Ceritasilat Novel Online

Sampul Maut 6

Sampul Maut Karya Wen Wu Bagian 6


sedih setelah mengetahui bahwa Wei Beng Yan adalah ahliwaris
Yu Leng. "Tentu Ji tay-hiap telah membunuh diri......" katanya parau.
399 "Ada hubungan apakah gadis ini dengan guruku," tanya Wei Beng
Yan dalam hati setelah melihat kesedihan gadis itu, "apakah gadis
ini masih pernah kemenakan dengan guruku atau......"
Wei Beng Yan menjadi bingung, pertama gadis itu telah membuat
patung gurunya, kemudian menjadi sedih dengan keyakinan
gurunya telah membunuh diri. Untuk membongkar teka-teki ini ia
sengaja berkata.
"Guruku belum membunuh diri, dia bilang masih ingin hidup
sepuluh tahun lagi!"
To Siok Keng jadi terbelalak mendengar keterangan itu.
"Belum membunuh diri?" tanyanya heran.
"Belum!"
"Tetapi......"
"Tetapi mengapa?" Siauw Bie mendahului menanya.
"Bie moay, tenang sedikit!"
"Apakah aku masih kurang tenang?"
"Bie moay, dalam hal ini bukan To siocia saja yang menjadi raguragu mungkin perasaan yang sama meliputi semua orang yang
mendengar keteranganku itu."
400 "Wei siohiap, aku bukan meragukan keteranganmu, tetapi aku
merasa heran mengapa Ji tay-hiap mengingkari sumpahnya
sendiri?" Tergerak hati Wei Beng Yan mengetahui gadis itupun merasa
heran akan batalnya Yu Leng membunuh diri. Tiba-tiba saja
peringatan Ouw Lo Si bergema dalam telinganya.
"Wei siohiap, jika Yu Leng betul-betul bukan gurumu yang asli,
berhati-hatilah terhadap dia itu, karena dapat dipastikan bahwa
ilmu silatnya lihay sekali......."
"To siocia," ia lalu berkata. "Ada hubungan apakah antara guruku
dengan kau sendiri?"
"Patung yang kau tidak kenal itu, adalah patung guruku! Subo-mu!"
"Thian-hiang sian-cu"!"
"Betul!"
"Kita telah lama berkecimpungan dalam dunia Kang-ouw," kata
Siauw Bie, "tetapi kita belum pernah mendengar Thian-hiang-siancu mempunyai seorang ahliwaris! Sekarang kau mengaku sebagai
muridnya, kau yang tinggal terpencil di daerah pegunungan
Oey?san ini. Gegabah benar kau menggertak-gertak orang!"
"Siauw siocia, apakah kau mengira aku berdusta?" kata To Siok
Keng dengan suara lemah lembut, namun Wei Beng Yan segera
dapat melihat bahwa gadis itu merasa sangat tersinggung dengan
ucapan Siauw Bie yang ketus itu.
401 Wei Beng Yan jadi serba salah, ia mengetahui bahwa Siauw Bie
sangat cemburu, dan jika To Siok Keng yang tadinya tenang telah
tersinggung, bukankah suasana kelak akan menjadi gawat"
Ia memutar otaknya untuk mencari jalan keluar, tetapi tiba-tiba
Siauw Bie memukul meja dan membentak.
"Mengapa kau jadi demikian kolokan?"
"Bie moay, tenang sedikit. Kita datang di sini sebagai tamu, dan
sebagai tamu kita harus......"
"Yan koko! Jika dia sebagai nona rumah bersikap kasar, apakah
kita sebagai tamu yang harus dihormati dilarang bersikap sama"!"
"Bie......" belum lagi Wei Beng Yan menyelesaikan ucapannya itu
ketika...... "Siauw siocia, jika aku telah bersikap kasar, aku yang rendah minta
diberi maaf. Karena aku tidak pernah bermaksud demikian, aku
selalu menganggapmu sebagai seorang sahabat!"
"Seorang sahabat yang akan kau gait kakinya dari belakang!"
Ucapan tanpa tedeng aling-aling itu membuat Wei Beng Yan
merasa malu sekali, ia berbangkit dengan maksud mengajak
Siauw Bie berlalu dari situ, tetapi lagi-lagi Siauw Bie yang sudah
sangat cemburu itu berkata.
402 "Jika kau benar-benar murid Thian-hiang-sian-cu, ilmu silatmu
tentu lihay, tetapi aku masih ingin juga belajar kenal dengan ilmu
silatmu itu!"
"Bie moay, kita sebagai tamu, jika merasa tidak cocok dengan
keadaan di sini, harus lekas-lekas berlalu, mengapa sebaliknya
kau mencari setori?"
"Wei siohiap memang benar, suasana di sini sudah terlampau
panas, sehingga kita tidak lagi dapat pasang omong dengan
gembira!" "Kau mengusir aku?"
"Bie moay. To siocia tidak pernah mengusir kita," kata Wei Beng
Yan sambil menarik tangan Siauw Bie dan berjalan keluar.
Di depan pintu, To Siok Keng mengangguk sambil bersenyum
kepada Wei Beng Yan sebagai tanda perpisahan. Tetapi senyum
selamat jalan itu dapat dilihat dan disalah artikan oleh Siauw Bie
yang sudah dicengkeram rasa cemburu, sehingga tanpa dapat
ditahan lagi amarahnya meluap dan meledak.
"Perempuan tidak tahu malu, apa yang kau tertawakan?"
"Selamat tinggal Siauw siocia, aku senantiasa mengharap kita
dapat jadi sahabat di kemudian hari!"
"Pfui! Aku merasa jijik bersahabat dangan wanita murah
sebagaimu! Aku tidak mau berlalu sebelum menjajal ilmu silatmu!"
403 "To siocia, sampai jumpa lagi!" kata Wei Beng Yan sambil
mengajak Siauw Bie berlalu.
Tetapi tiba-tiba Siauw Bie meronta dan berhasil melepaskan
pegangan tangan Wei Beng Yan. Kemudian gesit seperti seekor
rusa ia menyerang To Siok Keng dengan jurus Sin-liong-pa-bie
(Naga sakti menggoyang ekornya).
To Siok Keng terkejut sekali melihat ketelengasan gadis
berangasan itu, dengan gaya yang mempesonakan ia menyelinap
ke samping dan......
"Brakkk!!"
Dinding pintu rumah gubuknya hancur berantakan diterjang
serangan tinju Siauw Bie yang menyerang sekuat tenaganya!
"Bie moay! Kau telah merusak rumah orang!" kata Wei Beng Yan
sambil lagi-lagi menarik tangan kekasihnya, tetapi Siauw Bie
menggetak sambil membentak.
"Yan koko! Apakah kau tidak senang dengan perbuatanku ini"!"
Wei Beng Yan menghela napas panjang, kemudian ia merangkap
kedua tinjunya memberi hormat kepada To Siok Keng, seraya
berkata. "Aku sangat menyesal sekali, aku......"
"Wei siohiap tidak usah minta maaf, aku mengerti......" To Siok
Keng memotong sambil bersenyum.
404 "Hei perempuan tidak tahu malu, jika kau benar-benar pandai silat,
seranglah aku! Ayolah serang!"
"Siauw siocia, aku tidak ingin bermusuhan denganmu," sahut To
Siok Keng sambil membalikkan tubuh dan berjalan masuk.
Perasaan Siauw Bie yang telah ditunggangi oleh cemburu hebat,
tidak dapat dikendalikan lagi, begitu melihat To Siok Keng berbalik,
ia melangkah maju dan mengirim jotosan ke punggung lawannya
dengan jurus Sin-liong-kian-su (Naga sakti mengincar
mangsanya). Mendadak tampak To Siok Keng melangkah ke samping, dan
serangan Siauw Bie yang sangat berbahaya dan diandalkan itu
telah menyerang tempat kosong. Namun Siauw Bie lekas-lekas
berbalik dan secepat kilat telah menyerang dada lawannya yang
masih juga tidak ingin balas menyerang.
Siauw Bie menjadi girang sekali melihat lawannya tidak berusaha
mengelak atau menangkis, dan ketika tinjunya sudah hampir
mengenai sasaran, tiba-tiba ia menjadi terkejut lengannya telah
didorong ke samping oleh Wei Beng Yan sambil mengeluarkan
bentakan. "Bie moay, berhenti!"
Siauw Bie melihat bahwa To Siok Keng hanya terhuyung sedikit,
lalu berdiri jejak lagi dengan wajah pucat. Ia merasa heran sekali
hembusan angin serangannya yang dahsyat itu, meskipun telah
diselewengkan oleh dorongan Wei Beng Yan, tidak berhasil
melukai dada lawannya. Karena menurut perhitungannya dada
405 adalah bagian yang paling lemah dari tubuh manusia terutama bagi
seorang wanita.
Wei Beng Yan kaget sekali menyaksikan keluhuran serta
kebesaran jiwa si gadis she To, yang meskipun telah diejek,
ditantang dan akhirnya diserang pergi datang, bahkan hembusan
angin serangan Siauw Bie barusan telah melukainya, ia masih
tidak mau melawan.
Siauw Bie merasa penasaran sekali menyaksikan Wei Beng Yan
memihak kepada lawannya itu, maka begitu melihat satu lowongan
ia sudah menyerang lagi dengan jurus Siang-liong-cian-cu
(Sepasang naga merebutkan mustika) ke arah pelipis lawannya.
Tetapi lagi-lagi Wei Beng Yan telah menyampok serangannya itu,
sehingga ia sendiri yang terjerumus ke samping!
"Bie moay! Mengapa kau jadi seperti orang kalap!" tanya Wei Beng
Yan, setelah itu ia menoleh kepada To Siok Keng dan melanjutkan.
"To siocia, aku menghaturkan beribu-ribu maaf, apakah kau terluka
parah?" "Tidak, aku tidak terluka parah," sahut To Siok Keng. "terima kasih
atas perlindunganmu tadi!"
"Hm! Terima kasih!" Siauw Bie mengejek sambil maju satu langkah
dan melanjutkan.
"Yan Koko, aku minta kau minggir!"
406 "Bie moay! Apakah kau bermaksud membunuh orang yang tidak
bersalah?" tanya Wei Beng Yan agak gusar.
"Ya! Sedikitnya aku ingin mengajar adat kepada perempuan tidak
tahu malu ini!"
"To siocia adalah murid Thian-hiang-sian-cu, maka dengan
sendirinya ia jadi pernah Sumoay (saudara seperguruan)
denganku."
"O...... dia jadinya masih pernah Sumoay denganmu?"
"Ya! Kau sudah memukul dan melukainya, apakah, itu masih belum
cukup" Ayohlah minta maaf. Nanti jika guruku datang kita akan
dimaki!" "Kalau begitu mengapa kau tidak saling berpelukan"! Bukankah
pertemuan, yang tidak disangka-sangka antara Suheng dan
Sumoay ini sangat mengesankan"! -- Kau memerintahkan aku
minta maaf" Pfui! Tunggu saja sampai matahari terbit di sebelah
barat!" Setelah berkata demikian Siauw Bie segera
meninggalkan Wei Beng Yan dan To Siok Keng.
meloncat Wei Beng Yan merasa malu sekali melihat tingkah laku kekasihnya
yang kurang ajar itu.
"To siocia," katanya, "aku akan menyeret gadis itu untuk minta
maaf kepadamu!"
407 "Tidak usah Wei siohiap memaksanya, aku malah ingin minta agar
kau yang minta maaf kepada kekasihmu itu! Wei siohiap, kau
kejarlah padanya!"
"Baiklah jika demikian. Sampai kita jumpa lagi!" kata Wei Beng Yan
sambil mengejar ke arah larinya Siauw Bie.
Siauw Bie berlari terus tanpa tujuan di semak belukar yang penuh
dengan batu-batu gunung, goa-goa dan pengkolan-pengkolan
dalam suasana gelap di malam hari.
duapuLuh tiga Wei Beng Yan menyusul dari belakang, namun ia tidak berhasil
menjumpai kekasihnya itu. Ia mencari terus dan akhirnya sampai
di kaki suatu jurang yang curam, tanpa banyak pikir lagi ia segera
meloncat ke atas jurang itu dengan ilmu pik-houw-pa-ciong (Cecak
merayap di atas tembok), dan dalam waktu yang pandek saja ia
sudah berada di atas jurang itu sambil mengawasi keadaan di
sekitarnya, "Bie moay! Bie moay!" serunya keras.
Seruan itu diulangi berturut-turut hingga delapan kali, namun yang
terdengar hanya gema suaranya sendiri saja.
"Anjing! Apakah kau sudah bosan hidup berteriak-teriak tidak
keruan di tengah malam buta"!"
Demikianlah terdengar suara bentakan seseorang yang entah dari
mana datangnya.
408 Wei Beng Yan terkejut sekali, ia meneliti untuk melihat orang yang
membentak tadi.
"Maaf, aku tidak bermaksud mengganggu," katanya. "Aku sedang
mencari seorang sahabat yang tersesat di pegunungan ini."
"Ha, ha, ha.! Memang pandai sekali kau mementang bacot!" kata
lagi suara itu.
Wei Beng Yan mandongkol sekali lagi-lagi dimaki demikian kasar.
Suara itu rupanya datang dari atas jurang di hadapannya, yang
kira-kira enam atau tujuh meter tiggginya. Ia segera meloncat dan
setelah tiba di atas, ia mendadak ingat bahwa ia sedang mencari
kekasihnya. "Mencari Siauw Bie adalah lebih penting daripada meladeni orang
yang usil mulut ini." pikirnya. Baru ia ingin meloncat turun lagi.
ketika terdengar suara peringatan.
"Jaga baik-baik jalan darahmu......."
Secepat kilat karena kagetnya, Wei Beng Yan berbalik dan
mengembangkan kedua lengannya untuk menjaga serta
berbareng menyerang ke depan, tetapi ternyata ia hanya
menyerang angin!
"Ha, ha, ha! Wei Tan Wi!" terdengar suara orang yang belum
menampakkan diri, "bukankah kau mempunyai nama julukan Huihoan-tie-kiam-ceng-tiong-cou" Mengapa kau tidak balas
menyerang"!"
409 Selesainya ucapan itu dibarengi dengan suara beradunya tinju
dengan sesuatu yang keras.
Wei Beng Yan jadi heran sekali mendengar nama ayahnya yang
sudah meninggal dunia disebut-sebut seolah-olah ayahnya itu
masih hidup! "Siapakah gerangan orang ini?" tanyanya dalam hati yang sudah
mulai melupakan tugasnya mencari Siauw Bie.
"Hei Wei Tan Wi!" bentak lagi suara orang itu, "dengan jurus ini kau
pasti binasa!"
Suara itu diteruskan dengan suara pukulan-pukulan dan tertawa
berkakakan, kemudian dilanjutkan dengan suara bentakan lagi.
"Wei Tan Wi! Sekarang kau rasailah hajaranku!"
Wei Beng Yan jadi gusar mendengar ayahnya yang sudah berada
di alam baka masih mau diejek.
"Hei kau yang memaki ayahku! Perlihatkanlah dirimu!" bentaknya.
"Ha, ha, ha! Sungguh besar nyalimu berani mengganggu aku!"


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang itu balas membentak. "Siapa kau"!"
"Aku putera tunggal Wei Tan Wi!"
"Ha, ha, ha! Ha, ha, ha!"
"Hei! Apa yang demikian lucu?"
410 "Aku telah mendengar bahwa Wei Tan Wi sudah mati, dan aku
mendengar juga bahwa dia mempunyai seorang anak laki-laki......"
"Akulah anak laki-lakinya itu!"
