Ceritasilat Novel Online

Antara Budi Dan Cinta 7

Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long Bagian 7 uang dengan surat ini." "Kau sangat jujur," kata Lu Xiang-chuan. "Aku selalu jujur," kata Gao Lao-da. Lu Xiang-chuan berkata, "Tapi kau tidak berkata seperti itu kepada orang lain." "Memangnya aku bicara seperti apa kepada orang lain?" "Orang-orang selalu berkata kau suka tertawa bila tertawa kau sangat manis." "Bila sedang berdagang aku tidak pernah tertawa." "Apakah di antara kita hanya ada urusan dagang" Apa hal lain pun dapat kita bicarakan." "Kau bukan pedagang," jawab Gao Lao-da. "Orang dagang pun ada beberapa macam." "Apakah kau termasuk orang yang hanya bisa berdagang?" "Jangan lupa, surat rumah masih ada di tanganku." "Aku tidak takut kau tidak memberikannya padaku." "Kau tampak begitu yakin," kata Lu Xiang-chuan. "Bila tidak yakin, aku tidak akan kemari," kata Gao Laoda. Tanya Lu Xiang-chuan lagi, "Apakah kau tahu tempat ini milik siapa?" "Dulu milik Lao-bo, sekarang milikmu," jawab Gao Lao-da. "Apakah kau tidak takut aku akan membunuhmu?" "Kau boleh coba!" Gao Lao-da teras menyender, tubuhnya tidak bergerak. Lu Xiang-chuan melihatnya, Gao Lao-da pun melihat Lu Xiang-chuan. Wajah mereka sama-sama datar, tidak berperasaan. Kereta terus berjalan menuju taman bunga Lao-bo. "Apakah kau akan ikut aku pulang?" tanya Lu Xiangchuan.... "Aku akan selalu mengikutimu bila surat itu belum ada di tanganku," kata Gao Lao-da. Tiba-tiba Lu Xiang-chuan tertawa, "Kelihatannya kau merasa beruntung bekerja sama denganku." "Aku beruntung apa" Yang beruntung adalah dirimu." Dengan dingin dia berkata lagi, "Aku mengorbankan Meng Xing-hun dan Feng-feng, hanya untuk ditukar dengan surat rumah. Bagaimana denganmu?" Lu Xiang-chuan tertawa terbahak-bahak. "Apa yang kau tertawakan?" tanya Gao Lao-da. "Kau tahu aku sedang menertawakan apa?" Kereta kuda sudah memasuki taman bunga. Lu Xiang-chuan membuka pintu kereta kemudian turun. Dia berkata, "Ikutlah! Aku akan memperlihatkan sebuah benda." Lu Xiang-chuan melewati jalan kecil di tengah-tengah pohon bunga menuju kamar Lao-bo. Gao Lao-da mengikutinya. Sebuah gembok di bawah sinar matahari pagi tampak berkilau. Lu Xiang-chuan membuka gembok itu, masuk melewati mang tamu menuju kamar tidur Lao-bo. Alas tempat tidur yang sudah hancur berantakan masih dibiarkan seperti itu. Lampu di meja hampir padam. Tidak ada cahaya lampu dan tidak perlu membalikkan badan untuk melihat. Lu Xiang-chuan bisa menebak ekspresi wajah Gao Lao-da. Setelah lama Gao Lao-da baru menarik nafas dan berkata, "Apa artinya semua ini?" "Artinya Lao-bo belum mati." "Artinya Lao-bo lolos melewati jalan bawah tanah." Lu Xiang-chuan mengangguk. "Mengapa kau tidak mengejarnya?" Lu Xiang-chuan menggelengkan kepalanya. "Mengapa tidak mengejar?" tanya Gao Lao-da. Dengan ringan Lu Xiang-chuan menjawab, "Sebab tidak keburu kukejar." Wajah Gao Lao-da berubah. Sekarang dia baru mengerti mengapa tadi Lu Xiang-chuan hanya tertawa, karena bila Lao-bo belum mati dia tidak akan bisa mendapatkan surat rumah itu. Dia telah mengorbankan Meng Xing-hun dan Feng-feng tapi surat itu masih belum dia dapatkan. Dengan pelan Lu Xiang-chuan membalikkan kepalanya melihat Gao dan berkata, "Walaupun Lao-bo sudah pergi, tapi surat rumah tidak dibawanya kau masih mempunyai kesempatan. Bila kau mau menukarkan sesuatu maka surat itu bisa kau bawa pulang." "Ditukar dengan apa?" "Kau." Gao Lao-da menghirup nafas dan berkata, "Apakah aku pantas?" Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Kau tadi berkata bahwa aku adalah pedagang, pedagang tidak akan mau merugikan dirinya." Mata Lu Xiang-chuan teras menatap tubuh Gao Lao-da, dan berhenti di dada Gao Lao-da. Tiba-tiba Gao Lao-da tertawa. "Apa yang kau tertawakan?" tanya Lu Xiang-chuan. "Apakah kau sudah tahu bahwa hanya dengan 2 kilogram daging babi sudah bisa membeliku?" "Tidak apa-apa, harga seorang perempuan dapat berubah-ubah." Dengan genit Gao Lao-da berkata, "Tidak salah. Siapa pun yang dapat memberikan surat itu kepadaku, aku akan segera mengikutinya meski sampai naik ke tempat tidur, tapi kau...." Tiba-tiba dia marah dan berkata lagi, "Hanya kau saja yang tidak boleh melakukannya, walaupun semua yang berada di sini diberikan, aku tetap tidak bisa." "Apa sebabnya?" tanya Lu Xiang-chuan. "Karena kau membuatku merasa mual." Wajah Lu Xiang-chuan tiba-tiba berubah. Jarang ada yang bisa melihat perubahan wajahnya. Dan jarang ada orang yang dapat membuatnya seperti itu. Dengan dingin Gao Lao-da melihatnya dan berkata, "Aku mual berdagang denganmu, tapi kalau tidur denganmu bolehlah." Lu Xiang-chuan jalan ke hadapan Gao Lao-da dan merobek bajunya. Lu Xiang-chuan seperti telah berubah menjadi seorang asing. Lu Xiang-chuan yang tenang dan kalem sudah tidak ada. Kemarahan membuatnya berubah menjadi seekor binatang. Mungkin sebenarnya dia adalah seekor binatang. Gao Lao-da tetap tidak bergerak, tapi memandang Lu Xiangchuan dengan dingin. Dalam terang di cuaca dini hari dada Gao Lao-da yang putih terlihat lebih sexy dan indah. Mata Lu Xiang-chuan menjadi merah, tiba-tiba dia mengayunkan tangannya memukul perut dan dada Gao Lao-da. Gao Lao-da pun segera roboh. Tapi Lu Xiang-chuan tetap memukulnya seperti sedang memukul Xiao Tie. Dia sudah tidak sadar siapa yang berada di hadapannya, adalah Xiao Tie atau Gao Lao-da. Pukulannya bertubi-tubi tapi tidak keras. Gao Lao-da pun tidak mengelak. Pada mulanya dia menahan rasa sakit, kemudian keringatnya mulai mengalir dan dia mengeluarkan suara yang aneh. Gao Lao-da berdiri dan melihat Lu Xiangchuan. Gao Lao-da sudah kembali tenang, dia seperti sebuah patung orang, matanya memandang Lu Xiang-chuan penuh dengan penghinaan, dengan dingin dia bertanya, "Apakah sudah selesai?" Lu Xiang-chuan tersenyum. Dengan suara pelan dia berkata, "Sekarang aku akan pergi, kau harus selalu ingat, ingat kepada kesenangan yang kuberikan hari ini tapi aku tidak akan datang ke sini lagi. Aku akan membuatmu menjadi ketagihan." "Kau akan datang ke sini lagi." "Kau kira aku suka kepadamu?" Lu Xiang-chuan tersenyum, "Tentu, kau tahu aku akan memukulmu, hanya akulah yang berani memukulmu dan kau sendiri senang kupukul." Dengan ringan Lu Xiang-chuan melanjutkan lagi, "Sudah lama kau sulit mencari orang yang berani memukulmu karena orang lain terlalu tinggi menilaimu. Tidak tahunya kau baru puas setelah dipukul." Gao Lao-da mengepalkan tangannya, kukunya masuk ke dalam daging. Kata Lu Xiang-chuan, "Kau membunuh orang bukan karena benci kepadanya, melainkan benci kepada dirimu sendiri. Benci mengapa tidak dapat melupakan si penjual daging itu, dan mengapa bila memikirkan peristiwa itu kau malah merasa senang." Dengan tersenyum dia berkata lagi, "Sekarang kau bisa tenang, karena aku suka memukul orang kapan pun kau datang aku dengan senang hati akan memukulmu, sekarang aku baru tahu. Pada saat bertemu denganku, kau hanya ingin dipukul olehku" Tiba-tiba Gao Lao-da membalikkan badan dan dia menampar Lu Xiang-chuan. Lu Xiang-chuan menangkap tangannya dan berkata, "Apakah kau ingin kupukul lagi?" Tangan Gao Lao-da diputar balik ke belakang dari wajahnya terlihat dia begitu kesakitan. Sepasang mata yang dingin berubah menjadi kegairahan yang panas, seperti ada api yang membakar' tubuhnya. Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Mungkin kita adalah pasangan yang serasi, kau senang dipukul dan aku senang memukul." Tiba-tiba Lu Xiang-chuan mendorongnya dan berkata, "Hari ini cukup sampai di sini, bila kau ingin dipukul lain hari saja." Tubuh Gao Lao-da membentur tembok, Gao Lao-da melotot dan marah, "Binatang kau! Suatu hari aku akan membunuhmu!" "Aku tahu kau benci kepadaku tapi kau tidak akan membunuhku. Aku sangat kenal orang macam dirimu Akulah yang paling tahu kau membutuhkan apa," kata Lu Xiang-chuan. Lalu Lu Xiang-chuan mengusir, "Pergilah!" Gao Lao-da tidak pergi, dia malah duduk kembali. Perempuan ibarat buah pir, setiap perempuan, dari luar seperti dibungkus oleh kulit yang keras tapi bila kau mampu memecahkan kulitnya yang keras, dia tidak akan pergi, diusir pun dia tidak akan pergi. "Mengapa kau masih belum pergi?" Gao Lao-da tiba-tiba tertawa, "Karena aku tahu kau tidak ingin aku pergi." "Oooo?" Kata Gao Lao-da, "Aku tahu semua yang kau butuhkan, semua ada pada diriku." Dengan dingin Lu Xiang-chuan berkata, "Kau tahu apa?" "Walau Lao-bo sudah mati kau pun tidak dapat merangkak menuju posisi yang kau inginkan, karena ada orang yang bisa menghalangimu." "Siapa?" "Xiao Tie dan Meng Xing-hun." Dengan genit dia berkata lagi, "Bukan hanya mereka berdua, mungkin Tu Da-peng dan Luo Jin-peng, bukan Wan Peng-wang." Mata Lu Xiang-chuan menyipit dan berkata, "Teruskan!" "Pasti bukan karena Wan Peng-wang kau mengkhianati Lao-bo, apa yang kau dapatkan disini" Malah Wan Pengwang juga mendapat keuntungan lebih, kau tidak bodoh karena itu kau bersekongkol dengan Tu Da-peng atau dengan Luo Jin-peng." "Lalu?" tanya Lu Xiang-chuan. "Sebab mereka berdua setelah Lao-bo mati akan membantumu membunuh Wan Peng-wang, kau tidak akan berani membunuhnya." Gao Lao-da tertawa dan melanjutkan, "Mungkin Tu Dapeng lebih kuat dari Luo Jin-peng, dan hanya Tu Da-peng yang mampu membunuh Wan Peng-wang ." "Lanjutkan!" "Begitu Wan Peng-wang mati, Tu Da-peng bukan temanmu lagi. Waktu itu dia akan menjadi musuhmu, dan kau mencari seseorang yang dapat membunuhnya." Dengan dingin Lu Xiang-chuan berkata, "Aku sendiri bisa membunuhnya bila aku tidak yakin bisa membunuhnya aku tidak akan membiarkan dia menggantikan Wan Pengwang. " Gao Lao-da tertawa lagi, "Sekarang kau memiliki keyakinan tapi pada saat itu tidak akan sama, dia juga bukan seorang yang bodoh dan dia pun pasti sudah waspada." Lu Xiang-chuan tertawa. Bila ada orang yang dapat menebak pikirannya dia selalu tertawa seperti menghindar. Dia tahu hanya dengan tertawa dapat menutupi kegelisahan hatinya. Hanya tertawalah cara yang paling baik. "Bila kau mencari orang untuk membunuhnya, akulah orang yang kau cari." "Oooo?" Kata Gao Lao-da lagi, "Orang bila sudah mencapai posisi yang tinggi, dia pasti akan mencari perempuan dan arak. Bila kau mau mencari perempuan yang baik, aku bisa membantumu." Mata Lu Xiang-chuan semakin bercahaya, dengan tersenyum dia berkata, "Kau benar-benar berpengalaman." "Kecuali Tu Da-peng, orang yang sangat ingin kau bunuh adalah Meng Xing-hun." Gao Lao-da melihat Lu Xiang-chuan, pelan dia melanjutkan lagi, "Tapi kau belum tentu bisa membunuh Meng Xing-hun." Lu Xiang-chuan mendengar lalu dengan ringan dia berkata, "Mengapa aku tidak bisa membunuhnya?" "Sejak kecil Meng Xing-hun dibesarkan olehku, aku lebih mengenal dia dari siapa pun dan sangat sulit Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo membunuhnya." "Aku tahu gerakannya sangat cepat," kata Lu Xiangchuan. "Bukan hanya cepat, diapun sangat tepat memukul sasaran, mungkin orangnya kurang sadis, tapi itu sudah lebih dari cukup. Dia pun licik." "Licik?" "Licik artinya dia tahu kapan harus bersembunyi, harus bersembunyi, di mana, bila saatnya belum tepat dia tidak akan menyerang." Gao Lao-da tertawa lagi dan berkata, "Waktu dia masih bersamaku, hanya akulah yang dapat menemukan dia di mana." "Apakah kau ingin membunuhnya?" tanya Lu Xiangchuan. Gao Lao-da tertawa dan menjawab, "Aku tidak dapat membangun rumah di atas tubuhnya." Lu Xiang-chuan memandang Gao Lao-da dengan lama dan berkata, "Kau benar-benar memahamiku." Tawa Gao Lao-da terdengat genit dan manis lalu dia berkata, "Mungkin kita adalah orang yang sejalur." Wajah Lu Xiang-chuan berubah menjadi serius dan berkata, "Sudah kukukatakan sejak tadi, kita berdua sudah ditakdirkan menjadi pasangan yang serasi." Kalimat ini sebenarnya tidak enak didengar juga terdengar sangat menggelikan. Tapi kalimat seperti ini keluar dari mulut Lu Xiang-chuan sepertinya dia mempunyai maksud lain. Siapa pun yang mendengar kata-katanya akan berpikir kembali. Terlihat Gao Lao-da pun sedang berpikir. Gao Lao-da memandang Lu Xiang-chuan, dia mencoba melihat isi hati Lu Xiang-chuan yang paling dalam. Apa yang ada di hati Lu Xiang-chuan" Tidak ada yang bisa melihatnya. Tiba-tiba Gao Lao-da tertawa dan berkata, "Benar, kita memang ditakdirkan menjadi pasangan tapi kau tidak akan pernah mengawiniku, aku pun tidak mungkin kawin denganmu." "Benar, itu memang tidak mungkin." "Karena itu, kalimat yang tadi kau ucapkan sama sekali tidak berguna." "Ada gunanya," kata Lu Xiang-chuan. "Apa gunanya?" "Nanti kita bisa lihat." "Melihat?" tanya Gao Lao-da. Lu Xiang-chuan menjawab, "Melihat apa yang bisa kau lakukan demi diriku." "Bila seseorang ingin orang lain melakukan sesuatu untuknya, sebaiknya tanyakan dulu apakah dia pun sudah melakukan apa untuknya?" "Kau tahu, aku bisa melakukan banyak hal untukmu." "Baiklah apa yang bisa kulakukan?" "Sementara ini aku hanya ingin kau melakukan satu hal untukku." "Apakah kau menyuruhku untuk mencari tahu mengenai keberadaan Lao-bo?" tanya Gao Lao-da. "Benar, asal kau bisa menemukan dia, hal lain dapat kulakukan sendiri." "Mu akan melakukannya karena aku sendiri pun