11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 27
katanya pula " Bukankah begitu paman" "
" Sepengetahuanku memang demikian " jawab Ki Widura, yang lalu bertanya kepada
Swandaru " Bukankah begitu" "
" Ya. Itulah pesan guru " jawab Swandaru.
" Kemudian paman yang harus memimpin padepokan ini, serta bertanggung jawab
atas keselamatan kitab itu jika kitab itu berada disini. - berkata Agung Sedyu, yang lalu
bertanya - Nah, siapakah yang memerlukan kitab itu sekarang" "
~ Jika kakang masih memerlukan, biarlah untuk sementara berada di Tanah Perdikan
Menoreh. Aku ingin menganjurkan agar kakang mempergunakan sebaik-baiknya.
Bukankah kakang adalah murid yang tertua di antara kita" "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya " aku sudah mencoba untuk
mempergunakannya sebaik-baiknya. Tetapi apakah adi Swandaru tidak segera
memerlukannya" ~ " Tidak tergesa-gesa kakang. Aku ingin mematangkan tingkat ilmuku yang sekarang.
Jika aku menguasainya dengan baik pada tataran yang sekarang, maka aku kira, bekalku
sudah mencukupi. Tetapi sudah tentu bahwa aku tidak akan berhenti sampai sekian. Pada
saat aku memerlukan kitab itu, aku akan mengatakannya kepada kakang Agung Sedayu
dan paman Widura " berkata Swandaru.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Sekilas ia teringat Glagah Putih, yang juga
menyadap ilmu dari saluran ilmu Orang Bercambuk disamping cabang ilmu dari Ki Sadewa
dan Ki Jayaraga. Tetapi Glagah Putih sedang melakukan satu tugas yang khusus.
Karena itu, maka Agung Sedayupun berniat untuk menyerahkan kitab itu kepada Ki
Widura untuk disimpan di padepokan. Namun lebih daripada itu, Ki Widura akan dapat
serba sedikit meningkatkan ilmunya pula.
Ketiga orang murid utama Kiai Gringsing itu masih berbicara tentang beberapa hal yang
menyangkut pesan terakhir Kiai Gringsing. Namun karena yang ditinggalkan oleh Kiai
Gringsing bukan harta dan benda yang biasanya mudah memancing persoalan, maka
pembicaraan diantara ketiga murid utamanya itu berlangsung dengan baik dan tanpa
perbedaan pendapat yang tajam.
Namun baik Pandan Wangi maupun Sekar Mirah dengan demikian ikut mengetahui
dengan pasti, apakah yang akan dilakukan oleh suami mereka masing-masing sebagai
murid utama Kiai Gringsing.
Rara Wulan yang ikut mendengarkan pembicaraan itu setiap kali mendengar nama
Glagah Putih disebut-sebut. Bahkan menurut tangkapan Rara Wulan, Glagah Putih seakanakan
termasuk dalam urutan nama murid utama Kiai Gringsing meskipun kedudukannya
agak khusus, karena ia masih harus berada di bawah pertanggungan jawab Agung Sedayu
sebagai gurunya. Namun diakhir pembicaraan itu, Agung Sedayu berkata " Segala sesuatunya memang
sudah lewat. Sementara itu, aku dituntut oleh kewajibanku untuk segera berada di Tanah
Perdikan kembali. Namun diperjalanan kembali besok, aku akan singgah di Sangkal
Putung. Meskipun demikian aku berharap bahwa adi Swandaru dan paman Widura masih
berada di padepokan ini. Swandaru mengangguk-angguk. Katanya - Baiklah kakang. Rumahku terhitung dekat
dengan padepokan ini. Aku dapat setiap saat pulang dan kembali lagi kemari. Namun
dalam sepekan aku masih akan menyelesaikan kesibukan di padepokan ini membantu paman Widura.
Tetapi aku berpesan jika besok kakang dan Sekar Mirah singgah di Sangkal Putung,
katakan kepada ayah, jika ada yang penting aku harus pulang, biarlah ayah
memerintahkan satu dua orang menjemputku. "
Agung Sedayu mengangguk kecil. Katanya " Terima kasih. Jika saja aku tidak terikat
oleh tugas seorang prajurit. Maka aku akan tetap berada di padepokan ini untuk beberapa
hari lagi. - - Aku mengerti " desis Ki Widura yang pernah pula menjadi seorang prajurit.
Demikianlah, hari itu Agung Sedayu masih tetap berada di padepokan bersama Sekar
Mirah dan Rara Wulan, Mereka sudah merencanakan keesokan harinya untuk kembali ke
Tanah Perdikan Menoreh dan singgah barang sebentar di Sangkal Putung.
Namun dalam pada itu, Pandan Wangi dan. Sekar Mirah masih sempat berbicara
diantara mereka ketika Agung Sedayu dan Swandaru bersama dengan Ki Widura menemui
para cantrik yang sedang sibuk pada tugas mereka masing-masing.
- Bagaimanapun juga aku tetap tidak mengerti " berkata Sekar Mirah.
- Ya"desis Pandan Wangi " tetapi suami-suami kita tentu tidak akan mau memberikan
penjelasan lebih banyak. "
- Bahkan rasa-rasanya aku tidak percaya atas apa yang terjadi menurut Ki Widura.
Seperti ceritera dalam mimpi. Aneh dan tidak dapat dicerna. Sementara itu, Paman
Widura, kakang Swandaru dan kakang Agung Sedayu, meskipun nampak muram, rasarasanya
tidak seperti seseorang yang kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam
hidup mereka. - berkata Sekar Mirah kemudian.
- Mereka pasrah dalam kepercayaan yang utuh. Agaknya demikian pula yang
dikehendaki oleh Kiai Gringsing " sahut Pandan Wangi.
- Aku kadang-kadang tidak mengerti, apakah seseorang yang tidak menangisi orang
yang paling berharga dalam hidupnya meninggalkannya untuk selama-lamanya terhitung
seorang yang tabah atau seorang yang tidak berjantung. " berkata Sekar Mirah hampir kepada diri
sendiri. " Memang sulit untuk membedakannya ~ desis Pandan Wangi - tetapi kedua-duanya
memang dapat terjadi. "
Sekar Mirah mengangguk-angguk kecil. Namun iapun menganggap bahwa suaminya
justru termasuk seorang yang tabah seperti juga kakaknya Swandaru dan Ki Widura Jika
mereka tidak menangis seperti perempuan, bukan berarti bahwa hatinya tidak terluka dan
kecewa. Namun seperti kata Pandan Wangi, bahwa murid-murid utama Kiai Gringsing
telah pasrah dengan kepercayaan yang utuh.
Dalam pada itu, dua orang cantrik padepokan itu telah memberi tahukan kepada Untara
tentang keadaan Kiai Gringsing, sehingga menjelang malam Untara telah datang pula ke
padepokan. Namun yang didapat oleh Untara adalah sekedar keterangan bahwa Kiai
Gringsing telah meninggal dan dikuburkan sebagaimana seharusnya. Namun murid-murid
Kiai Gringsing itu tidak dapat mengatakan, dimana Kiai Gringsing dikuburkan.
Untara mengangguk-angguk. Ia mengerti sepenuhnya setelah mendengar penjelasan
pamannya, Ki Widura. Sepeninggal Untara, maka Pandan Wangi, Sekar Mirah dan Rara Wulanpun telah pergi
ke dalam biliknya, sementara Agung Sedayu, Swandaru dan Ki Widura masih duduk
beberapa lama di pendapa.
Mereka telah mendengar laporan Pandan Wangi dan Sekar Mirah tentang sekelompok
orang yang datang ke padepokan sempat menengok para cantrik yang terluka.
Namun sebelum tengah malam merekapun telah beristirahat pula. Apalagi Agung
Sedayu yang dikeesokan harinya akan kembali ke Tanah Perdikan dan singgah sejenak di
Sangkal Putung. Sementara itu Widura masih sekali lagi mengelilingi padepokannya, menjumpai para
cantrik yang bertugas. Apa yang telah terjadi merupakan peringatan bagi mereka, bahwa
mereka harus berhati-hati.
- Selama ini kita berusaha untuk berbuat baik. Tetapi kadang-kadang yang terjadi
justru berbeda dari yang kita harapkan. Sekelompok
orang telah memusuhi kita karena salah paham. Bahkan bukan sekedar salah
paham. Tetapi orang-orang yang tidak mau mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi "
berkata Widura kepada para cantrik yang bertugas. Lalu katanya"Karena itu kita harus
berhati-hati. " Tetapi malam itu tidak terjadi sesuatu di padepokan itu. Menjelang fajar, Agung
Sedayu, Sekar Mirah dan Rara Wulanpun telah siap. Setelah minum minuman hangat dan
makan ketela rebus yang masih mengepulkan asap, maka merekapun telah minta diri
untuk kembali ke Tanah Perdikan Menoreh dan singgah sebentar di Sangakal Putung.
Namun ketika mereka meninggalkan padepokan itu, terasa betapa jantung Agung
Sedayu tergores oleh kegetiran yang mendalam. Kiai Gringsing yang singgah lama didalam
perjalanan hidupnya dan bahkan telah merubah sifatnya dimasa kanak-kanaknya, begitu
saja meninggalkannya. Disaat-saat terakhir. Kiai Gringsing tetap saja seorang yang
sederhana sebagaimana masa hidupnya.
Tetapi Agung Sedayu tidak mau tenggelam dalam kegetiran perasaan itu. Ia masih
harus mengemban banyak tugas yang tidak boleh berhenti karena meninggalnya Kiai
Gringsing. Perjalanan dari Jati Anom ke Sangkal Putung memang tidak terlalu jauh. Kepada Rara
Wulan, Sekar Mirah sempat bercerita tentang pohon randu alas yang dikenal sebagai
sarang Gendruwo Bermata satu.
- Kakangmu dahulu selalu ketakutan lewat dibawah pohon randu alas itu " berkata
Sekar Mirah, Agung Sedayu yang mendengarkan tersenyum. Katanya -Bukan hanya dibawah pohon
randu alas sarang Gendruwo Bermata Satu aku menjadi ketakutan. Didalam rumahpun
aku selalu ketakutan jika harus tidur seorang diri. "
- Sekarang tidak lagi kakang" " bertanya Rara Wulan.
- Tidak. Sekarang ada mbokayumu Sekar Mirah - jawab Agung Sedayu.
Rara Wulan tertawa. Sementara Sekar Mirah tersenyum saja sebagaimana Agung
Sedayu. Demikianlah mereka melarikan kuda mereka menyusuri jalan yang menjadi semakin
ramai dilalui orang, sehingga sarang Gendruwo Bermata Satu tidak lagi terasa
menakutkan. Bahkan daerah Manahanpun bukan lagi daerah yang jarang diambah orang.
Teringat kepada Gendruwo Bermata Satu, maka Agung Se-dayupun teringat pula
kepada Alap-alap Jalatunda, Pande Besi Sendang Gabus dan beberapa orang lagi yang
waktu itu menjadi pengikut Tohpati yang bergelar Macan Kepatihan, yang menginginkan
untuk menguasai Sangkal Putung sebagai daerah subur untuk menjadi landasan
perjuangan mereka selanjurnya, Namun rencana Macan Kepatihan itu dapat digagalkan
oleh Untara, yang dengan cepat telah bertindak, membantu pasukan Ki Widura yang
bertugas di Sangkal Putung.
Pada saat itulah Kiai Gringsing mulai hadir didalam perjalanan hidupnya. Ia telah
merombak sifat-sifatnya dan membuatnya menjadi seorang yang berilmu. Agung Sedayu
tidak lagi gemetar melihat ujung keris yang bergetar. Tidak lagi merengek memanggil
kakaknya Untara jika kawan-kawannya nakal. Tetapi Agung Sedayu kemudian ternyata
mampu berdiri sendiri dan bahkan kini menjadi seorang Lurah justru di Pasukan Khusus.
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Namun seperti terbangun dari sebuah
mimpi, Agung Sedayu mendengar Sekar Mirah berkata kepada Rara Wulan " Kita sudah
menjadi semakin dekat dengan Sangkal Putung. Disebelah masih terdapat hutan yang
meskipun tidak terlalu luas, tetapi memiliki berjenis-jenis binatang. Termasuk binatang
buas. Tetapi para petani yang sawahnya atau pategalannya hanya diantarai oleh padang
perdu dengan hutan itu, telah mengenal watak hutan itu dengan baik, sehingga ja rang
sekali bahkan hampir tidak pernah terjadi, seorang petani diterkam oleh seekor harimau
ketika sedang bekerja di sawah atau di ladangnya. Rara Wulan mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia bertanya " Kenapa hutan itu
tidak dibuka saja untuk dijadikan daerah persawahan atau pategalan atau bahkan daerah
pemukiman yang baru" "
" Pada saatnya sebagian dari hutan itu tentu akan dibuka. Namun
bukankah hutan itu sendiri mempunyai arti yang khusus" -desis Sekar Mirah.
Rara Wulan hanya mengangguk-angguk saja. Ketika ia berada di Tanah Perdikan
Menoreh, maka iapun melihat hutan yang justru masih lebih luas dan lebih lebat dari
hutan yang disaksikannya di Sangkal Putung itu.
Demikianlah, maka beberapa saat kemudian mereka bertiga memasuki Kademangan
Sangkal Putung. Meskipun mereka tidak tajam merasakan perbedaan antara Kademangan
Sangkal Putung dan sekitarnya, namun rasa-rasanya mereka memang memasuki satu
lingkungan yang lain sebagaimana seseorang yang memasuki halaman rumah sendiri.
- Kita sudah sampai dirumah - desis Sekar Mirah. Rara Wulan mengerti maksudnya,
bahwa mereka telah berada
di Kademangan Sangkal Putung.
Namun diluar sadarnya ia bertanya " Dimanakah letak Banyu Asri" "
"O " Sekar Mirah mengerutkan keningnya " Banyu Asri justru terletak disebelah
Barat Jati Anom. Tidak terlalu jauh. Hanya berantara beberapa patok saja. Agung Sedayu yang mendengar pertanyaan itu menarik nafas dalam-dalam. Dengan
nada rendah ia berkata " Aku tidak secara khusus memperkenalkan Rara Wulan dengan
Ki Widura. Meskipun aku sudah mengatakan serba sedikit tentang dirinya. " Aku sempat pula mengatakan meskipun juga baru serba sedikit - desis Sekar Mirah
sambil memperlambat derap kaki kudanya.
Sekar Mirah sempat memandang Rara Wulan yang berkuda disampingnya. Namun
gadis itu hanya menunduk saja.
Demikianlah mereka menyusuri tanah persawahan yang subur dan pategalan yang
hijau rimbun dengan pohon buah-buahan. Sementara dibawah pohon-pohon buah-buahan
di pategalan itu ditanam ketela pohon yang lebat. Pada pagar yang mengelilingi kotakkotak
pategalan merambat batang kacang panjang, yang daunnya sedang semi berwarna
hijau muda yang akan dapat menjadi sayuran yang segar.
