Ceritasilat Novel Online

Sampul Maut 7

Sampul Maut Karya Wen Wu Bagian 7


sian-cu pernah mempergunakan senjata rahasia itu satu kali di
atas pegunungan Liok-pan-san dahulu.
Pada waktu itu lebih dari duapuluh orang-orang jahat, terutama ke
tujuh orang dari daerah Biauw-cian, telah datang ke pegunungan
Liok-pan-san dengan maksud mengerubuti Thian-hiang-sian-cu.
Yang aneh yalah, tiada satu orangpun yang mengetahui jalannya
pertempuran itu, orang-orang hanya mengetahui bahwa Thianhiang-sian-cu telah keluar sebagai pemenang, semua musuhnya
telah tewas! Dua hari kemudian, setelah pertempuran itu terjadi, Tiong Sin,
pemimpin partai di daerah Biauw-ciang, tampak berada di atas
pegunungan itu.
Orang-orang yang berkecimpungan di dunia Kang-ouw pasti
mengetahui bahwa Tiong Sin adalah seorang berkepandaian tinggi
sekali, namun hatinya jahat serta kejam. Ia terkenal suka
membasmi lawan-lawannya dengan senjata beracun atau
serangan yang sangat berbisa.
Kedatangan Tiong Sin di atas pegunungan Liok-pan-san itu sudah
dapat diduga, yalah untuk membikin pembalasan terhadap Thianhiang-sian-cu.
Lalu datanglah orang-orang ke atas pegunungan tersebut untuk
menyaksikan suatu pertarungan hidup mati, tetapi orang-orang ini
menjadi kecewa ketika Thian-hiang-sian-cu memperingati agar
mereka menonton dari kaki gunung itu saja, meskipun demikian
483 mereka menunggu juga hasil pertarungan itu dengan hati
berdebar-debar.
Tidak lama kemudian, tampak Tiong Sin sambil terhuyung-huyung
berjalan turun dari puncak tersebut mukanya pucat sekali.
"Tok-beng-oey-hong!" tiba-tiba terdengar Tiong Sin berseru keras
dan setelah memuntahkan darah, ia lalu tersungkur ke depan tidak
berkutik lagi! Melihat kematian Tiong Sin yang sangat mengerikan itu, orangorang yang menunggu di kaki puncak itu mengambil kesimpulan
bahwa Tiong Sin, maupun ke duapuluh lebih orang yang telah
mengerubuti Thian-hiang-sian-cu telah menjadi korban Tok-bengoey-hong!
Cara bagaimana Thian-hiang-sian-cu menghadapi lawanlawannya itu, tiada satu orangpun yang mengetahui, dan semenjak
itulah Tok-beng-oey-hong jadi sangat terkenal serta disegani!
duapuLuh delapan
Orang-orang yang berhubungan baik dengan Thian-hiang-sian-cu
pernah melihat benda pusaka itu, tetapi mereka tidak mengetahui
apa sebenarnya benda itu, yang menurut penglihatan hanya
merupakan satu selubung terbuat daripada kuningan yang
berkilau-kilau!
Pek Tiong Thian pun telah mendengar cerita itu, sehingga begitu
mengetahui To Siok Keng ingin menggempurnya dengan senjata
484 yang ampuh itu, tiba-tiba menjadi gentar. Tetapi untuk menggertak
lawannya ia lalu berkata.
"Apakah kau tidak mengetahui bahwa Ciam-hua-giok-siu dapat
memunahkan senjata gurumu?"
To Siok Keng lalu merogo sakunya, sejenak kemudian ia sudah
memegang selubung kuningan yang kira-kira limabelas sentimeter
panjangnya. Ia menatap Siauw Bie sejenak dan berkata .
"Siauw siocia, tenaga Tok-beng-oey-hong hebat sekali, aku
khawatir kau akan turut terluka oleh serangan senjata rahasia yang
dahsyat ini! Untuk keselamatan dirimu sendiri, aku minta kau saja
turun dari puncak ini!"
Siauw Bie belum pernah mendengar tentang kelihayan senjata
rahasia itu, ia merasa sungkan untuk mempercayai saja
keterangan saingannya itu, tetapi walaupun demikian ia tokh
melangkah mundur beberapa tindak.
"Baiklah!" kata lagi To Siok Keng, "jika kau bersedia mati bersamasama jahanam ini, hanya...... ingat aku tidak pernah ingin
melakukan sesuatu yang kurang baik terhadapmu, meskipun kau
pernah menganiaya aku!"
Mendengar ucapan To Siok Keng yang sungguh-sungguh itu,
Siauw Bie jadi percaya juga, maka Lekas-lekas ia berbalik dan
turun dari puncak itu.
Pek Thong Thian merasa cemas sekali melihat Siauw Bie
melarikan diri, karena iapun merasa takut diserang oleh Tok-beng485
oey-hong, tetapi hatinya yang congkak tidak memperkenankannya
untuk mengangkat kaki dari situ.
"Hei jahanam, perkenalkanlah namamu!" bentak To Siok Keng.
"Tok-beng-oey-hong tidak pernah mengambil nyawa kurcaci!"
Tiba-tiba Pek Thong Thian agaknya terkejut ketika mengingat
sesuatu. "Bukankah si pincang mengatakan Tok-beng-oey-hong berada di
dekat mulut lembah Yu-leng-kok?" demikian pikirnya, "mengapa
benda itu kini berada di dalam tangan gadis ini" Si pincang ingin
menipu atau gadis ini memang seorang penipu ulung"!"
"Hei jahanam! Aku minta kau perkenalkan namamu!" To Siok Keng
membentak lagi.
"Ha, ha, ha! Aku Pek Tiong Thian si Garuda Putih!"
"Apa pesanmu sebelum kau meninggal dunia?"
Pek Tiong Thian gusar sekali mendengar ejekan itu, namun karena
telah terpengaruh oleh berita kelihayan Tok-beng-oey-hong, dan
merasa tidak ungkulan melayani senjata rahasia yang terkenal
sangat ampuh itu, ia tidak dapat menyahut, kalau saja tidak
demikian, niscaya pertemuan itu akan berkesudahan berlain
sekali. "Ayohlah katakan!" To Siok Keng berkata, "aku tidak mempunyai
banyak waktu untuk menunggu lama"!"
486 Karena didesak terus, dari merasa gentar Pek Tiong Thian menjadi
marah untuk kemudian menjadi kalap.
"Aku makan kau!!" bentaknya sambil menampar muka To Siok
Keng dengan Ciam-hua-giok-siu.
To Siok Keng meloncat tinggi ke atas, kemudian ia memekik sambil
melontarkan selubung kuningan ke arah muka lawannya.
Pek Tiong Thian jadi terkesiap, secepat kilat ia menggeser sebelah
kakinya, lalu dengan tidak kalah cepatnya ia menggeprak selubung
kuningan itu dengan sarung tangan ajaib dan......
"Bushh!!" selubung kuningan itu terpisah menjadi dua bagian,
dengan tiba-tiba saja tampak asap hitam mengebul membuat
pemandangan di sekitar tempat itu jadi gelap!
Pek Tiong Thian kelabakan, ia mengegos, berkelit dan meloncat
sambil tidak henti-hentinya menyerang dengan Ciam-hua-giok-siu
kalang kabut! Ia tidak melihat apapun di depan, bersamaan dengan
itu suatu bau harum yang ganjil merangsang hidung yang membuat
jantungnya goncang! Ia mengamuk terus dan akhirnya berhasil
membuyarkan kabut asap hitam itu, tetapi...... ternyata ia kini
berada seorang diri saja di situ, To Siok Keng dan Wei Beng Yan
entah sudah kabur ke mana!
Ia telah berubah demikian beringasnya, namun ketika dapat
melihat selubung kuningan yang sudah patah dua itu, lagi-lagi
hatinya jadi bercekat.
487 "Apakah di dalam selubung itu masih terdapat sesuatu yang
membahayakan jiwa?" pikirnya. Sejenak kemudian, karena rasa
ingin tahunya, ia lalu menghampiri benda itu dengan sikap
waspada sekali.
Apa yang dilihatnya"
Tok-beng-oey-hong palsu! Apa yang dilihatnya hanya selubung
kuningan kosong dengan bekas-bekas sisa semacam bubuk
racun, hampir serupa dengan bubuk racun yang dipergunakan oleh
Ouw Lo Si untuk mencelakai Wei Beng Yan, yalah yang berbau
harum semerbak. Tetapi Racun To Siok Keng tidak
membahayakan jiwa, racun itu hanya sekedar untuk menyerang
urat syaraf lawannya.
"Bangsat! Aku telah diselomoti......!"
Memang Pek Tiong Thian telah diingusin oleh puteri Kiu It yang
cerdik itu. Selagi tadi kelabakan mengira telah diserang oleh Tokbeng-oey-hong, To Siok Keng dengan lincah sekali telah mengajak
Wei Beng Yan meninggalkan puncak itu dan bersembunyi di
semak belukar. Karena meskipun telah mewarisi ilmu Thian-hiangsian-cu, tetapi jika begitu jauh Pek Tiong Thian masih
mempergunakan Ciam-hua-giok-siu sebagai senjata, ia merasa
kewalahan juga.
Mereka berlari terus, setelah melalui beberapa belokan, mereka
lalu tiba di suatu tempat yang penuh dengan batu-batu gunung
yang besar-besar.
488 "Su-ko," kata To Siok Keng sambil menahan langkahnya, "betismu
belum baik betul, aku kira ada baiknya jika kita bersembunyi saja
dalam goa ini."
"Baiklah," sahut Wei Beng Yan. "tetapi dimanakah goa yang kau
maksud itu?"
"Di sana!" kata To Siok Keng sambil mengajak Wei Beng Yan
berjalan lagi. Kira-kira sepuluh meter dari tempat mereka tadi
berhenti, tampak satu batu yang setelah digeser merupakan suatu
goa. "Dari mana kau ketahui di situ ada goa?" tanya Wei Beng Yan.
"Masakan aku tidak mengetahui keadaan tempat yang masih
termasuk lingkungan daerahku ini," sahut To Siok Keng, "Ayohlah
masuk!" Setelah mereka berada di dalam, si gadis lalu menutupi lagi mulut
goa, sehingga sukar bagi seseorang untuk mengetahui tempat
persembunyian mereka itu.
"Su-moay," tiba-tiba Wei Beng Yan berkata dengan wajah
memerah, karena merasa canggung mengetahui tubuhnya berada
berdempetan dengan tubuh To Siok Keng, karena goa atau tempat
yang lebih mirip lobang kecil itu sempit sekali. "Apakah tidak ada
lain tempat yang lebih luas untuk tempat kita bersembunyi?"
"Tidak," sahut To Siok Keng, "tetapi, biarlah aku menjaga di luar
goa saja......."
489 "Aku berkeberatan....."
"Jika..... demikian.... kita harus tetap bersembunyi dengan cara
ini....." "Ya...... keselamatan kita bersama adalah yang terpenting......"
To Siok Keng perlahan-lahan mengangkat kepalanya dan
denyutan jantungnya jadi berdebar-debar ketika sinar matanya
bertemu dengan sinar mata Wei Beng Yan yang sedang
berpegangan pada pundaknya. Sebelum bertemu dengan puteri
Kiu It itu, Wei Beng Yan telah jatuh cinta kepada Siauw Bie yang
kemudian ternyata bukan saja telah cemburu tidak keruan, juga
berwatak congkak serta kejam.
Justru sifat-sifat jelek yang telah disebutkan itulah yang telah
memindahkan cinta pemuda itu kepada si gadis she To, yang
bukan saja lemah lembut tetapi telah berhasil menolong jiwa si
pemuda dari serangan Ciam-hua-giok-siu Yu Leng gadungan. Dan
dilihat dari sikap To Siok Keng tatkala itu, dapatlah ditafsirkan
bahwa cinta Wei Beng Yan telah mendapat sambutan yang
sehangat-hangatnya dari pihak si gadis!
Meskipun mereka tidak mengatakan sesuatu, namun mereka
dapat "mendengar" apa yang dikatakan oleh sorotan mata mereka
masing-masing! Selagi berada dalam keadaan yang mesra itu, tiba-tiba terdengar
suara tertawa Pek Tiong Thian.
"Su-ko, si jahanam sedang mendatangi!" bisik To Siok Keng
490 "Aku kira ia tidak akan berhasil menemukan tempat bersembunyi
kita ini," sahut Wei Beng Yan.
Betul saja suara tertawa itu makin lama makin menjauh sehingga
akhirnya tidak terdengar lagi, dan sebagai ganti suara tertawa itu
kini terdengar suara tindakan kaki yang agaknya berhenti tidak jauh
di depan mulut goa itu.
To Siok Keng lalu mengintip melalui satu lobang kecil.
"Siapa?" tanya Wei Beng Yan berbisik.
"Siauw siocia!"
"Ha" Siauw Bie?"
"Dia agaknya juga sedang mencari tempat berlindung, bagaimana
jika kita ajak ia berlindung di sini?"
Wei Beng Yan berpikir sejenak dan menyahut.
"Baiklah!"
Mendengar persetujuan itu, To Siok Keng segera memanggil.
"Siauw siocia!"
Bukan main kaget Siauw Bie mendengar namanya dipanggil
orang, ia memang sedang melarikan diri dari kejaran Pek Tiong
Thian. "Siapa"!" tanyanya sambil meneliti keadaan di sekitarnya.
491 Dibalik satu batu besar ia melihat To Siok Keng melambailambaikan tangannya seraya berkata dengan suara rendah.
"Lekas sembunyi di sini!"
Sekonyong-konyong saja Siauw Bie jadi gusar melihat saingannya
itu. "Wanita liar!" bentaknya sambil melotot beringas, "mengapa, kau
tidak berpeluk-pelukkan terus dalam lobang sesempit itu" Apakah
kau ingin membanggakan bahwa kau telah berhasil merebut si
pemuda she Wei dari tanganku?"
Wei Beng Yan jadi serba salah mendengar caci maki itu, ia lekaslekas keluar dan turut berkata.
"Bie moay, To siocia dan aku dengan setulus hati ingin membantu,
tetapi mengapa kau....."
"Puih! Membantu"!" Siauw Bie memotong gusar. "Ketahuilah
bahwa aku merasa jemu melihat wajahmu maupun paras si wanita
cendil itu!"
Wei Beng Yan betul-betul putus asa melihat sikap Siauw Bie yang
sudah seperti orang kurang waras pikirannya itu.
"Yah, jika kau mengatakan demikian," sahutnya, "akupun tidak
dapat berbuat apa-apa......"
Siauw Bie mengawasi sebentar, setelah itu ia meludah dan
meninggalkan tempat itu.
492 To Siok Keng lekas-lekas mengajak Wei Beng Yan masuk lagi
sambil menutupi mulut goa itu, dengan batu besar.
Karena rasa cemburunya yang sudah meluap-luap, Siauw Bie
berlari-lari ke dalam hutan tanpa menghiraukan segala sesuatu
yang berada di samping atau di belakangnya. Ia baru terkejut
ketika merasakan suatu cengkeraman menjambret pundak kirinya,
hingga ia tidak lagi dapat bergerak!
"Sia..... siapa kau"!" tanyanya cemas sambil terus meronta-ronta
nekad, tetapi cengkeraman itu tidak mau terlepas.
"Anjing betina kecil," kata orang itu, "kau ingin mengetahui aku ini
siapa?" Mendengar suara orang itu, mendadak Siauw Bie jadi menggigil
ketakutan, karena ia sudah dapat mengenali bahwa suara yang
pecah seperti kecer itu adalah suara Yu Leng gadungan alias Pek
Tiong Thian! "Aku..... aku mengetahui siapa..... sebenarnya lo-cianpwee....."
sahutnya terputus-putus. "Tetapi........"
