Ceritasilat Novel Online

Rock N Roll Onthel 1

Rock N Roll Onthel Karya Dyan Nuranindya Bagian 1


"LHO" Lho" Eeeeiiit... toiooong... tolooong!!!"
BRAAAK! Suara gaduh terdengar di sudut jalanan. Ayamayarn berteriak ketakutan, debu-debu beterbangan di udara,
dan sandal jepit terpisah dari pasangannya.
Tak berapa lama seorang lelaki paruh baya berlari panik,
menghampiri sumber kegaduhan. Ia seakan hafal betul siapa
pembuat keributan di pagi nan cerah itu. Celana hitam cingkrang yang dikenakannya bergerak"gerak tertiup angin, membuat lelaki itu terlihat seperti terbang.
"Aduuuh, Mas Saka, mbok ya sepedanya dipasang rem,
toooh,"1 ucap pria paruh baya tersebut sambil susah payah mendirikan sepeda onthel yang terlihat nyungrfp di sudut pagar.
Ketika sang pria berhasil mendirikan sepeda itu, lampu si
Onthel tampak berkilau memantulkan cahaya matahari pagi.
Kilauan si lampu seakan mengabarkan bahwa dirinya baik"baik
saja. Cowok pengendara sepeda yang tadi disapa Mas Saka terlihat terduduk lemas di tepi jalan sambil nyengir. Bukan karena
http :!!pustaka-indnblogspotcom
kesakitan, tapi jUstru karena ia menyadari hal konyol tersebur
sudah berkaii-kali dilakukannya. Namun, anehnya, ia tak pernah kapok. "Hehe" Ndak pernah sempat, Mas Wahyu. Lagian
bentuk onthel ini jacii aneh kalau ada remnya. Jadi ndak antik
lagi. Ndak bersejarah, Maaas.H
Mas 1Wifsllayu menggeleng"gelengkan kepala sambil membantu
menggiring sepeda cowok itu. "Bersejarah bikin Sampean
Hyuuga" berkali-kali maksudnya?" Mas Wahyu berucap sambil
mengulurkan tangan kanannya, membantu cowok tadi berdiri.
Entah sudah berapa kali ia melakukan hal serupa pada cowok
di hadapannya itu. "Bapak ada, Mas?"
"Ada, Mas Saka. Biasa, Bapak lagi sibuk sama wayangWayang kesayangannya. Kemarin teman-temannya dari Jepang
datang. Denger-denger sih Bapak diminta tampil di sana. Bulan depan ada acara kebudayaan di Jepang."
"Oh ya?" 1"Iya. Bener, Mas. Saya ndak bohong."
Cowok bernama Saka itu manggIJt-rnanggut. Mungkin sebagian orang bingung mendengar kedua lelaki itu saling menyapa
dengan sebUtan "Mas" sehingga sulit membedakan siapa di
antara mereka yang lebih tua. Tapi hal itu justru memberi
kesan hormat atau sopan bagi sebagian besar masyarakat
Jawa. Penampilan cowok bernama Saka ini sangat unik. Hidungnya mancung, potongan rambumya agak panjang dengan sedikit rambut di bagian belakang yang diikat, dan wajahnya terlihat tenang tanpa emosi. Ia mengenakan pakaian lurik Jawa
yang ia padukan dengan celana jeans belel yang sobek di bagian intut. Bukan untuk gaya-gayaan, tapi ia memang selalu
bermasalah dengan bagian lutUt pada setiap celana miliknya.
http :!!pustaka-indnblogspotcom
"Ngomong-ngomong ada apa ya, Mas, Bapak kok tiba-tiba
minta saya pulang"1 tanya Saka penasaran. Soalnya tumbentumbenan bapaknya menelepon dan memintanya pulang ke
Solo secepatnya. Kalau perlu pakai pintu ke mana saja milik
Doraemon. Memang, selama ini Saka tinggal dengan Eyang Santoso di
Jogja. Sementara, kedua orangtuanya tinggal di sebuah desa di
Solo. Ia menemani eyangnya sambil menabung untuk melanjutkan kuliah musik di sana. Eyang Santoso adalah orang yang
paling mendukung keinginan Saka untuk kuliah musik. Beda
banget sama orangtua Saka yang langsung jantungan ketika
tahu anak lelaki satu-satunya punya cita-cita jadi musisi.
Sebenarnya darah seni mengalir kental (fi keluarga Saka. Sejak kecil orangtua Saka sering mengajaknya menonton pertunjukan wayang di balai ciesa. Bahkan, Saka kecil senang mendengarkan bapaknya bercerita tentang filosofi kehidupan melalui
wayang-wayangnya. Namun sayang, bapak dan ibu Saka tidak
suka dengan musik"mUSik anak muda zaman sekarang yang
menurun mereka terlalu mengadaptasi budaya barat, kurang
meng"Indonesia. Mas Wahyu terlihat senyam-senyurn penuh makna, "Sarnpean tuh mau dikawininl"
"Ah, Mas Wahyu bisa saja." Saka berkata sambil tersenyum
geli. Lagian, dia kan baru setahun lulLIs SMU. Kuliah aja belom. Masa mau langsung dikawinin" Gila kali!
"Eee" dikasih tau malahan ngayal. Saya tuh ndak bercanda," lanjut Mas Wahyu meyakinkan. Tampangnya yang mirip
pelawak tempo dulu membuat kalimatnya terdengar semakin
' Ketawa http :!!pustaka-indnblogspotcom
lucu. Kelihatan dari mimik wajahnya, ia begitu geli dengan
pernyataannya sendiri. Saka menahan tawa. "Dikawinin sama siapa, Mas" Sama
wayang Bapak" Ada-ada aja" hahaha...."
"MAS SAKAAA!!!"
Seorang gadis bertubuh mungil dengan rambut pendek sebahu dan berseragam SMU tiba-tiba memasuki kamar Saka.
Dengan lincah gadis itu melompat ke tempat tidur dan memeluk Saka. Saka yang lagi baca buku kontan kaget. "Aduuh... Purri,
dateng-dateng langsung nempei-nempei."
"Wasian" Aku kangeeen!!!" PUtri, adik Saka satu-satunya,
sumringah sambil tertis memeluk kakaknya. Kemudian gadis
itu berkata dengan nada pamer, "Eh, Mas. Aku baru dibelikan
gitar sama Bapak loh"."
I"'I-lah" Bapak?" Saka heran dengan pernyataan Putri barusan.
Masalahnya, Bapak"lah yang melarang keras saat Saka bilang
ingin menjadi musisi. Bahkan, ketika SMP Saka ketahuan
iseng mengamen di alun-alun bersama teman-temannya, Bapak
marah besar dan langsung menjual gitar yang Saka beli dari
uang tabungannya sendiri. Saka ingat betul kejadian itu. Tapi
kenapa sekarang Putri malahan dibelikan gitar"
"Iya. Ajarin Putri cara mainnya ya, Mas...."
Saka tersenyum kecil, kemudian mengangguk. Binar di matanya menunjukkan rasa sayang yang begitu dalam. Terus terang, ia kangen sekali dengan adiknya yang cerewet dan manja
ini. Adik yang selalu mendukung Saka meraih cita"citanya menhttp :!!pustaka-indnblogspotcom
jadi anak banci Dia juga yang paling semangat mendengarkan
cerita Saka tentang The Velders, bdnd"nya duiu, meskipun hanya lewat telepon. Karena itulah Putri jadi sering membeli
kaset musik rock and mil dan juga menyukai jenis musik itu.
Pengaruh Saka begitu kental merasuki jiwanya.
Sayangnya, karier Saka dengan The Velders harus berakhir
dua tahun lalu. Itu memang keputUSan tersulit bagi Saka. Tapi
memang hanya itu satu-satunya jalan agar ia bisa lepas dari
pengaruh dua personel The Velders yang paling bermasalah
saat itu, Sisko dan Kunto. Sisko pengguna narkoba. Sementara,
Kunto tertangkap polisi lantaran ketahuan nyolong amplifier
di toko musik. Sejak saat itu Saka betul-betul lenyap dari The
Veiders. Bahkan, ia pun tak tahu kabar para personel lainnya
saat ini. Putri diam menatap Saka. Kemudian sebuah pertanyaan terlontar dari bibir mungilnya, "Sebenernya sayang banget loh
waktu Mas Saka keluar dari The Velders. Dari dulu kan citacita Mas Saka jadi anak band," ucap Putri pelan.
Saka terdiam. Tampak raut wajahnya berubah. "Aku merasa... mungkin aku memang ndak cocok sarna kehidupan anak
band, Pot. Semua serbaribet. Musti gaya beginilah, begitulah.
Harus berpenampilan kereniah. Kayaknya semua serbapaisu.
Nggak bisa jadi diri sendiri. Padahal kan nmSik bukan hanya
masalah penampilan. Belum lagi image The Velders yang memang buruk pada waktu itu..." ucap Saka sambil merebahkan
tubuhnya ke kasur. Ia mengingat saat menjadi anak namai dan
dipaksa mengubah gaya berpakaian dengan aiasan gaya yang ia
pakai terlaiu kuno dan kurang komersial. Ah, buffshiti "Tapi
setidaknya aku masih tetep bermusik. Yah, meskipun cuma
jadi penyanyi kafe. Lumayanlah, PLIt... bermusik kan bukan
jadi anak (mud aja."
http :!!pustaka-indnblogspotcom
Putri menatap kecewa. Namun, raUt wajahnya berusaha datar. Ia tahu betul dulu mas-nya itu berjuang mati-matian agar
bisa jadi anak band. Bahkan, larangan Bapak"Ibu pun ia langgar. "Jadi, Mas Saka nyerah?"
Saka menengok, menatap Purri. HBukan nyerah, Put. Tapi
jadi anak band itu bukan semata-mata soal musik. Perlu ada
chemistry, kayak orang pacaran.... Di saat 5562925503; itu hilang,
BLASTi" Saka membuka kepalan tangannya, ?"musik yang
dihasilkan nggak akan bisa bernyawa lagi. Mati rasa!"
"Dulu Mas Saka pernah bilang, musik itu jiwa. Meskipun
sekarang Mas Saka udah nggak bersama band yang dulu lagi,
Putri percaya, jiwa itu masih ada di sini," ucap PUtri sambil
menempelkan telapak tangannya di dada Saka.
Saka diam sejenak. Sejak kecil Putri memang sangat manja
kepadanya. Setiap kali dimarahi Bapak, PUtri pasti ngumpet di
belakang Saka, meminta perlindungan. Bahkan, saat usianya
menginjak tujuh belas tahun ia masih manja kepada Saka.
Putri menganggap Saka sebagai kakak, teman, bahkan sahabatnya. Bahkan, gadis itu dengan lantang bilang kepada temanteman sekolahnya bahwa ia amat mengidolakan kakaknya.
Saka tersenyum seraya telapak tangannya mengusap lembut
kepala Putri. Platri ikut tersenyum. Ia memandangi Saka. Kakaknya jarang
sekali tertawa lebar. Setiap kali melihat hal lucu ia hanya tersenyum. Atau paling tidak, tertawa kecil sambil menggelenggelengkan kepala. Ya, Saka lebih sering tersenyum. Kalau
marah pun Saka lebih sering diam dan pergi begitu saja untuk
merenung hingga CUi'CUp sulit otang"orang menebak apa yang
ia rasakan. PUtri kemudian menatap Saka jail. Matanya melebar, "Eh,
Mas Saka mau dikawinin, ya?"
http :!!pustaka-indnblogspotcom
"Sok tau, kamu!"
"Cieee... makanya Mas Saka punya pacar dooong. Masa seumur"urnur pacaran sarna onthel terus" Kelamaan sih" jadinya
dijodohin kan sama Bapak" Hihihi.?"
"Enggak, siapa juga sih yang mau dijodohin?" Saka menyangkal sambil tersenyum tipis.
"Cieee... mit... mit..." Putri kembali menggoda Saka dengan menaik-turunkan alis. Wajahnya tampak lueu.
"Eh, Anak kecil!" Saka mengacak-acak rambUt Putri gemas
sambil merangkul erat tubuh gadis itu dengan lengannya.
"Ha ha ha" aduh" aduh" ha ha ha!"
HAmpun, nggak?" "Ha ha ha" Iya, iya, ampun. Ampuuun!"
Saka melepaskan rangkulannya, "Udah sana ganti baju dulu!
Anak perempuan kok joroki'1
"Biarin!" Putri merapikan rambutnya yang acak"acakan sarnbil manyun. Sedetik kemudian ia kembali cengengesan penuh
makna. Terdengar suara Ibu memanggil dari balik pintu. Saka langsung memberikan kode kepada Putri agar segera pergi.
Purri nyengir. Ia mengangkat tas sekolahnya dan dengan
santai berjalan keluar kamar Saka. "Cepetan kawin, Mas. Nanti
biar pas malem pertama aku intipin," ucap PUtri, buru-buru
kabur. "Eeeh... jangan kabur! Aku bilangin Bapak loh!"
i?" Ketika makan malam Saka heran melihat orangtuanya terilsmenerus ngomongin Anggraini. Cewek yang mau dijodohin
http :!!pustaka-indnblogspotcom
dengan Saka. Laki-laki nyentrik yang sejak kecil sudah dididik
untuk hormat sarna orangtua ini cuma bisa diam. Padahal dari
tadi di bawah meja, kaki Putri sudah menendang"nendang kaki
kakaknya sambil cengar-cengir. Pengin banget rasanya Saka
menjitak adiknya itu. "Anggraini itu perempuan yang paling pas untuk mendampingi kamu nantinya, Saka," ueap Bapak sambil menyemput
kopi panasnya. Perempuan yang paling pas untuk mendampingi Saka" Lagi"
Perasaan setiap kali Bapak"ibu bertemu dengan anak perempuan sahabat mereka, kalimat ini pasti keluar dari bibir mereka. "Anggraini itu masih keturunan darah biru. Dia dari keluarga terpelajar. Luiusan SMA terbaik di Jakarta. Kebetulan saat
ini dia ingin melanjutkan kuliah di Jogja. Nah, kamu yang
harUs menemaninya selama kuliah di Jogja, Le."
"Tuh, Mas, darahnya biru, bukan merah. Hmm... mungkin
dia sejenis vampir berdarah dingin," bisik Pun'i dengan tawa
tertahan. wAtau dia sejenis alien dari planet Merkurius."
