Ceritasilat Novel Online

Pertama Kalinya 3

Pertama Kalinya Karya Sitta Karina Bagian 3


keringat yang menetes deras dari kening. Karena pegal, kupalingkan kepalaku ke arah kiri. Tapi... apa itu" Sedan Mercedes Benz Tiger warna hitam dengan pelat nomor yang angkanya lebih kuhafal daripada nomor kartu pelajar JIS-ku melaju tenang dari pinggir jalan.
Aku langsung geram mendapati apa yang baru kulihat. Sekarang aku semakin yakin siapa biang keladi penyebab hancurnya acara Rice for Life.
Brak! Pintu ruang kerja Papa kubuka keras tapi ternyata Mama yang menantiku di situ. Mukanya sama masamnya dengan petugas pamong praja tadi siang. Aku tahu beliau pasti ingin menegurku, tapi urusanku sekarang jauh lebih penting.
Papa mana" Mama menutup buku Anna Karenina di tangannya. Raut wajahnya tak kalah serius denganku. Jangan bawa perempuan itu lagi ke sini, Lif. Jauhi dia sebelum terlambat.
Simpel. Tegas. Tajam menusuk.
Sebelum aku sempat merespons, Mama meneruskan tegurannya dengan intonasi yang lebih dramatis. Alif yang Mama kenal tidak pernah membawa perempuan ke study room.
Belum. Bukannya tidak. Aku hanya melengos pelan.
Lagi pula kita hanya diskusi biasa. Bagaimana kalau Mama memergokiku sedang mencium Kendra" Big deal.
Aku tidak mau lama-lama mendengar omelan Mama. Hariku buruk. Panas. Capek. Kesal.
Dan Kendra... ia begitu saja meninggalkanku. Heck I feel... betrayed.
Mama ingin kamu kembali ke kehidupanmu yang sebelumnya. Yang... normal.
Bagian mana dari kehidupanku sekarang yang abnormal"
Bermain dengan perempuan yang tidak jelas asal-usulnya. Keluyuran di Taman Umum Chitrakala
Untuk melakukan aksi sosial. Ini pengalamanku yang pertama, Ma!
Hanaiah punya puluhan yayasan sosial. Kurang apa lagi, coba"
Aku menoleh ke samping. Mengatur napas sambil meredam emosi. Lalu tiba-tiba aku teringat mobil apa saja yang barusan kulihat terparkir di carport.
Mercy Tiger belum pulang. Setelah cabut dari Taman Chitrakala, Papa ke mana lagi"
Raut pucat Mama sudah cukup menjadi jawaban bagiku.
Pamong praja itu... ide Papa atau Mama" Suaraku terdengar seperti bisikan. Hampir menangiskah" Bukan. Ternyata aku kecewa sangat kecewa pada kedua orangtuaku.
Karena Mama tidak juga buka mulut, aku pun pergi dari situ.
Sinar matahari begitu merah, begitu membakar walau hari kini menjelang petang. Aku terus berjalan kaki menyusuri jembatan penyeberangan, setengah melamun, sampai akhirnya tiba di perumahan yang daerahnya sama sekali asing. Aku tahu setelah ini nggak mungkin aku pulang tanpa tersasar... kecuali aku bertanya pada si pemilik rumah di depanku ini.
Kendra. Nama itu terucap begitu lirih. Paduan rasa putus asa, capek, plus kehabisan uang sampai nggak bisa membeli segelas air mineral.
Ya, sampai di depan rumah Kendra, aku benar-benar bangkrut.
Rice for Life hari pertama, aku memulai dengan napas ngos-ngosan, sukses.
Karena Kendra masih mematung, aku jadi grogi. Saking groginya, aku jadi melakukan hal-hal bodoh. Merangkul cewek ini, misalnya.
Maain gue, Ken. Kalau orang tidak tolol dan berada dalam keadaan terkendali, saat itu dia akan memilih untuk bertanya dengan baik ketimbang membentak, aku berbisik dengan tangan masih mendekapnya. Sepertinya aku tengah meremukkan badannya karena napas Kendra terlihat sesak.
Jadi kamu mengakui dirimu itu tolol"
Iya, si tolol yang akan meneruskan Rice for Life walau Bokap sudah menyabotasenya di hari pertama berjalan, aku bertutur mantap, dan gue berharap elo akan tetap di sisi gue untuk ini.
Aku melihat perubahan manik mata Kendra yang kini lebih lembut. Aku ingin bertanya lebih lanjut tentang kondisi gagapnya di Taman Chitrakala tempo hari, tapi indahnya senja membuyarkan semua logika di kepala termasuk peringatan Mama yang menyuruhku menjauhi Kendra.
I m lost in her charm. Aku tidak akan mundur. Hatiku milikku, bukan milik Mama atau siapa pun selain aku.
Wajah Kendra yang cantik terlihat bingung. Kenapa" Kenapa Rice for Life" Kenapa sih elo bersikeras melakukan proyek sosial ini kalau elo bisa melakukan proyek paling menguntungkan di dunia sekalipun"
Senyumku merekah secerah kembang api yang tiba-tiba meletup di langit malam kompleksnya Kendra. Tanganku perlahan menunjuk ke dada. Ada mata lain yang harus mulai gue asah untuk melihat dunia, Ken. Care to help me" ****
Aqila menatap laut yang tak berujung di hadapannya dengan penuh harap. Sebenarnya dia tidak tahu apa yang dicari olehnya dalam perjalanan ini. Sesekali angin laut menerpa wajahnya yang bulat telur dan mengibarkan scarf yang dia pakai di kepala untuk melindungi rambutnya yang panjang sedada dari tiupan angin. Matahari sudah mulai naik ke atas kepala, sinarnya yang terik dan membakar kulit itu terus memancar dengan riang.
Kapal kayu, yang memang menjadi kendaraan umum untuk pergi ke Kepulauan Seribu, terombang-ambing oleh ombak yang mulai membesar. Aqila menatap pulau-pulau kecil yang mereka lewati sambil tersenyum, sambil membayangkan bagaimana kalau dia tiba-tiba memutuskan untuk tinggal di salah satu pulau kecil itu.
La, kamu nggak apa-apa, kan" tanya Rio yang kali ini mengajak Aqila pergi ke Pulau Pramuka, salah satu pulau di Kepulauan Seribu.
Aqila, Penyu, dan Elang Diana Laksmini Pertama kali Aqila belajar tentang kehidupan dari alam setelah divonis mengidap Lupus ketika berumur 15 tahun.
Nggak& aku lagi menikmati pemandangan saja. Ngomong-ngomong masih lama ya kita sampainya" Aqila menerima botol air mineral yang ditawarkan oleh Rio dan meneguk isi botol itu.
Sebentar lagi kok, setengah jam lagi kita sampai. Kamu kalau kepanasan masuk saja ke dalam, nggak usah maksain duduk di atas sama aku.
Aqila tersenyum sambil menggeleng. Dia tidak mau melewatkan setiap momen dalam perjalanannya kali ini. Ini pertama kali dia pergi tanpa kawalan orangtua ataupun kakak dan adiknya. Kali ini dia benar-benar pergi sendiri, hanya ditemani Rio, sepupunya.
Tiga puluh menit kemudian kapal yang mereka tumpangi merapat di dermaga Pulau Pramuka, pulau kecil yang menjadi pulau kabupaten untuk Kepulauan Seribu. Pulau ini adalah satu-satunya pulau yang memiliki rumah sakit, sedangkan pulau-pulau lain hanya ada puskesmas saja.
Kita menginap di sana. Rio menunjuk satu kompleks cottage di sebelah kiri mereka. Menurut Rio, pemilik cottage itu sudah seperti saudara, jadi setiap ada kesempatan ke Pulau Pramuka Rio pasti akan tinggal di cottage itu.
Aqila mengikuti Rio yang sudah melangkah terlebih dahulu meninggalkan dermaga. Suasana di pulau itu sepi. Tidak terdengar suara musik ataupun televisi. Yang terdengar hanyalah suara beberapa orang yang tengah berbincang dan deburan ombak yang sesekali memecah di dermaga. Bunga-bunga bugenvil yang mekar di setiap
sudut jalan seolah menyambut kedatangan mereka di pulau itu.
Di sini listrik hanya menyala dari jam empat sore sampai jam tujuh pagi. Selebihnya listrik mati. Sumber listrik pulau ini didapat melalui generator yang berpusat di bagian lain pulau, ucap Rio ketika melihat Aqila terheran-heran karena tidak mendengar suara apa pun di pulau tersebut.
Pakai generator, Yo" Sebesar apa generatornya" Aqila bingung, karena generator di vilanya saja cukup besar tapi hanya cukup untuk vilanya saja. Tidak untuk rumahrumah lainnya.
Hahaha& nanti kamu bisa lihat sendiri seberapa besar generator yang dipakai. Rio lalu menyapa seorang lelaki bertubuh tinggi dan berkulit gelap terbakar matahari. Ternyata lelaki itu adalah Pak Untung, pemilik cottage yang sedari tadi diceritakan Rio. Pak Untung langsung mengajak mereka ke cottage yang sudah disiapkan untuk mereka.
Cottage-nya cukup nyaman dan terbuat dari kayu seperti vila milik keluarga Aqila di Puncak. Cottage itu berlantai dua dan memiliki satu kamar mandi yang terletak di lantai bawah. Sebagai sarana hiburan disediakan TV 21 inch yang tentunya hanya bisa menyala setelah jam empat sore. Rio menunjuk sebuah kamar tidur di lantai atas yang ber-AC untuk Aqila, sedangkan dia sendiri tidur di lantai bawah.
Kamu istirahat saja dulu, aku mau cari makan siang untuk kita. Kalau ada yang mau ditanya atau mau sesuatu, kamu cari saja Pak Untung atau pegawai cottage ini. Rio lalu meninggalkan Aqila sendirian. Aqila lalu naik ke kamarnya dan membuka pintu balkon yang menghadap ke laut. Ingin rasanya dia berteriak keras-keras. Dia senang sekali akhirnya bisa pergi jauh dari orang-orang yang dia kenal.
