Antara Budi Dan Cinta 2
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long Bagian 2 kemudian membalikkan tangan lalu memukul punggungnya. Si bopeng langsung berteriak. Bersamaan dengan teriakan si bopeng terdengar suara tulang patah. Begitu dia roboh tubuhnya sudah lemas seperti lumpuh. Sun Jian merasa dirinya terlalu banyak mengeluarkan tenaga. Dia tidak ingin terlalu banyak berurusan dengan orang ini. Anak buah yang tadi bersama-sama dengan si bopeng segera mengurung Sun Jian tapi tidak ada yang berani menyerangnya. Tugasnya memang penting tapi bila harus menyerahkan nyawa begitu saja mereka pun akan berpikir beberapa kali. Sun Jian pun tidak ingin berurusan dengan mereka. Dia terus memelototi Mao Wei dan bertanya, "Pertanyaanku tadi apakah kau sudah dengar?" Wajah Mao Wei sudah merah dan nadi di leher sudah menonjol. Kemudian dia bertanya, "Hal itu apa hubungannya denganmu?" Tangan Sun Jian diayun lagi dan mengenai tulang rusuk Mao Wei. Jurus ini bukan jurus yang istimewa tapi karena terlalu cepat dan tepat mengenai sasaran, tidak memberi kesempatan Mao Wei mengelak. Teriakan Mao Wei lebih histeris dari si bopeng. Sudah puluhan tahun dia tidak terkena pukulan orang. "Kali aku tidak memukul wajahmu agar kau dapat melihat orang. Lain kali aku tidak akan sungkan lagi," kata Sun Jian. Dia melihat Mao Wei sedang memeluk dirinya sambil berguling-guling di lantai. Dalam keadaan masih seperti itu Sun Jian menarik baju Mao Wei kemudian bertanya, "Sekarang aku bertanya kepadamu dan harus kau jawab dengan jujur, mengerti?" Wajah Mao Wei sudah berubah bentuk karena kesakitan dan keringat dingin terus mengalir tapi dia masih bisa mengangguk. Sun Jian dengan masih marah bertanya, "Betulkah kau menggoda istri Fang Yao-ping?" Mao Wei mengangguk lagi. "Apakah kau masih tetap ingin selingkuh dengannya?" Mao Wei menggeleng-gelengkan kepalanya. Tiba-tiba dari tenggorokannya keluar suara yang rendah dan setengah berteriak, "Perempuan itu adalah anjing betina dan seorang pelacur!" Sun Jian melihat Mao Wei yang begitu marah. Sudah tahu kelak dia tidak akan berselingkuh lagi dengan perempuan itu karena siksaan yang dia terima asalnya berasal dari perempuan itu. Di dunia kebanyakan orang yang bersalah, saat mendapat hukuman selalu mengalihkan tanggung jawabnya kepada orang lain, dia pun tidak mau disalahkan. Sun Jian merasa sangat puas dan berkata, "Baiklah bila kau tidak berselingkuh lagi dengan perempuan itu, umurmu akan lebih panjang." Mao Wei menarik nafas, dia mengira masalah ini sudah selesai. Tidak tahunya Sun Jian berkata lagi, "Tapi kelak bila dia berselingkuh dengan orang lain, aku tetap akan mencarimu." Mao Wei terkejut dia dengan nada protes berkata, "Perempuan itu memang ditakdirkan menjadi pelacur, mana bisa aku terus mengawasi dia!" Sun Jian memelototi dia kemudian berkata, "Kupikir kau pasti mempunyai cara yang baik." Mao Wei berpikir sejenak kemudian dia tersenyum dan berkata, "Aku sudah mengerti." Pertama kali dia melihat senyum di wajah Sun Jian kemudian berkata, "Betul. Perempuan itu memang ditakdirkan menjadi pelacur dan kapan pun dia bisa berselingkuh. Kau sudah mempunyai cara, bila dijalankan lebih cepat itu lebih baik lagi." "Aku sudah tahu!" Tanggap Mao Wei. Tiba-tiba kepalan tangan Sun Jian memukul lagi Mao Wei dan dia memukul tepat di ulu hatinya. Karena kesakitan Mao Wei sampai terbungkuk-bungkuk. Sayur dan arak yang tadi dimakannya semua dimuntahkan. Wajah Sun Jian tetap tersenyum dan berkata, "Ini bukan untuk memberi pelajaran, ini hanya kenang-kenangan dariku." Bila dia memukul orang maka orang itu dalam waktu setengah bulan tidak akan bisa bangun, malah dia bisa berkata bahwa itu bukan pukulan sesungguhnya, dia menjadikan orang tidak bisa tertawa maupun menangis. Tapi setiap kata-katanya harus didengar oleh orang lain. Sun Jian mendekati meja dan menghabiskan arak yang masih tersisa kemudian dia mengerutkan dahinya dan berkata, "Dasar orang yang mendadak kaya, tidak dapat membedakan arak bagus dan arak jelek. Mana bisa membedakan perempuan yang baik atau tidak." Wajah Mao Wei tampak ada senyum dan berkata, "Walau perempuan itu adalah pelacur namun dia adalah perempuan yang sangat menarik." "Bagaimana dengan istri-istrimu?" tanya Sun Jian. Wajah Mao Wei berubah dan berkata, "Mereka tidak dapat menandinginya." Sun Jian memelototi Mao Wei kemudian dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa dia berkata, "Aku tidak mempercayai kata-katamu. Arak saja kau tidak dapat membedakannya, bagaimana bisa membedakan perempuan?" Belum habis perkataannya, Sun Jian sudah masuk kebagian dalam rumah. Karena Sun Jian sudah melihat di balik tirai banyak perempuan yang sedang mendengar percakapan mereka, begitu masuk ke dalam Sun Jian langsung memilih di antara mereka yang paling cantik dan memanggulnya. Perempuan itu terlihat sangat terkejut, tapi dia tidak berani bergerak. "Kau.... kau akan melakukan apa?" tanya Mao Wei Terkejut. "Tidak melakukan apa-apa, hanya melakukan yang biasa kau lakukan." Dia menarik tangan Mao Wei dan membentaknya, "Ayo antar aku keluar!" Dia tidak ingin di tengah jalan dicegat oleh pengawal Mao Wei, karena itu dia menarik Mao Wei untuk dijadikan sandera. Dia bukan takut hanya tidak mau banyak kerepotan saja. Terpaksa Mao Wei mengantar dia keluar, air matanya hampir keluar dan berkata, "Asal kau mau melepaskan Feng-jian, aku akan memberimu 1.000 tail emas." Sun Jian mengedip-ngedipkan mata dan bertanya, "Apakah harga Feng-jian begitu mahal?" Mao Wei tidak menjawab. "Apakah kau menyukainya?" Mao Wei tetap tidak menjawab. Sun Jian tertawa dan berkata, "Baiklah! Lain kali bila kau ingin berselingkuh dengan istri orang, kau harus memikirkan dulu istrimu." Di luar pintu ada seekor kuda yang tinggi dan besar, kuda ini adalah kuda yang bagus. Begitu Sun Jian keluar dari pintu, dia langsung meloncat ke atas kuda tidak memberi kesempatan kepada Mao Wei untuk bertindak. Itu adalah pelajaran yang dia dapat dari seseorang. Jadi orang tidak begitu banyak bicara, tapi setiap kalimat yang keluar dari mulutnya harus sulit untuk dilupakan. Kuda sudah menempuh jarak puluhan li, perempuan yang berada di pundak Sun Jian tiba-tiba tertawa. "Ternyata kau tidak pingsan," kata Sun Jian. Feng-jian tertawa dan berkata, "Aku.... tidak, sebenarnya sejak tadi aku sudah ingin mengikutimu pergi." "Mengapa?" "Karena kau adalah laki-laki yang jantan, maka aku merasa sangat tertarik kepadamu." "Apakah perlakuan Mao Wei kepadamu sangat baik?" Feng-jian tertawa, "Dia memiliki uang yang banyak tapi sangat pelit kalau dia tidak memperlakukan aku dengan baik, mana mau dia mengeluarkan 1.000 tail emas?" Sun Jian mengangguk, dia tidak bicara lagi. Feng-jian berkata lagi, "Aku berada di punggungmu sungguh tidak enak, lebih baik turunkan aku. Aku ingin duduk di pangkuanmu." Sun Jian menggeleng-gelengkan kepala. Feng-jian menghela nafas dan berkata, "Kau benar-benar orang aneh." Sun Jian memecut kuda lebih kencang lagi. Di depan adalah hutan yang luas dan tidak ada orang. Feng-jian sudah mulai merasa ketakutan dan dia bertanya, "Kemana kau akan membawaku?" "Ke suatu tempat yang tidak terpikir olehmu," jawab Sun Jian. Feng-jian tertawa dengan genit dan berkata, "Aku tahu kau tertarik padaku, sebenarnya di mana pun sama saja." Tiba-tiba Feng-jian berkata lagi, "Aku mengenal seorang perempuan yang bernama Zhu Qing." "Oh...." Feng-jian berkata lagi, "Perempuan itu memang ditakdirkan sebagai pelacur, tiap hari keinginannya hanya naik ke tempat tidur bersama laki-laki. Bila menyuruh dia tidak berselingkuh, seperti berharap matahari terbit dari barat. Aku tidak mengerti Mao Wei akan memakai cara apa untuk menghukumnya." Sun Jian berkata, "Pelacur yang mati tidak akan pernah bisa berselingkuh lagi." Tangan yang tadinya menggendong Feng-jian dilepaskan oleh Sun Jian. Feng-jian jatuh dari pundaknya seperti sekarung terigu yang terjatuh. "Ada apa denganmu"!" Teriak Feng-jian. Kuda Sun Jian sudah berlari beberapa meter dan kembali lagi. Dari atas kuda Sun Jian melihat Feng-jian dengan dingin. Feng-jian mengulurkan tangan dan berkata, "Cepat tariklah aku ke atas kuda!" Sun Jian menanggapi, "Bila aku menarikmu naik, aku tadi tidak akan membiarkanmu jatuh." Tadinya Feng-jian masih berniat bersikap genit kepada Sun Jian tapi sekarang wajahnya kaku karena ketakutan, dengan berteriak dia berkata, "Kau menculikku, apakah kau hanya membawaku ke tempat ini kemudian melemparkanku begitu saja?" "Sedikit pun tidak salah." "Apa maksudmu"!" Teriak Feng-jian. Sun Jian tertawa dan dia mennyuruh kuda berlari meninggalkan tempat itu tanpa menjawab pertanyaan Fengjian. Dia tidak perlu menjelaskan perbuatannya kepada orang lain. Lebih-lebih bila harus menjelaskannya kepada perempuan. Feng-jian marah-marah, semua kata-kata kotor dikeluarkan dari mulutnya. Kemudian dia menangis tersedu-sedu. Dia menangis bukan karena tulang-tulangnya sakit hingga terasa mau copot juga bukan karena dia harus pulang sambil berjalan kaki. Dia menangis karena dia tahu Mao Wei tidak akan mempercayai kata-katanya lagi dan juga tidak percaya bahwa Sun Jian tidak melakukan apa apa kepadanya. Bila Sun Jian benar-benar melakukannya Feng-jian malah merasa tidak sakit hati. Di dunia ada semacam perempuan yang tidak mengerti apa yang dimaksud penghinaan dan apa yang dimaksud dengan malu. Feng-jian adalah perempuan semacam itu. Jika orang lain menghina dia, dia malah sangat senang, kalau tidak menghina dia malah merasa sangat malu. Feng-jian selamanya tidak bisa mengerti apa maksud Sun Jian. Sun Jian melakukan itu hanya ingin Mao Wei tahu bahwa bila istri sendiri diculik orang seperti apa rasanya. Hutang darah harus dibayar dengan darah. Lao-bo memakai cara ini untuk menghukum orang jahat, dia tidak mempunyai cara yang lebih baik lagi. Jarang ada orang yang mempunyai cara lebih baik. Memikirkan cara-cara yang lucu ini, Sun Jian yang berada di atas kuda merasa senang dan tertawa sendiri. Lao-bo tidak pernah memberi petunjuk kepada Sun Jian bagaimana cara membereskan hal ini. Sun Jian percaya kalau Lao-bo sendiri yang melakukan tugas ini cara-caranya belum tentu lebih baik dari dirinya. Dalam beberapa tahun ini Sun Jian sedikit demi sedikit sudah bisa meniru cara-cara dan teknik Lao-bo memecahkan masalah. Sun Jian merasa sangat puas. Hari sudah senja, tapi Lao-bo masih berada di taman bunga Chrysan. Dia sedang membuang ulat yang berada di bunga Chrysan dan menggunting daun-daun yang layu. Lao-bo senang melakukan pekerjaan itu sendiri. Dia menganggap ini sebagai hiburan dan hobinya, dan bukan pekerjaan yang melelahkan. Melihat Wen Hu dan Wen Bao bersaudara masuk, Laobo meletakkan gunting yang sedang dipegangnya. Menemui anak buah adalah tugasnya. Pada waktu bekerja dia melakukan dengan sepenuh hati begitu pula saat dia melakukan hobi atau kesenangan. Lao-bo tidak mencampur adukkan kedua tugas ini. Wen Hu dan Wen Bao adalah pemuda yang sangat pemberani, karena mereka sering melakukan tugas-tugas yang berat. Wajah mereka sudah mulai ada. keriput. Kelihatannya lebih tua dari umur sesungguhnya. Wajah mereka terlihat sangat lelah karena dua hari ini Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo mereka sudah bekerja keras. Hanya dengan melihat senyum Lao-bo yang memuji, kelelahan ini segera Miang begitu saja. Lao-bo dengan tersenyum bertanya, "Apakah tugas kalian sudah selesai?" Wen Hu dengan hormat menjawab, "Ya!" Lao-bo dengan gembira berkata, "Ceritakanlah semuanya kepadaku." "Kami sudah menyelidiki bahwa Xu Qing-song mempunyai seorang putri dan kami sudah menculiknya," jawab Wen Hu. "Berapa umur putri Xu Qing-song" Apakah dia sudah menikah?" "Putri Xu Qing-song berumur 21 tahun dan belum menikah. Dia sangat jelek sifatnya pun sama jeleknya. Katanya putri Xu Qing-song pernah bertunangan tapi dia mengusir calon mertuanya." Lao-bo mengangguk dan berkata, "Teruskan bicaramu!" "Kami berkenalan dulu dengari Kang bersaudara, mencekoknya dengan arak sampai mabuk lalu membawanya ke hadapan nona Xu." Wen Bao menyambung perkataannya, "Kang bersaudara selagi mabuk melihat perempuan seperti seekor lalat melihat darah, tidak peduli siapa pun perempuan itu. Begitu bertemu nona Xu mereka segera melakukan perbuatan bejat itu." "Begitu selesai melakukan hal itu, kami baru memberi mereka pelajaran," kata Wen Hu. Kata Wen Bao, "Kami menghajar mereka dengan hatihati, selalu menghindari kepala dan otak belakang mereka. Tapi dalam 2-3 bulan mereka tidak akan bisa bangun dari tempat tidur," kata Wen Bao. Wen Hu dan Wen Bao mempunyai jurus yang lihai, yang satu bernama jurus memukul harimau, yang satu lagi adalah Tiat-sah-ciang. Kepandaian mereka juga seperti kepandaian anak buah Lao-bo yang lain. Tidak ada gerakan yang aneh tapi kecepatannya sangat dahsyat. Lao-bo selalu berkata kepandaian bukan untuk dipamerkan kepada orang lain jadi tidak perlu jurus-jurus yang aneh. Kalau Kang bersaudara tidak mabuk, kemungkinan masih bisa menahan serangan mereka. Tapi karena mereka sudah mabuk hanya terdengar suara jeritan kesakitan. Mereka sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi. "Kemudian kami menyewa sebuah tandu mengantar mereka bertiga kepada Xu Qing-song," kata Wen Hu. "Sayang kami tidak sempat melihat ekspresi Xu Qingsong waktu itu," kata Wen Bao. Penjelasan Bun bersaudara sangat singkat, begitu habis ceritanya mereka langsung berhenti. Mereka tahu Lao-bo tidak senang cerita yang bertele-tele. Wajah Lao-bo sama sekali tidak ada ekspresi, senyum pun sudah hilang dari wajahnya. Wen Hu dan Wen Bao merasa hatinya mulai tenggelam. Mereka tahu bahwa mereka sudah melakukan sebuah kesalahan. Siapa pun melakukan kesalahan harus dihukum tanpa terkecuali. Setelah lama Lao-bo mengeluarkan suara yang sangat marah dan berkata, "Apakah kalian sudah tahu kalian melakukan kesalahan apa?" Wen Hu dan Wen Bao menundukkan kepalanya. "Kang bersaudara tidak bisa bangun selama 3 bulan dari tempat tidur itu tidak jadi masalah. Xu Qing-song membereskan masalah tidak adil juga pantas diberi pelajaran kalian melalaikannya dengan baik." Tiba-tiba suara Lao-bo menjadi sangat tegas dan berkata, "Sebenarnya putri Xu Qing-song melakukan kesalahan apa sehingga kalian memperlakukan dia seperti itu?" Kepala Wen Hu dan Wen Bao sudah meneteskan keringat dingin, kepala mereka terus menunduk. Bila Lao-bo sedang marah, tidak ada seorang pun yang berani memandangnya. Setelah lama kemarahan Lao-bo baru mereda dan dia bertanya, "Ini ide siapa?" Wen Hu dan Wen Bao bersamaan menjawab, "Aku!" Lao-bo melihat dua bersaudara ini. Kemarahannya makin berkurang dengan pelan Lao-bo berkata, "Wen Hu orangnya lebih jujur, pasti bukan idenya." Kepala Wen Bao lebih menunduk lagi dan berkata, "Dari permulaan kakak sudah tidak setuju dengan rencana ini." Lao-bo tiba-tiba berhenti di depan Wen Bao dan berkata, "Apakah dia sudah menikah?" "Belum," jawab Wen Bao. "Segera ambil undanganku. Kita ke rumah Xu Qing-song melamar nona Xu," kata Lao-bo. Kaki Wen Bao seperti digigit oleh seekor binatang, wajahnya menjadi, pucat dan berkata, "Tapi.... tapi...." Lao-bo dengan marah berkata, "Tidak ada tapi tapian segera lamar nona Xu. Kau sudah mencelakai orang lain, kau harus bertanggung jawab. Biarpun sifat nona Xu tidak begitu baik tapi kau tetap harus mengalah." Siapa pun melakukan kesalahan harus dihukum. Sepertinya hanya Lao-bo yang bisa memikirkan cara ini untuk menghukum Wen Bao. Wen Bao berkata, "Bila Tuan Xu tidak mengijinkannya bagaimana?" "Tuan Xu pasti mengijinkannya, apalagi sekarang." Xu Qing-song pasti setuju, dia takut putrinya tidak bisa menikah lagi, apalagi Wen Bao adalah pemuda yang baik. Wen Bao tidak berani menjawab, dia hanya menunduk dan keluar dari taman. Begitu keluar dari taman bunga, Wen Hu baru berani menepuk pundak adiknya dan berkata, "Tidak perlu merasa sedih sebenarnya kau juga sudah harus menikah. Sesudah menikah lambat laun kau akan merasa bahwa mempunyai istri bukan hal yang buruk melainkan bisa membawa, banyak keuntungan." "Kebaikan" Siapa bilang ada kebaikan?" kata Wen Bao marah. "Orang sering berkata mempunyai, uang atau tidak paling sedikit bila malam musim dingin telah tiba, waktu kau pulang dari udara luar yang sangat dingin kau. bisa segera naik ke tempat tidur dan istri yang hangat selalu menunggumu. Dia tidak akan mengusirmu dari tempat tidur itu." Wen Bao dengan dingin berkata, "Sekarang pun banyak selimut hangat yang menungguku dan tiap malam aku bisa berganti-ganti." Wen Hu berkata, "Tapi selimut-selimut yang hangat itu sudah ada yang punya, kau hanya bisa melihat. Tapi seorang istri tidak sama, dia akan selalu menyediakan selimut hangat menunggumu pulang." "Aku juga ingat satu kalimat, apakah kau sudah pernah mendengarnya?" kata Wen Bao. "Kalimat apa?" "Bila tiap hari kau ingin makan telur ayam, kau tidak perlu memelihara seekor ayan betina di rumah untuk bertelur." Wen Hu tertawa dan berkata, "Sebenarnya mempunyai istri seperti makan nasi bungkus." "Apa artinya makan nasi bungkus?" "Kapan pun bisa makan di rumah asal kau mau tapi kalau sudah bosan kita masih bisa berganti-ganti selera." Wen Bao tertawa, hanya tertawa sebentar dahinya sudah berkerut lagi, dia menarik nafas dan berkata, "Sebenarnya aku pun ingin menikah tapi bila istrinya seperti seekor macan betina bagaimana" Siapa bisa terima ini?" Wen Hu berkata, "Aku pernah ingat satu kalimat, kalimat ini berbunyi: 'perempuan seperti seekor kuda, laki-laki adalah penunggang kuda. Asal laki-laki mempunyai teknik menunggang kuda yang benar, biarpun kuda itu sangat liar akhirnya kuda itu akan menjadi sangat jinak dan penurut. Kau suruh dia ke barat, kuda itu tidak akan berlari ke timur'." Wen Hu tertawa lagi dan terus berkata, "Sifat kakak iparmu juga sangat jelek tapi sekarang...." "Apakah sifat kakak ipar sudah berubah menjadi baik?" Wen Hu mengangkat kepalanya dan berkata, "Sedikit demi sedikit, kakak iparmu sudah mengerti siapa yang menjadi kepala keluarga." Setelah habis kata-katanya, ada seorang perempuan yang tinggi dan besar keluar dari semak-semak. Sepasang mata yang besar memelototi Wen Hu dan berkata, "Bicara sekali lagi, siapa yang menjadi kepala rumah tangga?" Wen Hu segera berubah menjadi seperti seekor ayam jantan yang kalah bertarung, dengan tertawa dia berkata, "Ya, pasti kau yang menjadi kepala keluarga." Lao-bo menggunting daun-daun yang berlebihan. Lao-bo tidak senang bunganya terlalu banyak daun karena akan merusak pemandangan. Lao-bo juga tidak senang hal yang rumit seperti melihat orang yang terlalu berlebihan. Anak buah Lao-bo yang benar-benar bisa bertanggung jawab tidak begitu banyak tapi tiap anak buahnya mempunyai kemampuan yang tinggi dan sangat setia kepadanya. Lao-bo selalu merasa puas kepada anak buahnya. Lao-bo tahu anak buahnya selalu melaksanakan tugas dengan baik karena itu dia sudah lama tidak turun tangan. Lao-bo yakin dia masih mempunyai tenaga yang cukup untuk mengalahkan lawan-lawannya. Sewaktu pedang Yi Shi menyerangnya, Lao-bo sudah mengetahui kekurangan ilmu pedang Yi Shi. Biarpun tidak dilindungi oleh anak buahnya, Lao-bo tetap akan bisa mengalahkan musuh. Lao-bo selalu menunggu kesempatan terakhir untuk mengalahkan lawannya karena waktu itu lawannya sudah dalam keadaan lelah dan tenaga belum pulih seluruhnya. Lawannya selalu mengira serangan terakhirnya pasti akan berhasil. Pada saat menentukan itulah yang selalu digunakan oleh Lao-bo untuk membuat serangan balik dan serangan Lao-bo ini sering kali mematikan lawannya. Hanya saja menunggu saat yang terakhir ini tidak begitu mudah karena harus mempunyai keberanian, ketenangan, dan mempunyai pengalaman yang luas. Lao-bo tahu Lu Xiang-chuan bukan anak kandungnya tapi kesetiaannya lebih dari pada Sun Jian anak kandungnya sendiri. Lao-bo sangat percaya dan suka kepada Lu Xiang-chuan. Dia membagi separuh harta dan usahanya kepada Lu Xiang-chuan. Karena sifat Lu Xiang-chuan sangat tenang dan lincah, sifat ini berlawanan dengan sifat Sun Jian yang ceroboh dan cepat marah. Usaha Lao-bo sangat besar, dia harus mempunyai anak buah semacam Liu untuk menjaga dan meneruskannya. Awal-awal mendirikan usaha tidaklah mudah karena harus membutuhkan orang yang sangat pemberani. Tiba-tiba Lao-bo mengingat orang yang memakai baju abu. Dia tidak tahu siapa orang ini. Lao-bo tidak pernah membicarakan orang ini, tapi sepertinya orang ini pernah muncul dalam kehidupannya. Demi Lao-bo orang ini selalu melakukan hal yang orang lain belum pernah lakukan. Jika membiarkan orang ini hidup terus akan menambah kesulitan untuk Lao-bo karena dalam semua hal orang ini memakai kekerasan untuk mengatasinya. Tapi Lao-bo memiliki banyak cara yang jitu dari pada harus membunuh orang. Sekarang Lao-bo bukan ingin menghilangkan nyawa orang melainkan ingin mendapatkan kesetiaan orang dan penghormatan orang lain. Sebab Lao-bo mengetahui bahwa membunuh orang tidak ada gunanya sama sekali. Tapi mendapat penghormatan dan kesetiaan dari orang akan lebih berguna untuk selamanya. Alasan dan kemauan Lao-bo selamanya tidak akan dimengertikan oleh si baju abu ini. Lao-bo menarik nafas, dia tidak suka cara-cara yang dipakai oleh si baju abu. Orang-orang mendirikan perusahaan pasti ada rahasia. Orang ini terlalu banyak mengetahui rahasia Lao-bo. Kalau bukan Lao-bo kemungkinan dari dulu dia sudah dilenyapkan nyawanya oleh orang lain. Lao-bo tidak melakukan hal itu. Itulah perbedaan antara Lao-bo dengan orang lain. Kadang-kadang Lao-bo juga memakai segala cara demi mendapatkan keberhasilan, tapi dia adalah orang yang sangat menghargai jasa orang dan dia adalah seorang yang lapang dada sekali. Hal ini tidak ada yang bisa membantah. Ada berapakah usaha Lao-bo" Dan bidang apa saja usaha-usahanya" Ini adalah rahasia yang terselubung kecuali dirinya sendiri tidak ada lagi yang tahu. Begitu banyak usaha yang tentunya harus dikerjakan oleh banyak orang. Maka itu Lao-bo terus menerus menerima tenaga-tenaga yang masih muda. Lao-bo ingin mengikat pemuda yang sangat berbakat dan sederhana supaya bisa bekerja untuknya. Nama pemuda itu adalah Chen Zhi-ming. Lao-bo sangat menyukai pemuda yang bernama Chen Zhi-ming. Dia merasa asal di arahkan dan dilatih sebentar pemuda ini akan menjadi pembantu yang sangat berguna. Tapi sayangnya semenjak liari itu pemuda itu tidak pernah muncul lagi. "Kemungkinan aku sudah semakin tua, banyak hal tidak dapat dijalankan dengan sempurna, sampai lupa meminta alamat rumahnya." Lao-bo menarik nafas dan menepuk-nepuk pinggangnya sendiri. Dia memandang matahari yang terbenam, Lao-bo merasa dia seperti matahari yang terbenam itu. Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Apalagi Lu Xiang-chuan. Tiap kali Lu Xiang-chuan sedang melakukan tugasnya Lao-bo tidak pernah khawatir dia akan gagal. Tapi kali ini lain, kali ini Lao-bo tidak setenang biasanya karena Lao-bo tahu kekuatan Wan Peng-wang dan juga sangat tahu cara apa yang akan dipakai oleh Wan Pengwang. Terlalu mengkhawatirkan dia menjalankan tugasnya ini adalah perasaan orang tua. Lao-bo terus menerus menarik nafas. Di bawah sinar matahari senja dia berjalan menuju rumahnya. Sekarang terpikir oleh Lao-bo sekarang adalah waktu yang paling tepat untuk melepaskan segala kegiatan. Tapi itu adalah pemikiran yang sekejap saja begitu matahari terbit pada pagi hari Lao-bo akan mengubah pemikirannya lagi. Di dunia ada semacam orang tidak bisa dikalahkan oleh apa pun termasuk 'tua' dan 'kematian'. Orang semacam itu tidak banyak, Lao-bo termasuk salah satunya. Sewaktu Lu Xiang-chuan berada di dalam kereta yang dipikirkan olehnya bukan bagaimana cara. memperlakukan Wan Peng-wang, yang dia pikirkan adalah si pembunuh berbaju abu yang membunuh orang seperti memotong rumput. Sewaktu si baju abu membunuh 3 orang Huang-shansanyou, Lu Xiang-chuan tidak sempat melihat wajahnya. Tapi dia sudah bisa menebak siapakah orang ini" Namun Lu Xiang-chuan tidak berani bertanya kepada Lao-bo. Hal yang Lao-bo tidak mau bicarakan tidak ada orang yang bisa memaksanya. Jika Lao-bo tidak mau membicarakannya bertanya kepadanya itu akan sia-sia. Perasaan Lu Xiang-chuan mengatakan bahwa si baju abu ini adalah Han Tang. Cara orang ini membunuh orang sangat kejam dan cepat. Lu Xiang-chuan belum pernah melihatnya. Pekerjaan Hari Tang tidak pernah dilakukan oleh orang lain, nanti pun tidak ada orang yang bisa menggantikannya. Kedudukan Lu Xiang-chuan semakin tahun semakin tinggi. Kekuasaannya pun semakin hari semakin besar. Dia sudah memimpin banyak orang biarpun dia memakai semua cara untuk mencari tahu tentang seorang Han Tang tapi semua percuma saja. Tidak ada orang yang tahu siapakah dia" Sekarang apa yang dilakukannya" Dan kepandaiannya belajar dari mana" Semua orang pasti mempunyai masa lalu, tapi orang ini tidak ada masa lalu. Di dunia sepertinya tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Kereta kuda yang dinaiki oleh Lu Xiang-chuan sangat indah. Kereta ini seperti sebuah tempat tidur yang nyaman. Tempat tidurnya empuk, getaran kereta pun sangat kecil. Tidur di kereta seperti tidur di tempat tidur di rumah sendiri terasa begitu nyaman. Bila Lu Xiang-chuan menjalankan tugas, dia akan melakukan dengan sepenuh hati. Hal-hal yang lain tidak terlintas di otaknya. Dia tahu tugas kali ini sangat sulit. Laki-laki harus seperti seorang laki-laki. Kata-katanya harus seperti laki-laki dan kerjanya pun harus seperti seorang laki-laki. Kalimat ini sering diucapkan oleh Lao-bo. Orang lain akan merasa aneh. Karena hal yang kecil Lao-bo sampai bermusuhan dengan Wan Peng-wang. Hanya Lu Xiangchuan saja yang mengerti maksud Lao-bo. Wan Peng-wang sebenarnya adalah sasaran dari misi Lao-bo. Jika kali ini Wan Peng-wang membiarkan gadis itu pergi artinya dia sudah tunduk kepada Lao-bo dan dia akan berteman dengan Lao-bo. Bila tidak dia akan menjadi musuh Lao-bo. "Aku tidak begitu mengerti orang, di dunia hanya ada 2 jenis manusia. Satu, dia adalah lawan dan yang lain adalah kawan. Apakah ingin jadi lawan atau kawan, tergantung sendiri. Tidak ada yang bisa memilih lagi." Ini adalah salah satu perkataan Lao-bo. Sebenarnya Lao-bo tidak memberi kesempatan kepada orang lain untuk memilih karena siapa pun yang memilih jadi