Warisan Berdarah Karya Rajakelana Bagian 3
"ku-ko, apakah kita malam ini meninggalkan kota Bicu ?"
"tentu tidak siang-moi, kita akan mencari penginapan untuk melewatkan malam ini." jawab Sai-ku, malam itu mereka tidur di sebuah penginapan kecil, dan keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan menuju kota Kaifeng, hampir tiga hari perjalanan itu larut dengan kesunyian, kelaurga itu lebih banyak berdiam, Han-sai-ku larut dengan lamunan tentang keadaan ayahnya, sementara anak dan istrinya tidak tahu harus berbuat apa.
Pada hari keempat, perjalanan kembali normal, pemandangan disepanjang perjalanan membuat suasana berubah, panorama alam yang menawarkan keindahan, membuat hati terpana dan berdecak kagum, dan Han-sai-ku pun sudah melupakan permaianan pikirannya selama tiga hari ini, mereka istirahat di pantai sebuah telaga, setengah hari mereka menikmati kenyamanan ditempat itu, Han-liu-tan sangat gembira saat berenang di air yang sejuk dan jernih.
Di dalam hutan sebelah timur kota Kaifeng. Seorang gadis kecil berumur tiga belas tahun dengan gerakan luar biasa gesit bersilat didepan lelaki paruh baya berpakaian sastrawan, jurus-jurus yang dikeluarkan luar biasa indah dan kuat, suara yang jernih terdengar lantang saat ia mengepos sin-kang, hawa pukulan dari tangan yang kecil dan lentik itu berkesiuran membuat pakaian lelaki sastrawan itu berkibar, hampir dua jam gadis kecil bergerak lincah, dan akhirnya gadis kecil itu mendarat ringan di atas tanah setelah bersalto tiga kali diudara.
"bagaimana lun-ko, apakah gerakanku dalam jurus "liang-hok-bun-hoat" (jurus sastra penakluk sukma) masih ada yang salah ?"
"tidak lagi hui-te, semua langkah dan gerak sudah tepat, dan nanti setelah "bun-sian-sin-kang" (tenaga sakti dewa sastra) serta "bun-ing-hong" (angin mega sastra) mencapai sempurna, maka dua ilmu tangan kosong "bun-lie-hoat" (jurus tarian sastra) dan "liang-hok-bun-hoat" (jurus sastra penakluk sukma) yang telah kamu latih akan menimbulkan efek yang luar biasa."
"jadi lun-ko, apakah aku akan mempelajari "bun-in-kiam-hoat" (jurus pedang mega sastra) ?" tanya gadis kecil itu dengan sinar mata berbinar.
"belum lagi hui-te, karena ada satu lagi ilmu jurus tangan kosong yang akan koko ajarkan padamu."
"apakah nama jurus itu lun-ko ?"
"nama jurusnya adalah "bun-sian-minling-ci" (jari titah dewa sastra)"
"kapan aku akan mempelajari jurus tersebut, lun-ko ?"
"dua minggu lagi, setelah semua ilmu yang kamu pelajari delapan tahun ini kamu lakukan dalam satu hari."
"maksud lun-ko, setiap hari selama dua minggu ini aku harus melatih "tee-tong-pak-sian" (dewa utara menggetar bumi), "lam-liong-sin-ciang" (telapak sakti naga selatan), "in-hua-bun-pit" (pena sastra melukis mega), "kwi-hut-san-sian" (dewa kipas penakluk iblis), "bun-lie-hoat" (jurus tarian sastra), dan "liang-hok-bun-hoat" (jurus sastra penakluk sukma)"
"benar hui-te, karena jurus "bun-sian-minling-ci" merupakan serapan dari semua ilmu tadi."
"baiklah lun-ko, selama dua minggu ini, aku akan melatih seluruh ilmu yang telah kupelajari."
"baiklah adiku, hari sudah jauh sore, sekarang marilah kita pulang." lalu adik beradik yang berjauhan umur ini keluar dari hutan, umur "siauw-taihap" sudah empat puluh lima tahun, sementara adiknya itu masih tiga belas tahun.
Saat malam tiba, keduanya sampai di rumah, mereka disambut Han-hujin dan dua anaknya, Han-liang-jin dan Han-bwee-hoa, setelah keduanya mandi dan berganti pakaian, lalu merakapun makan, sementara di ruang pustaka puluhan murid sudah hadir untuk mengikuti pelajaran sastra, tidak lama mereka menunggu, Han-liang-jin masuk keruangan dan memberikan pelajaran kepada murid-murid, Han-liang-jin sudah satu tahun menggantikan ayahnya memberi pelajaran kepada murid-murid, baik pelajaran silat maupun sastra.
Dan dilain ruangan dua belas murid wanita termasuk Han-bwee-hoa dan Han-sian-hui diajari oleh Han-fei-lun, mereka mengikuti pelajaran dengan tekun, komplek besar itu hening, hanya suara han-fei-lun dan han-liang-ji yang terdengar saat menguraikan pelajaran, setelah dua jam pebuh kelas itu pun bubar, para murid kembali ke kamar masing-masing
"apakah bibi hui langsung istitahat !?" tanya Bwee-hoa
"benar hoa-ji, bibi hari ini sangat lelah, jadi bibi akan cepat istirahat."
"baiklah bibi-hui, aku mungkin agak lama, karena aku mau membantu lin-sumoi mengerjakan beberapa tugas yang diberikan ayah."
"ya, tidak apa hoa-ji." ujar Sian-hui sambil meletakkan peralatannya di atas rak, dan duduk di atas ranjangnya.
Keesokan harinya komplek bukoan "sin-siucai" kembali aktif sebagaimana biasa, dari sejak matahari terbit para murid baik yang laki-laki maupun perempuan sudah duduk berbaris melakukan siulian di lianbhutia, setelah matahari naik tinggi, Han-liang-jin berdiri dan memimpin latihan, sementara di taman belakang Han-fei-lun dan adik kecilnya juga sudah memulai dengan latihan, mereka bergerak bersama dan seirama, semua ilmu yang dipelajari Han-sian-hui di peragakan.
Han-sian-hui dengan tekun dan telaten melatih semua ilmu yang dipelajarinya, kadang latihan itu dilakukan ditaman belakang, dan kadang di hutan sebelah timur, Han-fei-lun sangat perhatian kepada adiknya ini. seluruh kasih sayang ia tumpahkan, adiknya ini adalah amanah dipenghujung ajal ibunya tercinta, Han-sian-hui juga sangat saying dan hormat pada kakaknya yang demikian telaten membina dan menyayanginya, sejak umur tujuh tahun, ia sudah tahu benar siapa dia dalam keluarga, siapa ayahnya dan bagaimana ia dibawa kakaknya dari rumah ayah mereka.
Baginya kasih sayang kakak dan sosonya serta dua keponakannya berlimpah ruah kepadanya, kakaknya adalah ayah sekaligus ibu baginya, kebijakan kakaknya merupakan pijakan kokoh dalam jiwanya, karakter kakaknya merupakan anutan agung baginya, gerak dan tingkah kakaknya banyak mempengaruhi pembawaannya, dari cara langkah, nada bicara menyerupai kakaknya, hingga umur dua belas tahun pancaran wibawa bersahaja dalam dirinya menonjol dikalangan penghuni komplek bukoan.
Pagi itu kembali Han-sian-hui bersama kakaknya berlatih di dalam hutan, didepan kakaknya ia peragakan semua ilmu yang sudah ia pelajari dengan tangkas dan kuat, tanpa lelah ia tumpahkan segala ilmu yang ia serap selama ini, hingga akhirnya selesai pada saat senja temaram tiba, setelah mengaso sebentar, Han-fei-lun turun dari atas batu
"hui-te ! sekarang perhatikan gerakan koko !" seru Fei-lun, lalu ia pun memperagakan jurus "bun-sian-minling-ci" (jari titah dewa sastra), gerakan itu dimulai dengan bhesi sam-kwa, kedua tangan dengan posisi jari telunjuk dan tengah berdiri, sementara tiga jari ditekuk saling mengikat, sejajar dengan didepan wajah, lalu diawali dengan sebuah salto diudara, dan saat menjejak tanah kuda-kuda berubah menjadi pat-kwa sementara tangan dengan posisi jari tetap mulai melukis diawan dalam rangkuman sastra yang penuh dengan kata dan makna, tangan dan jari kaya dengan gerakan kata, sementara kedudukan kaki kaya dengan gerak perpaduan bhesi pat-kwa, sam-kwa, dan hun-kwa.
Sebanyak dua kali Han-fei-lun memperagakannya dengan lambat, dan pada kali ketiga ilmu itu ia peragakan dengan cepat, sian-hui tanpa berkedip memperhatikan setiap langkah dan gerak kakaknya, ilmu yang terdiri dari delapan jurus itu cepat ditangkap dan difahami oleh sian-hui, setelah kakaknya selesai, maka ia pun menirunya dengan cermat hingga selesai, Han-fei-lun tersenyum melihat kecermatan adiknya.
"besok latihlah delapan jurus itu adikku, dan marilah kita bergegas karena hari sudah malam." ujar Fei-lun dan keduanya segera berkelabat dari dalam hutan, dan sebentar saja keduanya sudah memasuki gerbang kota, bersamaan dengan masuknya sebuah kereta kuda
"maaf sicu ! aku hendak bertanya !" seru lelaki yang berada di kursi sais, dia tiada lain adalah Han-sai-ku, Han-fei-lun menoleh
"ada apakah sicu, apa yang dapat saya bantu ?"
"tolong saya sicu, saya hendak kerumah saudara saya yang bernama Han-fei-lun, dimanakah rumahnya ?" Han-fei-lun menatap lekat lelaki yang menanyakan dirinya, dan mengaku saudaranya, dan tiba-tiba Han-liu-tan keluar dalam kereta dan duduk disamping ayahnya.
"ayah apakah ini kota kaifeng ?"
"benar tan-ji, sebentar lagi kita akan sampai dirumah lun-pek mu."
"maaf sicu, kalau boleh tahu siapakah namamu, dan darimanakah kalian ?"
"aku bernama Han-sai-ku, sicu, dan kami dari kota kun-ming di wilayah barat"
"ku-te, apakah ini keluargamu ?" tanya fei-lun dengan haru, sai-ku terkejut dengan panggilan dan nada suara yang berubah itu, ia menatap lekat pada lelaki didepannya
"lun-ko, apakah kamu lun-ko ?" serunya serak
"benar..benar adikku, oh..apakah kamu yang datang dari jauh hendak mengunjungiku ?"
"benar lun-ko, aku datang hendak menemuimu." sahut Sai-ku segera turun dan menjura hormat pada saudara tuanya, dan diikuti oleh Han-liu-tan
"terimalah hormat adikmu lun-ko, ini adalah anak saya, ini istri saya serta putrid saya." ujar Sai-ku, dan memperkenalkan keluarganya.
"adikku Sai-ku, naiklah kembali dan marilah kita kerumah." ujar Fei-lun, lalu mereka naik kembali ke dalam kereta, fei-lun duduk disamping Sai-ku, sementara Han-sian-hui duduk didalam kereta bersama keluarga yang mengaku saudara kakaknya.
Tidak lama kemudian mereka sampai di rumah Han-fei-lun, Yang-sian yang menunggu di balai-balai depan rumah segera berdiri menyambut suaminya yang datang-datang naik kereta kuda
"kita kedatangan tamukah lun-ko !?"
"benar sian-moi, tamu kita kali ini amat istimewa, ayo itu moisoso (adik ipar) dan dua keponakan sambutlah!" jawab Fei-lun dengan hati gembira, Yang-sian membawa Bu-sian masuk kedalam rumah.
"adikku, marilah kita makan dulu !"
"baik lun-ko, marilah !" sahut Sai-ku dengan haru dan bahagia dengan penyambutan kakaknya yang hangat luar biasa itu, dua pelayan segera menyiapkan kembali hidangan, lapat-lapat putra dan putri Han-fei-lun terdengar sedang mengajar para murid, makanan itu luar biasa nikmat dirasakan Han-sai-ku dan istrinya, tentu demikianlah, karena disamping rasa leper ditambah lagi dengan hangatnya penyambutan yang mereka terima.
Setelah selesai makan, Fei-lun mengajak adiknya untuk mandi, sementara Yang-sian mengantar Bu-siang kekamar mandi lainnya, sementara itu dua pelayan sibuk mempersiapkan kamar tamu, Han-sai-ku dan istrinya berganti pakaian, kamar mereka terlah disiapkan dan dirapikan, begitu juga kamar untuk dua anaknya
"alangkah luar biasa sambutan ci-hu pada kita ku-ko."
"benar sekali sing-moi, aku tidak mengira akan seperti ini hangatnya sambutan beliau, marilah kita menemuinya." sahut Sai-ku, suami isteri itu keluar dari kamar dengan perasaan ringan dan segar.
Ku-ji dan moi-soso dudulah, sungguh aku tak dapat melukiskan rasa bahagia dihatiku dengan kedatangan kalian ini."
"demikian juga aku lun-ko, hangatnya sambutan lun-ko, dalam sekejap telah menghilangkan kepenatan kami"
"hahaha".syukurlah jika demikian adikku, dan ceritakanlah bagaimana perjalanan yang luar biasa jauh ini."
"perjalanan sampai sejauh ini, tiada kendala lun-ko, niat kami untuk mengeunjungi keluarga telah terpenuhi."
"adikku, keadaanmu ini sangat membuat hati tunduk dengan garis kehidupan, dan aku sangat bangga dengan itu, ceritakanlah ku-ji ! bagaimana semua ini bisa terjadi ?"
"awal dari semua keadaanku ini karena bertemu dengan pamanku Wan-peng di kota khagshi kira-kira dua puluh tahun yang lalu, dial ah yang menularkan perubahan dirinya kepadaku, dan tentunya lun-ko tahu bagaimana kami sebelumnya, paman menjadi lao dan aku bagian dari sam-cu."
"oo, jadi paman itu adalah lao. ?"
"benar lun-ko, paman di panggil dengan lao-pat, dia adalah adik kandung dari ibuku "
"bagaimana peng-siok itu berubah, ku-te ?"
"apa yang merubah beliau amatlah sederhana, lun-ko."
"sederhana bagaimana maksudnya ku-te ?"
"hanya karena berada dipuncak kemarahan dan kekecewaan, dan merasa terhina dikalahkan ayah, ia mendengar seorang sastrawan melantunkan sebuah syair yang membuat dia tergugah, dan sejak itu ia tidak lagi mau terlibat dengan urusan hek-to, ia berusaha untuk memperbaiki dirinnya, membersihkan batinnya."
"ooo, jadi itukah siok-peng itu." gumam Fei-lun, dan membuat Sai-ku heran
"apakah lun-ko pernah bertemu dengan pek-siok ?"
"bertatap muka tidak, tapi saat kondisi seperti yang kamu ceritakan itulah, aku melihatnya."
"eh"kalau begitu, sastrawan yang melantunkan syair itu adalah lun-ko sendiri."
"benar ku-te, dan syukurlah jika demikian halnya, lalu setelah bertemu dengan peng-siok, selanjutnya bagaimana ku-te ?"
"aku selama enam bulan hidup bersama peng-siok, dan belajar padanya, dan setelah itu aku berkelanan terus kebarat, dan akhirnya aku bertemu istriku di Kun-ming, dan kami menikah dan menetap disana."
"sungguh aku tidak mengetahui latar belakang ku-ko, ci-hu, kalau tidak bertemu dengan siok-peng." sela Bu-siang
"bersyukurlah kita moi-soso, bahwa suamimu memang kuat dan teguh untuk berubah, keluar dari kegelapan dan berusaha untuk tidak kembali, membutuhkan tekad yang luar biasa."
"ini semua berkat syair lun-ko yang menyuruh untuk menilik kedalam batin sendiri."
"apakah bunyi syair itu ci-hu ?" sela Bu-siang penasaran
"hehehe,,,apakah aku atau kamu yang melantunkannya ku-te."
"lun-ko sendirilah yang melantunkannya, aku juga ingin mendengar sebagaimana peng-siok mendengar."
"hmh"bunyi syairnya adalah." Han-fei-lun melantunkan syair
"kenapa menyalahkan warna kain, jika kulit sendiri tidak ada pilihan
kenapa menyalahkan orang lain, jika diri juga penuh kesalahan
renungkan sendiri kedalam batin, pasti ketemu sebab dari keadaan
keadaan tanpa sebab tidaklah mungkin, demikianlah liku kehidupan
"luar biasa lun-ko, pantaslah siok-peng terpana dan tergugah, disamping kata prakata yang mengandung ajakan, nadanya juga demikian lembut menggugah."
"tapi yang luar biasa ku-te, adalah peng-siok yang mampu membuka hatinya, dan mencerna apa yang didengar telinganya, dan yang membuat salut adalah kemampuannya untuk menata ulang kebobrokan batin yang ia rasakan dengan apik dan kokoh, dan kamu juga adikku tidaklah kurang luar biasanya, dengan hati manut, kamu dapat membuka hatimu, walhal disaat itu kamu dalam puncak kebanggaan dengan jati dirimu yang gelap gulita saat itu."
Han-liang-jin muncul hampir bersamaan dengan adiknya Han-bwee-hoa
"jin-ji dan hoa-ji, beri salam pada pamanmu Han-sai-ku !" perintah Fei-lun pada kedua anaknya, Liang-ji dan Bwee-hoa segera menjura pada Sai-ku
"terimalah salam hormat kami siok." ujar Liang-jin
"bangkitlah jiwi-ji, paman senang dan bangga dengan kalian." sahut Sai-ku, lalu Liang-jin dan bwee-hoa duduk.
"lun-ko, aku dan keluarga sudah memngunjungi ayah, dan dia mengirimkan salam pada lun-ko dan hui-moi."
"oh..apakah keadaan ayah baik-baik saja Ku-te ?"
"sepertinya tidak lun-ko, ayah sudah lama mengalami kebutaan, apakah lun-ko tidak tahu ?"
"buta, saya tidak tahu ku-te, bagaimana ayah jadi buta ?"
"kata ayah, ia didatangi seorang yang berjulukan "ang-gan-kwi" (iblis mata merah), ayah beradu pandang dengan dia, dan ayah kalah hingga matanya pecah."
"hmh..orang tua itu memang luar biasa, saya pernah bertemu dengan dia, ternyata dia pergi juga mencari ayah."
"dan tidak hanya itu, kwi-ong juga mengalami hal yang sama, seminggu sebelum kedatangan lun-ko kesana."
"ya"kebutaan kwi-ong saya tahu, jadi kamu juga sudah pergi ke huangsan, ku-te."
"benar lun-ko, dan sepertinya "ang-gan-kwi" ini masih susiok kami, dan kedatangannya ke huangsan adalah untuk mengambil pusaka ayah yang ada ditangan ong-ko."
"tentu ada maksud ia mengambil kitab itu, namun sampai sekarang, saya tidak pernah mendengar ada orang muncul dengan julukan "ang-gan-kwi"
"tapi dari cerita soso di huangsan, orang tua itu tinggal di lembah kembang di utara kota chang-an, dan saya yakin ok-liang pergi kesana, tiga tahun yang lalu"
"oo" begitu, hmh".misteri "ang-gan-kwi" ini perlu diselidiki."
"benar lun-ko, kiranya jangan sempat ilmu "ilmu itu disalah gunakan."
Pembicaraan adik beradi se ayah itu terus berlangsung hingga larut malam, bahkan sampai anak dan istri mereka berangkat tidur, masih banyak yang meraka bincangkan, hingga Sai-ku tahu tentang keberadaan Han-sian-hui, dan Fei-lun juga tahu tentang gambaran keadaan ayahnya di bicu dan sikap adik-adiknya yang kurang pantas.
Han-sai-ku dan keluarganya lebih sebulan tinggal di kaifeng, keberangkatan Han-sai-ku dan keluarganya dilepas oleh keluarga Han-fei-lun, dari kaifeng mereka akan menuju kota chang-an untuk menjiarahi makam ibu kandungnya Wan-lin, puas sudah hatinya setelah bertemu dengan saudaranya Han-fei-lun, demikian juga dengan keluarganya yang begitu baik diterima dengan harmonis.
Di bangunan ditengah "kongciak-kok" dua puluh orang sedang mengadakan pertemuan penting
"sebaiknya kita laksanakan target pertama kita." ujar "ui-bin-mo"
"benar, dan selama tiga tahun kita sudah merapungkan "liong-pian-tin" (barisan rantai naga)" timpal "kwi-sim-lo-tong"
"jika memang kita sepakat besok pagi kita akan berangkat, namun sebelumnya kita harus rencanakan tempat dan waktu bertemu dengan "siauw-taihap" sela "pak-sin-liong"
"menurut saya, kita langsung saja datangi rumahnya dan babat habis." sahut "Huangho-koai"
"tidak bisa begitu, karena jika kita langsung kerumahnya kita tidak akan bisa mengeroyoknya sesuai rencana."
"kalau begitu kita membuat surat tantangan kepadanya." sela "ma-bin-kwi"
"ya, demikian lebih tepat." sahut iblis buta
"baik jika demikian, malam ini kita akan berkemas untuk perjalanan besok." ujar "in-sin-ciang" sambil berdiri, dan sebagian mereka bubar, yang tinggal hanya iblis buta dan saudaranya "pak-sin-liong"
"apakah kamu sudah siap liang-te !?"
"aku selalu siap , ong-ko, tapi aku tidak tahu bagaimana denganmu."
"aku lebih dari siap liang-te, aku sangat dendam kepadanya, yang telah mempereteli harta kekayaanku." sahut Han-kwi-ong dengan mata berkilat, dan tidak lama kemudian kedua saudara itu meninggalkan ruangan untuk istirahat.
Keesokan harinya anggota barisan langit meninggalkan lembah merak, dan sebulan kemudian mereka sampai di "pek-wan-san" (hutan lutung putih) hutan sebelah utara kota kaifeng,
"baik, sesuai dengan rencana yang kita sepakati, bahwa kita akan menantang "siauw taihap", maka kehutan inilah sebaiknya kita suruh dia." ujar "ui-bin-mo"
"benar, dan tulislah surat tantangannya "hengsan-hek-peng" biar saya yang akan menyampaikannya kedalam kota." sela "toh-mia-lan-mo", lalu "hengsan-hek-peng" mengeluarkan sehelai kain putih dan menulis surat tantangan.
Tidak lama kemudian, toh-mia-laan-mo berkelabat dari tempat itu menuju kota Kaifeng, menjelang sore, ia memasuki kota, tidak sulit untuk menemukan kediaman "siauw-taihap" dan saat malam tiba, "toh-mia-lan-mo" sudah berada didepan komplek "sin-siucai", keadaannya sepi dan hening, semua murid dan keluarga han sedang makan malam, dengan mengerahkan sin-kang "toh-mia-lan-mo" berseru dengan lantang
"siauw-taihap..keluarlah jika kamu punya nyali !" dan berkebetulan dua orang murid lewat hendak masuk keruang perpustakaan
"cianpwe, suhu dan keluarga sedang makan malam, apakah hal yang penting sehingga cianpwe datang kesini ?" sela seorang murid
"huh"." dengus "toh-mia-lan-mo" sambil mengibaskan tangannya, dan sebuah benda wana putih melesat ke arah murid yang berbicara, dengan sigap ia memiringkan tubuhnya, sehingga benda itu lewat disampingnya dan menancap di tiang selaras rumah, "toh-mia-lan-mo" tanpa cakap sudah berkelabat pergi
"apa maksudnya dengan menyerang kita, dan lalu pergi suheng ?"
"mungkin ia hendak memberikan tantangan pada suhu, lihatlah benda yang dilemparnya adalah sehelai kain." lalu keduanya mendekati tiang, dimana kain putih berlipat melekat tertahan sebuah senjata rahasia berupa paku kecil, lalu kemudian mereka terus masuk kedalam perpustakaan tanpa mengusik benda tersebut.
Murid-murid yang lain pun pada datang dan mengambil tempat duduk, dan tidak berapa lama "han-liang-jin" masuk dan memulai pelajaran, setelah dua jam berlangsung pelajaran selesai, dan dua murid yang tadi dijumpai "toh-mia-lan-mo" mendekati Han-liang-jin"
"suheng, tadi ada seorang meneriaki suhu, dan menancapkan sebuah surat tantangan di tiaang selaras rumah."
"jadi, orang yang tadi berteriak datang hanya untuk memberikan surat tantangan ?"
"sepertinya demikianlah suheng."
"baik kalau begitu, dan kalian kembalilah jiwi-sute !" kedua murid itu segera menjura dan berbalik keluar dari ruangan.
Han-liang-jin keluar dan melangkah kearah tiang selaras rumah, lalu mengambil surat yang dilemparkan dan membawa kedalam rumah, ia duduk di ruang tengah menunggu ayahnya yang belum keluar dari kelas belajar murid perempuan, tak lama ia menungu sepuluh murid sudah keluar dan Han-fei-lun keluar bersama putri dan adiknya, lalu masuk keruang tengah, setelah ayahnya duduk
"ayah, orang yang berteriak tadi melemparkan surat tantangan !" ujar liang-jin sambil meletakkan kain putih diatas meja, Fei-lun mengambil surat itu dan membacanya.
"Thian-tin" mengajukan tantangan pada "siauw taihap" , besok pagi di pek-wan-san
"tee-tin" menunggu ! jika memang punya nyali dan kehormatan penuhi tantangan
"apakah ayah akan memenuhi tantangan itu ?"
"sudah merupakan satu keharusan untuk memenuhi undangan orang, dan karena ini tantangan dari yang menamakan dirinya barisan langit, maka ini artinya lebih dari seorang, jadi pesan ayah padamu jin-ji, jika ayah tidak kembali saat makan siang maka susul lah ayah." Jawab Han-fei-lun, dan liang-jin mengangguk mengerti.
"ayah, apakah ayah kenal barisan langit ini ?" sela bwee-hoa
"ayah baru dengar nama ini, yang pasti mereka ini adalah hek-to yang sudah mempersiapkan diri."
"jika demikian, lun-ko hati-hatilah, sangat bisa jadi mereka akan curang dalam tantangan ini." sela Han-hujin dengan hati cemas
"doakan saja lian-moi, semoga koko dapat mengatasinya." sahut Fei-lun menetapkan hati istrinya.
Keesokan harinya, Fei-lun menuju pek-wan-san, dan saat matahari naik sepenggalah, ia sudah memasuki hutan lutung putih, dan tidak berapa lama Fei-lun melihat lima orang berumur sepantaran dengan dirinya berdiri keren menatapnya dengan tajam, mereka itu adalah "ui-bin-mo" , "toh-mia-lan-mo" , "ma-bin-kwi, "huangho-koai" dan "in-sin-ciang"
"bagus kamu sudah datang "siauw-taihap" !" ujar "ui-bin-mo" dengan nada sinis
"cuwi mengundang, jadi saya haruslah datang." sahut Han-fei-lun tenang, melihat ketenangan itu, hati lima orang itu bergetar
"kalian berlimakah yang menamakan diri dengan "thian-tin" ?"
"kita tidak perlu berbasa-basi, jadi bersiaplah "siauw-taihap" !" sahut "ui-bin-mo" dan perkataan itu seperti komando bagi empat rekannya langsung menyerang, dan Han-fei-lun yang sedari tadi siap dan waspada melompat keatas dan serangan lima orang itu luput, dan saat Han-fei-lun menjejak tanah, kelimanya sudah mengambil posisi masing-masing, Han"fei-lun hanya sesaat tegak, karena "ui-bin-mo" sudah memulai serangan dari arah kanan, dan disusul "in-sin-ciang" dari arah kiri, jarak serangan hanya beberapa detik, dan Han-fei-lun dengan gesit memakai semua serangan yang laksana gelombang yang beruntun.
Pertempuran itu berlangsung cepat dan seru, lima orang itu dengan gerakan yang kuat dan teratur berusaha menekan kedudukan "siauw-taihap" namun hingga tiga puluh jurus mereka belum berhasil mendesak bengcu yang kosen ini, selama tiga puluh jurus itu belum memberikan serangan berarti, karena bengcu yang bijaksana ini terlebih dahulu membaca keadaan lima lawannya dalam formasi serangan yang luar biasa dahsyat itu, setelah jurus keempat puluh, "siauw-taihap mengeluarkan kipas terselip dipingganganya, dengan jurus "tee-tong-pak-sian" (dewa utara menggetar bumi) membangun serangan yang kuat dan cepat, lima lawannya mulai merasakan kekosenan sang bengcu, setiap serangan mereka terbentur dengan kuatnya sin-kang disetiap kibasan kipas "saiauw-taihap" kipas yang digerakkan dengan begitu luar biasa membuat serangan lima lawannya bergetar dan terpental.
Pertarungan dengan jumlah tidak seimbang itu berlangsung sengit, satu jam sudah berlangsung, puluhan jurus sudah belalu, formasi serangan lima lawan memang harus diakui sangat a lot dan ulet, karena walaupun setiap serangan terpental, siauw-taihap tidak dapat melanjukan serangan karena hanya dalam hitungan detik empat serangan sudah harus di elak dan ditangkis, namun dengan tabah "siauw-taihap" untuk mencari titik kelemahan dari barisan yang harus diakui sangat kuat dan cepat itu.
Dan akhirnya setelah pertarungan berlansung selama dua jam, "siauw-taihap" mengkombinasikan dua ilmunya "tee-tong-pak-sian" dengan "lam-liong-sin-ciang", sehingga sepuluh jurus kemudian, saat serangan "ma-bin-kwi" terpental dengan gerakan kipasnya, lansung disusul dengan sebuah pukulan jarak jauh dalam rangkaian jurus "lam-liong-sin-chiang" dan tak pelak "ma-bin-kwi" tidak kuasa menghindar dan tubuhnya telak meneriima serangkum pukulan dahsyat sehingga ia terlempar dan menabrak pohon hingga tumbang, dan disaat yang bersamaan Han-fei-lun sudah memamapaki empat serangan lawan yang lain.
Fatal bagi "Toh-mia-lan-mo" yang terkejut melihat seorang rekannya ambruk, sehingga serangannya yang terbentur membuat ia tidak cepat untuk menghindar sebagimana sifat formasi yang mereka ciptakan, dan tak pelak sebuah serangan kilat dimana daun kipas menyobek urat nadi lehernya, darah muncrat, dan untungnya tiga serangan sudah menyibukan "siauw-taihap, namun tiga serangan itu segera dengan mudah dipatahkan, dan serangan balasan dari bengcu tidak dapat lagi dibendung dan dalam sepuluh gebrakan, susul menyusul tiga lawannya terjungkal ambruk tak berdaya.
Di akhir gebrakan "siauw-taihap" dua lawannya tewas seketika, yakni "ui-bin-mo" dan "huangho-koai" tengkorak kepala mereka pecah akibat ketukan gagang kipas "siauw-taihap" darah keluar dari mata dan telinga, sementara "in-sin-ciang" muntah darah menerima pukulan sakti dari bengcu, dan tak lama "toh-mia-lan-mo" yang menggelepar seperti ayam disembelih akhirnya terdiam karena nyawanya sudah terbang, ia tewas bermandikan darahnya sendiri.
Han-fei-lun menatap dua lawannya yang terduduk dengan muka pucat dan nafas tersegal-segal, tapi hal itu tidak berlangsung lama, lima banyangan tiba-tiba datang menyerbunya, dengan sigap "siauw-taihap" berkelit, lima orang ini adalah "lam-giam-li", "kwi-sim-toanio", "hengsan-hek-peng", "pek-lek-ciang-kwi" dan "houw-hiat-mo"
Serangan mereka datang bertubi-tubi, namun dengan gin-kangnya yang tinggi membuat bengcu sangat sulit untuk didesak, terlebih "sin-kang "siauw-taihap" memang jauh diatas semua lawannya, kembali apa yang di alami lima pengeroyok pertama, semua serangan terbentur dan kali ini lebih cepat karena kombinasi serangan bengcu memporak-porandakan barisan mereka, hanya satu jam berkutatnya pertarungan, lima lawannya sudah terdesak hebat, hancurnya formasi dimulai dengan tumbangnya "pek-lek-ciang-kwi dengan sebuah pukulan "lam-liong-sin-ciang, lalu disusul dengan ambruknya lam-giam-li dengan nyawa putus, karena dadanya remuk kena jotosan gagang kipas, dan kemudian disusul tewasnya "hengsan-hek-peng" karena tidak kuasa menahan hebatnya tendangan yang menghantam dadanya hingga rongga itu remuk, lalu disat hampir bersamaan "kwi-sim-toanio" dan "houw-hiat-mo" tewas terjungkal, tengkorak kepala "houw-hiat-mo" pecah, sama hal dengan dua rekannya pada rombongan pertama, sementara "kwi-sim-toanio" mengalami nasib yang sama dengan "lam-giam-li", rombongan ini empat tewas dan "pek-lek-ciang-kwi" megap-megap terluka parah.
Tiga orang yang terluka parah itu menatap tajam pada Han-fei-lun
"sebutkan, siapa kalian sebenarnya !?" namun tidak ada jawaban dari tiga orang yang terluka parah itu, dan tidak lama kemudian lima bayangan muncul lagi dan langsung menyerang, sesaat "siauw-taihap" terkejut karena tidak menyangka akan ada lagi lima orang yang menyerangnya, beberapa jurus "siauw-taihap" kelabakan, dan untungnya ia cepat menguasai keadaan dan membangun pertahanan, gelombang serangan dari lima lawan baru ini luar biasa, mereka adalah "kwi-lim-koai", "lui-kong-twi", "hwa-I-kwi-bo", "kang-jiu" dan "sin-jiu-mo".
Hari sudah lewat siang, desakan lima lawannya makin gencar dan demikian rapat menekannya, kali ini "siauw-taihap" hanya dapat bertahan, karena tidak punya peluang untuk membangun serangan, karena tekanan yang demikian kuat dan rapat, dan sedikit lelah setelah bertempur setengah hari penuh, sebuah sabetan pedang dari "hwa-i-kwi-bo" melukai bahunya, melihat hasil yang mulai tampak, membuat lima lawannya makin bertubi-tubi menekan pertahanan "siauw-taihap" dan saat itu putra bengcu sudah tiba dan menonton pertandingan luar biasa itu.
Melihat kemunculan Han-liang-jin, lima lawannya terkejut, dan kelengahan itu sudah cukup membuat "siauw-taihap" untuk bangkit, segera Fei-lun mengeluarkan moupitnya dan serangan kombinasai "in-hua-bun-pit" (pena sastra melukis mega) dan "kwi-hut-san-sian" dibangun dengan gerakan cepat, tak ayal lima lawannya kelimpungan dan berusaha menghindar dari kejaran dua ilmu luar biasa ini, sekarang keadaan berbalik, "siauw-taihap yang tadi bertahan, sekarang sudah pada posisi menyerang, lima lawannya kalah tenaga dan kecepatan, dan hanya tiga puluh puluh jurus mereka sanggup membendung keunikan dua serangan luar biasa dari "siauw-taihap".
Korban pertama dimulai dengan ketukan gagang pada kepala "kwi-lim-koai" ia ambruk dan sesaat menggelepar lalu tewas, lalu disusul "sin-jiu-mo" tewas seketika karena jantungnya pecah di hantam tusukan moupit yang penuh tenaga sin-kang, lalu sebuah tendangan menghantam perut "hwa-i-kwi-bo" ia tersedak dan nyawa putus mengalami guncangan hebat pada perutnya, "kang-jiu" mengalami hal yang sama dengan "toh-mia-lan-mo, dimana urat lehernya dikoyak daun kipas "siauw-taihap" dia ambruk bermandikan darah, "lui-kong-twi" ambruk dengan tulang punggung patah di totol moupit "siauw-taihap" dia menjerit histeris sangkit nyeri dan ngilunya, terlebih ia terjerembab mengeggerus tanah sepanjang dua tombak.
Dengan nafas agak sesak "siauw-taihap" memandang empat lawannya yang masih hidup, lalu menatap putranya
"jin-ji, segera kuburkan mayat-mayat ini !" mendengar perintah itu liang-jin, segera mencari tempat lunak dan menggali lobang besar, dan saat senja tiba, sebuah lobang besar sudah selesai, lalu Liang-jian mengangkat mayat itu satu persatu dan menjejerkannya dengan rapi, setelah sebelas mayat dimasukkan Han-lian-jin menguruk tanah kedalam lobang, dan kuburan besar itu pun selesai.
"disebalah selatan kota ada seorang tabib, jadi kalian segeralah kesana, untuk mengobati luka kalian." ujar Han-fei-lun lembut, lalu ia berkelabat dari tempat itu, dan diikuti Liang-jin, mereka berlari cepat menuju kota, dan saat malam tiba, ayah dan anak itu sampai dirumah, Han-hujin meresa lega, setelah melihat suaminya pulang dengan selamat, luka di pundak suaminya segera ia periksa dan bersihkan, dan dengan telaten dan penuh perhatian ia merawat luka suaminya, yang sempat dua hari demam.
Setelah "siauw-taihap" dan putranya meninggalkan hutan, saat malam tiba rombongan terakhir tiba, namun lawan sudah pergi.
"bagaimana ini, rencana kita mentah dan kita dipecundangi oleh "siauw-taihap" ujar "ang-mo-kwi" dengan nada geram.
"bagaimana keadan kalian ?" sela iblis "pak-sin-liomg"
"segeralah kami diobati dulu, dan kata "siauw-taihap" ada seorang tabib diselatan kota." sahut "in-sin-ciang"
"sudah kalau begitu, kita kesana saja, dan setelah itu baru kita bicarakan rencana selanjutnya." sahut iblis buta, lalu empat rekannya membopong empat rekannya yang terluka, dan kembali hutan itu sunyi dan mencekam, dan sebuah kuburan besar teronggok diantara pepeohonan.
Sembilan orang itu sampai kekediaman Tan-sinse yang berumur enam puluh tahun di belahan selatan kota, segera ia memeriksa empat orang yang terluka hebat, tangannya yang cekatan menggodok obat, kemudian ia memberi minum keempat orang pasiennya
"untung luka kalian tidak ada yang mengandung racun, tapi walaupun demikian, setidaknya kalian selama dua minggu, jangan memaksakan diri bekerja berat atau mengeluarkan banyak tenaga."
Sementara iblis buta dan empat rekannya menunggu di luar, mereka tenggelam dengan pikiran masing-masing
"tidak disangka usaha kita selama tiga tahun tidak ada gunanya." gumam "kwi-sim-lo-tong"
"memang sangat membuat penasaran, kita tak obahnya anak-anak didepan "siauw-taihap" sela "ban-pi-kwi"
"bagaimana menurutmu iblis buta, apa yang harus kita lakukan ?" tanya "ang-mou-kwi"
"aku juga bingung, usaha yang bagaimana lagi untuk menundukkannya."
"ong-ko, sebaiknya hal ini kita bicarakan dengan susiok kita itu."
"apakah ia akan mau membantu kita, kamu tahukan bahwa kitab pusaka kita telah diambilnya."
"saya yakin ia akan membantu kita, karena dia juga mempunya rencana pada adik kita anak dari bi-kwi."
"apa rencananya itu ?"
"ia dan bi-kwi mengharapkan kelak bun-liong akan menjadi bengcu Hek-to."
"jika memang demikian, sudah sepatutnya kita mendukung harapannya itu." sela "ang-mou-kwi"
"benar, terlebih ia adalah susiok kalian, dan tentunya ilmunya hebat dan luar biasa." tambah "ban-pi-kwi"
"baiklah, jika kita sepakat, kita akan kesana setelah empat rekan kita sembuh." sahut iblis buta.
Dipinggir kota chang-an tepatnya areal pekuburan warga, keluarga Han-sai-ku sedang duduk bersimpuh di depan tiga makam, aroma dupabinting yang dibakar merebak disekitar pekuburan itu, setelah satu jam Han-sai-ku dan keluarganya kembali ke penginapan.
"tinggallah kalian disini siang-moi, akan aku usahakan saat malam tiba aku sudah kembali dari "hoa-kok"
"baiklah koko, dan hati-hatilah di sana." sahut Han-hujin, lalu Han-sai-ku meninggalkan kamar dan keluar penginapan.
Menjelang sore, sampailah Sai-ku didepan sebuah bangunan megah ditengah lembah kembang, seorang pemuda berumur tujuh belas tahun sedang duduk istirahat sambil mengeringkan keringatnya, sepertinya ia baru selesai latihan, matanya yang tajam memandang kearah Han-sai-ku yang memasuki halaman
"anda siapa dan kenapa datang kemari !?"
"saya Han-sai-ku dan hendak bertemu dengan seorang susiok yang katanya tinggal disini."
"liong-ji"! segeralah mandi dan sebentar lagi kita akan makan." teriak Li-cing yang tiba-tiba keluar
"eh"..sam-cu ternyata, mari..mari masuk sam-cu !" ujar Li-cing dengan senyum ramah
"siang-mou-bi-kwi, kamukah yang menempati rumah ini ?"
"benar sam-cu, marilah masuk kedalam !"
Han-sai-ku masuk kedalam rumah dan tidak lama setelah ia duduk pelayan telah datang menyediakan minuman
"bi-kwi, aku datang hendak bertemu susiok yang katanya tinggal disini."
"oh..sebentar sam-cu, aku kedalam dulu untuk menyampaikan padanya." sahut Li-cing, lalu ia masuk kedalam, dan tidak berapa lama ia keluar bersama suaminya Tan-kui dengan mata terpejam
"hehehe"..kamukah yang bernama Han-sai-ku !?"
"benar, dan inikah yang menjadi susiok kami ?"
"hehehehe"..benar aku adalah Tan-kui sute dari suhu kalian "lam-sin-pek"
"dimanakah sam-cu selama ini ?" sela Li-cing
"aku sekarang tinggal di kun-ming wilayah barat."
"hehehe"jauh-jauh dari wilayah barat datang kesini, tentu urusan kitab bukan ?"
"bisa dikatakan demikianlah susiok, aku juga sudah dari rumah ong-ko di huangsan, dan dari cerita soso yang kudengar membuat hati pernasaran."
"apa yang membuatmu penasaran ku-ji ?"
"selaku susiok, bagaimana tega membuat ong-ko menjadi buta."
"hahahhaa"lucu jika hal seperti itu keluar dari mulutmu ku-ji."
"apa maksud susiok dengan mengatakan lucu ?"
"hehee..ku-ji, kita ini adalah hek-to, dan tidak pernah berkutat pada pertanyaan kenapa, dan tentang kebutaan han-kwi-ong, salah dia sendiri menipu dengan kemampuan yang masih jauh dibawahku."
"dan kalau boleh tahu kenapa susiok yang sudah demikian hebat masih menginginkan kitab tersebut ?"
"Hehehe".kalian merasa berhak dengan kitab ayah kalian, tapi muridku juga punya hak yang sama dengan kalian, dan ketahuilah karena mengingat kalian adalah sutit bagiku, maka aku masih berlaku lembut dengan kalian dengan mengedepankan hak diantara kalian, sebab tanpa itu pun, tidak ada yang janggal dalam kamu kita sebagai hek-to untuk mendapatkan apa yang kita mau."
"sam-cu, ketahuilah bahwa liong-ji yang tadi sam-cu jumpai di luar adalah anakku, dan dia adalah adik se ayah bagi sam-cu." sela Li-cing
"hujin.. beberapa tamu datang dan sedang menunggu di luar." sela seorang pelayan
"baik aku akan coba lihat, siapa yang datang." sahut Li-cing, dan ia pun keluar, setelah sampai di luar dengan senyum ia menyambut kedatangan tamunya yang ternayat kwi-ong, ok-liang dan tujuh orang "thian-tin" lainnya.
"bi-kwi ! apakah susiok ada ?" tanya Ok-liang
"ada ji-cu, marilah masuk, dan kebetulan sekali sam-cu ada disini."
"eh".ku-te ada disini !?" seru kwi-ong dan ok-liang bersamaan
"benar, marilah..!" sahut Li-cing, lalu merekapun masuk kedalam rumah
"hahaha".ong-ji, liang-ji bagus kalian datang." sapa Tan-kui, sai-ku yang melihat kedua kakaknya segera berdiri dan menjura
"kebetulan sekali kita bertemu disini ong-ko dan liang-ko."
"hehehe".sai-ku, cukuplah basa-basi itu." sela Ok-liang
"sebaiknya kia makan dulu, dan setelah itu baru kalian lanjutkan pembicaraan." ujar Li-cing
"benar, marilah ong-ji, dan kalian semua juga ! sela Tan-kui, lalu merekapun menuju ruang makan, dan bersamaa Han-bun-liong juga sudah keluar dari kamarnya memasuki ruagan makan, merekapun makan dengan suasana akrab, setelah selesai makan Tan-kui mengajak semua tamunya ke ruangan dekat lianbhutia, begitu pula dengan Li-cing dan putranya
"ong-ji, apa hal yang demikian penting, hinga kamu dan tujuh temanmu ini datang kemari ?"
"begini susiok, kami telah membentuk satu barisan yang kami namakan "thian-tin" yang target pertamanya adalah menewaskan "siauw-taihap"
"eh"apa yang kamu katakan ini ong-ko, siuaw-taihap adalah saudara seayah bagi kita, bagaimana kamu berniat demikian." sela Sai-ku denga nada penasaran
"kamu kenapa ku-te, tidak patut kamu mempertanyakan motif kita sebagai hekto." tegur Ok-liang
"benar ku-ji, jangan kamu merusak suasana pertemuan ini !" sela Tan-kui tegas, Han-sai-ku terdiam.
"Lanjutkan ong-ji !"
"dari hasil pertemuan yang kami lakukan di lembah merak di kota Tianjin, maka "thian-tin" berjumlah dua puluh orang, kemudian sebelum kami menemui target pertama, selam tiga tahun kami menciptakan formasi pengeroyokan dengan harapan dapat melumpuhkan "siauw-taihap"
"lalu bagaimana, apakah kalian berhasil ?"
"kami gagal susiok, dan sebelas dari kami menemui ajal ditangan "siauw-taihap"
"hmh"lalu kalian datang kesini untuk apa ?"
"kami kesini, supaya susiok turun tangan sendiri menewaskan "siauw-taihap"
"hehehe".bagimana kalian yakin aku mau mengabulkan permintaan kalian ?"
"susiok adalah senior hek-to saat ini, jika bukan susiok yang turun tangan, lalu siapa lagi, dan terlebih susiok punya cita-cita sendiri kepada adik kami Han-bun-liong." Jawab Ok-liang
"hehehe..bagaimana pendapatmu ku-ji ?"
"aku tidak ada komentar tentang niat dan rencana ini susiok, dan sebaiknya aku permisi."
"ku-te, kami harap kamu ikut andil dalam rencana ini, kita adalah cu-sam pewaris dari enam datuk hek-to, apa kamu hendak mengingkari itu ?"
"warisan tidak aku ingkari, tapi sudah lama aku tidak ingin terlibat dengan urusan hek-to."
"bodoh, arwah ibumu akan merasa kecewa dengan sikapmu ini !"
"bagaimana liang-ko tahu ibuku kecewa."
"heh".sejak awal kita telah diamanatkan ibu-ibu kita untuk mempertahankan hek-to, jika kamu tidak melaksanakannya, bukankah kamu telah mengecewakan ibumu ?"
"liang-ko tahu apa dengan amanat dan tanggung jawab, dan saya tidak mau memperpanjang, permisi !" sahut Sai-ku sambil berdiri dari tempat duduknya, dan segera melangkah keluar
"tunggu dulu sai-ku ! bentak tan-kui
"apa lagi susiok " aku tidak ingin berbantah dengan kalian"
"yang mau berbantah siapa sai-ku, aku hanya mau bertaruh denganmu"
"apa maksud susiok ?"
"kamu boleh meninggalkan lembah ini, asal kamu mampu mengalahkan adikmu bun-liong."
"apakah itu perlu susiok ?"
"sangat perlu, karena kekurangajaranmu yang menghianati hek-to."
"sebaiknya kamu pikirkan sekali lagi ku-te, sebelum semuanya terlanjur." sela kwi-ong
"tidak ada yang perlu kupikirkan perihal menjauhi prinsip hek-to, keluarlah kamu bun-liong !" sahut Sai-ku sambil melangkah keluar ruangan dan masuk le lianbutia, mereka semua keluar dan menuju lianbutia, Han-sai-ku dan Han-bun-liong turun kelapangan.
"liong-ji ! kamu beri penghajaran padanya." teriak Tan-kui, mendengar perintah suhunya, bun-liong langsung melompat menyerang Sai-ku, Han-sai-ku yang sudah siap siaga, berkelit dan membalas dengan serangan tidak kalah dahsyatnya, pertempuran pun berlangsung dengan ketat, suatu ketika sebuah serangan penuh hawa sin-kang dalam gerak "paid-hud-bun-sian" (dewa sastra menyembah budha) di sambut dengan ilmu yang sama oleh bun-liong, kedua tubuh mereka berputar laksana dua angin puting beliaung yang bertabrakan
"dhuar?" dan tak ayal tubuh Han-sai-ku terlempar dan melabrak dinding, tubuhnya ambruk kelantai dua kali ia memuntahkan darah segar, dan nafasnya sesak, sementara Bun-liong berdiri tak bergeming.
Hanya dalam dua tiga puluh jurus, Han-sai-ku yang kalah gin-kang dan sin-kang menatap sayu pada lawan yang menjadi adiknya ini
"kamu kalah sai-ku, dan itu artinya kamu tidak boleh keluar dari lembah ini."
Warisan Berdarah Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"untuk apa kalian sekap aku disini ?" tanyanya lemah
"hehehe"..daripada kamu mencela hek-to dengan sikapmu, sekalian saja kamu tidak berguna."
"liong-ji, patahkan dua tangan dan kakinya !" teriak Tan-kui, Han-bun-liong segera melangkah dan mendekati tubuh sai-ku yang sudah tidak berdaya, dan dalam dua gerakan kilat terdengar tulang patah, dua tangan Han-sai-ku patah dua, dari bahu kesiku, dan dari siku kelengan, begitu juga kedua kakinya patah dua, dari pinggul ke lutut, dan dari lutut ke tungkai.
benar-benar kekejaman luar biasa yang dilakukan Han-bun-liong pada saudara seayahnya ini, Han-sai-ku tergeletak pingsan, semua yang menonton peristiwa itu hening, hanya ketawa Tan-kui yang terdengar.
"cing-moi, suruh pelayan membawa sai-ku kedalam gudang dibelakang !" teriak Tan-kui, dan ia pun berdiri dan meninggalkan lianbutia, semuanya mengukutinya masuk kembali keruang pertemuan tadi, seakan-akan tidak ada yang terjadi mereka melanjutkan pembicaraan.
"bagaimana susiok, tentu suisok mau menewaskan "siauw-taihap" bukan ?"
"perkara "siauw-taihap" tidak perlu kalian cemaskan, biar bengcu kalian yang akan mengurusnya."
"maksud loncianpwe bagaimana ?" sela "ang-mou-kwi"
"unjukkan dulu gigi kita dengan adanya bencu hek-to, dengan demikian dua bengcu akan menentukan bengcu mana yang lebih gagah dan menguasai lioklim."
Kapan pengsahan itu kita laksanakan cianpwe ?" sela "in-sin-ciang"
"setahun lagi liong-ji akan menyempurnakan ilmu terakhirnya, maka saat itu ia akan menjadi bengcu kalian."
"kalau begitu kita harus bekerja untuk menyebarkan berita penetapan ini." sela kwi-sim-lo-tong"
"benar, kalian prakarsailah pertemuan akbar itu, dimana tempat terserah kalian menentukan." sahut Tan-kui
"jika demikian, markas kita di tianjin sangat tepat untuk pengesahan itu." sela "ban-pi-kwi"
"baiklah, jika demikian, kami akan ikut apa kata susiok, dan besok kami akan mulai bekerja" sela Ok-liang
"kalian tidak perlu buru-buru, sehingga besok harus berangkat, tinggallah disini selama tiga hari, dan kuharap kalian menguji calon bengcu kalian terlebih dahulu."
"demikianpun jadilah susiok, walaupun kami sudah melihat liong-te mengalahkan sai-ku dengan telak, tapi kita butuh kepuasan dan keyakinan bahwa bengcu kita tidak akan kalah dengan "siauw-taihap"
"aku lihat kalian sangat gentar dengan "siauw-taihap" ini, demikian hebatkah dia ?" sela bun-liong dengan nada sinis
"hehehe"..dia itu hanya seimbang denganku liong-ji, tapi dia akan kalah olehmu."
"bagaimana susiok yakin " apakah susiok pernah bertemu dengan "siauw-taihap"
"aku pernah menguji sin-kang dengannya dan kami seimbang, tapi menurut cing-moi, "siauw-taihap" tidak memiliki ilmu bun-liong-hoat dan bun-liong-kiam"
"hal itu memang benar, susiok, dan menurut susiok kelebihan yang dimiliki liong-te akan memastikan "siauw-taihap" kalah ?"
"benar ong-ji, dan besok lihatlah, setelah kalian mengujinya, dan kalian yang telah mengetahui keadaan "siauw-taihap" akan dapat menilai sendirinya nanti." sahut Tan-kui, semuanya mengangguk membenarkan, setelah sekian lama berbincang-bincang, merekapun keluar dari ruangan untuk istirahat.
Keesokan harinya, di lianbutia sembilan "tee-tin" menguji Han-bun-liong dengan mengeroyoknya, luar biasa memang gembelengan "ang-gan-kwi" ini, bun-liong bergerak gesit laksana kilat, serta kokoh sangat kuat, dengan tangan kosong, dan hanya dalam tujuh puluh jurus tujuh dari pengoroyoknya jatuh berkelimpungan, hanya dengan dua saudaranya ia membutuhkan waktu yang agak lama, karena ketiganya memiliki ilmu yang sama, sehingga pertarungan sangat alot, namun sekali lagi sin-kang dan gin-kang calon bengcu ini mengatasi dua saudaranya, hingga lima puluh jurus kemudian, barulah ok-liang terpental dan kwi-ong terjajar hingga ambruk.
"luar biasa sekali liong-te !" puji kwi-ong dengan nafas senin kamis, tapi hatinya merasa bangga dengan kenyataan itu
"jadi bagaimana menurutmu ong-ko, apakah "siauw-taihap" masih melebihiku ?"
"tentunya kamu akan dapat mengalahkannya liong-te."
"hmh".tapi benarkah "siauw-taihap" itu saudara bagi kita ?"
"hehehe"tentunya ibumu lebih mengetahuinya liong-te, dan oleh karena itu, kamu harus menewaskan "siauw-taihap" karena ia adalah hal memalukan bagi she-han."
"benar liong-te, karena ayah kita "Yaoyan-taihap" cendrung ke aliran kita." sela ok-liang.
"tapi sayang, sai-ku sepertinya mengikuti jejaknya." sela Li-cing
"tidak usah kalian sesali, kita bukannya kekuarangan kekuatan untuk membereskan "siauw-taihap" dan menegakkan kembali panji hek-to." sahut Tan-kui
"apakah liong-te akan mendapatkan ilmu pandangan dari susiok ?" tanya ok-liang
"tidak, ilmu itu tidak akan ku ajarkan padanya, karena "ang-gan-kwi" hanya boleh satu di dunia ini, yaitu aku, tapi aku akan memberikan "sim-hun-gan-kong" (sinar mata perampas sukma), dan setahun kedepan, ilmu ini akan sempurna di kuasai liong-ji."
"beasar benar peruntunganmu liong-te, kamu memiliki warisan ayah, dan juga susiok yang luar biasa." puji ok-liang
"dan aku akan puas jika "siauw-taihap" telah mati ditanganku."
"hahaha"..memang demikianlah harusnya liong-te." sela kwi-ong, lalu mereka meninggalkan lianbutia, namun saat melewati pekarangan depan, mereka melihat pelayan rumah berbicara dengan seorang tamu lelaki muda, lelaki muda itu adalah Han-liu-tan putra Han-sai-ku, sebagaimana kita ketahui, Han-sai-ku berjanji akan pulang saat malam, namun sampai pagi ternyata Han-sai-ku tidak kembali
"ibu, saya harus pergi ke lembah kembang untuk mengetahui apa yang terjadi pada ayah." ujar Han-ci-lan
"aku juga ikut cici." sela Han-liu-tan
"jangan, kamu harus bersama ibu disini."
"tapi bagaimana kalau kamu mendapat celaka lan-ji." sela ibunya cemas
"ibu tidak usah cemas, bukankah penghuni lembah itu adalah susiok ayah ?"
"iya, tapi susiok yang bagaimana " kamu tahu betapa orang-orang itu adalah aliran hitam, dan tidak biasanya ayahmu seperti ini."
"lalu apa yang harus kita lakukan ibu ?"
"ibu tidak tahu nak, ibu cemas dan bingung."
"sudahlah ibu, kalua kita tidak kesana, bagaimana kita tahu keadaan ayah ?"
"cici, menurutku cici yang harus menjaga ibu disini, dan aku yang yang ke lembah kembang untuk menyusul ayah." sela Han-liu-tan
"tapi bagaimana kalua kamu celaka nak "
"ibu, aku akan bisa menjaga diri, dan lagian kesana bukan untuk menyabung nyawa, tapi hanya untuk mengetahui keadan ayah."
"ah"aku tidak tahu, hatiku merasa tidak enak dengan semua ini."
"sudahlah ibu, kalau ibu cemas begini, kita akan buntu dalam menindak lanjuti keadaan ini, pergilah tan-te." sela Ci-lan menguatkan hati ibunya.
"baik lan-cici, tapi jika sekiranya aku tidak balik sampai malam, maka berangkatlah cici dan ibu ke kaifeng, dan melaporkan keadaan ini kepada lun-pek." ujar Liu-tan sambil keluar dari kamar.
Han-liu-tan dengan berlari cepat menuju lembah kembang, dan saat siang ia sudah sampai didepan kediaman Tan-kui
"siapa tamu kita itu A-pek !?" tanya Li-cing
"maaf toanio, saya adalah Han-liu-tan putra dari Han-sai-ku, dan saya kesini hendak menyusul ayah saya yang kemarin datang kesini."
"biarkan anak itu menemani ayahnya disini." sela Tan-kui, lalu pelayan itu membawa Han-liu-tan menemui ayahnya didalam sebuah gudang, alangkah terkejutnya Han-liu-tan melihat ayahnya terbaring pucat di atas dipan.
Han-sai-ku terkejut menatap kedatangan anaknya, dadanya sesak sehinga dia terbatuk-batuk
"ke..kenapa kamu kesini tan-ji ?" tanyanya lemah
"ooh"..ayah apa yang terjadi, kenapa ayah jadi seperti ini ?"
"ah"ayah salah dengan datang kesini, hek-to memang tidak punya hati,, hmh"..bagaimana dengan ibu dan kakakmu, tan-ji."
"ibu sangat mencemaskan ayah, apakah mereka yang melakukan ini kepada ayah ?"
"hmh"benar tan-ji, ah"aku telah membuat kalian menderita anakku, bahkan kamu juga datang kesini dan menerima celaka."
"tenaglah ayah, kita akan keluar dari sisni, aku akan membawa ayah."
"tidak mungkin tan-ji, ayah sudah tapadaksa dan juga terluka parah, dan kamu kesini hanya untuk dikurung dengan ayah, huk..huk?" sahut Han-sai-ku disusul batuknya yang tiba-tiba karena sesak dalam dadanya, Han-liu-tan meraba lengan ayahnya dengan deraian air mata.
"ayah, kuatkanlah hatimu, tak mengapa aku dikurung disini bersama ayah, dan kita akan selamat ayah." ujar Liu-tan dengan linangan air mata.
"terimakasih tan-ji, tapi ibumu akan berduka sekali dengan kehilanganmu."
"ayah, aku bicara benar ayah, bertahan dan kuatkanlah diri ayah, lun-pek akan kesini untuk membebaskan kita."
"hmh".demikiankah tan-ji."
"benar ayah, ibu dan cici besok akan ke kaifeng, jika sampai nanti malam aku tidak pulang."
"hmh".jika demikian semoga thian mengabulkan harapan kita." sahut Sai-ku mencoba menenangkan hatinya, dan tidak lama seorang pelayan membawakan makan siang, tadi pagi pelayan itu yang menyuap Han-sai-ku, namun sekarang Han-liu-tan yang menyuapinya.
Keesokan harinya, Han-hujin dan putrinya berkemas, pagi-pagi sekali mereka sudah membedal kereta kudanya meninggalkan kota chang-an, han-hujin yang lembut tidak habis-habisnya menangisi suami dan putranya sejak malam putranya belum tiba, yakinlah keduanya bahwa telah terjadi hal yang tidak diinginkan menimpa keluarganya, sehingga pada pagi dinihari mereka sudah keluar dari penginapan.
Han-ci-lan dengan cekatan membalapkan kereta kuda, rasanya ia ingin cepat sampai kekaifeng, perjalanan mereka lancar tanpa ada aral melintang hingga kota lokyang, Han-ci-lan berhenti sebentar dikota lokyang untuk memebeli perbekalan, dan kemudian sore hari itu juga ia dan ibunya melanjutkan perjalanan, tiga hari kemudian sampailah mereka di pinggir sebuah hutan, jalanan mereka terhambat dengan munculnya gerombolan perampok
"minggir kalian !" bentak Han-ci-lan dengan mata berkilat marah
"hehehe,".nona cantik, kucing mana mau melewatkan ikan yang lewat didepan mata." Sahut kepala perampok dengan senyum menyeringai, dan di iringi ketawa dua puluh anak buahnya.
Han-ci-lan memutar otak bagaimana caranya melindungi ibunya, jika ia sedang berhadapan dengan keroyokan para bajingan ini, ibunya akan dimamfaatkan untuk melumpuhkannya, pikir hati Han-ci-lan , sesaat pikirannya mendapatkan ide, lalu ia turun dari kereta kudanya
"sialan".rampok tidak tahu diri, siapa yang merasa jadi kepala rampok, hadapilah aku, jika aku kalah dalam sepuluh jurus, aku rela diapakan saja !" tantangnya dengan mata menyala.
"hehehe..benarkah manis, jika kamu kalah apa kamu akan melayaniku !?" sahut kepala rampok dengan senyum dan lidahnya keluar masuk membasahi bibirnya.
"apakah kamu yang jadi kepala rampok ?"
"benar sayang, akulah yang mengepalai mereka."
"hmh"apakah kamu suka padaku tai-ong (kepala rampok)!?"
"hehehe..tentu manis, kamu demikian cantik, dan tubuhmu yang sedang mekar itu luar biasa mengiurkan."
"cukuplah pujianmu itu tai-ong, dan suruh anak buahmu menjauh supaya kita bebas berkenalan."
"oh".baik..baik ratuku, heh..kalian menjauh dulu, dan jangan mengintip."
"hahaha..hahaha".twako, masa mengintip saja tidak boleh." sahut mereka sambil menjauh."
"nah"manis kesinilah, aku sudah tidak tahan
"his"..kamu ini goblok atau bagaimana, kamu harus kalahkan aku dalam sepuluh jurus baru aku mau kau peluk."
"hehehe"bai..baik".terimalah seranganku !" ujar kepala rampok itu sambil melompat dan menubruk ke arah Han-ci-lan, Han-cilan berkelit dan membalas serangan dengan cepat, kepala rampok menangkis dan hendak menagkap tangan Ci-lan, namun ia kecele, karena lengan lentik itu telah diatarik dan digantikan dengan sebuah tendangan kearah lambungnya, si rampok berjumpalitan dan menerkam dari atas dengan dua tangan mencengkram.
Han-ci-lan berkelit dan kebelakang dan membangun serangan balasan dengan tendangan cepat, dan empat jurus sudah berlalu, pada jurus kelima Han-ci-lan mencoba tenaga si rampok, dan sebuah benturan tenaga terjadi, tangan Han-cilan bergetar, dan dua undur dua tindak, namun si rampok terlempar dua tombak, dan saat si kepala rampok terkejut, sebuah serangan kilat luar biasa dari rangkaian bun-liong-hoat menderu, kepala rampok berusaha berkelit, dua kali gebrakan ia berhasil, namun pada gebrakan ketiga, cengkraman kuat mematahkan sendi pundaknya, dan cengkraman lain meremukkan batok kepalanya, kepala rampok terkapar tewas.
"heh ! kalian keluarlah, dan kuburkan pimpinan kalian ! serunya sambil membedal kereta kudanya, anak buah rampok berdatangan susul menyusul dari dalam hutan, hati mereka terkejut melihat pimpinan mereka telah terkapar tewas, dua orang dari mereka marah, namun sisanya merasa ngeri
"hayo"kita kejar perempuan itu !" seru dua orang yang marah, dan mereka melompat hendak mengejar, namun temannya tidak ada yang mengikuti, sehingga keduanya kembali
"kenapa kalian diam dan tidak bergerak !" tegur seorang dari keduanya
"kamu ini bagaimana, pimpinan kita tewas dengan batok kepala hancur, kiramu akan bisa mengalahkan perempuan itu."
"kita kan banyak, jadi kenapa takut !?"
"kalau kamu tidak takut, kenapa kembali, pergilah cari mampus kesana !" cela yang lain
"sudahlah kalau begitu, lalu apa yang kita lakukan ?"
"ya elah, mayat twako kita kuburkan !"
"lah"kok kalian marah-marah padaku, akukan hanya menunjukkan kesetiaan pada pimpinan dan hendak membalas kematian twako."
"setia pada pimpinan, jika pimpinan masih hidup goblok, ini pimpinan sudah mati hanya kurang sepuluh jurus, apa kamu nggak mikir kekuatanmu."
"ah..sudahlah, mari kita kuburkan twako." Sahutnya sambil mendekati mayat pimpinan mereka, Han-ci-lan sudah jauh meninggalkan hutan, hatinya lega bahwa anak buah rampok itu tidak mengejarnya, dan taktik menjatuhkan mental rampok dengan membunuh pimpinanya berhasil baik.
Tiga hari kemudian, Han-ci-lan memasuki kota kaifeng, ia segera menuju rumah Han-fei-lun, Han-sian-hui yang sedang berada dihalaman heran melihat kemunculan keponakannya ini, ci-lan dan ibunya segera turun,
"ada apa siang-cici, kemanakah ku-ko ?"
"telah terjadi malapetaka menimpa ku-ko, hui-moi."
"oh....mari"masuklah kedalam." ajak sian-hui, lalu mereka masuk, Yang-sian menyambut keduanya dengan heran
"dimanakah ci-hu cici ?" tanya bu-siang
"lun-ko sedang melayat orangtua seorang murid meninggal di belakang pasar."
"apa yang terjadi dengan ku-ko cici ?" sela sian-hui
"setiba kami di kota chang-an, ku-ko pergi menemui susioknya yang berada di lembah kembang, tapi sampai malam ia tidak kembali, kami sangat cemas, lalu tan-ji pergi menyusul ayahnya kesana, namun ia juga tidak kembali, dan kami yakin telah terjadi hal yang tidak di inginkan menimpa ku-ko dan tan-ji."
Menjelang sore, Han-fei-lun dan kedua anaknya tiba dirumah, dengan tangis sedu sedan Bu-siang bercerita dihadapan Han-fei-lun.
"hmh".tenagkan hatimu, soso-moi, tinggallah disini, hari ini juga saya akan ke chang-an." ujar Han-fei-lun menghibur adik iparnya yang sesugukan, mendengar perkataan suaminya, Yang-sian segera mengemasi pakaian suaminya, dan hari itu juga berangkatlah Han-fei-lun.
Sang bengcu ini berkelabat cepat melintasi hutan, dalam perjalanan yang memang buru-buru ini, ia mengambil jalan pintas, masuk hutan keluar hutan, melompati jurang dan menuruni lembah, dan dalam jangka tiga hari ia sudah sampai dikota lokyang, sehari ia menginap dikota itu, lalu terus melanjutkan oerjalana, hinga seminggu kemudian, ia sudah sampai di lembah kembang, seorang tukang kebun mendekatinya
"anda siapa dan untuk apa datang kemari ?"
"sicu, aku han-fei-lun hendak bertemu dengan majikanmu !"
"sebentar, aku akan melaporkan kedatangan anda." sahut tukang kebun itu, berkebetulan ia berpapasan dengan Han-bun-liong
"kongcu ada seorang tamu bermarga Han hendak bertemu." Han-bun-liong menatap kedepan dan kemudian ia melangkah dan mendekat
"kamu ini siapa, dan apa urusamnu datang kesini ?"
"aku han-fei-lun, dan urusanku ingin mengetahui keadaan adiukku Han-sai-ku dan putranya yang datang kesini."
"tidak ada Han-sai-ku disini, pergilah sebelum aku mengusirmu dengan paksa."
"kamu kenapa berbohong, dan nada bicaramu menunjukan betapa kamu tidak ada sopan sedikitpun."
"bah"..ini rumahku dan aku bebas berbuat sesuka hatiku !"
"liong-ji ! mundur kamu, biar aku yang menghadapinya !" sela suara, dan Tan-kui sudah berhadapan langsung dengan Han-fei-lun.
Han-fei-lin yang sudah melihat kakek yang pernah ditemuinya segera berpaling menatap ketempat lain.
"cianpwe".aku ingin tahu apa yang terjadi dengan adikku Han-sai-ku."
"hahahaa"..han-sai-ku sudah hampir mati, kamu hendak berbuat apa ?"
"aku harap cianpwe serahkan adikku kepadaku."
"tidak bisa, aku mau lihat apa yang bisa kamu lakukan, hehehe..hehehe?"
"cianpwe sungguh terlalu memaksa, bersiaplah cianpwe ! " Han-fei-lun mengibaskan kipasnya dan menyerang kea rah dada, dan pertempuran sengit pun terjadi.
Han-bun-liong menyaksikan pertandingan itu bersama ibunya dari dalam rumah, dari ibunya tahulah ia bahwa tamu yang datang itu adalah bengcu, orang yang ditakuti oleh hek-to, bayangan Han-fei-lun banyak menyerang bagian dada kebawah, dia tidak pernah menatap mata Tan-kui, dan pertarungan tingkat tinggi itu benar-benar luar biasa, kesiuran hawa pukulan membombandir areal pertarungan, empat balai-balai yang ada dipekarangan luas itu hancur porak-poranda, seratus jurus telah berlalu, namun pertempuran itu belum dapat dipastikan siapa yang terdesak.
Kali ini baik "siauw-taihap" maupun "ang-gan-kwi" bertemu lawan sepadan, Fei-lun mengerahkan ilmu-ilmu dua suhunya, namun ilmu-ilmu Tan-kui juga tidak berada dibawah warisan dua cianpwe, bagi Tan-kui semua kepiawaian bengcu membuat dia berdecak kagum, barulah kali ini berhadapan lawan yang membuat dia harus mengerahkan seluruh kemampuan, dan ia juga harus takluk betapa "siauw-taihap" mampu melawannya dengan telanjang mata dan tanpa takut terjebak adu sin-kang beradu mata. sebagaimana kita ketahui jika keduanya beradu pandang, keduanya mengambil resiko kebutaan.
Dua ratus jurus sudah berlalu, dan malampun perlahan mernyelimuti siang, kali ini "siauw-taihap" membuka serangan dengan ilmu "bun-lie-hoat" dan bagi Tan-kui yang sudah merasa lelah karena umur, tidak kuasa mengimbangi keunikan tarian jurus yang perubahannya tidak terduga, dari setiap keluputan muncul serangan yang cepat dan kuat, dan pada jurus kelima puluh, Tan-kui sudah terdesak hebat, dan saat sebuah tendangan dapat dielakkannya, sebuah tendangan laksana capit kalajengking menghantam telak keningnya
"dugh"..buk"." Tan-kui yang awalnya terjengkang kebelakang terjajar kesamping dengan jotosan siku Fei-lun yang menghantam lambungnya.
Pinggul Tan-kui yang tepos terhempas menghantam tanah laksana nagka jatuh, kepalanya pusing tujuh keliling dan lambungnya nyeri bukan main, ia segera bangun, namun tubuhnya limbung karena dia merasa tanah berputar, dan spontan ia memejamkan matanya, kelengahan pada detik itu, dimamfaatkan baik oleh "siauw-taihap"
"prok".crok"augh"." kedua mata "ang-gan-kwi" disendok kedua jari bengcu dalam rangkaian jurus ciptaannya "bun-sian-minling-ci" (jari titah dewa sastra), Tan-kui menjerit setinggi langit sambil menyerang panik dalam kebutaannya, namun semua serangannya yang dikerahkan dengan emosi rasa sakit dan kemarahan memuncak, tidak mengenai sasaran.
Han-fei-lun dengan tenang dan waspada berdiri menunggu gerakan Tan-kui selanjutnya yang sudah berdiri menguasai dirinya, dan tiba-tiba Bun-liong melompat dan menyerang Fei-lun, Tan-kui dengan pendengarannya yang tajam hendak melarang tapi terlambat
"liong-ji"bummm"." dua sing-kang luar biasa dahsyat berbentur membuat lembah itu bergetar, sehingga selaras bangunan kediaman Tan-kui, dua pilarnya ambrol dan membuat atap yang disangganya ambruk.
Han-fei-lun terlempar tiga tombak dan kakinya menggerus tanah sedalam lima dim, sementara Han-bun-liong terlempar laksana layangan putus dan ambruk menimpa atap bagian dapur bangunan, atap itu jebol dan tubuh bun-liong terhempas menimpa sebuah meja hinga hancur, Li-cing yang berlari kebelakang setelah mendengar atap jebol mendapatkan anaknya yang tergeletak pingsan, segera ia mengangkat anaknya dan membawanya kedalam kamar.
Tan-kui mengerahkan pendengarannya untuk mengetahui keadaan disekitarnya, tiga tombak disampingnya, Han fei-lun duduk dengan wajah pucat dan dari sudut bibirnya mengalir darah segar, dan ia sedang berusaha menormalkan jalan darahnya yang bergerak cepat, perlahan nafasnya yang sesak mulai normal, dan ia membuka matanya dan melihat Tan-kui yang berdiri sambil menggerakkan kepalanya, untunglah bagi "siauw-taihap" tan-kui meragu menyerangnya saat itu, sehingga detik-demi detik yang berlalu merupakan peluang baginya untuk memperbaiki keadaannya yang terpuruk.
"cianpwe kenapa berdiri saja !" tantang Fei-lun dengan nada keren menyembunyikan keadaannya, dan nada suara yang menunjukkan keadaan "siauw-taihap" yang masih kuat dan tegar itu membuat tan-kui terheyak beberapa saat, pikirannya berkecamuk antara kagum pada fei-lun dan gelisah karena tidak mengetahui keadaan muridnya, lalu ia berkata
"adikmu ada di gudang belakang, dan segera enyah dari sini !" Tan-kui segera masuk kedalam, bersamaan dengan itu Han-fei-lun bergerak dan menuju kebelakang dan mendapatkan gudang yang dimaksud.
"tok"tok?" ku-te".! Tan-ji "!?" serunya
"siapa"!" apakah lun-pek !?" sahut liu-tan dari dalam
"benar tan-ji, cepat kamu jebolah pintu gudang ini !" ujar Fei-lun sambil mundur menjauh, tidak menunggu lama, pintu itu dijebol liu-tan
"bagus".bagaimana dengan ayahmu tan-ji !?"
"ayah sangat lemah lun-pek." jawab liu-tan, fei-lun menatap sai-ku yang lemah terbaring di atas dipan
"cepat gendong ayahmu, dan kita pergi dari sisni !" mendengar perintah uwaknya, liu-tan segera mengendong ayahnya, dan keluar dari gudang, lalu mereka segera meninggalkan lembah kembang.
Sementara itu didalam kamar bun-liong, bun-liong masih pingsan
"bagaimana keadaannya cing-moi." tanya tan-kui tiba didalam kamar
"liong-ji masih pingsan kui-ko." Sahut Li-cing, tan-kui segera memeriksa keadaan muridnya, kemudian ia mendudukkan bun-liong
"cing-moi tahan tubuhnya dari belakang !" li-cing segera duduk dibelakang anaknya dan menahan bahunya, tan-kui segera mengerahkan sin-kang untuk mengobati luka dalam bun-liong.
Satu jam penuh pengobatan itu berlangsung, tan-kui sudah basah denga keringat, perlahan bun-liong membuka matanya, ia sudah siuman, kemudian tan-kui menyudahi pengerahan sin-kangnya
"bagaimana rasa dadamu liong-ji ?" tanya ibunya
"hmh"masih nyeri ibu." jawab bun-liong
"segera berikan obat pelancar darah, cing-moi !" perintah tan-kui, Li-cing segera keluar dan mengambil obat pelancar darah, setelah minum obat, keadan bun-liong agak baikan
"bagaimana orang tadi suhu !?"
"dia sudah pergi, liong-ji, saat ini yang terpenting adalah keselamatnmu, biarlah lain kali kamu jajal dia sampai mampus"
"ah"..dia itu sungguh luar biasa, suhu menderita buta, dan saya malah pingsan, sementara dia dengan anteng keluar dari sini." keluh bun-liong
"jangan berkecil hati liong-ji, mulai sekarang kamu harus lebih giat mematangkan tenaga sin-kang mu, itu kefatalan yang kamu alami tadi, kamu terlalu gegabah menyerangnya yang dalam posisi tanggap dan siap setelah bertempur denganmu."
"tap diakan sudah kelelahan suhu setelah setengah hari lebih bertarung dengan suhu."
"kamu salah liong-ji, sin-kang "siauw-taihap" boleh dikatakan dengan sin-kang kita sama, dengan sin-kang seperti itu, daya tempurnya luar biasa, dan pertarungan baru setengah hari, itu sama halnya ia pada puncak kekuatan dan kesigapan luar biasa, lalu kamu tiba seperti orang baru bangun tidur memukulnya, lain hal jika sudah sehari semalam ia bertempur, dan kamu datang, tentunya ia akan mengalami luka sangat parah." Han-bun-liong terdiam mendengar penjabaran suhunya.
Han-fei-lun dan liu-tan memasuki kota chang-an saat malam sudah larut, mereka mencari penginapan yang masih buka, dan untungnya masih ada satu yang buka, mereka langsung memasan kamar dan beristirahat
"lun-ko, bagaimana keadaanmu ?" tanya sai-ku lemah dan menatap wajah saudaranya yang masih pucat.
"aku tidak apa-apa ku-te, besok keadaanku akan normal kembali setelah mendapat istirahat yang cukup, jadi malam ini aku akan berisulian dan besok kita akan kembali kekaifeng." sahut Fei-lun
Dan memang benar pada keesokan harinya Han-fei-lun sudah sehat dan wajahnya tidak pucat lagi, setelah mandi dan berganti pakaian mereka berangkat kekaifeng, dua ekor kuda dibeli Fei-lun, wajah han-sai-ku cerah setelah mandi dan berganti baju dengan baju saudaranya, ia bersandar didada fei-lun yang menunggang kudanya dengan cepat, kuda itu tidak merasa berat walaupun membawa dua orang dewasa, karena kelihatannya saja dua orang, tapi bebannya hanya tubuh lunglai Han-sai-ku.
"lun-ko, ceritakanlah bagaimana pertempuran dengan "ang-gan-kwi"
"hmh..apakah kakek itu "ang-gan-kwi" ?"
"benar lun-ko, dia juga susiok bagi kami, karena dia adalah sute dari suhu "Lam-sin-pek"
"ilmunya memang sangat luar biasa dan ditopang dengan sin-kang dan gin-kang luarbiasa."
"tentunya lun-ko memenangkan pertempuran sehingga berhasil mengeluarkan kami."
"memang aku berhasil mengeluarkan dua matanya, namun yang membuat penasaran anak muda yang bersamanya juga memiliki sin-kang luar biasa."
"anak muda itu saudara kita juga lun-ko."
"oh ya, siapa ibunya ?"
"ibunya adalah "siang-mou-bi-kwi, dan namanya adalah Han-bun-liong."
"hmh"siang-mou-bi-kwi ?" gumam fei-lun terkejut
"kenapa lun-ko ?"
"jika begitu aku pernah bertemu dengan bun-liong ini saat ia berumur dua tahun lebih, dan saat itu juga saya bertemu dengan "ang-gan-kwi" itu, hmh"saya tidak menyangka kalau siang-mou-bi-kwi merupakan ibu dari saudara kita"
"lalu bagaimana keadaan bun-liong setelah menghadapi lun-ko."
"saya tidak tahu apa yang dia alami, karena ia terlempar sampai kebelakang dan tidak muncul lagi."
"dia itu akan menjadi saingan beratmu lun-ko."
"kenapa kamu katakan demikian ku-te ?"
"dia akan dinobatkan jadi bengcu hek-to, dan tujuan pertama dari kebangkitan hek-to adalah menewaskanmu lun-ko, dan saya dengar lun-ko telah menggagalkan misi thian-tin dan menewaskan beberapa anggotanya."
"heh".bagaimana kamu tahu dengan "thian-tin" ini ku-te, memang benar beberapa bulan yang lalu aku ditantang oleh orang-orang yang menamakan dirinya "thian-tin"
"karena saat aku tiba di lembah kembang, datang pula anggota "thian-tin" ini ke sana."
"jadi "thian-tin" ini berhubungan dengan "ang-gan-kwi", begitukah ku-te ?"
"tidak lun-ko, "ang-gan-kwi" tidak tahu menahu dengan "thian-tin", hanya karena mereka gagal, maka mereka menjumpai "ang-gan-kwi" untuk meminta bantuannya."
"anggota "thian-tin" yang tersisa waktu itu ada empat orang yang sarankan berobat kepada tan-sinse."
"sisa mereka bukan empat lun-ko, tapi sembilan orang lagi, dan dua diantaranya adalah dua saudara kita kwi-ong dan ok-loang"
"tapi aku tidak bertemu dengan kwi-ong, hmh"aku mengerti sekarang pola serangan yang mereka lakukan saat itu."
"maksud lun-ko bagaimana ?"
"pola mereka saat menyerangku terdiri dari lima orang pengeroyok dalam satu rombongan, dan saat itu tiga rombongan telah berhadapan denganku, dan rombongan keempat ini tidak sempat berhadapan denganku, karena aku dan jin-ji sudah meninggalkan tempat."
"dan sebelas orang telah lun-ko tewaskan."
"benar ku-te, dan bahkan jin-ji menguburkan mereka."
"demikianlah cerita mereka saat itu, dan aku protes pada ong-ko tentang niat hendak mencelakakn lun-ko, dan kami bersitegang saat itu, dan aku berniat untuk meninggalkan pertemuan itu, namun "ang-gan-kwi" tidak memperbolehkan, sehingga saya harus berhadapan dengan bun-liong"
"apakah bun-liong yang membuat kamu tapa daksa ku-te ?"
"benar lun-ko, aku sangat menyesal kenapa aku kesana, sehingga berakhir seperti ini."
"sudahlah ku-te, kamu yang tabah ya, menghadapi keadaanmu ini, tentu ada hikmah dibalik semua ini."
"bagaimanakah keadaan istri dan putriku lun-ko ?"
"mereka baik-baik saja, kita bersyukur dengan kecerdasan putramu, situasi ini dapat kita atasi."
"kenapa lun-ko berkata demikian ?"
"karena dari cerita moi-soso, awalnya lan-ji yang hendak kesana menyusulmu, namun tan-ji mungkin melihat resiko cicinya lebih besar jika kesana, hingga ia berinisiatif untuk pergi dan menyuruh moi-soso, dan lan-ji ke kaifeng, jika sampai malam ia belum kembali."
"tan-ji memang menghiburkan akan kedangan lun-ko padaku, hingga aku merasa lebih tenang, dan harapanku tumbuh, bahwa kami akan selamat."
"hal itu patut kita syukuri ku-te, karena thian telah membantu kita."
"benar lun-ko, semoga saja siang-moi tabah menghadapi keadaanku ini." ujar Sai-ku dengan mata yang berkaca-kaca.
Satu bulan kemudian mereka sampai di rumah Han-fei-lun, dengan tangis sedih Bu-siang menyambut suami dan anaknya, keadaan suaminya demikian menyayat hatinya, namun dengan bijak fei-lun menenagkan adik iparnya, bahwa segala keadan sudah merupakan garis hidup yang sudah ditentukan oleh thian yang serba maha, susah dan senang, sehat dan sakit, yang intinya "IM" dan "YANG" yang merupakan mahkota alam, adalah ujian yang harus dijalani oleh manusia, ini adalah fakta yang harus dihadapi, dan sikap menerima dan tidak akan mendapat nilai bagi status ke insanan manusia.
Status itu hanya dua yaitu bermartabat atau terlaknat, jika mampu menjalani ujian maka bermartabatlah manusianya karena ia jelas mampu mempertahankan jati dirinya, tapi jika sebaliknya maka akan terlaknatlah manusianya, karena jati dirinya akan hancur berkecai terjebak dengan angkara murka, mendengar uraian ci-hu nya Bu-siang semakin tabah dan kuat hatinya.
Han-sai-ku menjalani pengobatan di kaifeng selama dua bulan penuh, dan sebulan kemudian mereka berangkat untuk kembali kekota kun-ming dengan diantar oleh Han-liang-jin, ikutnya Han-liang-jin atas perintah Han-fei-lun, untuk meluaskan pengalaman bagi putra sulungnya yang sudah berumur dua puluh dua tahun itu, Han-sai-ku dan keluarganya semakin nyaman untuk menempuh perjalanan panjang itu.
Kota Guiyang hari itu sangat cerah, orang berlalu lalang dengan urusannya masing, bwee-hoa-likoan dipadati banyak tamu yang hendak istirahat dan makan siang, para pelayan sibuk melayani para tamu, tan-bouw selaku pimpinan sibuk perintah sana-sini kepada para pelayan, dan saat ia memandang keluar, sebuah kereta yang amat dikenalnya berhenti, kereta majikannya Han-wangwe , segera ia buru-buru keluar untuk menyambut
Han-liang-jin dan sepupunya liu-tan turun dari atas kereta
"selamat bertemu kembali kongcu !" sapanya pada Han-liu-tan
"selamat bejumpa kembali tan-pek." sahut Liu-tan, han-hujin dan putrinya juga turun, tan-bouw heran melihat majikannya Han-saiku digendong Liang-jin.
"selamat bertemu bouw-twako." sapa Han-sai-ku
"selamat bertemu kembali Han-wangwe, oh..mari kita kedalam saja." sahut Tan-bouw, lalu merekapun masuk dan beberapa tamu memperhatikan kedatangan rombongan yang demikian dihormati oleh pimpinan likoan.
Han-sai-ku didudukan diatas sebuah kursi.
"bagaimana keadaan likoan bouw-twako !?"
"keadaan baik-baik saja wangwe. Sebentar saya akan menyuruh pelayan menghidangkan makan siang." sahut Tan-bouw, lalu ia keluar, dan tidak berapa lama tiga orang pelayan datang membawakan makanan, dengan sigap mereka menghidangkannya di sebuah meja besar, keluarga Han pun makan, segala keperluan mereka dengan sigap dilaksanakan tiga orang pelayan itu.
"inilah usaha paman jin-ji, yang paman rintis dari kota kun-ming."
"ku-siok kelihatannya sangat berhasil dibidang usaha likoan ini."
"benar, dan syukur bahwa saya berhasil membuka lima cabang di lima kota disekitar Kun-ming."
Dan baru saja mereka selesai makan sebuah kegaduhan terjadi di bagian depan.
"coba kalian tengok tan-ji apa yang terjadi !" liang-jin dan liu-tan segera menuju ruangan depan, seorang lelaki tinggi besar tergeletak di lantai sambil meringis, rongsokan meja berserakan disekitarnya, dan seorang lelaki lima puluh tahun bertubuh kecil dengan sombong berteriak
"siapa lagi yang ingin mendapat hajaranku !" tantangnya, laki-laki itu adalah "kwi-sim-lo-tong yang baru masuk kedalam likoan dan tiba laki-laki tinggi besar yang hendak menabraknya
"sialan"! Kamu punya mata tidak !?" bentaknya marah
"maaf sicu".aku tidak sengaja." sahut laki-laki itu
"eh, enak saja kamu minta maaf, kamu telah berani menghina "kwi-sim-lo-tong", jadi kamu harus terima ganjarannya, lalu tiba-tiba laki-laki itu sudah terlempar ditendang oleh "kwi-sim-lo-tong" hingga melabrak meja hingga hancur, para tamu terkejut dan memandang tidak suka pada kelakuan "kwi-sim-lo-tong" karena pandangan yang mencibir itu, "kwi-sim-lo-tong" meneriakkan tantangan dan saat itu Liang-jin dan sepupunya keluar.
"ada apa ini lo-pek !?" tanya liang-jin pada Tan-bouw, sebelum tan-bouw menjawab
"heh..! sastrawan kesasar, apa kamu mau saya hajar !?" teriak lo-tong pada liang-jin, liang-jin melangkah mendekat
"lo-heng, kenapa membuat kacau hingga para tamu tidak nyaman ?"
"sialan"sastrawan gablek !" bentak lo-tong dan tanganya segera melayang hendak memukul kepala liang-jin, tapi dia terkejut karena tamparannya meleset, dengan geram ia menyerang liang-jin, namun dengan sabar liang-jin berkelit tanpa berusaha membalas.
"hmh..ternyata berisi juga kamu kutu buku." ujarnya sambil mempergencar serangannya, liang-jin menggiring lo-tong keluar dari likoan, dan sesampai dihalaman likoan, liang-jin berkelit dan memberikan balasan yang membuat lo-tong kelabakan, dan dalam empat puluh jurus, lo-tong harus rela menerima sebuh ketukan pada pelipisnya sehingga membuat ia pusing tujuh keliling, tubuhnya limbung dan pantatnya terhempas, ia jatuh terduduk
"itu anak "siauw-taihap" mari kita ringkus !" teriakan itu dikeluarkan "ma-bin-kwi" yang datang bersama "ban-pi-kwi" keduanya menyerang dengan gencar, namun yang diserang dengan tenang berkelit dan menghindar, sampai tiga puluh hurus dua orang "thian-tin" ini tidak dapat menyentuh Liang-jin yang bergerak lincah dan gesit, sepuluh jurus kemudian, liang-jin melakukan serangan balasan, dengan "kwi-hut-san-sian" (dewa kipas penakluk iblis) ia mendesak dua lawannya, dan dalam tujuh gebrakan serangan balasan dari liang-jin
"buk".tuk?" ma-bin-kwi terjungkal memuntahkan darah karena dadanya serasa ringsek menerima sebuah tendangan, sementara "ban-pi-kwi" tulang sikunya retak dijotos gagang kipas Liang-jin, nyerinya luar biasa hingga serasa menusuk jantung, wajahnya berkedut menahan nyeri, tiba-tiba lo-tong menubruknya dari belakang, namun sebelum tanggannya yang hendak menghantam kepala liang-ji
"buk..uhgh?" sebuah tendangan yang dimulai dengan kayang ketanah, dan kaki menyambut tubuh lo-tong yang melayang, dan tak pelak muka lo-tong jadi sasaran empuk.
"kwi-sim-lo-tong ambruk dengan kepala kembali pusing dan pandangannya nanar, hidungnya yang patah mengeluarkan darah yang banyak, melihat keadaan yang tidak menguntungkan itu, ma-bin-kwi beserta dua rekannya meninggalkan tempat itu, keadaan kembali tenang, dan para tamu kembali duduk setelah puas menonton pertandingan hebat dihalaman likoan, dan diantara yang menonton itu tidak sedikit kalangan lioklim, mereka berdecak kagum melihat betapa mudahnya bagi pemuda sastrawan itu mengalahkan tiga tokoh ternama itu, mereka mengenal betul dua tokoh yang tiba-tiba menyerang liang-jin, karena "ma-bin-kwi" dan "ban-pi-kwi" dua tokoh menggiriskan di wilayah barat.
Tapi ternyata pemuda sastrawan itu berhasil membuat kedua tokoh itu ngacir melarikan diri setelah dikemplang sedemikian rupa, dari mulut mereka tersebar pujian akan kehebatan Liang-jin, dan sebuah julukan "sin-san-siucai" (sastrawan kipas sakti) beredar yang dikenakan pada Han-liang-jin.
Tiga hari kemudian, rombongan she-han melanjutkan perjalanan menuju kun-ming, dan dua minggu kemudian merekapun sampai kerumah, dengan keadaan Han-sai-ku, sejak itu likoan digantikan putranya Han-liu-tan yang sudah berumur hampir enam belas tahun, Han-liang-jin tinggal bersama pamannya hampir tiga bulan, selama itu baik-liu-tan maupun cicinya memamfaatkan peluang meningkatkan ilmu-ilmu mereka dengan berlatih dengan saudara misan mereka yang luar biasa itu.
Kota Lijiang hari itu sangat terik, namun kesibukan warga seakan tidak merasakannya, mereka tetap berlalu lalang hilir mudik mengerjakan urusan-urusannya, disebuah likoan banyak tamu yang sedang makan, didalamnya kelihatan Han-liang-jin sedang makan dengan tenang, tiga meja didepannya empat orang lelaki sedang makan sambil bicara dan ketawa-tawa, terlebih ketika seorang wanita dengan caping dikepalanya masuk kedalam likoan, dan saat ia duduk sambil membuka capingnya nampaklah wajah cantik luar biasa, wajahnya yang putih kelihatan sedikit merona merah dan dibasahi keringat, karena hawa panas saat itu, seorang pelayan datang mendekatinya
"lopek, sediakan makan dan lauknya serta sepoci minuman sari buah." suaranya demikian merdu dan manja, sehingga terdengar enak ditelinga yang mendengarnya.
Pelayan itu mengangguk dan segera meninggalkannya untuk menyampaikan pesanan nona jelita itu
"ji-te"! alangkah nyamannya terasa tempat ini, bunga yang datang demikian indah dipandang mata, dan aromanya demikian memabukkan."
"hehee"twako, apa yang kamu katakan itu memang benar, sayanglah jika twako tidak segera memetik dan menciumnya." sahut laki-laki yang dipanggil ji-te, lalu merekapun ketawa sambil melirik wanita yang sedang dilayani pelayan menghidangkan pesanannya.
"hehehe"hahaha".empat macan saja tertarik aromanya, tapi apalah daya empat macan jika seekor kumbang berada didekatnya." sela seorang lelaki paruh baya yang tampan yang duduk dua meja disamping wanita jelita itu, empat orang itu menoleh dengan mata mendelik
"hahaha".kumbang boleh pasang aksi, harimau kumbang tidak akan jerih, demi setangkai kembang didepan mata." sahut si twako
"hehehe".cobalah harimau mengaum , kumbang ingin melihat apa yang akan terjadi." balas lelaki tampan paruh baya itu.
Empat orang itu dikenal dengan julukan "kwi-san-houw-si" (empat harimau dari gunung iblis), yang dipanggil twako memang berwajah tampan, hanya mata kananya memakai penutup, mereka berempat sangat ditakuti di wilayah barat, karena sepak terjang mereka yang sering merampok barang kawalan, karena merasa tertantang dengan lelaki tampan yang berjulukan "kwi-hongcu" (si kumbang iblis), maka ia mendekati wanita yang jadi persaingan mereka.
"nona, wajahmu cantik menawan?"
"cukuplah pujianmu tuan, aku tidak suka kamu mengoceh lagi !" potong wanita itu dengan tegas
"hehehe".kamu tidak punya pilihan no?"plak".auhg"." lelaki terpapar kesamping sangking kuatnya tenaga yang menampar pipinya, dia terkejut dan meringis kesakitan, entah kapan wanita itu bergerak, dua giginya tanggal sehingga mulutnya berdarah.
Si twako ini merasa marah dan terhina, seharusnya dari gerakan si nona yang luar biasa seharusnya ia tahu diri, namun rasa marahnya mengalahkan pikiran jernihnya lalu ia menyerang dengan dua cengkraman terbuka, kedua cengkraman itu langsung lunglai, karena dua sikunya remuk, dihantam sumpit yang dipegang si nona, kiut-miut muka si twako menahan nyeri yang menusuk jantung, tiga rekannya tercengang melihat twako mereka meringis kesakitan, lalu serempak mereka menyerang si nona
"tuk..tuk".tuk"." tiga tusukan sumpit mengenai pergelangan tangan ketiganya, tiga rekanan itu meringis kesakitan.
"enyahlah kalian sebelum aku berubah pikiran ! bentak si nona, lalu dengan nyali mengkirit empat rekanan itu meninggalkan likoan
"luar biasa, sunguh kecepatan nona membuat takjub." puji "kwi-hongcu"
"aku sedang makan dan tak ingin diganggu dengan celoteh yang lahir dari pikiranmu yang kotor
Warisan Berdarah Karya Rajakelana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"hehehe..hahaha".mawar berduri makin membuat kumbang penasaran, hahaha"nona cantik siapakah namamu ?"
"tuan".sekali lagi, jika mulutmu tidak diam, aku tak akan segan memecahkan mulutmu."
"hahaha..hahaha"kamu bisa apa denganku sayang, jangan kamu samakan aku dengan empat harimau ompong itu, hup?" sebuah sumpit meluncur cepat ke arah mukanya, namun dengan sigap tangannya menjepit sumpit itu, lalu dengan senyum genit ia menjilati ujung sumpit bekas mulut wanita itu.
Wanita itu berdiri dan menyerang "kwi-hongcu", orang-rang segera menyingkir, karena tempat itu sudah menjadi ajang pertempuran hebat, si pemilik kasir cemas dan panik melihat meja dan kursi pada hancur akibat pertempuran itu, "kwi-hongcu" terkejut bahwa wanita itu demikian luar biasa, hingga ia terdesak karena bertubi-tubinya serangan si nona, ia terus mundur hingga keluar likoan, dan setelah pertempuran berpindah keluar, barulah "kwi-hongcu" dapat mengembangkan permainannya, dia tidak mau kalah dari wanita yang menarik ini, maka ia kerahkan kemampuan yang dimiliki, namun wanita itu bukan orang sembarangan yang mudah dipermainkan.
Lima puluh jurus sudah berlangsung, pertarungan masih alot dan seimbang, wanita itu juga tidak menyangka bahwa sitampan ceriwis ini ternyata luar biasa, hingga pantas berjumawa dihadapannya, lalu ia menarik pedang dari punggungnya dan menyerang dengan luar biasa, "kwi-hongcu" juga menarik pedang dari punggungnya dan pertempuran senjata pun berlangsung seru dan menegangkan, kilauan pedang menyilaukan mata di timpa cahaya matahari.
Setelah berlalu empat puluh jurus, tiba-tiba pedang "kwi-hongcu" lepas entah bagaimana, sehingga "breett" ujung pedang si nona melukai bahunya, "kwi-hongcu" segera melompat menjauh untuk menghindari serangan susulan si nona, dia tidak tahu bagaimana pergelangan tangannya tiba-tiba kaku dan lemas, "kwi-hong-cu" tahu gelagat
"lain kali kita lanjutkan nona, "kwi-hongcu" tidak mau sudah sebelum tubuhmu yang lunak dan menggemaskan itu berada dalam pelukanku." Ujarnya sambil berkelabat dari tempat itu.
Nona itu menerka-nerka apa yang terjadi sehingga pedang lawannya lepas, hatinya yakin bahwa ada yang telah menolongnya, lalu diapun kembali masuk kedalam likoan, apakah yang terjadi " benarlah mamang dugaan si nona bahwa ada yang membantunya, ketika mereka bertarung pedang dengan sengitnya, dan debu berterbangan karena hawa sin-kang mereka, Liang-jin menyentil jemarinya sehingga serangkum hawa mengarahkan debu itu menerpa pergelangan tangan "kwi-hongcu" yang kontan membuat tangannya kaku dan lemas.
Nona itu menyapu pandangan pada setiap tamu, mencari-cari siapakah gerangan yang membantunya, namun semua tamu memandangnya dengan terkesima, sehingga sulitlah baginya memilah diantara tamu mana yang kira-kira menonjol memiliki ilmu yang hebat
"aduh siocia..bagaimana ini, aku akan mengalami kerugian akibat kerusakan meja dan kursi."
"maaf lo-pek, telah membuat kedai mu kacau balau, dan ini aku akan mengganti kerugianmu." sahut nona itu sambil memberikan sekeping uang emas
"oh".terimakasih nona, ah"ini lebih dari cukup." sahut pemilik likoan dengan wajah gembira.
Nona itu pun segera meninggalkan likoan, dan tidak berapa lama liang-jin pun meninggalkan likoan, ia berjalan santai keluar dari gerbang utara kota, saat sore hari liang-jin sampai disebuah bukit, senja merah yang menghias membuat bukit itu redup kemarahan, lembah dibawahnya menjadi panorama alam yang luar biasa indahnya, angin semilir berhembus membuat nyaman dada liang-jin, dan tiba-tiba ia terkenang wajah si nona jelita, ia mengerjapkan mata untuk menghilangkan bayangan si nona yang tiba-tiba muncul, namun wajah itu sulit untuk dilupakan, hatinya berdebar dan wajah sinona makin kuat mengikat benaknya, dia pun hanyut dalam bayangan wajah indah yang menari dipelupuk matanya, Liang-jin berbaring dan bermalas-malasan dirermputan halus, akhirnya ia tertidur dan melewatkan malam di bukit itu.
Sebulan setelah meninggalkan Lijiang, han-liang-jin sampai disebuah hutan diluar kota xining, ia sedang mencari binatang buruan untuk mengganjal perut yang lapar, seekor ayam hutan menjadi targetnya, dengan sebuah batu kecil han-liang-jin merotar kearah ayam tersebut, ayam itu terkapar menggelapar, lalu dengan cepat Han-liang-jin menyembelihnya, kemudian ia turun ke sumber air untuk membersihkannya, dan telinganya yang tajam mendengar suara merdu sedang menyanyi.
"semaraknya kembang menghias laman
aromanya wangi menyebar alam sekitar
hati berdendang lagu syahdu kenangan
lamunan cinta merebak sukmaku bergetar
gemercik air sungai melintas bebatuan
mengalir lepas mengayun buih keputihan
batin berbisik duhai cinta taruna pujaan
hati ini malu entah pada siapakah gerangan
Han-liang-jin melihat seorang wanita jelita sedang mandi sambil menyanyi, rambutnya yang panjang melekat diatas punggung dan bahu yang putih mulus, han-liang-jin seperti kena sihir melihat pemandangan menakjubkan di depannya, namun hanya sesaat, lalu ia sadar dan mengalihkan pandangan, dia memutar badan hendak meninggalkan tempat itu, dan berkebetulan seekor monyet melitas diatas Han-liang-jin sambil berteriak, perempuan itu melihat ke arah monyet dan menatap punggung Han-liang-jin
"heh".kamu , apa yang kamu lakukan di situ !" teriak perempuan itu, han-liang-jin berhenti mematung dan tidak berbalik
"maaf siocia, aku tidak bermaksud kurangajar, aku hendak membersihkan ayam buruanku kesini." sahut Han-liang-jin sambil mengangkat ayam ditangannya.
"cih".kamu lelaki ceriwis, tunggu disana dan jangan berani melihat kesini !" bentak wanita itu, lalu segera ia keluar dari sungai dan memakai bajunya, kemudian dengan gerakan ringan ia mendatangi tempat han-liang-jin berdiri, dua mata saling bertatapan
"bangsat duh tampannya pemuda ini." gumamnya dalam hati, mukanya bersemu merah saking malunya dengan teriakan batinnya, hati han-liang-jin bergetar, jantungnya menggelepar setelah melihat wajah jelita didepannya, wajah ini selalu menghias dibenaknya, wajah wanita yang ia lihat di lijiang sebulan yang lalu, Han-liang-jin menenagkan debaran hatinya
"maaf siocia, aku benar-benar tidak sengaja."
"tidak sengaja melihatku. begitu !?" bentak wanita itu
"maafkan aku siocia, kalau aku tahu kamu ada disungai, pasti aku tidak akan ke sungai."
"aah..itu alas an saja, berapa lama kamu melihat aku."
"aduh"aku tidak tahu siocia."
"hah..berarti kamu sudah lama mengintaiku mandi, ih ceriwis kamu ya !?" seru wanita itu makin malu, dan wajahnya makin bersemu merah.
"ti..tidak siocia, aku hanya sesaat melihat dan terus berpaling." jawab han-liang-jin makin gugup, dia malah keringatan di interogasi wanita aduhai di depannya ini.
"kamu bohong!" sela perempuan itu dengan muka makin bersemu merah
"ti..tidak siocia, aku tidak bohong, " bantah liang-jin gugup
"kamu bohong, buktinya kamu gugup begitu."
"aduh"..a..aku gugup karena hatiku berdebar kau pandangi seperti itu."
"his"berdebar " kenapa berdebar, apa mataku menakutkan !?"
"ti"tidak siocoa, matamu indah sekali. wajahmu sangat menawan, bibirmu luar biasa menarik." mendengar ungakapan pemuda tampan dihadapannya, membuat hati wanita itu seperti di elus-elus, saat dia sadar dari hatinya yang melambung, mukanya makin merona merah cupu hidungnya yang mancung kembang kempis, matanya menatap lekat wajah tampan didepannya
"eh..bukankah kamu lelaki yang berada dilikoan dikota lijiang !?"
"be..benar nona."
"his"kamu ternyata perayu juga, kamu tidak hanya ceriwis tapi juga perayu wanita, kamu tidak obahnya seperti "kwi-hongcu" yang kurangajar itu." cela wanita itu gemas dan marah
"aduh siocia, maafkanlah aku, aku mengatakan yang sejujurnya, aku tidak sengaja, dan sudahilah ketegangan ini"
"tegang " kenapa kamu tegang, eh lututmu bergetar kenapa ?" han-liang-jin tidak menjawab, debaran jantungnya makin bertalu-talu, darahnya tersirap membuat ia lemas, lalu dia duduk menentramkan hatinya yang menggelepar melihat wajah cantik yang berkemak kemik didepannya, dan dipandangan liang-jin, setiap kemikan diwajah itu, semakin menggugah hatinya yang terpana, mata, mulut, hidung, pipi dan dagu, semuanya demikian menarik dan sedap dipandang mata.
"eh"kenapa kamu duduk dan diam !?"
"aku lagi menenangkan diriku." sahut Liang-jin dan tiba-tiba ia turun ke sungai, dan wanita itu heran
"kau mau kemana ?" tanya wanita itu dan mengikuti langkah Liang-jin
"aku mau membersihkan ayam ini, perutku sangat lapar siocia."
"tapi urusan kita belum seslesai."
"aku siap menyelesaikan urusannya, katakanlah siocia." sahut Liang-jin sambil membersihkan ayam ditepian sungai.
"siapa namamu ?" tanya wanita itu tiba-tiba
"namaku Han-liang-jin, dan namamu siapakah nona ?"
"eh..kok kamu bertanya namaku "
"nona tidak adil, aku sudah memberi tahu namaku, masa nona tidak sudi memperkenalkan nama ?"
"kita bukan sedang berkenalan, kamu harus dihukum sebab keceriwisanmu tadi."
"demikiankah " hmh"baik kalau begitu aku siap mendengarkan." sahut liang-jin,
"apa kamu akan menerima saja hukuman dariku ?"
"hanya itu yang dapat kulakukan nona." sahut Liang-jin sambil menyalakan batu api pada setumpukan ranting.
"baik, ayam kamu bakar itu milikku, setelah matang aku yang akan memakannya, bagaimana !?"
"baiklah nona, duduklah di bawah pohon itu, setelah daging ini matang, akan kuberikan padamu." sahut Liang-jin, makin takjub wanita itu dengan sikap liang-jin, hatinya sejak liang-jin duduk sudah yakin bahwa liang-jin tidak sengaja melihatnya, dan pemuda ini bukan orang tak bermoral seperti "kwi-hongcu"
"lalu kamu akan makan apa " bukankah kamu sangat lapar ?"
"aku akan mencari buruan lain, mudah-mudahan tidak lama aku akan cepat menemukannya."
Perempuan itu menatap lekat wajah tampan liang-jin dari tempat ia duduk, suasana hening dan sepi, hanya suara gemericik air dan kadang suara teriakan monyet yang terdengar
"ini nona makanlah, dan mungkin aku sudah diperbolehkan mencari buruan lain, bukan?"
"tidak usah, ini saja kita bagi dua." ujar wanita itu sambil mengangsurkan sepotong daging, Liagg-jin menerimanya dan dengan lahap memakannya, keduanya makan daging ayam bakar yang harum dan lezat, tiba-tiba terdengar panggilan
"hong-ji ! cepatlah kita akan lanjutkan perjalanan."
"kakekku sudah memanggil, aku harus segera menyusulnya, dan terimakasih atas ayam bakarnya" ujar wanita itu, kemudian ia berdiri dan meninggalkan han-liang-jin dengan berlari cepat.
Siapakah wanita cantik jelita berumur sembilan belas tahun, yang telah menawan dan menyita benak setiap lelaki yang memandangnya
Wanita itu adalah Yap-hui-hong, dia adalah cucu dari Yap-kun atau "kim-san-sin-siucai" (sastrawan sakti kipas emas) yang kita kenal sebagai wakil bengcu pek-to, di utara Yap-hui-hong sangat dikenal dengan julukan "kim-sim-sin-sianli" (dewi sakti berhati emas), ketika itu mereka sedang mengunjungi putri "kim-san-sin-siucai" atau bibi dari Yap-hui-hong kekota lhasa di Tibet, setelah dua bulan berada di lhasa, Yap-kun duluan kembali kekota Yinchuan dimana cucu dan kakek itu tinggal, dan seminggu kemudian Yap-hui-hong meninggalkan kota lhasa menyusul kakeknya, yap-hui-hong dapat menyusul kakeknya di kota xining.
Han-liang-jin masih duduk termenung di pinggir sungai, bayangan gadis yang menyita rasa dalam hatinya sudah pergi, hatinya kosong seakan jiwanya ikut terbawa gadis penuh pesona itu, dan tiba-tiba ia bernyanyi
Awan berarak laksana domba di padang
bertumpuk serasi duhai sedap dipandang
hati terlena cinta wajah kekasih terbayang
malam jadi impian siang hari pun terkenang
Setelah menyanyi timbul keinginan Han-liang-jin untuk mandi, ia pun segera turun kedalam sungai, menyelam dan membersihkan diri, ia mandi sepuas-puasnya, setelah itu ia mengeringkan badan dan berganti pakaian, kemudian ia pun melanjutkan perjalanan, dengan langkah ringan liang-jin meninggalkan hutan yang akan menjadi sebuah tempat kenangan dalam kalbunya.
Disebuah hutan diluar kota lanzhou, Han-liang-jin sedang lahapnya memakan panggang buruannya, ia mendengar suara sebuah pertempuran, Han-liang-jin segera menuju ketempat dimana pertempuran itu berlangsung, seorang lelaki tua dan seorang perempuan yang menjadi kenangannya sejak dari lijiang bertarung melawan dua orang yang juga dikenalnya sebagai "thian-tin" dua orang itu adalah "pek-lek-ciang-kwi" dan "lui-kong-twi", pada saat liang-jin datang, "kim-san-sin-siucai" terlempar akibat tendangan dari "lui-kong-twi" yang mengenai lambungnya, dan sebuah cengkraman dalam serangan susulan sedang mengancam ubun-ubun, kakek itu sudah payah di tengah posisi yang tersudut tersebut.