Beberapa saat kemudian, maka mereka bertiga telah sampai ke padukuhan induk
Kademangan Sangkal Putung. Sebuah padu-kuhan yang terhitung besar. Bukan saja
karena padukuhan itu cukup luas, tetapi isinyapun semakin lama menjadi semakin
meningkat. Kesejahteraan hidup penghuninya, bahkan bukan saja penghuni padukuhan
induk, tetapi para penghuni diseluruh Kademangan Sangkal Putung. Pasar yang
bertambah ramai dan arus perdagangan yang semakin deras keluar masuk Kademangan
Sangkal Putung dari Kademangan-kademangan disekitarnya. Sehingga Sangkal Putung
seakan-akan menjadi pusat perdagangan antara beberapa Kademangan. Jalan-jalan yang
menuju ke padukuhan induk diwarnai oleh jalur-jalur jejak roda pedati.
Sekar Mirah, anak Kademangan Sangkal Putung, merasa bangga melihat
Kademangannya yang menjadi mekar.
Demikianlah, beberapa patok kemudian, ketiga orang itu sudah berada di pintu gerbang
halaman rumah Ki Demang Sangkal Putung. Sebagaimana perkembangan
Kademangannya, maka rumah Ki Demangpun menjadi semakin cantik. Kehadiran Pandan
Wangi dirumah itu memang membawa beberapa perubahan. Hala-mannyapun semakin
lama menjadi semakin asri.
Ketika ketiganya memasuki halaman, maka dengan tergesa-gesa seorang pembantu
dirumah Ki Demang yang sudah menginjak separo baya tergesa-gesa menyambutnya.
Diletakkanya cangkulnya yang sedang dipergunakannya untuk menyiangi pohon bunga
yang tumbuh di halaman. " Marilah. Marilah naik kependapa. Ki Demang ada dibela-kang. Biarlah aku
memanggilnya. Tetapi Swandaru tidak ada dirumah " berkata orang itu.
- Aku baru saja datang dari Jati Anom. Aku sudah bertemu dengan adi Swandaru di Jati
Anom. - jawab Agung Sedayu.
Demikianlah ketiganyapun segera naik ke pendapa setelah mengikat kuda-kuda mereka
di patok bambu di halaman. Sementara orang separo baya itu dengan tergesa-gesa
memberitahu Ki Demang Sangkal Putung, bahwa Agung Sedayu dan Sekar Mirah datang.
Ki Demangpun dengan tergopoh-gopoh pula pergi ke pendapa
untuk menemui anak dan menantunya.
Dengan gembira Ki Demang menerima mereka berdua. Namun seorang yang datang
bersama anak dan menantunya itu rasa-rasanya belum dikenalnya.
" Apakah mata tuaku sajalah yang tidak lagi mampu mengenalinya " berkata Ki Demang.
" Gadis ini bernama Rara Wulan ayah. Ia berada di Tanah Perdikan Menoreh,
menemani aku tinggal dirumah, karena kakang Agung Sedayu sering berada di barak
pasukannya " jawab Sekar Mirah sambil tersenyum.
Ki Demang Sangkal Putung tersenyum sambil berdesis - Bukankah itu memang
kuwajibannya" "
Sekar Mirah tidak menjawab. Namun kemudian katanya kepada Rara Wulan - Marilah
Rara. Kita melihat-lihat kedalam. Kau sebaiknya mengenali keluargaku. "
" Masuklah " desis Ki Demang.
Sekar Mirahpun kemudian telah mengajak Rara Wulan masuk kedalam untuk menemui
keluarganya. Sementara itu, di pendapa, Agung Sedayu telah menceritera-kan apa yang telah terjadi
di padepokan. Sejak ia datang sampai saatnya ia meninggalkan padepokan itu karena ia
tidak dapat ter-, lalu lama meninggalkan tugasnya di Tanah Perdikan Menoreh.
Ki Demang Sangkal Putung itu mengangguk-angguk. Katanya " Aku mengerti ngger.
Kau adalah seorang prajurit. Kau tidak lagi dapat meninggalkan Tanah Perdikan terlalu
lama sebagaimana kau lakukan sebelumnya. "
" Karena itu, maka aku tinggalkan adi Swandaru dengan iste-rinya di padepokan.
Mungkin dalam waktu sepekan lagi mereka sudah akan pulang. " Kenapa Pandan Wangi juga tinggal di padepokan" - bertanya Ki Demang.
" Selain menemani adi Swandaru, ia dapat membantu para cantrik - berkata Agung
Sedayu kemudian. Ki Demang mengangguk-angguk. Di padepokan itu tentu masih ada kesibukankesibukan
lain yang memerlukan kehadiran
Pandan Wangi. Tetapi Ki Demang itu kemudian berkata " Seharusnya Pandan Wangi
pulang barang satu dua hari. Jika ia harus kembali ke padepokan, ia dapat kembali.
Sendiri atau dengan suaminya. "
~ Kenapa Ki Demang - berkata Agung Sedayu.
" Bukankah ia masih menyusui anaknya" " jawab Ki Demang.
" O " Agung Sedayu mengangguk-angguk. Namun iapun bertanya " Lalu bagaimana
dengan bayi itu selama adi Swandaru dan isterinya tidak ada" "
" Bayi itu sudah mau disuapi pisang. Kemudian tajin cair dengan gula kelapa.
Untungnya anak itu makan cukup banyak. Tetapi sekali-sekali menangis juga mencari
ibunya. - jawab Ki Demang.
" Jika demikian Ki Demang dapat mengirimkan dua atau tiga orang menjemputnya. "
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berkata Agung Sedayu yang justru ikut memikirkan keadaan bayi itu.
Ki Demang mengangguk-angguk. Namun katanya " Tetapi bayi itu sudah mulai disuapi
nasi lembut dengan gula kelapa pula selain pisang. " Tetapi apakah sudah waktunya anak itu makan nasi meskipun lembut" " bertanya
Agung Sedayu. Ki Demang tersenyum. Katanya - Sudah. Nasi lembut dan gula kelapa membuatnya
menjadi anak yang gemuk dan sehat. Agung Sedayu mengangguk-angguk. Meskipun ia berusaha untuk tidak menunjukkan
perasaannya, namun sebenarnyalah ia menyadari bahwa ia masih belum diperkenankan
menimang seorang anak. Ia tidak tahu, apakah pada suatu saat Yang Maha Pen-cipta
akan memberikan kesempatan kepadanya untuk menimang seorang anak atau tidak.
Bahkan Agung Sedayupun tahu, bahwa setelah mereka meninggalkan Sangkal Putung,
Sekar Mirah akan merenung untuk satu dua hari. Isterinya memang sudah merindukan
seorang anak. Selagi Agung Sedayu merenung sejenak, Sekar Mirah telah keluar lagi kependapa
diikuti oleh Rara Wulan sambil menggendong bayi yang gemuk dan sehat. Namun
demikian Sekar Mirah duduk dipendapa, maka anak itu telah menangis. Agung Sedayu tersenyum. Tangis bayi itu begitu keras menghentak.
" Anak ini tentu anak yang sangat sehat " desis Agung Sedayu sambil menyentuh pipi
bayi itu. Namun justru karena itu tangisnya menjadi semakin keras.
" Cup, cup " Sekar Mirah mencoba menenangkan anak itu. Tetapi tangisnya masih
saja menggetarkan pendapa Kademangan. Sehingga karena itu, maka Sekar Mirah harus
berdiri lagi sambil berusaha untuk mengurangi tangis anak digendongannya itu.
" Marilah, kita pergi ke kebun " desis Sekar Mirah mengajak Rara Wulan.
Demikian keduanya turun dari pendapa, maka terasa angin, yang sejuk mengusap
wajah bayi itu, sehingga ia pun terdiam.
Ki Demang tertawa. Katanya " Cucuku nakal sekali. Tetapi tangisnya membuat rumah
ini menjadi hidup. "
Agung Sedayupun tersenyum. Katanya " Ya. Meskipun masih bayi, anak itu sudah
menunjukkan kelebihannya. Tangisnya seolah-olah sudah menggemakan Aji Sangga
Buwana. " Ki Demangpun tertawa semakin keras. Katanya " Mudah-mudahan anak itu kelak
benar-benar mampu menguasai Aji Sangga Buwana, meskipun sekarang jenis Aji itu
seakan-akan tidak pernah muncul lagi. "
Sementara Sekar Mirah dan Rara Wulan berjalan-jalan diha-laman, seorang pembantu
dirumah itu telah menghidangkan minuman hangat dan makanan beberapa potong.
" Marilah ngger " Ki Demang mempersilahkan ~ kebetulan kami sedang panen ketela
pohon. Bukan yang dipategalan, tetapi sekedar di belakang. Sebagian telah dibuat sawut
seperti yang telah dihidangkan. Mumpung masih hangat dengan serundeng kelapa yang
masih agak muda. - " Terima kasih Ki Demang " sahut Agung Sedayu.
Sambil makan sawut Agung Sedayu dan Ki Demang masih saja berbicara tentang
padepokan Orang Bercambuk. Kepergian Kiai Gringsing yang terasa tiba-tiba meskipun
sudah cukup lama kesehatannya semakin menurun, sehingga disaat-saat terakhir
orang yang berilmu sangat tinggi itu menjadi semakin lemah.
Namun rencana Agung Sedayu dan Sekar Mirah untuk hanya singgah sebentar di
Sangkal Putung, sulit untuk dilakukan. Ki Demang dan seluruh keluarganya tidak
melepaskan Sekar Mirah terlalu cepat pergi.
Ketika Agung Sedayu mengatakan bahwa tugasnya tidak boleh terlalu lama
ditinggalkan, maka orang-orang tua di Sangkal Putung berkata " Aku tidak peduli. Tetapi
Mirah tidak boleh tergesa-gesa pergi. Nanti sesudah makan. Orang-orang didapur sudah
terlanjur masak. Menangkap tiga ekor ayam dan menyembelihnya. "
" Tiga" " Sekar Mirah mengerutkan dahinya.
" Ya, tiga. Kenapa" " bertanya Ki Demang.
Sekar Mirah termangu-mangu. Namun Agung Sedayupun tertawa. Katanya " Dua ekor
untuk aku sendiri. " Ki Demangpun tertawa.
Sebenarnyalah, Agung Sedayu, Sekar Mirah dan Rara Wulan harus menunggu sampai
matahari melewati puncaknya! Mereka di-persilahkan untuk makan siang bersama-sama
dengan keluarga Kademangan Sangkal Putung.
Baru setelah beristirahat sejenak, mereka dapat minta diri untuk meneruskan
perjalanan. ~ Besok, dalam kesempatan tersendiri, kami akan datang lagi " berkata Sekar Mirah "
aku akan bermalam sepekan di rumah ini.
Ki Demang tersenyum. Katanya " baiklah. Sekarang aku tidak menahanmu lagi. Tetapi
pada kesempatan lain, kalian harus bermalam di sini. "
Sejenak kemudian, maka Agung Sedayu, Sekar Mirah dan Rara Wulan telah minta diri.
Sekar Mirah dan Rara Wulan menyempatkan diri untuk mencium anak Swandaru yang
tersenyum sambil meraba-raba rambut Sekar Mirah yang seakan-akan tidak ingin
melepaskan anak yang gemuk dan sehat itu. Apalagi ketika Sekar Mirah sempat melihat
anak itu makan sebuah pisang. Begitu cepatnya habis lewat kerongkongannya yang kecil.
Namun akhirnya mereka bertigapun meninggalkan Kademangan Sangkal Putung.
" Kita bermalam lagi di Mataram " berkata Agung Sedayu ~ aku harus bertemu lebih
dahulu dengan Glagah Putih sebelum kita meneruskan perjalanan kembali ke Tanah Perdikan. Sekar Mirah mengangguk. Ia tahu bahwa Glagah Putih harus mendengar apa yang
telah terjadi di padepokan Orang Bercambuk, apalagi pesan-pesan terakhir Kiai Gringsing
telah menyebut namanya pula.
Yang pertama-tama mereka singgahi di Mataram adalah rumah Ki Lurah Branjangan.
Tetapi mereka tidak akan bermalam dirumah itu sebagaimana mereka berangkat ke Jati
Anom. " Sebelum kita menemui Glagah Putih, aku akan bertemu lebih dahulu dengan Ki
Wirayuda - berkata Agung Sedayu " dari Ki Wirayuda kita akan mendapat banyak
keterangan. Seandainya ada perkembangan baru, maka agaknya ia akan tidak
berkeberatan untuk mengatakannya. Sementara itu kalian berdua dapat beristirahat dan
berbenah diri sebelum kita pergi menemui Glagah Putih. Ketika Agung Sedayu kemudian bertemu lagi dengan Ki Wirayuda, maka iapun telah
mendapat beberapa keterangan tentang perkembangan terakhir. Namun ternyata selama
beberapa hari masih belum nampak persoalan-persoalan yang terasa cukup gawat.
" Glagah Putih sudah tahu bahwa kau pergi ke Jati Anom. Kemarin ia datang kemari
untuk melihat-lihat keadaanku bersama Sabungsari. " berkata Ki Wirayuda.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Iapun mengatakan bahwa ia ingin menemui
Glagah Putih. " Ia sebaiknya mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi di Jati Anom " berkata
Agung Sedayu yang kemudian sempat juga berceritera tentang keadaan padepokan Orang
Bercambuk. " Aku ikut berbela sungkawa dengan meninggalnya gurumu itu " berkata Ki
Wirayuda. " Terima kasih Ki Wirayuda " jawab Agung Sedayu " begitu cepatnya hal itu terjadi.
" Tetapi sudah banyak yang ditinggalkan oleh gurumu itu " berkata Ki Wirayuda.
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya kemudian " Baiklah Ki Wirayuda. Jika
besok aku kembali ke Tanah Perdikan tanpa sempat minta diri lagi, maka aku menitipkan
Glagah Putih dan kelompoknya kepadamu. "
" Mereka selalu menghubungi aku " jawab Ki Wirayuda.
" Mereka adalah anak-anak muda. Apalagi sepeninggal Ki Jayaraga. Mereka harus
dikendalikan dengan ketat, agar kehadiran mereka justru tidak menimbulkan persoalan
baru. " berkata Agung Sedayu. Lalu katanya pula " Setelah gerombolan yang dikendalikan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu dapat dihancurkan, maka persoalan-persoalan baru akan dapat timbul. "
" Kami sudah memikirkannya " jawab Ki Wirayuda " namun nampaknya Sabungsari
dan Glagah Putih mempunyai, pandangan yang cukup luas dan bertanggung jawab. " Sokurlah - desis Agung Sedayu - jika mereka bukannya semakin menyulitkan tugas
Ki Wirayuda. .-- Demikianlah, maka Agung Sedayupun kemudian telah minta diri untuk pergi menemui
Glagah Putih. Sejenak kemudian, maka Agung Sedayu, yang telah singgah dirumah Ki Lurah
Branjangan, bersama-sama dengan Sekar Mirah dan Rara Wulan telah meninggalkan
Kotaraja menuju ke sarang kelompok anak-anak muda yang menyebut nama
kelompoknya Gajah Liwung.
Namun ternyata perjalanan mereka tidak serancak sebelumnya. Baru beberapa ratus
patok dari dinding Kotaraja, mereka telah bertemu dengan beberapa orang anak-anak
muda yang berkuda pula menyusuri jalan yang sama, namun dengan arah yang berbeda.