"HUAHAHA..." PUtri tak mampu menahan tawa saat Saka
menanggapi ucapannya. Gadis itu memegangi perutnya.
"PUtrii" Ibu berUsaha menghentikan tawa Pun'i dengan
memelototi anak perempuannya itu. "Ndak sopan ketawa seperti itu di meja makan."
Saka kembali pada topik pembicaraan. "Bapak, Saka kan
baru setahun lulus sekolah. Masa depanku masih luas. Saka
masih punya mimpi, masih kepingin kuliah.?"
"Lah yang nyuruh kamu besok nikah itu siapa' Le?" ucap
Bapak memanggil Saka dengan sebutan "Toie", sebutan untuk
anak laki-laki di Jawa. "Yang penting itu kamu kenalan dulu,
http :!!pustaka-indnblogspotcom
berteman duiu. Lagian kamu tuh mau kuliah apa" Kuliah jurUSan mUsik itu toh" Memangnya kamu jadi masuk sekolah
musik itu?" Bapak memotong kalimat Saka.
Saka mengangguk perlahan, menjawab pertanyaan Bapak
yang lebih terkesan memojokkan.
"Buat apa" Ndak ada gunanya. Mbak ya kamu itu kuliah
yang bener saja. Yang pasti-pasti saja. Biar bisa jadi pegawai
kantoran. Cita-cita kok jadi musisi" Anak Yu Partinah pedagang sambel juga bisa jadi musisi tanpa harus sekoiah." Bapak
menggeleng"gelengkan kepala seakan tak percaya anak laki-laki
semata wayangnya masih memiliki cita"cita yang sama dari tahun ke tahun. Ia sadar betul, anak lelakinya ini punya otak
encer. Terbukti dari nilai-nilai rapornya sewaktu SMA yang
selalu di atas tujuh. Ibu menatap Saka tajam, seraya memberi kode, "Pokoknya,


Rock N Roll Onthel Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kamu harus bertemu Anggraini. Ikuti sajalah apa mau Bapakmu itu!" Saka menghela napas panjang. Dalam hati ia berpikir, seperti apa sih, wajah Anggraini" Palingan juga model cewek"cewek
lemah gemulai tralala yang lelet dan nggak bisa apa-apa kecuali
manggut-manggut. Persis seperti 80 persen cewek"cewek yang
pernah Bapak"Ibu kenalkan kepada Saka sebelum ini. Apa karena namanya Anggraini, mirip tokoh pewayangan Dewi
Anggraini, makanya Bapak yang tergila-giia dengan tokoh pewayangan itu langsung pengin menjodohkan Saka dengan
cewek itu" Bapak memang selalu begitu. Tidak bisa membedakan mana kenyataan dan mana yang hanya cerita dalam pewayangan. Drupadi, Banowati, Andjani, Anggraini, atau siapaiah
itu. Saka sama sekali tak peduli!
"Kapan kamu kembali ke Jogja?" Bapak kemudian bertanya
sambil meminum teh dari cangkir besarnya.
http :!!pustaka-indnblogspotcom
"Lusa, Pak. Aku" ada audisi masuk sekolah musik," ucap
Saka ragu. Bapak dan Ibu berpandang-pandangan. Kemudian Bapak
menggeleng-geiengkan kepala, berusaha menerima keputusan
anak lelakinya yang tidak pernah berubah dari dulu. Ingin masuk sekolah musik di Jogja. "Musik kok musti sekolah" Lah
itu anak"anak yang sering nongkrong di Poskamiing, nahi" sekolah ya isa gonjrang"gnnjrengi"
Di dalam kamar, Saka merebahkan diri di kasur. Ia menatap
langit"langit kamar sambil menarik napas panjang. Sekonyong"
konyong pikirannya melayang pada kejadian dua tahun lalu.
Tahun terburuk yang pernah dialaminya saat ia kehilangan gadis yang sangat disayanginya. Ia masih SMA ketika itu.
Masih tergambar jelas di pikirannya wajah Indah, pacarnya
yang meninggal dua tahun laiu. Indah memiliki mata jernih
dengan bibir merah memukau. Garis wajahnya lembut seakan
memancarkan ketulusan hatinya. Sosok sempurna di mata
Saka, yang tidak bisa dibandingkan dengan tokoh-tokoh dewi
pewayangan mana pun. Ya, Saka sangat sayang pada gadis itu
dan sangat menyesal mengapa Indah harUS pergi secepat itu.
Penyesalan itu yang tenis menghantuinya selama bertahun-ta"
hun. Saka menutup mata perlahan, memendam daiarn-dalam kenangan manisnya bersama Indah. Mencoba meresapi kembali
perasaan cintanya. Ia merasakan tubuhnya seakan melayang.
Semua terasa damai... dan ia pun tertidur....
http :!!pustaka-indnblogspotcom
Pagi hari, Pun'i sudah memohon-mohon kepada Saka supaya
mengajaknya ke Jogja. Entah apa tujuannya, tapi yang jelas ia
ngotot banget kepingin ke Jogja.
"Pokoknya, Putri mau ikUt Mas Saka ke Jogja. Titik!"
Putri duduk di anak tangga teras rumah sambil terUS-menerus
memaksa Saka mengajaknya ke Jogja. Sejenak ia melepaskan
sandal jepit untuk membenarkan taiinya yang nyaris putus.
"Kamu mau ngapain ikUt ke Jogja" Emangnya kamu ndak
sekolah" Lagian kan Mas Saka naik onthel," ucap Saka sambil
mengelap sepeda onthel kesayangannya yang seakan tersenyum
manis ke arah Putri. Dalam hati Saka menganggap itu alasan
yang paling tepat untuk menolak Putri. Pasalnya, kursi belakang onthelnya akan menjadi tempat untuk tas baju Saka.
Saka dan onthel juga harus pagi-pagi sekali berangkat ke Jogja
untuk nebeng truk sayuran menuju Jogja. Putri juga tahu itu.
Belum lagi jarak ]ogja-Solo yang lumayan memakan waktu.
Putri akan capek di jalan.
"Kan udah liburan sekolah, Mas..." jawab Putri dengan
tampang memelas. "Putri berani kok naik bus ke Jogja." Purri
masih terus-menerUS ngotot.
Saka menghentikan kegiatannya mengelap si Onthel yang
selalu tampak kinclong itu. Ia mulai curiga. Kenapa Putri sebegitu ngotot kepingin ikut ke Jogja" Terakhir kali Putri ke Jogja
dan menginap di kosannya, setiap hari adiknya itu habis dijaili
Jhony, teman kosnya yang memang terkenal centil. Makanya,
Putri langsung kapok setengah mati ke Jogja.
Putri mengangkat rambUt pendeknya sambil mengibas-ngibaskan tangannya di tengkuknya karena kegerahan.
http :!!pustaka-indnblogspotcom
"Memang kenapa kamu ngotot banget pengin ikUt Mas
Saka ke Jogja?" Saka kembali ke topik pembicaraan.
"Putri pengin liburan. Kan bosen di sini terus?" ucap Putri
ragu dengan manyun. Saka menatap wajah adik perempuannya itu sambil tersenyurn curiga, "Yang bener" Bukannya kamu paling males kalau
diajak nginep di kosan Eyang gara-gara capek dijaiii Bang
Jhony terus?" "Beneran, Putri ndak bohong."
Saka tersenyum kecil, seakan mengetahui sesuatu.
Putri tampak gelisah melihat ekspresi Saka yang seakan mencurigai jawabannya. "Oke, Putri mau jujur sama Mas Saka."
Putri berueap pelan. "Tapi, Please jangan bilang Bapak, ya.?"
"1yaaa.?" Putri memang nggak bisa bohong dengan kakak kesayangannya itu. Setiap kali mau berbohong, perasaan bersalah selalu
menggantung di hatinya kayak buah rambutan di pohon. "Sekaliii aja, Putri pengin banget nonton acara musik rock and rail
sarna ternen-temen PUtri. Celia dan Dinar juga mau nonton.
Mas Saka kan tahu Bapak"Ibu nggak bakalan ngizinin Putri
nonton acara musik. Tapi PUtri nggak mau dibilang kuper sama
temen-temen sekolah, ]Mas,w ianjUt PUtri, setengah ngotot.
"Tapi nonton acara mnsik kan bahaya, PUt. Apalagi musikmusik keras. Mas Saka kan udah bilang berkali-kali," ucap
Saka setenang mungkin. Sejak kepergian pacarnya, Saka memang agak protektif terhadap adik kesayangannya. Ia nggak
akan mau kejadian yang menimpa Indah terulang pada
Putri. "Purri kan udah SMU. Udah gede. Mas kenapa sih" Mas
Saka mulai mirip sama Bapak deh!"
Sebenarnya Saka nggak setuju dengan kenekatan Putri ingin
http :!!pustaka-indnblogspotcom
datang ke acara musik rock amd mil. Permasalahannya adalah
Putri belum pernah sekali pun nonton acara mnsik. Apalagi di
Jogja. Putri kan anak rumahan banget. Nggak pernah anehaneh. Tapi kalau Celia dan Dinar, sahabat Putri yang Saka
kenal, juga pergi ke Jogja, PUtri pasti maksa untuk ikut. Kebetulan memang orangtua Celia dan Dinar tinggal di Jogja. Jadi
mondar-mandir ]ogja-Solo bukan perkara sulit untuk mereka.
Hampir setiap minggu mereka kembali ke Jogja.
"Putri ikut ke Jogja ya, Mas". Pleura..." Putri terus mengeluarkan jurus andalannya. "Putri janji nggak akan ngerepotin
Mas Saka." Putri memang paling tahu bagaimana meluluhkan hati Saka.
Hal itu yang selalu membuat Saka terus-menerua mengabulkan
keinginan adik kesayangannya itu. "Oke, kamu boleh ikut.
Tapi ada syaratnya."
"Apa?" "Mas Saka harus ikut nemenin kamu ke acara musik itu."
Mendadak wajah Putri berubah senang menatap Saka. Layaknya seorang kapiten, Putri langsung berdiri tegak dan memberi
Platri akhirnya berangkat ke Jogja naik bus, sehari setelah Saka
kembali ke kota itu. Saka langsung menjempumya di terminal.
Perlu kerja keras untuk meyakinkan Bapak-Ibu bahwa Putri
akan baik"baik saja di Jogja bersamanya. Putri memang keras
kepala. Daripada dilarang dan diam-diam kabur ke Jogja, lebih
baik diizinkan. Masalahnya, Saka yang kebagian repot diwantihormat. 1"'Siaaap, Bosss!"
wanti menjaga adiknya yang agak manja dan bandel itu.
http :!!pustaka-indnblogspotcom
Sejak SMU, Saka memang tinggal di kos-kosan milik Eyang
Santoso. Menurut Eyang, Saka harm pindah ke Jogja agar pergaulannya lebih luas. Selain itu di Jogja ada sekolah musik
terbaik yang diidam-idamkan Saka. Bapak dan Ibu setuju dengan saran Eyang Santoso. Jladilah Saka tinggal di Jogjakarta.
Kota yang sering dijadikan tujuan bagi mahasiswa asing untuk
belajar karena budaya tradisional dan modern Indonesia dapat
menyatu di sana. Berbanding terbalik dengan Saka, PUtri justru dilarang keras
tinggal di luar kota seperti Jogja. Menurut Bapak, anak gadis
harus selalu bersama ibunya kecuali jika menikah nantinya.
Bapak memang sempat sekolah seni di Jepang. Tapi hal itu
tidak membuat beliau terpengaruh budaya negeri sakura tersebut. Jiwa nasionalisme Bapak patut diacungi dua jempol.
Kecintaannya terhadap sejarah dan budaya Indonesia selalu
berusaha ia tularkan kepada anak"anaknya.
Sejak istri Eyang Santoso meninggal, rumah Eyang diubah
menjadi kos-kosan. Rumah Eyang Santoso lumayan besar. Di
sana terdapat tujuh kamar tidur. Satu kamar milik Eyang
Santoso dan enam kamar untuk anak"anak kos.
Di sana tinggal cowok kribo bernama ]hony, cewek berwajah oriental bernama Aiko, Ipank si aktivis kampus, penyiar
radio nyentrik bernama Daraz, dan cucu eyang Santoso,
Melanie. Cuma saat ini, Melanie sedang sekolah fashion di
Paris. Ada juga sahabat mereka, Bima dan Dido, yang meskipun tidak tinggal di kosan, tapi sudah dianggap sebagai keluarga. Mereka yang selalu menjaga dan menemani Eyang Santoso
di rumahnya. Orang-orang di Jogja lebih mengenal kosan milik Eyang
3 Baca kisah Dara dalarn Cinderella Rambut Pink
http :!!pustaka-indnblogspotcom
Santoso dengan nama kosan Soda. Penghuninya pun dikenal
dengan nama anak"anak Soda. Kusan tersebUt berada di jalan
Solidaritas, disingkat Soda.
"Dik Purri semakin manis saja, Kau!" JhonyI yang terkenal
centil dengan para kaum hawa meneolek dagu Putri ketika
Purri tiba di Soda. Si Kribo memang kelewat pede. Jangankan
ABG, nenek"nenek aja kadang habis ia gombalin. Kadang
teman-temannya curiga, jangan-jangan Jhony yang buta warna
itu juga buta Usia. "Jangan pegang-pegang! Awas, ya!" ujar Putri galak sambil
melotot ke arah Jhony. "Deiffef... jangan gaiak"galak dong, Dik Putri! Nanti cepet
tua. Eh, ngomong-ngomong cowokmu sekarang siapa" Kalo
beium punya, boleh dong Abang Jhony daftaaar..." ucap Jhony
sambil nyengir dan menggerak-gerakkan kacamata segede gaban
yang dikenakannya. Rambut kribonya terlihat mengembang
seperti adonan kue yang dicampur dengan baking soda.
Eyang Santoso dan anak"anak Soda yang berada di ruang
santai senyam-senyum mendengar ucapan Jhony yang sangat
gombal. Mereka memang sudah biasa dengan segala tingkah
ajaib si Kribo. "Saka, sementara ini Purri tidur di kamar Melanie saja. Toh
kamarnya ndak ada yang pakai." Eyang Santoso berkata dengan
senyuman khasnya. Kemudian ia bertanya, "Besok kamu jadi
ikut audisi?" Saka tersenyum sambil mengangguk. "Iya, Eyang. Saya titip
Putri di sini." "Tenang, Sak. Kan ada Abang Jhony di sini. Iya kan, Dek
Purri.?" Jhony masih belum menyerah menggoda PUtri.
