11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 19
Tetapi untunglah bahwa ia masih sempat menahan diri. Harga
dirinya masih mencegahnya agar ia tidak berlaku curang.
Sabungsari dan Glagah Putih masih saja termangu-mangu.
Sebenarnya mereka ingin menyelesaikan pertempuran itu
sampai tuntas. Mereka menyadari, bahwa Podang Abang itu
tentu akan dapat mengganggu mereka selanjutnya. Tetapi
mereka tidak dapat berbuat apa-apa jika Ki Jayaraga
mempunyai sikap yang lain.
Sebenarnyalah Ki Jayaraga telah berkata " Sekali lagi aku
minta, tinggalkan tempat ini. Jangan hiraukan kedua orang
anak muda itu. Mereka tidak akan mengganggumu. Jika aku
sengaja membiarkan kau bertempur melawan keduanya,
maka biarlah kau menyadari, bahwa tanpa aku, anak-anak
Gajah Liwung itu masih mampu mempertahankan dirinya. Jika
mereka mampu mengalahkanmu, maka apa artinya orangorang
yang mengaku anggauta kelompok Gajah Liwung itu"
Orang-orang yang kau sebut berasal dari dua perguruan
namun yang berada dibawah tanggung jawabmu. "
Podang Abang menggeram. Katanya " Kenapa kau tidak
bergabung dengan kedua orang anak muda itu dan
membunuhku sekarang ini" Jika kau tidak membunuh
sekarang beramai-ramai, maka pada kesempatan lain, akulah
yang akan membunuhmu. "
Ki Jayaraga tertawa kecil. Katanya " Apapun yang terjadi,
itu adalah persoalan nanti. Jika kau pada satu saat mampu
membunuhku, maka itu adalah pertanda bahwa kau memang
memiliki kelebihan dari aku. Aku tidak perlu menyesali nasibku
yang buruk itu, karena setelah itu, kau akan menjadi buruan
muridku yang akan membunuhmu pula. "
" Iblis kau " geram Podang Abang.
" Podang Abang. Kau harus mengakui, bahwa muridku
memiliki kemampuan dan ilmu yang cukup tinggi untuk
menandingimu. Ia hanya kalah pengalaman darimu. Jika nanti
aku sempat memberinya petunjuk, maka baik muridku,
maupun kawannya itu, masing-masing akan dapat
menghadapimu sendiri. Tidak usah berpasangan. Mereka
memiliki kelebihan darimu. Kau tidak mampu menyerang
mereka dari jarak lebih jauh dari jangkauan rantai dan bandul
besimu. Sementara kedua orang lawanmu itu masing-masing
dapat melakukannya. Yang dilakukan baru permukaan saja
dari ilmunya, karena muridku dapat mengurai inti kekuatan,
air, api, angin dan tanah dan membangunkan kekuatan
daripadanya. Sementara itu kawannya akan dapat
menyerangmu tanpa henti-hentinya dengan kekuatan lewat
sorot matanya sebagaimana ia mempergunakan matanya
untuk melihat. Sehingga yang sebenarnya kau alami baru
merupakan bagian-bagian dari kemampuan mereka berdua. "
" Cukup " bentak Podang Abang " jika kau benar-benar
ingin menghinaku sekarang ini, maka pada suatu saat kau
akan menyesal. Seandainya kau tidak mati terburuk, maka
kaupun akan dihinakan untuk selama-lamanya. "
" Sudahlah Podang Abang. Tidak pantas orang seperti kau
ini merajuk. Sekarang sekali lagi aku minta kau segera pergi "
berkata Ki Jayaraga. Podang Abang memandang Ki Jayaraga dengan tajamnya.
Namun iapun kemudian melangkah meninggalkan tempat itu.
Sepeninggal Podang Abang, maka Sabungsari dan Glagah
Putihpun telah mendekati Ki Jayaraga. Dengan nasa tinggi
Sabungsari bertanya " Kenapa kita biarkan orang itu pergi Ki
Jayaraga" " " Kita tidak dapat membunuhnya dalam keadaan seperti itu.
Podang Abang tentu masih mempunyai keinginan bertempur
melawanku. Jika Podang Abang bersedia bertempur melawan
kalian, agaknya ia mengira bahwa dengan mudah ia dapat
mengalahkan kalian. Namun ternyata ia harus melihat
kenyataan " berkata Ki Jayaraga.
Sabungsari dan Glagah Putih mengangguk-angguk kecil.
Dengan ragu-ragu Glagah Putih bertanya " tetapi bagaimana
dengan kawan-kawan kami yang lain" Apakah mereka tidak
akan selalu dibayangi oleh kemampuan dan niat jahat Podang
Abang" " " Adalah tugas kita untuk menyelamatkan kawan-kawan
kita dari gangguannya. Kalian sudah tahu tingkat
kemampuannya. Seperti aku katakan, maka kita akan dapat
berbicara serba sedikit khusus mengenai kelemahan Podang
Abang, sehingga kalian akan dapat mengatasinya sendirisendiri
jika terpaksa kalian harus berhadapan " berkata Ki
Jayaraga. Sabungsari dan Glagah Pulih mengangguk-angguk.
Sementara Ki Jayaraga berkata " Kalian tidak boleh gugup
menghadapinya. " " Ya guru " jawab Glagah Putih.
Ki Jayaraga mengangguk-angguk. Tetapi iapun kemudian
berkata " Kita akan kembali. "
" Tetapi Podang Abang itu telah mengetahui dengan siapa
kita berhubungan " berkata Sabungsari kemudian " apakah itu
tidak akan mengancam kedudukan Ki Wirayuda" "
" Apakah para prajurit Mataram akan begitu mudah percaya
kepada pengalaman anggauta kelompok yang mengaku
bernama kelompok Gajah Liwung itu" " justru Ki Jayaraga
bertanya pula. Sabungsari mengangguk-angguk " Memang tidak setiap
orang akan dapat dipercaya jika mereka memberikan laporan
tentang para prajurit dan tingkah lakunya. Apalagi kedudukan
Ki Wirayuda cukup kuat. Atasannya tidak akan mudah
mempercayai satu kelompok yang justru menjadi buruan para
prajurit itu sendiri. "
Demikianlah, maka ketiga orang itupun telah meninggalkan
pategalan itu dalam keadaan yang porak poranda. Tetapi
mereka justru tidak dapat berbuat apa-apa atas pategalan itu,
karena mereka tidak ingin diketahui banyak orang tentang diri
mereka. Karena itu, maka merekapun terpaksa meninggalkan
pategalan itu seperti baru saja dilanda angin pusaran.
Sepanjang jalan, Ki Jayaraga sempat memberikan
beberapa petunjuk untuk menghadapi Podang Abang. Dengan
nada tinggi Ki Jayaraga berkata " Kalian ternyata terlalu
tegang menghadapi orang itu. Mungkin kalian menganggap
Podang Abang sebagai hantu yang tidak terkalahkan. Tetapi
sebenarnyalah kalian harus melawannya dengan hati yang
mapan. Kalian mempunyai keuntungan dengan ilmu kalian.
Soalnya, bagaimana kalian dapat mengetrapkan ilmu kalian itu
dengan tepat. " Sabungsari dan Glagah Putih mengangguk-angguk.
Mereka mendengarkan keterangan Ki Jayaraga itu dengan
sungguh-sungguh. Setelah menempuh perjalanan yang agak panjang, maka
ketiga orang itupun telah sampai ke Sumpyuh, ketempat
tinggal mereka yang baru.
Namun mereka terkejut ketika mereka melihat Ki Lurah
Branjangan justru telah berada di rumah itu duduk di ruang
dalam. " Ki Lurah " Ki Jayaraga memandanginya dengan heran.
Ki Lurah tersenyum. Katanya " Ada sedikit masalah. Tetapi
tidak dengan kalian. Masalah yang sangat pribadi dengan
Rara Wulan. " Ketiganya mengangguk-angguk kecil. Namun mereka tidak
melihat Rara Wulan diruang itu.
Glagah Putih yang menjadi berdebar-debar telah bergeser
keluar dari ruang dalam. Ketika ia bertemu dengan Suratama
iapun bertanya " Dimana Rara Wulan" "
" Ia berada didapur " jawab Suratama " setelah ia sedikit
berbantah dengan kakeknya. "
" Apa yang dibicarakan" " bertanya Glagah Putih. Suratama
menggeleng. Katanya " Aku tidak tahu. Ki Lurah
Branjangan berbicara berdua saja dengan cucunya. Tetapi
nampaknya ada beberapa hal yang tidak sesuai diantara
keduanya, sehingga Rara Wulan kemudian meninggalkan
kakeknya sambil menangis. Rasa-rasanya tidak pantas
melihat gadis itu menangis. Selama ini kita melihatnya sebagai
seseorang yang keras dan tidak kurang tegasnya. Tiba-tiba
saja kita sadar, bahwa ia adalah seorang gadis yang lengkap
dengan segala macam perasaannya. "
Glagah Putih mengangguk-angguk kecil. Sementara
Suratama itupun berkata " Cobalah, mungkin kau dapat
membuka hatinya untuk sedikit membagi beban. "
Glagah Putih memang ragu-ragu. Tetapi iapun kemudian
memberanikan diri untuk masuk ke dapur. Glagah Putih
sendiri tidak tahu, dorongan apakah yang telah membuatnya
demikian serta merta untuk mencampuri persoalan yang
sebenarnya sangat pribadi bagi Rara 'Wulan.
Ketika Glagah Putih berdiri dipintu dapur, maka jantungnya
memang terasa berdegup semakin keras. Namun dipaksanya
juga kakinya melangkah memasuki dapur yang kebetulan sepi
itu. Orang tua penunggu rumah itu yang biasanya ada didapur,
ternyata sedang berada di kebun.
Rara Wulan memang sedang mengusap matanya ketika
Glagah Putih muncul. Gadis itu memang berusaha untuk
menghilangkan kesan bahwa ia sedang menangis. Namun
ketika Glagah Putih melangkah mendekatinya, maka dadanya
serasa menjadi semakin sesak.
" Apa yang terjadi Rara Wulan" " bertanya Glagah Putih.
Pertanyaan itu wajar sekali. Tetapi pertanyaan itu ternyata
telah menghentakkan perasaan Rara Wulan. Jika semula ia
telah berhasil menahan gejolak perasaannya, pertanyaan
Glagah Putih justru bagaikan kekuatan yang mengguncang
jantungnya, sehingga seperti bendungan yang pecah. Rara
Wulan tidak lagi dapat menahan air matanya yang tumpah
lewat kedua matanya. Glagah Putih justru menjadi bingung. Hilir mudik ia
melangkah di depan Rara Wulan yang duduk di bibir amben
besar di dapur. " Jangan menangis Rara " hanya itulah yang dapat
dikatakannya beberapa kali " Jangan menangis. "
Rara Wulan memang berjuang untuk mengatasi gejolak
dida"danya. Ia memang merasa malu bahwa hatinya seakanakan
menjadi rapuh, sehingga ia harus menangis seperti
kanak-kanak. Namun ia memerlukan waktu untuk meredakan tangisnya.
Tetapi Rara Wulan tidak segera mampu mengatasi isaknya
yang seakan-akan telah menyesakkan dadanya.
Sesaat kemudian, maka Rara Wulan menjadi sibuk
mengusap matanya yang masih tetap basah.
Glagah Putih juga menjadi gelisah. Ia sudah terlanjur
masuk kedapur disaat Rara Wulan menangis,Karenaitu, ia
tidak dapat begitu saja meninggalkannya.
Dengan ragu-ragu dan keringat yang membasah di
punggungnya, Glagah Putih mencoba untuk bertanya "
Kenapa kau menangis Rara Wulan" "
Rara Wulan mengangkat wajahnya. Dipandanginya anak
muda itu, anak muda yang pertama-tama dikenalnya sebagai
seorang yang kakinya penuh dengan lumpur sawah. Anak
muda yang hanya pantas untuk mengantarkannya kemana ia
ingin pergi. Namun yang kemudian ternyata seorang anak
muda yang memiliki ilmu yang tinggi dan pengetahuan yang
cukup luas. Tanggap akan keadaan dan tidak mementingkan
diri sendiri. Karena Rara Wulan tidak segera menjawab, maka Glagah
Putih telah bertanya sekali lagi " Kenapa kau menangis Rara"
" Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Tetapi sekalisekali
isaknya masih terdengar. " Bertanyalah kepada kakek " jawab Rara Wulan. Glagah
Putih mengangguk kecil. Ia sudah menduga, bahwa
persoalannya dengan kakeknya nampaknya agak
bersungguh-sungguh sehingga Rara Wulan yang sehariharinya
dikenalnya sebagai seorang gadis yang berhati tegar
itu telah menangis terisak"isak.
" Persoalan yang berhubungan dengan kedua orang
tuamu" " bertanya Glagah Putih kemudian.
Rara Wulan mengangguk. Glagah Putih masih berjalan hilir mudik. Jawaban Rara
Wulan meskipun hanya dengan anggukan kepala itu telah
membuat Glagah Putih kehilangan kesempatan untuk
bertanya lebih jauh. Karena itu, maka iapun kemudian berkata
" Aku akan berbicara dengan Ki Lurah. "
Rara Wulan tidak menjawab. Dipandanginya saja Glagah
Putih yang kemudian melangkah keluar pintu dapur dan
dengan gelisah pergi keruang tengah.
Diruang tengah, Ki Jayaraga duduk menemui Ki Lurah.
Sabungsari dan Prastawa duduk pula bersama mereka,
meskipun agak menyudut. Ketika Glagah Putih memasuki ruang dalam, maka Ki
Jayaragapun telah bergeser untuk memberi tempat kepadar
nya. " Duduklah " berkata orang tua itu.
Glagah Putihpun kemudian duduk dengan kepala tunduk.
" Kau tentu masih letih " berkata Ki Lurah Branjangan " Ki
Jayaraga sudah menceriterakan, bagaimana kau harus
berhadapan bersama-sama dengan Sabungsari melawan
Podang Abang. " Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Ketika ia sampai
keregol halaman rumah yang dipergunakannya itu, maka ia
memang ingin segera membersihkan kaki dan tangannya,
kemudian minum minuman hangat diserambi sambil
menghirup angin yang sejuk untuk menyegarkan tubuhnya
kembali. Namun ketika ia memasuki ruang dalam, yang dijumpainya
adalah satu masalah yang tidak kalah peliknya.
Tetapi tiba-tiba saja timbul pertanyaan didalam hatinya "
Apakah persoalan itu juga persoalannya?"
" Ya " ia mencoba menjawab sendiri " Rara Wulan adalah
anggauta kelompok Gajah Liwung. Persoalannya adalah
persoalan seluruh anggauta kelompok ini. "
Namun pertanyaan yang lain telah timbul pula " Kenapa
bukan Sabungsari, bukan Prastawa atau Naratama yang
dengan serta merta melibatkan diri" "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu Ki
Lurah yang tersenyum berkata " Aku minta maaf kepada
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalian semuanya, bahwa aku telah tiba kembali ke rumah ini
dengan membawa persoalan yang sebenarnya tidak ada
hubungannya dengan kelompok Gajah Liwung ini. "
Glagah Putih menundukkan kepalanya. Sementara Ki
Jayaraga berkata " Dalam satu keluarga, maka setiap
persoalan sebaiknya dipecahkan bersama-sama. "
" Terima kasih Ki Jayaraga " berkata Ki Lurah Branjangan "
agaknya karena itulah maka aku memberanikan diri untuk
datang kembali. Aku yakin bahwa keluarga ini tidak akan
membiarkan aku mengalami kesulitan sendiri. "
" Apakah persoalan Ki Lurah dapat kami ketahui" "
bertanya Ki Jayaraga " mungkin kami dapat membantu
memecahkannya. " Ki Lurah mengangguk-angguk kecil. Tetapi iapun kemudian
telah bertanya kepada Glagah Putih "Apakah kau sudah
bertemu dengan Rara Wulan" "
Glagah Putih memang menjadi gagap. Tetapi iapun
kemudian telah menjawab " Sudah Ki Lurah. "
" Nah, agaknya kau sudah mengerti, kenapa Rara Wulan
menangis " " Rara Wulan tidak mengatakan apa-apa Ki Lurah. Bahkan
Rara minta aku mempertanyakan persoalannya kepada Ki
Lurah " jawab Glagah Putih.
