Ceritasilat Novel Online

Max Havelar 6

Max Havelar Karya Multatuli Bagian 6


Namun, semakin jauh dia meninggalkan Badur, semakin dia memperhatikan lamanya waktu satu hari, semakin panjang dia membayangkan periode tiga puluh enam bulan yang akan datang. Ada sesuatu
~457~ dalam jiwa Saidjah yang membuatnya berjalan lebih lambat dia merasakan penderitaan pada lututnya dan, walaupun tidak dikuasai oleh keputusasaan, dia merasakan kesedihan yang tidak begitu jauh dari keputusasaan. Dia berpikir untuk kembali. Namun, apa kata Adinda mengenai hati sekecil itu"
Oleh karena itu, dia berjalan terus, walaupun tidak secepat hari pertama. Dia memegang melati di tangannya yang berulang-ulang ditekankannya ke dada. Dia telah menjadi jauh lebih tua dalam tiga hari terakhir itu, dan tidak lagi mengerti bagaimana dia bisa hidup begitu tenang sebelumnya, ketika Adinda berada begitu dekat dengannya dan bisa dilihatnya sesering yang dia inginkan.
Namun, kini dia tidak bisa tenang, ketika berharap akan segera melihat Adinda kembali. Dia juga tidak mengerti mengapa; setelah berangkat, dia tidak berbalik kembali sekali lagi untuk melihat Adinda. Saidjah bahkan mengingat betapa belum lama berselang, dia bertengkar dengan Adinda mengenai tali yang dibuatkan gadis itu untuk layang-layang adik laki-lakinya. Tali itu putus karena ada kesalahan dalam pekerjaan Adinda sehingga mereka kalah bertaruh dengan anak-anak Cipurut.
Bagaimana mungkin, pikir Saidjah, aku marah
~458~ soal itu dengan Adinda" Karena, seandainya ada kesalahan dalam tali itu dan akibatnya Badur kalah bertaruh dengan Cipurut, dan bukan karena sepotong kaca yang dilemparkan si kecil Jamin sambil bersembunyi di balik pagar, haruskah aku begitu kasar terhadap Adinda dan menyebutnya dengan nama-nama yang tidak pantas" Bagaimana jika aku meninggal di Batavia tanpa meminta maaf atas kekasaran semacam itu" Bukankah itu akan membuatku seakan lelaki jahat yang mencaci seorang gadis" Dan, ketika orang mendengar bahwa aku telah meninggal di daerah asing, bukankah semua orang di Badur akan berkata, Untunglah Saidjah meninggal karena dia bermulut kotor terhadap Adinda.
Demikianlah pikiran Saidjah mengambil jalan yang sangat berbeda dari keriangan sebelumnya, lalu tanpa sadar terucapkan, pertama-tama dengan terpatah-patah dan pelan, lalu dalam bentuk monolog, dan akhirnya dalam bentuk nyanyian melankolis yang terjemahannya sebagai berikut. Tujuanku semula adalah memasukkan rima dan irama dalam terjemahan ini. Namun, seperti Havelaar, kurasa sebaiknya aku membiarkannya saja tanpa rima.
Aku tidak tahu di mana aku akan mati.
~459~ Kulihat lautan luas di pantai selatan, ketika aku membuat garam 114 di sana bersama ayahku; Jika ku mati di lautan dan tubuhku terlempar ke perairan dalam, hiu-hiu akan datang:
Mereka akan berenang mengelilingi mayatku, dan bertanya, Siapa di antara kita yang akan melahap mayat tenggelam itu" Aku tidak akan mendengarnya!
Aku tidak tahu di mana aku akan mati. Kulihat rumah Pak Ansu terbakar, dibakarnya sendiri karena mata gelap; Jika ku mati di dalam rumah terbakar, kayukayu membara akan menjatuhi mayatku;
Dan di luar rumah akan terdengar banyak teriakan orang-orang menyirami api dengan air untuk memadamkannya; Aku tidak akan mendengarnya!
114 Membuat garam. Ini berarti melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum. Garam adalah monopoli pemerintah. Dalam kesederhanaannya, Saidjah mengucapkan sesuatu yang tidak boleh didengar oleh polisi!
Aku tidak tahu di mana aku akan mati.
~460~ Kulihat si kecil Unah jatuh dari pohon kelapa, ketika dia memetik kelapa untuk ibunya; Jika aku jatuh dari pohon kelapa, aku akan terbaring mati di bawah sana, di dalam semak, seperti si Unah.
Lalu ibuku tidak akan menangis, karena dia sudah tiada. Tapi orang lain akan berseru: Lihat, itu Saidjah. Aku tidak akan mendengarnya!
Aku tidak tahu di mana aku akan mati. Telah kulihat mayat Pak Lisu, yang mati karena usia tua; karena rambutnya sudah memutih:
Jika aku mati karena usia tua, dengan rambut putih, perempuan-perempuan sewaan akan berdiri menangis di dekat mayatku; Dan mereka akan meratap, seperti para pelayat di sekeliling mayat Pak Lisu; dan cucucucu akan menangis, begitu keras; Aku tidak akan mendengarnya!
Aku tidak tahu di mana aku akan mati. Telah kulihat banyak orang mati di Badur. Mereka berselubung kain putih, dan dimakamkan di dalam tanah;
~461~ Jika aku mati di Badur, dan dikubur di luar desa, di timur di kaki bukit, tempat rerumputan tinggi;
Adinda akan lewat di sana, dan pinggiran sarungnya akan menyapu lembut rerumputan,
Aku AKAN mendengarnya. Saidjah tiba di Batavia. Dia memohon agar seorang tuan mempekerjakannya. Tuan itu bersedia menerimanya karena tidak memahami bahasa Saidjah. Di Batavia, orang senang memiliki pelayan yang tidak bisa berbahasa Melayu dan, karenanya, tidak begitu bejat seperti para pelayan lain yang sudah lebih lama berhubungan dengan orang Eropa. Saidjah segera mempelajari bahasa Melayu, tapi berperilaku baik, karena dia selalu memikirkan dua kerbau yang harus dibelinya dan memikirkan Adinda. Tubuhnya menjadi tinggi dan kuat karena dia makan setiap hari, sesuatu yang tidak selalu bisa didapatnya di Badur. Dia disukai di istal, jelas dia tidak akan ditolak seandainya melamar putri pak kusir. Majikannya bahkan sangat menyukai Saidjah, sehingga segera mengangkatnya menjadi pelayan rumah, menaikkan
~462~ gajinya, dan selalu memberinya hadiah untuk menunjukkan bahwa pelayanannya sangat memuaskan. Majikan perempuan Saidjah pernah membaca novel karya Sue 115 yang sebentar begitu populer. Dia selalu membayangkan Pangeran Jalma ketika melihat Saidjah gadis-gadis juga menjadi lebih paham mengapa pelukis Jawa, Raden Saleh, memperoleh kesuksesan besar di Paris.
115 Le Juif Errant (Yahudi Pengelana).
Namun, mereka menganggap Saidjah tidak tahu berterima kasih ketika dia, setelah hampir tiga tahun mengabdi, meminta berhenti dan memohon surat keterangan kelakuan baik. Namun, mereka tidak bisa menolak. Lalu, Saidjah memulai perjalanan pulang dengan hati riang.
Dia melewati Pesing, tempat Havelaar pernah tinggal bertahun-tahun yang lalu. Namun, Saidjah tidak tahu ini & dan seandainya pun dia tahu, ada sesuatu yang lain yang memenuhi jiwanya .& Dia menghitung harta karun yang dibawanya pulang. Dalam tabung bambu, dia menyimpan surat jalan dan surat kelakuan baiknya. Dalam kotak yang diikatkan pada tali kulit, sesuatu yang berat tampak terus berayun-ayun
~463~ mengenai bahunya, tapi dia senang merasakannya & . Itu tidak mengherankan! .... Kotak itu berisi lima puluh empat gulden, cukup untuk membeli tiga ekor kerbau! Apa yang akan dikatakan oleh Adinda" Ini pun belum semuanya. Di punggung Saidjah terlihat sarung keris berlapis perak yang diselipkan pada ikat pinggang. Gagangnya jelas sangat halus karena dia membungkusnya dengan kain sutra. Saidjah masih punya lebih banyak harta karun! Dalam lipatan kain yang membelit pinggangnya, dia menyimpan ikat pinggang dari rantai perak dengan pending emas. Memang benar ikat pinggang itu pendek, tapi gadis itu begitu ramping & Adinda! Dan di balik bajunya, pada tali yang mengalungi leher, menggantunglah sebuah kantong sutra kecil berisikan beberapa kelopak melati yang sudah kering.
Apakah mengherankan jika Saidjah hanya berhenti seperlunya di Tangerang untuk mengunjungi kenalan ayahnya yang membuat topi-topi jerami indah" Apakah mengherankan jika dia hanya sedikit berkatakata dengan gadis-gadis di jalan yang bertanya dari mana asalnya dan ke mana dia hendak pergi sapaan yang umum di daerah itu" Apakah mengherankan jika dia tidak lagi menganggap Serang begitu indah karena telah mengenal Batavia" Dia tidak lagi bersembunyi
~464~ di balik pagar, seperti yang dilakukannya tiga tahun silam ketika melihat Residen berkuda keluar, karena dia telah melihat tuan yang jauh lebih berkuasa, yang tinggal di Buitenzorg dan merupakan kakek Susuhunan Solo. Apakah mengherankan jika dia tidak begitu memperhatikan cerita-cerita dari mereka yang selama beberapa saat berjalan seiring dengannya dan membicarakan berita-berita di Banten Kidul; betapa pertanian kopi telah dihentikan setelah banyaknya tenaga tidak dibayar; betapa pejabat Distrik Parang Kujang dijatuhi hukuman selama empat belas hari di rumah ayah mertuanya karena perampokan di jalan; betapa ibu kota telah dipindahkan ke Rangkas Bitung; betapa Asisten Residen yang baru sudah berada di sana karena pendahulunya meninggal beberapa bulan silam; betapa pejabat baru ini sudah bicara di dalam pertemuan Sebah pertama; betapa selama beberapa waktu tak seorang pun dihukum karena mengajukan keluhan; betapa orang-orang berharap bahwa semua yang dicuri akan dikembalikan atau dibayarkan ganti ruginya"
Tidak, Saidjah punya penglihatan yang indah di hadapan mata batinnya. Dia mencari pohon ketapang di antara awan-awan, karena dia masih terlalu jauh untuk mencarinya di Badur. Dia menangkap udara di
~465~ sekelilingnya, seakan hendak memeluk sosok yang akan menemuinya di bawah pohon itu. Dia membayangkan wajah Adinda, kepalanya, bahunya. Dia melihat konde berat yang begitu hitam dan mengilat, menggantung di leher Adinda. Dia melihat mata besar yang berkilau dalam pantulan hitam; cuping hidung yang diangkat Adinda dengan bangga semasa masih kecil, ketika dia bagaimana mungkin" menjengkelkan gadis itu; dan sudut-sudut bibir Adinda, tempat gadis itu menyimpan senyuman. Dia melihat Adinda yang kian dewasa, cantik berbalut kebaya. Dia melihat betapa pas sarung buatan Adinda sendiri memeluk pinggul, turun mengikuti lekukan paha, lalu jatuh membentuk lipatan-lipatan di atas kaki mungil gadis itu.
Tidak. Saidjah hanya sedikit mendengar apa yang diceritakan kepadanya. Dia mendengar nada yang jauh berbeda. Dia mendengar apa yang akan dikatakan oleh Adinda, Selamat datang, Saidjah! Aku memikirkanmu ketika memintal dan menenun, serta menumbuk padi di dalam lesung yang punya tiga kali dua belas garis buatan tanganku. Di sinilah aku, di bawah pohon ketapang pada hari pertama bulan baru. Selamat datang, Saidjah, aku akan menjadi istrimu. Itulah musik yang menggema di telinga Saidjah
~466~ dan mencegahnya untuk mendengar semua berita yang disampaikan kepadanya di jalan.
Akhirnya, dia melihat pohon ketapang itu, atau lebih tepatnya melihat tempat besar gelap yang menutupi banyak bintang di hadapan matanya. Itu pasti hutan jati di dekat pohon tempat dia akan bertemu kembali dengan Adinda, besok pagi setelah matahari terbit. Saidjah mencari-cari dalam kegelapan dan meraba banyak batang pohon, dan segera menemukan kekasaran yang sangat dikenalnya pada sisi selatan sebuah pohon. Lalu, dia memasukkan jari tangannya ke dalam lubang yang dibuat oleh si Panteh dengan parangnya untuk mengusir kuntilanak yang menyebabkan ibunya sakit gigi, tidak lama sebelum kelahiran adik laki-laki Panteh. Itulah pohon ketapang yang dicarinya.
Ya. Ini memang tempat Saidjah melihat Adinda untuk pertama kali dengan mata yang berbeda, dengan mata teman-teman sepermainannya. Karena saat itulah, untuk pertama kalinya, Adinda menolak ikut dalam permainan yang dimainkannya bersama anakanak lain laki-laki dan perempuan belum lama berselang. Di sanalah, Adinda memberi Saidjah bunga melati.
Saidjah duduk di kaki pohon itu dan memandang
~467~ bintang-bintang. Ketika melihat bintang jatuh, dia menganggapnya sebagai ucapan selamat datang kembali ke Badur. Saidjah berpikir apakah kini Adinda sedang tidur, dan apakah dia telah menakik lesung padinya dengan benar. Akan menyedihkan seandainya Adinda melupakan satu bulan, seakan tiga puluh enam bulan tidaklah cukup! & . Dia bertanyatanya apakah Adinda telah membuat sarung dan selendang yang indah. Dia juga bertanya kepada diri sendiri, siapakah yang kini tinggal di rumah ayahnya" Dia lalu mengingat masa mudanya dan ibunya. Betapa kerbau itu telah menyelamatkannya dari macan, lalu dia membayangkan apa yang akan terjadi dengan Adinda seandainya kerbau itu kurang setia!
Saidjah sangat memperhatikan tenggelamnya bintang-bintang di barat. Bersama setiap bintang yang menghilang di cakrawala, dia menghitung seberapa dekatnya matahari akan terbit di timur dan seberapa dekat dirinya dari saat pertemuan dengan Adinda karena gadis itu jelas akan datang ketika sinar pertama muncul. Ya, pada saat fajar, dia akan berada di sana . & Ah! Mengapa gadis itu tidak datang kemarin"
Menyakitkan bagi Saidjah, mengapa Adinda tidak mengharapkan momen menakjubkan yang telah menerangi jiwanya selama tiga tahun dengan
~468~ kecemerlangan yang tidak bisa dijelaskan itu. Sekalipun Saidjah bersikap tidak adil dalam keegoisan cintanya, baginya tampaknya Adinda seharusnya sudah berada di sana menunggunya, menunggu Saidjah yang mengeluh sebelum waktu yang ditentukan karena dia harus menunggu gadis itu.
Akan tetapi, tidak sepatutnya Saidjah mengeluh karena matahari belum terbit dan terangnya hari belum mencapai dataran. Memang benar, bintang-bintang menjadi semakin pucat di atas sana, merasa malu ketika mendekati akhir kekuasaan mereka! Warnawarna ganjil melayang di atas puncak pegunungan yang tampak lebih gelap ketika dilatari tempat-tempat yang lebih terang. Di sana-sini melayang sesuatu yang tampak berkilau di timur anak-anak panah emas dan api yang dilesatkan ke sana kemari, sejajar dengan cakrawala. Tapi, semuanya itu menghilang kembali, dan seakan jatuh ke balik tirai tak tertembus yang menyembunyikan terang dari mata Saidjah.
Namun, hari semakin terang dan semakin terang di sekelilingnya. Kini, dia melihat pemandangan itu, dan sudah bisa membedakan bagian dari hutan kelapa di belakang Badur; di sanalah Adinda tidur.
Tidak! Pasti gadis itu tidak tidur. Bagaimana mung-kin dia tidur" & . Bukankah dia tahu kalau
~469~ Saidjah sedang menunggunya" Pasti dia tidak tidur sepanjang malam. Peronda malam desa telah mengetuk pintu Adinda untuk bertanya mengapa pelita terus menyala di pondoknya. Dengan tawa manis, gadis itu menjawab bahwa sebuah janji membuatnya tetap terjaga untuk menenun selendang yang sedang digarapnya dan yang harus siap sebelum hari pertama bulan baru.
Atau, Adinda telah melewatkan malam dalam kegelapan, duduk di atas lesung dan menghitung dengan jarijari tangan bersemangat bahwa memang ada tiga puluh enam garis mendalam yang ditakik berdekatan. Dan, dia telah menghibur diri dengan ketakutan khayalan bahwa dia salah hitung, mungkin hitungannya kurang satu, lalu sekali lagi dan sekali lagi, dan selalu, dia menikmati kepastian yang menyenangkan bahwa tiga kali dua belas bulan telah benar-benar berlalu semenjak Saidjah melihatnya untuk terakhir kalinya.
Lagi pula, kini hari menjadi terang, Adinda juga akan berupaya dengan sia-sia untuk memandang ke balik cakrawala dan mencari matahari, matahari pemalas, yang belum terbit & belum terbit & . Muncul garis merah kebiruan yang menyentuh awan dan membuat pinggirannya terang dan berkilau. Hari
~470~ mulai terang, dan sekali lagi anak-anak panah api melesat melewati atmosfer. Kali ini mereka tidak menghilang, tetapi menangkap tanah gelap dan menyampaikan cahayanya dalam lingkaran-lingkaran yang semakin besar dan semakin besar, bertemu, bersilangan, menyebar, berputar, berkelana, dan bersatu dalam petak-petak api dan kilat-kilat cahaya keemasan di tanah biru-keunguan & ada warna merah, biru, perak, ungu, kuning, dan emas dalam semuanya ini & . Oh Tuhan! Itulah fajar, itulah pertemuan kembali dengan Adinda!
Saidjah belum belajar berdoa, tapi tak apa; karena doa yang lebih suci, ucapan terima kasih yang lebih menggelora daripada kegembiraan bisu jiwanya, tidak bisa diungkapkan dalam bahasa manusia. Dia tidak akan pergi ke Badur baginya melihat Adinda dalam kenyataan tidak akan seindah pengharapan untuk bisa melihat gadis itu kembali. Dia duduk di kaki pohon ketapang dan matanya mengembara ke sekeliling. Alam tersenyum kepadanya, seakan menyambutnya seperti seorang ibu menyambut kepulangan anaknya. Sama seperti ibu yang membayangkan kegembiraannya dengan mengingat kedukaan di masa lalu untuk mengungkapkan apa yang disimpannya sebagai kenangan selama ketidakhadiran anaknya.
~471~ Begitu juga Saidjah merasa gembira mengenang kembali betapa banyak tempat yang menjadi saksi kehidupan singkatnya. Namun, walaupun mata atau pikirannya bisa berkelana sesuka hati, pandangan dan hasratnya selalu kembali ke jalan yang menghubungkan Badur dengan pohon ketapang itu. Yang bisa diamati oleh semua indranya hanyalah Adinda & . Dia melihat jurang di sebelah kiri, yang tanahnya begitu kuning, tempat seekor kerbau muda pernah terjatuh ke dalamnya. Mereka turun dengan tali rotan kuat dan ayah Adinda-lah yang paling berani. Oh, betapa Adinda bertepuk tangan!
Di sana, lebih jauh lagi, di sisi lain, tempat hutan pohon kelapa melambai-lambai di atas pondokpondok desa, di suatu tempat di sana, si Unah jatuh dari pohon dan mati. Betapa ibunya menangis, Karena si Unah masih begitu kecil, ratapnya, & seakan dia tidak akan terlalu berduka seandainya si Unah sudah lebih tinggi. Namun si Unah memang kecil, tubuhnya lebih kecil dan lebih ringkih daripada Adinda & .
Tak seorang pun terlihat di jalan kecil yang menghubungkan Badur dengan pohon itu. Dia akan segera datang & hari masih sangat pagi.
Saidjah melihat seekor bajing melompat lincah
~472~ dengan riang dan jenaka di atas batang pohon kelapa. He-wan cantik itu yang ditakuti oleh pemilik pohon, tapi masih indah penampilan dan gerakannya berlari naik turun tanpa kenal lelah. Saidjah melihatnya dan memaksakan diri untuk tetap memandang karena ini bisa menenangkan pikirannya yang bekerja keras semenjak matahari terbit, bisa mengistirahatkan pikirannya setelah pengharapan yang melelahkan. Dengan segera, dia mengutarakan kesannya dalam kata-kata dan melantunkan apa yang didiktekan oleh jiwanya. Aku lebih suka membacakan nyanyiannya 116 dalam bahasa Melayu daripada bahasa Italia di Timur itu:
Lihat, betapa bajing mencari makan
Di pohon kelapa. Dia naik, turun, melompat ke kiri dan ke kanan, Dia berlari (mengitari pohon), melompat, jatuh, memanjat, dan jatuh lagi. Dia
tidak punya sayap, tapi bergerak secepat burung. Selamat bersenangsenang, bajingku selamat! Pasti kau temukan makanan yang kau cari; Tapi aku duduk sendiri di dekat hutan jati Menanti santapan hatiku. Lama sudah
~473~ bajingku kenyang; Lama sudah dia kembali ke sarang mungilnya; Tapi masih juga jiwaku Dan hatiku sangat berduka & Adinda!
116 Sajak Lihatlah Bajing dalam bahasa Melayu yang ditulis oleh Multatuli sendiri. Lihat Lampiran 2.
Masih tidak tampak seorang pun di jalan yang menghubungkan Badur dengan pohon ketapang itu & . Saidjah melihat seekor kupu-kupu yang tampak
menikmati hari yang semakin hangat & . Lihat betapa kupu-kupu beterbangan ke sana kemari; Sayapnya berkilau seperti bunga warnawarni; Hatinya mencintai bunga-bunga kenari, Pasti dia mencari kekasihnya nan wangi. Banyak kebahagiaan, kupu-kupuku selamat! Pasti kau temukan apa yang kau cari; Tapi aku duduk sendiri di dekat hutan jati, Menanti kekasih hatiku; Lama sudah kupu-kupu mencium Bunga kenari yang sangat dicintainya; Tapi masih juga jiwaku Dan hatiku sangat berduka & Adinda!
Dan masih tidak tampak seorang pun di jalan yang menghubungkan Badur dengan pohon ketapang itu.
~474~ Matahari mulai naik tinggi, ada kehangatan di udara.
Lihat betapa matahari berkilau tinggi, Tinggi di atas bukit waringin! Dia kepanasan dan ingin turun, Untuk tidur di lautan seperti di lengan kekasih.
Banyak kebahagiaan, O matahari selamat! Pasti kau temukan apa yang kau cari; Tapi aku duduk sendiri di dekat hutan jati Menanti ketenangan hatiku.
Lama sudah matahari akan terbenam Dan tidur di lautan ketika semuanya gelap; Dan masih juga jiwaku Dan hatiku akan sangat berduka & Adinda!
Dan tidak tampak seorang pun di jalan yang menghubungkan Badur dengan pohon ketapang itu. Ketika tiada lagi kupu-kupu beterbangan ke sana kemari, Ketika bintang-bintang tiada lagi berkilau, Ketika melati tiada lagi mewangi, Ketika tiada lagi hati yang sedih, Juga hewan liar di hutan, Ketika matahari tersesat Dan bulan lupa mana timur dan barat, Jika Adinda belum juga tiba,
~475~ Maka malaikat dengan sayap berkilau Akan turun ke bumi, mencari apa yang tertinggal: Maka mayatku akan terbaring di sana, di bawah ketapang Jiwaku sangat berduka, & Adinda! Tidak tampak seorang pun di jalan yang menghubungkan Badur dengan pohon ketapang itu. Maka malaikat itu akan melihat mayatku, Dia akan menunjukkanku kepada saudaranya Lihat, ada orang mati yang terlupakan, Bibir kakunya mencium bunga melati: Ayo, kita bawa dia ke surga,
Lelaki yang telah menunggu Adinda sampai mati, Sungguh, dia tidak boleh tertinggal sendirian, Hatinya begitu kuat untuk mencintai sedalam itu, Maka sekali lagi bibir kakuku akan terbuka. Untuk memanggil Adinda kekasih hatiku, Akan kucium melati itu sekali lagi,
Bunga pemberiannya & . Adinda! & Adinda! Dan masih tidak tampak seorang pun di jalan yang menghubungkan Badur dengan pohon ketapang itu.
Oh! Pasti Adinda tertidur menjelang pagi, lelah berjaga semalaman, berjaga selama bermalam-malam. Dia belum tidur selama berminggu-minggu. Begitulah! Haruskah dia bangkit berdiri dan pergi ke Badur"
~476~ Tidak, itu berarti meragukan kedatangan Adinda.
Haruskah dia memanggil lelaki yang sedang menggiring kerbau ke sawah" & . Lelaki itu terlalu jauh. Lagi pula, Saidjah tidak mau bicara kepada siapa pun mengenai Adinda, tidak mau bertanya kepada siapa pun mengenai Adinda & . Dia akan bertemu kembali dengan Adinda, dia akan bertemu dengan Adinda sendirian, dia akan melihat Adinda terlebih dahulu. Oh, pasti, pasti Adinda akan segera datang!
Dia akan menunggu, menunggu & . Tapi seandainya Adinda sakit, atau & mati" Bagaikan rusa terluka, Saidjah melesat di sepanjang jalan yang menghubungkan pohon ketapang dengan desa tempat Adinda tinggal. Dia tidak melihat apa-apa dan tidak mendengar apa-apa; tapi dia bisa mendengar sesuatu, karena ada orang-orang yang berdiri di jalan, di gerbang desa, dan berteriak, Saidjah, Saidjah!
Namun, & apakah ketergesaannya, semangatnya, mencegahnya untuk menemukan rumah Adinda" Dia sudah melesat ke ujung jalan, melewati desa dan, seperti orang gila, berlari kembali dan memukul kepala, karena dia pasti telah melewati rumah Adinda tanpa melihatnya. Namun, sekali lagi dia berada di
~477~ gerbang desa, dan & . Oh Tuhan, apakah ini mimpi" & .
Sekali lagi, dia tidak menemukan rumah Adinda. Sekali lagi, dia melesat kembali dan mendadak berdiri diam, mencengkeram kepala dengan kedua tangan untuk mengusir kegilaan yang menguasainya, lalu berteriak keras-keras:
Mabuk, mabuk; aku mabuk! Kaum perempuan Badur keluar dari rumah mereka, dan melihat dengan sedih Saidjah yang malang berdiri di sana; karena mereka mengenalnya, dan memahami bahwa dia sedang mencari rumah Adinda.
Sudah tak ada lagi rumah Adinda di Desa Badur karena ketika pejabat Distrik Parang Kujang merampas kerbau-kerbau ayah Adinda & . Sudah kubilang, pembaca! Ceritaku menjemukan. & . Ibu Adinda meninggal karena sedihnya. Adik perempuan Adinda juga meninggal karena tidak punya ibu dan tidak punya seorang pun yang menyusuinya. Ayah Adinda, yang takut dihukum karena tidak membayar pajak tanah & .
Aku tahu, aku tahu ceritaku menjemukan. & kabur dari desa. Dia membawa Adinda dan semua adik laki-laki Adinda bersamanya. Dia sudah
~478~ mendengar betapa ayah Saidjah dihukum cambuk di Buitenzorg karena meninggalkan Badur tanpa surat jalan, maka ayah Adinda tidak pergi ke Buitenzorg, atau Priangan, atau Banten. Dia pergi ke Cilangkahan, bagian dari Lebak yang berbatasan dengan laut. Di sana, dia bersembunyi di hutan dan menunggu kedatangan Pak Ento, Pak Lontah, si Uniah, Pak Ansu, Abdul Isma, dan beberapa orang lainnya; masingmasing dari mereka telah dirampas kerbaukerbaunya oleh pejabat Distrik Parang Kujang, dan semuanya takut akan dihukum karena tidak membayar pajak tanah.
Di sana, mereka mencuri sebuah perahu nelayan pada malam hari, lalu berlayar ke laut. Mereka berlayar ke barat dengan tetap mempertahankan desa di sebelah kanan mereka sampai sejauh Ujung Kulon. Kemudian, mereka berlayar ke utara sampai melihat Pulau Panaitan, berlayar mengitari pantai timur pulau itu, lalu dari sana mereka berlayar ke Lampung.
Setidaknya, perjalanan itulah yang diceritakan orang dengan berbisik di Lebak ketika muncul pertanyaan mengenai perampasan kerbau dan pajak tanah yang tidak terbayar.
Namun, Saidjah tidak begitu memahami apa yang mereka katakan kepadanya; dia bahkan tidak begitu
~479~ memahami berita mengenai kematian ayahnya. Telinganya berdenging seakan ada gong yang dipukul di dalam kepalanya. Dia merasakan darah berdenyutdenyut mengejang melewati pembuluh-pembuluh darah di pelipisnya yang mengancam hendak menyerah di bawah tekanan luar biasa itu. Dia tidak bicara dan melihat ke sekeliling seperti orang kebingungan tanpa melihat apa yang ada di sekitarnya. Akhirnya, dia mulai tertawa mengerikan.
Seorang perempuan tua menuntun Saidjah ke pondok dan menangani si tolol yang malang itu. Dengan segera, tawa Saidjah tidak begitu mengerikan lagi, tapi dia masih tidak bicara. Namun, sepanjang malam para penghuni pondok itu ketakutan mendengar suaranya ketika dia bernyanyi tanpa nada: Aku tidak tahu di mana aku akan mati, lalu beberapa penduduk Badur mengumpulkan uang untuk memberi sesajen pada buaya-buaya Ciujung demi penyembuhan Saidjah yang mereka anggap gila. Tapi, dia tidak gila.
Pada suatu malam ketika bulan bersinar sangat terang, dia bangkit dari balai-balai, mengendap-endap keluar, dan mencari tempat tinggal Adinda. Ini tidak mudah karena begitu banyak rumah telah roboh. Namun, tampaknya dia mengenali tempat itu berdasarkan kelebaran sudut yang dibentuk oleh
~480~ beberapa garis cahaya yang menembus pepohonan dan terlihat olehnya, seperti se-orang pelaut yang menentukan kedudukannya berdasarkan mercusuar dan puncak pegunungan.
Ya, pasti di situ; di sanalah tempat tinggal Adinda! Dengan tersandung-sandung, bambu yang sudah setengah membusuk dan kepingan-kepingan atap jatuh, Saidjah berjalan menuju tempat keramat yang dicarinya. Dia memang menemukan sebagian dari pagar yang masih tegak berdiri di dekat tempat balaibalai Adinda dulu berada, bahkan pasak bambu masih menjorok diam di pagar, pasak tempat Adinda menggantungkan gaunnya ketika pergi tidur & .
Namun, balai-balai itu sudah roboh seperti rumahnya dan nyaris berubah menjadi debu. Saidjah mengambil segenggam debu itu, menekankannya ke bibirnya yang terbuka, lalu menghela napas dalamdalam & .
Keesokan harinya, dia bertanya kepada perempuan tua yang telah mengurusnya, di mana lesung yang dulu berada di pekarangan rumah Adinda. Perempuan itu gembira mendengar Saidjah bicara, lalu berlari mengelilingi desa untuk mencari lesung itu. Ketika dia bisa memberitahukan siapa pemilik baru lesung itu, Saidjah mengikutinya diam-diam, dan
~481~ diantarkan ke tempat lesung itu. Di sana, Saidjah menghitung tiga puluh dua garis & .
Kemudian, dia memberi perempuan itu sejumlah uang yang diperlukan untuk membeli seekor kerbau, dan meninggalkan Badur. Di Cilangkahan, dia membeli perahu nelayan dan, setelah berlayar selama dua hari, tiba di Lampung, tempat para pemberontak sedang menentang pemerintahan Belanda. Dia bergabung dengan sepasukan lelaki Badur, bukan untuk bertempur melainkan untuk mencari Adinda; karena dia berhati lembut dan lebih mudah tergugah oleh kesedihan daripada kepahitan.
Suatu hari, ketika para pemberontak telah dikalahkan, Saidjah berkelana ke desa yang baru saja direbut oleh tentara Belanda dan karenanya masih terbakar 117 . Saidjah tahu kalau pasukan yang dihancurkan di sana itu sebagian besar terdiri dari orang Badur. Dia berkeliaran seperti hantu di antara rumah-rumah yang belum terbakar, dan menemukan mayat ayah Adinda dengan luka bayonet di dada. Di dekatnya, Saidjah melihat tiga adik laki-laki Adinda yang terbunuh, masih muda masih anak-anak. Sedikit lebih jauh lagi tergeletak mayat Adinda, teraniaya secara mengerikan & .
Secarik kecil kain biru menembus luka menganga
~482~ di dadanya, luka yang tampaknya mengakhiri pergulatan panjang & .
Setelah itu, Saidjah pergi menemui beberapa tentara yang sedang menghalau sisa-sisa pemberontak dengan todongan bayonet agar memasuki api rumahrumah yang terbakar. Dia mendekap bayonet-bayonet lebar itu, menyorongkan tubuhnya ke depan sekuat tenaga, dan masih mendesak tentara-tentara itu dengan tenaganya yang penghabisan, sampai senjata mereka terbenam ke dalam rongga dadanya.
117 Baca pidato Letnan Jenderal Van Swieten kepada serdaduserdadunya. Lihat Ideen (Ide) karya Multatuli, bundelan pertama, dan pidato Mr. Douwes Dekker dalam the Annales of the International Congress for the Promotion of Social Science (Amsterdam, 1864).
Tak lama kemudian, terdengar banyak sorak-sorai di Batavia atas kemenangan baru itu, yang semakin menambah kejayaan tentara Hindia Belanda. Gubernur pun menulis laporan bahwa kedamaian telah dipulihkan di Lampung. Raja Belanda, berdasarkan laporan para negarawannya, sekali lagi menghadiahi kepahlawanan yang begitu tinggi itu dengan banyak medali kesatriaan.
Mungkin juga ucapan terima kasih dipanjatkan ke
~483~ surga dari hati orang-orang suci di semua gereja dan tabernakel, ketika mendengar berita bahwa Tuhan segenap bala tentara telah sekali lagi berperang di bawah panji Belanda & .
Tapi Tuhan, yang tergerak oleh begitu banyak bencana,
Tidak menerima persembahan pada hari itu!
Aku telah membuat akhir kisah Saidjah lebih singkat daripada yang bisa kulakukan, seandainya aku ingin melukiskan sesuatu yang mengerikan. Pembaca akan mengamati betapa aku berlama-lama ketika menggambarkan penantian di bawah pohon ketapang, seakan merasa takut dengan bencana menyedihkan itu, dan betapa aku menyelesaikan cerita itu dengan enggan. Akan tetapi, bukan itu kehendakku ketika aku mulai bicara mengenai Saidjah karena aku khawatir diperlukan warna-warna yang lebih kuat untuk menggugah perasaan, ketika menjelaskan keadaan yang sedemikian anehnya itu. Akan tetapi, ketika menulis, aku merasa pembaca akan tersinggung seandainya aku merasa harus menumpahkan lebih banyak darah di dalam tokohku
Bisa saja itu kulakukan karena aku punya
~484~ dokumendokumen di hadapanku & , tapi tidak! Aku lebih suka pengakuan.
Ya, pengakuan! Aku tidak tahu apakah Saidjah mencintai Adinda, aku tidak tahu apakah dia pergi ke Badur, atau apakah dia terbunuh di Lampung oleh bayonet-bayonet Belanda. Aku tidak tahu apakah ayahnya meninggal akibat cambukan rotan karena meninggalkan Badur tanpa surat jalan. Aku tidak tahu apakah Adinda menghitung bulan dengan garis-garis di lesungnya.
Semuanya ini aku tidak tahu.
Namun, aku tahu lebih banyak daripada semuanya ini. Aku tahu, dan bisa membuktikan adanya banyak Adinda dan banyak Saidjah. Dan apa yang berupa fiksi dalam satu kasus, bisa menjadi kebenaran secara umum. Sudah kukatakan bahwa aku bisa menyebutkan nama orang-orang yang, seperti orangtua Saidjah dan Adinda, terusir dari desa mereka akibat penindasan. Bukan maksudku untuk menerbitkan, dalam buku ini, pernyataanpernyataan yang cocok untuk pengadilan yang harus memutuskan bagaimana kekuasaan Belanda dilaksanakan di Hindia. Pernyataan-pernyataan yang akan memiliki kekuatan dalam meyakinkan orang yang cukup sabar untuk membaca semuanya, dan ini tidak bisa diharapkan
~485~ dari masyarakat yang mencari penghiburan dalam bacaan mereka. Oleh karena itu, alih-alih daftar menjemukan nama orang dan tempat yang dilengkapi tanggal, alih-alih salinan DAFTAR PENCURIAN DAN PEMERASAN YANG ADA DI HADAPANKU, aku malah berupaya memberikan gambaran mengenai apa yang bisa berkecamuk dalam hati orang-orang miskin, ketika sarana penghidupan mereka dirampok. Aku bahkan hanya membuatmu menebak hal ini karena aku khawatir melakukan kekeliruan dalam melukiskan emosi-emosi yang tidak pernah kurasakan.
Namun, sehubungan dengan tujuan utamanya & . Oh, aku terpanggil untuk membuktikan apa yang kutulis! Oh, akan dikatakan, Kau menciptakan Saidjah; dia tidak pernah menyanyikan lagu itu; tidak pernah ada Adinda di Badur! Oh, akan dikatakan bahwa itu adalah kekuatan dan kehendak untuk menegakkan keadilan, begitu aku membuktikan diri tidak memfitnah!
Adakah kebohongan dalam perumpamaan orang Samaria yang baik hati itu karena mungkin seorang pelancong yang dirampok tidak pernah dibawa ke rumah orang Samaria itu" Adakah kebohongan dalam perumpamaan mengenai Penabur karena jelas tidak ada petani yang mau menebar benih di atas batu atau,
~486~ agar lebih sesuai dengan bukuku, bisakah hal yang utama yaitu kebenaran disangkal dalam Uncle Tom s Cabin karena tidak pernah ada orang bernama Evangeline" Akankah orang mengatakan kepada penulisnya mengenai protes abadi itu abadi bukan karena seni atau talenta, melainkan karena kecenderungan dan kesannya akankah mereka berkata kepadanya, Kau berbohong; budak-budak tidak diperlakukan dengan buruk; ada kebohongan di dalam bukumu. Apakah itu novel" Bukankah dia, dengan mempersembahkan cerita alih-alih daftar fakta yang menjemukan, dengan mempersembahkan cerita yang mengelilingi fakta-fakta itu, telah memperkenalkan semua fakta itu ke dalam hati kita" Akankah bukunya dibaca, seandainya dia mempersembahkannya dalam bentuk dokumen tuntutan hukum" Salahku atau salah diakah jika kebenaran, agar bisa menemukan jalan masuk, harus sebegitu sering meminjam GAUN kebohongan"
Dan kepada beberapa orang yang menganggap bahwa aku terlalu mengidolakan Saidjah dan cintanya, aku bertanya bagaimana mereka bisa tahu ini karena hanya ada beberapa orang Eropa yang mau repotrepot membungkuk untuk mengamati emosi dari mesin-mesin kopi dan gula yang disebut pribumi itu.
~487~ Namun, seandainya pengamatan ini beralasan, siapa pun yang mengutip ini sebagai bukti untuk menentang kecenderungan utama bukuku telah memberiku kemenangan yang sempurna. Karena pengamatan itu, jika diterjemahkan, akan berbunyi sebagai berikut; Kejahatan yang kau lawan tidak ada, atau tidak separah itu, karena orang pribumi tidak seperti Saidjah-mu. Tidak ada sebegitu banyaknya kejahatan dalam perlakuan buruk orang Jawa, seandainya kau menggambarkan Saidjah-mu dengan benar. Orang Sunda tidak menyanyikan lagu-lagu semacam itu, tidak mencintai seperti itu, tidak memiliki perasaan seperti itu & .
Tidak, menteri-menteri Kolonial! Tidak, mantanmantan Gubernur Jenderal! Kalian tidak perlu membuktikan itu. Kalian harus membuktikan bahwa penduduk tidak diperlakukan dengan buruk; tak peduli apakah ada Saidjah-Saidjah yang sentimental di antara penduduknya atau tidak. Atau, beranikah kalian berpura-pura bisa mencuri kerbau milik orang yang tidak mencintai, yang tidak menyanyikan lagu-lagu melankolis, yang tidak sentimental"
Sehubungan dengan serangan terhadap kemampuan sastra, aku akan mempertahankan keakuratan gambaranku mengenai Saidjah. Namun, sehubungan
~488~ dengan ranah politik, aku rela mengalah demi mencegah disingkirkannya pertanyaan terpenting ke dasar yang keliru. Aku tidak peduli apakah aku dianggap sebagai pelukis yang tidak becus, asalkan diakui bahwa perlakuan buruk terhadap orang pribumi memang KETERLALUAN. Itulah kata yang terdapat dalam catatan pendahulu Havelaar, yang ditunjukkan oleh Havelaar kepada Pengawas Verbrugge, catatan yang tergeletak di hadapanku.
Namun, aku punya bukti-bukti lain, dan ini menguntungkan; karena pendahulu Havelaar bisa saja keliru.
Wah, seandainya dia keliru, dia telah dihukum sangat berat atas kekeliruannya itu![]
~489~ Bab 18 [KELANJUTAN DARI KOMPOSISI STERN] AAT itu siang hari. Havelaar, yang keluar dari kamarnya, menemukan Tine di serambi depan sedang menunggunya di meja teh. Madam Slotering baru saja meninggalkan rumah dan tampaknya hendak pergi ke rumah Havelaar, tapi mendadak dia pergi ke gerbang. Di sana, dengan gerak tangan sangat tegas, dia mengusir seseorang yang baru saja masuk. Dia tetap berdiri diam sampai merasa yakin lelaki itu sudah pergi, lalu kembali menyusuri lapangan rumput menuju rumah Havelaar.
Akhirnya, aku akan tahu apa arti semua ini, ujar Havelaar. Setelah bertegur sapa, dia bertanya secara bergurau sehingga perempuan itu tidak menganggap Havelaar membenci pengaruhnya di pekarangan yang dulu dimilikinya itu.
~490~ Nah, Madam Slotering, katakan mengapa Anda selalu mengusir orang yang memasuki pekarangan" Bagaimana jika orang itu, misalnya, hendak menjual ayam atau keperluan dapur lainnya"
Wajah Madam Slotering menunjukkan ekspresi kepedihan yang tidak luput dari pengamatan Havelaar. Ah, katanya, ada begitu banyak orang jahat. Memang, di mana-mana juga begitu. Namun, jika Anda terlalu berlebihan, orang-orang baik pun akan menyingkir pergi. Ayolah, Madam, katakan mengapa Anda begitu ketat menjaga pekarangan"
Havelaar memandang perempuan itu dan berupaya dengan sia-sia untuk membaca jawaban di matanya yang berkaca-kaca. Sekali lagi, dia mendesak jawaban dan janda itu berurai air mata, mengatakan bahwa suaminya telah diracun di Parang Kujang, di rumah pejabat distrik.
Dia hendak menegakkan keadilan, Tuan Havelaar! lanjut perempuan malang itu, Dia ingin mengakhiri penindasan rakyat. Dia memperingatkan dan mengancam para pejabat di dalam rapat dan melalui surat. Anda pasti menemukan surat-suratnya di dalam arsip .&
Itu memang benar. Havelaar telah membaca suratsurat yang semua salinannya ada di hadapanku.
~491~ Berulang-ulang dia bicara dengan Residen, lanjut janda itu, tapi selalu sia-sia karena sudah umum diketahui bahwa pemerasan itu untuk kepentingan dan di bawah perlindungan Bupati, dan Residen tidak mau mengadukan Bupati kepada pemerintah. Semua percakapan itu tidak membawa dampak apa-apa, kecuali perlakuan buruk terhadap para pengadu. Oleh karena itu, suami saya yang malang mengatakan bahwa jika tidak ada perbaikan sebelum akhir tahun, dia akan melapor langsung ke Gubernur Jenderal.
Saat itu bulan November. Beberapa hari kemudian, dia melakukan perjalanan inspeksi, menyantap makan siang di rumah Demang Parang Kujang, dan tak lama setelah itu dibawa pulang dalam kondisi menyedihkan. Dia berteriak sambil menunjuk perutnya, Api, api, dan meninggal beberapa hari berselang. Padahal, semasa hidupnya dia selalu dalam keadaan sangat sehat.
Apakah Anda memanggil dokter dari Serang" tanya Havelaar.
Ya, tapi suami saya meninggal tak lama setelah kedatangannya. Saya tidak berani menyampaikan kecurigaan saya kepada dokter, karena tahu bahwa saya tidak akan bisa segera meninggalkan tempat ini,
~492~ dan saya mengkhawatirkan adanya balas dendam. Saya sudah mendengar bahwa Anda, seperti suami saya, menentang kesewenangwenangan yang merajalela di sini. Karenanya, saya tidak bisa tenang. Sebenarnya saya hendak menyembunyikan semua ini agar tidak membuat Anda dan Madam Havelaar ketakutan, jadi saya hanya mengawasi pekarangan untuk mencegah orang asing memasuki dapur.
Kini, jelas bagi Tine mengapa Madam Slotering tetap mengurus sendiri rumah tangganya, bahkan dia tidak mau menggunakan dapur yang begitu besar.
Havelaar memanggil Pengawas. Sementara itu, dia mengirim surat kepada dokter di Serang, memintanya untuk membuat pernyataan mengenai gejala-gejala yang mengiringi kematian Slotering. Jawaban yang diterima keesokan harinya tidak sesuai dengan kecurigaan janda itu. Menurut dokter, Slotering meninggal karena pembengkakan hati . Aku tidak tahu apakah penyakit semacam itu bisa muncul begitu mendadak dan mengakibatkan kematian dalam waktu beberapa jam. Kurasa aku harus mengingat keterangan Madam Slotering bahwa sebelumnya suaminya selalu sehat. Namun, seandainya bukti itu tidak bisa dinilai karena gagasan mengenai apa yang disebut sehat bervariasi bagi orang-orang yang
~493~ berbeda, terutama di mata orang nonmedis masih tersisa pertanyaan penting apakah seseorang yang hari ini meninggal karena pembengkakan hati , bisa berkuda kemarin dengan maksud menginspeksi desa pegunungan yang mungkin berjarak seratus tiga puluh kilometer jauhnya"
Dokter yang memeriksa Slotering mungkin cukup ahli, tapi bisa juga keliru dalam menilai gejala-gejala penyakit, karena sama sekali tidak mencurigai adanya kejahatan. Bagaimanapun, aku tidak bisa membuktikan bahwa pendahulu Havelaar diracun, karena Havelaar tidak punya waktu untuk menjernihkan masalah itu. Namun, aku bisa membuktikan kalau semua orang memercayai peracunan itu, yang dicurigai berhubungan dengan keinginan Slotering untuk menentang ketidakadilan.
Pengawas Verbrugge memasuki ruang kerja Havelaar, dan Havelaar langsung bertanya Tuan Slotering meninggal karena apa" Aku tidak tahu.
Apakah dia diracun" Aku tidak tahu & , tapi
Bicaralah terus terang, Verbrugge.
Tapi dia berupaya menentang kesewenangwenangan, sama sepertimu & dan dia pasti akan
~494~ diracun seandainya tinggal di sini lebih lama. Tuliskan itu!
Verbrugge menulisnya & . Tulisan itu ada di hadapanku.
Selanjutnya, benarkah terjadi banyak pemerasan di Lebak"
Verbrugge tidak menjawab. Jawablah, Verbrugge! Aku tidak berani.
Tuliskan bahwa kau tidak berani.
Verbrugge menuliskannya & . Tulisan itu ada di hadapanku.
Nah, selanjutnya, kau tidak berani menjawab pertanyaan terakhir. Baru-baru ini, kau katakan kepadaku ketika muncul pertanyaan mengenai peracunan bahwa kaulah satu-satunya yang menyokong hidup saudara-saudara perempuanmu di Batavia. Itukah alasan ketakutanmu, alasanmu bersikap seperti yang selalu kusebut setengahsetengah"
Ya. Verbrugge menuliskannya & . Pernyataannya tergeletak di hadapanku.
Itu cukup, ujar Havelaar, aku sudah cukup mengerti.
~495~ Lalu, Verbrugge pulang. Havelaar pergi keluar dan bermain dengan si kecil Max, yang diciuminya habishabisan. Ketika Madam Slotering sudah pulang, Havelaar menyuruh Max pergi dan memanggil Tine.
Tine Sayang! Aku ingin minta tolong kepadamu. Aku ingin kau dan Max pergi ke Batavia. Hari ini aku menuduh Bupati.
Tine memeluk Havelaar. Untuk pertama kalinya, dia menentang permintaan Havelaar dan menangis tersedusedu
Tidak, Max. Tidak, Max, aku tidak mau pergi & . Aku tidak mau pergi. Kita makan dan minum bersamasama.
Apakah Havelaar keliru ketika menyatakan bahwa istrinya tidak berhak menangis dan membuang ingus seperti perempuan-perempuan di Arles"
Havelaar menulis dan mengirim surat yang kuberikan salinannya di sini. Setelah memberikan sedikit gambaran mengenai keadaan ketika surat itu ditulis, kurasa tidak perlu bagiku untuk berhati-hati seperti yang dilakukan Havelaar. Havelaar saat itu merahasiakan penemuannya agar tidak memperlemah tuduhan positifnya dengan ketidakpastian sebuah tuduhan tambahan yang penting, tapi masih belum terbukti. Dia ingin menggali mayat pendahulunya dan
~496~ memerintahkan agar mayat itu diperiksa secara ilmiah setelah Bupati dipecat dan pengikut-pengikutnya diamankan. Namun, seperti yang sudah kukatakan, dia tidak mendapat kesempatan untuk melakukan itu.
Di dalam salinan dokumen-dokumen resmi salinan yang sama persis dengan aslinya kurasa aku bisa menggunakan kata ganti orang tunggal daripada gelar-gelar konyol itu. Kuharap selera baik pembaca akan menyetujui perubahan ini.
~497~ 118 Pundutan adalah meminta makanan, minuman, dan barangbarang
~498~ dengan dalih melayani pemerintah. Di dalam perjalanan orang-orang penting yang diundang oleh Bupati atau pejabat Distrik, semua kebutuhan dipasok oleh penduduk, dan diberikan sesering yang diperlukan.
119 Para pengikut dan pelayan yang dipanggil untuk meningkatkan jumlah tenaga yang diperlukan, dan melayani pejabat atau orang penting lainnya.
~499~ ~500~ ~501~ 120 Hasil bumi penerj. ~502~ Apakah keesokan harinya Residen Banten
~503~ menjawab" & . Tidak, tapi Tuan Slijmering yang melakukannya, dengan surat pribadi.
Jawaban itu merupakan sumbangan berharga untuk mengetahui bagaimana pemerintahan dilaksanakan di Hindia Belanda. Tuan Slijmering mengeluh bahwa Havelaar tidak menyampaikan kepadanya secara lisan terlebih dahulu masalah yang disebutkan dalam Surat No. 88 itu . Tentu saja, karena dengan begitu akan ada lebih banyak kesempatan untuk mengatur masalahnya. Selanjutnya, dia menambahkan bahwa Havelaar mengganggunya di tengah urusannya yang mendesak!
Jelas, lelaki itu sibuk menulis laporan tahunan mengenai KEDAMAIAN YANG DAMAI & . Aku punya surat itu di hadapanku, dan tidak memercayai penglihatanku. Kubaca sekali lagi surat dari Asisten Residen Lebak itu & . Kubandingkan Havelaar dengan Slijmering.
***** Sjaalman ini pengemis rendahan. Kau pasti tahu, pembaca bahwa Bastiaans sekali lagi sering tidak masuk kantor gara-gara asam urat. Nah, karena aku tidak tega menghamburkan uang firma (Last & Co.) karena menyangkut prinsip-prinsip, aku bertindak
~504~ tegas. Kemarin, dulu kupikir tulisan Sjaalman bagus dan, karena dia tampak begitu miskin, jelas dia mau bekerja dengan gaji kecil. Oleh karena itu, kupikir aku punya kewajiban untuk mengeluarkan Bastiaans dengan cara semurah-murahnya, maka aku pergi ke rumah Sjaalman di Lange Leidsche Dwarsstraat 121 .
Perempuan pemilik toko sedang berada di pintu, tampaknya dia tidak mengenaliku, walaupun belum lama ini sudah kukatakan kepadanya bahwa aku Tuan Droogstoppel, makelar kopi, dari Lauriergracht. Kita selalu merasa sedikit terhina jika orang tidak mengenali kita. Namun, karena sekarang udaranya tidak begitu dingin dan karena aku mengenakan mantel berpinggiran bulu ketika terakhir kalinya berada di sana, kuanggap itulah alasannya, dan aku tidak memikirkannya lagi maksudku penghinaan itu.
Oleh karena itu, sekali lagi kukatakan bahwa aku Tuan Droogstoppel dari Lauriergracht, makelar kopi, dan aku memintanya untuk pergi melihat apakah Sjaalman ada di rumah karena aku tidak ingin, seperti saat terakhir kalinya dulu, bicara dengan istrinya yang selalu merasa tidak puas itu. Namun, perempuan itu menolak pergi ke lantai atas. Dia tidak bisa naik turun tangga seharian untuk keluarga pengemis itu, katanya, tapi aku boleh pergi melihatnya sendiri, lalu dia
~505~ kembali menjelaskan tangga dan pintu-pintunya, penjelasan yang sama sekali tidak kuperlukan.
Aku selalu mengenali tempat yang pernah kudatangi karena aku memperhatikan segalanya. Itu sudah menjadi kebiasaanku dalam bisnis. Jadi, aku menaiki tangga, lalu mengetuk pintu yang sudah tidak asing lagi itu, yang terbuka. Aku masuk dan, karena tidak melihat siapa pun di dalam ruangan, aku melihat ke sekeliling. Tidak banyak yang bisa dilihat. Celana panjang anak-anak dengan pinggiran bersulam tersampir di kursi. Mengapa orang mengenakan celana bersulam"
121 Persimpangan Jalan Lange Leidsche.
Di sebuah pojok terdapat koper yang tidak terlalu berat ketika kuangkat pegangannya, dan di rak di atas perapian terdapat beberapa buku yang kuamati. Koleksi yang ganjil! Beberapa buku karya Byron, Horace, Bastiat, B"ranger, dan & tebaklah! & . Alkitab, Alkitab lengkap dengan Kitab Apokrifa. Ini tidak kuduga dari Sjaalman. Tampaknya Alkitab itu juga dibaca karena aku menemukan banyak catatan yang berhubungan dengan Alkitab pada lembaranlembaran kertas, semuanya ditulis dengan tulisan
~506~ tangan yang sama seperti dokumen-dokumen di dalam paket tidak diundang itu. Yang terutama, dia tampaknya telah mempelajari dengan teliti Kitab Ayub karena lembaran-lembarannya ditandai. Kurasa dia mulai merasakan hukuman Tuhan dan karenanya hendak bertobat dengan membaca Kitab Suci, dan aku tidak menentang itu.
Namun, sementara menunggu, mataku melihat kotak jahit perempuan yang berada di atas meja. Tanpa sadar, aku mengamatinya: di dalamnya ada sepasang stoking anak-anak yang belum selesai, banyak puisi konyol, dan sepucuk surat yang dialamatkan kepada istri Sjaalman, seperti yang terlihat dari tulisannya. Surat itu terbuka dan tampaknya seakan telah diremas-remas dengan marah.
Nah, prinsip mutlakku adalah tidak pernah membaca apa pun yang tidak ditujukan kepadaku, karena menurutku itu tidak pantas. Aku tidak pernah melakukan hal semacam itu jika tidak punya kepentingan. Namun, kini aku mendapat inspirasi bahwa tugaskulah untuk membaca surat ini karena isinya mungkin bisa lebih menjelaskan kehendak manusiawi yang membuatku pergi mengunjungi Sjaalman.
Aku berpikir betapa Tuhan selalu berada di dekat
~507~ mereka yang memercayai-Nya, karena di sini Dia memberiku kesempatan yang sangat tidak terduga untuk mengetahui sedikit lebih banyak lagi mengenai Sjaalman, dan juga melindungiku dari bahaya melakukan tindakan kemanusiaan pada seseorang yang tidak bermoral.
Aku sangat memperhatikan pengarahanpengarahan semacam itu dari Tuhan karena ini telah sangat menguntungkanku dalam bisnis. Dengan sangat terkejut kulihat bahwa istri Sjaalman berasal dari keluarga yang terhormat. Setidaknya, surat itu ditandatangani oleh seorang kerabat yang namanya dihormati di Belanda, dan aku benar-benar gembira dengan isinya yang indah itu. Tampaknya surat itu berasal dari seseorang yang giat bekerja untuk Tuhan, karena dia menulis bahwa istri Sjaalman harus minta cerai dari lelaki hina, yang membuatnya menderita kemiskinan, yang tidak bisa mencari nafkah, yang juga seorang bajingan karena punya utang.
Penulis surat itu mengasihani keadaan istri Sjaalman, walaupun keadaan itu adalah kesalahannya sendiri, karena dia telah meninggalkan Tuhan dan mengikuti suaminya. Dia harus kembali kepada Tuhan dan, jika demikian, seluruh keluarga akan membantunya, dan memberinya pekerjaan jahitan.
~508~ Namun, terlebih dahulu dia harus menyingkirkan Sjaalman ini, yang sangat memalukan keluarga.
Dengan kata lain, kau tidak bisa mendapat lebih banyak kesalehan di gereja daripada apa yang ada di dalam surat ini.
Aku sudah cukup tahu, dan bersyukur telah diberi peringatan dengan cara ajaib semacam itu. Tanpa peringatan ini, jelas aku akan menjadi korban dari kebaikan hatiku sendiri. Oleh karena itu, kuputuskan sekali lagi untuk mempertahankan Bastiaans sampai aku bisa menemukan orang yang lebih cocok untuk menggantikan tempatnya karena aku tidak suka mengusir siapa pun ke jalanan.
Pembaca pasti penasaran, ingin tahu bagaimana caraku menghadapi pesta terakhir keluarga Rosemeijer. Aku tidak menghadirinya, & terjadi halhal yang menakjubkan! Aku pergi ke Drierbergen bersama istriku dan Marie. Mertua laki-lakiku, Tuan Last tua, anak laki-laki dari Last yang pertama (saat itu keluarga Meijer masih berada di firma, tapi kini mereka sudah lama keluar), beberapa tahun yang lalu mengatakan bahwa dia ingin berjumpa dengan istriku dan Marie. Nah, saat itu cuacanya sangat bagus dan kekhawatiran terhadap ancaman kisah cinta dari Stern membuatku langsung teringat pada undangan ini. Aku
~509~ bicara dengan pegawai pembukuan kami, yang seoranglelaki
berpengalaman.Setelahmempertimbangkan denganmatang,diamenyarankankuuntukmemikirkannya semalaman. Aku langsung memutuskan untuk melakukannya karena aku sigap dalam melaksanakan keputusanku.
Keesokan harinya aku sudah menyadari betapa bijak nasihat ini, karena malam itu aku mendapat gagasan bahwa yang terbaik adalah menunda keputusanku sampai Jumat. Dengan kata lain, setelah mempertimbangkan dengan saksama semua hal ada begitu banyak sisi positif dari rencana itu, walaupun juga ada banyak sisi negatifnya kami berangkat Sabtu siang dan kembali Senin pagi. Semuanya ini tidak akan kuceritakan kepadamu, seandainya itu tidak ada hubungannya dengan bukuku.
Pertama-tama, kupikir kau harus tahu mengapa aku tidak memprotes omong kosong yang dikemukakan oleh Stern Minggu lalu. (Omong kosong macam apa itu, seseorang bisa mendengar ketika sudah mati" Marie menceritakannya kepadaku. Dia mendengarnya dari keluarga Rosemeijer yang berdagang gula.) Yang kedua, kini sekali lagi, aku yakin bahwa semua cerita mengenai penderitaan dan masalah di Hindia Belanda
~510~ itu adalah kebohongan belaka, maka bisa dilihat betapa seseorang mendapat kesempatan untuk menyelami masalah dengan baik ketika bepergian.
Pada Sabtu malam, misalnya, ayah mertuaku menerima undangan dari seorang lelaki yang dulunya menjadi Residen di Hindia Timur, dan kini tinggal di rumah pedesaan besar. Kami pergi ke sana. Memang, tidak habishabisnya aku memuji sambutan luar biasa yang kami terima. Tuan rumah kami mengirim keretanya untuk menjemput kami, dan kusirnya mengenakan rompi merah. Saat itu udaranya jelas sedikit terlalu dingin untuk berkeliling di luar rumah pedesaan itu, yang pasti menakjubkan di musim panas. Namun, di dalam rumah itu sendiri seseorang tidak akan menginginkan sesuatu pun, karena tempat itu dipenuhi oleh kemewahan: ruang biliar, perpustakaan, rumah kaca beratap besi, dan seekor kakaktua dengan tempat bertengger dari perak. Aku belum pernah melihat hal-hal semacam itu. Kuamati betapa perbuatan baik selalu mendapatkan ganjarannya, dan jelas lelaki itu sangat memperhatikan bisnisnya, karena dia punya lebih dari tiga medali kesatria. Dia punya tempat kediaman yang indah, juga sebuah rumah di Amsterdam. Saat makan malam, semua hidangannya dilengkapi truff" 122 dan para pelayannya bahkan


Max Havelar Karya Multatuli di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

~511~ mengenakan rompi merah seperti kusir tadi.
Aku sangat tertarik dengan masalah Hindia, karena menyangkut kopi, sehingga memulai percakapan soal itu, dan langsung memahami apa yang harus kupikirkan. Residen ini mengatakan kepadaku bahwa dia selalu berkecukupan di Hindia Timur, dan karenanya tidak ada satu pun kebenaran dalam ceritacerita mengenai ketidakpuasan di antara penduduk. Aku mengalihkan pembicaraan dengan menyebut Sjaalman. Tuan rumahku mengenalnya, dan tidak menyukainya. Dia mengatakan bahwa pemerintah bertindak benar dengan memecatnya, karena Sjaalman ini adalah orang yang tidak pernah merasa puas dan suka mengomentari segalanya. Lagi pula, tingkah lakunya sendiri sangat tidak pantas. Misalnya, dia selalu melarikan gadis-gadis dan membawa mereka pulang secara terang-terangan di hadapan istrinya. Dia tidak membayar utang-utangnya, dan ini sangat tidak pantas. Karena tahu persis betapa beralasannya tuduhan ini dari surat yang kubaca, aku sangat senang ketika mengetahui bahwa aku telah menilai segalanya dengan sangat benar, dan aku merasa sangat puas. Aku juga terkenal di Bursa maksudku karena selalu memberikan penilaian yang benar.
~512~ 122 Jamur. Residen dan istrinya ini bersikap baik dan menyenangkan. Mereka banyak bercerita mengenai cara hidup mereka di Hindia. Agaknya sangat menyenangkan di sana. Mereka mengatakan bahwa luas tempat kediaman mereka di dekat Driebergen itu tidak ada setengahnya jika dibandingkan dengan apa yang mereka sebut pekarangan di pedalaman Jawa, yang memerlukan seratus orang untuk merawatnya. Namun dan ini bukti betapa mereka disukai semua perawatan itu dilakukan tanpa bayaran dan murni karena keakraban. Mereka juga mengatakan bahwa, ketika mereka pulang, penjualan perabot mereka telah menghasilkan keuntungan besar karena dibeli dengan harga sepuluh kali lipat lebih tinggi daripada yang seharusnya.
Semua pejabat pribumi ingin sekali membeli kenang-kenangan dari seorang residen. Hal ini kemudian kusampaikan kepada Stern, yang bersikukuh bahwa semuanya itu dilakukan berdasarkan paksaan, dan dia bisa membuktikannya berdasarkan paket dari Sjaalman. Namun, kukatakan kepadanya bahwa Sjaalman ini seorang pemfitnah. Dia telah melarikan gadis-gadis, seperti pemuda Jerman di Busselinck &
~513~ Waterman, dan aku sama sekali tidak menghargai penilaiannya, karena kini aku mengetahui duduk perkaranya dari seorang residen sendiri, dan karenanya aku tidak perlu mengetahui sesuatu pun dari Sjaalman.
Masih ada banyak lagi orang dari Hindia, di antaranya seorang lelaki sangat kaya yang memperoleh banyak uang dari teh yang hanya menghasilkan sedikit uang bagi orang Jawa dan dibeli pemerintah dengan harga tinggi untuk mendorong kerja orang Jawa. Lelaki ini juga sangat marah dengan semua orang yang tidak merasa puas, yang selalu bicara dan menulis surat untuk menentang pemerintah. Tidak habis-habisnya dia memuji pemerintah Kolonial, karena menurutnya pemerintah banyak merugi dari teh yang dibeli dari sana, dan karenanya pemerintah sangat bermurah hati dengan terus membayar harga begitu tinggi untuk sesuatu yang secara intrinsik hanya sedikit nilainya, yang juga tidak disukai olehnya karena dia selalu minum teh Cina. Dia juga mengatakan bahwa Gubernur Jenderal, yang telah memperpanjang apa yang disebut sebagai kontrak teh tanpa memperhitungkan bahwa pemerintah banyak merugi, adalah orang pintar dan baik hati, terutama sahabat yang baik bagi mereka yang pernah
~514~ mengenalnya. Gubernur Jenderal ini sama sekali tidak memedulikan omongan mengenai kerugian sehubungan dengan teh, dan karenanya telah memberi lelaki itu begitu banyak kebaikan dengan tidak membatalkan kontrak-kontrak teh itu.
Ya, lanjutnya, hatiku terluka ketika mengetahui bahwa orang semulia itu difitnah. Seandainya dia tidak pernah berada di sana, pasti kini aku harus berjalan kaki bersama istri dan anak-anakku.
Lalu, dia memanggil keretanya yang tampak begitu indah, dengan kuda-kuda yang begitu cantik dan gemuk, sehingga aku bisa mengerti mengapa dia sangat bersyukur kepada Gubernur Jenderal itu. Sangat menyenangkan melihat emosi semanis ini, terutama ketika membandingkannya dengan gerutuan dan keluhan terkutuk dari orang seperti Sjaalman itu.
Keesokan harinya, Residen dan lelaki yang membuat orang Jawa menghasilkan teh itu membalas kunjungan kami. Keduanya langsung bertanya dengan kereta api yang mana kami hendak pergi ke Amsterdam. Kami tidak tahu apa artinya ini, tapi kemudian hal itu menjadi jelas bagi kami karena, ketika kami tiba di sana pada hari Senin pagi, ada dua pelayan di stasiun, yang satu berompi merah dan yang satunya lagi berompi kuning, dan keduanya serempak
~515~ mengatakan bahwa mereka telah menerima perintah melalui telegram untuk menjemput kami dengan kereta. Istriku kebingungan dan aku membayangkan apa yang akan dikatakan oleh Busselinck & Waterman seandainya mereka melihat itu maksudku melihat dua kereta yang menjemput kami. Namun, tidaklah mudah untuk menentukan pilihan karena aku tidak bisa melukai salah satu pihak dengan menolak tawaran semanis itu. Nasihat yang baik diperlukan, tapi aku berhasil mengatasi kesulitan ini dengan gemilang. Aku meminta istriku dan Marie untuk menaiki kereta merah, maksudku rompi merah, sedangkan aku menaiki yang kuning maksudku keretanya.
Betapa kuda-kuda itu melesat di Weesperstraat yang selalu begitu kotor, dengan lumpur beterbangan setinggi rumah. Di sana, aku melihat Sjaalman menyedihkan itu dengan punggung membungkuk dan kepala tertunduk, dan kulihat betapa dia berupaya membersihkan lumpur dari wajah pucatnya dengan lengan mantel usangnya.[]
~516~ Bab 19 [DISUSUN OLEH STERN] ALAM surat pribadi yang dikirimkan oleh Tuan Slijmering kepada Havelaar, dia menyatakan bahwa, walaupun sangat sibuk, dia akan datang ke Rangkas Bitung keesokan harinya untuk merundingkan apa yang seharusnya dilakukan. Havelaar, yang tahu apa arti perundingan semacam itu pendahulunya telah begitu sering berunding dengan Residen Banten menulis surat berikut ini, yang dikirimnya kepada Residen untuk dibaca sebelum berangkat ke Lebak:
~517~ ~518~ ~519~ ~520~ ~521~ ~522~ 123 Sedikit. ~523~ ~524~ Permohonan untuk tidak melindungi para penjahat
~525~ ini diterima Residen dalam perjalanan. Satu jam setelah kedatangannya di Rangkas Bitung, dia mengunjungi Bupati dan bertanya apakah dia bisa mengutarakan sesuatu yang memberatkan Asisten Residen dan apakah dia Bupati itu perlu uang .
Pertanyaan pertama, Bupati menjawab, Sama sekali tidak ada! Saya berani bersumpah! Pertanyaan kedua diiyakannya, lalu Residen memberinya beberapa lembar uang.
Bisa dipahami bahwa Havelaar sama sekali tidak tahu soal ini. Nantinya akan kita lihat bagaimana dia bisa mengetahui transaksi yang sangat memalukan ini.
Ketika Residen Slijmering memasuki rumah Havelaar, wajahnya lebih pucat daripada biasanya, dan jeda di antara kata-katanya lebih lama daripada biasanya. Memang bukan perkara kecil, bagi seseorang yang begitu ahli dalam mengatur dan membuat laporan-laporan tahunan mengenai kedamaian , untuk secara tak terduga menerima surat-surat yang sama sekali tidak mengandung keoptimisan atau memutarbalikkan fakta, atau yang tidak mengkhawatirkan ketidaksetujuan pemerintah.
Residen Banten itu ketakutan. Lagi pula, jika aku bisa dimaafkan karena membuat perbandingan yang hina demi ketepatan penggambaranku, aku cenderung
~526~ membandingkannya dengan bocah jalanan kecil yang mengeluhkan pelanggaran kebiasaan lama, karena dia telah dipukuli walaupun tidak mengutarakan kata-kata makian.
Residen memulai dengan bertanya kepada Pengawas mengapa dia tidak berupaya mencegah tuduhan Havelaar. Verbrugge yang malang itu, yang benar-benar tidak mengetahui situasinya, mengatakan bahwa dia sama sekali tak tahu tentang ini, tapi tidak dipercayai. Tuan Slijmering tidak percaya bahwa seseorang yang tidak menerima bantuan bisa melaksanakan tugas dengan cara seperti itu. Namun, karena Verbrugge tetap mempertahankan ketidaktahuannya, Residen mulai membacakan suratsurat Havelaar.
Penderitaan Verbrugge ketika mendengarkannya benar-benar tak terlukiskan. Dia adalah lelaki jujur, dan tidak akan berbohong seandainya Havelaar memintanya untuk menegaskan kebenaran isi suratsurat itu. Namun, bahkan tanpa kejujuran itu pun, dia tidak selalu bisa menghindari kebenaran di dalam banyak laporan tertulisnya, walaupun itu membahayakan. Bagaimana jika Havelaar memanfaatkan laporan-laporan itu"
Setelah membacakan surat-surat itu, Residen
~527~ berkata bahwa, seandainya Havelaar memilih untuk menarik kembali dokumen-dokumen itu, dengan senang hati dia akan menganggap semuanya itu tidak pernah ditulis. Namun, Havelaar menolak dengan tegas dan sopan.
Setelah berupaya membujuk Havelaar dengan siasia, Residen mengatakan bahwa dia harus menyelidiki tuduhan-tuduhan itu, dan karenanya meminta Havelaar untuk memanggil saksi-saksi yang mendukung tuduhannya terhadap Bupati.
Wahai, makhluk-makhluk malang dengan tubuh terluka akibat duri-duri di dalam jurang, betapa cepat jantung kalian akan berdetak seandainya mendengar permintaan ini!
Dan kau, Verbrugge yang malang, kau adalah saksi pertama, saksi utama, saksi ex officio 124 , saksi berdasarkan sumpah dan jabatan, saksi yang telah menuliskan kesaksiannya di atas kertas yang tergeletak di meja sana, di bawah tangan Havelaar!
124 Resmi penerj. Havelaar menjawab: Tuan Residen, saya Asisten Residen Lebak. Saya telah berjanji untuk melindungi penduduk dari
~528~ pemerasan dan tirani. Saya menuduh Bupati dan menantu lakilakinya dari Parang Kujang. Saya akan membuktikan tuduhan saya begitu ada kesempatan, seperti yang saya usulkan dalam surat-surat saya. Saya-lah yang bersalah melakukan pemfitnahan seandainya tuduhan ini keliru!
Verbrugge bisa bernapas kembali!
Betapa aneh pula kata-kata Havelaar bagi Residen.
Percakapan itu berlangsung lama. Dengan sopan, karena Slijmering memang sopan dan berpendidikan, dia mendesak Havelaar untuk melepaskan prinsipprinsip keliru semacam itu. Namun, dengan kesopanan yang sama, Havelaar tetap bergeming. Akhirnya, Residen harus mengalah dengan mengatakan sebagai ancaman, yang bagi Havelaar justru sebuah kemenangan bahwa dia terpaksa harus membawa masalah itu kepada pemerintah.
Pertemuan berakhir. Residen mengunjungi Bupati untuk mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disebutkan tadi, lalu menyantap makan siang sederhana di rumah Havelaar, dan setelah itu cepatcepat kembali ke Serang, karena dia masih punya begitu banyak pekerjaan .
Keesokan harinya, Havelaar menerima surat dari
~529~ Residen Banten, yang isinya bisa dipahami dari jawaban atas surat itu, yang saya berikan salinannya di sini:
~530~ ~531~ ~532~ ~533~ Tanpa memutuskan kebenaran mengenai
~534~ kecurigaan janda Slotering menyangkut penyebab yang membuat anak-anaknya kehilangan ayah, dan dengan hanya menerima apa yang bisa dibuktikan yaitu ada hubungan yang kuat di Lebak antara pemenuhan tugas dan racun, walaupun hubungan itu hanya ada dalam pendapat publik bisa dipahami bahwa Max dan Tine melewati hari-hari yang menyedihkan setelah kunjungan Residen itu. Aku yakin aku tidak perlu melukiskan penderitaan seorang ibu yang, ketika menawarkan makanan kepada anaknya, harus selalu bertanya-tanya apakah dia tidak sedang membunuh anak kesayangannya itu.
Dan, jelas si kecil Max adalah anak kesayangan , yang baru hadir setelah tujuh tahun pernikahan, seakan anak nakal itu tahu, tidaklah menguntungkan untuk datang ke dunia sebagai putra dari orangtua semacam itu.
Havelaar harus menunggu selama dua puluh sembilan hari sebelum Gubernur Jenderal menghubunginya & .
Namun, kita belum sejauh itu.
Tidak lama setelah upaya sia-sia untuk membujuk Havelaar agar mencabut surat-suratnya, atau mengkhianati orang-orang malang yang memercayai kemuliaan hatinya, Verbrugge memasuki rumah
~535~ Havelaar. Wajah lelaki baik hati itu sepucat mayat dan dia mengalami kesulitan untuk bicara.
Aku baru saja bersama Bupati, katanya, Ini benarbenar menghebohkan, & tapi jangan mengkhianatiku!
Apa" Apa yang tidak boleh kukhianati" Kau berjanji untuk tidak menggunakan apa yang akan kuceritakan kepadamu ini"
Setengahsetengah lagi, jawab Havelaar, tapi baiklah! Aku berjanji.
Setelah itu, Verbrugge menceritakan kepada Havelaar apa yang sudah diketahui oleh pembaca bahwa Residen telah bertanya kepada Bupati apakah dia bisa mengucapkan sesuatu untuk menentang Asisten Residen dan secara tidak terduga memberinya uang. Verbrugge mengetahuinya dari Bupati itu sendiri, yang bertanya kepadanya apa alasan Residen melakukan hal ini.
Havelaar marah, tapi dia sudah berjanji. Keesokan harinya, Verbrugge kembali dan menceritakan bahwa Duclari mengatakan betapa hinanya apabila Verbrugge meninggalkan Havelaar, yang harus melawan musuh-musuh semacam itu seorang diri, sehingga Verbrugge membebaskan Havelaar dari janjinya.
~536~ Baiklah, kata Havelaar, tuliskan itu. Verbrugge menuliskannya. Pernyataan ini juga ada di hadapanku.
Pembaca pasti sudah lama mengerti mengapa aku bisa menyangkal dengan begitu mudahnya semua tuntutan mengenai kebenaran kisah Saidjah.
Sangat mengharukan melihat betapa Verbrugge yang bersikap penakut sebelum disadarkan oleh celaan Duclari berani memercayai janji Havelaar dalam masalah yang begitu menggoda orang untuk melanggar janjinya itu!
Satu hal lagi. Sudah bertahun-tahun berlalu semenjak peristiwa-peristiwa yang kuceritakan ini. Havelaar sudah banyak menderita selama itu; dia menyaksikan penderitaan keluarganya dokumendokumen yang ada di hadapanku menjadi saksinya dan tampaknya dia sedang menunggu & .
Kuberikan catatan berikut ini yang ditulisnya sendiri: Kubaca dalam surat kabar bahwa Tuan Slijmering mendapat gelar Kesatria Ordo Singa Belanda. Tampaknya dia kini menjadi Residen Yogyakarta. Oleh karena itu, kini aku bisa membicarakan masalah Lebak tanpa membahayakan Verbrugge. []
~537~ Bab 20 [DISUSUN OLEH STERN] AAT itu malam hari. Tine sedang duduk membaca di serambi dalam, Havelaar sedang menggambar pola sulaman, sedangkan si kecil Max sedang memasang puzzle dan marah karena tidak bisa menemukan tubuh nyonya merah di puzzle-nya.
Benarkah begini, Tine" tanya Havelaar. Lihat, aku telah membuat pohon palem ini sedikit lebih besar & ini benar-benar garis keindahan Hogarth.
Ya, Max! Tapi, lubang-lubang renda ini terlalu berdekatan satu sama lain.
Benarkah" Dan yang lainnya"
Max! Coba kulihat celana panjangmu & kau punya pola garis sulaman itu"
Ah! Aku ingat di mana kau menyulamnya, Tine!
~538~ Aku tidak. Kalau begitu di mana"
Di Den Haag ketika Max sakit, dan kita sangat ketakutan karena dokter mengatakan bentuk kepala Max tidaklah umum, sehingga sangat diperlukan kehati-hatian agar otaknya tidak tertekan & . Saat itulah, kau sibuk dengan pola garis itu.
Tine bangkit berdiri dan mencium si kecil. Perutnya sudah ketemu, perutnya sudah ketemu! teriak bocah kecil itu dengan riang, dan nyonya merah pun sudah lengkap.
Ini waktu tidur siapa" tanya ibunya.
Aku. Tapi, aku belum makan, jawab si kecil Max.
Tentu saja, kau harus makan dulu.
Tine pun bangkit berdiri, lalu memberinya makan malam sederhana yang tampaknya diambil dari lemari terkunci di kamarnya, berdasarkan bunyi banyaknya kunci yang dibuka.
Apa yang kau berikan kepadanya" tanya Havelaar.
Oh, jangan khawatir! Biskuit kalengan dari Batavia, gulanya juga disimpan di lemari terkunci.
Pikiran Havelaar kembali beralih pada pokok pembicaraan yang tadi terganggu.
Kau tahu, lanjut Tine, kita belum membayar
~539~ tagihan dokter itu" Oh! Itu sulit sekali!
Max Sayang, kita hidup begitu hemat di sini, kita akan segera bisa membayar semuanya. Lagi pula, kau jelas akan segera diangkat menjadi residen, lalu tidak lama lagi semuanya akan bisa diatur.
Itulah tepatnya yang membuatku sedih, ujar Havelaar. Aku sangat tidak ingin meninggalkan Lebak & . Nanti akan kujelaskan. Percayakah kau bahwa kita semakin mencintai Max setelah penyakitnya itu" Kini, tampaknya aku semakin mencintai Lebak, setelah daerah itu terbebas dari kanker yang dideritanya selama bertahuntahun. Pikiran mengenai kenaikan jabatan menakutkanku. Namun dari sisi lain, ketika kupikirkan kembali bahwa kita punya utang & .
Semuanya akan beres, Max! Seandainya pun harus pergi dari sini, kau bisa membantu Lebak setelahnya dengan menjadi gubernur jenderal.
Tak lama kemudian, muncullah garis-garis liar dalam pola yang digambar Havelaar. Ada kemarahan dalam bunga-bunga itu & . Garis-garis itu tajam, meruncing, bersilangan & . Tine mengerti bahwa dia telah mengucapkan sesuatu yang keliru.
Max Sayang! katanya memulai dengan lembut.
~540~ Terkutuk! & . Kau hendak membiarkan mereka kelaparan selama itu" & . Bisakah kau hidup dengan pasir"
Max Sayang! & . Namun, Havelaar melompat berdiri dari kursinya dan malam itu tidak ada lagi acara menggambar.
Havelaar mondar-mandir di serambi dalam, dan akhirnya bicara dengan nada yang kedengaran kasar dan keras bagi orang asing, tapi dianggap sangat berbeda oleh Tine.
Terkutuklah sikap masa bodoh ini, sikap masa bodoh yang memalukan ini! Di sini, aku telah menunggu sebulan untuk keadilan, sementara orang miskin sangat menderita. Tampaknya Bupati memperhitungkan tidak adanya orang yang berani menentangnya lihat & .
Havelaar memasuki kantornya dan kembali dengan sepucuk surat di tangan. Surat yang tergeletak di hadapanku, pembaca!
Lihatlah, dalam surat ini, dia berani mengajukan usulan-usulan kepadaku mengenai jenis pekerjaan yang hendak diperintahkannya kepada orang-orang yang dipanggilnya secara tidak sah itu & . Bukankah ini tindakan tidak tahu malu yang sudah keterlaluan" Tahukah kau siapa orang-orang ini" Mereka adalah
~541~ kaum perempuan dengan anak-anak kecil, dengan bayi-bayi; kaum perempuan yang sedang hamil, yang dibawa dari Parang Kujang ke ibu kota agar bekerja untuknya karena kaum lelaki sudah tidak ada lagi! Mereka tidak punya sesuatu pun untuk dimakan; mereka tidur di jalanan dan makan pasir & . Bisakah kau makan pasir" Haruskah mereka makan pasir sampai aku menjadi gubernur jenderal" Terkutuk! & .
Tine tahu sekali dengan siapa sebenarnya Max marah ketika bicara seperti itu kepada perempuan yang sangat dicintainya.
Dan, lanjut Havelaar, semuanya itu berada di bawah tanggung jawab-ku. Seandainya saat ini beberapa dari makhluk malang itu berkeliaran di luar sana dan mencari cahaya lampu-lampu kita, mereka akan berkata, Di sana, tinggallah bajingan yang seharusnya melindungi kita. Di sana, dia duduk tenang bersama anak istrinya dan menggambar pola-pola sulaman, sementara kita berbaring di jalanan seperti anjing dan kelaparan bersama anakanak kita! Ya, aku mendengarnya. Teriakan pembalasan dendam di atas kepalaku! & . Sini, Max, sini! & .
Havelaar lalu mencium Max dengan kebuasan yang menakutkan bocah itu.
Anakku, seandainya mereka mengatakan
~542~ kepadamu bahwa aku bajingan yang tidak punya keberanian untuk menegakkan keadilan sehingga begitu banyak ibu meninggal karena kesalahanku, seandainya mereka mengatakan kepadamu bahwa ketidakpedulian ayahmu telah mencuri kegembiraan hidupmu & . Max, lihatlah be-tapa menderitanya diriku!
Havelaar pun berurai air mata, yang dikeringkan Tine dengan ciuman. Setelah itu, Tine membawa si kecil Max ke tempat tidur tikar jerami dan ketika kembali, Tine mendapati Havelaar sedang bercakapcakap dengan Verbrugge dan Duclari yang baru saja datang. Percakapan itu mengenai keputusan pemerintah yang diharapkan.
Aku mengerti sekali kalau Residen berada dalam posisi sulit, ujar Duclari. Dia tidak bisa menasihati pemerintah untuk menerima usulan-usulanmu karena nantinya akan terlalu banyak yang terbongkar. Aku sudah lama di Banten dan tahu banyak mengenai hal itu, lebih tahu darimu, Tuan Havelaar! Dulu aku berada di sini sebagai letnan muda dan dalam posisi itu seseorang mendengar hal-hal yang tidak berani diceritakan oleh kaum pribumi kepada para pejabat. Seandainya sekarang, setelah penyelidikan terbuka, semuanya ini terbongkar, Gubernur Jenderal akan
~543~ memanggil Residen untuk mempertanggungjawabkannya dan bertanya mengapa dalam waktu dua tahun dia tidak bisa menemukan apa yang langsung jelas bagimu. Oleh karena itulah, dia harus mencegah penyelidikan itu.
Aku telah mempertimbangkan hal itu, jawab Havelaar, dan berjaga-jaga terhadap upayanya membujuk Bupati agar mengatakan sesuatu untuk menentangku. Ini tampaknya menunjukkan bahwa dia akan berupaya mengalihkan pertanyaan, misalnya dengan menuduh-ku & . Aku tidak tahu apa yang akan dituduhkannya. Aku telah melindungi diriku sendiri dengan mengirimkan salinan surat-suratku secara langsung kepada pemerintah. Dalam salah satu surat itu, aku memohon agar dipanggil untuk memberikan pertanggungjawaban, seandainya mungkin ada yang berdalih bahwa aku telah melakukan suatu kekeliruan. Jika kini Residen Banten menyerang-ku, tidak ada keputusan yang bisa dibuat dengan keadilan sebelum aku didengar ini diizinkan, bahkan untuk penjahat sekalipun, sedangkan aku tidak melakukan kesalahan apa pun & .
Itu ada pos! ujar Verbrugge.
Ya, itu pos! Pos yang membawa surat berikut ini dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk
~544~ Havelaar, mantan Asisten Residen Lebak:
~545~ ~546~ Di bawah surat itu tercantum pula nama lelaki
~547~ yang semangat, kemampuan, dan kesetiaan-nya dikatakan bisa diandalkan oleh Raja, ketika Raja menandatangani pengangkatan lelaki itu sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Kita pergi dari sini, Tine Sayang, ujar Havelaar, lalu dia memberikan surat itu kepada Verbrugge, yang membaca dokumen tersebut bersama Duclari.
Mata Verbrugge berkaca-kaca, tapi dia diam saja. Duclari, seorang lelaki yang sangat sopan dan berpendidikan, langsung melontarkan sumpah serapah.
K , aku pernah melihat para bajingan dan pencuri di pemerintahan di sini & . Mereka pergi dari sini dengan terhormat, tapi kepada-mu mereka menulis surat semacam itu!
Tidak apa-apa, ujar Havelaar, Gubernur Jenderal itu orang jujur & . Dia pasti ditipu, walaupun seharusnya bisa melindungi diri terhadap penipuan itu dengan mendengarkanku terlebih dahulu. Namun, aku akan pergi menemuinya dan menjelaskan bagaimana masalahnya di sini & . Dia akan menegakkan keadilan, aku yakin itu.
Tapi jika kau pergi ke Ngawi & .
Inilah yang kuketahui dengan pasti. Bupati Ngawi adalah kerabat Bupati Banten. Di Ngawi, aku pasti akan melakukan hal yang sama seperti yang kulakukan
~548~ di sini. Itu akan menjadi perjalanan yang sia-sia.
Lagi pula, mustahil bagiku untuk menjalani ujian seakan aku telah berkelakuan buruk & dan, akhirnya, aku tahu bahwa untuk mengakhiri semua penipuan ini, aku tidak bisa lagi menjadi pejabat. Sebagai pejabat, ada terlalu banyak orang di antara aku dan pemerintah yang berkepentingan untuk mengingkari kesengsaraan penduduk. Ada alasan-alasan lain yang mencegahku pergi ke Ngawi. Di sana tidak ada lowongan; lowongan itu sengaja diciptakan untukku. Lihat ini!
Havelaar pun menunjukkan surat kabar Jawa yang dibawa oleh pos yang sama itu. Memang, di dalam keputusan pemerintah yang mengangkatnya sebagai Asisten Residen Ngawi, Asisten Residen di tempat itu dipindahkan ke distrik lain yang membuka lowongan.
Tahukah kalian mengapa aku harus pergi ke Ngawi, dan bukan ke distrik yang membuka lowongan" Akan kukatakan kepada kalian, Residen Madiun, yang membawahi Ngawi, adalah saudara ipar mantan Residen Banten. Sudah kukatakan bahwa hal-hal menghebohkan semacam itu berlangsung di sini bahwa Bupati memberikan contoh-contoh buruk & .
Ah, teriak Verbrugge dan Duclari serempak. Mereka mengerti mengapa Havelaar dipindahkan ke
~549~ Ngawi, yaitu untuk diuji apakah dia bersedia memperbaiki diri.
Dan masih ada alasan lain mengapa aku tidak bisa pergi ke sana, ujar Havelaar. Sebentar lagi, Gubernur Jenderal hendak mengundurkan diri. Aku tidak mengenal penggantinya, juga tidak tahu apa yang bisa kuharapkan darinya. Untuk melakukan sesuatu bagi orang-orang ma-lang ini tepat pada waktunya, aku harus bicara dengan Gubernur sebelum dia berangkat. Seandainya pun aku sekarang pergi ke Ngawi, itu akan mustahil & . Tine!
Ya, Max! Kau punya keberanian, bukan"
Max! Kau tahu aku punya keberanian ketika bersamamu.
Bagus! Havelaar pergi dan menulis surat berikut ini, yang menurut pendapatku merupakan contoh dari kefasihan bahasanya:
~550~ Tidak perlu waktu lama di Buitenzorg untuk
~551~ mengabulkan permohonan pemecatan sukarela itu, dan tidak selama saat memutuskan bagaimana cara menolak tuduhan Havelaar. Karena, untuk yang terakhir itu diperlukan waktu satu bulan, sedangkan surat pemecatan itu tiba beberapa hari kemudian di Lebak.
Terpujilah Tuhan, kata Tine, akhirnya kau bisa menjadi dirimu sendiri.
Havelaar tidak menerima instruksi untuk menyerahkan pemerintahan kepada Verbrugge. Oleh karena itu, dia menunggu penggantinya. Pengganti ini pun datangnya lama sekali karena harus berangkat dari pojok terpencil Jawa. Setelah menunggu selama tiga minggu, Asisten Residen exofficio Lebak, yang sementara itu tetap bertindak sebagai Asisten Residen, menulis surat berikut ini kepada Pengawas Verbrugge:
~552~ ~553~ ~554~ ~555~ ~556~ 125 Demi kepentingan saya penerj.
Selanjutnya, Havelaar berangkat bersama istri dan anaknya dari Rangkas Bitung. Dia menolak segala pendampingan. Duclari dan Verbrugge sangat terharu pada saat perpisahan. Max juga terharu, terutama ketika dalam tahap pertama perjalanannya, dia mendapati sejumlah besar orang telah pergi secara diam-diam dari Rangkas Bitung untuk mengucapkan selamat tinggal terakhir kalinya.
Di Serang, keluarga itu mampir ke rumah Tuan Slijmering dan disambut dengan keramahan Hindia seperti biasa.
Pada malam harinya, banyak tamu datang ke rumah Residen. Mereka mengatakan ingin mengucapkan selamat tinggal kepada Havelaar, dan Havelaar menerima banyak jabat tangan sepenuh hati .&
Namun, dia harus pergi ke Batavia untuk bicara dengan Gubernur Jenderal. Ketika mereka tiba di sana, Havelaar memohon pertemuan. Ini ditolak karena Yang Mulia sedang sakit kaki.
Havelaar menunggu sampai kaki Yang Mulia selesai diobati, lalu sekali lagi memohon pertemuan.
Yang Mulia punya banyak sekali pekerjaan, sehingga merasa wajib untuk menolak pertemuan,
~557~ sekalipun dengan Direktur Jenderal Keuangan dan tidak bisa menemui Havelaar .
Havelaar menunggu sampai Yang Mulia selesai berjuang untuk mengatasi semuanya ini. Sementara itu, dia sedikit mencemburui orang-orang yang membantu Yang Mulia dalam pekerjaannya, karena dia senang bekerja cepat dan keras, dan biasanya ada begitu banyak urusan yang bisa diselesaikannya. Akan tetapi, ini benar-benar mustahil. Pekerjaan Havelaar lebih berat daripada pekerjaan biasa & . Dia menunggu.
Dia menunggu. Akhirnya dia kembali memohon pertemuan. Dia menerima jawaban bahwa Yang Mulia tidak bisa menemuinya, karena pekerjaannya terlalu banyak, dan beliau hendak berangkat.
Max memohon agar Yang Mulia bersedia mendengarkannya selama setengah jam, begitu punya sedikit waktu di antara dua urusan .
Akhirnya, Havelaar mendengar bahwa Yang Mulia akan berangkat keesokan harinya! Ini seperti sambaran geledek baginya. Namun, dia masih percaya bahwa Gubernur yang hendak pensiun itu adalah lelaki jujur dan telah ditipu. Waktu seperempat jam sudah cukup untuk membuktikan kebenaran tujuan Havelaar, tapi tampaknya waktu seperempat jam ini tidak akan diberikan kepadanya.
~558~ Di antara dokumen-dokumen Havelaar, kutemukan salinan surat yang tampaknya ditulisnya untuk Gubernur Jenderal yang hendak pensiun itu, pada malam terakhir sebelum dia berangkat ke Belanda. Di pojoknya, aku menemukan kata tidak persis yang ditulis dengan pensil, sehingga aku mengerti bahwa beberapa frasa telah diganti ketika menyalin surat itu. Aku melakukan pengamatan ini agar tidak muncul keraguan mengenai keaslian dokumendokumen resmi lainnya yang kusampaikan, yang semuanya ditandatangani oleh orang lain dan disahkan sebagai salinan yang sama persis. Ini kusebutkan karena aku menginginkan kesesuaian harfiah dokumen itu. Mungkin orang yang dikirimi surat itu hendak memublikasikan teks yang sama persis, sehingga orang bisa melihat seberapa jauh Havelaar menyimpang dari salinan ini.
~559~ ~560~ ~561~ Malam itu Havelaar menunggu. Dia menunggu
~562~ sepanjang malam. Tadinya dia berharap kemarahan dalam nada suratnya akan mewujudkan apa yang telah dengan sia-sia diupayakannya melalui kelembutan dan kesabaran.
Harapannya sia-sia. Gubernur Jenderal berangkat tanpa mendengarkan Havelaar & . Satu lagi orang Yang Mulia telah pensiun ke tanah airnya untuk beristirahat!
Havelaar berkeliaran dalam keadaan miskin dan terabaikan. Dia terus mencari.
***** Cukuplah, Stern yang baik! Aku, Multatuli, mengambil alih pena. Kau tidak diperintahkan untuk menulis biografi Havelaar. Aku menciptakanmu. Aku membawamu dari Hamburg. Aku mengajarimu bahasa Belanda yang baik dalam waktu sangat singkat. Aku membuatmu mencium Louise Rosemeijer dari keluarga Rosemeijer yang berdagang gula & . Cukuplah, Stern! Kau boleh pergi.
Sjaalman dan istrinya ini & . Stop!!! Wahai, produk menyedihkan dari ketamakan kotor dan kemunafikan terkutuk! Aku
~563~ menciptakanmu. Kau telah tumbuh menjadi monster di bawah penaku. Aku merasa jijik dengan ciptaanku sendiri & tersedak kopi dan minggatlah!
Ya, aku, MULTATULI, yang telah banyak menderita , aku mengambil alih pena. Aku tidak meminta maaf atas bentuk bukuku, kurasa itu bentuk yang tepat untuk mencapai tujuanku. Tujuan ganda.
Pertama, aku ingin mewujudkan sesuatu yang mung-kin akan disimpan sebagai pusaka suci oleh si kecil Max dan saudara perempuannya ketika orangtua mereka sudah mati kelaparan. Aku ingin memberikan kesaksian dengan tulisan tanganku sendiri untuk anak-anak ini.
Dan kedua, aku akan dibaca! Ya, aku akan dibaca! Aku akan dibaca oleh para negarawan yang wajib memperhatikan tanda-tanda zaman, oleh para sastrawan yang juga harus mengintip buku yang menyatakan begitu banyak keburukan ini, oleh para pedagang yang tertarik dengan lelang-kopi, oleh para pelayan perempuan yang membeliku seharga beberapa sen untuk dibaca, oleh para pensiunan gubernur jenderal, oleh para menteri yang harus melakukan sesuatu, oleh para penjilat Yang Mulia, oleh para pengkhutbah yang, more majorum 126 , akan mengatakan bahwa aku menyerang Tuhan yang Mahakuasa,
~564~ padahal aku hanya menyerang tuhan yang mereka ciptakan menurut gambaran mereka sendiri, dan oleh para anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang harus mengetahui apa yang terjadi di jajahan luas di seberang lautan yang menjadi milik Belanda & . Ya, aku akan dibaca!
Seandainya tujuan ini tercapai, aku akan merasa puas. Karena aku tidak bermaksud untuk menulis dengan baik & . Aku ingin menulis agar didengar. Sama seperti orang yang berteriak, Berhenti pencuri! tidak memedulikan gaya bicara spontannya kepada publik, aku juga tidak memedulikan kritik mengenai cara-ku berteriak, Berhenti pencuri! Buku ini campur aduk; tidak beraturan, hanya ingin mengejar sensasi. Gayanya buruk; penulisnya tidak berpengalaman; tidak berbakat, tidak punya metode.
Bagus! Bagus! & . Semuanya itu benar! & tapi orang Jawa diperlakukan dengan buruk!
Justru inilah kehebatan bukuku: gagasan-gagasan utamanya mustahil untuk dibantah. Dan, semakin besar ketidaksukaan orang terhadap bukuku, semakin aku merasa senang, karena kesempatan untuk didengarkan akan jauh lebih besar lagi. Dan, inilah
~565~ yang kuinginkan. 126 Berdasarkan kebiasaan leluhur penerj.
Namun kalian, yang telah kuganggu dalam kesibukan kalian, atau dalam pensiun kalian, wahai para menteri dan gubernur jenderal, janganlah terlalu memperhitungkan tidak berpengalamannya penaku. Aku bisa berlatih, dan mungkin, dengan sedikit upaya akan memperoleh keahlian yang bisa membuat rakyat mendengarkan kebenaran. Setelah itu, aku akan meminta kursi bagi mereka di Dewan Perwakilan Rakyat, sekalipun hanya untuk memprotes laporanlaporan yang diberikan oleh para pejabat Hindia. Untuk memprotes pengiriman terusmenerus dan tindakan-tindakan heroik yang dilakukan terhadap makhluk-makhluk malang dan menyedihkan itu, yang terdorong untuk memberontak karena diperlakukan dengan buruk. Untuk memprotes kepengecutan perintah-perintah umum yang menodai kehormatan bangsa, dengan memohon kedermawanan publik atas nama para korban pembajakan kronis.
Memang benar bahwa jumlah pemberontak berkurang karena kelaparan hingga kurus kering, sedangkan para pembajak bisa membela diri mereka
~566~ sendiri. Seandainya jabatan itu tidak diberikan kepadaku & . Seandainya aku masih tidak dipercaya juga & .
Lalu, aku akan menerjemahkan bukuku ke dalam beberapa bahasa yang kukuasai, dan ke dalam banyak bahasa yang masih bisa kupelajari, untuk mengemukakan pertanyaan yang sama itu kepada Eropa, pertanyaan yang telah kukemukakan dengan sia-sia kepada Belanda.
Di semua ibu kota, ucapan semacam ini akan terdengar, Ada segerombolan perampok di antara Jerman dan Sungai Scheldt!
Seandainya ini juga tidak berhasil"
Lalu, aku akan menerjemahkan bukuku ke dalam bahasa Melayu, Jawa, Sunda, Alifuru, Bugis, dan Batak.
Aku pun akan mengasah kelewang, parang, dan pedang, dengan mengumandangkan lagu-lagu perang dalam benak para martir yang telah kujanjikan akan kutolong. Aku, Multatuli, akan melakukan ini!
Ya! Penyelamatan dan pertolongan, secara sah jika memungkinkan; secara sah dengan kekerasan, jika perlu.
Itu akan sangat merugikan LELANG KOPI PERUSAHAAN DAGANG BELANDA!
~567~ Karena aku bukanlah penyair penyelamat lalat, bukanlah pemimpi lembut hati seperti Havelaar yang tertindas, yang melaksanakan tugas dengan keberanian seekor singa dan menahan kelaparan dengan kesabaran seekor marmot di musim dingin. Buku ini adalah sebuah pendahuluan & . Kekuatan dan ketajaman senjataku akan bertambah, sesuai dengan apa yang diperlukan. Semoga ini tidak diperlukan!
Tidak, ini tidak akan diperlukan! Karena kepada Andalah buku ini saya persembahkan, wahai WILLIAM KETIGA, Raja, Adipati, Pangeran & lebih dari sekadar Pangeran, Adipati, dan Raja & . KAISAR dari Kerajaan INSULINDE yang menakjubkan, yang melingkari khatulistiwa bak untaian zamrud!
Saya bertanya kepada ANDA, apakah memang kehendak KEKAISARAN Anda sehingga orang-orang seperti Havelaar harus diciprati lumpur oleh orangorang seperti Slijmering dan Droogstoppel; dan lebih dari tiga puluh juta RAKYAT Anda nun jauh di sana harus diperlakukan dengan buruk dan mengalami pemerasan atas nama ANDA"[]
~568~ Lampiran 1 Anakku, pukul sembilan sekarang, dengarlah! Angin malam berdesir dan udara berubah sejuk, Mungkin terlalu dingin untukmu, keningmu hangat: Kau bermain begitu lasak sepanjang hari Kau pasti lelah, kemarilah, Tikarmu menunggu.
Ah, Bunda, biarkan aku sebentar lagi; Begitu lembut berbaring di sini & dan di sana, Di atas tikarku aku segera tertidur, Tanpa tahu apa mimpiku, & tapi di sini Di sini aku segera tahu apa Mimpiku Dan tanyakan apa artinya & dengarlah, Apa itu"
Itu Kelapa jatuh. Sakitkah Kelapa itu" Kurasa tidak, Kata orang, Buah dan Batu tidak punya Perasaan Tapi Bunga, juga tidak merasakan apaapa" Tidak Kata orang, Bunga juga tidak punya
~569~ Perasaan. Kalau begitu kenapa, Bunda, Waktu kemarin kupatahkan bunga Pukul Empat, Bunda berkata aku menyakitinya"
Anakku, bunga Pukul Empat begitu cantik, Kau koyak kelopak lembutnya, Sedih kumelihat Bunga malang itu, Sekalipun dia sendiri tidak merasakan apa-apa, Aku merasakannya untuknya, karena dia begitu cantik.
Tapi Bunda, cantik jugakah kau" Tidak, Anakku, Kurasa tidak. Tapi Bunda punya Perasaan" Ya, orang punya Perasaan, tapi tidak semuanya sama. Dan adakah yang bisa menyakitimu" Sakitkah kau, Ketika kepalaku menggeletak lama di pangkuanmu" Tidak, itu tidak menyakitkanku! Dan Bunda, aku, Apakah aku punya Perasaan"
Tentu saja, ingatkah Ketika kau tersandung gara-gara batu Tanganmu luka, dan kau menangis. Kau juga menangis waktu Saudin memberitahumu Di atas Bukit ada Anak Domba Terjatuh ke jurang dan mati; Lama kau menangis, itulah Perasaan.
Tapi Bunda, apakah Perasaan itu menyakitkan" Ya, sering kali, Tapi tidak selalu & terkadang tidak! Kau tahu Ketika Adik menarik rambutmu,
Dan menarik wajahmu ke dekat wajahnya, Lalu kau tertawa riang, itu juga Perasaan. Dan Adik
~570~ kecilku & dia begitu sering menangis, Karena sakitkah" & Apakah dia juga punya perasaan" Mungkin, Anakku, tapi kita tidak tahu, Karena dia masih begitu kecil, belum bisa bicara. Tapi, Bunda & dengarlah, apa itu"
Seekor Rusa Yang kemalaman di hutan, dan kini Berlari pulang untuk melepas lelah Bersama Rusa- Rusa lain yang dicintainya.
Bunda, Apakah Rusa itu punya Adik sepertiku, Dan juga punya Bunda" Entahlah, Anakku. Sayang sekali kalau tidak! Tapi Bunda, lihatlah & apa yang bersinar di dalam semak, Lihatlah betapa dia melompat dan menari & apakah itu bunga api" Itu Kunang-Kunang.
Boleh kutangkap" Boleh saja, tapi Serangga sangat lembut Kau pasti menyakitinya dan, begitu Kau sentuh kasar dengan jarimu, Dia akan sakit, mati, dan tidak lagi bersinar.
Sungguh menyedihkan & tidak akan kutangkap, & Lihatlah dia menghilang & tidak, dia datang kemari, &
Tidak akan kutangkap & dia terbang lagi, Senang karena aku tidak menangkapnya, & Itu dia terbang & tinggi & di atas sana & apa itu, Apakah itu juga
~571~ Kunang-Kunang" Itu adalah Bintang-Bintang. Satu, dua, sepuluh, dan seribu! Berapa semuanya" Entahlah; Belum ada orang yang menghitung jumlah Bintang! Katakan, Bunda, Dia juga tidak pernah menghitung Bintang" Tidak, Anakku sayang, Dia juga tidak pernah. Jauhkah itu Di atas sana tempat Bintang-Bintang" Amat jauh.
Apakah Bintang-Bintang punya Perasaan" Dan jika kusentuh dengan tangan, akankah mereka Kesakitan dan kehilangan cahaya Seperti Kunang- Kunang tadi" ... Lihatlah dia masih melayang & Katakan, apakah Bintang-Bintang juga merasa sakit" Tidak Kau tidak bisa menyakiti Bintang-Bintang, & tapi mereka terlalu jauh Terlalu tinggi, tidak tergapai oleh Tangan mungilmu. Bisakah Dia menangkap Bintang-Bintang dengan tangan-Nya"
Dia pun tidak bisa, tak seorang pun bisa. Sayang sekali, Aku ingin memberimu satu & tunggu hingga aku besar, Akan kucintai kau sampai aku bisa.
Si Anak pun tertidur dan memimpikan Perasaan, Memimpikan Bintang-Bintang yang ditangkapnya dengan Tangan & Lama baru sang Bunda tertidur! Dan juga bermimpi, mengingat dia yang berada jauh


Max Havelar Karya Multatuli di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

~572~ di sana .& CASSEL, Januari 1859. ~573~ Lampiran 2 Lihatlah Bajing Liat lah bajing cari pangidupan Naik turon klappa, main kiri kanan Putar melompat, jato, naik, turon, Sababnya tida cepat kai burong, Ontong terlalu, bajingku slamat, Pasti nyang cari pengidupan dapat! Saiya sendiripun di hutan jati Duduk, bernanti pengidupan hati. Sudahlah perutnya bajingku kenyang Sudahlah lama masok di sarang, Tapi slamanya jiwanya saiya, Hatiku paiya Upi Adinda!
Liatlah kupu-kupu keliling, Kaya kembang waru saiyab gemilang Hatinya cinta bunga kenari Pasti
~574~ kasaiyangan harum di cari. Ontong terlalu, kupuku slamat Apa nyang cari, tantuken dapat! Saiya sendiripun di hutan jati Duduk bernanti kasaiyangan hati. Sudahlah lama cium kupu-kupu Bunga kenari cinta terlalu Tapi slamanya jiwanya saiya Hatiku paiya Upi Adinda!
Liat mathari cahaiya tingie, Tingie di atas bukit waringin. Pannas terlalu turun di minta, Tidor di lahut kaiya bini di cinta. Ontong terlalu mathari slamat, Apa nyang cari tantuken dapat! Saiya sendiripun di hutan jati Duduk bernanti diamlah hati. Sudahlah lama turun mathari Tidor di lahut trang sudah lari Tapi slamanya jiwanya saiya Hatiku paiya Upi Adinda! Kalu tralagie kupu kuliling Kalu tralagie bintang gemilang Kalu tralagie harum melatti Kalu tralagie kerasahan hati Kalu di hutan tralagie binatang, Kalu Adinda belom lagie dating, (Dua baris yang ada dalam bahasa Belanda, tidak ada di sini) Nanti bidari saiyabnya gellang Turon di bumi cari nyang korang Nanti ketingalan badannja saiya Hatiku paiya Upi Adinda!
Nanti bangkehku di liat bidari, Pada sudarah
~575~ menunjuk jari. Liat di lupa saorang mati, Mulutnya kaku cium bunga melati, Mari kit angkat ia di saorga, Nyang sampeh matti nanti Adinda Janganlah sungoh tingal di situ Nyang punya hati cinta begitu . Dan lagi skali mulutku buka Panggil Adinda nyang hatiku suka; Cium lagi sekali melati bunga Dia nyang kassi Upi Adinda!
~576~ Kepustakaan Multatuli, Max Havelaar, Edinburgh: Edmonston &
Douglas, 1868. ________, Max Havelaar, cet. kedua, Jakarta: Penerbit Djambatan, 1973.
~577~ Tentang Penulis ultatuli adalah nama pena dari Eduard Douwes Dekker (1820-1887). Setelah mengabdi selama 18 tahun sebagai pegawai pemerintah Hindia Belanda, dia kembali ke Eropa tahun 1856 dengan nurani terusik. Dia prihatin melihat bagaimana perlakuan pemerintah Belanda juga pejabat pribumi
~578~ terhadap rakyat Indonesia, sehingga dia mengundurkan diri setelah melakukan protes resmi. Max Havelaar yang diterbitkan tahun 1860 menggambarkan pengalaman Douwes Dekker saat di Indonesia. Novel ini langsung sukses besar. Eduard Douwes Dekker menjadi semacam nurani bangsa, menginspirasi munculnya gerakan-gerakan emansipasi di Belanda. Karier Multatuli sebagai penulis berlangsung 18 tahun, sama seperti masa kariernya sebagai pegawai pemerintah. Multatuli kemudian mengasingkan diri ke Jerman dan meninggal pada Februari 1887.[]
~579~ Bangau Sakti 14 Rajawali Emas 11 Jejak-jejak Kematian Traveller 1

Cari Blog Ini