ingin mencari dan melihatnya," kata Gao Lao-da tersenyum. Tawanya terlihat agak aneh. Lu Xiang-chuan merasa aneh dan bertanya, "Apakah kau ingin bertemu Lao-bo?" Dengan pelan Gao Lao-da menjawab, "Aku ingin tahu Lao-bo itu seperti apa, selalu duduk di tempat tinggi, menguasai hidup dan mati seseorang. Sekarang dia kabur dari kejaran orang, dan tidak dapat melindungi dirinya sendiri. Sekarang akan seperti apakah dia?" Lu Xiang-chuan pun terdiam, setelah itu baru berkata, "Aku kira dia juga seperti orang lain, dia sedang berada dalam kesedihan dan ketakutan, memutuskan suara hal pun tidak seperti dulu lagi, yang begitu percaya diri dan tegas." "Apakah semua orang akan menjadi seperti itu?" "Benar." Mata Lu Xiang-chuan terlihat seperti ketakutan. Apakah dia juga takut nasibnya akan seperti Lao-bo" Gao Lao-da masih tertawa dan berkata, "Maksudmu Lao-bo sudah tidak menakutkan lagi?" Lu Xiang-chuan mengangguk dan berkata, "Karena itu bila kau ingin mencarinya, tidak perlu terlalu khawatir." "Aku tidak khawatir, sebab bukan aku yang akan mencarinya." "Mengapa bukan kau yang mencarinya?" tanya Lu Xiang-chuan. "Sebab aku tahu ada seseorang yang bisa membantuku mencari Lao-bo." "Siapa?" "Meng Xing-hun, dia yang paling bisa menemukan Laobo." Wajah Lu Xiang-chuan tetap datar seperti tidak pernah mendengar nama Meng Xing-hun. Pada saat Lu Xiang-chuan marah atau membenci seseorang wajahnya selalu tidak ada ekspresi. Gao Lao-da tertawa lebih senang lagi dan berkata, "Bukankah kau mengenal Meng Xing-hun?" Lu Xiang-chuan mengangguk dan berkata, "Tapi aku tidak tahu dia ada di mana." "Aku tahu, karena aku sudah melihatnya." Mata Lu Xiang-chuan menyipit dan bertanya, "Di mana?" "Dia ada di sekitar sini." "...." Tiba-tiba Lu Xiang-chuan tertawa dan berkata, "Apakah kau tahu siapa pemilik tanah beribu-ribu hektar ini?" "Kau." "Karena itu bila dia ada di sini, orang yang pertama tahu tentunya aku," kata Lu Xiang-chuan. Gao Lao-da tersenyum dan berkata, "Memang orang yang pertama harus tahu adalah dirimu, tapi aku lebih tahu siapa dia." "Tapi kau tidak mengenal tempat ini." "Tempat ini mati, sedangkan orang itu hidup." Dengan pelan Gao Lao-da melanjutkan, "Hanya aku yang tahu bila dia berada di suatu tempat akan bersembunyi di mana. Dan dengan cara apa menghindar dari perhatian orang." Akhirnya Lu Xiang-chuan mengangguk dan berkata, "Benar juga kau lebih memahami dia." "Di dunia ini yang paling memahami Meng Xing-hun adalah aku dan yang paling memahami Lao-bo adalah kau," kata Gao Lao-da. "Kapan kau bertemu dengannya?" tanya Lu Xiangchuan. "Sebelum bertemu denganmu." "Apakah dia melihatmu?" tanya Lu Xiang-chuan. "Tidak." "Kau akan memakai cara apa supaya dia mau mencari Lao-bo untuk kita?" "Tidak menggunakan cara apa pun, sebab dia ke sini mencari Lao-bo dan juga dirimu." Gao Lao-da tertawa dan berkata, "Walaupun seorang perempuan bisa menjaga rahasia, tapi pada saat hidup dengan seorang laki-laki selama satu tahun dia tidak akan punya rahasia lagi." Lu Xiang-chuan sepertinya tidak mendengar kata-kata Gao Lao-da, dengan pelan dia berkata, "Bila dia sudah datang, mengapa dia tidak kemari?" "Sebab dia tidak suka melakukan hal apa pun di malam hari." "Oh!" "Ada yang mengira, bila melakukan hal yang sangat rahasia harus di malam hari," kata Gao Lao-da. "Apakah itu salah?" tanya Lu Xiang-chuan. "Sangat salah, karena orang-orang seperti kita pada malam hari malah lebih waspada bila kau menganggap ini adalah kesempatan, biasanya adalah sebuah perangkap yang sedang menunggumu." "Apakah Meng Xing-hun akan masuk perangkap?" "Tidak akan," jawab Gao Lao-da. Gao Lao-da tertawa dan berkata lagi, "Walaupun dia masih muda pada saat dia berumur antara 7-8 tahun, dia sudah lebih dewasa." "Kapan dia akan menyerang?" tanya Lu Xiang-chuan. "Besok, setelah makan siang." Lu Xiang-chuan tampak berpikir dan berkata, "Benar, setelah makan siang orang akan lebih santai dan lengah tidak ada yang memilih waktu seperti ini untuk menyerang." "Bila sudah makan, biasanya kita akan mengantuk tidur lebih nyenyak dari malam hari." Lu Xiang-chuan melihat ke tempat jauh dan dengan pelan dia bertanya, "Apakah hari ini dia akan datang?" "Mungkin dia sudah mendengar tentang Lao-bo, maka dia akan datang," kata Gao Lao-da. Gao Lao-da tersenyum. Bila melihat senyuman mereka, kita akan menyangka bahwa mereka adalah orang yang paling baik. Namun ada satu hal. yang tidak boleh dilupakan. Kecuali Gao Lao-da dan Lu Xiang-chuan di dunia ini masih banyak orang tersenyum tapi di balik senyumnya tersimpan sebilah pisau yang tajam. Sebilah pisau yang dapat membunuh orang tapi tidak mengeluarkan darah. Ooo)dw(ooO BAB 18 Meng Xing-hun tidur dengan nyenyak. Bila dia memang ingin tidur, pasti tidurnya sangat nyenyak. Di mana pun dan kapan pun dia selalu dapat tidur dengan nyenyak, apalagi tadi dia sudah sarapan pagi dan tidur di tempat tidur yang tidak begitu keras. Sekarang ini, apakah dia masih bisa tidur" Di rumah masih ada beras dan minyak. Pada saat dia akan pergi, Xiao Tie memasukkan semua uang ke dalam bungkusan bajunya tapi Meng Xing-hun mengeluarkan setengahnya dan memasukkan kembali ke dalam kotak perhiasaan Xiao Tie. Uang tidak begitu banyak, tapi cukup untuk Xiao Tie dan Bao-bao hidup sementara dia pergi. Dalam setahun ini hidup mereka sangat sederhana. Tiba-tiba dia mengenang kambali saat pertama kali bertemu dengan Xiao Tie. Xiao Tie keluar dari rumah makan yang mewah banyak pemuda yang mengelilinginya. Dia mengenakan baju berwarna merah dan naik kereta kuda yang mewah pula. Bila pada saat itu ada orang yang melihatnya, dia tidak akan menyangka bahwa Xiao Tie sekarang sudah berubah banyak. Penampilannya sekarang seperti seorang nelayan perempuan, tangan yang mulus sudah berubah menjadi kasar. Demi Meng Xing-hun, Xiao Tie sudah mengorbankan banyak hal. Meng Xing-hun sangat berharap pada suatu hari dia bisa membalas semua pengorbanan Xiao Tie. Sebelum berangkat Xiao Tie terus tidur dalam pelukan Meng Xing-hun. Malam itu mereka sama sekali tidak tidur. "Kau harus segera pulang," kata Xiao Tie. "Aku pasti akan pulang." Bila tidak ada Meng Xing-hun, apakah Xiao Tie dapat hidup sendiri" Hidupnya begitu susah, apakah dia dapat menanggung beban ini sendirian" Karena itu, Meng Xing-hun bersumpah, walau bagaimana pun dia akan pulang, dia tidak akan meninggalkan Xiao Tie sendiri. Apakah dia pasti bisa pulang" Sinar matahari masuk ke dalam ruangan melalui kertas jendela, sangat lembut seperti sinar bulan. Meng Xing-hun masih tidur dengan nyenyak tapi ah mata sudah mengalir dari sudut matanya kemudian menetes ke bantal. Pekarangan di luar masih sepi, tiap orang yang menginap di penginapan kecil itu kebanyakan adalah orang yang kemalaman dan akhirnya menginap di sana. Karena itu sebelum hari terang, mereka sudah akan berangkat lagi. Pada saat itu penginapan sangat ramai, bermacam-macam orang datang hilir mudik, ada yang makan ada yang minta teh dan minta disiapkan kuda untuk segera berangkat. Pada saat itu Meng Xing-hun masuk ke ruangan itu, dia yakin tidak akan ada orang yang memperhatikan dia. Tempat yang tidak mau didatangi orang dia akan datang. Pada saat orang sudah pergi, dia akan datang. Walaupun Lu Xiang-chuan sudah menyuruh orang untuk mencari tahu keberadaan Meng Xing-hun, tapi pada saat seperti ini mereka juga pasti sedang sarapan. Tapi tidak ada yang menyangka, apa dia sudah datang sekarang. Bagaimana dengan kemarin malam" Mungkin tidak ada yang tahu semalam Meng Xing-hun berada di mana. Dia tidur di atap rumah orang lain, dia hanya berbaring di atap rumah sambil memandang bintang meteor. Dia tetap seperti dulu, sering mengkhayalkan rahasia meteor. Orang jarang bisa berubah. Mungkin hanya perempuan saja yang bisa berubah. Demi cinta mereka bisa berkorban dan hal ini tidak dapat dipahami oleh laki-laki. Air mata. sudah kering, pelan-pelan Meng Xing-hun membalikkan badannya. Tubuhnya belum dibalikkan dia sudah berhenti. Karena jendela kamarnya tiba-tiba terbuka. Hanya ada satu orang yang berani membuka jendelanya. Tubuh Meng Xing-hun mulai kaku. Dia bukan seorang pengecut, juga tidak takut untuk bertemu orang namun orang ini merupakan pengecualian. Karena dia merasa tidak enak hati kepada orang itu. Orang itu sudah datang, mau tidak mau dia harus bertemu dengannya. "Apakah aku boleh masuk?" "Silahkan!" Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Suara Gao Lao-da begitu lembut dan tawanya begitu baik serta bersahabat. Sorot mata Gao Lao-da masih penuh dengan perasaan dan pengertian. Di kamar itu hanya ada sebuah kursi dan Gao Lao-da langsung mendudukinya. Meng Xing-hun sendiri duduk di tepi tempat tidur di hadapan Gao Lao-da. Mereka saling memandang. Tidak tahu kalimat pertama yang harus dikatakan. Setelah lama Gao Lao-da baru bertanya dengan tersenyum, "Kau lihat padaku sekarang, bagaimana keadaanku menurutmu?" Meng Xing-huni kut tertawa dan menjawab, "Kau masih seperti dulu, tidak ada perubahan." "Kau melihat tidak jelas, sebenarnya aku sudah tua." Dia tidak berbohong. Karena pada waktu Gao Lao-da tertawa, Meng Xinghun melihat ada kerutan di sudut matanya yang semakin bertambah. Sepasang mata yang indah sudah tidak begitu bercahaya. Mulai terlihat lelah dan lesu. Gao Lao-da menghela nafas dan berkata, "Dalam setahun ini hidupku tidak begitu baik, aku jadi cepat tua." Meng Xing-hun mengerti maksud perkataan Gao Laoda. Dia melewatkan satu tahun ini hanya memikirkan Meng Xing-hun. Meng Xing-hun ingin mengatakan beberapa kalimat untuk menghibur Gao Lao-da, tapi dia tidak bisa. Mungkin ada orang yang sejak lahir tidak dapat menghibur orang lain dengan kata-kata. Tiba-tiba Gao Lao-da tertawa dan berkata, "Kau tidak perlu mengatakan apa-apa, aku sudah mengerti." "Apakah kau tidak menyalahkanku?" kata Meng Xinghun. Dengan lembut Gao Lao-da menjawab, "Tiap orang mempunyai hak dalam menentukan hidupnya, aku pun akan seperti itu." Meng Xing-hun terharu dan juga sangat berterima kasih. Meng Xing-hun merasa dia berhutang budi kepada Gao Lao-da, mungkin seumur hidup tidak akan bisa dibayar. Lebih baik kita berhutang budi kepada orang lain dari pada kita dihutangkan oleh orang lain. "Apakah dia memperlakukanmu dengan baik?" "Sangat baik," jawab Meng Xing-hun. Gao Lao-da terlihat sangat iri. "Kalau begitu kau hidup dengan bahagia, bila ada seorang perempuan yang dapat membahagiakan laki-laki sepertimu pasti akan bahagia." Banyak laki-laki menganggap perempuan sangat lemah, meng-anggap laki-laki dapat mengatur semua perempuan. Tapi laki-laki tidak tahu bahwa nasib mereka selalu ada di tangan perempuan. Perempuan bisa membuat laki-laki bahagia seperti di surga, juga bisa membuat hidup laki-laki susah seperti di neraka. Walaupun laki-laki mempunyai cita-cita yang tinggi, tapi bila mencintai seorang perempuan yang menakutkan, seumur hidup laki-laki itu akan menjadi budaknya. Hidup laki-laki ini akan hancur. "Kau hidup dengan baik, mengapa kau pulang?" "Apa benar kau tidak tahu?" jawab Meng Xing-hun. "Kalau kau kemari hanya untuk memberi selamat kepada Lao-bo, kau sudah terlambat." "Sudah terlambat" Apakah terjadi sesuatu kepada Laobo?" "Tidak ada yang tahu sudah terjadi apa pada Lao-bo, tidak ada yang berani datang ke taman bunga Lao-bo." "Memangnya apa yang terjadi?" tanya Meng Xing-hun. "Tempat itu tiba-tiba menjadi kacau, sepertinya banyak orang asing yang lalu lalang...." Gao Lao-da melanjutkan lagi, "Kau bisa ke sana untuk menjenguknya, karena kalian mempunyai hubungan yang khusus." Meng Xing-hun segera berdiri tapi begitu melihat Gao Lao-da dia duduk kembali. "Kau tidak perlu memikirkan diriku, aku hanya ingin bertemu denganmu, kapan pun aku bisa pergi." "Apakah kau akan pulang?" "Kecuali kembali ke rumah tidak ada tempat yang bisa kusinggahi lagi." Meng Xing-hun menundukkan kepalanya dan bertanya, "Apakah keadaan rumah mereka masih seperti dulu?" "Mana mungkin masih sama," Dia menghela nafas dan berkata, "Semenjak kau pergi, Ye Xiang juga pergi. Ada yang berkata dia mati di tangan Lao-bo, tapi itu tidak dapat dipercaya. Xiao He tidak pergi tapi dia sudah menjadi idiot, karena dipukul orang, makan pun harus disuap." "Untung masih ada Shi Qun," kata Meng Xing-hun. "Shi Qun pun tidak ada." Tanya Meng Xing-hun dengan berteriak, "Kemana dia"!" "Sejak tahun kemarin aku menyuruhnya pergi ke utara hingga saat ini dia belum pulang. Juga tidak ada kabar darinya." Meng Xing-hun bertanya, "Apakah dia mengalami kecelakaan" Menurutku orang utara pun tidak ada yang bisa mengalahkannya." "Tidak ada seorang pun yang tahu, di dunia persilatan tiap hari pasti ada perubahan, apalagi sudah setahun," kata Gao Lao-da. Tawa Gao Lao-da tampak sedih dan dia berkata, "Mungkin dia tidak apa-apa, hanya mungkin dia tidak mau kembali ke sini. Setiap orang bisa mencari masa depan yang lebih baik, dia berhak menentukan nasibnya sendiri, aku tidak akan menyalahkannya." Meng Xing-hun kembali menundukkan kepalanya, hatinya sakit seperti ditusuk jarum. Dengan sedih Gao Lao-da berkata, "Teman lama sudah pergi satu per satu, kadang-kadang aku pun merasa kesepian. Karena itu bila kau ada waktu mampirlah sekalikali untuk menjengukku." Tiba-tiba Gao Lao-da tertawa lagi dan berkata, "Bila kau bisa membawanya pulang, aku akan lebih senang lagi." Meng Xing-hun mengepalkan tangannya dan berkata, "Aku pasti akan pulang menjengukmu, asal aku tidak mati, aku akan membawa dia kemari untuk menjengukmu." Meng Xing-hun merasa bahwa Gao Lao-da sudah tidak sekuat dulu, dia merasa punya tanggung jawab untuk melindunginya dan tidak akan membiarkannya merasa kesepian. Perempuan yang pintar pasti mempunyai cara untuk menaklukkan laki-laki yaitu membiarkan laki-laki merasa bahwa dia sangat lemah dan harus dilindungi. Karena itu bila kita melihat ada perempuan yang terlihat lemah belum tentu dia pasti seperti itu mungkin dia lebih kuat dari perkiraan kita. Taman bunga Lao-bo selalu seperti itu. Begitu masuk baru terlihat ada orang dan mereka sangat banyak. Tiap sudut taman itu mungkin banyak orang yang akan keluar. Setiap orang siap untuk mencabut nyawamu. Meng Xing-hun sudah lama masuk ke taman bunga itu. Bunga chrysan sedang mekar-mekarnya, di bawah sinar matahari tampak berkilau seperti emas. Dia berjalan sudah lama tapi tetap tidak terlihat seorang juga, tidak terdengar ada suara. Ini membuatnya terasa aneh. Bila Meng Xing-hun masuk ke dalam semak bunga, biasanya sudah ada perangkap, sekarang hanya ada tanah kosong dan wangi bunga. Sepertinya semua orang sudah menghilang. Meng Xing-hun mengepalkan tangannya. Semakin tidak menemukan orang di sana semakin membuatnya tegang. Di sini sudah terjadi perubahan yang besar. Dia tidak habis berpikir. Walaupun di sini sama sekali tidak ada orang, tapi seharusnya Lao-bo ada di sini. "Di dunia ini tidak ada orang yang dapat mengusirnya apalagi untuk membunuhnya." Hal ini tidak pernah diragukan oleh Meng Xing-hun tapi sekarang.... Dia teringat kepada Lu Xiang-chuan. Apakah Lao-bo sudah dibunuh oleh Lu Xiang-chuan" Kalau begitu Lu Xiang-chuan pasti ada di sini, tapi mengapa dia juga menghilang, ini sangat aneh. Di balik semak-semak ada beberapa rumah yang indah. Meng Xing-hun tahu bahwa rumah itu adalah rumah Laobo. Dia pernah menemani Lao-bo makan siang. Tempat makan masih seperti dulu tapi pintunya sudah hancur. Meng Xing-hun masuk ke dalam dan terlihat tempat tidur sudah hancur terlihat melihar ada jalan rahasia di bawah tempat tidur itu. Dia masih melihat ada sebuah pintu dan tempat tidur yang sudah dihancurkan oleh Lu Xiang-chuan, tapi dia tidak tahu bahwa perahu itu memang sengaja disiapkan oleh Lu Xiang-chuan untuk dirinya. "Di dunia bila ada orang yang dapat menemukan Lao-bo dia adalah Meng Xing-hun." Ada orang yang ditakdirkan mempunyai bakat seperti seekor anjing pelacak dan Meng Xing-hun adalah orang semacam itu. Semua orang yang melarikan diri pasti akan meninggalkan jejak. Karena orang yang pembawaannya tenang pasti akan berubah menjadi ceroboh dan akan. meninggalkan jejak, dia tidak akan melewatkan jejak itu. Gao Lao-da sangat memahami dan juga mempercayai Meng Xing-hun. Asalkan Meng Xing-hun berhasil menemukan Lao-bo, Gao Lao-da akan segera mencari Lu Xiang-chuan. Perahu itu sangat kecil dan ringan. Di dalam perahu ada sebuah lampu yang masih bercahaya. Terlihat sungai kecil yang berliku-liku dan mungkin juga berbahaya. Di depan mungkin akan terjadi sesuatu yang akan mencabut nyawa seseorang. Tapi bila sudah sampai di tempat ini, apakah dia bisa kembali lagi" Meng Xing-hun memegang dayung dengan erat dan telapak tangannya sudah berkeringat. Apakah dia dapat keluar dari tempat ini hidup-hidup" Kemana sungai ini akan berakhir" Apakah ke neraka" Ooo)dw(ooO Ma Jia-yi sebenarnya adalah tempat untuk para kurir menginap, letaknya sekitar 70 hingga 80 h dari taman bunga Lao-bo. Semenjak kurir mengubah arah jalan maka tempat ini dibiarkan begitu saja dan tempat ini semakin sepi. Walaupun tempat ini sepi, tetap masih ada orang. Tempat ini tinggal beberapa puluh keluarga dan diantaranya ada yang bernama Ma Feng-zhong, dia tinggal di rumah milik pemerintah. Ma Feng-zhong orangnya seperti namanya, sangat sopan dan hidupnya sangat teratur. Dari lahir hingga sekarang tidak pernah melakukan hal yang membuat orang menjadi bingung dan merasa aneh. Bila tiba waktunya untuk menikah, dia akan menikah, bila sudah saatnya mempunyai anak, istrinya akan melahirkan anak untuknya. Sekarang dia sudah mempunyai dua orang anak. Seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Istrinya adalah ibu rumah tangga yang baik. Pandai memasak, karena itu Ma Feng-zhong makin hari semakin gemuk. Biasanya orang gemuk disukai orang-orang, apalagi dia mempunyai istri yang baik. Karena itu rumah Ma Feng-zhong selalu didatangi oleh para tamu, setelah makan masakan istri Ma Feng-zhong, mereka main catur kemudian tamu-tamu akan pulang dan tidak lupa memuji bunga yang ditanam di pekarangan Ma Feng-zhong. Ma Feng-zhong selalu tertawa dan mengiyakan. Menanam bunga adalah hobi yang disukainya. Kecuali menanam bunga, dia pun senang pada kuda. Walaupun dia hanya mempunyai dua ekor kuda, tapi kuda-kudanya adalah kuda yang cepat dan didatangkan dari Mongolia. Ma Feng-zhong mengurus kedua ekor kuda ini seperti mengurus anaknya sendiri. Bila cuaca sedang bagus, dia akan memasang kuda-kuda itu di kereta kemudian membawa keluarganya pergi jalanjalan, tapi dia tahu bila dia mempunyai kepentingan mendadak, dia tidak akan menunggang kudanya. Biasanya dia mengeluarkan uang dari koceknya dan menyewa kuda orang lain. Tapi ini berarti bukan dia tidak menyayangi kedua anaknya. Orang-orang tahu bahwa Ma Feng-zhong sering dinasehati oleh orang-orang karena dia sangat sayang kepada kedua anaknya, begitu pun dengan Nyonya Ma. Bila kedua anaknya menginginkan sesuatu, sebisa mungkin dia akan mengabulkannya. Bila mereka melakukan kesalahan atau kenakalan, Ma Feng-zhong belum pernah memarahi mereka. Sekarang anak-anaknya sudah berumur 8 hingga 9 tahun, mereka mulai mengerti. Nyonya Ma ingin menyekolahkan mereka ke kota tapi Ma Feng-zhong malah melarangnya. Kadang-kadang Nyonya Ma pun memarahi Ma Fengzhong. "Kalau anak perempuan kita buta huruf tidak jadi masalah tapi kalau anak laki-laki buta huruf, bagaimana" Bila khawatir mereka sekolah di luar rumah semestinya bisa mencari guru yang dapat mengajar di rumah. Mengapa kau tiap hari hanya bermain-main saja dengan mereka?" Ma Feng-zhong pasti dengan tertawa mengiyakan permintaan istrinya. Tapi bila anak-anak ingin memancing dia akan meletakkan buku dan menemani mereka pergi memancing. Ma Feng-zhong tidak tega meninggalkan anak-anaknya. Bila dia ada waktu dia pasti akan menemani mereka. Walaupun mereka bermain permainan apa saja, Ma Fengzhong belum pernah mengatakan 'tidak'. Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Nyonya Ma sudah tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali mengenai masalah ini, apa pun yang dikatakan oleh istrinya Ma Feng-zhong pasti akan menurut. Orang-orang desa sangat iri kepada nyonya Ma, mungkin leluhur nyonya Ma mengumpulkan banyak pahala dalam kehidupan sebelumnya maka dia bisa mendapat suami yang begitu baik. Hal ini membuat Nyonya Ma sangat bangga, karena Ma Feng-zhong adalah ayah dan suami yang baik. Juga teman yang baik. Hal ini tidak ada yang menyangkal. Tapi siapa pun tidak ada yang menyangka bahwa Ma Feng-zhong mempunyai sebuah rahasia. Rahasianya hanya satu. Rahasia yang begitu menakutkan. Hari itu cuaca sangat cerah, nyonya Ma merasa hari itu seperti hari biasanya. Kerena itu nyonya Ma sengaja memasak beberapa macam sayur yang Ma Feng-zhong sukai. Dan mengundang teman-teman Ma Feng-zhong untuk makan malam di rumah mereka. Mereka menyambutnya dengan gembira. Setelah makan malam mereka akan bermain catur. Setelah tamu-tamu pulang, sebelum pulang tidak lupa mereka memuji bunga-bunga yang berada di pekarangan. Sekarang ini yang sedang mekar adalah bunga Chrysan. Tamu-tamu sudah pulang tapi Ma Feng-zhong masih mondar-mandir di pekarangan, sepertinya tidak ingin masuk ke dalam rumah untuk tidur. Cuaca sangat cerah, angin berhembus tidak terlalu dingin juga tidak terlalu panas. Nyonya Ma mengeluarkan kursi yang terbuat dari anyaman rotan dan membuat sepoci teh. Mereka berdua mengobrol di pekarangan. "Xiao Zhong sekarang ini sudah berusia 10 tahun tapi dia belum pernah belajar satu buku pun. Kau akan membiarkannya sampai kapan" Ma Feng-zhong terdiam kemudian tertawa dan berkata, "Mungkin aku yang harus mengajarkan mereka membaca." Nyonya Ma menjadi lega mendengar jawaban Ma Fengzhong dengan tertawa dia berkata, "Sebenarnya dari dulu kau harus sudah mengajar mereka membaca. Aku tidak mengerti mengapa harus menunggu sampai sekarang?" Dengan tersenyum Ma Feng-zhong berkata, "Kadangkadang ada hal yang seharusnya kau tidak perlu mengerti." "Hal apa?" tanya nyonya Ma. "Masalah laki-laki, lebih baik perempuan jangan tanya. Sebab bila sudah waktunya, aku akan memberitahumu." Ma Feng-zhong tidak paham kepada perempuan. Perempuan bila disuruh jangan bertanya, maka dia akan semakin, ingin tahu dan terus bertanya, "Kapan" masalah apa?" Dengan tersenyum Ma Feng-zhong berkata, "Melihat keadaan sekarang mungkin tidak akan terjadi apa-apa." Dengan nikmat Ma Feng-zhong menghirup tehnya, kemudian dengan tertawa dia berkata, "Kau tidur saja dulu." Artinya pembicaraan sudah selesai. Nyonya Ma pun menuruti keinginan suaminya dan dia minum teh itu. Bara saja dia minum seteguk, tiba-tiba pohon bunga Chrysan bergoyang-goyang. Nyonya Ma mengira dirinya pusing tapi pohon itu bergoyang semakin kencang. Tiba-tiba ada beberapa pohon bunga Chrysan yang terbang ke udara, tanah pun ikut berhamburan. Di bawah terlihat ada sebuah lubang dan ada kepala seseorang yang keluar dari sana. Kepala yang botak yang pertama kali keluar, wajahnya pucat kehijauan seperti sebuah topeng tembaga. Tapi itu bukan topeng karena dia bisa bergerak dan bernafas. Melihat caranya bernafas seperti sudah lama tidak pernah bernafas. Siapakah orang itu" Apakah dia setan yang kabur dari neraka" Nyonya Ma sangat kaget dan hampir pingsan. Tengah malam begini tiba-tiba ada kepala orang yang keluar dari dalam tanah, mungkin orang lain pun akan terkejut hingga pingsan. Tapi Ma Feng-zhong sedikit pun tidak terkejut, dia seperti tahu akan terjadi hal ini. Dia tidak lari malah mendekatinya, melihat gerakan Ma Feng-zhong dia tidak mirip orang yang kegemukan yang terlalu banyak makan. Nyonya Ma belum pernah melihat suaminya begitu lincah dan cepat. Orang yang berada di bawah tanah sudah keluar. Ma Feng-zhong tidak pendek tapi orang ini lebih tinggi dari Ma Feng-zhong, kurang lebih ada satu meter lebih tinggi. Udara begitu dingin tapi dia tidak mengenakan baju. Dia terlihat seperti seorang dewa raksasa. Ma Feng-zhong langsung meloncat ke sana dan bertanya, "Mana Lao-bo?" Raksasa itu tidak menjawab, malah balik bertanya, "Apakah kau yang bernama Ma Feng-zhong?" Cara bicaranya sangat kaku dan terdengar cadel, kelihatannya sudah lama dia tidak bicara. Pada saat bicara pun matanya tidak menatap Ma Feng-zhong. Sekarang Nyonya Ma dapat melihat dengan jelas bahwa raksasa ini ternyata buta. "Aku yang bernama Ma Zhong," kata Ma Feng-zhong. Mengapa dia tidak mengaku bahwa dia bernama Ma Feng-zhong" Tapi raksasa ini mengangguk, sepertinya sangat puas dengan jawaban Ma Feng-zhong. Kemudian dia membalikkan tubuhnya dan menaruh seseorang yang dikeluarkan dari lubang itu. Seorang perempuan muda dan cantik tapi wajahnya sangat ketakutan, tampak gemetaran. Tubuhnya dibungkus oleh selimut tipis, tapi Nyonya Ma bisa melihat bahwa di batik selimut itu dia telanjang bulat. Seorang perempuan bila melihat perempuan lain biasanya akan melihat dengan teliti. Perempuan itu begitu muda dan cantik mengapa bisa keluar dari bawah tanah" Nyonya. Ma tidak tahu alasannya. Siapa pun tidak akan tahu. Tidak ada yang tahu bahwa jalan keluar dari lubang rahasia Lao-bo adalah di pekarangan Ma Feng-zhong. Juga tidak ada yang menyangka bahwa Ma Feng-zhong mempunyai hubungan dengan Lao-bo. Ooo)dw(ooO BAB 19 Walaupun Lao-bo tidak bisa berdiri dengan tegak, tapi suaranya masih terdengar begitu berwibawa dan hangat, hanya sepasang matanya saja yang terlihat agak lelah. Perempuan itu sedang memandang Lao-bo, tapi badannya masih gemetaran. Ma Feng-zhong sudah berlutut di bawah. "Berdiri, cepat berdiri! Apakah kau lupa bahwa aku tidak suka diberi hormat seperti ini?" Suara Lao-bo terdengar masih kuat dan tenang. Ma Feng-zhong kemudian berdiri setelah mendengarkan kata-kata Lao-bo. Kata Ma Feng-zhong, "Sekarang Aku sudah hidup enak, tidur pun nyenyak." "Artinya kau mempunyai istri yang baik," kata Lao-bo tersenyum. Lao-bo melihat Nyonya Ma dan berkata, "Aku harus berterima kasih kepadamu karena kau menguras suamimu dengan baik." "Kemarilah beri hormat kepada Lao-bo," kata Ma Fengzhong. Nyonya Ma adalah perempuan penurut, tapi sekarang dia sedang ketakutan kakinya menjadi terasa lemas, bagaimana dia bisa berdiri" "Tidak perlu ke sini, aku...." Lao-bo mengepalkan tangannya, daging di sudut mulutnya karena kesakitan menjadi kaku. Tidak ada orang yang dapat membayangkan bahwa Laobo sedang menahan sakit yang amat sangat, hanya Lao-bo yang bisa merasakan sakit seperti itu. Ma Feng-zhong sangat marah dan bertanya, "Siapa" Siapa yang berusaha membunuh tuan?" Lao-bo tidak menjawab. Tapi dari matanya terlihat Laobo begitu sedih dan marah. Keringat pun ikut bercucuran. Ma Feng-zhong tidak berani bertanya lagi, dia membalikkan tubuhnya menuju kandang kuda. Dengan cepat dia mendorong kereta yang sudah dipasang dengan dua ekor kuda dan membawanya ke pekarangan. Sekarang Lao-bo baru bisa menarik nafas panjang dan berkata, "Persiapanmu sangat baik, dua ekor kuda ini adalah kuda yang bagus." "Aku tidak pernah lupa pada pesan-pesan Tuan." Nyonya Ma melihat suaminya, dia bara mengerti sekarang mengapa dia senang menanam bunga, mengapa dia suka memelihara kuda. Semuanya hanya untuk orang tua yang sedang terluka parah ini. Nyonya Ma berharap orang tua itu cepat pergi. Jangan mengganggu hidup mereka yang sudah tenang. Raksasa itu akhirnya naik ke dalam kereta kuda. "Apakah kau tahu jalannya?" tanya Lao-bo. Raksasa itu mengangguk. "Apakah ada orang di luar?" Seharusnya Ma Feng-zhong yang menjawab, tapi raksasa ini dengan cepat mengangguk lagi. Telinganya sangat peka dan tajam, bila di luar ada orang atau setan dia akan segera bisa mendengarnya karena telinga orang buta lebih peka. Hati Nyonya Ma begitu berat. Apakah mereka harus menunggu hingga tidak ada orang baru mau pergi" Harus berapa lama menunggu" Tapi Lao-bo menarik nafas dan berkata, "Baiklah, sekarang kita boleh pergi!" Gerakan mereka begitu rahasia tapi mengapa harus menunggu hingga di luar tidak ada orang baru bisa pergi" Nyonya Ma merasa aneh tapi ada hal yang lebih aneh lagi. Lao-bo tidak ikut masuk ke dalam kereta kuda itu. Mengapa, dia tidak pergi" Apakah dia akan tinggal di sini" Hati Nyonya Ma terasa berat. Apakah dia tidak takut akan ada seseorang yang mengejarnya di jalan bawah sana" Nyonya Ma bukan orang pintar tapi juga tidak terlalu bodoh, dia melihat ada seorang yang tua harus bersembunyi dari kejaran musuh. Kalau pak tua itu tidak pergi, hidup mereka yang tadinya tenang akan segera berakhir. Nyonya Ma ingin mengusir mereka, semakin jauh semaian baik, tapi dia tidak berani, dia hanya menundukkan kepala. Air mata pun tidak berani menetes dari matanya. Ma Feng-zhong sudah membuka pintu dan dia membalikkan, badan melihat raksasa itu. Mata raksasa itu seperti ikan mati memandang terus ke depan. Sinar bintang menyinari wajahnya yang pucat dan hijau. Bila hari biasa wajahnya tidak ada ekspresi tapi hari ini kesedihan membuat wajahnya jadi bengkok. Tiba-tiba dia turun dari kereta, berlari mendekati Lao-bo dan memeluk Lao-bo dengan erat. Kebetulan saat itu Ma Feng-zhong bisa melihat wajahnya dia melihat ada dua tetes air mata keluar dari matanya yang gelap dan terlihat tidak berdaya. Orang buta pun bisa menangis. Lao-bo tidak bicara juga tidak bergerak, setelah lama dia menghela nafas dan berkata, "Pergilah, mungkin di lain waktu kita masih bisa bertemu lagi." Raksasa itu mengangguk, sepertinya masih ada yang harus dia bicarakan tapi dia tidak jadi untuk mengatakannya. Kelihatannya Ma Feng-zhong pun ikut sedih dan dia berkata, "Dua ekor kuda ini sudah tahu jalan-jalan di sekitar sini. Dia bisa mengantarkanmu ke rumah Fang Laoer, setelah sampai di sana dia akan mengantarkanmu keluar daerah." Tiba-tiba raksasa itu berlutut, kepalanya menunduk sebanyak 3 kali dan dia berkata, "Semua masalah di sini, kuserahkan kepadamu." Ma Feng-zhong pun ikut berlutut, kepalanya menyentuh tanah dan berkata, "Aku mengerti, pergilah dengan hatihati." Si raksasa tidak bicara lagi, kereta kuda langsung pergi. Pintu segera ditutup. Tiba-tiba sepasang anak keluar dari rumah, mereka menarik baju Ma Feng-zhong. Anak laki-laki itu berkata, "Ayah, mengapa setan itu mengambil kuda kita?" Dengan lembut Ma Feng-zhong berkata, "Kuda itu ayah yang berikan kepadanya dan dia bukan setan." "Kalau dia bukan setan, lalu siapa?" tanya anak laki-laki itu. Ma Feng-zhong menghela nafas dan berkata, "Dia adalah orang yang sangat jujur dan setia kawan. Bila kau sudah besar kau harus seperti dia, itu yang dinamakan mempunyai jiwa ksatria." Suara Ma Feng-zhong tiba-tiba berubah, dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Anak laki-laki itu seperti mengerti kata-kata ayahnya tapi anak perempuannya masih bertanya, "Sampai di mana rasa setia kawannya?" Lao-bo menarik nafas dan menjawab, "Demi seorang kawan, dia bertahan hidup di tempat gelap selama puluhan tahun kecuali ayahmu, dialah yang paling setia kawan." Anak perempuan itu bertanya lagi, "Mengapa dia harus setia kawan" Dan apakah setia kawan itu?" Anak laki-laki itu menjawab, "Setia kawan adalah berbuat baik kepada teman, laki-laki harus mempunyai rasa setia kawan." Dan dia menegakkan dada kecilnya dengan suara besar Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dia berkata, "Aku juga laki-laki, bila sudah besar harus seperti dia, harus setia kawan. Ayah, apakah itu benar?" Ma Feng-zhong mengangguk tapi air matanya sudah menetes. Lao-bo memegang tangan anak laki-laki itu, dengan lembut dia berkata, "Apakah dia putramu" Berapa usianya?" "Belum genap 10 tahun," jawab Ma Feng-zhong. "Anak ini sangat pintar, bagaimana kalau ikut denganku?" Mata Ma Feng-zhong terlihat bercahaya, tiba-tiba dia menjadi sedih dan dengan pelan berkata, "Sayang dia masih terlalu kecil, kalau 10 tahun lagi, mungkin...." Dia menepuk-nepuk kepala anak itu dan berkata, "Pergilah, carilah ibumu!" Nyonya Ma sudah merentangkan tangannya dan memeluk anaknya dengan erat. Lao-bo melihat ibu anak itu, dia merasa sedih dengan pelan dia berkata, "Kau mempunyai istri yang baik, anakanak pun mempunyai ibu yang baik, siapa nama ibunya?" "Marganya pun Ma, bernama Yue-yun." Lao-bo mengangguk dan berkata berkali-kali, "Ma Yueyun.... Ma Yue-yun...." Lao-bo berkali-kali mengucapkan nama ini, seperti ingin mengingat dalam hatinya. "Sekarang aku juga akan pergi!" kata Lao-bo kemudian. "Aku pun sudah siap, mari ikut aku." Di belakang pekarangan ada sebuah sumur, air sumur sangat dalam, tapi bersih dan bening. Di atas sumur tergantung ember yang besar. Ma Feng-zhong menurunkan ember itu dan berkata, "Silahkan!" Dengan pelan Lao-bo masuk ke dalam ember. Dari tadi Feng-feng hanya melihat dari pinggir, sekarang pun dia merasa aneh. Feng-feng tidak tahu mengapa Lao-bo masuk ke dalam ember. Apakah dia akan ikut masuk ke dalam sumur" Di bawah sumur banyak air, apakah dia akan bunuh diri" Tapi Lao-bo terus memelototinya, Feng-feng segera menundukkan kepala. Ma Feng-zhong melihat Feng-feng kemudian Lao-bo bertanya, "Apakah gadis ini juga akan ikut dengan tuan?" Dengan ringan Lao-bo berkata, "Apakah dia akan memilih mau ikut denganku?" Ma Feng-zhong menoleh kepadanya, belum sempat dia bertanya, Feng-feng sudah berkata, "Aku sudah tidak punya pilihan lain." Lao-bo melihat dia, tampak ada kehangatan tapi pada saat dia melihat Ma Feng-zhong dengan sedih dia berkata, "Untung kali ini ada dirimu." Tiba-tiba Ma Feng-zhong berkata, "Tuan jangan mengkhawatirkan aku, aku sudah puluhan tahun hidup enak." Lao-bo mengeluarkan tangannya dan memegang tangan Ma Feng-zhong dengan erat, kata Lao-bo, "Kau sangat setia, tidak ada kata-kata lain yang ada dalam sebuah kalimat." "Silahkan tuan katakan," kata Ma Feng-zhong. Wajah Lao-bo sangat sedih dengan pelan dia berkata, "Seumur hidupku aku belum pernah salah menilai orang juga sudah mendapatkan beberapa teman yang baik." Lao-bo dan Feng-feng sudah turun ke dalam sumur kemudian menghilang. Melihat riak air yang makin menghilang, Ma Feng-zhong baru membalikkan badan. Dia sudah melihat istri dan kedua anaknya sedang menunggu dia. Sepasang matanya begitu lembut dan mengandung pengertian dan perhatian setelah menjadi suami istri selama puluhan tahun. Ma Feng-zhong sangat memahami istrinya. Ma Feng-zhong tahu istrinya sudah berkorban banyak hal untuknya dan juga anak-anak. Walaupun susah atau tersiksa dia tidak akan mengomel. Sekarang mereka semakin tua, begitu anak-anak sudah tidur mereka tetap seperti pasangan yang baru menikah, saling membutuhkan. Ma Feng-zhong tahu keberuntungannya yang paling besar adalah menikah dengan istrinya. Sekarang Ma Feng-zhong berharap istrinya bisa mengerti dan ingin istrinya bisa memaafkannya. Anak-anak berlarian mendekatinya. Ma Feng-zhong bertanya, "Apakah kalian sudah lapar?" Perut anak-anak sepertinya tidak pernah kenyang. Dengan tersenyum Ma Feng-zhong berkata, "Anak-anak jarang makan begitu malam, apakah hari ini bisa mendapatkan pengecualian?" Ma Yue-yun menurut dan mengangguk, kemudian dia berkata, "Masih ada ikan dan telur asin, aku akan memasak mie." Mie sangat panas. Anak-anak menggulung mie dengan sumpitnya, setelah ditiup baru bisa dimakan. Makan mie pun mereka mempunyai cara. Asal telah bisa melihat anak-anak Ma Feng-zhong sudah merasa senang tapi hari ini tawanya tidak biasa dan juga tidak bernafsu makan. Ma Yue-yun sedang mencabut tulang-tulang ikan tapi matanya terus menatap suaminya dan akhirnya dia bertanya, "Mengapa aku tidak tahu kau mempunyai seorang Lao-bo (paman tua)?" Ma Feng-zhong tidak tahu harus bagaimana menjawab, dia berpikir dengan lama lalu dengan pelan dia berkata, "Dia bukan Lao-bo yang sebenarnya," kata Ma Feng-zhong "Kalau begitu siapa dia?" "Dia adalah saudaraku, juga orang tuaku kalau tidak ada dia pada saat berumur 16 tahun aku sudah dibunuh orang, dan tidak dapat bertemu denganmu, karena itu...." Dengan lembut Ma Yue-yun berkata, "Karena itu aku harus berterima kasih kepadanya, karena dia sudah menolong suamiku." Ma Feng-zhong meletakkan sumpitnya. Nyonya Ma tahu bila sumpit diletakkan artinya dia akan berbicara terus dan pasti ada masalah yang sangat penting. Dan dia siap mendengarkan. "Sekarang kau sudah tahu, aku tinggal di sini hanya untuk menjaga pintu keluar jalan rahasia." Dia menghela nafas dan berkata, "Aku berharap selamalamanya tidak ada yang menggunakan jalan rahasia itu, tapi tidak disangka hari ini dia datang." Ma Yue-yun terus mendengar. "Lao-bo sudah keluar dari lorong itu, artinya di belakang pasti ada orang yang mengejarnya." Tanya Ma Yue-yun, "Kalau begitu mengapa dia tidak naik kereta itu dan pergi?" "Sebab orang yang mengejarnya pasti orang yang sangat lihai, walaupun kuda-kuda itu berlari dengan kencang, akhirnya akan terkejar juga dan dia terluka begitu parah, mana mungkin bisa naik kereta kuda yang begitu kencang?" Dengan perlahan Ma Feng-zhong berkata lagi, "Sekarang bila ada yang datang mengejar ke sini, pasti menganggap dia sudah naik kereta kuda itu melarikan diri, tidak akan ada yang menyangka bahwa dia masih ada di sini, lebih-lebih tidak menyangka dia bersembunyi di sebuah sumur." Ma Yue-yun baru tahu mengapa harus ada orang yang pergi naik kereta kuda. Maksudnya adalah menyuruh orang mengejar kereta kuda itu. Kuda yang dipelihara oleh Ma Feng-zhong bukan untuk diberikan kepada Lao-bo supaya dapat melarikan diri melainkan untuk mengecoh orang lain. Rencana ini sungguh tidak diduga dan sangat sempurna. Ma Yue-yun menarik nafas dan berkata, "Semua telah direncanakan oleh kalian." "Delapan belas tahun yang lalu sudah direncanakan oleh Lao-bo. Di mana pun Lao-bo tinggal dia akan meninggalkan jalan untuk mundur." Wajah Ma Yue-yun terlihat kekaguman dan dia berkata, "Dia benar-benar orang yang sangat jenius." "Benar." "Bagaimana dengan sumur itu" Apakah dia bisa seperti seekor ikan bersembunyi di dalam air?" "Dia tidak bersembunyi di dalam air karena di dalam sumur' ada jalan untuk mundur." "Jalan mundur, seperti apa?" tanya Ma Yue-yun. "Sebelum menggali sumur, dia sudah membuat rumah di dalam sumur. Tiap bulan bila aku ke pasar, pasti akan mengganti dengan makanan yang segar, walaupun Lao-bo tidak muncul, kebiasaan ini tidak pernah berhenti." Ma Feng-zhong berkata lagi, "Makanan itu tidak akan bertalian lama, paling sedikit hanya cukup untuk 3 hingga 4 bulan." "Bagaimana dengan air minum?" tanya Ma Yue-yun. "Di dalam sumur banyak air, tidak akan habis." "Di dalam sumur semuanya adalah air, bagaimana bisa masuk ke dalam ramah itu." "Di dinding sumur ada pintu besi, begitu dindingnya ditekan pintunya akan bergeser ke dalam tembok." "Kalau begitu air sumur pun akan ikut masuk ke dalam." "Di dalam pintu ada sebuah kolam kecil, air kolam sama tingginya dengan air sumur, walaupun air sumur masuk ke dalam kolam, air kolam tidak akan banjir keluar.... air tidak akan mengalir ke tempat yang lebih tinggi, kau pasti mengerti hukum air ini bukan." "Rencana ini sangat sempurna, mengapa bisa terpikir oleh kalian?" "Ini adalah cara berpikir Lao-bo, walaupun rencana ini sangat sempurna. Tapi akan cepat merasa bosan." Setelah makan semangkuk mie, mereka mulai merasa mengantuk dan tertidur di atas meja. Ma Yue-yun melihat anak-anaknya dengan terpaksa dia tertawa dan berkata, "Sekarang dia bersembunyi di bawah sumur, mungkin tidak dapat ditemukan oleh orang-orang itu." Ma Feng-zhong terdiam cukup lama dan berkata, "Kecuali kita mengatakannya, tak akan ada orang lain yang tahu." Wajah Ma Yue-yun jadi pucat tapi dia memaksakan diri tertawa, "Mana bisa kita bicara kepada orang lain" Tidak perlu diberitahu pun aku tidak akan mengatakannya kepada orang lain." Wajah Ma Feng-zhong makin murung, "Sekarang kau tidak akan bicara, tapi bila ada yang mau membunuh anak kita, apakah kau masih bisa tutup mulut?" Sumpit Ma Yue-yun terjatuh, jari-jarinya tampak gemeteran tidak bisa bicara setelah lama baru dia berkata dengan suara gemetar, "Kalau begitu kita harus pergi dari sini." Ma Feng-zhong menggelengkan kepalanya dan berkata, "Kita tidak bisa kabur." "Apa sebabnya?" Ma Feng-zhong menghela nafas panjang, "Musuhnya bisa membuat Lao-bo kabur seperti ini, pasti diapun dapat mengejar kita ke mana pun." Ma Yue-yun masih gemetar dan berkata, "Kalau begitu kita harus bagaimana?" Ma Feng-zhong tidak bicara apa-apa, satu kata pun dia tidak bicara, karena dia memang tidak perlu menjawab. Dia hanya diam sambil memandang istrinya. Matanya terlihat sangat lembut tapi juga sedih. Ma Yue-yun juga memandang suaminya penuh rasa kasih sayang dan kagum. Dia tahu semua perbuatan suaminya adalah mulia. Ma Yue-yun tiba-tiba menjadi sangat tenang dan dia memegang tangan suaminya dengan lembut dan dia berkata, "Aku pun seperti dirimu, sudah hidup enak selama 10 tahun, walaupun terjadi apa-apa aku tidak akan marah." "Maafkan aku," kata Ma Feng-zhong. Begitu kalimat ini terlontarkan dari mulutnya. Matanya sudah penuh dengan air mata kecuali kata-kata ini dia sudah tidak dapat bicara apa-apa lagi. Dengan lembut Ma Yue-yun berkata, "Kau tidak bersalah kepadaku, kau selalu baik kepadaku, aku hidup denganmu sudah cukup puas, bisa mati denganmu pun aku rela." Ma Yue-yun berkata lagi, "Semenjak menikah aku belum pernah meminta apa-apa kepadamu, sekarang aku hanya minta satu hal." "Katakanlah!" Air mata Ma Yue-yun terus bercucuran dengan sedih dia berkata, "Kedua anak kita masih kecil mereka belum mengerti apa-apa, apakah kau bisa melepaskan mereka" Membiarkan mereka terus hidup?" Ma Feng-zhong melihat ke arah lain tidak tega melihat anak-anaknya, dengan menangis dia berkata, "Aku tahu, anak-anak tidak berdosa, karenanya selama ini aku selalu menuruti kemauan mereka, selalu membuat mereka merasa gembira." "Aku mengerti." Sekarang dia baru mengerti mengapa suaminya sangat sayang kepada kedua anak mereka. Ma Feng-zhong tahu bahwa anak-anaknya tidak akan hidup lama. Bagi seorang ayah adakah hal yang lebih menyedihkan dari itu" Dengan mata masih menangis, Ma Yue-yun berkata, "Sekarang aku baru mengerti, kau harus bisa menahan kesedihan yang begitu dalam." Ma Feng-zhong berkata, "Aku selalu berdoa supaya kita tidak perlu menempuh jalan ini. Tapi sekarang sudah tidak ada pilihan lain." Ma Yue-yun berteriak, "Tapi kita bisa menyuruh anakanak pergi meninggalkanmu dari tempat ini, walau mereka hidup sendiri walau kehidupan mereka hidup dengan baik atau buruk, walau mereka bisa atau tidak bertahan hidup, Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo asal kau dapat melepaskan mereka, mati pun aku rela." Tiba-tiba Ma Yue-yun berlutut di depan suaminya dan menangis, dia berkata, "Aku belum pernah meminta apa pun darimu. Hanya kali ini saja aku minta kepadamu, kabulkanlah...." Ma Feng-zhong tidak menjawab, dengan pelan dia melihat mangkuk mie itu, mie di dalam sudah habis. Ma Yue-yun melihat sorot mata suaminya, tiba-tiba wajahnya berubah dengan berteriak dia berkata, "Kau.... kau sudah.... di dalam mie....!" Dengan sedih Ma Feng-zhong berkata, "Benar, aku mau mengabulkan permintaanmu, tapi sudah terlambat." Ooo)dw(ooO Apakah di dunia ini ada yang lebih kejam dari neraka" Ada. Di mana" Ada di tempat ini, dan saat ini. Di dalam rumah ini hanya ada sebuah tempat tidur, karena itu Feng-feng hanya bisa duduk di sana. Kursi dan tempat tidur terbuat dari batu, sangat tidak nyaman. Tapi Feng-feng duduk dengan anggun. Dia diajarkan oleh Gao Lao-da. "Kalau kau ingin memikat laki-laki, kau harus memperhatikan etika sendiri. Bila berjalan harus tegak, duduk atau berdiri hingga pada waktu makan harus bagus. Tidur pun harus mempunyai cara yang baik. Walaupun kau adalah pelacur kau harus melakukan semuanya dengan anggun, maka laki-laki akan lebih senang kepadamu." Sudah berkali-kali Gao Lao-da mengajarkan kepadanya. "Tapi sekarang aku sudah mendapat laki-laki apa" Hanya seorang pak tua yang sedang terluka parah." Bila kau benar-benar sudah mendapatkan seorang lakilaki, kau pasti mempunyai kesempatan untuk merangkak ke posisi atas. "Sekarang aku harus merangkak ke mana" Di dalam sebuah sumur ini" Di sebuah rumah yang bau." Dia hampir tertawa dan mengeluarkan suara, rumah itu penuh dengan makanan, seperti gudang. Di sudut rumah banyak ikan asin dan daging yang diasinkan, membuat rumah ini bertambah bau. Feng-feng melihat ikan asin dan dia berusaha menahan diri sambil mulai berhitung. Dia tidak ingin melihat ke arah pak tua itu. Dia tidak bisa melihat pak tua itu. Pada saat Lao-bo sedang berdiri atau memakai baju dia terlihat sangat berwibawa, tapi sekarang dia telanjang dan berbaring di tempat tidur. Hampir sama dengan pak tua yang lainnya. Sewaktu dia berbaring, dia tampak lebih jelek dan kaku. Sepasang kakinya ditekukkan dan perutnya buncit seperti seekor katak yang sedang bernafas. Kadang-kadang dari tenggorokannya terdengar suara. Bila Feng-feng sedang tidak lapar, mungkin dari tadi dia sudah muntah. Setelah lama baru Lao-bo menghembuskan nafas. Tapi dia tetap tidak bisa bangun dari tempat tidur. Badannya penuh dengan keringat, daging di sekitar perutnya sudah kendur. Bentuknya lebih jelek dari ikan asin, Feng-feng tidak tahan lagi, dengan tertawa dingin dia berkata, "Menurutku, sebaiknya kau menghemat tenaga karena jarum 7 bintang ini kau sendiri yang bilang tidak ada penawarnya." Dengan susah payah Lao-bo berhasil duduk dan melihatnya, dengan perlahan dia berkata, "Kau berharap aku cepat mati?" Feng-feng merasa tidak tenang, dia masih muda, belum puas hidup di dunia ini. Feng-feng bertanya lagi, "Apakah benar tidak ada penawarnya?" "Aku tidak pernah berkata bohong," Angguk Lao-bo. Wajah Feng-feng menjadi pucat dan berkata, "Kalau kau tahu pasti akan mati, mengapa masih berusaha kabur?" Tiba-tiba. Lao-bo tertawa dan berkata, "Aku hanya mengatakan tidak ada obat penawarnya, tidak berkata tidak bisa ditolong. Banyak orang yang bisa melakukan pengobatan dari beberapa helai daun obat." Mata Feng-feng menjadi lebih bercahaya dan berkata, "Apakah kau bisa mengeluarkan racun 7 bintang itu?" Lao-bo menarik nafas dan berkata, "Walaupun bisa, harus membutuhkan waktu satu hingga dua bulan." Mata Feng-feng menjadi redup lagi dan dia berkata, "Kalau begitu, kau harus tinggal di sini paling sedikit satu bulan?" Lao-bo tertawa. "Apakah tempat ini tidak baik" Ada daging, ikan, kalau sudah keluar dari tempat ini, kau akan menjadi gemuk dan putih." Feng-feng melihat Lao-bo dia merasa Lao-bo adalah bukan orang yang sangat jahat, dia tidak tahan dan ikut tertawa juga, kemudian bertanya, "Apakah kau tidak takut akan ada orang yang mencarimu ke tempat ini?" "Tidak akan ada yang mencari." "Apakah orang yang she Ma itu tidak akan bicara apaapa?" "Tidak akan!" Dengan dingin Feng-feng berkata, "Tidak kusangka kau begitu yakin dan sangat percaya kepada orang she Ma itu. Seperti kau dulu percaya kepada Lu Xiang-chuan." Lao-bo tidak bicara lagi, wajahnya datar. "Di dunia ini kecuali orang mati, tidak ada yang benarbenar bisa tutup mulut," kata Feng-feng. Lao-bo terdiam dan berkata lagi, "Kau melihat orang seperti Ma Feng-zhong, apakah demi teman dia rela mati?" "Mungkin saja dia bisa, bila dia melihat kau dipukul orang dia akan melindungimu tapi sekarang dia tidak akan melindungimu lagi." "Apalagi kau sudah puluhan tahun tidak bertemu dengannya, walaupun dulu dia sangat setia kepadamu, mungkin sekarang sudah berbeda." "Mungkin bila dia tenang baru dia akan berbuat seperti itu." "Mengapa?" "Karena dia selalu menganggap demi dirimu dia harus siap sedia, ini sudah jadi kehidupan sehari-hari. Pada saat terjadi hal seperti sekarang, dia tidak akan memikirkan apa pun, tapi dia tetap akan melakukan seperti itu." Dengan dingin Feng-feng berkata, "Itu karena kau menyuruhnya berpikir seperti itu." Dengan tertawa Lao-bo berkata, "Seseorang biasanya mempunyai 2 sisi, di satu sisi dia baik dan di sisi yang lain dia jahat, sebagian orang menjaga sisi baiknya. Ma Fengzhong adalah orang seperti itu, dia akan melakukan tugasnya dalam keadaan seperti apa pun, karena kau lahir di tempat yang penuh kejahatan kau hanya bisa melihat sisi jahat saja, karena itu selamanya tidak paham dengan orangorang seperti itu, orang seperti Ma Feng-zhong pun tidak mengerti kepada hal yang dia kerjakan." Feng-feng membalikkan badannya, dia tidak mau melihat Lao-bo lagi, dia sendiri pun mengakui bahwa dia banyak tidak mengerti hal-hal yang ada di dunia ini. Karena dari dulu dia dididik dalam menghadapi hal apa pun dengan sisi yang jahat. Tapi selama ini Feng-feng menganggap dirinya paling mengerti hati seorang laki-laki. Karena ini adalah pekerjaannya juga cara dia bertahan hidup bila dia tidak mengerti hati seorang laki-laki dia tidak akan bisa bertahan hidup. "Laki-laki di dunia ini hanya ada satu macam, walau dia paling kaya atau paling miskin semua sama saja. Asal kau tahu cara menguasai mereka, mereka akan menjadi budakmu." Menguasai laki-laki ada dua cara. Pertama, membiarkan mereka merasa dirimu sangat lemah dan mereka akan melindungi dan mengurusmu, dan harus membuat mereka merasa bangga mengurus dirimu. Kedua, selalu mengejek mereka, merusak wibawa mereka, membuat mereka tidak dapat mengangkat wajannya di depanmu. Bila sudah mendapatkan hal seperti itu, asal kau memberi sedikit perhatian dan sedikit senyum manis, mereka akan merasa senang dan berterima kasih. Bila kau sudah bisa membuat laki-laki mempunyai perasaan seperti itu, mereka akan melakukan apa pun demi dirimu. Cara-cara ini sudah sering digunakan oleh Feng-feng, walaupun dia berhadapan dengan jenis laki-laki yang beraneka ragam, dia tidak pernah takut. Tapi sekarang pada saat dia menghadapi Lao-bo, kedua caranya sudah dipakainya tapi di depan mata Lao-bo dia hanya seorang gadis yang kekanak-kanakan. Kadang-kadang malah tidak menganggap dia sebagai manusia. Pada saat Lao-bo melihatnya seperti melihat sebuah meja atau kursi. Sorot mata seperti ini membuat perempuan menjadi resah, mereka lebih suka laki-laki memukul atau memarahi mereka, tapi sikap seperti Lao-bo ini bisa membuat mereka menjadi gila. Tiba-tiba Feng-feng tertawa. Dia tertawa untuk menutupi rasa takut dan rasa gelisah. Dia tertawa sangat menawan dengan tersenyum dia berkata, "Aku tahu kau benci kepadaku." Memang dia berharap Lao-bo benci kepadanya. Dia lebih suka dibenci daripada dipandang sebelah mata. "Mengapa aku harus membencimu?" "Karena semua yang kau alami sekarang adalah garagaraku." "Kau salah!" kata Lao-bo. "Apakah kau tidak membenciku?" tanya Feng-feng. "Kami mulai merencanakan tempat ini, ketika kau masih kecil karena itu tidak ada hubungannya denganmu." "Kalau tidak ada...." Lao-bo memotong kata-katanya, "Bila tidak ada dirimu, masih ada orang lain, kau hanya sebuah alat kecil dalam rencana ini. Rencana ini sudah matang, siapa pun bisa menjadi alatnya, sama saja." Lao-bo tertawa dan berkata, "Aku tidak membencimu, malah sebaliknya aku kasihan padamu." Wajah Feng-feng menjadi merah, tiba-tiba dia meloncat dan berteriak, "Kau kasihan kepadaku" Mengapa tidak mengasihani dirimu sendiri?" "Aku hanya tinggal menunggu waktu, saja," kata Laobo. "Kau tidak akan bisa. Orang seperti dirimu tidak akan merasa kasihan kepada diri sendiri karena kau mengira kau adalah orang yang sangat pintar." "Oooo." "Seseorang dapat menggunakan sisi jahat orang, menggunakan sifat serakahnya, iri hati, benci dan orang seperti itu adalah orang yang sangat pintar," kata Fengfeng. "Benar," kata Lao-bo. "Tapi kau lebih pintar dari orang yang pintar. Kau juga bisa menggunakan sisi baik orang, masih bisa menggunakan rasa terima kasih dan rasa setia kawan." Lao-bo mendengarnya kemudian menjawab, "Kalau begitu aku memang lebih pintar." Dengan ringan Feng-feng berkata, "Dan akhirnya bagaimana?" "Nanti terjadi apa, tidak ada seorang pun yang tahu" "Aku tahu," kata Feng-feng lagi. "Oh?" "Sekarang walaupun Ma Feng-zhong sudah mati dan tidak ada orang yang dapat mencarimu kemudian kau bisa mengeluarkan racun 7 bintang itu, apa yang kau mendapatkan?" Feng-feng tertawa dengan dingin berkata lagi, "Sekarang rumahmu sudah diambil orang, tanah pun sudah menjadi milik orang lain, kau sudah berpisah dengan orang terdekatmu ditambah lagi kau sudah dekat dengan kematian, kau sudah tua, kecuali hanya menunggu kematian, apa lagi yang kau dapat lakukan?" Kata-kata ini sangat kejam seperti bisa ular kobra. Perempuan bila ingin melukai orang lain, dia bisa menggunakan kata-kata yang paling pedas, sepertinya ini adalah kepintaran yang dimilikinya sejak lahir seperti ular kobra sejak menetas dari telur sudah mempunyai bisa. Lao-bo tetap dengan tenang melihatnya, sorot matanya seperti menatap meja dan kursi. "Mengapa kau tidak bicara, apakah kata-kataku tepat mengenai pikiranmu?" kata Feng-feng. "Benar." Tanya Feng-feng lagi, "Bagaimana perasaanmu sekarang" Sedang mengasihani aku" Atau sedang mengasihani dirimu sendiri?" "Mengasihani dirimu, karena kau lebih harus dikasihani." Suara Lao-bo tetap tenang dan dia berkata lagi, "Memang benar aku sudah tua tapi aku sudah puas hidup selama ini, tapi kau".... aku tahu kau membenci diriku juga membenci dirimu sendiri." Tiba-tiba Feng-feng lari ke hadapan Lao-bo, tubuhnya gemetaran. Tadinya dia ingin membunuh Lao-bo, tapi entah mengapa tiba-tiba dia masuk ke pelukan Lao-bo dan menangis tersedu-sedu. Lao-bo adalah suami pertama Feng-feng. Juga suami satu-satunya. Mereka mempunyai hubungan yang misterius walaupun Feng-feng tidak mau mengakuinya tapi itu juga tidak dapat mengubah keadaan. Siapa pun tidak dapat mengubah keadaaan ini. Ooo)dw(ooO BAB 20 Setiap orang pasti akan mempunyai sikap yang aneh dan bodoh. Mereka melukai orang lain untuk melindungi diri sendiri. Orang yang dilukai justru adalah orang yang paling dekat dengannya. Karena mereka lupa, melukai orang yang dekat Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dengannya berarti melukai dirinya sendiri. Karena itu mereka berusaha tidak melukai diri sendiri bila sudah membuat kesalahan ini artinya dia sama dengan membenci dirinya sendiri. Bila di dunia ini ada neraka, neraka telah ada di sini. Di depan taman bunga, chrysan yang sedang mekar ada di sebuah pekarangan kecil. Di rumah itu ada 4 mayat terdiri dari ayah, ibu, dan kedua anaknya. Bila Meng Xing-hun datang lebih awal mungkin masih bisa mencegah kejadian tragis ini, tapi dia datang terlambat. Hari sudah sore, matahari senja tampak seperti darah berwarna, darah yang sudah beku. Darah yang keluar dari tempat yang terluka tampak sudah membeku, Meng Xing-hun melihat luka-luka yang ada pada mayat itu. Dia berharap mereka masih bisa menceritakan sebuah rahasia sebelum mereka meninggal. "Mengapa mereka bisa mati" Siapa yang membunuh mereka?" Meng Xing-hun adalah seorang ahli membunuh orang, lebih mengerti orang yang mati daripada orang hidup. Dia sering bertemu dengan orang mati juga sering meneliti ekspresi orang yang sudah mati. Orang yang mati dibunuh oleh golok, biasanya mereka menunjukkan beberapa ekspresi, yaitu kaget, marah dan sedih. Siapa pun yang melihat golok yang disabetkan ke arah tubuhnya, pasti akan berekspresi yang khas. Tapi mayat suami istri itu tidak sama. Wajah mereka tidak tampak ketakutan juga tidak terlihat marah. Hanya ada kesedihan yang dalam, mereka tampak pasrah. Kelihatannya mereka tidak ingin mati, tapi keadaan yang membuat mereka harus mati. Sebelum mereka mati, mereka tidak merasa kaget dan marah. Sepertinya kematian adalah tanggung jawab mereka dan rasa bakti mereka. Di balik semua itu pasti ada suatu alasan. Meng Xinghun berdiri dan melihat matahari yang terbenam, dia tampak sedang berpikir. Sebenarnya hal seperti ini tidak perlu dipikirkan. Siapa pun yang melihat mayat-mayat itu, pasti akan menganggap mereka dibunuh oleh Lao-bo. Orang yang berada dalam pelarian sering membunuh orang untuk tutup mulut tapi Meng Xing-hun tidak menganggapnya seperti itu. Dia sudah mengetahui penyebab kematian mereka. Bukan terluka karena bacokan tapi mereka mati keracunan. Racun yang ganas membuat mereka mati. Menurut kebiasaan Lao-bo, dia tidak akan membunuh orang yang sudah terkena racun ganas. Dia bukan orang macam itu, dia pun tidak sebodoh itu. "Mengapa mereka bisa mati" Mereka mati oleh siapa?" Sudut mata Meng Xing-hun terus bergetar. Bila dia merasa terharu, sudut matanya sering bergetar. Apakah dia sudah mengetahui jawabannya" Jawaban dari rahasia ini. Tiba-tiba ada orang yang mengetuk pintu. Meng Xinghun terdiam sebentar, akhirnya dia berjalan dengan perlahan menuju pintu, dengan cepat dia membuka pintu. Begitu pintu dibuka, orang itu sudah berada di balik pintu. Caranya membuka pintu tidak biasa, bila dilihat dengan teliti dari cara membuka pintu, maka akan tahu sifat dari cara membuka pintunya. Cara membuka pintu Meng Xing-hun sangat istimewa juga caranya paling aman. Orang yang di luar sangat terkejut. Siapa pun yang melihat pintu yang dibuka dengan tiba-tiba dan tidak melihat ada orang dia akan sangat terkejut. Apalagi orang ini sering kaget. Orang yang sering kaget adalah orang yang penakut, mentalnya lebih lemah tapi juga lebih jujur. Meng Xing-hun menatap tajam mata orang. Bila dia melihat orang yang hidup, pertama-tama yang dilihatnya adalah matanya. Walaupun orang itu sering berbohong tapi matanya tidak akan berbohong. Melihat orang di luar pintu sangat terkejut pelan-pelan Meng Xing-hun keluar dari balik pintu dan bertanya, "Kau mencari siapa?" Wajahnya seperti Lao-bo, yang biasanya tidak ada ekspresi, wajah yang tidak berekspresi adalah wajah yang menakutkan. Orang yang berada di luar pintu lebih terkejut lagi. Tanpa sadar dia mundur 2 langkah, dari pintu dia bisa melihat ke dalam, dia takut dia salah masuk rumah. Dan itu ternyata benar-benar rumah Ma Feng-zhong, dia sudah sering datang ke sana. Dia menghembuskan nafas dan tertawa. "Aku ke sini mencari kakak Ma, apakah dia ada?" Oh, ternyata ini adalah rumah keluarga Ma. "Kau mencarinya ada keperluan apa?" tanya Meng Xing-hun. Meng Xing-hun bertanya seperti seorang jaksa di pengadilan yang menanyakan tersangka. Bila kau bertemu dengan orang seperti itu, kau terpaksa harus menjawab dengan jujur semua pertanyaannya. Orang itu terlihat tidak biasa bertarung. Jakunnya bergerak naik turun, dengan gemetar dia berkata, "Kemarin malam ada yang membawa kereta kuda pergi dari sini dan sampai sekarang belum kembali, aku hanya ingin bertanya ada kejadian apa." "Kusirnya seperti apa?" "Tinggi dan besar." "Apakah di dalam kereta ada orang?" tanya Meng Xinghun. "Ada." "Siapa?" "Aku tidak tahu." "Mengapa tidak tahu?" kata Meng Xing-hun marah. Orang itu karena takut dia mundur lagi, dengan gugup dia berkata, "Karena pintu dan jendela kereta ditutup dengan rapat, aku tidak dapat melihatnya." "Bila tidak tahu, mengapa kau tahu di dalam ada orang?" "Aku melihat kusirnya, sepertinya dia tidak membawa kereta kosong." "Kusirnya bagaimana?" Orang ini menelan ludah sebelum menjawab, "Kelihatannya dia sangat tergesa-gesa dan tampak takut." "Kapan kau melihatnya?" "Kemarin malam." "Kira-kira jam berapa?" "Sudah larut malam karena aku waktu itu sedang bersiap-siap untuk tidur," jawab orang itu. "Bila sudah malam, mengapa kau masih bisa melihatnya dengan jelas?" tanya Meng Xing-hun. "Aku tidak dapat melihatnya dengan jelas." "Bila tidak begitu jelas, mengapa kau tahu kusir itu tampak takut?" "Aku.... aku.... hanya mempunyai perasaan seperti itu." Dia mengangkat tangannya kemudian memegang rambutnya karena dia takut, sepasang tangan ini entah akan diletakkan di mana. Dia tidak pernah ditanya seperti itu, pertanyaanpertanyaan itu membuatnya sesak nafas. Dia pun lupa bertanya mengapa Meng Xing-hun terus bertanya kepadanya. Meng Xing-hun bara membiarkan dia bernafas dan dia segera bertanya lagi, "Apakah kau melihat dengan mata kepalamu sendiri?" Orang ini mengangguk. "Kau melihat kereta kuda itu berlari ke arah mana?" Orang itu menunjuk ke arah timur dan berkata, "Ke sebelah sana." "Kau tidak salah melihatnya?" tanya Meng Xing-hun. "Tidak! Karena itu aku ke sini untuk bertanya kepada kakak Ma karena dia sangat sayang kepada 2 ekor kuda itu. Walaupun ada teman baiknya ingin meminjam kudanya hanya untuk berputar saja, dia tidak akan mengijinkannya. Entah mengapa kali ini dia membiarkan orang yang tidak dikenalnya memakai kereta kudanya?" "Apakah orang tinggi besar itu adalah orang yang tinggal di sekitar sini?" "Bukan, dia bukan orang sini. Aku pasti tahu orang yang tinggal di sekitar sini." "Apakah kau pernah melihat orang itu?" "Tidak pernah." "Apakah kuda yang dibawanya adalah kudamu?" "Bukan, kuda itu milik kakak Ma." Tanya Meng Xing-hun lagi, "Kusirnya tidak kau kenal, kudanya pun bukan kuda milikmu, jadi apa hubungannya denganmu?" "Aku.... aku...." "Apakah kau tahu orang yang suka ingin tahu urusan orang lain, hanya menyulitkan dirinya sendiri." Orang ini terus mengangguk dia membalikkan tubuh akan pergi. "Diam di tempat!" Orang itu kaget hingga meloncat, dengan tertawa kecut berkata, "Tuan, tuan ingin menanyakan apa lagi." "Apakah kau ke sini untuk mencari kakak Ma?" "Ya." "Dia ada di dalam, mengapa kau tidak masuk?" "Aku.... aku takut...." Dengan marah Meng Xing-hun berkata, "Kau takut apa" Dia sedang menunggumu." Meng Xing-hun menyuruh orang itu masuk, dia sendiri malah keluar dari pintu. Orang itu bengong di dekat pintu, akhirnya dia masuk juga ke dalam. Dengan cepat dia sudah mendengar suara teriakannya. Meng Xing-hun bicara sendiri, "Orang yang suka mengurus masalah orang lain pasti akan pusing sendiri." Di sudut ada 2 batang pipa besi, tergeletak miring mencuat ke atas. Pipa besi sebagian berada di dalam sumur. Sebagian lagi berada di atas sumur. Pipa ini adalah satu-satunya aliran di mana udara dapat mengalir masuk ke dalam rumah batu itu. Orang di dalam rumah itu walaupun tidak mati karena kurang oksigen, nafasnya mungkin terasa tidak nyaman karena itu di sana tidak dapat memasang api untuk masak. Lao-bo hanya makan makanan dingin. Feng-feng memotong daging asin dengan tipis, selembar demi selembar disusun di atas piring, disusun seperti bunga supaya enak dipandang. Dia memakai warna sayur untuk memancing selera makan. Dengan tersenyum Lao-bo berkata, "Sekarang kau sudah pandai memotong." "Sayangnya ini bukan pisau sayur," jawab Feng-feng. Dia mengedipkan mata dan berkata lagi, "Aku rasa perempuan harus berlatih cara memotong sayur bukan berlatih Wu-hu-duan-men-dao." "Oh?" Kata Feng-feng lagi, "Bila Wu-hu-duan-men-dao hanya bisa meminta nyawa orang, tapi berlatih untuk memotong sayur akan membuat seorang laki-laki akan membuat hidup seumur hidup." "Ada yang berkata jalan untuk memikat hati laki-laki yang paling cepat adalah melalui perut dan ususnya." "Di dunia ini jarang ada laki-laki yang tidak suka makan karena itu bila perempuan jago masak, tidak perlu takut tidak mendapatkan suami." Lao-bo tertawa lagi, "Kukira kau masih anak-anak, siapa sangka kau sudah menjadi seorang perempuan dewasa." Feng-feng mengambil dua buah Guotie dan disatukan dengan sepotong daging asin, dia menyuapkan makanan itu ke dalam mulut Lao-bo, tiba-tiba dia berkata, "Ada orang yang berkata 'perempuan berdandan untuk menarik perhatian laki-laki', aku merasa kalimat ini harus diganti." "Bagaimana cara mengubahnya?" kata Lao-bo. "Kalimatnya harus seperti ini 'perempuan memasak untuk menarik perhatian laki-laki'," kata Feng-feng. Dengan mengedipkan mata dia berkata lagi, "Bila perempuan tidak suka kepadamu, disuruh memasak pun dia akan menolaknya." Lao-bo tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Benar, perempuan hanya mau memasak untuk laki-laki yang dicintainya, ini sudah terjadi sejak dulu." Feng-feng berkata, "Laki-laki hanya mau membeli pakaian untuk perempuan yang dia cintai, bila dia tidak mencintainya disuruh membeli kain cacat pun dia akan bilang mahal." Dengan tertawa Lao-bo berkata, "Aku tahu banyak tentang laki-laki walaupun dia tidak mencintai istrinya dia tetap akan membelikan baju untuk dipakai istrinya." "Karena dia membeli baju bukan untuk istrinya." "Lalu untuk siapa?" "Untuknya sendiri, demi menjaga wajahnya, sebenarnya di dalam hatinya dia hanya ingin istrinya memakai daun saja, tidak perlu membeli baju terus." Lao-bo tertawa terbahak-bahak dia mulai merasa selera makannya bertambah. Feng-feng mengambil sepotong daging asin menyuapi Lao-bo lagi dan berkata, "Kalau aku minta dibelikan baju, apakah kau akan membelikannya untukku?" "Tentu." "Kalau begitu kau harus makan sayur balok." "Mengapa harus makan sayur balok?" tanya Lao-bo. "Karena jika kau ingin aku memakai baju daun maka aku akan memberikan sayur balok kepadamu." Lao-bo tertawa terbahak-bahak lagi. Sudah lama dia tidak tertawa seperti itu. Sesudah dia tertawa, daging masuk lagi ke dalam mulutnya. Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lao-bo terpaksa memakannya, tiba-tiba Lao-bo bertanya, "Tadi kau terus membuatku marah, mengapa sekarang berubah?" Feng-feng mengedipkan matanya dan bertanya, "Apakah benar aku berubah?" "Sekarang kau berusaha membuatku banyak makan dan mencari cara supaya aku senang." Feng-feng menundukkan kepalanya, setelah lama dia menghela nafas dan berkata, "Mungkin aku sudah mengerti satu hal." "Hal apa?" "Di rumah ini hanya ada kita berdua kalau kau tidak gembira, aku pun akan ikut sedih. Kalau aku ingin gembira, aku harus membuatmu gembira dulu." Dia mengangkat kepalanya memandang Lao-bo dengan perlahan dia berkata, "Seseorang dalam keadaan apa pun harus mencoba membuat dirinya gembira, apakah benar?" Lao-bo mengangguk, dengan tersenyum Lao-bo berkata, "Tidak kusangka kau semakin pintar." Sebenarnya perempuan itu pintar, bila dia sudah tahu tidak dapat mengalahkanmu, dia akan menyerah. Bila kau tidak mau dikalahkan oleh perempuan kau harus mengalahkan dia. Bila kau bersama perempuan saja, hanya ada 2 jalan, jangan berharap ada jalan ketiga. Lakilaki yang pintar pasti tahu harus memilih jalan yang mana, karena itu kau jangan kalah. Kalah artinya adalah 'angkat tangan'. Bila kau kalah satu kali, kau akan selalu dikalahkan. Ooo)dw(ooO BAB 21 Air sumur sangat dingin, dengan pelan Feng-feng minum segelas air itu kemudian dia berkata, "Kalau memang benar-benar harus hidup di sini seumur hidupku, boleh juga." "Apakah kau bersedia?" Feng-feng mengangguk, menarik nafas kemudian berkata, "Hanya sayang kita tidak dapat hidup tenang di sini." "Mengapa?" "Karena mereka akan mencari kita." "Mereka, siapa?" tanya Lao-bo lagi. "Mereka mungkin musuhmu, mungkin juga mereka adalah temanmu sendiri." "Aku sudah tidak mempunyai teman." Pada saat Lao-bo berkata seperti itu, wajahnya datar tidak ada ekspresi, seperti menganggap hal itu adalah masalah yang sepele. "Siapa yang tahu, kita masih mempunyai teman atau tidak. Teman sejati biasanya tidak terlihat tapi pada saat kau menghadapi bahaya dan kesulitan, mereka akan muncul." Kata-kata Feng-feng tidak salah. Teman sejati dan musuh dalam selimut biasanya tidak terlihat. Dan bahkan tidak akan menyangka mereka siapa. Laobo tiba-tiba teringat kepada Lu Xiang-chuan, dia tidak menyangka Lu Xiang-chuan akan menjadi musuhnya dan tega mengkhianatinya. Sekarang Lao-bo tidak tahu siapa teman yang dapat sehidup semati dengannya. Lao-bo melihat tangannya dan berkata, "Walaupun aku mempunyai banyak teman, mereka pun tidak dapat mencari hingga kemari." "Apakah mereka tidak dapat menemukan kita?" "Benar." "Aku ingat dulu kau pernah mengatakan, di dunia ini tidak ada yang mustahil." "Ya, aku memang pernah berkata seperti itu." Feng-feng berkata lagi, "Pada saat kau mengatakan kalimat ini, aku terjatuh dari tempat tidur ke dalam sebuah lubang yang dalam, pada waktu itu perasaanku sepertinya dunia terbelah menjadi dua." "Apakah kau tidak menduga?" "Benar, aku tidak menduganya karena Lu Xiang-chuan menjamin bahwa kau tidak dapat melarikan diri lagi. Bila tidak aku pun tidak mau mengiyakan semua permintaannya." Feng-feng melihat Lao-bo, tidak terlihat rasa malu dari wajahnya, dia melanjutkan lagi, "Aku dibeli oleh mereka untuk mencelakaimu karena aku adalah orang yang memiliki harga, asal kau berani membayar dengan harga tinggi, apa pun akan kulakukan." "Apakah kau tidak merasa malu" Atau sedih?" tanya Lao-bo. "Mengapa harus sedih" Di dunia ini banyak orang yang memiliki harga, ada yang tinggi dan juga yang murah." Tiba-tiba Lao-bo tertawa dan berkata, "Kau salah. Di dunia ini walaupun kau mengeluarkan uang dengan harga berapa pun juga tidak akan bisa membeli orang itu." "Apakah maksudmu orang bermarga Ma itu?" "Seperti Sun-ju," kata Lao-bo. "Sun-ju".... apakah yang kau maksud adalah raksasa buta itu?" "Benar." "Apakah dia sudah melakukan banyak hal untukmu?" "Apa yang sudah dia lakukan, kalian tidak akan sanggup membayangkannya," kata Lao-bo. "Apakah dia sudah menunggumu sekian lama di bawah sana?" "Sudah 13 tahun, dia hidup sendiri di bawah tanah yang gelap. Perasaannya hidup di sana, tidak dapat dibayangkan oleh siapa pun." Pertama kalinya mata Lao-bo tampak bercahaya, cahaya yang memancarkan rasa terima kasih, dengan pelan dia berkata, "Dulu dia pun seperti dirimu, mempunyai sepasang mata yang terang, bila orang yang hidup di dalam kegelapan selama 13 tahun, matamu akan seperti kelelawar." Kata Feng-feng lagi, "Bila kau menyuluhku berbuat seperti itu, aku lebih memilih untuk mati." "Di dunia memang banyak hal yang lebih buruk dari pada kematian, dan lebih menyedihkan lagi." "Mengapa dia harus menahan kesedihan yang begitu dalam?" "Karena aku ingin dia yang melakukannya." "Apakah hanya itu alasannya?" "Memang hanya itu." Pada saat Lao-bo mengatakan dua kata itu, mata Lao-bo terlihat sangat sedih. "Aku masih tidak mengerti, mengapa dia bisa tepat menolongmu?" tanya Feng-feng. "Jangan lupa, orang buta pendengarannya lebih tajam." "Apakah dia selalu mendengar?" "Benar, dia selalu mendengar dan menunggu." Tiba-tiba wajah Feng-feng memerah dan bertanya, "Kalau begitu.... apakah dia juga mendengar pada waktu di tempat tidur kita...." Lao-bo mengangguk. Wajah Feng-feng tambah merah lagi, "Mengapa kau tidak takut dia bisa mendengarnya?" Lao-bo terdiam lama baru berkata, "Aku sendiri pun tidak menyangka, bisa terjadi hal itu...." Feng-feng menundukkan kepalanya. Lao-bo menatapnya dan berkata, "Selama puluhan tahun ini, kau adalah perempuan pertamaku." Feng-feng memegang tangan Lao-bo dengan erat. Tangan Lao-bo kurus namun kuat. Bila memegang tangannya akan merasa dia masih muda. "Apakah kau menyesal?" tanya Lao-bo. "Aku tidak menyesal, kalau aku menyesal aku tidak akan mengenalmu." "Menurutmu aku orang yang bagaimana?" tanya Lao-bo lagi. "Aku tidak tahu, yang aku tahu, bila masih ada orang yang memakai uang untuk mencelakaimu. Berapa pun harga yang ditawarkan aku tidak akan mau melakukannya lagi." Lao-bo melihat Feng-feng dengan lama. Kemudian Laobo menghela nafas dan berkata, "Aku sudah tua, masih bisa bertemu dengan perempuan seperti dirimu, aku tidak tahu apakah ini suatu keberuntungan Atau malah sebaliknya" Siapakah yang bisa menjawab pertanyaan ini" Tidak ada. Tangan Feng-feng lebih erat lagi memegang tangannya tapi tubuhnya tetap gemetaran. "Kau takut?" tanya Lao-bo. "Aku dengar yang mengganti Sun-ju adalah Fang Laoer?" "Benar." "Apakah Fang Lao-er akan setia kepadamu" Apakah di dunia ini banyak orang yang rela mati untukmu?" "Ada." "Dan kau masih percaya kepadanya?" tanya Feng-feng. "Ya." "Mengapa?" "Karena teman sejati tidak membutuhkan banyak teman, satu saja sudah cukup." Tiba-tiba Feng-feng memeluk Lao-bo dan berkata, "Aku tidak mau menjadi temanmu, aku ingin menjadi istrimu. Walaupun kita berada di sini atau di luar sana, walaupun akan terjadi sesuatu kepadamu, aku akan tetap menjadi istrimu." Orang tua yang sudah lama sendirian, sudah sekarat dan sudah tidak mempunyai jalan keluar ternyata masih bisa bertemu dengan perempuan seperti Feng-feng. Kecuali memeluk dengan erat, dia tidak dapat melakukan apa-apa lagi. Ooo)dw(ooO Fang Lao-er menjadi kusir dan Sun-cu duduk di sisinya. Fang Lao-er orangnya pendek tapi gesit, dia adalah seorang kusir yang ahli. Bila dia sedang mengendarai kereta kuda tidak ada kereta lain yang dapat mengejarnya. Tapi saat ini dia sedang tidak bisa berkonsentrasi. Matanya tampak tidak tenang seperti banyak pikiran. Tiba-tiba Sun-ju bertanya, "Apakah kau sedang memikirkan sesuatu?" Matanya tampak tidak tenang, "Mengapa kau bisa tahu?" Fang Lao-er terkejut, jawabannya sudah menjawab pertanyaan Sun-ju. Tapi itu hanya terjadi sebentar, wajahnya langsung berubah seperti merasa terhina dan tampak dingin, kemudian dia bertanya, "Apakah kau dapat melihatku?" Dengan dingin Sun-ju menjawab, "Aku tidak dapat melihat, tapi aku dapat merasakan. Kadang-kadang ada hal yang tidak perlu dilihat oleh mata." Fang Lao-er melihatnya, melihat tubuhnya yang keras seperti besi, sikap Fang Lao-er langsung berubah. Seseorang yang memiliki tubuh dan wajah yang keras seperti besi terbayang kepalan tangannya pun keras. Fang Lao-er menarik nafas dan tertawa kecut kemudian berkata, "Aku sedang memikirkan sesuatu, kadang-kadang aku curiga apakah orang buta lebih pintar dari orang yang normal?" "Apakah benar kau sedang memikirkan hal itu" Tapi aku tahu kau sedang memikirkan apa." Kata Fang Lao-er, "Coba kau pikir, mengapa kita capecape hanya membawa kereta kosong untuk melarikan diri, mengapa tidak mencari tempat untuk beristirahat saja dan kita masih bisa minum arak dan bersenang-senang." Mata Fang Lao-er terus berputar, sekarang dia memandang Sun-ju, mencari tahu apa yang sedang dipikirkannya tapi dia tetap tidak tahu isi hati Sun-ju. Karena itu dia coba-coba bertanya, "Kelihatannya kau bisa minum?" "Dulu memang begitu." "Apakah sudah lama kau tidak minum?" "Benar, sudah lama aku tidak minum sepertinya aku sudah lupa bagaimana rasa arak." "Apakah kau tidak ingin minum?" tanya Fang Lao-er. "Siapa bilang aku tidak ingin minum?" "Aku tahu di depan sana ada arak yang enak, juga ada perempuan.... ," kata Fang Lao-er. Sun-cu tidak bicara tapi wajahnya berekspresi sangat aneh seperti sedang tertawa seperti bukan. Mungkin dia sudah lupa bagaimana cara tertawa. Fang Lao-er segera berkata, "Asalkan kau membawa uang, perempuan disuruh melakukan apa pun dia pasti mau." "Apakah cukup dengan 500 tail perak?" Mata Fang Lao-er menyipit dan dia berkata, "Sangat cukup, bila mempunyai 500 tail perak tapi tidak dapat menggunakannya, orang itu sangat bodoh." Sun-ju masih tampak ragu dan dia berkata, "Bagaimana dengan kereta ini....?" Fang Lao-er segera memotong kata-katanya, "Kita tidak usah mempedulikan kereta ini. Asalkan kau mau dan aku pun mau, kita berdua yang melakukannya, orang lain tidak akan tahu." Dan dia berkata lagi, "Bila kau masih merasa terbebani oleh kereta ini kita dapat menjualnya dan masih bisa mendapat uang. Kita dapat hidup di sini selama 2 bulan dengan enak." "Bila sudah lewat 2 bulan bagaimana?" tanya Sun-cu. Fang Lao-er menepuk pundaknya dan berkata, "Jadi orang hidup senang dulu, dalam 2 bulan kita tidak perlu memikirkan apapun, orang yang terlalu serius adalah orang yang bodoh." Sun-ju terdiam lama dan menjawab, "Baiklah, kita pergi. Hanya...." "Hanya apa?" tanya Fang Lao-er. "Apakah kau tidak takut ada yang menanyakan kereta itu?" Wajah Fang Lao-er berubah, "Artinya...." "Walaupun kita menjual kereta ini atau bahkan tidak Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo menjualnya, pasti akan ada orang yang mengikuti kereta ini untuk mencari kita, bila kita memusnahkan kuda dan keretanya, tidak akan ada orang yang bisa mencari kereta ini." Dia menepuk ikat pinggang yang lebar dan tebal yang terbuat dari kulit yang terikat di tubuhnya dan berkata, "Soal uang, kau tidak perlu khawatir, yang lainnya aku tidak punya, aku hanya punya uang." Fang Lao-er segera tertawa hingga matanya menjadi sipit kemudian dia berkata, "Baiklah, aku akan menuruti kemauanmu." "Berapa lama lagi hari baru gelap?" "Sebentar lagi." "Aku ingat di sini ada beberapa danau." "Benar, kau sudah beberapa kali ke tempat ini." Fang Lao-er menghentikan kereta itu di pinggir danau. Malam sudah larut, walaupun siang tempat itu sangat jarang dilewati orang. "Apakah di sini ada batu?" tanya Sun-ju. "Pasti ada." "Baiklah sekarang kita mencari beberapa buah batu yang besar, kemudian masukkan ke dalam kereta." Tidak sulit melakukan hal itu. "Kemudian bagaimana?" tanya Fang Lao-er. "Jalankan kereta kuda ini ke arah danau kemudian tenggelamkan." Tiba-tiba Sun-cu mengayunkan tangannya, kepala kuda dipukulnya, kedua ekor kuda itu tidak mengeluarkan suara sedikit pun, langsung ambruk ke bawah, mati. Fang Lao-er hanya bengong, setelah lama nafasnya baru kembali normal. Dia hanya melihat kilatan kilatan pisau dan kedua ekor kuda itu sudah terpotong menjadi 8 bagian. Udara sarat dengan bau darah gerakannya tidak tergesa-gesa tapi sangat cepat dan mantap. Fang Lao-er tidak tahan dengan bau itu kemudian dia muntah-muntah. Dengan dingin Sun-ju bertanya, "Apakah kau muntah?" Yang dimuntahkan oleh Fang Lao-er adalah air empedu. Kata Sun-ju lagi, "Bila sudah selesai muntah cepat gali lubang untuk mengubur' kedua ekor kuda ini dan juga muntahanmu." "Lebih baik kita ikatkan pada sebuah batu besar kemudian kita tenggelamkan ke dasar danau, jadi kita tidak perlu bersusah payah lagi," kata Fang Lao-er. "Kalau begitu kita sudah meninggalkan jejak." Memang dia bila melakukan sesuatu pekerjaan sangat bersih dan tidak pernah meninggalkan jejak. Bila bangkai kuda ditenggelamkan ke dasar danau lama kelamaan akan membusuk bila sudah membusuk bangkai kuda itu akan mengapung dan segera akan diketahui oleh orang lain. Ini hanya jalan alternatif singkat saja jadi lebih baik tidak melakukannya. Fang Lao-er menarik nafas dan berkata, "Tidak kusangka orang yang tinggi besar seperamu bisa bekerja dengan teliti." "Aku memang harus teliti." "Mengapa?" "Aku sudah berjanji kepada Lao-bo tidak akan membiarkan orang lain mengejarku." Wajah Sun-ju berekspresi sangat aneh lagi dengan pelan dia berkata, "Bila aku sudah berjanji kepada Lao-bo dalam keadaan seperti apa pun aku pasti akan menepati janjinya." "Apa lagi yang kau janjikan kepada Lao-bo?" tanya Fang Lao-er. Dengan perlahan Sun-ju berkata, "Aku masih berjanji bila aku tidak jujur, dia boleh mengambil nyawaku." Wajah Fang Lao-er segera berubah dan mundur' sambil berkata, "Aku tadi hanya bergurau, aku tidak mengatakan hal yang sebenarnya...." Sun-ju memotong kata-katanya dengan dingin, "Mungkin kau hanya bergurau, tapi aku tetap harus berhatihati, aku tidak akan memberi kesempatan siapapun untuk mencelakai Lao-bo." Fang Lao-er sudah mundur 10 langkah keringatnya mengalir deras, tiba-tiba dia berlari sangat kencang. Larinya segera terhenti begitu golok Sun-ju sudah menyusul larinya. Begitu melihat kilau golok itu, Fang Lao-er terpaku di pohon hidup-hidup, tangan dan kakinya terasa kram, dia mati. Suara teriakannya seperti suara ringkik kuda di tengah malam yang sunyi. Lubang digali lebih dalam dan lebih lebar, Sun-ju menguburnya, tanah yang lebih dibuang ke danau. Kemudian dia berlutut menghadap ke arah selatan. Dia tidak tahu dewa apa yang berada di selatan, dia hanya tahu bahwa Lao-bo ada di bagian selatan. Baginya Lao-bo adalah dewa. Pada saat dia berlutut, air matanya mulai mengalir. 13 tahun yang lalu, dia sudah mengabdikan hidupnya untuk Lao-bo, dia sudah siap mati dan sekarang ini keinginannya baru terkabul. Air matanya masih mengalir kemudian dia berkata, "Sebenarnya aku ingin membawa kereta ke tempat yang lebih jauh lagi tapi sayang aku buta, jadi aku hanya bisa mati." Tidak ada yang tahu mengapa dia rela mati demi Lao-bo. Hanya dia sendiri yang tahu. Seorang raksasa seperti dirinya tidak bisa hidup normal di masyarakat, dia ditakdirkan mengalami kesedihan seumur hidup, dan tidak mendapat kehangatan sedikit pun. Tapi Lao-bo telah menolongnya, memberi dia kehangatan dan rasa persahabatan. Baginya hal ini lebih berharga dari harta apa pun. Baginya ini sudah cukup alasan untuk berkorban demi Lao-bo. Dia hidup untuk membalas budi. Kadang-kadang dengan memberi sedikit kehangatan, orang akan berterima kasih seumur hidupnya. Asal kau memberi sedikit kehangatan akan menerima kegembiraan seumur hidupnya. Sayangnya tidak semua orang dapat memberi kehangatan. Mereka lebih senang mengejek dan menghina, membuat orang yang diejeknya menjadi dendam. Sun-ju dengan pelan berdiri berjalan menuju danau dan masuk ke tengah-tengah danau. Air danau sangat dingin. Pelan-pelan dia tenggelam, dia meraba mencari kereta kuda itu. Dengan sekuat tenaga dia mulai mendorong kereta itu ke tengah danau, kemudian dia membuka pintunya dan masuk ke dalam kereta. Dia duduk berhimpitan dengan batu-batu itu dan menutup pintu. Setelah itu dia menancapkan pisau ke jantungnya sendiri. Pisau tertanam ke dalam jantung yang tersisa hanya gagangnya saja, dia memegang pisau itu hingga jantungnya berhenti berdenyut. Pisau tidak membuat luka yang lebar karena itu lukanya tidak mengeluarkan darah. Darah yang keluar sedikit itu sudah bercampur dengan air danau. Air danau tetap berwarna hijau dan tenang. Siapa pun tidak akan ada yang tahu ada sebuah kereta di dalam danau dan juga tidak tahu di dalam kereta ada mayat. Lebih-lebih tidak tahu hati yang jujur dan baik ada pada tubuh orang yartg menakutkan itu. Tidak ada jejak yang bisa ditelusuri. Kuda, kereta kuda, Sun-ju, dan Fang Lao-er sudah lenyap dari dunia karena itu jejak Lao-bo ikut lenyap juga. Ooo)dw(ooO Seorang perempuan yang pintar, bila dia mau, dia bisa menyulap tempat yang buruk bisa menjadi rumah yang hangat dan menyenangkan. Feng-feng adalah seorang perempuan yang pintar. Tempat itu sebenarnya sangat buruk tapi sekarang sedikit demi sedikit mulai ada perubahan, boleh dikatakan sudah mirip rumah yang benar. Setiap benda disusun dengan rapi, daging asin dan ikan asin digantungkan dan ditutup oleh seprai yang putih dan bersih. Ma Feng-zhong menyiapkan banyak makanan untuk Lao-bo, begitu juga dengan baju dan seprai. Bila Feng-feng sedang sibuk, Lao-bo hanya melihatnya dari pinggir, dari matanya Lao-bo terlihat sangat senang. Laki-laki sangat menyukai perempuan yang senang bekerja. Karena dia akan merasa bahwa perempuan itu menyukai dia dan benar-benar dimiliki oleh laki-laki itu. Feng-feng dengan lingan memutar tubuhnya dan tertawa kemudian dia berkata, "Bagaimana?" "Sangat baik." "Sebaik apa?" tanya Feng-feng. "Seperti sebuah rumah tinggal." "Benar, tempat ini seperti rumah, rumah untuk kita berdua." Lao-bo melihatnya, wajahnya yang berseri-seri ditambah dia masih muda, dia ikut merasa menjadi muda juga. Kata Feng-feng, "Di dunia banyak keluarga kecil, ada suami dan istri. Sebuah rumah yang mungil, tidak perlu mengkhawatirkan makanan tidak perlu takut kedinginan." Dengan puas dia menghela nafas dan berkata, "Perempuan mana pun bila sudah mempunyai rumah seperti itu, dia akan merasa puas dan cukup." Lao-bo tertawa dan berkata, "Hanya sayang suaminya adalah seorang pak tua." Dengan manja Feng-feng berkata, "Mengapa kau selalu mengira dirimu sudah tua?" Feng-feng berkata lagi, "Suami yang baik bagi seorang perempuan bukan diukur umurnya, melainkan apakah dia bisa bersikap lembut atau pengertian kepada istrinya, dan apakah dia itu laki-laki sejati?" Dengan tersenyum Lao-bo memegang tangan. Feng-feng dengan erat. Selama ini ada yang menganggap dia adalah teman baik, seorang laki-laki berjiwa ksatria, tapi dianggap sebagai suami yang baik adalah untuk pertama kalinya. Istrinya pun seperti Feng-feng, pintar, lembut, cantik. Tapi dalam setahun dia hanya melewatkan beberapa malam bersamanya. Begitu hidupnya mulai tenang dan bisa menikmati keberhasilannya, istrinya meninggal karena terlalu banyak berpikir. Hingga akhir hayatnya dia tidak merasa menyesal dan tidak pernah meminta apa pun. Satu-satunya yang dia minta adalah Lao-bo harus menyayangi kedua anaknya. Tapi dia tidak mengabulkannya. Dia bukan suami yang baik juga bukan ayah yang baik. Lao-bo milik semua orang tapi dia tidak mempunyai waktu untuk mengurus kedua anaknya. Begitu teringat kepada kedua anaknya, hati Lao-bo terasa sedih. Anak laki-lakinya sudah dikubur di bawah pohon bunga Chrysan, dan putrinya.... Lao-bo tidak mengerti hati Sun Ti, belum pernah mengetahui bagaimana cara Sun Tie bisa bahagia, yang dia tahu dia hanya memikirkan nama baiknya sendiri. "Mengapa orang yang sudah tua, baru benar-benar bisa menyayangi anak-anaknya?" Apakah karena sudah terkurung dan tidak ada jalan keluar, dia baru merasa menyesali kesalahannya" Lao-bo menarik nafas dengan panjang dan berkata, "Aku bukan suami yang baik, dulu bukan sekarang pun begitu." Dengan manja Feng-feng berkata, "Aku tidak ingin tahu tentang masa lalumu, hanya sekarang kau...." Lao-bo menggelengkan kepalanya dan berkata, "Sekarang bila aku berusaha menjadi suami yang baik pun sudah tidak ada waktu lagi." "Mengapa tidak ada waktu lagi" Bila kau mau pasti bisa." "Sayang ada hal yang aku tidak suka tapi harus aku lakukan." Lao-bo memandang ke tempat jauh, wajahnya berubah menjadi serius. Feng-feng melihat sorot matanya tampak ketakutan dan dia berkata, "Apakah kau akan membalas dendam?" Lao-bo tidak menjawab. Feng-feng bertanya lagi, "Mengapa kau harus membalas dendam, sebaiknya lupakan saja." "Tidak bisa!" "Mengapa.... .mengapa....?" "Bila aku tidak membalas dendam, hidupku seperti orang mati." "Aku tidak mengerti," kata Feng-feng. "Kau tidak akan mengerti." Gigi dibayar dengan gigi, darah dibayar dengan darah. Ini adalah prinsipnya dari dulu, juga prinsip seorang pesilat, bila dia tidak melakukannya artinya dia adalah seorang penakut dan pengecut. Dan pasti akan ditertawakan oleh orang lain dan diejek juga. Dia akan dihina hingga dia merasa malu. Hidup bila dihina dan dipandang sebelah mata, untuk apalagi hidup di dunia ini" Dengan pelan Lao-bo berkata, "Bila aku diberi kesempatan hidup sekali lagi, aku tidak mau menjadi aku yang sekarang! Sekarang aku ingin berubah pun sudah tidak bisa lagi." Feng-feng mengangkat kepalanya dan berkata, "Bila kau hidup sekali lagi, kau tetap tidak akan berubah karena kau ditakdirkan memang untuk menjadi orang seperti ini, kau memang ditakdirkan menjadi 'Lao-bo'." Suara Feng-feng menjadi lembut dan berkata, "Mungkin aku pun tidak berharap banyak kau bisa berubah, karena aku suka dengan kau yang sekarang, walau baik atau buruk kau adalah seorang ksatria." Kata-kata Feng-feng tidak salah. Lao-bo adalah Lao-bo, selamanya adalah Lao-bo. Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Selamanya tidak bisa berubah juga tidak ada yang bisa menggantikannya, walau hidup ini baik atau buruk, dia tetap akan ada di dunia ini. Lao-bo berbaring wajahnya tampak datar. Bila dia sedih dia akan seperti itu Dia sekarang menahan rasa sakit, di punggung seperti ada jarum yang menusuk. Feng-feng melihatnya dengan lembut dan bertanya, "Apakah lukamu bisa sembuh?" Lao-bo mengangguk. "Apakah setelah sembuh, kau akan keluar?" Lao-bo mengangguk lagi. "Aku khawatir kau sendiri tidak bisa melawan mereka?" Dengan terpaksa Lao-bo menjawab sambil tertawa, "Dari dulu aku berjuang seorang diri." "Waktu itu kau mempunyai 2 pembantu yang baik." "Kau tahu?" tanya Lao-bo. "Aku hanya mendengar sekilas." Feng-feng tertawa dan melanjutkan, "Sebelum bertemu denganmu, aku sudah banyak mendengar tentang dirimu." Lao-bo memejamkan matanya, dia tidak mau bicara lagi. Apakah dia pun akan seperti Feng-feng mengkhawatirkan hal ini" Tapi Feng-feng masih terus bicara, "Aku tahu, yang satunya bernama Lu Man-tian dan satu lagi bernama Yiqianlong, mereka berdua malah mengkhianatimu. Tapi sejak awal mereka sudah melakukan banyak hal untukmu." Dengan kesal Lao-bo bertanya, "Kau masih tahu apalagi?" "Aku tahu sekarang kau sudah tidak bisa mencari orang seperti mereka lagi." Lao-bo menarik nafas dan berkata, "Perempuan sangat aneh, hal yang tidak perlu diketahui tapi mereka tahu semua, hal yang seharusnya mereka tahu, mereka malah tidak tahu." Feng-feng mencoba memancingnya dengan pelan dia berkata, "Apakah kau tidak ingin mendengar hal ini" Apakah kau kira aku suka membicarakan hal ini?" "Kau tidak perlu membicarakan hal ini lagi." "Sebenarnya aku pun tidak mau membicarakan hal ini, aku memilih kata-kata yang tepat, tapi sekarang...." Tiba-tiba air mata Feng-feng menetes, dia berteriak, "Mengapa aku tidak boleh bicara" Kau adalah suamiku, hidupku sudah kuserahkan padamu. Aku hidup atau mati hanya untuk dirimu." Akhirnya Lao-bo membuka matanya, keadaan seperti ini membuat laki-laki tidak tega. Feng-feng menangis tersedu-sedu di dada Lao-bo, air matanya sudah membasahi baju Lao-bo. Masih dengan menangis Feng-feng berkata, "Aku hanya ingin tahu, setelah keluar dari sini berapa persen kau bisa menang?" Lao-bo menepuk-nepuk pundak Feng-feng dan menjawab, "Apakah kau tahu, kata-kata yang jujur lebih menyakitkan untuk didengar?" "Aku tahu, tapi aku harus tetap bicara." Setelah lama Lao-bo bicara lagi, "Aku adalah seorang penjudi, biasanya penjudi selalu menyisakan barang taruhan untuk taruhan berikutnya, tapi kali ini semua barang taruhanku sudah habis." "Apakah kali ini taruhannya sangat besar?" tanya Fengfeng. Lao-bo tertawa, tawanya sangat sedih dan dia berkata, "Taruhan terakhir biasanya adalah taruhan yang paling besar." "Apakah kau tidak takut barang taruhanmu akan habis dimakan oleh mereka?" "Sekarang belum tahu tapi dadu sudah dilempar." "Siapa yang mendapat angka lebih besar?" "Mereka," jawab Lao-bo. Tubuh Feng-feng menjadi gemetar, dengan menangis dia berkata, "Sebelum mereka memakan habis semua, kau harus mencari cara untuk mengambil barangnya kembali." Lao-bo menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata, "Sekarang sudah tidak keburu lagi." "Mengapa?" tanya Feng-feng. "Karena barang taruhannya tidak ada di sini." "Ada di mana?" "Ada di Fei-feng-bao." Feng-feng sangat terkejut dan berkata, "Apakah Fei-fengbao adalah pusat dari Wan Peng-wang?" Lao-bo mengangguk dan menarik nafas, "Waktu itu aku mengira Wan Peng-wang adalah musuhku satu-satunya." Feng-feng ikut menghela nafas dan berkata, "Aku ingat ada orang yang mengatakan, teman baik dan musuh baru terlihat setelah saat-saat terakhir." Lao-bo tertawa kecut dan berkata, "Kau pasti ingat sebab kalimat ini karena aku yang mengatakan-nya." "Mengapa kau memasang taruhan di tempat lain, begitu tangan dikeluarkan kau akan segera dimakan." "Karena aku sudah memperhitungkan dia tidak bisa makan taruhanku." "Apakah taruhannya terlalu besar?" tanya Feng-feng. "Besar kecil tidak masalah yang penting tidak ada. yang tahu kita bertaruh di sebelah mana." "Mengapa?" "Karena taruhan ini aku taruh di belakang." "Aku tidak mengerti." "Aku sudah menentukan tanggal 7 nanti aku akan membawa orang-orang menjadi 4 jalan untuk menyerang dari depan, untuk orang lain sepertinya ini memang taruhanku, taruhan ini adalah taruhan yang dapat dilihat." "Sebenarnya apakah kau masih ada taruhan lain yang lebih besar?" "Benar." "Kau bertaruh apa?" tanya Feng-feng. "Dalam beberapa tahun ini, tidak ada yang tahu aku sudah melatih suatu kelompok anak muda." "Anak muda?" "Anak muda biasanya lebih berani untuk bertarung aku menamakan kelompok ini sebagai kelompok harimau. Karena mereka seperti harimau yang baru lahir, mereka tidak takut kepada apa pun." "Anak muda biasanya kurang pengalaman." "Memang pengalaman itu sangat penting, tapi pada saat di lapangan keberanian adalah yang paling penting." "Apakah kau melatih mereka untuk pertarungan kali ini?" Lao-bo mengangguk dan berkata, "Kami sudah berlatih selama beribu-ribu hari untuk bertarung suatu hari, dan pertarungan kali ini untuk mereka sangat penting." "Aku masih belum mengerti," kata Feng-feng. "Aku sudah berjanji kepada mereka, bila kali ini kami menang, orang-orang yang hidup dihadiahi dengan uang yang berlimpah, yang dapat mereka nikmati seumur hidup mereka. Bila mereka kalah mereka hanya bisa mati." "Mereka pasti percaya karena Lao-bo tidak pernah ingkar janji." Pedang Kayu Harum 15 Pendekar Pedang Matahari 4 Neraka Lembah Tengkorak Pendekar Sakti Welas Asih 3

Cari Blog Ini