Rio berjanji akan mengajaknya snorkling di Pulau Panggang dan Semak Daun. Entah di mana tempat-tempat itu, yang pasti dia sangat senang dengan semua rencana Rio. Ingatan Aqila kembali ke seminggu yang lalu ketika dia menerima surat kelulusan SMA, dia langsung menunjukkan surat itu kepada seluruh keluarga yang sedang berkumpul di ruang tengah. Mereka semua gembira ketika membaca surat itu, tapi Aqila lebih gembira lagi. Karena dia sekarang dapat menagih janji Papa dan mamanya untuk menuruti kemauannya.
Aqila ingin berlibur sendiri tanpa orangtua. Sesayang apa pun dia dengan keluarganya, dia tetap butuh pengalaman pertama berlibur tanpa mereka. Dia ingin merasakan susahnya berlibur tanpa fasilitas yang disediakan oleh keluarganya. Lebih daripada itu, Aqila ingin melupakan penyakit yang bersarang di dalam dirinya. Dia ingin melakukan kegiatan normal tanpa takut penyakitnya akan kambuh.
Aqila iri sekali dengan Rio, karena orangtua Rio mengizinkan dia bertualang ke mana pun dia mau. Sedangkan Aqila harus melalui banyak perjuangan sebelum keinginannya dikabulkan. Mama dan papanya tidak suka dia pergi jauh-jauh dari rumah. Mereka khawatir dengan kondisi Aqila yang sukar diprediksi, Aqila cepat sekali merasa capek dan kalau sudah terlalu capek dia bahkan harus masuk rumah sakit.
Pada momen kelulusannya, Aqila memohon kepada orangtuanya agar mengizinkan dia dan Rio pergi ke Pulau Pramuka, hanya berdua. Setelah melewati banyak perdebatan dan acara ngambek-ngambekan, akhirnya Aqila diperbolehkan pergi berdua saja dengan Rio ke Pulau Pramuka. Dengan syarat, dia tidak boleh mengeluh kalau ketika pulang nanti dia harus bolak-balik rumah sakit karena kecapekan. Aqila langsung setuju dan berteriak kegirangan. Sementara Najla adik Aqila yang juga ingin pergi hanya bisa menatap iri kakaknya.
La, makan dulu yuk. Nih, aku udah beliin kamu makanan. Tapi maaf ya kalau makanannya nggak seperti di rumah. Rio menyorongkan makanan yang dibungkus kertas kepada Aqila.
Aqila melihat menu makanannya. Wah, ini sih udah enak banget, Yo. Terima kasih ya, udah dibeliin.
Sama-sama, nanti jam tiga kita jalan keliling pulau. Yah nggak mengelilingi semua sih, aku pingin ngajak kamu ngeliat pohon bakau dan penangkaran penyu sisik. Aqila menelan makanannya sambil menatap Rio dengan
bingung. Penangkaran penyu sisik" Bukannya penyu itu naik ke darat kalau malam saja" Aqila yang merasa penasaran spontan mengangguk, mengiyakan ajakan Rio.
Sorenya, Rio benar-benar mengajak Aqila pergi ke tempat penangkaran yang tadi disinggungnya. Ternyata tempat itu adalah tempat pengembangbiakan penyu. Jadi telur-telur penyu yang ada di pantai dipindahkan ke penangkaran untuk dikembangbiakkan. Ketika mereka sudah menetas dan siap dilepas, maka mereka akan dikembalikan ke laut oleh para petugas penangkaran. Di sana Aqila sempat berfoto dengan tukik anak penyu dan penyu yang sudah besar.
Penyu yang ini, ketika masih berupa telur, pantainya tercemar limbah. Jadi dari ratusan telur yang dikeluarkan oleh sang induk, hanya dia saja yang selamat. Sayangnya dia cacat. Kamu bisa lihat kan isiknya, kayak habis dilipat begitu. Oleh sebab itu orang-orang di Kepulauan Seribu diberi penyuluhan terus-menerus oleh berbagai organisasi pencinta alam. Sekarang penduduk pulau sudah menyadari kesalahan mereka dan lebih menjaga kelestarian pantainya, ucap Rio ketika Aqila sampai di bak berisi penyu yang cacat itu.
Bentuk penyu itu memang tidak normal, seperti dilipat dua; bagian punggungnya bengkok ke dalam. Penyu yang malang itu tidak dilepas ke laut karena dia tidak akan bisa bertahan hidup di sana, sedangkan kalau di penangkaran kesempatan hidupnya lebih banyak. Beruntung
penyu itu berhasil diselamatkan, walaupun dia harus menghabiskan hidupnya di dalam bak penampungan.
Rio juga menjelaskan tentang pohon bakau yang berjejer di pinggir pantai dekat penangkaran penyu tersebut. Lewat Rio, Aqila baru tahu kalau pohon bakau itu banyak jenisnya, ada tujuh macam. Setiap pohon bakau belum tentu dapat ditanam di setiap pantai di Indonesia. Cara penanamannya juga berbeda-beda. Ada yang jaraknya jauh-jauh dan ada pula yang harus berdekatan.
Dalam perjalanan pulang ke cottage, Aqila mendengar suara mesin yang sangat keras dari sebuah bangunan besar. Yo, itu apaan" Kok berisik banget sih"
Itu generatornya, La. Kan kamu tadi tanya generatornya sebesar apa. Nah, generatornya ada di dalam bangunan itu. Rio tersenyum-senyum sendiri melihat sepupunya yang satu ini. Aqila sebenarnya suka sekali bertualang seperti dirinya, tapi karena dia sering sakit-sakitan maka orangtuanya jarang mengizinkan dia pergi jauh-jauh dari Jakarta tanpa pengawasan mereka.
Hari kedua di Pulau Pramuka. Aqila dan Rio sedang melakukan persiapan snorkling. Pak Untung sendiri yang akan memandu mereka. Rio sudah punya perlengkapan sendiri, sedangkan Aqila harus meminjam kepada Pak Untung. Pemberhentian pertama adalah Pulau Kotok Besar. Yang menarik, di pulau tersebut ada penangkaran
burung elang. Sebelum snorkling, mereka diajak melihatlihat penangkaran itu terlebih dahulu oleh Pak Untung.
Di tempat itu Aqila dan Rio bisa melihat elang laut dan elang bondol. Elang lautnya hanya ada satu, warnanya abu-abu dan gagah sekali. Sayangnya dia tidak bisa terbang, karena dulu dia pernah diperjualbelikan dan bulu-bulu di ujung sayapnya sengaja dicabuti agar tidak bisa terbang. Hal itu bisa terjadi karena bulu-bulu elang yang dicabut secara paksa tidak akan tumbuh lagi.
Lain lagi dengan elang bondol, mereka masih bisa terbang. Bahkan sesekali beberapa di antara mereka sengaja dilepaskan agar mereka tidak stres. Hebatnya, setelah dilepaskan, mereka akan kembali sendiri ke tempat penangkaran itu.
Setelah puas melihat-lihat elang, Pak Untung mengajak mereka ke dermaga. Aqila mengumpulkan peralatan snorkling yang sudah dipilihnya di atas papan dermaga, demikian juga dengan Rio.
Kamu dengerin Pak Untung dulu sebelum masuk ke dalam air, kata Rio sambil mengoleskan odol bening ke kacamata snorkling-nya.
Pak Untung lalu memberikan sedikit pengarahan kepada Aqila. Mulai dari bagaimana memakai perlengkapan snorkling yang benar, cara menceburkan diri yang aman, hal-hal apa saja yang tidak boleh dan boleh dilakukan selama snorkling.
Tak lama kemudian mereka bertiga sudah berada di air.
Pak Untung membimbing Aqila dengan ban pengaman, jadi Aqila hanya perlu berpegangan pada ban pengaman dan Pak Untung akan menariknya ke tempat-tempat yang menarik.
Aqila hampir lupa bernapas ketika melihat pemandangan di bawah laut. Rasa senang langsung memenuhi dadanya, dia tidak menyangka kalau dia sekarang sedang melihat pemandangan bawah laut yang selama ini hanya bisa dia nikmati lewat layar TV. Ikan-ikan kecil berseliweran di bawahnya, seakan-akan tidak peduli dengan kehadirannya. Ada beberapa ikan besar juga yang lewat dekat sekali dengan Aqila.
Aqila menunjuk sesuatu kepada Pak Untung; sebuah benda hitam berduri di karang. Pak Untung menjelaskan kalau itu adalah bulu babi. Durinya sangat berbahaya bila menusuk kulit karena durinya akan langsung patah dan hanya bisa dikeluarkan dengan menyiramkan air seni kita. Duri itu juga beracun, walaupun racunnya tidak begitu berbahaya.
Pemandangan yang dilihat Aqila membuatnya merasa kerdil. Ditemani berbagai macam ikan dan terumbu karang, Aqila merasa dirinya diberkahi oleh Tuhan. Dia yang selama tujuh belas tahun tidak boleh pergi ke manamana karena penyakitnya, sekarang mendapat kesempatan menikmati keindahan alam tanpa sekali pun ada tandatanda penyakitnya akan kambuh.
Tak terasa mereka sudah snorkling selama satu jam. Pak
Untung memberi kode kepada kapal yang membawa mereka ke Pulau Kotok untuk membawa mereka kembali ke Pulau Pramuka. Lalu mereka menaiki kapal itu satu per satu.
Gimana, La" Masih mau menyelam lagi" tanya Rio ketika melihat raut gembira di wajah Aqila.
Aqila, yang sedang mengeringkan rambutnya, menatap Rio tidak percaya. Tidak percaya kalau Rio masih mau membawanya ke tempat lain untuk menyelam.
Eh, tapi sekarang sudah terlalu siang, nggak usah aja, ya" Nanti penyakit kamu kambuh kalau kepanasan. Rio menatap ke langit dengan cemas. Hari sudah mulai siang dan cuaca sangat panas. Aqila memakai baju renang yang hampir menutup seluruh tubuhnya, sehingga kulitnya tidak terpapar matahari langsung.
Nggak apa-apa kok& selama aku pakai baju renang kayak begini dan pakai krim tabir surya secara teratur.
Tapi kulit kamu kan sensitif banget sama sinar matahari. Mama kamu juga bilang, kalau kamu nggak boleh keluar siang-siang. Rio memandangi sepupunya dengan khawatir.
Tenang, Rio. Aku udah konsultasi sama dokterku sebelum ke sini. Katanya, selama aku masih sanggup dan pakai baju renang kayak begini. Everything is gonna be okay. Ayo, kita lanjut lagi.
Rio akhirnya mengalah dan mengajak Pak Untung untuk mengarahkan kapal ke arah Semak Daun. Di Pulau Semak Daun mereka harus terjun dari kapal.
Pemandangan di sana tidak kalah menarik dengan di Pulau Kotok. Yang membedakan; di Semak Daun semua terumbu karangnya berukuran lebih besar, ikan kecilnya lebih sedikit, dan bulu babinya berbentuk bintang dengan duri hitam putih bukan hanya hitam seperti di Pulau Kotok.
Gimana, La" Kamu sekarang puas" tanya Rio ketika mereka sampai di cottage usai makan siang yang telat.
Puas, akhirnya aku bisa menikmati hidupku. Terima kasih ya, Yo.
Sama-sama, La. Lagian aku memang sudah lama ingin mengajak kamu ke sini kok.
Memangnya kenapa" Karena aku ingin kamu melihat penyu sisik dan elang laut.
Aqila menatap Rio dengan penuh tanda tanya. Terkadang apa yang ada dalam kepala sepupunya ini sukar ditebak.
Kamu nyadar nggak sih, waktu kamu lagi depresi karena penyakit kamu itu, kamu pernah mencoba bunuh diri" Semua keluarga bingung dengan keadaan kamu, aku juga bingung.
Terus hubungannya apa"
Hubungannya" Kamu liat kan penyu dan elang itu" Iya.
Mereka nggak menyerah lho, La. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk terus hidup, walaupun itu hanya sebatas di penangkaran. Aku ingin kamu seperti mereka& Seberat apa pun hidup yang kamu jalani, kamu harus berusaha untuk tetap hidup.
Aqila terdiam mendengar ucapan Rio, dia memang sempat depresi ketika divonis mengidap penyakit Lupus. Penyakit yang namanya mirip tokoh kocak dalam novel karangan Hilman Hariwijaya, tapi yang ini memiliki efek mematikan. Hari-hari yang harus dijalaninya ketika penyakit itu kambuh membuat Aqila depresi dan hampir bunuh diri.
Tuhan sudah merancang semua yang ada di dunia ini dengan sempurna. Pertolongan untuk jiwa sekecil apa pun ada. Setiap makhluk yang diberi nyawa olehNya pasti diciptakan dengan sebuah tujuan. Tugas kita adalah menemukan dan menjalani tujuan kita itu.
Tujuanku ke mana, Yo" Aqila menatap laut di kejauhan dengan nanar.
Salah satu tujuan kamu adalah menemani aku sekarang ini, ucap Rio seraya memeluk pundak Aqila. Kalau kamu nggak ada, aku nggak bisa jadi Rio yang seperti ini, dan keluarga kamu nggak akan menjadi keluarga yang seperti sekarang ini. Demikian juga dengan orang-orang di sekeliling kamu. Makanya jangan pernah putus asa. Seperti penyu yang terkena limbah itu, dia nggak menyerah. Dia memutuskan untuk hidup dan membawa pesan kepada dunia kalau pantai itu tercemar dan semua tindakan yang tidak bertanggung jawab dan mencemari
itu harus dihentikan. Bisa nggak kamu kayak penyu itu, berbagi dengan orang lain yang belum mengenal Lupus sehingga mereka bisa terhindar dari penyakit itu"
Aqila terdiam sejenak. Lalu dia mengangguk mantap sambil tersenyum. Kamu itu hebat ya, Yo. Terima kasih sudah menyadarkan aku. Detik itu juga, Aqila semakin memahami tujuan hidupnya.
Ombak mengayun kapal yang membawa Aqila dan Rio kembali ke Jakarta. Masa liburan mereka sudah selesai. Tak lama lagi mereka berhadapan kembali dengan keruwetan kota Jakarta dan segala permasalahan di dalamnya. Namun, itu semua tidak seberapa dibandingkan hikmah yang didapat Aqila dari perjalanannya kali ini. Aqila sungguh mendapat pelajaran hidup yang berharga. Pelajaran dari penyu, elang, dan dunia bawah laut. Dari mereka Aqila belajar bahwa hidup itu harus diperjuangkan. Sekecil apa pun harapannya....
Dan bila nanti penyakit Lupus itu datang kembali, Aqila tahu apa yang harus dilakukannya. Ia akan terus berusaha, berjuang untuk hidup. ****
KRIIING! Bel tanda pulang sekolah berbunyi. Sekejap saja, koridor SMP Theodore dipenuhi murid-murid yang sedari tadi sudah tidak sabar keluar dari kelas yang terasa pengap di siang bolong. Shizu berjalan tergesa melewati teman-temannya dengan kepala agak menunduk sematamata hanya ingin memandang jarak satu meter di depannya agar tidak tersandung tanpa mau beradu mata dengan siapa pun. Di belakang Shizu, tiga teman ceweknya tengah memperhatikannya dengan senyum dikulum.
Sumpah, itu anak kasihan banget sih! Cassie, salah seorang dari mereka, tersenyum mengejek melihat tingkah Shizu yang tampak begitu konyol di matanya.
Main ngibrit aja keluar kelas. Kayak orang diare, timpal Miranda yang langsung disambut dengan tawa cekikikan kedua temannya.
Dia masih malu karena kejadian tempo hari, ya"
Baby Steps Stephanie Renni Anindita Pertama kalinya Shizu patah hati.
Kimy mengangkat alis sembari mencibir. Lagian& siapa suruh kepedean, main nyegat Kak Ernest di koridor kelas buat ngasih surat cinta. Duh, dia punya kaca nggak sih di rumah" Emang dia pikir dia itu siapa" Miley Cyrus" Nama sih boleh, Shizu! Tapi tampangnya, tampang Jaiko, adiknya Giant!
Sambil tertawa cekikikan, ketiga cewek itu terus memandangi Shizu yang berusaha keras menembus koridor sambil menunduk. Tawa mereka lantas meledak melihat Shizu jatuh terjengkang ke belakang setelah ditabrak seorang murid cowok kelas dua.
Di dalam mobil jemputan yang membawanya pulang, setelah yakin ia cukup jauh dari sekolah, Shizu baru berani menumpahkan tangis yang sejak tadi ditahannya. Tulang ekornya masih terasa sakit setelah jatuh di koridor tadi, tapi hatinya lebih sakit lagi. Tadi ia bisa mendengar dengan jelas suara tawa Cassie, Miranda, dan Kimy yang melengking. Tawa mereka seolah menjadi pencetus tawa semua orang di koridor itu. Kak Andara yang menabraknya pun tidak mau repot-repot meminta maaf, apalagi membantunya berdiri. Ia hanya berkata dengan nada separo membentak, Kalau jalan pakai mata! Lalu lari meninggalkan Shizu yang masih meringis kesakitan di lantai.
Belum habis sakit hati Shizu karena kejadian tiga hari
yang lalu, kini ia harus menerima malu besar lagi. Temantemannya di koridor tadi pasti tidak akan begitu saja membiarkan Shizu melupakan kejadian tadi. Besok pagi sudah dipastikan ia akan menjadi bahan lelucon baru di sekolah, bersama-sama dengan Lilo, si cowok baru dari sebuah kota kecil yang sering dikerjai habis-habisan karena keluguannya.
Luka di hati Shizu rasanya tidak akan pernah sembuh. Satu-satunya kemungkinan menyembuhkan luka itu adalah kalau Shizu betul-betul seperti Shizuka di kartun Doraemon, yang bisa punya akses ke mesin waktu. Kalau saja bisa, Shizu akan menghentikan dirinya melakukan tindakan bodoh yang membuatnya malu besar. Dengan begitu, semua rasa malu dan sakit hati yang sudah menyiksanya berhari-hari tidak akan pernah ada.
Shizu tidak percaya kalau baru seminggu yang lalu, ia dengan perasaan hati yang berbunga-bunga berkutat di hadapan laptop-nya untuk mencari resep cokelat trufle yang menurutnya paling enak untuk diberikan ke Kak Ernest. Sudah setengah tahun Shizu menanti kesempatan untuk mengungkapkan perasaan pada pujaan hatinya itu.
Sejak masa orientasi sekolah berakhir, Shizu sudah jatuh hati pada Kak Ernest kapten tim basket cowok sekolah mereka. Di mata Shizu, Kak Ernest adalah tipe cowok yang sempurna ganteng, pintar, jago olahraga, dan populer. Shizu sampai bela-belain masuk ekskul
basket agar bisa dekat dengan Kak Ernest walaupun dari dulu ia lemah banget soal olahraga. Ia berusaha tidak peduli walau kecanggungannya sering membuatnya jadi bulan-bulanan di tengah lapangan. Malah terkadang Shizu berharap kalau hal itu justru membuat Kak Ernest jadi tertarik padanya di drama-drama yang sering Shizu lihat, justru cewek yang kikuk dan sering mempermalukan dirinya sendiri di depan umum, selalu berhasil mendapatkan perhatian cowok terkeren di sekolah.
