Ceritasilat Novel Online

Rock N Roll Onthel 4

Rock N Roll Onthel Karya Dyan Nuranindya Bagian 4


jalan agar ia bisa fokUs dalam membangun aand-nya nanti.
Saat ini yang terpenting adalah kesehatan Putri. Ia harus bekerja keras untuk adiknya. Saka turun dari kamarnya dan sedikit terkejut ketika melihat
bapaknya duduk di ruang santai dengan secangkir teh hangat
di sana. Wajahnya kembali menegang.
Aiko yang terlihat sedang menemani Bapak langsung beranjak pergi ketika melihat Saka. Cewek itu menengok ke arah
Saka sejenak sebelum akhirnya berjalan menuju kamarnya.
Saka melangkah pelan mendekati Bapak dan duduk di sofa
tepat di hadapan orangtuanya.
Bapak memegang pegangan cangkir dengan sedikit bergetar.
Membuat air teh di dalamnya bergerak"gerak ringan. Kemudian pria itu meneguk tehnya, membuat asap yang mengepul
dari cangkir tersebur menyebar.
Saka menatap Bapak dengan perasaan berkecamuk.
"Ibumu sedang di rumah sakit menjaga Putri." Suara berat
Bapak memecah kesunyian. "Bapak datang ke sini, karena
Bapak ingin meminta satu hal pada kamu."
Saka tertegun, menunggu kalimat selanjutnya yang akan keluar dari mulut Bapak. 189 pustaka"indoblogspoteom
http :apustaka-indnblogspotcom
"Bapak minta kamu jangan menunjukkan wajahmu di hadapan Putri dulu." "Kenapa, Pak?" Bapak mengontrol suaranya. Kemudian ia menjawab, "Setiap
hari Putri selalu menanyakan kamu. Dia sering mengigau memanggil namamu. Kehadiran kamu di rumah sakit kemarin
membuat pikirannya menjadi tidak tenang. Dia tak boleh bertemu kamu dulu." "Tapi, Pak.?" "Saka, beberapa hari lagi Putri akan menjalani operasi kedua. Keberhasilan operasi tersebut tergantung dari kestabilan
ie" Keesokan harinya di rumah Sito.
emosi Putri." "Tu" wa... ga" pat!" Sito menabuh drumnya. Mencoba
memberikan tempo pada lagu yang baru saja Saka tunjukkan.
"Coro, kamu masuk," ucap Saka memberikan instruksi.
Coro tersentak, kemudian berusaha mengimbangi tempo
Sito dengan gitarnya. Awalnya agak ribet. Namun, lama-kelamaan jemarinya semakin lincah bergerak di antara fi'etfret gitar. Saka mengikUti mUsik dengan gitarnya. Bukan perkara sUSah
memainkan musik ciptaannya sendiri. Untungnya, stok lagu
buatan Saka masih ada. Jadi hari pertama latihan, mereka langsung mencobanya. Sesaat kemudian Coto mulai menyanyikan lirik lagu ciptaan
Saka dengan dipandu teks lagu pada kertas. Coto hanya butuh
sesaat untuk menghafal keseluruhan lirik di lagu tersebut.
190 pustaka"indoblogspoteom
http :apustaka-indnblogspotcom
Saka yang menginginkan Coto menjadi vokalis di band itu
lantaran suara cewek itu menurutnya cukup asyik untuk membawakan musik rani! and inii.
Latihan ini memang agak berantakan. MaklumI baru hari
pertama latihan. 1Wajar saja karena mereka masih membawa
ego bermusik masing-masing. Siro saja dari tadi terlalu asyik
dengan drum ser-nya sampai terkadang temponya melenceng
terlalu jauh. Coto masih kagok. Ia sering kali menghentikan permainannya karena ragu. Selain itu ia berusaha menahan perasaannya
yang meledak-ledak karena sikap Saka sangat dingin kepadanya. Saka sama sekali tidak pernah membahas hai-hal di luar
hand. Jangankan berbicara, menengok ke arah Coto pun bisa
dihitung pakai jari. Satu... dua"
Selesai latihan, mereka nongkrong bareng di sebuah kafe
untuk sekalian makan malam di sana.
"Paling enggak kita mUSti masukin dua lagu lagi untuk bikin demo album." Saka berkata sambil menyerUput Coea-eola
dingin di hadapannya. Kemudian ia menengok ke arah Sito,
"Kamu ada lagu, nggak?"
Sito mengangguk dengan cepat sambil menyedot miia snake
strawbenynya. Kedua pipinya tampak kempot saking dalamnya
ia menyedot. "Eeeerg!" Sito lalu beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan Saka dengan Coro. "Aku mau pipis."
Saka dan Coro mendadak salah tingkah ditinggal berdua seperti itu oleh Sito. Detak jantung mereka seakan seirama. Tak
satu pun dari mereka mengeluarkan kata-kata. Canggung.
Saka pura-pura sibuk dengan kertas dan bolpoin di hadapannya. Tiba-tiba ponsel di saku baju Saka berbunyi, menyelamatkan Saka dati ketegangan saat itu. Saka buru-buru menjawabnya. Dari Boni. 191 pustaka"indoblogspoteom
http :apustaka-indnblogspotcom
"Saka, gimana nih. .. jadi nggak kamu terima tawaran produser itu?" "Jadi, Bon. Tapi kan kamu tau sendiri gimana susahnya
nyari personel band. Belum lagi menyiapkan lagu-lagu untuk
dimasukin dalam demo album. Itu semua kan miak boleh asalasalan, Bon." 1*Aaaah... udahlah, kamu bikin sambil merem aja. Aku
percaya sama kemampuan kamu, Sak. Yang penting tuh
prodUSer dengerin styfz mUSik kamu. Itu aja cukUp. Dia butuh
cepet, Bro." "Ya ndak bisa gitu dong, Bon. Percuma capek-capek bikin
musik kalau dikerjain asai-asalan."
"Terserah kamu deh, Sak. Tapi yang jelas, produser itu minta cepet. Titik." Klik. Saka menutup ponselnya. Tapi nggak lama setelah itu,
ponselnya kembali berbunyi. Saka menengok layarnya. Nomor
tidak dikenal. Ia tampak ragu untuk mengangkatnya. Tapi
akhirnya ia angkat juga. "Halo."
1'Ini Sisko. Kita perlu bicara."
Sisko" Dari mana Sisko tahu nomor teleponnya" Saka menengok ke arah Coro, meyakinkan kalau cewek itu tidak tahu
siapa yang meneleponnya saat itu. Dengan mencoba bersikap
setenang mungkin, Saka kembali berbicara di telepon. "Iya.
Ada apa?" "Kita harus ketemu. Urusan laki-laki," ucap Sisko dingin.
"Kapan?" tanya Saka nggak kalah dingin.
"Malam ini. ]am sembilan. Di pintu Gudang Sembilan."
"Oke." "Kita liat seberapa besar nyalimu."
Saka diam, tidak menanggapi kata-kata Sisko barusan. Ia
meletakkan ponselnya di atas meja, menatap Coto dan Sito
192 pustaka"indoblogspoteom
http :apustaka-indnblogspotcom
yang baru saja kembali dari toilet, bergantian. 1iBisa kita pulang sekarang?" tanya Saka. Kemudian ia berpaling ke arah
Sito, "Sito, kamu ikut aku."
Jam sembilan tepat Saka dan Sito tiba di pintu Gudang Sembilan. Sisko sudah menunggu di sana bersama Kunto dan dua
orang temannya. Sisko terlihat sedang menikmati sebatang rokok sambil bersandar di tembok. Sementara Kunto dan kedua
temannya terlihat sedang melempar batu-batu kecil ke dinding
tembok. Melihat kedatangan Saka, Kunto langsung memberi tahu
Sisko dengan menunjuk ke arah Saka mengunakan dagunya.
Sisko menengok sebentar dan membuang putung rokoknya
ke tanah. Kemudian ia menginjak puntung tersebut dengan
sepatu. Perlahan ia berjalan ke arah Saka. Diikuti oleh Kunto
dan teman-temannya. Wajah Siro pucat pasi melihat gerombolan cowok berwajah
sangar menghampiri mereka berdua. Matanya berkedip-kedip
di balik kacamata lebarnya. Langkahnya ia perlambat hingga
posisinya tepat di belakang Saka. Menururnya itu tempat
teraman untuk kabur lebih dulu jika situasi mendesak.
Sisko mengangkat alis kirinya sambil tersenyum meremehkan. "Kamu menerima undanganku hanya dengan membawa
tikus curut itu?" Sito menyenggol lengan Saka sambil berbisik bingung.
"Saka, mana tikus curutnya?"
"Langsung aja. Ada urusan apa kamu nyuruh aku datang"
193 pustaka"indoblogspoteom
http :apustaka-indnblogspotcom
Apa peristiwa di Gudang Sembilan kemarin masih belum cukup?" Saka bertanya to the point.
"Kamu pikir permasalahan di antara kita cuma soal Felix
dan Purri?" "Lalu?" "Beium cukup," Sisko berkata. "sebelum kamu hancur."
"Hiii..." Sito gemetaran. Hampir saja ia mengompol.
Sisko mengangguk, "Oke...," ueapnya sambil melangkah
agar lebih dekat. Saat ini jarak mereka hanya sekitar tiga jengkal. Ia menatap Saka tajam, "Kamu suka sama Coto?"
1iArpa UIUsanmu?" "Aku cowoknya."
"Oh ya" Apa Coto masih mau jadi pacar kamu?"
Sisko mengentakkan tubuhnya dan mengepalkan tangan ke
arah Saka, ingin memukulnya. Tapi ia terhenti. "Apa maksud
kamu?" "Emang kamu pernah nanya ke Coro, apa dia masih mau
jadi pacar kamu?" Saka kembali bertanya dengan tenang tanpa
emosi. Saka memang paling jago mengontrol emosi. Sesaat ia
menengok ke arah teman-teman Sisko satu per satu, mencoba
membaca situasi. "Kalau aku jawab ya, aku suka sama Coto,
apa kamu keberatan?"
"BRENGSEK!" Kepalan tangan Sisko melayang ke wajah
Saka. Namun, belum sempat mengenai sasaran, Saka sudah
menghindar terlebih dahulu sehingga Sisko jUstru jatuh terjerembap. Perkelahian tak bisa dihindari lagi. Saka langsung dikeroyok
oleh tiga orang teman Sisko. Mereka melayangkan pukulan,
tendangan, dan dorongan bergantian. Sayangnya, Saka terlalu
lincah dan kuat untuk menghalau serangan-serangan mereka.
Sejak kecil Saka memang dilatih bela diri oleh bapaknya.
194 pustaka"indoblogspoteom
http :apustaka-indnblogspotcom
Menurut Bapak, laki-laki adalah kesatria. Sudah seharusnya
memiliki kekuatan untuk melawan segala bentuk ancaman.
Namun, Bapak juga bilang, kesatria tidak hanya menggunakan
otot untuk melawan musuh, tapi juga otak.
Sito sangat panik ketika melihat orang-orang itu mengeroyok
Saka. Apalagi ketika Kunto tertarik untuk menghabisinya juga.
Sito pun berlari sambil berteriak-teriak kayak cewek jejeritan
nonton konser JUStin Bieber.
Kunto dengan brutal mengejarnya. Adegan tersebUt jadi mirip hlm I'Enn and ]eny. Sambil berlari, Sito mencoba melempar barang-barang yang
ada ke arah Kunto. Dengan lincah ia berlari zig"zag, berharap
bisa mengelabui cowok itu. Sesekali kedua tangannya terentang
dan bergoyang"goyang seperti ubur"ubur. Lagi-lagi berharap
agar dapat menimbulkan efek mata silinder alias berbayang ke
Kunto. Padahal, tetap nggak pengaruh.
Kunto semakin gemas mengejar Sito. Namun, tiba-tiba ia
merasa kehilangan jejak Sito. Cowok itu berlari sangat cepat
hingga tak ada jejaknya. Dengan wajah kesal dan penasaran,
Kunto memperhatikan sekeliling. Ia yakin tikus curut itu tak
mungkin lari terlalu jauh. Dia pasti masih ada di sekitar sini.
Sementara, Saka masih sibuk meladeni tiga orang cowok
yang belum puas kalau Saka belum jatuh. Serangan demi serangan ia ladeni. Lama-kelamaan ia pun kelelahan. Dengan
segala perhitungan dan tenaga Saka melompat. Dalam hitungan detik ia menggunakan tembok Gudang Sembilan sebagai
pijakan, kemudian melakukan tendangan memutar. Tendangan
tersebut mampu mengenai Sisko dan dua orang temannya sekaligus hingga membuat ketiganya tersungkur.
Saka mendekati Sisko yang terlihat menahan sakit. Kemudian ia mengulurkan tangan, ingin membantu berdiri. Namun
195 pustaka"indoblogspoteom
http :apustaka-indnblogspotcom
Sisko hanya menatap tangan Saka dan meludahinya. Saka
menggeleng dan berkata, "Aku ndak pernah suka kekerasan.