musuh dia akan mati. Masalahnya sekarang adalah. Wan Peng-wang bukan seorang penakut. Pilihan yang dia ambil kemungkinan tidak sama seperti orang lain. Kalau dia memilih menjadi musuh, banjir darah akan terjadi. Biarpun itu terjadi, Lao-bo tetap masih bisa menang meski resikonya pun pasti sangat tinggi. Lu Xiang-chuan sangat teliti, sebelum menjalankan tugas dia sudah menyelidiki Wan Peng-wang dengan sedetil mungkin. Wan Peng-wang, dia bukan she Wan juga bukan she Wang. Katanya dia adalah anak hasil hubungan gelap tapi tidak ada orang yang bisa membuktikannya. Sebelum berumur 17 tahun tidak ada yang tahu dari mana asalnya, sesudah berumur 17 tahun dia sudah bekerja di sebuah perusahaan. Setengah tahun kemudian dia sudah naik jabatan. Pada umur 19 tahun dia membunuh bos perusahaannya kemudian dia menjadi bos perusahaan itu. Tapi setahun kemudian dia menjual perusahaan dan menjadi seorang polisi di tempat itu. Dalam 3 tahun dia sudah menangkap 29 orang penjahat, membunuh 8 orang dan sisanya dilepaskan. Sejak itu dia mempunyai 21 orang pembantu yang sangat setia kepadanya. Waktu berumur 24 tahun dia keluar dari kepolisian dan mendirikan perkumpulan Da-peng. Mulamula hanya memimpin kurang lebih 100 orang tapi sekarang anak buahnya sudah mencapai puluhan ribu orang dan kekayaannya sudah tidak terhitung lagi. Dulu kata-katanya tidak ada yang peduli, sekarang katakatanya adalah perintah. Semua datangnya bukan tiba-tiba melainkan dengan pertarungan hidup mati. Apalagi beberapa tahun ini terdengar kabar bahwa Giam telah mendapatkan sebuah rahasia ilmu silat yang aneh. Dia memberi nama 'Hui-hong-su-cap-kau-su ilmu telapak tangan ini sangat dasyat. Jarang ada yang bisa menandinginya. Lu Xiang-chuan merasa tugasnya sangat berat. Pertarungan, antara Lao-bo dan Wan Peng-wang takan bisa dihindari" Bagaimana akhirnya, Lu Xiang-chuan belum bisa memastikannya. Bila bukan terpaksa Lu Xiang-chuan tidak mau melihat pertentangan ini terjadi. Lu Xiang-chuan khawatir Wan Peng-wang tidak sudi bertemu dengannya. Sengaja dia mengajak Nan Gong Yuan menemaninya. Nan Gong Yuan adalah turunan keluarga Lamkiong yang terakhir. Dia adalah seorang terpelajar juga pesilat dan juga seorang play boy yang terkenal. Orang seperti dia sangat senang menghambur-hamburkan uang, kekayaan keluarganya semakin lama semakin menipis dan dia selalu meminjam uang kepada Lao-bo. Lu Xiang-chuan percaya bahwa Nan Gong Yuan tidak akan. mau kehilangan teman seperti Lao-bo. Kebetulan Nan Gong Yuan juga teman Wan Peng-wang. Wan Peng-wang seorang laki-laki berduit. Selama 40 tahun kesenangannya kepada perempuan, kedudukan makin tinggi, hobinya juga semakin banyak. Kecuali perempuan dia juga senang berjudi dan berkuda juga senang belajar etika. Kebetulan kesenangannya itu seperti Nan Gong Yuan dan Nan Gong Yuan adalah ahli di bidang itu. Karena itu Wan. Peng-wang bisa berteman dengan orang seperti Nan Gong Yuan. Kereta kuda berhenti di luar hutan. Ada seseorang sedang berdiri di tepi hutan itu. Tubuhnya tinggi dan gagah, memakai baju putih seperti salju. Di bawah pohon ada meja dan kursi juga ada guci arak, kecapi dan seekor kuda yang sangat tinggi dan bagus. Dari jauh dia terlihat seperti masih sangat muda tapi sudut matanya sudah mulai berkeriput. Dia begitu dewasa dan luwes, tidak bisa dibandingkan oleh siapa pun. Lu Xiang-chuan turun dari kereta dan mendekati Nan Gong Yuan, dia melihat wajah Nan Gong Yuan yang sedang kesal segera dia menghentikan langkahnya. Nan Gong Yuan mendekatinya. "Apa dia tidak mau bertemu denganku?" tanya Lu Xiang-chuan. Nan Gong Yuan menarik nafas dan berkata, "Dia menolak bertemu denganmu." "Kau tidak menceritakan maksud Lao-bo?" "Dia tidak pernah berhubungan dengan Lao-bo, kelak juga tidak akan ada hubungan apa-apa," jawab Nan Gong Yuan. "Bisakah dia mengubah pikirannya?" "Tidak ada yang bisa mengubah pikirannya," kata Nan Gong Yuan. Lu Xiang-chuan tidak bertanya lagi, dia sudah tahu jika teras menerus bertanya pun akan sia-sia saja. Wajah Lu Xiang-chuan tidak ada ekspresi, tapi hatinya mulai terasa kusut. Lu Xiang-chuan tidak ada cara lagi untuk membereskan benang kusut dalam pikirannya. Dia hanya tahu hal ini harus berhasil, tidak boleh gagal. Jika gagal akan berakibat fatal. Tiba-tiba Nan Gong Yuan berkata, "Tiap bulan tanggal satu adalah hari Wan Peng-wang membeli barang-barang antik dan kuno." Lu Xiang-chuan dengan gembira berkata, "Besok adalah tanggal satu." Nan Gong Yuan mengangguk sambil menarik nafas yang panjang dengan suara pelan berkata, "Waktu berlalu sangat cepat hari berganti bulan, dulu masih muda sekarang rambut sudah memutih. Kehidupan orang seperti mimpi, tiap hari menghabiskan waktu entah untuk apa?" Lu Xiang-chuan tertawa kecil dia mengeluarkan sebuah amplop dan berkata, "Kemungkinan demi ini." "Barang apa ini?" tanya Nan Gong Yuan. "Cek 5.000 tail emas ini adalah penghonnatf.n dari Laobo." Nan Gong Yuan memandang amplop besar itu dan tertawa. Dengan nada sinis dia berkata, "Orang seperti diriku tidak pantas diberi penghormatan." Tiba-tiba Nan Gong Yuan membalikkan tubuhnya berjalan menuju meja dan dia mulai memainkan kecapi. Nan Gong Yuan sedang bernyanyi, "Hidup orang seperti mimpi bila sadar dari mimpi kita akan menghadapi kenyataan." Tiap hari sibuk apa sebabnya" Lagu yang sedih denting kecapi pun terdengar sungguh memilukan, matahari senja menyinari hutan. Bumi dan langit tiba-tiba terasa hening. Lu Xiang-chuan dengan diam terus berdiri. Kedudukan dan keberhasilannya lebih tinggi dari Nan Gong Yuan namun, di depan Nan Gong Yuan dia merasa ada yang kurang. Kekurangannya adalah 'masa lalu'. Lu Xiang-chuan hanya memiliki 'masa sekarang' dan 'masa depan' namun Nan Gong Yuan memiliki 'masa lalu'. Hanya masa lalu yang tidak dapat dibeli oleh orang. Walau dibayar dengan harga berapa pun tetap tidak akan terbeli. Lu Xiang-chuan memikirkan masa lalunya yang sulit, dalam hatinya timbul kemarahan. Dia meletakkan amplop itu dan melihat Nan Gong Yuan, sepatah demi sepatah kata dia berbicara, "Mimpiku selamanya tidak akan bisa terbangun karena aku belum pernah bermimpi." Nan Gong Yuan tidak mengangkat kepalanya hanya menjawab, "Sebenarnya kau tahu kadang-kadang orang harus bermimpi, bagaimana menurutmu?" Lu Xiang-chuan tahu itu. Penyakitnya adalah tidak bisa bermimpi karena itu dia merasa tegang. Ketegangan membuatnya sangat lelah. Namun itu menjadi pilihannya. Setiap orang mempunyai kehidupannya sendiri, yang dipilihnya adalah kehidupan yang rumit. Denting kecapi sudah berhenti. Dia melangkah berjalan ke arah kereta kuda, mengeluarkan perintah singkat. "Gu-hua-Xian." Tanggal satu semua pedagang barang antik sudah tiba di kaki gunung. Bahkan ada yang datang dari tempat yang sangat jauh. Karena hari ini adalah hari di mana Wan Peng-wang memilih barang-barang antik. Karena Wan Peng-wang adalah seorang pembeli dan kolektor yang baik. Di antara para pedagang antik mereka sudah saling mengenal. Di antara mereka ada seorang pemuda yang terlihat sangat tenang dan dia belum dikenal oleh orangorang itu. Menurut cerita mereka dia adalah perwakilan dari Ku-hoa-cian. Terlihat awan sedang bergerak. Rumah Wan Peng-wang seperti ada di atas awan, sangat tinggi dan tidak bisa dijangkau. Terdengar suara lonceng seperti keluar dari awan. Semua orang berjalan menuju rumah Wan Pengwang. Saat Lu Xiang-chuan melihat Wan Peng-wang, dia sangat terkejut. Dia belum pernah melihat orang seperti Wan Peng-wang. Wan Peng-wang seperti seorang raksasa yang berada di dalam dongeng dewa dewi. Pada saat dia duduk tingginya hampir sama dengan orang normal yang sedang berdiri. "Bila orang tubuhnya tinggi besar, otaknya pasti lebih sederhana." Tapi Wan Peng-wang merupakan pengecualian. Pandangannya sangat dingin, tajam, dan kuat. Arti dari. pandangan itu adalah memancarkan kecerdasan dan keteguhannya. Dia juga penuh dengan rasa percaya diri, membuat orang tidak berani berkata macam-macam tentangnya. Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Telapak tangannya lebar, besar, dan tebal. Setiap saat dia selalu mengepalkan tangannya dengan erat sepertinya kapanpun siap memukul orang yang akan menyerangnya. Di depannya orang-orang selalu bicara dengan hati-hati namun mendengarkannya dia merasa enggan. Hingga Lu Xiang-chuan mendekatinya, matanya tibatiba menyorotkan sinar seperti pisau. Dan pisau itu seakanakan mendekati Lu Xiang-chuan. Setelah lama pelan-pelan dia bertanya, "Apakah kau berasal dari Gu-hua-Xian?" "Bukan," jawab Lu Xiang-chuan. Lu Xiang-chuan mengerti orang macam Wan Pengwang. Di depan orang seperti dia lebih baik jangan berbohong. Karena kata-kata bohong itu sangat sulit untuk menipu orang semacam Wan Peng-wang. Tiba-tiba Wan Pengwang tertawa dan berkata, "Baiklah! Kau orang yang pintar, bosmu pasti orang yang lebih pintar lagi." Ooo)dw(ooO Tawa Wan Peng-wang tiba-tiba berhenti, kemudian dia memelototi Lu Xiang-chuan dan bertanya, "Apakah bosmu Sun Yu-bo?" Dalam hati Lu Xiang-chuan sebenarnya dia menghormati orang ini. Dia membawa piring dan mendekati Wan Peng-wang. "Piring ini terbuat dari giok dari Dinasti Han. Dan di atasnya adalah sebuah guci yang dibuat pada jaman dinasti Qing." Lu Xiang-chuan berkata lagi, "Benda ini adalah pemberian Lao-bo untuk ketua Bang sebagai rasa hormat. Harap ketua bisa menerimanya." Setiap kali bila Lao-bo meminta bentuan kepada orang lain selalu mengantarkan hadiah yang mewah. Artinya dalam menjalin persahabatan, dia selalu memberikan hadiah bila hadiah itu ditolak artinya dia menentang. Namun kali ini bukan maksud Lao-bo mengantarkan hadiah. Ini semua adalah ide Lu Xiang-chuan. Lu Xiangchuan berharap masalah ini dapat diselesaikan dengan damai. Walau mata Wan Peng-wang menatap terus piring itu namun sebenarnya dia sedang berpikir. Setelah lama Wan Peng-wang baru membuka mulut, "Katanya Wu Lao-dao adalah perantau dari Jiang-bei. 30 tahun yang lalu dia menetap di Jiang-nan." Wan Peng-wang mengangkat kepalanya kemudian dia memelototi Lu Xiang-chuan dan berkata lagi, "Sun Yu-bo pun demikian, apakah benar?" "Lao-bo dan Wu Lao-dao berasal dari desa yang sama, sama-sama menetap di Jiang-nan," kata Lu Xiang-chuan. Dia sudah tahu bahwa Wan Peng-wang sudah dapat menebak maksud kedatangannya dan dia tidak perlu menutup-nutupinya lagi. Lu Xiang-chuan sedikit demi sedikit merasa Wan Pengwang lebih menakutkan dari pada yang dibayangkannya. "Lao-bo menyuruhmu datang ke sini, apakah untuk kepentingan anak laki-laki Wu Lao-dao?" kata Wan Pengwang marah. "Lao-bo mengetahui masalah hubungan antara perempuan dan laki-laki, Ketua pasti bisa mengijinkan mereka bersama. Apalagi gadis itu hanyalah seorang pelayan yang dibeli oleh Ketua." Kata-kata Lu Xiang-chuan sangat sopan dan tidak langsung pada sasaran. Namun dia memberikan penjelasan mengenai keuntungan dan kerugian mengenai masalah ini. Demi seorang pelayan kemudian bermusuhan dengan Laobo sungguh tidak pantas. Tapi Wan Peng-wang dengan marah menjawab, "Ini bukan masalah antara perempuan dan laki-laki, namun ini adalah aturan perkumpulan di sini. Tidak diijinkan siapa pun boleh melanggar peraturan ini." Hati Lu Xiang-chuan serasa tenggelam, dia dapat melihat harapannya semakin menipis. Tapi belum sampai pada putusnya sebuah harapan dia tidak akan melepaskannya begitu saja. Lu Xiang-chuan ingin menjelaskan lebih rinci lagi masalah ini, kemudian dengan coba-coba dia berkata lagi, "Lao-bo senang berteman, bila Ketua bisa berteman dengannya, semua orang akan menyambutnya." Wan Peng-wang tidak menjawab, tiba-tiba dia berdiri dan berkata, "Ikut aku!" Lu Xiang-chuan tidak dapat menduga maksud Wan Peng-wang, dia akan membawanya kemana dan akan melakukan apa. Walaupun dia mencoba untuk menebak, sekarang dia merasa ada sedikit rasa takut. Bila Wan Pengwang ingin membunuhnya, mungkin sekarang dia sudah mati. Begitu keluar dari ruangan tadi, Lu Xiang-chuan baru bisa melihat rumah itu begitu megah dan mewah. Warna rumah itu karena bangunannya sudah lama. sudah berubah warna menjadi abu kehijauan membuat rumah terlihat lebih megah dan kuno. Di sekelilingnya tidak ada penjaga. Sepinya membuat orang merasa tempat ini membuat orang lemah. Tapi Lu Xiang-chuan tidak memiliki perasaan salah dan lengah. Lu Xiang-chuan tidak ada perasaan seperti itu. Dia mengerti bila di rumah itu banyak penjaga dia akan melihat sosok Wan Peng-wang yang sebenarnya. Orang seperti Wan Peng-wang tidak mudah mengeluarkan kekuatan yang sebenarnya. Begitu juga dengan Lao-bo. Lebih baik musuh tidak pernah tahu kekuatan yang sebenarnya. Bila tidak lebih baik jangan mempunyai musuh. Hanya orang desa yang baru kaya memakai semua kekayaan di tubuhnya. Di beranda tampak gelap dan sunyi. Di ujung beranda ada sebuah pintu dan pintunya tidak dikunci, terlihat ruangan itu sepertinya kosong. Bila pintu dibuka kau akan menyadari bahwa tebakanmu salah besar. Ruangan itu penuh dengan barang-barang kuno dan antik. Di istana pun belum tentu ada barang-barang antik sebanyak itu. Orang seperti Lu Xiang-chuan pun merasa entah harus melihat yang mana dulu. Wan Peng-wang membawanya berkeliling kemudian