Ceritasilat Novel Online

Cheng Hoa Kiam 1

Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 1


Cheng Hoa Kiam (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 01 Semenjak bala tentara Mongol yang dipimpin oleh Raja Besar Jengis Khan menyerbu dari Mongolia ke selatan, menghancurkan Suku Bangsa Hsi - hsia kemudian membasmi pula bala tentara Kerajaan Cin. Rakyat Tiongkok tidak mengenal pula artinya hidup aman dan tenteram. Apa lagi setelah bala tentara Mongol itu menyerbu untuk kedua kalinya sekembali mereka dari penyerbuan ke barat, rakyat amat menderita. Jengis Khan membunuh banyak rakyat dengan dalih bahwa rakyat di selatan tidak mau membantu penyerbuannya ke barat dengan sungguh-sungguh, yakni bantuan berupa ransum dan perlengkapan.
Memang demikianlah, setelah menyerbu di selatan dan berhasil menduduki kota raja Kerajaan Cin kemudian tentara Mongol ditarik kembali untuk dikerahkan ke barat, rakyat diperintah untuk membantu pasukan pasukan. Mongol itu dengan persediaan ransum, perlengkapan, juga hiburan dan orang-orang perempuan. Sambutan terhadap perintah ini memang amat dingin, pertama tama oleh karena rakyat sendiri sedang menghadapi kekurangan makan akibat perang, kedua kalinya karena di dalam hati rakyat sudah timbul keberatan yang mendalam terhadap si penjajah dan penindas.
Pembatasan yang dilakukan oleh Jengis Khan benar-benar mengerikan sekali. Boleh dikata seluruh penduduk kota suku Bangsa Hsi hsia dibunuh oleh tentara Mongol laki-laki dan wanita, kakek-kakek dan bayi tak terkecuali ! Memang Jengis Khan terkenal sebagai seorang kaisar besar yang gagah perkasa berwatak keras seperti baja tak kenal mundur dahsyat dan kejam sekali, kalau perlu membunuh laksaan manusia untuk mencapai kemenangan cita-cita. Seorang tokoh besar seperti Jengis Khan yang sudah berhasil menyatukan seluruh rakyat Mongolia yang sudah berhasil memimpin bala tentaranya menggilas dan menaklukkan negara-negara jauh seperti Tiongkok bagian utara Sin kiang, Iran, Afganistan bahkan menghancurkan bala tentara Rusia di Rusia selatan, tentu mempunyai sifat yang gagah perkasa dan adil. Dia takkan berhasil mendapat dukungan penuh kesetiaan dari rakyatnya yang gagah berani itu apa bila dia sendiri tidak gagah perkasa dan adil dalam pimpinannya.
Akan tetapi sudah terlalu sering terbukti bahwa sang pemimpin sama sekali tidak sama dengan anak-anak buahnya. Watak baik seorang pemimpin sama sekali tidak mencerminkan watak dari pada anak buahnya, sungguhpun keadaan baik para petugas tentu tergantung dan pada kebijaksanaan sang pemimpin. Dengan lain penjelasan, biarpun seorang pemimpin amat bijaksana dan berbudi mulia, adil dan mencinta rakyat, namun belum tentu kalau anak buahnya, yakni para petugas pemerintahannya, juga adil dan mencinta rakyat ! Sebaliknya kalau para petugas itu melakukan tugas dengan hati bersih dari pada korupsi dan penindasan kepada rakyat sudah boleh dipastikan bahwa sang pemimpin tentu seorang berjiwa besar ! Seorang ahli bangunan takkan mungkin mendirikan sebuah bangunan yang Indah dan kuat sebagaimana ia rencanakan semula kalau tukang-tukang dan para pekerjanya tidak melakukan pekerjaan dan tugas masing masing sebagaimana mestinya. Sebaliknya kalau para petugas itu bekerja baik sehingga terbangun sebuah bangunan yang hebat, sudah dapat ditentukan bahwa pekerjaan itu dipimpin oleh seorang ahli bangunan yang pandai. Pendek kata, kemajuan dan sukses bukan tergantung kepada pemimpin semata melainkan sebagian besar tergantung kepada para pelaksana atau petugas.
Demikianpun dengan Kerajaan Mongol yang mulai berkembang itu. Bangsa ini adalah bangsa yang gagah berani dan mempunyai disiplin yang amat baik. Oleh karena inilah maka bala tentara Mongol berhasil baik sekali dalam setiap serbuannya. Sayang sekali bahwa kebaikan ini hanya terletak dalam disiplin ketentaraan, yakni hanya dalam soal perang saja. Sebaliknya dalam bidang pemerintahan dan mengatur rakyat, keadaan buruk bukan main. Rakyat tertekan dan tercekik. Tentara Boan (Mongol) yang menduduki kota dan dusun. bertindak sewenang-wenang. Di mana mana keadaan kacau balau, kelaparan merajalela karena selain timbul okpa okpa (hartawan jahat) yang mengandalkan uang untuk menyogok pembesar setempat dan mereka bersama merampas tanah petani miskin juga para petani hanya bekerja setengah hati. Mereka ini ragu-ragu dan takut meninggalkan pintu rumahnya karena selain takut mendapat perlakuan sewenang wenang dari tentara penjajah di sawah ladang, juga khawatir kalau kalau anak isteri di rumah akan diganggu apabila ditinggalkan.
Pembunuhan tanpa diperiksa lagi, perampasan anak gadis dan orang-orang yang dijadikan budak paksa dan tindakan tindakan lain yang mendekati perbuatan binatang buas sudah bukan hal aneh lagi di waktu itu. Tidak mengherankan apabila di mana-mana timbullah gerakan-gerakan pemberontak yang dipimpin oleh orang-orang gagah patriot-patriot perkasa yang tidak sudi melihat negara dan bangsanya ditindas dan diinjak-injak oleh kaum penjajah. Pertempuran berkobar di mana mana, pasukan-pasukan Boan yang menduduki kota dan dusun tak pernah diberi waktu istirahat oleh kaum pemberontak yang melakukan perang gerilya. Semua gangguan ini mengakibatkan kerugian yang tidak kecil bagi penjajah Boan.
Berbagai daya dan tipu muslihat licik dan rendah digunakan oleh pemerintah Boan untuk menindas pemberontakan-pemberontakan itu akan tetapi semangat para patriot bangsa tak kunjung padam. Sungguhpun kekuatan mereka ini amat kecil dibandingkan dengan kekuatan bala tentara Boan dan sungguhpun usaha mereka untuk menggulingkan kekuasaan Boan itu dapat diumpamakan seekor tikus hendak menggugurkan gunung, namun mereka tak pernah mau berhenti dalam usaha mulia itu dan mempertaruhkan nyawa dan raga dalam mengabdi nusa bangsa.
Karena bala tentara Boan dipusatkan di kota raja dan mereka ini sering kali berkeluyuran di daerah ini, maka banyak kota dan dusun di sekitar kota raja ditinggalkan penghuninya yang mengungsi jauh ke selatan. Demikian pula dusun Cian-bun-kwan yang letaknya hanya lima belas lie di sebelah selatan kota raja. Dusun itu yang dulunya amat ramai, sekarang nampak sepi dan hanya kaum pria dan orang orang tua saja yang tinggal di situ. Kaum wanitanya, terutama yang muda dan cantik, sudah siang-siang melarikan diri mengungsi atau lenyap dirampas serdadu Boan.
Di ujung jalan dusun sebelah barat terdapat sebuah kelenteng di mana dipuja patung Kwan In Tiang atau Kwan Kong seorang tokoh besar, seorang panglima perang yang gagah perkasa di jaman Sam Kok. Oleh karena itu kelenteng ini disebut Kwan te bio (Kelenteng Kwan Kong) Melihat sifat tokoh yang dipuja mudah saja menilai watak si pemuja. Sebagian besar pemuja Kwan Kong tentulah orang yang mengutamakan dan menjunjung tinggi kegagahan lahir batin yang dimiliki oleh tokoh besar itu.
Akan tegapi kelenteng itu nampak sunyi saja seakan akan tidak ada penghuninya. Di atas meja sembahyang tidak kelihatan alat sembahyang, tidak ada lilin menyala. Akan tetapi sebetulnya, kelenteng itu tidak kosong karena kalau orang berdiri di depan kelenteng dan memasang telinga penuh perhatian, orang itu akan mendengar suara orang berkata-kata seorang diri.
"Manusia memang berakal budi bersemangat berusaha mati matian, namun apa artinya semua itu kalau Thian menghendaki lain " Kaisar kaisar seperti Bun Ong dan Bu Ong boleh mati-matian mendirikan dan memperkuat Kerajaan Cou namun setelah tiba masanya sesuai dengan kehendak Thian. Kerajaan Cou musnah! Kerajaan jatuh bangun, manusia mati dan lahir semua tak dapat dikuasai oleh manusia sendiri semua harus tunduk dan mandah menjadi permainan hidup. Kemudian terdengar suara orang menghela napas panjang seperti orang kecewa dan murung.
Siapakah orang yang berkata-kata seorang diri di dalam Kelenteng Kwan-te bio itu " Dia seorang laki-laki tinggi besar dan tegap kokoh sekali bentuk tubuhnya, kepalanya gundul licin, pakaiannya berwarna kuning, potongannva sederhana seperti kurungan atau seperti kain panjang biasa dibalutkan tubuhnya. Melihat bentuk pakaian dan kepalanya, mudah diketahui bahwa dia adalah seorang hwesio (pendeta pemeluk Agama Buddha).
Dahulu di waktu mudanya, ia bernama Gan Tui. Kemudian .setelah menjadi hwesio ia lebih terkenal dengan sebutan Beng Kun Cinjin sehingga akhirnya nama Gan Tui dilupakan orang. Di dunia kang-ouw nama Beng Kun Cinjin sudah amat terkenal. Dia sebuah di antara bintang bintang besar di angkasa kang-ouw (dunia persilatan). Siapakah yang tidak mengenal Beng Kun Cinjin, yang pernah seorang diri menyerbu sarang Lima Siluman Huang-ho dan membinasakan lima orang bajak sungai yang jahat ini serta membubarkan anak buah bajak yang puluhan orang banyaknya " Siapa pula belum mendengar betapa Beng Kun Cinjin ini pernah menjajal kepandaian beberapa orang ciangbujin (ketua partai persilatan besar) yang kemudian ia kalahkan "
Selain terkenal sebagal seorang tokoh besar di dunia persilatan, juga Beng Kun, Cinjin terkenal sekali ketika ia membantu pasukan pemerintah Cin melawan bala tentara Boan. Pasukan-pasukan Boan banyak sekali menderita kerugian apa bila bertemu dengan pasukan yang dibantu deh hwesio ini. Akan tetapi, fihak Boan lebih kuat. Selain banyak sekali panglima-panglimanya yarig gagah perkasa, juga jumlah mereka jauh lebih besar sehingga akhirnya Kerajaan Cin dimusnahkan.
Beng Kun Cinjin yang sudah berusia limapuluh tahun akan tetapi tubuhnya masih kekar dan mukanya masih sehat kemerahan seperti orang muda itu, menjadi patah hati dan ia menyembunyikan diri dari kelenteng ini ke kelenteng lain untuk bersamadhi dan menyesali nasib negaranya, la menghibur hati sendiri dengan kepercayaan bahwa kesemuanya itu, segala kegagalan hidup, baik manusia maupun negara, adalah kehendak Thian !
Pada pagi hari itu dia bersamadhi di dalam Kelenteng Kwan-te-bio di dusun Cian-bun kwan. Teringat akan nasib negaranya, ia mengeluarkah kata-kata tadi tidak tahu bahwa di luar kelenteng ada orang yang mendengarkan. Orang itu memakai sepatu dari kain tebal dan lunak sehingga suara jejak kakinya tidak terdengar dari dalam kelenteng. Sebetulnya kalau Beng Kun Cinjin tidak sedang tenggelam datam lamunan dan kesedihan, tentu ia akan mendengar karena hwesio ini memiliki pendengaran yang, amat tajam berkat lweekangnya yang sudah tinggi sekali. Orang itu cepat meninggalkan halaman kelenteng dan di lain saat ia telah meninggalkan kampung Cian-bun-kwan sambil membalapkan kudanya, menuju ke kota raja. Orang ini sebetulnya adalah seorang mata - mata atau kaki tangan dari pasukan Boan yang berada di kota raja. Pada masa itu, banyak sekali terdapat tikus-tikus semacam ini. yakni orang-orang yang tidak segan-segan untuk menjual bangsa dan tanah air sendiri demi untuk mendapatkan emas dan kedudukan!
Tak lama kemudian, menjelang tengah hari, dari jurusan kota raja datang serombongan pasukan berkuda menuju ke dusun Cian-bun-kwan. Debu mengepul, tinggi dan menempel pada daun-daun pohon di pinggir jalan ketika pasukan berkuda ini lewat dengan cepatnya. Pasukan itu cukup panjang, ada limapuluh orang, dikepalai oleh tiga orang perwira yang gagah perkasa sikap dan pakaiannya. Para petani yang sedang bekerja di sawah, hanya beberapa belas orang saja, cepat bertiarap dan sedapat mungkin menyembunyikan diri di antara galengan sawah agar jangan terlihat oleh pasukan itu, yang mereka anggap sebagai serombongan iblis yang haus nyawa.
Belum juga pasukan itu memasuki dusun Cian-bun-kwan, penduduk yang tinggal sedikit itu siang-siang sudah lari cerai-berai ke selatan dusun karena sudah terlalu sering terjadi kalau serombongan pasukan Boan memasuki dusun, mereka akan meninggalkan dusun itu dalam keadaan hancur dan kosong. Rampok bakar, bunuh, culik tentu menjadi akibat penyerbuan itu.
Akan tetapi kali ini tidak demikian halnya. Pasukan itu seakan-akan tidak memperdulikan penduduk dan langsung menuju ke Kelenteng Kwan-te-bio yang segera mereka kurung. Kuda mereka dikumpulkan di sebelah kiri kelenteng di mana terdapat sekelompok pohon yang liu (cemara).
Seorang di antara tiga orang perwira yang memimpin pasukan itu menghampiri pintu kelenteng, akan tetapi ia ragu-ragu dan tidak berani masuk ! Kemudian ia berseru keras ke arah pintu kelenteng yang terbuka itu.
"Beng Kun Cinjin kami sudah tahu bahwa kau berada di dalam kelenteng ini!" Suara ini bergema lenyap kemudian keadaan sunyi sekali. Biarpun di situ ada limapuluh orang tentara Boan, namun tak seorangpun di antara mereka yang mengeluarkan suara. Semua menahan napas memasang telinga tanpa bergerak. Hanya ringkik kuda terdengar di sebelah kiri. Kemudian terdengarlah suara jawaban dari dalam kelenteng, suara yang tenang dan halus, akan tetapi nyaring menusuk telinga,
"Memang pinceng berada di sini. Kalau kalian sudah tahu, mau apakah ?"
"Beng Kun Cinjin, kami datang atas perintah kaisar. Keluarlah dan mari kita bicara secara baik-baik !" kata pula perwira itu.
"Kalian datang bukan pinceng (aku) yang mengundang, dan pinceng tidak ada urusan sesuatu dengan kalian maupun dengan Kaisar Boan, mengapa pinceng harus keluar" Kalian pergilah dan jangan mengganggu seorang pendeta yang sedang bersamadhi."
Perwira yang petentang-petenteng di depan pintu kelenteng itu menjadi marah. Ia melambaikan tangan kepada dua orang serdadu yang cepat menghampirinya.
"Dia keras kepala, mari kita lihat bagaimana macam orangnya " katanya Masuklah dia bersama dua orang serdadu, dan dari luar tiga orang ini sudah mencabut senjata, si perwira mencabut pedang dan dua orang serdadunya mencabut golok. Dengan berindap-indap seperti tiga ekor kucing mencari tikus, mereka memasuki kelenteng menuju ke arah datangnya suara.
Terlihatlah oleh mereka Beng Kun Cinjin duduk bersila di atas lantai ruangan tengah. Kepala yang gundul pelontos itu tunduk, sepasang matanya meram dan kedua tangannya dalam sikap samadhi, dirangkap dengan jari-jari tangan lurus di depan dada. Tasbeh yang panjang berwarna putih tergantung di leher sampai ke pusar. Dalam keadaan seperti ini Beng Kun Cinjin nampak, biasa saja, seperti seorang pendeta yang alim dan wajahnya yang bersih dan bentuknya tampan itu membuat ia nampak jauh lebih muda dari pada usia sebenarnya.
Hati perwira dan dua orang serdadunya menjadi besar. Tak disangkanya bahwa Beng Kun Cinjin yang dikabarkan orang seperti iblis, yang sudah membunuh ratusan orang serdadu Boan dalam perang yang lalu. hanya macam ini saja. Perwira itu mengeluarkan suara menghina di dalam hidungnya, kemudian melangkah maju.
"Beng Kun Cinjin. kami adalah utusan kaisar. Mau tidak mau kau harus keluar bersama kami untuk menghadap kaisar," kata perwira itu dengan suara membentak-bentak
Tanpa membuka matanya, Beng Kun Cinjin menjawab.
"Tikus tikus busuk, keluarlah dari sini ! "
Perwira itu menjadi marah. Ia dan kawan-kawannya memang mendapat tugas bahwa kalau tidak dapat memaksa hwesio ini menyerah, boleh membunuhnya saja. Ia memberi isyarat kepada dua orang kawannya dan sambil berseru keras tiga orang ini menggerakkan senjata menyerang hwesio yang masih bersila sambil meramkan mata itu. Dua batang golok membacok. kepala yang gundul kelimis, dan sebatang pedang menusuk ke arah dada hwesio itu. Menurut patut, karena dia sendiri bertangan kosong dan sedang duduk bersila dengan mata tertutup, diserang seperti itu pasti di lain saat kepala yang gundul pelontos itu akan terbelah menjadi tiga potong dan dada yang bidang itu akan ditembusi pedang. Akan tetapi sama sekali tidak terjadi hal seperti itu, bahkan sebaliknya. Ketika tiga ujung senjata itu sudah mendekati sasaran, tiba - tiba Beng Kun Cinjin menggerakkan kepala, diangkat ke atas. Tasbeh yang bergantung pada lehernya bergerak. keras sekali ke atas dan sekaligus tiga batang senjata tajam itu terpukul. Terdengar suara keras dan senjata-senjata itu terlepas dari pegangan dan terlempar, kemudian menimbulkan suara berisik ketika jatuh di atas lantai. Selagi tiga orang itu memandang bengong, Beng Kun Cinjin membuka kedua tangan mendorong ke depan sambil berseru, "Keluarlah !"
Angin pukulan yang hebat sekali menyambar dan tiga orang itu bagaikan disambar angin taufan mencelat dan tubuh mereka melayang keluar dari pintu, jatuh berdebuk bergulingan di luar kelenteng !
"Lihai ........ ! Lihai .......!" perwira itu berkata sambil terbatuk - batuk dan darah muncrat dari mulutnya.
"Setan dia ......... !" kata serdadu pertama.
"Siluman ! Jangan dilawan ......... !" jerit serdadu ke dua dan dua orang serdadu ini begitu merangkak bangun, terus melarikan diri. Akan tetapi hanya lima tindak karena mereka segera terguling dan ketika kawan-kawannya memandang, ternyata keduanya sudah tak bernyawa lagi. Demikian hebatnya pukulan jarak jauh yang dilepaskan oleh Beng Kun Cinjin tadi sehingga sekaligus dapat membunuh dua orang serdadu dan me lukai seorang perwira yang kepandaiannya jauh lebih tinggi dari pada dua orang serdadunya
Perwira pertama yang memimpin barisan itu segera melangkah ke depan pintu dan dengan lantang ia berkata,
"Beng Kun Cinjin. mengapa kau seorang pendeta suci membunuh orang tanpa sebab " "
"Pinceng tidak mengundang kalian, akan tetapi kalian berani mengirim tiga orang mengotori lantai kelenteng dan menyerang pinceng. Mati hidup di tangan Thian, kawan-kawanmu mati karena kesalahan sendiri, mengapa menyalahkan pinceng ?"
"Beng Kun Cinjin, kau salah mengerti. Sebenarnya kami diberi tugas oleh kaisar untuk mengundangmu ke istana Kaisar yang mulia dan murah hati berkenan hendak memberi kedudukan tinggi kepadamu, Beng Kun Cinjin. Kau bahkan hendak diangkat menjadi kepala pengawal kaisar. Biarlah kami anggap kematian kawan - kawan kami itu kesalahan mereka sendiri dan takkan mengurus panjang asal kau sudi ikut dengan kami ke istana menghadap kaisar."
Lama tidak ada jawaban. Perwira itu menanti sampat beberapa lama. kemudian kehilangan sabarnya dan bertanya lagi,
"Bagaimana. Beng Kun Cinjin. Maukah kau menerima kehormatan dan kemuliaan di istana " "
Kini terdengar jawaban hwesio itu. jawaban yang dinyanyikan dengan suara nyaring bersemangat.
"Srigala utara mengurai selatan
sudah menjadi kehendak Thian !
Pinceng tak dapat berbuat apa-apa
karena semua usaha akan sia-sia.
Akan tetapi, menyuruh pinceng membantu srigala "
Pinceng lebih suka membonceng naga !"
Di dalam jawaban bersajak ini, yang dimaksud dengan srigala utara tentu saja bala tentara Mongolia atau juga Jengis Khan sendiri. Dahulu, di waktu ia masih mengikut dalam perantauan suhunya, pernah suhunya meramalkan bahwa akan datang masanya Tiongkok dikuasai oleh srigala dari utara dan hal itu sudah menjadi kehendak Thian. Guru dari Beng Kun Cinjin adalah seorang pertapa suci di Gunung Himalaya dan selain pandai ilmu silat, juga terkenal sebagai ahli hoat-sut (ilmu gaib) dan pandai pula meramal. Oleh karena mengingat akan kata-kata gurunya inilah, maka Beng Kun Cinjin tidak melanjutkan usahanya memusuhi pemerintah Boan (Mongol). karena dianggapnya hal itu sudah menjadi kehendak Thian seperti yang dikatakan dalam nyanyiannya tadi.
Akan tetapi, ia masih tetap seorang gagah dan tidak sudi kalau ia disuruh membantu Kaisar Mongol seperti yang ditawarkan oleh perwira Mongol itu dan la lebih suka membonceng naga Dengan kata-kata ini. ia mengambil kata-kata Khong Hu Cu yang menyatakan bahwa Lo Cu adalah seperti seekor naga sakti yang terbang di angkasa raya, sindiran bagi seorang pelamun atau seorang yang tekun memikirkan tentang hal hidup dan lain-lain. Seperti diketahui, pelajaran Khong Cu adalah pelajaran praktis, pelajaran hidup di dunia ini, atau boleh dibilang pelajaran lahiriah dan tata susila hidup. Sebaliknya pelajaran Lo Cu lebih mendalam, lebih bersifat filsafat lamunan, lebih dekat dengan apa yang disebut alam halus atau alam tinggi. Demikian pula, para pertapa selalu mendekati yang tinggi-tinggi ini dan karenanya Beng Kun Cinjin menyatakan bahwa ia lebih suka membonceng naga atau lebih suka menjadi pertapa untuk mencapai apa yang dicita-citakan oleh semua pertapa dan Lo Cu !
Mendengar nyanyian ini, perwira Boan itu menjadi marah.
"Beng Kun Cinjin, kau berhadapan dengan utusan kaisar, harap kau suka berpikir lebih panjang. Ketahuilah bahwa kaisar sudah memberi kekuasaan kepada kami untuk membawamu ke istana, hidup atau mati. Kalau kau suka berada di dalam istana, kau akan hidup. Akan tetapi kalau kau mau tinggal di luar istana, kau harus mati !"
Jawaban kata - kata ini hanyalah suara ketawa yang nyaring dan panjang, seakan-akan hwesio itu merasa geli sekali mendengar ancaman ini.
Perwira itu menjadi marah karena ia tahu bahwa Beng Kun Cinjin terang tidak mau menyerah. Ia mencabut senjatanya, yakni sepasang tombak pendek bercagak, lalu ia memberi aba-aba,
"Serbuuu ......... ! "
Bagaikan air bah. pasukan Mongol itu menyerbu, ada yang memasuki pintu, ada yang menerjang jendela dan di lain saat mereka telah tiba di ruangan di mana Beng Kun Cinjin masih duduk bersila sambil memandang kepada mereka dengan senyum menghina.
"Beng Kun Cinjin. menyerahlah sebelum kami menghancurkan tubuhmu." perwira tadi mengancam akan tetapi tiba-tiba tangan kanan Beng Kun Cinjin bergerak ke depan, memukul atau mendorong sambil berseru,
"Kaulah yang hancur !"
Perwira ini adalah seorang ahli silat tinggi. Melihat gerakan hwesio itu, ia terkejut sekali karena angin pukulan tangan hwesia itu luar biasa hebatnya. Tahu bahwa ia menghadapi pukulan jarak jauh yang luar biasa dan berbahaya, perwira ini cepat melompat ke samping akan tetapi tetap saja pundaknya terlanggar angin pukulan dan tubuhnya terlempar sampai menabrak kawan-kawannya yang berada di belakangnya !
Tak lama kemudian, terdengar jerit dan pekik kesakitan dan tubuh para penyerbu itu terlempar bagaikan sekumpulan semut tertiup angin dari pohon ! Ada yang terbanting pada dinding sampai benjol-benjol kepalanya, bahkan ada yang sampai pecah kepalanya dan tewas di saat itu juga, banyak pula yang patah tulang kaki tangannya. Keadaan menjadi kacau balau dan perwira itu yang tidak terluka berat, cepat memberi aba-aba mundur. Para serdadu Boan yang tidak atau belum terluka, menyeret tubuh kawan kawan yang terluka atau tewas dan tak lama kemudian mereka berkumpul lagi didepan kelenteng. Ternyata dalam segebrakan saja, dengan tiga orang penyerang terdahulu fihak pasukan Boan itu ada lima orang yang tewas dan sepuluh orang yang terluka berat. Belum yang terluka ringan banyak sekali. Dari sini dapat dinilai betapa hebat dan dahsyatnya kepandaian dari Beng Kun Cinjin !
Perwira ini cepat memberi aba aba dan berserabutanlah para serdadu itu bekerja. Apa yang mereka lakukan " Ternyata mereka merencanakan siasat keji sekali untuk mengalahkan Beng Kun Cinjin yang lihai. Puluhan orang serdadu itu mengumpulkan kayu bakar yang ditaruh di sekeliling kelenteng, menaruh pula minyak bakar, kemudian mereka membakar tempat itu !
"Kepung kelenteng siapkan anak panah dan amgi (senjata gelap) !" perintah perwira itu.
Sebentar saja, dibantu oleh teriknya matahari, kelenteng itu terbakar. Api bernyala-nyala tinggi sekali dan hawa panas sampai terasa oleh para serdadu yang mengepung kelenteng itu dari tempat yang enam tujuh tombak jauhnya. Kadang-kadang si perwira memberi aba-aba dan meluncurlah puluhan batang anak panah, piauw (senjata gelap), pisau dan paku ke arah lubang lubang pintu dan jendela, untuk mencegah pendeta itu melarikan diri dari dalam kelenteng ! Ledakan-ledakan bambu dan benda di dalam kelenteng terdengar tar-ter-tor membikin bising, ditambah berkerataknya api makan kayu. Tak lama kemudian, disusul suara hiruk-pikuk ketika atap kelenteng yang terbakar itu roboh dan asap hitam mengantar abu dan angus membubung tinggi di angkasa.
Tiga jam kemudian, yang tinggal dari Kelenteng Kwan-te-bio hanyalah bangunan tembok lima kaki tingginya. Yang lain-lain. terbuat dari pada kayu. musnah sama sekali menjadi tumpukan puing. Meja kursi bangku dan perabot perabot lain lenyap menjadi abu. Patung-patung pecah terguling, tidak karuan lagi macamnya karena pakaian-pakaian patung telah terbakar habis. Patung Kwan Kong yang tadinya berdiri gagah dengan pedang di pinggang, telah roboh tertelungkup dalam keadaan telanjang dan ternyatalah bahwa yang bagus ukirannya hanya bagian muka dan kaki tangan yang kelihatan saja. Bagian tubuh yang tadinya tertutup pakaian sutera, ternyata merupakan tanah liat kering yang tak karuan bentuknya.
Para serdadu Boan bersorak-sorak. Mereka semua tidak ada yang melihat hwesio yang ditakuti itu lari keluar, maka semua tahu bahwa hwesio kosen itu tentu telah mampus terbakar. Mereka bergembira, karena tadinya semua orang cemas dan ketakutan kalau-kalau hwesio itu keluar dari kelenteng dan mengamuk.
Akan tetapi perwira itu tidak mau bekerja setengah-setengah.
"Bongkar puing itu dan mari kita lihat mayatnya !"
Kembali para serdadu bekerja. Kalau tadi mereka bekerja untuk membuat api adalah sekarang sebaliknya, mereka sibuk memadamkan api yang masih memerah. Akhirnya mereka membongkar bagian ruangan di mana hwesio tua tadi bersila. Akan tetapi di situ tidak terdapat mayat atau sisa-sisa mayat Beng Kun Cinjin. Mereka mencari ke bagian lain karena mengira bahwa hwesio itu dalam bingungnya dikurung api. mungkin berlari ke tempat lain. Akan tetapi di mana mana tak dapat ditemukan miyat si hwesio itu. Semua orang penasaran dan akhirnya mereka saling pandang. Bulu tengkuk mereka berdiri dan wajah mereka berubah pucat. Ternyata bahwa di dalam kelenteng yang sudah habis terbakar itu tidak dapat ditemukan mayat Beng Kun Cinjin ! Beng Kun Cinjin, entah masih hidup entah sudah mati, telah lenyap dari tempat itu !
"Tak mungkin !" perwira itu berseru keras. "Kalau dia bisa lari menyelamatkan diri, pasti terlihat oleh kita yang mengurung tempat ini. Hayo cari lagi !"
Sampai matahari condong ke barat dan tempat itu sudah dibongkar sama sekali, mereka tetap saja tidak dapat menemukan mayat Beng Kun Cinjin Akhirnya perwira itu menjadi ketakutan sendiri dan dengan wajah lesu ia memberi perintah kepada anak buahnya untuk kembali ke kota raja membuat laporan sambil membawa kawan kawan yang terluka dan tewas. Kalau di waktu datang ke dusun itu rombongan tentara Boan ini nampak garang dan galak, adalah sekarang perginya nampak lesu dan muram.
"Ada setan, tolooong... ! " "Siluman hitam... ! Siluman hitam... ! Hayo kepung, tangkap !" Teriakan-teriakan ini terdengar di tengah malam di dalam lingkungan bangunan istana kaisar di kota raja. Maka sebentar saja keadaan menjadi geger tidak karuan. Para pelayan lari tunggang-langgang saling bertumbukan, para pengawal siap-sedia dan berkumpul untuk menghadapi setan atau siluman yang membikin takut orang itu. Pembesar-pembesar yang tidak mengerti ilmu silat. cepat menyembunyikan diri akan tetapi para pangeran yang pandai ilmu silat, keluar sambil mem-bawa senjata. Sikap mereka ini gagah seakan-akan setiap orang sanggup untuk melawan setan !
Tinggi di atas wuwungan istana, benar saja kelihatan sesuatu makhluk yang kelihatan mengerikan. Bentuknya seperti manusia, kepalanya gundul, perawakannya tegap dan tinggi besar, dadanya bidang dan nampaknya kuat sekali, sepasang matanya saja yang nampak berkilat-kilat karena muka dan kepalanya. juga tangan dan kakinya, semua menghitam ! Dia ada juga berpakaian, akan tetapi sukar disebut pakaian karena tidak karuan macamnya, hanya menutupi bagian terpenting saja, dari atas lutut sampai dipinggang. Ada juga sedikit bagian pakaian yang masih mengalungi pundak kirinya, akan tetapi semua sudah cabik-cabik dan hangus.
Di bawah genteng para pengawal dan busu sudah siap dan berkumoul. semua memandang ke atas penuh perhatian. Beberapa orang pengawal yang siang tadi ikut menyerbu Kelenteng Kwan-te-bio menjadi pucat sekali setelah sinar lampu dan sinar bulan menerangi muka makhluk itu..
"Dia......dia Beng Kun Cinjin .. ! " kata perwira yang tadi memimpin serangan. Semua pengawal yang mendengar ini, menjadi pucat. Perwira yang memimpin pasukan siang tadi sudah bercerita tentang keanehan yang terjadi, yakni bahwa kelenteng telah dibakar habis akan tetapi hwesio di dalamnya hilang musnah, hal yang amat tidak mungkin. Dan sekarang, pada tengah malam. hwesio itu muncul dalam keadaan mengerikan sekali. Tubuh dari pakaiannya hangus menghitam ! Siapa yang takkan merasa gentar dan serem "
"Betul, dia ..... dia setan dari hwesio yang mati terbakar. Hidup lagi ... jadi setan ... ! " Mendengar kata-kata ini, ada beberapa orang pengawal istana sudah lari lintang pukang saking takutnya. Akan tetapi para panglima yang hadir di situ membentak sehingga pengawal-pengawal yang lari menghentikan larinya dan kembali dengan muka merah.
"Manusia atau setan iblis atau bukan, kita harus menangkapnya !" kata seorang Panglima Kim-i-wi (Pengawal Baju Sulam) yang terkenal sebagal jagoan dan berilmu tinggi. Panglima ini masih muda dan dalam kedudukan para pengawal kaisar, ia terhitung menduduki tingkat ke dua.
Namanya Lo Thung Khak dan ilmu tombaknya membuat ia dijuluki orang Sin-chio (Tombak Sakti), dan dalam, usia tigapuluh lima tahun sudah dapat menduduki tingkat demikian tinggi, membuktikan bahwa kepandaiannya memang lihai. Setelah berkata demikian untuk membesarkan hati kawan-kawannya, Lo Thung Khak memutar-mutar tombaknya dan membentak makhluk di atas genteng itu.
"Siapakah kau " Manusia atau setan " Ada niat apa datang di sini " "
Suara pertanyaan ini bergema di tengah, malam, keras dan panjang karena Lo Thung Khak mempergunakan tenaga khikangnya. Semua orang berdebar menanti untuk mendengarkan jawaban makhluk yang berdiri tegak tak bergerak di atas wuwungan yang tinggi itu.
Jawaban itu datang dan hanya merupakan suara ketawa bergelak yang panjang menusuk telinga. Suara ketawa itu makin lama makin meninggi dan tiba- tiba terdengar suara beberapa orang menjerit kesakitan dan roboh seperti orang lumpuh. Mereka ini adalah orang - orang yang kurang tinggi kepandaiannya sehingga tidak kuat mendengarkan suara ketawa itu lebih lama lagi. Mereka yang lweekangnya sudah tinggi dapat mengerahkan tenaga dalam untuk menolak pengaruh suara ini dah memperkuat isi dada. Suara ketawa ini bukan lain adalah semacam cara menyerang yang mempergunakan getaran suara lweekang untuk merusak telinga dan jantung lawan ! Inilah semacam kepandaian berdasarkan lweekang yang sudah tinggi sekali tingkatnya dan akibatnya, ada lima orang pengawal yang roboh dengan jantung pecah dan binasa di tempat dan saat itu juga!
Suara ketawa berhenti dan terdengarlah suara Beng Kun Cinjin yang menggeledek.
"Kawanan, tikus ! Siang tadi kalian membakar kelenteng dan hampir saja membakar diriku. Hmm makin didiamkan kalian makin menjadi ! Sekarang saatnya Beng Kun Cinjin membalas dendam. Bersiaplah untuk mampus sebelum kaisarmu kubinasakan !"
Suara ini demikian berpengaruh dan menakutkan sehingga untuk sejenak semua Kim i-wi dan para siwi dan busu lain berdiri terpaku dengan muka berubah Akan tetapi hanya sebentar saja karena segera timbul kemarahan mereka. Mereka terdiri dari orang orang pilihan ahli silat tinggi yang kepandaiannya sudah sampai di tingkat atas. Mereka adalah jagoan jagoan. Bangsa Mongol, ada pula Bangsa Cin. dan Bangsa Han yang menjadi kaki tangan pemerintah Boan karena ingin memperoleh kemuliaan duniawi.
Lo Thung Khak juga marah sekali. Ia menuding dengan tombaknya sambil memaki.
"'Bangsat gundul yang sombong ! Siapa takut mendengar obrolan kosongmu?" Sekali ia menggerakkan kedua kaki ia telah melompat naik ke atas genteng, diikuti oleh belasan orang Kim i wi yang tingkat kepandaiannya sudah tinggi.
Gerakan mereka ini demikian ringan dan kaki mereka tidak mengeluarkan suara ketika mereka tiba di atas genteng, tanda bahwa ginkang mereka sudah sempurna. Kemudian mereka berlompat-lompatan makin tinggi untuk mendatangi hwesio yang berdiri tegak di atas wuwungan itu. Beng. Kun Cinjin hanya berdiri tegak, tertawa-tawa dan kedua tangannya bertolak pinggang. Ia menanti sampai belasan orang lawannya itu tiba di atas wuwungan, kemudian dengan secara tiba tiba ia melakukan pukulan dengan kedua tangannya. Dua lengan tangan yang kuat dan berotot ini digerakkan ke depan bertubi seperti riang mendorong.
Belasan orang Kim i-wi hu berpencar dan menghadapi pukulan jarak jauh ini dengan sikap masing masing. tergantung dari pada ilmu silat mereka. Ada yang merendahkan tubuh dan memasang kuda-kuda sambil mengerahkan lwee kang, ada pula yang melompat tinggi sekali untuk menghindarkan diri. ada pula yang melakukah gerakan menangkis dengan pengerahan tenaga lweekang. Hanya dua orang yang terpelanting roboh karena tidak dapat menahan gelombang hawa pukulan dari Beng Kun Cinjin akab tetapi yang dua inipun hanya terpelanting karena kuda-kudanya gempur, sama sekali tidak menderita luka.
Beng Kun Cinjin maklum bahwa kali ini ia menghadapi lawan-lawan yang berat, jauh bedanya dengan pasukan yang siang tadi menyerbunya di dalam Kelenteng Kwan-te-bio. Oleh karena itu, iapun tidak mau membuang waktu sia-sia dan cepat melompat dan menyambut mereka dengan ilmu pukulan tangan kosong yang luar biasa hebatnya. Ilmu silat ini dilakukan dengan gerakan yang lambat dan kelihatannya perlahan saja akan tetapi oleh karena penggunaannya didasarkan pada tenaga lweekang dan sinkang. maka setiap senjata lawan yang datang menyambar, selalu tertolak oleh hawa pukulan ini dan terpental sebelum mengenai tubuh Beng Kun Cinjin.
Hwesio yang kini menjadi hitam seluruhnya ini memang seorang yang sakti. Ilmu pukulannya jarak jauh yang tidak sembarang orang sanggup menerima adalah ilmu pukulan ciptaannya sendiri berdasarkan lweekang yang disebut Lui kong-Jiu, (Tangan Sinar Kilat). Ilmu pukulan ini memang amat dahsyat dan kalau menghadapi lawan yang kurang pandai, biarpun ada berapa banyak, dari jarak tiga empat tombak saja Beng Kun Cinjin sanggup memukulnya roboh dan tewas atau setidaknya terluka hebat di bagian dalam tubuh. Selain ilmu pukulan jarak jauh yang dahsyat ini, tentu saja Beng Kun Cinjin masih mempunyai banyak sekali macamnya ilmu silat tinggi, akan tetapi di antaranya yang paling terkenal adalah ilmu silat warisan dari gurunya pertapa di Himalaya itu, yakni Ilmu Silat Pai-in-ciang" (Ilmu Silat Pendorong Awan). Ilmu silat ini tidak memerlukan kecepatan gerakan, melainkan berdasarkan tenaga lweekang yang sudah mendalam. Gerakan-gerakannya lambat saja. akan tetapi biarpun lawan bersenjata, ilmu silat ini dapat dipergunakan untuk menghadapi lawan itu.
Di samping dua macam ilmu silat tangan kosong jarak jauh dan jarak dekat ini, masih banyak ilmu silat tangan kosong yang ia dapat mainkan, bahkan hampir seluruh ilmu silat tinggi pernah dilihatnya dan ia dapat mengenal gerakan lawan. Selain ini, Beng Kun Cinjin pandai mempergunakan delapanbelas macam senjata persilatan akan tetapi ia iebih suka mempergunakan senjata yang lain dari pada yang lain. yakni tasbehnya.! Dahulu, sebelum menjadi hwesio, dia memang ahli mempergunakan senjata rantai. Akan tetapi setelah ia menjadi hwesio dan setiap hari memegang tasbeh. ia lalu menciptakan ilmu silat dengan tasbeh yang berdasarkan ilmu silat rantai. Demikian lihatnya ia dalam penggunaan senjata istimewa ini sehingga di bagian depan telah dituturkan bagaimana dengan tasbeh tergantung di leher ia dapat menangkis serangan tiga macam senjata dengan hanya menggerakkan kepala dan tasbeh itu bisa menangkis sendiri ke atas !
Terlalu panjang kalau dituturkan tentang semua kepandaian hwesio sakti ini, pendeknya dia adalah seorang tokoh besar dunia persilatan yang pada masa itu jarang sekali ada tandingannya.
Demikianlah, setelah Beng Kun Cinjin menyerang, biarpun ia dikeroyok oleh empatbelas orang Kim i-wi yang berkepandaian amat tinggi, dalam sepuluh jurus ia telah berhasil menendang dua orang busu sampai terlempar dari atas wuwungan dan binasa pada saat itu juga ! Pertempuran berlangsung makin ramai dan kini yang naik ke atas wuwungan tidak kurang dari tiga puluh orang pengawal kaisar yang jagoan !
Belasan jurus berlalu dan keadaan di atas istana itu ramai bukan main. Suara orang bertempur seakan akan merupakan pertempuran besar-besaran, padahal pertempuran itu hanyalah seorang hwesio yang dikeroyok oleh para busu dan Kim i-wi. Gerakan para pengawal itu ribut dan cepat, sebaliknya Beng Kun Cinjin bergerak lambat dan tenang, namun setelah belasan jurus lewat, kembali ada tiga orang busu yang terlempar, seorang dengan kepala pecah dan dua orang dengan tulang tulang iga patah-patah terkena hantaman tangan Beng Kun Cinjin yang melebihi besi kerasnya !
Akan tetapi kini para pengawal yang tingkatnya tinggi dan boleh dibilang menduduki tingkat pertama dan ke dua. naik juga ke wuwungan dan ikut mengeroyok. Beng Kun Cinjin kewalahan menghadapi puluhan orang busu, apa lagi ia harus menghadapi lawan banyak di atas wuwungan yang tidak rata dan licin sedangkan keadaan mulai gelap, maka sambil tertawa bergelak ia lalu melayang turun ke bawah.
Sambil berteriak-teriak Lo Thung Khak dan kawan-kawannya juga melompat turun mengejar. Lo Thung Khak lebih cepat dari kawan-kawannya, maka dialah orang pertama yang menghadapi Beng Kun Cinjin dan inilah kesalahannya. Dengan bantuan kawan-kawannya, Panglima Kim-i-wi ini masih dapat mengimbangi Beng Kun Cinjin. akan tetapi kini berdepan satu lawan satu. dia seperti murid bertemu gurunya. Sekali saja Beng Kun Cinjin menggerakkan kedua tangan menyerang, biarpun Lo Thung Khak memutar tombaknya, tetap saja ia terdorong ke belakang dan jatuh terjengkang. Nyawanya tentu akan melayang karena Beng Kun Cinjin melompat maju untuk memukulnya lagi. kalau saja para Kim i-wi yang lain tidak keburu datang. Mereka ini melihat Lo Thung Khak roboh, segera maju mengeroyok dan hwesio itu dihujani senjata. Terpaksa Beng Kun Cinjin membatalkan niatnya membunuh Lo Thung Khak dan dengan tenang ia memutar kedua lengan menghadapi keroyokan para Kim-i-wi.
Lo Thung Khak merayap bangun, dadanya terasa sakit dari ketika ia membuka bajunya, dada itu matang biru tanda telah terluka. Panglima ini tidak berani maju lagi dan terpaksa ia berlari ke tempat canang bahaya digantung, kemudian ia memukul canang itu bertalu - talu untuk memberi tahu kepada kawan-kawan lain dan seisi istana bahwa ada bahaya besar mengancam ! Karuan saja semua penghuni istana menjadi gempar dan mengira bahwa ada pasukan musuh menyerbu istana. Kalau mereka tahu bahwa yang datang menyerbu hanya seorang hwesio, tentu mereka ini akan terheran-heran dan tidak percaya.
Kembali dalam waktu pendek Beng Kun Cinjin sudah berhasil merobohkan lima orang pengeroyok, bahkan ia mulai mendesak belasan yang lain. Setelah hwesio itu turun di atas lantai dan tersorot sinar penerangan yang bergantungan di ruangan itu. kelihatanlah keadaannya dengan nyata. Benar-benar hwesio sakti yang aneh. Pakaiannya compang-camping dan bekas terbakar, akan terapi kulitnya hanya berubah hitam seperti pantat kwali dan tidak terluka sama sekali. Biasanya kalau kulit manusia terkena api akan melepuh dan terluka. akan tetapi hwesio ini hanya hangus saja !
Kembali terdengar jerit mengerikan ketika dua orang Kim-i wi terpelanting dengan kepala pecah terkena hantaman tasbeh ! Kini Beng Kun Cinjin yang sudah mulai marah itu memegang tasbehnya, senjatanya yang hebat. Dan gerakan pertama dari tasbeh itu berhasil menghancurkan kepala dua orang Kim-i-wi. Biarpun para pengawal itu makin bertambah jumlahnya namun mereka menjadi gentar juga melihat kedahsyatan hwesio ini. Maka mereka hanya menyerang dengan hati-hati sekali dan selalu siap sedia untuk menjauhkan diri apa bila senjata hwesio menyambar. Oleh karena itu, keadaan Beng Kun Cinjin seperti seekor harimau terjebak, terkurung di tengah-tengah tanpa ada yang berani menyerang terlalu dekat, hanya mengganggu saja dengan gertakan dan serangan jarak jauh.
"Tikus-tikus tiada guna, hayo maju kalau kalian berani ! Kalau takut mundur saja biar aku mencari dan membunuh kaisarmu !" seru Beng Kun Cinjin dengan mata terbelalak. sikapnya makin liar menakutkan.
Tiba - tiba berkelebat dua buah senjata gembolan yang digerakkan demikian kerasnya sehingga mengeluarkan angin. Sepasang gembolan toi menyambar ke arah tubuh Beng Kun Cinjin dibarengi dengan suara menggereng dari pemegangnya. Beng Kun Cinjin mengeluarkan suara ketawa, mengejek dan tasbehnya menyambar cepat sekali melebihi cepatnya datangnya gembolan dan tasbeh ini menyambar ke arah sepasang lengan yang memegang senjata-senjata itu!
"Curang !" bentak orang yang baru datang dan terpaksa menarik kembali sepasang gembolannya karena kalau dilanjutkan, sebelum sepasang senjatanya mengenai lawan, lebih dulu lengannya akan dihajar oleh tasbeh itu. Akan tetapi. Beng Kun Cinjin luar biasa cepatnya. Tasbehnya sudah menyusul lagi dengan serangan ke arah dada lawan yang baru datang ini. Akan tetapi, sepasang gembolan itupun dengan cepatnya menangkis.
"Trangggg ........!"
Beng Kun Cinjin melangkah mundur dan memandang tajam. Ia agak kaget mendapatkan-orang yang dapat menangkis tasbehnya. Di depannya berdiri seorang bertubuh pendek akan tetapi besar, nampak kuat bukan main, mukanya penuh bulu sehingga kelihatan seperti seekor singa. Kembali Beng Kun Cinjin terkejut. Biarpun orang ini memakai pakaian sebagai Panglima Kim-i-wi kelas satu, namun ia tidak pangling. Apa lagi sepasang gembolan itu ia kenal baik. Orang ini dahulu adalah seorang tokoh kang-ouw di daerah selatan. Hek-mo Sai-ong nama julukannya. Tertawalah Beng Kun Cinjin, karena pernah satu kali Singa Hitam ini kalah olehnya dalam pertandingan pibu antara orang-orang gagah di selatan.
"Ha - ha - ha, pinceng kira siapa, tak tahunya Hek-mo Sai-ong. Kau juga menjadi pengawal kaisar " Ha - ha - ha !"
Hek-mo Sai-ong tidak menghiraukan ejekan itu, bahkan ia berkata membujuk.
"Beng Kun Cinjin. sesungguhnya akulah orangnya yang mengusulkan kepada hong siang (kaisar) agar kau diberi kedudukan di dalam Istana menjadi pemimpin para Kim-i-wi karena aku tahu, bahwa kaulah orangnya yang paling tepat untuk menjadi pembesar seperti itu. Hong siang bermaksud baik dan apakah gunanya kepandaianmu kalau dalam kesempatan ini kau tidak membantu pemerintah baru mengamankan negara " Marilah kita bicara baik baik. dan aku yang akan mintakan ampun kepada hongsiang agar kau diterima menjadi pengawal dan hidup mulia di sini."
Beng Kun Cinjin tertawa bergclak. "Setan hitam, suaramu mengandung racun jahat. Orang sudah membakar kelenteng dan membuat pinceng hangus seperti ini. mau bicara apa lagi " Akan kubunuh kaisarmu dan akan kubasmi setan-setan macam engkau !"
"Manusia sombong dan kepala batu ........ " kata Hek mo Sai-ong sambit memutar gembolannya menyerang. Dua orang lihai ini bertempur hebat. Hek-mo Sai-ong adalah Panglima Kim-i wi yang memimpin para pengawal di dalam istana bagian depan. Dia seorang tokoh kang-ouw di selatan, seorang ahli silat yang mengandalkan tenaga gwakang. Tenaganya besar seperti tenaga gajah dan ilmu silatnya juga cepat dan kuat Biar pun usianya sudah mendekati limapuluh tahun, namun tenaganya tidak berkurang, bahkan dari latihan yang tekun, tenaga dan kepandaiannya meningkat kalau dibandingkan dengan dahulu ketika ia pernah dikalahkan oleh Beng Kun Cinjin.
Senjata benggolan adalah penggada yang ujungnya besar. Senjata ini berat sekali dan sekali menyerempet kepala pasti kepala itu akan pecah. Kalau mengenai tubuh akan membikin remuk tulang dan membikin hancur kulit daging. Apa lagi kalau yang memainkan senjata ini Hek-mo Sai-ong bukan main hebatnya. Bagaikan sepasang garuda hitam menyambar-nyambar dengan dahsyatnya, mendatangkan angin yang berbunyi karena meniup-niup keras. Ia ingin sekali merobohkan hwesio yang perhah mengalahkannya dan sekarang berkepala batu ini, maka serangannya pun bertubi-tubi dan yang dikeluarkan hanya jurus-jurus yang paling berbahaya. Akan tetapi, duapuluh jurus kemudian ia harus mengaku bahwa selama ini Beng Kun Cinjin juga meningkat kepandaiannya dan diam-diam Hek-mo Sai-ong mengeluh. Para pengawal lainnya tidak berani turun tangan membantu karena memang bagi seorang ahli silat tinggi apa bila sedang bertempur, merasa enggan dibantu. Selain hal ini memalukan juga dapat mengacaukan permainan silatnya sendiri, dapat mengacaukan siasat penyerangan.
Akan tetapi, kalau dilanjutkan. Hek-mo Sai-ong pasti akan kalah, ia sudah terdesak sekali dan hal inipun ia maklum. Kalau ia kalah, kali ini Beng Kun Cinjin takkan mengampuninya seperti dahulu ketika bertanding dalam pibu. Sekarang ini. kalah berarti binasa. Untuk minta bantuan Hek-mo Sai-ong merasa malu !
Tiba-tiba sambil mengeluarkan gerengan keras, Hek-mo Sai-ong mengayun gembolannya yang kanan menyerang ke arah kepala, yang kiri mengikuti gerakan pertama dan hendak menyusulkan serangan ke dua apabila serangan pertama gagal. Dia mempergunakan gerak tipu Ji-sai-chio-cu (Dua Singa Berebut Mustika), semacam serangan yang amat berbahaya.... Serangan gembolan kanan yang menyambar ke arah kepala memang tidak begitu berbahaya bagi seorang yang sudah tinggi tingkat ilmu silatnya, akan tetapi orang harus berhati-hati terhadap gembolan kiri yang kelihatannya diam saja itu, karena ke manapun juga Tawan mengelak dari gembolan kanan, akan disambut oleh gembolan kiri !
Akan tetapi Beng Kun Cinjin bukan seorang luar biasa kalau tidak mengenal siasat pancingan ini. Sambil tersenyum mengejek, tasbehnya bergerak cepat membelit ujung gembolan kanan dan sambil membetot tasbehnya sehingga lawannya tertarik dan kuda-kudanya miring, ia mengirim pukulan Pai-in-ciang dengah tangan kirinya ke arah tangan yang memegang gembolan kiri.
Hek-mo Sai-ong mengeluarkan teriakan keras dan kedua gembolannya terlepas dari pegangan. Ia sendiri lalu menjatuhkan diri bergulingan sambil kedua tangannya diayun ke depan. Empat butir pelor batu melayang ke arah empat bagian jalan darah di tubuh Beng Kun Cinjin yang berbahaya. Inilah keistimewaan dari Hek-mo Sai-ong dan sering kali serangan terakhir pada saat ia amat terdesak ini merubah kedudukan dan lawannya dapaf dikalahkan. Akan tetapi, kali ini serangannya yang dilakukan secara menggelap dan tiba-tiba hanya berhasil menyelamatkan dirinya saja akan tetapi sama sekali tidak berhasil merobohkan lawan. Dengan dua gembolan rampasannya. Beng Kun Cinjin memukul runtuh empat pelor batu itu. kemudian sambil tertawa mengejek ia mengangkat dua gembolan lalu mengadu dua senjata itu dengan keras sekali satu kepada yang lain. Terdengar suara keras dan sepasang gembolan itu pecah berkeping-keping !
Hek-mo Sai-ong boleh menarik napas panjang dan lega karena ia terbebas dari pada maut. Kini seorang tinggi kurus bermuka hijau yang memegang senjata aneh sekali berdiri menggantikannya menghadapi Beng Kun Cinjin. Hek-mo Sai ong girang melihat munculnya sahabatnya ini. Si tinggi kurus ini melihat muka dan sikapnya, mudah diduga bahwa dia seorang Mongol aseli. Orangnya kelihatan lemah, mukanya kehijauan, akan tetapi dia adalah seorang ahli lweekeh yang disegani di Mongolia. Namanya Tagudai dan setelah berada di kota raja. para pengawal lain yang berlidah Tionghoa menyebutnya Ta Gu Thai. Sepasang senjatanya istimewa sekali, merupakan lingkaran golok atau pisau sebanyak tujuh batang yang gagangnya bersambung menjadi satu pada sebuah gelang sehingga merupakan roda dari golok dengan runcingnya menghadap di luar. Ta Gu Thai memegang sepasang roda golok ini di tengan-tengah, yakni gelangan yang ditancapi gagang gook-golok kecil itu. Selain aneh, juga senjata ini nampak mengerikan sekali berkilauan terkena cahaya lampu saking tajamnya golok-golok kecil itu.
Berbeda dengan kedudukan Hek mo Sai ong sebagai komandan Kim i-wi tingkat satu di bagian depan, adalah Ta Gu Thal ini komandan Kim i-wi tingkat satu di bagian dalam jadi boleh dibilang dialah sesungguhnya pengawal pribadi kaisar ! Dibandingkan dengan Hek-mo Sai-ong, tingkat kepandaiannya seimbang hanya bedanya kalau Hek-mo Sai-ong adalah ahli gwakang sebaliknya Ta Gu Thai ini seorang ahli lweekang. Akan tetapi mengingat bahwa senjata dari Ta Gu Thai lebih aneh dan ilmu silatnya adalah ilmu silat Mongolia aseli, maka bagi seorang ahli silat Tiongkok, Ta Gu Thai terhitung lebih "berat" untuk dilawan.
Ta Gu Thai menghadapi Beng Kun Cinjin dengan mata bersinar-sinar. katanya mencela. "Beng Kun Cinjin. kau benar-benar tidak mengenal kemuliaan hati hong siang yang bermaksud baik padamu."
"Maksud baik " Apakah membakar kelenteng dan niat membakar aku hidup-hidup kau katakan bermaksud baik " " Beng Kun Cinjin tersenyum sindir. "Aku hendak membunuh kaisarmu itu !"
"Hem, enak saja kau bicara. Aku adalah Ta Gu Thai, aku yang menjadi pengawal pribadi kaisar. Sebelum putus leherku bagaimana kau bisa bicara tentang niatmu yang jahat itu ?"
"Kalau begitu mampuslah !" Dengan marah sekali Beng Kun Cinjin menyerang dengan tasbehnya. serangannya keras dan cepat sekali. Ta Gu Thai memutar roda golok sebelah kiri dan menangkis. Terdengar suara keras dan bunga api berpijar ketika dua senjata ini bertemu. Beng Kun Cinjin merasa tangannya tergetar, maka maklumlah ia bahwa lawannya adalah seorang ahli lwee-keh yang tenaga lweekangnya tak boleh dipandang ringan dan seimbang dengan tenaganya sendiri.
Ta Gu Thai juga maklum dari benturan senjata tadi bahwa hwesio itu benar -benar kosen seperti yang seringkali ia dengar dari Hek mo Sai-ong, maka ia tidak mau berlaku lambat dan cepat dua buah roda goloknya diputar cepat sehingga berubah menjadi kitiran berkilauan yang menyambar-nyambar di atas kepala, turun naik nampak indah kali. Akan tetapi jangan dipandang ringan senjata yang nampak indah ini karena sedikit saja terkena atau tersentuh oleh roda golok yang terputar putar itu. jangan kata baru anggauta luhuh terdiri dari kulit daging tulang, biarpun senjata baja kalau pemegangnya kurang pandai dapat terbabat putus !
"Bagus, senjata yang baik dan ilmu silat yang lihai !" Beng Kun Cinjin memuji. Sudah sering kali ia menghadapi perwira-perwira Mongol yang lihai dalam pertempuran beberapa tahun dahulu ketika tentara Mongol mulai menyerbu ke selatan. Akan tetapi harus diakui bahwa baru ini kali ia menghadapi seorang Panglima Mongol yang selain lihai ilmu silatnya dan besar tenaga lweekangny juga mempunyai sepasang senjata yang aneh dan tak pernah dilihatnya. Oleh karena itu. untuk belasan jurus lamanya ia hanya menangkis, mengelak dan mempertahankan diri saja, karena ia ingin sekali melihat jelas bagaimana sepasang senjata aneh itu dimainkan lawan.
Akan tetapi ia tidak dapat bertahan terus karena sesungguhnya lawan amat berbahaya. Setelah duapuluh jurus lewat, barulah Beng Kun Cinjin mulai membuat serangan balasan dan sebentar saja ternyata bahwa betapapun lihai lawannya, hwesio ini tetap saja masih menang setingkat. Makin lama Panglima Mongol yang kosen itu makin terdesak dan gulungan sinar sepasang senjatanya makin menciut, sebaliknya tasbeh di tangan Beng Kun Cinjin menyambar nyambar mencari nyawa.
Kalau tadi Hek-mo Sai-ong ketika melawan Beng Kun Cinjin merasa malu untuk minta bantuan, adalah karena dia dahulunya seorang tokoh kang-ouw yang kenamaan, dan sudah menjadi watak seorang kang ouw yang gagah untuk pantang mundur pantang minta bantuan dalam sebuah pertempuran, apa lagi kalau menghadapi sesama tokoh kaugouw Tidak demikian dengan Ta Gu Thai Panglima Mongol itu setelah mengerti bahwa kalau dilanjutkan pertempuran itu ia akan kalah lalu memberi aba-aba kepada kawan-kawannya. Menyerbulah beberapa orang busu yang tinggi ilmu silatnya, bahkan Hek mo Sai-ong ikut menyerbu. Panglima Kim i-wi ini telah mengambil senjata gembolan baru dan kini ia menyerbu dengan sengitnya
Kali ini Beng Kun Cinjin benar-benar terdesak, akan tetap, dia benar-benar hebat. Tidak .saja tasbehnya merupakan gulungan sinar putih yang menyelimuti seluruh tubuhnya sehingga jangankan baru senjata lawan, biarpun ia disiram air hujanpun kiranya takkan basah tubuhnya. Demikian cepatnya tasbeh itu berputar. Dan di samping ini ia masih menggerakkan tangan kirinya, membagi bagi pukulan jarak jauh dengan Ilmu Silat Lui kong-jiu. Beberapa orang busu terpaksa menjauhkan diri karena pukulan ini tak boleh dipandang ringan. Bahkan dalam sebuah rangsekan hebat, sebuah daripada gembolan di tangan Hek-mo Sai-ong kembali pecah terpukul oleh telapak tangan kiri hwesio itu secara telak sekali !
"Hebat .....:, sayang Beng Kun Cinjin tidak mau kami angkat menjadi kepala pengawal ...... " tiba tiba terdengar orang berkata. Suaranya berpengaruh dan nyaring. tanda bahwa yang bicara bukanlah seorang biasa melainkan seorang yang memiliki kepandaian tinggi dan wibawa besar.
Beng Kun Cinjin melirik ke kiri dan dari balik tirai bambu yang halus sekali ia melihat seorang laki - laki berdiri tegak menonton pertempuran. Laki-laki ini bertubuh tinggi besar, bersikap gagah sekali dan biarpun sudah tua masih kelihatan bertenaga kuat. Pakaian orang ini bukan main indah dan gagahnya. Mukanya persegi dan gagah seperti muka singa, jenggotnya panjang teratur rapi, kumisnya tebal, daun telinganya lebar. Sepasang matanya bersinar lembut akan tetapi mengandung bayangan sifat yang keras hati dan bersemangat ! Pakaiannya bersulamkan benang emas dengan lukisan burung hong dan naga.
Hati Beng Kun.Cinjin berdebar. Inilah kaisar, tak salah lagi. pikirnya. Inilah orangnya yang menggerakkan tentara Mongol. yang telah menyerbu tanah airnya dan yang telah menewaskan laksaan rakyat Tiongkok. Tiba-tiba timbul kebencian besar di dalam dadanya, apa lagi kalau ia ingat bahwa hampir saja ia mati terbakar di dalam kelenteng.
"Kaisar lalim, kau harus mati lebih dulu !" bentaknya dan secepat kilat tubuhnya melesat ke arah tirai bambu. Terdengar bunyi nyaring ketika tirai bambu itu pecah dan tanpa memberi kesempatan lagi Beng Kun Cinjin menggerakkan tasbehnya memukul ke arah kepala kaisar ! Akan tetapi ternyata kaisar bukan seorang lemah. Memang siapa yang mengenal Jengis Khan. akan tahu bahwa kaisar ini dahulu adalah seorang pemuda Mongol bernama Temu Cin yang gagah perkasa dan bersemangat baja. Kalau dia bukan seorang luar biasa, tak mungkin dia akan dapat membawa bangsanya yang tadinya dihina kanan kiri menjadi bangsa yang kuat dan hebat.
Serangan Beng Kun Cinjin dapat dielakkannya dengan mudah akan tetapi sebagai seorang kaisar, tentu saja ia tidak mau melayani hwesio ini dan secepat kilat ia melangkah mundur dan tiba-tiba saja lenyap dari depan Beng Kun Cinjin !
Hwesio ini tercengang dan tidak percaya kalau kaisar dapat menghilang begitu saja seperti setan. Ketika ia melangkah maju. tahulah ia bahwa kaisar telah lari melalui pintu rahasia yang berada tepat di belakang kaisar, terbenam dalam dinding tembok tebal. Beng Kun Cinjin marah sekali. Diayunnya tasbeh dan terdengar suara keras dibarengi jebolnya tembok itu !
Sementara itu Ta Gu Thai dan Hek-mo Sai-ong bersama kawan-kawannya telah menyerbu ke dalam ruangan ini dan kembali Beng Kun Cinjin dikeroyok Akan tetapi setelah melihat kaisar. Beng Kun Cinjin tidak ada nafsu lagi untuk menawan para pengawal. Kini niat satu-satunya hanya mencari dan mendapatkan kaisar untuk dibunuhnya. Maka sambil memutar tasbeh untuk melindungi dirinya dari pada serangan lawan dari belakang, ia lalu melompat ke depan, menerjang tembok yang sudah jebol dan cepat mengejar dan mencari kaisar yang sudah tidak kelihatan lagi bayangannya. Gerakannya demikian cepat sehingga sebentar saja ia telah meninggalkan para pengawal, masuk ke sebelah dalam istana yang besar dan luas sekali itu
Ia tiba di ruangan yang amat indah dan sejuk hawanya. Ruangan ini merupakan ruangan terbuka, biarpun di bawahnya berlantai mengkilap dan bersih, akan tetapi atasnya tidak beratap. Di sini penerangan berwarna kehijauan dan bukan main segarnya hawa di tempat ini. Tiba di tempat yang demikian indah dan sejuk. Beng Kun Cinjin baru merasa betapa lelah tubuhnya, ia merasa bingung, tidak tahu harus mencari ke mana. Jalan dari ruangan ini amat banyaknya, lebih dari sepuluh lorong yang menjurus ke ruangan - ruangan lain. Anehnya, kalau tadi ia dikeroyok oleh banyak pengawal, kini tidak kelihatan seorang pun manusia. Memang, ada seorang dua orang lewat di lorong depan, akan tetapi mereka adalah pelayan-pelayan wanita yang membawa teng (lampu), jalannya demikian halus dan lemah lembut. Memang merupakan pantangan besar bagi Beng Kam Cinjin untuk menyerang wanita. Kalau saja terlihat seorang pelayan pria, tentu akan ditangkapnya dan dipaksanya menunjukkan di mana tempat atau kamar dari kaisar.
Selagi ia kebingungan, ia melihat berkelebatnya kaisar di ujung kiri. Cepat ia berlari memasuki lorong itu. Akan tetapi, seperti juga tadi kaisar lenyap begitu saja. Beng Kun Cinjin penasaran dan mengejar terus, akan tetapi lorong itu memutar dan kembali ia tiba di ruang terbuka yang tadi ! Beberapa kali ia memasuki lorong-lorong berputar yang ujungnya kembali ke ruangan tadi lagi
Beng Kun Cinjin makin bingung. Ia berdiri di tengah ruangan sambil bertolak pinggang, tasbehnya sudah digantungkan lagi di leher, Ia mendongak dan melihat langit biru gelap penuh bintang, pemandangan yang tentu akan menyenang kati hatinya kalau saja ia tidak sedang penasaran dan bernafsu hendak membunuh kaisar
Tiba - tiba ia mendengar suara alat musik khim ditabuh. Alangkah merdu suara itu dan nyata sekali pemainnya seorang ahli. Beng Kun Cinjin merasa bulu tengkuknya berdiri dan sekaligus seluruh perhatiannya tertuju kepada suara itu. Hm, lagu "Mencari kekasih di antara seribu bintang", lagu yang amat populer semasa ia masih muda dan sebelum bala tentara Mongol menyerbu ke selatan. Bagaimana ada orang berani mainkan lagu ini di dalam istana "
Beng Kun Cinjin mendengarkan terus, kepalanya agak dimiringkan sebagai biasanya seorang ahli mendengarkan musik kesayangannya.
"Sayang, ibu jari tangan pemain itu kurang bertenaga dalam membunyikan tali terbesar," kata Beng Kun Cinjin perlahan. Namun ia diam-diam mengaku bahwa pemainnya sudah ulung, dan lagu itu dimainkan dengan amat baiknya.
Tiba-tiba terdengar suara nyanyian, diiringi suara khim itu. Kembali Beng Kun Cinjin merasa punggungnya dingin sekali, tanda bahwa perasaan halusnya tersentuh. Memang inilah kesukaannya di waktu ia masih muda dan ia memang mempunyai kelemahan terhadap semua ini,
"Hebat ........." keluhnya mendengar suara wanita yang bernyanyi itu. Beng Kun Cinjin mendengarkan dan kini ia berdiri tidak tetap lagi, kedua matanya dipejamkan dan tubuhnya bergoyang-goyang. Ia merasa lemas dan nikmat, dan seluruh perhatiannya tercurah kepada suara nyanyian yang amat merdu itu.
"Seribu bintang di langit gemerlapan
cantik indah memberahikan
akan tetapi dimana dia kekasihku "
Tak kulihat di antara bintang seribu ...........
seribu bintang cantik nian
namun tiada seperti kekasihku rupawan !
Bagai bulan purnama di antara bintang - bintang
kekasihku dalam hati menjadi penerang !"
Demikian merdu dan halus suara itu, demikian indah suara khim yang mengiringinya, dan tak terasa lagi tanpa disadari Beng Kun Cinjin melangkahkan kaki perlahan mendekati tempat dari mana suara itu datang. Hwesio ini segera terkena hikmat, tak sadar akan diri pribadi dan seakan-akan berada di bawah pengaruh gaib, terpesona oleh keindahan yang menyinggung jiwanya.
Beng Kun Cinjin tiba di depan sebuah jendela kamar. Jendela itu tertutup oleh sutera hijau yang bersulam kembang - kembang merah, tersorot lampu dari dalam amat indahnya kelihatan dari luar. Dari dalam kamar inilah keluarnya suara nyanyian dan khim yang menggetarkan jiwanya. Beng Kun Cinjin menggerakkan tangan kanan dan tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, sutera hijau itu bolong, cukup lebar sehingga pandangan matanya dapat menembus dan melihat keadaan di dalam kamar.
Tiba-tiba sepasang mata Beng Kun Cinjin bersinar sinar bibirnya tersenyum aneh, keningnya berdenyut dan napasnya menjadi berat. Apa yang dilihatnya di dalam itu membuat ia makin terpesona sehingga ia seperti lupa siapa dia dan di mana dia berada, Serasa dalam surga dan berjumpa dengan bidadari.
Di dalam kamar yang perabotnya serba indah dan bersih itu, duduk seorang wanita berusia paling banyak duapuluh lima tahun. Cantik rupawan seperti mawar merah yang baru mekar. Pakaiannya dari sutera kuning dan biru tipis, gelungnya model puteri istana, agak lepas-lepas dan sedikit rambut berjuntai di depan keningnya, ia menundukkan muka jari-jari tangannya bergerak di atas tali tali khim dan bibirnya bergerak-gerak perlahan menyanyi.
Beng Kun Cinjin berdiri bengong. Kalau saja wanita itu tidak menabuh khim, kalau saja si cantik itu tidak bernyanyi pada saat seperti itu, kiranya hwesio ini tidak akan begitu terpengaruh. Akan tetapi kali ini Beng Kun Cinjin benar-benar lupa diri. Sepasang matanya bergerak-gerak dari atas ke bawah, dari bibir yang merah mungil, yang ketika bernyanyi kadang-kadang terbuka, sedikit memperlihatkan deretan gigi kecil-kecil putih seperti mutiara. Kemudian pandang matanya menurun, ke arah jari-jari tangan yang mungil, halus meruncing, demikian halusnya sehingga seakan-akan tak bertulang dan kulitnya begitu tipis seakan akan orang dapat melihat urat-urat merah yang berada di dalamnya.
Beng Kun Cinjin ketika masih muda memang amat suka akan keindahan, terutama sekali akan keindahan wajah wanita, dan tentang musik dan nyanyian. Dia dahulu terkenal sebagai pemuda yang suka keluyuran, suka bergaul dengan wanita-wanita penari dan penyanyi, pemuda yang berulang kali bertukar kekasih sehingga ia ditolak ketika melamar seorang gadis pujaan hatinya. Hal ini membuat ia patah hati dan semenjak itu. setelah ia mendengar penghinaan gadis itu yang mengecapnya sebagai laki-laiki hidung belang dan tak tahu malu, Beng Kun Cinjin memperdalam ilmu silatnya dan akhirnya masuk menjadi hwesio Ia mengambil keputusan untuk menjauhkan diri dari pada keduniaan, terutama sekali dari pada memikirkan wanita cantik dan mendekati musik dan nyanyian.
Sudah berpuluh tahun ia mempertahankan nafsu hatinya yang sering kali timbul dan selama itu ia berhasil mempertahankan keteguhan iman dan batinnya. Akan tetapi, selama puluhan tahun itu. belum pernah ia melihat yang seperti ini. belum pernah ia melihat seorang wanita secantik ini, apa lagi seperti ini yang pandai menabuh khim dan bernyanyi, nyanyian kesayangannya di waktu muda lagi! Benar-benar hal yang amat luar biasa, mengapa begitu kebetulan "
Beng Kun Cinjia sudah tak diapat menguasai diri lagi, sudah berada di dalam cengkeraman hawa nafsu, berada di bawah pengaruh yang halus memenuhi hati dan pikirannya. Bagaikan dalam alam mimpi, kakinya bergerak menuju ke pintu kamar itu dan di lain saat ia telah membuka daun pintu dan melangkah masuk.
"Nona nyanyianmu merdu sekali." katanya ranah dan kini ia dapat melihat jelas betapa cantik jelitanya wanita itu setelah kini mengangkat muka dan memandang kepadanya dengan sepasang mata yang seperti bintang. Mula-mula mata itu seperti orang ketakutan, kemudian menjadi tenang seakan-akan hwesio itu tidak mendatangkan rasa takut lagi. dan berkatalah si cantik dengan suara halus merdu,
"Suhu membikin malu dan kaget aku saja. Nyanyianku amat buruk dan ...... siapakah suhu yang gagah perkasa ini " Bagaimana bisa sampai di sini " Apakah suhu seorang calon pengawal batu ?"
Beng Kun Cinjin menggeleng kepala, sepasang matanya masih menatap wanita itu dengan penuh kekaguman.
"Bukan, nona Memang kaisar minta pinceng menjadi koksu atau kepala pengawal di sini, akan tetapi pinceng tidak sudi dan timbul pertempuran."
Wanita, cantik itu nampak kaget, sepasang mata yang seperti mata burung hong itu terbelalak bening, alisnya yang seperti bulan muda itu berkerut, bibirnya yang kecil merah bergerak dalam setuan kaget.
"Ah. jadi suhu ini ...... Beng Kun Cinjin yang datang hendak menghancurkan istana." Aduhh ........ suhu ampunkanlah jiwaku seorang wanita lemah ......"
Serta-merta wanita itu. lalu melangkah maju dan menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Beng Kun Cinjin. Terdengar ia teriak menangis.
Gemetar seluruh tubuh Beng Kun Cinjin. Laki-laki gagah perkasa yang tidak keder menghadapi seratus orang musuh tangguh ini. sekarang, menjadi lemah lunglai menghadapi seorang wanita cantik jelita yang menangis dan minta ampun di depan kakinya. Tercium olehnya keharuman yang luar biasa seperti seribu satu sari bunga semerbak keluar dari wanita di depan kakinya itu.
Ia membungkuk dan menyentuh sepasang pundak wanita itu, "Berdirilah kau nona, pinceng takkan mengganggu selembar pun rambut kepalamu."
Biarpun ia sudah menekan perasaannya, tidak urung suaranya terdengar gemetar dan parau ketika Beng Kun Cinjin merasa betapa lunak dan halus kulit pundak di bawah pakaian indah itu. Memang alam telah memberi senjata yang amat ampuh kepada kaum wanita yang dianggap, sebagai kaum lemah, dan senjata ini adalah stfat-sifat nya yang lemah lembut dan indah, yang cukup kuat untuk merobohkan hati laki laki yang bagaimana keras dan kuatpun !
"Nona, siapa namamu dan kau berada di istana ini sebagai apakah " "
Muka yang halus dan manis itu seketika menjadi merah padam. Pertanyaan ini sudah bukan semestinya dan jelas menunjukkan bahwa hwesio tinggi besar dan berkulit hitam hangus di depan nya ini sudah roboh betul-betul di bawah pengaruh kecantikannya. Wanita itu lalu tersenyum, tersenyum penuh kemenangan, juga penuh kelembutan dan daya penarik yang makin menggairahkan hati Beng Kun Cinjin.
"Cinjin yang gagah harap tidak memandang rendah kepadaku. Aku baru tiga bulan berada di istana dan mendapat kehormatan menjadi selir ke tujuhbelas dari kaisar. Kaisar amat sayang kepadaku akan tetapi sebaliknya aku tidak suka dijadikan selir yang ke sekian banyaknya. Hal inipun kaisar sudah mengetahui dan beliau berjanji akan menghadiahkan aku kepada seorang yang berjasa besar kelak......."
"Hemmm, siapakah namamu, nona ?"
"Aku yang buruk dan bodoh bernama Hui Niang dari keluarga Kiu di Tai goan. Aku sudah mendengar tentang kegagahan Cinjin yang sakti luar biasa dan...... dan aku akan merasa aman sekali kalau mendapat perlindungan dari orang seperti Cinjin........." Suara Hui Niang turun naik seperti orang bernyanyi merdu.
"Apa maksudmu ........?" Beng Kun Cinjin bertanya melangkah dekat.
"Cinjin yang gagah perkasa kalau hong siang sudah berkenan mengangkat Cinjin menjudi kok su bukankah itu baik sekali " Cinjin dapat hidup mulia di sini dan aku .... tak usah aku menanti untuk dihadiahkan kepada orang lain. Aku lebih suka melayani Cinjin selama hidupku, hidup dekat dengan seorang gagah perkasa yang mampu melindungi diriku selama hidup."
Mendengar ucapan yang keluar dari mulut mungil dengan suara merdu merayu ini ditambah lagi dengan semerbak harum yang keluar dari si jelita, jatuhlah hati Beng Kun Cinjin. Lupa ia akan kepalanya yang gundul sebagai tanda bahwa adalah seorang pendeta yang sudah melepaskan semua nafsu keduniawian lupa ia kepada tasbeh yang tergantung di lehernya sebagai alat memusatkan pikiran dalam berdoa, lupa kepada usianya yang sudah tua. Nafsu membakar dirinya, membuat ia merasa seperti masih muda belia, masih seperti dulu ketika ia bernama Gan Tui dan menjadi seorang pemuda pemogoran dan hidung belang. Bagaikan seekor kerbau jinak yang mandah saja dituntun oleh algojo menuju ke tempat penyembelihan ia mandah saja dituntun oleh nafsu yang menghancurkan semua sifat kejantanannya !
Pada keesokan harinya, ketika Beng Kun Cinjin bangun dari tidurnya di atas pembaringan dalam kamar yang indah itu, datang pelayan-pelayan wanita yang muda muda dan cantik - cantik, dengan langkah berlenggang memasuki kamar itu sambil tersenyum-senyum membawa segala macam keperluan untuk mandi. Berganti pakaian dan makan pagi. Semuanya serba lengkap dan serba indah! Juga kepada Beng Kun Cinjin. para pelayan ini menyebut "koksu" yang terhormat.
Beng Kun Cinjin merasa agak malu akan perbuatannya sendiri, akan tetapi ia maklum bahwa semenjak saat itu ia tidak mungkin meninggalkan Hui Niang. Wanita ini benar-benar telah menjatuhkan hatinya dan di dalam dadanya bersemi kembali cinta kasih yang dahulunya hanya ia tujukan kepada gadis yang menolak cintanya. Cinta kasih yang sebetulnya masih belum mati di dalam kalbunya, yang; selama puluhan tahun ini ia tekan-tekan, sekarang bersemi kembali dan cepat berakar kuat, membuat ia menikmati kebahagiaan hidup yang belum pernah ia alami bersama Kiu Hui Niang, wanita cantik jelita itu. Cinta kasihnya terhadap Hui Niang amat besar, mengalahkan rasa segan dan malunya. Tadinya ia hendak menculik dam membawa pergi Hui Niang. akan tetapi wanita ini dengan bujuk rayu yang mesra menyatakan hendak membunuh diri kalau dibawa keluar istana, dan akhirnya Hui Niang berhasil menundukkan hati Beng Kun Cinjin dan berhasil membuat hwesio ini berjanji akan tinggal di situ, dan menerima pangkat yang diberikan oleh kaisar kepadanya !
Beng Kun Cinjin adalah seorang tokoh Kang ouw yang ulung dan yang sudah kawakan, maka segera ia dapat menindih rasa malu atau segannya. Bahkan dengan wajah gembira ia membiarkan Kiu Hui Niang kekasihnya itu melayaninya, berganti pakaian baru yang serba indah dan menghadapi meja untuk makan pagi yang serba lezat bersama kekasihnya, dilayani para dayang istana. ! Seorang aneh seperti Beng Kun Cinjin sebentar saja dapat menyesuaikan diri dan bahkan dapat menikmati hidup, serba kemewahan ini,
Setelah selesai makan pagi, datanglah seorang pembesar setengah tua diikuti oleh perwira perwi ra istana yang malam tadi mengeroyoknya. Kedatangan mereka itu adalah kunjungan kehormatan dan dari jauh mereka sudah tersenyum-senyum sambil mengangkat tangan memberi hormat dan memberi setamat !
Beng Kun Cinjin berdiri dari tempat duduknya dan menanti mereka dengan senyum di mulut. Ia diam saja. menaati apa yang hendak mereka katakan.
Pembesar yang bertubuh kurus tinggi itu maju memberi hormat, dibalas oleh Beng Kun Cinjin.
"Siauwte Hoan Cin Ong memberi selamat kepada koksu baru. Kedatangan siauwte ini adalah untuk menyampaikan ucapan terima kasih dari hong siang (kaisar) atas kerelaan dan kesediaan koksu membantu negara,"
Beng Kun Cinjin cepat memberi hormat dan diam-diam ia merasa bangga. Kaisar benar benar tahu memikat hati orang, sampai-sampai mengutus Menteri Hoan Cin Ong yang terkenal tinggi kedudukannya itu untuk memberi selamat dan menyampaikan terima kasih kepadanya.
"Ong-ya telah memberi kehormatan besar ke pada pinceng dengan kunjungan ini. Hanya sebutan koksu itu membikin pinceng merasa tidak enak dan kurang mengerti " katanya.
Tagudai atau Ta Gu Thai. Panglima Mongol yang semalam bertempur dengan dia bersenjata roda golok maju dan memberi hormat sambil berkata tertawa "Beng Kun Cinjin telah menerima anugerah hong-siang. diangkat menjadi koksu negara. Aku yang muda dan bodoh menghaturkan selamat dan aku merasa bangga sekali mempunyai pemimpin seperti Cinjin yang gagah perkasa."
Beng Kun Cinjin tertawa senang. "Ciangkun terlalu merendahkan diri. Kepandaianmu juga hebat dan untuk masa kini sukar dicari keduanya. Untuk bekerja sama dengan ciangkun, benar-benar merupakan hal yang menggembirakan."
Hoan Cin Ong berkata lagi. "Kalau koksu sudah sempat, siauwte diutus memberitahukan bahwa hong-siang telah menanti koksu di ruangan dalam istana."
Dengan tabah Beng Kun Cinjin lalu diiringkan oleh mereka itu menuju ke ruangan sidang di mana: ia diperkenankan menghadap kaisar. Kaisar memberi selamat kepadanya dan mengucapkan terima kasih bahwa hwesio kosen ini suka membantu pergerakannya. Dengan manis budi kaisar menghadiahkan Kiu Hui Niang kepadanya.
"Dia anak baik. syukur kalau koksu suka kepadanya. Apa bila koksu memerlukan sesuatu. sampaikan saja kepada Hoan Cin Ong, tentu segala keperluan koksu akan tersedia," kata kaisar itu sambil tersenyum.
Beng Kun Cinjin menghaturkan terima kasih dan berjanji akan membantu kaisar.
"Hanya satu hal hamba harus memberi tahu kepada paduka, bahwa dalam pekerjaan ini, hamba hanya sanggup untuk menghalau musuh negara bukan bangsa hamba sendiri dan melindungi paduka dari pada penyerangan-penyerangan gelap. Kalau hamba disuruh membantu pergerakan menindas bangsa hamba sendiri, terpaksa hamba tidak sanggup melakukannya. Betapapun juga, hwesio ini kiranya masih ingat akan kebangsaan dan tidak mau mengkhianati bangsa sendiri !
Kaisar Jengis Khan tertawa, biarpun di dalam hatinya agak kecewa.
"Koksu jangan kawatir. Kamipun mempunyai rencana untuk mengundurkan semua pasukan dan akan melakukan gerakan ke barat. Oleh karena itu, koksu hanya akan bertemu dengan musuh-musuh asing di dunia barat. Kami tidak akan melanjutkan gerakan ke selatan."
Memang, pada waktu itu. Jengis Khan baru mulai dengan rencananya menyerbu ke barat, ia sedang menghimpun kekuatan dan didapatkannya seorang pembantu seperti Beng Kun Cinjin. benar-benar menyenangkan hatinya karena tenaga hwesio ini merupakan bantuan yang amat berharga dalam menghadapi panglima-panglima musuh yang tangguh.
Setelah kaisar membeberkan rencananya menyerbu ke barat setelah menghimpun kekuatan dan memberi waktu kepada bala tentara untuk beristirahat. Beng Kun Cinjin diperkenankan mundur. Selama tiga bulan hwesio ini hidup bagaikan di dalam surga, penuh kenikmatan dan kemuliaan sehingga tubuhnya menjadi makin gemuk. Kulitnya yang hangus diobati dan mulai menghilang. Ia menjadi lebih terikat oleh Hui Niang dan menjadi lebih bahagia dalam kedudukannya yang baru ketika mendapat kenyataan bahwa Hui Niang telah mengandung !
Peristiwa di atas, yaitu runtuhnya hati Beng Kun Cinjin terhadap kecantikan Kiu Hui Niang dan mengakibatkan ia rela menjadi koksu dan menjadi apa yang oleh orang-orang gagah disebut 'anjing Bangsa Mongol" telah menggegerkan dunia kangouw di daerah selatan. Nama Beng Kun Cinjin sudah terkenal sebagai seorang gagah yang berjiwa patriot maka berita bahwa hwesio kosen itu rela menjadi kaki tangan kaisar penjajah hanya karena tergila-gila pada seorang wanita cantik, benar - benar mendatangkan heboh di kalangan kang-ouw Banyak orang gagah menjadi marah dan mencaci-maki Beng Kun Cinjin.
Yang paling merasa sedih dan marah di antara semua orang gagah, adalah murid-murid Beng Kun Cinjin sendiri. Beng Kun Cinjin mempunyai tiga orang murid yang ia sayang dan tiga orang ini sudah menjadi pendekar-pendekar yang ternama. Murid pertama dan kedua adalah suami isteri Thio Houw dan Kwee Goat Murid ketiga adalah adik Kwee Goat yang bernama Kwe Sun Tek.
Thio Houw dan isterinya membuka perusahaan piauwkiok (perusahaan expedisi mengirim barang) dan sudah mempunyai seorang anak laki-laki berusia satu tahun lebih. Mereka hidup bahagia dan sering kali suami isteri pendekar ini mengulurkan tangan menolong orang-orang yang sengsara, baik berupa pertolongan benda maupun tenaga. Oleh karena itu mereka amat dihormati dan disegani oleh kalangan kang-ouw, bahkan dunia Liok Lim (perampok) juga tidak berani sembarangan mengganggu, barang kiriman yang dikawal oleh perusahaan mereka. Tidak saja para penjahat segan mengganggu suami isteri yang budiman ini, juga mereka takut akan nama besar Beng Kun Cinjin, guru dari suami isteri itu.
Kwee Sun Tek biarpun sudah berusia hampir tigapuluh tahun, masih tetap jejaka. Ia membujang dan merantau ke mana saja untuk meluaskan pengalaman. Juga pendekar muda ini banyak menumpas kejahatan dan menolong orang yang bersengsara. Dari tiga orang muridnya ini, Beng Kun Cinjin memperoleh nama harum.
Oteh karena itu, alangkah kaget hati Kwee Sun Tek ketika ia merantau ke utara. ia mendengar akan keadaan suhunya yang telah menikah dengan seorang puteri istana Mongol dan menjadi koksu negara penjajah ! Pendekar muda ini membanting-banting kaki dan lupa makan lupa tidur memikirkan keadaan gurunya. Ia merasa malu untuk hidup di dunia kang-ouw, malu karena tingkah laku suhunya, yang benar-benar di luar dugaan ini. Selama ia mengenal suhunya, orang tua itu adalah seorang hwesio yang hidup saleh, bagaimana sekarang tiba-tiba menjadi begitu tak tahu malu ! Tanpa membuang waktu lagi, Kwee Sun Tek lalu lari menuju ke Shan-tung di mana encinya dan iparnya tinggal.
Thio Houw dan isterinya kaget setengah mati mendengar berita yang dibawa oleh Kwee Sun Tek. Thio Houw mengepal-ngepal tinjunya dan Kwee Goat menangis sedih
"Suhu benar - benar melakukan perbuatan yang aneh Aku hampir tak dapat percaya kalau bukan kau yang membawa berita ini sute " kata Thio Houw.
"Aku sendiri tadinyapun tidak mau percaya,, akan tetapi sudah kuselidiki dan memang suhu telah berada di istana. Tadinya suhu melakukan perlawanan, bahkan kelenteng di mana suhu tinggal telah dibakar habis oleh bala tentara musuh. Kemudian suhu menyerbu ke istana hendak membunuh kaisar. Akan tetapi. entah mengapa dan entah apa yang terjadi di sana tahu-tahu dikabarkan orang bahwa kaisar telah mengangkat seorang koksu baru bernama Beng Kun Cinjin dan koksu itu menikah dengan seorang puteri Istana !"
''Memalukan ! Memalukan sekali !" Kwee Goat mengeluh. "Kita harus ke sana dan membujuk suhu supaya keluar dari Istana ! "
"Memang kita harus bertindak. Kalau dibiarin saja. nama kita semua akan menjadi busuk." kata Thio Houw. "Akan tetapi kau tinggalah saja di rumah. isteriku, dan menjaga anak kita. Perjalanan ini belum tentu tidak menghadapi bahaya, biar aku dan Kwee-sute saja yang pergi."
"Tidak, aku penasaran dan aku akan ikut. Aku harus memperingatkan suhu," kata isterinya membantah.
"Sukar juga." kata Kwee Sun Tek. "Cihu juga tahu, biasanya suhu hanya memperhatikan kata-kata enci Goat dan sejak dulu suhu menuruti permintaan enci Goat yang amat disayangi. Memang baiknya enci Goat yang sekarang memperingatkannya, tentu ia akan malu dan akan menurut. Akau tetapi enci mempunyai anak yang baru berusia setahun ......."
"Apa salahnya " Liong-ji (anak Liong) sudah besar dan tubuhnya kuat. laginya dengan adanya kita bertiga, dia sudah cukup terlindung. Kalau suhu tidak menuruti permohonanku dan suhu melihat Liong-ji, kiranya hatinya akan tergerak. Urusan ini menyangkut nama baik kita sekeluarga, cukup pantas kalau kita semua berkorban waktu dan tenaga."
Akhirnya, berangkatlah tiga orang, murid ini. bersama Thio Pek Liong yang baru berusia setahun lebih, ke utara, menuju ke kota raja yang belum lama dirampas oleh bafa tentara Mongol. Mudah saja bagi mereka untuk menyelidik keadaan koksu baru dan ternyata bahwa memang betul koksu yang baru diangkat itu adalab guru mereka !
Kepandaian suami isteri Thio Houw dan Kwe Goat sudah mencapai tingkat tinggi sekali karena mereka ini sudah mewarisi tiga perempat bagian dari kepandaian Beng Kun Cinjin. Hanya Kwee Sun Tek yang belum setinggi mereka tingkatnya, karena baru belakangan ia menjadi murid Beng Kun Cinjin. dan sebagian besar kepandaiannya ia dapat dari enci dan iparnya.
Karena mereka tidak mau membikin malu suhu mereka, maka mereka mengambil keputusan untuk mendatangi Beng Kun Cinjin secara diara diam dan di waktu tengah malam. Apa lagi mereka juga harus menanti sampai anak kecil itu tidur, karena tak mungkin membawa - bawa anak itu ke istana. Mereka bermalam di dalam sebuah kelenteng dan setelah anak itu tidur. Thio Houw menitipkan anaknya kepada hwesio penjaga kelenteng. Setelah itu mereka bertiga berangkat ke istana.
Kepandaian mereka sudah mencapai tingkat tinggi. Tembok yang melingkungi istana dengan mudah saja mereka lompati dan bagaikan tiga bayangan setan mereka melompat-lompat di atas wuwungan bangunan-bangunan istana itu mencari tempat tinggal Beng Kun Cinjin.
convert txt : http://www.mardias.mywapblog.com
Akan tetapi, seperti telah diketahui istana juga mempunyai banyak pengawal yang lihai. Kalau para penjaga dan peronda yang terdiri dari tentara biasa tidak dapat melihat masuknya tiga orang pendekar ini, adalah para pengawal istana sudah mengetahui- Maka begitu tiga orang ini melompat turun ke ruangan tengah, mereka segera terkurung
Oleh lima orang pengawal yang dikepalai oleh Hek mo Sai-ong yang sudah memegang sepasang gembolan di kedua tangannya,
"Kalian ini orang - orang berani mati, siapakah kalian dan apa maksud kedatangan kalian di sini " " bentak Hek-mo Sai-ong. tidak berani berlaku terlalu kasar karena ia tadi melihat gerak-gerik tiga orang yang gesit, tanda bahwa yang datang adalah orang orang berilmu. Apa lagi ia belum tahu apa maksud kedatangan mereka.
Thio Houw bertiga tertegun juga melihat bahwa para pengawal itu ternyata sudah bersiap-siap dan tahu akan kedatangan mereka. Mereka datang bukan untuk membikin ribut di Istana, melainkan untuk membujuk suhu mereka keluar dari situ. maka Thio Houw Lalu menjawab singkat.
"Kami datang untuk bertemu dengan suhu Beng Kun Cinjin."
Hek-mo Sai-ong menjadi curiga. Hendak bertemu dengan orang pada waktu tengah malam dan melalui jalan seperti maling, benar - benar tak boleh dipercaya. Tentu mengandung maksud buruk.
"Koksu sedang beristirahat, tak boleh diganggu. Kalau ada keperluan, boleh datang menghadap besok. Mengapa mencari koksu pada tengah malam buta " " tegur Hek-mo Sai-ong.
"Mereka ini tentu bukan orang baik-baik" menyambung seorang pengawal yang sudah gatal-gatal tangannya untuk segera menyerang, ia memandang ringan kepada tiga orang ini. Thio Houw berpengawakan tinggi tegap dan gagah, isterinya cantik dan keren, sedangkan Kwee Sun Tek tampan dan agak kurus. Tidak ada yang aneh pada tiga orang yang masih muda ini, maka para pengawal memandang rendah.
Thio Houw tersenyum tenang. ''Harap kalian jangan menghalangi kami yang tidak mempunyai maksud buruk terhadap istana ataupun kalian Kami adalah murid-murid Beng Kun Cinjin dan ingin bertemu dan bicara urusan penting dengan suhu."
Mendengar ini, Hek-mo Sai-ong dan kawan-kawannya menjadi kaget sekali. Kalau mereka ini murid - murid koksu. tentu saja tidak boleh diperlakukan kasar, akan tetapi tetap saja kedatangan mereka pada tengah malam buta menimbulkan kecurigaan. Semua orang tahu belaka bahwa sebelum menjadi koksu negara. Beng Kun Cinjin adalah seorang tokoh yang memusuhi bala tentara Mongol. Tentu murid - muridnya juga terhitung musuh mereka. Laginya, Beng Kun Cinjin baru saja menjadi koksu. belum memperlihatkan jasa sedikitpun. Bagaimana murid - muridnya bisa dipercaya "
"Ah, jadi samwi ini murid-murid koksu yang terhormat " Maaf kalau kami tidak menyambut secara hormat Akan tetapi, karena kedatangan sam-wi bukan pada waktu yang tepat, tentu saja tadi kami menjadi curiga. Untuk melenyapkan kecurigaan ini, harap samwi suka datang lagi besok pagi dan kami akan menyambut sebagaimana mestinya dan akan kami sampaikan kunjungan sam wi itu kepada koksu." kata Hek-mo Sai-ong dengan ramah, akan tetapi matanya memandang tajam penuh selidik.
Thio Houw menjadi tidak senang. "Kami berurusan dengan guru sendiri, ada sangkut-paut apakah dengan kalian " Harap kalian menyingkir dan biar kami mencari sendiri dan bicara dengan suhu !"
Hek mo Sai ong juga mulai marah. Ia menganggap Thio Houw sombong sekali.
"Biarpun sam wi murid-murid koksu. akan tetapi aku dan kawan kawanku ini bertugas menjaga keamanan di sini dan tanpa perkenan kami, tidak boleh siapapun juga berkeliaran di lingkungan istana. Sam-wi keluar dengan baik-baik dari tempat ini atau terpaksa kami menggunakan kekerasan." Sepasang gembolannya sudah digerak-gerakkan penuh ancaman.
Kwee Sun Tek tak dapat menahan kemarahannya lagi. Sungguh tidak dapat ia mengerti bagaimana suhunya bisa bekerja sama dengan orang orang macam ini.
"Cihu, babi macam ini sikat saja sudah !" katanya marah sambil mencabut pedangnya.
Dua orang pengawal mendengar makian pemuda ini, serentak maju dan menggerakkan tombak mereka untuk menyerang. Akan tetapi Kwee Sun Tek yang sudah marah sekali, memutar pedangnya dengan gerak tipu Giok-tai-wi yauw (Sa buk Kemala Melilit Pinggang) pedangnya dengan cepat sekali berkelebat memutar Terdengar suara keras dan dua batang tombak itu terbabat parah, bahkan seorang di antara dua pengawal yang menyerangnya tadi karena kurang cepat mengelak terbabat pula pundaknya, terluka parah dan menggelundung pergi. Yang seorang melompat ke belakang dengan muka pucat.
"Ada penjahat ! Kepung ..... tangkap .......bunuh !" teriak Hek-mo Sai-ong dengan keras dan marah. Sepasang gembolannya menyambar ke depan, ke arah kepala Kwee Sun Tek.
"Plak !" Gembolan kiri yang meluncur maju itu tertahan oleh benda keras, membalik dan hampir memukul kepalanya sendiri. Hek mo Sai ong kaget bukan main ketika melihat bahwa gembolannya itu tertangkis oleh tongkat pendek di tangan Thio Houw. Tahulah ia bahwa lawannya ini bertenaga besar dan memiliki kepandaian tinggi.
Atas teriakan Hek-mo Sai-ong, banyak pengawal lari mendatangi. Memang Hek-mo Sai ong berlaku cerdik dan hati hati. Ia tidak mau mengambil resiko dimarahi oleh koksu. maka ia sengaja berteriak ada penjahat agar kalau dia dan kawan kawannya berhasil menewaskan tiga orang ini, ia dapat mengambil alasan bahwa, tiga. orang ita adalah penjahat-penjahat yang hendak mengacau istana !
Pertempuran hebat terjadi di ruangan yang luas itu. Para pengawal datang makin banyak dan sebentar saja tiga orang pendekar itu terkepung. Thio Houw dan Kwee Goat yang bersenjata pedang dikeroyok oleh Hek-mo Sai-ong. Sin-chio Lo Thung Khak. dan Ta Gu Thai yang kosen, masih dibantu oleh tiga orang pengawal lain yang berkepandaian tinggi sedangkan Kwee Sun Tek dikeroyok oleh lima orang pengawal lain. Akan tetapi karena para pengeroyok pemuda ini kurang tinggi kepandaiannya maka dalam duapuluh jurus saja Kwee Sun Tek sudah berhasil merobohkan tiga orang pengeroyok. Pengawal - pengawal lain datang menggantikan mereka yaag roboh dan pertempuran berjalan lapi lebih rsme.
Sementara itu Thio Houw dan isterinya biarpun dikepung oleh tiga orang jago istana bersama tiga orang pengawal iain berhasil merobohkan dua orang pengeroyok dan mengamuk terus biarpun mereka kini dikepung sampai rapat betul.
Pada saat itu terdengar suara keras berpengaruh.
"Semua orang berhenti bertempur !"
Hekmo Sai ong dan kawan-kawannya mengenal suara koksu, juga tiga orang pendekar itu mengenal suara suhu mereka maka otomatis mereka menarik senjata masing-masing dan melangkah mundur.
Beng Kun Cinjin muncul, tubuhnya makin gagah, mukanya nampak berseri dan muda, pakaiannya mewah dan kepalanya yang dulu gundul pelontos itu mulai ditumbuhi rambut. Thio Houw, Kwee Goat dan Kwee Sun Tek hampir tidak mengenal suhu mereka. Akan tetapi begitu Beng Kun Cinjin membuka suara, mereka segera mengenal dan kini mereka menjatuhkan diri berlutut di depan Beng Kun Cinjin.
"Suhu.....!"' kata mereka hampir berbareng.
Keadaan sunyi sekali. Para pengawal berdiri seperti patung, dengan hati tegang, hendak melihat apa yang selanjutnya akan terjadi antara guru dan tiga orang muridnya itu. Para korban sudah diangkat pergi.
"Thio Houw, apa maksudmu membawa isteri dan adikmu datang membikin ribut di sini ?" terdengar Beng Kun Cinjin berkata dengan nada suara tak senang.
"Suhu, teecu bertiga bermaksud menghadap dan menemui suhu, akan tetapi para srigala utara ini menghalangi maksud teecu sehingga terjadi pertempuran:" jawab Thio Houw dengan terus terang dan sengaja menyebut para pengawal istana itu "srigala utara" untuk mengingatkan suhunya bahwa mereka itu semua adalah penjajah yang harus mereka musuhi.
Merah wajah Beng Kun Cinjin, bukan merah karena malu atau merasakan sindiran, melainkan merah karena marah.
"Thio Houw, kau sungguh tidak tahu aturan ! Mau menghadap pinceng mengapa datang di tengah malam buta dan membikin kacau " Mengapa tidak di siang hari dan menghadap secara baik-baik " Benar-benar memalukan pinceng yang menjadi gurunya !"
"Suhu !" Kwee Goat berseru penasaran, "Bagaimana suhu berkata demikian" Teecu bertiga datang untuk mengajak suhu pergi dari sini, dan mari kita basmi srigala-srigala ini sebelum suhu pergi bersama teecu bertiga. Suhu, mereka ini adalah musuh-musuh kita, bukan ?"
Beng Kun Cinjin memandang kepada murid perempuannya, murid yang dulu amat disayangnya seperti kepada anak sendiri.


Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Goat-ji. aku mendengar kau sudah menjadi ibu. Mengapa kau tidak tinggal di rumah menjaga anakmu " Pulanglah kau bersama suamimu dan adikmu dan jangan mencampuri urusanku."
"Suhu, tak mungkin teecu bertiga pulang tanpa suhu ikut dengan kami !" kata Kwee Sun Tek bernafsu. "Suhu adalah junjungan kami dan setiap perbuatan suhu langsung ditanggung oleh kami, seperti juga semua perbuatan kami adalah tanggung jawab suhu. Lebih baik kami mati dari pada melihat suhu menjadi kaki tangan penjajah laknat !" Memang Kwee Sun Tek orangnya berdarah panas, maka ia tak dapat menahan kemarahannya melihat sikap suhunya yang memalukan itu.
Beng Kun Cinjin mendelikkan matanya, dan Kwee Goat yang merasa bahwa adiknya bicara keterlaluan, cepat berkata kepada suhunya dengan suara membujuk, "Suhu. kalau yang mengikat suhu di sini itu adalah puteri yang menjadi isteri suhu. mari kita mengajaknya pergi dari sarang musuh ini. Apa sukarnya " "
"Tidak bisa ......... tidak bisa ....... pinceng sudah banyak menerima budi hong-siang dan pinceng berada di sini hanya untuk melindungi keselamatannya. Sama sekali pinceng tidak memusuhi bangsa sendiri."
"Suhu. betul-betulkah suhu tidak mau insyaf dan tetap hendak membela kepentingan musuh" Suhu, semua orang gagah di dunia kang-ouw akan mengutuk perbuatan suhu ini dan kami sendiri akan menjadi bahan makian di mana-mana sebagai murid-murid seorang penghianat bangsa !" kata Thio Houw.
"Keparat, tutup mulut !" bentak Beng Kun Cinjin dengan marah sekali.
Pada saat itu, Ta Gu Thai melangkah maju dan mencoba untuk mencari muka,
"Koksu, murid - murid koksu ini gagah perkasa. Alangkah baiknya kalau mereka suka membantu pekerjaan koksu agar mereka tahu sampai di mana kebijaksanaan junjungan kita dan sampai di mana kebesaran pemerintah yang baru."
Mendengar ini, Beng Kun Cinjin mengangguk-angguk. Memang ia merasa tidak enak sekali harus bermusuhan dan ribut-ribut dengan murid-muridnya sendiri,
"Kau dengar itu, Thio Houw. Go-at ji dan Sun Tek ! Inilah jalan terbaik bagi kalian. Tinggallah di sini dan bantu pekerjaan pinceng. Di antara, kita tidak semestinya ada pertikaian".
Mendengar ini, bukan main panasnya hati tiga orang pendekar itu. Kalau tadi mereka berlutut, kini serentak ketiganya berdiri tegak.
"Suhu, sekali lagi. Sudah tetapkah pendirian suhu tidak akan meninggalkan musuh dan tetap menjadi koksu di sini, hidup mewah dan berenang dalam kemuliaan palsu yang diadakan oleh musuh bangsa " " tanya Thio Houw.
"Pinceng memilih jalan hidup sendiri, kalian ini orang-orang muda mau apakah " Apakah pinceng tidak berhak menentukan jalan hidup sendiri dan tidak berhak mencari kebahagiaan " Persetan dengan kalian dan pergilah dari sini kalau tidak mau mendengar omonganku !"
"Bagus !" Thio Houw juga membentak marah. "Beng Kun Cinjin, mulai saat ini aku, isteriku Kwee Goat dan adik iparku Kwee Sun Tek sudah bukan murid-muridmu lagi ! Kami tidak sudi menjadi murid pengkhianat, dan hal ini akan kami umumkan di dunia kang-ouw. Mulai saat ini tidak ada sangkut-paut lagi antara kau dan kami, dan kedosaanmu boleh kau tanggung sendiri !"
Kemarahan Beng Kun Cinjin meluap. "Begitukah " Kalau begitu serahkan kembali senjata-senjatamu yang dulu kalian terima dariku !" Tubuhnya bergerak cepat sekali ke arah murid-muridnya.
Thio Houw yang maklum bahwa bekas gurunya itu hendak merampas senjata, menjadi terkejut sekali. Ia berada di dalam gua macan, artinya di dalam tempat musuh, kalau senjatanya dirampas berarti dia dan isteri serta adiknya akan menghadapi bahaya besar. Maka cepat ia menggerakkan tongkat pendeknya untuk menotok dada bekas gurunya. Juga Kwee Goat dan Kwee Sun Tek yang maklum akan maksud bekas guru ini, tidak mau mengalah mentah-mentah dan menggerakkan pedang masing-masing untuk menyerang !
Terjadi pertempuran hebat antara guru dan tiga orang muridnya ! Biarpun bertangan kosong, dengan mudah Beng Kun Cinjin dapat menghindarkan diri dari tiga macam serangan itu. Akan tetapi murid-muridnya yang selama ini sudah memperoleh kemajuan pesat, cepat menyusul dengan serangan kedua membuat Beng Kun Cinjin kewalahan. Memang, kepandaian Thio Houw dan Kwee Goat sudah tinggi, malah kiranya lebih tinggi dari pada kepandaian para panglima Istana.
Betapapun juga. karena semua kepandaian mereka itu asalnya dari Beng Kun Cinjin, maka tentu saja sebentar kemudian Beng Kun Cinjin sudah dapat menguasai keadaan. Dengan gerak tangan yang gesit dan kuat sekali, hawa pukulan Lui kong jiu dapat memukul setiap serangan mereka, kemudian dengan Ilmu Silat Pai-in-ciang, hwesio itu dapat membuat pertahanan tiga orang muridnya menjadi kalang kabut. Akan tetapi karena bukan maksudnya hendak merobohkan murid-muridnya, hanya hendak merampas senjata, tak mudah baginya untuk mencapai maksud hatinya. Apa lagi tiga orang muridnya itu sudah maklum akan kehendaknya ini dan mempertahankan senjata mereka secara mati-matian
Dua puluh jurus lewat sudah dan Beng Kun Cinjin menjadi amat marah. Ia merasa malu sampai sekian lama tidak dapat berhasil dalam usahanya, di depan mata para panglima. Masa menghadapi murid - murid sendiri ia menjadi mati kutu" Dengan gerengan hebat tahu-tahu tasbeh yang dikalungkan di leher telah berada di tangannya.
Thio Hduw, Kwee Goat, dan Kwee Sun Tek kaget bukan main. Betul-betulkah bekas suhu ini sudah demikian rusak moralnya dan hendak membunuh-bunuhi murid sendiri "
Tiga orang murid itu sudah cukup maklum betapa hebat dan lihainya senjata tasbeh guru mereka, Beng Kun Cinjin itu yang sepanjang ingatan mereka belum pernah dikalahkan orang. Sekarang melihat suhu mereka mempergunakan tasbeh' ini, mereka menjadi gentar juga. Akan tetapi karena mereka sudah merasa benci kepada bekas guru yang menyeleweng ini, mereka menjadi nekat dan malah menyerang lebih hebat lagi dari pada tadi.
"Kalian benar - benar berkepala batu !" bentak Beng Kun Cinjin, tasbehnya menyambar mengeluarkan angin pukulan yang membuat tiga orang muridnya itu terhuyung ke belakang dan sebelum mereka dapat mencegah, tahu - tahu tasbeh itu sudah melingkari tongkat Thio Houw dan tangan kiri hwesio itu sudah menyambar pedang di tangan Kwee Sun Tek. Sekali ia berseru sambil mengerahkan tenaga, dua senjata itu telah dirampasnya !
Thio Houw dan Kwee Sun Tek terkejut sekali dan hanya memandang dengan mata terbelalak, melihat bagaimana senjata mereka dirampas oleh bekas guru itu.
Beng Kun Cinjin tertawa. "Kalian anak - anak muda benar - benar tak tahu diri, disuruh pergi baik- baik tidak mau, disuruh tinggal juga tidak mau, sebaliknya menghina dan membikin malu guru. Jangan salahkan pinceng kalau pinceng merampas kembali senjata sebagai hukuman. Hanya pedang Cheng-hong-kiam di tangan Goat-ji (anak Goat) tidak pinceng minta kembali, mengingat akan kebaikan hati dan kebaktian Goat-ji dulu-dulu. Nah, pergilah kalian !"
Setelah berkata demikian, sekali berkelebat hwesio itu telah lenyap dari situ, kembali ke kamarnya di mana kekasihnya, Kiu Hui Niang telah menantinya. Akan tetapi ia mengerutkan kening ketika mendengar suara ramai-ramai di luar orang bertempur. Tahulah ia bahwa tiga orang muridnya itu berkeras hati dan tidak mau pergi, malah kini bertempur lagi melawan para panglima istana. Sukar baginya untuk mencegah, karena tiga orang muridnya itu yang sudah membikin rusuh di istana tentu saja tidak akan dibiarkan pergi begitu saja oleh para pengawal. Apa lagi setelah para pengawal itu melihat bahwa sekarang tiga orang itu sudah tidak mau mengaku sebagai muridnya, tentu para pengawal tidak segan-segan lagi turun tangan dan tidak sungkan lagi kepadanya yang sekarang sudah bukan guru lagi dari tiga orang itu. Diam - diam hati Beng Kun Cinjin menjadi tidak enak sekali. Ia lalu menutup pintu dan jendela rapat - rapat agar tidak mendengar suara pertempuran di luar dan menghampiri kekasihnya yang sudah menanti di situ.
"Bagaimana, apakah penjahat-penjahat itu sudah kau bekuk ?" tanya Kiu Hui Niang yang menyambut kedatangan suaminya dengan muka khawatir, "Aku masih mendengar pertempuran di luar."
"Biarlah, senjata - senjatanya sudah ku rampas. Para pengawal sudah cukup kuat untuk membereskan mereka," jawab hwesio itu sambil duduk di atas bangku dan menghirup habis secawan besar arak wangi.
"Aku mendengar bahwa mereka itu bekas murid-muridmu, betulkah ?" tanya Hui Niang, wajahnya yang cantik masih memperlihatkan kekhawatiran.
"Jangan kau takut, manisku. Tidak baik waktu mengandung berkhawatir. Mereka itu hanya bekas murid muridku, bukan apa-apa. Sebentar lagi tentu mereka akan tertawan atau tewas oleh para pengawal."
"Apakah murid-muridmu hanya tiga orang itu " Mereka itu bekerja apa dan bagaimana keadaan mereka ?" Hui Niang mendesak sambil mendengarkan suara ribut-ribut di luar.
Beng Kun Cinjin tersenyum, lalu menarik napas panjang untuk mengusir kenangan - kenangan lama antara guru dan murid - murid yang pada saat itu malah mengesalkan hatinya. "Yang dua adalah suami isteri membuka piauwkiok di selatan yang seorang adalah adik si isteri. Mereka memang besar kepala dan patut mendapat hukuman."
"Suamiku yang baik, suamiku yang gagah, mengapa tidak kau sendiri keluar menghabiskan nyawa mereka " Aku khawatir mereka akan dapat lolos dari kepungan para pengawal." kata Hui Niang memohon.
Diam-diam memang Beng Kun Cinjin mengharapkan ketiga orang muridnya itu akan dapat meloloskan diri dan pergi dari situ. Betapapun juga ia tidak menghendaki tiga orang muridnya itu tewas oleh para pengawal. Tadi ia sengaja merampas senjata Thio Houw dan Kwee Sun Tek karena ia maklum bahwa tanpa senjata, mereka itu pasti takkan kuat menghadapi para panglima. Yang lihai adalah senjata - senjata mereka yang memang bukan senjata biasa, melainkan senjata-senjata pusaka yang dulu ia berikan kepada murid-muridnya. Hanya pedang Cheng-hoa-kiam ditangan Kwee Goat ia tidak tega untuk rampas. Ia memberi kesempatan sebesarnya kepada murid perempuan itu untuk meloloskan diri mengandalkan pedangnya.
Selagi di dalam kamarnya Beng Kun Cinjin dibujuk-bujuk oleh isterinya untuk membantu para pengawal, adalah pertempuran di luar makin menghebat. Thio Houw, Kwee Goat dan Kwee Sun Tek bukan saja tidak mempunyai niat meninggalkan tempat itu sebelum melampiaskan kemarahan mereka, juga andaikata mereka hendak pergi melarikan diri. kiranya para pengawal istana takkan mau membiarkan begitu saja. Setelah Beng Kun Cinjin pergi, para pengawal istana tanpa diberi komando lagi lalu menyerbu dan mengurung mereka.
Thio Houw dan Kwee Sun Tek biarpun sudah bertangan kosong, tak merasa gentar. Sambil mengeluarkan suara gerengan hebat, keduanya mengamuk bagaikan dua ekor naga yang sedang marah. Sedangkan Kwee Goat yang masih memegang pedang, juga tidak tinggal diam. pedangnya berkelebatan mencari korban. Sebentar saja, banyak pengawal yang kurang tinggi kepandaiannya roboh menjadi korban tiga orang pendekar yang sedang marah dan mengamuk ini.
Akan tetapi, para pengawal itu makin banyak saja mendatangi tempat pertempuran dan kini yang maju mengeroyok hanyalah pengawal - pengawal kelas satu, dipimpin oleh Sin-chio Lo Thung Khak, Hek-mo Sai-ong. Ta Gu Thai, dan tiga orang panglima yang kepandaiannya juga amat tinggi yangi dikenal sebagai tiga saudara Lee yang gagah perkasa.
Menghadapi mereka ini, baru Thio Houw dan isteri serta adiknya menjadi terdesak hebat. Thio Houw yang menjadi pusat penyerangan lawan, sudah menderita luka pada pundaknya, kena sambaran senjata benggolan Hek-mo Sai-ong, kini ia hanya dapat mempertahankan diri dengan sebelah tangan saja. Juga Kwee Goat dan Kwee Sun Tek sudah lelah sekali, malah Kwee Sun Tek juga mendapat luka ringan pada lengannya, kulitnya robek berdarah karena ia menangkis senjata tajam.
Jalan keluar tidak ada lagi. Menyerah merupakan pantangan besar bagi mereka. Kwee Goat insyaf benar akan hal ini karena ia sudah terluka dan dia sendiri sudah tidak bertenaga, maklumlah nyonya ini nasib apa yang akan menimpa keluarganya. Ia teringat akan puteranya yang ia titipkan di kelenteng.
Tiba - tiba ia menyerahkan pedangnya kepada Kwee Sun Tek dan berbisik.
"Adikku yang baik, lekas kau lari dan selamatkan keponakanmu !"
Sun Tek kaget. Mana bisa ia meninggalkan enci dan iparnya tewas di situ tanpa membantu sampai titik darah penghabisan "
"Kau saja yang lari, cici. Wi Liong perlu dengan ibunya, biar aku mempertahankan di samping cihu." jawab pemuda itu dengan suara tetap.
"Bodoh, kalau cihumu tewas apa kau kira aku masih suka hidup " Suami isteri tewas berbareng adalah hal yang baik sekali. Kau rawat Wi Liong dan berikan Cheng-hoa-kiam ini kepadanya. Biar kelak dia yang membasmi penghianat Beng Kun Cinjin dari muka bumi !"
Sun Tek tak dapat menolak lagi. Pedang-sudah diberikan di tangannya. Para pengeroyok mendesak terpaksa ia menggunakan pedang cicinya untuk membabat dan berhasil melukai seorang pengawal. Cicinya sudah terjun lagi ke dalam pertempuran, bahu-membahu dengan suaminya hanya menggunakan Ilmu Silat Pai in-ciang untuk melawan sekian banyaknya musuh yang bersenjata tajam.
Sun Tek maklum bahwa seorang di antara mereka harus hidup dan dapat melarikan diri untuk merawat Wi Liong keponakannya itu. Melihat keadaan Thio Houw dan isterinya, ia maklum bahwa memang tak mungkin memisahkan mereka. Ia cukup maklum betapa besar cinta kasih cicinya terhadap suaminya dan tentu eaja kakak perempuannya itu rela tewas di samping suaminya.
Crazy 5 Cinta Itu Tidak Merah Jambu Karya Nasi Tim Duel 2 Jago Pedang 3

Cari Blog Ini