Agung Sedayu yang semula berada di belakang, telah melewati Sekar Mirah dan Rara
Wulan sehingga ia berada di paling depan. Namun Agung Sedayu telah berpesan kepada
Sekar Mirah dan Rara Wulan " Jangan perhatikan mereka. Anggaplah bahwa kita
berpapasan dengan orang-orang yang akan pergi ke pasar. "
Sekar Mirah tidak menyahut. Anak-anak muda yang memacu kudanya sesuka hati itu
telah menjadi terlalu dekat. Bahkan kemudian merekapun telah berpapasan tanpa saling
menegur. Debu yang kelabu berhamburan mengotori udara.
Namun Agung Sedayu menarik nafas panjang, meskipun harus menutupi lubang lubang
hidungnya dengan telapak tangannya.
Tetapi dahinyapun kemudian berkerut, ketika ia mengetahui, bahwa beberapa orang
anak muda itu telah berbalik dan menyusulnya.
Agung Sedayu berpaling. Anak-anak muda itu memang berbalik arah. Nampaknya
mereka melihat sesuatu yang menarik perhatian mereka.
" Tentu Sekar Mirah dan Rara Wulan - berkata Agung Sedayu didalam hatinya.
Sebenarnyalah, beberapa orang berkuda itu tidak begitu saja melampaui mereka
bertiga. Tetapi beberapa orang dengan sengaja _ telah berada disebelah Rara Wulan
sambil memperhatikan wajahnya dan wajah Sekar Mirah.
Tiba-tiba saja seorang diantara mereka berteriak " Kau benar. Dua diantara mereka
adalah perempuan. Kedua-duanya cantik meskipun memakai ikat kepala dan berpakaian
seperti laki-laki. "
" Nah, baru kau percaya terhadap ketajaman mataku menangkap bentuk perempuan
" sahut yang lain " agaknya kebanyakan orang tentu tidak mengira bahwa mereka
adalah perempuan. " Rara Wulan dan Sekar Mirah sama sekali tidak berpaling. Seperti pesan Agung Sedayu,
mereka tidak menghiraukan anak-anak muda itu. Tetapi keduanya mulai gelisah, ketika
anak-anak muda itu masih saja mengikutinya, bahkan disebelahnya. Seorang yang lain
mendahului mereka dan setelah memandangi Agung Sedayu sejenak, iapun berteriak "
Kalau yang ini nampaknya benar-benar seorang laki-laki. Sambil tertawa seorang yang lain berteriak. - Itu, bagianmu. Biarlah aku memilih dua
orang yang dibelakang. "
Beberapa orang anak muda itu tertawa serentak. Suaranya sangat menyakitkan telinga.
Sementara itu, anak muda yang berada disebelah Agung Sedayu telah berusaha
menggapai kendali kudanya dan menariknya, sehingga kuda Agung Sedayu agak terkejut.
Tetapi kemudian justru berhenti, ketika anak muda itu juga menghentikan kudanya.
Dengan demikian, maka dengan sendirinya yang lainpun telah berhenti pula.
" Apa yang kalian kehendaki anak-anak muda" " bertanya Agung Sedayu.
" Ki Sanak " berkata anak muda itu " apakah kalian tergesa-gesa" ~
" Kenapa" " bertanya Agung Sedayu pula.
" Kita dapat berhenti sebentar. Berbincang-bincang dan saling memperkenalkan diri.
Kedua kawanmu itu sangat menarik perhatian kawan-kawanku. " berkata anak muda itu.
" Maaf Ki Sanak " jawab Agung Sedayu " kami memang tergesa-gesa. "
" Kenapa" - bertanya anak muda itu.
" Kami sedang menyelesaikan persoalan keluarga yang sangat penting - jawab Agung Sedayu.
Tetapi jawaban anak muda itu benar-benar mengejutkan. " Baiklah. Jika demikian
pergilah. Tinggalkan kedua orang kawanmu. Nanti, jika persoalanmu sudah selesai, maka
kau dapat mengambil kedua kawanmu ini. "
Kening Agung Sedayu berkerut. Ia terbiasa berusaha untuk menyabarkan diri. Tetapi
karena sasaran anak-anak muda itu adalah isterinya, maka Agung Sedayu benar-benar
tersinggung. Karena itu, maka katanya " Keduanya bukan sekedar kawan seperjalanan. Tetapi yang
seorang adalah isteriku dan yang lain adalah adikku. "
" O -- anak muda itu mengangguk-angguk " satu kebetulan. Apakah kau mengijinkan
isteri dan adikmu tinggal bersama kami selama kau menyelesaikan persoalan keluargamu"
Agung Sedayu tidak menjawab lagi. Tiba-tiba saja kakinya telah menyentuh perut kuda
anak muda itu, sehingga kuda itu terke-jut. Dengan serta merta kuda itu meringkik sambil
berdiri pada kedua kaki belakangnya. Namun kemudian segera berloncat berlari.
Anak muda dipunggung kuda itu tidak siap menghadapi sikap kudanya itu. Karena itu,
maka iapun telah terpelanting dan jatuh diatas tanggul parit dan sekaligus terguling
kedalam air yang untung tidak cukup dalam untuk membenamkan tubuhnya yang
terbaring. Sambil menyeringai kesakitan anak muda yang basah kuyub, bahkan penuh dengan
lumpur itu berusaha bangkit. Namun anak-anak muda itu terkejut ketika mereka
mendengar Rara Wulan tertawa menghentak.
- Kau menjadi semakin tampan anak manis " Rara Wulan hampir berteriak disela-sela
suara tertawanya. Sekar Mirah justru menggamitnya. Tetapi agaknya Rara Wulan memang dengan
sengaja membuat anak-anak muda itu marah. Karena itu maka iapun telah berkata "
Kenapa kau tiba-tiba saja ingin mandi" Mungkin kau tiba-tiba saja jatuh cinta melihat aku
dan mbokayuku, sehingga kau perlu membenahi dirimu agar kau kelihatan lebih tampan
dari kakakku. " - Rara - desis Sekar Mirah.
Tetapi Rara Wulan nampaknya sudah untuk beberapa lama menahan kemarahannya.
Karena itu, seakan-akan ia tidak mendengar panggilan Sekar Mirah.
Anak-anak muda itu memang marah. Ketika anak muda yang jatuh menimpa tanggul
itu berusaha untuk bangkit, maka terasa punggungnya sakit sekali.
Karena itu, bersandar pada sebelah tangannya ia menunjuk kepada Agung Sedayu
sambil berkata - Tangkap anak itu. Ia harus bertanggung jawab atas perbuatannya. "
Tetapi sebelum mulutnya terkatup rapat, ternyata Rara Wulan telah menarik cemeti
kudanya yang tidak begitu panjang. Dengan derasnya ia mencambuk kuda anak muda
yang ada didekatnya, yang beberapa lama mendampinginya sambil selalu saja
memandangi wajahnya. Rara Wulan berharap agar kuda itu juga meloncat seperti kuda anak muda yang
terjatuh di tanggul parit itu.
Sebenarnyalah kuda itupun terkejut, melonjak dan berlari. Seperti yang diharapkan,
maka anak muda itupun terjatuh dari punggung kudanya. Tetapi anak muda itu ternyata
bernasib lebih baik. Ia tidak terbanting dan tidak menimpa tanggul parit. Tetapi ia jatuh
diatas jalan berdebu. Dengan cepat anak muda itu bangkit sambil mengumpat kasar. Namun ternyata Rara
Wulan benar-benar tangkas. Kudanya dengan cepat bergerak. Kaki gadis itu sempat
menyambar kening anak muda yang bangkit itu.
Sekali lagi anak itu terdorong beberapa langkah dan jatuh ter-lentang. Sementara kuda
Rara Wulan berputar sambil melontarkan debu.
Beberapa orang anak muda yang lain terkejut melihat peristiwa itu. Hampir serentak
mereka bersiap. Namun sekali lagi, sesaat sebelum mereka bergerak, mereka terkejut
ketika Rara Wulan tiba-tiba saja telah menarik pedangnya.
Dengan lantang gadis itu berkata - Ayo, siapa yang ingin mati lebih dahulu. "
Anak-anak muda itu termangu-mangu. Seorang diantara mereka berkata dengan
geram" Apa kau sadari, apa yang kau lakukan itu"~
" Aku sadar sepenuhnya. Aku tantang kalian untuk bertempur. Jika ada diantara kalian
yang jantan, dan berani bertempur seorang melawan seorang, aku akan melayani dengan
senang hati. Tetapi jika kalian laki-laki yang berhati betina, maka kalian dapat bertempur
berpasangan. - jawab Rara Wulan.
Anak-anak muda itu justru menjadi ragu-ragu. Sekar Mirah dan Agung Sedayu sama
sekali tidak dapat mencegah lagi. Mereka mengerti perasaan Rara Wulan terhadap sikap
anak-anak muda itu. Ternyata tidak seorangpun diantara anak-anak muda itu yang berani menyatakan diri
untuk bertempur melawan gadis yang marah itu. Sehingga karena itu, maka mereka
hanya berdiam diri saja mematung diatas punggung kuda mereka. Sementara itu kedua
orang yang terjatuh dari kuda-kuda mereka berdiri termangu-mangu dengan
keseimbangan yang masih goyah.
Karena anak-anak muda itu tidak ada yang menjawab, maka justru Rara Wulanlah yang
bertanya" He anak-anak muda. Siapakah sebenarnya kalian. Dari kelompok Kelabang
Ireng, Macan Putih, Sidat Macan atau Gajah Liwung" "
Anak-anak muda itu termangu-mangu sejenak. Namun tiba-tiba saja seorang diantara
mereka menjawab " Kami dari
kelompok Gajah Liwung. "
Rara Wulan mengerutkan keningnya lalu mengangguk-angguk. Namun tiba-tiba ia
menjawab " Jadi kalian bagian dari orang-orang yang telah merampok beberapa orang di
Mataram dan terakhir berusaha untuk merampok rumah Ki Patih Mandaraka" Bagus. Jika
demikian, kalian memang harus ditangkap atau dihancurkan sekarang juga.
Anak-anak muda itu benar-benar menjadi bingung menghadapi sikap Rara Wulan.
Apalagi ketika Rara Wulan berkata -- Bersiaplah. Tarik senjata kalian jika kalian punya.
Orang-orang dari kelompok Gajah Liwung memang harus ditangkap atau dihancurkan
sampai orang yang terakhir. "
" Tidak " Tiba-tiba seorang diantara mereka berkata " Kami bukan dari kelompok
Gajah Liwung yang merampok. Kami adalah anggauta Gajah Liwung yang justru
sebaliknya. " " Jika kau dari kelompok Gajah Liwung yang lain, maka kau termasuk anak-anak muda
yang berani. Ayo, lawan aku. " Rara Wulan berkata semakin lantang.
Anak-anak muda itu saling berpandangan sejenak. Namun mereka benar-benar tidak
tahu apa yang harus mereka lakukan. Seakan-akan segala pilihan akan mengakibatkan
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kesulitan bagi mereka. Beberapa saat anak-anak muda itu termangu-mangu. Namun tiba-tiba tanpa aba-aba
dari siapapun, maka mereka telah menghentakkan kendali kudanya. Kuda-kuda itupun
mulai bergerak. Kemudian satu-satu berpacu meninggalkan gadis yang garang itu.
Dua orang kawan mereka yang tertinggal itupun berteriak. Tetapi tidak seorangpun
diantara kawan-kawan mereka yang berhenti.
Rara Wulan tidak memburu mereka. Dipandanginya kedua orang yang terjatuh dari
kudanya. Dengan geram ia berkata - Nah, hanya kalian berdua sajalah yang tinggal.
Sekarang, kalian berdua harus memikul hukuman yang seharusnya ditimpakan kepada
kawan-kawanmu. " " Ampun. Kami mohon ampun - minta anak-anak muda itu.
Rara Wulan mengerutkan dahinya. Namun sambil menyarungkan pedangnya ia berkata
" Aku akan mengampunimu. Pergilah. Kedua orang itu justru menjadi bingung, sehingga Rara Wulan membentak lagi "
Pergi. Cepat pergi atau aku akan mengambil keputusan lain. "
Kedua orang anak muda yang kesakitan itu tertatih-tatih meninggalkan Rara Wulan.
Mereka tidak mempunyai kuda lagi, karena kuda mereka telah berlari menjauh.
Rara Wulan tertawa. Semakin lama semakin keras. Katanya -Nah, sekali-sekali kau
harus berjalan kaki menyusuri jalan berdebu. Agung Sedayu dan Sekar Mirah menarik nafas dalam-dalam. Namun mereka tidak
berbuat sesuatu. Dibiarkannya Rara Wulan mentertawakan anak-anak muda yang telah
membuatnya marah. Namun akhirnya Rara Wulan itu berhenti tertawa. Sambil berpaling kepada Agung
Sedayu dan Sekar Mirah ia berkata " Jika saja tidak ada kakang dan mbokayu disini, aku
ingin menghajar anak-anak itu. "
" Sudahlah " desis Agung Sedayu " kita akan melanjutkan perjalanan. "
Rara Wulan tidak menjawab. Tetapi iapun telah menempatkan kudanya disebelah Sekar
Mirah. Demikianlah, maka ketiga orang itupun telah melanjutkan perjalanan. Agung Sedayu
melarikan kudanya agak cepat agar mereka dapat segera bertemu dengan Glagah Putih.
Tetapi juga untuk menghindari kemungkinan yang tidak mereka harapkan, karena jika
anak-anak muda itu sempat berbuat lebih jauh dengan mengajak kawan-kawan mereka
lebih banyak, maka persoalannya akan segera berkembang.
Karena itu, jika mereka dengan cepat meninggalkan tempat itu, maka mereka tidak
akan dapat mengetahui kemana arah keper-gian mereka.
Apalagi langitpun menjadi semakin suram, sehingga beberapa saat kemudian, senjapun
telah turun. Meskipun malam menjadi semakin gelap, namun ketiga orang
itu masih saja meneruskan perjalanan. Pandangan mata mereka yang terlatih, masih
tetap mampu menembus kegelapan bahkan di-lebatnya pepohonan padukuhan sekalipun.
Ketika mereka bertiga sampai di sebuah rumah yang dipergunakan oleh anggauta
kelompok Gajah Liwung, maka merekapun berhenti sejenak. Regol halaman rumah itu
ternyata tertutup. Agung Sedayu yang kemudian meloncat turun dan mendorong pintu yang tertutup itu,
perlahan-lahan telah membukanya. Dari celah-celah pintu yang terbuka itu, dilihatnya dua
orang masih duduk di pendapa rumah itu.
Kedua orang yang duduk dipendapa itupun melihat pintu regol terbuka. Merekapun
kemudian melihat seseorang berdiri dipinta. Namun kemudian mereka melihat tiga orang
sambil menuntun kuda memasuki halaman rumah itu.
Kedua orang yang duduk di pendapa itu segera berdiri. Keduanya ternyata adalah
Sabungsari dan Rumeksa. " Kakang Agung Sedayu " desis Sabungsari setelah Agung Sedayu, Sekar Mirah dan
Rara Wulan memasuki sentuhan cahaya lampu minyak di pendapa. Kemudian katanya
kepada Rumeksa " Panggil Glagah Putih dan kawan-kawan. Demikianlah, sejenak kemudian, maka dipendapa rumah itu telah duduk Agung Sedayu,
Sekar Mirah dan Rara Wulan ditemui oleh para anggauta kelompok Gajah Liwung. Namun
Ki Ajar Gu-rawa dan kedua muridnya sedang berada di rumahnya yang disebutnya
pesanggrahan. Setelah berbincang-bincang sejenak, maka Agung Sedayupun kemudian minta
kesempatan untuk berbicara dengan Glagah Putih tanpa orang lain, karena persoalannya
menyangkut persoalan perguruan.
" Marilah. Silahkan. Biarlah kami berada diruang dalam. " berkata Sabungsari.
" Tidak - sahut Agung Sedayu " biarlah kalian disini bersama isteriku dan Rara Wulan.
Kalian dapat menceriterakan pengalaman kalian selama ini. Rara Wulan tentu akan senang
sekali mendengarkannya. Tetapi memang belum saatnya ia kembali memasuki kelompok
Gajah Liwung. " Dengan demikian, maka Agung Sedayulah yang kemudian pergi keruang dalam
bersama Glagah Putih untuk menceritakan apa yang terjadi di Jati Anom.
- Kenapa kakang tidak singgah barang sejenak saat kakang berangkat ke Jati Anom. berkata Glagah Putih. - Aku sama sekali tidak berpikir bahwa saat-saat terakhir Kiai Gringsing telah sampai. jawab Agung Sedayu. Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu, di pendapa, Sabungsari dan
kawan-kawannya tengah bercerita tentang pertempuran di halaman Kepatihan.
- Sayang aku tidak dapat ikut " desis Rara Wulan.
- Sangat berbahaya bagimu Rara " sahut Sekar Mirah. Rara Wulan menganggukangguk.
Sementara anak-anak Gajah Liwung itu sempat pula berceritera bagaimana Ki Ajar Gu-rawa mengelabuhi mereka dan berhasil menyusup kedalam gerombolan yang juga menyebut namanya Gajah Liwung.
Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya -- Ternyata ada orang
lain lagi yang menamakan diri Gajah Liwung. "
- Siapa" - Sabungsari menjadi tertarik karenanya.
Rara Wulanpun berceritera bahwa ia telah bertemu dengan beberapa orang anak muda
yang mengaku anak-anak Gajah Liwung. Tetapi mereka nampak kebingungan ketika
mereka harus menyebut Gajah Liwung yang mana.
Sabungsari mengerutkan keningnya. Namun kemudian katanya " Meskipun mungkin
saat itu mereka dengan serta merta saja menyebut nama Gajah Liwung, tetapi bahwa
nama itu mendapat banyak perhatian harus kita sadari sepenuhnya. " " Ya. Mungkin
beberapa saat kemudian, kelompok ini akan menjadi pusat perhatian banyak orang "
berkata Rara Wulan Sabungsaripun mengangguk-angguk pula, sebagaimana kawan-kawannya yang lain,
yang memang melihat kemungkinan sebagaimana dikatakan oleh Rara Wulan itu.
Selagi anak-anak anggauta Gajah Liwung itu berbincang dengan Sekar Mirah dan Rara
Wulan tentang peristiwa terakhir yang
mencengkam Mataram, maka dengan sungguh-sungguh Agung Sedayu berbincang
dengan Glagah Putih. Agung Sedayupun telah mengatakan kedudukan Glagah Putih
didalam susunan murid Kiai Gringsing.
" Kau termasuk salah seorang murid utama, namun masih harus berada dibawah
tanggung jawabku. Kau diakui sebagai seseorang yang disejajarkan dengan para murid
utama Kiai Gringsing melalui aku. Satu kedudukan yang tidak terbiasa dalam satu
perguruan. Namun anggap saja bahwa aku mendapat wewenang untuk mengasuhmu dan
memberikan segala jenis ilmu yang aku dapatkan dari perguruan Orang Bercambuk itu.
Kecuali itu, maka kaupun diperkenankan langsung mempelajari ilmu Orang Bercambuk
lewat kitabnya yang berisi petunjuk, ajaran dan laku yang wajib dijalani jika kau benarbenar
ingin disebut murid dari perguruan Orang Bercambuk " berkata Agung Sedayu.
Glagah Putih mengangguk-angguk. Ia telah mendengar segalanya tentang Kiai
Gringsing disaat-saat terakhirnya. Bagaimana orang tua itu menyingkir dari padepokannya.
" Kiai Gringsing adalah seorang yang rendah hati sampai saat terakhirnya - berkata
Agung Sedayu " karena itu, ia telah mengambil langkah yang tidak banyak dilakukan
orang. - Glagah Putih mengangguk-angguk kecil. Katanya " Seharusnya aku sempat
mengucapkan terima kasih atas segala kebaikan hati Kiai Gringsing. "
" Aku sudah menyampaikannya. Aku sudah mengatakan bahwa kau tentu akan sangat
berterima kasih atas segala kesempatan khusus yang telah diberikan oleh Kiai Gringsing.
" berkata Agung Sedayu.
Glagah Putih mengangguk-angguk pula. Katanya - Rasa-rasanya aku ingin sekali
mengunjungi padepokan kecil itu. " Kau selesaikan dahulu kewajibanmu disini " berkata Agung Sedayu dengan nada
rendah. Lalu katanya pula " yang terpenting bagi Kiai Gringsing adalah pengamalan ilmu
yang kau sadap daripadanya, sehingga ilmumu itu berguna bagi orang banyak.
" Ya kakang " desis Glagah Putih kemudian.
" Keinginan Kiai Gringsing ini sejalan dengan keinginan gurumu yang seorang lagi, Ki
Jayaraga, yang meskipun tingkat kemampuannya belum sejajar dengan Kiai Gringsing,
namun ia juga seorang yang berilmu sangat tinggi. Namun selama ini ia telah
dikecewakan oleh murid-muridnya yang terdahulu. Tidak seorang-pun murid Ki Jayaraga
yang dapat memberikan arti bagi pergaulan manusia. Justru sebaliknya. Mereka telah
mempergunakan ilmu yang disadapnya dari Ki Jayaraga untuk kepentingan yang
bertentangan dengan kepentingan orang banyak. Bahkan untuk melakukan kejahatan.
Nah, harapannya sekarang tinggal bertumpu kepadamu. "Agung Sedayu berhenti
sejenak. Namun kemudian ia berkata pula " Sedangkan jalur ilmumu yang satu lagi, jalur
ilmu yang diturunkan oleh Ki Sadewa, juga menuntut agar kau tetap menjaga nama
baiknya. Ki Sadewa adalah seorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan. Dan
kesemuanya itu merupakan bagian dari pengabdian kepada sesama. "
" Ya kakang - Glagah Putih masih saja mengangguk-angguk. Sementara Agung
Sedayu berkata selanjutnya " Tentu saja hal itu kau lakukan dalam ujud persembahanmu
kepada Yang Maha Agung, karena persembahan yang paling berharga adalah seluruh hidupmu. "
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Ia merasa betapa berat tanggung jawab
yang harus dipikulnya, justru karena ia memiliki berbagai macam ilmu. Namun sejak
semula ia sudah menyadari akan beban yang harus ditanggungkannya.
Karena itu, maka Glagah Putih memang tidak akan ingkar dari beban dan tanggung
jawabnya itu. Untuk beberapa lama Agung Sedayu dan Glagah Putih masih berbincang. Berbagai
nasehat telah diberikan oleh Agung Sedayu, agar Glagah Putih tidak salah menafsirkan
pengakuan Kiai Gringsing dan menganggapnya sebagai salah satu diantara murid
utamanya, meskipun masih dengan beberapa keterangan khusus.
Namun agaknya Glagah Putih dapat mengerti. Ia menyadari sepenuhnya akan
keadaannya. Keduanya ternyata tidak mempunyai perbedaan pendapat atas semua pesan Kiai
Gringsing. Apalagi Glagah Putih yang dapat menempatkan
dirinya sebagai murid Agung Sedayu dan bahkan juga sebagai saudara
muda sepupunya. Karena itu, maka semua petunjuk dan nasehat Agung Sedayu
merupakan pegangan yang sangat berarti baginya dikemudian hari,
Namun dalam pada itu, keduanyapun kemudian telah dikejutkan oleh suara ayam
jantan yang berkokok bersahutan. Hampir di-luar sadarnya Agung Sedayu berdesis "
Baru tengah malam. "
- Tidak " jawab Glagah Pulih - kokok ayam untuk yang kedua kalinya. "
" O " Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam " sudah dini. Namun masih didengar pembicaraan yang ramai di pendapa. Nampaknya Rara Wulan
masih tidak puas-puasnya mendengar ce-ritera tentang permainan Ki Ajar Gurawa,
usahanya yang berhasil memasuki gerombolan yang ternyata bukan saja sekedar
merampok, tetapi justru berniat membunuh Ki Patih Mandaraka untuk memperlemah
kedudukan Mataram. Selanjutnya pertempuran yang berlangsung di Kepatihan itu sendiri
memang sangat menarik untuk diulang-ulang. Ternyata Rara Wulan telah bertanya
tentang pertempuran di Kepatihan itu sampai ke bagian-bagian yang sekecil-kecilnya.
Bahkan diantara anak-anak Gajah Liwung telah menceriterakan pula bagaimana Glagah
Putih menyelamatkan Ki Wirayuda dan sekaligus memecahkan tangga pendapa Kepatihan.
Rara Wulan memang mengagumi Glagah Putih. Apalagi ilmunya yang semakin tinggi.
Bahkan namanya sudah disebut-sebut sebagai murid utama Kiai Gringsing. Meskipun Kiai
Gringsing sudah tidak ada, tetapi pengakuan itu dapat dijadikan ukuran, bahwa Glagah
Putih sudah pantas untuk disebut murid utama karena ilmunya sudah memadai.
Khususnya yang bersumber dari perguruan Orang Bercambuk lewat Agung Sedayu,
meskipun semula yang terbanyak Glagah Putih meyadap ilmu dari keturunan ilmu Ki Sadewa.
Dalam pada itu, maka setelah pesan-pesan Agung Sedayu kepada Glagah Putih
dianggap cukup, maka Agung Sedayu pun mengajak Glagah Putih untuk keluar lagi ke
pendapa sambil bertanya " Apakah ada tempat bagi mbokayumu Sekar Mirah dan Rara
Wulan dirumah ini" "
" Ada kakang " jawab Glagah Putih.
Dengan demikian, maka disisa malam itu Sekar Mirah dan Rara Wulan masih sempat
tidur disebuah bilik yang tidak terlalu bersih. Namun keduanya dapat mengerti, karena
dirumah itu tinggal sekelompok anak-anak muda saja tanpa seorang perempuan.
Ketika matahari terbit, Agung Sedayu, Sekar Mirah dan Rara Wulan telah bersiap untuk
meneruskan perjalanan. Mereka akan kembali ke Tanah Perdikan Menoreh.
Setelah minum minuman hangat, maka ketiganya telah minta diri. Sementara Agung
Sedayu sempat berkata kepada Glagah Putih - Besok sajalah kau lihat sendiri kitab itu. " Ya kakang " jawab Glagah Putih.
Agung Sedayu, Sekar Mirah dan Rara Wulanpun kemudian telah minta diri untuk
meneruskan perjalanannya.
Ketika Agung Sedayu bertanya tentang jalan yang lain, maka anak-anak Gajah Liwung
itupun tanggap, bahwa mereka ingin menghindari anak-anak muda yang nakal dan telah
mengganggunya ketika ia menuju ke padukuhan itu.
Sepeninggal Agung Sedayu, maka Glagah Putih telah minta kawan-kawannya untuk
berkumpul. Katanya " Ada pesan kakang Agung Sedayu yang menarik. Juga pesanpesannya
yang lain ditujukan kepadaku, sebagai adik sepupunya, maka ada sedikit pesan
yang dapat dibicarakan untuk dilaksanakan. "
" Pesan apa" " bertanya Sabungsari.
" Untuk mengurangi kenakalan anak-anak muda, maka kakang Agung Sedayu
mempunyai satu pikiran"berkata Glagah Putih " hendaknya Mataram mengadakan
semacam pertandingan yang dapat menyalurkan kenakalan anak-anak muda itu. " Pertandingan apa" " bertanya Rumeksa.
" Bermacam-macam. Misalnya ketrampilan naik kuda di alun-alun. Pertandingan
memanah. Sodoran diatas punggung kuda atau bertarung dengan binatang buas atau
kerbau atau lembu jantan " berkata Glagah Putih.
" Menarik " desis Sabungsari.
" Semalam, setelah pesan-pesan yang khusus diberikan kepadaku pribadi selesai,
maka ia mulai memberikan pesan-pesan yang mungkin berarti bagi anak-anak muda
Mataram. " berkata Glagah Putih.
Sabungsari mengangguk-angguk. Satu cara yang agaknya dapat ditempuh. Anak-anak
muda yang ingin membanggakan diri dapat mengikuti pertandingan itu. Mereka dapat
menyalurkan gejolak kemudaan mereka. Pertandingan di alun-alun akan lebih baik
daripada mereka berkelahi di jalan-jalan. Merekapun akan mendapat kepuasan yang lebih
besar karena pertandingan itu akan dilihat oleh banyak orang.
Ternyata anggauta Gajah Liwung yang lain juga berpendapat sama. Anak-anak muda
yang merasa dirinya memiliki kemampuan dan sering memamerkan kemampuannya
dengan cara yang tidak wajar, akan mendapat saluran yang baik untuk menunjukkan
kemampuannya itu. Karena itu, maka Sabungsaripun kemudian berkata " Baiklah. Aku akan
menyampaikannya kepada Ki Wirayuda. Mudah-mudahan Ki Wirayuda sependapat dan
menyampaikannya kepada Ki Patih Mandaraka. "
Dengan demikian, maka anak-anak muda yang termasuk dalam kelompok Gajah
Liwung itu bersepakat untuk apabila diperlukan, membantu melaksanakan pertandingan
itu. Mereka bersepakat bahwa mereka tidak akan ikut serta dalam pertandingan yang
agaknya akan sangat menarik itu.
Demikianlah, dihari berikutnya, Sabungsari dan Glagah Putih telah pergi ke Kotaraja
untuk bertemu dengan Ki Wirayuda yang sudah mulai membaik. Luka-lukanya sudah
hampir sembuh meskipun masih harus dirawat dengan baik.
" Kakangmu Agung Sedayu kemarin lusa datang kemari --berkata Ki Wirayuda. Lalu
iapun bertanya pula " Bukankah ia singgah ke sarangmu" "
" Ya Ki Wirayuda " jawab Glagah Putih"kakang Agung Sedayu menghabiskan sisa
malamnya dirumah tempat tinggal kami.
" Dan sekarang" " bertanya Ki Wirayuda pula.
- Agung Sedayu sudah kembali ke Tanah Perdikan. ~ jawab Sabungsari pula.
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Sementara Sabungsari-pun berkata - Ada pesan
yang ditinggalkan oleh Kakang Agung Sedayu kepada GLagah Putih. Karena itu, kami
sekarang datang menemui Ki Wirayuda untuk membicarakan pesan itu. "
- Apakah pesan Agung Sedayu itu" - bertanya Ki Wirayuda.
