Ceritasilat Novel Online

Max Havelar 2

Max Havelar Karya Multatuli Bagian 2


~94~ berlaku pada Abad Pertengahan, yaitu Kaisar Jerman berhak mengangkat Count (gubernur distrik) dan Duke (komandan tentara), tapi para baron menyatakan bahwa mereka, berdasarkan garis keturunan, setara dengan kaisar dan hanya tunduk kepada Tuhan, kecuali jika menyangkut kewajiban mereka untuk mengabdi kepada kaisar, asalkan kaisar itu dipilih atas persetujuan mereka dan berasal dari kalangan mereka sendiri. Count diberi jabatan oleh kaisar yang mengangkatnya; baron menganggap dirinya baron berdasarkan karunia Tuhan . Count mewakili kaisar sehingga mengusung panjinya; baron mengangkat orang sebagai kesatria di bawah panji-panjinya sendiri.
Kenyataan bahwa Count dan Duke pada umumnya dipilih dari para baron menyebabkan pengaruh yang mereka peroleh sejak lahir bertambah sehubungan dengan pentingnya pekerjaan mereka; dan tampaknya setelah itu, terutama ketika orang-orang sudah terbiasa dengan pekerjaan turun-temurun itu, muncul anggapan bahwa gelargelar itu lebih tinggi daripada baron. Namun, bahkan saat ini pun, banyak keluarga bangsawan yang tidak memiliki gelar dari kerajaan, yaitu keluarga yang memperoleh kebangsawanannya sejak negerinya sendiri berdiri, keluarga yang selalu
~95~ bangsawan karena memang bangsawan pribumi menolak gelar Count. Contoh-contohnya ada. 22 Bangsawan.
Tentu saja, orang yang dipercaya untuk memerintah daerah semacam itu berupaya meminta jaminan dari kaisar agar putra atau, jika tidak berputra, kerabat mereka yang lain akan mewarisi jabatan mereka kelak. Ini juga sering kali terjadi, walaupun aku tidak percaya kalau hak pewarisan itu pernah dibuktikan, setidaknya dalam kasus pejabatpejabat di Belanda; CountCount dari Belanda, Selandia, Flander, Hainault DukeDuke dari Brabant, Gelderland, dan lain-lain. Mulanya itu adalah kemurahan hati, lalu segera menjadi adat kebiasaan, dan akhirnya keharusan; tapi pewarisan itu tidak pernah menjadi undang-undang.
Pemilihan orang-orangnya juga dilakukan dengan cara yang hampir sama karena tidak boleh ada pertanyaan mengenai kesamaan kedudukan. Pejabat pribumi ditempatkan menjadi kepala sebuah distrik di Jawa, sebagai tambahan dari jabatan yang diberikan oleh pemerintah berdasarkan pengaruh pribuminya, untuk memudahkan pemerintahan pejabat Eropa yang
~96~ mewakili pemerintah Belanda. Di sini, pewarisan berdasarkan keturunan tanpa ditetapkan oleh undangundang, juga telah menjadi adat kebiasaan. Ini sering kali diatur semasa bupatinya masih hidup, dan janji pewarisan kepada putranya itu dianggap sebagai imbalan atas ketekunan dan kesetiaannya. Harus ada alasan yang sangat penting untuk penyimpangan dari peraturan ini dan, jika perlu, pewaris pada umumnya dipilih dari antara anggota-anggota keluarga yang sama.
Hubungan antara pejabat Eropa dan bangsawan Jawa yang berkedudukan setinggi itu sangatlah sensitif. Asisten residen sebuah distrik adalah orang yang bertanggung jawab; dia memberi perintahperintah dan dianggap sebagai kepala distrik. Namun, bupati berkedudukan jauh lebih tinggi daripadanya berdasarkan pengetahuan lokal, asal-usul, pengaruhnya terhadap penduduk, uang pendapatannya, dan cara hidupnya. Selain itu, seorang bupati, sebagai representasi dari elemen Jawa dan dianggap corong dari ratusan ribu penduduk kabupatennya, di mata pemerintah juga dianggap sebagai orang yang jauh lebih penting daripada pejabat Eropa biasa yang ketidakpuasannya tidak perlu dikhawatirkan, karena banyak orang lain yang bisa menggantikan tempatnya,
~97~ sedangkan ketidaksukaan seorang bupati mungkin bisa menjadi bibit kerusuhan atau pemberontakan.
Berdasarkan semuanya ini, muncullah kenyataan ganjil bahwa bawahanlah yang sesungguhnya memerintah atasan. Asisten residen memerintahkan bupati untuk melapor kepadanya; dia memerintahkan bupati mengirim para buruh untuk mengerjakan jembatan dan jalanan; dia memanggil bupati untuk menghadiri sidang dewan yang dipimpinnya sebagai asisten residen; dia menyalahkan bupati yang bersalah mengabaikan tugas. Hubungan ganjil ini hanya dimungkinkan dengan tata cara yang sangat sopan, dengan menggunakan keramahtamahan atau, jika perlu, ketegasan; dan aku yakin, perilaku yang harus dipertahankan dalam hubungan ini dijelaskan dengan sangat baik dalam perintah resmi mengenai hal itu, yaitu Pejabat Eropa harus memperlakukan pejabat pribumi yang membantunya sebagai adik . Namun, dia tidak boleh lupa kalau adiknya ini sangat dicintai, atau ditakuti, oleh orangtuanya. Dan, seandainya terjadi perselisihan, senioritasnya sendiri akan langsung dianggap sebagai alasan untuk menyalahkannya karena kurang memanjakan adiknya.
Kesopanan yang sudah menjadi pembawaan para pembesar Jawa bahkan orang Jawa biasa pun jauh
~98~ lebih sopan daripada orang Eropa dalam situasi yang sama membuat hubungan yang tampak sulit ini lebih bisa ditoleransi daripada yang seharusnya.
Apabila orang Eropa itu berpendidikan baik dan berperilaku halus, apabila dia membawakan diri dengan berwibawa tapi ramah, bupati pasti akan berupaya sekuat tenaga untuk memudahkan pemerintahannya. Perintah tidak menyenangkan yang diungkapkan secara memikat akan langsung dilaksanakan. Perbedaan dalam kedudukan, asal-usul, dan kekayaan tidak akan dianggap oleh bupati itu sendiri, yang mengangkat orang Eropa itu sebagai perwakilan Raja Belanda hingga berkedudukan setara dengannya; dan hasilnya adalah hubungan yang, jika dipandang dengan sinis, pasti akan menimbulkan benturan, sering kali menjadi sumber pergaulan yang menyenangkan.
Sudah kukatakan bahwa kekayaan bupati jauh lebih besar jika dibandingkan dengan para pejabat Eropa; dan ini memang sudah sewajarnya. Orang Eropa, jika dipanggil untuk memerintah sebuah provinsi yang luas permukaannya setara dengan banyak wilayah milik Duke Jerman, pada umumnya berusia setengah baya atau lebih tua, sudah menikah dan punya anak; dia bekerja untuk mencari nafkah.
~99~ Bayarannya pas-pasan saja, dan sering kali tidak mencukupi untuk membeli apa yang diperlukan oleh keluarganya. Bupati adalah tumenggung , adipati 23 , ya, bahkan pangeran , yaitu pangeran Jawa . Persoalannya, bukanlah cara mencari nafkah; dia harus hidup sesuai dengan kedudukannya.
Jika orang Eropa itu tinggal di sebuah rumah, tempat kediaman bupati sering kali berupa keratin dengan banyak rumah dan desa di dalamnya. Jika orang Eropa itu punya istri dengan tiga atau empat orang anak, bupati menghidupi sejumlah besar perempuan beserta rombongannya. Jika orang Eropa itu pergi berkuda diikuti oleh beberapa pejabat, yaitu sebanyak yang diperlukan untuk menyusun laporan perjalanan inspeksinya, bupati diikuti oleh ratusan abdi dalem, dan di mata penduduk hal ini tidak bisa dipisahkan dari kedudukannya yang tinggi. Orang Eropa itu hidup seperti warga negara; bupati hi-dup atau diharapkan untuk hidup sebagai pangeran.
Namun, semuanya ini perlu biaya. Pemerintah Belanda, yang menyadari pengaruh para bupati ini, mengetahuinya; dan karenanya tidak ada yang lebih alami daripada menaikkan pendapatan mereka hingga ke standar yang pasti tampak berlebihan bagi seseorang yang tidak mengenal masalah Hindia, tapi
~100~ yang sesungguhnya jarang sekali mencukupi untuk memenuhi semua biaya yang dikeluarkan berdasarkan gaya hidup pejabat pribumi. Bukan sesuatu yang ganjil jika menjumpai bupati-bupati yang mengalami kesulitan keuangan, padahal pendapatan mereka dua atau tiga ratus ribu gulden. Ini disebabkan oleh ketidakacuhan mereka dalam memboroskan uang, kelalaian mengawasi bawahan mereka, kegilaan mereka dalam membeli, dan yang terutama karena sifat-sifat ini dimanfaatkan oleh orang Eropa. 23 Gelar kebangsawanan.
Pendapatan pembesar Jawa bisa dibagi menjadi em-pat bagian. Bagian pertama adalah upah tetap bulanan; yang kedua adalah jumlah tetap sebagai pengganti pembelian hak-hak mereka oleh pemerintah Belanda; yang ketiga adalah premi dari hasil produksi kabupaten mereka, seperti kopi, gula, indigo, kayu manis, dan lain-lain; dan yang terakhir adalah penggunaan tenaga dan harta rakyat mereka secara sewenang-wenang.
Kedua sumber pendapatan yang disebut terakhir ini memerlukan sedikit penjelasan. Secara alami, orang Jawa adalah petani; tanah tempat mereka
~101~ dilahirkan, yang memberikan hasil berlimpah dengan sedikit tenaga, memikat mereka dan, yang terutama, mereka membaktikan seluruh hati serta jiwa mereka untuk menggarap sawah, dan dalam hal ini, mereka sangat pandai. Mereka dibesarkan di tengah sawah, gagah, dan tipar 24 ; semasa kecil, mereka menemani ayah mereka ke sawah, dan di sana mereka membantu pekerjaan ayah mereka dengan membajak dan mencangkul, membangun bendungan dan saluran untuk mengairi sawah; mereka menghitung usia berdasarkan panenan; memperkirakan waktu berdasarkan warna dedaunan di sawah. Mereka merasa nyaman berada di antara teman-teman yang memotong padi bersama mereka; mereka memilih istri di antara gadis-gadis desa yang setiap malam menumbuk padi sambil menyanyi gembira. Kepemilikan beberapa ekor kerbau untuk membajak sawah adalah cita-cita mereka. Penggarapan padi di Jawa bisa disamakan dengan pemanenan anggur di sepanjang Sungai Rhine dan di selatan Prancis.
Namun, kemudian datanglah orang-orang asing dari Barat yang mengangkat diri mereka sebagai pemilik tanah. Mereka ingin mendapat keuntungan dari kesuburan tanah itu, dan memerintahkan orang pribumi untuk menyisihkan sebagian waktu dan tenaga mereka
~102~ untuk menggarap tanaman-tanaman lain yang bisa menghasilkan keuntungan lebih tinggi di pasar-pasar Eropa. Untuk membujuk rakyat jelata agar melakukan hal itu, mereka hanya perlu mengikuti kebijakan yang sangat sederhana. Orang Jawa mematuhi pemimpin mereka; untuk mengambil hati para pemimpin itu, mereka perlu diberi sebagian dari keuntungan. Dengan demikian, kesuksesan bisa diraih.
24 Sawah. Perbedaan antara sawah, gagah, dan tipar terletak dalam cara penggarapannya.
Untuk memastikan kesuksesan dari kebijakan itu, kita hanya perlu mengingat betapa banyak produk Jawa yang dijual di Belanda; maka kita juga akan memastikan ketidakadilannya. Karena, jika seseorang bertanya apakah petaninya sendiri memperoleh imbalan yang sebanding dengan jumlah itu, aku harus memberi jawaban negatif. Pemerintah memaksa petani untuk menggarap tanamantanaman tertentu di tanah mereka sendiri; pemerintah menghukum mereka jika menjual hasil yang diperoleh kepada pembeli lain, kecuali pemerintah; dan pemerintah menetapkan harga yang harus dibayar. Biaya pengangkutan ke Eropa lewat maskapai dagang yang mendapat
~103~ keistimewaan sangatlah tinggi; uang yang dibayarkan kepada para pejabat untuk menyemangati mereka telah meningkatkan harga pokok; dan karena seluruh perdagangan harus menghasilkan keuntungan. Keuntungan itu tidak bisa didapat dengan cara lain, selain membayar orang Jawa sekadarnya agar mereka tidak kelaparan sehingga melemahkan kekuatan petani untuk memproduksi.
Para pejabat Eropa juga menerima premi yang sebanding dengan hasil yang diperoleh. Sudah menjadi fakta bahwa orang Jawa miskin digerakkan oleh kekuatan ganda; bahwa mereka diusir dari sawah mereka sendiri; dan bencana kelaparan sering kali muncul akibat tindakantindakan ini. Tapi bendera kapal-kapal yang sarat dengan panenan yang membuat Belanda kaya berkepakkepak riang di Batavia, Semarang, Surabaya, Pasuruan, Besuki, Probolinggo, Pacitan, dan Cilacap.
Bencana kelaparan" Bencana kelaparan di Jawa yang kaya dan subur" Ya, pembaca, beberapa tahun silam ada distrik-distrik yang kehilangan penduduk akibat kelaparan; para ibu menjual anak mereka untuk mendapat makanan, para ibu menyantap anak mereka sendiri.
Namun, kemudian negara penguasa ikut campur.
~104~ Di ruang-ruang parlemen Belanda diutarakan keluhankeluhan, lalu gubernur yang menjabat harus memberi perintah bahwa perpanjangan dari apa yang disebut sebagai pasar Eropa tidak boleh lagi digenjot sampai mengakibatkan bencana kelaparan .
Oh! Parlemen yang baik hati!
Kalimat ini kutulis dengan penuh kepahitan menurutmu siapa yang bisa menjelaskan hal-hal semacam itu tanpa disertai kepahitan"
Namun, aku masih harus membicarakan sumber pendapatan terakhir dan utama para pejabat pribumi, yaitu penggunaan tenaga dan harta rakyat mereka secara sewenang-wenang.
Menurut gagasan umum di hampir seluruh Asia, rakyat dan seluruh harta benda mereka adalah milik pangeran. Keturunan atau kerabat mantan pangeran gemar memanfaatkan ketidaktahuan penduduk, yang belum juga memahami bahwa kini tumenggung , adipati , atau pangeran mereka adalah pejabat bayaran yang telah menjual hak mereka sendiri dan hak rakyat demi mendapatkan pendapatan tetap, sehingga pajak yang dahulu mereka bayarkan kepada tuan mereka berubah menjadi pekerjaan berupah rendah di perkebunan kopi atau tebu. Karena itu, tidaklah aneh jika ratusan keluarga dipanggil dari
~105~ tempat-tempat yang sangat terpencil untuk bekerja, tanpa bayaran, di ladang-ladang milik bupati. Sangatlah lumrah jika barang-barang disediakan secara gratis untuk keperluan istana bupati; dan, jika kebetulan bupati menyukai kuda, kerbau, anak perempuan, atau istri seorang lelaki miskin, sang pemilik akan menyerahkan barang yang diinginkan tanpa syarat.
Ada bupati yang menggunakan kekuasaan dengan bijak, dan tidak mengambil melebihi apa yang benarbenar diperlukannya untuk mempertahankan kedudukan. Beberapa bupati bertindak lebih jauh, dan ketidakadilan ini terjadi di mana-mana. Namun sangatlah sulit, atau bahkan mustahil, untuk menghapuskan kesewenangwenangan semacam itu, karena sifat alami penduduk itu sendirilah yang menimbulkan atau menciptakannya. Orang Jawa sangat pemurah, terutama ketika harus membuktikan kesetiaan mereka kepada tuan mereka, kepada keturunan orang-orang yang dipatuhi oleh nenek moyang mereka. Mereka bahkan menganggap diri mereka kurang menghormati tuan mereka secara turuntemurun, seandainya memasuki keraton tanpa membawa hadiah. Pemberian ini sering kali tidak berarti sehingga penolakan akan dianggap sebagai
~106~ penghinaan. Kebiasaan ini lebih menyerupai penghormatan seorang anak yang berupaya mengungkapkan rasa cinta dengan memberikan hadiah kecil kepada ayahnya, dan bukan upeti untuk penguasa yang keji dan sewenang-wenang.
Namun keberadaan adat istiadat yang baik ini sangat menyulitkan penghapusan adat istiadat yang buruk.
Jika alun-alun di depan tempat kediaman seorang bupati tampak tidak terawat, penduduk di sekitarnya akan merasa malu, dan sulit mencegah mereka agar tidak membersihkan alang-alang dan mengembalikannya pada keadaan yang pantas bagi kedudukan bupati itu. Pembayaran untuk pekerjaan ini akan dianggap sebagai penghinaan. Namun di dekat alun-alun ini, atau di tempat lain, ada sawah-sawah yang menunggu untuk dibajak atau menunggu air disalurkan sering kali dari jarak berkilokilometer jauhnya. Sawah-sawah itu milik bupati. Dia memanggil penduduk dari desa-desa, padahal sawahsawah penduduk itu sendiri juga perlu digarap. Di sinilah, letak kesewenang-wenangan itu.
Semuanya ini diketahui oleh pemerintah; dan siapa pun yang membaca dokumen resmi berisikan undangundang, instruksi, peraturan, dan sebagainya
~107~ untuk para pejabat akan memuji rasa kemanusiaan dan keadilan yang tampaknya memengaruhi mereka yang membuatnya. Ketika seorang Eropa dipercaya untuk memegang kekuasaan di pedalaman Jawa, dia diberi tahu dengan jelas bahwa salah satu kewajiban pertamanya adalah mencegah penduduk agar tidak terlalu merendahkan diri, dan melindungi mereka dari ketamakan para pemimpin mereka. Dan seakan ini tidak cukup untuk menjelaskan kewajiban itu, asisten residen mengucapkan sumpah khusus bahwa, ketika menjalankan pemerintahan suatu provinsi, dia akan menganggap perlindungan terhadap penduduk ini sebagai tugas pertamanya.
Ini pekerjaan mulia. Menegakkan keadilan, melindungi si miskin dari mereka yang berkuasa; membela si lemah dari mereka yang kuat; mengambil kembali domba betina dari cengkeraman perampok kerajaan; wah, semuanya ini membuat hatimu berseriseri gembira membayangkan gagasan bahwa kau dipanggil untuk melakukan pekerjaan semulia itu. Dan, biarlah siapa pun yang berada di pedalaman Jawa, yang mungkin terkadang merasa tidak puas dengan keadaan atau bayarannya, merenungkan tugas mulia yang dibebankan kepadanya dan membayangkan kegembiraan luar biasa ketika tugas seperti itu
~108~ terlaksana, maka dia tidak akan menginginkan imbalan apa pun lainnya.
Namun, tugas itu sama sekali tidak mudah. Pertamatama seseorang harus mempertimbangkan dengan tepat kapan pemanfaatan berubah menjadi kesewenangwenangan; dan kapan kesewenangwenangan itu terjadi, kapan perampokan benar-benar dilakukan melalui kekuasaan yang sewenang-wenang. Korban-korbannya sendiri sering kali bertindak sebagai kaki tangan, baik karena kepatuhan ekstrem atau karena ketakutan, atau karena ketidakpercayaan mereka terhadap kehendak atau kekuasaan orang yang ditugaskan untuk melindungi mereka. Semua orang tahu, pejabat Eropa bisa dipanggil kapan saja untuk melakukan pekerjaan lain, sedangkan bupati, bupati yang berkuasa, tetap berada di sana. Lagi pula, ada begitu banyak cara untuk merampas harta benda orang miskin yang tidak tahu apa-apa. Jika seorang mantri 25 berkata kepadanya bahwa bupati menginginkan kuda miliknya, hewan yang diinginkan itu akan segera bisa ditemukan di istal bupati; tapi ini bukan berarti bupati itu tidak bermaksud membayar dengan harga tinggi di lain kesempatan. Jika ratusan orang bekerja di ladang seorang pejabat tanpa mendapat bayaran, ini bukanlah bukti bahwa pejabat itu menyuruh mereka berbuat
~109~ begitu demi kepentingannya. Mungkin saja dia bermaksud memberi mereka hasil panenan, setelah memperhitungkan dengan murah hati bahwa ladangnya jauh lebih subur daripada ladang mereka; dan bukankah itu imbalan yang jauh lebih besar untuk pekerjaan mereka"
Lagi pula, di mana pejabat Eropa itu bisa memperoleh saksi yang berani memberikan bukti untuk melawan tuan mereka, sang bupati" Dan, seandainya pejabat pemerintah tetap melancarkan tuduhan tanpa bisa membuktikannya, bukankah dia melanggar posisi sebagai kakak jika kasus semacam itu bisa menyinggung kehormatan adiknya" Lalu, di manakah dia akan memperoleh bantuan dari pemerintah, yang menafkahinya atas pekerjaannya, tapi yang akan mengambil kembali nafkah itu darinya, lalu memecatnya dengan alasan ketidakmampuan, seandainya dia menuduh secara serampangan seseorang yang berkedudukan setinggi adipati atau pangeran "
25 Mantri= pelayan tingkat tinggi biasanya pengawas gedung kantor dan pertanian.
Tidak, tidak, tugas itu sama sekali tak mudah! Ini
~110~ bisa dibuktikan berdasarkan fakta yang tampak jelas bagi semua orang bahwa setiap pejabat pribumi melangkah terlalu jauh dari batas pemanfaatan tenaga dan harta benda secara sah; bahwa semua asisten residen bersumpah menentang hal ini, akan tetapi jarang sekali seorang bupati dituduh menyalahgunakan kekuasaan atau bertindak sewenang-wenang.
Tampaknya memang ada kesulitan yang tak tertanggulangi untuk mempertahankan sumpah Melindungi Penduduk Pribumi dari Pemerasan dan Tirani .[]
~111~ Bab 6 [KELANJUTAN KOMPOSISI STERN] ENGAWAS Verbrugge adalah lelaki yang baik. Ketika kau melihatnya duduk di sana memakai jas panjang biru berbordir ranting pohon ek dan jeruk di bagian kerah dan pergelangan, kau tidak akan bisa menemukan tipe lelaki Belanda yang lebih baik darinya di Hindia yang, omong-omong, sangat berbeda dengan orang Belanda di Belanda sendiri. Lamban ketika tidak ada yang harus dikerjakan; jauh dari kecerewetan yang di Eropa disalahmengertikan sebagai keantusiasan, tapi bersemangat ketika ada urusan yang memerlukan perhatiannya. Sederhana, tapi bersikap hangat terhadap mereka yang berada di sekitarnya; komunikatif, gemar membantu dan ramah; sangat sopan, tapi tidak kaku; mudah menerima kesan yang baik; jujur dan tulus tanpa berharap menjadi
~112~ martir untuk sifat-sifat ini pendeknya, dia seorang lelaki yang konon bisa membuat dirinya merasa nyaman di mana saja, tapi tanpa membuat siapa pun menganggapnya sebagai orang penting kehormatan yang sesungguhnya tidak diinginkannya.
Dia duduk di tengah pendopo, di dekat meja bertaplak putih yang dipenuhi hidangan lezat. Beberapa kali, dengan agak tidak sabar dan gaya bertanya seperti kakak Nyonya Janggut Biru 26 . Dia bertanya kepada mandor [yaitu kepala polisi dan opas kantor asisten residen] apakah dia sudah melihat sesuatu. Lalu, Verbrugge bang-kit berdiri, berupaya dengan sia-sia untuk menggemerencingkan taji sepatunya di lantai lempung keras pendopo, menyalakan cerutu, lalu kembali duduk.
Dia sedikit bicara, tapi seharusnya bisa bicara lebih banyak karena dia tidak sedang sendirian. Yang kumaksud bukanlah dua puluh atau tiga puluh pelayan Jawa, mantri , serta opas yang berjongkok di tanah di pendopo, juga bukan sejumlah orang yang berlarian keluar masuk tanpa henti, juga bukan mereka yang berkedudukan berbeda-beda dan sedang memegangi atau menunggangi kuda di luar, tetapi Bupati Lebak itu sendiri, Raden Adipati Karta Natanegara yang sedang duduk menghadap Verbrugge.
~113~ Menunggu selalu menjemukan: seperempat jam seakan satu jam, satu jam seakan setengah hari, dan seterusnya. Seharusnya Verbrugge bisa lebih banyak bicara. Bupati Lebak adalah seorang lelaki tua cerdas yang bisa membahas banyak hal dengan bijak dan masuk akal. Seseorang hanya perlu memandangnya untuk meyakini bahwa sebagian besar orang Eropa yang berhubungan dengannya akan lebih banyak belajar darinya dibandingkan dengan yang sebaliknya. Mata gelap jernih Bupati itu berlawanan kilaunya dengan kelelahan di wajah dan ram-but kelabunya. Perkataannya pada umumnya telah dipertimbangkan dengan baik, sesuatu yang sesungguhnya umum di antara orang Timur terpelajar; dan, jika bercakapcakap dengannya, kau akan merasa seakan harus menganggap kata-katanya sebagai catatan yang salinannya tersimpan dalam arsip, untuk dipakai kembali jika perlu. Ini mungkin tidak menyenangkan bagi orang yang tidak terbiasa bercakap-cakap dengan pembesar Jawa, tapi sangatlah mudah untuk menghindari semua topik yang kemungkinan bisa menjadi batu sandungan dalam percakapan, karena mereka tidak akan pernah mengubah arah percakapan secara mendadak; ini dianggap bertentangan dengan kesopanan menurut gagasan Timur. Jadi, semua orang
~114~ yang punya alasan untuk menghindari topik percakapan tertentu hanya perlu bicara mengenai halhal yang tidak penting, dan pembesar Jawa itu pasti tidak akan dengan mengubah percakapan secara tidak dikehendaki menggiringnya ke topik yang tidak ingin dibahasnya itu.
26 Janggut Biru: Tokoh dongeng dari Prancis.
Ada juga pendapat berbeda mengenai cara menghadapi para pejabat ini. Menurutku hanya ketulusan yang perlu diutamakan, tanpa harus mengupayakan kebijaksanaan diplomatis. Bagaimanapun, Verbrugge memulai percakapan mengenai cuaca dan hujan.
Ya, Tuan Pengawas, ini musim hujan. Nah, Verbrugge sangat mengetahui hal ini, karena saat itu Januari, tapi Bupati juga memahami apa yang dikatakan Verbrugge mengenai hujan. Lalu, sekali lagi muncul keheningan. Dengan gerakan kepala yang nyaris tidak terlihat, Bupati memanggil salah seorang pelayan yang berjongkok di pintu masuk pendopo. Seorang bocah laki-laki yang berpakaian menawan dalam jaket beledu biru dan celana panjang putih, dengan sabuk emas yang menahan sarung di pinggang dan ikat kepala cantik di atas kepala, dengan mata
~115~ yang mengintip nakal merayap sambil berjongkok menuju kaki Bupati, lalu meletakkan kotak emas berisikan sirih, kapur, pinang, gambir, dan tembakau, menghaturkan sembah dengan mengangkat kedua tangan yang disatukan di atas kening sambil membungkuk rendah, lalu menawarkan kotak berharga itu kepada majikannya.
Jalanan akan sangat sulit ditempuh setelah begitu banyak hujan, ujar Bupati, seakan untuk menjelaskan keheningan panjang itu, sambil mengolesi daun sirih dengan kapur.
Di Pandeglang jalanannya tidak begitu buruk, jawab Verbrugge yang, kecuali jika dia ingin menyinggung sesuatu yang tidak menyenangkan, jelas bersikap sedikit kurang peka dengan memberikan jawaban itu. Dia seharusnya mempertimbangkan bahwa Bupati Lebak tidak suka mendengar jalanan di Pandeglang dipuji, walaupun keadaannya memang jauh lebih baik daripada jalan-jalan di Lebak.
Adipati tidak melakukan kesalahan dengan menjawab terlalu cepat. Abdi kecil tadi sudah kembali merayap sambil berjongkok ke pintu masuk pendopo, tempatnya berada bersama teman-temannya. Bupati memerahkan bibir dan beberapa giginya yang tersisa dengan cairan sirih, lalu berkata
~116~ Ya, Pandeglang lebih padat penduduknya. Bagi orang yang mengenal Bupati dan Pengawas itu, yang sudah mengetahui keadaan Lebak, akan sangat jelas bahwa percakapan itu telah berubah menjadi pertengkaran. Sindiran terhadap keadaan jalanan yang lebih baik di provinsi yang bersebelahan tampaknya akibat dari upaya sia-sia untuk memperbaiki jalan-jalan di Lebak. Namun, Bupati benar ketika mengatakan bahwa Pandeglang lebih padat penduduknya, terutama jika dibandingkan dengan luas permukaannya yang jauh lebih kecil, sehingga tentu saja penyatuan kekuatan untuk mengerjakan jalan-jalan besar di sana jauh lebih mudah daripada di Lebak, provinsi yang hanya berpenduduk tujuh puluh ribu orang dengan luas permukaan beberapa ratus kilometer.
Itu benar, kata Verbrugge, penduduk kita tidak banyak, tapi
Adipati memandangnya, seakan menanti serangan. Dia tahu kalau tapi bisa diikuti oleh sesuatu yang tidak menyenangkan untuk didengar olehnya, yang sudah menjadi Bupati Lebak selama tiga puluh tahun. Verbrugge ingin mengakhiri percakapan itu, dengan kembali bertanya kepada mandor apakah dia melihat ada yang datang.
~117~ Saya belum melihat sesuatu pun dari arah Pandeglang, Tuan Pengawas. Tapi di sebelah sana, ada seorang penunggang kuda itu Komandan.
Tentu saja, Dongso! ujar Verbrugge sambil melongok ke luar, Dia berburu di sekitar sini. Pagipagi tadi, dia sudah berangkat hai! Duclari Duclari
Beliau mendengar Anda, Pak. Beliau datang kemari. Bocah laki-laki pembantunya berkuda di belakangnya.
Pegangi kuda Komandan! perintah Tuan Verbrugge kepada salah seorang pelayan. Selamat pagi, Duclari! Kau kehujanan" hewan apa yang kau buru" Masuklah & .
Seorang lelaki bertubuh kuat berusia sekitar tiga puluh tahun dan berpenampilan seperti militer walaupun sama sekali tidak terlihat mengenakan seragam memasuki pendopo. Itu Letnan Duclari, Komandan garnisun kecil di Rangkas Bitung. Dia dan Verbrugge bersahabat, karena Duclari pernah tinggal selama beberapa waktu di rumah Verbrugge ketika menunggu penyelesaian sebuah benteng baru. Duclari menjabat tangan Verbrugge, memberi hormat dengan sopan kepada Bupati, lalu duduk sambil bertanya, Kau punya apa di sini"
~118~ Mau teh, Duclari" Jelas tidak. Aku sudah kepanasan. Kau punya air kelapa" Itu menyegarkan.
Jangan air kelapa. Jika seseorang kepanasan, menurutku air kelapa sangat tidak menyehatkan; membuat tubuhmu kaku dan pegal. Lihatlah kuli-kuli yang mengangkut beban berat melewati pegunungan. Mereka menjaga kebugaran dan kelenturan tubuh dengan minum air panas atau kopi daun tapi teh jahe lebih baik lagi
Apa" Kopi daun" Teh dari daun kopi" Aku tidak pernah melihatnya.
Karena kau belum pernah bertugas di Sumatra. Di sana itu biasa.
Kalau begitu, teh saja tapi bukan dari daun kopi atau dari jahe. Jadi, kau pernah di Sumatra begitu juga Asisten Residen baru itu, bukan"
Semuanya ini diucapkan dalam bahasa Belanda yang tidak dipahami oleh Bupati. Entah Duclari merasa tidak sopan mengecualikan Bupati dari percakapan dengan cara ini, atau dia hendak membicarakan hal lain, mendadak dia mulai berbahasa Melayu dengan Bupati.
Apakah Adipati tahu bahwa Pengawas mengenal Asisten Residen baru ini"
~119~ Tidak, saya tidak bilang begitu. Saya tidak mengenalnya, ujar Verbrugge dalam bahasa Melayu. Saya belum pernah berjumpa dengannya. Dia bertugas di Sumatra beberapa tahun sebelum saya. Saya hanya mengatakan bahwa saya telah mendengar banyak hal mengenai dirinya di sana.
Wah, itu sama saja. Tidaklah perlu berjumpa dengan seseorang untuk mengenalnya. Apa pendapat Adipati mengenai dia"
Saat itu Adipati hendak memanggil seorang pelayan. Beberapa saat berlalu sebelum dia bisa menjawab, Saya setuju dengan Komandan, tapi sering kali perlu juga berjumpa dengan seseorang sebelum Anda bisa menilainya.
Secara umum itu mungkin benar, lanjut Duclari dalam bahasa Belanda, entah karena dia lebih mengenal bahasa itu dan menganggap dirinya sudah cukup berbasabasi, atau karena dia ingin dipahami oleh Verbrugge saja, itu mungkin benar, secara umum. Tapi, sehubungan dengan Havelaar, kau tidak perlu mengenalnya secara pribadi. Dia tolol. Aku tidak berkata begitu, Duclari.
Tidak, bukan kau yang berkata begitu, tapi aku, setelah semua yang kau ceritakan kepadaku mengenai dirinya. Siapa pun yang melompat ke dalam air untuk
~120~ menyelamatkan seekor anjing dari segerombolan hiu, kuanggap orang tolol.
Ya, itu konyol, tapi Dan, ingatlah epigramnya mengenai Jenderal van Damme. Itu tidak pantas.
Itu menggelikan Ya, tapi seorang pemuda tidak boleh menertawakan seorang jenderal.
Kau harus ingat bahwa waktu itu dia masih sangat muda empat belas tahun yang lalu usianya baru dua puluh tahun.
Lalu, kalkun yang dicurinya"
Itu dilakukannya untuk menjengkelkan Jenderal. Tepat sekali. Seorang pemuda tidak boleh menjengkelkan seorang jenderal, terutama yang menjadi gubernur sipil sekaligus atasannya. Menurutku epigram itu sangat lucu; tapi sekali lagi, duel itu
Pada umumnya dia melakukan itu demi orang lain; dia selalu membela orang lemah.
Wah, biarlah setiap orang bertarung untuk dirinya sendiri, jika dia memang harus bertarung. Menurutku duel jarang diperlukan; aku harus menerimanya jika perlu, tapi jika dijadikan kebiasaan aku lebih suka tidak melakukannya.
~121~ Kuharap dia sudah berubah dalam hal ini
Pasti, tidak diragukan lagi. Kini, dia sudah jauh lebih tua, sudah lama menikah, juga seorang asisten residen. Lagi pula, aku selalu mendengar kalau hatinya baik dan dia sangat mencintai keadilan.
Kalau begitu, dia cocok sekali untuk Lebak. Pagi ini terjadi sesuatu yang menurutmu Bupati memahami kita"
Kurasa tidak. Tunjukkan saja sesuatu dari tas berburumu, maka dia akan mengira kita sedang membicarakan itu.
Duclari mengambil tasnya, mengeluarkan dua ayam hutan dan, sambil meraba-raba hasil buruannya itu seakan sedang bicara mengenai perburuan, dia menyampaikan kepada Verbrugge bahwa dia tadi dibuntuti oleh seorang Jawa yang bertanya apakah dia bisa berbuat sesuatu untuk meringankan tekanan yang diderita oleh penduduk.
Dan, lanjutnya, itu banyak artinya, Verbrugge! Bukannya fakta itu menakjubkanku; aku sudah cukup lama berada di Keresidenan Banten untuk tahu apa yang terjadi di sana. Namun yang mengejutkanku, mengapa orang Jawa biasa, yang pada umumnya sangat berhati-hati dan segan jika menyangkut para pemimpinnya, mengucapkan permohonan semacam itu
~122~ kepada seseorang yang sama sekali tidak berhubungan dengan masalahnya.
Dan apa jawabanmu, Duclari"
Wah, kujawab bahwa itu bukan urusanku. Dia harus pergi menemuimu, atau Asisten Residen yang baru itu ketika dia sudah tiba di Rangkas Bitung, dan menyampaikan keluhannya.
Itu mereka datang, ujar opas Dongso, si pelayan secara mendadak. Saya melihat seorang mantri melambai-lambaikan caping.
Semua berdiri. Duclari menunggangi kudanya dan pergi, diikuti oleh pelayannya. Dia tidak ingin terlihat seakan datang ke perbatasan untuk menyambut Asisten Residen yang berkedudukan lebih tinggi daripadanya, tapi bukan atasannya, dan yang juga orang tolol.
Adipati dan Verbrugge, yang berdiri di pintu masuk pendopo, melihat sebuah kereta pelancong mendekat, ditarik oleh empat ekor kuda. Kereta berlapis lumpur itu segera berhenti di dekat bangunan bambu kecil itu.
Akan sangat sulit menebak apa yang ada di kereta, sebelum Dongso dengan bantuan bocah-bocah pelari dan sejumlah besar pelayan dari istana Bupati melepaskan semua tali pengikat dan kancing penutup
~123~ kulit hitam yang menyelubungi kendaraan itu. Tindakan mereka yang mengingatkanmu pada kehatihatian ketika membawa singa dan macan ke dalam kota di masa lalu, saat kebun binatang masih berupa pertunjukan keliling. Kini tidak ada singa atau macan di dalam kendaraan itu; kereta ditutup dengan cara seperti itu karena saat itu monsoon 27 barat, sehingga diperlukan persiapan kalau-kalau hujan.
Nah, keluar dari kereta setelah terguncangguncang untuk waktu yang lama di sepanjang perjalanan tidaklah semudah seperti yang dibayangkan oleh orang yang belum pernah atau jarang bepergian. Kasusnya hampir menyerupai reptil zaman Antediluvian, yang pada akhirnya menjadi bagian tak terpisahkan dari tanah lempung karena terlalu lama bertahan di sana, padahal semula mereka tidak bermaksud untuk tetap berada di sana. Begitu juga dengan para pelancong yang sudah kelamaan duduk dan terkurung di dalam kereta pelancong. Terjadilah sesuatu yang kuusulkan untuk disebut asimilasi. Pada akhirnya, orang nyaris tidak bisa memisahkan bantalan kulit itu dengan dirinya sendiri. Ya, menurutku orang bahkan akan menderita sakit gigi atau kram dalam posisi semacam itu, dan salah mengartikannya sebagai ngengat dalam pakaian, atau
~124~ salah mengartikan ngengat dalam pakaian sebagai sakit gigi atau kram.
***** Hanya ada beberapa keadaan di dunia materi ini yang tidak memberi kesempatan kepada seorang pemikir untuk melakukan pengamatan secara cerdas, sehingga aku se-ring kali bertanya kepada diriku sendiri apakah banyaknya kesalahan yang sudah kita anggap lumrah, banyaknya ketidakadilan yang kita pikir benar, berasal dari fakta bahwa kita telah kelamaan duduk dengan teman yang sama di dalam kereta pelancong yang sama. Kaki yang harus kau letakkan di sebelah kiri, di antara kotak topi dan keranjang ceri kecil; lutut yang kau tekankan pada pintu kereta agar tidak membuat perempuan di seberangmu berpikir kau hendak mengusik atau kesuciannya; kaki kapalan yang sangat ngeri terhadap tumit pelancong komersial di dekatmu; leher yang harus kau miringkan begitu lama ke kiri karena hujan menerobos masuk dari sisi kanan; semuanya ini pada akhirnya akan sedikit menimbulkan ketidaknyamanan. Kurasa baik sekali untuk sesekali bertukar kereta, kursi, dan teman seperjalanan sehingga kau bisa memiringkan leher ke arah lain, terkadang bisa menggerakkan lutut, dan mungkin di dekatmu ada perempuan muda bersepatu dansa atau
~125~ bocah laki-laki kecil yang kakinya tidak menyentuh lantai kereta. Maka kau punya peluang lebih baik untuk melihat-lihat dan berjalan lurus, begitu tanah padat berada di bawah kakimu.
27 Musim hujan. Aku tidak tahu apakah di dalam kereta yang berhenti di depan pendopo itu ada sesuatu yang berlawanan dengan pemutusan kesinambungan itu; tapi jelas perlu waktu beberapa saat sebelum ada yang muncul dari dalamnya.
Tampaknya terjadi kesulitan bersopan santun, jika dinilai dari kata-kata: Silakan, Madam! dan Residen! Bagaimanapun, seorang lelaki akhirnya melangkah ke luar dengan sikap dan penampilan yang mungkin sedikit mengingatkanmu pada reptil yang tadi kusebutkan. Karena setelah ini, kita akan berjumpa kembali dengannya. Akan langsung kuceritakan bahwa kekakuan sikap lelaki itu bukan hanya karena baru naik kereta pelancong dalam waktu lama. Tanpa kereta, dia tetap memperlihatkan ketenangan, kelambanan, dan kehati-hatian yang akan dicemburui oleh banyak reptil, dan yang di mata banyak orang akan dianggap sebagai tanda-tanda ketenangan,
~126~ kesabaran, dan kebijakan. Lelaki itu menyerupai sebagian besar orang Eropa di Hindia, yaitu sangat pucat, walaupun itu sama sekali tidak dianggap sebagai tanda kurang sehat di daerah ini. Raut wajahnya halus, jelas membuktikan adanya perkembangan intelektual. Namun, ada sesuatu yang dingin dalam tatapannya, sesuatu yang mengingatkanmu pada tabel logaritma; dan, walaupun penampilannya secara keseluruhan menyenangkan atau tidak menjijikkan, mau tak mau, orang akan berpikir bahwa hidung sangat besar dan runcing di wajahnya merasa jengkel karena hanya ada sedikit keriuhan di sana.
Dengan sopan, lelaki itu mengulurkan tangan untuk membantu seorang perempuan turun dari kereta. Dan, setelah dia menerima seorang anak bocah laki-laki berkulit putih berusia sekitar tiga tahun dari tangan seorang lelaki yang masih berada di dalam kereta, mereka memasuki pendopo. Lalu, lelaki terakhir itu turun. Dan, siapa pun yang mengenal Jawa akan langsung mengamati bahwa lelaki itu menunggu di pintu kereta untuk membantu seorang babu (pengasuh) Jawa tua turun. Tiga pelayan sudah keluar dari kabin kulit tambahan yang dilekatkan di belakang kereta bagaikan tiram muda yang menempel pada tiram tua.
~127~ Lelaki yang pertama kali turun sudah mengulurkan tangan kepada Bupati dan Pengawas Verbrugge, yang menerimanya dengan hormat. Dan, dari sikap mereka, kau bisa melihat bahwa mereka menyadari kehadiran orang penting. Lelaki itu Residen Banten, provinsi besar yang di dalamnya mencakup Distrik Lebak sebuah wilayah yang dalam bahasa resminya disebut Asisten Keresidenan.
Ketika membaca karya fiksi, aku sering kali merasa tersinggung karena penulisnya hanya sedikit menghormati selera publik, terutama ketika menceritakan sesuatu yang konyol atau menggelikan. Seseorang yang tidak memahami bahasa tertentu, atau setidaknya melafalkan bahasa itu dengan buruk, sengaja ditampilkan kesulitan untuk bicara; orang Sunda ditampilkan melafalkan huruf f sehingga: Pelem pantasi paporit Pina 28 atau Paktorpaktor yang berpungsi sebagai pakta paktual 29 . Sebagai pengganti orang Sunda, dipilih seseorang yang gagap atau diciptakan seseorang yang hobinya mengucapkan dua patah kata secara terus-menerus. Aku pernah menyaksikan kesuksesan pertunjukan campursari konyol karena di dalamnya ada seseorang yang selalu berkata: Namaku Meijer. Kurasa cara melucu seperti itu murahan dan, sejujurnya, aku akan
~128~ marah kalau kau menganggapnya lucu.
28 Jika diucapkan dengan benar akan berbunyi: Film fantasi favorit Fina.
29 Jika diucapkan dengan benar akan berbunyi: Faktor-faktor yang berfungsi sebagai fakta faktual.
Tapi kini, aku sendiri harus menampilkan sesuatu yang seperti itu. Sesekali, aku harus menampilkan seseorang ini akan kulakukan sejarang mungkin yang benar-benar punya gaya bicara, yang membuatku khawatir dituduh berupaya dengan sia-sia untuk membuatmu tertawa. Oleh karena itu, aku harus meyakinkanmu bahwa bukanlah kesalahanku jika Residen Banten yang pembawaannya sangat tenang itu, punya cara sangat ganjil dalam mengekspresikan diri sehingga sulit sekali bagiku untuk menggambarkannya tanpa membuat diriku seakan ingin menghasilkan efek kelucuan melalui tic 30 . Dia bicara seakan di belakang setiap kata ada tanda titik, atau bahkan jeda panjang; dan aku tidak bisa menemukan perbandingan yang lebih baik untuk jeda di antara kata-katanya, selain keheningan yang mengikuti kata Amin setelah doa panjang di gereja; yang, seperti diketahui oleh semua orang, menandakan
~129~ waktu yang tepat untuk batuk atau membuang ingus. Perkataan yang diucapkan oleh Residen Banten itu pada umumnya sudah dipertimbangkan dengan baik dan, seandainya dia bisa membujuk dirinya sendiri untuk menghilangkan jeda-jeda yang tidak tepat itu, setidaknya kalimat-kalimatnya bisa diterima dari sudut pandang retorika. Namun, semua jeda, gagap, dan kemacetan itu sangat melelahkan orang yang mendengarkannya. Sering kali seseorang salah mengerti, pada umumnya, jika kau mulai menjawab karena mengira kalimat Residen itu sudah selesai, dan sisanya terserah pada kecerdikanmu; kata-kata yang tersisa itu muncul bagaikan sisa-sisa tentara yang kalah perang, membuatmu berpikir bahwa kau telah menyelanya gagasan yang selalu tidak menyenangkan.
30 Terjemahan secara harfiah: gerakan otot tak terkendali.
Masyarakat di Serang, setidaknya yang bukan pegawai pemerintah, menyebut gaya bicara Residen Banten itu licik , tapi pegawai pemerintah lebih berhati-hati. Menurutku kata itu sangat tidak menyenangkan, tapi harus kuakui bisa mengekspresikan dengan sangat baik kualitas utama
~130~ kefasihan bicara Residen itu. Hingga saat ini, aku belum bercerita apa-apa mengenai Max Havelaar dan istrinya karena mereka adalah dua orang yang turun dari kereta setelah Residen itu, bersama anak dan babu mereka; dan mungkin cukuplah untuk menyerahkan penjelasan mengenai penampilan dan karakter mereka pada peristiwa-peristiwa yang terjadi dan imajinasimu yang sepantasnya.
Namun, karena kini aku sedang sibuk menjelaskan, akan kukatakan kepadamu bahwa Madam Havelaar tidaklah cantik, tapi ada sesuatu yang menyenangkan dalam cara bicara dan penampilannya. Madam Havelaar menunjukkan dengan sangat jelas, berdasarkan sikap santainya bahwa dia sudah mengenal dunia dan merasa nyaman berada di kalangan atas. Dia tidak memiliki sifat angkuh kalangan terhormat yang ingin selalu istimewa; dan dia tidak begitu memedulikan penampilan seperti kebanyakan perempuan lain. Pakaiannya juga bisa dijadikan contoh kesederhanaan. Baju dari kain muslin putih dengan cordeli"re 31 biru kurasa di Eropa disebut peignoir adalah pakaian bepergiannya. Di lehernya, dia mengenakan tali sutra tipis yang digantungi dua liontin kecil yang tidak terlihat karena tersembunyi dalam lipatan-lipatan
~131~ bajunya. Rambutnya " la Chinoise 32 dengan untaian melati di kondenya. Seperti itulah dandanannya.
Kukatakan bahwa dia tidak cantik, tapi aku tidak ingin kau mengira dia jelek. Kuharap kau akan menganggapnya cantik begitu aku punya kesempatan untuk menunjukkan seperti apa dia, berapi-api penuh kemarahan terhadap apa yang disebutnya sebagai pengabaian kegeniusan ketika menyangkut Max-nya, atau ketika dipenuhi gagasan yang menyangkut kesejahteraan anaknya.
Sudah sering dikatakan bahwa wajah adalah cermin jiwa, sehingga wajah yang kaku tidak merefleksikan sesuatu pun, karena tidak ada jiwa yang direfleksikan di sana. Nah, Madam Havelaar berjiwa mulia, dan seseorang pasti buta jika tidak menganggapnya sangat cantik ketika jiwa itu terbaca di wajahnya.
Havelaar adalah lelaki berusia sekitar tiga puluh lima tahun. Tubuhnya ramping dan gerak-geriknya cekatan. Namun, dengan perkecualian bibir atas yang sangat pendek dan ekspresif, serta bola mata biru pucat besarnya yang seakan menerawang ketika dia sedang dalam keadaan tenang, walaupun memancarkan api ketika dia dipenuhi gagasan besar tidak ada sesuatu pun yang luar biasa dalam
~132~ penampilannya. Rambut pirangnya melekat di sekeliling pelipis dan, jika kau melihatnya untuk pertama kali, aku yakin sekali kau tidak akan bisa menyimpulkan bahwa orang yang berada di hadapanmu itu memiliki kualitas langka sehubungan dengan isi kepala dan hatinya.
31 Tali pinggang. 32 Gaya Cina.
Dia penuh kontradiksi: setajam silet, berhati selembut anak perempuan, dan selalu menjadi yang pertama merasakan luka akibat kata-kata pahitnya sendiri; dan dia lebih menderita daripada mereka yang dilukainya. Dia cepat mengerti, langsung memahami masalah-masalah yang paling rumit, gemar menghibur diri dengan mencari pemecahan atas pertanyaan-pertanyaan sulit, dan bersedia mencurahkan seluruh jerih payah, pikiran, dan tenaganya untuk itu. Namun, dia sering kali tidak memahami hal paling sederhana yang bisa dijelaskan oleh seorang anak kecil kepadanya. Penuh kecintaan terhadap kebenaran dan keadilan, sering kali mengabaikan kewajibankewajiban paling sederhana dan paling dekat untuk memperbaiki ketidakadilan
~133~ yang lebih tinggi, lebih jauh, atau lebih dalam, dan yang mungkin lebih memikat karena upaya perjuangannya yang lebih besar. Dia kesatria dan pemberani; tapi, seperti Don Quixote 33 , dia sering kali menyia-nyiakan keberaniannya untuk melawan kincir angin. Dia terbakar ambisi yang tak kunjung terpuaskan, yang membuatnya memandang semua penghormatan biasa dalam kehidupan sosial sebagai kesia-siaan, tetapi menganggap kebahagiaan terbesarnya adalah kehidupan rumah tangga yang tenang.
33 Tokoh roman karya sastrawan besar Spanyol, Cervantes. Don Quixote adalah tokoh idealis-buta yang tidak mau tahu mengenai kenyataan-kenyataan keras yang ada di sekelilingnya, sehingga tindakan-tindakan yang dilakukannya menggelikan sekaligus menyedihkan. Contohnya, ketika dia menyerbu kincir-kincir angin yang disangkanya raksasa dan ketika dia menyerang sekawanan kambing yang dikiranya sekelompok tentara musuh peny.
Dia seorang penyair dalam pengertian tertinggi kata itu; ketika melihat percik api, dia memimpikan sistem tata surya yang dipenuhinya dengan makhlukmakhluk ciptaannya sendiri, dan merasa seakan dirinya adalah penguasa dunia yang digerakkannya itu. Akan tetapi, dia langsung bisa bercakap-cakap
~134~ mengenai harga beras, aturan-aturan tata bahasa, atau kelebihan ekonomis sistem inkubasi-buatan Mesir. Tidak ada ilmu pengetahuan yang benar-benar asing baginya: dia menebak secara naluriah apa yang tidak diketahuinya, dan memiliki talenta tertinggi dalam menggunakan sedikit pengetahuan yang dimilikinya (semua orang tahu sedikit, dan dia, walaupun tahu lebih banyak daripada beberapa orang lainnya, bukanlah perkecualian dari peraturan ini) dengan cara yang bisa melipatgandakan kadar pengetahuannya. Dia tepat waktu dan teratur, juga sangat penyabar; tapi ini justru karena tepat waktu, keteraturan, dan kesabaran sangatlah sulit baginya. Pikirannya agak liar, lambat, dan berhati-hati dalam menilai masalah, walaupun tampaknya bukan ini kasusnya bagi mereka yang pernah mendengarnya meraih kesimpulan secepat kilat. Gagasan-gagasannya begitu liar untuk dianggap bisa bertahan lama, tapi dia sering kali membuktikan yang sebaliknya. Semua keagungan dan keluhuran memikatnya, tapi dia juga sama sederhana dan naifnya seperti seorang anak.
Dia jujur, terutama ketika kejujuran itu berubah menjadi kedermawanan, dan akan membiarkan utang beratus-ratus tak terbayar karena dia telah mendermakan beribu-ribu. Dia jenaka dan
~135~ menyenangkan ketika merasa kejenakaannya dipahami; jika tidak, dia akan pendiam dan menjemukan. Dia ramah terhadap teman-temannya; pembela orang yang menderita; peka terhadap cinta dan persahabatan; selalu menepati janji; mengalah dalam halhal kecil, tapi seteguh karang ketika dia merasa patut untuk bersusah payah menunjukkan wataknya; rendah hati dan murah hati terhadap mereka yang mengakui keunggulan intelektualnya, tapi menjengkelkan bagi mereka yang ingin menentangnya.
Harga dirinya yang tinggi menjadikannya orang yang jujur, tapi terkadang dia pendiam ketika merasa khawatir
keterusterangannyasalahdipahamisebagaiketidaktahuan; peka terhadap kebahagiaan jasmani maupun ruhani; pemalu dan tidak fasih berbicara ketika merasa tidak dipahami, tapi fasih ketika merasa bahwa katakatanya bagai jatuh di tanah subur; lamban ketika tidak didesak oleh dorongan yang berasal dari jiwanya sendiri, tapi giat dan bersemangat ketika dorongan itu muncul. Selain itu, dia ramah, sopan dalam bersikap, dan perilakunya tidak bercela. Itulah sedikit gambaran mengenai karakter Havelaar.
Kukatakan sedikit karena, jika semua definisi sangatlah sulit untuk dijabarkan, inilah terutama
~136~ kasusnya ketika menjelaskan seseorang yang jauh berbeda dari tipe manusia biasa.
Kurasa ini juga menjadi alasan mengapa penyair romansa pada umumnya menjadikan pahlawan mereka sebagai setan atau malaikat. Hitam dan putih mudah digambarkan, tapi jauh lebih sulit untuk menghasilkan variasi di antara kedua ekstrem ini, ketika kejujuran harus dihargai, dan kedua sisinya tidak berwarna terlalu gelap atau terlalu terang. Kurasa penggambaran yang kuupayakan untuk Havelaar itu sangatlah tidak sempurna. Bahanbahan yang ada di hadapanku sangat luas sifatnya, sehingga menghalangi penilaianku karena kekayaannya yang berlimpah, dan mungkin aku akan kembali mengacu pada penggambaran itu sebagai pelengkap, ketika mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang ingin kuceritakan kepadamu.
Yang pasti, Havelaar adalah lelaki yang tidak biasa dan patut dipelajari dengan saksama. Bahkan, saat ini pun kusadari bahwa aku lupa menyampaikan salah satu sifat utamanya, yaitu dia bisa memahami secara langsung dan cepat sisi konyol sekaligus serius dari segalanya; sifat ganjil yang secara tidak sadar menyajikan semacam humor dalam cara bicaranya, membuat pendengarnya selalu ragu apakah mereka
~137~ tersentuh oleh perasaan mendalam yang ada dalam kata-katanya, atau harus menertawakan kelucuan yang langsung mengganggu keseriusan perkataan itu.
Yang sangat luar biasa, penampilan Havelaar, dan bahkan emosinya, hanya menyisakan sedikit jejak kehidupan masa lalunya.
Menyombongkan pengalaman telah menjadi kekonyolan yang lazim. Ada orang-orang yang hanya mengapung selama lima puluh atau enam puluh tahun di sungai, tapi mengira diri mereka sedang berenang. Walaupun hanya bisa mengatakan bahwa selama itu mereka telah pindah dari Jalan A ke Jalan B; orangorang itu menyombongkan pengalaman mereka, seakan mereka telah melakukan hal besar.
Ada pula orang-orang yang menganggap diri mereka telah mengalami pencobaan hidup secara eksternal, tanpa sama sekali terlihat bahwa kehidupan batin mereka terpengaruh. Aku bisa membayangkan bahwa menyaksikan atau bahkan ikut serta dalam peristiwa-peristiwa penting akan sedikit memengaruhi, atau sama sekali tidak memengaruhi, jiwa beberapa orang. Siapa pun yang meragukan hal ini bisa bertanya kepada diri sendiri apakah semua penduduk Prancis yang berusia empat puluh atau lima puluh tahun pada 1815 bisa dianggap memiliki
~138~ pengalaman" Padahal, mereka semua tidak hanya telah menyaksikan berlangsungnya drama besar yang dimulai pada 1789 34 itu, tapi bahkan memainkan peranan yang bisa dikatakan penting di dalamnya. 34 Permulaan Revolusi Prancis penerj.
Namun sebaliknya, seberapa banyak orang yang mengalami serangkaian pergulatan emosi tanpa terlihat dari luar" Ingatlah Robinson Crusoe ; pemenjaraan Pellico; Picciola yang memikat karya Saintine; perjuangan batin seorang perawan tua yang mencintai seseorang seumur hidupnya tanpa pernah mengungkapkan sedikit pun perasaan hatinya; emosi para filantropis yang, tanpa terlibat secara eksternal dalam jalannya peristiwa-peristiwa, begitu memperhatikan kesejahteraan sesama warga negara atau sesama makhluk, betapa dia silih berganti berharap dan khawatir, betapa dia mengamati setiap perubahan, bersemangat terhadap gagasan mulia, dan berkobar kemarahannya ketika melihat gagasan itu disingkirkan dan diinjak-injak oleh mereka yang, setidaknya selama beberapa waktu, lebih berkuasa daripada gagasan mulia itu.
Ingatlah ahli filsafat, yang berupaya mengajarkan
~139~ arti kebenaran kepada semua orang, walaupun harus mengakui bahwa suaranya ditenggelamkan oleh kemunafikan mendalam atau dukun palsu petualang. Ingatlah Socrates, bukan ketika dia menghabiskan isi cangkir beracun karena di sini aku membicarakan pengalaman pikiran, dan bukan sesuatu yang muncul karena keadaan eksternal betapa sedihjiwanya ketikadia,yangmencintai kebenaran dan kejujuran, mendengar dirinya sendiri disebut perusak kaum muda dan penista dewa-dewa. Atau, lebih baik lagi, ingatlah KRISTUS, yang memandang Jerusalem dengan kesedihan mendalam, dan mengeluh bahwa Jerusalem tidak mengindahkan!
Tangisan kesedihan semacam itu yang melebihi cangkir beracun atau salib bukanlah berasal dari hati yang belum pernah mengalami cobaan. Pasti ada penderitaan pasti ada pengalaman!
Luapan perasaan ini telah lolos dariku, walaupun kini sudah tertulis dan akan tetap bertahan. Havelaar telah mengalami banyak hal. Apakah kau menghendaki, misalnya, sesuatu yang bisa menandingi perpindahan dari Jalan A" Havelaar telah mengalami kehancuran lebih dari satu kali; dia telah mengalami kebakaran, pemberontakan, pembunuhan, perang, duel, kemewahan, kelaparan, kolera, cinta, dan
~140~ mencintai . Dia telah mengunjungi Prancis, Jerman, Belgia, Italia, Swiss, Inggris, Spanyol, Portugal, Rusia, Mesir, Arab, Hindia, Cina, dan Amerika. Sedangkan mengenai cobaan hidup, dia mendapat banyak kesempatan untuk meraih pengalaman itu.
Dia sesungguhnya memang telah mengalami banyak hal, dan tidak melewati kehidupan tanpa menampung begitu banyak kesan yang ditawarkan kepadanya, terbukti dari kecepatan pikiran dan kerentanan jiwanya. Semua orang yang tahu, atau bisa membayangkan seberapa banyak yang pernah dialami atau diderita Havelaar, akan merasa takjub betapa sedikit hal itu terlihat di wajahnya. Jelas ada sesuatu yang menyerupai kelelahan di wajahnya, tapi ini lebih mengingatkanmu pada kedewasaan yang terlalu dini daripada mendekatnya usia tua, karena di Hindia seorang lelaki berusia tiga puluh lima tahun tidak lagi dianggap muda.
Seperti yang sudah kukatakan, emosi Havelaar juga tetap muda. Dia bisa bermain-main dengan anak kecil dan bertingkah laku seperti anak kecil, dan dia sering kali mengeluh bahwa si kecil Max masih terlalu muda untuk menerbangkan layang-layang karena dia, Max besar , sangatlah menyukai permainan itu. Dia bermain lompat kodok dengan
~141~ anak laki-laki, dan suka menggambar pola sulaman untuk anak perempuan; dia bahkan sering mengambil jarum mereka dan mengasyikkan diri dengan pekerjaan itu, walaupun selalu mengatakan bahwa anak perempuan bisa melakukan sesuatu yang lebih baik daripada menghitung jumlah jahitan secara mekanis . Dia menjadi pelajar muda bersama para pemuda berusia delapan belas tahun, gemar menyanyikan Patrian canimus bersama mereka, atau Gaudeamus igitur. Ya, aku bahkan tidak bisa memastikan apakah baru-baru ini, ketika sedang cuti di Amsterdam, dia menurunkan papan iklan yang tidak menyenangkannya karena menggambarkan seorang negro terbelenggu di kaki seorang Eropa yang sedang mengisap pipa panjang, dan tentu saja tulisan di bawahnya berbunyi Saudagar Muda sedang Merokok .
Babu yang tadi dibantu Havelaar ketika turun dari kereta tidaklah berbeda dengan semua babu di Hindia ketika mereka sudah tua. Jika kau mengenal pelayan semacam itu, aku tidak perlu menjelaskan bagaimana penampilannya dan, jika kau tidak tahu, aku tidak bisa menjelaskannya kepadamu. Yang membedakan babu itu dari para pengasuh lainnya di Hindia adalah sedikitnya jumlah pekerjaan, karena
~142~ Madam Havelaar mengurus sendiri anaknya dan melakukan sendiri segala yang harus dilakukan untuk atau dengan si kecil Max, sehingga sangat mengherankan banyak perempuan lain yang merasa tidak pantas untuk bertindak sebagai budak dari anak-anak mereka .[]
~143~ Bab 7 [KELANJUTAN DARI KOMPOSISI STERN] ESIDEN Banten memperkenalkan Bupati dan Pengawas kepada Asisten Residen yang baru. Dengan sopan, Havelaar menyalami kedua pejabat ini; Pengawas (selalu ada sesuatu yang menyakitkan jika bertemu dengan atasan baru) langsung dibuatnya merasa nyaman dengan beberapa kata ramah, seakan Havelaar ingin segera memperkenalkan semacam keakraban yang akan memudahkan hubungan. Pertemuannya dengan Bupati seperti yang seharusnya ketika menghadapi seseorang yang berhak mendapat payung 35 emas, tapi yang dianggapnya juga sebagai adik. Dengan ramah dan serius, dia menegur kesopanan Bupati yang berlebihan, karena telah datang ke perbatasan distriknya dalam cuaca seperti
~144~ itu, walaupun peraturan etiket tidak mengharuskan seorang bupati untuk melakukannya.
Sungguh, Tuan Adipati, saya marah karena Anda telah begitu bersusah payah demi kepentingan saya. Saya pikir, saya baru akan berjumpa dengan Anda di Rangkas Bitung.
35 Payung adalah tanda kehormatan di Timur payung emas adalah yang tertinggi.
Saya ingin bertemu dengan Tuan Asisten Residen sesegera mungkin, jawab Adipati, untuk menjalin pertemanan.
Pasti, pasti, saya merasa terhormat; tapi saya tidak suka melihat seseorang yang berkedudukan setinggi Anda dan berusia seperti Anda terlalu bersusah payah dan menunggangi kuda pula!
Ya, Tuan Asisten Residen! Ketika tugas memanggil, saya masih tetap kuat dan cekatan.
Itu terlalu memaksakan diri. Bukankah begitu, Tuan Residen"
Tuan Adipati sangat Memang, tapi ada batasnya. bersemangat, imbuh Residen.
Memang, tapi ada batasnya. Havelaar harus
~145~ mengulangi perkataannya, seakan untuk menelan ucapan pertamanya tadi. Jika Anda setuju, Residen, kami akan menyediakan tempat di kereta. Babu bisa tetap berada di sini; kami akan mengiriminya tandu dari Rangkas Bitung. Istri saya bisa memangku Max. Begitu bukan, Tine" Ada cukup ruang.
Itu itu sangat Verbrugge, kami akan menyediakan tempat untukmu juga. Aku tidak mengerti
baik, lanjut Residen. Aku tidak mengerti mengapa kau harus menunggangi kuda melewati lumpur secara tidak beralasan. Ada cukup ruang untuk kita semua. Kemudian kita akan bisa saling mengenal begitu bukan, Tine" Sini, Max. Lihat, Verbrugge, bukankah ini bocah kecil yang manis" Ini putraku, Max!
Residen sudah duduk bersama Adipati. Havelaar memanggil Verbrugge untuk bertanya siapa pemilik kuda kelabu berpelana merah itu. Dan, ketika Verbrugge pergi ke pintu masuk pendopo untuk melihat kuda mana yang dimaksudkan, Havelaar meletakkan tangan di bahunya dan bertanya Apakah Bupati selalu begitu penuh perhatian" Dia lelaki yang kuat untuk usianya, Tuan Havelaar, dan Anda pasti mengerti bahwa dia ingin
~146~ memberi Anda kesan yang baik.
Ya, aku mengerti itu. Aku sudah mendengar banyak hal baik mengenainya. Dia lelaki berpendidikan"
Oh, ya Dan keluarganya besar"
Verbrugge memandang Havelaar, seakan tidak memahami transisi itu. Gaya ini sering kali menyulitkan mereka yang tidak mengenal Havelaar. Kecepatan berpikir sering membuat Havelaar menghilangkan beberapa mata rantai dalam penalaran dan, walaupun mata rantai ini berurutan dengan teratur dalam benak-nya, dia tidak bisa menyalahkan mereka yang tidak begitu tanggap atau tidak terbiasa dengan kecepatannya, sehingga menatapnya pada saat seperti itu dengan pertanyaan yang tak terucap di bibir mereka: Apa kau sudah gila" atau Ada masalah apa"
Ekspresi semacam itu muncul di wajah Verbrugge. Dan Havelaar harus mengulangi pertanyaannya, sebelum Pengawas itu menjawab
Ya, keluarganya sangat besar.
Dan apakah mereka membangun masjid-masjid di provinsi" lanjut Havelaar, sekali lagi dengan nada yang, berlawanan dengan kata-katanya, seakan
~147~ mengungkapkan keyakinan mengenai adanya hubungan antara masjid-masjid ini dan keluarga besar Bupati.
Verbrugge menjawab bahwa memang ada banyak tenaga dikerahkan untuk pembangunan masjid-masjid itu.
Ya, ya, persis yang kupikirkan, jawab Havelaar. Dan kini katakan, apakah banyak pajak tanah yang tertunggak"
Ya, seharusnya bisa lebih baik
Tepat sekali, dan yang terutama di Distrik Parang Kujang, imbuh Havelaar, seakan merasa lebih mudah baginya untuk menjawab sendiri pertanyaan itu. Berapa jumlah pajaknya tahun ini" lanjutnya.
Dan Verbrugge bimbang sejenak, seakan mempertimbangkan jawabannya. Havelaar langsung mendahuluinya


Max Havelar Karya Multatuli di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ya, ya, aku sudah tahu enam puluh delapan ribu dan beberapa ratus gulden lima belas ribu lebih banyak daripada tahun kemarin, tapi hanya enam ribu lebih banyak daripada tahun 1845. Semenjak 1843, kita hanya memperoleh peningkatan sebesar delapan ribu dan jumlah penduduknya juga sangat sedikit. Ya, selama dua belas tahun, kita hanya mengalami peningkatan sebesar sebelas persen, bahkan pernyataan ini pun masih perlu dipertanyakan karena
~148~ statistik yang sebelumnya sangat tidak akurat begitu juga statistik yang sebelumnya lagi! Antara 1850 sampai 1851, bahkan terjadi penurunan dan pasar ternak tidak berkembang. Ini pertanda buruk. Astaga! Lihatlah bagaimana kuda itu melompat dan mengangkat kaki belakang. Sini, Max!
Verbrugge menyadari bahwa dirinya tidak perlu banyak mengajari Asisten Residen baru ini, dan dia tidak meragukan adanya peningkatan dari sekadar kenalan biasa di antara mereka, suatu keuntungan yang tidak dikehendaki oleh lelaki baik itu.
Tapi, ini lumrah, lanjut Havelaar seraya meraih Max. Di Cikandi dan Bolang, mereka menyukainya begitu juga para pemberontak di Lampung. Saya mohon kerja samamu, Tuan Verbrugge. Bupati sudah berusia lanjut menantu laki-lakinya masih menjadi kepala distrik" Mengingat segala sesuatunya, kurasa dia adalah lelaki yang patut diistimewakan maksudku Bupati. Aku senang sekali ada begitu banyak kemiskinan di sini aku berharap bisa berada di sini untuk waktu yang lama.
Kemudian Havelaar menjabat tangan Verbrugge, lalu mereka bersama-sama kembali ke meja, tempat Residen, Bupati, dan Madam Havelaar duduk. Lebih dari lima menit yang lalu, Pengawas itu sudah
~149~ memahami bahwa Tuan Havelaar ini bukanlah orang tolol seperti anggapan Komandan. Verbrugge sama sekali bukan orang yang tidak memiliki kecerdasan, dan dia yang mengenal Provinsi Lebak sebanyak yang bisa diketahui dari wilayah luas itu, walaupun tidak ada sesuatu pun yang tertulis mulai merasakan kepastian adanya hubungan tertentu di antara pertanyaan-pertanyaan Havelaar yang seakan tidak berhubungan itu. Dan Asisten Residen baru tersebut, walaupun belum pernah menjejaki provinsi itu, juga mengetahui beberapa hal yang terjadi di sana. Verbrugge memang tidak mengerti mengapa Havelaar merasa senang dengan kemiskinan Lebak, tapi dia menganggap dirinya telah salah mengartikan ungkapan itu. Belakangan, ketika Havelaar sering kali mengulangi perkataan yang sama, dia memahami betapa baik dan mulia rasa senang yang ditunjukkan Havelaar.
Havelaar dan Verbrugge duduk di depan meja dan membicarakan hal-hal remeh sambil minum teh, sampai Dongso masuk dan memberi tahu Residen bahwa kudakuda baru telah dipasang di kereta. Semuanya menempati tempat masing-masing sebisanya di dalam kereta, lalu berangkat. Bicara sangatlah sulit, karena adanya semua guncangan dan
~150~ benturan itu. Max ditenangkan dengan pisang, dipangku oleh ibunya yang tidak mau mengakui kelelahannya ketika Havelaar mengusulkan untuk mengambil alih bocah bertubuh berat itu.
Saat mereka terpaksa harus beristirahat karena kereta terperosok ke dalam lubang lumpur, Verbrugge bertanya kepada Residen apakah dia sudah bicara mengenai Madam Slotering.
Tuan Havelaar sudah mengatakan Tentu saja, Verbrugge, mengapa tidak" Madam Slotering bisa tinggal bersama kami. Aku tidak suka
bahwa dia tidak keberatan, lanjut Residen dengan susah payah.
Aku tidak suka menutup pintu bagi perempuan dengan keadaan semacam itu. Memang sudah sepatutnya, bukan, Tine"
Tine juga berpendapat bahwa itu memang sudah sepatutnya.
Anda punya dua rumah di Rangkas Bitung, ujar Verbrugge, Ada cukup ruang untuk dua keluarga. Tapi, seandainya pun tidak
Saya tidak akan berani Wah, Residen, ujar Madam Havelaar, itu sudah pasti.
~151~ menjanjikan nya, karena itu
Seandainya pun jumlah mereka sepuluh orang, jika mereka ingin tinggal bersama kami sangat merepotkan dan perempuan itu
Tapi, mustahil bepergian pada saat seperti ini, Residen.
Guncangan keras kereta yang baru saja terbebas dari lumpur mengakhiri pernyataan bahwa bepergian sangatlah mustahil bagi Madam Slotering. Seperti biasa, semua orang mengucapkan Oh! setelah guncangan semacam itu.
Max mengambil kembali pisang -nya yang hilang akibat guncangan itu dari pangkuan ibunya, dan perjalanan sudah mendekati lubang lumpur berikutnya ketika Residen bisa menyelesaikan kalimatnya dengan mengimbuhkan seorang wanita pribumi.
Oh, itu tidak ada bedanya, jelas Madam Havelaar.
Residen mengangguk, seakan merasa senang masalah itu terselesaikan. Dan, karena begitu sulit untuk bicara, percakapan berakhir.
Madam Slotering adalah janda Asisten Residen yang sebelumnya, yang meninggal dua bulan lalu. Verbrugge, yang diberi tugas sebagai asisten residen
~152~ ad interim, sebenarnya berhak menempati untuk sementara waktu itu gedung besar yang dibangun di Rangkas Bitung, seperti juga di setiap distrik, untuk kepala pemerintahan. Namun, dia tidak melakukannya, sebagian karena merasa khawatir harus segera pindah lagi, sebagian karena Madam Slotering bersama anakanaknya mungkin akan terus menempati gedung itu. Namun akan ada cukup ruang karena, selain gedung besar untuk Asisten Residen, di pekarangan di dekatnya ada rumah lain yang dulunya punya fungsi yang sama dan, walaupun sudah bobrok, masih sangat layak untuk dihuni.
Madam Slotering telah meminta Residen untuk bicara dengan pengganti suaminya dan meminta izin agar bisa menempati rumah tua itu sampai saat persalinannya beberapa bulan lagi. Inilah permintaan yang dikabulkan dengan begitu mudahnya oleh Havelaar dan istrinya, karena mereka memang sangat ramah.
Residen mengatakan bahwa Madam Slotering adalah seorang wanita pribumi . Ini perlu sedikit penjelasan bagi pembaca yang tidak mengenal Hindia; jika tidak, mereka akan cenderung salah menyimpulkan bahwa Madam Slotering adalah perempuan Jawa.
~153~ Masyarakat Eropa di Hindia dibagi menjadi dua bagian yang berbeda: orang Eropa tulen dan mereka yang, walaupun secara hukum termasuk dalam yurisdiksi yang sama, tidak dilahirkan di Eropa dan sedikit banyak dialiri darah Hindia. Untuk menghormati gagasan mengenai adanya kemanusiaan di Hindia, harus cepat-cepat kuimbuhkan bahwa, walaupun perbedaan di antara dua kelas manusia itu yang di mata orang pribumi sama-sama disebut orang Eropa bisa ditandai dengan jelas dalam pergaulan sosial. Pemisahan ini sama sekali tidak bersifat barbar seperti di Amerika.
Aku tidak mengingkari masih banyaknya ketidakadilan dan keeksklusifan dalam hubungan kedua belah pihak, dan kata liplap 36 sering terdengar di telingaku sebagai bukti betapa orang kulit putih yang bukan liplap sering kali berada sangat jauh dari peradaban yang sesungguhnya. Memang benar bahwa liplap hanya dimasukkan dalam pergaulan melalui perkecualian; dan mereka pada umumnya dianggap jika aku diperbolehkan menggunakan ungkapan yang sangat vulgar tidak berdarah murni ; tapi perkecualian atau pengabaian itu jarang diakui sebagai suatu prinsip. Semua orang bebas memilih teman mereka, dan seseorang tidak bisa disalahkan
~154~ menurut kepatutan Eropa jika memilih untuk bercakapcakap dengan saudara sebangsanya sendiri daripada seseorang yang tidak hanya berkedudukan lebih tinggi atau lebih rendah dalam pergaulan, tapi juga tidak sepaham dalam kesan dan gagasan, atau dan ini mungkin yang terutama prasangkanya menjurus ke arah lain.
36 Julukan di Hindia bagi anak dari seorang Eropa dan seorang pribumi sebagai sindiran terhadap bibir menonjol mereka; liplap= bibir dower.
Liplap punya banyak sifat yang baik, begitu juga orang Eropa. Keduanya juga punya banyak sifat yang buruk. Dengan demikian, mereka sangat serupa. Tapi sifat baik dan buruk yang mereka miliki terlalu jauh berbeda, sehingga secara umum hubungan di antara mereka tidak membawa kepuasan bagi kedua belah pihak. Lagi pula, inilah kesalahan besar pemerintah, liplap sering kali tidak berpendidikan baik. Kini, kita tidak sedang menyelidiki seperti apa orang Eropa yang perkembangan mentalnya dihambat sejak muda; tapi secara umum, jelas bahwa terhambatnya perkembangan mental liplap telah menghalangi kesetaraan mereka dengan orang Eropa. Dan,
~155~ walaupun ada liplap yang jelas lebih unggul daripada orang Eropa tertentu, dia tidak ditonjolkan gara-gara asal-usulnya.
Ini bukan sesuatu yang baru. Ini bagian dari politik William sang Penakluk untuk mengangkat bangsa Normandia yang, paling tidak, berarti melebihi bangsa Saxons yang paling cerdas. Dan semua orang Normandia membaktikan diri untuk semakin mengangkat bangsa Normandia secara umum, terutama demi kepentingan William sendiri, karena dia sering kali akan menjadi orang yang paling tidak berarti tanpa pengaruh dari saudara sebangsanya sebagai pihak yang berkuasa.
Dari hal semacam ini muncullah a priori, batasan yang hanya bisa disingkirkan melalui rancangan liberal filosofis dari pihak pemerintah. Dengan sendirinya, orang Eropa yang menjadi bangsa dominan bisa sangat mudah menyesuaikan diri dengan keunggulan palsu ini.
Namun, sering kali menggelikan mendengar seseorang yang memperoleh pendidikan di salah satu jalanan terkumuh Rotterdam mengolok-olok liplap karena mereka melakukan kesalahan dalam pelafalan dan tata bahasa. Seorang liplap mungkin saja sopan, berpendidikan baik, atau terpelajar contoh~156~ contohnya memang ada sama seperti orang Eropa, yang mungkin berpura-pura sakit agar diturunkan dari kapal tempatnya bekerja mencuci piring, dan kini menjadi kepala maskapai dagang yang memperoleh keuntungan besar dari indigo tahun 1800 sekian, lama sebelum dia punya toko yang menjual daging asap dan senapan berburu. Namun, segera setelah orang Eropa ini mengetahui bahwa liplap berpendidikan terbaik pun mengalami kesulitan untuk membedakan h dan g, dia akan menertawakan ketololan orang yang tidak mengetahui perbedaan antara gek dan hek (tolol dan pagar).
Untuk mencegah orang Eropa tadi menertawakannya, seorang liplap harus tahu bahwa, dalam bahasa Arab dan Melayu, cha dan hha diungkapkan dengan huruf yang sama bahwa Hieronymus menjadi Geronimo dan akhirnya Jerome, dan bahwa kita mengubah Huano menjadi Guano, sedangkan Guild Heaume kita ubah menjadi Huillem atau Willem (William) dalam bahasa Belanda. Namun, ini terlalu sulit bagi seseorang yang memperoleh kekayaan dari perdagangan indigo.
Akan tetapi, orang Eropa seperti itu tidak bisa bercakap-cakap dengan liplap semacam itu. Aku mengerti mengapa Guillaume menjadi
~157~ Willem (William), dan harus mengakui bahwa aku telah berteman dengan banyak liplap, terutama di Kepulauan Maluku atau Kepulauan Rempah, yang mengejutkanku dengan luasnya pengetahuan mereka, dan yang memberiku gagasan bahwa kita, bangsa Eropa, dengan segala keuntungan yang kita miliki, sering kali dan ini bukan hanya sekadar perbandingan jauh lebih terbelakang daripada orang-orang paria malang ini. Mereka harus berjuang dengan inferioritas buatan dan palsu, serta prasangka terhadap warna kulit mereka semenjak dari buaian.
Namun demikian, Madam Slotering benar-benar be-bas dari semua kesalahan dalam bahasa Belanda, karena dia hanya bisa berbahasa Melayu. Kita akan membahasnya lebih jauh nanti, saat minum teh bersama Havelaar, Tine, dan si kecil Max di serambi depan gedung Asisten Residen di Rangkas Bitung tempat mereka akhirnya tiba dengan aman dan selamat setelah mengalami banyak guncangan dan benturan.
Residen, yang hanya ikut untuk melantik Asisten Residen baru itu, mengungkapkan keinginannya untuk pulang ke Serang pada hari itu juga, karena dia
Havelaar mengatakan bahwa dia juga ingin mulai bekerja secepat mungkin.
masih punya banyak pekerjaan untuk
~158~ diselesaikan. Jadi, diatur agar mereka semua bertemu setengah jam lagi di serambi depan tempat kediaman Bupati. Verbrugge sudah siap untuk ini. Berhari-hari yang lalu, dia sudah mengundang para kepala distrik, patih 37 , kliwon, jaksa, penagih pajak, dan beberapa mantri dengan kata lain, semua pejabat pribumi yang harus menghadiri upacara itu untuk datang ke ibu kota 38 .
Adipati berpamitan, lalu pulang. Madam Havelaar melihat-lihat rumah barunya dan merasa sangat puas, terutama karena kebunnya begitu luas, dan ini disukainya karena Max perlu banyak berada di udara terbuka. Residen dan Havelaar sudah pergi berganti pakaian, karena pakaian resmi adalah suatu keharusan untuk upacara khidmat semacam itu.
Ratusan orang berkumpul di sekitar rumah, sebagian dari mereka telah mengikuti kereta Residen dengan menunggangi kuda, dan sebagian lainnya adalah anggota rombongan para pejabat yang berkumpul. Semua polisi dan pejabat lainnya berlarian ke sana kemari dengan sibuknya; singkatnya, semua itu menunjukkan bahwa kemonotonan tempat terpencil itu kini telah terpecahkan.
Kereta indah Adipati segera memasuki
~159~ pekarangan. Residen dan Havelaar, dengan pakaian berkilau emas dan perak, tapi dengan gerakan yang agak terhambat oleh pedang mereka sendiri, melangkah memasuki kereta dan berangkat ke gedung Bupati. Di sana, mereka disambut dengan musik gong, gamelan, dan segala jenis instrumen petik.
37 Asisten bupati. Kliwon dan jaksa adalah pejabat pribumi. 38 Ketika
kata ibu kota atau metropolis digunakan, istilah itu berarti kota utama distrik.
Verbrugge, yang sudah mengganti pakaian berlumpurnya, juga sudah tiba. Para pejabat yang berkedudukan lebih rendah menurut adat Timur duduk membentuk lingkaran besar di atas tikar di tanah, dan di ujung jauh serambi panjang itu terdapat sebuah meja. Di sanalah Residen, Adipati, Asisten Residen, Pengawas, dan dua pembesar pribumi duduk. Teh dan makanan kecil disajikan, lalu upacara sederhana itu dimulai.
Residen berdiri dan membacakan Dekrit Gubernur Jenderal yang mengangkat Tuan Max Havelaar sebagai Asisten Residen Banten Kidul (Banten Selatan), sebutan orang pribumi untuk Lebak. Lalu, dia mengambil dokumen resmi berisikan sumpah yang
~160~ harus diucapkan oleh mereka yang memulai suatu pekerjaan secara umum, menyatakan pengangkatan atau promosi sebagai; kandidat belum pernah menjanjikan atau memberikan sesuatu kepada siapa pun, dan akan tunduk serta setia kepada Yang Mulia Raja Belanda, mematuhi Perwakilan Yang Mulia di seluruh Hindia. Dia akan mematuhi sepenuhnya dan mengawasi kepatuhan hukum dan dekrit yang dikeluarkan atau akan dikeluarkan, dan dalam segala hal akan bertindak sebagai (di sini Asisten Residen) yang baik .
Tentu saja, ini diakhiri dengan ungkapan suci: Semoga Tuhan yang Mahakuasa berkenan membantu.
Havelaar mengulangi kata-kata sumpah yang dibacakan kepadanya. Janji untuk melindungi penduduk pribumi dari penindasan dan pemerasan harus dianggap tercakup di dalamnya. Karena, setelah bersumpah akan mempertahankan semua hukum dan peraturan yang berlaku, kau hanya perlu melaksanakan hal itu, dan akan menganggap sumpah khusus terlalu berlebihan. Namun, tampaknya para pembuat undangundang menganggap kelebihan kata-kata indah tidak ada salahnya, karena mereka merancang sumpah khusus untuk Asisten Residen. Di sana, kewajiban itu
~161~ sekali lagi diungkapkan dengan jelas, dan sekali lagi, Havelaar bersumpah dengan saksi Tuhan yang Mahakuasa bahwa dia akan melindungi penduduk pribumi terhadap penindasan, perlakuan buruk, dan pemerasan .
Pengamat yang baik akan merasa perlu untuk mengomentari perbedaan dalam nada suara serta sikap antara Residen dan Havelaar dalam peristiwa ini. Keduanya sudah sering menghadiri upacara khidmat semacam itu. Oleh karena itu, perbedaan yang kumaksud bukanlah karena mereka bisa dikatakan terkesan oleh pemandangan yang baru dan tidak lazim itu, melainkan hanyalah karena karakter keduanya yang sangat berbeda. Memang benar bahwa Residen bicara lebih cepat daripada yang biasa dilakukannya, karena dia hanya perlu membaca dekrit dan sumpah, sehingga tidak perlu mencari katakata terakhir yang hendak diucapkannya. Tapi tetap saja semuanya berlangsung dengan kekhidmatan dan keseriusan yang pasti menginspirasi pengamat berotak dangkal dengan gagasan tinggi bahwa Residen menganggap masalah itu sangatlah penting.
Sebaliknya, Havelaar menunjukkan semacam ketenangan dalam suara dan sikapnya ketika mengulangi sumpah itu dengan jari tangan teracung,
~162~ seakan hendak berkata, Tentu saja, aku bersedia melakukan hal itu, tanpa adanya sumpah apa pun . Siapa pun yang punya pengetahuan mengenai manusia akan lebih memercayai kebebasan Havelaar dari segala paksaan daripada ketenangan Residen. Bukankah konyol untuk menganggap orang yang pekerjaannya menegakkan keadilan, orang yang memikul tanggung jawab kesejahteraan atau kemalangan ribuan jiwa, akan merasa dirinya terikat oleh beberapa bunyi yang diucapkan, seandainya hatinya tidak terpanggil untuk melakukan hal itu tanpa adanya semua bunyi tadi"
Kita percaya Havelaar akan melindungi semua orang miskin dan tertindas yang ditemuinya, seandainya pun dia berjanji yang sebaliknya kepada Tuhan yang Mahakuasa .
Kemudian menyusul pidato Residen yang ditujukan kepada para pejabat, untuk memperkenalkan mereka kepada Asisten Residen sebagai tuan-tertinggi di distrik itu, dan meminta mereka untuk mematuhinya, untuk melakukan kewajiban-kewajiban mereka sepenuhnya, dan halhal lainnya semacam itu. Selanjutnya, pejabat-pejabat itu diperkenalkan satu per satu kepada Havelaar yang menjabat tangan mereka satu per satu dan upacara pelantikan itu
~163~ berakhir. ***** Makan siang disajikan di rumah Adipati, dan Komandan Duclari berada di antara tamu-tamu. Begitu makan siang selesai, Residen, yang ingin berada di Serang malam itu juga, karena dia punya begitu banyak urusan , kembali memasuki kereta pelancongnya, dan Rangkas Bitung segera kembali menjadi sesunyi seperti yang bisa diharapkan dari sebuah kota kecil di Jawa: hanya dihuni oleh beberapa orang Eropa, lagi pula jauh dari jalan raya.
Duclari dan Havelaar segera berteman akrab; Adipati tampak sangat puas dengan kakaknya ; dan belakangan, Verbrugge mengatakan bahwa Residen, yang ditemaninya di sebagian perjalanan ke Serang, juga bicara sangat baik mengenai keluarga Havelaar yang, dalam perjalanan mereka ke Lebak, telah menginap berhari-hari di rumahnya. Menurut Verbrugge sangat mudah untuk meramalkan bahwa Havelaar, yang sangat dihargai oleh pemerintah, kemungkinan besar akan segera mendapat jabatan yang lebih tinggi.
Max dan Tine-nya baru saja kembali dari perjalanan ke Eropa, dan merasa lelah dengan apa yang pernah kudengar telah dijelaskan oleh mereka
~164~ dengan gembira sebagai kehidupan di dalam koper . Oleh karena itu, mereka senang sekali bisa menetap pada akhirnya setelah sering berpindah-pindah di sebuah tempat yang nyaman bagi mereka.
Sebelum perjalanan ke Eropa, Havelaar menjadi Asisten Residen di Ambon. Di sana, dia harus berjuang menghadapi banyak kesulitan karena penduduk pulau itu sedang bergolak dan memberontak akibat banyaknya tindakan buruk yang dilakukan belakangan ini. Dengan susah payah, Havelaar berhasil meredam semangat perlawanan itu, tapi merasa jengkel dengan sedikitnya bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepadanya, dan merasa sedih melihat pemerintahan buruk yang sudah berabadabad mengurangi jumlah penduduk dan merusak Kepulauan Maluku yang indah (Seandainya memungkinkan, pembaca harus berupaya membaca apa yang ditulis mengenai hal itu oleh Baron van der Capellen pada 1825. Penerbitan karya filantropis itu bisa ditemukan dalam semua surat kabar resmi Hindia pada tahun tersebut, dan keadaannya belum bertambah baik semenjak itu.). Karena kesedihannya memikirkan semua ini, Havelaar jatuh sakit, dan ini mendorongnya untuk pergi ke Eropa.
Sebenarnya dia berhak memperoleh pilihan yang
~165~ lebih baik daripada Distrik Lebak yang miskin dan tidak produktif itu, karena kedudukannya di Ambon lebih penting dan, tanpa adanya Asisten Residen sebagai atasan, di sana dia menangani sendiri semua urusan. Lagi pula, jauh sebelum dia pergi ke Ambon, terdengar desas-desus bahwa dia akan diangkat sebagai residen. Oleh karena itu, banyak yang terkejut ketika Havelaar mendapat distrik yang hanya memberinya begitu sedikit pendapatan, karena banyak orang menilai pentingnya suatu kedudukan berdasarkan pendapatan yang diperolehnya. Namun, Havelaar sendiri tidak mengeluh soal itu. Ambisinya bukanlah mengemis-ngemis untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi atau uang yang lebih banyak.
Namun, hal terakhir ini mungkin berguna baginya, karena dalam perjalanannya ke Eropa, dia telah menghabiskan sedikit uang yang ditabungnya pada tahun-tahun sebelumnya; dia bahkan terpaksa meninggalkan utang di sana. Dengan kata lain, dia miskin! Namun, dia tidak pernah menganggap pekerjaannya sebagai sumber pendapatan dan, ketika ditugaskan di Lebak, dengan senang hati dia bermaksud membayar utang-utangnya dengan berhemat; dan istrinya, yang juga sederhana dalam
~166~ selera dan kebutuhan, mendukungnya dengan rela.
Namun, berhemat adalah hal yang sulit bagi Havelaar. Dia sendiri sudah puas apabila kebutuhan mendasar hidupnya terpenuhi; ya, bahkan kurang dari itu. Tapi, jika ada orang lain yang memerlukan bantuan, menolong dan memberi merupakan gairah terbesarnya. Dia sendiri menyadari kelemahannya ini. Dengan segenap akal sehat yang dimilikinya, dia menganggap betapa tidak adilnya dia bertindak menolong seseorang, padahal dirinya sendiri lebih memerlukan pertolongan.
Dia semakin merasakan ketidakadilan ini ketika Tine-nya dan Max, yang sama-sama sangat dicintainya, menderita akibat kemurahan hatinya. Dia sering mencela kebaikan hatinya sebagai kelemahan, kesia-siaan, keinginan untuk dianggap sebagai pangeran yang menyamar. Dia berjanji untuk memperbaiki diri. Akan tetapi, ketika seseorang datang kepadanya sebagai korban kemalangan hidup, dia melupakan segalanya dan menolong orang itu. Namun, dia punya pengalaman pahit akibat dari kebajikannya yang terlalu berlebihan ini. Seminggu sebelum kelahiran si kecil Max, dia tidak punya cukup uang untuk membeli boks bayi bagi anak kesayangannya itu. Dia baru saja mengorbankan
~167~ beberapa perhiasan istrinya untuk menolong seseorang yang jelas keadaannya lebih baik daripada Havelaar sendiri.
Namun, semuanya ini sudah lama terlupakan ketika mereka tiba di Lebak. Dengan tenang dan gembira, mereka menempati rumah itu, tempat mereka kini berharap bisa tinggal selama beberapa waktu . Dengan senang, mereka memesan perabot di Batavia; mereka akan membuat segalanya begitu nyaman dan menyenangkan. Mereka saling menunjukkan tempat mereka sarapan; tempat si Max kecil bermain; tempat perpustakaan diletakkan; tempat Havelaar membacakan kepada Tine apa yang ditulisnya hari itu, karena dia selalu sibuk mengembangkan gagasangagasannya di atas kertas dan, kelak ketika semuanya ini dicetak, Tine mengira orang-orang akan melihat seperti apa Max-nya . Namun, Havelaar tidak pernah menyerahkan sesuatu pun kepada pers, karena adanya perasaan enggan akibat kerendahan hatinya. Setidaknya, dia sendiri tidak tahu cara mengungkapkan keengganan itu, se-lain bertanya kepada mereka yang mendesaknya untuk menerbitkan tulisannya, Apakah kau akan membiarkan putrimu menyusuri jalanan tanpa berpakaian"
~168~ Ini adalah perkataan lain yang membuat orangorang di sekitarnya mengatakan bahwa Havelaar memang aneh , dan aku tidak mengatakan yang sebaliknya. Namun, jika kau mau bersusah payah menginterpretasikan cara bicaranya yang tidak biasa itu, mungkin dalam pertanyaan aneh mengenai gaun gadis itu, kau bisa menemukan teks untuk risalah mengenai kerendahan hati intelektual yang, karena merasa malu dengan pandangan orang-orang lewat yang menjemukan, bersembunyi di balik selubung keengganan seorang gadis.
Ya, mereka akan bahagia di Rangkas Bitung. Havelaar dan Tine-nya! Satu-satunya kekhawatiran yang menekan mereka adalah utang-utang yang mereka tinggalkan di Eropa, ditambah biaya perjalanan kembali ke Hindia yang belum terbayar dan pengisian perabot rumah mereka. Namun, mereka akan hidup dengan setengah, bahkan sepertiga dari pendapatan Havelaar; mungkin dia akan segera diangkat menjadi residen, lalu semuanya akan beres dalam waktu beberapa tahun
Tapi aku akan menyesal, Tine, jika harus meninggalkan Lebak; karena banyak yang harus kulakukan di sini. Kau harus sangat berhemat, Sayangku, dan mungkin kita bisa membayar semuanya,
~169~ bahkan tanpa promosi. Lalu, kuharap aku akan tetap berada di sini untuk waktu yang lama.
Nah, Tine tidak memerlukan dorongan untuk berhemat. Bukan kesalahannya jika penghematan harus dilakukan; tapi dia telah begitu mengidentifikasikan dirinya sendiri dengan Max-nya, sehingga tidak menganggap perkataan ini sebagai teguran, dan itu memang bukan teguran. Havelaar tahu sekali bahwa dia sendiri telah melakukan kekeliruan dengan kemurahan hatinya yang berlebihan, dan kesalahan Tine adalah seandainya dia memang punya kesalahan rasa cinta terhadap Max-nya, yang membuat dia selalu menyetujui segala perbuatan suaminya itu.
Ya, Tine setuju ketika Havelaar mengajak dua perempuan miskin dari Nieuwstraat (Jalan Baru) yang belum pernah meninggalkan Amsterdam dan pergi berjalan-jalan ke Bazar Haarlem, dengan alasan Raja telah memerintahkannya untuk menghibur perempuan-perempuan tua yang berkelakuan baik . Dia setuju ketika Havelaar menghibur anak-anak yatim piatu dari seluruh panti asuhan di Amsterdam dengan kue jahe dan susu almond, serta melimpahi mereka dengan mainan. Dia memahami sepenuhnya ketika Havelaar membayar tagihan hotel keluarga para
~170~ penyanyi miskin yang ingin kembali ke negara mereka, tapi tidak ingin meninggalkan barang-barang mereka, termasuk harpa, biola, dan selo yang mereka perlukan untuk profesi menyedihkan mereka. Dia tidak bisa menolak ketika Havelaar membawa gadis yang menyapanya di jalanan pada malam hari, memberi gadis itu makanan dan penginapan, serta tidak mengucapkan katakata, Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi! sebelum Havelaar memberi gadis itu cukup uang supaya tidak berbuat dosa. Dia setuju ketika Max-nya memboyong piano ke ruang tamu seorang ayah yang didengarnya berkata, Betapa menyesal dirinya dengan kebangkrutannya, karena anak-anak perempuannya tidak punya musik lagi. Dia mengerti sekali ketika Max-nya menebus keluarga budak di Menado yang begitu menderita karena harus naik ke meja pelelangan. Dia menganggap sudah sewajarnya jika Max mengganti kuda-kuda yang telah ditunggangi sampai mati oleh para perwira di Bayonnaise. Dia tidak keberatan ketika Havelaar menyediakan penginapan di Menado dan Ambon untuk semua orang yang selamat dari kapal penangkap paus Amerika yang tenggelam, dan Havelaar sama sekali tidak mau mengirimkan tagihan penginapan itu ke pemerintah Amerika. Dia mengerti mengapa sebagian
~171~ besar perwira kapal perang yang tiba akan menginap di tempat Max, dan rumahnya menjadi pied"terre 39 favorit mereka.
Bukankah Max suami-nya" Bukankah terlalu picik, terlalu pelit, terlalu absurd, untuk mengikat orang yang punya gagasan-gagasan begitu mulia dengan peraturan penghematan yang berlaku bagi orang lain" Lagi pula, walaupun mungkin terkadang ada ketidakseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran, bukankah Max, Max-nya itu, ditakdirkan untuk memiliki karier cemerlang" Bukankah sebentar lagi Havelaar akan menempati posisi yang memungkinkan dia mengikuti gairah mulianya dengan bebas tanpa melampaui pendapatannya" Bukankah Max-nya ditakdirkan untuk menjadi Gubernur Jenderal atau Raja" Wah, bukankah aneh mengapa dia belum menjadi Raja"
Seandainya Tine punya kesalahan, itu adalah perasaan cintanya yang mendalam terhadap Havelaar; dan, terutama di sini, ucapan ini harus diberlakukan: kita harus memaafkan mereka yang mencintai dengan teramat sangat!
39 Penginapan penerj. ~172~ Namun, tidak ada yang harus dimaafkan dari Tine. Tanpa ikut campur dalam gagasan-gagasan berlebihan perempuan itu mengenai Max-nya, sudah tampak cukup jelas bahwa Havelaar punya prospek yang cerah dan, ketika prospek ini terwujud, segala akibat tidak menyenangkan dari kemurahan hatinya akan segera menghilang. Namun, masih ada alasan lain untuk memaafkan kecerobohan Havelaar dan istrinya yang tampak jelas itu.
Di usia muda, Tine kehilangan kedua orangtuanya dan dibesarkan oleh kerabat ayahnya. Saat perkawinannya, kerabat itu mengatakan bahwa Tine punya sedikit kekayaan, yang lalu diserahkan kepadanya. Namun, dari beberapa surat bertanggal lebih awal dan dari beberapa catatan lepas yang disimpan Tine di meja tulis milik ibunya, Havelaar mengetahui bahwa keluarga Tine dulunya sangat kaya; tapi dia tidak tahu di mana atau mengapa kekayaan ini hilang. Tine sendiri, yang tidak pernah tertarik pada masalah keuangan, hanya bisa memberikan sedikit, atau bahkan sama sekali tidak bisa memberikan, informasi mengenai hal ini. Ketika Havelaar mendesaknya untuk memberikan informasi mengenai harta milik keluarganya dulu, dia mengetahui bahwa kakek Tine, Baron van W., telah beremigrasi bersama
~173~ William VI 40 ke Inggris, dan menjadi kapten di ketentaraan Duke of York. Tampaknya, kakek Tine menjalani hidup yang menyenangkan bersama para emigran rumah tangga Stadtholder, dan itulah konon yang menyebabkan penurunan kekayaannya. Dia kemudian terbunuh di Waterloo dalam pertempuran bersama pasukan kavaleri pimpinan Boreel.
40 William, Pangeran Oranye, Stadtholder of the United Provinces, terpaksa meninggalkan negaranya pada 1795 karena revolusi. Dia meninggal di Fulda pada 1806.
Surat-surat ayah Tine, yang saat itu berusia delapan belas tahun, sangat mengharukan untuk dibaca. Sebagai letnan dari pasukan itu, dalam serangan yang sama, dia menerima sabetan pedang di kepala yang mengakibatkan kematiannya delapan tahun kemudian dalam keadaan gila. Surat-surat untuk ibu Tine berisi keluhan betapa dia telah mencari mayat ayahnya di tengah medan pertempuran dengan sia-sia.
Tine ingat Kakek dari pihak ibunya hidup sangat mewah, dan dari beberapa dokumen diketahui bahwa dia memiliki kantor-kantor pos di Swiss dengan cara yang sama seperti sekarang di sebagian besar Jerman
~174~ dan Italia. Cabang pendapatan ini merupakan warisan dari para pangeran pemilik Tour and Taxis. Oleh karena itu, kekayaan besar pasti bisa diharapkan; tapi, karena beberapa penyebab yang benar-benar tidak diketahui, tidak ada atau setidaknya hanya sedikit sekali yang diwariskan kepada generasi kedua.
Havelaar baru mengetahui sedikit informasi yang bisa diketahuinya mengenai hal ini setelah menikah. Dan, ketika menyelidikinya, dia terkejut karena meja tulis tadi bersama isinya yang dipertahankan Tine karena perasaan cinta terhadap ibunya, tanpa mengetahui bahwa benda itu mungkin berisi dokumen yang penting dari sudut keuangan telah menghilang secara tidak jelas. Walaupun tidak tertarik, berdasarkan hal ini dan banyak keadaan lainnya, Havelaar membangun gagasan mengenai adanya kisah romantis yang tersembunyi di belakangnya. Dan seseorang tidak bisa marah kepadanya karena dia, yang sangat menginginkan gaya hidup seperti itu, menghendaki romansa ini untuk berakhir bahagia. Seperti apa pun kisah ini, tak peduli adanya perampasan atau tidak, jelas dalam imajinasi Havelaar muncul sesuatu yang bisa disebut un r"ve aux millions 41 .
Ini sekali lagi aneh karena Havelaar yang
~175~ bersedia meneliti dengan cermat dan membela matimatian hak orang lain, walaupun mungkin terkubur jauh di bawah dokumen-dokumen berdebu dan penipuan berlapis-lapis di sini, ketika kepentingannya sendiri dipertaruhkan, mengabaikan dengan ceroboh saat dia seharusnya memperjuangkan masalah itu. Tampaknya seakan Havelaar merasa malu karena hal itu menyangkut kepentingannya sendiri, dan aku yakin sekali bahwa seandainya Tinenya menikah dengan orang lain, dan Havelaar ditugaskan untuk menguraikan sarang laba-laba tempat kekayaan warisan keluarga Tine terletak, dia akan berhasil mengembalikan kekayaan yang menjadi hak anak yatim piatu yang bersangkutan itu. Namun, kini anak yatim piatu yang bersangkutan itu adalah istrinya; kekayaan anak yatim piatu itu adalah kekayaannya. Menurut Havelaar agak keji, menurunkan martabat, dan menghina, seandainya dia bertanya mewakili istrinya, Bukankah kau berutang lebih banyak kepadaku"
41 Impian menjadi kaya raya.
Akan tetapi, dia tidak bisa menyingkirkan mimpi menjadi kaya , walaupun hanya sebagai alasan atas
~176~ penyesalan yang selalu berulang karena dia telah menghabiskan terlalu banyak uang.
Namun, tidak lama sebelum kembali ke Jawa, ketika Havelaar sudah banyak menderita di bawah tekanan kemiskinan, ketika dia harus menundukkan kepala angkuhnya di bawah furca caudina 42 dari banyak kreditur, dia berhasil menaklukkan kemalasan atau rasa malunya dan mulai bekerja untuk memperoleh kekayaan yang menurutnya berhak diterimanya. Lalu, dia mendapat balasan berupa tagihan yang sudah lama menunggak sebagai dalih yang, seperti diketahui banyak orang, tidak terbantahkan.
Namun, mereka akan berhemat di Lebak. Dan, mengapa tidak" Di desa yang tidak beradab semacam itu kau tidak akan melihat gadis-gadis di jalanan yang hanya punya sedikit kehormatan untuk dijual demi mendapatkan sedikit makanan. Di sana, kau tidak akan menjumpai orang-orang yang hidup dari pekerjaan yang problematis. Di sana, tidak ada keluarga yang mendadak kehilangan segalanya akibat perubahan nasib dan pada umumnya inilah batu karang yang membuat niat baik Havelaar kandas. Jumlah orang Eropa di distrik ini terlalu sedikit untuk
~177~ 42 Penghinaan. bisa diperhatikan; dan orang Jawa di Lebak terlalu miskin untuk menarik perhatian. Tine tidak memikirkan semua ini karena dia lebih mengutamakan cintanya kepada Max daripada memikirkan penyebab keadaan mereka yang kurang menyenangkan. Akan tetapi, ada sesuatu di lingkungan baru mereka yang meniupkan ketenangan, yaitu tidak adanya kasus-kasus berpenampilan romantis palsu yang dulu sering membuat Max berkata: Tine, bukankah aku tidak bisa mundur dari kasus ini" Dan, jawabannya selalu: Tentu saja, Max, kau tidak bisa mundur dari kasus ini.
Kita akan melihat betapa kehidupan yang tampak tenang dan sederhana di Lebak itu membuat hati Havelaar bergolak melebihi gabungan dari semua peristiwa di masa lalu.
Namun, mereka tidak tahu itu! Mereka menyongsong masa depan dengan penuh percaya diri, dan begitu bahagia dengan cinta mereka, dan anak yang mereka miliki.
Betapa banyak mawar di kebun! ujar Tine, Dan lihatlah bunga rampai, cempaka, melati, dan bakung yang indah itu
Dan, seperti anak kecil, mereka senang dengan
~178~ rumah baru mereka. Setelah mengunjungi Havelaar, ketika di malam hari Duclari dan Verbrugge kembali ke rumah yang mereka tempati bersama, mereka mengomentari kegembiraan kekanak-kanakan keluarga yang baru tiba itu.
Havelaar pergi ke kantornya dan tetap berada di sana sampai keesokan paginya.[]
~179~ Bab 8 [KELANJUTAN DARI KOMPOSISI STERN] AVELAAR telah meminta Pengawas untuk mengundang para pejabat yang berada di Rangkas Bitung agar tetap berada di sana sampai keesokan harinya, untuk menghadiri sebah (rapat) yang hendak diselenggarakannya. Rapat semacam itu pada umumnya diadakan sekali dalam sebulan. Namun, entah karena Havelaar ingin agar beberapa pejabat yang tinggal sangat jauh dari ibu kota tidak bepergian bolak-balik secara tidak perlu, atau karena dia ingin segera bicara kepada mereka secara mengesankan tanpa menunggu hari yang ditentukan, dia memilih keesokan harinya untuk sebah pertama.
Di sebelah kiri gedung kediaman Havelaar, tapi di pekarangan yang sama dan di seberang rumah yang
~180~ ditempati oleh Madam Slotering, berdirilah sebuah bangunan yang sebagian digunakan untuk kantor asisten residen, termasuk juga kantor bendahara. Bangunan ini mempunyai serambi terbuka besar, menjadikannya sebagai tem-pat yang sangat baik untuk rapat semacam itu. Di sanalah, para pejabat berkumpul pagi-pagi sekali. Havelaar masuk, memberi salam, lalu duduk. Dia menerima laporanlaporan tertulis mengenai pertanian, kebijakan, dan keadilan, yang lalu disisihkannya untuk diperiksa lebih lanjut.
Semua orang mengharapkan pidato seperti yang diucapkan oleh Residen kemarin, dan tidaklah begitu pasti apakah Havelaar sendiri bermaksud mengatakan sesuatu yang lain kepada para pejabat itu. Namun, kau harus melihat Havelaar pada kesempatan seperti itu untuk memahami betapa dia, ketika berpidato semacam itu, menjadi bersemangat dan, melalui cara bicaranya yang ganjil, menyampaikan warna baru untuk hal-hal yang paling biasa. Betapa dia bisa dikatakan menjadi lebih tinggi, betapa tatapannya memancarkan api, betapa suaranya berubah dari lembut merayu menjadi setajam silet, betapa kiasankiasan mengalir dari bibirnya seakan dia sedang menyebarkan semacam komoditas berharga mengenai
~181~ dirinya; komoditas yang tidak perlu dibelinya, dan betapa, ketika dia berhenti bicara, semua orang memandanginya dengan ternganga, seakan bertanya, Astaga! Siapakah kau"
Memang benar bahwa Havelaar sendiri, yang pada kesempatan semacam itu bicara seperti nabi, seperti cenayang, setelah itu tidak begitu bisa mengingat bagaimana caranya berbicara tadi. Oleh karena itu, kefasihan berbicaranya lebih bersifat memukau dan menggugah daripada meyakinkan dengan dalih yang mantap. Dia bisa membangkitkan semangat berjuang orang Athena begitu mereka memutuskan untuk berperang melawan bangsa Philippus 43 , tapi tidak akan memperoleh keberhasilan besar seandainya dia mendapat tugas untuk membujuk mereka agar berperang melalui kekuatan penalaran. Tentu saja, pidatonya kepada para pemimpin Lebak dibawakannya dalam bahasa Melayu, sehingga membuat efeknya jauh lebih besar, karena kesederhanaan bahasa-bahasa Timur bisa memberikan tekanan pada banyak ungkapan, tekanan yang akan hilang dalam formalitas lebih tinggi bahasabahasa Barat. Sebaliknya, kemanisan bahasa Melayu juga sulit untuk diungkapkan dalam bahasa lain. Lagi pula, kita harus mempertimbangkan bahwa sebagian besar
~182~ pendengar Havelaar adalah orang-orang sederhana, walaupun sama sekali tidak tolol, dan juga orang Timur yang penerimaannya jauh berbeda daripada penerimaan orang Barat.
43 Raja Macedonia (382-326 SM).
Havelaar berbicara kurang lebih seperti ini: Tuan Raden Adipati, Bupati Banten Kidul; para raden demang, kepala distrik-distrik dari provinsi ini; Raden Jaksa, penegak keadilan; Raden Kliwon, Gubernur Ibu Kota; dan para raden, mantri, serta semua yang menjadi pemimpin di Distrik Banten Kidul 44 . Salam hormat.
Saya gembira melihat kalian semua berkumpul dan mendengarkan kata-kata yang keluar dari mulut saya.
Pendekar Mata Keranjang 22 Gento Guyon 11 Bidadari Biru Pendekar Baja 2

Cari Blog Ini