Lagi, Putri melotot ke arah Jhony. Kali ini disertai bibir
manyun. http :!!pustaka-indnblogspotcom
"Put, kamu tidur di kamar Mbak Mel aja, ya. TrUs, besok
kalau kamu mau ke mana"mana, bilang sama orang kosan
dulu. Besok Mas Saka ada audisi masuk sekolah mnsik. ]adi
udhk bisa nemenin kamu pergi."
"Mungkin besok lusa Putri mau pergi sama Celia dan Dinar
jalan-jalan, Mas." Saka menjawab kalimat Putri dengan anggukkan kepala.
"Asal kamu bilang sama orang rumah sih ndak apa"apa,
Put." "Eyang doakan semoga kamu diterima masuk sekolah musik
itu ya, Saka. Sekolah yang kamu pilih itu adalah sekolah musik terbaik di Indonesia loh. Ndak sembarang orang bisa belajar musik di sana. Makanya mau masuk saja harus diaudisi
dulu." "Iya, Eyang. Sudah lama Saka kepingin masuk sekolah itu.
Saya pengin buktiin ke Bapak kalo Saka serius di musik dan
musik bisa menjadi bekal untuk kehidUpan Saka nantinya."
http :!!pustaka-indnblogspotcom
"KATA orang, suara saya ini mirip vokalis fund Ungu. Saya
bisa nyanyi semua lagu Ungu. Kalau perlu gaya Ungu juga
bisa saya ikutin. Oh iya, kans yang saya pakai ini juga sama
kayak kans yang dipakai Pasha Ungu waktu konser di
Jogja"." Semua mata dalam ruangan itu menatap kosong lelaki berjaket yang sejak tadi ngoceh nggak penting soal kemiripannya
dengan Pasha Ungu. Siang itu memang sedang diadakan audisi masuk sekolah
mnsik terbaik di Indonesia. Sejak pagi antrean panjang telah
memadati sekolah. Tiga peserta yang mendapat giliran setelah orang yang sedang diaudisi, akan menunggu di dalam ruangan.
Saka yang mendapat giliran setelah cowok itu, sudah pasti
melihat dengan jelas aksi kelewat pede cowok itu. Yang mendapat giliran setelah Saka adalah cewek cantik berambut panjang
terurai dengan celana jeans sobek-sobek dan kaus hitam tanpa
lengan bertuliskan Rolling Stone. Sejak dimulai audisi, cewek
http :!!pustaka-indnblogspotcom
itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Ekspresinya juga
terkesan cuek. Seakan ia hidUp dengan dunianya sendiri.
"Coba kamu nyanyi," ueap seorang juri audisi pada cowok
Pasha Ungu wannafaf itu. Suasana hening sesaat. Semua menanti cowok itu memulai.
Tiba-tiba. . . . 11l'ieriayang... bagaikan... terbang ke awan! Ooouuuooo.?"
Daffeng." Ampuuun suaranya hancur beraaat! Semua orang
dalam ruangan sepertinya setuju. Buktinya, mereka semua
menurup kuping masing-masing. Sementara, si Pasha Ungu
wannaue masih nggak nyadar"nyadar juga kalau suaranya mirip
kaleng kerupuk. Padahal ia setengah mati pakai suara sendu
kayak yang biasa dilakukan Pasha Ungu. Matanya merem melek kayak mbah dukun lagi baca mantra.
"Mulutnya harus monyong-monyong gitu, ya?" Cewek di
sebelah Saka tiba-tiba berkomentar sambil tertawa tipis memperlihatkan deretan giginya yang tersusun rapi.


Rock N Roll Onthel Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Salah satu juri menyuruhnya berhenti bernyanyi. Mungkin
ia khawatir suara cowok itu bisa mengakibatkan kerusakan fatal pada gendang telinga orang-orang di dalam ruangan.
"STOP! STOP!" Anehnya, cowok itu sama sekali nggak ngeh kalau disuruh
berhenti. Mungkin saking menghayati lagu. Ia malah semakin
mengeraskan suara. Di telinganya yang terdengar adalah
"TOP" bukan "STOP".
Akhirnya salah satu juri memanggil sekuriti untuk menarik
cowok Pasha Ungu wannanf itu keluar ruangan audisi.
Cowok tersebut kaget setengah mati. Ia tampak kebingungan
ketika melihat dua pria berbadan kekar menggandeng lengannya. "Woy! Ada apa ini" Suara saya sudah mirip Pasha Ungu,
http :!!pustaka-indnblogspotcom
kan" jaket saya kan sudah mirip kayak Pasha Ungu. Koleksi
poster Pasha Ungu saya lengkap. Konon Pasha Ungu itu masih
punya hubungan saudara dengan saya. Dia itu cucu adik perempuan kakek sepupu saya yang kakak tirinya sepupuan sama
mertua kakek saya.... Mas, Mas, gantengan saya apa Pasha
Ungu?" Cowok itu terus-menerus mengoceh sementara kedua
sekuriti menariknya keluar ruangan.
Ketiga juri tampak lega. Salah seorang dari mereka cekikikan
sambil menggeleng"gelengkan kepala, mengibas-ngibaskan kertas pntih di tangan layaknya bendera putih tanda menyerah.
"LanjUt!" teriak salah seorang juri dengan wajah malas-malasan. Mungkin karena sejak pagi buta mereka mengaudisi calon murid-murid itu. Saka berjalan pelan ke tengah ruangan sambil memberikan
map berisi biodata kepada juri. Tapi tak seorang pun juri menerimanya. Akhirnya, Saka hanya meletakkan map tersebut di
atas meja juri. Salah seorang juri menyeringai sambil melihat penampilan
Saka. "Kamu pasti mau bawain musik keroncong, kan?" ucapnya disertai tawa tertahan dari juri lain.
"Saya bisa juga nyanyi keroncong," jawab Saka datar tanpa
emosi. Matanya bergantian menatap satu per satu juri, menunggu reaksi mereka. "Ndak apa-apa, Mas. Tadi juga ada yang audisi pake lagu
daerah. Di sini bebas-bebas saja. Semakin beda, semakin oke.
Musik itu kan salah satu alat pemersatu bangsa. Ndak usah
takut." Si juri wanita menyandarkan tubuhnya di kursi sambil
mengangkat dagu, "Ya udah langsung mulai saja, Mas"."
"Saka. Nama saya Saka."
Juri tersebut mengangguk. "Oke, Mas Saka, langsung dimulai aja." http :!!pustaka-indnblogspotcom
Saka berjalan pelan menuju sudut ruangan, mengambil gitar
akustik yang disediakan panitia. Sekilas gumaman para juri
sibuk mengomentari penampilan Saka yang menurut mereka
sangat tradisional dan unik. Kemeja lurik dan jeans belel.
"Baik. Anda mau membawakan lagu apa, Mas Saka?"
Saka terdiam sejenak. Ketiga juri terlihat menatap lurus ke
arah Saka, penasaran dengan apa yang akan keluar dari mulut
cowok itu. "Small: like teen spirit dari Nirvana," jawabnya sambil langsung memetik senar-senar gitar di tangannya. ]emarinya begitu
lincah memainkan melodi. Sesaat kemudian ia mulai menyanyikan bait pertama lagu.
Suara Saka sanggup memecah ketegangan akibat aksi cowok
Pasha Ungu wanmbf tadi. Kali ini ketiga juri terdiam, terkejut
dengan pilihan lagu dan permainan Saka. juri cewek tadi menegakkan posisi duduknya, fokus menatap Saka.
Bahkan, cewek yang memakai kaus bergambar Rolling Stone
tadi ikut terbengong"bengong dengan permainan Saka. Tak
menyangka cowok yang barusan duduk di sebelahnya mampu
memainkan lagu tersebut dengan keren.
Tak sampai sepuluh menit, Saka keluar dari ruangan. Ia
menggiring sepeda onthel kesayangannya keluar pelataran parkir sekolah musik itu. Lampu depan si Onthel copot untuk
kesekian kalinya. "Duh! Kamu tuh kalo lagi rewel, suka aneh-aneh aja yang
rusak." Saka berbicara sambil tersenyum sendiri dengan onthel
kesayangannya. Ia memegang lampu sepeda onthelnya beberapa
saat. Kemudian ia memasukkan lampu tersebut ke kantong
tasnya. Saat itulah Saka melihat cewek berkaus Rolling Stone
tadi keluar dari ruangan audisi dengan terburu-buru. Sesaat
http :!!pustaka-indnblogspotcom
Saka menengok ke arah ban si Onthel dan menghela napas
panjang ketika mengetahui ban tersebut bocor.
Ketika Saka kembali menengok ke arah cewek tadi, cewek
itu telah menghilang di balik tikungan.
Saka berjongkok sambil mencari sumber kebocoran ban. Ia
kembali berkata kepada si Onthel, "Iya, aku tau kamu ngambek. Aku minta maaf karena ngakak cepat-cepat bawa kamu ke
bengkel." Kemudian wajahnya menengok ke kiri-kanan untuk
mencari bengkel tambal ban terdekat. Dalam hati ia berpikir,
tumben-tumbennya si Onthel begitu rewel hari ini. Biasanya
dia tidak pernah menyLIsahkan majikannya. Meskipun umurnya
sudah tua, soal ketangkasan, onthel ini masih tokcer. Nggak
kalah kalau diadu ngebur sama sepeda Pixie zaman sekarang.
Matahari sore memancarkan sinar kemerahan di langit Jogja.
Membuat bulir-buiir padi di sawah berkilau keemasan. Hawa
terik mulai berganti dengan suasana senja yang lebih bersahabat. Saka berhenti di depan papan bengkel sepeda bertuliskan,
"BENGKEL DJAWANI 25".
Bengkel tersebut terlihat sepi. Bentuknya lebih mirip garasi
berukuran 5 x 3 meter dengan dua pintu. Salah satu pintu
tertutup sementara pintu di sebelahnya terbuka lebar. Di dalamnya hanya terlihat alat-alat berserakan di lantai. Khas bengkel. "Permisi"i" Saka berusaha memastikan apakah ada orang
di sana. Tetapi tidak ada sahutan sama sekali.
Tiba-tiba seorang pria berteriak"teriak sambil melambaikan
tangan dari teras rumah yang berada tepat di belakang bengkel
tersebut, "Di! Oi!"
Saka memperhatikan pria tersebut sambil tersenyum, "Permisi. Pria tersebUt terlihat menggunakan tongkat kayu di kedua
http :!!pustaka-indnblogspotcom
lengan untuk membantunya berjalan. Meskipun begitu, ia tampak bersemangat berjalan cepat mendekati Saka. Umurnya
sekitar 35 tahun, begitu perkiraan Saka.
Tiba di hadapan Saka, pria tersebut tersenyum lebar ketika
melihat sepeda onthel yang dibawa Saka. "Wooow... Fongers
BB 60. Masih orisinal. Luar biasaaa!" ucap pria tersebut kegirangan melihat merek sepeda Saka. Ia meraba-raba tulisan-tulisan di sepeda itu, seakan asyik sendiri menikmati tiap detail
sepeda onthel Saka. Si Onthel pun tampak sombong dikagumi
sebegitu dalam oleh pria tersebut.
Tiba-tiba pria itu tersadar. Ia langsung menyodorkan tangan
ke arah Saka. "Kenalkan, saya ]igo. Saya pemilik bengkel ini.
Ada yang bisa saya bantu?" ucap pria berkacamata lebar dan
berambut gimbal terikat itu sumringah. Mungkin itulah alasan
bengkel itu diberi angka 25 di akhir nama DJAWANI. Angka
25 kan sering disebUt "]igo" oleh orang"orang Tionghoa. Sama
seperti namanya. "Saya Saka," ueap Saka sambil membalas jabatan tangan
]igo. "Ban onthel saya kempes, nih."
wOoo" itu sih urusan kecil. Sini, serahkan pada ]igo."
Dengan cekatan ]igo langsung mencari sumber kebocoran
ban sepeda Saka dan menambalnya. Dalam waktu singkat si
Onthel siap dikendarai. "Sip, beres!" Pak ]igo berkata sambil menepuk kedua tangannya. Saka mengambil uang di saku bajunya, "Ongkosnya berapa,
Mas"11 Dengan cepat Jigo menolak pemberian Saka, "Sudah, untuk
langganan baru saya kasih gratis."
"Waduh, jangan gitu dong Mas ]igo.?" Saka jadi nggak
enak hati mendengar Ucapan ]igo.
http :!!pustaka-indnblogspotcom
]igo menatap Saka, seakan membaca sesuatu dari sorot matanya. Ia tersenyum, kemudian menepuk pundak Saka beberapa
kali. Dengan sebuah kode, ]igo mengajak Saka ke salah satu
pintu bengkel yang tertutup. Susah payah lelaki itu menarik
pintunya untuk dibuka dan" Kreeek,|
Pintu tersebut terbuka, membuat Saka terbengong-bengong
melihatnya. Deretan sepeda antik dengan modifikasi luar biasa
terpajang di sana. Di ujungnya terdapat sepeda berkarat yang
sangat mirip dengan sepedanya. Saka melangkah masuk ke
ruangan tersebut dan melihat lemari besar berisi berbagai
cendera mata dari seluruh Indonesia. Terdapat foto-foto yang
terpajang rapi di sana. Bersih tanpa debu sedikit pun.
Wajah ]igo tersenyum bangga memperlihatkan isi ruangannya. "Kamu tahu, onthel itu saksi perjalanan kakek saya mengelilingi Indonesia dari Sabang sampai Merauke," ucapnya,
menunjuk pada onthel yang terpajang di ujung ruangan. Kemudian ia menunjuk pada foto berukuran jumbo yang terpajang di belakang sepeda, "Itu foto kakek saya."
Saka menatap foto pria tua bersepeda onthel dengan balutan
kemeja dan celana pendek penuh kantong. Pria tersebUt tampak tersenyum lebar sambil menunjuk bangga ke arah pemandangan gunung merapi di belakangnya.
"Saya sangat ingin melanjUtkan cita-citanya. Tidak hanya
keliling Indonesia dengan sepeda onthel, tapi keliling dunia.
Sayangnya, sebuah kejadian mengubah hidup saya."
Susah payah ]igo duduk di salah satu kursi. Ia menolak ketika Saka berniat untuk membantu. I'Saya sekeluarga mengalami
kecelakaan ketika berlibur ke Bali. Mobil yang saya tumpangi
masuk jurang. Orangtua saya meninggal seketika. Sementara
saya?" ]igo tidak melanjutkan ceritanya.
Saka terdiam menatap wajah pria tersebur.
http :!!pustaka-indnblogspotcom
"Hidup saya hancur ketika itu. Kaki saya lumpuh total.
Saya tidak punya tujuan hidUp. Namun, saya menyadari, saya
harus bangkit dari keterpurukan. Saya tidak boleh menyerah.
Sejak saat itu saya mulai membangun pondasi hidup saya kembali dengan melakukan apa yang saya sukai. Saya merasa, sepeda adalah hidup saya. Jadi ya saya mulai bisnis bengkel ini.
Dari mulai servis hingga modinasi. Hasilnya lumayan. Saya
bisa membiayai tiga orang anak asuh saya untuk bersekolah di
SMK. I"IiduP saya pun jauh lebih bahagia sekarang. Semua
pelanggan saya anggap seperti saudara sendiri."
Ucapan ]igo membuat Saka teringat pada Indah. Ia tahu
betul bagaimana rasanya kehilangan. Apalagi kehilangan orang
yang sangat dicintai. Perasaan itu begitu dalam dan menyakitkan hingga dirinya pun tak mampu melepaskannya.
"Setiap manusia pasti pernah merasakan kehilangan. Yang
terpenting bukanlah seberapa besar rasa sakitnya. Tapi seberapa
mampu kita menghadapinya, seperti kata ilmuwan hebat
Albert Einstein, Life is like riding & bigfcle, ta kaga your &azlanre
you must keq!) moving." ]igo berkata dengan tatapan yakin sambil mengepalkan tangan kanannya.
Saka menatap lelaki di depannya dengan kekaguman. Ia
merasakan garis masa lalu yang sama dengan dirinya. Masa
lalu lelaki itu seperti merefleksikan dirinya saat ini. Tapi lelaki
itu dapat bangkit meskipun garis-garis penyesalan dan kesedihan karena kehilangan masih tampak jelas di matanya.
]igo tersenyum sambil menepuk bahu Saka, "Mampir"mampirlah ke sini kalau kamu butuh seseorang untuk merawat
onthelmu, atau mendengarkan CEIIIHIIILI....,
http :!!pustaka-indnblogspotcom
"AWAAS! Minggir ke kiri, Mbak.... Eiiit... eiiit...!" teriak
Saka pada seorang gadis yang berjalan di depannya. Tangan
cowok itu sibuk mengontrol setang sepeda onthelnya yang memang tidak memiliki rem. Cewek di hadapannya tidak menyingkir dari jalurnya, membuat Saka sekuat tenaga menghentikan sepeda onthelnya. Si
onthel semakin tak terkendali. Ketika hampir dekat, Saka membanting setang agar tidak menabrak cewek itu dan... BRUKI
Si Laki-laki nyentrik itu pun nyemplung ke got yang kering,
sementara sepeda onthelnya tetap bertengger dengan gagah di
pinggir got. Sepeda itu tak sengaja tertahan pada pohon, seperti memamerkan diri bahwa dia lebih gagah perkasa dibandingkan dengan majikannya. Si cewek terkejut. Ia melepaskan earphone di telinganya. Pantas saja ia tidak mendengar teriakan Saka. Ternyata, sejak tadi
ia asyik mendengarkan musik dari i"od-nya. Ia berlari kecil
mendekati got dan malah tertawa geli ketika melihat posisi
Saka yang sangat tidak enak dipandang, nyungrep!
http :!!pustaka-indnblogspotcom
Saka berusaha bangkit dari posisinya dan beIUSaha mai dengan apa yang baru saja terjadi. Padahal sih ia tengsin berat!
"I"Iei, kayaknya aku pernah lihat kamu deh" di" di.?"
Cewek itu tampak mencoba mengenali wajah Saka. "Oooh...
Kamu kan cowok yang kemarin barengan ikut audisi masuk
sekolah musik itu," lanjut cewek itu dengan senang. Entah apa
maksudnya. Saka menepuk"nepuk baju, mencoba menghilangkan kotoran
yang menempel di sana. Kemudian ia memperhatikan gadis itu
sambil mengelap keringat di wajah dengan lengannya. Selama
beberapa detik ia mencoba mengingat. Tapi ia tak pernah lupa
kaus hitam tanpa lengan bertuliskan Rolling Stone yang dikeh
nakan cewek itu. Kelihatannya cewek itu nggak ganti baju sejak kemarin. Atau parahnya, dia nggak mandi.
"Aku Coto," ucap cewek itu sambil menyodorkan tangan.
Saka tersentak. Ia menjabat tangan cewek itu dengan agak
canggung. Sebenarnya, ia berpikir betapa unik cewek ini. Untuk ukuran seorang gadis, dia sangat frontal dibandingkan
Saka yang seorang laki-laki, namun agak pemalu dan pendiam,
dan lagi, namanya... Coto" Mana mungkin cewek diberi nama
oleh orangtuanya sama seperti salah satu hewan paling menjijikkan di muka bumi ini" Kecoa.
"Kenapa" Kamu pasti mikir kenapa namaku Com?" tanyanya dengan mimik yang sangat lucu. Karena ia menaik"turunkan alis seperti wiper mobil meskipun matanya terlihat sangat
lelah. "Kata temen-temen, aku jorok. Karena aku males mandi.
Tapi tenang aja" badanku selalu wangi kok." Coro berkata
sambil mengendus baju sendiri dan mengedipkan sebelah


Rock N Roll Onthel Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mata. Saka tersenyum kecil seperti biasa. Kemudian ia terfokUS pada
kans yang dikenakan cewek itu. "Suka Ruling Stone juga?"
http :!!pustaka-indnblogspotcom
Coto mengangguk cepat. "Keren ya mereka. Weeek!" Coto
menjulurkan lidahnya, mengikuti gambar lidah melet yang
menjadi simbol band Rolling Stone di bajunya. Kemudian ia
nyengir lucu. 1"Simbol lidah itu bisa diartikan macem-maeem
sama orang. Ada yang bilang lucu, seksi, kurang ajar" simbol
pemberontakan anak muda," ucapnya serius namun tetap tampak iucu. Saka tertawa kecil. Tapi cukup mengartikan bahwa ia tertarik dengan ucapan cewek itu.
"Rumah kamu di mana?"
"Maaf?" Coto tersenyum. Kemudian kembali bertanya, "Kamu tinggal di mana?" "Ooo" saya ngekos, Mbak. Di jalan Solidaritas 124."
Gadis itu mengangguk-angguk seraya berpikir. Ia terlihat
memutar"mutar beberapa helai rambut panjangnya dengan jari
telunjuk. Sesaat kemudian, "Oke, sekarang anterin aku." Tanpa
banyak basa-basi, Coro sudah nangkring di kursi belakang sepeda onthel Saka. Saka masih belum beranjak dari tempatnya. Ia malah bengong melihat kelakuan cewek itu yang sangat cuek. Belum lagi
ia melihat onthelnya seakan memberi tanda kepadanya untuk
segera menaikinya. Ah, sepedanya itu memang 1335359: sejati.
"Yeee... malah bengong. Ayo!"
Bak dikomando, Saka mengangguk. Ia langsung menaiki
sepeda onthel kesayangannya. Lalu dengan sekali kayuh, mereka melesat melewati pepohonan rimbun di sepanjang jalan
Jogja. "Ngomong-ngomong, kita mau ke mana, Mbak Coro?" tanya Saka ketika menyadari ia berjalan tanpa tujuan.
"Justru itu, aku nggak yakin posisi tempatnya. Soalnya udah
http :!!pustaka-indnblogspotcom
lama nggak ke sana." Coro berkata jujur. Lalu, ia menepuk
punggung Saka. "Udah jangan banyak tanya. Jalan aja. Pokoknya kamu ikuti perintahku. Kalau aku bilang belok kiri, belok
kiri. Kalau aku bilang belok kanan, ya langsung belok kanan.
Nah, sekarang aku minta kita NGEBUUUT!"
Saka tersenyum kecil mendengar semangat cewek itu memberi aba-aba. Ia jadi ikut bersemangat menggenjot sepeda
onthelnya. Dalam beberapa detik si Onthel membawa mereka
melesat menembUS angin. Coro merentangkan tangan iebar-lebar. Menikmati terpaan
angin di wajahnya. Rambur panjangnya tampak indah berkibar
tertiup angin. "Yiiihaaa!"
Entah mengapa si Onthel juga ikut semangat berjalan. Biasanya sepeda Saka itu suka ngambek kalau diajak ngebur. Entah bannya copotlah, entah setangnya gerak sendirilah, entah
bannya kempesiah. Tapi siang itu mood si Onthel begitu baik
sehingga ia rela diperlakukan sebegitu keras oleh tuannya.
Atau, mungkin ia terlalu pintar menggaet hati cewek cantik
agar nyaman berada di atasnya.
"Kiri. Kiri. Belok Kiri!" Coro memberikan instruksi dan
onthel pun langsung berbelok memasuki deretan gedung-gedung tua tempat peninggalan zaman kolonial Belanda. "Kita
motong jalan. Tempat yang ada becaknya, belok kanan," tunjuk Coro pada belokan di ujung jalan layaknya tuan putri
memerintah pelayannya. Saka membelokkan onthelnya memasuki lorong sempit di
antara dua bangunan. Lorong tersebut panjang dan becek. Suara percikan air terdengar jelas ketika ban si Onthel menerobos
genangan air di sana. Mungkin karena dinding lorong tersebut
cukup tinggi sehingga mampu memantulkan suara.
http :!!pustaka-indnblogspotcom
"Ooo" Uuu... Ooo.?" Coto berteriak. Ia tertawa geli
ketika mengetahui dinding itu dapat memantulkan suaranya.
Sesaat Saka menengok ke belakang lalu menggeleng. Gadis
itu begitu lucu, begitu lepas. Berbeda dengan eewek"eewek zaman sekarang yang kebanyakan jaim di depan cowok. Apalagi
cowok yang baru dikenalnya.
"HG!" Man! Iin alive Iin taking ear)" day and night at a!
time. Iin fkefing like .a Mandey bat someday I'll be Saturday
might..." Coto bersenandung lagu Sumeday IW be Saturday
m'ght Bon Jovi. Dinding"dinding lorong tersebut seakan berubah menjadi
sound system terbaik yang siap menangkap suara serak Coto.
Suaranya mengingatkan Saka pada penyanyi Sheryl Crow, sebelas dua belas! Ketika sampai di ujung lorong, Coro berhenti bernyanyi. Ia
menepuk"nepuk pundak Saka, meminta cowok itu menghentikan sepedanya, "Stop, stop!"
Meskipun sepeda onthel itu belum benar-benar berhenti,
Coro sudah loncat dari boncengan dan melenggang pergi.
Saka mencoba membelokkan sepeda onthelnya. Memang itu
satu-satunya cara membuat si Onthel berhenti. Maklum, sepeda keramatnya masih belum ia pasangi rem. Makanya kalau
mau berhenti mUSti ngesot dulu. Bukannya sok aksi.
Tiba-tiba Coro menghentikan langkahnya dan menepuk keningnya. Seperti telah meiuPakan sesuatu. "Oh, Bego!" Ia berpaling ke arah Saka dan berkata, "%anks, ya!" ueap Coro sambil
menyampirkan tas di bahunya dan dengan santai berjalan pergi
meninggalkan Saka. Terlihat jelas dari cara ia berjalan kalau
cewek itu sangat cuek. Sepatu bot yang dikenakannya terlihat
mencoba bertahan dari segala macam benda yang ia tendang.
Saka tahu betul di mana ia berada sekarang. Ya, tempat ini
http :!!pustaka-indnblogspotcom
adalah Gudang Sembilan. Tempat para musisi jempoian tampil.
Dari luar, tempat ini memang biasa-biasa saja. Sepi. Kalau
orang belum pernah ke sini, pasti akan mengira tempat ini
adalah pabrik atau sejenisnya. Karena memang begitu kondisinya jika dilihat dari luar. Tapi tidak dengan Saka. Dulu Saka
sering sekali datang ke tempat itu. Bahkan, ia pernah menjadi
jawara di sini. Di tempat inilah Saka betuI-betul mulai membangun grand dari nol. Ia ingat saat pertama kali The Velders manggung di sini dan
dilempari tomat oleh penonton. Ia juga ingat saat berhasil menguasai panggung di Gudang Sembilan dan selalu dinantikan
penampilannya. Tapi semua kenangan itu ia kunci rapat-rapat
dalam ingatannya. Sebenarnya, ia tak mau lagi hadir di tempat
itu untuk membuang kenangannya jauh-jauh. Namun, mungkin keadaan berkata lain. Saat ini ia berada di Gudang Sembilan. Tepat berdiri di depan pintu masuknya.
"Eh, tunggu, Mbak! Mbak Corn!11 Saka berusaha memanggil
Coro yang terlihat memasuki pintu yang mirip dengan pintu
garasi. Tapi sayangnya cewek itu keburu masuk sehingga sama
sekali tidak mendengar teriakan Saka.
Buru-buru Saka menyandarkan sepeda onthelnya pada tiang
listrik dan mengikuti Coro masuk ke pintu itu. Sempat tubuhnya bertabrakan dengan sekelompok orang berpakaian glam
rock, dengan mantel bulu yang langsung menatapnya dengan
heran. Mereka mengira Saka adalah sopir andong karena pakaian yang ia kenakan. Suara musik rock langsung terdengar keras di telinga Saka
ketika ia membuka pintu tersebut. Asap rokok seketika mengepul di sekelilingnya. Ruangan tersebut berisi puluhan orang
yang berpakaian serbahitam dan semua menatap lurUs ke panggung. http :!!pustaka-indnblogspotcom
Gudang Sembilan adalah tempat paling fair dalam menilai
skill bermUsik musisi atau band yang tampil. Kalau ada penampilan hand yang bagus, nggak jarang penontonnya langsung
naik ke panggung dan memeluk si pemain Gani Atau, ada
juga yang langsung menggotong para pemain 59de layaknya
pemain tinju yang selesai memenangkan pertarungan di ring.
Tapi kalau ada penampilan band buruk, jangan kaget kalau
penonton tak segan-segan melempari dengan berbagai macam
benda, seperti suporter sepak bola yang kadang bertindak anarkis di stadion. Makanya, nggak mengherankan kalau di tempat ini sering
banget rusuh antar penggemar. Meski begitu, Gudang Sembilan tetap menjadi tempat penting dalam sejarah perkembangan komunitas musik di Jogja. Wadah ekspresi untuk komunitas
hand baru dengan variasi sound dan warna baru.
Saka berjalan melewati kerumunan orang untuk mencari
Coro. Agak sulit mencari Coro di tengah banyak orang yang
sama-sama berpakaian hitam. Kebanyakan orang yang datang
ke tempat itu nggak hanya untuk menikmati musik, tapi juga
untuk ajang eksistensi semata.
Beberapa orang terlihat berbisik"bisik ketika melihat Saka di
tengah-tengah mereka. Sebagian tertawa geli melihat Saka yang
mengenakan kemeja rapi dan sandal jepit.
Di dalam hati kecil, sebenarnya Saka enggan masuk lagi ke
tempat itu. Tapi entah kenapa, ada dorongan yang begitu kuat
dalam dirinya untuk mengenal Coro lebih jauh. Perkenalan itu
terlalu singkat baginya. Di atas panggung, terlihat pemain gitar berambUt cepak
yang sibuk memamerkan kebolehannya bermain gitar solo. Semua penonton bertepuk tangan sambil bersiul-siul kagum.
Sejenak Saka memperhatikan gerakan si gitaris. Ia tahu betul
http :!!pustaka-indnblogspotcom
siapa orang di atas panggung itu. Setidaknya mereka pernah
cukup akrab beberapa tahun yang lalu. Cowok di atas panggung itu memang expert. Permainan gitarnya kencang, namun
bisa menghasilkan suara yang stabil. Saka tak pernah meragukan kemampuannya selama ini.
11Nyari aku, ya?" Sebuah suara dan tepukan di bahu membuyarkan lamunan Saka. Saka berbalik dan mendapati Corn berdiri di belakangnya
sambil tersenyum manis. Hal ini membuat Saka jadi salah tingkah karena ketahuan mengikuti gadis itu. Saka menggaruk"ga"
ruk belakang kepalanya sambil berusaha mencari alasan.
Coto terlihat mengambil sesuatu dari ras selempangnya dan
tiba-tiba langsung menarik tangan Saka. Dengan cuek cewek
itu menuliskan beberapa angka di sana. Setelah itu, ia menutup telapak tangan Saka, "Ini nomor telepon aku. Kamu ngikutin aku cuma mau minta itu, kan?"
"Bu" bukan."
"Bukan" Bukannya semua cowok di dunia ini selalu gitu
kalau ngikutin cewek yang baru dikenal?" tanya Coro heran.
"Oooh... atau kamu mau minta ongkos tebengan aku" Okay,
kalau gitu aku"."
Belum sempat Coro melanjutkan kalimatnya, seorang cowok
mendekati gadis itu dan merangkul lehernya dengan lengan
kirinya yang kukuh. Cowok itu ternyata gitaris yang tadi tampil di atas panggung. "Kamu ngapain ngobrol sama dia?" tanya cowok itu sambil
memajukan dagunya ke arah Saka. Tatapannya menusuk tajam
tepat ke manik mata cowok itu. "Masih punya nyali kamu
dateng ke Gudang Sembilan, hah?"
"I"Iei, Sayang. Permainan kamu bagUS banget! Aku suka,"
ucap Coro sambil mengusapkan tangannya ke lengan cowok itu.
http :!!pustaka-indnblogspotcom
"Oh iya, kenalin ini temen aku. Namanya?"11 Coro tidak melanjUtkan kalimatnya karena tiba-tiba ia sadar bahwa ia belum
sempat menanyakan nama cowok itu. Perasaan waktu audisi
kemarin juri sempat menyeburkan namanya. Tapi siapa, ya"
"Saka. Saka The Slash"." ucap cowok itu dengan sinis, seakan tahu betul identitas Saka. "Aku pikir dia udah mati!W
Coro terlihat terkejut. 11Kalian" udah saling kenal?"
"Udah lama kita nggak ketemu, Sisko. Sejak?" Saka berkata sambil menatap wajah Sisko, datar.
"Sejak kamu memutuskan untuk keluar dari The Velders?"
Dengan cepat ia memotong kalimat Saka. Senyuman licik terbentuk di bibirnya, "Basi!"
Coro semakin bingung. Ia menengok ke kiri-kanan layaknya
menonton pertandingan bulu tangkis. Kepalanya nyut-nyutan
karena tadi sempat meneguk segelas minuman yang ia sendiri
tak tau apa jenisnya. "Aku keluar dari The Velders karena beralasan, Siska."
"Alasan apa" Cewek" Apa cuma gara-gara cewek kamu memumskan untuk cabUt dari The Velders" Band yang udah kita
bangun sama"sama."
"Ini bukan masalah Indah. Ini masalah kamu dan Kunto.
Kita udah pernah membahas masalah ini, kan?"
Siska berjalan pelan mendekati tubuh Saka dengan senyuman yang sulit untuk diartikan, antara dendam dan benci. Kilat
kemarahan terlihat di bola matanya. "Kamu tau siapa aku,
Sak" Sisko. Sisko yang mencintai mUSik melebihi apa pun di
dunia ini. Termasuk cewek. Seharusnya sebUtan The Slash
nggak pernah ada di kamu, Sak Tapi di aku.?"
"Sayang...." |Corn berusaha memotong sambil menarik lengan pacarnya itu. Tapi kelihatannya nggak berhasil.
"Aku nggak pernah butuh sebutan itu."
http :!!pustaka-indnblogspotcom
Sisko menyeringai. Kemudian ia bertepuk tangan, "BRAVO!
Lihat kamu sekarang, Saka. Kamu nggak jadi apa-apa. The
Veiders memang sudah mati. Sama seperti kematian kamu.
Tapi aku, Kunto, dan Dimas justru bisa lebih hebat tanpa
kamu. Saka The Slash sudah mati!"
Coro melihat orang-orang di dalam Gudang Sembilan yang
mendadak msuh tak terkendali. Hal semacam itu memang
biasa terjadi di Gudang Sembilan ketika acara musik berlangsung. Mereka saling mengejek dan akhirnya berkelahi. Tapi,
situasi itu sepertinya nggak berpengaruh pada Sisko dan Saka.
"Sayang, mendingan kita pergi aja. Udah mulai nggak asyik
nih?" ujar Coto sambil menarik lengan pacarnya yang tak
henti menatap benci ke arah Saka.
Semua orang berlarian keluar dari Gudang Sembilan. Seperti
semut-semut yang berlari ketika sarangnya diganggu. Tapi mereka bukan semUt. Setidaknya mereka punya ekspresi, berani
berkarya. Meskipun emosi mereka masih sering meiedak-ledak.
Yah, namanya juga anak muda"
1,Jangan harap kamu bisa berada di panggung itu lagi, Saka!"
teriak Sisko, terpaksa berjalan karena Corn menarik lengannya
dengan kencang agar mereka cepat ICEIURI' dari tempat itu.
Madam hari. Kar-ui'asan Sadis...
Saka turun dari kamarnya dan heran ketika melihat rambut


Rock N Roll Onthel Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dara yang mendadak berubah warna menjadi biru dan mencuat kaku ke atas. "Rambut kamu kenapa, Dar?" tanya Saka,
menunjuk rambut cewek itu yang terlihat seperti rambLIt ibu
Bart Simpson. http :!!pustaka-indnblogspotcom
Orang"orang yang berada di ruang santai cekikikan. Masingmasing berusaha mengontrol mulut mereka agar tidak terjadi
perang dunia ke-3 di kosan Soda.
Sementara Dara cemberut kesal. "Bang Jhony tuh melakukan tindakan penipuan berkedok bairrpmy!" ujar Dara sambil
melemparkan bantal ke arah Jhony. "Tadi dia ngasih aku
hairspmy. Katanya, bisa bikin How rambut aku nggak rUsak.
TrUs, Bang Jhony kan yang nyemprotin dan nyisirin. Eh"
jadi begini." "Bagus kok, Dar". I-Ihhmrnppff....11 Jhony mencoba menahan tawa daripada kena timpuk bantal.
"Bagus apaan" Ini tuh kayak kaktus!" Dara masih ngedumel
penuh dendam. "Aduuuh, ngilanginnya gimana ini?"
"Lagian si Jhony elo percaya. Kentur aja dia tipu. Apalagi
elo!" Ipank ikuran ngomong sambil terus cekikikan.
Saka hanya tersenyum seperti biasanya. Kemudian ia menarik sebuah kotak yang berada di bawah meja.
"Jadi kapan pengumuman hasil audisi sekolah musik kemarin, Saka?" "Dua minggu lagi, Eyang. Hasilnya akan dikirimkan Via pos
ke rumah peserta audisi," jawab Saka sambil mengelap beberapa koleksi wayangnya yang sengaja ia simpan di kosan Soda.
Saka memang mengoleksi wayang. Sejak kecil, bapaknya senang memperkenalkan Saka dengan cerita"eerita pewayangan.
Bapak bilang, semua cerita dalam pewayangan selalu memiliki
nilai-nilai luhur untuk kehidupan manusia. Dari wayang-wayang itulah Saka mendapat berbagai pelajaran hidup. Tentang
bagaimana bersikap, bertindak, dan bagaimana tumbuh sebagai
laki-laki sejati seperti tokoh-tokoh dalam pewayangan.
Malam itu anak-anak kosan Soda berkumpul di ruang santai. Memang setiap kali tidak keluar kosan, mereka pasti mehttp :!!pustaka-indnblogspotcom
nyempatkan diri berkumpul bersama hanya untuk menonton
televisi atau mengobrol. Itulah yang membuat kosan Soda menjadi tempat nyaman untuk mereka yang memiliki sifat dan
karakter berbeda-beda. Setelah berdamai dengan Jhony, Dara tampak sibuk mengobrak-abrik tambur Jhony untuk mencari biji kacang yang
mendadak hilang di balik rimbunan rambut. Karena mereka
berdua beradu ketangkasan menangkap kacang yang dilempar
dengan mulut. Sayangnya pas giliran Jhony, biji kacang tersebut malah jatuh di atas kepala cowok itu dan" lenyap.
Patri yang semula asyik dengan majalahnya dan Aiko yang
sedang membaca buku, jelas heran melihat kelakuan kedua
orang itu. Ipank menyandarkan kepala di sofa sambil menggonta-ganti
rbdnnelTV. Sesekali ia melirik ke arah Aiko dan sok"sok bertanya pertanyaan yang nggak penting seperti, lagi baca buku apa,
gimana di sekolah, atau... "Kamu tau nggak kalau bunga
Edelweis itu tumbuh di pegunungan?" Konyol ya" Ipank memang seperti itu kalau di depan Aiko. Cowok itu sudah lama
naksir berat dengan Aiko. Tapi sayangnya, Aiko yang pendiam
memang kurang peka terhadap hal-hal seperti itu. Jadi, selama
Ipank tidak pernah menyatakan perasaannya"ya sampai Jhony
berubah jadi botak pun"Aiko nggak bakal pernah tahu.
11Oh iya, ada satu berita baik untuk kita,11 ucap Eyang
Santoso tiba-tiba. Membuat semua yang berada di ruangan
tersebut menengok ke arah beliau. "Tadi Melanie telepon dari
Paris. Katanya, minggu ini dia akan liburan ke Jogja."
Saat itu pula Bima tiba-tiba muncul dari pintu masuk kosan
Soda. "Wiidiiih, bisa kebetulan banget?" Dara berkata sambil memberikan kode kepada anak"anak Soda yang lain dengan kedipan
http :!!pustaka-indnblogspotcom
mata. Dan mereka pun menjawab dengan eengiran yang mengandung makna tersirat. Namun, gagal tersirat karena sudah
pasti pemikiran mereka semua sama.
Bima yang baru masuk kontan heran dengan wajah-wajah
aneh anak-anak Soda. Apalagi Jhony yang memang sudah aneh
sejak lahir. "Kalian kenapa?" tanya Bima heran.
Tak satu pun dari mereka yang menjawab. Mereka justru
melebarkan senyuman masing"masing. Semakin absurd.
"Bima, Melanie tadi menelepon dari Paris. Katanya, minggu
depan dia mau pulang ke Jogja. Liburan," ucap Eyang Santoso
tenang. "Ehem... ehem"." Dara mulai gatel untuk meledek.
Jhony menyilangkan tangan dan menempelkan kedua telapak telapak tangannya di bahu, berlagak seperti orang berpelukan, 1iGooh Melanie... aku rindu sekali padamu.?"
Ipank lalu melemparkan bantai sofa ke arah Jhony karena
tak kuasa menahan tawa akibat kelakuan Jhony yang sangat
menjijikan itu. Bima tampak malu. Wajahnya yang putih memerah. Di satu
sisi ia begitu bahagia dengan kedatangan Melanie. Tapi di sisi
lain ia sangat deg"degan. Ia bingung harus berbuat apa. Ia dan
Melanie memiliki kenangan yang begitu dalam.
"Nanti dijemput dong, Mbak Mel-nya... biar romantis,"
ueap Dara, cekikikan. Pernyataan Dara membuat Bima semakin mirip udang rebus. Bima berusaha menahan gejolak jiwanya yang begitu dalam.
Keuangannya bersama Melanie seakan meletup-ietup di dasar
hatinya. Bima menghirup napas dalam-dalam, kemudian mengembuskannya sambil berkata, "Iya, nanti aku jemput," jawab
Bima sambil duduk di sebelah Ipank, Ia berusaha mengontrol
kebahagiaannya yang tertahan.
http :!!pustaka-indnblogspotcom
"Jieeeh... gitu dong"." Anak"anak Soda kompak menyahut. Bima lalu mengambil lima lembar tiket dari dalam tasnya.
"Eh, kalian ada yang mau nonton hand Seven Eighty manggung, nggak" Kebetulan aku dapet tiket gratis dari temenku
yang megang acara itu."
"MAU!" Purri langsung semangat '45 ketika mendengar
nama Seven Eighty disebut. "Waaah... Dinar sama Celia pasti
ngiri. Seven Eighty kan keren bangeeet. Musiknya tuh mirip
Rolling Stone. Kata Dinar, mereka tuh pernah manggung bawain lagu Rolling Stone dan hasilnya keren bangeeet."
Saka yang lagi asyik dengan wayang"wayangnya langsung
menengok. Tertarik dengan Putri yang mendadak tahu soal
Rolling Stone dan band Seven Eighty itu. "Sejak kapan kamu
ngerti musik, Putri?"
"Sejak Putri punya kakak gitaris andal," jawab Putri sekenanya sambil tersenyum lucu.
"Emangnya kapan Seven Eighty manggung?" tanya Dara
mengalihkan pembicaraan. "Hari minggu besok, Mbak Dara," jawab Putri cepat.
"Deileee, semangatnya?" Dara tersenyum melihat perilaku
Putri yang begitu menggebu. "Kamu suka banget ya, Pur"
Padahal mereka kan &:sz baru tuh. Albumnya aja baru muncul minggu lalu." "Habisan lagu-lagu mereka asyik-asyik, Mbak Dara. Putri
tuh tau dari sahabat Putri yang emang suka up-ciare dengerin
musik dari band baru. Nah, pas Putri denger lagu mereka,
PUtri langsung suka. Pantes aja produser langsung nawarin mereka bikin album. Nggak heran"." Putri masih berkobar-kobar. Saka meletakkan wayangnya ke meja. Kemudian ia duduk
http :!!pustaka-indnblogspotcom
di lengan sofa mendekat ke Dara. "Memangnya namai Seven
Eighty bagus, Dar?" "Sekarang ini sih lagi terkenal banget di kalangan ABG, Sak.
Masa kamu nggak tau" Lagu-iagu mereka juga oke kok. Nggak
kacangan. Makanya sering diputer di radio. Albumnya tuh baru
aja keluar di toko kaset tempat aku kerja. Denger-denger juga
beberapa dari mereka ada yang bekas anak Gudang Sembilan,"
tutur Dara meyakinkan sambil menerima tiga lembar tiket dari
Bima dan membagikannya pada Jhony dan Ipank.
Saka terdiam sejenak memikirkan ucapan Dara. Saka tahu
betul, selera musik Dara patut diacungi jempol. Kalau Dara
saja udah menilai begitu, berarti Seven Eighty memang band
yang layak untuk diperhitungkan. Apalagi beberapa personelnya
ada yang bekas anak Gudang Sembilan. Berarti, mereka bukan
hand sembarangan. Saka jadi penasaran dengan hand baru tersebut. Sudah lama Saka tak pernah lagi mengikuti perkembangan
i?" Keesokan harinya, pagi-pagi ponsel di tangan Saka berbunyi.
musik di Indonesia. Dari nomor tidak dikenal. Semula Saka ragu untuk mengangkatnya. Tapi, akhirnya ia angkat juga.
"Halo?" "Halo. Apa bener ini nomor Saka?"
"Ya, saya sendiri. Siapa ya?"
"Hei, Saka" Masih inget aku" Apa kabar" Udah lama banget aku nggak lihat kamu di Gudang Sembilan lagi."
Gudang Sembilan. Oke, orang ini pasti berhubungan dengan
tempat itu. Siapa ya" Dalam hati Saka berpikir. "Siapa ya?"
http :!!pustaka-indnblogspotcom
"238 Wilders will rack your saraf."
"Dimas?" Saka mulai mengenal suara orang di seberang. Ya,
hanya Dimas yang sering berkata seperti itu. Dimas, pemain
bas The Velders. Cowok cerdas dengan segala talenta bermusik
yang tak diragukan lagi. Di antara personel The Velders, cuma
Dimas yang paling "waras" waktu itu. Yah, paling enggak
cuma dia yang bisa menyeimbangi antara sekolah dan musik.
Dimas terkenal punya otak encer di SMU. Ia dulu satu angkatan dengan Saka di sekolah. Mereka berdua juara sekolah.
Bersaing secara sehat dengan angka-angka tertinggi di rapor.
Guru-guru pun mengakui kecerdasan mereka.
"Ternyata, seorang The Slash masih mengingat Dimas."
Saka tersenyum lebar. "Mana mungkin aku IUpa sama pembetot bas terbaik The Velders" Apa kabar?"
"Baik. Kamu gimana, Sak" Sejak tragedi Gudang Sembilan
dua tahun lalu, kamu kayak ditelan bumi. Pas kemarin Sisko
bilang ketemu kamu di Gudang Sembilan, aku langsung berUsaha nyari nomor kamu. Untungnya, nomor telepon kamu
masih belum ganti, Sak.11
Saka memindahkan ponsel dari tangan kanan ke tangan kirinya. "Eh, iya, aku emang ketemu Sisko kemarin. Sibuk apa
sekarang, Dim?" "Gimana kalo ngobrolnya nanti aja. Sekarang lagi sibuk,
nggak" Aku mau ngajak kamu nge-fhma' nih, Sak. Udah lama
kita nggak nge-fm'nd bareng. Gimana?"
Saka berpikir sejenak, kemudian menjawab, "I"Imm, oke. Di
mana?" "Di studio langgananku. Alamatnya kamu catet, ya.?"
Saka tampak mengambil bolpoin dan kertas. Kemudian ia
menuliskan alamat sebuah rumah.
Habis mandi, Saka langsung meluncur menuju alamat yang
http :!!pustaka-indnblogspotcom
diberitahukan oleh Dimas dengan sepeda ontheinya. Tak berapa lama, sampailah ia pada rumah berdinding merah-hitam
yang cukup sepi. Saka menghentikan sepeda onthelnya tepat di depan pintu
pagar rumah tersebut. Halaman rumah itu penuh dengan motor"motor yang terparkir rapi. Di sudurnya terdapat tiga pohon
yang penuh jambu merah. Ketika menyandarkan si Onthel, seorang lelaki berbadan
kekar mendekatinya. "Sampean Saka ya?" sapa lelaki tersebut tegas tanpa ekspresi.
Penampilannya mirip sekali dengan salah seorang anggota The
A-Team, B.A. Tetapi, aksen suaranya sangat kental unsur Jawa.
Saka menengok ke arah orang tersebur. Kemudian ia mengangguk tanpa berpikir macam-maeam.
"Sampean udah ditunggu dari tadi," lanjut lelaki bertubuh
kekar itu sambil menunjuk dengan dagunya. "Ikut saya."
Saka berjalan mengikuti lelaki tersebut. Sekilas ia melihat
papan tulisan yang berada di salah satu tiang. "Black Head
Studio". Seorang cewek dengan potongan rambut ala punk duduk di
salah satu meja. Seluruh tangannya penuh tato, yang pastinya
bukan tato-tatoan yang ada di bungkus permen karet. Cewek
itu asyik membaca majalah musik di tangannya tanpa peduli
dengan kehadiran Saka. Di sekelilingnya penuh dengan posterposter band rani" ternama beserta tanda tangan mereka. Ini
berarti, band"bend tersebut pernah datang ke studio itu.
Saka menaiki anak tangga di sudut ruangan. Sesaat ia berpapasan dengan eowok-cowok yang menggendong gitar turun.
Seperti biasa, mereka menatap penampilan Saka dengan sedikit
heran. Saka tak peduli. Ia sudah biasa dengan hal itu.
"Saka The Slaaash... apa kabar?" Dimas langsung berteriak
http :!!pustaka-indnblogspotcom
ketika melihat Saka muncul dari balik pintu salah satu ruang
studio. Ia pun memeluk Saka hangat. Sudah lama sekali ia tidak bertemu Saka. Saat ini dalam ruangan tersebut berisi empat orang. Dimas,
Saka, cowok yang mengantarkannya tadi, dan seorang cowok
berambut kriwil yang terlihat sibuk menyetel posisi drum di
hadapannya. "Thanks ya, Bro,11 ueap Dimas pada cowok bertubuh kekar
yang tadi mengantarkan Saka.
Cowok bertubuh kekar tersebut mengacungkan ibu jari dan
bergegas pergi meninggalkan ruangan tersebut.
11Sak, kenalin itu Dito," tunjuk Dimas pada lelaki berambut
kriwil. Dito melambaikan tangan, kemudian kembali sibuk dengan
drum set-nya. "Nah, kalo tadi yang ngenterin kamu itu, namanya Guava,"
lanjut Dimas. "Tampangnya emang sangar. Tapi hatinya malaikat abis! Kadang"kadang kasihan juga lihat dia. Kalo mau nolongin orang suka dikira mau ngerampok gara-gara tampangnya. Hehehe.?" Guava" Guan: kan bahasa Inggrisnya jambu. Hmm... nama
yang aneh. "Oke, kita mulai aja gimana nih?" ueap Dimas, melemparkan gitar ke arah Saka seakan menantang.


Rock N Roll Onthel Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan cekatan Saka langsung menangkap gitar tersebUt.
Dalam hitungan detik, Dito langsung memukul drumnya.
Dimas memainkan gitar dan melontarkan satu bait lagu sambil
tersenyum ke arah Saka. Itu lagu buatan Saka dulu. Lagu yang
pernah jadi jargon The Velders. Dimas masih mengingatnya.
Saka yang memang familier dengan lagu ciptaannya tersebut,
langsung bisa membaur dengan permainan Dito dan Dimas.
pustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcom
Dalam sekejap kolaborasi dadakan tersebut membuat mereka
bertiga menikmati permainan. Semua seakan menyatu."
"Aku udah lama nggak nge-fmnd kayak gitu," ueap Dimas
usai bermain hand dengan Saka. Cowok itu lantas menyalakan
rokok di tangannya. Saka duduk di sebelahnya. Dito sudah pulang lebih dulu.
Katanya, mau main basket bareng teman-temannya.
"Kamu tau, band aku, Sisko, dan Kunto pindah ke major
lebe ." Saka menengok ke arah Dimas, "Enggak."
Dimas mengembuskan asap rokok dari mulutnya. "Sejak
&and"ku memilih masuk mujur Kahfi, cara bermusik aku ikutan
berubah. Emang sih, punya album adalah cita"cita kami. Kami
juga nggak nyangka bisa beralih ke major lalu!. Banyak yang
bilang kami pengkhianat. Tapi nggak sedikit juga yang mendukung. Intinya kan kami tetep bisa konsisten dengan gaya bermusik kami. Nggak kemakan arus. Semua musisi kan pengin
musiknya bisa dinikmati secara luas. Tapi kalau dibandingkan
bermain dengan indie Mbah.. wah jauh banget! Cuma kan
kamu tau sendiri, indie faire! di Indonesia lemah di masalah
distribusi." Dimas bercerita dengan diselingi isapan rokok di
tangannya. Asap yang keluar dari multitnya seperti menjelaskan
perasaan dirinya. "Bukannya itu nggak berpengaruh dengan cara bermusik
kamu, Dim?" Saka bertanya.
"Berpengaruh secara langsung sih emang enggak. Cuma kadang aku merasa membohongi diri sendiri aja kalau disuruh
main dengan phybnrk di TV dengan alasan menekan biaya.
Jadi kami disuruh seolah-olah main gitar gitu. Tapi, sebenernya
suaranya berasal dari CD yang dipurar di studio," tutur Dimas.
Cowok itu sadar betul ia terpaksa melakukan itu sUpaya bandpustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcom
nya bisa dikenal luas oleh masyarakat. Ya, hidup itu memang
sebuah pilihan. "Sekarang kamu sibuk apa, Sak?"
Saka terdiam sejenak, kemudian berkata, "Aku masih jualan
wayang-wayang mini. Sekarang ini baru mau ngelanjUtin sekolah musik. Sesekali main akustikan di Kafe Soda. Ya" gitu
deh. Aku udah nggak pernah nge-hend lagi"."
"Nggak pernah, atau nggak mau" Setahuku, orang yang berani tampil di Gudang Sembilan itu nggak bakalan pernah
berhenti manggung. Apalagi skill gitarmu masih sedahsyat
dulu, Bro!" "Bukan itu?" Saka memotong dengan cepat. "Mungkin
aku terlalu sombong. Nggak suka diatur-atur untuk urusan
bermusik. Aku terlalu pengin bawain lagu sendiri setiap kali
manggung. Zaman sekarang kalau nggak mau bawain lagu
orang dulu, ya ndak bakalan dikenal orang."
"Kamu nggak punya rencana bikin band lagi" Menggebrak
panggung seperti dua tahun lalu?" tanya Dimas.
Saka menggeleng"gelengkan kepala. Bukan berarti ia tidak
akan pernah mencoba lagi membuat kanal ia hanya tidak tahu
bagaimana memulainya. "Sejak kamu keluar, Sisko langsung narik personel baru untuk mengganti posisimu. Kami ganti nama band dan menawarkan musik kami ke major label. Mungkin itu memang saat
yang paling dia tunggu. Jadi leader di band dan cari uang
sebanyak-banyaknya dari musik dengan mengikuri selera pasar
saat ini. Bahkan, kadang Sisko nggak segan-segan mengambil
aransemen lagu orang dan mengubah sedikit. Sinting!" Dimas
menggeleng"gelengkan kepala. "Nggak ada yang bisa menggantikan kamu mencipta lagu, Sak."
Saka terdiam. Tiba-tiba pikirannya melayang ke beberapa
tahun lalu saat ia bersama The Velders. Band"nya itu memang
pustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcom
tak pernah sekali pun membawakan lagu orang lain. Mereka
pasti membawakan lagu sendiri. Lagu buatan Saka lebih tepatnya. Dia memang pencipta lagu andal.
"Udah lama aku mau keluar dari band, mencoba menjauh
dari Sisko dan Kunto, sama seperti kamu. Tapi, mament"nya
belum tepat. Aku masih butuh uang untuk biaya kuliah, Sak,
dan bUtuh keberanian besar untuk melakukan itu." Dimas berkata dengan pandangan menerawang. Dimas ingat saat The
Velders masih berjaya di Gudang Sembilan. Meskipun hanya
Indie band; tapi ia merasa menjadi mfkrtar saat itu.
The Velders sangat disegani. Setiap selesai manggung, selalu
banyak produser yang ingin menawarkan mereka pindah ke
major lalim". Bahkan, tak sedikit yang mencoba mengambil
salah seorang personel The Velders untuk diorbitkan. Tapi
semuanya ditolak. Karena mereka menyukai kebebasan tanpa
tekanan. "Ah! Gini deh. Hari Minggu besok hand kami manggung.
Aku ada feepxzrr buat kamu, Sak. Dateng aja," ueap Dimas
sambil memberikan tiket kepada Saka.
Saka menerimanya dan terkejut melihat selembar tiket yang
sama dengan tiket yang diberikan oleh Bima tadi malam.
Hah" Seven Eighty" Itukah nama baru pengganti The
Velders" Jadi Sisko, Dimas, dan Kunto adalah personel band
Seven Eighty" Wajar saja kalau Dara menilai band itu bagus,
dan semua orang mengakui hal yang sama. Permainan musik
merekalah buktinya. Saka sangat mengenal mereka, sangat
paham sedahsyat apa penampilan mereka ketika alat musik
berada di tangan mereka. Mereka adalah prajurit panggung.
pustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcnm
Pulang nge-band bareng Dimas, Saka pergi ke toko musik
yang tak jauh dari Kafe Soda. Saka memang sering ke toko
itu. Sampai-sampai sang pemilik toko amat mengenalnya.
Hari ini ia ingin melihat harga gitar merek Gibson yang selama ini diincarnya. Tapi Saka harus menabung untuk membeli
gitar idamannya itu. Sayangnya, ketika tiba di sana, gitar yang
ia maksud tidak ada di rak dispikty. Alhasil, Saka hanya melihatlihat alat musik lain yang dipajang di sana.
Tiba-tiba matanya menangkap sosok Coro yang asyik mencoba memainkan gitar di tangannya. Ia tampak menikmati
getaran suara yang dihasilkan alat musik itu. Hei, itu kan gitar
Gibson incaran Saka. Coro terlihat sedang memainkan lagu yang cukup familier
di telinga Saka. Cowok itu menahan diri untuk tidak mendekat. Ia memperhatikan Coto dengan saksama. Cewek itu amat
menarik. Wajahnya cantik. Posturnya sangat pas dengan lekuk
badan sempurna. Seandainya kelakuan cewek itu nggak terlalu
asal, mungkin saat ini Coto sudah jadi model atau bintang
film. I"Coba di C deh." Saka berkata, membenarkan kunci gitar
yang dimainkan Coto. Coro tersentak. Ia buru-buru berdiri dari tempat duduknya,
seperti waspada akan sesuatu.
11Kok kaget?" Saka bertanya heran dengan senyuman di wajah. "Mbak Coro masukin kunci yang salah. Harusnya langsung ke C, bukan ke D."
"Saka" Aku pikir"."
whfibak pikir siapa?"
Coro buru-buru menggeleng. Otaknya berpikir keras apa
yang seharUSnya ia lakukan. "Kamu" kok bisa tiba-tiba ada di
' 0 " slm" pustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcnm
Saka menarik ujung bibirnya sambil menunjuk pada gitar
Gibson di tangan Coro. "Saya nyari gitar itu."
"Gibson?" Saka mengangguk dengan ekspresi yang sama. "Gitar itu
asyik banget buat main mrk and rail. Lebih nendang. Saya lagi
nabung untuk beli gitar itu. Mbak Corn suka juga" Jarang"jarang loh cewek pake Gibson," ucap Saka sambil mengambil
gitar di tangan Corn dan mencobanya. Dalam hitungan detik
jemari Saka terlihat lincah menari-nari di atas );"ng gitar
tersebur. Coto memandangnya takjub. Napasnya tertahan, membuat
sekujur tubuhnya ikut menikmati alunan suara dari gitar itu.
Perasaan yang sama ketika pertama kali ia melihat Sisko bermain gitar. Baru kali ini ia menemukan cowok yang bisa menyaingi pacarnya, Sisko, dalam memainkan instrumen petik
itu. Selama ini, menurutnya cuma Sisko yang memiliki skill
gitar di atas rata-rata. Itu juga yang membuat Coro tergila-gila
pada Sisko. Ditambah kebaikan Sisko yang selalu memanjakannya dengan uang hasil penjualan album Seven Eighty.
Corn betul-betul merasa menjadi ratu.
"Ah, sial!" Corn menepuk jidatnya. Seperti berusaha mengembalikan rohnya yang baru saja terbang menikmati keindahan suara permainan gitar Saka. Buru-buru ia menghilangkan
kekagumannya pada Saka. Ia menyampirkan tas selempangnya
di bahu. "Aku nggak boleh terlalu lama di sini."
Saka menghentikan permainan gitarnya. la menatap Coto
dengan sorot mata tajam. Wajah cowok itu terlihat tenang.
Namun, menyorotkan tanda tanya besar. Tak satu pun kata
keluar dari mulutnya. Tapi itu justru membuat Coro memberikan penjelasan tanpa ditanya.
"Siska melarangku ketemu kamu lagi."
pustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcnm
"Ada alasannya?"
Coto menggeleng. "Seharusnya aku yang tanya ada masalah
apa antara kamu dan pacarku sebenarnya?"
"Saya nggak pernah ada masalah. Sisko aja yang berpikir
ada masalah," ucap Saka, kembali santai memainkan gitar
Gibson di tangannya. Coro menggaruk"garuk kepala, menyebabkan rambut belakangnya aeak"acakan. "Kamu aneh."
"Sisko yang aneh. Apa hak dia ngelarang-larang Mbak untuk ketemu saya" Lagian Mbak mau-maunya diatur"atur sama
orang lain." "Dia pacarku!" Coro membela dengan nada tinggi. Entah
kenapa sedetik kemudian ia iangsung menyesali ucapannya.
?"setidaknya dia bukan orang lain.w
Saka berpaling menatap wajah Coro. Datar namun terkesan
dalam. Tatapannya seakan memaksa Coro mengeluarkan apa
yang seharusnya tidak ia bicarakan dengan orang yang baru
saja ia kenal. Jantung Corn berdetak lebih cepat karena ditatap sebegitu
tajam oleh Saka. Tidak menyeramkan, tapi penuh makna. Suasana hening sesaat. Cowok itu jarang sekali ngomong. Tapi
kenapa semua hal bisa kebaca dengan jelas di sorot matanya"
Coto berkata dalam hati. Saka beranjak dari tempat duduknya. Dengan tenang ia berjalan melewati rak-rak gitar tanpa peduli dengan Coro. Ia berhenti pada rak yang kosong dan meletakkan gitar itu.
11Eh, kamu mau ke mana?" Corn buru-buru mengikuti Saka
tanpa sadar. Dengan setengah berteriak, Coto berkata, "Soal
pertemuan kita hari ini, jangan sampai Sisko tau!"
Saka yang baru mau membuka pintu keluar toko menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan melayangkan pandangan tepustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcnm
pat ke manik mata Coro. "Kenapa" Mbak takUt diputusin
Sisko gara-gara saya?"
"Itu bukan urusanmu!"
"Atau, Mbak takut naksir saya?" tanya Saka, cuek berjalan
meninggalkan toko. Coro mengerutkan kening. Ucapan Saka barusan membuatnya berpikir sejenak. Naksir" Mana mungkin orang naksir
secepat ini. Lagian Saka nggak cukup menarik jika dibandingkan dengan Sisko. Ah, buat apa dipikirin. Cowok itu cuma
asal ngomong. "Eh, kamu ngomong apa?" Coto terus mengikuti Saka. Tinggi badan Coro yang boleh dibilang tinggi,
masih kalah dibandingkan Saka yang memang punya kaki
panjang karena sejak kecil ikutan bela diri. Konon, karena sering latihan menendang, akhirnya kakinya dapat memanjang
sempurna. Saka tidak menjawab pertanyaan Coro. Ia malah mengambil
onthel yang menanti sang majikan sejak tadi, bersiap pergi.
Namun sebelumnya ia menawarkan cewek yang berdiri di
hadapannya. "Mau bareng?"
Sambil bersedekap, Coro menjawab dengan sinis, "Nggak.
Aku bisa pulang sendiri!"
Saka mengangkat bahu, kemudian menggenjot sepeda onthelnya. "Duluan, Mbak."
Coto menatap kepergian Saka dengan cemberut. Ia mengomel dalam hati. Kenapa sih Saka nggak merayu dia supaya
ikut pulang bareng" Kenapa Saka cuek aja ngeloyor pergi" Sial!
Sial! Siaaal! Gerimis. Coro merasakan rintikan air hujan di tangannya
ketika berjalan pulang. Buru-buru ia berteduh di bawah pohon. Coba tadi dia nggak usah sok gengsi waktu Saka menawarkannya tebengan. Pasti jadinya nggak kayak gini. Dalam
pustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcnm
hati Coro menyesal sejadi-jadinya. Tapi, pikirannya berubah
ketika bayangan wajah Sisko muncul di pikirannya. Menyentilnya agar tidak genit dengan cowok lain. Ya, dia sudah punya
Sisko. Titik. Kilat membelah langit. Awan hitam menyelimuti hampir
seluruh bagian cakrawala, membuat suasana siang itu nyaris
seperti malam. Perlahan titik-titik air hujan membasahi bumi.
Membuat orang-orang menepi, mencari tempat berteduh.
Tiba-tiba tangan Coro ditarik seseorang dengan kencang
menuju halte, bersamaan dengan gerimis yang berubah menjadi hujan. "Pernah tau nggak" Kalau ada orang mati kesamber petir


Rock N Roll Onthel Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya gara-gara berteduh di bawah pohon?" ucap orang yang
menarik tangannya tadi, Saka.
"Kamu ngapain di sini?" tanya Corn heran melihat Saka
yang tiba"tiba muncul di hadapannya.
"Berteduh." ,,,Kenapa harus di sini" Bukannya tadi kamu udah...."
1"Kenapa" Takut sama Sisko lagi, Mbak?" Saka memotong
kalimat Coro dengan pertanyaan singkat yang memojokkan.
"Taruhan ya, kalau Sisko marah hanya karena kebetulan kita
berteduh di tempat yang sama, berarti dia bego."
"Ini bukan kebetulan. Ini pasti sengaja."
"Oh... jadi Mbak Coro sengaja berteduh bareng saya?"
"Maksud aku bukan imun"." Coro gemas dengan sikap
Saka yang tenang dan sulit ditebak. Belum lagi dia doyan banget mengeluarkan senyum polosnya. Cowok ini memang
datar banget. Nggak bisa terbaca apa yang ada di pikirannya.
Belum sempat Coro mengomel, ponsel di dalam tasnya berbunyi. Dari Sisko. Com berbalik, tak ingin Saka mendengar
percakapan mereka. Lalu ragu-ragu dia menjawab.
pustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcnm
"Halo" Iya" aku lagi di jalan" dari toko sepatu.... Ng...
boleh... bye, sayang." Coro memasukkan ponsel ke tas.
"Kenapa ndak ngaku aja kalo dari toko musik sih, Mbak?"
tanya Saka santai sambil memasukkan kedua tangannya ke
saku celana. "Bukan urusanmu ya, Mas Sakaaa...," ucap Coro sinis sekaligus tak percaya Saka ternyata menguping pembicaraannya
dengan Sisko tadi. Saka terdiam menatap langit yang perlahan terang. Awan
hitam bergerak pelan tapi pasti. Selama beberapa menit mereka saling diam. Saka bersiap-siap beranjak dari halte tersebut
ketika menyadari hujan tak lagi turun.
Coro yang menyadari hal tersebUt langsung mengulangi kalimat yang tadi sempat ia lontarkan. "Jangan pernah ngomong
ke Sisko kalau kita ketemu di toko musik."
"Segitu takutnya Mbak Coro sama Siska."
"Aku nggak takut, aku cuma?" Coto tak melanjUtkan kalimatnya. Ia memejamkan mata rapat-rapat sambil mengembuskan napas, "Sisko nggak suka ngeliat cewek main musik. Jadi
dia selalu ngelarang aku ke toko musik. Apalagi sampai ketemu kamu." "Pacar kayak gitu masih dibelain," ujar Saka sambil mengangkat telapak tangan untuk mengecek kembali apakah hujan
sudah berhenti atau belum. Setelah memastikan langit sudah
terang, Saka menaiki sepeda onthelnya.
"Eh, kita tuh baru kenal, ya. Kamu nggak punya hak ngomong gitu soal pacarku."
Saka memandang Coro sambil melemparkan senyuman tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Coro kesal dengan cara Saka menanggapi ucapannya. Senyum" Apa-apaan itu" "Setidaknya dia lebih oke daripada
pustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcnm
kamu. Dia bisa ngasih lima gitar Gibson buat aku tanpa harus
nabung dulu." Saka menengok. "Trus, kenapa nggak minta dia beliin?"
Kalimat itu seperti bumerang yang langsung mengenai sudut
hatinya. Coro terdiam. Bingung harus menjawab apa.
"Mau bareng ndak?" Saka kembali menawari.
Coro menggigit bibirnya ragu.
"Saya emang malik punya mobil atau motor kayak Sisko.
Tapi, setidaknya sepeda onthel saya ini bisa nganterin Mbak
Coto pulang." Mempertahankan gengsi terkadang memang merugikan. Jadi
buat apa harus gengsi kalau emang perlu" pikir Coto dalam
hati. Ia langsung duduk di kursi belakang onthel Saka. Setelah
sebelumnya ia menengok kiri-kanan, memastikan kalau tidak
ada orang yang melihat. Kemudian, ia mengancam Saka kembali agar nggak cerita kepada Sisko masalah ini.
"Kamu tinggal di mana, Sak?" tanya Coto dalam perjalanan. 1iSaya ngekos, Mbak, di jalan Solidaritas 124," jawab Saka,
tersenyum. Saka ingat betul, Coto pernah menanyakan tempat
tinggal Saka waktu mereka bertemu dan cewek itu memintanya
mengantarkan ke Gudang Sembilan. Ini kali kedua Coro menanyakan hal yang sama kepada Saka. Ternyata, cewek ini menderita amnesia ringan. Coro manggut-manggut. Sebenarnya ia masih penasaran dengan alasan Sisko begitu membenci Saka. Tapi, apa sebaiknya
ia nggak usah tau" Daripada ia jadi kepikiran. Lagian, sepertinya Saka cowok baik"baik. Perilakunya selalu tenang. Kalem. Meskipun kadang dia sering mengucapkan kata-kata yang
agak menohok. "Kamu kok suka naik onthel sih" Padahal kan
zaman sekarang sepeda udah pada bagus-bagus. Ada sepeda
pustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcnm
lipat, Pixie, sepeda balap... hmmm... nggak takut dikatain
kuno?" Saka tertawa keeil. "Buat apa takUt kalau kita suka," jawab
Saka sambil terus mengayuh sepeda. "Lagian naik onthel itu
lebih sehat dibandingkan naik sepeda lain, Mbak."
"Sok tau kamu. Yang ada juga panas, tetep kepanasan.
Hujan, tetep kehujanan. Namanya juga sepeda."
"Beda, Mbak. Kalau naik sepeda onthel kan posisi badan
kita akan lebih tegap dan santai. Jadi risiko kena wasir lebih
kecil. Beda banget sama kalau kita naik sepeda Federal atau
sepeda balap yang posisi badannya membungkuk."
Coto manggut-manggut. Kemudian ia meminta Saka berhenti di sebuah kos-kosan bercat purih di sebelah kiri jalan.
"Stop, Sak! Itu kosan aku." Coro langsung turun mendadak
dan berjalan masuk ke kosan. Padahal si Onthel belum berhenti. Coto memang biasa begitu.
"Pertama kali kenal Mbak Corn, saya pikir Mbak menyenangkan. Tapi, hari ini... untuk bilang terima kasih aja Mbak
nggak sempet." Coto menghentikan langkahnya. Mungkin agak tersinggung
dengan ucapan Saka barusan. Ia berbalik dan menghunjam
bola mata Saka dengan tatapan aneh. Perlahan ia berjalan mendekati cowok itu hingga berdiri sangat dekat dengan Saka.
Detak jantung Saka seakan berhenti. Ia dapat merasakan
napas berat cewek itu di kulitnya. Apalagi ketika tiba-tiba
Coto mendekatkan wajahnya ke telinga Saka dan berbisik pelan tepat di kuping Saka, "Terima kasih?"
pustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcnm
Di sebuah Kafe. "Kamu serius janjian sama mereka di sini, Cel?"
wIyalah, Put. Sepupuku itu, manajer Seven Eighty. Masa dia
bohong?" Sore ini Putri izin dengan Eyang Santoso untuk pergi makan bersama Dinar dan Celia. Soalnya Jay, sepupu Celia, yang
kebetulan adalah manajer namai Seven Eighty habis dirayu
Celia dengan traktiran makan lantaran dia dan teman-temannya nge-fizm banget dengan Seven Eighty dan pengin ketemu
mereka. Jadilah siang itu mereka janjian di sebuah kafe di
daerah Gejayan. Purri yang hari itu mengenakan kaus warna ungu muda dan
jeans biru terlihat tegang. Baru kali ini ia bisa bertemu idolanya yang selama ini hanya bisa ia dengarkan musiknya di radio, atau dari cerita-cerita Celia dan Dinar.
"Eh, itu mereka!" Celia bangkit dari tempat duduknya dan
melambai ke arah sekelompok orang berpakaian hitam.
Dari kejauhan, Dinar sudah menjerit tertahan ketika melihat
keempat personel Seven Eighty. Di antara mereka, Dinar memang yang paling heboh nge-fimr sama hand itu. Dengan cepat ia merapikan penampilannya.
"Hai, Cel!" Jay menyapa sambil cipika-cipiki dengan Celia.
Kemudian ia memperkenalkan personel Seven Eighty satu per
satu. "Kenalin ini Dewo, Kunto, Dimas dan" Sisko."
Celia, Dinar, dan Putri menyalami mereka satu per satu.
Ketika Purri bersalaman dengan Sisko, cewek itu merasakan
kejanggalan luar biasa. Sisko agak lama menggenggam tangannya. Matanya terus-menerus menatap lurus ke wajah Putri,
seperti mengingat sesuatu.
PUtri dapat merasakan kulit jemari Sisko yang agak kasar,
mencerminkan tingkat kemampuannya bermain gitar. Putri
pustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcnm
hanya tertunduk ketika Sisko melemparkan senyuman ke arahnya. Canggung. Pandangan Sisko buyar ketika Dinar heboh berteriak"teriak. "Aduuuh, saya suka banget sama musik kaliaaan! Apalagi
kalian aransemen ulang lagu-lagu lama jadi rock and mil.
Oooh... my Gad! Itu keren bangeeet!" Dinar langsung nyerocos tanpa malu-malu. Membuat semua personel Seven Eighty
terbengong-bengong melihat tingkahnya. Apalagi ketika Dinar
tiba-tiba menyanyikan salah satu lagu Seven Eighty sambil bergaya seperti Dewo, vokalis Seven Eighty.
Putri dan Celia jelas langsung malu setengah mati. Putri
sampai menurup wajah dengan tas yang dibawanya. Sementara
Celia menurunkan topi yang dikenakannya agar menurupi
wajahnya. Aduuuh, Dinar nggak tahu malu!
Tapi, justru gara-gara Dinar siang itu mereka jadi cepat akrab. Untungnya, anak-anak Seven Eighty seru-seru. Mereka
nggak pernah kehabisan bahan lawakan. Kecuali Sisko, gitaris
Seven Eighty yang memang terkenal paling moody. Ia terlihat
agak cuek kali itu. Ia justru asyik dengan sebatang rokok di
tangan tanpa peduli dengan teman-temannya yang ribut. Bahkan dengan santai, ia beranjak dari tempat duduk meninggalkan teman-temannya. Entah ingin ke mana. Padahal kalau di
atas panggung, Sisko sangat atraktif dengan penonton.
Putri memang tidak mudah akrab dengan orang baru. Jadi,
sepanjang obrolan cewek itu cuma jadi pendengar. Sesekali ia
ikut tertawa ketika Kunto mengeluarkan banyolan. Putri malah
lebih sering melirik Sisko yang terlihat sangat misterius dibandingkan personel lain sebelum cowok itu menghilang entah ke
mana. "Kok bengong" Nggak mau pesen minum lagi?" tanya
pustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcnm
Dimas, personel Seven Eighty yang berwajah ramah. Dia yang
paling sering dapet teriakan cewek-eewek. Karena selain wajahnya, Dimas punya senyuman yang bikin cewek-oewek gemetar. Kabarnya, Dimas adalah personel Seven Eighty yang
paling pinter dan paling beres sekolahnya.
Putri menengok ke arah Dimas takUt-takut. Sesaat kemudian
ia menggeleng. Dimas tersenyum. "Aku pesenin ya" MAS!" Dengan cepat
Dimas melambaikan tangan ke arah pelayan kafe.
wEiiit... ndak, ndak! Ndak usah. Aku nggak haus." CepatGepat Putri menarik tangan Dimas. Reileks. Ketika tersadar,
buru-buru ia lepas tangan Dimas. Wajahnya langsung memerah. "Hihi... Kamu tuh lucu, ya," ucap Dimas sambil tersenyum
melihat wajah Putri yang berubah menjadi pink.
Purri menunduk malu. Sedikit salah tingkah karena melihat
Dimas tersenyum memperhatikan perilakunya. Buru-buru ia
mencari alasan untuk ke toilet.
Putri beranjak dari tempat duduk menuju toilet. Ketika tiba
di depan pintu toilet, ia melihat Sisko di sana dengan seorang
cewek. Sepertinya, cewek itu salah seorang pelayan kafe. Seragam yang dikenakan cewek itu menjawab semuanya. Cewek
itu berdiri menyandar tembok. Sementara, Sisko berdiri di hadapannya dengan telapak tangan kiri menempel pada tembok.
Samar"samar Putri mendengar percakapan mereka.
"Masa sih cewek semanis kamu belum punya pacar?" Sisko
berkata pada cewek di hadapannya.
Cewek itu tersipu sambil menggeleng pelan.
Sisko menyentuh dagu cewek itu. Sesaat ia menengok ke
belakang dan mendapati Putri berdiri di sana.
Mendadak Putri mengurungkan niatnya ke toilet. Ia berbalik
pustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcnm
dan kembali ke meja. Ia mencoba bersikap setenang mungkin.
Padahal jujur saja, ia sangat deg-degan melihat kejadian di depan toilet tadi. Hanya dalam hitungan detik, Sisko muncul. Ia langsung
menarik kursi dan duduk tepat di sebelah Putri. Putri menjadi
salah tingkah. Ia tak berani menengok ke kanan. Karena ia
sadar betul Sisko sedang menatap lurUS ke arahnya. Entah apa
yang cowok itu pikirkan. Apakah dia marah saat tahu Putri
melihatnya tadi" "Eh, kalian ikut aja ke basecamp kita." Tiba-tiba Dewo berkata. "SETUJU!" Tanpa malu-malu Dinar cepat menjawab. Putri
dan Celia tersontak kaget. Lantaran suara cewek itu Putri langsung melupakan kejadian di toilet tadi.
Putri menarik tangan Celia agar cewek itu mendekat. Kemudian ia membisikkan sesuatu di telinganya. 1&Cel, aku ndak
ikut, ya...." "Aduh Putri, kapan lagi kita bisa deket sama selebritis kayak
gini" Please deh, Pun..."
PUtri tampak ragu, "Kalo gitu aku telepon Mas Saka dulu
aja ya, Cel." "Udah Put, nggak usah. Kita kan cuma sebentar perginya.
Mas Saka nggak bakal protes kok. Dia kan taunya kita makan
aja. Kalau kamu bilang ke Mas Saka mau ikut Seven Eighty
ke &meramp-nya, kamu pasti bakalan nyesel! Mas Saka pasti
nggak bakalan ngebolehin!" Celia mengancam.
PUtri tampak ragu. Ia menggigit bibir bawahnya. Di satu
sisi ia ingin sekali ikut Celia dan Dinar ke basecamp Seven
Eighty. Tapi, di sisi lain, ia merasa nggak enak dengan Saka.
"Hei, kalian berdua ngomongin apa sih?" Kunto tiba-tiba
memotong obrolan Putri dan Celia.
pustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcnm
"Ah enggak, biasa nih si Potri. TakUt diomelin sama kakaknya".11 Celia berkata sambil menunjuk ke arah putri dengan


Rock N Roll Onthel Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dagunya. Kunto bersandar di kursi sambil menyeringai, "Hari gini
masih takut sama kakak. Kayak anak TK aja. Ikur aja lagi,
Put. Nggak akan lama kok."
Putri tak berkomentar. 1Wajahnya tampak ragu.
"Nanti biar aku aja yang nganter dia pulang." Sisko menyahut tenang, kemudian meletakkan tangannya pada punggung
kursi Purri. Sebuah kalimat yang mampu membuat semua mata menatap
heran pada Sisko. Celia dan Dinar langsung ngasih kode-kode.
Putri berUsaha tidak menggubris situasi tersebut.
"Nggak usah repot-repot, Ko. Aku yang akan nganter Purri
pulang." Naluri lelaki Dimas mendadak ikUt bergejolak, seperti
tak terima kalau ada lelaki lain yang mencuri jalannya.
"Ooow... ooow... ooow.?" Kunto membaca situasi.
"Pine. Siapa pun itu," ucap Sisko sambil membuka kedua
telapak tangannya lebar-lebar. Terlihat sorot matanya yang misterius menatap Dimas. Senyuman yang entah apa maknanya
menghiasi bibirnya. "Jadi gimana, Pur?" Celia bertanya.
Putri masih terlihat ragu meskipun kedua makhluk ganteng
itu dengan blakblakan menawarkan diri untuk mengantarkannya pulang. 11Aku... aku ikut.?" ujar Putri pelan. Kemudian
ia buru-buru melanjutkan kalimatnya, "tapi sebentar aja." Belum sempat ada yang menjawab, Purri kembali berkata, "Satu
lagi?" Putri menghentikan kalimatnya. "Aku" aku bisa pulang sendiri. Kalian" ndak usah repot-repot."
pustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcnm
"APA" PUTRI BELUM PULANG"!" Saka berteriak saking
paniknya ketika baru saja pulang akustikan dari Kafe Soda.
Jantungnya berdetak cepat.
Aiko yang gampang kaget langsung terlonjak dan mengeluselus dada sambil berusaha mengontrol napasnya.
ReHeks Dara langsung membantu Aiko menenangkan jantungnya yang nyaris copot. "Kamu jangan panik dulu, Sak.
Kita semua juga udah berusaha neleponin dia. Tapi, HP-nya
nggak aktif."1 "Eyang Santoso udah tidur. Sebaiknya kita jangan berisik."
Ipank mengingatkan. "Iya, kau jangan terlalu paniklah, Saka. Kau tenang du"11
"GIMANA AKU BISA TENANG"!" Sontak Saka memotong kalimat Jhony yang membuat Aiko kembali terlonjak
kaget. Ipank buru-buru mengambil segelas air putih di dapur dan
memberikannya kepada Aiko yang terlihat pucat karena kaget.
Kemudian tangannya mengambil sebuah majalah dan mengipasi Aiko dengan majalah itu.
]gfek! Pintu teras terbuka. Beberapa saat kemudian muncul
sosok Putri dari balik pintu. Ia tertunduk lemah. Seakan tahu
kalau dia telah melakukan kesalahan dengan pulang terlalu
malam. "Maaf, Putri sudah bikin kalian khawatir?" kata Putri pelan. Sepeian langkahnya menuju sofa dan duduk di sana. Kepalanya tertunduk. Saka menghela napas lega. Namun, masih terlihat segurat
emosi di wajahnya. Detak jantungnya juga masih belum stabil.
pustaka"indoblogspoteom
http :!!pustaka-indnblogspotcnm
"PUtri, kamu ke mana aja, sih" Mas Saka harus ngomong apa
sama Bapak"Ibu kalau sampai kamu kenapa-kenapa?" ucap
Saka dengan emosi tertahan.
Purri terlihat menekuk Twajahnya. Bukan karena takur. Tapi,
Hantu Pegunungan Batu 1 Siluman Ular Putih 04 Pedang Kelelawar Putih Sampul Maut 8

Cari Blog Ini