- Adi Glagah Putih " berkata Sabungsari - sebaiknya kau saja yang menyampaikannya
kepada Ki Wirayuda. Kau yang mendengar langsung dari Agung Sedayu. Glagah Putih mengangguk kecil. Kemudian katanya kepada Ki Wirayuda " Kakang
Agung Sedayu mempunyai satu gagasan tentang tingkah laku anak-anak muda di Kotaraja
ini, Ki Wirayuda. - Apa gagasannya" " bertanya Ki Wirayuda.
Glagah Putihpun kemudian menceriterakan apa yang dikatakan oleh Agung Sedayu
tentang pertandingan ketrampilan bagi anak-anak muda di Mataram.
Ki Wirayuda mendengarkan dengan saksama. Namun kemudian katanya - Bukankah itu
pertandingan ketrampilan yang biasa diselenggarakan bagi para prajurit, termasuk
ngrampog macan di alun-alun. "
- Ya " jawab Glagah Putih " tetapi apa salahnya jika hal ini dilakukan bagi anak-anak
muda yang sedang bergejolak. Tentu saja dengan pengamatan yang lebih baik, sehingga
tidak terjadi kecelakaan yang dapat membahayakan. Alat-alat yang dipergunakan harus
juga alat-alat yang telah diamati dan diperhitungkan dengan saksama.
Ki Wirayuda mengangguk-angguk. Katanya - Agaknya memang akan sangat menarik.
Tentu banyak anak-anak muda yang berminat. Namun sudah tentu bahwa aku akan
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbicara dahulu dengan Ki Patih Mandaraka. Jika Ki Patih Mandaraka sependapat, maka
Ki Patih tentu akan memanggil beberapa orang pimpinan prajurit yang akan dapat
mengatur pelaksanaannya. "
Sabungsari dengan nada rendah berkata " Jika diperlukan kami akan dapat membantu
pelaksanaannya. " " Apakah kalian tidak akan ikut dalam pertandingan itu" -bertanya Ki Wirayuda "
seandainya pertandingan itu disetujui pelaksanaannya, maka kalian akan dapat
mengikutinya. Biarlah pelaksanaannya diatur oleh para prajurit. Apalagi pertandingan
semacam itu tentu diperlukan banyak orang untuk melaksanakan dan mengamatinya serta
untuk menentukan siapakah pemenangnya. "
" Kami sudah menentukan bahwa kami tidak akan ikut, Ki Wirayuda - berkata
Sabungsari. " Kenapa" - bertanya Ki Wirayuda.
Sabungsari menarik nafas dalam-dalam. Namun ia tidak segera menjawab. Demikian
pula Glagah Putih. Iapun tidak segera mampu menjawab pertanyaan itu.
Tetapi agaknya Ki Wirayuda memahami perasaan anak-anak kelompok Gajah Liwung
itu. Karena itu, maka katanya - Kalian tentu dengan sengaja memberikan kesempatan
kepada orang lain untuk dapat memenangkan pertandingan itu. "
" Bukan begitu Ki Wirayuda " desis Sabungsari " tidak ada kelebihan apapun pada
kami. Kami hanya ingin dapat membantu melaksanakannya. Jika kami tidak ikut dalam
pertandingan itu, maka kami tentu tidak akan dapat ikut melaksanakannya. Kami terikat
pada pertandingan yang akan kami ikuti saja. "
Ki Wirayuda tertawa. Katanya " Kau dapat berkata seperti itu kepada orang lain yang
belum pernah mengenalmu. Tetapi kau tidak akan dapat berkata begitu kepadaku. Apalagi
setelah terjadi pertempuran di Kepatihan itu. Sabungsari dan Glagah Putih saling berpandangan sejenak. Namun merekapun
kemudian telah tertawa pula. Dengan ragu-ragu Sabungsari berkata " Aku tidak dapat
ikut karena aku adalah seorang prajurit. "
" Dan aku adalah adik sepupu seorang prajurit. " sahut Glagah Putih sambil tertawa pula.
Ki Wirayuda tertawa semakin keras. Namun kemudian katanya " Baiklah hal itu akan
kita bicarakan kemudian. Tetapi aku akan berbicara dengan Ki Patih Mandaraka. Sabungsari dan Glagah Putih mengangguk-angguk. Dengan
penuh harapan Sabungsari berkata " Semoga Ki Patih sependapat. Hal ini tentu akan
memeriahkan Mataram pula. "
" Namun para prajurit harus bersiaga sepenuhnya, agar tidak terjadi sesuatu dan tidak
pula dianggap saat-saat Mataram menjadi lengah sehingga dipergunakan pihak lain untuk
mengganggu Mataram. " berkata Ki Wirayuda.
Dengan demikian, maka ternyata Ki Wirayuda telah menyatakan persetujuannya
meskipun ia masih akan menghadap Ki Patih Mandaraka.
Ternyata meskipun masih belum sembuh benar Ki Wirayuda telah berniat untuk
menghadap Ki Patih dikeesokan harinya. Bersama seorang pengawalnya, maka Ki
Wirayudapun telah pergi ke Kepatihan.
Ketika Ki Wirayuda melihat pendapa Kepatihan, maka ia justru melihat Kepatihan
menjadi semakin cantik. Yang telah rusak dalam pertempuran, telah diperbaiki. Bahkan
menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Seperti biasa maka Ki Wirayuda telah diterima oleh Ki Patih di serambi. Sebagaimana
dikatakan oleh Glagah Putih, maka Ki Wirayudapun telah menyampaikan gagasan itu
kepada Ki Patih Mandaraka.
" Satu cara yang baik - berkata Ki Patih ~ tetapi tentu tidak hanya sekali. Sesudah itu
anak-anak muda akan kembali melakukan kenakalan-kenakalan di jalan-jalan dan bahkan
merambah ke lorong-lorong gelap. "
" Mungkin Mataram dapat menyelenggarakannya setahun sekali Ki Patih " berkata Ki
Wirayuda. " Ya. Dan dimulai dari lingkungan-lingkungan yang lebih kecil. Baru kemudian yang
terbaik itulah yang dikirim untuk ikut serta dalam pertandingan di alun-alun. " berkata Ki
Patih Mandaraka " dengan demikian maka gema dari pertandingan itu akan
mengumandang sampai ke Kademangan-kademangan. "
" Jika demikian akan diperlukan waktu yang panjang " desis Ki Wirayuda.
" Ki Wirayuda " berkata Ki Patih kemudian " aku sependapat bahwa untuk kali ini
diselenggarakan langsung dialun-alun.
Namun kemudian diberitahukan, bahwa untuk selanjutnya akan diselenggarakan
bertingkat. Dengan demikian kesempatan untuk mengikuti acara ini menjadi semakin luas.
Bahkan jika hal semacam itu diselenggarakan dilingkungan yang lebih kecil, maka dapat
terjadi tidak usah menunggu setahun sekali. Tetapi dua kali misalnya. Dengan demikian,
mereka tidak sempat lagi terhisap oleh kelompok-kelompok anak-anak nakal, karena
demikian pertandingan selesai, mereka harus bersiap-siap dan melakukan latihan-latihan
untuk pertandingan berikutnya. Bahkan mudah-mudahan anak-anak nakal dalam
kelompok-kelompok tertentu itulah yang tertarik untuk ikut serta dalam kegiatan ini. "
- Mudah-mudahan kegiatan ini dapat mengurangi kegiatan dari kelompok-kelompok
anak-anak nakal itu Ki Patih. " berkata Ki Wirayuda.
Ternyata bahwa pendapat itu telah mendapat tanggapan baik. Ki Patih benar-benar
telah memanggil beberapa orang pimpinan prajurit untuk membicarakan tentang
pertandingan diantara anak-anak muda. Ki Wirayuda yang diminta datang, telah
menguraikan rencana itu terperinci, karena Ki Wirayudalah yang kemudian diperintahkan
oleh Ki Patih untuk memerincinya. Sementara itu Ki Wirayuda memang telah
melakukannya dibantu oleh Sabungsari dan Glagah Putih.
Bahkan Ki Wirayuda telah memerinci pula sampai ke soal-soal yang terkecil. Bahwa
mereka yang terlibat harus disediakan makan dan minum.
Dengan demikian, maka Ki Patihpun telah memerintahkan para pemimpin prajurit untuk
menyusun nama-nama dari mereka , yang bertanggung jawab pada bidang-bidang yang
diperlukan. Seorang bertanggung jawab untuk menyediakan alat-alat. Yang lain
bertanggung jawab tentang tempat. Yang lain lagi harus mengamankan bukan saja
tempat pertandingan, tetapi seluruh lingkungan sekitar Kotaraja. Seorang lagi harus
menyediakan minuman dan makanan selama pertandingan berlangsung bagi semua orang
yang ikut serta dalam kegiatan itu, termasuk para prajurit yang bertugas untuk
mengamankan lingkungan. Dan ternyata tugas-tugas yang lainpun cukup banyak untuk
ditangani. " Ini merupakan satu kegiatan yang besar " berkata Ki Patih Mandaraka"aku akan
segera memberikan laporan kepada Panembahan Senapati. Panembahan Senapati ternyata juga menyetujui diselenggarakannya kegiatan itu.
Apalagi Ki Patih melaporkan rencana itu bersama perincian pelaksanaannya, sehingga
Panembahan Senapati melihat satu rencana besar yang telah siap dilaksanakan. Bahkan Ki
Patih Mandarakapun telah meninjau kemungkinan beaya penyelenggaraannya dengan
perbendaharaan negara yang ada.
- Baiklah paman - berkata Panembahan Senapati - rencana yang telah paman susun
menurut pendapatku cukup baik dan mungkin diselenggarakan. Gagasan Agung Sedayu
ini menurut pendapatku akan memberi pengaruh yang-baik. Bukan saja untuk
menyalurkan gejolak hati anak-anak muda, tetap juga bagi kepentingan Mataram yang
pada suatu saat memerlukan angkatan baru dalam jajaran keprajuritan. "
Ki Patih Mandaraka mengerutkan keningnya, Terlintas di angan-angannya, kesiagaan
Pati yang nampaknya benar-benar tidak mau lagi mengakui kepemimpinan Mataram.
Karena itulah agaknya Panembahan Senapati menghubungkan rencana itu dengan
penyusunan satu angkatan yang baru dalam jajaran keprajuritan untuk memperkuat yang
telah ada. Agaknya Panembahan Senapati mulai mmikirkan kemungkinan Pati
mempergunakan kekuatannya untuk melawan Mataram.
Namun dalam pada itu, Ki Patih Mandaraka masih belum melihat bahaya yang
sebenarnya mengancam Mataram. Karena itu, maka Mataram masih mempunyai waktu
untuk melaksanakan rencananya, meskipun seperti yang pernah dikatakannya sendiri,
bahwa Mataram harus bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Sejak Panembahan Senapati menyatakan persetujuannya, maka rencana itu dapat
mulai dilaksanakan. Para perwira yang mendapat tugas dalam kegiatan itu telah
melaksanakan tugas mereka masing-masing dengan sungguh-sungguh.
Ketika persiapannya sudah menjadi semakin mapan, maka rencana itupun telah
diumumkannya. Seperti yang diduga, maka rencana pertandingan ketrampilan
itu telah menggelitik anak-anak muda di Mataram. Meskipun mula-mula mereka
sekedar membicarakan satu dengan yang lain. Namun kelompok-kelompok anak-anak
muda yang sudah mengaku bernama Gajah Liwung itu di Mataram dengan kekuatan yang
sangat besar, sehingga berani berusaha merampok dan membunuh Ki Patih Mandaraka,
benar-benar telah tertarik untuk mengikutinya.
- Satu kesempatan untuk menunjukkan kelebihan mereka " berkata seorang perwira
yang ikut menangani pertandingan itu.
Namun Ki Wirayuda juga berkata " Juga satu kesempatan untuk mengenali mereka
dan mencatat nama-nama mereka. ~
Perwira itu tersenyum. Katanya " Ki Wirayuda memang cerdik. Pada kesempatan lain,
belum tentu mereka akan dengan senang hati mendaftarkan diri lengkap dengan nama
dan alamatnya. " - Karena itu, maka Ki Wirayuda telah mengemban tugas khusus " berkata perwira
yang lain sambil tertawa.
Ki Wirayudapun tertawa pula. Katanya " Aku bersedia bertukar tempat. "
- Seandainya kami bersedia, belum tentu Panglima kami mengijinkannya " jawab
perwira yang pertama. Ki Wirayudapun kemudian hanya tersenyum saja.
Demikianlah dari hari ke hari, pertandingan itu menjadi scma- * kin dekat. Jika mulamula
para perwira menjadi ragu-ragu karena tidak segera ada yang menyatakan ikut serta
dalam pertandingan, namun kemudian anak-anak muda telah berdatangan. Ada diantara
mereka yang hanya ikut untuk satu saja jenis pertandingan. Tetapi ada diantara mereka
yang mengikuti dua bahkan tiga jenis pertandingan. Namun mereka telah menyatakan
jenis-jenis yang diutamakan, jika terjadi waktu yang bersamaan.
Semakin dekat dengan hari-hari yang telah ditentukan, maka para petugaspun menjadi
semakin sibuk. Bahkan hari-hari penye-lenggaraanpun menjadi bertambah panjang karena
banyaknya para peserta. Namun satu hal yang diharapkan oleh Ki Wirayuda benar-benar telah terjadi. Anak-anak
muda dari kelompok-kelompok tertentu
telah dengan sengaja menunjukkan keanggotaan mereka pada kelompokkelompok
itu. Memang dengan demikian terjadi satu persaingan. Tetapi persaingan untuk
satu pertandingan yang tertib. Bukan persaingan untuk menunjukkan kelebihan mereka
masing-masing dengan berkelahi di pinggir jalan.
Sementara itu, ternyata di beberapa tempat telah nampak latihan-latihan yang
bersungguh-sungguh. Hampir di setiap pa-dang rumput, ara-ara yang agak luas atau
halaman-halaman bebahu Kademangan, latihan-latihan berlangsung terus.
Bahkan disawah-sawah yang baru saja dipanen hasilnya, beberapa kelompok anak
muda telah mengadakan latihan memanah dengan sasaran sebagaimana akan
dipergunakan dalam pertandingan. Bentuk orang-orangan yang kecil digantungkan pada
sebuah tali. Orang-orangan yang memiliki kepala, leher dan tubuh. Kemudian dibawahnya
digantungkan sebuah bulatan yang agak besar. Setiap bagian dari orang-orangan itu
mempunyai nilai sendiri. Kepala mendapat nilai terbanyak, kemudian leher dan tubuh.
Sedangkan mereka yang mengenai bulatan yang agak besar yang digantungkan yang
biasanya bahannya sebuah jeruk bali atau buah-buahan yang lain, justru malahan
didenda. Sedangkan anak-anak muda yang lain telah berlatih sodoram, dengan tongkat yang
ujungnya ditutup dengan bahan yang lunak, yang biasanya dipergunakan adalah sobekansobekan
kain atau sabut yang dipergunakan sebagai tombak sedangkan ditangan kirinya
membawa perisai serta duduk di punggung kuda, bertanding untuk menjatuhkan
lawannya dari punggung kudanya.
Yang lain lagi bertanding melempar sasaran dengan tombak sambil naik kuda yang
berlari cepat. Sedangkan bagi mereka yang benar-benar memiliki kemampuan
diselenggarakan pertarungan melawan lembu-lembu jantan.
Bagi para remaja diselenggarakan pertandingan khusus. Bin-ten, bergumul diatas
jerami dan semacam sodoran, tetapi tidak dengan naik kuda. Sebagai gantinya, mereka
yang mengikuti sodoran duduk di pundak kawannya yang menjadi pasangannya.
Dengan demikian, maka Mataram menjadi ramai dengan latihan-latihan. Rasa-rasanya
justru menjadi hidup dan anak-anak
mudapun rasa-rasanya mempunyai kegiatan yang dapat mengisi -waktu-waktu mereka
yang luang. Terutama anak orang-orang yang hidupnya berkecukupan, sehingga tidak
perlu bekerja disawah atau pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Namun bukan berarti bahwa anak-anak muda dari lingkungan petani tidak dapat ikut
serta. Banyak diantara mereka yang ikut. Di-sore hari, setelah bekerja disawah, mereka
berlatih dimana saja. Terutama jenis panahan.
Dalam pada itu, anak-anak muda dari kelompok Gajah Liwung benar-benar tidak ada
yang ikut serta. Ketika kedua murid Ki Ajar Gurawa menghubungi Sabungsari dan Glagah
Putih, maka mereka mendapat penjelasan bahwa anggauta kelompok Gajah Liwung tidak
ada yang ikut serta. " Kami telah menyatakan untuk menyediakan diri membantu penyelenggaraan itu.
Namun Ki Wirayuda mengatakan bahwa tenaga para prajurit sudah cukup banyak. Jika
kami ikut serta, maka kami justru akan menjadi canggung. " berkata Sabungsari kepada
< kedua murid Ki Ajar Gurawa.
Sementara itu Ki Ajar Gurawa sendiri berkata -- Aku sependapat. Sebaiknya kalian tidak
ikut serta. Namun kalian sempat mengenali anak-anak muda yang ikut dalam
pertandingan-pertandingan itu karena mereka akan mempergunakan ciri-ciri dari
kelompok mereka masing-masing. Hal itu perlu, karena setelah pertandingan itu selesai,
maka tentu ada golongan yang tidak puas. "
" Tetapi maksud dari pertandingan-pertandingan itu justru untuk meredam kenakalan
para anak muda dan remaja ~ berkata Glagah Putih.
" Ya. Sebagian akan memilih kegiatan itu dari kenakalan-kenakalan yang tidak
bertanggung jawab. Apalagi jika mereka tahu bahwa pada kesempatan lain akan
dilangsungkan pertandingan serupa atau pendadaran untuk memasuki lingkungan
keprajuritan atau kepentingan-kepentingan yang lain yang berhubungan dengan
ketrampilan olah kanuragan. - berkata Ki Ajar Gurawa. Namun katanya kemudian "
Tetapi disamping mereka itu tentu ada pula anak-anak muda yang masih saja berkeras
kepala untuk mempertahankan
sikapnya yang tidak bertanggung jawab itu. Atau karena mereka gagal meraih
kemenangan di arena penandingan, maka mereka telah memilih dunia mereka yang lama.
Dunia kenakalan anak-anak muda. "
Sabungsari dan Glagah Putih mengangguk-angguk. Namun Glagah Putih ternyata masih
bertanya " Jadi bagaimana menurut pendapat Ki Ajar" Apakah kegiatan ini ada juga
gunanya" - " Temu, tentu " jawab Ki Ajar " gunanya banyak sekali. Namun yang aku katakan
adalah disela-sela arti dari kegiatan ini, agaknya masih harus mendapat pengawasan yang baik. "
Sabungsari dan Glagah Putih masih juga mengangguk-angguk. Mereka mengerti
maksud Ki Ajar Gurawa dan merekapun sependapat, bahwa kegiatan itu tidak dapat
dengan serta merta menghapuskan kenakalan anak-anak muda.
Tetapi kegiatan itu setidak-tidaknya akan dapat memalingkan perhatian anak-anak
muda itu kepada sesuatu yang lebih berarti daripada berkelahi di jalan-jalan. Karena
berkelahi di jalan-jalan tidak akan mendukung keberhasilan mereka dalam bidang apapun
juga. Ketika saatnya menjadi semakin dekat, maka alun-alun Mataram telah mulai sibuk.
Beberapa arena telah dibuat. Alun-alun itu dibagi menjadi beberapa arena yang dipagari
dengan gawar lawe. Dihari-hari pertama akan diselenggarakan pertandingan yang tidak terlalu berat.
Panahan dan ternyata juga diselenggarakan pa-seran. Sedangkan disudut lain para remaja
akan bermain binten. Disebelah lain anak-anak remaja juga akan melakukan pertandingan
yang lain lagi. Ketika saatnya pertandingan itu tiba, maka anak-anak muda dan remaja yang akan
mengikutinya telah bersiap-siap. Sebagaimana yang ditentukan, maka menjelang matahari
sepenggalah, semua jenis pertandingan yang ditentukan diselenggarakan pada hari
pertama akan dimulai. Namun nampaknya hari-hari pertama, meskipun mula-mula alun-alun penuh dengan
orang-orang Mataram yang akan melihat pertandingan itu, namun ketika matahari
menjadi semakin terik, maka para penontonpun menjadi surut. Mereka memang tidak begitu telaten melihat
pertandingan dihari-hari pertama. Yang mereka tunggu adalah pertandingan sodoran,
melempar dengan lembing sasaran yang telah disediakan dan puncak dari acara
pertandingan adalah beradu dengan lembu jantan yang masih liar.
Pada permulaan dari pertandingan itu sudah nampak, kelompok-kelompok anak muda
dengan ciri-cirinya masing-masing. Namun merekapun telah memusatkan perhatian
mereka pada pertandingan-pertandingan yang telah diselenggarakan. Mereka sesuai
dengan gilirannya, duduk dalam kelompok-kelompok menurut urutan mereka, dengan
busur dan anak panah. Yang setiap kali terdengar sorak gemuruh justru pada arena pertandingan para remaja.
Ternyata para remaja mampu menunjukkan kelebihan mereka masing-masing. Mereka
yang ikut bertanding dalam pertandingan gulat diatas jerami telah mampu menarik
perhatian. Yang sudah merasa kalah harus memberi isyarat dengan mengembik seperti
seekor kambing. Sorak dan suara tertawa gemuruh bagaikan menggetarkan arena perkelahian anakanak
remaja diatas jerami itu. Setiap kali terdengar mereka yang merasa kalah
mengembik, maka sorakpun telah meledak. Sementara dua orang pengamat yang terdiri
dari para prajurit, mengikuti setiap perkelahian dengan seksama agar anak-anak remaja
yang mengikutinya tidak melakukan pelanggaran. Mereka tidak boleh menggigit, tidak
boleh menggelitik dan tidak boleh memukul dengan cara apapun juga.
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Disisi lain, anak-anak yang bertanding bintenpun dikerumuni oleh banyak orang.
Beberapa orang anak remaja, harus meninggalkan arena dengan berjalan tertatih-tatih.
Namun meskipun mereka menyeringai menahan sakit dan dinyatakan kalah, namun
mereka merasa gembira, bahwa mereka telah ikut dalam satu pertandingan yang
diselenggarakan dan diawasi oleh para prajurit.
Demikian pula anak-anak muda yang bertanding di arena panahan dan paseran.
Dua hari pertandingan itu berlangsung. Terakhir dipilih beberapa orang terbaik untuk
ikut dalam pertandingan terakhir untuk menentukan para pemenangnya.
Anak-anak dari kelompok Gajah Liwung hanya sekedar hadir untuk menonton
pertandingan itu. Mereka menonton dari satu arena ke arena yang lain. Mereka
memperhatikan terutama para peserta pertandingan bagi anak-anak muda.
Dari ciri-ciri yang nampak pada anak-anak muda itu, para anggauta Gajah Liwung
melihat bahwa pada putaran-putaran mendekati putaran terakhir anak-anak muda itu
benar-benar tersaring. Namun hampir semua kelompok yang terhitung besar di Mataram
seakan-akan terwakili. Sebelum jenis-jenis pertandingan diselesaikan pada putaran terakhir, maka
pertandingan yang lain telah dilakukan.
Alun-alun menjadi penuh ketika pertandingan melemparkan lembing dari atas
punggung kuda diselenggarakan. Arena pertandingan yang lain untuk sementara tidak
dibuka. Tidak ada lagi anak-anak remaja yag harus bertanding. Yang masih tersisa
putaran terakhir akan dilakukan pada hari-hari yang sudah ditentukan.
Pertandingan melemparkan lembing pada sasaran yang sudah disiapkan ternyata
menghisap penonton banyak sekali. Beberapa ekor kuda yang terhitung baik sudah siap
dialun-alun demikian matahari terbit. Pengikutnya memang jauh lebih sedikit dari
pertandingan memanah. Namun nampaknya pertandingan ini akan menjadi sangat ramai.
Gawar lawe telah ditarik dari pinggir alun-alun sampai ke pinggir yang lain. Diluar
gawar lawe terdapat beberapa orang-orangan dari jerami yang dilekatkan cukup tebal
pada sebatang. bambu yang ditanam satinggi orang. Jerami itu diikat menjadi beberapa
kerat yang disebut kepala badan dan kaki. Lontaran lembing yang mengenai keratankeratan
tersebut mendapat nilai yang tidak sama. Kepala adalah sasaran yang dinilainya
tertinggi. Beberapa orang prajurit nampak besiap-siap di sekitar arena pertandingan. Diluar
gawar lawe, prajurit berjaga-jaga jika terjadi kemungkinan buruk para peserta. Menurut
perhitungan para penyelenggara memang mungkin terjadi satu dua orang terlempar jatuh
dari kudanya jika ada sedikit saja kesalahan perhitungan.
Ketika penandingan sudah hampir dimulai, makaanak-anak muda yang menyatakan diri
ikut dalam pertandingan itu sudah bersiap. Seperti pertandingan yang terdahulu, maka
diantara mereka terdapat anak-anak muda dengan ciri kelompok mereka masing-masing.
Tetapi selain mereka, masih ada pula anak-anak muda yang ikut serta.
Tetapi karena pertandingan ini termasuk pertandingan yang agak lebih mahal, karena
dalam latihan-latihan para pesertanya sudah harus memiliki seekor kuda, maka para
pesertanya pada umumnya adalah anak-anak muda dari keluarga yang berada. Ada
diantara mereka anak-anak para pemimpin pemerintahan di Mataram. Anak-anak para
pemimpin keprajuritan serta pejabat-pejabat yang lain. Selain mereka adalah anak-anak
muda dari beberapa padukuhan. Mereka adalah anak-anak para pedagang, para saudagar
dan para petani yang berada, Tetapi ada pula anak-anak muda dari lingkungan orang
kebanyakan yang dijagoi oleh para Demang dan bebahu Kademangannya.
Kademanganlah yang mengusahakan kuda bagi mereka sejak menjalani latihan-latihan.
Para Demang akan berbangga jika ada diantara anak-anak mudanya yang dapat
menduduki urutan atas dari pertandingan itu, Karena pada umumnya anak-anak orang
berada hadir tidak mewakili Kademangan atau apalagi padukuhannya. Mereka ikut dalam
pertandingan atas nama mereka sendiri. Atau bahkan memakai ciri-ciri kelompok mereka.
Sedangkan kelompok yang lain adalah kelompok-kelompok dari perguruan-perguruan
yang ada disekitar Mataram. Meskipun jumlahnya tidak banyak, tetapi mereka adalah
anak-anak muda yang justru terlatih dengan baik.
Ketika seorang diantara para penyelenggara membuka pertandingan itu, diumumkan
bahwa pesertanya adalah duapuluh enam orang.
Sabungsari dan Glagah Putih berdiri diantara para penonton yang memenuhi alun-alun.
Para anggauta Gajah Liwung yang lain-pun telah berada di alun-alun pula. Namun
agaknya mereka sengaja berpencar. Demikian pula Ki Ajar Gurawa dengan kedua orang
muridnya. Ketika bende berbunyi sekali, maka para peserta telah berkumpul ditempat yang telah
disediakan. Sementara kuda-kuda me-rekapun telah ditempatkan di tempat yang
ditentukan pula. Bende berbunyi dua kali, maka para peserta itupun telah bersiap dengan
kuda masing-masing sesuai dengan urutan mereka hasil undian yang telah
diselenggarakan sehari sebelumnya. Orang yang pertama kali mendapat giliran telah
berada di punggung kudanya sambil membawa lembing. Ia harus mengenai satu diantara
orang-orangan yang dipasang diluar gawar lawe di satu sisi yang tidak terlalu dekat
dengan para penonton, untuk menjaga agar tidak terjadi kecelakaan, bahwa lembing itu
akan meleset dan terlempar kearah penonton.
Sejenak kemudian, setelah peserta itu dianggap cukup memusatkan perhatiannya pada
pertandingan itu, terdengarlah bende yang ketiga kalinya. Kemudian seorang perwira
yang telah ditunjuk telah berdiri diatas sebuah panggung kecil dengan pedang terhunus.
Perwira itulah yang kemudian akan meneriakkan aba-aba bagi para peserta.
Ketika ia kemudian memberikan aba-aba setelah gaung bunyi bende berhenti, maka
orang yang pertama telah memacu kudanya meluncur seperti anak panah. Tombaknyapun
telah siap diayun dilontarkan kearah orang-orangan yang disediakan.
Demikian lembing itu dilontarkan dan hinggap kesasaran, maka terdengar sorak yang
gemuruh. Namun yang dikenai oleh peserta yang pertama itu bukan kepalanya. Namun
badannya. Sehingga nilai yang didapatkan dari hasil lontaran lembingnya bukan nilai
terbanyak. Tetapi nilai lain ikut pula menentukan. Laju kudanya, ketrampilan menunggang
kuda serta cara melemparkan lembing. Sehingga dengan demikian, maka peserta yang
pertama, yang hanya mengenai badannya, masih dapat berharap untuk dapat menjadi
peserta yang terpilih untuk mengikuti putaran terakhir dari pertandingan itu.
Dalam pada itu, peserta keduapun telah bersiap pula. Perwira yang memberikan abaaba
itupun telah mengayunkan pedangnya untuk memberi isyarat kepada peserta itu.
Kemudian, aba-aba itupun telah diteriakkannya pula.
Seperti peserta yang pertama, kudanya juga meluncur berlari kencang sekali. Pada
saatnya, lembingnya telah terlepas dari tangannya dan mematuk sasaran. Sorakpun
meledak namun kemudian terdengar keluhan diantara mereka yang kecewa. Lembingnya
yang sebenarnya menyentuh kepala, namun lembing itu tidak mau hinggap. Ketika kuda
peserta itu meluncur menuju ke batas akhir, lembing itu telah terjatuh di tanah. Sehingga
dengan demikian, nilainya menjadi berkurang sesuai dengan ketentuan.
Demikianlah, satu demi satu para peserta telah melakukan pertandingan itu. Sorakpun
selalu terdengar gemuruh memenuhi udara. Bahkan pada saat-saat yang memukau
karena sebuah lembing yang hinggap dikepala, maka sorakpun bagaikan meruntuhkan
langit. Para petugas yang terdiri dari para prajuritpun menjadi sibuk, Mereka harus memungut
lembing yang telah dilontarkan oleh para peserta sehingga tidak mengganggu peserta
berikutnya. Sabungsari dan Glagah Putih mengikuti pertandingan itu dengan saksama. Dengan
nada datar Sabungsari berkata - Seandainya aku ikut serta, maka aku tidak akan
mengenai apapun juga. Jangankan kakinya, tiangnyapun tidak. "
Glagah Putih tertawa pendek. Sambil mengikuti salah seorang peserta yang sedang
meluncur ia berkata " Nah, lihat. Bagaimana ia memegang lembing. Ia sama sekali tidak
memperhitungkan keseimbangannya sehingga nampaknya tangannya terlalu kedepan. "
Seperti yang diduga oleh Glagah Putih. Lembing itu sebenarnya dapat mengenai badan
salah satu sasaran yang dipasang. Tetapi ekornya tidak cukup terangkat, sehingga
lembing itu akhirnya terjatuh.
- Nah. Mungkin kau akan dapat berbuat lebih baik " berkata Glagah Putih kemudian jika kau hentakkan kekuatanmu, maka lembing itu tidak saja hinggap di ikatan jerami itu.
Tetapi akan menembus langsung dan memecahkan tiang-tiangnya. Atau kau pakai cara
lain. Kau bakar orang-orangan yang berdiri berderet itu sampai habis dengan pandangan
matamu, sehingga tidak ada lagi sasaran yang harus kau kenai. "
Sabungsari tertawa pula. Sementara anak muda yang gagal itu menjadi sangat kecewa.
Ia tidak lagi berharap untuk dapat ikut dalam putaran terakhir, karena yang akan dipilih
dari semua peserta itu hanyalah lima orang saja.
Demikianlah, maka akhirnya orang yang terakhirpun telah bersiap-siap untuk berpacu
dan melemparkan lembingnya. Sementara itu matahari telah mulai bergeser ke Barat.
Namun arah matahari tidak banyak berpengaruh atas pertandingan itu, karena arena
untuk berpacu kuda para pelempar lembing adalah membujur dari Utara ke Selatan.
Ternyata anak muda yang mendapat giliran terakhir berdasarkan undian itu adalah
anak muda yang sangat tangkas. Sejak ia me-loncat kepunggung kuda sudah nampak,
bagaimana ia memiliki ketrampilan yang tinggi. Ketika Glagah Putih melihat anak muda itu
menimang lembing lebih dahulu untuk mendapatkan keseimbangan. Tetapi justru
senjatamu terletak di biji matamu, maka kau terlalu jarang bermain dengan senjata. "
Sabungsari tersenyum. Katanya " Bukankah lebih ringan membawa biji mata daripada
membawa lembing" - Glagah Putihpun tersenyum pula. Namun dahinya mulai berkerut ketika ia melihat anak
muda dipunggung kuda itu bersiap-siap untuk menghentak kudanya.
Demikianlah, maka sejenak kemudian, kudanya meluncur dengan cepat. Tangannya
yang memegang lembingpun mulai terayun ayun. Begitu kudanya mendekati sasaran,
maka lembing itupun ditariknya dalam ancang-ancang, Kemudian dengan derasnya
lembing itu meloncat dari tangannya.
Bersamaan dengan itu, maka sorakpun menggelegar. Lembing itu ternyata telah
mengenai kepala orang-orangan yang menjadi sasaran tepat ditengah-tengah sehingga
lembing itu telah hinggap dengan kuatnya. Sementara itu, anak muda itu telah menarik
kekang kudanya, sehingga tepat diujung arena yang panjang itu, kudanya berhenti.
Tepuk tangan dan sorak masih memenuhi alun-alun. Para prajurit yang bertugas
memungut lembing itupun ikut bertepuk tangan
pula. Ternyata bidikan anak muda itu tepat mengenai sasaran sesuai dengan
keinginannya. Para perwira yang bertugas menilai pertandingan itupun mengangguk-angguk. Hampir
tidak ada perbedaan sama sekali dalam penilaian di antara mereka terhadap anak muda
yang terakhir. Sementara itu pertandingan dinyatakan selesai pada putaran pertama. Anak-anak muda
dan para penyelenggara mendapat kesempatan untuk beristirahat. Makan dan minum.
Sementara para penilai akan memilih lima orang yang terbaik yang akan diikut sertakan
pada putaran terakhir. Dari lima orang itu akan dipilih seorang yang terbaik diantara
mereka. Namun putaran terakhir itu akan diselenggarakan pada pekan berikutnya. Selain para
pesertanya dapat mematangkan latihan-latihannya dan mungkin juga untuk beristirahat,
maka dihari-hari berikutnya masih akan diselenggarakan pertandingan jenis yang lain
pada putaran pertama. Sambil menunggu pengumuman tentang pemilihan lima peserta terbaik, maka
diumumkan bahwa pada hari berikutnya akan diselenggarakan pertandingan sodoran.
Pertandingan yang tentu akan memanggil lebih banyak penonton. Namun para penyelenggarapun
harus lebih bersiap lagi menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Beberapa saat kemudian, maka diumumkanlah lima orang peserta terbaik dalam
putaran pertama. Sebagian besar dari para penonton masih menunggu, sehingga alunalun
itu masih nampak kelompok-kelompok orang yang ingin mendengarkan pengumuman
siapakah lima orang terbaik dalam pertandingan itu. Terutama anak-anak muda dari
kelompok-kelompok yang ikut serta dalam pertandingan itu. Mereka ingin mengetahui,
apakah kawan-kawannya akan dapat ikut dalam pertandingan putaran berikutnya.
Ketika seorang diantara para perwira kemudian naik keatas sebuah panggungan kecil,
maka orang-orangpun berkerumun dise-kitarnya. Perwira itu membawa catatan namanama
dari kelima orang anak muda yang akan diumumkan.
Orang-orang yang mengerumuninya menjadi tidak sabar ketika
perwira itu masih saja memandang berkeliling, sehingga terdengar beberapa orang
mulai berteriak. Tetapi perwira itu justru dengan sengaja menggoda mereka yang ditekan oleh
ketegangan itu. Sekali ia mengangkat catatannya, namun kemudian tangannya terkulai
lagi sambil tersenyum. " Apakah aku boleh menyebutkannya sekarang" " perwira itu justru bertanya.
Beberapa anak muda berteriak semakin keras. Katanya " Cepat. Sebutkan. "
" Sabarlah - berkata perwira itu " kenapa tergesa-gesa. Kita menunggu para peserta
yang sedang makan dan minum.
" Mereka sudah selesai " teriak anak-anak-anak muda diseki-tar panggungan kecil itu.
" O " perwira itu memandang berkeliling " nampaknya merekapun sudah siap
mendengarkan. " " Cepat. Kami menjadi tidak sabar ~ teriak beberapa orang.
Perwira itu tertawa. Namun iapun kemudian membacakan nama-nama yang sudah
ditunggu-tunggu. Sabungsari dan Glagah Putihpun mengikuti pengumuman itu dengan saksama. Perwira
itu mulai membaca berurutan sesuai dengan giliran mereka masing-masing.
Ternyata yang berhak ikut dalam putaran berikutnya adalah mereka yang mendapat
giliran bertanding pada urutan ketiga, urutan ke tujuh, urutan keduabelas, urutan
keduapuluh dan urutan terakhir, urutan ke duapuluh enam.
Tepuk tangan dan sorakpun kembali mengguruh mengguncang alun-alun Mataram.
Sabungsari dan Glagah Putihpun sebagian besar sependapat dengan pendapat beberapa
orang perwira yang bertugas untuk menilai. Namun menurut Sabungsari peserta urutan
ketigabelas termasuk peserta yang baik yang tentu nilainya tidak akan terpaut banyak
dengan peserta kedua puluh. Bahkan menurut Sabungsari, peserta ketigabelas
mempunyai sedikit kelebihan dari peserta keduapuluh dalam menguasai kudanya. Namun
Sabungsari seandainya ikut menilai, juga tidak keberatan untuk menyetujui peserta
keduapuluh mendapat nilai lebih jika penilai berpendapat demikian.
" Tetapi kau bukan penilai " desis Glagah Putih.
" Seandainya " jawab Sabungsari. Namun iapun bertanya " Jika kau ditunjuk sebagai
penilai, bagaimana pendapatmu"
Sambil tersenyum Glagah Putih menjawab - Pendapatku sama seperti yang telah
diumumkan itu. " Sabungsaripun kemudian bersungut - Kau hanya malas untuk sedikit merenung. "
Glagah Putih tertawa. Katanya - Tidak. Kau kira aku tidak sibuk menilai. "
Sabungsaripun kemudian tertawa pula sambil berkata " Kau sekarang mulai menjadi
pemalas. Nah, kita berjanji sekarang. Besok, dalam pertandingan sodoran, kita akan ikut
menilai. " Tidak ada yang harus dinilai " jawab Glagah Putih " siapa yang jatuh dari
kuda, ialah yang kalah. "
" Tetapi jika ada yang melanggar paugeran" - sahut Sabungsari.
-Tentu saja para pengamat yang terdekat yang melihatnya. Kita akan melihat sodoran
itu dari kejauhan - jawab Glagah Putih.
Sabungsari menggelengkan kepalanya. Katanya - Kau sekarang memiliki kemampuan
terbaru. Srekalan. Dimana kau berguru" "
Glagah Putih tertawa berkepanjangan.
Sementara itu. kelima orang yang disebut sebagai peserta terbaik yang akan turut
dalam putaran terakhir, telah diminta untuk maju dan berdiri dipanggungan kecil itu. Dari
ciri-ciri mereka, Sa bungsari dan Glagah Putih segera mengetahui bahwa seorang diantara
mereka adalah anak muda dari kelompok Macan Putih. Seorang dari kelompok Sidat
Macan. Dua orang nampaknya mewakili dua buah Kademangan dan seorang mewakili
sebuah Padepokan. " Bagus " desis Glagah Putih.
" Apa yang bagus" - bertanya Sabungsari.
Sebelum menjawab Glagah Putih sudah tertawa lebih dahulu. Namun akhirnya iapun
berdesis " Para peserta yang terpilih nampaknya cukup merata. Nah, kau akan berkata
apa lagi" " Sabungsari tertawa. Tetapi ia tidak menjawab.
Namun dalam pada itu, Ki Ajar Gurawapun mendekati mereka sambil berdesis " Nah,
nampaknya para penilai cukup bijaksana. Penilaian mereka cukup cermat, sementara itu,
para pe-sertapun merasa puas. Tidak ada, kelompok atau golongan yang di- anak
emaskan dan golongan yang dianak tirikan. Betapapun nakalnya anak-anak Macan Putih
dan Sidat Macan, namun mereka yang benar-benar menunjukkan kemampuan dan
ketrampilan, terpilih juga dalam putaran terakhir. Tetapi aku tidak melihat anak-anak dari
Kelabang Ireng dan kelompok yang lain. "
Sabungsari mengangguk-angguk. Katanya - Kelabang Ireng dan yang lain termasuk
kelompok-kelompok yang lebih kecil. Tetapi mungkin diantara mereka akan ada yang
muncul dipertan-dingan yang lain. "
Ki Ajar Gurawa mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun berkata " Juga tidak ada
peserta yang lolos dari kelompok Gajah liwung. "
Sabungsari dan Glagah Putih tertawa. Sambil tertawa Sabungsari menjawab "
Seandainya anggota Gajah Liwung ada yang ikut serta, maka ia tentu akan menjadi
seorang yang kebingungan di arena. Apalagi jika turun dalam pertandingan besok,
sodoran. - Ki Ajar Gurawa tertawa. Namun iapun segera melangkah pergi, menyusup diantara
beberapa orang yang masih bertebaran di alun-alun.
Di keesokan harinya, ketika pertandingan sudah dipersiapkan dengan arena yang
berbeda dari arena yang dipergunakan sebelumnya, maka para penontonpun telah
memenuhi alun-alun. Sabungsari dan Glagah Putih juga sudah ada di alun-alun. Demikian
pula para anggauta Gajah Liwung yang lain yang memencar. Ki Ajar Gurawapun telah ada
pula diantara para penonton bersama kedua orang muridnya.
Ada delapan pasang anak-anak muda yang akan turun ke arena, sehingga jumlah
11 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seluruh peserta ada enambelas orang. Dari jumlah itu akan diperoleh empat pasang yang
akan .bertanding di keesokan harinya. Kemudian pada putaran terakhir, dua orang terbaik
akan berhadapan. Demikian pertandingan itu akan dimulai, maka sorakpun terdengar
gemuruh memenuhi alun-alun. Mereka seakan-akan menjadi tidak sabar lagi
menunggu lebih lama, sementara matahari mulai memanjat naik.
Arena yang disiapkan tidak lagi gawar yang ditarik memanjang. Tetapi satu lingkaran
yang besar dikitari oleh gawar lawe dan dijaga oleh sejumlah prajurit. Beberapa orang
perwira mendapat tugas untuk mengamati dan menilai pertandingan yang akan
dilaksanakan ditengah-tengah arena yang bulat dan cukup luas itu.
Ketika para penyelenggara sudah siap, maka terdengar suara bende sekali. Yang
nampak kemudian, dua orang yang mendapat urutan undian pertama telah muncul di
arena. Sekali lagi sorakpun membahana. Sementara kedua orang itu mendekati para
penyelenggara sambil menuntun seekor kuda untuk memberikan urutan undian mereka.
Seorang perwira masih memberikan beberapa pesan pendek untuk mengingatkan
paugeran yang sudah disepakati bersama.
Kemudian ketika bende berbunyi kedua kalinya, keduanya-pun segera membenahi diri
dan kudanya. Melihat alat yang akan mereka pergunakan, menimang dan menelitinya.
Kemudian ketika bende berbunyi untuk ketiga kalinya, keduanyapun telah meloncat keatas
punggung kuda mereka masing-masing.
Sejenak kemudian, keduanya telah bersiap untuk mulai dengan pertandingan sodoran.
Perisai sudah dikenakan ditangan kiri, sedang ditangan kanan memegang tongkat yang
panjang, sementara ujungnya dibalut dengan sabut kelapa yang diikat kuat-kuat shingga
tidak mudah terlepas. Siapa yang lebih dulu terjatuh dari punggung kudanya, maka ia akan dinyatakan kalah,
Demikianlah sejenak kemudian seorang perwira telah memberikan aba-aba untuk mulai
dengan pertandingan. Diiringi sorak mereka yang menonton pertandingan itu, maka kedua ekor kuda itupun
telah berlari menjauh untuk mengambil ancang-ancang.
Kemudian, setelah mereka bersiap, maka keduanyapun memacu kudanya sambil
menundukkan tongkat kayu mereka sepanjang tombak panjang itu. Namun mereka
masing-masing pun telah menyiapkan perisai mereka untuk menahan dorongan ujung tongkat kayu mereka agar
mereka tidak terlempar dari punggung kuda mereka.