Suatu kali, Kak Ernest pernah kena marah pelatih karena melakukan kesalahan yang seharusnya bisa dihindari di lapangan ketika sekolah mereka tengah bertanding dengan sekolah lain. Shizu tidak tega melihat wajah yang biasanya selalu tertawa ceria itu kini hanya menunduk diam sementara Kak Vladd yang galak bukan main membentak-bentaknya di pinggir lapangan. Setelah Kak Vladd pergi, Shizu sempat melihat Kak Ernest meninju pilar koridor sambil meneriakkan berbagai macam caci maki kasar, yang pasti akan membuatnya berurusan dengan BK kalau terdengar oleh guru.
Melihat Kak Ernest tampak begitu malu dan marah, Shizu ikut bersimpati. Tapi untuk menghampiri Kak Ernest, Shizu masih cukup waras untuk tidak melakukannya. Kak Oliver, teman Kak Ernest yang hendak menghibur saja, nyaris kena bogem mentah kalau anggota tim cowok lainnya tidak keburu mencegah. Shizu hanya berani membeli sekaleng minuman isotonik dingin dari
kantin, lalu menaruhnya di dekat tas ransel Kak Ernest setelah sebelumnya menempelkan selembar Post-it berwarna kuning cerah.
Shizu melihat dari kejauhan ketika Kak Ernest menemukan hadiah kecilnya itu. Kening Kak Ernest berkerut ketika membaca tulisan yang ada di sana.
Untuk: Kak Ernest Yang sabar ya, Kak. Jangan menyerah.
Our greatest glory is not in never falling but in rising every time we fall. Confucius
Shizu Hati Shizu serasa melambung ke langit ketujuh saat melihat awan badai yang tadi menaungi wajah Kak Ernest memudar. Kak Ernest tertawa kecil, memamerkan sepasang lesung pipi di wajahnya sambil menatap ke sekeliling, mencari-cari sosok pengirimnya. Shizu memang langsung kabur dan bersembunyi sebelum mata elang Kak Ernest menemukannya. Tapi kejadian itu betul-betul menumbuhkan harapan baru di hati Shizu dan membuatnya yakin untuk mengungkapkan perasaannya di hari penuh cinta sedunia, yaitu hari Valentine.
Maka pada hari itu, tanggal 14 Februari, Shizu menunggu-nunggu kesempatan untuk bisa berbicara empat mata dengan Kak Ernest. Ketika kesempatan itu tiba,
Shizu menyerahkan cokelat trufle yang ia bungkus dengan kantong kertas berwarna krem itu pada Kak Ernest.
Ini& buat Kak Ernest.... Shizu berkata dengan suara bergetar karena gugup.
Wow! Romantisnya!!! Shizu bagai tersambar petir mendengar seruan itu. Ternyata di belakang Kak Ernest, berkumpul seluruh tim basket putra dan mereka semua menyoraki adegan barusan. Wajah Shizu terasa panas dan ia sangat malu. Ia berharap saat itu juga bumi terbelah dan menelannya hidup-hidup. Shizu tidak tahan melihat wajah Kak Ernest yang juga tampak malu dan terganggu.
Alih-alih menerima cokelat itu, Kak Ernest hanya diam memandang Shizu dari ujung kepala sampai ujung kaki. Elo Shizu" Jadi elo yang selama ini suka ngirim salam ke gue" Nada suaranya jauh dari kesan bersahabat.
Shizu mengangguk singkat tanpa berani mengangkat wajah. Teman-teman Kak Ernest semakin ramai menyoraki mereka berdua. Sorakan tersebut sontak berhenti ketika Kak Ernest merenggut bungkusan di tangan Shizu dengan kasar, lalu mengacungkannya di depan wajah Shizu.
Eh, lo kira-kira dong kalau mau sok cari perhatian. Gara-gara temen lo itu sering nyampein salam lo sambil teriak-teriak di depan anak-anak, gue jadi diledekin sama mereka! Dan gara-gara itu, gue nyaris diputusin sama cewek
gue. Tau nggak lo"! hardik Kak Ernest dengan nada satu oktaf lebih tinggi.
Shizu terperangah dengan wajah merah padam, seakanakan Kak Ernest baru saja menampar wajahnya berkalikali. Ia memang sempat curhat soal Kak Ernest ke Cassie, dan Cassie beberapa kali menawarkan diri untuk menyampaikan salamnya pada Kak Ernest. Herannya, selama ini yang Shizu dengar dari Cassie, Kak Ernest selalu senang saat membalas salamnya. Kenapa sekarang Kak Ernest malah marah"
Shizu hendak mengatakan sesuatu, tapi lehernya tercekat. Suara-suara yang keluar dari mulutnya terdengar seperti orang gagu. Kak Ernest kemudian menghela napas dengan jengkel. Udah deh, sekarang lebih baik lo hentikan semua usaha kampungan lo itu. Oh iya, lebih baik lagi kalau lo keluar dari ekskul basket. Toh selama ini lo cuma mempermalukan diri lo sendiri di lapangan! Setelah mengatakan itu, Kak Ernest pun pergi meninggalkan Shizu diikuti teman-temannya. Beberapa di antara mereka menatap Shizu dengan pandangan mengasihani, tapi ada juga yang cengar-cengir mengejek. Kak Ernest melempar kado dari Shizu ke dalam tong sampah, lalu menepuknepuk tangannya, seolah baru membuang sesuatu yang sangat kotor.
Shizu tidak tahu bagaimana kejadian itu bisa menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Tapi yang jelas, sekarang Shizu harus menjalani hari-harinya di sekolah seperti
teroris menghindari kejaran polisi. Ia tidak mampu membalas tatapan mata teman-temannya yang seolah mencemooh. Ia sengaja datang lebih telat dan pulang lebih cepat. Ia bahkan menyuruh Pak Jackie sopirnya untuk menjemput di gang belakang sekolah agar Shizu tidak perlu berjalan melewati lapangan saat pulang. Shizu juga tidak berani lagi jajan di kantin, takut bertemu dengan Kak Ernest dan teman-temannya. Kalau tidak ingat Mama, rasanya ingin sekali Shizu membolos sekolah!
Siang itu, lagi-lagi ia harus pulang ke rumah dengan wajah sembap. Biasanya selama ini Shizu suka merasa kesepian di rumah. Semenjak orangtuanya bercerai, Shizu memang sering ditinggal sendiri di rumah oleh mamanya yang supersibuk. Baru kali ini Shizu merasa kalau hal itu justru menguntungkan. Ia sedang ingin sendirian dan tidak mau diganggu oleh siapa pun. Setelah seharian menjalani hari yang berat, ia hanya ingin berbaring sendirian di kamar sambil berkhayal kalau semua manusia di bumi ini lenyap, kecuali dirinya.
Hai, Shizu! Baru pulang"
Shizu tersentak kaget ketika belum sempat ia mengeluarkan kunci rumah untuk membuka pintu, pintu rumahnya sudah terbuka duluan. Seorang gadis berusia dua puluhan tersenyum ceria menyambutnya. Kak Heidi"
Surprise! Kak Heidi tertawa ceria sambil mencium kedua pipi Shizu. Siang hari itu Kak Heidi kelihatan
sangat segar dengan tank top kuning cerah, rok denim selutut, dan rambut panjang dicepol. Tadi pulang kuliah aku langsung ke sini. Nah, sekarang kamu mending cuci muka, ganti baju, pasang senyum yang manis& dan aku tunggu di bawah ya!
Kita mau ke mana, Kak" tanya Shizu heran. Girls day out! Pokoknya, hari ini khusus hari terapi patah hati. Ayo! Sambil nyengir lebar, Kak Heidi mendorong Shizu menuju kamarnya.
Kak Heidi tau dari mana" Shizu semakin heran dengan kata-kata Kak Heidi.
Tadi malam, Mama kamu nelepon aku. Tante cemas sekali melihat keadaan kamu. Tante bilang belakangan ini Shizu sering melamun, murung, dan nggak mau bicara sama siapa-siapa, padahal selama ini tidak pernah begitu. Aku langsung bisa ambil kesimpulan, pasti karena patah hati! Dan terapi untuk patah hati adalah jalan-jalan sambil makan makanan yang enak-enak. Lupain dulu semua diet kamu khusus untuk hari ini, oke" kata Kak Heidi panjang-lebar sambil tak henti-hentinya tersenyum.
Walaupun saat itu pergi jalan-jalan dan makan adalah hal terakhir yang ingin Shizu lakukan, Shizu menurut saja karena ia tidak mau menyinggung perasaan Kak Heidi yang sudah susah-susah datang ke rumah. Shizu merasa bersalah pada Mama. Selama ini Mama sudah cukup pusing dengan pekerjaannya yang bertumpuk dan membuat stres, dan kini Shizu malah menambah kekhawatiran Mama.
Setelah didandani Kak Heidi dengan baju-baju anak kuliahan -nya yang modis dan make up minimalis, jalanjalan mengelilingi Senayan City sambil makan sundae cokelat, bercanda-canda dan ber-window shopping, perasaan Shizu langsung berbalik seratus delapan puluh derajat dari saat pulang sekolah tadi. Ia akhirnya bisa menceritakan soal Kak Ernest tanpa menangis, walau sesekali suaranya masih terdengar tertekan karena emosi.
Di luar dugaan, bukannya mengasihani atau malah memaki, Kak Heidi malah tertawa sampai nyaris tersedak es krim ketika mendengar cerita Shizu. Astaga& untung saja kamu tidak jadian dengan dia, Shizu! Kamu nanti pasti bakal makan hati kalau jadian sama cowok freak kayak begitu.
Maksud, Kakak" Shizu mengerutkan kening. Entah kenapa, dalam hati Shizu ada sedikit rasa puas mendengar Kak Ernest dikatai freak oleh Kak Heidi.
Ya iya dong. Pertama, dia bilang nggak suka sama cara Cassie menyampaikan salam kamu karena katanya itu kampungan. Padahal dia sendiri" Kalau memang dia merasa lebih baik dari itu, kenapa dia nggak menyampaikan rasa nggak sukanya dengan cara yang lebih baik daripada mempermalukan kamu di depan temen-temennya" kata Kak Heidi sambil melemparkan gelas es krimnya yang sudah kosong ke tong sampah. Itu tindakan orang yang kampungan.
Kedua, si Ernest main marah aja tanpa mau konirmasi
dulu ke kamu. Apa kamu mau jadian sama cowok yang cara berpikirnya masih kayak anak balita gitu" Begitu denger sesuatu yang buruk tentang seseorang, langsung main ngamuk-ngamuk saja tanpa mau berusaha ngomong baikbaik. Iiih! Kalau aku sih, amit-amit deh! Kak Heidi mencibirkan bibir, mengejek. Saat mengatakan itu, Kak Heidi tampak sangat kocak sehingga Shizu tidak tahan untuk tidak tertawa terbahak-bahak. Semua rasa bersalah yang membebani Shizu selama ini, hilang dalam sekejap.
Pokoknya, Shizu! Jangan biarin kamu berlama-lama sakit hati gara-gara dia. Buang-buang waktu dan energi saja, kata Kak Heidi. Kak Heidi kemudian merangkul Shizu dari samping. Kamu berhak mendapatkan cowok lain yang jauh lebih baik dari Ernest, yang cara berpikirnya tidak kekanak-kanakan dan memperlakukan wanita atau siapa pun dengan respek.
Mata Shizu kembali berkaca-kaca, tapi bukan karena sedih. Ia terharu sekali mendengar kata-kata Kak Heidi. Ia sangat bersyukur memiliki sepupu sebaik Kak Heidi, yang jauh lebih tua darinya tapi nggak sok dewasa dan tidak menyepelekan dirinya.
Tapi& aku masih agak khawatir soal bagaimana menghadapi besok& , kata Shizu lirih.
Shizu sayang, teman-teman kamu pasti punya kehidupan dan masalah mereka sendiri-sendiri. Mereka nggak bakal mau terus-terusan mengurusi orang lain& kecuali kalau mereka betul-betul putus asa karena nggak punya
hal lain yang lebih berguna untuk dilakukan. Kak Heidi membelai rambut Shizu, menatap langsung ke dalam matanya. Kamu tau Oprah Winfrey" Dulu dia pernah mengalami pelecehan seksual, tapi ia nggak membiarkan hal itu menghalangi dia untuk menjadi orang hebat seperti sekarang. Begitu juga dengan kamu. Kamu tetap jadi orang yang menentukan akan jadi apa kamu sepuluh tahun mendatang, bukan orang lain. Terserah orang lain mau ngomong apa tentang kamu. Yang jelas kamu akan tetap menjadi Shizu yang manis, baik hati, and forever will be my most favorite cousin!
Shizu tersenyum manis, senyum tulus yang pertama kali sejak seminggu terakhir yang terasa bagai berabad-abad lamanya. Makasih, Kak Heidi! Ia memeluk sepupu kesayangannya itu, yang balas memeluknya tak kalah erat.
Kini harapan baru muncul di hati Shizu seperti pucuk daun yang baru saja tumbuh setelah kemarau panjang. Mungkin saat ini Shizu belum bisa menganggap patah hatinya dengan Ernest sebagai hal yang selucu pengalaman terpeleset kulit pisang tidak di saat luka di hatinya masih terasa nyeri. Tapi, siapa yang tidak pernah terluka di dalam hidup mereka" Walau begitu, hidup akan terus berjalan. Kejadian ini nantinya akan jadi satu kejadian yang membuatnya tertawa ketika ia menoleh ke belakang, seperti seorang atlet lari yang tertawa ketika mengingat ia pernah jatuh berkali-kali saat belajar berjalan. ****
Jadi ini rasanya. Sai Aslan membatin pernyataan, bukan pertanyaan. Punya tiga kakak cowok di rumah yang cuma bisa ngomong Elo nggak apa-apa, kan" atau Ayolah, cewek kan nggak cuma dia aja! tidak banyak membantu mengatasi perasaan aneh yang tengah melanda hati Sai. Sakit tapi masih hidup. Melewati hari seperti biasa, namun perasaan dan kepala hampa. Ia seperti orang lagi mati rasa.
Jadi ini rasanya sudah benar-benar putus hubungan dengan Almashira, bahkan sebagai sahabat sekalipun.
Sai kembali membatin. Langkah kakinya terhenti. Jarinya mengetuk-ngetuk tiang listrik di sebelahnya. Malam terasa sangat pekat, padahal baru masuk pukul delapan. Ia hanya ditemani sorot redup lampu jalanan dan sayup-sayup suara teriakan tukang sate.
Lampu jalanan. Desir angin. Supranatural Sitta Karina Pertama kali Sai menerima kemampuan unik dirinya.
Bisikan. Sai mengangkat kepalanya ke atas, ke lampu jalanan, yang ia yakini sebagai sumber bisikan sebuah lantunan isak tangis.
Ada anak perempuan sedang duduk di kap lampu jalanan sambil menangkupkan kedua tangan di wajah. Ia tengah menangis.
Hei! Sedang apa di situ" Walau setengah heran, Sai tetap memanggilnya. Saat itu dingin sekali. Sebentar lagi hujan akan turun.
Gadis itu menoleh ke arahnya, rautnya bingung. Ayo, turun. Sai berkata lagi, tidak menunggu reaksi si lawan bicara.
Dalam hitungan detik yang begitu cepat, gadis itu turun. Tubuhnya menembus kap lampu lalu melayang ringan ke atas aspal. Tepat di depan Sai.
Berhadapan langsung, Sai dapat melihat sebentuk tiang lampu jalanan... langsung dari tubuh gadis sebaya di depannya.
Aku Danya. Gadis itu mengulurkan tangannya, ingin bersalaman.
SIALLLL! HANTUUUUU! Sai pun lari pontang-panting.
Halo. Shoot! Sai spontan lompat dari tempat tidur ketika
keesokan paginya si wajah familier semalam wajah si hantu juga isiknya yang transparan kini melayang di depannya.
Damn! Pergi dari sini, hantu!
Namaku Danya, gadis itu mengulang namanya, lalu melihat ke kedua telapak tangannya. Ya, aku memang... yah, sejenis hantu. Rautnya jadi sedih saat mengucapkan itu.
Sai mematung sesaat. Terdengar derap langkah dari tangga di luar kamarnya. Sepertinya ada yang terkejut mendengar teriakannya.
Pintu kamar terbuka. Muncul Reffa, si kakak cowok yang cuma beda setahun dengan Sai. Raut wajahnya seperti merasa terganggu. Reffa gondok, pagi-pagi buta adiknya sudah bikin ribut. Mimpi indahnya bersama Megan Fox jadi buyar.
Berisik! LIHAT TUH! Ada hantu! Sai menunjuk ke depan mukanya dengan sangat bernafsu.
What the " Reffa bingung dan mulai mengira adiknya setengah sinting.
Di depan gue! Tuh, ada hantu. Elo udah bangun belom sih "
Buk! Sebuah bantal mendarat telak di muka Sai. Elo tuh yang harus bangun!
Danya masih berdiri di situ, kedua tangannya terlipat
di dada. Ekspresinya terganggu mendengar cara bicara Sai, tapi ia tampak tidak terlalu kesal; matanya malah asyik meneliti tiap sudut kamar Sai.
Sai dapat melihatnya. Sayang Reffa tidak. Dan si abang sebal dengan lelucon Sai yang menurutnya norak bin kekanak-kanakan. Reffa jadi bete. Karena telanjur bangun, akhirnya Reffa memilih turun ke lantai bawah untuk mendapatkan secangkir kopi.
Kamu sebenarnya nggak takut, kata Danya setelah Reffa hilang dari pandangan.
Iya, gue terganggu. Bukannya takut! sembur Sai. Ia meraih cepat raket tenis yang tergantung di balik pintu kamar kemudian menembus tubuh Danya begitu saja. Gue nggak mau ke mana-mana diikutin setan!
Aku bukan setan atau hantu, tau! Aku arwah gentayangan.
Sai berhenti berjalan. Meneliti igur Danya sekali. Danya memakai setelan kasual: celana capri dan kaos loose warna merah. Gayanya easy, enak dilihat seandainya tidak tembus pandang.
Point taken. Kalo elo arwah, harusnya kan nggak gentayangan. Tempat lo bukan di sini.
Danya melengos dengan kedua mata berputar. If only I could move to the afterlife, I wouldn t be here, moron.
Moron" Kekesalan Sai makin menjadi-jadi. Ia bersiap meninggalkan Danya yang masih terpaku di tepi tempat tidurnya.
Sai, jangan pergi. Danya setengah merengek. Bukan manja, melainkan kesal.
Kenapa" Aku bingung... hal terakhir yang kuingat sebelum meninggal adalah aku di-bully.
Pengakuan kontroversial itu sukses membuat Sai membatalkan latihan rutin tenisnya Sabtu pagi itu.
Kalo nge-date sama cewek bukannya sebaiknya ke Starbucks, ya"
Danya kecewa melihat sekelilingnya. Bukan mal apalagi kafe, melainkan SIS. SMA Satria Indonesia School. Mereka sedang berada di bagian belakang pelataran sekolah, area yang jarang dilewati orang.
Kita bukan lagi date, Sai menggumam nggak konsen. Ditempelkannya telapak tangan pada tembok sekolah yang remang-remang karena cahaya matahari terhalang pohon besar di depannya. Lo bilang, lo sekolah di sini" Danya mengangguk.
Sai kenal beberapa teman dari SIS. Walau dari luar sekolah ini tampak megah, terpelajar, dan normal , ia tahu SIS masih berjuang memerangi maia-maia bullying yang tak lain adalah para muridnya sendiri. Melihat Danya sekarang, mungkinkah ia meninggal karena... Jadi kejadian bullying-nya di sekolah" Seharusnya iya.
What" Apa maksudnya seharusnya " Lo nggak ingat" Danya berpikir lebih keras. Nggak tau, lebih tepatnya. Ia ikut berdiri di sisi Sai. Lengannya menembus lengan Sai; kalau wujudnya bukan hantu mereka seperti tengah berpegangan tangan.
Namanya Reggi, Puput, dan Aina. Siapa" Sai tidak mengerti.
Mereka yang nge-bully aku. Anak kelas 12. Some crazy tradition before graduation.
Diapain" Sai berbisik. Sejujurnya ia merasa ngeri mendengar jawaban Danya. Apalagi walaupun berusaha tampak cool, ekspresi cewek itu berubah drastis. Danya kini meringis.
Digampar, rok sekolahku dirobek, disiram bensin.... Holy cra
Tapi nggak sampai bakar-bakaran. Cuma disiram bensin aja.
Mata Sai kini berkilat marah, tapi bukan pada Danya. Tetap saja itu kriminal.
Danya memutar mata. Ia tahu itu. Tapi apa gunanya, toh sekarang ia sudah mati"
Apa lagi yang lo ingat" Mereka ngegampar lo" Ngerobek rok sekolah" Lalu..."
Danya geleng-geleng kepala.
Sai tampak frustrasi. Gimana gue bisa bantu kalau lo nggak inget apa-apa" Kalau nggak ada petunjuk apaapa"
Mata Danya tiba-tiba tertumbuk pada benda berkilauan di dekat kaki Sai. Sebuah gelang.
Ia pun memungutnya. Ini punyaku.
Jadi sudah jelas siapa pelakunya, kan" Ayo kita ke kantor polisi, Sai memotong tidak sabar. Gesturnya sudah siap menghajar siapa pun yang terbukti bersalah.
Dan abis ini gue nggak usah capek-capek lagi hang out sama si hantu nggak jelas! Easy. End of case, batinnya kemudian.
Tapi Danya tetap mematung, menatap charm bracelet keperakan yang katanya miliknya. Keceriannya sirna. Yang ada hanya hampa. Perubahan itu membuat Sai tidak tahu bagaimana harus bersikap. Dirinya rikuh, seperti ia ini... pacarnya.
Tiba-tiba sorot mata Danya berpindah ke Sai. Kamu... kenapa akhirnya kamu mau ikut aku"
Sai terenyak. Releks ia mundur selangkah. Mau tak mau diutarakannya pertanyaan yang selama ini menempel di kepalanya, Mau cari tau: kenapa gue" tuturnya. Kenapa gue yang bisa ngeliat elo; orang yang bahkan nggak kenal elo sama sekali"
Hari Sabtu yang absurd dan nelangsa. Sai kembali lagi ke rumah. Danya masih bersamanya karena tidak tahu harus pergi ke mana. Pulang ke rumahnya pun tidak akan membuahkan hasil apa-apa. Orangtua dan kakak Danya tidak ada yang dapat melihat wujudnya ketika ia muncul di sana. Mereka masih dalam keadaan berduka. Dan pemandangan suram itu hanya membuat Danya ketularan sedih. Sai tambah tak tega, jadi ia membiarkan saja Danya mengikutinya. Pertanyaan, kenapa mesti dirinya yang bisa melihat Danya, terus terngiang di kepalanya.
Hei, jangan sedih dong! tiba-tiba Danya berujar ceria sambil menepuk keras punggung Sai dari belakang. Sai nyaris tersedak cheeseburger Blenger Burger yang sedang dimakannya. Tadi Sai hampir membeli dua porsi, untuknya dan Danya. Tapi ia langsung sadar bahwa yang mengikuti dirinya dari tadi adalah roh gentayangan, yang jelas-jelas nggak bisa makan ataupun minum.
Kenapa gue yang sedih" Sai balik bertanya. Harusnya elo....
Aku nggak sedih. Aku penasaran. Danya menggenggam lebih erat gelang cantik yang sudah berdebu itu.
Saat itu tidak ada siapa-siapa di rumah keluarga Aslan. Semua kakak Sai Andra, Aga, Reffa asyik dengan agenda masing-masing. Pak Gading Aslan, kakak almarhum ayah Sai yang kini menjadi wali mereka dan tinggal di rumah itu, juga sedang pergi. Tadi pagi Sai lihat Oom Gading pergi membawa ransel besar. Kemungkinan ia akan menjelajah alam lagi. Setelah dua minggu yang lalu ke Bunaken, Sai menebak kali ini si oom pasti sedang melancong ke Pulau Karimun. What a good coincidence. Dengan
begini Sai jadi lebih gampang ngobrol sama Danya. Nggak akan ada yang mengira dirinya gila.
Pernah terpikir kalau elo dibunuh"
Sai baru menghabiskan cheeseburger-nya ketika bertanya begitu. Setitik mayones tersisa di sudut mulutnya. Melihat Danya cekikikan melihat gaya makannya yang seperti anak kecil, cepat-cepat Sai menyeka mayones itu sekenanya.
Kalau dibunuh, kenapa setelah kematianku nggak ada sesuatu yang heboh" Nggak ada polisi di rumah atau di sekolahku kok.
Sai berpikir lagi. Hmm, bagaimana dengan... jasadmu" Jawaban Danya tergantikan oleh suara rintik hujan di luar. Suasana mendadak jadi tenang, syahdu. Sai membayangkan dirinya sedang menikmati hari yang telah berganti sore bersama Almashira walaupun nyatanya bukan. Dan bersama Danya pun... semua ini tidak seburuk yang ia kira. Sayang Danya hanya hantu. Dari tadi Sai memang merasa iba, berempati pada cewek itu bukannya suka. Tapi kini Sai mulai meragukan perasaannya sendiri.
Ada. Di kompleks pemakaman umum Tanah Kusir. Mata Danya mengikuti tatapan Sai, ke luar jendela, ke arah hujan. Aku bukan orang hilang. Jasadku ditemukan. Yang berarti, seharusnya aku nggak gentayangan, Sai.


Pertama Kalinya Karya Sitta Karina di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Point taken. Sai mengangguk, sependapat. Kecuali ada urusan yang belum selesai di dunia ini. Like all ghosts do.
Mereka duduk berhadapan di meja pantry. Charm bracelet tergeletak tepat di tengah-tengah mereka. Danya yang pertama kali melirik ke situ. Mungkin ini bisa jadi petunjuk kita.
Ini. Sai menghela napas cepat, meraih charm bracelet dan memainkannya di antara jemari tangannya, Dan orang yang pernah ngasih ini ke elo.
Namanya Azra. Azra" Ya. Azra. Cowokku yang ngasih charm bracelet ini. Oke, keadaan jadi makin aneh. Kalau saat masih hidup Danya punya pacar, lantas kenapa ia malah lari ke Sai... bukannya ke Azra ini"
Sai berpikir keras. Sesekali ia melirik ke samping. Danya tertidur tenang di tempat tidurnya. Tubuhnya masih transparan. Tapi tetap saja kini ada cewek di kamarnya dan itu cukup menjadi distraksi bagi otak mumetnya. Tak disangka hantu bisa tidur juga.
Tangan Sai mengetuk-ngetuk meja, otaknya merunutkan benang merah kejadian: Danya di-bully di sekolah, gelang miliknya pemberian Azra tergeletak di tanah, Danya mendapati dirinya sudah jadi hantu dan duduk di atas lampu jalanan. Di situlah mereka bertemu pertama kalinya.
Huh! Jalan buntu. Terlalu sedikit petunjuk yang mereka kumpulkan. Sai bangkit dari kursi meja belajar dan meraih ponselnya. Sekali lagi ia memperhatikan sosok ramping di tempat tidurnya dan pipinya tiba-tiba jadi kemerahan. Ada cewek tidur di kamar gue....
Segera saja ia halau pikiran aneh-aneh yang hinggap di kepalanya.
Salah satu dari mereka pasti bisa kasih penjelasan. Senior-senior yang menggencet Danya seumuran Reffa. Dan Reffa kenal beberapa anak SIS.
Pintu rumah langsung dibuka oleh orang yang dicarinya. Reggi. Cewek ini memandangi Sai penasaran. Ada harapan dan agenda terselubung dalam tatapannya. Hai, gue temennya Danya, Sai berkata.
Reggi tersentak kaget. Mimiknya tidak ramah lagi. Dari gayanya, Sai dapat melihat kalau gadis ini sebenarnya super snob dan pastinya galak. Tipikal kakak kelas yang nggak mau kalah sama juniornya.
Mmm, gue nggak bisa ngomongin itu. Lagi sibuk. Reggi mengalihkan matanya dari tatapan tajam Sai.
Sebentar aja. Sai ngotot menahan pintu dengan tubuhnya. Dan ia pun tidak mau repot-repot bersikap ramah lagi. Di hari yang sama sebelum Danya meninggal, elo sempat ngobrol sama dia, kan"
Danya siapa" Atau lebih tepat, bullying dia"
Gue bener-bener lagi sibuk. Gue bisa teriak nih sekarang.
Gue juga bisa teriak kalau ada yang bersekongkol bullying sampai mengakibatkan kematian seseorang!
Ucapan Sai membuat mug isi air jeruk segar yang Reggi pegang terjatuh.
PERGI DARI SINI! Reggi berseru histeris sambil terus mendorong pintu, membuat Sai setengah terjepit. Bukan gue bukan kita! Abis kita gencet, Azra yang bawa Danya pergi. Azra teman sekelas gue. Dia kapten tim renang kebanggaan SIS, dia yang nyelametin tuh cewek! Apa sih yang dilihat Azra dari dia" Danya tuh cuma junior biasa. Asli! Biasaaaaa banget!
Sai tercengang mendengar pernyataan Reggi. Ya, kesan pertama bertemu Danya memang tidak ada yang istimewa, apalagi membuat hati Sai deg-degan. Kecuali seorang hantu, Danya hanya cewek biasa. Saking biasanya, terasa begitu natural tatkala Sai mengobrol dengannya. Natural... dan nyaman.
...Azra bisa dapetin cewek mana pun. Siapa pun. Selain Danya!
Sai merasa tidak perlu mendengarkan lebih jauh. Belum pernah rasanya ia sealergi sejijik, seemosi ini pada cewek.
Diam! Dasar lo nggak punya malu, Sai mendesis. Bersamaan dengan itu mamanya Reggi datang menghampiri mereka mengecek siapa gerangan tamu di pintu teras rumahnya. Wanita itu memperhatikan Sai dan Reggi dengan ekspresi bingung, sedikit tersenyum gugup, dan akhirnya berpaling ke putrinya.
Reggi menoleh ke mamanya. Polah histerisnya kian menjadi-jadi. Aku nggak bunuh si Danya, Ma!
Tenang. Tenang, Sayang! Mama kelimpungan melihat polah anaknya.
Sai pergi dari situ tanpa berpamitan. Kita lihat saja nanti, ujarnya sambil berlalu.
Danya, Sai mengucap nama tersebut di bibirnya. Rasa terganggu itu berubah jadi iba lalu jadi kangen. Kehadiran Danya pelan-pelan membuat Sai berpikir, tersadarkan, bahwa mungkin keadaan dirinya yang bisa melihat roh halus ini bukan sekadar kebetulan. Mungkinkah ini sebenarnya kemampuan khusus... suatu permulaan yang menunjukkan gue ternyata seorang freak, bukan hanya manusia biasa"
Azra. Kelas 12 juga. Kapten tim renang SIS. Informasi singkat ini terekam jelas di kepala Sai. Sekarang semua jadi lebih jelas, pikirnya. Bahkan ada kemungkinan Azra berteman dengan Reffa. Mungkin Reffa bisa membantu
Tidak! Sai menukas sendiri. Pasti ada maksud di balik semua ini, kenapa Danya hanya datang ke gue... minta tolong ke gue. Bukannya ke Azra atau bahkan Reffa. Pasti ada sesuatu.
*** Petang itu Sai sengaja mengambil jalan pintas menuju rumahnya di perumahan Bintaro Lakeside. Bukan lewat jalanan kampung yang becek, melainkan melewati kuburan. Ternyata sekarang kuburan tua tak terawat itu terasa lebih mencekam dari biasa.
Sai berjalan membelah jalan utama yang memisahkan dua deret kelompok besar kuburan. Ia tidak melirik, tapi ekor matanya menangkap beberapa sosok transparan seperti wujud Danya tengah duduk, berdiri, maupun bertengger di atas batu nisan masing-masing. Mata mereka intens menatap sosok Sai. Lebih dari itu, Sai bahkan menangkap suara-suara bisikan halus yang diantar angin: Dia nggak mundur.
Ya, dia cukup berani. Tapi itu memang tugasnya. Danya tidak mengerti tidak sadar mengapa datang ke orang itu. Mungkinkah dia yang terpilih"
Tidak mungkin! Dia masih menolak takdirnya. Sai seperti tengah bermimpi. Roh-roh gentayangan itu tengah membicarakan dirinya dan Danya! Mereka tampak meragukan dirinya. Dan kata mereka; ia masih menolak takdirnya" Takdir apa" Ia bahkan tidak mengerti apa-apa!
Sai menghentikan langkahnya. Ia memberanikan diri menoleh ke sumber suara itu dan lima pasang mata yang menerjang balik tatapannya. Mata mereka tidak seramah
Danya. Mata yang dingin, skeptis, dan spekulatif. Dosa apa yang telah dia lakukan pada hantu-hantu itu hingga kehadirannya begitu dibenci"
Gue bukan pengecut, Sai menegaskan.
Mata-mata itu masih memandang Sai tidak serius, seperti ia bukan lawan bicara sepadan. Sai paling tidak suka diremehkan begitu. Ia jago bermain tenis karena ia mau, jadi misteri ini pun pasti bisa ia pecahkan. Ia akan melakukan yang terbaik, semampunya, untuk menolong Danya.
Kamu hanya lari di tempat, anak muda. Roh berperawakan paling tua di situ laki-laki bertongkat kayu dan memegang buku kecil berjudul Bumi Manusia berkata.
Sai tidak mengerti maksudnya.
Tugas ini bukan sekadar pekerjaan detektif. Dibutuhkan kesungguhan dan kerelaan hati untuk memecahkannya. Gunakan mata hatimu untuk melihat. Gunakan nuranimu untuk merengkuh takdir.
Dan semua arwah itu menghilang dari pandangan. Yang tersisa hanya gelap.
Kenapa gue membantu Danya" Sai bertanya pada diri sendiri, merenung lama. Apakah karena ingin menolong sesama makhluk Tuhan... atau agar Danya cepat pergi dari hari-hari gue dan semua kembali normal"
Dua hari ini Sai tidak tidur. Karena Danya masih juga
tidak ingat apa-apa tentang penyebab kematiannya, ia tidak punya cara lain selain mencari sendiri serpihan demi serpihan informasi. Matanya pedas karena terusmenerus menatap layar MacBook. Googling.
Semua berita yang ia dapat mengarah pada kesimpulan standar, bahwa Danya meninggal karena memiliki riwayat lemah jantung yang dipicu oleh kelelahan luar biasa. Apalagi tidak ditemukan bekas penganiayaan maupun tindakan kekerasan lainnya. Tubuh Danya ditemukan tak bernyawa di depan pagar rumahnya; ia dianggap kolaps saat sedang berjalan masuk ke rumah. Kasus sudah lama ditutup dan nama-nama yang dianggap terlibat Aina, Reggi, Puput, dan Azra telah dibebaskan dari segala tuduhan.
What the f "! Sai tidak percaya apa yang dibaca berikutnya. Wawancara media dengan Azra.
Sai" Sai mengangkat kepala. Danya terlihat mengantuk.
Kasihan sekali Danya. Padahal ia sangat menyukai charm bracelet ini dan aku baru saja membelikan untuknya. Ini gelang pembawa keberuntungan Danya.
Ada yang janggal dari pernyataan Azra tersebut, juga fotonya. Di foto itu Azra tengah memegang gelang yang dimaksud.
Gelang yang sama yang kini ada di saku Sai.
Apa maksud semua ini" Wawancara Azra dengan reporter dilakukan setelah kematian Danya. Azra memegang charm bracelet yang katanya baru ia beli untuk Danya. Sedangkan mereka menemukan charm bracelet itu belum lama di taman belakang sekolah. Jadi... apakah sebenarnya gelangnya ada dua"
Danya berpindah ke sisi Sai, ikut melihat berita di layar MacBook. Nggak. Cuma satu. Azra sudah lama ngasihnya. Ngaco deh dia!
Sai memejamkan mata lama. Perih mengoyak hatinya. Coba baca ini.
Sai.... Charm bracelet di tangan Danya terjatuh. Bahkan untuk ukuran hantu, Sai dapat melihat betapa pucatnya wajah Danya saat itu. Kenapa... Azra berbohong"
Dua butir air mata menitik di pipi Danya. Gadis ini begitu rapuh hantu kecil Sai yang rapuh.
Sai lalu menarik Danya ke dalam pelukannya, mencoba menenangkannya.
Namun tidak bisa. Sai hanya merengkuh udara. Gue yakin ada yang nggak beres sama Azra, Dan, ucap Sai yakin. Rambut Danya di dekat hidungnya tidak berbau apa-apa. Seandainya Danya masih hidup, Sai menebak wanginya pasti campuran vanilla dan sandalwood.
Aku takut, Sai. Kita ke rumah Azra sekarang. Reffa pasti tahu sedikit informasi tentang dia
Tidak perlu repot-repot. Tiba-tiba Azra sudah berdiri di depan mereka. Di dalam ruang keluarga rumah Sai. Entah bagaimana ia bisa muncul di situ, tanpa suara dan pertanda.
Sai dan Danya sangat terkejut, bagaimana Azra bisa menemukan mereka lebih dulu"
Lucky you, Danya, ucap Azra sinis. Sudah mati tapi masih bisa menemukan kesatria pelindungmu. Orang penyakitan kayak kamu paling juga nggak akan hidup lama. Makanya aku kasih charm bracelet ini untuk mengambil apa yang tersisa dari kekuatanmu. Untuk mempercepat dirimu beristirahat dengan tenang. Tidak kusangka, di dalam tubuh lemah itu ternyata terdapat kekuatan yang sangat istimewa: semangat hidupmu.
Jadi charm bracelet-nya memang ada dua! pekik Danya, melihat ke benda di tangan Azra.
Yep. Satu untukmu. Satu lagi untukku, untuk menerima transfer energimu.
Jadi aku meninggal gara-gara gelang ini" Ekspresi Azra berubah jadi bengis. Jahat seperti iblis dari dunia kegelapan. Oh, bukan. Kita sempat bersenangsenang dulu. Berdua. Di mobilku. Langsung setelah kamu di-bully Reggi dan lainnya. Sayangnya kamu menolak, jadi aku harus memaksamu. I was a good kisser, wasn t I"
Danya dan Sai bagai tersambar petir di siang bolong tatkala mendengar pengakuan Azra.
Pemerkosaan. Brengsek! Sai langsung menerjang Azra yang bertubuh lebih besar darinya. Mereka bergumul intens. Sai tampak terpojok. Tinju Azra beberapa kali mengenai muka Sai. Sampai ketika Azra memegang telapak tangan Sai, ia spontan terpental ke belakang, menghantam meja kayu sungkai dan MacBook Sai di atasnya.
Wow! Apa itu tadi" Bukannya merintih kesakitan, Azra malah bersiul kagum. Elo juga punya kekuatan. Besar dan sangat magis. Segera saja Azra rampas gelang emas dari tangan Danya dan mengopernya ke Sai. Jangan pegang benda itu, Sai!
Sai kalah gesit sehingga menyentuh sebagian permukaan gelang. Sekumpulan cahaya biru berkilauan yang membutakan mata keluar dari mulut Sai, berpindah ke gelang yang Azra pegang. Namun tidak sampai lima detik, Azra malah menjerit kesakitan.
Mata Sai membelalak ngeri melihat sekujur tubuh Azra berasap seperti terbakar dari dalam. Azra melepas gelang di tangannya. Napasnya terengah-engah.
Ekspresi Azra kini tidak lagi main-main. Ia murka dan benci. Merasa dipermainkan.
Gue punya kekuatan" Gila nih orang! Sai masih tidak percaya sampai tiba-tiba Reffa mendarat di sebelahnya, dan dengan satu tangan saja menghasilkan badai kecil yang mementalkan Azra ke dinding. Kali ini Azra terkulai tak sadarkan diri.
R-Reffa..." Sai bengong melihatnya. Jadi semua ini nyata"
Sai langsung melompat ke arah Azra yang sudah pingsan. Tangan kiri Sai mencengkeram leher Azra. Sedangkan tangan kanannya mengangkat tinggi-tinggi mug yang tadinya berisi kopi. Ia siap menghantamkan gelas besar itu ke kepala Azra. Elo ngebunuh Danya. Elo sengaja ngebunuh Danya!
SAI, JANGAN! Dia layak mendapatkan itu, Dan!
Nggak! Kalau membunuhnya, itu berarti kita sama dengan Azra. Membunuhnya juga tidak akan membuatku hidup lagi. Waktu aku di dunia memang sudah habis, Sai. Sudah lewat. Tapi dengan, mata Danya berkedip-kedip, takjub, dan tidak percaya, kekuatan yang kamu dan kakakmu miliki ini, kalian bisa mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik. Lebih aman dari orang-orang seperti Azra.
Danya.... Perlahan Sai melepas cengkeramannya dan meletakkan mug yang tadi hendak dihantamkan ke kepala Azra. Sai berjalan mendekati Danya dan berdiri di depan gadis itu. Kata-kata Danya menggugahnya.
Reffa tampak mencari-cari dengan siapa Sai berbicara sejak tadi. Jadi ini ensis-mu" Nice, brother. Ia tersenyum menyadari hanya adiknya yang dapat melihat roh tersebut.
Ensis" Kening Sai mengerut. Ia baru saja berurusan
dengan orang gila yang memiliki black magic, lalu kakaknya si tengil Reffa ternyata juga bisa menghasilkan angin dari telapak tangannya. Dan barusan Reffa menyebut ensis" Apa itu" Sai semakin bingung.
Sai mengenyahkan rasa penasarannya karena saat ini ia lebih khawatir pada keadaan Danya. Danya, kamu nggak apa-apa" Sekali lagi ia mengecek apakah Danya baik-baik saja. Sukar dipercaya cewek semanis, se-humble ini, menjadi target pembunuhan. Mendadak Sai merasa sedih. Ia mungkin saja memiliki kekuatan, tapi sepertinya itu bukan untuk mengembalikan kehidupan Danya.
Danya yang pertama kali merangkul Sai. Kamu memang dikirim buat aku. Thanks, Sai, ujarnya manis.
Danya lalu mengecup pipi Sai cepat, dan anehnya... Sai bisa merasakan itu!
Lalu perlahan wujud Danya memudar, sampai akhirnya menghilang sama sekali. Danya telah pergi ke tempat yang seharusnya. The afterlife. Kehadirannya begitu singkat namun akan membekas lama di hati Sai.
Danya-lah yang membuka mata Sai untuk merangkul takdir uniknya dengan segenap hati. Membuat Sai sadar dan yakin kejadian tadi bukanlah suatu akhir. Ini adalah awal.
Sai berjalan keluar, menerobos hujan. Ke tempat yang tidak lagi ragu ditujunya.
Ensis. Pelan, ia membisikkan itu. Angin malam mengantar gaungnya, seolah-olah ingin membangunkan semua
makhluk yang bersemayam di pelataran kuburan belakang kompleknya. Bersamaan dengan itu siluet-siluet transparan mulai bangkit satu per satu dari rataan tanah, menyambut kehadirannya.
Mata Sai terpicing. Gesturnya mantap, tanpa keraguan. Terima kasih, Danya. Ini bukan kutukan. Ini adalah anugerah. ****
Sitta Karina Sitta Karina Rachmidiharja, penulis yang lahir di Jakarta, 30 Desember 1980 ini karya-karyanya telah diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dan Terrant Books. Ia aktif menjadi kontributor cerpen dan feature article di majalah CosmoGIRL! Indonesia, serta menjadi pengajar pada ajang Coaching Cerpen Kawanku.
Kunjungi Sitta di: sittakarina.com, facebook.com/sittakarina, twitter.com/sittakarina
Alanda Kariza Alanda Kariza lahir di Jakarta, 23 Februari 1991. Ia mulai menulis sejak duduk di bangku sekolah dasar, dan menelurkan novel pertamanya, Mint Chocolate Chips, ketika berusia 14 tahun. Sejak tahun 2005, Alanda sering menulis di beberapa majalah remaja. Saat ini, Alanda kuliah sebagai mahasiswi jurusan International Business di Binus International University.
Tentang Penulis Kunjungi Alanda di: alandakariza.com, twitter.com/ alandakariza
Nia Hesti Aprilya Nia Hesti Aprilya, lahir di Tangerang 16 tahun silam. Siswi kelas 1 SMA Dharma Putra ini senang menggambar, menulis, dan traveling. Di sela-sela kesibukannya sebagai siswi SMA, ia masih meluangkan waktu untuk bermain bersama anjing tersayangnya, Molly Dollydoll. Kunjungi Nia di: facebook.com/niania.aprilya, twitter.com/ niapril
Keshia Deisra Keshia Deisra adalah seorang penulis kelahiran Jakarta, 30 Desember 1994. Memulai debut di Proyek Cerpen: Pertama Kalinya. Keshia akan segera menerbitkan novel solonya pertengahan tahun ini. Saat ini Keshia tengah menjalani program homeschooling sembari mengerjakan proyek-proyek novel berikutnya. Selain menulis, Keshia juga memiliki minat yang besar di bidang fashion industry serta world s history.
Kunjungi Keshia di: facebook.com/keshiadeisra, twitter. com/deisra
Maria Christina Michaela Maria Christina Michaela, yang juga sering dipanggil
Mariche, lahir di Bandung tanggal 11 Juni 1986. Selain hobi menulis (cerita, puisi, dan kadang lirik lagu), Mariche juga gemar memasak, melukis, dan membuat patung clay korea. Penggemar musik akustik, Kings of Convenience dan Jack Johnson, ini pengen banget suatu hari nanti bisa liburan keliling dunia (supaya bisa dapat inspirasi lebih banyak).
Kunjungi Maria di: facebook.com/maria.ch.michaela, twitter.com/marchaela
Natalia Galing Natalia Galing adalah penulis kelahiran Bandung, 25 Desember 1989, yang memulai debutnya pada Proyek Cerpen: Pertama Kalinya. Ia memiliki hobi menulis, menggambar, dan mendengarkan musik.
Kunjungi Natalia di: wewnatali.blogspot.com
Diana Laksmini Diana Laksmini adalah penulis kelahiran Jakarta, 2 Desember 1981, yang memulai debutnya pada Proyek Cerpen: Pertama Kalinya. Ia sangat suka membaca, membuat cake, traveling, mendengarkan cerita teman-temannya, dan belajar tentang fotograi dari kedua kakaknya. Dari situlah semua idenya mengalir.
Kunjungi Diana di: facebook.com/diana.laksmini, dianalaksmini.multiply.com
Stephanie Renni Anindita Stephanie Renni Anindita (Stephie) lahir di Jakarta pada tanggal 20 April 1987. Ia menyukai membaca dan menulis. Harapannya adalah agar dari hobinya tersebut, ia bisa menulis novelnya sendiri. Inspirasi tulisannya ia dapat dari buku-buku yang ia baca, imajinasinya, pengalamannya, dan juga dari orang-orang di sekitarnya. Salah satu penulis yang paling banyak menginspirasi tulisan-tulisannya adalah Jacqueline Wilson. Kunjungi Stephie di: facebook.com/stephie.anindita, pongostephiegmaeus.blogspot.com, twitter.com/ stephieanindita
GRAMEDIA penerbit buku utama
GRAMEDIA penerbit buku utama
GRAMEDIA penerbit buku utama
There s always a irst for everything. Dan yang namanya pengalaman pertama dalam kehidupan remaja pasti rasanya bermacam-macam: senang, seru, sedih, deg-degan& tak terlupakan!
Begitu juga dengan hal-hal unik yang dialami para tokoh dalam ceritanya, seperti Aisha ( Bandara ), Sai Aslan ( Supranatural ), Keyko Satwika ( Ekspresi Ruby Keyko ), Alif
Hanaiah ( Mata Hati ), serta 8 cerpen lainnya.
Poin plus lainnya dengan membeli buku ini adalah kalian ikut membiayai sekolah anak-anak dari keluarga prasejahtera di Indonesia. Sebagian besar hasil penjualannya akan disumbangkan ke GNOTA (Gerakan Nasional Orang Tua Asuh), untuk kemudian disalurkan ke daerah-daerah di seluruh pelosok tanah air yang membutuhkannya. Kebanyakan dari anak-anak ini baru memulai SD. Jadi dapat dibayangkan, sebuah kesempatan untuk bisa bersekolah akan menjadi pengalaman pertama yang sangat menyenangkan bagi mereka!
Have fun with these irst-time moments. Your experience is as precious as yourself!
Kisah Dewi Kwan Im 1 Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Muslihat Cinta Iblis 3

Cari Blog Ini