Pek Tiong Thian yang sedang gusar telah diingusi oleh To Siok
Keng, sebetulnya ingin melampiaskan amarahnya itu kepada
Siauw Bie, tetapi ketika mendengar kata "tetapi" , ia berusaha
menahan perasaannya itu dan menanya.


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tetapi apa"!"
493 "Meskipun aku telah melarikan diri, tetapi aku kira...... sekarang aku
dapat membantu Locianpwee......" jawab Siauw Bie.
Percakapan itu dilakukan di tempat yang tidak beberapa jauh dari
goa yang dipakai bersembunyi oleh Wei Beng Yan dan To Siok
Keng, hingga ucapan-ucapan dapat didengar dengan jelas sekali
oleh ke dua muda-mudi itu.
"Su-ko......" bisik To Siok Keng, "lebih baik kita lekas-lekas keluar
dari tempat persembunyian kita ini...... aku khawatir Siauw siocia
membongkar rahasia kita!"
"Sshh......!" sahut Wei Beng Yan sambil menggeser mendekati
mulut goa, "kita harus berlaku tenang......"
Kecemasan To Siok Keng memang sangat beralasan, bukankah
jika Siauw Bie, yang karena ingin terhindar dari maut itu membeber
rahasia tempat persembunyian mereka di dalam goa itu kepada
Pek Tiong Thian, mereka pasti akan diganyang hancur"
"Kau ingin membantu aku?" terdengar Pek Tiong Thian menanya
Siauw Bie dengan suara mengejek. "Tetapi sayang sekali aku tidak
lagi dapat percaya kau! Aku bahkan tidak percaya kepada semua
keluarga Siauw!"
"Mengapa Locianpwee beranggapan demikian?" tanya Siauw Bie
yang sudah mulai agak tenang.
"Kau dan kakakmu, Siauw Cu Gie adalah sama! Yalah bangsatbangsat besar! Ha, ha, ha!"
494 "Apakah kakakku pernah menipu Locianpwee?"
"Ha, ha, ha! Aku telah pergi ke pegunungan Tay-piet-san, dan di
luar lembah Yu-leng-kok aku telah dikerubuti oleh lima orang!"
"Apa hubungannya peristiwa itu dengan kakakku?"
"Karena salah satu daripada ke lima bangsat itu adalah kakakmu,
Siauw Cu Gie, yang telah aku utus ke akherat! Hee, hee, hee!"
Siauw Bie jadi terbengong mendengar kakaknya telah dibunuh
oleh Pek Tiong Thian. Kakaknya, yang semenjak ibu dan ayahnya
meninggal dunia, telah memelihara serta mendidiknya dengan
penuh kasih sayang.
"Kau telah membunuh kakakku?" serunya lantang.
"Betul! Dan kaupun akan mati sekarang!" sahut Pek Tiong Thian
sambil mengejek terus.
Siauw Bie yang semula ingin memberitahukan tentang tempat
bersembunyi Wei Beng Yan dan To Siok Keng, tiba-tiba jadi
beringas ketika mengetahui bahwa Siauw Cu Gie, orang satusatunya yang sangat dicintai itu telah dibunuh dan diejek-ejek.
"Jahanam!" bentaknya sambil tiba-tiba meronta dan berhasil
melepaskan diri, setelah itu dengan sepenuh tenaga ia menyerang
Pek Tiong Thian.
495 Serangan yang dahsyat serta mendadak itu ternyata menemui juga
sasarannya. Pek Tiong Thian yang sedang tertawa berkakakan
sekonyong-konyong terpental mundur terpukul dadanya.
Ia tidak pernah menyangka Siauw Bie yang cantik menggairahkan
itu memiliki ilmu lebih lihay daripada kakaknya sendiri. Terjangan
tinju gadis itu membuatnya seolah-olah dihajar oleh palu baja!
Kalau saja ia tidak keburu melancarkan seluruh tenaganya
menahan damparan serangan itu, pasti ia sudah roboh tidak
berdaya! Siauw Bie yang sudah nekad lagi-lagi menyerang dan menghujani
jotosan-jotosan sambil sebentar-sebentar berusaha menotok jalanjalan darah yang mematikan.
Pek Tiong Thian berkelit, meloncat dan berusaha mendekati tanpa
menghiraukan rasa sangat sakit di dadanya. Suatu ketika ia
berhasil mencengkeram lagi pundak Siauw Bie dengan tangan
kirinya, sedangkan tangan kanannya menyerang ke arah dada,
hingga gadis itu menjerit seram, tubuhnya terdorong mundur untuk
kemudian terjerumus ke dalam jurang!
Pek Tiong Thian yang telah mengerakkan seluruh tenaganya pun
tiba-tiba terhuyung dan roboh di tanah akibat serangan Siauw Bie
di dadanya tadi!
Semua kejadian itu dapat didengar jelas sekali oleh Wei Beng Yan
dan To Siok Keng. Mereka bergidik mendengar jeritan Siauw Bie
barusan. 496 "Sumoay," bisik Wei Beng Yan, "kita harus membantu Siauw
siocia......"
"Luka-lukamu belum sembuh seluruhnya, sedangkan aku belum
tentu dapat mengalahkan si jahanam she Pek itu," sahut To Siok
Keng cemas, "jalan satu-satunya untuk mengalahkan dia itu,
adalah dengan menyeruduknya dan mati bersama-samanya!"
Wei Beng Yan mengawasi paras gadis yang cerdik itu, ia harus
mengakui bahwa tenaganya sudah banyak berkurang, lagipula,
dengan tulang betisnya yang masih belum sembuh seluruhnya,
mana bisa ia melancarkan Thay-yang-sin-jiauw secara sempurna"
"Kita harus bersabar," bisik lagi To Siok Keng sambil menghampiri
batu penutup goa dan mengintip keluar, ternyata Pek Tiong Thian
sudah tidak lagi berada di situ!
Setelah menunggu lagi beberapa lamanya, suasana sudah mulai
menjadi gelap, kecuali suara serangga-serangga dan desirandesiran angin senja pegunungan Oey-san, suasana di sekitarnya
sunyi senyap. Mereka belum berani keluar dari tempat persembunyian itu.
Mereka bertekad bermalam di situ meskipun harus menderita
kelaparan dan kehausan sangat semalam suntuk!
"Sumoay," kata Wei Beng Yan tatkata fajar sudah menyingsing,
"harap saja si jahanam sudah berlalu dari daerah pegunungan
Oey-san ini."
497 "Aku yakin jahanam itu tidak demikian mudah ingin meninggalkan
daerah ini," sahut To Siok Keng.
"Tetapi kita tidak dapat terus menerus berdiam secara ini....."
"Bagaimana kesehatanmu?"
"Aku merasa tenaga serta semangatku telah pulih, hanya tulang
betisku masih memerlukan sedikit waktu lagi untuk menjadi
sembuh seluruhnya......"
"Kita akan naik ke atas puncak Cie-sin-hong, dapatkah kau lakukan
itu?" "Mengapa justru naik ke atas, bukankah kita harus mencari jalan
keluar?" To Siok Keng bersenyum manis dan menyahut.
"Si jahanam tentu sedang menunggu di kaki puncak, maka untuk
menghindarkan diri dari cengkeramannya kita justru harus
mengambil jalan naik ke atas!!"
"Bagus!" seru Wei Beng Yan, "Ayohlah kita berangkat sekarang!"
Perlahan-lahan To Siok Keng mengerahkan tenaganya, kemudian
dengan satu gentakan mendadak ia membetot batu besar yang
menutupi mulut goa. Setelah meneliti keadaan di luar tetap aman,
ia lalu memberi isyarat kepada Wei Beng Yan untuk lekas-lekas
keluar dan mengikutinya mendaki puncak itu.
498 Dengan napas tersengal-sengal akhirnya kedua muda mudi itu
berhasil mencapai puncak Cit-sie-hong. Suasana di tempat yang
tinggi itu tenteram sekali. Justru ketenteraman itulah yang
memaksa mereka untuk tidak berbicara dengan suara keras,
karena khawatir kehadiran mereka di situ diketahui oleh Pek Tiong
Thian. Sambil melepaskan lelahnya di atas rumput, Wei Beng Yan merasa
cemas sekali telah gagal membunuh Pek Tiong Thian ilmu Thayyang-sin-jiauw.
"Setelah tenagaku pulih seluruhnya, dapatkah aku menewaskan
jahanam she Pek itu?" demikian pikirnya.
"Suko," kata To Siok Keng yang dapat melihat gelisahan Wei Beng
Yan itu, "apa yang tengah kau pikirkan" Bukankah sekarang kau
sudah bebas untuk membunuh musuh-musuh besar ayahmu?"
"Yu Leng, guruku sudah meninggal dunia," sahut Wei Beng Yan,
"dan orang yang menyamar sebagai guruku pun telah terbuka
kedoknya, tetapi...... bagaimana aku tiba-tiba jadi kehilangan
tenaga dalamku" Apa yang menyebabkan itu semua?"
Betapapun cerdiknya To Siok Keng, ia tidak mungkin dapat
menuduh bahwa Ouw Lo Si lah yang telah menyebabkan
malapetaka itu, karena dari pengakuan si pemuda sendiri, ia dapat
mengambil kesimpulan bahwa tanpa kakek pincang itu Wei Beng
Yan mungkin sudah menjadi korban cakaran Thay-yang-sin-jiauw!
499 "Suko," akhirnya ia berkata. "meskipun tenagamu sudah banyak
berkurang, tetapi aku yakin kau masih dapat menggempur Soathay-siang-hiong! Percayalah!"
"Mungkin kedua musuh ayahku itu masih dapat aku tewaskan. Aku
hanya khawatir terhadap Pek Tiong Thian yang telah membuktikan
bahwa ia dapat menahan cakaran Thay-yang-sin-jiauw!"
"Tetapi aku meragukan jika iapun mampu menahan Tok-beng-oeyhong!"
"Tetapi...... aku kira tidak mudah untuk memperoleh benda itu......"
"Kita akan mencari betapapun sukarnya! Yang harus kita kerjakan
sekarang yalah mencari makanan dan air......" kata To Siok Keng
sambil berbangkit dan mengajak Wei Beng Yan pergi ke tempat
yang banyak pohon-pohon besar.
DuapuLuh Sembilan
Mereka masuk ke semak-semak dan untuk kegirangan mereka,
belum lagi lama mencari, tiba-tiba tiga ekor kelinci meloncat.
Secepat kilat To Siok Keng menubruk dan berhasil menangkap dua
ekor, tetapi ia sendiri terjerumus ke dalam suatu lobang kecil yang
tergenang air! "Sumoay!" seru Wei Beng Yan terkejut sambil menghampiri dan
melihat To Siok Keng sedang menikmati air yang menggenangi
lobang itu. 500 "Suko," kata To Siok Keng, "peganglah dua ekor kelinci ini, aku
akan mengambilkan air untukmu!"
Wei Beng Yan lekas-lekas bertiarap dan memegang kedua kelinci
yang diangsurkan To Siok Keng lalu mengambil air dengan kedua
telapak tangannya untuk kemudian dituang ke dalam mulut si
pemuda. Setelah mereka puas menikmati mata air itu, To Siok Keng segera
meloncat dan dalam pakaiannya yang basah kuyup itu potongan
tubuhnya yang menggiurkan jantung tampak jelas sekali......
Wei Beng Yan lekas-lekas membuka bajunya sendiri dan berkata.
"Sumoay, kerudungilah tubuhmu dengan bajuku ini......."
To Siok Keng sambil bersenyum menerima saja tawaran itu.
"Terima kasih, Suko! Tetapi, dapatkah kau membuat api?"
"Aku harus berusaha atau mati kelaparan!" sahut Wei Beng Yan
yang segera berlalu untuk mencari kayu-kayu kering. Kemudian
dengan menggosok-gosokkan satu kayu dengan kayu yang lain, ia
berhasil membuat api unggun untuk memanggang kedua ekor
kelinci itu. Tidak lama kemudian mereka sudah dengan lahap
sekali menikmati daging binatang yang terkenal lezat serta halus
itu. "Daerah di sekitar puncak ini luas sekali, dan jika kita turun dari
satu jalan yang terdapat di sini, aku kira kita takkan menjumpai Pek
501 Tiong Thian," kata Wei Beng Yan sambil mengunyah daging kelinci
panggang. "Baiklah," sahut To Siok Keng. "kita akan turun setelah makan."
"Sumoay, aku mendengar bahwa Tok-beng-oey-hong dan Cu-gantan masih tersimpan dalam kuil Cit-po-sie di atas puncak Bengkeng-ya yang letaknya di daerah pegunungan Ngo-tay-san......"
"Mengapa Suko mengatakan sukar untuk memperoleh benda itu?"
"Aku merasa sangsi jika pemimpin kuil itu sudi menyerahkan Tokbeng-oey-hong kepada kita.......?"
"Kita coba saja......."
Begitulah, setelah menghabiskan kedua ekor daging kelinci itu To
Siok Keng lalu mengembalikan baju Wei Beng Yan, karena
bajunya sendiri sudah hampir kering lagi.
Mereka lalu turun dari puncak itu, dengan perut sudah diisi, dalam
waktu yang singkat saja mereka sudah tiba di bawah untuk terus
melanjutkan perjalanan ke pegunungan Ngo-tay-san, tanpa
diketahui oleh Pek Tiong Thian yang masih menunggu di suatu
tempat yang bertentangan!
Setelah menempuh jarak kira-kira seratus lie, Wei Beng Yan dan
To Siok Keng terkejut sekali tatkala mendengar berita bahwa
pemimpin kuil Cit-po-sie, Bak Kiam Taysu telah ditewaskan oleh
seseorang yang menopengi mukanya dengan selembar kain
hitam. 502 "Menopengi mukanya"!" tanya Wei Beng Yan kaget. "Mungkinkah
orang itu......"
"Orang itu pasti guru gadunganmu, Pek Tiong Thian!" sahut To
Siok Keng tegas.
"Seperti telah kita lihat, si jahanam belum memiliki benda itu.
Dengan demikian Tok-beng-oey-hong dan Cu-gan-tan masih
berada di dalam kuil Cit-po-sie! Ayohlah kita lekas-lekas kesana!"
Demikianlah mereka meneruskan lagi perjalanan mereka.
Sepuluh hari telah lewat, dan mereka sudah berada di suatu desa
yang terletak tidak beberapa jauh dari lereng gunung Ngo-tay-san.
Makin hari makin akrab saja pergaulan mereka, tetapi setiap
mereka bermalam di suatu rumah penginapan, mereka selalu
menyewa dua kamar sebelah menyebelah, begitupun malam itu,
Wei Beng Yan tidur sendiri dalam kamarnya.
Di tengah malam yang sunyi dan dingin, tiba-tiba Wei Beng Yan
terjaga dari tidurnya. Peluh membasahi sekujur badannya, tetapi ia
merasa mendadak tenaga serta semangatnya pulih kembali. Yang
paling menggirangkan yalah, ia tidak lagi merasa apapun ketika
membanting-banting kedua kakinya, tulang betisnya yang patah
sudah sembuh! Karena rasa girangnya yang meluap-luap itulah ia jadi tidak bisa
tidur lagi, tetapi mendadak ia merandek dapat mendengar sesuatu
yang agak ganjil di atas kamarnya. Lekas-lekas ia meniup lilin dan
menengadah sambil mendengari lagi.
503 "Apakah kau merasa yakin memang dia itu yang kita sedang cari?"
