Ceritasilat Novel Online

Manjali Dan Cakrabirawa 1

Manjali Dan Cakrabirawa Karya Ayu Utami Bagian 1


Tuhan. Itu adalah hari ketika Marja melihat mata malaikat pada
paras sahabatnya. Parang Jati jarang menatapnya. Setiap kali mereka ber"bincang, telah setahun ini lamanya, pemuda itu hanya meman"dang dia satu detik. Lalu matanya akan beralih ke sebuah titik
di lengkung langit. Sahabatnya itu"sahabat kekasihnya juga"
tak pernah sungguh menatap dia. Semula Marja mengira lelaki
itu hanya pemalu, atau sopan menurut adat Jawa.
Tapi kali ini mereka bertatapan agak lama. Marja tak me"nyangka bahwa tatapan lelaki itu bisa demikian mencecap. Tak
ada yang kurang ajar di sana. Tiada kegenitan yang menjelma
isyarat. Sebaliknya, ia melihat ketulusan malaikat yang jatuh ke
bumi. Kemurnian yang tak hanya merasuki perempuan itu, te"tapi yang juga membukakan diri untuk dijelajahi.
Bahwa ia melihat sesuatu di dalam sana, itu lebih meng"gentarkan ketimbang bahwa sesuatu pada dirinya dilihat si
lelaki. Marja tercenung. Sebab gadis muda seperti dia biasanya
pustaka-indo.blogspot.com4
bergetar jika mata seorang lelaki menembus dirinya. Gadis
sembilan belas tahun seperti dia biasanya berdebar karena di"pandang, bukan karena memandang.
Gadis sembilan belas tahun biasanya bergairah karena
menjadi obyek, bukan karena menjadi subyek.
Marja mengalihkan tatapannya, dengan kegentaran yang
tak ia mengerti. Parang Jati juga memalingkan kepala, barang"kali dengan kegentaran yang sedikit lebih ia mengerti. Pemuda
itu, usianya dua puluh empat. Lima tahun lebih tua dari Marja,
sahabat perempuannya setahun ini. Tapi gadis itu juga kekasih
dari Yuda, sahabat lelakinya setahun ini.
Keduanya memandang ke titik di mana rel-rel bersilang.
Keretaapi yang membawa Yuda pulang ke Bandung telah
hilang, meninggalkan mereka di sebuah stasiun kecil di selatan
Jawa Tengah. Stasiun terdekat dari tempat tinggal Parang Jati
di Sewugunung. "Ada sebuah masa ketika kita masih bisa melihat asapnya
meski kereta telah lenyap. Masa itu telah usai. Tapi kita masih
suka menamainya keretaapi," ujar Parang Jati, lebih seperti
melepaskan ketegangan yang sedikit ia mengerti.
Marja mencoba membayangkan suatu masa yang tak per"nah mereka alami. Serpih-serpih batu bara panas yang ber hembus dari lokomotif akan melubangi pakaianmu dan meng"gigit kulitmu seperti kembang api. Tapi bayangan itu seringkih
jelaga. Serpih-serpih menjadi abu tanpa sempat melukai kulit.
Mata bidadari si pemuda muncul kembali. Ah. Mata yang mem"buka diri untuk dijelajahi. Ia mulai merasa bersalah sebab se"suatu di dalam dirinya bersukaria karena Yuda meninggalkan
dia di sini. Berdua bersama Parang Jati.
Marja menelan ludah. Ia seperti bisa mencecapnya. Se"suatu di mata malaikat itu.
"Kita kembali ke rumah kamu sekarang, Jati?" Marja me"mandang wajah pemuda itu, memanfaatkan kewajaran yang
pustaka-indo.blogspot.com5
diberikan oleh kesempatan. Belum pernah ia sebegitu ingin
merekam garis-garis paras itu, bagai hendak mengulangnya se"belum tidur nanti malam.
Parang Jati menatapnya selintas, seperti dulu, sedetik saja,
sebelum beralih ke lengkung gerbang stasiun. "Kita masih me"nunggu seseorang."
"Siapa?" "Jacques. Jacques Cherer."
"Oh ya. Arkeolog Prancis itu?"
Parang Jati mengiya tetapi tatapannya menerawang ke
arah jam besar yang bergantung di rusuk sungkup. Marja me"nyalin raut rahangnya, garis hidungnya, lekuk alisnya ke dalam
ingatan dan menjadi takjub bahwa wajah yang kerap ia lihat itu
kini memberi detil-detil yang nikmat.
Tiba-tiba Parang Jati menoleh kepadanya. Marja terkesiap.
"Berapa hari Yuda pergi?" pemuda itu bertanya.
Kegentaran membuat Marja tak kuat menanggung per"temuan mata itu. Kini ia yang berpaling ke arah jam.
"Tiga hari sampai seminggu." Ia merasa bersalah karena
mengharapkan yang terakhir.
"Seminggu" Lama amat" Bukannya dia cuma ada satu
ujian?" Marja mengangkat bahu. Ia yang kini tak berani me"mandangi. Ia merasa berdosa dengan rasa sedap yang ia dapat
dari raut sahabatnya. Tapi ia juga mengetahui sesuatu tentang
kepergian Yuda. Sesuatu yang ia tak mau bagikan kepada
Parang Jati. Bukan, bukan tak mau ia. Tak boleh ia. Yuda me"larang ia bercerita pada Parang Jati alasan yang sebenarnya. Ia
harus mengarang alasan. "Yuda... ah dia sudah terlalu keasyikan panjat tebing. Ter"lalu banyak yang sekarang harus dia kejar di kampus. Dia... dia
harus merayu dosen untuk memberi dia kesempatan perbaikan
nilai." pustaka-indo.blogspot.com6
Parang Jati tidak menyelidik. Marja bersyukur. Tapi ke"tenangan itu berlangsung tujuh detik saja. Setelah itu keduanya
menyadari bahwa mereka akan bersama-sama selama tujuh
hari lagi. Tanpa Yuda. Marja merasa bersalah karena ia meng"inginkannya.
"Kamu... tidak bosan di desa seminggu lagi?" Parang Jati
bertanya, seperti bukan menanyakan yang ia ucapkan.
"Aku senang di sini." Marja memang lebih senang meng"habiskan liburan di tempat tinggal Parang Jati di Sewugunung
di tepi laut Selatan ini ketimbang di rumah orangtuanya sen"diri di Jakarta. Ia gadis sembilan belas tahun yang mulai meng"inginkan kemerdekaan. Tapi tanpa Parang Jati atau Yuda, tujuh
hari di desa adalah terlalu lama. "Aku bisa ngajar menggambar
dan bahasa Inggris di rumah Kepala Desa Pontiman Sutalip.
Kalau kamu sibuk." Ia berharap Parang Jati tidak sibuk.
"Pontiman. Hm. Sutalip." Parang Jati tersenyum sedikit
sinis. Marja tahu sahabatnya mengejek Pontiman Sutalip se"bagai Kepala Desa Seumur Hidup. KDSH. Parang Jati juga yakin
bahwa perwira Angkatan Darat bertubuh dempal itu berada di
balik penebangan liar hutan jati di pegunungan kapur di sana.
Marja sendiri tidak menemukan hal yang terlalu menyebalkan
dari sang Kepala Desa Seumur Hidup Pontiman Sutalip.
"Kamu baru ngajar di sana kemarin kan, Marja."
"Memang. Tapi gak ada salahnya kan?"
Bunyi peluit melengking. Kereta lain menjelang. Getarnya
pada rel telah terasa. "Kamu ikut saya aja, Marja." Ajakan Parang Jati terdengar
di sela-sela suara pengumuman dan derap kereta yang men"dekat. "Saya akan mengantar Jacques melihat candi yang baru
ditemukan. Kamu pasti senang. Daripada main di rumah KDSH
Pontiman Sutalip melulu. Lalu kita akan tur melihat candi"candi! Kita akan ke Jawa Timur."
pustaka-indo.blogspot.com7
numpang-penumpang yang turun. Marja mencuri waktu untuk
mencecap raut lelaki itu sejenak lagi, sebelum ikut memindai
orang-orang yang keluar dari pintu sempit keretaapi.
Tuhan. Mengapa wajah yang biasa ia tatap itu kini meng"ungkapkan detil-detil yang sedap"
Seorang lelaki kulit putih tampak di ambang pintu kereta.
Sosok itu terlalu menonjol dibanding penumpang lain. Dia
satu-satunya orang yang berkulit pucat. Wajahnya menjulang
di antara kepala-kepala hitam yang lebih rendah dari bahunya.
Serat-serat rambut jagung masih tersisa di antara ombak putih
yang mengeras oleh lembab khatulistiwa. Dari kejauhan pun
Marja bisa melihat butir-butir keringat. Pria itu mengeluarkan
saputangan dari saku kemeja linennya dan mengelap wajah,
sebelum tiba giliran bagi dia untuk melompat turun ke arah
peron. Parang jati menyambut lelaki jangkung itu seperti sese"orang yang telah ia kenal dari kecil. Mereka berangkulan se"belum Parang Jati memperkenalkan Marja kepadanya.
"Aha! Akhirnya..." Si jangkung menjerit sambil meman"dangi Marja. "Ini kekasihmu, Jati?" Jacques mengerling.
Parang Jati tertawa hangat. "Bukan, Jacques. Ini pacar sa"habat saya. Pacarnya sahabat saya." Ia merangkul Marja, me"nunjukkan bahwa keintiman mereka tidak berbahaya. Sebab
ketiga mereka"Parang Jati, Yuda, dan Marja"juga adalah
sahabat satu sama lain. "Hm?" Ada selidik dalam nada itu. Jacques tua mengambil
tangan Marja dan menciumnya. "Senang ketemu Anda, nona,
mademoiselle." Marja senang mendengar melodi yang menanjak di akhir
kalimat dan cara bicaranya yang terdengar seperti dalam drama
klasik. "Siapa lelaki yang beruntung menjadi kekasih nona?"
Marja tertawa geli. pustaka-indo.blogspot.com8
"Namanya Yuda. Sandi Yuda. Partner panjat tebing saya,"
sahut Parang Jati dengan keriangan yang sama. "Dan sekarang
dia menitipkan pacarnya pada saya."
"Oh la la! Menitipkan kekasih pada seorang sahabat di se"buah desa kecil yang romantis di tepi laut" Hm! Kalian mestilah
sahabat yang sangat... dekat." Jacques mengedipkan satu
mata. Marja terdiam. Setahun ini ia selalu membanggakan ke"dekatan hubungan antara mereka bertiga. Betapa mereka me"nyayangi dan menyukai satu sama lain tanpa mengganggu ke"seimbangan semula bahwa ia dan Yuda adalah pacar. Parang
Jati datang tak lama kemudian sebagai teman istimewa bagi
sepasang Yuda-Marja yang tak terpisahkan. Dengan takjub
ia menyadari bahwa Parang Jati mengisi ruang-ruang yang
kosong yang ada di antara ikatan dia dan Yuda, membuat hu"bungan mereka makin kokoh.
Tapi kerlingan Jacques adalah tanda dari luar pertama
yang menunjukkan apa yang bisa terjadi dalam tujuh hari ini.
Itu membuat Marja gentar. Sebab seseorang di luar sana telah
mulai membacakan apa yang belum selesai tertulis di pelupuk
matanya. Parang Jati mengambil satu bagasi Jacques tua. Mereka
berjalan ke mobil bersama. Kemudian, hanya Jacques tua yang
memandangi kedua anak itu bergantian. Jacques menyadari,
kedua makhluk muda itu sedang mencoba menghindari mata
satu sama lain. pustaka-indo.blogspot.com2
Berulang kali Jacques tua mengeluarkan saputangan, meng"usap keringat di wajah, dan mengantongi kembali kain tersebut.
Landrover uzur itu tidak berpendingin.
"Musim hujan di Jawa terjadi pada musim panas. Demikian
menurut kacamata orang Eropa," ujar Jacques. Wajahnya
merah melepuh. Marja ingin menyahut: orang Eropa punya kacamata yang
aneh. Tetapi ia diam saja. Ia galau dengan yang telah dilihatnya:
mata kejora pada paras sahabatnya. Mata bidadari jatuh ke
bumi. Parang Jati pun diam, seperti berkonsentrasi pada ke"mudi. Keduanya tahu dalam sunyi, mereka sama kehilangan
kata. "Kebanyakan orang Indonesia mengira musim panas ada"lah kemarau. Tapi, bagi kami musim panas adalah saat mata"hari berada paling dekat dengan tempat kita. Musim hujan di
sini terbentuk ketika matahari berada di bumi selatan, dekat
dengan pulau Jawa. Jadi, musim hujan adalah musim panas di
tanah Jawa." Jacques tua menggurui seolah hendak mengisi ke"bisuan yang canggung di antara dua anak muda itu.
pustaka-indo.blogspot.com10
"Dan, jika sedang tak ada awan, kalian tahu betapa dekat"nya matahari dengan tanah ini. Ia membakar kepala kita."
Marja ingin menyahut: kenapa dulu selalu ada awan se"hingga tak pernah musim hujan sepanas sekarang" Tapi mulut"nya terkunci. Sesuatu di antara dia dan Parang jati mengunci
mulutnya. Tetapi Jacques bagai menjawab dia. "Hm. Pemanasan
global." Lalu lelaki itu bercerita tentang pusaran taufan dan
angin-angin yang memiliki nama, yang bergerak terlalu cepat
tahun-tahun belakang ini. Begitu cepatnya sehingga awan tak
sempat lagi membuat bentuk-bentuk ajaib di langit.
Marja menatap ke luar. Langit biru kental seolah ia baru
saja mewarnainya dengan cat poster, bukan cat air. Tetapi
petak-petak sawah yang mereka lewati menampakkan reretak,
seperti sienna tebal yang telah tahunan kering pada palet. Ia
tersadar bahwa yang indah tak selalu baik rupanya. Seperti biru
langit itu. Biru yang berbahaya. Biru yang panas. Ia menjadi
sedih. Seolah-olah biru yang berbahaya itu adalah tanda me"ngenai apa yang sedang terjadi di dalam hatinya.
Jacques menyimak dasbord, memastikan bahwa memang
tak ada AC. Sesaat kemudian dengan pasrah ia mengelap lagi
wajahnya yang meleleh sambil mengamati sisi dalam kendaraan
itu. "Mobilmu, Jati?" Nadanya selalu meninggi di akhir kalimat.
Parang Jati akhirnya bersuara. "Pasti bukan. Mobil Yuda.
Teman saya. Pacar Marja."
"Mesin asli?" "Hm-mh." "Landrover zaman perang. Sangat boros minyak, bukan?"
"Sangat. Tidak ramah lingkungan."
Kepala Marja bergerak sedikit. Ia belum pernah mendengar
komentar miring ini dari Parang Jati tentang mobil kesayangan
Yuda. pustaka-indo.blogspot.com11
"Kenapa kamu pakai?" Jacques tua bertanya dan Parang
Jati tidak menjawab. Jacques menoleh ke arah Marja, me"nyorot nakal pada gadis muda itu dari sela kacamatanya.
"Mademoiselle" Dengar" Kekasih Anda menitipkan mobilnya
dan pacarnya sekaligus kepada Parang Jati. Dan pemuda ini mu"lai memakai mobil itu sekarang. Oh la la! Berbahaya sekali!"
Marja merasa wajahnya dihembus nyala rona. Ia mencoba
balas bercanda. "Bahayanya di mana, Om?" Tapi ia tahu per"lawanannya sia-sia.
"Oh la la! Parang Jati yang saya kenal adalah seorang
"cologiste. Tapi, sesuatu membuat ia mengkhianati prinsip
hidupnya. Sesuatu itu pasti istimewa. Apa itu" Landrover
tua" Hm-mh?" Jacques menggeleng. "Landrover tua ini..."
Jacques menepuk-nepuk jok depan yang masih bermodel
panjang, "...hanya penanda dari sesuatu yang istimewa, nona
manis!" Ia hanya penanda dari sesuatu yang istimewa. Ia bukan se"suatu yang istimewa itu sendiri.
"Signifiant! Penanda! Mademoiselle mengerti?"
Marja tidak mengerti. Gadis muda itu tidak terlalu me"nangkap hubungan pernyataan yang satu dengan yang lain.
Tapi ia merasakan sesuatu. Sesuatu itu membuat ia senang
sekaligus tidak nyaman. Ia merasa Jacques tua cukup lancang
untuk memperjelas apa yang ia harap tetap samar. Jika ia,
Yuda, dan Parang Jati adalah tiga titik yang saling berhadapan,
Jacques telah menarik garis nyata yang mempertentangkan
Yuda dan Parang Jati. Marja menggigit bibir. Ia tidak suka pada kenyataan itu. Ke"nyataan bahwa antara kekasihnya dan Parang Jati ada sebuah
pertentangan. Sebab ia tahu, memang ada sebuah pertentangan
sejati antara Yuda dan Parang Jati. Itulah yang membuat Yuda
tidak menjelaskan kepada Parang Jati alasan sesungguhnya ia
pulang ke Bandung selama sepekan.
pustaka-indo.blogspot.com12
Kekasihnya melarang dia membukanya pada Parang Jati.
Yuda sesungguhnya pergi untuk mengikuti pelatihan panjat
tebing dengan militer. Beberapa bagian dalam militer kerap
membutuhkan partner latihan yang profesional. Gerombolan
panjat tebing Yuda dan kawan-kawannya telah biasa melakukan
latihan bersama itu, jauh sebelum Parang Jati datang di antara
mereka setahun lalu. Parang Jati, yang muncul terakhir namun yang kemam"puannya sering membikin iri para pemanjat lain, memiliki ke"curigaan yang laten pada militer. Kecurigaan yang menjurus
kepada antipati. Tak akan Parang Jati mengikuti latihan ber"sama militer. Ia memiliki daftar dosa militer dalam sejarah
Indonesia yang tak bisa dibantah Yuda, yang tak menguasai
sejarah sama sekali. Mulai dari berperan dalam pembubaran
Konstituante, menyensor pers, mendalangi pembantaian ter"hadap kaum komunis yang mengorbankan sejuta lebih orang,
merebut tanah rakyat, dan seterusnya pelanggaran hak asasi
manusia di Timor, Aceh, Lampung, Tanjung Priok, yang akan ia
sebutkan dengan dingin dan rinci di luar kepala. Itu belum ter"masuk dosa militer di negeri lain. Burma. Irak. Negara-negara
Amerika Latin. Yuda tahu bukan medannya ia bertarung dengan Parang
Jati si kutu buku yang secara terbuka ia kagumi. Tapi Yuda juga
tak hendak mengambil sikap sahabatnya. Ia mengenal orang
per orang anggota korps militer dan menghormati mereka
sebagai satria. Ia menyukai mereka, sebagaimana ia mengenal
mereka. Daftar dosa yang dibentangkan Parang Jati tidak
mengubah pandangan Yuda mengenai militer. Pengetahuan
tidak bisa mengubah pengalaman.
Marja tahu, dalam hal militer tak ada yang mempertemukan
kedua lelaki itu. Meski Parang Jati tidak akan marah (ia tak ber"hak untuk marah), tetapi keakraban di antara mereka membuat
pustaka-indo.blogspot.com13
Yuda menghindari perasaan tidak enak. Yuda memutuskan
bahwa ada bagian dirinya yang tak perlu diketahui Parang Jati.
Marja menggigit kuku bujarinya. Setiap orang memiliki
bagian sensitif yang tak perlu kita orak. Begitu Yuda sering
berkata. Jika Yuda memutuskan bahwa ada bagian dirinya yang
tak perlu diketahui Parang Jati, akankah Yuda merelakan ada
bagian hidup Parang Jati yang ia tak perlu ketahui. Dan bagian


Manjali Dan Cakrabirawa Karya Ayu Utami di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu berkenaan dengan Marja. Marja mencoba mengenyahkan
harapan yang bersalah itu.
Terdengar suara Parang Jati. "Saya tidak memakai milik
sahabat sendiri, Jacques. Saya merawatnya. Saya merawat
milik sahabat saya."
Marja berdebar karena jawaban itu.
Jacques tua mengibaskan saputangannya. "Oh la la! Ber"bahagialah mademoiselle! Jika mobil yang menyalahi prinsip
hidupnya saja ia rawat, bagaimana pula dengan nona muda
yang cantik, kekasih sahabatnya ini?"
pustaka-indo.blogspot.com3
Pada selembar kertas coretan Marja menggambar tiga titik.
Seperti tak begitu sadar, pada yang pertama ia tuliskan inisial"nya: MM. Pada dua yang lain ia tuliskan: PJ, SY. Parang Jati.
Sandi Yuda. Seperti melayang, ia menarik garis tipis meng"hubungkan mereka. Terjadilah segitiga.
Ia termenung memandangi segitiga sama sisi itu. Selama
ini ia selalu membanggakan keintiman mereka yang unik. Se"pasang kekasih Marja dan Yuda, serta sahabat istimewa Parang
Jati. Ketiganya saling menyayangi dengan seimbang dan se"mestinya. Tetapi mengapa hari ini ia merekam dengan rakus
wajah sahabatnya dan memutar citra itu berulang kali dalam
benaknya. Juga saat ia menggambar segitiga sama sisi ini. Dan
semua itu membuat debaran janggal di dadanya.
"Oh la la." Tiba-tiba Jacques tua telah berada di samping"nya, seperti jin asing yang berseru dalam melodi manis yang
Prancis. Marja mencoba menyembunyikan kertas, bagai seorang
anak hendak menyembunyikan gula-gula yang dicurinya. Tapi
Jacques telah memergoki. Bagaimana mungkin dalam sekejap
pustaka-indo.blogspot.com15
pria itu telah selesai merapikan diri di kamar tidur tamu dan
kembali ke ruang duduk padepokan tempat mereka menginap.
Marja mengutuki diri dan menoleh ke sekeliling. Ia lebih
cemas lagi jika Parang Jati ada di sana dan melihat segitiga
rahasianya. Jacques mengambil kertas yang nyaris kusut dari geng"gaman Marja. Marja merelakannya seperti seorang murid kecil
terhadap gurunya. Jacques membentangkannya lagi. Senyum
kebapakan di wajahnya menyelamatkan gadis itu dari rasa ber"salah yang menekan. Senyum itu seperti berkata bahwa hal
demikian biasa terjadi di dunia ini. Apalagi di dunia anak muda.
Tak usah khawatir. "Hmm...," gumamnya seperti menganalisa gambar kanak"kanak. "MM, PJ, SY. Titik satu, titik dua, titik tiga..." Lalu ia
beralih memandangi Marja. Senyumnya tak lagi kebapakan
melainkan menggoda. "Ah ha! Perlu titik maya untuk meng"gerakkan semua ini. Titik poros."
Sambil berkata begitu, Jacques membuat lubang dengan
ujung pena persis di tengah ketiga titik. Ia membiarkan
pena menancap di sana, lalu memutar-mutar kertas itu. Dan
berputar-putar pula gambar segitiga tadi. Dalam suatu ke"cepatan, segitiga itu menjelma roda yang berputar. "Perlu titik
lain untuk menggerakkan yang statis."
"Titik keempat?" sambar Marja.
"Ah-ah," Jacques menggeleng. "Bukan, anak nakal." Ia
tertawa. "Saya tidak mau ada risiko menjadi titik keempat
untuk mengguncangkan tiga titik dari tempatnya masing"masing. Apalagi saya hanya mengenal dua di antara ketiganya."
Wajahnya menjadi lebih serius sekarang. "Bukan titik keempat,
kelima, atau seterusnya. Tapi titik poros."
Ia mengulangi dengan cara lain. "Bukan sebuah titik. Me"lainkan suatu titik."
Jacques mendekatkan wajahnya pada Marja dan berbisik
rendah. "Titik hu..." Setelah menghembuskan bunyi aneh
pustaka-indo.blogspot.com16
itu, ia tegak kembali. "Itulah yang mereka percaya di sini. Di
padepokan ini." Suaranya bagai menceritakan tanda rahasia
dalam sebuah film misteri. "Anda tentu juga telah mendengar
tentang, hm, titik hu ini bukan, mademoiselle?"
Marja menoleh sekeliling sebelum menatap lelaki tua
itu lagi. Ruang duduk padepokan spiritual itu sedang begitu
tenang. Bahkan tak ada dengung serangga sebab ini musim
basah meskipun di beberapa wilayah tetap gersang. Mereka ber"ada di padepokan milik ayah angkat Parang Jati, seorang guru
kebatinan. Suhubudi namanya.
Marja bertanya dengan suara lirih. "Om sendiri percaya?"
Jacques diam sebentar. "Jangan panggil saya Om, nona manis. Ah, itu panggilan
sisa zaman kolonial. Panggil nama saja. Si Jacques!"
Marja sedikit ragu. "Hm... Jacques... percaya.. pada titik hu
ini?" Lelaki itu menghela nafas panjang. "Seorang ilmuwan tidak
boleh mempercayai apa pun." Ada nada sedih pada suaranya.
"Iman, seperti cinta, bekerja dengan ketidakterbatasan. Tapi
sains, seperti logika, bekerja dengan batasan-batasan."
Marja tercenung. Ah, mengapa tiba-tiba ia merasa hu"bungan cintanya dengan Yuda menjelma batasan" Ia merasa
berdosa karena menginginkan sebuah, atau suatu, titik orbit
yang menggerakkan titik-titik yang statis. Agar Yuda dan Jati
bisa bertukar tempat. Titik hu.
"Dan jika sesuatu yang istimewa terjadi akibat segala hal
berada bersama dalam suatu orbit, maka orang beriman me"nyebutnya "rencana gaib" atau "rencana ilahi". Tapi orang
yang tidak percaya menyebutnya sebagai "kebetulan"," lanjut
Jacques. Pikiran Marja mengembara. Ia mendapati lagi mata malai"kat yang jatuh ke bumi. Malaikat yang kini rentan dan terdadah
pengalaman badan. "Anda percaya ada kebetulan di dunia ini, mademoiselle?"
pustaka-indo.blogspot.com17
Pertanyaan Jacques menggugah lamunannya. Ia tergagap
sedikit. "Eh, ya. Pasti ada kebetulan."
"Dan jika kebetulan-kebetulan itu terlalu banyak dan cocok
satu sama lain... Anda percaya bahwa itu adalah serangkaian
kebetulan belaka?" tanya Jacques lagi, dengan suara semakin
dalam. Marja menggeleng ragu. Ia tak mengerti arah pertanyaan
itu. pustaka-indo.blogspot.com4
Lambat-laun Marja mulai mengerti arah ketika mereka ber"tiga sudah dalam perjalanan lagi. Arah pertanyaan Jacques.
Dan mereka bertiga. Ia, Parang Jati, dan Jacques. Ah. Biasa"nya mereka bersama Yuda. Kali ini Yuda tak ada dan Jacques
tua menggantikan keseimbangan segitiga yang hangat. Aneh"nya, kali ini ia tak begitu kehilangan Yuda. Rasa bersalah atas
benih pengkhianatan membuat ia kerap mendekatkan diri pada
Jacques dalam perjalanan ini. Sesungguhnya ia ingin berada di
samping Parang Jati terus-menerus. Tapi ia tahu keinginan itu
tak lagi tulus. Karena itu ia menjaga jarak dengan melekatkan
diri pada si arkeolog tua yang tampak aman. Saat-saat itulah ia
perlahan mengerti arah pertanyaannya kemarin.
Jika kebetulan-kebetulan terjadi terlalu banyak dan cocok
satu sama lain, apakah kita tetap percaya bahwa itu adalah
serangkaian kebetulan belaka"
Parang Jati memasang sabuk pengaman dan memantik
starter. Mesin langsung menyala. Mereka tak lagi naik
Landrover zaman perang milik Yuda yang boros minyak"
pustaka-indo.blogspot.com19
begitu kata Jacques. Suzuki Escudo 1.600 cc lebih ramah ling"kungan sambil tetap bandel di medan lepas. Dan Jacques le"bih senang lagi karena kendaraan baru ini berpendingin. Ia
tak perlu mengusap peluh dari kepala dan lehernya setiap tiga
menit. Mobil ini juga, selayaknya mobil zaman ini, memiliki
radio dan pemutar musik. Sambil menggoda Jacques, Parang
Jati menyisipkan CD ke celah pesawat dan terdengarlah lagu
nostalgia si tua Jacques. Danny Boy.
Oh Danny boy, the pipes, the pipes are calling...
"Dari Jim Reeves," kata Parang Jati sambil menyeringai.
"Kebetulan saja saya temukan minggu lalu di toko kaset."
"Ah ha! Suatu kebetulan! Jika kebetulan terjadi terlalu
banyak, apakah kita tetap percaya bahwa itu tidak bermakna?"
"Jika itu terjadi," terdengar suara Parang Jati dari balik
kemudi, "seorang ilmuwan akan mencari pola-pola. Dan se"orang beriman akan mencari rencana tuhan."
Kedua lelaki duduk di depan. Marja duduk di belakang
Jacques; dengan demikian ia bisa mudah melirik kepada Parang
Jati dan merekam wajah pemuda itu baik-baik.
"Betul sekali!" sambar Jacques. "Seperti ekspedisi kita se"karang. Kita akan mencoba memahami pola-pola yang diberikan
oleh candi-candi. Dan pola-pola itu bisa dibaca melalui tanda"tanda. La s"miotique, mademoiselle! Ilmu yang menarik. Kita
bermain-main seperti detektif." Jacques menoleh ke belakang.
"Anda, nona muda, siap dan senang ikut permainan detektif
ini" Meski kekasih yang sah tidak bersama Anda?"
Marja pura-pura tidak mempedulikan godaan mengenai
"kekasih yang sah". Ia menyahut tentu saja dan untuk mem"buktikannya ia meneriakkan cihui yang panjang. Parang Jati
tancap gas dan mobil itu meninggalkan Padepokan Suhubudi.
Vila-vila yang ditata mirip perumahan Majapahit pun tampak
menjauh di belakang. Mereka melewati bagian yang sangat di"takjubi Marja, yaitu lorong yang terbentuk oleh runduk rumpun
pustaka-indo.blogspot.com20
bambu raksasa yang bebatangnya tampak hijau keunguan. Di
ujung lorong, mobil pun meninggalkan gapura yang bagaikan
candi bentar bersalut lumut dari masa kuna. Mereka melaju ke
arah Timur, menuju wilayah kerajaan Kahuripan dari sebuah
zaman mitologis. Bagi Marja si gadis kota, ini adalah perjalanan
dari masa lalu ke masa lampau yang mendebarkan. Ia berada
dalam lorong waktu dan nyaris sepenuhnya terlupa pada Sandi
Yuda. Ia telah meninggalkan masa kini sejak kemarin.
Jacques tua senang bicara. Parang Jati tidak sempat men"ceritakan rencana ini karena selama Yuda ada mereka sibuk
dengan panjat tebing di pegunungan batu Sewugunung. "Oh
la la! Jadi kamu dibiarkan kesepian sendiri sementara dua
pemuda itu memanjat tebing" Sangat kurang sopan, ya! Sangat
tidak gentleman. Tenang, si Jacques tua ini tidak akan mem"biarkan mademoiselle terkucil lagi."
Marja tertawa geli. "Saya tidak kesepian, Om. Saya meng"ajar gambar dan bahasa Inggris pada anak-anak desa di rumah
kepala desa." "Jangan panggil saya Om, s"il vous pla"t, mademoiselle.
Manis sekali Anda mengajar anak-anak desa. Gambar dan
bahasa Inggris." Lalu lelaki itu berceloteh lagi tentang Suhubudi,
ayah angkat Parang Jati, sang guru spiritual nan karismatik
dan eksentrik, yang dikenalnya sekitar dua puluh tahun silam.
Suhubudi, yang memiliki minat sangat besar pada warisan
purbakala, mempunyai banyak kawan dan pengikut. "Konon,"
Jacques sok berbisik kepada Marja sambil melirik ke arah
Parang Jati, yang tentu saja mengenal ayah angkatnya sendiri
namun tak suka bercerita tentang tokoh itu, "konon, kawan dan
pengikutnya itu dari kalangan atas, tengah, dan bawah. Anda
mengerti maksud saya, nona muda?" Ia mengerling.
"Memang dia dihormati orang kaya maupun miskin, kaum
cendekiawan maupun petani buta huruf," sahut Marja. Ada rasa
pustaka-indo.blogspot.com21
bangga bahwa Parang Jati yang menggugah hatinya dibesarkan
oleh seorang tokoh yang dicintai segala kalangan.
"Bukan itu saja, mademoiselle. Oh la la! Sayang betul, Anda
sudah menjadi gadis kosmopolitan sepenuhnya! Orang Jawa
sekarang sudah menjadi orang Indonesia yang kering!"
Jacques bicara tentang makhluk halus. Bangsa luhur,
madya, dan asor dalam kepercayaan Jawa. Itulah yang ia
maksud dengan kalangan atas, tengah, dan bawah. Para asor
bergentayangan di tempat yang rendah. Mereka adalah demit,
genderuwo, banaspati, kuntilanak, dan segala yang buas dan
suka berbuat jahat. Para madya berkelana di ketinggian manusia.
Mereka adalah jin baik hati dan roh-roh manusia yang belum
menemukan jalan pulang ke nirwana. Dan para luhur adalah
para leluhur serta peri penjaga bumi. Mereka yang tahu jalan
tapi belum tentu boleh menyatakannya kepada kita. Marja tak
tahu apakah Jacques sedang mencandainya atau tidak.
"Dan... Anda percaya itu, Jacques?" Marja mulai mem"biasakan diri menyapa dengan "Anda", meskipun baginya terasa
terlalu janggal dan formal.
"Ha ha! Seorang ilmuwan tak boleh percaya pada apa pun."
Kali ini tak ada nada sedih pada suaranya. Jacques sedang se"penuhnya riang.
"Seorang ilmuwan dikutuk untuk selalu meragukan segala
hal." Terdengar Parang Jati.
Tapi komentar itu memberi alasan bagi Marja untuk me"natap si pemuda. Parang Jati menatap lurus ke depan, ber"konsentrasi pada keadaan jalan. Ah. Gadis itu segera menyalin
raut yang kini terasa sedap ke dalam ingatan. Jantungnya masih
menyisakan debar janggal ketika terdengar suara Jacques lagi.
"Betul sekali, anak muda! Karena itu, lepas dari apakah
benar Bapak Suhubudi memiliki kawan dari dunia kasat
maupun halus, kelas luhur, madya, maupun rendah... yang
penting Bapak Suhubudi selalu punya informasi terbaru
pustaka-indo.blogspot.com22
mengenai penemuan situs-situs purbakala! Dan Jacques tua ini
diuntungkan oleh karenanya."
Konon bangsa luhur menuntunnya, bahkan bangsa asor
yang ganas pun membuka jalan. Konon, biasanya, para petani
sederhana tak sengaja menemukan bongkah prasasti ketika
sedang mencangkul, lalu mereka melaporkannya kepada
Suhubudi. Suhubudi tahu bahwa birokrasi negara yang korup
tak selalu menguntungkan situs purbakala. Sering kali orang
yang berwenang justru menjual warisan tak ternilai itu. Maka
lebih sering ia mengajak lingkaran terdekatnya, teman-teman
ilmuwan dari dalam maupun luar negeri, untuk membuat
catatan pertama mengenai penemuan itu, sebelum obyek ter"sebut dilaporkan kepada pemerintah.
Itulah yang terjadi kali ini. Suhubudi mendapat kabar ten"tang adanya sebuah candi yang belum tergali di suatu tempat
dekat perbatasan Jawa Tengah dan Timur, di wilayah yang di"perkirakan bagian dari periferi kerajaan Kahuripan Airlangga
di masa silam, jika bukan di negeri dongeng.
Parang Jati tidak suka bercerita mengenai hal-hal supra"natural yang menjadi bagian hidup ayah angkatnya (dan
barangkali dirinya sendiri juga). Karena itu, hanya setelah
Jacques memaksa agar ia berbagi informasi dengan Marja,
barulah pemuda itu berujar dengan malas-malasan.
Bercerita Parang Jati: Suatu pagi seekor burung siung
datang ke bingkai jendela kamar Suhubudi. Suhubudi meng"ulurkan tangannya, dan burung itu hinggap di punggung
lengan sang guru spiritual. Itu yang dilihat Parang Jati. Siang
itu Suhubudi menyuruh seorang utusan pergi ke dukuh Girah,
di kaki Timur Gunung Lawu. Konon, ini yang didengar Parang
Jati: si utusan menginap di rumah si petani dan esoknya cangkul
si petani menumbuk sebuah batu arca. Begitu saja.
"Nah, apakah itu sebuah kebetulan?" celetuk Jacques.
"Ajaib ya?" sahut Marja ringan. Ia gadis sembilan belas
tahun yang masih tak suka memikirkan hal-hal yang rumit.
pustaka-indo.blogspot.com23
Ajaib adalah cara menyelesaikan proses debat dan tanya-jawab.
Ajaib, bisa jadi, adalah cara menamatkan proses berpikir.
Parang Jati telah mengantar beberapa peminat purbakala
dalam negeri ke sana. Mereka telah memulai penggalian sen"diri. Mereka menduga bahwa candi itu berasal dari masa peme"rintahan Airlangga, raja Kahuripan, yaitu awal abad ke-11
Masehi. Ini adalah penemuan penting.
"Tak banyak bangunan peninggalan dari masa itu. Itulah
sebabnya Airlangga dan Kahuripan masih lebih merupakan
kisah daripada sejarah," celetuk Jacques di antara laporan
Parang Jati. "Salah satu kesaksian yang paling penting adalah dongeng
Calwanarang. Kamu pernah dengar itu, Marja?"
"C-calwanarang" C-calonarang?"
"Ya. Perbedaan itu soal ejaan."
"Itu cerita leyak di Bali bukan?"
Marja bergidik ketika Parang Jati mengiyakan. Ia tak ter"bayang bahwa sebuah dongeng horor tentang makhluk jejadian
yang memakan usus dan paru-paru manusia bisa berhubungan
dengan Airlangga, raja masyhur dalam sejarah Jawa kuna.
Dalam versi populer yang dikenal Marja, kisah Calwanarang
adalah kisah ilmu hitam di Bali, pulau yang terpisahkan oleh selat
kecil tipis saja dari ujung timur Jawa. Pulau yang memelihara
tradisi Hindu di Nusantara dari masa silam. Pulau yang disebut
Tanah Dewata. Tokoh janda sihir Calwanarang biasanya dikenal
lewat sendratari Barong-Rangda, yang kini telah jadi paket
wisata umum di Bali. Barong adalah makhluk serupa singa yang


Manjali Dan Cakrabirawa Karya Ayu Utami di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melambangkan ilmu putih. Sedangkan Rangda, artinya janda,
yaitu si Janda Calwanarang, adalah pemegang ilmu hitam sakti.
Sendratari ini mengisahkan pertarungan Barong dan Rangda
yang dimenangkan oleh sang singa pemilik ilmu putih.
"Itu versi turisnya," kata Parang Jati. "Dan para turis me"ngira itu cerita tentang sebuah kerajaan di Bali zaman dulu."
pustaka-indo.blogspot.com24
Tapi, versi yang lebih dihormati tersimpan dalam kitab"kitab daun lontar di puri-puri Bali. Kitab-kitab ini tak boleh
dibaca secara sembarang. Dari geguritan dan kidung-kidung
Calwanarang inilah kita mendapat kesaksian mengenai Prabu
Airlangga dan Kerajaan Kahuripan. Dalam kekitab lontar itu di"kisahkan bahwa Calwanarang adalah seorang perempuan sakti
yang hidup di masa pemerintahan Airlangga. Ia melakukan
"ilmu kiri", yaitu kebalikan dari "ilmu kanan".
"Tetapi orang zaman sekarang senang menafsirkannya
sebagai "ilmu hitam" dan "ilmu putih"." Suara Parang Jati agak
sinis. "Apa bedanya?" celetuk Marja. "Ilmu kanan kan sama
dengan ilmu putih, bukan?"
"Hm, belum tentu. Dan, ilmu hitam juga belum tentu sama
dengan ilmu kiri. Pelan-pelan kamu akan tahu bedanya."
Calwanarang sang ratu teluh hidup di sekitar wilayah
Kahuripan, yang kemudian pecah menjadi Janggala dan
Daha"atau disebut juga Kadiri. Artinya, cerita Calwanarang
mengambil tempat di pulau Jawa. Di wilayah Jawa Timur. Atau,
sejauh-jauhnya, di sekitar perbatasan dengan Jawa Tengah
sekarang. "Hiii. Artinya... ke tempat kita menuju sekarang?" jerit
Marja bersemangat. "Aha!" Jacques menyeringai. "Itu spekulasinya."
"Ah, yang benar dong Parang Jati?" Marja manja. Ia me"nikmati kemanjaannya pada lelaki itu.
"Beberapa kita mulai menjulukinya candi Calwanarang,"
sahut Parang Jati. "Hiii! Masa?" "Arca utamanya kemungkinan besar lingga-yoni. Calwa"narang pasti beragama Syiwa. Beberapa panilnya yang ter"singkap bercerita tentang seorang tokoh perempuan yang
mengadakan perjalanan spiritual," jawab Parang Jati.
pustaka-indo.blogspot.com25
"Kok aneh" Juru teluh melakukan perjalanan spiritual?"
"Bukan. Tokoh perempuan yang diceritakan itu pasti bukan
Calwanarang-nya sendiri. Tokoh itu mungkin mengadakan
perjalanan untuk mendharmakan Calwanarang. Tokoh itu,
mungkin, misalnya, putri Calwanarang..."
Tiba-tiba seekor anjing hitam kelabu berlari melintas jalan.
Parang Jati menginjak rem separuh penuh lalu mengganti ke
gigi rendah. Marja menjerit. Mobil mencicit sebelum kembali
stabil. Oh la la, kata Jacques. Marja menghembus lega. Ia bilang,
ia tak akan bisa memberi maaf jika Parang Jati menggilas hewan
manis itu, tapi ia akan memaafkan jika mereka kecelakaan
karena menghindari sang binatang.
"Tidak, tidak, "sahut Parang Jati lembut. "Saya tak akan
menggilingnya, Marja sayang. Anjing adalah kendaraan Dewa
Syiwa dalam penampakanya sebagai Bhairawa. Yaitu sang pe"musnah. Tidakkah itu kebetulan?"
Marja merona oleh panggilan sayang, yang sesungguhnya
biasa dikatakan Parang Jati. Kini itu terasa berbeda.
Tiba-tiba Parang Jati menghentikan mobil. Marja bertanya
kenapa. Pemuda itu mengatakan bahwa kelihatannya ia telah
mengambil belokan yang salah. Ia memutar balik arah dan be"berapa saat kemudian menemukan jalan yang benar. Anjing
itu seperti memberi tahu bahwa semula mereka menuju keter"sesatan.
Peristiwa tadi membuat mereka kehilangan arah pem"bicaraan.
Tiba-tiba Jacques seperti teringat sesuatu dan menoleh
kepada Marja. "Mademoiselle, inisial Anda MM. Singkatan dari apa itu"
Marja Magdalene?" Mulut Marja mengatup tegang sesaat. Ia khawatir rahasia
cintanya terbongkar. Jacques tahu inisial namanya dari segi"tiga yang ia gambar dengan bodoh kemarin. Segitiga yang
pustaka-indo.blogspot.com26
menggambarkan potensi cinta bercabang antara MM, SY, dan
PJ. Ia tak mau Parang Jati mengetahui khayalan itu. Ia berharap
si tua Jacques tidak membongkar rahasia. Ia mengutuki ke"adaan, tapi ia harus menjawab pertanyaan.
"B-bukan," ia tergagap. "MM adalah Marja Manjali."
"Marja Manjali?" Jacques bertanya dengan suara menanjak
dramatis. "Oh la la! Tidakkah itu sebuah kebetulan lagi?"
"Ya," Parang Jati menyahut dengan nada bernas. "Manjali
adalah nama putri Calwanarang. Ratna Manjali."
"Manjali" Namaku... nama putri Calwanarang?" Marja ter"cekat.
"Tidakkah itu sebuah kebetulan lagi, mademoiselle?"
Marja semakin tercekat. Jika kebetulan itu terlalu banyak,
apa artinya. pustaka-indo.blogspot.com5
Marja merasa memasuki lorong petualangan ketika mobil
menelusup ke dalam sebuah terowongan di bawah jalan air tua.
Pepohonan hijau dan jambul-jambul kelapa lenyap dari pan"dangan. Dalam kegelapan yang ringkas ia merasakan getaran.
Barangkali liang menyekap deru kendaraan, mengembalikan
getar kepada kita. Tapi tidak. Ketika mobil telah lepas dari
terowongan, dan mereka kembali melihat hamparan sawah,
getaran itu tinggal dalam tubuh. Suatu aliran aneh. Tidak.
Bukan satu, melainkan dua.
Ia mengenali getaran yang pertama, yang dihidupkan
oleh kehadiran Parang Jati. Bau tubuh, tatapan, dan segala
kontak dari pemuda itu menimbulkan rasa hangat dan rona,
yang berdenyut pada dadanya menuju wajahnya. Tetapi, kini
ia merasakan denyut yang lain, yang mengalir bukan di bagian
depan tubuhnya, melainkan di sumsum tulang belakang.
Gelap dan dingin terowongan itu telah membangkitkan se"suatu dalam dirinya. Sesuatu yang menegang halus di dalam
perutnya, menjalar ke arah tengkuk. Aliran itu terbit bagai
ular di dalam rahimnya, menggelesar sepanjang punggungnya,
pustaka-indo.blogspot.com28
berakhir di akar bulu roma. Jika gelombang Parang Jati me"nyebabkan jantungnya berdebur, denyut ular ini membuat
perutnya mulas sebelum meremangkan tengkuknya. Dan se"mua itu terjadi setelah ia mengetahui bahwa namanya adalah
nama putri sang juru tenung Calwanarang.
Tegangan itu makin terasa ketika mobil berhenti di per"hentian akhir.
"Dari sini kita harus jalan kaki," kata Parang Jati.
Mereka berada di lereng gunung. Di hadapan mereka adalah
bukit terjal yang masih tertutup hutan. Bau humus dan lembab
yang berat segera meringkus. Masing-masing mengemasi
ransel dan Parang Jati membimbing ke sebuah jalan di mana
ada tambang penolong. Dengan tambang itu Jacques mendaki
di depan, Parang Jati di belakang. Kedua lelaki mengapit Marja,
si nona muda yang dianggap paling tidak berpengalaman. Tak
seperti biasa, Marja banyak diam dalam pendakian. Ia gentar
oleh rasa-rasa yang mengalir dalam tubuhnya.
Setelah tiga empat kali tergelincir, tibalah mereka di sebuah
bidang datar. Jacques menarik tangan Marja agar lebih mudah
melangkah. Lalu Marja melihat sebuah gundukan besar. Batu"batu tua bersusun tinggi bercampur tanah dan tetumbuhan. Ada
tiga tukang di sana, sedang membersihkan susunan bongkah itu
dari gumpalan lemah dan tanaman jalar. Menurut Jati, salah
satunya adalah petani yang menemukan batu pertama. Orang
itu tampak kurus namun bersemangat. Penggalian rahasia ini
telah berlangsung hampir setengah setahun. Sebagian besar
tanah yang semula menutup candi itu sebagai bukit kecil telah
dikikis. Pancang pelindung telah dipasang. Kini peninggalan itu
telah mulai menampakkan rautnya yang menakjubkan.
Marja merasa getaran dari dalam perut ke arah tengkuknya
semakin nyata. Ia menahan mulas serta remang. Barangkali
ia bermimpi. Ia seperti mengenali tempat itu. Barangkali ia
berkhayal. Seolah-olah ia adalah Manjali yang lahir kembali
dan menemukan masa lalunya dari seribu tahun lampau.
pustaka-indo.blogspot.com29
Parang Jati dan Jacques membantu ia memahami susunan
batu yang diam dan menyimpan rahasia. Candi itu bukan jenis
candi raksasa seperti Borobudur dan Sewu yang bersifat Budha
dan tersebar di sisi Selatan Jawa Tengah.
"Candi ini lebih menampakkan ciri-ciri candi Jawa Timur,
mademoiselle," kata Jacques. "Meskipun tidak persis betul."
Marja menatap takjub pada candi yang ramping itu. Ia
melihat lebih daripada susunan batu yang diam kelabu. Ia me"lihat sesosok ratu yang anggun. Kainnya melebar di bawah dan
menyapu tanah. Pinggangnya mengecil dan bahunya mem"besar gagah kembali. Marja melihat mahkota maya yang men"julang pada atap yang kini telah tak ada. Ah. Barangkali ia ter"lalu berkhayal.
Candi-candi yang tersebar di Jawa Timur cenderung ber"ukuran kecil dibanding mereka di Jawa Tengah. Jika candi
Jawa Tengah umumnya tampak seperti raja dempal dengan
mahkota di kepala, candi Jawa Timur bagaikan perempuan
Bali menyunggi sesajen yang menjulang. Tubuhnya ramping,
sementara atapnya menggapai langit lebih tinggi daripada se"mampai tubuh itu. Tapi atap itu terbuat dari ijuk atau bahan
yang mudah lapuk, seperti pura di Bali, sehingga tak tersisa lagi
di masa ini. "Dari segi hiasan dan relief, candi Jawa Tengah yang sekal
justru cenderung lebih damai dan vegetatif, sementara candi
Jawa Timur yang ramping lebih menampakkan energi buas.
Perubahan itu disebabkan oleh beberapa hal, yang masih mem"butuhkan penelitian," terdengar Parang Jati.
Marja tercekat melihat mata Kala yang tampak menyorot
bulat-bulat kepadanya. "Misalnya, kembalinya kepercayaan pra-Hindu," lanjut
Parang Jati. "Kepercayaan dari masa megalitikum. Yaitu, ketika
bangunan suci merupakan makam leluhur."
Candi-candi Jawa Tengah seperti Borobudur, Prambanan,
Sewu merupakan bangunan keagamaan masyarakat. Seperti
pustaka-indo.blogspot.com30
vihara, mesjid, atau gereja di masa sekarang, di sana orang"orang melakukan upacara bagi tuhan yang dipuja. Tetapi
candi-candi Jawa Timur merupakan candi keluarga raja-raja.
Di sana abu sang raja disemayamkan. Di sana pula sosok yang
diperabukan dihormati sebagai penjelmaan dewa.
"Dengan kata lain, candi-candi Jawa Timur umumnya
adalah candi makam," tutup Parang Jati.
Tiba-tiba Marja merasa permukaan tengkuknya berdesir.
Ia menjadi gugup. "Maksudmu, ini adalah makam... kuburan Calwanarang?"
Ia agak takut membayangkan berhadapan dengan peninggalan
tua, makam seorang juru teluh sakti yang ilmunya masih ber"gaung setelah seribu tahun berlalu.
"Sebagian arkeolog berpendapat begitu..." kata Parang Jati.
"Tepatnya, sebagian "arkeolog Jawa" berharap begitu,"
tambah Jacques dengan suara menyindir.
Jacques dan Parang Jati bertatap-tatapan.
"Oui, oui," kata Jacques sambil mengangkat tangan.
"Bukan maksud saya meremehkan para peminat purbakala
bangsa Jawa, yang profesional maupun yang amatir." Ada nada
sinis yang sangat tipis pada suaranya, yang segera beralih men"jadi ironis. "Tapi, justru di situlah menariknya mereka. Mereka
adalah subyek sekaligus obyek penelitian. Termasuk ayahmu
Suhubudi." Jacques berpendapat bahwa para peneliti Jawa adalah
subyek yang meneliti sekaligus obyek yang diteliti. Hubungan
mereka dengan mitos yang ditelitinya sangat dekat. Terlalu
dekat. Mereka masih hidup dalam mitos itu. Sehingga, banyak
kali mereka melakukan pencarian arkeologi demi membenarkan
mitos. Di Barat, para ilmuwan melakukan penelitian ilmiah
untuk menguji sebuah mitos. Di sini, sebaliknya. Orang Jawa
bukan menguji, melainkan mencari pembenaran untuk apa
yang mereka percaya. Parang Jati tampak tidak rela dengan pendapat itu. Tapi
pustaka-indo.blogspot.com31
ia tak bisa menyangkal bahwa beberapa orang, termasuk ayah
angkatnya, adalah pengagum Raja Airlangga dan sangat senang
jika bisa mendapatkan remah-remah apa pun dari masa kerajaan
Kahuripan. Mereka memanglah orang-orang yang mempunyai
ikatan batin dengan raja-ratu Jawa kuna yang mereka terima
sebagai leluhur. Parang Jati tidak senang dengan kenyataan
yang diungkapkan Jacques. Namun ia belum bisa merumuskan
apa yang salah dan apa yang tidak dalam kenyataan itu. Maka ia
menyimpan persoalan itu di jantung dan kepalanya.
Tapi Marja belum terlalu suka berpikir. Seperti anak modern
umumnya, ia ingin jawaban yang cepat, laksana sesuatu yang
ajaib. Ia ingin kebenaran yang tunggal dan gampang. "Jadi,
yang benar dong, ini makam Calwanarang atau bukan?"
Parang Jati dan Jacques tersenyum, seperti menghadapi
anak kecil yang tak sabar.
"Bisa ya bisa tidak," jawab keduanya berbarengan.
"Mana yang lebih Anda harapkan, nona. Ini makam
Calwanarang atau bukan?" tanya Jacques kemudian.
"Mm. Entahlah." Marja ragu, tapi Parang Jati tahu bahwa
pertanyaan itu adalah sebuah jebakan tentang betapa kelindan
apa yang kita cari dan yang kita harapkan. Betapa mudah kita
tergiring untuk mencari berdasarkan harapan kita. "Entahlah,"
kata Marja lagi, dengan suara polos. "Tapi saya senang kalau ini
memang benar makam Calwanarang. Kayaknya seru. Meskipun
saya agak ngeri. Tapi saya senang sih. Ngeri-ngeri senang..."
"Oui. Tampaknya semua orang ingin agar ini memang
kubur Calwanarang," ujar Jacques. "Sayangnya, belum tentu
begitu." Terdengar suara dari balik bukit susunan batu, memanggil
Parang Jati dengan sebutan raden. Si petani kurus penemu
candi muncul dan berbicara dalam bahasa Jawa. Ia memberi
tahu bahwa mereka telah menemukan sebuah arca beberapa
meter di belakang candi. Mereka juga telah membersihkan
permukaannya. Tapi arca yang terbaring telungkup itu begitu
pustaka-indo.blogspot.com32
beratnya sehingga mereka tidak bisa menegakkannya. Per"debatan kecil antara Jati dan Jacques pun melumer.
Parang Jati, Jacques, dan Marja mengikuti petani itu ke
belakang candi. Beberapa meter dari sana, di antara serakan
batu yang lain, tampak sebongkah yang amat besar. Mereka
mendekat dan menjulurkan kepala. Bagi Marja, benda itu tam"pak lebih menyerupai sarkofagus, batu kubur yang polos. Tapi
bagi Jacques dan Parang Jati, yang terbiasa dengan arkeologi,
nyatalah bahwa itu sebuah arca yang telungkup. Jati men"jelaskan bahwa yang tampak di permukaan tanah adalah din"ding belakang arca. Tidak seperti patung dewa Yunani maupun
Mesir kuno yang berdiri tunggal, arca dewata pada candi tidak
pernah berdiri sendiri. Arca selalu dipahat dengan dinding
bingkai di belakangnya, yang disebut prabhamandala. Dinding
bingkai itu tempat menggambarkan atribut sang dewa, yaitu
benda dan lambang yang digambarkan pada tangan berganda
dewa itu. Sisi belakang dinding itulah yang tampak bagai batu
kubur bagi Marja. Parang Jati dan Jacques mengintip ke sisi depan yang se"dikit terungkit. Mereka mencukili tanah yang mungkin. Jati
meraba-raba dengan jemarinya yang berjumlah dua belas.
Marja tak melihat jumlah itu sebagai cacat. Marja, dan semua
orang yang tahu, melihat jumlah yang lebih itu sebagai suatu
keistimewaan. Jika manusia biasa memiliki lima jari, angka
ganjil, di setiap tangan dan kaki, Parang Jati memiliki enam,
angka genap. Dia adalah orang yang genap, tergenapi, meng"genapi. Marja percaya, jari-jari Parang Jati yang lebih itu me"miliki mata. Lihatlah, pemuda itu sedang menatap-natapi arca
yang telungkup dengan jemarinya. Ia memejamkan mata di
kepalanya. Maka sekali lagi Marja mendapat kesempatan me"nikmati wajah yang tak menyadari itu.
Setelah beberapa saat Parang Jati membuka matanya. Ia
telah selesai mengamati yang ia bisa dengan jemarinya. Orang"orang menunggu berita dari mulutnya.
pustaka-indo.blogspot.com33
"Ada anjing, tengkorak, dan trisula." Parang Jati meng"gambarkan yang dilihat jemarinya. "Ia arca Syiwa Bhairawa,"
katanya. "Arca demikian juga dinamai Cakra Cakra."
Marja kembali merasakan aliran aneh itu. Barangkali ke"trampilan Parang Jati membuat jantungnya memompa rona ke


Manjali Dan Cakrabirawa Karya Ayu Utami di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pipinya. Tapi aliran ganjil yang lain itu menguat pula. Tegangan
halus yang muncul dari dalam perutnya, menguat, lalu menjalar
ke arah tengkuk. Ini bukan datang dari cinta ataupun asmara.
Ini seperti datang dari persentuhan dengan sebuah kehadiran
yang tak terlihat. Yang tak diketahui. Kini getaran itu menjadi
gawat di sisi belakang lehernya, sebelum hilang, meruap keluar
tubuhnya. Arca Syiwa Bhairawa pustaka-indo.blogspot.com34
Marja kembali pada keadaan semula. Ia menelan ludah
dan sedikit mengocok kepala, meyakinkan diri bahwa ia dalam
keadaan sadar. "Syiwa Bhairawa" Cakra Cakra" Apa hubungannya dengan
Cakrabirawa, Jati?" Tapi ia melihat tiga petani saling berpandang-pandangan.
Dan Parang Jati tidak langsung menjawab.
pustaka-indo.blogspot.com6
Menjelang senja Parang Jati dan ketiga petani turun. Orang"orang desa itu pulang ke rumah masing-masing, tapi para tamu
akan menginap di lokasi, dan Parang Jati mengambil air untuk
mereka berbasuh secukupnya. Ketiga petani masih membicara"kan betapa arca Syiwa Bhairawa tak mau diangkat. Tak mau,
itu istilah yang mereka pakai. Bukan tak bisa. Harus ada syarat
untuk mengangkatnya dari tanah, mereka percaya.
Kelak, pada malam harinya, Parang Jati menjawab per"tanyaan Marja. Cakrabirawa adalah nama yang mengorak luka
yang masih basah bagi warga di sini. Desa ini dulu, di tahun
enampuluhan, merupakan desa PKI. Lalu terjadilah apa yang
dikenal sebagai Peristiwa 30 September 1965, yaitu peristiwa
penculikan dan pembunuhan tujuh perwira Angkatan Darat di
Lubang Buaya. Berkata Parang Jati: sesungguhnya, operasi penculikan
dan pembunuhan itu dilakukan oleh sekelompok militer yang
menyempal, di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung,
komandan batalyon I Cakrabirawa. Cakrabirawa adalah pasukan
pustaka-indo.blogspot.com36
elit pengaman Presiden Sukarno di masa itu, yang dekat dengan
PKI. Letkol Untung mengumumkan bahwa ketujuh jenderal
itu ia habisi karena mereka hendak menggulingkan Presiden
Sukarno. Tapi, gerakan sepihak Letkol Untung mendapat serangan
balik dari AD, di bawah pimpinan Mayor Jenderal Soeharto.
Setelah itu, tak hanya Cakrabirawa, segala badan yang berhu"bungan dengan PKI dianggap bertanggungjawab atas pem"bunuhan ketujuh "pahlawan revolusi?"demikian perwira yang
dibunuh itu dikenang kemudian hari.
Seperti dicatat sejarah, terjadi penumpasan massal ter"hadap pengikut PKI. Lebih dari satu juta orang, Parang Jati per"caya. Begitupun, terjadi pembantaian pula pada warga desa ini.
Konon, suatu pembunuhan besar terjadi di sini karena
warganya dituduh menyembunyikan seorang perwira Cakra"birawa yang sedang dicari. Peristiwa itu meninggalkan trauma
pada warga desa. Karena itulah para petani jeri mendengar
Marja menyebut Cakrabirawa dengan enteng. Itu nama yang
berhubungan dengan penderitaan banyak warga desa.
Marja menyesal, tetapi ia sungguh-sungguh tak menyangka
bahwa sebuah nama, yang baginya hanya ada dalam pelajaran
sejarah yang membosankan, bahkan diplesetkan oleh para
banci di salon sebagai kata ganti "cakep banget?"cakra birawa,
cakep banget"ternyata bermakna begitu dalam dan pahit bagi
sebagian orang. Itulah titik di mana ia merasa bahwa ia sangat
jauh dari sejarah. Tapi percakapan tadi terjadi pada malam hari. Sekarang
masih senja. Dan Marja duduk berdua dengan Jacques, menanti
Parang Jati kembali dengan kantong-kantong air yang telah
penuh. Matahari telah rendah dan langit mulai merah. Burung"burung simpang siur, beterbangan menuju sarang mereka di
cecabang. pustaka-indo.blogspot.com37
"Kamu senang ikut ke sini, Marja?" tanya Jacques. Itu per"tama kalinya Jacques menyebut dengan "kamu" dan bukan
"Anda", dan memanggilnya dengan nama, bukan sebagai
nona. "Ya. Sangat." Namun, keriangannya yang istimewa sedikit
menurun, barangkali karena aliran-aliran aneh yang ia rasakan
hari ini. "Om juga senang?"
"Silakan jangan panggil saya Om." Nada Jacques terdengar
lucu bagi Marja. "Oh iya. Maaf, lupa lagi. Hm. Kenapa Jacques tertarik pada
candi-candi di Indonesia?"
Jacques tidak langsung menjawab. Ia memandangi candi
yang baru ditemukan. Ia memandangi langit dan pucuk-pucuk
pepohonan. Lalu ia memandang Marja.
"Semuanya karena kebetulan," sahutnya dengan mata yang
dalam. "Kebetulan?" Jacques mengangguk. "Kebetulan lagi?"
Jacques mengiya dengan lembut katupan mata. "Kebetulan"kebetulan. Hm. Terlalu banyak kebetulan."
Lalu Jacques bercerita. Pada awalnya ia adalah mahasiswa
teknik sipil di Prancis. Tak tahu apa-apa ia mengenai Indonesia.
Waktu kecil ia hanya berpikir untuk membangun gedung, jem"batan, konstruksi modern, sebab demikianlah semangat zaman.
Ia adalah anak yang lahir begitu Perang Dunia usai. Di masa
pertumbuhannya Eropa sedang mulai membangun kembali
dari reruntuhan perang. Karena itu, sebagai bocah, cita-citanya
adalah menjadi insinyur. Tapi, beranjak remaja, pelan-pelan ia melihat kenyataan
lain. Mahasiswa, dosen, dan intelektual muda di Prancis era
60-an mulai menyadari betapa kemajuan, modernitas, dan
kapitalisme mulai memperbudak masyarakat. Jacques muda
pun bergabung dengan kelompok kiri baru. Lelaki paruh baya
pustaka-indo.blogspot.com38
itu harus menjelaskan kepada Marja yang buta sejarah bahwa
kelompok-kelompok kiri ini anti kapitalisme, tapi juga anti
Stalinisme. Mereka Marxist, tapi mereka tidak setuju pada
sistem yang diterapkan negara-negara komunis seperti Uni
Soviet, RRC, maupun negara-negara Eropa Timur. Perbedaan
semacam ini tak dimengerti oleh kebanyakan generasi Marja.
Jacques dan angkatannya menginginkan masyarakat yang
manusianya merdeka, tidak diperbudak oleh negara ataupun
oleh pasar dan industri. Juga tidak diperbudak oleh agama.
Pada masa-masa itulah, tiba-tiba, di sebuah tikungan
kampusnya, Jacques bertemu dengan seorang perempuan Asia.
Bukan Indonesia, melainkan Indochina. Ya, bukan Indonesia,
melainkan Vietnam. Gadis itu tampak sangat cantik dan sangat
berbeda. Rambutnya hitam lurus. Kulitnya begitu lembut dan
berwarna mulus, tanpa bulu, tanpa bercak. Matanya runcing
seperti kacang almond. Jacques jatuh cinta.
Gadis itu datang dari Vietnam, yang ketika itu mulai meng"alami perang-perang saudara yang menyedihkan. Vietnam se"belumnya adalah jajahan Prancis. Dalam masa Perang Dunia,
Jepang juga mengalahkan penjajah Eropa, seperti di Indonesia.
Ah, betapa miripnya negeri itu dengan Indonesia. Pendudukan
Jepang menyebabkan penderitaan, wabah, dan kematian. Se"telah Jepang dikalahkan dan Perang Dunia berakhir, negeri itu
pun masuk ke dalam era baru. Era yang juga dialami Indonesia
dan seluruh dunia. Era Perang Dingin. Pertarungan politik di
zaman Perang Dingin sangat dipengaruhi ketegangan antara
Blok Barat, yang dibentuk oleh Amerika Serikat dan sekutunya,
melawan Blok Timur yang komunis.
"Apakah memang Perang Dingin itu begitu serius?" tanya
Marja polos. Selain tak pernah tertarik sejarah selama ini, ia
pun telah jauh dari banyak peristiwa besar dunia era itu.
"Tentu saja. Kalau tidak, Sukarno tidak akan membuat
Gerakan Non Blok," sahut Jacques.
Di Indonesia, yang saat itu sudah merdeka, PKI menjelma
pustaka-indo.blogspot.com39
menjadi salah satu partai terbesar. Di Vietnam, yang belum
merdeka, kaum komunis berhasil memukul penjajah Prancis.
Sementara itu, Blok Timur menjalankan politik domino.
Kamu tahu, dalam permainan domino, kartu yang jatuh akan
menjatuhkan kartu berikutnya. Begitu selanjutnya, hingga
semua kartu akhirnya jatuh. Demikianlah, negara yang sudah
jatuh ke tangan komunisme akan menyebabkan negara te"tangganya jatuh pula ke tangan komunisme. Hingga seluruh
dunia kelak menjadi komunis. Karena itu, Amerika Serikat
mati-matian mencegah satu negara pun jatuh ke dalam ke"kuasaan kaum komunis.
"Kamu tentu pernah dengar teori bahwa Amerika pun ada
campur tangan agar Indonesia jangan jatuh ke tangan PKI?"
Marja tersenyum malu. Ia tak pernah dengar.
"Tak apa," gumam Jacques tentang ketidaktahuan Marja.
Jacques melanjutkan: Pendek cerita, untuk menahan laju
komunisme di dunia, Amerika Serikat pun ikut terlibat dalam
Perang Vietnam yang sangat mengerikan itu. Maka, keluarga si
cantik bermata biji almond pun meninggalkan negerinya yang
tercabik-cabik. Mereka pergi ke bekas negeri penjajah, sebab di
sana ada hubungan sejarah. Seperti juga ada hubungan sejarah
antara Indonesia dan Belanda, sehingga banyak pelarian politik
kemudian tinggal di negeri kincir angin itu. Mereka, keluarga si
cantik bermata biji almond, pergi ke Prancis.
Pertemuannya dengan gadis itu menyadarkan Jacques
akan imperialisme Barat atas Timur. Lahir dari tradisi Katolik,
ia melihatnya sebagai dosa asal dirinya, dosa asal seorang putra
Eropa. Ia lahir dan menjadi dirinya dengan dosa-dosa yang di"wariskan leluhurnya. Imperialisme dan kolonialisme adalah
dosa asal dirinya. "Sebagai anak muda"aku seusiamu sekarang, Marja"ada
suatu masa ketika aku ingin menanggalkan keeropaanku dan
menjadi sama seperti mereka yang ditindas nenekmoyangku."
Gadis bermata almond itu menolak cintanya. Tapi gairah
pustaka-indo.blogspot.com40
Jacques terhadap perempuan itu telah menjelma kecintaan
pada segala yang Vietnam. Ia mulai mengalihkan studinya dari
teknik sipil umum kepada teknik bangunan kuil-kuil Indochina.
Ia semakin tekun mempelajari arsitektur kuil Hindu-Budha. Ia
mendaftar untuk beberapa proyek penelitian mengenai candi"candi di sana. Tapi, perang Vietnam menunda sebagian besar
rencana. Tak ada satu lowongan pun baginya.
Suatu hari, seorang profesornya berkata bahwa ada sebuah
negeri lain di Asia Tenggara yang keadaannya lebih stabil. Di
sana ada sebuah candi Budha yang menakjubkan. UNESCO
telah menyetujui permintaan negeri itu untuk membantu usaha
pemugarannya"sebab begitu banyak candi di Asia Tenggara
rusak semasa pendudukan Jepang. Lembaga PBB itu sedang
mengirim beberapa tim ahli untuk membuat penilaian dan
rencana. Maukah kau ikut di dalamnya" Bagus untuk karirmu
kelak! Candi itu Borobudur. Letaknya di jantung Pulau Jawa.
Sejak itu, Jacques pulang ke Indonesia. Ya. Ia merasa
pulang setiap kali ke Indonesia. Angin telah membelokkan
jalannya menuju rumah kedua, tujuan yang sebelumnya tak
pernah ia duga. "Oui. Begitulah. Saya berada di sini karena serangkaian ke"betulan."
"Jika kebetulan terjadi terlalu banyak, apakah kamu tetap
percaya bahwa itu hanya kebetulan belaka?" Marja mengulang
pertanyaan yang ia dengar sebelumnya dari Jacques.
"Seorang ilmuwan tidak boleh percaya pada apa pun." Ada
nada sendu pada suara Jacques.
"Aih. Apa rasanya hidup tanpa boleh percaya apa pun?"
"Yah. Kita hanya tidak boleh percaya apa pun ketika sedang
menjalankan pekerjaan ilmiah. Tapi, di luar itu, tentu manusia
ingin percaya sesuatu." Jacques pun seperti melamun sejenak.
"Ayah sahabatmu yang tampan itu, misalnya," lanjutnya
sambil mengerling, mempermainkan perasaan Marja pada
pustaka-indo.blogspot.com41
Parang Jati. "Pak Suhubudi percaya bahwa saya "dituntun"
untuk datang ke Jawa. Sesuatu menuntun saya untuk men"jawab suatu pertanyaan di sini." Ia mengangkat alis sambil
memberi kesempatan Marja mencerna. "Tapi, saya lebih se"nang membayangkan bahwa dalam hidup yang sebelumnya
saya memang ada di sini. Barangkali di hidup sebelumnya
saya adalah seorang Jawa. Atau saya seorang ilmuwan Eropa
yang mencintai Jawa. Dubois, mungkin. Junghun, mungkin.
Atau sekadar figur yang tak tercatat. Dan pekerjaan saya belum
selesai, atau saya mati penasaran, sehingga saya masih ingin
kembali. " Marja tertawa kecil. "Kamu percaya reinkarnasi, Jacques?"
Jacques mengangkat bahu. Ya dan tidak sekaligus.
"Memang... agama kamu apa sekarang" Hm, kamu masih
beragama, Jacques?" "Ya. Saya, Katolik. Tapi saya senang dengan konsep rein"karnasi."
"Tapi itu ajaran Hindu-Budha. Itu tak ada dalam ajaran
Katolik, kan?" "Tidak. Tapi Katolisisme mengenal konsep "api penyucian".
Purgatori," sahut Jacques dengan nada separuh becanda. "Jiwa"jiwa mati yang masih belum suci harus melalui "api penyucian"
sebelum masuk surga. Lama dan beratnya tergantung dosa"dosa kita. Nah, sekarang tinggal perkara bagaimana menafsir"kan "api penyucian" itu. Dulu para teolog dan seniman Gereja
Eropa menggambarkannya sebagai sejenis neraka yang lebih
jinak. Ada api, dan setan-setan, serta malaikat yang siap meng"angkat kita jika dosa kita sudah leleh terpanggang." Jacques
tertawa kecil sejenak. "Tapi, sekarang saya lebih senang mem"bayangkannya sebagai kelahiran kembali. Kita dilahirkan kem"bali, terus-menerus, untuk memurnikan jiwa kita, sampai kita
bisa mencapai surga, yaitu nirwana, seperti dalam konsep
agama-agama Timur. Jadi, api penyucian bukan di alam arwah,
melainkan di dunia ini juga."
pustaka-indo.blogspot.com42
Marja senang dengan penafsiran Jacques. Ia merasa ada
yang humoris di sana, yang bisa membuatnya tertawa. "Kalau
memang begitu, kenapa agama Katolik tidak mengajarkannya
seperti itu saja?" "Mungkin mereka tidak menganggapnya sebagai penge"tahuan yang penting dan berguna untuk memperbaiki tingkah
laku manusia. Orang yang tahu bahwa dia punya kehidupan se"belumnya dan mungkin akan dilahirkan kembali belum tentu
jadi orang yang baik juga. Jangan-jangan mereka malah me"nyalahkan hidup lampau untuk hidup yang sekarang. Jadi,
lebih baik menyederhanakannya sebagai api penyucian dan
memusatkan perhatian pada hidup yang kali ini." Jacques me"nutup dengan mengangkat bahu. "Le myst"re."
Kali ini Marja terbawa merenungkannya juga. Lalu, ia me"nyadari perlahan-lahan rasa itu datang lagi. Ia merasakan desir
aneh itu lagi. Kali ini tegangan itu bermula dari tengkuknya
dan menjalar menuju pusat perutnya. Kata-kata Jacques meng"antarnya pada sebuah lamunan. Tentang orang-orang yang lahir
kembali dari masa silam. Tentang perang yang merusak candi"candi. Tentang manusia-manusia yang dulu membangun kuil"kuil itu. Lalu candi ini. Candi Calwanarang. Samar-samar suatu
bayangan meruap, bahwa dirinya merupakan kelahiran kembali
dari Manjali putri Calwanarang. Calwanarang, ratu teluh yang
makamnya adalah di candi ini. Marja bergidik. Ia cepat-cepat
mengenyahkan fantasi aneh itu dengan menganggapnya tolol.
Tapi sesuatu tetap bergaung di kepalanya. Ia bersumpah akan
bertanya kepada orangtuanya, dari mana namanya berasal.
Manjali. Ketika itu Parang Jati muncul dari bawah tubir tebing
tanah. Sambil berpegangan pada tambang pengaman, pemuda
itu memanggul kantong-kantong air yang gembung, serta
sekarung perkakas dan tali-temali. Marja termenung: mengapa
sosok yang dulu sekadar menyenangkan itu, kini nampak begitu
sedap. pustaka-indo.blogspot.com7
Malam ini Marja tidak merasakan tegangan aneh itu lagi.
Ia tidak mengalami sesuatu yang menjalar dari perut menuju
tengkuknya. Sesuatu yang meremangkan kuduknya. Tapi ia me"rasakan detak janggal pada jantung-hatinya dan rona hangat
pada pipinya. Dan itu bukan karena suatu kehadiran yang asing,
melainkan karena kehadiran sahabatnya, Parang Jati, yang ia
telah akrabi bau keringatnya.
Ketika tiba saatnya tidur, Parang Jati bertanya apakah
Marja ingin ia tidur di tenda Jacques atau di tenda Marja.
Marja diam sesaat dan itulah saat ia merasakan denyut yang


Manjali Dan Cakrabirawa Karya Ayu Utami di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuat pipinya hangat. Tidur setenda dengan pemuda itu
adalah kewajaran selama ini. Sebab selama ini selalu ada Yuda,
kekasihnya. Kini Yuda tidak hadir. Sedangkan tidur sendiri
adalah ketidakwajaran sebab ia selalu berperan dan diterima
sebagai gadis kecil yang membutuhkan penjagaan. Apalagi di
malam hari pada sebuah kubur kuno seperti ini: candi makam
seorang ratu sihir, yang teluhnya mungkin masih bergema se"telah seribu tahun. Pemuda Parang Jati bertanggung jawab
pustaka-indo.blogspot.com44
ngunjunginya nanti malam. Tapi, bagaimanapun, pilihan tetap
ada di tangannya. Marja memandangi mata Parang Jati yang bidadari jatuh
ke bumi. "Kalau kamu tidak keberatan, saya takut tidur sendiri." Ia
berkata sesopan bisa. Tapi tak bisa tidak ia tetap manja.
Parang Jati mengangguk dengan kelembutan yang
biasanya. Jacques berpura-pura tidak mendengar percakapan itu.
Lelaki tua itu menguap dibuat-buat lalu masuk ke tendanya
setelah pamit seadanya. Dan malam itu Marja tidur berdua
dengan Parang Jati. Sesungguhnya udara tidak terlalu dingin.
Tapi tanpa kata-kata keduanya sepakat untuk menyusup dalam
kantong tidur masing-masing. Sebab demikianlah yang paling
santun demi sahabat dan kekasih mereka, Sandi Yuda.
Parang Jati mematikan lampu baterai dan tenda gelap se"ketika. Senyap beberapa saat. Lalu Marja mengucapkan, se"lamat malam Jati. Tapi sesungguhnya bukan ucapan salam
yang ia ingin ungkapkan. Ia ingin mengungkapkan bahwa ia
ada di sini, belum lagi tidur. Parang Jati terdengar bergerak
sedikit sambil membalas salam itu dengan manis. Setelah itu
mereka tak berkata apa pun lagi.
Marja tak segera bisa memejamkan mata. Sebab ia masih
ingin merasai kedekatan pemuda itu. Akhirnya ia memejamkan
mata, tapi hidungnya mencari-cari hangat lelaki itu. Setelah itu
ia merasa bersalah pada Yuda, yang meninggalkan ia bersama
Parang Jati. Dan ia menyadari betapa beda Yuda, kekasihnya,
dan Jati, sahabatnya. Yuda yang kasar, sinis, dan liar, sementara
Jati yang halus, sopan, dan perenung, meskipun keduanya
sama bertubuh pejal, sama tabah menanggung siksaan tebing,
dan sama tulus. Mereka menganggap ia gadis kecil yang membutuhkan
penjagaan. Tapi Yuda tahu bahwa ia adalah kucing liar di
tempat tidur. Permainannya dengan Yuda adalah senantiasa
pustaka-indo.blogspot.com45
penaklukan. Mereka adalah musuh yang menggairahkan bagi
yang lain. Jika bukan Yuda menaklukkan dia, maka dia me"naklukkan Yuda. Jika bukan Yuda memperkosa ia, maka dia"lah yang memperkuda Yuda. Jika bukan Yuda, maka ia yang
menampar dan meludah pada wajahnya saat mereka bergelut.
Fantasi agresif demikian sudah menjadi bagian yang wajar
dalam hubungannya dengan Yuda.
Tapi malam ini ia membayangkan kecupan lembut pada
dahinya dari Parang Jati. Ucapan selamat malam yang me"runtuhkan tanggul pertahanan. Ia inginkan ciuman panjang
tanpa gigitan. Pelukan yang erat dan embun haru pada mata.
Dua tubuh telanjang tanpa jarak pandang, sebab jarak pandang
membuat tubuh menjelma obyek bagi yang lain. Ia inginkan
persatuan yang dalam dan sederhana.
Ia inginkan ejakulasi yang biarlah rahasia.
Ia merasa berdosa pada Yuda. Ia merasa mengkhianati ke"liaran mereka. Ia barangkali nakal dan berani, tapi ia bukan
pengkhianat. Tapi, sungguh, kali ini ia inginkan percintaan
yang lembut. Ia terlelap juga, ketika malam telah begitu larut.
Marja terbangun ketika semua orang telah bangun. Ia
mendengar suara agak ramai di luar. Ia merapikan pakaian dan
menyusup ke luar tenda. Suara-suara berasal dari balik candi
dan ia berjalan ke sana. Lalu dilihatnya beberapa orang ber"kerumun menghadap sebuah arca yang kini telah berdiri tegak.
Arca Syiwa Bhairawa. Atau dinamai juga arca Cakra Cakra.
Arca sang dewa pemusnah dalam tenaga paling ganasnya.
Syiwa dengan seekor srigala. Dilihatnya, betapa serupa serigala
itu dengan anjing yang kemarin melintas. Dirasakannya geliat
mulas di perutnya. Dan sang dewa: Syiwa dengan simpai tengkorak. Syiwa
dengan puluhan jerangkong di kakinya. Syiwa dengan kepala
pustaka-indo.blogspot.com46
Brahma di tangannya. Marja merasakan getaran itu lagi. Aliran
tegang dari perut ke tengkuknya, yang menghilang melalui
remang halus bulu kuduk. Kali ini aliran itu singkat saja. Ia
bertanya, bagaimana arca itu akhirnya bisa didirikan"
Seseorang berkata bahwa keajaiban mestilah telah terjadi.
Yang lain berkata bahwa sang raden menyerupai Bandung
Bondowoso, yang bisa memanggil kekuatan alam untuk men"dirikan candi dalam semalam. Jacques berkata bahwa yang di"lakukan Parang Jati hanyalah mempergunakan sistem ungkit
yang benar. Yang bisa dibenarkan secara mekanika. "Selain
menelepon ayahnya agar memintakan "izin" jika beliau anggap
perlu," tambah Jacques kemudian.
"Izin" Pada siapa?" tanya Marja.
"Nona Manjali," tegur Jacques, "Anda sungguh sudah
menjelma orang Indonesia yang kering." Jacques kembali
menyebutnya "Anda". "Apa Anda tidak tahu bahwa orang
Jawa, dulu, untuk masuk ke hutan pun mereka mengucapkan
kulonuwun?" Marja tahu. Tapi ia tak yakin bahwa hal itu masih berlaku
ataupun masih seharusnya berlaku.
"Saya seorang saintis," lanjut Jacques dengan nada sedikit
menggurui. "Tapi saya tidak keberatan untuk menambahkan
sopan-santun dalam proses penelitian. Misalnya, minta permisi
pada sesuatu yang belum tentu ada."
Pada sisa waktu mereka di desa itu, cerita mengenai
Parang Jati bisa menegakkan arca Syiwa Bhairawa menjadi
buah bibir para tukang dan petani. Ia dijuluki Raden Bandung
Bondowoso. Pelan-pelan Marja berharap bahwa hal itu benar,
sebab yang demikian semakin menambah keistimewaan Parang
Jati, selain dua belas jarinya yang sempurna. Tapi Jacques
bertindak sebagai pengendali nafsu Marja akan dongeng dan
kepahlawanan pujaan hatinya. Kata Jacques, "Yang menarik
di tanah Jawa ini adalah, hal-hal masih berjalan dalam dua
kanal. Saluran fisik dan saluran metafisik. Atau, proses nyata
pustaka-indo.blogspot.com47
dan proses gaib. Dan jika sesuatu berhasil, ada yang percaya
bahwa proses nyata yang bekerja. Ada juga yang percaya bahwa
proses gaib-lah yang menentukan. Dan kita tak pernah sungguh
tahu." pustaka-indo.blogspot.com8
Marja mengambil teleponnya dan memijit nomer Yuda. Itu
adalah saat ketika rasa bersalahnya meningkat. Dan rasa ber"salah itu meningkat sebab rasa ketagihannya pada bau Parang
Jati demikian pula. Ini bukan tindakan pikiran. Ia tidak berpikir.
Tak ada yang tahu apakah ia menelepon agar, di tengah godaan
ini, ia memperkuat hubungannya dengan Yuda. Atau ia justru
ingin memastikan bahwa Yuda tidak mengetahui gelombang
hatinya. Kau tahu, jika suatu hubungan telah dalam, terkadang
manusia menjadi peka untuk merasakan perubahan hati
pasangannya, sekalipun berada di tempat jauh. Ia ingin Yuda
mendengar bahwa semua baik-baik, sehingga pemuda itu tak
perlu segera kembali. Barangkali. Tak ada yang tahu. Ia sendiri
tak tahu. Marja tak berpikir. Ia hanya gundah. Dan energi
kegalauan itu membuat ia merasa harus menelepon Yuda.
Sinyal mengalir dari kaki Gunung Lawu di Jawa Timur ke
kaki Gunung Burangrang di Jawa Barat.
Di sebuah hutan telepon Yuda menyambut sinyal itu.
pustaka-indo.blogspot.com49
Tetapi pemiliknya meninggalkan benda itu di tenda. Bukan tak
sengaja. Pemiliknya sedang tak ingin ada kontak dengan siapa
pun di luar lokasi. Terutama pada jam-jam latihan begini. Di
luar tenda, di area perkemahan militer itu, seorang prajurit
jaga mendengar dering. Tapi siapa peduli. Prajurit itu tahu
bunyi dering berasal dari tenda "sersan konsultan". Biarkan
saja berdering sampai si sersan mengetahui dan memutuskan
sendiri. Nanti malam. Setelah mereka pulang latihan.
"Sersan konsultan", demikianlah julukan bagi Sandi Yuda
dan kawan-kawannya dalam latihan panjat tebing militer ini.
Mereka dipanggil dan dibayar untuk menjadi partner berlatih.
Latihan bersama spesialis sipil ini dibutuhkan dan secara rutin
dilakukan untuk mengukur dan memperbarui kemampuan
prajurit-prajurit keahlian khusus. Karena di sini orang-orang
sipil masuk dalam tatacara militer, maka mereka diberi pangkat
selama latihan. Tak ada cara bagi Yuda untuk mendengar dering telepon"nya. Sebab bukankah itu juga yang ia inginkan. Pagi ini ia telah
berada di kaki air terjun untuk menunjukkan pemanjatan me"dan licin. Ia mengenakan seragam militer pula. Ia nyaris tak
terbedakan dari serdadu yang lain. Sesungguhnya, cangkang
punggungnya lebih tebal daripada siapa pun tentara yang ada
di sana. Dan ia lebih trampil, sebab nyaris seluruh hidupnya di"habiskan di tebing-tebing.
Di ujung saluran telepon, Marja tahu bahwa Yuda me"ngenakan seragam loreng selama latihan. Seragam yang
ia kenal betul. Ia juga tahu bahwa Parang Jati tak bisa tidak
memandang nyinyir pada penampilan itu, jika saja pemuda
itu melihatnya. Parang Jati memiliki kebencian laten pada
militer, yang menurut dia merupakan biang segala kerusakan
di negeri ini. Marja dan Yuda tahu argumen Jati, tetapi mereka
tidak bisa berbagi rasa benci itu. Karena itulah Yuda meminta
Marja merahasiakan keterlibatannya dalam latihan militer dari
pustaka-indo.blogspot.com50
Parang Jati. Yuda meminta agar Marja mengarang alasan ter"baik mengenai kepergiannya.
Sesungguhnya Marja sedikit menyesali sikap Parang Jati.
Kenapa sih anak itu bersikap anti-militer sehingga ia harus
menyembunyikan rahasia. Ia tak suka harus menutup-nutupi
sesuatu. Lagipula, Marja berpendapat bahwa militer memiliki
daya tarik seks khas. Setidaknya sebagai fantasi. Terkadang ia
suka meminta Yuda mengenakan seragam untuk bermain cinta.
Ia suka membayangkan Yuda sebagai prajurit buas di tengah
perang, dan ia sendiri gadis desa yang dituduh mata-mata.
Percumbuan mereka terjadi di ruang interogasi. Ia juga bisa
membayangkan Yuda sebagai prajurit bersahaja dan ia seorang
penyanyi dangdut kampung yang suka memutar-mutar pinggul
dalam pertunjukan. Ia senang membayangkan persetubuhan
yang paling tidak terpelajar sekalipun. Dalam momen fantasi
demikian, ia meminta Yuda tak melepas seluruh seragamnya.
Ah. Apa yang dikatakan Parang Jati jika pemuda itu
tahu fantasi-fantasinya. Parang Jati, yang benci segala simbol
militer. Tak lama kemudian Marja mulai mengerti bahwa kemung"kinan besar Yuda tidak mengangkat panggilannya.
Ah. Sesungguhnya Yuda adalah pasangan seksual yang
setanding dengannya. Yuda terbuka dan menyambut segala
khayalan erotis yang diungkapkan Marja. Termasuk ber"setubuh dengan tentara. Sedangkan Parang Jati" Perkara
seks membuat garis nyata antara kedua lelaki yang berbagi
kemiripan. Parang Jati tertutup mengenai hal itu. Setidaknya
pada Marja, meskipun si perempuan sangat terbuka mengenai
hubungannya dengan Yuda. Tapi Yuda pun tidak menceritakan
apa-apa tentang sahabatnya, sehingga Marja menduga bahwa
Parang Jati juga tak berbagi cerita seks dengan Yuda. "Ia jenis
orang yang tidak terlalu tertarik pada seks seperti kita. Barang"kali ia masih perawan," kata Yuda, meskipun Marja tidak
pustaka-indo.blogspot.com51
mengerti bagaimana mungkin ada orang tidak tertarik pada
seks. Sungguh, dengan tulus Marja tidak mengerti bahwa orang
bisa tidak tertarik pada seks. Kelak, ketika ia telah lebih ber"umur barulah ia bisa mengerti. Tapi, pada usia ini, Marja adalah
orang yang polos dengan dorongan-dorongan dirinya.
Sudah tiga kali panggilannya berakhir di kotak pesan. Ia
merasa galau. Ada kerinduan pada Yuda. Tapi ada ingin berada
bersama Parang Jati saja lebih lama lagi. Ada kangen untuk
bercumbu dengan kekasih tetapnya dalam permainan beringas.
Tapi ada juga hasrat untuk menuju suatu misteri yang membius
bersama Parang Jati. Marja merasa tidak mengerti dirinya. Ia
merasa aneh dan bersalah. Teleponnya tidak berjawab.
pustaka-indo.blogspot.com9
Matahari turun telah tiba di pucuk tebing. Senja mem"bangkitkan hawa dingin. Sebentar lagi kabut Gunung Burang"rang mungkin turun. Latihan pemanjatan air terjun hari itu
telah selesai. Yuda memandangi para prajurit yang sedang ber"kemas untuk kembali ke perkemahan. Dalam kebersamaan,
perwira, bintara, maupun tamtama, semua adalah prajurit. Ia
menyadari, dari waktu ke waktu ia teringat Parang Jati, lebih
daripada ia teringat Marja. Ada sedikit rasa tak enak terhadap
sahabatnya, bukan terhadap kekasihnya. Ah, apa yang terjadi
jika Marja gagal berbohong dan Jati tahu bahwa ia berlatih ber"sama militer"
Tapi Yuda selalu bisa segera berkata, persetan, segalanya
bisa dibereskan nanti. Ia juga senang membuat ketegangan itu
jadi semacam taruhan dalam diri sendiri: rahasia bocor atau
tidak bocor. Jati akhirnya tahu, atau tidak tahu. Apa taruhan"nya, kita bereskan nanti.
Ia pun mengemasi perlengkapannya ke dalam ransel
dan mengangkutnya. Ia senang berada bersama pasukan ini.
pustaka-indo.blogspot.com53
Ia senang bergaul dengan mereka, yang baginya merupakan
orang-orang sederhana saja. Ia senang merasakan menimang
senjata api dan mengintai dari larasnya. Ia berdebar-debar
mendengarkan cerita dari para penembak jitu yang kalem dan
berwajah lembut. Ada pada dirinya kekaguman pada kegagahan
demikian. Kegagahan alat negara. Kegagahan sekumpulan
manusia yang mengorbankan kemanusiaannya demi menjadi
mesin. (Huh, betapa Parang Jati akan nyinyir untuk hal sama
ini: mengorbankan kemanusiaan demi menjadi mesin).
Tapi, barangkali demi persahabatannya pada Parang Jati,
ada yang tak dibagikan Yuda kepada rekan-rekan militernya.
Setidaknya ia tidak membagikan semua ketrampilan kecuali
jika para prajurit itu bertanya. Sejak beberapa hari ini ia me"lihat tak seorang pun di antara mereka melempar tali dengan
baik. Ekspedisi dinding besar dan jalur sulit membutuhkan
kecakapan melempar tali. Tali yang dilemparkan harus jatuh
dengan rapi, tidak kusut, sehingga bisa segera digunakan oleh
penerima tanpa membuang waktu. Tapi angkatan ini melempar
tambang dengan semrawut. Bahkan, sejauh ini sepertinya tak
satu pun mereka memperhatikan bahwa ia, Sandi Yuda, me"lempar tali dengan begitu cermat sehingga ujungnya melesat
seperti kepala ular. Apa mereka pikir itu kebetulan. Enak saja.
Perlu latihan banyak untuk itu.
Yuda menggulung talinya sendiri, menyampirkannya di
bahunya yang lebar, dan berjalan pergi. Ia mengusap rambutnya
yang lurus cepak sebelum mengenakan topinya kembali. Ah,
ia teringat Parang Jati lagi. Kali ini ia teringat Marja juga. Ia
teringat betapa senang jika mereka bertiga bersama-sama. Ia
merasa hidupnya utuh dengan kedua orang terkasih itu. Ia me"langkah ringan membayangkan saat latihan ini kelak selesai
dan mereka bertiga akan bergabung lagi.
Tiba-tiba ia mendengar namanya dipanggil.
"Sersan Yuda! Sersan Sandi Yuda!"
pustaka-indo.blogspot.com54
Ia menoleh ke arah suara dan dilihatnya sosok yang berlari
mendekat. Letnan Satu Musa Wanara. Salah satu figur yang
dengan segera ia ingat karena wajahnya yang keras dan matanya
yang penuh ambisi. Dan tentu karena Lettu. Musa adalah salah
satu yang terbaik dalam latihan ini. Lelaki itu setangkas monyet
dan sesuatu pada wajahnya memang mengingatkan orang pada
primata. Tapi ia juga sestabil kuda.
Yuda membalas salamnya dan mereka berjalan beriringan.
Dalam bayang-bayang yang mulai menaungi hutan ia menatap
wajah itu dari dekat. Wajah primata. Tulang alis yang menonjol.


Manjali Dan Cakrabirawa Karya Ayu Utami di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mata yang polos namun bisa tidak berperikemanusiaan. Ah,
barangkali bayangan itu muncul karena remang dan ia belum
pernah sedekat dan setenang ini dengan Lettu. Musa Wanara.
"Sersan, ada yang mau saya tanyakan." Kini wajah itu me"nyimak ia seperti seekor gibon yang menyelidik.
"Ya, Let?" Yuda merasa ada yang sangat intens dalam raut
itu. "Sersan Yuda, kamu melempar tali tanpa kusut."
Yuda terhenyak. Sebab, baru saja ia merasa bahwa angkatan
ini tidak cukup cermat. Tetapi Lettu. Musa membuktikan bahwa
ada satu di antara mereka yang memiliki perhatian.
"Ya, tentu saja, Letnan. Itu wajib, terutama dalam big wall
climbing." Sekali lagi ia mengamati mata primata yang ambisius
itu. "Ada caranya. Nanti saya kasih tahu," katanya. "Nanti. Di
perkemahan." Pada malam harinya, ketika prajurit yang lain beristirahat,
Lettu. Musa Wanara duduk bersama Sandi Yuda. Bukan di
pusat perkemahan, melainkan di balik sebuah tenda. Sebuah
lampu badai menyala kecil. Jelaga telah mulai melapisi kacanya.
Kesendirian mereka terasa sedikit ganjil bagi Yuda. Ia merasa
seperti sedang mengalihkan suatu ilmu rahasia, yang hanya
boleh diketahui murid terpilih. Ilmu yang tak boleh diketahui
pustaka-indo.blogspot.com55
orang banyak. Bukan ia yang memilih sudut ini. Musa yang
membawanya ke sini. Yuda mulai memahaminya sebagai salah
satu karakter letnan itu.
Sementara tangannya memberi contoh cara memelintir
tali, sesekali Yuda menakjubi sosok kawan barunya itu. Betapa
makhluk itu mengingatkan ia pada primata. Mata itu begitu
polos sehingga tak menyembunyikan ambisi besar. Raut itu
demikian terbuka tentang nafsu dan keinginan. Mudah dibaca,
Lettu. Musa ingin menjadi yang terutama. Ia memilih untuk
menguasai suatu ilmu sendiri. Setidaknya, lebih dulu daripada
yang lain agar ia bisa lebih unggul.
Itulah awal perkawanan Yuda dengan Musa. Pelan-pelan
Yuda tahu bahwa Musa memiliki kehausan pada jenis ilmu yang
khusus. Ilmu yang hanya diturunkan dari satu guru kepada satu
murid yang telah disumpah. Ilmu esoteris. Ilmu dalam tanda
kutip. Tapi, dalam jarak pertemanan yang pas, lelaki itu hangat
dan lepas. Pada suatu hari bebas, tatkala mereka menanggalkan
seragam, Musa mengajak Yuda menemaninya keliling-keliling.
"Cari angin". Begitu istilah yang ia pakai. Begitu menunggang
motor, segera Yuda tahu bahwa Musa tak lain dari mengajaknya
cari perempuan. "Kamu punya istri, Yud?" tanyanya ketika motor mulai
melaju. "Pacar," sahut Yuda.
"Tunangan?" "Hm. Kami belum pikir sejauh itu." Wajah Marja ter"bayang.
"Oh, ndak masalah dong," kata Musa dengan nada seorang
saudara tua. Ada yang ganjil dalam logika di baliknya. "Saya
juga punya tunangan. Tapi, begitulah... calon istri kan harus
pustaka-indo.blogspot.com56
kita jaga kesuciannya." Tawa kecil mengakhiri kalimat itu.
Ketika itulah Yuda tahu bahwa mereka akan pergi ke wa"rung remang. Yuda tak sependapat dengan kawannya, tetapi ia
menganggap pendapat adalah urusan pribadi orang. Kenapa
kita harus menjaga kesucian calon istri kalau untuk itu kita
main ke pelacuran" Tapi, persetan. Setiap orang punya pan"dangan sendiri. Lagi pula, ia sendiri tidak ingin menikah. Jadi,
untuk apa berbantahan tentang pernikahan. Hanya saja, ia tahu
bahwa ia harus berpura-pura mau bermain di pelacuran.
Tak semua lelaki rela bersetubuh dalam transaksi ter"prediksi distrik lampu merah. Sama seperti tak semua lelaki
mau memperkosa. Untuk apa bercinta dengan perempuan
yang tidak menghausi tubuh kita" Yuda merasa terhina jika
harus membeli. Ia tahu tubuhnya adalah tubuh dewa asmara.
Ia tahu ia bisa menyenangkan perempuan dengan pelbagai
cara. Ia adalah pecinta ulung. Ia hanya mau bercinta dengan
perempuan menarik yang berhasrat padanya. Dan sementara
ini perempuan itu adalah Marja, si kucing liar yang tak pernah
kering. Ah, Marja, yang sela kakinya senantiasa lembab dan
hangat. Tapi ada kode etik pula di antara lelaki. Sebagai bagian dari
kawanan, ia tahu ia tak boleh menolak ajakan ke rumah bordil
dengan alasan tak berselera. Kau boleh bilang tak punya waktu
sambil berlagak sibuk. Kau boleh juga bilang bahwa itu dilarang
agama, dan mereka diam-diam mencemoohmu. Tapi kau tidak
boleh bilang bahwa kau tak mau main dengan pelacur. Itu bukan
hanya tanda tak setia kawan. Itu juga menghina teman. Karena
itu, yang biasa ia lakukan adalah tetap ikut dalam rombongan.
Tetap ikut memilih perempuan. Tetap membayar harga yang
disekapati. Tapi di dalam kamar ia dan perempuan itu hanya
bercakap-cakap sampai waktunya kira-kira selesai. Itulah yang
ia akan lakukan malam ini.
Cahaya temaram. Mereka duduk di sebuah meja dan
memesan bir. Sebelum gadis-gadis sintal mendekat, Musa
pustaka-indo.blogspot.com57
mengambil selipat dompet berwarna kemerahan dari saku
celananya. "Yuda, kamu pernah pakai ini... mata kambing?"
Dari dalam dompet itu Musa mengeluarkan selembar
saset plastik berisi benda yang bernama mata kambing. Sebuah
gelang elastik dengan bulu-bulu kecoklatan di sekeliling luarnya.
Gelang seks untuk dikenakan pada batang kelamin.
"Kalau kamu pakai ini, dijamin perempuannya meng"gelinjang-gelinjang dan ketagihan." Musa tertawa birahi. "Tapi,
jangan pakai dengan istri."
Kali ini, Yuda sedikit usil. "Lho, kenapa dong gak boleh"
Katanya jadi ketagihan?"
"Dengan istri kita main dengan cara yang baik saja. Jangan
main dengan cara yang aneh-aneh. Istri kan yang akan me"lahirkan anak-anak kita."
Sebagai bagian dari perkawanan, Yuda menyambutnya
dengan tawa. Musa akan menjadi satu dari tiga tipikal suami
yang dikenal Yuda. Ada pria yang menikah, meninggalkan
pelbagai kesenangan pribadi dan menjadi suami yang baik.
Ada suami yang tidak bertanggung jawab. Ada pula pria yang
memperlakukan istri dengan lemah lembut namun menuntas"kan fantasi liar mereka pada pelacur. Lelaki amfibi, lelaki yang
hidup di dua dunia. Yuda tak ingin menjadi satu pun di antara
itu. Karena itu ia tidak mau menikah. Tapi Musa Wanara jelas
memilih menjadi tipe ketiga.
"Kamu mau coba, ya, pakai mata kambing!" Musa me"nyeringai.
Yuda mencoba menolak dengan halus. Ia bilang jika si
perempuan jadi ketagihan ia akan merasa bersalah karena tidak
datang-datang lagi. Tiga gadis berjalan ke meja mereka ketika Musa terus
pustaka-indo.blogspot.com58
gadis itu memakai corak tutul. Di bawah lampu temaram,
belahan dada mereka tampak dalam dan erat. Yuda segera
tahu, Musa menyukai tubuh montok. Yuda lebih menyukai
tubuh liat yang memberikan perlawanan seimbang. Tapi
Musa bersyahwat pada daging hidup yang terdadah untuk di"santap. Bagi Yuda, persetubuhan adalah perkelahian. Tak se"lalu seekor singa berhasil menangkap banteng buruan. Jika
lengah, si banteng justru menikamnya. Pertaruhan demikian
membangkitkan gairah Yuda. Namun bagi Musa, persetubuhan
adalah menyantap hidangan siap saji. Cincin dan bulu-bulu
penggelitik hanyalah bumbu pelengkap untuk membangkitkan
kembali gerinjal yang akan menegaskan kemenangannya
belaka. Seperti kucing yang mencoba menghidupkan kembali
daging yang terdadah. Musa Wanara membayangkan tubuh telanjang yang ter"hidang. Dada lembut yang bergoyang. Suara lenguh memohon
ampun. Tapi ia juga teringat temannya, Yuda, yang ia ingin ajak
mengalami kesenangan nan sangat"menurut standarnya"
dengan mencoba gelang elastik penggelitik itu. Bagai tak se"penuhnya sadar Musa menyodorkan dompet berisi gelang peng"gelitik. Ia memaksa Yuda menyimpan dompet itu. Lelaki itu tak
hanya memberikan saset berisi mata kambing, tetapi dompet
pemuatnya. Sambil ia berkata, "Ambil ini, nanti pakai ya."
Untuk menjaga perasaan kawan barunya, Yuda menerima
dompet merah itu tanpa sanggahan.
pustaka-indo.blogspot.com10
Musa menawari tiga gadis Trio Macan di hadapan mereka
untuk bermain sekaligus bersama ia dan Yuda. "Tiga lawan
dua. Berani tidak?" Ketiganya terkikik genit sambil menyahut, "Tentu saja
berani." Yuda tersenyum-senyum kecil sebab Musa sama sekali tidak
meminta pendapatnya. Kawan baru itu kini telah menempatkan
diri sebagai saudara tua yang tahu pasti mengenai petualangan
syahwat. Dan ia adalah adik yang penurut. Ia teringat Parang
Jati. Betapa benar sahabatnya bahwa militer selalu bersikap se"olah-olah mereka adalah abang kaum sipil. Tapi, sekali lagi, itu
tak bisa membuat Yuda membenci militer.
Salah satu gadis menunjuk kepadanya dan berkata bahwa
ia tampak pemalu dan belum tentu mau bertanding bersama.
Si gadis mengerling mesra kepadanya. Yuda membalas dengan
senyum. Jika harus memilih, ia akan mengambil perempuan
berambut keriting papan ini.
Musa menyikut ia pelan. "Gimana" Kamu berani tidak,
Yud" Tiga lawan dua!"
pustaka-indo.blogspot.com60
Yuda menyeringai. Sesungguhnya ia merasa tawaran itu
lumayan menarik. Ia tidak suka main pelacur, tapi ia akan
dengan senang hati menonton. Barangkali boleh juga pergi
ke kamar berlima. Musa dengan dua gadis. Dan ia menonton,
bersama satu gadis"si rambut keriting papan"yang mem"bantunya dengan tangan. Ia sama sekali tidak teringat Marja.
Apatah merasa bersalah pada kekasihnya itu. Lelaki tak perlu
merasa bersalah pada pasangannya karena petualangan seks.
Sejauh dilakukan dengan bersih dan aman. Ia tak pernah tak
pakai kondom. "Masa kalah berani sama cewek-cewek ini?" goda Musa
lagi. Yuda menyeringai. Tiba-tiba saja ia punya ide untuk be"rendah hati. "Bukan kalah berani sama cewek-cewek. Saya ta"kut ketahuan tidak perkasa dibanding bos kita ini."
Kerendahan hati itu merupakan dalih untuk menghindar.
Dengan mengangkat-angkat kejantanan Musa, Yuda mem"bebaskan diri dari bujukan lebih gencar. Kebanyakan lelaki
sangat sensitif mengenai kelelakian mereka. Yuda tahu bahwa
ia bisa mendapatkan apa yang ia mau dengan melambungkan
citra jantan Musa sembari merendahkan diri. Seperti yang ia
hitung, Musa tertawa bungah dan tidak memaksanya lagi.
Lelaki itu bahkan mempersilakan dia memilih lebih dulu, satu
di antara Trio Macan. Yuda mengambil si rambut keriting
papan, yang memiliki senyum lebar. Sebelum menghilang ke
dalam bilik, Musa menggerakkan alis padanya, memberi tanda
agar jangan ia lupa mengenakan mata kambing itu. Lelaki itu
menghilang dengan seringai birahi.
Tak ada jendela. Di dalam kamar yang berbau lembab itu si
rambut keriting papan segera duduk di tepi dipan. Yuda men"dudukkan diri di kursi plastik. Ia bertanya siapa nama si gadis
pustaka-indo.blogspot.com61
dan berapa usianya. Si keriting papan menjawab. Entah palsu
entah tidak. Ketika itulah Yuda teringat Marja. Marja yang
bebas, nakal, penuh fantasi, dan memiliki masa depan. Yuda
mencoba menyembunyikan pandangan sedihnya terhadap gadis
yang kini duduk memasang di depannya. Secara kasar, gadis
itu tak ada apa-apanya dibanding Marja. Satu-satunya yang
istimewa adalah senyumnya yang lebar yang bagai bisa memuat
seluruh bagian organ kelamin lelaki ke dalamnya. Batang dan
bola-bolanya sekalian. Tubuhnya tak punya potongan untuk
bisa melakukan akrobat. Perangkat intelektualnya barangkali
tak cukup untuk menghidupkan fantasi seru. Ia tak punya pen"didikan yang bisa membebaskannya dari bilik pengap ini. Yuda
menyadari, ia sangat bisa bergairah pada musuh, tetapi tidak
pada perempuan yang membuat ia prihatin. Yuda memanggil
nama perempuan itu. "Ehm... saya... saya sebetulnya saya sedang puasa," kata
pemuda itu dengan ide yang datang tiba-tiba.
Gadis itu memandang heran. Puasa" Hari begini, puasa"
"Ya. Saya sedang mencari ilmu. Ngelmu. Syaratnya, saya
tidak boleh bercinta selama tujuh puluh hari," lanjut Yuda se"kenanya. Lalu ia juga mengarang cerita bahwa selama masa
ngelmu ia tak boleh makan segala yang dimasak. Ngrowot,
istilahnya. Dan bahwa ia baru saja turun gunung setelah me"lakukan tapa kungkum alias berendam di sungai selama
tujuh hari tujuh malam. Dan sebelumnya, ia melakukan tapa
ngalong, yaitu hidup pada malam hari dan tidur bergelantung
di pohon pada siang hari seperti kalong.
Perempuan itu tergagap. Maka Yuda pun mengisi menit"menit yang pengap itu dengan bercakap-cakap seadanya. Se"perti ia telah duga, gadis berambut keriting papan itu tak punya
perangkat untuk percakapan yang mengasyikkan. Tak juga bisa
mengajukan pertanyaan yang menarik. Maka, seperti biasa,
Yuda-lah yang bertanya tentang latar belakangnya, kenapa
pustaka-indo.blogspot.com62
ia terdampar di sini. Seperti biasa pula, ia mendengar cerita
sedih tentang gadis desa lugu yang dibawa oleh kerabat dengan
janji pekerjaan di kota. Yang terjadi, si gadis dijerembabkan ke
warung remang tepi kota. Seperti biasa, ia bertanya apakah si
gadis betah di sini. Seperti biasa pula, si gadis menjawab dengan
campuran sedih dan harapan. "Sebetulnya ya tidak betah. Kan
pelanggannya gak semua baik dan ganteng kayak mas ini." Si
gadis pun berkata bahwa ia berharap ketemu pelanggan baik
hati yang mau mengajaknya berumahtangga. Ia rela jadi istri
kesekian. Bahkan jadi istri simpanan. "Yang penting jadi istri."
Namun, yang lebih menyedihkan lagi adalah bahwa Yuda
merasa percakapan sedih itu pun mulai terasa membosankan.
Betapa muram ruangan ini manakala kesedihan pun terasa
sia-sia. Dan ketika kisah sedih gadis itu habis, Yuda terpaksa
membual lagi. Sambil mengarang dongeng tentang mencari
ilmu, tangannya iseng meraih ke dalam saku dan ia dapatkan
dompet yang tadi disodorkan Musa. Dompet kulit ular sanca
dengan pewarna merah darah. Dompet berisi mata kambing.
Ia membukanya dan menjadi tak tahan untuk tidak me"meriksa isinya. Tak ada uang di sana. Itu bukan dompet untuk
menyimpan uang rupanya. Tak ada kartu kredit atau kartu
ATM. Tak ada kondom juga. Ia ragu apakah Musa mau memakai
kondom. Dompet itu agaknya penyimpan benda-benda ganjil.
Selain saset mata kambing, ia menemukan secarik kertas yang
telah kumal. Kertas itu bergambar sejenis nagagini dengan
tulisan berhuruf Arab yang melingkar-lingkar. Ia pasti bahwa
itu adalah sejenis rapalan. Selain itu ia juga melihat sepucuk
kartu dengan sejenis bagan yang berisi huruf-huruf Cina. Lalu,
di sisip lain dompet itu, ia temukan sepotong kecil kulit harimau
asli. Di sisi yang tidak berbulu, ia temukan sederet huruf Jawa
yang ditatokan, yang ia yakin merupakan mantra.
Yuda tersenyum geli sendiri. Dia mengarang cerita ten"tang mencari ilmu. Sesungguhnya, dari isi dompetnya,
pustaka-indo.blogspot.com63
Musa Wanara-lah yang terindikasi doyan ngelmu. Yuda pun
melanjutkan pembongkarannya atas dompet itu. Di sudut paling
tersembunyi, ia menemukan sepotong kain tua hijau tentara.
Ditariknya pucuk itu. Tepinya tampak digunting dari masa
lalu. Serat-seratnya berserabut. Ada sebuah lencana militer,
berbentuk sebuah pola yang simetri di keempat sisinya. Pada
kain itu tersulam nama satuan: Tjakrabirawa. Ejaan lama.
Temuan itu sangat mengherankan Yuda. Di pulau Jawa
ini ada jutaan manusia yang suka menyimpan mantra jopa"japu dan pelbagai jimat. Tapi seorang prajurit TNI pasca


Manjali Dan Cakrabirawa Karya Ayu Utami di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

'65 yang menyimpan lambang Cakrabirawa adalah sangat
ganjil. Nama Cakrabirawa telah menjadi semacam setan di
negeri ini. Cakrabirawa, pasukan pengawal presiden pertama
Sukarno, dinyatakan terlibat dalam usaha kudeta September
1965 yang membunuh tujuh perwira AD dalam semalam"
peristiwa terbesar dalam sejarah Indonesia modern. Tak
ada di masa ini orang yang mau menyatakan dirinya terkait
dengan Cakrabirawa. Siapa pun yang terkait, langsung atau
tak langsung, dengan Cakrabirawa maupun Partai Komunis
Indonesia, akan dicurigai. Mereka akan diberi cap komunis.
"Tidak bersih lingkungan". Mereka akan dilarang menjadi pe"gawai negeri, apalagi anggota angkatan bersenjata. Mereka di"persulit untuk mendapat kredit dari bank, mereka tak boleh
jadi wartawan, dan lain-lain kerugian mereka alami.
Menyimpan Cakrabirawa adalah menyimpan setan dalam
dompet, tiba-tiba ia berkata dalam hati, sambil memandang he"ran sepotong kain dengan lencana itu. Tapi tidak. Ia tidak ber"kata dalam hati saja. Si gadis malang mendengar paruh akhir
kalimatnya. Sial. Yuda memang kadang mengucapkan apa yang
ia kira hanya ia pikirkan.
"Menyimpan setan dalam dompet?" Si keriting papan me"ngulangi, seperti dengan semburat rasa takut. "Mas-nya me"nyimpan setan dalam dompet" Untuk apa, Mas?"
pustaka-indo.blogspot.com64
Yuda tergelagap. "Untuk apa menyimpan setan dalam dompet?"
Ah, ia harus mengarang lagi. "Ya, jimat-jimat ini m-memang
bisa saya pakai untuk memanggil setan. Untuk apa" Ya... untuk
mengalahkan musuh atau orang jahat." Sambil sekilas mem"perlihatkan masing-masing isi dompet kepada gadis yang kini
tampak dungu, ia mendongeng bahwa kertas bertulis huruf
Arab itu untuk memanggil jin Persia. Bagan berhuruf Cina tentu
untuk memanggil jin negeri Cina. Kulit harimau bertulisan Jawa
untuk memanggil Mbah Siliwangi, penjaga pulau ini yang kerap
mewujud sebagai harimau. Dan kain berlambang Cakrabirawa
adalah untuk"ia tergagap sejenak"untuk memanggil "arwah
pasukan bersenjata". Begitu yang ia utarakan sekenanya.
Lalu, si gadis melihat sejenak pada mata kambing, yang ter"selip di antara jimat-jimat yang lain. Tapi ia tidak berkata apa
pun. Yuda tidak memperhatikan itu, sebab ia telanjur tertarik
pada kain kaku bersulamkan Tjakrabirawa.
pustaka-indo.blogspot.com11
Musa tetap memiliki disiplin untuk tidak pulang larut. Mereka
meninggalkan kedai remang itu sebelum pukul sepuluh malam.
Keduanya belum makan. Maka mampirlah mereka di sebuah
warung tenda mie instan tepi jalan. Musa memesan internet"
indomie dengan telur dan kornet; Yuda memesan intel"
indomie dengan telur; meskipun kadang pemilik warung me"makai Supermi atau Sarimi. Ia belajar dari Parang Jati untuk
mengurangi daging, terutama daging olahan dan kalengan
yang, menurut Parang Jati, lebih mirip makanan anjing. Yuda
memesan kopasus"kopi pakai susu. Musa memesan STMJ"
Susu Telur Madu Jahe. Tapi singkatan itu ia pelesetkan juga
menjadi Sembahyang Terus Maksiat Jalan. STMJ. Mereka ter"tawa tanpa kedalaman.
Ketika mereka terbahak sia-sia itu Yuda merasa telepon
bergetar di saku celana, terselip persis di tepi selangkangan.
Ia teringat kalimat "menyimpan setan dalam dompet". Sebab
ia teringat bahwa dompet itu juga ada di kantong yang sama,
menyebabkan teleponnya bergeser ke tengah, membuat geli
sesuatu yang mudah geli. pustaka-indo.blogspot.com66
Ia melihat nama yang muncul di layar. Marja. Ia tersentak.
Ah! Tentunya si kekasih telah menelepon berulang-ulang sejak
tadi. Tiba-tiba ia merasa kangen pada gadisnya. Apa kabar anak
itu" Tentunya dia baik-baik di tangan Parang Jati. Ah. Ia jadi
kangen Parang Jati juga. Yuda segera menerima panggilan itu,
mumpung saudara tua sedang sibuk melahap mie instan ber"lauk makanan anjing.
"Halo, Dayang! Si Tumang di sini," sapanya mesra. Yuda
suka menyebut dirinya sebagai si Tumang kepada Marja.
Tumang adalah anjing istimewa dalam dongeng Sangkuriang
dan Dayang Sumbi, yaitu legenda tentang terjadinya Gunung
Misteri Naga Batuk 2 Si Dungu Karya Chung Sin Latahzan For Teens Love 1

Cari Blog Ini