Ceritasilat Novel Online

Cheng Hoa Kiam 12

Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 12


Siok Lan dapat tidur sejenak. Akan tetapi begitu cahaya matahari pagi memasuki kamar melalui kaca - kaca jendela, ia tiba-tiba melompat bangun dan cepat mencuci muka dan membereskan rambutnya,.
"Hayo antar aku, lekas ........." katanya kepada Chi-loya yang juga ikut bangun dengan kaget dan memandang heran.
"Antar ke mana ?"'
"Ke mana lagi " Ke Sungai Wu-kiang, bodoh !" Siok. Lan menghardik.
Berdiri bulu tengkuk Chi-loya mendengar isterinya berkata kasar itu. Sambil mengerutkan kening, ia turun dan memegang lengan isterinya.
"Mau apa pagi-pagi ke sungai ?" tanyanya hati-hati.
"Hendak melihat apakah betul - betul dia sudah mati. Hayolah !"
Sambil berkata demikian, Siok Lan menangkap pergelangan tangan suaminya, menyambar pedang di dinding lalu menarik suaminya keluar gedung. Setibanya di luar, para pelayan memandang heran melihat tuan dan nyonya itu pagi-pagi pergi secara tergesa - gesa, bahkan Chi-loya masih kusut pakaiannya, belum juga mencuci muka !
Chi-loya menurut saja dan di lain saat keduanya sudah nampak berlari cepat menuju ke sungai.
"Percuma kita ke sana, tentu jenazahnya sudah hanyut ..... " kata Chi-loya perlahan.
Akan tetapi Siok Lan tidak menjawab, malah mendengar ini ia lalu berlari makin cepat Terpaksa suaminya mengikuti dan belakang dengan muka berubah amat khawatir.
"Di mana ......... di mana kaubunuh dan buang dia ......... "." tanya Siok Lan setelah mereka tiba di tepi Sungai Wu-kiang yang airnya mengalir tenang dan penuh.
Chi-loya nampak gugup dan tanpa berkata-kata ia membawa Siok Lan ke sebuah tebing tinggi' di tepi sungai. Dari tebing itu ke permukaan air ada seratus meter lebih dan dari tempat itu air kelihatan kehijauan, tenang sekali seperti tidak bergerak, seperti sutera hijau dibentangkan panjang. Dengan telunjuknya Chi-loya menunjuk ke arah air.
"Di situ ......... ?" Suara Siok Lan menggigil dan matanya memandang ke bawah, mencari-cari kalau-kalau ia menemukan mayat Wi Liong. Akan tetapi yang mengambang di permukaan air hanyalah benda -benda kecil keputihan, yaitu busa- busa air dan kotoran - kotoran sisa yang termakan ikan. "Mana ......... mana dia" Mana jenazahnya .........?"
Chi-loya menjadi pucat dan menarik napas panjang, sedih sekali melihat isterinya bersikap seperti itu.
"Sudah kukatakan tadi, tentu jenazahnya sudah hanyut dan tenggelam. Siok Lan isteriku, kenapa kau bersikap begini " Kau menghendaki dia mati; dan dia sudah mati. Marilah kita pulang ...... "
Siok Lan memandang ke permukaan sungai dan seakan akan kelihatan bayangan Wi Liong di sana. Mendengar kata kata suaminya, ia menoleh, mukanya pucat dan matanya tertutup air mata.
"Pulang .......... " Kau bilang pulang, Wi Liong ......... " Ya, pulang, kau tunggu aku, mari kita pulang .......... !" Dan secepat kilat, tanpa diduga-duga oleh Chi-loya. tahu - tahu Siok Lan sudah melompat ke depan sambil mencabut pedang. Sebelum tubuhnya menyentuh air, pedangnya ditusukkan sendiri ke dadanya dan .........
"Byuuurrr ........... !" Chi Loya memekik tinggi, tubuh Siok Lan tenggelam dan permukaan air menjadi sedikit merah.
"Siok Lan .......... !!!" Chi-loya memekik ngeri, untuk sesaat hanya berdiri pucat seperti patung. Kemudian iapun melompat ke bawah !
"Byuuurrr !" Untuk kedua kalinya air memercik tinggi, permukaan air yang tadinya tenang menjadi bergelombang. Makin lama gelombang makin kecil dan warna merah makin pudar. Tak lama kemudian permukaan air di sungai itu sudah tenang kembali dan tidak ada sedikitpun bekas peristiwa ngeri tadi di situ. Yang ada hanyalah mayat dua orang yang timbul di permukaan air jauh di hilir dan tak lama kemudian lenyap pula dari permukaan air, entah apa yang terjadi di dalam, tidak kelihatan .........
Wi Liong berjalan seorang diri, langkahnya ringan, bibirnya tersenyum-senyum, namun kalau orang memandang lebih teliti, di antara sepasang alisnya timbul gurat - gurat membujur yang membuat wajahnya nampak beberapa tahun lebih tua dari pada usianya. Kedua kakinya seperti bermata, berjalan menyusup-nyusup dan melangkahi rintangan di depanj, akan tetapi sebenarnya kedua kaki ini maju tanpa tujuan tertentu. Ia berjalan asal melangkah saja. tidak perduli sampai di mana. Pikirannya melayang-layang, teringat akan segala peristiwa yang dialaminya baru-baru itu, peristiwa yang aneh, menyedihkan, mengharukan, memberi tekanan berat pada batinnya dan akhirnya mendatangkan kebahagiaan juga !
Belum lama tadi, tahu - tahu ia siuman di atas sebuah perahu kecil yang bergoyang - goyang di pinggir sungai. Ketika ia membuka matanya, ia melihat Chi-loya duduk di kepala perahu, tangannya yang besar kuat memegang rantai baja, matanya memandang jauh melalui permukaan air. mata memandang jauh tapi tidak melihat apa - apa.
Wi Liong bergerak bangun dan terheran - heran. Melihat dia bangun. Chi-loya menghadapinya dan tersenyum ramah.
"Kau sudah siuman " Bagus, tak usah terlalu lama menanti" katanya. Pada saat itu, fajar sudah hampir menyingsing, keadaan masih remang-remang hanya diterangi oleh bulan sepotong yang sudah hampir tenggelam dan sudah pudar sinarnya.
"Kita berada di mana " Mengapa di dalam perahu ?" tanya Wi Liong yang masih bingung dan heran, kemudian ia melihat sulingnya di dalam perahu, lalu diambilnya.
Chi-loya mendiamkannya saja mengambil senjatanya itui. lalu ia berkata tenang, "Seperti kau lihat, kau berada di dalam perahu baru saja siuman dari pingsan dan aku ......... aku tadinya bertugas mengetuk kepalamu sampai pecah dan melempar mayatmu di sungai ini ........." Orang tua tinggi besar itu menghela napas panjang, lalu meludah ke dalam air tanda hati merasa sebal.
"Kalau begitu ......... kenapa aku masih hidup dan kau masih duduk diam saja memegang rantai baja yang masih bersih ?" tanya Wi Liong, bukan bermaksud untuk berkelakar karena memang ia betul - betul heran
"Kau kira aku orang macam apa, membunuh orang yang tidak berdaya, dalam keadaan pingsan " Kalau saja aku dapat menangkan kau, ingin memang aku menghancurkan kepalamu, kau orang yang hendak merusak kebahagiaan hidupku!" Chi-loya memukulkan rantainya pada pinggiran perahu sampai somplak dan hancuran kayu beterbangan.
Kagum hati Wi Liong. Orang ini baik sekali, gagah dan jujur, juga berhati jantan. Sayang dia salah mengambil Siok Lan ......... "eh, di mana Siok Lan ........." "
"Mengapa kau membawaku ke sini tadi ?" tiba - tiba ia bertanya ketika ia teringat akan Siok Lan.
"Sudah kukatakan, aku harus membawamu ke sini untuk dibunuh dan dibuang. akan tetapi sayang sekali ......... aku tidak tega membunuh orang pingsan, bodoh dan lemah aku !"
Wi Liong tiba - tiba menjadi pucat dan memegang lengan orang itu ernt erat.
"Chi-loya, kau orang gagah yang karena kegagahanmu saja sudah patut kuhormati, katakanlah sejujurnya, apa artinya semua ini " "
Chi-loya memang seorang gagah yang berwatak mulia. Ia memandang Wi Liong, kini kemarahan lenyap dari mukanya, terganti perasaan kasihan. Melihat muka pemuda itu pucat dan menatapnya penuh permohonan, ia membuang muka lalu terdengar suaranya yang jelas dan nyaring,
"Kau pingsan, kemudian dia menyuruh aku membawamu ke sini, membunuhmu dan melempar mayatmu ke sungai."
"Dia ......... dia menyuruhmu membunuhku" Siok Lan yang menyuruh kau membunuhku " " Suara pemuda itu membayangkan hati yang perih dan luka, berdarah
Chi-loya menjadi makin kasihan. "Dia sudah menjadi isteriku. dan dia menyatakan bahwa hanya kalau kau sudah mati seperti yang tadinya ia kira, maka baru dia bisa menjadi isteriku. Dia yang menyuruhku ....... dan sayangnya aku seorang lemah ......... "
Tiba - tiba Wi Liong tertawa bergelak-gelak sambil berdiri di perahu dan mendongak ke udara. Tertawa terbahak-bahak keras sekali.
Chi-loya menangkap lengannya dengan bulu tengkuk meremang. "Diam ! Diam, kau seperti mayat tertawa ......... ! Apa sih yang kau tawakan " "
Akan tetapi Wi Liong tertawa terus, kemudian berhenti dan ternyata air matanya bercucuran di atas kedua pipinya dan wajahnya pucat sekali. "Kau tidak bodoh, dan tidak lemah, Chi-loya. Akulah segoblok-gobloknya orang, setolol- tololnya manusia. Aku merindu gila seorang diri. padahal dia tidak cinta kepadaku. Ah. Siok Lan. Bu Beng Siocia semua itu khayalku semata, angan - angan kosong belaka. Dia tidak cinta padaku, hanya kasihan ......... dan dia sudah menjadi isterimu yang tercinta. Syukurlah ......... syukurlah, semoga kau dan dia hidup bahagia. Chi-loya. Kau seorang gagah, kau manusia baik, sedangkan aku ........... aku si pandir si pemabok angan - angan, si tukang menerawang ......... ha-ha-ha,.kembaililah kepada isterimu. Chi-loya. Selamat tinggal !" Dan melompatlah ia dari perahu itu ke darat, dengan gerakan ringan sekali. Entah mengapa, tiba-tiba saja ia merasa tubuhnya ringan dan dadanya serasa kosong melompong !
Demikianlah; pemuda ini jalan terus dengan cepatnya, tersenyum - senyum karena merasa tubuhnya enak dan kosong, ringan sekali. Kedua kakinya seperti mesin bergerak maju. tanpa tujuan. Pada saat seperti itu, teringatlah kembali ia akan ajaran-ajaran Thian Te Cu. akan wejangan-wejangan dan gemblengan- gemblengan ilmu batin, dan insyaflah ia bahwa selama ini ia ditunggangi oleh nafsunya sendiri. Bahwa selama ini ia tergila - gila kepada Siok Lan karena nafsu mudanya, karena kebetulan Siok Lan memiliki bentuk wajah dan potongan tubuh yang mencocoki seleranya, karena segala gerak geriik gadis itu menyentuh perasaannya, membangkitkan nafsu dan kasihnya. Padahal semua itu kosong be!aka, buktinya sekarang setelah semua naifsu dan perasaannya padam oleh kesadarannya bahwa Siok Lan tidak mencintanya ia tidak merindu lagi !
Memang manusia kadang - kadang menggelikan sekali. Bodoh mengaku pandai, itulah sifat setiap orang manusia. Wi Liong, pemuda hijau mengaku pandai, merasa telah dapat membongkar rahasia cinta seorang gadis seperti Siok Lan ! Terlalu hijau ia, terlalu muda, hanya tahu tentang cinta dari perkiraan belaka, dari logika mentah. Mana dia tahu akan hikmat cinta kasih, akan kemurnian cinta kasih dalam lubuk hati seorang gadis, mana dia bisa mengira bahwa pada saat ia tersenyum senyum mentertawakan diri sendiri dan Siok Lan itu, pada saat ia berfilsafat tentang cinta, pada saat itu Siok Lan telah membunuh diri di Sungai Wu-kiang. sengaja untuk menyusul dia yang disangka sudah mati ! Mana ia tahu akan kasih sayang seperti yang memenuhi hati Chi-loya terhadap Silok Lan. sehingga laki laki gagah ini rela pula mati bersama Sioik Lan. mayatnya terapung - apung di samping mayat Siok Lan. di permukaan air Sungai Wu-kiang ! Akan tetapi memang jauh lebih baik bagi Wi Liong tidak mengetahui akan semua ini, tidak mengetahui untuk selamanya.
Karena hasil renungan dan filsafatnya tentang cinta, akhirnya Wi Liong dapat memulihkan semangatnya dan dapat menerima nasib. Ia anggap bahwa Siok Lan tidak cinta kepadanya dan bahwa gadis itu kini telah menjadi nyonya Chi yang hidup beruntung, kaya raya, suami mencinta. Dia malah merasa merdeka karena tidak ada lagi ikatan baik ikatan lahir sebagai bekas tunangan maupun ikatan batin sebagai bekas kekasih. Dia sekarang telah bebas, merdeka !
Beberapa bulan kemudian, pemuda ini sudah tiba di Tung-ting. sebuah telaga besar di Propinsi Hu-nan. Bersama dengan banyak pelancong ia menikmati keindahan telaga ini dan berdiam di situ sampai berpekan - pekan. Ia sengaja bermalam di dalam sebuah kuil tua yang terdapat dalam hutan kecil di barat telaga, kuil yang sudah rusak dan tidak ada penghuninya.
Setiap hari orang dapat melihat pemuda ini memancing ikan sambil melamun di pinggir telaga. Atau melihat dia dengan senangnya memanggang ikan hasil pancingannya di kuil tua itu, makan seorang diri dengan lahap dan nikmatnya! Atau kadang kadang ia juga memilih tempat yang sunyi di ujung barat telaga, di mana masih liar tanamannya dan tak pernah dikunjungi orang, dan di sinilah ia setiap hari mandi di antara batu - batu yang tinggi menonjol di pinggir telaga. Sampah berjam - jam ia berenang ke sana ke mari. memukui - mukul air dan merasa segar sehat lahir batin.
Sementara itu. di balik segerombolan batu-batu besar di pinggir telaga. terjadi hal yang aneh dan lucu. "Tadinya nampak seorang kakek kecil pendek berpakaian pengemis bermata besar, kedua tangannya memegang tongkat bambu dan sebuah mangkok butut. Kakek ini memandang ke arah Wi Liong yang sedang mandi, lalu tertawa - tawa sendiri, agaknya merasa lucu nonton orang mandi bertelanjang bulat di telaga itu. Kemudian ia pergi sambil berlari - lari langkah kakinya ringan sekali sampai - sampai Wi Liong yang lihai juga tidak mendengar langkah 'kakinya.
Tak lama kemudian, kakek itu datang lagi berlari - lari dengan seorang gadis cantik yang berwajah muram.
"Dialah baru orangnya yang akan dapat menolong kita membasmi iblis- iblis itu !" kata kakek itu sambil berlari - lari.
"Siapa sih yang suhu maksudkan ?" tanya gadis cantik itu sambil berlari di samping suhunya.
"Kau lihat sendiri nanti, tentu kau mengenalnya !" Kakek itu terkekeh lalu membawa gadis itu ke balik gerombolan.batu besar tadi. Setelah tiba di tempat itu, ia menunjuk ke arah setumpuk pakaian yang berada di situ sambil berkata.
"Nah. itu orangnya dan ini pakaiannya. Hayo kita curi pakaiannya untuk memaksa dia berjanji !"
Gadis itu memandang heran ke arah tumpukan pakaian pria yang bersih dan ditumpuk rapi di atas batu licin, kemudian menurutkan tempat yang ditunjuk suhunya ia memandang ke air dan ..... tiba - tiba wajahnya menjadi merah sekali dan cepat - cepat ia memutar tubuh membuang muka ketika ia melihat seorang pemuda bertubuh tegap berkulit kuning berada di air bertelanjang bulat. Baiknya pemuda itu membelakangi mereka.
"Ah. suhu sungguh membikin malu orang ......... !" katanya sambil berdiri membelakangi orang mandi itu.
"Eee ....... eeeee, bagaimana sih kau ini " Orang itu bukan orang sembarangan. dialah pemuda yang kita jumpai dulu di Kelenteng Siauw-lim-si, pemuda sakti yang ......... yang menjadi pilihanku. Kau sepatutnya menjadi isteri orang seperti itu, Eng Lan. Untuk apa kau menanti nanti pemuda macam Kun Hong yang tidak setia dan tidak memegang janji ?"
"Suhu.........harap jangan berkata begitu ........" gadis itu mengeluh.
Wi Liong sekarang mendengar suara mereka dan cepat ia menengok. Alangkah kagetnya ketika ia melihat seorang kakek dan seorang gadis cantik yang ia kenal sebagai Pak-thian Koai-jin dan muridnya, Pui Eng Lan si gadis hitam manis ! Ia kaget bukan apa - apa, hanya karena ia berada dalam keadaan telanjang dan pakaiannya justeru bertumpuk di dekat kakek dan gadis itu! Cepat-cepat ia menyelam dan hanya kepalanya saja yang kelihatan sekarang, dengan muka kemerah - merahan di permukaan air yang jernih.
"Dia sekarang tidak terikat lagi, sudah putus pertunangannya dengan puteri keluarga Kwa ......." Wi Liong mendengar ucapan terakhir kakek itu. Ia merasa heran mengapa kakek itu berkata demikian dan tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan.
"Ah. kiranya locianpwe Pak-thian Koai-jin yang berada di situ dan nona Pui Eng Lan ........ harap suka menyingkir dulu agar aku dapat ...... berpakaian." katanya gagap.
Muka Eng Lan menjadi makin merah dan gadis ini tak dapat berdiam lebih lama lagi di situ, terus saja mengangkat kaki pergi menjauhi tempat itu tanpa menoleh lagi.
'"Ha-ha-ha-ha !" Pak-thian Koai-jin tertawa, natanya bersinar-sinar. "Orang muda, kalau aku mengambil pakaianmu ini dan membawa pergi, kau mau bisa bikin apa terhadapku " "
Wi Liong kaget sekali. Ia memang sudah nendengar tentang keanehan kakek ini yang amat nakal, dulupun pernah kakek ini secara mendadak dan terang- terangan di depan orang banyak hendak menjodohkan dia dengan Eng Lan ! Sekarang kakek ini mengancam hendak mengambil pakaiannya bisa celaka dia !
"Jangan, locianpwe yang baik kalau kauambil, habis aku bagaimana " Janganlah ganggu aku, biar lain kali aku membalas kebaikanmu itu !"
"Betul - betulkah " Mau kau berjanji akan membalas kebaikanku tidak jadi mengambil pakaianmu " Hayo janji!"
"Aku berjanji," kata Wi Liong yang benar-benar tak berdaya menghadapi kakek nakal ini.
Pak-thian Koai-jin tertawa terbahak-bahak. "Kalau begitu, lekas kau naik berpakaian dan kita bicarakan tentang perjodohanmu dengan muridku. Pui Eng Lan."
Seketika Wi Liong menjadi lemas dan hampir ia tenggelam ke dalam air mendengar ucapan ini.
"Kalau .......... kalau urusan itu ......... aku ......... aku tidak bisa menjalani, locianpwe ........" ratapnya bingung,
"Heh-heh. dahulu kau menggunakan alasan sudah bertunangan, sekarang bukankah pertunanganmu dengan puteri keluarga Kwa itu sudah diputuskan" Ada keberatan apa lagi kau " Coba katakan, apa muridku itu kurang manis, kurang denok dan kurang gagah " Hayo katakan kalau kau pikir begitu !''
Menghadapi kakek nakal ini. Wi Liong benar - benar merasa tobat dan ia melihat Eng Lan yang berdiri jauh membelakangi mereka sudah terisak menangis. Tentu saja gadis itu dapat mendengar semuanya. Kasihan, pikirnya. Kemudian ia teringat akan hubungan gadis itu dengan Kun Hong. Tak salah lagi, gadis itu mencinta Kun Hong. Maka ia lalu mendapat akal dan berkata dengan suara tetap.
"Locianpwe, bukan sekali-kali aku mencela muridmu, malah aku seorang rendah dan bodoh ini mana patut menjadi jodohnya " Akan tetapi, perjodohan satu kali gagal sudah lebih dari cukup bagiku, locianpwe ........." Wi Liong tersenyum masam, "usulmu itu baik sekali, akan tetapi sayang hanya terbatas pada keinginanmu sendiri. Aku tentu takkan membantah andaikata nona Pui sendiri yang berkata bahwa dia ......... dia suka menjadi jodohku. Hanya itulah syaratku."
Pak-thian Koai-jin membanting-banting kakinya, menggaruk-garuk kepalanya. "Mana bisa " Mana dia mau ......... " "
"Tentu saja dia tidak mau karena hatinya tidak condong kepadaku. Locianpwe, perkara perjodohan harus diserahkan kepada yang akan menjalani barulah tepat karena suka duka perjodohan kelak hanya dua orang yang akan merasai."
"Suhu, mari kita pergi kalau tidak teecu akan pergi sendiri !" terdengar Eng Lan berkata setelah hilang kekhawatirannya akan dipaksa berjodoh dengan Wi Liong setelah ia mendengar ucapan pemuda itu. Di dalam hatinya, ia berterima kasih kepada pemuda ini,
"Nanti dulu ......... nanti dulu ........." Pak-thian Koai-jin menudingkan tongkatnya kepada Wi Liong. "Eh, orang muda. kau pintar mengakali aku orang tua. Akan tetapi kau masih kalah janji, sekarang kau harus mau berjanji untuk menolong aku membasmi iblis - iblis Ngo-tok-kauw (Perkumpulan Lima Racun).
"Baik, aku berjanji, locianpwe. asal saja perkumpulan itu memang sudah sepantasnya dibasmi."
"Tentu saja pantas dibasmi. Kau datang saja menyusul kami ke hutan sebelah utara kota Siang-tan, di sanalah sarang mereka."
"'Baik, locianpwe, aku pasti akan menyusul ke sana" janji Wi Liong yang menjadi girang sekali dapat terbebas dari godaan kakek nakal itu. Pak-thian Koai-jin lalu pergi menyusul muridnya sambil mengomel panjang pendek, hatinya kecewa karena lagi - lagi Eng Lan menolak pilihannya. Ia suka sekali kepada Wi liong dan akan besarlah hatinya kalau mempunyai murid mantu seperti dia!
Setelah bayangan dua orang itu lenyap, baru Wi Liong berani naik ke darat dan memakai pakaiannya dengan hati lega. Lain kali dia tidak akan mandi tanpa pakaian dan meninggalkan pakaian begitu saja, pikirnya. Bagaimana kalau ada orang jail mencuri pakaiannya " Tentu terpaksa ia akan merendam diri sampai malam gelap, baru berani keluar. Celaka !
Kemudian ia ingat akan janjinya. Ngo-tok-kauw " Perkumpulan apakah itu " Belum pernah ia mendengar nama ini. Sebelum utara kota Siang-tan " Siang-tan tak terlalu jauh letaknya dari situ. Aku sudah berjanji, harus kupenuhi janji itu. Setelah mengambil keputusan ini Wi liong lalu berangkat menuju ke Siang-tan.
Kota Siang-tan letaknya di sebelah selatan Tung-ting di mana mengalir Sungai Kemala. Ketika Wi Liong sedang berlarian menuju ke selatan dan menjelang senja ia sudah tiba di sebelah utara kota itu, ia melihat Pak-thian Koai-jin sudah menantinya di pinggir jalan, di luar hutan !
"Cepat muridku telah mereka culik.........!" kata - kata pertama yang menyambutnya ini mengejutkan hati Wi Liong.
"Locianpwe. harap kau memberi penjelasan dulu. Siapakah mereka itu" Apakah orang-orang Ngo-tok-kauw yang kau sebutkan tadi " Mengapa memusuhi mereka dan bagaimana pula nona Pui dapat terculik " "
Pak-thian Koai-jin memukulkan tongkatnya di tanah, kelihatan tidak sabar.
"Aku sudah menunggumu sejak siang tadi, setelah bertemu masa hanya disuruh mengobrol " Mengobrol tidak ada gunanya, paling perlu cepat bertindak menolong muridku !"
"Akan tetapi aku harus tahu lebih dulu duduknya perkara, locianpwe. Tidak sempurna bertindak tanpa dipikir dulu. bukan ?"
"Alaaaaa, sudahlah mari kuceritakan sambil berjalan. Jangan - jangan muridku sudah mereka tewaskan selagi kita mengobrol di sini !" Setelah berkata demikian kakek itu lalu berlari memasuki hutan. Terpaksa Wi Liong juga berlari karena pemuda ini kaget mendengar ucapan tadi.
Sambil berlarian cepat, kakek itu secara singkat menceritakan bahwa Ngo-tok-kauw adalah perkumpulan agama baru yang muncul dari pantai laut selatan. Sebetulnya tidak dapat disebut perkumpulan jahat karena para anak buah atau anggautanya tak pernah mengganggu orang lain, dan mata pencaharian mereka adalah mencari batu-batu Sungai Kemala yang ternyata kaya akan batu - batu berharga. Hanya saja, mereka mengandalkan kepandaian mereka untuk mengusir setiap orang nelayan yang berlalu lintas di sepanjang sungai itu dan seakan - akan menganggap sungai itu milik mereka ! Memang mereka sering kali membantu penghidupan para nelayan, memberi sumbangan sejumlah uang besar kepada para nelayan yang miskin.
"Kalau begitu mereka tidak jahat !" seru Wi Liong terheran.
"Mereka memang tidak melakukan praktek-praktek jahat, akan tetapi mereka itu kejam dan ganas luar biasa. Setiap orang nelayan yang berani membantah perintah mereka, yang berani berperahu di sungai itu, tanpa ampun lagi mereka bunuh dan mayat nelayan itu mereka jadikan bahan untuk racun - racun mereka yang jahat !"
Wi Liong melebarkan matanya, ngeri dan heran.
"Kenapa perkumpulan mencari batu kemala itu memakai nama kauw (perkumpulan agama) ?"
"Entah, siapa tahu ! Mereka menyembah ular - ular berbisa, yang menjadi kauwcu (ketua agama) juga seorang wanita tua seperti ular Sampai di sini Pak-thian Koai-jin kelihatan ngeri dan takut. Hebat sekali kauwcu itu ilmunya tinggi dan kalau aku tidak panjang langkah, tentu akan mampus di tangannya !"
"Locianpwe, kau dan muridmu mengapa memusuhi mereka sampai nona Pui sekarang diculik?"
"Dasar Eng Lan yang keras kepala. Kalau dia mau memilih kau sebagai calon suami, kan beres, tidak timbul permusuhan dengan Ngo-tok-kauw ......." kakek itu mengomel, membuat Wi Liong terheran - heran. "Bocah itu kegilaan si Kun Hong murid Thai Khek Sian itu dan ia sambil menangis minta bantuanku mencarikan batu kemala yang disebut Im-yang-giok cu, katanya batu itulah yang akan dapat menyambung nyawa Kun Hong yang terluka hebat oleh pukulan Im-yang-lian hoan dari Kunlun-pai. Katanya ia rela mempertaruhkan nyawa untuk mencarikan obat pemuda itu ......" Pak-thian Koai-jin menarik napas panjang. "Orang muda kalau sudah jatuh cinta, otaknya menjadi miring ......... !"
Wi Liong merasa terharu sekali, terharu dan juga terkejut. Ia teringat bahwa Kun Hong memang sudah terluka hebat ketika bersama Eng Lan mengunjunginya di Wuyi-san, akan tetapi ia tidak sangka bahwa itulah luka akibat Im-yang-lian-hoan dari Kun-Iun-pai.
"Aku bukan hanya guru Eng Lan. akan tetapi dia juga kuanggap seperti anak sendiri. Ayah mana yang takkan bingung ditangisi anaknya seperti itu " Terpaksa aku lalu berusaha mencari Im-yang-giok-cu di Sungai Kemala."
"Kenapa di sungai itu ?"
"Im-yang-giok-cu hanya dimiliki oleh Kui-bo Thai-houw di Ban-mo-to. Kalau batu itu sudah berada di tangan biang iblis itu, siapa orangnya berani mencari ke sana " Aku biarpun sudah tua bangka belum ingin mampus, maka aku mengajak Eng Lan mencari di Sungai Kemala karena tidak ada batu apapun yang tidak terdapat di sungai itu. Nah, itulah yang menyebabkan adanya permusuhan antara kami dan Ngo-tok-kauw. Mereka melarang aku mencari batu di sungai itu dan terjadi pertempuran. Melawan anak buah mereka aku dan Eng Lan masih sanggup. Akan tetapi setelah muncul pentolan - pentolan mereka, benar-benar berat. Terpaksa aku dan Eng Lan melarikan diri, dikejar terus sampai di Tung-ting di mana kebetulan sekali aku bertemu dengan kau. Tadi ketika aku dan Eng Lan tiba di hutan ini, tiba-tiba kami diserang oleh orang - orang Ngo-tok-kauw dan Eng Lan diculik mereka ! Kau sih yang datang terlambat !"
Wi Liong terkejut sekali. Kalau sampai terhadap pentolan-pentolan saja kakek sakti ini tidak berdaya, betapa hebatnya kepandaian kauwcu mereka ! Dalam urusan ini, biarpun masih sukar disebut siapa benar siapa salah, akan tetapi keselamatan Eng Lan terancam dan bagaimana juga ia harus menolong nona itu dari bahaya maut.
Sementara itu, senja telah terganti malam. Sebetulnya kalau orang berada di luar hutan, mungkin cuaca belum begitu gelap. Akan tetapi, hutan itu liar dan penuh pohon besar maka keadaan di situ sudah amat gelapnya. Pak-thian Koai-jin berhenti di bawah sebatang pohon siong tua. lalu berkata perlahan.
"Sarang mereka berada di sana itu, di sebelah barat sungai yang mengalir dalam hutan ini. Kita harus berhati - hati karena mereka itu rata - rata memiliki kepandaian tinggi dan penjagaan tentu diperkuat. Ketika aku pertama kali menyerbu dengan Eng Lan, kami mengambil jalan dari sungai. Akan tetapi mereka sekarang tentu sudah menjaga tepi sungai."
Mendengar suara kakek itu terdengar jerih sekali. Wi Liong tersenyum dalam gelap. Agaknya fihak musuh memang luar biasa hebatnya, kalau tidak tak mungkin dapat membikin jerih kakek sakti ini yang sudah terkenal di dunia kangouw. terutama sekali di utara, tempat asalnya.
"Harap locianpwe menanti di sini saja dulu, dan biarkan aku mencari tahu tentang kedudukan mereka. Kalau mungkin akan kutolong nona Eng Lan dan kubawa keluar dari sarang mereka. Ke padaku mereka belum kenal, tentu kurang perhatian mereka, tidak seperti terhadap locianpwe."
Pak-thian Koai-jin sudah mengenal pemuda ini dan sudah tahu pula akan kelihaiannya, maka ia mengangguk dan banya memesan,
"Kalau mendapat kesulitan harap bersuit tiga kali dan ......... hati - hatilah, mereka benar-benar lihai sekali."
Wi Liong mengangguk sambil tersenyum lalu berkelebat dan lenyap dalam kegelapan hutan itu setelah mendapat petunjuk di mana sarang perkumpulan itu. Ia menyelinap di antara pohon - pohon besar. Matanya awas dan gerakannya gesit sekali sehingga di tempat yang demikian liar dan gelap dia masih dapat bergerak dengan lincah dan cepat.
Betul saja, ia melihat penjaga-penjaga di dalam hutan itu., penjaga-penjaga yang menjaga di sekitar bangunan - bangunan megah yang merupakan sebuah dusun kecil di tengah hutan liar itu. Para penjaga ini berpakaian biasa saja. hanya topi mereka seragam, yaitu topi kebundaran seperti bentuk kepala ular dan lima warna pula ! Gerak - gerik mereka memang menunjukkan bahwa mereka terdidik dan berkepandaian ilmu silat, akan tetapi tentu saja tingkat mereka masih amat rendah kalau dibandingkan dengan Wi Liong maka mereka itu tak seorangpun dapat mendengar atau melihat kedatangan Wi Liong yang bergerak amat rincan dan cepatnya. Dengan mudah saja Wi Liong menerobos penjagaan itu dan memasuki perkampungan Ngi-tok-kauw.
Keadaan di perkampungan itu terang - berderang. jauh se/kali bedanya dengan di dalam hutan tadi. Pohon - pohon telah dibabati dan perkampungan itu nampak bersih dan pada saat itu nampak penerangan memenuhi tengah - tengah perkampungan. Sementara itu bulan purnama yang baru mulai muncul menambah terangnya cuaca.
Akan tetapi keadaannya sunyi dan ketika Wi Liong mendekati sebuah rumah di pinggir, di situ kosong saja. Tiba tiba ia mendengar suara orang - orang yang datangnya dari arah tengah perkampungan yang terang itu. Ia cepat melompat naik ke atas genteng dan bergerak maju menuju ke tengah.
Kiranya para anggauta Ngo-tok-kauw sedang berkumpul di sebuah lapangan yang agaknya sengaja diadakan di tengah perkampungan, semacam alun - alun yang tidak begitu luas akan tetapi cukup menampung para anggauta yang jumlahnya ada limapuluhan orang laki -laki wanita. Seperti para penjaga tadi. baik laki - laki maupun wanita yang berkumpul di situ semua memakai topi berbentuk kepala ular yang berwarna lima, hanya bentuknya berbeda, kalau wanita memakai hiasan bunga-bunga sutera di kepala.
Orang orang itu sedang duduk mengelilingi seorang nenek tua berpakaian hitam yang mengerikan sekali keadaannya. Wanita tua ini tubuhnya kecil tinggi dan berlenggak - lenggok seperti ular gerak - geriknya. Ketika itu ia tidak duduk, melainkan berbaring di atas tilam permadani, kadang-kadang melingkar, kadang - kadang mengangkat kepala gerak geriknya meniru ular, akan tetapi ia mengeluh dan mengaduh, agaknya menderita sakit.
Para anggauta Ngo tok-kauw duduk di atas rumput begitu saja mengelilingi tempat nenek itu yang cukup lega. Seperti juga para anggautanya, nenek yang menjadi kauwcu (ketua perkumpulan agama) inipun mengenakan topi berbentuk kepada ular dan Wi Liong dari jauh dapat melihat bahwa memang topi yang dipakai nenek itu terbuat dari pada kepala ular aseli. Bahkan mata dan taring ular itu masih kelihatan, di atas kepalanya, menimbulkan pemandangan yang mengerikan. Tak jauh dari tempat nenek ini berbaring, kelihatan sebatang tongkat hitam bengkak - bengkok yang panjangnya ada dua meter, tertancap di atas tanah seperti tonggak.
Selain nenek ini, yang duduk di dalam lingkaran orang - orang itu. kelihatan tiga orang muda duduk di pojok. Yang seorang adalah Pui Eng Lan, duduk di atas tanah dengan kaki tangan terbelenggu kuat - kuat. Gadis ini yang wajahnya pucat kelihatan merasa ngeri memandang nenek itu, akan tetapi ia sama sekali tidak kelihatan takut, malah sinar matanya memancarkan keangkuhan. Di sebelah kiri Eng Lan duduk seorang gadis lain, gadis cantik berkulit kemerahan yang dari mata dan bibirnya menunjukkan watak yang genit dan cabul. Lirikan - lirikan matanya tajam, bibirnya tersenyum-senyum dan pakaiannya amat ketat membungkus tubuhnya sehingga potongan dan bentuk tubuhnya tercetak nyata, apa lagi kain pakaiannya terbuat dari sutera tipis. Pakaiannya indah dan di punggungnya tergantung sebatang pedang pendek.
Di sebelah kanan Eng Lan duduk seorang pemuda bertubuh tegap tinggi besar, juga pakaiannya indah dan kelihatan gagah sekali. Sayang mukanya hitam dan bopeng (burik), hidungnya terlalu besar dan matanya terlalu sempit, mulutnya tak pernah tertutup. Pendeknya, muka yang tidak akan menimbulkan rasa suka pada hati wanita. Juga pemuda yang usianya duapuluh lima tahun ini pada pinggangnya tergantung sebatang pedang panjang.
Wi Liong dengan sepintas lalu memandang ini semua dan ia heran dan ingin tahu apakah yang akan terjadi selanjutnya. Untuk menolong Eng Lan begitu saja tidak mudah karena tempat gadis itu duduk telah dikurung. Di sudut lain terdapat lima buah keranjang bambu yang bentuknya bundar, tingginya dua kaki. Wi Liong tidak tahu apakah isi keranjang itu. Ia menanti saat baik untuk menolong Eng Lan, sambil bersembunyi memperhatikan nenek yang ia dapat menduga tentulah kauwcu Ngo-tok-kauw. Pada saat itu, nenek yang seperti ular tubuhnya itu nampak marah - marah, berguling - gulingan gelisah dan berdengus - dengus, menambah keseraman keadaannya.
"Aku masiih kuat ......... ! Aku tidak akan mati ......... ! Siapa bilang aku terlalu tua menjadi kauwcu " Hayo bilang, siapa berani berkata demikian ?"" tiba- tiba nenek itu menggeliatkan tubuhnya dan tahu - tahu ia sudah berdiri, tinggi dan kecil seperti pohon bambu.
Di antara para anggauta yang duduk mengelilingi tempat itu, tidak ada yang berani berkutik. Mereka kelihatan takut sekali kepada nenek itu. Nenek itu lalu memutar tubuhnya menghadapi dua orang muda tadi, matanya jelilatan dan Wi Liong melihat sepasang mata kemerahan.
"Kalian berdua bukan anak anak keponakan yang baik ! Kalian berdua adalah anak - anak yang puthauw (durhaka). Kalau tahu kalian bakal menentangku, dulu - dulu ketika masih bayi sudah kucekik mampus. Ha-ha-hi-hi !" Wanita itu menggerak - gerakkan kepalanya dan bergemerlapan cahaya batu - batu permata yang menghias leher dan dadanya terkena sinar obor dan bulan. Rata - rata anggauta Ngo-tok-kauw. apa lagi gadis dan pemuda di dalam lingkaran itu, memakai banyak permata-permata atau batu batu kemala yang bermacam - macam warnanya
"Pek-bo (uwa), kami mengusulkan pengunduranmu demi kebaikanmu sendiri. Sudah tua lebih baik mengaso dan biarkan yang muda-muda bekerja menggantikanmu," terdengar pemuda buruk rupa itu berkata.
"Coba tuh dengar, menyebut pek-bo. Apakah aku sudah kauanggap bukan kauwcumu lagi ?" bentak wanita tua itu sambil menggeliat - geliatkan pinggangnya seperti seorang penari perut.
"Hih, sudah tua tak tahu tuanya !" gadis genit itu mencela sambil meruncingkan bibirnya yang merah.
"Ciu Kim ......... !!" Nenek itu membentak marah sambil menghentak hentakkan tongkat hitamnya yang sudah dicabut, matanya bersinar-sinar menatap wajah gadis itu. Akan tetapi gadis bernama Ciu Kim itu juga berdiri tegak, tangan kanan meraba gagang pedang, siap untuk menanti serangan, sikapnya menantang sekali.
Nenek itu ragu - ragu, lalu menarik napas panjang dan suaranya seperti orang menangis ketika berkata, "Anak - anak nakal ....... dulu kutimang- timang ......... dulu kuajar silat ......... setelah lebih pandai melawan ......... !"
Pada saat itu, dari luar lingkaran orang melompat masuk lima orang kakek yang pakaiannya berbeda beda. Seorang berpakaian serba merah, ke dua serba putih, ke tiga serba hitam, ke empat serba kuning dan ke lima serba hijau, akan tetapi topi mereka serupa, lima warna dan berbentuk kepala ular. Melihat sikap mereka dan pakaian mereka, Wi Liong menduga bahwa mereka inilah kiranya yang disebut pentolan - pentolan Ngo-tok-kauw oleh Pak-thian Koai-jin dan yang mengalahkan kakek itu bersaima muridnya.
Melihat lima orang itu kauwcu Ngo-tok-kauw menghentikan kemarahannya dan bertanya. Ada laporan apa " "
Si baju hitam menjawab hormat. "Kauwcu, Pakthian Koai-jin datang bersama seorang pemuda, akan tetapi pemuda itu lenyap entah di mana sedangkan Pakthian Koai-jin tidak memasuki batas penjagaan, hanya berkeliaran di luar saja."
"Hih-hih-hih. tua bangka mabok itu. Mau apa dia " Tak usah dijaga, biar dia masuk kalau berani. Kalian berlima di sini saja. menjadi saksiku." Lima orang pembantu ketua itu lalu duduk di atas tanah di belakang tempat duduk ketua dan diam tak bergerak
"Kalian dua orang bocah durhaka tidak berhak bersikap sesuka sendiri !" si nenek itu kembali menghadapi Ciu Kim dan pemuda itu yang bernama Hak Lui. "Akulah kauwcu dan aku pula yang menetapkan siapa yang menjadi penggantiku. Karena kau berdua kurang ajar, biar aku yang memilih. Dan aku memilih dia ini ! Mulai sekarang dia menjadi muridku dan kelak menggantikan kedudukanku menjadi kauwcu dari Ngo-tok-kauw !" Nenek ini menudingkan telunjuknya ke arah Eng Lan. Tentu saja Eng Lan menjadi kaget dan heran bukan main.
Hak Lui mengerutkan kening memandang kepada Eng Lan dan sebaliknya Cui Kim melompat ke depan dan menghunus pedangnya.
"Tua bangka mau mampus ! Kau sudah gila " Perkumpulan ini dahulu dengan susah payah didirikan oleh ayah bundaku. Setelah mereka meninggal, kau menjadi kauwcu hanya karena aku dan kakak misanku Hak Lui masih kecil. Sekarang kami sudah dewasa dan akulah yang berhak menggantikan kedudukan ayah bundaku sebagai Ngo-tok-kauwcu. Masa begitu saja kau mau berikan kepada orang lain " Aku tidak membolehkannya !"
"Cui Kim ! Kau ada hak apa melarangku dan mengangkat diri sendiri menjadi kauwcu ?" bentak nenek itu marah.
"Hakku kau tanya " Hak sebagai ahli waris pendiri Ngo-tok-kauw. hak sebagai orang terbaik, tercantik, paling kuat dan pandai di sini. Siapa tidak setuju boleh maju dan mencoba pedangku !"
Nenek itu menoleh kepada lima orang pembantunya. "Hayo kalian mengapa diam saja " Bocah ini hendak memberontak, tangkap dia !" perintahnya.
Akan tetapi lima orang itu saling pandang dan tidak bergerak. Kemudian yang berpakaian putih berkata.
"Kauwcu, mana bisa kami melawan Theng-siocia " Tugas kami hanya membantunya dan membantu kauwcu, akan tetapi bukan melawannya."
Nenek itu makin marah. Ia membanting - banting kakinya dan tubuhnya makin menggeliat - geliat aneh, itulah tanda bahwa dia marah sekali. Tiba - tiba ia mencabut sebatang tongkat dan mata Wi Liong menjadi silau melihat tongkat itu karena segera cahaya kebiruan tercampur cahaya kemerahan, kuning, dan lain - lain seperti sinar pelangi bersinar dari tongkat itu. Tongkat itu pendek saja, hanya satu kaki terbuat dari pada kayu kehitaman yang mengkilap dan di kepala tongkat itu terdapat sebuah batu kemala besar yang mengeluarkan cahaya aneh itu.
"Kalian lihat. Ngo-heng-giok-cu (batu kemala lima elemen) berada di tanganku, siapa yang tidak menurut pada pemegang ngo-heng-giok-cu dihukum mati !" katanya kepada lima orang pembantu itu. Melihat tongkat ini, lima orang kakek itu menjadi bingung sekali dan segera berlutut dan membentur - benturkan kepala di atas tanah.
"Hamba menurut perintah. ........ menurut perintah ........." terdengar mereka berkata.
"Tangkap Cui Kim ! Tangkap atau bunuh! Dia memberontak kepada kauwcu!" kata nenek itu dengan sikap dan suara seperti seorang ratu mengeluarkan perintah, tongkat Ngo-heng-giok-cu itu diangkat tinggi - tinggi di atas kepalanya.
Benar - benar mengherankan, kalau tadi lima orang pembantu itu ragu - ragu dan segan untuk menyerang Cui Kim puteri pendiri Ngo-tok-kauw, sekarang melihat tongkat dengan batu kemala warna lima itu mereka segera serentak berdiri dan meloloskan senjata mereka, masing - masing sebatang golok besar.
Menjunjung tinggi Ngo-heng-giok-cu lambang perkumpulan Ngo-tok-kauw, mentaati perintah kauwcu kami harap Theng siocia suka menyerah dan tunduk kepada kauwcu !" kata si baju putih mewakili kawan - kawannya.
Terdengar suara ketawa merdu dan nyaring akan tetapi mengandung nada mengejek.
"Kalian berlima ini sudah seperti bukan manusia lagi hanya alat. Mau menangkap atau membunuh aku " Majulah !" Setelah berkata demikian, gadis itu malah mendahului, menyerang dengan pedang pendeknya dengan gerakan yang amat gesit.
Lima orang pentolan Ngo-tok-kauw itu menggerakkan golok, berpencar dan sebentar saja telah membentuk barisan lima penjuru dan melakukan ilmu silat Ngo heng-kun yang amat kuat. Diam-diam Wi Liong kagum dan terkejut. Pantas saja Pak-thian Koai-jin dan muridnya kalah, kiranya lima orang ini memiliki Ilmu Silat Ngoheng-kun yang dijalankan oleh lima orang dan demikian kuatnya. Akan tetapi ketika melihat bagaimana gadis itu menghadapi Ngoheng-kun, ia menjadi makin kagum dan terkejut.
Tidak saja gadis itu dapat melayani dengan baik, malah dengan ilmu silat semacam Ngo-heng-kun yang sudah dicampur ilmu Silat lain yang aneh, gadis itu dapat menindih gerakan - gerakan lawan dan dapat mengatasi semua desakan karena nampaknya hafal sekali akan semua gerak - gerik lima oramg pengeroyoknya ! Dilihat begitu saja seakan - akan lima orang kakek itu adalah murid - muridnya.
Sebetulnya hal ini memang tidak begitu mengherankan kalau orang tahu akan duduknya perkara. Gadis itu adalah Theng Cui Kim puteri tunggal Theng Gak pendiri dari Ngo-tok-kauw. Ketika Cui Kim masih kecil, baru berusia sebelas tahun, ayah bundanya meninggal dibunuh orang. Karena Cui Kim masih kecil, juga kakak misannya The Hak Lui yang yatim piatu dan menjadi murid ayahnya belum dewasa, maka pimpinan Ngo-tok-kauw diserahkan kepada kakak perempuan ibunya, yaitu nenek yang seperti ular tubuhnya itu. Akan tetapi sebelum tewas. Theng Gak meninggalkan sebuah kitab pelajaran ilmu silat Ngo-tok-kauw yang ia ciptakan sendiri berdasarkan Ilmu Silat Ngo-heng-kun. Theng Cui Kim dipesan oleh ayahnya agar kitab itu jangan diperlihatkan lain orang. Cui Kim berhati keras dan berkemauan besar maka selanjutnya ia belajar ilmu itu secara diam - diam dan mendapatkan kepandaian tinggi. The Hak Lui pemuda muka hitam itu juga belajar ilmu silat dan karena dia memang tekun mencari guru - guru di luaram iapun memiliki kepandaian yang tidak rendah dengan ilmu silat campuran. Setelah dua orang muda ini menjadi dewasa, mereka merasa bahwa Ngo-tok-kauw telah diselewengkan oleh kauwcu yang sekarang ini, tidak hanya khusus pencari batu kemala seperti yang dimaksudkan oleh Theng Gak semula, akan tetapi diperhebat dan diperdalam tentang agama yang menyeramkan dan penuh ketahyulan. Maka dua orang muda itu mengusulkan supaya kauwcu sekarang itu mengundurkan diri dan mereka berdua yang akan memimpin, pendeknya mereka hendak mere-tool kauwcu bertubuh seperti ular itu sehingga terjadi keributan pada hari itu.
Pertempuran berlangsung cepat dan empat-puluh jurus telah lewat. Wi Liong dapat menduga bahwa akhirnya lima orang pengeroyok itu akan kalah. Dugaannya ini terbukti pada jurus ke empatpuluh lebih. Sambil tertawa dan memutar pedang lebih cepat lagi, pedang pendek yang sudah menindih lima batang golok itu menyambar, terdengar suara keras disusul teriakan - teriakan kaget kelima orang itu karena golok mereka telah terlepas dari tangan, yang dirasakan perih dan sakit sekali. Ketika mereka melompat mundur, ternyata tangan mereka telah terluka dan tergores pedang ! Mereka kagum sekali dan juga amat berterima kasih karena puteri pendiri Ngo-tok-kauw itu kiranya masih mengampuni nyawa mereka, kalau tidak tentu mereka sekarang sudah menggeletak menjadi mayat ! Diam - diam merekapun insyaf bahwa Ngo-tok-kauw akan menjadi jauh lebih baik kalau dipimpin oleh nona ini. Di bawah pimpinan kauwcu yang sekarang, sering kali terjadi hal-hal kejam dan nyawa anak buah Ngo-tok-kauw tidak terjamin, demikian mudahnya kauwcu membunuh anggautanya kalau dianggap membangkang. Tadi merekapun sudah ragu - ragu, hanya karena melihat tongkat Ngo-heng-giok-cu saja mereka terpaksa tidak dapat membantah lagi.
Melihat orang - orang kepercayaannya dikalahkan, marahlah kauwcu. Ia memekik ngeri dan maju menghadapi Cui Kim sambil mengacungkan tongkat dengan kemala lima warna itu.
"Pemberontak cilik ! Kau tidak melihat tongkat ini," Masih berani kau melawan kehendak kauwcumu ?" bentaknya.
Tongkat itu biasanya ditakuti oleh semua anggauta Ngo-tok-kauw. Memang tongkat ini merupakan tanda kebesaran atau lambang Ngo-tok-kauw dan mempunyai riwayat yang menarik. Ketika dahulu Theng Gak memimpin anak buahnya mencari batu - batu kemala di Sungai Kemala ia mendapatkan batu kemala besar yang mengeluarkan cahaya lima macam ini. Dan pada hari itu juga ia digigit ular berbisa di pinggir sungai sehingga ia roboh dalam keadaan empas- empis dan tubuhnya membengkak semua. Hebatnya, tidak hanya seekor ular yang menggigitnya, melainkan lima ekor ular berbisa sekaligus.
Baiknya isterinya pernah mendengar tentang khasiat batu kemala yang disebut Ngo-heng-giok-cu ini. maka cepat ia menggosok - gosokkan semua luka gigitan dengan batu itu. Hebatnya, racun ular keluar semua dihisap oleh batu Ngo-heng-giok-cu dan cahaya batu itu makin bersinar terang seakan-akan semua racun itu merupakan alat pencuci ! Maka selamatlah nyawa Theng Gak. Semenjak hari itu, ia menganggap batu itu batu keramat yang harus dijunjung oleh semua anggauta Ngo-tok-kauw, sedangkan nama perkumpulan Ngo-tok (Lima Racun) pun diambil dari peristiwa itu. Juga lima macam ular yang menggigitnya dipelihara baik-baik sampai hari itu. sudah berkali - kali berganti kulit.
Melihat tongkat dengan batu kemala itu, Cui Kim membentak.
"Kembalikan tongkat ayah !'" Cepat seperti ular menyambar, lengan kiranya bergerak merampas tongkat itu.
Nenek itu yang dahulu terkenal dengan nama Siu-toanio, cepat mengelak dan terjadilah perebutan tongkat dengan ramainya.
Akhirnya dari perebutan tongkat menjadi pertempuran dahsyat. Cui Kim menggunakan pedang pendeknya Siu-toanio mempergunakan tongkat hitamnya, sedangkan tongkat bermata Ngo-heng-giok cu sudah ia simpan lagi, diselipkan di ikat pinggangnya.
Pertempuran yang terjadi kini amat cepatnya dan amat indah dipandang di bawah sinar bulan yang sudah memancarkan cahaya sepenuhnya tanpa dihalangi mega. Langit bersih biru. sinar bulan bersih kuning keemasan.
Tongkat panjang nenek itu berubah menjadi segunduk sinar hitam yang mengerikan, yang bergerak ke sana ke mari menimbulkan angin bersiutan.
Pedang di tangan Cui Kim berubah menjadi segulung sinar putih. Bagi mata orang - orang di situ. yang terlihat hanyalah dua gulung sinar hitam dan putih ini, saling desak saling tindih dengan hebat. Akan tetapi bagi mata Wi Liong yang bersembunyi di atas pohon, ia dapat mengikuti jalannya pertandingan dengan pandang matanya. Diam - diam ia kaget juga melihat Ilmu Silat Ngo-heng-kun yang diperlihatkan nenek itu. Benar - benar amat ganas, curang, dan cepat kuat. Tubuh nenek yang lenggak - lenggok seperti ular dapat menggeliat - geliat itu menambah kelihaiannya karena ia dapat mengatur serangan penuh gerak tipu yang sukar diduga.
Akan tetapi Cui Kim mengagumkan sekali. Tidak saja ilmu silatnya memang lebih tinggi' tingkatnya biarpun kalah matang dan kalah taktik, juga ia memiliki tubuh yang lebih gesit dan ringan. Dengan ilmu silatnya Ngo-tok-kun yang merupakan perbaikan dan penyempurnaan Ngo-heng-kun yang dimainkan oleh Siu-toanio, gadis itu dapat mengimbangi malah mengatasi permainan lawan.
Tiba - tiba Siu-toanio mengeluarkan seruan keras dan topi kepalanya terlempar, rambutnya terurai dan sebagian putus terbabat pedang. Dengan amat marah nenek itu mengeluarkan dua buah benda dari dalam saku dan memasangkan dua benda itu di kedua ujung tongkat hitamnya. Wi Liong dari atas pohon dengan kaget dan ngeri melihat benda - benda itu bergerak - gerak dan ternyata itulah dua ekor ular kecil, yang seekor berwarna putih yang seekor lagi hitam, ular - ular beracun yang berbahaya tentunya !
Melihat dua ekor ular itu. Cui Kim yang tahu bahwa itu adalah dua ekor ular yang amat berbisa, menjadi kaget dan jerih. Permainan pedangnya menjadi kacau-balau dan sebentar saja ia sudah terdesak hebat. Mulailah nenek itu tertawa-tawa dan terus menggencet gadis itu tanpa mengenal ampun lagi. Jelas dari serangan-serangannya bahwa ia bermaksud membunuh Cui Kian.
"Semua ular takut kepada Ngo-heng-giok-cu !" tiba-tiba terdengar seruan Hak Lui pemuda muka hitam tadi. Dalam hal ilmu silat, kiranya pemuda ini tidak selihai Cui Kim, akan tetapi dia memiliki kecerdikan luar biasa. Inilah sebabnya Cui Kim suka bekerja sama dengan dia untuk membantunya memimpin Ngo-tok-kauw. Kalau tidak cerdik sekali pemuda ini, mana Cui Kim sudi bekerja sama dengan pemuda yang selain kepandaiannya tidak dapat melebihinya, juga mukanya amat buruk tidak menyenangkan hatinya itu "
Mendengar ucapan The Hak Lui tadi. Cui Kim tiba - tiba tersadar dan cepat ia merobah gerakan pedangnya, kini mati - matian melancarkan serangan maut bertubi - tubi dengan jurus - jurus yang paling berbahaya dari Ngo-tok-kun.
Siu-toanio kaget sekali sampai berseru keras dan terdesak mundur. Kesempatan fini dipergunakan oleh Cui Kim untuk menubruk maju, tangan kirinya menyambar dan di saat yang sama. ia berhasil merampas tongkat bermata Ngo-heng-giok-cu, akan tetapi pundak kanannya digigit oleh ular hitam!
Siu-toanio marah sekali akan tetapi juga girang bahwa ularnya dapat menggigit Cui Kim. Ia mengharapkan Cui Kim roboh tak bernapas lagi. Dapat dibayangkan betapa gemas dan kecewanya ketika melihat gadis itu sambil tertawa-tawa menggosok - gosokkan mata tongkat itu pada pundaknya dan semua racun dihisap oleh Ngo-heng-giok-cu !
Nenek itu menyerang lagi. akan tetapi Cui Kim mengangkat tongkat bermata Ngoheng-giok-cu dan dua ekor ular itu jatuh terlepas dari ujung tongkat, melingkar di tanah seperti tak bertenaga lagi, sama sekali tak berdaya oleh hawa yang keluar dari Ngo-heng-giok-cu yang benar-benar merupakan batu mustika yang jarang bandingannya !
Pedang Cui Kim menyambar lagi, terdengar jerit kesakitan dan tongkat hitam terlempar. Sebuah tendangan membuat nenek itu terpaksa jatuh berlutut karena tulang kaki kirinya patah ! Cui Kim melompat maju pedangnya bergerak dan ......... "tak !" lima jari tangan nenek itu yang sebelah kanan putus semua !
"Kau masih belum mengakui aku sebagal kauwcu setelah Ngo-heng-giok-cu berada di tanganku ?" bentak Cui Kim.
Siu-toanio berlutut dan menganggukkan kepala. "Kauwcu ........ !" ia berkata tanpa mengeluh sakit biarpun tulang kakinya patah dan lima jari kanannya putus.
Lima orang kakek tadi juga berlutut dan menyebut "Kauwcu ......... !"
Para anggauta bersorak, "Hidup kauwcu baru ........ !" Mereka rata - rata memang tidak suka kepada Siu-toanio yang amat ganas dan kejam, maka gembiralah mereka sekarang dapat mengangkat Cui Kim sebagai ketua perkumpulan mereka.
Hanya Hak Lui yang tersenyum - senyum saja dan tidak ikut berlutut memberi hormat kepada kauwcu baru itu. Cui Kim mengerutkan alis tanda tak senang, akan tetapi karena baru saja menjadi kauwcu dan ia membutuhkan bantuan Hak Lui. ia diam saja tidak menegur kakak misannya yang sebetulnya juga suhengnya itu karena Hak Lui ketika kecil belajar ilmu silat pada ayahnya.
Dengan bangga dan wajahnya yang cantik manis berseri - seri, matanya mengerling ke sana ke mari dengan tajam, sambil membawa tongkat bermata Ngo-heng-giok-cu. Cui Kim lalu duduk di atas permadani yang tadi menjadi tempat duduk Siu-toanio.
"Menurut peraturan yang berlaku kauwcu baru belum sah kedudukannya sebagai pemimpin kalau belum berkenalan dengan Ngo-tok-coa (Lima Ular Beracun) !" tiba -tiba Siu-toanio berkata, suaranya keras dan mengandung ejekan biarpun sikapnya menghormat sambil berlutut.
Cui Kim mengejek dalam senyum manisnya. "Kau kira aku tidak tahu akan peraturan ayah sendiri ?" la menoleh kepada lima orang kakek tadi sambil memberi perintah "Hayo lakukan upacara itu !"
Wi Liong yang sejak tadi mengintai semua pertunjukkan itu, menjadi makin tertarik dan ingin sekali ia meliihat "upacara." itu. Dilihatnya bahwa sampai sebegitu jauh, keselamatan Eng Lan tidak terancam, maka ia hendak melihat gelagat sebelum secara sembrono turun tangan menolong Eng Lan dan mengganggu upacara perkumpulan agama yang aneh itu.
Sementara itu Theng Cui Kim yang sekarang sudah menjadi calon kauwcu baru itu. telah melepaskan topi kepala ularnya dan tampaklah rambutnya yang hitam halus dan panjang terurai di kedua pundak dan punggungnya. Wajahnya yang putih kelihatan pucat dikelilingi rambut hitam itu. kemudian gadis ini menggulung lengan bajunya sampai seatas siku sehingga kedua lengan tangan yang berkulit putih kekuningan itu nampak.
Adapun lima orang kakek pembantu tadi telah mengeluarkan tambur, gembreng. dan suling. Empat orang di antara mereka terus saja membunyikan alat tetabuhan ini dan terdengar musik yang aneh dan nyaring. Wi Liong sendiri sebagai seorang ahli suling dan suka akan musik, mendengar bunyi-bunyian ini merasa kagum karena ia dapat menangkap pengaruh yang gaib dan keramat dalam bunyi - bunyian itu.
Cui Kim memberi isyarat dan kakek ke lima yang berpakaian serba putih membuka tutup lima buah keranjang bambu tadi. Suara suling ditiup makin nyaring ketika sumbat kelima keranjang itu dibuka dan ......... perlahan - lahan tampaklah kepala ular tersembul keluar dari keranjang - keranjang itu. Mula - mula kepala - kepala ular itu tersembul, memandang ke kanan kiri sambil menjulurkan lidah yang kecil merah, kemudian seperti tertarik oleh suara musik terutama sulingnya, ular-ular itu merayap keluar dari keranjang masing-masing.
Wi Liong sudah banyak menjelajah tempat-tempat berbahaya, hutan-hutan besar dan gunung-gunung. Melihat ular - ular itu dengan terkejut ia mengenal ular- ular beracun yang paling hebat dan berbahaya. Hebatnya, ular - ular itu berlainan warnanya, tidak besar tapi cukup panjang dan kelihatan liar dan gesit sekali. Inilah lima ekor ular yang dulu menggigit ayah Cui Kim, pendiri Ngo-tok kauw. Ular- ular yang sudah tua sekali akan tetapi selalu berganti kulit, yang makin lama menjadi makin berbahaya racunnya.
Para penabuh musik makin kencang menabuh alat masing - masing, keadaan menjadi makin serem dan ......... Cui Kim mulai menari-nari dan mulailah para anak buah Ngo-tok-kauw bertepuk-tepuk tangan menguatkan irama musik. Tarian Cui Kim aneh dan indah, juga menyeramkan hati Wi Liong. Gadis yang rambutnya terurai ini mulai menari mengelilingi lima ekor ular itu, tubuhnya yang langsing berlenggak - lenggok, lemas sekali seakan akan ia tak bertulang. Pinggangnya menggeliat -geliat, kedua lengan yang berkulit putih bersih dan nampak merah kekuningan tertimpa cahaya bulan itu, bergerak - gerak dan lemas seperti dua ekor ular, matanya bersinar - sinar bibirnya setengah terbuka, penuh nafsu yang amat aneh.
Wi Liong bergidik, juga Eng Lan yang menonton pertunjukan ini. Benar- benar upacara yang aneh dari Agama Lima Racun ini. Hebatnya lima ekor ular itu seakan - akan sudah biasa bergembira seperti ini, buktinya mereka itupun menggeliat dan seperti menari - nari ke sana ke mari. Betapapun juga menghadapi gadis yang menari aneh mengelilingi mereka itu lima ekor binatang liar itu amat menaruh perhatian dan selalu curiga. Ke manapun juga Cui Kim memutar, lima ekor ular itu selalu mengikuti dengan mata, kepala mereka bergerak - gerak dan leher diangkat ke atas.
Cui Kim yang seperti telah kemasukan pengaruh ajaib, tiba - tiba melakukan tarian rendah, tubuhnya merendah menggeliat - geliat seperti seekor ular, kadang- kadang mukanya yang cantik itu hampir menyentuh tanah. Ia makin mendekati ular yang berkulit keputih - putihan, mendekat sambil tersenyum - senyum dan mengeluarkan bunyi mendesis perlahan. Ular putih itu nampak marah juga mendekat dan muka binatang itu sudah dekat berhadapan dengan muka Cui Kim yang sama sekali tidak takut atau jijik, malah matanya mengerling dan bibirnya tersenyum seperti laku seorang wanita menggoda pria. Tiba-tiba ular itu mendesis dan cepat sekali kepalanya bergerak maju, menyerang dan menggigit ! Hampir saja Wi Liong menggerakkan tangan menyambit ular itu kalau ia tidak ingat bahwa nona yang menari dengan ular itu adalah kauwcu perkumpulan Ngo-tok-kauw yang tentu saja seorang ahli dalam hal racun dan sebagainya !
Memang Cui Kim sama sekali tidak mengelak, malah menerima serangan ular itu dengan mulutnya yang kecil, membiarkan bibirnya yang bawah tergigit ! Ketika ular itu melepaskan gigitannya dan mundur, nampak darah memerahi bibir gadis itu ! Akan tetapi Cui Kim kelihatan tersenyum saja, biarpun dari pandang matanya dan menggembungnya urat - urat lehernya Wi Liong dapat mengerti bahwa gadis itu menahan kesakitan hebat.
Dengan gerakan - gerakan seperti tadi Cui Kim menari - nari mendekati ular-ular lain sehingga lima kali ia menerima ciuman pada bibirnya oleh lima ekor ular berbisa itu ! Hebat sekati ! Ciuman ini bukan sembarang ciuman, melainkan ciuman maut yang akan mencabut nyawa setiap orang gagah sekalipun. Bibir Cui Kim sudah merah sekali dan benar - benar kelihatan menyeramkan, seakan - akan gadis itu yang tadi menggigiti ular dan darah ular membasahi mulutnya. Semua anggauta Ngo-tok-kauw kini tidak ada yang bergerak, memandang dengan penuh perhatian dan gelisah.
Cui Kim dengan tubuh menggigil dan muka mulai membiru, cepat mengeluarkan tongkat bermata Ngo-heng-giok-cu dari pinggangnya dan menyapu- nyapukan batu kemala itu pada bibirnya beberapa kali. Semua ini ia lakukan sambil menari " nari, biarpun tariannya sudah lemah dan tubuhnya gemetar semua akibat mengamuknya racun lima ekor ular tadi.
Kalau racun-racun ular itu hebat Ngo-heng-giok-cu lebih hebat lagi. Makin diusap ke mulut, makin bercahaya sinar yang terpancar keluar dari batu kemala itu dan makin lincah gerakan Cui Kim tanda bahwa gadis ini sudah sembuh kembali, tertolong oleh Ngo-heng-giok-cu, seperti ayahnya dulu.
Wi Liong kagum bukan main. Gadis itu benar - benar memiliki ketabahan luar biasa, berani bermain - main dengan maut. Ia dapat menduga bahwa karena ular - ular itu menggigit secara bergantian, maka racun - racun yang lima macam itu bertemu di dalam tubuh Cun Kim dan karenanya malah memperlambat pengaruh kejahatan racun itu. Kalau hanya seekor ular yang menggigit, kiranya Cui Kim takkan bertahan sampai begitu lama sebelum terobat oleh batu kemala itu. Pertemuan lima macam racun di tubuhnya malah mengurangi kekerasan racun- racun itu sendiri. Betapapun juga, batu kemala itu benar luar biasa sekali dan merupakan sebuah jimat yang jarang terdapat di dunia ini.
"Tua bangka sudah puaskah kau ?" Cui Kim menghentikan tariannya dan mengejek Siu-toanio. Nenek itu berlutut dan mengangguk - angguk, tanpa berani mengeluarkan kata - kata lagi.
Sementara itu, lima orang kakek pembantu sudah berhenti menabuh musik dan mereka hendak menggiring ular - ular itu kembali ke keranjang, akan tetapi Cui Kim memberi isyarat mencegah dengan tangannya. Lima orang kakek itu mundur kembali, mengeluarkan sebuah pengebut atau pecut rambut yang warnanya sama dengan pakaian mereka. Lucunya, sekarang setiap orang kakek itu mengurung ular - ular itu di tengah - tengah dengan menggunakan pecut itu kakek baju putih "menggembala" ular putih kakek baju merah menjaga ular merah dan seterusnya. Ular - ular itu agaknya takut kepada cambuk atau pengebut, buktinya mereka menjadi jinak dan tidak berani bergerak lagi.
"Siapa sekarang berani menyangkal bahwa aku adalah Ngo-tok-kauwcu (Ketua Perkumpulan Agama Lima Racun) yang baru ?" Cui Kim berdiri tegak membusungkan dada dan memandang ke sekeliling.
Semua orang, kecuali Hak Lui. berlutut dan menyebut. "Kauwcu ........ Ngo-tok-kauwcu banswe (panjang usia ketua) !!"
Cui Kim tertawa puas, giginya yang berderet putih mengkilap tertimpa sinar bulan. Kemudian ia duduk di atas permadani itu dan matanya memandang ke sana ke mari seperti ular mencari mangsa. Tiba - tiba ia menghentikan pandangnya kepada Eng Lan, dan keningnya mengeriput. Di bawah sinar bulan purnama, Eng Lan nampak cantik manis sekali, kulitnya yang agak hitam itu seperti tembaga digosok, wajahnya manis bukan main, dengan sepasang mata seperti bintang gadis tawanan itu kelihatan gagah menarik.
"Seret dia ke sini !" bentaknya dan perintah ini ia tujukan kepada Hak Lui.
Pemuda muka hitam itu yang duduk di sebelah Eng Lan lalu berdiri dan dengan halus ia menarik lengan Eng Lan mengangkatnya dan meletakkan gadis yang tak dapat berjalan karena kedua kakinya terikat itu di depan Cui Kim.
"Bocah lancang, kau dan gurumu kakek gila itu telah berani main gila. melanggar wilayah kami malah berani mencari batu di Sungai Kemala. Kau yang tidak mundur mengorbankan nyawa untuk mencari batu. sebetulnya apakah kehendakmu " Batu apa yang kalian cari mati - matian itu ?"
"Aku dan suhu mencari batu Im-yang-giok-cu untuk mengobati kawan yang terluka." jawab Eng Lan terus terang. "Sungai adalah buatan alam, bagaimana manusia berani mengakui sebagai hak miliknya ?"
Cui Kim dan semua anggauta Ngo-tok-kauw nampak tercengang mendengar disebutnya Im-yang-giok-cu sehingga kalimat terakhir yang diucapkan Eng Lan tak mereka perdulikan.
"Im-yang-giok-cu ?" kata Cui Kim dengan wajah berubah. "Di dunia ini mana ada dua Im-yang-giok-cu " Satu - satunya yang adapun hanya terdapat di Sungai Kemala. Aah, Im-yang-giok-cu ......... ayah dan ibu terpaksa harus mengorbankan nyawa untuk itu .........." Dan tiba-tiba saja Cui Kim menangis tersedu-sedu !
Semua anggauta Ngo-tok-kauw menundukkan kepala, nampak berduka dan sebagian besar anggauta - anggauta wanitanya ikut - ikut menangis. Malah Siu-toanlio, nenek buruk mengerikan itupun menangis terisak-isak. Eng Lan memandang ke kanan ke kiri dengan bingung karena tidak mengerti mengapa mereka itu tiba - tiba menangis dan mengapa pula ayah bunda kauwcu ini mati karena Im-yang-giok-cu.
Akan tetapi Wi Liong yang berotak terang, dalam tempat persembunyiannya sudah dapat menduga apa yang dahulu telah terjadi.
Tiba - tiba Cui Kim marah - marah. Ia melompat berdiri dan menudingkan telunjuknya kepada Eng Lan sambil memerintah lima orang kakek pembantunya yang biasanya terkenal dengan sebutan Ngo-heng-tin (Barisan Lima Elemen). "Berikan dia kepada Ngo-tok-coa !"
Lima orang kakek itu lalu menghampiri Eng Lan. Gadis ini maklum bahwa nyawanya terancam maut, ia tidak takut malah marah dan penasaran.
"Siluman betina ! Aku tidak takut mati, akan tetapi ingin aku tahu apa sebabnya kau hendak membunuh aku ?" teriaknya.
Cui Kim tersenyum dingin. "Siapa tahu kau bukan mata - mata dari Ban-mo-to " Kalau Kui-bo Thai-houw menyukai Im-yang-giok-cu, tentu saja ia lebih - lebih menyukai Ngo-heng-giok-cu. Hayo lempar dia ke sana !" Ia menuding ke arah lima ekor ular yang masih menggeliat - geliat di tengah lingkaran.
"Tahan dulu". Tiba - tiba Hak Lui melompat ke dekat Eng Lan dan memberi isyarat dengan tangannya mencegah lima orang kakek Ngo-heng-tin itu menyeret Eng Lan. "Kim-moi (adik Kim) ...... "
"Kau tidak bisa menyebut kauwcu ?" bentak Cui Kim.
Pemuda muka hitam itu tersenyum. "Tidak, janggal bagiku. Kau tetap adik piauwku Cui Kim bagiku. Adik Kim. apa kau sudah lupa akan niat kita semula " Kita ingin menumbangkan kekuasaan Siu-toanio karena tidak suka kalau perkumpulan kita diselewengkan dan banyak terjadi hal - hal kejam. Mengapa kau sekarang hendak mengulangi semua kekejaman itu" Mengapa kau hendak memulai kedudukanmu sebagai kauwcu baru dengan perbuatan keji " Tidak semestinya kalau nona ini dihukum mati secara kejam !"
"Ha-ha-ha. Lui-ko. Kau kira aku tidak dapat menjenguk hatimu melalui mukamu yang hitam buruk itu " Kau sudah jatuh hati kepada gadis ini, bukan " Hi-hi, lucu sekali. Betapapun juga. dia ini harus mampus ! Aku tidak melakukan kekejaman, melainkan menjalankan peraturan yang harus dilaksanakan. Dia mata-mata Ban-mo-to. harus dibunuh !"
Wajah hitam pemuda itu menjadi makin hitam ketika ia mendengar kata-kata yang amat menghinanya akan tetapi yang juga tepat ini. Ia lalu berkata keras.
"Kim-moi, kau mengetahui isi hatiku apa kau kira akupun tidak dapat melihat isi hatimu " Bukan karena menuduh nona ini mata - mata Ban-mo-to kau hendak membunuhnya. melainkan karena kau iri hati kepadanya ! Kau merasa kalah cantik, kalah gagah, maka kau menjadi benci padanya."
Memang ucapan ini tepat sekali. Cui Kim tidak sekejam Siu-toanio. akan tetapi kalau gadis ini sudah membenci orang, dia bisa kejam sekali. Dan alasannya satu - satunya untuk membenci Eng Lan hanya karena cantik manisnya gadis tawanan ini. Hak Lui sudah mengenal watak Cui Kim, tidak mau kalah oleh gadis lain !
Mendengar ucapan ini. merah wajah Cui Kim. "Kalau begitu, biar dia mampus sekarang juga !" Pedangnya bergerak cepat menusuk dada Eng Lan.
"Traangg ............ !" pedang itu ditangkis oleh Hak Lui dengan pedangnya. Memang pemuda muka hitam ini sudah siap sedia dan maklum akan perangai piauw moinya yang keras.
"Kau berani melawan aku" Baik tidak mendapat bantuanmu juga tidak apa!" Dan gadis itu menyerang hebat.
Hak Lui terpaksa melawan sedapatnya. Akan tetapi mudah dilihat bahwa sebentar saja pemuda itu sudah terdesak hebat dan takkan lama tentu ia roboh oleh pedang Cui Kim yang lihai itu. Betul saja. baru tigapuluh jurus lewat, pedang di tangan Hak Lui sudah terlempar dan secepat kilat pedang pendek di tangan Cui Kim meluncur ke arah dada Hak Lui tanpa pemuda itu dapat mengelak atau menangkis lagi.
"Takk......! Ayaaaa .... !" Jeritan itu keluar dari mulut Cui Kim ketika secara tiba - tiba pedangnya membentur sebuah suling dan membuat tangannya tergetar dan tubuhnya limbung ke belakang. Ketika ia melompat dan memandang, ternyata yang menolong Hak Lui tadi adalah seorang pemuda tampan ganteng yang memegang sebatang suling dan yang entah dari mana datangnya tahu-tahu sudah berdiri di depannya sambil tersenyum-senyum.
Cui Kim hampir tidak mempercayai pandang matanya sendiri. Ia membuka lebar - lebar matanya yang genit dan indah bentuknya itu untuk memandang lebih teliti. Memang benar, seorang pemuda bergaya lemah lembut seperti seorang pelajar berwajah tampan sekali, berdiri di situ dan tadi telah menangkis sambaran pedangnya menolong nyawa Hak Lui yang sekarang sudah berdiri di pinggiran. Akan tetapi ia masih ragu-ragu.
"Kaukah yang menangkis pedangku tadi ?" Cui Kim masih bertanya sangsi.
Wi Liong pemuda itu. mengangguk. "Tidak perlu ada pembunuhan." katanya halus.
Tiba - tiba Cui Kim menggerakkan pedangnya dan menyerang lagi ke arah leher Wi Liong. Pedangnya berkelebat cepat dan kuat. Wi Liong dengan perlahan mengangkat sulingnya menangkis. Lagi - lagi pedang itu terpental dan tangan Cui Kim gemetar, tubuhnya terhuyung. Ia masih penasaran menyerang lagi menusuk ke arah perut
"Traanggg ......... !" Kini Wi Liong memperbesar tenaganya dan pedang itu terlepas dari pegangan, menancap ke atas tanah karena dipukul suling dari atas.
Wajah Cui Kim berseri, matanya bersinar-sinar. Baru kali ini selama hidupnya ia bertemu dengan pemuda sehebat ini. Pandang matanya bertemu dengan pandang mata Hak Lui. Dalam sedetik ini, dua orang muda ini sudah dapat menyelami pikiran masing - masing. Cui Kim lalu maju menjura kepada Wi Liong dan berkata, suaranya halus sikapnya hormat sekali.
"Taihiap ini siapakah " Kehormatan apa yang akan diberikan kepada Ngo-tok-kauw dengan kunjungan taihiap yang gagah perkasa ini ?"
Wi Liong tertegun. Tak disangkanya ketua baru Ngo-tok-kauw ini akan merobah sikap, begini sopan. Iapun menjura sebagai pembalasan hormat dan berkata.
"Aku she Thio bernama Wi Liong kedatanganku hendak minta kebaikan hati Ngo-tok-kauw untuk membebaskan nona Pui Eng Lan itu." Ia menoleh ke arah Eng Lan, lalu tanpa menanti jawaban ia menghampiri nona ini. Sekali tangannya meraba ke arah kaki dan tangan Eng Lan, semua ikatan putus dan dara ini sudah bebas. Eng Lan cepat berdiri, mukanya merah dan untuk menghilangkan jengah dan maJunya, ia menggosok - gosok pergelangan kedua tangannya yang masih terasa kaku dan sakit - sakit bekas belenggu tadi.
''Dia itu ......... apamukah ?" tanya Cui Kim kepada Wi Liong.
"Dia sahabat baikku, dia dan gurunya adalah sahabat - sahabatku," jawab Wi Liong sejujurnya.
"Kau lihai sekali, boleh aku mengetahui siapa suhumu " "
Karena maklum akan bahayanya bermusuhan dengan Ngo-tok-kauw. Wi Liong berterus terang untuk membikin mereka jerih, menyebut nama suhunya.
"Suhu adalah Thian Te Cu ........."
Tiba - tiba Cui Kim menjura dalam sekali, malah Hak Lui juga datang memberi hormat, dan semua anggauta Ngo-tok-kauw juga berlutut memberi hormat kepada Wi Liong.
"Eh eh, apa-apaan ini ......... ?" tanya pemuda itu.
"Kiranya taihiap adalah murid dari locianpwe Thian Te Cu yang menjadi in-kong (tuan penolong) kami. Kalau dahulu tidak ada suhumu yang mulia, kiranya sekarang ini sudah tidak ada Ngo-tok-kauw lagi." kata Cui Kim.
"Memang, locianpwe Thian Te Cu yang menolong Ngo-tok-kauw dari pada kehancurannya. Sekarang Thio-taihiap yang menjadi muridnya telah datang, inilah kesempatan kami untuk membalas budi, menyambutnya sebagai seorang tamu agung dan seorang penolong. Sekalian untuk mohon maaf atas kesalah-fahaman dengan nona Pui Eng Lan ........" kata The Hak Lui.
"Betul sekali, harap Thio-taihiap tidak menampik penghormatan kami dan Pui-siocia, harap kau sudi maafkan kami yang tadinya tidak mengenalmu sebagai sahabat baik Thio-taihiap ........"
Cui Kim menjura kepada Eng Lan, terpaksa gadis ini membalas penghormatannya.
Wi Liong ragu-ragu. Baru sekarang ia tahu bahwa mereka ini amat menghormat gurunya, maka berlaku begitu hormat kepadanya. Akan tetapi ia berlaku hati - hati. karena ia tak pernah mendengar bagaimana suhunya sampai ada hubungan dengan perkumpulan semacam ini.
"Tak usah repot - repot .......... kedatangan siauwte ini hanya untuk mengajak pergi nona Pui ini dari sini ........." katanya sambil mengangkat tangan kiri menolak.
"Aah, jadi taihiap mendendam kepada kami karena perlakuan kami yang buruk terhadap nona Pui tadi " Kalau begitu biarlah kami mohon ampun kepada taihiap ......... !" Setelah berkata demikian, Cui Kim memberi komando dan ia bersama semua anak buahnya menjatuhkan diri berlutut di depan Wi Liong. Malah Hak Lui setelah bertemu pandang dengan Eng Lan, juga ikut pula menjatuhkan diri berlutut !
Bukan main kaget dan sibuknya Wi Liong menerima penghormatan ini. "Nona Pui, kau bangunkan dia !" katanya kepada Eng Lan sambil menunjuk ke arah Cui Kim, sedangkan ia sendiripun membangunkan Hak Lui. Eng Lan juga tidak enak melihat semua orang begitu menghormat, iapun memegang pundak Cui Kim dan dibangunkannya ketua Ngo-tok-kauw itu.
"Kalau kalian bermaksud baik dan selanjutnya akan dapat memimpin perkumpulan ini ke arah kebaikan dan tidak bertindak sewenang-wenang, biarlah aku dan nona Pui menerima undangan kalian, sekedar memperdalam perkenalan. Akan tetapi jangan begitu merendahkan diri dan menghormat, akupun bukan apa-apa, seorang pelancong biasa saja," kata Wi Liong, tidak berdaya lagi menolak karena mereka bersikap seperti itu.
Cui Kim dan Hak Lui nampak gembira sekali. Lebih - lebih Cui Kim. Cepat ia menyuruh anak buahnya mengadakan persiapan dan pada malam hari itu juqa sebuah pesta meriah diadakan untuk penghormatan Eng Lan dan Wi Liong. Sambil makan minum, Wi Liong dan Eng Lan mendengarkan penuturan Cui Kim tentang pertolongan Thian Te Cu kepada Ngo-tok-kauw.
Seperti telah dituturkan Ngo-tok-kauw didirikan oleh Theng Gak, ayah Cui Kim. Theng Gak adalah seorang ahli silat selatan yang pandai. Karena kehidupan yang sukar, Theng Gak dan isterinya memimpin orang - orang selatan untuk mencari untung dengan jalan mencari batu - batu berharga di Sungai Kemala. Karena Theng Gak orangnya gagah dan jujur serta adil dalam memimpin, maka makin lama makin banyaklah anggauta pencari batu kemala itu dan dia diangkat menjadi kepala. Tahu bahwa kini anggauta - anggautanya merupakan sekumpulan orang - orang berkeluarga dan untuk menjamin kehidupan mereka ini tidaklah ringan. Theng Gak lalu memperkuat perkumpulan itu dan menamakannya perkumpulan Ngo-heng-pang karena dia adalah seorang ahli silat Ngo-heng-kun. Ia melatih semua anggautanya dengan Ilmu Silat Ngo-heng-kun untuk memperkuat diri.
Pada masa itu banyak terdapat perampok-perampok dan bajak - bajak sungai yang sering kali hendak mengganggu mereka dan merampas batu - batu kemala mereka yang berharga. Semua penjahat itu dapat mereka hancurkan sehingga nama perkumpulan Ngo-heng-pang menjadi makin terkenal.
Sungai Kemala benar-benar cocok dengan namanya. Sungai itu mengandung banyak batu kemala dan berkat kerajinan mereka, akhirnya perkumpulan itu menjadi makmur dan para anggautanya tidak kekurangan lagi. Apa lagi setelah ditemukan batu-batu kemala yang amat indah dan berharga tinggi, perkumpulan itu menjadi kaya raya. Di antara batu - batu kemala yang indah itu, terdapat Im-yang-giok-cu, batu kemala yang sukar dicari keduanya di dunia ini, dan batu kemala Ngo-heng-giok-cu, juga sebuah batu ajaib yang luar biasa sekali. Theng Gak dan isterinya menyimpan batu - batu kemala ini dengan hati - hati dan tidak pernah mempunyai ingatan untuk menjualnya karena mereka sekarang sudah kaya rayaPara ahli menyatakan bahwa Ngo-heng-giok-cu dapat menyembuhkan segala macam keracunan sedangkan Im-yang-giok-cu dapat menyembuhkan segala macam luka pukulan atau luka-luka sebelah dalam yang bagaimana beratpun. Tentu saja sebagai seorang ahli silat, Theng Gak amat menyayang dua buah batu itu dan lebih hati-hati lagi menjaga jangan sampai hilang.
Pada suatu hari, ketika ia sedang memimpin orang-orangnya mencari batu kemala di sebuah kedung sungai itu yang belum pernah dijelajahnya karena tempat itu berbahaya dan sukar, Theng Gak yang merogoh sebuah lubang telah digigit lima macam ular berbisa, yaitu Ngo-tok-coa yang sampai sekarang masih dipelihara oleh puterinya. Ia roboh dengan tubuh hangus dan tentu ia akan binasa kalau saja isterinya tidak cepat - cepat mempergunakan Ngo-heng-giok-cu untuk menyembuhkannya.


Cheng Hoa Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Semenjak itu, watak Theng Gak menjadi aneh, entah karena gigitan ular - ular entah bagaimana. Ia menyuruh tangkap ular itu dan selanjutnya ia merobah Ngoheng-pang menjadi Ngo-tok-kauw {Perkumpulan Agama Lima Racun), menyembah lima ekor ular berbisa itu dan mempergunakan Ngo-heng-giok-cu sebagai mata tongkat kebesarannya ! Adapun pembantu - pembantunya adalah lima orang kakek yang terkenal menjadi Ngo-heng-tin, isterinya sendiri dan kakak perempuan isterinya yaitu Siu-toanio yang sejak muda amat genit dan cabul.
Pada suatu hari. ketika itu Cui Kim masih kecil dan juga Hak Lui yang menjadi murid ayahnya masih kecil, datanglah malapetaka hebat di Ngotok-kauw. Berita tentang Im-yang-giok-cu yang sebagai batu kemala obat segala macam luka pukulan amat dirindukan oleh semua ahli silat, telah tersebar luas sekali dan menarik perhatian banyak tokoh besar.
Sudah beberapa kali ahli silat pelbagai cabang datang untuk minta lihat, beli bahkan hendak merampas Im yang-giok-cu, namun mereka ini seorang demi seorang dikalahkan oleh Ngo-tok-kauw yang sementara itu telah menjadi sebuah perkumpulan besar yang memiliki orang-orang pandai.
Malapetaka itu datang dalam bentuk diri Kui-bo Thai-houw dari Ban mo-to ! Tokoh besar ini mendengar pula tentang Im-yang-giok-cu dan pada suatu malam ia datang mengunjungi Ngo-tok-kauw. Dengan sikapnya yang tinggi dan angkuh sebagai seorang ratu, Kui-bo Thai-houw tadinya menawarkan sejumlah emas untuk membeli batu kemala itu. Namun Theng Gak yang belum mengenal kelihaian Kui bo Thai-houw. memandang rendah dan menolak.
Marahlah Biang Iblis ini dan ia menurunkan tangannya yang keji. Theng Gak dan isterinya tewas dan kiranya semua anak buah Ngo-tok-kauw akan terbasmi habis oleh Kui-bo Thai-houw kalau saja pada saat itu tidak muncul Thian Te Cu yang mencegah wanita kejam itu membunuh lebih banyak orang lagi. Melihat kedatangan Thian Te Cu yang ia ketahui amat sakti, Kui-bo Thai-houw melarikan diri membawa Im-yang-giok-cu.
"Demikianlah, Thio-taihiap, maka sampai sekarang kami orang - orang Ngo-tok-kauw selalu menganggap locianpwe Thian Te Cu sebagal bintang penolong kami. Oleh karena secara tidak terduga - duga taihiap sudi mengunjungi kami, maka sekarang siauw-moi yang bodoh hendak menghaturkan benda ini untuk diberikan kepadamu sebagai tanda penghargaan," Cui Kim mengeluarkan tongkat pendek bermata Ngo-heng-giok-cu dan diberikan kepada Wi Liong.
Pemuda ini tercengang sekali. Apa lagi ketika ia mendengar seruan - seruan tertahan dari para anggauta Ngo-tok-kauw. Ia maklum bahwa benda ini merupakan lambang kejayaan Ngo-tok-kauw, bagaimana bisa diberikan begitu saja kepadanya"
Tentu saja ia amat mengagumi batu kemala anti segala macam racun itu, akan tetapi tidak enaklah kalau menerima benda yang dianggap suci oleh semua orang Ngo-tok-kauw. Juga hatinya tidak enak ketika tadi mendengar ketua perkumpulan ini menyebut diri sendiri "siauw-moi". Gerak - gerik, pandang mata senyum dan gerak bibir ketika berkata - kata kepadanya, semua membayangkan sifat cabul dan genit wanita ini yang seakan-akan berusaha sekuatnya untuk menarik hatinya.
"Mana bisa aku menerima lambang Ngo-tok-kauw ?" katanya merendah dan tidak mau menerima tongkat pendek yang disodorkan kepadanya.
Tiba - tiba Cui Kim menjatuhkan diri berlutut lagi di depannya, dan berbareng Hak Lui juga menjatuhkan diri berlutut. Cui Kim malah mulai menangis dengan penuh nafsu !
"Dahulu,", katanya terengah - engah di antara isaknya, "mengandalkan kebaikan budi locianpwe Thian Te Cu kami terhindar dari bahaya di musnahkan oleh iblis betina Ban-mo-to. Sekarang kalau tidak mengandalkan bantuan taihiap sebagai murid locianpwe Thian Te Cu, kapan sakit hati terhadap Ban-mo-to dapat terbalas" Apakah taihiap tidak menaruh kasihan kepada kami ?"
"Mohon Thio-taihiap sudi menaruh kasihan" Hak Lui juga ikut membujuk, "hanya kalau taihiap sudi menerima tongkat pimpinan Ngo-heng-giok-cu dan menjadi pembimbing kami, kiranya Ngo-tok-kauw akan dapat membalas dendam terhadap iblis betina dari Ban-mo-to."
Mendengar ucapan dua orang itu, makin terkejut hati Wi Liong. Kiranya mereka ini hendak membujuknya menjadi ketua Ngo-tok-kauw untuk memimpin mereka membalas dendam terhadap Kui-bo Thai-houw di Ban-mo-to !
"Jadi maksud semua upacara ini hanya untuk mengajakku melakukan pembalasan dendam terhadap Ban-mo-to " Kalau begitu, mari kita bicara baik- baik. Kalau hendak menjadikan aku sebagai ketua kalian, biar bagaimanapun juga aku tidak berani terima. Harap kalian maafkan. Bangunlah, kauwcu," katanya sambil membungkuk untuk membangunkan Cui Kim yang berlutut di depannya.
"Thio-taihiap ....... awas ........ !" Eng Lan menjerit namun terlambat sudah. Dengan kecepatan seperti kilat, Cui Kim sudah mengebutkan sehelai saputangan yang tadi ia pakai menyusuti air matanya dan kebutan ini tepat mengenai muka .Wi Liong yang sama sekali tidak menyangka karena tadi berniat membangunkan ketua Ngo-tok-kauw itu. Ia hanya melihat berkelebatnya saputangan kuning, mencium bau harum sekali dan mendengar suara ketawa menyeramkan dari Siu-toanio tercampur pekik Eng Lan yang memperingatkannya. Tangannya bergerak ke depan dan tubuh Cui Kim terlempar sampai empat meter lebih. Masih baik bagi ketua Ngo-itok-kauw itu bahwa dalam keadaan terkejut itu Wi Liong masih belum kehilangan ingatannya dan tidak melancarkan pukulan maut sehingga gadis ini tidak menderita apa - apa melainkan kaget.
Wi Liong mencoba untuk mengendalikan diri, namun sia -sia. Bau harum itu memabokkannya, membuat kepalanya serasa terputar - putar, pandang matanya kabur dan ia roboh lemas, setengah pingsan.
Eng Lan melompat marah, menerjang Cui Kim. Akan tetapi ia disambut Hak Lui. Segera dua orang ini bertempur seru. Cui Kim datang membantu Hak Lui dan terlampau beratlah dua orang lawan ini bagi Eng Lan. Tak lama kemudian Eng Lan roboh tertotok jalan darahnya oleh Hak Lui. Baik Wi Liong maupun Eng Lan tak berdaya lagi, tertawan para pemimpin Ngo-tok-kauw yang lihai.
Cui Kim dan Hak Lui tertawa gembira. Kedua orang muda ini lalu menuang arak ke dalam cawan dan minum arak itu, saling menberi selamat!
"Dengan seorang seperti dia menjadi suamimu, kita tak usah takut lagi kepada Ban-mo-to !" kata Hak Lui tersenyum girang dan mainkan matanya kepada Cui Kim.
Wajah Cui Kim memerah, akan tetapi bibirnya tersenyum dan matanya bersinar-sinar. "Dan Pui Eng Lan itupun merupakan sisihan yang amat baik bagimu."
Dua kalimat yang mereka ucapkan ini sudah cukup bagi mereka bahwa masing masing telah tahu akan rahasia hati yang terpendam dan dengan kata - kata itu pula mereka sudah mengikat perdamaian, saling bantu demi kesenangan hati masing-masing.
Memang, semenjak ia melihat Wi Liong, apa lagi setelah mendapat kenyataan bahwa kepandaian pemuda ini jauh lebih tinggi dari padanya, hati Cui Kim sudah jatuh dan ia mau menggunakan akal apa saja, baik maupun busuk, untuk memiliki pemuda ini dan menjadikannya sebagai suaminya. Dan karena Wi Liong memperlihatkan sikap yang sukar untuk dibujuk, terpaksa ia mempergunakan racun dan dalam urusan seperti ini sebagai ketua Ngo-tok kau w tentu saja Cui Kim adalah seorang ahli. Sementara itu, Hak Lui juga gembira sekali karena memang ia tergila - gila melihat Eng Lan dan sekarang Cui Kim tidak hanya membatalkan niatnya membunuh Eng Lan, malah rela melihat gadis tawanan ini menjadi isteri Hak Lui
Fajar telah menyingsing. Pak-thian Koai-jin yang menanti-nanti kembalinya Wi Liong, menjadi tak sabar lagi. Tadinya kakek ini tidur bersandarkan pohon dan menanti sabar. Akan tetapi setelah fajar menyingsing belum juga pemuda yang berjanji hendak menolong muridnya itu muncul, ia menjadi gelisah dan setelah mencuci muka di sebuah anak sungai yang jernih, kakek ini lalu berlari - lari menuju ke perkampungan Ngo-tok-kauw.
Dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika ia mengintai dari atas pohon, ia melihat Wi Liong menggeletak pingsan dan Eng Lan juga rebah tak bergerak, sedangkan Cui Kim dan Hak Lui minum arak, dilihat oleh Siu-toanio dan lima orang kakek pembantu sambil tertawa - tawa ! Pak thian Koai-jin maklum bahwa ia memasuki sarang naga yang amat berbahaya, namun melihat Wi Liong dan Eng Lan menggeletak, mana dia bisa mendiamkannya saja "
"Siluman - siluman jahat, tunggu kakekmu membasmi kalian semua !" bentaknya sambil melompat turun.
Semua orang terkejut. Beberapa orang anggauta Ngo-tok-kauw yang ingin berjasa segera maju menyerbu, namun mereka itu bergulingan roboh terkena sabetan tongkat butut di tangan kakek itu. Yang hebat adalah mangkok bobroknya. Mangkok ini ia sambitkan, "menari " nari" di atas tiga buah kepala orang yang segera roboh lalu terbang kembali kepada tuannya ! Dalam segebrakan saja kakek sakti yang sedang marah itu telah merobohkan delapan orang anggauta Ngo-tok-kauw !
Akan tetapi, setelah lima orang kakek pembantu yang merupakan Ngo-heng-tin itu maju mengepungnya, Pak-thian Koaji-jin segera terdesak mundur. Memang hebat sekali Ngo-heng-tin ini, sukar ditawan dan lima orang yang berpakaian lima macam warna itu bergerak otomatis seperti seorang dengan lima kepala dan sepuluh tangan saja. Repotlah kakek dari utara itu menghadapi lima orang lawan ini dan ia bermain mundur terus tanpa dapat membalas serangan - serangan lawan. Akan tetapi, mengalahkan Pak-thian Koai-jin memang bukan tak mungkin, biarpun demikian, tidak mudah menangkap kakek nakal ini yang licin bagai belut dan sudah banyak makan asam garam pertempuran. Biarpun Cui Kim dan Haik- Lui berteriak. "Tangkap tua bangka itu !" Namun dengan lincahnya sambil memaki - maki Pak-thian Koai-jin dapat meloloskan diri ke sana ke mari dan akhirnya ia tidak kuat melawan lebih lama lagi, melompat ke dalam semak - semak dan menghilang sambil meninggalkan ancaman "Kalau kalian berani mencelakai mereka berdua, aku takkan berhenti berusaha sebelum dapat membasmi kalian !"
Hak Lui tertawa bergelak dan berteriak ke arah menghilangnya kakek itu. "Ha-ha-ha. Pak-thian Koai-jin, jangan khawatir. Kami malah hendak mengawini mereka !"
Tentu saja Pak-thian Koai-jin terkejut mendengar ini. Celaka, pikirnya, kalau Wi Liong dan Eng Lan dikawin oleh kepala - kepala siluman Ngo-tok-kauw, celakalah ......... aku harus menghalangi hal itu terjadi ! Maka iapun tidak mau meninggalkan hutan itu dan mengamat - amati dari jauh sambil mencari akal bagaimana bisa menolong muridnya dan Wi Liong. Ia harus bertindak hati - hati sekali. Orang seperti Wi Liong sampai bisa tertawan, ini menunjukkan betapa lihainya perkumpulan siluman ular itu.
Sementara itu, selagi Cui Kim dan Hak Lui bergembira dan hendak mengangkat tubuh Wi Liong dan Eng Lan ke dalam kamar masing - masing tiba - tiba terdengar pekik mengerikan. Seketika itu pucatlah wajah Cui Kim dan yang lain-lain. Bagaikan mendapat komando, semua orang mencabut senjata masing- masing dan celingukan memandang ke sana ke mari.
Tiba - tiba terdengar suara cekikikan, suara wanita-wanita tertawa. Anehnya, suara ketawa ini datangnya dari semua penjuru seakan-akan mereka semua telah terkepung oleh orang-orang yang tidak kelihatan. Kemudian ...... "braakkk !" genteng di atas pecah berhamburan dan melayang turunlah tubuh lima orang anggauta Ngo-tok-kauw dalam keadaan pingsan. Setelah ini terdengar lagi suara cekikikan mentertawakan.
Tahulah Cui Kim dan yang lain - lain bahwa musuh berada di atas genteng rumah.
"Pengecut - pengecut tak tahu malu ! Kalau memang hendak mencoba Ngo-tok-kauw, turunlah jangan mengganggu anak buah yang tidak bisa apa - apa. Nonamu sudah siap memenggal leher setiap orang pengacau !" teriak Cui Kim sambil menggerak-gerakkan pedangnya.
Sunyi seketika, kemudian terdengar suara mengejek. "Hemm ........ hmmm ......... bocah masih ingusan sombong benar ......... !" Menyusul suara ini, perlahan- lahan saja, dari luar berjalan masuk seorang wanita tua berpakaian mewah dengan sikap angkuh luar biasa, sikap seorang ratu ! Di belakang wanita ini berjalan seorang pemuda tampan dan di belakangnya lagi berjalan empat orang wanita gemuk yang kembar segala-galanya.
"Kui-bo Thai-houw ......... !" terdengar suara seorang anggauta Ngo-tok-kauw tua yang dulu pernah melihat wanita ini ketika datang merampas Im-yang-giok-cu dan membunuh Theng Gak dan isterinya.
Celakalah orang itu. Merupakan pantangan besar menyebut "Kui-bo" (Biang Iblis) di depan tokoh wanita ini. Kui-bo Thai-houw mengerling, sinar matanya menyambar orang itu, kemudian tangan kirinya mengebut ke arah orang itu. Terdengar pekik mengerikan dan orang itu terjungkal menjadi mayat !
Semua orang kaget buikan main dan Cui Kim sendiri merasa ngeri. Ia masih muda akan tetapi sudah tahu gelagat. Cepat - cepat ia lalu menjura dan berkata dengan hormat.
"Kiranya Thai-houw yang berkenan mengunjungi tempat kami yang buruk. Harap Thai-houw maafkan bahwa kami terlambat menyambut dan suka maafkan pula kalau di antara anggauta kami ada yang bersikap kurang ajar. Tidak tahu keperluan apakah gerangan yang membawa Thai-houw sudi mengunjungi kami ?"
"Mengambil titipanku pada Ngo-tok-kauw !" jawab nenek itu singkat sambil matanya yang masih bening itu menyapu keadaan di situ, memandang agak tertarik kepada Wi Liong yang masih menggeletak di pinggiran, kini sudah dibaringkan di atas bangku. Hati Cui Kim sudah gelisah sekali, mengira bahwa nenek ini datang berhubung dengan penyerbuan Wi Liong. Akan tetapi tak mungkin, pikirnya. Pemuda ini murid Thian Te Cu. Dalam detik itu ia merasa menyesal sekali mengapa pemuda ini telah dirobohkan dengan racun. Kalau pemuda ini berdiri di fihaknya. alangkah baiknya.
"Titipan apakah, Thai-houw ?" tanyanya, jantungnya berdebar.
Kini pandang mata Kui-bo Thai-houw menatap ke arah pinggang Cui Kim dan matanya seakan - akan dapat menembusi baju luar dan melihat apa yang terselip di ikat pinggang gadis itu.
"Apa lagi kalau bukan Ngo-heng-giok-cu " Dulu belum sempat kuambil, kutitipkan dulu di sini. Sekarang sudah tiba waktunya kuambil. Serahkan benda itu!"
Cui Kim agak lega hatinya karena ternyata bukan Wi Liong yang diminta nenek ini. Akan tetapi tentu saja sebagai kauwcu Ngo-tok-kauw ia tidak bisa begitu saja memberikan lambang kehormatan Ngo-tok-kauw, apa lagi nenek ini adalah musuh besarnya, pembunuh ayah bundanya yang harus ia balas.
"Tapi ......... tapi ........." ia menggagap.
"Jangan banyak tingkah. Mana kauwcumu yang sekarang, suruh dia keluar," katanya lagi, keren.
Tiba - tiba terdengar suara ketawa meringkik yang menyeramkan dan Siu-toanio melompat maju. "Hi-hi-hi, dia itulah kauwcunya ! Penggantiku ! Jangan serahkan lambang kita kepada siluman ini, kauwcu, jangan ........."
Ucapan nenek buruk ini terhenti sampai di situ dan ia terjungkal roboh tertelungkup dengan napas putus dan semua orang lagi - lagi melihat Kui-bo Thai-houw hanya menggerakkan tangan ke arah Siu-toanio !
Makin kaget dan gelisah orang - orang Ngo-tok-kauw melihat hal ini. Akan terulang kembalikah peristiwa sepuluh tahun yang lalu ketika Biang Iblis ini datang mengamuk dan membunuh-bunuhi orang Ngo-tok-kauw " Sementara itu, setelah membunuh Siu-toanio yang dianggap telah menghinanya, Kui-bo Thai-houw lalu menghadapi Cui Kim dan berkata dengan senyum mengejek.
"Aha. jadi kaukah kauwcunya " Bagus sekali ! Hayo lekas serahkan Ngo-heng-giok-cu kepadaku"
Melihat musuh besarnya ini, hati Cui Kim sudah benci dan marah sekali, apa lagi sekarang melihat lagak musuh besarnya yang terlampau menghina Ngo-tok-kauw. Saking marah dan bencinya, gadis ini menjadi nekat, la menoleh ke arah Haik Lui dan lima orang kakek Ngo-heng-tin sambil berseru,
"Melihat lambang kita diminta orang dan kehormatan Ngo-tok-kauw diinjak-injak orang, apakah kalian begitu pengecut tak berani berkutik ?"
Lima orang kakek Ngo-heng-tin segera melompat maju. Mereka ini adalah tokoh - tokoh paling lama di Ngo-tok-kauw di samping Siu-toanio karena mereka ini merupakan pembantu Theng Gak dahulu, jadi boleh dibilang juga pendiri - pendiri Ngo-tok-kauw. Sekarang mendengar ucapan Cui Kim, tentu saja mereka menjadi panas. Tadinya memang mereka gentar menghadapi Kui-bo Thai-houw, akan tetapi demi membela kehormatan sendiri, mareka mempertaruhkan nyawa dan serentak maju.
Si baju putih yang mewakili kawan - kawannya, menjura di depan Kui-bo Thai-houw sambil berkata,
"Thai-houw adalah seorang tokoh besar di dunia dan nama besarnya sudah terkenal luas di Pulau Ban-mo-to. Sayangnya sekarang mempergunakan keunggulan kepandaian untuk menindas kaum lemah. Akan tetapi, di dunia ini terdapat kegagahan yang tidak gentar menghadapi penindasan di kuat, yaitu dalam membela kehormatan negara, kehormatan perkumpulan, dan kehormatan keluarga. Kami berlima siap mengorbankan nyawa demi menjaga kehormatan Ngo-tok-kauw!"
Melihat lima orang kakek ini. Kui-bo Thai-houw memandang rendah. Akan tetapi mendengar ucapan si baju putih, ia merasa sungkan juga untuk turun tangan sendiri, maka ia berkata sambil mengangkat kepala dengan angkuhnya,
"Siapa mengandalkan keunggulan " Kauwcu-mu sudah menantang bertanding dengan majunya kalian ini. Baiklah, mari kita bertanding untuk menentukan siapa yang lebih kuat. Ngo-heng-giok-cu menjadi taruhan." Kui-bo Thai-houw lalu memberi isyarat kepada empat orang nenek kembar yang buruk, yaitu pelayannya yang tersayang. Memang mereka ini, perawan - perawan tua kembar empat ini adalah pelayan kesayangan Kui-bo Thai-houw, mereka setia dan ke manapun juga Thai-houw berada, mereka selalu membayanginya. Kepandaian merekapun boleh dibilang paling tinggi di antara semua pelayan Kui-bo Thai-houw di Ban-mo-to. Melihat isyarat nyonya besar mereka, empat orang nenek ini lalu tertawa-tawa dan melompat maju menghadapi Ngo-heng-tin.
"Si Hwa ........." kata yang pertama, memperkenalkan diri.
"Tung Hwa ........." sambung yang ke dua.
"Nam Hwa ........." yang ke tiga memotong.
"Pai Hwa ........." sambung yang ke empat.
"Kami berempat siap menghadapi lima orang kakek ompong !" kata pula yang pertama setelah memberi kesempatan pada tiga orang saudaranya memperkenalkan diri. Keempatnya lalu tertawa cekikikan sambil mengambil tempat masing-masing. Si Hwa mengambil tempat di barat, Tung Hwa di timur, Nam Hwa di selatan dan Pai Hwa di utara. Inilah kelihaian empat orang wanita ini, yang sudah memiliki tempat tertentu dalam barisannya. Biarpun kalau bertempur mereka itu bergerak - gerak ke sana ke mari, akan tetapi tetap mereka bersumber dari tempat semula masing-masing.
Melihat empat orang "nona genit" ini tidak bersenjata, hati lima orang kakek itu besar. Dengan golok di tangan lima orang kakek itu lalu menyerbu garang, merupakan barisan Ngo-heng-tin yang kuat sekali. Empat orang wanita itu tertawa terkekeh sambil mengelak dan mulailah mereka berputaran, .tertawa - tawa dan menyerang dengan tali pinggang-tali pinggang mereka yang lihai dibarengi cengkeraman - cengkeraman yang berbahaya sekali. Baru kagetlah lima orang kakek itu. Tak tahunya empat orang wanita ini adalah ahli - ahli lweekang yang mahir dan sepasang tali panggang itu malah melebihi senjata tajam lihainya.
Pertempuran antara lima orang kakek yang merupakan Ngo-heng-tin melawan empat orang wanita yang juga merupakan barisan segi empat yang luar biasa itu benar - benar amat menarik dan seru sekali. Tenaga mereka seimbang dan juga mereka memiliki gerakan - gerakan yang sama aneh dan sulitnya sehingga agak sukarlah bagi mereka untuk mendesak lawan. Pakaian, wajah, suara dan gerak - gerik yang sama dari nona-nona kembar empat itu membingungkan lawan, sebaliknya lima orang kakek dengan lima macam warna pakaian itupun membuat pandang mata lawan menjadi silau dan bingung.
Betapapun juga, setelah melalui pertandingan yang amat seru di mana kedua fihak mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian, akhirnya empat orang wanita itu dapat juga mendesak lima orang lawannya. Dan harus diakui bahwa kemenangan mereka ini adalah karena suara ketawa mereka yang cekikikan itu benar - benar membingungkan kelima orang kakek. Memang suara ini bukanlah ketawa sekedar ketawa saja. melainkan suara ketawa yang memang disengaja, dikeluarkan dengan pengerahan khikang dan mempunyai pengaruh membingungkan lawan. Apa lagi kalau yang tertawa itu empat orang wanita buruk yang sama rupa sama pakaian sama suara. Benar-benar dapat membingungkan orang di samping sifat-sifat yang aneh menyeramkan.
Ketika kakek baju merah yang sudah bingung terdesak itu melakukan gerakan nekat, menubruk seorang wanita sambil mengerjakan golok, ia menjadi agak kaget dan heran melihat wanita yang diserangnya itu sama sekali tidak bergerak untuk menangkis atau mengelak, malah berjebi dan melerok kepadanya sambil tertawa cekikikan. Karena tingkah ini perhatian kakek baju merah menjadi tertarik dan membuat ia ragu-ragu serta lambat gerakannya, maka ia tidak tahu bahwa dari belakang menyambar tali pinggang seorang wanita lain mengarah kepalanya. Ia baru tahu setelah senjata aneh itu menyambar dekat, ia hendak mengelak sudah tidak keburu lagi. Ujung tali pinggang itu tepat mengenai belakang kepalanya, tidak mengeluarkan suara akan tetapi tahu-tahu kakek baju merah terguling dengan napas putus karena jalan darah yang terpenting di belakang kepalanya telah putus oleh ujung tali pinggang tadi.
Empat kakek yang lain menjadi kaget dan marah, lalu mengamuk membabi-buta. Akan tetapi hal ini justeru mempercepat kekalahan mereka. Sambil tertawa - tawa empat orang nenek itu menggencet mereka dengan pukulan-pukulan dan mengurung mereka dengan senjata tali pinggang.
Berturut-turut empat orang kakek inipun roboh dan tewas sehingga tamatlah riwayat Ngo-heng-tin yang sejak lama menjagoi daerah itu.
Dengan muka pucat saking marahnya Cui Kim memberi tanda supaya orang-orangnya mengangkat pergi mayat-mayat itu, kemudian ia sendiri maju sambil mencabut pedang pendeknya.
"Thai-houw, biarpun kepandaianku tidak seberapa dan kiranya bukan apa-apa kalau dibandingkan denganmu, akan tetapi aku Theng Cui Kim tidak gentar menghadapi kematian untuk mempertahankan kehormatan Ngo-tok-tauw " katanya gagah tanpa kelihatan takut sedikitpun.
Kui-bo Thaihouw menghela napas panjang. "Kenapa kau begini bodoh " Kau serahkan batu kemala itu dan, beres. Mengapa muda-muda harus membuang nyawa ?"
Kini Cui Kim tak dapat menahan kemarahannya lagi. "Kui-bo Thai-houw siapa takut mati " Lihat baik-baik, kau telah membunuh ayah bundaku, telah menghina perkumpulanku, sekarang hendak merampas lambang kehormatan Ngo-tok-kauw. Apa hal-hal itu tidak lebih hebat dari pada mati " Kau majulah, siapa sih takut kepadamu " Orang lain boleh takut, akan tetapi aku Theng Cui Kim tidak !" Sambil mengucapkan kata-kata gagah ini Cui Kim mengerling Hak Lui. Pemuda muka hitam inii menjadi malu sekali dan sambil mencabut pedangnya iapun melompat maju berdiri di sebelah Cui Kim.
"Aku The Hak Lui juga siap membela kehormatan Ngo-tok-kauw dan membalaskan sakit hati mendiang suhu !" .katanya dengan suara keras.
Kui-bo Thai-houw mengerutkan kening, kemudian terdengar ia bersuara perlahan, "Apa boleh buat kalau kalian ingin mampus !!" Nenek ini lalu memberi isyarat kepada pemuda yang sejak tadi berada di sampingnya. Pemuda itu berulang kali menoleh ke arah Eng Lan dan mukanya yang tampan itu berubah pucat. Namun ia belum menyatakan sesuatu semenjak tadi, malah pertempuran yang seru tadi seperti tidak menarik perhatiannya. Sekarang melihat isyarat yang diberikan Kui-bo Thai-houw, pemuda ini mencabut pedangnya dan melompat maju, gerakannya ringan sekali, pedangnya berkilauan saking tajamnya.
"Kalian berdua boleh maju bareng mengeroyok thai-cu (pangeran) !" kata Kui-bo Thai-houw sambal tertawa. Diam - diam Cui Kim dan Hak Lui heran karena belum pernah mereka mendengar bahwa wanita ini mempunyai putera dan sekarang tahu - tahu muncul seorang pangeran ! Betapapun juga, Cui Kim kagum melihat pemuda yang tampan dan berpakaian indah ini.
Hak Lui tidak sabar lagi. Dengan pedangnya ia lalu melakukan serangan pertama menusuk ke arah dada. Cui Kim tidak tinggal diam. Ia dapat menduga bahwa pemuda yang sudah dijago oleh Kui-bo Thai-houw tentulah lihai, maka iapun menyusul dengan serangannya ke arah leher.
Pemuda tampan itu dengan gerakan perlahan saja mengelak. Tampaknya ia hanya menggoyang badan tanpa memindahkan kedua kaki akan tetapi nyatanya dua serangan itu mengenai angin kosong. Dan sebelum dua orang lawannya hilang kagetnya, tahu-tahu pedangnya yang tajam sudah menyambar, mengeluarkan hawa dingin dan mengancam leher Cui Kim dan Hak Lui !
"Ayaaa......... !" Cui Kim dan Hak Lui mengeluarkan peluh dingin saking kagetnya dan cepat - cepat mereka melompat mundur. Kini mereka tidak berani memandang rendah. Dengan nekat mereka mengerahkan seluruh tenaga dan mainkan jurus-jurus yang paling mereka andalkan untuk mendesak pemuda tampan yang lihai sekali itu.
Pemuda itu hanya bergerak ke sana ke mari mengelak. Sampai belasan jurus ia mengelak terus, perhatiannya terpecah karena dalam menghadapi keroyokan ini ia selalu menoleh dan memandang ke arah Eng Lan yang masih rebah tak bergerak dalam pengaruh totokan. Sebaliknya, Eng Lan yang sejak tadi juga memandang pemuda itu, kini bercucuran air mata tanpa ia dapat mengusapnya karena tangannya tak dapat digerakkan. Betapa ia takkan menangis kalau ia mengenal pemuda itu sebagai Kun Hong, kekasihnya.
Memang, pemuda itu bukan lain adalah Kun Hong yang kini sudah menjadi pangeran di Ban-mo-to ! Seperti telah dituturkan di bagian depan, ketika menyerbu Ban-mo-to dan minta obat Im-yang-giok-cu dari Kui-bo Thai-houw, pemuda ini yang menjatuhkan hati nenek lihai itu, telah dirobohkan dan dipengaruhi obat yang membuat pemuda ini seperti kehilangan semangat dan menurut saja menjadi permainan Kui-bo Thai-houw ! Semenjak saat itu diaku sebagai putera Kui-bo Thai-houw dan selain menerima pengobatan Im-yang-giok-cu sehingga tubuhnya pulih kembali dari bekas - bekas luka pukulan Im-yang-lian-hoan dari Kun-lun pai, juga ia malah menerima pelajaran ilmu silat yang aneh dari Kui-bo Thai-houw yang amat menyayangnya. Dengan wataknya yang aneh dan mengerikan, nenek ini menyayang Kun Hong sebagai anak, juga sebagai kekasih ! Kun Hong juga samar- samar masih ingat akan keadaannya, akan tetapi pengaruh obat itu membuat ia seperti mabok dan lupa segala, menurut saja akan segala macam kehendak Kui-bo Thai-houw.
Sekarang, dalam penyerbuan ke Ngo-tok-kauw untuk merampas Ngo-heng-giok-cu, secara kebetulan sekali ia melihat Eng Lan. Cinta kasihnya yang suci dan mendalam terhadap gadis ini membuat ia tak dapat melupakan wajah gadis ini dan biarpun ia sama sekali belum ingat siapa adanya gadis yang menggeletak di situ, akan tetapi ia tak dapat mencegah dadanya berdebar - debar dan matanya selalu memandang kepada gadis itu.
"Kun Hong, balas ! Mengapa membuang waktu ?" bentak Kui bo Thai-houw tak sabar ketika melihat pemuda itu hanya mengelak saja tanpa balas menyerang.
Kun Hong tersentak kaget dan menggunakan pedang Cheng-hoa-kiam di tangannya untuk menangkis dua pedang yang menyambar itu.
"Traanggg ......... !" Cui Kim dan Hak Lui mengeluarkan seruan kaget karena pedang mereka telah patah ketika tertangkis. Sebelum mereka sempat mengelak, Kun Hong sudah mendorong mereka roboh tak dapat bangun kembali karena jari-jari tangan Kun Hong yang cekatan dan penuh keahlian itu telah menotok jalan darah mereka. Biarpun ia berada di bawah pengaruh Kui-bo Thai-houw, namun pengaruh Eng Lan yang sudah meresap ke dalam jiwanya membuat Kun Hong selalu menjauhkan diri dari pembunuhan.
Kui-bo Thai-houw tertawa girang dan sekali kakinya bergerak, ia telah melayang mendekati tubuh Cui Kim. Tangannya bergerak dan di lain detik tongkat bermata Ngo-heng-giok-cu telah berada di tangannya. Mudah saja baginya mencabut permata itu keluar dari tongkat, kemudian ........ ia mematahkan tongkat menjadi dua dan menyambit dua potongan tongkat itu ke arah Cui Kim dan Hak Lui. Kasihan sekali dua orang muda ini yang tanpa dapat berteriak lagi harus melepaskan nyawanya karena potongan - potongan tongkat itu menghancurkan kepala mereka,
Kui-bo Thai-houw masih penasaran, takut kalau batu kemala itu palsu, ia tadi sudah tertarik oleh Wi Liong, bukan saja tertarik oleh ketampanan pemuda ini. juga karena ia tahu bahwa pemuda itu pingsan karena semacam racun yang kuat. Maka ia lalu menghampiri Wi Liong, mendekatkan mukanya ke muka pemuda itu. Ketika ia mencium bau harum luar biasa yang membuat kepalanya tiba - tiba pening, cepat - cepat ia membawa batu kemala itu ke hidungnya. Ia tersenyum karena seketika itu juga kepeningan kepalanya lenyap. Ia lalu mendekatkan batu kemala itu ke bawah hidung Wi Liong, menggosok-gosoknya sebentar. Warna merah yang tidak sewajarnya cepat sekali menghilang dari muka Wi Liong, napasnya menjadi normal dan pemuda ini mengeluarkan keluhan, tangannya bergerak perlahan.
Kisah Tiga Kerajaan 30 Wiro Sableng 123 Gondoruwo Patah Hati Golok Halilintar 1

Cari Blog Ini