11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 18
mempunyai hubungan apa-apa Ki Makerti. Bahkan keduanya
saling bermusuhan sehingga dalam benturan kekerasan yang
pernah terjadi, keduanya tidak lagi dapat menahan diri.
Kelompok Gajah Liwung yang kemudian membuat Mataram
menjadi gelisah itu adalah kelompok yang tampil kemudian "
jawab Ki Lurah. " Seandainya demikian Ki Lurah " berkata Ki Makerti "
sebaiknya Ki Lurah tidak membiarkan cucu perempuan Ki
Lurah itu ada di dalam salah satu dari kedua kelompok yang
bermusuhan itu. Apalagi cucu Ki Lurah itu adalah satu-satunya
perempuan diantara mereka. "
Ki Lurah menarik nafas dalam-dalam. Nmun Ki Lurahpun
telah berceritera lebih banyak tentang kedua kelompok itu.
Tentang kelahirannya serta perkembangannya. Kemudian
tentang kedatangan kelompok baru yang menyebut kelompok
itu bernama kelompok Gajah Liwung.
Ki Makerti mendengarkan ceritera Ki Lurah itu dengan
saksama. Ki Lurahpun berceritera pula tentang benturan besar
yang pernah dua kali terjadi antara kedua kelompok yang
sama-sama bernama Gajah Liwung itu.
Ki Makerti mengangguk-angguk. Ia menjadi jelas mengenali
kedua kelompok yang sebenarnya justru bermusuhan itu
meskipun mempergunakan nama yang sama.
Namun sambil termangu-mangu Ki Makerti berkata " Aku
mengerti Ki Lurah. Aku dapat membayangkan watak dan sifat
kedua kelompok yang menyebut kelompok mereka bernama
Gajah Liwung. Tetapi bagaimanapun juga aku tidak dapat
mengerti, kenapa Ki Lurah membiarkan gadis cucu Ki Lurah
itu ada didalamnya. "
Ki Lurahpun kemudian tidak dapat ingkar lagi tentang isi
dari kelompok Gajah Liwung yang pertama. Katanya " Mereka
adalah orang-orang yang dapat dipertanggung jawabkan.
Bahwa mereka membentuk satu kelompok anak-anak muda
itu justru karena mereka membawa beban tugas dipundak
mereka. " Ki Makerti itu mengangguk-angguk pula. Ia berusaha untuk
dapat mengerti kenapa Rara Wulan ada didalamnya.
Betapapun tinggi niat yang terkandung didalamnya serta
betapapun telitinya anggauta"anggauta Gajah Liwung itu
dipilih, namun kehadiran seorang gadis memang agak
mendebarkan. Namun Ki Makerti mencoba untuk memisahkan
tanggapannya terhadap kehadiran Rara Wulan didalam
kelompok itu dengan kepentingan Ki Lurah tentang papan bagi
kelompok itu. Karena itu, maka Ki Makertipun kemudian berkata " Ki
Lurah. Aku dapat mengerti apa yang Ki Lurah katakan.
Akupun ingin dapat membantu Ki Lurah mendapatkan tempat
tinggal bagi anak-anak muda yang berkelompok dalam
kelompok Gajah Liwung itu. Tentang cucu Ki Lurah itu,
seharusnya aku memang tidak terlalu banyak mencampurinya.
Tetapi karena aku juga mempunyai cucu seorang gadis, maka
rasa-rasanya yang terlibat itu adalah cucuku sendiri.
Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk. Katanya " Aku
dapat mengerti Ki Makerti. Sebenarnya ada juga perasaan
seperti yang Ki Makerti rasakan. Tetapi cucuku memang
seorang gadis yang sulit untuk dikekang kemauannya. Apalagi
gadis itu merasa dikecewakan oleh kedua orang tuanya di
saat-saat ia menjelang dewasa, sehingga anak itu menjadi
semakin mengeraskan hatinya mengikuti perasaannya. "
Ki Makerti menarik nafas dalam-dalam. Lalu katanya "
Baiklah Ki Lurah. Aku ingin dapat membantu Ki Lurah. Karena
yang aku punya hanya rumah yang sebenarnya sudah tidak
pantas didiami itu, sedangkan yang diperlukan oleh Ki Lurah
justru rumah itu, maka aku sama sekali tidak berkeberatan
untuk menyerahkan rumah itu kepada anak-anak muda
kelompok Gajah Liwung itu. "
Ki Lurah Branjangan termangu-mangu sejenak. Dengan
nada tinggi Ki Lurah Branjangan bertanya " Jadi Ki Makerti
tidak berkeberatan" "
" Tidak Ki Lurah. Tetapi sudah aku katakan berulang kali.
Rumah itu sudah tidak pantas dihuni " jawab Ki Makerti.
" Terima kasih Ki Makerti. Biarlah kami membersihkannya
dan kemudian mempergunakannya. Kami akan menjaga
rumah itu agar tidak menjadi rusak. Namun seperti yang
sudah aku katakan, bahwa ada kemungkinan buruk dapat
terjadi, karena kelompok ini mempunyai musuh yang sangat
garang dan bahkan buas " berkata Ki Lurah.
" Kelompok yang juga menamakan dirinya Gajah Liwung
itu" " bertanya Ki Makerti.
" Ya. Jika mereka mengetahui bahwa rumah itu adalah
rumah Ki Makerti, maka Ki Makerti akan dapat tersentuh
getahnya " jawab Ki Lurah.
Ki Makerti tersenyum. Katanya " Beberapa puluh langkah
dari rumahku itu adalah barak prajurit Mataram. Bukankah hal
itu dapat menjadi pijakan keselamatanku" "
" Tentu bukan hanya itu. Justru karena aku mengenal Ki
Makerti " berkata Ki Lurah. Lalu katanya " Sedangkan
sandaran orang-orang yang juga mengaku dari kelompok
Gajah Liwung itu adalah seorang yang berilmu tinggi.
Namanya Podang Abang " berkata Ki Lurah sambil berpaling
kepada Ki Jayaraga " Bukankah begitu" "
Ki Jayaraga mengangguk sambil menjawab " Benar Ki
Lurah. Podang Abang adalah seorang yang memimpin sebuah
perguruan di sebuah padepokan. Dahulu aku pernah
berhubungan dengan orang itu. Tetapi sudah lama aku tidak
pernah bertemu sehingga pada suatu saat tiba-tiba kami telah
berhadapan dalam kelompok-kelompok yang saling
bermusuhan. " Ki Makerti mengangguk-angguk. Dulunya Ki Makerti itu
sedang mengingat"ingat sesuatu yang sudah dilupakannya. "
Namun tiba-tiba saja ia berkata " Ya. Aku pernah
mendengar nama Podang Abang. Memang orang yang
berilmu tinggi. Tetapi ia sudah lama menghilang dari dunia
kanuragan. " " Ki Makerti juga mengenalnya" " bertanya Ki Jayaraga.
" Bukan aku " jawab Ki Makerti " aku hanya pernah
mendengar namanya. Beberapa orang kawanku pernah
menyebut-nyebut nama itu. Tetapi jika aku tidak salah ingat,
Podang Abang bukan seorang yang beraliran bersih. "
Ki Jayaraga mengangguk mengiakan. Katanya " Ki Makerti
benar. Ki Podang Abang memang bukan seorang dari aliran
bersih. Dan itu dapat kita lihat pada murid-muridnya yang
turun ke kota ini dengan nama Gajah Liwung. Persamaan
nama itu tentu bukan hanya sebuah kebetulan. Tetapi Podang
Abang tentu telah memperhitungkannya, karena Gajah Liwung
adalah nama dari satu kelompok yang semula nampak banyak
memberikan harapan bagi penghuni kota itu, bahwa kelompok
itu akan dapat membantu membersihkan kelompok-kelompok
anak-anak nakal yang kehilangan pegangan justru didalam
masa pergolakan seperti ini. Pada saat yang demikian, telah
hadir sekelompok yang lain yang kuat dan jumlah
anggautanya berlipat ganda dengan mempergunakan nama
yang sama. " Ki Makerti mengangguk-angguk. Katanya " Aku mengerti "
" Bahkan kelompok Gajah Liwung yang timbul kemudian itu
ternyata terdiri dari dua perguruan yang bergabung menjadi
satu "sahut Ki Jayaraga.
" Dua perguruan" " bertanya Ki Makerti.
" Ya. Tetapi kami belum tahu separo dari mereka dari
perguruan apa dan dimana " jawab Ki Jayaraga " tetapi kami
dapat melihat dari sikap dan tata gerak mereka bahwa seluruh
kekuatan kelompok itu terbagi atas dua perguruan. "
Ki Makerti mengangguk-angguk pula. Katanya " Mungkin
tidak seluruh perguruan hadir dalam kelompok itu. Tetapi
dengan demikian kelompok itu memang menarik perhatian. "
" Para prajurit Mataram juga sudah mulai bertindak tegas
terhadap mereka " berkata Ki Lurah Branjangan.
" Aku juga sudah mendengar " jawab Ki Makerti.
" Tetapi bagi para prajurit, semua langkah harus didasari
atas landasan yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Semuanya dalam lingkungan paugeran yang berlaku sehingga
para prajurit tidak akan dapat bertindak hanya berdasarkan
atas kenyataan yang mereka ketemukan di medan " berkata Ki
Makerti " berbeda dengan anak-anak Gajah Liwung. Mereka
dapat bertindak menghadapi anak-anak nakal sebagaimana
anak-anak nakal. Tetapi ternyata tidak demikian dengan
kelompok yang juga menyebut dirinya kelompok Gajah Liwung
itu. Mereka ternyata bukan sekedar anak nakal. "
" Dan terhadap mereka para prajurit justru dapat bertindak
tegas. " jawab Ki Makerti.
" Ya. Tetapi kedua kelompok yang bernama Gajah Liwung
itu sudah terlanjur bermusuhan " jawab Ki Lurah.
Ki Makerti mengangguk-angguk. Ia sudah mendapat
gambaran yang lengkap tentang kelompok-kelompok anak
muda yang ada di Mataram. Iapun mengerti apa sebenarnya
yang telah dilakukan oleh kelompok yang besar yang juga
menyebut kelompoknya bernama Gajah Liwung itu.
Namun dengan demikian, Ki Makertipun menyadari, bahwa
jika ia memberikan tempat tinggal bagi kelompok Gajah
Liwung yang kecil, maka ia akan dapat dimusuhi oleh
kelompok Gajah Liwung yang lain, yang jumlah anggautanya
jauh lebih banyak. Tetapi Ki Makerti yang dimasa mudanya juga seorang
petualang itu tidak menjadi ketakutan.
Bahkan kemudian Ki Makerti itu bertanya " Kapan kalian
akan pergi ke rumah itu" Aku akan datang pula. Seorang tua
menunggu rumah itu. Ia membersihkan halaman dan isi rumah
itu seuap hari. Aku akan memberitahukan kepadanya, bahwa
rumah itu akan dipergunakan oleh Ki Lurah Branjangan.
Tetapi biarlah orang tua itu tetap tinggal di rumah itu. Ia tidak
mempunyai sanak kadang lagi. Ia hidup seorang diri. Anaknya
hanya seorang. Tetapi anak itu seakan-akan telah hilang
beberapa tahun yang lalu. Isterinya sudah meninggal dan ia
tidak mempunyai sanak kadang dimanapun, apalagi saudara
kandung. " " Terima kasih Ki Makerti " jawab Ki Lurah " malam nanti
aku akan membawa anak-anak muda itu ke rumah Ki Makerti.
Di malam hari, perjalanan kami tidak akan banyak menarik
perhatian. Apabila perlu, kmi akan lebih mudah bersembunyi
daripada di"siang hari. " Ki Makerti tertawa. Katanya " Apakah
satu-satunya rencana Ki Lurah justru bersembunyi" "
Ki Lurahpun tertawa pula. Sambil tersenyum Ki Jayaraga
menyahut " Kemungkinan yang paling mudah dilakukan. "
Sementara itu Ki Makertipun berkata " Baiklah Ki Lurah.
Lewat senja aku akan berada di rumah itu. "
Ki Lurah Branjanganpun mengangguk-angguk sambil
berdesis " Terima kasih Ki Makerti. Aku, atas nama anak-anak
Gajah Liwung mengucapkan terima kasih yang
sebesar"besarnya. Rumah itu akan menjadi landasan bagi
perjuangan anak-anak kami berikutnya. "
Ki Makerti tersenyum. Katanya " Rumah itu sendiri tentu
tidak akan berarti apa-apa Ki Lurah. "
Ki Lurah masih mengangguk-angguk. Tetapi iapun
tersenyum pula sambil berkata " Segala sesuatunya akan
bersumber dari rumah itu. "
Demikianlah, maka setelah mengucapkan terima kasih
sekali lagi, Ki Lurah Branjangan dan Ki Jayaraga telah minta
diri. Mereka melanjutkan perj alanan mereka mumpung Ki
Lurah berada di kota. Tetapi Ki Lurah itupun justru berkata " Aku tidak akan
singgah di rumah orang tua Wulan. "
Ki Jagabaya mengerutkan keningnya. Dengan nada tinggi
ia bertanya " Bukankah Ki Lurah datang ke kota untuk
menemui kedua orang tua Rara Wulan yang mencari anaknya
ke Tanah Perdikan" "
Ki Lurah tersenyum. Jawabnya " Sebenarnya memang
demikian. Tetapi ternyata aku belum siap menjawab
pertanyaan-pertanyaannya. Ternyata Rara Wulan tidak mau
lagi berbicara dengan ayah dan ibunya. Sebenarnya aku ingin
membawa Rara Wulan menemui kedua orang tuanya agar
persoalannya apapun keputusan terakhir yang akan diambil.
Tetapi tanpa Rara Wulan aku tidak siap menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari kedua orang tuanya. Bahkan
mungkin dari orang lain yang akan dipertemukan dengan aku.
" Ki Jayaraga tersenyum. Katanya " Ternyata Ki Lurah
mengalami kesulitan dengan cucu Ki Lurah itu. "
" Ya. Kedua orang tuanya telah menyalahkan aku. Tetapi
akupun dapat mengerti, kenapa mereka membebankan
tanggung jawab tentang anaknya itu diatas pundakku, " jawab
Ki Lurah Branjangan. " Jadi apa yang akan Ki Lurah lakukan sekarang" "
bertanya Ki Jayaraga. " Aku akan bertemu Ki Wirayuda dirumahnya. Mudahmudah
ia tidak berada di barak pasukannya " berkata Ki
Lurah. " Apa yang akan dibicarakan" " bertanya Ki Jayaraga.
" Aku akan memberitahukan bahwa anak-anak Gajah
Liwung mempunyai tempat tinggal yang baru" jawab Ki Lurah
Branjangan. " Sekedar untuk mengisi waktu, Ki Lurah nampaknya
menjadi gelisah karena Ki Lurah merasa tidak siap untuk
bertemu dengan kedua orang tua Rara Wulan. "
Ki Lurah tidak menjawab. Tetapi diluar sadarnya ia
mengangguk-angguk kecil. Demikianlah, maka Ki Lurah Branjangan dan Ki Jayaraga
telah menemui Ki Wirayuda. Tetapi mereka tidak
mendapatkan Ki Wirayuda dirumahnya. Mereka harus pergi ke
barak sekelompok pasukan Mataram. Di barak itu tinggal pula
beberapa orang prajurit sandi dibawah pimpinan Ki Wirayuda.
, Kepada Ki Lurah dan Ki Jayaraga, Ki Wirayuda
memberitahukan bahwa peti-peti itu sudah berada ditempat
yang aman. Ki Wirayuda hanya menunggu kesempatan
menyerahkan peti-peti itu disaat yang tepat.
Hari itu Ki Lurah dan Ki Jayaraga telah berada diantara
anak-anak Gajah Liwung yang bersiap-siap menempati
tempatnya yang baru. Ki Wirayuda yang telah dihubungi oleh
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ki Lurah tidak sempat datang hari itu. Tetapi pada saat lain, ia
akan memerlukan mengunjungi rumah yang disebut-sebut
oleh Ki Lurah Branjangan itu.
Ketika malam turun, maka anak-anak anggauta Gajah
Liwung itu telah bergerak. Mereka meninggalkan hutan yang
kelam itu menuju ke sebuah padukuhan yang agak jauh.
Tetapi dengan demikian mereka akan mendapatkan satu
tempat yang baru sebagai sarang mereka setelah sarang
mereka yang terdahulu dibakar oleh orang-orang yang juga
mengaku berasal dari kelompok yang bernama Gajah Liwung.
Namun orang-orang yang mengaku dari kelompok itu harus
membayar mahal. Bukan saja sebagian besar dari barakbarak
mereka terbakar, tetapi mereka telah kehilangan harta
benda yang telah mereka kumpulkan selama mereka berada
di Mataram. Bahkan mereka telah kehilangan beberapa orang
yang terbunuh dalam benturan kekerasan antara kedua
kelompok yang memiliki nama yang sama itu. Satu hal yang
sulit dimengerti oleh orang-orang yang juga menyebut
kelompoknya itu bernama Gajah Liwung yang mempunyai
anggauta jauh lebih banyak.
Tetapi sebenarnyalah hal itu telah terjadi.
Dalam kegelapan malam, maka orang-orang Gajah Liwung
yang dipimpin oleh Sabungsari itu telah bergerak diantara
batang-batang ilalang. Kemudian mereka melintas bulak-bulak
panjang, menuju ke Kademangan Sumpyuh.
Meskipun mereka berjalan dimalam hari dan berlindung
oleh kegelapan, namun mereka harus tetap berhati-hati.
Delapan orang anggauta Gajah Liwung serta tiga orang tamu
mereka itu berjalan terpisah-pisah. Ki Lurah Branjangan, Ki
Jayaraga dan Agung Sedayu berjalan dipaling depan.
Kemudian Sabungsari, Glagah Putih dan Rara Wulan. Baru
kemudian yang lain dibelakang mereka, sehingga antara ujung
dan pangkal dari iring-iringan yang hanya terdiri dari sebelas
orang itu, berjarak agak panjang.
Sebelum tengah malam mereka baru memasuki regol
halaman, rumah yang telah disebut-sebut Ki Lurah
Branjangan. Rumah yang meskipun sudah tua, namun masih
nampak kokoh. Halamannya cukup luas. Bukan saja halaman
depan, tetapi juga halaman samping dan kebun dibelakang
rumah. Demikian mereka semuanya memasuki halaman, maka
seorang telah keluar dari seketeng dan menyapa dengan
ramah " Marilah. Silahkan naik ke pendapa. "
Ki Lurah Branjangan segera dapat mengenalinya. Orang itu
adalah Ki Makerti yang sudah lebih dahulu tiba dirumah
tuanya itu. Anak-anak muda anggauta Gajah Liwung beserta
tamu-tamu mereka itupun segera naik ke pendapa setelah pintu
gerbang halaman rumah itu ditutup rapat.
Ki Lurah Branjanganpun segera memperkenalkan orangorang
yang menyertainya itu seorang demi seorang. Ketika Ki
Lurah menunjuk Rara Wulan, maka Ki Lurah itu justru
bertanya "Apakah Ki Makerti sudah mengenal anggauta Gajah
Liwung yang seorang ini" "
Ki Makerti mengerutkan keningnya. Ia tidak segera
mengenal Rara Wulan. Tetapi karena nama Rara Wulan
belum disebut diantara ketujuh orang anggauta kelompok itu
yang lain, maka iapun segera mengetahui bahwa yang
seorang itu tentu Rara Wulan.
Karena itu, maka Ki Makertipun kemudian menjawab "
Tcnnj aku mengenalnya. Rara Wulan. "
Ki Lurah tertawa. Katanya " Ingatan Ki Makerti begitu
tajamnya. Sudah berapa tahun Ki Makerti tidak melihat cucuku
itu" " " Bukankah semuanya adalah delapan orang selain para
tamu. Jika yang tujuh sudah Ki Lurah sebutkan, maka aku
tinggal menebak yang seorang lagi. "
" Ki Makerti benar " sahut Ki Lurah.
Sambil menggeleng"gelengkan kepalanya Ki Makerti
berkata " Aku sebelumnya tidak mengira bahwa Rara Wulan
sudah sebesar itu. Tetapi melihat ujud lahiriahnya, semula aku
kira ia seorang laki-laki. Ia terlalu gagah bagi ujud seorang
perempuan. " " Tetapi dengan pakaian wajarnya, ia tetap seorang gadis
yang menarik " sahut Ki Jayaraga.
Ki Makerti tertawa. Katanya " Aku tidak mengira bahwa
anak ini akan berkembang seperti ini. Ketika ia masih kanakkanak
ia nampak lembut, sedikit pemalu dan memang nampak
berkemauan keras. " " Nah, sekarang Ki Makerti melihat disaat ia dewasa "
berkata Ki Lurah. Rara Wulan sendiri hanya menundukkan kepalanya saja.
Tetapi ia menjadi kurang senang, bahwa ia telah menjadi
bahan pembicaraan oleh orang-orang tua itu. Rara Wulan
memang pernah mengenal Ki Makerti. Tetapi sebelum ia
menjadi dewasa sepenuhnya seperti sekarang ini.
Sementara itu Ki Makerti masih juga berkata " Sekarang
anak ini nampak keras dan memang mirip seorang laki-laki.
Tetapi jika kita sempat memperhatikan wajahnya, maka wajah
itu memang wajah gadis yang lembut sebagaimana aku kenal
dimasa remajanya. " " Ia memang menjadi seorang laki-laki " berkata Ki Lurah.
" Tetapi bagaimanapun juga ia adalah seorang gadis "
berkata Ki Makerti. Ki Lurah Branjangan menarik nafas dalam-dalam.
Sementara itu Rara Wulan nampak semakin gelisah.
Untunglah bahwa seorang yang sudah berambut putih
datang untuk menghidangkan minuman hangat. Wedang sere
dengan gula kelapa. " Inilah orang yang aku katakan itu " berkata Ki Makerti " ia
akan berada di rumah ini. Ia dapat membantu membersihkan
kebun belakang dan mengambil air sebagaimana dilakukan
setiap hari. " " Baiklah Ki Makerti. Kami akan menerimanya sebagai
seorang tetua kami disini " berkata Ki Lurah Branjangan.
" Aku titipkan orang tua itu kepada kalian " berkata Ki
Makerti. " Tidak " jawab Ki Lurah " aku titipkan anak-anak itu
kepadanya. " Ki Makerti tertawa. Sementara itu, orang tua yang
menghidangkan minuman itu berkata dengan suara
terbata"bata " Aku hanya seorang abdi disini. "
" Tidak " berkata Ki Lurah " perlakukan anak-anakku
sebagai anakmu sendiri. "
Ki Makertilah yang menjawab " Jangan membuat orang tua
itu bingung. Ia memang tidak banyak mengerti tentang
hubungan kita. Tetapi serba sedikit aku sudah
memberitahukan kepadanya tentang kalian yang akan tinggal
dirumah ini. " Ki Lurah tersenyum. Sambil menepuk bahu orang tua yang
meletakkan mangkuk-mangkuk minuman itu iapun berkata "
Kita akan tinggal bersama-sama disini Ki Sanak. Tetapi aku
sendiri tidak. Anak-anakkulah yang akan berada di sini. "
" Dengan seorang cucu " desis orang itu.
Ki Lurah tertawa. Katanya " Ya. Dengan seorang cucu.
"Tetapi sejenak kemudian orang tua itupun telah bergeser
pergi ke belakang. " Biarlah ia beristirahat " berkata Ki Lurah " malam-malam
begini ia masih harus menyediakan minuman buat kami. "
Ki Makerti tertawa lagi sambil berkata " Bukankah itu sudah
kewajibannya sebagaimana kita malam-malam masih juga
duduk disini karena kita melakukan kewajiban kita masingmasing.
" " Tetapi ia sudah terlalu tua untuk bekerja keras " berkata Ki
Lurah. Ki Makerti mengangguk-angguk. Sementara Rara
Wulanpun berkata " Biarlah aku membantunya. "
" Tidak. Tidak ada lagi yang akan dilakukannya " cegah Ki
Makerti. " Bukankah ia seorang gadis " sahut Ki Lurah Branjangan "
sudah sepantasnya ia berada di dapur. "
Rara Wulan tidak menunggu lagi. Ia memang lebih suka
meninggalkan pembicaraan itu, karena ia sadar, bahwa
kakeknya dan Ki Makerti tentu masih akan menyinggungnyinggung
dalam pembicaraan berikutnya.
Ketika Rara Wulan sampai ke dapur, ternyata bahwa orang
tua itu masih sibuk. Bahkan orang tua itu telah menanak nasi
dan menyediakan lauk pauk. Ketika Ki Makerti datang, maka
Ki Makerti telah memberitahukan bahwa akan ada tamu
sebanyak lebih dari sepuluh orang, sehingga orang tua itu
menjadi sibuk. " Marilah aku bantu kek " berkata Rara Wulan sambil
menyingsingkan lengan bajunya.
Orang tua itu tersenyum. Katanya " Duduk sajalah ngger.
Biarlah aku selesaikan pekerjaan yang memang menjadi
tugasku ini. " " Biarlah aku membantu kek. Kakek tentu sudah menjadi
letih menyiapkan semuanya ini " berkata Rara Wulan.
" Bukan aku sendiri " Jawab orang tua itu " aku dan Ki
Makerti telah bekerja didapur untuk menyiapkan semua
hidangan. Ki Makerti ternyata juga pandai memasak. "
Rara Wulan tersenyum. Katanya " Sekarang, biarlah aku
yang menghidangkan. "
Orang tua itu termangu-mangu sejenak. Namun iapun
kemudian tersenyum sambil berkata " Baiklah. Silahkan. "
Yang kemudian ikut menjadi sibuk adalah Rara Wulan. Ia
telah membantu menyiapkan mangkuk-mangkuk untuk
makan, lauk pauk dan nasi yang hangat. Sehingga sejenak
kemudian, maka Rara Wulan itu telah menghidangkannya.
Ki Makerti menarik nafas dalam-dalam melihat Rara Wulan
yang ternyata juga cekatan menyiapkan hidangan.
" Cucu Ki Lurah memang luar biasa " desis Ki Makerti.
Tetapi Ki Lurah tidak menjawab selain tersenyum saja.
Sejenak kemudian,maka hidanganpun telah lengkap.
Agung Sedayu yang lebih banyak mendengarkan
pembicaraan Ki makerti dengan Ki Lurah Branjangan berkata "
Kami telah membuat Ki Makerti menjadi sibuk. "
" Ah tidak " jawab Ki Makerti " Aku senang, bahwa rumah
yang sudah lama seakan-akan kosong ini akan berpenghuni
lagi. Dengan demikian maka rumah ini bukan saja terpelihara,
tetapi rumah ini akan menjadi hidup kembali. Di saat-saat
tertentu aku mengunjungi rumah ini, maka aku tidak
menjumpai rumah ini kosong, sepi dan kadang-kadang terasa
sedikit menggelitik bulu roma. "
" Kami yang mengucapkan terima kasih yang tidak
terhingga Ki Makerti " desis Sabungsari mewkili kawankawannya
" kami akan memelihara rumah ini seperti rumah
kami sendiri. Tetapi rumah ini, kami benar-benar kebingungan
dan tidak tahu harus tinggal dimana. "
" Bukan berarti kalian masing-masing tidak mempunyai
rumah " sahut Ki Makerti.
Sabungsari tersenyum sambil mengangguk " Ya, Ki
Makerti. " Nah, sekarang hidangan makan telah tersedia. Apa
adanya. Silahkan makan. " berkata Ki Makerti.
" Kami telah merepotkan Ki Makerti " berkata Sabungsari.
" Tidak apa-apa. Aku tahu, bahwa dalam dua hari kalian
makan binatang buruan. Mungkin kijang, rusa atau apa saja.
Sekarang kalian makan nasi, hangat " berkata Ki Makerti.
" Daging ayam " desis Mandira.
" Ayam sendiri. Kami disini mempunyai beberapa ekor
ayam yang berkembang biak menjadi banyak. " berkata Ki
Makerti kemudian. " Bukan berarti bahwa kalian disini kelak dapat menangkap
ayam sekehendak hati " desis Agung Sedayu.
Anak-anak dari kelompok Gajah Liwung itu tertawa. Ki
Makerti yang juga tertawa berkata " Kecuali jika kalian juga
memelihara ayam Halaman dibelakang rumah ini cukup luas. "
Anak-anak anggauta kelompok Gajah Liwung itu
mengangguk-angguk. Namun yang terbayang oleh mereka
bukan hanya kemungkinan memelihara ayam. Tetapi halaman
belakang itu akan dapat dipergunakan untuk berlatih dengan
baik. Demikianlah, sejak malam itu, kelompok Gajah Liwung
berada dirumah Ki Makerti di Kademangan Sumpyuh. Ki
Makerti menganjurkan satu dua orang diantara mereka
memperkenalkan diri kepada Ki Bekel di padukuhan itu, serta
Ki Demang di Sumpyuh. Mereka harus berusaha berhubungan
baik dengan para tetangga. Tetapi mereka memang harus
sejauh mungkin menyamarkan diri, sehingga orang-orang
disekitar mereka tidak tahu bahwa mereka adalah anak-anak
muda dari kelompok-kelompok Gajah Liwung.
" Rara Wulan lebih baik tidak dikenal oleh orang luar disini
"berkata Ki Makerti " selain menarik perhatian, juga akan
sangat mudah diketahui, seorang gadis diantara tujuh orang
anak-anak muda. Tentu kelompok Gajah Liwung. "
Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk. Katanya " Aku
sependapat. Rara Wulan harus selalu berada di belakang
dinding halaman rumah ini. "
" Seperti gadis pingitan" " bertanya Rara Wulan tiba-tiba.
" Untuk sementara. Kita akan melihat perkembangan
keadaan " jawab Ki Lurah " jika kau ingin keluar juga, maka
sebaiknya kau bersikap seperti seorang laki-laki sebagaimana
biasa kau lakukan." Rara wulan mengangguk-angguk. Agaknya ia mengerti
pesan kakeknya itu. Bahkan untuk kepentingan kelompoknya.
Dalam pada itu, ketika mereka sudah selesai makan dan
minum, maka Ki Makerti telah mempersilahkan anak-anak
muda itu beristirahat. Demikian pula Ki Lurah, Ki Jayaraga dan
Agung Sedayu. " Terima kasih Ki Makerti " besok aku harus kembali ke
Tanah Perdikan Menoreh " berkata Ki Lurah. Lalu katanya
pula " bersama angger Agung Sedayu. "
" Kita akan mengambil kuda-kuda yang kita titipkan itu lebih
dahulu. " berkata Suratama.
" Besok saja. Langsung ke Tanah Perdikan " jawab Ki
Lurah. Seperti yang direncanakan, maka dihari berikutnya, Ki
Makerti kembali ke kota, sementara Ki Lurah Branjangan dan
Agung Sedayu kembali ke Tanah Perdikan Menoreh.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sementara itu, anak-anak muda dari kelompok Gajah
Liwung itu telah membenahi rumah mereka yang baru, yang
mereka pinjam dari Ki Makerti. Mereka memperlakukan rumah
itu seperti rumah mereka sendiri. Sedang orang tua yang
sebelumnya menunggu rumah itu, tinggal bersama mereka.
Ternyata orang tua itu merasa seakan-akan dunianya
menjadi ramai kembali. Anak-anak muda itu bersikap baik
terhadapnya. Bahkan mereka menganggap orang tua itu
seperti keluarga sendiri. Bukan sekedar seorang yang bekerja
untuk kepentingan mereka.
Sementara anak-anak Gajah Liwung membenahi diri, maka
Ki Lurah Branjangan dan Agung Sedayu telah menempuh
perjalanan kembali ke Tanah Perdikan. Mereka tidak menemui
hambatan apapun. Ki Lurah Branjangan yang datang ke
Mataram untuk membicarakan persoalan cucunya yang
meningkat dewasa itu, justru telah menghindar, karena sikap
Rara Wulan yang keras. " Tetapi sebaiknya Ki Lurah menemui kedua orang tua Rara
Wulan " berkata Agung Sedayu.
" Untuk apa" Aku tidak dapat mengatakan apa-apa karena
sikap Rara Wulan " jawab Ki Lurah.
" Apapun yang Ki Lurah katakan, namun dengan sikap Ki
Lurah sekarang ini kedua orang tua Rara Wulan menjadi
semakin gelisah " berkata Agung Sedayu kemudian.
" Aku mengerti " jawab Ki Lurah Branjangan " namun
sebenarnya ada sesuatu yang sedang aku pikirkan. "
" Tentang apa Ki Lurah" " bertanya Agung Sedayu.
" Aku tahu bahwa Rara Wulan dipanggil pulang karena
kedua orang tuanya berniat menjodohkan Rara Wulan dengan
seorang anak muda yang sama sekali tidak menarik bagi Rara
Wulan " berkata kakeknya " ternyata Rara Wulanpun
mengetahuinya pula. "
" Tetapi bukankah hal seperti ini harus dibicarakan
sehingga dapat diketemukan satu penyelesaian" Jika Ki Lurah
selalu menghindar, maka persoalannya tentu akan
mengambang terus. Ki Lurah justru akan dikejar-kejar oleh
persoalan itu siang dan malam "berkata Agung Sedayu.
" Aku mengerti " Ki Lurah mengangguk-angguk " Tetapi
sebenarnyalah bahwa aku memerlukan bahan lebih banyak
untuk berbicara dengan kedua orang tua Rara Wulan. "
" Bahan apa lagi Ki Lurah" " bertanya Agung Sedayu.
" Anakmas Agung Sedayu " desis Ki Lurah Branjangan "
baiklah aku berterus terang. Aku melihat hubungan yang
akrab antara Rara Wulan dan Glagah Putih. Sebagai orang
tua, maka aku dapat menduga bahwa sebenarnyalah diantara
keduanya telah tumbuh perasaan lain daripada sekedar
bersama-sama menjadi anggauta kelompok Gajah Liwung
yang memiliki keinginan yang sama, penilaian terhadap
keadaan yang sama dan cara memecahkan yang sama.
Tetapi keduanya nampaknya mempunyai hubungan khusus
sebagai seorang anak muda dengan seorang gadis yang
sama-sama meningkat dewasa. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada
rendah iapun berkata " Nampaknya memang demikian Ki
Lurah. Akupun dapat merasakan betapa keduanya memiliki
ikatan yang berbeda dengan anggauta"anggauta yang lain.
Tetapi keduanya agaknya tidak mempunyai keberanian atau
mungkin tidak mempunyai kesempatan atau bahkan karena
perasaan rendah diri sehingga keduanya tidak
menunjukkannya dengan jelas. Glagah Putih sebagai seorang
laki-laki memang merasa rendah diri menghadapi Rara Wulan,
karena Rara Wulan adalah seorang gadis dari keturunan
orang berpangkat. Bukankah ayah Rara Wulan seorang
pejabat di istana Mataram, sedangkan kakeknya dari jalur
ayahnya seorang Tumenggung" "
" Apa kelebihannya seorang cucu Tumenggung. Bahkan
setelah ayah Rara Wulan di wisuda menjadi Tumenggung
pula" " bertanya Ki Lurah Branjangan. Lalu katanya pula "
Bukankah saudara sepupu Glagah Putih juga seorang
Tumenggung" " Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Katanya "
Glagah Putih memang tidak dapat berdiri beralaskan derajad
saudara sepupunya. Sebagai seorang laki-laki maka ia harus
berdiri pada kakinya sendiri. "
Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk. Katanya "
Glagah Putih memang seorang laki-laki yang sadar
sepenuhnya akan tanggung jawabnya sebagai seorang lakilaki.
Namun justru karena itu, maka ia merasa rendah hati
menghadapi seorang gadis dari tingkatan yang dianggapnya
lebih tinggi. Ia merasa bahwa tidak akan dapat memikul
tanggung jawab sepenuhnya sebagai seorang laki-laki untuk
memenuhi kebutuhan hidup dengan gaya seorang dari tataran
yang dianggapnya terlalu tinggi " Ki Lurah berhenti sejenak.
Namun katanya kemudian " Seharusnya Glagah Putih tidak
perlu merasa demikian. Ia harus mengerti sikap gadis itu
sendiri. Meskipun ia anak seorang yang berkedudukan tinggi,
tetapi gadis itu sendiri mempunyai gaya hidup yang lain dari
kedua orang tuanya. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Aku juga
melihat hal itu pada Rara Wulan. Ia bukan seorang yang
menempatkan diri pada tataran yang tinggi itu. Meskipun pada
mulanya memang ada gejala seperti itu. Tetapi Rara Wulan
telah mengalami getaran perasaan yang membuatnya
berubah. Justru ketika ia meningkat dewasa. Sebagai seorang
gadis maka Rara Wulan memang tidak dapat menunjukkan
sikap hatinya itu lebih dahulu. "
Ki Lurah Branjangan termangu-mangu sejenak. Lalu
katanya " Jika keduanya dibatasi oleh sikap masing-masing,
maka tidak pernah ada isyarat dari antara mereka. Masingmasing
justru menahan perasaan yang bergejolak didalam diri
mereka. Perasaan yang bergejolak tetapi tertahan itu akan
menjadi beban yang semakin lama menjadi semakin berat,
sehingga pada suatu saat mereka akan merasa tidak lagi
mampu memikulnya. Akibatnya akan dapat
bermacam"macam. Bahkan akibat yang tidak diharapkanpun
dapat terjadi. " " Jadi apa yang sebaiknya dilakukan Ki Lurah" " bertanya
Agung Sedayu. " Kau adalah kakak sepupunya disamping Untara yang
telah diwisuda menjadi seorang Tumenggung. Kau dapat
mendorongnya untuk berbuat lebih banyak sebagai seorang
laki-laki. Ia tidak boleh merasa rendah diri sehingga tidak
mempunyai keberanian untuk berbuat sesuatu. " berkata Ki
Lurah. " Tetapi bagaimanakah akibatnya jika Glagah Putih sudah
berani mulai menyatakan perasaannya, sementara itu Rara
Wulan justru harus memenuhi perintah orang tuanya" "
bertanya Agung Sedayu. Wajah Ki Lurah menjadi tegang. Namun kemudian orang
tua itu menarik nafas dalam-dalam sambil berkata " Ya. Aku
melupakan unsur yang justru menentukan. "
" Bukankah itu berarti bahwa Ki Lurah harus berbicara
dengan kedua orang tuanya" " bertanya Agung Sedayu.
Ki Lurah mengangguk-angguk. Namun kemudian ia berkata
"Memang sulit untuk memilih darimana kita harus mulai.
Sebaiknya aku memang mengajak Rara Wulan menghadap
orang tuanya untuk mengatakan sendiri sikapnya. Akibatnya
mungkin memang buruk bagi Rara Wulan jika ia menolak
keputusan kedua orang tua"
nya. Tetapi nampaknya hal itu memang tidak dapat
dihindari jik kedua orang tua Rara Wulan juga mau
mengeraskan hatinya sebagaimana rara Wulan. Aku
menyadari bahwa aku tentu akan menjadi sasaran kemarahan
kedua orang tuanya dan kakek Rara Wulan yang
Tumenggung itu, sebagaimana ayah Rara Wulan juga sudah
Tumenggung pula. " " Ayah Rara Wulan sudah Tumenggung" " bertanya Agung
Sedayu. " Masih belum diwisuda. Tetapi pada akhir bulan ini ia akan
diwisuda menjadi seorang Tumenggung yang melayani rumah
tangga istana Panembahan Senapati langsung dibawah
perintah Ki Patih Mandaraka " jawab Ki Lurah " selanjutnya,
kedua orang tua Rara Wulan itu ingin menyambung
keberuntungannya itu dengan menerima lamaran dari seorang
yang juga berpangkat tinggi. Juga seorang Tumenggung.
Kedua belah pihak telah mulai merintis pembicaraan tanpa
berbicara lebih dalam kepada Rara Wulan. "
" Bagaimana dengan anak muda yang akan dijodohkan
dengan Rara Wulan" " bertanya Agung Sedayu.
" Anak muda itulah yang sangat tertarik kepada Rara Wulan
"jawab Ki Lurah Branjangan.
" Anggauta Macan Putih" " bertanya Agung Sedayu pula.
" Bukan. Tetapi seorang pejabat di istana juga yang sudah
merintis kedudukannya. Ia seorang anak muda yang
nampaknya cekatan dan sigap dalam tugasnya. Oleh
ayannya, anak muda itu dititipkan kepada ayah Rara Wulan
untuk menjadi pembantunya. Namun ternyata bukan saja
menjadi pembantunya dalam tugasnya, ternyata ayah Rara
Wulan berniat untuk menerimanya sebagai menantunya.
Apalagi ayahnya juga seorang Tumenggung dan lebih dari itu
seorang yang kaya saya. Tidak seorangpun tahu dari mana ia
dapat menjadi kaya raya seperti itu " jawab Ki Lurah
Branjangan. " Apakah anak muda itu juga memang prajurit" " desak
Agung Sedayu. " Dalam kedudukan sebagai seorang lurah dari para
pelayan dalam " jawab Ki Lurah Branjangan.
" Seorang Lurah yang masih muda. Atau seorang
Narpacun"daka" bertanya Agung Sedayu lebih lanjut.
Ki Lurah merenung. Tetapi iapun menggeleng " Bukan.
Bukan seorang Narpacundaka. Ia tidak bertugas melayani
khusus salah seorang pemimpin tinggi di Mataram Tetapi ia
bertugas secara umum diistana. "
" Mungkin aku pernah melihatnya jika aku menghadap
Panembahan Senapati " berkata Agung Sedayu.
Ki Lurah mengangguk-angguk. Katanya " Mungkin sekali.
Anak muda itu memang sering berada di istana karena tugastugasnya."
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak
bertanya lagi. Bahkan selanjutnya yang mereka bicarakan
selama dalam perjalanan adalah bukan lagi persoalan Rara
Wulan. Ternyata keduanya tidak menemui hambatan diperjalanan.
Sejak mereka menyeberangi Kali Praga, maka kuda-kuda
mereka telah berpacu di jalan-jalan bulak Tanah Perdikan.
" Aku akan langsung pergi ke barak " berkata Agung
Sedayu "aku sudah terlambat dua hari dari waktu yang
tersedia. Mungkin orang-orang di barak itu sudah menjadi
gelisah. " Ternyata Ki Lurah Branjangan sependapat. Iapun telah
meninggalkan barak itu lebih lama dari rencananya.
Dengan demikian maka keduanya telah berpacu langsung
menuju ke barak pasukan khusus di Tanah Perdikan.
Ketika keduanya memasuki pintu gerbang, maka para
prajurit telah menyambut keduanya dengan gembira, seperti
anak-anak yang melihat ayahnya datang dari pasar.
Setelah Ki Lurah Branjangan dan Agung Sedayu
menyerahkan kuda-kuda mereka kepada seorang prajurit,
maka seorang diantara para pemimpin kelompok di pasukan
khusus itu menemui Agung Sedayu dan Ki Lurah Branjangan.
" Ada dua orang tamu yang sudah menunggu " berkata
kepala kelompok itu. " Siapa" " bertanya Ki Lurah.
" Silahkan " desis prajurit itu.
Dengan jantung yang berdebaran, Ki Lurah Branjangan dan
Agung Sedayu telah memasuki ruang yang khusus untuk
menerima tamu. Demikian mereka memasuki pintu, maka Ki Lurah
Branjanganpun terkejut. Dua orang telah menunggu mereka.
Agung Sedayu tertegun. Sementara Ki Lurah berdesis "
Menantuku. Ayah Rara Wulan. "
Agung Sedayu ikut menjadi berdebar-debar. Tetapi ia
berusaha untuk menyingkirkan kesan debar jantungnya itu
dari wajahnya. Sejenak kemudian, sambil tersenyum Ki Lurah
Branjanganpun duduk disebelah menantunya sambil bertanya
" Kapan kau datang" "
" Tadi pagi ayah. Aku memang memperhitungkan bahwa
ayah telah kembali ke Tanah Perdikan. Aku kira malah
semalam. Tetapi ternyata aku datang lebih dahulu. " jawab
menantu Ki Lurah itu. Ki Lurah menarik nafas dalam-dalam, sementara
menantunya berkata lagi " Aku sengaja menunggu ketika aku
mendapat keterangan bahwa ayah tidak ada di barak. Aku
sudah bertekad untuk menunggu sehari penuh. "
Ki Lurah mengangguk-angguk. Katanya " Kemarin aku
memang pulang sebentar. "
" Aku sudah menyuruh seseorang untuk melihat apakah
ayah sudah pulang atau belum. Tidak hanya sekali. Tetapi
empat kali. Yang terakhir aku mendapat keterangan bahwa
ayah pulang hanya sebentar, sendiri, kemudian kembali lagi
ke Tanah Perdikan " sahut menantunya. Lalu katanya pula "
Menurut keterangan yang aku dapat, ayah tidak membawa
Rara Wulan serta. Aku menjadi sangat gelisah, sehingga aku
harus menemui ayah hari ini. "
Ki Lurah Branjangan menarik nafas dalam-dalam.
Sementara itu menantunya bertanya " Dimana Wulan
sekarang ayah" "
Ki Lurah termangu-mangu sejenak. Katanya " Rara Wulan
adaditempat pamannya. Ia ingin melihat"lihat Kademangan
Sumpyuh. " " Pamannya, siapakah yang ayah maksud" " bertanya
menantunya. " Hubungan kami memang sudah agak jauh. Tetapi
pamannya yang tua itu adalah orang yang aku hormati " jawab
Ki Lurah dengan agak ragu.
Menantunya menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Aku
harus segera berbicara dengan Rara Wulan. "
Ki Lurah termangu-mangu sejenak. Ketika ia berpaling
kepada Agung Sedayu, iapun berkata " Aku lupa
memperkenalkan kau dengan angger Agung Sedayu. "
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Menantunya mengangguk hormat. Tetapi ia menjawab "
Aku memang belum mengenalnya secara pribadi. Tetapi aku
tahu bahwa Ki Lurah Agung Sedayu adalah pemimpin
pasukan Khusus Mataram di Tanah Perdikan ini. "
" O " Ki Lurah mengangguk-angguk, sementara
menantunya berkata " Maaf Ki Lurah, aku berbicara tentang
keluargaku" Agaknya aku akan sulit untuk menemukan waktu
seperti ini. " Lalu iapun memperkenalkan kawannya " Ini
adalah pembantuku yang paling baik. "
Ki Lurah Branjangan dan Agung Sedayupun mengangguk
hormat sebagaimana orang itu.
Namun kemudian menantu Ki Lurah itupun berkata " Ayah.
Apakah ayah dapat membawa kami ke Kademangan
Sumpyuh yang ayah katakan itu" "
" Nanti dulu anakmas " jawab Ki Lurah " aku minta maaf,
bahwa aku telah membuatmu gelisah. Tetapi aku ingin
mengatakan terus terang kenapa Rara Wulan sulit untuk aku
bawa pulang. " " Aku sudah mengetahui ayah " jawab menantunya " tentu
Wulan pernah mendengar pembicaraan tentang lamaran
seorang anak muda atas dirinya. "
" Jadi kau sudah tahu" " bertanya Ki Lurah Branjangan.
" Aku sudah tahur Rara Wulan menganggap bahwa aku
telah mengambil keputusan sebelum berbicara dengan gadis
itu " desis ayahnya.
Ki Lurah Branjangan termangu-mangu sejenak. Dahinya
yang sudah digurati garis-garis umurnya, telah terkejut.
Dengan nada tinggi ia bertanya " Darimana anakmas tahu" "
" Aku dapat menangkap sikap Rara Wulan sebelum ia
meninggalkan rumah pergi ke rumah ayah " jawab menantu Ki
Lurah. " Bukankah waktu itu pembicaraan itu belum jelas" "
bertanya Ki Lurah. " Tapi Rara Wulan sudah menduganya. Bahkan tidak hanya
seorang anak muda yang datang kepadanya. Juga bukan
hanya sepasang dua pasang orang tua yang datang
kepadanya. " jawab menantunya.
" Lalu kau biarkan Rara Wulan berteka-teki" " bertanya Ki
Lurah. " Itulah yang sebenarnya ingin aku bicarakan dengan Rara
Wulan. Aku ingin mendengar pendapatnya. Tetapi sebelum itu
aku lakukan, ia telah mengambil kesimpulan. Apalagi seolaholah
perhatianku hanya tertuju kepada Teja Prabawa saja.
Padahal menurut perasaan kami berdua, perhatian kami
terhadap anak-anak kami tidak berbeda " Jawab menantunya.
Lalu katanya " Karena itu ayah, berilah aku kesempatan untuk
berbicara dengan Rara Wulan. Mungkin aku dapat
menjelaskan sikapku. "
" Tetapi apakah kau belum pernah menerima lamaran
seseorang" Maksudku, lamaran yang telah kau iakan tanpa
berbicara dengan Rara Wulan " bertanya Ki Lurah.
" Sudah aku katakan ayah. Aku masih ingin berbicara
dengan Rara "Wulan " jawab menantunya.
Ki Lurah Branjangan menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Mungkin ada salah paham. Rara Wulan menganggap bahwa
sudah disediakan seorang suami baginya. "
" Tentu tidak " jawab ayah Rara Wulan itu " karena itu, aku
harus berbicara dengan anak itu. "
" Bagaimana dengan Lurah Pelayan Dalam itu" " bertanya
Ki Lurah Branjangan. " Lurah Pelayan Dalam" Maksud ayah Rosa Wimbaga
putera Ki Tumenggung Supanagara" " bertanya menantunya.
" Ya. Bukankah lamaran Ki Tumenggung Supanagara telah
kau terima" " bertanya Ki Lurah.
" Tidak ayah. Belum. Kedua orang tua Rosa Wimbaga
memang pernah datang ke rumah kami untuk melamar Rara
Wulan atas permintaan anaknya. Tetapi sudah aku katakan
berkali"kali, aku harus berbicara dengan Rara Wulan. " jawab
menantunya. Ki Lurah Branjangan menarik nafas dalam-dalam. Dengan
nada dalam ia berkata " Aku mendengar bahwa lamaran itu
sudah pasti kau terima. Bahkan kalian telah berbicara tentang
hari-hari yang baik serta perhitungan-perhitungan yang lain. "
" Tidak ayah. Itu tidak benar. " jawab menantunya.
Ki Lurah Branjangan mengerutkan keningnya. Sambil
mengangguk-angguk kecil ia berkala " Jika demikian, biarlah
aku bertemu lagi dengan Rara Wulan. "
" Jadi aku tidak dapat bertemu di Tanah Perdikan ini ayah"
"bertanya menantunya.
Ki Lurah menggeleng. Katanya " Sudah aku katakan, Rara
Wulan berada di Sumpyuh. "
" Baiklah, kita akan pergi ke Sumpyuh. " berkata
menantunya. " Baiklah aku sendiri besok pergi ke Sumpyuh. Jika kau
datang, aku tidak yakin jika Rara Wulan mau berbicara " jawab
Ki Lurah Branjangan. Ternyata menantunya masih mempunyai kepercayaan
yang besar terhadap Ki Lurah. Meskipun dengan nada
membebankan tanggung jawab kepada mertuanya. Katanya "
Baiklah ayah. Tetapi pulang atau tidak pulang, Rara Wulan
aku serahkan kepada ayah. "
Ki Lurah mengangguk-angguk. Katanya " Aku akan
mempertanggung jawabkannya. "
" Ibunya sering menangisinya. Sebenarnya hal itu tidak
perlu aku beritahukan kepada ayah " berkata menantunya.
Ki Lurah mengangguk-angguk. Katanya " Aku mengerd.
Dan yang tidak ingin kau katakan itu ternyata telah kau
katakannya. " " Aku hanya ingin mengurangi beban di dadaku ini ayah. "
jawab menantunya. Ki Lurah menarik nafas dalam-dalam, katanya " Dalam
waktu dua atau tiga hari ini, aku akan membawa Rara Wulan
kepada kalian. Tetapi dengan janji, bahwa kalian tidak akan
menyudutkan anak itu ke peralatan pernikahan tanpa
disepakatinya. " " Aku berjanji " jawab menantunya.
Demikianlah, setelah meneguk kembali minumannya, maka
menantu Ki Lurah itu dengan seorang kawannya telah minta
diri. Kepada Agung Sedayupun ia telah berkata " Maaf Ki
Lurah. Aku telah mengganggu Ki Lurah dengan pembicaraan
yang sebenarnya merupakan persoalan keluarga. "
" Tidak apa-apa Ki Tumenggung. Ki Lurah bagiku juga
terhitung keluarga sendiri di barak Pasukan Khusus ini " jawab
Agung Sedayu. Ketika Ki Lurah minta menantunya pulang setelah matahari
tidak menyengat tengkuk, menantunya itu berkata " Ibu Rara
Wulan tentu sudah menunggu-nunggu kedatanganku. "
Ki Lurah tidak berkata apapun lagi. Diantarkannya
menantunya sampai keregol pasukan khusus itu bersama
Agung Sedayu. Kemudian melepasnya bersama kawannya
menempuh perjalanan yang sebaliknya dari yang ditempuh
oleh Ki Lurah Branjangan dengan Agung Sedayu.
Ketika menantunya sudah tidak nampak lagi terhalang oleh
tikungan, maka Ki Lurah Branjangan menarik nafas dalamdalam.
Dengan nada rendah ia berkata " Aku telah mendapat
keterangan yang kurang tepat. Atau orang tua Rara Wulan
telah berubah sikap" Agaknya sikap keras Rara Wulan
mempengaruhi sikap kedua orang tuanya. Sepengetahuanku,
kedua orang tua Rara Wulan termasuk orang yang keras dan
kurang memperhatikan pendapat anaknya. Terutama Rara
Wulan. Mereka menganggap bahwa seorang gadis tidak
pantas untuk menyatakan pendapatnya. Teja Prabawa masih
beruntung dapat berbicara pada kesempatan-kesempatan
tertentu, sehingga Rara Wulan menganggap bahwa ayah dan
ibunya telah banyak memperhatikan kakaknya, yang seorang
laki-laki itu, daripada dirinya. Kedua orang tuanya tentu
menganggap bahwa seorang anak laki-laki akan dapat
menjunjung tinggi nama orang tuanya dan mengubur dalamdalam
disaat orang tuanya meninggal. Sehingga dengan
demikian maka anak-anak yang dilahirkan laki-laki tentu lebih
berharga dari anak-anak yang dilahirkan perempuan. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " Baru
setelah Rara Wulan seakan-akan menghilang dari rumahnya,
kedua orang tuanya menyadari, bahwa mereka sebenarnya
sangat mencintai anaknya. Mereka tidak mau kehilangan anak
gadisnya dan memperlunak sikap mereka. "
Ki Lurah Branjangan menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Aku harus pergi ke Sumpyuh besok. "
" Tetapi memang lebih baik mempertemukan Rara Wulan
dengan kedua orang tuanya. Bahkan jika perlu Ki Lurah dapat
sedikit memaksa. Semuanya untuk kepentingan Rara Wulan
sendiri. Apapun keputusan yang diambil, namun segala
sesuatunya akan menjadi lebih jelas. Bahkan lebih baik jika
menjadi pasti. " sahut Agung Sedayu.
Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk. Sementara
Agung Sedayupun berkata " Sudahlah. Marilah kita masuk. "
Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk sambil
menjawab " Aku sempat beristirahat hari ini. Tetapi besok aku
minta ijin untuk meninggalkan barak ini lagi. Untunglah
pemimpin Pasukan Khusus Mataram di Tanah Perdikan ini
cukup baik hati. " Agung Sedayu mengerutkan dahinya. Namun iapun
tersenyum. Katanya " Terima kasih Ki Lurah. Jika Ki Lurah
memuji aku lebih sering, maka aku akan memberikan ijin lebih
sering pula. " Dalam ketegangan perasaan itu, Ki Lurah masih juga dapat
tertawa. Sementara itu, Rara Wulan yang berada dirumah Ki Makerti
di Sumpyuh telah membersihkan dapur dan ruang-ruang yang
sebelumnya tidak banyak dipergunakan. Yang lainpun telah
membersihkan bilik-bilik tengah dan bilik-bilik yang terdapat di
gandok. Rumah Ki Makerti memang tidak terlalu besar. Tetapi
dilengkapi dengan bagian-bagian yang lengkap. Disebelah
menyebelah rumah itu terdapat gandok kiri dan kanan.
Pendapa, pringgitan dan ruang dalam dengan tiga sentong di
tengah. Kemudian lewat longkangan samping terdapat butulan
ke belakang. Sementara lewat sisi sentong tengah terdapat
pintu di kiri kanan ke longkangan tertutup dibelakang langsung
menuju ke dapur. Namun nampaknya rumah itu telah mengalami perbaikan
dan perubahan. Pada pringgitan, terdapat bilik diujung kiri dan
ujung kanan dengan pintu menghadap ke ruang dalam.
Hari itu juga maka anak-anak dari kelompok Gajah Liwung
itu telah membagi ruang. Rara Wulan akan berada disalah
satu dari kedga sentong diruang dalam Tetapi bukan yang
lengah. Sedang kedua sentong yang lain akan dibiarkan
kosong. Bilik yang memotong ujung pringgitan yang satu akan
dipergunakan oleh Ki Jayaraga sedangkan yang lain akan
dipergunakan oleh Glagah Putih. Sedangkan enam orang
yang lain, dga orang akan berada di gandok sebelah kiri, dan
tiga orang yang lain di gandok sebelah kanan.
Hari itu, kegiatan utama orang-orang dari kelompok Gajah
Liwung itu terbatas pada membenahi rumah tua itu.
Sementara orang tua yang menunggu rumah itu sebelumnya,
telah memilih tempat dibilik kecil disudut dapur rumah itu.
" Aku selalu memerlukan penghangat terutama dimusim
bediding " berkata orang itu " didapur aku akan dapat berada
dekat dengan perapian sepanjang malam. "
Anak-anak muda dari kelompok Gajah Liwung itu tidak
dapat memaksanya untuk memilih bilik yang lain, karena sejak
sebelumnya ia memang berada di bilik itu.
" Pekerjaanku akan menjadi lebih ringan sekarang " berkata
orang tua itu " ada kawan menimba air. Ada kawan menyapu
halaman dan ada kawan memanjat kelapa. "
Sabungsari tertawa. Katanya " Kami dapat'mengerjakan
semuanya, kek. " " Tetapi ingat " berkata orang tua itu " satu atau dua orang
diantara kalian harus menghadap Ki Bekel agar kalian tidak
dianggap orang-orang liar disini.
" Tentu kek " jawab Sabungsari " tetapi bukankah kakek
sudah tahu dari Ki Makerti, siapakah kami" "
Orang tua itu mengangguk-angguk. Katanya " Ya, ya ngger.
Aku mengerti. Namun bukankah Ki Makerti juga berpesan
agar ada diantara kalian yang menghadap Ki Bekel" "
Sabungsari mengangguk-angguk pula. Katanya " Aku
sendiri akan menghadap Ki Bekel. "
Orang tua itu termangu-mangu sejenak. Katanya kemudian
"Tetapi kalian harus menyamarkan diri sebaik-baiknya. "
" Aku sudah memperhitungkan kek. Jika Ki Bekel pada
suatu saat bertemu dengan kakek, atau orang lain siapapun
juga yang bertanya, maka sebaiknya kakek mengatakan
bahwa kami adalah ke"manakan Ki Makerti. Kami berada di
rumah ini sebanyak lima orang. Tiga orang kemanakan Ki
Makerti dan dua orang lainnya cucu kemanakannya. Nah,
bukankah begitu" " bertanya Sabungsari.
Orang tua itu tersenyum sambil mengangguk-angguk.
Katanya " Aku mengerti. Tetapi aku tidak akan dapat
menunjukkan, yang manakah kemanakan Ki Makerti dan yang
manakah cucu kemanakan itu. "
" Katakan, kakek telah pikun " jawab Sabungsari.
" Tetapi kalian harus mengatur sebaik-baiknya. Mungkin
tanpa kita ketahui, Ki Bekel itu datang kemari. Sedangkan
disini ada lebih dari lima orang " berkata kakek tua itu.
" Kami akan mengatur diri, kek. Tiga diantara kami akan
selalu berada dibelakang. Sedangkan seandainya Ki Bekel
bertemu dengan Ki Jayaraga, maka kami akan mengatakan
bahwa pada hari itu kami mendapatkan seorang tamu. Salah
seorang paman kami. "jawab Sabungsari.
Orang tua itu tertawa. Katanya " Kau memang cerdik anak
muda. " " Tetapi bantu penyamaran kami kek " berkata Sabungsari
kemudian. Orang tua itu masih tertawa. Katanya " Tentu. Bukankah
aku tidak ingin rumah ini menjadi ajang keributan" "
Sabungsaripun tertawa pula. Katanya " Sore nanti aku akan
menemui Ki Bekel. " Demikianlah, seperti yang direncanakan, maka Sabungsari,
Glagah Putih dan Mandirapun telah pergi menghadap Ki Bekel
disore harinya. Mereka dapat menempatkan diri tanpa
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menimbulkan kecurigaan apa-apa, sehingga Ki Bekel tidak
menelusuri lebih lanjut tentang orang-orang yang mengaku
kemanakan Ki Makerti dan cucu kemanakannya itu.
Karena itu, maka Sabungsari tidak merasa canggung lagi
tinggal di rumah Ki Makerti. Dihari-hari berikutnya mereka
telah memperkenalkan diri pula kepada para tetangga. Mereka
mengaku sebagai kemanakan dan cucu kemanakan Ki
Makerti sebagaimana mereka katakan kepada Ki Bekel, tetapi
mereka tidak pernah datang berlima, karena selebihnya dari
ketiga orang itu, mereka ternyata berganti-ganti orang. Kecuali
rara Wulan yang memang berusaha untuk tidak menarik
perhatian orang lain. Dalam pada itu, setelah mereka merasa mapan berada
dirumah itu, maka merekapun mulai meningkatkan perhatian
mereka kepada keadaan yang berkembang di Mataram.
Tanpa menunjukkan ciri-ciri kelompok Gajah Liwung, maka
Sabungsari dan Glagah Putih telah berusaha untuk menemui
Ki Wirayuda. Namun nampaknya Ki Wirayuda masih belum
mendapatkan kesempatan untuk menyerahkan peti-peti itu.
Beberapa kali para prajurit masih merasa terganggu oleh
orang-orang yang mengaku dari kelompok Gajah Liwung.
" Tetapi untuk sementara kelompok-kelompok yang lain
telah menyembunyikan diri " berkata Ki Wirayuda " untuk
beberapa saat kita tidak bertemu dengan kegiatan kelompok
Macan Putih, kelompok Sidat Macan, kelompok Kelabang
Ireng dan apalagi kelompok-kelompok yang lebih kecil. "
Sabungsari mengangguk-angguk sambil berkata " Satu
kesempatan buat para prajurit. "
" Ya " jawab Ki Wirayuda " sekelompok prajurit berhasil
menyergap lima orang dari kelompok yang mengaku bernama
Gajah Liwung itu. Mereka sedang menunggu korbannya
dibulak panjang. Ketika dua orang prajurit sandi lewat dalam
pengamatan kelompoknya, maka kedua orang itu telah
dirampok di bulak panjang. Namun pada saatnya kelompok
prajurit sandi itu telah mengepung dan menangkap kelima
orang itu. " " Apakah sarang mereka yang baru dapat dikctemukan" "
bertanya Sabungsari. Ki Wirayuda menggeleng " Mereka belum mau
mengatakannya. " " Apakah para prajurit tidak bersedia untuk memancing
keterangan dari mereka" " bertanya Sabungsari.
" Sulit sekali " jawab Ki Wirayuda " dua orang diantara
mereka nampaknya dengan sengaja telah membunuh diri. "
Sabungsari dan Glagah Putih terkejut. Jika demikian, maka
kelompok itu bukannya sekedar sebuah perguruan seperti
kebanyakan perguruan. Tentu ada ikatan yang sangat kuat
didalam kelompok yang memang lahir dari dua buah
perguruan dan dipimpin oleh Podang Abang itu.
Karena itu, maka Sabungsari dan Glagah Pulih merasa
bahwa mereka harus menjadi lebih berhati-hati menghadapi
orang-orang itu. Mereka ternyata tidak lagi menghargai nyawa
mereka sendiri. Mereka lebih menghargai ikatan dan paugeran
dalam perguruan mereka daripada hidup mereka.
Beberapa saat lamanya Sabungsari dan Glagah Putih
berbincang-bincang dengan Ki Wirayuda tentang berbagai hal.
Namun akhirnya keduanyapun telah minta diri.
Tetapi yang tidak mereka perhitungkan sebelumnya telah
terjadi. Ketika keduanya keluar dari dindingkota dan berjalan
dibulak panjang, maka mereka melihat seseorang berdiri
bersandar pada sebatang pohon randu yang tumbuh dipinggir
jalan. Sabungsari telah menggamit Glagah Putih sambil berdesis
"Kau tahu siapa orang itu" "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Sebelum ia
menjawab maka ia telah mendengar suara didalam nada yang
kacau berputaran diudara. Namun suara itu jelas bertanya "
Dari mana anak-anak muda" "
Orang yang bersandar pada sebatang pohon randu itu
sama sekali tidak memberikan kesan berbicara. Namun
Sabungsari dan Glagah Putih yang mempunyai lambaran ilmu
yang tinggi itu segera mengetahui bahwa orang itulah yang
telah bertanya. Namun baik Sabungsari maupun Glagah Putih sengaja
tidak menjawab sama sekali, tetapi mereka berjalan terus
mendekati orang yang bersandar pada sebatang randu alas
itu. Sejenak kemudian keduanya mendengar suara itu lagi.
Namun Sabungsari dan Glagah Pulih sudah menjadi semakin
dekat. Dengan lantang Glagah Putih berkata " Podang Abang.
Tidak biasa seekor burung podang berkicau didahan pohon
randu. " Orang itu mengerutkan dahinya. Namun kemudian iapun
tertawa " Sungguh luar biasa. Kau masih juga berani menyapa
dengan cara yang tidak sopan itu. "
" Maaf. Tetapi bukankah menurut tembang anak-anak yang
sedang menggembala, bahwa burung podang hinggap di
pelepah pisang" " sahut Glagah Putih.
" O, kau senang juga mendengarkan dongeng Limaran dan
Sarak itu" " desis Podang Abang.
" Tetapi sudah tentu bahwa burung podang yang
mendengarkan tangis. Limaran dipelepah pisang bukan
burung podang yang berbulu merah. Tetapi berbulu kuning "
jawab Glagah Putih. " Sudahlah " orang itupun kemudian melangkah maju "
kalian seharusnya menyesal bahwa kalian telah lewat jalan ini
sebagaimana aku perhitungkan. Nampaknya kalian baru saja
menemui Ki Wirayuda. Sudah agak lama aku berusaha untuk
mengetahui, dengan siapa kalian berhubungan. Ternyata
kalian telah berhubungan dengan para petugas sandi
Mataram. Karena itulah agaknya maka kalian dapat
melakukan tugas-tugas kalian dengan baik. Berapa kalian
diupah oleh para petugas sandi untuk mengganggu kelompok
anak-anakku" " " Pertanyaanmu aneh Ki Sanak " desis Sabungsari " kau
tentu sudah tahu, bahwa kami hadir lebih dahulu dari kalian
dengan nama yang kemudian kalian kacaukan. "
Podang Abang tertawa. Katanya " Jangan membohongi diri
sendiri seperti itu. Kami datang untuk membersihkan nama
kami dari tingkah laku sekelompok orang yang tidak
bertanggung jawab. " Sudahlah " berkata Sabungsari " kita lebih baik tidak
berbicara. Kita tentu menyadari, bahwa tidak ada artinya untuk
berbicara karena kita masing-masing sama sekali tidak berniat
untuk berbicara dengan baik. "
" Bagus " desis Podang Abang dengan nada yang berbeda
" aku memang tidak terlalu senang berbicara. Aku memang
lebih senang membunuh. Aku tahu, bahwa jumlah kalian tidak
banyak. Jika dua orang diantara kalian terbunuh sekarang,
maka jumlah orang-orang yang mengacaukan kelompok anakanakku
itu tidak akan banyak berarti lagi. "
" Omong kosong " geram Sabungsari " kau kira kami tidak
mampu melindungi diri sendiri" "
" Baiklah " berkata Podang Abang " aku sudah mengira
bahwa kalian akan berbuat demikian sombongnya sehingga
berani melawan aku. Tetapi itu tidak apa-apa. Barangkali itu
lebih baik daripada aku membunuh orang yang sedang
berlutut sambil menunduk. "
" Jika demikian, marilah " berkata Sabungsari " Apa yang
akan kau lakukan" "
Podang Abang tertawa. Katanya " Jayaraga yang pikun itu
tentu akan menyesali kelengahannya sehingga ia tidak melihat
bagaimana kedua orang asuhannya terbunuh. Mungkin kalian
memang bukan murid langsung Ki Jayaraga, tetapi selama ini
Jayaraga berada di antara kalian. "
Tiba-tiba saja timbul keinginan Glagah Putih untuk bertanya
"Jika Ki Jayaraga, apakah kau akan mengurungkan niatmu" "
Orang itu tertawa. Katanya " Aku akan membunuhnya
sama sekali. " Namun dalam pada itu, ternyata Ki Jayaraga memiliki
kemenangan selapis dari Podang Abang. Ternyata Ki
Jayaraga tidale lengah sebagaimana dikatakan oleh Podang
Abang. Sebagaimana yang pernah dilakukan, maka iapun
telah berusaha mengamati kedua orang anggauta kelompok
Sabungsari itu menghadap Ki Wirayuda serta keperluankeperluan
lain di kota. Namun Ki Jayaraga memang terlambat
melihat Podang Abang telah berhasil mengetahui bahwa
Sabungsari dan Glagah Putih telah menghadap Ki Wirayuda,.
" Apakah Podang Abang sudah mengetahui bahwa anakanak
Gajah Liwung berada di Sumpyuh" " pertanyaan itu
memang telah mengganggu jantung Ki Jayaraga.
Tetapi ia telah menjawabnya sendiri " Agaknya secara
kebetulan Podang Abang melihat Sabungsari dan Glagah
Putih melewati jalan yang pernah dilewatinya sebelumnya
kedka mereka pergi ke kota untuk melaporkan tentang petipeti
itu kepada Ki Wirayuda namun gagal mengikutinya
sampai sasaran. " Namun sementara itu, Ki Jayaraga tidak segera tampil. Ia
masih berusaha untuk mengamati Podang Abang dari
kejauhan. Ia masih membiarkan Sabungsari dan Glagah Putih
mencoba mengatasi persoalannya dengan Podang Abang.
Sementara itu, Podang Abang itupun berkata " Anak-anak
muda. Nampaknya kalian adalah anak-anak muda yang
berani. Karena itu maka aku ingin membuktikannya. Jika
kalian memang benar-benar berani menantang aku, maka
marilah. Kita mencari tempat yang paling baik untuk
menunjukkan, siapakah yang tidak sekedar mampu membuka
mulutnya saja. " " Maksudmu" " bertanya Sabungsari.
" Kita pergi ke tengah"tengah pategalan yang sepi. Jangan
ada orang lain yang mencampuri persoalan kita. Dengan
demikian kita akan dapat melihat keberanian yang sejati.
Siapakah yang mempunyai kelebihan diantara kita. Bukafi
sekedar siapakah yang lebih pandai menyombongkan diri "
berkata Podang Abang. Sabungsari dan Glagah Putih saling berpandangan
sejenak. Namun kemudian dengan mantap Sabungsari
berkata " Baik. Kita pergi ke pategalan itu. Kita akan
bermain"main tanpa ada orang lain yang mengganggu. "
Podang Abang tertawa. Katanya " Kesombongan kalian
memang luar biasa. Tetapi baiklah. Aku akan
menghentikannya.Kalian berdua akan segera terdiam untuk
selama-lamanya. Besok atau lusa, aku akan membunuh dua
orang lagi. Dua orang lagi dan akhirnya anggauta kelompok
kalian akan terbabat habis. "
Sabungsari dan Glagah Putih tidak menjawab.
Dipandanginya Podang Abang itu dengan tajamnya.
Sementara Podang Abang berkata " Marilah. Kita pergi ke
pategalan itu sebelum ada orang lain yang ikut campur. "
Podang Abang tidak menunggu jawaban Sabungsari dan
Glagah Putih. Iapun segera melangkah, meniti pematang,
menuju ke pategalan dibelakang sawah yang terbentang luas.
Sabungsari dan Glagah Putih termangu-mangu sejenak.
Namun merekapun kemudian telah mengikutinya pula.
Ki Jayaraga yang melihat dari kejauhan ketiga orang itu
meniti pematang, segera mengetahui apa yang akan mereka
lakukan. Karena itu, maka iapun telah tergeser pula dan
mengamati ketiga orang itu dari balik pohon jarak yang
tumbuh dipinggir jalan, tidak terlalu jauh dari pematang itu,
sehingga Ki Jayaraga melihat ketiga orang itu memasuki
sebuah pategalan yang agaknya tidak ditunggui oleh para
pemiliknya. Ki Jayaragapun segera berusaha untuk mendekat.
Baginya, lebih mudah mengamati ketiga orang itu di
pategalan, karena pepohonan yang tumbuh melindungi
tanaman palawija yang belum lama ditanam. Nampaknya
pategalan itu memang telah dipersiapkan bagi daerah yang
akan dihuni, sehingga telah banyak pohon buah-buahan yang
ditanam Sejenak kemudian, maka ketiga orang yang diamati oleh Ki
Jayaraga itu telah berada di bagian dalam pategalan itu,
sehingga mereka yakin tidak akan ada orang yang akan
mengganggu. " Aku kagum akan ketabahan hati kalian " berkata Podang
Abang. Lalu katanya " Aku tahu bahwa sebenarnya kalian
merasa sangat ketakutan. Tetapi kalian dibebani oleh
perasaan harga diri yang berlebihan. "
" Apa yang akan kau lakukan jika kami benar-benar
ketakutan" " bertanya Sabungsari.
Podang Abang mengerutkan keningnya. Sebagai seorang
yang berpengalaman luas, ia justru mengetahui bahwa anakanak
muda itu sama sekali tidak menjadi ketakutan.
Pertanyaannya itu bahkan merupakan tantangan yang harus
dijawabnya. Karena itu, maka katanya dengan nada berat " bagus.
Pertanyaanmu telah membakar jantungku. Marilah, bersiaplah
untuk mati anak-anak muda. Jika semula aku masih
mempunyai pertimbangan lain. Ternyata bahwa sekarang aku
memutuskan untuk membunuh kalian berdua. "
" Kau telah mendorong kami membuat keputusan yang
sama Podang Abang " berkata Sabungsari.
" Bagus. Marilah anak-anak muda. Aku tidak ingin
membunuh kalian satu persatu. Aku ingin kalian berdua samasama
mati. Aku akan menghitung sampai lima belas. Aku
berani bertaruh bahwa kalian berdua tentu sudah terbaring di
tempat ini. Tetapi kalian berdua belum mati. Kalian harus tahu
bahwa kalian kalah bertaruh. Baru kemudian, setelah kalian
menyadari kekalahan kalian, menyadari kesombongan kalian
dan menyadari kekerdilan diri, maka kalian akan aku bunuh
dengan caraku. " Jantung kedua orang anak muda itu memang tergetar.
Tetapi mereka segera menjadi tenang. Bahkan Glagah Putih
yang sempat tersenyum berkata " Kau nampaknya
mempunyai kepandaian untuk menakut-nakuti anak-anak.
Tetapi masa kanak-kanak kami telah lewat. "
" Bersiaplah. Kalian tidak dapat mencoba mengulur waktu.
Agaknya kalian menunggu kehadiran Jayaraga. Tetapi ia tentu
tidak akan mengira bahwa kalian berada disini. Akupun tidak
tahu apakah Jayaraga akan menemukan mayat kalian atau
tidak " sahut orang itu.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sabungsari dan Glagah Putih memang tidak mendapat
kesempatan lagi. Podang Abang itu tiba-tiba saja telah
bersiap. Kedua orang anak muda itu menjadi berdebar-debar.
Podang abang itu hanya menggerakkan tangannya, tangan
kanannya mengepal disisi tubuhnya, sedang tangan kirinya
bersilang dimuka dadanya dengan telapak tangan terbuka dan
kelima jari-jarinya merapat.
Namun rasa-rasanya unsur gerak itu telah menggetarkan
udara menghentak dada mereka.
Sabungsari dan Glagah Putih menyadari sepenuhnya,
bahwa lawannya adalah seorang yang berilmu tinggi.
Ki Jayaraga yang melihat dari kejauhan menarik nafas
dalam-dalam. Ia melihat unsur gerak Podang Abang yang
sangat mapan. Sejak ia bertemu dan berselisih dengan orang
itu ia sudah menduga bahwa jika ia bertemu lagi, maka ilmu
Podang Abang tentu sudah meningkat.
Sebenarnyalah bahwa ia memang melihat ilmu orang itu
meningkat. Namun justru karena itu, Jayaraga menjadi bimbang.
Apakah ia akan membiarkan Sabungsari dan Glagah Putih
melawan Podang Abang untuk mengukur ilmunya atau ia
sendiri akan menghadapinya.
Tetapi untuk beberapa saat Ki Jayaraga masih
bersembunyi. Kemampuannya yang tinggi membuatnya
mampu melepaskan diri dari pengalaman Podang Abang atas
keadaan disekelilingnya. Namun akhirnya Ki Jayaraga ingin membiarkan Glagah
Putih bertempur melawan orang yang berilmu tinggi. Bersama
Sabungsari, maka Ki Jayaraga memperhitungkan bahwa
keduanya tidak akan terlalu cepat dapat dikalahkan oleh
Podang Abang. Jika keadaan memaksa, maka Ki Jayaraga
akan dapat bertindak cepat. Jika perhatian Podang Abang
telah tertuju sepenuhnya kepada Sabungsari dan Glagah
Putih, maka ia akan dapat lebih mendekat lagi sehingga ia
akan dapat lebih cepat bertindak.
Dalam pada itu, Sabungsari dan Glagah Putihpun telah
bersiap menghadapi segala kemungkinan. Keduanya telah
mengambil jarak dua langkah.
Podang Abang yang melihat kesiagaan kedua orang itu
tiba-tiba berdesis " kalian bukan saudara seperguruan. "
" Bukan " jawab Sabungsari.
" Siapa gurumu" " bertanya Podang Abang.
" Tidak ada artinya aku menyebut namanya " jawab
Sabungsari yang memang dengan penuh kesadaran telah
melepaskan diri dari ikatan perguruannya, meskipun ia masih
mengembangkan ilmunya atas landasan ilmu dari
perguruannya. Tetapi Sabungsari telah menyadap pula ilmu
dari sumber yang lain. Sebagai seorang prajurit maka
Sabungsari mendapat latihan perang gelar dan perang dalam
ikatan kebersamaan. Dengan kecerdasan otaknya, maka
Sabungsari berhasil memadukan dasar dari ilmunya dan
latihan-latihan keprajuritan itu sehingga ia mampu meramunya
menjadi batu loncatan untuk meningkatkan ilmunya
Sementara itu, latihan-latihan yang dilakukan bersama
beberapa orang perwira dalam kesatuannya, bahkan bersama
dengan Untara yang melandasi ilmunya dari jalur perguruan Ki
Sadewa, maka Sabungsari tidak sekedar berpijak pada ilmu
dari perguruannya saja. " Kau tentu bukan murid Jayaraga " geram Podang Abang.
" Memang bukan " jawab Sabungsari.
Podang Abang masih belum beranjak dari tempatnya.
Sementara itu, ia sempat memperhatikan Glagah Putih yang
bersiap pula menghadapinya. Namun Glagah Putihpun telah
berusaha untuk tidak mempergunakan unsur dari ilmu Ki
Jayaraga. Bahkan Glagah Putih telah bersiaga dengan
landasan ilmu dari jalur Ki Sadewa sepenuhnya.
Podang Abang termangu-mangu sejenak. Diamatinya sikap
Glagah Putih itu dengan seksama. Namun tiba-tiba saja ia
berdesis " Selain kau. Darimana kau menyadap ilmu dari jalur
perguruan Ki Sadewa" "
" Darimana kau tahu" " justru Glagah Putih yang kemudian
bertanya. " Ki Sadewa memang lebih dahulu dari aku. Tetapi aku
masih dapat mengenalinya sikap itu. Atau secara kebetulan
kau menyadap ilmu dari seorang yang karena tidak mampu
mengembangkan pribadinya dalam olah kanuragan atau sadar
bahwa ilmu yang turun-temurun dari gurunya tidak bernilai lalu
meniru sikap dari orang-orang yang ilmunya diakui sebagai
satu jalur perguruan yang utuh. Misalnya jalur perguruan Ki
Sadewa. " orang itu berhenti sejenak. Tetapi kemudian iapun
bertanya " Nah, apakah kau memang memiliki jalur dari
perguruan Ki Sadewa itu atau juga kau murid seorang guru
yang meniru-niru sikap dan barangkali juga unsur gerak dari
perguruan Ki Sadewa" "
"Entahlah " jawab Glagah Putih " tetapi guruku adalah
seorang yang berilmu sangat tinggi. Seandainya ia bertemu
dengan Ki Sadewa, maka akan dapat dinilai, siapakah yang
sebenarnya meniru. Mereka saling pengaruh mempengaruhi,
saling menyadap atau saling meniru. "
" Omong kosong. Ki Sadewa sudah tidak ada sekarang "
geram Podang Abang. " Aku sudah tahu " jawab Glagah Putih " Ki Sadewa sudah
lama meninggal. " "Iblis kau " geram orang itu.
" Bukan kami yang mengulur waktu. Tetapi kau. Apakah
ada yang kau harapkan dapat menyelamatkan hidupmu" "
bertanya Glagah Putih yang pernah bergaul rapat dengan
Raden Rangga itu. Namun akhirnya hampir saja merupakan bencana.
Sebelum mulut Glagah Putih terkatup rapat, maka Podang
Abang itu telah menyambarnya. Tangannya,yang terayun
mendatar menebas kearah leher Glagah Putih dengan kukukukunya
yang mengembang. Ki Jayaraga juga terkejut. Jika jari-jari yang mengembang
itu berhasil menyentuh lehernya, maka Glagah Putih tentu
akan langsung mati sebelum sempat mengaduh. Lehernya
tentu akan koyak dan langsung membelah kerongkongan.
Untunglah bahwa Glagah Putih sempat melihat ayunan
tangan itu. Karena itu, maka iapun telah meloncat surut.
Ternyata Sabungsari memiliki ketajaman penglihatan
sebagai seorang yang berilmu tinggi pula. Podang Abang
yang justru terkejut serangannya tidak menyentuh lawannya
yang masih muda itu, telah bersiap untuk memburu
mangsanya. Namun Sabungsari telah bergeser selangkah,
sehingga perhatian Podang Abang telah berpindah
kepadanya. Sementara itu, Glagah Putih telah sempat memperbaiki
keadaannya meskipun jantungnya masih terasa berdebardebar.
" Ternyata kau memiliki ilmu iblis sehingga kau mampu
melepaskan diri dari jangkauan seranganku " geram Podang
Abang. " Maaf " sahut Sabungsari " kami masih belum ingin mati.
Hitunglah sampai lima belas. Apakah kau dapat memenuhi
janjimu" " Sabungsari harus mengalami perlakuan yang serupa.
Begitu mulutnya terkatup, maka kaki Podang Abanglah yang
berputar menyambar lambung. Namun Sabungsari telah
memperhitungkan hal itu setelah ia melihat apa yang terjadi
atas Glagah Putih. Karena itu, maka demikian kaki Podang
Abang itu menyambar, maka Sabungsaripun telah meloncat
pula menghindar. Namun dalam pada itu, Glagah Putih tidak
sekedar bergerak untuk menarik perhatian, tetapi ia sudah
meloncat menyerang Podang Abang meskipun dengan sangat
berhati-hati. Tetapi serangan Glagah Putih itupun tidak menyentuh
sasarannya Meskipun demikian, Glagah Putih telah
mengurungkan niat Podang Abang untuk memburu
Sabungsari. Tetapi Podang Abang tidak lagi termangu-mangu.
Namun ia telah menyerang Glagah Putih setelah bergeser
menghindar. Glagah Putihlah yang harus menghindar. Tetapi
Sabungsaripun tidak tinggal diam, sehingga sejenak
kemudian, maka Podang Abang itu telah bertempur melawan
Sabungsari dan Glagah Putih dengan sengitnya.
Podang Abang benar-benar menjadi marah. Ia tidak
mengira bahwa anak-anak muda itu akan mampu melakukan
perlawanan demikian gigihnya.
Apalagi ketika tiba-tiba saja Sabungsari bertanya sambil
bertempur " Apakah hitunganmu belum sampai limabelas"
Atau barangkali jarak hitunganmu sejalan dengan setiap
terbitnya matahari" "
" Aku koyakkan mulutmu " teriak Podang Abang.
Sabungsari tidak sempat menjawab. Podang Abang telah
menyerangnya seperti banjir bandang, sehingga Sabungsari
terdesak beberapa langkah surut. Namun Glagah Putih
tanggap akan keadaan, sehingga iapun telah menyerang
Podang Abang dengan cepat pula.
Dengan demikian maka pertempuran antara Sabungsari
dan Glagah Putih itupun menjadi semakin seru. Kedua belah
pihak telah berloncatan semakin cepat. Tenaga merekapun
menjadi semakin kuat, sementara itu merekapun telah mulai
merambah kedalam kemampuan ilmu mereka.
Sabungsaripun telah berusaha untuk selalu mengambil
jarak dari Glagah Putih, agar mereka berdua dapat bertempur
dari arah yang berbeda dan dapat saling mengisi apabila
Podang Abang memusatkan perhatiannya kepada salah satu
pihak. Sedang Glagah Putihpun selalu mengimbangi gerak
Sabungsari, sehingga setiap kali Podang Abang harus
memperhatikan keduanya yang seakan-akan berdiri
berseberangan. Dengan demikian maka perhatiannya benar-benar telah
dirampas oleh Sabungsari dan Glagah Putih sehingga Podang
Abang tidak melihat Ki Jayaraga yang juga berilmu tinggi itu
mendekati arena. Karena itulah, maka Ki Jayaraga mampu memperhatikan
pertempuran itu dengan saksama.
Jika sebelumnya Glagah Putih masih sempat
memperhitungkan unsur-unsur geraknya untuk menghindari
unsur-unsur gerak yang diwarisinya dari Ki Jayaraga
seutuhnya, maka setelah pertempuran itu menjadi semakin
sengit, ia tidak lagi mampu memilihnya lagi. Karena itu, maka
beberapa unsur gerak yang disadapnya dari Ki Jayaraga telah
nampak pula pada tata geraknya.
Karena itu, ketika pertempuran menjadi semakin kusut,
Podang Abang sempat bertindak " He, jadi kaukah murid Ki
Jayaraga itu sehingga Ki Jayaraga merasa perlu untuk
menungguimu" " " Biasanya tidak " jawab Glagah Putih " tetapi karena kau
menjadi sandaran anak-anak muridmu dan sekelompok dari
perguruan lain yang diserahkan tanggung jawabnya
kepadamu, maka guru berada disini. "
" Setan kau " geram Podang Abang " ternyata kau yang
masih sangat muda itu telah mampu menyadap ilmu Jayaraga
hampir tuntas. Karena itu, maka kau memang harus dibunuh.
Kau akan dapat menjadi orang yang sangat berbahaya
Apalagi menilik unsur-unsur gerak yang kau pergunakan, kau
telah menyadap ilmu tidak hanya dari seorang guru. Itulah
agaknya kau mampu menunjukkan kelebihannya dari anakanak
muda sebayamu. " Glagah Putih tidak menjawab. Namun beberapa unsur yang
diwarisinya dari Ki Sadewa telah nampak pula, sehingga
Podangy Abang berteriak lagi " Unsur-unsur gerak dari
keturunan ilmu jalur perguruan Ki Sadewa tentu kau warisi
bukan dari Jayaraga. "
Glagah Putih tidak menjawab. Tetapi ia menyerang
semakin cepat Sehingga unsur-unsur gerak yang turun lewat
Agung Sedayu sengaja atau tidak sengaja dari perguruan
Orang Bercambukpun ikut mewarnai tata gerak Glagah Putih.
Sehingga dengan demikian maka kemampuan Glagah Putih
menjadi semakin nampak lengkap didukung oleh tenaga
cadangannya yang sangat besar.
Namun Podang Abang adalah orang berilmu tinggi dan
memiliki pengalaman yang sangat kuat. Karena itu, maka
menghadapi dua orang anak muda yang juga berilmu tinggi
itu, Podang Abang tidak segera terdesak, meskipun ia tidak
dapat memenuhi janjinya, bahwa pada hitungan yang ke lima
belas, kedua lawannya yang masih sangat muda itu akan
dapat dikuasainya. Tetapi setelah hitungan yang sangat panjang, kedua anak
muda itu sama sekali belum dapat dikuasainya. Bahkan
sekali-sekali anak-anak muda itu masih juga mampu
membuatnya kebingungan karena serangan mereka yang
datang dari arah yang berlawanan.
Ki Jayaraga yang menyaksikan pertempuran itu dari jarak
yang sudah tidak terlalu jauh mampu menilai perkembangan
ilmu Glagah! Putih. Sebenarnyalah ilmu Glagah Putih memang
sudah lengkap. Bahkan dengan landasan kekuatan yang
mendorongnya dari kekuatan yang terangkat dari tenaga
cadangannya yang paling dalam, maka kekuatan Glagah Putih
menjadi bagaikan berlipat ganda.
" Mudah-mudah ilmu anak itu berkembang terus " berkata
Ki Jayaraga didalam hatinya.
Sebenarnyalah seperti yang diperhitungkan oleh Ki
Jayaraga, maka Podang Abang telah mengalami kesulitan
menghadapi kedua orang anak muda itu benar-benar di luar
dugaannya. Karena itu, maka kemarahan yang membakar jantungnya,
terasa menjadi semakin panas. Dengan demikian, maka
Podang Abangpun lelah meningkatkan ilmunya menggapai
ketataran yang paling tinggi.
Tetapi kedua anak muda itupun telah meningkatkan ilmu
mereka pula. Dengan tangkas keduanya mengimbangi
kecepatan gerak dan kekuatan tenaga Podang Abang.
Bagaimanapun juga Podang Abang harus mengakui bahwa
kedua anak muda itu tidak dapat direndahkannya. Sehingga
dengan demikian maka Podang Abang itu mengenali
kelompok Gajah Liwung itu sebagai sebuah kelompok yang
sangat kuat meskipun orangnya hanya sedikit. Orang yang
pernah memanggangnya diatas sebatang dahan pohon itupun
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memiliki ilmu yang sangat tinggi pula. Meskipun ia belum
sempat membuat perbandingan ilmu karena kehadiran Ki
Jayaraga, namun Podang Abang telah dapat menjajagi tingkat
ilmunya yang sangat tinggi.
Kini Podang Abang berhadapan dengan dua orang anak
muda yang lain, yang ternyata juga memiliki ilmu yang sangat
tinggi. Beberapa saat kemudian, Podang Abangpun menjadi yakin
akan kelebihan kedua orang anak muda itu. Semakin lama
Podang Abang tidak dapat sekedar mempertahankan harga
dirinya tanpa berusaha untuk menyelamatkan diri. Karena itu,
maka sejenak kemudian maka Podang Abang itupun telah
mengurai senjatanya yang dililitkan dibawah bajunya.
Mula-mula Glagah Putih menjadi berdebar-debar. Ia
mengira bahwa orang itu akan mengurai senjatanya
sebagaimana Agung Sedayu. Sebuah cambuk yang berjuntai
panjang. Tetapi ternyata dugaan itu salah. Podang Abang bersenjata
seutas rantai yang dikedua ujungnya terdapat besi baja yang
bulat hampir sebesar kepalan tangan.
Sabungsari dan Glagah Putihpun bergeser mundur. Ketika
bulatan besi baja yang tidak begitu besar itu mulai berputar,
maka terasa udaranya,bagaikan ikut berputar pula.
Sabungsari menyadari, dengan senjatanya itu, maka
Podang Abang akan menjadi orang yang sangat berbahaya.
Karena itu, maka Sabungsaripun telah bersiap-siap untuk
mempergunakan senjatanya pula. Sedangkan Glagah
Putihpun tidak mau menanggung akibatnya jika ia menjadi
lengah justru setelah lawannya yang berilmu tinggi itu
bersenjata. Karena itu, sebelum peristiwa yang buruk terjadi, maka baik
Sabungsari maupun Glagah Putih telah bersenjata pula.
sabungsari telah menarik pedangnya, sementara Glagah Putih
mengurai ikat pinggang kulitnya.
Podang Abang yang berilmu tinggi itu sempat termangumangu
sejenak melihat senjata Glagah Pulih. Namun iapun
kemudian mengerti, betapa tinggi ilmu anak muda itu. Anak
muda itu tentu mampu memanfaatkan ikat pinggang kulitnya
itu dengan baik yang apabila dilandasi dan dialiri dengan
ilmunya yang mapan akan dapat menjadi bagaikan sekeping
besi baja. Sejenak kemudian, maka kedua bulatan besi baja yang
berputar-putar itu telah mengeluarkan desing yang
mendebarkan. Ketika bulatan besi itu terjulur mengarah ke
dada Glagah Putih, maka anak muda itupun telah meloncat
surut. Terasa sambaran angin menyentuh tubuh Glagah Pulih.
Sentuhan yang mendebarkan.
Namun Podang Abang tidak sempat memburunya.
Sabungsari telah meloncat maju dengan pedang yang terjulur
lurus. Tetapi orang itu sempat bergeser. Satu hentakan telah
menarik bulat-bulat besi baja itu, namun besi baja itu seakanakan
telah menggeliat dan menyambar ke arah Sabungsari.
Sabungsari masih belum berani menangkis serangan itu.
Karena, maka iapun telah bergeser menghindarinya. Sejenak
kemudian pertempuran bersenjata itupun semakin lama
menjadi semakin cepat. Sekali-sekali pedang Sabungsari
memang tersentuh senjata Podang abang. Namun dengan
demikian maka Sabungsaripun sempat menjajagi kekuatan
yang terlepas dari putaran senjatanya itu, meskipun
Sabungsari menyadari, bahwa yang dijajagi itu tentu belum
ilmu puncak Podang Abang.
Demikian pula dengan Glagah Putih. Iapun sempat
menangkis serangan Podang Abang.
Glagah Putih memang harus mengakui bahwa Podang
Abang memiliki kekuatan yang cukup besar. Namun lebih dari
itu, Podang Abang adalah seorang yang memiliki pengalaman
yang sangat luas. Untunglah bahwa meskipun Sabungsari dan Glagah Putih
masih terhitung muda, namun mereka memiliki kemampuan
dan juga pengalaman yang memadai untuk melawan Podang
Abang. Beberapa saat kemudian, maka keringatpun telah
membasahi seluruh tubuh ketiga orang yang bertempur itu.
Podang Abang benar-benar tidak menyangka bahwa ia harus
mengerahkan kemampuannya dalam olah senjata. Putaran
senjatanya yang kemudian bergaung mendebarkan itu, sama
sekali masih belum berhasil mengenai tubuh anak-anak muda
itu. Namun sementara itu, anak-anak muda itupun masih
belum sempat menyentuh kulit Podang Abang pula.
Sementara itu, Ki Jayaraga yang bersembunyi dibalik
gerumbul-gerumbul perdu serta sekali-sekali bergeser kebalik
tanaman-tanaman yang rimbun di pategalan itu, menyaksikan
pertempuran itu dengan hati yang berdebar-debar. Tetapi ada
semacam keyakinan didalam dirinya, bahwa Sabungsari dan
Glagah Putih akan dapat mengimbangi sepenuhnya
kemampuan Podang Abang asal keduanya atau salah
seorang diantara mereka tidak melakukan kesalahan.
Dengan tegang Ki Jayaraga menyaksikan perkembangan
pertempuran itu. Nampaknya Podang Abang menjadi tidak
sabar lagi terhadap kedua orang lawannya yang masih muda
itu. Karena itu maka iapun menggeram " Menyerahlah supaya
kalian tidak mengalami nasib yang paling buruk. "
" Jangan menakut-nakuti kami lagi " berkata Sabungsari "
bukankah kau sudah gagal menghitung angka sampai lima
belas. Nampaknya kau baru dapat menghitung sampai
sepuluh. " " Tutup mulutmu " teriak Podang Abang.
Tetapi lontaran kemarahannya pada bulatan-bulatan besi
bajanya tidak berhasil sama sekali mengenai Sabungsari.
Ki Jayaraga justru tersenyum. Ia mengira, bahwa baik
Sabungsari maupun Glagah Putih telah berusaha membuat
Podang Abang itu menjadi semakin marah.
Namun Sabungsari dan Glagah Putihpun menyadari,
bahwa jika Podang Abang menjadi benar-benar marah dan
menggapai puncak ilmunya, maka pekerjaan mereka akan
menjadi semakin berat, karena Podang Abang tentu akan
melepaskan ilmu simpanannya yang jarang sekali
dipergunakannya. Sabungsari dan Glagah Putih memang yakin, bahwa
Podang Abang tentu memiliki ilmu simpanan itu.
Namun untuk beberapa saat kemudian, Podang Abang
hanya meningkatkan kemampuannya mempermainkan
senjata itu saja. Meskipun demikian Sabungsari dan Glagah
Putih merasakan betapa merekapun harus memeras
kemampuan mereka. Dengan demikian maka sepasang bulatan besi baja yang
tidak terlalu besar itu, berputaran semakin cepat.
Menyambarnyambar dan berdesing menggapai-gapai.
Putaran bulatan besi itu bagaikan telah menggulung udara
dan menimbulkan pusaran yang semakin lama menjadi
semakin cepat. Namun putaran pedang Sabungsari cukup mengimbangi
kecepatan gerak senjata Podang Abang. Sementara kekuatan
Glagah Putih yang masih muda itu kadang-kadang telah
mengejutkan Podang Abang. Kadang-kadang sentuhan
senjata Podang Abang atas ikat pinggang Glagah Putih
bukannya merupakan benturan yang keras karena ikat
pinggang itu merupakan senjata lentur. Tetapi Podang Abang
tiba-tiba terkejut ketika senjatanya membentur senjata Glagah
Putih yang seakan-akan telah berubah menjadi keping baja
yang berat. Karena itulah, maka meskipun Podang Abang telah
meningkatkan kemampuannya mempermainkan senjatanya
sampai ketataran tertinggi, namun ternyata Podang Abang
masih belum dapat menguasai kedua lawannya yang masih
sangat muda itu. Baik Sabungsari maupun Glagah Putih telah
mengerahkan kemampuan mereka dalam ilmu pedang dan
penguasaan senjatanya yang aneh itu. Dengan mengerahkan
tenaga cadangan didalam dirinya yang tersalur pada ikat
pinggangnya, Glagah Putih merupakan seorang anak muda
yang sangat mendebarkan jantung.
Beberapa saat kemudian, maka pertempuran itu bagaikan
telah mencapai puncaknya. Senjata Podang Abang terayunayun
sangat mengerikan. Menyambar, menggapai, tetapi
kadang-kadang juga bagaikan hendak menjerat leher
lawannya. Tetapi kedua lawannya benar-benar tangkas. Bahkan
sekali-sekali ujung pedang Sabungsari hampir saja sempat
menyentuh tubuh Podang Abang sebagaimana sisi ikat
pinggang Glagah Putih. Namun seperti Podang Abang yang
belum berhasil menyentuh kulit lawan-lawannya, maka kedua
lawannya yang muda itupun belum dapat melukainya.
Ternyata Podang Abang benar-benar telah kehilangan
kesabarannya. Meskipun ia sudah sampai pada puncak
kemampuan ilmunya bermain dengan senjatanya, namun ia
masih belum mampu menundukkan kedua lawannya yang
diperkirakan akan dapat dilumpuhkannya sebelum hitungan ke
lima belas. Tetapi sampai hitungan yang panjang sekali,
Podang Abang ternyata masih belum mampu mengalahkan
kedua orang anak muda itu.
Karena itu, maka tidak ada jalan lain bagi Podang Abang
yang berilmu tinggi dan berpengalaman sangat luas itu, selain
melepaskan ilmu simpanannya. Ilmu yang jarang sekali
dipergunakannya. Sementara itu, melawan dua orang anak
muda yang dianggapnya tidak lebih dari anak-anak itu, ia
terpaksa melepaskannya. " Apaboleh buat " berkata Podang Abang itu didalam
hatinya "tidak akan ada orang yang tahu, apa yang sudah
terjadi. " Namun kemudian iapun berdesah didalam hatinya "
Jayaraga akan dapat mengetahui akibat ilmunya itu. Tetapi
aku tidak peduli. Bahkan iapun akan mengalami nasib yang
sama dengan anak-anak asuhannya itu. Bahkan seorang
diantaranya adalah muridnya. "
Demikianlah, maka Podang Abang benar-benar telah
melakukannya. Ia telah menembus ke ilmu andalannya yang
tidak dipergunakannya jika tidak menghadapi lawan yang
khusus. Ternyata kedua orang anak muda itu, bagi Podang
abang termasuk orang yang khusus itu, yang tidak dapat
dikalahkannya tanpa ilmu simpanannya.
Dengan demikian, maka sejenak kemudian, Podang Abang
telah memutar kedua bulatan besi baja yang ada dikedua
ujung rantainya. Semakin lama menjadi semakin cepat. Kedua
bulatan besi baja itu rasa-rasanya telah berubah menjadi
berpuluh-puluh bulatan yang berputar mengelilingi tubuh
Podang Abang. Bahkan akhirnya yang nampak oleh Sabungsari dan Glagah Putih
adalah separo bulatan yang berwarna kehitam-hitaman seperti
tempurung yang menelungkup.
Sabungsari dan Glagah Putih menjadi sangat berhati-hati
menghadapi lawannya itu. Ketika tiba-tiba saja tempurung itu
bergerak dengan cepat kearah Sabungsari, maka Sabungsari
telah berusaha untuk berlindung dibalik sebatang pohon
jambu air. Tetapi baik Sabungsari maupun Glagah Putih terkejut.
Yang terdengar kemudian adalah suara gemeretak. Putaran
bola besi yang berbentuk tempurung itu sama sekali tidak
berusaha untuk memutar disebelah sebatang pohon jambu air
itu, tetapi justru menembus batang pohon jambu air yang
memang tidak begitu besar itu.
Batang pohon jambu air yang kemudian tumbang itu
bagaikan terlempar dan seakan-akan diputar badai yang
deras. Namun kemudian jatuh roboh ditanah sebelah
menghantam beberapa pohon yang lain. Sebatang pohon
srikaya telah ikut patah pula, sementara beberapa pepohonan
yang lain kehilangan dahan dan ranting-rantingnya.
Dengan demikian maka Sabungsari dan Glagah Putih
menjadi semakin berhati-hati. Ketika Sabungsari mencoba
menyentuh bayangan putaran senjata Podang Abang yang
menyerupai tempurung yang menelungkup itu, maka hampir
saja ia kehilangan senjatanya.
Sabungsari yang terkejut sekali itu dengan serta merta
telah meloncat mengambil jarak. Tangannya terasa pedih.
Pedangnya hampair saja terloncat karena benturan yang luar
biasa kerasnya, " Ilmu apakah yang telah membuatnya demikian kuat
sehingga segenap tenaga cadangan didalam diriku sama
sekali tidak berarti " berkata Sabungsari didalam hatinya.
Glagah Putih yang menjajagi kekuatan Podang Abangpun
mengalami keadaan yang sama. Ikat pinggang yang
diterimanya dari Ki Patih Mandaraka itupun hampir saja
terlepas dari genggamannya.
Dengan demikian, maka kedua orang anak muda itu harus
mengambil jarak dari lawannya. Sementara itu terdengar
suara Podang Abang dari dalam bayangan tempurung bulatan
besi bajanya "Jangan mencoba melarikan diri. Betapapun
cepat kalian berlari, tetapi aku akan dapat menggapaimu.
Bahkan seandainya kalian berdua berlari kearah yang
berbeda sekalipun, maka aku akan dapat menangkap kalian. "
Sabungsari termangu-mangu sejenak. Sementara Glagah
Putih masih saja bergeser menempatkan diri.
Sementara itu Podang Abang semakin garang. Dengan
cepatnya bulatan-bulatan besi yang melingkari dirinya itu telah
bergeser bagaikan terbang menyambar Glagah Putih. Putaran
senjatanya itu bagaikan menjadi sayap yang membentang.
Namun kemudian terkatup menangkap sasarannya.
Glagah Pulih terdesak tanpa dapat menghambat gerakan
lawan. Karena itu, maka dengan mengerahkan tenaga
cadangannya, Glagah Putih tidak berniat membentur kekuatan
lawan yang sangat besar. Tetapi Glagah Putih
mempergunakan tenaga cadangannya untuk meloncat tinggitinggi,
berputar diudara dan melenting jatuh beberapa langkah
menjauh. Tetapi ayunan bulatan besi baja itu memburunya. Tidak
kalah cepatnya dari loncatan Glagah Putih. Hampir saja
Glagah Putih tersentuh oleh putaran senjata lawannya. Tetapi
dengan sangat berhati-hati, Glagah Putih telah menangkis
serangan itu. Glagah Putih dengan mempergunakan segenap
kekuatan dan tenaga cadangan, Glagah Putih hanya berani
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggeser arah putaran senjata yang dahsyat itu.
Namun demikian Glagah Putih telah berhasil
menyelamatkan dirinya. Tetapi Podang Abang tidak ingin melepaskannya. Ia ingin
menebus kegagalannya. Tetapi ketika Podang Abang itu siap menggulung Glagah
Putih itu, maka Sabungsari telah meloncat, berusaha untuk
menembus lubang-lubang gulungan senjata Podang Abang.
Tetapi Sabungsari memang gagal. Meskipun demikian ia
sempat menghentikan Podang Abang yang kemudian
berpaling kepadanya. Bahwa Sabungsari masih tetap menggenggam pedangnya
itu, telah membuat Podang Abang menjadi heran. Tetapi ia
tidak boleh membiarkan anak-anak muda itu untuk bertahan
terus dan merasa bahwa mereka telah menang.
Dalam keadaan yang gawat itu, tiba-tiba saja Glagah Putih
telah berteriak " Apakah hitunganmu masih juga belum sampai
lima belas" " " Anak setan kau " geram Podang Abang yang
perhatiannya beralih kembali kepada Glagah Putih.
Sementara itu, Ki Jayaraga memang menjadi semakin
berdebar-debar. Apa yang dilihatnya adalah peningkatan ilmu
Podang Abang. Ia yakin jika ilmu itu mencapai tataran
tertinggi, maka yang ikut berputar adalah udara disekitarnya
pula menggulung apa saja yang masih dapat dijangkau oleh
jarak ilmunya itu. Ketika kemudian Podang Abang meluncur seperti seekor
burung raksasa yang terbang dengan sayap-sayap baja, maka
Ki Jayaraga menahan nafasnya. Apalagi ketika Ki Jayaraga
melihat sikap Glagah Putih. Anak itu nampaknya dengan
sengaja ingin membentur kekuatan Podang Abang meskipun
tidak langsung. Tetapi bagi Jayaraga itu adalah hal yang sangat
berbahaya. Namun demikian, Glagah Putih benar-benar telah
siap. Ia telah berada di puncak ilmu yang diwarisinya dari jalur
perguruan Ki Sadewa lewat Glagah Putih. Sementara itu ia
sudah berdiri pula bertandasan peningkatan segala macam
ilmu dan kekuatannya karena getaran-getaran kekuatan yang
aneh yang disusupkan kedalam dirinya disaat-saat terakhir
persahabatannya dengan Raden Rangga. Bahkan landasan
kemampuannya mengungkap tenaga cadangannya menurut
tuntunan Ki Jayaraga dan penyaluran kekuatan sebagaimana
dipelajarinya menurut perguruan Orang Bercambuk.
Ilmu itu sudah ada didalam dirinya. Dituntun oleh Ki
Jayaraga dan Agung Sedayu, maka kekuatan dan
kemampuanku dapat luluh menjadi satu, sehingga merupakan
kekuatan yang tidak dapat diabaikan.
Karena itu, ketika ayunan bulatan besi baja yang berputar
itu seakan-akan menggulungnya, maka Glagah Putih dengan
sengaja telah membenturkan kekuatannya.
Satu benturan yang dahsyat telah terjadi. Dua kekuatan
raksasa telah beradu. Putaran bulatan besi baja Podang
Abang telah membentur ikat pinggang kulit Glagah Putih.
Namun ikat pinggang kulit itu adalah pemberian Ki Patih
Mandaraka. Ternyata dalam benturan itu, putaran senjata Podang
Abang telah terkoyak. Bulatan besi baja itu bagaikan terpental
dan kehilangan keseimbangan, sehingga untuk menguasainya
kembali dibutuhkan beberapa saat.
Tetapi dalam pada itu, kekuatan ayunan besi baja yang
dilambari dengan kekuatan ilmu itu benar-benar telah
mengguncangkan pertahanan Glagah Putih. Karena itulah
maka Glagah Putih justru telah terpental dan seakan-akan
terlempar beberapa langkah surut. Ketika tubuhnya
membentur sebatang pohon turi, maka rasa-rasanya
punggungnya bagaikan retak.
Dalam pada itu, Sabungsari tanggap akan keadaan. Ia
sangat mempergunakan kesempatan yang hanya sesaat.
Sebelum Podang Abang sempat memperbaiki putaran
senjatanya, maka Sabungsari harus bertindak. Ia sadar,
bahwa Glagah Putih memerlukan waktu sesaat untuk
memperbaiki keadaannya. Karena itu, selagi Podang Abang berusaha mengatur
kembali putaran bulatan besi bajanya, Sabungsari telah
meloncat dengan senjata terjulur.
Satu pemanfaatan kesempatan yang bagus sekali.
Kesulitan yang hanya sekejap itu mampu dipergunakan oleh
Sabungsari sebaik-baiknya. Karena itulah maka ujung pedang
Sabungsari yang terjulur lurus, sempat mengusik kulit Podang
Abang di pundaknya. Podang Abang mengumpat sejadijadinya.
Ia telah meloncat surut beberapa langkah.
" Kau ternyata benar-benar telah gila " Podang Abang itu
hampir berteriak " kau telah berani melukai kulitku. "
Sabungsari tidak menjawab. Namun ia sempat melihat
Glagah Putih telah bangkit dan memperbiki keadaannya.
Meskipun punggungnya masih terasa sakit, tetapi ia sudah
siap menghadapi segala kemungkinan.
Sebenarnyalah Podang Abang menjadi sangat heran
mengalami benturan itu. Bermimpipun tidak, bahwa ada anak
muda mampu membentur senjatanya yang sedang berputar
didalam puncak ilmunya, masih tetap dapat hidup.
Sebelumnya ia menduga, bahwa anak yang mengaku memiliki
ilmu dari perguruan Ki Sadewa dan sekaligus dari Ki Jayaraga
itu akan terlempar jauh, membentur pepohonan yang ada di
pategalan itu, kemudian terkapar tanpa dapat bergerak lagi
karena tulang-tulang ditubuhnya telah hancur.
Namun ternyata anak muda itu telah bangkit dan siap untuk
bertempur terus. Podang Abang yang marah itu telah memusatkan
perhatiannya kepada Sabungsari yang telah melukainya.
Sementara itu Sabungsaripun telah mengucapkan sokur
bahwa Glagah Putih tidak menjadi lumat. Namun sekaligus
Sabungsaripun telah mengagumi kemampuan anak yang jauh
lebih muda dari dirinya sendiri itu.
" Pantaslah, bahwa ia adalah sepupu Agung Sedayu yang
ketika masih muda itu juga telah pernah membuat pangerameram
"berkata Sabungsari didalam hadnya.
Namun kini Sabungsari menyadari, bahwa ia akan menjadi
sasaran kemarahan Podang Abang justru karena ia telah
melukainya. Sehingga karena itu, maka Sabungsari telah
bersiap sepenuhnya. Ia tidak mau dihancurkan oleh Podang
Abang dengan bandul besi bajanya yang bulat itu.
Karena itulah, maka Sabungsari telah menyiapkan ilmu
puncaknya. Ia harus melawan Podang Abang dengan tingkat
kemampuannya yang tertinggi.
Sejenak kemudian Sabungsaripun telah memusatkan
segenap nalar budinya. Ia sudah siap menghadapi Podang
Abang dengan ilmunya yang mengerikan itu. Namun
Sabungsari tidak ingin membentur putaran bandul besi baja
yang bulat yang diayunkan berputar disekeliling tubuh Podang
Abang. Namun Podang Abang yang sangat marah karena kulitnya
telah dilukai itu, telah meloncat sambil memutar bulatan besi
bajanya menyerang Sabungsari.
Tetapi Sabungsari telah benar-benar siap. Demikian
bayangan senjata Podang Abang yang mengitari tubuhnya itu
bagaikan terbang menyambarnya, maka Sabungsari telah
menyilangkan tangannya didada. Dalam sekejap, maka
Sabungsari telah melontarkan ilmunya yang dahsyat itu lewat
sorot matanya. Podang Abang terkejut. Benturan yang keras telah terjadi.
Serangan Sabungsari itu telah menghantam putaran senjata
Podang Abang yang juga dilambari dengan kekuatan ilmu
puncaknya. Seperti saat membentur ikat pinggang Glagah Putih, maka
putaran senjata Podang Abang itu menjadi pecah. Tetapi
serangan ilmu Sabungsari mempunyai akibat yang lebih luas
dari benturan dengan ikat pinggang Glagah Putih. Bandul besi
baja yang bagaikan terpental menghantam serangan sorot
mata Sabungsari telah melemparkan Podang Abang sehingga
jatuh berguling. Namun dengan cepat Podang Abang itu bangkit. Dengan
cepat pula ia berhasil menguasai dirinya kembali.
Tetapi Podang Abang tidak sempat mengangkat kembali
permainannya dengan bandul besinya. Demikian ia tegak,
maka serangan Sabungsari berikutnya telah menyusul.
Podang Abang harus berloncatan menghindari serangan
Sabungsari. Namun ternyata bahwa Podang Abang memang
berilmu tinggi. Kemarahannya membuatnya seakan-akan menjadi
semakin cepat bergerak. Sambil berloncatan menghindari
serangan-serangan berikutnya, Podang Abang masih mampu
mendekati Sabungsari. Beberapa langkah dari Sabungsari, Podang Abang masih
mampu menghindari serangan sorot matanya. Seperti terbang
Podang Abang justru mengitari Sabungsari yang berusaha
mengambil jarak. Tetapi Podang Abang memang berilmu sangat tinggi.
Podang Abang agaknya memang tidak memiliki kemampuan
menyerang dari jarak jauh. Tetapi jarak itu dapat dikuasainya
dengan gerakan-gerakan yang cepat.
Glagah Putihpun menjadi termangu-mangu. Namun ia tidak
dapat membiarkan Sabungsari mengalami kesulitan dengan
jangkauan jarak yang dapat dilakukan oleh Podang Abang.
Apalagi kemudian Podang Abang itu mulai lagi dengan
permainan bandul besinya, sehingga keadaan Sabungsari
menjadi semakin berbahaya.
Karena itu, Glagah Putih memang tidak mempunyai pilihan
lain. Ia harus membantu Sabungsari dengan ilmunya yang
beberapa saat sebelumnya masih disimpannya. Tetapi
agaknya Glagah Putihpun menyadari, bahwa meskipun ia
bertempur bersama Sabungsari, tetapi tanpa puncak-puncak
kemampuan mereka, keduanya tidak akan mampu
mengalahkannya. Sabungsari yang justru terdesak sempat mengambil jarak.
Dengan mengerahkan segenap kemampuannya dalam
pemusatan nalar budi, Sabungsari sempat menyerang Podang
Abang dengan ilmunya yang terpancar dari matanya.
Namun sekali lagi Sabungsari gagal. Podang Abang
sempat meloncat tinggi-tinggi, berputar diudara dan diluar
perhitungan Sabungsari, Podang Abang itu telah berdiri
beberapa langkah saja dihadapannya.
Sabungsari menyadari bahaya yang mengancamnya. Jika
ia lengah, maka bandul besi baja itu akan dapat meremukkan
kepalanya. Karena itu, maka iapun telah bersiap untuk
menghindari serangan Podang Abang, sementara Podang
Abangpun siap melontarkan serangan dengan bulatan besi
bajanya dilandasi dengan segenap kemampuan ilmunya.
Namun Glagah Putih tidak membiarkan benturan ilmu itu
terjadi pada jarak yang demikian dekatnya. Glagah Putih
menyadari bahwa kematangan ilmu Podang Abang
melampaui kematangan ilmu Sabungsari. Karena itu, jika
keduanya langsung beradu ilmu dalam bentuknya masingmasing,
maka Glagah Putih juga mencemaskan keselamatan
Sabungsari. Sementara Glagah Putih sudah tidak sempat lagi
meloncat mendekat. Karena itu, maka Glagah Putihpun telah memusatkan nalar
budinya pula. Ia tidak mau terlambat sehingga akibatnya akan
menyulitkan Sabungsari. Karena itu, maka Sabungsari sempat membenturkan
ilmunya dari jarak yang sangat dekat. Glagah Putih telah siap
untuk menyerang. Berbeda dari Sabungsari yang mempergunakan matanya
untuk melontarkan serangannya sebagaimana Agung Sedayu.
Glagah Putih telah mempergunakan cara yang lain.
Glagah Putih itu telah menghentakkan kedua tangannya
setelah menyangkutkan ikat pinggangnya ke lehernya.
Sambil berdiri tegak dengan kaki renggang, Glagah Putih
mengangkat kedua tangannya dengan telapak tangan terbuka
menghadap kearah Podang Abang. Dilandasi dengan
segenap ilmu dan kekuatan yang dimilikinya, maka Glagah
Putih telah menghentakkan serangan langsung kearah
Podang Abang. Podang Abang yang siap menyerang Sabungsari itu,
ternyata sempat melihat unsur gerak Glagah Putih disaat ia
bersiap untuk melontarkan serangannya. Sebagai seorang
yang berilmu sangat tinggi, maka Podang Abangpun melihat
ancang-ancang lontaran serangan itu demikian menggetarkan
jantungnya. Menurut penilaiannya, serangan lawannya yang
lebih muda itu justru lebih berbahaya dari serangan sorot mata
Sabungsari. Ketika Glagah Putih mempersiapkan serangan
itu, nampak betapa ancangancang itu lebih matang dan
mantap. Karena itu, maka perhatian Podang Abangpun segera
beralih. Namun Glagah Putih sudah siap sepenuhnya dan
seakan-akan dari kedua telapak tangannya yang terbuka
menghadap kearah Podang Abang itu memancar sinar.
Podang Abang benar-benar terkejut melihat serangan itu.
Karena itulah ia telah mengerahkan segenap kemampuannya
untuk bergerak secepatnya melenting dan menjatuhkan diri
beberapa langkah dari Sabungsari.
Podang Abang memang sempat menghindar. Tetapi ia
tidak luput sepenuhnya dari sambaran ilmu Glagah Putih.
Sambaran angin yang digetarkan oleh serangan ilmu yang
dahsyat itu, telah menyambar Podang Abang sehingga terasa
kulitnya menjadi pedih. Namun dalam waktu singkat itu Podang Abang dengan
cepat harus mengambil sikap. Ia sadar, bahwa ia tidak akan
dapat melawan kedua orang anak muda yang memiliki ilmu
yang ternyata jauh lebih tinggi dari perhitungannya. Serangan
sorot mata Sabungsari dan lontaran kekuatan ilmu dari telapak
tangan Glagah Putih, tidak akan dapat diimbanginya.
Betapapun ia mampu bergerak cepat dengan ilmu
meringankan tubuh, namun ia tidak akan mungkin
menghindari serangan-serangan anak-anak muda itu.
Karena itu, maka Podang Abang telah mengambil
keputusan dengan cepat untuk menghindar dari arena. Namun
Ki Jayaraga yang mengikuti pertempuran itu, agaknya dengan
cepat tanggap, sehingga dengan cepat pula Ki Jayaraga siap
untuk berbuat sesuatu.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pada saat yang paling gawat bagi Podang Abang, maka
Podang Abangpun telah meloncat meninggalkan kedua orang
anak muda itu. Ia berloncatan, melenting, berputar diudara
dan segala macam tata gerak yang lain untuk menghindari
serangan kedua orang anak muda itu.
Sabungsari dan Glagah Putih tidak mau melepaskannya.
Orang itu adalah orang yang sangat berbahaya baginya.
Karena itu, maka keduanyapun telah menghentakkan ilmu
cadangan didalam dirinya untuk memburu Podang Abang
yang sedang meninggalkan arena itu.
Tetapi Podang Abang memang mampu bergerak lebih
cepat. Pepohonan di pategalan itu telah menolongnya
sehingga ia berhasil menjauhi kedua orang anak muda yang
siap untuk menyerangnya. Namun ketika ia melenting tinggi dan jatuh diatas kedua
kakinya yang tegak, maka Podang Abang itupun terkejut.
Adalah diluar dugaan sama sekali ketika tiba-tiba saja Ki
Jayaraga telah berdiri dihadapannya dalam jarak beberapa
langkah. Podang Abang itu bagaikan membeku beberapa saat.
Sementara Ki Jayaraga melangkah perlahan-lahan
kepadanya. " Iblis licik kau " geram Podang Abang.
" Kenapa licik" Bukankah aku baru datang" " bertanya Ki
Jayaraga. " Kau tentu sudah lama berada disini " berkata Podang
Abang itu kemudian. Ki Jayaraga menarik nafas dalam-dalam. Kemudian
katanya "Aku memang sudah berada disini beberapa lama.
Aku melihat kau bertempur melawan kedua orang anak itu.
Tetapi apakah itu berarti licik" "
" Kau datang dengan bersembunyi-sembunyi " geram
Podang Abang. Ki Jayaraga tersenyum. Katanya " Aku memang tidak ingin
mengganggu kalian bertempur. Apakah itu licik" Perhatianmu
terlalu terikat oleh kedua lawanmu sehingga kau tidak melihat
aku hadir. Tetapi itu bukan satu kelicikan. "
Wajah Podang Abang menjadi tegang. Sementara itu
Sabungsari dan Glagah Putih telah melihatnya pula berdiri
dihadapan Ki Jayaraga. Namun justru karena itu, maka
keduanya tidak lagi menyerang Podang Abang itu. .
" Nah " berkata Ki Jayaraga " aku tidak akan
mengganggumu lagi. Apakah kau kehilangan kedua orang
lawanmu" " " Gila " geram Podang Abang " aku ingin bertempur
melawanmu. " Tetapi Ki Jayaraga menggeleng. Katanya " Aku bersedia
bertempur melawanmu kapan saja. Tetapi kau tidak dalam
keadaan seperti itu" Kau sedang terluka meskipun hanya
segores tipis. Karena apapun yang dapat kau jadikan alasan,
tentu akan kau pergunakan sebaik-baiknya untuk mengingkari
kekalahanmu, karena kau tentu tidak akan dapat menang
melawanku. " " Setan kau " geram Podang Abang.
Ki Jayaraga tertawa. Katanya " Kau sudah bertempur
melawan muridku. Bukankah kau tahu bahwa yang seorang
dari kedua lawanmu itu adalah muridku" Nah, kau tentu akan
dapat menjajagi kemampuanku. " Podang Abang termangu-mangu. Hampir diluar sadarnya ia
berpaling kearah Sabungsari dan Glagah Putih.
" Podang Abang " berkata Ki Jayaraga kemudian "
sebaiknya kau tinggalkan tempat ini. Aku tidak mau
membunuhmu dalam keadaan seperti itu. Jika kau setuju, lain
kali kita akan bertemu. "
Podang Abang tidak segera menjawab. Tetapi wajahnya
bagaikan tersentuh bara. Hampir saja ia kehilangan kendali
dan menyerang Jayaraga tanpa memberikan peringatan.
The Hunger Games 1 Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama