berupa manusia sama
dengan kami atau mahluk alam roh, mahluk gaib sebangsa arwah yang
gentayangan?"
" Tidak ada yang tahu mahluk apa dia sebenarnya. Selama enam bulan aku menjadi
selir aku tidak pernah melihat dia makan. Hanya minum. Itupun cuma delapan teguk
dalam satu hari."
" Ken Parantili,"Wiro kembali berkata. "
Tadi kau bilang kalau seorang
sahabatku, seorang anak perempuan diculik orang..."
" Oh, anak berusia empat belas tahun bernama Ni Gatri itu?"Ujar Ken Parantili
pula. " Wajah cantik, tubuh bagus karena sedang beranjak dewasa..."Ken
Parantili menghela nafas dalam, wajahnya tampak redup.
" Ah, jadi kau sudah tahu nama anak itu!"Kata Wiro pula.
"Lebih dari tahu. Karena Penguasa Atap Langit punya rencana. Dia akan
mengambilnya menjadi selir baru. Aku punya dugaan, begitu dia membunuhku, Ni
Gatri jadi pengganti. Jadi selir paling muda."
Wiro tersentak kaget. "
Jadi anak itu sekarang berada di tangan Raja Negeri
Atap Langit"!
" Ken Parantili gelengkan kepala.
" NiGatri ada di tangan Dirga Purana, bocah sakti yang biasa dipanggil dengan
sebutan Sang Junjungan. Bagi Penguasa Atap Langit hanya soal mudah kapan saja
dia menginginkan anak perempuan itu. Para sahabat dibawah sana, dari sekian
banyak kesulitan yang kalian hadapi saat ini justru gadis itulah yang harus
segera diselamatkan. Karena kehormatannya sangat terancam."
" Apa maksudmu dengan ucapan itu?"Tanya Ratu Randang.
" Dirga Purana membujuk anak itu untuk diajak bercumbu bersenang-senang.
Ni Gatri tidak mau. Cepat atau lambat pasti Dirga Purana akan memperkosanya!"
" Keparat kurang ajar!"Rutuk Pendekar 212 sambil kepalkan tinju kanan hingga
mengeluarkan suara berkereketan. "
Setahuku bocah itu baru berusia
sekitar dua belas tahun. Dua tahun lebih muda dari Gatri! Setan mana yang masuk
ke dalam dirinya hingga hendak melakukan perbuatan terkutuk itu! Ken Parantili,
lekas beritahu dimana kami bisa mencari Ni Gatri. Dimana anak perempuan itu
berada!" Ken Parantili tersenyum.
" Ada ubi ada talas. Ada budi ada balas. Aku akan memberi tahu malam nanti di
tempat ketiduran. Itu jika kau memang bersedia datang ke Negeri Atap Langit dan
menolongku..."
" Aku kawatir bisa-bisa terlambat menyelamatkan anak perempuan itu!"Kata Wiro
pula. 181 Selir Pamungkas
8/58 Kunti Ambiri menyambung setengah membentak.
" Kau hanya mementingkan diri sendiri! Tidak perduli keselamatan orang lain!
Ni Gatri masih terlalu kecil untuk diperlakukan sekeji itu!
"Ken Parantili menatap
paras Kunti Ambiri sesaat lalu menjawab. "
Di atas setiap kepentingan pasti ada
kepentingan lebih tinggi. Aku tidak punya niat mementingkan diri sendiri. Aku
datang untuk meminta budi. Kalau berhasil maka aku akan balas menanam budi.
Jika kalian tidak sudi maka, biarlah Para Dewa yang me
nj a t uhka n t a kdi r . " Ha bi s berkata begitu selir Penguasa Atap Langit itu mengambil mahkota emas berbentuk
atap yang ada di atas kepalanya.
Salah satu ujung lancip mahkota emas ditorehkan di batang pohon beringin, mulai
dari bagian akar terus ke atas sampai ke ujung batang yang ada cabang serta
dedaunan. " Rr r r t t t t !" Torehan ujung mahkota emas membuat batang pohon beringin terbelah
menjadi dua. Ken Parantili berdiri di atas salah satu belahan batang. Sambil
meletakkan mahkota emas kembali ke atas kepalanya dia berkata.
" Pendekar Dua Satu Dua, aku akan kembali ke Negeri Atap Langit. Belahan batang
pohon beringin yang satu itu akan aku tinggalkan mengambang di atas pedataran
Candi Plaosan Lor. Waktumu hanya sampai sesaat sebelum matahari terbenam. Jika
kau memang berniat menolong diriku, naiklah ke atas belahan batang pohon
Beringin. Dalam sekejapan batang itu akan membawamu ke Negeri Atap Langit. Aku
akan menunggu di sana. Aku sangat berharap. Semoga Yang Ma
ha Ma s a me l i ndungi ki t a s e mua . " Bagian akar dan cabang, ranting serta dedaunan belahan pohon beringin dimana Ken
Parantili berdiri bergetar mengeluarkan suara angin berkesiuran, membuat daundaun pohon di sekitar tempat itu bergoyang goyang dan debu beterbangan ke udara.
Ken Parantili lambaikan tangan.
" Ke n Pa rantili! Tungg u! "Wiro berteriak.
" Ka u he nda k me nga t a kan s e s ua t u?" Ta nya s a ng s e l i r . " Aku a

Wiro Sableng 181 Selir Pamungkas di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ka n me me nuhi permintaanmu! Tapi aku ingin semua sahabatku yang
a da di s i ni i kut be r s a ma ku! " Ken Parantili menatap ke arah sang pendekar lalu tertawa.
" Apa ka h me r e ka semua juga ingin tidur denganku" Hik ... hik! Yang
ditakdirkan sebagai penolong adalah dirimu seorang. Berarti yang aku tunggu ke
da t a nga nnya di Nege r i At a p La ngi t j uga ha nya ka u s e or a ng. " Begitu selesai berucap, belahan batang pohon Beringin dimana sang selir berdiri
bergerak. Wusss! Batang pohon bersama, Ken Parantilli melesat ke langit.
Dalam sekejapan saja kemudian lenyap dari pemandangan.
" Celaka! Bagaimana ini"!
"Wiro berseru. Mata menatap ke arah belahan
batang pohon beringin yang mengambang di udara.
" Wiro, tidak perlu kawatir. Kalau kau tidak bisa menolong selir itu dengan cara
yang dimintanya, biar saja dia mati di tangan Penguasa Negeri Atap Langit!
" Ucap Jaka Pesolek.
181 Selir Pamungkas
9/58 " Jangan-jangan sahabatku ini sudah terpikat pada selir cantik jelita itu!"Kata
Kunti Ambiri menyindir.
Wiro tersenyum pencong. Kepala digaruk. "
Siapa yang akan mati aku tidak
perduli. Tapi kalau guruku, Ni Gatri dan kita semua bakal celaka sengsara mana
aku sudi!"
" Kita semua bersahabat. Didalam kesulitan kita harus merasa senasib. Kita merasa
lebih dekat dari saudara kandung. Kita wajib saling membantu!"Tiba-tiba Jaka
Pesolek keluarkan ucapan dengan sikap gagah. "
Wiro sahabatku, biar aku
mewakili dirimu pergi ke Negeri Atap Langit! Apapun yang terjadi dengan diriku
akan menjadi tanggung jawabku sendiri! Kalau sampai aku diambil selir oleh sang
Penguasa, kalian semua akan kebagian pesta besar! Ha ... ha ... ha!"
Habis keluarkan ucapan dan umbar tawa bergelak Jaka Pesolek yang punya gerakan
kilat melesat ke udara dan kurang dari sekejapan dia sudah berdiri di ujung
belahan batang pohon beringin sambil memegang erat-erat satu cabang.
Dedaunan dan akar pohon bergetar, mulai mengeluarkan suara bersiur.
" Banci sialan! Apa yang kau lakukan!"Teriak Ratu Randang.
" Jangan memaki begitu! Aku merasa gamang! Aku pingin kencing! Aduuh
hh! " Jaka Pesolek berteriak menjawab.
" Kalau manusia satu itu tidak dicegah urusan bisa jadi kapiran!"Kata Kunti
Ambiri. Lalu gadis cantik alam roh ini pegang lengan kiri Ratu Randang. Sekali
mengenjot kaki, keduanya telah melesat ke arah belahan batang pohon beringin.
" Wiro! Kita harus berbuat sesuatu! Ikuti aku!"
Teriak Dewi Kaki Tunggal alias Sakuntaladewi lalu kakinya yang hanya satu
menjejak ke tanah. Tubuh melesat mental ke udara.
Wiro memandang ke kiri dan kanan. Dia tinggal sendirian di tempat itu.
" Wiro! Lekas! Kunti Ambiri berteriak sementara belahan pohon mulai
bergerak. Tidak pikir panjang lagi murid Sinto Gendeng segera melompat pula ke udara,
jungkir balik satu kali dan di lain saat dia sudah menjejakkan kaki di atas
belahan batang pohon beringin, tepat di samping Ratu Randang.
Si nenek memeluk pinggangnya. "
Hidup mati kita semua sama-sama!"Kata
Ratu Randang pula. Lalu cuppp! Tanpa malu-malu dia mengecup bibir sang pendekar!
Kemudian si nenek berbisik "
Jangan salah menghitung. Tinggal berapa
ciuman lagi hutangku"
Hi k ... hi k ... hi k! " Gila kau Nek! Dalam keadaan begini siapa yang sempat menghitung!"Jawab Wiro.
Ratu Randang kembali tertawa cekikikan.
181 Selir Pamungkas
10/58 TIGA BELUM selang berapa lama kelima orang itu melayang di udara, langit di sebelah
barat kelihatan berubah kemerahan. Di kejauhan sang surya tampak bulat besar dan
merah laksana bola api. Belahan batang pohon Beringin membawa mereka terbang
membelakangi matahari ke arah timur.
Sambil memegang kuat-kuat salah satu cabang pohon Beringin Kunti Ambiri yang
berdiri paling ujung di samping kiri Pendekar Dua Satu Dua berkata perlahan
dibawah deru angin.
" Wiro, tadi di depan para sahabat aku tidak mau bicara apa yang aku rasakan.
Sekarang aku berterus terang padamu, walau aku tidak suka tapi sebenarnya kau
harus menolong selir itu. Aku punya dugaan dia tidak akan menipu dirimu setelah
mendapat pertolongan."
Wiro menatap wajah Kunti Ambiri sesaat lalu berkata. "
Sebagai sahabat, kau
merasa ikhlas aku tidur dengan selir itu?"
Kunti Ambiri tidak menjawab. Dia palingkan kepala dan menatap ke arah barat.
Ucapannya tidak ditujukan pada Wiro tapi pada semua orang yang ada di atas
batang pohon Beringin. "
Kita belum lama melayang di udara. Rasanya belum
jauh meninggalkan kawasan Candi Plaosan. Mengapa udara mendadak berubah seperti
matahari mau tenggelam?"
"Ini keanehan yang ada sangkut paut dengan Negeri Atap Langit. Ingat ucapan
selir bernama Ken Parantili itu" Dia mengatakan Negeri Atap Langit hanya
sejengkal ke arah matahari terbit. Walau tidak terasa kita sebenarnya melayang
sudah cukup lama. Ketika meninggalkan Plaosan sang surya baru menggelincir ke
barat. Kini siap hendak tenggelam..."Yang berkata adalah Ratu Randang.
" Aku melihat puncak sebuah gunung! Di sana!"Tiba-tiba Sakuntaladewi
berseru sambil menunjuk ke arah depan.
Semua orang memandang ke arah yang ditunjuk. Memang benar. Sebuah
gunung besar menjulang tinggi hijau kebiruan. Lereng sebelah atas sampai ke
puncak tertutup kabut putih.
" Gunung apa ini"
"Tanya Ratu Randang. Lalu dia, menjawab sendiri. "
Jangan- jangan Gunung Semeru. Berarti kita akan memasuki kawasan Negeri Atap Langit!
" Semua orang serta merta menjadi tegang.
Mendadak belahan batang pohon beringin dimana kelima orang itu berada bergerak
turun kebawah, menerobos kabut putih. Samar-samar kelihatan puncak gunung yang
memiliki sebuah kawah luas. Udara mendadak berubah, dingin hingga Wiro, Ratu
Randang, Jaka Pesolek, Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi menggigil.
" Aneh, mengapa kita tidak dibawa naik ke atas, malah turun ke bawah!"
Berseru Ratu Randang. Si nenek cantik punya firasat di balik keanehan itu
sesuatu akan terjadi.
" Aduh dingin sekali! Aku mau kencing. Tapi tidak bisa!"Jaka Pesolek
mengeluh, tubuh terbungkuk. bungkuk.
181 Selir Pamungkas
11/58 " Hai! Batang pohon ini seperti melayang mau melempar kita ke dalam
kawah!"Berseru Sakuntaladewi.
Wiro yang juga sudah menyadari kejanggalan itu segera berteriak.
" Cepat menelungkup! Berpegang kuat-kuat pada batang kayu!
"Semua orang
mengikuti apa yang dikatakan dan dilakukan Wiro. Namun sebelum sempat
menelungkup, ketika berada hanya satu tombak di atas puncak gunung pada bibir
kawah sebelah selatan, mendadak belahan batang pohon beringin bergetar keras
lalu melenting ke bawah. Semua orang berteriak keras. Ratu Randang, Kunti
Ambiri, Jaka Pesolek dan Sakuntaladewi terpental, jatuh bergedebukan di puncak
gunung. Wiro sendiri tidak ikut terpental. Dia segera hendak melompat turun ke
tanah tapi menjadi kaget karena tidak mampu bergerak. Ternyata secara aneh
ranting-ranting dan akar gantung pohon Beringin menjirat tubuhnya dengan
kencang. Selagi empat orang di bawah sana kelabakan selamatkan diri, belahan
batang pohon Beringin kembali melesat ke udara, menembus kabut tebal di puncak
gunung, lenyap dari pemandangan.
Ratu Randang dan Kunti Ambiri pertama sekali bangkit berdiri.
Mereka memandang berkeliling dan hanya melihat Sakuntaladewi serta Jaka Pesolek
yang saat itu tengah berusaha bangun.
" Wiro tidak ada di sini!"Teriak Kunti Ambiri.
Ratu Randang menatap ke langit. "
Pohon beringin itu membawanya ke Negeri
Atap Langit. Kita dicampakkan di tengah jalan, di puncak gunung ini. Aku
mengawatirkan keselamatan pemuda itu."
" Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Jaka Pesolek. "
Kita bisa mati kedinginan di tempat ini. Kalian semua punya tenaga dalam dan hawa sakti. Bisa
bertahan. Bagaimana diriku"!"
" Selagi masih ada sisa terang matahari kita harus cepat mencari kayu untuk dibuat
perapian. Sebentar lagi matahari akan tenggelam. Malam tiba. Kita akan mengalami
kesulitan jika nekad menuruni gunung ini dalam kegelapan!
"Kata Ratu Randang pula.
" Nyala api bisa sebagai tanda bagi Wiro jika dia nanti mencari kita!"Berkata
Sakuntaladewi. Sebelum sang surya tenggelam orang-orang itu berhasil mengumpulkan cukup banyak
kayu untuk dibuat perapian. Namun karena basah tidak mudah
membakarnya. Kunti Ambiri lalu pergunakan ilmu kesaktian. Dengan sambaran cahaya
panas berwarna hijau yang keluar dari telapak tangan kanannya, tumpukan batang
dan ranting kayu menyala membentuk kobaran api.
Sambil mencangkung di depan perapian Jaka Pesolek berkata. "
Apa kita harus tetap berada di sini semalam suntuk?"
" Memangnya kau mampu mau pergi kemana?"Tanya Kunti Ambiri.
" Bukan mau pergi kemana. Tapi apa kalian tidak akan melakukan sesuatu untuk
mencari tahu dimana beradanya Wiro sekarang. Atau mencari tahu dimana anak
perempuan bernama Ni Gatri itu disekap dan menolongnya?"
181 Selir Pamungkas
12/58 " Kalau tahu kami tidak mungkin akan berdiam diri saja. Selain itu malam gelap
begini rupa kita bisa berbuat apa"! Ini daerah serba asing bagi kita semua.
Salah melangkah bisa celaka!"Menyahuti Kunti Ambiri.
" Tempat ini dingin dan angker. Aku takut ada binatang buasnya. Lalu tidak
mustahil ada hantu gentayangan di sekitar sini. Aku rasa-rasa mencium bau
kemenyan."
"

Wiro Sableng 181 Selir Pamungkas di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hidungmu sudah rusak! Kami tidak mencium bau apa-apa!"Kata Ratu
Randang. "
Mungkin mulutmu yang bau kemenyan! Hik
...hik! " " Kalaupun ada hantu di sini, past! kau yang dicekiknya duluan hingga kau
terkencing-kencing!"
Menyambung Kunti Ambiri.
Sakuntaladewi dan Ratu Randang senyum-senyum mendengar ucapan Kunti Ambiri.
Jaka Pesolek merengut. Tiba-tiba gadis ini menjerit keras sambil menunjuk dengan
tangan bergetar, mata nyalang ke arah satu gundukan batu.
" Kunti! Mulutmu asin! Lihat di sana! Ada hantu di dekat batu besar!
" Semua orang sama-sama palingkan kepala ke arah beberapa gundukan batu besar.
Mata mereka sama-sama mendelik. Di atas salah satu gundukan batu yang gelap
karena tertutup bayang-bayang lamping tinggi pinggiran kawah, tampak sosok
berjubah panjang dan bersorban duduk bersila. Anehnya tidak ada bagian tubuh
yang menyentuh batu. Tubuh itu mengambang satu jengkal di atas gundukan batu.
Ratu Randang yang paling terkesiap. Perlahan-lahan mulutnya berucap. "
Itu bukan hantu ......"
" Matamu buta apa rabun Nek
! "Kata Jaka Pesolek.
" Jelas terlihat dari sini sosok mahluk itu tidak menyentuh batu, mengambang di
udara! Di sekitar tubuhnya ada kabut. Di sini tidak ada kabut! Dari hidungnya
mengepul keluar asap!
" Ratu Randang tidak perdulikan ucapan. Perlahan lahan dia melangkah
mendekati sosok mengambang.