Demikian terdengar seseorang berbisik.
Bercekat hati Wei Beng Yan ketika mendengar suara yang parau
serta sember itu. Ia berusaha mengingat-ingat dan tiba-tiba telapak
tangannya jadi berkeringat,
"Soat-hay-siang-hiong!" serunya tertahan.
Lekas-lekas ia mengintip melalui celah-celah jendela dan dapat
melihat bayangan dua orang yang baru saja meloncat turun dari
atas atap dan tengah menghampiri kamar di seberang kamarnya
sendiri. Betul saja kedua orang itu adalah kedua jahanam Soathay-siang-hiong yang bernama Suto Eng Lok dan Hua Ceng Kin.
"Tadi aku dapat melihat dengan terang dan aku tidak melihat
keliru!" sahut si nenek she Hua.
"Jika betul dia ini si Gaitan baja tinju besi, aku betul-betul tidak
mengerti!" kata Suto Eng Lok, "bukankah ia selalu menyertai si
pincang!" "Mungkin mereka sudah bertempur dengan Pek Tiong Thian di kuil
Cit-po-sie. Dari pemilik rumah penginapan ini aku dapat
keterangan bahwa di waktu ia datang di sini, ia sudah terluka
parah, ketika diserang demam katanya ia sering mengaco dan
sebentar-sebentar menyebut Tok-beng-oey-hong!
Apakah kemujizatan benda itu?"
504

Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku tidak ingin mengetahui kemujizatan benda itu, aku hanya ingin
menewaskannya malam ini!"
Setelah berkata begitu, mereka lalu mengintip ke dalam kamar.
Dari percakapan mereka itu, Wei Beng Yan segera mengetahui
bahwa orang yang ingin dibunuh oleh kedua jahanam itu adalah
Khouw Kong Hu, yang diketahuinya sebagai seorang pendekar
luhur dan telah melakukan banyak kebaikan di kalangan Bulim.
"Aku harus mencegah perbuatan kedua jahanam itu," pikirnya, "di
samping itu, inilah kesempatan yang terbaik untuk aku membalas
dendam ayahku terhadap kedua musuh besarku ini!"
Perlahan-lahan ia membuka pintu kamarnya, dan begitu berada di
luar, ia segera mengangkat tangan kanannya yang berjari seperti
cakar burung garuda dan......
"B u n g !!"
Suto Eng Lok terpental sambil melepaskan jeritan seram, seluruh
tubuhnya sudah terbakar oleh Thay-yang-sin-jiauw!
Hua Ceng Kin yang sangat cerdik dan licik masih keburu meloncat,
hingga belum lagi Wei Beng Yan keburu melancarkan ilmunya
yang dahsyat itu, ia sudah melarikan diri dan menghilang di tengah
kegelapan malam......
"Suko, ada apa?" tanya To Siok Keng yang sudah bangun
mendengar suara jeritan Suto Eng Lok tadi. "Siapakah orang yang
kau tewaskan itu?"
505 "Suto Eng Lok!" sahut Wei Beng Yan bangga, "salah satu musuh
besar ayahku, Soat-hay-siang-hiong."
"Kau sudah dapat melancarkan Thay-yang-sin-jiauw?"
"Sudah!"
To Siok Keng merasa girang sekali mendengar jawaban itu.
"Tetapi kita harus lekas-lekas berlalu dari sini!"
"Mengapa?"
Kita tidak boleh menarik perhatian orang banyak atau rencana kita
akan gagal!"
"Mengapa kedua iblis ini berada di sini?"
"Mereka ingin membunuh Khouw Tay-hiap yang sedang menderita
luka parah dalam kamar ini," sahut Wei Beng Yan sambil
menghampiri pintu kamar. "Mari kita tengok padanya sebelum kita
berangkat."
Baru saja Wei Beng Yan selesai berkata demikian, tiba-tiba pintu
kamar itu terbuka dan Khouw Kong Hu sudah berada di hadapan
mereka. "Wei siohiap," kata si orang she Khouw, mendadak mukanya yang
memang sudah pucat jadi bertambah pucat saja ketika melihat
mayat Suto Eng Lok, "apakah kau yang telah membunuh jahanam
itu?" 506 Wei Beng Yan mengangguk dan berkata.
"Betul! Kedua jahanam itu ingin membunuh Khouw Tay-hiap dan
aku kebetulan dapat melihat mereka......."
Khouw Kong Hu jadi terpaku sambil mengawasi mayat Suto Eng
Lok. "Khouw Tay-hiap," kata lagi Wei Beng Yan, "ayohlah kita lekaslekas berlalu dari sini agar tidak menarik perhatian orang!"
"Marilah!" sahut Khouw Kong Hu.
Wei Beng Yan segera mengangkat mayat Suto Eng Lok dan
mendahului berlari keluar rumah penginapan itu diikuti oleh To Siok
Keng dan Khouw Kong Hu.
Setelah mengubur mayat Suto Eng Lok di suatu tempat yang
terpencil, mereka lalu menjauhkan diri ke arah suatu hutan belukar.
Tidak lama kemudian, mereka sudah berada di suatu kuil tua yang
terbengkalaikan dan hampir ambruk. Di dalam kuil itulah mereka
beristirahat sambil menantikan datangnya fajar.
"Khouw Tay-hiap," kata Wei Beng Yan. "Siapa yang telah
melukaimu" Katanya kau sering mengaco dalam tidurmu......"
"Siapa yang mengatakan demikian?" tanya Khouw Kong Hu
terperanjat. "Si iblis wanita, Hua Ceng Kin!"
507 "Apakah si iblis wanita itu juga yang telah menggempur Tay-hiap?"
tanya To Siok Keng.
Khouw Kong Hu tidak lantas menyahut, ia berpikir sebentar dan
ketika mengingat bahwa tidak ada salahnya untuk
memberitahukan tentang peristiwa yang pernah terjadi di kuil Citpo-sie, ia lalu bercerita.
Bagaimana Pek Tiong Thian yang telah menyamar sebagai Yu
Leng ingin merebut Tok-beng-oey-hong dan Cu-gan-tan dari
tangan Bak Kiam Taysu. Bagaimana ia sendiri telah dilukai oleh Ji
Cu Lok gadungan yang telah ditipu oleh Ouw Lo Si dan dibawa ke
suatu tempat di dekat mulut lembah Yu-leng-kok.
"Kita justru sedang menuju ke kuil tersebut," kata Wei Beng Yan
setelah mendengar seluruh kisah itu. "Apakah kiranya Tok-bengoey-hong masih berada dalam kuil itu?"
"Siohiap ingin mengambil benda mujizat itu?" tanya Khouw Kong
Hu heran. "Untuk apakah?"
"Untuk membunuh Pek Tiong Thian!"
"Membunuh si jahanam she Pek dengan Tok-beng-oey-hong"!
Bukankah siohiap memiliki ilmu yang dahsyat?"
"Tenaga dalamku baru saja pulih kembali, sedangkan tulang
betisku baru saja sembuh, kalau tidak pasti Pek Tiong Thian telah
tewas dikeremus Thay-yang-sin-jiauw."
508 "Apa yang telah terjadi dengan tenaga dalam siohiap" Mengapa
tulang betismu?"
"Aku sendiri tidak mengetahui mengapa tiba-tiba aku jadi
kehilangan tenaga dalamku, sehingga waktu aku meloncat turun
dari suatu tempat yang tidak beberapa tinggi, tulang betisku patah!"
Khouw Kong Hu jadi terbengong, karena ia adalah orang satusatunya yang mengetahui mengapa pemuda itu tiba-tiba
kehilangan tenaga serta semangatnya. Ia jadi serba salah, apakah
ia harus memberitahukan siasat busuk Ouw Lo Si"
Jika "ya", ia menghianati saudara angkatnya!
Jika "tidak", si pemuda yang berwatak luhur, yang baru saja
kemarin malam menolong jiwanya dari cengkeraman Soat-haysiang-hiong, pasti akan mengalami lagi penderitaan yang terlebih
hebat dari serangan racun yang berada dalam sampul nomor satu
itu! Lama juga mereka bertiga tidak berbicara. Tetapi tiba-tiba Wei
Beng Yan merogoh sakunya dan mengeluarkan satu sampul surat
seraya kerkata.
"Sebelum aku masuk ke dalam lembah Yu-leng-kok, kakek Ouw
pernah memberikan aku tiga sampul surat dengan pesan agar aku
baru membuka ketiga sampul itu setelah berhasil membunuh
musuh-musuh ayahku. Aku telah membuka sampul nomor satu
ketika membunuh Eu-yong Lo-koay, dan aku kira sudah tiba saat
untuk membuka sampul yang kedua ini, setelah aku kemarin
membunuh Su-to Eng Lok!"
509 Butiran-butiran peluh dingin menghias dahi Khouw Kong Hu,
tubuhnya agak bergemetar. Ia bergidik ketika membayangi betapa
para luka yang akan dialami oleh pemuda itu kelak. Ia merasa
yakin betul jika Wei Beng Yan membuka sampul yang kedua itu,
setelah lewat delapan hari, tenaga dalam pemuda itu akan
menghilang lagi dan......, jika sampul yang ketiga, yang berisikan
racun terhebat dibuka, pembuluh-pembuluh darah Wei Beng Yan
akan putus seluruhnya dan ia akan tewas karena kehabisan
tenaga! Menurut aturan yang lazimnya berlaku, Khouw Kong Hu sebagai
saudara angkat Ouw Lo Si yang telah bersumpah untuk sehidup
semati dengannya, harus menganggap Wei Beng Yan sebagai
musuhnya juga, tetapi Khouw Kong Hu tidak bisa menuruti saja
aturan itu. Ia tidak tega melihat Wei Beng Yan mati meleras!
Maka ketika melihat Wei Beng Yan sudah ingin membuka
sampulnya yang kedua itu, lekas-lekas ia berkata untuk mencegah.
"Wei siohiap!" katanya.
Wei Beng Yan menoleh ke arah Khouw Kong Hu sambil menunda
sampul itu. Ia merasa agak heran melihat sikap Khouw Kong Hu
yang tidak sewajar tadi itu.
"Ada apa tay-hiap memanggil aku?" tanyanya.
"Wei siohiap, aku...... aku....."
"Kau mengapa Tay-hiap?"
510 "Hua Ceng Kin belum jauh melarikan diri dari desa ini, mengapa
kita tidak mengejarnya?" sahut Khouw Kong Hu gugup.
Ucapan yang dikeluarkan bernada dengan penuh keragu-raguan
itu membuat To Siok Keng melirik. Semenjak melihat butiranbutiran peluh di dahi si orang she Khouw tadi, ia memang sudah
merasa curiga. Maka dengan ucapan yang hati-hati sekali ia lalu
berkata. "Khouw Tay-hiap, mengapa kau tiba-tiba jadi demikian gelisah?"
Khouw Kong Hu tidak bisa menyahut, ia tampaknya gugup sekali.
"Bolehkah aku mengajukan suatu pertanyaan yang mungkin tidak
enak didengar oleh Tay-hiap?" tanya lagi To Siok Keng.
"Pertanyaan apakah yang mungkin tidak enak?" tanya Wei Beng
Yan heran. "Aku tidak berkeberatan untuk mendengar pertanyaanmu itu,"
sahut Khouw Kong Hu.
"Wei Koko telah memberitahukan padaku bahwa kau adalah
seorang yang berbudi luhur dan kesatria, tetapi mengapa kau
sekarang agaknya ragu-ragu" Kau agaknya menyembunyikan
sesuatu dari kita," kata To Siok Keng tanpa tedeng aling-aling.
"Aai! Mata To siocia tajam sekali!" kata Khouw Kong Hu sungguhsungguh sambil menoleh ke arah Wei Beng Yan dan melanjutkan.
511 "Wei siohiap, jika aku harus, menceritakan satu persatu, aku akan
dicap sebagai penghianat, aku memang ingin meminta dengan
sangat agar kau TIDAK membuka sampul surat yang kedua itu!"
"Mengapa"!" tanya Wei Beng Yan.
"Aku tidak dapat memberitahukan mengapa, tetapi jika kau dapat
menyanggupi permintaanku itu, aku sangat herterima kasih!"
"Apakah surat di dalam sampul ini akan memerintahkan aku untuk
melakukan suatu perbuatan yang terkutuk?"
"Aku tidak tahu apa yang tertera dalam surat itu, aku hanya minta
kau tidak MEMBUKA sampul pemberian Ouw Lo Si!"
"Tetapi mengapa"!"
"Ya, mengapa Khouw Tay-hiap" Akupun ingin mengetahui!" To
Siok Keng ikut mendesak.
Khouw Kong Su menundukkan kepalanya dan tidak lantas
menyahut. "Khouw Tay-hiap," kata Wei Beng Yan, "Ouw Locianpwee adalah
seorang sahabatku yang merupakan juga saudara sekandungku,
apakah aku harus membangkang terhadap permintaannya agar
aku membuka satu dari ke tiga sampul ini setelah aku berhasil
membunuh seorang musuh ayahku?"
512 "Wei siohiap, jika Ouw Si-ko berada di sini dan mengetahui bahwa
kau telah menolong aku, dia pasti akan mengambil kembali kedua
sampul itu!"
"Tetapi, mengapa?"
"Karena kau telah diberikannya TIGA SAMPUL MAUT!"
Begitu selesai mengucapkan kata-kata itu, tiba-tiba Khouw Kong
Hu menjerit seram dan roboh!
Cepat luar biasa Wei Beng Yan meloncat keluar kuil dan masih
dapat melihat satu bayangan berkelebat dengan gerakan yang
pesat, yang dalam beberapa detik saja telah meninggalkannya
jauh sekali! Ia mengejar, namun setelah mengejar kira-kira satu lie jauhnya, di
suatu pengkolan bayangan itu menghilang. Ia mengejar lagi tetapi
bayangan itu sudah entah ke mana larinya, maka dengan perasaan
kecewa ia lalu berlari balik.
Setibanya di kuil yang hampir runtuh tadi, ia melihat paras To Siok
Keng sudah berubah sedangkan Khouw Kong Hu menggeletak di
tanah. "Sumoay, bagaimana keadaan Khouw Tay-hiap?" tanyanya
cemas. "Ia sudah tewas!" sahut si gadis sedih.
"Mati"!"
513 "Ya! Ia tewas diserang oleh senjata rahasia! Apakah kau mengenal
siapa orang yang telah menyerangnya tadi?"
"Tidak! Ilmu meringankan tubuhnya lihay sekali sehingga aku
kehilangan jejaknya di tempat yang agak gelap......"
To Siok Keng mencabut satu benda yang menancap di punggung
Khouw Kong Hu sedalam sepuluh sentimeter.
"Benda inilah yang telah membunuh Khouw Tay-hiap!" katanya
sambil mengangsurkan sebuah jarum yang sudah agak berkarat.
"Jahanam!" bentak Wei Beng Yan setelah mengenali jarum itu.
"Suko kenalkah orang yang telah menyerang itu?"
"Orang yang keji itu adalah Hua Ceng Kin, salah satu dari kedua
Soat-hay-siang-hiong!"
"Bagaimana kau mengetahui hal itu?"
"Benda yang kau pegang itu adalah senjata rahasia yang terkenal
dengan nama Hian-peng-tok-bong, yang telah merenggut jiwa
ayahku!" "Belum tentu!"
"Mengapa belum tentu"!"
"Suko, kau adalah seorang yang jujur, dan selalu mengurus segala
sesuatu dengan ketulusan hati. Tetapi kenyataan membuktikan
514 bahwa kebanyakan orang berhati palsu -- terlalu mementingkan
diri sendiri!"
"Lalu?"
