Antara Budi Dan Cinta 4
Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long Bagian 4 Lin Xiu membuka matanya. Betul saja Lu Xiang-chuan tidak konsentrasi. Segera Lin Xiu bertanya, "Apakah kau mau pergi?" Lu Xiang-chuan tertawa kecil, istrinya sangat memahami dia. Dengan lembut istrinya berkata, "Kau jangan khawatir, aku akan menunggumu pulang." Lu Xiang-chuan dengan lembut memeluknya. Dia merasa salah meninggalkannya seorang diri. Dengan lembut Lin Xiu. memandang suaminya. Dari wajah Lu Xiang-chuan, Lin Xiu melihat bahwa tugas kali ini pasti sangat berat dan membahayakan. Biarpun dia merasa takut tapi dia tidak menanyakannya. Biasanya suaminya akan menceritakannya sendiri. Hanya di depan Lin Xiu, Lu Xiang-chuan akan mengungkapkan rahasianya. Tapi kali ini Lin Xiu menunggu lama Lu Xiang-chuan baru berkata, "Apakah kau tahu penginapan Da Fang di Hang-chou?" Lin Xiu pasti mengingatnya. Di awal pernikahan, mereka sering berjalan-jalan di daerah sana karena tidak jauh dari penginapan ini adalah See-ouw yang pemandangannya sangat indah. Kata Lu Xiang-chuan, "Hari ini aku harus pergi ke sana lagi untuk membunuh orang yang bernama Han Tang." Lin Xiu mengerutkan dahi dan berkata, "Sepertinya orang ini tidak begitu ternama, apakah harus kau sendiri yang membunuhnya" Sebab aku belum pernah mendengar nama orang ini." "Dia tidak begitu ternama, orang yang menakutkan belum tentu orang yang sudah mempunyai nama." "Apakah orang itu yang sangat menakutkan?" Lu Xiang-chuan menarik nafas, "Dia adalah orang yang paling menakutkaa" Lin Xiu melihat Lu Xiang-chuan begitu ketakutan begitu dia mengatakan Han Tang. Lin Xiu tahu bahwa Lu Xiangchuan tidak mau pergi tapi dia tidak akan melarangnya pergi. Lin Xiu tahu perintah Lao-bo harus dilaksanakan. Setelah lama Lin Xiu berkata, "Maukah kau minum kuah ayam dulu baru pergi?" "Aku tidak bisa minum dulu karena aku tidak bisa minum kuah ayam baru pergi." Begitu perkataannya habis, dia sudah melangkah keluar. Dia tidak tega melihat mata istrinya. Pandangan mata ini membuat laki-laki hilang keberaniannya. Begitu Lu Xiang-chuan keluar, Lin Xiu berteriak, "Apakah kau bisa pulang lusa karena hari itu adalah hari ulang tahunku." Lu Xiang-chuan tidak menjawab, dia membalikkan tubuh dan memeluk istrinya dengan erat. Pelukan ini sangat erat sepertinya ini adalah pelukan terakhir. Hati Lin Xiu hancur karena pelukan ini, tapi dia berusaha tabah supaya air matanya tidak tumpah di depan suaminya. Setelah lama Lu Xiang-chuan baru melepaskannya, tibatiba dia berkata, "Jangan lupa mengantarkan dua pasang burung merpati untuk Feng Hao sebab dia sudah lama memintanya." Lin Xiu membawa sangkar burung merpati, air matanya masih menetes. Burung merpati adalah binatang yang dia sukai, tapi dia lebih cinta suaminya. Biarpun dia tidak rela memberikan merpati yang dia besarkan dengan susah payah tetapi katakata suaminyalah yang lebih kuat dari pada perintah Laobo. Ooo)dw(ooO Feng Hao menerima merpati itu dengan sangat senang dan berterima kasih. Dia berkata, "Mengapa harus nyonya sendiri yang mengantarkannya?" Lin Xiu tertawa terpaksa dan berkata, "Sebelum Lu Xiang-chuan pergi dia sudah berpesan kepadaku." Tanya Feng Hao, "Sebelum nyonya pergi, apakah Tuan Muda sudah pergi?" "Dia baru pergi." Feng Hao mengerutkan dahi dan berkata, "Aneh, kenapa begitu tergesa-gesa?" "Apakah kau ada perlu apa mencarinya?" "Aku yang diperintah Tuan Muda untuk mencari orang, seharusnya dia menunggu kabar dariku dulu, baru pergi," jawab Feng Hao ragu. "Siapa orang yang dicarinya?" tanya Lin Xiu. Dengan lama Feng Hao baru menjawab, "Marganya Han." "Apakah namanya Han Tang?" "Apakah nyonya mengenalnya?" Lin Xiu menggelengkan kepalanya. Dengan tertawa kecut Feng Hao berkata, "Waktu aku ke sana, Han Tang sudah meninggal." Sebenarnya tugas mereka sangat rahasia tapi karena sudah lewat tugasnya membicarakannya juga sudah tidak masalah. Apalagi Lin Xiu adalah istri Lu Xiang-chuan, tapi begitu Lin Xiu mendengarkan ceritanya Feng Hao wajahnya berubah dan tubuhnya pun gemetaran. Seperti kemasukan roh. Dengan kaget Feng Hao bertanya, "Ada apa denganmu, nyonya?" Lin Xiu sepertinya sudah tidak bisa mendengar lagi. Dia hanya berbicara, "Han Tang sudah meninggal, mengapa Lao-bo menyuruh Lu Xiang-chuan membunuhnya.... mengapa?" Tiba-tiba dia membalikkan badannya, seperti seekor binatang yang sudah terkena panah. Dengan terkejut Feng Hao memandangnya. Feng Hao juga terpaku. Lao-bo sudah keluar dari semak-semak, waktu ini adalah waktunya Lao-bo jalan-jalan santai. Lao-bo melihat sangkar yang dipegang Feng Hao, dengan tersenyum Lao-bo bertanya, "Apakah malam ini kau akan memasak burung merpati ini sambil minum arak?" Feng Hao cepat-cepat membungkukkan tubuhnya dengan tersenyum dia berkata, "Sepasang burung merpati ini tidak bisa dimakan" "Mengapa tidak bisa dimakan?" tanya Lao-bo. Dengan tersenyum Feng Hao berkata, "Karena ini adalah burung merpati yang dipelihara oleh Liu nyonya. Merpati ini adalah jenis merpati pos, jika aku memasaknya Liu nyonya akan marah dan mungkin dia akan membunuhku." Mata Lao-bo mengecil tapi wajahnya tetap tidak ada ekspresi. Dengan tersenyum Lao-bo bertanya, "Aku belum tahu dia suka memelihara burung merpati." "Hobi ini baru dia lakukan dan merpati pertama adalah Tuan Lu Xiang-chuan yang membawanya dari utara." Dari mata Lao-bo melihat dia sedang berpikir, dengan pelan Lao-bo bertanya, "Hubungan suami istri itu apakah baik?" Apakah hubungan suami istri sangat baik" Orang yang di luar tidak akan mengerti. Tapi pertanyaan Lao-bo harus dijawab. "Sangat baik, seperti baru menikah," jawab Feng Hao. "Suami istri jika hubungannya baik, apa pun akan diceritakannya, apa ini betul?" Feng Hao hanya bisa menjawab 'betul' karena dia belum mempunyai istri. Lao-bo tidak memperhatikan jawaban Feng Hao dan Lao-bo bertanya lagi, "Menurutmu apakah Lu Xiang-chuan akan. memberi tahu dia akan pergi ke mana kepada isunya?" Kata-kata ini sudah bukan percakapan lagi. Jika salah dijawab oleh Feng Hao akibatnya akan sangat fatal. Dengan lama berpikir, Feng Hao baru menjawab, "Aku pikir.... tidak akan diberitahu, karena Tuan Lu Xiang-chuan tahu bahwa tugas kita sangat rahasia dan tidak akan mengatakannya kepada siapa pun." Lao-bo mengangguk, dia puas mendengar jawaban ini. Dia juga bersiap mengakhiri percakapan ini. Dengan tertawa Feng Hao berkata, "Walaupun Lu Xiang-chuan sudah mengatakan kepada istrinya, itu juga bukan yang sebenarnya. Nyonya kira kali ini Tuan Lu Xiang-chuan pergi membunuh Han Tang." Tiba-tiba Lao-bo merasa tubuhnya sangat dingin. Sudah lama dia tidak mempunyai perasaan seperti ini karena dia sudah lama tidak melakukan kesalahan. Kesalahan kali ini kemungkinan adalah kesalahan yang mematikan. Lao-bo sudah merasa telapaknya penuh dengan keringat dingin dan dia langsung bertanya, "Dimana nyonya Lim sekarang?" "Dia pergi dengan tergesa-gesa sepertinya ingin pulang." Tiba-tiba Lao-bo menggulungkan baju bagian lengan dan meloncat keluar dengan suara rendah berkata, "Ikut aku!" belum habis perkataannya, bayangannya sudah menghilang. Feng Hao tidak segera mengikutinya karena dia sangat terkejut. Pertama kali dia melihat kepandaiannya Lao-bo, dia belum pernah melihat ada orang yang bisa meloncat begitu tinggi. Kelihatannya sangat tidak mungkin, tapi ini adalah Laobo. Dia sering melakukan hal yang tidak mungkin. Ooo)dw(ooO BAB 6 Tempat tinggal Lu Xiang-chuan seperti bajunya, bersih, sederhana dan tampak biasa. Dia sangat tidak suka berlebihan. Dia tidak melakukan hal yang aneh juga tidak mengeluarkan kata-kata yang berlebihan karena dia menganggap berlebihan adalah suatu pemborosan. Hanya orang bodoh baru melakukan pemborosan. Orang yang bodoh pasti akan kalah akhirnya. Di rumah Lu Xiang-chuan sangat sepi, tidak terlihat ada Lin Xiu, hanya ada dua pembantu sedang menjahit baju. Begitu melihat Lao-bo, mereka sangat terkejut. Lao-bo seperti kilat langsung memasuki rumah, dengan berteriak Lao-bo bertanya, "Di mana nyonya kalian?" Dua pembantu itu dengan gemetar menjawab, "Di kandang kuda." Pesilat selalu senang kuda yang bagus tidak terkecuali Lao-bo. Dia tidak suka menganggap kuda itu sebagai suatu mainan, dia menganggap kuda adalah alat transportasi. Lao-bo jarang mengatur kandang kudanya, dan penjaga kandang kuda yang melakukankan tugas itu, oleh sebab itu kuda-kudanya terpelihara dengan baik. "Apakah istri Lu Xiang-chuan pernah kemari?" "Nyonya baru saja keluar setelah membawa kuda lewat pintu samping." Wajah Lao-bo masih tidak menunjukkan suatu ekspresi. Tiba-tiba Lao-bo berkata, "Feng Hao." Biarpun Lao-bo tidak membalikkan tubuhnya, tetapi dia tahu bahwa Feng Hao pasti ada di sisinya. Betul saja, tidak lama Feng Hao menjawab panggilan itu, "Ya." "Kejar dia, bawa dia kembali!" Feng Hao tidak bersuara, ternyata dia sudah ada di atas kuda, tetapi kuda yang ditumpanginya belum dipasang pelana. Kuda yang ditumpanginya melesat keluar dengan cepat. Feng Hao sudah mengerti apa maksud Lao-bo, 'bawa dia kembali'. Artinya hidup atau mati harus membawa dia kembali. Ooo)dw(ooO Selembar kertas biasa, di atas kertas itu terdapat tulisan; Lin Xiu: Orang Hang-chou, anak tanggal. Ayah: Lin Zhong-yan, mempunyai satu adik laki-laki yang bernama Lin Zhong-he. Menguasai kepandaian Shaolin, senang berjudi, dan mempunyai istri muda. Ibu: Li Qi. Sudah meninggal. Dengan perlahan Lu Man-tian mengembalikan selembar kertas itu kepada Lao-bo dan Lao-bo menyimpan kembali kertas itu di dalam sebuah buku. Buku-buku seperti itu banyak dimiliki olah Lao-bo. Lu Man-tian tahu apabila seseorang belum meninggal pasti Lao-bo mempunyai data-data orang tersebut. Lao-bo kemudian mengeluarkan selembar kertas yang berbeda. Lin Zhong-he: Orang tua sudah meninggal, mempunyai seorang kakak laki-laki. Suka berjudi, menguasai kepandaian Shao-lin, banyak hutang yang tiba-tiba semuanya dapat dilunasi dalam waktu 2 tahun. Orang yang melunasi hutang-hutangnya adalah Wan Peng-wang yang diwakili oleh Jin-peng. Tangan Lu Man-tian yang memegang kertas itu tiba-tiba menjadi kaku, sepertinya dia sedang memegang sebongkah es. Lao-bo terus memandanginya menunggu untuk mengeluarkan pendapat. Tanya Lu Man-tian, "Apakah istrinya adalah seorang mata-mata?" "Menggunakan burung merpati untuk memberitakan kabar lebih baik dari pada dimasak untuk menemani minum arak." Lu Man-tian bertanya, "Apakah Lu Xiang-chuan mengetahuinya?" Lao-bo tidak segera menjawab pertanyaan ini, setelah lama Lao-bo baru berkata, "Bila Lu Xiang-chuan menjadi mata-mata dia tidak akan memberitahukan pada Lin Xiu." "Kemanakah dia akan pergi" Perempuan yang serakah Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo belum tentu adalah seorang perempuan yang pintar." Lu Man-tian menarik nafas, "Kalau begitu, kita sudah salah paham terhadap Lu Xiang-chuan. Ternyata dia bukan orang semacam itu." Lao-bo juga menarik nafas dan berkata, "Aku tidak mengetahui bahwa dia bisa begitu percaya kepada seorang perempuan." Kata Lu Man-tian, "Beruntung dia masih bisa mengalahkan Tie Peng." "Kecuali Tie Peng masih banyak orang di penginapan itu dan Wan Peng-wang juga sudah mempersiapkan umpan untukku agar aku mengantarkan Lu Xiang-chuan ke penginapan itu." Wajah Lu Man-tian segera berubah, tiba-tiba dia meloncat dan berkata pada Lao-bo, "Aku akan pergi, kita tidak bisa membiarkannya mati." "Kali ini aku yang berangkat." Wajah Lu Man-tian berubah, "Anda akan pergi sendiri" Mengapa Anda yang harus pergi sendiri menghadapi semua bahaya ini?" "Semua orang dapat melakukan hal ini, mengapa aku tidak bisa?" Kata Lu Man-tian, "Wan Peng-wang sudah memasang umpan, mungkin umpan itu bukan ditujukan untuk Lu Xiang-chuan melainkan kepadamu." "Biarlah mereka berhadapan denganku, akan kuperlihatkan bahwa seorang Sun Yu-bo tidak mudah untuk dikalahkan." Tubuh Lin Xiu menempel pada kuda seakan-akan dia adalah bagian dari kuda itu. Kuda yang ditunggangi oleh Lin Xiu adalah kuda yang paling cepat diantara tiga ekor kuda yang paling bagus. Mulai umur 5 tahun Lin Xiu sudah mahir menunggang kuda. Waktu itu ayah dan pamannya sangat senang berjudi, kadang-kadang mereka berjudi dan memenangkan banyak uang, kehidupan Lin Xiu juga lumayan baik, sehingga dia dapat membeli kuda. Tetapi hal itu tidak lama, sebab berjudi seperti rawarawa, setelah melangkah ke dalam sulit untuk kembali lagi. Di dalam kandang sudah tidak ada seekor kuda pun, maka dia tidak pernah merasa senang lagi. Yang di wariskan ayahnya hanya hutang yang menumpuk, dia menasihati ayahnya sampai lelah tetapi tetap saja ayahnya berjudi. Demi mendapatkan uang banyak maka itu dia menikahi Lu Xiang-chuan. Namun Lin Xiu tidak pernah menyesali pernikahannya dengan Lu Xiang-chuan, sebab dia adalah seorang suami yang baik, teman yang terbaik dan kekasih yang paling lembut. Lu Xiang-chuan sangat menyayangi istrinya, dan istrinya membalas perasaannya. Tangannya sudah basah, air mata Lin Xiu terus mengalir dan menetes pada tangannya. Dia sangat ketakutan, takut ketika kuda yang ditungganginya roboh dan tidak bisa bangun lagi. Tiba-tiba kuda yang ditungganginya roboh, seakan-akan