"Ha, ha, ha......."
Berbareng dengan terdengarnya suara tertawa itu, tampak satu
batu gunung yang besar di hadapan Wei Beng Yan melonjak dan
terdorong ke samping sambil menerbitkan suara gaduh!
"Tentu orang yang memaki ayahku tadilah yang menggerakkan
batu gunung itu," pikir Wei Beng Yan. "mungkin ia ingin
memamerkan tenaga dalamnya!"
Dari tempat dimana batu gunung itu melonjak ke atas tampak satu
lobang yang merupakan sebuah goa. Sejenak kemudian dari
dalam goa itu terdengar lagi suara orang itu.
"Bocah kemarin dulu! Mengapa kau tidak segera masuk?"
Wei Beng Yan ragu-ragu untuk memenuhi undangan itu, karena
dari ucapan orang itu, ia dapat menduga bahwa orang yang berada
goa itu pasti bukan kawan ayahnya, dan merasa ragu kalau-kalau
goa itu merupakan perangkap.
"Ha, ha, ha! Ternyata putera Wei Tan Wi seorang yang bernyali
kecil!" suara dari dalam goa mengejek.
Sambil mengerutkan dahinya, Wei Beng Yan mendengari suara
itu, ia merasa suara orang itu tidak asing baginya.
411 "Siapakah sebenarnya orang ini?" pikirnya. "Rasanya aku pernah
mendengar logat suaranya itu."
Setelah berpikir sekian lama, ia lalu bertekad menerima undangan
orang itu. Ia membetulkan tali pinggangnya dan bertindak masuk
ke mulut goa yang gelap sambil berkata dengan suara yang
lantang. "Hei kau! Aku Wei Beng Yan ingin menengok cecongormu!"
Ia berjalan dengan langkah yang enteng sekali dengan maksud
dapat segera mengelakkan tiap serangan gelap yang mungkin
dilancarkan oleh orang yang belum memperlihatkan diri itu.
Ketika sudah melewati beberapa puluh meter, tiba-tiba hidungnya
dapat mengendus bau harum semerbak yang ganjil, ia merandek
sambil menahan napasnya.
"Di tempat terpencil semacam ini, ada goa yang harum semerbak,"
pikirnya kaget, "dan biasanya tempat yang harum di tempat
terpencil, adalah tempat-tempat keramat atau tempat
bersemayamnya setan-setan!"
Tetapi ketika mengingat orang yang berada dalam goa memakimaki ayahnya, dengan tiba-tiba saja napsu membalas dendamnya
jadi berkobar, dan tanpa menghiraukan bau harum semerbak yang
disangkanya hawa racun itu, ia menjotos ke depan beberapa puluh
kali sambil mengerahkan tenaga dalamnya untuk menyumbat
lobang hidung, mulut, dan semua pori-porinya agar hawa racun
tidak dapat menerobos ke dalam tubuhnya.
412 Lalu dengan penuh kewaspadaan, ia berjalan lagi tanpa
menjumpai rintangan apapun. Ketika sudah mencapai kira-kira
tigapuluh meter, dalam goa itu, ia berhenti dan berkata dengan
suara keras. "Hei kau! Aku sudah masuk ke dalam goamu ini, mengapa kau
sendiri yang takut menjumpai aku! Ayohlah perlihatkan dirimu!"
Ketika membentak tadi, Wei Beng Yan harus membuka mulutnya,
dan pada waktu mulutnya terbuka itulah, hawa yang harum
semerbak lagi-lagi telah merangsang paru-parunya.
Ia jadi kelabakan karena rasa khawatirnya bahwa hawa yang
disedotnya itu beracun!
"Hee, hee, hee! Jangan khawatir aku nanti membokongmu di
dalam lorong goa yang gelap atau melepaskan hawa beracun!
Jalanlah lagi sedikit, kau akan melihat rumah tinggalku!" terdengar
suara dari dalam lorong, yang agaknya dekat sekali.
"Suaranya! Aku rasa pernah mendengar suara itu," pikir Wei Beng
Yan. "Tetapi aku harus senantiasa bersiap sedia serta waspada!
Ia lalu bertindak lagi, tatkala sudah maju sepuluh meter. Ia kini
berada di luar goa, tampak di hadapannya, di bawah sinar
rembulan dan bintang-bintang, satu lembah gunung yang agak
rata. Satu sungai kecil mengalir melalui lembah itu. Di kedua tepi
sungai kecil itu, tampak pohon-pohon bunga yang beraneka warna
tumbuh dengan suburnya. Harum semerbak bunga-bunga itulah
yang tertiup angin ke lorong goa, yang telah merangsang
hidungnya hebat sekali.
413 Melihat keindahan pemandangan di situ, yang bermandikan sinar
si puteri malam, Wei Beng Yan untuk sementara waktu jadi lupa
akan segala kesulitannya.
"Apakah ini betul-betul tempatnya setan-setan?" pikirnya.
Ia memperhatikan keadaan di sekitar tempat itu, kedua matanya
tiba-tiba ditujukan ke ujung lembah, dimana tampak beberapa
rumah gubuk yang berukuran mungil-mungil. Di depan salah satu
gubuk itu, tampak seorang kakek yang bertubuh kurus jangkung
sedang memukuli satu patung batu.
Si kakek agaknya tidak menghiraukan kedatangan Wei Beng Yan,
ia tetap memukuli patung batunya.
Wei Beng Yan menghampiri sambil melancarkan ilmu Leng-po-huipu untuk berjalan di atas permukaan sungai bunga yang harum
semerbak itu dan jadi terkejut ketika dapat melihat di bagian dada
patung batu itu tertulis tiga huruf .
,,Wei Tan Wi"
"Hei apa maksudmu memukuli patung yang kau mungkin
menganggap sebagai ayahku itu?"
Si kakek tiba-tiba berbalik dan mereka jadi berdiri berhadapan
kedua pasang mata saling menatap tajam. Sejenak kemudian
terdengar Wei Beng Yan berseru kaget.
"Kau!?"
414 Si kakek pun agaknya tercengang ketika dapat mengenali putera
Wei Tan Wi itu.
Karena mereka sudah pernah berjumpah ketika dilangsungkannya
pertandingan untuk memilih seorang pemimpin partai silat perairan
di atas telaga Tong-teng.
Kakek itu bukan lain daripada Tang Ceng Hong yang mengaku
sebagai pertapa dari sungai bunga. Si kakek hanya mengetahui
bahwa Wei Beng Yan adalah si pemuda baju hijau yang berada di
atas kapal bersama-sama Siauw Bie.
Kedatangan Tang Ceng Hong di pertemuan di atas telaga Tongteng dulu, sebetulnya hanya bermaksud untuk mengacau saja,
tetapi ia telah dirobohkan oleh Thian-ji-san-jin alias Suto Eng Lok.
Ketika dilemparkan ke dalam telaga, ia dapat melihat Suto Eng Lok
sedang beriempur dengan si pemuda baju hijau (Wei Beng Yan)
yang akhirnya dapat mengalahkan Suto Eng Lok.
"O...... jika tidak salah kau ini yang mengaku sebagai Hua-kee-yunhiap, bukankah?" tanya Wei Beng Yan.
" Betul!" sahut Tang Ceng Hong tenang.
"Mengapa kau membenci ayahku?"
"Hm! Mengapa aku membenci Wei Tan Wi" Ayahmu telah
menewaskan semua anggota keluarga serta keenampuluh orang
muridku! Itulah mengapa!"
"Aku tidak mengerti!"
415 "Hee, hee, hee! Wei Tan Wi sudah berada di akhirat, dosa-dosanya
itu kaulah yang harus menanggung!"
Mendengar tuduhan yang diucapkan dengan gusar itu, Wei Beng
Yan dengan cepat meloncat mundur jauh ke belakang, khawatir si
kakek menyerang.
Ia tidak percaya tuduhan kakek itu, yang seolah-olah menganggap
ayahnya sebagai seorang yang telengas, sedangkan ia
mengetahui betul bahwa ayahnya seorang pendekar yang luhur
dan budiman. "Tang Tay-hiap," katanya. "mungkin kau keliru menuduh. Ayahku
tidak pernah bersikap begitu kejam sebagaimana kau duga......"
Belum lagi selesai ucapan itu, Tang Ceng Hong sudah menyerang
dada Wei Beng Yan sambil membentak.
"Kau selalu mengeloni ayahmu, hari ini kau......"
Baru berkata hingga di situ, tampak Tang Ceng Hong yang sedang
menyerang, terdorong mundur ke belakang dengan langkah
limbung. "Tang Tay-hiap!" seru Wei Beng Yan setelah barusan berhasil
mengelakkan serangan dan mendorong pundak kakek itu. "Aku
tidak ingin bermusuhan dengan Tay-hiap!"
Tang Ceng Hong sebagai seorang yang cukup tenar namanya di
kalangan Kang-ouw, jadi gusar bukan main kena "dicolong"
416 demikian mudahnya.
membentak lagi.
Sambil membelalakkan matanya ia "Sungguh gesit gerakanmu tadi! Aku mengetahui bahwa kau telah
mengalahkan Suto Eng Lok, tetapi aku tidak gentar menghadapi
putera musuh besarku!"
Wei Beng Yan bersenyum mendengar kata-kata yang paling
belakang itu, ia mengetahui bahwa Tang Ceng Hong telah salah
paham mengenai si pembunuh keluarga serta murid-muridnya itu.
"Tang Tay-hiap," katanya tenang, "aku yang muda minta maaf! Aku
tidak mengatakan bahwa Tang Tay-hiap telah menuduh orang
sembarangan, maksudku yalah mungkin Tang Tay-hiap keliru
dalam hal ini!"
"Aku keliru"!" sahut Tang Ceng Hong sambil merogo ke dalam
sakunya, sejenak kemudian tangannya itu telah memegang
secarik kain sutera yang dilontarkan ke arah Wei Beng Yan, sambil
melanjutkan ucapannya.
"Apakah tanda tulisan dengan darah itu bukan lambang daripada
ayahmu itu?"
Wei Beng Yan menangkap secarik kain sutera yang dilontarkan itu
yang bertulisan beberapa huruf yang berbunyi,
"Dosa tidak dapat diampuni!"
Di sudut kain sutera itu tertera gambar sebilah pedang dan cincin.
Lambang pribadi ayahnya.
417 "Hah"!" serunya tercengang.
Karena gaya tulisan itu bukan milik ayahnya. Itu adalah gaya
tulisan gurunya, Yu Leng.
Ia dapat mengenali, karena Yu Leng atau Pek Tiong Thian pernah
memberikannya beberapa surat petunjuk agar ia bersama Siauw
Bie pergi mencari di mana letaknya pegunungan Oey-san untuk
mencari buah yang berkulit kuning.
Pada detik itu juga Wei Beng Yan sudah dapat membuktikan
bahwa ayahnya tidak pernah menginjakkan kakinya di tempat
Tang Ceng Hong. Ia mengenal baik watak ayahnya, yang jika ingin
bertarung melawan musuh, selalu memberitahukan lebih dulu,
agar musuhnya itu bersiap sedia dan menghadapinya secara
berterang. Memang di kalangan Kang-ouw, Wei Tan Wi terkenal sebagai
seorang pendekar sejati yang tidak pernah membokong,
mempergunakan siasat-siasat keji atau meninggalkan tanda
apapun sebagaimana tertera di kain sutera itu.
"Tang Tay-hiap," kata Wei Beng Yan akhirnya. "Kapankah
terjadinya peristiwa ini?"
"Pertengahan bulan delapan, sembilan tahun yang lalu!"
"Bulan delapan...... sembilan tahun yang lalu......" kata Wei Beng
Yan sambil berpikir. "Hah! Tatkala itu ayah dan aku sedang berada
di atas telaga Tong-teng menikmati malam bulan purnama!"
418 "Kau masih menyangkal, setelah melihat bukti yang tidak dapat
diragukan lagi itu?"
"Hanya Tang Tay-hiap saja yang mengatakan, tidak dapat
diragukan lagi!"
"Apa artinya pedang dan cincin di atas kain sutera itu?"
"Tang Tay-hiap, sebelum aku menjawab, apakah kau bersedia
menerangkan cara bagaimana kau menjumpai kain sutera ini?"
"Beginilah caranya!" sahut Tang Ceng Hong sambil melepaskan
tinjunya ke arah dada Wei Beng Yan.
"Tang Tay-hiap!" bentak Wei Beng Yan sambil menahan kepalan
Tang Ceng Hong dengan telapak tangannya, "kau akan menyesal
jika menolak permintaanku tadi!"
Tang Ceng Hong terkejut sekali serangannya itu ditahan tanpa
membuat si penahan sendiri terpental ke belakang.
"Ai!" serunya dalam hati, "jika ia balas menyerang, bukankah aku
yang akan mendapat susah?"
Setelah itu ia lalu berkata.
"Apa yang kau kehendaki?" sambil menarik pulang tinjunya
"Cara bagaimana kau menjumpai kain sutera ini" Apakah kau
melihat ayahku melakukan pembunuhan kejam itu?"
419 Tang Ceng Hong mengenangkan peristiwa sembilan tahun yang
lampau itu. Tatkala itu ia baru kembali dari perjalanan jauh dan
merindukan sekali keluarga serta murid-muridnya. Tetapi begitu
tiba di depan pintu rumahnya, ia menjadi terkejut melihat darah
cerecetan di sana sini dan tiada satupun orang yang masih hidup.
Di atas meja, ia menemui secarik kain sutera yang kini dipegang
oleh Wei Beng Yan, ia segera menganggap bahwa yang
membunuh keluarga serta murid-muridnya itu adalah Wei Tan Wi.
Tetapi karena merasa yakin ia tidak mampu menggempur musuh
besarnya itu, ia lalu pergi ke pegunungan Oey-san dengan maksud
memperdalam ilmunya.
Dan begitu merasa kepandaiannya sudah cukup, ia memperoleh
kabar bahwa musuh besarnya (Wei Tan Wi), sudah dibunuh oleh
Soat-hay-siang-hiong dan Eu-yong Lo-koay. Oleh karena rasa
kecewanya itulah, ia telah membuat sebuah patung, yang
meskipun tidak mirip sama sekali dengan potongan serta wajah
musuhnya, tetapi oleh karena dapat melihat tiga huruf yang digores
oleh dia sendiri di atas dada patung itu, rasa kepuasan hatinya
terkabulkan juga tiap-tiap kali ia menyerang patung itu.
Kali ini, setelah mendengar keterangan Wei Beng Yan bahwa Wei
Tan Wi tidak pernah membokong atau meninggalkan tanda
apapun di tempat musuh, dan setelah menyerang pemuda itu
tanpa si pemuda sendiri balas menyerang, pada hal kemungkinan
untuk si pemuda membunuh dirinya terbuka selebar-lebarnya, ia
menjadi sadar bahwa ia mungkin telah diperalat oleh orang yang
mengandung dendam terhadap Wei Tan Wi.
420 "Wei siaohiap," katanya, "dapatkah kau memberi keterangan
sesuatu mengenai peristiwa ini?"
"Aku merasa girang sekali tay-hiap memajukan permintaan itu!"
"Siapakah yang demikian keji ingin menjebloskan aku?"
"Aku mengetahui siapa orang itu!"


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapa"!" kata Tang Ceng Hong sambil meloncat ke depan
mendekati Wei Beng Yan.
Desakan itu membikin Wei Beng Yan gugup.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanyanya dalam hati.
Untuk sementara waktu ia jadi bingung, karena belum dapat
memastikan bahwa gurunya itu adalah Yu Leng palsu, tetapi ia
merasa yakin betul bahwa tulisan yang tertera di atas kain sutera
itu pasti tulisan gurunya, Yu Leng.