"Apakah tidak mungkin karena khawatir rahasianya terbongkar,
Ouw Locianpwee lalu mempergunakan senjata rahasia ini untuk
membunuh Khouw Tay-hiap?"
Wei Beng Yan bersenyum mendengar kesimpulan yang agaknya
masuk diakal juga itu.
"Sumoay," katanya, "pendapatmu itu beralasan, tetapi jika kau
mengatakan bahwa Ouw Lo Si bermaksud menganiaya aku, aku
tidak dapat percaya......"
"Mengapa tidak?"
"Karena untuk membunuh aku, Ouw Locianpwee hanya perlu
memberikan aku petunjuk-petunjuk keliru dan memberikan aku
satu lentera kertas yang bentuknya tidak disukai oleh guruku Ji Cu
Lok dan aku sudah mati dua tahun lebih yang lalu!"
To Siok Keng jadi bungkam mendengar keterangan itu. Sejenak
kemudian parasnya tiba-tiba berubah kaget.
"Suko!" serunya, "apakah kau tahu siapakah yang telah membunuh
seluruh keluargaku?"
"Tidak!" sahut Wei Beng Yan terkejut melihat paras gadis itu yang
tiba-tiba jadi beringas. "Mengapa kau menanyakan demikian?"
515 "Karena aku sudah mengetahui!"
"Siapa"!"
"Yu Leng gadungan, Pek Tiong Thian!"
"Siapa yang mengatakan demikian?"
To Siok Keng atau Kiu Su Yin, puteri Kiu It, menunjuk ke arah
mayat Khouw Kong Hu dan berkata.


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dialah yang telah memberitahukan!"
".......................?"?"!"
"Sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir," To Siok
Keng melanjutkan, "Khouw Tay-hiap dengan nada suara yang
menyayatkan sekali telah meratap......"
"Apa ratapnya?" tanya Wei Beng Yan bernapsu.
"Ouw Si-ko!" To Siok Keng mengulangi kata-kata Khouw Kong Hu
tadi, "Jika si jahanam Pek Tiong Thian tidak dibasmi, arwah Ku It
sekeluarga akan penasaran sekali..... aai! Kiu Jiko......."
Wei Beng Yan menggertak giginya mengetahui Pek Tiong Thian
juga telah membunuh seluruh keluarga Sumoaynya.
"Didengar dari panggilannya Kiu Ji-ko," katanya sengit, "Khouw
Tay-hiap dan Ouw Locianpwee adalah saudara-saudara angkat
ayahmu!" 516 "Maka dengan itu pula kau harus mendengar peringatan Khouw
Tay-hiap untuk tidak membuka sampul surat pemberian si kakek
Ouw itu!" To Siok Keng menekankan permintaan Khouw Kong Hu.
"Sumoay, mengapa kau begitu keras kepala" Masakan dalam
sampul yang setipis ini tersimpan senjata rahasia untuk
menganiayaku.......?"
"Tetapi apa salahnya jika kau memperhatikan peringatan Khouw
Tay-hiap?"
"Baiklah....." sahut Wei Beng Yan kewalahan.
Dengan jawaban itu, ia bermaksud membuka juga sampul surat itu
jika To Siok Keng tidak berada di dekatnya, karena di samping
ingin mengetahui isi surat, ia tidak mau melanggar janjinya
terhadap si kakek pincang. Ia masuki lagi suratnya itu dan segera
menggali sebuah lobang untuk mengubur jenazah Khouw Kong
Hu. Baru saja selesai melakukan itu semua, tiba-tiba hujan turun yang
seolah-olah ingin turut mengunjuk rasa belasungkawanya atas
tewasnya Khouw Kong Hu.
Terpaksa mereka harus menunggu berhentinya hujan di dalam kuil
bobrok itu. "Sumoay," kata Wei Beng Yan, "Sebelum kita lanjutkan perjalanan
kita ke kuil Cit-po-sie, bagaimana jika kita mengejar Hua Ceng Kin
dulu?" 517 "Ya, nenek itu dululah yang harus kita gempur!" sahut To Siok
Keng. Setelah menunggu lagi sekian lamanya, barulah hujan mereda,
mereka segera mengejar ke arah larinya Hua Ceng Kin tadi.
Mereka tidak menjumpai siapapun sepanjang jarak duapuluh lie,
hanya di permukaan tanah yang agak basah karena air hujan
tampak jejak-jejak kaki.
Di antara satu jejak dan jejak kaki yang lain jaraknya kira-kira
hampir dua meter. Yang aneh yalah, di samping bekas jejak-jejak
kaki itu terlihat juga tanda bekas sodokan, kayu atau tongkat.
"Suko," kata To Siok Keng sambil menghentikan larinya, "Apakah
Hua Ceng Kin memakai tongkat?"
"Betul!" sahut Wei Beng Yan sambil menunjuk ke arah jejak-jejak
kaki di tanah itu. "Aku baru ingat memang si nenek jahanam selalu.
membawa tongkat. Melihat jejak kakinya yang masih segar ini, aku
yakin kita masih keburu mengejarnya sekarang!"
To Siok Keng mengawasi permukaan tanah dan meneliti dengan
cermat. "Sumoay, ayolah!" kata Wei Beng Yan sambil membetot tangan
gadis itu. "Nanti dulu!" To Siok Keng mencegah. "Hua Ceng Kin terkenal
sebagai iblis keji, ia sudah memperhitungkan bahwa ia akan kita
kejar, maka ia telah meninggalkan tanda-tanda bekas kaki dan
518 ujung tongkatnya ini. ia sengaja menunjukkan kepada kita ke mana
ia telah melarikan diri!"
"Apakah kau menganggap jahanam itu tengah memasang
perangkap?"
"Itu sudah jelas, jika kita mengejar terus, di suatu tempat kita akan
dibokong dan dibinasakan dalam perangkapnya!"
"Tetapi inilah kesempatan terbaik untuk membalas dendam
ayahku....."
"Kita harus mengejar! Aku hanya memperingatkan agar kita
berlaku hati-hati! Ayohlah!"
Mereka segera mengikuti jejak kaki itu, setelah berlari kira-kira satu
lie, dari kejauhan tampak sebuah rumah gedung besar yang
dilingkari oleh tembok setinggi hampir dua meter.
Gedung itu terletak di tempat yang terpencil sekali dan agaknya
sudah ditelantarkan, yang ganjil yalah, bekas-bekas telapak kaki
justru menuju ke arah rumah gedung itu.
Wei Beng Yan yakin bahwa tenaga dalamnya sudah pulih kembali,
dengan demikian ia dapat melancarkan Thay-yang-sin-jiauw
dengan sempurna, maka dengan berani ia lalu mengajak To Siok
Keng menghampiri pintu gedung tersebut yang tertutup rapat.
Dengan cermat mereka memeriksa keadaan di sekitarnya.
519 "Apakah di dalam gedung sudah menunggu orang-orang lihay
undangan Hua Ceng Kin?" tanya To Siok Keng perlahan.
"Kita lihat saja!" sahut Wei Beng Yan sambil tiba-tiba mengetuk
kedua belah daun pintu rumah itu.
Tetapi setelah beberapa kali mengetuk dan memanggil-manggil,
dari dalam tidak terdengar suara sahutan apapun.
To Siok Keng memutar gagang pintu dan ternyata pintu itu tidak
dikunci. Segala sesuatu yang berada di dalam pun agaknya sudah
ditelantarkan. Mereka segera melangkah masuk dan melihat
semua jendela dan pintu depan gedung itu juga tertutup rapat.
"Hei,"seru Wei Beng Yan lantang, "apakah tidak ada orang-orang
dalam gedung ini?"
Dan ketika masih tidak mendengar suara sahutan, ia segera
mengangkat tangannya dan menyerang ke arah pintu......, tiba-tiba
saja kedua daun pintu itu roboh sambil menerbitkan suara gaduh.
Namun masih tidak tampak ada orang keluar dari rumah itu.
Dengan hati-hati sekali mereka lalu menghampiri untuk melongok
ke dalam, keadaan di situ ternyata teratur rapih dan lantainya
berkilat dan tidak terdapat abu sedikitpun. Suatu bukti bahwa
rumah gedung itu ada penghuninya!
"Heran!" kata Wei Beng Yan. "ke mana perginya penghuni rumah
ini?" 520 Perlahan-lahan mereka bertindak masuk ke dalam ruangan depan
rumah itu, di ke dua tembok yang kiri dan kanan dalam ruangan itu
terdapat pintu.
"Sumoay," bisik Wei Beng Yan. "kau masuk dari pintu yang sebelah
kiri sedangkan akan masuk dari pintu yang di sebelah kanan, beri
isyarat jika kau melihat ada orang di sana!"
"Suko, gedung besar ini merupakan teka-teki, mungkin suatu
jebakan, kita harus menyelidiki dan menggempur musuh bersamasama. Mengapa kau justru mengambil siasat ini?"
"Karena aku khawatir si jahanam dapat melarikan diri dari pintu
yang di sebelah kiri itu......."
To Siok Keng yang mengira Wei Beng Yan ingin mengurung
musuh, menuruti saja permintaan itu. Ia tidak mengetahui bahwa
pemuda itu mempunyai suatu maksud tertentu, yalah untuk
sementara berada sendirian dan membuka sampul pemberian
Ouw Lo Si yang kedua! Maka begitu melihat Wei Beng Yan sudah
berjalan ke arah pintu di sebelah kanan, iapun segera menghampiri
pintu yang di sebelah kiri.
TigapuLuh Dengan satu dorongan enteng saja Wei Beng Yan berhasil
membuka pintu itu yang ternyata tidak dikunci. Ia segera masuk ke
dalam ruangan samping, dari situ ia melihat serambi yang panjang
sekali, yang menjurus ke bagian belakang rumah gedung itu.
521 Keadaan tetap sunyi senyap, tidak tampak satu orang pun. Ia
bersenyum girang dan mengeluarkan sampul Ouw Lo Si yang
kedua tetapi baru saja ingin membeset sampul itu, sekonyongkonyong ia dibikin kaget oleh berkelebatnya satu bayangan di
ujung serambi yang panjang itu.
"Hei berhenti sebentar!" bentaknya sambil memasukkan kembali
sampul suratnya dan mengejar orang itu yang mendadak
membuka pintu dan menghilang di ujung serambi. Ia mengejar
terus dan tiba di suatu taman bunga, dari situ ia dapat melihat satu
ruangan besar yang bagian tengah-tengahnya digantungi
selembar papan merek.
"Ruangan untuk berlatih silat."
Justru ke ruangan itulah orang yang dikejarnya tadi menghilang. Ia
menunggu sambil meneliti ke seluruh ruangan itu. Tiba-tiba tampak
orang itu berlari mendatangi ke arahnya! Orang yang mengejar
orang itu ternyata To Siok Keng.
Orang itu agaknya menjadi nekad ketika mengetahui ia tidak lagi
dapat melarikan diri. Ia mencabut goloknya dan menyerang To
Siok Keng. "Hei, siapa kau?" tanya Wei Beng Yan gusar.
Orang itu tidak manghiraukan, ia menyerang terus, sehingga To
Siok Keng jadi sibuk mengegosi bacokan-bacokan golok yang
ganas itu. Ternyata orang itu bukan tandingan si gadis she To,
karena baru saja pertarungan berlangsung beberapa jurus, ia
mendadak terhuyung terpukul kepalanya, dan ketika To Siok Keng
522 meloncat ke depan dengan jurus Si-yun-kiauw-peng (Awan gelap
meliputi angkasa), goloknya yang besar itu dapat direbut oleh gadis
itu. Wei Beng Yan kagum sekali melihat kelincahan sumoaynya itu.
"Hebat!" serunya tanpa terasa.
Serentak dengan itu, terdengar suara tertawa berkakakan yang
menegakkan bulu roma, dan sekejap saja tiga orang yang rata-rata
sudah berusia limapuluh tahun sudah berada dalam ruangan untuk
berlatih silat itu.
Wei Beng Yan mengawasi ketiga orang yang baru datang itu, yang
sudah berjalan menghampiri secara berdampingan.
Yang di tengah berkulit muka kuning, kedua matanya bersinar
tajam dan mengenakan pakaian yang indah sekali. Dengan
tubuhnya yang tinggi besar serta tegap, ia tampaknya gagah
sekali. Yang di sebelah kiri berwajah tampan, juga bertubuh tinggi besar
dan bersenjata sebilah pedang hitam yang panjangnya satu meter
lebih. Yang disebelah kanan bertubuh pendek tetapi kuat tegap seperti
seorang jago yudo. Dari cahaya wajahnya, orang dapat segera
melihat bahwa ia memiliki ilmu tenaga dalam yang lihay sekali.
Wei Beng Yan belum pernah melihat ke tiga orang itu, begitu pun
To Siok Keng, tetapi dari wajah-wajah yang telah dilihat itu mereka
523 segera dapat mengambil kesimpulan bahwa ketiga orang itu
bukanlah orang-orang yang jahat.
Begitu berada cukup dekat, tanpa mengatakan apapun orang yang
berada di sebelah kiri tiba-tiba meloncat dan menyabetkan
pedangnya ke arah Wei Beng Yan.
Dengan serentak Wei Beng Yan dan To Siok Keng meloncat
mundur mengelakkan sabetan pedang yang dahsyat itu.
"Tay-hiap!" seru Wei Beng Yan sambil menghunus pedangnya
sendiri, "kedatangan kita di sini yalah untuk menjumpai tuan rumah
di sini." Orang itu agaknya kagum sekali melihat gerakan kedua muda mudi
itu, tetapi dengan gusar ia membentak.
"Apakah untuk menjumpai tuan rumah, kalian harus mendobrak
pintu rumah ini"!"
Baru saja Wei Beng Yan ingin menjelaskan mengapa ia
mendohrak pintu rumah itu, sekonyong-konyong orang itu telah
menyerang lagi. Maka terpaksa ia menangkis.....
"T i n g.........!!"
Kedua pedang itu beradu di udara dan menggetarkan yang
menyerang maupun yang diserang!
"Hei," bentak orang itu, "Pedang apakah yang kau pergunakan itu?"
524 "Tentu saja pedang Ku-tie-kiam," sahut Wei Beng Yan, "pernahkah
kau melihat lain pedang, yang berwarna seperti pedang ini?"
"Ku-tie-kiam"! Apakah kau memperoleh pedang itu dari Soat-haysiang-hiong?"
"Dari Wei Tan Wi!"
"..................?""!!"
"Yang telah dibunuh secara keji oleh Soat-hay-siang-hiong. Justru
kedatanganku di sini yalah untuk membekuk jahanam itu!"
"Ada hubungan apa Wei Tan Wi dengan kau sendiri?"
"Beliau ayahku!"
"Aai! Tidak kunyana Wei tay-hiap mempunyai seorang putera
segagahmu ini!"
"Kau kenal ayahku?"
"Kita bukan saja kenal, tetapi ayahmu adalah saudara angkat kita
yang keempat!"
Terkejut sekali Wei Beng Yan mengetahui bahwa ketiga orang itu
adalah susiok-susioknya. Ia mengawasi orang yang barusan
bertempur dengannya, kemudian ia mengalihkan pandangannya
ke orang yang di tengah dan yang di kanan.
525 "Anak muda," kata orang yang tadi sambil menyimpan pedang.
"siapakah namamu?"
"Aku...... aku Wei Beng Yan....... bolehkah aku mengetahui nama
susiok......?" sahutnya agak gugup.
