Ceritasilat Novel Online

Antara Budi Dan Cinta 8

Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long Bagian 8 Kata Lao-bo lagi, "Karena itulah mereka menjadi bersemangat, mereka bertekad untuk menang." "Apakah mereka sudah dikumpulkan di Fei-feng-bao?" "Benar." Feng-feng bertanya lagi, "Apakah kau berjanji kepada mereka pada tanggal 7 nanti akan menyerang?" "Tanggal 7 siang tepat jam 12." "Kau menyerang dari depan dan mereka akan menyerang dari belakang?" tanya Feng-feng. Lao-bo mengangguk dan berkata, "Walaupun aku belum pernah membaca buku mengenai taktik perang tapi aku tahu bila menyerang dari depan dan belakang, menggunakan taktik suara ada di timur tapi menyerang di barat, seperti dalam keadaan kosong kita isi tempat itu menjadi padat. Saat mereka belum siap saat itu kita menyerang. Ini adalah taktik perang." Feng-feng tertawa, "Kau bilang mereka seperti harimau yang baru lahir dan percaya mereka akan menang. Dengan semangat seperti ini para prajurit yang berada di Fei-fengbao yang tua dan lemah tidak akan bisa menahan serangan mereka." "Yang berjaga di Fei-feng-bao bukan prajurit yang tua dan lemah, tapi karena sudah puluhan tahun tidak ada yang berani menyerang, mereka biasa hidup tenang, hal ini membuat mereka tidak siap dan lengah." "Seperti seekor kuda yang paling bagus tapi bila sudah lama tidak dilatih untuk berperang, mereka akan menjadi gemuk dan tidak dapat lari." Lao-bo melihat Feng-feng dengan tersenyum berkata, "Kau semakin pintar dan cepat mengerti." Dia merasa mengobrol dengan Feng-feng adalah hal yang sangat menyenangkan karena apa yang dia katakana bisa dimengerti oleh Feng-feng. Bagi seorang yang tua dan kesepian, hal ini sangat penting. Feng-feng menarik nafas panjang dan berkata, "Sekarang aku baru mengerti mengapa kau begitu yakin." Tapi hati Lao-bo sudah tidak mempunyai keberanian lagi, dengan pelan dia berkata, "Aku lupa dengan katakataku sendiri." "Apa?" Dengan berat Lao-bo menjawab, "Seseorang walaupun sudah melakukan banyak hal dia tetap tidak bisa percaya diri." Wajah Feng-feng ikut sedih, pelan-pelan dia mengangguk dan berkata, "Sekarang kau sudah mengerti, mungkin taruhan itu akan dimakan orang." "Aku tidak menceritakan semuanya kepada Lu Xiangchuan, tapi dia sudah curiga, dia pasti tidak akan melepaskan mereka." "Apakah prajurit di sana tahu sudah terjadi perubahan di sini?" "Walaupun mereka sudah mendengar, mereka juga tidak akan langsung percaya." Lao-bo tahu mereka percaya kepadanya, seperti pengikut percaya kepada dewa. Karena Lao-bo adalah dewa mereka, dewa yang tidak pernah kalah. "Karena itu mereka akan menuruti rencana semula tetap akan menyerang pada tanggal 7 siang," kata Feng-feng. Lao-bo mengangguk, dia terlihat sangat sedih karena Lao-bo tahu bagaimana akhir hidup mereka. Pemuda-pemuda ini seperti serangga, pada saat mereka mendekati api, mereka merasa mendekati lampu. Mereka mungkin sudah mati dibakar api. Mereka mengira arah mereka sudah tepat. Karena arah itu Lao-bo yang menunjukkan. Lao-bo menundukkan kepalanya dan merasa sakit di bagian perutnya. Dalam seumur hidupnya dia baru kali ini merasa menyesal. Ini lebih sakit dari kebencian dan dendam. Feng-feng menundukkan kepala dan diam, dengan sedih dia bertanya, "Melatih kelompok harimau pasti menghabiskan waktu dan biaya." Lao-bo mengepalkan tangannya, kirku sudah menusuk ke dalam dagingnya. Suatu hari nanti dia akan merasa lucu walaupun sudah tua tapi kukunya malah cepat panjang. Dengan lama Feng-feng baru bertanya, "Apakah kau akan membiarkan mereka?" Lao-bo terdiam, dia berkata lagi, "Aku kira dadu yang kupegang adalah angka 6 tidak tahunya malah mendapat angka 1." "Karena itu kau...." "Seseorang bila hanya mendapat angka 1 artinya dia akan kalah." Kata Feng-feng lagi, "Kau pasti mempunyai kesempatan untuk menang." "Sudah tidak ada." "Pasti ada, karena dadu belum dikocok." Teriak Fengfeng. "Memang belum ketahuan siapa yang menang, tapi keadaan sudah tidak dapat berubah." "Mengapa kau lupa dengan kata-katamu sendiri, di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin." "Aku tidak lupa, tapi...." Feng-feng memotong kata-katanya dan berkata, "Mengapa kau tidak menyuruh Ma Feng-zhong memberi tahu kelompok harimau bahwa rencana sudah berubah?" "Karena aku sudah tidak berani mencoba-coba." "Ini. bukan coba-coba, dia adalah orang kepercayaanmu." Lao-bo tidak menjawab. Dia tidak ingin Feng-feng atau orang lain tahu lebih banyak. Bila Ma Feng-zhong tidak mati dia tidak akan membiarkan anak istrinya mati duluan. Bila istri dan anaknya tidak mati mereka akan membocorkan rahasia Lao-bo. Perempuan dan anak-anak bukan orang yang tepat, yang mau menjadi korban untuk menjaga rahasia. Pikiran Lao-bo lebih memandang ke masa depan, jadi dia tidak berani mencoba lagi. Dia tidak mau kalah lagi, karena itu dia hanya bisa menarik nafas dan berkata, "Walaupun aku ingin melakukannya, tapi sudah tidak keburu lagi." "Masih ada waktu." Segera Feng-feng berkata, "Sekarang baru tanggal 5, masih ada waktu 20 jam lagi, cukup bagi kita untuk pergi ke Fei-feng-bao." Di tempat itu tidak diketahui hari sudah siang atau malam, bagaimana Feng-feng menghitung hari" Perempuan kadang-kadang seperti binatang, mempunyai indra keenam dalam menghadapi hal-hal tertentu. Lao-bo mengetahuinya karena itu dia hanya diam. Dia hanya bertanya, "Sekarang siapa yang bisa pergi ke sana?" "Aku!" jawab Feng-feng. Lao-bo tertawa seperti mendengar sebuah lelucon. Feng-feng melotot dan berkata, "Aku juga manusia, juga mempunyai kaki, mengapa tidak bisa pergi?" "Kau tidak boleh pergi." Dengan marah Feng-feng bertanya, "Kau masih tidak percaya kepadaku?" "Aku percaya." "Apakah kau mengira aku sangat lemah dan bodoh." "Aku tahu kau bukan seperti itu," jawab Lao-bo. "Apakah kau takut bila aku keluar dari sini akan ditangkap mereka?" Lao-bo mengangguk dan berkata, "Bila kau pergi, hal ini lebih berbahaya untuk Ma Feng-zhong." "Aku akan pergi begitu hari sudah gelap," kata Fengfeng. "Hari gelap lebih mudah diketahui dari pada pagi hari." "Mereka sudah tahu kau sudah pergi, tidak akan terus menuggu di atas sumur." "Lu Xiang-chuan adalah orang yang sangat teliti," kata Lao-bo. "Yang dilakukan oleh Lu Xiang-chuan sangat banyak dan penting," Kata Feng-feng. "Benar." Kata Feng-feng lagi, "Karena itu dia tidak akan menunggu terus di sana bukan?" Lao-bo mengangguk tanda setuju. "Karena itu dia tidak akan menunggu terus di sini." Lao-bo tampak berpikir dan berkata, "Maksudmu walau ada yang menunggu, aku masih bisa mengatasinya." "Apakah kau tidak percaya?" Lao-bo menatapnya, melihat sepasang tangannya yang lembut, sepasang tangan ini tidak cocok membunuh orang. "Setelah bertemu denganku kemudian melihat sepasang tanganku tentunya kau ingin tahu apakah aku bisa kepandaian bukan?" Lao-bo mengakui hal ini dia melihat sepasang tangan ini tidak pernah berlatih kepandaian karena itu Lao-bo menahannya supaya jangan pergi. "Tapi kau melupakan satu hal, kepandaian tidak selalu menggunakan tangan saja." Tiba-tiba kakinya sudah menendang dengan kuat. Ooo)dw(ooO Tangan terlatih tidak bisa membohongi Lao-bo. Tangan yang pernah memegang pedang dan golok pun tidak bisa membohongi Lao-bo. Tangan bisa menjadi senjata rahasia, sekali melihat saja Lao-bo langsung tahu. Tapi yang dilatih Feng-feng adalah Tendangan burung Yuan-yang. Karena itu dia dapat membohongi Lao-bo. Sekarang Lao-bo baru mengerti mengapa pada saat di tempat tidur kakinya, begitu kuat. Mungkin sudah lama Lao-bo tidak dekat dengan perempuan tidak pernah tahu bagaimana kaki seorang perempuan. Dalam sekejap Feng-feng sudah menendang sebanyak lima kali, tendangannya sangat cepat, tepat, dan kuat. Hal ini sudah diketahui Lao-bo, begitu berhenti wajahnya tidak merah, walaupun sudah berkeringat dia tidak merasa lelah. Mata Lao-bo berkilau, "Siapa yang mengajarimu?" "Gao Lao-da, dia selalu menganggap perempuan itu harus bisa sedikit kepandaian supaya tidak dipandang remeh oleh orang-orang." Dia tertawa lagi dan berkata, "Kepandaian tidak akan membuat tangan perempuan menjadi kasar, dan dia masih berkata,...." Kata-katanya berhenti sampai di sana, wajahnya sudah memerah. "Dia masih mengatakan apa?" tanya Lao-bo. Feng-feng menundukkan kepalanya dan berkata, "Dia masih berkata bahwa kaki seorang perempuan yang kuat akan membuat laki-laki menjadi senang." Lao-bo melihat kakinya, mengingat kejadian semalam. Tiba-tiba nafsu birahi Lao-bo timbul. Sudah lama dia tidak mempunyai keinginan seperti itu. Tapi Feng-feng menolaknya karena Feng-feng tahu bahwa Lao-bo masih terluka. Dalam keadaan seperti itu, 10.000 laki-laki mungkin hanya ada satu yang dapat mengontrol nafsunya. Dan Laobo termasuk orang yang sedikit itu. Lao-bo menghela nafas dan berkata, "Kelihatannya Gao Lao-da sangat pintar dan menakutkan." "Benar, bagi laki-laki, perempuan yang menakutkan malah membuat mereka semakin tertantang." Lao-bo tersenyum dan berkata, "Aku akan selalu ingat pada kata-katamu." Feng-feng mengedipkan matanya dan berkata, "Sekarang kau harus percaya kepadaku." "Aku percaya." Dengan tenang Feng-feng berkata, "Kalau begitu aku yang akan pergi, bolehkah?" "Tidak boleh." "Mengapa.... mengapa"!" Teriak Feng-feng. "Kau bisa meninggalkan tempat ini tapi kau tidak akan bisa mencapai Fei-feng-bao. Karena sepanjang jalan menuju ke sana dipenuhi oleh orang-orang yang berjaga, kau tidak mengenal mereka, tapi mereka akan mengenalimu." "Aku tidak takut." "Kau pasti akan takut." "Apakah kau mengira kepandaianku sangat buruk?" "Yang aku tahu, anak buah Lu Xiang-chuan ada 50 orang. Mereka bisa menangkapmu, dan ada 100 orang yang bisa membunuhmu." Lao-bo pasti tahu! Karena semua anak buah Lu Xiang-chuan adalah bekas anak buahnya. Feng-feng menundukkan kepalanya melihat kakinya sendiri, kemudian dia berkata, "Kau bilang 50 orang bisa menangkapku hidup-hidup dan 100 orang bisa membunuhku?" "Karena menangkap satu orang lebih susah dari pada membunuh, hal begitu mudah apakah kau tidak mengerti" Bagaimana bisa kau berkelana di dunia persilatan?" "Itu artinya mereka tidak akan membunuhku." "Benar, tapi mereka akan mengorek keberadaanku dari mulutmu." "Bukankah hal seperti itu malah lebih baik?" Lao-bo mengeratkan dahinya, "Mengapa lebih baik?" "Bila mereka bertanya aku akan menjawab kau sudah naik kereta dan melarikan diri, aku pun akan menunjukkan jalan yang salah." Wajah Feng-feng terlihat sangat gembira, akhirnya dia menemukan cara yang tidak terpikir oleh Lao-bo. "Apakah mereka akan mempercayai kata-katamu?" "Mereka pasti akan percaya, karena mereka menganggap aku berada di pihak mereka, mana akan terpikir bahwa aku sudah menjadi milikmu." Dia menundukkan kepala, wajahnya memerah. Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Bila mereka bertanya, bagaimana cara kau melarikan diri, bagaimana kau menjawabnya?" "Aku akan mengatakan bahwa kau sudah terluka parah dan tidak bisa hidup lebih lama lagi karena itu kau melepaskan aku." Kemudian dia berkata lagi, "Kalau aku berkata seperti itu, Lu Xiang-chuan tidak akan percaya. Karena bila kau mau membunuhku, aku sudah mati dari awal...." Dia menatap Lao-bo dengan lembut. Mulutnya tidak bicara lagi, tapi matanya yang bicara, mengungkapkan rasa terima kasih dan rasa cintanya kepada Lao-bo. Lao-bo pun melihatnya, setelah lama dia tiba-tiba menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku tidak akan membiarkan kau pergi!" Feng-feng menutup wajahnya dengan kedua tangan kemudian menangis dan dia berkata, "Aku tahu mengapa kau tidak ingin aku pergi, karena kau tidak percaya kepadaku. Kau takut aku akan mengkhianatimu. Kau.... .kau, apakah kau tidak tahu isi hatiku?" Lao-bo menarik nafas dan berkata, "Aku tahu kau ingin pergi, tapi apakah kau tahu aku tidak ingin kau pergi, karena semua ini demi dirimu." "Aku tidak tahu dan aku tidak mengerti." Teriak Fengfeng. Dengan lembut Lao-bo berkata, "Mungkin sekarang kau sedang mengandung anakku. Apakah aku tega membiarkan kau pergi sendiri ke tempat berbahaya?" Lao-bo masih menyimpan nafsunya dan dia ingin punya anak, akhirnya Feng-feng tidak menangis lagi dan berkata, "Justru mungkin aku sedang mengandung anakmu, maka aku harus pergi." "Mengapa?" "Karena aku tidak mau bila anak ini lahir dia sudah tidak mempunyai ayah." Kata-kata ini seperti pecut bagi Lao-bo. Dengan sedih Feng-feng berkata lagi, "Kau harus tahu, ini adalah harapan terakhir, kau tidak boleh kehilangan pembantumu, musuhmu bukan hanya Lu Xiang-chuan tapi masih ada Wan Peng-wang. Bila hanya mengandalkan tenaga dan kekuatan sendiri, mereka tidak dapat dihadapi, bila kau keluar dari sini mungkin juga hanya mengantar kematian saja." Kata-kata ini sudah diucapkan tapi tidak ada niat jahat di dalamnya. Lao-bo tidak menjawab, dia tidak dapat berdiri karena semua yang diucapkan oleh Feng-feng adalah benar. Lao-bo tidak percaya diri. Feng-feng melihat Lao-bo tibatiba dia berlutut di hadapannya dan berkata, "Demi aku, demi anak ini dan demi dirimu, biarkanlah aku pergi, bila tidak aku akan nekat mati di hadapanmu." Lao-bo terdiam lama kemudian berkata, "Tidak jauh dari Fei-feng-bao ada sebuah kota, di sana ada sebuah toko yang dulu dimiliki oleh Wu Lao-dao. Semenjak Wu Lao-dao meninggal, tokonya tutup." Mata Feng-feng menjadi bercahaya. "Kau.... .kau mengijinkan aku pergi?" Lao-bo tidak menjawab, dia hanya berkata, "Pada saat kau masuk ke dalam toko itu, kau akan melihat seorang tua yang pendek dan pincang. Dia akan bertanya siapa dirimu, kau jangan menjawab sepatah kata pun. Bila dia sudah bertanya sebanyak 7 kali, baru kau jawab 'Ceng-liiong-sinthian', dia akan segera tahu bahwa kau adalah orang suruhanku." Feng-feng menangis lagi di bawah kaki Lao-bo. Entah sedih atau gembira. Walau bagaimana pun mereka masih mempunyai harapan tapi siapa pun tidak akan ada yang tahu harapan itu seperti apa" Ruangan di bawah sumur dibangun sangat aneh. Feng-feng berenang masuk ke dalam kolam, setelah menemukan pegangan pintu, dia menekan dan air pun mengalir. Dia mengikuti aliran air keluar dari lubang itu. Pada saat air naik dia merasa sudah berada di dalam sumur. Pada saat mengangkat kepalanya dia melihat langit sudah penuh dengan cahaya bintang. Udara terasa manis dan wangi. Dia seperti baru melihat bintang untuk pertama kalinya begitu terang dan indah. Dia menghirup udara yang segar, dia pun tertawa, matanya penuh dengan tawa. Dia harus tertawa, dia harus gembira. "Tidak ada yang bisa berbohong, tidak ada yang bisa mengkhianati Lao-bo." Mengingat kalimat ini dia tertawa hampir saja suaranya keluar. Tapi sekarang dia jangan terlalu terlihat gembira, dia harus menunggu. Menunggu hingga Lao-bo tidak bisa mendengar baru dia akan tertawa sepuas-puasnya. Satu perempuan cantik keluar dari sumur, dia memakai baju laki-laki. Baju sudah basah dan menempel di badannya, di bawah cahaya bintang baju yang basah itu tembus pandang. Sinar bulan menyinari dada yang indah, pinggang yang kecil dan kaki yang kuat.... menyinari wajah yang manis dan senyum yang indah menyinari sepasang mata yang lebih terang dari pada bintang. Terlihat seperti seorang dewi. Dewi yang keluar dari dalam air. Malam sudah larut, tidak ada suara, dan tidak ada orang, tiba-tiba dia tertawa. Suaranya seperti lonceng begitu merdu. Dia tertawa hingga membungkukkan badan, bagaimana pun ini adalah hasil kerja kerasnya. Karena dia lebih cantik, lebih pintar dari orang lain dan yang paling penting lebih pintar dari Lao-bo. Mengapa anak gadis selalu menipu orang tua" Dan dapat menipu orang tua yang lebih pintar 10 kali lipat darinya. Apakah orang tua itu terlalu kesepian" Atau mengharapkan lebih banyak cinta dari seorang gadis muda" Seorang gadis yang buta huruf bisa membuat seorang pak tua yang terpelajar dan berpengalaman di semua bidang tenggelam dalam kata-kata bohong yang diucapkannya. Apakah benar dia bisa menipu Lao-bo" Ataukah Lao-bo ingin kembali ke masa muda yang sudah terlewati" Dia sedang membohongi diri sendiri. Tapi bagaimana pun masa muda adalah masa paling indah. Kebebasan lebih indah lagi. Feng-feng merasa sekarang dia sudah bebas seperti angin malam ini, begitu gembira begitu hidup. Dia masih muda, sekarang apa yang ingin dia lakukan, tidak ada yang melarang, ingin pergi ke mana juga tidak ada yang bisa melarang. "Tidak ada orang lebih pintar dari Lao-bo, tidak ada yang bisa menipu Lao-bo." Dia tertawa terbahak-bahak, dia ingin tertawa lama dan ingin tertawa lebih keras lagi. Tapi sepertinya dia tertawa terlalu awal, tiba-tiba suara tawanya berhenti, dia melihat ada bayangan seseorang. Ooo)dw(ooO Orang ini seperti setan gentayangan, tidak bergerak tapi berdiri di dalam kegelapan dan dia berdiri sangat tegak. Wajahnya tidak terlihat jelas, lebih-lebih tidak bisa melihat ekspresi mukanya, hanya bisa melihat sepasang mata. Sepasang mata seperti mata binatang yang mengeluarkan cahaya. Tiba-tiba Feng-feng merasa kedinginan, dia segera menutup dadanya dengan kedua tangannya dan bertanya, "Siapa kau?" Bayangan orang itu tidak bergerak, juga tidak mengeluarkan suara. Apakah benar dia adalah manusia" Dengan dingin Feng-feng tertawa dan berkata, "Aku tahu kau siapa" Seharusnya kau juga tahu siapa aku?" Orang yang berjaga-jaga di sini pastilah anak buah Lu Xiang-chuan. Pasti Lu Xiang-chuan sudah memberitahu bagaimana bentuk wajah Feng-feng. Dan mungkin juga gambar Lao-bo juga terpasang di mana-mana. Seorang Lu Xiang-chuan sangat teliti dalam mengerjakan sesuatu dan beberapa tahun ini dia sudah mendapat nama yang baik. Feng-feng mengangkat kepalanya dan berkata, "Beritahu bosmu, aku...." Tiba-tiba Feng-feng mempunyai firasat aneh. "Bila dia adalah anak buah Lu Xiang-chuan dari tadi pasti sudah mendekat, tidak mungkin masih berdiri terus di sana." Feng-feng tidak lupa, terpikir hal ini, tubuhnya sempoyongan seperti mau roboh. Angin masih berhembus, tubuh yang basah sudah sedikit kering. Sengaja Feng-feng membuka lebih lebar baju bagian depan, di balik baju ada dada yang begitu putih dan badan yang begitu molek. Sinar bintang berkilauan. Feng-feng tahu di bawah sinar bintang tubuhnya begitu indah dan menggiurkan, dia juga tahu dari sudut mana pun melihatnya bisa membuat lawan jenis melihat daerah yang paling indah dan bisa memancing birahinya, ini adalah senjata Feng-feng. Bajunya dibuka, sinar bintang tepat menyinari tubuh yang paling rahasia dan juga sering membuat orang melakukan perbuatan dosa. Bila dia bukan seorang yang buta dia tidak akan menyianyiakan kesempatan ini, kalau laki-laki normal dia pasti sudah terpancing. Kalau laki-laki sudah terpancing, Feng-feng pasti ada cara menghadapi situasi seperti sekarang ini. tapi orang ini tidak buta dia adalah laki-laki memiliki mata yang sangat terang. Feng-feng mengeluarkan suara seperti kesakitan dan membungkuk kan badannya. Dia tahu lawannya sudah melihat tubuhnya dan dia tidak ingin lawannya melihat terlalu banyak. Bila melihat terlalu banyak akan terjadi hal yang tidak dia inginkan. "Kemarilah.... .tuntunlah aku, perutku.... ," katanya kesakitan. Dia melihat sepasang kaki sedang berjalan dengan pelan menuju arahnya. Sepasang kaki yang kuat tapi memakai sepatu kain yang sudah usang. Biasanya orang yang memakai sepatu usang, bukan orang yang terpandang. Mungkin dalam hidupnya dia tidak pernah melihat perempuan cantik yang seperti Feng-feng. Tawa Feng-feng segera berubah menjadi tawa licik, suaranya lebih dibuat menjadi iba. Ini juga adalah senjatanya. Feng-feng tahu laki-laki senang mendengar perempuan yang begini. Biasanya suara ini akan memancing birahi laki-laki. Dia tidak takut lagi dan dia bisa memperalat birahi lakilaki ini. Benar juga langkah kakinya semakin cepat. Feng-feng mengulur-kan tangan dengan gemetar berkata, "Cepat.... cepatlah.... aku sudah tidak tahan lagi." Kata-kata ini mengandung 2 arti, dia sendiri juga merasa lucu. Bila orang itu adalah orang hidup pasti sudah tidak tahan lagi dipancing oleh Feng-feng. Dia sudah memperhitungkannya. Tiba-tiba kakinya menendang. Hanya dalam sekejap dia sudah menendang sebanyak 5 kali. Tiap sasaran adalah titik darah yang penting. Tidak tahu siapa dia, sesudah mati ditendang baru dia melihat. Dia tidak pernah membunuh orang. Mengingat orang ini harus mati karena tendangannya, hatinya mulai ketakutan. Pada waktu itu dia merasa kakinya sangat sakit. Sakitnya membuat dia merasa pusing. Sekarang dia merasa digantung oleh orang itu. Dia mengangkat Feng-feng seperti mengangkat seekor ayam. Dia ingin berontak tapi kakinya sakit sampai menusuk hatinya. Dia sudah tidak ada tenaga untuk melawan. Orang ini mengangkat dia dengan sebelah tangan, tetap tidak bergerak dan berdiri di sana. Sepasang mata yang terang sedang melihat wajah Feng-feng, karena kesakitan wajahnya berubah menjadi ekspresi yang minta dikasihani. Air mata menetes, dengan gemetar dia berkata, "Kau menyakitiku, cepat turunkan aku!" Orang ini tetap tidak berbicara hanya memandangnya dingin. Feng-feng menangis dan berkata, "Tulangku sudah mau patah, kau mau apakah" Apakah kau ingin.... ingin...." Dia tidak meneruskan kata-katanya. Dia ingin laki-laki itu berpikir sendiri. "Aku mohon kau jangan lakukan itu karena aku masih perawan." Ini bukan permohonan tapi memberitahu laki-laki itu bahwa dia akan mendapat kesenangan dari tubuhnya. Dia tidak takut melakukan itu. Itu adalah senjata terakhirnya, juga senjata yang paling ampuh. "Lihatlah kakiku, aku tidak tahan lagi!" Ini sudah bukan mengingatkannya lagi, tapi ini sudah mengajak. Kakinya kurus dan indah, kakinya terawat dengan baik karena dia tahu di dalam hati laki-laki, kaki indah itu sangat penting. Tapi jika di dunia ini ada laki-laki yang bisa menolak ajakan Feng-feng mungkin orang ini adalah orang yang sekarang Feng-feng temui. Memang dia sedang melihat kakinya tapi dia melihatnya seperti orang yang sudah mati. Sorot matanya bertambah dingin dan bertambah tajam. Akhirnya Feng-feng tahu, dia bertemu dengan orang semacam apa. Orang ini tidak seperti Lao-bo begitu berwibawa, tidak seperti Lu Xiang-chuan licik dan kejam, tapi dia lebih menakutkan dari pada mereka berdua. Karena Feng-feng sudah merasakan mata orang ini penuh dengan hawa membunuh. Banyak mata mengandung hawa membunuh, hawa ini selalu membuat orang menjadi ketakutan. Orang ini tidak sama. Dia sangat tenang dan tenang. Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ketenangannya membuat orang lebih merasa takut dari pada bertemu orang gila. Hati Feng-feng juga ikut dingin, dia tidak bicara lagi. Orang ini menunggu lama baru bertanya, "Apakah masih ada yang ingin kau katakan?" "Sudah tidak ada," jawab Feng-feng. Dengan dingin dan tenang, orang itu berkata, "Baiklah sekarang aku tanya satu kalimat, kau harus menjawabnya satu kalimat juga." Sikapnya begitu dingin tapi tidak ada orang yang merasa dia bisa berbohong. "Kalau 2 kalimat tidak dijawab, aku akan mematahkan kakimu." Tubuh Feng-feng dingin seperti es, dengan gemetar dia berkata, "Aku.... aku mengerti, silakan bertanya." "Siapa kau?" "Margaku Bi, namaku Feng-feng." "Mengapa kau bisa berada di sini" Untuk apa datang ke sini?" Feng-feng ragu. Dia terlihat ragu bukan untuk menjaga rahasia Lao-bo, karena dia tidak tahu harus bicara apa lagi dan memikirkan akibatnya. Bila orang ini adalah teman Lao-bo, kemudian di depannya membocorkan rahasia Lao-bo, ini bukan jalan keluar yang terbaik. Tapi bila tidak bicara. Apakah masih ada kesempatan untuk menipunya" Feng-feng sangat pandai berbohong. Berbohong adalah pekerjaannya sehari-hari. Tapi di depan orang ini dia tidak yakin bisa melakukannya. Dengan dingin orang ini berkata, "Aku tidak mau menunggu lagi, kalau kau...." Tiba-tiba matanya menyipit, dia membanting Feng-feng ke bawah tanah, tubuhnya sudah terbang entah pergi ke mana. Feng-feng dibanting ke bawah, dia merasa sekujur tubuhnya sakit, dan tulangnya seperti copot, dia hampir pingsan. Tiba-tiba dia melihat bayangan orang itu masuk ke dalam kegelapan. Di dalam kegelapan muncul 2 sosok bayangan orang. Kedua orang ini gerakannya sangat cepat, pisau yang dipegang di tangan berkilauan. Sepatah kata pun tidak bicara, tapi pisau sudah menusuk ke perut dan tenggorokan. Dua buah pisau bergerak ke atas dan ke bawah sangat cepat dan mereka terlihat sangat kompak. Terlihat kedua orang ini seperti pembunuh bayaran. Begitu pisau diayunkan, dia sudah meloncat jauh tapi kemudian terjatuh ke bawah. Feng-feng belum melihat jelas bagaimana orang ini menyerang mereka juga tidak mendengar suara, teriakan mereka. Dia hanya mendengar suara yang aneh yang membuat bulu kuduk berdiri. Dia tidak pernah mendengar suara yang begitu menakutkan. Orang lain mungkin juga tidak pernah mendengarnya karena suara ini adalah suara tulang yang diremukkan. Cahaya bintang sebenarnya sangat lembut, tapi suara ini membuat langit dan bumi terdengar penuh kekejaman. Feng-feng hampir muntah. Dia melihat orang itu menarik mayat ke dalam rumah dan melemparkan pisau itu ke dalam sumur. Dia tidak menguburkan mayat itu karena akan meninggalkan jejak. Dia memasukkan mayat itu ke dapur bagian tempat masak keluarga Ma. Biarpun Feng-feng tidak melihat jelas tapi dia tahu gerakan orang itu sangat cepat dan. singkat, tidak perlu mengeluarkan tenaga yang tidak perlu, juga tidak menghabiskan banyak waktu. Membunuh orang caranya harus seperti itu, sesudah membunuh juga harus seperti itu. Kemudian Feng-feng melihat orang itu berjalan ke arahnya. Langkahnya begitu tenang, sikapnya begitu dingin. Tiba-tiba Feng-feng teringat pada seseorang. "Meng Xing-hun, kau adalah Meng Xing-hun!" Sebenarnya Feng-feng belum bertemu dengan Meng Xing-hun. Meng Xing-hun tidak akan mencari perempuan di Kuai-huo-lin dan hampir-hampir belum pernah datang ke Kuai-huo-lin. Walau dia ke sana pasti sudah malam dan dia memastikan tidak ada orang yang melihatnya. Tidak ada orang yang tahu, siapa sebenarnya Meng Xing-hun karena dalam hidupnya selalu hidup di dalam kegelapan, hingga dia bertemu dengan Xiao Tie barulah dia melihat ada secercah cahaya. Sebetulnya Feng-feng sudah lama berada di Kuai-huolin, di antara gadis-gadis di sana ada sebuah legenda yang aneh. Di Kuai-huo-lin ada satu hantu gentayangan, yang bernama Meng Xing-hun. Kemudian dia mendengar Lao-bo pernah membicarakan nama Meng Xing-hun. Dia bertanya kepada Lao-bo, "Apakah di dunia ini kau masih mempunyai keluarga?" "Ada. Ada seorang anak perempuan." "Apakah dia sudah menikah?" Dengan terpaksa Lao-bo mengangguk. Karena Lao-bo sendiri juga tidak tahu, apakah Meng Xing-hun benar-benar bisa menjadi menantunya. Menantu, huruf ini mengandung perasaan yang sangat dekat, tapi Lao-bo tidak mempunyai perasaan seperti itu. "Siapa nama menantumu?" "Meng Xing-hun." Lao-bo tidak berpikir lagi dan nama ini sudah keluar dari mulutnya. Lao-bo tidak menyangka nama ini akan membuat Feng-feng begitu terkejut. "Apakah kau tidak ingin mencari mereka?" "Aku tidak akan mencari mereka, sebab aku tidak mau mereka masuk ke dalam duniaku." "Mengapa?" Lao-bo tidak menjawab, dia tidak mau orang lain mengetahui hatinya yang menyesal. Lao-bo sudah menghancurkan hidup putrinya, sekarang dia hanya ingin mereka hidup tenang. Berharap tangan mereka tidak berbau darah sedikit pun. Kecuali berharap ini, Lao-bo masih bisa berbuat apa" Meng Xing-hun sudah lama tidak membunuh orang. Sebenarnya dia juga tidak ingin membunuh orang, sekarang kelihatannya dia begitu tenang tapi perutnya sudah lama kram, dia juga ingin muntah. Karena dia tahu tangannya sekarang sudah berbau darah lagi. "Meng Xing-hun, kau adalah Meng Xing-hun!" Mendengar kalimat itu, dia sendiri pun terkejut. Dengan galak dia bertanya, "Mengapa kau tahu bahwa namaku Meng Xing-hun?" Feng-feng tertawa dan berkata, "Aku tahu namamu Meng Xing-hun, juga tahu kau adalah menantu Lao-bo." Kalimat ini baru dia katakan, Meng Xing-hun sudah lari mendekat. Larinya sangat cepat seperti kilat, begitu melihat dia bergerak, Feng-feng sudah ditarik dan bertanya, "Kau kenal dengan Lao-bo?" Dengan dingin Feng-feng menjawab, "Apakah hanya kau yang bisa kenal dengan Lao-bo?" "Mengapa kau bisa kenal dengannya?" Dengan dingin Feng-feng menjawab, "Itu adalah urusanku dengan Lao-bo, tidak ada hubungannya denganmu." Sikapnya tiba-tiba menjadi dingin, karena dia sudah tidak takut. Meng Xing-hun sudah melihat sikapnya berubah, segera dia bertanya, "Apa hubungan kalian?" Mata Feng-feng berputar-putar dengan santai dia berkata, "Hubunganku dengan Lao-bo lebih dekat dari pada kau. Kau jangan banyak bertanya, kalau tidak...." "Kalau tidak apa?" Feng-feng memandang Meng Xing-hun dengan sudut matanya dan berkata, "Kalau tidak kau akan memanggiku dengan panggilan yang enak didengar karena anak yang akan lahir adalah adik iparmu. Mengapa kau begitu tidak sopan kepadaku?" Dengan terkejut Meng Xing-hun melihat dia. Dia kaget dan juga curiga. Meng Xing-hun tahu dia adalah perempuan yang cantik dan sexy tapi dia juga melihat dia adalah perempuan yang sangat licik dan rendah. "Seseorang jika bisa menjual dirinya, siapa lagi yang tidak bisa dia jual?" Meng Xing-hun selamanya tidak mengerti mengapa Laobo bisa bersama dengan perempuan seperti ini dan hubungan mereka begitu dekat. Feng-feng melihat dia, dengan dingin dia berkata, "Apakah kau tidak mempercayai kata-kataku" Apakah kau mau menghinaku?" Meng Xing-hun tidak menyangkal. Dengan tertawa dingin Feng-feng berkata, "Aku tahu kau sudah mengetahui siapa aku, dan kau menghina aku, apakah kau mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada aku" Kau seperti diriku, sama-sama untuk dijual!" Feng-feng dengan dingin berkata, "Aku lebih baik dari pada dirimu, karena aku bisa membuat laki-laki merasa senang, dan kau hanya bisa membunuh orang." Hati Meng Xing-hun seperti ditusuk, dia merasa sakit, dengan pelan dia melepaskan tangannya. Baju depan Feng-feng dibuka lagi, dada yang putih mulai terlihat lagi. Dia tidak ingin menutup kembali, matanya terlihat bergelombang. Tiba-tiba dia tertawa dan berkata, "Aku juga tidak boleh galak padamu sebab kita satu keluarga." "Apakah kau juga datang dari tempat Gao Lao-da?" Feng-feng mengangguk, dengan tersenyum dia berkata, "Oleh karena itu aku berkata, kita adalah orang yang sejenis, kalau kau baik kepadaku, aku juga akan baik kepadamu. Kalau kau mau membantuku, aku juga juga akan membantumu." "Kalau kau di depan orang merusak namaku, aku akan membalasnya," kata Feng-feng tiba-tiba. Meng Xing-hun melihat dia. Melihat dia begitu senang dan gembira, hampir saja Meng Xing-hun memuntahkan makanannya. Tapi wajah Meng Xing-hun tidak ada ekspresi, dengan suara yang berat dia bertanya, "Kalau begitu, kau pasti tahu Lao-bo ada di mana?" Feng-feng mengangkat kepala dengan sombong dia berkata, "Harus dilihat dulu bagaimana keadaannya, baru aku akan memberitahumu." "Melihat apa?" tanya Meng Xing-hun. "Lihat dulu apakah kau mengerti semua maksudku?" Meng Xing-hun diam lama. Akhirnya dia mengangguk, berkata, "Aku mengerti." Benar Meng Xing-hun mengerti, Feng-feng takut Meng Xing-hun banyak cerita tentang dia kepada Lao-bo. Feng-feng tersenyum dan berkata, "Aku tahu kau pasti mengerti, karena kau bukan orang yang suka mengurus pribadi orang lain." Feng-feng berubah lagi menjadi sangat manis, dia berkata, "Kita dulu adalah satu keluarga, kelak kemungkinan masih satu keluarga. Kalau kita berdua satu hati, kebaikan yang diterima akan berlimpah juga." Meng Xing-hun sudah mengepalkan tangannya karena dia sudah tidak tahan lagi. Dia ingin menamparnya. Sama sekali Meng Xing-hun tidak mengerti mengapa Lao-bo bisa mau kepada perempuan semacam Feng-feng. Bagaimana Lao-bo bisa tahan dengan perempuan semacam itu. Seharusnya Lao-bo pertama kali melihat sudah harus tahu perempuan yang di depan matanya adalah perempuan semacam apa" Meng Xing-hun tidak mengerti, karena dia bukan Lao-bo mungkin karena dia masih muda. Antara seorang anak muda dan orang tua, ada jarak yang sangat jauh, juga sangat berbeda cara pandangannya. Oleh karena itu orang tua selalu merasa anak muda tidak dewasa dan bodoh. Sebaliknya anak muda pandangannya kepada orang tua juga seperti itu. Anak muda harus menghormati pola pikir dan kepintaran, orang tua. Tapi menghormati artinya bukan selalu setuju, bukan juga harus selalu menurut. Ooo)dw(ooO Di langit penuh dengan bintang tapi bukan meteor. Biarpun terang tapi meteor hanya berkilau dengan singkat. Hanya bintanglah yang bercahaya lama, bintang bercahaya tidak begitu terang biasanya, tapi terlihat semakin mantap. Bintang tidak bisa menarik perhatian orang juga tidak mendapat pujian orang, tapi bintang tidak berubah, dia selalu ada. Apakah orang juga akan. seperti itu" Meng Xing-hun mengangkat kepala, melihat langit penuh bintang, hatinya semakin tenang. Dalam setahun ini dia sudah mulai bisa menerima halhal yang dulu tidak bisa diterima olehnya. Begitu hatinya tenang, Meng Xing-hun baru berani melihatnya. Dia sudah mulai merasa ingin membunuh, dia sudah siap membunuh perempuan ini demi Lao-bo. Tapi Meng Xing-hun adalah Meng Xing-hun, dia tidak bisa menentukan segala sesuatu demi Lao-bo. Dia tidak bisa menjadikan dirinya seperti dewa. Hati Meng Xing-hun sangat kesal, dengan perlahan dia berkata, "Tadi yang kau katakan semua aku sudah mengerti, sekarang bawalah aku bertemu dengan Lao-bo." Mata Feng-feng dimainkan dan dia berkata, "Apakah kau harus bertemu dengan Lao-bo?" Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ya." Feng-feng menarik nafas dan berkata, "Sebaiknya kau jangan bertemu dengan dia dulu." "Kenapa?" Dengan santai Feng-feng berkata, "Kemungkinan kau tidak tahu, Lao-bo sudah tidak bisa memberi barang apa pun kepadamu, kecuali membuat orang pusing, semua sudah tidak ada." Dia menggigit bibir dan berkata, "Tapi aku bisa memberi...." Meng Xing-hun tidak ingin mendengar lagi. Dia takut dia tidak akan tahan mendengarnya. Segera dia berkata, "Aku mencari Lao-bo, tidak berharap dia akan memberikan sesuatu kepadaku." "Apakah kau yang akan memberi sesuatu kepada Laobo?" Dengan marah Meng Xing-hun berkata, "Kalau aku punya, aku pasti akan memberikan semuanya." "Aku tidak tahu bahwa kau adalah orang semacam itu." "Kau kira aku orang macam apa?" "Orang yang sangat pintar," jawab Feng-feng. "Aku bukan orang yang pintar," kata Meng Xing-hun. Feng-feng melihat dia, tiba-tiba dia tertawa dan berkata, "Aku hanya ingin mengujimu, apakah kau jujur tidak, kalau tidak aku tidak akan membawamu mencari Lao-bo." Tanya Meng Xing-hun dengan dingin, "Apakah sudah selesai ujiannya?" Feng-feng tertawa dan berkata, "Sudah mari ikut aku." Dia membalikkan tubuhnya, wajahnya masih tertawa, tapi dari matanya sudah terlihat dia sangat membenci Meng Xing-hun. Tadinya Feng-feng sudah merasa seperti seekor burung akan terbang bebas tidak menyangka sekarang dia harus kembali lagi ke kandang. Demi mendapatkan kebebasan ini, dia sudah membayar dengan mahal. Sekarang dia bersumpah semua ini harus dibayar dan diganti oleh Meng Xing-hun dengan lebih mahal lagi. Ruang ini memang seperti sebuah kandang. Lao-bo sedang duduk di sana, dia ingin tidur tapi tidak bisa. Hanya orang tidak bisa tidur baru merasa ini sangat menyedihkan. Oleh karena itu dia duduk kembali dan melihat kolam yang ada di depan matanya. Air kolam sangat tenang. Riakan air sewaktu Feng-feng pergi sudah tenang kembali, tapi riakan Feng-feng di hati Lao-bo tidak bisa tenang. Lao-bo merasa sangat kesepian dan kehilangan, semangat hidupnya seperti menghilang. "Apakah aku sepenuh hati mengharapkan dia?" Lao-bo tidak percaya, kalau benar' begitu, dia tahu ini adalah hal yang sangat membahayakan. Tapi dia harus mengakuinya. Karena yang Lao-bo tunggu-tunggu adalah Feng-feng cepat kembali ke tempat ini. Kecuali hal ini, yang lain sudah tidak bisa dipikir lagi. Sekarang Lao-bo merasa dia bukan orang yang pintar seperti diduga orang lain selama ini, dia juga tidak sepintar yang diduga oleh dirinya sendiri. Beberapa tahun yang lalu, dia sudah salah mengambil keputusan. Saat itu yang dia hadapi adalah orang kaya di Han-yang. Si kumis Couw sangat senang minum arak dan perempuan juga menyukai uang. Seseorang jika sudah mempunyai kekurangan yang diketahui lawannya pasti mudah untuk menghadapinya. Oleh karena itu dia memilih seorang perempuan cantik, mengantarkannya kepada si kumis Chou dan tidak lupa menggantungkan perhiasan yang mahal di tubuh si cantik itu. Dia mengira si kumis Chou akan menganggapnya sebagai teman dan tidak akan waspada kepada Lao-bo. Dengan segera dia sampai ke Han-yang, tidak tahunya si kumis sudah memasang perangkap menunggu dia. Dia pergi membawa 12 orang, dan yang tersisa hanya 2 orang, kesalahan kali itu memberinya pelajaran yang sangat menyedihkan, dia bersumpah tidak akan membuat kesalahan yang sama lagi. Tapi dia masih melakukan kesalahan lagi dan kesalahannya kali ini lebih menakutkan. "Dewa pun bisa salah, apalagi manusia." Dalam hidup Lao-bo dia jarang salah mengambil keputusan, bila hanya melakukan kesalahan sebanyak 2 kali, itu tidak termasuk banyak. Kecuali kesalahan sebanyak 2 kali ini, apakah tiap kali selalu benar" Anak buahnya memang patuh dan hormat kepada perintahnya tapi apakah mereka benar-benar setuju hal yang dia lakukan, apakah yang mereka lakukan hanya karena takut kepada dia" Lao-bo memikirkan hal ini, badannya penuh dengan keringat dingin. Sekarang, peristiwa selama hidup yang telah dia lakukan semua muncul di depan matanya seperti gambar yang bisa bergerak, biarpun warnanya sudah pudar tapi gambarnya tidak hilang. Tiba-tiba dia merasa hal yang dia lakukan tidak semuanya benar, bila dia bisa mengulang kembali jalan hidupnya dia tidak akan melakukan kesalahan seperti dulu lagi. Dia hanya ingat pada 2 kali kesalahan karena 2 kali kesalahan ketidakberuntungan berada di pihaknya. Tapi ada kesalahan yang tidak merugikan sendiri, hanya merugikan orang lain dan dengan sangat berat hati dia mencoba melupakan masalah. "Mengapa seseorang harus menemukan jalan yang sudah buntu baru bisa mengingat kesalahannya sendiri?" Lin Xiu, Wu Lao-dao, dan putrinya, masih banyak orang lagi mereka sudah menjadi korban kesalahannya. Kalau orang sudah bersalah kepadanya, dia selalu mengingatkan mereka, kalau dia salah kepada orang lain akan cepat melupakannya. Lao-bo mengepalkan tangannya. Tangannya penuh dengan keringat dingin. Dia tidak bisa berpikir lagi, dia juga tidak berani berpikir terlalu dalam. Untung di sini masih ada arak, dia berusaha turun dari tempat tidur dan dia menemukan seguci arak. Tiba-tiba dia mendengar ada suara air. Begitu dia membalikkan badan, sudah melihat ada Meng Xing-hun. Meng Xing-hun adalah orang yang sangat aneh. Biarpun dia muncul di tempat mana pun tetap seperti sekarang ini. Biasanya dia tidak begitu tenang. Orang terlalu tenang akan diperhatikan oleh orang lain. Kalau hatinya sedang tidak enak, wajahnya juga tidak kelihatan, lebih-lebih tidak bisa menangis, tidak bisa tertawa terbahak-bahak, juga tidak bisa berteriak. Tapi dia bukan orang yang kaku. Perasaan dia lebih dalam dari orang lain, hanya saja dia pintar menyimpannya. Dia melihat Lao-bo. Lao-bo juga melihat dia, mereka saling memandang, tidak ada ekspresi yang kaget juga tidak ada sapaan yang hangat. Tidak ada orang yang tahu bagaimana isi hati mereka sebenarnya, mereka sangat gembira, hanya mereka sendiri yang merasakannya. Mereka juga merasa darah mereka mengalir lebih cepat dari pada biasa. Sebenarnya mereka tidak mempunyai perasaan apa-apa. Mereka juga saling tidak memahami karena mereka jarang bertemu. Tapi dalam waktu singkat ini, tiba-tiba mereka sudah mempunyai perasaan yang sangat dekat. "Karena dia adalah suami anak perempuanku." "Karena dia adalah ayah istriku." Kalimat ini tidak mereka ungkapkan, sempat dipikir pun tidak, tapi mereka hanya merasa di antara mereka ada kaitan yang misterius, dipisah dan dipotong pun tidak akan bisa. Karena di dunia ini orang yang paling dekat dan disayang hanya tinggal orang ini. Dia adalah putrinya, dia adalah istrinya. Kecuali mereka tidak ada orang yang tahu. Perasaan ini mengandung makna yang sangat penting dan dalam. Tiba-tiba Lao-bo berkata, "Kau sudah datang?" Meng Xing-hun mengangguk dan berkata, "Ya, aku sudah datang." Sebetulnya kata-kata tersebut tidak ada artinya, hanya mereka tahu kalau tidak bicara lagi, mereka akan meneteskan air mata. "Duduklah!" Meng Xing-hun duduk. Lao-bo melihat dia dengan lama. Tiba-tiba tertawa dan berkata, "Aku tahu, di dunia ini orang yang bisa menemukanku, pastilah kau." Meng Xing-hun juga tertawa, "Kecuali tuan tidak ada orang yang bisa membangun rumah seperti ini." "Apakah tempat ini tidak baik?" "Tidak baik." "Tidak baik, tapi kau tetap mencari hingga ke sini," kata Lao-bo. Meng Xing-hun terdiam dan dia berkata, "Bila aku sendiri mencari belum tentu bisa menemukanmu." Dia tidak menyebut nama Feng-feng juga tidak mau menatapnya, tapi Lao-bo sudah tahu arti dari sikap Meng Xing-hun. Feng-feng berada di sisinya, tapi mereka bercakap-cakap seakan-akan dia tidak ada di sana. Lao-bo hanya tertawa dan berkata, "Mengapa kau bisa menunggu di sana" Tidak mengejar kereta itu?" "Aku sudah mengejarnya," jawab Meng Xing-hun. "Apakah kau mengejar sangat jauh?" "Tidak." "Hal apa yang menyebabkanmu kembali lagi?" "Ada 2 hal," jawab Meng Xing-hun. "Hanya dua?" Meng Xing-hun mengangguk dan dengan pelan menjawabnya, "Ada yang melihat kereta itu berlari dijalan besar." "Di dalam kereta ada berapa orang?" "Aku hanya melihat satu." "Oh?" "Dia bukan orang yang bisa menjaga rahasia karena itu...." kata Meng Xing-hun. "Karena itu....?" Meng Xing-hun tertawa dan menjawab, "Bila aku menjadi tuan, dalam keadaan seperti sekarang, aku juga akan menyuruh orang itu untuk menutup mulutnya selamalamanya." Lao-bo tersenyum, "Kau dan aku sama-sama tahu, dalam keadaan seperti sekarang cara yang tepat untuk menutup mulut hanya ada satu." "Benar, seharusnya aku tidak perlu bertemu dengan orang itu, tapi entah mengapa aku malah bertemu dengannya. Dan ini bukan tanpa alasan." "Kau mengira-ngira apa sebabnya?" tanya Lao-bo. "Penyebabnya ada dua." "Apa?" "Pertama, kau tidak berada di dalam kereta. Kedua, kau tidak mengikuti rencana mereka semula." Tidak terasa air mata Lao-bo mengalir kemudian dia bertanya, "Apakah tidak ada alasan ketiga?" "Tidak ada." "Mungkin ini adalah kecerobohan dan kesalahanku, apakah tidak pernah terpikirkan olehmu?" "Dalam keadaan seperti sekarang, kau tidak akan melakukan suatu kecerobohan," jawab Meng Xing-hun. "Mengapa?" "Bila tuan memang orang seperti itu, 30 tahun yang lalu pun tuan sudah mati." Lao-bo melihatnya, matanya penuh dengan tawa kemudian dia dengan pelan berkata, "Tidak kusangka, kau sangat memahami diriku." "Aku harus memahaminya." "Sebenarnya kita jarang bertemu." "Untuk memahami seseorang tidak perlu waktu yang panjang, kadang-kadang seumur hidup dia mengikuti tuan belum tentu tuan bisa memahaminya." Lao-bo terdiam lama baru berkata, "Aku sudah mengerti maksudmu." Lao-bo mengerti dan menyetujui pendapat Meng Xinghun. Karena dalam waktu 2 hari ini. semua pandangan Lao-bo sudah berubah sangat drastis. Tiga hari yang lalu dia menganggap kata-kata Meng Xing-hun tidak masuk akal. Dan pada saat itu dia tidak akan mengakui kesalahannya dalam menilai Lu Xiangchuan, sekarang Lao-bo baru sadar dia tidak memahami Lu Xiang-chuan, bahkan dia pun tidak memahami putrinya sendiri. Meng Xing-hun tampak berpikir kemudian dengan perlahan dia berkata, "Kadang-kadang ada orang yang baru pertama kali bertemu tapi malah sepertinya dia adalah teman lama." "Mungkin mereka adalah orang yang sejenis," kata Laobo. Meng Xing-hun memandang ke tempat jauh kemudian berkata, "Aku tidak tahu, apakah, memang seperti itu, yang aku tahu di antara manusia memiliki hubungan yang sangat aneh. Siapa pun tidak dapat menjelaskannya." Pandangan Lao-bo pun menerawang jauh, dengan perlahan dia berkata, "Seperti kau dengan Xiao Tie?" Meng Xing-hun tertawa, tawanya terlihat sangat senang, bila dia memikirkan Xiao Tie hatinya akan dipenuhi oleh rasa manis dan bahagia sekaligus membuatnya menjadi rindu tapi khawatir. "Apakah dia baik-baik saja" Apakah dia bisa makan dan tidur dengan nyenyak?" Meng Xing-hun tahu Xiao Tie pasti juga merindukannya, mungkin rasa rindunya lebih besar dari pada dia. Memang dia masih banyak pekerjaan yang harus Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dilakukan serta banyak hal yang harus dipikirkan. Xiao Tie hanya bisa memikirkan dia saja apalagi pada saat malam sewaktu sinar bintang menyinari tempat tidurnya. "Dia pasti bertambah kurus dalam beberapa hari ini." Lao-bo terus menatap Meng Xing-hun, Lao-bo tahu Meng Xing-hun sedang merindukan Xiao Tie. Tidak ada orang yang sangat mencintai putrinya, siapa pun yang menjadi seorang ayah pasti akan terharu. Dan Lao-bo sangat terharu hingga ingin memeluk pemuda itu. Tapi Lao-bo bukan tipe orang yang dapat begitu saja mengungkapkan perasaannya karena itu dia hanya bertanya, "Apakah dia tahu bahwa kali ini kau keluar untuk mencariku?" "Dia tahu, dia yang menyuruhku datang ke tempat tuan karena dia selalu mengkhawatirkan tuan," jawab Meng Xing-hun. Lao-bo tertawa dengan sedih dan bertanya lagi, "Apakah dia tidak menyalahkanku?" "Tidak, dia sangat memahami Tuan dan juga sangat kagum kepada tuan, dari kecil dia sudah seperti itu dan tidak akan berubah." Lao-bo merasa sedih, air matanya hampir menetes lagi, dengan suara serak dia berkata, "Aku selalu salah paham terhadapnya." "Tuan tidak perlu merasa sedih karena hal ini, sekarang dia sudah hidup lebih baik, apa pun yang terjadi, masa lalu tidak perlu diungkit-ungkit lagi." Sebenarnya Meng Xing-hun pun sedih. Tapi dia tahu sekarang ini bukan waktunya menyalahkan diri sendiri. Yang terpenting adalah bagaimana membuat masa depan menjadi lebih cerah dan melupakan masa lalu yang suram. Karena, itu dia segera mengganti topik pembicaraan dan dia berkata, "Aku tahu tuan tidak mungkin ceroboh karena itu aku segera kembali ke tempat ini tapi bukan sebab itu yang menyebabkan aku kembali." Dada Lao-bo berdebar-debar kemudian dia menghembuskan nafas dan bertanya, "Apa sebabnya?" "Kematian keluarga Ma Feng-zhong, membuatku curiga." "Apakah kau sudah melihat mayat mereka?" Meng Xing-hun mengangguk dan berkata lagi, "Sebenarnya mereka mati karena keracunan tapi mereka sengaja membuat anggapan bahwa mereka mati dibunuh dengan golok dan ini pasti ada alasannya." Wajah Lao-bo tampak lebih sedih lagi dan bertanya, "Apakah kau mengira mereka mati demi diriku." "Karena mereka tahu rahasia akan tetap terjaga dari mulut orang mati." Lao-bo menghela nafas dan berkata, "Tapi rahasia mereka sudah terbongkar olehmu." "Aku tidak menemukan apa-apa, hanya merasa curiga saja." "Karena itu kau bisa datang kemari?" "Sebenarnya aku sudah siap mengejar kereta itu karena aku merasa di sini tidak ada tempat untuk bersembunyi." "Apa benar tadinya kau akan mengejar ke tempat lain?" tanya Lao-bo. "Mungkin." "Mengapa kau tidak jadi mengejar?" "Karena kereta itu menghilang setelah menempuh jarak 400 li." "Mengapa"!" tanya Lao-bo. "Kereta itu memang sengaja menarik perhatian begitu pula dengan kusirnya, dan sepanjang jalan banyak orang yang melihat kereta itu, semua orang tahu pada saat kutanyakan." "Kemudian?" "Pada saat melewati kota Huang-shi, kereta dan kuda tiba-tiba menghilang." Mata Lao-bo menyipit. Karena hal ini sudah lama direncanakan, Lao-bo menganggap tidak akan terjadi kesalahan. Sekarang Lao-bo baru tahu, walaupun rencananya sangat sempurna setelah dilaksanakan ternyata terjadi banyak perubahan. Siapa pun tidak akan bisa mencegah perubahan ini, karena orang bukan dewa, dia tidak dapat memutuskan semuanya. Bahkan dewa pun tidak bisa. Perintah dewa belum tentu dituruti oleh orang, bila manusia bisa memikirkan hal ini dia tidak akan merasa kehilangan yang terlalu besar. Bila seseorang memandang hidup ini tidak terlalu serius, dia akan hidup lebih tenang. Setelah lama Lao-bo beru berkata, "Bila kau bisa kembali lagi ke sini begitu pula dengan Lu Xiang-chuan." "Dia tidak akan berani datang ke sini sendirian." "Mengapa?" tanya Lao-bo. "Pertama, dia masih banyak hal yang harus dilakukan dan sekarang dia merasa sedang di atas angin." Huruf 'di atas angin' kadang-kadang diartikan dengan huruf yang menghina, tapi kadang-kadang mengandung arti yang lain. Orang yang berada di atas angin, seharusnya dia tahu banyak hal yang tidak boleh dilakukan. Orang yang berada di atas angin akan merasa terbius dan otaknya tidak bisa memutar. Lao-bo mengerti hal ini. Kata Meng Xing-hun, "Mungkin dia sempat curiga tapi dia tidak akan terpikir bahwa di dalam sumur masih ada tempat rahasia, walaupun ada yang menjaga di sini, orang itu bukan orang penting." "Aku sudah memikirkannya." "Masih ada yang kedua," kata Meng Xing-hun lagi. "Oh?" "Aku kira dia tidak akan mencarimu, karena sudah menyuruh seseorang untuk mencarinya." "Mengapa?" "Karena dia percaya pasti ada orang yang bisa membantu untuk mencari Tuan," kata Meng Xing-hun tertawa. "Siapa" Siapa dia?" tanya Lao-bo. "Aku!" Pada saat dia mengatakan 'aku', benar-benar membuat orang terkejut tapi yang terkejut bukan Lao-bo melainkan Feng-feng. Mata Lao-bo masih tenang seperti biasanya. Dia tidak merasa terkejut, dia masih bisa tersenyum. Feng-feng merasa di antara mereka ada suatu hubungan yang aneh dan erat. Mereka saling mempercayai dan saling memahami. Tadinya Feng-feng tidak mau hanya duduk saja, sekarang tiba-tiba dia merasa lelah dan matanya tidak bisa dibuka lagi. Bayangan Lao-bo dan Meng Xing-hun semakin memudar dan suara pun makin jauh. "Apakah kau sempat ke taman bunga?" tanya Lao-bo. "Pada saat ke sana, tidak ada orang sama sekali." "Karena itu kau segera bisa menemukan jalan rahasia itu?" "Di bawah lubang rahasia sudah disiapkan sebuah perahu," kata Meng Xing-hun. "Karena itu kau yakin mereka sengaja membiarkan kau mengejar diriku," kata Lao-bo. "Benar." Tanya Lao-bo lagi, "Apakah mereka secara sembunyisembunyi mengikutimu?" "Tidak ada orang yang sanggup mengikutiku." "Apakah ada orang yang bisa membuatmu mengatakan yang sebenarnya?" "Ada." Ini adalah kata-kata terakhir yang didengar oleh Fengfeng tidak lama dia pun tertidur. Lao-bo baru membalikkan badan dan berkata, "Tidurlah dengan nyenyak seperti seorang anak kecil." "Dia sudah bukan anak-anak," kata Meng Xing-hun. "Apakah kau yang membuatnya tidur?" Meng Xing-hun mengangguk. Di dalam sumur tadi, Meng Xing-hun sempat menotok nadi tidurnya. Dengan berat hati Lao-bo bertanya, "Kelihatannya kau tidak percaya kepadanya?" "Apakah Tuan mengira aku bisa begitu saja percaya kepadanya?" Lao-bo terdiam baru berkata, "Bila kau sudah mencapai umurku dan mengalami keadaan seperti diriku, kau pun akan percaya kepadanya karena kau sudah tidak mempunyai orang yang dapat kau percaya." "Tapi Tuan...." "Pada saat kau tidak dipercaya lagi, hal itu sungguh menakutkan." "Karena itu kau mencari seseorang yang dapat dipercaya." "Benar," jawab Lao-bo. "Mengapa?" "Seperti seseorang yang jatuh ke samudra dan melihat ada sebatang kayu mendekati dirimu, kau akan segera memegangnya dengan erat. Walaupun kau tahu kayu itu belum tentu bisa menolongmu tapi kau akan tetap memeluknya dengan erat." Kata Meng Xing-hun, "Memeluk dengan erat pun tidak ada gunanya." "Walaupun tidak berguna tapi paling sedikit kita mempunyai tempat untuk bersandar." Lao-bo tertawa dengan pelan kemudian berkata, "Aku tahu kau pasti mentertawakan pendapatku mungkin karena aku sudah tua dan pikiran orang tua biasanya dirasakan aneh oleh anak-anak muda." Meng Xing-hun melihatnya dengan lama kemudian berkata, "Aku tidak pernah merasakan itu aneh." Lao-bo tidak aneh tapi dia menakutkan dan kadangkadang dia merasa kasihan kepada Lao-bo. Tapi dia tidak aneh! Bila ada yang merasa dia aneh orang yang mengatakannya baru benar-benar aneh. Ooo)dw(ooO BAB 25 Feng-feng terbangun dari tidurnya, dia merasa Lao-bo sedang membelai rambutnya. Dia melihat di sana sudah tidak ada Meng Xing-hun. Dengan tenang dia bertanya, "Kapan dia pergi" Mengapa aku tidak tahu?" Dengan lembut Lao-bo menjawab, "Kau tidur sangat nyenyak, dia tidak ingin mengganggumu." Feng-feng mengerutkan dahi dan bertanya, "Mengapa aku bisa tidur begitu nyenyak?" "Anak muda selalu tidur dengan nyenyak hanya orang tua saja yang mudah terbangun, waktu tidur orang tua lebih singkat dari anak muda." "Mengapa bisa begitu?" Lao-bo menarik nafas dan tertawa kecil, "Karena sisa umurnya sudah tidak banyak, bila waktunya digunakan untuk tidur, sungguh sangat disayangkan." Mata Feng-feng diputar-putar dengan manja berkata, "Kau membohongiku." Tawa Feng-feng tampak dingin dan berkata, "Karena aku tahu, banyak yang ingin kalian bicarakan dan tidak mau aku mendengar semua karena itu aku dibuat tertidur." Lao-bo tertawa dan menggelengkan kepalanya, "Kau begitu muda tapi sudah banyak curiga, entah bagaimana nanti." Feng-feng menundukkan kepalanya, dengan pelan dia bertanya, "Kapan dia pergi?" "Sudah agak lama." "Apakah kau menyuruh dia menyampaikan pesan untuk kelompok harimau?" Lao-bo mengangguk. "Mengapa dia yang pergi?" tanya Feng-feng. "Mengapa dia tidak boleh pergi?" "Apakah dia akan setia kepadamu?" Lao-bo menjawab, "Aku tidak tahu, yang aku tahu dia sangat baik kepada putriku." Kata Feng-feng lagi, "Kau jangan lupa, dia sendiri pernah berkata bahwa Lu Xiang-chuan sengaja menyuruhnya mencarimu." "Aku tidak lupa." "Bila dia tidak membocorkan rahasiamu kepada Lu Xiang-chuan. Lu Xiang-chuan akan terus memperhatikan gerak geriknya, apakah benar?" "Benar!" "Bila Lu Xiang-chuan sudah menguntit dia dan menangkap Meng Xing-hun, apakah dia bisa tiba di Feifengbao?" Wajah Lao-bo berubah. Feng-feng menarik nafas dan berkata, "Bagaimana pun kau tidak boleh membiarkan dia ke sana bila aku tidak tertidur tentu aku akan melarangnya." Lao-bo tertawa kecut dan berkata, "Mengapa kau tertidur?" Lao-bo menarik nafas dan berkata, "Sekarang aku baru tahu ada hal. yang tidak terpikirkan oleh orang yang sudah tua dan hanya bisa dipikirkan pada saat dia masih muda." Mata Feng-feng menjadi bercahaya, suaranya tiba-tiba melembut dan berkata, "Dua orang yang berpikir lebih baik dari pada hanya satu orang." Lao-bo menarik tangannya dan bertanya, "Kau sedang memikirkan apa?" "Aku pikir Lu Xiang-chuan pada saat menghadapi Meng Xing-hun, dia akan mengerahkan semua kekuatannya." "Benar," kata Lao-bo. Dia tahu karena menggerakan seluruh kekuatan untuk menghadapi Meng Xing-hun memang pantas. Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Oleh karena itu ini adalah kesempatan bagi kita untuk pergi ke Fei-feng-bao, asalkan. Meng Xing-hun bisa menjaga rahasia, kita mempunyai banyak kesempatan lebih besar lagi." Feng-feng melanjutkan lagi, "Karena sekarang sudah banyak orang yang terpancing dengan kehadiran Meng Xing-hun, asal dia bisa menghubungi kelompok harimau, kita pasti bisa memenangkan taruhan ini." Bicaranya sangat cepat, matanya yang indah bercahaya penuh percaya diri dan tekad yang kuat. Tiba-tiba Lao-bo berkata, "Apakah kau tahu aku sedang memikirkan apa?" Feng-feng menggelengkan kepalanya. Lao-bo lebih erat lagi memegang tangannya, dengan lembut dia berkata, "Aku pikir selain kau menjadi istriku, kau pun bisa menjadi pembantuku. Bila 10 tahun yang lalu aku bertemu denganmu mungkin tidak akan terjadi hal seperti sekarang ini." Feng-feng menjawab, "Sepuluh tahun yang lalu mungkin kau pun tidak mau melihatku." "Siapa bilang?" "Aku yang bilang, karena waktu itu aku masih kecil." Dia menarik tangan Lao-bo dan meletakkan di wajahnya, dengan suara kecil dia berkata, "Sekarang aku hampir menjadi seorang ibu, begitu anak kita lahir, aku akan memberitahu kepadanya bahwa ayah dan ibunya berjuang dengan susah payah demi dia." Suara Feng-feng lebih lembut lagi berkata, "Bila bukan demi anak ini, aku tidak tega meninggalkanmu." Tangan Lao-bo membeku, matanya bersorot sangat sedih dengan pelan dia berkata, "Aku tidak rela kau pergi!" Feng-feng menundukkan kepalanya dan berkata, "Tapi aku tetap harus pergi, demi masa depan kita, demi anak kita, walaupun hidup susah aku akan tetap bertalian, kau pun harus bertahan." Benar, Lao-bo harus bisa bertahan. Rasa sakit yang diderita Lao-bo lebih berat dari orang lain. Dia melihat Feng-feng menghilang dari kolam itu. Air kolam berwarna sangat hijau. Terakhir yang terlihat hanya rambutnya yang berwarna hitam, tergerai di air yang berwarna hijau, seperti bunga teratai berwarna hitam. Kemudian yang tertinggal hanya riak air yang indah seperti gelombang di mata Feng-feng. Mata Lao-bo bersorot sedih seperti kehilangan sesuatu. Mengapa orang tua selalu peduli apa yang didapat dan yang hilang" Akhirnya riak air menghilang. Air kembali tenang seperti semula seperti kaca, seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Kemudian Lao-bo pelan-pelan membalikkan tubuhnya melihat pipa besi tempat ventilasi udara, seperti menunggu pipa itu menyampaikan pesan misterius. Dia sedang menunggu apa" Malam. Meng Xing-hun menempel di dinding sumur, dia seperti seekor cecak. Bila kau pernah mengamati cecak yang sedang menunggu nyamuk, seperti itulah yang dilakukan oleh Meng Xing-hun sekarang. Angin berhembus melewati mulut sumur. Dinding sumur penuh dengan lumut hijau yang licin, membuat orang ingin muntah karena jijik. Tapi dia tidak muntah karena dia sedang menunggu seseorang, bila dia menunggu apa pun bisa ditahannya, karena dia percaya dia akan mendapatkan sesuatu. Hanya orang yang percaya diri yakin akan mendapat hasilnya. Ada suara orang yang berjalan. Berasal dari 2 orang, mereka sedang berbicara. "Kedua orang itu mengapa tidak menunggu giliran jaga, malah sudah pulang?" "Aku merasa tempat ini sangat sepi dan menyeramkan seperti ada setan, mungkin saja mereka ditangkap setan." Salah seorang tertawa, tawanya seperti suara orang menangis. "Siau Ong paling penakut, mungkin dia pergi minum untuk menguatkan hatinya." Kalimat ini belum usai diucapkan tiba-tiba ada sepasang tangan yang basah dan dingin menarik leher bajunya, kancing menyangkut di tenggorokannya, membuatnya sulit bernafas. Dia melihat temannya, wajahnya pun sudah bengkok, dia sedang membuka mulut, mengeluarkan lidahnya, seperti ingin berteriak, tapi tidak bisa. "Apakah Lu Xiang-chuan yang menyuruh kalian ke sini?" Suara itu ada di belakang mereka, suaranya lebih dingin dari sepasang tangannya. Kedua orang itu mengangguk. "Kecuali kalian, apakah masih ada yang lain?" Kedua orang itu sama-sama menggelengkan kepalanya. Kemudian terdengar suara kepala yang diadukan, pelanpelan Meng Xing-hun melepaskan mereka, mereka langsung ambruk ke tanah. Membunuh untuk menghentikan pembunuhan. Membunuh hanya ada satu cara, asalkan tujuannya benar, ini bukan hal yang berdosa. Meng Xing-hun tahu tentang hal ini tapi hatinya tetap tidak tenang, dia sangat benci membunuh orang, dia pun membenci kekerasan. Dan dia tidak bisa memilih untuk tidak membunuh, dia mengangkat kepalanya tidak memandang ke bawah lagi. Sinar bintang semakin berkurang. Di bawah sinar bintang yang suram melihat dunia ini sepertinya bukan hal yang berdosa. Meng Xing-hun mengangkat kedua mayat ini dan menyembunyi-kannya. Fei-feng-bao berada di sebelah utara. Di utara ada sebuah bintang besar dan posisinya tidak berubah Meng Xing-hun mencari bintang itu. Apakah dia akan tepat waktu tiba di Fei-feng-bao" Pagi. Bunga Chrysan merunduk di bawah sinar matahari pagi seperti yang sudah layu. Bunga pun seperti perempuan. Di bawah peliharaan tangan yang penuh cinta, mereka akan mekar dengan indah. Meng Xing-hun dengan cepat melewati taman bunga Lao-bo dia tidak sempat menikmati indahnya bunga. Hari ini adalah tanggal 6, waktu yang tersisa tinggal sebentar lagi. Untung ditaman itu tidak ada orang yang melihatnya. Hari masih pagi, kegiatan belum banyak dimulai, bila hari sudah semakin siang, orang yang berjaga di malam hari akan berganti penjagaan. Walaupun tempat itu dijaga dengan ketat, waktu seperti inilah penjagaan paling kendur karena orang yang bertugas jaga malam mulai merasa lelah dan orang yang mendapat giliran jaga masih mengantuk. Meng Xing-hun mempergunakan waktu seperti sekarang ini. Dia pasti bisa menggunakan waktu yang singkat ini. Dalam keadaan seperti sekarang waktu lebih berharga dari darah. Di hadapannya adalah hutan, kabut pagi seperti asap yang memudar kemudian menghilang. Tiba-tiba dia mendengar suara suling. Suara suling yang sedih dan tidak berdaya, seperti seorang perempuan yang sedang menceritakan kesedihan dan kesepiannya. Meng Xing-hun menghentikan langkah kakinya, kemudian dia melihat seseorang keluar dari hutan sedang berjalan ke arahnya. Seorang pemuda yang tinggi dan memakai pakaian serba putih. Tapi sulingnya berwarna hitam mengkilat. Kabut menghilang dari kakinya, orang itu seperti berada dalam lingkupan kabut, hatinya pun seperti seperti berada di dalam kabut. Dia sendiri seperti setan kabut. Meng Xing-hun berhenti dan memandangnya, dia terlihat sangat terkejut sekaligus senang. Karena orang itu adalah temannya, temannya yang terdekat. Walaupun sudah beberapa tahun tidak bertemu tapi perasaan dekat tetap ada di hati mereka. Mereka sama-sama melewati penderitaan dan rasa lapar. Di musim dingin tidur sambil berpelukan di atas rumput kering karena mereka tidak mempunyai selimut yang hangat, hanya kehangatan tubuh didapat dengan cara berpelukan. Hal ini sangat sulit dilupakan. Shi Qun. Shi Qun.... Mengingat nama ini saja, hati Meng Xing-hun terasa hangat. Perasaannya kepada Shi Qun lebih dalam dari pada Ye Xiang. Ye Xiang adalah Toako mereka, selalu lebih kuat dan pintar dan selalu menjaga mereka. Shi Qun adalah orang yang lemah dan sensitif. Bertahuntahun hidupnya sangat susah dan beberapa kali mengalami ujian yang berbahaya. Walaupun penampilannya seperti Ye Xiang, kuat dan kejam, tapi sifat aslinya tidak pernah berubah. Mengalami musim semi, melihat bunga yang gugur, walet yang melayang, dia hanya bisa berkeluh kesah dan seharian akan merasa sedih. Dia menyukai musik yang indah, lebih-lebih kepandaian yang dia kuasai. Karena itu Meng Xing-hun menganggap seharusnya dia menjadi penyair bukan menjadi pembunuh. Suara suling yang mengalun berubah menjadi suara suling yang jernih, dan tiba-tiba berhenti di nada yang paling tinggi, membuat orang yang mendengar menjadi penasaran. Shi Qun mengangkat kepalanya menatap Meng Xinghun. Matanya masih dingin, memancarkan khawatir dan kesedihan. Walaupun sudah 3 tahun pergi mengembara ke tempat jauh, hatinya tidak berubah, sebaliknya malah terlihat semakin sedih dan khawatir. Akhirnya Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Akhirnya kau pulang!" Shi Qun mengangguk. Tanya. Meng Xing-hun, "Bagaimana keadaan di Yu-nam?" "Masih seperti biasanya," jawab Shi Qun. Dia bukan orang yang senang bicara banyak. Anak yang tumbuh di dalam kesulitan biasanya tidak dapat mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata. "Berapa lama kau sudah pergi merantau?" tanya Meng Xing-hun. "Sudah lama, mungkin ada 2 tahun." Shi Qun menertawakan dirinya sendiri dengan perlahan dia berkata, "Dalam 2 tahun ini, 7 nyawa sudah melayang dan meninggalkan sebuah luka di tubuhku." "Apakah kau terluka?" tanya Meng Xing-hun. "Lukaku sudah sembuh." "Kau tidak berubah dalam 2 tahun ini." "Aku memang tidak berubah, bagaimana denganmu?" Meng Xing-hun terdiam, dia menarik nafas dan berkata, "Aku sudah berubah banyak." "Katanya kau sudah mempunyai istri," tanya Shi Qun. "Benar." Teringat kepada Xiao Tie, matanya bersorot lembut dan tampak senang dan Meng Xing-hun berkata lagi, "Dia adalah perempuan yang baik, aku pun berharap kau bisa bertemu dengan dia di lain waktu." "Aku harus memberi selamat kepadamu." Meng Xing-hun berkata, "Benar, kau harus memberiku selamat." Shi Qun melihatnya, matanya menyipit tiba-tiba dia berkata, "Walaupun sudah mempunyai istri jangan melupakan teman sendiri." Tawa Meng Xrng-hun langsung membeku kemudian dia bertanya, "Apakah kau sudah mendengar dari orang lain?" "Karena itu aku ingin mendengar dari mulutmu sendiri." Meng Xing-hun menengadah melihat langit yang masih mendung karena matahari belum terbit. Meng Xing-hun melihat gunung yang berada di kejauhan, setelah lama dia baru berkata, "Kau tahu, aku dan kau bukan orang yang cocok untuk pekerjaan seperti ini." Shi Qun mengatupkan giginya kemudian berkata, "Tidak ada orang yang sejak lahir sudah suka membunuh orang." "Karena itu kau harus mengerti diriku, aku bukan lupa kepada teman, aku hanya ingin lepas dari kehidupan seperti ini." Shi Qun tidak bicara, tapi daging di pipinya digigit dengan kuat. "Kehidupan seperti ini sangat menakutkan, bila aku meneruskan hidup seperti ini, aku bisa gila," kata Meng Xing-hun. "Maksudmu seperti Ye Xiang?" Meng Xing-hun mengangguk dan dengan sedih berkata, "Ya, seperti Ye Xiang." "Seharusnya Ye Xiang secepatnya meninggalkan kehidupan macam ini." "Benar," jawab Meng Xing-hun. "Tapi dia tidak, apakah dia tidak tahu" Atau tidak mengerti" Apakah dia memang ingin menjadi gila?" Tidak ada orang yang ingin menjadi gila. Mata Shi Qun tiba-tiba bersinar tajam dan dingin, dia melihat Meng Xinghun dan berkata, "Dia tidak seperti dirimu, karena dia mengerti suatu hal yang tidak kau mengerti." "Dia mengerti apa?" tanya Meng Xing-hun. "Ye Xiang tahu bahwa hidup ini bukan untuk dirinya sendiri, dia pun mengerti bila sudah mendapat budi dari orang lain, apa pun yang terjadi budi itu harus dibalas. Bila tidak dia bukan manusia." Meng Xing-hun hanya tertawa dengan pahit. "Kau tertawa, apakah ada. yang salah dengan katakataku?" Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Meng Xing-hun menarik nafas panjang, "Kau tidak salah, aku pun tidak salah." "Oh?" Kata Meng Xing-hun lagi, "Di dunia ini kadang-kadang harus memaksakan diri mengerjakan hal yang tidak ingin dia lakukan. Namun kita tetap harus melihat pekerjaan itu apakah benar atau salah. Dan apakah pantas untuk dikerjakan?" Meng Xing-hun mengetahui bahwa Shi Qun tidak akan mengerti arti dari kata-kata yang dia ucapkan karena di dalam otak Shi Qun tidak terlintas pikiran seperti itu. Mereka tidak dididik untuk mengetahui apa yang benar atau salah. Yang mereka tahu adalah membalas budi, dendam dan budi tidak boleh dihutangkan. Ini adalah didikan dari Gao Lao-da. Shi Qun terdiam, sepertinya dia juga sedang memikirkan kata-kata ini, setelah lama dia baru berkata, "Kau mempunyai pendapat sendiri, sekarang aku hanya ingin bertanya satu kalimat kepadamu." "Baiklah, apa yang ingin kau tanyakan?" Shi Qun memegang erat sulingnya dan urat di tangannya sudah timbul, dengan marah dia bertanya, "Apakah aku masih temanmu?" "Di dunia ini hanya ada satu hal yang tidak dapat diubah dan itu adalah teman sejati." "Kalau begitu kami ini masih teman-temanmu?" tanya Shi Qun. "Tentu saja," jawab Meng Xing-hun tegas. "Kalau begitu, ikutlah aku!" "Kemana?" "Menengok Gao Lao-da, dia ingin bertemu denganmu, dia juga rindu kepadamu." "Apakah harus sekarang?" "Benar." Mata Meng Xing-hun mengeluarkan ekspresi sedih dan dia bertanya, "Bila aku tidak pergi sekarang, apakah kau akan memaksa?" "Benar, karena kau tidak mempunyai alasan yang tepat untuk tidak pergi." "Aku masih ada urusan penting yang harus diselesaikan." "Ada hal yang lebih penting lagi?" kata Shi Qun. "Urusan Gao Lao-da bisa menunggu, tapi urusan ini tidak dapat ditunda-tunda lagi." "Urusan Gao Lao-da pun tidak dapat menunggu." "Mengapa?" "Karena dia sedang sakit keras." Meng Xing-hun terdiam, dia merasa sedih saat itu dia ingin melepaskan semua tugasnya dan pergi mengikuti Shi Qun. Tapi dia mengkhawatirkan Lao-bo. Lao-bo sudah menaruh semua harapan kepadanya, dia tidak ingin Lao-bo kecewa kepadanya. Tapi dia juga tidak ingin Gao Lao-da. kecewa kepadanya. Gunung di kejauhan sudah disinari oleh matahari pagi. Wajah Meng Xing-hun terlihat berat dan kesedihan begitu sarat di matanya. Shi Qun memaksanya, "Masih ada satu hal yang belum kukatakan kepadamu." "Apa itu?" "Kali ini aku mencarimu dan akan membawamu pulang." Meng Xing-hun mengangguk pelan dan dengan sedih menjawab, "Aku mengerti." Meng Xing-hun benar-benar mengerti isi hati Shi Qun. Tidak ada orang yang memahami Shi Qun dari pada dia. Shi Qun adalah orang yang mempunyai hati yang lemah tapi sifatnya keras seperti bajak dan besi, bila dia sudah memutuskan suatu hal tidak ada seorang pun yang dapat mengubahnya. Meng Xing-hun sangat memahami Shi Qun karena dia pun orang yang sama seperti Shi Qun. "Kau harus pulang sekarang, bila tidak...." "Bagaimana bila tidak?" Sudut mata Shi Quan bergetar kemudian berkata, "Kalau kau tidak mau pulang, bukan aku yang mati, kau yang mati di sini. Dalam keadaan hidup atau mati aku akan membawamu pulang." Meng Xing-hun mengepalkan tangannya dan berkata, "Apakah tidak ada pilihan lain?" "Tidak ada." Meng Xing-hun menarik nafas dan berkata, "Kau tahu, aku tidak akan membunuhmu." "Tapi aku akan membunuhmu, karena itu kau jangan memaksaku untuk melakukannya," kata Shi Qun. Dia menurunkan sulingnya kemudian dengan perlahan berkata, "Kepandaian ku tidak sehebat dirimu, tapi dalam waktu 2 tahun ini keadaanku sudah banyak berubah." "Oh?" "Seseorang yang hidup di antara pisau-pisau, dia akan lebih cepat belajar dari pada orang yang hanya hidup di rumah." Shi Qun tidak perlu menerangkan lagi karena Meng Xing-hun sudah mengerti maksudnya. Belajar bagaimana cara membunuh orang dan belajar bagaimana cara tidak dibunuh oleh orang lain. Meng Xing-hun tertawa dengan terpaksa dan berkata, "Aku tahu di sulingmu sudah kau pasang senjata rahasia." Dengan ringan Shi Qun berkata, "Di daerah Hun-lam adalah tempat asal perkumpulan Tian-cong, juga tempat orang-orang yang bersembunyi dalam pelariannya. Banyak orang yang kuat dan aneh di sana." "Maka kau lebih banyak belajar di sana," kata Meng Xing-hun "Benar." Meng Xing-hun menarik nafas panjang dan dengan perlahan mendekatinya, berkata, "Baiklah aku akan ikut...." Dia berjalan beberapa langkah dengan cepat berlari ke hadapan Shi Qun, tangannya secepat kilat sudah memegang tangan Shi Qun. Terdengar suara suling terjatuh. Sulingnya terbuat dari besi, wajah Shi Qun menjadi pucat. Meng Xing-hun melihatnya, dengan santai dia berkata, "Aku tahu kau sudah belajar banyak tapi aku pun tahu kau belum belajar jurus-jurus seperti ini." Wajah Shi Qun yang tadinya beku sekarang tampak datar. Kata Meng Xing-hun, "Jurus seperti ini kau tidak akan pernah bisa mempelajarinya karena jurusnya tidak cocok buatmu, kau belum siap menghadapiku." "Maka sekarang kau menggunakannya untuk menghadapiku, aku tidak akan marah." "Aku tidak mempunyai pilihan," kata Meng Xing-hun. "Kalau begitu, kau boleh pergi." "Aku memang harus pergi...." Dia melihat Shi Qun. Matanya yang tajam penuh dengan kehangatan dan persahabatan. Meng Xing-hun tersenyum dan menepuk pundak Shi Qun kemudian berkata, "Aku harus pergi, tapi pergi untuk mengikutimu pulang." Shi Qun menatapnya, matanya penuh dengan kehangatan tiba-tiba dia bertanya, "Apakah kau tahu mengapa aku tidak waspada kepadamu" Karena aku tahu kau pasti akan mengikutiku pulang." Meng Xing-hun tertawa. Kedua wajah orang ini bisa tersenyum begitu hangat. Ini adalah suatu mujizat. Kecuali rasa persahabatan, apalagi yang dapat melebihinya" Tidak ada, sama sekali tidak ada. Di dunia ini bunga mawar yang tidak berduri adalah bunga persahabatan. Matahari sudah terbit, bunga chrysan bertambah layu. Di dalam taman tidak ada orang. Sewaktu Meng Xing-hun melihatnya, bukan karena dia memilih waktu yang tepat juga bukan karena dia sedang beruntung. Di dunia ini tidak ada yang kebetulan. "Waktu aku ke sini tempat ini sudah kosong," kata Shi Qun. "Kapan kau datang?" "Belum begitu lama." Tiba-tiba Shi Qun menarik nafas dan berkata, "Bila aku datang lebih awal, bunga-bunga ini tidak akan layu." "Apakah kau datang dengan Gao Lao-da?" "Begitu aku pulang dia menyuruhku ke tempat ini untuk menemaninya." "Mengapa dia datang ke sini?" "Menunggumu," kata Shi Qun. "Menungguku?" "Gao Lao-da berkata bila kau belum datang ke sini, kau pasti akan segera datang." Meng Xing-hun tidak bicara lagi, tapi wajahnya bereskpresi sangat aneh. Shi Qun melihat wajahnya dan bertanya, "Kau sedang memikirkan apa?" Meng Xing-hun mengangguk dan tertawa sangat aneh dia berkata, "Aku sedang bertanya kepada diri sendiri, bila kau tidak mencariku, apakah aku akan datang ke sini?" Ruang itu sangat gelap, gordin merah menutupi jendela. Pada saat Gao Lao-da berada di ruang itu, dia tidak ingin ada cahaya sedikit pun. Di dekat jendela ada sebuah kursi besar terbuat dari rotan, kursi ini tadinya ada di mang rahasia Lao-bo. Lao-bo senang duduk di kursi rotan itu, menerima laporan dari anak buah dan teman-temannya, mendengar saran mereka setelah itu baru mengambil keputusan. Banyak hal penting yang sudah terjadi pada saat Lao-bo duduk di kursi itu untuk mengambil keputusan. Dan yang sekarang duduk di kursi itu adalah Gao Lao-da. Gao Lao-da memang terlihat sangat lemah dan lelah Rumah itu memang gelap tapi Meng Xing-hun masih bisa melihatnya, dia juga belum pernah melihat Gao Lao-da yang begitu lemah dan lelah. Begitu melihat dia masuk, mata Gao Lao-da bercahaya dengan gembira dia berkata, "Aku tahu kau pasti akan datang." Wajah Meng Xing-hun terlihat berseri, dia berkata, "Apakah kau tahu aku pasti akan datang?" "Sebenarnya aku tidak yakin, tapi kecuali menggunakan cara ini aku tidak tahu harus memakai cara apa lagi untuk mencarimu?" Dia masih tertawa, tidak marah juga tidak mengomel, tapi di balik kata-katanya Meng Xing-hun merasa Gao Laoda sangat sedih. Kesedihannya mempengaruhi Meng Xinghun. Hati Meng Xing-hun terasa sakit. "Benar dia sudah semakin tua dan kesepian." Kesepian begitu menakutkan, kesepian yang paling menakutkan adalah pada saat perempuan menjadi tua. Meng Xing-hun mendekatinya, menatapnya kemudian dengan lembut berkata, "Kau berada di mana pun asal aku tahu, aku pasti akan menengokmu." "Apakah benar?" Dia tidak menunggu jawaban Meng Xing-hun, segera memegang erat tangannya dan dia berkata lagi, "Pindahkan kursi ke sini, duduklah dekat denganku!" Dia memerintahkan ini kepada Shi Qun, tapi pandangan matanya tidak beralih dari Meng Xing-hun. Tangan Gao Lao-da basah dan dingin. "Kau.... kau benar-benar sakit," kata Meng Xing-hun. Tawa Gao Lao-da terdengar sedih tapi lembut, "Sebetulnya aku tidak sakit apa-apa, asalkan tahu kalian baik-baik saja, sakitku akan cepat sembuh." "Aku baik-baik saja." Dengan pelan Gao Lao-da berkata lagi, "Tapi kelihatannya kau lebih lelah dari diriku." Meng Xing-hun tertawa dan berkata, "Memang aku sedikit lelah tapi tubuhku sehat." Gao Lao-da tertawa dan berkata, "Kau terlihat begitu gembira, apakah kau sudah bertemu Lao-bo?" Tiba-tiba tawa Meng Xing-hun menghilang. "Apakah benar?" tanya Gao Lao-da. Meng Xing-hun merasa badannya membeku, tawa Gao Lao-da pun berubah dengan terpaksa, dia bertanya, "Mengapa kau tidak bicara apa-apa lagi?" Setelah lama Meng Xing-hun baru menjawab, "Aku tidak ingin membohongimu." "Kau tidak perlu berbohong." "Bila kau terus bertanya, aku akan berbohong." Tiba-tiba Gao Lao-da tertawa dan berkata, "Kalau begitu, kau pasti sudah bertemu dengan Lao-bo." Meng Xing-hun terdiam, tiba-tiba dia berdiri, suaranya menjadi serak, dengan pelan dia berkata, "Aku akan menjengukmu beberapa hari lagi." "Apakah kau akan pergi?" Meng Xing-hun mengangguk dan menjawab, "Aku tidak berani duduk di sini lagi." "Kau takut?" Mulut Meng Xing-hun terasa kencang dan dia menjawab, "Aku takut aku akan membocorkan rahasia Lao-bo." "Kau tidak mau bicara kepadaku, apakah karena kau tidak percaya kepadaku?" Meng Xing-hun tidak bicara lagi, dengan pelan dia membalikkan badan, Shi Qun pun tidak mencegah kepergiannya. Gao Lao-da pun tidak menarik dia. Tapi pada saat itu juga gordin merah tiba-tiba ditarik dan terbuka. Segera Meng Xing-hun melihat sesosok bayangan di balik gordin, muncullah Lu Xiang-chuan. Walau di mana pun dan kapan pun bila kau melihat Lu Xiang-chuan, dia akan terlihat sopan dan terpelajar. Baju yang melekat di tubuhnya selalu rapi dan bersih. Tawanya selalu membuat orang merasa senang kepadanya. Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dengan tersenyum dia melihat Meng Xing-hun. Tapi Meng Xing-hun sudah tidak bisa tertawa. Dengan tersenyum Lu Xiang-chuan berkata, "Sudah satu tahun kita tidak bertemu, apakah kau masih ingat waktu itu tengah malam kita memasak nasi goreng memakai telur?" "Aku tidak pernah lupa," jawab Meng Xing-hun. "Apakah kita masih berteman?" "Tidak!" Kata Lu Xiang-chuan, "Sehari kita sudah menjadi teman, selamanya akan tetap menjadi teman, apakah kau belum pernah mendengar peribahasa ini?" "Seharusnya kalimat ini kau katakan kepada Lao-bo." Lu Xiang-chuan tertawa, "Aku pun ingin bicara dengan Lao-bo, tapi aku tidak tahu dia berada di mana?" "Selamanya pun kau tidak akan tahu." Dengan santai Lu Xiang-chuan berkata, "Jangan lupa di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, semua bisa berubah kapan pun." "Hanya satu hal yang tidak bisa berubah." "Apa?" Dengan dingin Meng Xing-hun berkata, "Selamanya kita bukan teman, dan itu juga yang tidak akan pernah berubah." "Tapi ada satu hal yang harus kau percaya," kata Lu Xiang-chuan. Dia tidak pernah memberi kesempatan kepada Meng Xing-hun untuk berkata jujur, dia melanjutkan lagi, "Kau harus percaya, kapanpun aku bisa mengambil nyawanya." Wajah Meng Xing-hun berubah. Lu Xiang-chuan bila mengatakan hal yang lain, Meng Xing-hun tidak akan percaya begitu saja, tapi untuk hal ini dia sangat percaya. Tempat duduk Gao Lao-da tidak jauh dari Lu Xiangchuan siapa pun yang duduk di sana tidak dapat mengelak dari senjata rahasia Lu Xiang-chuan. Dahi Gao Lao-da sepertinya sudah keluar keringat dingin. Meng Xing-hun membalikkan badannya, dia melihat Shi Qun berdiri di dekat pintu sama sekali tidak bergerak, tapi wajahnya sangat pucat, tangan yang memegang suling pun sudah keluar nadi yang berwarna hijau. Dengan santai Lu Xiang-chuan berkata, "Aku tahu kau tidak akan membiarkan Gao Lao-da mati begitu saja." Tangan Meng Xing-hun sudah berkeringat, mulutnya terasa kering. Kata Lu Xiang-chuan, "Bila kau ingin Gao Lao-da hidup, cepat katakan di mana Lao-bo!" "Apakah kau percaya kepada kata-kataku?" Dengan tersenyum Lu Xiang-chuan berkata, "Kau ditakdirkan tidak bisa berbohong, aku sudah tahu." "Jangan harap aku akan membertahu keberadaan Laobo." Tawa Lu Xiang-chuan membeku, wajah Gao Lao-da dan Shi Qun pun membeku. Mereka tahu Meng Xing-hun tidak akan mengubah pendiriannya lagi. Setelah lama Lu Xiang-chuan baru berkata, "Apakah kau lupa mengapa kau masih bisa hidup sampai sekarang?" Dengan marah Meng Xing-hun menjawab, "Aku tidak akan pernah melupakannya." "Apakah kau tega membiarkan dia mati" Dan masih berkeras tidak mau mengatakan Lao-bo ada di mana?" Dengan marah Meng Xing-hun menjawab, "Demi siapa pun aku tidak akan pernah mengkhianati teman." Lu Xiang-chuan tertawa dingin dan berkata, "Apakah Lao-bo adalah temanmu" Sejak kapan dia menjadi temanmu?" "Sejak dia percaya kepadaku." Dia memelototi Lu Xiang-chuan, matanya sudah berkobar amarah, dengan pelan dia berkata, "Masih ada satu hal lagi yang harus kau ingat, bila kau benar-benar membunuh Gao Lao-da, walaupun aku hidup atau mati, aku pasti akan mencarimu dan mengambil nyawamu." Lu Xiang-chuan menarik nafas panjang dan berkata, "Aku percaya semua kata-katamu." "Kau harus percaya!" kata Meng Xing-hun. Dengan ringan Lu Xiang-chuan bertanya, "Apakah demi dia juga kau bisa mengkhianati teman?" "Siapa dia?" Tiba-tiba Meng Xing-hun mendapat firasat yang tidak enak, dia sudah tahu siapa yang dimaksud oleh Lu Xiangchuan. Dengan santai Lu Xiang-chuan bertanya, "Apakah kau ingin bertemu dengannya?" Di sudut ada sebuah pintu dan pintu itu dibuka. Meng Xing-hun melihat kesana, tubuhnya segera membeku dan dingin seperti es. Seseorang berdiri di balik pintu, dengan bengong dia menatap Meng Xing-hun, dua buah pisau yang mengkilat berada di lehernya. XiaoTie. Dia adalah Xiao Tie. Xiao Tie memandangnya, air mata terus mengalir. Tapi Xiao Tie hanya diam. Orang-orang di dunia persilatan tahu bahwa Lu Xiangchuan adalah seorang yang ahli senjata rahasia, tapi tidak ada yang tahu bahwa dia pun lihai dalam menotok orang. Biasanya seorang ahli senjata rahasia, lihai juga dalam menotok karena jurus ini adalah jurus yang sejenis. Samasama harus menggunakan tangan yang gesit, tepat, dan kejam. Walaupun telah ditotok nadinya begitu berat tapi tetap tidak bisa menguasai air mata orang lain. Lu Xiang-chuan bisa membuat orang tidak bisa bergerak, tidak bisa bicara, tapi tidak bisa membuat orang berhenti meneteskan air mata. Melihat air mata Xiao Tie, hati Meng Xing-hun seperti tercabik-cabik, dia ingin mendekat dan memeluk dia. Tapi dia tidak berani. "Kalau kau berani bergerak, pisau-pisau ini akan memenggal lehernya yang indah." Walaupun kata-kata ini tidak dibicarakan oleh Lu Xiangchuan, Meng Xing-hun sudah tahu maksud dari Lu Xiangchuan. Dengan ringan Lu Xiang-chuan bertanya, "Apakah demi dia kau tega mengkhianati teman?" Meng Xing-hun tidak bicara dan juga tidak bergerak, tiba-tiba dia teringat kepada ikan yang dipancing di kolam milik Han Tang. Sekarang dia ibarat ikan itu, walaupun sudah memberontak, usahanya sia-sia saja. Dia sudah putus harapan. Karena pancingan Lu Xiang-chuan sudah berada di mulutnya. Tidak ada orang yang bisa menolongnya dan tidak ada yang mau menolongnya. Dengan santai Lu Xiang-chuan berkata lagi, "Aku adalah orang yang santai, karena itu aku akan menunggu, tapi jangan terlalu lama." Lu Xiang-chuan pasti tidak akan tergesa-gesa karena ikan sudah berada di dalam pancingannya, yang tergesagesa adalah si ikan, bukan dia. Tapi bila terus menunggu, apa bisa terjadi sesuatu" Walaupun sudah menunggu lama, tetap tidak akan berubah. Baju Meng Xing-hun sudah basah oleh keringat dingin. Tiba-tiba Gao Lao-da menarik nafas dan berkata, "Lebih baik kau katakan di mana Lao-bo, bila aku seorang laki-laki sejati, demi Sun Ti aku rela melakukan apa pun demi dia." Hati Meng Xing-hun terasa sakit, seperti ada pisau yang menusuk ke dalam hatinya. Dia baru mengeri sekarang. Gao Lao-da sudah bersekongkol dengan Lu Xiang-chuan dan semua ini adalah rencana mereka. Orang yang benarbenar mencekik lehernya adalah Gao Lao-da bukan Lu Xiang-chuan. Anehnya Meng Xing-hun tidak pernah marah, dia hanya merasa sedih, sedih dan kecewa terhadap Gao Lao-da. Tapi bagaimana dengan Shi Qun. Apakah Shi Qun ikut dalam rencana busuk ini" Tiba-tiba Meng Xing-hun teringat kepada suling besinya, teringat kepada senjata rahasia di dalam suling itu. Bila dia bisa mengambil suling itu mungkin bisa balik menyerang, dalam keadaan seperti ini senjata rahasialah yang paling berguna. Orang yang sudah putus asa bila ada kesempatan, dia tidak akan melewatkan kesempatan ini dengan sia-sia. Mata Meng Xing-hun terus menatap Xiao Tie, dia mundur selangkah demi selangkah. Dengan tersenyum Lu Xiang-chuan bertanya, "Apakah kau akan pergi" Bila kau tega meninggalkan Xiao Tie di sini, aku akan membiarkan pergi." Meng Xing-hun tiba-tiba membalikkan tangan secepat kilat merebut suling Shi Qun. Dia sudah memperhitungkan posisi Shi Qun dan perhitungannya sangat tepat. Tapi tetap dia meleset. Karena Shi Qun sudah tidak ada di sana. Tidak ada yang tahu kapan Shi Qun pergi. "Bila dia tidak ikut rencana busuk ini, Gao Lao-da dan Lu Xiang-chuan tidak akan begitu ceroboh menghadapi Shi Qun." Hati Meng Xing-hun seperti ditambah sebuah tusukan pisau lagi. Hanya orang yang dikhianati teman bisa merasakan hal yang menyakitkan seperti ini. Dengan dingin Lu Xiang-chuan bertanya, "Aku sudah menunggu lama, apakah aku harus terus menunggu" Walaupun sangat sabar, manusia pasti akan marah, apakah kau mau membuatku marah?" Meng Xing-hun menarik nafas, dia tahu hari ini dia akan mati di sini. Mati pun ada beberapa macam. Dia hanya ingin mati dengan mulia dan tidak memalukan. Masalahnya apakah dia bisa" Sebelum senjata Lu Xiangchuan menembus ke tubuhnya, dia akan mengeluarkan serangan, paling sedikit dia harus mencoba dan ingin terus mencoba. Matahari sudah terbit, cahaya matahari membawa terang tapi tidak membawa harapan. Dia mengangkat kepalanya menatap Xiao Tie. Mungkin ini adalah saat-saat terakhirnya. Sorot mata Xiao Tie penuh dengan permintaan, meminta Meng Xing-hun cepat-cepat meninggalkan tempat ini. Meng Xing-hun mengerti tapi dia tidak dapat melakukannya. "Walaupun harus mati, kita harus mati bersama-sama." Xiao Tie pun mengerti maksud Meng Xing-hun. Air mata Xiao Tie menetes lagi, hatinya sudah hancur. Pada saat itu pisau-pisau yang berada di leher Xiao Tie tiba-tiba sudah menghilang kemudian terdengar jatuh ke bawah. Begitu pisau-pisau itu menghilang, di balik pintu terdengar suara teriakan, terlihat kedua orang itu roboh. Kemudian ada sepasang tangan di balik pintu menggendong Xiao Tie. Ada yang bicara, "Cepat keluar! Cepat!" Ini adalah suara Shi Qun. Tubuh Meng Xing-hun sudah ditekukkan, dia sudah mundur keluar pintu dan menutup pintu dengan jari kakinya, segera dia melayang ke atas. Terdengar suara senjata rahasia seperti hujan paku mengarah ke pintu. Meng Xing-hunnaik ke atas rumah, dia melihat kilauan pedang. Tiga buah golok. Kilatan golok seperti petir, ada yang mengarah tangannya, dan juga ada yang ke arah kakinya, kemudian ke arah pinggangnya. Mereka ingin membelahnya menjadi dua bagian. Meng Xing-hun mengelak serangan golok itu dengan memiringkan tubuhnya. Dia pun merasa ada serangan yang merobek bajunya. Tapi tangan Meng Xing-hun pun tidak tinggal diam begitu saja, dia mencengkram tangan orang itu, terdengar suara senjata yang beradu, kemudian atap genting berhamburan. Orang itu sudah terjatuh ke bawah dengan berlumuran darah. Begitu melihat musuh roboh, dia meloncat menjauh lagi. Dia melihat Shi Qun ada di balik semak-semak bunga. Bajunya yang putih penuh dengan darah, Shi Qun melambaikan tangannya. Meng Xing-hun membalikkan badan lagi, dia seperti seekor walet terbang melayang ke sana, terbang ke arah Xiao Tie. Totokan Xiao Tie sudah dibuka, dia tampak masih kelelahan. Melihat Meng Xing-hun datang, dia merentangkan tangannya lebar-lebar, sorot matanya bercampur antara kaget, sedih dan gembira. Begitu tiba di tempat Xiao Tie, dia segera memeluknya dengan erat, seperti sudah lupa pada keadaan sekeliling mereka. Mereka merasa asalkan mereka bisa berpelukan hal lain sudah tidak dipedulikan lagi, tapi Shi Qun tahu bahaya belum meninggalkan mereka. Entah mengapa Lu Xiang-chuan tidak mengejar mereka. Cara kerjanya selalu tidak terpikirkan oleh siapa pun. Dan cara-caranya selalu menakutkan. Shi Qun menarik Meng Xing-hun dan berkata, "Pergilah! Bila ada yang mengejar, aku akan menghalangi mereka." Meng Xing-hun mengangguk dan dia memegang dengan erat tangan sahabatnya. Dia tidak bicara tapi dia sangat berterima kasih kepada Shi Qun. Dia sudah tidak dapat mengungkapkan dengan kata-kata. Kemudian dia menoleh, memilih jalan keluar. Tapi tidak ada jalan yang aman. Di taman bunga yang sepi dan tidak ada orang tapi perangkap telah ada di mana-mana. Meng Xing-hun mengeratkan giginya, akhirnya dia memutuskan keluar dari pintu depan. Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Begitu dia menarik tangan Xiao Tie yang dingin, terlihat seseorang sedang berjalan ke arah mereka. Seorang perempuan yang mengenakan baju laki-laki, rambutnya hitam dan mengkilat seperti sutra menari-nari dihembus angin. Dia sudah tahu siapa orang itu. Feng-feng. Feng-feng sedang berjalan di jalan yang berbatu, dia berlari menuju rumah di balik semak-semak. Sepertinya dia sudah melihat Meng Xing-hun karena itu dia berlari lebih cepat lagi, memang kepandaian andalannya adalah dari kakinya. Xiao Tie melihat ekspresi wajah Meng Xing-hun, dia bertanya, "Apakah kau mengenalnya?" Meng Xing-hun mengangguk, tiba-tiba dia mendorong Xiao Tie ke arah Shi Qun dan berkata, "Ikutlah dengan Shi Qun, dia akan menjagamu." Xiao Tie kaget dan dengan gemetar dia bertanya, "Kau mau ke mana?" "Tiga hari lagi aku akan mencarimu," jawab Meng Xinghun. "Bagaimana kau bisa mencari kami?" "Pergilah ke tempat yang dulu." Kalimat ini belum selesai diucapkan, dia sudah loncat. Dia memakai jalan yang paling cepat untuk menyusul Fengfeng. Dia tidak akan membiarkan perempuan itu hidup, karena dia akan membocorkan rahasia persembunyian Laobo. Pintu di dalam rumah sudah terbelah oleh senjata rahasia dan senjata rahasia masih menempel di pintu. Senjata rahasia Lu Xiang-chuan sangat tepat dan ganas, kekuatannya seperti angin dingin yang menembus baju di musim dingin. Ooo)dw(ooO BAB 26 Jarak Feng-feng dengan Meng Xing-hun hanya tinggal beberapa meter. Kaki Feng-feng sangat kuat, dia tidak tampak lelah padahal sudah menempuh perjalanan dari desa tempat tinggal Ma Feng-zhong hingga ke tempat Lao-bo. Apalagi dia mengenakan baju laki-laki, bajunya sangat longgar dan mengganggu gerakan Feng-feng. Meng Xing-hun sudah memperhitungkan semuanya sebelum Feng-feng tiba di taman bunga, dia harus sampai dulu. Tapi Meng Xing-hun ternyata salah perhitungan. Karena dia hanya menghitung kecepatan sendiri tidak menghitung kecepatan orang lain. Dia sudah melewati semak bunga dan meloncat lagi. Pada waktu itu tanah yang berada di bawah kakinya sudah terbuka dan ada sebuah lubang yang lumayan besar. Di lubang itu ada 4 orang yang berbaring di sana, mereka sedang memanah Meng Xing-hun, panah meluncur seperti hujan ke tubuh Meng Xing-hun. Dalam keadaan biasa Meng Xing-hun pasti bisa mengelak dari panah dan senjata rahasia, karena dia sudah berpengalaman. Tapi untuk kali ini dia kalah cepat karena dia perhatiannya terfokus pada Feng-feng. Begitu dia melewati bunga Chrysan yang berwarna kuning terlihat ada darah yang segar menetes-netes. Sebuah panah menancap di paha kirinya, dia merasa panah itu mengenai tulangnya. Tapi dia tidak berhenti. Dia tidak dapat berhenti. Karena sekarang adalah waktu penentuan antara hidup dan mati, bila dia berhenti maka akan banyak orang yang mati karena dia. Rambut Feng-feng sudah berada di depan matanya sedang berkibar dengan indah tapi di matanya terasa seperti masih sangat jauh. Kakinya yang terluka telah mengganggu gerakannya. Antara sadar dan tidak sadar, dia merasa akan pingsan. Sakitnya sudah menusuk ke tulang, dia tahu dia sudah tidak dapat bertahan lagi, tapi dia berusaha menggunakan tenaga terakhir mendekati Feng-feng dan menotok urat nadinya. Itu adalah nadi. yang mematikan, sekali tertotok sudah pasti langsung mati. Begitu tangan diayunkan, rasa sakit sudah mencapai kepalanya kemudian dia merasa tubuhnya menjadi mati rasa. Dia masih bisa merasa jarinya masih mengenai tubuh yang hangat, setelah itu semuanya menjadi gelap. Ooo)dw(ooO Langit terlihat penuh dengan bintang, angin sepoi-sepoi berhembus dari pantai. Mereka bergandengan tangan, dengan tenang berjalan di tepi pantai. Ada nelayan yang bernyanyi dengan merdu. Dia menarik Xiao Tie kedalam pelukannya, mencium rambut yang berkibar ditiup angin, mata Xiao Tie begitu dalam begitu jauh.... Tiba-tiba Meng Xing-hun membuka matanya, mimpi yang indah itu telah hilang begitu saja. Tidak ada cahaya bintang, tidak ada laut, juga tidak ada orang yang berada di dalam mimpinya. Dia telungkup di tempat tadi dia ambruk, kakinya semakin sakit. "Aku tidak mati." Ini adalah hal pertama yang dipikirkannya. Tapi hal ini tidak penting, yang terpenting adalah apakah Feng-feng masih hidup atau tidak, dia tidak akan membiarkan Fengfeng membocorkan rahasia Lao-bo. Ada suara tawa orang. Meng Xing-hun berusaha mengangkat kepalanya, dia melihat Lu Xiang-chuan, mata Lu Xiang-chuan tampak bercahaya tapi ternyata bukan dia yang tertawa. Melainkan Feng-feng. Dia tertawa dengan senang. Tiba-tiba tubuh Meng Xing-hun beku, dia seperti dibekukan oleh sekolam air dingin, dia merasa sudah mati rasa. Feng-feng berjalan menghampirinya, matanya penuh dengan ejekan, semua orang tahu bahwa dia adalah perempuan yang cantik. Bunga beracun biasanya sangat indah. Meng Xing-hun menjilat bibirnya yang kering, dengan suara serak dia bertanya, "Kau.... apakah sudah mengatakannya?" Tawa Feng-feng penuh dengan penghinaan, Feng-feng merasa pertanyaan ini tidak perlu dijawab. Tawanya seperti seekor anjing betina yang baru keluar dari kakus, dengan tertawa dia menjawab, "Aku sudah mengatakannya, kau kira aku datang ke sini untuk apa" Apa aku ke sini hanya untuk mengobrol?" Meng Xing-hun merasa tubuhnya sudah lemas, mau marah pun sudah tiada guna. "Kau tidak menyangka akan bertemu denganku di sini bukan" Kau pun tidak akan menyangka bahwa si tua bangka itu akan membiarkanku pergi bukan?" Dia tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Baiklah aku akan memberitahumu, aku memang tidak mempunyai keahlian apa pun, setelah 13 tahun yang lalu aku belajar untuk berbohong, membohongi orang tua, profesi seperti kami ini bila tidak menipu si tua bangka, siapa lagi yang dapat kami tipu?" Meng Xing-hun. melihat dan mendengar semua katakata Feng-feng. Dengan genit Feng-feng tertawa dan berkata, "Jangan salahkan diriku, aku masih muda, tidak mungkin seumur hidupku dihabiskan bersama pak tua itu, dia hampir mati, bila sudah mati dia tidak akan memberikan uang sepeser pun padaku." Tiba-tiba Meng Xing-hun membalikkan badan melihat Lu Xiang-chuan. Meng Xing-hun terlihat sangat tenang dengan perlahan dia berkata, "Kemarilah!" "Ada yang ingin kau bicarakan denganku?" "Apakah kau ingin tahu?" tanya Meng Xing-hun. Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Kata-kata dari orang sepertimu harus didengar." Benar saja dia mendekati Meng Xing-hun tapi sikap waspadanya tidak berkurang. Harimau atau singa bila sudah masuk ke dalam perangkap pun masih bisa melukai orang. Begitu Lu Xiang-chuan berjalan kurang lebih beberapa meter dari Meng Xing-hun, dia berhenti dan berkata, "Sekarang kau mau mengatakan apa" Aku bisa mendengar dari sini." "Aku ingin meminta sesuatu," lanjutnya, "Aku mau perempuan ini, bisa kau berikan kepadaku." "Apakah kau menyukainya?" tanya Lu Xiang-chuan tertawa. "Aku inginkan nyawanya." Lu Xiang-chuan tidak tertawa, yang tertawa adalah Feng-feng. Dia tertawa seperti sudah mendengar sebuah lelucon yang lucu. Dia tertawa hingga membungkukkan badan, dia menunjuk Meng Xing-hun dan berkata, "Aku kira orang ini tidak terlalu bodoh tidak tahunya dia itu bodoh dan idiot mungkin bahkan ada penyakit gilanya." Dia menunjuk Lu Xiang-chuan dan berkata, "Mana mungkin dia akan memberikan aku kepadamu, kau berani meminta nyawaku kau kira kau ini siapa!" Lu Xiang-chuan menunggu dia habis bicara, dia tertawa kemudian menarik dia ke hadapan Meng Xing-hun lalu berkata, "Apakah kau meminta perempuan ini?" "Benar." Lu Xiang-chuan mengangguk dan dia menatap Fengfeng. Feng-feng mulai merasa takut, dengan tertawa terpaksa dia lalu berkata, "Kau pasti tidak akan menyerahkanku kepadanya bukan" Demi dirimu aku sudah melakukan banyak hal termasuk memberitahu Lao-bo." Wajah Lu Xiang-chuan tetap datar, dengan dingin dia berkata, "Apakah semua kerjaanmu sudah beres?" Wajah Feng-feng menjadi pucat dengan gemetar dia menjawab, "Kelak aku akan melakukan semua yang kau perintahkan." Lu Xiang-chuan membelai rambutnya, tangannya semakin turun dan tiba-tiba merobek baju Feng-feng. Tubuh yang indah terlihat di bawah siraman sinar matahari tapi Lu Xiang-chuan tidak melihatnya. Dia hanya melihat Meng Xing-hun, dengan tersenyum dia berkata, "Aku tahu kau sudah melihat banyak perempuan." "Benar." "Kalau yang ini bagaimana?" tanya Lu Xiang-chuan. "Lumayan." Kata Lu Xiang-chuan lagi, "Mengapa aku harus memberi perempuan ini kepadamu" Aku pun bisa memakai dia." "Kau bisa melakukannya, tapi ada yang tak bisa kau lakukan." "Oh?" "Jadi sekarang kau tahu Lao-bo berada di mana?" "Perempuan biasanya sangat teliti, dia sudah menceritakan semuanya kepadaku." "Aku kira kau memang mampu mencari Lao-bo, tapi apakah kau bisa masuk ke dalam sumur itu?" tanya Meng Xing-hun. "Tidak bisa, sekarang ini belum bisa," jawab Lu Xiangchuan. Kalau tidak perlu berbohong dia tidak akan berbohong, karena berbohong kadang-kadang malah bermanfaat. "Sekarang siapa yang bisa memenggal kepala Lao-bo?" tanya Meng Xing-hun. "Tidak ada." Tiba-tiba Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Aku bisa menutup sumur itu, dia bisa mati kekurangan oksigen" "Apakah kau akan sabar menunggu begitu lama?" Lu Xiang-chuan dengan tenang berkata, "Mungkin bisa, karena aku orang yang sabar." "Mengapa kau tahu dia akan mati karena kurang oksigen?" Lu Xiang-chuan melihatnya, setelah lama dia baru berkata, "Apakah kau pernah mengatakan demi diriku kau akan turun ke dalam sumur untuk membunuhnya?" Meng Xing-hun memejamkan mata dengan perlahan dia menjawab, "Asal kau bisa memberikan perempuan ini kepadaku, aku akan membunuh Lao-bo untukmu." Feng-feng memejamkan matanya, air mata sudah mengalir, tidak ada yang tahu mengapa hatinya begitu sedih dan takut, tidak ada yang tahu mengapa dia harus melakukan hal ini. Tapi dia memang harus begitu. Mata Lu Xiang-chuan mulai bercahaya, dia terus menatap Meng Xing-hun. "Apakah kata-katamu bisa dipegang?" Feng-feng masih mendengar di sisinya. Tubuhnya mulai gemetar tiba-tiba dia berteriak, "Jangan dengarkan katakatanya, dia tidak akan membunuh Lao-bo, ini hanya tipu muslihatnya." Tiba-tiba Lu Xiang-chuan menampar Feng-feng. Wajah yang pucat segera memerah dan bengkak, darah mengalir dari sudut mulutnya, giginya yang tanggal tertelan ke dalam perut. Tubuhnya menjadi keram, dia sudah bisa menyesuaikan diri. Meng Xing-hun sama sekali tidak melihatnya, dia berkata, "Tidak ada yang meragukan kata-kataku." "Mengapa kau mau melakukan hal ini?" "Karena aku harus melakukannya," kata Meng Xinghun. "Tidak ada orang yang dapat memaksa membunuh Feng-feng dan juga tidak ada orang yang memaksamu Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo untuk membunuhnya." "Bila Lao-bo memang harus mati, siapa pun yang membunuhnya sama saja," kata Meng Xing-hun. "Lebih baik kau sendiri yang membunuhnya. Lebih baik dia cepat mati dari pada. mati perlahan-lahan, karena menunggu kematian lebih menyedihkan," kata Lu Xiangchuan. "Benar." Lu Xiang-chuan tiba-tiba menarik nafas dan berkata, "Akhirnya aku mengerti kemauanmu." "Mengerti saja tidak cukup." Dengan tersenyum Lu Xiang-chuan berkata, "Apakah kau mengira aku tidak setuju?" Feng-feng masih membersihkan darah di mulutnya, tibatiba dia loncat dan menendang dada Lu Xiang-chuan. Lu Xiang-chuan melirik pun tidak, tapi segera telapak tangannya sudah memukul kaki Feng-feng. Feng-feng langsung terjatuh kakinya yang indah sudah patah. Lu Xiang-chuan tetap tidak melihatnya, dengan santai dia berkata, "Dia sudah jadi milikmu, bila tidak ada cara untuk menghadapinya aku akan memberi beberapa saran." Feng-feng melihat kakinya yang bengkok, air matanya sudah menetes, dengan marah dia berkata, "Binatang! Kau bukan manusia, aku harap kau segera mati. saja!" Meng Xing-hun sudah berdiri dengan dingin dia melihat Feng-feng, menunggu dia habis marah-marah kemudian dia berkata, "Sekarang kau baru menyesal telah mengenalnya, sekarang apa yang akan kau lakukan?" Dengan menangis Feng-feng bertanya, "Aku sudah melakukan apa" Apa yang harus kusesali?" "Apakah tidak ada?" Sambil menangis Feng-feng menjawab, "Aku adalah seorang perempuan, tiap perempuan berhak memilih lakilaki yang dia cintai, tapi aku tidak bisa! Mengapa kau memaksaku seumur hidup menemani seorang pak tua yang hampir mati?" Dia melotot kepada Meng Xing-hun dan berkata lagi, "Bagaimana perasaanmu bila ada yang menyuruhmu menemani seorang nenek-nenek yang hampir mati?" Sudut mata Meng Xing-hun mulai bergetar, tapi hawa membunuhnya semakin berkurang. Meng Xing-hun mengepalkan tangannya dan berkata, "Seharusnya kau dari awal jangan melakukan ini." "Apakah kau mengira aku suka melakukannya" Senang menemani seorang pak tua yang lebih pantas menjadi kakekku?" "Tapi kau sendiri sudah melakukannya," kata Meng Xing-hun. "Aku tidak punya jalan lain, 10 tahun yang lalu aku dijual oleh ayah dan ibuku kepada Gao Lao-da. Bila Gao Lao-da menyuruhku hidup dengan anjing jantanpun, aku harus menurut." "Tapi kau...." Dengan suara besar Feng-feng memotong kata-katanya, "Apakah demi Gao Lao-da kau tidak pernah membunuh orang" Apakah kau tidak mau melakukan hal yang tidak ingin kau lakukan tapi tetap harus kau lakukan karena Gao Lao-da" Benar, aku adalah perempuan yang memalukan tapi apakah dirimu pun lebih baik dari diriku?" Feng-feng telungkup ke tanah kemudian menangis sejadijadinya. Dia berkata, "Ayah, ibu, mengapa kalian melahirkanku ke dunia ini, mengapa kalian menjualku ke tempat seperti ini" Aku pun pernah hidup selama 10 bulan di kandungan ibu, mengapa nasibku begitu buruk?" Wajah Meng Xing-hun menjadi pucat matanya terlihat sangat sedih. Dia merasa kata-kata Feng-feng sangat masuk akal. Dia juga manusia, dia mempunyai hak untuk hidup, mempunyai hak untuk dicintai. Bersama kekasih menghabiskan hidupnya, melahirkan anak, dan mendidiknya menjadi anak yang berbakti. Ini adalah hak asasi setiap orang. Tidak ada yang boleh merampas hak ini. Walaupun dia sudah mengkhianati Lao-bo, tapi hidupnya pun sudah dijual kepada orang lain. Meng Xing-hun pun merasa kasihan kepada Feng-feng. Dia berbohong untuk melindungi dirinya dan supaya dia tetap hidup. Sekarang demi melindungi nyawanya, setelah melakukan hal itu, dia memang pantas dimaafkan. Semua tidak bisa hanya menilai dari sisi yang jelek saja, tapi orang-orang lebih cenderung menilai dari sisi jelek saja tapi sisi jelek dalam dirinya disembunyikan. Di dunia ini bila orang bisa saling memaafkan, dunia ini akan terasa lebih indah. Tangis Feng-feng belum berhenti, dia mengambil sepatu dan melihat Meng Xing-hun, lalu berkata, "Bukankah kau mau membunuhku" Mengapa belum kau lakukan?" Wajah Meng Xing-hun berubah menjadi sedih. Tadinya dia sudah bertekad ingin membunuh perempuan ini tapi dia tidak bisa. Karena dia merasa dia tidak berhak untuk melakukannya. Nyawa manusia sangat berharga, siapa pun tidak berhak membunuhnya. Meng Xing-hun menarik nafas panjang, perlahan-lahan membalikkan tubuhnya. Lu Xiang-chuan melihat mereka kemudian tertawa, merasa bahwa mereka sangat lucu. Tiba-tiba Meng Xing-hun berkata, "Ayo, kita pergi!" "Kemana?" "Ke tempat Lao-bo." Lu Xiang-chuan mengerjapkan matanya dan bertanya, "Bagaimana dengan perempuan ini" Kau tidak jadi membunuhnya?" "Orang yang harus kubunuh masih banyak." Lu Xiang-chuan tertawa, "Kata-kata Gao Lao-da memang tidak salah." Meng Xing-hun marah dan bertanya, "Gao Lao-da bicara apa saja kepadamu?" "Gao Lao-da berkata bahwa kau tidak akan tega membunuh perempuan ini karena kau tidak tega membunuh orang, tapi dia bisa menyuruhmu membunuh orang demi dia." "Oh?" Dengan tersenyum Lu Xiang-chuan berkata lagi, "Kau tidak tega, juga bukan orang yang kejam, karena itu kau sangat mudah diperalat." Meng Xing-hun merasa perutnya menciut, api kemarahan mulai berkobar. Tapi Lu Xiang-chuan masih tertawa. "Dimana dia (Gao)?" tanya Meng Xing-hun. "Apakah kau ingin bertemu dengannya?" Dia tidak memberi kesempatan Meng Xing-hun untuk terus bicara, dia berkata lagi, "Untuk apa kau menemuinya" Apakah kau bisa memberontak" Apakah kau berani membunuhnya" Bila kau berani aku akan mengikatnya kemudian menyerahkan dia kepadamu." Lu Xiang-chuan tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Aku tahu kau tidak akan berani, karena dia adalah orang yang menolongmu dan dia adalah Toa-cimu, kau berhutang budi kepadanya, kau tidak akan bisa membalas budi seumur hidupmu." Meng Xing-hun masih berdiri di sana, wajahnya penuh dengan keringat. Dengan santai Lu Xiang-chuan berkata, "Karena itu kau harus ikut aku pergi." "Ke mana?" "Sekarang aku sudah menyerahkan perempuan ini kepadamu, apakah kau mau membunuh dia atau tidak terserah padamu." "Aku mengerti," Angguk Meng Xing-hun. "Apakah kata-katamu bisa dipegang?" Meng Xing-hun kembali mengangguk. Feng-feng berusaha bangun dia menarik baju Meng Xing-hun dan berkata, "Jangan pergi ke sana! Jangan lakukan apa pun demi dia! Dia adalah binatang, kau akan mati di tangannya!" Wajah Meng Xing-hun tetap datar, dengan ringan dia berkata, "Kata-kata yang sudah kuucapkan pasti bisa dipegang." "Kata-kata Lu Xiang-chuan seperti kentut, mengapa kau harus menepati janji," kata Feng-feng. "Karena aku bukan dia." Feng-feng melihat Meng Xing-hun, matanya menjadi aneh, antara kaget dan bingung. Dia tidak percaya, di dunia ini ada orang sebodoh itu. Dia tidak pernah bertemu dengan orang semacam itu. Sekarang dia baru mengerti apa yang dinamakan sebagai harga diri seorang manusia. Tiba-tiba Lu Xiang-chuan melambaikan tangannya dari semak-semak muncul dua orang anak buahnya. Sekarang perintah Lu Xiang-chuan seperti perintah Laobo, begitu berpengaruh. Dengan tertawa dingin dia berkata lagi, "Antarkan perempuan ini ke Fei-feng-bao, ketua To memerlukan Kisah Membunuh Naga 16 Raja Naga 09 Hantu Bersayap Asmara Sang Pengemis 2

Cari Blog Ini