Tapi ini sebagai pelajaran buat kamu. Kalau kamu mau pertandingan yang fair, bukan begini caranya. Minggu depan di
Gudang Sembilan. Kita adu band. Kalau &anrf-ku menangI
kamu harus purusin Coro dan ndak ganggu dia lagi. Satu hal
lagi, jangan pernah sentuh Putri."
"Kalau hand kamu kalah?"
11Kamu boleh melakukan apa saja ke aku."
"Aku minta kamu berhenti bermusik.H
Saka terdiam. Kemudian ia menjawab, "Deaf."
"Deal." Di sudur bangunan, Kunto berhasil menemukan Sito di dalam bak sampah. Cowok itu tampak gemetaran. Kunto langsung menarik tubuh Sito dan melemparnya ke jalanan. Kacamata terlepas dari wajahnya dan pecah. Sito tidak dapat
melihat sekeliling. Semuanya buram. Dengan sekali hantaman,
Sito langsung pingsan tak sadarkan diri, dan Kunto dengan
santainya menginjak tangan kiri Sito.
Ketika Saka menemukan Siro, Kunto sudah menghilang. Saka
mengangkat tubuh Sito dengan panik, "Siro" bangun Siro!"
Siro terlihat sadar, meskipun pandangannya buram. Sebuah
kalimat terucap dari bibirnya, "Apa ini di surga" Pieafe... saya
pengin ketemu sama John Lenon."
Di kosan Soda, Dara membantu Saka mengobati lebam di wajah Siro. Melanie dan Dido juga di sana. Dido kebetulan sedang menginap di kosan Soda.
196 pustaka"indoblogspoteom


Rock N Roll Onthel Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

http :apustaka-indnblogspotcom
Seperti biasa, Dido terlihat sibuk sendiri dengan dunianya.
Ia menjejerkan geias-gelas berisi air putih milik Siro, Dara,
Saka, Mei, dan miliknya di hadapannya. Kemudian ia memukul-mukui gelas-gelas tersebut dengan gaer di tangannya
hingga menimbulkan suara yang berbeda dari masing-masing
gelas. Karena ketergantungannya pada kacamata, Sito nekat menggunakan kacamatanya yang pecah. Soalnya kalau nggak pakai
kacamata, Sito akan sUsah bedain mana kambing, mana Brad
Pitt. Dulu aja ia pernah salah nembak cewek karena nekat
nggak pake kacamata ketika momen penting itu berlangsung.
Hasilnya, jelas aja ia ditolak mentah-mentah lantaran yang ia
tembak itu adalah ibu kantin, bukannya cewek itu.
"Kok bisa sampai babak belur gini, sih?" Dara berkata sambil mengompres lebam di kening Sito dengan es batu.
Dengan suara terbata nan cempreng, Sito berkata, "Aduh,
Saka" lain kali aku nggak mau ikutan kalau mUsti begini.
Jangankan berantem beneran. Nonton film tembak-tembakan
aja aku nggak tega. Kasihaaan. Aku ini kan berhati lembUt...
AAAW'!" Sito berteriak karena Dara menekan di bagian yang
sakit. "Iya maaf; aku juga nggak tau kalau bakalan kayak gini."
Saka berkata sambil membunyikan buku-buku jarinya.
Melanie yang sejak tadi hanya memperhatikan, tiba-tiba bertanya, "Emang sebenernya ada masalah apa sih, Sak" Sampai
kalian harus berantem kayak gitu?"
Saka tidak menjawab. Ia hanya memandang Dara dan Sito.
Ragu. Masalahnya, ia nggak mau Melanie ikut tahu masalah
itu. "Tangan kamu masih bisa buat gerak kan, Sito?" Dara bertanya untuk mengalihkan pembicaraan.
197 pustaka"indoblogspoteom
http :apustaka-indnblogspotcom
Sito mencoba memutar lengan kirinya. Kemudian ia menggerak"gerakkan pergelangan tangannya ke kanan dan"
"AAAW" "Sakit?" Sito mengangguk. "Atiiit... Pergelangan tangannya nggak
bisa diputar ke kiri." Ia mencoba kembali. Tapi tetap saja sakit. "Sakuf1 Dara menengok ke arah Saka dengan cemas.
Saka dapat membaca situasi. Ya, kalau sampai pergelangan
tangan Siro tidak bisa digerakkan, itu tandanya Sito nggak
bakalan bisa bermain drum. Lalu apa kabar demo album" Sesuatu yang akan berefek pada tanggung jawabnya mengganti
biaya operasi Purri" TerUs, apa kabar taruhan dengan Sisko"
Come on, Sana, jangan egois. Putri, Sita, Care, dan yang iainnya terlihat inasaiaia ini karena kamu. Sekarang saatnya karna
menanamkan mana yang baru; kama pilih. Setiap arang Pani
punya maiaiab dan mau nggak maa semuanya nara: dihadapi,
batin Saka. "Besok aku antar kamu ke dokter ya, Sito..." Dara berkata
sambil mengelus-eius bahu temannya.
"Mungkin lebih baik kamu cari drummer cadangan, Sak,"
ucap Siro ikur cemas akan nasib hand bentukan Saka itu. "Aku
mungkin masih bisa main. Tapi nggak bisa maksimal."
"Tapi siapa, Sak" Mana ada drummer yang bisa instan gabung di band" Anak"anak Soda" Kamu kan tau, di antara kita
nggak ada satu pun yang bisa main musik kecuali kamu."
Dara ikutan cemas. Saka berpikir sejenak. Nggak lama kemudian wajahnya tersenyum. Seperti sebuah ide brilian muncul dari otaknya. "Oke,
anak-anak Soda memang ndak ada yang bisa main mnsik selain aku. Tapi ada yang sanggup melakukan hal yang lebih
198 pustaka"indoblogspoteom
http :apustaka-indnblogspotcom
hebat daripada itu," ueap Saka sambil kemudian memusatkan
pandangannya kepada Dido yang sejak tadi sibuk membuat
harmonisasi nada dengan gelas-gelas di hadapannya.
199 http :apustaka-indnblogspotcom
INSIDEN perkelahian antara kubu Saka dan Sisko nggak pernah sampai ke telinga Corn. Makanya cewek itu sama sekali
nggak curiga. Lebam di wajah Siro diakui cowok itu sebagai
memar karena jatuh dari tempat tidur dan hal itu dipercaya
oleh Coro. "Saka," Coto tiba-tiba menarik lengan Saka ketika cowok
itu mau masuk ke studio. Saka berdiri tepat di depan Coro. 1Wajahnya datar.
"Saka, please, aku nggak bisa nge-iaanal dengan perasaan bersalah kayak gini.?" "Bukannya kamu sendiri yang datang waktu aku mencari
personel hana?" "Iya, tapi aku butuh kepastian dari kamu, apa kamu udah
maalin aku atau belum, Sak."
1TAku maafin kamu. Masalah selesai, kan?"
"Segampang itu kamu menganggap masalah kita, Sak?"
wlelasalah kita" Kamu yang bermasalah, Cor! Kamu yang
ndak berani ngambil keputusan! Kamu juga yang membuat
masalah hubungan kita jadi semakin rumit!"
200 http :apustaka-indnblogspotcom
"Aku?" Coto tak melanjutkan kalimatnya. Ia terenyak, kemudian emosinya kembali meninggi tanpa mampu dikontrol.
"Kalau kamu bisa nge-hana' bareng dengan kondisi seperti ini,
oke. TAPI AKU NGGAK BISA!"
"Terus kamu mau apa" Kamu mau mengundurkan diri" Silakan." "Seandainya bisa, aku pasti udah pergi, Sak. Tapi aku" aku
nggak bisa jauh dari kamu. Aku juga nggak tau kenapa!" Coto
menutup wajah dengan tangannya. Ia menyembunyikan wajahnya yang basah oleh air mata. Perlahan ia terjongkok di lantai.
Saka terdiam. Perlahan kedua tangannya menyentuh bahu
Coro. Tatapannya lurus ke arahnya. ia menarik tubuh Coro ke
pelukan. Coto pun menangis sejadi-jadinya. Saka berkata dengan lembur, "Aku udah berusaha mengalah selama ini. Aku
udah berusaha terima apa pun kepUtusanmu. Tapi kali ini, tolong, hand ini penting sekali buatku. Adikku sedang dirawat
di rumah sakit. Aku butuh banyak biaya untuknya."
"Aku mau kita pacaran."
"Aku lagi nggak fokus ke arah situ. Lagian kamu masih punya Sisko." "Aku bakalan purusin dia dan milih kamu!"
Saka terdiam. Ia melepaskan pelukannya, menatap Coto.
Sesaat ia mengusapkan telapak tangannya di kepala Coto.
Sama seperti saat Saka mengosap kepala Putri. "Coba belajar
untuk jujur sama diri kamu sendiri."
Aim imgahang di band ini karena aku udah ngatain! kepantasan, Sak. Tapi kenapa kamu nggak bisa ngerti" jerit Coto dalam
hati. Saka berpaling ke pintu masuk studio. "Udah siap latihan?"
tanya Saka, mengusap air mata di pipi Coro, "Udah jangan
nangis lagi, Mbak Coro."
201 http :apustaka-indnblogspotcom
"Coto! Nggak pake Mbak!"
"Iya, Coro-nggak"pake-Mbak," jawab Saka sambil tersenyum.
Ia lalu beranjak dari tempatnya dan melangkah meninggalkan
Coro. "Sekarang kamu adalah vokalis hand ini. Nggak lebih.
Saat ini kesehatan adikku yang paling utama," ucap Saka sambil masuk ke studio. Coro menatapnya diam. Sesaat ia berbisik, "Mungkin aku
emang nggak pantas ngedapetin kamu, Sak. Kamu" kamu
terlalu baik untuk cewek sebrengsek aku."
fe" Setiap kali latihan, Coro berusaha bersikap setenang mungkin
di depan Saka. Padahal jantungnya selalu nyut-nyutan setiap
kali mengobrol atau tanpa sengaja bersentuhan dengan Saka.
Saka pun merasakan hal yang sama. Tapi Saka lebih mampu
mengontrol hal tersebUt dibanding Coto.
Sito dan Dido berkali-kali memergoki Coto dan Saka salah
tingkah karena suatu hal. Misalnya, ketika Saka mengajari
Coro memainkan melodi gitar satu lagu. Jelas banget Coro
nggak fokus sama sekali. Ia justru kelihatan fokus menatap
Saka tanpa berkedip. Seakan ingin mengatakan sesuatu.
Siang ini, seperti biasa mereka latihan band di rumah Sito.
Sejauh ini mereka sudah dapat tiga lagu untuk mengisi demo
album mereka. Masih kurang satu lagu lagi. Padahal akadiine
penyerahan demo album ke produser cuma tinggal lusa.
Semenjak insiden itu, setiap kali latihan, Sito selalu melambatkan tempo permainan drumnya. Masalahnya menurut dokter, pergelangan tangan Sito musti sering dilatih agar bisa
kembali normal. 202 http :apustaka-indnblogspotcom
Tapi hikmah yang bisa diambil dari pergelangan tangan Sito
yang keseleo, hand mereka menambah satu personel lagi. Siapa
lagi kalau bukan Dido. Cowok berkacamata tebal yang memang jago nge-Dj Lewat tangan Dido, mereka bisa membuat
musik yang dimainkan menjadi kaya warna. Kelemahan suara
rendah akibat tidak adanya pemain e'aasr, drum yang kurang
maksimal karena Sito tidak bisa bermain pol, dan suara musik
tradisional yang ditambahkan Dido untuk memperkaya suara,
semuanya diramu oleh tangan ajaib Dido.
Dalam beberapa kali latihan Coro seneng banget menyenandungkan lagu ciptaannya sendiri. Dalam sehari bisa empat
sampai lima kali ia nyanyikan. Dari liriknya, kedengaran banget lagu itu metopakan luapan emosi dan dendam membara.
Beberapa kalimatnya bahkan terdengar sadis meskipun tempo
lagunya siam melaut "Itu lagu tentang marah-marah ya, Cor?" tanya Sito ketika
pertama kali mendengar Coto bersenandung.
"Bukan. ini lagu cinta."
Jawaban Coto jelas membuat Saka dan Sito bingung. Belum
lagi setiap kali Saka menawarkan Coto memainkan lagu itu
untuk dimasukin dalam demo album mereka, cewek itu selalu
nolak. Alasannya lebih aneh lagi, belum ada judul.
"Kalau aku yang nyanyiin gimana?" Dengan pede Sito menawarkan diri. "Oh, tidaaak! Lebih baik terjun bebas dari Monas!"
Saka hanya tersenyum kalem seperti biasa mendengar
ocehan Siro dan Coro. Kemudian ia beranjak dari tempat
duduknya, "Eh" ayo, latihan. Abis itu kita langsung rekam,
ya..." Dengan sUSah payah Sito merayu sambil joget-joget India di
meja, akhirnya Coto setuju, lagu ciptaannya dimasukkan dalam
203 http :apustaka-indnblogspotcom
demo album. Itu juga karena bumbu-bumbu penjelasan dari
Saka tentang batas waktu penyerahan demo album yang tinggal insa dan mereka masih kurang satu lagu lagi.
Saka meminta Coro menyanyikan lagi lagu ciptaannya sendiri. Dido langsung mencoba bikin aransemen musiknya dengan
memakai perangkat laptop untuk mempersingkat waktu.
Tiga jam kemudian aransemen buatan Dido jadi dan langsung diperdengarkannya kepada Saka, Coto, dan Sito.
11Ini laguku?" tanya Coro setengah nggak percaya, lagu buatannya bisa terdengar keren ketika diramu oleh tangan Dido.
11Kalau aku teliti dari liriknya, bisa dibilang lagu ini menceritakan tentang seseorang yang disakiti oleh pacarnya. Orang
itu pun yakin suatu saat pacarnya akan menerima balasan atas
perbuatannya. Ya... sejenis karma mungkin. Jadi menurutku,
musik awalnya sengaja aku buat kosong. Makin lama makin
berisi. Trus pas nef; DAAARI Milsiknya lebih kenceng," ueap
Dido mencoba menjelaskan dengan pemikiran profesornya.
"Keren," Sito ikutan kagum.
"Menurut kalian judul yang cocok buat lagu ini apa?" Coto
minta pendapat. Sepi. Tak satu pun memberikan jawaban.
Karma. Sesuatu yang tidak dapat dilawan. Dalam pewayangan, hukum karma disimbolkan dengan Dewa Kala. Dikisahkan
bahwa jika ada seseorang yang egois dalam hidupnya, maka
Dewa Kala akan datang dan membinasakannya. Ya, Saka tahu
betul cerita itu. Bapak sering menceritakannya sewaktu ia masih kecil. 11Kala. Judulnya Kala," ujar Saka dengan pandangan menerawang. "Kala"!" Yang lain kompak bertanya.
"Ya. Dalam pewayangan, karma selalu identik dengan Batara
204 http :apustaka-indnblogspotcom
Kala. Dewa yang selalu hadir untuk memberi karma pada
orang-orang jahat di bumi."
"Cocok tuh!" Dido tiba"tiba komentar.
Saka menengok ke arah Coro, "Menurut kamu gimana,
Cor?" "EHEM! Kok Coto duluan yang ditanyain?" Sito bertanya
sambil pura-pura serius. "Ada... apa tuuuh".i"
"Yeee... itu kan memang lagu ciptaan dia. Lagian mendingan nanya Coto daripada nanya tikus curut."
"Hah"! Mana tikus cururnya, Sak?"
Saka tertawa kecil sambil menggeleng. Kemudian ia mengibaskan tangannya, "Langsung rekam, ya. Kamu yang record ya,
Sito.w Mulailah mereka merekam keempat lagu yang ingin dimasukkan dalam demo album. Makanya mereka bermain polpolan untuk mendapatkan hasil rekaman yang oke. Mereka
menutup lagu terakhir mereka dengan teriakan kompak.
"Eh, maaf. Yang tadi bisa diulang lagi, nggak?"
Semua mata menengok ke arah Sito yang terlihat nyengir
sambil menggaruk"garuk kepalanya.
"Maaf, lupa remrd. Hehehe?"
"SITOOO!" Cukup sudah. Saka nggak bisa menahannya lagi. Pulang latihan, diam-diam Saka bergegas ke rumah sakit untuk menjenguk
Putri. Namun, langkahnya terhenti ketika ia melihat kedua
orangtuanya sedang bersama adiknya. Mereka terlihat bahagia.


Rock N Roll Onthel Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

205 http :apustaka-indnblogspotcom
Kelihatan dari wajah-wajah mereka yang begitu bersinar, sepertinya Bapak sedang bercerita.
Saka kembali teringat masa kecilnya dulu di desa bersama
keluarganya. Setiap sore Bapak selalu duduk di teras rumahnya
membawa sekotak wayang dan bercerita kepada Saka dan Putri
mengenai tokoh-tokoh dalam pewayangan. Ibu biasanya membuatkan secangkir teh hangat dengan sepiring singkong rebUs
di meja, hasil kebun. Nggak jarang ketika Bapak sedang bercerita di teras rumah,
anak"anak kecil yang melintas di depan rumah mereka berhenti
hanya untuk mendengarkan Bapak bercerita dengan wayangnya. Makanya nggak mengherankan kalau banyak kisah pewayangan sudah mereka hafal sejak kecil. Bahkan, mereka menjadikan tokoh-tokoh pewayangan sebagai panutan.
"Kita diberikan ilmu agar bisa selalu berbuat baik kepada
orang, bukan untuk jadi semakin jahat. itu namanya ndak bersyukur, seperti Gatot Kaca ini. Dia menggunakan kesaktiannya
untuk menolong orang-orang yang lemah."
Saka selalu ingat kata-kata Bapak waktu itu ketika memainkan wayang Gatot Kaca. Ia pun tersenyum mengingatnya.
"Mas Saka?" Saka tersentak ketika dari kejauhan Purri mendapati dirinya
bersembunyi di balik tiang rumah sakit. Buru-buru Saka beranjak dari tempatnya dan berjalan pergi meninggalkan rumah
sakit. Semoga PUtri tidak menyadari bahwa orang yang dia
lihat adalah benar kakaknya.
Ruangan tersebur bercat biru langit. Dindingnya penuh dengan
206 http :apustaka-indnblogspotcom
foto serta penghargaan artis"artis yang dilahirkannya. Hawa
dingin langsung menyusuP ke balik pakaian Saka ketika ia memasuki ruangan tersebut. Mungkin AC di dalam ruangan
sengaja dipasang jin"! agar dapat menciptakan nuansa menegangkan bagi calon band yang ingin menawarkan demo.
Seorang lelaki berkacamata terlihat sedang duduk di meja
besar di ruangan tersebut. "Saya pernah beberapa kali melihat
kamu tampil dengan The Velders tiga tahun lalu di Gudang
Sembilan," ucap lelaki berkacamata itu sambil duduk di kursi
kulitnya yang besar. Dengan wajah tenang, Saka menjawab, "The Velders udah
bubar, Pak." Kemudian ia meletakkan CD bertuliskan demo
album di meja. Lalu perlahan ia geser CD itu ke arah lelaki
tersebut. "Ini band baru saya."
Lelaki berkacamata itu tersenyum lebar sambil menyulut rokok di tangannya, seakan tidak menyadari bahwa ia berada di
ruangan ber"AC. Ia mengangkat CD pemberian Saka dan membaca sampul depannya. "Nama hamilnya... The Fongers?"
Saka mengangguk. "Iya. Fongers itu salah satu merek sepeda
onthel, Pak." "Sepeda onthel" Kenapa kalian mengambil nama hand dari
nama sepeda?" "Life is iiize riding a Eiicyeie, to live." your &aianr'e, you must
keep moving. Sama seperti membentuk Band yang solid. Agar
bisa bertahan, kita harus selalu berjalan." Saka tersenyum. Jigolah yang menyumbangkan nama band itu. Dengan penjelasan
]igo yang mendetail, anak"anak langsung setuju.
Sesaat setelah itu sang produser ikur mengangguk tanpa ekspresi. Lalu tanpa meminta izin Saka, ia langsung memasukkan
CD tersebUt ke disk player yang terdapat di sebelah mejanya.
207 http :apustaka-indnblogspotcom
Saka terlihat deg-degan. Ia berharap lelaki itu akan menyukai lagu-lagu yang ia tawarkan dalam CD tersebut.
Ketika lagu pertama berkumandang, lelaki berkacamata itu
tampak menyandarkan tubuh dan memejamkan mata. Sulit
memastikan ia tertidur atau tidak. Karena tidak terlihat adanya
satu gerakan pun yang ia lakukan.
Sepuluh menit berlalu. Akhirnya, lagu terakhir pun selesai
didengarkan. Lelaki berkacamata itu membuka mata. Kemudian ia membenarkan posisi duduknya agar lebih formal.
Saka menanti jawaban lelaki itu dengan sabar. AC di ruangan itu membuat tubuhnya semakin menggigil.
"Apa sebelumnya kalian pernah manggung" Hmm" di kafe
mungkin?" Produser itu menatap wajah Saka serius.
Saka menggeleng. "Begini ya, dari segi musik, terus terang saya tertarik mengorbitkan kalian. Tapi kalau kalian belum pernah sekali pun
manggung, saya nggak berani jamin," ucapnya sambil menggeleng. Kemudian ia menggerak-gerakkan bolpoin di tangannya,
"Saka, kamu tau, sebuah hand itu bukan hanya musiknya yang
bagus. Tapi juga penampilan yang harus oke. Di Indonesia
banyak dana yang riziii-nya bagus tapi mereka tidak bisa
perfarm dengan baik. Hasilnya... mereka nggak akan bertahan
lama. Begitu juga sebaliknya."
"Jadi?" "Jadi kalian harus manggung dulu sebelum saya yakin memberikan kontrak untuk kalian."
"Baik. Saya akan coba manggung di kafe?"
"Bukan. Saya mau kalian tidak manggung di kafe."
"Maksud Bapak?"
Produser itu tersenyum misterius. Ia kembali menyandarkan
208 http :apustaka-indnblogspotcom
tubuhnya sambil membakar rokoknya. "Saya mau kalian manggung... di Gudang Sembilan. Gimana?"
Saka menatap wajah produser tersebut dengan tegang. Ia
berpikir sejenak. Kemudian kembali teringat dengan janji tanding band bersama Sisko di Gudang Sembilan yang sempat
mereka sepakati beberapa hari lalu. Mungkin produser itu bisa
sekalian datang. "Oke, Pak. Gimana kalau lusa?"
Produser itu tersenyum, "Oke. Lusa di Gudang Sembilan
akan menentukan nasib kontrak rekaman kalian."
"Gudang Sembilan"!"
Siro, Coro, dan Dido kompak bertanya balik ketika Saka
menjelaskan apa yang terjadi ketika menyerahkan demo
album. " Uedani Bisa habis kita di Gudang Sembilan!" Sito langsung
cint. Purus asa layaknya lelaki yang baru dipumsin sang pacar.
Coto dan Dido tampak membenamkan wajah pada bantal
sofa. Kalau saja mereka harUS tampil di kafe atau di tempat
lain, itu masih oke. Tapi ini Gudang Sembilan. Beda ceritanya.
Apalagi buat mereka yang bisa dibilang nana baru. Meskipun
sering latihan, tapi kan nggak menutup kemungkinan mereka
akan gagal di panggung Gudang Sembilan. Butuh waktu lama
untuk menghilangkan trauma gagal di Gudang Sembilan.
"Hei, kalian kenapa sih" Kita tuh ndak akan pernah tau kalau kita sanggup, sebelum mencoba, kan?"
Semua terdiam. Nggak ada satu pun yang berbicara. Apalagi
menyangkal ucapan Saka. 209 http :apustaka-indnblogspotcom
"Emang kamu sanggup, Sak?" Perlahan Coto bertanya.
Saka menarik napas panjang. "Aku ndak akan sanggup tanpa
kalian. Kita ini nanti, harus bersama-sama. Jadi gimana" Ada
yang mau ikur?" Saka bertanya sambil mengulurkan telapak
tangannya. "Aku ikur, Saki" Dengan cepat Coto berkata. Kemudian
meniban telapak tangan Saka dengan telapak tangannya.
Dido dan Sito berpandang"pandangan. Kemudian mereka
pun ikut melakukan hal yang sama.
"The Pengen are ready m Rock and Roll?"
Memang bukan perkara mudah kalau mau manggung di Gudang Sembilan. Banyak hal yang harus dipersiapkan. Sejak
awal Saka mewanti-wanti untuk nggak terlalu khawatir dengan
tanggapan orang-orang nanti di Gudang Sembilan.
"Yang penting kita udah berusaha main semaksimal mungkin," kata Saka. Sejak diberi tantangan oleh produser itu untuk manggung
di Gudang Sembilan, frekuensi latihan The Fongers jadi semakin sering. Sekarang sudah mulai mencoba-coba gaya manggung. Nggak jarang beberapa anak Soda diundang ke studio
Sito hanya untuk jadi juri dadakan. Kalau mereka sibuk semua, ya giliran Eyang Sito yang mendadak jadi juri. Meskipun
telinganya kurang bisa mendengar, setidaknya dia bisa liat
penampilan mereka. Dan hari yang dinanti-nantikan sekaligus ditakuri pun datang. Sito dari tadi mondar-mandir nggak jelas di kamarnya. Sese210 http :apustaka-indnblogspotcom
kali ia melihat cermin dan mencoba berbagai ekspresi wajah
ketika bermain drum. Kadang menarik mulutnya lebar-lebar,
kadang memonyongkan bibir, sambil tetap bergaya memukul
drum. Coto malahan cuma bisa tidur sebentar. Sisanya, ia sibuk
berlatih suara sambil mengunyah kencur dan jahe yang rasanya
pahit banget. Konon katanya kencur dan jahe bisa membuat
suara jadi serak-serak basah. Tapi Coro berharap semakin banyak ia mengunyah kencur dan jahe suaranya bisa melengking
kayak Freddie Mercury. Atau, kalaupun bisanya kayak Mariah
Carey juga nggak nolak. Cuma anehnya, semakin banyak makan kedua tanaman itu, ia jadi semakin sering pengin buang
gas alias kentut. Apa kedua tanaman itu juga bisa membuat
suara kentut menjadi lebih merdu"
Dido terlihat lebih tenang. Ia sibuk membersihkan ramtabie
dan alat"alat pendukung Perfennanee-nya nanti. Meskipun kelihatannya santai, tapi rambut Dido terlihat semakin jigrak kayak kesetrum. Ternyata, rambut Dido adalah satu-satunya
simbol perasaannya. Soalnya, cowok itu memang jarang banget
ngomong. Bahkan, anak"anak Soda pernah berpikir, Dido punya temen khayalan kayak di film Six Sense. Hiii...
Pagi-pagi Saka justru nekat ke rumah sakit menjenguk Purri.
Untungnya, Bapak-Ibu sedang tidak menunggui adiknya itu.
Hari ini adalah hari operasi kedua Putri. Gadis itu masih tertidur ketika Saka membuka pintu kamarnya. Perlahan Saka
mendekati tempat tidur Putri. Ia membawa kotak kecil berwarna ungu, warna kesukaan Putri.
Sebisa mungkin Saka tidak menimbulkan suara. Segala
gerak-geriknya ia buat sepelan mungkin. Ia tak mau adiknya
sampai terbangun dan melihatnya di sana. Ya, PUtri jangan
sampai tahu Saka datang menjenguknya pagi itu.
211 http :apustaka-indnblogspotcom
Saka menatap lembUt wajah adik kesayangannya. Wajah
Putri begitu tenang seperti bayi, seperti malaikat kecil. Polos
tanpa dosa. Terlihat wajah penyesalan yang tak bisa disamarkan
dari wajah Saka. Nggak seharusnya Putri mengalami ini semua.
Ia merasa, apa yang terjadi dengan Putri adalah kesalahannya. Perlahan Saka berbisik hingga Putri tak sanggup mendengarnya. "Put, hari ini kamu akan dioperasi lagi. Kamu pasti sembuh. Mas Saka janji, hari ini Mas Saka akan berjuang untukmu. Kita sama-sama berjuang. Apa pun yang terjadi, kamu
harus sembuh, Put. Harus sembuh." Saka bemsaha menahan
perih di hatinya. "Doakan Mas Saka ya, Put. Saat ini bukan
lagi masalah tampil di Gudang Sembilan yang Mas Saka takuti, Put. Tapi Mas Saka jauh lebih takut kalau harus melihat
kamu kehilangan kebahagiaanmu." Sesaat mata Saka terpejam,
seperti mengirimkan doa untuk Putri. Kemudian dengan hatihati ia meletakkan kotak ungu tadi di bawah telapak tangan
Putri. Lalu ia pun meninggalkan kamar Piatri.
Tak lama setelah Saka pergi, Putri terbangun dari tidurnya.
Ia heran ketika melihat kotak kecil di bawah telapak tangannya. Ia membuka penutupnya dan mengambil benda di dalamnya, sebuah iPod. Putri yakin sekali iPod itu milik kakaknya,
Saka. la mengenakan earphone dan menyalakan iPod tersebur
yang ternyata hanya berisi satu lagu.
Jam di dinding berjalan lambat. Sesaat lagi Putri akan dibawa ke ruang operasi. Para dokter dan asisten-asistennya tengah
bersiap-siap di sebuah ruangan mengenakan seragam biru
khusus. Salah seorang dokter melihat jam di tangannya, memperkirakan berapa waktu lagi yang masih tersisa.
Putri mendengarkan lagu dari iPod tersebut. Lagu itu sanggup membuatnya menikmati alunan musik rock and reli de212 http :apustaka-indnblogspotcom
ngan cara yang eukUp aneh, menangis. Putri menyimak setiap
kata yang dinyanyikan dalam lagu itu. Kata-katanya begitu
mencerminkan dirinya. Ia menangis karena Saka membuatkan
lagu untuknya. Saka begitu sayang dan peduli kepadanya. Lagu
itu begitu asyik didengar. Putri melihat ke layar iPod tersebut
dan membaca judul lagu untuknya itu. Lagu itu berjudul
Bidadari Rack anaJr Reli.
Gadang Semenan, madani. Sinting'. Gudang Sembilan malam itu memang parah ramainya. Itu terlihat dari banyaknya orang yang memarkirkan
motor hingga ke jalan-jalan. Saka sempat menyesal menantang
Sisko untuk adu banci hari ini karena ternyata Gudang Sembilan lebih ramai daripada biasanya. Tapi, ya sudahlah...
Taktik hami Sisko, Seven Eighty, untuk menarik massanya
ternyata dahsyat juga. Mereka bela-belain pasang poster Seven
Eighty di tembok, tiang, sampai emperan toko di sekeliling
Gudang Sembilan hingga suasana di sekitar Gudang Sembilan
nyaris mirip kampanye partai politik. Makanya nggak mengherankan kalau sebagian besar orang yang datang ke Gudang
Sembilan malam itu emang niat untuk menonton Seven
Eighty manggung. Bima memarkirkan mobil Jeep miliknya di tanah kosong tak
jauh dari Gudang Sembilan. Bima memang dirayu-rayu Dara
untuk ikUt ke Gudang Sembilan lantaran cuma dia yang punya
mobil cukup besar untuk mengangkut alat-alat &ana' The
Fongers. Lagi pula malam itu &ana' Saka butuh banyak SUporter.
Makanya, nggak cuma Bima yang ikut, tapi Jhony, Dara, dan
213 http :apustaka-indnblogspotcom
Ipank juga. Melanie rtandipr di rumah sakit menunggu operasi
Putri bersama kedua orangtua Saka. Sementara Aiko menjaga
Eyang Santoso di rumah.

Rock N Roll Onthel Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jhony datang berboncengan dengan Saka naik Vespa pinky.
Baru juga parkir, mereka berdua langsung dapat eekikikan gratis dari orang"orang yang juga ingin ke Gudang Sembilan.
Apalagi kalau bukan karena penampilan mereka yang cukup
aneh dipandang mata. Ada hal lucu yang terjadi sewaktu anak-anak berkumpul di
Soda sore tadi. Pasalnya, Siro datang membawa koper beroda.
Jhony yang melihatnya langsung berkomentar, "Kau kabur
dari rumah, ya?" "Ah, enggak! Aku cuma bingung pakai kostum apa ya buat
nanti malem" Jadi aku bawa banyak pilihan baju," jawab Siro
dengan tampang polos dan langsung dihujani tawa anak-anak.
Kembali ke Gudang Sembilan...
Ketika rombongan Saka berjalan menuju pintu masuk Gudang Sembilan, puluhan pasang mata menatap mereka dengan
aneh. Seakan mereka mutan anggota X"men yang nyasar pengin nonton musik mrk analr rofi.
Ketika memasuki pintu Gudang Sembilan, mereka disambur
lauran manusia yang sibuk bergoyang-goyang mengikuti musik
rani: and mil di atas panggung.
Boni yang melihat kehadiran Saka langsung melambaikan
tangan dan mendekati mereka. "Kamu bawa alat?" tanyanya
sambil menengok benda"benda yang dibawa oleh Saka dan
yang lain. Kemudian ia berkata, "Mendingan kamu taruh alat
di naekstage dulu. Sehabis ini Seven Eighty. Setelah itu baru
The Fongers." "Oke, Bon. Ykanib ya," ujar Saka, berjalan menuju belakang
panggung diikUti oleh anak-anak Soda lain.
214 http :apustaka-indnblogspotcom
Sampai di belakang panggung, tiba-tiba Sisko menghampiri
dan mencengkeram lengan Coto kencang hingga gadis itu kesakitan. "Kamu ngapain sama mereka"!" Sisko berkata keras penuh
emosi. "Sisko, apa-apaan sih?" Coro berUsaha melepaskan cengkeraman Sisko. "Kita tuh udah putus. Udah selesai!"
Saka menarik tangan Sisko nggak kalah keras untuk melepaskan cengkeramannya di lengan Coro. "Eh, kamu nggak punya
hak nyakitin personel &and"ku."
Sisko sedikit tersentak. "Apa" Personel bana kamu?" Sisko
menatap Coto semakin tajam. Wajahnya sangat beringas.
"Mendingan kamu pergi, Sisko," ucap Saka tenang.
Sisko menyeringai. Kemudian secepat kilat ia ingin melemparkan bogem mentah ke arah Saka. Tapi buru-buru ditahan
oleh personel Seven Eighty yang lain.
"Kita naik panggung sekarang." Dewo mengingatkan.
Sisko menggerakkan bahu, sebagai isyarat kepada temantemannya agar melepaskannya. Kemudian ia membetulkan
jaketnya dan mendekati Saka, "Inget perjanjian kita, Bos.
Fransisko Bramantyo nggak akan menyerah. Kita lihat siapa
yang akan tertawa belakangan." Kemudian Sisko naik ke panggung mengikuti teman-temannya.
Dimas yang naik panggung paling akhir sempat menengok
ke arah Saka dan berkata, "Maafin Sisko ya, Sak. Dia emang
gitu." Oke, harus diakui, penampilan Seven Eighty memang mengguncang Gudang Sembilan malam itu. Mereka kelihatan tampil pol-polan di panggung. Semua orang yang datang seperti
hafal betul lagu-lagu yang mereka bawakan. Mereka bernyanyi
215 http :apustaka-indnblogspotcom
layaknya kelompok paduan suara mengikUti setiap lagu yang
dibawakan Seven Eighty. Saka menengok dari balik panggung, melihat secara langsung
suasana penonton di sana. Giginya mengertak. Rasa takut sempat menghinggapi tubuhnya. Tapi buru-buru ia buang jauhjauh. Ia nggak boleh menyerah. Arjuna bisa disebut kesatria
karena berani maju berperang. Bukan menyerah sebelum perang. Saka menatap personel &and"nya satu per satu, kemudian
berjalan mendekati mereka. "Hai, kalian udah siap, kan?"
Tak satu pun menjawab pertanyaan Saka. Menengok pun
enggak. Mereka seperti sibuk menenangkan diri masing-masing. Nermm. Saka dapat memaklumi setelah apa yang mereka
lihat di panggung saat ini.
"Semua akan baik"baik aja kok."
"Sebelum kita ada tiga band yang udah manggung bawain
musik rani" ana' rail. Pasti giliran kita nanti penonton udah
pada capek joget-joget. Mereka nggak akan peduli sama penampilan kita." |Coro bicara dengan lemas. "Belum lagi musik kita
bukan pare men and roll. Tapi kita masukin unsur etnik yang
nggak pernah dipake di musik rack anar rail. Mereka belum
tentu bisa nerima, Sak," lanjut Coto.
WEH, yeah. Memang kalau dibandingkan dengan Jaane! Seven
Eighty, The Fongers bisa dibilang nggak ada apa-apanya. Tapi,
Saka yakin, mereka sanggup memberikan perlawanan yang
lumayan. "Udah santai aja. Paling apes juga penampilan kita
jelek. Gitu aja." "Yaaah... nggak mauuu!" Coro nggak terima.
"Nah, nggak mau, kan?" Saka tersenyum. Kemudian ia
berkata, "Gudang Sembilan itu tempat paling fair untuk menjajal keahlian kita bermusik. Kalau penampilan kita jelek, ya itu
risiko. Tandanya kita memang mnsti latihan lagi."
216 http :apustaka-indnblogspotcom
Dido terlihat sedang mendengarkan seorang cowok berambut gondrong kriwil, tanpa ekspresi. Si cowok gondrong tampak berapi-api menceritakan tentang alat-alat musik.
"Kemarin aku nyobain mx AC30. Suaranya... beeeh... tebel
gilaaa...!" "Oh." "Lebih keren daripada Laney GH100L. Lebih nendang,
Man!" "Hmm. "Yah meskipun Paul Gilbert pake itu. Tetep aja mantaaaf!"
"Keren." Selama cowok gondrong itu ngomong, Dido tak henti-hentinya menjawab dengan kata, "Oh, hmm, keren." Tanpa ekspresi. Habisan cowok gondrong itu bicara tanpa titik dan koma.
"Kamu punya sendiri?" tanya Dido tiba-tiba. Membuat cowok gondrong itu langsung nyengir dan menggaruk"garukkan
kepalanya. "Hehe... minjem sih."
"SAKA!!!" Tiba"tiba Jhony datang sambil teriak-teriak karena
musik di panggung yang keras. "Sak, Siro nggak mau keluar
dari toilet tuh!" Buru-buru Saka, Coro, dan Dido berlari ke arah toilet mengikuti Jhony. Tiba di depan toilet, Saka langsung mengetuk pintu toilet,
"Siro, buka pintunya Sito."
"AKU NGGAK MAU!"
"Sito! Buka pintunya dong, bentar lagi kita tampil." Coto
ikutan panik. "Aku sakit perut."
"Sito, jangan bercanda!"
"Pengin buang air besar?"
217 http :apustaka-indnblogspotcom
"SITOOO!" Tiba-tiba terdengar isakan tangis dari dalam toilet. Saka jadi
nggak enak hati. "Siro, aku tau kalau kamu nervanr. Kita semua juga nervous.