Ketika kedua ekor kuda itu berpapasan, maka ujung tongkat masing-masing telah
membentur perisai lawan. Tetapi merekapun telah beradu ketrampilan. Mereka tidak
membentur ujung tongkat lawan dengan perisai mereka, sehingga mereka akan dapat
terlempar karenanya. Tetapi mereka berusaha untuk menepis ujung-ujung tongkat itu,
sehingga tidak terjadi benturan sepenuhnya.
Pada benturan pertama, kedua anak muda itu masih tetap berada di punggung kuda
mereka. Karena itu, maka dengan tangkas mereka mempermainkan kendali kuda mereka
sehingga kuda-kuda itupun berputar. Ternyata keduanya tidak sempat mengambil ancangancang
lagi. Ujung-ujung tongkat yang dibalut dengan sabut yang telah diperlunak itu,
segera berusaha untuk mematuk lawan bertanding, sehingga dengan demikian, maka
kuda-kuda itupun telah berputaran ditengah-tengah arena. Sekali-sekali satu di-antaranya
telah berusaha menjauhi lawannya untuk memperbaiki keadaannya jika mereka
mengalami kesulitan. Sorak para penonton telah membuat kedua orang anak muda itu berdebar-debar.
Mereka tidak terbiasa mendengar orang-orang bersorak dan berteriak-teriak bagi mreka.
Dalam latihan yang mereka lakukan sebelumnya, banyak orang yang menonton dan juga
berteriak. Tetapi tidak gemuruh seperti di alun-alun itu.
Karena itu, selain kedudukan mereka yang kadang-kadang sulit karena ketrampilan
lawan dan tingkah kuda-kuda mereka, me-nontonpun ternyata membuat mereka menjadi
agak gemetar juga. Tetapi ketika keringat mulai membasahi tubuh mereka, maka sedikit demi sedikit
mereka mampu melupakan para penonton itu.
Dengan demikian, maka pertandingan itu semakin lama menjadi semakin sengit,
Keduanya berusaha untuk dapat menjatuhkan lawannya. Namun keduanyapun bertahan
agar mereka tidak terlempar dari kuda masing-masing.
Keduanya kadang-kadang bertanding pada jarak yang pendek. Dengan tangkas mereka
mempermainkan tongkat-tongkat mereka. Namun merekapun terampil mempergunakan perisai mereka.
Namun akhirnya, seorang diantara merekapun menjadi lengah. Mereka yang sedang
terlibat dalam pertandingan jarak pendek itu saling mendesak. Namun tiba-tiba saja,
seorang diantara keduanya telah kehilangan perisainya yang terjatuh dari tangannya.
Sebelum ia sempat berbuat sesuatu, maka ujung tongkat lawannya telah menekan
dadanya, sehingga iapun telah terjatuh dari kudanya.
Sorak bagaikan memecahkan dataran langit yang jernih. Tertatih-tatih anak muda yang
jatuh dari kudanya itu berdiri. Seorang diantara para prajurit yang mengikuti pertandingan
itu dengan cepat memasuki arena dan menolong anak muda itu melangkah menepi,
sedang prajurit yang lain telah berusaha menangkap kendali kudanya. Sementara seorang
diantara mereka yang mengamati pertandingan itu telah minta peserta yang lain untuk
bergeser ming- Ternyata anak muda yang jatuh itu tidak mengalami cidera apapun. Ia masih sempat
tersenyum meskipun harus menundukkan kepalanya.
Demikianlah, peserta pada urutan keduapun telah bersiap-siap. Keduanya segera
masuk ke arena setelah bende berbunyi sekali. Kemudian dua kali dan akhirnya tiga kali
seperti peserta yang pertama.
Seorang perwira telah berada di tengah tengah arena untuk memberikan aba-aba
kepada keduanya untuk mulai dengan pertandingan.
Demikianlah, pertandingan itupun telah berlangsung untuk kedua kalinya. Masingmasing
telah mengerahkan segenap kemampuannya. Tongkat mereka terayun-ayun dan
kemudian mematuk kearah lawan. Namun dengan tangkas perisai lawannya telah
menepisnya, sehingga ujung tongkat yang dilapisi serabut kelapa yang telah dilunakkan
itu tidak menyentuh tubuhnya.
Sorak penonton masih tetap gemuruh. Dengan demikian mereka telah membuat kedua
orang anak muda yang sedang bertanding itu menjadi semakin bergairah.
Namun pertandingan itupun akhirnya selesai juga. Seorang -diantaranya harus
mengakui kelebihan lawan bertandingnya ketika ia perlahan-lahan bergeser dan akhirnya
harus turun dari kudanya.
Anak muda itu sendiri tertawa. Meskipun ia dinyatakan kalah, tetapi ia merasa bahwa ia
telah mendapatkan satu pengalaman yang sangat berharga.
Demikian ia meninggalkan arena sambil menuntun kudanya, maka seorang kawannya
telah menemuinya, Sambil tertawa anak muda yang kalah itu berkata " Lain kali jika
diadakan lagi aku akan tampil lebih baik. "
Peserta dalam urutan ketigapun kemudian tampil, kemudian keempat dan ketika urutan
kelima memasuki arena, maka Sabungsari dan Glagah Putih mengerutkan dahinya.
Hampir berbareng mereka berpaling. Hampir berbareng pula keduanya membuka
mulutnya, namun keduanya urung berbicara.
" Kau atau aku yang berbicara " desis Sabungsari kemudian.
Glagah Putih tersenyum. Katanya " Biar kau sajalah yang berbicara. Bukankah kau
akan mengatakan bahwa yang memasuki arena itu perlu mendapat perhatian khusus,
karena seorang diantara mereka adalah anak muda dari kelompok Macan Putih sesuai
dengan cirinya. Seorang lagi dari kelompok Sidat Macan. "
Sabungsari justru melemparkan pandangan matanya kepada kedua orang yang berada
ditengah-tengah arena. " He, bicaralah. Bukankah kau akan berbicara " desis Glagah Putih.
- Tidak. Aku tidak akan berbicara apa-apa - sahut Sabungsari.
Glagah Putih tiba-tiba tertawa.
" Kenapa kau tiba-tiba saja tidak jadi berbicara" - bertanya Glagah Putih.
" Aku sudah lupa, apa yang akan aku katakan - jawab Sabungsari.
Glagah Putih tertawa berkepanjangan. Namun iapun kemudian terdiam. Agaknya yang
akan bertanding itu memang menarik perhatian.
Seorang perwira telah siap untuk memberikan aba-aba seperti
pertandingan-pertandingan yang terdahulu. Namun selain perwira itu, dua orang
perwira yang lain telah siap pula berada dipinggir arena. Dua orang prajurit yang lain telah
bersiap-siap pula. Agaknya mereka telah mengenal ciri-ciri kedua orang anak muda itu.
Seorang dari kelompok Macan Putih dan seorang lagi dari kelompok Sidat Macan.
Kelompok yang bermusuhan untuk waktu yang cukup lama.
Kedua orang anak muda yang memasuki arena itupun menjadi tegang. Merekapun
dengan segera mengetahui, bahwa mereka akan saling berhadapan. Tidak dipinggir jalan,
tetapi diarena yang ditunggui oleh para prajurit, ditonton oleh banyak orang dan dibatasi
oleh berbagai macam paugeran didalam lingkaran gawar lawe di alun-alun Mataram.
Seperti sebelumnya, maka bendepun berbunyi sekali, dua kali dan tiga kali. Kemudian
perwira yang ada ditengah-tengah arena itupun telah memberikan aba-aba, agar
pertandingan segera dimulai.
Sesaat kemudian kuda-kuda merekapun mulai bergerak. Ternyata keduanya tidak
melarikan kuda mereka untuk mengambil ancang-ancang. Namun keduanya memilih
untuk segera menjatuhkan lawannya dengan secepatnya menyerang dari jarak yang
pendek tanpa ancang-ancang.
Demikianlah kedua anak muda dari kelompok yang bermusuhan itu agaknya memang
telah membawa dendam dihati masing-masing, sehingga karena itu maka dengan cepat
pertandingan itu menjadi seru.
Sebagian besar dari para penonton tidak mengetahui, bahwa kedua orang anak muda
itu hadir bukan sekedar bertanding. Tetapi nampaknya keduanya memang berniat untuk
menunjukkan kelompok manakah yang lebih unggul diantara |mereka.
Namun dalam pada itu, ampat orang prajurit secara khusus telah menunggui mereka
selain mereka yang sedang bertugas mengamati pertandingan. Satu hal yang tidak
dilakukan sebelumnya. Tetapi para prajurit menganggap bahwa bertemu dalam pertandingan yang diawasi
akan lebih baik daripada berkelahi di jalanjalan.
Demikianlah, keduanyapun segera terlibat dalam pertandingan yang menjadi keras.
Keduanya telah melakukan serangan-seranganyang cepat dan kuat.Namun perisai
merekapun dengan sigap telah menahan serangan-serangan itu.
Anak muda yang memakai ciri Macan Putih hampir saja terpelanting dari kudanya
ketika ujung tongkat lawannya mengenai pundak setelah berhasil memancing gerak
perisainya dan kemudian menyusupkan serangan yang cepat dan kuat.
Tetapi anak muda itu benar-benar tangkas. Dilarikannya kudanya untuk mengambil
jarak. Demikian lawannya mengejar berputaran di arena, anak muda dari kelompok Macan
Putih itu telah berhasil memperbaiki kedudukannya. Bahkan iapun tiba-tiba saja telah
berbalik dan menyongsong lawannya dengan ujung tongkatnya.
Kuda lawannya berlari menyamping. Sambil membungkuk dalam-dalam hampir melekat
dipunggung kudanya, anak muda dari kelompok Sidat Macan itu berhasil menghindar.
Tongkat lawannya hanya berjarak kurang dari sejengkal dari kepalanya ketika kudanya
berlari menjauh. Sejenak kemudian dari jarak yang agak jauh keduanya telah mengambil ancangancang.
Kuda merekapun kemudian berlari kencang kearah yang berlawanan. Keduanya
sudah siap untuk membenturkan kekuatan mereka jika kuda mreka berpapasan.
Demikianlah terjadi benturan yang keras. Keduanya memang hampir saja terlempar
dari kuda masing-masing. Tetapi keduanya dengan tangkasnya telah berhasil bertahan
untuk tetap berada dipunggung kuda. Bahkan dengan satu putaran keduanya telah
berhadapan lagi. Sebuah serangan yang keras sekali telah dilontarkan oleh anak muda
yang berciri kelompok Sidat Macan. Tongkatnya terjulur lurus mengarah ke dada
lawannya. Namun lawannya telah menahan serangan itu dengan perisainya.
Tetapi dengan cepat anak muda dari Sidat Macan itu memutar tongkatnya, justru
memukul perisai lawannya.
Pukulan itu memang keras sekali, sehingga perisai itu terpental dari tangan anak muda
dari kelompok Macan Putih.
Kesempatan itu akan dipergunakan sebaik-baiknnya. Dengan cepat anak muda dari
kelompok Sidat Macan itu menarik tongkatnya sebagai ancang-ancang untuk menyerang
lawannya, anak muda dari kelompok Macan Putih itupun mampu bergerak cepat Demikian
ia menyadari bahwa perisainya terlempar, maka iapun telah memukul tongkat lawannya
yang sedang ditarik untuk membuat ancang-ancang. Pukulan itu demikian kerasnya
sehingga pegangannya menjadi goyah. Ketika tongkat anak muda dari Sidat Macan itu
bergetar, maka satu hentakan keras telah membuat tongkat itu terlempar dari kelompok
Sidat Macan itu. Keduanya tidak dapat mengambil senjata-senjata mereka yang terlepas. Jika mereka
turun dari kuda, maka yang menyentuh tanah terdahulu itu akan dianggap kalah.
Karena itu, maka keduanyapun telah meneruskan pertandingan itu dengan alat yang
masih ada pada mereka. Anak muda dari kelompok Sidat Macan itu hanya
mempergunakan perisai, sementara anak muda dari kelompok Macan Putih itu
mempergunakan tongkat panjangnya.
Para prajurit yang bertugas serta empat orang prajurit yang secara khusus ikut
menunggui pertandingan itu, menjadi tegang. Nampaknya kedua orang anak muda itu
hatinya benar-benar telah terbakar sehingga pertandingan itu menjadi semakin keras.
Dengan perisai ditangan kiri, maka anak muda dari kelompok Sidat Macan itu justru
semakin garang. Ia berusaha bertempur pada jarak yang sangat dekat sehingga kuda kuda mereka itu seakan-akan telah menjadi saling mendesak. Sementara itu, anak muda
yang bersenjatakan tongkat itu telah menekan lawannya dengan tongkat yang
dipeganginya dengan kedua tangannya.
Sejenak mereka saling berdesakan. Namun tiba-tiba saja anak muda yang memegang
tongkat itu telah sempat melepaskan tongkatnya memukul kepala lawannya. Tetapi
dengan tangkas pula anak muda dari kelompok Sidat Macan itu menepis ayunan tongkat
itu dan dengan kuatnya mendorong lawannya dengan sisi perisainya di arah dada.
Dada anak muda dari kelompok macan Putih itu terasa sakit. Tetapi pada jarak yang
begitu dekat, sulit baginya untuk mempergunakan tongkat panjang. Namun ketika ia
terdesak dan hampir saja terjatuh, maka iapun telah melepaskan kendali kudanya dan
menyangkutkan tongkatnya pada tubuh lawannya dengan dipega-nginya dengan kedua
tangannya. Para perwira yang mengamati pertandingan itu segera tanggap akan apa yang terjadi.
Dua orang mengamati telah berlari mendekat. Demikian pula para prajurit yang secara
khusus ikut menunggui pertandingan itu.
Sebenarnyalah yang diperhitungkan oleh para prajurit itu. Keduanya kemudian telah
berayun sejenak. Kemudian jatuh terguling ditanah.
Memang hampir bersamaan. Tetapi anak muda dari kelompok Macan Putih ternyata
lebih dahulu menyentuh tanah, sehingga ketika keduanya bangkit kembali, perwira yang
bertugaspun telah memberikan keputusannya. Bahkan anak-anak muda yang masih
memegang tongkat panjangnya itu dinyatakan kalah, sedangkan anak muda yang
membawa perisai itu justru dinyatakan menang.
Sorak para penonton bagaikan menggugurkan langit. Anak-anak muda yang berciri
kelompok Sidat Macan yang berada di sekitar arena bersorak dan berteriak-teriak.
Anak muda dari kelompok Macan Putih itu tidak segera menerima kekalahan itu. Ia
telah mencoba untuk menyatakan bahwa ia tidak kalah.
" Bukankah kami jatuh bersama-sama" " bertanya anak muda dari kelompok Macan
Putih itu. " Ya jawab perwira yang memberikan keputusan itu
" tetapi kami, lima orang telah menjadi saksi bahwa kau menyentuh tanah lebih
dahulu. " " Itu tidak adil " anak itu hampir berteriak " jika
Menembus Gua Bawah Tanah 1 Lima Sekawan 05 Berkelana Pendekar Kelana 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama