Ceritasilat Novel Online

Negeri Van Orange 2

Negeri Van Orange Karya Wahyuningrat Bagian 2


~100~ Hi, Daus, how are you" tanya Janneke, salah seorang teman sekelasnya.
Hi, Janneke. Ik ben goed. Hoe gaat het met jouw" jawab Daus dengan logat Betawi yang masih kental.
Wooow, you can speak Dutch now" That s awesome! Waar ga je naar toe" Tiba-tiba gadis itu mulai casciscus dalam bahasa Belanda.
Hm ... hmm ... hmm .... Wat zeg je" Ehm ... ehmm ... ik weet het niet! Daus kebingungan menjawab.
Yah ... pada akhirnya wat zeg je (apa katamu") serta ik weet het niet (saya tidak tahu) menjadi kalimat pamungkas sebelum akhirnya tetap kembali berpindah tuning ke bahasa umat sejagat, Inggris.
Tak lama kemudian, Lintang tiba di kafe favoritnya, Caf" De Burcht. Kafe itu terletak persis menghadap Benteng De Burcht yang merupakan salah satu titik tertinggi di Leiden karena berdiri di atas bukit yang cukup curam. Konon, benteng tersebut merupakan tempat pertahanan warga Leiden abad ke-11 dari bahaya banjir. Di sana, Jeroen sudah duduk menanti Lintang.
You re late! tegur Jeroen sambil mencium pipi Lintang tiga kali, kanan-kiri-kanan khas Belanda.
Sorry, ucap Lintang sambil mengunci sepeda. Mereka memang janjian ketemu pukul empat.
~101~ Sekarang sudah pukul empat lewat lima.
Heran, telat lima menit aja jadi masalah, catat Lintang dalam hati. Kadang ia masih mengalami culture shock dengan kebiasaan orang Belanda yang sangat tepat waktu. Berbeda jauh bila dibandingkan on time-nya mulut Indonesia.
Seusai memesan secangkir susu cokelat panas kesayangannya, Jeroen memberi Lintang sebuah kabar gembira. Ia diundang ke perayaan ulang tahun Hans, teman satu apartemen Jeroen di studentenhuis.
Asyik, pesta ulang tahun pertamaku di Belanda! pikir Lintang.
Don t forget! Saturday night, seven o clock sharp at the Oudt Leyden! Jeroen mengingatkan.
Lintang mengangguk senang. Makan malam di Oudt Leyden! Lintang memang sudah lama ingin mencoba restoran pannekoeken terkenal yang usianya sudah lebih dari seratus tahun. Namun, hingga kini kesempatan itu belum pernah ada. Konon restoran pancake bersejarah tersebut dulunya merupakan salah satu tempat kongko favorit tokoh-tokoh kondang macam Winston Churchill dan keluarga Kerajaan Belanda.
Termometer digital di dinding kafe menunjukkan suhu empat derajat Celcius, tapi hari itu cukup
~102~ menyenangkan untuk ukuran Januari. Di samping perapian kafe yang hangat, mereka berdua menikmati indahnya hamparan pemandangan Benteng De Burcht dan pohon-pohon dengan dahan telanjang tanpa daun bertabur lapisan salju tebal dari balik jendela tinggi besar khas Belanda. Pemandangan cantik macam ini memang barang langka bagi Lintang yang seumur hidupnya dibesarkan di negara tropis dua musim.
Dari kejauhan terdengar dentang lonceng gereja yang riuh. Ada yang menikah mungkin" Musim panas lalu, Lintang beruntung dapat menyaksikan sepasang pengantin yang baru menikah berlari keluar dari gereja tua dekat Centrum sambil dihujani taburan beras dan bunga dari para tamu yang melepas kepergian mereka. Perayaan dilanjutkan dengan berpesiar di atas kapal yacht menyusuri kanal-kanal luas Leiden. Lintang pun berkhayal dirinya menikah dengan Jeroen. Dapatkah mereka mengatasi semua perbedaan budaya dan live happily ever after" Sayangnya, lamunan itu rusak setiap kali Lintang mengingat momen pertama mereka. Pertemuan yang sama sekali tidak indah.
Kalau dirunut-runut, resolusi Lintang untuk setahun waktunya selama di Belanda ada tiga:
~103~ 1) lulus S-2 dengan nilai tidak memalukan;
2) dapat jodoh; 3) nyebur di kanal (kanal mana aja, yang penting nyebur).
Kenapa resolusi nomor tiga menjadi penting" Karena resolusi nomor tiga sebenarnya merupakan kaul yang pernah dibuatnya dalam hati jika resolusi nomor satu dan/atau dua tercapai. Sayangnya, Lintang lupa mencantumkan klausul in order of preference sewaktu mengucapkan nawaitu 5 . Maka, pada suatu hari tanpa disangka tanpa dinyana, Tuhan mengabulkan salah satu resolusinya, yaitu nyebur di kanal. Atau lebih tepatnya, tercebur.
Hari itu seharusnya menjadi hari yang menyenangkan. Rencana canal tour Leiden yang sudah lama direncanakan Lintang bersama temanteman sekelas akhirnya terwujud. Masing-masing patungan dua puluh euro untuk menyewa motorboat berkapasitas delapan orang selama setengah hari. Demi menyambut piknik bersama ini, Lintang pun berdandan habis-habisan. Ia kenakan summer dress dengan topi berpenampang lebar. Tinggal ditambah payung putih renda-renda, pasti akan membuatnya bagaikan reinkarnasi Little Missy 6 .
~104~ Mereka juga tak lupa menyiapkan makan siang di atas kapal, lengkap dengan cooler untuk mendinginkan minuman ringan, jus, dan sebotol wine. Kargo paling akhir adalah kontainer berisi satu set gelas wine mini yang dibeli di Xenos, toko alat rumah tangga murah andalan mahasiswa di Belanda.
Perjalanan tour de canal dimulai dari dok kapal Rembrandtplein, tempat penyewaan kapal yang letaknya di pelabuhan tua Leiden. Dari namanya bisa ditebak, pasti Rembrandt pernah beredar di daerah ini. Memang benar, hanya selemparan batu dari dok, berdiri rumah yang jadi saksi lahirnya Rembrandt.
Motor kapal menderu halus membawa Lintang dan kawan-kawannya menyusuri kanal kecil Witte Singel yang cantik di samping Perpustakaan Pusat. Untung saja saat itu tim dayung Universitas Leiden yang biasanya berlatih di sini belum menampakkan batang hidungnya (dan batang dayungnya tentu saja). Dari Witte Singel, kapal melaju santai menuju Oude Rijn, kanal besar yang membelah Centrum.
Kamera silih berganti mengabadikan apa saja yang menarik perhatian. Beberapa oma dan opa menyapa ramah dari pinggir kanal, melambai-lambaikan tangan atau topi mereka. Diiringi gelak tawa gembira seluruh anggota rombongan, kapal kembali berbelok
~105~ mengitari De Valk, kincir angin kebanggaan Leiden yang dulunya merupakan pusat penggilingan gandum. Mereka bermaksud menikmati sore hari yang indah sambil makan es krim Venezia, toko es krim favorit mereka.
Semua rencana berjalan sempurna hingga tiba waktunya mampir beli es krim. Kapal menurunkan lajunya saat merapat ke dok kecil di kanal depan kincir De Valk. Lintang pun menawarkan diri untuk turun ke darat membeli es krim karena hanya dia yang mampu mengingat semua pesanan tanpa perlu mencatat 7 . Bermodalkan dompet koin Winnie the Pooh kesayangannya, Lintang turun dengan hati-hati dan segera menyeberang jembatan ke toko es krim Venezia untuk membeli pesanan. Setelah pesanan sudah lengkap di tangan, Lintang segera kembali ke dok kapal.
Done! ujar Lintang sambil menyerahkan barang bawaannya ke Ardita, gadis cantik mungil asal Albania. Ia lalu melompat ringan ke kapal.
Berbarengan dengan lompatan Lintang, tanpa dikomando, Jeroen yang bertugas mengemudikan kapal malah menjalankan kembali kapalnya. Akibatnya fatal. Meski kaki kanan Lintang sudah menjejak lantai kapal, kaki kirinya terlambat
~106~ sepersekian detik menyusul jejak saudara kembarnya. Tak ayal lagi, separuh dari tubuh tinggi langsing itu menggantung di udara kosong. Tangannya menggapai-gapai diikuti suara jeritan kencang .... AAAAAARRRHHH!
Lintang pun tercebur di kanal.
HEEEL ... blep ... blep!!! ELLLP!!! Blep ... blep ... blep!
Jeroen yang segera menyadari kesalahannya langsung terjun menyelamatkan korbannya.
Di tengah kepanikan, tiba-tiba terdengar dering HP dari dalam tas Lintang. Dengan niatan hendak membantu, Ardita menjawab panggilan masuk di HP Lintang.
This is Lintang s phone, her friend Ardita speaking. Lintang is busy drowning in the canal! Would you like to leave a message"
Pada saat separuh otak Lintang mengutuk Ardita dan separuh lagi sedang berusaha tidak tenggelam, Lintang merasakan tangan kuat Jeroen mencengkeram lengannya yang bergerak liar membabat, menebas, dan mencabik air.
Lintang! LINTANG! STOP KICKING! teriak Jeroen persis di samping kupingnya.
I ... CAN T ... blep ... blep SWI ... blep ... blep
~107~ SWIM! Blep ... blep ... blep!
Tangan dan kaki Lintang masih menggelepar tak keruan membuat cipratan heboh bagai lumba-lumba yang beratraksi. Ia tak pernah membayangkan sebuah boat trip menyusuri kanal akan mengharuskannya untuk berenang.
LINTANG! STOP KICKING AND STAND! THE WATER ISN T DEEP!
Heh" Otak Lintang sejenak berusaha mencerna informasi tersebut.
Sambil berpegang erat pada leher Jeroen (mencekik adalah deskripsi yang paling tepat), Lintang memberanikan diri meluruskan kaki, mencari dasar kanal. Ujung jempol kakinya menemukan kedalaman air di tepian kanal hanya sebatas dagu. @#*!
Sambil mengutuk kebodohan dirinya dan menahan rasa malu yang mendalam, Lintang perlahan melepas cekikannya dari leher Jeroen.
Sambil menggigit bibir penuh rasa bersalah, ia memandang Jeroen yang basah kuyup.
I m really ... er ... sorry.
Jeroen menatap Lintang dengan kosong. Lintang mencoba sekali lagi.
Ehm ... you can have my ice cream"
~108~ .... WAKAKAKAKAKAKAK! Momen hening itu pun dipecahkan tawa yang menggelegar dari atas kapal. Teman sekelasnya sedang terpingkal-pingkal hingga terguling-guling melihat kebodohan mereka berdua. Jeroen pun akhirnya mengulum senyum.
Lintang tersenyum lega. Paling tidak, pikirnya, atraksi gue lumayan menghibur. Meski dirinya yang jadi badut hiburan.
Tanpa disangka, keesokan harinya Jeroen menegur Lintang seusai kelas Sejarah Uni Eropa.
Borrel" 8 Lintang mengangguk setuju. My treat. I owe you.
Sabtu sore, Lintang masih berkutat dengan jurnaljurnal Uni Eropa yang baru sempat ia print di kampus kemarin. Kertas-kertas itu kini penuh dengan coretan stabilo ungu, merah jambu, dan kuning. Alunan vokal James Blunt menemani waktu belajarnya. Memang, sebagai pelajar Leiden Universiteit yang taat, Lintang tak pernah absen membaca jurnal meski pada akhir pekan.
Padahal, semasa berkampus di Depok, belajar pada Sabtu adalah makruh baginya, sementara pacaran
~109~ hukumnya wajib. Namun, akibat beban paper dan tugas bertubi-tubi yang dihadapinya selama di Belanda, tak ada pilihan lain selain giat belajar kapan pun dan di mana pun. Sejam kemudian, Lintang puas dengan komposisi warna stabilo di kertas-kertas jurnalnya. Ia pun segera bangkit dan bergegas ke kamar mandi. Pesta ulang tahun telah menantinya.
Lonceng gereja di kejauhan berdentang tujuh kali saat Lintang membuka pintu memasuki Restoran Oudt Leyden yang berjarak hanya tiga kilometer dari apartemennya. Setelah cium pipi sana sini dan memberi selamat kepada Hans yang berulang tahun, ia dikenalkan kepada teman-teman Hans yang lain. Selesai berbasa-basi, Lintang langsung mengambil tempat duduk di samping Jeroen dan mulai memperhatikan suasana sekelilingnya dengan saksama.
Aksen ruangan tersebut benar-benar klasik dengan meja panjang dan kursi-kursi kayu. Hiasan keramik Delft Blue di sana sini dan potret dan lukisan tua menjejali dinding. Sebuah poci keramik dengan sendok kayu besar berisi stroop atau sirop gula untuk teman makan pancake tersedia di setiap meja. Lintang mencuri pandang lalu mencolek setetes stroop untuk dicoba.
~110~ Ugh, ringis Lintang, manis banget! Sirop, kok, rasanya malah kayak kecap, kental banget!!!
Ready to order" tanya Jeroen.
Lintang berdecak kagum melihat daftar menu yang cukup mahal untuk ukuran kantong mahasiswa.
Dua belas euro buat kue dadar" Hans royal sekali mau mentraktir teman-temannya di sini! pikir Lintang.
Setelah kontemplasi panjang, akhirnya ia memilih pannekoek apel dengan taburan gula halus dan kayu manis.
Tapi, yang datang kemudian sungguh di luar dugaan. Sebuah piring raksasa sebesar setir mobil penuh dengan pannekoek berukuran luar biasa besar!
Jeroen! bisik Lintang panik, How will I finish this?"" It is too big for me!
Don t worry, bisik Jeroen, you eat like this. Dengan terampil Jeroen memainkan garpu dan pisaunya menggulung dadar tipis di atas piring Lintang hingga membentuk silinder. Lintang menghela napas lega. Pancake-nya jadi terlihat lebih kecil dan mudah dimakan.
Lintang mulai menikmati pesanannya dengan riang, sambil sesekali bercengkerama dengan temanteman Hans yang satu meja. Tepat dua jam kemudian, acara makan-makan itu berakhir.
~111~ Sebelum para tamu meninggalkan meja, Hans menyampaikan pidato terima kasih kecil dalam bahasa Belanda yang tidak dimengerti Lintang. Ia pun duduk dengan manis menunggu acara usai.
Saat para tamu beranjak dari meja, Lintang yang sudah melangkah menuju pintu kontan terkejut karena semuanya berjalan menuju kasir. Lebih terkejut lagi saat satu per satu dari mereka menyebutkan menu yang sudah dipesannya tadi dan ... membayar sendiri-sendiri!
Lintang pun panik. Ia tak menyangka jika dirinya harus membayar sendiri apa yang ia makan pada sebuah pesta ulang tahun. Bukankah lazimnya acara ulang tahun itu berarti ditraktir!" Kepanikannya semakin menghebat karena ia sama sekali tidak membawa uang kontan dalam jumlah besar, sementara kartu debitnya tertinggal di rumah! Seperti biasa, Lintang hanya bermodalkan dompet koin Winnie the Pooh.
