Ceritasilat Novel Online

Pesanggrahan Keramat 1

Joko Sableng 1 Pesanggrahan Keramat Bagian 1


PESANGGRAHAN KERAMAT Hak Cipta Dan Copy Right
Pada Penerbit Dibawah Lindungan Undang-Undang
Dilarang Mengcopy atau Memperbanyak Sebagian atau Seluruh Isi Buku Ini Tanpa
Izin Tertulis dari Penerbit Serial Joko Sableng
Dalam Episode :
Pesanggrahan Keramat
1 MATAHARI telah jatuh di bentangan kaki langit sebelah barat. Angin malam yang
dingin menusuk tulang mulai
berhembus. Bersamaan dengan itu dari ufuk sebelah tenggara perlahan-lahan bulan
bulat penuh yang bersinar putih kekuning-kuningan mulai menapak menuju hamparan
angkasa raya, membuat lintasan bumi kembali benderang setelah sesaat digenggam
kepekatan dengan tenggelamnya sang matahari.
Di bawah jilatan sang rembulan dua penunggang kuda terlihat meluncur deras
menuju rimba belantara sepi di kaki gunung. Untuk beberapa lama
hentakan-hentakan ladam kaki kuda menyentak memecah kesenyapan kawasan yang
menuju kaki gunung. Tapi kesunyian kembali membungkus tatkala kedua
penunggang kuda ini hentikan kuda tunggangan masing-masing di tepi bagian timur
rimba belantara.
Sejurus kedua penunggang ini
sama-sama diam di atas punggung kuda masing-masing. Mulut masing-masing orang
terlihat terkancing rapat. Hanya sepasang mata mereka yang tak berkedip menyapu
ke sekitar tempat itu.
Tak berselang lama, penunggang kuda sebelah kanan membuat gerakan dengan
memalingkan wajahnya pada penunggang kuda
di sebelah kirinya. Sejenak
keduanya saling berpandangan.
"Kita hampir sampai ditujuan..."
bisik penunggang kuda sebelah kanan seraya usap-usap wajahnya yang
keringatan. Dia adalah seorang laki-laki setengah baya. Mengenakan pakaian warna
biru gelap dengan ikat kepala warna merah. Rambutnya panjang sebahu dan telah
berwarna dua. Sepasang matanya tajam. Kumis dan jenggotnya lebat, hingga yang
tampak di bawah hidung hanyalah jutaian rambut sampai di depan leher. Sedangkan
penunggang kuda sebelah kiri adalah juga seorang laki-laki yang usianya kirakira enam puluh tahun.
Mengenakan pakaian warna merah dengan ikat kepala hitam. Kepalanya gundul.
Wajahnya juga bersih dari rambut.
Sepasang matanya melotot besar dan menjorok keluar. Pada telinga kanannya
terlihat sebuah anting-anting besar dari akar laut berwarna hitam.
"Aku juga telah membaui tubuh manusia. Berarti sasaran kita memang berada di
kawasan ini dan tak jauh dari tempat kita!" laki-laki berkepala botak menyahut
dengan suara ditahan. Lalu kedua tangannya diangkat diusap-usapkan pada
kepalanya yang plontos. Bibirnya sunggingkan senyum seringai.
Laki-laki yang di sebelah kanan
menghela napas dalam-dalam. Lalu
mendongak memandangi rembulan.
"Randu Sabrang...," katanya memanggil nama laki-laki berkepala botak.
"Sebenarnya aku masih kurang percaya dengan kabar yang berhasil kita sirap ini.
Mengingat saat ini rimba persilatan dalam keadaan keruh. Fitnah dan kabar bohong
merebak di mana-mana.
Aku khawatir, jangan-jangan apa yang kita lakukan adalah sebagian kabar bohong
itu! Kabar yang mengantarkan kita terjebak dan menemul ajal seperti beberapa
orang yang akhir-akhir ini tewas secara bergelombang...."
Laki-laki berkepala botak yang
dipanggil Randu Sabrang berpaling.
Sepasang matanya yang melotot besar memandang tak berkedip. Namun sesaat
kemudian bibirnya sunggingkan senyum sinis.
"Uli Santang! Aku menangkap
keragu-raguan dalam ucapanmu. Kau tampaknya takut menghadapi orang yang akan
kita temui!"
Laki-laki setengah baya yang
berambut panjang dan dipanggil dengan nama Uli Santang keluarkan dengusan pelan
tanpa berpaling. Setelah tertawa pendek dia berkata.
"Randu Sabrang. Harap kau jaga kata-katamu! Aku tak pernah gentar berhadapan
dengan siapa saja. Aku hanya khawatir jika masuk perangkap kabar dusta, hingga
penyelidikan kita hanya akan berakhir dengan kesia-siaan!
Apalagi yang sedang kita cari dan kita selidiki adalah sesuatu yang saat ini
menjadi pembicaraan banyak orang."
Meski agak jengkel dengan ucapan Uli Santang, namun si gundul Randu Sabrang coba
menindihnya. Tapi dagunya yang masih tampak kokoh terlihat terangkat sedikit,
sementara sepasang matanya yang menjorok keluar berputar liar,
memandangi laki-laki di sebelahnya yang masih tengadah.
"Lantas apakah kita akan balik jalan"!" tanya Randu Sabrang dengan suara datar.
Untuk kesekian kalinya si gondrong Uli Santang keluarkan suara tawa pendek.
Kepala bergerak lurus, lalu menggeleng perlahan.
"Kita telah melakukan perjalanan jauh. Malah untuk mendapatkan
keterangan, beberapa kali kita hams membunuh orang. Perbuatan konyol jika kita
balik jalan sebelum membuktikan dengan mata kepala sendiri!"
"Hm.... Bagus. Jika demikian kita harus bergerak sekarang!" ujar Randu Sabrang
seraya meloncat turun dari kuda tunggangannya. Lalu menyambung
ucapannya. "Sebaiknya kita tinggalkan kuda kita di sini. Selain gerakan kita
lebih bebas, kedatangan kita juga tak akan dicurigai...."
Mungkin merasa kata-kata Randu
Sabrang ada benarnya, tanpa keluarkan kata-kata lagi, Uli Santang meloncat
turun. Keduanya lantas menambatkan kuda masing-masing pada sebatang pohon.
Tiba-tiba Randu Sabrang takupkan
tangan sejejar dada. Sementara hidungnya kembang kempis mengendus. Uli Santang
tegak diam memperhatikan. Dia tahu betul apa yang sedang dilakukan oleh Randu
Sabrang, kakak seperguruannya yang memang punya keahlian untuk dapat menentukan
sasaran dengan penciumannya.
Setelah beberapa saat, dan Randu
Sabrang telah tak lagi mengendus, Uli Santang ajukan pertanyaan.
"Bagaimana"!"
"Tak jauh dari sini. Tapi aku tak dapat menentukan arahnya. Karena ada hawa yang
rupanya sengaja dihembuskan untuk menangkal keberadaannya! Kita harus hati-hati.
Menilik hawa penangkalnya, orang yang akan kita hadapi bukan orang sembarangan!" jawab Randu
Sabrang mengingatkan.
Uli Santang gerakkan mulutnya
membuat senyum dingin dan sinis.
"Nyatanya kau yang kecut. Dengan menebarkan hawa penangkal belum tentu
menunjukkan bahwa dia berilmu tinggi!
Mungkin saja hawa itu hanya untuk melindungi dirinya serta menutupi kelemahan
ilmunya!" "Terserah kau mau bilang apa. Yang pasti, dengan mampu menebarkan hawa penangkal
dia berilmu tinggi. Karena hawa itu memerlukan pengerahan tenaga dalam yang
kuat!" sungut Randu Sabrang dengan wajah merah padam. Laki-laki botak ini lantas
putar tubuhnya setengah lingkaran.
"Kita bergerak sekarang!"
Habis berkata begitu, si gundul
Randu Sabrang berkelebat. Uli Santang sesaat masih tegak mengawasi sekeliling.
Lalu sekejap kemudian berkelebat
mengikuti Randu Sabrang.
Pada suatu tempat yang terlindung beberapa potion besar hingga cahaya sang
rembulan tak dapat menembus, Randu Sabrang hentikan larinya. Kedua
tangannya dirangkapkan didepan dada.
Mulutnya komat-kamit. Bersamaan dengan itu tiba-tiba menebar hawa dingin sejuk.
Beberapa saat berlalu. Tiba-tiba
Randu Sabrang menoleh ke belakang, ke arah Uli Santang yang memang telah berada
di belakangnya. Bibirnya sunggingkan senyum. Namun laki-laki botak ini segera
beri isyarat agar Uli Santang tak buka mulut ketika dilihatnya laki-laki
berambut panjang itu hendak berkata.
Randu Sabrang lantas angkat tangan kanannya dan menunjuk pada suatu arah.
Seakan tahu isyarat, Uli Santang
anggukkan kepalanya. Sejenak kemudian kedua orang ini berkelebat ke arah yang
baru saja ditunjuk Randu Sabrang.
Pada suatu tempat agak landai yang hanya ditumbuhi semak belukar Randu Sabrang
dan Uli Santang hentikan
larinya. Keduanya lantas merunduk dan mendekam di balik sebatang pohon besar.
Kedua bola mata masing-masing memandang liar ke depan dengan tak berkedip. Dada
mereka masing-masing tampak bergetar karena terkejut. Namun untung mereka masih
bisa menahan mulut, hingga meski keduanya terkejut besar, tapi. tak ada suara
yang keluar dari mulut
masing-masing. Dari tempatnya mendekam, Randu
Sabrang dan Uli Santang dapat melihat dengan jelas seseorang sedang duduk
bersandar pada sebuah batu besar. Orang ini duduk bersila dengan kedua tangan
merangkap di depan dada. Rambutnya panjang sepunggung. Mengena-kan pakaian warna
putih diselempangkan di bahu kanan kirinya mirip pakaian seorang resi. Raut muka
orang ini tak terlihat jelas, karena kepalanya mengenakan caping lebar dan
dalam, hingga dari wajahnya hanya dagunya saja yang kelihatan.
Untuk beberapa lama Randu Sabrang dan Uli Santang memperhatikan dengan seksama
tanpa keluarkan suara. Sesaat kemudian Uli Santang berpaling pada si gundul
Randu Sabrang. "Apakah dia orangnya"!" bisiknya dengan suara bergetar.
Randu Sabrang menggeleng perlahan.
"Aku belum bisa memastikan...."
Uli Santang kernyitkan kening lalu berpaling lagi ke depan dan berucap lirih.
"Bukankah kau pernah beberapa kali bertemu dengannya sebelum berita ini
menyebar"!"
"Benar. Tapi dia tak mengenakan pakaian seperti itu. Juga tidak
mengenakan caping! Rambutnya pun
biasanya disanggul ke atas."
"Hmmm.... Mungkin dia sekarang menyamar karena merasa dikejar-kejar orang.
Sayang aku tak pernah bertemu sebelumnya..., kata si gondrong Uli Santang dalam
hati. Lalu bertanya.
"Kau ingat ciri-cirinya"!"
Randu Sabrang kerutkan dahi seakan mengingat-ingat. Lalu sorongkan
wajahnya dan berbisik.
"Yang membedakan dia dari laki-laki lain adalah sebuah tahi lalat tepat di
tengah-tengah antara kedua matanya!"
"Hmm.... Aku dapat menebak sekarang kenapa dia mengenakan caping lebar dan
dalam. Dia sengaja menutupi tanda khusus di tengah antara kedua matanya itu! Aku
makin yakin bahwa dia adalah orang yang kita cari," ujar Uli Santang dengan
senyum mengulas di bibir.
"Mari kita buktikan, apakah dia benar-benar orang yang kita cari!"
sambung Uli Santang lalu memberi isyarat pada Randu Sabrang untuk segera keluar
dari tempat mendekamnya.
Namun gerakan kedua orang ini
tertahan, karena bersamaan dengan itu sesosok bayangan hitam berkelebat dan
tahu-tahu telah berdiri tegak sepuluh langkah di hadapan orang yang duduk
bersila. Randu Sabrang dan Uli Santang
urungkan niatnya untuk keluar. Mata mereka masing-masing memandang nanar ke
depan, pada orang yang kini berdiri di hadapan orang yang duduk bersila.
Tiba-tiba Uli Santang surutkan
pundaknya ke belakang pertanda terkejut.
Matanya dia buka lebih lebar lagi memperhatikan orang di depan sana!
Sementara Randu Sabrang tampak
tenang-tenang saja walau matanya juga tak berkedip mengawasi.
"Air mukamu berubah! Apakah kau mengenal manusia yang baru datang itu"!"
tegur Randu Sabrang dengan berbisik.
Uli Santang tidak segera memberi
jawaban. Randu Sabrang menunggu. Karena ditunggu agak lama Uli Santang tidak
juga buka mulut, Randu Sabrang ulangi lagi pertanyaannya dengan sedikit kasar.
"Kau dengar ucapanku, Uli Santang.
Apakah kau kenal dengan manusia itu"!"
Dengan wajah kaku dan mendengus Uli Santang berpaling. Sejenak ditatapinya
saudara seperguruannya itu dengan pandangan geram.
"Percuma kau malang melintang dalam rimba persilatan jika tidak dapat mengenal
tokoh-tokohnya! Buka matamu lebar-lebar. Dia adalah manusia yang bergelar Setan
Neraka! Salah satu tokoh yang akhir-akhir ini banyak menelan korban!"
Si gundul Randu Sabrang tak sedikit pun menampakkan perasaan terkejut mendengar
Uli Santang sebutkan siapa adanya orang di depan sana. Malah sambil menyeringai
dia menyambuti ucapan si gondrong Uli Santang.
"Aku memang tidak berniat mengenal siapa-siapa saja orang rimba persilatan.
Yang penting bagiku menghabisi siapa saja yang coba menghadang langkahku!"
Uli Santang buka mulut tertawa tanpa keluarkan suara. Namun tiba-tiba dia
katupkan kembali mulutnya. Dan serentak kepalanya berpaling ke depan, demikian
juga Randu Sabrang karena saat itu dari arah depan terdengar suara bentakan.
"Bandung Bandawangsa, manusia yang bergelar Malaikat Lembah Hijau! Kau bisa
menipu orang dengan menyamar sebagai apa saja, tapi di hadapanku kau tak akan
bisa berbuat banyak! Kau tak dapat menipu penglihatanku!" yang keluarkan
bentakan adalah orang yang baru datang dan kini tegak memperhatikan orang yang
duduk bersila. Mendapati bentakan orang, orang
yang duduk bersila terlihat sedikit terkejut. Bukan karena kedatangan-nya,
melainkan karena orang sudah tahu siapa dirinya. Namun keterkejutannya segera
disembunyikan dengan keluarkan tawa pendek. Tangannya yang merangkap di depan
dada diluruhkan. Tangan kanannya lalu bergerak menyodok ujung caping lebarnya,
hingga caping itu bergerak ke atas, membuat sebagian wajahnya yang tak kelihatan
dapat terlihat sesaat. Namun sekejap kemudian tangannya luruh
kembali, hingga wajahnya kembali tak terlihat. Tapi waktu yang sesaat itu sudah
cukup baginya untuk mengetahui siapa adanya orang yang berdiri di hadapannya.
Dia adalah seorang laki-laki
berusia lanjut. Mengenakan pakaian rombeng dan sudah robek di sana-sini.
Rambutnya sangat tipis dan telah
memutih. Raut wajahnya lonjong dengan mata besar dan hidung sangat kecil.
Kulitnya berwarna hitam dan tipis, hingga yang terlihat jelas adalah tonjolan
tulang-tulang wajahnya. Inilah seorang tokoh
yang dalam rimba
persilatan namanya sudah tidak asing lagi. Karena selain mempunyai ilmu tinggi,
juga dikenal sebagai tokoh yang ganas dan mudah menurunkan tangan maut, hingga
dia digelari dengan Setan Neraka.
"Setan Neraka.... Hmm.... Rupanya dia telah mengetahui siapa diriku.
Apakah kedatangannya juga bermaksud seperti beberapa orang sebelumnya"
Heran, Apa tujuan sebenarnya orang-orang selalu memburuku dan meminta dariku
sesuatu yang aku sendiri tak tahu. Pedang Tumpul.... Mereka kebanyakan
membicarakan Pedang Tumpul. Apa
hubungannya pedang itu dengan diriku"
Aku benar-benar ditimpa sial! Harus berpindah-pindah tempat hanya untuk
menghindari kejaran orang-orang yang maksudnya tak kumengerti!" orang yang duduk
bersila dan tadi disebut dengan Bandung Bandawangsa alias Malaikat Lembah Hijau
membatin seraya usap-usap dadanya seolah ingin meredakan gejolak yang akhirakhir ini selalu melanda hatinya karena dipenuhi dengan beberapa pertanyaan yang
sampai sekarang tidak bisa ditemukan jawabnya.
Selagi Malaikat Lembah Hijau
berkata dengan dirinya sendiri, Setan Neraka maju satu tindak. Kedua tangannya
bergerak sedekap. Sesaat kemudian laki-laki berpakaian rombeng ini
berkata. "Malaikat Lembah Hijau. Meski kita lain golongan, namun di antara kita tidak
pernah terjadi silang sengketa. Dan kedatanganku kali ini dengan harapan tidak
akan terjadi silang sengketa meski aku membutuhkan sesuatu darimu!"
"Hm.... Begitu"!" Malaikat Lembah Hijau buka mulut. "Harap kau segera mengatakan
apa maksud kedatanganmu.
Namun aku juga berharap, agar tidak ada silang sengketa jika nantinya aku tidak


Joko Sableng 1 Pesanggrahan Keramat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat membantumu!"
Setan Neraka tersenyum menyeringai, hingga tulang pipinya sedikit terangkat.
Sepasang matanya yang besar menyorot tajam memandangi Malaikat Lembah Hijau.
Sementara itu, di balik pohon Randu Sabrang dan Uli Santang sama tersentak
begitu Malaikat Lembah Hijau keluarkan suara. Namun wajah masing-masing orang
ini tampak berseri. Malah Uli Santang terlihat tersenyum lebar. Karena dengan
terdengarnya suara jawaban Malaikat Lembah Hijau, mereka tanpa membuktikan lagi
siapa adanya orang yang duduk, mereka telah dapat mengetahuinya!
"Rupanya perjalanan kita tidak sia-sia...," gumam Uli Santang dengan mata lurus
ke arah Setan Neraka dan Malaikat Lembah Hijau.
"Benar. Sasaran telah di depan mata.
Lantas apa yang harus kita perbuat sekarang"!" tanya Randu Sabrang.
"Sebaiknya kita menunggu sambil melihat apa yang hendak dilakukan si Setan
Neraka itu! Sekaligus untuk menjajaki sampai di mana kehebatan ilmu Setan Neraka
serta Malaikat Lembah Hijau!"
"Malaikat Lembah Hijau...," kata Setan Neraka sambil usap-usapkan kedua
tangannya satu sama lain.
"Kau tentunya telah tahu dan dengar, bahwa rimba persilatan saat ini sedang
dilanda kemelut yang tiada hentinya.
Tokoh-tokoh rimba persilatan saling bunuh tanpa maksud yang jelas. Lalu beberapa
tokoh yang telah lama tiada kabar beritanya tiba-tiba muncul lagi dan membuat
keributan di sana-sini.
Belum lagi...," Setan Neraka tak melanjutkan ucapannya karena Malaikat Lembah
Hijau telah menukas.
"Setan Neraka! Aku tak punya waktu banyak. Bicaralah terus terang saja.
Katakan apa hubungannya semua yang kau katakan tadi dengan diriku!"
Setan Neraka mendengus dan memaki dalam hati. Walau ucapan Malaikat Lembah Hijau
membuatnya geram, namun kakek ini menindihnya. Setelah menahan dadanya yang
bergetar, dia berkata.
"Sebenarnya pangkal dari segala kemelut yang terjadi saat ini adalah dirimu!"
Malaikat Lembah Hijau melengak
kaget hingga bahunya terlihat
berguncang. Mulutnya komat-kamit.
Lalu terdengar ucapannya. Suaranya parau dan bergetar
"Kau jangan seenaknya menuduh orang Setan Neraka! Atau mulutmu akan
kutampar!"
Setan Neraka mendongak. Lalu dari mulutnya terdengar suara tawa keras dan
panjang hingga sesaat kemudian tempat itu seakan tersentak dari kesunyian.
Setelah puas tertawa, kakek ini luruskan kepalanya memandang tajam pada Malaikat
Lembah Hijau. "Dengar baik-baik Malaikat Lembah Hijau! Selain saling membunuh dengan tujuan
ingin menjadi orang tanpa tanding tokoh-tokoh itu juga memburu senjata mustika
yang kehebatannya luar biasa!"
"Hmm.... Rupanya dia juga ingin membicarakan tentang Pedang Tumpul itu.
Aku makin tak mengerti dengan semua ini...," ucap Malaikat Lembah Hijau dalam
hati, lalu berkata dengan suara agak keras.
"Setan Neraka! Kukatakan sekali lagi, bicaralah terus terang atau aku akan
meninggalkanmu!"
"Boleh-boleh saja kau meninggalkan aku, namun kau harus serahkan dulu petunjuk
tentang beradanya pedang mustika itu!" ujar Setan Neraka dengan tertawa ngakak.
Malaikat Lembah Hijau menyeringai dengan mata di balik caping mendelik besar.
"Kau rupanya tak beda dengan beberapa orang yang datang sebelumnya!
Meminta sesuatu yang tidak kupunyai!"
Setan Neraka makin keraskan suara tawanya mendengar kata-kata Malaikat Lembah
Hijau, membuat laki-laki
bercaping ini jengkel.
"Setan Neraka. Aku ada perlu lain.
Aku tak dapat membantumu jika urusan yang tak kumengerti itu tujuanmu!" habis
berkata begitu Malaikat Lembah Hijau bergerak bangkit. Namun sebelum
benar-benar bergerak, Setan Neraka telah melompat maju, membuat Malaikat Lembah
Hijau urungkan niatnya untuk bangkit.
"Kau tak mau membantuku, berarti kau menciptakan silang sengketa. Dan itu adalah
nasib buruk buatmu!"
"Ah.... Ternyata kau punya niat busuk terhadapku! Tak kusangka sama sekali...,"
desis Malaikat Lembah Hijau dengan sinis. Dia tak bergerak dari tempatnya, namun
diam-diam dia kerahkan tenaga dalamnya pada kedua tangannya.
"Terserah kau bilang apa. Namun satu hal yang perlu kau camkan, kalau kau tetap
tak mau memberikan apa yang kuminta selagi kau masih bernapas, aku tak keberatan
mengambilnya saat nyawamu telah melayang!"
"Begitu"! Sayang sekali. Kau bukannya akan mendapatkan apa yang kau pinta, namun
akan kehilangan nyawa satu-satunya jika terus memaksaku! Namun aku masih
memberimu kesempatan hidup jika kau lekas meninggalkan tempat ini!"
"Jahanam!" teriak Setan Neraka marah. Kedua tangannya segera melesat ke depan,
mengarah pada kepala Malaikat Lembah Hijau. Serangkum angin dahsyat melabrak
mendahului kedua tangan, menandakan bahwa hantaman tangan itu dialiri tenaga
dalam sangat kuat.
Malaikat Lembah Hijau yang sedari tadi telah waspada, segera angkat kedua
tangannya, sementara kepalanya
dirundukkan kembali, membuat caping lebar di kepalanya makin melesak ke dalam,
menutup seluruh wajahnya.
Prakkk! Prakkk!
Terdengar benturan keras ketika dua pasang tangan itu bentrok. Setan Neraka
berseru tegang dan langsung melompat mundur. Parasnya berubah dengan mata
mendelik memperhatikan kedua tangannya.
Ternyata kedua tangannya telah berubah kemerah-merahan dan bergetar. Sementara
dadanya berdenyut nyeri. Dari sini Setan Neraka telah dapat mengetahui bahwa
orang yang dihadapi kali ini bukanlah orang sembarangan.
"Hmm,... Nyatanya kabar tentang ketinggian ilmunya bukan berita bohong.
Tak heran jika banyak orang menemui ajal saat memburunya...," ucap Setan Neraka
dalam hati. Di hadapannya, Malaikat Lembah
Hijau tampak mengusap-usap kedua
tangannya seraya bergumam tak jelas.
Namun dari bahunya yang sedikit
berguncang, membuktikan jika orang ini juga menahan rasa sakit dan panas pada
kedua tangannya yang baru saja bentrok.
"Setan Neraka! Sebaiknya urusan ini kita selesaikan sampai di sini saja.
Karena hanya kekecewaan yang nanti akan kau peroleh!" ujar Malaikat Lembah Hijau
sambil bergerak bangkit. Lalu merapikan pakaiannya dan hendak melangkah
meninggalkan tempat itu.
"Jangan mimpi bisa meninggalkan tempat ini sebelum kau serahkan apa yang
kuminta!" bentak Setan Neraka sambil hantamkan kedua tangannya.
Wuuuttt! Wuuuttt!
Dua gelombang angin dahsyat yang
keluarkan suara menggemuruh melesat cepat ke arah Malaikat Lembah Hijau.
Bersamaan itu, suasana berubah panas!
Malaikat Lembah Hijau segera
menyingkir dengan melompat ke samping.
Lalu dari tempatnya kini, laki-laki bercaping ini lepaskan pukulan dengan dorong
kedua tangannya yang
dikembangkan. Wuuusss! Wuuusss!
Asap putih bergulung-gulung
menggebrak memapak serangan Setan Neraka.
Blaaarrr! Terdengar ledakan dahsyat. Rimba
belantara itu laksana dilanda gempa hebat. Daun-daun luruh dengan hangus, semak
belukar bercerabut dan membubung ke angkasa. Tanah muncrat menutupi pemandangan!
Tubuh Setan Neraka tampak mencelat sampai beberapa tombak ke belakang, lalu
jatuh terduduk bersandar pada sebatang pohon. Darah tampak mengalir dari sudut
bibirnya. Kulit wajahnya yang berwarna hitam berubah agak memutih. Sementara
dari mulutnya terdengar erangan dan makian panjang pendek. Di lain pihak,
Malaikat Lembah Hijau tampak berlutut di atas tanah. Caping yang dikenakannya
mencelat entah ke mana. Sementara tubuhnya terlihat bergetar keras. Ketika lakilaki ini hendak bergerak bangkit, tiba-tiba bersiur angin deras dari
belakangnya. Merasa ada bahaya, Malaikat Lembah Hijau segera rebahkan tubuh sejajar tanah.
Tubuhnya dengan gerakan kilat bergerak membalik dan sepasang kakinya melayang ke
belakang! Bukkk! Setan Neraka yang ternyata telah
melakukan serangan lagi dari arah belakang tercekat kaget. Dia sama sekali tidak
menyangka jika gerakan tangannya yang menghantam ke arah kepala Malaikat Lembah
Hijau dapat dielakkan malah karena begitu bernafsunya ingin
menghantam, tubuhnya terhuyung ke depan karena hantamannya tak mengenai sasaran,
dan pada saat itulah sepasang kaki Malaikat Lembah Hijau menghajar dadanya!
Tubuhnya terseret ke belakang sebelum akhirnya jatuh terhempas dengan punggung
sejajar tanah! Darah hitam makin banyak keluar dari mulut dan hidungnya!
Melihat Setan Neraka roboh,
Malaikat Lembah Hijau bergerak bangkit.
Lalu melangkah menghampiri. Namun baru dua langkah dia berhenti. Sepasang
matanya memperhatikan sosok Setan Neraka.
Dari tempat mendekamnya, Randu
Sabrang dan Uli Santang sama pelototkan mata masing-masing. Lalu sama-sama
berpaling dan saling pandang sejenak.
Meski kedua orang ini tidak ada yang keluarkan ucapan, namun dari paras keduanya
mudah ditebak jika keduanya tampak sedikit kecut. Mereka telah tahu bagaimana
orang yang akan dihadapi.
Namun sesaat kemudian, Uli Santang berbisik.
"Kita tak perlu takut! Setan Neraka dapat dirobohkan karena manusia itu hanya
besar di mulut cekak di ilmu! Lagi pula kita kan berdua!"
Randu Sabrang hanya mengangguk
perlahan tanpa keluarkan kata-kata.
Keduanya lantas alihkan pandangannya ke depan lagi. Di sana terlihat Malaikat
Lembah Hijau tegak mengawasi Setan Neraka. Lalu terdengar dia berkata.
"Menuruti kemarahan, ingin rasanya aku menghabisimu saat ini juga. Namun tak
pantas rasanya bertindak pada orang yang tak berdaya!" habis berkata begitu,
Malaikat Lembah Hijau balikkan tubuh lalu melangkah.
"Saatnya kita bergerak!" seru Uli Santang dengan berbisik. Randu Sabrang
anggukkan kepalanya. Kedua orang ini bangkit dan hendak berkelebat. Namun lagilagi gerakannya tertahan, karena di seberang depan sana Setan Neraka
tiba-tiba keluarkan bentakan keras.
Bersamaan dengan itu tubuhnya melesat.
Kedua tangannya membuat gerakan
menghantam beberapa kali.
Saat itu juga gelombang angin
dahsyat yang melesat susul menyusul bergemuruh menggebrak ke arah Malaikat
Lembah Hijau! Malaikat Lembah Hijau berpaling dan serta-merta tersentak. Namun laki-laki ini
segera sadar dan kejap itu juga kedua kakinya ditekuk, kedua tangannya dibuka
mengembang. Lalu dengan tenaga dalam penuh, kedua tangannya didorong ke depan.
Untuk kedua kalinya tempat itu
bergetar keras. Tanah terbongkar dan berhamburan ke udara. Ketika tanah telah
sirap, Malaikat Lembah Hijau tampak menggelosoh bersandar pada batu yang telah
pecan berantakan. Mukanya pias.
Laki-laki ini segera meneliti. Pakaian yang dikenakannya ternyata telah berubah
hangus. Namun tubuhnya tidak ada yang mengalami cidera meski aliran darahnya
terasa tersumbat dan dadanya sakit jika dibuat bernapas!
Di seberang, Setan Neraka tampak
telentang dengan muka mengelam hitam.
Darah masih mengucur dari hidung dan mulutnya. Sesaat laki-laki ini masih
bergerak-gerak dengan keluarkan erangan menyayat. Namun sesaat
kemudian erangannya terputus laksana direnggut setan. Bersamaan dengan itu tubuhnya diam
kaku tak bergerak-gerak lagi!
Malaikat Lembah Hijau menghela
napas dalam-dalam, lalu menggelengkan kepalanya.
"Kutuk apa yang sebenarnya sedang menimpaku saat ini. Aku dikejar-kejar orang
yang tak kumengerti maksud
tujuannya! Meminta sesuatu dariku yang aku sendiri tak merasa memiliki! Ah...,"
Malaikat Lembah Hijau bergerak bangkit.
Sementara itu, di atas sebuah dahan pohon yang ranting dan dahannya amat rapat
sesosok tubuh samar-samar terlihat berpaling sebentar ke arah sosok Setan Neraka
yang telah tak bernyawa lagi.
Sosok ini lantas sunggingkan senyum sinis dan bergumam sendiri.
"Manusia serakah yang tak pandai memperhitungkan diri. Ilmu masih sebatas mata
kaki, mulut sudah menggelembung berkoar setinggi langit! Hm.... Aku akan
menunggu. Kedua manusia di balik pohon itu pasti akan segera keluar dari
persembunyiannya...," kepala sosok ini lantas bergerak ke arah pohon di mana
Randu Sabrang dan Uli Santang berada.
Apa yang diduga sosok di atas dahan ternyata tak meleset. Karena begitu Malaikat
Lembah Hijau hendak melangkah meninggalkan tempat itu, dua sosok bayangan
berkelebat keluar dari balik pohon dan langsung menghadang di depan Malaikat
Lembah Hijau. Malaikat Lembah Hijau terperangah.
Seketika kakinya tersurut satu tindak.
Sepasang matanya segera memperhatikan dua manusia yang kini menghadang di
depannya. Di lain pihak, dua manusia yang ada di hadapannya dan bukan lain
adalah Randu Sabrang dan Uli Santang sama-sama mendongak!
*** 2 SIAPA kalian sebenarnya"!" tegur Malaikat Lembah Hijau dengan suara agak keras.
Sebenarnya laki-laki berpakaian seperti seorang resi ini sudah tahu bahwa di
sekitar tempat itu ada beberapa pasang mata yang mengawasi dirinya. Hingga meski
dia terkejut, namun dia sudah dapat mengatasi diri dalam beberapa saat.
Si gundul Randu Sabrang dan si
gondrong Uli Santang menjawab teguran dengan suara tawa mengekeh. Tiba-tiba Uli
Santang sentakkan kepalanya lurus ke depan. Lalu berpaling pada sosok Setan
Neraka yang membujur kaku. Bibirnya tersenyum sinis.
"Kalian tak mau jawab pertanyaan, namun kalian menghadang. Pasti kalian punya
maksud tidak baik!" ujar Malaikat Lembah Hijau seraya memperhatikan lebih
seksama satu persatu tampang dua orang di hadapannya. Ketika memandang Randu
Sabrang, Malaikat Lembah Hijau terlihat mengernyit seakan berpikir.
"Aku rasa-rasanya pernah bertemu dengan si botak ini. Tapi aku lupa di mana dan
kapan. Hmm.... Melihat sikap mereka, hampir kupastikan mereka punya niat seperti
beberapa orang sebelumnya.
Meminta sesuatu yang tak kumiliki! Aneh.
Siapa sebenarnya yang menyebar berita konyol ini" Sialan benar! Gara-gara berita
konyol ini hidupku tak bisa tenang, bahkan harus berurusan dengan nyawa
manusia!" batinnya seraya gerakkan kepala menggeleng.
"Bandung Bandawangsa!" ucap Randu Sabrang tanpa memandang. "Kami tak akan
panjang lebar bicara. Serahkan saja petunjuk itu pada kami! Dan kau boleh pergi
dengan leluasa!"
Malaikat Lembah Hijau menatap tajam pada si gundul Randu Sabrang yang telah
memanggilnya dengan nama asli.
"Dengar baik-baik! Kalau kalian meminta petunjuk yang sebenarnya tak kumengerti,
kalian boleh lihat-lihat dulu apa akibatnya!" seraya berkata begitu, Malaikat
Lembah Hijau mengarahkan pandangannya pada sosok Setan Neraka. Dia sengaja menggertak agar
dua orang di hadapannya tidak meneruskan niat.
Namun Randu Sabrang dan Uli Santang bukannya takut, malah sebaliknya kedua orang
ini sama-sama keluarkan tawa pendek dengan nada mengejek.
"Kami bukan Setan Neraka! Jangan dikira kami takut dengan gertak
sambalmu!" bentak si gondrong Uli Santang dengan mata berkilat merah.
"Bandung Bandawangsa!" sambung Uli Santang masih dengan suara keras.
"Jangan tunggu sampai kesabaran kami pupus. Cepat serahkan apa yang kami minta!"
Bandung Bandawangsa alias Malaikat Lembah Hijau kembangkan kedua telapak
tangannya hingga keluarkan suara
gemeretakan. Laki-laki ini tampaknya sudah merasa geram, karena selalu dimintai
sesuatu yang dia sendiri merasa tak mempunyai. Di lain pihak, orang tak percaya


Joko Sableng 1 Pesanggrahan Keramat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan kata-katanya.
Sementara itu, di atas dahan sesosok tubuh yang sedari tadi memperhatikan
keadaan di bawahnya menggumam perlahan.
"Muka Iblis dan Datuk Darah! Dua bangsat yang sejak lama ingin menguasai jagat
persilatan. Hmm....
Ketidakmunculannya selama ini mungkin karena melakukan penyelidikan ini.
Apakah mereka akan mampu merobohkan Malaikat itu"! Aku tidak yakin.... Biar pun
mereka maju bersamaan. Bandung Bandawangsa demikian pesat kemajuannya.
Aku sendiri merasa heran, kenapa Bandung Bandawangsa demikian gigih
mempertahankan petunjuk itu" Padahal dia sendiri sepertinya tidak tertarik
dengan Pedang Tumpul itu. Buktinya dia tidak melakukan sesuatu untuk mencarinya,
sedangkan petunjuk itu ada pada dirinya!
Apakah.... Ah, tidak mungkin. Semua orang kini telah tahu, bahwa dialah yang
punya petunjuk itu! Mungkin dia ingin memberikan petunjuk itu pada seseorang.
Atau menginginkan pedang mustika itu tidak dimiliki oleh siapa pun!" sosok di
atas dahan ini arahkan kembali
pandangannya ke bawah.
Di bawah, Malaikat Lembah Hijau tak segera menyambuti ucapan Uli Santang,
membuat Randu Sabrang habis
kesabarannya. Laki-laki berkepala botak ini maju dua langkah. Namun sebelum
terdengar ucapannya, Malaikat Lembah Hijau telah mendahului.
"Kalian minta sesuatu dari dariku, namun kalian tak mau sebutkan siapa kalian
sebenarnya!"
Randu Sabrang rangkapkan kedua
tangan di depan dada. Sepasang matanya yang melotot ke luar nanar memandangi
Malaikat Lembah Hijau.
"Hmm.... Itu maumu. Kuturuti permintaanmu! Pasang telinga baik-baik!
Aku Muka Iblis, sedangkan dia adik seperguruanku yang bergelar Datuk Darah!"
Malaikat Lembah Hijau sembunyikan perubahan wajahnya dengan memandang pada
jurusan lain. Diam-diam laki-laki ini enggan berhadapan dengan mereka.
"Muka Iblis dan Datuk Darah....
Gelar mereka telah kudengar selama ini.
Bahkan dengan si Muka Iblis ini rasanya aku pernah jumpa. Hmm.... Mereka katanya
orang-orang yang berilmu tinggi dan amat kejam. Aku harus berhati-hati. Ah, aku
tak habis pikir tentang semua ini...."
"Bandung Bandawangsa. Kami telah turuti permintaanmu. Sekarang giliranmu
memberikan apa yang kami minta!" hardik si gundul Randu Sabrang ketika mendapati
Malaikat Lembah Hijau tercenung diam.
Malaikat Lembah Hijau gelengkan
kepalanya sambil merrgheia napas
dalam-dalam. "Dengarlah. Sebenarnya kalian meminta pada orang yang salah! Aku
tidak memiliki apa yang kalian minta!"
Randu Sabrang keluarkan dengusan
keras dan hentakan kedua kakinya ke atas tanah, membuat tanah itu bergetar! Dan
sepasang kakinya segera digeser ke samping, karena bekas hentakannya telah
membentuk lubang! Dari sini Malaikat Lembah Hijau telah maklum jika dua orang di
hadapannya memang tidak bisa
dipandang enteng.
"Bandung Bandawangsa! Apa
sebenarnya yang membuatmu begitu
bertahan untuk tidak menyerahkan
petunjuk itu"! Apakah kau ingin memiliki senjata itu"!" yang keluarkan suara
kali ini adalah Uli Santang alias Datuk Darah.
Seraya berkata, Datuk Darah maju dua langkah menjajari Randu Sabrang alias Muka
Iblis. Malaikat Lembah Hijau tertawa
perlahan. Seraya menggeleng dia berucap.
"Dalam hidup, aku tidak
memperturutkan nafsu yang ingin minta dan memburu sesuatu yang berlebihan.
Karena nafsu selalu menyatu dengan kesenangan. Padahal kesenangan
seringkali membuat orang lupa! Lupa akan siapa dirinya. Malah lupa bahwa dia
dicipta dan telah ditentukan apa yang kelak diperoleh!"
Mendengar ucapan Malaikat Lembah
Hijau, Randu Sabrang tertawa bergelak, hingga sepasang matanya yang menjorok ke
luar seolah-olah hendak jatuh
bergelindingan di tanah.
"Tapi apakah kau telah tahu bahwa apa yang kami minta darimu adalah sesuatu yang
memang ditentukan untuk kami miliki"!"
"Manusia berhak bicara. Namun jangan mendahului kehendak Yang
Mencipta! Itu telah melangkahi kodrat dan akan berakibat fatal!"
"Keparat!" teriak Muka Iblis geram.
"Akan kubuktikan bahwa ucapanmu tidak masuk akal, Bandung Bandawangsa!"
Habis berucap begitu, si gundul Muka iblis segera melompat. Tangan kanannya
melesat, bersamaan dengan itu, kaki kanannya diangkat dan segera pula bergerak
menendang. Angin deras segera melesat mendahului sebelum tangan dan kaki itu
menghajar sasaran! Pertanda jika
Muka Iblis langsung membuka
serangan dengan pengerahan tenaga dalam kuat. Hal ini bisa dimengerti, karena
Muka Iblis telah tahu sampai di mana kehebatan lawan.
Mengetahui Muka Iblis telah
melakukan serangan, Datuk Darah tak tinggal diam. Laki-laki berambut panjang ini
segera pula melompat ke depan. Dan dari arah samping Malaikat Lembah Hijau, dia
pukulkan kedua tangannya sekaligus ke arah kepala lawan!
Mendapati serangan yang begitu
gencar, Malaikat Lembah Hijau tampak sedikit terkesiap kaget. Darahnya seakan
sirap sejenak. Sosok laki-laki
berpakaian seperti resi ini tampak terdorong satu tindak ke belakang. Namun ia
segera genjot tubuhnya ke udara.
Tangan kanan kirinya bergerak merentang, sementara kakinya melayang ke depan
memapak tendangan Muka Iblis.
Prakkk! Prakkk! Prakkk!
Terdengar benturan keras tiga kali berturut-turut. Muka Iblis mencelat sampai
beberapa tombak ke belakang. Lalu jatuh terduduk seraya keluarkan makian tak
karuan. Datuk Darah sendiri tersurut dua langkah ke belakang, tubuhnya
terhuyung-huyung dengan paras muka berubah pucat. Namun dia segera bisa kuasai
diri walau tangannya terasa seakan hendak penggal,
Sementara Malaikat Lembah Hijau tubuhnya berputar lalu jatuh bergulingan di atas tanah!
Hal ini terjadi karena Malaikat Lembah Hijau harus menghadapi dua kekuatan
tenaga dalam. Namun dari bentrok tadi, Malaikat Lembah Hijau segera putar otak.
"Aku harus sedapat mungkin
menghindari bentrok langsung, karena tenaga dalamku tak akan kuasa jika terusterusan menghadapi dua tenaga dalam. Aku akan menjaga jarak dan akan memaksa
mereka lakukan pukulan jarak jauh! Ah.... Urusan edan ini sampai kapan akan
terhenti"!" batin Malaikat Lembah Hijau seraya bergerak bangkit.
Di seberang sana, baik Muka Iblis maupun Datuk Darah telah sama-sama siap
lakukan serangan lagi. Kedua orang ini telah takupkan masing-masing tangannya di
depan dada. Tak lama kemudian, Datuk Darah berpaling pada Muka Iblis dan memberi
isyarat dengan anggukan kepala.
Kedua orang ini langsung bergerak. Muka Iblis berkelebat ke samping kanan,
sedangkan Datuk Darah berkelebat ke samping kiri. Dari arah samping kanan kiri
ini, serentak keduanya lepaskan pukulan!
Wuuuttt! Wuuuttt!
Udara dingin hutan belantara itu
mendadak berubah panas. Bersamaan dengan itu, gelombang angin berkekuatan
laksana ombak menggebrak! Keluarkan suara menggidikkan. Tanah muncrat laksana
air dan berhamburan ke udara.
"Dasar bodoh! Kenapa melakukan serangan dari arah samping" Jika dia bisa
menyelamatkan diri, dua bangsat itu akan menerima akibat kebodohannya!" umpat
sosok yang di atas dahan demi melihat Muka Iblis dan Datuk Darah lancarkan
serangan dari arah samping kiri kanan Malaikat Lembah Hijau.
Malaikat Lembah Hijau sendiri
segera kerahkan tenaga dalam, lalu dia menggerakkan bahunya, sosoknya mencuat ke
udara. Bersamaan dengan itu terdengar debuman menggelegar akibat bentroknya
pukulan Muka Iblis dan Datuk Darah.
Meski Malaikat Lembah Hijau sempat mencuat ke udara, namun tak urung juga bias
bentroknya dua pukulan itu
menghajar tubuhnya di udara. Hingga sosoknya makin melambung tinggi. Meski
sekujur tubuhnya terasa ngilu bukan alang kepalang, namun tatkala sosoknya
menukik turun, laki-laki ini masih sempat menangkap sosok Datuk Darah yang
terseret dan terhuyung-huyung hendak terjerembab. Saat itulah tanpa membuang
kesempatan lagi, Malaikat Lembah Hijau hantamkan kedua tangannya!
Wuuusss! Wuuusss!
Angin yang menderu dahsyat melesat keluar dari kedua tangan Malaikat Lembah
Hijau. Datuk Darah yang coba menguasai diri dari huyungan tubuhnya yang hendak jatuh
tersentak kaget. Dia kerahkan segenap tenaga untuk menghindar dengan bergerak
melompat ke samping. Namun serangan Malaikat Lembah Hijau lebih cepat datangnya
hingga tanpa ampun lagi tubuhnya terpelanting ke belakang dengan kepala teriebih
dahulu menghempas tanah!
Datuk Darah meraung keras. Laki-laki ini coba bergerak bangkit meski sadar jika
tubuhnya cidera dalam. Tapi sebelum sosoknya benar-benar tegak, laki-laki ini
telah terjerembab kembali! Darah hitam telah mengucur dari mulut dan hidungnya.
Sementara pakaian bagian dadanya telah robek besar! Kulit di balik robekan
pakaian itu tampak biru
kehitaman. Muka Iblis yang juga jatuh telentang akibat pukulannya bentrok dengan pukulan
Datuk Darah cepat bangkit. Dan demi melihat keadaan Datuk Darah, laki-laki
berkepala botak ini keluarkan gerengan keras, Wajahnya keras membatu, pelipis
kiri kanannya bergerak-bergerak.
"Bandung Bandawangsa! Kau telah menciderai saudaraku. Nyawamu adalah imbalan
yang pantas!" bentak Muka Iblis.
Serta merta kedua tangannya dihantamkan ke arah Malaikat Lembah Hijau.
Malaikat Lembah Hijau tak tinggal diam. Begitu gelombang angin melesat keluar
dari kedua tangan lawan, dia cepat berkelebat hampir tak dapat diikuti mata
telanjang. Muka Iblis ternganga lebar ketika mendapati pukulannya hanya menghajar tempat
kosong. Dan laki-laki ini makin tercekat tatkala sepasang matanya yang melotot
besar tak menangkap lagi sosok Malaikat Lembah Hijau.
Selagi laki-laki botak ini
tercenung, dari arah belakangnya
terdengar langkah-langkah mendekatinya.
Sigap, Muka Iblis segera putar tubuhnya.
Namun belum sampai setengah putaran, dua tangan telah menyergapnya.
Seeettt! Seeettt!
Muka Iblis meraung ketika kedua
tangan itu telah menjapit lehernya.
Laki-laki ini keluarkan bentakan beberapa kali dengan menghantamkan
tangannya kearah tangan yang menjapit lehernya. Namun gerakannya terlambat.
Kedua tangan yang menjapit telah
bergerak memutar, lalu mengangkat dan menyentak ke bawah. Akibatnya sosok Muka
Iblis terpuntir lalu terangkat ke atas sebelum akhirnya jatuh terbanting dengan
deras! Sejenak tubuh Muka Iblis bergerak menggeliat. Namun sesaat kemudian telentang
tak bergerak-gerak lagi dengan leher terpuntir dan mulut berdarah!
Malaikat Lembah Hijau menghela
napas panjang. Sepasang matanya sejenak memandangi sosok Muka Iblis yang sudah
tak bernyawa lagi di bawahnya.
"Hm.... Aku terpaksa harus
melakukan ini. Jika tidak, nyawaku sendiri yang akan melayang.... Sungguh amat
disayangkan, harus banyak korban yang jatuh karena meminta sesuatu yang lebih
dari apa yang telah
ditentukan...."
Malaikat Lembah Hijau lalu
memandang kearah Datuk Darah. Datuk Darah yang telah duduk dan cidera terlihat
berubah parasnya. Sebenarnya laki-laki ini marah besar melihat saudara
seperguruannya tewas begitu rupa. Namun menyadari dirinya terluka parah dan tak
mungkin mengadakan
perlawanan, dia akhirnya hanya
menyumpah-nyumpah dalam hati. Malah dia sempat merinding ketika mendapati
Malaikat Lembah Hijau memandang ke arahnya. Dia khawatir jika Malaikat Lembah
Hijau akan menurunkan tangan maut terhadapnya. Namun laki-laki ini segera
menghela napas lega tatkala dilihatnya Malaikat
Lembah Hijau alihkan
pandangannya dan perlahan-lahan pula melangkah meninggalkan tempat itu.
Tapi baru saja Malaikat Lembah Hijau melangkah dua tindak, sesosok bayangan
turun dari sebuah pohon. Dan tahu-tahu telah berdiri tegak di hadapan Malaikat
Lembah Hijau! *** 3 SEPASANG alis mata Malaikat Lembah Hijau naik ke atas. Bola matanya membesar
menatap sosok di hadapannya dengan mulut komat-kamit. Untuk beberapa saat
lamanya Malaikat Lembah Hijau hanya tegak memandang tanpa sepatah kata pun
terucap. Laki-laki ini seakan masih tak percaya dengan pandangan matanya.
Sementara sosok yang baru datang
segera memperdengarkan suara tawa pelan dan alihkan pandangannya ke arah dua
sosok yang sudah jadi mayat, lalu ke arah Datuk Darah yang duduk seraya usapusap dadanya. Datuk Darah membelalakkan sepasang matanya dan tubuhnya digeser ke
belakang. Paras wajahnya berubah dan jelas menunjukkan rasa takut.
"Hantu Makam Setan...," gumam Datuk Darah pelan seraya alihkan padangannya.
Dadanya makin bergetar. Mungkin
menangkap gelagat tidak baik dari pandangan orang, diam-diam dia kerahkan tenaga
dalamnya. Namun laki-laki, ini tiba-tiba pucat pasi. Ternyata dadanya amat sakit
ketika coba kerahkan tenaga dalam. Hingga seraya memaki panjang pendek dalam
hati dia geser lagi tubuhnya ke belakang.
"Setan alas! Kalau dia menyerangku, habislah riwayatku...," keluhnya dalam hati.
Sosok orang yang baru datang yang ternyata adalah seorang laki-laki berusia agak
lanjut tersenyum sinis penuh ejekan. Orang ini mengenakan jubah besar berwarna
merah. Sosoknya tinggi besar dengan rambut disanggul ke atas.
Paras wajahnya bulat besar, namun wajah itu hampir-hampir tak ditutupi lapisan
kuiit! Yang jelas tampak adalah guratan tonjolan tulang-tulangnya. Sepasang
matanya besar dan menjorok dalam
cekungan tulang yang dalam. Kedua alis matanya tebal dan bertautan. Hidungnya
besar, namun hidung itu hanya separo, sebelahnya hanya merupakan cekungan!
Meski manusia ini hanya mempunyai satu lubang hidung, namun sewaktu menarik
napas tak kelihatan sunt, malah dari hembusan napasnya terdengar siuran angin
keras! Dalam jagat persilatan, manusia ini dikenal orang dengan gelar Hantu
Makam Setan. Seorang tokoh rimba
persilatan yang paling ditakuti dan diduga berat dialah si pembuat kemelut
akhir-akhir ini. Orang di belakang pembunuhan yang bergelombang!
Mendapati tingkah Datuk Darah yang tak dapat menyembunyikan rasa takutnya, Hantu
Makam Setan mendongak. Sambil tertawa pelan dia berujar. Suaranya sengau.
"Datuk Darah! Kau tak usah khawatir, kita satu golongan!"
Datuk Darah menghela napas lega
mendengar ucapan Hantu Makam Setan.
Namun cuma sesaat, karena sesaat
kemudian Hantu Makam Setan telah
m-nyambung ucapannya. "Kau tunggulah di situ. Setelah aku menyelesaikan
urusanku, kau pasti akan mendapat giliran!"
"Giliran" Giliran apa maksudmu"!"
tanya Datuk Darah tak mengerti ucapan Hantu Makam Setan. Suaranya pelan dan
bergetar. "Manusia kerbau!" seru Hantu Makam Setan geram karena Datuk Darah tak mengerti
arah bicaranya. Seraya putar tubuhnya menghadap Datuk Darah, Hantu Makam Setan
melanjutkan. "Kau lihat apa di sekitarmu" Itulah giliran yang harus kau tunggu!"
habis berkata begitu, Hantu Makam Setan putar kembali tubuhnya menghadap
Malaikat Lembah Hijau dengan tertawa mengekeh. Sementara Datuk Darah makin


Joko Sableng 1 Pesanggrahan Keramat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merinding dan tubuhnya semakin berguncang. Laki-laki ini geser lagi tubuhnya ke
belakang dengan sepasang mata melirik kesana kemari.
"Datuk Darah! Sekali lagi kau bergerak, giliranmu akan datang terlebih dahulu!
Kau dengar itu"!" hardik Hantu Makam Setan seakan tahu apa yang ada di benak
Datuk Darah. Datuk Darah menyeringai dengan
menyumpah-nyumpah dalam hati. Laki-laki ini memang telah merencanakan untuk
melarikan diri. Dia sadar, apa yang dikatakan Hantu Makam Setan bukanlah omong
kosong. "Jahanam terkutuk! Manusia ini tahu apa yang hendak kulakukan. Hm....
Sebaiknya aku pura-pura menuruti saja perintahnya. Dan begitu dia lengah...,"
Datuk Darah tak melanjutkan
kata hatinya, dia hanya anggukkan kepala.
Lalu memandang ke depan, ke arah Hantu Makam Setan dan Malaikat Lembah Hijau
yang kini telah saling berhadapan kembali.
"Bandung Bandawangsa...," Hantu Makam Setan buka mulut memecah kebisuan di
antara keduanya. "Aku tak akan bicara panjang lebar. Kau tentunya telah tahu
siapa aku dan bagaimana sifatku. Aku sengaja mencarimu dengan satu tujuan. Di
hadapanmu tujuan berubah menjadi
permintaan! Lekas serahkan petunjuk tentang pedang mustika itu, atau aku akan
mengambilnya begitu kau tak bernyawa lagi!"
Malaikat Lembah Hijau tersenyum
tipis meski dalam hatinya diam-diam berkata. "Aku pernah melihat bagaimana
manusia satu ini menghabisi
lawan-lawannya. Ilmunya sangat tinggi.
Tapi aku tak akan mundur, permintaan gilanya itu tak mungkin kuturuti karena aku
sendiri tak tahu segala macam petunjuk tentang apa yang dikatakannya!"
laki-laki berpakaian selempang putih ini lantas berkata.
"Hantu Makam Setan.... Ternyata kedatanganmu tidak beda dengan beberapa orang
sebelumnya. Dengarlah. Kau salah alamat jika minta petunjuk itu padaku, karena
aku sendiri tak tahu-menahu tentang segala macam pedang mustika!" '
Tiba-tiba Hantu Makam Setan tertawa bergelak. Puas tertawa laki-laki
berhidung sebelah ini memandang nyalang pada Malaikat Lembah Hijau. Didahului
hendusan napas berat, dia berujar sengau.
"Mulutmu boleh berdalih dengan segala macam alasan. Namun kau harus tahu, hai
itu akan membawamu berkalang tanah sebelum waktunya!"
"Hmm.... Begitu" Sayang sekali...,"
gumam Malaikat Lembah Hijau, membuat Hantu Makam Setan kernyitkan tulang
dahinya. "Apanya yang sayang"!" tanya Hantu Makam Setan minta penjelasan.
Malaikat Lembah Hijau mendehem
beberapa kali. Lalu memandang jauh seraya berkata datar.
"Aku tak pernah memikirkan kapan aku akan mati. Karena hal itu pasti akan datang
dan terjadi padaku, juga padamu!
Juga aku tak pernah menduga-duga apa yang akan menyebabkan aku mati, juga
lantaran siapa aku akan mati!" Malaikat Lembah Hijau sejenak hentikan ucapannya.
Setelah sesaat menarik napas dalam-dalam dia melanjutkan ucapannya.
"Jadi kau salah ucap jika
mengancamku dengan segala macam
kematian! Karena aku telah siap menghadapi hal itu!"
"Keparat!" maki Hantu Makam Setan dengan tulang-tulang wajah
bergerak-gerak. Kedua tangannya
bergerak mengembang keluarkan suara gemeretakan.
"Bandung Bandawangsa! Sekali lagi kuperingatkan. Cepat serahkan apa yang kuminta
atau guratan hidupmu akan selesai malam ini!"
"Sudah kukatakan, kau salah alamat Hantu Makam Setan! Aku tak memiliki apa yang
kau minta! Dan jangan memaksaku!"
Batas kesabaran Hantu Makam Setan telah pupus. Kedua tangannya diangkat ke atas
kepala. "Rupanya kau lebih suka jalan kekerasan. Terimalah kemauanmu.
Wuuuttt! Wuuuttt!
Kedua tangan Hantu Makam Setan
bergerak menghantam ke depan dengan telapak mengembang.
Gelombang angin segera menderu
kencang dengan keluarkan suara laksana topan.
Di seberang, Malaikat Lembah Hijau cepat menyingkir dengan melompat ke samping,
membuat serangan pembuka itu lewat sejengkal di samping bahunya.
Hantu Makam Setan tidak membutuhkan tempo lagi. Laki-laki ini tampaknya tak mau
memberi kesempatan. Begitu tahu serangan awalnya dapat dielakkan, dia segera
berkelebat dengan
berputar-putar. Tubuhnya mendadak berubah menjadi bayang-bayang.
Malaikat Lembah Hijau tak mau ambil resiko. Dia maklum orang yang dihadapi kali
ini tidak bisa dianggap main-main.
Laki-laki ini segera putar-putar kedua tangannya, hingga saat itu juga tubuhnya
seakan terlindungi oleh deru angin yang keluar dari dua tangannya.
Tiba-tiba bayang-bayang Hantu Makam Setan merangsek dan serta-merta kedua
tangannya berkelebat menghantam ke arah pinggang dan dada Malaikat Lembah Hijau.
Prakkk! Prakkk!
Terdengar dua kali benturan keras.
Disusul dengan terdengar seruan tertahan dua kali berbarengan. Malaikat Lembah
Hijau terlihat terseret satu langkah ke belakang, sementara Hantu Makam Setan
melompat mundur. Namun tiba-tiba saja Hantu Makam Setan telah sentakkan kembali
bahunya, hingga tubuhnya kembali melesat ke depan.
Malaikat Lembah Hijau segera
lintangkan kedua tangannya di depan dada untuk menangkis serangan lawan. Namun
baru saja tangannya melintang, tendangan Hantu Makam Setan telah menggebrak
deras! Bersamaan dengan itu kedua
tangannya lepaskan pukulan tangan kosong bertenaga dalam kuat!
Malaikat Lembah Hijau yang mengira hanya akan menerima serangan tendangan
terkejut besar. Dia tak menduga sama sekali jika lawan juga akan lancarkan
pukulan dengan kedua tangannya. Namun kesadarannya telah terlambat. Hingga meski
dia mampu menahan tendangan malah sempat menghantam salah satu kaki lawan, namun
serangan tangan kosong lawan tak bisa dipapak. Hingga kejap itu juga tubuhnya
terpelanting sampai dua tombak ke belakang dan terjerembab!
Di lain pihak, Hantu Makam Setan
mengeluh tinggi karena kaki kanannya seakan dihantam batu besar. Tubuhnya
terseret ke samping dan terbanting di atas tanah! Laki-laki berparas
menyeramkan ini segera bangkit dan langsung meneliti kaki kanannya. Bola matanya
seketika liar dan
berkilat-kilat. Kaki kanannya ternyata telah bengkak besar dan kemerah-merahan.
Dia segera salurkan hawa murninya pada kaki kanannya, karena selain bengkak,
terasa panas bukan alang kepalang!
Di depan sana, Malaikat Lembah Hijau terlihat mengerang. Dan perlahan-lahan
merambat bangkit. Paras mukanya berubah pucat pasi. Tubuhnya bergetar keras.
Keringat telah membasahi sekujur
tubuhnya, karena sebelum bergerak bangkit, laki-laki ini telah kerahkan tenaga
dalamnya untuk mengatasi denyutan nyeri pada ulu hatinya dan pangkal bahunya
yang terasa hendak lepas akibat pukulan tangan Hantu Makam Setan.
Melihat lawan terkena hantamannya dan kini telah bangkit lagi, Hantu Makam Setan
segera kerahkan kembali tenaga dalamnya. Dan sekonyong-konyong kedua tangannya
ditarik ke belakang. Didahului bentakan keras dan sengau, kedua
tangannya dihantamkan ke depan.
Sinar hitam pekat melesat cepat dari kedua tangan Hantu Makam Setan.
Bersamaan dengan itu sinar cahaya rembulan seakan tertutup, hingga untuk
beberapa saat lamanya tempat itu gelap gulita! Inilah pukulan sakti andalan
Hantu Makam setan, yakni pukulan 'Bara Hitam'.
Mendapati lawan lancarkan pukulan yang membahayakan, Malaikat Lembah Hijau
segera takupkan kedua tangannya, lalu diangkat di depan kepala. Sesaat
kemudian kedua tangannya dibuka dan langsung didorong dengan tarik sebelah
kakinya sedikit ke belakang.
Dua berkas sinar hijau segera
menyambar keluar dari kedua tangan Malaikat Lembah Hijau. Bersamaan dengan itu
cahaya hijau juga melingkupi tempat itu. Hingga untuk sesaat lamanya tempat itu
dihiasi warna hitam dan hijau!
Bummm! Terdengar ledakan dahsyat tatkala sinar hitam dan hijau itu bentrok di udara.
Tempat itu berkelap-kelip
diterangi pijar api hitam dan hijau.
Tanah terlihat terbongkar dan muncrat di udara.
Sosok Muka Iblis dan Setan Neraka yang telah kaku jadi mayat terpental dan jatuh
terhumbalang sampai beberapa tombak! Datuk Darah sendiri mencelat ke samping dan
jatuh telungkup. Seraya mengerang dan memaki, laki-laki ini segera merangkak
mendekat pada sebuah pohon. Dengan bantuan akar-akar pohon, laki-laki ini
akhirnya bisa bergerak bangkit dan bersandar dengan napas megap-megap dan
meringis, karena dadanya terasa sangat sakrt!
Begitu pemandangan terang kembali, Hantu Makam Setan tampak tertatih-tatih
bangun. Dia terhuyung-huyung sejenak, namun segera dapat diatasi. Tangannya lalu
mengusap dadanya dan mulutnya yang tampak keluarkan darah.
Setelah dapat menguasai peredaran darahnya, Hantu Makam Setan arahkan
pandangannya pada Malaikat Lembah Hijau.
Malaikat Lembah Hijau sendiri
tampak berdiri dengan kaki agak goyah.
Dari mulut dan hidungnya mengucur darah.
Kedua tangannya bergemetaran hebat.
Sementara sepasang matanya tampak menyipit.
"Hmm.... Aku tak mungkin meneruskan pertarungan ini. Bukannya aku takut.
Namun aku mau menyelidiki dahulu tentang diriku. Kalau orang-orang rimba
persilatan selalu mengejar-ngejar diriku dan menanyakan tentang senjata mustika,
bukan tak mungkin semua itu benar adanya.
Tapi.... Herannya aku sendiri tak merasa menyimpan petunjuk itu. Hmm.... Aku
harus menemui seseorang yang dapat membuka tabir ini!"
Berpikir demikian, tanpa membuang tempo lagi, Malaikat Lembah Hijau segera putar
tubuhnya dan berkelebat
meninggalkan tempat itu.
"Haram jadah! Hendak lari ke mana kau bangsat!" teriak Hantu Makam Setan.
Tanpa pikir panjang lagi dia. cepat berkelebat mengejar Malaikat Lembah Hijau,
hingga dia lupa akan urusannya dengan Datuk Darah. Membuat Datuk Darah menghela
napas panjang lega.
Datuk Darah segera bergerak
bangkit, memandang sejurus pada sosok mayat Muka Iblis, saudara
seperguruannya. Dadanya makin sesak.
Namun pelipisnya bergerak-gerak menahan gejolak amarah. Dengan langkah gontai
dia akhirnya meninggalkan tempat itu.
Namun dapat sepuluh langkah dia
balikkan tubuh lagi. Memandang kembali ke arah mayat Muka Iblis. Tanpa sadar
terlontar lepas ucapannya.
"Saudaraku Muka Iblis.... Segala kejadian ini tak akan pernah selesai sebelum
aku dapat melunasi orang yang menewaskanmu" lalu kepalanya tengadah.
Sepasang matanya menatap bundaran bulan di langit.
"Malaikat Lembah Hijau! Malam ini kau berhutang satu nyawa padaku! Saatnya kelak
akan kutagih nyawa kematian itu!
*** 4 MALAIKAT Lembah Hijau kerahkan
segenap ilmu peringan tubuhnya agar bisa berkelebat lebih kencang. Dia menuju
arah timur. Begitu sampai perbatasan hutan, tiba-tiba dia hentikan larinya.
Sepasang matanya menangkap dua ekor kuda ditambatkan pada batang pohon. Kudakuda ini bukan lain adalah kuda milik Muka Iblis dan Datuk Darah yang sengaja
mereka tinggalkan sebelum memasuki hutan.
Merasa tenaganya tidak memungkinkan untuk terus berlari, begitu melihat kuda,
tanpa pikir panjang lagi Malaikat Lembah Hijau cepat mengambil salah satunya.
Dan dengan sigap dia segera memacu kuda itu terus menuju ke arah timur.
Baru saja Malaikat Lembah Hijau
berlalu, Hantu Makam Setan telah pula sampai di mana ada kuda tertambat.
Sejenak dia mengarahkan pandangannya iurus ke depan. Lamat- lamat dia masih
dapat mendengar hentakan-hentakan kuda yang berlari ke arah timur.
"Hmm.... Pasti dia yang menghela kuda itu!" gumamnya seraya lepaskan ikatan
kuda. Seraya memaki panjang pendek laki-laki berhidung sebelah ini segera pula
memacu kuda menuju arah timur. Tangan kirinya memegang tali kuda sementara
tangan kanannya memukul punggung sang kuda, hingga binatang itu melesat kencang
dengan sesekali
keluarkan ringkikan keras.
Karena malam semakin larut dan makin sepi, membuat hentakan ladam kuda Malaikat
Lembah Hijau dapat dengan jelas ditangkap telinga Hantu Makam Setan, ini
mengakibatkan tak ada kesulitan bagi laki-laki berhidung sebelah ini untuk
mengetahui arah yang diambil Malaikat Lembah Hijau.
Hal ini rupanya segera disadari oleh Malaikat Lembah Hijau, karena meski dia
mencoba jalan berputar, di belakangnya masih terdengar ladam kuda yang terus
mengikutinya. Meski Malaikat Lembah Hijau belum tahu siapa adanya orang yang di
belakangnya, tapi dia yakin orang yang mengejarnya adalah Hantu Makam Setan.
"Sebaiknya kutinggalkan tempat ini!" batin Malaikat Lembah Hijau seraya terus
memandang ke depan. Ketika sampai pada suatu tempat yang banyak ditumbuhi pohonpohon besar yang berjajar, serta merta Malaikat Lembah Hijau hentakkan kedua
tangannya ke punggung kuda dengan keras, bersamaan dengan itu tubuhnya melesat
dan menyelinap.
Kuda tunggangannya meringkik keras karena kaget. Karena hentakan kedua tangan
Malaikat Lembah Hijau bukan hentakan biasa, maka rasa sakit pada punggungnya,
membuat binatang itu terus meringkik keras-keras, namun bersamaan dengan itu
kuda itu melesat lebih kencang tanpa penunggang!
Di belakang, Hantu Makam Setan terus memacu kuda tunggangannya. Tangan kanannya
tak henti-hentinya memukul, sementara dari mulutnya terdengar makian dan sumpah
serapah. "Binatang keparat! Apa kau tak bisa berlari lebih kencang lagi" Binatang
jahanam! Larimu seperti kuda bunting saja! Ayo.... Heyaaa...!"
Menduga kuda di depannya masih
dengan penunggang, Hantu Makam Setan terus memacu ke mana suara kuda di depannya
berlari. Sepasang matanya juga tak lepas memperhatikan jejak-jejak kaki kuda di
tanah untuk memperkuat arah larinya kuda yang dikejar.
Begitu Hantu Makam Setan telah lewat dan suara ladam-ladam kuda semakin sayupsayup menjauh, Malaikat Lembah Hijau menarik napas lega. Lalu melangkah keluar
dari tempat persembunyiannya.
Sejenak dia memandang ke arah
jurusan berlarinya kuda tunggangan Hantu Makam Setan. Setelah kembali menarik
napas dalam-dalam dan mengurut dadanya, laki-laki berpakaian selempang putih ini
putar tubuhnya hendak berkelebat. Namun langkahnya tertahan, karena bersamaan
dengan itu terdengar suara orang menegur seraya tertawa perlahan namun merdu.
"Bandung Bandawangsa.... Kau rupanya cerdik juga mengelabui orang!"
Darah Malaikat Lembah Hijau
serentak seakan tersirap. Dengan dada makin berdebar menindih rasa terkejut, dia
segera berpaling ke arah datangnya suara teguran.
Kedua kaki Malaikat Lembah Hijau
tanpa sadar surut dua tindak ke belakang.
Sepasang matanya menyipit dan
membelalak. Dahinya mengernyit dengan mulut terkancing rapat.
Lima belas langkah di hadapannya
terlihat seorang perempuan tegak berdiri dengan tangan kiri memegang tali kekang
kuda. Sementara kepala kudanya
dielus-elus dengan tangan kanannya.
Sesaat kemudian, si perempuan berpaling memandang ke arah Malaikat Lembah Hijau.
Dia adalah seorang perempuan
berusia kira-kira tiga puluh lima tahun.
Parasnya cantik dengan kulit putih.
Sepasang matanya bulat dengan bulu mata lentik. Rambutnya panjang dan dibiarkan
bergerai. Mengenakan pakaian warna biru tipis dengan bagian dada dibuat rendah,
hingga setengah dari payudaranya jelas terlihat menyembul menantang.
Sejurus Malaikat Lembah Hijau
menghela napas melihat lembah buah dada perempuan cantik itu. Namun dia segera


Joko Sableng 1 Pesanggrahan Keramat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengalihkan pandangannya, membuat si perempuan tertawa perlahan. Lalu
melepaskan tali kekang kudanya dan melangkah mendekat ke arah Malaikat Lembah
Hijau. Malaikat Lembah Hijau surutkan lagi langkahnya ke belakang, membuat si
perempuan tertawa makin panjang dan agak keras.
"Dewi Asmara...," desis Malaikat Lembah Hijau. "Apakah.... Apakah dia juga
mempunyai tujuan seperti
orang-orang yang mengejarku saat ini"!
Hmm.... Tak kusangka. Pasti dia sengaja menghadang di sini. Dia mendengar kuda
yang kutunggangi, lalu menyelinap bersembunyi...."
"Bandung Bandawangsa.... Lama kita tak bersua. Bagaimana keadaanmu...?" si
perempuan menyapa berbasa-basi. Dia terus melangkah pelan-pelan mendekat.
Malaikat Lembah Hijau tidak segera menyambuti sapaan si perempuan. Dia hanya
tegak mematung dengan mata kembali memandang ke arah si perempuan.
"Aha.... Apa yang terjadi dengan dirimu" Apakah kau terkejut dengan pertemuan
tak disengaja ini" Atau kau telah kurang pendengaran"!" ujar si perempuan dengan
bibir sunggingkan senyum.
Sadar akan teguran orang, Malaikat Lembah Hijau segera sunggingkan senyum, meski
dalam hati masih bertanya-tanya dan tak mempercayai jika pertemuan ini tak
disengaja. "Dewi Asmara...," ujar Malaikat Lembah Hijau. "Aku senang bisa bertemu denganmu.
Hendak ke manakah kau
sebenarnya malam-malam begini"!"
Si perempuan yang dipanggil dengan Dewi Asmara sunggingkan senyum lagi.
Langkahnya dia hentikan lima tindak di hadapan Malaikat Lembah Hijau. Sepasang
matanya yang bulat memperhatikan
laki-laki di hadapannya dari atas hingga bawah.
"Dia tampaknya sudah terluka cukup parah. Pasti akibat bentrok dengan Hantu
Makam Setan yang berhasil dikelabuinya tadi.... Hm.... Ini kesempatan baik
buatku. Kalau dia melawan, tenaganya pasti tidak utuh lagi." Setelah membatin
begitu, Dewi Asmara buka mulut.
"Bandung Bandawangsa.... Kulihat kau terluka. Apa sebenarnya yang terjadi dengan
dirimu"!"
Malaikat Lembah Hijau gelengkan
kepalanya periahan. Diam-diam dalam hati dia berkata. "Dia mengalihkan
pembicaraan. Aku tak akan berterus terang dengan apa yang baru saja terjadi.
Aku secepatnya harus tinggalkan tempat ini. Bukan mustahil Hantu Makam Setan
akan kembali lagi...."
"Dewi Asmara.... Terima kasih kau memperhatikan keadaan diriku. Namun aku tak
bisa mengatakan apa yang kau
tanyakan, dan karena masih ada yang harus kuselesaikan, maka aku harus segera
pergi. Semoga suatu hari nanti kita bisa bertemu lagi dan bisa ngobrol banyak."
Habis berkata begitu, Malaikat
Lembah Hijau putar tubuhnya dan hendak tinggalkan tempat itu. Namun niatnya
tertahan ketika tiba-tiba saja Dewi Asmara keluarkan suara tawa dan berkata agak
keras. "Bandung Bandawangsa.... Aku telah melakukan perjaianan panjang untuk mencarimu.
Kalau kau punya sesuatu yang harus kau selesaikan silakan saja, tapi kuharap kau
mau berbaik hati menyerahkan apa yang kuminta!"
"Hm.... Jadi dia juga punya maksud seperti orang-orang itu...," desis Malaikat
Lembah Hijau dengan tangan gemetar dan segera putar lagi tubuhnya menghadap Dewi
Asmara. "Sialan benar.
Berarti berita tentang diriku ini bukan rahasia lagi. Hidupku benar-benar di
ujung tanduk. Aku harus secepatnya menemui seseorang yang kukira dapat membuka
tabir rahasia ini, dan untuk sementara harus mengurung diri.... Ah, betapa
sialnya diriku...."
"Bandung Bandawangsa...," kata Dewi Asmara dengan busungkan dadanya, membuat
Malaikat Lembah Hijau cepat-cepat alihkan pandangan. Karena perempuan di
hadapannya tampaknya sengaja memancing gejolaknya, selain itu Bandung
Bandawangsa sendiri telah tahu bahwa Dewi Asmara adalah seorang perempuan yang
suka bermain cinta dengan siapa saja meski tak dapat disangkal jika perempuan
yang masih tampak cantik dan bertubuh mempesona itu memiliki tingkat
ketinggian ilmu yang sukar dicari tandingnya, hingga tak heran jika kalangan
rimba persilatan menggelarinya dengan Dewi Asmara.
"Bagaimana" Kau tak keberatan dengan permintaanku bukan"! Atau kau ingin
imbalan"! Katakan terus terang....
Aku siap melayanimu bahkan hingga beberapa malam. Hik.... Hik.... Hik...!"
Habis tertawa, Dewi Asmara tampak tengadahkan kepala seolah ingin
menunjukkan kejenjangan lehernya.
Mulutnya dibuka setengah menganga sementara sepasang matanya dipejamkan.
Lidahnya dikeluarkan dijilatkan
berputar di bibirnya.
Malaikat Lembah Hijau yang kini
telah memandang lagi ke arah Dewi Asmara mau tak mau bergetar juga hatinya.
Jakunnya bergerak turun naik sementara sepasang matanya mulai merah pertanda
gejolak mulai menjalari tubuhnya. Namun mendadak saja laki-laki ini sadar dan
buru-buru alihkan pandangan.
"Astaga! Seperti kukatakan pada orang-orang sebelumnya yang juga meminta sesuatu
dariku, sebenarnya kau dan juga orang-orang itu termakan kabar dusta.
Aku tak memiliki petunjuk apa-apa tentang adanya pedang mustika itu!"
"Begitu"! Boleh aku membuktikan ucapanmu"!" tanya Dewi Asmara masih dengan
senyum menggoda. Malah dia sengaja menarik napas dalam dan panjang, hingga
dadanya yang membusung menantang itu bergerak-gerak menggemaskan.
Malaikat Lembah Hijau sedikit
terkejut mendengar pertanyaan Dewi Asmara. Dengan dahi mengernyit laki-laki ini
balik ajukan tanya.
"Bagaimana kau akan
membuktikannya"!"
Dewi Asmara melangkah satu tindak.
Sepasang matanya menatapi sekujur tubuh Malaikat Lembah Hijau, membuat laki-laki
ini makin mengernyit tak mengerti.
Tiba-tiba Dewi Asmara tertawa pendek dan berkata.
"Lepas seluruh pakaian yang kau kenakan!" sejenak Dewi Asmara hentikan
ucapannya, lalu menyambung. "Kau tak usah khawatir. Di sini hanya kita berdua!"
Paras muka Malaikat Lembah Hijau
berubah merah padam dan panas. Mulutnya komat-kamit namun tak ada suara yang
terdengar jelas.
"Gila. Perempuan ini benar-benar tak tahu peradatan. Tak mungkin aku menuruti
permintaan gila ini!"
"Dewi Asmara. Kau jangan bercanda.
Aku tak bisa memenuhi permintaanmu itu!"
kata Malaikat Lembah Hijau seraya rapikan pakaiannya.
Air muka Dewi Asmara berubah
seketika. Sepasang matanya mendelik, dari hidungnya terdengar dengusan.
"Jika begitu berarti kau dusta dengan ucapanmu!" kali ini suara Dewi Asmara
terdengar keras.
"Terserah kau mau bilang apa. Yang pasti aku tak dapat menuruti permintaan gila
itu! Aku harus pergi sekarang!"
Namun sebelum Malaikat Lembah Hijau sempat bergerak, Dewi Asmara telah melompat
ke depan. Dan tahu-tahu kedua tangannya telah melesat, satu mengarah pada
bahunya, satunya lagi menyergap ke arah perut.
Malaikat Lembah Hijau yang sedari tadi telah menangkap gelagat tidak baik yang
membuatnya bertindak waspada, segera mundur dua langkah, hingga lesatan kedua
tangan Dewi Asmara hanya membabat tempat kosong. Namun demikian, angin samba ran
tangannya mampu membuat tubuh Malaikat Lembah Hijau terdorong ke belakang. Hal
ini makin menyadarkan Malaikat Lembah Hijau jika perempuan di hadapannya
mempunyai tenaga dalam sangat tinggi!
Mendapati orang bisa mengelak dari lesatan tangannya Dewi Asmara marah besar.
Kedua tangannya segera disatukan di depan dada, sepasang kakinya sedikit menekuk
dan perlahan-lahan kaki kanannya ditarik ke belakang. Sekonyong-konyong,
perempuan ini dorong kedua tangannya ke depan.
"Beeettt! Beeettt!
Dua berkas sinar melesat ke luar. Di tengah jalan sinar itu mengembang lalu
menyergap Malaikat Lembah Hijau dari segala jurusan!
Malaikat Lembah Hijau sedikit
terkesiap juga meski sesaat. Dan
buru-buru melompat mundur, lalu
hantamkan kedua tangannya.
Wuuuttt! Wuuuttt!
Dua berkas sinar hijau membersit.
Suasana mendadak berubah menjadi
kehijauan. Bummm! Sinar yang mengembang dan menyergap ke arah Malaikat Lembah Hijau ambyar
berhamburan begitu terpapak sinar hijau.
Baik Dewi Asmara maupun Malaikat Lembah Hijau sama-sama perdengarkan suara
Sepak Terjang Hui Sing 5 Bergelut Dalam Kemelut Takhta Dan Angkara Karya Langit Kresna Hariadi Pendekar Lembah Naga 10

Cari Blog Ini