dia berkata, "Kau boleh pilih 2 macam barang, anggap saja untuk membalas pemberian Lao-bo." Lu Xiang-chuan tidak menolak, kadang-kadang omongan orang ditolak pun tidak ada gunanya, malah merasa heran. Dia benar-benar memilih 2 macam barang. Yang dipilih adalah lempengan giok dan sebuah pisau dari Persia. Harga kedua macam barang ini hampir sama dengan hadiah yang diberikan Lu Xiang-chuan kepada Wan Pengwang. Ini artinya Lu Xiang-chuan segera mengetahui barang bagus dan juga memberitahu Wan Peng-wang bahwa seorang Lu Xiang-chuan tidak ingin mengambil keuntungan dari orang lain. Benar saja mata Wan Peng-wang menyorot ekspresi memuji, "Kapan pun bila kau sudah tidak bekerja lagi dengan Sun Yu-bo atau bertengkar dengannya, datanglah kemari aku tidak akan menolakmu." "Terima kasih" jawab Lu Xiang-chuan. Diperhatikan oleh orang semacam Wan Peng-wang, Lu Xiang-chuan merasa sedikit bangga. Namun hatinya kembali menjadi dingin. Karena dia tahu artinya bahwa sekarang sudah tidak ada jalan keluar lagi. Wan Peng-wang tidak akan memberi kesempatan lagi. Mereka kembali melewati jalan yang lain. Begitu keluar dari pekarangan, terdengar ringkikan kuda. Wan Peng-wang menghentikan langkahnya kemudian bertanya, "Apakah kau mau melihat kuda-kudaku?" Pertama kati Lu Xiang-chuan melihat Wan Peng-wang terlihat senang. Dia merasa undangan ini tidak ada maksud lain. Seperti seorang tuan rumah memanggil anaknya untuk menemui tamunya, dengan maksud agar tamunya memuji anaknya. Memuji orang adalah keahlian dari Lu Xiangchuan. Karena memuji orang bisa membuat orang lain merasa senang dan dirinya pun mendapat keuntungan. Hanya orang bodoh saja yang menolak. Saat ini dia belum tahu di mana keuntungannya. Kandang kuda bentuknya panjang dan terlihat bersih. Hampir semua kuda adalah kuda pilihan yang terbaik. Ada seekor kuda menggunakan sebuah kandang yang besar. Bulunya mengkilat dan tampak licin. Walaupun dia adalah seekor kuda namun pembawaannya sangat anggun dan sombong, seperti tidak ingin berteman dengan manusia. Semua kuda yang dilihat sebelumnya bila di jumlahkan harganya tidak bisa menyaingi harga kuda ini. Lu Xiang-chuan langsung memuji, "Kuda ini sangat istimewa, apakah turunan dari Han-xue?" "Kau sangat mengetahui barang bagus." Giam Peng-ong tertawa. Tawa Wan Peng-wang terlihat senang dan bangga. Hal ini pertama kali dia melihat Wan Peng-wang seperti itu. Walaupun Wan Peng-wang berdiri di tengah rumah yang penuh dengan kekayaannya, dia tidak pernah berekspresi seperti itu. Tiba-tiba melintas di hati Lu Xiang Chuan sebuah harapan. Terpikir olehnya sebuah cara yang mungkin bisa membuat Wan Peng Wang tunduk. Ia tidak tahu seberapa efektifkah caranya itu. Tapi, jika tidak dicoba, bagaimana ia bisa tahu" Karena itu, tidak ada salahnya jika mencoba. Ooo)dw(ooO BAB 3 Hari sudah malam, jalan itu sebenarnya jalan yang paling ramai di kota. Sekarang toko-toko sudah tutup. Di jalan tidak terlihat sedikit pun cahaya dan tidak terdengar suara apa pun. Wu Lao-dao mengikuti Lu Xiang-chuan berjalan ke arah sana. Namun Wu Lao-dao tidak tahu ke mana tujuan sebenarnya, dia tidak berani bertanya. Lu Xiang-chuan walaupun masih muda tapi dia sangat sopan. Wu Lao-dao adalah sesepuh dunia persilatan. Sejak awal dia sudah melihat bahwa anak muda ini berbeda dengan orang lain. Dia tidak seperti Lao-bo selagi muda dulu, begitu bercahaya. Namun Lu Xiang-chuan lebih sulit ditebak hati dan kemauannya. Masa depannya pasti tidak akan jauh berbeda dengan Lao-bo. Wu Lao-dao sangat ingin berteman dengan anak muda ini karena itu dia sangat menghormati. Lu Xiang-chuan. Rumah makan yang terbesar di jalan itu bernama Baxianlou (Rumah makan 8 dewa). Sekarang tiap jendela di rumah makan itu terlihat gelap dan semua pelayanpelayannya sudah tidur. Namun Lu Xiang-chuan langsung mendorong pintu, pintu itu sama sekali tidak dikunci. Di atas loteng lampu masih menyala dengan terang benderang, hanya saja tiap jendela, dipasang gorden yang tebal dan hitam karena itu dari luar tidak terlihat ada cahaya lampu. Banyak orang sedang menunggu di sana. Dilihat dari cara berpakaian mereka, mereka datang dari berbagai, macam lapis masyarakat. Tapi mereka memiliki satu persamaan yaitu mereka sangat tenang dan memiliki sepasang tangan yang tampak kasar dan bertenaga. Kelihatannya, mereka tidak saling kenal, tapi begitu mereka melihat Lu Xiang-chuan mereka membungkukkan badan memberi hormat. Waktu itu Wu Lao-dao baru mengetahui bahwa kekuasaan Lao-bo lebih menakutkan dari yang selama ini dia bayangkan. Dia belum pernah melihat Lu Xiang-chuan mengumpulkan begitu banyak orang, sekarang mereka semua sudah datang. Dia tinggal di kota ini sudah 20 tahun lebih dan dia tidak mengenali orang-orang itu. Yang lucunya adalah bos rumah makan itu termasuk satu di antara mereka. Dan yang pertama menyambut Lu Xiang-chuan adalah dia sendiri. Wu Lao-dao sudah berteman dengan bos rumah makan ini selama 20 tahun tapi tidak tahu bahwa dia memiliki hubungan dengan Lao-bo dan kelihatannya dia juga adalah anak buah Lao-bo. Lu Xiang-chuan sangat menghormati dan bersikap ramah kepada bos rumah makan ini. Seperti seorang raja yang pintar menghadapi perdana menterinya yang berprestasi. Bos rumah makan itu bernama Yu Ba-le, dia membungkukkan tubuhnya dan berkata, "Kecuali beberapa orang yang berada di luar kota, semua sudah tiba, silahkan memberi perintah." Lu Xiang-chuan tersenyum dan mengangguk. Kemudian berkata, "Saudara-saudara silahkan duduk! Lao-bo mengirim salam untuk saudara-saudara." Semua orang membungkukkan badan dan berkata, "Hamba pun selalu mendoakan dan mengingat Lao-bo, apakah Lao-bo sehat-sehat saja?" Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Yang mulia seperti sebuah benda yang terbuat dari besi, kalian teman lama beliau pasti lebih tahu dari diriku, dewa penyakit pun bertemu dengannya pasti akan lari ketakutan." Semua orang tertawa. Tadinya semua orang terlihat tegang dan sekarang sudah hilang. Lu Xiang-chuan berkata, "Hari ini aku pertama kali bertemu dengan kalian, seharusnya kita minum-minum. Tapi aku takut bos Yu akan sakit hati karena kita akan menghabiskan araknya." Semua orang kembali tertawa. Setelah tawa mereka reda, sikap Lu Xiang-chuan berubah menjadi serius dan berkata, "Kali ini aku datang ke tempat ini karena beban dan tugasku sangat berat. Bila masalah ini tidak dapat dibereskan aku malu bertemu kembali dengan Lao-bo. Sekarang mana bisa ada minat Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo untuk minum arak." Tiba-tiba ada yang bertanya, "Tuan Lu mempunyai kesulitan apa" Kekurangan uang atau kekurangan orang, silahkan utarakan." "Terima kasih," jawab Lu Xiang-chuan. Dia menunggu perhatian orang-orang terfokus padanya kemudian dia melanjutkan lagi, "Yang aku inginkan sekarang ini hanya satu hal yaitu kuda milik Wan Pengwang." Hari semakin malam, Wu Lao-dao dan Lu Xiang-chuan sedang menuju perjalanan pulang. Sekarang Wu Lao-dao lebih hormat lagi kepada pemuda ini. Teknik bicaranya lebih bagus dari tetua persilatan mana pun dan memiliki daya tarik yang khusus membuat orang pada saat pertama berjumpa dengannya ingin mendekati dia tapi tidak menurunkan wibawanya. Dari pengalamannya selama berpuluh-puluh tahun, Wu Lao-dao tahu bahwa seseorang bila ingin dihormati oleh orang-orang itu sangat sulit. Yang membuat Wu Lao-dao terharu adalah walaupun kedudukan dan nama Lu Xiang-chuan sudah tinggi namun dia tidak lupa bahwa Lao-bo adalah atasannya. Tiba-tiba Lu Xiang-chuan bertanya kepadanya, "Apakah ada yang ingin kau tanyakan?" Wu Lao-dao terlihat ragu, di depan pemuda ini dia bicara tampak lebih hati-hati lagi. Akhirnya Wu Lao-dao bertanya, "Apakah kau benarbenar menginginkan kuda itu?" Kata Lu Xiang-chuan, "Seumur hidup Lao-bo belum pernah berbohong, aku sangat setia kepada Lao-bo. Hal lain aku tidak dapat menandinginya. Tapi hal seperti ini paling sedikit aku bisa melakukannya." Wu Lao-dao dalam kegelapan mengacungkan jempolnya setelah lama dia coba-coba bertanya lagi, "Penjagaan rumah Wan Peng-wang sangat ketat harus mencuri seekor kuda yang bisa berteriak dan bisa lari sepertinya bukan hal yang mudah. Walaupun penjaga kuda itu adalah teman Lao-bo, itu juga bukan hal yang mudah." "Memang tidak mudah, dan boleh dikatakan tidak mungkin dilakukan," kata Lu Xiang-chuan.... Tiba-tiba dia tertawa dan berkata, "Tapi aku tidak mengatakan akan membawa keluar kuda itu hidup-hidup." Wu Lao-dao terpaku dan wajahnya berubah kemudian dia berkata, "Maksudmu"! Asal bisa mengeluarkan kuda itu baik dalam keadaan hidup atau mati?" "Benar, aku memang bermaksud seperti itu." Wu Lao-dao bertanya lagi, "Kuda itu dianggap oleh Wan Peng-wang lebih penting dari semua kekayaannya. Bila kita membunuh kuda itu akibatnya sungguh fatal." Lu Xiang-chuan berkata, "Bila tidak dibunuh akibatnya pun akan fatal." "Mengapa?" "Kau tahu bahwa Lao-bo tidak senang dibantah oleh orang lain, kali ini Lao-bo sengaja memberitahuku asal Wan Peng-wang mau melepaskan kekasih anakmu tidak perlu memikirkan hal lain lagi." Dia menepuk-nepuk pundak Wu Lao-dao dan berkata, "Teman lama Lao-bo sangat banyak namun teman Lao-bo dari kecil dapat dihitung dengan jari. Dia bersedia mengorbankan segalanya hanya karena tidak ingin membuat kau kecewa dan sedih." Wu Lao-dao merasa dadanya panas, tenggorokan pun seperti tersekat. Kemudian dengan perlahan dia berkata, "Apakah demi diriku Lao-bo akan beimusuhan dengan Wan Peng-wang?" "Kami sudah mempersiapkan semuanya," jawab Lu Xiang-chuan. Kata-kata Lu Xiang-chuan walaupun sangat ringan tapi Wu Lao-dao mengetahui bahwa kekuatan Wan Peng-wang dan juga pengorbanan Lao-bo. Wu Lao-dao terlihat ragu, di depan pemuda ini dia bicara tampak lebih hati-hati lagi. Akhirnya Wu Lao-dao bertanya, "Apakah kau benarbenar menginginkan kuda itu?" Kata Lu Xiang-chuan, "Seumur hidup Lao-bo belum pernah berbohong, aku sangat setia kepada Lao-bo. Hal lain aku tidak dapat menandinginya. Tapi hal seperti ini paling sedikit aku bisa melakukannya." Wu Lao-dao dalam kegelapan mengacungkan, jempolnya setelah lama dia coba-coba bertanya lagi, "Penjagaan rumah Wan Peng-wang sangat ketat harus mencuri seekor kuda yang bisa berteriak dan bisa lari sepertinya bukan hal yang mudah. Walaupun penjaga kuda itu adalah teman Lao-bo, itu juga bukan hal yang mudah." "Memang tidak mudah dan boleh dikatakan tidak mungkin dilakukan," kata Lu Xiang-chuan.... tiba-tiba dia tertawa dan berkata, "Tapi aku tidak mengatakan akan membawa keluar kuda itu hidup-hidup." Wu Lao-dao terpaku dan wajahnya berubah kemudian dia berkata, "Maksudmu"! Asal bisa mengeluarkan kuda itu baik dalam keadaan hidup atau mati?" "Benar, aku memang bermaksud seperti itu." Wu Lao-dao bertanya lagi, "Kuda itu dianggap oleh Wan Peng-wang lebih penting dari semua kekayaannya. Bila kita membunuh kuda itu akibatnya sungguh fatal." Lu Xiang-chuan berkata, "Bila tidak dibunuh akibatnya pun akan fatal." "Mengapa?" "Kau tahu bahwa Lao-bo tidak senang dibantah oleh orang lain, kali ini Lao-bo sengaja memberitahuku asal Wan Peng-wang mau melepaskan kekasih anakmu tidak perlu memikirkan hal lain lagi." Dia menepuk-nepuk pundak Wu Lao-dao dan berkata, "Teman lama Lao-bo sangat banyak namun teman Lao-bo dari kecil dapat dihitung dengan jari. Dia bersedia mengorbankan segalanya hanya karena tidak ingin membuat kau kecewa dan sedih." Wu Lao-dao merasa dadanya panas, tenggorokan pun seperti tersekat. Kemudian dengan perlahan dia berkata, "Apakah demi diriku Lao-bo akan bermusuhan dengan Wan Peng-wang?" "Kami sudah mempersiapkan semuanya," jawab Lu Xiang-chuan. Kata-kata Lu Xiang-chuan walaupun sangat ringan tapi Wu Lao-dao mengetahui bahwa kekuatan Wan Peng-wang dan juga pengorbanan Lao-bo. Seorang sahabat mengorbankan dirinya untuk seorang Wu Lao-dao, air matanya pun mengalir. Lu Xiang-chuan berkata, "Aku juga tidak berharap akan terjadi pertarungan karena itu aku nekat melakukan hal ini." Wu Lao-dao menghapus air matanya, dia ingin bicara tapi kata-katanya tidak bisa keluar. "Aku hanya berharap tindakan ini akan mengejutkan Wan Peng-wang dan dia akan melepaskan gadis itu," kata Lu Xiang-chuan. Wu Lao-dao mengangguk dan dalam hatinya penuh dengan rasa terima kasih. Kata Lu Xiang-chuan, "Aku memilih kuda itu bila kita belum terpaksa bertindak, jangan sampai melukai orang, apalagi aku tahu bahwa seseorang bila sudah tahu bahwa barang kesayangannya rusak kecuali rasa marah dam sedih dia juga akan merasa ketakutan." Wu Lao-dao dengan nada kecil menjawab, "Namun Wan Peng-wang bukan orang yang mudah ditakuti." Lu Xiang-chuan tertawa dengan ringan, "Tadi aku sudah bicarakan semua akibat yang akan timbul dan kita sudah siap menghadapi." Wu Lao-dao menunduk, hatinya terasa berat, membuat kepalanya tidak dapat diangkat. Dia menyesal menceritakan masalah ini kepada Lao-bo. Tapi dia tidak tahu walaupun dia tidak mengatakan hal itu, lambat laun pertarungan ini akan terjadi juga. Setiap pagi saat Wan Peng-wang bangun kebiasaannya adalah marah-marah. Semua gadis yang tidur dengannya pasti akan mencuri kesempatan untuk kabur. Sesudah dia menghabiskan sarapan, bara kemarahannya sudah reda. Makanan Wan Peng-wang berbeda dengan orang lain, sarapannya adalah sepanci kuali dimasak dengan ayam betina yang tua dan jamur. Kemudian dicampur dengan daging ham. Masih harus ditambah 10 butir telur, 20 buah bakpau. Bila orang lain melihat sarapannya yang begitu banyak pasti akan merasa terkejut. Namun hari ini sarapannya tidak sama, begitu Wan Peng-wang membuka tutup panci, wajahnya berubah menjadi hijau. Di dalam panci tidak ada jamur, daging ham, juga tidak ada ayam. Di dalam panci hanya ada kepala kuda yang masih mengeluarkan darah. Wan Peng-wang mengenali kepala kuda ini, lambungnya menjadi keram dan menciut seperti sudah dipukul oleh orang lain. Kemudian timbul kemarahan yang membara. Sepertinya dia ingin loncat dari tempat tidur dan keluar untuk mencekik mati orang yang pertama dia temui. Kemudian mencekik mati semua orang yang mengurus kudanya, dan mencekik mati 10 kali orang yang mengantar panci ini. Tapi yang membuat heran adalah Wan Peng-wang ternyata bisa menahan kemarahannya biasanya karena hal yang sepele dia bisa marah seperti guntur malah mungkin bisa membunuh orang. Namun begitu dia bertemu dengan masalah yang besar dia malah tampak tenang dan dingin. Dia tahu bila dia marah malah menghancurkan dirinya sendiri. Dia juga tahu siapa yang melalaikan semua ini. Lao-bo pasti melakukan gebrakan awal dan sudah diperhitungkan. Namun dia tidak menyangka Lao-bo akan melakukan secepat ini. Wan Peng-wang tidak menyangka bahwa Lu Xiangchuan berani melakukannya. "Bila kau ingin menyerang satu orang harus menggunakan kesempatan pertama, bila tidak kau harus menunggu kesempatan akhir yaitu pada saat musuh sedang lengah. Menunggu begitu lama tentu tidak akan dapat bersabar." Ini adalah kata-kata Lao-bo. Lu Xiang-chuan tidak pernah melupakan kata-kata Lao-bo dan dia menggunakan kesempatan pertama karena dia mengetahui bahwa lawannya belum siap. Bila Wan Peng-wang sedang sarapan tidak ada yang berani dekat-dekat dengannya. Wan Peng-wang tidak menyukai orang melihat dia pada waktu sedang makan dengan lahap. Untung di ruangan itu tidak ada orang karena itu dia dapat berpikir dengan tenang. Lao-bo adalah benar-benar lawan yang sangat menakutkan 10 kali lipat dari apa yang dia bayangkan selama ini. Anak buah Lao-bo selain Lu Xiang-chuan, apakah masih ada yang lain" Wan Peng-wang menutupi panci itu dengan sikap gusar. Begitu dia keluar ruangan, wajahnya tidak ada ekspresi, dia hanya berpesan satu kalimat, "Segera antarkan Dai-dai ke rumah Wu Lao-dao." Meng Xing-hun berbaring di tempat tidur di sebuah penginapan, dia sudah berbaring kurang lebih selama 7-8 jam. Dia tidak makan, tidak bergerak, juga tidak tidur. Sekarang batas waktu yang diberikan Gao Lao-da tinggal 90 hari lagi. Namun dia mengetahui keadaan Lao-bo masih sama seperti 29 hari yang lalu.Dia mengetahui bahwa Laobo adalah orang yang istimewa tapi hal yang lainnya dia tidak tahu. Ilmu silat nya berasal dari aliran mana" Apakah dia lihai atau tidak" Meng Xing-hun sama sekali tidak tahu. Hari itu jari-jari Lao-bo tidak bergerak. Ketenangan Lao-bo membuat Meng Xing-hun merasa ketakutan. Sebenarnya anak buah Lao-bo ada beberapa orang diantaranya adalah pesilat tangguh" Tapi siapakah mereka" Meng Xing-hun tidak mengetahuinya sama sekali. Hari itu yang dilihatnya hanya seorang pemuda yang kelihatan terpelajar dan di balik bajunya banyak tersimpan senjata rahasia sedangkan untuk Sun Jian, dia memiliki sifat seperti api membara. Meng Xing-hun mengetahui bahwa kedua orang itu sudah meninggalkan kota. Apakah di sisi Lao-bo masih ada anak buah yang tangguh seperti kedua orang itu" Si baju abu, berada di mana dia sekarang" Meng Xinghun adalah seorang pembunuh yang cukup ahli namun dia juga merasa bahwa orang itu begitu kejam dan dingin. Tepat dan cepat langsung mengarah sasaran saat membunuh orang. Meng Xing-hun melihat cara membunuh seperti itu terasa timbul rasa takutnya. Meng Xing-hun pernah mencari tahu mengenai orang itu. Namun Lu Xiang-chuan saja tidak tahu apalagi dia. Kebiasaan dan kehidupan sehari-hari Lao-bo seperti apa" Dan biasa dia sering ke mana" Meng Xing-hun tidak tahu. Dia juga tidak tahu di mana tempat tinggal Lao-bo karena taman bunga Chrysan itu sangat besar dan di dalam taman itu ada 17 ruangan. Sebenarnya di ruangan mana Lao-bo tinggal" Apalagi taman bunga Lao-bo bukan hanya ada satu bagian, di sisi taman Chrysan masih ada taman bunga mei, mawar, Mu-dan, dan masih ada kebun bambu. Semua taman-taman saling berhubungan, tidak ada yang tahu berapa luas taman itu sebenarnya. Hanya dia mengetahui bila seseorang yang berjalan dengan cepat mengelilingi taman itu, dalam satu hari pun belum tentu bisa mengelilingi seluruhnya. Yang membuat Meng Xing-hun pusing adalah semenjak Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo hari itu dia tidak pernah melihat Lao-bo lagi. Orang ini seperti raja di jaman kuno, selamanya tidak akan menginjakkan kaki di luar wilayah kekuasaannya. Di dalam taman bunga itu apakah ada penjaga, berapa orangkah yang menjaga" Meng Xing-hun tidak tahu. Dia pun tidak berani masuk ke wilayah Lao-bo. Dia tidak mau bertindak gegabah. Hari sudah malam, Meng Xing-hun baru bangun. Makanannya sangat sederhana saja karena dia menganggap makan terlalu banyak pikirannya lama-lama akan menjadi lamban. Dia merasa badannya seperti mirip beberapa jenis binatang, seperti kelelawar pada pagi hari tidur, malam hari keluar. Seperti anjing pemburu yang suka mengejar mangsanya. Seperti elang yang cakarnya sangat tepat mencengkram mangsanya. Seperti kelinci yang berlari sangat cepat. Seperti kura-kura bisa menahan penghinaan dan memikul beban yang berat. Meng Xing-hun makan hanya satu kali, dia bisa bertalian selama berhari-hari setelah itu baru makan lagi. Dia memilih rumah makan yang tidak begitu besar, juga tidak begitu kecil. Tidak begitu sepi juga tidak begitu ramai. Meng Xing-hun selalu memilih tempat yang tidak menyolok sebab dia tidak mau memancing perhatian orang lain. Rumah makan tempat dia makan tampak terang benderang. Ada beberapa orang keluar dari rumah makan itu diantaranya ada laki-laki dan perempuan. Mereka masih muda dan dari penampilan mereka dapat diketahui mereka adalah orang kaya. Meng Xing-hun berharap dia bisa seperti mereka. Dia tidak seperti Lu Xiang-chuan. Biarpun berharap seperti orang lain tapi dia tidak iri. Masa lalu yang pahit tidak membuat dia merasa sedih dan marah. Terdengar suara tawa sangat besar, cara bicaranya pun besar, "Hari ini siapa yang minum arak paling banyak" Yang minum paling banyak adalah Xiao Tie." Gadis yang memakai baju merah itu adalah Xiao Tie. Tiba-tiba ada seorang pemuda masuk ke rumah makan itu dan membawa satu guci arak. Dia mengantarkan arak itu ke hadapan Xiao Tie. Xiao Tie tidak bicara juga tidak menolak, dia hanya tersenyum. Kemudian menghabiskan arak yang berada di dalam guci itu. Gadis yang jago minum tidak banyak, karena Meng Xing-hun juga jago minum maka dia terus memperhatikan gadis itu. Dia merasa gadis itu sangat istimewa. Gadis ini sangat cantik, biasanya gadis cantik tahu bahwa dirinya menarik dan selalu mengingatkan hal itu kepada orang lain. Tetapi gadis ini tidak seperti gadis lain, sepertinya gadis ini tidak peduli dia cantik atau tidak. Diantara begitu banyak orang, dia juga tertawa tapi tawanya tidak sama seperti gadis lain. Walaupun di sisinya banyak orang tapi dia sepertinya sedang seorang diri. Biarpun berkumpul dengan banyak orang dia tetap seperti berdiri sendiri di tengah-tengah lapangan yang dingin dan sepi. Kuda dan kereta kuda datang silih berganti. Orang-orang lain sudah mengikuti temannya pergi, hanya tinggal Xiao Tie dan seorang pemuda yang memakai baju hitam. Pemuda ini sangat tampan, tubuhnya pun tinggi, sarung pedangnya pun sangat berkilauan. Pemuda ini sangat pantas menjadi pelindung gadis seperti Xiao Tie. Masih ada satu kereta kuda yang berhenti di pinggir jalan. "Mari kita naik ke atas kereta," kata pemuda baju hitam. Xiao Tie menggelengkan kepala. "Apakah kau masih ingin minum?" tanya pemuda itu. Xiao Tie tetap menggelengkan kepalanya. "Apakah kau mau berdiri di sini semalaman?" Xiao Tie tetap menggelengkan kepala dengan ringan dia berkata, "Aku ingin jalan-jalan." "Baiklah! Aku akan menemanimu," kata pemuda itu. Mereka terlihat sangat dekat. Pemuda itu masih muda, dia tidak takut orang melihat dia, juga tidak peduli dengan pandangan orang. Karena itu dia memegang tangan gadis itu. Xiao Tie tidak melepaskan pegangan pemuda itu. Dia tetap dengan ringan berkata, "Aku ingin jalan-jalan sendirian, apakah boleh?" Pemuda itu terpaku, akhirnya melepaskan tangan yang dipegangnya. Dia bertanya kepada. Xiao Tie, "Apakah besok aku boleh mencarimu lagi?" "Kalau kita masing-masing punya waktu, mengapa tidak?" "Tunggulah aku besok pagi," kata pemuda itu tertawa. Xiao Tie tidak bicara lagi dan terus berjalan. Biarpun jalannya sangat lamban tapi akhirnya hilang dalam kegelapan. Biasanya anak gadis takut pada kegelapan tapi Xiao Tie tidak. Meng Xing-hun tidak mengenal Xiao Tie, apalagi pemuda yang memakai baju hitam itu. Meng Xing-hun dan mereka tidak saling mengenal tapi dia tetap merasa mereka sangat serasi. Begitu mendengar Xiao Tie pergi seorang diri dan meninggalkan, pemuda itu di pinggir jalan, hati Meng Xinghun malah merasa senang. Pemuda itu terus memandang bayangan Xiao Tie sampai hilang di kegelapan. Setelah lama dia berbalik lagi ke rumah makan dan dia berkata kepada bos rumah makan itu, "Aku minta seguci arak, gucinya harus yang besar." Meng Xing-hun juga sering minum arak untuk menghilangkan kekesalannya, tapi melihat cara yang dipakai oleh pemuda itu dia merasa pemuda itu sangat bodoh dan lucu. Dengan cepat arak sudah tinggal setengah lagi. Pemuda ini melambaikan tangan kepada Meng dan berkata, "Sendirian minum arak sangat membosankan, marilah temani, aku minum, bagaimana" Aku yang akan mentraktirmu." "Aku tidak minum arak," kata Meng Xing-hun. "Apakah kau tidak pernah minum?" Meng Xing-hun tidak menjawab sebab dia tidak mau membohongi nya juga tidak mau mengatakan yang sebenarnya. Pemuda itu menarik nafas dan berkata, "Kalau kau bertemu dengan gadis seperti dia, kau juga akan minum sampai mabuk." "Oh...." "Gadis yang aku maksud, adalah gadis yang memakai baju merah Apakah kau pernah melihatnya?" "Gadis-gadis seperti itu sangat banyak," kata Meng Xing-hun. "Tapi dia tidak sama dengan gadis lain, kadang-kadang dia sangat sensual, kadang-kadang dingin seperti es." Tiba-tiba pemuda itu menggebrak meja dan berteriak, "Bertemu dengan perempuan seperti dia, aku tidak tahu harus berbuat bagaimana?" "Banyak cara untuk mengatasinya, diantaranya adalah mencari perempuan lain saja," kata Meng Xing-hun. Meng Xing-hun tidak mau teras berbicara, dengan, pemuda itu karena tidak akan ada gunanya. Dia lalu pergi meninggalkan pemuda itu. Sampai keluar dari pintu dia masih mendengar pemuda itu berkata, "Xiao Tie, Xiao Tie apakah kau cinta kepadaku" Mengapa kau selalu membuatku penasaran?" Di depan adalah kegelapan. Jalan ini adalah jalan yang tadi dilewati oleh Xiao Tie. Tanpa sengaja Meng Xing-hun juga berjalan ke arah yang sama. Biarpun Meng Xing-hun tidak mengakui tapi di lubuk hatinya yang paling dalam dia juga berharap bisa bertemu dengan gadis itu lagi. Meng Xing-hun tidak melihat gadis itu. Gadis itu seperti setan gentayangan, hilang di kegelapan malam. Meng Xing-hun pulang ke penginapan tempat dia menginap. Hari sudah larut, di pekarangan sudah sepi dan sunyi. Kamar yang dia sewa pasti juga tidak ada cahaya lampu. Dia tidak pernah menyalakan lampu karena dalam kegelapan Meng Xing-hun merasa lebih aman. Waktu dia pergi pintu dan jendela sudah ditutup, tapi sekarang sebelum dia masuk langkahnya langsung terhenti. Meng Xing-hun seperti seekor anjing pemburu yang sudah terlatih tiba-tiba mencium adanya mangsa. Tubuh Meng Xing-hun meloncat sangat tinggi dan berhenti di pekarangan belakang. Jendela belakang masih tertutup, dia mengetuk-ngetuk jendela dan tiba-tiba meloncat lagi ke depan. Gerakannya ringan dan cepat seperti seekor burung elang dan kelelewar. Saat itu terlihat ada bayangan orang keluar dari jendela depan. Gerakan bayangan orang ini sangat cepat. Begitu tubuhnya turun dia merasa ada orang yang menguntit dan dia langsung meloncat ke atas tapi dia juga merasa tetap ada yang mengikutinya. Tiba-tiba terdengar suara yang berkata, "Untung kau Xiao He, kalau tidak sudah kubunuh." Bayangan ini menarik nafas, dia sudah tahu yang menguntit dia adalah Meng Xing-hun. Bayangan ini terdiam dan dia mendorong pintu kamarnya. Meng masuk ke dalam kamar. Meng Xing-hun berdiri di luar pintu, wajahnya tidak menampakkan ekspresi apa pun. Hingga lampu kamarnya dinyalakan barulah dia masuk dan duduk. Dia duduk di depan Xiao He. Dia menatap Xiao He tapi Xiao He tidak mau memandangnya. Dia mengenal Xiao He sudah 20 tahun namun dia tidak pernah mengerti orang ini. Perasaan mereka seharusnya seperti adik kakak namun mereka tidak terlihat seperti itu, mereka seperti tidak kenal. Meng Xing-hun, Shi Qun, Ye Xiang, dan Xiao He, semua adalah anal yatim piatu. Mereka bisa bertalian hidup karena bergantung kepada Gao Lao-da. Di antara mereka berempat umur Xiao He paling kecil dan dia yang pertama kali bertemu dengan Gao Lao-da. Dia selalu menganggap Gao Lao-da sebagai kakaknya sendiri. Waktu Gao Lao-da mengangkat 3 anak yang lain sebagai anaknya, dia menjadi iri dan marah. Dia sering mengadu domba mereka. Dia menganggap mereka bertiga merebut makanan dari Gao Lao-da juga. merebut kasih sayang Gao Lao-da darinya. Bila tidak ada mereka bertiga dia akan makan lebih kenyang dan hidup lebih nyaman. Dari awal dia sudah menggunakan segala cara menyuruh Gao Lao-da mengusir mereka bertiga. Saat itu usianya baru 6 tahun. Umur 6 tahun Xiao He sudah bisa berbuat licik. Jalan pikirannya pun sudah jahat. Ada suatu kali Gao Lao-da menyuruh dia memberi tahu mereka bertiga untuk berkumpul di sebelah barat kota, namun Xiao He malah memberi tahu mereka bahwa tempat berkumpul adalah disebelah timur kota. Mereka menunggu di sebelah timur kota selama 2 hari dan mereka hampir mati kelaparan bila bukan Gao Lao-da yang tidak terus menerus mencari mereka kemungkinan saat itu mereka sudah mati. Masih ada lagi, suatu kali Xiao He memberitahu polisi yang sedang berpatroli bahwa mereka bertiga adalah para pencuri dan sengaja meletakkan barang yang dia curi ke dalam pakaian mereka. Saat itu kecuali orang yang mendapatkan hukuman mati, semua penghuni yang berada di dalam penjara akan dilepaskan kembali karena di dalam penjara tidak cukup makanan untuk semua terhukum. Saat mereka bertiga hampir dihukum mati. Bila bukan Gao Lao-da yang menyogok polisi patroli, mereka bertiga hampir dilempar ke dalam sungai dan menjadi setan air. Saat itu cara polisi menghukum pencuri bukan dimasukkan ke dalam penjara melainkan dilempar ke sungai. Hal-hal semacam itu masih banyak lagi. Walaupun Gao Lao-da memarahi Xiao He tapi tidak sampai mengusirnya karena Gao Lao-da merasa umur Xiao He masih kecil melakukan kesalahan seperti itu adalah wajar dan harus dimaafkan. Gao Lao-da melakukan sesuatu hanya menurut kata hatinya, yang mana salah yang mana benar, tidak jelas batasnya karena tidak ada seorang pun yang memberitahunya. Karena itu Gao Lao-da selalu menganggap asalkan bisa bertahan hidup melakukan tindakan apa pun boleh dianggap benar. Sudah 20 tahun berlalu, Xiao He terus menerus melakukan hal yang merugikan teman dan cara-caranya pun semakin lihai dan semakin tidak meninggalkan jejak. Apalagi perlakuannya terhadap Meng Xing-hun, dia sangat iri kepadanya karena saat mereka berlatih kepandaian secara bersama-sama kepandaian. Meng Xinghun lebih unggul dari dia. Dan posisi Meng Xing-hun di hati Gao Lao-da semakin hari semakin penting. Ini membuat Xiao He semakin membencinya. Meng Xing-hun memandang wajah Xiao He yang cantik. Dia cantiknya hampir tidak seperti laki-laki. Gao Lao-da selalu berkata, bila Xiao He mengenakan pakaian perempuan dan rambutnya diturunkan, banyak laki-laki akan tergoda melihatnya. Apalagi kulit Xiao He Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lebih putih dan lebih lembut dari pada wanita. Banyak orang tidak mengerti orang seperti Xiao He yang tumbuh di bawah terik matahari dan angin, mengapa bisa mempunyai kulit yang begitu putih" Namun saat ini dia sedang marah wajahnya menjadi hijau, sepasang tangan yang lembut dan kecil tampak gemetaran sepatinya dia sedang menekan kemarahan. Hati Meng Xing-hun tiba-tiba merasa tidak enak. Walau bagaimanapun Xiao He adalah teman dari kecil dan umurnya lebih kecil 2 tahun darinya. Sebenarnya dia menganggap Xiao He sebagai adiknya sendiri. Meng Xing-hun tertawa dengan terpaksa kemudian berkata, "Tidak kusangka kau yang datang, seharusnya kau memberitahu aku terlebih dahulu." Tiba-tiba Xiao He tertawa, "Kau tadi menganggap siapa yang berada di kamar ini?" "Orang apa pun mungkin saja karena orang seperti kita melakukan hal apa pun harus hati-hati." Xiao He tampak cemberut dan berkata, "Apakah semua orang mungkin akan datang ke tempat ini" Apakah kecuali Gao Lao-da masih ada yang tahu kau ada di sini?" Tawa Meng Xing-hun tiba-tiba hilang dan bertanya, "Apakah Gao Lao-da yang menyuruhmu ke sini?" Xiao He terdiam. Diam berarti dia sudah mengaku. Wajah Meng Xing-hun pun tidak ada ekspresi namun dari matanya terlihat ada bayangan gelap. Biasanya pada saat dia keluar untuk melaksanakan tugas, Gao Lao-da belum pernah mengikuti gerakannya hingga bertanya pun belum pernah. Gao Lao-da sangat mempercayainya namun saat ini sepertinya lain sama sekali. Meng Xing-hun teringat suatu saat Gao Lao-da pernah menyuruh dia menguntit Ye Xiang, karena menganggap Ye Xiang tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik. Xiao He diam-diam melihat Meng Xing-hun, di dalam matanya tiba-tiba menyorotkan sinar. Sepertinya dia sudah bisa menebak apa yang sedang dipikirkan Meng Xing-hun. Sengaja dia tertawa dan berkata, "Bukan Gao Lao-da sudah tidak mempercayaimu lagi, dia hanya menyuruhku memberimu beberapa pesan." Tawa Xiao He terlihat sangat rahasia dan juga sangat menyebalkan. Semua orang pun tahu bahwa tawanya mengandung niat yang jahat. Dia sengaja membuat Meng Xing-hun merasa seperti itu. Meng Xing-hun terdiam lama baru dia bertanya, "Gao Lao-da berpesan apa kepadaku?" Xiao He dengan suara kecil menjawab, "Dua anak buah Sun Yu-bo yang paling lihai saat ini sedang melakukan tugas dari Lao-bo, apakah kau tahu mengenai ini?" "Apakah mereka adalah Sun Jian dan Lu Xiang-chuan?" Xiao He mengangguk kemudian dengan tertawa dia berkata, "Ternyata kau sudah tahu, tapi Gao Lao-da takut kau belum tahu." 'Takut kau tidak tahu' artinya adalah Gao Lao-da sudah tidak mempercayai Meng Xing-hun. Meng Xing-hun sudah mengerti arti dari kata-kata ini. Xiao He pun tahu bahwa Meng Xing-hun sudah mengerti kemudian Xiao He berkata, "Begitu kedua anak buah Laobo pergi, Sun Yu-bo seperti kehilangan kedua tangannya, bila seseorang sudah kehilangan tangan kiri dan kanan tidak akan menakutkan lagi." Xiao He berkata lagi, "Sekarang adalah waktumu untuk beraksi. Mengapa kau yang sudah tahu bahwa sekarang adalah waktu yang tepat kau belum beraksi?" Meng Xing-hun menatap Xiao He, tiba-tiba kemarahannya timbul dan berkata, "Tugas ini aku yang melakukannya atau kau!" "Tentu saja kau." "Bila aku yang melakukannya tentu saja aku yang memilih caraku sendiri." "Tentu saja kau yang menentukan aku hanya bertanya saja tidak mempunyai maksud apa pun." Tiba-tiba Xiao He tertawa lagi dan berkata, "Gao Lao-da selalu berkata bahwa kau mempunyai kepala yang paling dingin, tidak kusangka kau ternyata cepat marah." Meng Xing-hun merasa seperti dipecut, sebenarnya dia tidak boleh marah. Marah bagi orang seperti Meng Xinghun lebih menakutkan dari pada racun. Dia merasa ujung jari-jarinya semakin dingin. Xiao He menatapnya dan dahinya berkerut kemudian berkata, "Mengapa dengan dirimu" Apakah kau sedang tidak enak badan?" Meng Xing-hun terdiam lama kemudian berkata, "Aku lelah." Setelah mendengar perkataan ini, Xiao He malah terlihat senang dan bertanya, "Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu, apakah boleh?" "Apa itu?" Kelihatannya Xiao He sangat senang tapi tiba-tiba dia menggeleng gelengkan kepala dan berkata, "Lebih baik aku tidak jadi saja." "Bicaralah?" Xiao He menghela nafas dan dia berkata, "Dua tahun yang sangat melelahkan, sudah seharusnya kau beristirahat sebentar. Bila kau tidak mau melakukan tugas ini biar aku menggantikanmu." Meng berdiri dengan pelan dan dia bertanya, "Apakah kau tahu Sun Yu-bo orang macam apa?" Xiao He tidak menjawab malah balik bertanya, "Kau kira aku tidak bisa membunuhnya?" "Kemungkinan aku juga tidak bisa membunuhnya." Xiao He dengan dingin berkata, "Kalau kau tidak bisa membunuhnya, apa lagi aku, pasti juga sama?" Wajah Xiao He karena marah menjadi hijau dan dia berkata lagi, "Kepandaianmu lebih tinggi dariku, tapi membunuh tidak hanya mengandalkan kepandaian saja, selain itu, apakah kau merasa tega membunuhnya. Dalam ilmu silat, Ye Xiang juga tidak kalah denganmu." Meng Xing-hun diam dengan lama baru berkata, "Kalau kau mau menggantikanku, pergilah!" Meng Xing-hun. merasa sudah lelah, lelah membuat dia malas berbicara. Lelah juga membuat dia malas melakukan semua hal. Tapi masih ada satu kalimat yang harus dia ucapkan. "Sebelum menjalankan tugas kau harus tahu tugas ini sangat berbahaya," kata Meng Xing-hun. Xiao He langsung menjawab, "Aku tidak takut karena aku sudah memperhitungkannya." Bahaya tidak membuat Xiao He mundur karena kesempatan ini sudah lama ditunggu-tunggu olehnya. Asal dia bisa melakukan tugas ini dengan baik, dia akan menggantikan posisi Meng Xing-hun. Meng Xing-hun sama sekali tidak peduli. Biarpun dia sudah mengetahui keinginan Xiao He. Dia hanya mau istirahat dan tidur, yang lain dia tidak peduli. Tapi sampai dini hari pun dia belum bisa memejamkan mata. Pagi sudah tiba, dia berdiri dan keluar dari kamar. Kabut pagi tebalnya seperti asap rokok yang dikeluarkan dari pipa rokok. Dia berjalan keluar dari kota itu, kabut pagi masih belum hilang. "Entah berjalan ke arah mana. Dan jalannya sampai kapan baru bisa berhenti." Dia tidak tahu dan sama sekali tidak memikirkan karena sedang banyak pikiran otaknya pun jadi kosong. Angin pagi berhembus, suara air mengalir, dia menghampirinya dan duduk di pinggir sungai itu. Dia suka mendengar suara air mengalir. Air yang mengalir kadang-kadang bisa mengering tapi air tidak akan berhenti mengalir. Sepertinya air tidak bisa lelah, begitu bersemangat tidak pernah berubah. Mungkin di dunia hanya orang yang dapat merasakan bosan dan lelah. Meng Xing-hun. menghela nafas, dalam pikirannya terbayang apakah bila nyawanya dipadukan dengan air sungai akan lebih baik nasibnya" Saat itu. dia melihat ada seseorang dalam kabut yang sudah mulai menipis, dia merasa ada seseorang tidak jauh dari dia. Dari tadi dia tidak merasa ada orang karena orang ini seperti batu yang berada di pinggir sungai diam duduk di sana. Orang itu berjalan mendekatinya, ternyata seorang gadis. Gadis ini memakai baju merah tapi wajahnya sangat pucat. Matanya terlihat sangat terang biarpun ada kabut tipis yang menghalanginya. Dia menghampiri Meng Xing-hun dan memandangnya. Warna bajunya merah cerah, seperti air sedang mengalir. Rambut hitam dihembus angin seperti sedang menari-nari. Dari mata yang terang memancarkan perasaan kasihan dan simpati. Dia kasihan kepada kebodohan orang di dunia, juga simpati kepada orang di dunia yang tidak tahu mengenai arti hidup karena dia bukan orang melainkan dewa. Dia cantik seperti dewi yang keluar dari sungai. Tenggorokan Meng Xing-hun tercekat begitu melihat gadis itu. Dia merasa ada darah segar muncul dari dadanya dan terus naik ke tenggorokannya. Dia mengenali gadis itu dan mengetahui bahwa dia bukan seorang dewi, kemungkinan dia lebih cantik dari dewi, lebih misterius dari pada dewi, meski dia hanya manusia biasa. Gadis itu adalah Xiao Tie. Xiao Tie masih terus memandang dia dan tiba-tiba bertanya, "Apakah kau mau bunuh diri?" Pertama kali ini Meng Xing-hun mendengar dia berbicara. Suaranya lebih merdu dari pada air mengalir di musim semi. Meng Xing-hun ingin bicara tapi dia merasa gugup. "Kalau kau ingin mati, aku tidak akan melarangnya tapi aku hanya ingin bertanya satu kalimat saja." Meng Xing-hun mengangguk. Tiba-tiba pandangan Xiao Tie beralih ke tempat yang sangat jauh. Tempat yang jauh itu tertutup oleh kabut dan menghalangi pandangannya. "Apakah kau pernah menjalani kehidupan?" Meng Xing-hun tidak menjawab karena dia tidak sanggup untuk menjawabnya. "Apakah aku pernah menjalani kehidupan" Apakah kehidupannya termasuk dalam kehidupan yang normal?" Dia membalikkan tubuh, dia takut air matanya akan menetes. Suara Xiao Tie sepertinya semakin jauh dan dia berkata, "Seseorang bila belum mempunyai kehidupan tapi sudah memikirkan kematian, bukankah orang ini sangat bodoh?" Meng Xing-hun ingin memukul gadis itu. "Apakah kau juga pernah punya kehidupan?" Dia tidak bertanya juga tidak perlu bertanya karena gadis ini masih begitu belia, begitu cantik pasti dia pernah mempunyai kehidupan. Mengapa dia memilih tempat yang sunyi ini, apakah dia ke sini sendiri untuk menikmati kesepian" Kesepian juga kadang-kadang bisa dinikmati. Setelah lama Meng Xing-hun baru membalikkan badannya tapi gadis itu sudah tidak ada. Datang seperti kabut dan hilang pun seperti angin. Pertemuan mereka begitu singkat. Tapi entah mengapa di dalam lubuk hati Meng dia merasa sudah lama mengenal gadis ini. Sepertinya sebelum dia dilahirkan sudah mengenalnya dan gadis itu pun juga sudah lama menunggunya. Kehidupan Meng Xing-hun sepertinya hanya untuknya. "Apakah ini adalah pertemuan yang terakhir?" Meng Xing-hun pun tidak tahuTidak ada yang tahu dia datang dari mana" Dan juga tidak ada orang yang tahu dia akan pergi kemana" Dia tidak bisa ditunggu juga tidak bisa ditebak. Meng Xing-hun memandang ke tempat yang jauh. Tiba-tiba dia merasa sedih. Ooo)dw(ooO Kabut di kejauhan sudah mulai menipis. Beberapa hari sudah berlalu, tetapi tidak ada kabar berita dari Xiao He.... Orang ini sepertinya hilang ditelan bumi. Meng Xing-hun tidak mempunyai kegiatan apa pun. Dia berusaha melupakan Xiao Tie yang pernah hidup di dunia ini. Dia mengambil keputusan pulang dulu ke Kwie-ho-goan. Orang-orang di dalam Kwie-ho-goan selalu berwajah gembira. Gao Lao-da selalu tersenyum dengan manis dan saat melihat Meng Xing-hun pulang, tawanya pun lebih manis lagi. Gao Lao-da belum benar-benar memandang Meng Xinghun, begitu juga dengan Meng Xing-hun. Semenjak terjadi peristiwa di rumah kayu itu, Gao Laoda selalu ingin melupakannya tapi dia tidak sanggup. Meng Xing-hun menundukkan kepalanya. "Kau sudah pulang?" Meng Xing-hun pasti sudah pulang, tapi dia menggelenggelengkan kepalanya. Dia tahu yang ditanya Gao Lao-da bukan dia sudah pulang melainkan bertanya apakah tugasnya sudah selesai, karena jika dia pulang pasti tugasnya sudah rampung. Gao Lao-da mengerutkan dahi dan bertanya, "Mengapa tugasmu belum selesai?" Meng Xing-hun terdiam lama, tiba-tiba dia bertanya, "Dimana Xiao He?" "Xiao He" Dia tidak punya tugas jadi sekarang aku tidak tahu dia berada di mana?" Gao Lao-da tertawa dan terus berkata, "Kita semua sama, kalau tidak ada tugas orangnya pun entah berada di mana?" Hati Meng Xing-hun serasa tenggelam.... lama dia baruberkata, "Aku pernah bertemu dengannya." "Di mana kau pernah bertemu dengannya?" Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Dia datang mencariku." Gao Lao-da dengan marah bertanya, "Mengapa dia mencarimu?" Meng Xing-hun tidak menjawab. Gao Lao-da bertanya lagi, "Apakah kau tahu sekarang dia berada di mana?" Meng Xing-hun tidak bisa menjawab. Wajah Gao Lao-da langsung berubah sangat marah. Gao Lao-da sangat mengetahui sifat Xiao He, juga tahu dia selalu menyombongkan diri. Meng Xing-hun membalikkan kepalanya, ingin keluar. Dia tidak perlu tanya lagi. Xiao He secara tidak sengaja mengetahui ke mana dia pergi dan sengaja mencarinya, maksudnya adalah ingin menjatuhkan kepercayaan dirinya supaya dapat menggantikan posisinya. Hal serupa ini sering dilakukan Xiao He tapi kali ini Xiao He salah dan kesalahannya sangat fatal dan begitu menakutkan. Xiao He tidak tahu Lao-bo adalah orang yang sangat berbahaya. Gao Lao-da tiba-tiba berkata, "Jangan pergi! Aku ingin bertanya apakah Xiao He menggantikan posisimu mencari Lao-bo?" Akhirnya Meng Xing-hun menganggukkan kepalanya. "Apakah kau membiarkan dia pergi begitu saja?" "Dia sudah pergi." "Kau sudah tahu seorang Sun. Yu-bo adalah orang yang bagaimana. Kau sendiri paling-paling hanya 70% bisa berhasil. Kalau Xiao He yang pergi berarti dia mengantar kematiannya. Mengapa kau tidak melarangnya?" Meng Xing-hun membalikkan tubuh, dengan nada marah berkata, "Kenapa dia bisa tahu aku berada di sana?" Mulut Gao Lao-da seperti disumpal. Tugas yang dilakukan oleh Meng Xing-hun selalu tugas yang paling berat dan rahasia. Kecuali Gao Lao-da tidak ada orang lain yang tahu. Tapi mengapa Xiao He bisa tahu" Setelah lama Gao Lao-da baru menghela nafas dan berkata, "Aku tidak menyalahkanmu, hanya mengkhawatirkan Xiao He. Siapapun dia aku tetap akan mengkhawatirkannya." Meng Xing-hun menundukkan kepalanya. Di depan orang lain, kepala Meng Xing-hun belum pernah menunduk tapi di depan Gao Lao-da keadaannya tidak sama. Meng Xing-hun tidak akan bisa melupakan budi Gao Lao-da. "Kau akan ke mana?" tanya Gao Lao-da. "Ke tempat sana aku akan pergi." Gao Lao-da menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata, "Kau sudah tidak bisa ke sana lagi." "Mengapa tidak bisa?" "Bila Xiao He benar sudah ke tempat Sun Yu-bo biarpun Xiao He sudah mati atau tidak Sun Yu-bo akan lebih waspada. Kalau kau pergi lagi akan berbahaya bagi jiwamu," kata Gao Lao-da. "Tiap kali menjalankan tugas selalu mendapat tugas yang berbahaya." Meng Xing-hun tertawa. "Tapi kali ini tidak sama," kata Gao Lao-da. "Sama saja, aku sudah menjalankan tugas dengan baik." Asal sudah ada titik terang tidak akan dilepaskan begitu saja di tengah jalan. "Bila kau memaksa, harus menunggu situasi yang agak tenang dulu," kata Gao Lao-da dengan berat. "Bila menunggu situasi agak tenang tubuh Xiao He pun sudah dingin," jawab Meng Xing-hun. "Sekarang tubuhnya mungkin sudah dingin." "Paling sedikit aku harus melihat-lihat," kata Meng Xing-hun. "Tidak bisa. Aku tidak mengijinkan kau pergi demi siapa pun." Mata Meng Xing-hun berekspresi aneh, "Apakah demi Xiao He pun hal ini tidak bisa?" Gao Lao-da bersikap sangat keras, "Demi dia juga tidak bisa. Aku tidak bisa demi seseorang yang sudah meninggal mengorbankan orang yang masih hidup." "Tapi dia adalah saudara kita," kata Meng Xing-hun. "Saudara dan tugas tidak bisa dicampur adukkan, kalau kita tidak bisa membedakan tugas dan saudara, hari-hari yang akan akan datang yang mati mungkin kita." Mata Gao Lao-da yang sudah menjadi sangat berat dengan perlahan dia berkata, "Bila kita semua meninggal tidak ada orang yang akan menguburkan mayat kita." Meng Xing-hun merasa Gao Lao-da terus berubah. Dia berubah menjadi sangat dingin dan kejam dan berubah menjadi orang yang tidak mempunyai perasaan. Semenjak Ye Xiang gagal melaksanakan tugas, Meng Xing-hun sudah merasakannya. Tapi mengapa dia tidak takut Xiao He membocorkan rahasia" Terdengar ada yang mengetuk pintu. Pintu itu adalah pintu rahasia Gao Lao-da. Bila bukan hal yang sangat penting tidak ada yang berani mengetuknya. Gao Lao-da membuka jendela kecil di pintu itu dan bertanya, "Ada apa?" "Tuan Tu mengajak Nona minum arak." "Apakah dia yang bernama Tu Cheng?" "Betul," jawab yang di luar. "Baiklah aku segera datang." Gao Lao-da memandang Meng Xing-hun dan berkata, "Tu Cheng adalah seorang pedagang besar tapi dia juga anak buahnya Wan Peng-wang dan sebagai tangan kanannya juga." "Apakah namanya Tu Da-peng?" tanya Meng Xing-hun. "Betul." "Apakah kau tahu Sun Yu-bo pernah menyuruh Lu Xiang-chuan pergi tapi tidak tahu apa yang dilakukannya, siapapun juga tidak bisa bertanya," tanya Meng Xing-him. Hal yang tidak ada hubungan dengan tugasnya dia tidak pernah bertanya. Gao Lao-da berkata, "Lu Xiang-chuan adalah orang penting Lao-bo. Kalau bukan hal yang sangat penting Laobo tidak akan mengijinkan Lu Xiang-chuan pergi." Meng Xing-hun mengangguk. Dia juga merasa Lu Xiang-chuan tidak bisa dipandang sebelah mata. "Kalau Sun Yu-bo berbeda pendapat dengan Wan Pengwang akan lebih menguntungkan untuk kita. Tu Cheng kali ini meninggalkan tempatnya pasti berkaitan dengan Sun Yu-bo," kata Gao Lao-da. Gao Lao-da langsung membuka pintu dan berjalan keluar, tidak lupa berpesan kepada Meng Xing-hun, "Lebih baik kau tunggu di sini, biar kita mencari berita dulu." Berita yang diterima Gao Lao-da selalu paling cepat karena cara kerjanya sangat tepat. Meng Xing-hun tidak mau terus menunggu di sini karena dia juga ingin mencari tahu. Ooo)dw(ooO BAB 4 Ye Xiang berbaring di bawah pohon rindang di padang rumput yang luas. Rumput-rumput tampak berwarna kuning karena kekeringan. Dia melemaskan tangan dan kakinya, sebelumnya dia tidak pernah melakukan hal itu karena tidak ada waktu tapi sekarang keadaannya sudah tidak sama. Sekarang tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Ternyata kegagalan pun ada nikmatnya dan orang yang sukses belum tentu dapat menikmati hal ini. Ye Xiang tertawa kecut, tiba-tiba terdengar langkah orang yang berjalan di atas rumput. Suaranya terdengar sangat ringan seperti seekor kucing yang berjalan. Ye Xiang tidak segera bangkit walaupun tidak melihat dia sudah tahu siapa yang datang itu. Kecuali Meng Xing-hun tidak ada orang yang dapat berjalan begitu ringan. Setelah Meng Xing-hun mendekati Ye Xiang, dia baru bertanya, "Kapan kau pulang?" "Baru saja," jawab Meng Xing-hun. Ye Xiang tertawa kemudian berkata, "Kau baru pulang tapi bisa ke tempat ini untuk mencariku, benar-benar sahabat yang baik." Dalam hati, Meng Xing-hun sebenarnya malu disebut seperti itu. Selama 2 tahun ini orang-orang sudah menjauhi Ye Xiang sebenarnya Meng Xing-hun pun seperti itu. Ye Xiang menepuk-nepuk tanah di sampingnya dan berkata, "Duduklah! Minumlah arak ini setelah itu. baru kau katakan maksudmu mencariku." Meng Xing-hun menerima arak dari tangan Ye Xiang dalam hati dia berjanji bila dia selesai menjalankan tugasnya dan kembali dalam keadaan selamat, dia akan minum sepuasnya dengan Ye Xiang. Hari demi hari dia menjauhi Ye Xiang karena dia adalah orang yang sombong, juga bukan karena Meng Xmg-hun tidak mau menerimanya, karena dia merasa takut bila dia melihat Ye Xiang dia merasa seperti melihat dirinya sendiri. Kemudian Ye Xiang berkata, "Baiklah, ayo katakan sebenarnya apa yang membawamu kesini?" Meng Xing-hun menjawab dengan perlahan, "Kau selalu berkata di dunia ada 2 macam orang, pertama adalah orang yang membunuh, kedua adalah orang yang dibunuh." Ye Xiang tertawa mendengar perkataan Meng Xing-hun. "Tidak ada seorang pun yang bisa membagi jenis orang dengan sama, mungkin caraku membagi jenis orang juga salah." Meng Xing-hun menanggapi, "Kau bisa membagi jenis orang seperti itu karena kau bukan tipe orang yang suka membunuh." Ye Xiang tertawa dengan kecut kemudian berkata, "Kebanyakan pembunuh berakhir hidupnya dengan dibunuh juga." Meng Xing-hun bertanya lagi, "Apakah tidak ada pengecualian?" Ye Xiang menanggapi pertanyaan Meng Xiang Hun, "Maksudmu adalah apakah ada orang yang selalu membunuh tapi akhirnya dia tidak terbunuh?" "Benar!" Ye Xiang menjawab, "Orang seperti itu sangat jarang, kemungkinan malah tidak ada." "Kau tahu ada berapa orang seperti itu?" tanya Meng Xing-hun. "Aku adalah salah satunya, sudah tidak ada orang yang berniat membunuhku," kata Ye Xiang sambil tertawa kecut. Meng Xing-hun dengan perlahan mengangguk. Tiba-tiba Ye Xiang terduduk kemudian dia memandang Meng Xiang Hun dan bertanya, "Dia orang macam apa?" Meng Xing-hun berpikir sejenak kemudian menjawab, "Orangnya sangat biasa, tidak tinggi juga tidak pendek, tidak gemuk juga tidak kurus." "Apakah kau pernah melihat wajahnya?" tanya Ye Xiang lagi. "Tidak pernah." "Apakah bila dia membunuh orang selalu mengenakan baju abu?" Meng Xing-hun malah balik bertanya, "Apakah kau mengenalnya?" Ye Xiang tidak menjawab dia malah terus bertanya, "Setelah dia membunuh orang apakah dia mengoleskan darah korban ke wajahnya?" "Benar, dia orangnya!" Wajah Ye Xiang berubah menjadi kaku kemudian dengan pertalian dia berkata, "Tidak ada yang tahu mengenai dia, hanya.... bila lain kali kau bertemu dengannya, larilah sejauh mungkin, semakin jauh semakin baik." Meng Xing-hun merasa aneh kemudian bertanya, "Mengapa?" "Pembunuh bayaran seperti kita bukan hanya kita berdua saja tapi masih banyak," jawab Ye Xiang. "Oh!" "Pembunuh adalah suatu pekerjaan yang sangat aneh." Meng Xing-hun mengangguk dan berkata, "Kau pernah berkata, menjadi seorang pembunuh jangan memiliki nama, bila kau mempunyai nama artinya kau bukan pembunuh profesional." "Karena kita adalah pembunuh kita harus berkorban seperti itu. Nama baik, keluarga, kedudukan, anak, teman, semua tidak dapat kita miliki." Dia menghela nafas dan dengan kecut berkata lagi, "Karena itu tidak ada seorang pun yang mau menjadi pembunuh kecuali bila dia sudah gila." Meng Xing-hun setuju dengan pendapat Ye Xiang. "Walau sekarang dia tidak gila, lambat laun dia akan jadi gila." Ye Xiang berkata lagi, "Tapi ada juga orang yang memang ditakdirkan menjadi pembunuh, orang seperti itu yang dinamakan sebagai pembunuh profesional karena pada waktu mereka membunuh mereka tidak menggunakan perasaan. Selamanya mereka tidak akan merasa lelah, tangan pun tidak dapat berhenti untuk membunuh." Ye Xiang terus memandang gelas arak kemudian dengan pelan dia berkata, "Orang yang tadi kau ceritakan adalah salah satu pembunuh yang paling gila." Meng Xing-hun bertanya lagi, "Apakah dia adalah seorang pembunuh terbaik?" "Benar, di dunia tidak ada yang paling hebat kecuali dia." Ye Xia.ng terus menatap Meng Xing-hun kemudian berkata, "Kau tidak dapat menandinginya.... memang kau lebih tenang dan dingin, lebih pintar dari dia, gerakanmu pun lebih cepat dari dia. Tapi kau tidak dapat menjadi seorang pembunuh yang terbaik karena kau bukan orang gila." Setelah lama Meng Xing-hun baru bertanya kepada Ye Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Xiang, "Apakah kau pernah melihat dia membunuh orang?" Ye Xiang mengangguk, "Kecuali melihat dengan mata kepala sendiri, tidak ada orang yang dapat menggambarkan caranya membunuh. Pada waktu membunuh dia tidak menganggap lawannya adalah manusia." Meng Xing-hun berkata, "Mungkin waktu itu dia pun tidak menganggap bila dia sendiri adalah manusia." "Ada yang berkata bahwa dia sudah pensiun, di mana kau bertemu dengannya?" "Di taman bunga Sun Yu-bo." "Siapa yang dibunuh olehnya?" tanya Ye Xiang. "Huang-shan-san-you." "Mengapa bisa terjadi hal seperti itu?" "Karena mereka bertiga sudah menyinggung perasaan Sun Yu-bo." "Aku sudah menduga bahwa dia mempunyai pelindung yang kuat tidak kusangka pelindungnya adalah Sun Yu-bo." Tiba-tiba dia memegang tangan Meng Xing-hun dan berkata, "Lupakanlah rencana membunuh Sun Yu-bo." Kata Meng Xing-hun, "Tapi aku