ada sebuah palu raksasa dari langit yang memukul kuda itu. Lin Xiu terjatuh dari kuda dan dia merasa sangat pusing, dia merasakan rasa asin di sudut mulutnya. Apakah ini darah" Lin Xiu berusaha untuk bangun tetapi seketika itu juga dia menjerit, dia melihat kuda yang tadi dia tumpangi. Dia mencuri seekor kuda berwarna putih tetapi kuda itu sekarang berubah menjadi warna kehitam-hitaman. Darah yang keluar dari mulut kuda itu pun berwarna merah kehitaman. Pada tubuh kuda itu tidak ada luka, apakah kuda itu keracunan" Siapa yang meracuni kuda itu" Untuk apa kuda ini diracuni hingga mati" Apakah semua ini termasuk rencana mereka dan ada yang mengetahui bahwa dia akan menunggang kuda ini" Tubuh Lin Xiu tiba-tiba menjadi dingin, segera dia berlari. Belum jauh berlari, dia sudah menabrak seeorang. Tubuh orang ini sangat keras dia pun segera terjatuh, dari bawah dia melihat ke arah orang ini. Tawa orang ini sangat menyeramkan. Di dalam hati Lin Xiu, Feng Hao adalah seorang teman yang baik dan anak buah Lu Xiang-chuan yang paling setia dia tidak menyangka bahwa Feng Hao bisa tertawa begitu seram. Sekarang dia sudah mengerti bahwa semua ini adalah bagian dari rencana busuknya. Yang meracuni kuda putih itu pun pasti dia, namun dia tidak mengerti untuk apa Feng Hao merencanakan hal ini" Kebanyakan perempuan ditakdirkan untuk bisa menjadi pemain sandiwara yang baik. Begitu pula dengan Lin Xiu, dia berdiri. Wajahnya yang tadi ketakutan dan penuh dengan kemarahan sudah tidak terlihat lagi, sebaliknya dia kelihatan sangat senang dan ceria. Sambil tertawa Lin Xiu berkata, "Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini, ini pasti hari keberuntunganku." Feng Hao memandanginya pelan-pelan dan menggelenggelengkan kepalanya, berkata, "Bukan, hari ini bukanlah hari keberuntunganmu" Lin Xiu menarik nafas dan mengatakan, "Seharusnya aku tidak memilih kuda ini." "Sebenarnya kuda yang di dalam kandang hanya kuda inilah yang sudah dipasang pelana." "Waktu itu aku merasa sangat beruntung, karena aku tidak tahu bahwa kuda ini dapat berlari sangat cepat." Lin Xiu melihat kuda yang ditunggangi oleh Feng Hao, kuda itu belum dipasang pelana dan dia bertanya pada Feng Hao, "Kuda yang kau tunggangi apakah kuda yang tercepat pula?" "Kuda tercepat baru bisa mengejar kuda cepat lainnya." "Apakah kau sengaja mengejarku?" tanya Lin Xiu purapura. Feng Hao mengangguk. "Mengapa?" "Lao-bo menyuruhmu untuk pulang." Lin Xiu tertawa, katanya, "Sebetulnya aku juga ingin pulang tetapi dalam beberapa hari ini aku merasa sangat bosan dan kesal, oleh sebab itu aku menunggang kuda ini untuk berjalan-jalan. Apakah kau tahu bahwa aku selalu menunggang kuda?" Lin Xiu menepuk-nepuk tanah yang menempel di bajunya dan bertanya, "Bagaimana kita pulang" Apakah menunggang satu kuda berdua?" "Sepertinya harus demikian." Lin Xiu pelan-pelan mendekati Feng Hao dengan tertawa dia berkata, "Sejak dulu aku menunggang kuda hanya dengan Lu Xiang-chuan tidak pernah bersama orang lain. Apakah kau ingin membuatnya cemburu?" Tiba-tiba dia lari dari sisi Feng Hao dan berkata, "Lebih baik aku pulang sendiri dengan menunggang kuda ini, dan kau belakangan baru pulang." Belum habis kata-kata ini dia sudah ada di punggung kuda itu, siap untuk melarikan diri. Tiba-tiba tangannya dipegang oleh seseorang. Segera dia diseret turun dari kuda dan Lin Xiu terjatuh ke tanah. Lin Xiu berteriak, "Mengapa kau tidak sopan kepadaku"!" Dengan dingin Feng Hao memandangnya dan berkata, "Aku tidak mau melayani sandiwaramu." "Sandiwara apa" Apa maksudmu?" "Kau tentu tahu maksud kedatanganku kemari, dan aku juga tahu kemana tujuanmu sebenarnya." Tiba-tiba Lin Xiu mengangkat kepalanya dengan mata yang penuh kesedihan dia berkata, "Mengapa kau tidak membiarkanku pergi, Lu Xiang-chuan sudah berbaik hati kepadamu. Aku hanya ingin memberitahumu untuk tidak melakukan suatu kebodohan." Dengan dingin Feng Hao berkata, "Hal yang diperintahkan oleh Lao-bo bukanlah hal yang bodoh." "Tapi.... tapi kali ini tidaklah sama, Han Tang sebenarnya sudah meninggal tetapi dia masih tetap memerintahkan Lu Xiang-chuan untuk membunuhnya." "Aku hanya melakukan tugas yang diberikan Lao-bo padaku tidak pernah menanyakan hal lainnya. Kali ini dia memerintahkanku untuk membawamu pulang." Lin Xiu menangis dan berkata, "Kau dapat mengatakan pada Lao-bo bahwa kau tidak bertemu denganku." Dengan dingin Feng Hao bertanya, "Mengapa aku harus melakukan hal itu?" Kata Lin Xiu dengan lirih, "Karena.... karena aku akan membalas kebaikanmu." "Dengan cara apakah kau akan membalas kebaikanku?" Lin Xiu menegakkan dadanya dan berkata, "Asal aku bisa bertemu dengan Lu Xiang-chuan, apa pun yang kau minta akan kuberikan padamu." Feng Hao segera tersenyum, senyuman ini mengandung niat yang tidak baik. Dia melihat tubuh Lin Xiu yang putih dan mulus dengan sekata demi sekata dia berkata, "Apakah betul semua akan kau berikan?" Biarpun Lin Xiu sudah menikah lama tetapi tubuhnya masih tetap bagus dan seksi. Dia mengenal tubuhnya dengan baik dia selalu membanggakan tubuhnya. Hal ini membuat suaminya selalu bergairah padanya. Tetapi dia belum pernah memikirkan laki-laki lain selain suaminya. Di matanya hanya ada suaminya dia tidak ingin laki-laki lain memegang tubuhnya. Tetapi tawa Feng Hao membuatnya Lin Xiu berpikir demikian. Bila seorang perempuan demi menolong suaminya dan kehilangan kesuciannya apakah perbuatan itu masih dapat dimaafkan" Yang lebih penting apakah suaminya mengetahui perbuatannya dan apakah suaminya dapat memaafkan perbuatannya" Feng Hao dengan diam memandanginya dan sedang menunggu jawabannya. Lin Xiu menggigit mulutnya sendiri, "Bila aku memenuhi permintaanmu apakah kau akan melepaskanku?" Feng Hao mengangguk. Luka dimulut Lin Xiu mulai mengeluarkan darah lagi dan dia menelan kembali darah itu kemudian bertanya, "Kapan kau mau melakukannya?" "Sekarang." Lin Xiu mengepalkan tangannya dengan perlahan mengikuti Feng Hao. Jalan ini menuju taman bunga milik Lao-bo, kecuali tamu Lao-bo biasanya tidak ada orang lain yang akan lewat jalan ini. Di sisi jalan itu adalah hutan yang lebat. Feng Hao berdiri di bawah pohon yang besar dan dia menunggu Lin Xiu. Pelan-pelan Lin Xiu mendekati Feng Hao tetapi wajahnya tidak menampakkan ekspresi apa-apa. Lin Xiu menganggap orang ini adalah seekor anjing siapa pun juga pasti bisa digigit anjing. Nafas Feng Hao jadi berat dan kasar, dia berkata kepada Lin Xiu, "Bagaimana bila disini" Aku jamin kau pasti belum pernah menikmati hal seperti ini." "Aku bukanlah seekor anjing." "Lambat laun kau akan mengerti bahwa kadang-kadang lebih baik menjadi anjing dari pada menjadi manusia." Dengan kasar dia menarik Lin Xiu ke hadapannya. Tubuh Lin Xiu kaku seperti sebuah kayu, dia menggigit bibirnya dengan giginya sendiri dan berkata, "Cepat kau selesaikan dan aku akan segera pergi." Tangan Feng Hao sudah menyelip masuk dalam baju Lin Xiu, dia meremas dada Lin Xiu yang hangat. Jari-jari tangannya sudah memainkannya. Tangannya kasar dan gemetar. Tubuh Lin Xiu pun gemetaran. Tadinya dia menyangka bisa menahan penghinaan ini, tetapi sekarang dia tidak sanggup menahannya lagi. Tiba-tiba dia mendorong tubuh Feng Hao dan menampar wajahnya. Karena ditampar Feng Hao menjadi bengong. Lin Xiu mendorongnya kuat-kuat dan dia sendiri mundur sampai menabrak sebuah pohon yang besar, sepasang tangannya menutup dadanya dan dia berkata, "Lebih baik kau bawa aku menghadapi Lao-bo!" Feng Hao hanya memandanginya dari matanya yang makin lama memancar kemarahan. Tiba-tiba Feng Hao tertawa dengan sinis, "Pulang" Apa kau masih mempunyai kesempatan untuk pulang?" "Kau ingin membunuhku?" tanya Lin Xiu terkejut. "Kau Harus mati!" "Mengapa harus begitu?" "Karena kau harus menjadi kambing hitam." Semua bagian tubuh Lin Xiu menjadi dingin, tetapi wajahnya menjadi panas. "Mengapa kau masih ingin aku melakukan hal itu?" "Seorang laki-laki jika mempunyai kesempatan pasti tidak akan melepaskannya begitu saja," jawab Feng Hao tenang. Lin Xiu menjadi sangat marah, dia mendekati Feng Hao ingin rasanya dia mencekik leher orang ini. Lin Xiu seorang yang tidak sanggup memotong ayam tetapi sekarang dia ingin membunuh orang yang ada di hadapannya. Tetapi sayang, tangan Feng Hao lebih cepat dari padanya, suatu benda yang seperti besi sudah mengenai hidungnya. Sakit pun sudah tidak sempat dirasakannya lagi, dia sudah roboh. Setelah lama dia baru merasakan sakit dan kesedihan. Sekarang dia sudah tidak marah atau terhina, dia hanya Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo terus menerus memanggil nama suaminya. Hanya satu keinginannya yaitu kematian, lebih cepat mati lebih baik. Dia tetap tidak dapat melupakan suaminya. Dia hanya ingin suaminya tahu bahwa dia sangat mencintainya. Dan dia ingin tahu bahwa demi suaminya dia bisa menahan semua penghinaan dan siksaan. Apakah Lu Xiang-chuan akan mengetahuinya" Lu Xiang-chuan melihat sepiring ayam yang masih hangat, sebenarnya dia sangat menyukai hidangan itu. Ayam yang dicampur dengan jamur, dia lebih suka lagi dengan ayam bakar. Dua macam sayur ini sering dimasak oleh istrinya. Setiap kali Lu Xiang-chuan mengalami kesulitan dalam pekerjaannya atau sedang menghadapi kejenuhan, istrinya selalu menyiapkan kedua hidangan ini. Sudah lama dan menjadi kebiasaan Lu Xiang-chuan selalu menghabiskan hidangan-hidangan itu. Hal ini hanya dia sendiri yang mengetahuinya. Sepuluh tahun yang lalu dia ingin makan ayam pun sangat sulit dan pada waktu itu bisa makan saja merupakan suatu keberuntungan. Semenjak kecil Lu Xiang-chuan tidak mempunyai orang tua. Dia hanya tinggal bersama pamannya Lu Man-tian, tetapi dalam satu tahun dia belum tentu bisa bertemu dengan pamannya itu. Dia selalu ingat jika pamannya pulang pasti dengan tergesa-gesa kalau tidak pasti pulang dengan keadaan luka parah. Dia tidak mengetahui pekerjaan pamannya yang sebenarnya. Sampai pada 2 hingga 3 tahun lalu, Lu Man-tian memberitahu pada Lao-bo untuk menjadikannya sebagai pelayan, makin lama dia makin mengetahui jenis pekejaan yang mereka lakukan. Dia ikut pula dalam perkumpulan itu. Pekerjaan itu bukanlah kesenangannya, tetapi dia percaya bahwa pekerjaannya akan membuatnya menjadi terkenal oleh karena itu dia belajar dengan cepat dan rajin. Sekarang setiap hari dia dapat makan ayam bakar, hal ini sangat tidak mudah. Hal ini adalah hasil perjuangannya dengan susah payah dan kerja keras. Sekarang ayam bakar sudah terhidang di hadapannya tetapi dia tidak menikmatinya. Apakah ini adalah sebuah karma" Apakah dalam hatinya juga merasa ada sesuatu yang akan terjadi" Atau dia merasa kedudukannya terancam" Atau dia merasakan adanya bahaya yang mendekatinya" Atau merasa susah untuk bertemu dengan istrinya lagi" Hari menjelang sore Tie Peng dan Han Tang belum muncul. Mengapa sampai sekarang mereka belum muncul" Apakah rencana mereka berubah" Apakah mereka mengetahui bahwa Lu Xiang-chuan sedang menunggu di sini" Lu Xiang-chuan percaya bahwa Han Tang tidak akan bisa mengenalinya, karena dia sudah merubah mukanya dengan menggunakan obat dan dia menambahkan dengan kumis palsu. Dia terlihat 20 tahun lebih tua dari usia sebenarnya. Waktu dia datang, tamu-tamu sudah memenuhi 2 meja, sekarang sudah menjadi 4 meja. Dari tempatnya dia dapat mengawasi orang yang datang dan keluar. Lampu pintu besar sudah dinyalakan. Lu Xiang-chuan sudah memesan arak lagi. Biarpun harus menunggu lama dia harus tetap menunggu. Dia tidak suka minum arak, dia meminta arak karena terpaksa, bila seorang menunggu lama tidak minum arak itu adalah hal yang aneh. Dia juga sebenarnya tidak suka menunggu orang, tetapi dia harus tetap melakukannya. Ooo)dw(ooO Sebuah kereta kuda berjalan ringan dan kokoh. Kuda yang menarik kereta itu adalah kuda pilihan. Kusirnya pun seorang yang handal, kereta kuda itu berjalan sangat cepat. Lu Man-tian sedang duduk miring di dalam kereta, kelihatannya dia sangat santai. Tetapi lempeng besi yang dipegangnya terus berbunyi. Lao-bo memandanginya dan bertanya, "Kau sedang memikirkan apa?" Lao-bo mengetahui jika lempeng itu terus berbunyi maka Lu Man-tian pasti sedang berpikir keras. Lu Man-tian hanya tertawa tetapi dia tidak mengatakan apa-apa. Tidak lama Lao-bo juga tertawa dan berkata, "Aku tahu kau sedang memikirkan apa?" "Oh." "Apakah kau sedang teringat ketika kita dulu hidup sangat sengsara?" Lu Man-tian mengangguk. Kata-kata Lao-bo tidak salah. Dulu kehidupan mereka sangat tidak enak. Mereka pernah melakukan banyak hal. Mata Lao-bo berkilau dan dia bertanya, "Apakah kau ingat ketika kita menghadapi Yuan Lao-da?" Lu Man-tian tentu saja ingat, sampai mati pun dia masih ingat kejadian itu. Yuan Lao-da adalah ketua perkumpulan, dia menguasai pedagang-pedagang kaya sepanjang Chang-jiang. Ilmu silat yang digunakan Yuan Lao-da adalah ilmu setan pengisap darah. Mengenai kepandaian, jenis ini banyak cerita di dalam dunia persilatan, gerakannya sangat misterius dan sangat menakutkan. Banyak orang menganggap bahwa ini bukan suatu ilmu kepandaian melainkan suatu ilmu gaib. Tidak ada orang yang berani melawan ilmu gaib tetapi Lao-bo mencobanya. Lao-bo dan Yuan Lao-da mengadakan perjanjian untuk bertemu disuatu tempat. Lao-bo membuat Yuan Lao-da percaya bahwa mereka menunggu di tempat yang disepakati tetapi Lao-bo dan anak buahnya menggerebek tempat tinggal Yuan Lao-da, menarik dia keluar dari selimut yang hangat. Lao-bo memakunya di pintu besar rumahnya sendiri. Yuan Lao-da mati dia hanya mengucapkan satu kata, "Kalian sangat cepat datang." Cepat, dengan kecepatan akan membuat orang tidak mempunyai persiapan dan tidak bisa melawan. Itu adalah salah satu rahasia Lao-bo dalam memimpin. 'Cepat' kata ini mudah diucapkan tetapi seumur hidup Lu Man-tian hanya seorang yang dapat melakukannya, orang itu adalah Lao-bo. Tetapi kejadian itu sudah berlangsung beberapa tahun yang lalu, apakah Lao-bo masih tetap seperti dulu" Mata Lu Man-tian sangat tegang. Lao-bo hanya tersenyum dalam senyum dia berkata, "Memang hari-hari seperti dulu tidaklah enak tetapi sangat menyenangkan." Tiba-tiba Lu Man-tian bertanya, "Apakah kau masih ingat ketika kita menghadapi si Jenggot Couw?" Kali itu gerakan mereka juga sangat cepat, dengan cepat mereka masuk dalam wilayah si Jenggot Chou, mereka berangkat dengan 13 orang tetapi yang tersisa hanya 2 orang. Setelah pulang Lu Man-tian harus beristirahat di tempat tidur 2 bulan setelah itu dia baru bisa duduk untuk makan. Dengan perlahan Lao-bo berkata, "Aku masih ingat, semenjak itu aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi." Lu Man-tian bertanya, "Bagaimana kali ini?" Lao-bo tetap tertawa, tetapi mukanya terlihat sedikit kaku. Ooo)dw(ooO BAB 7 Lu Xiang-chuan tidak mengenal Rang Gong, karena dia belum pernah bertemu dengannya. Tapi begitu masuk ke penginapan Tai-hong, Lu Xiangchuan langsung mengenalnya. Fang Gang adalah Tie Peng, orang ini benar-benar seperti terbuat dari besi. Baju yang dia pakai berwarna putih tapi bagian tubuh yang tidak tertutup baju, hitam seperti besi. Di bawah sinar lampu, tubuh ini berkilauan dan tampak berminyak. Pandangannya begitu tajam, mulutnya selalu dikatupkan. Langkah berjalannya pun sangat aneh setiap dia melangkah sepertinya mengeluarkan tenaga yang besar sehingga rumah terasa ada gempa kecil. Lu Xiang-chuan belum pernah bertemu dengan orang yang begitu sehat dan kokoh seperti ini selain Sun Jian. Saat Fang Gang memasuki penginapan, semua orang menahan nafas karena tiba-tiba napas mereka merasa sesak. Masih ada orang yang berjalan di depannya, tidak perlu ditanyakan lagi, mereka tentunya adalah pengawal Fang Gang yang merupakan pengawal pilihan. Kemana pun dia pergi, dia selalu menjadi sorotan mata orang-orang. Fang Gang segera duduk setelah menemukan tempat yang strategis, secara otomatis para pengawalnya berdiri di belakangnya. Biasanya pada saat dia duduk semua orang harus berdiri, karena orang-orang tidak mau duduk berbarengan dengannya. Lu Xiang-chuan merasa lega. Lu Xiang-chuan teringat kepada kata-kata Sun Jian, "Bila Fang Gang minum dia akan selalu mengangkat kepalanya dan pada saat itu pula matanya akan melihat keadaan di sekelilingnya." Tapi pada saat Lu Xiang-chuan minum kepalanya selalu ditundukkan, sepertinya yang menarik bagi dia adalah arak. Orang pertama yang dilihat olehnya adalah Lin Zhong-he. Orang yang belajar kepandaian Shao Lin selalu terlihat berotot. Lin Zhong-he pun seperti itu, Namun beberapa tahun belakangan ini hidupnya membaik karena hutangnya sudah lunas maka perutnya lebih maju dari pada dadanya. Begitu dia memasuki penginapan dia segera menghadap Fang Gang, dia membungkukkan badannya memberi hormat kepada Fang Gang. "Apakah kau yang bermarga Lin?" tanya Fang Gang. "Betul, aku adalah Lin Zhong-he." Fang Gang mengangkat gelasnya dan bertanya lagi, "Apakah kau jago minum?" "Aku masih bisa minum 2 gelas arak lagi," jawab Lin Zhong-he tertawa. Lin Zhong-he memindahkan kursi mendekati Fang Gang kemudian menuangkan arak ke dalam gelas. Tiba-tiba Fang Gang menyiramkan arak itu ke wajah Lin Zhong-he kemudian dengan sinis dia bertanya, "Kau ini siapa"! Apa kau merasa pantas minum arak bersamaku!" Lin Zhong-he terpaku dan wajahnya menjadi merah. Sun Jian terlihat lebih kuat dari Fang Gang, mungkin itu yang menyebabkan Sun Jian mati lebih awal. Tapi bagaimana dengan Han Tang" Lu Xiang-chuan dengan perlahan menghirup araknya, Fang Gang pun terlihat sedang minum arak hanya dengan satu kali teguk saja araknya sudah memasuki tenggorokannya. Di kota Hang Zhou walaupun Lin bukan orang yang terkenal, pada saat dia masih memiliki banyak hutang, dia belum pernah dihina orang sampai separah itu. Fang Gang dengan suara yang bernada kasar berkata, "Keluar kau! Keluar!" Lin Zhong-he tiba-tiba menggebrak meja kemudian meloncat dengan marah sambil berkata, "Siapa kau! Berani menyuruhku pergi!" Kata-kata Lin Zhong-he belum habis perutnya sudah kena kepalan tangan Fang Gang. Kepalan tangannya keras seperti besi dan perut Lin Zhong-he sangat lembek, karena itu Lin Zhong-he merasa sangat kesakitan hingga membungkukkan badannya. Fang Gang membalikkan meja makan yang berada di hadapannya dan meja itu mengenai kepala Lin Zhong-he, kuah panas telah menyirami kepalanya. Melihat keadaan Lin Zhong-he seperti itu malah membuat para pengawal Fang Gang tertawa terbahakbahak. Lu Xiang-chuan mulai merasa marah, karena bagaimana pun Lin Zhong-he adalah paman Lin Xiu, istrinya. "Bawalah orang ini keluar! Tinggalkan dia di hutan, sebelum hari terang jangan biarkan dia pulang!" kata Fang Gang dingin. Segera 2 orang pengawal menyeret Lin Zhong-he keluar dari penginapan. Lin Zhong-he mulai memberontak, walaupun perutnya lembek namun tangannya masih memiliki tenaga, dia pernah belajar kepandaian Shao Lin. Meskipun orang-orang yang menyeretnya sangat kuat namun pada saat dia memberontak tangannya bisa terlepas dari cengkraman orang-orang itu bahkan ada yang terjatuh. Lin Zhong-he membalikkan tubuhnya dan memukul pengawal yang satunya lagi. Tiba-tiba dia mendekati Lu Xiang-chuan dengan terengah-engah dia berkata, "Pergi! Cepatlah pergi! Mereka datang ke sini hanya untuk membunuhmu!" Keluarga adalah keluarga, Lin Zhong-he masih bisa mengenali Lu Xiang-chuan. Lu Xiang-chuan merasa sangat terkejut namun dia berusalia untuk menutupinya, "Aku tidak mengenalmu." Lin Zhong-he dengan marah berkata, "Kau tidak perlu membohongiku lagi, saat kau tiba di tempat ini, mereka sudah tahu...." Kalimat ini belum habis dikatakan. Orang yang didorong olehnya tadi sudah menghampirinya. Seorang menarik leher bajunya, yang satu Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo lagi mengangkat kursi kemudian dipukulkan ke arah Lin Zhong-he. Fang Gang memukulnya dengan keras dengan sinis dia berkata, "Hei, kau yang bermarga Lu, keluarlah untuk bertarung denganku!" Mulut masih berbicara namun orang tersebut sudah seperti seekor macan siap mencakar Lu Xiang-chuan. Perubahan ini sungguh tidak disangka-sangka, sangat mengejutkan semua orang. Sepertinya Lu Xiang-chuan belum siap menerima pembahan yang mendadak. Dia masih duduk di kursi bahkan bergerak pun dia belum sempat. Tetapi pada saat Fang Gang mendekatinya tiba-tiba tubuhnya sudah meluncur ke bawah, seperti seekor ikan yang meluncur melewati meja. Tangannya sudah memegangi kaki orang yang berada di dekatnya. Orang ini baru saja memukul kursi ke pinggang Lin Zhong-he, tiba-tiba ada sepasang kaki yang mengenai pinggang orang itu dan dalam sekejap orang itu sudah melayang terbang jauh. Ternyata Lu Xiang-chuan yang melempar orang itu dan kaki sebelah kanan menendang pengawal yang lain. Orang ini terlihat sangat kesakitan, sepasang kalanya tidak bisa berdiri lagi, air mata dan keringat dingin samasama mengalir keluar. Dan dia pun tahu bahwa seumur hidupnya dia tidak akan bisa berdiri lagi. Lu Xiang-chuan menarik Lin Zhong-he yang terjatuh kemudian berkata, "Cepat carilah Lao-bo!" Lin Zhong-he mengangguk mengerti dia segera berlari keluar tapi di depan dia sudah dihadang oleh 3 orang pengawal. Golok yang dipegang oleh mereka tampak berkilauan. Lin Zhong-he selangkah demi selangkah mundur, dia melihat ada cahaya hitam yang melewati tangannya, dan tiba-tiba saja 2 orang pengawal yang berada di hadapannya sudah roboh. Lin Zhong-he pun tahu bahwa Lu Xiang-chuan sudah mengeluarkan senjata rahasianya. Tiba-tiba Fang Gang berteriak, "Awas dengan senjata rahasianya!" Fang Gang mengangkat kursi yang berada di hadapannya kursi ini dijadikan perisai olehnya dan dia berusaha mendekati Lu Xiang-chuan sekali lagi. Lu Xiang-chuan berdiri sambil terus menunggu Fang Gang. Dia mendekati Fang Gang seperti seekor kalajengking. Saat dia diam dia seperti orang yang sopan dan terpelajar. Wajahnya selalu tersenyum, saat melihat Fang Gang dia berkata, "Kau sendiri pun harus hati-hati dengan senjata rahasiaku." Fang Gang terlihat sangat marah dan dia meloncat. Tiga buah kilauan benda mendekati bagian bawah tubuhnya. Namun pada saat itu dia belum melihat Lu Xiang-chuan mengeluarkan senjata rahasianya sepertinya cahaya ini keluar dari bawah tanah, mungkin bila dia tidak sempat menghindar dia tidak akan bisa bangun lagi. Dengan tersenyum Lu Xiang-chuan berkata, "Aku sudah memberitahumu, hati-hati dengan senjata rahasiaku." Lu Xiang-chuan terlihat sangat tenang karena dia tahu dia yang akan menang. Tubuh Fang Gang masih melayang di udara, tubuhnya sangat besar dan menjadi sasaran empuk senjata rahasia Lu Xiang-chuan. Lu Xiang-chuan selalu membawa 4 jenis senjata rahasia. Setiap jenis terdapat tiga buah benda semuanya dilontarkan pada saat yang bersamaan. Saat itu senyum Lu Xiang-chuan tiba-tiba menjadi kaku. Dia merasa ada sepasang tangan yang memeluk pinggang dan tangan ini sepertinya mempunyai tenaga yang sangat besar. Lu Xiang-chuan tahu bahwa dia tidak akan bisa melepaskan cengkraman tangan ini. Bila saja dia tadi bersikap hati-hati, tidak akan ada orang yang bisa memeluk pinggangnya dari belakang dan tidak ada orang yang dapat membokong dirinya. Tubuh Lu Xiang-chuan sudah dibanting oleh Lin Zhonghe, tubuh Fang Gang berputar kemudian mendarat di hadapan Lu Xiang-chuan. Satu kaki menginjak dadanya dan kaki yang lain menginjak perutnya. Seperti seorang pemburu yang sedang menginjak seekor kambing hutan yang sudah terkena panah. Wajah yang hitam sudah tertawa dengan penuh kemenangan. Dengan tertawa terbahak-bahak dia berkata, "Hei, kau yang bermarga Lu, orang-orang sering berkata bahwa kau adalah seorang yang banyak akal, namun dengan cara seperti ini saja kau sudah tertipu mentah-mentah." Mata Lu Xiang-chuan terlihat keras seperti batu hitam yang dingin, kemudian dia berkata, "Sebenarnya kau yang harus berterima kasih kepadaku." "Mengapa aku harus berterima kasih kepadamu?" tanya Fang Gang. "Bila bukan karena saudaraku yang membantu, apakah kau bisa memang?" "Benar. Kau mempunyai saudara yang baik, seharusnya pada saat kau menikah kau sudah harus berhati-hati," kata Fang Gang tertawa. Lin Zhong-he mulai berdiri, dari sorotan mata yang dilihat oleh Lu Xiang-chuan terlihat ada penyesalan, kemudian dengan perlahan dia berkata, "Jangan salahkan aku, karena aku bekerja untuk orang lain." Lu Xiang-chuan dengan ringan berkata, "Bila aku jadi dirimu aku juga akan berbuat hal yang sama." Kemudian Lu Xiang-chuan bertanya, "Hanya ada satu hal yang tidak kumengerti...." "Mengenai apa?" tanya Lin Zhong-he. "Di dalam perkumpulan Wan Peng-wang banyak orang yang kuat, mengapa kau memilih keledai bodoh ini menjadi temanmu dan membiarkan dia menghina dirimu?" "Siapa yang kau maksud?" kata Fang Gang marah. "Kecuali dirimu tidak ada keledai bodoh yang kedua." Kaki Fang Gang masih menginjak dada Lu Xiang-chuan dengan marah Fang Gang kembali menjejakan kakinya keras-keras ke tubuh Lu Xiang-chuan. Tubuh Lu Xiang-chuan gemetar karena menahan sakit namun dia tetap mengatupkan mulutnya erat-erat supaya suaranya tidak keluar. "Bagaimana rasanya sekarang?" tanya Fang Gang. Lu Xiang-chuan hanya diam memandangnya dengan perlahan dia tertawa, dan berkata, "Kau terlihat sangat pintar, tapi bila sedang bertarung kau seperti seorang perempuan." Fang Gang benar-benar sangat marah kemudian dia meloncat, dia langsung menendang tulang rusuk Lu Xiangchuan. Sekali pun Lu Xiang-chuan memejamkan matanya karena menahan sakit, Fang Gang tetap tidak berhenti. Dan Lu Xiang-chuan tetap tidak mengeluh mau pun mengelak. Lin Zhong-he membalikkan tubuhnya, dia tidak tega melihatnya. Tiba-tiba tendangan Fang Gang berhenti dengan tertawa dia berkata, "Sekarang aku sudah mengerti maksudmu." Lu Xiang-chuan menggentakkan giginya dan berusaha berbicara, "Apakah seekor keledai bodoh bisa mengerti maksud orang?" Wajah Fang Gang berubah lagi tapi dia berusaha untuk tertawa kemudian dia berkata, "Kau ingin mati lebih cepat bukan?" Lu Xiang-chuan mengatupkan mulutnya lebih erat lagi, "Tenanglah, kau tidak akan mati semudah itu, aku akan membuatmu menyesal karena pernah hidup." "Bila kau terus membiarkan aku hidup, kau akan menyesal." "Apakah kau menunggu seseorang yang akan menolongmu?" Dengan dingin dia berkata lagi, "Aku berharap akan ada orang yang menolongmu. Siapa pun yang datang, aku akan menjadikannya seekor landak." Dia melirik ke arah dinding kiri dan kanan dari sudut matanya dia memandang orang-orang yang dia bawa. Delapan orang pengawal hanya tersisa empat orang, dan keempat wajah orang ini tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Jantung Lu Xiang-chuan berdetak lebih kencang lagi. Dia mengenal sorot mata keempat pengawal itu, sangat berbeda dengan orang biasa dan istimewa, orang seperti mereka tidak akan menjadi pengawal orang lain. Lu Xiang-chuan pun tahu keempat orang ini sangat sulit dihadapi oleh dirinya sendiri. Mereka berjaga-jaga di dekat dinding, menjaga bila ada seseorang yang akan menolong Lu Xiang-chuan. Lu Xiang-chuan berharap Lao-bo jangan datang untuk menolongnya. Fang Gang duduk dengan santai di kursi dan berkata, "Aku harus menunggu 2 jam lagi untuk melihat...." Dia tidak perlu menunggu lama lagi Tiba-tiba datang sebuah kereta kuda yang ditarik oleh sepasamg kuda hitam, berlari masuk. Kusir sedang memecut kuda-kuda itu. Kereta kuda sudah memasuki ruang makan. "Sudah datang!" Teriak Fang Gang. Dalam suara teriakan itu terdengar suara 'HUNG'. Dinding kiri dan kanan secara serentak keluar lubang, kurang lebih ada 20 hingga 30 lubang, tiap lubang terpasang satu busur. Dan panah-panah melesat dari lubang itu. Dada si kusir sudah terkena panah dan dia pun jatuh dari kereta. Tubuh kuda-kuda itu pun penuh dengan darah, tapi kuda-kuda itu tetap meringkik dan menabrak dinding, barulah kereta kuda terguling karena kuda-kuda itu sudah, roboh. Fang Gang mengayunkan tangannya. Panah sudah tidak terhitung lagi jumlahnya, semuanya menancap di kereta dan membakar kereta kuda itu. Kobaran api dengan cepat menjalar hanya dalam sekejap saja semua sudah terbakar, bila orang yang berada di dalam tidak segera keluar, mereka akan ikut terbakar bersama kereta kuda itu. Tapi bila mereka keluar maka panah-panah akan segera dilontarkan menyambut mereka. Walaupun mereka adalah pesilat tangguh sekalipun pasti tidak akan bisa lolos dari hujan panah itu. Fang Gang tertawa dan berkata, "Sun Yu-bo, kali ini kau tidak akan kemana-mana!" Tapi tawa Fang Gang tidak lama. Tiba-tiba dinding terbelah menjadi dua dan terdengar suara orang yang dibunuh, busur-busur dilempar keluar disusul oleh orangorang yang bertugas memanah di balik dinding itu. Sekarang Lu Xiang-chuan baru mengetahui bahwa kedua dinding itu ruangan kosong dan semenjak tadi orang-orang Fang Gang sudah menunggu, di sana. Tapi mengapa mereka tiba-tiba terlempar keluar dan mengapa mereka pada roboh" Wajah Fang Gang berubah dia menarik salah seorang pengawal yang wajahnya sudah menjadi hitam dan mulutnya mengeluarkan darah, nafas orang itu sudah berhenti. Fang Gang melihat tubuh orang itu, sama sekali tidak terdapat luka, orang ini pasti dipukul oleh orang yang mempunyai ilmu yang sangat tinggi, dalam sekali pukul saja sudah mati. Di balik tembok itu sebenarnya ada 48 orang pemanah. Sekarang 39 orang lebih sudah roboh dan sisanya melarikan diri. Fang Gang mengangkat sebuah meja kemudian melemparkannya ke dalam kobaran api. Meja itu langsung hancur namun ternyata di dalam kereta kuda tidak ada orang. Fang Gang sudah mengerti, ternyata dia sudah tertipu, kemudian dia berteriak, "Hei, Sun Yu-bo! Bila kau sudah datang, mengapa tidak berani keluar?" Di balik dinding yang hancur ada suara orang yang tertawa dingin, Fang Gang mendekati dinding itu tapi tidak terlihat ada orang, hanya terdengar suara lempengan besi yang saling beradu. Hati Lu Xiang-chuan terkejut, 'Ini pasti lempengan besi milik Lu Man-tian.' Lempengan besi masih dipegang oleh Lu Man-tian, dengan tenang dia masuk dari pintu besar, dia tampak begitu tenang seperti seorang tamu yang masuk ke rumah makan yang biasa di singgahi. Fang Gang bertanya dengan nada galak, "Siapa kau?" Dengan tersenyum Lu Man-tian membuka telapak tangannya di tengah lempengan besi itu keluar asap yang berkilauan. "Apakah kau Lu Man-tian?" tanya Fang Gang. Lu Man-tian malah balik bertanya, "Apakah kau mengenalku?" "Dimana Sun Yu-bo?" "Apakah kau ingin bertemu dengannya?" "Dari dulu aku selalu ingin bertemu dengannya." "Apakah kau tidak takut kepadanya?" Dengan marah Fang Gang berkata, "Apa yang perlu kutakuti?" Dengan tenang Lu Man-tian berkata, "Kalau begitu balikkan kepalamu dan kau akan melihatnya." Fang Gang terkejut dengan segera dia membalikkan tubuhnya dan terlihat seseorang yang terdiam berdiri di puing-puing dinding yang hancur, wajahnya sama sekali tidak ada ekspresi. Dilihat dari pakaiannya, dia seperti seorang desa yang lugu tapi dari sorot matanya memancarkan sinar yang sangat berwibawa. Tanpa sadar Fang Gang mundur beberapa langkah dan bertanya, "Kau Sun Yu-bo?" Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lao-bo mengangguk. Fang Gang tiba-tiba mendekati Lu Xiang-chuan dan berteriak, "Apakah kalian masih ingin dia hidup?" "Tentu saja!" jawab Lao-bo. Fang Gang berteriak lagi, "Bila ingin dia hidup, kalian jangan berbuat macam-mcam!" "Bila kau berani melukai sehelai rambutnya saja, aku akan meminta nyawamu!" kata Lao-bo. Fang Gang tertawa sinis, "Mengapa aku tidak berani melukainya?" Fang Gang masih ingin menendang Lu Xiang-chuan tapi tanpa terasa secepat kilat Lao-bo sudah berada di hadapannya. Seumur hidupnya belum pernah dia melihat orang yang dapat bergerak begitu cepat. Dengan dingin Fang Gang bertanya, "Apakah kau masih berani bertarung satu lawan satu denganku?" Lao-bo tidak menjawab, dengan perlahan dia berjalan mendekati Fang Gang. Orang yang mengambil kursi untuk memukul Lin Zhong-he tiba-tiba berdiri dan menunjuk mereka berempat dan berkata, "Hati-hati dengan mereka! Mereka adalah orang yang harus diawasi." Begitu kata-kata dilontarkan semua menjadi terkejut. Walaupun Lu Xiang-chuan sudah tahu bahwa salah satu di antara 8 orang yang dibawa Fang Gang, diantaranya pasti ada orang Lao-bo, dia sempat terkejut juga. Sebab ternyata Lao-bo selalu mengetahui gerak-gerik Fang Gang. Orang itu adalah orang Lao-bo, Lu Xiang-chuan sungguh tidak menyangkanya tapi Fang Gang lebih terkejut lagi, dengan marah dia berkata, "Ternyata kau adalah matamata!" Empat orang yang berada di sisi Fang Gang segera mengeluarkan senjata. Empat senjata itu ada yang sangat pendek bahkan ada yang sangat panjang. Senjata yang pendek sangat berbahaya sedangkan yang sangat panjang sangat keras. Walau panjang atau pendek semua itu adalah senjata yang sulit dikuasai. Melihat senjata mereka, bisa di nilai bahwa kepandaian mereka sebanding dengan Fang Gang. Walaupun senjata mereka dikeluarkan tapi tidak mempunyai kesempatan untuk digunakan. Lao-bo tiba-tiba bergerak. Walaupun orang itu mengeluarkan pecut namun tangan Lao-bo lebih cepat menotok ke arah tenggorokan Fang Gang, dengan seketika juga dia roboh. Tidak ada kesulitan, ketiga orang yang lainnya pun mengalami nasib yang sama. Itu adalah keistimewaan kepandaian Lao-bo dan Lu Man-tian. Tidak ada huruf apa pun yang dapat menggambarkan kepandaian mereka. Hanya ada satu huruf yang tepat yaitu 'cepat'. Cepat hingga tidak dapat diuraikan dengan kata-kata, cepat hingga tidak dapat ditahan, cepat hingga orang-orang tidak dapat melihat perubahan kepandaian mereka. Lu Man-tian cepat, Lao-bo lebih cepat lagi. Sejak awal hingga akhir hanya terdengar satu suara teriakan saja. Suara teriakan itu berasal dari Fang Gang yang terjatuh ke arah kereta yang sedang terbakar. Begitu dia terjatuh dia bisa tidak keluar lagi. Artinya orang sudah hilang dari dunia. "Kau mau membakar mati aku, aku akan membalas membakarmu." Ini adalah kata-kata Lao-bo, ini yang disebut 'memakai darah untuk membayar darah'. Lu Xiang-chuan beristirahat selama 3 hari di tempat tidur baru dapat berjalan kembali. Dia segera menemui Lao-bo. Dia berlutut. Pertama kali dia berlutut kepada Lao-bo sudah terjadi 17 tahun yang lalu, sekarang ini adalah untuk kedua kalinya. Karena Lao-bo tidak suka orang lain berlutut kepadanya. Lao-bo menganggap berlutut adalah malah membuat anak buahnya terlihat tidak berwibawa, dia tidak mau anak buahnya hilang wibawa di hadapannya. Di depan Lao-bo hanya orang bersalahlah yang berlutut. Lao-bo mengangkatnya berdiri. Dari mata Lao-bo terpancar sorot bijaksana dengan lembut dia berkata, "Kau tidak bersalah." Lu Xiang-chuan menundukkan kepalanya dan berkata, "Aku terlalu ceroboh, karena itu telah membuat Han Tang masuk ke dalam perangkap." Lao-bo tertawa dan berkata, "Han Tang sudah mati." Walaupun Lu Xiang-chuan terkejut tapi dia berusaha menahan diri untuk tidak bertanya. Lao-bo juga tidak menceritakannya, segera dia berkata, "Walaupun kali ini kau terbuka namun kita juga mendapatkan hasilnya." "Ya," kata Lu Xiang-chuan. "Sekarang Wan Peng-wang dan anak buahnya hanya tersisa 7 cabang perkumpulan dari jumlah keseluruhan 12 cabang." Dengan terkejut Lu Xiang-chuan bertanya, "Apakah keempat orang itu juga anak buah Wan Peng-wang?" Lao-bo mengangguk. Dari matanya terlihat bahwa Lu Xiang-chuan sangat mengagumi Lao-bo karena anak buah Wan Peng-wang adalah para pesilat tangguh namun di depan Lao-bo mereka sama sekali tidak ada apa-apanya. Kata Lao-bo, "Paling sedikit kita sudah memberi pelajaran kepada Wan Peng-wang. Mulai saat ini dia tidak akan berani berbuat macam-macam lagi." Lu Xiang-chuan terdiam setelah lama dia bertanya, "Bagaimana dengan kita?" Lao-bo berdiri dengan lambat dia berkata, "Sementara ini kita tidak perlu bergerak dulu." Mengapa sudah berada di atas angin, tidak menuntaskannya, malah tidak bergerak" Ini bukan kebiasaan Lao-bo. Lu Xiang-chuan walaupun tidak bertanya namun dari wajahnya tampak ada kecurigaan. Kata Lao-bo, "Karena kerugian yang kita alami pun sangat besar, sekarang adalah waktunya untuk memulihkan diri." Lu Xiang-chuan mengangkat kepalanya dan memandang Lao-bo, dari kata-kata yang dikeluarkan Lao-bo dia tahu bahwa Lao-bo menutupi sesuatu. Lao-bo membalikkan kepalanya memandang pohon yang berada di luar. Tiba-tiba Lao-bo menarik nafas dengan perlahan dia berkata, "Musim gugur akan berakhir dan musim dingin akan segera tiba." Lu Xiang-chuan bertanya, "Mengapa hingga saat ini Yiqianlong belum datang?" Dengan perlahan Lao-bo menjawabnya, "Dia tidak akan datang." Pertama kalinya wajah Lu Xiang-chuan tampak ketakutan, dia tahu bahwa kedudukan dan posisi Yi-qianlong dalam perkumpulan Lao-bo sangat penting. Bila Yiqianlong keluar dari perkumpulan Lao-bo seperti sebuah rumah besar yang salah satu tiang penyangganya dibongkar. Lao-bo dengan perlahan berkata, "Sekarang aku sudah menyuruh pamanmu menanyakan kepada dia, mengapa dia tidak datang kemari. Aku percaya dia mempunyai alasan yang tepat." Lu Xiang-chuan agak sedikit curiga dan bertanya, "Bila dia tidak mau mengatakannya, bagaimana?" Lao-bo membalikkan kepalanya, karena itu Lu Xiangchuan tidak dapat melihat wajah Lao-bo hanya melihat tangan Lao-bo yang dikepal. Setelah lama kepalan tangan Lao-bo dibuka dan berkata, "Lukamu belum sembuh, beristirahatlah dahulu, bila tidak ada penting tidak perlu bertemu denganku." "Ya!" "Tugasmu yang sekarang adalah hanya beristirahat karena tugas yang akan datang akan semakin banyak." Kalimat ini menggambarkan bahwa kedudukan Lu Xiang-chuan semakin penting dalam perkumpulan juga menggambarkan kepercayaan Lao-bo kepadanya makin kuat. Lu Xiang-chuan sangat berterima kasih dan berkata, "Aku bisa menjaga diri. Tuan...." Tiba-tiba Lao-bo membalikkan kepalanya dan tertawa, "Siapa yang tadi mengatakan aku sudah tua" Kau melihatku pada saat menghadapi Fang Gang apakah seperti orang yang sudah tua?" Lu Xiang-chuan ikut tertawa, "Ada sebagian orang tua, selamanya dia tidak akan bisa tua. Mungkin mereka akan meninggal tapi mereka tidak akan bisa tua." Lao-bo adalah orang macam itu. Kata Lu Xiang-chuan lagi, "Aku juga berharap Yi-qian-long memiliki alasan yang tepat bila tidak...." "Bila tidak, bagaimana?" tanya Lao-bo. Lu Xiang-chuan menarik nafas dan berkata, "Dulu dia sangat baik terhadapku, aku juga akan mengurus semua pemakamannya bila dia meninggal." Lao-bo tertawa, tawanya terlihat sedih, setelah lama dia berkata, "Kau istirahatlah!" "Baik!" Dia membalikkan badan untuk segera keluar dari ruangan itu, tiba-tiba Lao-bo berkata, "Tunggu sebentar!" Lu Xiang-chuan berhenti melangkah. Lao-bo kembali bertanya, "Sepertinya kau masih ingin bertanya satu hal kepadaku?" Lu Xiang-chuan menundukkan kepalanya, "Aku tidak mempunyai pertanyaan." "Apakah kau tidak ingin tahu kemana perginya Lin Xiu?" Lu Xiang-chuan terdiam kemudian dia berkata, "Aku tidak ingin tahu dia pergi kemana, namun bila dia pergi dia pasti mempunyai alasan yang tepat." Lao-bo memandang Lu Xiang-chuan dengan tertawa dia berkata, "Akhirnya kau menjadi seorang laki-laki sejati. Kau pun tidak mengecewakanku." 'Laki-laki sejati' ini adalah pujian Lao-bo, pujian terbesar dari Lao-bo terhadap orang. Lu Xiang-chuan mengetahuinya karena itu pada saat dia keluar dari pintu, dia bisa tersenyum. Pada saa dia keluar tampak Feng Hao yang sedang menunggu. Karena mereka sudah berjanji akan minum arak bersama-sama malam ini. Mereka memasak burung merpati untuk dijadikan teman minum arak. Ooo)dw(ooO BAB 8 Permukaan tanah tampak rata tidak ada kuburan. Lao-bo menyuruh orang memindahkan bunga Chrysan ke tempat itu. Dia sendiri yang menanam pohon yang pertama. Dia tahu bunga Chrysan yang tumbuh di tanah ini akan mekar lebih cerah dari pada di tempat lain karena tanah di sini sangat subur. Pada saat bunga Chrysan ditanam wajah Lao-bo masih tersenyum namun di dalam hatinya dia merasa sakit. Anak laki satu-satunya dan teman-temannya yang paling setia, dikubur di dalam tanah ini. Walaupun mayat mereka membusuk namun roh dan jiwa mereka selamanya akan tenang di tempat itu. Lao-bo tidak ingin orang lain mengganggu mereka, karena itu dia tidak ingin orang tahu di mana mereka dikubur. Kelak pada saat bunga Chrysan mekar pasti akan banyak orang yang memuji bunga ini. Tapi tidak akan ada orang yang tahu dan selamanya tidak akan tahu, kekuatan apakah yang membuat bunga ini berwarna lebih cerah. Selamanya tidak akan ada orang yang tahu, hanya Laobo saja, hanya dia sendiri yang tahu. Dia sudah menyatukan roh anaknya dengan tanah ini. Hari mulai gelap, orang yang menanam bunga sudah pulang. Hingga saat ini air mata masih Lao-bo bercucuran. Sun Jian, Han Tang, Wen Hu, Wen Bao, Wu Lao-dao, dan masih banyak lagi orang yang setia kepadanya, orangorang ini adalah anak buahnya dan juga teman-temannya. Mereka semua sudah meninggal, sekarang Lao-bo baru tahu bahwa dia sangat kesepian dan juga tahu bahwa dirinya semakin tua. Kecuali dia sendiri, dia tidak akan membiarkan orang lain tahu perasaannya, selamanya tidak akan. Ooo)dw(ooO Sewaktu meteor melewati kegelapan langit, Meng Xinghun berada di bawah sinar bintang, dia melihat bintangbintang berkilauan, juga melihat meteor yang menghilang. Dia bertanya kepadanya dirinya sendiri, "Apakah nyawa orang seperti meteor itu?" Kupu-kupu selalu hidup selalu di musim semi. Musim semi akan lewat, namun akan segera datang lagi. Asal kau masih hidup, akan ada musim semi berikutnya. Kupu-kupu ini sudah mati, paling sedikit ada 3 bulan namun warna sayapnya masih seperti saat dia hidup, begitu cerah. Kupu-kupu diselipkan di sebuah buku puisi, sayap yang indah itu diselipkan menjadi tipis hingga menjadi tembus pandang. Tubuhnya masih sempurna karena itu terlihat bahwa kupu-kupu itu masih seperti hidup, sepertinya kapan waktu pun dia bisa terbang. Begitu dia membuka buku puisi itu, dia melihat kupukupu itu, karena di lembaran buku. yang berisi puisi itu yang paling dia sukai. Bila bunga sudah layu pasti akan mekar kembali. Musim semi bila sudah lewat pasti akan datang kembali lagi. Namun bagaimana dengan kupu-kupu itu" Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Puisi itu indah seperti kupu-kupu. Namun bagaimana dengan orang yang membuat puisi ini" Orang yang membuat puisi ini apakah nyawanya seperti kupu-kupu itu" Bila orang terlalu berperasaan apakah dia akan seperti seekor kupu-kupu" Orang yang perasa lebih mudah disiksa oleh orang lain. Orang perasa kesedihannya pun lebih banyak dari orang biasa. Orang perasa nyawanya lebih lemah dan pendek. "Nona, air sudah disiapkan." Pelayannya yang bernama Lan-lan dengan tergesa-gesa masuk. Melihat kupu-kupu yang dipegang oleh nonanya, wajah yang seperti apel, tersenyum dia berkata, "Nona, apakah kupu-kupu ini sangat indah?" Dia mengangkat kepalanya dan bertanya, "Apakah kupu-kupu ini kau yang menangkapnya?" Lan-lan menjawab, "Aku sudah lama menangkapnya dan dengan susah payah pula, untung saja sayapnya tidak rusak." Dia menarik nafas dengan pelan berkata, "Walaupun kau tidak mematahkan sayapnya namun sudah membuat kupu-kupu ini mati, apakah hatimu tidak sedih?" Lan-lan tertawa dan menjawab, "Biasanya memang kupu-kupu lebih cepat mati," Dan dia berkata lagi, "Manusia pun akan cepat mati, bukankah begitu?" "Tapi.... tapi...." Dia mengerutkan dahinya dan berkata, "Tapi bagaimana" Apakah kupu-kupu ini melukaimu?" "Tidak." Dia bertanya lagi, "Apakah kupu-kupu ini pernah melukai orang lain?" "Tidak." Dia menarik nafas lagi dan berkata, "Kalau begitu mengapa kau melukai kupu-kupu ini?" Dia selalu tidak mengerti mengapa orang selalu bertindak kejam terhadap kupu-kupu" Orang membunuh binatang karena binatang melukai orang. Orang membunuh kambing dan sapi karena binatang itu dipelihara oleh manusia. Namun kupu-kupu, dia begitu jujur, begitu tidak bersalah dan selalu membantu penyerbukan bunga, memberi keindahan kepada dunia ini. Dia juga tidak minta imbalan. Mengapa orang begitu kejam terhadap kupu-kupu" Lan-lan menggigit bibirnya dan berpikir, setelah lama dia berkata, "Aku menangkapnya karena dia sangat indah." "Apakah keindahan itu adalah suatu dosa?" "Mengapa nyawa yang semakin cantik, akan lebih mudah dilukai?" "Sebenarnya aku tidak ingin melukainya," jawab Lanlan. Kemudian dia menyambung lagi, "Kau tidak ingin melukainya tapi dia sudah mati di tanganmu." "Namun sekarang dia masih secantik pada waktu dia hidup, bila aku tidak menangkapnya kemungkinan dia sudah mati di dalam parit atau dimakan oleh laba-laba," jawab Lan-lan. Si nona terpaku dan tidak dapat bicara. Dia harus mengakui bahwa kata-kata Lan-lan masuk akal. Walaupun kupu-kupu itu sudah mati namun keindahannya tetap abadi dan dapat dinikmati oleh orangorang. Nyawanya masih berharga. Begitu dengan kupu-kupu begitu pula dengan orang. Orang hidup atau mati tidak penting, yang terpenting adalah apakah kehidupan ini berharga" Mati ada yang ringan seperti bulu juga ada yang seberat gunung. Apakah artinya pun seperti itu" Kata Lan-lan, "Nona, air sudah mulai dingin, cepatlah mandi!" Dia mengangguk. Dengan perlahan dia meletakkan kembali kupu-kupu itu ke dalam lembaran buku. Orang yang menciptakan puisi sudah meninggal tapi puisi-puisinya tetap abadi, karena itu namanya pun tetap abadi. Walaupun dia sudah meninggal namun dia lebih berharga dari pada orang yang masih hidup. Dia mati pun tidak menjadi masalah. Air belum dingin namun malam sudah tiba. Waktu yang dijanjikan sudah lewat. Dia tidak terburu-buru, dia masih dengan santai berendam di dalam air hangat, dia tahu orang yang berjanji dengannya pasti akan menunggu. Apalagi dia akan menunggu atau tidak, itu tidak menjadi masalah. Dia muda dan tampan, membuat banyak perempuan mabuk kepayang. Dia pun sangat sayang kepadanya. Selalu menganggapnya sebagai seorang dewi. Dengan segala cara memikatnya. Namun nona itu sama sekali tidak peduli. Semua, orang pun tidak dipedulikan olehnya. Kadang-kadang dia sendiri pun merasa dirinya sangat menakutkan. Kadang-kadang karena dia tidak peduli dengan pemuda itu membuat laki-laki itu penasaran memburunya. Bila dia benar-benar mencintai laki-laki itu dan menikahinya kemungkinan laki-laki itu malah jadi tidak peduli kepadanya. Manusia adalah binatang yang sangat aneh. Barang yang sudah didapatkan olehnya dia tidak akan menyayanginya. Tapi pada saat kehilangan dia akan merasa sedih dan menyesal. Mengapa manusia senang menyiksa dirinya sendiri" Nona ini jarang memikirkan hal seperti itu karena itu dia sangat bosan terhadap semua hal seperti itu. Seharusnya pada saat dia masih muda jangan mempunyai pikiran seperti itu. Yang mengelilinginya pasti lebih tua dari dia namun mereka sangat senang terhadap semuanya. Bahkan kadangkadang masalah kecil saja dapat membuat mereka tertawa. Kadang-kadang nona ini merasa mereka terlalu menganggur dan sangat tidak dewasa. Melihat air yang jernih, tiba-tiba dia teringat kepada pemuda yang pernah ditemuinya di tepi sungai. Mata pemuda itu penuh dengan kesedihan dan kelihatan gelisah Pemuda itu masih sangat muda namun kelihatannya dia bosan terhadap kehidupan ini. Mengapa" Nona itu menarik nafas dan berkata, "Sebenarnya aku harus membiarkan dia mati, karena aku tidak dapat memberi dia kesempatan." Lan-lan menundukkan kepalanya pada saat masuk, kemudian memberi nona itu sehelai saputangan sutra yang bersih. Dengan tertawa Lan-lan berkata, "Apakah Nona sudah mencuci muka" Tuan Muda sedang menunggu." Dengan ringan nona itu berkata, "Biarkan dia menunggu." "Nona, apakah kau tidak menyukainya walau sedikit pun?" Nona ini menggelengkan kepalanya. "Mengapa Nona mau mengikutinya pergi main?" tanya Lan-lan. Nona ini memandang air dan berkata, "Kemungkinan tidak ada orang lain lagi yang mengajakku." Tuan muda Hua sedang menunggu di bawah pohon. Malam sudah larut. "Mengapa Nona belum sampai juga?" Benar saja Tuan muda Hua sedang menunggu, dia ingin segera masuk ke rumah perempuan muda ini dan menanyakannya. Namun dia tidak berani. Dia tidak berani melakukan hal yang membuat nona itu tidak suka. Kadang-kadang Tuan muda Hua pun sering marah kepada dirinya sendiri karena selalu mau dipermainkan oleh nona itu. Dia pun sering berjanji kepada dirinya sendiri tidak akan pernah mencari nona itu lagi.... .Namun dia tidak bisa. Dia seperti diikat oleh seutas tali yang menariknya untuk terus mencari nona ini. Pada saat melihat nona itu kemarahannya langsung hilang dan hatinya dipenuhi oleh rasa cinta. Tiba-tiba dalam kegelapan muncul sesosok bayangan orang. Tuan muda Hua merasa gemetar dan berbisik, "Dia sudah datang." Ternyata bukan.... Yang datang ternyata adalah seorang pemabuk, cara berjalannya sempoyongan, topi di kepalanya pun miring, dari jauh sudah tercium bau arak. Tuan muda Hua mengerutkan dahinya, bila dia sedang tidak minum dia benci orang yang mabuk. Bila dia sedang mabuk, dia menganggap dirinya menjadi lucu dan jantan. Tuan muda Hua berharap si pemabuk itu cepat lewat. Namun si pemabuk itu malah sengaja mendekatinya, tibatiba dia bertanya, "Apakah kau sedang menunggu seseorang?" Tuan muda Hua mengangkat kepalanya tidak sudi untuk menjawab pertanyaan si pemabuk. Si pemabuk itu terus bicara sendiri. "Aku juga sedang menunggu orang. Aku menunggu orang yang memang pantas untuk ditunggu. Bagaimana denganmu?" Dengan dingin Tuan muda Hua menjawab, "Jangan banyak tanya!" Si pemabuk itu tertawa, "Aku tidak akan bertanya namun bila orang yang kau tunggu adalah pelacur itu, sungguh sangat tidak adil." Tuan muda Hua sangat marah dan berkata, "Kau bilang apa!" "Bila kau bukan menunggu si pelacur apakah kau menunggu seorang ratu?" "Kalau memang benar, memangnya kau mau apa?" "Mungkin bagimu dia adalah seorang ratu, tapi bagi diriku dia adalah seorang pelacur." Tuan muda Hua sangat marah dan memukul wajah si pemabuk ini. Tiba-tiba dia melihat sepasang mata si pemabuk bersinar tajam seperti sebilah pisau dan tidak terlihat lagi wajah mabuk. Si pemabuk dengan dingin melihatnya, mata yang tajam itu sepertinya masih mengandung ejekan kepada Tuan muda Hua. Tuan muda Hua merasa kaget dan bertanya, "Apakah kau tahu aku sedang menunggu siapa?" "Kau menunggu Xiao Tie, bukan?" "Apakah kau mengenalnya?" tanya Tuan muda Hua lagi. Si pemabuk itu mengangguk dan berkata, "Aku sangat mengenalnya, kau menganggap dia ratu, tapi aku menganggapnya pelacur." Kemarahan Tuan muda Hua tidak bisa dibendung lagi, kepalan tangan diayunkan. Pada saat kepalan itu mendekati wajah si pemabuk, dia merasa perutnya jadi sakit, dia merasa sebatang jarum telah menusuk perutnya. Dia kesakitan hingga membungkukkan badannya dan lutut si pemabuk sudah memukul wajah Tuan muda Hua. Ketika itu juga Tuan muda Hua roboh dan darah keluar dari hidung, sangat banyak. Si pemabuk melihat Tuan muda Hua dan berkata pada dirinya sendiri, "Aneh, walaupun hidungnya sudah bengkok tapi dia tidak terlihat jelek." Tuan muda Hua ingin berdiri. Namun kaki si pemabuk sudah diayunkan, dia hanya merasa pinggangnya sangat sakit dan wajahnya sudah babak belur. Si pemabuk dengan pelan mengangguk kemudian berkata, "Lebih baik begitu, aku akan mengubahmu menjadi lebih bagus lagi." Tuan muda Hua tidak marah lagi sekarang dia tampak ketakutan, dengan gemetar dia bertanya, "Mengapa kau memukulku?" Si pemabuk dengan ringan berkata, "Karena dia adalah pelacurku, dia hanya milikku seorang, bukan milikmu." Xiao Tie berdiri di sana, menghadap ke arah kegelapan. Baju yang dipakainya terlihat berubah warna menjadi ungu. Warna ungu ini seperti warna darah beku. Permukaan tanah tampak berantakan, membuat Xiao Tie ingin muntah. Sekarang dia tidak ingin muntah lagi, dia pun tidak marah dan tidak takut. Namun dia harus berpikir tapi bila berpikir dia akan sedih. Tuan muda Hua masih sangat muda, dia sudah melakukan kesalahan apa" Seorang pemuda yang sehat dan mencintai seorang perempuan yang cantik, siapa yang berkata bahwa dia salah" Sekarang dia seperti seekor anjing liar, digantung di atas pohon, seperti seekor anjing liar yang sudah dipukul mati. Apa kesalahannya" Kesalahannya adalah mencintai seseorang yang tidak boleh dicintai. "Dari dulu aku sudah memberitahunya, aku bukan kekasih yang baik. Dari dulu aku tahu pasti akan terjadi hal seperti ini." Xiao Tie memejamkan mata, tiba-tiba dia teringat pada kejadian beberapa tahun yang lalu. Waktu itu dia masih anak-anak, dari anak-anak berubah menjadi, seorang perempuan, menghadapi kehidupan dan percintaan dengan sangat indah. Waktu itu adalah musim semi. Bunga mekar di manamana. Dia seperti sekuntum bunga, dihembus oleh angin musim semi, terlihat cerah dan harum. Bunga yang mekar pasti akan ada kupu-kupu. yang mendekatinya. Perempuan seperti bunga" Tiba-tiba dia merasa ada seorang pemuda sedang Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo memperhatikan dia, dia merasa sepasang mata pemuda yang terang itu mengikuti ke mana pun dia pergi. Pemuda itu terlihat sangat pendiam, mungkin juga dia pemalu. Namun dari sepasang matanya mengandung kobaran api. Dari wajahnya dapat terlihat apa yang ingin disampaikan tanpa harus mengeluarkan kata-kata. Dia menyukai pemuda itu dan ingin mendekatinya. Asalkan memberi mereka kesempatan, mereka akan saling mengenal dan akan saling menyayangi. Namun kesempatan itu tidak pernah datang. Begitu mereka baru mengenal tiba-tiba pemuda itu menghilang. Sejak saat itu Xiao Tie tidak pernah melihatnya lagi. Tadinya Xiao Tie merasa aneh, tidak dapat menebak alasan mengapa tiba-tiba pemuda itu menghilang" Setelah lama dia baru mengerti sedikit demi sedikit, siapa pun yang mencintai dia, orang ini dengan segera menghilang. Xiao Tie mengetahui siapa yang melakukan semua ini. Orang ini sudah mengikrarkan Xiao Tie menjadi miliknya, dia tidak akan mengijinkan orang lain menyentuh Xiao Tie walaupun hanya menyentuh ujung jarinya. Awalnya Xiao Tie merasa kaget dan marah. Dia marah hingga ingin membunuh orang itu. Namun Xiao Tie tidak sanggup. Dia tidak memiliki tenaga dan keberanian. Saat dia mengikrarkan dirinya menjadi milik orang itu, Xiao Tie sama sekali tidak dapat melawan. Semenjak itu dia hanya bisa menahan dirinya dan terus bertahan. Pada saat bertahan hampir membuatnya gila, dia akan mencari laki-laki lain. Tapi Xiao Tie hanya membawa kesialan kepada orang lain. Akhirnya selalu sama, seperti sekarang ini. Nasib Tuan muda Hua sangat tragis namun nasib Xiao Tie 10 kali lipat lebih menyedihkan. Tuan muda Hua tidak bersih Xiao Tie pun tidak bersih. Xiao Tie tidak mempunyai kesalahan. Kesalahan dia satu-satunya adalah dia tidak mencintai orang itu dan orang itu terus menerus mengancam dia. Xiao Tie tidak dapat melarikan diri, sembunyi pun tidak bisa. Xiao Tie dengan pelan berjalan ke depan menghadapi kegelapan. Dia tidak menolehkan kepala lagi melihat Tuan muda Hua yang digantung, namun air matanya mulai menetes. Kemungkinan air matanya bukan untuk orang lain melainkan untuk dirinya sendiri. Xiao Tie tidak menyelusuri jalan menuju rumahnya, dia tidak ingin pulang karena dia tahu orang itu sedang menunggunya, dan merentangkan tangannya menunggu dia masuk pelukannya. Sepasang tangan yang sudah membunuh orang pasti sudah dicuci hingga bersih namun bau darah di tangan orang itu selamanya tidak akan bisa hilang. Setiap kali pada saat sepasang tangan ini memeluknya, dia merasa ingin mati saja. Namun Xiao Tie tidak dapat mati. Dia memiliki sebab dan alasan mengapa dia tidak dapat mati. Hanya ada satu alasan, alasan ini tidak dapat diterima oleh perempuan mana pun. Xiao Tie tidak dapat menerima pelukannya, menerima mulutnya yang bau arak yang menciumi wajahnya. Ini membuat Xiao Tie makin membencinya. Orang ini bila sudah mabuk akan mencari Xiao Tie atau bila ada keperluan dengannya, dia baru akan mencarinya. Dia mencari Xiao Tie hanya demi satu hal, ini yang membuat Xiao Tie ingin muntah. Xiao Tie tidak mampu menolak dan tidak berani menunjukkan ekspresi enggan karena orang ini selalu memberi peringatan kepada Xiao Tie. "Bila kau tidak mencintaiku dan berani meninggalkanku, aku akan membunuhmu." Xiao Tie berjalan sudah sangat lama namun, tempat yang berada di depan dan di belakangnya sama, begitu gelap. Semakin dia berjalan kemungkinan akan lebih gelap lagi. Dia tidak tahu, harus berjalan ke arah mana" Dan akan menuju ke mana" Di dunia tidak ada tempatnya untuk bersembunyi. Walaupun dia tahu orang itu ada di rumahnya dia tidak ingin pulang. Bila teringat sepasang tangan itu, rasanya ingin muntah saja. Di hadapannya terdengar suara air yang mengalir. Dengan berjalan perlahan dia menuju ke arah itu. Di bawah cahaya bulan, air sungai tampak tenang seperti seutas tali putih yang mengikat bumi yang luas dan sunyi. Dia pun menunduk. Melihat embun yang bermuculan dari air sungai, begitu lembut begitu cantik. Tapi dengan segera embun itu menghilang. Dia ingin besama mengikuti embun itu. Seolah-olah semua kesusahan dan kerisauannya akan cepat menghilang bersama embunembun itu. Dia sangat ingin melompat. Saat itu dia mendengar ada suara seseorang, "Apakah kau ingin mati?" Suara, itu sepertinya datang dari tempat yang sangat jauh, sepertinya juga datang dari kegelapan dan menanyakan rahasianya. Dia hanya mengangguk. Suara itu bertanya lagi, "Apakah kau ingin punya kehidupan lain?" Dia membalikkan badan dan mencari suara itu dan dia menemukan sepasang mata. Matanya tampak terang dan dingin, namun dalam sorot mata yang dingin masih ada sedikit api. Xiao Tie hampir menganggap dia adalah salah satu lakilaki yang pernah hilang. Hanya saja pemuda itu lebih muda dan mulutnya sedang tersenyum dan bicara kepadanya, "Kau ingat, kau pernah menanyakan kalimat ini kepadaku?" Xiao Tie ingat kepadanya walau pertemuannya hanya satu kali. Dan orang itu pun ingat kepadanya. Meng Xing-hun adalah orang itu. Xiao Tie memandangnya dan bertanya, "Kau belum mati?" Mulut Meng Xing-hun tersenyum lebih lebar lagi dan berkata, "Orang yang belum pernah menikmati hidup, apakah dia rela mati?" Tanpa terasa Xiao Tie ikut tertawa dan berkata, "Kapan kau kemari?" "Bila ingin kemari ya datang," jawab Meng Xing-hun. "Kapankah itu?" tanya Xiao Tie. "Aku merasa aku masih berhutang kepadamu karena itu aku...." Kata Xiao Tie lagi, "Apakah kau menganggap aku sudah menolongmu karena itu kau pun harus menolongku?" Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Jujur saja, aku tidak menyangka orang seperti dirimu mempunyai keinginan untuk mati." Xiao Tie menundukkan kepalanya kemudian mengangkat kepala lagi dan berkata, "Apakah kau selalu bicara dengan cara seperti itu?" "Aku berkata yang sejujurnya." "Kata-kata yang jujur kadang-kadang bisa melukai orang." "Kata-kata bohong tidak bisa melukai orang, namun bisa melukai hati orang," kata Meng Xing-hun. Xiao Tie memandangnya, matanya bertambah terang dan berkata, "Bila hari itu aku tidak datang, apakah benar kau akan bunuh diri?" Meng Xing-hun terdiam dengan pelan dia berkata, "Aku hanya ingin mati, tapi apakah aku bisa mati, itu adalah dua hal yang berbeda." "Mengapa dua hal yang berbeda?" "Banyak orang ingin mati, banyak pula orang yang tidak bisa mati." Xiao Tie tertawa dan berkata, "Karena itu artinya aku tidak pernah menolongmu, kau pun tidak pernah menolongku." "Bila orang benar-benar ingin mati, tidak ada yang dapat menolongnya," kata Meng Xing-hun. Dengan pelan Xiao Tie mengangguk dan berkata, "Oleh karena itu kau tidak berhutang kepadaku, dan aku pun tidak berhutang kepadamu." Meng Xing-hun berkata lagi, "Tapi aku berhutang kepadamu." "Kau berhutang apa kepadaku?" Mata Meng Xing-hun tampak seperti ada embun kemudian dia memandang Xiao Tie dan berkata, "Sekarang aku jadi tidak ingin mati." "Kalau begitu aku berhutang kepadamu," kata Xiao Tie tertawa. "Kau berhutang apa?" tanya Meng Xing-hun. "Aku tidak menyangka malam ini aku bisa tertawa." "Kau suka tertawa?" "Suka atau tidak suka tertawa. Dan tertawa atau tidak ingin tertawa, itu adalah dua hal yang berbeda." Tanya Meng Xing-hun, "Apakah karena kau melihatku baru tertawa?" "Ya." "Apakah kau menganggapku lucu?" "Bukan lucu, tapi menyenangkan," kata Xiao Tie. "Kalau begitu, mengapa kau tidak mau menemaniku minum?" Xiao Tie mengerjapkan mata dan berkata, "Siapa bilang aku tidak mau minum?" Arak tidak begitu bagus. Malam begitu larut tidak dapat mencari arak yang bagus. Arak tidak bagus itu tidak jadi masalah, ada orang yang datang bukan untuk minum arak tapi mencari teman atau hal yang lain Meng Xing-hun mengangkat gelas dan berkata, "Aku tidak akan bersulang untuk orang lain." Xiao Tie pun bicara, "Aku pun tidak suka orang lain bersulang untukku." "Aku lebih tidak suka orang lain minum terlalu sedikit." Xiao Tie tertawa dan berkata, "Orang yang senang minum biasanya memiliki penyakit semacam ini, selalu berharap orang lain mabuk dahulu. Walaupun dia sendiri ingin mabuk tapi dia juga berharap orang lain mabuk terlebih dahulu." "Kau sangat mengerti hati seorang pemabuk," kata Meng Xing-hun. "Sebab aku adalah salah satunya." Dengan tersenyum Meng Xing-hun berkata, "Sepertinya kau pun tidak suka berbohong." Dengan tersenyum Xiao Tie menjawab, "Karena aku tidak perlu berbohong kepadamu." "Kalau memang perlu berbohong, bagaimana?" Xiao Tie dengan pelan mengangkat gelas arak dan melihat arak di dalam gelas. Dengan pelan dia berkata, "Bila perlu aku juga sering berbohong, namun bila telah berbohong diri sendiri pun tidak akan mempercayainya." "Harus bagaimana termasuk perlu?" "Keadaan seperti itu sangat banyak," jawab Xiao Tie. "Seperti apa?" "Seperti bila kau terus menatapku dan tertangkap basah olehku bahwa kau menyukaiku...." Dia tertawa dan menghabiskan sisa arak di dalam gelas dan berkata, "Itu tidak mungkin." Meng Xing-hun dengan pelan mengangkat gelasnya namun dia tidak memandang arak di dalam gelas. Matanya terus memandang Xiao Tie dengan pelan dia berkata, "Mengapa tidak mungkin?" "Karena kita tidak saling mengerti, boleh dibilang kita tidak saling kenal." "Bukankah sekarang kita sudah saling kenal?" Dengan cepat dia menenggak habis sisa araknya dan menambah kemudian menenggak lagi. Lalu dia berkata, "Mengerti adalah persoalan yang lain. Suka atau tidak adalah hal yang lain lagi. Aku percaya orang yang mengerti dirimu tidak banyak tapi orang yang menyukaimu pasti banyak." Xiao Tie tersenyum dan berkata, "Kau ini kau sedang memujiku atau sedang menertawakanku?" Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Aku hanya bicara apa yang ada di dalam hati ini." "Apakah kau selalu mengatakan isi hatimu kepada orang lain?" "Aku tidak pernah mengatakannya." "Tapi hari ini kau...." "Hari ini merupakan pengecualian." "Mengapa?" Setelah terdiam lama dia menarik nafas dan berkata, "Aku pun tidak tahu." Xiao Tie pun terdiam. Xiao Tie merasa dia pun memiliki perasaan yang sama, merasa bisa mengungkapkan isi hatinya di hadapan orang ini tanpa rasa khawatir. Mengapa bisa seperti itu" Xiao Tie sendiri pun tidak tahu. Dia hanya tertawa dan berkata, "Penyakitmu adalah terlalu banyak bicara dan minum arak terlalu sedikit." "Aku sedang menunggumu." "Menungguku?" tanya Xiao Tie. "Karena kau lebih sedikit minum dibandingkan diriku." "Apakah kau ingin aku minum sama banyak dengan dirimu?" Meng Xing-hun menjawab dengan tegas, "Ya!" "Apakah kau ingin mencekokku hingga mabuk?" "Ya, aku mempunyai maksud seperti itu." Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kau berani" Ingin mencekokiku hingga mabuk itu hal yang tidak mudah?" kata Xiao Tie tertawa. "Karena tidak mudah itulah maka sangat menyenangkan." Ooo)dw(ooO Meng Xing-hun sangat menyukai rumah kayu Han Tang. Mungkin dia dan Han Tang ada kemiripan. Rumah kayu itu tidak nyaman namun sangat sepi. Setelah Han Tang meninggal, rumah kayu tidak ada yang mendatangi karena arti Han Tang adalah sepasang tangannya, bila dia meninggal semua sudah tidak berharga lagi. Meng Xing-hun menganggap rumah kayu itu menjadi miliknya. Waktu mereka minum arak adalah di luar rumah kayu itu. Sekarang malam sudah larut. Arak di dalam guci pun hampir habis. Kata Meng Xing-hun, "Tiba-tiba aku merasa bila aku bersamamu kata-kataku lebih banyak keluar dan arak pun lebih banyak kuminum." "Seseorang hanya dengan teman lama baru bisa seperti itu, apakah benar?" tanya Xiao Tie. "Ya!" jawab Meng Xing-hun. "Tapi kita bukan teman lama." "Memang benar kita bukan teman lama." Xiao Tie menatap Meng Xing-hun, matanya tampak lebih terang lagi, lebih terang dari bintang di langit. "Katanya bila kau minum arak makin banyak, matamu bertambah terang. Apakah itu benar?" Xiao Tie tertawa dan berbicara, "Kau tahu mengenai diriku cukup banyak." "Aku tahu kau jago minum, juga tahu bahwa orangorang memanggilmu Xiao Tie." "Apakah masih ada yang lain?" tanya Xiao Tie. "Tidak ada." "Hingga saat ini aku belum tahu namamu." "Margaku Meng...." Xiao Tie memotong kata-katanya dan berbicara, "Aku tidak tahu namamu karena di antara kita tidak ada hubungan. Dulu tidak ada, sekarang pun lebih-lebih tidak ada." Meng Xing-hun merasa hatinya semakin tenggelam dan dia bertanya, "Mengapa?" "Karena aku tidak suka," jawab Xiao Tie tegas. Tiba-tiba dia berdiri dan berjalan keluar. "Apakah kau akan pergi?" tanya Meng Xing-hun. "Dari tadi aku memang harus pergi." "Aku akan mengantarmu." "Tidak perlu, tidak perlu, tidak perlu." Dia tidak melihat ke arah Meng Xing-hun dan berkata, "Aku mempunyai kaki, kakiku belum putus." "Bagaimana dengan nanti?" "Nanti" Kita tidak punya nanti. Nanti kau pun tidak akan mengenaliku lagi, begitu pun dengan diriku." Orang ini tiba-tiba dalam waktu yang singkat sudah berubah Berubah menjadi dingin dan kejam. Tidak ada orang yang dapat menebak mengapa tiba-tiba dia berubah. Hati perempuan memang tidak ada yang bisa mengerti. Hati Meng Xing-hun seperti ada rasa sakit seperti ada sebatang jarum menusuk dadanya. Dia tidak bicara lagi, dengan diam melihat kepergian Xiao Tie. Dia tidak suka memaksa orang apalagi memaksa seorang perempuan. Tiba-tiba Xiao Tie menolehkan kepalanya dan berkata, "Kau membiarkanku pergi begitu saja?" "Apa yang dapat kulakukan?" "Kau tidak menahanku" Kalau orang lain pasti menggunakan segala cara untuk menahanku." "Aku bukan orang lain, aku adalah aku," kata Meng Xing-hun. Xiao Tie memelototinya dan tertawa kemudian berkata, "Kau orang yang sangat menyenangkan." Tiba-tiba Xiao Tie kembali lagi, dia ingin minum lagi namun semua gelasnya sudah kosong. Dia mengangkat guci arak dan menuang isi guci itu ke dalam mulutnya. "Kau sudah mabuk," kata Meng Xing-hun. Xiao Tie tertawa dan berkata, "Kau tidak suka aku mabuk" Bila perempuan sedang mabuk, laki-laki mempunyai kesempatan mengambil keuntungan." Terdengar suara 'PING', guci yang dipegang oleh Xiao Tie terjatuh dan hancur. Tiba-tiba Xiao Tie terduduk di bawah, dia menangis sekerasnya dan berkata, "Aku tidak mau pulang. Tidak mau pulang!" Xiao Tie tidak pulang, begitu dia sadai-, dia terbaring di sebuah tempat tidur yang kecil dan keras. Baju yang di tubuhnya masih rapi seperti kemarin malam, sepatu pun masih ada di kakinya. Pemuda she Bong itu duduk di hadapannya. Sepertinya dari kemarin dia seudah duduk di sana, bahkan tidak bergerak sama sekali. Xiao Tie memandang dia dengan pandangan berterima kasih. Dengan tersenyum Xiao Tie bertanya, "Kemarin malam apakah aku mabuk?" Meng Xing-hun balas tersenyum dan berkata, "Setiap orang pasti ada saatnya mabuk." Wajah Xiao Tie memerah dan berkata, "Biasanya aku tidak cepat mabuk." Kata Meng Xing-hun, "Aku tahu kemarin malam kau sedang tidak enak liati." "Kau tahu aku sedang tidak enak hati?" "Bila orang sedang enak hatinya, dia tidak akan sendirian berada di tepi sungai dan berniat untuk meloncat ke sungai." Xiao Tie menundukkan kepalanya setelah lama dia baru berkata, "Setelah aku mabuk, aku sudah mengatakan apa saja?" "Kau bilang kau tidak ingin pulang," jawab Meng Xinghun. "Kemudian aku masih mengatakan apa lagi?" "Kemudian kau tidak pulang." "Apakah aku tidak membicarakan hal yang lain?" Meng Xing-hun malah balik bertanya, "Kau kira kau akan mengatakan apa?" Xiao Tie tidak menjawabnya, dia malah berdiri dengan tersenyum dia berkata, "Sekarang aku harus pulang." "Aku tahu." "Kau tidak perlu mengantarku," kata Xiao Tie. "Aku tahu." Tiba-tiba Xiao Tie mengangkat kepalanya dan berkata, "Mengapa semenjak tadi kau memelototi diriku?" "Karena aku takut," jawab Meng Xing-hun. "Takut" Kau takut apa?" "Takut kelak tidak dapat bertemu denganmu lagi." Hati Xiao Tie tiba-tiba bergetar seperti pohon putri malu yang ditiup oleh angin musim semi. Xiao Tie melihat mata Meng Xing-hun penuh dengan kesedihan. Meng Xing-hun dengan pelan berkata, "Aku berharap kita akan bertemu lagi." "Jangan!" Teriak Xiao Tie. Suaranya besar hingga dia sendiri pun kaget karena itu dia berhenti bicara setelah lama dia baru melanjutkan, "Bila kau mencariku, kau akan menyesal." "Mengapa bisa menyesal?" "Aku tidak berguna untukmu, aku pun tidak berguna untuk semua orang. Siapa pun yang bertemu dan mengenal diriku, dia akan sial." Kata Meng Xing-hun, "Itu adalah masalahku, sekarang aku ingin bertanya kepadamu, apakah kau mau aku mencarimu?" "Kau tidak boleh mencariku." Xiao Tie menundukkan kepalanya, dia merasa hatinya mulai melemah dengan lembut dia berkata, "Kelak mungkin aku yang akan mencarimu." Xiao Tie sudah pergi. Meng Xing-hun tetap duduk dalam diam. Hatinya terasa sakit tapi juga merasa ada sedikit rasa manis, ada rasa kecewa juga terasa ada kehangatan. Meng Xing-hun sudah merasa bahwa dalam hati Xiao Tie banyak rahasia yang tidak dapat diungkapkan. Dia sendiri pun seperti itu. Keadaan mereka sangat mirip karena itu mereka sama-sama merasa sedih. Bila seseorang sudah mempunyai perasaan maka akan mengalami kesedihan. Karena kata-kata itulah dia merasa sedih. Apakah benar dia akan datang mencarinya" Meng Xing-hun menghela nafas dan berdiri namun dia memutuskan berbaring kembali. Dia masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, namun sekarang ini apa pun dia enggan melakukannya. Bantal masih tersisa harum rambut Xiao Tie, Meng Xing-hun meciumi bau harum itu. Dia sudah bertekad. Bila Xiao Tie tidak datang dia akan segera melupakan Xiao Tie. Walaupun Meng Xing-.hun sudah bertekad, apakah dia mampu untuk melakukannya" Xiao Tie pasti akan dengan cepat melupakannya. Bantal sudah menjadi dingin namun harumnya masih tercium. Meng Xing-hun ingin melempar keluar bantal ini. Tiba-tiba pintu terbuka. Meng Xing-hun mendengar pintu yang terbuka, dia mengangkat kepalanya dan dia melihat Xiao Tie datang. Xiao Tie berdiri di ambang pintu, wajahnya sangat segar, sama sekali tidak ada sisa mabuk kemarin malam. Terlihat begitu segar dan cantik seperti sekuntum bunga yang baru mekar. Meng Xing-hun merasa senang hingga ingin meloncatloncat. Seumur hidupnya belum pernah dia merasa begitu gembira. Xiao Tie sedang tertawa, tawanya lebih ceria dari bunga dan Xiao Tie sedang memandang Meng Xing-hun kemudian berkata, "Kau tebak, aku datang membawa apa?" Sengaja Meng Xing-hun menggelengkan kepalanya. "Kemarin kau mentraktirku, kali ini aku yang mentraktirmu." Dia mengangkat tangannya kemudian memperlihatkan makanan yang tampak memenuhi keranjang. Dengan tertawa Xiao Tie bertanya, "Apakah kau lapar?" Meng Xing-hun akhirnya meloncat berdiri, dengan tertawa dia berkata, "Aku sudah lapar dan mampu menelan seekor kuda." Mereka berlarian masuk ke dalam hutan. Di dalam hutan, rumput sangat hijau sepertinya angin musim gugur belum berhembus sampai ke tempat itu. Kemudian mereka berbaring di, padang rumput dan menikmati harumnya rerumputan. Setelah lewat beberapa lama Xiao Tie menghela nafas dan berkata, "Sudah lama aku tidak berbaring di padang rumput seperti ini, bagaimana denganmu?" "Aku sering berbaring di padang rumput, namun hari ini perasaanku tidak sama," jawab Meng Xing-hun. Tanya Xiao Tie merasa aneh, "Apa yang tidak sama?" "Rumput hari ini sepertinya sangat hijau." Xiao Tie tertawa, tawanya begitu lembut dan berkata, "Kau sangat pandai bicara dan sangat enak didengar." Meng Xing-hun melanjutkan, "Kata-kata yang jujur kadang kala tidak enak didengar dan kata-kata bohong kadang kala lebih enak didengar." Xiao Tie menggigit bibirnya, setelah lama dia baru bicara, "Apakah kau pernah berpikir?" "Mengenai hal apa?" "Apakah pernah terpikir olehmu bahwa aku tidak akan pernah kemari lagi?" "Benar, namun kau datang begitu cepat, tidak kusangka." "Tahukah kau mengapa, aku lebih cepat datang kemari?" "Aku tidak tahu, yang aku tahu pada saat kau pergi aku merasa begitu kesepian." Xiao Tie tidak bicara lagi, apakah kata-kata Meng Xinghun sudah mewakilinya menceritakan apa yang ada di dalam benaknya" Kesepian" Kesepian yang begitu menakutkan" Namun kegembiraan sangat sulit didapat. Kadang kala kau dikelilingi oleh banyak orang namun kau malah merasa kesepian. Dengan pelan Meng Xing-hun berkata, "Mungkin kita bukan teman tapi entah mengapa bila bersamamu aku tidak merasa kesepian?" Hanya orang yang sering merasa kesepian baru dapat merasakan bahwa tidak kesepian lagi adalah hal yang sangat membahagiakan. Mata Xiao Tie makin basah. Dia pun ingin berkata 'aku pun sama'. Namun dia tidak bicara. Dia adalah perempuan, perempuan tidak ingin mengungkapkan kata hatinya. Tiba-tiba Xiao Tie meloncat dan tertawa, "Walau bagaimanapun aku sudah datang, kau harus menemaniku main seharian." "Aku akan menemanimu, walau kau melakukan hal apa pun aku akan menemanimu," kata Meng Xing-hun. Xiao Tie mengerjapkan mata dan berkata, "Kita menggali harta karun, bagaimana?" "Menggali harta karun?" tanya Meng Xmg-hun. "Di suatu tempat di dalam hutan ada harta karun." Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Di dalam hutan ada harta karun, pasti juga ada dewa dan dewi. Ada yang senang mengubah orang menjadi keledai, kau harus hatihati." "Apakah kau tidak mempercayai kata-kataku?" kata Xiao Tie. Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Apakah kau juga tidak mempercayai kata-kataku?" "Bila kau tidak percaya aku akan membawamu untuk mencarinya. Bila sudah menemukannya kau akan percaya." Meng Xing-hun hanya tertawa. Xiao Tie menghirup nafas, "Aku sudah mencium baunya." "Kau menghirup bau apa?" tanya Meng Xing-hun. "Aku mencium bau harta karun." "Di mana?" "Harta karun ada di sini, ada di bawah tempat kau berbaring tadi." Meng Xing-hun berdiri dan bertanya, "Apakah di bawah sana ada harta karun?" "Kau masih tidak percaya?" Meng Xing-hun tertawa dan Xiao Tie berkata lagi, "Bagaimana bila aku menggalinya keluar?" "Bila kau dapat menggalinya, kau dapat mencari seorang dewa dan menyuruhnya menyulapku menjadi keledai." "Baiklah! Ucapan seorang laki-laki sejati tidak boleh dilanggar." Segera Xiao Tie mencari sepotong kayu dan mulai menggali. Meng Xing-hun pun membantunya. Mereka menggali, tidak lama kayu Meng Xing-hun sudah menyentuh suatu benda yang keras. Benda itu berbentuk seperti peti. Xiao Tie tertawa kemudian melihat Meng Xing-hun, "Sepertinya ada seseorang yang akan berubah menjadi keledai." Meng Xing-hun terpaku kemudian dia tertawa terbahakbahak. Harta karun sudah diangkat dari dalam tanah. Ternyata benda itu adalah guci arak. Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Aku sudah masuk perangkap. Seguci arak ini pasti tadi kau yang menguburnya." "Aku tidak mau tahu, aku hanya ingin bertanya kepadamu apakah ini adalah harta karun?" "Ya, ini adalah harta karun," kata Meng Xing-hun tertawa. Xiao Tie dengan tenang berkata, "Harta karun sudah ada, bagaimana dengan keledai?" "Keledai ada di hadapanmu, apakah kau tidak melihatnya?" Xiao Tie tertawa sambil membungkukkan tubuhnya dan berkata, "Keledai ini sepertinya hanya memiliki 2 kaki." "Keledai berkaki 2 lebih baik dari pada keledai berkaki 4." "Apanya yang lebih baik?" "Keledai berkaki 2 bisa minum arak." Mata Xiao Tie tampak lebih bercahaya lagi. Itu artinya arak di dalam guci. sudah hampir habis. Di dalam hembusan angin tidak ada harum rumput hanya ada wangi arak. Bila seseorang perutnya sudah terisi oleh setengah guci arak, kecuali wanginya arak apakah dia masih dapat menghirup wangi yang lain" Xiao Tie berbaring di hamparan rumput, dia pun tidak bicara. Namun dalam benaknya banyak hal yang dia pikirkan. Biasanya banyak hal yang tidak ingin dan tidak berani dipikirkan, sekarang semua melintas dalam pikirannya. Siapa bilang arak dapat menghilangkan stress" Meng Xmg-hun pun tidak bicara, apa pun tidak dia pikirkan, dia hanya terdiam menikmati suasana sepi di antara mereka. Kata-kata dapat membuat orang gembira namun bila seseorang tidak dapat menikmati suasana diam seperti ini, dia bukan orang yang benar-benar bisa bicara. Bahasa yang membuat orang gembira hanya orang yang mengerti arti 'diam' itu sendiri. Meng Xing-hun mengira Xiao Tie sedang menikmati suasana diam ini. Hubungan antara orang harus bisa saling mengerti, lebihlebih harus mengerti hati seorang perempuan bila tidak kau akan menyesal. Malam kembali sudah larut. Xiao Tie tiba-tiba duduk dan berkata, "Aku mau pulang." Dia mengatakan kalimat ini terlalu cepat seperti tidak ingin didengar orang lain. Kemungkinan kalimat ini tidak ingin diucapkan olehnya. Meng Xing-hun hanya mendengar kata 'aku', dia bertanya, "Kau mau apa?" Xiao Tie melotot ke arahnya, "Kau sengaja dan purapura tidak mendengar kata-kataku." Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Mengapa aku harus pura-pura tidak mendengar?" Xiao Tie tiba-tiba berteriak dan berkata, "Yang tadi kukatakan adalah aku mau pulang." Karena Xiao Tie terlalu keras bicara hingga dirinya pun ikut terkejut, setelah lama Xiao Tie baru berkata, "Apakah kali ini kau mendengar?" Meng Xing-hun terpaku dan dia menjawab, "Ya, aku sudah mendengarnya." Xiao Tie bertanya lagi, "Hal apa yang masih ingin kau bicarakan?" "Tidak ada." "Mengapa kau tidak bertanya mengapa aku tiba-tiba ingin pulang?" "Kau pasti mempunyai alasan yang tepat bukan?" "Memang ada, tapi mengapa kau tidak memikirkan cara menahanku untuk tidak pulang?" tanya Xiao Tie. "Apa aku dapat menahanmu?" "Memang tidak dapat, kau kira kau itu siapa?" "Aku tidak akan memaksamu pulang." Xiao Tie menjadi kebingungan, akhirnya dia berkata, "Kau tidak mempunyai maksud untuk menahanku karena itu aku harus pergi dari sini." "Aku tidak bermaksud seperti itu." "Apakah kau itu batu"! Dan bukan orang"! Mengapa selalu bicara seperti itu?" Meng Xing-hun tidak bicara lagi. Tiba-tiba dia merasa Xiao Tie mulai berubah menjadi sangat galak dan marah-marah tanpa alasan. "Benar bukan" Kau tidak bisa bicara apa-apa lagi," kata Xiao Tie. Meng Xing-hun tertawa kecut, dia tidak dapat bicara lagi. "Baiklah, bicara pun sudah tidak mau. Aku pergi pun tidak apa-apa bagimu," kata Xiao Tie. Dia bangkit dari duduknya kemudian berlari, dan berteriak, "Selamanya aku tidak mau bertemu denganmu lagi. Bila kau berani mencariku, aku akan membunuhmu." Meng Xing-hun tercengang, apakah dia harus merasa sedih atau dia harus marah" Dia merasa hatinya sangat sakit, dia pun hampir berteriak, "Kelak aku pun tidak mau bertemu denganmu lagi, jangan cari ke tempat ini!" Kemungkinan ini adalah cinta. Bila kau mau menikmati manisnya cinta, kau harus menahan pahitnya dan permasalahan yang timbul karena cinta. Xiao Tie sudah pergi, sosoknya sudah tidak terlihat. Hutan terlihat sangat gelap. Kegelapan seperti ini membuat orang mudah putus asa. Meng Xing-hun berdiri tapi dia kembali duduk, dia ingin mencari arak namun malas bergerak. Dia hanya ingin menyendiri dan duduk dalam kegelapan. Namun duduk pun dia merasa sedih, berdiri pun masih merasa sedih. Pada waktu sadar sedih, mabuk pun sedih. Walau melakukan hal apa pun tetap merasa sedih. Kadang kala dia merasa sangat bosan, kadang-kadang juga dia merasa sangat hampa dan juga merasa khawatir namun dia belum pernah merasa sangat sedih. Apakah dulu dia tidak pernah merasa gembira" Tiba-tiba dari kegelapan terdengar suara orang menangis. Walaupun Meng Xing-hun pura-pura tidak mendengar tapi suara itu tetap terdengar. Dia berdiri dan mendekati, suara itu. Xiao Tie ada di balik pohon sedang menangis seperti seorang anak kecil yang menangis tersedu-sedu. Mengapa Xiao Tie menangis" Hal apa yang membuatnya sangat sedih" Dengan perlahan Meng Xing-hun mendekatinya. Rambut Xiao Tie tergerai sangat lembut dan mengkilat. Hati Meng Xing-hun sudah tidak marah dan bingung lagi. Sekarang dia dipenuhi oleh rasa sayang dan kasihan kepada Xiao Tie. Dia berharap dia bisa mengucapkan beberapa kata yang dapat menghibur Xiao Tie namun entah harus memulai dari mana. Dengan lembut dia membelai rambut Xiao Tie. Tiba-tiba Xiao Tie menarik tangannya. Matanya yang bersimbah air mata di bawah cahaya bulan seperti bunga Li yang ditetesi oleh embun pagi. Xiao Tie menangis sambil berteriak, "Aku tidak mau pulang! Kau jangan mengusirku. Aku benar-benar tidak ingin pulang!" Meng Xing-hun berlutut, dengan erat memeluknya. Air matanya pun ikut mengalir dan berkata, "Tidak ada yang mengusirmu juga tidak akan ada orang yang dapat mengusirmu untuk pulang." Benar memang tidak ada orang yang ingin mengusirnya pulang. Dia sendiri yang mengusir dirinya untuk pulang. Karena dalam hatinya ada sebuah pecut. Xiao Tie tidak pulang. Pada saat dia bangun dia terbaring di tempat tidur yang keras dan dingin. Meng Xing-hun sedang duduk di bawah, kepalanya dekat dengan kaki Xiao Tie. Dia tidur sangat nyenyak seperti seorang anak yang tertidur di sisi ibunya. Di mata kekasih walaupun kau melakukan hal apa pun terlihat seperti seorang anak kecil, tertawa seperti anak kecil, menangis pun seperti anak kecil. Orang selalu merasa bahwa orang yang dicintai olehnya selalu terlihat tidak dewasa. Dengan lembut Xiao Tie membelai rambutnya. Xiao Tie melihatnya, dalam hatinya dipenuhi oleh rasa cinta. Pada saat Xiao Tie membelainya seperti seorang ibu sedang membelai anaknya yang tercinta. Saat itu pun Xiao Tie sudah melupakan semua rasa bingung dan kesedihannya. Nafas Meng Xing-hun tiba-tiba menjadi ringan. Segera Xiao Tie menarik tangannya. Wajah yang pucat menjadi merah. Dengan suara gemetar dia berkata, "Kau sudah bangun." Meng Xing-hun tidak bergerak juga tidak bersuara, setelah lama dia baru mengangkat kepalanya dan memandang Xiao Tie. Kepala Xiao Tie ditundukkan dan berkata, "Apakah kemarin malam aku kembali mabuk?" "Benar." Wajah Xiao Tie menjadi merah dan berkata, "Setelah aku mabuk pasti berubah menjadi galak dan pasti kata-kata yang keluar dari mulutku membuatmu marah." "Aku tidak marah karena aku sudah tahu." "Tahu apa?" Dengan lembut Meng Xing-hun berkata, "Tiap orang di dalam hatinya pasti ada kebingungan dan kesedihan. Dia harus mencari tempat untuk menumpahkannya." Xiao Tie terdiam lama kemudian bertanya, "Apakah kau pun memiliki kesedihan?" "Tadinya tidak ada," jawab Meng Xing-hun. "Apakah setelah kau mengenalku baru merasa arti sedih?" tanya Xiao Tie. "Ya." Xiao Tie menggigit bibirnya dan berkata, "Kau pasti menyesal telah mengenalku." "Aku tidak menyesal, aku malah gembira." Xiao Tie bertanya karena aneh, "Senang" Aku membuatmu bisa sedih tapi kau bilang senang?" Kata Meng Xing-hun, "Bila tidak ada sedih pasti tidak ada kegembiraan yang sesungguhnya. Hanya bersamamu aku baru merasakan gembira." Kata-kata ini bila didengar orang lain pasti akan terdengar gombal namun di antara kekasih bila mendengar hal ini terasa lembut seperti angin di musim semi dan indah seperti lagu. Memang kata-kata di antara kekasih bukan untuk didengar oleh orang lain. Setelah lama Xiao Tie baru berkata, "Aku pun sama." Begitu dia mendengar kalimat ini, dia tidak berani menatap Meng Xing-hun dan berkata, "Sekarang aku benar-benar akan pulang." "Aku tahu," kata Meng Xing-hun. "Kau tidak perlu mengantarku pulang." "Aku tidak akan mengantarmu." "Kalau begitu aku pergi sekarang." "Aku tidak akan membiarkanmu pergi," kata Meng Xing-hun. Xiao Tie membalikkan tubuhnya dengan mata melotot dia bertanya, "Kau tidak mengijinkanku pergi?" Meng Xing-hun mengulang sekari lagi, bahasanya lebih tegas, "Aku tidak mengijinkanmu pergi!" Dengan cepat dia berkata lagi, "Karena aku tahu sebenarnya kau tidak ingin pulang." Mata Xiao Tie dari ekspresi terkejut menjadi sedih, air matanya kembali mengalir dan berkata, "Benar, kadangkadang aku ingin lari, lari ke tempat yang sangat jauh namun aku tetap harus pulang." "Mengapa?" Tiba-tiba Xiao Tie berubah menjadi marah, "Mengapa" Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Apakah seumur hidup aku harus tidur di sini?" "Mengapa tidak?" "Tidak! Tidak bisa!" Teriak Xiao Tie. Dia membalikkan tubuh tapi Meng Xing-hun. menarik tangannya. Tiba-tiba sebelah tangan Xiao Tie menampar wajah Meng Xing-hun. Setelah ditampar Meng Xing-hun malah menjadi bengong. Xiao Tie pun ikut bengong. Setelah lama dengan dingin dia berkata, "Lepaskan tanganku! Lebih baik lepaskan!" "Tidak!" Tiba-tiba Meng Xing-hun menarik dan memeluknya. Tubuh Xiao Tie dingin dan kaku, seperti sebatang kayu, selempengan besi, atau sepotong es. Meng Xing-hun merasa hatinya menjadi dingin kemudian dia melepaskan Xiao Tie. Meng Xing-hun merasa lambungnya dengan cepat berkerut, karena menahan sakit tubuhnya menjadi gemetar. Xiao Tie berdiri tidak bergerak dan dengan dingin memandangnya. Meng Xing-hun masih gemetaran, berdiri pun tidak sanggup. Sambil terus gemetar dia mundur hingga ke dekat dinding kemudian membalikkan tubuhnya, dan air mata pun menetes, dan dia berkata, "Baiklah! Pergi kau! Pergi!" Saat dia mengucapkan kata-kata itu dia sudah roboh. Xiao Tie tidak pergi. Xiao Tie mendekati Meng Xinghun dan memeluknya dengan erat. Es sudah mencair, besi sudah terbakar, tubuh Xiao Tie berubah menjadi lembut dan panas seperti api. Air matanya sudah memenuhi seluruh wajahnya. Tubuh Xiao Tie menempel di tubuh Meng Xing-hun. Gemetar tubuh Meng Xmg-hun semakin mereda, dia menggigit bibirnya dan berkata, "Kau tidak perlu berbuat seperti ini." "Memang tidak perlu, namun aku rela. Asal kau tidak menyesal aku rela memberikan semuanya untukmu." Xiao Tie memeluk Meng Xing-hun lebih erat lagi. Dengan meneteskan air mata dia berkata, "Apakah kau menyesal" Tapi aku tidak menyesal walaupun kelak kau akan menjadi apa, sekarang aku adalah milikmu." Setiap kata yang dikeluarkan oleh Xiao Tie adalah katakata yang keluar dari lubuk hatinya. Dia sudah bertekad akan menyerahkan dirinya kepada orang asing ini, ini pertama kalinya dia rela memberikan dirinya kepada orang lain. Karena dia tahu bahwa dia sudah sepenuh hati mencintai laki-laki ini. Walaupun dia tidak begitu mengerti Meng Xing-hun, dia sudah jatuh cinta kepadanya. Perasaan ini datang terlalu cepat, terlalu dahsyat, membuat dirinya tidak percaya. Namun perasaan ini begitu nyata memaksa dia untuk percaya. Cinta adalah perasaan yang sangat aneh tidak ada orang yang dapat mengerti, tidak ada orang yang dapat menguasainya. Dia tidak seperti persahabatan Persahabatan itu dikumpulkan secara lambat laun akan menjadi tebal. Tapi cinta itu datang dengan tiba-tiba. Tidak ada yang memaksa, semuanya terjadi secara alamiah dan mereka duduk berdua. Xiao Tie berbaring di sisi Meng Xing-hun. Nafas Meng Xing-hun sangat ringan seperti angin musim semi. Bumi dan langit begitu damai serta tenang. Setelah lama Xiao Tie mulai, menangis kembali. Dia membalikkan tubuh memunggungi Meng Xing-hun dan berkata, "Sekarang kau harus tahu, aku pernah dimiliki oleh laki-laki lain." Wajah Meng Xing-hun tampak lembut dan damai, dengan lembut dia berkata, "Aku sudah tahu." "Apakah kau tidak menyesal" Atau kau tidak peduli sedikit pun?" Suara Meng Xing-hun terdengar lebih lembut lagi, dia berkata, "Hal yang sudah terjadi, mengapa aku harus peduli?" Tiba-tiba Xiao Tie membalikkan tubuhnya lagi dengan erat dia memeluk Meng Xing-hun. Air mata Xiao Tie membasahi wajah Meng Xing-hun. Sambil meneteskan air mata dia berkata, "Walaupun kau percaya atau tidak, aku tetap akan memberita.hu, dulu aku pernah dimiliki oleh laki-laki lain, ini terjadi pertama kali dalam hidupku." "Aku mengerti." Ada kekuatan yang tidak bisa ditahan oleh orang, karena itu apakah seseorang yang sudah, diperkosa di matanya sudah tidak begitu penting yang penting adalah hatinya. Asalkan perempuan itu benar-benar mencintainya dan asalkan hati perempuan itu bersih dan suci. Walaupun dia perempuan atau pelacur sama sekali tidak menganggu kehormatan dan rasa cintanya. Dengan erat Xiao Tie memeluknya, air matanya terus bercucuran. Ini adalah air mata kebahagiaan dan air mata terima kasih. Tidak ada orang yang dapat menggambarkan kegembiraan Xiao Tie. "Siapa orang itu?" tanya Meng Xing-hun. "Bila kau tidak peduli, mengapa masih bertanya?" "Karena dia terus mengancammu." "Apakah kau ingin membunuhnya?" Kalimat ini sebenarnya tidak perlu dijawab karena semua pun tahu bagaimana kemarahan yang timbul dari mata Meng Xing-hun, karena dia adalah seorang laki-laki. Perasaan seperti ini tidak dapat ditahan begitu saja. Xiao Tie menggigit bibirnya dengan pelan dia berkata, "Aku pun dari dulu ingin membunuhnya!" "Kalau begitu kau harus memberitahu kepadaku siapa orang itu." "Aku tidak dapat memberitahumu." "Mengapa?" "Karena aku tidak ingin demi diriku kau membunuh orang. Lebih-lebih tidak mau kau menempuh bahaya demi diriku." "Bahaya apa?" tanya Meng Xing-hun tiba-tiba. "Dia orang yang sangat menakutkan, kau.... kau...." Meng Xing-hun tertawa dingin dan berkata, "Kau menganggapnya lebih kuat dari diriku, dan kau mengira aku bukan lawannya?" Xiao Tie memegang tangannya dengan erat, "Aku tidak bermaksud seperti itu, hanya...." "Hanya apa?" Xiao Tie menggelengkan kepalanya. Kata Meng Xing-hun, "Mengapa kau tidak melanjutkan kata-katamu?" Xiao Tie terus menangis sambil berkata, "Kau harus mengerti maksudku, mengapa aku membicarakan masalah ini." Setelah terdiam lama Meng Xing-hun menjawab, "Ya. Aku sudah mengerti." Dia benar-benar mengerti, namun dia tidak bisa tidak cemburu. Hanya ada cinta baru timbul rasa cemburu. Mungkin ada yang berkata bahwa cinta adalah pengabdian bukan untuk dimiliki, bila mengabdi tidak harus ada rasa cemburu. Orang yang berkata seperti itu pasti adalah orang yang terlalu muluk kata-katanya. Orang seperti itu tidak akan pernah bisa benar-benar mencintai seseorang. Meng Xing-hun bukan orang seperti itu. Dia mengerti namun dia merasa cemburu, marah dan sedih. Xiao Tie terus menatap mata Meng Xing-hun dan. dengan pelan melepaskan pegangannya kemudian dia berkata, "Aku hanya ingin kau tahu, di dalam hatiku hanya ada dirimu. Orang itu tidak usah digubris." Meng Xing-hun tiba-tiba berdiri dan berteriak, "Kau tidak perlu bicara lagi. Aku sudah tahu semua!" Dia berjalan ke meja menuang segelas arak dan langsung meneguk habis. Meng Xmg-hun tidak mengenakan alas kaki, dia berdiri di tempat basah. Dia tidak membalikkan kepalanya memandang Xiao Tie. Xiao Tie memandangnya, dia merasa hatinya hancur. "Apakah aku sudah melakukan kesalahan lagi?" "Bila melakukan kesalahan, dia tidak akan begitu sedih." "Aku membuat orang lain sedih dan juga membuat sendiri sedih." "Aku sudah tahu hal ini tidak mungkin, mengapa masih terus memaksa?" Diam-diam Xiao Tie berdiri dan pelan-pelan mengenakan bajunya. Tiba-tiba Meng Xing-hun berteriak, "Apa yang ingin kau lakukan"!" Xiao Tie menundukkan kepala dan melihat jari kakinya dan dia berkata, "Aku sudah. 2, 3 hari tidak pulang." "Apakah kau ingin pulang?" tanya Meng Xing-hun. "Benar." Meng Xing-hun memelototi dia dan berkata, "Kau selalu ingin pulang dan tidak mengijinkanku mengantarmu, apakah orang itu sedang menunggumu?" Hati Xiao Tie menciut. "Kau bilang di dalam hatimu hanya ada aku namun mengapa kau tidak mau menemaniku di sini" Bila benar di hatimu hanya ada aku, kau harus melupakan orang itu." Meng Xing-hun tertawa dingin dan berkata, "Kecuali kau berbohong kepadaku." Xiao Tie mengangkat kepalanya dan berteriak, "Tidak salah, aku memang berbohong kepadamu. Aku masih merindukan dia." Meng Xing-hun berlari menghampiri Xiao Tie dan memegang dia dengan sekuat tenaga, seperti ingin Pendekar Wanita Penyebar Bunga 4 Pendekar Gagak Rimang 2 Genta Perebutan Kekuasaan Pendekar Jembel 13