"Wei siaohiap," Tang Ceng Hong berkata lagi, "apakah kau
sungkan memberitahukan siapa orang itu!"
"Tay-hiap, aku bukan sungkan memberitahukan, tetapi karena
sesuatu hal, aku belum dapat menyebut nama orang itu!"
"Mengapa?"
"Mengapa" Itu juga aku belum dapat menjelaskan sekarang!"
421 "Jika aku percaya kepadamu, lalu bagaimana?"
"Aku berjanji akan membantu tay-hiap membunuh jahanam itu!
Tay-hiap telah menahan sabar selama sembilan tahun dan aku
percaya bahwa tay-hiap pasti dapat menahan sabar sedikit waktu
lagi!" duapuLuh empat Wei Beng Yan berkata begitu, karena mengingat bahwa setengah
bulan lagi ia akan menjumpai gurunya di atas puncak Ci-sin-hong.
Ia merasa gelisah juga, karena jika gurunya itu Yu Leng yang tulen,
ia pasti tidak akan berhasil memenuhi janjinya terhadap Tang Ceng
Hong itu, sebab Yu Leng yang tulen lebih unggul dalam segala hal!
Tetapi jika ternyata Yu Leng palsu, gurunya yang palsu inipun
bukan main lihay kepandaiannya hingga dapat menyingkirkan
gurunya yang tulen.
Mengetahui Wei Beng Yan ingin membantunya. Tang Ceng Hong
segera berubah sikap terhadap pemuda itu.
"Wei siohiap masih muda sekali ketika ayahmu tewas, dari
siapakah kau memperloleh pelajaran silat?" tanyanya.
"Ji Cu Lok!"
"Yu Leng"!"
"Betul."
422 Tang Ceng Hong tertawa berkakakan mendengar itu, lalu sambil
tertawa terus ia berkata .
"Tidak heran kau telah mempermainkan aku demikian mudah
barusan! Tetapi..... mengapa kau berada di pegunungan Oey-san
ini?" "Aku tengah menjalankan perintah guruku untuk mencari semacam
buah yang berkulit kuning, yang katanya terdapat di pegunungan
ini." "Kapan Ji Cu Lok memerintahkan Wei siohiap?"
"Beberapa hari yang lalu."
Tang Ceng Hong tetkejut mendengar jawaban itu, kemudian
sambil mengerutkan dahinya ia berkata lagi.
"Apakah Ji Cu Lok belum membunuh diri?"
"Belum!"
"Baik Apakah Ji Cu Lok telah berubah menjadi seorang pelawak
besar?" kata Tang Ceng Hong sambil menggaruk-garuk
kepalanya. "Tetapi apakah Wei siohiap mengetahui nama buah
yang berkulit kuning itu?"
Wei Beng Yan tidak mengetahui nama buah itu, ia lalu melukiskan
dengan gerak tangan bentuk buah yang hendak dicarinya, yang
membuat Tang Ceng Hong heran sekali.
423 "Wei siohiap, " katanya, "mungkin kau keliru mendengar pesan
gurumu." "Guruku telah berulang kali memesan, dan aku merasa yakin aku
tidak keliru!"
"Ini betul-betul mengherankan!"
"Buah apakah yang sebetulnya dimaksud oleh guruku itu?"
"Buah itu bernama Cian-jin-huang."
"Apa khasiatnya?"
"Mengerikan!"
Wei Beng Yan kaget sekali.
"Mengerikan" Apakah buah itu beracun"!" tanyanya lagi.
"Betul, sangat beracun! Dengan satu buah saja orang dapat
membasmi seribu jiwa! Beberapa waktu yang lalu, di tepi sungai ini
memang tumbuh pohon buah itu, karena khawatir buahnya dipetik
orang yang tidak bertanggung jawab, aku lalu menebangnya.
Sekarang mungkin pohon buah itu sudah tiada lagi di dunia ini!"
Wei Beng Yan jadi terbengong mendengar keterangan itu, karena
seperti telah dikatakan oleh Tang Ceng Hong bahwa buah yang
sedang dicarinya itu mungkin sudah tidak ada lagi di dunia ini maka
ia sudah mau ambil keputusan untuk pergi mencari Siauw Bie lagi,
ketika...... 424 "Apakah si Tang tua ada di rumah" Mengapa batu-batu penutup
goa sudah terangkat?"
Demikianlah terdengar suara seseorang dari luar lembah, yang
membikin Tang Ceng Hong jadi mendadak pucat.
"Tang Tay-hiap," kata Wei Beng Yan. "siapakah yang memanggilmanggil itu?"
"Wei siohiap," sahut Tang Ceng Hong gugup, "marilah ikut aku
keluar dari jalan lain dan jangan menjumpai..... orang itu......."
Wei Beng Yan jadi bingung sekali melihat gerak gerik Tang Ceng
Hong yang tiba-tiba berubah jadi gelisah.
"Mengapa?" tanyanya, "bukankah sahabat Tang Tay-hiap berarti
sahabatku juga?"
"Tidak...... ee...... maksudku......."
Belum lagi selesai Tang Ceng Hong memberikan jawaban ketika
orang yang berseru barusan sudah berada di dalam goa. Jubahnya
kuning, berparas pucat pasi, rambutnya panjang serta tubuhnya
kurus kering. Setelah mengawasi Wei Beng Yan dengan sikap
yang congkak, orang itu segera menghampiri.
Meskipun keadaan di situ agak gelap, tetapi karena orang itu sudah
berada dekat sekali, maka Wei Beng Yan segera dapat melihat
bahwa wajah orang itu kejam sekali, dan oleh karena ditatap terus
menerus, diluar kehendaknya sendiri sekonyong-konyong ia jadi
panas dan menanya.
425 "Tay-hiap! Mengapa
kehadiranku di sini?"
kau agaknya tidak senang melihat Orang itu tiba-tiba berhenti bertindak karena terperanjat ditegur
demikian tegasnya oleh seorang muda yang dianggapnya masih
bau pupuk. Setelah menatap Wei Beng Yan sejenak, orang itu lalu
berkata kepada Tang Ceng Hong.
"Tang tua! Mengapa kau tidak memperkenalkan siapa sebenarnya
aku ini?" "Ada...... ada baiknya..... jika kau sendiri yang mengatakan....."
sahut Tang Ceng Hong terputus-putus.
"E...... mengapa kau mendadak jadi menggigil" Apa kau merasa
takut untuk memperkenalkan aku kepada bocah ini?"
"Tay-hiap!" kata Wei Beng Yan yang sudah merasa mendongkol
dirinya disebut bocah, "jika kau merasa sungkan memperkenalkan
dirimu, aku......."
"Ha, ha, ha! Aku tidak merasa berkeberatan!" sahut orang itu
sambil mengejek. "Aku adalah yang terkenal dengan nama julukan
si sapujagat, atau Eu-yong Lo-koay dari Kun-lun-san!"
Kedua mata Wei Beng Yan tiba-tiba jadi terbelalak, untuk
kemudian dipejamkan keras-keras menahan suatu golakan jiwa
yang melonjak-lonjak di dalam jantungnya.
"Hei bocah!" kata lagi Eu-yong Lo-koay. "Siapa kau?"
426 Setelah dapat menguasai lagi perasaannya, Wei Beng Yan dengan
tenang mencabut pedang pusaka ayahnya dan berkata. "Apakah
kau masih ingat kepada pemilik pedang ini?"
"Pedang apakah itu?"
"Jika kau tidak mengetahui pemilik pedang ini, kau pasti
mengetahui cincin ini!" kata Wei Beng Yan sambil melucuti cincin
peninggalan ayahnya untuk kemudian diangsurkan ke depan
hidung Eu-yong Lo-koay.
"Ha, ha, ha! Aku kenal, aku kenal...... ada hubungan apa antara
kau dan si pemilik kedua barang itu?"
"Aku putera tunggal pemilik kedua benda ini!"
Eu-yong Lo-koay tertawa berkakakan mendengar jawaban itu, ia
memandang sangat rendah kepada pemuda yang sedang berdiri
dihadapannya itu.
"Jadi kau bermaksud membalas dendam?" tanyanya sambil
mengejek, "aku khawatir kau akan menyusul ayahmu di akhirat!"
Wei Beng Yan berusaha keras menekan perasaannya yang sudah
meluap-luap, karena mengetahui dalam keadaan gusar yang
melampaui batas, betapa lihay kepandaiannya pun, dia pasti
dengan mudah saja dikalahkan oleh musuh besarnya yang di
samping berilmu tinggi, berwatak sangat licik itu. Sesaat kemudian
ia berkata lagi dengan tenang.
"Memang aku bermaksud menuntut balas! Hunuslah senjatamu!"
427 "Ha, ha, ha! Untuk melawan seorang bocah ingusan seperti kau,
aku tidak memerlukan senjata. Kau mulailah dengan jurus-jurus si
jahanam Wei Tan Wi!"
Wei Beng Yan tidak merasa sungkan lagi, begitu mendengar
musuh besarnya tidak sudi mengeluarkan senjatanya, ia segera
menyerang. Pedang Ku-tie-kiam berputar-putar dengan gerakan yang aneh
dan lincah kemudian sambil berseru seram Wei Beng Yan
menusuki ke arah dada Eu-yong Lo-koay dengan jurus Sam-sengpoa-gwat (Tiga bintang mengurung rembulan).
Sungguh di luar taksiran Eu-yong Lo-koay bahwa lawannya yang
masih muda belia itu dapat menyerangnya dengan jurus lihay yang
kerap dilancarkan oleh Wei Tan Wi dulu, tidak nampak perubahan
dalam jurus itu, hanya si pemuda dapat bergerak terlebih gesit
daripada ayahnya. Dengan demikian Eu-yong Lo-koay tidak lagi
berani berlaku lengah, lekas-lekas ia meloncat ke samping dan......
"Brett!!" lengan jubahnya tertusuk bolong.
"Ai!" serunya dalam hati, "aku tidak sangka......"
Belum lagi keburu balas menyerang ketika tampak pedang
lawannya sudah menyerang lagi dengan jurus Ouw-liong-tok-cut
(Naga hitam menyemburkan bisa). Dengan tersipu-sipu ia
menginjak tanah dengan kedua kakinya, gerak itu ternyata
memungkinkannya meloncat melalui kepala lawan untuk kemudian
menyerang dari belakang.
428 Wei Beng Yan terkejut sekali telah menyerang tempat kosong,
berbareng dengan itu ia merasa suatu angin serangan meluncur
ke arah punggungnya, untuk mengangkat pedang dan menyabet
ke belakang tidak lagi mungkin, maka terpaksa ia gerakkan tangan
kirinya yang terlebih bebas dan menggeprak.......
"T a k k k!!" dua tenaga yang telah terlatih baik betul telah bertemu,
tampak Wei Beng Yan terjerumus ke depan, kuda-kudanya
tergoyah. Sedangkan Eu-yong Lo-koay jadi berseru sambil berusaha
menahan terjangan tenaga gebrakan lawannya, namun tidak urung
iapun terdorong mundur tiga langkah.
"Ai!" pikirnya cemas, "tidak kusangka bocah masih ingusan ini
memiliki tenaga dalam yang demikian sempurna. Bukankah Siauw
Cu Gie pun kelabakan diterjang hembusan angin seranganku, Huiliong-sin-jiauw (Cakaran naga sakti) itu?"
Wei Beng Yan yang sudah dapat menguasai keseimbangannya
lagi, segera memindahkan pedang ke tangan kirinya, lalu tampak
ia mengangkat tangan kanannya dengan suatu gerakan tertentu
serta teratur. Tampak tinjunya yang sudah mulai meninggi itu
mengeluarkan sinar merah yang menyilaukan mata. Dalam
suasana sunyi dan genting itu terdengar suara berkerekek tulangtulangnya yang seolah-olah robohnya suatu rumah gubuk.
Itulah ilmu Thay-yang-sin-jiauw!
429 Eu-yong Lo-koay yang baru saja pulih semangatnya, terkesiap
bukan main melihat cara serta sikap menyerang lawannya itu,
sambil mundur beberapa langkah ia berkata.
"Apakah..... itu Thay-yang-sin-jiauw........?"
"Bagus! Jika kau masih dapat mengenali jurusku ini!" sahut Wei
Beng Yan ketus, "hari ini Thay-yang-sin-jiauw akan menyingkirkan
satu iblis."
Berbareng dengan berakhirnya ancaman itu, tampak tangan Wei
Beng Yan yang sudah berjari tegang mendadak meluncur turun ke
depan dengan pesat sekali.
Dari pengalaman yang didengarnya di kalangan Bulim, Eu-yong
Lo-koay sudah mengetahui bahwa Thay-yang-sin-jiauw adalah
suatu ilmu yang dahsyat luar biasa, yang begitu jauh belum pernah
dapat dielakkan oleh siapapun. Ia juga mengetahui bahwa ilmunya
sendiri tidak mungkin dapat mengimbangi ilmu tersebut, tetapi oleh
karena mengingat Wei Beng Yan belum berpengalaman, maka ia
bermaksud melawan juga serangan lawannya itu.
"Siapa tahu aku mampu merobohkan pemuda ini......" demikian
pikirnya sambil menggerakkan tangan kirinya menangkis dan.......
"Krakk!!"
Lengannya yang dibuat menangkis itu patah di beberapa bagian.
Ia merasa seluruh tubuhnya terbakar dan sakit tidak terhingga,
seolah-olah ia telah disengat oleh ribuan tawon hutan.
430 Tang Ceng Hong jadi terpesona menyaksikan adegan yang
mengerikan itu. Iapun mengetahui bahwa Thay-yang-sin-jiauw
adalah suatu ilmu yang luar biasa, barusan ia telah melihat cara
bagaimana ilmu itu telah dilancarkan, yang telah dengan satu
gebrakan saja menghajar Eu-yong Lo-koay babak belur. Eu-yong
Lo-koay yang sangat ditakuti oleh banyak orang-orang selama
beberapa puluh tahun terakhir ini.
Seharusnya Eu-yong Lo-koay sudah tewas berani menangkis
serangan Wei Beng Yan, tetapi oleh karena masih kurang
pengalaman dan kemahiran atas Thay-yang-sin-jiauw si pemuda
maka Eu-yong Lo-koay hanya menderita patah tulang dan
merasakan suatu terjangan hawa panas yang tidak terkendalikan.
Wei Beng Yan yang baru untuk pertama kalinya mempergunakan
ilmunya itu, tidak mau membuang-buang waktu lagi, ia segera
mengangkat lagi tangannya dan membentak.
"Jahanam! Hari ini juga kau harus membayar hutang kepada
ayahku!" Lalu secepat kilat ia telah mengirim lagi cakarannya, yang ternyata
terlebih dahsyat daripada serangannya yang pertama. Cakaran
pertama hanya mengeluarkan hawa panas dan hembusan angin
menderu-deru, sedangkan cakaran yang kedua ini mengeluarkan
sinar yang berpijar menyilaukan mata serta goncangan yang
menggoyahkan keadaan sekitar dalam goa Tang Ceng Hong itu.
Eu-yong Lo-koay mengetahui bahwa gapura akhirat sudah


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbentang lebar untuk menyambut kedatangannya. Ia
menganggap bahwa kematian yang pasti akan datang itu
431 disebabkan Tang Ceng Hong sudah bersahabat dengan pemuda
itu, maka hatinya yang keji tidak rela untuk mati seorang diri saja.
Selagi Wei Beng Yan mengangkat tangannya, entah dengan
gerakan apa, sekonyong-konyong tampak ia menerkam Tang
Ceng Hong yang sedang menonton pertempuran, untuk kemudian
mempergunakan tubuh kawannya itu sebagai perisai terhadap
serangan Wei Beng Yan.
Tang Ceng Hong meronta, menyerang, namun satu totokan di
dekat dadanya membikin ia tidak berdaya.
Wei Beng Yan terkejut sekali, ia lekas-lekas merubah serangannya
menjadi suatu tepukan di punggung Tang Ceng Hong yang jadi
terbebas lagi dari totokan.
Baru saja Wei Beng Yan ingin melanjutkan serangannya tadi,
mendadak Tang Ceng Hong telah menerjang sambil melancarkan
satu tendangan ke arah kawannya yang dulu selalu dipuja-puja itu.
Eu-yong Lo-koay sudah mengenal Tang Ceng Hong cukup lama,
maka dengan sendirinya ia mengetahui sampai dimana tingkat
kepandaian kawannya itu, tanpa menghiraukan tangan kirinya
yang sudah patah, ia menangkis dengan lengan kanannya dan
berhasil membikin Tang Ceng Hong terpental beberapa meter ke
belakang. "Jahanam!" bentak Wei Beng Yan, "akulah yang ingin berurusan
denganmu, bukan Tang Tay-hiap."
432 Eu-yong Lo-koay tidak menyahut, sambil terbungkuk menahan
rasa sakit di lengan kirinya ia mengawasi .pemuda itu dengan
sorotan mata penuh napsu membunuh.
"Wei siohiap," bisik Tang Ceng Hong, "awas, jangan sampai tertipu
oleh jahanam yang penuh dengan akal bulus keji ini, dia pasti
sedang merencanakan sesuatu yang......"
Belum lagi selesai peringatan itu diucapkan, ketika tiba-tiba tampak
Eu-yong Lo-koay mengerahkan seluruh tenaganya yang terakhir
dan sambil memekik seperti burung setan, tangan kanannya yang
masih sehat diangkatnya ke atas dan meluncurlah benda-benda
kecil yang berkilau-kilau seperti bintang di langit ke arah kedua
lawannya itu. Tang Ceng Hong berseru tertahan karena kaget, sedangkan Wei
Beng Yan tidak bergerak dari tempat berdirinya, tiba-tiba tampak
lengan kanannya terangkat naik dan dengan gerakan yang aneh
sekali, ia mengebut ke arah benda-benda yang sedang meluncur
itu. Dan terdengarlah suatu ledakan yang memekakkan telinga.
Bersamaan dengan itu tampak Eu-yong Lo-koay terdorong mundur
sambil meringis menahan hawa panas akibat serangan Thayyang-sin-jiauw. Wajahnya yang memang sangat seram itu,
pelahan-lahan berubah hijau, dan setelah memuntahkan darah
dari mulutnya ia roboh tidak berkutik lagi.
Wei Beng Yan menghampiri untuk memeriksa mayat musuh
besarnya itu, ia mendapat kepastian bahwa Eu-yong Lo-koay
sudah betul-betul tidak bernyawa, dua daripada ke sepuluh paku
433 maut Song-bun-teng, yang dilontarkannya tadi ternyata telah
menancap di lambungnya.
"Ha, ha, ha!" demikianlah ia tertawa berkakakan seram, sehingga
Tang Ceng Hong bergidik. "Ayah! Aku telah berhasil menewaskan
salah satu musuh ayah! Tugasku belum selesai aku...... aku......"
Tang Ceng Hong jadi terharu menyaksikan sikap pemuda itu, yang
tadinya dianggap sebagai putera musuh besarnya, Wei Tan Wi,
yang telah difitnah orang.
Mengapa Tang Ceng Hong jadi mengenal dan bersahabat dengan
Eu-yong Lo-koay"
Marilah kita tengok sebentar kepada kejadian-kejadian yang telah
lalu. Oleh karena menganggap yang melakukan pembunuhan terhadap
anggota-anggota keluarga serta murid-muridnya adalah Wei Tan
Wi, maka Tang Ceng Hong lalu pergi ke pegunungan Oey-san
untuk memperdalam ilmu silatnya. Namun ia menjadi kecewa
sekali ketika mengetahui bahwa Wei Tan Wi telah dibunuh oleh
kedua jahanam Soat-hay-siang-hiong dan Eu-yong Lo-koay.
Setelah dipikirnya bolak-balik, ia malah jadi, merasa berterima
kasih terhadap ke tiga orang yang menurut anggapannya telah
membantu usahanya membalas dendam.
Semenjak waktu itulah ia memuja dan bersahabat kepada ketiga
iblis itu. Di pihak Eu-yong Lo-koay, persahabatan itu merupakan
suatu keuntungan besar, karena Tang Ceng Hong dapat
memberikannya banyak bantuan dalam usahanya mengumpulkan
434 racun. Karena disamping ilmu silatnya lihay, Tang Ceng Hong pun
menanam banyak macam tumbuh-tumbuhan dan bunga-bunga
yang justru mengandung racun yang dimaksud oleh Eu-yong Lokoay itu.
Wei Beng Yan berdiri termenung, mengenangkan kembali
peristiwa-peristiwa di telaga Tong-teng, ketika ia memperoleh
kesempatan untuk membunuh kedua jahanam Soat-hay-sianghiang, tetapi telah dicegah oleh "gurunya" dengan alasan bahwa
kedua musuh besarnya itu adalah sahabat lama "gurunya".
"Wei siohiap," kata Tang Ceng Hong, "semoga kau berhasil
menunaikan tugasmu itu."
"Terima kasih Tang Tay-hiap," sahut Wei Beng Yan. "Oleh karena
aku harus memenuhi janjiku kepada Suhu, aku mohon diri saja
sekarang," sambil memberi hormat dan berjalan keluar lorong goa
itu! Tang Ceng Hong mengantarkan sampai di luar dan berkata.
"Wei siohiap, kawan-kawanku banyak sekali, tetapi yang berumur
sebaya dan selihaymu hanya kau seorang saja, aku merasa sangat
beruntung dapat mengenalmu."
duapuLuh lima Setelah memberi hormat lagi, Wei Beng Yan lalu meninggalkan
mulut goa itu, ia merasa beruntung sekali telah berhasil membunuh
salah satu musuh ayahnya, dan tanpa terasa tangannya meraba
ketiga sampul surat.
435 "Ouw Lo Si!" bisiknya kaget. "Aku sudah boleh membuka salah
satu sampul ini."
Ia lalu memilih sampul yang bernomor urut SATU. setelah
disobeknya sampul itu, ia menjadi heran dapat mengendus suatu
bau harum yang ganjil.
"Akh! Mungkin ini adalah bau harum bunga di tempat pertapaan
Tang Ceng Hong," pikirnya. Ia membuka terus dan membaca surat
itu, yang berbunyi.
"Selamat! Kau telah berhasil membasmi satu musuh. Dengan
membasmi jahanam, kau sudah membalas budi."
Demikianlah bunyi surat Ouw Lo Si yang pertama, yang membikin
Wei Beng Yan tertawa terpingkal-pingkal. Setelah membaca lagi,
ia lalu membuang Surat kakek itu dan melanjutkan perjalanannya
untuk mencari Siauw Bie. Tanpa terasa ia sudah berjalan ke arah
tempat tinggal To Siok Keng. Bukan main terkejutnya ketika dapat
melihat bahwa rumah gubuk gadis itu sudah musnah menjadi abu.
"To Siok Keng adalah murid Thian-hiang-sian-cu, pikirnya sambil
mengawasi abu rumah itu yang berhamburan tertiup angin malam,
"siapakah yang begitu berani membakar rumahnya?"
Karena rasa khawatirnya atas keselamatan gadis she To itu,
dengan suara lantang ia lalu memanggil.
"To siocia....... To siocia!"
436 Tidak terdengar suara sahutan, suasana tetap sunyi senyap. Ia
memanggil lagi dan lagi. Sejenak kemudian terdengar suara
tertawa seorang wanita yang datang dari arah belakangnya. Ia
berbalik dan dapat melihat seorang wanita muda sedang berdiri di
bawah sinar bulan tidak beberapa jauh dari tempatnya berdiri.
"Bie moay!" serunya kaget.
Memang wanita itu itu bukan lain dari pada Siauw Bie yang sedang
dicarinya hingga ia berjumpa dengan Tang Ceng Hong di lembah
Hua-kee dan berhasil membunuh Eu-yong Lo-koay.
"Bie moay, aku sudah mencari ke mana-mana, tetapi akhirnya aku
menjumpaimu juga di sini!" katanya lagi sambil menghampiri gadis
itu. "Puih! Bukankah kau sedang mencari si gadis she To"!!" sahut
Siauw Bie gusar. "dan setelah melihat aku, kau lalu bilang sedang
mencari aku. Aku bukan anak kecil lagi sehingga dengan mudah
saja dapat kau abui!"
"Bie moay, aku melihat gubuk To siocia sudah terbakar habis.
Terus terang saja, oleh karena merasa gadis itu itu mungkin telah
dilukai orang, maka aku lalu memanggil namanya. Percayalah
aku..... aku........ sebenarnya sedang mencari kau."
"O...... kau merasa sangat khawatir terhadap gadis itu" Mengapa
kau masih meladeni aku" Ayohlah cari terus padanya......"
"Bie moay! Aku sesungguhnya sedang mencarimu," kata Wei Beng
Yan sambil mengawasi pergelangan tangan Siauw Bie yang sudah
437 dibalut. Ia baru ingin menanyakan tetapi Siauw Bie sudah berkata
lagi. "Apakah benar kau sedang mencari aku?"
"Mengapa kau masih selalu menyangsikan" Bie moay aku......"
Siauw Bie tidak lagi dapat menahan rasa hatinya, ia menubruk dan
merangkul Wei Beng Yan sambil berkata.
"Yan koko, aku telah melakukan sesuatu yang mungkin kurang
baik......"
"Apa yang telah kau lakukan?"
"Akulah yang telah membakar ke tiga rumah gubuk itu."
"Kau"!" tanya Wei Beng Yan seraya melepaskan rangkulan Siauw
Bie. "Betul!"
"Ai! Kau telah mengundang bahaya."
"Bahaya" Kau tidak perlu menakut-nakuti aku, aku melakukan itu
semua dengan pikiran yang sadar," sahut Siauw Bie yang sudah
mulai marah lagi.
"To siocia adalah seorang yang lihay kepandaiannya, aku kira dia
takkan tinggal diam melihat perbuatanmu ini, kau telah
menciptakan satu musuh yang berbahaya!"
438 "Hii, hii, hii! Dia memang tidak akan mendiamkan perbuatanku ini
jika...... aku tadi tidak membakarnya hidup-hidup......"
"Kau telah membunuh gadis itu"!"
"Ya! Dia telah mematahkan pergelangan tanganku. Sebagai
pembalasan aku telah menyambitnya dengan jarum beracun
sehingga ia tidak dapat bergerak, lalu aku membakar rumahnya!"
sahut Siauw Bie sambil bersenyum puas.
"Kau sudah gila!" bentak Wei Beng Yan yang gusar mengetahui
perbuatan Siauw Bie segila itu, "membakar orang dan rumahnya
sekali, orang yang tidak bersalah apa-apa!"
Siauw Bie kaget juga melihat kegusaran pemuda itu, tetapi karena
ia sudah biasa dimanjakan dan menjadi kepala besar, ia merasa
sungkan untuk menerima kesalahannya itu, ia bahkan menjadi
marah ketika mengetahui Wei Beng Yan mengeloni si gadis she
To. "Aku tidak merasa menyesal atas perbuatanku itu!" katanya ketus.
"Jika kau tidak senang melihat itu semua, kau bebas untuk
bertindak menurut kehendak hatimu!"
"Bie moay, apakah kau selalu menuruti saja napsumu yang kurang
baik itu?"
"Hm! Semenjak kita pertama kali tiba di rumah gubuk itu, aku sudah
mengetahui bahwa kau sangat tertarik kepada gadis cendil itu!
Tidak heran jika kau sekarang menyesali perbuatanku!"
439 Wei Beng Yan memang tertarik oleh sifat serta sikap To Siok Keng
yang perihatin, ramah tutur kata dan halus budi pekertinya, tetapi
hatinya yang sudah direnggut Siauw Bie, tidak gampang-gampang
dapat dicuri oleh kecantikan To Siok Keng. Namun setelah melihat
bukti keganasan Siauw Bie, dengan tiba-tiba saja rasa cintanya
berbalik menjadi suatu rasa benci yang hebat!
Ia menghormati keluhuran dan kebajikan, sebaliknya sangat
membenci dan selalu mengutuk kejahatan, kepalsuan atau
kekejaman yang berbentuk apapun! Setelah mengawasi Siauw Bie
sejenak, ia lalu menghampiri sisa-sisa rumah yang sudah terbakar.
"Apakah kau ingin menghidupkan kembali mayat gadis itu?" tanya
Siauw Bie mengejek.
"Aku akan mencari mayatnya untuk dikubur sebagai mana
layaknya, semoga perbuatanku ini akan menebus dosa-dosamu."
"Hii, hii, hii! Aku tidak sangka persahabatan kita hanya kuat
menahan sampai di sini saja!"
"Aku selalu berdoa agar kau kelak menjumpai seseorang yang
berwatak tidak seburuk watakku."
"Jadi kau mengusir aku"!"
"Ya! Jika dalam beberapa detik ini kau masih tidak pergi, aku
terpaksa harus memberi sedikit pengajaran kepadamu."
Hampir-hampir saja Siauw Bie tidak percaya bahwa orang yang
mengatakan demikian itu adalah Wei Beng Yan, kekasihnya. Dan
440 untuk tidak merendahkan dirinya sendiri, meskipun merasa berat
meninggalkan pemuda itu, ia lalu berjalan pergi. Perasaan
cemburu telah membikin ia menjadi kejam dan buta terhadap
segala peringatan.
Jika pada waktu itu ia dapat menyesal akan perbuatannya,
mungkin Wei Beng Yan dapat mengampuni dan mereka masih
tetap sebagai kekasih. Tetapi sebagaimana pepatah telah
mengatakan. "Pakaian dapat ditukar, watak manusia berakar!"
Siauw Bie melarikan diri dengan harapan dikejar oleh Wei Beng
Yan, tetapi ternyata ia keliru! Wei Beng Yan tidak mengejar,
bahkan menoleh pun tidak. Tampak si pemuda mencongkelcongkel puing dan berusaha mencari mayat si gadis she To.
Ketika itu keadaan sudah hampir mendekati fajar, dalam suasana
yang makin mendingin itu, terdengar Wei Beng Yan berseru.
"To siocia, kau begitu suci! Kau tinggal dengan tenang dan
tenteram di tempat yang terpencil ini...... tetapi aku telah membawa
malapetaka!"
Meskipun Wei Beng Yan berkenalan dengan To Siok Keng belum
lama, namun sikap dan watak gadis itu telah meninggalkan kesan
yang mendalam dalam lubuk hatinya. Seruannya itu seolah-olah
diucapkannya untuk seorang kawan karib atau orang yang sangat
dicintainya. "Wei siaohiap......"
441 Demikianlah terdengar suara empuk serta merdu memanggil nama
Wei Beng Yan yang sekonyong-konyong jadi bercekat.
"Wei siohiap, akulah yang bersalah! Karena aku seorang, kalian
berdua jadi retak!"
Wei Beng Yan perlahan-lahan berbalik dan......
"Apakah kedua mataku ini tengah menipu"!" pikirnya sambil
mengucek-ucek matanya untuk kemudian mengawasi lagi ke arah
semak belukar, tidak jauh dari tempatnya berdiri, ia melihat


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang gadis sedang berdiri sambil bersenyum simpul. Gadis itu
mengenakan pakaian serba putih, parasnya putih dengan kedua
baris alis yang hitam, senyumnya segar serta manis, seolah-olah
sinar surya di pagi hari yang mengusir sisa-sisa kabut malam yang
dingin! Dialah bukan lain daripada gadis yang baru saja disanjungsanjung, To Siok Keng!
Melihat sikap Wei Beng Yan yang seperti orang baru sadar dari
mimpinya, To Siok Keng tertawa sambil menghampiri dan berkata.
"Wei siohiap, apakah kau kira aku ini rokh jahat yang gentayangan
di pagi buta?"
"Katanya..... siocia..... telah terbakar hidup-hidup......" sahut Wei
Beng Yan gugup.
442 "Punggungku telah terkena senjata rahasia beracun Siauw siocia,
tetapi aku masih dapat melarikan diri ketika melihat atap rumahku
yang terbakar........"
"Mengapa siocia dapat dilukai oleh gadis picik itu?"
Ya, mengapa To Siok Keng jadi dilukai oleh Siauw Bie" Marilah
kita menoleh sebentar kepada peristiwa yang baru saja terjadi.
Sebelum masuk ke dalam goa Tang Ceng Hong, Wei Beng Yan
mengejar Siauw Bie yang melarikan diri dengan tekad kembali lagi
dan membunuh To Siok Keng. Ia bersembunyi di balik batu besar.
Begitu melihat Wei Beng Yan meloncat ke atas jurang, ia lalu
menyelinap dan lari balik ke rumah si gadis she To. Setibanya di
depan rumah gubuk, ia melihat To Siok Keng sedang duduk bersila
sambil memegangi serulingnya. Tanpa pikir panjang lagi ia
menerobos masuk seraya membentak.
"Hei gadis cendil! Aku sudah kembali!"
To Siok Keng kaget sekali, tetapi meskipun demikian ia tidak
menjadi gusar dikatakan sebagai gadis cendil.
"Memukul anjing kita harus memandang majikannya!" demikian
pikirnya. Ia menganggap Siauw Bie sebagai anjing peliharaan Wei
Beng Yan! Ia telah dilukai oleh Siauw Bie, tetapi ia tidak ingin balas
menyerang. Justru sikapnya yang menyerah inilah telah disalah
artikan oleh Siauw Bie yang menganggapnya takut.
"Apakah Siauw siocia datang seorang diri saja?" tanyanya.
443 "Tentu saja! Apakah kau kira Wei Beng Yan turut datang juga untuk
melindungimu?" jawab Siauw Bie tegas.
"Kau telah datang kembali tentu dengan maksud menyerang aku,"
kata To Siok Keng sambil meletakkan serulingnya di atas meja,
"dan mungkin kau sudah jadi demikian cemburu sehingga
bermaksud membunuh aku!"
"Ya, aku datang dengan maksud seperti telah kau katakan
barusan, tetapi...... untuk itu aku tidak usah tergesa-gesa!"
"Mengapa kau masih bersikap lamban" Ayohlah serang!"
Siauw Bie demikian gusarnya sehingga baru saja To Siok Keng
selesai mengatakan kata-katanya itu, ia sudah meloncat.
Terkamannya dilancarkan dengan jurus Siang-liong-to-thian
(Sepasang naga mengamuk di angkasa), yang seolah-olah dapat
menggempur gunung..... maka tidak heran jika hembusan
anginnya saja sudah cukup untuk membikin seluruh gubuk itu
tergoyah!"
To Siok Keng tidak mengegos atau bergerak dari tempat
duduknya, hanya tampak ia mengebut lengan bajunya sambil
memejamkan kedua matanya!
Siauw Bie jadi girang bukan main, sambil menambah tenaga
kepada serangannya itu ia menyodok terus dan pada saat kedua
tangannya hampir mengenai sasaran, tiba-tiba tampak kedua mata
To Siok Keng terbuka lebar dan balas menyodok ke atas dengan
dua jari tangannya dengan jurus Sin-kang-cit (Sodokan atau
totokan jari maut).
444 Meskipun Siauw Bie berkepandaian sama dengan kakaknya,
Siauw Cu Gie, yang terkenal sebagai si Raja naga dari lima telaga
tetapi menghadapi serangan itu ia jadi terkejut bukan main. Ia
mengetahui bahwa Sin-kang-cit senantiasa membawa maut
kepada apa saja dalam jarak satu meter!
Untuk membela dirinya yang kini berada hanya setengah meter
saja dari lawannya, Siauw Bie terpaksa membuang dirinya ke
samping dan roboh di lantai. Ia merasa malu sekali, tetapi dengan
jalan itu sajalah ia dapat mengelakkan serangan To Siok Keng
yang cerdik itu.
"Siauw siocia," kata To Siok Keng yang tidak menyerang terus
lawannya yang sedang bergulingan di lantai. "Ilmu silatmu lihay
sekali, tetapi pernah apakah kau dengan Siauw Pek Lam Tayhiap?"
"Bagaimana kau mengenal ayahku?" tanya Siauw Bie terperanjat
mendengar lawannya mengetahui nama ayahnya almarhum.
"Aku tidak menduga Siauw Tay-hiap, ayahmu, telah berhasil
menurunkan ilmunya yang dahsyat itu!"
"Jangan kau menganggap bahwa oleh karena mengenal nama
ayahku, aku lalu tidak menyerangmu lagi! Kau jagalah!"
Berbareng dengan selesainya ucapan itu, Siauw Bie yang sudah
berdiri lagi, telah menyerang pula.
445 "Ai, Siauw siocia! Kau betul-betul tidak berbudi!" seru To Siok Keng
sambil mengegos, "Aku sudah berkali-kali mengalah, jika kau
mendesak terus aku terpaksa......."
"Kau terpaksa"! Cobalah kau paksakan dirimu untuk mengelak dari
seranganku ini!" ejek Siauw Bie sambil menyerang lagi.
To Siok Keng betul-betul melawan, ia menangkis dan......
"Aaah......!"
Teriak Siauw Bie sambil terhuyung ke belakang untuk kemudian
roboh lagi di lantai. Ternyata tenaga dalam To Siok Keng jauh lebih
mahir daripada gadis she Siauw yang congkak ini.
Tetapi sebagai seorang yang sudah dicengkeram setan cemburu,
Siauw Bie tidak sudi mengalah begitu saja, dengan tiba-tiba ia
melentik dari lantai sambil mengayun tangannya melontarkan
senjata rahasia yang beracun ke arah lawan atau saingannya itu.
"Siauw siocia!" seru To Siok Keng terkejut, "mengapa kau berlaku
demikian kejam?" Sambil mengegos ke samping dan memutar
tubuhnya. Dua batang jarum dapat dielakkan, tetapi tiga yang lain
cepat luar biasa telah menancap di punggungnya. Sambil
menahan sakit ia mengerahkan tenaga dalamnya untuk menahan
agar jarum-jarum itu tidak menusuk sampai ke urat besar di
punggungnya. "Hei wanita cendil!" bentak Siauw Bie, ,,lebih banyak kau berbicara,
makin cepat lagi kau pergi ke akhirat!"
446 To Siok Keng tidak menyahut, tampak mukanya pucat sekali, ia
mengetahui betul akan kebenaran kata-kata lawannya itu.
Tetapi...... entah disebabkan oleh rasa apa yang mungkin sedang
berkecamuk hebat di dalam hatinya, Siauw Bie sekonyongkonyong telah menyerang lagi dengan tangan kirinya dan.....
"T r a k k......!" terdengar suara beradunya sesuatu.
Tampak Siauw Bie tiba-tiba melangkah mundur ke belakang
dengan tindakan berat, lengan kirinya terkulai. Sambil terbungkukbungkuk tangannya yang kanan menahan pundak kirinya yang
agak menurun ke bawah, karena pergelangan tangan kirinya
sudah patah digebrak seruling To Siok Keng.
Kalau saja To Siok Keng ingin merenggut nyawa lawannya, ia
dengan mudah saja dapat melaksanakan maksudnya itu, tetapi ia
yang berjiwa besar tidak sampai hati melakukan itu.
"Siauw siocia," katanya tenang. "kita tidak mempunyai dendam
apapun, bahkan kita baru saja berkenalan, maka setelah kau
melukakan aku dengan senjata rahasiamu, dan aku terpaksa
melukakan pergelangan tanganmu untuk sekedar menahan
seranganmu barusan, aku kira kau sudah puas dan sudi
meninggalkan aku sendiri di sini......"
Siauw Bie yang sudah mengetahui bahwa kepandaiannya
memang masih berada di bawah lawannya itu berkata.
447 "Baiklah! Kali ini aku mengalah......." katanya sambil berbalik dan
meninggalkan gubuk itu. Tetapi setibanya di luar, sekonyongkonyong pikirannya berubah lagi.
"To Siok Keng!" serunya, "pergelangan tangan kiriku telah patah,
tetapi apakah kau berani menandingku di luar"!"
To Siok Keng tidak ingin meladeni tantangan lawannya itu, ia tetap
duduk bersila sambil mengawasi gerak gerik Siauw Bie dari dalam
rumah gubuknya.
"To Siok Keng!" Siauw Bie berteriak lagi, "aku menanti jawabmu!"
To Siok Keng tetap tidak memberikan reaksi apa-apa.
"Apakah kau tahu bahwa aku dapat memaksa kau keluar?"
"Tidak ada apapun yang dapat memaksa aku! Kau pergilah!"
akhirnya To Siok Keng menyahut juga.
"Tidak sekalipun api"!"
"...................?""!"
Siauw Bie jadi gusar sekali, ia berjalan meninggalkan gubuk itu
untuk mencari kayu kering dan bahan yang mudah terbakar
lainnya. Kemudian ia balik lagi dan mengancam.
"To Siok Keng! Aku akan menghitung hingga angka tiga, jika pada
waktu itu kau masih tidak menghiraukan tantanganku, aku akan
menyulut bahan pembakar yang sudah tersedia ini! " Satu! Dua!
448 Ho...... ho.... kau ternyata lebih suka diambus daripada menjumpai
aku!" Setelah itu Siauw Bie betul-betul membuat api dengan
menggosok-gosokkan dua batang kayu, yang secara lambat sekali
kemudian jadi api dan membakar rumah saingannya itu. Api segera
menyala untuk kemudian berkobar membakar bagian atas rumah
gubuk yang sangat sederhana itu, temboknya dibangun daripada
tanah liat, sedangkan pintu, tiang, kaso serta jendelanya dibuat
daripada bambu, maka dalam waktu yang singkat saja, ketiga
rumah gubuk itu telah menjadi abu.
"Itulah bagian wanita cendil!" Siauw Bie berseru gembira, "wanita
cendil yang berani main-main terhadap Ji siocia dari telaga Tongteng!"
Setelah mengawasi lagi sekian lamanya, meskipun merasa heran,
juga tidak melihat To Siok Keng melarikan diri keluar rumah gubuk
itu, ia lalu meninggalkan tempat itu untuk mencari Wei Beng Yan.
"Siauw siocia tidak mengetahui bahwa aku masih dapat melarikan
diri dari pintu belakang," To Siok Keng melanjutkan ucapannya
kepada Wei Beng Yan. "Sehingga ia menganggap aku sudah
terbakar hidup-hidup!"
Tiba-tiba wajah Wei Beng Yan jadi merah, ketika mengingat ia
telah menyatakan rasa belasungkawanya atas dugaannya bahwa
To Siok Keng telah meninggal dunia, namun ketika empat mata
muda mudi itu bertemu, kedua belah pihak mendadak merasakan
sesuatu, sesuatu yang aneh dalam hati masing-masing.
449 "To siocia," Wei Beng Yan akhirnya berkata, "coba aku lihat
punggungmu."
"Wei siohiap, kau kejarlah Siauw siocia dan minta maaf kepadanya.
Aku dapat mengurus diriku sendiri."
"Minta maaf"! Aku harus minta maaf?"
"Ya! Kau harus minta maaf, kerena kaulah yang telah memarahi
gadis itu! Mungkin ia sekarang masih bersedih hati."
"O.... To siocia juga telah mendengar percakapan kita tadi?"
"Betul, tetapi bukan maksudku untuk mencuri dengar percakapan
kalian itu, aku memang sedari tadi sedang bersembunyi di semak
belukar ini dan tidak berani banyak bergerak."
"To siocia telah mendengar percakapan kita tadi, pihak mana yang
bersalah tentu kau dapat menimbang-nimbang sendiri. Mengapa
aku yang harus meminta maaf?"
To Siok Keng tiba-tiba meringis menahan sakit di punggungnya.
"Wei siohiap...... kau......" katanya terputus-putus.
"To siocia! Punggungmu harus segera diobati atau......"
To Siok Keng jadi serba salah, ia mengetahui untuk mencabut
jarum-jarum di punggungnya ia memerlukan bantuan seseorang,
dan seseorang itu hanya si pemuda saja yang sedang berdiri
dihadapannya. Ia merasa malu untuk minta pertolongan Wei Beng
450 Yan, karena untuk mencabut ketiga jarum beracun di punggungnya
itu, ia terpaksa harus membuka pakaian lalu...... kutangnya.
"Aku..... aku telah mengerahkan tenaga dalamku, sehingga racun
ke tiga senjata rahasia ini tidak mungkin merembes masuk ke
pembuluh-pembuluh darahku..... aku kira jarum-jarum itu kini
sudah tidak berbahaya lagi......." sahutnya gugup.
"To siocia, aku tidak mengandung maksud lain daripada ingin
menolongmu..... aku......"
"Bukan......, bukan itu yang aku khawatirkan......"
"O..... ho..... ho... ya..... memang mau tak mau kau harus membuka
pakaianmu," kata Wei Beng Yan, "tetapi demi jiwamu, kau
harus......"
"Baiklah......" sahut To Siok Keng dengan paras memerah. Ia
segera memulai membuka bajunya, lalu kutangnya dan lekaslekas menutupi buah dadanya.
Selagi si gadis melakukan itu semua, Wei Beng Yan berbalik ke
suatu arah yang bertentangan, namun hatinya tidak urung
berdebar keras.
"Wei siohiap......." kata To Siok Keng, "aku sudah....... siap....."
Wei Beng Yan pelahan-lahan berbalik, dan di bawah sinar bintangbintang subuh yang suram, ia dapat melihat kulit yang putih
laksana salju. Meskipun ia tidak bermaksud melakukan sesuatu
yang kurang sopan terhadap gadis itu tetapi sebagai seorang
451 jejaka yang penuh semangat, ia mau tak mau harus merasakan
juga suatu golakan ganjil dalam dadanya.
Lekas-lekas ia mengangkat kedua tangan sambil mengerahkan
tenaga dalamnya ke kesepuluh jari tangannya, dengan cepat
sekali telah menjepit ujung jarum yang menonjol keluar di
punggung gadis itu.
Kemudian dengan ilmu tay-yang-cip-cui (Matahari menghisap
air)....... "S s s t......." salah satu dari ketiga jarum beracun itu telah tercabut!
Demikianlah, satu setelah yang lain, ketiga jarum beracun Siauw
Bie, berturut-turut dengan cepat telah dipindahkan ke tanah dari
punggung To Siok Keng.
"To siocia, jangan kaget akan tindakanku yang selanjutnya......"
Wei Beng Yan memperingati gadis itu sambil menempelkan
mulutnya dan menyedot di bekas lobang-lobang ke tiga jarum itu.
Sejenak kemudian tampak ia membuang ludahnya yang berwarna
merah kehitam-hitaman. Lalu telapak tangannya mengusap serta
mengurut-urut punggung gadis itu agar darahnya dapat mengalir
sebagaimana biasa lagi.
"Pengobatan sudah selesai!" kata Wei Beng Yan dengan perasaan
lega. "Terima kasih Wei siohiap," kata To Siok Keng sambil mengenakan
kembali pakaiannya.
452 "To siocia, rasanya agak janggal jika aku memanggil kau siocia,
dan kau memanggil aku Siohiap."
"Ya, apakah kau mempunyai usul yang lebih baik?"
"Secara tidak langsung kita adalah murid-murid dari satu
perguruan, bagaimana jika aku memanggil kau sumoay (adik
seperguruan) dan kau memanggil aku Suko (kakak seperguruan)?"


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Suko..... sumoaymu setuju......."
Wei Beng Yan tampaknya girang sekali dipanggil Suko, ia
bersenyum lebar sambil mengawasi To Siok Keng.
"Suko," kata To Siok Keng, "aku sebetulnya ingin menanyakan
sesuatu, tetapi keburu terbit peristiwa yang tidak enak......"
"Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Suko mengatakan bahwa Ji Locianpwee telah keluar dari lembah
Yu-leng-kok, aku sungguh tidak mengerti mengapa dia tidak
memenuhi sumpahnya?"
"Soal itulah yang justru membikin aku selalu gelisah. Tetapi
cobalah perinci kisahku yang akan kuceritakan lagi......"
Maka berceritalah Wei Beng Yan semenjak ia diterima menjadi
murid oleh Ji Cu Lok di dalam lembah Yu-leng-kok. Bagaimana
setelah berhasil mewarisi ilmu-ilmu yang dahsyat, ia lalu disuruh
pergi, dan tathala kembali lagi, ia menjumpai gurunya sudah
menutupi mukanya dengan selembar kain hitam. Bagaimana ia
453 menyaksikan dengan mata kepala sendiri, gurunya melakukan
perbuatan-perbuatan terkutuk.
Ketika Wei Beng Yan selesai dengan kisahnya, suasana fajar
sudah berlalu, matahari mulai memancarkan sinarnya di angkasa
dan semangat To Siok Keng pun agaknya sudah pulih kembali.
"Menurut penuturan suko," kata To Siok Keng, "tindak tanduk Ji Cu
Lok itu memang sangat mencurigakan dan terkutuk. Aku khawatir
dia akan menyuruh Suko melakukan lagi perbuatan-perbuatan
yang tidak pantas!"
"Setengah bulan lagi aku akan menjumpai guruku itu di puncak Cisin-hong, apakah sumoay ingin juga bertemu dengan guruku itu?"
"Aku ingin turut serta, aku ingin melihat suami guruku itu!"
"Sumoay, sebagai murid Thian-hiang-sian-cu, kau tentu
mengetahui watak gurumu itu. Apakah iapun suka menutupi
mukanya dengan selembar kain hitam?"
"Aku..... aku tidak..... tahu........"
Bukan main terperanjat Wei Beng Yan mendengar sumoynya tidak
mengetahui watak gurunya.
"Bahkan aku belum pernah bertemu dengan Thian-hiang-sian-cu!"
To Siok Keng berkata lagi.
"Belum pernah bertemu"! Bagaimana mungkin kau sebagai murid
belum pernah bertemu dengan gurumu itu?"
454 To Siok Keng bersenyum getir, kedua matanya yang sayu
memandang jauh ke depan.
"Memang," katanya, "itu semua memerlukan penjelasan......"
"Sumoay, jika penjelasan itu akan membikin kau sedih, lebih baik
kau jangan menutur!" Wei Beng Yan memotong ketika melihat
betapa muram wajah gadis itu selagi mengucapkan kata-katanya
itu. "Meskipun pengalaman-pengalaman yang akan aku tuturkan
sangat menyayatkan hati, tetapi suko harus mengetahui siapa aku
ini sebenarnya dan mengapa aku tinggal terpencil dalam hutan
belukar ini?"
Wei Beng Yan hanya menatap To Siok Keng dan tidak mengatakan
sesuatu. "Dua tahun yang lalu," demikianlah To Siok Keng mulai dengan
kisahnya yang seram dan sedih. "Tepatnya pada tanggal tujuh
bulan tujuh, ketika itu aku tengah merayakan hari ulang tahunku
yang ke enambelas. Para tamu, dan handai taulan ayahku sudah
datang sedari siang-siang hari. Mereka belum mempunyai
kesempatan untuk memberi selamat padaku, karena aku sedang
sibuk sekali membantu kedua kakak perempuanku di dapur. Ketika
malam hari yang aku tunggu-tunggu akhirnya tiba......"
Malam hari yang ditunggu-tunggu oleh To Siok Keng tiba, tampak
ia mengenakan pakaian, sepatu, saputangan, yah, boleh dikatakan
segala sesuatu yang dikenakannya serba baru. Kemudian satu
455 demi satu tamu-tamu serta handai taulan ayahnya memberi
selamat panjang umur.
To Siok Keng girang sekali, begitupun ayah, ibu serta kedua kakak
perempuannya. Untuk memeriahkan suasana pesta ulang tahun
itu, beberapa orang sahabat ayah To Siok Keng lalu mengadakan
pertunjukan ilmu silat yang kemudian diseling dengan pertunjukan
sulap dan lelucon yang jenaka, tetapi suasana yang penuh dengan
tepukan tangan dan sorak sorai itu tiba-tiba diganggu oleh suara
meraung yang seperti meraungnya seekor naga terluka.
Lampu-lampu dan obor-obor yang menerangi ruangan di mana
orang banyak sedang berkumpul dan berpesta pora dengan tibatiba pula menjadi padam, berbareng dengan itu suatu hembusan
angin santer mendampar dengan dahsyat sekali.
Tanpa dapat ditahan lagi To Siok Keng jadi terpental dan
kepalanya terbentur tiang besar yang menunjang rumahnya itu,
sehingga ia tidak sadarkan diri. Entah berapa lama ia berada dalam
keadaan pingsan, tetapi ketika siuman kembali, ia dapatkan
tubuhnya sedang menggeletak ditumpukkan daun-daun kering.
Ia berbangkit dan meneliti keadaan di situ dan menjadi terkejut
sekali ketika dapat melihat pengasuh perempuannya yang sudah
berusia agak lanjut juga kerada di situ, tampak sebilah pisau
pendek telah menancap di punggungnya.
Melihat itu semua, To Siok Keng segera mengetahui bahwa
pengasuhnya telah menggendongnya sampai di situ dalam
keadaan lupa parah. Ia menangis terus menerus sehingga
akhirnya suaranya hilang sama sekali. Oleh karena merasa sangat
456 berhutang budi kepada pengasuhnya yang telah mengorbankan
jiwanya itu, maka ia lalu mencari tempat yang cukup baik untuk
mengubur jenazah pengasuhnya dengan seksama
Di bawah satu pohon yang rindang, To Siok Keng menggali tanah
dengan mempergunakan pisau yang tadi menancap di punggung
pengasuhnya. Ketika sedang menggali tiba-tiba ujung pisaunya
menyentuh sesuatu benda keras, yang ternyata bukan lain
daripada sebuah kotak empat persegi terbuat daripada besi yang
sudah berkarat.
Oleh karena perasaan sedihnya, ia tidak menghiraukan kotak besi
itu, tetapi setelah selesai mengubur jenazah pengasuhnya, lagilagi kotak itu menampakkan diri, seolah-olah sengaja mengambil
tempat di sebelah atas gundukan tanah itu. Acuh tak acuh ia
memungut kotak itu, kemudian entah mengapa, dengan tiba-tiba ia
melontarkan kotak itu ke arah batang pohon, sehingga kotak yang
sudah berkarat itu pecah berantakan.
Apa yang kemudian terlihat"
Sebuah kitab! Sebuah kitab yang terbungkus oleh kain sutera putih!
Dengan hati berdebar-debar To Siok Keng menghampiri untuk
kemudian memungut kitab itu, yang ternyata berisikan catatan
ilmu-ilmu yang belum pernah didengar dari ayahnya, apalagi
melihat seseorang melancarkan jurus-jurus yang aneh itu.
457 Di bagian depan kitab itu tertera sebuah lukisan yang agak kasar
tetapi jelas sekali, lukisan itu merupakan sepasang suami-isteri,
yang ternyata bukan lain daripada penulis kitab tersebut, Gui Su
Nio, alias Thian-hiang-sian-cu dan suaminya, Ji Cin Lok, alias Yu
Leng dari lembah Yu-leng-kok.
"Kisah aneh yang sukar dipercaya orang!" kata Wei Beng Yan yang
telah mendengari dengan penuh perhatian.
"Dan berdasarkan petunjuk-petunjuk dari kitab itu," kata To Siok
Keng, "di bawah penerangan obor aku tiap malam meyakinkan
jurus-jurus yang tertera dalam kitab itu, karena pada siangnya aku
harus secara bersembunyi menjauhkan diri dari si jahanam yang
telah membunuh seluruh anggora keluargaku, sehingga akhirnya
aku tiba di pegunungan ini."
"Hai....... sungguh luar biasa pengalaman sumoay itu!" kata Wei
Beng Yan. "Sebagai tanda terima kasihku, aku lalu membuat ke dua
patung........."
"Siapakah sebenarnya sumoay sendiri?"
"Aku Kiu Su Yin, puteri Kiu It! Orang satu-satunya yang dapat lolos
dari cengkeraman maut!"
"Jadi To Siok Keng adalah nama sumoay yang palsu?"
"Betul. Aku menukar she dan namaku untuk sekedar mengelakkan
diri dari si jahanam. To aku ambil dari she pengasuhku yang setia,
458 sedangkan Siok Keng adalah ilhamku sendiri, mengingat nama itu
cukup enak didengarnya."
"Sumoay, ternyata nasib kita sama buruknya."
duapuLuh enam Demikianlah sejak saat itu Wei Beng Yan dan To Siok Keng selalu
berada bersama-sama, mereka berkelana di daerah pegunungan
Oey-san itu sambil merundingkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh
dari guru mereka masing-masing, dan mereka menarik kesimpulan
bahwa ilmu Thian-hiang-sian-cu dapat dipergunakan secara
bergabung dengan ilmu Ji Cu Lok, mereka berlatih bersama untuk
kemudian melanjutkan perjalanan mereka menuju ke puncak Cisin-hong.
Selama berkelana di pegunungan Oey-san, Wei Beng Yan dan To
Siok Keng belum pernah menjumpai Siauw Bie, tetapi sebaliknya
si gadis she Siauw telah melihat mereka dari kejauhan sehingga
tiga kali. Hebat betul rasa cemburu Siauw Bie ketika menyaksikan
pergaulan Wei Beng Yan dan To Siok Keng yang demikian
akrabnya, sehingga akhirnya rasa cemburunya itu berubah
menjadi perasaan benci dan dendam yang dalam sekali.
Ia mengetahui tidak dapat melawan gadis yang menjadi
saingannya itu, yang ternyata tidak tewas meskipun telah terkena
jarum beracunnya, dan ia bertekad untuk menganiaya dengan
jalan lain.......
459 "Sumoay, " kata Wei Beng Yan, "hari untuk kita bertemu dengan
guruku hanya tinggal satu hari saja...... aku......."
"Suko!" seru To Siok Keng kaget melihat muka Wei Beng Yan tibatiba jadi pucat dan berdirinya agak limbung. "Apakah kau merasa
kurang sehat badan?"
"Tidak..... aku hanya...... merasa sedikit pusing kepala......"
Malam harinya, karena merasa khawatir diganggu oleh binatang
buas mereka lalu meloncat ke atas suatu dahan pohon yang besar
dan beristirahat di situ.
Sang fajar datang dan mengambil alih tugas sang malam. Hati Wei
Beng Yan berdebar-debar tatkala mengingat bahwa hari itulah
yang akan menentukan siapa itu Yu Leng sebenarnya"
Tetapi tiba-tiba suatu rasa sakit merangsang kepalanya sehingga
ia berseru. "Haii............."
To Siok Keng yang juga baru tersadar merasa kaget sekali
mendengar suara keluhan itu. Ia melihat muka Wei Beng Yan pucat
sekali, kedua tangannya sedang memegangi dan memijat-mijat
tempilingannya.
"Suko, kau kenapa"!" tanyanya cemas.
"O....., aku barusan merasa kepalaku sakit sekali......."
460 "Sejak kemarin aku sudah melihat bahwa kau tengah menderita
sakit." "Aku sudah merasa sehat sekarang. Ayohlah kita turun," kata Wei
Beng Yan sambil meloncat dari dahan pohon itu, yang kira-kira lima
meter tingginya.
Semalam, dengan mempergunakan ilmu meringankan tubuh Wei
Beng Yan dengan mudah saja dapat mencapai dahan pohon itu,
dan untuk meloncat turun tentu saja ia harus mengerahkan tenaga
dalam untuk sedikit menahan berat badannya, tetapi....... ternyata
ia tidak lagi dapat melancarkan ilmu tersebut, tubuhnya meluncur
cepat ke bawah tanpa dapat dikuasai dan membentur tanah
dengan keras. Ia menjadi terlebih kaget ketika dapat kenyataan
bahwa tulang betisnya yang kiri telah patah.
To Siok Keng yang dapat melihat kecelakaan itu menjadi heran
sekali, lekas-lekas ia meloncat turun untuk memeriksa luka yang
diderita oleh Wei Beng Yan sambil menanya dengan paras
khawatir. "Suko, apakah kau menderita sakit?"
Sambil meringis menahan sakit Wei Beng Yan berusaha
berbangkit, tetapi ia tidak berhasil.
"Aku merasa heran sekali," katanya. "Semalam aku dapat tidur
dengan nyenyak dan tidak mengalami sesuatu yang luar biasa,
tetapi barusan aku tidak dapat mengerahkan tenaga dalamku lagi,
.........aduh! Rasanya tulang betisku telah patah!"
461 "Patah"!" tanya To Siok Keng.
"Patah!"
"Bagaimana mungkin seseorang yang berkepandaian seperti suko
jadi patah tulang betisnya hanya meloncat dari tempat tidak
beberapa tinggi itu?"
"Akupun tidak mengerti mengapa dengan tiba-tiba saja tenagaku
lenyap!" "Setengah bulan yang lalu," kata To Siok Keng setelah berpikir
sejenak, "Suko telah melancarkan Thay-yang-sin-jiauw dua kali
berturut-turut, apakah mungkin itu sebabnya?"
"Tidak mungkin!" Wei Beng Yan menolak pendapat gadis itu.
"Menurut guruku, jika Thay-yang-sin-jiauw sering dilancarkan,
tenaga serta kemahiranku malah akan bertambah!"
"Mungkin Suko telah salah makan" Sesuatu yang beracun
maksudku."
"Selama setengah bulan ini aku selalu berada di dampingmu aku
hanya makan apa yang kau makan!"
Apa yang sebetulnya telah terjadi atas diri Wei Beng Yan"!
Itulah akibat daripada ke TIGA SAMPUL MAUT yang telah
diberikan oleh si kakek bermata satu Ouw Lo Si, yang selalu
bermulut manis seperti madu, tetapi hatinya berbulu seperti hati
srigala. 462 Ouw Lo Si yang telah dibikin pincang sebelah kakinya oleh Wei
Tan Wi, ayah Wei Beng Yan, ternyata belum merasa puas sebelum
membalas sakit hati kepada putera musuhnya, Wei Beng Yan!
Sebetulnya ia sudah ingin membunuh Wei Beng Yan, yaitu
sebelum pemuda itu masuk ke dalam lembah Yu-leng-kok, tetapi
karena khawatir dicemooh oleh sahabat-sahabatnya di kalangan
Bulim, bahwa ia menganiaya seorang pemuda yang masih belum
berkepandaian cukup, maka diputarlah otaknya.
Demikian keras otaknya bekerja sehingga akhirnya ia menemukan
juga suatu tipu muslihat yang betul-betul di luar dugaan siapapun,
yalah dengan memberi bantuan kepada putera musuhnya itu,
sehingga pemuda itu berhasil memiliki ilmu yang dahsyat, dengan
perjanjian bahwa tiap-tiap kali pemuda itu berhasil membunuh
Soat-hay-siang-hiong atau Eu-yong Lo-koay yang kebetulan
menjadi musuhnya juga, si pemuda harus membuka sampul
suratnya yang bernomor satu, dan ternyata sampul itu telah
diisikan racun Poa-gwat-tan " semacam bubuk racun yang dibuat
daripada serangga berbisa yang terdapat di daerah propinsi Sinkiang. Racun itu berbau harum semerbak tetapi melumpuhkan
bagian-bagian dalam tubuh orang yang mengendusnya.
Itulah sebabnya mengapa Wei Beng Yan dengan tiba-tiba saja


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kehilangan seluruh tenaga dalamnya! Ia telah terkena racun Poagwat-tan ketika membuka sampulnya yang pertama, yang baru
merangsang setelah lewat jangka waktu dua minggu.
463 Dengan tenaganya yang sudah banyak berkurang dan tulang
betisnya patah, Wei Beng Yan mungkin tidak lagi dapat pergi ke
puncak Ci-sin-hong untuk menjumpai gurunya.
"Y" Selagi To Siok Keng merawat luka Wei Beng Yan itu, ternyata
Siauw Bie telah tiba di atas puncak yang dimaksud di atas,
menantikan kedatangan Yu Leng. Perasaan benci Siauw Bie
terhadap bekas kekasihnya dan To Siok Keng makin hari makin
mendalam saja tampaknya, ia bermaksud menghilangkan kedua
orang muda itu dengan memberitahukan kepada Yu Leng bahwa
Wei Beng Yan telah mencurigakan keaslian gurunya itu.
Lama juga ia menunggu di situ, tetapi ia tidak melihat Yu Leng atau
Wei Beng Yan mendatangi. Perasaannya sudah mulai jadi gelisah,
ketika...... "Mengapa kau berada sendirian saja di sini" Ke mana Beng Yan?"
Demikianlah teguran yang membikin Siauw Bie bergidik, ia lekaslekas berbalik dan dapat melihat Yu Leng yang sudah menutupi
mukanya lagi, sedang berdiri dengan angkuhnya.
"Locianpwee," katanya, "aku harap kau tidak menyebut Wei Beng
Yan lagi!"
"Jangan menyebut namanya lagi" mengapa?"
"Aku telah menasihatkan padanya, tetapi ia tidak menggubris
nasihatku itu. Ia bilang Locianpwee bukan gurunya yang tulen!"
464 Sekonyong-konyong Yu Leng atau Pek Tiong Thian melangkah
mundur mendengar keterangan itu.
Siauw Bie pun terperanjat melihat reaksi Yu Leng itu, karena ia
belum mengetahui bahwa Yu Leng adalah Pek Tiong Thian.
"Ha......" pikirnya, "kalau begitu benar dugaan si kakek pincang itu!
Inilah ketika yang terbaik untuk mengadu-dombakan Wei Beng
Yan dan To Siok Keng dengan Yu Leng gadungan ini."
"Apakah kaupun menganggap aku menyamar sebagai Yu Leng?"
tiba-tiba Pek Tiong Thian menanya.
Siauw Bie jadi kelabakan ditanya begitu, lama juga ia berpikir untuk
kemudian menyahut. "Karena soal mencurigakan Locianpwee
inilah aku jadi bertengkar dengan Beng Yan, dia kini sudah
berkenalan dengan seorang gadis yang mengaku sebagai murid
Thian-hiang-sian-cu!"
"Hm! Siapa nama gadis itu"
"To Siok Keng!"
"Aku tidak mengenal nama itu! Sekarang mereka berada di mana?"
"Sudah hampir setengah bulan aku tidak melihat mereka, tetapi
aku yakin mereka masih berada di daerah pegunungan ini."
"Bagaimana pendapatmu" Apakah mereka akan datang juga di
sini?" 465 "Ya! Aku kira mereka pasti akan datang di sini."
"Baiklah, aku akan menunggu kedatangan mereka!" kata Pek
Tiong Thian sambil mengambil tempat duduk.
Dengan hati berdebar-debar Siauw Bie pun turut mengambil
tempat duduk. Sambil menanti kedatangan Wei Beng Yan dan To Siok Keng di
puncak Ci-sin-hong itu, marilah kita mengungkap rahasia Yu Leng
gadungan ini atau Pek Tiong Thian yang telah begitu berhasil
menjalankan perannya sebagai Ji Cu Lok asli.
Tetapi bagaimanakah Ji Cu Lok asli itu sampai dapat disingkirkan"!
Seperti telah diceritakan di bagian yang terdahulu bahwa Pek
Tiong Thian telah banyak mempelajari ilmu-ilmu dari kitab Jit-gwatpo-lek, tetapi sayang lembaran-lembaran yang memberi petunjuk
tentang ilmu Thay-yang-sin-jiauw dan Thay-yang-sin-kang, yang
menurut desas desus di kalangan Bu-lim, telah diambil oleh Ji Cu
Lok! Justru bagian itulah yang terpenting, maka ia telah bertekad
untuk berkunjung ke lembah Yu-leng-kok untuk mencuri catatan
kedua ilmu yang dahsyat itu.
Dengan ilmunya yang tinggi Pek Tiong Thian dengan mudah saja
dapat menyelundup ke dalam lembah itu. Hari itu adalah tanggal
limabelas bulan tujuh -- tepat dua tahun Wei Beng Yan menjadi
murid Ji Cu Lok.
Pek Tiong Thian tiba di dalam lembah itu, ketika Ji Cu Lok tengah
menatap bulan purnama di langit sambil sebentar-sebentar
466 menyebut nama isterinya, sehingga ia tidak mengetahui bahwa
Pek Tiong Thian senantiasa mengawasi tiap gerak geriknya. Tibatiba Ji Cu Lok menghunus pedangnya, lalu sambil mengacungkan
senjatanya itu ke atas, ia memanggil-manggil lagi nama isterinya.
Setelah itu cepat luar hiasa pedangnya berkelebat dan memotong
urat nadinya sendiri.
"Su Nio........ aku segera menyusul......"
Setelah itu tampak tubuhnya menukik dari atas batu besar untuk
kemudian terbanting di tanah, Yu Leng alias Ji Cu Lok, telah
meninggal dunia!
Pek Tiong Thian tidak menduga jika ia datang tepat pada waktu Yu
Leng harus membunuh diri memenuhi sumpahnya terhadap isteri
kesayangannya, Gui Su Nio.
Begitu melihat Yu Leng roboh Pek Tiong Thian segera meloncat
menghampiri sambil menusuk dengan senjata beracun Hian-pengtok-bong ke arah jantung Yu Leng. Hian-peng-tok-bong yang
pernah dipergunakan oleh Soat-hay-siang-hiong untuk menusuk
jantung Wei Tan Wi, yang kini dipinjam oleh Pek Tiong Thian untuk
menusuk jantung Ji Cu Lok.
Perlu dijelaskan di sini bahwa Soat-hay-siang-hiong adalah
sahabat-sahabat karib Pek Tiong Thian, dan itulah sebabnya
mengapa orang she Pek itu melarang Wei Beng Yan membunuh
kedua iblis itu.
Setelah melihat bahwa Ji Cu Lok betul-betul sudah tidak berkutik
lagi, Pek Tiong Thian lalu menggeledah segala sesuatu dengan
467 maksud menemukan catatan ilmu Thay-yang-sin-jiauw, tetapi tibatiba terdengar tindakan kaki seseorang mendatangi ke arahnya. Ia
mengetahui bahwa yang sedang mendatangi itu pasti murid Ji Cu
Lok. Oleh karena tidak keburu melarikan diri lagi, maka lekas-lekas
ia mengenakan selembar kain hitam di mukanya dan bermaksud
menyamar sebagai Yu Leng dan meminjam kepandaian Wei Beng
Yan untuk mengganyang orang-orang yang tidak disukainya.
Demikianlah Pek Tiong Thian telah berhasil mengelabui mata
orang banyak tetapi tokh akhirnya rahasia itu terbongkar juga oleh
si kakek pincang Ouw Lo Si.
duapuLuh tujuh Selagi ia duduk menantikan kedatangan "murid-muridnya" itu, tibatiba Siauw Bie berseru .
"Locianpwee! Beng Yan sedang mendatangi!"
Dari kejauhan tampak To Siok Keng sedang memondong Wei
Beng Yan mendaki puncak Ci-sin-hong. Melihat keadaan
"muridnya", Pek Tiong Thian terkejut sekali.
"Beng Yan!" serunya. "mengapa kau terpincang-pincang?"
"Aku jatuh dari pohon, tulang betisku patah!" sahut Wei Beng Yan.
Dari terkejut Pek Tiong Thian jadi girang, karena meskipun telah
memiliki banyak ilmu-ilmu aneh dari kitab Jit-gwat-po-lek, tetapi ia
masih merasa gentar untuk menempur Wei Beng Yan yang
memiliki ilmu Thay-yang-sin-jiauw dan Thay-yang-sin-kang. Sambil
468 duduk di atas batu gunung ia mengawasi To Siok Keng yang
sedang membantu pemuda itu.
"Beng Yan, siapa siocia itu?" tanyanya lagi.
To Siok Keng juga sudah memperhatikan sikap Yu Leng gadungan
itu, dan ia merasa heran Ji Cu Lok yang berkepandaian demikian
tinggi sekarang menutupi mukanya dengan selembar kain hitam.
"Aku To Siok Keng," sahutnya.
Pek Tiong Thian tertawa berkakakan dan menanya lagi kepada
Wei Beng Yan. "Apakah kau sudah dapat cari buah yang berkulit kuning?"
Ketika itu Wei Beng Yan dan To Siok Keng sudah berada cukup
dekat, mereka jadi terkejut sekali melihat Siauw Bie tengah duduk
di atas satu batu gunung dengan sikap acuh tak acuh. Setelah
melirik To Siok Keng, Wei Beng Yan lalu menyahut.
"Aku sudah berusaha mencari, menurut keterangan-keterangan
buah itu sangat beracun, sebetulnya untuk apakah buah itu?"
Jawaban yang mengandung unsur-unsur tidak percaya itu
membikin Pek Tiong Than marah sekali.
"Aku telah memerintahkan kau mencari buah itu," katanya, "tentu
ada gunanya, apa gunanya kau mengajukan banyak pertanyaan?"
469 Wei Beng Yan tidak menyahut mendengar teguran yang keras itu,
ia hanya menatap selembar kain hitam yang menempel di muka
Pek Tiong Thian itu.
"Dari Siauw Bie aku telah mendapat keterangan bahwa kau telah
terkena bujukan Ouw Lo Si, betulkah?" Pek Tiong Thian menanya
lagi. "Bujukan?" Wei Beng Yan berlagak tidak tahu sambil menoleh ke
arah Siauw Bie.
"Ya! Bujukan agar kau mencurigai keaslianku sebagai Ji Cu Lok!"
kata Pek Tiong Thian tegas.
Wei Beng Yan belum menyahut, ketika Pek Tiong Thian sudah
menegur lagi. "Mengapa kau sekarang jadi demikian kurang ajar"!"
"Karena peringatan si kakek pincang sangat beralasan!" sahut Wei
Beng Yan dengan berani. "Apakah kau berani menanggalkan
topengmu itu"!"
"Ha, ha, ha! Inilah yang dikatakan menolong anjing terjepit harus
berani menerima gigitan anjing itu sendiri! Dua tahun yang lalu, kau
masuk ke dalam lembah Yu-leng-kok, dan mulai saat itu aku telah
dengan tekun mewariskan ilmu-ilmuku kepadamu, tetapi
sekarang......."
470 Wei Beng Yan tidak merasa takut sedikitpun, ia mengetahui bahwa
betis kirinya sudah patah, tetapi karena mengingat ia berada di
pihak yang benar, ia bertekad membela keadilan.
"Ketahuilah! Bahwa aku dapat melenyapkan kau dari dunia ini
hanya dengan satu pukulan saja........." Pek Tiong Thian
mengancam. "Aku masuk ke dalam lembah Yu-leng-kok dengan satu maksud,"
Wei Beng Yan berkata dengan gusar, "maksud yang diperkuat
dengan sumpah! Yalah, setelah aku berhasil memiliki ilmu-ilmu
yang sakti, aku akan menuntut balas, dan jika setelah itu aku masih
hidup, aku bermaksud berbuat kebaikan terhadap banyak orang!"
Pek Tiong Thian jadi melongo mendengar jawaban yang tegas
serta ketus itu.
"Tetapi......" Wei Beng Yan melanjutkan. "tetapi sampai saat ini aku
belum juga berhasil....... malah sebaliknya aku telah diperintahkan
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang terkutuk!"
Pek Tiong Thian jadi gugup dihujani kata-kata yang betul-betul
kena sasarannya itu. Namun sebagai seorang yang berwatak
kejam dan ingin menjagoi di dunia persilatan, ia tidak bersedia
menerima saja ucapan "muridnya" itu. Karena kewalahan ia lalu
berkata. "Bukankah kau
perintahku?"
telah bersumpah untuk mentaati segala 471 "Ya! Tetapi aku tidak bersedia menjalani perintahmu yang
terkutuk!"
"Terkutuk"! Apa yang kau maksud dengan yang terkutuk?"
"Membunuh Khouw Kong Hu, Ceng Sim Lo-ni dan...... jangan
menyentuh setengah lembar bulu Soat-hay-siang-hiong!"
"Jadi sekarang kau ingin membangkang"!"
"Suhu mencegah aku membunuh Soat-hay-siang-hiong yang
senantiasa mengganas kalangan Bulim, lalu memerintahkan aku
mencari buah Cian-jin-huang yang sangat beracun, dengan buah
ini tentu Suhu ingin membunuh orang baik-baik dan...... jika aku
tidak bersedia menjalankan perintah itu, aku kira aku tidak dapat
dikatakan membangkang!"
Dengan tiba-tiba saja tampak Pek Tiong Thian berdiri untuk
kemudian menghampiri "muridnya" itu. Ia mengetahui bahwa betis
kiri Wei Beng Yan sudah patah, dengan demikian meskipun
"muridnya" itu dapat melancarkan Thay-yang-sin-jiauw pun, ia
yakin benar masih dapat melawan jurus yang dahsyat itu.
"Aku terpaksa harus menyingkirkan muridku sendiri!" katanya
sambil terus menghampiri.
Betis Wei Beng Yan yang patah sudah diobati oleh To Siok Keng,
tetapi agar dapat bergerak dengan leluasa lagi ia masih harus
menunggu beberapa waktu lamanya. Ketika itu untuk berjalan ia
masih harus dibantu oleh To Siok Keng.
472 Pek Tiong Thian berhenti bertindak kira-kira lima meter di hadapan
sepasang muda mudi itu.
"Kau telah memiliki ilmu-ilmu yang dahsyat," katanya lantang,
"sehingga kau menganggap dapat melawan aku! Ayohlah unjuk
kepandaianmu, aku mau lihat!"
Wei Beng Yan tidak bergerak, ia terus menatap gerak gerik Pek
Tiong Thian dengan mata seolah-olah menyala karena gusarnya.
Suasana jadi tegang sekali, satu pertarungan hebat agaknya
sudah tidak dapat dicegah lagi. Tiba-tiba terdengar suara To Siok
Keng memecahkan keheningan itu.
"Apakah perselisihan
pertempuran?"
ini harus dipecahkan melalui satu Siauw Bie yang dari semula tidak berkata-kata, sudah merasa
girang sekali melihat Pek Tiong Thian ingin menghajar bekas
kekasihnya, tetapi begitu melihat To Siok Keng menghalanghalangi pertempuran itu, ia jadi mendongkol bukan main.
"Hei cendil?" bentaknya, "apa perlunya kau mencampuri urusan
guru dan murid ini?"
"Hii, hii, hii! Siapa bilang urusan ini adalah urusan guru dan murid?"
To Siok Keng balik menanya.
"Apakah kau tidak mengetahui bahwa Ji locianpwee adalah guru
Wei Beng Yan?" Siauw Bie menanya lagi.
473 "Betul! Ji Cu Lok adalah guru suko ku ini," sahut To Siok Keng,
kemudian sambil menunjuk ke arah Pek Tiong Thian. Ia
melanjutkan. "Tetapi aku tidak merasa yakin jika Locianpwee ini bernama Ji Cu
Lok!" "Siapa gerangan Locianpwee ini jika begitu?" Siauw Bie sengaja
menanya untuk memanaskan suasana agar pertempuran antara
Yu Leng gadungan dengan Wei Beng Yan dapat segera dimulai,
karena rasa cemburunya, ia sudah ingin lekas-lekas melihat Wei


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Beng Yan menjadi mayat dihajar "gurunya" itu.
"Aku tidak tahu!" sahut To Siok Keng. "Yang pasti yalah
Locianpwee ini BUKAN Ji Cu Lok!"
"Dapatkah kau membuktikan ucapanmu itu"!" tanya Pek Tiong
Thian dengan sikap mengancam.
"Bukan aku yang harus membuktikan, tetapi Locianpwee
sendirilah!"
"Aku"!"
"Dengan membuka selembar kain hitam yang menutupi mukamu!"
Pek Tiong Thian tertawa berkakakan mendengar kata-kata yang
cerdik itu, sambil menatap To Siok Keng, tangan kanannya
pelahan-lahan bergerak ke dalam bajunya, sejenak kemudian ia
sudah memegang Ciam-hua-giok-siu.
474 "Sumoay!" seru Wei Beng Yan terkesiap melihat Pek Tiong Thian
bersikap ingin menyerang dengan sarung tangan ajaib itu.
"Suko, dapatkah kau berdiri tanpa bantuanku?" tanya To Siok
Keng. "Apakah kau ingin melawan orang yang bertopeng itu?" tanya Wei
Beng Yan cemas, karena ia mengetanui betapa hebat sarung
tangan ajaib itu.
"Ya!" sahut To Siok Keng tegas.
"Ha, ha, ha! Sekalipun tulang belulangmu terbuat daripada baja,"
Pek Tiong Thian mengejek, "kau akan hancur lebur!"
"Adakah kau tahu bahwa aku adalah murid satu-satunya Thianhiang-sian-cu" " tanya To Siok Keng.
"Ha, ha, ha! Aku tidak perduli!" kata Pek Tiong Thian sambil
mengangkat tangannya yang memegang Ciam-hua-giok-siu. "Aku
akan segera menyerang!"
"Apakah kau mengetahui bahwa aku memiliki ilmu yang khusus
diciptakan untuk mengimbangi kedahsyatan sarung tangan guruku
itu?" To Siok Keng berkata lagi, "Yang disebut Ciam-hua-hut-soatsiu-hoat"!"
Kaget juga Pek Tiong Thian mengetahui masih ada suatu ilmu
yang dapat mengimbangi terjangan Ciam-hua-giok-siu. Pelahanlahan tampak tangannya yang sudah terangkat itu bergerak
menurun. Tetapi justru pada saat yang bersamaan, secepat kilat
475 To Siok Keng sudah meloncat sambil menyodok muka Pek Tiong
Thian dengan jari tengah tangan kanannya!
Sungguh di luar dugaan Pek Tiong Thian bahwa gadis yang lemah
lembut tampaknya itu berani menyerangnya, iapun tidak menduga
jika gadis itu dapat bergerak demikian pesatnya, karena menurut
pendapatnya, orang yang memiliki ilmu Thay-yang-sin-jiauw
sajalah yang harus ia segani, selain itu ia menganggap semua
orang remeh, mudah ditewaskan!
Lekas-lekas in mengangkat Ciam-hua-giok-siu dengan maksud
menangkis untuk kemudian menghajar muka gadis itu, tetapi tepat
pada waktu ia mengangkat tangannya itulah, ia mengendus suatu
bau harum yang tajam sekali, yang seolah-olah menyelusup dan
menusuk otaknya!
Pada saat ia terkejut, sekonyong-konyong suatu hembusan angin
yang keluar dari sodokan jari To Siok Keng telah menyingkap untuk
kemudian melucuti sama sekali kain hitam yang menutupi
mukanya! Wei Beng Yan dan Siauw Bie yang pun tidak menyangka To Siok
Keng berani menyerang Pek Tiong Thian, mereka terkejut sekali
ketika dapat melihat wajah pucat seperti mayat di balik kain yang
sudah tergeletak di tanah itu.
Pek Tiong Thian tiba-tiba jadi kalap, ia meraung seram sambil
dengan beringas menyerang dada To Siok Keng dengan Ciamhua-giok-siu. Tetapi...... tidak percuma To Siok Keng menjadi murid
Thian-hiang-sian-cu, meskipun hanya melalui kitab pendekar
wanita yang lihay itu. Serangan Pek Tiong Thian yang cepat serta
476 dahsyat itu dapat diegosinya dengan satu gerakan yang manis
sekali, sehingga Yu Leng gadungan itu terjerumus sambil
ternganga karena kagetnya!
To Siok Keng ternyata tidak berhenti hingga di situ, selesai
lawannya bingung, sekonyong-konyong ia mengebut lengan baju
dan bergerak ke samping sambil menyerang tempilingan Pek
Tiong Thian dengan kedua jarinya yang dilancarkan dengan ilmu
Sin-kang-cit! Pek Tiong Thian lekas-lekas mengangkat tangan kirinya sambil
membarengi menyerang dengan tangan kanannya yang
memegang Ciam-hua-giok-siu, tetapi lagi-lagi ia telah menyerang
angin! "Aku telah mengatakan tadi," kata To Siok Keng, "bahwa ilmu
guruku yang bernama Ciam-hua-hut-soat-siu-hoat dapat
mengimbangi kedahsyatan Ciam-hua-giok-siu!"
"Jahanam!" bentak Wei Beng Yan, "sungguh besar nyalimu berani
menyamar sebagai guruku!"
"Ha, ha, ha! Kau sudah mengetahui aku siapa, mengapa kau tidak
menyerang?" tanya Pek Tiong Thian.
To Siok Keng mengetahui bahwa setelah diberi obat menurut resep
Thian-hiang-sian- cu, tulang betis Wei Beng Yan sudah mulai agak
sembuh, tetapi ia merasa pemuda itu masih lemah untuk
melancarkan Thay-yang-sin-jiauw.
477 "Suko," katanya. "Biarlah aku yang yang memberi hajaran kepada
jahanam ini!"
Tetapi Wei Beng Yan sudah tidak lagi dapat menahan
kegusarannya, rasa gusarnya makin berkobar ketika mengingat si
jahanam yang kini sedang berdiri di hadapannyalah yang telah
mencegahnya membunuh kedua musuh besarnya, Soat-haysiang-hiong! Ia tidak akan merasa puas sebelum membunuh Yu
Leng gadungan ini dengan tangannya sendiri.
Tampak tubuhnya bergemetar karena menahan hawa amarahnya
yang kemudian meledak seperti gunung merapi!
"Jahanam! Betisku belum sembuh betul, tetapi kau pasti tewas hari
ini!" Wei Beng Yan membarengi ucapannya itu dengan mengangkat
tangan kanannya, pelahan-lahan tinjunya berubah untuk kemudian
mempijarkan sinar merah yang menyilaukan mata, tetapi tiba-tiba
wajahnya sendiri berubah, karena ia merasa tenaganya sudah
banyak berkurang, dengan demikian ia tidak lagi dapat
melancarkan Thay-yang-sin-jiauw menurut kehendak hatinya!
"Celaka!" pikirnya cemas, "apakah sebelum aku berhasil
membunuh kedua musuh besar ayahku, aku harus mati bersamasama jahanam ini?"
Pek Tiong Thian yang tidak mengetahui hal ini, tiba-tiba mundur
beberapa langkah ke belakang, ia mengetahui bahwa dirinya akan
diserang dengan Thay-yang-sin-jiauw, belum lagi keburu ia
478 mengambil keputusan melawan atau melarikan diri, mendadak
terdengar.......
"Bung!!!"
Wei Beng Yan telah melepaskan serangannya!
Apa yang terjadi kemudian"!
Tampak Pek Thong Thian terhuyung ke belakang diterjang
hembusan angin serangan yang dahsyat itu, ia merasa sekujur
tubuhnya jadi panas sekali, tetapi...... ternyata ia tidak roboh
ataupun terluka! Ia berusaha menahan hawa panas yang seolaholah ribuan semut sedang gerayangan di seluruh tubuhnya, sambil
mengawasi Wei Beng Yan.
Ia melihat bahwa pemuda itu agaknya sedang berusaha menahan
suatu perasaan juga, butiran-butiran peluh mengucur deras dari
jidatnya, berbareng dengan itu, ia merasa pengaruh rasa panas
sudah mulai menghilang dari tubuhnya, maka ia segera
berkesimpulan bahwa tenaga Thay-yang-sin-jiauw yang
diterimanya sekarang jauh di bawah nilai tenaga serangan Thayyang-sin-jiauw yang dilancarkan dulu, yalah ketika si pemuda
menggempur Ceng Sim Lo-ni di kota Bo-ouw!
Dengan tiba-tiba saja Pek Thong Thian memperlihatkan senyum
iblisnya, ia merasa yakin betul dengan ilmu-ilmu yang diperolehnya
dari kitab Jit-gwat-po-lek, ia akan mampu menewaskan murid Ji Cu
Lok ini! 479 Meskipun merasa kecewa sekali melihat serangannya tidak
membawa hasil yang diharapkan, Wei Beng Yan tidak pernah
putus asa. Begitu melihat Pek Tiong Thian mengangkat Ciam-huagiok-siu, iapun mengangkat tangannya, dan......
"Darr!!!"
Dua tenaga raksasa telah berjumpa di tengah udara bebas sambil
menerbitkan suara yang seperti meledaknya guntur.
Dan lagi-lagi tampak Pek Tiong Thian terhuyung ke belakang, ia
terkejut sekali merasa seolah-olah sedang berada di dalam kamar
dapur yang apinya berkobar-kobar membakar tubuhnya. Barulah
ia insyaf betapa dahsyat Thay-yang-sin-jiauw itu, meskipun yang
melancarkan ilmu itu sedang menderita luka cukup parah.
Lekas-lekas ia memutar Ciam-hua-giok-siu untuk menghalau
pengaruh tenaga gaib ilmu yang betul-betul dahsyat itu, sambil
menotol tanah dengan kedua kaki palsunya dan meloncat jauh ke
belakang, dan selagi ia mencelat ke udara, tampak batu dan
rumput-rumput kering berterbangan terbawa hembusan angin
yang panas itu!
Ternyata Wei Beng Yan pun tidak kalah terkejutnya iapun merasa
serangannya barusan telah tertahan oleh suatu tenaga yang hebat
luar biasa, karena itu adalah tenaga serangan Ciam-hua-giok-siu,
yang membuatnya terpaksa melangkah mundur untuk kemudian
bersiap siaga lagi dan oleh karena mundurnya itulah, ia merasa
betisnya sakit sekali, keringat dingin segera membasahi seluruh
tubuhnya! 480 Setelah meloncat mundur, Pek Tiong Thian tidak lagi merasa
tubuhnya seperti dibakar, ia merasa girang sekali.
"Apakah Ciam-hua-giok-siu dapat menahan serangan Thay-yangsin-jiauw?" pikirnya.
Sudah lama ia merasa ragu-ragu untuk menggempur Wei Beng
Yan, karena merasa gentar terhadap ilmu pemuda itu. Meskipun
Ciam-hua-giok-siu dapat menghalau api dan air, bahkan segala
serangan senjata rahasia, namun untuk menguji Thay-yang-sinjiauw ia merasa ragu-ragu! Tetapi sekarang ternyata sarung
tangan ajaib dapat mengimbangi dan menghalau hawa panas yang
membakar itu! "Hei bocah!" serunya girang. "Apakah begitu saja kelihayan Thayyang-sin-jiauw" Ha, ha, ha!"
Sayang, sungguh sayang sekali Wei Beng Yan sudah terkena
racun Poa-gwat-an, itu saja sudah merupakan suatu kecelakaan
hebat, ditambah dengan jatuhnya dari atas pohon dan betisnya
patah, maka boleh dikatakan ia telah menyerang tadi hanya
mempergunakan sisa-sisa tenaga yang masih ada saja, tetapi
meskipun demikian, kalau saja pemuda itu dapat menyerang
hanya sekali saja lagi, maka dapatlah dipastikan bahwa Pek Tiong
Tian akan tewas di atas puncak Ci-sin-hong itu!
Pek Tiong Thian tidak mengetahui bahwa meskipun serangan Wei
Beng Yan tadi tidak merobohkannya (berkat ilmu tenaga dalamnya
yang hebat), tetapi bagian dalam tubuhnya yang telah menerima
hawa panas Thay-yang-sin-jiauw tanpa disadari telah terluka.
481 To Siok Keng merasa terharu sekali melihat keadaan Wei Beng
Yan yang sudah betul-betul payah itu. Iapun mengetahui bahwa
Pek Tiong Thian telah terluka bagian dalam tubuhnya, tetapi luka
itu mungkin baru membawa akibat yang parah setelah melalui
waktu yang agak lama, mengingat ilmu tenaga dalam si orang she
Pek yang demikian hebatnya. Karena rasa cintanya terhadap
pemuda itu, entah bagaimana, di dalam otaknya tiba-tiba terlintas
suatu akal bulus yang baik sekali, maka ia lekas-lekas berkata.
"Suko, kau belum sembuh betul, biarlah aku saja yang melawan
jahanam ini dengan..... Tok-beng-oey-hong......
Bercekat hati Pek Tiong Thian mendengar nama senjata rahasia
yang disebut oleh gadis itu, senjata rahasia yang memang sedang
diidam-idamkannya, meskipun ia belum mengetahui apa
sebenarnya Tok-beng-oey-hong itu! Ia hanya mengetahui bahwa
di antara ketiga benda pusaka itu, Tok-beng-oey-hong lah yang
terdahsyat! "Kau ingin melawan aku dengan Tok-beng-oey-hong?" tanyanya
bernapsu. "Betul."
"Darimana kau peroleh senjata rahasia itu?"
"Dari guruku, Thian-hiang-sian-cu!"
Pek Tiong Thian jadi berdiri menjublek, ia mengetahui bahwa Tokbeng-oey-hong terkenal di kalangan Bu-lim karena Thian-hiang482
Maling Romantis 2 Pendekar Mabuk 034 Perawan Maha Sakti Harimau Mendekam Naga Sembunyi 10

Cari Blog Ini