tidak dapat melupakannya." Ye Xiang terus berkata, "Berusahalah untuk melupakannya bila tidak kau akan mati dalam waktu dekat, walaupun kau dapat membunuh Sun Yu-bo namun orang ini akan terus mengejarmu kemudian membunuhmu kemana pun kau pergi." Ye Xiang menyambung kembali, "Siapapun tidak tahu siapa yang ingin membunuh Sun Yu-bo sehingga susah melacaknya, tapi orang ini akan mampu untuk melacaknya." Meng Xing-hun memandang Ye Xiang cukup lama kemudian bertanya, "Apakah orang itu juga mengenalmu?" Ye Xiang mengangguk dengan sedih, "Dia mengenalku, begitu dia melihatku dia sudah tahu apa pekerjaanku." Kemungkinan orang lain tidak mengerti perkataan Ye Xiang namun Meng Xing-hun sangat mengerti. Mereka adalah manusia biasa tidak lebih istimewa daripada orang lain dan mereka sedapat mungkin tidak memancing perkelahian dengan orang lain. Penampilan mereka tidak sama dengan orang lilin, mungkin orang biasa tidak akan merasa demikian namun bagi mereka yang berasal dari lingkungan pembunuh begitu kau melihat, kau sudah dapat membedakannya. Ye Xiang bertanya lagi, "Bila dia dapat menyelidikimu, pasti dia pun dapat menyelidikiku juga." "Dia tidak sempat melihatku tapi.... ," kata Meng Xinghun. "Tapi apa?" "Dia sudah mengenalmu, bila Sun Yu-bo mati dia pasti akan datang kemari mencarimu." Ye Xiang hanya berkata, "Aku tidak bisa melupakannya." Sudah dua kali dia mengucapkan kalimat itu, dia pun dua kali mengucapkannya dengan tegas. Kata Ye Xiang lagi, "Walaupun dia tidak membunuhmu, bila kau sudah dicurigai orang ini, dia akan selalu menguntitmu, menunggumu, apakah kau masih bisa hidup?" Meng Xing-hun terdiam lama kemudian berkata, "Karena itu aku harus lebih dulu membunuhnya." Ye Xiang sangat terkejut kemudian berkata, "Apa" Kau mau membunuhnya" Apakah orang itu juga akan membunuhmu?" "Sebenarnya diapun seorang manusia," kata Meng Xinghun. "Dia orang macam apa, kau sendiri pun tidak tahu bagaimana kau bisa membunuhnya?" Meng Xing-hun terus menatapnya, "Memang aku tidak mengenalnya tapi kau kan mengenalnya." Wajah Ye Xiang menjadi sedih, dia berbaring kembali di hamparan rumput kemudian berkata, "Aku tidak tahu." Meng Xing-hun melirik Ye Xiang kemudian dia berdiri bersiap meninggalkan tempat itu. Dia sudah tahu bahwa Ye Xiang dan orang itu memiliki hubungan yang misterius. Namun Meng Xing-hun tidak memaksa Ye Xiang untuk mengatakannya. Meng Xing-hun tidak pernah memaksa orang. Dia tahu bahwa memaksa orang untuk mengatakan sesuatu baginya adalah suatu hal yang tidak pantas. Tiba-tiba Ye Xiang berseru, "Tunggu sebentar!" Meng Xing-hun menghentikan langkahnya. Setelah lama Ye Xiang baru berkata, "Dia membunuh karena dia tidak menyukai manusia, namun dia menyukai darah." Meng Xing-hun dengan terkejut dan bertanya, "Apa" Darah?" "Dia tidak suka makan ikan, tapi dia suka memelihara ikan. Orang yang senang memelihara ikan tidak banyak." Meng Xing-hun masih ingin bertanya tapi Ye Xiang sudah menutup mulutnya dengan botol arak. Matahari senja menyinari pepohonan dan muka Ye Xiang. Roman Ye Xiang sudah berubah. Meng Xing-hun memandang Ye Xiang dengan sorot mata penuh rasa terima kasih. Meng Xing-hun mengetahui tidak ada seorang pun yang dapat memaksa Ye Xiang untuk mengatakan hal yang tidak ingin dia katakan. Hanya Meng Xing-hun yang dapat melakukannya. Meng Xing~hun adalah teman Ye Xiang juga saudaranya. Rasa persaudaraan lebih kental dan tidak dapat diganti oleh apa pun. Sewaktu Meng Xing-hun kembali ke rumahnya, ternyata Gao Lao-da sudah menunggunya. Kelihatannya Gao Lao-da sangat gembira, begitu melihat kedatangan Meng Xing-hun dia malah berubah menjadi marah dan berkata, "Mengapa kau tidak menungguku?" "Aku tidak ke mana-mana," jawab Meng Xing-hun. "Sepertinya antara kau dan Ye Xiang masih banyak yang ingin diceritakan," kata Gao Lao-da. Setelah terdiam lama Gao Lao-da baru berkata dengan wajah berseri-seri, "Aku sudah mengetahui mengapa Sun Yu-bo memerintahkan Lu Xiang-chuan untuk menemui Wan Peng-wang." "Oh iya?" Tanggap Meng Xing-hun. Kata Gao Lao-da lagi, "Teman lama Sun Yu-bo bernama Wu Lao-dao. Dan anak laki-laki Wu Lao-dao mencintai pelayan Wan Peng-wang namun Wan Pengwang tidak merestui hubungan mereka. Oleh sebab itu Sun Yu-bo memerintahkan Lu Xiang-chuan pergi ke tempat Wan Peng-wang untuk meminta restunya." Walaupun Gao Lao-da adalah seorang perempuan dia mampu menjelaskan semuanya dengan singkat dan sesederhana mungkin. Meng Xing-hun bertanya, "Bagaimana kemudian?" "Akhirnya Wan Peng-wang merestui mereka dan dia pun menyediakan semua tetek bengek untuk pernikahan gadis itu." Meng Xing-hun bertanya lagi, "Apakah dengan begitu masalahnya sudah selesai?" "Belum selesai, malah baru dimulai," jawab Gao Lao-da. Dengan wajah tertawa Gao Lao-da berkata lagi, "Orang semacam Wan Peng-wang tidak akan menyerah begitu saja." Meng Xing-hun tidak berkata lagi karena dia sendiri tidak mengenal Wan Peng-wang, hal yang tidak diketahui dengan pasti tidak pernah dia utarakan. Gao Lao-da berkata lagi, "Menurut perkiraanku cara Wan Peng-wang seperti itu adalah untuk membuat Sun Yubo lemah dan saat itulah dia akan menyerang Sun Yu-bo." "Bila Wan Peng-wang mulai menyerang, pasti akan sangat hebat." Meng Xing-hun berkata, "Oleh karena itu Wan Pengwang memerintahkan agar Tu Da-peng kembali ke sisinya." "Kecuai Tu Da-peng dan Jin-peng, Nu-peng pun sedang dalam perjalanan ke tempat Wan Peng-wang." "Apakah mereka akan menyerang Sun Yu-bo?" tanya Meng Xing-hun. "Benar, pada saat mereka menyerang saat itulah kesempatan emas bagimu," kata Gao Lao-da. "Kalau begitu aku harus menguntit Tu Da-peng?" Gao Lao-da mengangguk. "Benar, kau harus mengetahui gerak-gerik mereka dan menunggu kesempatan yang baik, namun kau tidak boleh membiarkan orang lain mengambil kesempatan emas ini, kau harus membunuh Sun Yu-bo dengan tanganmu sendiri." "Aku mengerti." Meng Xing-hun memang sudah mengerti, hanya dia yang dapat membunuh Sun Yu-bo. Honor baru dapat diterima oleh Gao Lao-da bila dia berhasil membunuh Sun Yu-bo. Dia pun harus menjaga nama baik Gao Lao-da sebagai seorang pembunuh bayaran. "Berapa banyak orang yang datang dengan Tu Cheng?" "Mereka hanya bertiga, dari sini sudah terbukti bahwa gerak gerik mereka saat ini sangat dirahasiakan." "Siapa kedua orang lainnya?" tanya Meng Xing-hun. "Yang satu adalah tangan kanan Tu Cheng yang bernama Wang Er-tai tapi dia bukan orang bodoh (tay= bodoh). Dia sangat lihai, memang dia terlihat bodoh hal itu hanya untuk mengelabui orang-orang." Meng Xing-hun mengangguk dia tahu bahwa Gao Laoda tidak pernah salah menilai orang. "Yang satu lagi bernama Ye-mao-zi (kucing malam), dia adalah seorang pencuri. Disamping kepandaiannya tinggi dia juga sangat mahir memakai racun bius. Kali ini Tu Cheng membawanya kemari, pasti dia diberi tugas yang penting." Meng Xing-hun bertanya, "Kapan mereka akan berangkat?" "Walaupun rencana Tu Cheng terkesan sangat tergesagesa namun dia tidak segera berangkat karena Jin-er saat ini sedang menemaninya, namun Jin-er hanya bisa merayunya supaya tinggal sehari lagi." Meng Xing-hun tampak sedang berpikir. "Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Gao Lao-da. Meng Xing-hun dengan enteng menjawab, "Orang yang bisa dirayu untuk tinggal sehari lagi dia tidak akan pernah bisa menjadi anak buah Wan Peng-wang yang utama." "Rasanya semakin hari kau semakin pintar," Gao Laoda tertawa. "Sebab aku harus belajar menjadi pintar." Ooo)dw(ooO Wu Lao-dao sudah mulai mabuk namun dia merasa berterima kasih kepada Lao-bo. Hari ini adalah hari pernikahan anak laki-lakinya. Dia berharap Lao-bo dapat menghadiri pesta ini namun dia pun tahu bahwa Lao-bo tidak mungkin datang. Walaupun Wu Lao-dao merasa kecewa dia tidak merasa sedih karena Lu Xiang-chuan sudah hadir di pesta itu. Setelah pesta usai dia baru pergi. Tamu-tamu sudah pulang, para pelayan sedang minumminum di. dapur. Putra Wu Lao-dao dan menantunya sudah lama masuk kamar. Di ruang tamu hanya tinggal Wu Lao-dao sendiri. Melihat lilin yang hampir terbakar habis, pikirannya merasa senang sekaligus sedih. Wu Lao-dao merasa dirinya sudah tua. "Anak laki-lakiku sudah menikah dan aku merasa semakin tua." Setelah melewati tahun ini dia akan mencari suatu tempat yang sepi dan tenang untuk menghabiskan masa tuanya. Saat itu dia mendengar suara langkah kaki yang mendekatinya. Orang ini sepertinya sedang mabuk. Dia berjalan dari halaman menuju ruang tamu. Orang ini terlihat sudah mabuk dan dia terlihat seperti orang bodoh. Penampilannya sangat lugu, di antara temanteman Wu Lao-dao tidak pernah ada orang yang terlihat begitu bodoh dan lugu. Wu Lao-dao tidak mengenalnya namun orang itu sepertinya mengenal Wu Lao-dao, dia menghampirinya. "Orang ini tampaknya lebih mabuk dari diriku sendiri." Wu Lao-dao mengerutkan dahinya tapi tidak menyalahkannya. Tanya Wu Lao-dao, "Apakah kau mencari Lo Sung" Mereka sedang minum-minum di dapur." Lo Sung adalah tukang masak Wu Lao-dao, dia menyangka orang ini adalah teman Lo Sung. Orang itu menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian dengan suara mabuk dia berkata, "Yang aku cari adalah kau!" Wu Lao-dao merasa aneh, "Kau mencariku" Ada urusan apa?" Sebelum sempat mengatakan apa pun orang ini sudah ambruk. Walaupun orang ini sudah ambruk dia masih sempat melambaikan tangannya. "Apakah kau ingin bicara denganku?" tanya Wu Laodao Orang ini terus mengangguk. Terpaksa Wu Lao-dao menghampiri orang itu dan membungkukkan badannya. "Bicaralah!" Orang ini dengan terengah-engah berkata, "Aku mau...." Suaranya serak dan mabuk, Wu Lao-dao tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang dibicarakan orang itu. Terpaksa dia lebih mendekati orang itu lagi. "Apa yang ingin kau katakan?" Nafas orang ini lebih berat kemudian berkata, "Aku ingin.... membunuhmu!" Setelah mendengar kata-kata ini Wu Lao-dao merasa tertegun karena pada saat orang itu membuka mulutnya untuk bicara tidak tercium bau arak, hanya sedetik namun semua sudah terlambat. Orang itu sudah memegang seutas tali saat dia mengucapkan kata 'bunuh', tali itu sudah Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo berada di leher Wu Lao-dao, begitu, tali ditarik berbareng sebuah pisau yang tajam telah menggorok lehernya. Nafas Wu Lao-dao serasa tersentak, dia seperti seekor ikan yang meloncat dari permukaan air kemudian terjatuh ke darat, mengelepar-gelepar kemudian diam untuk selamalamanya. Orang ini masih berdiri beberapa saat melihat mayat Wu Lao-dao dengan tertawa dungu dia berkata, "Sudah kukatakan aku akan membunuhmu dan aku tidak pernah berbohong." Xiao Wu dan Dai-dai sedang berpelukan. Pelukan mereka begitu erat serasa pelukan pertama untuk mereka. Mereka memang merasa memiliki perasaan seperti itu, begitu bergembira dan bergairah. Mereka tidak langsung menikmati kebahagiaan ini. Kehidupan mereka masih panjang, dengan lembut Xiao Wu berkata, "Selamanya kau. adalah milikku" Suara Dai-dai terdengar lebih lembut lagi, "Seumur hidupku aku adalah milikmu." Xiao Wu memejamkan mata bersiap-siap untuk menikmati kebahagiaan ini. Nafas Dai-dai begitu harum. Semakin harum dan membuat orang menjadi mengantuk. Sekejap Xiao Wu merasa ada yang tidak beres, dia ingin bangun namun kaki dan tangannya terasa lemas, tenaga serta pikirannya pun serasa kosong melongpong. Xiao Wu berusaha membuka matanya, dia tidak dapat melihat dengan jelas. Antara sadar dan tidak sadar Xiao Wu seperti melihat wajah seseorang. Wajah itu seperti setan dan tawanya pun seperti iblis dia berkata, "Pengantin perempuanmu sekarang adalah milikku." Xiao Wu hanya bisa bengong saat melihat Dai-dai, ingin marah pun tidak bisa. Setelah itu semua seperti hilang ditelan kegelapan. Ooo)dw(ooO Meng Xing-hun sedang berada di atap rumah di seberang rumah Wu Lao-dao. Dia melihat Wang Er-tai masuk ke rumah Wu Lao-dao seperti seorang idiot. Tidak lama setelah itu dia melihat Ye-mao-zi meloncat dari tembok dan masuk ke rumah Wu Lao-dao. Mereka tidak masuk secara bersamaan tapi mereka keluar secara bersamaan. Begitu keluar dari rumah Wu Lao-dao, Wang Er-tai masih terlihat seperti seorang idiot. Tapi di pundaknya dia memanggul seseorang yang sudah meninggal. Ye-mao-zi sedang menggendong bungkusan besar, karena begitu besar dia seperti kelelahan. Pada saat itu ada sebuah kereta yang berhenti di depan mereka. Pintu kereta terbuka, Wang Er-tai dan Ye-mao-zi segera melempar benda yang mereka panggul dan mereka pun naik kereta itu. Kereta itu entah akan membawa mereka kemana. Semua terjadi dalam waktu yang singkat. Di dalam rumah Wu Lao-dao sama sekali tidak ada keributan dan seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Tapi Meng Xing-hun mengetahui bahwa mereka sudah mengajar Sun Yu-bo dengan telak. Meng Xing-hun tahu, Sun Yu-bo tidak akan diam begitu saja dan dia akan membalas Wan Peng-wang lebih kejam lagi. Setelah mendengar penjelasan Lu Xiang-chuan, wajah Lao-bo berubah menjadi sangat serius. Lu Xiang-chuan tidak mengerti mengapa Lao-bo seperti itu, tugas yang dia Pedang Naga Kemala 8 Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung Utusan Dari Akhirat 2