" Oa l aNek! Kau pingin dicekik duluan oleh hantu itu!"Kata Jaka Pesolek.
Sakuntaladewi walau merasa ragu perlahan-lahan langkahkan kaki mengikuti si
nenek. Kunti Ambiri dan Jaka Pesolek saling pandang.
" Sahabat, kau jangan pergi mengikuti mereka,"kata Jaka Pesoiek.
Tapi ternyata Kunti Ambiri kemudian telah bergerak pula menyusul. Sambil menekap
bagian bawah perutnya, terbungkuk-bungkuk akhirnya Jaka Pesolek terpaksa
mengikuti pula walau dengan tengkuk terasa dingin.
Di depan sana gundukan batu besar di atas mana orang berjubah dan bersorban
duduk mengambang pancarkan hawa luar biasa dingin. Sosok di atasnya seperti
mengepul. 181 Selir Pamungkas
13/58 EMPAT RATU RANDANG sampai di depan gundukan batu, hentikan langkah,
menatap ke arah orang yang mengambang bersila. Si nenek kerahkan hawa sakti
untuk menahan hawa dingin yang keluar dari batu.
" Seperti tengah bersemedi ...."Kata Sakuntaladewi dalam hati dan tak mau
melangkah lebih dekat. Sementara Kunti Ambiri memperhatikan tidak berkesip dan
Jaka Pesolek sengaja berdiri menjauh.
" Embah Buyut Kumara Gandamayana, engkaukah ini .... ?"
Ratu Randang menyapa.
Tak ada jawaban. Sosok yang mengambang di atas batu tidak bergerak. Di belakang
si nenek tiga orang memperhatikan dengan tegang.
" Embah Buyut Kumara Gandamayana. Maafkan kalau kami mengganggu. Apa
ini benar sosok dirimu" Aku yang bertanya adalah orang yang pernah kau
selamatkan. Ingat"
" Sepasang bahu mahluk di atas batu bergerak sedikit. Perlahan-lahan kepala
berputar ke kiri ke arah Ratu Randang dan tiga orang di belakangnya. Begitu
wajah di bawah sorban terlihat jelas Jaka Pesolek terpekik duluan, jatuh
terduduk di tanah.
" Apa kataku!"
" Cr i i i t ! " Wajah Jaka Pesolek berubah ketika mendadak saja dia terkencing tapi hanya
sedikit lalu berhenti!
Ratu Randang, Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi sama-sama keluarkan suara tercekat,
serentak mundur satu langkah. Begitu kepalanya menghadap lurus ke arah mereka,
terlihat jelas ternyata wajah mahluk di atas batu itu merupakan tengkorak
berwarna putih, sepasang mata yang bolong gelap hitam angker. Pipi cekung, mulut
menyeringai, barisan gigi tersingkap menakutkan!
Tangan kiri mahluk muka tengkorak batu bergerak. Tangan yang tersingkap dari
lengan jubah kelabu itu ternyata berupa tangan jerangkong alias hanya tulang
belulang. Tangan itu mengusap ke arah wajah. Mulut merenggang keluarkan ucapan
perlahan. " Harap maafkan, aku belum sempat merubah diri dari ujudku yang asli hingga kalian
semua menjadi ketakutan."
Ucapan berakhir, tangan kiri yang mengusap turun ke bawah, wajah berupa
tengkorak langsung berubah menjadi wajah jernih seorang kakek.
Ratu Randang lepas nafas lega. Kunti Ambiri terdiam, otak berpikir,
Sakuntaladewi dan juga Jaka Pesolek ikutan lega. Mahluk di atas batu ternyata
memang adalah Embah Buyut Kumara Gandamayana yang sebelumnya telah
menyelamatkan Ratu Randang dari racun Cakar Delapan Sukma
Merah dan membawanya masuk ke dalam Ruang Segi Tiga Nyawa menemui Empu Semirang Biru.
181 Selir Pamungkas
14/58 " Embah Buyu Kumara Gandamayana, aku Ratu Randang dan para sahabat
merasa gembira bertemu denganmu. Kalau boleh bertanya mengapa kau berada di
puncak Gunung Semeru ini" Eh, apa aku salah menyebut nama Gunung"
" " Ratu Randang, dari mana kau tabu kalau dirikuadalah Embah Buyut Kumara
Gandamayana"
"Si kakek di atas batu balik bertanya.
" Waktu kau menolongku sampai di Ruang Segi Tiga Nyawa di dalam tanah di bawah
Candi Plaosan, bukankah kau mengatakan bahwa orang tua di dalam ruangan itu yang
akan memberitahu siapa dirimu" Nah aku tahu dari dia!"
" Empu Semirang Biru"
"tanya si kakek lagi ingin menegaskan.
" Benar."Jawab Ratu Randang.
" Apakah dia memberi tahu namaku?"
Ratu Randang menggeleng.
" Kek, apa benar kita saat ini berada di puncak Gunung Semeru"
" Sakuntaladewi bertanya.
" Benar sekali. Ini kawasan sangat berbahaya karena sering dilewati oleh berbagai
macam mahluk halus yang pulang pergi ke Kawasan Atap Langit. Aku juga tidak
menyangka bisa bertemu kalian di sini. Kalau aku hitung, ada seorang yang
kurang. Mana pemuda berambut panjang yang datang dari negeri delapan ratus tahun
mendatang itu" Aku sengaja bersemedi memohon pada Para Dewa untuk dapat
menemuinya."
" Pemuda itu tengah menuju ke Negeri Atap Langit. Tadinya kami sama-sama menaiki
belahan batang pohon Beringin yang dibawa oleh seorang perempuan muda mengaku
bernama Ken Parantili. Katanya dia adalah selir tertua dari Penguasa Atap
Langit. Tapi sewaktu sampai di puncak gunung belahan batang pohon Beringin
melempar kami ke bawah."
Kakek di atas batu terkejut mendengar penjelasan Ratu Randang itu. Tubuhnya yang
masih mengapung bergerak ke kiri, menghadap lurus ke arah empat orang di
bawahnya hingga kini baru mereka melihat kalau kedua pergelangan kakinya terikat
oleh seuntai rantai merah yang memancarkan cahaya nyala redup.
Ratu Randang terkejut karena mengenali rantai yang mengikat dua kaki Embah Buyut
Kumara Gandamayana adalah sama dengan rantai besi merah yang
menggulung tubuhh Empu Semirang Biru ketika berada dalam Ruang Segi Tiga Nyawa
sebelum diputus habis oleh Sakuntaladewi dengan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi.
Rantai Kepala Arwah Kaki Roh!
Melihat rantai di kaki si kakek Kunti Ambiri mendekati Ratu Randang dan berbisik
Ingat Empu sialan yang berusaha merampas keris sakti di dalam Ruang Segi Tiga
Nyawa?"Kunti Ambiri tidak menunggu jawaban si nenek, terus saja menyambung
bisikan. " Jangan-jangan ini satu tanda yang sama yaitu sebenarnya dia telah berada dalam
kekuasaan dan kendali dua Sinuhun...."
" Aku ..." Ucapan Ratu Randang cepat dipotong oleh Kunti Ambiri sementara
Sakuntaladewi datang mendekat berusaha mendengar apa yang dibicarakan kedua
orang ini. 181 Selir Pamungkas
15/58 " Nek, ketika kita berada di Ruang Segi Tiga Nyawa dan belum tahu kalau Empu
Semirang Biru kemudian ternyata adalah orang susupan dua Sinuhun dan kita
kebingungan mau menolong Wiro bagaimana, tiba-tiba saja muncul sosok Embah Buyut
Kumara Gandamayana yang ternyata palsu. Di dalam tubuh
jejadiannya mendekam nenek kurus hitam gurunya Wiro. Nenek itu merampas kapak
sakti dari dalam tubuh Wiro. Aku kawatir Nek, kakek yang ada di hadapan kita,
mengambang di atas batu sana adalah juga mahluk jejadian susupan dua Sinuhun.
Lihat di kakinya juga ada rantai. Pasti untuk mengelabui kita..."
" Aku jadi bingung,"kata Ratu Randang pula. Sepasang matanya yang juling menatap
ke arah kegelapan. "
Kalau saja Wiro ada di sini, pasti dia bisa melihat
apa ada mahluk lain mendekam dalam tubuh kakek itu. Dulu aku pernah menawarkan
bertukar ilmu. Aku memberikan ilmu mengirim suara mengiang dia memberikan ilmu
yang mampu menembus pandang. Sayang dia tidak mau."
" Sahabat berdua,"Sakuntaladewi berkata. "
Bi ar aku mengajukan pertanyaan."
Lantas gadis berkaki tunggal ini mendongak menatap ke arah Sosok bersorban dan
berjubah. "
Kek, kami melihat kedua kakimu terikat rantai besi merah. Apa
yang terjadi?"
" Ah, aku tidak begitu merisaukan rantai ini, Aku masih bisa berjalan bahkan
berlari leluasa."Jawab Embah Buyut Kumara Gandamayana.
" Maaf, yang kami ingin tahu mengapa kedua kakimu terikat begitu rupa" Siapa yang
telah berlaku jahat terhadapmu" Kau sendiri tentu saja tidak mungkin merantai
kaki sendiri."Menukas Kunti Ambiri.
" Oh....Aku berusaha menerobos masuk ke dalam Kawasan Negeri Atap Langit.
Untuk menggagalkan agar di lain ketika tidak ada lagi upacara Sesajen Atap
Langit. Tapi ilmu kesaktianku masih terlalu rendah. Penguasa Atap Langit
pergunakan tiga pengawalnya untuk menghalangi. Lalu dengan ilmu kesaktian yang
pernah diberikan pada bocah sakti bernama Dirga Purana, dua kakiku dirantai."Si
kakek lalu menceritakan apa yang dialaminya beberapa waktu lalu.
Pada akhir cerita dia berkata. "
Mengenai diriku tidak usah dipikirkan. Harap
kalian ceritakan apa yang terjadi dengan pemuda berambut gondrong itu. Jangan
sampai ada hal yang terlupakan."
Kunti Ambiri yang sesekali diselingi oleh Ratu Randan,g dan Sakuntaladewi lalu
menceritakan apa yang telah terjadi sementara Jaka Pesolek masih bersimpuh di
tanah. Dari tadi ingin kencing tapi tak bisa.
" Apakah Pendekar dari alam delapan ratus tahun mendatang itu masih
membekal delapan Bunga Matahari kecil?"Bertanya Embah Buyut Kumara
Gandamayana. " Kek, bagaimana kau tahu kalau sahabatku itu membekal delapan Bunga
Matahari kecil?"Tiba-tiba saja Jaka Pesolek membuka mulut setelah sekian lama
berdiam diri. Nada suara dan raut wajahnya membayangkan rasa curiga.
181 Selir Pamungkas
16/58 LIMA EMBAH Buyut Kumara Gandamayana menatap Jaka Pesolek beberapa ketika.
Wajahnya tetap jernih dan sikapnya tetap tenang.
" Anak gadis, ah tahu siapa dirimu. Kalau bukan karena pertolonganmu
bersama gadis berkaki satu itu niscaya Keris Kanjeng Sepuh Pelangi tidak akan
dapat diselamatkan dari orang-orang dua Sinuhun. Mengenai delapan Bunga Matahari
kecil. Bukankah bunga itu tadinya berasal dari sekuntum bunga Matahari besar
milik gadis berkaki satu itu" Bunga diberikan pada Kesatria Panggilan sewaktu
dirinya ditolong dari himpitan batu besar. Bunga diisi kesaktian oleh Patung Nyi
Roro Jonggrang sewaktu dibawa oleh Kesatria Panggilan ke dalam Candi Siwa. Kuasa
Para Dewa melalui sang patung membuat bunga Matahari menjadi bunga sakti. Mampu
memberi pertolongan, meredam dan menghancurkan kejahatan. Mampu mengobati
berbagai penyakit aneh. Suatu ketika Nyi Roro Jonggrang merubah bunga Matahari
besar menjadi delapan kuntum bunga lebih kecil. Dibalik kejadian itu tentu ada
maksud terkandung.
Begitu riwayat yang aku ketahui. Maafkan kalau aku keliru."
" Embah Buyut, kau tidak keliru. Apa yang kau katakan benar adanya. Delapan Bunga
Matahari ada bersama Wiro, pemuda berambut panjang itu."Berkata Sakuntaladewi.
" Terima kasih kau memberi tahu. Aku jadi merasa lega,"kata si kakek pula.
" Embah Buyut, apa kau bisa melakukan sesuatu untuk menolong Wiro"
" Bertanya Sakuntaladewi.
" Aku dan kita semua disini tidak bisa melakukan suatu apapun. Kecuali memanjatkan


Wiro Sableng 181 Selir Pamungkas di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

doa kepada Yang Maha Kuasa, memohon agar Wiro selamat pergi dan selamat kembali.
Mendengar cerita kalian bahwa ada seorang selir bernama Ken Parantili meminta
pertolongannya dan berjanji akan membalas budi, aku memang pernah menyirap kabar
kalau di Negeri Atap Langit ada selir bernama Ken Parantili. Aku juga tahu kalau
Penguasa Atap Langit punya kebiasaan, setiap enam purnama membunuh selir tertua
lalu mencari ganti yang baru."
" Kek, kalau kau mahluk dari alam arwah, mengapa sulit masuk ke dalam Kawasan Atap
Langit" "Bertanya Kunti Ambiri.
" Ada putih ada hitam. Di antara keduanya seharusnya ada abu-abu. Tapi di Kawasan
Atap Langit tidak ada yang disebut abu-abu. Yang putih tidak akan mampu masuk,
ke dalam hitam. Begitu kira-kira perumpamaannya. Dan seperti ceritaku tadi, aku
sudah mencoba menerobos masuk melewati pintu yang disebut Pintu Gerbang Atap
Langit. Tapi aku tidak sanggup melewati tiga pengawal berujud tiga ekor
Kelelawar."
" Hanya tiga ekor Kelelawar dan orang sakti sepertimu tidak sanggup
mengalahkan?"Ucap Jaka Pesolek pula.
" Tiga Kelelawar itu bukan binatang biasa. Mereka bisa bicara seperti manusia.
Tubuh mereka besarnya sepuluh kali tubuhmu
! "Menjawab Embah Buyut Kumara
Gandamayana. 181 Selir Pamungkas
17/58 Jaka Pesolek ternganga. Tapi bertanya lagi. "
Kek, apa kau pernah melihat
Penguasa Atap Langit itu?"
Embah Buyut Kumara Gandamayana menggeleng. "
Aku tidak pernah bertemu
atau melihatnya. Konon, orang luar yang mendapat izin masuk ke dalam Kawasan
Atap Langit tapi bukan kerabat yang sudah dikenalnya, maka orang itu harus
berdiri dengan kepala di tanah kaki di atas baru dapat meliat ujud sang
Penguasa."
Semua orang yang ada di tempat itu sama-sama terdiam mendengar keanehan yang
dikatakan si kakek.
" Sekarang sebaiknya kita duduk di tanah mengelilingi perapian. Masing-masing
memanjatkan doa pada Yang Maha Kuasa agar sahabat kita Satria Panggilan bisa
kembali dan berkumpul lagi. Sesungguhnya Para Dewa telah menentukan bahwa hanya
pemuda itu kelak yang diberi kekuatan dan kemampuan untuk memunculkan bulan biru
di langit Mataram."
" Bulan biru ... "
"Ujar Sakuntaladewi dan Jaka Pesolek hampir berbarangan.
" Agaknya akan ada lagi satu kejadian besar di Bhumi Mataram Kek"
"Tanya Ratu Randang. " Aku tak bisa mengatakan karena pengetahuanku tidak sejauh itu."Habis berkata
begitu Embah Buyut Kumara Gandamayana melayang turun ke bawah dan dalam keadaan
bersila, dia duduk di tanah.
Dari balik jubahnya kakek ini keluarkan sebuah kitab terbuat dari daun jati
kering berisi kumpulan doa mohon perlindungan dan keselamatan. Si kakek
kembangkan kitab dan siap mulai membaca.
Sakuntaladewi dekati Ratu Randang dan berbisik.
" Nek, kau masih menyimpan keris sakti. Bagaimana kalau dipakai untuk memutus
rantai besi merah yang mengikat dua kaki kakek itu?"
" Sebenarnya aku sejak tadi sudah memikirkan hal itu,"jawab Ratu Randang.
" Tapi aku masih was-was dan ingat kejadian Empu Semirang Biru. Begitu rantai yang
menggulung tubuhnya putus, dia berubah menjadi mahluk jahanam, lalu melarikan
diri setelah lebih dulu mencelakai kita. Terserah pada para sahabat semua. Kalau
kakek satu ini memang perlu ditolong, aku akan keluarkan keris sakti itu untuk
menghancurkan rantai merah. Tapi kita semua harap berlaku waspada. Begitu
melihat ada kelainan, ingat! Hanya satu hal yang kita lakukan!
Menghabisi kakek itu!"
Mendengar ucapan Ratu Randang, semua orang kecuali Jaka Pesolek secara diam-diam
segera kerahkan tenaga dalam.
Di depan sana Embah Buyut Kumara Gandamayana sebenarnya mendengar
orang bicara berbisik-bisik dan juga melihat gelagat ke empat orang itu. Namun
berpura-pura tidak tahu si kakek tundukkan kepala dan mulai membaca kitab doa
yang diletakkan di pangkuannya. Saat itu dia masih duduk bersila dengan tubuh
menyentuh tanah.
"Doa Keselamatan
Memanjatkan doa dengan hati yang suci
Menyampaikan doa dengan jiwa yang pasrah
181 Selir Pamungkas
18/58 Hanya kepada Yang Maha Kuasa
Itulah doa yang paling didengar oleh Yang Di A tas
Doa keselamatan
Bukan bagi diri sendiri
Tapi untuk seluruh ummat
Itulah doa yang paling terpuji
Ketika insan ........"
Kunti Ambiri pertama sekali bergerak.
" Jangan melakukan apa-apa dulu! Biar aku bicara dulu,"kata Jaka Pesolek dengan
tiba-tiba lalu beringsut ke belakang Ratu Randang kemudian cepat, berdiri dan
berkata ditujukan pada Embah Buyut Kumara Gandamayana.
" Kek, kami berniat memutus rantai merah yang mengikat kedua kakimu! Kami mohon
izinmu." Embah Buyut Kumara Gandamayana angkat kepala sedikit, menunduk lagi dan
meneruskan bacaannya yang tadi terputus karena ucapan Jaka Pesolek.
"Ketika insan dalam sengsara
Mereka memohon pertolongan Yang Maha Kuasa
Ketika insan dalam suka cita
Mereka tidak ingat Dia Yang Di Atas
Ketika insan...."
" Kek! Maafkan aku! Kami para sahabat di sini ingin menolong memutuskan rantai
besi merah yang mengikat kedua kakimu. Apakah kau mengizinkan"!"Jaka Pesolek
kembali keluarkan ucapan. Kali ini lebih keras, setengah berseru.
Kembali Embah Buyut Kumara Gandamayana hentikan bacaan, angkat kepala dan
menatap ke arah Jaka Pesolek.
" Anak gadis, terima kasih atas niat baikmu dan juga semua yang ada di sini.
Tapi seperti kataku tadi. Aku tidak begitu perduli dengan rantai ini. Aku masih
bisa berjalan bahkan berlari. Lebih baik kalian semua mendengarkan bacaanku dan
ikut berdoa dalam hati untuk keselamatan did kalian, keselamatan pemuda berambut
panjang itu dan keselamatan Kerajaan."
" Tapi Kek, kami kawatir!"Kata Jaka Pesolek pula.
" Kau mengkawatirkan apa, anak gadis?"Tanya si kakek.
" Kalau rantai itu masih menempel di tubuhmu, bisa-bisa mahluk seperti dua Sinuhun
menyusupkan roh jahat ke dalam dirimu."
" Aku sudah menjadi mahluk alam roh hampir seratus tujuh puluh tahun.
Mengapa aku harus takut dengan sesama roh sekalipun mereka berniat jahat ... "
" Kunti Ambiri maju selangkah.
" Sebelumnya mahluk berujud menyerupai cucumu telah kesusupan guru
Kesatria Panggilan. Kami kawatir akan terjadi hat yang sama. Harap kau mau 181
Selir Pamungkas
19/58 menerima pertolongan kami "
Berkata Kunti Ambiri lalu memberi isyarat pada
Ratu Randang. Nenek ini segera mengeluarkan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi yang
dibungkus robekan kain dari balik pakaiannya lalu diserahan pada Sakuntaladewi.
Selagi si kakek mengerenyit melihat cahaya-cahaya aneh yang melingkari senjata
sakti itu, Sakuntaladewi melompat ke depan sambil berkata.
" Kek, maafkan kelancanganku!"
Keris Kanjeng Sepuh Pelangi dibabatkan ke bawah. Cahaya biru berkiblat, Sembilan
cahaya gabungan memancar silau.
" Traangg!" Rantai besi merah yang mengikat kedua pergelangan kaki Embah Buyut
Kumara Gandamayana bukan hanya putus tapi hancur lebur. Setelah memancarkan cahaya merah kemudian berubah jadi asap dan akhirnya sirna di atas
perapian. Ketika rantai besi musnah, sosok si kakek terangkat sampai setengah tombak.
Ketika turun lagi ke tanah pakaian dan sorban yang dikenakannya mengepulkan
asap. Begitu asap lenyap semua orang yang ada di tempat itu berseru kaget,
unjukkan air muka pucat dan tersurut mundur!
181 Selir Pamungkas
20/58 ENAM UJUD Embah Buyut Kumara Gandamayana yang mengenakan sorban dan
jubah kelabu serta kasut putih sirna entah kemana. Yang kini tampak duduk
bersila di depan perapian adalah sosok jerangkong bertulang putih berkepala
tengkorak! Tidak seperti pertama kali dilihat, kali ini sosoknya hanya tinggal
tulang belulang polos karena tidak lagi bersorban tidak pula berjubah! Jaka
Pesolek kembali jatuh terduduk di tanah.
" Untung bukan aku yang memegang keris dan memutus rantai besi itu..."kata gadis
ini dalam hati.
Di tempatnya berdiri Sakuntaladewi merasa tengkuk dingin dan tubuh bergetar.
Ratu Randang dan Kunti Ambiri saling berpegangan. Ratu Randang kemudian cepatcepat mengambil Keris Kanjeng Sepuh Pelangi dari tangan Sakuntaladewi lalu
menyimpan dibalik pakaiannya.
" Embah Buyut, apa yang terjadi dengan dirimu"
Apakah kami telah melakukan kesalahan dan dosa besar?"Ratu Randang
beranikan diri keluarkan ucapan.
Kepala berbentuk tengkorak memandang ke atas, menatap ke langit kelam.
Tulang mulut yang ditonjoli barisan gigi terbuka sedikit. Lalu terdengar suara
berucap. Walau ujudnya jerangkong namun suara yang terdengar sama, tidak ada
beda dengan suara Embah Buyut Kumara Gandamayana.
" Tidak ada kesalahan, tidak ada dosa yang telah kalian lakukan. Niat baik di hati
kalian adalah kebajikan besar yang pasti akan mendapat imbalan dari Yang Maha
Kuasa, Yang terjadi adalah aku tidak sanggup menerima kesaktian luar biasa yang
ada pada Keris Kanjeng Sepuh Pelangi. Selain menghancurkan rantai besi merah
yang mengikat kedua kakiku, keris juga telah membersihkan diriku.
Kesaktian senjata itu telah menembus jauh ke dalam alam arwah, membuat aku
berubah, kembali pada keadaan dan ujud diriku yang sebenarnya yaitu seperti yang
sekarang kalian saksikan sendiri."
" Embah Buyut, maafkan aku. Aku yang tadi memutus rantai itu dengan keris
sakti..."Berkata Sakuntaladewi dengan suara tersendat. Wajah gadis ini tampak
pucat. Kepala tengkorak bergerak menggeleng.
" Tidak ada yang salah, tidak ada yang berdosa."Kata mahluk jerangkong.
" Dalam keadaan dan ujudku yang seperti ini, aku tidak mungkin berlama-lama berada
di alam terbuka. Aku harus segera kembali ke tempat asalku, alam arwah.
Setelah aku pergi kalian semua berhati-hatilah karena puncak Gunung Semeru ini
sangat dekat dengan Kawasan Atap Langit. Sebaiknya padamkan perapian agar
keberadaan kalian di tempat ini tidak diketahui. Bila berada di alam arwah,
mudah-mudahan aku masih bisa membantu kalian. Sesungguhnya Yang Maha Kuasa
selalu mampu melakukan apa yang tidak sanggup bahkan tidak terpikir oleh manusia
......" Belum selesai mahluk jerangkong berucap tiba-tiba dari lereng gunung arah timur
terdengar suara keras.
181 Selir Pamungkas
21/58 " Embah Buyut Kumara Gandamayana yang aku kenal bernama Lor Pengging
Jumena mengapa berhiba hati seolah dirimu sudah lebur di alam baka! Aku Sinuhun
Merah Penghisap Arwah masih bisa menolongmu agar tetap berada dan hidup di muka
bumi ini. Sahabat tua, apa jawabmu"!"
Saat itu juga di sebelah timur tampak selarik sinar merah.
Semua orang yang ada di tempat itu sama-sama tersentak kaget. Mahluk jerangkong
cepat berdiri. Sebelum menjawab mahluk ini meniup ke arah perapian hingga
kobaran api serta merta padam dan keadaan di tempat itu menjadi gelap gulita.
" Sinuhun Merah Penghisap Arwah, terima kasih atas tawaranmu. Tapi aku harus tahu
diri. Bumi alam terkembang bukan tempatku lagi ..."
Suara mahluk jerangkong terdengar keras lantang tapi anehnya suara itu seolah
datang dan memantul dari beberapa tempat.
" Pengecut! Lor Pengging Jumena! Mengapa kau bicara mempergunakan ilmu Memantul
Suara Menghilang Jejak! Kau takut aku mengetahui dimana
keberadaanmu"!"Sinuhun Merah Penghisap Arwah memaki marah.
" Sinuhun culas! Mahluk mana yang percaya padamu!"Jawab Embah Buyut
alias Lor Pengging Jumena.
"Lor Pengging Jumena! Aku ingin bersahabat denganmu! Kita sama-sama mahluk alam
arwah! Dengan kesaktianku aku akan mengembalikan ujudmu dan kau bisa menempatkan
dirimu dimana kau suka. Sekarang bersiaplah menerima tanda pengabdian berupa
delapan benjolan merah sakti di keningmu!"
Selarik cahaya merah di langit sebelah timur memancar terang, memecah menjadi
delapan lalu melesat ke arah jerangkong Embah Buyut Kumara
Gandamayana yang ternyata bernama Lor Pengging Jumena. Mahluk Jerangkong angkat
tangan kanannya.
Sinuhun, aku harus menolak maksudmu! Kita memang sama-sama mahluk
alam arwah! Tapi ada hati nurani yang membedakan di antara kita."
Dari tangan kanan yang diangkat memancar delapan cahaya putih kebiruan yang
langsung melesat menghadang sambaran delapan cahaya merah.


Wiro Sableng 181 Selir Pamungkas di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Delapan dentuman keras menggelegar di puncak Gunung Semeru. Tanah
bergetar. Batu-batu bergoyang mengeluarkan suara berderak. Beberapa pohon
tumbang. Di atas langit tampak seperti dibelah-belah oleh larikan cahaya putih
dan merah. Di kejauhan terdengar suara lolongan anjing dan gelepar sayap
binatang yang tak tampak ujudnya.
"Lor Pengging Jumena! Kau telah melakukan perbuatan paling tolol di dunia
ini!"Terdengar teriakan dari arah timur.
" Sinuhun Merah! Kalau ada mahluk tolol di dunia ini dan di alam arwah, mahluk itu
adalah dirimu! Tidak lama lagi kau akan melihat hasil ketololanmu itu!"
Selesai keluarkan ucapan sosok jerangkong Lor Pengging Jumena melesat sepuluh
tombak ke udara lalu menukik ke bawah. Meski gelap namun semua orang yang ada di
tempat itu samar-samar masih bisa melihat bagaimana sosok jerangkong itu melesat
masuk dan lenyap di dalam kawah Gunung Semeru.
181 Selir Pamungkas
22/58 Untuk beberapa lama suasana di tempat itu selain gelap juga diselimuti
kesunyian. Sampai terdengar suara Jaka Pesolek berkata.
" Embah Buyut tadi sudah memperingatkan agar kita berhati hati. Sebaiknya kita
lekas pergi sebelum mahluk bernama Sinuhun Merah Penghisap Arwah muncul di sini.
Dengan ilmu gerakan kilatku kita bisa sama-sama meninggalkan tempat ini mencari
selamat. Kita hanya
s a l i ng ber angkul a n s a j a . . . " Sunyi sesaat. Tak ada yang menjawab.
Lalu terdengar suara Ratu Randang.
" Kalau kau mau pergi silahkan saja. Tidak ada yang melarang. Aku akan berusaha
masuk ke Kawasan Atap Langit. Kalau tidak bisa aku akan tetap berada di sini.
Menunggu sampai Wiro kembali."
" Aku juga akan tetap di sini, Nek."Kata Kunti Ambiri.
" Aku juga,"ucap Sakuntaladewi.
Jaka Pesolek pencongkan mulut. Lalu sambil menunduk dia berkata. "
Terus terang aku tidak ada niat meninggalkan kalian. Aku juga ingin menolong Wiro
kalau bisa. Sekarang begini saja. Aku akan pergi sendiri mencari yang namanya
Negeri Atap Langit itu. Kalian tetap menunggu di sini. Kalian tidak usah ikut.
Jika aku mati, maka aku akan mati sendirian. Kalian bertiga tetap selamat!"
Selesai keluarkan ucapan Jaka Pesolek jejakkan dua kaki ke tanah. Saat itu juga
tubuh gadis cantik berbaju merah muda ini melesat ke udara, tampak mengecil di
kegelapan. Ratu Randang, Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi seolah baru sadar apa
yang terjadi setelah sosok Jaka Pesolek lenyap di batas pandang.
Perlahan-lahan Sakuntaladewi duduk di bekas perapian. Walau nyala api sudah
padam namun masih terasa ada hawa hangat memancar.
" Sahabat muda, apa yang ada dalam pikiranmu?"Bertanya Ratu Randang
ketika dilihatnya Sakuntaladewi duduk termenung.
" Nek, ketika Embah Buyut Kumara Gandamayana masih dalam ujud seperti manusia, aku
lupa menanyakan apa betul Keris Kanjeng Sepuh Pelangi bisa mengobati dan
mengembalikan keadaan kakiku seperti semula. Kalau memang bisa bagaimana
caranya..."
Ratu Randang pegang bahu gadis berkaki satu itu. "
Aku punya firasat,
kesembuhanmu hanya tertunda. Satu hari kelak, entah besok entah lusa berkat Yang
Maha Masa pasti akan berlimpah atas dirimu."
Kunti Ambiri mendudukkan diri di samping Sakuntaladewi lalu memeluk bahu gadis
itu dan berkata. "
Aku tahu kau telah berkaul akan mengawini lelaki yang
telah menolongmu dari himpitan batu kutukan. Sekarang berdoa saja agar Wiro
selamat kembali dari Negeri Atap Langit."
" Justru yang aku kawatirkan Wiro akan terpasung di sana." Sahut
Sakuntaladewi. Sepasang mata gadis ini tampak berkaca kaca.
Kunti Ambiri terdiam. Diam-diam hatinya membatin. " Sahabat, kekawatiranmu adalah kekawatiranku juga. Malah sekarang aku dihimpit beban batin
yang sungguh besar. Mengapa cintaku pada pemuda itu justru bersemi di Bhumi
Mataram ini. Tapi jika manfaat dirinya lebih besar untuk kesembuhan 181 Selir
Pamungkas 23/58 dirimu aku menaruh ikhlas, aku rela..."Sepasang mata Kunti Ambiri mulai merebak
basah. Ratu Randang perhatikan wajah kedua orang di hadapannya itu. Jauh di lubuk
hatinya muncul pertanyaan,
" Aku yang jauh lebih tua, apakah masih bisa menuai harapan. Wahai Para Dewa.
Mengapa aku dilahirkan terlalu cepat hingga sudah jadi tua bangka ketika aku
menaruh sayang pada seseorang ...."
" Ketika Kunti Ambiri mengangkat kepala dan memandang ke arahnya, si nenek cepatcepat memalingkan wajah. Dia tidak ingin gadis alam roh itu melihat kalau kedua
matanya juga telah basah!
181 Selir Pamungkas
24/58 TUJUH KITA ikuti apa yang terjadi dengan Empu Semirang Biru. Setelah kesusupan arwah
jahat Sinuhun Merah dan merasa telah mendapatkan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi
yang asli yang diserahkan Ratu Randang, sang Empu keluar dari Ruang Segi Tiga
Nyawa melalui sebuah lobang rahasia di lantai ruangan. Lobang yang menyerupai
terowongan panjang dan gelap itu seolah tidak berujung, Dadanya mulai sesak,
nafas terasa megap.
" Apa yang terjadi dengan diriku sebenarnya" Aku tengah menuju kemana saat ini"
" Baru saja sang Empu membatin mendadak dia merasa ada hembusan angin kencang dari
arah depan. Lalu ada seberkas cahaya terang. Tak selang berapa lama bruukk!
Tubuhnya tergelimpang di satu tempat yang tidak dikenainya. Di langit sang surya
memancar terik. Telinganya menangkap suara curahan air tiada henti.
Empu Semirang Biru memandang berkeliling. Ternyata dia ada di dalam sebuah goa,
berhadapan dengan satu telaga ditebari bebatuan besar dan hitam.
Antara telaga dan goa mencurah bergemuruh air terjun. Di belakang air terjun
terbentang rimba belantara.
" Air terjun..."
Ucap Empu Semirang Biru dengan mulut ternganga. Dimana
ini..." "Perlahan-lahan dia berdiri, memandang lagi berkeliling. "
Hatiku tidak enak, aku harus segera meninggalkan tempat ini. Tapi mau menuju ke mana"
Menyeberangi telaga berarti menghadang bantingan air terjun yang beratnya ribuan
kati. Tubuhku bisa remuk! Atau masuk ke dalam goa. Mungkin di dalam goa ada
jalan rahasia."
Tiba-tiba ada suara mengiang di kedua telinga sang Empu.
" Empu Semirang Biru, jangan berani beranjak dari tempatmu. Aku Sinuhun Merah
Penghisap Arwah segera menemuimu!"
" Sinuhun Merah Penghisap Arwah!
"Ucap Empu Semirang Biru dengan suara
bergetar. Sepasang lutut mendadak goyah. Tubuhnya jatuh terduduk di tanah.
Sekonyong-konyong air terjun berhenti mencurah. Ada satu kekuatan luar biasa
menahan gerak turun air terjun. Lalu tampak satu celah besar. Tak lama kemudian
beberapa orang berkelebat melewati celah dan menjejakkan kaki di depan goa.
Ternyata Sinuhun Merah Penghisap Arwah tidak datang sendirian. Bersamanya ikut
serta Sinuhun Muda Ghama Karadipa, Kesatria Roh Jemputan alias Pangeran
Matahari, serta seorang bocah lelaki yang berdiri sambil menggendong sosok anak
perempuan berwajah cantik ayu tapi pucat. Dalam gendongan tidak bergerak, mata
terpejam. Entah tidur entah pingsan. Sesekali si bocah menciumi wajah anak
perempuan itu. Walau sebelumnya tidak pernah bertemu atau melihat namun Empu Semirang Biru bisa
menduga kalau kakek mengenakan belangkon dan pakaian serba merah itu adalah
Sinuhun Merah Penghisap Arwah. Dia juga tidak kenal dengan Pangeran Matahari
serta Sinuhun Muda Ghama Karadipa. Tapi sudah bisa 181 Selir Pamungkas
25/58 menerka kalau anak lelaki yang menggendong anak perempuan adalah bocah sakti
Dirga Purana yang konon dipanggil dengan sebutan Sang Junjungan. Anak perempuan
yang digendongnya pastilah Ni Gatri. Tahu berhadapan dengan siapa Empu Semirang
Biru jatuhkan diri setengah berlutut.
" Sinuhun Merah dan semua yang datang bersama, salam hormat saya
untukmu ! " Sinuhun Merah usap janggut merahnya.
" Empu Semirang Biru, apa kau tahu dan mengerti kalau aku yang telah
menyusupkan kekuatan arwah ke dalam tubuhmu dan mengendalikan dirimu sejak
beberapa saat setelah kau berada di Ruang Segi Tiga Nyawa?"Sinuhun Merah
Penghisap Arwah membuka mulut.
" Saya tahu, saya mengerti Sinuhun,"jawab Empu Semirang Biru sambil
tundukkan kepala dan dada.
" Apa kau sadar kalau aku pula yang mendatangkanmu ke tempat ini melalui
Terowongan Arwah"!"
" Saya sadar Sinuhun."Ucap sang Empu dan lagi-lagi sambil menundukkan kepala serta
sebagian badan. Kakek yang sudah dikuasai Sinuhun Merah ini tampak ketakutan
sekali. " Apakah kau telah berhasil melakukan tugas yang aku perintahkan melalui suara
mengiang"!"Tanya Sinuhun Merah Penghisap Arwah.
" Saya berhasil Sinuhun."
" Sinuhun Merah memerintahmu mengambil Keris Kanjeng Sepuh Pelangi!
" Berkata Sinuhun Muda yang sejak tadi berdiam diri.
" Saya berhasil mengambilnya Sinuhun. Keris sakti itu ada pada saya
sekarang."
Tepat keluarkan dan serahkan padaku! Me. ngapa menunggu beriama fama"!"
Sinuhun Muda maju dua langkah mendekati Empu Semirang Biru.
Empu Semirang Biru sibakkan pinggang pakaiannya lalu mengeluarkan Keris Kanjeng
Sepuh Pelangi. Dengan beringsut dia mendatangi Sinuhun Muda, serahkan keris.
Sepasang mata Sinuhun Merah bergeletar. Tampang bocah sakti Dirga Purana
mengerenyit. Pangeran Matahari tegak tak bergerak. Sinuhun Muda cepat mengambil
keris dari tangan sang Empu. Kakinya tersurut dua langkah. Keris tak bergagang
tak bersarung itu terasa dingin mati, berwarna merah kehitaman.
Dengan cepat Sinuhun Muda memperhatikan dan menghitung luk di badan keris,
" Sinuhun Merah, keris ini memang memiliki sembilan luk. Tapi rasanya ada
sesuatu..."
" Kemarikan senjata itu. Aku akan meneliti!"Kata Sinuhun Merah yang sejak pertama
kali melihat keris sudah menaruh curiga. Begitu juga dengan bocah sakti Dirga
Purana walau sibuk dengan Ni Gatri yang berada dalam keadaan tidak sadar dan
berada dibawah pengaruh totokan.
Begitu memegang keris, Sinuhun Merah segera mendekatkan senjata itu ke hidung.
Di bawah hidung keris digerakkan ke kiri dan ke kanan sambil mencium.
181 Selir Pamungkas
26/58 " Palsu!"Teriak Sinuhun Merah menggeledek. Mata mendelik merah. Ini bukan Keris
Kanjeng Sepuh Pelangi yang ash! Keris jahanam ini terbuat dari kepingan Rantai
Kepala Arwah Kaki Roh! Aku bisa menciumnya! Empu keparat! Kau berani menipuku!"
" Bukk!" " Kraakk!" Empu Semirang Biru menjerit keras ketika dadanya dihantam tendangan Sinuhun
Merah. Dua tulang iganya patah! Megap-megap orang tua ini berkata.
" Saya mana berani menipu. Keris itu saya terima langsung dari Ratu
Randang." " Ah, pasti nenek jahanam itu yang punya pekerjaan. Dia memang punya ilmu merubah
diri dan benda..."Kata Sinuhun Muda pula,
Sinuhun Merah melangkah mendekati Dirga Purana. "
Junjungan, coba kau
lihat. Apa pendapatmu?"
Keris diangsurkan ke depan.
Si bocah tersenyum. "
Yang namanya keris sakti pasti akan memancarkan
cahaya, redup atau terang. Ada hawa dingin atau hangat. Kau benar Sinuhun Merah.
Keris ini bukan Keris Kanjeng Sepuh Pelangi. Sama sekali tidak ada cahaya
kehidupan. Bahannya terbuat dari besi merah Rantai Kepala Arwah Kaki Roh! Logam
Arwah milik kita sendiri yang sudah lenyap kesaktiannya!"
" Kurang ajar! Kalau begitu Empu celaka ini harus dihabisi sekarang juga!
Kesatria Roh Jemputan! Bunuh tua bangka penipu itu!"Teriak Sinuhun Merah
Penghisap Arwah memerintah Pangeran Matahari.
Pangeran Matahari menyeringai tapi dia tidak melangkah ke arah Empu Semirang
Biru melainkan mendekati Sinuhun Merah lalu bicara setengah berbisik bisik.
Sinuhun Merah terdiam sejenak mendengar apa yang dikatakan Pangeran Matahari.


Wiro Sableng 181 Selir Pamungkas di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lalu tampak senyum menyeruak di mulutnya. Dengan tangan kirinya dia menepuknepuk bahu Pangeran Matahari.
" Tidak percuma kau digelari Pangeran Segala Cerdik, Segala Akal, Segala Ilmu,
Segala Licik, Segala Congkak. Sesuai usulmu aku akan segera mengatur siasat!"
Sinuhun Merah lalu menjambak rambut Empu Semirang Biru.
" Sekali ini aku ampuni nyawa busukmu! Tapi kau harus melakukan satu
pekerjaan untukku! Kau dengar"!"Sinuhun menyentakkan jambakannya hingga tubuh
Empu Semirang Biru terangkat sampai beberapa jengkal ke atas.
" Ampun Sinuhun. Saya tidak tahu telah berbuat dosa apa! Saya akan lakukan apapun
yang Sinuhun perintahkan."Kata Empu Semirang Birti dengan wajah meringis akibat
sakitnya jambakan, juga ketakutan setengah mati.
" Kau boleh menyimpan keris itu kembali. Pergi dari sini, cari Raja Mataram Rakai
Kayuwangi Dyah Lokapala! Berpura pura kau hendak menyerahkan keris itu padanya!
Saat dia berlaku lengah kau harus menikamnya dengan keris itu!
Cukup satu tikaman saja. Nyawanya pasti melayang! Aku akan memberi kekuatan
berlipat ganda pada dirimu dan membungkus keris dengan racun Cakar Sukma Merah!"
181 Selir Pamungkas
27/58 " Mohon maafmu Sinuhun. Tapi saya tidak tahu dimana beradanya Raja
Mataram..."
" Plaakkk!" Satu tamparan melanda pipi kiri Empu Semirang Biru hingga bibirnya pecah dan
kucurkan darah.
" Aku tidak peduli kau tahu atau tidak dimana beradanya Raja keparat itu! Kau
harus mencari sendiri sampai dapat!"Bentak Sinuhun Merah dengan mata mendelik.
Keris diserahkan pada Empu Semirang Biru.
Sinuhun Merah kemudian pentang dua tangan. Telapak dikembang. Begitu cahaya
kuning kemerahan memancar, dia lalu sapukan dua tangan ke kepala, wajah, sekujur
tubuh dan kaki Empu Semirang Biru. Hal yang sama juga dilakukannya pada keris.
Lalu dari lipatan belangkon merahnya Sinuhun Merah mengambil sebuah benda bulat
merah sebesar ujung jari kelingking.
" Buka mulutmu!"Bentak Sinuhun Merah.
Empu Semirang Biru buka mulutnya. Sinuhun Merah masukkan benda bulat merah ke
dalam mulut sang Empu. "
Telan! "Hardiknya.
Penuh takut Empu Semirang Biru segera telan benda yang dimasukkan ke dalam
mulutnya. Sinuhun Merah tertawa bergelak
" Benda yang barusan kau telan adalah Racun Kala Merah! Jika dalam waktu tiga hari
kau tidak berhasil membunuh Raja Mataram, aku tidak akan memberikan penangkal!
Kau akan mampus dengan tubuh berubah leleh menjadi lendir.
Sekarang lekas pergi sana.
" Saya ... saya harus lewat mana"
"Tanya Empu Semirang Biru kebingungan.
" Merangkak di bawah selangkanganku! Cepat!
" Jawab Sinuhun Merah lalu kembangkan dua kaki lebar-lebar.
Empu Semirang Biru tampak ragu. Tapi ketika dibentak disertai pelototan mata,
orang tua ini segera merangkak di tanah, bergerak memasuki bawah selangkangan
Sinuhun Merah. Sang Sinuhun tertawa gelak-gelak sambil berkacak pinggang,
Begitu Empu Semirang Biru lewat dari bawah selangkangan mahluk alam arwah itu
tiba-tiba wusss! Sang Empu melihat sinar merah menyilaukan. Ketika sinar lenyap
tahu-tahu dia telah tersandar di salah satu dinding bangunan candi di kawasan
Plaosan Lor. 181 Selir Pamungkas
28/58 DELAPAN KEMBALI pada Pendekar 212 Wiro Sableng. Di atas belahan batang pohon beringin
Wiro merasa kawatir memikirkan apa yang terjadi dengan Jaka Pesolek, Ratu
Randang, Kunti Ambiri dan Sakuntaladewi setelah jatuh ke puncak Gunung Semeru.
" Walau mungkin mereka tidak cidera, aku merasa ada satu kekuatan gaib sengaja
melemparkan mereka dari atas batang pohon ini. Kekuatan gaib tidak ingin mereka
ikut bersamaku ke Negeri Atap Langit. Mungkin selir itu yang melakukan?"
Wiro memandang ke bawah. Kini semua tampak samar dalam keremangan
senja. Belahan batang pohon beringin melesat terus ke udara. Wiro merasa seperti
dibungkus es akibat luar biasa dinginnya angin yang menyapu tubuhnya. Daun
telinga seolah dikikis pisau tajam. Dia segera mengerahkan hawa sakti namun
tidak cukup untuk menghangati aliran darah dan kulit. Dia masih menggigil.
Kalau saja Kapak Naga Geni 212 masih ada padanya, hawa dingin bagaimanapun pasti
bisa diredamnya.
Tiba-tiba Wiro mendengar suara bersiur. Ketika mendongak ke atas dia melihat
satu pemandangan yang sulit dipercaya. Langit di atas kepalanya mendadak seperti
terbelah membentuk celah lebar.
" Wuuttt!" Belahan batang pohon beringin melesat memasuki dan melewati celah lalu dess!
Begitu lewat celah menutup kembali.
"Luar biasa aneh. Apakah aku sudah memasuki Negeri Atap Langit?"Wiro memandang
ke bawah. Suasana terasa sangat sunyi. Tak ada suara bahkan hembusan anginpun
kini tidak terdengar lagi. Di kejauhan di ufuk barat sang surya tampak tinggal
separuh. Pertanda sebentar lagi akan tenggelam dan siang memasuki malam.
" Dimana aku harus mencari selir bernama Ken Parantili itu" Sebentar lagi keadaan
akan menjadi gelap"Wiro kembali bertanya tanya dalam hati.
Perlahan-lahan belahan batang pohon beringin bergerak turun. Saat itulah Wiro
mulai mencium bau aneh. Kemana pun dia berpaling udara menebar bau setanggi
terbakar. Wiro usap tengkuknya yang terasa dingin. Lalu dia melihat banyak
bangunan beratap aneh. Sama bentuknya dengan mahkota emas milik Ken Parantili,
semua berwarna kuning emas. Kelompok bangunan ini terletak di sebuah bukit.
Merupakan kelompok bangunan berjumlah sembilan belas, bersusun membentuk
lingkaran, mengelilingi satu bangunan besar di sebelah tengah. Dari gerakan
batang pohon Wiro maklum kalau dirinya tengah dibawa turun menuju bukit.
" Mungkin ini kawasan Istana sang Penguasa"Pikir Wiro. Di beberapa tempat dia
melihat nyala obor namun terangnya tidak menerangi seluruh kawasan bukit.
Tiba-tiba di arah depan Wiro melihat tiga benda besar melayang cepat.
" Wuttt! " " Plaak .... plaak!"
181 Selir Pamungkas
29/58 Ada sayap mengepak.
Bau busuk menebar sesaat.
" Bukan burung. Aneh, binatang apa itu. Sayapnya sepanjang batang pohon kelapa.
Berbulu lebat. Menebar bau busuk."
Tiba-tiba di udara malam menggema suara. Meski datangnya dari arah
kejauhan tapi Wiro bisa mendengar jelas.
" Penguasa Atap Langit! Kami bertiga telah menyelidik. Tidak terlihat ada mahluk
yang menyusup! Suasana aman-aman saja!"
" Tiga Ketelawar Pengawal Negeri Atap Langit! Tetap berjaga jaga. Aku masih merasa
getaran ganjil pada kedua telingaku! Periksa kembali delapan penjuru angin Atap
Langit! Jangan lengah! Malam ini sebelum fajar menyingsing aku harus melakukan
satu pekerjaan besar!"
" Kami mengerti! Kami tidak akan berlaku lengah!"
" Minta seratus Arwah Hitam dan Arwah Putih untuk turut berjaga-jaga!
Pusatkan perhatian kalian pada Puri Kesatu!"
" Perintah segera kami lakukan!"
Udara bergetar. Angin berhembus dingin.
" Tiga Kelelawar Pengawal..."Ucap Wiro dalam hati. "
Berarti yang aku lihat
tadi adalah tiga Kelelawar raksasa! Bicara dengan Penguasa Atap Langit! Heran,
lewat di atasku, mengapa tiga Kelelawar raksasa itu tidak melihat diriku" Paling
tidak seharusnya mereka melihat batang pohon Beringin yang menerbangkanku!
Ada seratus Arwah Hitam dan seratus Arwah Putih akan turun berjaga jaga.
Apakah aku bisa lolos tanpa ketahuan" Selir itu, berada di mana dia"
"Pendekar 212 mulai merasa kawatir kalau-kalau dirinya telah masuk jebakan orang!
Batang pohon beringin membuat tiga kali putaran di atas bukit. Pada akhir
putaran ke tiga tiba-tiba batang pohon meluncur ke bawah cepat sekali, mengarah
ke halaman depan sebuah bangunan besar yang seluruh dinding terbuat dari kayu
hitam penuh ukiran-ukiran aneh. Atap berwarna kuning menyala. Ketika
memperhatikan ke bawah Wiro terkejut. Di halaman rumah besar tampak menancap
belahan batang pohon Beringin yang pasti adalah padanan belahan pohon Beringin
yang menerbangkan dirinya.
Belum habis kejut murid Sinto Gendeng sekonyong-konyong batang pohon beringin
yang tadinya melayang melintang kini berputar. Bagian atas mengarah ke langit,
bagian akar mengarah ke bumi. Lalu cepat sekali belahan batang pohon ini
meluncur ke arah belahan pohon yang menancap di tanah dan desss! Sebelum dua
belahan batang pohon beringin menempel jadi satu dan akarnya menghunjam tanah
Wiro cepat melompat menjauh hingga tangan dan sebagian tubuhnya tidak sampai
terjepit. Belum sempat menarik nafas lega sekonyong-konyong terdengar suara
gemuruh angin disertai hiruk pekik jeritan-jeritan menggidikkan. Ketika
memandang ke atas Wiro tersentak kaget. Puluhan mahluk menyeramkan
berambut riap-riapan berwajah putih dan hitam melayang di udara, berkelebat kian
kemari. Gerak-gerik mereka dan sorot pandangan mata seolah tengah 181 Selir
Pamungkas 30/58 mencari sesuatu. Yang mengerikan, sepasang mata semua mahluk ini bisa menjorok
keluar masuk dari rongganya yang cekung angker.
Dari gerak-gerik serta cara mereka memandang sambil sesekali mengendus panjang
jelas dua ratus mahluk arwah ini tengah mencari sesuatu. "
Mereka pasti mencari aku! Jarak mereka hanya beberapa jengkal di atas kepalaku, Aneh, mengapa
tidak melihat diriku" Aku merasa tidak menerapkan ilmu apa-apa" Ratu Randang
juga tidak memberikan aku ilmu untuk melenyapkan diri dari pandangan mahluk
lain. Bagaimana bisa terjadi?"
Setelah melayang mundar-mandir berulang kali dekat pohon beringin dimana Wiro
berada, lalu mengitari bangunan di depan sana bahkan naik menebar menyelidik
naik ke atas atap. Merasa tidak ada yang janggal dan menganggap segala sesuatu
dalam keadaan aman akhirnya dua ratus mahluk arwah berwajah hitam putih tersebut
melayang menuju bangunan paling besar di puncak bukit.
Hanya sesaat setelah dua ratus mahluk arwah pergi tiba-tiba Wiro mendengar suara
perempuan bernyanyi.
Tadinya hati ini begitu kawatir
Lebih menakutkan dari mendengar suara petir
Ternyata sahabat telah datang untuk menanam budi
Selamat datang di Puri Kesatu
Silahkan masuk dengan ucapan terima kasih
Wiro menatap ke arah bangunan. Dia mengenali suara orang yang menyanyi.
Suara Ken Parantili. Tiba. tiba kawasan kelompok sembilan belas bangunan disapu
kegelapan. Ternyata kegelapan itu ditimbulkan oleh bayangan tiga Kelelawar
raksasa yang kembali terbang di atas bukit. Tiga binatang alam gaib ini
keluarkan suara menguik panjang. Kepak sayap menggetarkan tanah menggoyang
pepohonan. Bau busuk menebar kemana mana mengalahkan bau setanggi walau hanya
sesaat. Sepasang mata merah memandang menyorot kian kemari. Wiro tegak tak
bergerak. Saat itu dia masih berada di halaman terbuka di depan bangunan yang
disebut Puri Kesatu.
" Tadi selagi masih di atas belahan pohon mereka tidak melihatku. Aku kawatir
sekarang ..."
Wiro tetap berdiri tak bergerak di halaman bangunan Puri Kesatu. Dia tidak
berusaha mencari perlindungan atau tempat untuk sembunyi. Kawatir gerakannya
justru akan menarik perhatian. Dia, baru merasa lega ketika tiga Kelelawar
Pertemuan Di Kotaraja 1 Pendekar Rajawali Sakti 23 Jago Dari Mongol Harpa Iblis Jari Sakti 3

Cari Blog Ini