Ceritasilat Novel Online

Hendrick 2

Hendrick Karya Risa Saraswati Bagian 2


kapan saja, Nyonya. Sekali lagi, saya minta maaf karena tak
bisa membantu menyelamatkan suami Nyonya. Dia sudah
meninggal sebelum saya datang...." Dokter itu kembali bicara.
Nina menunduk, mencoba menahan tangis dan rasa
kaget yang luar biasa. Namun, rupanya dia tak kuat. Dia
berseru dengan keras, "Pergi! Kau dokter yang tak becus!
Kau tak bisa menyelamatkan nyawa suamiku! jangan
banyak alasan! Pergi dari sini! Aku benci! Aku tak mau
melihatmuuu! Pergi!" Saking histerisnya, dia terlihat seperti
orang gila. 118 Hendrick langsung memeluk ibunya. Dia tahu, Nina
benar-benar terpukul. Bahkan mungkin ibunya yang lebih
terpukul daripada dirinya. Hendrick terus memeluk Nina,
tanpa berkata apa-apa. Perempuan itu akhirnya menyerah
juga dalam pelukan sang anak. "Maafkan aku, Hendrick.
Maafkan aku" maafkan aku." Nina Konnings akhirnya luluh
dan menangis bersama sang anak, meratapi kepergian
]eremy Konnings yang sangat mendadak.
"]eremy Konnings pergi dalam damai, meninggalkan
seorang istri cantik dan seorang anak tampan yang belum
siap menerima kepergiannya. Entah apa yang akan terjadi di
depan sana. Saat ini, semua terlihat hitam. Mereka tak tahu
harus melangkah ke mana...."
wcfc) 119 Eooaoammoz63798632"BE
Awan Hitam di Rumah Konnings Awan hitam menggelayut di rumah ini. Semua
tenggelam dalam lamunan masing"masing tentang ]eremy
yang telah pergi untuk selamanya. Berkali-kali, Nina bertanya
di depan makam suaminya, "Kenapa, ]eremy" Kenapa kau
begitu tega kepadaku" Kenapa kau pergi secepat ini tanpa
mengajakku?" ]eremy dimakamkan di halaman belakang, sesuai
dengan permintaan sang istri yang tak mau jasad suaminya
dikubur jauh-jauh dari rumah mereka. Hal ini sempat
menjadi pergunjingan, karena permintaan Nina Konnings
ini bukan sesuatu yang wajar. Tapi, dia tetap pada pendiriannya, tak memedulikan cibiran orang lain tentang dirinya
yang dianggap aneh. ]eremy tetap dimakamkan di halaman
belakang rumah, bukan di kompleks pemakaman umum
seperti layaknya orang lain.
Hendrick belum sekali pun menampakkan batang
hidungnya di sekolah sejak kematian ]eremy. Pihak sekolah
122 sudah mengiriminya surat untuk segera masuk dan mengikuti pelajaran yang tertinggal. Tak hanya Hendrick, bahkan Nina pun yang biasanya cerewet soal urusan sekolah
tidak memedulikan, terus tenggelam dalam kesedihannya
atas kematian ]eremy. Sesekali, Hans dan Rosemary neneknya datang untuk
menghibur Nina dan Hendrick. Oma Rose terus mengirim
kue buatannya. Namun, percuma saja, keduanya tak berselera makan. Tubuh mereka semakin kurus, penampilan
mereka berantakan, tak terurus. Keduanya benar-benar
kehilangan arah, merindukan sosok ]eremy yang selalu
menjadi mercusuar dalam kehidupan mereka.
Namun, dalam pikirannya, Hendrick juga merasa resah
melihat kondisi Nina yang semakin mengkhawatirkan.
Wanita terus menangis di dalam kamar. Tak sekali pun
selama beberapa minggu ini sang ibu mau berbicara
dengannya, bahkan meminta para jongos dan pembantu
untuk membereskan rumah dan menyiapkan makanan pun
tidak. Nina benar-benar berubah, tak lagi seperti Nina yang dia
kenal. Kabar kematian sang papa sudah dia beritakan melalui
surat pada kakek dan neneknya di Netherland, juga keluarga
ibunya di Prancis. Tapi, mungkin baru berbulan-bulan
kemudian mereka bisa datang ke Hindia Belanda, sehingga
dia tak bisa berharap banyak mereka bisa mendukung secara
moral. Rasa kehilangannya juga sama besarnya dengan
123 duka Nina, tapi dia masih memikirkan bagaimana caranya
membuat Nina kembali bersemangat.
(&& "Hans, bolehkah aku meminta bantuanmu?" Suatu hari,
Hendrick bertanya pada sahabatnya, saat Hans berkunjung
dan memberinya bahan-bahan pelajaran sekolah.
"Tentu saja! Apa yang bisa kubantu?" Hans terlihat
sangat antusias. Sudah lama dia menunggu Hendrick mengucapkan kalimat-kalimat lain selain kata ya, tidak, dan
terima kasih. "Bantu aku mencari Helena. Mungkin dia bisa membantu
membuat Mamaku kembali tertawa. Aku sudah kehabisan
akal. Mama sama sekali tak menggubrisku," ucapnya datar.
Keheningan sempat menyelimuti beberapa saat. Rupanya, Hans butuh waktu untuk mencerna kata-kata Hendrick.
"Mmm, kenapa tiba-tiba sekali" Bukankah kau tak menyukai
Helena?" tanya Hans penasaran.
Hendrick menghela napas panjang. "Tak ada waktu
untuk membenci orang lain. Aku sibuk membenci diriku
yang tak becus menjaga Papa. Seharusnya saat itu aku tak
merengek minta waktu berlibur lebih panjang. Kalau aku
tak meminta, mungkin Papa tak akan mati sia-sia seperti
sekarang," gumamnya pelan.
Hans menggeleng, wajahnya menyiratkan amarah.
"Jangan bicara sembarangan! Jangan menghujat dirimu
124 sendiri karena kematian orang lain. Tuhan yang menentukan hidup dan mati! ]angan berpikir ke mana-mana. Kau
ingat, malam itu papamu berkata apa" Laki-laki tidak boleh
cengeng! Dan kau adalah anak yang kuat! Tak peduli papamu
kelelahan atau tidak, jika Tuhan ingin dia pulang, maka dia
akan pulang. Tak ada yang bisa mencegah itu, Hendrick.
Buang jauh-jauh rasa bersalahmu! Qatu-satunya
rasa bersalah yang boleh kaupikirkan
adalah rasa bersalah karena tale menqharqai dirimu sendiri atas segala hal
yang terjadi di dalam hidupmu!" Hans
benar-benar marah. Hendrick hanya bisa melongo melihat reaksi Hans yang
tak seperti biasanya. Dia merasa malu. Peringatan Hans
tentang pesan ]eremy benar-benar menamparnya. Dia
melupakan pesan sang papa, melupakan permintaan ]eremy
Konnings pada malam sebelum kematiannya. Tanpa berkata
sepatah kata pun, Hendrick memeluk sahabatnya saat itu
juga. l"lans yang awalnya merasa marah tiba-tiba luluh karena
pelukan itu. Dia mengerti, Hendrick berhasil disadarkan
olehnya. Anak manja itu akhirnya mengerti, bukan sikap
seperti ini yang ]eremy Konnings inginkan.
"Terima kasih, Hans! Terima kasih karena telah menjadi sahabat yang baik untukku! Bantu aku mencari Helena!
125 Aku ingin meminta maaf kepadanya, dan mengajaknya
untuk datang ke rumah ini. Aku berharap kehadirannya bisa
mengobati luka Mama!" Anak itu seperti mendapat suntikan energi baru. Semangat Hendrick yang selama beberapa
minggu ini menghilang kini kembali.
Hendrick dan Ham berjalan kaki di bawah teriknya
matahari kota Bandoeng menjelang sore hari. Hari Minggu
ini jalanan tak seramai biasanya. Seperti kebudayaan di
Eropa sana, orang-orang keturunan Netherland lebih banyak
menghabiskan waktu di rumah saat akhir pekan.
"Sudah hampir sepuluh kilometer kita berjalan kaki. Kau
tidak tahu di mana yayasan-yayasan panti asuhan lainnya
berada?" Hendrick terlihat sangat kelelahan.
Hans menggeleng. "Tidak tahu. Alamat-alamat yang
sudah kita datangi ini pun hanya yang kudapat dari Oma
Rose. Aku tak banyak bicara soal kehidupan pribadi Helena
waktu itu, karena kami terlalu sibuk mencarimu," jawab
Hans sambil terengah-engah.
"Betapa bodohnya aku waktu itu." Hendrick kembali
melamun, sambil terduduk lemas di sebuah taman
berumput. Sudah tiga yayasan yang mereka datangi, tapi
tak ada anak yatim piatu bernama Helena di tempat-tempat
itu. Hans yang ada di sampingnya hanya bisa terdiam sambil
mencabuti tanaman-tanaman liar yang menyeruak di antara
126 rumput. "]adi, aku harus ke mana lagi mencari Helena?"
Hendrick mulai putus asa.
Hans mengangkat bahu. Hanya secuil informasi yang dia
ingat mengenai Helena, dan itu pun tak banyak berarti untuk
mengetahui keberadaan anak perempuan itu. Sekarang,
mereka berbaring di atas rumput, memandangi langit
sore yang mulai kehilangan sinar mentari. "]ika kelelahan
begini, aku tak bisa berpikir keras, Hans," Hendrick kembali
mengeluh. "Coba pikirkan baik"baik, aku tahu kau anak yang
sangat cerdas. Kau pasti tahu, kira-kira bagaimana caranya
kita mendapatkan alamat Helenea." Hans mencoba menyemangati. Sepuluh menit mereka berpikir, tetap nihil.
Tiba-tiba, Hendrick berteriak keras. "Aku tahu! Aku
tahu siapa yang bisa membantuku menemukan Helena!" Dia
berdiri dengan cepat, lali melompat"lompat girang.
Hans ikut bangkit. "Bagaimana?" dia bertanya dengan
ragu. Hendrick tersenyum lebar. "Kantor polisi! Petugas
di sana pernah mencatat alamat kami saat menghubungi
orangtua atau wali kami waktu dia menabrakku. Dia pasti
masih punya alamat Helena!" teriaknya lagi.
Hans menyeringai kini, merasa titik terang mulai
muncul. "Kau memang cerdas, Hendrick! Ayo kita segera
127 ke pos polisi itu! Tapi jika terlalu malam, pencarian ini kita
lanjutkan besok saja, ya" Yang penting kita tahu alamat
Helena. Kasihan mamamu kalau ditinggal lama-lama. Siapa
tahu dia juga sedang mencarimu sekarang?" Hans mencoba
memberi pengertian pada Hendrick. Bagai kerbau dicocok
hidung, Hendrick mengangguk tanda setuju.
(&c./D Hari sudah malam, lampu-lampu di seluruh penjuru
rumah keluarga Konnings sudah dinyalakan. Tuan muda
Konnings terlihat mengendap masuk ke rumah. Sebenarnya,
itu tidak perlu, toh sebenarnya dia juga tahu, ibunya tak akan
memedulikan kehadirannya. Dia sedikit berharap, mamanya
akan mengkhawatirkannya yang pulang terlalu malam.
Benar saja, wanita itu tak peduli. Hendrick melihat
ibunya tengah tersungkur di atas makam ]eremy Konnings
sambil menangis. l-lari sudah gelap, udara mulai menjadi
dingin. Berada di luar rumah dengan kaki telanjang bukan
hal yang baik untuk kesehatan ibunya. ]ika biasanya dia
mendiamkan segala tindak tanduk Nina, kali ini pesan
]eremy tentang menjaga ibunya terngiang"ngiang dengan
jelas. Hatinya berbisik, "Papa, aku akan menjaga Mama
dengan sepenuh jiwaku."
"Ma, sudah malam. Ayo masuk." Hendrick mengelus
pundak ibunya dari belakang.
128 Wanita itu tampak terkejut, lalu mengusap wajahnya
dengan tangan kanan. "Sudah pukul berapa ini?" dia bertanya
pada Hendrick. "Pukul tujuh malam. Sudah saatnya Mama masuk dan
bersiap tidur." Hendrick mencoba memapah tubuh ibunya
yang jauh lebih besar darinya.
Nina mengempaskan tangan Hendrick. "Aku bisa
berjalan sendiri," tukasnya dengan ketus.
Hendrick agak terkejut melihat sikap kasar Nina terhadapnya, tapi dengan cepat dia berusaha mengenyahkan
pikiran-pikiran buruk dari dalam kepalanya. "Mama mau
makan" Aku tak pernah melihat Mama makan. Mau kubuatkan sesuatu?" Hendrick kembali bertanya pada Nina.
N ina Konnings menggeleng dengan cepat, "Tidak, terima
kasih. Aku ingin tidur saja. Tolong jangan ganggu aku dulu.
Aku butuh waktu untuk sendirian."
Pikiran -pi/cz'ran buruk itu
muncul lagi di kepala Hendrick.
"Tapi, Mama. Kita berdua harus saling mendukung. Aku
akan terus menemanimu sampai kau bisa bersemangat
lagi. Tolong, jangan terus sendirian. Mama, izinkan aku
menemanimu," Hendrick merengek manja sambil bergelayut
di tangan ibunya. 129 Nina kembali melepaskan pegangan tangan anak itu
dari lengannya. "]angan sekarang. Aku sedang tak ingin
diganggu," jawabnya tanpa ekspresi.
Hendrick tak menyerah, diraihnya lagi tangan Nina.
"Mama, tapi Papa bilang aku harus menjagamu, seperti
dia menjagamu sepenuh hatinya. Izinkan aku melakukan
itu, Mama, menjagamu, tak membiarkanmu sendirian menangisi kepergian Papa. Izinkan aku membantumu melewati kesedihanmu, Mama...."
Nina bereaksi lebih keras, membuat anak itu terenyak
seketika. "Sudah kubilang! ]angan ganggu aku! Kau tak perlu
menjagaku! Menjaga dirimu sendiri saja kau tak becus. ]ika
bukan gara-gara kau yang meminta untuk berlibur lebih
lama, atau jika bukan karena kau yang terus main-main
di perkebunan! Mungkin suamiku tidak akan mati karena
kelelahan" Sekarang, menyingkirlah dari pandanganku! Aku
sedang tak ingin kau ganggu! Pergi, tinggalkan aku!" Wanita
itu berteriak"teriak tanpa terkontrol. Hendrick gemetar
hebat karena merasa takut.
130 M ........ ___" Rumah keluarga kanawa; dan segala


Hendrick Karya Risa Saraswati di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

isinya tak lagi sama. Tempat ini bukan
hanya berubah megadi makam Jeremy
komnas, melainkan neraka bagi anak dan
istrinya." 131 Eoopoammoz63798632"BE
Perlakuan Nina tak menyurutkan niat Hendrick
untuk mencari Helena. Malah, itu membuatnya lebih
bersemangat menyelidiki orang yang dia anggap mampu
membantu mamanya melewati masa sulit. Nina Konnings
benar-benar jadi orang berbeda dari yang mereka kenal
sebelumnya. Bahkan nasihat-nasihat Rosemary yang
biasanya dia dengar pun kini tak digubris sama sekali.
Kemarin, Hendrick dan l"lans berhasil mendapatkan
alamat yayasan panti asuhan tempat Helena tinggal.
Sejak pukul tujuh pagi, Hendrick dan Hans sudah pergi
menggunakan sado, diantar oleh Bahrun, jongos yang masih
setia pada keluarga Konnings meski tuannya sudah tiada.
Yayasan itu memang agak jauh jika ditempuh dengan
berjalan kaki. Sepanjang perjalanan, kedua anak itu membisu. Mereka memikirkan banyak hal, terutama sikap Helena
nanti saat bertemu mereka. Hans sempat mengungkapkan
kekhawatirannya, jika Helena tak akan bersikap ramah,
terutama terhadap Hendrick Konnings.
134 N amun, Hendrick bersikap sangat tenang. Entah kenapa,
dia begitu yakin Helena akan mampu mengobati mamanya
dan memaafkan sikap buruknya tempo hari. Setelah mengalami segala peristiwa itu, sedikit demi sedikit anak itu
semakin dewasa, tak lagi bersikap kekanak"kanakan.
&") Seorang biarawati kaget melihat kedatangan dua anak
laki-laki asing ke tempatnya. Jarang sekali ada anak lakilaki yang datang. Maklum, ternyata yayasan itu khusus
menampung anak-anak perempuan malang yang tak punya
sanak saudara. Bentuk bangunannya menyerupai asrama, ada gereja
kecil di sebelah kiri gedung utama. Lewat gereja itulah
Hendrick dan Hans masuk, dan menanyakan keberadaan
Helena. Mereka yakin, gereja takkan mungkin menolak atau
mengusir umatnya yang sedang kebingungan.
"Apa yang bisa kubantu, Nak?" Sang biarawati mencoba ramah terhadap Hendrick dan Hans, meskipun
wajahnya masih kentara memancarkan kebingungan.
"Kami mencari seorang anak perempuan bernama
Helena. Betulkah dia tinggal di sini?" Hans mewakili
Hendrick menjawab pertanyaan sang biarawati.
"Oh, ada apa dengan Helena" Apa maksud kalian
mencarinya?" Wajah sang biarawati berubah menjadi panik.
135 Hendrick mencoba menjelaskan. "Tidak ada apa-apa,
Suster. Kami temannya. Saya anak keluarga Konnings.
Beberapa waktu yang lalu, Helena sering berkunjung ke
rumah kami. Saya hanya ingin menyampaikan berita duka...."
Hendrick menunduk. "Siapa yang berduka" Siapa yang meninggal?" teriakan
seorang anak perempuan tiba-tiba terdengar jelas dari
belakang sang biarawati. Hendrick dan Hans sama-sama
menoleh, dan melihat seorang anak perempuan berbaju
putih dengan rambut terikat rapi muncul dari balik jubah
suster yang mengobrol dengan mereka berdua.
"Helena!" Wajah Hendrick berubah agak cerah melihat
kemunculan gadis itu. Namun Helena tetap bersikukuh pada pertanyaannya.
"Berita duka apa, Hendrick?" gadis itu setengah berteriak.
"Papaku meninggal, Helena. Karena serangan jantung...."
Hendrick kembali tertunduk, suaranya semakin getir dan
parau. Helena terperanjat, matanya tiba-tiba memerah, isakan
mulai terdengar. "Suster Irene, tentu Suster tahu Tuan
Konnings. Aku sering menceritakannya pada Suster, dia
baik sekali...." Helena menangis keras sambil memeluk sang
biarawati. Suster bernama Irene itu menyambut pelukan Helena
dan wajahnya langsung berubah muram. "Oh, Sayang, aku
turut berduka," ucapnya sambil menatap Hendrick.
136 Helena melepaskan pelukan dari Suster Irene, lantas
menatap Hendrick lagi sambil tak henti menyeka air mata.
"Bagaimana keadaan Nyonya Konnings" Apakah baik"baik
saja?" Helena terlihat resah memikirkan Nina Konnings.
"Tidak, dia tidak baik-baik saja. Itu sebabnya aku kemari,
aku butuh bantuanmu, Helena. Mama tak mau bicara,
tak mau makan, dan setiap hari terus menangis. Tolong,
datanglah ke rumah kami, menetaplah jika kau bisa, bantu
Mama mengatasi kesedihan ini." Tanpa malu"malu, Hendrick
mengungkapkan permohonannya di hadapan Helena dan
Suster Irene. Helena menengadah, menatap Suster Irene, meminta
persetujuan. Wanita tua yang sangat lemah lembut itu
mengangguk. "Pergilah, Helena. Tuhan membantu umatnya
dengan berbagai cara. Mungkin Tuhan menugaskanmu
untuk menghibur Nyonya Konnings yang sedang bersedih.
Pergilah?" Helena memeluk Suster Irene, lalu bergegas keluar dari
gereja sambil menarik tangan Hendrick dan Hans. "Tunggu
sebentar, aku akan berganti baju dan ikut dengan kalian."
Hendrick dan Hans saling berpandangan lalu tersenyum.
Betapa lega perasaan mereka. Ternyata benar, Helena benarbenar baik dan peduli pada keluarga Konnings.
Dalam perjalanan pulang, Hendrick meminta maaf
pada Helena. Dia juga mengaku bahwa dia malu karena
kelakuannya waktu itu. Helena hanya diam sesaat dan
137 berkata bahwa itu bukan masalah besar baginya, karena
yang terpenting adalah kasih sayang orangtua Hendrick tak
terbagi pada yang lain. Dia tahu betul rasanya kehilangan
kasih sayang orangtua. Sejak kecil, anak itu dibuang oleh
orangtuanya di jalanan dan ditinggalkan begitu saja, tanpa
alasan yang jelas. M....ooo-J iielena terus melamun, masih bertanga"
fanya, mengapa orang baik seperti Jeremy
kantung; begitu cepat dipanggil Tuhan.
Sesampainya di rumah keluarga Konnings, gadis itu
berlari cepat menuju halaman belakang. Menurut Hendrick,
di sanalah Nina Konnings selalu menghabiskan waktu
sepanjang siang hingga malam menjelang. Lebih tepatnya, di
samping makam ]eremy Konnings.
"Nyonya?" Alih-alih berteriak, dia malah berbisik
tatkala melihat kondisi Nina yang mengkhawatirkan. Nina
138 tampak jauh lebih kurus dan berantakan daripada saat
terakhir mereka bertemu. Air mata kembali membanjiri
wajah Helena. Tanpa ragu, dia memeluk Nina yang masih
tersungkur diatas nisan bertuliskan ]eremy Konnings.
Hendrick dan Hans mengikuti dari belakang. Diam-diam
mereka merasa waswas karena keberanian Helena.
Nina tampak terkejut. Tapi, begitu dia berbalik, wanita
itu menangis keras sambil memeluk dan menciumi l-lelena.
"Kau datang, Nak, kau datang untuk menjemput Mama"
Bawa Mama pergi, Nak, bawa Mama menemui Papa. Cepat,
bawa Mama pergi...."
Tak hanya Helena yang panik kini, Hendrick yang sejak
tadi hanya diam pun bergerak cepat memegangi tangan
mamanya yang mulai mengguncang tubuh Helena.
"Diam! ]angan sentuh aku!" Nina berteriak keras pada
Hendrick. "Menjauh dariku!" Lagi-lagi dia membentak
Hendrick. Anak itu mundur dua langkah, mencoba untuk
terus menjauh, namun bagian belakang tubunnya ditahan
oleh Hans. Mata Nina kembali beralih ke Helena, menatap gadis itu
lebih dalam lagi. Tangannya kini merengkuh wajah anak itu.
Dia menciumi wajah Helena. Siapa pun yang menyaksikan
pasti akan merasa kebingungan melihat tingkah laku Nina
Konnings yang ganjil. 139 M ........ ___"M "Jika tak bisa membawaku pergi sekarang,
tia allah di sini bersamaku, angeline
Sagang Jangan tinggalkan Mama
Nina kembali mencekam. 140 &"iiciwtijiig Jr" & $"%"QQZQ%W"&"
Hendrick Konnings menangis sendirian di dalam
kamarnya yang gelap. Malam itu dia tak mau menyalakan
lampu. Dia hanya ingin sendirian, memikirkan segala
macam hal yang tiba-tiba saja menimpa dirinya. Sudah
beberapa pekan ini dia tak pergi ke sekolah. Baginya,
itu tak lagi penting. Hans hampir setiap hari datang
menemuinya, mengendap ke kamarnya, hanya untuk
membawakan pelajaran-pelajaran yang dia minta dari
anak-anak perempuan sekelas Hendrick di sekolah.
Suatu hari, utusan sekolah datang ke rumah, hendak
menanyakan perihal sekolah Hendrick. Nina yang membukakan pintu rumahnya. Dengan sangat ketus, Nina
membentak orang yang tak tahu apa-apa itu, "Tak ada yang
namanya Hendrick di rumah ini. Aku tak punya anak lakilaki!" Padahal, Hendrick ada di sana, menyaksikan kejadian
itu diam-diam. Hatinya sudah tak lagi merasa sakit, batinnya
142 sudah terlalu mati rasa. Air mata pun sudah tak mengalir
lagi. Percuma saja menangis, toh keadaan tetaplah sama.
Beban yang dia tanggung terlalu berat untuk usianya,
keadaan terlalu cepat berbalik seratus delapan puluh derajat.
Namun, seburuk apa pun kondisinya, anak itu bertekad
untuk memegang teguh janji yang pernah dia ucapkan di
depan mendiang papanya. Menjaga Mama, seperti sang papa
menjaga perempuan itu. Namun, kadang dirinya tak setegar itu. Ada masa-masa
ketika rasa sakit itu benar-benar menghunjam, hingga
menimbulkan rasa perih yang dengan mudah memicu air
matanya untuk kembali membanjir. Sore tadi, dia melihat
pemandangan yang kini sudah biasa, yaitu Nina Konnings
membelai dan memeluk Helena dengan sangat mesra. Dia
tidak lagi merasa pedih karena akhirnya Nina mendapat
ketenangan di sisi Helena. Namun, yang membuatnya sakit
adalah ketika mendengar sang ibu berbicara, "Seandainya
aku tak melahirkan anak lelaki itu, mungkin suamiku tak
akan mati. Dan kita akan hidup bahagia bertiga selamanya...
Angeline." Hendrick sadar, ibunya belum gila. Nina Konnings
sebenarnya mengetahui keberadaannya. Wanita itu hanya
menganggapnya mati, tak ada di dalam rumah itu. Helena
menatapnya dengan sedih karena tahu anak kandung
keluarga Konnings mendengar kata-kata sang ibu. Setiap
kali Nina memeluknya, Helena selalu berpaling ke belakang,
mengangguk ke arah Hendrick yang mengintip. Hendrick
143 membalas anggukan itu, seolah menjawab, "Tidak apa-apa,
aku baik-baik saja."
Namun, kali ini berbeda, dia tak henti menangis sejak
mendengar percakapan itu. Dia mengunci pintu kamar.
Beberapa pembantu yang mencoba menawarkan makan
malam pada tuan kecilnya pun tidak dapat masuk. Sikap Nina
yang benar-benar berbeda telah lama jadi perbincangan
mereka di dapur belakang. Semua merasa kasihan terhadap
Hendrick, dan tak jarang mereka berusaha menghibur si
tuan kecil yang kini jadi pemurung.
(wafe) "Hendrick, bolehkah aku masuk?" Helena mengetuk
pintu kamar Hendrick. "]angan ke sini Helena, nanti Mama marah Hendrick
menjawab lesu dari balik pintu. Hanya pada Helena dia
mau membuka mulut. Bahkan pada para pembantu yang
menawarinya makan malam pun dia membisu.
"Mamamu sudah tidur, Hendrick. Bolehkah aku masuk?"
Helena kembali bertanya. Setelah beberapa detik berpikir, akhirnya Hendrick
membukakan pintu kamar untuk Helena. Dengan cepat
Helena masuk ke kamar Hendrick, langsung memeluk dan
mengelus rambut anak itu.
144 "]angan menangis, Hendrick. Kau adalah anak laki-laki
yang kuat. Suatu saat, keadaan akan kembali normal. Maaf
karena aku seolah merebut tempatmu. Aku tak bisa apaapa, tak mampu pula meyakinkan Nyonya Konnings bahwa
aku bukan Angeline. Kuharap kau tak lagi marah kepadaku.
Maafkan aku?" Helena mulai menangis tersedu-sedu.
Mendengar tangisan Helena, Hendrick pun tak tahan.
Anak itu ikut menangis, dan balas memeluk Helena dengan
sangat kuat. "Tak usah memikirkan aku, Helena. Aku hanya
ingin Mama bahagia. Saat ini hanya kau yang bisa membuat
Mama terhibur. Aku sama sekali tidak marah kepadamu,
Helena. Tolong, buat Mama bahagia. Aku tak berharap
banyak dia akan kembali seperti dulu, aku hanya ingin dia
bahagia. Maaf karena aku membuatmu susah, maaf karena
Mama menganggapmu sebagai Angeline. Seharusnya kau tak
terlibat situasi membingungkan ini."
Kata-kata yang keluar dari mulut Hendrick hanya
membuat tangisan Helena semakin keras. Dia terus memeluk tubuh Hendrick. Ada perasaan sesal dalam hatinya
karena telah membuat Hendrick semakin jauh dari Nyonya
Konnings. Tiba-tiba, suara kamar terbuka dengan keras. Seorang
wanita bertubuh tinggi berdiri tepat di balik pintu. Meski
dalam keadaan gelap, masih terlihat jelas bagaimana


Hendrick Karya Risa Saraswati di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perempuan itu memelototi Hendrick dan Helena yang
tampak kaget atas kedatangannya.
145 "Apa yang kaulakukan pada putriku" Apa yang membuat
anakku menangis" Awas ya, jangan pernah dekati putriku!
]angan pernah berbicara pada Angeline-ku!" Nina Konnings
terdengar sangat marah. Suaranya menggelegar memenuhi
seisi ruangan. Dia menghampiri Helena dan Hendrick, lalu menyambar lengan Helena dengan keras dan menarik Helena keluar.
Sebelum meninggalkan kamar, dia berbalik. Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Hendrick Konnings, membuat
anak itu terpental jatuh. Tangis Helena terdengar keras di
belakang sana, menutupi matanya dengan kedua tangan,
seakan tak mau melihat pemandangan itu.
"Malai detik ini, Jangan pernah lagi
menampakkan batang hidungma i
depanku ataupun di depan angelina! [agai
ihi! Atau aku akan membunuhmu!!!"
wa) Sudah sejak pagi tadi Hendrick melarikan diri ke rumah
Hans. Dia tak bisa tidur semalaman, dan terus menangis
146 seperti anak kecil. Bukan l-lans yang dia cari, melainkan Oma
Rose yang sudah dia anggap seperti neneknya sendiri. Tanpa
basa-basi, anak itu masuk ke dalam rumah mereka dan
berteriak-teriak memanggil Rosemary.
Hans yang lebih dulu mengetahui kedatangan Hendrick,
dan segera berteriak memanggil sang nenek. Hendrick
terlihat pucat, matanya bengkak. Saat Oma Rose datang, dia
langsung memeluk wanita tua itu sambil kembali menangis.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia hanya berurai air
mata tanpa melepaskan pelukannya.
"Aku tahu ini sangat berat. Berceritalah kepadaku, atau
pada Hans. Bebanmu akan terasa lebih ringan jika kau
membaginya dengan orang lain," ucap Rosemary sambil
terus mengelus kepala anak itu.
Hendrick menggeleng, tak ingin bercerita apa pun. Yang
dia inginkan hanyalah pelukan seorang dewasa seperti
Rosemary. "Kau harus makan, Hendrick." Hans memohon dengan
sangat hati-hati. jelas terlihat perbedaan Hendrick yang
selama ini dikenalnya. Tubuh sahabatnya itu jauh lebih
kurus, matanya tak lagi berseri seperti dulu. Mungkin jika
teman-teman di sekolah sekarang menyaksikan, tak akan
ada lagi yang mengelu-elukan Hendrick Konnings sebagai
seorang bintang. Hendrick mengangguk. "Aku lapar sekali. Apakah kalian
punya makanan?" 147 Rosemary tersenyum, lalu mengecup kening Hendrick
dan segera beranjak ke dapur, menyiapkan sarapan untuk
tamu kecil yang datang pagi itu. "Selalu tersedia makanan
untukmu, Sayang ujarnya lembut.
Hendrick tersenyum sekilas, tapi kepalanya lagi-lagi
tertunduk sedih. Lelah rasanya berandai-andai ibunya akan
kembali seperti dulu, menyiapkan sarapan enak untuknya
seperti yang Oma Rose lakukan. Dia makan begitu lahap,
dengan cepat menghabiskan roti isi telur dan segelas susu
panas yang disiapkan Rosemary.
Hans memperhatikan sahabatnya dengan sedih. Kasihan, padahal beberapa pekan kemarin Hendrick yang dia
kenal adalah anak yang sangat ceria dan dimanja oleh kedua
orangtuanya. Dia bingung memikirkan cara memperbaiki
semuanya. Mendatangkan Helena ke rumah keluarga
Konnings ternyata membuat keadaan Hendrick semakin
menyedihkan. Walaupun Nyonya Konnings terlihat lebih
bahagia dengan kehadiran Helena, tapi situasi tetap kacau
karena Nyonya Konnings menganggap bahwa Helena adalah
Angeline, anak keluarga Konnings yang telah meninggal.
Ingin rasanya meminta Hendrick untuk pindah ke
rumahnya. Oma Rose pasti tak akan keberatan. Tapi, dia
yakin, Hendrick akan menolak. Seburuk apa pun Nyonya
Konnings memperlakukannya, Hendrick pasti akan tetap
bertahan, demi menjaga ibu kesayangannya. Sesekali Hans
mengerutkan kening, berpikir keras ingin membantu
sahabatnya. 148 Rosemary yang memperhatikan gerak-gerik cucunya
menghampiri Hans. Dia membelai punggung l"lans, mencondongkan tubuh, dan mulutnya mendekati telinga Hans,
berbisik. "Sayang, dia akan baik-baik saja. Sahabatmu adalah
anak yang sangat tangguh. Tugasmu adalah menemaninya,
dan membuka kedua telingamu untuk mendengar keluh
kesahnya." Meski mungkin dia tak akan bicara apa pun, kau
harus mengerti isi hatinya. Bukan hal yang sulit, jika kau
memang benar-benar menyayanginya."
'wt/O "Oma, terima kasih karena telah memperlakukan
aku dengan sangat baik." Saat ini, Hendrick tak ragu
lagi memanggil Rosemary dengan sebutan Oma. "Aku
menunggu keajaiban datang. Aku berharap paman dan
bibiku akan datang kemari, membantu Mama agar kembali
seperti dulu. Aku juga menunggu Opa dan Oma-ku datang
dari Netherland. Doakan saja, semoga surat yang kutulis
segera sampai di sana. Aku masih punya harapan, dan
aku sangat bersemangat menanti hal-hal baik datang lagi
pada keluargaku. Mungkin saat ini rumahku
terasa seperti neraka. Tapi, aku sangat
yakin, di balik neraka itu, ada surga
yang menanti kami semua," Hendrick mengatakan kalimat itu pada Rosemary dengan mata berkacakaca. 149 Rosemary tersenyum, matanya ikut berkaca"kaca mendengar kata-kata Hendrick. Anak itu semakin dewasa, cara
berpikirnya sudah jauh berbeda dari saat kali pertama
mereka bertemu. Sambil tersenyum, dikecupnya lagi kening
Hendrick dengan penuh kasih sayang.
"Kau anak yang sangat baik, Hendrick. ]angan berubah.
Ibumu sangat membutuhkanmu, dia hanya sedang berkabung. Suatu saat, dia akan sadar, bahwa kau adalah anak
yang sangat hebat. Dan takkan tergantikan...."
lwca 150 GN! ax / /]/ /Ax [y/"a '" Ax X v <") 83% Semakin di Beau" Mama Nina Konnings tampak cantik pagi itu. Di sampingnya,
Helena pun tak kalah cantik dengan gaun berwarna cokelat
muda. Keduanya tengah berbincang di ruang keluarga
Konnings. Helena terlihat lebih pendiam daripada biasanya,
hanya mengangguk saat Nina berbicara kepadanya. Hatinya
dipenuhi rasa bersalah terhadap Hendrick atas kejadian
semalam. Dia sendiri tak pernah menyangka bahwa Nyonya
Konnings mampu berbuat sejahat itu terhadap anak
kandungnya sendiri. Ada banyak pertanyaan dalam benaknya. Apakah dia
harus tetap tinggal di rumah ini" Atau lebih baik pulang
saja ke panti asuhan" Dia merasa sudah terlalu jauh masuk
ke kehidupan keluarga Konnings yang sangat dia hormati.
Dia menyayangi Nina, tapi di balik semua itu" hati kecilnya
menjerit saat melihat Hendrick menangis karena perlakuan
Nina. Lagipula, di rumah itu dia tak lagi dianggap sebagai
seorang Helena, melainkan seorang Konnings yang sudah
152 lama tiada, Angeline. Dia paham, Nina Konnings sedang
sangat depresi. Tapi, jika dia terus-menerus mengikuti
skenario gila nyonya rumah itu, apa yang akan terjadi nanti"
Kemungkinan terburuk sudah tergambar di dalam
kepalanya. Bisa jadi Nina akan mendepak anak kandungnya sendiri dari rumah itu, sementara dirinya tak bisa lagi
kembali ke panti asuhan, mengasuh adik-adik angkatnya di
sana, membantu Suster Irene menyiapkan segala keperluan
mereka. Pada saat-saat seperti ini, dia sangat merindukan
suasana panti asuhan yang sangat damai. Dia memang
menemukan sosok ibu dalam diri Nina, tapi dia ingin
dianggap sebagai seorang Helena. Bingung rasanya mencari
cara untuk menjelaskan pada Nyonya Konnings bahwa
dirinya bukanlah Angeline.
"Angie, besok Mama ingin mengajakmu berbelanja.
Mama heran, kenapa bajumu sedikit sekali di rumah ini"
Kita beli banyak gaun ya, Sayang" Kau pasti akan sangat
anggun dengan gaun yang pas. Yang kaukenakan itu baju
lama Mama, sudah terlalu usang. Besok kita pergi pagi-pagi,
ya?" Nina menatap Helena dengan penuh kasih sayang.
Helena mengangguk pelan, matanya menerawang menatap lantai. "Kenapa, Sayang" Kau masih bersedih garagara anak laki-laki itu?" Nina mengelus kepalanya.
"Dia punya nama, Hendrick," Helena menjawab datar.
Nina Konnings tersenyum. "Ya, aku tahu namanya. Tapi, aku
153 tak mau menyebut nama itu, rasanya sangat tidak nyaman.
Kau terganggu olehnya?" tanya Nina lagi.
Helena langsung menggeleng. "Tidak... Nyonya. Aku
tak pernah terganggu oleh kehadiran anak baik seperti
Hendrick. Yang sebenarnya terjadi adalah aku yang mengganggu kehidupannya."l-lelena menepis tangan Nina dari
kepalanya, kini menatap wanita itu dengan berani.
Nina Konnings melotot, amarahnya siap meledak.
"Sekali lagi kubilang, jangan panggil aku Nyonya! Aku ini
mamamu! Dan jangan sekali-kali lagi membela anak lakilaki itu! Papamu pernah membelanya, dan kau tahu" Dia
mati! ]eremy-ku mati! Aku tak mau kehilanganmu, Angie!"
Nina berdiri, lalu berlari cepat ke halaman belakang, tempat
pusara ]eremy berada. Terdengar jelas dari kejauhan, wanita
itu meraung meneriakan nama ]eremy.
Nina Konnings benar-benar labil, jiwanya terguncang
hebat. Sementara itu, Helena kaget melihat sikap Nyonya
Konnings. Dia berlari mengejar Nina, kembali merasa
bersalah karena seharusnya tak berbicara seperti tadi. Dia
telah berjanji pada Hendrick untuk menjaga dan membahagiakan Nina Konnings. Kali ini, dia malah membuat
Nina menangis, dan dia merasa sangat tidak enak. Helena
ikut menangis, merangkul tubuh wanita itu dari belakang.
"Maafkan aku" Mama, tolong maafkan aku. Aku berjanji
tak akan menyebut namanya lagi, aku janji, Ma...."
"wxa 154 Hendrick masuk diam-diam ke rumah setelah seharian
di rumah Hans. Anak itu benar-benar tak ingin lagi ke
sekolah, padahal Hans sudah mengajaknya berkali-kali.
Menurut l-lans, mungkin pikiran Hendrick tak akan sekalut
ini jika dia bersekolah. Setidaknya, ada hal yang lain yang
bisa dia pikirkan selain kondisi Ibunya.
Namun, Hendrick menolak ajakan itu, dengan alasan
tak mungkin bisa berkonsentrasi ke pelajaran sekolah jika
ibunya masih seperti sekarang. Toh jika semuanya sudah
membaik, dia yakin bisa mengejar segala ketinggalannya di
sekolah. Dan siapa pun tahu, Hendrick cerdas dan pintar.
Tak ada siapa-siapa di rumah keluarga Konnings, keadaan sepi sekali. Mungkin hanya ada beberapa pembantu
yang hilir mudik di dapur. Tak seperti biasanya, anak ini
memutuskan untuk tidak mencari keberadaan mamanya.
Kata-kata Nina semalam sangat membekas, dan dia merasa
tak boleh menampakkan diri di depan ibunya. jika memang
itu yang Nina inginkan, maka dia akan melakukannya.
Hendrick yang sekarang benar-benar berbeda dengan
Hendrick si anak manja yang selalu butuh perhatian.
Keadaan memaksanya untuk bersikap dewasa dan pasrah.
"Tuan muda sudah makan" Mau saya siapkan makan
malam?" Seorang perempuan tua yang selama ini mengasuhnya menghampiri. Anak itu tersenyum. "Tidak, terima kasih. Aku sudah
makan di rumah l-lans. Hmmm... Mama baik"baik saja?" Tak
kuat rasanya menahan pertanyaan itu terlontar dari bibirnya.
155 Wanita tua itu terlihat gelisah mendengar pertanyaan
Hendrick. "Mmmh, anu, Tuan. Tadi siang, Nyonya sempat
menangis lagi, dan berteriak"teriak di depan Nona Helena.
Tapi, sekarang sudah tidak lagi, mereka keluar rumah....
Katanya Nyonya butuh udara segar, dan ingin berjalan-jalan
bersama Nona Helena." Wanita tua itu terbata-bata, jelas
sekali dia sebenarnya enggan menceritakan hal itu pada
tuan mudanya. Alih-alih marah, Hendrick malah tersenyum mendengar penjelasan si pembantu. "Oh, baiklah, aku senang
mendengar Mama akhirnya mau keluar rumah. Terima kasih
untuk informasinya. Aku mau tidur, tapi tak akan kukunci
kamarku. Kalau ada apa-apa, masuk saja. ]angan sungkan
untuk membangunkanku. Wanita tua itu mengangguk sambil membungkukkan
badan dan berjalan mundur. Sementara, Hendrick berjalan
ke kamarnya. Ada rasa tenang, ada energi baru yang muncul
dalam jiwanya. Banyak nasihat dari Oma Rose hari itu. Dia
meyakinkan diri sendiri bahwa dia adalah seorang laki-laki.
"Laki-laki itu kuat, tak lemah dan mudah menyerah." Itu yang
Oma Rose pesankan kepadanya.
Sambil merebahkan tubuh di atas tempat tidur,
Hendrick memikirkan hal lain. Tentang surat-surat yang dia
kirimkan ke Prancis dan Netherland. Surat yang dia tulis
untuk kakek, nenek, paman, dan bibinya. Entah kapan
surat-surat itu akan sampai, dan yang lebih penting...
156

Hendrick Karya Risa Saraswati di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

entah kapan mereka semua akan datang. Perjalanan
pulang-pergi ke Netherland atau Prancis membutuhkan
tiga bulan dengan kapal laut. Mungkin surat-surat itu akan
sampai satu bulan setengah lagi, dan mungkin mereka semua
akan datang beberapa bulan setelahnya. Besar harapannya
menanti kedatangan orang"orang yang mungkin akan lebih
mengerti bagaimana cara menyembuhkan sang ibu.
Dia ingat, dulu mendiang papanya pernah bercerita
bahwa sang mama pernah mengalami depresi serius.
Tepatnya saat anak pertama keluarga Konnings, Angeline,
meninggal. Butuh waktu lama untuk menyembuhkan
depresi Nina. Sampai-sampai ]eremy mendatangkan
semua anggota keluarga Roux ke Hindia Belanda untuk
menghibur Nina yang sangat depresi atas kehilangan
putri pertamanya. Masih ada harapan jika suatu saat
surat"surat itu sampai, sehingga ibunya akan
sembuh dan mengingatnya lagi sebagai putra kesayangan
keluarga Konnings. Sudah berkali-kali orang pabrik mendatangi rumah
keluarga Konnings, meminta Nina kembali bekerja. Mereka
sudah mendengar desas-desus bahwa wanita itu kini
tertekan pascakematian suaminya. Seluruh karyawan
yang sempat menjadi bawahan ]eremy berupaya agar Nina
157 kembali bekerja di pabrik, setidaknya agar Nina Konnings
tak terlalu larut dalam kesedihan.
Namun, tetap saja, Nina yang sekarang bukan lagi yang
dulu. Dia berubah menjadi angkuh, mengusir orang"orang
itu dengan sangat ketus. Dan sama seperti pada Hendrick,
Nina menyalahkan mereka atas kematian suaminya. Dia
bilang, jika tak bekerja terlalu berat di pabrik, mungkin
]eremy Konnings akan tetap hidup mendampinginya.
M-coocoo-J Tak ada yan bisa berbicara pada Nina,
bahkan kini %)semary yang dia hormati
fan telah dia angga musuh" Menawi
Nina, wanita tua i u terlalu membela
Hendrick. Keluarga Konnings bukan orang sembarangan. Meskipun bekerja untuk orang lain, Nina dan ]eremy punya banyak
uang yang diwariskan orangtua kedua belah pihak, sebagai
bekal hidup di Hindia Belanda. Hanya saja, jika sebelumnya
suami-istri itu berhemat dan hanya menggunakan hasil jerih
payah mereka untuk hidup, kali ini Nina Konning berpikiran
lain. Sejak suaminya pergi, Nina mulai menghamburkan
banyak uang simpanan keluarga.
158 Dia habiskan banyak gulden untuk membangun nisan
mewah mendiang suaminya. Dan belakangan, setelah Helena
muncul, keinginannya untuk berbelanja tiba-tiba muncul
secara berlebihan. Nina merasa telah menemukan anak
yang hilang, dan ini adalah waktu yang paling pas untuk
memanjakan Helena yang dia anggap sebagai Angeline.
"Mama, boleh aku ikut dengan kalian?" Hendrick memberanikan diri untuk berbicara pada ibunya. Hendrick
berjalan pelan menghampiri Nina yang sejak pagi sibuk
bersiap untuk pergi bersama bersama Helena.
Nina tak menoleh sedikit pun ke arah Hendrick. Dia terus
berjalan ke sana kemari di depan cermin ruang keluarga
sambil bersolek. Helena menghampiri keduanya, kaget
melihat Hendrick berani mendekati Nina. "Kau mau ikut
kami, kan" Tentu saja kau harus ikut!" Tanpa sadar Helena
mengatakan hal itu. Nina Konnings membelalak, lalu menoleh ke arah
Helena. "Bicara dengan siapa kau, Angie" ]angan melantur.
Tak ada siapa-siapa yang harus kita ajak. Ini adalah hari kita
berdua, untuk bersenang-senang dan menikmati hangatnya
kota," ucapnya sambil tersenyum.
Hendrick memejamkan kedua matanya, napas berembus
keras dari hidungnya. Helena menyentuh tangannya, memastikan kalau Hendrick baik"baik saja. Hendrick menoleh
159 ke arahnya, mengangguk sambil tersenyum, seolah berkata
bahwa dia baik"baik saja.
Nina Konnings terlihat senewen. Sekuat apa pun dia
mengabaikan keberadaan Hendrick, dia tetap melihat
Helena yang kini semakin erat memegangi tangan Hendrick.
Dengan agak keras, tangannya merenggut tangan Helena,
lalu menarik gadis itu pergi ke luar rumah.
Lagi-lagi Hendrick merasakan kepedihan baru dalam
hatinya, kesedihan yang lebih besar daripada sebelumnya.
Luka menganga semakin lebar, meskipun dia berusaha keras
menutupnya dengan harapan dan kemungkinan sang mama
akan kembali normal. Dia berbalik, melangkah menuju
halaman belakang rumah. Tiba-tiba, sebuah suara terdengar jelas di telinga
kanannya, berseru, "Sudah kuperingatkan, bukan" ]angan
pernah muncul di depanku, atau di depan anakku. Mengerti.7
Tak usah menanggapi kata-kataku, karena aku muak mendengar suara cengengmu."
Anak itu kembali menangis....
Tapi, Hendrick berusaha menahan tangis. Hanya
bibirnya yang bergetar. Dia berjuang keras menahan air
mata. Harapan yang sejak kemarin berusaha dia pupuk
160 seketika terkikis, berganti duka mendalam. Dia berlari
cepat, menurut pada bisikan itu. Tentu saja, dia tahu siapa
pemilik suara itu. Siapa lagi jika bukan ibunya yang sangat
dia sayangi. 161 Eoopoammoz63798632"BE
oXVZo aayut dala Kisahnya "763" Bandung, 12 Mei 2016 Tak terasa, air mataku meleleh saat menulis
cerita demi cerita mengenai Hendrick Konnings.
Selama menulis kisah tentang sahabat"sahabatku,
baru kali ini aku merasakan kesakitan sehebat ini,
membuatku tak ingin melakukan apa"apa selain
memikirkannya. Hendrick" Si anak ceria" Bagaimana bisa dia
mengalami kejadian seburuk itu saat hidupnya"
Bagaimana mungkin anak nakal yang gemar
tertawa itu ternyata menyimpan banyak kenangan
perih selama sisa hidupnya" An... tidak, aku belum
sampai pada akhir kisahnya. Rasanya enggan
mengetahui hingga ke sana. Sampai bab ini pun,
kepalaku Sudan sangat pusing membayangkan,
bagaimana jika aku menjadi dirinya.
164 Lagi"iagi, aka diberi pelajaran mengenai
penilaian terhadap orang lain. Mungkin Hendrick
tidak lagi bisa dikategorikan sebagai "orang", tetapi
untuk anak sekecil ita, hidupnya terlalu berat.
Awalnya, aku masih terkekeh saat menuliskan
kisah hidupnya yang memang nakal, konyol,
dan pencemburu. Namun, lama"iama, tanganku
semakin sulit menulis kata demi kata tentang
kesedihannya yang begitu berat.
Nina Kannings awalnya adalah sosok iba ideal
di mataku, tidak terlalu memanjakan anaknya,
tapi sebenarnya penuh perhatian dengan caranya
sendiri. Namun, ketika semakin mendalami kisah
keluarga ini, rasa kesalku padanya menumpuk.
Kasihan Hendrick, kukira hidupnya baik"baik saja.
Memang dia tidak mengenal Nippon dan
berakhir tragis di tangan bangsa berkulit kuning
itu seperti sahabat"sahabatka yang lain. Namun,
menurutku ini lebih menyakitkan. Aku teringat
hidupku sendiri, betapa selama ini aku begitu
bergantung pada ibuku sejak kecil. Bahkan hingga
saat ini! Tak bisa kubayangkan jika ibuku seperti
Nina Konnings. Mungkin aku tak akan sekuat
Hendrick. Mungkin jalanku akan berbeda dan
berakhir sangat buruk. Hendrick, selama ini aku seolah tak peduli
padamu karena kulihat kau begitu bersemangat
165 dan hampir selalu tertawa. Selama ini, kukira
kisahmu tak lebih buruk daripada Peter, Will,
Hans, dan Janshen. Kini aku sadar, mungkin
dengan cara ini kau mencoba melupakan masa
lalumu yang kelam. Kini, aku juga menyadari satu
hal lain, sesunggunga untuk anak seusiamu, kau
sangat dewasa, bahkan melebihi William.
Aku sering melihatmu bersikap agak sombong
dan arogan. Tapi, kini aku paham, mungkin
begitulah dirimu dulu, saat kejadian demi kejadian
buruk menimpamu pada masa lalu. Kadang,
karena sikap kongolmu, aku melupakan kebaikan"
kebaikan yang kaulakukan untukku.
Maafkan aku, Hendrick, karena terus
mengorek masa lalumu. Aku hanya ingin tahu
segalanya, agar kelak bisa lebih memahami dirimu
yang sebenarnya. Jika bisa, ingin rasanya kupeluk
dirimu dengan sangat erat, dan menghapus air
mata yang kerap meleleh di matamu saat kau
masih hidup dulu. Hendrick, terima kasih telah mengajariku
banyak hal lewat cerita "ceritamu....
Risa (%;/D 166 ha"hciwtijhg &" JM &&W%"QQ&W%W"$
setelah kejadian itu, Hendrick terus mendekam
di kamar. Dia hanya keluar saat keadaan di luar sepi. Dia
begitu takut bertemu Ibunya. Sesekali, dia hanya mendengar
sang ibu berteriak memanggil-manggil Helena dengan
sebutan "Angeline." Dia pun tak tahu lagi bagaimana harus
mengungkapkan perasaannya. Percuma saja dia berusaha
menyadarkan Nina Konnings, karena wanita itu sudah terlalu
larut dalam peran barunya sebagai ibu Angeline Konnings.
Sesekali dia mendatangi kuburan papanya, tentu saja
saat Nina sedang tak ada di sana. Malam ini, dia kembali
mengendap menuju kuburan itu, membawa lap kain yang
dia ambil dari dapur belakang. Tangan kanannya membawa
segelas air. Entah apa yang akan dia lakukan.
168 "Papa, selamat malam. Malam
ini a/eu sedang tidak ena/e badan,
Pa. Tubuhku terasa panas,
kepalaku pusing. Sepertinya
a/eu sakit. Biasanya, ada Papa
yanq menemaniku ji/ea sedang
sa/cit. Malam ini, aku ingin tidur
di de/eatmu, Papa. Alm bisa
mengompres kepalaku sendiri
dengan lap ini, tale perlu lagi
bantuanmu, Papa. Temani a/ca,
Papa.... " Hendrick Konnings terlihat sangat pucat, bulir keringat
membasahi wajahnya yang saat ini terlihat lebih putih
daripada biasanya. Rupanya, sudah sejak sore tadi dia
merasakan hal berbeda pada tubuhnya. Sesekali demam,
kadang menggigil seperti sedang di dalam lemari es.
Sebelumnya, dia sudah sering merasakan sakit seperti
ini, jika tak sengaja kehujanan. jika dia sakit, ibunyalah
yang biasanya sibuk ke sana-kemari, mencari dokter untuk
menyembuhkan demamnya. Sementara, yang selama ini
menemani anak manja itu adalah papanya.
169 Sudah beberapa hari ini dia tak merasa kehujanan, dan
perutnya selalu rajin menyantap makanan yang diantar
ke kamar. Aneh, biasanya dia selalu mengetahui apa yang
menyebabkannya merasa tak enak badan. Mungkin udara
kota Bandoeng sedang tidak bersahabat.
Lap kain yang dia bawa dia masukkan ke gelas berisi
air. Dengan lemah, anak itu memeras lap, lalu melipat dan
menaruhnya di dahi. Dia tertidur di atas tanah, memeluk
batu nisan bertuliskan nama ]eremy Konnings.
Kini, terlihat jelas bibirnya bergetar hebat seperti orang
yang sedang kedinginan. Anak itu lupa membawa alas tidur
ataupun selimut. Dia tak memikirkan apa pun selain kain
pengompres dan ingatan tentang ayahnya yang selalu ada di
sampingnya saat dia sakit. Matanya terpejam. Dia menggigil,
menahan rasa dingin dan sakit yang menjalar ke sekujur
tubuhnya. Tak sanggup rasanya untuk kembali ke dalam
kamar, sekadar mengambil alat-alat penghangat tubuh.
Suasana malam yang senyap serta hawa dingin kota
Bandoeng pada malam hari membuatnya tak mudah
tertidur. Anak itu mencoba untuk tetap bertahan dalam
keadaan sulit, apalagi bagi seseorang yang sedang sakit.
Dia membayangkan kehadiran ]eremy, berhalusinasi bahwa
laki-laki itu memang ada di dekatnya, dan tak mati.
Bibirnya tiba-tiba tersenyum, tatkala bayangan kehadiran ]eremy muncul di dalam benaknya. Laki-laki yang selama
ini dia sayangi datang, mengenakan stelan jas berwarna
170 putih dengan topi berwarna senada. Bibir Hendrick
tersenyum lebar, seketika sakitnya menghilang. Ingin
rasanya berdiri untuk merengkuh bayangan itu. Namun,
entah kenapa, ada sesuatu yang mengganjal tubuhnya agar
tak bergerak mendekat. "Papa... " panggilnya pelan.
"Papa... a/eu sakit, Papa, "


Hendrick Karya Risa Saraswati di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

panggilnya lagi dengan lebih
keras. "]angan tinggalkan
a/eu, Papa. " Suaranya kembali
melemah. Panas kembali menjalari tubuh Hendrick Konnings.
Lebih panas daripada sebelumnya. Keringat kembali
membanjir. sementara bibirnya tetap bergetar. Kondisinya
benar-benar mengkhawatirkan, dan tak ada siapa pun di
sana. Tidak, tidak. ]angan anggap ]eremy Konnings benarbenar mendatangi anaknya. Bayangan itu hanya muncul
dalam pikiran sang anak. Dalam demam tinggi dan mata
tetap terpejam, anak itu terus-menerus memanggil papanya,
mengobrol seolah ada teman bicara.
171 Keesokan harinya, Helena terkejut saat menemukan
Hendrick berbaring di halaman belakang. "Hendrick! Apa
yang kaulakukan di sini?" l"lelena mengguncang tubuh
Hendrick sambil berbisik agak keras. "Astaga! Badanmu
panas sekali, bangun, Hendrick!" Anak perempuan mulai
panik. Dengan cepat Helena berlari untuk memanggil beberapa
jongos agar membantu mengangkat tubuh Hendrick yang
tak bergeming. Dua orang laki-laki pribumi yang bekerja
di rumah keluarga Konnings dan seorang laki-laki tua
pengantar sayuran membantu membopong tubuh Hendrick.
Sementara itu, Helena mondar-mandir dengan bingung.
"Hans!" Dalam kepanikan, tiba-tiba dia ingat Hans.
Setelah meminta para laki-laki itu membawa tubuh Hendrick
ke kamar, dia berlari menuju tangga benteng belakang. Meski
sedang mengenakan rok tidur, anak itu menaiki tangga
dengan cekatan. Bibirnya berteriak"teriak memanggil nama
Hans dari balik benteng. Hans dan neneknya muncul, menatap kaget ke arahnya.
"Ada apa?" Hans yang tak biasa mendengar Helena berteriakteriak seperti itu merasakan ada sesuatu tengah terjadi di
rumah Konnings. Mata Helena basah. "He" Hendrick, dia tak sadarkan
diri," dia tergagap. Hans dan Oma Rose bertatapan sesaat,
dan tanpa berpikir lama, Hans menaiki tangga menuju
benteng rumah keluarga Konnings. Sementara itu, Oma
172 Rose segera masuk dan memilih jalan biasa menuju rumah
keluarga Konnings. Ada Helena, Rosemary, dan Hans yang kini mengelilingi
tempat tidur Hendrick Konnings. Sebelumnya, para jongos
dan pembantu ikut berkumpul di sana menunggui tuan
muda mereka, namun Oma Rose meminta mereka keluar
agar Hendrick tak kekurangan oksigen. Tidak ada Nina di
sana, karena sejak tadi masih belum keluar kamar.
Tubuh Hendrick terlihat bergerak sedikit, wajahnya
terlihat sangat putih dengan kantung mata menghitam,
mulutnya merintih seperti sedang kesakitan. "Air... air..."
gumamnya dengan sangat pelan.
Hans melompat seketika, langsung berlari ke dapur.
Karena panik, mereka semua lupa menyiapkan hal-hal yang
mungkin bisa membangunkan Hendrick dari pingsannya.
Mereka hanya coba membangunkan Hendrick dengan panik,
tak terkecuali Oma Rose. Namun, saat membuka pintu, Hans menabrak seorang
wanita yang berdiri tepat di depannya. Dia spontan menengadah, matanya menyorotkan ketakutan ketika mengetahui siapa yang barusan dia tabrak.
"Ada apa ini" Ribut sekali! Sampai-sampai aku terbangun
dari tidurku." Wanita itu masuk ke dalam kamar Hendrick,
kembali menabrak tubuh Hans yang terpaku di hadapannya.
173 Helena yang sejak tadi duduk di samping Hendrick
langsung mendekati wanita itu. "Mama, maaf kalau kami
sejak tadi membuat keributan. Hendrick sakit, Mama, aku
menemukan dia tak sadarkan diri di halaman belakang."
Rosemary saling bertatapan dengan cucunya. Mereka
kaget karena sekarang Helena memanggil Nina Konnings
dengan sebutan Mama. Hendrick tak pernah menceritakan
hal itu pada keduanya. 'Astaga, anak itu. Lagi-Iagi membikin perkara."Nina mendekati mereka, dan melihat
keadaan Hendrick dari kejauhan. Namun, dia tidak terlalu
bereaksi melihat kondisi sang anak. Dia malah menyentuh
Helena. "Suruh jongos memanggil dokter. Nanti juga akan
sembuh sendiri. Paling dia hanya demam karena telalu
banyak main," jawabnya santai sambil mendelik ke arah
Oma Rose. "Helena, kita jalan-jalan ke kota hari ini. Aku ingin
membelikanmu sepatu," dia berkata sambil menarik lengan
Helena, ke luar dari kamar.
Rosemary tampak gusar mendengar kata-kata yang
keluar dari mulut Nina Konnings. "Ya ampun, Nina, sadarlah! Dia adalah anakmu! Anak laki-laki kesayanganmu!
Seharusnya kau ada di sini menemaninya!" teriaknya dengan
keras pada Nina. Nina terbelalak kaget mendengar kemarahan Oma
Rose. Tubuhnya berbalik, dan dia menatap Rosemary
penuh kebencian. "Nyonya, siapa Anda" Memang Anda ibu
174 saya" Bukan, kan" ]adi, tolong, jangan pernah ikut campur
urusan keluarga saya. Dan soal anak ini, dengar baik"baik.
Dia bukan anak kesayanganku! Dia yang telah merenggut
kebahagiaanku! Dan aku tak akan pernah peduli kepadanya!
Dia mati pun aku tak peduli!" Nina Konnings berteriak
sambil menunjuk"nunjuk Rosemary. Sesekali, telunjuknya
mengarah ke arah Hendrick.
Semua orang kaget mendengar kata-kata wanita itu.
Mereka kini menatapnya, tak terkecuali Hendrick, yang
mendengar jelas semua. Mata anak itu terpejam, namun
bibirnya berusaha mengatakan sesuatu.
"Ma... Mama.... Nyo... Nyonya Konnings... Nyonya?"
Hendrick terbata-bata. Helena yang menyadari Hendrick tengah berbicara.
Dia melepaskan pegangan Nina, lalu berjalan cepat ke arah
Hendrick yang terbaring lemah. "Apa yang ingin kaukatakan,
Hendrick?" dia bertanya.
"Nyo... Nyonya, a" aku baik"baik saja. Pergilah, Nyonya,
maaf aku sudah merepotkanmu.?" Hendrick kembali berbicara. N ina Konnings tersenyum sambil menatap anak itu, lalu
menatap Rosemary. "Lihat, dia baik"baik saja, kan" Urus saja
masalahmu sendiri, Nyonya. Ayo, Angeline! Bersiap-siaplah,
kita pergi!" Nina mendekati tempat tidur Hendrick, lalu
menarik tangan Helena dengan kasar.
175 "Aku akan membawanya ke rumahku!" Rosemary tibatiba berteriak, menggertak Nina yang acuh.
Namun, Nina Konnings tertawa keras. "Silakan saja! Aku
tak peduli!" tukasnya sambil berlalu, menggandeng Helena
pergi. Helena terseret di belakang Nina. Dia menatap Rosemary
sambil terus menangis. "Selamatkan Hendrick," dia berpesan
tanpa suara. Rosemary mengangguk tanpa tersenyum. Hans yang
sejak tadi diam pun tak mampu berkata apa-apa. Dia kaget
melihat sikap Nina Konnings terhadap sahabatnya. Begitu
cepat nyonya rumah ini berubah sikap, betapa berat masalah
yang kini menimpa sahabatnya.
"Air..." Hendrick kembali lagi bicara. Secepat kilat
l-lans berlari keluar kamar untuk memenuhi permintaan
sahabatnya. (&&/Q "Biarkan aku kembali ke rumahku, Oma..." pinta
Hendrick dengan memelas, pada Rosemary yang sedang
menyuapinya bubur. Setelah melihat perlakuan Nina pada
Hendrick, kemarin Rosemary membawa Hendrick ke
rumahnya, dibantu oleh beberapa jongos keluarga Konnings.
Dokter menyatakan bahwa anak ini hanya terkena demam
176 dan panas biasa. Meski begitu, Rosemary bersikukuh agar
Hendrick Konnings dirawat di rumahnya.
Kondisi Hendrick sudah lebih baik daripada kemarin,
namun tubuhnya masih sangat lemah, belum mampu banyak
bergerak. Tadi malam, Helena sempat datang menengok
Hendrick, menangis bersimpuh di pangkuan Rosemary,
kebingungan atas sikap Nina Konnings dan tak tahu
bagaimana caranya membuat keadaan kembali normal
seperti dulu. Tak ada yang tahu apa solusinya, termasuk Rosemary
yang hanya bisa memeluk anak itu dan berkata, "Suatu saat
keadaan ini akan kembali membaik."
Hans duduk di samping sahabatnya yang kini menempati ranjang di kamarnya. Sementara Hendrick berada di
sana, Hans memilih untuk tidur di bawah, di kamarnya,
meski neneknya memaksanya pindah ke kamar lain. Dia
bersikukuh ingin tetap di sana, menemani sahabatnya
yang terbaring tak berdaya. "Kau belum sembuh benar.
menginaplah di sini beberapa hari lagi, sampai kau benarbenar membaik dan bisa berjalan ke sana-kemari," dia yang
menjawab permintaan Hendrick pada Oma Rose.
"Aku mengkhawatirkan Mama ..." jawab Hendrick pelan.
"Dia akan baik"baik saja, Kawan. Sekarang pikirkan dulu
dirimu, baru orang lain." Hans terdengar kesal.
177 "Dia bukan orang lain, dia mamaku ...." Hendrick berbalik
ke arah tembok, membelakangi Hans dan Oma Rose.
Hans mengangkat bahu, menatap sang nenek sambil
mencibir. Rosemary tersenyum, menatap anak itu sambil
menggelengkan kepala. "Aku akan memantau terus rumahmu, Hendrick. Sekarang istirahatlah, tentu kau boleh kembali
ke sana, asal kau benar-benar sembuh. Setuju?" Rosemary
mengelus punggung Hendrick. Anak itu mengangguk pelan,
tanpa membalikkan badan. (x")c/Q Rosemary melamun di atas meja makan di dapurnya.
Rosemary bersedih melihat anak kecil itu berjuang sendirian,
tanpa orangtua. Lamunannya kembali ke masa lalu, saat
l-lans kehilangan kedua orang tuanya. Melihat Hendrick
seperti melihat Hans saat kecil. Ingin rasanya bisa melepas
beban anak ini, namun dia tak tahu bagaimana caranya.
Ada sebuah perasaan mengganjal dalam benak wanita
tua itu. Entahlah, sepertinya diagnosis dokter yang memeriksa Hendrick Konnings kurang tepat. Kondisi Hendrick
terlihat sama sekali belum baik"baik saja. Demamnya
memang sudah turun, tapi tadi pagi anakitu muntah-muntah
saat disuapi sarapan oleh Rosemary. Naluri Rosemary
berkata bahwa anak ini benar-benar butuh pertolongan,
anak ini sakit... dan bukan demam biasa seperti yang
dokter katakan. Hanya saja, dia tak tahu apa itu.
178 M ........ ___M Aya yang akan terjadi nanti"
179 Eoopoammoz63798632"BE
GN! ax / l/ sAx [y/"a '" Ax X v <") 83% keadaan Semakin kacau Dugaan Rosemary bukan tanpa alasan. Kecurigaannya terhadap penyakit Hendrick Konnings terbukti
keesokan harinya. Hendrick kembali dilanda panas tinggi,
tubuhnya mengeluarkan keringat membanjir, kadang
menggigil hebat. Hendrick tertidur namun tak henti berceracau tentang segala hal. Tak jarang bibirnya menyebut
kata "Mama." Hans terus menemaninya, duduk sambil memegangi
dahi Hendrick berkali-kali, memeriksa suhu tubuh anak itu.
Rosemary mencoba menghubungi beberapa dokter, tapi
hari itu banyak dokter yang berhalangan karena sedang
berada di luar kota Bandoeng. Dengan sedikit pengetahuan
yang dia tahu tentang demam, Rosemary hanya mencoba
membuatkan ramuan penurun demam resep moyangnya
sambil mengganti kain kompresan di dahi Hendrick
berulang-ulang. Anak itu tak juga bangun, hanya terus tidur
dan mengigau. 182 "Mama" /l/lamaaa." " Baqi-laqi
dia memanggil ibunya. "Oma, apa sebaiknya kita memanggil Nyonya Konnings
kemari?" l"lans menatap resah neneknya.
Wanita tua itu termenung, memikirkan kata-kata Hans.
Rasanya mustahil Nina akan bersusah payah mendatangi
rumah mereka, sekadar menengok anak yang tak lagi dia
kenali. l"lans menangkap ekspresi bingung itu. Dia juga mulai
sadar bahwa Nyonya Konnings takkan mungkin mau datang.
"Oma, bagaimana kalau kita minta bantuan Helena?" dia
bertanya dengan ragu. Rosemary menatap sang cucu dengan agak khawatir.
"Mungkin sebaiknya begitu. Kau tahu cara menemui Helena
tanpa ketahuan Nyonya Konnings?"
Hans mengangguk. "Malam nanti..." jawabnya lemas.
Bagaimanapun, Hendrick membutuhkan ibunya saat ini
juga, menunggu malam akan terlalu lama. "Sebentar, Oma,
aku ada ide bagus! Bagaimana kalau aku menyelinap saja ke
rumah Konnings untuk menemui Helena?" l"lans tersenyum
lebar. Rosemary mengerutkan kening, lalu menatap cucunya
dengan ragu. "Kau bisa melakukan itu?" Dia semakin
khawatir. 183

Hendrick Karya Risa Saraswati di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hans mengangguk mantap. "Hanya Nyonya Konnings
yang kuhindari. Semua penghuni lain di rumah itu sudah
mengenalku. Mereka tentu tak akan menyusahkanku, apalagi
tujuanku ke sana baik. Tenang, Oma, aku akan baik"baik saja,
hanya harus melompati benteng untuk masuk ke rumah itu."
Hans hanya bisa mematung, kaget melihat kondisi di
belakang rumahnya. Baik dirinya maupun Oma Rose tidak
menyadari ini sebelumnya. Benteng pembatas menuju
rumah keluarga Konnings kini dipasangi kawat tajam.
Padahal, tadi malam Helena masih bisa memanjat benteng
itu, dan dengan mudah kembali pulang ke sana.
Rosemary ada di belakangnya, mendekati sang cucu
perlahan, lantas memegangi pundak anak itu dari belakang.
"Dia benar-benar gila," keluhnya.
Hans berbalik dan bertanya, "Lantas, sekarang apa yang
harus kita lakukan, Oma?" Wajahnya murung dan kecewa.
"Tak ada jalan lain, kita tunggu Helena datang. Kau tak
mungkin masuk lewat halaman depan rumah keluarga itu.
Nina akan menemukanmu dengan mudah."
Saat keduanya masih berdiri di situ, tiba-tiba terdengar
suara benda jatuh dan kaca yang pecah dari dalam rumah,
tepatnya dari kamar Hans. "Hendrick!" Hans berteriak, lalu
berlari kencang ke dalam rumah. Rosemary berjalan cepat
menyusulnya. 184 "Astaga, Hendrick! Apa yang kaulakukan?" Hans menjerit
seperti anak perempuan. Cepat"cepat diangkatnya tubuh
Hendrick dari lantai kamar. Hendrick tengah merangkak
lemah. Di sekelilingnya terlihat beberapa benda berjatuhan,
dengan pecahan gelas yang berserakan.
"Kau mau ke mana, Sayang?" Rosemary membantu
cucunya mengangkat tubuh Hendrick sambil terengah, lalu
menidurkannya kembali ke atas ranjang.
"Aku mau pulang, Oma..." jawab Hendrick lemah.
Matanya setengah terpejam, bibirnya mengatup lemah.
Tangannya terasa sangat dingin dan berkeringat saat Hans
menyentuhnya. "Pulang, Oma..." dia bergumam sekali lagi.
Tanpa terasa, air mata menggenang di sudut mata
Rosemary. Wanita tua itu begitu tersentuh melihat kondisi
Hendrick yang sangat mengkhawatirkan. "Kau akan pulang,
Sayang. Tapi, tidak hari ini. Mungkin sebaiknya besok atau
lusa. Mamamu baik"baik saja, barusan dia datang untuk
menengokmu. Tapi, tadi kau tertidur lelap sampai-sampai
dia tidak tega membangunkanmu." Rosemary terpaksa
berbohong. "Benarkah Mama datang" Kenapa dia tak membawaku
pulang?" Mata Hendrick terbuka lebih lebar daripada
sebelumnya, ada sorot lemah kebahagiaan di sana.
Hans menatap neneknya, lalu dengan cepat mengangguk, mengiyakan kebohongan yang neneknya ungkapkan.
"Sebenarnya, mamamu ingin membawamu pulang, tapi
185 kami takut kau akan menularikan penyakitmu ini padanya,
Hendrick. Tadi Oma yang meminta agar kau tetap di sini.
Kau tak mau mamamu sakit juga, kan?" Begitu lancar Hans
membumbui kebohongan neneknya.
Hendrick Konnings mengerutkan dahi, lalu tersenyum
kecil pada kedua orang yang ada di depannya. "Kalian baik
sekali, terima kasih..." ucapnya sambil kembali tertidur.
Hans dan Rosemary bertatapan, merasa lega bercampur
khawatir. Khawatir karena telah berbohong, lega karena
akhirnya Hendrick kembali tenang. Mereka tak tahu apakah
Hendrick benar-benar percaya atau sebaliknya. Yang pasti,
anak itu kini tertidur dengan sangat tenang, tak banyak
mengigau seperti sebelumnya.
Hans memegangi tangan neneknya, lalu memeluk tubuh
Oma Rose dengan sangat erat. Anak itu menangis. Rosemary
menarik Hans keluar kamar. Telunjuknya ditaruh di bibir,
memberi isyarat pada Hans agar tak terlalu keras menangis,
supaya Hendrick tak terbangun.
M......n-J "Oma, hidupnya lebih buruk dariku" Aku
Merindukah kedua orangtuaku yang sudah
tiada, sementara ltehdmk merindukan
mamanya yang ada, tapi seperti telah tiada...."
186 Dia menangis lama, memeluk dan membenamkan wajah
dalam tubuh sang nenek. (N)" "Sakit" sakit sekali...." Pagi itu Hendrick mengerang.
Panas tubuhnya kembali tinggi. "Oma, seluruh tulang di
tubuhku sakit. Seperti remuk," keluhnya lemah, sambil
memukuli tangan kirinya dengan tangan kanan.
Rosemary dan Hans kembali dibuat resah karena kondisi
Hendrick tak juga membaik. "Apa yang bisa kami lakukan?"
Hans bertanya pada Hendrick. Tak ada jawaban yang keluar
dari mulut Hendrick, dia hanya terus mengerang sambil
memukuli tangan. Rosemary bergerak cepat, mengelus kening anak itu.
Terlalu panas untuk ukuran suhu normal tubuh manusia.
Lalu, tangannya menahan tangan kanan Hendrick dan
memijati tangan kiri anak itu. Hendrick terdiam, merasa
nyaman merasakan pijatan lembut Rosemary. Hans dengan
cepat meraih kaki sahabatnya, mulai ikut memijat seperti
Rosemary. "Panas sekali, Oma..." Hans berbisik. Rosemary menangguk, tapi tak menjawab perkataan cucunya dengan
keras. Dua orang ini terlihat sangat kelelahan dan kurang
tidur. Sementara itu, Helena tak kunjung datang. Sudah sejak
187 kemarin mereka tak mendapat tanda-tanda kemunculan
Helena, satu"satunya orang yang mungkin bisa membujuk
Nina Konnings agar menemani anak laki-lakinya. Hendrick
memang tak lagi memanggil-manggil ibunya, tapi kondisinya sama sekali tak menunjukkan kemajuan.
"Kita harus membawanya ke rumah sakit!" Hans berbisik
lagi pada neneknya, masih terus memijati kaki Hendrick
yang terlihat lebih tenang.
"Kita tak punya kendaraan untuk mengangkutnya,
Sayang. Kecuali kita pergi ke rumah Konnings, dan meminjam sado untuk mengantar Hendrick ke rumah sakit,"
Rosemary terdengar sangat lunglai.
"Aku yang akan ke sana, Oma! Aku yang akan meminta
pada Nyonya Konnings!" Hans terdengar marah.
Rosemary meminta cucunya memelankan volume suara
sambil bertanya, "Kau berani melakukannya?"
l-lans terlihat tidak suka diremehkan oleh sang nenek,
volume suaranya kembali meninggi. "Lebih baik aku dibentak"bentak Nyonya Konnings daripada harus melihat
sahabatku sakit dan menderita!" jawabnya dengan sangat
kesal. "Sst, jangan keras-keras, nanti dia bangun. Pergilah,
hati-hati." Rupanya Rosemary sudah terlalu lelah memikirkan Nina Konnings yang kejam terhadap Hendrick dan
keluarganya. "Ini bukan demam biasa, aku yakin itu," dia
188 berbicara sendiri, sambil menatap tubuh Hendrick Konnings
yang semakin mengurus bagai tak terurus. Sejak kemarin,
anak ini selalu memuntahkan makanan yang dia suapkan.
keadaan benar-benar kacau
sekarang, karena Rosemary tale
tahu harus mengambil langkah
apa. (%)./=) "Helena!" Hans berteriak"teriak keras sambil berlari
memasuki halaman rumah keluarga Konnings. Dia terus
berteriak saat melihat Helena tengah duduk melamun di
kursi santai di beranda rumah itu.
Helena mendengar teriakan itu, langsung berdiri dengan
cepat dan berlari menghampiri. "Apa yang terjadi?" Helena
bertanya. Sambil terengah, Hans mencoba menjelaskan. "Keadaan
Hendrick semakin parah! Masih demam tinggi, dan sekarang
dia sedang merasakan sakit di sekujur tub uhnya. Kami ingin
membawanya ke rumah sakit, bisakah meminjam sado di
rumah ini" Kasihan sekali Hendrick." Mata l-lans berkacakaca, membuat Helena pun tak mampu menahan tangis.
189 "Astaga, semua karena aku, semua ini salahku! Seharusnya aku tak usah datang ke rumah ini." Helena terus
menangis, bersedih memikirkan kondisi Hendrick yang baru
saja Hans tuturkan. Pada saat itu, tiba-tiba Nina Konnings muncul dari dalam
rumah, mendekati kedua anak itu. "Ada apa lagi ini" Sudah
kututup jalan ke rumah ini, ternyata kau masih saja nekat
masuk lewat kemari. Ada apa" Kenapa anakku menangis?"
Hampir saja Nina Konnings menjewer telinga Hans. Namun,
Helena yang sudah lebih memahaminya menghalangi.
"]angan sakiti dia, Mama! Aku menangis karena keinginanku sendiri! ]angan salahkan dia karena apa pun!"
Helena berteriak keras. Nina Konnings terlihat heran melihat sikap Helena
yang mendadak tidak sopan kepadanya. "]angan berteriak
seperti itu pada Mama, Angie! Tidak sopan! Ada apa ini.7
Apa maksud kedatangan anak ini"!" Nina tak kalah keras
berteriak, matanya melotot menatap l"lans.
Helena maju beberapa langkah, mendekati Nina.
"Anakmu, Hendrick! Sedang sakit parah! Hans dan Nyonya
Rosemary hendak mengantarnya ke rumah sakit. Mereka tak
punya kendaraan!" Kembali dia berteriak.
N ina Konnings kini memelototi Helena. "Ya ampun, siapa
yang mendidikmu hingga kau kurang ajar begini, Angie" Oh,
pasti gara-gara kau!" Mata Nina mengarah pada Hans yang
hanya bisa tertunduk ketakutan.
190 "Tidak, Nyonya! Bukan gara-gara dia! Tapi ini aku, diriku
sendiri. Dengar, Nyonya, aku sudah muak berpura-pura
menjadi Angeline Konnings! Dan aku bisa gila jika harus
terus mengikuti skenariomu yang konyol ini! Aku adalah
Helena, bukan Angie! Dan yang sekarang sedang kesusahan adalah anak kandungmu! Hendrick Konnings! Dia satusatunya keluargamu di Bandoeng, tak ada siapa-siapa lagi!"
Muoooooo._?"M "Angeline sudah mati! Dan aku bukan
dia!!!" win 191 Eoopoammoz63798632"BE
Aku Mau Ma Helena dan Hans menaiki sado keluarga Konnings
dengan salah satu jongos sebagai saisnya. Sado itu mengarah
ke rumah Hans, untuk menjemput Hendrick Konnings yang
sakit parah, lalu mengantarnya ke rumah sakit. Ada sebuah
rumah sakit militer yang agak jauh dari kota, tapi Rosemary
yakin, di sana banyak dokter ahli yang lebih berpengalaman.
Nina Konnings masih bersimpuh di samping nisan
suaminya, setelah sebelumnya dibentak oleh anak perempuan yang selama ini dia anggap Angeline. Hatinya terasa
sangat sakit, tetapi ingatannya pada Hendrick belum
kembali. Dia masih merasakan kebencian pada anak lelaki
itu, menganggapnya seperti orang lain yang telah membunuh
suaminya. Sementara itu, dia masih sangat marah pada
Helena. 194 "]eremy, anak kita dnqie sudah
benar-benar berubah, dia menjadi
kasar kepadaku. Dia marah,
bersikap kurang ajar, membuatku
merasa sakit hati. Seandainya
saja kau ada di sini, S'ayanq.
Mungkin kan bisa membantuku
mengendalikan sikapnya. "
Nina terus menangis, tangannya terus membelai nisan
berukir nama ]eremy Konnings. Tanpa persetujuannya,
Helena dan Hans membawa sado dan memerintahkan
seorang jongos untuk pergi. Itu tak bisa dimaafkan, namun
dia pun tak bisa mencegah kepergian mereka. Saat Helena
meneriakinya, dia memutuskan untuk berlari ke halaman
belakang, sambil terus menangis.
Kepala Nina dipenuhi amarah, kekecewaan, dan kekesalan terhadap nasib buruk yang selama ini dia alami.
Dia terus menangis, sesekali memanggil nama ]eremy, dan
semakin ingin menyusul ]eremy mati.
195 "Syukurlah kalian datang! Hendrick sudah tidur lagi, tapi
seperti orang pingsan. Sejak tadi, dia mengerang kesakitan,
sangat mengibakan." Rosemary mulai membungkus tubuh
Hendrick dengan selimut tebal.
Helena dan Hans menghambur ke kamar, diikuti jongos
yang siap membantu menggendong Hendrick ke sado.
Sesekali Hendrick merintih saat sang jongos menggotongnya dengan susah payah. Helena membentaknya. "Pelan-pelan! ]angan sakiti
dia!" dia berteriak kesal. Dia sangat gundah melihat kondisi
Hendrick yang sangat mengkhawatirkan. "Nyonya Rosemary,
apakah dia akan baik"baik saja?" dia berulang kali bertanya
pada Oma Rose. Wanita tua itu mengangguk sambil tersenyum. "]ika
kita yakin, aku percaya dia akan sembuh. Asal Tuhan
mengizinkan, Sayang...."
Perjalanan menuju rumah sakit militer itu memakan
waktu lama. Beberapa kali Hendrick Konnings merintih
saat sado melindas batu. Tubuhnya kini sangat ringkih,
seperti sama sekali tak memiliki daya untuk bergerak. Hans
dan Helena memegangi lengannya, sementara Oma Rose
memangkunya sambil memijiti kakinya dengan lembut.
"Oma, maukah mereka menerima Hendrick" Bukankah
rumah sakit itu hanya menerima pasien tentara?" Hans tibatiba bertanya dengan khawatir.


Hendrick Karya Risa Saraswati di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

196 Rosemary mengangguk yakin. "Salah seorang muridku
kini menjadi dokter di rumah sakit itu. Dulu, dia pernah
bilang, jika ada apa-apa padaku atau anggota keluargaku,
jangan ragu untuk datang ke rumah sakit militer tempat dia
praktik." Matanya menyorotkan harapan untuk kesembuhan
Hendrick. "Hendrick sudah kuanggap seperti keluargaku,
seperti cucuku sendiri," ujarnya lagi sambil mengelus rambut
Hendrick. Hans tersenyum lega, meskipun masih menerawang ke
kedua sisi jalan. &c./<) Laki-laki berbaju putih itu bernama Izaac. Dia tergopohgopoh menghampiri Rosemary yang ikut sibuk membopong
Hendrick Konnings. "Nyonya Rose, siapa dia" Apa yang
terjadi?" Sang dokter panik, mencoba membantu dengan
mengangkat bagian kepala Hendrick. Di belakangnya, dua
perempuan perawat berambut pirang sibuk menyiapkan
brankar untuk Hendrick. Anak itu mengerang lemah, keringat tak henti bercucuran di pelipisnya. "Mama..." panggilnya sambil lagi-lagi
memukuli bagian tubuhnya yang terasa sakit.
Rosemary mencoba menjelaskan secara singkat
kronologis kesakitan yang mendera Hendrick. "Dia anak
keluarga Konnings, tapi sudah kuanggap cucuku sendiri.
Sudah hampir empat hari dia demam, dan sering suhu
197 tubuhnya sangat tinggi sehingga dia tak sadarkan diri. Pada
hari ketiga, dia mulai tak mau makan sedikit pun, katanya
sangat mual. Dan pagi tadi, dia mengeluhkan rasa sakit
di sekujur tubuhnya. Dokter yang memeriksanya waktu
itu berkata bahwa dia hanya demam biasa, tapi melihat
kondisinya yang seperti ini, aku tak percaya."
Sementara itu, tanpa sadar Helena dan l"lans saling
bergandengan. Keduanya berusaha saling menguatkan.
Berkali-kali, Helena menangis, dan berkali-kali pula Hans
mencoba menenangkan. Mereka semua berjalan cepat
mengikuti brankar yang membawa tub uh Hendrick melewati
lorong"lorong rumah sakit yang gelap dan panjang. Hari itu
sedang tidak banyak pasien sehingga rumah sakit militer itu
tampak lengang. Dokter lzaac dan dua perawat itu meminta mereka
menunggu di luar sebuah ruangan. Tak ada yang boleh
masuk saat Hendrick diperiksa. Rosemary dan dua anak di
sampingnya saling merapat, tangan dan bibir mereka sibuk
berkomat"kamit, berdoa kepada Tuhan untuk kesembuhan Hendrick Konnings. lzaac keluar dari ruangan itu dengan bingung. Keningnya berkerut. Dia menghampiri Rosemary yang masih
gundah menunggu kabar Hendrick.
198 "Nyonya Rose, boleh kita berbicara empat mata?"
pintanya pada Rosemary. Wanita tua itu berdiri dengan
cepat, l"lans dan Helena segera mengikuti. "Tolong, kalian
jangan ikut. Tunggu di sini saja," pinta lzaac pada dua anak
itu. Rosemary tidak mengatakan apa-apa, tetapi wajahnya
memancarkan isyarat agar Hans dan Helena mengikuti
kehendak lzaac. "Nyonya Rose, masuklah," lzaac mempersilakan
Rosemary. Mereka berdua masuk ke sebuah pintu. Dia
kembali berjalan menyusuri lorong yang agak panjang,
lorong di dalam kamar. Keadaan begitu hening, namun
samar-samar mulai terdengar rintihan Hendrick yang terus
memanggil "Mama".
"Aku belum pernah menemukan kondisi pasien seperti
Hendrick Konnings. Sepertinya anak itu terjangkit Virus, tapi
aku belum tahu virus apa yang menyerangnya. Anda sudah
lihat ruam merah di punggungnya?" tanya lzaac.
Rosemary menggeleng sambil mengingat"ingat. "Terakhir aku mengganti bajunya semalam, rasanya tak ada yang
aneh di punggung Hendrick."
lzaac berjalan cepat mendahului Rosemary, mendekati Hendrick yang tertidur dalam posisi telungkup. Dia
lalu menyibakkan selimut yang menutupi tubuh Hendrick
yang tak berbusana. "Lihatlah, Nyonya. Tadi, aku sengaja
199 membuka pakaian Hendrick untuk memeriksa seluruh
kondisinya. Dan ini yang kutemukan..." dia terdengar agak
panik. "Ini bukan cacar air, apalagi kolera. Bukan pula
malaria. Aku tak tahu penyakit apa ini...."
Rosemary langsung ternganga, tak memercayai pemandangan di depannya. "Ya Tuhan, berkati anak ini?" dia
menggumam cepat. Punggung Hendrick dipenuhi bercak
berwarna merah yang terlihat sangat tidak wajar. Hendrick
menggigil karena lzaac tak sadar telah terlalu lama membuka selimutnya. Lagi-lagi dia mengerang,
"Aku mau Mama.... Tolong bawa Mama kemari...."
(x")na 200 &"itciwtijtg &&W%"QQ&W%W"$
"Hidupku begitu hampa, ]eremy.
kenapa leautinqqal/ean a/eu seperti
ini" kenapa kau tega membuatku
jadi sebatang kara" kaaja/zat
se/ealz' ! " Nina Konnings terus menangis sambil memukuli
nisan ]eremy Konnings. Beberapa pembantu mendatanginya,
mengajak wanita itu untuk meninggalkan makam Tuan
Konnings. Namun, Nina mengusir mereka dengan sangat
ketus, bersikukuh tetap di sana, menangis sambil berbicara
sendiri di kuburan itu. "Aku begitu marah, melihat anak perempuan kita
membentak"bentakku seperti itu. Andai saja kau ada, tentu
dia tak akan bersikap kasar padaku. Aku bisa apa, ]eremy"
202 Aku mau mati saja, menyusulmu dan bahagia bersamamu di
sana, seperti dulu lagi!"
Semakin lama, sikap wanita itu semakin tak terkendali.
Para pembantu dan jongos keluarga Konnings hanya berani
menatap sang nyonya rumah dari kejauhan. Tak ada lagi
yang berani mendekatinya jika dia mulai terlihat marah.
Tangisan Nina semakin panjang. Sesekali dia terbatuk,
tapi tak henti meraung, meneriakkan nama sang suami. Hari
itu, meskipun masih pukul empat sore, langit semakin gelap.
Awan hitam menaungi kota. Benar saja, hujan segera turun.
Awalnya hanya tetes demi tetes, hingga akhirnya langit
bagaikan memuntahkan air dalam jumlah banyak. Nina bergeming, terus berada di sana, memeluk makam suaminya.
Sudah satu jam air hujan mengguyur tubuhnya yang
hanya berbalut gaun tipis. Dia mulai menggigil. Saking
lelahnya, tanpa sadar dia terlelap di atas nisan sang suami.
Hampir sama dengan posisi Hendrick yang waktu itu
pernah tertidur di samping makam sang ayah.
(ww Dia datang. Lelaki itu datang, dalam tidur Nina Konnings
yang selama beberapa bulan ini mengharapkannya, meskipun hanya dalam mimpi. Sama seperti yang tempo hari
Hendrick lihat, ]eremy muncul dengan setelan jas putih.
Namun, raut wajahnya berbeda. Wajahnya begitu suram,
sedih, tampak menderita saat menatap Nina.
203 "Nina, bangunlah," dia berkata datar.
Nina Konnings menengadah, memekik senang melihat
sosok yang membangunkannya. "]eremy!" Namun, alihalih menghampiri Nina yang berdiri dan mendekat, ingin
memeluknya, ]eremy menjauh. Nina kebingungan. "Mengapa,
]eremy" Apa salahku?"
"Kau tak bersalah padaku, tapi kau sangat bersalah pada
anak kita..." jawab ]eremy lemas.
Nina pun kebingungan lagi. "Dia yang jahat padaku! Dia
yang menyakiti hatiku! Sikap Angie jadi tidak sopan. Apa
maksudmu" Apa salahku?" teriaknya, kembali menangis.
"Kau tidak gila, Sayang. Kau adalah wanita paling waras
dan rasional yang pernah kukenal. Aku mati bukan karena
salah siapa pun, ini kehendak Tuhan. Sayang, dengarlah.
Angeline sudah meninggal. Kau bersalah pada anak yang
sangat kita sayangi, Hendrick." Kepala ]eremy tertunduk dan
dia menutup wajah dengan kedua tangannya.
Nina semakin bingung, kepalanya mendadak sakit.
"Argh! Apa maksudmu, ]eremy" Aku tak mengerti, tolong
jangan siksa aku seperti ini!" dia kembali berteriak.
'VI/la/esud/ea Hendrick, Nina. Dia
sedang sangat membutak/eanmu.
Bangunlah, Nina, bangun dari
204 mimpi-mimpimu tentang Angie.
Hendrick tidak bersalah, bukan
dia gang menyebabkan aku mati.
]angan sampai kau kehilangan
dia, S'agang. Bangunlah, sadarlah
secepatnya. ]angan terus larut
dalam mimpi-mimpi tentang masa
lalu kita. /i/lasa depanma sedang
kaaabaikan, dan dia tengah
menderita. Cepat temui dia, Nina.
Aku percaya, kau tidak gila. "
]eremy terus berbicara sambil menutup wajahnya
dengan kedua tangan. jelas terlihat dia bersedih karena
kondisi keluarganya yang semakin kacau setelah kepergiannya. Sedikit demi sedikit, tubuhnya bagaikan ditarik
mundur, meskipun kakinya tak terlihat melangkah.
Nina menjerit-jerit hebat saat bayangan ]eremy kian
memudar. Mundur dan menghilang seperti asap. Belum
sempat dirinya membalas kata-kata ]eremy, lelaki itu sudah
menghilang. Tubuhnya berguncang hebat, bibirnya kembali
berteriak memanggil nama ]eremy.
pembantu membangunkan Nina. Tubuh Nina masih menggigil, namun dia tak menolak saat sang pembantu menarik
tangannya untuk bangkit dari makam ]eremy.
"Semua ini hanya mimpi..." dia terus bergumam, gemetar
kedinginan. Setelah dibawa masuk ke kamar, Nina segera
mandi air panas dan mengganti pakaian basahnya dengan
pakaian kering. Tubuhnya mulai hangat.
"Sri, apakah aku punya anak bernama Hendrick?"
dia bertanya dengan polos pada sang pembantu yang
membantunya berpakaian. "Astagfirullah, Nyonya, betul sekali Tuan Hendrick
adalah anak Nyonya, satu-satunya. Nona Helena bukan
anak Nyonya, dia bukan Nona Angeline," pembantu itu raguragu menjawab, takut sang nyonya marah. Dengan sigap,
perempuan pribumi itu tiba-tiba meninggalkan kamar
Nina, lalu kembali membawa sebuah benda di tangannya.
"Nyonya, lihat saja ini. ]ika saya yang bicara, mungkin
Nyonya tak akan percaya." Dia memberikan bingkai kayu
berisi sebuah potret keluarga Konnings.
Di foto itu ada Nina, sedang memangku seorang anak
lelaki kecil, di samping sang suami, ]eremy. Mulutnya
ternganga tak percaya, kepalanya tiba-tiba kembali terasa
sakit. "ww 206 Semalaman dia gelisah, memikirkan sikap aneh ]eremy
yang datang ke dalam mimpinya. Bayangan-bayangan
tentang Hendrick mulai kembali datang, apalagi ketika dia
masuk ke kamar anaknya itu. Kenangan demi kenangan
indah muncul lagi. "Hendrick..." panggilnya lirih.
Entah apa yang merasuki pikirannya, mengira Hendrick
sebagai penyebab kematian ]eremy. Setelah itu, yang dia
ingat Hendrick adalah orang lain yang menumpang di
rumahnya. Menjelang pagi, dia kembali menangis, baru
tersadar bahwa Angie sudah lama meninggal, dan Hendrick
adalah satu"satunya peninggalan ]eremy yang dia miliki.
Tanpa berganti pakaian, dia berlari ke belakang, hendak
memanggil jongos untuk mengantarnya ke rumah Rosemary.
Samar-samar dia ingat, Hendrick dibawa oleh Rosemary.
Pikiran Nina Konnings amat kacau. Belum sempat dia
memanggil, tiba-tiba terdengar ketukan keras di pintu
depan rumahnya. Perhatian Nina teralihkan, dan dia berlari
ke sana. ]ongos yang tadi mengantar Hendrick memakai sado
berdiri di luar, terengah-engah seperti hendak mengatakan
sesuatu. "Nyonya..." ujarnya panik.
"Ada apa?" Nina Konnings ikut panik.
"Tuan Muda Hendrick membutuhkan Nyonya, sekarang
dia ada di rumah sakit militer!" Si jongos terlihat gugup dan
takut. 207 Eoopoammoz63798632"BE
A (& GN! sX / fa )/ xi / N A* & 12773 & <") (73%
Maafkan Mama, Sagang" 55313 < Jl " kemari, menyelidik setiap ruang yang ada di sana. Padahal,
jongos yang mengantarnya sudah memberitahu bahwa
Hendrick dirawat di ruangan ujung rumah sakit militer itu.
Seorang perawat menghampiri, jelas khawatir melihat


Hendrick Karya Risa Saraswati di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wanita Belanda yang berteriak"teriak di lorong rumah sakit
sepagi itu. "Ada apa, Nyonya" Siapa yang Anda cari?" tanya
perawat itu, ikut panik. Tanpa menggubris, Nina menabraknya sambil terus
meneriakkan nama Hendrick. Seperti tahu siapa yang sedang
dicari, si perawat berlari mengejar Nina dan menarik
lengan wanita itu agar ikut dengannya.
Si perawat berhenti di sebuah ruangan, di ujung rumah
sakit. "]angan berteriak, Nyonya. Anda ibunya" Nyonya
Konnings?" dia bertanya pada Nina. Nina cepat-cepat mengangguk, menghapus air mata dengan kedua tangan.
210 "Silakan masuk, anak Anda sangat menanti kehadiran Anda
sejak kemarin. Tapi tolong, jangan berteriak ..." pintanya lagi.
Nina Konnings terburu-buru masuk, tak sengaja membanting pintu karena gerakannya tergesa. Si perawat masih
mengikutinya, tak bisa berbuat apa-apa, hanya mampu
menggeleng. Ada Rosemary di sana, duduk di sisi ranjang Hendrick.
Di sisi lain lantai ruangan itu tampak Hans dan Helena
yang tengah tertidur dengan posisi yang sangat tidak
nyaman. "Apa yang terjadi pada anakku?" Nina berteriak
lagi, lebih keras daripada sebelumnya. Tangisnya pecah saat
melihat Hendrick tampak berbeda dari terakhir kali dia
mengingatnya. Rosemary menatapnya, sementara Hans dan
Helena terbangun akibat teriakan keras itu.
"Nina!" Rosemary nyaris menangis melihat Nina datang
dan menanyakan Hendrick. "Oh, Nina, terima kasih kau telah
datang. Anak ini terus-menerus memanggilmu, Sayang."
Rupanya wanita tua itu lupa akan kekesalannya pada Nina,
yang sebelumnya sangat tak peduli pada Hendrick.
Nina menjerit sekali lagi, "Tuhan! Maafkan aku!"
Tubuhnya segera merengkuh tubuh lemah Hendrick. Anak
itu terbaring lemah dengan kondisi kulit dipenuhi ruam dan
suhu tubuh yang sangat tinggi. Tangan kirinya dipasangi
infus berisi cairan. "Kenapa dia" Apa yang terjadi padanya,
Nyonya?" Nina kembali menatap Rosemary dengan perasaan
amat menyesal. 211 "Dokter belum tahu apa yang menjangkiti anakmu,
Nina. Semakin hari, keadaannya semakin melemah. Bahkan
semalam, hidungnya mengucurkan darah. Panas tubuhnya
sempat menurun, kupikir dia akan segera sembuh... tapi
sekarang kemb ali meninggi. Dia terus mengigau, memanggilmanggil namamu. Puji Tuhan, terima kasih, akhirnya kau
mau datang kemari." Rosemary akhirnya terisak, disusul
oleh tangisan Nina yang tak kalah menyedihkan.
"Hendrick Sayang, maafkan Mama. Bangunlah, Sayang,
maafkan aku." Tolong segeralah bangun, dan kembali ke
rumah bersama Mama." Nina terus berbicara, tanpa peduli
bahwa anak itu sama sekali tak bereaksi pada kata"kata yang
dia ucapkan. Hendrick tak bergerak, seperti tertidur lelap.Berkalikali Nina mencoba meraih pergelangan tangan Hendrick,
memastikan kalau denyut nadi sang anak masih terasa.
"Sudah, Nina, biarkan dia beristirahat. Dokter baru saja
memberinya obat penenang. Semalaman dia terus mengeluh kesakitan. Ya, Nina... sekujur badannya mengalami
rasa sakit. Entah apa yang tengah terjadi, aku hanya berharap Tuhan akan menyembuhkannya secepat mungkin."
Rosemary memegangi punggung Nina yang semakin
lama semakin keraas mengguncang tubuh anaknya agar
terbangun dari tidur. Nina terdiam sejenak, lalu menidurkan lagi anaknya
dengan sangat hati-hati. Pandangannya beralih ke Rosemary,
212 dan dia tiba-tiba memeluk wanita tua itu sambil menangis.
"Maafkan aku, Nyonya, maafkan atas sikap buruku selama
ini. Aku malu sekali, rasanya ingin mati saja. Terima kasih
sudah mengurus Hendrick-ku dengan sangat baik, terima
kasih karena telah peduli padanya...." Wanita itu kembali
menangis keras. Rosemary menepuk"nepuk bahunya. "Sudahlah, Nina,
anakmu sudah kuanggap seperti cucuku sendiri. Sekarang,
kita berdoa saja semoga dia akan segera sembuh."
Nina mengangguk, lalu pandangannya menyapu sisi
ruangan lain, tempat Hans dan Helena berada. Dengan lirih,
Nina mengucapkan terima kasih pada anak"anak itu, dan
meminta maaf atas sikap buruknya pada mereka.
&ca Ada gereja kecil di rumah sakit itu, lebih tepatnya
sebuah ruangan untuk berdoa berisi banyak patung Yesus
dan Bunda Maria. Nina dan Rosemary duduk di antara
bangku-bangku jemaat di ruangan itu. Masih jelas terdengar
isak tangis Nina Konnings. Sementara, wanita tua yang ada
di sebelahnya terus mengucap berbagai doa, sambil sesekali
mengelus punggungnya. Nina Konnings terlihat sangat terpukul. Dia dibebani
rasa bersalah yang besar terhadap Hendrick. Sayang,
baru kali ini dia tersadar, tapi mungkin Tuhan sudah
menggariskannya seperti itu. Ujian datang bertubi-tubi,
213 dan wanita ini tak kuat menghadapinya. Harapannya agar
Hendrick sembuh sangat besar, dan dalam doanya dia terus
menyebut nama Hendrick. Dalam doanya, dia berucap...
& . . o . . o . - __"
"Tuhan, selamatkahlah dia. Alta rela
Jika harus menukar ngawaku dengan
ryawahga. Tolong bangunkan dia dari
ti umga, biarkan dia melihatku sebagai
ibu an sah at meh a ah ih aTolon
kaini,"l'uh"ah, hanya diggZhgjakg punya"."
wc/D Derap kaki berlari terdengar keras, membuat Nina dan
Rosemary menoleh. Ternyata Helena yang berlari. Dari
luar, Helena berteriak keras, "Hendrick memanggil-manggil
namamu, Nyonya!" Nina langsung melompati kursi di belakangnya, lalu
berlari cepat menuju bangsal tempat Hendrick berada.
Sudah seharian ini dia tak melihat reaksi ataupun respons
berarti dari Hendrick yang terus tertidur. Dia menabrak
214 beberapa perawat yang sedang hilir mudik di lorong
rumah sakit. Jarak ke sana terasa sangat panjang hingga dia
kehabisan napas. Tapi, bayangan Hendrick yang menderita
berhasil membuatnya bertahan. Bibirnya kembali berteriak
meneriakkan nama Hendrick saat masuk ke lorong.
Mata anak itu tiba-tiba hidup saat melihat kehadiran
Nina Konnings. Tanpa bangkit dari tidurnya, bibir Hendrick
tersenyum simpul melihat Nina berteriak-teriak memanggil namanya. Anak itu sadar, ibunya telah kembali
mengingat tentang dia. "Mama..." panggilnya pelan, sangat
lirih hingga hampir tak terdengar.
"Ya, Sayang, ini Mama. Sembuhlah, Sayang. Berjuanglah
untukku, dan untuk Papa. Lawan penyakitmu ini, Sayang."
Nina menciumi anaknya bertubi-tubi. Hendrick terus
tersenyum, menatap ibunya dengan penuh haru. Mata
anak itu berkaca-kaca, membuat Nina semakin merasa
bersalah. "Maafkan Mama, Sayang. Maaf atas sikap burukku
kepadamu.... Tolong jangan marah pada Mama," wanita itu
kembali menangis histeris.
Tak ada jawaban apa pun yang keluar dari mulut
Hendrick. Anak itu hanya menggeleng sedikit, seolah
memberi tahu ibunya bahwa dia tak marah dan tak ada yang
harus dimaafkan. Nina memeluk sambil terus menciumi
pipinya. Tiba-tiba, darah kembali mengalir dari hidung anak
itu, mengenai pipi Nina yang masih bersentuhan dengan
215 wajahnya. Seketika itu juga Nina menjerit histeris. "Hans!
Helena! Cepat panggil semua dokter dan suster! Suruh
mereka ke sini!" Dia menyuruh l"lans dan Helena yang berdiri tak jauh dari tempat Hendrick terb aring.
Kedua anak itu bertabrakan dengan Rosemary yang baru
saja masuk ke dalam bangsal. "Ada apa?" tanya Rosemary
pada keduanya. Tanpa menjawab pertanyaan wanita tua itu,
l-lans dan Helena terus berlari keluar. Sikap aneh anak-anak
itu membuat Rosemary penasaran.
"]angan tinggalkan aka, /l/lama.
]angan pergi lagi dari hidupku.... "
Dengan terbata-bata, Hendrick coba mengutarakan
perasaannya pada Nina. Alih-alih merasa tenang mendengar
Hendrick akhirnya bicara, Nina malah menangis. "Tidak,
Sayang, aku takkan meninggalkanmu lagi. Tolong bertahanlah, demi Mama...."
Dokter lzaac datang bersama seorang perawat. Mereka
masuk dengan terburu-buru, diikuti oleh Hans dan Helena
yang terengah-engah kelelahan. Nina berteriak lagi, "Tolong
selamatkan anakku!" lzaac menyuntikan cairan lagi ke tubuh Hendrick.
Seketika, anak itu tertidur kembali, kali ini dalam pelukan
216 Nina. Wanita itu terus memeluk sambil membisikan banyak
doa ke telinga anaknya. "Ketika kau bangun, kau takkan lagi merasakan sakit di
seluruh tubuhmu. Kau akan sembuh, Sayang, Tuhan akan
melindungimu, Malaikat Kecilku
(Wuz 217 Eoopoammoz63798632"BE
Nina Konnings tertidur lelap di sisi ranjang anaknya,
di rumah sakit militer ini. Rupanya, setelah menangis seharian, dia merasa kelelahan. Selain itu, tak sedikit pun makanan
yang masuk ke dalam perutnya. Rasa bersalah, rasa takut,
dan keinginannya untuk terus menemani Hendrick telah
mengalahkan lelah dan laparnya.
Rosemary, l"lans, dan Helena juga memutuskan untuk
tidak pulang, meski untuk sekadar mandi dan berganti
pakaian. Mereka memutuskan untuk tak memedulikan itu.
Rosemary duduk di luar ruangan, sesekali bercakap dengan
lzaac yang dulu merupakan muridnya. Mereka banyak
membahas analisis lzaac tentang Virus yang menjangkiti
Hendrick. "Tidak ada yang tahu apa yang menjangkiti Hendrick,
Nyonya. Gejala yang sama ditemukan beberapa puluh tahun
yang lalu, tapi bukan di Hindia Belanda, melainkan di Eropa.
Rasanya terlalu jauh virus itu bergerak. Lagipula, dokter220 dokter di Eropa belum menemukan obat atau jenis penyakit
ini," lzaac menjelaskan pada Rosemary.
Helena dan Hans hilir mudik ke sana kemari, gelisah
memikirkan Hendrick. Mereka mencari makanan dan
minuman untuk Nyonya Konnings dan Oma Rose. Kasihan
dua wanita itu, mereka hampir lupa bahwa tubuh mereka
juga membutuhkan asupan gizi agar kuat menunggui
Hendrick. Apalagi Rosemary yang sudah berusia lanjut,
tentu butuh makanan yang lebih bergizi. Berbeda dengan
Oma Rose, Nina hanya menerima makanan dan minuman
itu tanpa memakanannya. Dia hanya menyimpannya di meja
kecil di sisi ranjang Hendrick.
"Hans, aku bersyukur akhirnya Nyonya Konnings
menyadari semua ini. Tapi, mengapa Tuhan begitu lambat
membuatnya sadar" Ada perasaan lega dalam hatiku,
sekaligus perasaan was-was jika memikirkan Hendrick."
Helena bersandar di bahu Hans.
Tubuh Hans memang lebih kecil daripada l-lelena,
tapi sebagai laki-laki... dia menahan kepala perempuan itu
kuat-kuat. Hans mengembuskan napas panjang. "Aku pun
berpikir demikian, tapi tak apa-apa, Helena. Tuhan mungkin
punya alasan yang lebih kuat untuk ini. Yang paling penting
sekarang adalah kesembuhannya. Lelah sekali memikirkan
kondisi Hendrick, dan sebenarnya, aku terus ingin menangis.
]ika membayangkan bagaimana dia sebelum sakit, rasanya
hatiku sakit sekali. Betapa Hendrick yang sekarang berubah
221 menjadi sangat menyedihkan." Hans memandang kosong ke
arah taman tempat dia dan Helena duduk.
Helena mengangguk, lalu kembali bicara. "Kau sadar,
tidak" Nama kita semua diawali huruf H. Helena, Hendrick,
dan kau" Hans." Dia tertawa kecil.
Hans membelalak. "Aku baru sadar soal ini! Ya ampun,
benar katamu!" Anak itu ikut tertawa seperti Helena. "Kalau
Hendrick sembuh nanti, aku ingin membuat kelompok
detektif cilik bernama 'H'. Sejak kecil, aku selalu ingin
menjadi seorang detektif, konyol bukan?"
Hans kembali tersenyum geli, mendengar kata-kata
Helena. "Aku tak suka mengurusi orang lain, detektif kan
bekerja untuk mengurusi urusan orang lain." Helena
mengangkat kepalanya dari bahu Hans, lalu duduk dengan
tegap. "Tidak, tidak. Bukan begitu. Jadi?"
Belum sempat anak itu menjelaskan, beberapa orang
suster berlari tergopoh-gopoh menuju ruangan tempat
sahabat mereka berada. Bangsal tempat Hendrick terbaring.
Tanpa dikomando, Hans lebih dulu berlari menuju ke sana,
disusul oleh Helena yang tiba-tiba lupa sedang hendak
menjelaskan apa kepada Hans.
(x")% "Mama, Mama. Bangunlah, Mama...." Hendrick membangunkan sang mama yang sedang terlelap di sampingnya.
222 Tangannya menepuk"nepuk pipi Nina, membuat Nina
dengan cepat membuka kedua matanya. Dia berseru senang
tatkala anak yang sedang dia tunggui sudah duduk dengan
nyaman di sisinya. "Kau bisa duduk, Sayang?" tanya Nina dengan gembira.
Hendrick mengangguk. "Ya, Mama! Aku sudah merasa
lebih baik sekarang. Lihat, Mama, kulitku sudah kembali
normal, tak ada lagi bercak merah!" teriaknya senang. Tanpa
ragu, Hendrick Konnings melompat turun dari ranjang,
menunjukkan bahwa dia sudah sehat sekarang.


Hendrick Karya Risa Saraswati di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mata Nina membelalak tak percaya, mulutnya menganga, air matanya kembali menggenang. "Puji Tuhan! Terima
kasih atas berkah ini! Betulkah kau sudah benar-benar
sehat, Hendrick?" Lagi-lagi Nina menanyai anaknya dengan
tatapan khawatir. Hendrick mengangguk mantap. "Sangat sehat, Mama!
Bahkan aku merasa jauh lebih sehat dibandingkan sebelum
aku sakit!" teriaknya lagi. Sekarang, anak itu berlari-lari
berkeliling ruangan, membuat ibunya takjub dan mulai
menangis bahagia. Sekarang Nina tertawa melihat tingkah
anaknya yang berlari tanpa henti.
"Sudah, Sayang, jangan berlari lagi! Nanti kau bisa
kembali sakit! ]angan terlalu banyak bergerak! Sini,
kemarilah, Sayang. Duduk di pangkuan Mama!" Nina merentangkan kedua lengannya. Anak itu terus tersenyum,
dengan cepat menuruti permintaan ibunya. Sepasang ibu
223 dan anak itu berpelukan mesra. "Sayang, tolong maafkan
segala kesalahan Mama. Tolong, jangan membenci Mama."
Nina menunduk, membenamkan wajah ke leher Hendrick
yang berada di pangkuannya.
"]angan membahas soal itu lagi, Mama. Takada yang perlu
dimaafkan. Aku sama sekali tak marah. Aku mencintaimu,
Mama, hanya itu yang harus selalu Mama ingat," jawabnya
singkat. Nina menangis lebih haru, malu mendengar jawaban
sang anak. "]angan pergi, Hendrick. Hanya kau satu-satunya
yang kumiliki ..." bisiknya sedih.
Hendrick menggeleng. "Tidak, Mama. Aku akan selalu
ada di sisimu, hidup ataupun mati...." Suaranya memelan,
seperti tengah menyimpan sesuatu yang tak diketahui oleh
ibunya. Nina memeluk tubuh anaknya lebih erat. "jika kau mati,
tanpa ragu aku akan menyusulmu mati."
Hendrick menengadah, memandang wajah ibunya lebih
dekat. "]angan bicara sembarangan, Mama. Tuhan tak akan
mengizinkannya," ucapnya dengan tegas. "Ma, tidurlah bersamaku. Benar katamu, terlalu banyak melompat membuatku kelelahan," anak itu merengek manja.
Nina mengangguk sambil menghapus air mata yang
mulai berderai. "Ya, Sayang. Aku akan tidur di sisimu,
memelukmu dari belakang. Seperti dulu lagi, seperti biasa224 nya," jawabnya sambil mulai mengganti posisi. Mereka
berdua tertidur di atas ranjang kecil rumah sakit. Suasana
tiba-tiba berubah, bagaikan suasana kamar anak itu di
rumah. Nina membelalak seketika. "Kenapa berubah menjadi di
sini?" dia berseru dengan panik.
Hendrick menempelkan telunjuknya di bibir sang ibu.
"Sst, Mama. Temani aku tidur, Ma. Tak usah banyak bertanya.
Aku memang rindu suasana kamarku, saat Mama selalu
menemaniku tidur. Tolong peluk aku seperti biasanya, Ma."
Wajahnya menyiratkan senyum yang begitu tulus. Senyum
itu meluluhkan Nina, membuatnya tak memedulikan sedang
di mana dia berada kini. Dengan penuh kasih sayang, Nina
membaringkan tubuh Hendrick, lalu memeluknya.
"Selamat tidur, Mama
"Selamat tidur, Hendrick kesayanganku
"Nina, bangun Nina!" Rosemary mengguncang tubuh
Nina Konnings dengan keras.
Wanita itu terbangun dengan kaget. "Ada apa?" dia
bertanya dengan lemas. Matanya pelan-pelan menyapu
sekeliling, dan dia sangat kaget karena saat itu dia masih
berada di bangsal rumah sakit, bukan di kamar Hendrick.
225 Saat tangannya meraba-raba, ternyata dia ada di ranjang
sang anak. Bibirnya bergetar hebat saat tanpa sadar menyentuh
tubuh sang anak yang ada di sampingnya. Dingin, sedingin
es. "Hendrick!" dia berteriak keras, kini sesosok tubuh dingin
yang terbujur kaku di sampingnya itu terlihat sangat jelas.
Tubuh itu masih sangat kurus, dengan mata cekung dan
ruam merah di sekujur badan. Tak seperti apa yang barusan
dia lihat, Hendrick yang ada di depannya seratus delapan
puluh derajat berbeda. Rosemary mengguncang lagi tubuh wanita itu, memeluknya dari belakang, berusaha untuk menenangkan.
"Hendrick Sayang! Bangun, Sayang!" Nina Konnings menepis
pelukan Rosemary, kembali mengguncang tubuh Hendrick
yang terlihat tak bernyawa.
Beberapa perawat berhamburan masuk, diikuti lzaac
yang tak kalah cepat berlari. Helena dan Hans juga mengikuti
di belakang mereka, penasaran mengapa para perawat ini
berlarian ke kamar Hendrick. Rosemary menarik tubuh Nina,
membiarkan dokter dan para perawat menangani Hendrick.
Suasana sejenak sibuk. Keadaan hiruk"pikuk oleh
suara dokter dan para perawat yang menangani Hendrick,
diramaikan suara jeritan Nina Konnings yang tak henti
memanggil-manggil nama anaknya. Namun, sesaat kemudian, kesibukan itu terhenti. Terlihat jelas bagaimana
Dokter lzaac dan para perawat menunduk, seolah sedang
226 berdoa. Jeritan Nina semakin keras, pikiran buruk telah
menguasai kepalanya. Benar, Hendrick telah pergi. Napasnya entah kapan
terhenti, tak seorang pun yang menyadarinya. Dokter lzaac
terus menunduk sambil berkata, "Saya minta maaf dan
sangat berduka." M . . . o . . | . _J Hendrick konhihgs, melepas penderitaan
akibat penyakit gan menggerogoti tubuh
kecilnya. Jasadh a erbujur ka u di atas
tayang tempat ia meregang ngawa Ma
yang aneh dari ekspresijasad i u, sengum
dan ketehan ah di wajah Hendrick
membuat setiap orang gang melihatnya
Merasa erah. "Dia tak sakit lagi, jangan tangisi kepergiannya.
Hendrick telah kembali ke sisi Tuhan dengan damai.
Berdoalah dengannya, semoga kelak kita bisa dipertemukan
lagi dengannya," ujar Rosemary sambil tersedu-sedu pada
227 Helena dan Hans yang sangat terpukul atas kepergian
sahabat mereka, Hendrick Konnings.
Nina berdiri di pojok ruangan, melamun sendirian.
Air mata sudah tak lagi menetes, bagaikan sudah habis.
Kepalanya terasa sakit, bibirnya tak lagi meneriakkan nama
Hendrick. Dia kembali melamun, tenggelam dalam mimpi
indah yang dia alami tadi bersama Hendrick.
'Ajak Mama pergi, Sayang..." gumamnya
terus menerus. wafe) 228 &"iiciwtitg JW We.?" m" W &&W%"QQ&W%W"$
Aku ada di sana, Risa. Memperhatikan Mama
yang tampak terpukul atas kematianku. Dia tidak
gila, aku yang mendatanginya sebelum akhirnya
dia sadar bahwa aku telah mati. Aku hanya ingin
menunjukkan bahwa aku baik"baik saja, bahkan
lebih sehat daripada saat aku hidup.
Betapa tersiksanya aku saat itu, merasakan
sakit yang tak tertahankan di sekujur tubuhku.
Belum lagi saat aku mimisan, rasanya tubuhku
ini seperti melayang"layang lemas. Kau harus
tahu, aku sangat benci darah. Dan aku harus
menguatkan diri saat darah mengalir deras dari
lubang hidungku. Rasanya seperti akan mati saja,
dan memang benar, akhirnya aku matijuga, hehe.
Aku lelah mengatakan "Seandainya"! Rasanya
seperti banyak kesempatan untukku waktu itu,
padahal nyatanya tidak. Kenyataan terkadang
230 tidak sesuai dengan keinginan, bukan" Yah, kata"
kata itu kukutip dari William. Beruntung, aku
bertemu dengan Will, Peter, Janshen, dan tentu
saja, Hans. Sayang sekali, aku tidak menyangka
kalau Hans akan cepat"cepat bertemu denganku.
Kupikir dia akan mati saat tua) seperti Helena.
Tapi, Hans menyusulku, tak lama setelah aku mati.
Risa, kau mau tahu apa yang terjadi pada
Mama" Tolong, jangan mengungkit"ungkit lagi
soal ini di depanku, berjanjilah
Sesungguhnya, aku mulai paham, kenapa kami
tak juga bertemu, meski sama-sama mati. Aku
menunggunya, meski tanpa harapan. Aku ingin
benar"benar pulang, tapi entah kapan. Masih
ada keinginan untuk menemukan Mama, dan
berkumpul kembali bersama Papa kelak.
Hendrick 231 Eoopoammoz63798632"BE
! ia GN! sX / fa )/ xi /' N A* & 12773 & <") (73%
Akhir Keluarga " a/Oi" v/i / l Konnings Pascakematian anaknya, Nina Konnings lebih
banyak diam. Sama seperti saat dia kehilangan Angeline, dan
saat dia kehilangan suami tercinta. Perasaan bersalahnya
terhadap Hendrick menguasai pikirannya, membuat wanita
itu tak berhenti menangis, siang dan malam. Sering kali,
orang-orang menemukannya tengah tertidur di dalam
kamar Hendrick. Tubuhnya kurus, tak terurus.
Helena sudah kembali ke panti asuhan, namun sesekali
dia datang untuk mengganti pakaian Nina dan menyuapinya makan. Hans dan neneknya juga sering datang, sekadar
memastikan kondisi Nina sambil mengirimkan makanan.
Hendrick dimakamkan di samping kuburan papanya, tepat
di belakang rumah mereka. Namun, Nina tak lagi sering
mengunjungi makam keduanya lagi. Dia lebih kerasan berada
di dalam kamar Hendrick, merapikan barang-barang anak
itu, mengobrak-abriknya lagi, lalu kembali membereskan
semua. Selalu seperti itu.
234 Keluarga Nina di Prancis telah mendapat kabar mengenai kematian ]eremy Konnings, begitu pula keluarga ]eremy
yang ada di Netherland. Mereka berencana untuk datang ke
Hindia Belanda, dan membawa Nina juga Hendrick kembali
ke daratan Eropa untuk tinggal bersama mereka, entah di
Prancis atau Netherland. Mereka belum tahu kalau Hendrick
juga telah berpulang menyusul ayahnya.
Berkali-kali Rosemary mencoba menyemangati wanita
yang dilanda depresi itu. Kerap Nina Konnings memukuli
dirinya, menghukum dirinya sendiri atas kematian
Hendrick. Wanita itu kembali menjadi aneh, sering berbicara sendiri, menangis sendiri, dan bersikap seolah-olah
suami dan anaknya masih hidup. Kasihan memang, dirinya
harus terus-menerus menghadapi kematian orang-orang
yang sangat dia cintai. Kadang kala, matanya menangkap sosok anak kecil
tengah berlarian dari dapur menuju ruangan depan. Seketika
itu pula, dia akan berlari mengejar bayangan, berharap
bahwa yang dia kejar adalah sosok Hendrick. Telinganya juga
sering mendengar suara tawa anak laki-laki, dan lagi"lagi dia
menganggap bahwa suara itu adalah suara tawa Hendrick.
Beberapa pembantu merasa ketakutan melihat sikap aneh
nyonya rumah keluarga Konnings itu. Tapi, mereka tetap
235 bertahan untuk menemani sang nyonya yang kini hidup
sebatang kara di Hindia Belanda.
Hari itu hujan turun begitu deras mengguyur kota
Bandoeng. l-lari sudah sangat gelap, malam mulai menjelang.
Keadaan di rumah Konnings juga sangat gelap dan sepi.
Akhir-akhir ini Nina selalu meminta agar lampu-lampu di
rumah dimatikan. Dia lebih suka menikmati kesendiriannya dalam gelap, dan suasana benar-benar hening.
Pikirannya mengatakan, jika dalam keadaan gelap dan sepi,
mungkin sosok Hendrick atau ]eremy akan dengan mudah
mendatanginya. Tak peduli itu hantu, dia berkeras ingin
bertemu dengan mendiang suami dan anaknya.
Tiba-tiba, Nina Konnings berjalan ke belakang rumah,
tempat kamar-kamar para pembantu keluarga Konnings.
Diketuknya kamar satu per satu. ]elas para pembantu itu
kaget melihat keberadaan sang nyonya rumah pada malam
gelap ini. "Ada apa, Nyonya?" salah seorang pembantu bertanya
pada Nina. Tak seperti biasanya, Nina tersenyum begitu
manis pada mereka. "Aku ingin makan, mandi, dan mengganti pakaianku
dengan pakaian yang bagus," jawab Nina sambil tersenyum
datar. Para perempuan tua di hadapannya saling berpandangan. "Kenapa" Kalian tidak mau membantuku?" Nina
bertanya lagi. 236 Dengan cepat tiga pembantu itu menggeleng. "Te"
Tentu saja, Nyonya, kami akan membantu Nyonya. Masuklah
Nyonya, kami akan berganti pakaian dulu," salah seorang
pembantu menjawab dengan terbata-bata.
"Mmmh, apa yang ingin Nyonya makan?" tanya pembantu satunya.

Hendrick Karya Risa Saraswati di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nina tersenyum, "Aku mau roti selai dan segelas susu
panas, seperti yang sering kalian suguhkan untuk Hendrick.
Tolong buatkan dengan cepat, ya?" dia meminta dengan lesu,
lalu berbalik dan berjalan pelan menuju ke dalam rumah.
Bukan tanpa alasan para pembantu ini heran. Beberapa
hari ini Nina Konnings tak pernah mau makan, apalagi
mandi dan berganti pakaian. Sebenarnya ini adalah berita
baik untuk mereka, tetapi, kenapa harus malam ini" Saat
hujan begitu menakutkan dan suasana sedang sangat dingin.
Tapi, sudahlah, mereka harus paham bahwa perasaan
nyonya rumah itu sedang tak bisa ditebak. Keinginan dan
kelakuannya memang sedang sangat kacau. Siapa pun harus
memakluminya. Nyonya Rosemary juga pernah berpesan agar mereka
lebih sabar menghadapi Nyonya Konnings. "Bersabarlah,
sebentar lagi keluarganya akan datang. Sementara menunggu mereka datang menjemput Nyonya Konnings,
bertahanlah di rumah ini. Kalau ada apa-apa yang menurut
kalian aneh, segera kabari aku," pesan Rosemary pada para
pembantu di rumah Konnings.
237 Tetapi, jika mereka harus memanggil Rosemary karena
permintaan aneh Nina Konnings malam ini, kasihan wanita
tua itu. Nyonya Rosemary terlalu tua untuk keluar rumah
malam-malam, apalagi di tengah hujan deras seperti ini.
Lagipula, mungkin saja Nyonya Konnings tidak sedang
bersikap aneh, malah cenderung kembali nomal. Mereka
berpikir semoga saja itu yang terjadi.
(wea Nina tersenyum lebar, memakai baju berwarna putih
berenda pilihannya. Dia duduk di meja makan, ditemani para
pembantu yang dia minta ikut duduk dan makan bersamanya.
Wanita itu tak henti bicara, terus menerus menanyai para
pembantu, mencari tahu bagaimana kehidupan mereka di
rumah, dan bagaimana perkembangan anak"anak mereka.
Meski keheranan atas sikap tak biasa nyonya mereka,
para pembantu itu akhirnya larut juga dalam obrolan
dan senda gurau Nina. Baru kali ini mereka melihat mata
Nina kembali bercahaya, kembali bersemangat. Nina pun
membahas sikap Hendrick yang menurutnya sangat konyol.
Awalnya, para pembantu enggan berkomentar, tapi Nina
memaksa mereka untuk bercerita tentang tingkah laku anak
laki-lakinya jika sedang bersama mereka. Suasana kaku
berubah menjadi sangat hangat, rumah itu kembali hidup.
Dan Nina meminta mereka semua menyalakan semua lampu
di dalam rumah. "Aku ingin keadaan terang benderang..."
ujarnya. 238 Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, terlalu
malam bagi Nina yang terbiasa tidur pukul delapan. Sesekali
dia menguap, lalu matanya melirik ke arah jam dinding.
"Baiklah, saatnya aku tidur." Ketiga pembantu yang sejak
tadi menemaninya pun mengangguk, setuju bahwa sekarang
sudah waktunya nyonya mereka tidur.
"Bolehkah aku memeluk kalian?" Tiba-tiba Nina berhenti, lalu berbalik dan menatap ketiga pembantu yang
sudah bekerja lama di rumahnya. Lagi-lagi, mereka saling
berpandangan, tak henti dibuat heran oleh Nina. Mereka
mengangguk serempak lalu berjalan mendekati N ina. Wanita
itu tersenyum sambil merentangkan lengan, memeluk satu
per satu perempuan yang selama ini membantunya hidup
di Hindia Belanda. Perempuan-perempuan ini yang menjadi
saksi hidup keluarga Konnings, saat mereka bahagia, hingga
saat mereka dirundung duka.
Nina kembali berbalik ke arah kamar, masuk ke dalam.
'Aku akan bertemu anak dan suamiku.
Tunggu aku pulang" " dia berkata, tetapi tanpa
ekspresi. (&&/o Sri menjerit-jerit histeris keesokan harinya. Pembantu
paling tua di rumah Konnings itu berlarian ke sana kemari,
memanggil teman-temannya yang lain. "Nyonyaaaa...
Nyonyaaa." Lihat Nyonyaaaa!" teriaknya panik.
239 Orang-orang pribumi yang bekerja di rumah itu berlari
memasuki kamar Nina Konnings. Semua berteriak melihat
pemandangan di sana. "Allahu akbar!" Seorang jongos laki-laki bertubuh besar
masuk dan berusaha melakukan sesuatu. Dengan cepat,
dia menarik tali yang menggantung di plafon kamar sang
nyonya. Bukan hanya tali yang tergantung, tubuh Nina
Konnings pun sudah kaku dan membiru disana. Semua
pembantu keluarga Konnings histeris, menangisi kematian
Nyonya Konnings yang semalam masih berbuat sangat baik
terhadap mereka. Mereka baru sadar, keanehan Nyonya
Konnings semalam adalah sebuah salam perpisahan
untuk mereka. Tak ada pesan atau petunjuk tentang alasan
kematiannya. Dia pergi dengan sangat tragis, menggantung
dirinya sendiri. Berakhir sudah, tak ada lagi sisa keluarga Konnings di
kota Bandoeng. Satu per satu anggota keluarga itu mati,
hanya menyisakan kepedihan di hati orang-orang yang
pernah mengenal mereka....
240 Bandung, 12 Mei. 2016 Aku. tak bisa berkata banyak. Hanja mampu.
berdiam sejenak, memikirkan segaLa hal. tentang
akhir kisah Hendrick dan ketuarganja jang
sangat menyedihkan. Anak itu benar"benar kuat.
Aku tak habis pikir, bagaimana dia setahu. terLtkat
baik"baik saja. Tukan, toLong berikanJaLan agar dia dan yang
Lainnya benar*benar piutang. Sekarang, pikiranku.
muLai. terbuka, sungguh egois permintaanku agar
tidak dipisahkan dengan ketima anak ini.. Lebih
baik mereka piutang sungguhan, tidak berkeliaran
ke sana kemari., mencari. sosok"sosok yang
mungkin tak akan pernah bisa mereka temui. Lagi..
Ini. baru buku. kedua dari. serial. tentang
sahabat"sakabat hantuku. Namun, tertata. banyak
242 fakta gang kuterima tentang semuanga. Anak"
anak ini. benar"benar pandai. menutupi. rasa sakit,
berbeda dengan aku., gang kadang membutuhkan
bangak perhatian agar kesakitanku mereda.
"Hendrick, aku tak tahu harus mengatakan apa
padamu. Jika kau memintaku agar tidak membahas
apa pun, aku tak akan melakukannya. Namun,
kini. aku paham, dan pertanyaan"pertanyaanku
tentang karaktermu yang sering membuatku kesal
kini: mulai terjawab. Terima kasih karena telah
berbagi denganku, dengan kami semua. Mulai
saat ini:, aku akan mencoba mengurangi pikiran
buruk tentangmu. Bahkan, aku akan berusaha
menghapusnya. Letak rasanya masuk ke dalam masa Lalu
mereka. '"eter, Hendrick, ak... belum Lagi. Hans,
William, dan Janslnen. Aku benar-benar berharap
bisa mengetesatkan mtst ini hingga tuntas.
Hans, sekarang aku ingin tahu tentangmu.
Tapi,, akan kubtarkan kepalaku. beristirahat datu
sejenak. Kisah Hendrick ini. membuatku kehilangan
hasrat untuk menuLLs cepat"cepat....
Risa Saraswati. 243 Eoopoammoz63798632"BE
TENTANG PENULIS Risa Saraswati lahir di Bandung, 24 Februari 1985, dari
pasangan lman Sumantri dan Elly
Rawilah. Selain menjadi penulis, anak
pertama dari dua bersaudara ini juga
berprofesi sebagai vokalis band bernama Sarasvati,
juga Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kota Bandung.
Sampai detik ini, sudah sembilan buku yang dia tulis.
Dalam karier menulisnya, bisa dibilang Risa Saraswati
merupakan orang yang sangat produktif, karena dalam
setahun bisa dua kali merilis buku baru.
Cerita tentang hantu dan persahabatan Risa dengan
sahabat-sahabat tak kasatmatanya memang menjadi favorit
para pembaca. Kisah tentang lima hantu Belanda bernama
Peter, l-lans, Hendrick, William, dan ]anshen selalu dinantikan oleh para pembacanya. Karenanya, Risa memberanikan
245 diri untuk menulis kembali kisah tentang anak-anak Belanda
ini dalam lima buku berbeda.
"Semoga buku ini bisa menjadi sesuatu yang berarti
untuk kalian, para pembaca buku-bukuku. Bukan untuk
mengungkit sesuatu yang telah mati, tapi aku hanya ingin
mengembalikan memori anak-anak tak berdosa ini, agar
hal-hal baiknya senantiasa diingat dan dikenang. Siapa tahu
pikiran-pikiran baik kalian terhadap mereka sedikit demi
sedikit dapat membantu mereka untuk pulang...."
www.risasaraswatitom IG & Twitter: Grisa_saraswati
FB: Risa Saraswati email: saraswatimanagementCQDyahooeom
246 Eoopoammoz63798632"BE
Hola, Terima kasih telah membeli buku terbitan Bukune.
Apabila buku yang sedang kamu pegang ini cacat produksi
(halaman kurang, halaman terbalik atau isi tidak sempurna),
Kirim kembali buku kamu ke:
Dis+ribu+or Kawah Media JI. Moh. Kahfi 2 No.13-14 Cipedak- Jagakarsa
Jakarta Selatan12630 Telp.(021)78881ooo ext.120,121,122
Faks. (021) 7889 2000 E-mail: kawahmediaQngail.com
Website: www.kawahdistributor.com
Atau ke: chClOKsi BuKunc Jln. Haji Montong No. 57 Ciganjur" Jagakarsa
Jakarta Selatan12630 Telp. (021) 78883030 (Hunting), ext.111
Faks. (021) 7270996 E-mail: redaksinukuneLom Website: www.bukune.com Kami akan mengirimkan buku baru buat kamu. Jangan lupa
mencantumkan alamat lengkap dan nomor kontak yang bisa
di hubungi. Salam, lQeciaKsi BuKunc
Duel Antar Animorphs 3 Runtuhnya Gunung Es Karya Sherls Astrella Macan Tutul Di Salju 6

Cari Blog Ini