Ceritasilat Novel Online

Antara Soputan Dan Bunaken 1

Antara Soputan Dan Bunaken Karya Pilemon Gunena Bagian 1


Lingkungan Hidup Ketika lonceng berbunyi siswa"siswa SMP Negeri Tombatu
berlarian ke depan kelasnya masing-masing. Para ketua kelas
dengan tegas mengatur teman"teman sekelasnya. Setelah berdoa
menurut agama dan kepercayaan masing-masing, mereka pun
masuk ke kelasnya masing"masing dengan tertib.
"Selamat pagi, Anak"anak!" sapa Bu Es ti lembut.
"Selamat pagi, Bu!"jawab anak-anak serempak.
Bu Esti yang anggun dan cantik adalahguru ilmupengetahuan
sosial di sekolah itu. Ia dikenal anak"anak sebagaiguruyanglembut,
tetapi sering bertindak tegas. la paling suka menyaksikan siswa"
siswanya aktifselama proses belajar mengajar.
"Pagiiniakankitalanjutkanpelajaran ilmupengetahuan sosial.
Topik pembahasan kita ialah tentang lingkungan hidup," kata Bu
Es ti sambil menulis kata "Lingkungan Hidup" di papan tulis.
"Ap a, Bu?" tanya Bagio tiba"tiba.
"Lingkungan hidup, Bagio!" jawab Bu Esti sambil tersenyum.
"Eh, kamu punya telinga dan mata atau tidak, Bagio?" tanya Nunik
jengkel. "Dh,ya! Maaf, saya kira kungkungan hidup !" sahut Bagio tanpa
rasa bersalah. "Sepulang sekolah kamuharus ke dokter, Gio! Telingamuperlu
diperiksa jangan jangan sudah rusak," kata Nunik lagi.
"Ssst, jangan marah, Nik! Ayo, kita belajar! Kasihan Bu Guru,"
bisik Bagio sambil mendirikan telunjuk di depan bibirnya.
"Adakah di antara kalian yang bisa menjelaskan pengertian
'lingkungan hidup' itu" tanya Bu Esti.
Beberapa saat kelas menjadi lengang. Beberapa anak Baling
memandang. Bu Esti memandang anak didiknya satu demi satu.
"Bagaimana, Anak-anak?" tanyanya.
"Saya, Bu!" teriak Tole tiba"tiba.
"Ya, silakan, Tole!"
"Mmm ..., menurut saya, lingkungan hidup ialah tempat di
mana ada kehidup an!"
Beberapa anak cekikikan mendengarjawaban Tole itu.
"Kalau hanya jawaban seperti itu saya juga tahu, Le
Nini. "Eh, kalau sudah tahu, mengapa engkau diam saja sejak tadi,
Ni?" tanyaTole kesal.
"Jawaban seperti itu tidak ilmiah," jawab Nini tidak kalah
sengitnya. "Kalau jawabanku konyol, jawabanmuyang benar mana?" "Nah
", itu yang saya tidak tahu!" "Huh, sama saja bohong!"
"Hmm ..., jawabanmu bagus, Tole! Saya sangat menghargai
pendapatmu ...?" puji Bu Esti.
"Nah, nah, benar, kan" Bagaimana, Nini?" sorak Tole.
Nini tertunduk agak malu. Wajahnya tampak memerah.
Beberapa teman tersenyum memandanginya.
"Tetapi ..., lebih bagus lagi jika dapat kaujelaskan lebih terinci,
Tole!lanjut Bu guru. "Maksud, maksud saya, begini, Bu, di mana ada orang atau
manusia hidup, maka di situlah yang disebut lingkungan hidup,"
|::- s indir jawab Tole menerangkan. "Bagaimana pendapat kalian, Anak"anak?" pancing Bu Guru.
"Setuju! Saya sangat setuju dengan pendapat Tole, Bu!" seru
Onal bersemangat. "Apanya yang kamu setujui, Nal?" potong Mike cepat. "Apa,
Mik?" Onal balik bertanya.
"Kamu setuju dengan pendapat Tole, bukan?" tanya Mike.
"Betel! Saya setuju seratus persen!" jawab Dnal bangga. "Bagus!
Nah, apa yang kamu setujui itu?"
"Mmm ..., saya setuju?" gumam ICinal bingung, "ya ..., itu, yang
baru saja disampaikan Tole!"
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Ya, ya, saya tahu! Tetapi, yang ingin saya tahu adalah apa saja
yang baru disampaikan oleh Tole tadi!" sergah Mike tersenyum.
Beberapa siswa cekikikan mendengar debat kecil itu.
"Eh, kamu terlalu memojokkan saya, Mike! Pokoknya apa
yang baru saja dikemukakan oleh Tole, saya setujui! Titik!" sahut
Onal gemas. "Uuuuuuuu !" terdengar koor serempak dari beberapa siswa.
"Oleh karena itu, kamu jangan hanya ikut"ikutan, Nal!" sindir
Desi. "Jangan asal bunyi, Nal!" sambung yang lainnya.
Bu Estibertepuk tangan untuk menenangkan kelas yang kian
riuh. "Tenang, Anak"anak! Jangan membuat gaduh. Kalian boleh
saja bardebat, tetapi hendaknya selalu terpusat pada apa yang
sedang kita pelajari," tegur Bu Esti tegas.
"Saya punya pendapat, Bu!" seru Desi.
"Ya, bagus! Silakan, Desi!"
"Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982, pasal 1
ayat 1, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya
manusia dan perilakunya yang memengaruhi kelangsungan
kehidupan dan keeejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya." "Astaga! Mengapa kamu diam saja sejak tadi, Desi?" tanya
Bagio kagum. "Wah, kamu hebat, Des! Bagilah ilmumuuntukku !" sindir Onal
kagum. "Wah, wah, wah! Saya sangat kagum dengan apa yang
kaukemukakan itu, Desi!" puji Bu Esti.
"Kebetulan saya baru membacanya di perpustakaan beberapa
hari yang lalu, Bu!"jawab Desi merendah.
"Apa isiundang"undang yang kamu sebut itu, Des?" tanya Tole
penasaran. "Mmm, Undang"Undang Nomor 2 Tahun 1982 berisi
ketentuan"ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup, Tole,"
jawab Desi mantap. "Wah, kalaubegitu kitaharus membacanya," sambung Mike.
"Betul! Kita wajib membaca undang"undang itu agar lebih
mengerti tentang lingkungan hidup," potong Onal seenaknya.
"Baiklah, Anak-anak! Rasanya pengertian lingkungan hidup
telah dilengkapi dengan tepat oleh Desi. Oh, ya, sebaiknya kamu
ulangi lagi pengertian lingkungan hidup itu, Desi!" suruh Bu Esti.
Dengan senang hati Desi menyanggupi perintah gurunya.
Lancar sekali mulutnya mengucapkan definisi lingkungan hidup
sesuai dengan undang"undang nomor dua tahun 1982.
Dengan lincah Bu Esti menulis definisi lingkungan hidup di
papan tulis. Para siswa pun dengan cepat menyalinnya di buku
tulisnya mas ing"masing.
"Amatilah definisi lingkungan hidup ini! Apakah kalian yang
dapat mengemukakan kesimpulannya?" tanya Bu Esti.
Untuk beberapa scat tidak ada siswa yang berani menyambut
pertanyaan gurunya. Mereka sibuk menyalin tulisan yang tertera
dipapan tulis. "Harap kalian berhenti menulis dulu, Anak"anak!" tegur
Bu Esti. "Menyalin pelajaran belum menjamin penguasaan
pengetahuan kalian. Hal yang paling pokok ialah memahami dan
mengerti apa yang dipelajari. Apa gunanya buku tulismu yang
penuh dengan catatan apabila otakmu tidak berisi apa"apanya?" Bu
Es ti mengingatkan. "Saya ingin memberikan pendapat, Bu!" teriak Bagio. "Ya,
silakan, Bagio !" "Berdasarkan definisi itu, dapat saya simpulkan bahwa
lingkungan hidup tidak saja merupakan kesatuan ruang yang
ada dalam lingkungan manusia, tetapi juga dengan kesatuan
ruang dalam lingkungan makhluk hidup lain seperti hewan dan
tumbuhan," jawab Bagio lancar.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Bagus! Pendapatmu benar, Bagio! Artinya, semuabenda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup yang memengaruhi kelangsungan
hidup dan kesejahteraan manusia, hewan, dan tumbuhan disebut
lingkungan hidup," kata Bu Esti.
"Bolehkah sayakatakanbahwabumiinimerupakanlingkungan
hidup, Bu?" tanya Mike memberi pendapat.
"Bagaimana pendapat yang lain?" pancing Bu Esti.
"Saya sependapat dengan Mike, Bu!" jawab Tole.
"Saya belum sependapat, Bu! Apakah daerah padang pasir,
misalnya Gumn Sahara Afrika itu disebut lingkungan hidup" Di
gurun pasiryang luas seperti itu tidak ada makhluk hidup," sanggah
IBinal bersemangat. "Saya tidak sependapat dengan Onal, Bu!" sambung Mike
cepat. "Di gurun pasir yang luas bagaimanapun di bumi ini tetap
ada anakhluk hidup !" lanjutnya bersemangat.
"Eh, kalau berbicara harus menggunakan otak, Mike!" potong
IC'nal kesal sambil menunjuk dahinya. "Mana ada makhluk hidup di
gurun yang gersang dan tidak berair itu" Huh ..., enak saja kamu
bicara!" "Eh, Nal, kamu yang harus menggunakan ini!" jawab Mike
tidak kalah sengitnya sambil menunjuk dahinya. "Di gurun pasir
banyak Denis hewan yang hidup. Orang Bering menyebutnya
hewan gurun pasir. Ada yang berupa serangga, tetapi tidak sedikit
pula yang berupaunggas dan juga mamalia!"
"Apakah .. .?" "Baiklah," potong Bu Esti cepat. "Mike benar, Onal! Di gurun
pasir yang tampak gersang dan menakutkan itu tetap ada saja
hewan dan tumbuhannya, baik hewan dan tumbuhan yang tampak
oleh mata maupun hewan dan tumbuhan kecil. Oleh karena itu,
tetap saja daerah itu kita anggap sebagai lingkungan hidup," kata
Bu Esti menjelaskan. "Betul, Bu! Bumi kita ini memang merupakan lingkungan
hidup. Kalau tidak salah, tahun 1992 yang lalu pernah diadakan
konferensi bumi di ..., aduh di mana ya?" kata Anis kelabakan.
"Di Rio de Janeiro, Brazil, Nis!" sambung Bagio cepat.
"Ya, di Rio de Janeiro!"
"Namanya Konferensi Tingkat Tinggi Bumi atau KTT Bumi !"
sambung Bagio pula. "Ya, bumi kita ini memang merupakan lingkungan hidup.
Artinya, pelosok bumi di mane pun juga tetap 5 aja dianggap sebagai
lingkungan hidup. Kalau bukan untuk lingkungan hidup manusia,
yah mungkin untuk hewan atau tumbuhan," tambah Bu Esti.
"Apakah bumi memang merupakan satu"satunya lingkungan
hidup, Bu?" tanya Onal.
"Selain bumi, tentu udara yang membungkus bumi kita ini
pun termasuk lingkungan hidup. Disebut apakah udara yang
membungkus bumikita ini?" tanya Bu Esti lagi.
"Atmosfer, Bu!" teriak Tole.
"Ya, atmosfer ialah lapisan udara yang menyelubungi bumi
sampai ketinggian 300 kilometer!"
kata Didi mengangkat tangan.
|::- "Saya ingin bertanya, Bu
"Silakan, Didi!!"
"Dapatkah Ibu jelaskan macam-macam lingkungan hidup itu. "
tanyanya. "Wah, pertanyaanmu bagus, Didi! Ayo, adakah di antara kalian
yang dapat menyebutkan macam-macam lingkungan hidup itu?"
Bu Esti ganti bertanya. "Tanah dan udara, Bu!" sahut Mike.
"Air, batu, dan tumbuhan, Bu!" sambung Ona! agak keras.
"l-l ewan, Bu!" kata Bagio.
"Hutan dan laut, Bu !" teriak Toie.
"Ya, ya, ternyata kalian mulai memahami pengertian
lingkungan hidup itu. Yang kalian kemukakan tadi semuanyabenar.
Hanya saja ada 5 atu macam yang belum kalian kemukakan!"
Anak-anak saling berpandangan sambilberpikir. Dahi mereka
tampak berkerut memikirkan jawaban atas pertanyaan ibu
gurunya. "Cahaya matahari, Bu!" teriak Udin.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Ya, itu salah satunya. Tetapi, ada satu yang penting lagi!"
jawab Bu Esti sambil tersenyum.
"Infrastruktur, Bu!" teriak Modi.
"Ya, itu pun salah satunya! Masih satu yang paling penting,
ayo!" "Aduh, apa, ya?" gumam Mike penasaran. "Tidak ada yang
bisa?" desak Bu Es ti tersenyum.
Anak"anak diam lalu menggelengkan kepalanya. "Kami
menyerah, Bu!" jawab Toie.
"Padahal yang satu itu banyak dalam kelas ini," pancing Bu
Guru ters enyum. Anak"anak kembali saling berpandangan. Agaknya sulit bagi
mereka untuk menemukan jawaban yang dimaksud ibu gurunya.
"Manusia!" jawab Bu Es ti cepat.
"Oooo, manusia, ya" Aduh, bodoh benar kita, ya?" gumam
Mike tersenyum kecut. "Ya, manusia juga termasuk bagian dari lingkungan hidup
secara keseluruhan. Nah, dari berbagai macam yang telah kalian
kemukakan itu, dapatkah kalian kelompokkan lingkungan hidup
itu?" tanya Bu Es ti lagi.
"Saya, Bu! Saya!" teriak Udin sambil berdiri. "Ya, silakan,
Udin!" "Dariberbagai macamlingkungan yang dikemukakan tadi, saya
dapat membedakannya dalam dua kelomp ok lingkungan hidup.
Kedua kelompok itu ialah kelompok makhluk hidup, dan
kelompok benda tidak hidup ataubends mati!"
"Bagaimana, Anak"anak?" tanya Bu Esti tersenyum.
"Saya sependapat dengan Udin, Bu!" jawab Bagio. "Sayajuga,
Bu!" s ambung Mike. "Saya juga, Bu!" teriak Atok.
"Wah, wah, wah! Kalau begitu kalian semua setuju, ya"!"
pancing Bu Esti. "Setujuuu!" jawab anak"anak serempak.
"Dilihat dari sudut ekosistem, disebut apakahkeduakelompok
lingkungan hidup itu?" tanya Bu Esti lagi.
Suasana kelas sesaat menjadi sepi. Anak"anak kembali diajak
ibu gurunya untuk berpikir. Beberap a di antaranya membuka-buka
buku lalu tampak membacanya dengan tekun.
"Sebentar, Bu!" teriak Leia memecah kesunyian kelas.
"Ya, ada apa, Lela?"
"Saya ingin tahu lebih dulu apakah yang dimaksud dengan


Antara Soputan Dan Bunaken Karya Pilemon Gunena di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ekosistem yang Bu Guru sebutkan tadi itu?"
Bu Esti tersenyum lalu mengangguk-angguk.
"Ooo, tentang ekosistem ..."!"
"Saya tahu, Bu!" potong Diman cepat.
"Ya, ya, silakan, Diman!"
"Mmm ..., ekosistem ialah suatu kesatuan fungsional antara
makhluk hidup dan lingkungannya," kata Diman mantap.
"Tepat sekali! Seratus untuk, Diman!"puji Bu Estilalubertepuk
tangan. Anak"anak pun turut bertepuk tangan. Diman tersipu"sipu.
"Makhluk hidup dapat memengaruhi lingkungannya,
sedangkan perubahan fisik lingkungan memengaruhi makhluk
hidup pada wilayah lingkungan tersebut. Pengaruh lingkungan
terhadap makhluk hidup disebut aksi, sedangkan pengaruh
makhluk hidup terhadap lingkungan disebut reaksi. Nah, setelah
jelas mengenai ekosistem ini, silakan kalian jawab pertanyaan saya
tadi!" "Saya, Bu!" teriak Bagio cepat.
"Silakan, Bagio!"
"Kelompok makhluk hidup disebut eee tik tik, aduh,lupa
lagi! Tek, apo ", ah, maaf, lupa, Bu!" sahut Bagio samba tersipu
malu. "itik, mungkin, Gio!" sambung Nunik.
"Ah, bukan, bukan Nik!" kata Bagio setengah berbisik.
"Wah, sayang Bagio lupa. Adakah yang lain?" pancing Bu Esti.
"Biotik, Bu!" sahut Siska agak malu.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Betul! Biotik, eee siapa tadiyang menjawab biotik?" tanya
Bu Esti. "Ini, Bu! Ini orangnya!" teriak Udin sambil menunjuk Siska
yang tersenyum-senyum sambil menunduk. Wajah tampak merah.
"Ya, jawabmu benar, Siska!" puji Bu Esti lagi.
"Kelompok makhluk hidup biasanya disebut biotik!"
"Ulangi, Bu!" usui Tole.
"Kelompok makhluk hidup disebut bi"o"tik!"jawab Bu Esti
mengeja kata itu. "Kelompok benda mati disebut apa, Bu?" tanya Modi.
"Disebut biola, Mod!" jawab Dnal tertawa.
Beberapa anak turut tertawa mendengarjawaban IBinal itu.
"Ah, jangan bergurau, Nal! Jawaban itu tidak lucu!" agak
jengkel nada suara Modi. "Anu, Bu, disebut mmm ..., abiotik!" jawab Siska lagi.
"Wah, tepat sekali Siska!" puji Bu Esti tersenyum bangga.
"Seratus untuk Siska! Berikan tepuktangan untuk teman kalian
ini!" Keias menjadi riuh oleh tepuk tangan dan sorakan anak"anak.
"Benar, Anak-anak! Kelompok benda tidak hidup atau benda
mati disebut abiotik. Kalian pernah mendengar istilah ini, bukan?"
"Pernah, Bu!" jawab beberapa siswa serentak.
"Kelompok biotik dalam ekosistem adalah seluruh makhluk
hidup yang bertempat tinggal pada suatu lingkungan hidup
tertentu. Kelompok abiotik adalah seluruh benda tidak hidup
dalam suatulingkungan tertentu yang memengaruhikelangsungan
dan kesejahteraan hidup makhluk hidup. Nab, dapatkah kalian kemukakan contoh"contohnya?" tanya Bu Esti.
"Kelompok biotik mencakup manusia, hewan, dan tumbuhan,
Bu!" jawab Anis cepat.
"Be betul, Bu! Manusia, hewan, dan tumbuhan!" sambung
Atok mendukung. "Bagaimana dengan kelompok abiotik?" pancing Bu Esti lagi.
"Udara dan air, Bu!" jawab Mona agak nyaring.
"Dinah dan barang tambang yang ada di dalamnya, Bu!" teriak
Tole tersenyum. "Bagus! Bagus !Temyata kalian telah mengerti. Apa yang dijawab
Mona, Tole, dan Mike tepat. Jadi, dilihat dari fungsinya, kelompok
biotik dan abiotik terdiri atas beberapa macam. Dengan demikian,
dapat saya gambarkan skema lingkungan hidup itu sebagai berikut,"
kata Bu Esti. lalalu menggambar skema seperti berikut.
IUIanusia Kelompok H Bintik Tumbuhan Linglomgan Hidup Air Udara Kalo lt Abdotmillio Tanah dan bahan lambangnya
Cahaya matahari. Suhu "Komponen"komponen biotik dan abiotik im merupakan
bagian lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Salah satu
komponen yang rusak, musnah, habis, ataupun kotor dapat
memengaruhikomponen lainnya, terutama manusia!" kata Bu Esti
menjelaskan. "Boleh saya bertanya, Bu?" kata Didi.
"Silakan, Didi!"
"Saya pernah membaca istilah produsen, konsumen, dan ...,
aduh apa, ya" Ah, yang ketiganya sudah lupa, Bu! Apakah yang
dimaksud dengan istilah"istilah dalam hubungannya dengan
lingkungan hidup, Bu?" tanya Didi.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: Kelompok biotik dalam ekosistem adalah seluruh makhluk hidup yang
bertempat tinggal padalingkunganhi tiup tertentu
"Wah, pertanyaanmu bagus sekali, Didi!" puji Bu Esti
mengacungkan jempolnya. "Istilah ketiga ialah pengurai ...?"
"Betul, Bu, pengurai!" potong Didi cepat.
"Ketiga istilah itu merupakan pengklasifikasian kelompok
biotik menurut fungsinya dalam ekosistem. Produsenberarti semua
makhluk hidup yang dapat menghasilkan makanan dari zat"zat
anorganik. Pada umumnya produsen merupakan makhluk hidup
yang dapat melakukan proses fotosintesis. Kaljan tahu makhluk
hidup seperti itu, bukan?"
"Tumbuh-tumbuhan hijau, Bu!" jawab Nini cepat.
"Betul! Jadi, tumbuhan hijau digolongkan sebagai produsen
dalam ekosistem." "Apakah manusia tidak bisa disebut produsen, Bu" Manusia
dapat membuat makanan apa saja karena akal dan keahliannya!"
tanya M odi kurang paham.
"M emang manusia dapat membuat makanan, kue, minuman,
dan apa saja. Tetapi, bukan makanan seperti itu yang dimaksud
dalam pelajaran kita kali ini. Produsen di sini berarti menghasilkan
aancliri makanan dari zat-zat anorganik. Oh, sudahkah kalian tahu
psngertian anorganik itu?"
"Anorganik artinya bukan organik, Bu!" jawab Umi.
"Eh, jawabanmu tidak ilmiah, Umi!"protes Bagio.
"Ya, jawabanmu benar, Umi, tetapiperlu dijelaskan lagi," tegur
Bu Esti ramah. "Organik itu berkaitan dengan zat"zat yang berasal dari
makhluk hidup, bukan, Bu?" tanya Bagio.
"Betul sekali, Bagio!" Bu Esti membenarkan.
"Kalau begitu, anorganik adalah zat atau benda-benda selain
makhluk hidup. Jelasnya, anorganik adalah benda-benda tidak
hidup !" jawab Bagio cepat.
"Tepuk tangan untuk temanmu, Bagio!" ajak Bu Esti sambil
ters enyum bangga. Para siswapun bertepuk tangangembira. Beberapa di antaranya
menggoda Bagio. "Misalnya, apa, Bagio?" tanya Bu Esti kemudian.
"Apanya yang misalnya, Bu?" Bagio balik bertanya, ia tampak
bingung. "Apa contoh benda tidak hidup yang anorganik itu?" tanya Bu
Es ti kembali. "Misalnya, air dan mineral, Bu!" jawab Bagio mencoba-coba.
"Betul! Contoh lainnya?"
"Gas dan asam, Bu!"jawab Desi.
"Tepat! Nah, manusia tidak disebut produsen karena tidak
dapat membuat makanan sendiri dalam tubuhnya. Makhluk
hidup satu"satunya yang disebut produsen dalam ekosistem ialah
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: tumbuhan hijau. Tumbuhan hijau dapat membuat makanan s endiri,
yakni yang disebut fotosintesis. Adakah di antara kalian yang dapat
menjelaskan pengertian fotosintesis itu. "
"Saya, Bu!" jawab Diman.
"Silakan, Diman!"
"Proses mengubah karbondioksida dari udara dan mineral
dari dalam tanah menjadi zat"zat makanan dengan bantuan cahaya
matahari dan zat hijau daun atau kl orofil."
"Ya, jawabanmu cukup baik, Diman!" puji Bu Esti lembut.
"Fotosintesis itu dapat saya gambarkan sebagai berikut!" Bu Esti
lalu menggambar bagan di pap an tulis.
Ka'bordjolaida +. Ka'bohidm ,,w
Kir-Mil "Ya, saya paham sekarang, Bu!" kata Modi.
"Kalau begitu, manusia dan hewan disebut konsumen, bukan,
Bu?" tanya Onal memberi kesimpulan.
"Betul sekali, Onal! Manusia dan hewan termasuk kelompok
konsumen. Konsumen di sini berarti semua makhluk hidup yang
memakan zat"zat organik atau makanan yang dibuat oleh produsen
(tumbuhan)", kata Bu Esti menjelaskan.
"Bagaimana dengan kelompok pengurai, Bu?" tanya Lela.
"Ada yang bisa menjawabnya?" Bu Esti balik bertanya.
"Seperti cacing, Bu, mengurai tanah!" jawab Nunik cepat.
"Eh, jawabanmu ngawur, Nik !" sindir Didi tersenyum.
"Memhngnya pengurai itu, apa Di?" Nunik balas bertanya.
"Wah, kamu jangan tanya saya, Nik! Saya sendiri baru akan
menanyakan hal itu kepada Bu Guru," jawab Didi setengah berbisik.
"Baiklah, Anak"anak! Kelompok pengurai itu adalah makhluk
hidup atau organisme yang dap at menguraikan sisa, ampas, atau
bangkai menjadi zat anorganik!" Bu Esti menjelaskan.
"Misalnya, daun"daun membusuk dan akhirnya menjadi
humus. Bangkai anjing membusuk, lalu hancur bercampur dengan
tanah. Betul,bukan, Bu?" sahut Tole bersemangat.
"Betul, Tole! Daun dan bangkai hewan atau manusia tidak akan
pernah membusuk jika tidak ada makhluk pengurainya. Begitu pul a
dengan ampas atau sisa"sisa makanan, termasuk tinja kita yang
dapat hancur dan berubah menjadi anorganik berkatkerja makhluk
pengurai. Nah, apakah makhluk pengurai itu"*
"Saya tahu, Bu! Mmm ..., bakteri, Bu!" teriak Sribersemangat
dengan suaralantang. "Tepat!" puji Bu Es ti.
"Jamur pmbusuk juga, Bu!" s eta Wardi.
"Betul, Wardi!" puji Bu Es ti pula. "Nah, bakteri dan jamur
pembusuk merupakan kelompok pengurai dalam ekosistem dibumi
ini. Dapatkah kalian bayangkan bagaimana akibatnyajika tidak ada
makhluk pengurai dalam suatu ekosistem. "
"Bumi ini akan penuh dengan bangkai, sampah, kotoran, dan
tumbuhan mati. Bahkan permukaan bumi pun akan dipenuhi oleh
mayat-mayat yang tidak membusuk," jawab Mike.
"Jadi, penting dan bermanfaatkah kelompok pengurai itu
dalam ekosis tem?" tanya Bu Es ti lagi.
"Panting!" jawab pars siswa serentak.
"Adakah diantarakalian adayang dapatmemberikankesimpulan
tentang lingkungan hidup yang baru saja kits bicarakan?" tanya Bu
Esti. "Saya, Bu !" jawab Desi.
"Silakan, Desi!"
"Saya dapat menyimpulkan bahwalingkungan hidup itu sangat
panting bagi kelangsungan hidup umat manusia dan makhluk lainnya dibumi ini!" Y-l &. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Ya, bagus! Ada lagi yang lainnya?"
"Agar manusia dan makhluk lainnya dibumi ini dapat bertahan
hidup normal, maka perlulah dijaga kelestarian lingkungan, baik
abiotik, maupun biotik !" seru Anis.
"Bagus! ltulah yang saya tunggu"tunggu, Anis!" puji Bu Esti
aenang. "Karena lingkungan hidup itu menentukan kehidupan dan
kesejahteraan hidup semua makhluk hidup, terutama manusia,
maka kita wajib menjaga dan memelihara kelestariannya. Kits tidak
dapat membayangkan betapa menderita dan bahkan musnahnya
manusia hanya gara"gara lingkungan hidupnya telah rusak dan
tidak bem'ianfaat. Kelestarian lingkungan hidup akan terancam
jika perusakan dan pencemarannya tidak dapat dikendalikan," Bu
Es ti menarik napas dalam"dalam sebentar.
"Agar pelajaran tentang lingkungan hidup ini lebih mantap,
maka akan lebih baik jika kita langsung mengamatinya. Kita akan
mengadakan darmawisata ke beberapa objek studi di daerah ini
'"!" "Setuju! Setuju, Bu !" potong Udin girang.
"Ya,kamisetuju, Bu!"
"Ya, rencana darmawisata ini telah saya bicarakan dengan
kepala sekolah kemarin. Waktu pelaksanaannya adalah pada hari
libur minggu yang akan datang," kata Bu Esti.
"Ke mana tujuan darmawisata kita, Bu?" tanya Sri girang.
"Rahasia, Sri. Sekarang belum saatnya kalian ketahui ke mana
tujuan darmawis ata kita. Satu hal yang perlu kalian ingat adalah
bahwa darmawisata ini bukan untuk bersenang"senang saja,
melainkan untuk bel ajar!"
"Apakah darmawisata ini menggunakan mobil atau cukup
berjalan kaki saja, Bu?" tanya Desi.
"Yah ..., sebagian kitagunakan mobil, dan sebagianlagi dengan
berjalan kaki. Pokoknya, kalian bersiap-siap sajalah! Kemukakan
kepada orang tuamu rencana kita ini. Kahan semua wajib ikut!"
"Baik, Bu! Kami memang senang sekali kalau sekali-sekali
dapat belajar di luar kelas !" sahut Didi
;;;1. 5P 15 sambut yang lainnya serempak.
Soputan. Fiiwagatmu Kini Hari libur yang dinanti"nantikan para siswa kelas dua SMP
NegeriTombatutiba. Pagi-pagibenar anak-anak itu telahberkumpul
di serambi depan sekolahnya. Mereka membawa ransel yangpenuh
dengan bekal untuk dimakan selama perjalanan, minuman, dan
pakaian. Ada juga beberapa anak yang membawa kamera. Bahkan
Atok dan Didi membawa perlengkapan tenda. Pendek kata, mereka
benar-benar telah siap melakukan karyawisata sehari. Bukankah
rencana ini sudah mereka siapkan lebih dari seminggu" Bue


Antara Soputan Dan Bunaken Karya Pilemon Gunena di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Damri yang akan mengangkut merekapun telah siap menunggu di
halaman depan sekolah. "Perhatian! Perhatian!" terdengar suara Bu Esti melalui
pengeras suara genggamannya. "Para siswa harap segera berkumpul
di halaman dep an!" Tampak anak"anakberiarian menujuhalaman depan sekolahnya.
Wajah mereka tampak riang dan berseri"seri. Dalam beberapa saat
saja mereka sudah berkumpul mengelilingi ibu gurunya.
"Anak"anak, darmawisata kita kali ini selain berhubungan
dengan pelajaran kalian di sekolah juga kita adakan dalam rangka
menyambut tahun lingkungan hidup. ltulah sebabnya s ayabarharap
kalian dapat memanfaatkan kesempatan yang baik ini dengan
sebaik"baiknya," kata Bu Esti dengan sungguh"sungguh. "Apakah
kalian sudah siap, Anak-anak?"
"Siap, Buuu!" jawab anak-anak serempak.
"Baiklah! Darmawisata kita dimulai di halaman sekolah ini!"
kata Bu Es ti sambil tersenyum.
Beberapa anak saling berpandangan dengan wajah bingung.
Ada juga yang saling berbisik-bisik.
"Lho, apa yang bisa kita nikmati di sini?" bisik Tole tidak
mengerti. &. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Entahlah, Le!" jawab Mona sambil mengangkat kedua
bahunya. "Ini tempat kita setiap hari!" omel Udin.
"Coba arahkan pandangan ltalian ke gunung itu!" perintah Bu
Es ti sambil menunjuk gunung yang dimaksud.
"Kebetulan cuaca sedang cerah sehingga gunung tampak
sangatjelas!" Segera saja anak"anak memandangi gunung yang terletak di
sebelah utara desa seperti yang ditunjuk Bu Esti.
"Kahan tabu nama gunung itu, bukan?"
"Soputan, Bu!" jawab anak-anak serempak.
"Ya, Gunung Soputan ! "kataBu Estis ambil mamandangigunung
yang memang tidak begitujauh letaknya dari DesaTombatu.
"Termasuk tinggijugagunungitu, Bu!" seta Umi.
"Ya, tingginya 1.820 meter di atas permukaan laut, Umi!" sebut
Bu Esti cepat. "Puncak gunung di sebelah kanan ke arah timur itu apakah
termasuk juga bagian dari Gunung Soputan, Bu?" tanya Rustam
ingin tahu. "Tentu, tentu merupakan rangkaian Gunung Soputan, Rus!"
sambung Bagio seenaknya. "Lihat! Puncak-puncak itu saling berhubungan dengan
Soputan, bukan?" "Eh, kamu yang salah, Gio! Puncak yang menjulang tinggi di
sebelah kanan itu bukan merupakan bagian dari Gunung Soputan.
Puncak itu merupakan satu gunung tersendiri!" bantah Desi cepat.
"Itu Gunung Manimporok!"
"Gunung Manimp orok?" gumam Bagio tidak percaya.
"Betul, Bagio! Puncak di sebelah kanan Gunung Soputan itu
adalah Gunung Manimporok. Belum pernah kamu mendengarnya,
ya?"kata Bu Esti. "Belum, Bu!" jawab Bagio.
"Oleh karena itu, kamu harus rajin membaca peta, Gio!" sindir
Mike. "Memang, kalau kita berada di sebelah utara sana, kedua
gunung itutampak seperti satu rangkaian gunung. Sampai sekarang
pun penduduk di sebelah utara Soputan, misalnya di kecamatan
Tareran, masih banyak yang menganggap bahwa rangkaian itu
merupakan Gunung Soputan," kata Bu Esti menjelaskan.
"Tinggi jugalah Gunung Manimporok itu?" celetuk Udin.
"Tingginya 1.661 meter, Udin!" jawab Bu Esti.
"Wah, pantas tampak hampir setinggi Soputan!" gumam
Rustam kagum. "Aduh, Gunung Soputan tampak gundul dan pelontos, ya?"
gumam Nunik. "Mungkin gara"gara penduduk suka merombak hutannya,
Nik!" sambung Didi. "Ah, tidak! Penggundulan itu terjadi gara"gara letusannya
sendiri," eels Mike tidak setuju.
"Ya, Mike benar, Anak"anak!" sambung Bu Esti membenarkan.
"Gunung Soputan tergolong gunung berapi yang sangat aktif.
Jika cuaca cerah, setiap malam dapat kita lihat kepulan api di
kepundannya, bukan?" katanya lagi.
"Menurut bapak saya, tahun 1984- Gunung Soputan meletus
dengan sangat dahsyat. Waktu itu kami masih balita, ya, Bu?" sela
Mona tersenyum. "Betul, Mona! Pada waktu itu desa kits ini dan juga desa"desa
sekitar sep erti Kuyanga, Sil ian, Ranoketang Atas, Lobu, Ranoketang
Bawah, bahkan sampai ke Amurang diguyur hujan pasir yang
menakutkan," kata Bu Es ti.
"Ya, saya ingat! Waktu itu kami sibuk mengumpulkan pasir di
halaman rumah beberapa hari kemudian!" sela Diman.
"Betul, saya ingat juga! Pasir yang kami kumpulkan sampai
beberapa kubik," sambung Modi.
"Apakah ada korban jiwa waktu itu, Bu?" tanya Nunik. "Yah ...,
syukurlah tidak ada, Nunik!"
"Eh, kalau tidak salah pada tahun 1988 gunung ini meletus
lagi, ya, Bu?" kata Udin cepat.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Mmm ..., ya, ya, tahun 1988! Hanya saja waktu itu desa kits
dan desa di sekitar sini luput dari bencana itu," jawab Bu Esti.
"Maksudlbu?" tanya Nunik tidak mengerti.
"Kebetulan pada saat letusan terjadi sedang bertiup angin
barat yang culmp kencang. Pasir dan debu yang berkadar belerang
tinggi dibawa angin ke arah timur. Sehingga, yang menerima
bericana waktu itu beberapa desa di Kecamatan Langowan dan
Ratahan. Bencana itu sangat dirasakan penduduk beberapa bulan
kemudian," kata Bu Es ti menjelaskan.
"Mengapa harus dirasakan beberapa bulan kemudian, Bu?"
tanya Udin. "Aram belerang menghancurkan atap"atap rumah penduduk
yang terbuat dari seng,"jawab Bu Esti sambil tersenyum.
"Aduh, kasihan!" gumam Nini.
"Wah, Gunung Soputau cukup berbahaya, Bu. " kata Tole.
"Apakah penggundulan Gunung Soputan seperti itu terjadi
karena diguyur hujan pasir atau kebakaran ketika terjadi letusan,
Bu?" tanya Desi pula.
"Desi, penggundulan gunung itu tidak hanya karena pasir
dan kebakaran, tetapi juga disebabkan oleh lahar panas yang
disemburkan melalui kepundannya!" jawab Bu Esti.
"M mm, apakah lahar itu, Bu?" tanya Nane.
"Lahar ialah lumpur panas yang mengalir dari gunung berapi.
Lahar itu terjadi karena air panas dari kawah bercampur dengan
batu"batuan dan zat"zat lainnya yang terpelanting ke luar. Bias anya
aliran lahar bersifat kental sehingga days rusaknya sangat besar.
Lahar itu kemudian membeku menjadi batuan dan menutupi per"
mukaan tanah. Itulah sebabnya sampai bertahun"tahun sebagian
besar badan Gunung Soputan itu masih tetap gundul dan sangat
gersang," sahut Bu Es ti.
"Tampaknya daerah yang gundul lebih dari setengah badan
gunung!" celetuk Mike.
"Benar! Lebih dari setengah badan gunung menjadi gundul!"
Bu Esti membenarkan. "Apakah daerah di balik gunung itu gundul juga, Bu?" tanya
Bagio. "Ya, gundul!" jawab Bu Esti.
"Tetapi, pada bagian lereng kaki gunung tampak ada daerah
hutan, ya?" gumam Atok.
"Wah, tampaknya sebagian besar kaki Gunung Soputan itu
sudah menjadi perkebunan penduduk, Bu?" sambung Tole.
"Ya, nasib Gunung Soputan memang sangat memprihatinkan.
Jika bagian puncak sampai ke tengahnya gundul akibat letusannya
sendiri, make pada bagian kaki gunung dirusak oleh manusianya,"
kata Bu Es ti seperti untuk dirinya sendiri.
"Maksud, lbu, mestinya lereng"lereng dikaki gunung itu hijau
oleh hutan lebat?" tanya Bagio.
"Ya!Menurutceritaorang"orangtua,lereng"lerengdikakigunung
itu dulunya hutan lebat. Namun, bersamaan dengan bertambahnya
penduduk orang mulai merusak hutan itu untuk dijadikan tanah
perladangan dan juga perkebunan. Di samping itu, tidak sedikit
penduduk yang menebang pohon untuk diambil kayunya sebagai
bahan bangunan rumah," kata Bu Esti menegaskan.
"Akhirnya, lingkungan hidup Soputan kini sudah semakin
kritis, Bu?" sambung Mike.
"Akibat sampingan lainnya ialah sumber mate air di sekitar
desakita ini sudah semakin berkurang. Seingat saya, beberapapuluh
tahun lalu air untuk keperluan sehari"hari dan untuk pengairan di
sawah dan empang"empang sangat berlimpah. Sekarang, memang
air masih bisa dikatakan cukup, tetapi semakin hari lima semakin
berkurang," tambah Bu Esti.
"Aduh, jika perusakan hutan di Gunung Soputan terus
dibiarkan, bagaimana nanti kehidupan anak dan cucu kita?" gumam
Udin khawatir. "Anak dan cucu kita akan menderita karena ketiadaan air!"
jawab Desi. "Kalau begitu, s emua kegiatan p eriadangan dan perkebunan di
sekitar kaki Gunung Soputan harus dilarang, Bu!" simpul Modi.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Ya, memang sudah sejak lama dilarang, Modi! Tetapi, masih
ada saja penduduk yang tidak tega membiarkan perkebunan
kelapanya itu," kata Bu Esti sungguh"sungguh.
"Lho, apakah pohon-pohon kelapa itu bukan tumbuhan" Ee,
saya kira sama saja kelapa dan hutan liar!" celetuk Anis.
"Tidak sama, Nis! Pohon-pohon kelapa memang tumbuhan,
tetapi daya serap air hujannya sangat kecil jika dibandingkan
dengan hutan liar!" bantah Sri.
"Ya, Sri benar! Hutan kelapa tidak banyak manfaatnya dalam
hal peresapan air hujan. Apalagi jika pem'rukaan tanahnya selalu
dibersihkan," sambung Bu Esti.
"Pada hutan liar atau hutan dari pohon"pohon bes ar, air hujan
mudah diserap, tidak saja karena kerimbunan daun-daunnya,
tetapi juga karenapermukaan tanahnya telah gemburoleh humus,"
sambung Desijuga. "Pada bagian lain di sekitar kaki gunung tampak masih ada
hutan, Bu!" tunjuk Udin.
"Itu adalah hutan hasil reboisasi, Udin. Reboisasi itu
dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal inidari Dines Kehutanan,"
jawab Bu Esti sambil tersenyum.
"Kap an reboisasi itu dilaksanakan, Bu?" tanya Wardi.
"M mm, kalau tidak salah pada tahun 1988, Wardi!"
"Oya, ya, saya ingat, Bu! Waktu itu kami masih duduk di
sekolah dasar. Kami diajak mengangkut bibit"bibit tumbuhan yang
baru saja diturunkan dari truk dan dibawa ke pinggir desa yang
menuju arah Gunung Soputan," sela Atok.
"Ya, ya, s aya juga ingat!" gumam beberapa anak.
Halaman menjadi agak ramai oleh ungkapan"ungkapan pars
siswa mengingat masalalu itu.
"Waktu itu saya ingin sekali ikut serta mengadakan reboisasi di
Gunung Soputan namun dicegah oleh bapak dan ibu guru," seru Atok.
"Saya juga begitu, Tok! Yah ..., kita memang masih kecil waktu
itu! Kita dianggap belum mampu berjalan jauh, apalagi mendaki
lereng Soputan yang cukup terjal!" kata Desi.
"Menurut kakek, jauh sebelumnya pernah juga dilakukan
reboi"sasi di Gunung Soputan itu. Betulkah itu, Bu?" tanya Siska.
"Ya, sekitar mmm ..., tahun 1970 memang pernah juga
diadakan reboisasi di tempat yang sama. Tetapi, hasil reboisasi
itu kemudian musnah dilalap api. Api itu ada yang karena letusan
gunung dan juga kebakaran karena tangan jahil manusia," Bu Esti
menjelaskan. "Pohon apa saja yang ditanam di sana, Bu?" tanya Wardi ingin
tahu. "Eee, jika tidak salah yang ditanam waktu itu adalah pohon
cemara, jati, dan juga cempaka," jawab Atok.
"Apakah perbedaan reboisasi dan penghijauan, Bu?" tanya Tole
tiba-tiba. "Reboisasi ialah penghutanan kembali suatu daerah kritis atau
gundul yang bertujuan mencegah penurunan produktivitas tanah
dan air di areal kawasan hutan dan tanah milik negara!" jawab Mike
mantap tanpa ragu"ragu.
"Penghijauan?" "Penghijauan ialah penanaman tanah kritis di luar kawasan
hutan, yaitu pada tanah milik rakyat, dengan berbagai jenis
pohon produktif, serta pembuatan berbagai teras untuk keperluan
pengawetan tanah dan air!"
Semua anak menganggukkan kepala tanda mengerti.
"Pada dasarnya pengertian dan tujuan reboisasi dan peng"
hijauan itu lama saja. Kedua"duanya terkait dengan penanaman
pohon dengan tujuan pelestarian tanah dan air. Perbedaannya
terletak pada pemilikan tanahnya. Reboisasi dilakukan pada
kawasan hutan negara, sedangkan penghijauan pada kawasan
tanah rakyat!" Bu Es ti menerangkan.
"Bagaimana dengan kawasan hutan Gunung Soputan, Bu?"
tanya Bagio semakin tertarik.
"Yah, saya kira Soputan merupakan kawasan hutan milik
negara yang harus dilindungi!"
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Kalau begitu, perusakan hutan di Gunung Soputan dapat
dibedakan atas dua pelaku," sela Mike, "yaitu perusakan oleh slam,
dan perusahaan oleh manusia! Perusakan oleh alam, misalnya
letusan gunung tadi. Sedangkan perusakan oleh manusia, seperti
berladang atau berkebun, dan juga penebangan pohon secara liar
untuk diambil kayunya sebagai bahan pembangunan rumah."
"Wah,bagus sekalipendapatmu,Mike!Kamubetul!Lingkungan
hidup itu menjadi rusak oleh dua alasan, yakni baik oleh slam
maupun oleh manusia sendiri," Bu Esti menegaskan lagi.
"Keadaan Gunung Soputan itu jauh sekali berbeda dengan
gunung di sebelahnya, eee apa tadi namanya?" kata Udin.
"Gunung Manimp orok, Din!" jawab bebarapa anak.
"Ya, Manimporok! Cobs kalian amati Gunung Manimporok
itu! Dari bagian puncaknya sampai ke kaki gunungnya hijau oleh
lebatnya pepohonan," kata Udin kagum.
"Apakah engkau tahu penyebabnya, Udin?" tanya Bu Esti.
"Mmm saya kira saya kira karena penduduk tidak merusak
hutannya, Bu!" jawab Udin agak tergagap.


Antara Soputan Dan Bunaken Karya Pilemon Gunena di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Karena Gunung Manimporok bukan gunung api!" potong
Nunik agak ketus. "Be betul, Nik, betul! Tadi sudah Bu Guru jelaskan bahwa
Soputan itu gundul karenaletusannya sendiri, bukan" Nah, karena
Manimporok itu bukan gunung api, puncaknya tetap tampakgagah
oleh hutan rimba," dukung Bagio.
"Ya, kita bersyukur bahwa di daerah ini masih ada Gunung
Manimporok yang hutannya masih tapak lestari. Hal itu memang
disebabkan gunung ini tidak berapi. Namun, tidak berarti pula
bahwa tidak ada perusakan hutan di gunung itu ...!" kalimat Bu
Es ti terhenti karena matanya tertuju pada sebuah gerobak yang
kebetulan lewat di depan mereka.
"N ah, itulah contohnya anak-anak!"
Kerusakan hutan dapat terjadi karena ulah manusia, seperti
berladang atau berkebun dengan cara melakukan penebangan
pohon secara liar. ;;;1. 5P aa Segera sajabeberapa anak mendekatigerobak sapiyangpenuh
muatan balok"bal ok kayu itu.
"Selamat pagi, Pak!" sapa Bagio ramah.
"Selamat pagi, Anak-anak!" jawab Pak Alo, kusir gerobak,
sambil menghentikan sapinya. "Wah, ramai"ramai sepagi inihendak
ke mina kalian?" tanyanya lagi.
"Kami hendak berkaryawisata, Pak! Bapak penduduk desa
mane?" tanya Tole. "O oh, saya penduduk desa Ranoketeng Atas, Nak!"
"Balok-balok kayu ini masih baru?" pancing Bagio.
"Ya, ya, baru saja kami gergaji kemarin, Nak! Ini namanya
kayu aampaka. Di hutan lereng bukit sebelah sana banyak pohon
cempakanya. Kami menebang dan menggergajinya di sana.
Pohonnya audah cukup tua dan besar batangnya. Jadi balok"balok
kayu ini tergolong nomor satu," jawab Pak Alo bangga.
"Punya siapapohon"pohon kayu itu, Pak" Eh, maksud saya, siapa
yang menanam pohon"pohon yang Bapak tebang itu. " tanya Nini.
"Wah, pohon"pohon di hutan seperti itu tidak ada yang
menanamnya, Nak! Setahu bapak, hutan digunung itu atau bahkan
hutan di mana saja di daerah ini tumbuh dengan sendirinya," jawab
Pak Alo sambil tersenyum.
"Jadi, siapa saja boleh menebangnya, Pak?" tanya Nini
tersenyum kecut. "Ya, katanya begitu, Nak!" jawab Pak Alo tersipu"sipu.
"Wah,hutan bisahabisjika'semuapenduduk menebang pohon
seenaknya," potong Tole menggaruk dagunya yang belum berje
nggot. "Apakah Bapak sudah meminta izin kepada pemerintah
setempat sebelum mengadakan penebangan pohon di hutan?"
tanya Bu Es ti datang mendekat bersama anak"anak yang lainnya.
"Ti tidak, Bu! Sejak dulu kami menebang dan menggergaji
pohon di lereng gunung itu untuk dijadikan bahan bangunan
rumah. Kami tidak pernah meminta izin kepada siapa saja!" jawab
Pak Alo semakin tersipu"sipu.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: '.' !! a::- In:: Kerusakan hutan dapat terjadi karena ulah manusia, seperti berladang atau
berkebun dengan cara melakukan penebangan pohon secara liar.
"Wah, jika nanti diketahui oleh yang berwajib, Bapak dan
teman" teman penebang pohon dapat disalahkan. Pelarangan
penebangan hutan di Gunung Soputan, Manimporok, dan Kawatak
sudah lama ada. Menebang pohon untuk bahan rumah maupun
untuk kayu bakar sudah lama dilarang di daerah ini. Kawasan hutan
di daerah kita ini sudah termasuk hutan lindung. Jadi, hendaknya
_)". 'J- : ES .:. 613 kita tidak seenaknya menebang pohon di sana!" tegur Bu Es ti agak
keras. "Waduh, sas saya, kami, kami belum tahu hal itu, Bu!" sahut
Pak Alo khawatir. "Merusak hutan dengan menebang pohon sembarangan dapat
merusak lingkungan hidup, Pak. Tanah bisa longsor dan mate air di
kaki- kaki gunung bisa kering!" sela Desi.
"M ats air di kampung Bapak pun bisa mati. Sawah"sawah dan
empang bisa kekeringan. Akibatnya, Bapak dan semua penduduk
akan menderita! Oleh sebab itu, sejak sekarang Bapak sebaiknya
berhenti menebang pohon dihutan," sela Udin seperti menggurui.
"Iya, iya, Nak, Bapak mengerti!"
"Teman-teman Bapak juga harus diberitahu! Bapak tidak suka
masuk penjara, bukan?" tanya Mike tersenyum.
"Aduh,jangan,jangan, Nak! Seumur"umurbegini, Bapakbelum
pernah berurusan dengan polisi, apalagi masuk penjara" Ah, Bapak
berjanji tidak akan pernah lagi menebang pohon sembarangan."
"Baiklah, Pak, salam untuk teman"teman Bapak, ya" Silakan,
silakan lanjutkan perjalanan, Pak!" suruh Bu Esti sambil tersenyum
ramah. Pak Alo, sang kusir gerobak, dengan tergesa"gesa pergi sambil
memendam berbagai rasa dan tanda tanya. Sesekali ia menoleh ke
belakang melihat rombongan siswa itu.
"Ayo, Anak"anak, kita segera berangkat!" ajak Bu Esti lalu
menyuruh para siswanya naik ke bus.
Sesaat kemudian rombongan karya wisata itu mulai bergerak
ke arah tiinur. Anak"anak bersorak gembira. Wajah mereka bers eri"
seri. Memang, karyawisata seperti ini merupakan saat yang paling
menyenangkan bagi anak-anak sekolah seperti mereka. Bosan juga
mereka jika terus"menerus belajar di dalam kelas.
"Rupanya kita hendak menuju Manado, Din," bisik Siska.
"Wah,senangsekalidapatmelihatlagiManado,ibukotaProvinsi
Sulawesi Utara. Seumur hidup baru satu kali aku menginjakkan
kaki di kota itu. Itu pun ketika aku masih balita. Kebetulan waktu
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: itu aku diajak Paman Edi yang memang sudah menetap di kota itu
karena pekerjaannya," ujar Udin riang.
"Aku juga baru sekali pergi ke Manado, Din! Mmm ...,
ketika lulus sekolah dasar beberapa waktu lalu, ayah mengajakku
mengunjungi Kak Rina yang sedang kuliah di Universitas Sam
Ratulangi. Jadi, ini merupakan kali kedua aku melihat-lihat kota
Manado," kata Siska tersenyum senang.
Bus menyusuri jalan raya yang mulus melewati Desa Kuyanga,
lalu Desa Mundung, Molompar Satu, dan Molompar Dua. Ketika
memasuki Desa Liwutung yang sudah termasuk wilayah Kecamatan
Ratahan, anak-anak merasa kagum melihat Gunung Manimporok
yang tampak semakin dekat dan jelas. Hutan rimbanya jelas
memenuhi sebagian besar permukaan tebingnya. Ada beberapa
bagian yang tampak bopeng akibat longsoran.
"Apakah penduduk memang tidak bisa seenaknya menebang
pohon, Bu!" tanya Anis penasaran.
"Ya, tidak bisa, Anis !" jawab Bu Esti tegas.
"Jika pohon itu ditanam di tanahnya sendiri?" tanyanya
lagi. "Harus meminta izin atau setidaknya diketahui pemerintah
setempat!" jawab Bu Esti lagi.
"Wah, rasanya pemerintah memang sangat ketat mengawasi
perusakan hutan!" sela Atok.
"Ya, memang harus begitu, Atok! Kahan dapat membayangkan
apajadinya negeri kita ini jika semua orang babas menebang pohon
di mana dan kapan saja!" kata Bu Esti sungguh"sungguh.
"Bumi Indonesia bisa berubah menjadi padang batu atau
padang pasiryang gersang kerontang, Bu!" dukung Tole.
"Betul! Itu berarti malapetaka untuk anak"cucu kita kelak!"
kata Bu Es tilagi. "Bagaimana dengan perusahaan"perusahaan yang suka
menebang pohon untuk diohh menjadi kayu lapis, Bu?" tanya
Mike. "Ooo, perusahaan"perusahaan itu memang diberi izin resmi
oleh pemerintah. Mereka diberikan HPH untuk .. ?"
"I-I PH itu apa, Bu?" tanya Tole cepat.
"I-IPI-I adalah singkatan dari Hak Pengusaha Hutan, Tole!"
sahut Bu Esti. "Rasanya di daerah kita ini jarang ada perusahaan yang diberi
HPH," gumam Bagio. "Ya, khusus di Minahasa agaknya memang tidak ada, Bagio.
Pada umumnya areal hutan di daerah kita ini tergolong tidak luas.
Malahan sebagian besar hanya terdapat di lereng bukit atau di
daerah gunung dan pegunungan seperti itu!" kata Bu Esti sambil
menunjuk Gunung Manimporok yang kebetulan tampak jelas dari
dalam bus mereka. "Lain halnya di Pulau Kalimantan dan Irian Jaya. Yang
hutannya masih sangat-luas sehingga banyak perusahaan yang
mendapat HPH untuk memanfaatkan hasilnya guns menunjang
pembangunan nasional pada umumnya," jawab Bu Estilagi.
"Wah,bisasajasuatusaat nantiPulauKalimantanakan menjadi
gundul. Perusahaan"perusahaan kayu itu pasti menggunakan
peralatan canggihuntuk menebas pohon dan mengolahnya menjadi
kayu lapis. Nah, berapa ratus atau ribu pohon saja yang ditebang
setiap harinya" Lalu, jika kegiatan penebangan berlangsung
berpuluh"puluh tahun" Astaga ..., seluas"luasnya areal hutan, pasti
akan habis dan gundul juga!" kata Tole gemas.
Bu Esti tersenyum dan mengangguk"angguk.
"Pendapatmuitutidak salah dan masuk akaljuga,Tole!Namun,
pemerintah kita tidak bodoh, bukan" Begini, semua perusahaan
yang diberi hak pengusahaan hutan mempunyai dua kewajiban
pokok. Kedua kewajiban itu ialah wajib mengganti setiap pohon
yang ditebang dengan tumbuhan baru, dan wajib menggunakan
sistem 'tebang pilih'. Mmm, apakah Italian mengerti kedua syarat
itu. " tanya Bu Esti tersenyum.
"Maksud, lbu?" "Begini, Tole! Setiap kali satu pohon ditebang, pengusaha
wajib menanam pohon baru sebagai penggantinya!" Bu Esti
menjelaskan. &. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Wah, bagus!" sela Desi. "Dengan cars seperti itu berarti hutan
kita tetap terjamin kelestariannya. "
"Ya, betul, Desi! Dalam pengalaman selama ini terbuktibahwa
satu areal hutan belum habis ditebang, areal yang ditebang pertama
sudah menjadi hutan baru lagi," seta Bu Esti lagi.
Anak-anak mengangguk-angguk mengerti.
"Sistem tebang pilih ialah kewajiban pengusaha untuk hanya
memilih pohon yang besar batangnya minimal berdiameter 60
centimeter. Pohon yang diameter batangnya masih di bawah per"
syaratan tersebut dilarang untuk ditebang. Jika kedua kewajiban
itu dilanggar, tidak saja hak pengusahaannya yang dicabut, tetapi
bisa saja pemimpin perusahaannya diseret ke pengadilan," kata Bu
Estilagi. Pahlawan Lingkungan Hutan Rombongan karyawisata siswa SMP Negeri Tombatu terus
me-nyusuri jalan raya ke arah timur. Melewati Liwutung Satu dan
Liwutung Dua, jalan agak membelok ke arah timur laut, seperti
hendak menuju arah Gunung Manimporok. Mereka mengagumi
perkebunan cengkeh dan panili milik penduduk yang terhampar di
kiri kanan jalan. Hamparan perkebunan itu terns berlanjut sampai
melewati Desa Ras si. Ketika memasuki desa Ratahan dan Tosuraya,
terlihat hamparan sawah yang tidak begitu luas jika dibandingkan
dengan luas sawah di daerah Tombatu dan Kuyanga. Gunung
Soputan dan C unung Manimporok sudah tampak di sebelah barat
taut. Di sebelah utara dan terus ke arah timur tampak hamparan
puncak yang cukup tinggi. Jelas sekali tampak lebatnya hutan yang
menutupi puncak-puncak gunung itu.
"Apakah puncak-puncak kecil itu merupakan gunung tersendiri
juga, Bu?" tanya Tole menunjuk rangkaian puncak gunung itu.
"Rasanya masih merupakan rangkaian Gunung Manimporok,
Tole!"jawab Bu Esti sambil tersenyum.
"Wah, bagian Gunung Manimporok tampak menarik sekali
dari sini!" seru Bagio ketika mereka tiba di ujung Desa Ratahan.
"Aduh, tampaknya seperti tembok raksasa, ya?" gumam Lela
kagum. Ketika memasuki Lowu, tampak di depan mereka puncak"
puncak gunung yang menghijau. Sepertinya gunung itu slap
menghadang mereka. "Wah, gunung apa di depan itu, Bu?" tanya Bagio.
*. & mmm-namum.- Balai Pusuk: "Gunung Kawatak, Bagio!" jawab Bu Esti.
"Aduh, tinggi juga gunung itu, ya" Berapa meter tingginya,
Bu?" tanya Bagio lagi.
"Kalau tidak salah tingginya mencapai 1.200 meter, Bagio,"
jawab Bu Esti sambil tersenyum.
"Wah, cukup tinggi juga, ya!" gumam Siska kagum.
Memasuki Pangu, jalan semakin menanjak.
"Apakah memang jalan ini akan menembus Gunung Kawatak
itu, Bu. " tanya Desi.
"Ya, jalan ini memang akan melewati bagian dari gunung itu.
Bahkan di sana akan kalian temukan banyak hal yangterkait dengan
lingkungan hidup ," kata Bu Es ti sungguh-sungguh.
"I-I mm, rasanya udara semakin dingin, ya?" seru Nunik ketika
bus mulai memasuki hutan dibagian puncak gunung.
"Kita sekarang berada jauh di ketinggian, Nik," kata Nini.
"Wah, tampaknya hutan di sini dijaga ketat kelestariannya!"
seru Onalkagumketika melihat hutan diareal jurang sebelah kanan
dan tebing di sebelah kiri.
"Kitaberhenti sebentar di sini!" teriak Bu Esti sambil memberi
aba"aba kepada sopirbus. Kitaberhenti di sini sebentar, Pak!"
Senang juga anak-anak ketika bus berhenti di tengah hutan,
apalagipadaposisi ketinggian yang cukup membuat tubuhgemetar
kedinginan di pagi hari 5 eperti itu.
"I-Iai, ada rumah di pinggir jalan di atas sana!" teriak Mona
sambil menunjuk rumah. "Itu bukan rumah penduduk, Mona! ltu kantor pos
pengamanan hutan milik Dinas Kehutanan Minahasa!" kata Bu Esti
menjelaskan. "Ayo, kita memang hendak pergi ke kantor itu!"
Tampak duapetugas sudah berdiri di depan kantordi tepijalan
raya. Mereka mengenakan seragam dines kehutanan.
"Mereka adalah polisi hutan," bisik Desikepada Bagio.
"Ya, barangkalibegitu, Des", sambut Bagio berbisik pula.
"Selamatpagi, Pak !" sapa BuEstikepadakeduapetugas .itu. Anakanak pun turut memberikan salam hormat seperti ibugurunya.
"Selamat pagi, Bu! Selamat pagi, Anak"anak!" balas kedua


Antara Soputan Dan Bunaken Karya Pilemon Gunena di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

petugas itu sambil tersenyum ramah.
"Walaupun sudah tersenyum, wajah petugas yang agak gemuk
itu masih tampak angker, ya?" bisik Mike kepada Nini.
"He"eh!" jawab Nini tersenyum. "Sangat cocok dengan tugas
yang mereka emban." "Kenalkan, nama saya Rudi, dan ini, teman saya, Henki," kata
Pak Rudi memperkenalkan diri.
"Si wajah angker itu namanya Rudi, Ni!" bisik Mike lagi.
"I-Ie-eh! Mudah-mudahan hatinya baik!" jawab Nini berharap.
"Mari, mari, Bu, silakan masuk! Anak-anak, silakan masuk ke
kantor kami. Kita berbincang"bincang di dalam sebentar!" ajak Pak
Rudiramah. Bu Esti dan anak"anak masuk ke kantorpengawanan hutan itu
mengiringi Pak Rudi dan Pak Henki.
"N ah, di sinikalian babas mengemukakan pertanyaan apa saja
yang berkaitan dengan hutan!" kata Pak Ruch ketika semua siswa
sudah berkumpul dalam ruangan pertemuan.
"Apa nama kawasan hutan di sini, Pak?" tanya Udin.
"O rang biasa menyebut daerah ini Gunung Potong, Nak!
disebutbegitu, mungkin saja karenajalurjalan inipersis memotong
puncak Gunung Kawatak!" jawab Pak Rudi sambil tersenyum.
"O oo, Gunung Potong!" gumam anak"anak.
"Tetapi, jalan yang kami lalui tadi sepertinya tidak begitu
menanjak, Pak," kata Udin lagi.
"Ya, memang sudah dibuat sedemikian rupa agar tidak begitu
terasa kemiringan tanjakannya. Tetapi, sekarang ini kita berada
dekat puncak gunung yang kalian lihat tadi dari Desa Lowu dan
Pangu," sahut Pak Rudi.
"Apakah daerah hutan lindung yang Bapak awasi hanya
terbatas di sekitar sini?" tanya Nini.
"Ooo, tidak, Nak! Kami bertugas mengamankan kawasan
hutan di wilayah Kecamatan Ratahan dan Tombatu. Jadi, hutan
di Gunung Kawatak dan sekitarnya menjadi daerah pengawasan
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: kami." "Apakah tugas Bapak"bapak hanya mengawasi hutannya,
atau hutan bersama isinya?" tanya Bagio.
Pak Rudi dan Pak Henki tampak tertawa mendengarpertanyaan
Bagio tadi. "Pertanyaan bagus, Nak! Tugas kami ialah mengamankan
lingkungan hidup hutan. Artinya, kami ditugaskan untuk mencegah
perusakan lingkungan hidup hutan!" jawab petugas itu sambil
ters enyum. "Apakah pohon"pohon dihutan ini memang merupakan pohon
asli yang tumbuh sendiri, Pak?" tanya Modi.
"Oooh, tidak, Nak! Coba kalian lihat di lereng sebelah timur
itu! Di sana banyak tumbuh pohon cemara, bukan?"
"Betul, Pak! Pohon cemaranyabahkan sudah tinggi"tinggi dan
menutupipermukaanlereng sampai dipuncak sana!" jawab Sri
kagum. "Nah, pohon"pohon cemara itu merupakan hasil reboisasi
beberapa tahun lalu. Dulu lereng gunung itu sudah tergolong kritis,
lalu ditempuh upaya reboisasi. Kami juga berupaya menanam rotan
di jurang sebelah bawah sana," kata Pak Rudi sambil menunjuk hutan
rotan yang bercampur pepohonan di jurang sebelah kanan mereka.
"Memang masih banyak pohon dan tumbuhan di sini yang
memang tumbuh dengan sendirinya, walaupun pohon"pohon dan
tumbuhan itu tergolong kecil dan semak belukar," tambah Pak Henki.
"Apakah masih ada penduduk yang berani merusak atau
menebangpohon"pohon dikawasan hutan lindung ini, Pak?" tanya
Atok. "Yah ..., beberapa tahun terakhir ini tampaknya kesadaran
penduduk terhadap peles tarianhutan sudah 5 emakin baik, terutama
penduduk di dua desa dekat hutan lindung ini, yakni Pangu, di
Kecamatan Ratahan dan Noongan di Kecamatan Langowan," jawab
Pak Henkisambil tersenyum puas.
"Tetapi, agaknya hutan di kawasan Gunung Manimporok dan
sekitarnya masih s ering dirambah penduduk, Pak?" tanya Tol e.
"Betul, Pak! Tadi saja kami sempat mencegat seorang
penggergaji kayu. Katanya kayu itu diambil di kawasan hutan kaki
Gunung Manimporok!" dukung Nunik.
"Yah ", memang penduduk di beberapa desa yang terletak
sekitar Gunung Manimp orok, bahkan Gunung Soputan, masih
seringmencurikayu secaradiam"diam!"kataPak Rudilalumenghela
napas dalam-dalam,kesal. "Padahal,entahsudahberapakalikamimemberikanpenyuluhan
dan pembinaan. Malah sudah beberapa orang tertangkap basah
ketika sedang menggergaji kayu di kawasan hutan itu. Namun,
heh ..., itulah, kesadaran penduduk ternyata memang masih perlu
ditingkatkan." "Tadi Bapak katakan bahwa p engawasan hutan di kawasan ini
bukan hanya terbatas pada pohon dan jenis tumbuhan lainnya,
melainkan juga seluruh lingkungan hidup hutan di sini. Hal
itu berarti mengcakup pengawasan dan pengamanan terhadap
tumbuhan dan hewan sebagai lingkungan biotik dan pengawasan
serta pengamaman terhadap lingkungan abiotik, seperti tanah,
mineral, dan air. " kata Desi.
"Betul, betul sekali pendapatmu, Nak! Siapa namamu?"
"Desi, Pak!" sambung Desi cepat.
"Ya, pendapatmu benar, Nak Desi! Kami juga mengawasi dan
mengamankan berbagai jenis hewan di sini serta melindungi tanah
dan segala yang terkandung di dalamnya dan juga air yang ada di
kawasan hutan lindung ini," tambah Pak Rudi.
"N ah, hewan-hewan apa saja yang dilindungi dan diamankan
kelestariannya di kawasan hutan ini, Pak?" tanya Desi lagi.
"Mmm ..., pada dasarnya semua jenis hewan yang hidup di
kawasan hutan ini mendapat perlindungan, baik hewan menyusui,
melata, unggas, amfibi, dan ikan, maupun jenis hewan tidak
bertulang belakang seperti hewan berbuku"buku."
"Misalnya, hewan apa saja, Pak?" desak Desi.
"N ak, s aya dapat membedakan jenis hewan yang kami lindungi
di sini dalam dua golongan, yaitu hewan khas Sulawesi dan hewan
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: bukan khas Sulawesi," sahut Pak Rudi sambil menggaruk"garuk
belakang lehernyayang mulai berkeringat.
"Dapatkah Bapak sebutkan contoh hewan khas Sulawesiyang
dilindungi di sini. " tanya Mike.
"Hewan khas Sulawesi itu antara lain babi rusa, anoa, kuakus,
maleo, dan kera hitam tidak berekor," jawab Pak Henki sambil
menunjuk gambar-gambar yang tergantung di dinding.
"Apakah semua jenis hewan khas itu masih hidup di kawasan
hutan ini, Pak?" tanya Tole.
"Ya, masih ada, Nak! Hanya saja, populasinya sudah sangat
langka. Bapak sendiri yang sudah bertahun-tahun bertugas di sini
baru sekali melihat seekor anoa dan seekor babi rusa!" sahut Pak
Rudi. "Wah, sayang sekali jika hewan"hewan khas itu muanah!"
celetuk Onal. "Ya, karena itulah kami sangat ketat mengawasi dan
melindunginya," jawab Pak Henki sambil melirik temannya, Pak
Rudi. Pak Rudi turut mengangguk sambil tersenyum.
"I-Iewan bukan khas Sulawesi, misalnya apa saja, Pak?" tanya
Nunik. "Rusa, ayam hutan, babi hutan, dan berbagai jenis burung,"
jawab Pak Henki. "Ular dan hewan melata lainnya juga dilindungi, Pak?" tanya
Monabergidik. "Ya, ya,ular dan jenis hewan melatajugakamilindungi, tem'rasuk
juga hewan"hewan yang hidup di air, seperti ikan dan katak !"
"Jenis ular apa Baja yang banyak berkeliaran di sini, Pak?"
tanya Bagio sambil melirik ke arah Desi.
"Wuah, banyak, Nak! Ada, ular sawah, ular hijau, ular hitam,
dan lain-lain," jawab Pak Rudi.
"Ular sawahnyabesar"bes ar, Pak?" sela Bagio tersenyum sambil
melirik Desilagi. "Yah, ada juga yang besar, Nak!" sahut Pak Henki tersenyum.
"Anak sebesar in pasti bisa ditelannya, Pak?" tanya Bagio
sambil menunjuk ke arah Desi.
"Eh, jangan sembarangan berbicara, Bagio!" gerutu Dena lalu
menyikut perut Bagio. Pak Rudi, Pak Henki, serta beberapa anak tertawa melihat
tingkah Bagio dan Desi. "Lho, saya kan hanya ingin tahu, Des!?" kata Bagio meringis
menahan sakit. "Kalau ingin tahu jangan menunjuk"nunjuk orang. Mengapa
tidak kaukatakan dirimu sendiri?" kata Desijengkel.
"Yah ..., apa salahnya kalau kamu dijadikan mangsa ..." Aduh,
aduh, ampun, Des! Aku hanya barcanda!" teriak Bagio kesakitan
karena dicubit Desi. "Hii! Hii!, in ularnya!" jerit Desi kesal sambil terns mencubit
lengan Bagio. "Apakah masih ada penduduk yang suka memburu hewan di
kawasan hutanlindung in', Pak?" tanya Anis menenangkan suasana.
"Ooh, masih ada, Nak! Justru hampir setiap minggu kami
dibuat sibuk oleh ulah pemburu liar yang berkeliaran di kawasan
hutan in. Memang di dekat pos ini mereka tidak berani berburu.
Lokasi perburuan mereka biasanya di kawasan hutan Gunung
Manimporok serta di sebelah barat Gunung Kawatak ini!" jawab
Pak Rudi gemas. "Itucontohsoalnya,Anak"anak!"sambungPakHenkimenunjuk
seorang laki"laki setengah baya yang sedang memperbaiki pager
bambu samping kiri pos. "prang itu kami tangkap kemarin ketika
sedang memasang jerat di kaki Gunung Manimporok dekat Desa
Rassi!" "Jerat ap e, Pak?" tanya Nini.
"Jeratuntuk menangkap rusaataubabihutan. Bialajugauntuk
menjerat babi ruse atau anoa!" jawab Pak Henki.
"Apakah is akan diseret ke pengadilan, Pak?" tanya Anis.
"Untuk tahap pertama kami berupaya memberikan pembinaan
khusus kepadanya. Mudah"mudahan dengan tinggal di sini bersama
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: kami dua atau tiga hari dia akan mengerti dan menyadari bahwa
perbuatan memburu hewan liar dan langka adalah sangat tidak
terpuji," kata Pak Rudi sambil tersenyum. Ia lalu menghela napes
dalam-dalam, prihatin. Tiga tahun lalu ada beberapa orang yang
sempat diseret ke pengadilan gara"gara melakukan perburuan liar. "
"M engapa mereka sampai dihukum penjara, Pak?" tanya Siska.
"Yah ..., karena pelanggaran mereka sudah dianggap melampaui batas toleransi, Nak! Bayangkan Baja, mereka berhasil membunuh empat ekor rusa, tiga ekor babi hutan, dan beberapa ekor
ayam hutan!" sahut Pak Henki gemas.
"Astaga, tega benar orang-orang itu"!"kataMi.ke terkejut. "Desi
kepentingan perut sendiri, mereka tega mempercepatpemusnahan
spesies hewan-hewan langka itu," gumam Desikesal. "Apakah ada
juga penduduk yang berburu kera, Pak?" tanya Lela tersenyum.
"Ada, Nak!"jawab Pak Rudi singkat.
"Kara itu diburu untuk dipelihara?" tanya Nunik.
"Bukan untuk dipelihara, Nak, melainkan untuk dimakan
dagingnya!" jawab Pak Henki cepat.
"Dimakan, Pak" Hiii ...!" gumam Mike bergidik sambil
menggigilkan tubuhnya. "Jangankan daging kera, daging ular pun dimakan!" tambah
Pak Rudi agak keras karena gemas.
"Astaga! Jadi, ulcer juga diburu orang, Pak?" tanya Desi
bergidik. "Nah, sebelum kamu dimakan ular, kamulah yang harus
lebih dulu memakannya Desi!" ledek Bagio lalu tertawa.
Semua orang tertawalebar kecuali Desi.
"Anak-anak yang lain, silakan kalian bertanya sebanyakbanyaknya! Ini kesempatan yang sangat baik dan sangat langka!
Tidak setiap hari kalian dapat bertemu dengan kedua bapak ini!"
seru Bu Estiberwibawa. "Saya ingin bertanya, Pak!" sela Onal tiba"tiba.
"Silakan, Nak, silakan!"
"Tadi Bapak katakan bahwa di kawasan hutan lindung ini
terdapat pula jenis hewan ikan dan amfibi. Di manakah air tempat
hidup hewan"hewan itu, Pak?"
;;;1. 5P 57 "O oo, maksudmu sungai, Nak?" Pak Rudi gantibertanya.
"Yah, pokoknya air tawar tempest hidup ikan liar, Pak!"
Pak Rudi dan Pak Henki saling pandang, lalu tersenyum dan
menganggukan kepala. "Itu, di sebelah utara sana ada ngarai, lain?" kata Pak Henki
sambil menunjuk ngarai kecil di depan pos tempat mereka
berkumpul. "Di sana ada sungai kecil yang cukup jernih airnya. Di balik
bukit sebelah barat inipun ada sungai yang lebih besar!"
"I-Iewan apa saja yang hidup di sungai-sungai itu, Pak?" tanya
Lela. "Belut dan udang, Nak!"jawab Pak Rudi.
"Tentu saja kodok-kodoknya banyak berkeliaran di sepanjang
aliran sungai itu," sambung Pak Henki.
"Apakah hewan"hewan air itu ditangkap juga oleh penduduk,
Pak?" tanya Udin. "Ya, kalau tidak dicegah, bisa habis dimakan, eh, maksudku
ditangkap penduduk!" jawab Pak Rudi.
"Kecuali jika aliran sungai itu sudah memasuki wilayah yang
tidak dilindungi, seperti daerah perkampungan atau perkebunan
ataupers awahan penduduk," sambung Pak Henki pula.
"Wah, ternyata tugas Bapak sangat berat!" celutuk Tole sambil
menggaruk"garuk kepalanya yang setengah botak.
"Yah ..., memang berat, Anak"anak! Sekarang dapat kalian
bayangkan betapa rusak bahkan hancurnya lingkungan hidup
di kawasan hutan ini jika tidak diamankan atau diawasi dengan
ketat. Tidak saja areal hutannya yang bisa menjadi gundul, tetapi
juga akan banyak jenis hewan yang bisa musnah," kata Pak Rudi
sungguh-sungguh. "Belum lagi akibat matinya mata air, ya, Pak?" sela Lela.
"Yah, kalau hutannya musnah, pasti mata air dan sungai di
sekitarkawasan hutan ini akan turut musnah. Tentu saja yang akan
menderita manusia, terutama penduduk yang tinggal di daerah
ini,"jawab Pak Henki.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Bagaimana dengan pencegahankebakaran hutan, Pak?" tanya
Desi. "Oya, kami juga selalu berupaya agar tidak terjadi kebakaran


Antara Soputan Dan Bunaken Karya Pilemon Gunena di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hutan di kawasan ini, apalagi jika musim kemarau tiba," jawab Pak
Rudi. "Tentu saja hutan tidak akan pernah terbakar jika tidak
adaulah manusianya, Pak!" sela Anis.
"Betul, Nak! Berapalamapun musim kemaraunya, hutan tidak
akan pernah terbakarjika tidak ada tangan jahil yang bermain ap i,"
sambung Pak Henki. "Memang ada juga hutan yang terbakar karena tidak
disengajaoleh seseorang," kata Pak Rudi lagi.
"Maksud Bapak?" tanya Desi kurang mengerti.
"Hutan bisa saja terbakar karena puntung rokok, Nak!" jawab
Pak Rudi. "Biasanya puntung rokok dibuang seenaknya oleh si
perokok, bukan" Nah, pada musim kemarau kawasan hutan seperti
ini rawan sekali terhadap api sekecil apapun!" tambahnya pula.
"Kalaubegituharus ditulisperingatan di tepijalan agar dilarang
membuang puntung rokok di kawasan ini!' kata Desi tegas.
"Ya,setiap musimkemaraukamiselaluberupayamengingatkan
penduduk agar berhati"hati dengan api!" sahut Pak Henki. "Kalau
begitu,perbuatanapasajayangdicegahBapakuntukmenyelamatkan
lingkungan hidup di kawas an hutan ini?" tanya M ike.
"Di atas sana sudah terpampang tindakan"tindakan yang
dilarang dilakukan orang di kawasan ini. Ayo, kita ke sana!" ajak
Pak Henki. Para siswa keluar dari pos pengamanan hutan dan berjalan
kaki mengikutijalan kecil yang menuju ke puncak. Setelah berjalan
sekitar seratus meter, tibalah mereka di puncak bukit. Mereka
terkagum"kagum melihat pemandangan yang terhampar disebelah
timur. Tamp ak perkampungan penduduk, perkebunan yang subur.
Jauh di sana tampak hamparan air yang luas mirip laut. Itulah
Danau Tondano. "Inilah papan peringatan kepada siapa saja yang memasuki
wilayah ini, Anak"anak!" kata Pak Rudi sambil menunjuk papan
peringatan. Segera saja anak-anak mendekati papan itu dan membaca apa
saja yang tertulis di sana.
"Ooo, jadi inilah tindakan-tindakan yang dilarang dilakukan
orang, ya, Pak?" seru Udin.
"Betul, Nak, sekaligus itulah tugas kami untuk mencegah agar
tidak sampai terjadi!" jawab Pak Henki.
"Jadi, penduduk dilarang menebang pohon, merombak hutan
untuk berladang atau berkebun, bermain api, dan menangkap
hewan,"gumam Mike sambil membaca apayang terterapadap apan
itu. Beberapa anak sibuk menulis apa saja yang tertera pada papan
itu. Rasanya mereka kini menyadari betapa pentingnya kawasan
hutan seperti inidiselamatkan gunakepentingan dankesejahteraan
anak"cucu nanti. Melestarikan hutan adalah tindakan terpuji yang
patur mendapat dukungan semua orang. Lestari hutanku, lestari
negeriku! "Kami hendak melanjutkan perjalanan, Pak! Terimakasih atas
sambutan dan penjelasan"penjelasan Bapak berdua!" kata Bu Esti
mohon pamit. Para siswa pun berpamitan kepada kedua petugas itu sambil
menjabat tangan mereka dengan rasaharu dan juga kagum.
"Ya, ya, terima kasih pula atas perhatian Ibu dan anak"anak
semua. Semoga anak-anak ini akan menjadi pelopor pelestari
lingkungan hidup kaiak," kata Pak Rudi sambil tersenyum penuh
harap. "Ya, selamat jalan, Bu! Selamat jalan, Anak-anak!" sambung
Pak Henkiterharu. Para siswa menuju ke bus yang sejak tadi sudah lebih dulu
menunggu di puncak itu. Ada rasa puss sekaligus kagum tumbuh
dalam benak mereka. Mereka puas menerima informasi tentang
penyelamatan dan pelestarian hutan. Mereka bangga dan terharu
CID &. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: '-I Melestarikan hutan adalah tindakan terrpuji yang patutmendapat dukungan
semua orang. Lestari hutanku, lestari negeriku!
melihat pengabdian dan pengorbanan kedua petugas yang rela
hidup dihutan bertahun"tahun demi pelestarian hutan.
Perlahan tetapi pasti bus karyawisata itu meninggalkan
puncak Gunung Potong menyusurijalan yang kini menurun tajam
rimenuju desa Noongan. Para siswa melambai"lambaikan tangan
kepada kedua petugas kehutanan itu.
"Selamat tinggal dan selamat bertugas pahlawan pelestari
lingkungan hidup !" teriak Lela terharu.
Prntara Keindahan dan Kepunahan "Eee ..., terus saja, Pak, jangan belok ke kiri!" teriak Bu Esti
ketika rombongan tiba di simpang tiga Langowan.
"O oh, kita akan mengikutijalur Kakas, Bu?" tanya sopirsambil
menghentikan bus tiba"tiba.
"Ya, kita akan melewati Kecamatan Kakas, Pak!" jawab Bu Esti.
Segera saja bus mengikuti jalur yang diminta Bu Esti. Mereka
melewati pusat kota Langowan yang penuh sesak oleh kendaraan
opelet dan bus"bus jurusan Manado.
"Wah, ramai juga Langowan ini, ya!" bisik Desi kepada Lela.
"Kota kecamatan ini menjadi pertemuan lalu"lintas dari
jurusan Ratahan, Kakas, dan juga Kawangkoan!" jawab Lela.
Beberapa anak lainnya turut mengagumi kota kecil Langowan
ini. Dibandingkan dengan desa mereka, Langowan jauh l ebih ramai,
baik dari segi lalu"lintasnya maupun dari segi bangunan rumah
penduduk dan pertokoannya.
"Eh, Tole, kamu pernah ke Manado mengikuti jalur jalan ini,
bukan?" bisik Atok. "Belum, Tok!" jawab Tole.
"Saya juga belum, Le!"
"Saya kira sebagian besar dari rombongan kita ini belum
pernah mengikuti jalur ini," kataTole.
Ketika melewati Kecamatan Langowan, rombongan memasuki
Desa Kalawiran yang termasuk wilayah Kecamatan Kakas. Setelah
itu, mereka disambut oleh hamparan sawah yang luas.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Astaga, persawahan di sini sangat luas, ya?" gumam Desi
heran sambil sibuk melihat-lihat ke kiri dan ke kanan.
"Ya! Sejauh mata memandang, yang terlihat sawah melulu!"
sahut Sri terkagum"kagum juga.
"Mengapa kita melewatijalurjalan ini, Bu?" tanya Mike yang
kebetulan duduk di dekat Bu Esti.
"Kitaakanmenikmatidan mengamatisebentarDanauTondano
sebelum melanjutkan perjalanan!" jawab Bu Es ti.
"Kita akan melewati Danau Tondano, Bu?" tanya Mike seperti
tidak percaya. "Ya, akan kita kelilingi sebagian danau terbesar di Minahasa
itu," jawab Bu Esti sambil tersenyum.
"I-Iore, hore, kits akan melihat dari dekat Danau Tondano!"
teriak Mike bersorak kegirangan.
Anak-anak bersorak dan bertepuk tangan gembira. Kebetulan
di antara mereka belum satu pun yang pernah melihat Danau
Tondano dari dekat. "Apakah di sekeliling Danau Tondano itu terdapat
perkampungan penduduk?" tanya Atok kepada Udin.
"Lho, tentu saja aku tidak tahu, Tok! Aku juga belum pernah
melihatnya. Yah, nanti kita saksikan sendiri sebentar lagi!" jawab
Udin sambil menggaruk kepalanyayang tidak gatal.
Dari Desa Kalawiran mereka menuju Desa Wasian, Talawiran,
Kakas, dan Sendangan. Desa Kakas dan Sendangan terletak di ujung
selatan DanauTondano. Mereka sangat kagum menyaksikan keadaan
desa-desa di Kecamatan Kakas itu. Jalan raya yang membelah desadesaitutampak diaspal mulus. Lorong"lorongnyajuga sebagian besar
sudah diaspal. Rumah"rumah tampak tertata rapi dan menunjukkan
bahwa tingkat ekonomi masyarakat sudah cukup.
"Wah, Desa Kakas ini tampak rapi dan bersih!" gumam Desi
memuji. "Ini adalah ibukota kecamatan, Des!" sambung Lela.
"M emang belum seramai Kota Langowan, tetapikeapikan dan
kebersihannya cukup memikat," puji Didi sambil sibuk melihat
rumah-rumah penduduk yang sebagian terbuat daribaton.
"I-I ei, itu danaunya!" teriak Tole menunjuk ke arah kiri
mereka. Terdengar decak kagum di antara anak"anak itu. Mereka
mengagumikeindahanDanauTondano. Mereka mengagumiluas nya
danau ini. Sejauh mata memandang yang tampak air melulu.
"Danau Tondano ini memang luas !" kata beberapa anak.
Memasuki Desa Kaweng dan Toulimembet hamparan danau
tampak semakin jelas. Jalan raya telah menyusuri tepi danau. Ada
beberapa perahu nelayan terombang"ambing ombak kecil tidak
jauh dari tepidanau. "I-I ei, kita telah memasuki Kecamatan Eris!" teriak Udin.
"Ya, sekarang kita sedang memasuki Desa Telap, Anak"anak!"
sambung Bu Esti. "Wah, Samahalnya dengan desa, mmm apa tadi, Nik?" tanya
Mike tidak bisa melanjutkan kata"katanya.
"Tou"ii"mem"bet!" eja Nunik sambil tersenyum.
"Oya, Sama halnya denganToulimembet, Desa Telap ini cukup
ramai, ya?" kata Mike kagum. "Walaupun sebagian besar rumah
penduduk hanya mengikuti tepian danau, tampaknya banyak juga
yang sudah terbuat dari beton. "
"Apa sih hasil utama penduduk di sekitar danau ini?" tanya
Nunik. "Ya, tentu saja ikan air tawar, Nik!" jawab Lela cepat.
"Ah, mas a" Ras anya tidak mungkin dari hasil budidaya ikan
saja penduduk tampak hidup makmur seperti ini!" bantah Nunik.
"Eh, itu!" teriak Mike tiba-tiba sambil menunjuk bukit-bukit
yang berada di sebelah kanan mereka.
"Ooh, iya! Cengkih, Nik!" jawab Lela cepat.
"Wah bukit cengkih!" gumam Nunik terkejut.
"Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika penduduk di sini
tampak makmur. Harga cengkih memang mahal, ya?" kata Mike.
"Yah..., sepuluh-dua puluh tahun lalu harga cengkih memang
mahal, Mik. Tetapi, sekarang harganya sudah anjlok betul dan
petani pun menderita," sela Desi.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Dulu, menurut cerita ayah saya, penduduk Desa Liwutung
dan Rasi hidup makmur dengan hasil cengkihnya. Sekarang" Heh
..., memprihatinkan sekali, bukan?"
"Kalaubegitu, masa jayahasil cengkih di daerah danau inijuga
sudah berakhir!" simpul Lela.
"Yah ", tidak jugasedemikianparah, Lela! Kita masihberharap
bahwa di tahun-tahun mendatang harga cengkih akan membaik
lagi," jawab Desi berharap.
Bus terus menyusurijal an raya yang mulus dan rata walaupun
agak sempit. Anak-anak terus mengagumi keindahan alam Danau
Tondano dan sekitarnya. Mereka kini telah melewati Desa Watumea, Eris sebagai
ibukota kecamatan, dan Tandengan. Di desa-desa ini masih tampak
sisa"sisa kejayaan hasil cengkihnya. Banyak rumah penduduk
yang bagus"bagus terbuat dari beton, bahkan ada beberapa yang
bertingkat. "Berhenti! Kita berhenti sebentar di sini, Pak!" perintah Bu
Es ti tiba"tiba. Bus segera berhenti persis di sebelah pohon manga yang
besar dan rimbun. Di sampingnya ada pondok kecil tempat orang
beristirahat sambil menikmati indahnya Danau Tondano. Segera
saja anak-anak itu turun dan berlarian berteduh. Matahari memang
sudah semakin tinggi. "Wah, nikmat sekali beristirahat di sini!" kata Udin ketika
duduk di dalam pondok. "Ya, selain terlindung dari sengatan sinar matahari, angin
yang bertiup dari arah barat sangat menyegarkan," sambung Nunik
riang. "Eee ", jangan terlalu ke pinggir, Anis, Diman!" tegur Bu Esti
ketika beberapa anak berlari ke pinggir tebing danau.
Anis, Diman, dan beberapa anak membatalkan niatnya ke tepi
tebing itu. Mereka berhenti beberapa meter dari bibir tebing lalu
asyik memandang keindahan danau.
. : - ! 1". - (45 ;; $ "Desa"desa apa saja yang terdapat di tepi Danau Tondano ini,
Bu?" tanya Desi. "Banyak juga, Desi! Desa tepi danau di Kecamatan Eris ini
meliputi Desa Telap, Watumea. Eris, Tandengan, Ranomerut, dan
Toliangoki," jawab Bu Esti tersenyum.
"Kalau begitu akan kita lewati desa"desa itu, ya, Bu?" tanya
Mona. "Sebagian telah kita lewati, Mona!" sela Mike.
"Ya,ya,mmm...,maksudsayamasih adadesadiKecamatan Eris
ini yang akan kita lewati, seperti Desa Ranomerut dan Toliangoki!"
jawab Mona. "Desa-desa apa saja yang ada di Kecamatan Kakas, Bu?" tanya
Umi. "Desa Paso, Tontimomor, Talawiran, Kakas, Sendangan
Kaweng, dan Toulimembet!"
"Apakah desa-desa itu akan kitalewati, Bu?" tanya Umi lagi.
"Ooo, tidak, Umi!"
"Desa-desa lainnya, Bu?" sela Mike ingin tahu juga.
"Di Kecamatan Remboken terdapat Desa Remboken, Urongo,
Kaima, dan Sinuian yang terletak di tepi danau. Kota Tondano pun
dapat kita katakan terletak di tepi danau, walaupun dibatasi oleh
hamparan sawah dan ladang kangkung," sahut Bu Estilagi sambil
tersenyum. "Desa-desa yang saya sebutkan tadi dapat saya gambarkan
seperti ini!" Bu Estilalu menggambar di tanah.
Berapakah luas Danau Tondano ini, Bu. " tanya Sri setelah Bu
Es ti us ai menjelaskan gambar yang dibuatnya itu.
"Mmm ..., wah, berapa, ya" Eee ..., kalau tidak salah sekitar
4.2"8 kilometerpers egi, Sri!" jawab Bu Esti.
"Wuah, luas amat, ya?" seru Desi terkejut.
"Pantas sejauh mats memandang yang tampak hanya air
melulu!" sambung Sri kagum.
"Kalau dibandingkan dengan luas Danau Bulilin di Kali, dekat
desa kita, wuah ..., jauh sekali bedanya!" sambung Mike kagum.
"Berapa meter dalamnya Bu?" tanya Srilagi.
(_[5 &. $ mmm-namum.- Balai Pusuk:

Antara Soputan Dan Bunaken Karya Pilemon Gunena di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tentu saja kedalaman danau ini tidak sama semuanya, kan"
Yah, kal aubagian yang terdalam sampai sekitar 30 meter, Sri!"
"Wah, cukup membuat kamu matilemas jika tenggelam, Sri,"
goda Tole. "I-Iah, apakah kaupikir badanmu yang kata itu tidak akan
tenggelam juga, Le" Heh ", jangan jangan kamu yang mati lemas
duluan," sahut Sribalas menggoda.
"Ya, karena itulah kalian jangan main"main di danau ini. Entah
sudah berapa banyak orang yang mati lemas tenggelam di danau ini
karena kurang berhati-hati," s ela Bu Esti mengingatkan.
"Ya, memang kalau tidak berhati-hati, air selokan sebatas lutut
pun bisa mematikan orang!" sambung Udin dengan nada seperti
seorang guru terhadap murid-muridnya.
"Jangankan air selokan, air es sebungkus pun bisa membuat
perutmu kocar"kacir, Din!" goda Umi.
"I-Iei, apakah benar penglihatan saya" Lihatlah! Di tengah
danau itu ada sebuah pulau. " teriak Onal tiba"tiba sambil menunjuk"
nunjuk. Semua anak tertarik dengan apa yangbarusaja dikatakan Onal.
Segera saja mats mereka mengarah ke tempat yang ditunjuknya.
"Ya, ya, betul! Itu pulau!" kata Mike.
"Ya! Itu pulau di tengah danau!" gumam anak-anak takjub.
"Kalian benar, Anak"anak! Di tengah danau itu adalah sebuah
pulau kecil!" sela Bu Esti membenarkan.
"Itu Pulau Likri, Tole!" jawab Bu Esti,
"Pulau Likri?" ulang beberapa anak serempak.
"Wah, namanya sebagus pulaunya, ya?" gumam Mike kagum.
"Pulau Likri itu terletak di sini!" kata Bu Estilalu menggambar
di tanah bentukDanau Tondano dan letak Pulau Likrinya.
"Adakah kampung di pulau itu, Bu?" tanya Onal.
"O oo, tidak, Onal! Pulau Likri itu kecil sekalijika dibandingkan
dengan Pulau Samosir di danau mmm, apa, ya?" pancing Bu Esti
tersenyum. "Danau Toba di Sumatera Utara, Bu!" jawab Nene cepat.
"Oh, ya, Danau Toba!" kata Bu Esti tersenyum lagi.
"Apa saja manfaat Danau Tondano ini bagi penduduk di
sekitarnya, Bu?" tanya Tole menyela.
"Mmm ", saya kira kalian dapat melihat dan mengamati
sendiri sekarang, bukan?" Bu Esti ganti bertanya.
"Itu, Bu, ada seorang nelayan sedang memancing dari atas
perahu bututnya!" tunjuk Sri.
"Jadi, danau iniberguna sebagai tempat menangkap ikan."
"Ya, danau ini adalah tempat menangkap ikan, baik untuk
kebutuhan keluarga sendiri maupun untuk dijual!" jawab Bu Esti
membenarkan. "M anfaat keduanya, apa?"
"Itu, Bu, jaring faring yang dipasang penduduk dekat tepi
sungai!" tunjuk Desi riang.
"Pasti jaring itu adalah pembatas tempat budidaya ikan,"
katanya lagi. "Ya, betul, Desi! Itu adalahjaring tempat penduduk membudi"
dayakan ikan mas. Hasil budi daya ikan itu cukup lumayan
untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga," sahut Bu Esti
membenarkan,pula. "Apalagihasil atau manfaat danau yang ketiga?"
"Sebentar, Bu ! Ap akah ikan yang terkurung dal amjaring seperti
itu bisa mendapat makanan yang cukup?" tanya Udin menyela tiba"
tiba. "Yah ..., namanya saja budidaya ikan. Tentu saja ikan"ikan
itu diberi makan oleh yang memeliharanya," jawab Bu Esti sambil
tersenyum. "Ah, kamu ketinggalan duapuluh tahun, Din!" goda Mike.
"Ikan yang dibudidaya itu diberi makanan setiap hari. Orang
menyebutnya 'pakan' ikan. Mina ada ikan yang dikurung dapat
hidup dan gemuk-gemuk tanpa diberi makan?"
"Pakan itu dibuat dari ap a?" Udin masih penasaran.
"Pakan itu dibeli di koto yang khusus menjual panak ternak. "
(_[a &. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "I-Iei,Mik,ikanyang dipancingolehlelakiituapakahjugadiberi
pakan?" sela Bagio tiba"tiba sambil menunjuk ke arah seseorang
yang tengah menunggui pancingnya.
"Ya, diberi pakan juga!" jawab Mike acuh tidak acuh lalu tersenyum. "Siapayang memberi makan?" tanya Bagio heran.
"Tentu saja alam! Alam menyediakan makanan bagi ikan!"
"N ah, adakah manfaat lainnya dari danau ini?" tanya Bu Es ti
lagi. "Ada, Bu! Sebagai tempat berolahraga air!" jawab Atok cepat.
"Misalnya, olahraga renang!"
"Betul, Tok, saya setuju! Danau ini bisa juga dijadikan tempat
olahraga ski air!" kata Udin s etuju.
"Jugauntuk olahraga mendayung!" sambung Atok.
"Ya, Atok benar, Anak"anak! Danau ini dapat juga dijadikan
tempat berolahraga, seperti berenang, ski air, dan mendayung,"
kata Bu Es ti membenarkan.
"Danau iniberguna pula sebagai objek wis ata, Bu!" teriak Onal
tiba-tiba. "Ya, betul sekali, Onal!" sahut Bu Esti, "Keindahan alamiah
Danau Tondano ini mempunyai daya tarik tersendiri bagi para
wisatawan. Danau ini merupakan salah satu objek wis ata di daerah
kita ini yang ramai dikunjungi wisatawan hampir setiap harinya.
Tidak saja wisatawan lokal atau domestik yang mampir ke sini,
tetapi juga wisatawan mancanegara."
"Kalau begitu di sekitar danau ini perlu dibangun semacam
pusat penyambutan wisatawan, Bu! " sela Desi memberipendap at.
"Sudah, sudah ada, Desi! Itu, di seberang sebelah utara sana!"
jawab Bu Esti sambil menunjuk bangunan-bangunan menarik yang
tampak di seberang utara danau.
"Tepatnya, pusat wis ata itu terletak di desa apa, Bu?" tanya
Desipula. "Di Remboken, Desi!" jawab Bu Esti. "Karena itu, orang
lebih banyak mengenal objek wisata Remboken daripada Danau
Tondanonya. Padahal justru keindahan Danau Tondano inilah yang
menjadi objek pada pusat wis ata Remboken itu, selain pemandian
air panasnya. " "Saga punya usul, Bu!" sela Desi.
"Silakan, Desi!"
"Bagaimana kalau sebelum melanjutkan perjalanan ke luar
dari daerah danau ini kita mampir sebentar ke objek wisata itu,
Bu. " usul Desi. "Ya, ya, setuju, setuju, Bu!" sambung Bagio gembira.
"Saya juga setuju seratus persen, Bu!" sambung Tole.
"Mmm ..., bagaimana, ya" Eee ..., bagaimana anak-anak yang
lain?" tanya Bu Esti ragu"ragu.
"Setujuuu!" jawab anak-anak serempak.
"Baiklah! Sebelum keluar dari kota Tondano, kita lanjutkan
menyusur danau ini sampai ke Remboken!"
"I-Iore, hore!" teriak Bagio mengepal"ngepalkan tinjunya ke
atas karena girangnya. "Bagus!" sambut beberapa anak gembira pula.
"Adakah manfaat lainnya dari Danau Tondano ini?" tanya Bu
Estilagi. Beberapa saat anak"anak terdiam. Mereka sibuk memikirkan
pertanyaan ibu gurunya. "Mmm, ada, ada, Bu! Danau Tondano ini berguna untuk
pengairan sawah"sawah di sekitarnya!" teriak Anis tiba"tiba.
"Ya, betul, betul, Nis! Saya setuju!" dukung Lela cepat.
"Apanya yang kamu setuju, Lela?" potong Tole cepat.
"Lo, tentu saja manfaat danau ini untuk pengairan sawahpara
petani!"jawab Lelakesal.
"Benar! Sawah-sawah di sekeliling danau ini setidak-tidaknya
bisa diolah para petaninya karena pengaruh air danau, terutama
areal persawahan di sebelah timur antara Kecamatan Tondano dan
Kecamatan Eris," sahut Bu Estisambil menunjuk arah ke timur.
"M asih ada kegunaan lainnya, Bu!" teriak Nini cepat.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Ya, apa itu, Nini?"
"M mm, anu, Bu, danau ini menghasilkan sayur kangkung!"
"Lo, mana kangkungnya, mane kangkungnya, Nini?" tanya
Onal. "Eee ..., sss saya, saya kurang tabu di mana letaknya, Nal!
Cuma pernah saya dengar bahwa kangkung di Danau Tondano ini
sangat baik kualitasnya dan laris terjual di kota-kota sampai ke
Manado!" jawab Nini agak ragu"ragu.
"Betul, Onal! Di daerah sekitar kota Tondano terdapatladang
kangkung yang cukup luas. Jika kita menuju Remboken sebentar,
akan kitalewatiladang kangkung itu!" sahut Bu Esti.
"Ada lagi manfaat danau ini, Bu!" sela Mike.
"Ya, silakan, Mike!"
"Air danau ini berguna sebagai sumber air minum penduduk
di sekitar Tondano dan terutama di Manado. Mmm ..., maksud
saya, perusahaan air minum di Manado mengolah air bersih yang
diambilnya dari Sungai Tondano," Mike menjelaskan.
"Ya, ya, bisa juga, Mike! Air danau ini memang menjadi hulu
Sungai Tondano yang bermuara di Manado. Salah satu sumber
air yang diolah perusahaan air minum di Manado adalah Sungai
Tondano itu," sahut Bu Esti.
"Kalau begitu air Danau Tondano ini juga mempunyai andil
besar bagi pusat pembangkit listrik tenaga air di Tanggari, Bu!"
sambung Desi cepat. "Betul, Desi, saya sependapat!" teriak Bagio.
"Ya, Pusat Listrik Tenaga AirTanggari memang memanfaatkan
air Danau Tondano ini!" dukung Bu Esti.
"Apakah kita akan melewati PLTA Tanggari itu, Bu?" tanya
Udin. "Wah ..., ras anya sulit, Udin! !"
"Sayang, ya?" gumam Udin.
"I-Ie-eh, sayang!" sambung Mona. "Padahal belum ada di antara
kita yang melihat pusat listrik itu!" katanya lagi.
* 51 ;; $ "Wah ..., ternyata Danau Tondano memiliki banyak manfaat
bagi penduduk, ya, Bu?" kata Umi kagum.
"Ya, danau ini tidak saja berguna bagi penduduk yang tinggal
di tepian danau ini, tetapi juga bagi penduduk di beberapa kota,"
jawab Bu Esti. "Sayang sekali masih banyak penduduk yang belum menyadari
pentingnya danau ini. "
"Maksud lbu?" tanya Desi tidak mengerti.
"I-Ieh ..., sampai said ini perusakan lingkungan danau masih
terus berlangsung, padahal sudah berkali-kali penduduk diimbau
untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup danau," jawab Bu Es ti
lagi. "Kalian tahu, air danau ini sudah menurun sekitar tiga meter
dibandingkan debit air lima"enam puluh tahun lalu. Jadi, pada
waktu itu, air danau ini sampai di bibir tebing ini!" katanya lagi
sambil menunjuk tebing di dekat mereka.
"Apakah penurunan debit air itu karena penduduk terlalu
banyak mengambil airnya, Bu?" tanya Tole.
"Menurut saya, menurunnya air di danau ini karena sumber
air"nya berkurang. Eee, maksud saya, mata"mata airnya semakin
sedikit!" sahut Desi.
"Betul sekalipendapatmu, Desi!" dukung Bu Esti.
"Tahukah kalian mengapa mate air sebagai sumber air danau
iniberkurang?" Anak-anak terdiam. Suasanamenjadilengang, hanyagemericik
air danau yang terdengar. Sesekali terdengar siulan burung yang
bertengger di pohon mangga.
"Saya, Bu!" teriak Onal memecah kesunyian saat itu.
"Silakan, Onal!"
"Menurut saya, mata air sebagai sumber air di danau ini
berkurang akibat semakin gundulnya bukit-bukit di sekitar danau.
ltu, coba kitalihat bukit di sebelah selatan sana! Aduh hutannya
sudah musnah sama sekali. Penduduk lebih mementingkan
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: perkebunan cengkihnya daripada keselamatan lingkungan hidup
danau," kata Onal prihatin sambil menunjuk bukit"bukit yang
penuh tanaman cengkih. "Betul, saya setuju pendapatmu, Na!!" dukung Desi. "Memang
jelas sekali tampak bahwa semua bukit yang mengelilingi danau ini
sudah dirusak sendiri oleh penduduk. Itu, bukit-bukit di sebelah
selatan dan timur sana pun sudah penuh oleh tanaman penduduk.
Padahal, bukankah hutan merupakan penyerap air hujan untuk
kemudian dijadikan air tanah cadangan yang menjadi sumber mata
a1r. " Hampir semua siswa yangberkumpul di sekitar pohon mangga
itu mengangguk"angguk. Mereka kini mengerti mengapa air danau
semakin hari semakin berkurang.
"Wah, kalau tidak segera ditanggulangi, bisa"bisa danau ini
akan kering dalam beberapa tahun lagi!" gerutuTole khawatir.
"Ya, nasibnya bisa sama dengan Danau Limboto di Gorontalo.
Danau Lomboto itu sudah terancam punah karena sumber airnya
semakin menipis. Yah ..., tentukarenahutan"hutan di sekelilingnya
sudah dirusak pula oleh penduduk," dukung Mike dengan nada
sedih. "Benar! Debit air Danau Tondano ini semakin hari semakin
berkurang akibat penggundulan hutan yang ada di sekelilingnya.
Penggundulan hutan di bukit"bukit.itu tidak saja mematikan mata"
mata air, tetapi juga mempercepat terjadinya erosi. Pengikisan
tanah di bukit"bukit itu mempercepat pendangkalan air danau!" Bu
Es ti menjelaskan. "M aksud Ibu?" Bagio kurang paham.
"Karena hutan gundul, air hujan dengan mudah mengikis
tanah di bukit-bukit itu. Tanah itu dibawa air masuk ke danau. Nah,
proses itu sudah berpuluh"puluh tahun terjadi. Tanah yang terbawa
semakin menumpuk di dalam danau. Tentu saja lama-kelamaan
danau akan menjadi dangkal," jawab Bu Esti.
"Kalau begitu, bukit"bukit yang mengelilingi danau ini harus
segera dihutankan kembali, Bu!" selaAnis tegas.
"Ya, kita berharap penduduk menyadari dan mengerti pen"
tingnya penghijauan pada bukit"bukit itu!"
"Tidak itu saja, Nis!" sambung Didi.
"Agar air danau ini kembali seperti dulu, perlu dilakukan
pengerukan pada bagian yang dangkal!"
"Ya, pendapatmu itu tepat juga, Didi!" dukung Bu Esti.
"M emang dua upaya pokok itu harus dilakukan kalau ingin


Antara Soputan Dan Bunaken Karya Pilemon Gunena di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengembalikan debit air seperti dulu. Jadi, masyarakat dan
pemerintah harus bahu"membahu menghijaukan kembali bukit"
bukit dan mengadakan pengerukan secara terencana. "
"Ada lagi perusakan lingkungan hidup lainnya di danau ini
oleh penduduk, Bu!" selaAnis tiba"tiba.
"Alta itu, Anis?"
"Eee, anu, Bu, temyata penduduk yang tinggal di tepi danau
ini masih suka membuang sampah dan limbah ke danau!"
"Betul, betul, Bu! Itu, lihat, banyak sampah plastik terapung"
apung di permukaan danau!"
yang dimaksud. "Kalau kebiasaan ini dibiarkan terus-menerus, pada suatu
saat kelak air danau ini menjadi kotor dan beracun. Dalam kondisi
seperti itu tentu tidak satu pun ikan yang bisa bertahan hidup!"
"Betul sekali, Anis!" sahut Bu Esti. "Danau ini jelas telah
terpolusi oleh sampah dan limbah rumah tangga. Yah, sekali lagi
inisemua akibat kecerobohan penduduk yang tinggal disekitarnya.
Kita memang berharap agar mulai sekarang penduduk pun mulai
menyadari bahwa tindakan membuang sampah dan limbah ke
danau adalah sangat mencemarkan lingkungan hidup danau. Kita
berharap lewat penyuluhan, baik dari pihak pemerintah maupun
dari organisasi sosial yang cinta lingkungan hidup, masyarakat
akan tidak lagi membuang sampah dan limbah seenaknya."
"Yah ..., kalau semua upaya penyelamatan danau ini tidak
didukung penduduk, tentu kita semua turut merasa prihatin.
Bukankah demikian, Teman"teman?"
"Betuuuuul ! "jawaban koor dari anak"anak.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: seru Bagio sambil menunjuk benda
"Kalau danau ini kering pasti penduduk sekitarnya akan
merasakan penderitaannya. Kalau air danau ini kotor dan beracun,
maka penduduk sekitar danau ini, bahkan sampai di Manado, akan
menderita. Tidak saja ikan-ikannya akan mati, tidak sajapenduduk
tidak bisa membudidayakan ikan mas, tetapi juga penduduk akan
kekurangan air bersih dan pertanian tidak bisa memberi hasil
yang baik," ujar Bagio bersemangat seperti seorang guru mengajar
murid-muridnya. "Bukankah demikian, teman-teman?"
"Betuuuul!" terdengarkoor jawaban teman"temannya.
"Kalaubegitu, sebaiknya sekarangkita makan siang! Bukankah
demikian, teman-teman?" seru Bagio lagi.
"Betuuuuul" jawab anak-anak lalu tertawa terbahak-bahak.
"Baiklah, Anak-anak!" BuEsti menyela. "Kita akan makan siang
saja di pusat wisata Remboken sana. Ayo, segera naik ke bus!"
Anak-anak bersorak rianglalu berhamburan menuju bus. Hati
mereka merasa senang mendengar keputusan gurunya ini. Tidak
raja mereka akan menikmati keindahan wisata Remboken, perut
mereka pun sudah mulai keroncongan.
Di wilayah Kecamatan Eris, rombongan karyawisata itu
melewati daerah persawahan yang cukup luas. Memang antara
Kecamatan Eris dan kota Tondano terdapat areal persawahan yang
cukup luas. Anak-anak kagum melihat persawahan penduduk yang
kebetulan sedang menguning itu.
Beberapa menit kemudian mereka memasuki Tondano,
ibukota Kabupaten Minahasa. Kagum juga anak-anak itu
menyaksikan kemegahan dan keramaian kota ini. Mobil dan bench
tampak berseliweran dijalan-jalan kotayang mulus. Rumah-rumah
penduduk yang umumnya dibuat dari beton cukup teratur rapi.
Pusat kota tampak lebih ramai lagi. Tidak sajabangunan pertokoan
dan gedung perkantorannyayang umumnya bertingkat, orang yang
lalulal ang juga cukup ramai.
Beberapa ratus meter melewatipus atkota,bus karyawisata itu
membelok ke kiri. Mereka memasuki areal persawahan yang cukup
menarik untuk diamati. ;;;1. 5P 55 "I-I ei, itu ladang kangkungnya!" teriak Siska tiba"tiba sambil
menunjuk ladang yang dimaksud.
Segera saja anak"anak berebutan menengok ke arah yang
ditunjuk Siska. "Wah, subur sekali, ya?" gumam Desi kagum.
Setelah melewati areal persawahan, rombongan kembali
me-nyusuri tepi danau yang ada di sebelah kirinya. Mereka tidak
hentihentinya mengagumi keindahan alam yang dilewati. Namun,
tidak sedikit pula yang menggerutu ketika menyaksikan bukit"
bukit di sebelah kanannya yang umumnya telah gundul.
"I-Iai, itu objek wisata Remboken!" teriak Mike menunjuk sederet bangunan di tepi danau yang tampak megah dan menarik,
setelah sebeiumnya mereka melewati Desa Paleloan dan Urongo.
"Ya, kita sudah tiba di Remboken, Anak"anak!" Bu Esti mem"
benarkan. Setelahmembayarkarcismasuk,rombonganmenujubangunan"
bangunan tempat peristirahatan persis di bibir danau. Senang
sekali hati mereka menyaksikan keindahan Danau Tondano dari
objek wisata Remboken ini. Banyak juga wisatawan mancanegara
yang lalu-lalang di sana. Bahkan ada yang beramai-ramai menyewa
perahu bermotor untuk mengelilingi danau.
"Tempat pemandian air panasnya di mana, Bu?" tanya Nunik.
"Oooo, tidak jauh dari sini, Nunik! Sebentar lagi kita akan
pergi ke sana. Kita makan saja di sekitar pemandian itu, ya?" sahut
Bu Esti sambil tersenyum.
Setelah puas berkeliling, anak-anak diajak Bu Esti ke objek
wisata pemandian air panas. Tentu saja banyak anak yang membeli
tiket untuk menikmati hangatnya air di pemandian itu. Mereka
ber-sorak kegirangan sambil bermain-main dengan air hangatyang
menyegarkan itu. "Ayo, ayo,kita segera makan siang!" ajak Bu Esti mengingatkan
anak-anak yang sudah keasyikan mandi.
&. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: Kota Sejuk di Haiti Lokon
"Eh, mengapakita ikuti jalurjalan ini, Bu?" tanya Mike heran.
"Ya, bukankah kita tadi menyusuri Danau Tondano, Bu?" seta
Nini. "Kita akan mengikuti jalur jalan pegunungan, Mike!" jawab Bu
Esti. "Kita akan menyusuri bukit Tonsaru yang merupakan jalur
memotong agar perjalanan kita lebih cepat!"
Senangjugamerekamendengarjawabanyangbarudisampaikan
gurunya ini. Dengan begitu, mereka tidak mengulang jalur yang
sudah dilewati sehingga wawasan dan pengenalan wilayah mereka
bertambah. Setelahmenanjakbeberapakilometer,akhirnyabus rombongan
tiba di puncak Tonsaru. Jalan yang dilalui tidak begitu lebar, tetapi
cukup mulus. "I-Iei, bangunan-bangunan apa itu?" teriak Onal sambil
menunjuk beberapa bangunan megah di sebelah kanan mereka.
"Apakah kamu buta huruf, Nal?" sindir Lela.
"Lihatlah papan nama yang terpampang besar di depan
gedung!" "O oo, kampus IMP Manado?" gumam Onal.
"Yah kalaupapan itu tidak salah ditancapkan di situ, tentu
di sinilah kampus baru IKIP!" sahut Lela tersenyum.
"Wah, gedungnyabagus"bagus, ya?" kata Anis kagum.
"Barangkali kamu nanti akan menjadi salah seorang
mahasiswanya, Nis !" ujar Siska tersenyum kecut.
"I-Ie-eh! Saya memang bercita-cita menjadi guru, Sis!" kata
Anis bangga. ;;;1. 5P 57 "Kamu harus rajin belajar, Nak!" sindir Lela sambil tersenyum
dengan gaya seorang ibu mengajar anaknya.
"Baik, Bu!" jawab Anis mengangguk seperti sungguh"sungguh.
Ketika meninggalkan Kelurahan Tataaran Satu, jalan mulai agak
menanjak. Lalu"lintas semakin ramai, jauh berbeda dengan jalur
jalan Remboken-Tondano yang melewatibukit Tonsaru tadi.
"Apakah jalan ini menuju Tomohon, Bu?" tanya Tudin.
"Betul, Udin! Kita memang sedang menuju wilayah Tomohon!"
jawab Bu Esti. "Wah, pantas sajalalu"lintas tambah ramai gumam Udin.
"I-Iai, ada perkampungan mewah di sini!" teriak Umi tiba-tiba
sambil menunjuk deretan gedung megah di sisikiri jalan.
"Eh, Umi, ini bukan perkampungan, melainkan restoran!"
gugat Onal. "Papan yang terpampang di depan itujelas terbaca, bukan. "
"O oo, iya, ya" Rumah makan Pondok Kasuang, Kasuang Indah,
Pinasungkulan, dan yang itu, rumah makan Puncak Kasuang. "
"O oo, inikah yang disebut"sebut rumah makan 'Kasuang', Bu?"
tanya Mike. Bu Esti tersenyum, lalu mengangguk.
"Rumah makan di sini sangat terkenal, Umi!" seru Mike kagum,
"tidak saja dikenal di daerah Sulawesi Utara, tetapi juga sudah
sampai ke luar daerah, dan bahkan ke luar negeri. "
"Apa keistimewaan restoran"restoran ini sehingga menjadi
sangat terkenal?" tanya Umi heran.
"Padahal di Manado banyak restoran yang lebih mewah dan
megah daripada restoran"restoran ini, bukan?" sambung Rustam.
"Mmm ..., saya kira restoran ini menjadi terkenal karena
masakannya, bukan karenagedungnya!" jawab Mike menerka.
"H eh, masakan apa saja yang dijual di sini?" desak Umi.
"Kata orang, restoran-restoran ini menyediakan masakan khas
Minahasa. ltu kata orang yangpemah saya dengar," sahut Mike.
"Masakan khas Minahasa yang mans, ya?" tanya Siska turut
tertarik. &. $ mmm-namum.- Balai Pusuk: "Restoran"restoran ini menyediakan masakan khas seperti
ikan mas panggang atau lebih dikenal ikan mas bakar, kinawok,
rintek wuuk, pangi, tonorangsak, saud, paniki, tinutuan, dan lain"
lain, Sis !" Mike menjelaskan.
"Ooo, pantas kalau begitu! gumam Umi, "Tentu saja mereka
juga menyediakan kue-kue khas Minahasa, bukan?"
"Ya, katanya begitu, Umi! Mmm ..., misalnya kue cucur, kue ...,
apalagi, ya?" "Kue nasijaha, bobengka, koyabu, apang bakar, halua kacang,
haluakanari, kacang tore, dan kacang goyang!" lanjut Siska.
"Ya, biasanya kue kering seperti ini sangat disukai para
wisatawan sebagai oleh"oleh untuk dibawa pulang,"jawab Mike.
"Eh, apakah ada wisatawan yang mau mampir ke sini, Mik?"
tanya Udin ragu. "Ada, ada, Din! Tidak saja wisatawan lokal atau domestik,
wisatawan mancanegara pun kabarnya banyak yang sering datang
ke sini!"jawab Mike.
"All', keindahan apa yang dapat dinikmaci wisatawan di
kompleks restoran Kasuang ini. " gumam Tole tidak percaya.
"Masakan khas Minahasanya!" jawab Mike cepat.
"Apakah masakan khas boleh menjadi objek wisata?" tanya
Tole tidak yakin. "Bisa saja!" jawab Mike tak mau kalah.
"Betul! Masakan khas daerah dapat menjadi suatu objek
wisata yang menarik. Artinya, masakan atau makanan khas daerah
merupakan bagian dari objek wisata budaya. Nah, kebetulan
Minahasa mempunyai banyak jenis masakan atau makanan
khasnya, itu menjadi modal untuk mengembangkan pariwisata di
daerah kita ini. Restoran-restoran Kasuang inilah yang agaknya
mulai menjual potensi budaya itu," Bela Bu Esti bangga.
"Apalagi bagi orang asal Minahasa yang sudah lama di
perantauan, ya, Bu?" sambung Desi.
"Ya, bagi orang asal Minahasa yang lama di perantauan,
restoran"restoran Kasuang ini dapat menjadi semacam surga.
Penunggang Kuda Iblis 3 Joko Sableng 1 Pesanggrahan Keramat Malaikat Jubah Keramat 3

Cari Blog Ini