"Aku bernama, Lim Ceng Yao, Ji-susiokmu! Marilah
kuperkenalkan. -- Yang berdiri di tengah ini adalah Toa-susiokmu
yang bernama Lee Beng Yan, pemimpin partai di ibu kota, yang
bernama julukan Hian-hok-lay-ji, si Orang sakti yang berbudi luhur!
Dan..... yang di sebelah kanan ini adalah Sam-susiokmu, Song
Thian Hui yang bernama julukan Kim-gan-sin-tiauw, si Rajawali
sakti bermata mas!"
Wei Beng Yan membungkukkan tubuhnya kepada kedua orang
yang telah diperkenalkan Lim Ceng Yao tadi, kemudian ia berkata.
"Dan apakah nama julukan Lim susiok sendiri?"
Lim Ceng Yao bersenyum ditanya demikian. Sebelum ia
menjawab, Song Thian Hui sudah mendahului berkata.
"Dia adalah seorang ahli pedang dari propinsi Hok-kian yang
bernama julukan Bun-tiong-it-kiam, si Ahli pedang dari propinsi
Hok-kian!"
"Ha, ha, ha!" Lim Ceng Yao tertawa berkakakan girang, "Tetapi
siapakah siocia ini?"
"O...... ia sumoay ku....."
526 "Aku To Siok Keng merasa beruntung sekali dapat berkenalan
dengan ketiga Locianpwee!" To Siok Keng mendahului
memperkenalkan dirinya.
"O..... kalian adalah saudara-saudara seperguruan?" kata Lee
Beng Yan sambil tertawa, "Aku kira kalian....."
Merah paras To Siok Keng mendengar ucapan yang sudah dapat


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menduga artinya itu. Ia menundukkan kepala dan tidak
mengatakan sesuatu. Melihat demikian, Wei Beng Yan lekas-lekas
berkata. "Mengapa ke tiga susiok berada di sini?"
"Gedung ini adalah rumahku sendiri," kata Lee Beng Yan, "yang
berbareng dipergunakan juga sebagai markas besar partaiku. Kita
bertiga merasa menyesal sekali sudah memperlakukan kalian
dengan kasar tadi......."
Wei Beng Yan bersenyum dan menyahut.
"Itu salahku sendiri yang telah lancang masuk di sini, tetapi
mengapa kedatanganku di sini agaknya sudah ditunggu-tunggu
oleh ketiga susiok?"
"Aku telah berdiam dengan tenteram di sini, tetapi entah mengapa,
pada kira-kira satu bulan yang lalu Soat-hay-siang-hiong telah
menyuruh orang membawa surat kepadaku yang memberitahukan
bahwa pada hari ini mereka akan datang untuk membikin
perhitungan dengan partaiku!" demikian Lee Beng Yan
menjelaskan. 527 To Siok Keng mengangguk-anggukkan
mendengar terus.
kepalanya sambil "Karena khawatir aku tidak sanggup melawan kedua iblis itu," Lee
Beng Yan melanjutkan, "maka aku telah mengundang Lim dan
Song kedua saudara angkatku ini untuk membantuku membasmi
jahanam-jahanam itu. Kita telah membikin persiapan seperlunya
untuk menyambut kedatangan mereka, tetapi ternyata yang datang
adalah kau dan To siocia! Ha, ha, ha!"
Keterangan itu membuat Wei Beng Yan maupun To Siok Keng
berpendapat bahwa Hua Ceng Kin memang sengaja
meninggalkan jejak-jejak kakinya di tanah dengan maksud
mengadu dombakan mereka dengan Lee Beng Yan, Song Thian
Hui dan Lim Ceng Yao.
Perangkap yang telah direncanakan dengan sempurna itu, hampir
saja berhasil jika Lim Ceng Yao sendiri tidak mengenali pedang
pusaka Ku-tie-kiam milik Wei Tan Wi.
"Lee susiok," kata Wei Beng Yan, "ke mana anggota-anggota
partaimu" Mengapa gedung ini demikian sepinya?"
"Aku sudah mengetahui kelihayan Soat-hay-siang-hiong," sahut
Lee Beng Yan, "maka setelah kedua saudara angkatku ini datang,
aku segera membubarkan orang-orangku demi keselamatan
mereka, karena kita bertiga telah bertekad untuk bertarung sampai
mati untuk membasmi kedua jahanam itu!"
Wei Beng Yan terharu sekali mengetahui ketiga susioknya itu rela
berkorhan demi kepentingan orang banyak.
528 "Beng Yan," kata Lim Ceng Yao. "Kau tadi mengatakan ingin
membekuk ke dua jahanam yang telah mengancam kita itu,
mengapa kau dan To siocia justru datang di sini?"
"Karena kita telah mengikuti jejak kaki Hua Ceng Kin yang agaknya
masuk ke dalam gedung ini!" sahut Wei Beng Yan.
"Si nenek sudah datang di sini" Apakah nenek itu datang seorang
diri saja?"
"Soat-hay-siang-hiong kini tinggal seorang saja, karena Suto Eng
Lok telah aku tewaskan!"
"Bagus! Jika hanya tinggal Hua Ceng Kin, aku merasa yakin kita
bertiga masih dapat melayaninya!"
"Mungkin juga si nenek jahanam itu kini tengah bersembunyi dalam
gedungku ini!" kata Lee Beng Yan, "Ayohlah kita cari!"
Demikianlah, mereka segera berpencar untuk mencari si nenek
jahanam itu. Entah berapa lama mereka berlima menjelajahi
seluruh ruangan gedung yang besar itu, tetapi ketika mereka
berkumpul lagi di tengah hari, Hua Ceng Kin tidak berhasil mereka
temukan. Mereka lalu duduk mengitari satu
memperbincang hal itu lebih lanjut.
meja bundar untuk "Beng Yan," kata Lim Ceng Yao, "sebetulnya hendak ke manakah
kau bersama To siocia?"
529 "Kita sedang dalam perjalanan menuju ke kuil Cit-po-sie," sahut
Wei Beng Yan. "Apa maksud kunjungan kalian ke kuil yang katanya sudah
dihancur leburkan oleh Pek Tiong Thian?"
"Susiok sudah ketahui hal itu?"
"Ya berita itu sudah tersiar luas!"
"Apakah kepergian kalian ke pegunungan Ngo-tay-san itu hanya
untuk sekedar melihat akibat perbuatan si orang she Pek yang
katanya telah menyamar sebagai Ji Cu Lok?" tanya Song Thian
Hui "Bukan!" sahut Wei Beng Yan, "Kunjungan kita ke kuil itu untuk
mencari benda mujizat Tok-beng-oey-hong!"
"Mencari Tok-beng-oey-hong?" tanya Lim Ceng Yao. "Untuk
apakah?" "Untuk membunuh Pek Tiong Thian!"
"Apakah kau ingin membalaskan dendam Bak Kiam Taysu?"
"Ya! Tetapi di samping itu semua, untuk mencuci nama guruku
yang telah dinodai oleh si orang she Pek itu!" kata Wei Beng Yan.
Dan agar ketiga susioknya itu mengetahui dosa-dosa Pek Tiong
Thian, ia lalu menceritakan bagaimana Pek Tiong Thian telah
menyamar sebagai Ji Cu Lok, gurunya, untuk kemudian
530 melakukan perbuatan-perbuatan terkutuk. Bagaimana ia telah
diperintahkan membunuh Ceng Sim Lo-ni tetapi dilarang
membunuh Soat-hay-siang-hiong yang justru menjadi musuhmusuh besar ayahnya.
To Siok Keng tidak berdiam saja, iapun bantu memberikan
keterangan bagaimana ketika Wei Beng Yan sudah bertekad
membunuh guru gadungannya itu, tiba-tiba si pemuda kehilangan
tenaga dalam sehingga tidak mampu melancarkan Thay-yang-sinjiauw dengan sempurna, ia lalu menutup keterangannya dengan
menanyakan. "Sebagai orang-orang yang sudah berpengalaman, apakah ketiga
Locianpwee mengetahui mengapa tenaga Suko ku bisa dengan
tiba-tiba menghilang dari tubuhnya?"
Pertanyaan itu membuat Lee Beng Yan dan Song Thian Hui
menggeleng-gelengkan kepala mereka, tetapi Lim Ceng Yao, si
Ahli pedang dari propinsi Hok-kian berpikir dan berusaha
memecahkan teka-teki yang telah dialami oleh si pemuda she Wei
itu. Setelah agak lama berpikir, baru ia berkata.
"Aku mengetahui ada serupa bubuk racun yang dapat membuat
seseorang kehilangan tenaga serta semangatnya setelah
mengendus racun tersebut, dan keadaan Beng Yan agaknya mirip
benar dengan gejala-gejala orang yang telah terkena racun itu!"
"Suko," kata To Siok Keng, "Mungkinkah Siauw siocia yang
memberikan kau racun itu?"
531 "Tidak mungkin! Jika aku diracuni tentu aku sudah lama meninggal
dunia. Mungkin aku kehilangan tenaga dalamku karena lain
sebab," si pemuda menolak pendapat itu.
Demikianlah mereka menebak-nebak, tetapi meski bagaimanapun
Wei Beng Yan tetap tidak merasa yakin jika ia telah terkena racun.
Malam harinya, setelah bersantap, Lee Beng Yan dan To Siok
Keng, mereka langsung ke masing-masing kamarnya untuk
beristirahat. Kesempatan yang baik itulah telah dipergunakan oleh Wei Beng
Yan untuk membuka sampul surat Ouw Lo Si. Sambil bersenyum
lebar ia mengawasi sampul yang sedang dipegangnya itu, tibatiba.....
"Breet!"
Serentak dengan itu, bau harum semerbak yang ganjil dan tajam
sekali merangsang hidungnya, tanpa menghiraukan itu semua ia
lalu membaca isi surat itu, yang berbunyi.
"Selamat! Lagi sekali aku menghaturkan selamat!"
demikian kata pembukaan surat itu, ia bersenyum dan melanjutkan
membaca. "Dua orang musuhmu telah tewas! Dan aku yakin dalam waktu
singkat kaupun akan berhasil membunuh yang masih
ketinggalan itu!
532 Bila semua musuh-musuhmu telah kau basmi habis, dan
pembalasan dendam ayahmu sudah terlaksana, aku minta kau
tidak lupa untuk membuka sampul surat nomor tiga!
Tetapi justru musuhmu yang paling belakang inilah yang
harus kau hadapi dengan hati-hati sekali, karena dialah
seorang yang betul-betul keji, licik dan licin seperti belut, yang
pernah diketahui oleh orang-orang yang berkecimpung di
kalangan Bu-lim!
Sekali lagi selamat!
Tertinggal Si pincang Ouw Lo Si
hormatku Demikianlah bunyi surat yang kedua, yang hampir serupa dengan
isi surat yang pertama. Dengan itu pula ia telah mengendus lagi
semacam racun yang kekuatannya lebih hebat. Setelah merobekrobek surat surat itu, ia lalu merebahkan dirinya sambil mengenang
peristiwa-peristiwa yang lalu.
Esok harinya, ia tidak merasakan akibat buruk apapun, begitu juga
setelah hari yang kelima lewat, bahkan ia masih bisa mengikuti
latihan berlima dengan ketiga susioknya dan To Siok Keng.
Ketika sedang bersantap tengah hari, Song Thian Hui yang merasa
kagum melihat kegesitan To Siok Keng tadi lalu menanya.
"To siocia, mengapa sebagai sumoay Beng Yan, ilmu silatmu
agaknya berlainan?"
533 "Aku bukan murid Ji Cu Lok Tay-hiap!" sahut To Siok Keng.
"Bukankah kau sumoaynya?"
"Aku murid Thian-hiang-sian-cu Gui Su Nio, isteri Ji Cu Lok Tayhiap," To Siok Keng menjelaskan, "maka aku dengan sendirinya
aku jadi pernah sumoay dengan Wei Koko......"
"O...... To siocia murid Thian-hiang-sian-cu?" seru Lim Ceng Yao,
"bolehkah aku mengetahui siapa ayah siocia?"
"Ayah sumoayku adalah Kiu It!"
"Kiu It yang telah dibunuh sacara misterius bersama seluruh
keluarganya?" tanya Lee Beng Yan terkejut.
"Betul!" sahut To Siok Keng gemas.
"Tetapi mengapa ber-she To?"
"Untuk menghindarkan cengkeraman Pek Tiong Thian?" kata lagi
To Siok Keng. Dan waktu melihat Lee Beng Yan, Song Thian Hui dan Lim Ceng
Yao agaknya tidak mengerti dengan pengakuannya itu, ia lalu
menjelaskan sejelas-jelasnya apa yang telah terjadi atas seluruh
keluarga dulu, sehingga ketiga susiok Wei Beng Yan tiba-tiba jadi
beringas. "Kejam!" seru mereka hampir serentak.
534 "Dan aku merasa khawatir jika Hua Ceng Kin nanti membantu Pek
Tiong Thian untuk menggempur kita di sini, itulah berbahaya
sekali!" kata si gadis.
"Ya, akupun mengetahuinya bahwa Pek Tiong Thian adalah
sahabat karib si nenek iblis itu," kata Lim Ceng Yao.
"Beng Yan," kau pernah bertarung dengan si jahanam she Pek,
bagaimana pendapatmu, apakah kita berlima masih dapat
melawan jika ia betul-betul datang membantu Hua Ceng Kin?"
tanya Thian Hui.
"Aku harus mengakui kepandaian kedua jahanam itu sangat lihay,"
sahut Wei Beng Yan, "tetapi bukankah kepandaian mereka yang
harus kita segani, tetapi senjata-senjata merekalah. Yalah senjata
rahasia Hian-peng-tok-bong Hua Ceng Kin dan Ciam-hua-giok-siu
Pek Tiong Thian!"
"Mendengar kenyataan-kenyataan itu aku merasa tidak enak telah
mengundang kalian datang di tempatku ini," kata Lee Beng Yan
sedih. "Lee Heng, kau kira kita ini orang macam apa?" tanya Lim Ceng
Yao agak mendongkol. "Untuk membalas kebenaran, kita tidak
takut mati, apalagi orang yang sedang terancam sekarang ini
adalah kau sendiri, saudara angkat kita yang tertua!"
"Aku sudah berusia lebih dari setengah abad, dan aku kira tidak
lama lagi aku akan meninggal dunia," kata Song Thian Hui, "Di
masa muda, aku telah belajar silat dengan giat serta tekun dan
setelah memiliki hasil daripada jerih payahku itu, aku lalu berkelana
535 dan bolehlah dikatakan aku telah menjelajahi seluruh pelosok
dunia persilatan."
Semua orang jadi terbengong mendengar kata-kata yang
diucapkan sungguh-sungguh itu.
"Sewaktu-waktu aku merasa terhibur juga jika mengenang
peristiwa-peristiwa yang telah lampau itu," Song Thian Hui
melanjutkan, "karena aku yakin telah banyak berbuat kebaikankebaikan, maka jika sekarang aku memperoleh kesempatan untuk
mengulangi perbuatan-perbuatanku dulu itu. Apalagi terhadap kau,
Toa-suhengku, apakah aku harus lari tunggang langgang karena
mengetahui lawan atau mungkin lawan-lawan yang akan itu dari
kaliber berat"!?"
Lee Beng Yan jadi berlinang air mata karena terharu mendengar
kesetiaan saudara angkatnya yang ketiga itu.
"Baiklah......" katanya parau, "Tetapi bagaimana kita harus
menghadapi mereka itu, maksudku, apakah kita berlima sekalian
mengerubuti?"
"Jika Hua Ceng Kin betul-betul mengajak Pek Tiong Thian," kata
To Siok Keng, "bagaimana jika diatur begini saja. Lim Locianpwee
harus bertarung melawan Hua Ceng Kin, sedangkan kita berempat
akan menghadapi si jahanam she Pek?"
"Bagus! Siasat yang baik sekali!" seru Lim Ceng Yao.
Begitulah setelah siasat pertahanan itu disetujui oleh semua orang,
mereka lalu menantikan kedatangan musuh mereka itu.
536 Tigapuluh Satu Sambil menantikan, berturut-turut lima hari mereka berlatih di
ruangan yang khusus disediakan untuk berlatih silat.
Pada pagi hari yang keenam, seperti biasa semua orang sudah
berkumpul di ruangan berlatih kecuali Wei Beng Yan. Mereka
menantikan dan mengira si pemuda she Wei terlambat bangun,
maka setelah sekian lamanya menunggu dan pemuda itu masih
juga belum muncul, To Siok Keng segera berkata.
"Lee Locianpwee, biarlah aku pergi menengok di kamarnya."
Baru saja selesai kata-kata itu diucapkan, ketika mendadak
tampak Wei Beng Yan dengan tindakan agak limbung, mukanya
pucat pasi. "Suko!" seru To Siok Keng, "Mengapa kau" Apakah kau sakit?"
Wei Beng Yan memaksakan diri untuk bersenyum dan berkata.
"Pagi ini aku merasa lelah sekali, lagi-lagi tenagaku agaknya sudah
menghilang......"


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dapatkah kau melancarkan Thay-yang-sin-jiauw seperti waktu
kau membunuh Suto Eng Lok?"
"Aku....... aku rasa tidak....."
"Heran!" kata Lim Ceng Yao. "Gejala-gejala yang kau alami itu
membuktikan bahwa kau telah terkena semacam bubuk racun
537 tepat seperti yang telah aku ceritakan beberapa hari yang lalu!
Aai...... heran."
"Lim Tay-hiap," kata To Siok Keng sambil mengawasi si pemuda
she Wei, "apakah kau yakin bahwa bubuk racun yang kau ceritakan
itu tidak lantas menewaskan orang yang mengendusnya?"
"Aku yakin!" sahut Lim Ceng Yao tegas, "bubuk racun itu hebat
sekali, tetapi cara bekerjanya betul-betul sangat ganjil, yalah
perlahan-lahan merusak pembuluh-pembuluh darah orang yang
mengendusnya untuk kemudian menyeret orang itu ke liang
kubur!" To Siok Keng tiba-tiba mengalihkan pandangannya dan berkata
lagi. "Suko, akuilah bahwa kau sudah membuka SAMPUL KEDUA
pemberian Ouw Lo Si!"
"Tidak..... aku...... aku belum......"
"Jika belum, dapatkah kau membuktikan kata-katamu itu?"
"Sumoay, apakah kau tidak percaya?"
"Aku tidak percaya sebelum melihat sampul itu! Ayohlah
perlihatkan!"
"Tidak dapat aku......."
538 Belum lagi Wei Beng Yan selesai dengan kata-katanya itu, ketika
tampak To Siok Keng dengan gerakan yang lincah sekali meloncat
dan berhasil menotok dada pemuda itu, sehingga ia roboh di lantai
tidak berdaya! Secepat kilat To Siok Keng merogoh ke saku pemuda itu, sejenak
kemudian tangannya sudah memegang satu sampul yang
terterakan NOMOR TIGA di sudut sampul itu!
"Mana sampul NOMOR DUA?" tanyanya ketus.
Wei Beng Yan memejamkan matanya dan tidak menyahut.
"Suko, aku tanyakan mana sampul yang bernomor dua?"
Si pemuda she Wei masih tidak menyahut.
To Siok Keng mengawasi sampul yang sedang dipegangnya itu
sambil berlinang air mata.
"Aku kira kau sudi mendengar nasehatku," keluhnya parau. "Aku
merasa heran kau tidak mau mengindahkan omonganku!"
"Aku tidak mau mengingkari janjiku terhadap Ouw locianpwee!"
tiba-tiba Wei Beng Yan berkata agak sengit.
"Hah! Tidak ingin mengingkari janji" Meskipun kau mengetahui
akibatnya akan membuat kau mati karena kekurangan tenaga"!"
539 "Aku tidak yakin jika Ouw Locianpwee telah menaburkan racun
dalam sampul itu! Bagaimana mungkin orang semacam dia
melakukan perbuatan sekeji itu!"
"Baik! Dalam beberapa detik ini, aku mengharap dapat meyakinkan
bahwa kau sangat keliru dalam hal ini!"
Setelah berkata demikian, To Siok Keng segera melemparkan
sampul ketiga itu ke lantai. Ia lalu menghunus pedang Ku-tie-kiam
si pemuda dan berkata.
"Lim Locianpwee, sudikah kau menolong aku?"
"Tentu!" sahut Lim Ceng Yao, "Apa yang harus aku lakukan?"
"Hunus pedang Locianpwee dan bantu aku membuka sampul ini!"
Lim Ceng Yao menghunus pedangnya dan menekankan ujung
pedangnya itu ke sudut sampul. Dengan satu goresan saja To Siok
Keng berhasil membeset untuk kemudian dengan hati-hati sekali
mengeluarkan surat yang berada dalam sampul itu.
Tampak asap putih yang tipis sekali mengebul. Sejenak kemudian
terenduslah suatu bau harum yang sangat merangsang hidung.
Lim Ceng Yao yang lebih luas pengetahuannya tentang racun tibatiba berseru lantang.
"Mundur!"
540 Serentak dengan itu ia sendiri meloncat dan menyambar tubuh Wei
Beng Yan yang tergeletak di lantai.
Karena kaget, Lee Beng Yan, Song Thian Hui dan To Siok Keng
pun meloncat. Tiba-tiba Lim Ceng Yao menyerang dengan kedua tinjunya dan
hembusan angin dari serangannya yang dahsyat itu menyapu asap
putih yang menyiarkan bau harum, sehingga gagallah rencana
Ouw Lo Si yang bermaksud membunuh si pemuda she Wei dengan
racunnya yang terhebat itu!
Ketika sudah menunggu lama juga, agar asap yang berbahaya itu
lenyap di udara, To Siok Keng lalu menghampiri. Kemudian
dengan mempergunakan ujung pedangnya, ia dapat membaca
tulisan yang tertera di atas kertas itu.
Setelah membaca, mendadak tampak parasnya berubah. Ia
menepuk pundak Wei Beng Yan untuk membebaskan totokan
yang menyumbat jalan darah pemuda itu.
Wei Beng Yan perlahan-lahan berbangkit dan serta merta ia
menuding To Siok Keng seraya membentak.
"Sumoay! Caramu merampas surat di dalam sakuku sangat kasar,
liar! Mungkin kau tidak mengetahui bahwa membaca surat
seseorang tanpa memperoleh ijin dari orang itu sendiri adalah
kurang ajar?"
541 "Aku merasa lebih baik bersikap kurang ajar daripada membiarkan
kau mati penasaran!" sahut To Siok Keng sambil bersenyum getir.
"Bacalah surat SAHABAT mu yang pincang itu!"
"Apa yang telah ditulisnya dalam surat itu?"
"Kau baca saja sendiri!"
Wei Beng Yan segera menerima pedangnya yang diangsurkan
oleh gadis itu kemudian sambil merekan surat itu dengan ujung
pedang ia membaca. Ternyata isi surat itu berlainan sekali dengan
surat yang pertama dan kedua, yang boleh dikatakan hanya untuk
menyampaikan selamat saja.
"Wei siohiap yang terhormat."
Demikianlah permulaan kata-kata isi surat yang ketiga. Dengan
hati-hati sekali Wei Beng Yan melanjutkan membaca.
"Waktu kau membaca suratku yang pertama, kau telah
mengendus serupa racun, dan aku kira racun yang pertama
itu hanya bisa melumpuhkan kau untuk sementara waktu saja,
mengingat tenaga dalammu yang sudah sempurna betul.
Dan ketika kau membuka lagi sampulku yang kedua, maka
tenaga dalammu sudah menghilang lagi kira-kira satu-pertiga
bagian dan kau akan menderita suatu kelemasan yang agak
lama, tetapi jika keadaan demikian didiamkan terus menerus,
kau pasti akan tewas! Kau harus lekas-lekas diobati oleh
semacam obat yang aku sendiri tidak mengetahui apa
namanya!" 542 Baru saja membaca hingga di sini, tubuh Wei Beng Yan sudah
menggigil hebat! Ia melirik ke arah To Siok Keng dengan perasaan
jengah telah mencaci maki gadis ia barusan.
"Jahanam!"--.geramnya seram sambil melanjutkan membaca lagi
"Kau tentu ingin mengetahui mengapa aku ingin membunuh
kau bukan" O...... kisahnya panjang dan bertele-tele lagi, tetapi
agar kau tidak mati secara penasaran aku akan coba
menerangkan juga di sini.
Pertama-tama aku ingin kau mengetahui bahwa kakiku yang
pincang ini adalah akibat dari pada kelihayan permainan
pedang ayahmu, Wei Tan Wi! Maka meskipun ayahmu sudah
mati dikerubuti oleh Soat-hay-siang-hiong, tetapi sebelum aku
membunuh kau atau sedikitnya melukai sehingga kau cacad,
aku belum merasa puas!
Kau telah mengendus racunku yang terakhir dan terhebat,
maka kau sudah merupakan mayat hidup kini, karena
sepanjang pengetahuanku, tiada lagi obat yang bagaimana
mujarab pun dapat menolong kau menghindarkan SAMPUL
MAUT yang sudah mencengkeram jantungmu dan
mencengkeram ginjalmu!
Tertinggal Si pincang Ouw Lo Si.
Salamku, Bergolak amarah si pemuda setelah membaca isi surat itu, betapa
tidak, jika seseorang yang senantiasa dianggapnya sebagai
seorang penolong yang luhur, ternyata adalah seorang musuhnya
543 yang berada di dalam selimut. Bagus saja To Siok Keng keburu
bertindak cepat, jika tidak bukankah ia sudah mati sebelum
berhasil membunuh musuh besar ayahnya yang ketiga"
"Sumoay," katanya perlahan, "aku mohon maaf sebesar-besarnya
atas sikapku yang kasar tadi!"
To Siok Keng menundukkan kepala dan tidak menyahut.
"To siocia," Lim Ceng Yao turut bicara. "apakah kau tidak sudi
memaafkan suko mu itu?"
To Siok Keng mengangkat kepalanya dan menatap si pemuda.
"Aku tidak pernah merasa gusar," sahutnya, "Bahaya yang suko
derita sudah demikian hebatnya, aku hanya memikiri bagaimana
menyembuhkan luka-luka yang telah terkena racun itu?"
Wei Beng Yan menarik napas panjang. Ia merasa sangat menyesal
telah mengabaikan peringatan Khouw Kong Hu.
"Aai! Memang aku sangat ceroboh," keluhnya. "Jika sekarang Pek
Tiong Thian datang maka kita semua pasti akan dihancur
leburkan!"
"Beng Yan, kau tidak usah terlalu memikiri jahanam itu," kata Lim
Ceng Yao. "Mungkin jahanam itu takkan datang sama sekali!"
"Aku malah mengharap agar ia datang," kata Song Thian Hui
gemas. 544 "Mengapa kau mengharap demikian?" tanya Lim Ceng Yao.
"Karena lebih baik kita menghadapinya sekarang daripada
menanti-nantikannya dengan perasaan gelisah. Lagipula kita tokh
pada suatu hari akan menjumpainya juga, maka daripada
digempur seorang diri, aku kira lebih baik kita mengerubutinya
sekarang!"
Pada saat itu To Siok Keng sedang memikiri tentang jalan untuk
mengobati Wei Beng Yan. Untuk menggempur Pek Tiong Thian,
menurut pendapatnya, ia hanya memerlukan Tok-beng-oey-hong,
tetapi berada dimanakah benda itu"
Menurut dugaan Wei Beng Yan benda mujizat itu berada di kuil Citpo-sie yang berada jauh di pegunungan Ngo-tay-san.
"Lim Locianpwee," katanya, "Dapatkah kau mengusulkan suatu
obat yang mungkin dapat menyembuhkan luka-luka suko ku?"
Lim Ceng Yao nampak muram sekali ditanya demikian.
"Dari siapa kau mengetahui bahwa luka Beng Yan masih dapat
disembuhkan?" tanyanya cemas karena mengetahui beberapa
bagian jalan darah penting pemuda itu telah tersumbat atau
membeku karena telah mengendus racun Ouw Lo Si yang hebat
itu. "Di dalam suratnya Ouw Lo Si menegaskan bahwa Wei Koko baru
akan mati setelah mengendus sampul yang ketiga," sahut si gadis,
"maka aku kira racun yang telah disedotnya itu masih dapat
dipunahkan."
545 "Mungkinkah Cu-gan-tan dapat menyembuhkan luka-luka Beng
Yan itu?" tanya Song Thian Hui.
"Hui-tee," Lee Beng Yan ikut bicara, "Cu-gan-tan hanya mampu
membikin orang tetap tinggal muda! Aku belum pernah mendengar
pil mujizat itu dapat menyembuhkan orang yang terkena racun!"
Ketika mereka sedang sibuk memikiri hal yang pelik itu, tiba-tiba
terdengar......
"Lee tai-hiap! Ada orang menggantung lentera-lentera kertas
merah di depan pintu markas kita!"
Sejenak kemudian orang yang berteriak tadi sudah masuk ke
dalam ruangan untuk berlatih silat itu. Ia ternyata salah satu orang
anggota partai Lee Beng Yan yang tidak sudi meninggalkan
pemimpinnya. "Bagaimana bentuk lentera kertas itu?" tanya Wei Beng Yan kaget.
Dengan muka pucat dan napas termengih-mengih orang itu
memberi hormat dan berkata.
"Lentera kertas biasa, hanya di bagian tengah masing-masing
lentera kertas itu terdapat satu huruf PEK!"
Mendengar laporan itu,
berkakakan. tiba-tiba Lim Ceng Yao tertawa
"Kita telah menduga bahwa jahanam itu bakal datang," katanya,
"dan sekarang ternyata ia betul-betul sudah datang! Ha, ha, ha!"
546 Lim Ceng Yao adalah seorang jago silat pedang yang tiada taranya
di propinsi Hok-kian. Maka ia telah memperoleh gelar sebagai Jago
silat pedang nomor wahid dari propinsi Hok-kian atau Bun-tiong-itkiam, dan adalah seorang yang telah banyak melakukan
perbuatan-perbuatan luhur.
Ketika tadi mendengar bahwa ada orang menggantung lentera
kertas merah di depan gedung markas partai saudara angkatnya
itu, untuk beberapa saat lamanya ia terpesona.
Kemudian ia mendadak sadar dan mengetahui bahwa musuh yang
sangat disegani mereka itu akan datang, maka seperti orang kalap
ia tertawa berkakakan, karena menurut pendapatnya kesempatan
untuk membasmi jahanam yang terakhir yang masih mengancam
kalangan Bu-lim telah tiba saatnya. Mungkin ia dan kawan-kawan
itu tidak berhasil membasmi musuh yang terkenal luar biasa
kepandaiannya itu, namun ia lebih condong mencoba kekuatannya
sendiri dari pada meninggalkan tempat itu dan selamat!
Lee Beng Yan dan Song Thian Hui tidak mengatakan sesuatu.
Mereka tengah memikirkan siasat yang terbaik untuk menghadapi
lawan-lawan mereka itu.
Tetapi Wei Beng Yan yang sudah kehilangan lagi tenaga dalamnya
menjadi gelisah sekali. Ia merasa menyesal sudah tidak
mendengar nasehat To Siok Keng. Jika Pek Tiong Thian datang
pada waktu itu juga, maka ia seolah-olah hanya menantikan
kedatangan seorang algojo untuk memenggal kepalanya!
Orang yang bersikap paling tenang adalah si gadis she To, maka
meskipun berada dalam suasana segawat itu, ia masih dapat
547 mencetuskan siasat-siasat dalam otaknya, tetapi ia agaknya belum
mau mengeluarkan akal apa, yang telah dipikirnya itu.
"Dengan menggantungi lentera-lentera merah," kata Wei Beng
Yan. "tentu si jahanam bermaksud menggertak kita dulu, sebelum
kita sendiri digempurnya!"
"Betul!" sahut To Siok Keng, "marilah kita tengok lenteralenteranya itu, untuk kemudian membikin persiapan!"
Saran itu diterima baik oleh Lee Beng Yan yang sudah mendahului
berjalan keluar diikuti oleh ke empat kawannya.
Di luar tampak ke lima anggota setia Lee Beng Yan sudah bersiap
sedia menghadapi segala kemungkinan, tetapi Lee Beng Yan yang
tidak mau mereka itu terembet-rembet segera berkata.


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Untuk banyak tahun kalian telah mengikuti aku dengan setia
sekali, dan meskipun kalian sudah mengetahui bahwa musuh akan
segera datang untuk menggempur kita, kalian masih tidak sudi
meninggalkan aku! Aku bukan mengecilkan semangat kita sendiri,
tetapi memang sudah jelas bahwa mungkin kita tidak sanggup
menghadapi lawan kita ini!"
Ia berhenti sejenak dan meneliti ke lima orangnya itu. Ketika tidak
mendengar reaksi mereka, ia lalu melanjutkan.
"Aku merasa sungkan jika kalian harus mati di sini, maka aku minta
dengan sangat agar kalian segera meninggalkan gedung markas
ini!" 548 Ke lima orang itu terperanjat sekali mendengar pesan pemimpin
besar mereka itu. Menginsafi kemuliaan pemimpin mereka yang
selalu memegang teguh disiplin, maka begitu mendengar perintah
itu meskipun merasa berat untuk pergi, mereka harus mengangkat
kaki juga. Kecuali seorang kakek yang sudah berambut putih
seluruhnya, bagaimana pun didesak, ia tetap tidak mau
meninggalkan majikannya.
Lee Beng Yan menghampiri kakek itu dan berkata.
"Lo Hok, kau sudah mengikuti aku selama tigapuluh tahun, maka
kau mengetahui bahwa aku ini tidak takut mati. Tetapi musuh yang
kita akan hadapi kali ini lain dari yang lain, aku tidak sudi melihat
kau menyertai aku mati di sini......"
Si kakek yang dipanggil Lo Hok menatap pemimpinnya sejenak
kemudian ia menyahut.
"Cong Piauw-tauw (Pemimpin besar), aku sudah berusia
tujuhpuluh enam tahun, aku tidak mempunyai sanak keluarga, ke
mana harus aku pergi!! Aku hanya minta Cong Piauw-tauw
mengingat jasa-jasaku dulu dan tidak mendesak aku
meninggalkan gedung ini!"
"Kau dapat berlalu dari sini dan menyelamatkan diri, bukankah itu
lebih baik?"
"Aku lebih suka mati di sini!"
"Kau akan mati secara sia-sia......"
549 "Tidak! aku telah mengabdi pada partai selama tigapuluh tahun dan
inilah kesempatan terbaik untuk aku menyumbangkan dharma
baktiku!" Lee Beng Yan tidak lagi dapat mendesak kakek itu dan ketika
mengingat bahwa ia memang memerlukan seorang pelayan untuk
mengurus keperluan-keperluan tamu-tamu atau kawan-kawannya,
ia akhirnya meluluskan juga permintaan kakek yang setia itu.
Ia lalu mengajak rombongannya untuk memeriksa lentera kertas
yang katanya sudah digantung di gedung itu. Rumah gedung yang
dibangun oleh Lee Beng Yan itu sangat indah serta megah. Ia telah
menghamburkan banyak waktu dan uang, karena segala sesuatu
adalah bahan yang terpilih.
Di atas pintu depan yang besar dan dicat dengan warna merah
digantungi dua lentera kertas yang besar. Tiap-tiap lentera
bertuliskan huruf Lee, tetapi kini lentera itu telah dilemparkan ke
tanah dan sebagai gantinya telah digantungkan empat lentera
yang masing-masing bertuliskan huruf
PEK dan CAP JIT
yang berarti sepuluh hari!
Tergetar hati Wei Beng Yan ketika dapat mengenali ke empat
lentera kertas itu, yang berbentuk sama benar dengan lenteralentera kertas merah yang dapat dilihatnya ketika ia masuk ke
dalam lembah Yu-leng-kok dulu. Ia mengetahui bahwa lenteralentera kertas merah itu adalah sebagai pertanda bahwa si
penghuni rumah yang telah digantungi lentera-lentera itu, akan
550 digempur habis oleh si jahanam yang pernah menyamar sebagai
Ji Cu Lok! Sambil terbengong mengawasi lentera-lentera itu, ia jadi terkenang
akan peristiwa-peristiwa sebelum dan sesudah ia diterima sebagai
murid oleh Yu Leng. Ia merasa kecewa sekali setelah mempelajari
dengan susah payah, ternyata Thay-yang-sin-jiauw kini tidak lagi
dapat ia lancarkan!
"Apakah kalian mengetahui apa arti huruf SEPULUH HARI itu?"
tanya To Siok Keng.
"Itu berarti dalam waktu sepuluh hari Pek Tiong Thian akan datang
di sini!" kata Wei Beng Yan gemas.
"Tetapi......" kata Lim Ceng Yao, "Pek Tiong Thian yang telah
melakukan banyak pembunuhan-pembunuhan keji mungkin akan
datang sebelumnya jangka waktu yang ditetapkan olehnya itu tiba!
Mungkin ia akan datang pada hari keempat atau kedelapan dan
mungkin hari ini......"
To Siok Keng bersenyum. Ia harus mengakui memang Pek Tiong
Thian bukan saja seorang yang kejam tetapi jahanam itupun
berwatak licik.
"Aku mempunyai satu usul untuk mengimbangi kelicikannya itu!"
katanya. "Usul apakah?" tanya Lim Ceng Yao.
551 "To siocia, katakanlah usulmu itu," kata Song Thian Hui, "mungkin
pendapatmu dapat membantu banyak."
"Beberapa hari berselang kita masih belum dapat memastikan
bahwa Pek Tiong Thian akan membantu Hua Ceng Kin," To Siok
Keng mengutarakan usulnya.
"Lalu," kata Lim Ceng Yao.
"Sekarang ternyata setelah si nenek mengetahui bahwa Wei Koko
dan aku bermaksud membantu Lee Locianpwee, ia betul-betul
telah memohon bantuan Pek Tiong Thian dan itu berarti kita kini
hanya menanti datangnya kematian......" kata To Siok Keng
tenang. "Apakah kau mengusulkan agar kita melarikan diri?" tanya Lim
Ceng Yao. "Betul!"sahut si gadis.
Hening sesaat. Tetapi mendadak terdengar Lee Beng Yan, Song Thian Hui dan
Lim Ceng Yao tertawa berkakakan. Mereka agaknya tidak dapat
menerima usul yang sehat itu"
"Mengapa ke tiga Locianpwee tertawa?" tanya To Siok Keng heran.
"Sumoay, jika ke tiga susiokku menerima usulmu itu," kata Wei
Beng Yan, "Itu berarti kita melarikan diri hanya karena desakan ke
empat lentera kertas merah itu!"
552 "Apa salahnya dengan itu?" tanya To Siok Keng agak mendongkol.
"Apa salahnya"! Mana dapat kita melarikan diri hanya karena diusir
oleh lentera?" kata Lim Ceng Yao yang pun sudah agak gusar.
"Mengapa To siocia berpikiran demikian pendek?"
To Siok Keng bersenyum getir.
"Jika kita lari sekarang, kita seolah-olah diusir oleh lentera-lentera
kertas," sahutnya. "Tetapi kita lari untuk menanti suatu kesempatan
baik untuk mengganyang jahanam ita. Apa gunanya kita
menantikan kedatangannya sedangkan kita sudah mengetahui
bahwa kita, memang tidak sanggup melawannya" Bukankah itu
suatu pikiran yang tolol?"
Ketiga susiok si pemuda she Wei jadi menjublek mendengar
ucapan yang sangat beralasan itu.
"Kita sudah terdesak, maka kita harus berusaha." To Siok Keng
melanjutkan. "kita harus menggempur Pek Tiong Thian dengan
siasat." Tetapi usul itu tidak ada gunanya terhadap ke tiga susiok si
pemuda she Wei. Karena mereka terlalu kukuh dan lebih rela mati
daripada dibuat ejekan bahwa mereka telah melarikan diri karena
diancam oleh lentera-lentera.
Watak itu agaknya juga dimiliki oleh Wei Beng Yan sendiri yang
menganggap nama seseorang adalah lebih penting daripada
segala apapun! 553 Wei Beng Yan mengawasi To Siok Keng dengan perasan yang
sukar dilukiskan. Rasa sangat menyesal sudah tidak mendengar
nasehat gadis itu berkecamuk dalam otaknya.
"Suko, mengapa kau tampaknya demikian gelisah?" tanya To Siok
Keng. "Aku khawatir kau akan meninggalkan aku di sini......" sahut Wei
Beng Yan. "Wei Koko, aku hanya memberikan saran, jika kau dan ke tiga
susiokmu tidak dapat menerima saranku itu, masakan aku harus
meninggalkan kau di sini. Kepandaian Pek Tiong Thian dan Hua
Ceng Kin lihay sekali, tetapi menurut pendapatku bukankah
kepandaian kedua jahanam itu sendiri yang harus ditakuti!"
"Jika demikian, apanya yang sangat disegani orang banyak?"
tanya Song Thian Hui.
"Senjata-senjata mereka! Ciam-hua-giok-siu dan Hian-peng-tokbong!" sahut To Siok Keng. "Karena tanpa senjata-senjata yang
ampuh itu, aku yakin kita masih dapat melawan mereka!"
"Tetapi bukankah beberapa hari yang lalu kalian mengatakan ingin
mencari Tok-beng-oey-hong di kuil Cit-po-sie untuk membunuh
Pek Tiong Thian?" tanya Lim Ceng Yao.
"Betul!" sahut To Siok Keng, "dan aku merasa yakin jika kita
memberitahukan maksud kita mencari benda mujizat itu, Bak Kiam
Taysu pasti akan membantu usaha kita itu........."
554 "Tetapi sayang Bak Kiam Taysu sendiri telah meninggal dunia! Dan
katanya benda mujizat ini bersama-sama Cu-gan-tan telah dicuri
orang!" "Siapa yang mencuri?"
"Entahlah, Bak Kiam Taysu sendiripun tidak mengetahui..... dan
justru itulah yang telah membikin Yu Leng gadungan mengamuk
dan membunuh pendeta itu........"
To Siok Keng berpikir sejenak. Kemudian sambil bersenyum ia
berkata. "Lee Locianpwee, bolehkah aku pergi dari sini untuk beberapa hari
lamanya?" "To siocia ingin pergi ke mana?" Lee Beng Yan balik menanya.
"Apakah siocia ingin mencari bantuan?" tanya Lim Ceng Yao.
"Aku takkan merembet-rembet lain orang!" sahut si gadis, "Pek
Tiong Thian telah berjanji akan datang dalam waktu sepuluh hari
dan iapun mengetahui bahwa kita takkan lari karena gertakannya
itu. Maka aku bermaksud pergi dan kembali dalam waktu yang
telah dijanjikan oleh jahanam itu!"
"Sumoay, apa yang ingin kau lakukan?" tanya Wei Beng Yan.
"Suko, aku berlalu dari sini bukan karena takut mati, aku berjanji
dalam waktu sembilan hari sudah kembali lagi di sini!"
555 "Aku tidak pernah mengatakan kau ingin melarikan diri, aku hanya
ingin mengetahui ke mana kau ingin pergi?"
"Berani kau berjanji tidak mencegah jika aku memberitahukan?"
Wei Beng Yan mengawasi gadis itu dengan tajam sekali, perlahanlahan ia kemudian mengangguk.
"Aku ingin pergi ke kuil Cit-po-sie!"
"Untuk?"
"Untuk mencari Tok-beng-oey-hong!"
"Aai! Apakah kau tengah bermimpi" Kau tidak mengetahui di mana
letak kuil tersebut, lagipula apakah kau tidak mendengar barusan
Ji susiokku mengatakan bahwa Tok-beng-oey-hong dan Cu-gantan telah dicuri orang"!"
"Akupun berpendapat percuma saja To siocia pergi ke kuil
tersebut!" kata Song Thian Hui.
"Tidak mungkin kedua benda mujizat itu telah dicuri orang!" sahut
si gadis. "Dapat kau membuktikan ucapanmu itu?" tanya Lee Beng Yan,
"Aku akan mencoba meyakinkan Lee Locianpwee!" sahut To Siok
Keng tenang, "menurut, aku tandaskan MENURUT orang bahwa
kedua benda mujizat itu telah dicuri orang. Tetapi selama beberapa
tahun ini, semenjak tersiarnya kabar itu, siapakah yang pernah
556 melihat benda-benda itu" Dan aku merasa ragu jika ada orang
yang ingin mencuri kedua benda itu sekedar untuk kenangkenangan, mengingat usaha pencurian itu harus dilakukan dengan
menjudikan nyawa seseorang!"
Ke tiga susiok si pemuda she Wei jadi saling pandang mendengar
penjelasan itu.
"Apakah Bak Kiam Taysu telah berdusta?"tanya Lim Ceng Yao.
"Aku tidak berani mengatakan bahwa Bak Kiam Taysu telah
berdusta, tetapi aku yakin betul kedua benda mujizat itu masih
berada dalam kuil Cit-po-sie!"
Tigapuluh Dua Memang pertanyaan Lim Ceng Yao ini beralasan, karena
beberapa tahun yang lalu, pemimpin kuil Cit-po-sie, Bak Kiam
Taysu pernah berkunjung ke markas partai Tiang-pek-san untuk
mencari kedua benda itu yang dikatakannya telah dicuri orang.
Tetapi karena kebijaksanaan Kong-ya Coat, Bak Kiam Taysu dapat
diyakinkan dan pertarungan antara partai Cia It Hok dengan partai
Siauw-lim itu dapat dihindarkan.
Kabar itu telah tersiar dan diketahui oleh hampir semua partaipartai dan tokoh-tokoh silat kenamaan, tetapi yang aneh yalah Tokbeng-oey-hong atau Cu-gan-tan tidak pernah muncul di dunia
persilatan. 557 Kemudian banyak orang mencurigakan bahwa Bak Kiam Taysu
sengaja menyiarkan kabar bahwa kedua benda itu telah tercuri
orang agar ia dapat menyimpan kedua benda mujizat itu dengan
tenteram tanpa khawatir orang-orang lihay yang tamak lagi-lagi
menyatroni kuilnya! Kemungkinan ini memang ada.
Tetapi jika maksud To Siok Keng tadi dapat persetujuan, sudah
tentu Wei Beng Yan harus menyertainya, karena pemuda itu
mengetahui betul dimana letak kuil yang dimaksud itu.
"Jadi siocia tetap bertekad herkunjung ke pegunungan Ngo-taysan?" tanya Lim Ceng Yao.
To Siok Keng mengangguk,
"Usaha pembasmian Pek Tiong Thian ini, bukan saja untuk
menyelamatkan kita dan kalangan Bulim," katanya sengit, "tetapi
juga untuk membalaskan sakit hati ayah serta seluruh keluargaku
serentak!"
"Kalau begitu aku akan menyertaimu!" kata Wei Beng Yan. Lalu ia
menoleh kepada ketiga susioknya dan melanjutkan.
"Tetapi dapatkah ke tiga susiok menyetujui kepergianku ini?"
Ketiga orang yang ditanya itu dengan serentak mengangguk,
karena mereka menginsyafi tanpa Tok-beng-oey-hong, Pek Tiong
Thian sukar dilawan.
Bukan main girang si gadis, ia segera memberi hormat seraya
berkata. 558 "Ketiga Locianpwee tidak usah khawatir, sebelum ke dua jahanam
itu datang di sini, kita pasti sudah kembali!"
Setelah berkata begitu, ia segera berbalik dan mengajak Wei Beng
Yan berlalu. Setibanya di luar, untuk beberapa saat lamanya, mereka
mengawasi ke empat lentera kertas yang bertulisan SEPULUH
HARI. "Sumoay," kata Wei Beng Yan cemas, "dapatkah kita kembali
dalam waktu sesingkat seperti telah dijanjikan oleh si jahanam"
Yalah sembilan hari?"
"Kita harus berusaha sedapat mungkin agar tidak melampaui batas
waktu itu!" sahut si gadis. "Ayolah kita berangkat sekarang!"


Sampul Maut Karya Wen Wu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wei Beng Yan menoleh ke belakang dan masih melihat ketiga
susioknya sedang berdiri mengawasinya dari kejauhan, ia
memberi hormat lagi dan segera mengikuti To Siok Keng yang
sudah berjalan lebih dulu.
"Y" Setelah muda mudi itu tidak kelihatan lagi, terdengar Lim Ceng
Yao, berkata. "Kini kita hanya bertiga dalam gedung ini."
Song Thian Hui bersenyum dan berkata.
559 "Aku kira kita berlima atau bertiga itu sama saja!"
"Kita bertiga sudah lama mengangkat saudara," kata Lee Beng
Yan, "dan aku merasa kalian memang bersungguh hati ingin
membantu aku, tetapi tidak demikian dengan To Siok Keng, aku
kira ia akan mendesak Wei Beng Yan agar tidak kembali!"
"Ya, ia barusan bahkan mendesak dengan segala alasan!" sahut
Lim Ceng Yao. Song Thian Hui tertawa.
"Kita tidak usah memikiri mereka," katanya, "bukankah aku sudah
mengatakan bahwa kita berlima atau bertiga itu sama saja?"
Begitulah mereka masuk lagi ke dalam ruangan untuk berlatih silat
dan mengadakan latihan bersama.
Tengah mereka berlatih sambil memperbincangkan siasat-siasat
menghadapi musuh-musuh mereka pada keesokan harinya, tibatiba Lo Hok masuk, ke dalam ruangan itu seraya berkata.
"Cong Piauw-tauw! Di luar telah digantungi lagi empat lentera
kertas merah!"
Tanpa menunggu lagi Lim Ceng Yao segera meloncat dan
memburu keluar, dan betul saja, di dekat ke empat lentera yang
telah digantung di situ kemarin, tampak empat lentera tambahan.
Lentera-lentera itu selain bertulisan huruf PEK, juga tertera tulisan.
"SEMBILAN HARI."
560 "Hm! Rupanya bangsat itu takut kita lupa menghitung hari sehingga
ia merasa perlu untuk memperingatkan kita bahwa jangka waktu
kedatangannya di sini tinggal sembilan hari!" kata Lee Beng Yan
sengit. "Aku mengetahui watak si jahanam she Pek, di samping
berangasan ia sangat kejam dan keji," kata Lim Ceng Yao, "Ia tentu
belum berada di sekitar tempat ini karena aku meragukan jika ia
bisa bersikap sabar untuk tiap-tiap hari menggantungi empat
lentera di sini!"
"Dia tentu memerintahkan seseorang untuk melakukan tugas ini,"
kata Song Thian Hui.
"Ya, Hua Ceng Kin!" sahut Song Thian Hui.
"Jadi kalian menganggap Pek Tiong Thian masih berada jauh dari
tempat ini?" tanya Lee Beng Yan.
"Itulah maksudku!" sahut Lim Ceng Yao.
Lee Beng Yan bersenyum lebar dan berkata,
"Jika Pek Tiong Thian belum datang di sini, mengapa kita sekarang
tidak menggempur si nenek terlebih dulu?"
"Betul!" Song Thian Hui menyetujui saran itu.
"Malam ini Hua Ceng Kin tentu akan datang lagi untuk
menggantung lagi empat lentera-lentera yang bertulisan
561 DELAPAN HARI di sini, dan itulah kesempatan terbaik bagi kita
menyergap serta mengerubutinya!" kata Lee Beng Yan.
Song Than Hui dan Lim Ceng Yao menyetujui, maka mereka
segera masuk untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk
membokong si nenek she Hua itu.
Malam harinya, mereka mencari tempat yang baik untuk
bersembunyi sambil menantikan datangnya lawan mereka.
Suasana gelap, tidak tampak bintang atau rembulan di langit,
kesunyian malam yang dingin itu kadang kala hanya dipecahkan
oleh desiran-desiran angin atau jeritan-jeritan burung hantu yang
menambah ketegangan bagi ketiga orang yang sedang
menantikan korbannya.
Mereka bertiga sengaja mengenakan pakaian serba hitam dan
menentukan isyarat-isyarat yang hanya diketahui oleh mereka
saja. Suasana gelap sekali sehingga sukar bagi mereka sendiri untuk
melihat benda atau orang yang berada dalam jarak duapuluh
meter. Belum beberapa lama setelah lewat tengah malam, tiba-tiba
mereka mendengar suara derap kaki yang ditindakkan enteng
sekali, sayup-sayup derap kaki yang empuk serta pesat itu
membuktikan bahwa orang yang sedang mendatangi adalah
seorang yang sudah mahir betul ilmu meringankan tubuhnya.
562 Mereka menahan napas sambil memperhatikan terus. Tidak lama
kemudian satu bayangan mencelat ke udara dan dengan gaya
yang menakjubkan sekali melayang melalui tembok yang
melingkari rumah gedung itu, ternyata orang itu menenteng empat
tentera kertas merah yang bertulisan
DELAPAN HARI! Lee Beng Yan memberi isyarat agar kedua kawannya tidak
bertindak sembrono.
"Kita tunggu saja, setelah dia datang dekat sekali baru kita
sergap......" bisiknya.
Sambil berindap-indap orang itu yang belum dapat dikenali
wajahnya menghampiri terus. Tiba-tiba ia berhenti sebentar dan
celingukan ke kanan ke kiri, ketika merasa tidak mendengar atau
melihat sesuatu yang mencurigakan, ia lalu melanjutkan
tindakannya. Lee Beng Yan, Song Thian Hui ataupun Lim Ceng Yao, ketiga
orang ini sudah memiliki nama tenar dan disegani di kalangan Bulim, namun pada saat segawat serta setegang itu, mereka harus
mengakui bahwa jantung mereka masing-masing berdebar keras!
Betapa tidak, orang yang sedang mendatangi dengan langkahlangkah lincah serta sudah diperhitungkan masak-masak itu
ternyata membawa sebatang tongkat di samping menenteng
empat lentera kertas merah!
Meskipun demikian, mereka bertiga belum dapat memastikan
bahwa orang itu adalah si nenek Hua Ceng Kin. Karena orang itu
563 menenteng ke empat lentera kertas demikian rupa sehingga
wajahnya tetap tidak kelihatan!
Setelah orang itu berada cukup dekat dan sudah siap
menggantung keempat lentera yang dibawanya itu, tiba-tiba......
"Terkam!!"
Lee Beng Yan berseru lantang agar kedua kawannya mengikuti
jejaknya menerkam dengan serentak.
Begitu mendengar komando itu, Lim Ceng Yao dan Song Thian Hui
segera meloncat keluar dari tempat persembunyian mereka dan
berusaha menghadang orang itu.
"Yaa.....!"
Pekik orang itu sambil mengelakkan terkaman Lee Beng Yan,
setelah itu sambil tetap memegangi keempat lentera kertas, ia
meloncat dan menyabetkan tongkatnya ke arah Lim Ceng Yao dan
Song Thian Hui.
Suara serabutan terdengar, abu berterbangan menyuramkan
keadaan yang memang gelap itu. Cahaya satu-satunya yang tidak
begitu terang adalah cahaya yang dipancarkan oleh keempat
lentera kertas merah yang ditenteng orang itu.
Lim Ceng Yao menghunus pedangnya dan menusuk ke arah dada
orang itu, tetapi lagi-lagi dengan gerakan yang lincah sekali orang
itu berhasil mengelakkan serangan itu.
564 Song Thian Hui jadi penasaran sekali, iapun meloncat dan
menerkam orang itu tetapi ia menjadi terkejut sekali tidak dapat
melihat lawannya, karena dengan satu tiupan saja, orang itu
berhasil memadamkan keempat lenteranya, sehingga dengan tibatiba saja keadaan di situ jadi gelap gulita. Dengan satu pekikan
yang seram sekali orang itu meninggalkan ketiga lawannya dalam
keadaan terbengong.
"Lo Hok!" seru Lee Beng Yan, nyalakan penerangan!"
Dalam kegelapan tampak Lo Hok berlari-lari dari dalam. Sejenak
kemudian ia telah menyalakan lentera.
Setelah memeriksa lari sekitar pekarangan itu, Lee Beng Yan
dengan masgul lalu mengajak kedua kawannya masuk ke dalam.
"Malam ini kita bertiga kurang cepat sehingga musuh kita dapat
meloloskan diri!" keluhnya.
"Dengan kegagalan kita ini, aku khawatir Hua Ceng Kin tidak lagi
berani datang pada malam berikutnya......" kata Lim Ceng Yao.
"Lim Heng, apakah kau menganggap orang tadi adalah Hua Ceng
Kin?" tanya Song Thian Hui.
"Orang tadi pasti Hua Ceng Kin!"
"Bagaimana kau mengetahui, bukankah kita tidak bisa melihat
wajahnya?"
565 "Disamping gerakannya gesit luar bjasa, orang tadi pun membawa
tongkat -- suatu bukti nyata ia adalah Hua Ceng Kin!"
"O.... ya, aku lupa pada kenyataan itu!"
"Tetapi tidak ada salahnya jika besok malam kita mencoba
menghadangnya lagi."
"Dan kali ini kita harus bersembunyi di tiga tempat. Si Jahanam
tidak boleh lolos!"
Lee Beng Yan segera memanggil Lo Hok, setelah mengisikki
beberapa ucapan di dekat telinga pesuruh itu, ia lalu mengajak Lim
Ceng Yao dan Song Thian Hui beristirahat.
Tetapi apa yang terjadi pada saat ketiga orang itu melepaskan
lelahnya" Di depan pintu rumah gedung itu keesokan harinya telah
diketemukan secarik kertas yang penuh dengan coretan-coretan
tidak keruan. Tampak empat lentera kertas merah yang kemarin
malam ditenteng oleh Hua Ceng Kin sudah tergantung dipayon
gedung besar itu!
"DELAPAN HARI."
Demikianlah dua perkataan yang tertulis di keempat lentera itu!
Lee Beng Yan jadi gusar sekali, ia segera melepaskan secarik
kertas yang melekat di daun pintu dan membaca isinya.
566 "Aku yang bernama Hua Ceng Kin mengaturkan "selamat"
kalian bertiga telah gagal menjebak aku!
Tetapi sayang aku tokh akhirnya berhasil juga menggantung
keempat lentera kertas ini!
Dan agar kalian bertiga dapat bersiap siaga menyambut
kedatanganku pada malam yang ketiga ini, aku tidak
berkeberatan untuk memberitahukan bahwa aku PASTI
datang lagi pada waktu yang sama seperti telah aku datang
malam yang kemarin!
Sekian saja, sampai jumpa lagi nanti malam!"
"Betul-betul kurang ajar si iblis wanita ini!" teriak Lee Beng Yan.
"Tetapi malam ini jangan harap kau dapat lolos!"
Tengah hari tiba yang kemudian diganti dengan datangnya lohor,
tidak lama kemudian kegelapan malampun sudah membungkus
suasana di situ.
Lee Beng Yan dan kedua kawannya tidak lagi mengenakan
pakaian serba hitam, bahkan lampu dinyalakan seluruhnya hingga
keadaan di seluruh pekarangan gedung itu jadi terang benderang!
Mereka lalu mengambil tempat duduk tepat di tengah pintu, di
suatu bagian tertentu dan tidak kelihatan, Lo Hok sudah bersiapsiap dengan panah dan busurnya.
Detik-detik dirasakan lewat lambat sekali, sebentar-sebentar Lim
Ceng Yao yang agaknya sudah hilang sabar, berdiri dan meronda
567 tempat di sekitar pekarangan, namun tidak tampak tanda-tanda si
nenek jahanam akan segera muncul di situ.
Hingga menjelang tengah malam, mereka masih belum juga
melihat atau mendengar sesuatu yang mencurigakan.
Beberapa saat telah lewat lagi dan tiba-tiba terdengar suara
tertawa cekikikan seperti suara tertawa kuntilanak, itulah suara
tertawa Hua Ceng Kin yang sangat tidak enak bagi pendengaran
siapapun. Ketiga orang itu segera mengerahkan tenaga dalam
mereka dan ketika mendengar suara tertawa itu makin lama makin
menjauh, mereka segera mengejar ke arah datang suara tertawa
tadi. Tetapi setelah berlari-lari hampir satu lie, dan masih tidak melihat
orang yang tertawa seperti kuntilanak tadi, mereka segera
mengetahui bahwa mereka telah lagi-lagi tertipu!
"Kita telah dipancing hingga ke tempat ini, maka dengan mudah
saja Hua Ceng Kin akan menggantung lentera kertas merahnya!"
keluh Song Thian Hui.
"Ayohlah kita lekas kembali!" kata Lim Ceng Yao sambil
mendahului meloncat balik diikuti oleh Lee Beng Yan dan Song
Thian Hui. Mereka jadi gemas sekali ketika tiba di depan gedung Lee Beng
Yan, karena di depan tiang pintu telah tergantung lentera kertas
yang bertulisan.
"TUJUH HARI."
568 "Kita telah dipermainkan oleh jahanam itu!" seru Lee Beng Yan
sambil membanting kakinya.
"Apa mau dikata?" sahut Song Thian Hui, "kita bertiga telah ditipu
mentah-mentah, kita hanya dapat menjaga lagi pada esok malam."
Tigapuluh Tiga Demikianlah mereka menantikan lagi kedatangan Hua Ceng Kin
pada malam berikutnya, tetapi mereka senantiasa dapat diingusi
oleh si jahanam perempuan itu.
"Y" Sementara menantikan datangnya hari yang kesepuluh, marilah
kita tengok To Siok Keng dan Wei Beng Yan yang tengah menuju
ke pegunungan Ngo-tay-san. Pada suatu senja kala mereka sudah
tiba di kaki gunung tersebut.
Mereka tidak menginap di rumah penginapan, tetapi tidur di dalam
hutan di bawah kaki gunung itu.
"Suko," kata To Siok Keng dengan paras gelisah, "apa anggapan
ketika susiokmu dengan kepergian kita ini?"
Wei Beng Yan yang tidak secerdik To Siok Keng selalu mengukur
Kesatria Baju Putih 19 Dewi Ular 67 Rahasia Anak Neraka Pendekar Penyebar Maut 28

Cari Blog Ini