Ceritasilat Novel Online

Api Di Bukit Menoreh 12

14 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 12


- Aku ingin mendengar ceriteranya- Marilah singgah di rumahku. Aku akan berceritera. Tetapi angin apakah yang membawa kakang kemari"- Tidak apa-apa. Sudah lama kita tidak bertemu. Karena itu, aku singgah di padepokan kecil itu. Tetapi kau tidak ada dirumah. Saudara seperguruanmu yang memberitahu kemana aku harus mencarimu.- Kakang bersedia singgah di rumahku "- Aku sudah sampai disini.- Besok kita pergi mengikuti jejak anak itu.- Kemana anak-anak itu pergi "- Jika saja kakang mendengarkan pembicaraannya dengan kedua orang murid Kidang Rame.- Aku tidak mendengarkannya. Aku datang sejak orang yang bernama Kidang Rame itu bermain-main dengan angin pusarannya yang telah membawa aku ketempat ini.Ki Carang Blabar mengangguk-angguk.
- Ternyata kaupun telah bermain-main dengan ilmu yang sama dengan orang itu.- Orang itu berhasil mencuri ilmu di perguruanku. Orang itu adalah murid dari tataran terbaik perguruan Kedung Jati. Ilmu yang kakang lihat itu bukan bersumber dari perguruan Kedung Jati.- Aku sudah menduga,- - Kedua orang suami isteri itu agaknya akan pergi ke Wirasari. Meskipun tidak mengatakannya, tetapi aku menduga bahwa keduanya sedang berusaha menemukan seseorang.- Baiklah. Tetapi aku ingin teristirahat dirumahmu sekarang ini. Apakah kau membeli rumah di sekitar daerah ini" Mungkin sebesar rumah paman yang kau tinggalkan itu "- Ah. Bukan rumah kakang. Sebuah gubug di pategalan orang.- He. Bukankah kau mempunyai rumah yang besar dan terhitung rumah yang bagus buatannya" Menurut dugaanku, jika kau tinggalkan rumah itu untuk tinggal di rumah yang lain, tentu rumahmu yang lain itu lebih besar dan lebih bagus dari rumah yang kau tinggalkan itu.Ki Carang Blabar tertawa. Katanya - Marilah. Rumahku terdiri dari bagian-bagian yang lengkap. Pendapa, pringgitan, rumah bagian tengah, rumah bagian telakang, gandok kiri dan kanan. Dapur, lumbung, serambi disekitarnya dan kandang.Orang yang baru datang itu mengangguk-angguk. Katanya -Bukankah dugaanku benar, bahwa kau mempunyai rumah yang lebih bagus dan lebih besar dari rumah paman yang kau tinggalkan " Kau tentu menjadi semakin maju. Jika usahamu berhasil, maka kau akan dapat membeli bukan saja saiu dua rumah yang besar, tetapi kau akan dapat membeli sebuah kademangan. Carang Blabar tertawa. Katanya kemudian - Marilah, kakang. Kau akan melihat rumahku. Beberapa saat lamanya keduanya berjalan melintasi padang perdu, jalan setapak di pinggir hutan dan kemudian memasuki sebuah pategalan yang disekat oleh sebuah padang yang tidak terlalu luas.
- Itulah rumahku, kakang. Orang yang baru datang itu mengangguk-angguk.
- Kau tidak terkejut. - - Kenapa terkejut! Aku sudah mengira bahwa rumah seperti inilah yang akan aku temui. Pendapa, pringgitan, rumah tengah, rumah belakang, gandok kiri dan kanan, dapur, lumbung dan kandang. Tetapi yang tinggal hanyalah kandangnya saja. Ki Carang Blabar tertawa. Orang itupun tertawa pula.
Namun orang itupun kemudian bertanya - Apakah kau sudah mendapat ijin dari pemilik pategalan ini " - Sudah kakang. Bahkan aku diserahi untuk menggarap sebagian dari pategalannya Menyadap legen beberapa batang pohon kelapa yang tumbuh di pategalan ini.,
Orang itu mengangguk-angguk. Sementara itu Ki Carang Blabarpun mempersilahkannya masuk.
- Duduklah, kakang. Apakah kau masih bernama Ki Citra Jati" - He - orang itu mengerutkan dahinya - pertanyaanmu aneh. - Maksudku, apakah kau tidak jemu lagi dengan namamu. Bukankah kau sudah merubah namamu sampai tiga kali. - Tidak. Aku tidak merubah namaku. Wistara adalah nama kecilku. Bukankah waktu kau kecil namamu Pratela. - Tetapi kau juga pernah bernama Ranapati. - Aku waktu itu menjadi prajurit. Nama itu adalah nama yang diberikan kepadaku sesuai dengan jabatan keprajuritanku. Namun namaku sendiri sejak aku menikah adalah Citra Jati. - Ya Aku tahu kakang. Tetapi mungkin menjelang umur kakang yang semakin tua, kakang ingin mempunyai nama yang baru. - Kau ingin bertanya apakah aku mempunyai istri baru dan setelah menikah lagi, aku mempunyai nama yang baru pula.- Tidak. Bukan maksudku bertanya seperti itu. Aku hanya ingin mengetahui saja. Sokurlah jika semuanya tidak berubah. - Apakah kau berubah " Apakah namamu sekarang berubah " - Tidak, kakang. Bukankah namaku sejak dahulu Carang Blabar sebagaimana kakang kenal "Orang yang disebut Citra Jati itu tertawa. Namun kemudian iapun berkata - Aku haus. Apakah kau mempunyai minuman " Maksudku bukan sekedar air kendi "- Aku mempunyai legen, kakang.- Bagus. Aku senang minum legen.Keduanyapun kemudian duduk diruang dalam gubug Ki Carang Blabar. Ki Citra Jatipun kemudian meneguk legen yang manis, yang disuguhkan oleh Ki Carang Blabar.
- Segar sekali - desis Ki Citra Jati.
- Jika kakang masih merasa haus, aku akan memetik satu dua kelapa muda.- Tidak. Sesudah aku minum legen, aku tidak berkeberatan kau suguhi air kendi yang dingin.Ki Carang Blabar tertawa.
Dalam pada itu, selelah mereka duduk sejenak, Ki Citra Jati itupun berkata - Jika besok kita pergi ke Wirasari, aku ingin mengajak mbokayumu. Kita singgah di rumahku sebentar.- Kenapa mengajak mbokayu "- Sudah lama ia tinggal saja dirumah. Aku takut jika tiba-tiba saja mbokayumu merasa jenuh.- Kenapa mbokayu tidak kakang ajak kemari "- Mbokayumu menunggui rumahmu. Thole baru pergi untuk kira-kira sepekan. Jika thole sudah kembali, mbokayumu dapat pergi. Biarlah thole dan tiga orang adiknya menunggu rumah.- Tetapi perjalanan ke Wirasari itu adalah perjalanan yang tidak menentu. - Tidak apa-apa. Mbokayumu akan senang bertemu dengan perempuan muda yang bernama Rara Wulan itu.- Apa yang akan dilakukan oleh mbokayu " Kakang, perempuan muda itu bukan golek kayu mainan bagi mbokayu. Ia seorang yang baik bagi hubungan antar sesama.- Kau kira mbokayumu mau apa "- Rara Wulan berada dibawah perlindunganku.- Kau selalu berprasangka buruk. Kau kira aku Kaki Buta Ijo dan mbokayumu itu Nyai Buta Ijo yang sering merebus anak-anak didalam kuwali yang panjang dan membubuinya dengan brambang, bawang dan merica "- Lalu, bagi mbokayu, anak itu akan diapakan "Ki Citra Jati tertawa Katanya - Kenapa sekarang kau menjadi seorang yang selalu curiga " Bukankah kau masih yakin akan dirimu sehingga kau tidak perlu mencurigai banyak orang "- Tetapi anak itu "Ki Citra Jati masih tertawa. Katanya - Jangan cemas. Carang Blabar.Wajah Carang Blabar masih saja menunjukkan kebimbangannya
- Sebenarnya kau kenapa Carang Blabar " Kau kenal aku sejak kita masih kanak-kanak. Kau kenal mbokayumu dengan baik.Ki Carang Blabar menarik nafas dalam-dalam. Katanya - Maaf, kakang. Mungkin aku hanya dibayangi oleh kekhawatiran tentang kedua orang itu. Mereka adalah pasangan yang baik. Aku merasa ikut berbahagia melihat mereka berdua Lebih dari itu, keduanya adalah orang-orang yang baik, yang bahkan tidak menghiraukan diri mereka sendiri apabila mereka merasa perlu menolong orang lain yang dirasa perlu,- Justru karena itu, mbokayumu tentu senang bertemu dengan mereka.Ki Carang Blabar mengangguk-angguk.
Namun kemudian tiba-tiba saja iapun berkata - Nah, kakang. Silahkan duduk dahulu. Biarlah aku menjerang air dan menanak nasi. Sementara itu kakang akan aku tinggalkan menyadap legen.- Silahkan. Yang penting kau harus menjerang air dan menanak nasi dahulu. Baru kemudian kau tinggal aku pergi.Ki Carang Blabarpun tersenyum. Iapun segera bangkit dan pergi ke belakang.
Sejenak kemudian Ki Carang Blabarpun telah menyalakan api dan meletakkan sebuah kuwali di atas perapian itu. Sementara itu di atas perapian yang lain, Ki Carang Blabar meletakkan periuk untuk menanak nasi,
Baru kemudian Ki Carang Blabar itu mengambil bumbung legen untuk menyadap.
Namun ketika ia masuk ke ruang dalam, ternyata Ki Citra Jati itu sudah tidur mendekur.
- Kang, Kang.- Ki Citra Jatipun membuka matanya Perlahan-lahan iapun bangkit duduk sambil menguap. Katanya - Aku mengantuk sekali.- Aku pergi dahulu, kang. Tolong jaga agar apinya tidak padam. Jika api padam, maka air itu tidak akan mendidih dan nasipun akan tetap mentah.Dengan malasnya, Ki Citra Jati itu turun dari amben bambu sambil berkata - Pergilah. Aku tunggu apimu.- Jangan tidur didepan perapian, kakang. Berbahaya.Ki Citra Jati mengangguk. Tetapi ia tidak menjawab.
Ketika Ki Carang Blabar pergi, maka Ki Citra Jatipun berjalan hilir mudik untuk menghilangkan kantuknya.
Dalam pada itu, Glagah Putih dan Rara Wulan telah berjalan semakin jauh. Mereka mengurungkan niatnya untuk memperagakan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Ki Carang Blabar. Bahkan Glagah Putih telah mencobanya mengetrapkannya pada saat ia berhadapan dengan Ki Kidang Rame, meskipun bukan dasar-dasar ilmu dan unsur-unsurnya, tetapi sekedar laku perlawanannya menghadapi Ki Kidang Rame.
Di perjalanan menelusuri lorong-lorong sempit, Rara Wulanpun bertanya - Kita akan pergi kemana kakang " - Kita akan pergi ke Wirasari. Jika saja Ki Saba Lintang masih disana.- Bagaimana kita tahu, apakah Ki Saba Lintang ada di sana atau
tidak "- - Kita akan mencari jalan- Setelah kita sampai ke Wirasari "- Ya. Kita tidak tahu, jalan apa yang tiba-tiba saja dihadapkan kepada kita untuk kita tempuh.Rara Wulan mengangguk-angguk.
Sementara itu, mereka masih saja berjalan di bulak panjang. Mereka turun dari lorong sempit ke jalan yang lebih lebar. Jalan menuju ke sebuah padukuhan.
Ketika Rara Wulan menengadahkan wajahnya, maka dilihatnya matahari telah menjadi sangat rendah. Sebentar lagi matahari itu akan tenggelam di balik bukit. Cahayanya yang menjadi semakin lemah, menyangkut diujung pepohonan yang tinggi.
Angin yang berhembus menggoyang daun nyiur yang nampak di bibir padukuhan. Sedangkan di langit, burung-burung bangau yang putih beterbangan melintas, menuju ke sarangnya menjelang senja turun.
- Kita akan bermalam di mana, kang " - bertanya Rara Wulan.
- Didepan itu ada sebuah padukuhan. - Padukuhan mana itu, kakang.Glagah Putih menggeleng. Katanya - Aku belum tahu Rara.- Apakah kita akan minta kepada seseorang untuk bermalam di rumahnya "- Kita akan pergi ke banjar.Rara Wulan mengangguk-angguk. Perlahan-lahan iapun berdesis - Ya. Kita akan bermalam di banjar.Keduanyapun berjalan semakin cepat Langitpun mulai menjadi merah. Perlahan-lahan matahari mulai tersuruk ke belakang bukit.
Glagah Putih dan Rara Wulanpun menjadi semakin dekat dengan sebuah padukuhan yang belum mereka kenal. Ketika mereka berdiri di depan regol, rasa-rasanya ada sesuatu yang bergetar di dalam hati mereka.
- Apakah kita akan bermalam di banjar padukuhan ini, kakang "-bertanya Rara Wulan.
Glagah Putih menarik nafas panjang. Memang ada sesuatu yang terasa bergetar di dadanya Namun Glagah Putih tidak dapat mengatakannya.
Rara Wulanpun berdiri termangu-mangu. Namun akhirnya Rara Wulanpun berkata - Marilah kita lihat isi dari padukuhan yang nampaknya cukup besar, tapi sepi ini. Glagah Putihpun mengangguk. Katanya - Baiklah. Kita akan melihat, apa yang ada didalam padukuhan ini.Keduanyapun kemudian melangkah memasuki padukuhan yang sepi itu. Sementara itu, senjapun menjadi semakin larut.
Namun malam yang kemudian turun, ternyata tidak begitu gelap. Di Timur bulan sudah nampak tersembul dari balik cakrawala Sinarnya yang kekunmg-kuningan terpantul di dedaunan.
Ketika mereka melangkah memasuki padukuhan, mereka melihat pintu-pintu rumah sebagian sudah tertutup rapat. Namun masih ada satu dua rumah yang pintunya terbuka sedikit. Sinar lampu minyak dari ruang dalam terlempar keluar menembus kegelapan.
Agak ke dalam, mereka melihat sebuah rumah yang besar dan lengkap. Di bagian depan terdapat pendapa dan pringgitan. Disebelah-menyebelah terdapat gandok kiri dan gandok kanan. Halaman yang luas terbentang di sekitar pendapa yang diterangi oleh lampu minyak. Sinarnya terayun oleh angin yang lembut.
Sinar bulan yang terang menyinari halaman yang luas itu. Lebih terang dari sinar lampu yang menggapai-gapai seakan-akan kelelahan.
- Aneh - desis Rara Wulan.
- Apa yang aneh " - -Halaman itu nampak terang benderang. Bersih dan luas. Tetapi tidak ada seorang anakpun yang bermain. Biasanya di terang bulan seperti ini, anak-anak laki-laki dan perempuan keluar rumah mereka dan bennain-main di halaman sampai wayah sepi bocah. Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya - Ya. Semasa kecilku, aku juga senang bermain di terang bulan. - Bahkan gadis-gadis remaja sering bermain sambil berlagu dan berkejaran. Sedang laki-laki remaja bermain sembunyi-sembunyian. Glagah Putih mengangguk-angguk.
Namun mereka terkejut ketika mereka melihat seorang perempuan yang berjalan dengan cepat sambil menarik lengan seorang gadis remaja Mereka nampak tergesa-gesa
Ketika mereka berpapasan dengan Glagah Pulih dan Rara Wulan, maka Rara Wulanpun berdesis - Bibi. Apa aku boleh bertanya "Perempuan yang menarik gadis remaja itu memang berhenti. Dengan heran ia memandangi Glagah Putih dan Rara Wulan yang berdiri lermangu-mangu.
- Kalian siapa Ki Sanak " - bertanya perempuan itu.
- Kami berdua adalah pengembara, bibi. Kami menempuh perjalanan tanpa tujuan. - Lalu apa yang kalian cari " Pertanyaan itu memang menyentuh perasaan Rara Wulan dan Glagah Putih. Apakah yang mereka cari " Sudah tentu mereka tidak akan dapat menjawab, bahwa mereka sedang mencari tongkat baja putih.
Namun dihati Glagah Putih memang timbul pertanyaan yang lain -Benarkah perjalanan ini semata-mata untuk mencari tongkat baja putih itu"Glagah Putih menarik nafas panjang. Namun Glagah Putihlah yang menjawab - Bibi. Kami ingin melihat daerah yang jauh. Kami ingin melihat apa yang belum pernah kami lihat, dan kamipun ingin mendengar apa yang belum pernah kami dengar. - Kalian ingin melihat dan mendengar tentang padukuhan ini " Yang barangkali belum pernah kau lihat dan kau dengar sebelumnya di padukuhan-padukuhan lain " Glagah Pulih termangu-mangu sejenak Namun kemudian iapun menjawab - Kami hanya sekedar lewat, bibi. Tapi apabila diijinkan, kami akan bermalam di banjar padukuhan ini. Perempuan itu termangu-mangu sejenak. Dipandanginya Glagah Pulih dan Rara Wulan yang berdiri diluar bayangan dedaunan, sehingga perempuan itu dapat melihat keduanya agak lebih jelas.
- Kalian memang orang asing bagi padukuhan kami - desis perempuan itu.
- Kami memang merasa asing disini. Padukuhan inipun rasa-rasanya tidak sebagaimana padukuhan yang pernah kami lihat Di terang bulan seperti ini, biasanya anak-anak dan remaja bermain-main di halaman. Berdendang, berlari-larian dan bermain sembunyi-sembunyian. - Kau benar, Ki Sanak. Di padukuhan inipun beberapa waktu yang lalu, terang bulan sangat ditunggu-tunggu oleh anak-anak kami. - Sekarang " - Perempuan itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berkata - Jika kau hanya sekedar ingin bermalam, marilah, singgah dirumahku. Rumahku ada disebelah itu. Glagah Pulih dan Rara Wulan termangu-mangu sejenak Sementara perempuan itupun berkata - Maaf, orang-orang muda, aku tidak dapat terlalu lama berdiri disini. Marilah, aku persilahkan kalian berdua singgah. Glagah Pulih memandang Rara Wulan sekilas. Katanya - Marilah. Tidak sepantasnya kita menolak kebaikan hati ini. Rara Wulan mengangguk sambil menjawab - Aku mengikuti saja, kakang,Keduanyapun kemudian mengikuti perempuan yang masih saja memegangi gadis remaja itu. Bahkan keduanya nampak tergesa-gesa.
Sejenak kemudian, merekapun telah memasuki sebuah regol halaman. Rumah perempuan itu tidak terlalu besar, tetapi juga tidak terlalu kecil. Meskipun terbentuk limasan, tetapi bagian depan rumah perempuan itu terbuka dan dipergunakannya sebagai pendapa. Memang tidak ada gandok. Tetapi rumah itu bersusun tiga bumbungan atap kebelakang.
- Marilah, Ki Sanak - perempuan itu mempersilahkan - naiklah. Aku bukakan pintu dahulu.Glagah Pulih dan Rara Wulan itupun kemudian naik kependapa dan duduk di atas bentangan tikar pandan, sementara perempuan itu mengetuk pintu butulan di ruang tengah.
Jilid 335 RUMAH itu memang bukan rumah yang besar. Tetapi nampaknya terawat. Halamannyapun nampak bersih. Sinar bulan yang terang membuat bayang-bayang dedaunan dari pepohonan yang tumbuh di halaman depan rumah itu.
Sejenak kemudian pintupun terbuka. Seorang laki-laki yang sudah separo baya melangkah keluar.
Namun sebelum orang itu duduk, perempuan yang ditemui di jalan itupun keluar pula sambil berkata - Kang. Silahkan saja mereka duduk di dalam.Laki-laki itu mengerutkan dahinya. Namun kemudian iapun berkata - Marilah, ngger. Silahkan masuk ke ruang dalam.- Biarlah kami duduk disini saja, paman. Agaknya udara terasa sejuk. Cahaya bulan di halaman itu sangat menarik perhatian kami paman. Sayang, tidak ada anak-anak yang bermain.Laki-laki itu tersenyum. Katanya - Tetapi sebaiknya angger berdua masuk ke ruang dalam.
Glagah Putih dan Rara Wulan tidak dapat membantah lagi. Karena itu, maka keduanyapun bangkit berdiri dan mengikuti laki-laki separo baya itu masuk ke ruang dalam.
Agaknya pemilik rumah itu memang rajin. Perabot rumah yang tidak terlalu banyak itu nampak bersih. Lampu minyak yang terletak di ajuk-ajuknya disudut ruang, bersinar dengan terang, menerangi ruangan yang agak luas itu. Sebuah amben bambu yang agak besar terletak di sisi kanan, disisi lain terdapat geledeg bambu.
- Marilah, ngger. Silahkan duduk.Glagah Putih dan Rara Wulanpun kemudian duduk di atas amben bambu itu ditemui oleh laki-laki separo baya yang mempersilahkan mereka masuk.
Namun sejenak kemudian, perempuan yang mengajak mereka singgah itupun telah ikut duduk pula bersama mereka.
- Aku temui mereka di jalan, kang. Mereka akan pergi ke banjar untuk menginap. Agaknya mereka tidak tahu, apa yang sedang terjadi di sini.Laki-laki itu mengangguk-angguk.
Sementara itu, perempuan itupun berkata - Sebaiknya kalian tidak pergi ke banjar. Jika kalian ingin bermalam di padukuhan ini, bermalam sajalah disini.- Apa yang sebenarnya sedang terjadi, bibi "- Demang kami adalah seorang Demang yang baru. Menurut kata orang, Ki Demang yang baru itu adalah seorang pemakan daging manusia Terutama gadis-gadis remaja- He " - wajah Glagah Putih dan Rara Wulan menegang.
- Apakah itu benar " - bertanya Rara Wulan.
- Aku percaya, ngger - jawab perempuan itu - karena itu, ketika matahari terbenam dan anak gadisku belum pulang, aku telah mencarinya sampai ketemu. Anak itu memang nakal. Ia merasa lebih senang tinggal di rumah neneknya daripada di rumah sendiri. Neneknya memanjakannya. Sedangkan disini, ia mempunyai tiga orang saudara, sehingga ia tidak dapat bermanja-manja seperti di rumah neneknya- Apakah itu bukan sekedar berita yang dibuat-buat dari orang yang tidak senang kepadanya " Mungkin saingannya atau orang-orang yang tidak sependapat bahwa orang itu menjabat sebagai Demang.- Ia memang anak Ki Demang yang belum lama meninggal. Ayahnya terhitung orang yang baik. Setidak-tidaknya sikap dan tingkah lakunya wajar-wajar saja sebagai seorang Demang. Tetapi ketika anak Laki-Lakinya itu menggantikannya, suasananya menjadi lain.Rara Wulan menjadi tegang. Ia masih akan bertanya, tetapi perempuan itupun berkata lebih lanjut - Karena itu, angger berdua jangan pergi ke banjar. Lebih-lebih angger ini. Siapakah nama angger berdua "Yang menjawab adalah Glagah Puuh - Namaku Warigalit, bibi. Ini adikku, Wara Sasi.- Nama yang baik. Angger Wara Sasi sebaiknya jangan menampakkan diri di padukuhan ini. Apalagi di malam hari. Karena itu bermalamlah disini. Besok pagi, aku harap angger Wara Sasi telah meninggalkan padukuhan dan kademangan ini.- Tetapi apakah sudah pernah terjadi, seorang gadis dimakan oleh Ki Demang "- Ada beberapa orang gadis yang telah hilang, ngger. Setidak-tidaknya tiga orang. Seorang dari padukuhan ini.Glagah Putih dan Rara Wulan menjadi tegang. Sementara itu, perempuan itupun berkata - Karena itulah, maka padukuhan ini menjadi sepi. Terutama di malam hari. Setelah matahari terbenam maka setiap keluarga akan menghitung jumlah anggautanya. Jika ada satu saja yang belum nampak apalagi seorang gadis remaja, maka orang tuanya akan mencarinya - Bukankah yang dicari hanyalah gadis-gadis remaja " Kenapa anak-anak juga tidak berani keluar di terang bulan " - Siapa tahu, jika Ki Demang itu tidak menemukan gadis-gadis remaja maka anak-anakpun akan disantapnya. Glagah Putih dan Rara Wulan hanya dapat saling berpandangan. Sementara perempuan itupun berkata selanjurnya - Bahkan perempuan-perempuan yang sudah bersuami, tetapi masih nampak mudapun takut keluar rumahnya jika matahari sudah menjadi semakin rendah. Bahkan disiang hari, mereka tidak berani pergi kesawah seorang diri. Glagah Putih dan Rara Wulan hanya dapat mengangguk-angguk meskipun masih ada seribu pertanyaan di kepala mereka
Namun sejenak kemudian, perempuan itupun berkata - Silahkan duduk dahulu angger berdua Aku akan membuat minuman. Demikian perempuan itu pergi, laki-laki separo baya, yang agaknya suami perempuan itupun berkata - Masih harus dibuktikan bahwa Ki Demang makan orang. - Jadi, hal itu baru semacam desas-desus saja paman. - Tetapi gadis-gadis yang hilang itu benar-benar telah terjadi. Menurut dugaanku, gadis-gadis itu tidak dimakan dalam arti yang sebenarnya oleh Ki Demang. Tetapi sejak sebelum menjadi Demang, Ki Demang adalah alap-alap perempuan. Gadis-gadis telah dinodai. Bahkan perempuan yang sudah bersuamipun di runduknya pula di malam hari. Ia mengandalkan kuasa ayahnya pada waktu itu. Setelah ia sendiri berkuasa, maka agaknya kebiasaannya itu semakin menjadi-jadi, sehingga orang-orang menyebutnya sebagai pemakan daging manusia, terutama gadis-gadis remaja Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya - Agaknya itu lebih masuk akal. Mungkin gadis-gadis itu telah diculik dan disimpan oleh Ki Demang ditempat yang tidak mudah diketemukan, sehingga orang mengira, bahwa gadis-gadis itu telah dibunuhnya dan dimakannya - Ya ngger. Agaknya memang begitu. Karena itu, maka aku setuju dengan pendapat bibimu. Sebaiknya kalian bermalam saja disini. Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Katanya - Terima kasih atas kesempatan ini, paman.Namun tiba-tiba saja Rara Wulanpun berdesis - Bagaimana jika kita bermalam di banjar saja kakang. Glagah Putih mengerutkan dahinya. Namun ia segera mengetahui maksud Rara Wulan. Ia ingin mengumpankan dirinya, untuk mengetahui, apakah yang sebenarnya telah dilakukan oleh Ki Demang.
Namun laki-laki separo baya itu terkejut Katanya - Kenapa ngger. Bukankah akan sangat berbahaya bagi angger berdua. Terutama angger Wara Sasi. Jika Ki Demang atau kaki tangannya melihat angger Wara Sasi, maka kemungkinan buruk dapat terjadi. Sebenarnyalah bahwa gadis-gadis yang hilang adalah gadis-gadis yang cantik. - Aku justru ingin mengetahuinya paman - berkata Rara Wulan tanpa segan-segan.
-Tetapi itu sangat berbahaya, ngger. Ki Demang mempunyai beberapa orang upahan yang siap menjalankan perintahnya Bahkan perinlah membunuh sekalipun. Disamping itu masih ada juga orang-orang yang berusaha menjilat untuk mendapatkan kedudukan atau barangkali uang, tanpa menghiraukan korban yang disurukannya kebawah kaki Ki Demang itu. - Tetapi bukankah tingkah Ki Demang itu harus dihentikan " - Aku tahu ngger. Tetapi jangan kalian berdua yang harus menanggung kemungkinan buruk. Pada suatu saat tingkah laku Ki Demang itu tentu akan terbongkar. Memang jangan mengorbankan perempuan-perempuan yang sudah berada di tangannya, yang aku kira masih tetap hidup. Tetapi seperti tadi angger katakan, mereka berada di tempat yang tersembunyi. -Jangan cemaskan kami, paman. Tingkah laku Ki Demang itu tidak dapat dibiarkan lebih lama lagi. Mudah-mudahan kami berhasil. Setidak-tidaknya paman tahu, bahwa kami sudah mencobanya. Jika kami hilang besok, maka pamanpun tahu apa yang telah terjadi. Terserah kepada paman, apa yang akan paman lakukan. Melaporkannya kepada siapa yang berwenang. - Memang sebaiknya persoalan ini dilaporkan saja ngger. Tetapi sudah tentu, bahwa akan dapat dibuktikan, bahwa Ki Demang telah menculik gadis-gadis. Apakah gadis-gadis itu dibunuh atau untuk kepentingan yang lain. Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Sementara laki-laki itu berkata - Jika akhirnya yang melaporkan itu tidak dapat menunjukkan bukti-bukti atau saksi yang kuat dan diyakini, maka yang memberikan laporan itu justru dapat dituduh memfitnah. - Kami akan mencarikan bukti dan saksi itu, paman - jawab Rara Wulan.
- Jangan mengorbankan dirimu, ngger. Kalian berdua masih terlalu muda untuk hilang dari pergaulan. - Bukankah gadis-gadis remaja itu lebih muda lagi dari kami, paman. Mereka masih senang bermain di terangnya bulan. Mereka masih belum puas menikmati belaian tangan ibunya. Laki-laki'. yang sudah separo baya itu menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada berat iapun berkata - Aku mengerti, ngger. Bahwa kalian tidak dapat membiarkan kesewenang-wenangan itu terjadi. Tetapi biarlah kami, isi kademangan inilah yang menanggungkannya. Bukan kalian berdua Justru orang lain. Jika terjadi sesuatu atas diri kami, maka kami adalah bagian dari kademangan ini. Sedangkan kalian, yang belum pernah menikmati hasil palakependem, pala gemantung dan pala kesampar dari kademangan ini justru akan mengorbankan diri. - Mudah-mudahan kami tidak sekedar menjadi korban. Tetapi kami justru akan dapat membongkar tingkah laku yang jahat ini, paman - Jangan ngger, jangan. Jika isteriku tahu, maka ia akan menyesali kejadian ini sepanjang umurnya, karena isteriku itulah yang membawa kalian kemari. -Tetapi paman - bertanya Glagah Putih - kenapa paman tidak memberitahukan kepada bibi, bahwa gadis-gadis itu tentu tidak dibunuh dan dimakan dagingnya Tetapi harus dicari makna yang sebenarnya dari dongeng itu. Gadis-gadis itu telah menjadi korban nafsu Ki Demang itu.- Aku sudah mengatakannya ngger. Tetapi isteriku itu lebih percaya ceritera yang tersebar di kademangan ini. - Jika dongeng itu dapat diungkapkan maknanya mungkin kegelisahan dan ketakutan akan dapat dibatasi. Anak-anak laki-laki tidak perlu ikut menyembunyikan diri di malam terang bulan seperti ini, sehingga padukuhan ini menjadi sangat sepi. - Ketakutan itu sudah mencengkam semua orang, ngger. Sulit untuk dapat meredamnya meskipun seandainya orang-orang kademangan ini mempunyai dugaan sebagaimana aku katakan. Namun yang perlu kita ingat, ngger. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jika yang sebenarnya terjadi itu seperti dongeng yang tersebar di kademangan ini, maka keadaan akan bertambah buruk. Rara Wulanlah yang menyahut - Karena itu, biarlah kami melihat, apa yang sebenarnya terjadi, paman.- Jangan korbankan dirimu untuk sesuatu yang tidak berarti apa-apa bagimu.- Tetapi akan berarti bagi banyak orang. Namun seperti yang aku katakan, mudah-mudahan yang terjadi bukannya korban yang sia-sia. Tetapi justru sebaliknya, aku akan dapat membongkar, apa yang sebenarnya telah terjadi di kademangan ini.Laki-laki itu belum sempat menyahut ketika isterinya datang sambil membawa hidangan.
- Marilah, ngger. Minumlah. Makanlah apa adanya.- Terima kasih, bibi - jawab Rara Wulan.
Setelah meletakkan hidangannya, maka perempuan itupun telah ikut duduk pula bersama suaminya menemui Glagah Putih dan Rara Wulan.
Setelah minum beberapa teguk, maka Rara Wulanpun berkata -Maaf, bibi. Kami sangat berterima kasih atas kebaikan hati paman dan bibi. Tetapi setelah kami mendengar ceritera dari paman dan bibi tentang tingkah laku Ki Demang, kami justru berkeinginan untuk pergi ke banjar dan minta ijin bermalam di banjar.Perempuan itu terkejut Dengan suara yang bergetar iapun bertanya - apa artinya itu ngger.
- Bukan maksud kami memperkecil kebaikan hati ibu dan paman. Tetapi justru sebaliknya. Aku ingin mencari bukti kejahatan yang sudah dilakukan oleh Ki Demang.- Jadi maksud angger justru dengan sengaja agar diambil oleh Ki Demang atau orang-orangnya"- Ya, bibi. Tetapi bukan maksud kami untuk mengorbankan diri. Kami justru ingin mencari bukti-bukti tingkah laku Ki Demang yang tidak sewajarnya itu.- Jangan ngger. Jangan lakukan itu. - Doakan, bibi. Agar kami berhasil. Kami minta paman dan bibi memantau apa yang akan terjadi. Mudah-mudahan kami berhasil, se-hinggaorang-orang kademangan ini dapat lagi menikmati kehidupan yang tenteram dan terasa damai, anak-anak dapat bermain pada saat bulan terang dilangit. Perempuan-perempuan muda tidak lagi takut pergi ke sawah atau pergi ke pasar.- Tetapi akibatnya akan dapat menjadi buruk sekali bagi kalian berdua.- Mudah-mudahan tidak, bibi.Perempuan itu menjadi sangat cemas mendengar rencana Rara Wulan itu. Karena itu, maka iapun berkata kepada suaminya - Kakang. Kau harus mencegahnya- Aku sudah mencobanya. Tetapi agaknya angger berdua ini telah bertekad bulat.
- Ngger. Kalian masih muda. Jangan korbankan hidup kalian yang seharusnya masih panjang itu. - Sudah aku katakan, bibi. Kami tidak sekedar mengorbankan diri. Tetapi kami ingin membuktikan kesalahan Ki Demang, sehingga kehidupan akan kembali berlangsung dengan wajar.Suami isteri itu benar-benar tidak dapat mencegah Glagah Putih dan Rara Wulan. Bahkan perempuan itu sempat mengucap air matanya -Kau terlalu cantik untuk mati muda, ngger. Jangan lakukan itu.- Doakan bibi. Mudah-mudahan kami berhasil. Tolong, ikuti perkembangannya sampai esok pagiPerempuan itu menjadi tegang. Dengan suara yang bergetar iapun bertanya - Apa yang harus aku lakukan " - Tidak apa-apa, bibi. Asal paman dan bibi tahu saja. Besok kami berdua akan singgah di rumah paman dan bibi ini. Jika kami besok tidak kembali, maka kami telah terjebak di dalam perangkap Ki Demang. Tolong, jika ada orang mencari kami berdua, seorang laki-laki dan adik perempuannya, beritahukan apa yang telah terjadi - Kami masih mencoba untuk mencegah niat angger berdua itu. - Kami tidak dapat berpangku tangan membiarkan kekejian itu berlangsung. Apakah gadis-gadis itu dibunuh atau dikurung oleh Ki Demang, bagi kami merupakan kekejian yang tidak dapat dibiarkan saja. - Tetapi angger berdua dapat mencari cara yang lain, yang tidak terlalu berbahaya bagi angger berdua Glagah Putih dengan nada dalam menyahut - Bibi. Kami akan berhati-hati. Suami isteri itu tidak berhasil mengurungkan niat Rara Wulan untuk mengumpankan dirinya Bahkan Rara Wulanpun kemudian telah minta ijin untuk membenahi pakaian yang dipakainya. Dikenakannya kain panjangnya sebagaimana seharusnya sehingga pakaian khususnya-pun tidak lagi nampak. Bahkan dititipkannya pedangnya pada suami isteri yang mencoba mencegahnya itu.
- Bahkan kau tidak lagi bersenjata, ngger " - bertanya laki-laki pemilik rumah itu.
- Aku mempunyai senjata yang lain, paman - berkata Rara Wulan.
Sebenarnyalah Rara Wulan memang tidak bersenjata. Tetapi ia yakin, bahwa Glagah Putih akan selalu mengawasinya. Dalam keadaan yang gawat, Glagah Putih akan dapat memberikan pedangnya kepada Rara Wulan, sementara Glagah Putih sendiri masih mempunyai sebuah ikat pinggang yang justru akan dapat menjadi senjata yang sangat berbahaya.
Sejenak kemudian, setelah Rara Wulan siap membenahi pakaiannya, maka iapun telah minta diri kepada suami isteri pemilik rumah yang baik hati itu.
Ketika Glagah Putih dan Rara Wulan meninggalkan rumah itu, perempuan yang mengajaknya singgah di rumahnya itu mengusap matanya yang basah sambil berkata - Aku mengerti, betapa luhur niatmu itu, ngger. Tetapi juga betapa berbahayanya - Kebaikan hati bibi dan paman, telah mendorong aku untuk berbuat sesuatu menurut kemampuanku. Yang Maha Agung akan memberikan jalan kepadaku untuk membongkar tingkah laku Ki Demang itu, apapun yang dilakukannya. Sejenak kemudian, Glagah Putih dan Rara Wulanpun telah meninggalkan regol halaman rumah kedua orang yang memberikan tempat menginap kepada mereka. Keduanya langsung menuju ke banjar dari padukuhan yang sunyi diterangnya bulan itu.
Di sepanjang jalan padukuhan, Glagah Putih telah memberikan petunjuk, bagaimana Rara Wulan harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin mrjerikan oleh orang-orang padukuhan itu. Dan bahkan barangkali oleh Ki Demang atau pengikutnya.
- Kita sudah menjadi semakin dekat, Rara Padukuhan itu, bukan padukuhan yang miskin, meskipun tidak berlebihan. Karena itu, maka banjamyapun terhitung cukup besar dengan halaman yang cukup luas. - Menurut paman tadi, jika kita sampai disimpang tiga, maka kita harus berbelok ke kanan. - Ya. Beberapa puluh patok lagi, kau akan sampai di banjar. -Rara Wulan mengangguk-angguk
- Aku akan menyertaimu sampai disimpang tiga. Kemudian aku akan berusaha mengamatimu dari jarak yang tidak terlalu dekat. Jika keadaan memaksa, kau dapat memberikan isyarat. Jika perlu kau panggil namaku, Warigalit. Rara Wulan mengangguk-angguk pula.
Ketika mereka sampai di simpang tiga, maka Glagah Putihpun berkata - Hati-hati Rara. Aku tidak akan terlalu jauh. Tetapi kita masih belum tahu, seberapa tinggi kemampuan Ki Demang dan para pengikutnya Karena itu, kita tidak boleh lengah sekejappun. Ingat, jangan minum dan makan begitu saja Mungkin didalamnya terdapat racun yang dapat membius sehingga kau menjadi tidak sadar, atau bahkan meninggal. - Baik kakang - sahut Rara Wulan.
Sejenak kemudian, maka Glagah Putihpun berhenti. Dibiarkannya Rara Wulan berjalan sendiri di keremangan malam yang diterangi oleh cahaya bulan.
Jalan yang langsung menuju ke banjar padukuhan itupun tetap sepi. Rumah-rumah sudah menutup pintunya. Satu dua oncor masih nampak menyala di satu dua regol.
Di sebuah regol halaman yang terbuka, Rara Wulan terkejut Ia mendengar beberapa orang yang sedang berbincang.
Ketika ia berpaling dilihatnya tiga orang laki-laki sedang duduk-duduk sambil berbincang di tangga dibelakang regol halaman itu.
Bukan saja Rara Wulan yang terkejut Tetapi ketiga orang laki-laki itupun terkejut melihat Rara Wulan yang terhenti didepan regol.


14 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

- He, kau siapa nduk " - bertanya seorang diantara mereka dengan serta merta
Rara Wulan berhenti. Ketiga orang laki-laki itupun bangkit berdiri pula. Mereka memang nampak ragu-ragu. Namun kemudian merekapun melangkah mendekat
- Kau siapa nduk. Malam-malam kau berjalan sendiri. Dari mana dan mau kemana "- Aku akan pergi ke seberang Kali Pepe paman. Tetapi aku ke-malaman di jalan.- Keseberang Kali Pepe " Kau pergi sendiri "- Ya, paman. Ayah sedang sakit. Ibu minta aku menemui Uwakku yang tinggal di Wiyara, diseberang Kali Pepe.- Kenapa malam-malam begini "- Aku berangkat menjelang matahari sepenggalan. Tetapi aku berhenti untuk beristirahat beberapa kali. Ternyata aku kemalaman di jalan.- Apakah ayahmu sakit parah "- Ya, paman.- - Kau akan berjalan terus malam-malam begini "- Tidak, paman. Aku takut berjalan sendirian di malam hari. Jika diijinkan aku ingin mohon ijin untuk bermalam di banjar padukuhan ini.Ketiga orang laki-laki itu saling berpandangan sejenak. Namun kemudian seorang di antara mereka berkata - Nduk. Jangan pergi ke banjar. Biarlah kau bermalam di rumahku saja. Rumah ini rumahku. Aku mempunyai anak seorang gadis, yang meskipun lebih kecil dari kau, tetapi ia dapat menemanimu bersama ibunya.Rara Wulan berdiri termangu-mangu. Sementara itu laki-laki yang lainpun berkata - Dengar kata-katanya, ngger. Singgahlah. Di rumah ini ada beberapa orang penghuni. Di antaranya adalah seorang gadis remaja, dua orang adiknya dan ibunya. Kau dapat bermalam disini. Sedangkan aku tinggal di rumah sebelah, dan ini, pamanmu yang satu ini, tinggal dibelakang rumah ini.- Terima kasih paman. Tetapi biarlah aku pergi ke banjar saja, agar aku tidak merepotkan keluarga paman. Bukankah di banjar aku tidak akan mengganggu siapa-siapa.- Dengar nduk- berkata laki-laki itu - padukuhan ini, dan bahkan seluruh kademangan, sedang dalam suasana yang aneh. Besok kau akan tahu. Tetapi dengarlah kata-kataku, jangan pergi ke banjar.Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Ternyata orang-orang padukuhan itu adalah orang-orang yang baik. Namun agaknya bencana telah melanda mereka karena solah tingkah Ki Demang yang memegang kekuasaan tertinggi di kademangan itu.
Namun tekad Rara Wulan sudah bulat. Karena itu, maka katanya sambil mengangguk hormat " "Terima kasih, paman. Aku mengucapkan beribu terima kasih. Aku sama sekali tidak bermaksud menolak kebaikan hati paman. Tetapi biarlah aku pergi ke banjar.- O, anak malang. Kau tidak tahu apa yang dapat terjadi atas dirimu. Kau adalah seorang gadis yang cantik. Justru kecantikanmu itulah yang dapat menjadi pangkal bencana bagimu.- Ah, paman terlalu memuji. Terima kasih, paman. Aku akan pergi ke banjar.- Ngger, jangan salah paham. Kami bermaksud baik. Jika kau mencurigai kami, biarlah isteriku dan anak gadisku yang remaja itu menjemputmu ke regol. Tetapi sebaiknya kau masuk ke halaman lebih dahulu.Rara Wulan masih berdiri termangu-mangu. Sementara salah seorang di antara ketiga orang laki-laki itu berkata - Cepatlah, ngger. Masuklah ke regol.Rara Wulan memang menjadi bingung. Ia tidak dapat menolak kebaikan hati yang tulus dari ketiga orang itu. Tetapi ia sudah bertekad untuk membongkar tingkah laku Ki Demang yang membuat seluruh kademangannya menjadi resah.
Karena itulah, maka Rara Wulanpun berniat untuk berkata terus-terang kepada ketiga orang laki-laki itu agar tidak terjadi salah paham. Mereka tentu mengira bahwa Rara Wulan justru menjadi ketakutan melihat sikap mereka.
Tetapi sebelum Rara Wulan mengatakan sesuatu, Rara Wulan terkejut ketika dari sebuah lorong kecil muncul dua orang laki-laki. Seorang bertubuh tinggi besar, sedangkan seorang lagi bertubuh sedang, berkumis lebat
- Jangan bergeser dari tempatmu, nduk - berkata orang yang bertubuh sedang dan berkumis lebat
Rara Wulan bagaikan membeku di lemparnya.
- Jangan takut Kami akan melindungimu dari kerakusan ketiga orang laki-laki itu. Sudah menjadi kebiasaan mereka, duduk di pinggir jalan di waktu terang bulan. Mereka menunggu gadis-gadis remaja lewat
Seorang dari gadis padukuhan ini telah hilang. Beberapa orang yang lain berhasil menyelamatkan diri. Banyak saksi dapat bertutur tentang tingkah laku mereka bertiga. Tetapi kau tidak usah takut. Aku adalah bebahu kademangan yang akan melindungimu.Jantung Rara Wulanpun terasa berdetak semakin cepat. Agaknya orang-orang seperti itulah yang ditunggunya Justru sebelum ia sampai ke banjar, ia sudah berhasil menemuinya
Sementara itu, ketiga orang laki-laki itu berdiri tegak ditempat-nya. Seorang diantaranya sempat bergumam perlahan- Nasibmu kurang baik, nduk. Sayang sekali, kami tidak dapat menolongmu.Rara Wulan memandang ketiga orang laki-laki itu dengan kerut di keningnya. Untuk memberikan sedikit ketenangan kepada ketiga orang itu, maka Rara Wulanpun berdesis - Jangan cemas, paman. Aku tidak akan membiarkan diriku menjadi korban. Kata-kata Rara Wulan itu tidak segera dapat dimengerti maksudnya oleh ketiga orang laki-laki itu. Sementara itu, Rara Wulanpun berkata pula perlahan - Aku tidak akan membiarkan diriku dimakan Ki Demang dalam arti yang bagaimanapun juga. Ketiga orang itu seolah-olah tersentak mendengar kata-kata Rara Wulan yang terakhir. Dengan demikian mereka mengetahui, bahwa perempuan muda itu menyadari sepenuhnya, apa yang dilakukannya
Karena itu, maka ketiga orang laki-laki itupun tidak berkata apa-apa lagi.
Dalam pada itu, kedua orang yang muncul dari lorong sempit itu telah menjadi semakin dekat. Seorang diantara merekapun berkata - Jangan hiraukan ketiga orang laki-laki yang buas itu. Beruntunglah kau bahwa aku datang tepat pada waktunya, pada saat ketiga orang laki-laki itu sedang membujukmu. Jika kau tidak dapat dibujuknya, maka ia akan melakukannya dengan kekerasan. Rara Wulanpun bergeser selangkah menghadap kepada kedua orang laki-laki yang datang itu. Dengan nada tinggi Rara Wulanpun bertanya - Apa yang akan mereka lakukan, Ki Sanak " - Kau tentu tahu, apa yang akan mereka lakukan atasmu. Kau adalah seorang gadis yang cantik. Marilah. Ikut aku. Kau akan mendapat perlindungan. Rara Wulan masih saja berdiri termangu-mangu. Namun orang yang bertubuh tinggi besar itupun berkata - Marilah kita pergi ke banjar, anak manis. Di banjar kau akan merasa aman. Kau akan dapat perlindungan siapapun kau. Darimanapun kau datang dan keirian apun kau pergi. Menurut pengamatan kami, kau bukan penghuni padukuhan ini. - Aku memang bukan penghuni kademangan ini, Ki Sanak -jawab Rara Wulan.
Kedua orang itupun kemudian berhenti dan berdiri dihadapan Rara Wulan. Orang yang tinggi besar itu memandang ketiga orang yang berdiri dibawah regol halaman dengan jantung yang berdebar-debar. Tidak seorangpun diantara mereka yang berbicara.
- Jika demikian, marilah kita pergi ke banjar. Rara Wulan menganguk-angguk. Dengan nada dalam Rara Wulanpun berkata - Terima kasih, Ki Sanak. Demikianlah, maka orang yang bertubuh raksasa dan orang yang berkumis lebat itu telah membawa Rara Wulan menuju ke banjar. Orang yang bertubuh tinggi besar itupun berpaling kepada ketiga orang yang berdiri di bawah regol itu - Jika kalian tidak mau menghentikan tingkah laku kalian, maka pada saatnya kami akan mengambil tindakan atas nama Ki Demang. Ketiga orang itu masih tetap berdiam diri.
Demikianlah, maka kedua orang itu telah membawa Rara Wulan menuju ke banjar yang tinggal beberapa puluh langkah lagi.
Tetapi ternyata kedua orang itu tidak membawa Rara Wulan ke banjar. Ketika mereka sampai di regol halaman banjar, mereka memang berhenti. Orang yang berkumis lebat itu telah masuk ke halaman banjar, sementara orang yang bertubuh raksasa dan Rara Wulan masih saja berdiri diluar.
Beberapa saat kemudian, orang yang berkumis tebal itu telah keluar lagi dari halaman banjar sambil berkata - Banjar ini kosong - Jadi bagaimana dengan gadis ini " - Biarlah ia bermalam di rumah Ki Demang saja Yang berkumis tebal itu mengangguk-angguk. Katanya - Baiklah. Kita ajak gadis ini ke rumah Ki Demang. Di sana gadis ini tentu akan lebih terlindung. - Dimana rumah Ki Demang itu, Ki Sanak " - bertanya Rara Wulan.
- Tidak jauh lagi, nduk. Beberapa rumah saja dari banjar. - Tetapi bukankah rumah Ki Demang di padukuhan induk " - Rumah Ki Demang tidak hanya satu. Hampir disetiap pedukuhan ada rumah Ki Demang. - Untuk apa rumah sebanyak itu " Keduanya tidak segera menjawab. Namun kemudian keduanya tertawa. Yang bertubuh raksasa itupun berkata - Sudahlah nduk. Kau akan mendapat tempat menginap yang lebih baik daripada di banjar yang sepi itu. - Ki Sanak. Sebenarnya aku ingin bermalam di banjar saja, agar tidak merepotkan siapa-siapa.- Di rumah Ki Demangpun kau juga tidak akan merepotkan siapa-siapa. Rara Wulan tidak menjawab lagi. Ia berjalan diantara kedua orang laki-laki yang mengaku bebahu kademangan itu.
Untuk beberapa saat mereka saling berdiam diri. Rara Wulan berangan-angan, apakah yang kira-kira terjadi setelah ia berada di rumah yang dikatakan rumah Ki Demang itu.
Rara Wulan terkejut ketika tiba-tiba saja orang berkumis lebat itu memegang lengannya dan berkata - Kita berbelok memasuki regol itu nduk.- O. Inikah rumah Ki Demang " -Ya.- - Benar rumah ini rumah Ki Demang "Orang itu memandang wajah Rara Wulan dibawah cahaya bulan yang putih kekuning-kuningan. Wajah Rara Wulan itu seakan-akan menjadi bertambah cantik dan bahkan bercahaya.
Orang yang berkumis lebat itu termangu-mangu sejenak. Bahkan didalam hatinya telah tersembul sebuah pertanyaan - Seandainya aku tidak membawanya kepada Ki Demang, bukankah Ki Demang juga tidak tahu"Tetapi ia tidak sendiri. Orang bertubuh tinggi besar itu tentu akan mengatakan kepada Ki Demang, bahwa mereka telah menemukan seorang gadis yang sangat cantik, yang datang sendiri ke padukuhan itu
Orang berkumis lebat itu menarik nafas dalam-dalam.
- Marilah - berkata orang yang bertubuh tinggi besar itu tanpa menjawab pertanyaan Rara Wulan.
Kawannya yang berkumis lebat itupun tersentak. Sambil melangkah memasuki regol halaman iapun berdesis - Apa Ki Demang ada disini " - Ya. Bukankah tadi siang Ki Demang mengatakan bahwa ia akan berada disini malam ini " Sebelum kawannya menjawab, seseorang telah menyongsongnya. Orang itu turun dari tangga pendapa dan masuk kedalam siraman cahaya bulan.
- Siapakah perempuan itu " - bertanya orang yang baru turun dari pendapa itu.
- Kami akan menemui Ki Demang. - Aku bertanya, siapakah perempuan itu Namun orang yang bertubuh tinggi besar itu menjawab - Kami akan menemui Ki Demang. - Apakah kau tidak mendengar pertanyaanku " - suara orang itu menjadi semakin geram.
Tetapi orang bertubuh tinggi besar itu menjawab dengan geram pula - Apakah kau tidak mendengar, bahwa kami akan menghadap Ki Demang " Bukankah Ki Demang ada disini " - Ki Demang sedang berada di sentong tengah. Kalian tidak dapat menemuinya sekarang. -Tentu dapat - - Tidak. Kau harus berbicara dengan aku lebih dahulu. - Baik. Jika Ki Demang tidak dapat menerima kami sekarang, kami akan pergi. - Biarlah perempuan itu disini. Kalian berdua dapat pergi. - Tidak. Aku akan membawanya - Tinggalkan perempuan itu, kau dengar " - Aku akan membawanya pergi. Jika kau mencoba menahannya maka akupun akan membawa sebelah telingamu pula-geram orang berkumis tebal
Orang yang baru turun dari pendapa itu tersentak. Dengan suara bergetar oleh kemarahannya yang bergejolak didadanya, iapun berkata -Kau berani menentang aku, he " Jika Ki Demang mengetahuinya, maka kau akan di cekiknya sampai mati. - Tidak. Dengan membawa perempuan ini kepadanya, Ki Demang tidak akan marah kepadaku, apapun yang aku lakukan. Kemarahan orang itu agaknya telah sampai ke ubun-ubun. Namun sebelum ia berbuat sesuatu, perhatian merekapun serentak tertuju ke pintu pringgitan yang terbuka.
- Ada apa"- - Maaf, Ki Demang - orang yang baru turun dari pendapa itulah yang menjawab - Kedua orang ini ingin menghadap Ki Demang. Ketika aku katakan kepada mereka, bahwa Ki Demang sedang berada di sentong tengah, mereka tidak percaya. - Siapa yang mereka bawa " - bertanya orang yang baru keluar dari ruang dalam, yang ternyata adalah Ki Demang.
- Seorang gadis yang manis, Ki Demang. Kami merasa kasihan kepadanya, karena gadis ini kemalaman di jalan. Gadis ini akan pergi ke seberang Kali Pepe. - O - Ki Demangpun kemudian telah turun dari tangga pendapa Ketika cahaya bulan meraba wajahnya, maka Rara Wulanpun bergeser setapak surut. Wajah Ki Demang itu nampak keras seperti batu padas. Kumisnya nampak jarang melintang dibawah hidungnya.
Ki Demang itu tersenyum. Sementara orang yang berkumis lebat, yang membawa Rara Wulan ke rumah Ki Demang itu berkata -Kami telah membawanya ke banjar untuk bermalam. Tetapi banjar itu ternyata kosong, Ki Demang. Karena itu, aku bawa gadis itu kemari. Barangkali Ki Demang mengijinkan gadis ini bermalam disini. - Tentu, tentu aku tidak berkeberatan - jawab Ki Demang -Bukankah sudah menjadi kewajibanku untuk memberikan tempat bermalam bagi mereka yang kemalaman di jalan. Memberikan makan bagi mereka yang lapar dan memberikan minum bagi mereka yang kehausan.- Karena itu, terserah kepada Ki Demang. - Baik. Baik. Bawa anak itu masuk ke ruang dalam. - Marilah, nduk - ajak orang bertubuh tinggi besar itu.
Rara Wulan tidak membantah. Bersama kedua orang laki-laki yang membawanya, Rara Wulanpun masuk ke ruang dalam.
Demikian ia berada di ruang dalam, maka kedua orang itupun segera meninggalkannya. Namun yang kemudian berdiri di pintu adalah Ki Demang.
- Duduklah - berkata Ki Demang sambil tersenyum. Namun Rara Wulanpun segera melihat, bahwa senyum itu adalah senyuman iblis yang paling jahat.
Meskipun demikian, Rara Wulanpun duduk diatas tikar pandan yang putih bersih, yang dibentangkan di ruang dalam rumah itu.
Ki Demang yang masih saja tersenyum itu melangkah mendekati Rara Wulan setelah menutup dan menyelarak pintu.
- Siapa namamu anak manis " - bertanya Ki Demang yang duduk disebelah Rara Wulan.
Rara Wulan bergeser setapak. Terasa bulu-bulunya meremang. Meskipun ia sudah bertekad untuk membongkar kejahatan yang telah dilakukan oleh Ki Demang, namun terasa jantungnya bergejolak
- Namaku Wara Sasi, Ki Demang - jawab Rara Wulan.
- Wara Sasi. Nama yang bagus sekali. Nama yang pantas bagi seorang gadis yang cantik seperti kau ini. - Ah - desah Rara Wulan - pujian Ki Demang berlebihan. - Tidak. Aku tidak sekedar memuji. Kau benar-benar anak yang manis, cantik dan luruh. Itu nampak pada caramu memandang. Rara Wulan bergeser lagi setapak.
- Jangan takut - berkata Ki Demang - aku Demang di kademangan ini. Aku akan melindungimu dari segala mara bahaya. Kau akan merasa aman di rumah ini. Malam ini kau akan dapat tidur nyenyak sekali. - Terima kasih, Ki Demang - desis Rara Wulan
- Kau tentu haus dan lapar. Biarlah seorang pelayan melayanimu. Mungkin kau akan pergi ke pakiwan. Biarlah seseorang mengantarkanmu.
Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun mengangguk sambil berdesis --Aku akan pergi ke pakiwan Ki Demang. Tetapi tidak usah diantar. Aku dapat pergi sendiri asal ditunjukkan, dimana tempatnya Ki Demangpun tertawa Namun tiba-tiba saja Ki Demang itu bertepuk tangan. Seorang perempuan yang bertubuh tinggi berbadan besar menurut ukuran seorang perempuan, keluar dari pintu samping.
- Ada apa Ki Demang. - - Bawa perempuan itu pergi dari sentong tengah. Sentong itu akan mendapat penghuni baru. - Baik, Ki Demang. - Perempuan yang bertubuh tinggi dan besar itupun kemudian masuk ke sentong tengah. Terdengar keluhan tertahan. Namun kemudian diam.
Sejenak kemudian, maka Rara Wulanpun melihat seorang perempuan yang masih muda dan berpakaian tidak lengkap ditarik dengan kasar oleh perempuan yang bertubuh tinggi dan besar itu.
- Waktumu sudah habis. Kenapa kau berani tidur di sentong tengah "- Bukan maksudku. Bukankah kau yang membawa aku ke sentong tengah itu. - Diam kau - bentak perempuan itu.
- Bukan hanya malam ini. Tetapi hampir setiap malam aku kau perlakukan seperti itu. - Diam. Kau mau diam atau tidak "Perempuan muda itu memang terdiam. Sekilas ia berpaling memandang Ki Demang. Namun kemudian dipandanginya pula Rara Wulan.
Ki Demang bangkit berdiri dan melangkah mendekati perempuan itu sambil berkata
- beristirahatlah, anak manis. Nampaknya kau letih. Matamu menjadi lebam dan selalu basah. Perempuan muda itu tidak menjawab. Sementara Ki Demangpun berkata kepada perempuan tinggi dan besar itu. - Jangan perlakukan anak itu dengan kasar.Perempuan yang bertubuh tinggi besar dan tegap itu mengerutkan dahinya.
Ki Demangpun menepuk pipi perempuan yang tinggi dan besar itu sambil berkata - Aku sangat memerlukanmu. -Perempuan itu tidak menjawab.
- Nah, biarlah anak ini beristirahat dengan baik. Perempuan itu masih tidak menjawab. Ditariknya perempuan muda itu meninggalkan ruang dalam yang kemudian menjadi sangat lengang.
Ki Demang yang masih berdiri itu termangu-mangu sejenak. Demikian kedua perempuan itu hilang dibalik pintu butulan, maka Ki Demangpun segera berpaling kepada Rara Wulan.
Terasa jantung Rara Wulan berdesir. Wajah Ki Demang itu nampak menjadi semakin keras dan garang. Namun menurut penglihatan Rara Wulan, Demang itu memang masih terhitung muda.
- Jangan hiraukan anak itu - berkata Ki Demang - sudah sejak beberapa hari ia berada disini. Ia selalu berada di sentong tengah. Jika tidak ada orang yang melihatnya, maka iapun segera menyelinap masuk dan tidur didalam. Aku tidak tahu, apa maksudnya. Meskipun aku menjadi jengkel melihat sikapnya, tetapi tidak sepatutnya ia diperlakukan dengan kasar.- Siapakah perempuan itu " - bertanya Rara Wulan.
- Ia anak padukuhan ini. Ia datang kemari dan membuat ulah menurut kemauannya sendiri.Rara Wulan mengangguk-angguk.
Sejenak kemudian, maka Ki Demangpun bertepuk tangan lagi. Perempuan yang bertubuh tinggi besar itu pulalah yang datang.
- Antar anak ini ke pakiwan. Ia ingin membersihkan dirinya setelah menempuh perjalanan jauh. Ia akan menjadi segar seperti bunga yang sedang mekar. - Ah - desah Rara Wulan. Ki Demang mengerutkan dahinya. Desah itu terdengar sangat merdu di telinganya.
Agaknya . Ki Demang menjadi tergesa-gesa. Karena itu, maka katanya kepada perempuan yang bertubuh tinggi dan besar itu - Cepat, bawa anak ini ke pakiwan. Perempuan itu mengerutkan dahinya. Namun iapun kemudian mendekati Rara Wulan, memegang lengannya dan menariknya.
- Aduh - Rara Wulan menjerit - sakit bibi. - Bibi " Kau panggil aku bibi " Kapan aku menjadi isteri pamanmu, he " - Jadi, bagaimana aku harus memanggilmu. Mbokayu " -Orang itu termangu-mangu sejenak. Kemudian iapun berdesis -Agaknya itu lebih pantas. Namun tiba-tiba saja iapun menarik lengan Rara Wulan lagi -Cepat Kau harus mandi. Ki Demang tidak ingin kau berbau keringat dan bahkan seperti diolesi bahan perekat -Ah.- Ki Demanglah yang kemudian berkata sareh - Jangan terlalu kasar. Agaknya ia tidak terbiasa dikasari. - Ia akan menjadi sangat manja. - Apa salahnya - sahut Ki Demang sambil tertawa. Perempuan itu terdiam. Namun sebenarnyalah Rara Wulan menjadi muak melihat sikap Ki Demang itu.
Sebelum perempuan itu menarik Rara Wulan, Ki Demangpun bertanya - Apakah kau membawa pakaian " Rara Wulan menggeleng. Katanya - Tidak, Ki Demang. - Ambilkan kain panjang dan baju untuk anak ini "
Perempuan yang bertubuh tinggi besar itu bersungut-sungut. Namun iapun melangkah ke sentong kiri. Kemudian ia keluar sambil membawa kain panjang dan sebuah baju.
- Pakai ini. Cukup atau tidak cukup atau bahkan kebesaran. -Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Namun ia tidak segera menerima kain panjang dan baju itu.
- Ini ganti pakaianmu. Bawa sendiri. Apakah kau bermaksud agar aku yang membawa ini untukmu " Tiba-tiba saja Rara Wulan menjawab - Ya. Tolong, bawa kain dan baju itu supaya tidak menjadi basah. - Gila - geram perempuan itu. Lalu katanya kepada Ki Demang -Ia sudah mulai manja. Aku ingin memotong hidungnya. Ki Demang justru tertawa. Katanya - Jangan terlalu garang. Kau akan menakut-nakuti gadis-gadisku. Namun Rara Wulanpun tiba-tiba pula bertanya - Apakah anak Ki Demang sudah gadis " - Bukan anakku - sahut Ki Demang.
- Jadi siapa yang Ki Demang maksud dengan gadis-gadis itu " -Wajah Ki Demang menegang sejenak. Namun kemudian iapun tertawa pula. Katanya - Banyak yang ingin kau ketahui anak manis. Sekarang mandi sajalah lebih dahulu. Kau akan menjadi semakin cantik.- Apakah disini ada landha merang " Jika ada aku ingin sekali keramas. Rambutku kotor karena perjalanan berdebu. - Setan kau. Keramas saja dengan air. Jangan banyak ribut Ki Demang tertawa semakin keras. Katanya - Ujudmu sudah menunjukkan bahwa kau sudah dewasa penuh. Tetapi sikapmu masih seperti gadis remaja yang manja. -O- Rara Wulan tidak sempat lagi berkata apa-apa. Perempuan yang tinggi dan besar itu menariknya ke pintu butulan.
- Jangan sakiti aku - Rara Wulan mengeluh.
- Tidak, anak manis. Kau tidak akan disakiti. Kau akan diantar ke pakiwan. Rara Wulan tidak menjawab lagi. Iapun ditarik saja oleh perempuan yang tinggi besar itu lewat pintu butulan menyusur serambi ke pintu belakang.
Demikian mereka keluar dari pintu belakang, maka perempuan itupun menggeram - Itu, kau lihat " -Apa"- - Apa " Kau masih bertanya " Bukankah kau akan pergi ke pakiwan" -O- Perempuan itu telah mendorong Rara Wulan sehingga Rara Wulan hampir saja terjerembab.
Sambil membawa kain dan baju, Rara Wulanpun pergi ke pakiwan yang berada di dekat sumur.
Malam menjadi semakin gelap. Sumur dan pintu pakiwan itu hanya diterangi oleh lampu yang berada disudut luar serambi samping.
Dengan hati-hati Rara Wulan masuk kedalam pakiwan yang gelap. Tetapi Rara Wulan sama sekali tidak berniat untuk mandi. Iapun tidak ingin berganti pakaian, karena ia mengenakan pakaian khususnya dibawah kain panjangnya.
Namun tiba-tiba saja Rara Wulan itu mendengar desir lembut di-belakang pakiwan. Kemudian dari kegelapan itu Rara Wulan mendengar namanya disebut - Rara - Kakang Glagah Pulih. - bisik Rara Wulan.
-Ya- - Sokurlah, kakang ada disitu " - Bukankah aku mengikutimu " - Bagaimana kakang tahu, aku akan pergi ke pakiwan " - Aku mendengarkan pembicaraanmu. Aku berdiri melekat dinding dilongkangan sebelah kiri. Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Lalu katanya perlahan sekali - Aku tidak akan mandi,- Sebaiknya kau basahi tubuhmu.- Aku mengenakan pakaian khusus di bawah pakaianku ini- Maksudku, kau basahi wajahmu, tanganmu dan kakimu saja- Aku tidak akan berganti pakaian.- Lalu, pakaian ganti yang kau bawa itu "- Akan aku ceburkan ke dalam air. Aku akan mengatakan bahwa pakaian itu basah karena tanpa sengaja lepas dari tanganku dan masuk kedalam air.- Lakukan. Tetapi berhati-hati. Perempuan yang bertubuh seperti raksasa itu tentu berbahaya- Ya Tenaganya kuat sekali. Tetapi aku kira, yang diandalkan tentu hanya kekuatannya saja- Aku kira memang begitu.Keduanyapun terdiam. Terdengar gelebur air seperti orang sedang mandi. Namun Rara Wulan hanya menumpahkan air itu ke lantai pakiwan, yang dilapisi dengan batu-batu kerikil.
Baru beberapa saat kemudian, Rara Wulan mencelup pakaian yang diberikan oleh perempuan yang bertubuh tinggi besar itu.
Terdengar Rara Wulan terpekik kecil.
- Ada apa " - bertanya perempuan itu sambil berlari mendekat.
- Tunggu - berkata Rara Wulan ketika perempuan itu berdiri di luar pintu.
Baru sejenak kemudian, Rara Wulan keluar dari pintu pakiwan sambil membawa pakaian yang basah.
- Kau tidak berganti pakaian "- Pakaian ini tidak sengaja lepas dan masuk ke dalam air.- Perempuan gila - geram perempuan yang bertubuh tinggi itu -kau sepatutnya di hukum.Namun ketika perempuan yang bertubuh tinggi besar itu akan menampar wajahnya Rara Wulan berteriak agak keras - jangan.Ki Demang yang menunggu di dalam mendengar teriakan itu. Ia berlari-lari keluar lewat pintu belakang.
- Ada apa"- - Perempuan ini bukan saja manja tetapi dungu.- Kenapa "- - Ganti pakaian yang aku berikan, diceburkan ke dalam jambangan sehingga basah kuyup.- Aku tidak sengaja. Pakaian itu terlepas dari tanganku. Bukankah sejak semula aku sudah minta agar pakaian itu dibawakan un-tukku,- Gila. Gila. Aku cekik kau sampai mati - perempuan itupun hampir berteriak.
Namun Ki Demang itu justru tertawa. Katanya - Bawa anak itu masuk. Biarlah ia berganti pakaian didalam. Bukankah kau masih mempunyai pakaian yang lain.- Aku tidak akan memberikan lagi kepadanya. Ki Demang masih saja tertawa. Katanya - Bawa saja anak itu masuk.
Perempuan itu tidak membantah lagi. Ditariknya Rara Wulan masuk kedalam.
- Biarlah ia berganti pakaian di sentong tengah - berkata Ki Demang ketika ia sudah berada di ruang dalam.
Tetapi Rara Wulan itu berteriak - Tidak. Aku tidak mau berganti pakaian. Biarlah aku mengenakan pakaianku sendiri.- Baik. Baik. Jika kau tidak mau berganti pakaian. Sudahlah. Duduk sajalah. Biarlah dihidangkan makan dan minuman hangat bagimu- Aku tidak lapar dan tidak haus, Ki Demang.- Kau tentu lapar dan haus.- Aku memang haus. Tetapi aku sudah minum di pakiwan tadi.- He " Kau minum air pakiwan " Bukankah air di pakiwan itu untuk mandi. Tidak untuk minum"- Tetapi airnya segar juga- Tetapi kau dapat menjadi sakit perut karenanya- Ternyata peratku tidak sakit.- Kau memang anak yang keras kepala. Tetapi sifatmu itu justru sangat menarik. Baiklah jika kau tidak lapar dan tidak haus. Beristirahat sajalah di sentong tengah.- Kenapa harus di sentong tengah, sementara gadis yang tadi disuruh pergi.- Perempuan itu harus pergi, karena tempatnya akan aku berikan kepadamu.- Apakah gadis itu tidak mendendam kepadaku "- la tidak akan dapat berbuat apa-apa. Ia berada di bilik sebelah. Bilik yang tertutup rapat Ia tidak akan dapat keluar jika bukan karena aku ingin ia keluar.- Apa artinya itu, Ki Demang "- Tidak apa-apa Jangan hiraukan. Sekarang, beristirahat sajalah di sentong tengah itu.Rara Wulan memang menjadi ragu-ragu. Ia tahu, bahwa apa yang dilakukan itu adalah bagian dari usahanya untuk membongkar kekejian yang dilakukan oleh Ki Demang yang wajahnya sekeras batu padas itu.
- Tidurlah - berkata Ki Demang, sementara perempuan yang bertubuh tinggi besar itu sudah meninggalkan ruang tengah.
Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Namun Ki Demangpun mendesaknya - Tidurlah. Bukankah kau letih.Rara Wulan mengangguk kecil. Katanya-Terima kasih, Ki Demang.Rara Wulanpun segera masuk ke sentong tengah. Sebuah bilik yang tidak terlalu besar. Sebuah pembaringan yang bersih dialasi dengan tiker pandan yang putih bergaris-garis biru. Dindingnya dirangkapi dengan anyaman bambu wulung yang halus.
Rara Wulan menarik nafas dalam-dalam. Sebuah lampu minyak kelapa berada diatas ajug-ajug. Nyalanya yang terang memancar keseluruh mangan.
Rara Wulanpun kemudian duduk diatas bibir pembaringan. Terasa jantungnya semakin berdebaran. Meskipun tekadnya sudah bulat, namun Rara Wulan itu menjadi gelisah pula
Untuk beberapa saat Rara Wulan duduk termenung. Dipandanginya anyaman dinding yang lembut disekelilingnya. Geledeg bambu terletak disisi yang lain. Rara Wulan tidak tahu, apa saja isinya
Rara Wulan terkejut ketika tiba-tiba saja Ki Demang telah masuk kedalam bilik yang pintunya tidak berdaun itu. Yang hanya sekedar tertutup oleh sebuah selintru kayu.
- Ki Demang - Rara Wulan segera bangkit berdiri.
- Kau belum tidur anak manis"


14 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

- Aku baru akan tidur, Ki Demang,- Tidurlah. Apalagi yang ditunggu "- Tidak ada Ki Demang.- - Sudahlah. Tidurlah. Hari sudah malarn.- Aku tidak dapat tidur ditempat seperti ini, Ki Demang,- Kenapa "- - Tempat ini terlalu baik bagiku.- Mungkin kau tidak terbiasa tidur dibawah cahaya lampu yang terlalu terang " Baiklah. Biarlah aku padamkan saja lampu itu- Tidak. Aku takut gelap.- Jadi, kenapa "- - Aku akan tidur di luar saja, Ki Demang. Di ruang tengah.- Kau aneh, anak manis. Disini ada sentong yang kosong. Kenapa kau tidur di ruang tengah"- Lalu Ki Demang tidur dimana"- Bukankah pembaringan itu cukup luas"- Maksud Ki Demang"Ki Demang itu tertawa. Katanya - Kau tentu tahu maksudku. Karena itu, maka gadis yang memuakkan itu aku lemparkan keluar. Kau akan menggantikannya, anak manis.- Tidak. Pergi, pergi kau Ki Demang.- Kau tidak berhak mengusir aku pergi. Rumah ini rumahku. Aku berhak untuk berada dimana saja yang aku kehendaki.- Jika demikian, biar aku saja yang keluar.- Kau tamu disini. Kau harus tunduk kepada pemilik rumah, dimana kau akan ditempatkan.Ketika Ki Demang tertawa, maka seluruh bulu dan rambut Rara Wulan terasa meremang. Karena itu, maka iapun segera meloncat ke-sudut ruang. Digapainya dlupak minyak kelapa yang besar. Dengan suara yang bergetar Rara Wulanpun berkata - Jika Ki Demang melangkah selangkah lagi, maka aku lemparkan lampu dlupak yang menyala ini kedinding. Aku akan menyiram dengan minyak, sehingga dinding rumah ini akan terbakar. Jika api sudah menyala membakar dinding bambu yang kering ini, maka Ki Demang tidak akan dapat memadamkannya.- Jangan. Jangan bermain-main dengan api, anak manis.- Pergi. Keluar dari bilik ini- Rumah ini rumahku - Aku tidak peduli. Aku akan membakar rumah ini. Biar saja aku terbakar didalamnya daripada Ki Demang menyentuh tubuhku. Nanti, orang-orang kademangan yang membantu memadamkan api, akan menemukan mayatku. Mayat seorang perempuan yang terkurung di rumah Ki Demang. Apalagi jika gadis yang tadi berada di sentong ini juga diketemukan mayatnya.- Kau jangan berbuat seperti itu.- Pergi. Keluar.- - Baik. Baik Aku akan keluar dari bilik ini.Tetapi ketika Ki Demang sudah berada di ruang dalam, Rara Wulanpun keluar pula dari sentong tengah sambil membawa lampu minyak kelapa itu. Katanya - Ki Demang harus keluar dari ruang ini. Aku tidak mau Ki Demang ada didalam.- Aku tidak akan masuk ke sentong tengah.- Persetan. Jika Ki Demang tidak keluar, aku nyalakan dinding rumah ini.Ki Demang memang tidak dapat memilih. Iapun dengan terpaksa keluar dari ruang tengah.
Dengan cepat Rara Wulan menutup pintu dan diselarak dari dalam.
Namun ketika Rara Wulan meletakkan lampu dlupak itu dan bergeser selangkah, tiba-tiba saja perempuan yang tinggi besar itu meloncat dan mendorongnya menjauhi lampu minyak kelapa itu.
" Aku akan menguasainya Ki Demang - berkata perempuan itu keras-keras." Baik. Jaga agar anak itu tidak membakar dinding." Aku sudah memisahkannya dari lampu minyak itu." Bagus. Tangkap anak itu dan buka pintunyaPerempuan itu memandang Rara Wulan dengan tajamnya. Matanya bagaikan menyala sedangkan mulurnya bergetar oleh kemarahan.
Namun perempuan itupun berdesis perlahan - Kau akan aku bunuh sebelum Ki Demang masuk. Kau dan semua perempuan yang disimpannya harus aku bunuh seorang demi seorang. - Kenapa " - tertanya Rara Wulan.
- Harus hanya ada satu perempuan disisi Ki Demang.-Kau"- -Ya- - Sudah berapa orang perempuan yang kau bunuh "- Kau adalah perempuan yang pertama akan mati. Aku ingin perempuan-perempuan yang lain membuat keonaran seperti kau, sehingga aku mempunyai alasan untuk membunuhnya- Jika mereka tidak membuat keonaran "- Pada saatnya aku akan mencari alasan. - Ada berapa orang perempuan yang disimpan oleh Ki Demang sekarang ini "- Enam. - - Semuanya disini " "
-Tidak,- Rara Wulanpun menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian iapun berkata - Kenapa kau harus membunuh mereka " Kenapa mereka tidak kau carikan jalan untuk lari "Perempuan itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berkata - Jika seorang diantara mereka yang lari dapat ditangkap kembali oleh kaki tangan Ki Demang, serta mereka berkata terus terang, bahwa aku yang melepaskan mereka maka akulah yang akan mendapat hukuman. - Tetapi bukankah perempuan-perempuan itu tidak bersalah " - Ya Nasib merekalah yang buruk. Seperti nasibmu.Pembicaraan merekapun terhenti. Mereka mendengar pintu diketuk dari luar.
- Buka pintunya - teriak Ki Demang.
- Perempuan itu melawan, Ki Demang - perempuan yang bertubuh tinggi besar itu berteriak pula
- Kau tentu dapat menangkapnya- Tubuhnya licin seperti belut. - Jangan sampai lepas. - - Jika perempuan ini tidak menyerah, aku terpaksa membunuhnya" Jangan bunuh perempuan itu. Ia terlalu cantik untuk mau." Tetapi ia sangat berbahaya bagi Ki Demang. " Buka pintunya - teriak Ki Demang.
Tetapi perempuan itu tidak segera membuka pintu itu. Ia benar-benar ingin membunuh Rara Wulan.
Karena itu, ketika Ki Demang sekali lagi berteriak agar perempuan itu membuka pintu, perempuan itupun menjawab - Aku masih belum sempat Ki Demang. Ternyata perempuan itu membawa pisau belati dibawah bajunya. Beri aku waktu. Demikian aku mendapat kesempatan aku akan membuka pintunya." Perempuan itu membawa pisau belati"" Ya. Agaknya ia bukan perempuan baik-baik Ki Demang." Apakah ia sudah menipu kita"" Ya- Rara Wulan sama sekali tidak menyahut. Ia membiarkan saja perempuan itu berbicara panjang dengan Ki Demang, karena Rara Wulan sendiri memang menginginkan agar pintu itu tidak dibuka.
Diluar pintu Ki Demang itupun justru berkata keras-keras - Hati-hatilah. Perempuan itu jangan sampai terlepas dari tanganmu." Ya, Ki Demang.- Perempuan itupun kemudian melangkah mendekati Rara Wulan sambil tertawa Katanya perlahan-lahan - Kau akan mati anak manis. Ki Demang percaya kepadaku bahwa kau adalah seorang perempuan yang tidak pantas mendapat tempat disini. Kau bukan perempuan baik-baik.Tetapi perempuan itu terkejut ketika Rara Wulanpun tertawa pula Gadis itu sama sekali tidak menunjukkan kecemasannya apalagi ketakutan.
" Aku menunggu kesempatan seperti ini - berkata Rara Wulan, - aku muak melihat tingkah lakumu dan tingkah laku Ki Demang. Kalian dengan semua kaki tangan kalian sudah membuat kademanganmu sendiri gelisah. Ki Demang yang seharusnya menjadi pengayom bagi rakyatnya justru telah merusaknya sendiri." Diam kau perempuan jalang - geram perempuan bertubuh tinggi besar itu - Kau akan mati.Tetapi Rara Wulan masih saja tertawa. Katanya - Sebut aku perempuan jalang. Tetapi aku akan membongkar kejalangan Ki Demang dan kaki tangannya." Kau " Kau mau apa" Kau akan mati malam ini.Rara Wulan tidak menjawab. Ketika perempuan itu bergeser mendekat, maka Rara Wulanpun telah menyingsingkan kain panjangnya.
Ternyata dibawah kain panjangnya, Rara Wulan itu mengenakan pakaian khususnya.
Perempuan bertubuh tinggi besar itulah yang menjadi berdebar-debar. Namun ia sudah berniat untuk membunuh Rara Wulan.
Sejenak kemudian, maka perempuan yang bertubuh tinggi besar itu telah menerkam Rara Wulan. Kedua tangannya dengan jari-jari mengembang terjulur mengarah ke leher. Agaknya perempuan itu ingin mencekik Rara Wulan sampai mati.
Tetapi. Rara Wulan tidak membiarkan lehernya tercekik. Karena itu,maka iapun segera bergeser mengelak.
Perempuan itu terkejut melihat cara Rara wulan mengelak. Karena itu, maka iapun kemudian menggeram - Ternyata kau memiliki kemampuan olah kanuragan. Itulah sebabnya, maka kau nampaknya sama sekali tidak menjadi cemas akan keadaanmu.- Seharusnya kau mengetahuinya sejak semula - berkata Rara Wulan - nah, sekarang kau mau apa " - Kau kira hanya kau yang memiliki kemampuan olah kanuragan, he"- Tidak. Aku tahu bahwa banyak orang yang memiliki kemampuan olah kanuragan. Termasuk kau. Perempuan itu menggeram. Namun kemudian iapun segera bersikap menghadapi Rara Wulan.
Rara Wulan bergeser ketengah-tengah ruangan, untuk mendapat kesempatan bergerak.
Sejenak kemudian maka perempuan yang bertubuh tinggi besar itu meloncat menyerangnya. Bukan sekedar menjulurkan tangannya untuk menggapai leher. Tetapi serangannya mulai diperhitungkan.
Tetapi nampaknya perempuan itu masih berada pada tataran pertama Setelah itu mungkin ia tidak lagi mendalami kelanjutan dari pengenalannya atas ilmu kanuragan. Karena itu, maka ia sama sekali bukan lawan Rara Wulan.
Rara Wulan yang mempunyai rencananya sendiri, tidak ingin berlama-lama. Ketika perempuan itu menyerangnya sekali lagi, maka Rara Wulanpun segera menghindarinya. Namun dengan cepat kakinya menyambar perut perempuan itu, sehingga perempuan itu terbungkuk.
Dengan cepat Rara Wulan memukul tengkuk perempuan itu sehingga perempuan itupun jatuh terjerembab. Namun perempuan itu tidak segera bangkit, karena perempuan itupun menjadi pingsan.
Rara Wulanpun segera menyelinap pintu butulan. Ia mencari bilik yang dipergunakannya untuk menyimpan gadis yang dikeluarkan dari sentong tengah pada saat Rara Wulan masuk keruang dalam.
Ketika Rara Wulan melihat sebuah pintu yang diselarak dari luar, maka Rara Wulanpun menduga, bahwa pintu itu adalah pintu bilik tempat gadis di kurung.
Dengan cepat Rara Wulan mengangkat selarak pintu itu. Kemudian didorongnya pintu itu sehingga terbuka lebar.
Rara Wulan tertegun. Ia melihat seorang gadis yang duduk di pembaringan sambil menangis terisak-isak.
Gadis yang menangis itupun terkejut pula ketika tiba-tiba saja pintu terbuka. Seorang perempuan dengan pakaian yang khusus berdiri termangu-mangu memandanginya
Rara Wulanpun segera melangkah memasuki bilik itu. Namun demikian Rara Wulan maju selangkah, gadis itupun bangkit terdiri. Wajahnya membayangkan ketakutan yang sangat Tubuhnya gemetar. Wa-jahnyapun menjadi pucat, sedangkan seluruh tubuhnya menjadi basah oleh keringat.
- Jangan takut - desis Rara Wulan - aku datang untuk mengeluarkanmu dari bilik yang pengab ini. - Kau siapa " - - Namaku Wara Sasi. Tetapi itu tidak penting. Yang penting, kau keluar dan pulang. Dimana rumahmu " - Aku anak padukuhan ini. Rumahku di tikungan, tidak terlalu jauh dari banjar.- Marilah - kita mencari jalan keluar.
- Tetapi perempuan itu " - Yang tinggi dan besar " "
-Ya- - Ia sedang pingsan. Aku memukul tengkuknya Gadis itu masih ragu-ragu. Namun Rara Wulanpun segera menarik tangannya sambil berkata
- Kita akan keluar lewat pintu belakang.Keduanyapun segera berlari ke pintu belakang. Dengan sigapnya Rara Wulan mengangkat selarak pintu dan mendorong pintu sehingga terbuka.
Namun demikian pintu terbuka, gadis itu memekik kecil. Dibawah cahaya oncor disudut luar serambi samping, kedua perempuan itu melihat Ki Demang berdiri sambil bertolak pinggang.
Terdengar suara tertawa Ki Demang yang memuakkan.
- Kalian mau lari kemana " - bertanya Ki Demang.
- Minggir, atau aku paksa kau minggir dengan kekerasan.Ki Demang tertawa semakin keras. -Katanya kau mau apa anak manis. Marilah, masuklah kembali kedalam. Aku tidak akan marah kepada kalian.Ketika Ki Demang akan memegangi tangan Rara Wulan, maka Rara Wulanpun bergeser kesamping sambil menarik gadis itu.
- Jangan sentuh kami berdua. Ki Demang masih tertawa. Katanya - Jangan terlalu garang. Kau adalah seorang perempuan yang cantik. Jika kau terlalu garang, maka kecantikanmu akan berkurang.- Ki Demang. Aku akan mengajak gadis ini pulang kerumahnya. Ia akan menjadi saksi, apa saja yang pernah kau lakukan, agar rakyat k adem anganmu tidak selalu dibayangi oleh ketakutan dan kecemasan. Mereka yang mempunyai gadis, bahkan gadis-gadis kecil dan remaja, selalu dibayangi ketakutan, bahwa gadis mereka akan ditangkap Ki Demang. Gadis-gadis itu akan dibunuh dan kemudian dimakan oleh Ki De-mang.Wajah Ki Demang yang sekeras batu padas itu menegang. Dengan lantang iapun berkata - Itu fitnah. Aku bukan binatang buas yang makan daging manusia.- Aku tahu, Ki Demang. Aku memang sudah menduga, bahwa kau tidak benar-benar membunuh dan makan daging gadis-gadis yang hilang itu. Apalagi mengingat tingkah lakumu sebelum kau menjadi Demang disini.- Jadi, apa masalahnya "- Meskipun kau bukan binatang buas pemakan daging, tetapi kau justru lebih buas dari itu. Seekor binatang buas memang sudah nalurinya, sudah takdirnya makan daging binatang buruannya Tetapi kau tidak Ki Demang. Kau adalah jenis binatang yang bernalar budi. Seharusnya kau dapat mengenal baik dan buruk, benar dan salah. Tetapi bertanyalah kepada dirimu sendiri. Apa yang kau lakukan terhadap gadis-gadis kade-manganmu yang seharusnya kaujaga dan kau ayomi.- Cukup - bentak Ki Demang - siapa kau sebenarnya perempuan jalang "- Perempuanmu yang tinggi dan besar itu juga menyebutku perempuan jalang. Tetapi itu tidak apa-apa Sekarang, menyerahlah. Kau akan aku hadapkan kepada orang tua gadis ini. Aku akan minta mereka memanggil tetangga-tetangga mereka Para bebahu padukuhan dan para bebahu kademangan.- Gila Sudah sepantasnya kau dibunuh.- Acungkan kedua tanganmu. Aku akan mengikatnya Ki Demang.Ki Demang yang menjadi sangat marah itu tidak menjawab lagi. Tiba-tiba saja ia telah meloncat dengan cepat sambil menjulurkan tangannya menyerang ke arah ulu hati.
Tetapi Rara Wulan sempat mengelak sambil berkata kepada gadis yang ingin dilarikannya itu - Mundurlah. Berdirilah sedikit dir belakang pintu.Gadis itu menurut Iapun melangkah surut dan terdiri selangkah dibelakang pintu Ki Demang yang marah itu dengan garangnya telah menyerang Rara Wulan sejadi-jadinya Tangan dan kakinya berganti-ganti terayun,
Ki Demang yang marah itu dengan garangnya telah menyerang Rara Wulan sejadi-jadinya. Tangan dan kakinya berganti-ganti terayun, terjulur lurus dan menebas dengan cepatnya. Namun serangan-serangan itu sama sekali tidak menyentuh Rara Wulan
terjulur lurus dan menebas dengan cepatnya. Namun serangan-serangan itu sama sekali u'dak menyentuh Rara Wulan. Bahkan sekali-sekali jika Rara Wulan sengaja membentur serangan-serangan itu, Ki Demang harus berdesis menahan nyeri.
Dengan kemarahan yang meluap-luap Ki Demang telah menyerang Rara Wulan seperti banjir bandang. Namun serangan-serangannya itu sama sekali tidak mampu menggoyahkan pertahanan Rara Wulan. Bahkan sekali-sekali Rara Wulan yang membalas menyerang, justru mampu mengenai sasarannya.
Beberapa saat kemudian, Ki Demangpun telah mulai terdesak. Beberapa kali ia berloncatan surut untuk mengambil jarak. Namun Rara Wulan berusaha untuk memburunya dan menyerangnya tanpa memberi kesempatan kepada Ki Demang untuk memperbaiki kedudukannya.
Dalam kesulitan itu, maka Ki Demangpun telah bersuit nyaring untuk memberi pertanda kepada para pengikutnya agar mereka datang membantu.
Ampat orang telah datang berlari-lari. Merekapun segera melihat, betapa Ki Demang itu hampir tidak berdaya menghadapi perempuan yang baru saja dibawa ke rumah itu.
Ketika Ki Demang melihat orang yang bertubuh tinggi besar serta orang yang bertubuh sedang dan berkumis lebat, maka iapun segera berteriak - Inilah macam betina yang kau bawa masuk ke dalam rumahku,Kedua orang itu saling berpandangan sejenak. Sementara Ki Demang itu berteriak - Tangkap perempuan itu hidup-hidup. Ia harus menyesali perbuatannya. Aku harus menghukumnya, la akan mengalami perlakuan yang paling buruk dari semua gadis-gadis yang pernah tinggal bersamaku.Keempat orang itupun segera bergerak. Namun tiba-tiba saja mereka mendengar suara tertawa seseorang.
Orang-orang yang berada di halaman belakang ini berusalia untuk melihat sesosok tubuh dalam kegelapan didekat sebatang pohon yang besar. Agaknya orang itu telah cukup lama bersembunyi di belakang pohon itu.
- Iblis kau. Apa maksudmu "- Sudah sejak tadi aku menonton bagaimana Ki Demang berusaha melindungi dirinya dari amukan seorang perempuan yang akan dijadikan korbannya.- Persetan kau - geram Ki Demang yang masih bertempur melawan Rara Wulan sambil meloncat mundur untuk mengambil jarak. Namun Rara Wulan masih tetap memburunya.
Sementara itu orang yang baru muncul itupun berkata pula - Kemudian sekelompok laki-laki datang untuk mengeroyok seorang perempuan.- Diam kau - bentak Ki Demang. Lalu katanya kepada kaki tangannya itu - dua orang di antara kalian, tangkap orang itu hidup atau mati. Kemudian dua orang yang lain bersamaku untuk menangkap perempuan ini hidup-hidup untuk menikmati hukumannya
Demikianlah, maka mereka berempatpun segera membagi diri. Dua orang diantara mereka segera mendekati Glagah Putih, sedangkan kedua orang yang lain telah mendekati Ki Demang yang semakin terdesak. Kedua orang itu adalah kedua orang yang telah membawa Rara Wulan ke rumah Ki Demang itu.
Rara Wulanpun bergeser surut untuk mengambil jarak. Diamatinya kedua orang yang menangkapnya dan membawanya ke rumah Ki Demang untuk diumpankan.
- Selamat malam, Ki Sanak berdua - berkata Rara Wulan sambil mengangguk.
- Setan betina, kau - geram Ki Demang. Perempuan itu sama sekali tidak menjadi cemas, meskipun ia harus berhadapan dengan tiga orang laki-laki termasuk Ki Demang.
- Inikah yang terjadi di kademangan ini " Ki Demang ternyata bukan seorang panutan yang baik. Semula aku tidak percaya bahwa Ki Demang adalah pemakan daging. Terutama gadis-gadis cantik. - Fitnah. Itu fitnah - teriak Ki Demang - aku bukan pemakan orang.- Bukan fitnah, Ki Demang. Yang terjadi memang demikian meskipun tidak pada arti yang sebenarnya. Nah, sekarang kau harus ditangkap. Kau akan dihadapkan kepada rakyatmu yang selama ini ketakutan dan kecemasan.Ki Demang menggeram. Ia tidak ingin membuang waktu lagi.
Karena itu, maka iapun segera berkata lantang - Tangkap gadis itu hidup-hidup.Ketika kedua orang itu mulai bergerak, mereka terkejut melihat laki-laki yang tadi bersembunyi itu melangkah mendekati perempuan yang garang itu.
Ki Demang dan kedua orangnyapun segera berpaling untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh kedua orangnya yang diperintahkannya menangkap laki-laki itu.
Namun Ki Demang dan kedua orang kaki tangannya itu terkejut melihat kedua orang itu terbaring diam di tanah.
- Apa yang kau lakukan terhadap mereka " - bertanya Ki Demang.
- Mereka tidak mati. Mereka hanya pingsan - jawab Glagah Putih.
Jantung Ki Demang terasa semakin cepat berdegup.
Dengan suara yang bergetar iapun bertanya - Bagaimana mungkin mereka begitu saja dapat pingsan " Apakah kau mempunyai ilmu siluman " - Ya, Ki Demang. Ilmuku memang ilmu situman. Karena itu, menyerah sajalah sebelum darahmu dihisap.Wajah Ki Demang menjadi sangat tegang. Namun tiba-tiba ia menggeram - Aku akan membunuh kalian semua Glagah Putihpun segera mempersiapkan diri. Demikian pula Rara Wulan. Sementara itu, Ki Demangpun berkata dengan lantang -Bunuh orang itu. Kemudian kita tangkap perempuan ini bersama-sama.Kedua orang kaki tangan Ki Demang itu nampak ragu-ragu. Sekali mereka berpaling memandang tubuh kawan-kawan mereka yang terbaring diam.
Namun Ki Demang itu membentak - Cepat Selesaikan orang itu.Meskipun keduanya ragu, tetapi keduanya tidak dapat mengelak lagi. Jika mereka tidak melakukannya, maka Ki Demang akan menjadi sangat marah kepada mereka.
Karena itu, meskipun jantung mereka berdebaran, namun keduanyapun melangkah mendekati Glagah Putih.
- Cepat Bunuh orang itu.Kedua orang itupun telah menggapai senjata mereka masing-masing. Namun sebelum mereka sempat menariknya, tiba-tiba saja Glagah Putih telah meloncat Demikian cepat, sehingga hampir tidak dapat diikuti dengan mata kewadagan, tangannya menyambar kening dan arah ulu hati kedua orang itu.
Glagah Putih tidak perlu mengulang serangannya. Kedua orang itupun terlempar jatuh di tanah. Keduanya tidak menggeliat lagi. Seperti kedua kawannya, maka keduanyapun telah pingsan.
Ki Demang menjadi sangat cemas. Tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Orang-orangnya yang ditakuti oleh orang sekademangan itu sudah tidak berdaya.
- Nah, apa katamu sekarang Ki Demang " - Rara Wulanlah yang bertanya. ,
Ki Demang tidak segera dapat menjawab. Degup jantungnya terasa menjadi semakin cepat sehingga terasa dadanya menjadi sakit
- Ulurkan tanganmu - berkata Rara Wulan.
Ki Demang tidak segera menjawab.
Rara Wulanpun kemudian melangkah mendekatinya. Perlahan-lahan ia berjalan mengelilingi Ki Demang itu sambil berkata seolah-olah kepada diri sendiri - Tubuhnya memang tegap. Lengannya nampak kokoh. Jari-jarinyapun kuat seperti jari-jari kaki burung rajawali. Tetapi ternyata didalam tubuh yang tegap itu terdapat tulang-tulang yang rapuh. Tetapi lebih dari itu, jiwanyalah yang lebih rapuh lagi. Ki Demang berdiri bagaikan membeku. Ketika Rara Wulan berdiri dibelakangnya, maka rasa-rasanya nyawanya telah berada di ubun-ubun. Perempuan itu dapat dengan mudah membunuhnya dengan melubangi punggungnya. Namun Rara Wulan tidak menyentuhnya. Bahkan Rara Wulanpun telah membungkuk meraih ikat kepala seorang kaki tangan Ki Demang yang pingsan.
Ki Demang terkejut ketika ia mendengar perempuan itu membentak di belakang punggungnya
- Letakkan kedua tanganmu di-belakang.Dengan serta-merta Ki Demang memutar tubuhnya. Namun dua telapak tangan yang kuat mencengkam pundaknya dan memutarnya kembali
" Letakkan kedua tanganmu di belakang. "
Ki Demang menyeringai menahan sengatan rasa nyeri di pundaknya Ternyata jari-jari perempuan itu sangat kuat bagaikan jari-jari itu terbuat dari baja.
" Cepat"bentak Rara Wulan.
Ki Demang tidak dapat berbuat lain. Ketika kedua tangannya itu diletakkan dibelakang, maka Rara Wulanpun segera mengikatnya dengan ikat kepala.
" Kakang " berkata Rara Wulan " tunggu orang ini. Biarlah aku berbicara dengan gadis itu. "
Glagah Putih tidak menjawab. Tetapi ia melangkah maju mendekati Ki Demang yang tangannya sudah terikat.
Rara Wulanpun kemudian dengan cepat mendapatkan gadis yang gemetar dibelakang pintu.
" Sekarang kau justru sempat membenahi pakaianmu " berkata Rara Wulan " benahilah sebentar. Kami akan mengantarmu pulang. "
Gadis itupun membenahi pakaiannya di belakang pintu belakang. Kemudian Rara Wulanpun telah mengajaknya keluar.
Ki Demang tidak dapat berbuat apa-apa ketika Glagah Putih menggiringnya mengelilingi rumah itu pergi ke halaman depan. Kemudian mereka melangkah keluar regol halaman.
Rara Wulan dan gadis yang telah dikurung beberapa hari di rumah Ki Demang itupun berjalan didepan. Kemudian Ki Demang dan di-belakangnya adalah Glagah Putih.
Ketika mereka sampai di simpang empat, Ki Demang itupun berkata"Kita akan pergi ke mana" "
" Ke rumah gadis ini"Jawab Rara Wulan
" Untuk apa" "
" Tidak untuk apa-apa. Biarlah anak ini pulang. "
" Apakah kita tidak dapat mencari jalan lain " berkata Ki Demang.
" Jalan lain apakah yang kau maksud" "
" Aku mempunyai beberapa buah rumah. Aku mempunyai uang, perhiasan, beberapa buah pedati dan sawah. Dapatkah kita mengkaitkan persoalan kita dengan kekayaanku itu" "
" Maksudmu" "
" Mungkin kau memerlukannya. "
" Seandainya kami memerlukannya, apa yang harus kami lakukan sekarang" "
" Lepaskan aku. Biarlah aku pulang. Besok aku akan menyelesaikan persoalan ini dengan orang tua gadis itu. "
" Lalu gadis itu" "
"Jika kau ingin membawanya kepada orang tuanya, bawalah. "
" Lalu apa yang harus aku katakan kepada orang tuanya"
" Terserah kepadamu, apa yang akan kau katakan. Yang penting, lepaskan aku. Kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan. "
" Bagaimana aku yakin, bahwa aku akan mendapatkannya" "
" Besok kau dapat datang kerumahku. Aku berjanji untuk memberikan apa saja yang kau minta."
Rara Wulan terdiam. Sementara itu gadis yang akan di antar pulang itu menjadi berdebar-debar. Jika Ki Demang itu benar-benar akan dilepaskan, maka segala-galanya akan dapat berbeda.
Namun tiba-tiba saja Rara Wulan itupun berkata " Marilah. Kita berjalan terus. "
" Berjalan kemana" " bertanya Ki Demang.
" Ke rumah gadis ini. "
" Kau dengar tawaranku" "
" Aku dengar. "
" Lalu" " " Aku tidak tertarik. Meskipun aku tidak memiliki apapun dalam pengembaraanku, tetapi kau tidak dapat membeli harga diriku dengan apapun juga."
" Jangan terlalu bodoh. Kau akan dapat menjadi kaya Kau tidak usah bekerja berat, segala kebutuhanmu sudah tercukupi. "
Rara Wulanpun tertawa. Katanya " Maaf, Ki Demang. Menurut pendapatku sebaiknya sekarang juga kau pergi ke rumah gadis ini. Lihat, bulan terang. Sementara itu kademanganmu nampak sepi. Tidak ada anak bermain jamuran. Tidak terdengar tembang gadis-gadis remaja. Tidak terdengar derap anak-anak bermain kejar-kejaran.
Wajah Ki Demang menjadi sangat tegang. Dengan geram iapun berkata " Kau tahu, bahwa aku Demang disini" "
" Ya. Aku tahu. "
" Aku dapat menggantung kau berdua. "
" Justru karena kau seorang Demang, maka kesalahan yang telah kau lakukan itu menjadi berlipat. Hukumanmupun akan berlipat. "
Ki Demang itu mengumpat kasar. Namun tiba-tiba saja terasa punggungnya disentuh oleh laki-laki yang berjalan di belakangnya.
" Ki Demang. Jangan menjadi gila. Sebaiknya kau akui semua kesalahanmu. "
Ki Demang itu menggeretakkan giginya. Namun ikatan tangannya itu tidak dapat dilepaskannya.
" Sudah waktunya perbuatanmu itu dihentikan"berkata Glagah Putih kemudian.
Ki Demang memang tidak dapat berbuat apa-apa. Tetapi apa jadinya jika ia akan dihadapkan orang tua gadis itu. Tetangga-tetangganya tentu akan turut campur pula.
Dengan jantung yang berdebaran, Ki Demang melangkah terus menuju ke rumah gadis yang pernah diculiknya dan disekapnya dirumahnya itu.
Ketika mereka berjalan di depan sebuah regol halaman, di mana ketiga orang laki-laki pernah menyapa dan mencoba mencegah agar Rara Wulan jangan pergi ke banjar, Rara Wulan tertegun sejenak. Mereka masih melihat ketiga orang laki-laki itu duduk di belakang regol.
Ketiganya terkejut melihat Rara Wulan berjalan bersama seorang gadis padukuhan itu yang pernah dinyatakan hilang. Semua orang menyangka, bahwa gadis itu termasuk salah seorang korban Ki Demang. Dibunuh dan dimakannya.
Mereka semakin terkejut ketika mereka melihat Ki Demang terikat tangannya digiring oleh seorang laki-laki muda.
- Apa yang sudah terjadi " - bertanya salah seorang dari mereka.
- Aku telah menangkap Ki Demang - jawab Rara Wulan
- Menangkap Ki Demang " - bertanya salah seorang dari mereka.
- Ya Aku menemukan gadis ini di rumah Ki Demang.- Di rumah Ki Demang "- Ya Aku akan mengantar gadis ini pulang.Ketiga orang itu termangu-mangu sejenak. Namun Rara Wulanpun berkata
- Marilah. Ikut kami mengantar gadis ini pulang.Ketiga orang itu termangu-mangu sejenak.
Namun dalam pada itu, Ki Demangpun berkata - Kau mengenal aku bukan"
- Ya Ki Demang - jawab seorang dari ketiga orang itu.
- Nah, tangkap orang-orang ini. Mereka telah memfitnah aku.Ketiga orang itu termangu-mangu sejenak, sementara Rara Wulanpun berkata - Ki Demang. Semua orang tahu apa yang telah kau lakukan terhadap gadis-gadis yang hilang. Gadis ini akan menjadi saksi, apa yang pernah kau lakukan terhadapnya. Dan tentu juga terhadap gadis-gadis lain yang telah hilang dari rumahnya.

14 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi Ki Demang itupun berteriak - Tangkap orang-orang ini. Mereka telah memfitnah aku.- Diamlah Ki Demang. Tidak ada gunanya kau berteriak-teriak. Tidak akan ada orang yang akan menolongmu. Kaki tanganmu masih pingsan di belakang rumahmu. Demikian pula perempuan kepercayaanmu. Seandainya mereka sudah sadar, mereka tidak akan berani menolongmu, karena mereka tentu akan dibantai oleh rakyatmu.- Gila. Kau sudah gila - teriak Ki Demang. Lalu Ki Demang itupun berteriak - Tolong, tolong aku. Bukankah kalian kenal, siapa aku " Aku akan memberi hadiah kepada kalian yang menolong aku. Tetapi aku akan menghukum mereka yang terlibat dalam usaha yang licik dan keji. Memfitnah aku.- Apapun yang kau katakan, tidak akan dapat menolongmu, Ki Demang - berkata Glagah Putih - jika orang-orangmu mempercayaimu, maka aku akan menusuk punggungmu sampai mati. Kami berdua akan dengan mudah melarikan diri dari orang-orangmu.Jantung Ki Demang tergetar pula mendengar ancaman Glagah Putih. Sementara itu Rara Wulanpun berkata - Biarlah gadis ini nanti mengatakan kepada orang tuanya, apa yang pernah dialaminya di rumah Ki Demang. Penguasa tertinggi di kademangan ini. Seorang yang seharusnya menjadi pengayom dan pelindung rakyatnya di kademangan ini.'
" Jangan percaya kepada mereka. Tolong aku. Nanti kalian akan mendapat hadiah yang sangat berarti bagi seumur hidupmu.Namun Glagah Putih yang berada dibelakang Ki Demang itupun mendorongnya sambil berkata - Ayo, berjalanlah. Kita akan pergi ke rumah gadis itu."Tolong aku - teriak Ki Demang.
" Bagus - berkata Glagah Putih - berteriaklah agar lebih banyak orang yang mendengarnya Mereka akan berdatangan dan ikut mendengarkan kesaksian gadis itu." Setan kau.- Namun Ki Demang itu terkejut. Tiba-tiba saja tangan Glagah Putih telah menyambar mulut Ki Demang itu sehingga Ki Demang itu mengaduh kesakitan.
" Jika kau mengumpat lagi, maka aku akan merontokkan gigimu semuanyaKi Demang itu terdiam. Sementara Glagah Putihpun berkata kepada Rara Wulan - Marilah. Kita pergi ke rumah gadis itu.Rara Wulanpun kemudian berkata kepada gadis yang diselamatkannya itu - Marilah kita berjalan.Keduanyapun meneruskan langkah mereka. Glagah Putihpun telah mendorong Ki Demang yang tangannya masih terikat
Ternyata ketiga orang laki-laki itupun mengikutinya dibelakang. Seorang Lainnya yang mendengar Ki Demang berteriak dan menjenguk di regol halamanpun telah mengikuti pula Seorang lagi dan seorang lagi, sehingga akhirnya menjadi sebuah iring-iringan dari beberapa orang Laki-laki.
Sejenak kemudian gadis yang telah ditolong Rara Wulan itupun berhenti didepan regol halaman yang tidak terlalu luas. Dengan nada berat gadis itu berdesis - Ini rumahku." Ini rumahmu " - ulang Rara Wulan.
" Ya- " Baiklah. Marilah aku serahkan kau kepada orang tuamu.Gadis itu menjadi berdebar-debar; Namun iapun kemudian melangkah mendorong pintu regol yang tertutup, tetapi diselarak dari dalam.
Demikian pintu itu terbuka, maka gadis itupun segera melangkah memasuki halaman diikuti oleh Rara Wulan.
Tetapi Ki Demang tidak segera melangkah masuk. Terasa kakinya bagaikan menjadi timah yang sangat berat.
" Masuklah - berkata Glagah Putih.
Ki Demang menjadi semakin berdebar-debar. Tetapi ia tidak dapat menolak lagi, ketika Glagah Putih kemudian mendorongnya.
Gadis yang diselamatkan Rara Wulan itu seakan-akan tidak dapat menunggu lagi. Iapun kemudian berlari naik ke pendapa, langsung menuju ke pintu pringgitan. Dipukulinya pintu pringgitan itu dengan kerasnya
Ayah dan ibunya terkejut mendengar pintu rumahnya dipukuli dengan kerasnya. Dengan nada tinggi ayah gadis itu bertanya - Siapa diluar. he " Yang terdengar adalah jerit gadis itu - Ibu, ibu. Ibunya yang mendengar dan langsung mengenali suara anak gadisnya tidak menunggu lebih lama lagi. Iapun segera berlari, mengangkat selarak pintu pringgitan.
Demikian pintu terbuka, maka dilihatnya anak gadisnya berdiri di belakang pintu.
Kedua orang ibu dan anak itupun segera saling berpelukan. Gadis yang telah diculik kaki tangan Ki Demang itupun menangis sejadi-jadinya.
Ibunya juga menangis. Tetapi ia masih dapat bertanya - Apa yang telah terjadi, ngger " Kemana saja kau selama ini " - Ki Demang, ibu. - - Bagaimana dengan Ki Demang " Anak perempuannya tidak dapat langsung menjawab. Tangisnya tumpah bagaikan air yang meluap dari bendungan yang pecah.
Ayahnyalah yang kemudian melangkah keluar. Dilihamya Rara Wulan terdiri termangu-mangu di pringgitan. Sementara itu, beberapa orang berdiri di halaman.
- Siapa kau " - suara ayah gadis itu tergetar.
- Aku datang untuk mengembalikan anak gadismu Ki Sanak. - Kau mengembalikan anak gadisku " - Ya Aku telah mengambilnya dari rumah Ki Demang. "
Wajah ayah gadis itu menjadi semakin tegang. Dilihatnya Rara Wulan berdiri termangu-mangu.
- Katakan yang sebenarnya - geram ayah gadis itu - jika kau berbohong, aku bunuh kau. Rara Wulan bergeser mundur. Ia dapat mengerti, bahwa laki-laki itu tentu sedang dalam kebingungan. Ayah gadis itu tentu masih belum tahu, apa yang sebenarnya terjadi.
- Bertanyalah kepada anakmu - jawab Rara Wulan.
Laki-laki itupun kemudian berpaling kepada anaknya. Sementara di halaman, Glagah Putihpun berkata - Kami telah menangkap Ki Demang yang telah menculik anakmu. Laki-laki itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian anak gadisnya yang sudah puas menangis di dada ibunya itupun berkata disela-sela isaknya - Perempuan itu telah menolong aku, ayah. - Bagaimana hal itu dapat melakukannya " - Entahlah. Tetapi ia sudah masuk ke rumah Ki Demang. Berkelahi dan mengalahkan Ki Demang beserta kaki tangannya. Kemudian mengikat tangan Ki Demang dan membawanya kemari. Laki-laki itupun kemudian bertanya kepada Rara Wulan - Apa yang telah kau lakukan " Rara Wulan mengerutkan dahinya. Sikap ayah gadis itu dapat dimengertinya. Tetapi Rara Wulan tidak menyukai sikap itu. Karena itu, Rara Wulan tidak segera menjawab.
Karena Rara Wukn tidak segera menjawab, maka ayah gadis itupun membentaknya - Kenapa kau diam saja, he " Apakah kau tidak dapat berbicara " - Ayah - anak gadisnya berlari memeluk ayahnya dari belakang dengan eratnya. Katanya - Ayah perempuan itu telah menyelamatkan aku dari tangan Ki Demang. Tiba-tiba saja Ki Demang yang terikat tangannya dibelakang itupun berteriak - Aku telah difitnah. Perempuan itu telah menipuku. Tetapi tiba-tiba Ki Demang itu terdiam ketika tangan Glagah Putih mencengkam tengkuknya sambil berkata - Ki Demang. Sudah aku katakan, aku dapat membunuhmu. Aku dapat berbuat apa saja tanpa dapal dihalangi. - Kau akan ditangkap oleh rakyatku yang setia serta berpegang pada kebenaran sejati. Tiba-tiba saja tubuh Ki Demang itu berputar. Tangan Glagah Putih telah menyambar mulutnya dengan kerasnya.
- Cobalah berbicara lagi. Perlakuan anak muda itu terhadap Ki Demang telah menggetarkan jantung orang-orang yang menyaksikannya.
Ayah gadis yang diselamatkan oleh Rara Wulan itupun kemudian berdiri termangu-mangu. Jantungnya terasa berdegup semakin keras. Ia benar-benar menjadi bingung melihat keadaan yang tiba-tiba saja dihadapkan dimuka hidungnya.
Rara Wulan yang tidak menyukai sikap ayah gadis yang diselamatkannya itupun tiba-tiba saja telah melangkah turun dari pendapa. Kepada Glagah Putih iapun berkata - Marilah. Tugas kita sudah selesai. Terserah kepada orang-orang padukuhan ini, apa yang akan mereka lakukan. - Kita perlu memberikan penjelasan - berkata Glagah Putih.
- Aku tidak suka diperlakukan seperti ini. Rara Wulan tidak menunggu lebih lama lagi. Iapun segera melangkah menuju ke pintu regol halaman.
Glagah Putih tidak dapat melepaskannya pergi. Karena itu, maka Glagah Putihpun berkata kepada orang-orang yang ada di halaman rumah itu " Terserah kepada kalian. Tetapi dengarlah ceritera gadis yang telah menjadi korban itu. Kami sudah mencoba untuk membongkar kejahatan ini. Langkah selanjurnya terserah kepada kalian. "
Glagah Putihpun kemudian segera melangkah menyusul Rara Wulan ke regol halaman.
Namun Ki Demangpun telah berteriak - Jangan biarkan kedua orang itu pergi. Tangkap mereka. Aku harus mengadilinya.Orang-orang itu memang menjadi bingung. Mereka tidak tahu apa yang akan dikerjakannya.
Namun tiba-tiba saja gadis yang baru saja dibebaskan oleh Rara Wulan itupun berteriak - Jangan. Jangan tangkap kedua orang itu. Tetapi sebaiknya kita minta mereka dengan rendah hati untuk kembali ke halaman rumah ini. Ayahku menyambut mereka dengan sikap yang terlalu kasar, sehingga perempuan itu telah tersinggung karenanya.- Apa yang sebenarnya telah terjadi, ngger "- seorang yang sudah separo baya melangkah mendekati gadis yang kemudian berdiri di tangga pendapa itu.
Namun Ki Demang masih juga berteriak - Tangkap dahulu kedua orang itu, hidup atau mati.- Tidak - gadis itupun berteriak pula - Mereka telah menolong aku Beberapa hari yang lalu, aku telah diculik oleh beberapa orang yang ternyata adalah kaki tangan Ki Demang. Aku disekap di dalam rumahnya untuk dijadikan budaknya. Budak nafsu rendahnya yang tidak terkendali.- Itu fitnah - teriak Ki Demang - ia sudah terpengaruh oleh kedua orang itu. Kedua orang itulah yang telah menculik gadis itu dan mengotori otaknya dengan bayangan-bayangan yang menakutkan. Aku kenal keduanya. Kakak beradik itu adalah orang-orang upahan dari saudara sepupuku, yang menginginkan jabatanku.- Ki Demanglah yang telah memfitnah - gadis itupun kemudian berpaling kepada ayahnya - seharusnya ayah berterima kasih kepada kedua orang itu. Tetapi ayah justru menyakiti hatinya.- Aku menjadi bingung. Bingung sekali- Panggil keduanya kakang. Panggil dan minta maaf kepada mereka.- berkata ibu gadis itu.
- Itu tidak perlu - teriak Ki Demang - justru keduanya harus ditangkap hidup atau mati.Orang yang sudah separo baya itupun kemudian berkata - Aku mempercayai gadis ini. Selama ini kita memang sudah mencurigai Ki Demang. Bahkan telah timbul dugaan, bahwa Ki Demang telah menculik gadis-gadis untuk dibunuh dan dimakannya. Ternyata dugaan itu benar. Gadis-gadis yang hilang itu memang telah diculik oleh Ki Demang.- Gila. Itu adalah pendapat orang gila- Ada dua kemungkinan Ki Demang - berkata orang yang sudah separo baya itu - dugaan itu adalah dugaan yang gila, atau karena Ki Demang menjadi gila, lalu timbullah dugaan-dugaan seperti itu.- Kau juga memfitnah aku " Aku tidak menduga, bahwa selama ini kau bersikap baik kepadaku. Ternyata kau telah menusuk di arah punggung.- Bukan begitu Ki Demang. Kita sekarang sedang mencari kebenaran, apa yang sebenarnya telah terjadi di kademangan kita ini,Wajah Ki Demang menjadi tegang. Sementara itu, gadis yang baru saja dibebaskan itupun berkata lantang - Aku dapat memberikan kesaksian tentang perbuatan jahat Ki Demang. Biarlah aku menjadi sangat malu karena keadaanku. Tetapi aku akan memberikan kesaksian tanpa menyembunyikan sesuatu.- Itukah yang telah terjadi " - suara ayah gadis itu bergetar.
- Ya, ayah. Dan ayah sudah menyakiti hati perempuan yang menolongku.Tiba-tiba laki-laki itu berlari masuk ke dalam rumahnya Ketika ia berlari keluar, ditangannya telah tergenggam sebilah keris telanjang.
Beberapa orang meloncat menahannya. Mereka berusana mencegah niat ayah gadis yang telah disekap oleh Ki Demang itu untuk langsung membunuhnya
- Aku bunuh binatang itu - geram ayah gadis itu
- Jangan. Kita masih memerlukannya - berkata orang yang sudah separo baya - meskipun anakmu telah dibebaskan, tetapi masih ada beberapa orang gadis yang lain yang masih belum diketemukan. Beberapa orang gadis dari padukuhan yang lain.
Meskipun kemarahan yang sangat telah membakar jantungnya, namun ayah gadis yang disekap oleh Ki Demang itu masih dapat menahan diri. Beberapa orang gadis yang hilang itupun harus ditemukan dan diselamatkan.
Dalam pada itu, halaman rumah itupun menjadi semakin banyak didatang, orang. Bukan hanya laki-laki. Tetapi juga beberapa orang perempuan
Sementara itu, laki-laki separo baya itupun berkata - Selama ini kami hanya dapat mencurigai Ki Demang tanpa dapat menunjukkan bukti atau saksi. Sekarang, kita mempunyai saksi yang kuat yang bersedia untuk rrtemberikan kesaksian yang diperlukan itu.Jantung Ki Demang menjadi semakin berdebar-debar. Orang-orang yang ada di halaman itu semakin mendesak maju. Sementara itu orang yang sudah separo baya itu berkata selanjutnya "Panggil Ki Jagabaya dan bebahu yang lain. "
Namun seorang laki-laki yang masih lebih muda berkata lantang - Jika para bebahu itu berpihak kepada Ki Demang "- Kalau begitu kita sajalah yang menentukan hukuman baginya. Terserah kepada kita, apakah Ki Demang itu akan kita pancung atau kita gantung.- Tunggu - berkata orang yang sudah separo baya - kita harus membebaskan yang lain. Karena itu, kita tidak akan membunuhnya Kecuali jika Ki Demang tidak mau menunjukkan, di mana ia menyembunyikan gadis-gadis yang lain.Dalam pada itu, Ki Demang tidak dapat menahan gejolak perasaannya lagi. Ia tahu, bahwa di tangan rakyatnya yang marah itu, ia akan menjadi pengewon-ewon. Karena itu, selagi mereka sedang berbincang dengan sepenuh perhatian, Ki Demang itu tiba-tiba saja telah mencoba melarikan diri. Meskipun tangannya terikat dibelakang, tetapi ia sempat juga berlari menerobos beberapa orang yang sedang mengerumuninya.
Namun seorang dari mereka sempat menyilangkan kakinya, sehingga kaki Ki Demang itupun telah terantuk kaki itu dan jatuh terjerembab.
Ternyata sikap Ki Demang itu telah menyulut kemarahan orang-orang yang mengerumuninya. Seorang tiba-tiba saja menerkamnya, menarik berdiri dan dengan serta-merta memukulnya.
Beberapa orang lain dengan serta-merta telah ikut memukulinya pula. Semakin lama semakin banyak yang terlibat.
Orang yang sudah separo baya itu dengan susah payah mencoba mencegah mereka. Sambil berteriak-teriak ia mendorong orang-orang yang kehilangan kendali itu.
- Jangan lakukan itu. Jangan. Kita akan menyerahkan Ki Demang kepada orang yang berwenang mengadili dan menjatuhkan huku-man.Akhimya kemarahan orang-orang padukuhan itu dapat diredakan. Namun orang-orang itu tidak sekedar mengikat tangan Ki Demang ke belakang. Tetapi mereka mengikat Ki Demang pada sebatang pohon
Ki Demang sudah tidak dapat berbicara apa-apa lagi, kecuali mengerang kesakitan.
Orang yang sudah separo baya itupun kemudian berkata - Jagalah Ki Demang baik-baik. Aku dan ayah gadis itu, akan mencari kedua orang yang telah menolong dan membebaskan gadis itu. Jika kami dapat menemukannya maka kami akan membawa mereka kembali. Kami harus minta maaf kepada mereka berdua Hati Budha Tangan Berbisa 13 Pendekar Slebor 64 Pedang Buntung Pesanggrahan Keramat 1

Cari Blog Ini