Ki Lurah mengangguk-angguk. Katanya " Jadi Rara Wulan
minta aku mengatakannya kepadamu" "
" Ya Ki Lurah " jawab Glagah Putih.
Ki Lurah menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu
Sabungsari berkata " Kami minta diri untuk pergi keluar
sebentar Ki Lurah. "
" Tidak. Tidak perlu. Seperti dikatakan oleh Ki Jayaraga,
bahwa didalam satu keluarga, maka kita akan memecahkan
setiap persoalan bersama-sama " cegah Ki Lurah. Namun
katanya kemudian " meskipun persoalannya sangat pribadi. "
Namun sambil tersenyum Sabungsari berkata " Nanti aku
segera kembali. " Ki Lurah tidak mencegah lagi. Sementara itu Sabungsari
dan Pranawapun meninggalkan pertemuan yang telah bersifat
pribadi itu. Ketika Sabungsari dan Pranawa meninggalkan pertemuan
itu, Glagah Putih menjadi gelisah pula. Jika yang lain tidk ikut
membicarakannya, kenapa ia justru terlibat semakin jauh
dengan persoalan Rara Wulan dengan keluarganya.
Glagah Putih menunduk ketika Ki Lurah berkata "Glagah
Putih. Jika Rara Wulan memang minta aku mengatakan
kepadamu kenapa ia menangis, maka aku memang tidak
berkeberatan. Aku tidak tahu apakah kau berkepentingan atau
tidak. Tetapi tidak ada salahnya kau mengerti apa yang telah
membuatnya menangis " Ki Lurah berhenti sejenak.
Sementara Glagah Putih masih tetap menundukkan
kepalanya. Dengan nada dalam Ki Lurah pun kemudian melanjutkan "
Glagah Putih. Ketika aku kembali ke Tanah Perdikan Menoreh
beberapa hari yang lalu, ternyata ayah Rara Wulan telah
berada di Tanah Perdikan. Ada beberapa hal yang
dikatakannya kepadaku, tentang anak gadisnya. Ternyata
sebelumnya memang telah terjadi salah paham, sehingga
ayah Rara Wulan memerlukan waktu untuk memberikan
penjelasan. " " Tentang hubungannya dengan keluarga yang ingin
mengambil Rara Wulan sebagai menantunya?" bertanya
Glagah Putih. " Hal itu masih perlu mendapat penjelasan. Karena itu,
maka aku minta Rara Wulan bertemu langsung dengan kedua
orang tuanya " Jawab Ki Lurah yang kemudian dengan singkat
menceritakan pertemuannya dengan ayah Rara Wulan.
Glagah Putih mengangguk-angguk. Namun ia tidak lebih
hanya dapat mendengarkan saja. Akhirnya Glagah Putih itu
memang harus menyadari, bahwa ia tidak mempunyai hak
untuk menyatakan pendapatnya tentang hubungan Rara
Wulan dengan kedua orang tuanya.
Ki Lurahpun mengerti kebingungan yang mencekam
jantung Glagah Putih. Ada dorongan untuk mencampuri
urusan Rara Wulan, namun kemudian ia terbentur kepada
kesadarannya, bahwa ia adalah orang lain bagi Rara Wulan,
sehingga ia tidak dapat berbuat apa-apa.
" Persoalannya memang sangat pribadi sebagaimana
dikatakan oleh Ki Lurah Branjangan " berkata Glagah Putih
didalam hatinya. Tetapi ia sudah terlanjur memasuki persoalan pribadi Rara
Wulan semakin dalam. Satu langkah yang kurang
diperhitungkan" sebelumnya, karena tiba-tiba saja ia
dihadapkan pada satu keadaan yang telah mengguncang
perasaannya demikian ia datang dari lingkaran pertentangan
justru kekerasan. Tetapi nampaknya Ki Lurah Branjangan, kakek Rara
Wulan, tidak berkeberatan. Orang tua itu malahan
memberinya kesempatan untuk melibatkan dirinya.
Namun sejenak kemudian, Ki Lurah Branjangan itupun
berkata kepada Glagah Putih " Glagah Putih. Aku sebenarnya
ingin minta bantuanmu. Apakah kau bersedia membantuku"
Katakan kepada Rara Wulan, bahwa sebaiknya ia memang
harus menemui kedua orang tuanya. Apapun keputusan yang
akan diambil dalam pembicaraan diantara mereka. Aku
bersedia mengantarkannya dan melibatkan diri langsung
dalam pembicaraan seperti itu, karena akan menyangkut
masa depan Rara Wulan. "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Permintaan Ki
Lurah itu justru bertentangan dengan keinginan yang terbersit
dihatinya. Glagah Putih ingin agar Rara Wulan tidak menemui
orang tuanya yang setiap pembicaraannya akan mengarah
kepada kemungkinan untuk mempertemukan Rara Wulan
dengan seseorang yang akan dijadikan jodohnya.JILID 266
TETAPI tiba-tiba saja sebuah pertanyaan muncul didalam hatinya - Apakah hakku untuk
merasa berkeberatan" Bukankah seharusnya Rara Wulan memang berbicara kepada
kedua orang tuanya" Diluar kehendaknya, telah muncul didalam angan-angannya, orang tuanya yang berada
di Banyu Asri. Ayah Glagah Putih tidak lebih dari seorang prajurit yang meskipun pernah
memimpin satu kesatuan prajurit di Sangkal Putung, ayannya hanyalah seorang perwira
kecil dari seluruh jajaran keprajuritan Pajang pada waktu itu.
Karena Glagah Putih tidak segera menjawab, maka Ki Lurah itu telah berkata - Jika kau
bersedia membantu aku ngger, mungkin Rara Wulan akan bersedia bertemu dengan
kedua orang tuanya. Aku sudah mengatakan, bahwa mungkin telah terjadi salah paham,
sehingga sikapnya itu tidak akan menyelesaikan persoalan, karena bagaimanapun juga
Rara Wulan tidak akan dapat ingkar bahwa kedua Orang tuanya itu adalah satu kenyataan
yang tidak dapat ditolaknya. Glagah Putih tidak dapat berbuat lain kecuali mengangguk kecil sambil menjawab - Aku
akan mencobanya Ki Lurah. - Terima kasih ngger. Mudah-mudahan Rara Wulan dapat mengerti. Jika ia bersedia
menemui kedua orang tuanya, maka pembicaraan diantara mereka akan tuntas. Rara
Wulan maupun orang tuanya akan dapat menentukan langkah-langkah pasti berikutnya berkata Ki Lurah Branjangan.
Glagah Putih memang menjadi semakin tidak mengerti perasaan yang berkecamuk
didalam dirinya. Tetapi rasa-rasanya ia menjadi gelisah menghadapi persoalan yang
memang tidak begitu jelas baginya.
Untuk beberapa saat ruangan menjadi hening. Glagah Putih sudah berniat untuk
meninggalkan ruangan itu menemui Rara Wulan didapur. Tetapi ia tidak yakin bahwa
meskipun ia membujuknya, apakah Rara Wulan akan bersedia bertemu dengan kedua
orang tuanya. Namun dalam pada itu, sebelum ia bergeser, Ki Jayaraga berkata - Glagah Putih.
Cobalah. Kau mempunyai bahan yang cukup setelah kau mendengarkan keterangan Ki
Lurah tentang sikap kedua orang tua Rara Wulan. Kau sudah cukup dewasa untuk
tanggap pada keadaan. Karena itu kau harus menghadapi persoalan ini dengan sikap
dewasa pula. - Jantung Glagah Putih serasa berdebar semakin cepat. Tetapi untuk melihat langsung
kedalam dirinya sendiri, rasanya Glagah Putih masih ragu-ragu.
Tetapi gurunya itu berkata selanjutnya - Pergilah. Katakan pada gadis itu, bahwa
sebaiknya ia berbicara kepada orang tuanya. Gadis itupun harus berbicara dengan terbuka
agar orang tuanya tahu apa yang dikehendakinya.
Tanpa pembicaraan yang terbuka, maka kedua belah pihak hanya menduga-duga saja
perasaan masing-masing, sehingga kemung-kinan salah paham memang terjadi. Karena
itu, maka katakan putih apa yang dianggapnya putih. Katakan hitam apa yang dilihat
hitam. Katakan kuning jika ia memang ingin kuning dan katakan ungu jika itu yang
diingininya. Tentang setuju dan tidak itu persoalan kemudian. Tetapi yang dikehendaki
sudah jelas. - Glagah Putih mengangguk-angguk. Hampir tak terdengar ia menjawab - Ya guru.
- Nah, pergilah. - Berkata Ki Jayaraga.
Glagah Putihpun kemudian telah minta diri untuk bertemu lagi dengan Rara Wulan.
Terasa bahwa pesan yang dibawanya untuk disampaikan kepada Rara Wulan itu cukup
berat baginya. Glagah Putih tidak tahu akibatnya jika Rara Wulan benar-benar akan
bertemu dengan ayah dan ibunya. Apakah Rara Wulan mampu menolak keinginan mereka
untuk mempertemukan Rara Wulan dengan seorang yang mereka pilih dipelaminan,meskipun menurut keterangan Ki Lurah Branjangan, bahwa kedua orang tua Rara Wulan
masih belum sampai kepada keputusannya itu "
Dengan penuh kebimbangan, Glagah Putih melangkah menuju kedapur.
Tetapi Rara Wulan sudah tidak berada didapur lagi.
Namun Glagah Putih tahu, bahwa Rara Wulan tidak akan meninggalkan halaman rumah
itu. Karena itu, maka Glagah Putih-pun telah mencarinya dikebun belakang, tempat yang
sering mengikat Rara Wulan untuk duduk dan melihat-lihat tanaman sayuran yang tampak
subur. Ranti yang buahnya nampak merah kekuning-kuningan. Terung yang ungu dan
beberapa jenis tanaman yang lain.
Sebenarnyalah, Glagah Putih menemukan Rara Wulan duduk diatas rerumputan kering
sambil merenungi tanaman-tanaman yang segar itu. Sekali-sekali gadis itu mengusap
matanya yang basah. Ketika mendengar desah kaki direrumputan mendekatinya, maka iapun berpaling. Rara
Wulan tidak terkejut, karena ia sudah menduga , bahwa Glagah Putih tentu akan
menyusulnya. Tanpa mengucap sepatah katapun, Glagah Putih langsung duduk disebelah Rara
Wulan. Tetapi untuk beberapa saat keduanya saling berdiam diri sambil memandangi
tanaman yang hijau segar terhampar dihadapan mereka.
Rara Wulan berkisar setapak ketika seekor belalang yang besar meloncat hampir
menampar keningnya, sehingga gadis itu harus menghindar.
- Rara Wulan - berkata Glagah Putih kemudian dengan nada berat - aku telah bertemu
dengan Ki Lurah Branjangan. Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Tetapi iapun kemudian bertanya - Apa yang
dikatakan kakek kepadamu " - Ki Lurah telah mengatakan semuanya, - jawab Glagah Putih.
- Semuanya itu apa " - bertanya Rara Wulan sambil bersungut. Glagah Putih termangumangu.
Namun iapun kemudian menjawab
- Apa yang telah dikatakan oleh kedua orang tuamu serta sikapmu menanggapi
keterangan itu. - - Kakek berbohong kepadaku - gumam Rara Wulan kemudian.
- Rara Wulan - desis Glagah Putih.
Namun Rara Wulan telah memotongnya - Kakek minta kau membujuk aku agar aku
bertemu kedua orang tuaku " Glagah Putih menjadi bingung. Tetapi iapun kemudian menjawab - ya Rara. Ki Lurah
meminta aku berbicara dengan Rara. - Dan kau bersedia " - justru Rara Wulanlah yang bertanya.
- Aku ingin berbicara denganmu. Aku ingin mendengar sikapmu dan alasanmu - jawab
Glagah Putih. - Sikapku sudah tegas. Aku tidak mau bertemu dengan kedua orang tuaku. - jawab
Rara Wulan. - Alasanmu " - bertanya Glagah Putih.
- Kau itu memang dungu atau berpura-pura dungu " - bertanya Rara Wulan dengan
nada tinggi. - Ada beberapa hal yang ternyata tidak sesuai dengan pengertianku sebelumnya. Aku
memang menjadi bingung. Apakah aku memang dungu atau keadaannya yang semakin
kacau sehingga sulit untuk diikuti - jawab Glagah Putih.
- Jadi kau juga sengaja menyakiti hatiku " - bertanya Rara Wulan.
- Bukan maksudku - jawab Glagah Putih - tetapi sebenarnyalah bahwa aku ingin
berbicara sungguh-sungguh. Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Ditatapnya pepohonan dikejauhan dengan
pandangan kosong. Tetapi Glagah Putih, itu duduk disebelahnya untuk berbicara dengan
sungguh-sungguh. Rara Wulan mulai mengusap matanya lagi. Sementara Glagah Putih itu mencoba
bersikap benar-benar dewasa.
- Rara - desis Glagah Putih - kesalah pahaman telah terjadi. Karena itu, sebaiknya Rara
Wulan menemui ayah dan ibumu. Semuanya harus dijelaskan. Berterus teranglah bahwa
Rara mempunyai keinginan sendiri serta citra yang barangkali lain dengan kedua orang
tua Rara bagi masa depan Rara. Setuju atau tidak setuju,
mau atau tidak mau. Apapun yang ada didalam hati, agar disampaikan kepada kedua
orang tua Rara. Baru kemudian, Rara dan orang tuanya Rara, maka Rara dapat
menentukan langkah berikutnya sebagaimana kedua orang tua Rara. Tetapi jika ternyata
sikap kedua orang tua Rara itu sesuai benar dengan sikap Rara. - Itu tidak mungkin - potong Rara.
- Bukankah Rara belum mencoba " Jika Rara bersedia datang bersama Ki Lurah
Branjangan yang menjadi saksi keterangan ayah Rara itu, maka tentu persoalannya akan
menjadi lebih jelas. - sahut Glagah Putih.
Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Namun tiba-tiba saja ia bertanya - Jadi kau
meminta aku datang pada ayah dan ibu, apa akibatnya " Glagah Putih memang menjadi bimbang. Tetapi ia tidak mau menunjukkan
kebimbangannya itu pada Rara Wulan. Karena itu, maka iapun menjawab - Ya. Wajah Rara Wulan menjadi tegang. Katanya dengan nada meninggi - Baik. Baik, Aku
akan datang pada ayah dan ibuku. Aku akan menyerahkan diriku kepada keputusan
mereka apapun yang harus kujalani. Mungkin besok aku sudah harus kawin dengan
seseorang yang sesuai dengan pilihan ayah dan ibu. Aku sekaligus akan minta diri kepada
kawan-kawan dari kelompok Gajah Li-wung, bahwa aku tidak akan pernah kembali
kedalam kelompok ini. - Rara Wulan - potong Glagah Putih dengan cemas.
- Apa pedulimu, he " Kita tidak mempunyai ikatan apa-apa selain bahwa kita adalah
sama-sama anggota Gajah Liwung. Jika aku sudah menyatakan diri keluar dari kelompok
ini, maka aku dan kau adalah orang lain. Aku anak seorang pejabat istana Mataram
sedangkan kau adalah seorang petani yang tubuhmu selalu dikotori lumpur. - Rara Wulan
hampir berteriak. - Rara. Cukup - bentak Glagah Putih.
Rara Wulan memang terdiam. Tapi ia sudah berdiri dengan dada tengadah. Matanya
menatap dengan tajamnya, seakan-akan memancarkan gejolak yang bergelora didadanya.
- Apa sebenarnya yang kau kehendaki " - bertanya Glagah Putih - kau ingin aku
berjongkok dihadapanmu untuk mengabdi karena kau anak seorang yang berkedudukan
tinggi dan aku anak seorang petani miskin di Tanah Perdikan Menoreh ini " Atau kau
menganggap ayahku seorang prajurit rendahan yang tidak pantas disebut namanya,
sehingga kau telah menghinakan aku dengan cara seperti itu " Rara Wulan mengatupkan giginya rapat-rapat. Namun ternyata gadis itu tidak dapat
menjawab lagi. Iapun terduduk sambil menutup wajahnya dengan kedua belah
tangannya. Yang terdengar kemudian adalah suara tangisnya yang tertahan-tahan. Tetapi
isa-kannyapun telah menggunjangkan tubuhnya, sehingga dadanya menjadi sesak
karenanya. Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Namun iapun kemudian bergeser mendekat.
Ternyata bahwa dada Glagah Putihpun menjadi sesak pula.
Namun dalam keadaan yang sendu itu, darah Glagah Putih serasa menjadi semakin
cepat mengalir. Ketika panas darahnya sampai ke kepala, maka seakan-akan telah
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjalar pula sifat-sifat ke jantanannya. Anak muda memang seorang laki-laki jantan
menghadapi segala macam bahaya yang betapapun gawatnya. Namun mula-mula hatinya
merasa gemetar berhadapan dengan keadaan Rara Wulan yang dianggapnya sangat rumit
itu. Tetapi akhirnya, Glagah Putih memang mampu menunjukkan sikapnya sebagai
seorang laki-laki. Ketika menangis Rara Wulan menjadi menghentak-hentak dadanya, terdengar suara
Glagah Putih yang berat - Rara Wulan. Sudahlah. Jangan menangis. Aku tidak berniat
menyakiti hatimu. Aku minta maaf. Sebenarnyalah bahwa aku adalah orang yang paling
keberatan jika ayah dan ibumu mengambil sikap terlalu keras terhadapmu. Apalagi
memaksamu kawin dengan seorang laki-laki lain, karena sebenarnyalah aku akan merasa
kehilangan kau. - Kata-kata Glagah Putih itu telah mengetuk dinding jantung Rara Wulan demikian
kerasnya sehingga gadis itu tersentak. Sambil mengangkat wajahnya gadis itu bertanya
disela-sela isaknya -Apa yang kau katakan "
-Aku mencintaimu Rara Wulan. - desis Glagah Putih - benih itu tertabur dijantungku
sejak aku melihatmu. Tetapi aku harus memandang wajah sendiri dihadapan cermin. Aku
memang anak seorang prajurit yang tidak berarti apa-apa, sementara aku sendiri adalah
seorang petani yang menggarap sawah orang lain di Tanah Per dikan Menoreh. Ketika suara Glagah Putih merendah dan bagaikan hilang dikerongkongannya, tangis
Rara Wulan memang menyentak sejenak. Tetapi kemudian tangis itu menurun perlahanlahan.
Demikian tangis Rara Wulan mereda, maka terdengar suaranya disela-sela isaknya yang
masih menyentak satu-satu - Kakang Glagah Putih. Perasaan itu pulalah yang selama ini
membelit hatiku. Tetapi aku adalah seorang gadis. Aku harus menahan diri betapapun
desakan perasaan itu rasa-rasanya hampir memecahkan dadaku. Sikapmu selama ini telah
meragukan aku, sehingga aku tidak dapat mengambil kesimpulan apapun juga. Dengan
demikian, aku menjadi bingung ketika ayah dan ibuku sampai satu pembicaraan tentang
aku, bahwa ayah dan ibu seorang gadis tidak mau anaknya menjadi seorang gadis yang
terlambat kawin. Seakan-akan tidak ada seorang laki-lakipun yang mau mengambilnya.
Bayangan itulah yang selama ini menakut-nakutiku. - Karena itu, maka kau menjadi salah paham dengan sikap ayah dan ibumu. - berkata
Glagah Putih kemudian. Rara Wulan hanya menundukkan kepalanya saja. Sementara itu Glagah Putih berkata
selanjutnya - Karena Rara. Aku mohon kau menghadap ayah dan ibumu. Katakan apa
yang memang tersimpan didalam hatimu. Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Sebenarnyalah ia merasa ragu, apakah ia dapat
mengatakan hubungannya dengan Glagah Putih kepada ayah dan ibunya. Rara Wulan
yakin bahwa kakeknya akan menyetujuinya. Tetapi keputusan terakhir memang ada
ditangan kedua orang tuanya.
Namun Rara Wulan telah memperhitungkan persoalan yang dihadapinya itu sampai
keputusan yang paling pahit sekalipun. Jika ia harus pergi dari rumahnya, maka ia akan
pergi. Ia telah membiasakan diri hidup diantara orang kebanyakan.
- Nampaknya rumah tangga mbokayu Sekar Mirah juga nampak baik meskipun kakang
Agung Sedayu sebelum mendapat kedudukan yang baik dilingkungan keprajuritan juga
tidak lebih dari seorang petani yang sederhana. - berkata Rara Wulan didalam hatinya.
Dengan sadar Rara Wulan mampu menilai cara hidup yang ditempuh oleh Glagah Putih
memang jauh berbeda dengan cara hidup yang dijalani oleh kakaknya, Teja Prabawa.
Glagah Putih bukan seorang yang manja dan tidak yakin akan kemampuan diri, tetapi
Glagah Putih adalah anak muda yang terbiasa tegak pada sikap dan kemampuan sendiri.
Ia ditempa oleh kehidupan disekitar-nya serta guru-gurunya.
Baru beberapa saat kemudian Rara Wulan mengangguk-angguk. Ia ingin memenuhi
permintaan Glagah Putih. Seandainya ayah dan ibunya tidak mau mendengarkan kata
hatinya setelah ia berterus terang, maka niatnya sebagaimana dilakukannya itu akan
dilakukan dengan lebih mantap, justru setelah ia tahu sikap batin Glagah Putih.
Karena itu, maka beberapa saat kemudian Rara Wulan itupun mengangguk sambil
menjawab - Baiklah kakang. Aku akan ikut bersama kakek untuk menghadap ayah dan
ibu. Tetapi sebelumnya aku mendapat firasat, bahwa ayah dan ibu memang tidak ingin
aku menjadi seorang gadis yang dianggap terlambat kawin. Setidak-tidaknya sudah ada
pembicaraan yang matang tentang hari-hari perkawinan itu kapanpun dilakukan. Akupun
tahu, bukan sekedar salah paham, bahwa ayah telah menerima bukan saja seorang anak
muda, tetapi beberapa orang, untuk berbicara tentang aku. Aku kira, seandainya benar
belum, pada saatnya ayah tentu akan mempunyai pilihan. Dan pilihan itu tentu di antara
anak-anak muda yang pernah datang melamar dengan perantara orang tuanya. Jantung Glagah Putih berdenyut keras. Ia tahu maksud Rara Wulan agar iapun
melakukannya sebagaimana anak-anak muda itu. Raja Wulan ingin ayahnya datang
melamar gadis itu kepada orang tuanya.
Namun rasa rendah diri itu telah menjangkiti lagi hati Glagah Putih. Orang tuanya
adalah perwira yang tidak memiliki nama besar dan bukan termasuk seorang perwira
tinggi sebagaimana orang-orang yang berbicara tentang anak gadis itu kepada orang
tuanya. Tetapi Glagah Putih sadar, bahwa cara itu harus ditempuh. Orang tuanya atau
orang yang mewakili atas nama orang tuanya harus datang dengan resmi untuk melamar.
Namun tiba-tiba saja Glagah Putih teringat akan kakak sepupunya. Untara yang juga
sudah diwisuda menjadi seorang Tumenggung.
- Jika kakang Untara tidak keberatan, maka kakang Untara akan dapat menyertai ayah
datang ketempat gadis itu yang juga masih dalam tingkat sejajar dengan kakang Untara
itu. Dengan demikian, aku tentu tidak dianggap sekedar sampah yang hanyut diparit yang
mengalir deras. - berkata Glagah Putih didalam hatinya.
Sejenak kedua orang anak muda itu hanyut kedalam angan-angan mereka masingmasing.
Sementara itu, beberapa orang kawannya yang mendengar dari kejauhan nada
suara Rara Wulan yang tinggi melengking serta bentakan-bentakan Glagah Putih, sama
sekali tidak berusaha mencampurinya selama pembicaraan itu masih berlangsung wajar.
Perbedaan pendapat diantara kedua anak muda yang terlibat dalam hubungan khusus itu
tentu akan dapat mereka selesaikan dengan baik.
Namun beberapa saat kemudian, Glagah Putih berkata - Rara. Ki Lurah menunggu
jawaban Rara. Aku mohon Rara Wulan bersedia datang bersama Ki Lurah, Namun
harapan bahwa Rara tidak akan benar-benar pergi dari kelompok ini.
Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya wajah anak muda itu. Rara
Wulan memang melihat kesungguhan pada sorot mata Glagah Putih.
Karena itu, maka dengan nada lembut gadis itu berkata - Baiklah kakang. Aku akan
menemuai kakek dan menyatakan kesediaanku menghadap ayah dan ibu. Tetapi aku tidak
akan menerima seorangpun seandainya ayah dan ibu menyebut beberapa buah nama,
tentang satu keyakinan bahwa kakang tidak akan mengingkari pernyataan kakang apapun
alasannya. - Glagah Putih mengangguk -angguk sambil berkata - Aku berjanji Rara. Aku sudah siap
menghadapi segala kemungkinan meskipun aku belum berbicara dengan kakang Agung
Sedayu dan Guru, Ki Jayaraga. Mudah-mudahan mereka dapat mengerti. Seandainya
tidak, maka aku sudah cukup dewasa untuk menentukan jalan-hidupku sendiri. Rara Wulan mengangguk sambil mengusap matanya yang basah. Namun tiba-tiba saja
ia melihat keadaan Glagah Putih yang kusut dan kotor.
Dengan kerut dikening Rara Wulan bertanya - Kaku kenapa kakang " Glagah Putih baru ingat dirinya sendiri. Tulang-tulangnya yang terasa letih setelah ia
memeras tenaganya bersama-sama dengan Sabungsari.
Dengan nada rendah Glagah Putih menjawab - Aku dan kakang Sabungsari harus
berhadapan dengan seorang yang berilmu sangat tingi itu. Podang Abang. Orang yang
pernah menaruh dendam pada guru yang tiba-tiba saja bertemu kembali setelah
bertahun-tahun berpisah. Rara Wulan mengerutkan keningnya. Dengan ragu-ragu ia bertanya - Bagaimana akhir
pertempuran itu " Bukankah orang itu pernah membayangi kelompok kita "- Ya. Ia pernah mencoba menakut-nakuti kelompok kita. - Jawab Glagah Putih.
- Tetapi ia pernah menghindari kakang Agung Sedayu - desis Rara Wulan.
- Saat itu tiba-tiba saja KI Jayaraga hadir - sahut Glagah Putih.
Rara Wulan mengangguk-angguk. Katanya - Jika demikian, kau dan kakang Sabungsari
harus beristirahat. Mungkin kalian memerlukan sesuatu untuk memulihkan kembali
kekuatan dan kemampuan kakang setelah bekerja keras menghadapi Podang Abang. Tapi
bagaimana dengan keadaan Podang Abang " - Sebenarnya aku dan kakang Sabungsari mampu mengatasinya. Tetapi kami harus
bertempur berpasangan, - jawab Glagah Putih.
- Lalu " - desak Rara Wulan.
- Guru mencegahnya, - jawab Glagah Putih - nampaknya guru tidak ingin dianggap
menghindari orang itu. - Rara Wulan mengangguk-angguk. Sementara Glagah Putih-pun berkata - Nah, pergilah.
Temui Ki Lurah Branjangan. Rara Wulan mengangguk. Tetapi katanya - Apakah kau akan menemui kakek " Glagah Putih mengerti maksud Rara Wulan. Karena itu, iapun mengangguk sambil
berkata - Marilah. Aku antar kau menghadap Ki Lurah Branjangan. Demikianlah, keduanyapun melangkah menuju keruang dalam. Beberapa anggota
Gajah Liwung yang lain justru memalingkan wajah mereka seakan-akan mereka tidak
melihat keduanya serta tidak mengetahui persoalannya.
Ketika Glagah Putih dan Rara Wulan masuk keruang dalam justru dari arah dapur,
maka yang ada diruang dalam adalah Ki Lurah Branjangan yang hanya ditemani Ki
Jayaraga. - Marilah - Ki Jayaraga bergeser setapak.
Kedua anak muda itupun kemudian duduk bersama mereka dengan wajah menunduk.
- Ki Lurah - berkata Glagah Putih kemudian - aku sudah berbicara dengan Rara Wulan
sesuai dengan pesan Ki Lurah. Ternyata Rara Wulan telah menyatakan kesediaannya
untuk menyertai Ki Lurah menemui kedua orang tuanya untuk menjelaskan sikapnya.
Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk. Katanya - Terima kasih. Dengan sikap yang
terbuka, maka semuanya tentu akan segera selesai, bagaimanapun ujud penyelesaian itu.
- Ki Lurah Branjangan berhenti sejenak, lalu berkata pula - jika demikian, besok kita pergi
menemui kedua orang tua Wulan. Rara Wulan mengangguk. Namun Ki Jayaragapun kemudian berkata - tetapi persoalannya sekarang tidak hanya
sekedar menghadap orang tua Rara Wulan. Tetapi Rara Wulan harus mengingat pula
ancaman-ancaman lain yang menggannggu dalam perjalanan. - Maksud Ki Jayaraga " - bertanya Ki Lurah.
Besok kita akan pergi bersama-sama. - berkata Ki Jayaraga Kekalahan Podang Abang hari ini akan membakar jantungnya. Memang ada
kemungkinan lain, bahwa tidak akan mengganggu lagi. Tapi mungkin sebaliknya.
Dendamnya sampai keubun-ubun.
- Jadi apakah besok aku akan menyertainya " - bertanya Glagah Putih.
Ki Lurah menggeleng sambil berkata - bukan kamu Glagah Putih. Mungkin angger
Sabungsari. - - Kita pergi bersama-sama Ki Lurah - potong Ki Jayaraga - kedua orang tua Wulan
tentu belum mengenal aku. Jika Ki Lurah sudah sampai kerumah anak Ki Lurah, aku akan
segera kembali ke padukuhan ini. Dini hari berikutnya, aku akan datang menjemput Ki
Lurah. - Tetapi Ki Lurah tertawa. Katanya - seperti anak-anak yang diantar pulang dan dijemput
kembali kerumah kakeknya. Ki Jayaragapun tertawa pula. Sambil menahan tertawanya ia menjawab - Bukan begitu
Ki Lurah, tetapi aku merasa bertanggung jawab jika Podang Abang itu hadir. Apalagi
mengganggu Ki Lurah. Sementara Ki Lurah sedang mengemban satu tugas yang harus
segera diselesaikan, meskipun sangat pribadi. Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk. Meskipun ia merasa agak segan, karena ia
harus merepotkan Ki Jayaraga, tetapi Ki Lurah memang harus mengakui, seandainya
Podang Abang itu melihatnya dan mengganggunya, maka sulit baginya untuk
mengatasinya. Karena itu, maka Ki Lurah itupun berkata - Aku hanya dapat mengucapkan terima kasih
Ki Jayaraga. - - Sementara itu, biarlah Sabungsari dan Glagah Putih bersiap-siap dirumah. Seandainya
iblis itu sudah melihat rumah ini, maka Sabungsari dan Glagah Putih akan dapat
mengatasinya. - berkata Ki Jayaraga kemudian.
Demikianlah, maka Ki Lurahpun berkata kepada Rara Wulan - Nah, bersiaplah. Kau
akan menghadap ayah dan ibumu besok tidak dengan pakaian seperti itu. Kau harus
datang sebagai seorang gadis. Jika kau datang dengan ujud seperti itu, ibumu akan dapat pingsan karenanya. Rara Wulan mengangguk-angguk. Katanya kemudian - Baik kek. Aku akan berbenah
diri. Namun segala sesuatunya kakek akan bertanggung jawab. Kakek tahu sikapku
menghadapi kemauan ayah dan ibu. - Ya - berkata Ki Lurah Branjangan - aku akan bertanggung jawab. Karena itu, maka
kau harus mengatakan apa yang ada didalam hatimu tanpa yang harus disembunyikan.
Jika kau terbuka, maka persoalanmu akan cepat dapat diselesaikan. Rara Wulan menganggu-angguk. Sementara Ki Lurahpun berkata - Baiklah.
Beristirahatlah Wulan. Kau harus menenangkan hatimu. Jangan menemui kedua orang
tuamu dengan hati yang tegang. Dengan demikian, maka sebelum kau berbicara apapun
juga, maka sikapmu telah memberikan kesan-kesan yang kurang wajar. -Rara Wulan
mengangguk kecil. Sementara Ki Lurah berkata -Beristirahatlah. Sementara Glagah Putih
biar duduk disini bersamaku barang sebentar. Rara Wulan berpaling kearah Glagah Putih. Namun iapun kemudian telah beringsut dan
meninggalkan ruangan itu, sementara Glagah Putih tinggal di ruangan itu bersama Ki
Lurah Branjangan dan Ki Jayaraga.
Sepeninggal Rara Wulan, Ki Lurah Branjangan berkata " Aku ingin mengucapkan
terima kasih kepadamu ngger. "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam sambil berdesis -Aku merasa berkewajiban
untuk membantu Ki Lurah. Ki Lurah mengangguk-angguk. Katanya - Ternyata hanya angger yang mampu
meluluhkan hatinya yang mengeras seperti batu karang. - Aku mencoba meyakinkannya, bahwa ia memang perlu bertemu dengan kedua orang
tuanya - jawab Glagah Putih.
- Baiklah - berkata Ki Lurah - besok aku akan membawa Rara Wulan meninggalkan
tempat ini dibawah perlindungan Ki Jayaraga. Kau dan Sabungsari sebaiknya tidak
meninggalkan rumah ini. - pesan Ki Lurah.
- Ya Ki Lurah - jawab Glagah Putih.
Ki Lurah masih mengangguk-angguk. Namun dengan sendat
ia berkata - Glagah Putih. Baiklah aku ingin bertanya kepadamu. Seperti aku berharap
Rara Wulan berterus terang kepada kedua orang tuanya, akupun ingin mendengar
pengakuanmu tentang hubunganmu dengan Rara Wulan. Wajah Glagah Putih menjadi berkerut. Sementara Ki Lurah berkata - Gurumu akan
menjadi saksi kata hatimu itu, Glagah Putih. - Apa yang Ki Lurah maksudkan" - bertanya Glagah Putih.
- Hubunganmu, dengan Rara Wulan - ulang Ki Lurah. - Kami adalah anggauta kelompok
Gajah Liwung, sehingga rasa-rasanya kami bagaikan saudara sendiri - jawab Glagah Putih.
- Hanya itu" - dasis Ki Lurah. Suaranyapun kemudian menurun. Katanya - Aku akan
mengantar Rara Wulan bertemu dengan kedua orang tuanya. Karena itu, maka aku harus
mempunyai bekal yang cukup untuk ikut membantu Rara Wulan menyampaikan
perasaannya dengan terbuka. Satu hal yang jarang bahkan hampir tidak pernah dilakukan
oleh gadis-gadis sebayanya. Pada umumnya, gadis sebayanya, hanya akan menundukkan
kepalanya jika kedua orang tuanya menyebut nama seorang laki-laki bakal suaminya.
Bahkan dalam keadaan tidak seimbang sekalipun. Seandainya laki-laki yang oleh kedua
orang tuanya ditentukan menjadi bakal suaminya itu umurnya setua ayahnya sekalipun,
maka gadis itu tidak akan dapat menolak . Ki Lurah itu berhenti sejenak. Lalu katanya
selanjutnya - Tetapi besok Rara Wulan akan bersikap lain. Ia tidak hanya sekedar
menundukkan kepalanya dengan air mata yang menitik, tetapi Rara Wulan akan
mengatakan dengan terbuka apa yang terbersit dihatinya. Jika hal itu menyangkut angger
Glagah Putih, apa yang sebaiknya aku katakan" Apakah aku harus mengatakan bahwa
tidak ada hubungan apa-apa dengan Rara Wulan selain kalian sama-sama anhgauta
kelompok Gajah Liwung" Keringat dingin, mulai membasahi punggung anak muda itu. Namun ia tidak sampai
hati membiarkan Rara Wulan terdorong ke-dalam satu sikap yang tanpa mendapat
dukungan dari pernyataannya.
Karena itu, maka Glagah Putih itupun kemudian berkata - Ki Lurah. Apaboleh buat.
Biarlah aku berterus terang, sebagaimana
Rara Wulan akan berterus terang kepada kedua orang tuanya. Sebenarnyalah bahwa
aku dan Rara Wulan telah terlibat kedalam satu ikatan batin yang telah mencengkam kami
selama ini. Tetapi kami tidak sempat untuk mengatakannya. Ki Lurah tersenyum sambil menggeleng - Kalian tidak perlu mengatakan apa-apa
diantara kalian. Tetapi jika hati kalian telah berpaut, maka tatapan muka kalian akan lebih
berarti dari kata-kata yang meloncat dari bibir kalian. Ki Jayaraga tersenyum sambil berkata - Itulah yang pernah dilakukan oleh Ki Lurah. Ki Lurah tertawa pendek sambil menyahut - Kita memang pernah muda. Glagah Putih justru menunduk semakin dalam. Sementara Ki Lurahpun kemudian
berkata - Baiklah Glagah Putih. Aku memerlukan pengakuanmu. Dengan demikian maka
langkah yang akan aku ambil besok menjadi pasti. Glagah Putih tidak menjawab.
- Nah, jika demikian semuanya sudah jelas bagiku. Sekarang sebaiknya kau
beristirahat. Bukankah kau baru saja bertempur melawan Podang Abang" - bertanya Ki
Lurah. - Baik Ki Lurah - jawab Glagah Putih yang memang merasa semakin tegang. Jika ia
harus duduk ditempat itu beberapa lama lagi, maka ia akan dapat menjadi pening.
Karena itu, maka Glagah Putihpun segera bergeser dan meninggalkan ruang dalam.
Ketika ia menuju keserambi, maka dilihatnya Sabungsari telah membenahi dirinya.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nampaknya ia telah mandi dan berganti pakaian.
Ketika Sabungsari melihat Glagah Putih mendekatinya, Sabungsari tersenyum sambil
berkata - Mandilah. Kau akan menjadi segar kembali. Glagah Putih mengangguk sambil tersenyum. - Ya. Aku akan mandi, berganti pakaian
dan tidur. - Hari itu, kelompok Gajah Liwung itu memang mempunyai kegiatan apapun juga.
Namun dengan demikian, maka Rara Wulan justru selalu merenungi dirinya sendiri.
- Kenapa aku tidak dilahirkan sebagai seorang laki-laki" - pertanyaan itu memang
terhenti dihatinya. Namun ketika hal itu dikatakannya kepada Glagah Putih menjelang sore
hari, Glagah Putih berkata - Kau harus mensyukuri kodratmu sebagai seorang perempuan.
Kau tidak boleh menggugat Yang Maha Pencipta. ~ Rara Wulan termangu-mangu. Namun iapun kemudian mengangguk lemah.
Sementara itu Glagah Putih berkata selanjutnya - Yang Maha Agung telah menitahkan
laki-laki dan perempuan dengan segala macam kelebihan dan kekurangan-kekurangannya.
Namun keduanya akan dapat saling mengisi sehingga dalam kebulatan hidupnya, laki-laki
dan perempuan akan menjadi satu, sehingga akan menjadi pilar-pilar penjaga
kelangsungan hidup jenis manusia. Itulah sebabnya, maka apakah ia dilahirkan sebagai
seorang laki-laki atau seorang perempuan, tentu tidak ada bedanya karena bersama-sama
akan mengemban tugas-tugas kehidupan menurut garis kodratnya masing-masing. Rara Wulan menundukkan kepalanya. Namun kemudian ia mengangguk kecil. Ternyata
anak muda itu tidak hanya mampu menghitung batu di pliridannya atau membenamkan
diri didalam lumpur. Tetapi juga mempunyai wawasan kedepan tentang kehidupan.
Ketika kemudian malam turun dan Rara Wulan telah berada didalam biliknya, maka ia
mulai berangan-angan tentang dirinya sendiri. Ia mulai membayangkan wajahnya yang
dilihatnya diper-mukaan air yang bening di belumbang. Atau jika sekali-sekali ia
berjongkok, berlama-lama di atas jembangan dengan airnya yang diam bagaikan
membeku. Sekali-sekali Rara Wulan mengamati tubuhnya yang mulai berkembang. Sebagai
seorang gadis yang meningkat dewasa serta diwarnai dengan gejolak jiwanya yang
bagaikan meronta-ronta, maka Rara Wulan adalah seorang gadis yang tumbuh dengan
subur dan padat. Latihan-latihan olah kanuragan serta tingkah lakunya yang tidak
ubahnya seperti seorang laki-laki muda telah membuatnya menjadi seorang gadis yang
tegar. Ketika ia kemudian berbaring, maka yang membayang adalah
anak muda yang hidup di Tanah Perdikan Menoreh sebagai seorang petani. Namun,
yang memiliki ilmu yang sangat tinggi serta pengetahuan yang memadai. Ia bukan saja
seorang petani kebanyakan, tetapi sepupunya juga seorang Tumenggung. Sedang
sepupunya yang lain, yang juga sebagai gurunya, telah mulai dengan tugas-tugas
keprajuritannya mulai. Meskipun mula-mula tidak lebih seorang lurah, tetapi ia langsung
mendapat kepercayaan untuk memimpin pasukan khusus Mataram yang berada di Tanah
Perdikan Menoreh. Rara Wulan memang juga membayangkan beberapa orang anak muda yang lain.
Seorang diantaranya adalah orang yang terdekat dengan ayahnya yang juga bekerja
diantara sebagai seorang lurah Pelayan Dalem. Perlahan-lahan pangkat dan jabatannya
tentu akan merambat pula, sehingga pada suatu saat ia akan dapat menjadi Tumenggung
pula sebagaimana ayahnya dan ayah anak muda itu.
Tetapi Rara Wulan sama sekali tidak tertarik kepadanya. Bahkan seandainya saat itu ia
sudah seorang Tumenggung.
Seorang lagi anak muda yang memang agak dekat padanya sebagai kawan bermain.
Tetapi demikian anak itu berada di dalam kelompok Macan Putih, maka sikapnya semakin
tidak disukainya. Disamping kemanjaannya sejak kanak-kanak, maka bersama-sama
dengan kelompoknya ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela. Tuak dan
judi. Bahkan berhubungan dengan perempuan yang tidak sepantasnya. Yang lebih buruk
lagi, kadang-kadang terlibat dalam kejahatan pula.
Sedangkan laki-laki yang lain, seorang yang merasa dirinya anak seorang pemimpin
yang berkuasa. Yang lain lagi, laki-laki muda yang tampan tetapi cengeng dan tidak
mempunyai sikap sama sekali.
Diantara sekian banyak laki-laki muda yang pernah dikenalnya atau diperkenalkan oleh
ayahnya, maka yang paling baik bagi Rara Wulan adalah Glagah Putih. Seorang anak
muda dari padesan. Namun yang ternyata memiliki beberapa kelebihan dari anak muda
yang lain. Dengan demikian, Rara Wulan sudah bertekad untuk mengatakan
dengan terbuka kepada ayah dan ibunya. Ia berharap bahwa kakeknya akan
membantunya. Ia akan menolak dengan tegas jika ayahnya akan memaksakan sebuah
nama untuk bakal suaminya. Agaknya anak muda yang paling dekat dengan ayahnya
adalah anak muda yang kemudian telah bekerja pula diistana itu.
- Apakah cacatnya" - tiba-tiba saja terjadi pertanyaan telah muncul, seolah-olah ayah
dan ibunyalah yang bertanya kepadanya.
Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Anak muda itu memang tidak seburuk anakanak
muda lain, yang dikenalnya dan yang sepengetahuannya, menaruh hati kepadanya.
Bahkan mungkin sudah datang melamarnya lewat orang tuanya. Tetapi Rara Wulan sama
sekali tidak tertarik kepadanya. Ia memiliki kesungguhan dalam melakukan tugastugasnya.
Bahkan menurut ayahnya yang sering didengarnya, anak itu termasuk anak
muda yang cekatan. Cakap dan cepat tanggap akan tugas-tugasnya.
Tetapi menurut Rara Wulan, anak muda itu adalah salah satu ujud dari seorang yang
berjalan menunduk sepanjang jalur jalan yang telah banyak dilalui orang lain. Begitubegitu
saja tanpa ada gejolak sama sekali. Tanpa ada tantangan yang harus dijawabnya
dan tanpa ada cuatan-cuatan peristiwa didalam hidupnya.
- Terlalu datar - berkata Rara Wulan didalam hatinya - Satu langkah kehidupan yang
tentu akan sangat menjemukan. Setiap hari aku akan berada didapur. Masak,
menyediakan makan dan minum dengan baik, memijitnya jika ia merasa letih, berjalanjalan
mengunjungi orang tua dan kemudian tenggelam dibelakang pintu bilik - Rara Wulan
menggeleng lemah. Katanya - Tidak. Tidak. Namun Rara Wulan berhasil menahan gumamnya, sehingga tidak terdengar dari luar
biliknya. Namun kemudian Rara Wulan itu sempat pula membayangkan kehidupan Sekar Mirah.
Meskipun Sekar Mirah tidak melupakan tugas-tugasnya sebagai seorang isteri, bekerja didapur,
mencuci pakaian dan membersihkan perabot rumah, tetapi di dalam kebutuhan
hidupnya terasa adanya warna yang lain yang membumbui kehidupannya itu. Memang
terasa tenang dan tenteram. Tetapi terasa pula adanya gerak dan gejolak meskipun masih
dalam keseimbangan irama kebutuhan hidupnya.
Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Niatnya yang bulat dapat membuat hatinya
menjadi sedikit tenang, sehingga beberapa saat kemudian, gadis itu sudah tertidur
nyenyak. Dalam pada itu, Glagah Putih tidak segera dapat tidur. Ia mulai membayangkan satu
tingkat kehidupan baru dalam garis perjalanan hidupnya. Jika ia banar-benar harus
menyelesaikan persoalannya dengan Rara Wulan sampai tuntas, itu berarti saat-saat
pernikahan akan tiba. - Apakah kau sudah siap " - pertanyaan itu membebani perasaannya. Meskipun Glagah
Putih tahu, bahwa bahwa pernikahan itu tidak harus dilaksanakan esok atau lusa, tetapi ia
harus benar-benar mempersiapkan diri jauh sebelumnya.
Glagah Putih mulai membayangkan kehidupan kakak sepupunya Agung Sedayu. Untara
sempat merasa kecewa karena sikapnya. Jika saja Panembahan Senapati tidak langsung,
bahkan hampir secara pribadi menunjuknya menjadi pemimpin pasukan khusus Mataram
ditanah Perdiakan Menoreh, mungkin Agung Sedayu masih belum menempatkan diri
dalam jajaran keprajuritan Mataram, sedangkan kakak sepupunya itu memiliki ilmu yang
sangat tinggi. Bahkan termasuk tataran tertinggi diantara para Senapati di Mataram.
Namun akhirnya Glagah Putih harus berusaha meletakkan kegelisahannya jika ia ingin
benar-benar tidur untuk beristirahat ma lam itu. Pranawa yang mendapat giliran untukberjaga-jaga,duduk di ruang dalam sambil
mengusap ukiran kerisnya dengan angkup keluwih, sehingga ukiran kerisnya semakin
mengkilap. Ada beberapa butir permata pada ukiran kerisnya sehingga kerisnya itu
memang sebilah keris yang mahal. Bukan saja karena nilai besinya yang tinggi serta
buatannya yang sangat baik.
Sementara itu, Rumeksa yang menggantikan Pranawa itupun telah keluar dan turun
dihalaman. Berjalan dalam kegelapan mengitari rumah yang mereka huni untuk
meyakinkan, bahwa tidak ada bahaya yang mengintai mereka.
Malam lewat tanpa persoalan. Pagi-pagi benar, Rara Wulan
telah mandi paling awal sebagaimana dilakukannya sehari-hari. Baru kemudian anggota
Gajah Liwung yang lain, termasuk Ki Lurah Branjangan dan Ki Jayaraga pun telah
berbenah diri pula. Mereka akan meninggalkan rumah Ki Makerti di Sumpyuh untuk pergi
ke Mataram. - Kita akan berangkat sebelum Matahari terbit - berkata Ki Lurah Branjangan.
Namun ternyata bahwa orang tua yang menunggui rumah itu bersama dengan Rara
Wulan telah sempat menyediakan makan pagi bagi mereka.
Demikian, setelah Ki Lurah Branjangan, Ki Jayaraga dan Rara Wulan sendiri makan dan
minum minuman panas, mereka segera meninggalkan sarang anggota Gajah Liwung itu
untuk pergi ke Mataram Di perjalanan ternyata mereka tidak menjumpai hambatan apapun juga, sehingga
dengan selamat sampai kerumah anak dan menantu Ki Lurah Branjangan.
Adalah kebetulan bahwa menantu Ki Lurah Branjangan tidak ada dirumah karena
tugasnya., sehingga mereka tidak segera berbicara tentang Rara Wulan.
- Kenapa ayah begitu tergesa-gesa - bertanya anak perempuan Ki Lurah Branjangan.
- Aku mempunyai perlu yang lain hari ini. Besok aku harus berada ditanah Perdikan
kembali. - jawab Ki Lurah.
- jika demikian, sebaiknya ayah menyelesaikan keperluan ayah lebih dulu. Baru
kemudian ayah berbicara tentang Rara Wulan. - berkata anak perempuannya.
Ki Lurah termangu-mangu sejenak. Kepada Rara Wulan iapun bertanya " Kau
menunggu aku disini Wulan" " hanya sebentar. "
- Aku ikut bersama kakek - jawab Rara Wulan.
- Kau disini Wulan. Ibumu sudah sangat rindu kepadamu. -desis ibunya.
Tetapi jawab Rara Wulan membuat hati ibunya bergetar -Bukankah kangmasmu Teja
Prabawa ada dirumah " Kakangmas
akan mengawani ibu dan barangkali juga mengawani ayah. - Wulan - polong kakeknya. Tetapi Rara Wulan berkata selanjutnya - barangkali
seorang gadis memang kurang berarti dirumah ini, karena seorang laki-laki akan
membahagiakan orang tuanya. Memikul tinggi-tinggi dan menguburkan dalam-dalam jika
orang tuanya meninggal kelak. Sementara itu seorang gadis tidak lebih dari musuh
didalam pelukan. - Siapa yang mengatakan itu Wulan " - suara ibunya menjadi serak.
- Bukankah ayah menganggap aku sebagai musuh " - Ayah pernah mengatakannya,
bahwa aku adalah musuh mungguing cangklakan. - jawab Rara Wulan.
- Wulan. Waktu itu ayahmu baru marah. Kau harus memahami sikap serta perasaan
ayahmu. Sebagai seorang gadis, kau telah melakukan sesuatu yang tidak seharusnya kau
lakukan. - Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Namun kemudian ia berkata - Ayah sampai
sekarang tentu masih marah. - Tidak Wulan. Ayahmu sudah tidak marah lagi - jawab ibunya.
Mungkin selama aku tidak ada dirumah. Tetapi jika ayah tahu bahwa sikapku tidak
berubah, maka ayah tentu akan marah lagi. -jawab Rara Wulan - lalu ayah akan
menganggapku musuh dalam selimut. Atau bahkan duri dalam daging. - Tidak. Ayahmu pernah mengatakan kepadaku - jawab ibunya.
Dalam pada itu, maka Ki Lurah Branjanganlah yang kemudian menengahinya - Baiklah.
Aku tidak akan pergi kemana-mana.
Tetapi Ki Jayaragalah yang kemudian berkata - sebaiknya Ki Lurah memang tetap
berada disini. Menunggu ayah Rara Wulan pulang. Biarlah aku saja yang minta diri. Aku
akan menyelesaikan sedikit persoalan. Besok pagi-pagi aku kembali kemari. -Besok " bertanya Ki Lurah - tidak nanti sore atau malamnya " - Besok pagi-pagi - jawab Ki Jayaraga.
- Nanti malam Ki Jayaraga akan bermalam dimana " - bertanya Ki Lurah.
Ki Jayaraga tersenyum. Katanya - Aku dapat bermalam dimana saja. Namun ibu Rara Wulan mencegahnya - Nanti Ki Sanak. Aku ingin menghidangkan
sekedar minuman dan makanan. Ki Jayaragapun tidak dapat menolak. Namun setelah minum minuman hangat dan
makan beberapa potong makanan, iapun telah benar-benar minta diri.
Ki Lurah tidak dapat mencegahnya. Ki Lurah tahu, bahwa Ki Jayaraga tidak ingin
mengganggu pembicaraan keluarga itu tentang Rara Wulan. Karena itu, Ki Jayaraga
merasa lebih baik untuk meninggalkan mereka, meskipun ia sendiri tidak tahu, dimana ia
akan bermalam. Namun Ki Jayaraga, bermalam bukannya satu hal yang sulit. Mungkin
dirumah Wirayuda atau dirumah lain, atau bahkan digubug-gubug sekalipun.
Rara Wulan memang kecewa bahwa kakeknya tidak jadi pergi kemanapun. Ia benarbenar
merasa gelisah berada dirumah itu terlalu lama. Tetapi ia tidak memaksa kakeknya
untuk pergi kemanapun dan membawanya serta.
Ketika Ki Jayaraga telah meninggalkan rumah itu, maka ibu Rara Wulanpun telah
mengulangi pernyataannya tentang ayahnya, bahwa ayahnya sudah tidak marah lagi.
Tetapi itu bukan sikap ayah yang sebenarnya. Ayah telah sempat membuat
perhitungan-perhitungan serta menilai untung ruginya - berkata Rara Wulan.
- Kau memang aneh - desis ibunya - apa yang kau maui sebenarnya " Waktu ayahmu
marah, maka ayahmu memang belum sempat membuat pertimbangan-pertimbangan atas
dasar penalaran. Waktu itu perasaan melonjak justru karena kau tidak bersikap sebagai
gadis kebanyakan. Sikapmu tidak wajar menurut penilaian ayahmu dan menurut
keterangan kakakmu. Tetapi apakah kau menganggap itu sudah cukup " Sekedar lonjakan
perasaan " Sedangkan ketika ayahmu sempat merenungkannya, kau menganggap bahwa
itu bukan sikap ayah yang sebenarnya. Bukankah kau ingin mengatakan ayahmu tidak
jujur terhadap sikapmu " Atau barangkali ayahmu berpura-pura "
- Tidak - jawab Rara Wulan - ayah memang tidak berpura-pura. Tetapi itu karena ayah
tidak melihat aku. Apalagi kakangmas Teja Prabawa sudah memberikan pertimbanganpertimbangan
tertentu tentang aku, bahwa aku adalah gadis yang paling tidak menurut
aturan. Pokoknya serba buruk, serba salah. Nah, jika ayah meli hat aku dan mendengar
sikapku tidak berubah, maka perasaan ayah akan melonjak lagi. Ayah akan marah lagi,
akan menuding hidungku seperti waktu itu mengatakan bahwa aku adalah musuh
mungguhing cangklakan. Sebagai seorang gadis aku tidak berarti apa-apa bagi
keluargaku, selain justru menjadi musuh. - Wulan - potong ibunya. Mata ibunya menjadi redup. Tiba-tiba saja dipelupuknya telah mengembun air yang
bening. Tetapi air mata itu tidak menitik.
Dalam pada itu, Ki Lurah Branjanganlah yang menengahi lagi - Sudahlah Wulan.
Apapun yang terbersit dihatimu, kau dibatasi oleh satu hubungan tertentu antara anak
dan orang tua. Bukan berarti bahwa kau tidak boleh menyatakan pendapatmu dengan
terbuka. Tetapi kau harus menempuh cara yang paling baik, sesuai dengan tatanan dalam
alur hubungan keluarga ini. Kau sekarang berbicara dengan ibumu. Tidak dengan kawankawanmu
atau dengan pembantu-pembantumu.
Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Namun tiba-tiba saja kepalanya menunduk.
Diluar sadarnya ia telah mengusap matanya yang basah.
- Aku mohon ampun ibu - suara Rara Wulan merendah.
Ibunya tercenung sejenak. Namun kemudian dipeluknya anak gadisnya itu sambil
berkata lirih - Ibu dan ayahmu mencintaimu Wulan. Jika ayah bersikap kasar, karena
ayahmu mempunyai gambaran yang baik bagi masa depanmu melalui jalan yang
dirintisnya. Ayahmu ingin kau hidup bahagia.
Yang terdengar kemudian adalah isak Rara Wulan. Sama sekali tidak mencerminkan
sikap anggota kelompok Gajah Liwung yang keras dan tabah.
Ki Lurah Branjangan hanya dapat menarik nafas panjang, la tidak mengganggu gejolak
perasaan Rara Wulan dan ibunya. Keduanya
memang saling mencintai sebagaimana ayah Rara Wulan juga mencintai anak
gadisnya. Tetapi pada suatu saat jalan mereka ternyata sampai dipersimpangan.
Ketika tangis Rara Wulan mereda, maka Ki Lurahpun berkata - Beristirahatlah Wulan.
Tidurlah agar hatimu menjadi tenang. Kita menunggu ayahmu pulang. Aku tidak akan
pergi kemana-mana. - Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Tetapi gadis itu memang tanggap, sebagai gadis
yang tumbuh dewasa, maka ia tahu apa yang sebaiknya dilakukan saat itu.
Karena itu, maka Rara Wulanpun kemudian minta diri kepada ibu dan kakaknya untuk
pergi ke biliknya. Didalam biliknya Rara Wulan sempat mengamati benda-benda yang sudah agak lama
ditinggalkannya. Semuanya masih berada ditempatnya. Bahkan masih ada sisa mangir
yang berada di sebuah mangkuk di geledegnya.
Namun semuanya nampak bersih dan terawat. Namun yang berada di bagian bawah
geledagnya masih ada ditempatnya dengan beberapa macam benda yang
ditinggalkannya. Dlupak dari tembikar yang disebut perak masih juga berada di ajukajuknya.
Dua buah cemara masih tergantung didinding. Namun kedua buah cemara itu
sama sekali tidak berdebu. Nampaknya setiap hari cemara itu telah disisir rapi dan
digantungkan kembali ketempatnya.
Rara Wulan meraba rambutnya. Rambutnya memang tidak terlalu lebat meskipun
cukup panjang, sehingga ia memerlukan cemara jika ia mengenakan sanggul.
Dalam keadaan yang demikian, maka terasa kerinduannya kepada keluarganya. Saatsaat
mereka duduk di pendapa sambil berbincang disore hari. Mengamati orang-orang
lewat didepan pintu regol yang terbuka. Serta mendengarkan kicau burung yang
tergantung ditiang-tiang bambu di halaman.
Ayah Rara Wulan tidak begitu senang memelihara burung perkutut. Tetapi ia lebih
senang memelihara burung yang berkicau lantang. Disudut halaman rumahnya terdapat
dua buah kandang bekisar yang berhasil ditetaskan di antara ayam peliharaannya.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dalam pada itu, demikian Rara Wulan pergi kebiliknya, Ki
Lurah berkata dengan nada rendah - Anak itu tidak bersalah - Ayah akan mengatakan bahwa ayahnya yang bersalah - sahut anak perempuan Ki
Lurah itu. - Kau menganggap begitu" - bertanya Ki Lurah.
- - Aku mencoba mengatakan pendapat ayah terhadap sikap ayah selama ini.
Nampaknya ada semacam penyesalan meskipun tidak dalam keseluruhan. - berkata anak
perempuannya. - Ah - desah Ki Lurah - kau salah mengartikan sikapku. Aku tidak menyesal sama sekali.
Aku telah berbuat yang sebaik-baiknya bagi Rara Wulan. Jika aku tidak membawanya
mengembara maka apa jadinya dengan anakmu itu. Sikapnya yang keras telah mendapat
penyaluran dalam pengembaraannya. Tetapi, jika ia tetap berada dirumah ini, ia akan
mengalami tekanan jiwa tanpa dapat menumpahkannya dengan cara apapun juga. Jika
pada satu saat ia tidak mampu lagi memikul beban itu, maka ia akan mencari
penyelesaian dengan cara apapun juga. Bahkan mungkin dengan cara yang paling buruk
sekalipun. Bunuh diri. - - Ayah - potong anak perempuan Ki Lurah itu. - ayah jangan menakut-nakuti. - Kau mau mencoba" Lakukan. Tahan anak itu dirumah dengan paksa. Aku berani
bertaruh. Ia akan memilih satu diantara dua. Meninggalkan rumah ini tanpa pamit atau
membunuh diri - jawab Ki Lurah - jangan berharap bahwa anak itu akan menerima keputusan
kalian jika keputusan kalian itu tidak disetujuinya. Kau dapat saja menuding aku
dan mengatakan bahwa akulah yang telah membuat anak itu keras kepala. Tetapi
menurut pendapatku, aku justru mencarikan saluran yang dapat gejolak mengalirkan
perasaannya yang menekan dinding jantungnya. Ibu Rara Wulan itu termangu-mangu sejenak. Sementara Ki Lurah Branjangan
kemudian telah bertanya - Apa sebenarnya yang ingin kau katakan kepada Rara Wulan"
Aku telah bertemu dengan ayahnya di Tanah Perdikan Menoreh. Menurut keterangannya
maka ia tidak akan berbuat tanpa persetujuan Rara Wulan dalam persoalan jodohnya
nanti. - Ibu Rara Wulan itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian meskipun agak ragu
- Jika Wulan bukan seorang gadis
yang keras kepala, maka ia tentu sudah mendapat tempat yang baik didalam hidupnya.
Ada beberapa nama yang pantas untuk menjadi jodohnya. Dipandang dari segi lahiriah,
maupun sikap batinnya, anak muda itu bukan saja anak seorang yang berpangkat dan
kaya raya. Tetapi anak muda itu sendiri sudah memiliki pangkat dan jabatan yang cukup
mapan. Sedangkan anak muda yang lain mempunyai harapan bagi hari depannya yang
cerah. Ia satu-satunya anak dalam keluarganya, sementara itu sawah dan ladangnya
terbentang menyelimuti ngarai yang sangat luas. Tanah yang subur yang sanggup
menghasilkan padi dua kali setahun. Seorang lagi sedang merintis jaringan pemasaran
bagi barang-barang dagangannya yang mahal, karena ayahnya adalah seorang saudagar
yang mempunyai darah jelajah sangat luas sampai ke pesisir Utara. - Tetapi bukankah ayah Rara Wulan belum pernah mengiakan semuanya itu" - bertanya
Ki Lurah. Ibu Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Sambil menarik nafas dalam-dalam ia
berkata - Semuanya memang harus dipikirkan baik-baik. Tetapi apa yang dirintis oleh
ayahnya, adalah semata-mata untuk kebaikan Rara Wulan. - Maksudmu diantaranya Lurah Pelayan Dalam itu" - berkata Ki Lurah.
- Ia adalah anak muda yang baik - jawab anak perempuannya.
Ki Lurah tidak menjawab. Ia ingin berbicara langsung dengan ayah Rara Wulan. Ia ingin
mengatakan, bahwa sebaiknya kedua orang tua Rara Wulan mendengarkan pendapat
anak gadis itu. Keduanya untuk beberapa saat saling berdiam diri. Namun kemudian Ki Lurah berkata Aku akan ke pakiwan. - Ki Lurahpun kemudian meninggalkan anak perempuannya duduk termangu-mangu.
Sebenarnyalah ibu Rara Wulan itupun menjadi gelisah. Ia ingin anak gadisnya seperti anak
gadis yang lain. Patuh kepada orang tua. Tidak pernah menolak petunjuk-petunjuk yang
akan dapat membahagiakan hidupnya kelak.
Tetapi Ki Lurah tidak segera masuk kembali. Ia duduk di sebuah lincak bambu
dilongkangan. Angin yang semilir mengusap keningnya yang telah berkerut oleh garisgaris
umur. Ki Lurah kemudian terkejut ketika ia mendengar derap kaki kuda. Seorang pelayan
dirumah itu berlari-lari menyongsong dan kemudian menerima kendali kuda itu.
Ternyata yang datang adalah menantu Ki Lurah Branjangan.
Sejenak kemudian, maka Ki Lurahpun telah diminta untuk duduk diruang dalam. Tetapi
menantunya tidak segera berbicara tentang anaknya. Ia minta Ki Lurah Branjangan untuk
makan dahulu bersama-sama.
- Dimana Wulan" - bertanya menantu Ki Lurah itu.
- Ia berada didalam biliknya - jawab ibu Rara Wulan. Menantu Ki Lurah itu
mengangguk-angguk kecil. Katanya Ajak anak itu makan. - Ibu Rara Wulan termangu-mangu. Tidak biasanya Rara Wulan diajak makan bersamasama
jika ada tamu dirumah itu. Tetapi karena tamunya kakeknya sendiri, maka agaknya
ayah Rara Wulan tidak berkeberatan untuk mengajak anaknya makan bersama-sama.
Namun ia masih juga bertanya - Apakah Teja Prabawa tidak ada dirumah" - Tidak - jawab ibu Rara Wulan - ia pergi sejak pagi - Kemana" - bertanya ayahnya.
- Katanya dan menurut perlengkapan yang dibawanya, ia akan pergi berburu bersama
beberapa orang kawannya - jawab ibunya.
Ayahnya mengangguk-angguk. Katanya - Baiklah. Kita makan lebih dahulu. Rara Wulan semula memang berkeberatan ketika ibunya mengajaknya untuk makan
bersama. Tetapi kemudian karena ibunya memaksanya,maka Rara Wulanpun telah ikut
pula makan bersama ayah, ibu dan kakeknya, meskipun ia selalu menundukkan kepalanya
serta merasa terlalu sulit untuk menelan nasi lewat kerongkongannya.
Tetapi satu hal yang terasa berbeda pada ayahnya. Ayahnya nampak lebih ramah
kepadanya. - Tetapi aku tidak tahu apa yang akan dikatakannya nanti -berkata Rara Wulan didalam
hatinya. Ternyata bahwa ayah Rara Wulan itu tidak merasa terlalu tergesa-gesa untuk berbicara
tentang anak gadisnya. Setelah mereka selesai makan, ayah Rara Wulan membawa Ki
Lurah duduk diserambi sambil berbicara tentang berbagai macam burung peliharaannya.
- Aku tidak begitu suka burung perkutut. - berkata menantunya.
Ki Lurah mengangguk-angguk. Ki Lurah sendiri tidak mempunyai seekor burung
peliharaanpun. Apalagi Ki Lurah sampai usianya yang semakin tua itu, masih jarang
berada dirumah untuk waktu yang panjang berturut-turut.
- Ayah akan berada dirumah ini untuk berapa hari" - tiba-tiba saja ayah Rara Wulan itu
bertanya. - Besok aku minta diri. - jawab Ki Lurah - aku harus segera kembali ke Tanah Perdikan.
Aku harus mendampingi angger Agung Sedayu untuk beberapa bulan. - Agung Sedayu dari Tanah Perdikan Menoreh" - bertanya menantunya.
- Ya. Pemimpin prajurit di barak Pasukan Khusus Mataram di Tanah Perdikan - jawab Ki
Lurah. - Aku pernah mendengar namanya dan pernah melihat orangnya - berkata menantunya
- setidak-tidaknya saat ia diwisuda. - Ya. - jawab Ki Lurah. - Tetapi aku belum mengenal orangnya. Bukankah ia diangkat menjadi Senapati
Pasukan Khusus itu dengan pangkat Lurah" -bertanya menantunya pula.
- Ya - jawab Ki Lurah - meskipun pengetahuan dan kemampuan Agung Sedayu
setingkat dengan kakaknya yang telah diwisuda menjadi Tumenggung. Bahkan dalam olah
kanuragan agaknya ia memiliki kelebihan. Menantunya menarik nafas dalam-dalam. Iapun merasa bahwa ia juga sudah menjadi
Tumenggung. Bahkan seolah-olah mertuanya itu ingin mengatakan, bahwa Agung Sedayu
mempunyai kelebihan dari tumenggung-tumenggung yang lain pula, termasuk dirinya.
Tetapi ayah Rara Wulan masih dapat menahan diri untuk tidak mempersoalkannya,
meskipun terasa juga sedikit gejolak di dalam hatinya.
Namun ayah Rara Wulan itu masih juga bertanya - Apakah Agung Sedayu masih perlu
didampingi orang lain" - Ya - jawab Ki Lurah - meskipun orang itu memiliki beberapa kelebihan, namun ia
sama sekali tidak berpengalaman dalam tata keprajuritan. Karena itu, ia memerlukan
seorang penasehat. - Ayah Rara Wulan mengangguk-angguk. Katanya - Mudah-mudahan tugas ayah segera
dapat diselesaikan. Dengan demikian maka ayah akan mempunyai banyak waktu untuk
beristirahat. - Ki Lurah tersenyum. Katanya - Aku masih memerlukan kesibukan didalam hidupku. Aku
masih ingin mendapat kesempatan untuk berbuat sesuatu serta menyatakan bahwa
hidupku yang tersisa itu masih berarti buat orang banyak. Jika tidak demikian, serta aku
merasa bahwa sisa hidupku sudah tidak berarti lagi, maka rasa-rasanya senja sudah
menjadi semakin gelap. - - Ah, tentu tidak - jawab menantunya - hidup dan mati, bukan persoalan kita. - Jika aku sudah merasa tidak berguna lagi, meskipun jasadku masih dapat dianggap
hidup, tetapi aku tentu merasa bahwa aku sudah mati. - jawab Ki Lurah. Menantunya juga tersenyum. Katanya - jangan ditarik benang terlalu panjang, sehingga
merentang sampai keujung gagasan yang mendebarkan. tKi Lurah mengangguk-angguk. Katanya - Ya. Seharusnya aku tidak berbicara tentang
hal itu. Sebenarnyalah karena aku datang untuk mengantarkan Rara Wulan. Bukankah kau
ingin berbicara dengan gadis itu" - Bukankah tidak perlu tergesa-gesa. Besok atau lusa atau kapan saja. Aku menunggu
satu suasana yang paling baik untuk berbicara dengan Rara Wulan - berkata ayah Rara
Wulan itu. Tetapi Ki Lurah menggeleng. Katanya - Jangan. Jangan kau tunda-tunda lagi. Aku
minta kau berbicara dengan gadis itu selagi aku masih ada disini. Ia akan merasa
mempunyai setidak-tidaknya
seorang kawan. - - Untuk apa seorang kawan" Apakah ia terperosok kedalam satu lingkungan yang
memusuhinya" - bertanya ayah Rara Wulan itu. Lalu katanya pula - Atau setidak-tidaknya
kedalam satu lingkungan yang asing sekali baginya" - Ya - jawab Ki Lurah - ia memang sudah merasa asing diantara keluarganya sendiri.
Aku akan mencoba menjadi jembatan antara kau dan isterimu dengan Rara Wulan. Ayah Rara Wulan memang benar-benar telah meninggalkan kami. Jika kehadiran ayah
dalam pembicaraan kami dengan Rara Wulan dapat memberikan akibat yang baik, maka
kami akan sangat berterima kasih. - Bukankah itu sudah menjadi kewajibanku" - sahut Ki Lurah Branjangan.
- Baiklah. Jika demikian, malam nanti kita akan berbicara - sahut ayah Rara Wulan.
Ki Lurah mengangguk kecil. Sebenarnya ia ingin pembicaraan itu segera dilakukan
sehingga pekerjaannya segera selesai. Tetapi ia tidak dapat memaksa ayah Rara Wulan itu
untuk berbicara saat itu juga. Nampaknya ia masih lelah setelah menunaikan tugastugasnya
hari itu. Saat menunggu memang terasa lama sekali. Ketika ayah Rara Wulan itu kemudian
pergi ke pakiwan untuk mandi dan berbenah diri, maka rasa-rasanya hari-harinya berjalan
sangat lamban. Namun akhirnya setelah semuanya mendapat giliran pergi ke pakiwan dan bahkan
setelah makan malam ayah Rara Wulan telah minta seluruh keluarga yang ada untuk
berkumpul. Namun dalam pada itu, ibu Rara Wulan masih memperingatkan - Teja Prabawa masih
belum datang. - Apakah kita akan menunggunya" - bertanya ayahnya.
- Kita tunggu sesaat. Biasanya ia datang lewat senja. Agaknya ia sedikit terlambat. desis ibunya. - Anak itu tidak pernah mendapat binatang buruan. Tetapi ia tidak jemu-jemu pergi
berburu. Kadang-kadang aku ingin tahu, apakah anak itu benar-benar pergi berburu. desis ayahnya. Ki Lurah menjadi gelisah. Apalagi Rara Wulan. Namun Rara Wulan benar-benar bulat
hatinya untuk mengatakan perasaannya sejujur-jujurnya, apapun tanggapan kedua orang
tuanya. - Biarlah ia menyusul - berkata ayah Rara Wulan setelah mereka menunggu beberapa
saat sambil meneguk minuman panas.
Ibunya tidak mencegah lagi. Iapun kadang-kadang anak muda itu pulang jauh malam.
Bahkan sekali-sekali ia pulang lewat tengah malam.
- Kau telah menghamburkan waktumu dengan sia-sia. - beberapa kali terdengar
ayahnya menegurnya. Tetapi anak itu masih saja melakukannya bersama dengan
beberapa orang kawan-kawannya. Dalam pada itu, ayah Rara Wulan itupun kemudian berkata -Ayah. Aku telah mendapat
anugerah nama dalam kedudukanku yang baru. - O - Ki Lurah mengangguk-angguk - siapa namamu sekarang" - Aku telah diperkenankan mempergunakannya sejak sepekan yang lalu. Aku sekarang
bergelar Ki Tumenggung Purbarumeksa -berkata ayah Rara Wulan sambil mengangkat
wajahnya. Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk. Katanya - Aku mengucapkan selamat.
Sekarang aku benar-benar mempunyai menantu seorang Tumenggung. - Mudah-mudahan dapat membuat keluargaku semakin sejahtera lahir dan batin. sahut ayah Rara Wulan. - Tentu - jawab Ki Lurah Branjangan.
- Kearah itulah aku ingin berbicara dengan ayah dan Rara Wulan - suara Ki
Tumenggung itu merendah - aku ingin keluargaku, bukan hanya sekarang, tetapi juga
saat-saat mendatang akan menemukan kebahagiaan hidup. Ki Lurah Branjangan menarik nafas dalam-dalam. Sekilas ia memandang wajah Rara
Wulan. Namun gadis itu menundukkan wajahnya.
Sejenak suasana menjadi hening. Ki Lurah Branjangan menunggu apa yang akan
dikatakan oleh ayah Rara Wulan itu.
- Ayah - berkata Ki Tumenggung itu kemudian - aku menunggu kesempatan ini. Aku
ingin berbicara dengan Rara Wulan tentang masa depannya. Ia sudah menginjak dewasa.
Sepantasnya ia sudah mulai berpikir tentang satu kemungkinan baru dalam jenjang
kehidupan. Ia sudah pantas untuk berkeluarga. Ki Lurah mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak segera menjawab.
- Aku tidak mengada-ada ayah - berkata ayah Rara Wulan -sudah ada beberapa orang
yang telah datang mempertanyakan kemungkinan untuk dapat merintis pembicaraan
tentang anak laki-lakinya yang merasa tertarik kepada Rara Wulan. Bukankah itu wajar"
Bukankah wajar jika aku kemudian menyampaikannya kepada Rara Wulan" Ki Lurah Branjangan masih saja mengangguk-angguk. Ternyata ayah Rara Wulan
belum mengatakan salah seorang diantara anak-anak muda yang pernah datang melamar
cucunya. Baru kemudian Ki Tumenggung itu berkata - Rara Wulan. Aku berpendapat, bahwa kau
adalah seorang gadis. Seperti gadis kebanyakan kau akan menjalani masa-masa
remajamu saat memasuki usia dewasa, sebagaimana gadis-gadis yang lain. Pada suatu
saat, maka seorang gadis akan menempatkan diri kedalam dunianya menjelang masamasa
perkawinannya. Tinggal di rumah, belajar mengerjakan pekerjaan seorang
perempuan yang baik yang akan dapat menjadi seorang ibu yang baik pula. Darah Rara Wulan mulai terasa menghangat. Sekali lagi Ki Lurah Branjangan
memandang cucunya sekilas. Namun Rara Wulan yang menjadi berdebar-debar itu masih
saja menundukkan kepalanya.
Sementara itu ibu Rara Wulan juga duduk sambil menunduk. Ia tidak ingin mencampuri
kata-kata suaminya, meskipun ia merasakan perbedaan nada bicara suaminya itu.
Untuk sejenak suasana memang menjadi hening, meskipun jantung Rara Wulan terasa
berdebar semakin cepat Ki Lurah Bran-janganpun menjadi berdebar-debar pula
mendengar kata-kata ayah Rara Wulan itu.
Karena tidak ada yang menyahut, maka ayah Rara Wulan itu-pun berkata pula - Tetapi
ternyata Rara Wulan tidak kerasan tinggal dirumah. Ia lebih senang pergi keluar untuk
melihat cakrawala yang terbentang dari ujung sampai ke ujung bumi - Ki Tumenggung
Purbarumeksa berhenti sejenak. Kemudian iapun melanjutkan - namun justru karena itu,
maka aku tidak pernah mendapat kesempatan untuk berbicara dengan Rara Wulan.
Sehingga dengan demikian maka aku tidak pernah tahu dengan pasti kemauannya yang
sebenarnya. - Hampir diluar sadarnya Rara Wulan berkata - Ayah tidak pernah berniat berbicara
dengan aku. Setiap kali ayah hanya memberitahukan keinginan ayah kepadaku. - Ya. Sudah tentu dengan satu keinginan untuk mendapatkan tanggapanmu. Tetapi
setiap kali ayah mengatakan kepadamu, bahwa kau sudah menjadi dewasa, wajahmu
segera menjadi gelap. Bahkan kau lebih senang mencari kesempatan untuk menghindar.
Tetapi kau tidak pernah memberikan isyarat apapun tentang keinginanmu yang
sebenarnya - berkata Ki Tumenggung.
Rara Wulan menundukkan kepalanya. Sementara ayahnya melanjutkannya - Dalam
keadaan seperti itu, maka aku telah merintis satu pembicaraan. Memang timbul niat
didalam hatiku untuk mengambil keputusan. Seperti orang tua yang lain, aku merasa
mempunyai wewenang untuk menentukan, siapakah bakal jodoh anak gadisku. Dan
pilihanku telah jatuh kepada seseorang yang aku anggap paling baik. Seseorang yang
memenuhi penilaian yang tinggi dari unsur-unsur keturunan, kedudukan dan kekayaan. Sikapnyapun
menunjukkan bahwa ia adalah seorang laki-laki yang bertanggung jawab dan
mengerti kewajibannya. - Wajah Rara Wulan memang menjadi tegang. Untuk mengatakan nama laki-laki itulah
maka ayahnya telah memanggilnya. Laki-laki yang sudah diketahuinya siapakah namanya,
siapa orang tuanya, bahkan laki-laki itu sudah dikenalnya sejak masa anak-anaknya.
Tetapi laki-laki itu bukan citra seorang laki-laki pilihan baginya.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
- Rara Wulan - berkata ayahnya kemudian - kau tentu sudah mengenal seorang anak
muda yang bernama Arya Wahyudewa. - Untuk itukah aku harus pulang" - bertanya Rara Wulan.
- Aku ingin berbicara dengan kau Wulan - sahut ayahnya.
- Kenapa ayah tidak pernah mengerti perasaanku" - suara Rara Wulan makin menjadi
gemetar. - Bagaimana aku dapat mengerti kalau kau tidak pernah menyatakannya. Kau
nampaknya ingin aku dapat menebaknya sendiri. Tetapi kau sudah menjadi curiga bahwa
aku akan menebak lain dari yang kau maksudkan. - berkata ayahnya.
Wajah Rara Wulan menjadi merah.
- Aku memang sempat tersinggung dengan sikapmu Wulan. Aku lelah mengambil
keputusan bahwa akulah yang menentukan segala-galanya. - berkata ayahnya.
- Dan ayah sudah mengambil satu keputusan" - desak Rara Wulan dengan mata tinggi.
Ayahnya menarik nafas dalam-dalam. Katanya - Ternyata kita berdua telah melakukan
kesalahan. Kau telah merasa curiga sejak semula. Kau sudah menganggap ayah
melakukan satu kesalahan sebelum kita pernah berbicara dan mengerti maksud kita
masing-masing dengan tuntas. Sikapmu mendorong aku menentukan sikap. Tetapi
sikapku itu telah mendorong kau semakin jauh dari rumah ini. Dengan demikian, maka
kita tidak akan pernah dapat bertemu. Rara Wulan menundukkan kepalanya. Namun satu hal yang telah terjadi pada ayahnya.
Sikap ayahnya menjadi lebih lunak dari sikapnya terdahulu. Ayahnya tidak menjadi marah
dan membentak-bentaknya sebelum persoalannya menjadi jelas.
Tetapi Rara Wulanpun sempat melihat kepada dirinya sendiri. Ia ternyata memang
belum pernah mengatakan dengan terbuka apa yang tersimpan didalam hatinya.
Namun Rara Wulan berkata didalam hatinya - Apa yang dapat aku katakan kepada
ayah. Baru kemarin kakang Glagah Putih mengatakan perasaannya itu kepadaku sehingga
akan dapat aku jadikan pegangan disetiap pembicaraanku dengan ayah. Dalam pada itu, maka Ki Lurahpun mencoba untuk berbicara pula - Tetapi segala
sesuatunya masih belum terlambat. Kalian dapat berbicara sekarang dengan terbuka.
Masing-masing tentu akan memberikan alasan atas sikapnya. Mudah-mudahan dengan
demikian hati kalian bertemu, tetapi jika sejak semula kalian telah mengeraskan hati
kalian masing-masing, maka segalanya tidak akan dapat terpecahkan. Ki Tumenggung itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya -Aku tidak akan mengingkari
Kesalahan yang pernah aku buat. Aku memang merasa bahwa aku berhak menentukan.
Aku merasa bahwa aku mempunyai wewenang untuk memaksakan kehendakku. Apalagi
aku yakin bahwa pilihanku adalah yang terbaik. - Terbaik buat ayah - potong Rara Wulan.
- Tunggu Wulan - sahut Ki Lurah - biarlah ayahmu selesai dengan keterangannya, baru
kau memberikan penjelasan atas sikapmu. Ayah Rara Wulan itu menarik nafas dalam-dalam. Tetapi dengan nada rendah ia
berkata - Ya. Terbaik menurut pendapatku waktu itu. Aku bahkan yakin, tidak ada anak
muda yang lain yang lebih baik dari anak itu. Karena itu, aku telah menetapkan, bahwa
anak muda itu harus menjadi suami Rara Wulan kelak. - Ayah. Apakah ayah ingin mendengar pendapatku atau ayah ingin memberitahukan
kepadaku, bahwa ayah ingin memaksakan kehendak ayah atasku. - potong Rara Wulan.
Ayahnya termangu-mangu sejenak. Kemudian katanya - Namun ternyata bahwa tidak
selalu yang dianggap baik oleh orang tua itu baik bagi anaknya. Demikian pula sebaliknya.
- - Maksud ayah" - bertanya Rara Wulan.
- Rara Wulan. Untunglah bahwa semuanya belum terlanjur. Aku telah mendapatkan
satu pelajaran yang sangat berharga. Anak muda yang aku anggap sangat baik,
berpendidikan tinggi, bekerja dengan tekun dan penuh tanggung jawab, ramah dan akrab
dengan siapapun, anak orang yang sangat kaya, namun orang itu gagal menggenapi
unsur-unsur kebaikannya sampai panjang kehidupannya kemudian. - sahut ayahnya.
Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Sementara itu ibunya-pun menunduk semakin
dalam. Agaknya ibunyapun telah mengetahui sesuatu yang kurang mapan, namun ibunya
itu tidak mengatakannya sebelumnya. Bahkan ibunya telah memberikan kesan yang lain
kepada Rara Wulan dan Ki Lurah Branjangan.
- Ayah - berkata Ki Tumenggung - anak muda itu akan menikah dalam waktu sepuluh
hari lagi. Dan tidak dengan Rara Wulan. - Maksud ayah" - bertanya Rara Wulan. Nampak kerut didahi-nya semakin dalam.
Sementara Ki Lurahpun termangu-mangu sejenak.
- Satu diantara anak muda yang menghendakimu telah tergelincir dalam pergaulannya
yang melampaui batas-batas kewajaran. Justru orang yang aku anggap paling baik itu
adalah orang yang paling buruk diantara orang lain. - berkata Ki Tumenggung.
Ki Lurah Branjangan mengangguk-angguk. Sementara Ki Tumenggung berkata - Ia
tidak sabar menunggu jawaban Rara Wulan. Ia ingin cepat mendapatkan kepastian.
Namun ternyata bahwa ia telah terlibat dalam kehidupan yang sesat. - ayah Rara Wulan
berhenti sejenak. Kemudian katanya - Beruntunglah bahwa hal itu terjadi sebelum kau
menjadi isterinya. Namun baru kemudian aku tahu, bahwa anak muda itu memang
memiliki kelemahan yang akibatnya sangat buruk itu. Kelemahan itu berhasil
disembunyikan sehingga aku tidak tahu sama sekali. Tetapi ketika pada suatu saat anak
muda itu terbentur sikap yang keras pula dari ayah seorang gadis, maka aku harus menilai
kembali, apakah aku mampu menentukan seseorang yang paling baik buat anak gadisku.
Rara Wulan menjadi tegang melihat sikap ayahnya. Sementara itu ibunya telah menarik
nafas dalam-dalam. Ada sesuatu yang nampaknya telah terlepas dari pundaknya.
- Rara Wulan - berkata ayahnya kemudian - yang terjadi itu merupakan pelajaran yang
sangat berharga bagi ayah. Hati ayah sangat terpukul oleh peristiwa itu. Meskipun aku
tahu, bahwa yang paling sakit karena kejadian itu adalah ayah dan ibunya yang merasa
bahwa kau adalah gadis yang paling baik untuk mereka ambil sebagai menantunya. Rara Wulan masih saja duduk termangu-mangu. Sementara ayahnya berkata - Untuk
selanjutnya Rara Wulan. Aku tidak akan
lagi menentukan, siapakah yang akan menjadi jodohmu kelak. Aku akan
menyerahkannya segala sesuatunya kepadamu. - Ayah - desis Rara Wulan.
- Tetapi yang ayah minta, kau harus terbuka. Berterus-terang dan tidak melakukan
langkah-langkah yang salah dalam pergaulanmu sesuai dengan keteniuan hidup dalam
satu lingkungan yang telah membentuk nilai-nilai kehidupan tertentu - berkata ayahnya kau tidak boleh bersikap tertutup, diam tetapi marah tanpa ujung dan pangkal. Kau tidak
boleh menghukum ayah dan ibumu tanpa alasan yang justru mendorong ayah dan ibumu
bersikap keras seperti sikapmu. Rara Wulan kembali menundukkan kepalanya.
Namun ayahnyapun berkata - Tetapi seperti ayah dan ibumu, Wulan. Kaupun harus
menyadari, bahwa kaupun dapat berbuat salah, apalagi justru karena kau adalah orang
yang terlibat langsung, maka kau tidak sempat membuat jarak dengan sasaran yang kau
amati. Karena itu, maka aku minta kau berhati-hati menentukan pilihan. Rara Wulan tidak menjawab. Seperti tekadnya semula, ia ingin berkata berterus terang
dan terbuka kepada kedua orang tuanya. Tetapi dihadapan mereka, ternyata hal itu tidak
mudah dilakukannya. Ki Lurah Branjangan yang mengikuti pembicaraan itu dengan sungguh-sungguh telah
berkata - Rara Wulan. Ayahmu telah mengatakan segalanya kepadmu. jadi apa yang kita
dengar semula, bahwa ayah dan ibumu telah mengambil satu sikap, itu adalah benar.
Namun hal itu antara lain juga didorong oleh sikapmu yang tidak mudah untuk saling
berhubungan dengan kedua orang tuamu. Sekarang, keadaan telah berubah. Adalah
giliranmu untuk mengatakan kepada kedua orang tuamu, apa yang sebenarnya tersimpan
didalam dadamu. - Rara Wulan masih saja berdiam diri. Ternyata tidak mudah untuk mengatakannya
kepada kedua orang tuanya. Kata-kata yang telah tersusun tidak dapat menghambur
keluar- Apalagi setelah ayahnya menyatakan pengakuannya bahwa ia telah salah memilih.
Untuk beberapa saat lamanya Rara Wulan justru bagaikan membeku. Kepalanya
menunduk dalam-dalam. Debar jantungnya terasa semakin cepat, sehingga dadanya
serasa menjadi pepat. Ayahnya melihat anaknya merasa kesulitan untuk mengatakan sesuatu. Karena itu,
maka ayahnya itupun berkata - Rara Wulan. Jika memang ada yang ingin kau katakan,
katakanlah. Itu lebih baik daripada kau simpan saja didalam dadamu. Lebih baik ayah dan
ibumu mendengar. Apakah kemudian ayah dan ibu sesuai dengan dasar pemikiran itu
atau tidak, soal kemudian. Tetapi ayah dan ibu sudah mendengar langsung dari mulutmu.
- Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Dikumpulkannya segenap keberaniannya. Ia
mencoba untuk menghentak dinding yang telah membatasinya serta membuat jarak
dengan ayah dan ibunya. Ki Lurah Branjangan yang melihat pula kesulitan Rara Wulan berkata - Wulan. Lebih
baik kau berkata terus terang Bukankah kau bertekad untuk membuka hatimu terhadap
ayah dan ibumu" - Rara Wulan mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Namun demikian ternyata ia berhasil
menembus keseganannya itu dan berkata -Ayah. Sebelumnya aku mohon maaf. Aku
memang belum pernah mengatakannya kepada ayah dan ibu. Sebenarnyalah bahwa telah
ada seorang anak muda yang namanya menghuni hatiku. Wajah ayah dan ibunya menjadi tegang. Bagaimanapun juga mereka berusaha untuk
meredamnya, namun Ki Lurah Branjangan dapat melihatnya sekilas. Sementara Rara
Wulan sendiri masih saja menundukkan kepalanya.
- Jadi karena itukah kau menghindari ayah dan ibumu" - bertanya ayahnya.
- Aku tidak tahu ayah - jawab Rara Wulan - namun yang terjadi adalah persamaan
waktu. Saat aku menghindar dari ayah dan ibu justru karena ayah dan ibu mulai berbicara
tentang jodohku kelak, maka hatiku justru mulai terisi. - Siapa laki-laki itu" - bertanya ayahnya.
Rara Wulan termangu-mangu. Ia memang ragu-ragu untuk mengatakannya. Namun
ayahnya telah mendesaknya - Sebut namanya. Rara Wulan tidak dapat mengelak lagi. Maka meskipun dengan suara yang bergetar ia
mengucapkannya juga - Namanya Glagah Putih, ayah. - Glagah Putih - ulang ayahnya. Wajahnya memang menegang. Dengan lantang
ayahnya bertanya - Sudah sejauh mana hubunganmu dengan anak itu" - Kami telah menyatakan kesediaan kami untuk mengikat hubungan kami dengan
perkawinan kelak - jawab Rara Wulan. Kata-kata dimulutnya tiba-tiba menjadi lancar,
meskipun terasa sikap ayahnya yang tegang.
- Sebelum kau mendapat persetujuan dengan ayah dan ibumu" - bertanya ayahnya.
Pertanyaan itu memang mengejutkan Rara Wulan. Namun iapun menjawab - Aku
memang tidak dapat memilih, apakah yang harus aku lakukan lebih dahulu. Apakah aku
harus minta ijin kepada ayah dan ibu lebih dahulu, kemudian baru menyatakan
kesediaanku untuk menerima perasaannya, atau aku meyakinkan dahulu bahwa kami
benar-benar telah merasa saling membutuhkan. Baru aku minta persetujuan ayah dan
ibuku. Seandainya aku minta persetujuan ayah dan ibu lebih dahulu, namun ternyata
hatinya tidak berpaling kepadaku, apakah jantungku tidak justru akan terkoyak"
Sementara aku sudah terlanjur minta bahkan mungkin dengan memaksa agar ayah dan
ibu menyetujuinya serta membatalkan pembicaraan tentang masa depanku dengan orang
lain. Atau bahkan aku telah bertengkar dengan ayah dan ibu sehingga ayah dan ibu
marah kepadaku, namun ternyata laki-laki itu sama sekali tidak menaruh perhatian
dengan sungguh-sungguh kepadaku" Ayah Rara Wulan itu mengerutkan dahinya. Jawaban anaknya memang masuk akal.
Tetpi ia telah bertanya - Bagaimana jika ayah dan ibu kemudian tidak sependapat" - Ayah dan ibu belum mengatakannya bahwa ayah dan ibu tidak sependapat. Jika ayah
dan ibu benar-benar tidak sependapat, maka barulah aku akan memikirkan, apakah yang
akan aku lakukan - jawab Rara Wulan.
Sekali lagi ayahnya mengerutkan dahinya. Ternyata Rara
Wulan telah pandai berbicara serta mengemukakan pendapatnya dengan alasan-alasan
yang dapat diterima dengan akal.
Karena itu, maka ayah Rara Wulan itupun telah bertanya pula langsung kepada
persoalannya - Siapakah Glagah Putih itu" - Seorang anak muda dari Tanah Perdikan Menoreh - Jawab Rara Wulan.
- Anak muda dari Tanah Perdikan Menoreh" - ayahnya mengulangi. Lalu katanya Orang yang berkedudukan tertinggi di Tanah Perdikan Menoreh itu adalah Ki Argapati
yang bergelar Ki Gede Menoreh. Apakah Glagah Putih itu anak Ki Argapati" - Bukan ayah - jawab Rara Wulan - ia adalah seorang anak muda kebanyakan. Seorang
petani yang bekerja menggarap sawah dan ladang. - Kau jangan bergurau Wulan - potong ayahnya - aku bersungguh-sungguh. Jika ia
bukan anak Ki Argapati, siapakah nama ayahnya dan kedudukannya" Kau tidak bisa
memperolok-olokkan ayahmu dengan mengatakan bahwa ayahnya adalah seorang
pembuat atap daun ilalang yang dijajakannya sepanjang jalan-jalan padukuhan di Tanah
Perdikan Menoreh. - Rara Wulan memandang ayahnya dengan ragu. Tetapi iapun kemudian menjawab Akupun bersungguh-sungguh ayah. Anak muda itu memang seorang petani. Ayahnya
adalah Ki Widura, seorang prajurit yang kini sudah mengundurkan diri karena umurnya. - Apakah pangkat Ki Widura" - bertanya Ki Tumenggung.
- Menurut kakang Glagah Putih, ayahnya seorang Lurah prajurit - jawab Rara Wulan.
- Hanya seorang Lurah" - desis ayahnya - jadi kau akan menjadi menantu seorang
Lurah prajurit yang sudah mengundurkan diri dari tugasnya" - Ya, kenapa" Ayah juga menantu seorang Lurah prajurit" Bukankah kakek seorang
Lurah pada masa kakek masih menjadi seorang prajurit" - jawab Rara Wulan.
Ki Tumenggung terkejut mendengar jawaban itu. Namun kemudian ia berkata - Bukan
maksudku merendahkan pangkat seorang Lurah. Meskipun kakekmu seorang Lurah, tetapi
kakekmu dekat dengan Panembahan Senapati. Ki Lurah tersenyum. Katanya - Glagah Putih memang anak seorang Lurah Prajurit
Pajang yang kemudian mengundurkan diri. Kakak sepupu Glagah Putih adalah seorang
Tumenggung yang memimpin langsung sebuah kesatuan yang besar di Jati Anom. - Hanya ada satu Senapati besar di Jati Anom. Untara yang memang telah diangkat
menjadi seorang Tumenggung - berkata Ki Tumenggung Purbarumeksa.
- Nah, Glagah Putih adalah adik sepupu Agung Sedayu dan sekaligus adik sepupu
Untara, karena Agung Sedayu dan Untara ini memang kakak beradik. - berkata Ki Lurah
kemudian. Dahi Ki Tumenggung berkerut. Ia juga seorang Tumenggung. Tetapi bukan Senapati
perang yang memimpin satu pasukan yang besar seperti Untara.
Sambil menarik nafas dalam-dalam iapun berkata - Jika demikian maka Glagah Putih
bukannya sekedar seorang petani kecil di Tanah Perdikan Menoreh. - Ayah - berkata Rara Wulan kemudian - aku memang sengaja mengatakan bahwa
Glagah Putih adalah seorang petani di Tanah Perdikan Menoreh, karena memang demikian
keadaannya. Aku tidak mau anak muda itu meningkat harganya karena hubungan
keluarga dengan seorang Lurah prajurit yang memimpin Pasukan Khusus Mataram di
Tanah Perdikan Menoreh atau karena ia sepupu seorang Tumenggung yang menjabat
sebagai seorang Senapati besar. Ayah harus menilai Glagah Putih sebagai Glagah Putih.
Dan ayah harus tahu keadaan yang sebenarnya sehingga ayah tidak terkejut dan kecewa
kelak. - - Akulah yang seharusnya berkata kepadamu Wulan. Dari sini pandangan yang lain
akupun berpesan kepadamu, agar kau berhati-hati menentukan sikapmu. Kau tidak boleh
sekedar menjadi silau dan kehilangan penalaran. - Ayah - jawab Rara Wulan - sudah aku katakan bahwa ia adalah seorang anak muda
yang miskin. Seorang petani kecil yang hidup berlandaskan kerjanya disawah dan ladang.
Karena itu, ayah jangan cemas bahwa aku telah disilaukan oleh sesuatu yang ada
pada anak muda itu. Ia tidak mempunyai apa-apa yang dapat membuatku kehilangan
penalaran. - - Rara Wulan - berkata ayahnya - seseorang dapat menjadi silau terhadap orang lain
bukan hanya karena pangkatnya. Bukan hanya karena kedudukannya atau jabatannya.
Bukan pula karena kekayaannya. Tetapi seseorang dapat menjadi silau diri kehilangan
akal justru karena kewajaran sikap seseorang. Seorang perempuan memang wajar tertarik
kepada seorang laki-laki. Yang pertama-tama sekali ditangkap oleh indera bukannya
kekayaannya, bukannya pangkatnya dan bukannya kedudukannya. Tetapi adalah ujud
orang itu sendiri. Tanpa selubung apapun juga,maka seseorang akan dapat segera tertarik
dan jatuh cinta. Seorang laki-laki akan dapat mencintai seseorang perempuan karena
perempuan itu sangat cantik dimata laki-laki itu. Sebaliknya seorang perempuan akan
dapat jatuh cinta kepada seorang laki-laki itu sangat tampan. Nah, kadang-kadang
seseorang kehilangan pengamatan diri karenanya. Jika ia gagal memilih karena mimpi
indah tentang seorang laki-laki atau perempuan karena ujudnya, maka akan sulit untuk
dapat dijelaskan persoalannya. Akan lebih mudah diurai kesalahan seseorang jika ia
menjadi silau karena harta benda atau pangkat atau ke dudukan. Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Ia mengerti maksud ayahnya dan masuk akal
pula. Sementara itu ayahnyapun berkata - Karena itu Wulan. Jika kau memang tertarik
kepada seseorang, maka kau harus menilai orang itu dari banyak segi. Dari ujudnya, dari
sikapnya dan terutama kepribadiannya. Seperti aku katakan kepadamu, apa yang semula
aku anggap terbaik itu ternyata adalah yang terburuk bagimu. Yang dapat keliru bukan
hanya ayah dan ibu. Tetapi juga kau sendiri. Apalagi jika kau sudah disilaukan oleh ujud
dan sikapnya yang dapat saja dibuat-buat tanpa mengenali kepribadian yang sebenarnya.
Pernikahan tidak hanya untuk satu dua hari. Tetapi untuk selama-lamanya. Rara Wulan tidak menjawab. Tetapi hatinya memang mengia-kan petunjuk ayahnya. Ia
harus memandang seseorang yang akan menjadi sandaran hidupnya dari banyak segi.
Rara Wulanpun telah banyak mendengar dari beberapa orang, bahwa banyak pernikahan
yang gagal meskipun itu pilihannya sendiri jika seseorang kurang cermat melihat bakal
pasangan hidupnya. Bukan sekedar bentuk lahiriahnya. Tetapi menerawang tembus
kedasar kepribadiannya. Namun dari pembicaraan itu, Rara Wulan dapat menarik kesimpulan bahwa ayahnya
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak berkeberatan jika ia melanjutkan hubungannya dengan Glagah Putih. Meskipun
demikian ia tidak ingkar bahwa apa yang dikatakan ayahnya itu ternyata benar, meskipun
ayahnya harus melalui benturan yang keras lebih dahulu sebelum ia melangkah surut.
Rara Wulan memang harus mengakui, bahwa ia mula-mula lebih banyak tertarik
kepada ujud dan kemudian kelebihan Glagah Putih dalam olah kanuragan. Rara Wulan
sendiri masih belum terlalu dalam mengetahui pribadi Glagah Putih yang sebenarnya.
Tetapi pengenalannya yang agak banyak tentang anak muda itu, maka rasa-rasanya
Glagah Putih termasuk dalam batasan anak muda yang setidak-tidaknya bukan anak muda
tidak bertanggung jawab. Namun dalam pada itu, Rara Wulan memang berjanji kepada dirinya sendiri, bahwa ia
ingin mengenal Glagah Pulih lebih jauh dan lebih dalam. Ia masih belum terlanjur terlibat
terlalu dalam. Sebenarnyalah seperti yang diduga oleh Rara Wulan, maka ayahnya itupun berkata Rara Wulan. Aku sudah lebih dahulu mengambil sikap. Ternyata sikapku itu keliru sama
sekali. Sekarang, aku akan memberimu kesempatan untuk mengambil keputusan. Mudahmudahan
kau tidak salah pilih sebagaimana aku lakukan meskipun semuanya belum
terlanjur. - Rara Wulan menundukkan kepalanya. Tetapi terdengar ia berdesis - Terima kasih ayah.
- Tetapi didalam hatinya ia berkata - Kesempatan itu memang milikku sejak semula. Namun dalam pada itu, ayahnyapun berkata - Rara Wulan. Aku sudah berbicara
tentang persoalan yang paling mendasar. Aku telah membatalkan semua pembicaraanku
dengan anak muda yang aku katakan itu. Akupun telah bersepakat dengan ibumu untuk
memberikan kesempatan lebih banyak kepadamu, meskipun hal itu agak menyimpang dari
kebiasaan gadis-gadis yang tinggal dikota maupun di padukuhan-padukuhan. Anak orang
berpangkat atau anak orang kebanyakan. Tetapi ketahuilah, bahwa persoalan kita dengan
anak muda yang semula aku kira adalah anak muda yang paling baik itu belum selesai.
Anak muda itu benar- benar anak muda yang paling buruk yang pernah aku kenal. Ia
ternyata pandai memulas dirinya, sehingga dihadapanku, ia benar-benar seorang anak
muda yang baik. Di lingkungan pekerjaannya, diluar lingkungan pekerjaan, dirumah,
dijalan-jalan kapan saja aku berpapasan dan dirumahnya sendiri yang besar dan sangat
bagus, karena orang tuanya memang seorang yang sangat kaya. Aku kira sebagian
kaupun akan mengiakannya, karena kau juga sudah mengenalnya. - Kenapa masih belum selesai" - bertanya Rara Wulan.
- Anak muda itu sama sekali tidak merasa bersalah - jawab ayahnya.
- Maksud ayah" - bertanya Rara Wulan.
- Ia dapat berbuat sebagaimana dilakukannya. Menurut pendapatnya, ia dapat
melakukan pernikahan dengan siapa saja selain kau. Menurut pengertiannya, kau akan
dijadikan isteri utamanya disamping beberapa orang selir. - jawab ayahnya.
- Gila - teriak Rara Wulan - apa sangkanya ia mempunyai kedudukan sederajat dengan
Panembahan Senapati yang boleh memiliki beberapa orang selir" Atau seperti beberapa
orang Pangeran atau orang-orang tertentu dilingkungan istana" - Ia mempunyai uang - jawab ayahnya - ia dapat berbuat apa saja dengan uangnya.
Ayahnya juga mempunyai tiga orang selir. Itu baru selirnya yang ada di rumahnya. Hal itu
baru aku ketahui kemudian. - Apakah ayah juga membenarkan kebiasaan seperti itu" Apakah ibu sependapat" bertanya Rara Wulan dengan nada tinggi.
- Nanti dulu Wulan - potong kakeknya - ayahmu mengatakan tentang anak muda itu.
Tentang ayahnya dan pandangan hidup mereka. Ayahmu tidak mengatakan tentang
dirinya sendiri. Juga tidak tentang sikap ibumu. Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Tetapi iapun telah mengangguk kecil.
- Dengar kata-kata kakekmu Wulan - sambung ibunya.
- Ya ibu - jawab Rara Wulan.
- Nah, jika aku sependapat dan bahkan jika ibumu sependapat, apakah aku juga
sampai hati melihat anak gadisku mengalami perlakuan seperti itu" - bertanya ayahnya Seandainya seseorang mela kukannya dan mempunyai dua tiga selir dirumahnya, tentu
tidak akan membiarkan anak gadisnya diperlakukan seperti itu, karena ia akan melihat,
betapa kacaunya jiwa seseorang yang berbuat demikian. Karena perkawinan itu
sebaiknyalah milik seorang laki-laki dan seorang perempuan sampai maut
memisahkannya. Tetapi sahabatku yang kaya itu tidak mengalami pertimbangan seperti
itu, karena anaknya laki-laki. Rara Wulan tiba-tiba saja menggeretakkan giginya. Sementara ayahnya berkata dengan
nada rendah - Rara Wulan. Ketika aku mengambil keputusan, membatalkan semua
pembicaraan, maka anak muda itu telah mendendam. Ia tidak akan berani langsung
menantangku, tetapi mungkin ia telah melakukan satu langkah yang tidak terpuji atasmu.
Karena itu, maka kau harus berhati-hati. Sebaiknya kau berada di rumah dibawah
perlindungan orang-orangku disini. Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Ternyata perasaannya memang bergejolak.
Tetapi permintaan ayahnya agar Rara Wulan berada dirumah saja agaknya sulit
diterima oleh Rara Wulan. Ia sudah terlanjur me rasa satu keluarga dengan anggautaanggauta
kelompok Gajah Li-wung. Bukan sekedar karena didalamnya ada Glagah Putih.
Tetapi kelompok itu seakan-akan mampu menampung dan menyalurkan gelora yang ada
didalam hatinya. Ki Lurah Branjangan mengerti gejolak didalam dada cucunya. Tetapi ia tidak ingin
Tokoh Tokoh Kembar 1 Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Pedang Berkarat Pena Beraksara 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama