Ceritasilat Novel Online

Kleting Kuning 5

Kleting Kuning Karya Maria A. Sardjono Bagian 5


gadis itu. "Ya. Bukankah kau memang ada di rumah, Mbak?"
"Kalau begitu katakan aku sedang tidur karena tak
enak badan!" kata Tina tegas.
"Tapi, Mbak..."
"Katakan begitu saja, titik. Tak ada tetapi-tetapian.
Oke?" Seraya memotong kata-kata adiknya itu, Tina
menutup pintu kembali. Bahkan terdengar suara kunci
diputar. Maka Tiwi dan Lina pun berdiri mematung di
muka pintu kamar tertutup itu sampai akhirnya keduanya sama-sama mengangkat bahu.
"Kleting Kuning marah!" bisik Lina sambil melangkah pergi dengan lesu. Kakaknya mengekor di belakangnya. "Raden Panji pasti kecewa!" sambung sang kakak.
Dan memang, Irawan tampak kecewa sekali. Ia sungguh tidak mengerti mengapa Tina ingin menghindarinya. Sebab ia yakin, Tina tidak sedang tidur. Apalagi
merasa tak enak badan. Gadis gesit dan lincah seperti
Tina biasanya jauh dari penyakit. Maka ia pulang ke
rumah kembali dengan perasaan tak menentu.
Sebagai lelaki muda yang tak berpengalaman, di001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com289
tanggapi Tina dengan sikap dingin dan menjauh seperti
itu, membuat Irawan tak tahu harus bagaimana. Mau
minta saran Iwan yang lebih berpengalaman, ia malu.
Karenanya ia merasa senang ketika menerima telepon
dari Nina, gadis Bandung yang agaknya tertarik kepadanya. Pikirnya, ia bisa belajar dari gadis itu bagaimana
bergaul dan memahami perasaan perempuan.
"Sudah semalam aku berada di Jakarta, Mas. Sekarang aku akan menginap di rumah Tina. Bu Padmo
menitipkan sesuatu untuknya. Dan aku juga sudah berjanji akan menginap di rumahnya," kata gadis itu. "Datanglah menjengukku di sana."
Mendengar penjelasan itu, Irawan merasa senang
karena memiliki kesempatan untuk bertemu Tina lagi.
"Kapan menginap di rumah Tina?"
"Sebentar lagi aku akan ke rumahnya. Datang ya?"
"Apa yang harus kulakukan?"
"Kawal kami ke Ancol. Aku ingin ke Dunia Fantasi.
Ada banyak yang bisa dinikmati orang dewasa macam
kita," sahut Nina dengan suara manja. "Tina sudah berjanji mau menemani. Mau, ya?"
"Baik!" Nina merasa senang. Lelaki yang ketika di Bandung
itu selalu bersikap dingin, sekarang di telepon memperdengarkan suara yang lebih hangat.
Di rumah Tina, gadis periang dan hangat itu langsung saja menambah semarak rumah keluarga
Himawan. Sikapnya yang bebas dan akrab cepat sekali
mendapat tempat di hati keluarga itu. Terutama Tiwi
dan Lina. Kedua gadis kakak-beradik itu merasa senang
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com290
melihat kehadiran Nina karena dapat mengusir mendung di wajah Tina. Nina sebetulnya ingin pergi berjalan-jalan bersama
Tina. Sayangnya karena bukan waktu libur, mereka tak
dapat pergi dengan mobil. Pak Himawan memakainya
ke kantor. Sedangkan truknya, kalau tidak untuk mengantar peralatan pesta, tentu disewa orang. Oleh sebab
itu kedatangan Irawan terasa begitu tepat waktunya.
Nina ingin melihat-lihat Ancol dan belum kesampaian.
Irawan yang mempunyai perusahaan sendiri lebih bebas
mengatur waktu. "Mau kan menjadi pengawal kami?" rayu Nina dengan manja. Irawan mengangguk dengan senang.
"Tuh, Tina," seru Nina dengan gembira ke arah
Tina yang tidak banyak bicara itu. "Si Akang mau mengawal kita." "Kebetulan kalau begitu," sahut Tina kalem. "Kalau
soal kawal-mengawal kan aku ahlinya. Tetapi sekarang
karena ada yang menggantikanku mengawalmu, aku
jadi lega." "Apa maksudmu, Tin?" tanya Nina.
"Sebetulnya hari ini aku harus menemui dosen pembimbingku. Sudah telanjur janji dengan beliau. Bahwa
tadi aku mengiyakan keinginanmu untuk melihat
Ancol, itu karena kasihan padamu. Untung aku belum
membatalkan janjiku dengan dosenku itu. "
Suatu alasan saja sebenarnya. Tak ada janji dengan
siapa pun. Alasan yang diungkapkannya sebagai cara
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com291
untuk dapat terbebas dari kehadiran Irawan di dekatnya. "Wah, pergi tanpamu mana enak, Tin!" kata Nina.
"Kan ada Tiwi dan Lina sebagai penggantiku!" sahut Tina. Tiwi tersentak. "Wah, Mbak, aku nggak bisa pergi. Ada janji dengan teman kampus...."
"Pacar!" sela Lina dengan mimik muka lucu. "Aku
tahu lho, Mbak. Ya, kan" Mengaku sajalah. Aku tahu,
hari ini kau tidak ada kuliah."
"Ah, kau!" Tiwi tersipu. "Tetapi itu kan wajar. Manusiawi!" Mereka yang mendengar adu kata kedua kakakberadik itu tertawa. Tetapi demi tidak melupakan pokok pembicaraan, Tina segera menyela.
"Kalau begitu kau yang menemani Mbak Nina ya,
Lin?" Lina menatap kakaknya. "Aku ada ekstra kurikuler sampai sore," katanya.
"Ya sudah, berdua juga tak apa. Ya kan, Mas?" Suara
Nina yang manja segera saja mendominasi suasana.
"Ya," Irawan menjawab kata-kata gadis itu tanpa
banyak komentar. Tetapi hatinya diliputi rasa kecewa.
Tina masih saja tak ingin bersamanya.
Maka begitulah, Nina hanya pergi berdua saja dengan Irawan seharian itu. Tina melihat bagaimana
cantik dan anggunnya Nina pagi itu dengan jins dan
blus yang serasi. Dari jendela, Tina melihat kedua insan
yang naik sedan merah itu tampak begitu sepadan.
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com292
Aneh. Kenyataan seperti itu terasa menggigit perasaannya. Tiba-tiba saja ada yang terasa kosong di dalam
dadanya. Dan tiba-tiba saja pula untuk pertama kalinya
ia merasa dirinya tak menarik dan jelek.
Dengan lesu ia masuk ke kamarnya dan langsung
berdiri di muka cermin tanpa ia menyadarinya. Lama
ia meneliti wajahnya. Ah, dia tidak jelek. Termasuk
cantik, malah. Tak kalah dengan Nina. Tetapi dengan
rambut pendek potongan lelaki, tanpa seulas dan sesapu bedak atau alat kecantikan apa pun, ia betul-betul
tak bisa mengalahkan Nina yang pandai berdandan.
Memang benar, Tina tidak menyukai alat-alat kecantikan yang berlebihan. Tetapi kalau alat-alat itu dipakai dengan semestinya, misalnya untuk memberi sesentuh lembut perona pipi atau lipstik agar kelihatan
segar berseri dan tidak tampak pucat, rasanya tidaklah
menyalahi pandangannya selama ini. Dengan pikiran
itu, tiba-tiba saja tangannya bergerak membuka laci
meja riasnya. Kemudian hadiah-hadiah dari temantemannya ketika dia berulang tahun beberapa bulan
yang lalu disentuhnya. Terakhir diambilnya lipstik yang
nyaris tak pernah bersentuhan dengan bibirnya. Benda
itu ditimang-timangnya sejenak. Kemudian eye shadow
dan eye liner yang bahkan sama sekali tak pernah menyentuh kelopak matanya, kini dielusnya. Kalau bedak,
tidak terlalu asing baginya. Kadang-kadang kalau diajak
pergi ke pesta oleh orangtuanya, mau juga ia memakainya agar wajahnya tak terlihat mengilat. Seperti apa ya
kalau dia berdandan, tanyanya sendiri di dalam hati.
Entah dorongan apa yang menyebabkannya tiba-tiba
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com293
saja Tina sudah mencoba-coba benda yang selama ini
tak pernah diakrabinya. Sekitar sepuluh menit kemudian, dengan takjub ia menatap perubahan yang terjadi
pada wajahnya. Hampir-hampir ia tidak mengenali dirinya. Dari cermin di hadapannya, ia melihat wajah yang
amat jelita. Wajah yang tampak luar biasa itu menatap
balik dirinya. Matanya tampak lebih besar, eksotik, dan
indah. Bibirnya agak kemerahan dengan warna yang tak
terlalu jauh dari warna aslinya, namun kilap lipstik
tersebut membuatnya tampak lembut seperti agar-agar.
Rambutnya ia sisir dengan cara menaikkan rambut di
sisi kanannya sehingga membentuk separo poni yang
pantas sekali membingkai wajahnya yang oval. Ditambah
anting-anting di kanan dan kiri telinganya, sempurnalah
dia menjadi gadis yang memesona.
Sebenarnya menjadi tampak luar biasa cantik karena dirias bukanlah hal yang aneh. Tina tahu itu. Ada
banyak pengantin yang membuat orang pangling karena
dirias oleh tangan-tangan terampil. Tetapi yang membuatnya terasa luar biasa adalah keinginannya agar saat
itu Irawan ada di dekatnya untuk menatap wajah jelitanya. Nina pasti tidak akan tampak istimewa lagi.
Karena tidak suka pada pikiran yang baru saja melintasi otaknya itu, Tina lekas-lekas menghapus wajahnya, melepas anting-antingnya, dan menyisir ulang
rambutnya agar tampak seperti semula. Tetapi ketika
siang hari Nina telah kembali dari Ancol dan mengatakan bahwa malam nanti Irawan akan datang lagi menjemput mereka, tiba-tiba saja Tina ingin tampil secantik
tadi. Dia tidak ingin kalah menariknya dari Nina.
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com294
"Memangnya mau ke mana, kita?" tanya Tina sambil menutupi gejolak perasaannya yang ingin tampil
lebih "wah" dari pada penampilan Nina itu.
"Ke pesta pertunangan Arini, sepupuku. Kedatanganku ke Jakarta ini kan memang itu tujuan utamanya.
Mewakili keluargaku yang tak bisa hadir."
"Wah, terlalu resmi itu. Tak enak rasanya kalau aku
ikut datang ke sana," sahut Tina.
Nina tertawa. "Pestanya di rumah dan bersifat kekeluargaan kok.
Aku sudah bilang, selama di Jakarta aku menginap di
rumah keponakan Bu Padmo, tempat aku kos. Kalau
aku tidak mengajakmu pergi, mereka pasti akan menyalahkanku. Selain keluarga, juga ada beberapa teman
akrab sepupuku maupun teman-teman calon tunangannya yang akan datang. Jadi, tidak resmi-resmi amat.
Maka kuajak kau dan Mas Irawan."
"Tetapi kalau aku ikut, apakah kehadiranku tidak
mengganggu kalian?" "Aku dan Mas Irawan?" Nina menyeringai manja.
"Idih, masih belum apa-apa kok. Baru taraf penjajakan
saja." "Wah, hebat dong. Sudah mulai taraf penjajakan."
Tina tak bisa menguasai kelincahan lidahnya. Padahal
biasanya ia termasuk orang yang hati-hati dalam berbicara ataupun melontarkan komentar. Karena menyadari hal itu, ia lekas-lekas melanjutkan bicaranya.
"Lalu bagaimana reaksinya?"
"Aku belum bisa memastikannya. Tetapi biasanya
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com295
sekeras apa pun hati laki-laki, aku selalu bisa menaklukkannya," senyum Nina.
"Jangan suka bermain api, Nin."
"Tidak. Aku hanya ingin Mas Irawan tertarik padaku sebagaimana aku mulai tertarik padanya."
"Kalau gagal?" Tina memancing.
"Yah berarti bukan jodohku," sahut Nina seenaknya.
"Masih ada beberapa cadangan lain kok. Tetapi memang Mas Irawan ini termasuk peringkat paling tinggi
di antara daftar cadanganku."
"Sekali lagi, Nin, jangan suka main api, ah."
"Aku tidak main api. Kalau laki-laki yang menarik
hatiku itu sudah punya kekasih, apalagi sudah punya
istri, aku tak mau lagi meliriknya. Tetapi Mas Irawan
kan masih jomblo, belum ada yang punya."
"Syukurlah. Pokoknya jangan sampai menyakiti hati
perempuan lain." "Itu pasti. Bahkan aku punya prinsip untuk tidak
mau menyakiti hati perempuan lain maupun hatiku
sendiri. Jadi kalau aku gagal meraih hati Mas Irawan
misalnya, ya sudah. Seperti kataku tadi, berarti dia
bukan jodohku. Tetapi biasanya usahaku untuk meraih
hati laki-laki tak pernah sia-sia."
Tetapi pasti ada kekecualiannya, kata Tina di dalam
hati. Entah hari ini, entah esok, entah lusa. Mudahmudahan Irawan tidak terperangkap rayuannya. Pikiran
itu menyebabkan Tina memukul pipinya sendiri dengan
diam-diam. Apa urusannya sampai berpikir seperti itu,
hah" "Nah, kembali ke masalah kita, kuharap kau mau
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com296
menemaniku ke pesta sepupuku itu. Mau, ya?" Nina
yang tidak tahu-menahu apa yang tadi dipikirkan Tina,
menyambung lagi bicaranya.


Kleting Kuning Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tetapi betul kehadiranku tidak mengganggu kalian?" "Tidak. Sudah kukatakan tadi, antara aku dan Mas
Irawan masih dalam taraf penjajagan. Penjajakan awal,
malah. Dia itu masih seperti robot dan aku masih belum menemukan cara bagaimana supaya dia bisa lebih
hangat. Bahkan kadang-kadang menyebalkan juga dia
itu. Seperti gong besar. Kalau tidak ditabuh, tidak berbunyi. Belum pernah aku berhadapan dengan laki-laki
seperti dia." Syukurlah, kata hati Tina. Tetapi pikiran itu membuatnya malu pada dirinya sendiri. Oleh sebab itu
lekas-lekas ia mengalihkan pembicaraan.
"Kalau aku mengenakan pakaian seperti yang biasa
kukenakan, kau malu tidak pergi bersamaku?" pancingnya. "Ah, kau. Ke pesta ya harus mengenakan pakaian
yang sesuai untuk suasana pesta. Aku sih tidak malu
pergi bersamamu dengan pakaian apa pun yang kaukenakan, tetapi apakah kau tidak sadar bahwa orang
yang kaudatangi bisa merasa tidak dihargai?" Nina berkata dengan terus terang.
Tina menyadari kebenaran perkataan Nina.
"Iya sih...," gumamnya.
"Nah, kau punya gaun kan?"
"Punya walaupun cuma beberapa potong. "
"Ada yang bagus untuk dikenakan ke pesta?"
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com297
"Tolong kau lihat, Nin. Menurutku sih gaun-gaun
itu cukup bagus untuk dipakai pesta. Malah ada yang
belum pernah kupakai sama sekali. Ibu yang membelikannya. Kata beliau, gaun-gaun itu perlu kalau-kalau
harus kukenakan dalam keadaan terdesak...."
"Nanti malam adalah keadaan terdesak. Jadi pakailah gaunmu itu. Nanti kupilihkan. Oke?"
Tiwi dan Lina masuk ke kamar Tina tepat saat
Nina menyelesaikan bicaranya.
"Apanya yang oke, Ceu?" tanya Tiwi kepada Nina.
"Kakakmu kuajak ke pesta pertunangan kakak sepupuku," sahut Nina. "Kalian ikut juga, ya?"
"Tidak ah. Aku harus menyelesaikan tugas," sahut
Lina. "Aku juga," sambung Tiwi. Kemudian gadis itu menoleh ke arah sang kakak. "Kau ikut Ceu Nina kan,
Mbak?" "Ya. Dipaksa." Tina nyengir.
"Kalau ke pesta jangan memakai seragam Kleting
Kuning-mu lho, Mbak," kata Tiwi lagi.
"Lalu pakai apa?" Tina memancing.
"Pakai gaunmu yang terbagus. Nanti kupilihkan,"
Nina yang menjawab. "Boleh kubuka lemari pakaianmu?" "Buka saja." "Kalau kau tetap memakai pakaian Kleting Kuning,
nanti dikira kau pesuruh Ceu Nina dan Mas Irawan
lho," kata Lina tertawa mengikik.
"Biar saja." "Kau bisa bilang begitu. Tetapi Ceu Nina dan Mas
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com298
Irawan kan jadi nggak enak," Lina mulai memanasmanasi." Lagi pula kami adik-adikmu ini kan malu
punya kakak tidak tahu etiket bagaimana harus pergi
ke pesta. Ya kan, Mbak Tiwi?"
"Iya." Tiwi mencibirkan bibirnya. "Malu sekali."
Tina tertawa. "Ya, sudahlah. Pilihkan gaun apa yang sebaliknya
kupakai nanti malam. Lalu, Tiwi, kau yang pandai memoles wajah, tolong riasi wajahku. Tetapi jangan mencolok, yang sederhana saja. Mau?"
"Jelas mau, Mbak."
"Dan kau, Lina, rias rambutku biar tidak kelihatan
terlalu cepak seperti rambut prajurit. Mau?"
"Mau banget." Lina tertawa gembira.
Tiwi dan Lina bergerak dengan penuh semangat
dan hati berbunga. Peristiwa begini baru sekali ini terjadi. Bersama Nina mereka memilih gaun apa yang
sebaiknya dikenakan Tina. Ketiganya sepakat memilih
gaun batik sutra berwarna dasar hitam berbunga creme
dengan corak klasik. Ketika mencoba gaun itu, belum
didandani wajahnya saja Tina sudah tampak cantik
karena kulitnya yang kuning mulus tampak serasi dengan gaun batik berdasar hitam itu. Karena dia sering
mengenakan seragam Kleting Kuning-nya, kemeja
lengan panjang yang dilipat-lipat hingga ke siku dan
celana agak kedodoran, orang tidak bisa melihat betapa
mulus kulitnya. Lagi pula dengan pakaian itu dia terhindar dari sengatan matahari dan empasan debu. Sekarang, semua itu terlihat jelas. Lengan, bahu, dada,
dan kakinya tampak kuning mulus.
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com299
"Wow!" Nina berdecak. "Kau itu cantik sekali sebenarnya." "Ini belum seluruhnya, Ceu," Tiwi yang menjawab
karena sang kakak hanya tersipu-sipu malu. "Lihat dia
nanti kalau sudah kami dandani."
Begitulah, menjelang senja itu ketika Nina memilih
dandan di salon depan rumah, Tiwi merias wajah sang
kakak dengan ketelatenan yang ia kerahkan agar sang
kakak bisa tampak secantik mungkin. Kemudian ganti
Lina menyikat rambut Tina sehingga tampak berkilauan dan sedikit disasak bagian depannya agar tidak
tampak kempes. Pokoknya apa saja yang dimiliki kedua
gadis itu diangkut ke kamar sang kakak untuk menyulapnya. "Cara menyisir rambut seperti ini membuatmu tampak sebagaimana mestinya," katanya sambil memberi
sedikit hair spray di bagian pinggir rambut Tina.
"Semestinya bagaimana maksudmu?" tanya Tina
sambil menutup hidungnya. Bau hair spray mengganggu
hidungnya. "Ya sebagaimana harusnya perempuan tampil. Budaya kan sudah memberitahu bagaimana seharusnya
perempuan berdandan. Kau bukan laki-laki, kan?"
Tina hanya tertawa saja didandani dan dikuliahi
ganti-berganti oleh kedua adiknya. Bahkan dibiarkannya
Tiwi memasangkan anting-anting dan kalung etnik miliknya. Terakhir, Lina bermaksud memakaikan sepatu
Tiwi yang tinggi. Tetapi kali itu Tina menolak.
"Aku tak biasa mengenakan sepatu tinggi. Kalau
jatuh bagaimana?" 001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com300
"Oke, kalau begitu pakailah sepatu pestaku yang
tidak terlalu tinggi dan terbuka di bagian depannya ya"
Pilih saja nanti. Semua enak dipakai." Lina langsung
menghilang untuk kemudian muncul kembali dengan
dua sepatu di tangannya. Kebetulan mereka bertiga
memiliki nomor kaki yang sama.
Akhirnya selesailah sudah upacara mendandani
Tina petang itu. Tiwi dan Lina menatap sang kakak
dengan takjub sehingga yang dipandangi jadi salah
tingkah. "Kau tampak luar biasa, Mbak," kata Tiwi, agak
terharu. "Aku... aku tidak menyangka bisa begini hasil
tanganku." "Kleting Kuning sudah berubah kembali menjadi
Dewi Sekartaji yang cantik molek, siap bersanding kembali dengan Raden Panji," sambung Lina sambil tertawa
bahagia. "Puas aku mendandanimu, Mbak."
"Hush... tidak ada Raden Panji!"
"Tetapi aku yakin, di pesta nanti pasti banyak
Raden Panji. Dan mereka akan berebut mencari perhatian darimu." "Jangan ngawur." Tina tertawa malu.
Tiwi menarik lengan sang kakak keluar dari kamarnya. Saat itu Nina baru saja kembali dari salon. Gaya
rambutnya bagus dan dia tampak cantik. Tetapi seluruh
perhatian kedua orangtua Tina yang sedang dudukduduk di ruang tengah sambil menonton teve, tidak
terarah kepada yang baru datang dari salon itu, melainkan pada Tina yang sedang digandeng Tiwi keluar
dari kamarnya. Mata sang ayah bahkan sampai melotot
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com301
menatap Tina. Mereka belum pernah melihat pemandangan seperti itu. Benar-benar kejutan yang sangat menyenangkan bagi mereka sekeluarga.
"Nak... kau benar-benar tampak jelita," kata sang
ayah dengan rasa bahagia yang tak disembunyikan.
Rupanya jauh di lubuk hatinya ia memendam rasa khawatir kalau-kalau anak gadisnya akan tampil seperti
laki-laki muda yang dandan sembarangan sebagaimana
biasanya. "Kleting Kuning-ku yang cantik," ibunya juga mencetuskan kebahagiaannya. Matanya tampak berkacakaca. Hati ibu mana yang tidak bahagia melihat anak
gadisnya yang selalu tampak kelaki-lakian itu tiba-tiba
tampil seperti gadis pada umumnya. Bahkan amat jelita
dan anggun. "Ah... Ibu... Bapak...." Tersipu Tina berjalan dan
memilih duduk di antara mereka berdua.
Melihat itu Tiwi berlari masuk ke kamarnya. Ketika
keluar, ia membawa parfum yang langsung disemprotkannya ke belakang telinga sang kakak yang sedang
duduk sambil malu-malu ditatap banyak orang, termasuk Bik Benah yang mengintip dari ambang pintu.
"Begitu dong, Tin," Nina menyela sambil tertawa.
"Jangan kausembunyikan kecantikan alamimu. Nah,
aku ganti pakaian dulu ya. Sebentar lagi Mas Irawan
datang." "Ya..." Tina tersenyum, masih malu-malu, menatapi
keluarganya satu per satu yang masih terpesona oleh
perubahan dirinya. "Sudah, ah... Pak... Ibu... jangan memandang Tina terus. Malu nih...."
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com302
Semua tertawa geli melihat sikap Tina yang salah
tingkah seperti itu. Ibunya mencium pipi gadis itu, masih sambil tersenyum. "Itu karena semua terpesona melihatmu tampil
beda, Kleting Kuning," katanya kemudian.
"Di mana-mana kan ada pembangunan, Bu. Masa
aku nggak membangun diri sih," sahut Tina, masih
malu-malu. Semua tertawa lagi mendengar kelakar Tina. Bahkan akhirnya Tina ikut tertawa bahagia bersama mereka. Ia merasa lega dapat membahagiakan hati keluarganya meski hanya dengan tampil beda daripada
biasanya. Murah, cepat, dan mudah. Sudah begitu, di
pesta nanti dia tidak akan tenggelam atau tersisihkan
jika bersanding dengan Nina yang selalu tampak "wah".
Malam ini cermin di kamarnya mengatakan dirinya
benar-benar tampil luar biasa. Ah, senang juga rasanya
bisa menyenangkan hati orang.
Tetapi ternyata itu semua tidak terlalu besar artinya
dibanding apa yang terjadi beberapa saat kemudian
ketika Irawan datang dan duduk menunggu di ruang
tamu. Ketika Tina keluar menemuinya, mata laki-laki
itu tampak membesar, nyaris keluar dari rongga matanya. Dan mulutnya langsung melongo sewaktu melihat
gadis itu melangkah mendekatinya.
"Ti....Tina...," desisnya kemudian.
Seluruh pandang mata, pikiran, perasaan, dan perhatian Irawan langsung tumpah sepenuhnya ke arah
gadis itu dengan kekaguman yang hanya bisa dimengerti oleh yang bersangkutan saja. Tak heran, karena
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com303
mata seperti itulah yang pernah dilihatnya saat mereka
berpelukan dan berciuman di ruang perpustakaan beberapa waktu lalu. Namun, kualitas dan intensitasnya petang ini jauh
melebihi itu semua. Dan itu menggetarkan hati Tina
hingga ke sudut-sudutnya.
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com304
TINA terbaring di tempat tidurnya dengan gelisah.
Pikirannya terbang melayang-layang dan hinggap ke
mana-mana saja, mengikuti suasana hati dan loncatanloncatan ingatannya. Tiap sebentar ia membayangkan
Nina yang pasti sedang tidur nyenyak di kamar bekas
Lusi. Sepanjang senja hingga malam, gadis itu terusmenerus memonopoli kehadiran Irawan. Mulai berjalan
di sampingnya sampai duduk di sisinya tanpa mau
beranjak kalau Irawan tidak bangkit, sehingga sanak
keluarganya menyangka mereka merupakan sepasang
kekasih. Bahkan beberapa di antaranya menggodanya.
"Kapan menyusul Arini, Nin?"
Namun, Tina melihat sikap Irawan tampak biasabiasa saja seperti yang sudah-sudah. Bahkan juga masih
acuh tak acuh seperti biasanya. Godaan keluarga Nina
ditanggapinya dengan senyum sepintas yang lebih bersifat masa bodoh daripada menerima godaan tersebut,
sehingga lama-kelamaan godaan yang semula bertubiSepuluh 001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com305


Kleting Kuning Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubi itu lenyap dengan sendirinya. Entah apa pun yang
ada di dalam pikiran Irawan dan entah apa pun pikiran
Nina serta apa pun pendapat keluarga besarnya, Tina
hanya tahu satu hal saja. Laki-laki itu sering sekali
mencuri-curi pandang ke arahnya. Terutama setiap ia
mengobrol dengan tamu-tamu lainnya. Ada apa"
Terlepas dari apa pun yang dipikirkan Tina selama
berada di pesta maupun setelah berada sendirian di
dalam gelap kamarnya, apa yang diramalkan oleh Tiwi
dan Lina memang tak meleset jauh dari kenyataan yang
ada. Tina mendapat perhatian dari pemuda-pemuda
yang mengenalkan diri sebagai sanak saudara Nina.
Namun, di antara mereka yang terus-menerus ingin
menempel pada gadis itu adalah seorang pemuda tampan bernama Ferdy. Ia mengenalkan diri sebagai kakak
kandung Arini. Tina tak suka didekati laki-laki mana pun. Keberadaan mereka di dekatnya bisa menyebabkan kebebasannya hilang. Di antara hilangnya kebebasan itu adalah
karena ia harus pandai-pandai mengobrol "omong
kosong" dan berbasa-basi yang tidak disukainya namun
yang disadarinya sebagai bagian dari hidup pergaulan
di masyarakat. Maka apa yang tak disukainya, itu terpaksa dihadapinya sebagai konsekuensi logis atas penampilan Dewi Sekartaji-nya. Rasanya memang lebih
enak dan bebas kalau dia memakai pakaian seragam
Kleting Kuning-nya. Pasti tak akan ada laki-laki mau
mendekatinya. Untungnya saja Ferdy termasuk laki-laki humoris
yang enak diajak bicara. Sudah begitu, ada "isinya" pula.
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com306
Bicara mereka bisa nyambung. Kalau tidak, Tina pasti
tak bisa lagi menahan dirinya, ingin segera lari keluar
untuk mencari taksi dan pulang tanpa pamit.
Sekarang di dalam kamarnya yang sepi dan gelap,
Tina masih juga belum bisa tidur kendati sudah berjam-jam lamanya dia berbaring di sana sementara malam terus bergeser semakin larut. Setiap membayangkan
sikap Nina yang sedemikian kerasnya berusaha menggapai perhatian Irawan, setiap itu pula hatinya menjadi
galau dan tubuhnya terasa gerah. Ada api cemburu
yang mulai membakar perasaannya. Apa yang pernah
dikatakan Nina kepadanya, bahwa biasanya dia selalu
berhasil menggaet perhatian laki-laki, terngiang-ngiang
terus di telinganya. Berhasil jugakah Nina meraih perhatian Irawan" Hal-hal seperti itulah sebenarnya yang tak ingin
dialaminya. Ia tidak mau menderita penyakit-penyakit
yang diakibatkan oleh cinta, seperti merasa tersiksa
oleh api cemburu, atau hati menjadi galau karena
rindu, atau pula perasaan-perasaan yang semacam itu.
Sudah begitu pasti ada saja emosi-emosi yang saling
tumpang tindih dan datangnya silih berganti sehingga
menumpulkan rasio karena otak menjadi sulit diajak
berpikir dan bernalar secara normal.
Ah, kenapa harus ada Irawan yang melintasi kehidupannya" Laki-laki itu telah mengobrak-abrik ketenangan dan kedamaian hatinya. Laki-laki itu juga
telah menyebabkan pikiran warasnya terkoyak. Kalau
tidak, untuk apa dia mau didandani oleh Tiwi dan
Lina" 001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com307
Tina mengeluh sendiri di tempat tidurnya. Kalau
dia mau jujur, pertanyaan itu harus dijawab apa adanya.
Bahwa dia mau didandani oleh kedua adiknya karena
ingin terlihat cantik di mata Irawan. Bahwa dia ingin
tampil cantik agar penampilannya tidak berada di
bawah Nina. Kalau bukan karena itu, apa lagi alasannya" Bukankah bisa saja dia tadi menolak undangan
Nina, misalnya" Ada seribu satu macam alasan yang
bisa dikarangnya demi untuk menghindari undangan
itu. Toh tak mungkin Nina akan menghelanya dengan
paksa agar mau pergi bersamanya.
Tetapi kenyataannya" Dia duduk di pesta, menjadi
perhatian banyak pemuda lajang dan membiarkan dirinya mengobrol macam-macam hal dengan Ferdy, termasuk membicarakan berita aktual yang terjadi di masyarakat dan situasi politik dewasa ini. Padahal semua
itu hanya bagian dari kompensasi, bahkan pelampiasan
dari rasa cemburunya, saat melihat Irawan berada di
sisi Nina terus-menerus. Kini saat sudah berada seorang diri dan mempunyai
kesempatan untuk mengingat kembali peristiwa malam
tadi, Tina menyesali habis-habisan sikapnya tadi. Bahkan ia sangat malu pada dirinya sendiri karena bisa
kehilangan kontrol diri hanya gara-gara merasa cemburu. Keadaan seperti ini belum pernah dialaminya.
Dan ia berjanji pada dirinya untuk tidak pernah lagi
mengulangi kekonyolan seperti itu. Tetapi bagaimana
cara mengatasinya" Sejak tadi pagi tatkala melihat Nina
pergi bersama Irawan ke Ancol, hatinya telah diisi api
cemburu. Dan sekarang perasaan itu masih saja meng001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com308
gumpal di dalam dadanya tanpa dia mampu menguasainya. Sebelum Nina datang, acap kali pikiran Tina disinggahi dugaan bahwa hati Irawan yang begitu keras
dan sulit didekati gadis-gadis itu mulai mencair di
dekatnya. Tetapi kini dugaan itu lenyap sebab tampaknya Nina berhasil mendekati Irawan. Salahkah laki-laki
itu" Tentu saja tidak.
Tina harus mengakui pada dirinya sendiri bahwa
sikapnya terhadap Irawan belakangan ini sangat dingin
dan selalu mengambil jarak. Bahkan menunjukkan
penolakan atas pendekatannya. Ketika seminggu yang
lalu Irawan datang ke rumah mencarinya, ia telah menolak kehadirannya dengan menyuruh kedua adiknya
mengatakan bahwa ia "sedang tidur karena tak enak
badan". Pasti Irawan tahu, kata-kata itu hanya alasan
belaka untuk menolak kedatangannya. Maka jika sekarang laki-laki itu memindahkan perhatiannya kepada
Nina, siapa yang salah"
Untunglah Tiwi dan Lina tidak ikut pergi ke pesta.
Kalau ikut, mereka pasti merasa heran melihatnya bisa
betah berjam-jam mengobrol dengan laki-laki yang
baru dikenalnya. Dan berita itu pasti sudah sampai ke
Lusi yang masih ada di Jerman. Begitupun Mbak Indri
pasti akan mendengar warta berita seru yang memalukan itu. Sementara Tina tidak bisa tidur dan tubuhnya terasa gerah meski suhu kamarnya disetel sekitar 17
derajat, di tempat lain Irawan mengalami hal sama. Di
mana pun ia seperti melihat wajah Tina. Bahkan saat
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com309
matanya dipejamkan pun, bayangan wajah jeilita itu
terus-menerus terpeta di pelupuk matanya. Perasaannya
tak henti-hentinya bergolak dan pikirannya membuncah
sampai ke ubun-ubun menyebabkan kepalanya seperti
mau pecah. Tina memang seperti Kleting Kuning, keluh Irawan
di dalam hatinya. Kecantikannya tertutup oleh debu,
jelaga, oli mobil, pakaian lusuh yang agak kedodoran,
dan baret yang menutupi rambutnya. Tetapi begitu
menjelma kembali sebagai Dewi Sekartaji, langsung saja
kumbang-kumbang mengitari dirinya. Terutama lakilaki bernama Ferdy itu, kata Irawan dengan perasaan
geram. Bisa-bisanya dia mengobrol dengan Tina sampai
berjam-jam lamanya. Bisa-bisanya pula mengambilkan
minuman atau makanan kecil buat gadis itu. Tampaknya dengan pengalamannya bergaul, Ferdy bisa bersikap
seakan Tina merupakan satu-satunya perempuan yang
ada di dunia ini dan yang harus diperlakukan secara
istimewa. Irawan tidak tahu apakah Tina menyukai keramahan dan kehangatan yang diberikan oleh Ferdy itu ataukah cuma berbasa-basi sebagai tamu belaka. Memahami
hati seorang manusia memang sulit. Tetapi memahami
manusia berjenis perempuan ternyata jauh lebih sulit
lagi. Irawan tidak bisa membaca apa isi hati Tina.
Namun, meskipun Irawan belum lama mengenal
Tina dan belum kenal betul sifat dan kebiasaannya, dia
sudah bisa menangkap bahwa bukan kebiasaan Tina
membiarkan dirinya masuk ke dalam obrolan dengan
laki-laki. Apalagi yang baru dikenalnya. Tina juga tidak
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com310
mudah terbawa arus pergaulan. Ia memiliki prinsip
yang kuat. Ia bisa bersikap acuh tak acuh untuk menghindari kedekatan dengan orang-orang yang tak disukainya agar jangan dibawa ke dalam pergaulan dan urusan
mereka. Tetapi apa yang terjadi malam ini" Irawan
nyaris tak memercayai bahwa gadis jelita yang sedang
duduk manis dengan anggun itu kemarin masih merupakan gadis keras hati bahkan keras kepala, degil,
seenaknya sendiri yang dalam banyak hal tidak suka
mengalah dan tak mau menyerah sebelum berusaha.
Namun apa pun yang terjadi, Tina memang telah
keluar dari kepompong, tempat persembunyiannya selama ini. Ia juga telah hadir sebagai Dewi Sekartaji dan
melepaskan penampilan Kleting Kuning-nya. Tampak
molek dan menawan. Tetapi apakah karena hal itu
Irawan menganggap Tina yang ia kenal sebagai si
tomboi dan yang mulai dekat dengannya itu tidak
boleh bergaul dengan laki-laki lain"
Rasanya, memang tidak boleh. Irawan menjawab
pertanyaan hatinya itu dengan tegas. Sebab sebelum
Tina keluar dari kepompongnya, sebelum menyaksikan
bahwa ternyata Tina bisa tampak sejelita itu, dia sudah
terpesona oleh kepribadian dan "isi" yang ada di balik
sosok kelaki-lakian itu. Sedemikian terpesonanya sampai ia tak mampu menahan diri dan mencium bibir
gadis itu berlama-lama. Nah, apakah Ferdy atau yang
lain-lain itu akan tertarik kepada Tina andaikata gadis
itu memakai seragam Kleting Kuning-nya" Kemungkinan besar tidak, begitu Irawan menjawab lagi pertanyaan
hatinya sendiri. Ferdy dan Ferdy-Ferdy lainnya itu ha001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com311
nya melihat Tina sebagai Dewi Sekartaji. Tetapi aku"
Aku mencintai Tina apa adanya. Semuanya. Jelek ataupun jelita. Dalam bentuk Kleting Kuning ataupun
Dewi Sekartaji. Irawan tersentak oleh kalimat yang tersusun rapi di
benaknya itu. Jadi, dia mencintai Tina dengan cinta
yang murni" Aduh, ia harus bersikap ksatria kalau memang benar mencintai gadis itu dengan suatu pengakuan yang jujur terhadap dirinya sendiri.
Irawan mendesah di tempat tidurnya dengan perasaan semakin kacau. Yah, ia memang mencintai Tina
secara utuh. Baik Tina yang berpakaian lusuh dengan
oli dan debu maupun Tina yang berpakaian indah dan
berpenampilan anggun serbawangi. Bukan hanya sebagian saja, tetapi secara keseluruhan.
Aduh, pikir Irawan semakin gelisah. Kalau ia benar
mencintai gadis itu, ia harus bersikap tegas, jelas, dan
segera. Jangan sampai ada Ferdy-Ferdy lain yang mencoba mengusik hati Tina dan memerangkap perasaan
lembutnya yang paling dalam. Irawan tidak rela.
Irawan mendesah lagi, berbalik ke kiri dan kanan di
tempat tidurnya dengan kegelisahan yang semakin
besar. Betul apa kata hatinya tadi. Ia harus bersikap
tegas dan sesegera mungkin kalau tidak ingin kehilangan gadis itu. Tidak bisa tidak. Tak peduli lagi dia
dengan gengsi atau harga diri. Tak peduli lagi kalau ia
ditertawakan bahkan dicemoohkan orang bahwa akhirnya hatinya yang sekeras baja bisa mencair "hanya" oleh
seorang gadis tomboi seperti Tina. Sudah jelas bagi
dirinya sendiri bahwa tak ada tempat di hatinya bagi
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com312
gadis-gadis lain, termasuk Nina yang begitu agresif
mau memonopoli keberadaannya. Jadi hanya ada Tina.
Tak ada lainnya. Sebagai Kleting Kuning ataupun sebagai Dewi Sekartaji. Sekali lagi, kalau mau jujur, hal itu harus dikatakannya dengan terus terang kepada yang bersangkutan. Itu
paling sedikit. Kesombongan dan kekerasan hatinya
untuk tidak membiarkan hatinya dibelenggu cinta harus dipatahkannya. Kalau tidak, bukan hanya kesempatan menggapai gadis itu yang akan hilang, tetapi juga
akan melukai hatinya dalam-dalam. Padahal sudah terbayang olehnya, ia pasti tidak akan sanggup kehilangan
Tina. Yah. Ia sangat mendambakan dan membutuhkan
kehadiran Tina. Kerinduan dan hasratnya untuk meraih dan memeluk gadis itu begitu kuat dan nyaris tak
tertahankan. Tempat-tempat kosong di relung-relung
hatinya harus segera diisi. Dan hanya Tina yang bisa
mengisinya. Maka secepat mungkin ia harus segera menemui gadis itu, apa pun risiko yang harus dihadapinya.
Andaikata pun Tina akan mengusir, menertawai, dan
merendahkannya, ia akan menerimanya dengan sikap
ksatria karena yang diakuinya bukan sesuatu yang
aneh-aneh, melainkan suatu kenyataan. Kenyataan yang
sebenarnya dan sejujurnya.
Keputusan itu melahirkan hasrat menggebu di


Kleting Kuning Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sanubari Irawan. Ia meloncat dari atas tempat tidur
dan dengan tergesa ia keluar dari kamarnya menuju ke
studionya. Tak lama kemudian di dalam kesepian dan
keheningan malam itu, seluruh dirinya yang dipenuhi
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com313
rasa keindahan, kerinduan, dan gairah cinta yang sedemikian membuncah, ia salurkan melalui gerak tangannya. Seluruh kepenuhan itu diledakkan lewat cat minyak, kuas, palet, dan kanvas. Lima jam lebih ia
membiarkan dirinya dikuasai oleh badai jiwanya. Hasilnya tampak luar biasa. Lukisannya penuh dengan
warna, bayangan pepohonan yang meliuk-liuk diterpa
badai yang menerbangkan debu-debu, batang-batang
lapuk, serta daun-daun berguguran dipermainkan angin
topan. Dan nun jauh di seberang sana laut berombak
tinggi dengan perahu nelayan yang tampak seperti mainan anak-anak. Sementara matahari yang tampak bagai
bayang baur di atas langit, terlihat pucat mengintip di
balik awan-awan tebal. Sungguh, lukisan itu mewakili
kegalauan dan sekaligus badai asmara yang sedang bergolak dalam batinnya. Selesai membubuhkan nama lukisannya yang ia beri
nama "Badai Asmara" dan tanda tangan, Irawan bergegas menuju piano besar di ruang tengah. Berulang
kali dia mendendangkan sepotong demi sepotong lagu
untuk dicatat dan kemudian dirangkaikannya menjadi
satu lagu. Dua jam lebih kemudian ketika budenya
turun dari kamarnya, perempuan itu tertegun di ruang
tengah mengamati anak angkat yang sangat disayanginya itu duduk di muka piano. Telinganya mendengar
lagu asing yang terdengar indah tetapi sekaligus juga
menyiratkan jeritan hati.
"Bude belum pernah mendengar lagu itu, Irawan.
Lagu apa yang kaumainkan ini?" Merasa tak tahan,
kakak kandung ibunya itu menegur Irawan.
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com314
Irawan kaget ada orang di dekatnya. Ia menghentikan permainannya, kemudian menoleh ke belakang.
"Memangnya kenapa, Bude?" tanyanya ingin tahu.
"Lagunya... apa itu ya... unik. Campuran macammacam. Terkadang lembut membuai, terkadang seperti
jeritan yang... entah apa namanya juga. Pokoknya Bude
agak merinding mendengarnya," sahut perempuan
tengah baya itu. "Lagu apa itu?"
Irawan menatap mata budenya dengan perasaan
puas. "Judulnya Badai Asmara. Ciptaanku sendiri, Bude.
Bagaimana" Bagus atau...?" tanyanya kemudian.
"Bagus sih bagus dan agak unik," sahut ibu angkatnya. "Tetapi Bude merinding mendengarnya."
"Memang begitulah lagu itu kuciptakan, Bude. Membuat merinding orang...." Irawan menyeringai.
Sang ibu angkat tak jadi memberi komentar. Matanya terarah pada wajah Irawan yang lusuh, matanya
yang merah dan rambutnya yang kusut.
"Ya ampun, Irawan. Wajahmu itu menakutkan.
Kau... tampak kusut-masai. Ada apa?"
"Semalam suntuk aku tidak tidur, Bude."
"Kenapa?" Sang bude menatapnya dengan keprihatinan yang tersiar jelas dari kedua bola matanya.
"Kena badai, Bude."
"Badai...?" "Ya. Seperti judul laguku tadi, Badai Asmara, dan
juga lukisan yang baru saja selesai kubuat semalam
suntuk dengan judul yang sama."
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com315
"Maksudmu...?" "Hati ini sedang terserang badai luar biasa, Bude.
Badai asmara...." Irawan mencetuskan suara hatinya. Di
dalam suaranya terdengar kepedihan dan kerinduan
yang menyentuh perasaan sang ibu angkat.
Perempuan tengah baya itu menatap Irawan dengan
mata membesar sambil meletakkan telapak tangan di
dadanya sendiri. "Kau membuat Bude terkaget-kaget pagi ini," katanya mendesahkan perasaannya. "Apakah maksudmu...
ada gejala... kau sedang jatuh cinta...?"
"Bude, ini bukan gejala, tetapi fakta. Aku jatuh
cinta kepada seorang gadis yang luar biasa. Karenanya
kutumpahkan ke dalam lukisan dan lagu berjudul
Badai Asmara yang baru saja lahir dini hari ini."
Untuk kesekian kalinya sang bude melihat wajah
yang biasanya dingin dan kaku itu mengalami perubahan. Bola matanya yang berwarna merah karena tak
tidur semalam suntuk itu tampak berbinar-binar.
"Bude dengan tulus hati menyatakan kegembiraan
perasaan Bude mengetahui bahwa akhirnya kau jatuh
cinta kepada seorang gadis. Jadi artinya, dugaan yang
masih samar-samar di hati Bude belakangan ini ternyata tidak salah. "
"Memang betul, Bude. Aku jatuh cinta... bahkan sangat mendalam... terhadap seseorang yang luar biasa."
"Syukurlah. Semoga kau bahagia, anakku."
"Terima kasih, Bude," Irawan mengucapkan rasa
terima kasihnya dengan tulus hati, sambil berdiri. Kemudian laki-laki muda itu dengan sepenuh hati dan
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com316
seluruh perasaannya mengecup kedua belah pipi budenya. Setelah itu cepat-cepat ia meninggalkan ruang
tengah itu. "He, mau ke mana?" Sang bude menatap anak angkatnya dengan mata berkaca-kaca, penuh rasa haru.
"Cuci muka, lalu sarapan, dan tidur barang dua
jam." "Lho... tidak ke kantor?"
Irawan menghentikan langkahnya dan menatap sang
bude, kemudian tersenyum.
"Orang yang baru terserang badai asmara harus
tidur, Bude," katanya sambil tersenyum. "Kalau tidak,
aku akan terkapar di jalan raya. Dan jangan khawatir,
Bude, aku sudah menelepon Rudi untuk menangani
masalah-masalah di kantor."
"Ya sudah. Menurut Bude, Rudi sangat cekatan dan
pandai serta cocok menjadi tangan kananmu."
"Gadis yang aku cintai juga akan sempurna menjadi
teman hidupku, Bude. Doakan segalanya lancar. Besok
aku akan khusus mengajuk hatinya."
Sang Bude tertawa dengan hati amat berbungabunga. Di sepanjang usianya, baru sekarang ini Irawan
memperlihatkan sisi kesamaannya dengan Iwan, saudara
kembarnya. Optimis, periang, penuh humor, dan terbuka. "Pasti, Nak. Bude akan doakan."
Sementara itu di rumah Tina, gadis itu juga terlambat bangun, perasaannya baur dan tak menentu. Ia
enggan pergi ke kampus sebagaimana rencananya semula untuk meminjam buku-buku di perpustakaan. Ia
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com317
enggan melakukan apa saja. Kenapa hatinya bisa begini
kacau-balau" Sungguh, belum pernah ia mengalami keadaan yang membuat perasaannya kehilangan rasa bebas seperti yang dialaminya pagi ini. Ada rasa cemburu
yang sangat tak menyenangkan. Ada rasa rindu yang
mengharu-biru hatinya. Ada rasa sendu dan sedih karena bertabrakan dengan keinginannya untuk tidak
sampai jatuh cinta kepada siapa pun, terutama kepada
laki-laki seganteng Irawan, dengan berbagai kelebihannya. Rasanya dirinya seperti berada di tepi jurang dalam yang begitu mengerikan. Hatinya yang perawan tak
lagi dapat dipertahankannya sebagaimana yang ia inginkan. Hal itu ditandai dengan lebih kentara ketika pagi
ini Nina keluar dari kamar dengan blus berwarna kuning kunyit yang belum tentu pantas dipakai orang
lain. Tetapi dia tampak sangat menarik. Perasaan Tina
disinggahi rasa iri dan cemburu karena tahu gadis itu
sudah siap akan keluar lagi bersama Irawan.
"Aku minta diantar Mas Irawan ke Cempaka Mas
untuk beli oleh-oleh buat teman-teman. Kaus atau tas
atau apa sajalah yang nanti kulihat di sana. Katanya di
sana murah-murah harganya."
"Ya. " "Maaf, kau tak kuajak karena hari ini hari terakhir
aku di Jakarta dan kesempatanku hanya tinggal sekarang untuk mengajuk hatinya. Kalau hatinya yang keras
tak juga bisa kutembus, ya sudah. Mumpung ketertarikanku terhadapnya belum mendalam." Nina mencibirkan
mulutnya. "Lagi pula, aku masih punya beberapa cadangan lain." 001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com318
"Wah, bukan main kau ini, Nin."
"Lho, aku jujur mengatakan kenyataan yang ada."
Nina tertawa lebar. "Manusia kan harus mengambil keputusan atas pilihan-pilihan yang ada di depan hidungnya. Untuk itu diperlukan otak yang dingin, objektif,
dan rasional. Dengan demikian aku bisa menghindari
patah hati sebelum kena panah asmara. Rugi kalau kita
tidak mempunyai pandangan hidup seperti itu, Tina.
Nikmatilah hidup sebaik-baiknya."
"Lalu bagaimana caramu mengajuk hati Mas
Irawan?" pancing Tina.
"Dengan memancingnya, tentu saja."
"Bagaimana caramu memancing?"
Nina tertawa. "Idih, mau tahu saja," katanya kemudian. "Oke, buat
tambahan pengetahuanmu dan terutama agar kau lebih
bergairah menghadapi kaum laki-laki, bolehlah sedikit
kubuka rahasianya. Pertama-tama pancing tanggapan
laki-laki yang kita sukai itu kalau kita bermanja-manja
kepadanya. Pada umumnya laki-laki menyukai kemanjaan kita. Lalu pura-pura tak sengaja menyentuh
tangan atau lengannya agak berlama-lama. Lihat bagaimana reaksinya Kalau dari kedua pancingan itu kita
belum berhasil memancing apa yang ada di balik hatinya, kita perlu lebih proaktif lagi. Antara lain memintanya untuk sering datang ke rumah kita dengan alasan
yang tak menjurus. Jadi yang netral-netral saja. Contohnya seperti apa yang kulakukan hari ini, yaitu memintanya mengawalku cari oleh-oleh dengan alasan belum
kenal kota Jakarta dengan baik. Keempat, pancinglah
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com319
tentang kehidupan pribadinya. Misalnya begini: "Kalau
saya mengajak Mas pergi berduaan begini, ada yang
marah nggak ya?" Ah, ada seribu satu macam pancingan
yang bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisinya
kok, Tin. Kau pasti akan menemukan cara yang cocok
untukmu." "Aduh, Nin, aku tadi cuma sekadar bertanya saja.
Keinginan untuk pancing-memancing seperti itu sama
sekali tidak pernah ada di kepalaku. Tak ada minatku
untuk itu." Tina mengedikkan bahunya.
"Wah, jangan begitu, Tin. Manusia kan selalu mengalami perubahan." Tina hanya tersenyum acuh tak acuh mendengar
tanggapan Nina. Tetapi menjelang siang ketika menyaksikan dari kamarnya bagaimana Irawan datang
menjemput Nina, hatinya tidak lagi bisa acuh tak acuh.
Kiat-kiat memancing Nina tadi masuk ke kepalanya.
Pancingan mana yang dipakai oleh gadis itu untuk
mengajuk perasaan Irawan" Menyentuhkan lengannya
ke lengan Irawan" Memintanya sering datang ke
Bandung" Atau apa"
Dada Tina sakit sekali membayangkan itu semua.
Setan mana yang berbisik dan menyakiti hatinya, yang
memberitahu bahwa dia harus memiliki perasaan tak
rela melihat Irawan berdekatan dengan Nina" Setan
mana pula yang membakar api cemburu di dadanya
ini" Ya Tuhan, keluh Tina nyaris putus asa, ternyata
menghindari berkembangnya perasaan-perasaan yang
muncul akibat asmara ini bisa begini kuat dampaknya.
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com320
Dia benar-benar tidak ingin merasakan pikiran-pikiran
negatif yang membuatnya terbelenggu dan kehilangan
rasa mandiri seperti yang dirasakannya sekarang ini.
Dia juga tidak mau tenggelam ke dalam pusaran
perasaan-perasaan yang menurutnya tak rasional ini.
Kalau saja dia bisa berlari jauh entah di ujung bumi
mana untuk menghindari semua itu, maulah dia melakukannya. Namun, bagian lain di kepalanya mengajaknya
untuk mengingat kembali pada apa-apa yang pernah
dikatakan oleh Bu Padmo bahwa jatuh cinta, mencintai
dan dicintai, selain merupakan salah satu kebutuhan
dasar manusia, juga merupakan sesuatu yang sangat
alami dan tidak bisa dihindari. Dan sangat manusiawi.
Artinya, hanya makhluk bernama manusia sajalah yang
mampu mengalami dan menghayatinya. Dan bagaimana
cara menghayatinya, terpulang pada masing-masing
orang untuk mengisi wadah perasaan cintanya agar
menjadi indah dan memperkaya batin.
Tetapi tidak bagiku, keluh Tina lagi di dalam hatinya. Perasaan cinta bisa menimbulkan api cemburu dan


Kleting Kuning Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

api cemburu ternyata juga bisa menimbulkan emosiemosi negatif yang tidak sehat. Bukti yang paling nyata
adalah kemunafikannya ketika mengantar Nina ke
Stasiun Gambir pada sore harinya. Dia mengatakan
kepada gadis itu bahwa kedatangannya memberi suasana lain bagi keluarganya. Itu memang benar. Nina
bisa meraih hati semua orang. Membantu di dapur dengan senang hati, menolong menyirami tanaman, dan
lain sebagainya. Tetapi di dalam hati Tina, terdengar
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com321
sorak-sorai yang ramai untuk menyatakan kelegaan hatinya karena gadis yang membuatnya merasa cemburu
itu akan pergi dari rumah. Bukankah itu munafik"
Bukankah itu jahat" Lebih-lebih ketika masih berada
di mobil saat ia mengantarkan Nina ke stasiun dan
gadis itu mengeluhkan kegagalannya meraih hati
Irawan, bukan main gaduhnya kegembiraan hatinya.
Bukankah itu juga jahat dan munafik"
"Baru sekali ini kiat-kiatku meraih hati laki-laki
gagal. Mas Irawan memang baik dan dengan sabar
mau menemaniku belanja. Bahkan juga mentraktir makan siang. Tetapi tanda-tanda bahwa aku ini istimewa
di hatinya sama sekali tak ada. Aku yakin, andaikata
salah seorang gadis Bandung nanti datang ke Jakarta
dan juga meminta Mas Irawan jadi pengawalnya, pasti
laki-laki itu akan melakukan hal yang sama. Seperti
yang pernah kukatakan kepadamu, laki-laki itu persis
seperti robot. Menyebalkan sekali," begitu Nina berkisah. "Mungkin kiat-kiatmu kurang pas untuknya, Nin?"
pancing Tina. Dia ingin sekali mengetahui apa hasil pendekatan Nina terhadap Irawan sebagai buruan utamanya. "Cukup, Tin. Cukup. Lama-lama aku jadi malu sendiri menghadapi laki-laki cuek seperti dia. Semua usahaku mental tanpa hasil. Ataukah karena aku terlalu
agresif terhadapnya ya, Tin?" Nina menjelingkan matanya ke arah Tina. "Entahlah. Tetapi Mas Irawan yang kukenal selama
ini ya begitu itu. Tidak suka terikat pada seorang gadis.
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com322
Saudara kembarnya mengatakan kepadaku, Mas Irawan
itu tidak ingin dibelenggu perasaan cinta."
"Pantaslah. Sampai kapan pun aku membayanginya
tetap saja akan gagal. Sudahlah, aku tak berminat lagi.
Jangan-jangan dia itu sudah punya kekasih yang sesama
jenis...." Nina mengangkat bahunya.
Pada saat itulah Tina bersorak lagi di dalam hatinya. Bukankah itu juga perasaan yang jahat" Kegagalan
orang disorakinya. Dugaan yang salah ditepuki tangan.
Ah, lelah dia memikirkan dan merasakan itu semua.
Hal-hal yang semula tak pernah mengganggu perasaannya kini tiap sebentar mengusik hatinya dan membuatnya gelisah. Telah berhari-hari lamanya semenjak Nina
datang, ia menahan diri terhadap gejolak-gejolak perasaan yang baru kali ini dialaminya. Tetapi anehnya, ketika
kereta api yang membawa Nina telah pergi dari hadapannya, keletihan lahir-batin itu baru dirasakannya
sungguh-sungguh sekarang ini setelah bayangan Nina
tak lagi ada di dekatnya.
Sungguh sangat sedih Tina mengalami perasaanperasaan itu. Semakin dirasakannya semakin ia tak bisa
lagi mengelak dari kenyataan bahwa dia memang
benar-benar telah jatuh cinta kepada Irawan. Laki-laki
itu telah berhasil membuka kuncup perasaan cintanya.
Namun, laki-laki itu juga telah membuatnya kehilangan
kebanggaan atas dirinya sendiri. Tak berani lagi dia
menepuk dada, mengatakan dengan bangga dan riang
hati bahwa dirinya kebal terhadap cinta dan dunia
asmara. Oh, Kleting Kuning, mana tekadmu untuk me001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com323
nyabet air sungai yang berlimpah-limpah dengan sebatang lidi agar airnya surut dan si Yuyu Kangkang
yang ingin merayunya menjadi lumpuh" Ke manakah
ketegaran hati Kleting Kuning yang tak sudi disentuh
pipinya oleh laki-laki, kendati lelaki itu cuma seekor
kepiting raksasa itu. Sungguh, perasaan cinta telah datang pada raga
Kleting Kuning dan membawa perubahan-perubahan
padanya. Hal itu jugalah yang menyebabkan Tina pagi
hari berikutnya, ketika berencana ke kampus, memilih
pakaian yang lebih feminin. Celana jins warna putih dan
blus berbunga-bunga yang cocok dengan celananya itu.
Bahkan ia juga mengenakan sepatu cantiknya yang
terbuka dan agak tinggi dibanding sepatu-sepatu ketsnya
yang rata. Ia tampak cantik. Apalagi setelah menyapukan
sesentuh sapuan lipstik, yang meskipun hanya tipis-tipis
saja tetapi jelas mengubah penampilannya.
Di belakang punggungnya, kedua orangtua Tina
saling melempar pandang dan tersenyum lega. Begitu
juga dari arah kamar Tiwi, berdua dengan Lina yang
sedang bersiap-siap ke tempat kuliah masing-masing,
mereka mengintip sang kakak dengan hati gembira.
Era sejarah baru sedang terjadi di dalam keluarga mereka. Tetapi jam delapan ketika semua sudah berangkat,
Tina masih belum juga beranjak dari ruang tengah.
"Kok belum jadi berangkat, Tin?" tanya sang ibu.
"Kuliahnya masih nanti jam setengah sebelas kok,
Bu. Jam sembilan nanti aku pergi. Lagi pula tinggal
mata kuliah itu saja yang harus kuikuti. "
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com324
"Dijemput Susi seperti biasanya?"
"Tidak, Bu. Dia sedang ke luar kota," sahut Tina
lagi. "Aku mau naik kendaraan umum saja. Pulangnya
bisa ikut Linda." Tetapi ketika Tina baru saja turun ke halaman sambil mengepit map berisi buku-bukunya, sedan merah
milik Irawan tiba-tiba masuk ke halaman. Mengingat
belenggu perasaan yang ditimbulkannya, dahi Tina
berkerut ketika melihat kehadiran laki-laki itu. Apalagi
laki-laki itu datang bukan pada saat yang semestinya.
Hari kerja, pagi-pagi pula. Apakah dia tidak tahu kalau
Nina sudah pulang ke Bandung" Tetapi ya ampun,
betapa gagah dan gantengnya Irawan ketika dia turun
dari sedannya dengan mengenakan pakaian santai,
celana jins biru dan kaus ketat yang mencetak dadanya
yang bidang. Sungguh menarik.
Namun, apa pun maksud kedatangan laki-laki itu,
Tina terpaksa harus menghadapinya. Sudah kepalang
basah. Dia tak bisa berlari menghindar.
"Hai...," laki-laki itu menyapanya. "Mau pergi kuliah?" "Ya. Tetapi maaf, Mas, Nina sudah pulang kemarin
sore. Apakah dia tidak mengatakannya kepadamu?"
"Ya, aku tahu dia sudah pulang ke Bandung."
"Kenapa mencarinya?"
"Siapa yang bilang kalau aku datang ke sini ini mau
mencarinya?" Irawan melepaskan kacamata hitamnya
dengan cara yang amat menarik. "Aku mencarimu."
"Mencariku" Untuk apa?"
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com325
"Ada urusan mendesak yang ingin kubicarakan bersamamu, Tin," sahut Irawan.
"Maaf, aku harus kuliah hari ini. Tak ada waktuku
untuk itu. " "Bagaimana kalau membolos untuk kali ini saja.
Aku benar-benar membutuhkan kehadiranmu untuk
membicarakan sesuatu yang amat penting," Irawan berkata dengan nada mendesak.
"Tinggal mata kuliah wajib ini saja yang belum
kudapatkan nilainya. Jadi maaf, aku benar-benar tak
bisa menemanimu." "Baiklah kalau memang begitu. Kau mau pergi naik
apa?" Irawan melihat arlojinya.
"Kendaraan umum."
"Jam berapa sih kuliahmu nanti?"
"Jam setengah sebelas."
"Ayolah kuantar. Akan kutunggui kau di kantin atau
entah di mana pun nanti. Cuma satu setengah jam saja,
kan?" "Ya." "Kalau begitu naiklah ke mobilku," kata Irawan
dengan nada suara yang tak mau dibantah.
"Aku tidak ingin merepotkan orang."
"Aku tidak merasa kaurepotkan. Kalaupun ya, aku
senang kaurepoti. Sungguh!"
"Jadi rasanya percuma saja aku membantah, kan?"
kata Tina sambil masuk ke dalam mobil Irawan.
"Memang begitu. Jadi sekarang duduklah dengan
manis di sisiku. Selesai kuliah nanti, aku ingin bicara
denganmu. Penting!" 001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com326
"Penting itu bagi siapa?"
"Tentu saja bagiku. Kalau tidak untuk apa kubelabelain sampai ke sini dan membolos dari kantor?"
"Kalau begitu kau egosentris."
"Sekali-sekali menempatkan kepentingan diriku sebagai sentral pemikiran tak apalah...." Irawan tersenyum
sambil mulai menggerakkan tangannya, mengemudi
mobilnya. Di sepanjang perjalanan, berulang kali secara samarsamar Tina mencium aroma wewangian segar yang
membuat perasaannya berdebar dengan tiba-tiba.
Aroma itu telah dikenalnya, tatkala laki-laki itu memeluknya di ruang perpustakaan rumahnya. Aduh, kenapa ingatan itu datang lagi di saat ia sedang duduk
berduaan begini" Tina mengeluh dalam hati. Tanpa
sadar ia melirik ke arah Irawan. Pagi ini dia tampak
begitu menarik. Pakaiannya santai tetapi rapi. Dadanya
yang bidang dan berotot sungguh menjanjikan kehangatan dan rasa aman. Lalu tangannya yang kekar
dan juga berotot itu tampak menarik dengan bulu-bulu
tipis lembut yang justru memukau karena tidak selebat
milik Khumar, temannya yang keturunan India itu.
Sepertinya di mana-mana ada bulu pada tubuh Kumar.
Tetapi Irawan tidak. Entah di dadanya..." Stop, Tina
menghardik keliaran pikirannya.
Tetapi ya Tuhan, betapa ingin hatiku mengelus permukaan kulit tangan yang sedang memegang kemudi
itu, keluh Tina di dalam hatinya. Seperti apa rasanya
bulu lembut itu jika kusentuh" Aduh, laki-laki itu
benar-benar telah berhasil membuatku seperti orang
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com327
gila, pikirnya lagi. Sama sekali Tina tidak tahu bahwa
laki-laki yang sedang membuatnya terpesona itu juga
sedang mengaguminya. Tina juga tidak tahu bahwa
hari itu ia tampak cantik sekali. Kecantikan yang berbeda daripada kecantikan ketika ia ikut Nina ke pesta
pertunangan saudara sepupunya beberapa malam yang
lalu. Pagi ini kecantikan Tina tampak segar, alami, dan
sungguh-sungguh sangat manis. Aduh, betapa inginnya
aku meraih tubuh mungil itu ke dalam pelukanku dan
menenggelamkannya ke dalam cumbuan-cumbuan dan
gairahku, begitu Irawan mengeluh di dalam hati. Rupanya badai asmara masih terus saja menerjangnya.
Ketika Tina melirik Irawan lagi, laki-laki itu juga
tengah meliriknya sehingga kedua pasang mata mereka
bertemu di udara dan menyiratkan letupan-letupan
asmara. Aduh, alangkah inginnya aku memeluk dan
mencium bibir menggairahkan itu, pikir Irawan. Aduh,
alangkah inginnya aku berada di dalam pelukan lakilaki itu, begitu pikir Tina.
Stop. Lekas-lekas Tina membuang pandang matanya
ke luar jendela dengan pipi memerah dan selekas itu pula
ia mengenyahkan pikirannya yang "tak senonoh" itu.
"Sudah siang kok masih saja macet ya," katanya kemudian untuk menetralisir suasana berarus listrik yang
tadi sempat memercik. Padahal saat itu lalu lintas
tampak lancar-lancar saja untuk ukuran Jakarta yang
selalu macet di mana-mana. Terlalu banyak manusia
dan terlalu banyak kendaraan di kota ini.
"Aku bilang jalan raya hari ini lebih lancar dibanding biasanya," Irawan menjawab apa adanya.
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com328
"Oh, ya," Tina menjawab sekenanya. Mudah-mudahan Irawan tidak tahu bahwa perkataannya tadi asal keluar saja dari mulutnya. "Di kampusmu ada kantin yang enak?" Ah, untung
Irawan mengubah pembicaraan.
"Ada. Kenapa?" "Aku akan menunggumu sambil sarapan. Aku tak
sempat mengisi perut tadi. Masakan apa yang enak di
tempat itu?" "Siomaynya enak. Soto daging dan jerohannya juga
enak." "Oke. Aku pasti akan merasa nyaman duduk di
situ. Ada jus di situ?"
"Ada." Begitulah, dua jam kemudian setelah Tina menyelesaikan kuliahnya, mereka berdua telah duduk ber

Kleting Kuning Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sama-sama lagi di dalam mobil dan mulai mengarungi
jalan raya kembali. "Kita akan ke mana?" tanya Tina setelah minum soft
drink dingin yang dibelikan Irawan di kantin tadi.
"Ke rumahku." "Ke rumahmu" Memangnya ada apa di sana?" Tina
bertanya dengan perasaan heran.
"Aku ingin menunjukkan sesuatu kepadamu di studioku." "Apa itu?" "Jangan bertanya sekarang. Nanti saja kaulihat sendiri dengan mata kepalamu. Sekarang duduklah dengan
manis supaya aku bisa berkonsentrasi ke jalan raya dan
kita bisa sesegera mungkin tiba di rumahku."
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com329
"Memangnya aku tidak duduk dengan manis?"
"Kau duduk dengan... ah, nanti saja kujelaskan...."
Irawan tersenyum. "Kau membuatku merasa penasaran. Memangnya
dudukku kenapa?" "Aku tak mau menjawab."
"Katakanlah, Mas. Hayo!" Tina mengerucutkan bibirnya. "Kau sudah memulainya tadi. Lanjutkan perkataanmu!" "Nanti kau marah." Irawan tersenyum menyeringai.
"Aku takut melihatmu marah."
"Aku bukan orang pemarah."
"Ah, masa" Siapa yang tidak terima dipepet bus ketika kita dalam perjalanan pulang dari Bandung waktu
itu?" Irawan menyeringai lagi.
"Itu lain. Sudah, jangan mengalihkan pembicaraan.
Kau belum menjawab pertanyaanku tadi. Aku janji
padamu, tidak akan marah meskipun kau mengataiku
jelek misalnya!" "Sayangnya yang akan kukatakan bukan sesuatu
yang jelek. Sebab terus terang saja aku merasa terganggu oleh kecantikanmu. Hari ini kau benar-benar
tampak segar dan menawan. Kalau kau bicara dengan
tangan ke sana dan kemari seperti tadi, aku bisa terpukau dan kita tidak bisa segera sampai ke rumahku." "Ah, pikiranmu nakal." Pipi Tina langsung memerah.
Namun, hatinya dirambati perasaan senang. Sebab
tiba-tiba saja ia merasa amat yakin, kata-kata itu tidak
pernah dilontarkan Irawan kepada Nina. Kalau ya, ti001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com330
dak mungkin Nina mengatakan bahwa Irawan itu
seperti robot atau seperti gong besar yang menyebalkan.
Bahkan tak mungkin Nina akan menyerah begitu saja,
tak ingin lagi melanjutkan perburuannya karena menyangka Irawan bukan laki-laki normal.
Irawan meliriknya sesaat. Gadis ini semakin hari
semakin cantik dan menggemaskan, pikirnya. Kenapa
pipinya mudah sekali memerah kalau sedang bersamanya" Sepanjang yang diketahuinya, rasanya pipi itu
tidak memerah jika pemiliknya bersama laki-laki lain.
Dengan Ferdy, misalnya. Entah kalau dia keliru menilai
gadis itu. Tetapi apa pun itu, Tina memang penuh dengan kejutan. Bahkan sudah sejak ia mengira gadis itu
seorang pemuda mungil yang lincah. Meloncat ke sana
dan kemari, memanjat tangga, menarik kabel-kabel dan
mengaturnya dengan rapi. Benar-benar belum pernah
dia melihat perempuan sesigap, setekun, dan semahir
Tina dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi. Seperti
ketika truk yang mereka tumpangi mogok, misalnya.
Perempuan lain mana ada yang dengan kepala dingin
mampu menerima keadaan seperti itu. Budaya patriarki
telah menggiring para perempuan agar menjadi perempuan lemah lembut, halus, dan yang hanya tahu
tentang "masalah-masalah perempuan", sehingga boleh
menggantungkan diri pada perlindungan laki-laki. Tetapi Tina mempunyai prinsip yang objektif dan konsep
diri yang netral sehingga dapat berkembang secara otonom. Namun, dia tetap perempuan normal. Seratus
persen. Adanya kenyataan bahwa pipi gadis itu mudah me001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com331
merah mudah-mudahan hal itu merupakan tanda-tanda
seperti yang sedang sangat ia dambakan. Terutama di
hari-hari terakhir ini, pikir Irawan dengan perasaan tak
sabar. 001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com332
MENJELANG siang hari itu ketika Tina dan
Irawan turun dari mobil, rumah besar itu juga tampak
sepi seperti ketika pertama kali Tina datang berkunjung. Di rumah itu hanya ada dua pembantu rumah tangga yang saling berebut bertanya kepada gadis
yang dibawa majikannya. "Mau minum apa?" tanya yang seorang.
"Kebetulan ada es buah dengan sari kelapa. Mau,
Mbak?" sambung yang seorang lagi.
Tina tersenyum. "Minuman apa pun yang disediakan di depan hidung saya, pasti saya habiskan. Apalagi es buah yang
kedengarannya enak."
"Memang enak kok, Mbak," pembantu rumah tangga yang lebih tua menyambar perkataan Tina. "Tidak
pakai sirup tetapi memakai perasan jeruk manis dan
diberi sedikit rum."
"Boleh... boleh... jadi ngiler nih, Bik." Dengan ramah
Sebelas 001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com333
Tina meladeni kedua orang yang tampaknya ingin menyenangkan tamu majikannya itu.
"Saya juga punya kue mangkok dari ubi madu. Buatan sendiri," sambung yang satunya lagi. "Mau coba ya,
Mbak?" "Pokoknya bawalah apa saja yang enak-enak ke
ruang tengah," Irawan memenggal perkataan kedua
orang itu sambil tertawa. "Eh, Bude ke mana, Mbok
Ipah" Kok sepi?"
" Ke rumah ibu Mas, Bu Saputro. Mas Irawan juga
mau es buah dan kue mangkok ubi?"
"Ya mau." Begitu kedua pembantu rumah tangga itu pergi,
laki-laki itu menoleh ke arah Tina sambil tersenyum.
"Mereka bekerja di rumah ini sejak aku masih di sekolah dasar. Jadi begitu melihat aku membawa seorang
gadis ke sini, bukan main gembiranya hati mereka."
"Jadi kalau kau pulang dengan membawa teman perempuanmu, mereka senang sekali?"
?"Jangan menghinaku, Kleting Kuning. Sebelum ini
tak pernah satu kali pun aku membawa teman gadisku
ke sini. Justru karena itulah mereka berdua begitu gembira melihat kehadiranmu. Aku tahu betul sifat dan
kebiasaan mereka. Ketika pertama kali kau datang, mereka hanya melihat dan menilai dari kejauhan. Tetapi
sekarang mereka mulai mendekatimu. Itu artinya, kau
diberi nilai tinggi oleh mereka."
"Ah, mereka salah menduga."
"Salah menduganya?"
"Dikira aku kekasihmu."
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com334
"Apa pun dugaan mereka, sebaiknya kita langsung
saja ke studioku. Aku ingin menunjukkan sesuatu kepadamu." Tina menurut. Di studio yang terletak di sayap kiri
rumah, bau cat minyak mengambang di udara. Tetapi
selebihnya, terasa sepi dan sunyi.
"Rumah ini sepi sekali."
"Tetapi tenang."
"Ya. Tetapi aku senang yang sedikit ramai oleh kehadiran saudara. Hangat rasanya. Kecuali kalau aku
sedang ingin menyendiri."
"Kuakui, setelah melihat betapa hangatnya di rumahmu, aku baru sadar bahwa rumah ini sepi dan... agak
dingin. Tetapi nanti kalau aku punya anak, pasti suasana di rumah ini lebih ramai dan terasa hangat. Bude
dan Pakde tidak membolehkan aku meninggalkan mereka," kata Irawan sambil menatap mata Tina.
Tina membuang pandang. Perkataan Irawan mengungkit kembali bayangan Nina di kepalanya.
"Bersama Nina...?" Terlompat begitu saja pertanyaan
dari mulut Tina tanpa yang bersangkutan menahannya.
Duh, lidah. Tetapi Irawan tidak memberi tanggapan apa pun
atas cetusan Tina tersebut. Bahkan dihelanya tangan
Tina ke arah kanvas bertutup kain putih yang masih
bertengger di atas kuda-kuda.
"Ini lukisanku yang paling baru. Kukerjakan dalam
waktu lima jam," katanya sambil menyingkap kain
putih yang menyelubungi lukisannya.
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com335
"Mmmm... lukisan ini luar biasa," komentar Tina
sambil memperhatikan warna-warna yang begitu kuat
tertoreh pada kanvas di hadapannya. "Mmm... lukisan
ini juga... dahsyat. "
"Luar biasa dan dahsyatnya apa?"
"Sepertinya mengandung makna mendalam. Marah
atau... apa ya" Wah, aku tidak begitu mengerti tentang
lukisan kendati aku menyukai lukisan sebagai penikmat
seni," sahut Tina sambil membungkukkan tubuh agar
lebih jelas menatap lukisan di hadapannya itu.
"Bacalah judulnya," Irawan menarik seluruh kain
penutup lukisan yang masih tersangkut di bagian bawahnya. "Lukisan itu memang mengandung makna.
Dan benar seperti katamu, makna yang amat mendalam
bagiku." "Badai Asmara... tanggal tiga puluh Juni..." Selesai
membacanya, Tina menoleh ke arah Irawan. "Baru dua
hari yang lalu...." "Tepat sekali. Seperti kukatakan tadi, kukerjakan
dalam waktu lima jam lebih. Dari jam setengah dua
belas sampai jam lima subuh karena malam itu aku
tidak bisa tidur sama sekali. Hatiku resah, dadaku bergejolak, dan pikiranku melayang-layang. Tetapi jauh di
sudut batinku, di tempat yang selama ini kosong dan
hampa... malam itu aku terus-menerus merintihkan
nama seseorang. Aku mendambakannya... aku membutuhkannya... aku amat merindukannya... aku mencintainya...." Tina menegakkan tubuhnya dan menatap Irawan
dengan bibir setengah terbuka. Inikah Irawan yang
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com336
biasanya ia kenal sebagai laki-laki yang acuh tak acuh
dan dingin itu" Betapa kuatnya luapan perasaan lakilaki itu terhadap seseorang sampai-sampai dari bibirnya
keluar kata-kata yang begitu dahsyat karena diucapkan
oleh laki-laki yang tak punya pengalaman bergaul
dengan perempuan. Lalu siapakah gadis itu" Nina..."
"Kau telah melukiskan perasaanmu di atas kanvas
dengan jelas sekali, Mas. Jiwamu... ada dalam genggaman badai asmara," gumamnya pelan. Pikiran mengenai Nina telah mencubit hatinya begitu sakit.
"Kau bisa menangkap itu...?" Mata Irawan menatap
tajam bola mata Tina. Tetapi gadis itu segera membuang pandang matanya. Ia tak berani bersirobok mata
dengan laki-laki itu, khawatir kalau-kalau hatinya yang
luka tertangkap olehnya. "Ya...," Tina menjawab dengan bergumam lagi.
"Juga bisa menangkap bahwa badai itu telah mengobrak-abrik diriku?" Irawan bertanya lagi
Tina menghela napas panjang. Enggan sebenarnya
dia menjawab pertanyaan yang mencungkil perasaannya. "Ya. Apalagi kau telah bercerita padaku, lukisan itu
kaubuat pada malam sampai pagi hari," sahutnya kemudian dengan perasaan resah yang semakin membuncah
di hatinya. Irawan memang mencintai Nina, rupanya.
Maka begitu gadis itu pulang, hatinya menjadi gundah
dan merasa kehilangan sehingga dia mencurahkan perasaannya ke atas kanvas. Menyesalkah dia karena telah
memperlakukan Nina kurang manis"
"Juga perlu kauketahui, Tina, baru sekali ini aku
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com337
melukis selama semalam suntuk. Biasanya aku melukis
pada siang hari," terdengar oleh Tina, Irawan berbicara
lagi. "Jadi kau tidak tidur malam itu hanya untuk melukis...?" "Hanya untuk menuangkan badai asmaraku, ya. Memang begitu. Semua yang menerpa dan melanda hatiku
kutumpahkan ke dalam lukisan itu. Jadi betul seperti
katamu tadi, lukisan ini memang mengandung makna
yang mendalam," sahut Irawan dengan penuh perasaan.
"Aku tidak lagi merasa malu untuk mengakuinya."
Tina menatap lagi mata Irawan dengan termangumangu. "Rupanya kau mencintai Nina," bisiknya.
"Dua kali sudah kau mengatakan nama itu," Irawan
mendesis dengan tak sabar. Dihelanya tangan Tina ke

Kleting Kuning Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

luar dari studio dan dibawanya ke ruang tengah kembali dengan gerakan lembut.
"Duduklah. Akan kuminta kau mendengarkan sebuah lagu," katanya sambil menempatkan Tina duduk
di tempat yang tak jauh dari dirinya. "Setelah itu berilah tanggapan mengenai lagu yang akan kumainkan
nanti." Tina mengangguk. Dengan sikap patuh dan diam,
ia duduk di sofa, di depan meja yang sudah dimeriahkan oleh dua gelas es buah dan sepiring kue bolu
kukus ubi. Sementara itu Irawan mulai membuka tutup
piano untuk kemudian memainkan lagu Badai Asmara
yang diciptakannya dua hari yang lalu.
Selama dua hari ini telah belasan kali Irawan me001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com338
mainkannya. Tetapi kali ini saat menyadari gadis yang
ia cintai dan dambakan ada di dekatnya, ia juga memasukkan improvisasi yang diwarnai seluruh perasaan kasihnya yang begitu mendalam terhadap gadis itu. Maka
seperti yang terjadi dua hari yang lalu ketika budenya
merinding mendengar lagu itu, sekarang Tina juga mengalami hal sama di sepanjang permainan piano Irawan.
Begitu lagu itu selesai dikumandangkannya, pelanpelan Irawan memutar tubuhnya dan menghadap ke
arah Tina yang masih duduk termangu-mangu di tempatnya. "Bagaimana, Tina?" tanyanya kemudian.
"Lagu yang menurutku luar biasa meskipun aku
tidak bisa mengatakan dengan tepat di mana letak luar
biasanya," jawab Tina apa adanya. "Tetapi yang pasti,
lagu itu mampu mengajak orang... atau setidaknya aku
sebagai pendengar... ikut terbawa perasaan pemainnya.
Aku sampai merinding. Lagu apa itu tadi" Baru sekali
ini aku mendengarnya."
"Begitu, menurutmu?"
"Ya. Menurutku, lagu itu seperti lukisanmu di studio tadi, penuh dengan perasaan yang bergejolak. Maaf,
kalau aku salah menilai...," sahut Tina dengan suara
pelan, takut salah. "Sama sekali aku tidak memiliki keahlian sebagai pengamat seni atau yang semacam itu."
"Tetapi penilaianmu tepat sekali, Tina. Karena lagu
itu juga kuberi judul yang sama seperti judul lukisanku
tadi, Badai Asmara," jawab Irawan dengan perasaan
puas. "Aku memang ingin orang bisa mengikuti gejolakgejolak badai di hatiku."
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com339
"Jadi... kau juga yang mencipta lagu itu?" Mata Tina
membesar. "Ya. Aku yang menciptakannya. Seumur-umur, baru
sekali ini aku menciptakan lagu. Rupanya kepenuhan
dadakulah yang menyebabkan lagu itu lahir. Dan itu
kuselesaikan sekitar dua jam saja sesudah lukisan dengan judul yang sama kutinggalkan dalam keadaan apa
adanya dan dengan cat yang belum kering."
Tina menatap Irawan beberapa saat lamanya, kemudian digelengkannya kepalanya perlahan. Kalau cinta
Irawan kepada Nina sedemikian besar dan kuatnya,
alangkah sayangnya. Terlepas dari rasa cemburunya terhadap Nina, Tina berpendapat bahwa gadis Bandung
itu tak pantas diberi cinta sebesar itu dari Irawan yang
meskipun belum berpengalaman bercinta namun telah
menunjukkan kekuatan perasaannya.
"Mas, apakah... apakah Nina tahu bahwa kau melukis dan menciptakan lagu Badai Asmara ini?"
Mendengar pertanyaan Tina, dahi Irawan tampak
berkerut dalam dan matanya menyipit.
"Kuhitung sudah tiga kali kau menyebut-nyebut
nama Nina. Apa sih kaitan dia dengan lukisan dan
lagu yang kugubah tadi menurutmu, Tina?" tanyanya
sambil memandang Tina dengan tajam.
"Kau mencintainya?"
"Dari mana kesimpulanmu?"
"Selama Nina di Jakarta, kau selalu menemaninya."
"Dia yang meminta dan aku tidak enak menolaknya.
Bude Padmo bisa marah kepadaku. Aku cukup sadar,
dia sedang mencoba-coba merayuku. Tetapi aku tak
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com340
pernah menanggapinya sama sekali. Tanyakan dia apakah aku pernah menanggapi pendekatannya!" Irawan
menjawab agak ketus. Tidak suka dirinya dikait-kaitkan
dengan perempuan lain. Apalagi Nina yang tak pernah
masuk ke dalam pikirannya.
"Jangan tersinggung, Mas Irawan. Aku berkata seperti itu karena kulihat kalian tampak mesra ketika
berada di pesta pertunangan sepupunya...."
"Coba kauingat-ingat kejadian malam itu. Apakah
aku yang bersikap mesra terhadapnya. Tidak, Tina.
Bukan aku yang bersikap mesra. Tetapi dia yang bersikap mesra kepadaku. Terus terang saat itu aku diam
saja karena hatiku sedang terbakar api cemburu melihat
Ferdy dan lelaki-lelaki lain mengitari Dewi Sekartaji...."
Irawan bangkit dari tempat duduknya di depan piano,
kemudian melangkah ke arahnya dan berjongkok di
depannya. "Tina, kaulah sumber inspirasiku itu. Kaulah
yang kurindukan, kudambakan, kubutuhkan, dan
kucintai. Kaulah yang memorak-porandakan diriku dalam badai asmara. Bukan Nina. Bukan gadis lain mana
pun. Masa kau tidak pernah menduganya" Seumur
hidupku, baru bersamamu saja aku pernah menguntai
kemesraan. Tidakkah itu kaupahami" "
Tina melongo. Tetapi Irawan tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Sebentar lagi budenya pulang. Kesempatan untuk menyelesaikan kepentingannya
bisa terganggu karenanya.
"Kau boleh menertawaiku. Kau boleh mengatangataiku, terserah. Aku memang telah berubah total,
tak lagi menertawakan yang namanya cinta dan asmara.
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com341
Tak lagi menganggap percintaan sebagai sesuatu yang
hanya membuang-buang waktu. Untuk itu aku ingin
bersikap jujur kepadamu. Bahwa dengan setulus hatiku,
aku ingin mempersembahkan diriku seutuhnya kepadamu. Badai asmara dengan seluruh gejolak dan amukannya, semua itu hanya untuk dirimu, Tina. Karena, aku
mencintaimu," katanya dengan suara menggeletar.
"Maka redakanlah badai dalam diriku ini karena hanya
kau yang bisa menenangkannya. Sekali lagi, hanya dirimu seorang." Aneh. Inilah laki-laki angkuh, laki-laki yang sering
acuh tak acuh, laki-laki yang dingin, laki-laki yang seperti tak punya perasaan itu. Lihatlah, dia bisa mengucapkan kata-kata indah dengan suara menggeletar,
mata berbinar-binar, bibir bergetar, dan suara hangat
yang penuh perasaan. Dada Tina terasa penuh oleh perasaan yang mengharu-biru. Dia juga angkuh dan tidak ingin jatuh cinta,
yang menurutnya hanya akan mengekang kebebasan
dan memunculkan perasaan-perasaan negatif saja. Tetapi hari ini dia sadar bahwa cinta tidak selalu seperti
itu. Jatuh cinta, mencintai, dan dicintai juga menimbulkan perasaan yang begitu indah, membahagiakan jiwa,
memperkaya batin, dan memunculkan kreativitas untuk
menghasilkan karya indah. Jadi kalau Irawan mau mengubah diri secara total, apa salahnya dia juga melakukan
pendobrakan yang sama, membiarkan cinta itu meresapinya dan menjadi bagian dari dirinya. Dan ia harus mengatakannya terus terang pada Irawan.
Tetapi ternyata hanya satu patah kata saja yang bisa
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com342
diucapkan Tina saat hatinya terasa penuh sesak oleh
rasa bahagia yang datangnya bagaikan air bah itu.
"Mas..." Irawan menatap air muka Tina yang tampak bercahaya dengan semburat rona kemerahan di pipinya.
Namun, pandang matanya masih menyiratkan kebingungannya. Tak heran kalau hanya kata "Mas" saja
yang bisa dikatakannya. Melihat itu perasaannya tersentuh. "Tina... aku memang bodoh dan sama sekali tidak
berpengalaman dalam bercinta," katanya, menanggapi
sepatah kata Tina tadi. "Tetapi sebodoh-bodohnya aku
dalam bercinta, aku bisa menangkap adanya perasaan
sama dalam dirimu terhadapku. Cuma sayangnya sikapmu sering membingungkan sehingga aku terus-menerus
meragukannya. Oleh sebab itu di dalam kesempatan ini
aku ingin mendengar pengakuanmu. Betulkah apa yang
kutangkap selama ini, bahwa sedikit atau banyak, kau
juga menyimpan rasa cinta kepadaku?"
Tina tidak menjawab. Wajahnya langsung tertunduk. Bagaimana cara mengakuinya" Dia tidak bisa berpanjang-panjang kata seperti yang dilakukan Irawan.
Jadi dia hanya bisa membisu saja. Melihat itu Irawan
kehilangan rasa sabar. "Tina...?" Tina masih saja menunduk. Bahkan semakin dalam.
Namun, kedua belah pipinya semakin memerah bagai
apel ranum sehingga semakin yakinlah Irawan bahwa
Tina juga mencintainya. Bahwa sikapnya sering anginanginan, pasti itu ada alasannya. Mungkin ia tidak
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com343
ingin jatuh cinta dan tak mau mengakui ataupun menerima perasaan semacam itu. Bukan sesuatu yang
mengherankan sebenarnya. Kleting Kuning masih ingin
tetap bebas dari jerat-jerat cinta. Dia lupa bahwa jatuh
cinta adalah alamiah dan manusiawi. Sesuatu yang baru
disadarinya belakangan ini.
"Tina... pandanglah aku dan jawablah dengan jujur.
Apakah benar kau juga mencintaiku seperti aku mencintaimu" Kalau aku salah, aku akan minta maaf dan
aku akan segera mengantarmu pulang," kata Irawan
lagi. Tina mengangkat wajahnya kembali sehingga kedua
pasang mata mereka bertemu di udara, bertatapan dengan sejuta perasaan yang mengharu-biru hati keduanya. Bagi kedua insan yang masih hijau pengalaman
dalam persoalan cinta, bola mata mereka bagaikan
jendela terbuka yang tak mampu menyimpan rahasia di
dalamnya, yang dipenuhi kerinduan, dambaan, kasih,
dan asmara yang begitu kental.
Merasakan getar-getar yang mengobrak-abrik isi
dadanya itu, Tina pun akhirnya menyerah. Pelan-pelan
ia mengangguk untuk kemudian menundukkan kepalanya kembali dengan perasaan malu.
"Apa maksud anggukanmu itu, Tina...?"
"Ya, Mas... kau tidak salah menilaiku. Aku juga
mencintaimu. Tetapi..."
"Tetapi apa?" Tetapi... aku tidak mau terlibat cinta bersamamu.
Begitukah yang ingin dikatakannya" Atau apa"
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com344
"Tetapi... aku tak berani...," akhirnya Tina melanjutkan juga bicaranya yang terputus tadi dengan suara terbata-bata. Dan masih dengan kepala tertunduk. "Aku...
aku tidak ingin jatuh cinta lalu kehilangan kebebasanku.
Aku... aku... tidak ingin dibelenggu oleh perasaanperasaan yang diakibatkan cinta. Aku... aku... bingung."
Irawan menatap wajah Tina dengan pemahaman
yang mendalam. Kemudian diraihnya kepala gadis itu
dan direngkuhnya ke dalam pelukannya dengan lembut
dan hati-hati. "Aku sangat memahami perasaanmu, Tina. Sebab
persis seperti itu jugalah apa yang kurasakan sebelum
lukisan dan lagu Badai Asmara tercipta. Aku marah
kepada diriku sendiri karena membiarkan diriku jatuh
cinta kepadamu dan terjerat di dalam pusaran-pusaran
perasaan yang tidak kuinginkan. Aku ingin bebas dari
perasaan-perasaan tak menentu yang memperbudak
diriku. Tetapi belakangan ini setelah aku mencoba untuk
meresapi makna cinta dan bisa melahirkan dua karya
hanya dalam waktu satu malam saja, aku sadar bahwa
perasaan cinta yang tulus dan sungguh-sungguh justru
memperkaya diriku. Dan itu yang membuat kreativitasku dalam berkarya semakin berkembang. Aku menjadi
lebih sabar. Aku menjadi lebih berperasaan, lebih
mampu memahami perasaan orang, bisa menatap dunia
lebih cerah, dan tentu saja lebih manusiawi, karena cinta
itu sendiri sesuatu yang manusiawi, kan?"
Tina semakin dalam menundukkan kepalanya.
"Mungkin apa yang kaukatakan itu benar, Mas. Tetapi... aku belum menemukannya. Saat ini aku masih...
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com345
bingung dan merasa diperbudak oleh perasaan-perasaan
yang biasanya tidak ada di hatiku," katanya kemudian.
Irawan mengelus lembut rambut Tina.
"Itu pun kupahami, Tina. Sabarlah, semua itu berproses kok. Sekarang kau belum bisa menemukannya,
tetapi siapa tahu nanti malam kau bisa menangkap apa
yang tadi kukatakan, bahwa cinta itu bisa memperkaya
diri kita," kata Irawan dengan penuh perasaan.
"Begitu?""
"Ya. Karena cinta, kita tidak lagi hanya sendirian
dan menjadi egosentris dan egoistis. Sebab kalau se

Kleting Kuning Karya Maria A. Sardjono di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mula kita hanya memikirkan dan mementingkan diri
sendiri, sekarang ada seseorang yang bisa diajak untuk
berbagi perasaan. Di hati masing-masing terdapat keterbukaan, selalu siap untuk menjadi bagian dari orang
yang kita cintai. Maka kalau semula hanya ada "kau"
dan "aku", kini akan terbuhul menjadi "kita" tanpa
masing-masing kehilangan diri sebagai subjek yang
otonom. Itulah cinta yang hidup, Tina."
"Kau sekarang begitu matang, Mas. Bersabarlah
menghadapiku"," sahut Tina. "Aku... aku masih terkaget-kaget." "Tentu saja," sahut Irawan sambil mengetatkan
pelukannya. Kemudian dengan lembut, jemari tangannya menaikkan dagu Tina. "Sekarang tataplah mataku
dan jawablah pertanyaanku. Percayakah kau pada ketulusan hatiku?" Tina terpaksa menuruti perkataan Irawan karena
jemari Irawan masih menyangga dagunya dan membuat
wajahnya tertengadah. Maka kedua pasang mata me001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com346
reka saling bertatapan kembali. Di situ terdapat suasana hati yang lebih pasrah dan tentu saja juga lebih
intens sehingga Tina menangkap sesuatu dari bola
mata Irawan yang tidak disadari oleh yang bersangkutan
sendiri, yaitu kelembutan, kemesraan, kehangatan, dan
keyakinan, yang menggantikan keangkuhan, sikap acuh
tak acuh, dan masa bodoh yang semula bermegahmegah di sana. Tina menelan ludah. Rasanya tak mungkin dia menaruh rasa tidak percaya kepada laki-laki yang berhasil
mengubah diri hingga sejauh itu. Hanya laki-laki yang
memiliki hati yang lapang dan kedewasaan yang
mantap saja yang berani mengubah dirinya menjadi
seseorang yang menyimpan banyak hal yang lebih bernilai. Maka mengangguklah dia sekali lagi.
"Aku... aku percaya padamu," jawabnya, sesuai dengan keyakinan dalam dirinya. "Aku sungguh percaya
padamu, Mas." "Kalau begitu, apakah itu berarti kau bersedia menjadi kekasihku, menjadi pasanganku?" Irawan bertanya
lagi. Bola mata laki-laki itu tampak berpendar-pendar
seperti dian tertiup angin.
"Aku... aku..." Mata Tina membesar lagi dan menatap mata Irawan dengan nanar.
Oh, lidahku tertelan lagi, keluh Tina dalam hati.
Kalau tadi ia bisa berkata-kata dengan jelas kendati
sering terbata-bata, kini menjadi kelu kembali dengan
tiba-tiba. Bagaimana caranya mengiyakan permintaan
Irawan tanpa membuat dirinya malu" Sungguh, ternyata
tidak mudah merangkai kata dan kalimat dalam situasi
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com347
yang memukau seperti ini. Apalagi di bawah tatapan
mata Irawan yang luar biasa mesra dan hangat.
Tetapi ketika melihat sikap Tina yang bukan hanya
kehilangan kata-kata, tetapi juga menjadi canggung
seperti itu, Irawan tersenyum geli. Sikap seperti itu
bukan milik Tina. Bukan milik Kleting Kuning yang
mudah menangkis kata-kata, yang pandai bersilat lidah
dan tak mau mengalah. "Kenapa...?" godanya kemudian. "Kleting Kuning kehilangan kata-kata di depan Ande-Ande Lumut, kan?"
Seperti itukah penilaian Irawan. Wah!
"Mungkin karena aku sekarang sedang menjadi
Dewi Sekartaji," sahut Tina, yang tiba-tiba saja mampu
menguraikan kembali lidahnya yang kelu tadi.
Irawan tertawa. "Kalau begitu, Ande-Ande Lumut juga akan mengubah diri menjadi Raden Panji, lalu kita pun segera
menikah.?" "Menikah?" Tina merebut pembicaraan dengan bola
mata membesar. "Ya. Kaupikir Dewi Sekartaji dan Raden Panji masih remaja" Tina sayang, keduanya sudah cukup umur
untuk mengejar ketinggalan mereka lalu bersama-sama
mengarungi kehidupan, membentuk keluarga dalam
balutan cinta, kesetiaan, kehangatan yang saling memperkaya"." Tina tertawa geli sehingga Irawan yang sedang berkata-kata dengan penuh semangat itu menghentikan
bicaranya. "Apanya yang lucu?"
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com348
"Kau, Mas. Betapa berbedanya kau dengan Irawan
yang pertama kali kukenal. Kau mengklakson mobilku
dengan arogan, angkuh, dengan berwajah dingin turun
dari mobil mewahmu dan memanggilku "pak sopir", menyuruhku menyingkirkan trukku yang menghalangi
mobilmu yang mau masuk ke rumah. Sekarang kau
begitu ramah, romantis, dan?" Suara Tina terhenti
dengan tiba-tiba. "Lanjutkan..." "Tidak..." "Kenapa?" "Tidak apa-apa."
"Oke... kutunggu lanjutan bicaramu, tetapi sekarang
aku akan menanggapi semua ucapanmu tadi." Irawan
tertawa lembut. "Aku berubah hanya karena satu hal
saja. Cinta. Cinta telah mengubah diriku sedemikian
rupa." "Kau telah berterus terang. Rasanya tidak adil kalau
aku menyembunyikan apa yang tadi akan kukatakan
tetapi aku tak berani mengucapkannya?"
"Nah, sekarang katakanlah."
"Yah, mendengar perkataanmu yang indah dan
mesra dan melihat sikapmu yang begitu romantis tadi...
tiba-tiba saja hatiku berdenyut keras dan darahku
mengalir deras"." Pipi Tina langsung merah padam
begitu usai mengucapkannya.
"Itu karena cinta juga, Tina."
"Jadi...?" Aduh, tidak adakah perkataan yang lebih
baik daripada kata yang baru saja kuucapkan itu, Tina
memarahi dirinya sendiri.
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.com349
Tetapi Irawan tersenyum. Kepala Tina diraihnya.
"Mari, Sayang, cinta kita yang katamu romantis dan
mesra itu perlu kita sempurnakan," katanya dengan
suara dalam dan penuh perasaan.
Sebelum Tina menangkap apa arti kata-kata Irawan,
ia telah ditenggelamkan oleh laki-laki itu dengan
ciuman-ciumannya yang lembut, mesra, namun penuh
gairah sehingga ia pun terlarut dalam pesona yang meresap dan mengalir ke seluruh dirinya. Badan dan jiwanya. Tangan Tina langsung saja terulur dan memeluk
leher Irawan yang kekar. Ditekannya seluruh permukaan tubuhnya ke tubuh Irawan dengan hati berbungabunga, sebagai tanda bahwa ia ingin dan siap menyatukan diri ke dalam kehidupan laki-laki itu dengan
sepenuh hati dan kesadarannya.
Maka begitu merasakan respons Irawan yang semakin erat memeluknya dan semakin bertubi-tubi menciumi bibir, leher, bahu, dan rambutnya, sadarlah Tina
tentang maksud perkataan Irawan tadi. Dengan pelukan, ciuman, dan kecupan-kecupan itulah Irawan bermaksud menyempurnakan cinta mereka. Membuat
mereka melupakan ruang dan waktu.
Tina kini yakin, itulah cinta. Dan ia, Kleting Kuning, dengan tulus menyerahkan dirinya ke dalam
dunia cinta dan asmara Raden Panji.
001/I/13 http://pustaka-indo.blogspot.comGRAMEDIA penerbit buku utama
http://pustaka-indo.blogspot.comGRAMEDIA penerbit buku utama
http://pustaka-indo.blogspot.comMaria A. Sardjono
Nama sebenarnya Tina. Namun, oleh keluarganya ia dijuluki
"Kleting Kuning" karena wajahnya yang sering cemong gara-gara
suka mengambil alih pekerjaan-pekerjaan kotor di rumah. Gadis itu
memang lebih memilih membetulkan kompor, mengganti genting
pecah, mengemudikan truk tua yang terkadang mogok dan membetulkan sendiri kerusakannya?"persis seperti Kleting Kuning, tokoh
dongeng Jawa Tengah, yang hidupnya ada di dapur dan sekitarnya
akibat disia-sia ibu tirinya. Sudah begitu Tina lebih suka
mengenakan jins lusuh dan kemeja gombrong daripada gaun yang
bagus dan modis, sementara rambutnya yang sebetulnya indah,
dipotong pendek sehingga ia sering dikira laki-laki.
Bagi Tina, semua itu bukan masalah. Keinginannya untuk tetap
bebas tanpa beban cinta, terdukung oleh penampilannya. Oleh sebab
itu tak heran jika ia jadi panik ketika tiba-tiba hatinya mulai terusik
oleh seorang laki-laki, laki-laki yang awalnya menyangka Tina
adalah pemuda yang keperempuan-perempuanan.
Mampukah Tina, yang selama ini cuek terhadap masalah cinta,
mengelak dari panah asmara yang mengarah tepat ke hatinya"...
Terkurung Di Perut Gunung 2 Pendekar Slebor 63 Iblis Segala Amarah Godfather Terakhir 10

Cari Blog Ini