Tapi bukan berarti kita mau nyerah gitu aja kan, To." Wajah
Saka menempel pada pintu toilet. Ia juga panik menghadapi
Sito yang mendadak bertingkah begitu.
"Aku... aku nggak mau tampil. A-aku nggak bisa?"
"Ayo dong, Sito, percuma kan kita udah latihan mati-matian untuk malam ini kalau ujung-ujungnya kita gagal tampil."
Coto ikutan kebawa emosi.
Sambil sesegukan, terdengar suara Siro dari dalam toilet.
"Kalian liat sendiri kan di luar sana. Kita nggak bisa apa-apa
dibandingkan dengan Seven Eighty. Kunto Seven Eighty itu
pernah jadi drummer terbaik di festival hanzi nasional. Dia jago
banget! Aku... aku grogi main di depan dia nanti..."
Dara malahan cekikikan bareng Jhony. Ucapan Sito bamsan
mirip kayak omongan cowok yang grogi dilihat sama cewek
cakep yang dia taksir. Apa jangan-jangan Sito homo"!
"Siro, denger kata-kata aku, ya?" Saka berkata sambil kembali merapatkan tubuhnya ke pintu toilet, "Kamu percaya
sama aku, kan?" Siro terdiam sejenak. Kemudian ia menjawab, "Kamu satusatunya orang yang bisa aku percaya, Sak."
"To, ndak ada alasan yang tepat untuk kamu ndak tampil
malam ini." Saka berusaha meyakinkan. "Denger, kamu itu
jago drum, Siro. Kamu itu jago. Bahkan, jauh lebih jago dibandingkan dengan Kunto yang pernah nyabet gelar drummer
terbaik sekalipun. Kalau kamu ndak lebih baik daripada
Kunto, aku nggak mungkin langsung milih kamu untuk bergabung dengan band ini. Kamu percaya kan, Siro?"
218 http :apustaka-indnblogspotcom
"Ta-tapi . . . "
"Sito, kalau kamu berpikir kamu ndak bisa, ya selamanya
ndak akan pernah bisa. Masalahnya bukan di permainan drum
kamu. Masalah sebenarnya ada di dalam diri kamu sendiri."
Agak lama mereka hening hingga akhirnya pintu toilet itu
perlahan terbuka. Terlihat Sito yang duduk di kloset dengan
tatapan berkaea-kaca. Semua tampak lega melihat Sito yang
membuka pintu toilet. Dengan cepat Coro menarik tangan Sito, "Cincin, Sito, bentar lagi kita naik panggung."
"Eiiit... tunggu, tunggu. Aku boleh pake ember ini, ya?"
ucap Siro sambil menutupi kepalanya dengan ember di toilet. "Heh! Buka!" Coto berkata tegas.
Perlahan Siro membuka ember tersebut dan pasrah mengikuti langkah Coto. Tiba di belakang panggung, ternyata situasi justru semakin
tak terkendali. Dido, Saka, Coro, dan Sito buru-buru mempersiapkan peralatan "tempur" mereka yang masih terbungkus
manis di dalam tas masing-masing. Padahal Seven Eighty sudah masuk lagu terakhir. Siro juga langsung buru-buru membuka celana panjangnya,
hanya mengenakan celana pendek yang sudah ia dobel. Tindakannya sempat membuat orang-orang di sekitar mereka bengong, dan Sito nyaris dikira sakit jiwa.
Seven Eighty menutup penampilan mereka dengan sorak"sorai penonton yang menginginkan mereka tampil kembali.
Sisko tiba-tiba merebut mie di tangan Dewo. Kemudian dengan gaya sempoyongan seperti biasa, ia berkata, "Thanks...
thanks, yaaa! Siapa yang menganggap Gudang Sembilan hanya
untuk orang-orang yang punya skill musik angkat tangan!!!"
219 http :apustaka-indnblogspotcom
Sorakan penonton bergemuruh di seluruh ruangan. Semuanya mengacungkan tangan tinggi-tinggi.
"Siapa di antara kalian yang setuju kalau Gudang Sembilan
adalah tempat paling fair untuk menilai skill musik?" Lagi-lagi
semua orang mengacungkan tangan. Sisko menengok sekilas
ke arah Saka yang berdiri di samping panggung. Kemudian ia
berpaling kembali kepada penonton, "Sekarang aku tantang
kalian semua di sini. Kalau kalian masih pengin lihat Seven
Eighty tampil lagi di Gudang Sembilan, kalian semua musti
fair. Siapa di antara Seven Eighty... atau band DIA..." tunjuk
Sisko lurus pada Saka, "yang lebih berhak tampil lagi di panggung Gudang Sembilan!!!" Ucapan Sisko mendapat teriakan
semangat dari seluruh penonton Gudang Sembilan. Sambil
tersenyum menyebalkan, Sisko turun dari panggung. Kemudian
ia menunjuk ke arah Saka, dan berkata, "Mati, Lo!"
Saka berusaha tak menanggapi. Sisko pasti sengaja membuatnya jiber duluan. Ia kembali fokUs untuk naik panggung. Dalam hati sebenarnya ia grogi juga.
Di panggung, terlihat MC Gudang Sembilan habis disoraki
penonton yang tidak terima kalau Seven Eighty turun panggung. Namun dengan segudang jurus yang biasa dimiliki MC,
ia dapat mengendalikan massa. Karena bingung musti mengoceh apa lagi, MC itu pun berteriak, "Kita sambut... THE
FONGERS!" Hening. Tak satu pun pengunjung Gudang Sembilan bersuara. Saking heningnya sampai-sampai suara dengung fedbaek
dari mie terdengar cukup memekakkan telinga.
Sekilas terlihat Sisko menyeringai, tertawa penuh kemenangan. Ia merasa piala kemenangan sudah di tangannya.
Saka menghela napas panjang. Kemudian dengan sekali
entakan kaki, Saka menaiki panggung. "Let" do it.!)
220 http :apustaka-indnblogspotcom
"APA KABAR, GUDANG SEMBILAAAN?" Coro berusaha
seasyik mungkin di atas panggung. Ia mengangkat tangannya
lebar-lebar. Tetap tidak ada suara yang terdengar. Bahkan, banyak orang
sudah mulai keluar dari pintu Gudang Sembilan, menganggap
acara sudah selesai. "Baik, Mbak," jawab seorang cowok dengan penampilan
glammek datar tanpa ekspresi.
Salah seorang penonton berbisik, "Lumayanlah ada vokalis
cewek. Setidaknya segeran dikit kalau musiknya ternyata
kmr." "TURUN! TURUN!" Terdengar suara seseorang yang bertindak sebagai provokator. Gara-gara dia, akhirnya banyak yang
ikut-ikutan berteriak, "TURUN! TURUN! NGGAK
ASYIHK!" Saka menengok ke arah Dido. Kemudian ia mengangguk,
mengisyaratkan Dido agar langsung memulai tanpa memedulikan teriakan orang-orang.
Dido mulai sibuk memainkan peralatannya. Menimbulkan
suara-suara etnik yang terdengar unik, namun modern.
"WO" ini tempat mei! and reli! Bukan karawitan!" teriak
salah seorang penonton disertai rawa yang cukup mengganggu.
Situasi menjadi tegang.

Rock N Roll Onthel Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saka dan yang lainnya tak peduli dengan cemooh orangorang di Gudang Sembilan tersebur. Mereka malah semakin
fokus pada alat mereka masing-masing.
Sito mengangkat stik drum di tangannya ke atas kepala. Kemudian memUtar-mutarnya dan" Drang irak... tirang trak...
ratataiak... arung... trak... taratamtaratamkiak... a'es cier ah."
Mendadak penonton di Gudang Sembilan berhenti mencemooh. Wajah-wajah mereka terlihat bengong menatap ke pang221 http :apustaka-indnblogspotcom
gung. Beberapa di antara penonton yang ingin meninggalkan
Gudang Sembilan menghentikan langkahnya dan berpaling ke
panggung. Jelas sekali mereka kaget mendengar melodi musik
rock and rail yang dipadukan dengan musik etnik. Perpaduan
genre musik yang nyaris mustahil.
Saka mulai memainkan gitarnya untuk memperkaya musik
Dido dan Siro. Coro melangkah mendekati mie dan tangannya meraih
pengeras suara itu, mantap. Kemudian ia mengeluarkan suaranya yang serak"serak basah, menyanyikan lagu berjudul Biak:dari Rack and Rail Sisko terkejut melihat Coro bernyanyi. Sejak kapan Coto
bisa menyanyikan lagu rani- ana' rail" Kenapa ia tak pernah
tahu" Di atas panggung, Saka asyik dengan gitarnya. Kelihaiannya
bermain gitar karena kebiasaannya berlatih memetik gitar setiap
hari, membuahkan hasil maksimal. la memejamkan matanya
sesaat dan merasakan embusan angin menggelitik telinganya.
Hatinya begitu damai. Namun, itu semua hanya memunculkan
senyuman di wajahnya. Senyuman kebahagiaan. Sebagai tanda
bahwa kenangan lamanya tetap ada di hatinya dan sesekali
menggelitik jiwanya. Siro terlihat semangat menggebuk drumnya, begitu pun
Saka yang memperlihatkan kelihaiannya memetik senar gitar,
dan Coto terlihat mengeluarkan vokal terbaiknya selama latihan. Dido nggak kalah gokil. Ia dengan lihai membuat nadanada fantastis yang memperkaya musik band mereka.
Terlihat beberapa orang mengangguk"anggukkan kepala
mengikuri musik yang dibawakan The Fongers. Semakin lama
semakin banyak yang mulai terhipnotis dengan penampilan
mereka. 222 http :apustaka-indnblogspotcom
"YEAAAH!" teriak seorang cowok dari belakang kerumunan.
Mendadak ia melompat dan membaur ke barisan di depan
panggung. Membuat penonton lain mulai terbawa suasana.
Ikut bergoyang. Sisko bersama anak-anak Seven Eighty berdiri berjejer di
samping panggung, melihat penampilan The Fongers. Terlihat
wajah Sisko dipenuhi emosi yang bergejolak. Deretan giginya
bergemeletuk. Tangannya mengepal. Namun, hanya ada satu
orang di antara mereka yang tersenyum melihat penampilan
nana Saka; Dimas. The Fongers berhasil mengguncang Gudang Sembilan malam
itu. Mereka memperkenalkan lagu-lagu baru yang langsung
dihafal oleh orang"orang yang datang pada malam itu ke Gudang Sembilan. Mereka membuktikan bahwa nanaI baru juga
mampu memberikan hiburan yang asyik di tempat seangker
Gudang Sembilan. Sito kembali mengangkat stik drum ke atas kepalanya. Kali
ini kedua stik tersebut ia silangkan, sebagai tanda perdamaian
dan penutup lagu. Tak disangka ternyata penonton telah merapat ke depan
panggung sejak tadi untuk menikmati penampilan mereka.
Gudang Sembilan menjadi bergetar dengan suara sorak-sorai
penonton, tepuk tangan, teriakan, bahkan siulan tajam yang
ditujukan ke arah panggung. Coto refleks memeluk Saka saking girangnya. Sito yang bengong melihat peristiwa itu spontan mengucap,
"Wow! " 223 http :apustaka-indnblogspotcom
Di tempat lain, suara alat pendeteksi jantung terdengar. Wajahwajah cemas terlihat jelas menunggu di depan ruangan tersebut. Saat ini Purri sedang menjalani operasinya yang kedua. Sudah hampir satu jam Putri berada di ruang operasi. Wajahnya
terlihat tertidur tenang karena pengaruh obat bius. Sementara,
para dokter dengan seragam operasi tampak berkonsentrasi.
Sesekali ia menengok ke arah alat pendeteksi jantung untuk
memastikan keadaan Putri.
Seorang suster berdiri di samping dokter operasi dengan membawa aneka peralatan yang dibutuhkan. Ia dengan sigap memberikan alat yang dibutuhkan sang dokter. Sesekali ia mengusap"
kan kain pada kening dokter untuk menghilangkan keringat.
"Ini harus ditopang terlebih dahulu."
"Baik, Dok." "Semoga semuanya berhasil dengan baik."
Di Gudang Sembilan, suasana semakin ramai dengan sorakan
penonton. Boni, pemilik Gudang Sembilan mendadak naik ke panggung, berbicara di mie. "Aku minta tenang dulu." Setelah Boni
mengeluarkan kalimat pertamanya, Gudang Sembilan mendadak senyap. Boni kembali berbicara, "Sekarang saatnya kalian
fair!" ucap Boni sambil memanggil Seven Eighty untuk naik
ke panggung. "Siapa di antara kalian yang ingin Seven Eighty
tampil di Gudang Sembilan?"
"YEEEAAAH!" Terdengar teriakan dari orang-orang yang
berdiri di sudut ruangan.
224 http :apustaka-indnblogspotcom
Boni mengangguk, "Oke, sekarang siapa yang memilih The
Fongers?" Ruangan itu bergema, seperti bom yang baru saja diledakkan. Hampir seluruh orang di dalam Gudang Sembilan meneriakkan hal yang sama. Mereka menginginkan The Fongers
kembali tampil. "Jadi jelas siapa yang akan tampil lagi di Gudang Sembilan.
Sesuai tradisi di tempat ini, apa perlakuan yang paling sesuai?"
Boni kembali berteriak. Mendadak botol-botol minuman plastik beterbangan ke arah
panggung, menuju Seven Eighty. Ya, memang seperti itulah
tradisi turun-temurun di Gudang Sembilan.
Dengan cepat Saka mengambil mie dari tangan Boni.
"STOP! STOP! STOP!"
Botol terakhir tak berhasil dihentikan dan mendarat mulus
di kepala Kunto. "Temen-temen, aku minta kalian tenang!" Saka berkata. Kemudian ia melanjutkan, "Aku tau tradisi melempar barang ke
panggung memang nahh pernah bisa dilepaskan dari Gudang
Sembilan. Tapi Jjcn'ein'e, coba ubah pola pikir kalian yang menganggap musik yang bukan satu selera dengan kalian adalah
mnsik sampah. Gudang Sembilan adalah media ekspresi. Siapa
pun yang mencintai musik boleh datang ke sini. Pop, dangdut,
hip-nap, me)"! and roll..."
Orang"orang berseru kompak ketika Saka menyebut rank
ana' rail. Sebagian mengangguk"anggukkan kepalanya.
"Semua musik diterima di Gudang Sembilan. Jadi anak
diana jangan pieik"pieik amat. Sah-sah aja kalau kalian menyukai jenis musik tertentu. Tapi, bukan berarti musik lain adalah
sampah. Musik itu seni, jiwa, dan ekspresi. Lewat musik kita
225 http :apustaka-indnblogspotcom
bisa menghilangkan perbedaan. Lewat musik kita bisa bersahabat. KITA BISA BERSATUUU!"
"YEEEAAAH!" Suara teriakan kembali menggelora. Seakan
setuju dengan apa yang Saka ucapkan barusan. Sekoyong-koyong semua orang mengangkat tangan dan membentuk tanda
silang dengan pergelangan tangan mereka sebagai tanda perdamaian. Malam itu menjadi malam yang tak terlupakan bagi The
Fongers. Karena untuk pertama kalinya mereka berhasil dengan
sukses manggung di Gudang Sembilan. Saka yakin Indah melihatnya dan tersenyum di atas sana.
Sisko terlihat semakin emosi. Api seakan menyala di pUpil
matanya. Ia tak terima kekalahan ini. Sejujurnya, ia tak pernah
menerima kekalahan. Ciri-ciri pecundang memang ada dalam
dirinya. Dengan cepat Sisko mengambil gitar yang berada di
belakangnya dan dalam hitungan detik ia empaskan gitar tersebut ke kepala Saka tanpa satu orang pun sanggup menahannya.
BRAAAKI Sekuat tenaga Dimas menarik kerah baju Sisko. Menghantam kepala Sisko dengan kepalan tangannya. Ia memukulnya
bertubi"tubi hingga Sisko tak mampu bangkit. Buru-buru
Dimas ke arah Saka, menolongnya.
Pelan... semua seakan bergerak lambat. Siam matian. Saka
merasakan pandangannya kabur. Ia merasakan kepalanya berat.
Semakin lama semakin berat. Suara orang"orang yang memanggil-manggil namanya perlahan menjauh, menghilang. Di kegelapan, wajah Indah muncul dengan senyuman lembutnya. Benaknya seakan mengulang banyak peristiwa. Indah, Putri,
Bapak, Coro, ]igo, Soda, sekolah musik, Gudang Sembilan
dan." Gubraaak! Saka tersungkur, jatuh dari panggung, di
226 http :apustaka-indnblogspotcom
tengah-tengah lautan manusia di Gudang Sembilan yang perlahan menyingkir. Semua menjadi gelap...
Ada yang tahu Kurt Cobain" Vokalis Nirvana yang meninggal
karena overdosis" Atau John Lennon, vokalis The Beatles yang
meninggal karena dibunuh oleh _fans-nya sendiri" Atau Sid
Vieious" Basrirt band fenomenal yang juga meninggal karena
benda laknat bernama narkoba" Janis ]oplin, Jim Morrison,
Jimi Hendrix" dan sederet nama musisi lainnya.
Ada kesamaan di antara mereka semua. Ya, mereka meninggal dunia di usia muda dan menjadi legenda. Seandainya saat
ini mereka masih hidup, pasti mereka akan membuat karyakarya fantastis yang jauh lebih banyak. Mereka pun pasti akan
merasakan sensasi di atas panggung lebih lama. Tapi ternyata
Tuhan hanya memberikan umur pendek kepada mereka. Namun, karya mereka tetap hidup hingga saat ini.
Pagi itu Coto berdiri di sebelah Siro. Mata keduanya tampak berkaca-kaca menatap pada satu titik. Tak lama air mata
menetes di pelupuk mata Coto. Ia begitu cengeng pagi itu.
Kali ini Sito terlihat manja dengan memegangi lengan Coto
sambil sesegukan. Mereka menangis.
Mereka berada di ruangan berdinding putih bersama dengan
anak-anak Soda. Di hadapan mereka tubuh Saka terbujur kaku dengan mata
terpejam. Wajahnya begitu tenang, damai tanpa beban. Mungkin ini pertama kalinya Coto, Sito, dan anak"anak Soda melihat cowok itu dapat tertidur nyenyak. Selama ini Saka selalu
227 http :apustaka-indnblogspotcom
bekerja keras tak kenal waktu. Semua tahu itu. Saka memang
pekerja keras. Jam di dinding menunjukkan pukul dua belas siang. Perlahan Saka membuka mata. Semula samar namun kemudian
semakin jelas. Ada anak"anak Soda di sana. Ada Coro dan Sito
juga. Semua menatap ke arahnya. Coto dan Sito tampak terisak-isak. Apakah Saka telah meninggal"
"Saka banguuun!" Coro tiba-tiba berteriak girang dan langsung memeluk tubuh Saka erat. Saking senangnya tanpa sadar
ia menciumi wajah Saka dengan cepat. Membuat ]hony langsung mendeham. Coto yang tersadar di ruangan itu banyak
orang, langsung menjaga sikap. Malu.
"Aku. .." Saka tak melanjutkan kalimatnya. Kepalanya begitu
sakit, seperti terkena benturan yang sangat keras.
"Kamu sempet pingsan di Gudang Sembilan, Sak. Kata dokter, benturannya nggak terlalu keras. Jadi efeknya nggak terlalu
parah." Bima berkata tenang. "Kemarin Sisko ditangkep polisi.
Ternyata dia udah lama jadi target incaran polisi karena kaSUS
narkoba." "Terus, kenapa Coto dan Sito... nangis?"
"Woy, kok kalian malah pada nangis sih" Seharusnya kalian
bersyukur dooong...!" Dara menepuk pundak Coto dan Sito
bersamaan. Kemudian ia ikur menatap benda di tangan mereka. "Ini nih masalahnya," ucap Dara, memberikan sebuah majalah kepada Saka. "Aku terharu, Sak" untuk pertama kalinya aku lihat artikel
mengenai nand-ku di majalah musik pagi ini. Bersebelahan
dengan artikel The Beatles, Nirvana... Oooh..." ucap Sito,
seakan-akan ingin memegang majalah itu. Lalu dengan polosnya ia melanjutkan kalimatnya, "Aku pikir kamu bakalan
matiii, jadi nggak bisa melihat ini semua..."
228 http :apustaka-indnblogspotcom
"Iya, nggak sia-sia kita latihan selama ini." Coro ikut menimpali sambil ikutan sesegukan. Berlebihan.
Saka menengok ke arah Bima yang berdiri bersebelahan dengan Melanie. "PUtri gimana, Mas?"
Bima tersenyum. "Operasinya berjalan lancar, Bim. Putri
sedang dalam proses pemulihan. Mungkin setelah semuanya
selesai, besok Putri mau langsung dibawa orangtuamu kembali
ke Solo." Saka tertegun. Kemudian ia mengangguk pelan. Bersyukur
karena operasi kedua Putri berjalan lancar dan juga sedih karena ia tidak bisa mendampingi Putri sebagai kakak yang berKeesokan harinya, Saka ke rumah sakit untuk meminta slip sisa
tanggung jawab. tagihan biaya perawatan dan operasi Putri, Saka langsung menuju bagian administrasi rumah sakit tempat Putri dirawat.
Ia langsung disambut oleh wanita setengah baya dengan
perawakan jenjang di balik meja. Wanita tersebut mengucapkan
kalimat yang membuat Saka cukup heran.
"Seluruh biayanya sudah lunas, Mas."
Saka mengerurkan kening, "Coba dicek lagi deh, Mbak.
Kayaknya ada kesalahan."
Petugas administrasi tampak mengecek data di komputer.
"Bener kok, Mas. Di sini tertulis seperti itu."
Saka berpikir keras. Siapa orang yang membayar lunas biaya


Rock N Roll Onthel Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

operasi Putri" ]elas-jelas Eyang Santoso belum memberikan
uang kepadanya. Apa mungkin Eyang Santoso meminta tolong
229 http :apustaka-indnblogspotcom
salah seorang anak Soda untuk membayarkan langsung ke rumah sakit" Tapi, kenapa Saka tidak diberitahu"
ie" Pada suatu pagi yang cerah, Saka sedang membereskan wayang-wayang di kamarnya. Dengan teliti ia membersihkan setiap lekukan pada wayangnya tersebut. Ia terhenti ketika sebuah suara mengagetkannya.
"Wayangnya mulu yang diperhatiin. Lama-lama Mas Saka
jadi mirip banget sama Bapak..."
Saka menengok ke arah datangnya suara dan mendapati seorang cewek berkursi roda tersenyum manis ke arahnya.
"Purri?" "Iiih... Mas Saka kayak liat setan aja, deh?" ucap cewek
itu sambil cemberut. Khas Putri.
"Kamu kok?""
"Hehe... kaget, kan?" Putri nyengir. "Kata dokter, Purri jangan kebanyakan gerak dulu. Mas Saka ke sini dooong!"
Saka tersenyum. Kemudian ia merentangkan tangannya
lebar-lebar dan berjalan mendekati Purri. Memeluknya erat.
"Mas Saka seneng ngeliat kamu sembuh, Put."
Putri tersenyum di dalam pelukan Saka. "Maahn Putri udah
bikin Mas Saka repot. Makasih buat semua yang udah Mas
Saka lakuin untuk Putri."
"Maaf, maaf. Emangnya Lebaran!" ucap Saka sambil terus
memeluk adik kesayangannya itu. "Ngomong"ngomong..."
Saka melepaskan pelukannya. "Dimas mana?"
Putri langsung belingsatan. Kenapa Mas Saka menanyakan
Dimas" "Mas, PUtri mau minta maalC lagi untuk Dimas. Ini
230 http :apustaka-indnblogspotcom
semua bukan salah dia, Mas. Ini semua salah PUtri. Aku yang
bikin ini semua terjadi. Dimas ndak salah apa-apa. Dimas
cuma berusaha menolong. Dimas cuma?"
"Kamu pacaran sama Dimas, ya?" tanya Saka memotong
ucapan Putri yang bertubi-tubi. Ekspresi wajahnya tenang.
Sulit menebak maksud pertanyaannya.
Dengan wajah pueat ketakutan, Purri mengangguk pelan.
Saka tersenyum. "Mas Saka cuma mau bilang, Dimas itu
cowok baik. Kamu udah cukup dewasa untuk memilih siapa
yang berhak kamu pilih."
"Ma"maksud Mas Saka?"
Saka menatap PUtri dengan senyuman tulus. Kemudian ia
mengangguk. "Mas Saka tahu betul siapa Dimas. Dia teman
terbaik yang pernah Mas Saka kenal selama ini."
Serta-merta Putri kembali memeluk Saka bahagia. Gadis itu
membisikkan kalimat di telinga Saka, "Purri juga setuju, Mbak
Coto jadi kakak ipar Purri..."
Saka tertawa kecil. Kemudian berbisik pelan, "Pasti Putri
mau minta diajarin gitar sama dia. Curang kamu!"
"Iya, betul sekali!" jawab Purri sambil nyengir. Kemudian ia
kembali berkata, "Mas, ada yang nyariin tuh," ucap Purri sambil menunjuk dengan dagunya ke arah pintu kamar.
Saka menengok dan melihat seorang lelaki berdiri di pintu
kamar. "Bapak?" Saka langsung beranjak dari tempat duduknya
dan mencium tangan bapaknya.
Bapak berjalan pelan memasuki kamar Saka sambil menenteng map berwarna biru. Baru kali ini Bapak masuk kamar
Saka di Soda. Wajah Bapak terlihat datar tanpa ekspresi. Kemudian Bapak memberikan map biru di tangannya kepada Saka
tanpa sepatah kata pun. Saka menerima map pemberian Bapak dan membukanya. Ia
231 http :apustaka-indnblogspotcom
terkejut ketika melihat isi map itu. Sebuah jadwal kuliah, kartu
mahasiswa dengan namanya, buku tata tertib kampus, dan
kelengkapan yang biasa diberikan kepada mahasiswa baru pada
umumnya. Bapak melihat koleksi wayang milik Saka yang berserakan.
Dalam hati ia begitu terkejut mengetahui anak lelakinya masih
mengoleksi wayang sebanyak itu di kamarnya. Tadinya ia berpikir, Saka tak pernah peduli lagi dengan wayang-wayang itu.
lelaki itu mengambil salah satu wayang dan menggerakkannya.
"Sewaktu Bapak kuliah di Tokyo, banyak sekali teman Bapak
yang merupakan orang Jepang asli menjadi sinden setiap kali
Bapak mendalang. Bukan hanya menyinden, tapi bahasa Jawa
mereka juga lancar. Orang-orang Jepang banyak yang antUsias
untuk belajar kebudayaan kita." Bapak melemparkan wayang
di tangannya, kemudian menangkapnya kembali dengan cekatan. "Selama ini Bapak melarang kamu menjadi anak hand hanya karena Bapak takut kamu melupakan budayamu sendiri.
MeIUpakan jati dirimu. Negara kita butuh generasi penerus
untuk melestarikan budaya nenek moyang kita."
"Saka ndak pernah melupakan itu semua, Pak."
Bapak menatap Saka sambil mengangguk. Segurat perasaan
bangga terpancar dari sudut bola matanya.
"Ini..." Saka menunjuk pada map yang tadi diberikan oleh
Bapak dengan segenap pertanyaan di kepala.
"Itu dokumen lengkap sekolah mnsik jogja yang ingin kamu
masuki." Saka terdiam menunggu kalimat selanjutnya yang akan keluar dari mulut Bapak. "Beberapa hari lalu Bapak masuk kamarmu. Tanpa sengaja
Bapak menemukan surat di tong sampah. Isinya ternyata pernyataan kamu diterima di sekolah mUsik yang kamu inginkan
232 http :apustaka-indnblogspotcom
itu." Bapak berkata sambil meletakkan wayang di tangannya
perlahan. Lelaki itu menatap wajah anak laki-lakinya tajam.
"Bapak telah mengurus semua administrasinya. Bulan depan
kamu masuk sekolah itu."
Saka tersentak mendengar kalimat yang dilontarkan Bapak
barusan. Alisnya menyatu, membuat keruran di sekitar dahinya. "Saka, sejak kecil Bapak mengajarkan kamu untuk bersikap
layaknya kesatria sejati. Selama ini Bapak sengaja membiarkan
kamu menentukan jalan hidupmu sendiri. Karena kesatria pasti
mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya dan
orang lain. Kamu pernah berjanji akan bertanggung jawab atas
apa yang menimpa PUtri. Kamu telah menepati janjimu, Saka.
Kamu bekerja keras untuk bisa membiayai operasi Putri hingga
adikmu bisa sembuh. Kesatria sejati tak pernah mengingkari
janji." Bapak menepuk bahu Saka. "Atas semua yang telah
kamu lakukan dan kesungguhan kamu, Bapak mengizinkanmu
bersekolah di sekolah mnsik di jogja."
Saka mencium tangan Bapak dengan bahagia. Baru kali ini
ia merasakan dirinya begitu dekat dengan Bapak. Selama ini
Bapak selalu bersikap dingin dan tegas. Bahkan, Bapak adalah
orang pertama yang melarang Saka untuk menjadi musisi.
Tapi, sekarang. . . 233 http :apustaka-indnblogspotcom
KEMARIN Saka baru tahu, Bapak"lah yang ternyata membayar lunas biaya operasi Putri. Bapak pun menolak ketika Saka
ingin menggantinya. Tak lama kemudian, The Fongers menandatangani kontrak
rekaman dengan produser. Nggak mengherankan karena melihat penampilan mereka yang luar biasa di Gudang Sembilan
kemarin, repasti produser langsung mengajukan surat kontrak
untuk menawari mereka rekaman.
Semenjak surat keramat itu selesai ditandatangani, kehidupan anak"anak The Fongers mendadak berubah. Mereka jadi
supersibuk menggarap album. Belum lagi jadwal manggung
mereka yang semakin padat. Pastinya pundi-pundi uang yang
mereka peroleh pun lumayan untuk mentraktir bakso satu
kelurahan. Selain itu, entah dari mana asalnya, CD bajakan album
mereka marak banget di pedagang kaki lima. Namun efek dari
itu semua, lagu mereka jadi banyak yang tahu karena sering
diputar di kios-kios. 234 http :apustaka-indnblogspotcom
Sito membelikan alat bantu dengar untuk eyangnya. Sementara Dido semakin ekstrem mencampuradukkan suara-suara
alat musik etnik di dalam musik The Fongers.
Coto ternyata juga terdaftar di sekolah musik terkenal di
Jogja itu bersama Saka. Namun, Coro memilih jurusan yang
berbeda dengan Saka. Coro mengambil seni suara. Sementara,
Saka mengambil jurusan seni musik tradisional karena ingin
memperdalam kemampuannya di musik tersebut.
Memang banyak fam The Fongers yang menginginkan Saka
dan Coro pacaran karena mereka terlihat serasi dan kompak.
Tapi nggak sedikit pula yang sirik. Terutama cewek-oewek yang
mendadak ngefans sama Saka, termasuk geng centil Celia dan
Dinar. Tapi Coto dan Saka nggak ambil pusing. Mereka tetap
profesional di The Fongers.
Seven Eighty bubar karena Sisko di penjara. Kunto pun
menghilang entah ke mana. Sejak itu Dimas resmi jadi barsist
baru The Fongers. Sejak awal The Fongers memang kekurangan
hasrat. _jadi ketika Dimas masuk, mUSik mereka menjadi semaie" "Suara kamu lagi oke kan, Cor?"
"Oke banget. Nggak sabar aku pengin teriak-teriak. Ngegm") *" "Dido gimana?" kl 1'1 bernyawa. "Aku nggak pernah sesiap ini, Dim. Kamu?"
"Jari aku udah nggak tahan pengin bikin getar ivan-ku."
"Kamu yakin, Sak?" tanya Sito setengah berbisik ragu.
235 http :apustaka-indnblogspotcom
Saka tersenyum. Sesaat kemudian ia mengangguk ke arah
Sito. "Hajar aja, To!"
"Tu... wa... ga" pat!"
Saka, Coto, Dimas, dan Dido membalikkan badan ketika
Siro mulai menggebuk drumnya sekuat tenaga. Mereka berada
di panggung yang berhadapan langsung dengan lapangan rumput hijau kecokelatan yang sehari-hari dipakai anak-anak kecil
untuk bermain sepak bola. Kali ini lapangan tersebut kosong
melompong. Hanya ada anak"anak SD yang memakan es potong sambil melihat penampilan mereka. Sebagian malahan serius tanding bola. jejeran gerobak dagangan di sekeliling lapangan justru ramai oleh orang-orang yang berteriak"teriak memesan.
Ada bakso, siomay, batagor, mie ayam, dan lain-lain.
Pengalaman manggung pertama kali selain di Gudang Sembilan memang penuh kenangan. Setiap kali mereka manggung
nggak selalu ramai penonton. Penonton biasanya hanya ramai
pada saat hand yang tampil sudah terkenal. Ada juga sih, yang
sengaja datang ke acara musik meskipun mereka nggak mengenal band yang tampil hanya karena bakalan banyak cewek
cakep berseliweran di sana.
Nggak hanya masalah sepi penonton. Pernah juga ketika
The Fongers manggung, mendadak mati lampu. Alhasil, suara
yang kedengeran di penonton cuma suara tabuhan drum Sito.
Pulang dari situ, Sito langsung dibawa ke tukang pijet karena
seluruh anggota badannya jadi nyur-nyutan. Jadilah Sito yang
punya badan kayak ikan teri dijemur itu teriak-teriak karena
pijetan super si tukang pijet yang kalau dilihat-lihat mirip
sama Tesi Srimulat. Di balik itu semua, nama The Fongers kian meroket. Banyak
yang memuji karakter vokal Coto yang dianggap jarang untuk
vokalis band :rock analr reli. Selain itu Coto juga sering men236 http :apustaka-indnblogspotcom
dapatkan sambUtan meriah ketika sekali-sekali ia memainkan
gitarnya. Ia berhasil membuat eowok-cowok yang semula
meragukan kemampuannya jadi melongo saat melihat cewek itu
beraksi dengan gitarnya. Nggak mengherankan kalau pada akhirnya banyak cowok yang sering memberi bunga dan minta foto
bareng Coto. Tapi bunga dari cowok"cowok itu kebanyakan
langsung dikasih ke Sito untuk diberikan kepada eyangnya.
"THANK YOU, JOGJAAA!" Coto berteriak menump aksi
panggung The Fongers di salah satu acara musik yang dipenuhi
lauran orang yang rela berdesak-desakkan menonton aksi panggung mereka. Ketika Coro, Siro, Dimas, dan Dido bersiap-siap turun panggung, tiba-tiba lampu gedung tersebUt menyorot ke arah Saka
yang terlihat berdiri tegak dengan gitar di tangannya. Soraksorai penonton langsung menggema, membuat keempat personel The Fongers lain menghentikan langkahnya dan menengok
ke arah sumber kegaduhan tersebut.
Saka terlihat tersenyum kecil. Ia melangkah dan mengetuk
mie di hadapannya dengan jari telunjuknya. "Lagu ini buat
seseorang yang spesial," ucap Saka singkat, kemudian melangkah mundur dan membiarkan jemarinya menari indah pada
dawai gitar. Progres: energi dan melodi yang dihasilkan begitu
bersih dan indah. Suaranya mampu menghipnotis semua mata
yang melihatnya hingga terpana.
Coto menatap Saka dalarn diam. Sesaat ia menengok ke
arah personel The Fongers lainnya seraya bertanya apakah kejadian itu sudah direncanakan sebelumnya atau belum. Dan
pastilah mereka menjawabnya dengan mengangkat bahu kompak. Coto semakin bingung. Ia kembali menatap ke tengah
panggung. Perlahan Saka melangkah mendekati mic. Kemudian dengan
237 http :apustaka-indnblogspotcom
suara lembut ia mulai menyanyikan bait-bait lagu ciptaannya.
Liriknya begitu damai, begitu tulus, membuat semua penonton
mendadak mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Bahkan, ada
yang menyalakan ponsel mereka dan memainkan cahaya. Mereka semua hanyut pada lirik lagu tersebut. Apalagi fans cewekcewek yang GR, merasa Saka menyanyikan lagu itu untuk
mereka. Teriakan serta siulan penonton kembali menggema ketika
Saka menyelesaikan lagu terakhirnya. Saka mengangkat wajahnya sambil tersenyum. Kemudian ia kembali berkata, "Lagu


Rock N Roll Onthel Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini spesial untuk perempuan yang saya cintai. Perempuan yang
begitu berani dan kuat. Malam ini, di depan temen-temen seh
mua, saya mau bilang..." Saka menghentikan kalimatnya. Ia
melangkah ke arah Coro dan langsung menggenggam tangan
cewek itu. Ia pun menarik cewek itu ke tengah panggung.
"Saya sayang kamu..."
"KYAAA." Teriakan cewek-cewek di dalam gedung memekakkan telinga. Sebagian ada yang pasang wajah mupeng, melihat peristiwa itu. Tubuh Coro bergetar. Merinding. Jantungnya berdetak sangat cepat. Ia berusaha sekuat mungkin agar tetap bangun sementara tubuhnya begitu lemas, nyaris pingsan. Ia tak menyangka Saka melakukan hal segila itu di hadapan ribuan
pasang mata di gedung konser itu.
Saka menggenggam kedua tangan Coto yang berdiri di hadapannya. Tatapannya begitu teduh, namun menusuk tepat ke
bola mata Coro. Saka memang mampu membuat semua cewek
di dunia ini jatuh lemas. "Maaf, kalau selama ini sikapku dingin. Ya... mungkin itu semua karena aku nggak bisa menahan diri setiap kali melihat kamu. Aku mendadak nge-lrianl'.
Nggak tau harUs bersikap seperti apa."
238 http :apustaka-indnblogspotcom
Teriakan penonton semakin riuh, membuat suasana semakin
menegang. Jeritan, siulan, serta teriakan menggelora dari setiap
sudun "Aku" sayang kamu, Cor. Aku pengin kita pacaran."
"HIYAAAJ" Penonton cewek kembali histeris. Sementara,
yang cowok sibuk memprovokasi penonton yang lain dengan
berteriak "TERIMA! TERIMA!"
Coto terdiam. Bukan karena takut menjawab. Tapi lebih karena ia begitu grogi. Wajahnya yang purih mulus terlihat merona.
Tangannya dingin. Ia membalas tatapan Saka, seolah-olah ingin
memberikan isyarat kalau ia begitu neraca: ketika itu. Tapi pandangan Saka yang teduh dapat menenangkan dirinya.
Saka melihat jam di tangannya. "jam sembilan kurang dua
menit." "M-maksudnya?" tanya Coro bingung.
"Iya. Kamu tinggal punya waktu dua menit untuk menjawa ." "Kenapa gitu?" "Soalnya... jatah The Fongers manggung cuma sampai jam
sembilan malem," jawab Saka sambil tersenyum.
Satu menit pertama berlalu. Ketika detik demi detik bergulir, mendadak seluruh penonton di gedung tersebut menghitung mundur. "Sepuluh... sembilan... delapan"." Penonton kompak
menghitung layaknya kelompok paduan suara dadakan. Beberapa & antara mereka terlihat berpegangan tangan untuk mengatasi grogi yang secara nggak langsung menghipnotis mereka
"Tiga... dua... SAAATUUU!"
"Iya, Saka. Mulai sekarang kita pacaran," jawab Coto tegas
disertai riuhan penonton yang ikut senang dengan jawaban
239 http :apustaka-indnblogspotcom
Coto. Beberapa dari mereka saling berpelukan dengan wajah
sama-sama mupeng. Saka langsung menarik Coto ke pelukannya. Ia langsung
merengkuhnya dengan kehangatan mendalam. Ia begitu
bahagia, seperti seluruh beban yang selama ini menggelayuti
pikirannya terlepas. Ia pun bahagia bersama Coto.
Pada suatu siang yang terik, Coro dan Sito berada di toko kaset tempat Dara bekerja. Mereka seneng banget karena ini hari
pertama album mereka muncul di pasaran.
"Akhirnya aku punya album juga, Dar. Hiks...," ucap Siro,
sesenggukan. Ia menyandarkan kepalanya pada bahu Dara.
"Cup" cup" Cup"." Dara memakluminya sambil menepuknepuk telapak tangannya ke kepala Sito.
"Saka mUSti lihat nih. Dia ke mana sih" janjinya kan kumpul di sini jam satu. Tapi udah jam segini masih belum dateng
juga!" |Coro berkata sambil menengok pada jam dinding toko.
"Aku coba telepon deh," lanjut Coto, mengambil ponsel di
tasnya. "Hei, itu Saka. Sak!" Dara berkata sambil melambaikan tangannya ke arah Saka yang terlihat baru memasuki pintu toko.
Saka berlari kecil menghampiri. Tiba di hadapan mereka,
buru-buru Saka menarik pergelangan tangan Coto. "Kamu
ikut aku!" Sito dan Dara terlihat heran dengan tindakan Saka menarik
tangan cewek itu. "Ke... ke mana, Sak?" Coto terlihat bingung.
240 http :apustaka-indnblogspotcom
"Kamu hams tau sesuatu. Kita ke Soda sekarang."
Tanda tanya besar tergambar di wajah Coto. Apa maksudnya
Saka tiba-tiba datang dan langsung menarik tangannya, mengajaknya ke Soda" Apa dia berbuat kesalahan" Tapi apa"
Dengan meminjam Vespa Pinky milik Jhony, Saka membonceng Coto ke Soda sambil setengah ngebut. Tapi namanya juga
Vespa ]hony, mau ngebur kayak apa juga kecepatannya nggak
lebih cepat daripada orang berlari.
Tiba di Soda, Saka jUstru heran melihat sebuah benda terparkir manis di depan rumah. Dengan cepat Saka berlari ke arah
benda tersebut. Kemudian dengan bingung dan bahagia, ia meraba setiap detail sepeda onthel di hadapannya. Itu adalah onthel
yang telah ia jual ke Jigo. Kenapa onthel itu ada di sini"
Saka membaca kertas yang tertempel pada sepeda onthelnya
itu. Life is a learning process. Sania teperti saat kecil kita
belajar nertepeala. Batan keheranian alan keija keras untuk
mampu begalan. jatuh dan terluka itu adalah hal biasa.
Hingga akhirnya kita mampu memhawa sepeda kita melewati jalan setapak, jalan kecil hingga jalan raya tekaiipnn.
Be a good rider, Saka. your friend, Jigo- Saka tersenyum membaca surat dari ]igo. Ia tak menyangka
]igo mengembalikan onthelnya tanpa berubah sedikit pun.
Padahal sudah lama Saka berpikir, onthel tersebut sudah ]igo
jual ke orang lain. Tapi ternyata...
"Kamu ngajak aku ke Soda karena onthel ini?" Coro tibatiba bertanya. Membuyarkan lamunan Saka bersama si Onthel.
241 http :apustaka-indnblogspotcom
Sekaligus mengingatkannya kembali alasan ia membawa Coto
buru-buru ke Soda. Tapi belum sempat Saka menjawab pertanyaan itu, sebuah
suara terdengar dari teras rumah.
"Anggraini!" Saka dan Coto menengok bersamaan ke arah datangnya
suara dan mendapati Bapak-Ibu Saka di sana bersama pasangan
suami-istri. "I-ibu" Kok ibu ada di sini?" Coto terbengong"bengong menatap wanita yang sedang bersama kedua orangtua Saka.
"Whalan, Ndak, udah dibilang jangan pake baju kayak lakilaki. Kamu masih ngeyei saja, toh?" Wanita yang ternyata adalah ibunda Coro itu terlihat panik. Mungkin merasa nggak
enak dengan kedua orangtua Saka.
"Anggraini, laki-laki yang ingin Bapak-Ibu kenalkan ke
kamu waktu itu, ya ini," ucap Bapak Coto sambil menunjuk
ke arah Saka. "Waktu itu kan Bapak bilang, lelaki itu akan
Bapak kenalkan ke kamu SUpaya selama kamu kuliah di Jogja,
kamu ada temennya gitu, loh. Eh, kamu malah kabur duluan
ke Jogja. Ndak taunya kamu ketemu duluan sebelum Bapak
kenalkan. Namanya jodoh itu"."
Coro semakin bengong. Ia menepuk"nepuk wajahnya, meyakinkan bahwa ini bukan mimpi.
"Mas Kresna, nnwan sewa5 loh, Mas. Anak kami memang
kelihatan bandel. Sukanya itu loh, musik"mUSik nana. Tapi sebenernya dia baik kok, Mas," ucap ibu Coto kepada bapak Saka.
"Oooh... pada", Mbakyu. Saka itu juga sukanya musik"musik
zaman sekarang. Sampai pnsing saya," ucap Bapak Saka.
5 Maaf '5' Sama 242 http :apustaka-indnblogspotcom
Coto menengok ke arah Saka yang saat ini berdiri di
belakangnya. "Kamu nggak pernah bilang kalau namamu Anggraini."
"Kamu kan nggak pernah tanya nama asliku."
"Ya... untungnya jarang banget ada cewek yang memilih
nama panggilan hewan paling jorok di muka bumi. Jadi waktu
orangtuamu datang dan menunjukkan fotomu, aku langsung
nanya apa Anggraini punya nama panggilan lain, ibumu langsung jawab, kadang kamu dipanggil Anggi. Tapi ada juga yang
manggil kamu Coto." "Iya, di Jakarta aku memang dipanggil Anggi. Tapi di Jogja,
banyak yang manggil aku llCoro. Ya, well, namaku berubah
tergantung tempat." Coro berkata sambil nyengir.
Saka tersenyum dan melirik ke arah onthel kesayangannya,
seakan memberikan kode kepada Coto alias Anggi.
Dengan sekali anggukan, Anggi langsung mengikUti Saka
menaiki onthelnya. Melingkarkan tangannya pada pinggang
Saka. Sambil tersenyum, Saka menggenjot onthelnya dengan cepat,
meninggalkan kedua orangtua mereka. Dari kejauhan terdengar
teriakan para orangtua. "Eeee... Le, Anggraini mau dibawa ke mana itu?"
"Aduuuh, Ndok... mau ke mana itu" Aduh mumet
aku"." Saka dan Anggi tertawa bahagia menembus angin. Melewati
timbunan pepohonan dan udara Jogja yang bersahabat.
"Mau ke mana kita?" tanya Anggi.
"Hmmm. . . nge-aate mungkin."
"Nge-afate" Ke kafe?"
"Bukan. Kita bikin kencan yang beda."
"Apa?" 243 http :apustaka-indnblogspotcom
"Ikut aja. Kita kencan ala rael" and mi ."
Anggi mengencangkan pegangannya di pinggang Saka. Dalam hati ia berkata, "Iya, Sak. Aku ikut kamu. IkUt ke mana
pun kamu membawaku. Kita akan sama-sama selamanya. Ya,
selamanya. . ." Onthel berjalan melewati deretan pertokoan, kios-kios penjual CD bajakan, dan warung"warung kopi. Sebuah lagu terdengar jelas dari radio yang dipasang pada frekuensi yang sama
di setiap toko. Tabuhan drum, permainan gitar, dan betotan
nasi yang bersinergi, serta suara vokalis wanitanya yang mirip
suara penyanyi Sheryl Crow, membuat mnsik ratis and rail itu
melayang tinggi ke angkasa. Membelah langit dengan lagu berjudul, Bidadari Rack ana' Reli.
"Kamu tahu nggak, kalo di cerita pewayangan, tokoh Dewi
Anggraini adalah satu-satunya cewek yang menolak cinta
Arjuna karena setia pada suaminya. Dia tokoh yang jujur,
setia, dan baik hati."
"Oh ya" Trus, trus?"
"Aku pernah menyangka, kamu titisan Srikandi." Saka berkata sambil menggenjot onthel kesayangannya. "Ternyata nama
asli kamu Anggraini, bukan Srikandi."
"jadi menurUt kamu aku lebih mirip siapa" Srikandi apa
Dewi Anggraini?" "Hmm... nama kamu emang Anggraini." Saka sengaja menghentikan kalimatnya. Ia tersenyum sambil merasakan angin
menerpa wajahnya. ?"tapi kamu memiliki sifat keduanya.
Mungkin... kamu memang titisan keduanya."
"Ha ha ha... bisa aja kamu!"
"Setidaknya itu membuktikan ucapan Bapak dulu, kalau
kisah dan tokoh dalam pewayangan itu bukan cuma dongeng.
Tapi perwujudan dari kehiduPan manUsia."
244 Keren ya!" "He"eh." EouaoammoEdnEAxEmzan BE 245 EouaoammoEdnEAxEmzan BE http :apustaka-indnblogspotcom
Profil Pengarang Dyan Nuranindya merupakan penulis muda kelahiran Jakarta,
14 Desember 1985. Lebih sering mengagumi karya orang dibandingkan karyanya sendiri. Bercita-cita menjadi dokter spesialis jiwa, namun malah lulus dari Sl Manajemen ABFII
Perbanas jakarta. Mengagumi gunung, tebing, lautan, lampulampu jalanan di malam hari, tempat-tempat tinggi, museum
dan bangunan-bangunan tua, sehingga tidak pernah menolak
diajak ke salah satu tempat itu. Penikmat segala jenis buku.
Bahkan buku-buku yang sama sekali tidak dimengertinya. Lebih sering kalap kalau ke toko buku dibandingkan ke toko
baju. Fans berat film-ftlm buatan Tim Burton yang terkesan
dari" dan aneh yang membuatnya ikutan ngefans dengan aktor
Johnny Depp. Paling senang diajak ngobrol. Apalagi dengan
secangkir eappaeeina kesukaannya di malam hari.
Follow Twitter: &)dyannuranindya
Eouaoammoz.an"__-mxmazgan BE
Eouaoammoz.an"__-mxmazgan BE
Qadim lu. Wella 6" Baka, anak seorang dalang yang punya cita"eita jadi anak band. Di
http:.ffpu staka-indnblngspoteom
tengah keluarga yang sangat menjunjung tinggi nilai"nilai tradisional,
Saka malah tergila"gila dengan musik mrk and roll . So pasti cita"citanya
itu ditentang habis"habisan oleh orangtuanya. Apalagi pas tahu kalau
Putri, adik kesayangannya yang menjadikan Saka Sebagai panutan,
tiba"tiba ngotot ingin ikut bersamanya ke kota.
Kenangan kehilangan orang yang dicintai membuat Saka
memutuskan untuk berhenti menjadi jawara di Gudang Sembilan,
tempat para musisi andal bertempur. Tapi sebuah peristiwa
memaksanya kEmbali ke sana dan naik panggung dengan segala
trauma dalam dirinya. Ternyata situasinya telah berubah. Saka harus memulai Semua dari


Rock N Roll Onthel Karya Dyan Nuranindya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nol. Ia diremehkan karena penampilan, dicaci maki band"band Senior,
ribet mencari personel band bahkan ia sampai harus merelakan sepeda
onthel ke:;ayanganlnfa dijual.
Lalu apakah cita"cita Saka untuk jadi anak band tercapai" Apa
orangtua Saka akan menyetujuinya" Terserah! Yang penting sekali
merdeka tetap ROCK and ROLL!
www.dyannuranindya.eom Penerbit ISBN: ?"s"ata"zz"anas"a
PT Gramedia Pustaka Utama
Kompas Gramedia Building Blok I. Lantai 5 Jl. Palmerah Barat 29-87 Jakarta10270 tsuaua Jane."
* mv.--rarnediaustakautamaeom 5" 3125112130"
& . -_ Lorong Batas Dunia 1 Satria Gendeng 17 Badai Di Keraton Demak Pria Bersetelan Coklat 4

Cari Blog Ini