Jeroen! Why are we paying" Lintang berbisik panik. I thought this was a birthday party!
Jeroen memandang Lintang dengan terkejut, You mean ... you didn t know ..." This is a Dutch Birthday! We always pay for ourselves!
Diden no diden no, gerutu Lintang dalam hati.
~112~ Moyang lo yang pelit, gue yang kena getahnya! Mereka mau nggak, ya, terima KTP sementara gue pulang dulu ambil duit" Duh, masa gue mesti bayar pake kerja cuci piring atau ngupas kentang!" Komik Donal banget!
Untungnya Jeroen segera menangkap kekhawatiran Lintang. Dengan sigap ia mengeluarkan selembar lima puluh euro dan membayar tagihan mereka berdua.
It s okay, Lintang, this is my fault. I forget you don t understand our Dutch ways. But next time, be ready to pay!
Lain kali" Your head bald! Pala lo botak! kutuk Lintang dalam hati.
Ogah banget datang ke pesta ulang tahun orang nggak dikenal dan bayar sendiri lagi!
Malamnya, di ritual chatting Aagaban, Lintang menuai tawa kejam saat menceritakan pengalamannya kepada keempat teman barunya. starlight : Yeh, mana gue tahu kalau diundang ulang tahun mesti bayar sendirisendiri!
izbanjar : Ya iyalah, Non! mana ada yang gratis
di Belanda! starlight : Huhuhuuu orang Belanda pelit!
~113~ mighty_poffertjes : Bukan pelit, Say, tapi praktis. Dengan begitu kita nggak akan pernah berantem soal duit, toh" anak_gang_sanip : Hehehe, itu malah justru
ngajak berantem kalau kata gue! starlight : Untung Jeroen bayarin gue sebelum
cabut pulang! greenwarrior : Lho, emangnya Jeroen nggak nganterin lo balik" Kan, dia bawa mobil dari Delft"
Bagi Wicak, membiarkan seorang perempuan pulang sendiri malam-malam sementara pacarnya punya kendaraan roda empat yang menganggur adalah sebuah dosa besar.
starlight : Hmmm ... nggak. Abis, dia bilang
masih ada janji sama orang lain. Janji" Banjar memandang transkrip chat di layar laptopnya sambil mengernyitkan kening. Ada yang janggal, tapi apa, ya"
Das! Plak! Seketika Banjar teringat tak sengaja mendengar
~114~ sepenggal pembicaraan dari acara kumpul di Scheveningen.
Zaterdag, alias Sabtu. Tien huur, pukul sepuluh.
Kalau sekadar nama hari dan angka-angka, Banjar masih bisa mengerti. Ada juga sebuah istilah lain. Waterfront. Apa itu" Entah kenapa terdengar familier.
Hmmm. Sabtu, pukul sepuluh, dan tawa renyah sepasang manusia. Jeroen dan Wulan.
Dengan penuh pertimbangan Banjar mengetik kembali.
izbanjar : Tang, Jeroen nyebut nggak dia mau
ketemu siapa" starlight : Nggak tuh. Dia cuma bilang janjian sama orang jam sepuluh di Rotterdam, makanya buru-buru.
Banjar membuka tab baru di browser-nya. Ia mengetikkan Waterfront Rotterdam di tempat mencari Tuhan , istilah yang sering diulang-ulang Lody, seorang kawan PNS di lingkungan Bappenas, mengomentari kesaktian Google si mesin pencari alias search engine.
Wah, berengsek, umpat Banjar dalam hati. Caf"
~115~ Waterfront. Sebuah kafe yang terletak beberapa meter dari permukaan tanah. Letaknya tak jauh dari jajaran rumah kubus yang terkenal di Rotterdam.
Dengan berat hati Banjar memungut PDA-nya dari kasur.
Menu. Contacts. Lintang-Leiden. Call.
Kekhawatiran yang ingin diungkapkan Banjar kurang pantas bila disampaikan lewat forum. Ia berpendapat bahwa seorang teman juga memiliki tanggung jawab moral untuk berkata jujur walaupun kejujuran kadang kala menyakiti hati teman yang disayanginya.
Keesokan harinya, Lintang mengonfrontasi Jeroen dengan berita yang disampaikan Banjar semalam. Apakah Jeroen telah berselingkuh" Namun, Jeroen menanggapinya dengan dingin dan rasional.
Yes, I did meet Wulan last night. We re friends, jawab Jeroen berterus terang.
I don t mind when you call or meet your friends from Scheveningen. Is it wrong for me to have friends that are girls"
Sial, pikir Lintang, pembenarannya ngena banget. Kalau aku masih sering jalan sama cowok-cowok itu, apa aku berhak marah kalau dia jalan sama cewekcewek lain" Jelas nggak.
~116~ Untuk sementara, Lintang memutuskan menutup persoalan Jeroen-Wulan. Ia memilih menghabiskan sisa harinya dengan memendam diri di perpustakaan dan menulis paper. HP sengaja dimatikan. Ia benarbenar kehilangan selera menjawab telepon dari siapa pun. Dalam kegalauan, akhirnya kerja keras hari itu menjadi tidak maksimal. Enam jam ia buang percuma dengan hanya menulis satu setengah halaman. Saat sore menjelang, sambil mengayuh sepeda, ia mengakui bahwa di lubuk hatinya yang terdalam, ia belum siap untuk mencurigai Jeroen. Lebih tepatnya, ia belum siap untuk dikecewakan lagi.
Tak perlu panik! Dengan panduan berikut kita akan terhindar dari mara bahaya salah langkah bersosialisasi dengan orang Belanda!
1. Jangan datang terlambat. Dutch itu sangat tepat waktu, dan menganggap keterlambatan sebagai perbuatan yang tidak sopan.
2. Untuk undangan resmi, ada baiknya kita mengklarifikasi jenis undangan yang kita dapat, karena receptie dan undangan makan malam adalah dua hal yang berbeda. Jika kita mendapat undangan hanya untuk resepsi, berarti kita hanya
~117~ diundang untuk ikut borrel, yang terdiri atas aneka minuman dan makanan ringan. Jangan ngeyel untuk meneruskan ke makan malam karena bisa jadi makanan untuk kita memang tidak dipesan alias ngepas.
3. Makanya, mendingan makan sebelum berangkat kondangan! Tidak semua undangan pesta, mulai dari pesta pernikahan hingga wisuda, berarti makan siang/malam gratis. Kadang yang disediakan hanya wine, kacang, dan potongan keju. Bagi orang Indonesia, kacang dan keju boleh saja merupakan bagian dari makan siang, atau bagian dari makan malam. Tapi, mayoritas dari kita pasti setuju bahwa istilah bagian pada akhirnya harus melibatkan sesuatu yang lebih besar. Dan, mengenyangkan.
4. Jika kita beruntung mendapat undangan makan malam di rumah orang Belanda, jangan kaget kalau ditanya: berapa porsi yang ingin kamu makan" Pertanyaan itu bukan pertanda ketidaksopanan. Orang Belanda memasak benarbenar secukupnya bagi yang makan. Bagi mereka, masak berlebihan itu mubazir.
5. Diundang tidak sama dengan ditraktir! Itu berlaku dalam segala hal, mulai dari ngopi sampai pesta ulang tahun. Artinya, kalau tidak siap mengeluarkan duit, lebih baik menolak undangan itu dengan sopan.
6. Bila kita yang mengundang, rencanakanlah dengan
~118~ matang dari jauh hari. Orang Belanda sangat bergantung pada buku agenda mereka, dan belum tentu bisa menerima acara yang dibuat dengan spontan pada menit-menit terakhir.
7. Apabila diundang makan malam ke rumah, jangan lupa membawa buah tangan. Bunga atau sebotol wine adalah pilihan aman yang terbaik. Datang dengan tangan kosong bisa dianggap kurang sopan.
8. Terjebak di sebuah pesta dan sedang mencari cara memulai obrolan kecil dengan orang Belanda" Salah satu cara paling mudah berbasa-basi adalah membahas (buruknya) cuaca di Belanda. Soalnya, orang Belanda sangat bangga atas daya tahan mereka terhadap cuaca buruk!
9. Mayoritas orang Belanda tidak menyukai segala sesuatu yang berlebihan, apalagi orang yang terlalu membanggakan diri. Jadi, walau kita mungkin saja dapat nilai A plus untuk tugas terakhir, sementara teman-teman sekelas dapat C, lebih aman tetap bersahaja kalau tidak mau diceburkan ke kanal. 10. Jangan pernah segan untuk bertanya, berpendapat, dan minta bantuan. Pada dasarnya orang Belanda sangat baik dan senang membantu, tapi jangan harap mereka akan menolongmu hanya dengan membaca pikiran, atau atas dasar nggak enak dan kasihan . Mereka sangat terbuka dan apa adanya. Jadi, baiknya kita sesuaikan perilaku kita dengan moto berikut: Say what you mean,
~119~ and mean what you say! Okay"
1 Lembaga Kerajaan Belanda untuk Ilmu Bahasa, Negara, dan Antropologi adalah sebuah lembaga ilmiah yang didirikan pada 1851. Tujuan utama KITLV ialah penelitian ilmu antropologi, ilmu bahasa, ilmu sosial, dan ilmu sejarah wilayah Asia Tenggara, Oseania, dan Karibia, wilayah-wilayah bekas jajahan Belanda dan juga wilayah Kerajaan Belanda.
2 Ikan haring adalah makanan khas Belanda yang dimakan segar (mentah), biasanya dengan taburan bawang bombai cincang. Rasanya tak jauh beda dengan sashimi, hidangan ikan segar versi Jepang.
3 Department store terkenal di Belanda. 4 Sebentar lagi sampai, Sayang! 5 Niat.
6 Ayo yang ingat tayangan Little Missy angkat tangan! Hahaha
udah tua banget lo! 7 Dua cup es krim pistachio, satu cup mangga, satu mint chocolate chip, satu rasa kopi, satu es krim tiramisu, satu vanila, dan satu cokelat. Empat pakai whipped cream, dua pakai kacang, satu dengan saus stroberi, satu ekstra saus karamel, satu pakai mesjes warna-warni, dan satu polos. Lintang diberkati Tuhan dengan fotographic memory untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan makanan, belanja, dan lirik lagu, tetapi tidak, sayangnya, untuk pelajaran. 8 Kalau bahasa canggihnya, cocktail. Kalau versi kitanya, sih, mungkin, Ngopi yoook"
~120~ Amsterdam Lintang menggigil kedinginan. Kedua tangannya ia dekapkan erat ke dada. Udara pagi Februari menusuk tulang dengan kejam dan mengubah napasnya menjadi kepulan asap.
Mungkin ini, ya, maksudnya napas bau naga. Pagipagi hidung udah ngebul!
Meski disiksa dingin, Lintang menguatkan tekad. Janji adalah janji, dan ia telah berjanji untuk menemani Wicak menjemput tamu istimewa di Bandara Schiphol. Istimewa, karena si tamu itu membawa persembahan upeti tak ternilai. Upeti yang dimaksud adalah berbungkus-bungkus kotak dengan dominasi warna putih, merah, dan hitam. Rokok keretek.
Banjar yang sebenarnya pemilik sah sebagian dari upeti ini malah berhalangan hadir. David, partner Banjar untuk mata kuliah International Business Management, dengan dinginnya berkata TIDAK ketika ia meminta izin untuk tidak hadir dalam pertemuan final membahas presentasi mereka. Daus yang juga berhak atas sebagian upeti ini juga absen.
~121~ Dia kepalang bikin janji dengan temannya di Amsterdam. Geri pun berhalangan karena ada urusan pribadi. Jadi, tinggal Lintang seorang yang rela berkorban tiket pulang-balik Leiden Schiphol, plus bangun pagi pada jam yang sangat tidak manusiawi untuk ukuran musim dingin. Pesawat KLM yang dinanti akan mendarat pukul 06.35, yang berarti mereka harus bangun dari tidur paling tidak pukul lima pagi, saat langit masih gelap dan selimut adalah sahabat terbaik.
Untung gue tinggal di Leiden, pikir Lintang. Jarak Leiden Schiphol memang cuma sekitar lima belas menit perjalanan kereta. Bandingkan dengan Wicak yang tinggal di ujung negeri liliput di sebuah desa mengaku kota bernama Wageningen. Ia terpaksa menginap di kamar Daus semalam sebelumnya. Maklum, perjalanan dari Wageningen membutuhkan waktu paling tidak dua jam naik kereta. Ia pun masih harus ke stasiun kereta di Kota Ede yang bus paling paginya baru ada setelah pukul
06.00. Untunglah sang tamu datang pada Sabtu, saat tiket diskon alias koortingkaart berlaku sepanjang hari dan bukan mulai pukul 09.00 seperti biasanya. Harga tiket Leiden Schiphol yang seharusnya sekitar lima
~122~ euro bisa dihemat hingga tiga euro saja. Mati aja kalau mesti bayar tiket kereta full price! Mending kalau gue dapet upeti, nah ini nyium bau asap rokok aja puyeng, batin Lintang.
Ladies and Gentlemen. Next stop, Schiphol International Airport.
Syukur, deh, pakai bahasa Inggris. Otak gue nggak sanggup mencerna bahasa Belanda pagi-pagi buta gini, pikir Lintang sambil merapatkan sweter hangatnya ke badan.
Semua kereta dari dan menuju Schiphol memang bilingual. Nederlandse Spoorwegen (NS), perusahaan kereta api nasional Belanda, menyadari banyaknya turis internasional yang menggunakan Schiphol sebagai hub untuk memasuki Eropa. Maka dari itu, muncul usaha untuk membantu dengan melengkapi fasilitas tambahan tersebut.
Begitu memasuki terowongan menuju stasiun bandara, Lintang berdiri dan bersiap-siap menuju pintu kereta. Ia ingin mendahului rombongan penumpang yang membawa koper besar untuk berpacu dengan waktu. Jam sudah menunjukkan pukul 06.30, dan Lintang ingin datang tepat waktu.
Benar saja, Wicak ternyata sudah mendahului tiba di 4 Gate 3, pintu kedatangan internasional.
~123~ Heh, Unyil! teriak Wicak sambil melambaikan tangan dari jauh.
Lintang segera menjumpainya. Wajah Wicak tampak belum ikhlas bepergian sepagi ini pada musim dingin. Jaket kebangsaan membalut tubuh kerempengnya. Matanya masih merah dan berkedipkedip seperti orang kelilipan. Rambutnya kucel pertanda belum disisir. Benar-benar mencirikan orang yang belum tersentuh air shower ataupun badkuip 1 . Tapi, janji titipan rokok keretek sudah terbayang di pelupuk mata. Itu sudah cukup sebagai kompensasi.
Ih, pasti belum mandi, ya! ledek Lintang, sambil menutup hidung dengan jempol dan telunjuk.
Enak aja! Udah, dong, semalem. Malah pake keramas segala! balas Wicak.
Tepat saat itu, pintu otomatis di hadapan mereka terbuka dan mulai mengalirlah para penumpang KLM dari Jakarta yang transit di Changi.
Sementara Lintang sibuk melongok para penumpang yang tergesa-gesa keluar dari Gate 3, Wicak menceracau sendirian bagai merapal mantra, Keretek, keretek, keretek, keretek .... Udah jam tujuh kurang ... sebentar lagi, nih .... Keretek, keretek, keretek, keretek ....
~124~ Lintang mengernyitkan hidung, tapi memutuskan untuk tidak mendebatnya lebih lanjut. Mungkin cuma dia seorang yang cukup masochist untuk mandi sepagi ini. Teman-teman asingnya pasti sealiran dengan Wicak yang memilih mandi semalam sebelumnya, dan cukup cuci muka plus sikat gigi pada pagi hari. Maklum, selain badan tidak berkeringat kala musim dingin, kulit juga cepat kering karena suhu dingin. Kedua alasan ini menjustifikasi kenapa mereka cukup mandi sekali sehari, sesuatu yang bahkan dianjurkan para dokter.
Tak lama kemudian, mereka dikejutkan oleh desisan suara bas.
Maaf ... Mas Wicak" Saya Tyas. Tyastanto Danutirta.
Sekilas Wicak dan Lintang terpana dengan sosok di depannya. Penampilan pria itu sangat formal untuk ukuran orang yang baru turun dari pesawat lintas benua selama tiga belas jam. Apalagi untuk ukuran mahasiswa baru. Tyas mengenakan jas lengkap termasuk dasi, dilapisi trench coat, sepatu kulit hitam mengilat, kacamata hitam, sambil menggeret satu set koper yang serasi satu sama lain. Lebih mirip pebisnis internasional.
Buon giorno mafioso 2 , hela Wicak pelan sambil
~125~ membalas uluran tangan tersebut. Tyas pun menjabat erat tangan mereka dengan formal.
Eh ... iya ... Mas Tyas, mulai Wicak dengan ragu. Ia tak menyangka si mahasiswa baru yang sempat disangka berkelamin wanita itu akan berpenampilan seperti gangster, mafia, atau pejabat tinggi, dan berumur lebih tua daripadanya.
Ini teman saya, Lintang. Dia ikut menemani saya. Baik, tidak apa-apa. Mau ke mana kita sekarang" Langsung ke hotel"
Tidak apa-apa" protes Lintang dalam hati. Emangnya dia pikir kita ini fans club-nya apa"! Eh ... boleh aja. Tapi, saya nggak yakin bisa check in sepagi ini. Gimana kalau kopernya disimpan di locker dulu, lalu kita cari sarapan sebentar ke Amsterdam" Sekalian cuci mata. Baru siangan kita jalan ke Wage, usul Wicak. Sebagai penjemput mahasiswa baru, ia merasa terobligasi memenuhi kewajiban para senior , yaitu bertindak sebagai tour guide Amsterdam sesuai tradisi.
Ah, ya, boleh juga. Kita jalan sekarang" Oh, Mas, sekalian minta tolong, ya, ucap Tyas sambil menyerahkan seperangkat koper kabin miliknya kepada Wicak.
Sekarang giliran Wicak yang melirik Lintang
~126~ menahan kesal. Kok, lama-lama gue ngerasa kita kayak portir bandara, ya" bisik Wicak kepada Lintang. Lintang cuma mengangkat alis pertanda setuju.
Selama sepuluh menit berkereta dari Schiphol ke Amsterdam Centraal, Wicak dan Lintang hanya termangu mendengar monolog Tyas mengenai siapa dirinya. Seorang pejabat BUMN yang mendapat beasiswa belajar ke Belanda, digaji layaknya perjalanan dinas alias dapat per diem. Dengan hitungan kasar bahwa ia berhak atas sekitar 100 200 euro per hari, tanpa perlu jago matematika, semua bisa tahu pendapatan per bulannya berlipat-lipat di atas standar mahasiswa normal di Belanda.
Ooo, makanya bisa modal nginep di hotel ya, Mas" komentar Lintang polos. Sepanjang pengetahuannya, biasanya mahasiswa yang belum bisa masuk ke pondokannya akan berusaha mencari penginapan di hostel murah. Lebih banyak lagi yang memilih untuk menginap di apartemen teman untuk sementara waktu agar dapat mengirit pengeluaran.
Ya, sebenarnya saya sudah dapat flat di Wageningen. Ternyata, cukup murah, ya, di sana" Sewanya tidak sampai seribu euro per bulan. Tapi,
~127~ karena baru bisa serah terima kunci hari Senin, terpaksa saya tinggal di hotel dulu.
Wicak menahan geram. Uang rakyat dihamburkan kayak duit tumbuh di pohon! Flat seribu euro, kok, murah?""
Ia lantas teringat perjuangan berat mencari kamar yang sewanya di bawah tiga ratus euro per bulan agar uang sakunya dapat diirit. Lintang langsung mencium gelagat sebal sahabatnya. Tampaknya tur kali ini tidak akan semulus yang dibayangkan.
Mereka tiba di Amsterdam Centraal dan turun bersama ratusan penumpang lain yang telah menyemut sepagi itu. Sebagai kota turis yang terletak di jantung Eropa, Amsterdam adalah kota metropolitan yang senantiasa ramai, bahkan hingga dini hari. Tiba-tiba Wicak pamit menghilang sebentar, dan tak lama kemudian muncul kembali.
Ini, Mas, kata Wicak kepada Tyas sambil menyerahkan selembar karton kecil bergaris kuning dengan dasar warna biru muda.
Ini yang namanya strippenkaart. 3 Gunanya buat naik angkutan umum selain kereta. Misalnya bus, trem, dan metro. Nah, garis-garis biru ini mesti dijegleg di mesin atau dicap sama petugasnya sesuai jumlah zona tempat yang hendak kita tuju.
~128~ Tyas mengambil lembaran kartu itu dengan tak acuh.
Oh, ya, ya, thanks. Tapi ... apa tidak lebih gampang pakai taksi aja"
Lintang tertawa geli mendengarnya.
Ya, boleh aja, sih, kalau mau cepat bangkrut! Sepuluh kali naik taksi di sini sudah bisa buat bayar kos sebulan, Mas.
Ooo gitu, ya" Waduh udah lama, nih, nggak naik kendaraan umum. Di Jakarta saya dapat driver dari kantor.
Meski kalimat terakhir tadi terdengar sengak, Lintang masih memberi penjelasan dengan sabar.
Transportasi publik di sini jangan disamakan dengan di Jakarta, Mas. Jauh lebih nyaman dan tertib. Lagi pula, susah cari taksi di Belanda. Selain mahal, nggak bisa asal berhenti di pinggir jalan. Lebih gampang naik bus atau trem.
Dan, naik sepeda! Apalagi, di Wageningen, naik sepeda itu wajib! Angkutan paling praktis! tambah Wicak.
Dalam hati, Wicak mulai membatin, Ini orang, kok, gayanya raja banget.
Pada akhirnya, Wicak hanya bisa menghela napas dalam. Sialan, pikirnya, udah capek-capek ngeluarin
~129~ uang tujuh euro buat beli strippenkaart, eh nggak dihargai pula! Tiba-tiba, pikiran jail pun tumbuh di otaknya. Ini orang mesti gue kerjain, batin Wicak. Dengan itu, ia mulai melancarkan jurus pertamanya.
Oh iya, Mas, saya sampai lupa. Karena Mas baru sampai, nanti waktu kita naik trem, Mas mesti nunjukin paspor Mas ke masinis, ya.
Lintang yang mendengar langsung mengernyitkan dahi. Pinggangnya langsung kena sodok sikut Wicak saat ia hendak membuka mulut.
Lho, kenapa" tanya Tyas tidak mengerti. Ya, maksudnya Mas nunjukin bahwa Mas itu student dan baru sampai di Belanda. Bukan pendatang gelap.
Ooo, baiklah kalau begitu. Tyas pun segera menyiapkan paspor dari saku jasnya.
Saat trem berhenti di halte, Tyas, Wicak, dan Lintang segera melompat naik. Tyas langsung mengambil tempat di samping masinis. Ia lalu menunjukkan paspornya dengan lagak mirip agen FBI yang sedang memperkenalkan diri.
Hi, my name is Danutirta, registered student at Wageningen University. I just arrived this morning. This is my ID.
Sang masinis hanya mampu melongo menatap pria
~130~ malang itu tanpa berkedip, kehilangan kata-kata. Dentang bel dari arah belakang trem membangunkan sang masinis dari rasa takjubnya.
Sambil memberi cap pada strippenkaart, ia lalu berkata, For what" I don t need it! Dan, tawanya pun meledak. Perut buncit si masinis berguncangguncang mirip jin dalam botol. Di belakang masinis, berderai tawa selusin penumpang gerbong terdepan trem yang menyaksikan adegan bodoh itu.
Wajah Tyas merah padam menahan malu menyadari Wicak telah mempermainkannya. Matanya mencari Wicak yang telah kabur ke gerbong kedua. Lintang sudah mendahului menjauhi arena yang potensial menjadi tempat pertumpahan darah. Tak mampu menahan malu, di halte berikutnya Tyas langsung melompat turun. 1:0.
Dengan ramah Wicak dan Lintang berjalan di samping Tyas sembari menunjuk tempat-tempat bersejarah dan lokasi yang menarik. Muka Tyas masih merah padam menahan marah saat mereka menyusuri kanal-kanal besar Amsterdam yang bersinar indah di bawah matahari pagi. Gracht atau kanal-kanal utama Amsterdam seperti Herengracht, Keizersgracht, dan Prinsengracht memang salah satu daya tarik utama bagi para turis. Nama Amsterdam
~131~ sendiri diambil dari posisi kota tersebut yang berada di pinggir Sungai Amstel.
Sori, ya, Mas. Wicak akhirnya memberanikan diri untuk berbicara.
Tidak apa-apa, tukas Tyas singkat.
Udah tradisi, Mas. Setiap mahasiswa baru emang dikerjain sedikit. Biar akrab gitu, ucap Wicak berbohong. Ia ingat Tyas masih memegang kartu trufnya. Keretek.
Untuk mencairkan ketegangan akibat agresi militer tadi, Lintang mengajak rombongan kecil itu mampir membeli kopi di dekat Dam Square. Inilah nama yang diberikan untuk lapangan bersejarah yang berisikan Monumen Dam Square, Royal Palace, dan lapangan tempat upacara Napoleon dan tentaranya saat menginvasi Kerajaan Belanda pada 1808. Kini lapangan tersebut dipenuhi turis yang mampir untuk memberi makan ratusan burung merpati yang beterbangan kian kemari sepanjang hari.
Sambil menyeruput gelas kertas berisi kopi panas, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Asap kopi panas mengepul silih berganti dengan napas dari hidung. Kini ketiganya melangkahkan kaki menelusuri area pertokoan Negen Straatjes 4 , sembilan buah lorong sempit berliku yang memuat
~132~ toko dan butik kecil dalam bangunan-bangunan tua di atas jalan berbatu. Walaupun belum ada toko yang buka karena masih pagi, berjalan menyusuri lorong-lorong berliku tersebut membuat kita merasa seperti tengah berada di Eropa lama Abad Pertengahan.
Puas menjelajahi labirin Negen Straatjes, mereka berbelok ke arah Reguliersbreestraat. Jalan ini termasyhur berkat Theater Tuschinski yang terkenal. Sebuah bioskop yang memiliki interior klasik dan terletak dalam bangunan tua indah bergaya art deco, mazhab desain yang berjaya pada era 1920-an. Lintang tampak antusias menonton pekerja bioskop yang tengah menggelar sebuah karpet merah panjang. Tampaknya siang ini akan ada premiere sebuah film Hollywood yang terkenal.
Wicak tak lupa membawa Tyas ke Rembrandtplein yang letaknya tak terlalu jauh dari Tuchinski. Inilah salah satu jantung lokasi hiburan di Amsterdam. Jalan-jalan di daerah tersebut dipenuhi berbagai jenis restoran, bar, dan night club yang sudah akrab di telinga turis mancanegara.
Saat melintas, Lintang menyempatkan diri berfoto bersama patung-patung tentara Belanda yang terletak di Taman Rembrandt. Pertama-tama ia pura-pura
~133~ memegang bedil, lalu tertembak mati, tertusuk bayonet, dan selusin gaya-gaya konyol lainnya. Wicak dengan semangat membidikkan kameranya. Ia senang karena memori kamera digitalnya kini berisi puluhan foto Lintang dengan senyum cerahnya.
Ikut foto, yuk, Mas Tyas! ajak Lintang ceria. Kapan lagi ikut perang-perangan sama tentara Belanda!
Iya, Mas, ikut pose aja, nanti saya foto! sahut Wicak.
Tyas tersenyum kaku dan menolak dengan tegas, Wah, sepertinya saya sudah tak pantas bergaya kekanakan seperti itu, ya.
Kalimat terakhir Tyas ternyata langsung menohok harkat dan martabat Lintang. Seketika, gadis itu langsung menyudahi pose-pose konyolnya. Mukanya mendadak murung. Bibirnya langsung berbentuk seperti moncong bajaj. Tak jelas apa yang ada di benaknya. Mungkin gabungan antara kesal, kecewa, dan malu bercampur baur. Wicak yang sebenarnya sudah puas bisa mengerjai Tyas langsung bersumpah akan membuat pria itu harus menelan malu untuk kali kedua. Namun, untuk menetralisasi suasana, ia memilih bersabar dan mengajak pria berdasi itu sarapan di dekat Rembrandtplein.
~134~ Ada restoran yang sudah buka, tuh. Kita cari sarapan dulu yuk, sambil nunggu Daus" usul Wicak. Tyas yang sudah mulai merasa lapar kontan setuju dan bergegas memasuki restoran mungil yang ditunjuk. Lintang menyusul dengan raut muka cemberutnya, diiringi Wicak yang mencoba menghibur dengan menepuk-nepuk punggung sahabatnya itu.
Sabar, ya, Non ..., bisik Wicak berusaha menghibur.
Ketiganya duduk mengelilingi sebuah meja kayu bundar dan memesan brunch. Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10.30. Waktu yang serbasalah kalau kata Daus, terlalu siang untuk sarapan dan terlalu pagi untuk makan siang.
Lima menit kemudian, tibalah pesanan mereka. Lintang menggigit pelan Pistolet met Oude Kaas, menikmati sensasi lezat menu favoritnya. Seketika rasa kesalnya lenyap terbilas aroma khas setangkup roti pistolet yang diolesi mentega dan dilapisi keju tua. Tyas menghirup kopi keduanya pagi itu sambil mencuil roti croissant panas. Pandangannya menerawang ke arah pelukis jalanan yang sedang menggambar karikatur di seberang. Wicak, walau berpotongan mirip tiang bendera, ternyata sedang
~135~

Negeri Van Orange Karya Wahyuningrat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalap. Ia memesan ontbijt (sarapan) yang paling mengenyangkan: sebuah Uitsmijter lengkap, sajian khas Belanda berupa tiga buah telur ceplok setengah matang di atas dua-tiga potong roti, yang dilapisi daging asap dan dilelehi keju.
Ada yang kelaparaaan! canda Lintang sambil melirik pesanan Wicak.
Wicak cengar-cengir, Kan, gue masih masa pertumbuhan, Tang ... hehehe.
Hati-hati kolesterol, lho, komentar Tyas sambil lalu.
Cengiran Wicak kontan sirna. Sirik aja lo, sahut Wicak dalam hati.
Dengan tinggi 170 cm, berat 55 kilo, plus masih ada beberapa tahun sebelum berkepala tiga, Wicak masih jauh dari ancaman penyakit jantung koroner yang menghantui mereka dengan catatan kolesterol tinggi. Apalagi, ditambah kebiasaan sehat mengayuh sepeda minimal lima kilometer sehari yang dipercayainya juga mampu melunturkan kerak-kerak lemak di pembuluh darahnya.
Memangnya Daus mau nyusul, Cak" tanya Lintang mengalihkan pembicaraan.
Iya, tadi gue di-SMS. Katanya urusan di Perpustakaan Universiteit van Amsterdam sudah
~136~ beres, dia mau susul kita ke sini.
Ooo ... ke perpustakaan! Hahaha sangkain ngedate! komentar Lintang.
Daus itu siapa" sela Tyas.
Daus itu guru ngaji saya. Dia mau susul kita sekaligus mendoakan supaya Mas selamat di Belanda, Wicak menjawab seenak hatinya.
Tyas rupanya bisa membaca situasi. Ia pun memilih diam demi menjaga situasi tidak meruncing. Malu dua kali di kota dan hari yang sama hanya akan menyejajarkan dirinya dengan keledai.
Ia mencoba menarik simpati dengan mengeluarkan kartu truf.
Ini rokok kalian, mau diambil sekarang atau nanti"
Wicak kontan semringah. Namun, ia teringat Daus. Nanti aja, Mas, tunggu Daus datang. Sebagian buat dia juga, kok.
Ooo ... pak guru ngaji titip rokok" Baik, baik. Berarti nanti bisa sekalian bantu Mas Wicak angkat koper, hahaha! canda Tyas sambil tertawa. Sebuah lelucon yang jelas tidak lucu walau seandainya keluar dari mulut Tukul.
Lintang mulai hilang kesabaran. Sekali lagi orang
~137~ ini berkomentar menyebalkan, bakal gue tinggal di tengah jalan. Biar sekalian nyasar di Amsterdam! batinnya.
Di sela kekosongan dialog, HP Lintang berdering ceria.
Hai, Schaatje! jawab Lintang ceria. Hmph, pasti Jeroen, sungut Wicak dalam hati. Me" In Amsterdam! A friend just came from Indonesia, I had to meet him at the airport .... Diam sejenak.
No, not alone. With Wicak! You know, Wulan s friend ....
Wicak memperhatikan raut muka Lintang yang sedikit demi sedikit bermetamorfosis. Dari senang, merasa bersalah, hingga akhirnya murung.
Oh, you re having coffee with Wulan" Ehm, well ... of course I don t mind ....
Hening. Uhm, okay. Sorry I can t join. Miss you too .... Lintang menyudahi pembicaraan dengan cemberut. Jeroen yang barusan menelepon hendak mengajaknya ngopi terpaksa ditolak, berhubung sudah kepalang berada di Amsterdam menemani seorang pejabat manja yang menyebalkan. Ditambah lagi, ternyata Wulan ada di sana menemaninya!
~138~ Wulan, bukan Lintang! Untunglah tepat pada saat itu Daus memasuki kafe membawa hawa segar.
Hai, frens! sahutnya ceria sambil menepuk punggung Wicak dan Lintang keras-keras.
Lintang dan Wicak menyambut kehadiran Daus dengan gembira. Penampilan Daus hari itu benarbenar sebuah kejutan. Kalau dilihat dari jauh mirip Doraemon. Badannya yang gempal dari ujung kaki sampai ujung kepala, semua serbabiru. Sayang, mukanya tak selucu kucing favorit semua orang itu.
Daus, kenalkan ini Mas Tyas, ucap Lintang dengan senyum manis.
Senyumannya sontak timbul kembali karena Lintang yakin kehadiran Daus yang ngocol bisa mengubah suasana yang semenjak tadi kaku dan menyebalkan.
Ooo ... ini Mas Tyas nyang bawa harta karun kite! Wah, senang berkenalan, Mas! Makasih banyak, ya, titipannya, Daus berseru semangat sambil menjabat tangan Tyas dengan erat.
Oh, ya, it s nothing. Hampir saja saya lupa, untungnya masih sempat beli di bandara. Silakan. Ini titipan kalian, balas Tyas sambil mengeluarkan bungkusan rokok titipan dari handbag kulitnya.
~139~ Seketika muka Wicak berseri-seri seolah telah memaafkan semua dosa pria di hadapannya. Ia lupa sejenak pada statusnya sebagai portir bertitel M.Sc. Candidate yang masih harus diemban hingga tiba di Wageningen.
Memangnya kalau beli di sini kenapa, sih" Memangnya dilarang" lanjut Tyas sambil menelan potongan croissant terakhirnya.
Dilarang, sih, nggak, Mas. Cuma, ya, mahal ... satu bungkus hampir lima euro harganya! Daus menjelaskan sambil mengagumi keindahan bungkus keretek di tangannya.
Oh, ya, cuma lima euro, toh" Sekali makanmakan seperti ini saja habis sekitar lima belas euro, masa beli rokok aja ndak mampu"
Senyum ceria Daus sontak berubah menjadi sunggingan senyum drakula yang bangun di siang bolong. Gigi geligi kelinci Daus menjelma menjadi taring. Tapi, Daus memang dianugerahi kesabaran di luar batas kewajaran. Nasihat Engkong Ca a tentang orang sabar pasti disayang Tuhan membuat emosinya kembali dingin seperti udara Februari di luar.
Iya, hehe ... emang kita nggak mampu, Mas! jawab Daus polos.
~140~ Maklum mahasiswa, mampunya cuma beli rokok lintingan. Malah kadang-kadang kalau tanggal tua akhir bulan, saya bakar pulpen buat diisep-isep!
Apalagi, pulpen Mont Blanc kayak punya Mas, rasanya paling enak! Selama di sini, saya sudah bakar tiga, lanjut Daus sambil menunjuk pena emas berharga jutaan rupiah yang nongol dari balik saku kemeja Tyas. Derai tawa Lintang dan Wicak kontan meledak.
Meski sedari tadi Wicak dan kawan-kawan sudah menunjukkan sikap tidak suka pada kecongkakan mahasiswa baru ini, perangai Tyas tidak berubah. Ucapan demi ucapannya tak kunjung usai membacok perasaan dan mencincang emosi. Wicak yang jadi merasa bersalah karena telah merusak hari Lintang dan Daus semakin ingin menyudahi acara jalan-jalan di Amsterdam dan menyelesaikan tugasnya mengantar Tyas ke Wageningen secepat mungkin.
Rombongan kecil itu mengarah kembali ke Stasiun Amsterdam Centraal. Wicak sengaja mengambil jalur yang melintasi de Wallen, red light district Amsterdam yang tersohor.
Ini dia, daerah paling terkenal di Amsterdam! Kalau malam jajaran jendela di bangunan-bangunan
~141~ tua sepanjang kanal ini penuh diisi wanita yang ... er ... jualan, Wicak menjelaskan.
Tyas mengernyitkan hidung, Kalau saya kurang tertarik, ya ... yang seperti ini. Kalau museummuseum bermutu itu di mana, ya" Saya ingin melihat Monalisa dan karya-karya Da Vinci.
Tim pengantar pun mengernyitkan dahi. Ni orang goblok atau mabuk, ya" batin mereka. Mungkin jetlag. Kurang tidur bisa juga.
Mungkin maksud Mas, Van Gogh" Lintang mencoba mengklarifikasi. Sementara Wicak dan Daus terkekeh menertawakan kebodohan Tyas. Sifat jail Wicak muncul kembali.
Mas, boleh lihat sobekan boarding pass-nya" Memang kenapa, Mas Wicak" tanya Tyas tak mengerti.
Ya siapa tahu Mas salah naik pesawat .... Iya, siapa tahu sebenarnya Mas bermaksud ke Prancis atau Italia, sambung Daus sarkas.
Tak disangka, Tyas malah menanggapi dengan serius.
Wah, betul, saya mau ke Paris nanti. Mas Wicak nanti tolong tunjukkan jalan ke kedutaan Prancis, ya.
Buat apa" ~142~ Ya, buat urus visa ke Prancis, dong!
Wicak melongo, Lintang langsung senam ritmik dalam hati dan Daus mencari pegangan agar tidak terguling jatuh.
Ya udah, kalau ndak tahu ndak apa-apa, biar saya cari sendiri. Temen saya banyak, kok, di KBRI. Mereka pasti lebih tahu medan daripada kalian.
Iya, Mas, kita memang kurang hafal Medan. Tapi, nanti saya kenalin sama Pak Hutauruk, yang jualan martabak di Utrecht. Dia orang Medan asli! tukas Daus yang sudah tak mampu menahan tawa.
Muka Tyas sontak memerah bak anak SD kelamaan dijemur saat upacara bendera. Dengan nada tinggi ia menghardik, Kamu baru dikasih kesempatan sekolah di Belanda saja lagaknya sudah kurang ajar! Itu yang namanya hasil didikan luar negeri" Tanpa sopan santun! Bisanya cuma meledek, menghina, dan melecehkan!
Dengan marah Tyas berpaling dan bergegas meninggalkan mereka bertiga. Baru berjalan sepuluh langkah, ia berhenti dan menoleh ke belakang. Benaknya membayangkan Wicak, Lintang, dan Daus sedang tergopoh-gopoh mengejar dan meminta maaf. Ternyata, perkiraannya meleset jauh. Ketiga sahabat itu sudah lenyap tanpa jejak.
~143~ Rasa bingung, cemas, dan panik segera melanda. Kini tak ada pilihan lain kecuali melanjutkan perjalanan sendirian di sebuah negara asing yang kali pertama dikunjunginya. Pada saat itulah ia tersadar, betapa berharganya kehadiran Wicak, Lintang, dan Daus.
Sambil menahan dongkol, Wicak berjalan cepat sambil menggelengkan kepala. Lintang dan Daus mengikuti dari belakang tanpa berkata-kata. Begitu Tyas pergi meninggalkan mereka bertiga, Wicak langsung menggamit lengan kedua sahabatnya dan memberi isyarat yuk-kita-kemon . Di belokan pertama yang jaraknya hanya tiga meter dari tempat mereka berdiri, mereka berbelok tanpa pernah menoleh ke belakang, meninggalkan Tyas yang sedang ngambek sendiri.
Nasi sudah menjadi bubur, dan Tyas-lah tukang buburnya. Di satu sisi, Wicak benar-benar sudah kehilangan kesabaran menghadapi Tyas, tapi di sisi lain, ia khawatir dengan keselamatan mahasiswa baru itu. Dari gelagatnya, cuma selera berpakaian Tyas yang tujuh puluh juta. Namun, pengetahuan dan pengalamannya bertualang di luar negeri masih big zero.
Sompral bener tu kutil! umpat Daus. Kakinya
~144~ menendang kaleng bir kosong di atas trotoar. Darah mudanya menggelegak. Tapi, begitu melihat KNVB Museum yang berisi memorabilia tim oranye sepak bola Belanda kesayangannya, rasa kesal Daus kontan sirna. Langkahnya terhenti tiba-tiba. Wicak yang berjalan sambil berusaha menghidupkan rokok tak sempat mengerem. Keningnya menabrak tengkuk Daus, dan keduanya tersungkur. Lintang yang berjalan paling belakang hampir terantuk onggokan badan Daus dan Wicak yang bergelimpangan.
Lo jalan pada pake mata nape"! protes Daus kesal sambil mencoba bangkit. Sia-sia karena tertahan berat badan Wicak yang menindihnya.
Nah, lo pakai acara berhenti mendadak! Sepeda aja pake lampu peringatan!
Sini Us, biar gue bantuin lo berdiri, ucap Lintang sambil menyodorkan tangannya sebagai pegangan.
Kagak bisa, ni bocah kelihatannya doang kurus, ternyata berat aje! sahut Daus.
Sementara mereka bertiga sibuk berseteru, turis lain sibuk menertawakan adegan slapstick ala Warkop yang baru mereka alami.
Get a room! teriak seorang pria sambil lalu. Entah apa yang dipikirkannya melihat Daus dan Wicak saling menindih di tengah jalan.
~145~ Jadi, mau ke mana lagi nih, guys" Pulang" tanya Lintang.
Nanggung udah sampe sini, kita muter-muter di Red Light aja, yuk" Lo berdua belum khatam, kan" usul Wicak.
Akan tetapi, Daus menolak mentah-mentah usulan Wicak. Ia teringat kejadian beberapa minggu lalu ketika dengan lugunya menanggapi tantangan Wicak untuk mendekati seorang PSK yang memajang diri di salah satu kamar berjendela pinggir jalan. Sial bagi Daus, ternyata Desiree 5 yang berwajah eksotis malah berasal dari Indonesia! Keringat dinginnya mengucur deras begitu mengetahui bahwa ia berasal dari Condet, satu kampung dengan encangnya! Sertamerta ia tergopoh-gopoh meninggalkan Desiree yang tampak kebingungan melihat perubahan rona di wajah Daus.
Hmmm, kalau Daus nggak mau, kita ke museum ganja aja, yuk ..., komentar Lintang. Ia ingin sekali foto di depan museum yang dikhususkan bagi jenisjenis ganja yang terkenal di kalangan turis.
Halaaah, museum ganja apa sex shop di sebelahnya" Mau cari vibrator lo, ya! ledek Wicak, yang langsung dibalas tendangan kungfu Lintang. Enak aja!
~146~ Vibrator apaan, sih" tanya Daus polos. Buat mijit, jawab Lintang sekenanya.
Ooo, iyeee, yang buat mijit punggung itu, ya" Gue sering, tuh, lihat di mal! Ngapain dijualnya di toko begituan ....
Yah Daus, namanya juga orang jualan. Terserah dia, dong, mau jualan apa. Gue rasa kalau lo nanya, lo bisa nemu macem-macem barang dijual di sana! Wicak ikut-ikutan.
Iya, ya" Barang yang kayak gimana maksud ente" Ya, apa aja. Senter, bohlam, kertas A4, kipas angin, setrikaan, panci juga ada, kali! Nah, tuh, ada yang buka, coba aja lo tanyain apa itu vibrator ..., goda Wicak.
Terpancing rasa penasaran, dengan patuh Daus memasuki toko tersebut dan menanyakan vibrator. Lintang dan Wicak menunggu di luar sambil cekikikan berdua. Tawa mereka akhirnya meledak melihat ulah Daus yang dengan polos memperagakan barang yang disangkanya memang mesin pemijit punggung otomatis. Begitu pemilik toko menggeleng-geleng dan mengeluarkan jenisjenis vibrator yang tersedia dari etalase, muka Daus berubah merah padam. Dengan tergagap, ia ucapkan terima kasih, lalu kabur keluar toko.
~147~ Kurang ajar! sungutnya sambil mengejar Lintang dan Wicak yang langsung mengambil langkah seribu menghindari sambitan.
Harum semerbak masakan Indonesia memenuhi udara saat mereka melintasi tikungan Grotemarkt, tempat sebuah toko Indonesia kecil yang populer menjajakan beragam makanan sedap Nusantara. Sambil berjalan, Wicak menjelaskan letak-letak museum di Amsterdam yang terkenal, seperti Museum Nasional (Rijksmuseum) dan Museum Van Gogh dekat Museumplein. Ia juga menunjukkan rumah Anne Frank yang terkenal berkat buku The Diary of Anne Frank, sebuah kisah nyata mengenai kisah pelarian kaum Yahudi saat tentara NAZI melancarkan genocide massal.
Daus meninggalkan Amsterdam dengan perasaan paranoid. Ia yakin bahwa kesialannya selama hari itu akibat karma dari niatan buruk berbuat nakal, yang ditangkal oleh doa sapu jagat Engkong Ca a yang menghantui setiap langkahnya di Belanda. Yang jelas, Daus tak berani kembali ke Red Light dalam waktu dekat, takut bertemu Desiree, yang akan nitip salam bagi sanak keluarganya di Condet.
Sebelum berpisah di Stasiun Amsterdam Centraal, Daus menyampaikan berita yang menarik perhatian
~148~ Lintang. Oh, iya, semua dapat salam dari Geri! Katanya sori nggak bisa ikut gabung.
Tumben bener dia nelepon lo, Us" selidik Lintang.
Nggak, tadi kebetulan gue ketemu di dekat UVA 6 . Dia lagi sama temennya yang bule, siapa tadi namanya, ya" Mmm ... Greg, kalau nggak salah" lanjut Daus.
Geri di Amsterdam" Kok, nggak bilang-bilang" Lintang jadi curiga.
Nggak tahu, tuh. Tadi gue lagi bareng Selisha. Terus dia ngajakin ngopi dulu di bar. Eh tahunya pas baru masuk, dia langsung keluar lagi. Jangan bar yang ini, deh, yang lain aja, katanya. Pas kita mau pergi, tahu-tahu ada Geri ama temennya lagi berdiri di luar bar itu.
Oh, ya" Terus" selidik Lintang penasaran. Ya udah, gitu aja. Cuma kayaknya dia kaget bener pas lihat gue, gelagatnya kayak maling ayam kepergok hansip. Kenapa, ya" Nggak enak kali ya, ketahuan lagi di Amsterdam sementara kita pada janjian di sini"
Bisa jadi, Us ..., ucap Lintang ragu. Tidak biasanya Geri penuh rahasia dan menghindar dari
~149~ mereka. Di lorong yang memisahkan platform satu dengan lainnya, Wicak dan Daus berpisah dengan Lintang. Sepanjang perjalanan pulang ke Leiden, Lintang masih heran dengan sikap misterius Geri. Ada apa, sih, dengan Geri"
Tyas tak punya pilihan lain selain nekat melanjutkan perjalanan sendirian. Dalam perjalanan menuju stasiun, ia nyaris tertabrak trem karena tak menyadari sedang berjalan di tengah rel. Derai lonceng trem seolah mengejeknya, sementara para penumpang trem memandang kasihan kepada seorang lelaki Asia berkoper dan berdasi yang tersesat di tengah kota. Untunglah, ia berhasil mencari taksi dan tiba dengan selamat di Schiphol untuk mengambil bagasi yang tersimpan di locker. Berbekal catatan hasil mewawancara dengan nenek-nenek di bagian informasi, ia memutuskan berkereta menuju Wageningen.
Malang baginya, ia menunggu di platform yang salah. Alih-alih menaiki kereta menuju Utrecht, ia malah terbawa sampai ke Eindhoven. Ketololan ini hampir berakibat denda puluhan euro karena menggunakan tiket yang salah jika ia tidak mengaku
~150~ sebagai turis yang baru tiba di Belanda. Pukul 4.00 sore, dengan muka pucat pasi tibalah ia dengan selamat kembali di ... Schiphol!
Ternyata, kecerobohannya menghasilkan rute berputar Amsterdam Schiphol Eindhoven (turun di Doordrecht karena salah tiket) Rotterdam Centraal Delft Centraal Den Haag HS Den Haag Centraal Haarlem Amsterdam Arena Amersfoort Schiphol.
Rasa panik, lelah akibat jetlag, dan perjalanan bodoh itu kembali membawanya ke bagian informasi Bandara Schiphol. Nenek-nenek yang masih berjaga di bagian informasi hanya mampu menggelengkan kepala mengetahui ulah pria malang di hadapannya. Tak kunjung paham dijelaskan runutan rute dan transit perjalanan kereta, Tyas menyerah dan memutuskan untuk menggunakan taksi menuju Wageningen. Ia akhirnya tiba di Wageningen pukul delapan malam, saat argo di sedan Mercedes itu menunjukkan angka 170 euro. Sebuah harga yang pantas untuknya.
Malam telah larut, sebuah pesan nongol di YM. anak_gang_sanip : Guys, tadi kebangetan
~151~ nggak sih kita ninggalin si bapak itu di Amsterdam"
starlight : Iya ya, gue jadi kepikiran begini. greenwarrior : Ya juga sih, kita kebangetan
nggak sih tadi" Manusia dalam bersabar kadang ada batasnya. Karena itu, tuntutan untuk menjaga perilaku dan supel membawa diri adalah nomor satu. Di satu sisi, mereka bertanya-tanya apakah tindakan mereka keterlaluan. Namun di sisi lain, mereka merasa sudah cukup bertenggang rasa membiarkan harga diri mereka disepelekan.
greenwarrior : Ya sud, besok gue kontak anak
PPI sekaligus cek keadaan Tyas. anak_gang_sanip : Semoga yang lain tahan ngurusin kelakuannya.
1 Bathtub. 2 Met pagi, Mas Mafia. 3 Per akhir 2011, pemakaian strippenkaart di Belanda sudah
dihapuskan dan diganti kartu chip OV Chipkaart. 4 Terjemahan langsungnya memang sembilan jalan kecil . 5 Nama asli di Condet sih, Desi, Bang, tapi kalau di sini aye
~152~ dipanggil Desiree. Seneng aje dapet nama panggung segala! Berasa artis, ye"
6 Universiteit van Amsterdam. Inilah salah satu kampus paling HOT sedunia. Kenapa" Karena beberapa fakultasnya berlokasi di seputaran Red Light District Amsterdam.
~153~ Rijswijk 15 Januari Bolak-balik Banjar mengecek sisa saldo di rekening Rabobank miliknya. Pusing di kepala tak kunjung hilang karena meratapi nasib sial yang ia ciptakan sendiri. Pikirannya melayang pada petuah Paman Becak 1 sekaligus guru ngajinya semasa SD.
Is, ikam jangan pernah sekali-kali alpa bersyukur. Allah beri ikam orangtua nang berkecukupan. Ikam kada perlu khawatir kelaparan, ikam handak makan apa haja gasan kaina kawa. Coba ikam lihat di kampung belakang, banyak tunah nang hari ini kawa makan, tapi kada tahu kaina, besok, lusa, dan seterusnya. (Is, banyak-banyaklah bersyukur, Allah kasih rezeki banyak ke orangtuamu. Buat makan, kamu nggak perlu pusing. Lihat di kampung belakang, banyak yang hari ini bisa makan, tapi nggak tahu mesti makan apa besok.)
Gawat, gawat, gawat ... ancur gue, matilah gue, umpat Banjar dalam hati.
Sisa 3.177 euro" Buat delapan bulan?"" Ancuuuuuur!!! Kalkulator mini di otak kanan Banjar berbunyi tat~154~ tit-tut mengalkulasi harapan hidup yang tersisa.
300 euro sewa kamar tiap bulan, dikali 8 sama dengan 2.400 euro. Tinggal 777 euro. Satu strippenkaart isi 45 strip untuk transportasi harian harganya 20,88 euro. Dikali 2 per bulan, masih perlu 16 strippenkaart. Itu berarti 334,08 euro. Sisanya 442,92 euro. Berarti jatah uang saku gue per bulan sisa 55-an euro"! Ampyang!
Sebentar! (lagi-lagi otak kalkulatornya ber-tat-tittut.)
Telur isi 25 harganya 2,75 euro. Daging cincang pas lagi korting-kortingan, 4 euro. Satu scoop es krim juara Belanda 1 euro. Beras ... hmmm beras berapa, ya" Namun, sedetik kemudian ia langsung menghapus beras dari daftar itu. Beruntung bagi Banjar, nasi selalu tersedia minimal sebakul sehari, tak jarang termasuk sambal terasi dan lalap mentimun. Landlord 2 -nya yang beristrikan mojang Sunda sudah mengadopsi kebiasaan makan ala bumi Parahyangan di rumah itu selama bertahun-tahun.
Banjar terus berhitung dan berhitung kembali .... Tembakau linting merek DRUM 4,25 euro, kertasnya 25 sen ... sebungkus bisa bertahan 5 hari. Sebulan berarti mesti beli 6 kali, butuh 25,5 euro sebulan. Telur tadi" 5,5 euro sebulan .... Mi instan" Sampo" Sabun"
~155~ Haaaaaa?"" Banjar pun panik. Impossible! Mana mungkin bisa hidup dengan 55 euro sebulan! Jangankan di Rotterdam, di Ulujami saja sudah prestasi besar jika bisa bertahan hidup dengan uang segitu. Itu di bawah UMR!
Rasanya hidup gue akan berakhir pada akhir Maret. Banjar mulai tersedu kala wajah teduh ibunya sedang menyodorkan sepiring nasi kuning berlauk ikan haruan bumbu habang 3 melintas samar di pelupuk. Makanan favorit Banjar sepanjang masa.
Ya Tuhan, selamatkanlah nyawa hamba-Mu ini .... Tatkala Banjar menerima tantangan Goz, ia percaya skill hemat tanpa tampak pelit yang diasahnya semasa kuliah di Bandung pasti masih menyisakan jejak. Ia hakulyakin uang sebanyak 700 euro per bulan sudah lebih dari cukup untuk hidup aman sentosa plus nyaman dan tenteram gemah ripah loh jinawi di tanah Rotterdam ini. Banjar bahkan bergeming saat Jan Veerhuis dari kantor international student mengirimkan surel panjang lebar mengenai kemungkinan hidupnya akan berada di bawah standar garis kemiskinan Rotterdam.
Meski demikian, terlepas dari semua itu, Banjar membuktikan dirinya adalah seorang gentleman sejati. Tak sekali pun ia tergoda untuk memindahkan
~156~ dana pribadi di Tanah Air ke rekeningnya di Belanda. Terdengar heroik memang. Padahal, alasan utamanya adalah: ia lupa password rekening celengannya di Citibank!
14 Oktober tahun lalu Bolak-balik Banjar men-scroll layar kalender PDA canggih di tangannya sambil membatin, Hmmm tanggal 15 sampai 20 nggak ada kelas, nggak ada paper, kosong! Mau ngapain, ya ... hmmm ... hmmm ....
Tiba-tiba .... Buzz!!! agungbagong : Banjar gelo! izbanjar : Hoi! Pe kabar coy!
agungbagong : Baik. Gimana Belanda" izbanjar : Dingin. Tanah dingin terkutuk berangin dingin. Perut gue selalu lega, bos. Gimana nggak, di sana kentut di sini kentut.
agungbagong : =)) b-( izbanjar : Gimana Frankfurt"
agungbagong : Biasa, gue dah bosen. Lima
taon berjuang dan kagak lulus-lulus! izbanjar : As usual, lo selalu suka main sampai injury time.
~157~ agungbagong : Bangke! agungbagong : Heh. Winter break rek kamana
maneh" izbanjar : Di sini aja. Emang nape, bos" agungbagong : Rugi udah di Eropa kagak jalan
jalan! izbanjar : Kata siapa rugi" Jangan kayak orang susah. Tahun depan. Tahun depan dan depan dan depannya lagi masih bisa. Lo emang mo ke mana"
agungbagong : Gue pengin liat Greece ...
Santorini. agungbagong : Bos. Entar sambung lagi, Cathie
bentar lagi datang. izbanjar : Cathie" Saha Cathie"
agungbagong : Cewek gue, orang Sweden. Pirang men! Asli pirangnye. Kagak pake ngecat kayak mantan lo si Prit-Prit. Gue udah cek di keteknya.
izbanjar : Wih canggih! Mantap buat perbaikan
keturunan, Gung. Nemu di mana" agungbagong : Nemu! Lo kate batu akik pake nemu segala. Gue ketemu di Firenze pas summer break kemarin. Satu hostel. Dia di kasur atas dan gue di kasur atasnya
~158~ lagi. Hahahahahaha. agungbagung : Gih, liburan! Jalan-jalan! Banyak Cathie-Cathie lain berserakan .... Kalau sampai lulus masih nggak dapet, jangan sedih! Bego aja, lo!
Heeek. Banjar menelan ludah sekaligus dua butir permen karet yang sedang dikunyahnya. Benar kata Joao Santana di novel Setan Kencing Berlari, Kuntilanak Kencing Melompat, setan durjana itu sebenarnya berwujud manusia. Nama di paspornya: Agung Firman. Agung adalah aerospace engineer yang sedang bergulat menyelesaikan Ph.D. bidang rekayasa aerodynamics di Frankfurt, Jerman. Agung dan Banjar telah berkawan baik sejak keduanya menuntut ilmu di ITB.
Kini, sembilan tahun setelah perpisahan mereka, Agung merayakan event itu dengan berkontribusi atas berkurangnya 35% total uang saku Banjar. Bujuk rayu iblis telah membuat Banjar terpikat untuk menapaktilasi jejak sepatu Agung.
Maka, pagi hari pada 25 Desember, Banjar bertolak ke Milan dengan menumpang pesawat Boeing 737-800 milik Ryan Air. Sebuah winter break yang telah disusun rapi demi mencari seorang
~159~ (atau dua) gadis bule di lima kota tercantik Italia.
Di akhir perjalanannya, pencarian kebahagiaan semu duniawi Banjar ternyata ditutup dengan kesuraman finansial. Walau begitu, berkah kadangkadang memang muncul di balik impitan kesulitan. Pada saat badai menghentikan perjalanannya mencari pekerjaan, tanpa sengaja ia berkenalan dengan empat mahasiswa asal Indonesia lainnya. Perkenalan yang tidak direncanakan, yang berangsur menjelma menjadi sebuah persahabatan erat. Ya, keajaiban memang tak pernah bisa diramal kedatangannya seperti halnya skor pertandingan sepak bola. Awal Februari
Puluhan surel pengumuman lowongan kerja memenuhi inbox Banjar. Semenjak menyadari ajal terus merayap mendekat seiring makin menipisnya isi dompet, Banjar semakin rajin menyambangi puluhan situs lowongan kerja di Belanda. Mulai dari monsterjob, undutchable, partimejob, hingga expatriate.com, semua rutin dikunjunginya. Bukan cuma itu, ia pun rajin menyatroni papan-papan pengumuman yang tersebar di seantero kampus Woudestein, studentenhuis, Albert Heijn, Lidl, C1000, ditambah tour de eethuis 4 di seputaran
~160~ Centrum Rotterdam. Demi mendapatkan segepok euro, ia juga rela merogoh kocek membiayai perjalanan kereta api ke Den Haag setiap akhir pekan. You have to spend to gain memang salah satu moto hidupnya. Den Haag dipilihnya karena, konon, kesempatan untuk bekerja di dapur restoran mudah diperoleh di kota ini. Populasi warga Indonesia di Den Haag dan sekitarnya (Zoetermeer, Rijswijk, Leidschendam, dan Voorburg) yang lebih tinggi dibanding kota-kota besar lain di Belanda membuat restoran-restoran Indonesia banyak bertebaran di Den Haag. Mereka menyediakan berbagai makanan populer Tanah Air, seperti nasi goreng, bakmi goreng, rendang, hingga tahu petis.
Sudah lewat satu setengah minggu dan perburuan Banjar masih belum menemui sasaran. Dua hari yang lalu, manajer sebuah hotel jam-jaman di Amsterdam sempat mewawancarainya via telepon. Pekerjaan yang tersedia adalah room boy. Banjar sangat bersemangat. Apalagi, setelah mendengar upah yang sangat menggiurkan, sepuluh euro per jam. Namun sayang, wawancara dihentikan tepat pada menit kedua setelah sang manajer mendapati izin tinggal Banjar akan berakhir dalam hitungan
~161~ bulan. Padahal pemuda ini belum memiliki izin kerja temporer.
Suatu hari, sembari bersemadi menunggu ilham berkunjung, Banjar iseng-iseng menuliskan kata Indonesian restaurant in Den Haag, The Hague, Rotterdam, Delft pada kolom search Google. Sederetan nama-nama restoran Indonesia pun langsung tampil di daftar itu. Banjar langsung menghubungi nomor telepon restoran pertama yang muncul di layar.
Good afternoon. My name is Iskandar. I m a student, I found that you are opening a position for chef assistant in your restaurant.
Sebuah kebohongan mutlak karena jelas-jelas tak satu bait pun di halaman web itu menyebutkan restoran Indonesia Rajawali sedang membutuhkan karyawan baru. Di ujung telepon terdengar suara merdu seorang wanita menjawab, lembut dan menghanyutkan.
A position" Yes, we need someone to work for us. But how do you know this" We just decided ten minutes ago! Do you speak Dutch"
No, Ma am, jujur Banjar yang harapannya tadi sempat membuncah saat perjudiannya membawa hasil.
~162~ Wanita itu menyambung, I am sorry, my English is very limited.
But I know how to cook Indonesian food, Ma am. I am Indonesian.
Lho, orang Indonesia, toh" Anda bicara bahasa Indonesia"
Sure, Ma am, syaya bicarwa bahasa Indonesia ... lancaaaaaar! sahut Banjar yang menirukan gaya bahasa bule ala Rudi Wowor.
Selanjutnya, percakapan berlangsung dalam kerangka kaidah EYD pas-pasan.
Kamu bisa masak" Bisa, Tante, jawab Banjar khidmat.
Gule" Rendang" Nasi goreng" Bakmi goreng" Bisa semua"
Bisa, Tante, jawab Banjar sambil mengingatingat bentuk dan rasa rendang.
Kamu bisa ke sini" Kapan, Tante" Sekarang!
Hah?"" Ehm ... tentu bisa, Tante, alamatnya di mana, ya, Tante"
Willem Sonneveldstraat 10, Rijswijk. Kamu tinggal di mana"
Delft, Tante, bohong Banjar seraya mengetikkan
~163~ alamat yang disebutkannya ke situs perancang perjalanan domestik: www.9292ov.nl. Banjar rupanya khawatir jika calon majikannya tahu ia tinggal nun jauh di Rotterdam, wawancara itu akan dibatalkan sepihak.
Ya udah, kalau gitu setengah jam lagi saya tunggu, ya.
Satu setengah jam, deh, Tante, saya lagi di rumah teman di Rotterdam.
Dua kali Banjar bohong. Layar notebook-nya telah memunculkan jadwal kereta yang akan membawanya ke restoran.
Oke, nggak apa-apa. Oh ya, dengan Tante siapa ini" tanya Banjar. Hatinya telah bersorak sekencang bonek Ajax Amsterdam yang baru saja menyaksikan Ajax membantai PSV Eindhoven 10:0 tanpa balas di Amsterdam Arena.
Lia. Jangan panggil Tante. Panggil Mbak aja. Terima kasih, Mbak Lia. Sampai nanti. Tot ziens.
Taruhan pisang ambon segepok, orangnya pasti cantik. Suaranya aja merdu mendayu-dayu, pikir Banjar.
Diliriknya jam di pergelangan tangan. Buru-buru ia menyambar handuk dan memelesat ke kamar
~164~ mandi. Kali terakhir ia mandi ... tiga hari yang lalu.
Selepas mandi yang tak ayal membuat kulitnya kering akibat minimnya tingkat kelembapan, Banjar segera meluncur ke Stasiun Rotterdam Blaak. Tujuannya hanya satu: naik stoptrein pertama menuju Den Haag, lalu turun di Rijswijk.
Dibandingkan Stasiun Rotterdam Centraal, letak Stasiun Rotterdam Blaak tak terlalu jauh dari kampus Woudestein dan pondokan Banjar. Namun, Banjar tak pernah menyukai suasana platform tunggu stasiun ini. Penyebabnya tak lain karena situasinya yang senantiasa suram dan lembap. Ini mungkin karena letak Blaak yang berada dua tingkat di bawah permukaan jalan. Bila ada waktu, Banjar pasti memilih naik dari Rotterdam Centraal. Tapi, kini waktu memburunya. Bagai businessman kawakan, falsafah time is money sudah mendarah daging di jiwa Banjar, dan ia tak ingin membuat kliennya menunggu. Sembari menyambar jaket wol tebal dari atas pemanas ruangan, matanya melirik ke luar jendela.
Sial, hujan pula! pikirnya. Licin jalan akibat hujan pasti akan melambatkan laju sepedanya menuju Stasiun Blaak.
Dengan sigap, Banjar melempar kembali jaket wol
~165~ tebalnya ke atas kasur dan menggantinya dengan sweter tebal berlapis jaket hujan. Kali ini ia tak punya waktu untuk bersepeda pelan sambil memegang payung.
Rajawali Indonesian Eet Huis berjarak hanya lima belas menit jalan kaki dari Stasiun Rijswijk yang sesuram Stasiun Blaak. Rijswijk adalah sebuah kota kecil di pinggiran Den Haag yang belakangan ini semakin diincar warga asli Belanda yang sedang mencari rumah tinggal. Konon, jumlah kaum pendatang yang tidak terlalu banyak di wilayah ini membuatnya menjadi salah satu lokasi favorit. Letak Rijswijk sendiri lumayan strategis karena terhampar tepat di persimpangan yang memisahkan Delft dan Den Haag. Oleh karena itulah, berbagai moda transportasi untuk menghubungkan Rijswijk dengan kota-kota lainnya di Belanda telah disiapkan dengan baik.
Kota kecil ini pun ramai dengan aktivitas perekonomian. Berbagai organisasi internasional dan perusahaan multinasional yang prestisius memilih Rijswijk sebagai jantung kegiatannya. Perusahaan minyak raksasa Royal Dutch Shell dan European Patent Office adalah beberapa di antaranya. Memang benar, sebagai kota modern, Rijswijk
~166~ minim objek wisata, tapi keunikan Rijswijk bisa langsung dinikmati sejak kita turun dari kereta. Di stasiun yang memiliki platform sepanjang lebih dari enam puluh meter itu, bagian depannya berhiaskan piramida kaca besar layaknya Museum Louvre di Paris. Dengan teknik dan sudut tertentu, kita bisa berfoto di sini dan memajang gambarnya di Friendster ataupun Facebook dengan judul Winter at Louvre Museum, Paris. Tak ada yang akan tertarik untuk mengecek kesahihannya. Bila ingin sedikit lebih narsis lagi, lewat sentuhan Photoshop, Anda bisa mengubah judulnya menjadi Summer in Cairo, Egypt. Keren.
Restoran itu berdekatan dengan kantor Bank Fortis dan Post Kantoor. Bagian dalam memuat delapan meja kecil, yang masing-masing dapat menampung empat orang. Selain restoran, tempat ini pun melayani mereka yang memesan masakan Indonesia untuk dibawa pulang (disebut sebagai meenemen), melalui etalase kecil yang disebut sebagai afhaal centrum.
Diiringi ucapan bismillah, Banjar membuka pintu restoran dengan mantap. Seorang wanita berparas ayu berusia sekitar 35 tahun berdiri menyambutnya. Setelah terpana sekejap menatap kecantikan ala Putri
~167~ Solo yang ada di hadapannya, Banjar dengan luwes memperkenalkan diri.
Selamat malam, Tante. Tante pasti Mbak Lia 5 " Iskandar, ya" Selamat datang! Jam setengah enam tepat! Mari duduk, sudah makan" Ayo pilih aja, jangan sungkan-sungkan. Ada otak-otak, tahu telur, atau gado-gado, tawar Mbak Lia dengan keramahan khas Kasunanan Surakarta.
Ndak usah, Mbak, makasih, tadi sudah makan di rumah teman, lagi pula saya masih diet. Oh, iya, panggil saya Banjar aja, Mbak. Banjar tidak mau wawancara kerja penting ini rusak cuma gara-gara mulutnya penuh makanan pas ditanya-tanya!
Halah, ndak usah malu-malu! Mbak tahu, student pasti jarang makan enak ala Indonesia, toh"
Matur suwun sanget, Mbak, saya sampun dhahar, lagi pula memang harus diet!
Sungguh mengagumkan keluwesan Banjar menjembatani perbedaan kultur. Entah kapan dia sempat belajar kromo inggil 6 .
Kamu Jawa juga, ya" Kok namanya ndak njowo gitu" Ya udah, kalau ndak mau makan, gimana kalau minum aja" Mau dawet" Es teler" Wedang jahe" Cendol" Rentetan kalimat tanya Mbak Lia meluncur deras bak air pasang membobol Waduk
~168~ Gajah Mungkur. Pertanyaan Mbak Lia tak diingatnya lagi, kepala Banjar sedang bersorak-sorai membayangkan kelezatan menu-menu yang selama enam bulan terakhir telah lenyap dari daftar makan sehariharinya. Lidahnya bergoyang-goyang membayangkan lezatnya semangkuk es teler dingin berisi blewah, kolang-kaling, merah delima, cincau, avokad, dan disiram susu kental manis.
Cendol boleh, Mbak .... Sambil melempar senyum yang alamak! Dahsyat! Mbak Lia pun beringsut ke dapur. Sepuluh menit kemudian ia kembali dengan diiringi pelayan berparas ayu yang membawa segelas es cendol di nampan. Dengan senyum manis pelayan tersebut meletakkan gelas berisi cendol di hadapan Banjar, sambil mengucap pelan, Monggo ....
Banjar membalas senyum manis pelayan tersebut, lalu menilik minuman segar di hadapannya.
Hmmm, cendol! Pakai nangka pula! Jarang-jarang bisa makan nangka di Belanda!
Dengan segelas cendol siap tersaji di atas meja, interview yang menentukan masa depan keuangan Banjar di Belanda pun resmi dimulai.
Pertanyaan Mbak Lia yang berfokus pada
~169~ pengetahuan dapur memaksa Banjar mengingat kembali episode-episode acara masak Rudy Choiruddin di televisi. Bumbu apa saja yang dibutuhkan untuk bikin rendang, berapa banyak santan yang dibutuhkan untuk memasak sayur lodeh sepanci, dan sebagainya.
Sebagai alumnus didikan rumah indekos Sekeloa yang pemilik indekosnya juga menambah penghasilan dengan membuka warteg, pertanyaan Mbak Lia tidaklah terlalu sulit baginya. Malahan Banjar dengan cerdik berhasil memutarbalikkan situasi dan balik meng-interview Mbak Lia. Dari keterangannya diperoleh fakta penting nggak penting, seperti: asal usul Mbak Lia sampai terdampar di Belanda, statusnya yang janda tanpa anak, umurnya yang baru 33 tahun, hingga jadwal salon dan suntik botox-nya.
Selesai interview yang kadang diselingi kesibukan Mbak Lia melayani pembeli, wanita itu lalu menggeret Banjar dengan centil ke dapur. Banjar yang belum pernah menjelajah isi dapur restoran Indonesia di Belanda langsung dibuat kaget. Jangan bayangkan dapur restoran di Belanda sebelas-dua belas dengan dapur warteg di Tanah Air! Dapur Rajawali begitu resik.
~170~

Negeri Van Orange Karya Wahyuningrat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sisi kiri dan belakangnya dipenuhi bufet setinggi pinggang yang dari luar tampak seperti bufet biasa berlapis aluminium. Namun, begitu laci-lacinya dibuka, ternyata bufet itu adalah lemari pendingin untuk makanan yang sudah matang. Agar makanan tetap segar dan tidak basi, suhunya dipertahankan di angka minus empat derajat Celcius.
Menoleh ke sisi yang lain, ia langsung mengagumi alat pembakar satai berenergi gas yang masih berkilauan. Banjar ingat, suatu kali ia pernah melihat promosi alat ini di televisi. Harganya tak kurang dari 1.200 euro! Tiga kompor gas berukuran sedang dan satu set kompor gas empat mata mengambil sisa ruang yang tersedia. Di atas rak terdapat dua microwave berukuran jumbo. Di bagian bawah rak lagi-lagi diisi meja berlapis aluminium yang juga berfungsi sebagai kulkas. Di dalamnya berisi ratusan tusuk satai ayam, udang, kambing, dan babi. Siap dibakar.
Di salah satu pojok dapur, Banjar melihat sebuah pintu yang tingginya hanya sedikit di atas tinggi badan Banjar. Bila pintu dibuka, terbukalah kamar berukuran 2 x 1,5 meter yang lagi-lagi berfungsi sebagai pendingin. Di dalam kamar bersuhu -27 derajat Celcius itu disimpan berbagai jenis daging
~171~ mentah, buah-buahan, hingga beberapa jenis makanan matang yang dibekukan.
Dari pemandangan yang baru disaksikannya, Banjar mafhum bahwa kegiatan masak-memasak heboh tidak perlu dikerjakan saban hari. Dalam seminggu mungkin hanya satu atau dua hari yang diisi dengan kegiatan memasak. Makanan yang telah matang atau setengah matang lalu dibekukan atau disimpan di bilik pendingin yang bila ditotal-total jumlahnya mencapai 36 tempat. Pada saat pelanggan datang, makanan tinggal disiapkan di piring atau mangkuk untuk melewati satu proses memasak saja. Bisa dipanaskan di microwave, digoreng, direbus, dibakar, atau dikukus sesuai kodratnya. Praktis dan hemat waktu. Dengan cara inilah restoran tetap dapat beroperasi meski hanya mempekerjakan satu atau dua orang koki. Cara yang jitu untuk menghemat ongkos tenaga manusia yang tersohor mahal di negeri ini.
Satu-satunya chef yang juga merangkap tukang cuci, tukang angkut sampah, dan semua pekerjaan belakang lainnya bernama Wahyu. Pria berkepala empat ini wong Jowo asli kelahiran Tegal keturunan Tionghoa. Saat berkenalan tadi, mata Wahyu tak berkedip menatap Banjar dari ujung rambut hingga
~172~ ujung sepatu. Tatapannya seolah berbicara, Anak kecil manja seperti ini" Bisa apa di dapur" Banjar langsung sadar, makhluk satu ini bukan tipe yang bisa diajak bercanda.
Lain halnya dengan satu-satunya waiter yang bertugas melayani pembeli. Namanya Asih, asli dari Bumiayu, Brebes. Lima tahun lalu gadis ini tiba di Belanda dengan sejuta asa setelah sebulan sebelumnya dipersunting Kees Alberts, seorang dosen sederhana yang pernah mengajar di Hogeschool van Utrecht. Malang tak dapat ditolak, setahun kemudian keduanya berpisah karena Kees ternyata lebih mencintai Pieter, lelaki pendek dan botak yang juga koleganya di kampus.
Nah, Jar, Mas Wahyu ini wong Tegal, dia udah sepuluh tahun ikut saya. Tugas kamu nanti, ya, bantu semua kerjaan Mas Wahyu. Bagi-bagi tugas, deh. Pekerjaan kamu banyak. Mulai dari cuci alatalat masak dan alat-alat makan, potong-potong bumbu, bawang, seledri, tusuk dan bakar satai, sampai schappen 7 .
Pada saat sedang tekun mendengar penjelasan detail job desk-nya, tiba-tiba ....
BRAAAK! &^#*(%*#%(@! ~173~ Banjar terloncat kaget bukan kepalang. Sumber suara keras itu rupanya berasal dari lusinan piring, mangkuk, dan gelas kotor yang dibanting Wahyu ke tempat cuci piring.
Melihat lutut Banjar yang goyah, Mbak Lia mengulum senyum.
Kamu nanti juga terbiasa, dia orangnya memang begitu. Tapi, kerjanya cepat! Mbak suka yang begitu. Tapi, hati-hati, ya, nek ngomong karo Wahyu, orangnya gampang tersinggung. Dan, Mbak ndak gelem lihat kalian berdua tidak akur.
Oke, Jar, sekarang Mbak tes masakan kamu. Coba kamu masak daging bumbu Bali. Nek ora enak, Mbak wegah nampa kowe. 8
Makanan apa pula itu" Bumbu Bali" Bumbu habang gue tahu! Dua ratus kali tugas ke Bali rasanya belum pernah coba yang namanya daging bumbu Bali! Ya udah, gue bikin aja bumbu habang resep Ibu. Kalau dia suka, alhamdulillah, kalau nggak, gue masih bisa ngeles!
Sejam kemudian, Banjar masuk sambil membawa piring berisi daging bumbu Bali [padahal habang] kreasinya.
Emmm, enak, Jar, cuma pedese ra jamak! Lho, kok, nganggo spek 9 " Daging bumbu Bali ki nganggo sapi, Jar. Njuk penampilane nggak merah banget
~174~ kayak gini, ujar Tante Lia sembari melempar senyum cantik (lo pasti berharap dia melempar kaus yang dikenakannya" You wish!) pada seorang pelanggan yang membeli sekotak saus kacang seharga 1,5 euro.
Mbak Lia melanjutkan, Orang Belanda ndak bisa makan makanan yang terlampau pedas, bisa langsung sakit perut. Selain itu, tambahkan lebih banyak gula, mereka senang nek panganane legi-legi. Oke, deh, kamu diterima. Nah, mana Sofi dan izin kerja kamu, Jar"
Di tengah gemuruh rasa syukurnya yang bagai melihat secercah lampu petromaks di tengah kegelapan hutan tropis Kalimantan, Banjar terperanjat dengan pertanyaan terakhir itu.
Sofi" Izin kerja" Kalau di buku panduan, katanya student punya hak kerja part time sepuluh jam seminggu. Emang perlu izin apa lagi, Mbak"
Lha, kamu ini mau kerja, kok, ndak tahu aturannya. Piye toh" Kalau kamu ndak punya Sofi, Mbak ndak bisa urus pajak kamu, dan kalau ada kontrol lalu kamu ketahuan ndak punya izin kerja, kita bisa kena denda ribuan euro!
Mbak Lia pun segera menambahkan, Soal izin kerja nanti biar Mbak yang urus ke CWI, tapi, ya,
~175~ itu, kamu mesti bawa Sofi. Hah"
Pokoknya, kalau kamu mau kerja, urus dulu Sofi nummer ke kantor Belastingdienst alias kantor pajak. Biayanya gratis, kok. Kamu harus janjian dulu sebelum datang. Afspraak ngono. Ingat! Mbak nggak berani mempekerjakan kamu kalau nggak ada izin ....
Jadi ... saya nggak bisa kerja, Mbak" sergah Banjar tercekat.
Bisa Jar, kamu dengerin Mbak, ndak, sih" Kamu urus dulu Sofi-mu, nanti kembali lagi ke Mbak dengan membawa surat Sofi. Oh, ya, jangan lupa sekalian minta surat izin untuk bekerja dari kampusmu, Mbak butuh itu untuk urus ke CWI. Banjar pun mengangguk perlahan.
Setelah paham dengan tetek-bengek persyaratan yang memusingkan, Banjar segera pamit dan bertolak pulang ke kamar mungilnya di Vesthof. Ia ingin segera menyiapkan ini-itu untuk mengurus Sofi Senin nanti.
Tiba di rumah, Banjar segera turun ke dapur yang berada di Lantai satu. Yves, sang landlord peranakan Bangkalan-Prancis-Belanda, rupanya sedang sibuk mereparasi oven elektrik di meja makan. Di sofa
~176~ ruang tamu, Ludwig, sang anak tiri dari istri kedua Yves, tampak sedang asyik menonton pertandingan derby antara Sparta versus Feyenoord di channel SBS.
Banjar mengambil sebuah mok kecil dan menyeduh sekantong teh cammomile kesukaannya, untuk menghangatkan badan setelah tersiksa selama perjalanan pulang menembus hujan badai. Ia mencomot sepotong pisang goreng buatan istri Yves dari piring yang tergeletak di atas meja makan dan membawa pisang beserta gelas berisi teh menuju kamarnya. Ia tak terlalu berminat ikut menonton pertandingan bola di televisi sore itu.
Tiba-tiba Yves membuka mulutnya, Iskandar! Jij mau schoonmaken sekarang" Kalau mau, jij bisa gantikan saya lagi!
Sip. Mau, Om! seru Banjar yang langsung berlari ke atas untuk kembali mengenakan sweter.
Sambil mencari pekerjaan, sudah seminggu terakhir ini Banjar giat mengambil alih tugas schoonmaken Yves di sebuah sekolah dasar di pinggiran Kota Delft. Di negeri ini, tidak sedikit orang-orang seperti Yves yang harus mengumpulkan jam kerja ekstra demi menambah penghasilan. Bila sejak pagi sampai sore Yves bekerja sebagai staf administrasi di kantor pos, malam harinya ia bekerja
~177~ sebagai petugas kebersihan di sebuah sekolah. Meski pekerjaan schoonmaken cukup berat, setidaknya Banjar bisa memperpanjang napasnya di Belanda. Sayangnya, Banjar tak pernah tahu bahwa istri Yves yang tamak tega memotong empat puluh persen upah Banjar untuk kantongnya sendiri.
Tiga jam kemudian, usailah tugas Banjar. Ia pulang ke pondokan dengan menumpang mobil Yves. Banjar bersyukur karena setiap kali kerja di Delft, ia tak perlu mengeluarkan biaya transportasi sepeser pun. Dengan upah sekecil ini bisa-bisa gue tekor di transportasi kalau nggak ada jemputan, keluh batinnya. Ya, Yves memang selalu bersedia mengantar jemput dirinya. Banjar belum tahu saja bahwa sebenarnya Yves juga berangkat schoonmaken di tempat lain yang jaraknya cuma tiga kilometer dari sekolah tersebut. Yves dengan otak licinnya mengambil dua pekerjaan schoonmaken pada saat bersamaan. Oleh sebab itu, ia butuh pecundang yang dapat menggantikannya untuk upah minim. Dan, Banjar adalah korban yang sempurna. Rajin, bersemangat, dan ... sedang perlu duit!
Berikut kiat mencari kerja bagi student yang
~178~ memerlukan biaya tambahan karena kejepit, kepepet, atau justru ingin diet via kerja rodi:
1. Dokumen pendukung merupakan modal utama yang hukumnya wajib! Nah, dokumen macam apa yang harus kita miliki" Yang pertama adalah Sofi nummer, yang bisa diurus di kantor Belastingdienst (Kantor Pajak) bila verblijf (izin tinggal sementara) sudah di tangan. Sofi nummer mungkin semacam Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di negara kita. Canggihnya lagi, dokumen ini berlaku seumur hidup! Dengan Sofi nummer di tangan, Anda tak perlu lagi loncat galah terbirit-birit cari selamat saat petugas pajak dan polisi melakukan razia di tempat Anda bekerja.
2. Dokumen pendukung berikutnya adalah izin kerja yang harus diurus oleh sang pemberi kerja. Izin ini bisa diurus bila pemohon sudah berbekal Sofi nummer, fotokopi verblijf, plus izin kerja sambilan dari universitas. Susah mendapat izin sakti ini dan masih perlu bekerja" Tenang! Bila Indonesia kelak sudah diakui sebagai bagian dari Uni Eropa, izin kerja tak lagi dibutuhkan. Pale lo peyang! 3. Berhubung proses pembuatan izin kerja membutuhkan waktu lumayan lama, perhatikan masa berlaku izin tinggalmu. Bagi mahasiswa yang masa bersekolahnya hanya setahun, akan lebih mudah mendapat pekerjaan bila melamar sejak semester pertama. Namun, mencari pekerjaan sejak semester pertama harus dilakukan dengan
~179~ pertimbangan matang. Langsung berkomitmen untuk bekerja paruh waktu selama masa penyesuaian belajar di semester pertama merupakan tindakan yang sangat riskan. Bisa-bisa nilai pelajaranmu yang dikorbankan!
4. Enggan berkomitmen pada pekerjaan paruh waktu, tapi masih butuh duit" Masih ada kesempatan mengais euro di Pasar Malam Besar , sebuah event bazar Indonesia tahunan yang diadakan di Den Haag setiap penghujung musim semi. Di sana, kita bisa mencari celah bekerja ad hoc menjadi asisten koki, pelayan, atau penjaga stan selama dua minggu pasar malam itu diselenggarakan. Menurut pengakuan para student jebolan Akademi Pasar Malam Besar , dalam semalam tak kurang dari 50 hingga 80 euro bisa meluncur masuk kantong. Gile, lumayan banget, kan" Bisa bakal modal kawin pas pulang ke Tanah Air! Tapi, hati-hati, siapa cepat dia dapat! Lahan basah ini menjadi incaran favorit pelajar Indonesia seantero Belanda, mulai dari Groeningen di ujung utara hingga Maastricht di ujung selatan. 5. Tidak berbakat memasak atau menjadi pelayan" Masih ada berbagai jenis pekerjaan lain yang bisa mendatangkan uang bagi student, seperti menjadi tukang koran, opas (babysitter), atau schoonmaken (juru bersih-bersih). Info pekerjaan seperti ini bisa didapat di papan-papan pengumuman dan dari mulut ke mulut. Jadi,
~180~ milikilah banyak teman! 6. Kalau punya otot dan energi berlebih, coba, deh, cari kerja sebagai kuli bongkar bangunan atau kuli di eksportir tanaman. Sialnya, saingan kita berat, Jek! Yaitu bule-bule raksasa, tenaga kerja imigran dari Polandia dan negara-negara Eropa Timur. 7. Nggak punya otot dan tenaga berlebih" Bisa mencoba cari lowongan jadi programmer atau petugas call centre. Pekerjaan terakhir bisa didapat kalau kamu casciscus dalam bahasa ketiga, keempat, atau kelima. Asalkan bahasa ketiga, keempat, atau kelima yang dimaksud bukan Jawa, Sunda, Batak, atau Madura, tapi bahasa-bahasa Eropa macam Prancis, Jerman, Spanyol, dan pastinya Belanda.
8. Informasi lowongan pekerjaan banyak beredar lewat jalur via-via alias dengan membangun relasi. Sekolah di luar negeri bukan hanya menimba ilmu demi selembar ijazah, yang tak kalah penting adalah membangun relasi.
1 Dalam kultur Kalsel, abang-abang, mang, atau tukang-tukang lainnya dipanggil Paman . Jadi, kalau kebetulan sedang di Banjarmasin, lalu kawan akrab Anda memanggil sopir taksi (ini lagi-lagi salah kaprah, angkot, kok, dibilang taksi) dengan panggilan Paman bukan berarti mereka punya pertalian darah, walau kemungkinan itu juga ada, sih.
2 Pemilik rumah. ~181~ 3 Ikan haruan bumbu habang merupakan makanan kebangsaan masyarakat Banjar. Menu ini wajib ada di setiap acara kenduri, kondangan, dan acara-acara kemanusiaan lain. Kenapa dinamakan bumbu habang" Karena ikan yang dimasak itu lalu disajikan bersama kuah asam, pedas, manis, asin, berwarna merah pekat. Mirip-mirip daging bumbu bali atau kalio. 4 Eethuis secara harfiah berarti eat house. Terjemahan begonya makan rumah. Tour de Eethuis Banjar bukan berarti keliling safari makan dari satu resto ke resto lainnya setiap hari. Masih ingat film era 70-an" Saat itu lazim kita saksikan orang berkeliling Jakarta sambil menenteng map lusuh buat cari kerja dari satu kantor ke kantor lain. Pada dekade 90-an, gaya ini populer kembali lewat serial Si Doel Anak Sekolahan. Kayaknya Banjar banyak mengambil hikmah dari film-film klasik. 5 Nggak konsisten pula. Tante, ya, tante dong, mbak, ya, mbak! 6 Tingkat tertinggi dalam tingkatan bahasa Jawa yang dipakai bila
berbicara dengan orang yang lebih tua atau dihormati. 7 Schappen artinya lebih kurang mempersiapkan porsi makanan
yang akan disajikan . 8 Kalau nggak enak, jangan harap kamu saya terima kerja di sini. 9 Has dalam babi, konon, adalah bagian paling enak dari seekor babi.
~182~ Indische Vereeniging Bung Hatta, seorang alumnus Hogere Burgerschool Batavia yang melanjutkan pendidikan ke Rotterdam pada 1921, mungkin tak pernah membayangkan bahwa di masa depan akan banyak mahasiswa Indonesia yang turut menuntut ilmu ke Belanda, kemudian membentuk wadah Perhimpunan Pelajar Indonesia.
Sementara Banjar sedang jungkir balik berusaha menyelamatkan neraca tabungannya di Rabobank, Lintang justru tengah menghadiri sebuah pertemuan serius para pelajar Indonesia di Leiden. Drs. Hasril Hartanto, M.Sc. a.k.a. Bang Acil membuka presentasi mengenai keberadaan Perhimpunan Pelajar Indonesia di Belanda. Mantan Sekretaris Jenderal PPI Belanda itu adalah mahasiswa doktoral yang merangkap aktivis LSM. Ia diundang mahasiswa Indonesia di Leiden untuk menyampaikan sejarah keberadaan PPI di Belanda sekaligus membidani pembentukan kepengurusan PPI Leiden yang baru. Matanya menatap seisi ruangan yang padat terisi pelajar, dari tingkat bachelor
~183~ hingga doktoral. Sejarah Perhimpunan Pelajar Indonesia di Belanda sebenarnya dimulai sejak Oktober 1908, ketika R. Soetan Cansanjangan Soripada atas dukungan J.H. Abendanon membentuk sebuah perkumpulan yang dikenal dengan nama Indische Vereeniging. Namun, barulah saat Bung Hatta terlibat pada 1922 bersama Sutan Syahrir, Sutomo, Ali Sastroamidjojo, dan beberapa mahasiswa Indonesia lainnya, mereka mengubah nama perkumpulan itu. Indonesische Vereeniging menjelma menjadi Perhimpunan Indonesia.
Slide berpindah, kini proyektor menyorotkan foto temaram bertarikh 1921. Foto tua itu menampilkan empat sosok yang kelak menorehkan namanya di lembaran sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Bung Hatta, Sutan Syahrir, Sutomo, dan Ali Sastroamidjojo. Keempatnya berpakaian resmi Barat: jas hitam, dasi, dan sepatu kulit hitam. Beberapa orang di belakang terdengar berkasak-kusuk menebak mana Bung Hatta dan mana Sutan Syahrir.
Bung Hatta bersama Perhimpunan Indonesia makin gencar menyerukan politik nonkooperasi terhadap Belanda. Pidatonya di Brussel yang berjudul Indonesia and the Matter of Independence
~184~ sukses menggaet dukungan India, Mesir, dan beberapa negara Afrika. Walhasil, pemerintah Belanda jadi makin gerah dan menghadiahi kurungan bui sebagai kado bagi Hatta dan kawankawan hingga 1929.
PRANG! Suara gelas pecah sejenak menghentikan paparan Bang Acil. Di pojok ruangan terlihat Abi sedang celingak-celinguk dengan muka bersalah. Lintang yang duduk di dekatnya mencubit Abi dengan keras, membuat si empunya lengan berbisik, Ampun, ampun! Abi segera memunguti pecahan beling yang terserak di lantai. Bang Acil membiarkan Abi sibuk dengan pecahan gelasnya dan kembali ke laptop.
Selanjutnya, dinamika Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Belanda bergerak fluktuatif. Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) tercetus di Delft untuk kali pertama pada 1953. Namun, organisasi ini jalan di tempat. Pada 1970, perhimpunan ini dihidupkan kembali di Amsterdam, tapi tetap terseok-seok. PPI Belanda akhirnya dibentuk kembali berdasarkan inisiatif mahasiswa masing-masing kota. Walhasil, kini muncul PPI-PPI kota dengan dinamika dan karakter masing-masing. Selanjutnya, pada 2004, PPI
~185~ Belanda kembali terbentuk dan tetap bertahan hingga hari ini. Keberadaannya berjalan beriringan dengan PPI lokal. PPI Belanda berbentuk presidium yang beranggotakan perwakilan di tiap-tiap kota dan dipimpin oleh seorang sekretaris jenderal yang menjabat selama satu tahun.
Lintang memandang kuku-kuku tangannya sambil berkontemplasi. Kayaknya gue perlu manikur. Mahal nggak, ya, di sini" Ocehan narasi Bang Acil mulai terdengar serupa dengungan kipas proyektor yang bekerja keras.
Zaman berubah dan kepentingan politik dunia turut berubah. Begitu juga kondisi Perhimpunan Pelajar Indonesia di Belanda. Aktivitasnya tak lagi hanya berkutat dengan kepentingan politik, tapi juga mewadahi kegiatan akademis sesuai dengan peran mahasiswa. Saat ini, PPI Belanda aktif mengembangkan networking kuat dengan sesama PPI lain di seluruh dunia. Dengan jejaring ini, diharapkan mereka kelak mampu memberi sumbangsih nyata bagi pembangunan Tanah Air tercinta.
Lampu menyala dan Bang Acil menyudahi presentasi formalnya. Lintang, bersama mayoritas isi ruangan itu, bertepuk tangan sekadarnya sambil
~186~ berusaha menahan diri agar tidak menguap.
Lintang, yang sebenarnya tak pernah memiliki niat menyibukkan diri dengan kegiatan perkumpulan pelajar Indonesia, sedari awal sudah memasang muka duh-ngapain-sih-gue-di-sini ketika kakinya menapaki teras rumah Bang Fadli, salah seorang mahasiswa sepuh Leiden.
Rumah ini memang sering didaulat menjadi tempat pertemuan dan makan-makan mahasiswa Indonesia di Leiden. Ingin rasanya mengutuk Irma, teman sekampus yang mengajaknya kemari, atas malam yang membosankan ini. Namun, Lintang sadar, justru sikapnya selaku Miss Ikut Indonesia 1 yang membuatnya menerima ajakan Irma tanpa berpikir panjang. Iming-iming nasi liwet andalan Bang Fadli membuatnya makin semangat untuk hadir.
Yang justru terjadi malah perjumpaan kali kedua dengan Bang Acil, orang Indonesia pertama di Belanda yang membuatnya kesal. Usaha Bang Acil, selaku pengurus PPI Leiden, yang secara sukarela menjemput kedatangannya di Bandara Schiphol malah menjadi kejadian yang tidak akan ia lupakan.
Bagi Lintang, bandara internasional kedua tersibuk di Eropa ini sebenarnya bukan tempat baru. Dua
~187~ tahun silam, ia sempat mampir ke Belanda sebagai duta budaya Indonesia. Saat itu Lintang berkesempatan menari Serimpi di hadapan Ratu Beatrix dan keluarga kerajaan di Buitenhoff Den Haag. Namun, Leiden adalah hal baru baginya sehingga tawaran Bang Acil disambut dengan ribuan terima kasih.
Ini buat Bang Acil! seru Lintang dengan muka berseri-seri sambil menyerahkan keretek yang telah dibungkus rapi dengan kertas kado cantik. Lintang pernah diberi tahu seorang teman bahwa pria Indonesia di Eropa selalu menghargai kiriman keretek dari Tanah Air.
Hah" Apa, nih" Barang langka, Bang! Bang Acil pun membuka bungkusan itu dengan penasaran plus muka curiga.
Eh, buat apa barang haram ini kamu bawa! seru Bang Acil keras sambil mengembalikan bungkusan itu ke Lintang.
Sial bagi Lintang, Bang Acil ternyata tipe manusia antirokok. Walhasil, perjalanan Schiphol Leiden dihabiskan Lintang untuk mendengarkan ceramah bertema Bahaya rokok bagi kesehatan umum, kesehatan reproduksi, dan 101 jenis racun yang
~188~ terkandung dalam sebatang rokok .
Kejadian lama itu ternyata menyulut komentar Lintang saat Bang Acil sedang curhat colongan bersama para bujangan lokal 2 lainnya.
Wah, nanti Bapak dan Ibu Acil akan menjadi pasangan yang hebat di masa mendatang! seru Pak Johan mengomentari Bang Acil dan Roswita, istrinya yang tengah menyelesaikan program doktoral di Antwerp, Belgia.
Enak gimana, Pak" Nanti pas Wita lulus, justru saya yang bakalan pusing. Dia pasti akan ditempatkan di luar Indonesia, jawab Bang Acil. Istrinya kebetulan seorang diplomat muda yang harus siap ditempatkan di mana saja.
Ah, Pak Johan bisa aja. Bohong, Cil, Pak Johan lebih enak. Istrinya diam di rumah, punya banyak waktu untuk ngurusin anak. Nggak kayak saya, duaduanya sibuk, akhirnya anak jadi anak pembantu , timpal Mas Maryanto dengan logat Madura kental diikuti derai tawa para lelaki.
Emangnya kalau nanti Mbak Wita lulus lalu balik ke Deplu, Bang Acil mau ikut ke mana pun Mbak Wita ditempatkan" celetuk Abi yang terpancing rasa penasaran.
Belum tahu juga, Bi. Sayang kalau ilmu saya tidak
~189~ dipakai karena ikut istri melanglang buana. Bagaimana saya mau membangun karier" Lagi pula, saya nggak mau hanya tinggal di rumah dan menjaga anak-anak. Di mana harga diri saya nanti" Bang Acil menjawab dengan tertawa.
Saat itulah Lintang berkomentar dengan nada jail. Memangnya kalau laki-laki tinggal di rumah dan menjaga anak-anak berarti menurunkan harga diri, ya, Bang"
Iya, dong. Kodrat laki-laki kan jadi pemberi nafkah.
Tapi, kan, bisa saja, laki-laki bekerja dari rumah atau tidak harus bekerja setiap hari. Memangnya yang jaga anak-anak cuma boleh perempuan"
Loh, memang kodrat perempuan seperti itu, kok! tandas Bang Acil sambil menatap Lintang dengan tajam.
Ooo, gitu, ya ..., komentar Lintang dengan nada pura-pura polos. Mereka yang mengenal Lintang dengan baik akan mengenali komentar polos itu sebagai tanda-tanda Lintang sedang bersiap mengeluarkan kartu trufnya.
Setahu saya, Bang, kodrat itu sesuatu yang lahiriah, nggak bisa diubah. Kodrat perempuan untuk mengandung dan melahirkan, itu nggak bisa
~190~ diubah. Tapi, masalah siapa yang jadi primary care giver, kan, nggak terbatas pada perempuan" bantah Lintang dengan senyum manis, tapi mematikan.
Kalau nggak salah, Abang pernah bilang, tugas orangtua yang paling penting itu membesarkan anak. Jadi, menurut Abang, yang boleh disebut orangtua cuma ibu, ya"
Bang Acil tersentak. Tapi, gengsi yang tinggi membuatnya terdiam.
Bantahan Lintang yang feminis rupanya menyedot perhatian forum yang didominasi kaum hawa. Walhasil, malam itu Lintang tak hanya pulang membawa perut kenyang, tapi juga posisi wakil ketua PPI Leiden. Sebagai bonus, ia juga didaulat menjadi wakil PPI Kota Leiden di presidium PPI Belanda. Dengan dalih kuorum dan keselamatan umat, akhirnya Lintang terpaksa tabah menerima tanggung jawab yang diembankan kepadanya. Komunitas dan kesibukan Lintang bertambah satu.
Lintang! Jangan lupa, ya, pertemuan seminar PPI di KBRI Den Haag awal bulan depan! tegur Bang Acil saat Lintang pamit hendak pulang.
Oh ... ehm. Awal Maret, ya" Aduh ... sebenarnya Lintang udah punya rencana ....
Kamu sudah dipercaya mengemban tanggung
~191~ jawab mewakili Kota Leiden, Tang! Masak baru mulai sudah mau bolos" sindir Bang Acil.
Pipi Lintang merona merah. Selalu saja dia kena dimarahi Bang Acil.
Jadi, jangan lupa, ya, di KBRI Den Haag! Si ... siap Bang ..., jawab Lintang pelan. Makin nggak punya waktu buat pacaran, deh, gue! pikirnya dongkol.
Selain ikut organisasi kemahasiswaan seperti PPI, masih banyak kegiatan murah meriah yang dapat dilakukan untuk mengisi waktu luang di Belanda! 1. Suka yang jadul" Berlangganan Museumkaart jawabannya! Daftarkan diri di museum (milik pemerintah) mana saja, bayar empat puluh euro per tahun, bisa keluar masuk ratusan museum di Belanda secara gratis sampai mabuk!
2. Demen nonton bioskop" Bikin kartu Path" Unlimited. Bayar tujuh belas euro per bulan, bisa nonton di semua bioskop Path" sepuasnya.
3. Sewa perahu dayung. Dengan enam euro bisa sewa perahu yang muat empat orang. Selain hitung-hitung olahraga, bisa jadi bahan obrolan narsis yang unik, Hobi gue mendayung menyusuri kanal-kanal di Belanda ....
4. Piknik di pantai. Gratis dan romantis!
~192~ 5. Mau dugem irit" Banyak organisasi mahasiswa seperti Erasmus yang sering mengadakan party dengan harga tiket terjangkau atau bahkan gratis!
6. Senang jalan-jalan" Manfaatkan harga spesial tiket kereta Zomertour (Summer Tour) atau Lentetour (Spring Tour) dari NS, perusahaan kereta milik Belanda. Tiket harian bolak-balik ke kota mana saja di Belanda dengan harga relatif murah, bisa dipakai untuk bertandang ke kota-kota yang jauh, seperti Groningen, Maastricht, atau Eindhoven. Atau belilah tiket kereta spesial keluaran Kruidvart (nama minimarket terkenal di Belanda): sepuluh euro sekali jalan ke kota mana saja di Belanda. Lumayan banget, mengingat sekali jalan dari Den Haag ke Groningen, misalnya, bisa menghabiskan dua puluh euro lebih.
7. Mau belajar bahasa asing" Manfaatkan lab bahasa perpustakaan kampus! Biasanya akan dipinjamkan satu set CD dan software komputer yang berisikan les bahasa secara bertahap. 8. Keranjingan olahraga" Daftar jadi anggota gym atau klub olahraga kampus. Dengan harga terjangkau, bisa ikutan macam-macam kelas olahraga dari aerobik hingga anggar. Kalau jago, bisa-bisa ikut diajak keliling Eropa dalam pelbagai pertandingan persahabatan antarkampus yang kerap diadakan!
Sukma Pedang 5 Plakk ! Plakk ! Plakk ! Karya Sales Kambing Ladang Pertarungan 2

Cari Blog Ini