"agh"." teriak lui-kong-twi, serangkum hawa menerpa tubuhnya hingga dia terlempar kesamping dan serangannya gagal, dan tidak hanya itu, pek-lek-ciang-kwi" juga terpental saat mendesak hebat Yap-hui-hong, liang-jin sudah berdiri di tengah pertempuran dan matanya menatap tajam pada dua anggota thian-tin
"bukankah kalian ini anggota "thian-tin" ?" tanya liang-jin, lui-kong-twi dan pek-lek-ciang-kwi menatap lekat pada pemuda dihadapan mereka
"kamu ternyata "sin-san-siucai" " sela lui-kong-twi dengan nada bergetar, ia tahu julukan ini hangat dibicarakan baru-baru ini, terlebih setelah keduanya ketemu dengan tiga rekannya yang habis dipecundangi Liang-jin.
"mari kita pergi saja, "lui-kong-twi." teriak "pek-lek-ciang-kwi" sambil berkelabat dari tempat itu, lui-kong tak banyak cakap menyusul rekannya
"bagaimana kedaan cianpwe !?" tanya liang-jin mendekati "kim-san-sin-siucai"
"terimakasih anak muda atas bantuannya." ujar kim-san-sin-siucai" sambil menahan nyeri dilambungnya."
"kembali kasih cianpwe." sahut Liang-jin dengan senyum lembut
"kong-kong tidak kenapa-napa kan ?" sela yap-hui-hong, hatinya tidak menentu dengan kehadiran liang-jin yang menolong mereka.
"aku tidak kenapa-napa hong-ji, istirahat sebentar nyeri dilambungku akan baikan."
"nona , baik saja bukan ?" sela liang-jin
"eh..oh..ya aku baik-baik saja." jawab hui-hong
"anak muda, siapakah kamu yang demikian ditakuti oleh dua dedengkot hek-to itu ?"
"saya Han-liang-jin cianpwe."
"she-han " darimanakah asalmu taihap ?"
"aku dari kota kaifeng cianpwe."
"dikaifeng tempat bengcu, apakah saya berhadapan dengan putranya ?"
"benar cianpwe, bengcu adalah ayah saya." mendengar jawaban liang-jin "kim-san-sin-kwi" segera memberi hormat
"ah...cianpwe janganlah sungkan, aku tak pantas." Han-liang-jin segera ikut menunduk sambil memegang tangan "kim-sian-sin-siucai"
Yap-hui-hong yang melihat betapa kakeknya menghormat pada pemuda yang ternyata putranya bengcu, membuat hati yap-hui-hong malu, karena telah menyudutkan pemuda itu, mukanya pucat karena malu
"kamu kenapa hong-ji, beri hormat pada taihap, kok malah bengong, eh kamu pucat kenapa " apakah kamu terluka ?"
"ah..oh..ti..tidak kong-kong." Jawabnya makin gugup, lalu ia menjura dalam kepada han-liang-jin
"maafkan aku". taihap, a".aku tidak tahu."
"ti..tidak"aku yang meminta maaf siocia." mendengar maaf yang sepertinya tidak nyambung dengan suasana pertemuan itu membuat "yap-kun" heran, dia memperhatikan dua muda mudi yang kelihatan sama-sama kikuk, sastrawan tua yang banyak pengalaman ini langsung menangkap arti dari kejanggalan sikap itu
"hehehe"kalian ngobrollah sementara aku istirahat dibawah pohon itu."
"ah..oh..kongkong kemana ?" tanya hui-hong dengan wajah pucat, sementara wajah liang-jin memerah karena jengah, karena jelasnya kekakuan mereka dihadapan orang tua itu
"sin-san-siucai".tolong jaga cucuku ini, sebelumnya ia tidak secemas dan setakut ini kutinggalkan, tapi hari ini aku hanya sekejap istirahat, bukannya pergi, pucatnya luar biasa, hehehe"."
"kong-kong..aduh"." hui-hong merasa malu dan jengah karena sikapnya amat jelas dibaca kakeknya, bahkan digoda sedemikian rupa, makin tak karuan rasa hatinya
Hati Han-liang-jin juga makin tak karuan, dia tidak tahu mau berkata dan berbuat apa, benar-benar keadaan yang menimpanya ini membuat dirinya amat bodoh.
"cianpwe sebaiknya aku permisi dulu."
"oh, begitukah taihap "
"eh..oh"hmh".iya." sahut liang-jin merasa bingung dan bodoh
"antarlah taihap hong-ji." ujar yap-kun dan berkelabat dari tempat itu, kedua muda-mudi itu saling bertatapan, hui-hong menunduk meremas jemarinya yang terasa dingin, agak lama keduanya terdiam
"nona " aku permisi dulu."
"namaku Yap-hui-hong, taihap." hui-hong tersedak tersadar bahwa jawabanya tidak nyambung, dia makin malu dan gugup, mukanya makin disembunyikan dalam ketundukanya
"kemanakah tujuan taihap ?"
"sebaiknya kita duduk saja, eh"aduh maaf, a..aku hendak kembali ke kaifeng" sahutnya dengan rasa jengah dan tidak habis pikir dengan kedaan mereka.
"marilah duduk, dan kita bicara dengan tenang." ujar liang-jin dan melangkah ke tempat yang rindang, hui-hong mandah saja mengikutinya dari belakang
"tinta tanpa pena bagaimana jelas menulisnya
kata tanpa suara bagaimana jelas maknanya
hati berkata lidah tak bicara sesaklah dalam dada
jiwa berteriak cinta kenapa malu menguraikannya
senandung Yap-kun terdengar mengalun seiring hembusan angin semilir, dua muda-mudi itu saling melirik
"hong-moi"!?" sapa liang-jin seperti bisikan, hui-hong tidak menjawab namun matanya menatap liang-jin yang tertunduk, karena tidak terdengar jawaban, ia menoleh
"ada apakah koko ?" tanya suara itu lembut terdengar manja, hati liang-jin terasa hangat nyaman luar biasa.
"a..aku tidak tahu ada apa dengan kita, kekeluan dan kebuntuan apa yang menyelimuti kita, sehingga kita berlaku lebih daripada orangtua yang sudah uzur dan pikun."
"koko, sebenarnya aku sangat malu dan takut bertemu denganmu."
"kenapa hong-moi malu dan takut ?"
"malu karena terlalu menyudutkanmu saat itu, dan takut hari ini, jika koko menceritakan hal itu pada kongkong."
"dan aku sama hal juga denganmu hong-moi."
"kenapa demikian koko ?"
"aku juga malu jika hong-moi mengungkit tentang kemunculanku saat itu, lalu takut jika hong-moi tetap membenciku."
"aku memang marah saat itu, namun untuk membencimu rasanya tidak sedikitpun terlintas dalam benakku, sikap dan kata-katamu malah membuat hatiku hangat dan berdebar."
"aku juga tidak memungkiri betapa aku merasa mengambang setelah hong-moi meninggalkanku, ada sesuatu yang hilang dari diri ini, hingga jiwaku terperangkap dalam rasa sepi dan hambar."
"demikiankah koko " dan aku juga merasakan hal yang sama, selama satu minggu ini, koko telah menyita kenyenyakan tidurku,
"menurutku, apa yang dinyanyikan cianpwe benar adanya, jadi daripada terjebak sengsara, dengarlah hong-moi, sejak dari lijiang wajahmu menjadi hiasan kalbuku, sesak rindu menyusup setelah hong-moi meninggalkanku di hutan itu, a..aku harus katakan padamu hong-moi, aku telah jatuh cinta padamu sejak menatapmu di likoan kota lijiang." plong rasanya dada Han-liang-jin setelah mengungkapkan isi hatinya.
"koko" aku bohong jika mengatakan tidak bahagia mendengar ungkapan isi hatimu, sejak dari hutan itu, getaran tubuhmu saat itu telah jelas mengatakan padaku betapa engkau mencintaiku, terlebih ungkapanmu luar biasa syahdu ditelingaku, hatiku berdenyut menggelepar hangat, dan sikapmu yang simpatik serta kerelaan yang koko tunjukkan membuat hatiku bangga menerbitkan rasa sayang padamu, aku juga mencintaimu koko."
Han-liang-jin merengkuh jemari lentik hui-hong dan mengajaknya berdiri
"mari kita temui cianpwe." bisiknya sambil mengecup sayang jemari hui-hong, kemudian mereka melangkah kearah perginya Yap-kun, namun orang tua itu tidak ada, dan mereka hanya menemukan sebuah syair yang digurat dibatang pohon
Matahari bercahaya bulan bersinar
Dua hati telah sekata janji terikrar
taruna turunan orang terpelajar
ikat diyinchuan pesta kaifeng tersebar
"cianpwe telah memberi restu, tentu engkau bersediakan hong-moi ?"
"kau akan menikahiku, kita akan menikah koko ?" han-liang-jin mengangguk lembut
"oh..koko, aku merasa bahagia, oh"cintaku aku besedia." bisik hui-hong dengan hati bahagia, lalu keduanya dengan hati berbunga-bunga segera meninggalkan tempat itu menuju kota Yincuan.
"kong-ciak-kok dibanjiri para lioklim kalangan hek-to, sembilan anggota thiian-tin sibuk menyambut para tamu, dan mempersilahkan para tamu memasuki tenda-tenda yang disediakan, wajah-wajah sangar hari itu berkumpul, sikap ugal-ugalan membuat para anak buah membuat tempat itu hiruh pikuk, berkumpulnya kalangan hek-to ini sehubungan akan digelarnya penetapan bengcu yang akan digelar besok, dan malam itu dimasing-masing tenda mereka pesta arak hingga larut malam.
Keesokan harinya, perhelatan itu pun digelar pada saat siang dilapangan luas yang telah didekorasi sedemikian rupa, para petinggi hek-to mengambil tempat di sisi kanan panggung, sementara para anak buah yang berjumlah ratusan itu duduk mengelilingi panggung, di bagian sisi kiri panggung seorang pemuda tampan dan gagah duduk dikursi yang indah, pemuda umur delapan belas tahun itu adalah Han-bun-liong, besertanya ada suhunya Tan-kui beserta istrinya "siang-mou-bi-kwi", lalu ada sembilan thian-tin.
Ang-mou-kwi maju ketengah panggung, suara tepuk tangan dan pekikan suara bergema seantoro lembah, ang-mou-kwi melambaikan tangan, sehingga suara kembali hening
"rekan-rekan hek-to dan para cianpwe yang berhadir, hari ini kita mengadakan momen penting dalam aliran kita, yakni penetapan bengcu yang akan menjadi pelindung dan pimpinan kita."
"penetapan bengcu hek-to, tujuannya juga untuk menumbangkan bengcu pek-to, apakah bengcu tunggal kita yang tertera pada undangan akan dapat melakukannya ?" sela suara dari tenda sebelah kanan, sura itu dikeluarkan seorang kakek kurus, wajahnya penuh totol hitam, pakaiannya kumal compang-camping, ia berjulukan "hek-kai" (pengemis hitam)
"hal itu akan diwujudkan oleh bengcu setelah beliau di sahkan, kai-cianpwe." sahut ang-mou-kwi."
"hehehe"sepertinya amat lucu ang-mou, karena sejak dulu hek-to tidak pernah melakukan sesuatu tanpa bukti terlebih dahulu."
"maksud cianpwe bagaimana ?"
"saya dengar bahwa pek-to sangat kuat dibawah bengcu mereka "siauw-taihap" dan sampai hari ini kalangan kita mati kutu dengan keberadaannya, jika ada orang yang berani ingin menduduki posisi tinggi hek-to maka terlebih dahulu rintangan terbesar seperti "siauw-taihap" setidaknya dikalahkan dan bahkan bagus jika ditewaskan, bukan malah terbalik kita akui dulu baru lakukan"
"benar apa yang dikatakan "hek-kai" namun kali ini dengan adanya bengcu setidaknya menjadi tanda kebangkita aliran kita." sela tan-kui"
"tidak bisa begitu sicu, karena sicu orang tertua dalam gebrakan ide bengcu ini, dan saya dengar anda adalah suhu dari bengcu tunggal, jadi saya mau tanya sicu, dapat tidak muridmu itu mengalahkan "siauw-taihap" ?"
"saya yakin muridku akan dapat mengalahkanya."
"hehehe"karena keyakinan sicu hingga menggelar pertemuan ini, dan kami diminta mengakui dengan modal keyakinan sicu, itu artinya sicu telah membawa hek-to menjadi pelamun atau pemimpi, daripada terjebak harapan-harapan lebih baik terpuruk sekalian, prinsipnya sicu, buktikanlah dulu baru minta pengakuan, karena dengan prinsip itulah kita dibesarkan dalam hek-to"
"bagaimana kalau "hek-kai" sendiri yang kami angkat jadi bengcu, setujukah anda ?" ujar tan-kui sinis menahan marah
"hehehe".anda salah mengerti sicu, saya mendebat ini bukan karena saya ingin jadi bengcu, saya hanya meluruskan prinsip yang saya lihat sudah bergeser."
"apakah anda merasa lebih memahami hek-to, dan orang-orang disini tidak ?" potong tan-kui marah, suasana makin tegang
"jika pengesahan ini diakui, maka benar saya lebih paham hek-to daripada kalian semua." Jawab "hek-kai" tegas
"cuwi yang berhadir, golongan kita pola pikirnya sangat mudah, kalahkan saja "siauw-taihap" maka otomatis anda akan diakui jadi mercu suar, anda akan dielukan, disanjung dan dipuji, kata-kata anda jadi titah bagi seluruh hek-to, dimanapun para hek-to berada akan segera unjuk gigi dirimba persilatan, mereka akan bangga mengatakan bahwa meraka dibawah perlindungan anda sebagai pimpinan mereka, bukankah demikian selama ini ?" ujar "hek-kai"
"betuuuul"." sahut para hadirin, orang-orang di tenda kiri saling bisik karena bingung
"jadi begini saja cuwi sekalian, karena kita sudah bekumpul hari ini, kita kembali membicarakan apa yang telah kami prakarsai empat tahun yang silam, dimana kami saat itu membentuk "thian-tin" untuk membunuh "siauw-taihap" namun kami akui, bahwa kami gagal melaksanakannya, jadi kami harap para cianpewe supaya urung rembug untuk menuntaskan misi tersebut." sela "ma-bin-kwi"
"ceritakan bagaimana kalian gagal, sehinga kami para cianpwe dapat mengevaluasi dan memikirkan langkah yang harus diambil !" tanya "hek-kai" lantang
"tapi sebelumnya para cianpwe duduk ditengah panggung, sehingga para cianpwe lebih jelas dan dapat langsung berembug." sahut "ma-bin-kwi", lalu lima kursi di angkat ketengah panggung, lalu lima cianpwe yang rata-rata berumur tujuh puluh lebih berdiri dan duduk gagah ditengah panggung, satu diantaranya adalah kakek pendek berpakaian pertapa, ia dijuluki "koai-kok-lohap" (pertapa lembah siluman), lalu seorang nenek pemegang tongkat berkepala ular, nenek itu bertubuh bongkok, matanya sebelah kiri putih, lobang hidungnya sebelah kanan tertutup sehingga menambah angker wajahnya yang keriput, nenek itu dijuluki "coa-hiat-kwi-bo" (biang iblis goa ular), kemudian kakek berjubah hitam tinggi berpunuk, kepalanya bagian tengah botak, dan jenggotnya panjang sampai ke dada, ia dikenal dengan julukan "hek-sha-mo" (setan berjubah hitam), kemudian "hek-kai"dan "ang-gan-kwi".
Pembalasan Ratu Laut Utara 2 Pendekar Cengeng Karya Kho Ping Hoo Senopati Pamungkas 18
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama