Asmara Pedang Dan Golok 1
Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng Bagian 1 ASMARA PEDANG DAN GOLOK Karangan : Suma Leng Terjemahan : Liang J Z BAB I Mata air Houw-pauw (Harimau lari) yang disebut-sebut sebagai mata air nomor dua di dunia, sungguh tidak salah disebut demikian. Tidak peduli digunakan untuk menyeduh teh Long-kheng biasa atau yang kwalitas khusus, asal semuanya daun muda, begitu masuk mulut tetap saja terasa licin segar harum dan manis. Jalan menuju ke mata air Houw-pauw (di dalam kuil Houw-pauw) adalah sebuah jalan gunung yang terbuat dari susunan batu panjang yang terlihat sangat rapih. Pohon-pohon tinggi sangat rimbun dan tenang berbaris di kedua sisi jalan, satu selokan kecil yang jernih di sisi kanan jalan batu mengalir tidak putus-putusnya. Jika membandingkan kesegaran air selokannya, bisa diumpanakan seperti air es di musim panas... sungguh jernih dan dingin. Walaupun air parit itu bukan berasal dari mata air Houw-pauw, tapi air itu sudah demikian dingin, bisa di bayangkan bagaimana dinginnya mata air Houw-pauw. Di atas air selokan itu ada beberapa bunga rontok yang ikut mengalir ke bawah. Pemandangan ini sebenarnya umum sekali. Di dunia ini mana ada air selokan yang tidak ada bunga rontok ikut mengalir dengannya" Seorang pelayan kecil merasa tidak sependapat melihat majikan dengan temannya bersama-sama meng goyangkan kepala, menikmati pemandangan yang menurut mereka sangat indah. Dua orang sastrawan muda itu bukan saja mengeluarkan suara "Ccck ccck!" memujinya. Malah turun ke dalam selokan, bermain dengan air selokan-nya, menyiram rontokan bunga-bunga itu. Tampak dalam usia mereka yang masih sangat muda, sudah timbul riak-riak gelombang hati...... Dalam keadaan itu, tiba-tiba mata salah seorang di antaranya melotot pada satu benda yang bergulir mengikuti air parit. Mungkin karena terlalu memperhatikan benda itu, tidak sadar dia jatuh ke dalam air dan tidak bisa bangun lagi. Saat itu yang seorang lagi pun telah melihat benda , itu, matanya ikut melotot bengong, kaki dan tangannya \ menjadi kaku, malah sampai tidak ingat harus segera mengangkat temannya, supaya dia tidak mati tenggelam, sebab kepalanya menghadap kebawah. Benda itu berbentuk bundar, dan air di sekelilingnya sudah berubah menjadi merah. Benda itu bergulir terus meninggalkan mereka. Tapi kemudian muncul lagi yang lainnya, bentuknya juga tidak terlalu berbeda. Tidak peduli siapa, dan dari mana, semua orang tentu mengenalnya itu adalah kepala manusia. Karena kepala itu sudah terlepas dari lehernya, maka bentuknya menjadi bulat dan bisa bergulir terus mengikuti aliran selokan. Justru karena tahu itu adalah kepala manusia, maka terjadilah kejadian ini. Yang seorang karena ketakutan sampai jatuh masuk ke dalam parit. Yang satu lagi jadi tidak bicara, tidak bergerak, hanya bisa bengong melihat kepala orang itu. 'Manusia yang paling tidak berguna adalah sastrawan', kata-kata ini kadang-kadang tepat sekali. Coba saja pikir, biarpun membelalakan mata sebesar sapi, lalu apa gunanya" Tentu saja yang harus dilakukan segera adalah cepat-cepat menarik temannya yang jatuh pingsan ketakutan, supaya dia tidak mati karena tidak bisa bernafas, itu baru masuk akal. Tapi, keadaan tidak sederhana seperti yang diceritakan, sebab di dalam waktu sekejap ini sudah muncul lagi sebuah kepala yang bulat untuk ke tiga kalinya, kepala itu pun membawa darah merah. Kali ini sastrawan yang belum pingsan itu, tidak bisa bertahan lagi, setelah menjerit dia pun jatuh ke dalam selokan. Selokan yang airnya jernih dan dingin itu, jika ditelusuri ke atas, setelah melewati satu danau persegi yang indah di dalam kuil, bisa berhubungan dengan mata air Houw-pauw. Danau yang terbuat dari baru itu semuanya ada dua, berderet di kedua sisi. Di tengahnya adalah tangga masuk yang lebar dan rapi. Di atas tangga ada seorang pemuda bermata besar beralis tebal, tangan kirinya sedang memegang golok panjang berikut sarung goloknya, dia sedikit menyipitkan matanya, memandang orang di depan-nya. Siapa pun yang ingin naik ke atas, dan masuk ke dalam ruangan, akan terhalang oleh orang ini. Dan kenyataannya memang pemuda ini pun terhalang oleh orang itu. Maka sangat logis sorot mata dia terasa menjadi sangat dingin dan sangat tidak senang. Golok pemuda itu seperti belum pernah keluar dari sarungnya. Golok itu kelihatan lebih bengkok sedikit dan lebih panjang sedikit dari pada golok biasa. Sarung goloknya pun dihiasi oleh batu giok dan lain-lainnya. Tapi golok itu selain kotor juga sudah banyak, cacatnya, sehingga keadaannya menjadi gelap dan tidak i bercahaya, bisa diketahui pemuda ini orangnya tentu kasar dan tidak hati-hati. Selain hal itu, yang membuat orang penasaran adalah, walau di belakang pemuda itu terbaring tiga mayat tanpa kepala, tapi orang yang di hadapannya itu melihat pun tidak pada mayat-mayat itu, wajahnya tenang seperti tidak ada apa-apa. Tampaknya tiga mayat itu seperti tidak ada hubungannya dengan dia. Tapi karena di belakang dia masih ada dua orang lakilaki besar yang sedang melototkan matanya dengan marah, dan dandanannya sama persis dengan ke tiga mayat itu maka bisa dilihat mayat-mayat itu bukan saja ada hubungannya dengan mereka, malah mungkin berhubungan erat sekali. Orang yang menghadang jalan pemuda ber-mata besar beralis tebal ini, kira-kira berusia tiga puluh tahunan. Kulitnya putih bersih, wajahnya tampan, tapi sepasang matanya berkilat-kilat, liar, ganas seperti sorot mata macan tutul. Tangan kiri dia sudah mengeluarkan tiga batang pipa baja, lalu dengan gerakan yang cepat sekali diputarnya, jadilah sebuah tombak baja sepanjang tujuh kaki. Ujung tombaknya berkilat-kilat menyilaukan mata, dan bersamaan itupun ada satu hawa dingin menekan orang di sekitarnya. Sambil memegang tombak bajanya, dia melihat pada pemuda itu. Wajahnya terlihat sangat tidak senang dan keheranan, dia berkata: "Tampaknya kau belum pernah melihat dan mendengar senjata di tanganku ini?" Pemuda menggelengkan kepala. "Aku adalah Kie Hong-in. Senjata di tanganku ini disebut Bo-tang-bau (Tombak tidak ada yang menahan). Apakah sekarang ingatanmu sudah terang?" Alis tebal pemuda itu bergerak-gerak sedikit, di ujung alisnya seperti mengeluarkan hawa amarah yang sangat jelas, orang yang terlambat berpikir pun dengan gampang bisa tahu keadaannya. Orang yang menyebut dirinya Kie Hong-in jadi keheranan melihat ujung alisnya, matanya sampai berkedipkedip beberapa kali. Dia merasa takjub, melihat hawa amarah yang bisa terlihat di ujung alis" Bagaimana dengan perasaan seperti senang, sedih, cemburu dan lain-lain, apakah bisa terlihat seperti ini juga" Kie Hong-in hanya bisa melihat dan merasakan amarah lawannya, tapi tidak mendengar jawaban dari lawannya. Maka dia berkata lagi: "Aku datang dari Hong-lai di Soa-tang, aku tahu kau sangat ternama di utara, walaupun belum sampai satu tahun, tapi aku mendengar kau sudah membunuh banyak orang, dan yang paling banyak mati adalah dari kalangan pesilat golok. Apakah kau adalah Mo-to (Setan golok) Hoyan Tiang-souw itu?" Pemuda yang bermata besar beralis tebal itu hanya menganggukan kepalanya satu kali. Kie Hong-in menjadi marah, dia mengeraskan ^ suaranya: "Aku tidak peduli, walaupun kau sekarang sangat ternama, tapi terhadap namaku dan tombak Bo-tang-bau ini, apakah kau tidak bisa mengingat dan menghubungkannya" Apa kau benar-benar tidak tahu siapa diriku?" Hoyan Tiang-souw menggelengkan kepala, tetap tidak membuka mulut. Tapi amarah di ujung alisnya sudah berkurang banyak. Jelas Kie Hong-in sendiri sangat mengerti pada dirinya, yaitu jika dia ingin orang tahu tentang dirinya, tapi orang itu malah tidak mau tahu hal itu, itu berarti satu penghinaan buatnya. Siapa yang tidak tahu, keluarga Kie dari Hong-lai di Soatang" Siapa yang tidak tahu kehebatan tombak baja sepanjang tujuh kaki itu" Tapi... Hoyan Tiang-souw sungguh-sungguh tidak pernah mendengarnya. Jadi tidak bisa menghubungkannya. Seperti Kie Hong-in" Pesilat-pesilat golok ternama yang mati di bawah golok Pek-mo-ci-to nya, Hoyan Tiangsouw tidak tahu sama sekali kedudukan dan ketenaran mereka. Dilihat sepintas, Hoyan Tiang-souw tampak kurang bisa berpikir, juga orang yang tidak punya perasaan. Jika Kie Hong-in bisa membuat dia timbul banyak perasaan dan pikiran, pandangan di luar ini jelas salah. Tanpa memberi aba-aba, juga tanpa memberi isyarat sedikit pun. Tiba-tiba tombak baja Kie Hong-in mengeluarkan hawa membunuh dan berkelebat menyilaukan mata, tombak baja itu sudah mulai "bergerak1, kecepatannya sulit digambarkan, hanya sekejab tahu-tahu ujung tombaknya sudah hampir menempel di tenggorokan Hoyan Tiang-souw. Dengan sedikit terkejut Hoyan Tiang-souw mundur setengah langkah, gerakannya juga sangat cepat. Tapi dia hanya mundur setengah langkah, yaitu kira-kira setengah kaki. Jarak yang pendek itu, dalam pandangan orang biasa tentu sangat berbahaya, sebab jika seseorang menusukan tombak yang panjangnya tujuh kaki dengan gerakannya sangat cepat, mungkin tubuhnya bisa terbawa oleh tombak itu maju ke depan. Dan tidak heran jika terjangannya bisa maju sampai duatiga langkah. Keadaan Hoyan Tiang-souw yang hanya mundur setengah langkah tentu saja sangat berbahaya, apa lagi Kie Hong-in meneruskan tusukan tombaknya sampai dua tiga kali, sedangkan dia setiap kali mundur juga hanya mundur setengah langkah. Mundurnya satu inci pun tidak kurang atau lebih. Kelihatan Hoyan Tiang-souw dan Kie Hong-in adalah orang yang sangat kukuh.... yang satu hanya mau mundur setengah langkah, yang satu lagi juga tidak mau menusuk lebih maju dua tiga inci. Hoyan Tiang-souw berturut-turut mundur tujuh kali setengah langkah sambil menunggu kesem-patan, begitu dia melihat Kie Hong-in merubah jurusnya^ sepasang bahunya segera bergerak ke depan, golok dia, sudah dicabut keluar dari sarungnya. Begitu Pek-mo-ci-to keluar dari sarungnya, dalam radius beberapa tombak tiba-tiba timbul hawa aneh yang menyeramkan, udara menjadi dingin dan menekan hati. Untuk kedua kalinya, golok ini keluar dari sarungnya. Tadi ketika jalannya Hoyan Tiang-souw di hadang oleh tiga orang dari lima orang anak buah Kie Hong-in, mereka memaksa dia menyerahkan goloknya untuk diberikan pada majikannya, sehingga tindakan mereka jadi sedikit kasar. Masalah jadi membesar karena mereka memper lihatkan tingkah yang memaksa. Jika Hoyan Tiang-souw tidak menyerahkan golok pusakanya, maka dia akan menjadi mayat yang selamanya tidak bisa memegang golok lagi. Keadaan itu membuat Hoyan Tiang-souw jadi naik pitam, dua alis tebalnya memancarkan hawa amarah dan bara api yang memanaskan hati orang! Maka ketika Pek-mo-ci-to diayunkan, hanya meninggalkan sebuah kilatan sinar dingin yang menyilaukan mata. Belum lagi semua orang tahu apa yang terjadi, tiba-tiba mata mereka menjadi kabur seperti ada dua tetes air mata muncul di depan mereka. Akibatnya tidak perlu dijelaskan lagi, tiga kepala manusia itu tahu-tahu sudah bergulir ke bawah mengikuti arus selokan, dan membuat dua sastrawan sial itu jatuh pingsan, saat ini mereka masih hidup atau sudah mati masih belum diketahui. Mengenai tiga orang yang kehilangan kepala-nya, tentu saja tidak mungkin bisa hidup lagi. Kie Hong-in cepat sekali sudah menusukan tombaknya tujuh kali. Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Setiap tusukannya berhasil mendesak lawan mundur setengah langkah. Setiap orang yang melihat keadaannya, pasti mengira dia sudah berada diatas angin, tapi sebenarnya tidak begitu. Dengan setiap kali mundur hanya setengah langkah, sudah menjelaskan Hoyan Tiang-souw sudah bisa menduga, tombak lawan hanya bisa menusuk sejauh ini saja, lebih maju satu inci pun tidak dapat. Maka walaupun Kie Hong-in melanjutkan tusukan tombaknya seratus kali lagi, keadaannya mungkin tetap tidak akan berubah, yang berubah hanya mereka akan bergerak sejauh lima puluh kaki saja. Itulah sebabnya Kie Hong-in tidak bisa tidak harus merubah jurusnya, dia berharap dengan meru-bah jurusnya dia bisa merubah keadaan, maka seluruh tenaga dalamnya tidak disisakan lagi, dalam sekejap mata disalurkan sepenuhnya ke dalam tombak bajanya. Tombak baja masih tetap menusuk ke depan, tapi sekarang ujung tombaknya sudah terisi tenaga dalam sepenuhnya, terdengar suara berciutan di ikuti perubahan ujung tombaknya menjadi tiga sudut kecil... Jika Hoyan Tiang-souw tidak melihat Kie Hong-in telah mengerahkan tenaga dalamnya. Jika dia tidak tepat waktu mencabut Pek-mo-ci-to nya! Jika dia masih tetap hanya mundur setengah langkah. Maka wajah, tenggorokan dan dadanya akan berlubang, darahpun akan bercucuran. Jika Hoyan Tiang-souw tidak mempunyai kata 'jika' yang dijelaskan di depan. Selain itupun bisa melihat tiga sudut getaran ujung tombak yang sempit. Jika sudut getarannya cukup besar, walaupun dia ada kemampuan sebesar raja yang berkuasa, juga hanya bisa mundur menghindar, tidak bisa mencabut golok menangkisnya. Tapi sekarang dia sudah bisa melihat satu celah, dia bisa menggunakan goloknya menangkis tombak, lalu mengikuti batang tombak memotong jari tangan Kie Hong-in yang memegang tombaknya. Sinar Pek-mo-ci-to hanya bergerak sekelebat langsung menghilang lagi, begitu sinar goloknya menghilang, golok sudah masuk lagi ke dalam sarungnya. Setelah sinar golok itu menghilang, Kie Hong-in baru bisa mendengar suara "Traang!", tubuhnya seperti bor berputar sekali. Dia masih beruntung, sebab jari tangannya masih utuh, Hoyan Tiang-souw hanya menangkis tombaknya, tidak diteruskan menelusuri batang tombak memotong ke bawah. Tapi sinar golok yang sekelebat itu membawa sebuah pengaruh yang aneh, pengaruh itu membuat hati Kie Hongin menjadi dingin dan ketakutan, dua lututnya gemetaran tidak mau berhenti, lemas seperti ingin berlutut saja. Kejadian ini membuat batin Kie Hong-in sangat tertekan, walaupun dia bukan tandingan lawannya, dia lebih suka dibunuh, tidak mau ketakutan seperti ini, apalagi berlutut minta diampuni. Kenapa di dalam hati dia bisa penuh oleh rasa ketakutan yang tidak dimengerti" Kenapa sepasang lututnya bisa begitu lemas seperti mau berlutut saja" Perbedaan yang paling mencolok antara sabet-an golok Hoyan Tiang-souw dengan sabetan golok yang membunuh tiga orang itu, adalah amarah dan kebencian di atas alisnya, sabetan golok pertama dia dalam keadaan sangat marah, tapi sabetan golok yang sekarang kemarahannya sudah berkurang. Di dalam hati Hoyan Tiang-souw pun merasa sangat heran, sehingga dia mengeluarkan kata-katanya, suaranya sangat kasar, kuat dan memekakan telinga. "Cara tombakmu menyerang tadi sungguh tepat, bagaimana kau bisa melihat peluang ini" Bagaimana kau bisa begitu tepat mengambil keputus-an?" Ternyata yang membuat hatinya heran adalah masalah ini. Kie Hong-in menahan rubuhnya dengan tombak yang ditekankan pada tanah, akhirnya dia bisa menahan tubuhnya agar tidak berlutut. Dia seperti tidak mendengar pertanyaan lawannya, sepasang matanya bengong melihat ke atap kuil dan pepohonan, lalu berguman sendiri: "Dewa Tombak marga Kie disebut-sebut tidak bisa ditahan oleh ribuan orang. Tapi sekarang, satu jurus pun tidak bisa menahan serangan golok. Hay, satu jurus pun tidak bisa menahannya......" Dia terlihat sangat sedih, sedih karena dia adalah tuan muda dari keluarga Kie di Hong-lai. Walaupun di Hong-lai masih ada beberapa orang lainnya seperti paman dan saudara misannya, dan tenaga dalamnya lebih tinggi dari pada dia, jurus tombak nya juga lebih hebat dari pada dia, tapi dia adalah tuan muda keturunan langsung, kedudukan dan kekviasaannya lebih tinggi dari pada orang lain. Tentu saja dia tidak terpikir justru karena kedudukannya lebih tinggi, maka sifat dia menjadi sombong dan tidak mau memandang orang lain, sampai nyawa orang pun sama sekali tidak dianggap-nya. Tapi dia pun tidak terpikir Pek-mo-ci-to bisa begitu hebat. Dalam keadaan yang begitu mendesak, hanya dengan satu jurus golok, sudah bisa menentukan siapa pemenangnya dan menentukan siapa yang mati, ini adalah hasil dari gabungan golok itu dengan jurus anehnya. Jari tangan Kie Hong-in masih utuh, kepala dia pun masih berada di atas lehernya, itu bisa dikatakan dia masih sangat beruntung. Karena Hoyan Tiang-souw bisa mencabut dan mengembalikan kembali goloknya secepat kilat, maka tidak ada aturan yang melarang dia boleh mencabut kembali goloknya, sehingga kepala Kie Hong-in belum terjamin sudah selamat. Siapa pun tidak tahu dalam saat yang singkat ini kepala dia bisa juga akan jatuhke dalam air" Mungkin kepalanya juga akan bergulir meng-ikuti arus selokan. Para pelancong yang datang walaupun tidak begitu banyak, tapi tetap saja ada. Tapi sekarang siapa pun tidak ada yang berani melewati jalan yang terdapat tiga mayat tergeletak berlumuran darah itu. Orang yang lebih berani pun paling hanya berani maju beberapa langkah, berusaha melihat wajah Hoyan Tiangsouw dan Kie Hong-in, lalu buru-buru kembali menjauh. Begitu alis tebal Hoyan Tiang-souw sedikit naik ke atas, siapapun bisa 'melihat' lagi hawa amarahnya. Walaupun Kie Hong-in tidak melihat dia, tapi dia bisa merasakannya. Ini membuat dia jadi sadar kembali pada kenyataan, sehingga dia bisa mendengar suara kasar Hoyan Tiangsouw yang berkata: "Coba kau jawab pertanyaanku, bagaimana kau bisa tahu saatnya menyerang dengan tombak. Maka aku juga akan memberi tahu, kenapa kau dalam satu jurus pun tidak bisa menahan seranganku." Usulannya sangat adil. Kie Hong-in merasa keheranan, sebenarnya dia tidak perlu begitu sungkan" Dia bukan tidak bisa membunuh orang, tiga mayat itu adalah bukti yang tidak bisa dibantah. Jika dia mengancam akan membunuh aku, apakah aku Kie Hong-in berani tidak menjawabnya" "Itu karena hawa amarahmu." Kie Hong-in berkata, "ketika keadaan marahmu berubah menjadi tidak marah, aku merasa inilah kesempatan, makanya aku segera menyerang." Dari marah berubah jadi tidak marah, semua Hoyang Tiang-souw tidak sadar, sehingga timbul perasaan mendelu, ternyata begitu, titik lemah ini memang cukup membuat kekalahan malah bisa mengantarkan nyawanya. Lain kali dia tidak boleh membiarkan musuh mengambil kesempatan ini. "Sekarang giliranku memberitahu, jurus tombakmu sebenarnya amat hebat, penggabungan gerakan tombak dengan tenaga dalamnya juga bagus, tapi itu hanya terbatas jurus tombak dan tenaga dalam saja, sedangkan penampilanmu sangat buruk, bukan saja kau tidak melatih ilmu silat dengan baik, juga orangnya jahat dan licik, maka walaupun kau bisa mengambil kesempatan yang paling bagus, tapi tetap bukan lawanku." Jurus tombak yang hebat ditambah ilmu tenaga dalam yang tinggi, jika diterapkan pada orang yang berbakat bagus, tidak perlu dijelaskan lagi akan membentuk orang itu menjadi apa. Jika orang orang biasa, walaupun beruntung mendapatkan ilmu yang hebat, kesuksesannya tentu tidak akan mengejutkan orang. Hal ini jelas seperti huruf hitam diatas kertas putih, semua orang juga tahu. Tapi menyebut "jahat dan licik' masalah ini, jangan kata orang lain tidak bisa mengerti, sampai Kie Hong-in sendiri juga bingung tidak mengerti. Jahat dan licik adalah sifat seseorang, apa hubungannya dengan ilmu silat. Apakah di dunia ini hanya orang orang baik saja yang dapat melatih ilmu silat dengan sempurna " Teori ini tentunya termasuk dalam kategori tidak ada aturannya, tidak diragukan lagi. Tapi orang ini (maksudnya Hoyan Tiang-souw) tampaknya tidak sembarangan bicara. Sekarang kedua belah pihak sudah berhenti bertarung beberapa saat lamanya, kedua belah pihak sudah bicara banyak, tapi entah kenapa di dalam hati Kie Hong-in masih ada perasaan takut" Karena masih ada perasaan takut, maka dia tidak bisa mengerahkan tenaga. "Aku tidak mengerti kata-katamu!" Kie Hong-in mengerutkan alis, katanya lagi, "dengan dasar apa kau mengatakan aku adalah orang yang jahat dan licik" Siapa tahu, kau sendiri malah bisa lebih jahat dan licik, dan lebih harus mati dari padaku?" "Betul, kau dan aku pun sama-sama tidak tahu." Hoyan Tiang-souw berkata dengan terus terang. Tapi dia masih menyambung kata-katanya, "Tapi golok pusakaku bisa tahu, kalian menyebut golok ini adalah Mo-to, tidak masalah, aku pun selanjutnya akan mengikuti kalian menyebutnya Mo-to (Golok Setan), Mo-to ku ini tahu kau adalah orang yang jahat dan licik, kau percaya tidak?" "Jangan berkelakar, sebilah golok mana mungkin bisa tahu seseorang itu jahat, baik, jujur atau tidak?" "Justru dia tahu. Menurut kata-kata asing yang diukir di atas tubuh golok ini mengatakan, setiap orang yang sangat jahat dan licik, jika bertemu dengan golok ini laksana kumbang menerjang api, tidak bi,sa mengendalikan dirinya, dalam sekejap semua akan mati, mengantarkan nyawa." "Ini sungguh berita aneh sepanjang masa." Kie Hong-in "Hih!" sekali sambil tertawa berkata, "Jika aku adalah seorang yang jahat dan licik, kenapa aku tidak seperti kumbang menerjang api menggunakan leherku menahan golokmu" Apa aku segera akan mati?" Saat ini Kie Hong-in memang masih belum mati, dia masih hidup baik-baik saja, masih bisa membusungkan dada bicara, dan suara nya pun keras sekali. Di ujung alis Hoyan Tiang-souw mendadak timbul lagi hawa amarah, suaranya juga berubah jadi keras dan kasar lagi: "Itu karena Mo-to ku sudah masuk ke dalam sarungnya, sekarang kau boleh membuka mata besar-besar supaya bisa melihat dengan jelas......" Kali ini Kie Hong-in kembali bisa merasakan gejala dari 'hawa amarah' nya lawan. Reaksi dia pun dalam sekejap sudah ter-bentuk... sepasang tangannya yang memegang tombak ditusukan ke arah hati Hoyan Tiang-souw, sepasang mata berkilat-kilat, kuda-kudanya sedikit merendah... Jelas, dia telah mengeluarkan jurus terdahsyat dari jurus tombak Bo-tang-bau keluarga Kie, dan bersamaan juga telah mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Serangkum hawa membeku yang amat dahsyat menutup ke arah lawannya, malah sedikit pun tidak ada celahnya. Memang tombak Bo-tang-bau dari keluarga Kie dari Hong-lai di Soatang sangat luar biasa! Hoyan Tiang-souw pun menaruh rasa hormat dari dasar hatinya. Walaupun ilmu silat orang yang menggunakan tombak baja ini masih belum sempurna, tapi kedahsyat annya sudah sangat luar biasa, jika digantikan oleh pesilat tinggi keluarga Kie lain yang ilmu silatnya sudah sempurna, entah bagaimana jadinya" Tapi kali ini Hoyan Tiang-souw tidak mengu-rangi hawa amarahnya meskipun dalam hatinya timbul 'rasa hormat' terhadap kehebatan serangan lawannya. Inilah kejadian yang mengherankan sekali, bagaimana mungkin seseorang bisa mengendalikan amarahnya dengan sekehendak hatinya" Kecuali kalau berpura-pura marah. Tapi hawa amarah Hoyan Tiang-souw benar-benar asli, tidak pura-pura seperti bara api yang dapat membakar segalanya, inilah keanehannya. Mo-to dengan pelan tapi pasti keluar dari sarungnya. Jurus Kie Hong-in ini adalah jurus paling dahsyat untuk menyerang lawannya, jurusnya adalah To-cun-si (Hidup tinggal sendiri), artinya sekali menyerang menggunakan jurus ini, hanya ada satu orang saja yang hidup. Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kie Hong-in pun tahu menurut teori, sekali menggunakan jurus ini, orang yang dituju oleh ujung tombaknya seharusnya diam tidak bergerak. Jika ingin bergerak, hanya ada dua cara. Satu adalah mengeluarkan jurus menangkisnya, yang satu lagi adalah mundur menghindar. Dan gerakan kedua macam cara ini kecepatan-nya harus lebih cepat dari pada kilat. Tapi Mo-to malah pelan-pelan keluar dari sarungnya...... Tanpa mempedulikan apa pun, Kie Hong-in sekuatnya menyerang dengan jurus hebat yang paling dahsyat ini. Tapi dia kemudian merasa kesulitan sebab lawan tidak memperlihatkan sedikitpun celah untuk bisa diserang. Mo-to sudah keluar semua dari sarungnya dan terlihat sinarnya berkilat-kilat. Di ujung golok mendadak timbul dua tetes air mata yang jernih sekali. Dua laki-laki besar yang tangannya meng-gengam golok, sepasang kakinya jadi gemetaran. Kie Hong-in malah lebih kacau lagi, bukan saja kakinya gemetaran, malah masih bisa terdengar suara giginya yang beradu, jurus tombaknya pun tidak bisa digerakanlagi. Sudahbagusdia masih bisa berdiri. Begitu Hoyan Tiang-souw berteriak marah, goloknya disabetkan pada tombak baja yang bergerak-gerak. Tidak ada gerakan lain lagi. Tahu-tahu dia sudah memasukan golok ke dalam sarungnya lagi. Suara jatuhnya tombak Bo-tang-bau sepanjang tujuh kaki terdengar keras sekali. Kie Hong-in terbangunkan oleh suara keras ini. Suara keras ini sangat menusuk hatinya... selama ratusan tahun tombak Bo-tang-bau dari keluarga Kie tidak pernah dipukul jatuh ke tanah oleh siapapun, dulu tidak pernah, di kemudian hari pun selamanya tidak akan pernah terjadi. Kie Hong-in mengeluh dalam sekali karenanya. Bersamaan ini, rasa ketakutan yang tidak bisa dimengerti mendadak hilang, digantikan dengan perasaan lain yang lebih jelas. "Apa bedanya jika sekarang kau langsung memenggal leherku?" Suara Kie Hong-in terdengar sedikit pahit dan tidak bisa berbuat apa-apa. "Kau sungguh ingin tahu hal ini?" "Bukan." Kie Hong-in berkata, "Apa yang aku ingin tahu, belum tentu kau memberitahukan. Karena di dalam keluarga Kie, aku hanya seorang pesilat tinggi yang paling buruk." "Kau salah, itulah yang harus kau tanyakan." Suara Hoyan Tiang-souw sangat keras, hingga orang orang di dalam ruangan besar kuil disana pun bisa mendengarnya. "Aku beritahu, saat hawa amarahku bersatu dengan pengaruh gaib Mo-to, jika kau adalah seorang jahat dan licik, maka tanganmu tidak akan bisa memegang tombak lagi. Mengenai alasan aku tidak memenggal kepalamu, karena jurus tombak keluarga Kie adalah sebuah ilmu hebat di masa sekarang. Aku menggunakan cara ini untuk menunjukan rasa hormat-ku." Di wajah Kie Hong-in yang pucat tampak warna menyesal, katanya: "Sungguh" Kau tidak membohongi seorang yang mau mati ini?" Pertanyaan ini membuat Hoyan Tiang-souw tertegun sejenak, menunggu Kie Hong-in sudah roboh ke tanah, dia baru menghampirinya dan berbisik di telinganya: "Belum tentu. Sobat, walaupun aku orang kasar, tapi bukan orang yang tidak punya otak, anak buahmu akan membawa pulang pembicaraan di antara kita ini. Tentu saja kau bisa berharap, para pesilat tinggi keluarga Kie bisa mendapatkan cara mengalahkan aku dari percakapan kita ini......" Dalam perjalanan hidup seseorang, jika ter-hadap semua orang bisa berkata jujur dan tidak menipu, di jamin pasti bisa mendapatkan rasa hormat walaupun meninggal di usia muda. Apa lagi di dalam dunia persilatan. Maka Hoyan Tiang-souw lalu berpura-pura menempelkan telinganya di sisi Kie Hong-in, seperti sedang mendengarkan dia bicara apa. Tingkah berpura-pura ini, sama sekali tidak berlebihan...... $ $ $ Keindahan See-ouw sungguh sulit digambar-kan. Apa lagi jika bermain-main di Hoa-kong-koan-ie, di sana pernah dikunjungi sastrawan Su-ti, membuat tempat itu semakin se indah sajak saja. Tapi jika di Pheng-ouw-kiu-gwat (villa di musim gugur) melihat pemandangan danau dari kejauhan, tampak tempatnya sangat luas, gelombang hijau menyambung dengan gunung, sehingga menim-bulkan angan-angan asmara. Tapi pemandangan yang sangat indah ini malah menjadi suram dimakan keserakahan, kemarah-an dan kebodohan manusia. & & & Melihat keluar dari jendela yang terbuka lebar, riak gelombang danau dan lambaian pohon Liu yang lembut bisa membuat perasaan orang menjadi tenang, juga membuat orang lupa terhadap kepusingan dalam kehidupan ini! Tapi keserakahan dan kebodohan sering membuat orang tidak bisa menikmati pemandangan indah, juga tidak bisa mendengar indahnya suara alam. Kata 'keserakahan', biasanya membuat orang terpikir harta benda. Tapi entah dengan 'asmara' apakah juga termasuk dalam lingkungan 'keserakahan'. Tidak peduli laki-laki memikirkan wanita, atau wanita memikirkan laki-laki semuanya termasuk dalam 'keserakahan'. Menurut hasil penelitian orang-orang pintar dari zaman dulu sampai sekarang, 'keserakahan' antara laki-laki dan perempuan ini, jauh lebih kuat dari pada terhadap harta benda dan kekuasaan. Di dalam ruangan yang luas, terang dengan dekorasi yang mewah, ada enam orang sedang melihat ke tempat jauh melalui jendela. Pemandangan indah di sekitarnya, tampak tidak membuat mereka tertarik. , Mereka semuanya adalah para wanita, lima di antaranya tampak cantik sekali, hanya satu wanita yang wajahnya kurang cantik, sebab usianya jauh lebih tua dari pada lima wanita lainnya. Lima gadis cantik semua memakai baju sutra yang serasi dengan tubuhnya, hanya wanita setengah baya yang kurang cantik ini memakai baju hijau kain kasar, sehingga membuat dia menjadi tampak lebih miskin dan bodoh. Tiba-tiba di luar ruangan terdengar suara ribut, lalu masuk empat orang laki-laki besar. Pakaian empat orang laki-laki ini tampaknya terbagi dua kelompok, dua orang memakai seragam baju putih semua, sampai sarung pedang dan sepatu-nya juga tidak terkecuali, sedang dua orang lagi semua berseragam hitam. Salah seorang yang tubuhnya lebih tinggi dari dua orang yang memakai seragam putih tampak berwajah muram, tangan kanannya menekan pegangan pedang dengan dingin berkata: "Co Ek-seng, Song Cin, aku sarankan pada kalian, lain kali jangan sembarangan datang, kecuali atas perintah langsung dari Kie-siauya." Co Ek-seng yang wajahnya tampak hitam seperti pakaiannya sambil tertawa dingin berkata: "Tidak ada lain kali, saudara Hong Kin dan saudara Tong Ang, dengar baik-baik, tidak ada lain kali. Aku harap kalian bisa sedikit ramah." Hong Kin mengerutkan alis, benar saja suara-nya menjadi sedikit ramah, berkata: "Saudara Co, apa maksudmu bicara begitu?" Kata Co Ek-seng: "Kie-siauya sudah mati. Ibarat pohon tumbang kera pun bubar, makanya tidak ada lain kali." Laki-laki yang berseragam putih-putih yang dipanggil Hong Kin dengan tertawa dingin berkata: "Walaupun Kie-siauya sudah mati, wanita dan hartanya tetap milik keluarga Kie." Co Ek-seng melototkan matanya, dengan nada sedikit marah berkata: "Apakah aku pernah mengatakan bukan milik keluarga Kie?" Hong Kin menggoyangkan tangannya: "Bicaralah baikbaik. Mohon tanya saudara Co, karena apa Kie-siauya bisa mati" Dia masih sehat-sehat, dan ilmu silatnya tinggi. Belum lama ini terlihat masih segar bugar, aku kira pasti bukan karena tertular penyakit aneh, lalu mendadak mati..." "Tentu saja bukan." Kata Song Cin yang ber-seragam hitam dari tadi tidak bersuara, suaranya terdengar sedih, "Semua karena Mo-to, Hoyan Tiang-souw. Kalian pasti pernah mendengar nama ini, begitu dia mengeluarkan jurus mautnya, hanya dengan satu sabetan golok saja sudah menjatuhkan tombak bajanya Kie-siauya, juga bersamaan telah membunuhnya." Hong Kin dan Tong Ang bersama-sama menge luarkan tarikan nafas dingin. Tentu saja mereka tidak bisa tidak harus mempercayai kabar ini. Tapi menurut kabar yang mereka tahu, walaupun tombak baja Bo-tar.g-bau keluarga Kie tidak bisa disebut nomor satu di dunia, walaupun mudah jika mau membunuh dia yang memegang tombak baja, tapi j#ca ingin menjatuhkan tombak bajanya, itu hal yang tidak pernah terdengar. "Sekarang kalian mau apa?" kata Hong Kin. Kata Co Ek-seng: "Kami adalah orang yang diutus keluarga Kie untuk menemani Siauya, tentu saja harus buru-buru kembal; melaporkan segala sesuatu yang telah terjadi." Hong Kin menganggukkan kepalanya: "Betul sekali, tapi kenapa kalian tidak segera berangkat" Kenapa kalian masih datang kemari" Apa-kah tidak terpikir oleh kalian, Hoyan Tiang-souw bisa mengikuti kalian kemari?" "Jika dia sudah tidak membunuh kami, buat apa masih mengikuti kami" Apa lagi Siauya masih mempunyai wanita dan benda berharga lainnya disini, jika tidak dibawa pulang oleh kami, lalu siapa yang membawa pulang?" Hong Kin menganggukan kepala tanda setuju: "Benar juga kata-katamu, para wanita ini dan barang berharga lainnya harus kalian bawa pulang, sedangkan aku dengan Siau-Tong hanya ingin membalaskan dendam Siauya. Sekarang kalian cepat ceritakan seluruh kejadian sebenarnya, sedikit pun jangan ada yang terlewatkan, sebab musuh ini bukanlah musuh biasa." "Tahu keadaan musuh dan tahu keadaan diri sendiri baru bisa memenangkan pertempuran." Teori ini Co Ek-seng dan Song Cin tentu saja semua orang tahu. Maka mereka menceritakan seluruh peristiwa yang terjadi, sedikit pun tidak ada yang terlewat. Setelah selesai bercerita, Hong Kin melihat pemandangan indah See-ouw di luar jendela, dengan menghe;a nafas sekali dia lalu berkata: "Seharusnya aku segera kembali ke keluarga Kie di Hong-lai untuk melaporkan semua ini. Tapi sekarang ini aku tidak bisa kembali, Siau-Tong, kau tentu mengerti apa maksudku bukan?" Tentu saja kata-katanya ditujukan pada Tong Ang. Wajah Tong Ang mendadak menjadi putih pucat seperti bajunya. Tapi dia masih tetap meng-anggukan kepala: "Aku mengerti.' "Kau sungguh mengerti?" kata Hong Kin. "Sungguh." Jawab Tong Ang. Saat ini sorot mata dia tanpa sadar melihat kepada salah satu di antara lima gadis cantik itu. Setelah melihat, dia pun tidak tahan mengeluh dan melanjutkan perkataannya: "Jika aku adalah kau, aku pun akan bertindak demikian." Hong Kin tersenyum dan berkata: "Kita Ceng-hoan-siang-kiam (Sepasang pedang bayangan dan asli) selama puluhan tahun selalu menang dalam setiap pertarungan, tapi kali ini rasanya sulit dikatakan!" "Jika aku tidak pergi, mungkin bisa sedikit membantu dan sedikit berguna bagimu?" kata Tong Ang. "Jika aku seorang diri menghadapi pesilat hebat seperti Mo-to Hoyan Tiang-souw, aku pasti tidak bisa menahannya, ditambah kau juga tidak akan ada guna-nya. Teori ini mungkin orang lain tidak mengerti, tapi kau pasti tahu." Kata Hong Kin. Tong Ang mengangguk-anggukan kepala. Tentu saja dia tahu jika ilmu silat seseorang sudah melebihi taraf ilmu silat pesilat tinggi umumnya, menghadapi sepuluh orang dengan menghadapi satu orang, tidak ada bedanya. Nama Ceng-hoan-siang-kiam di dunia persilat-an tidak begitu besar. Namun, ini justru disengaja oleh mereka, sebab mereka benar-benar berilmu tinggi, siapa pun diantara mereka tidak akan kalah oleh siapa pun yang menyebut dirinya pesilat tinggi, tapi apakah benar tidak melebihi pesilat tinggi dunia persilatan" tidak ada yang tahu. Jika benar melebihi, apakah bisa mencapai yang terhebat" Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Hal inipun tidak ada orang yang tahu. Di dunia ini ada satu kejadian, yang sering muncul atas diri seseorang yang memiliki keahlian dan kemampuan yang sangat hebat. Orang yang benar-benar memiliki keahlian, benar-benar berilmu tinggi atau orang yang benar-benar kaya, dari luar sering sulit melihatnya. Mereka tidak seperti tong kosong nyaring bunyinya, juga tidak seperti orang baru kaya memamer kan kekayaannya. Buat orang-orang yang tidak berkemampuan sering kali salah paham, sering sekali memandang sebelah mata pada orang-orang yang benar berpen-didikan, tapi tidak menonjolkan dirinya. Co Ek-seng dan Song Cin yang berseragam hitam dan membawa golok, jelas termasuk orang yang tidak berkemampuan. Mereka sama sekali tidak bisa melihat Ceng-hoan-siangkiam Hong Kin dan Tong Ang adalah orang bagaimana. Dalam pikiran Co Ek-seng dan Song Cin, Hong Kin dan Tong Ang, dua orang ini hanyalah tukang pukul yang barubaru ini disewa oleh Kie Hong-in, jika menyebut kedudukan, mereka tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan orang yang sudah lama bekerja di keluarga Kie. Makanya terhadap perbincangan mereka, Co Ek-seng sama sekali tidak menghiraukannya, malah sangat tidak senang. Karena marga Hong dan marga Tong ini bicara menyombongkan diri, jadi hanya mereka yang disewa oleh keluarga Kie, apakah keluarga Kie menganggap aku Co Ekseng dan Song Cin tidak ada" Dengan nada sangat tidak senang Co Ek-seng berkata: "Kalian Ceng-hoan-siang-kiam boleh, Hoan-ceng-siangkiam juga boleh, aku L0--C0 hanya ingin memberitahu kalian satu hal, yaitu para wanitanya Siauya dan hartanya, aku dan Song Cin akan membawa pulang ke keluarga Kie. Kalian berdua silahkan saja!" Hong Kin sambil tersenyum dingin baru saja mau berkata, mendadak sorot matanya melihat keluar jendela, di luar jendela hanya ada bayangan pohon Liu yang melambai-lambai, dan air danau yang dingin dan jernih. Satu perahu pun tidak ada yang datang, tapi Hong Kin seperti melihat sesuatu. Wajah Tong Ang sekarang pun sam a. Sekejap Hong Kin mengeluh pelan-pelan: ^ "Kalian tidak pantas!" Kalian yang disebut dia, tentu saja menunjuk pada Co Ek-seng dan Song Cin, berdua. Co Ek-seng langsung menjadi marah katanya: "Apa katamu" Kami tidak pantas" Apakah hanya kalian yang pantas" Hemm ...l" "Betul. Pertama, kalian sudah membawa musuh datang kemari. Kedua, dan kalian tidak akan mampu mengantarkan wanita dan harta bendanya kembali ke keluarga Kie." Co Ek-seng marah sekali tapi malah jadi tertawa, berkata: "Jadi kalian baru pantas" Lucu, lucu. kalian tahu tidak aku .dengan Siau-Cong sudah bekerja pada tuan muda selama delapan sembilan tahun" Kalian" Kalian ini apa"' Hong Kin berkata: "Kalian adalah pegawai, tentu harus terus ikut dengan Siauya. Tapi kami ini bukan, kami di undang langsung dan dengan bayaran tinggi oleh Kie-samya (Tuan ketiga Kie), Kie Ting-hoan, supaya kami mengawal perjalanan Siauya, kami tentu saja berbeda dengan kalian." Tong Ang dengan berat mengeluh, tidak diragukan keluhan ini adalah karena tidak bisa melaksanakan tugasnya. Siapa Kie-samya itu, Co Ek-seng dan Song Cin tentu saja tahu, sesaat wajah mereka menjadi pucat seperti tidak berdarah, Kie Ting-hoan adalah paman ketiga Kie-siauya Kie Hong-in. Menurut kabar dia adalah salah satu dari tiga pesilat tinggi keluarga Kie. Tapi tinggi rendahnya ilmu silat adalah satu hal, kekuasaan adalah hal lain lagi. Kie Ting-hoan adalah orang yang paling ber-kuasa dikeluarga Kie, jika keluarga Kie menghukum mati tigalima orang pegawainya, itu seperti kapas jatuh ke atas air, sedikit riak pun tidak akan terjadi. Maka, jika Kie-samya merasa tidak senang pada peristiwa pembunuhan ini, asal dia sekali bicara saja, dijamin kepala Co Ek-seng dan Song Cin akan jatuh ke tanah, dan setelah kejadian ini mau diperkarakan juga tidak bisa. Mungkinkah Hong Kin dan Tong Ang adalah algojonya" Tapi apakah Kie-samya tidak memberi perintah itu pada mereka" Kekhawatiran dan kecurigaan Co Ek-seng dan Song Cin ternyata sangat tepat. Terdengar Hong Kin berkata lagi: "Samya pernah berkata, jika Siauya mengalami hal yang tidak diinginkan, orang-orang yang ikut dengan Siauya juga tidak perlu hidup lagi, kalian adalah orang-orang yang melayani Siauya, malah sudah lama sekali melayani Siauya bukan?" Dengan gagap buru-buru Song Cin berkata: "Kami......kami semua betul yang melayani Siauya, tapi......tapi Mo-to Hoyan Tiang-souw begitu lihay......" Hong Kin melangkah ke depan jendela, diam-diam menjulurkan tubuhnya keluar, seperti sedang memeriksa sesuatu. Maka perkataannya terpaksa dijawab oleh Tong Ang dengan tidak banyak bicara. Tong Ang juga punya cara sendiri, dia tidak menjawab, hanya pelan-pelan mencabut pedang panjangnya, itu sudah cukup menjelaskan. Co Ek-seng dan Song Cin bersama-sama mencabut golok panjangnya, bersiap-siap menghadapi lawan, tapi Tong Ang masih belum menyerangnya, jadi mereka tidak berani menyerang lebih dulu. Co Ek-seng dengan keras berkata: "Apa yang kalian inginkan" Walaupun kami benar-benar telah melakukan kesalahan fatal, kenapa kita tidak terlebih dulu bersama-sama menghadapi musuh, nanti setelah kembali ke tempat keluarga Kie baru diputuskan?" Di sisi jendela Hong Kin memalingkan kepala ke belakang sambil tertawa tawar berkata: "Jika aku dan Siau-Tong mati dalam pertarung-an, kalian pasti tidak akan pulang kembali ke rumah keluarga Kie." Co Ek-seng selain terkejut juga ketakutan: "Sembarangan bicara, kalau kami tidak pulang kembali kerumah keluarga Kie, lalu pulang kemana?" Dengan tertawa tawar Hong Kin berkata: "Coba kalian lihat wanita yang memakai baju hijau itu." Co Ek-seng melihat ke arah yang di tanya, lalu kembali melihat pada Hong Kin dan berkata: "Aku tahu, dulu aku pernah mengenalnya, dia dipanggil Cui Lian-hoa betul tidak" Tapi apa hubungannya dengan kami?" "Betul, dia memang dipanggil Cui Lian-hoa, hubungannya dengan kalian erat sekali." Hong Kin berkata lagi, "diam-diam aku sudah menyelidikinya, dan tidak satu pun dari kalian yang tidak tergila-gila pada dia, jadi bagaimana mungkin kalian akan mengantarkan kembali ke rumah keluarga Kie?" Kata-kata Hong Kin tentu saja bukan tanpa alasan. Di dalam hati pun Co Ek-seng sadar, dari enam orang pelayan termasuk dia sendiri, (juga bisa disebut pengawal, tidak termasuk Hong Kin dan Tong Ang), semuanya merasa tertarik dan merasa ingin memiliki yang amatkuat. Cui Lian-hoa hanya seorang wanita petani yang sangat biasa. Dia tinggal di depan pagoda Liu-ho di sisi sungai Kiantong. Menurut hasil penyelidikan, dua orang suami istri petani tua yang tinggal bersama dia adalah paman dan bibinya, kedua orang itu miskin, berusia lanjut dan tubuhnya lemah, sehingga dengan kekerasan Kie Hong-in bisa merebutnya. Dia meninggalkan seratus liang lebih uang perak, setelah itu membawa pergi Cui Lian-hoa, perbuatannya amanaman saja, tidak ada apa-apa, tidak ada akibatnya. Tapi Co Ek-seng malah tahu bukan saja ada akibatnya, malah sedang berkembang, karena Cui Lian-hoa memang terlalu cantik. Walaupun dulu rambutnya sedikit kusut, dan wajahnya kotor, tapi sudah membuat Kie Hong-in yang melihat hampir saja jatuh dari atas kuda, sekarang sesudah memakai baju sutra yang pas dengan dirinya, tentu saja tidak perlu dikatakan lagi kecantikannya. \ Kecantikannya Cui Lian-hoa hanya milik Kie Hong-in saja, memang tidak salah mengatakan begitu, tapi setelah Kie Hong-in mati, maka dia menjadi rebutan siapa saja yang dapat menguasai dia. @ @ @ Sekarang kelihatan sekali enam pengawal Kie Hong-in ini tergila-gila pada kecantikannya Cui Lian-hoa, malah Ceng-hoan-siang-kiam pun ikut-ikutan. Masalah jadi semakin kacau. Mengenai perkiraan ini, dalam kelompok laki-laki tidak perlu susah memikirkannya. Maka Co Ek-seng pun tidak perlu susah-susah memikirkannya, dia hanya perlu memutuskan, mau atau tidak memperebutkan wanita cantik yang di panggil Cui Lian-hoa, jika ingin merebutnya, maka dia harus berusaha mempertaruhkan nyawanya. Tapi kalau hanya berbicara di mulut saja, pasti tidak akan bisa mendapatkan wanita cantik ini. Jika bertarung dengan senjata, itu termasuk mudah mengatakannya tapi sulit melakukannya. Walaupun orang yang berilmu tinggi, jarang sekali menduga itu adalah permainan yang asyik, jarang sekali menduga itu adalah sebuah permainan, kecuali terpaksa sekali, bagaimana pun masalah per-tarungan lebih baik jangan melakukannya. BAB 2 Pelan-pelan Co Ek-seng menarik kembali golok panjangnya lalu memasukan kembali goloknya ke dalam sarung golok. Rupanya dia sudah mengurung-kan niatnya mempertaruhkan nyawa merebut wanita cantik itu. Tapi mendadak dia membusungkan dada, dan menggerakan goloknya. Niat dia tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat. Hong Kin berbicara dengan nada yang sedikit keheranan: "Sebenarnya aku tidak heran kau berani bertarung mempertaruhkan nyawa, tadi jelas-jelas kau telah mengurungkan niat, kenapa mendadak berubah pikiran lagi?" Co Ek-seng tertawa mengerikan lalu berkata: "Semua ini karena oleh Song Cin!" Jawaban ini benar-benar mengandung siasat yang am at licik d an membingungkan. Hong Kin membelalakan mata mengawasi Song Cin, tampak orang itu selain wajahnya yang bengis, tidak ada keanehan lainnya. Kenapa orang ini bisa membuat Co Ekrseng mendadak berubah dari ketakutan jadi pemberani" Mendadak dari menyerah untuk menyelamatkan nyawanya, menjadi lebih baik mati dari pada menyerah" Tapi belum lagi ditanya oleh Hong Kin, Tong Ang sudah berkata pula: "Aku pun tidak mengerti, sungguh aneh!" Hong Kin sudah tahu satu hal, yaitu jika sekarang dia menanyakan apa sebabnya pada Co Ek-seng dan Song Cin, mungkin mereka tidak mau menjawabnya. Maka dia meninggalkan sisi jendela, melangkah ke arah Co Ek-seng dan Song Cin berdua. Di dalam ruangan yang luas dan terang ini, sedikit pun tidak ada suara, juga tidak ada orang yang bergerak. Co. Ek-seng dan Song Cin menyiapkan golok panjangnya, siap saling melindungi. Karena Tong Ang sudah mundur ke samping, maka konsentrasi mereka sementara ditujukan pada Hong Kin seorang. Enam wanita yang duduk jauh di pojok ruang-an, juga dengan sorot mata keheranan memperhatikan para laki-laki yang sedang memegang pedang dan golok ini. Semua kejadian seperti dalam khayalan saja, semua seperti tidak ada nyatanya. Permainan apa yang sedang dipermainkan oleh para laki laki ini" Hong Kin menunjuk pada Co Ek-seng dan Song Cin dengan pedangnya yang menyilaukan mata, dengan dingin berkata: "Orang dulu bilang di bawah jenderal besar tidak ada prajurit yang lemah, kalian adalah pengawal keluarga Kie, aku tidak berani memandang sebelah mata pada kalian. Maka aku tidak akan menggunakan jurus pedang biasa, alasan lainnya yaitu musuh besar segera akan datang, jadi aku sudah tidak ada waktu lagi." Kata-katanya tampaknya sulit untuk di bantah. Apa lagi tidak ada manfaatnya lagi melanjutkan pembicaraan. Co Ek-seng berteriak pelan, goloknya sudah menyapu sebelum lawan selesai bicara. Serangan golok dia seperti burung Hong mengepakan sayap, menyerang ke jalan darah Tai-yang-hiat Hong Kin, di bawah ketek dan pinggang. Bersamaan waktunya golok Song Cin pun berkelebat, golok panjangnya secepat kilat ingin menggorok leher lawannya. Kerja sama kedua orang ini sangat hebat, seperti yang dikatakan Hong Kin 'di bawah jenderal besar tidak ada Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo prajurit yang lemah', pengawal keluarga Kie memang hebathebat. Walaupun serangan sepasang golok mereka sangat cepat dan hebat, tapi Hong Kin tetap bisa menghindar dengan waktu yang tepat. Tapi Hong Kin masih tetap dalam kurungan mereka, tidak bisa melepaskan diri. Dalam sekejap Hong Kin sudah mundur dua belas langkah, tubuhnya juga sudah hampir menyentuh jendela. Saat ini sinar golok Co Ek-seng dan Song Cin seperti kilat yang menyilaukan mata, hawa membunuh yang dingin benar-benar bisa membuat orang pengecut mati ketakutan. Dalam keadaan yang sangat menegangkan ini, jika penontonnya adalah orang biasa tentu tidak akan bisa bereaksi cepat. Tapi Tong Ang bukanlah orang biasa, ketika dia melihat Hong Kin berada di bawah angin dan mundur ke belakang, dia tetap tenang tidak bergerak, tampak-nya keadaan ini seperti tidak ada hubungannya dengan dia sedikit pun. Keadaan ini bagi orang yang bisa berpikir cepat, tentu bisa menilai keadaan yang sesungguhnya. Tampak Hong Kin berada di bawah tekanan sepasang golok lawan, tapi tiba-tiba dia menyabetkan pedangnya. Sabetan pedangnya tepat mengenai sasarannya, Co Ekseng dan Song Cin seperti batu penguji pedang di bukit Ho di Soh-ciu, dengan rapi sekali membelah menjadi dua. Di sini bukan mengatakan tubuh mereka terbelah menjadi dua, tapi serangan dahsyat mereka mendadak dibelah menjadi dua oleh sabetan pedang, menjadi dua kesatuan yang masing-masing tidak berhubungan. Pedang panjang Hong Kin tiba-tiba berpindah ke tangan kiri, setelah menyerang tiga jurus, lalu kembali lagi ke tangan kanan dan tiga jurus berturut-turut menyerang Song Cin yang berada di sebelah kanan. Co Ek-seng dan Song Cin segera terdesak mundur dua langkah besar ke belakang. Tapi jurus pedang Hong Kin seperti bermain sulap, bukan saja tidak menggetarkan mereka, malah membuat hati mereka diam-diam menjadi senang. Jika ini adalah jurus hebatnya Ceng-hoan-siang-kiam, maka tidak sehebat yang dibayangkan. Juga tidak mengherankan jika nama Ceng-hoan-siang-kiam Hong Kin tidak begitu ternama. Tapi pada saat ini dari kejauhan tiba-tiba jari telunjuk Hong Kin menyentil dan jari tengah tangan kirinya, bergerak seperti jurus pedang. Song Cin yang berada lima kaki lebih jauhnya langsung menjerit mengerikan dan roboh ke lantai. Tenggorokannya seperti tertusuk oleh pedang sungguhan, membuat dia langsung mati, sampai jeritan nya pun terpotong setengah! Sekarang hanya tinggal Co Ek-seng seorang diri, dan baru tahu dia telah salah perhitungan. Seorang lagi yang telah salah mengambil keputusan adalah Song Cin, tapi dia sudah mati. Setelah keadaan kembali normal, Co Ek-seng bukan menyelamatkan nyawa dengan melarikan diri, tapi dia malah ingin tahu setelah Song Cin terkena jurus Hoan-kiam (Pedang ilusi) yang tidak terlihat itu, apakah tenggorokannya berdarah atau tidak" Sebenarnya dia bisa melihat jawabannya dengan melirikkan matanya, tapi pedang sungguhan Hong Kin yang berkilat-kilat sudah datang kembali menusuk ke arah titik kematian di tenggorokannya, membuat kesempatan dia pun tidak ada lagi. Dia terpaksa mengayunkan goloknya ke atas menangkis. Satu jurus golok muncul dari sudut yang-tidak terduga, laksana kembang api memancar. "Traang!" malah bisa menangkis keluar pedang lawan. Hong Kin memiringkan rubuhnya, secepat kilat jurus pedang tangan kiri ditusukan dari kejauhan. Co Ek-seng hanya merasa dadanya sakit sekali, terlihat dadanya seperti benar-benar ditusuk oleh pedang sungguhan, tenaga di seluruh tubuhnya menjadi hilang, dan golok di tangannya tidak bisa digenggam lagi "Traang traang traang!" jatuh ke tanah. Dia menundukan kepala dan melihat dadanya tidak ada noda darah. Pikiran ini hanya sekilas lewat dalam otaknya, lalu diapun seperti Song Cin, selamanya tergeletak di atas tanah. % % % Hoyan Tiang-souw ingat tadi dia ingin sekali mengusap air danau, di atas wajahnya yang muda tidak tahan muncul senyuman harapan itu. Air danau See-ouw itu pasti sangat segar, juga pasti selicin wajah gadis cantik. Tapi Hoyan Tiang-souw tidak berani melaku-kan keinginannya. Sebab walaupun air danau sangat jernih dan menyenangkan, tapi jika tenggelam ke dalamnya, mungkin akan lebih menakutkan dari pada tenggelam di dalam lautan asmara. Sehingga dia pelan-pelan berjalan menelusuri tepi danau. Dengan ketajaman matanya yang mengejutkan, dari jarak yang amat jauh dia sudah melihat dengan jelas Co Ekseng dan Song Cin berdua masuk ke dalam sebuah rumah di pinggir danau itu. Melalui darat dia bisa sampai ke sana, berenang pun bisa walaupun ilmu berenangnya hanya pas-pas an, maka dia lebih mantap berjalan kaki saja. Di saat dia berpikir tahu-tahu sudah berada di belakang pohon di luar rumah itu, maka apa yang terjadi di dalam rumah dia pun sudah mendengarnya. Hanya saja dia tidak tahu bagaimana raut wajah Cui Lian-hoa itu, apakah secantik pemandangan See-ouw" Apakah selicin dan selembut air danau itu" Tampaknya ilmu silat Ceng-hoan-siang-kiam sangat aneh dan sulit dihadapi, perkiraan ini di peroleh dari jeritan Song Cin dan Co Ek-seng yang mengerikan ketika mereka terkena tusukan lalu meregang nyawa. Tapi Hong Kin dan Tong Ang pun bisa tahu ada musuh yang mendekat. Kemampuan yang hebat ini, bisa diukur dari kemampuan di bidang tenaga dalam mereka. Mengenai hal ini memang Hoyan Tiang-souw tidak berani memandang rendah, tapi juga tidak terlalu memperhatikannya, sebab dia sendiri pun memiliki kemampuan seperti itu! Dia sudah merasakan di dalam ruangan ada dua macam hawa membunuh yang berbeda, satu adalah hawa membunuh yang sifatnya keras dan brutal, satu lagi bersifat lembut negatif yang amat licik. Mungkin inilah arti sebenarnya 'Ceng' dan 'Hoan' itu" Sebenarnya bagaimana kehebatan jurus pedang mereka" ' ? ? ? Jurus pedang yang keras dan brutal termasuk 'Ceng', dan jurus pedang yang lembut negatif tergolong 'Hoan'. Hoyan Tiang-souw merasa perkiraannya pasti seratus persen benar. Namun saat dia masuk ke dalam ruangan dengan langkah lebar, saat ini Tong Ang salah satu dari Ceng-hoansiangkiam tiba-tiba seperti kelinci ketakut an, dengan kecepatan yang mengejutkan dia meloncat melarikan diri dari jendela lainnya. Hoyan Tiang-souw segera sadar, dia telah salah menduga. Selain itu dia juga sadar Ceng-hoan-siang-kiam tidak selalu harus bersama-sama dilakukan oleh dua orang, tapi jurus pedang hebat itu bisa dilakukan oleh satu orang saja. Jika begitu, dua macam hawa membunuh yang berbeda tadi apakah hanya keluar dari Hong Kin seorang diri, atau ada musuh kuat lain yang sedang bersembunyi" 8-x-8 Semua wanita dengan sorot mata keheranan dan kagum, menatap pada pemuda yang ber-perawakan tegap, kekar, dan berwajah gagah ini. Tidak peduli saat dia melangkah masuk atau sedang berdiri, selalu ada aura yang gagah menekan orang, membuat orang melihat dia langsung tahu pemuda ini selamanya tidak pernah tahu apa yang dinamakan 'ketakutan'. Sampai Hong Kin pun tidak tahan menarik nafas dingin dan berkata: "Kau pasti Mo-to Hoyan Tiang-souw.... Kie-siauya mati dibawah golokmu, kelihatannya memang sana Cui Lianhoa tampak sangat menonjol sekali, walaupun beberapa wanita yang ada disisinya juga benar ilmu silatnya kalah olehmu, jadi tidak perlu di buat heran lagi." Kerasnya suara Hoyan Tiang-souw seperti orang lain berteriak saja. Tapi melihat sikapnya terlihat dia berbicara dengan sikap yang normal saja, katanya: "Aku mengagumi jurus tombak Kie Hong-in, sayang dia orangnya jahat dan licik, sehingga terpaksa aku membunuhnya." Dilihat dari luar dia tampak hanya menjelaskan kenapa membunuh Kie Hong-in, tapi sebenarnya dia sedang membocorkan kekuatan aneh dari Mo-to nya! Tapi orang lain sulit bisa mengerti maksudnya. Kata Hong Kin: "Kita tidak perlu meributkan siapa yang benar siapa yang salah. Aku jujur saja padamu, walaupun aku orang yang tidak ternama, tapi tetap akan mempertaruhkan nyawa membela keluarga Kie." Dari kedua ujung alis Hoyan Tiang-souw mendadak terlihat hawa amarah. Sekarang dia tahu, Hong Kin mempertaruhkan nyawa, bukan sungguh-sungguh demi membalaskan dendam keluarga Kic, tapi demi wanita cantik yang bernama Cui Lian-hoa! Orang-orang semacam ini bicaranya selalu merasa paling benar dan terhormat, tapi dalam hati-nya .. Amarah Hoyan Tiang-souw timbul justru karena ini, tapi walaupun sedang marah, matanya tetap tidak tahan melihat ke arah para wanita yang berdiri dipojok sangat cantik, tapi jika dibandingkan dengan dia seperti bunga di pinggir jalan yang tumbuh bersama dengan bunga Bo-tan yang sedang mekar. Siapa pun orangnya, jika melihat tentu akan melihat dia dulu, dan di saat ini orang itu pun pasti tidak akan melihat wanita cantik yang ada disisinya. Hoyan Tiang-souw pun melihat sudut bibirnya bergerak, terkilas ada senyum yang tipis-tipis sekali. Selain itu di dalam matanya yang seperti air jernih, hanya sekejap tampak sudah mengutarakan banyak sekali perasaannya pada dia. Bagaimana mungkin" Diam-diam Hoyan Tiang-souw merasa heran. Siapa orang yang bisa dalam sekilas saling pandang, sudah dapat mengutarakan isi hatinya, harapan dan lainlainnya" Dia juga bisa dianggap orang yang paling keji, paling dapat mengendalikan diri, sebab sorot matanya bisa langsung berpindah dari wajah cantik Cui Lian-hoa yang dapat meluluhkan hati orang itu, berpindah kepada wanita setengah baya yang berpakaian kain kasar, padahal nyonya ini bisa masuk ke dalam golongan buruk rupa. Walaupun sorot mata Hoyan Tiang-souw hanya sekilas, tapi dalam harinya sudah meninggalkan satu bayangan aneh. Sorot mata Hoyan Tiang-souw sebenarnya hanya sekejab saja meninggalkan Hong Kin. Tapi Hong Kin sudah berkata: "Bagaimana" Dia cukup cantik bukan?" Sekarang Mo-to Hoyan Tiang-souw sudah berpindah ke telapak tangan kiri, biasanya dia mengepit goloknya di ketek kiri, tidak suka menyelipkan di pinggang atau diikat di punggung. Amarah di dalam hatinya jadi bertambah, tentu saja semua ini disebabkan oleh kata-kata Hong Kin. Dalam hatinya berkata: 'Cantik atau tidak wanita yang bermarga Cui dan bernama Lian-hoa, sama sekali tidak ada hubungan nya denganmu, Hong Kin. Kie Hong-in yang berengsek ini jelas mendapatkan wanita ini dengan cara yang tidak pantas, walau-pun sekarang Kie Hong-in sudah mati, bukan saja wanita ini tidak bisa kembali bebas, malah menjadi seperti harta warisannya Kie Hong-in, membiarkan kalian memperebutkannya......' Karena marah, tangan dia seperti sudah tidak tahan lagi menggenggam pegangan goloknya. Sebenarnya dia tahu, saat ini seharusnya dia meloncat keluar ruangan, mencari dulu Tong Ang yang sudah melarikan diri. Sebab dari jendela melihat keluar tidak tampak ada satu pun perahu, maka bisa diketahui Tong Ang pasti kabur melalui darat, tapi Tong Ang pasti tidak mau segera pergi menjauh. Pertama, karena Hong Kin belum tentu kaplah dan belum tentu terbunuh, kedua walaupun Hong Kin kalah dan terbunuh, dia juga bisa memperoleh banyak bahan untuk dilaporkan setelah kembali nanti. Maka jika tanpa diduga dia tiba-tiba meninggalkan Hong Kin, lalu keluar mencari Tong Ang terlebih dulu, pasti akan berhasil. Tapi api amarah dia telah memenuhi dadanya, golok di tangannya seperti ingin meloncat keluar saja. 'Tidak usah pedulikan lainnya," pikir Hoyan Tiang-souw di dalam hati, 'pokoknya jika Tong Ang lari pun aku tidak takut, tapi kepala Hong Kin bagai-mana pun harus dipenggal.' Terdengar Hong Kin berkata lagi: "Ku dengar akhirakhir ini dengan satu sabetan golok saja kau sudah Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo membunuh Swat-heng-kin-leng, Cin Hong (Es melintang dari gunung Kin). Menurut yang kutahu Cin Hong adalah orang yang akhir-akhir ini termasuk pesilat kelas satu dalam ilmu golok, usianya tidak terlalu tua, orangnya sangat lurus, karena dia adalah salah satu murid dari Ceng-kuncu (Lakilaki sejati) Ku Jin-houw......" Hoyan Tiang-souw mengerutkan alis tebalnya, menunjukan hatinya yang kesal, dengan sembarangan berkata: "Siapa Ceng-kuncu Ku Jin-houw?" Hong Kin merasa keheranan: "Kau adalah orang yang belajar ilmu golok, malah tidak tahu apa dan siapa saja yang dijuluki tujuh golok ternama di dunia persilatan masa kini?" "Tidak tahu, apa Ku Jin-houw salah satunya?" "Hay, kau menjawab dengan begitu tegas, mungkin kau benar-benar tidak tahu, aku tidak menger ti mengapa gurumu tidak memberitahukan tujuh golok ternama di dunia ini padamu. Hari itu dengan satu sabetan golok kau telah membacok Swat-heng-kin-leng, Cin Hong menjadi dua dengan golokmu, kejadian ini membuat orang terkejut akan ilmu Mo-to mu. Tapi inipun membuat banyak orang menjadi marah, sebab Swat-heng-kin-leng, Cin Hong adalah seorang yang lurus dan amat kesatria, temannya pun tentunya tidak sedikit!" Sebelum Hoyan Tiang-souw mengubar adat-nya, mendadak sekelebat dia melihat pada Cui Lian-hoa, kemudian sorot matanya dalam sekejap sudah kembali lagi pada Hong Kin. Tapi dalam hatinya masih tertinggal bayangan Cui Lianhoa yang mengerutkan alis dan memejamkan matanya. Jelas sikapnya bermaksud sangat menyayang-kan dirinya, juga ada semacam perasaan yang mem-buat orang tergetar. Amarah dia segera jadi meledak, teriaknya: "Brengsek, hati-hati, aku juga akan membelah-mu menjadi dua dalam satu sebetan golokku!" Dengan posisi miring Hong Kin menjulurkan pedangnya ke atas, menyiapkan kuda-kudanya. Jurus ini walaupun jurus bertahan, tapi sangat sempurna, sedikit pun tidak ada celah. Tapi begitu Hoyan Tiang-souw melihat, dia malah dapat melihat Sang-seng-hiat di atas kepala, dan Hwie-in-hiat di bawah tubuh Hong Kin terdapat celah. Dengan kemarahannya, Hoyan Tiang-souw secepat kilat mencabut Mo-tonya. , Kilatan sinar yang menyilaukan mata dan dua tetes air mata yang jernih segera terpampang di udara. Dia sama sekali tidak memikirkan kenapa setelah lawan menyiapkan jurus pertahanan yang sempurna, malah di kepala dan di bawah tubuhnya bisa muncul celah! Dia sudah terlalu banyak mengalami hal ini, setiap kali goloknya menyerang dengan amarah, tanpa sadar dia bisa melihat celah lawannya, kalau orang lain apakah bisa menggunakan celah ini dan menyerang-nya, dia tidak tahu. Dia hanya tahu Mo-to dia pasti bisa berhasil, dan dia juga tahu Mo-to nya tidak ada jurus yang pasti, Mo-to nya selalu bergerak menurut keadaan, begitu melihat celah langsung menyerangnya. Setelah itu dia pun tidak tahu bagaimana gerakan goloknya, harus disebut apa jurusnya" Jika Hong Kin tidak berulang-ulang menyebut Swathengkin-leng, Cin Hong orang yang lurus dan kesatria, amarah dia mungkin tidak akan sebesar ini. Cin Hong jelas-jelas tidak bisa disebut orang baik, Hong Kin justru malah memutar balik kenyataan nya, sehingga sampai Cui Lian-hoa pun jadi timbul salah paham, dengan demikian amarah dia jadi benar-benar besar sekali. Hong Kin menggunakan 'pedang asli' bertahan rapat sekali, tapi satu kesempatan pun tidak ada untuk Hoankiam' nya menyerang, yang tampak hanya dua tetes air mata yang terang menyerangnya. Bersamaan waktu itu di atas kepalanya terasa ada satu perasaan aneh yang tidak pernah dialaminya. Tentu saja harus ada perasaan aneh, karena...... ? ? ? Sinar golok dingin laksana es, dan laksana kilat di langit malam yang amat gelap. Cui Lian-hoa sendiri pun mengeluh pelan, punggungnya lemas menyandar kesandaran kursi. Laki-laki muda ini... tapi aku merasa terlalu lelah, aku malah tidak ingin berkenalan dengan dia... Selain itu ada empat gadis cantik lainnya sudah jatuh pingsan. Semua karena melihat seseorang hidup-hidup telah di belah menjadi dua... dari atas kepala di Shang-seng-hiat sampai ke Hwie-in-hiat di bawah tubuh, laksana membelah bambu saja. Satu orang yang tadinya utuh telah di belah menjadi dua bagian. Suara pik pik pak pak saat membelah bambu, dan golok bergerak dengan lancar membelah ke bawah, tidak peduli yang menonton atau diri sendiri, pasti merasa lancar dan senang. Namun seorang yang hidup di belah jadi dua, keadaannya jelas sangat berbeda. Cairan otak, darah segar, jeroan dan lain-lain, semua itu sudah pasti tidak akan membuat orang senang, dan hilangnya satu nyawa juga tidak akan bisa diterima siapapun. Mo-to (Golok setan) itu malah masih tetap bersih bersinar, sedikit pun tidak ada noda darah. Tapi hal ini hanya orang yang penglihatannya sangat tajam baru bisa melihatnya, karena Mo-tp dalam sekejap sudah menghilang, sudah masuk kembali ke sarung goloknya. Hoyan Tiang-souw seperti yang sudah diduga oleh siapapun, dengan langkah besar melewati mayat, tumpahan darah dan lain-lainnya, berjalan menuju Cui Lian-hoa. Dia berhenti pada jarak enam tujuh kaki di depan Cui Lian-hoa, lalu mengerutkan alis tebalnya. Sorot matanya walaupun menatap pada Cui Lian-hoa, tapi jelas dia tidak benar-benar sedang melihatnya, sorot mata dia seperti sedang melihat benda-benda yang tidak tampak di bumi ini. Di dunia ini memang ada beberapa benda yang tidak bisa di lihat oleh mata telanjang. Sebutlah benda, molekul tidak bisa dilihat, baksil pun tidak bisa dilihat, kecuali menggunakan alat-alat canggih. Jika bicara tentang semangat atau kejiwaan, maka memakai alat pun tidak ada gunanya. Hanya bisa dengan Hwie-gan (mata kepintaran) baru ada gunanya. Apa sebenarnya yang tampak oleh Hoyan Tiang-souw" Dia sendiri sedikit pun tidak bisa menjelas kan, untungnya ada seseorang yang mau berbicara, menjawab teka-teki ini. "Kau memangpesilat tinggi kelas satu." Suara-nya kasar, tapi tetap terdengar sebagai suara wanita, dia berkata lagi, "Sampai bahaya yang tidak tampak pun kau bisa melihatnya, tidak diragukan lagi Hong Kin dan Kie Hongin mereka kalah satu tingkat dari mu!" Wanita yang bicara ini duduk di sebelah kiri Cui Lianhoa, dia berbaju hijau dari kain kasar, usianya kurang lebih tiga puluhan, wajahnya tidak terlalu cantik. Wanita berbaju hijau ini pernah meninggalkan kesan aneh di dalam hati Hoyan Tiang-souw, tapi saat ini dia tidak ada waktu untuk menyelidikinya, namun sekarang tidak perlu menyelidikinya lagi. Dia tidak bersuara menengok ke arahnya, tidak melakukan apa-apa. Tegapnya berdiri, laksana gunung saja, tidak saja mantap, tenang juga kuat seperti gunung, kehening annya juga sama. Siapa yang pernah mendengar gunung bicara" Lebih lebih tidak mungkin cerewet seperti wanita berlidah panjang! Di dalam mata wanita berbaju hijau ada sinar semangat, membuat wanita biasa yang berwajah buruk, berubah menjadi seorang besar yang sulit diukur! Lalu suara dia berubah menjadi lembut menarik, dia berkata: "Terhadap Ceng-kuncu Ku Jin-houw dan Ceng-hoansiangkiam, siapa mereka, dari mana mereka berasal, kau tidak tahu, tapi kau tidak memberi ampun, sedikit pun tidak mempedulikan, maka terhadap siapa aku, mungkin kau juga tidak akan mempedulikan atau menanyakan?" Perkataan Hoyan Tiang-souw memecahkan keheningannya: "Betul, sebab asal di dalam hatiku sudah tahu kau sangat lihay, musuh kuat yang tidak pernah ku temui, itu sudah cukup!" , Dengan ramah dan tulus wanita berbaju hijau bertanya: "Bagaimana kau bisa tahu?" "Sebab sesaat sebelum aku masuk, aku sudah merasakan hawa membunuhmu, tadi aku menghenti-kan langkah, itu juga dengan sebab yang sama, kau pasti tahu! Hay, ini sungguh hal yang tidak bisa di bantah, jujur saja kekuatan hawa membunuhmu sampai jarak beberapa Li saja sudah terasa. Di jaman sekarang, ku dengar selain Thikaksiang-jin (Hweesio kaki besi) dari Siauw-lim yang dapat melenyapkan hawa membunuhnya, seperti golok membelah arus air, burung terbang di atas langit, sedikit pun tidak meninggalkan jejak. Orang lain sedikit banyak selalu ada hambatan, tapi Thikaksiang-jin yang sudah berusia seratus tahun lebih, ingin bertemu dengan dia pun sangat sulit, maka tidak bisa dibicarakan atau dibuktikan betul tidaknya hal ini!" Jika inti pembicaraannya adalah batas tertinggi berlatih ilmu silat, tentu saja sangat berbeda dengan kabar burung. Hoyan Tiang-souw tampak bersemangat dan besar rasa ingin tahunya, dia bertanya: "Bagaimana dengan diriku, apa kau tahu, bisa mengalahkan aku atau tidak?" Wanita berbaju hijau menjawab sambil menggelengkan kepala, lalu balik bertanya: "Bagaimana denganmu?" "Kadang bisa, kadang juga tidak bisa." Jawab Hoyan Tiang-souw. Wanita berbaju hijau diam sejenak lalu berkata: "Tadinya aku mengira setelah Kie-siauya di kawal oleh Ceng-hoan-siang-kiam, sudah cukup untuk berkeliling dunia, siapa tahu walaupun di tambah aku juga tidak cukup. Kau adalah musuh yang paling menakutkan, jika satu lawan satu mungkin nasibku seperti Hong Kin, tapi aku ada pikiran sendiri dan akal sendiri." "Aku tahu," Alis tebal Hoyan Tiang-souw kembali mengerut dan berkata, "kau tidak takut mati, aku tidak tahu kenapa setiap orang takut mati tapi kau bisa tidak. Selain itu asal kau menggerakan tangan, lima orang gadis itu segera akan menjadi mayat, kau menggunakan cara bertarung bersama-sama mati, tapi kenapa menggunakan cara ini padaku?" Wanita berbaju hijau tertawa dingin, berkata: "Sebab jika aku sudah bertekad itu, maka ada kemungkinan aku bisa mengalahkanmu." Dari pembicaraan mereka yang samar-samar, paling sedikit bisa diketahui bahwa nyonya berbaju hijau ini sedang menggunakan taktik perang, tidak boleh mundur hanya boleh maju dan batu biasa dengan batu giok bersama-sama habis terbakar. Maksudnya tidak boleh mundur hanya boleh maju adalah setelah dia membunuh seluruh gadis, dia sendiri pasti tidak akan dibiarkan begitu saja oleh Hoyan Tiangsouw. Di dalam keadaan mendesak seperti ini, pertarungannya yang habis-habisan ini, sangat mungkin malah bisa memenangkan pertarungannya. \ Mengenai taktik batu biasa dengan batu giok bersamasama habis terbakar. Sementara masih belum tahu batu giok itu apakah dia atau para gadis itu" Dan misalnya 'giok' itu adalah para gadis, juga tidak tahu salah satunya gadis yang mana" Apakah Cui Lian-hoa" Alis tebal Hoyan Tiang-souw pelan-pelan terangkat, suaranya jadi semakin seperti suara geledek, dengan keras dia berkata: "Paling baik kau jangan membuat aku marah, sebab akibatnya kau tentu sudah tahu!" Dia memang tidak boleh di buat marah, sebab jika marah maka goloknya akan keluar dari sarungnya, saat itu akibatnya Selain 'kematian', mungkin tidak ada lain lagi. Orang lain tentu saja tidak tahu hubungan amarah dia dengan Mo-to begitu eratnya, pengaruhnya begitu besar. Semangat di dalam mata nyonya berbaju hijau lebih membara lagi, jelas dia sudah mengumpulkan seluruh tenaga dalamnya, bersamaan itu diwajahnya juga sudah tampak kegeraman yang mendesak! Kalau wanita menampakan kegeraman seperti ini, artinya dia sudah tidak mempedulikan segalanya, tidak takut pada apa pun. Benar saja terdengar dia tertawa dingin berkata: "Jangan membuat kau marah" He he he, lucu, sungguh lucu, setelah membuat kau marah, lalu kau bisa apa?" Sebenarnya dia sendiri tidak tahu akan jadi bagaimana setelah membuat Hoyan Tiang-souw jadi marah" Selain itu tentu saja dia masih ada kata-kata yang lebih kasar, lebih kotor yang mau dikatakannya, wanita jika ingin membuat marah laki-laki, biasanya sangat mudah melakukannya, sebab mereka masing-masing memiliki cara Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo rahasia, dan biasanya laki-laki tidak bisa melawannya, maka terpaksa terkena siasat-nya si wanita dan membuat jadi marah. Tapi kata-kata dia bisa dihentikan oleh satu suara yang lembut manis dan tepat saat terdengar, orang yang bicara adalah Cui Lian-hoa, suaranya secantik dan menarik wajahnya. Dia berkata: "Hoyan Tiang-souw, kau jangan marah." Dia pasti sangat tahu daya tarik dirinya, maka sama sekali tidak memerlukan alasan apa-apa, dan kenyataannya juga sesimpel itu, Hoyan Tiang-souw segera meredakan amarahnya, tidak marah lagi. Wanita berbaju hijau tertawa dingin dan berkata: "Tampaknya dia sudah tidak marah lagi. Tapi aku berani jamin dia segera tidak akan bisa menahan tabiatnya lagi!" Senyum Cui Lian-hoa tipis dan lembut, cantiknya, wah tidak perlu dikatakan lagi. "Aku tahu, sebab asalkan kau membunuh siapa saja dari kami ini, maka dia akan marah sekali, jika dugaanku tidak salah, harap kau mau mendengarkan nasihatku." Sorot mata tajam nyonya berbaju hijau meneliti dan menyelidiki lawannya beberapa saat, baru berkata: "Ternyata benar, kau ini bukan anak petani biasa, sudah sejak lama aku ada perasaan ini, tapi setelah'dilihat-lihat, aku pun tahu kau sama sekali tidak bisa ilmu silat." "Aku memang tidak bisa silat, tapi bukan tidak mengerti." Cui Lian-hoa berkata, "Jika aku bisa ilmu silat, ketika Kie Hong-in mau menawanku, tentu aku akan sekuatnya memberontak." "Betul juga kata-katamu, tapi sampai sekarang aku belum pernah mendengar nasihatmu!" Cui Lian-hoa berkata: "Nasihatku adalah paling baik kau diam-diam kembali lagi ke Lam-kiang." Wajah wanita berbaju hijau jadi berubah: "Kau sudah tahu siapa aku" Bagaimana kau bisa tahu?" Dalam hati Cui Lian-hoa terbayang satu wajah bersih dari seorang setengah baya, sepasang matanya yang dalam dan penuh kepintaran, tampak bisa membaca setiap isi hati lawan. 'Hay Cin Leng-tong, jika kau adalah aku, kau pasti akan tahu lebih banyak dari padaku, sehingga kau juga pasti mempunyai cara yang lebih baik untuk mencegah peristiwa ini. Tapi sayang aku hanya Cui Lian-hoa bukan kau Cin Leng-tong, makanya aku tidak ada sedikit pun keyakinan!' Sorot mata wanita berbaju hijau mendesak dia menjawabnya. Cui Lian-hoa terpaksa berkata: "Asalkan aku mencium baumu, dan sarung tangan dari kulit manusia warna daging yang selalu kau pakai, aku sudah tahu kau adalah pesilat tinggi dari Can-bian-tok-kiam (Kapas bergulung pedang beracun) di Lam-kiang (Perbatasan selatan), tapi siapa nama aslimu, aku tidak tahu." Can-bian-tok-kiam dari Lam-kiang adalah salah satu jurus pedang yang tidak ada tandingannya, yang bisa disejajarkan dengan Hiat-kiam (Pedang darah), di dunia persilatan tidak mengherankan jika ada orang yang mengenalnya. Tapi masalahnya adalah para pesilat pedang aliran ini (semuanya wanita) sangat tersembunyi, tidak tampil keluar, sampai namanya pun jarang diketahui, maka sangat aneh jika Cui Lian-hoa bisa menyebutkan aliran perguruan mereka, sehingga itu jadi pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Dalam tawa dinginnya wanita berbaju hijau terkandung hawa kejam dan jahat: "Bagus, kau hebat sekali, sayang kau tidak tahu aku sudah tidak bisa kembali lagi ke Lam-kiang. Melihat luasnya dunia ini, hanya Kie-samya, Kie Ting-hoan yang berani menerima aku untuk tinggal, makanya hari inipun aku hanya bisa melakukan apa yang harus aku lakukan!" Cui Lian-hoa menganggukan kepala: "Aku mengerti, maka aku tidak menyalahkan-mu, menurut pandanganku, Kie-samya pasti seorang yang gagah berani dan berpandangan luas. Jika tidak, orang seperti Ceng-hoan-siang-kiam, apa lagi orang seperti kau ini, mana mungkin mau dengan suka rela, mati untuk dia?" Kata nyonya berbaju hijau berkata: "Dia memang orang yang luar biasa. Jika aku seperti kau, muda dan cantik, aku pasti rela jadi selirnya, seumur hidup mengikuti dia melayani dia..." Gelombang mata Cui Lian-hoa penuh dengan kesedihan, senyumnya juga menjadi senyum pahit: "Kelihatannya jika Hoyan Tiang-souw tidak membunuhmu, maka pasti kau yang membunuh dia, selain itu tidak ada jalan lain lagi!" "Bagaimana kau bisa tahu?" "Jika kau tidak ada tekad ini...." Berbicara sampai disini mendadak dia teringat Cin Leng-tong yang pandai menebak hati orang, karena dia merasa perilakunya sekarang mirip sekali dengan dia, maka dia melanjutkan perkataannya, "kau pasti tidak mau mengatakan isi hati dan kata-kata yang sebenarnya pada kami. Jika kami semua sudah mati, rahasiamu pasti tidak akan bocor, jika kau yang mati, rahasianya terbongkar atau tidak, juga sudah tidak penting lagi!" "Betul, tapi aku tetap berharap kalian yang mati, bukan aku yang mati!" Hitung-hitungan seperti ini, anak kecil pun bisa menghitungnya, tidak perlu didiskusikan lagi. Cui Lian-hoa tersenyum dan berkata: "Walaupun begitu, tapi sayang kau telah melewatkan satu hitungan yang paling penting." Wanita berbaju hijau dengan dingin berkata: "Tidak, sama sekali tidak akan." "Kau terlalu percaya diri," Kata Cui Lian-hoa sambil tertawa. Tawanya tetap masih begitu cantik, suaranya pun tetap terdengar enak dan menarik orang. "Kenapa kau malah tidak mempertimbangkan" Jika Hoyan Tiang-souw mengalahkanmu, tentu saja dia tidak akan mati. Dan walaupun kau telah kalah, tapi juga tidak mati, hanya terluka dan ditawan, saat itu bagaimana dengan dirimu" Kau tidak berani kembali ke Lam-kiang, dia justru mengantar kau kembali ke Lam-kiang, kau ingin mati, dia justru tidak membiar-kan kau mati." Warna wajah wanita berbaju hijau berubah. Cui Lian-hoa mendesak pertanyaannya: "Jika terjadi keadaan begitu, kau mau apa?" Wanita berbaju hijau berpikir-pikir sejenak, dengan tertawa dingin dan berkata: "Itu urusanku dengan Hoyan Tiang-souw, tidak ada sangkut pautnya denganmu. Karena di saat itu kau sudah tidak bernafas, sudah tidak ada perasaan, segala masalah di dunia ini semuanya dan selamanya tidak ada hubungannya lagi denganmu." "Aku percaya kau sanggup membunuh kami, tapi setelah kau melakukannya, kau pasti malah akan menyesal! Coba kau pikir, jika kau sudah memutuskan kami berlima menemanimu pergi ke akhirat, tapi mendadak menemukan salah satu dari kami tidak bisa kau bunuh. Kau tentu saja sangat tidak senang dan merasa menyesal, orang lain mati masih tidak apa-apa, tapi jika orang ini justru aku Cui Lianhoa, bagaimana kau bisa mati dengan tidak penasaran?" Setiap kata-katanya adalah kenyataan, dan setiap katakatanya saling berhubungan, membuat orang terpaksa mendengar, malah terpaksa memikir-kan untung ruginya. Maka wanita berbaju hijau tidak segera menyerangnya. j Cui Lian-hoa melanjutkan: "Can-bian-tok-kiam dari Lam-kiang walaupun salah satu jurus pedang terhebat masa kini, bisa dibandingkan dengan Hiat-kiam dari Yan-pak, tapi di dunia ini masih ada beberapa jurus pedang yang tidak ada lawan lainnya yang dapat dibandingkan dengan kalian. Seperti dulu ada Chun-hong-hoa-goat-lou dari Yang-ciu, dua keluarga di dunia persilatan ini, di antaranya mempunyai jurus pedang Tay-ci-hoat (Alam besar) dari keluarga Liu dan bisa disetarakan." Kata wanita berbaju hijau: "Walaupun jurus pedang Tay-ci-hoat dari keluarga Liu di Chun-hong-lou bisa disebut tiada duanya di dunia, tapi apa hubungannya dengan diri-mu, kau kan bukan bermarga Liu." "Walaupun aku tidak bermarga Liu, tapi Bu-ceng-siau (Seruling tanpa perasaan) dari keluarga Cui di Hoa-goatlou, tampaknya juga tidak lebih lemah dari pada pedangnya keluarga Liu di Chun-hong-lou." Dari beberapa keluarga dunia persilatan yang ternama, keluarga Liu dan keluarga Cui dari Yang-ciu yang paling menonjol. Itu karena dua keluarga besar ini sama-sama berada di Yang-ciu, dan turun temurun hubungannya sangat erat, seperti satu keluarga saja. Di dalam rumah keluarga Liu ada sebuah gedung Chunhong (Angin musim semi), di rumah keluarga Cui ada gedung Hoa-goat (Bulan berbunga), sama-sama dibangun dengan megah dan mewah. Sehingga entah di mulai dari kapan dunia persilatan menyebut mereka Chun-hong-hoa-goat-lou. Puluhan tahun terakhir ini dua keluarga besar Liu dan Cui sudah sangat lemah. Menurut kabar, beberapa tahun lalu kedua keluarga ini mendadak mengalami musibah, sampai satu penerus pun tidak ada, Chun-hong-hoa-goat-lou yang ternama itu pun sudah berganti tuan. Namun kebesaran nama kedua keluarga ini masih belum dilupakan orang, apa lagi para pesilat tinggi masa kini, pasti pernah mendengar kebesaran dan sejarah kedua keluarga ini. Maka tidak mengherankan jika wanita berbaju hijau merasa terkejut sampai membelalakan sepasang matanya. Jika dia kelahiran dari perguruan Can-bian-tok-kiam dari Lam-kiang, tentu saja tahu akan Bu-ceng-siau nya keluarga Cui dari Hoa-goat-Iou, adalah salah satu ilmu silat yang tiada duanya di dunia. Jika Cui Lian-hoa benar adalah keturunannya Bu-cengsiau, maka dia bisa tidak di masukan ke dalam daftar kematian, itu adalah hal yang tidak mengheran-kan. Sudut mata wanita berbaju hijau diam-diam melirik pada Hoyan Tiang-souw, sambil menengadah-kan kepala dia tertawa dingin dan berkata: "Walaupun kau benar keturunan dari Hoa-goat-lou, aku juga tidak takut, malah jadi tidak akan melepaskanmu......" Seharusnya dia melakukan serangan tiba-tiba, sebab ini adalah langkah yang telah dia siapkan dan direncanakan, siapa sangka Hoyan Tiang-souw yang dilihat sudut matanya sudah bergerak lebih dulu dari pada dia. Maka dia segera membalikan tubuh, dengan langkah besar keluar dari ruangan, tidak melihat ke belakang lagi. Pek-mo-ci-to (Golok setan yang merana) yang dikepitnya, jadi ikut menghilang bersama orangnya. Di lantai hanya tertinggal darah yang berlumuran, dua bagian tubuh Co Ek-seng dan mayatnya Song Cin. Wanita berbaju hijau sesaat jadi lupa bergerak untuk membunuh, malah balik bertanya: "Mau apa dia" Kenapa dia mendadak pergi" Apa dia sudah tidak mempedulikan lagi hidup matinya kalian?" Cui Lian-hoa tidak menjawab, hanya pelan-pelan menghela nafasnya. ca ca ca Dengan Mo-tonya yang tidak berperasaan Hoyan Tiangsouw meraja lela di dunia persilatan, tapi orang semacam dia ternyata bisa muncul dalam kerumunan orang dan mendengarkan khotbah di dalam kuil Budha. Saat dia duduk di dalam kerumunan jemaat yang mendengarkan khotbah, duduknya paling tegak, paling hikmat, juga paling konsentrasi. Golok dia dibungkus dengan kain hitam, di taruh di atas lututnya, tidak ada orang yang melirik dan memperhatikannya. Sebab biasanya di dalam kuil Budha yang suci, daging dan arak pun tidak ada orang yang berani membawanya, apa lagi senjata pembunuh. Hweesio tua yang sedang berkhotbah wajahnya terlihat serius dan suaranya menggelegar. Membuat orang sekali menatap tampangnya dan pembicaraannya, tidak tahan timbul perasaan hormat. Hal ini bisa menjelaskan, di dalam begitu banyaknya para hweesio, pasti tidak akan menemukan ke lima indranya tidak lurus, atau tubuhnya cacad. Hoyan Tiang-souw berusaha membuat dirinya konsentrasi mendengarkan khotbah yang sangat dalam dan detail itu. Dia sudah terbiasa mendengarkan khotbah semacam ini, sebab ketika dia berusia lima enam belasan tahun, di Thiancin dia cukup lama mengikuti seorang hweesio yang bernama Kheng-it. Seorang hweesio yang pandai berkhotbah, walaupun yang dihadapinya hanya seorang anak muda, sedikit banyak juga bisa menjelaskannya. Sekarang dia pun merasa khotbah hweesio besar ini sangat seru, sebab kebetulan hweesio tua itu sedang menjelaskan 'ruang' dan 'waktu', dan waktu dengan ruang adalah hal yang harus diperhatikan sekali di dalam ilmu silat kelas tinggi. Hweesio tua mengatakan ruang dan waktu adalah kejadian khusus yang termasuk di dalam rohani dan jasmani, tidak ada wujudnya, dengan kata lain, bukan sungguh ada ruang dan waktu (maksudnya bukan kosong hampa). Misalnya 'ruang', dalam hati bisa disebut'arah'. Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Hweesio tua mengambil contoh, kenapa arah termasuk di dalam kejadian" Kalau kau berkata kau berdiri di timur, maksud nya hanya menunjukan kau berdiri di tempat yang berlawanan dengan barat, bukan benar-benar ada 'timur'. Jika kau meneruskan jalan ke timur, maka timur yang tadi sekarang menjadi barat. 'waktu'juga demikian. Di dunia kita ini satu hari adalah dua puluh empat jam, di dunia lain mungkin satu hari juga dibagi menjadi dua puluh empat jam. Hanya saja satu hari disana mungkin sama dengan satu tahun atau sepuluh tahun di dunia kita, malah lebih panjang atau lebih pendek (telah ditunjuk an dan dibuktikan oleh teori relatif.) Pokoknya, seperti waktu dan ruang, jika ada benda yang benar-benar ada wujudnya, maka tidak boleh ada sifat yang berubah-rubah tidak menentu ini. Karena itu hubungan 'waktu' dan 'ruang' dengan ilmu silat sangat erat, makanya Hoyan Tiang-souw mendengarkan dengan penuh kegembiraan, sementara bisa melupakan wajah cantik yang tiada dua nya itu... Cui Lianhoa. Tapi... bagaimana keadaan dia sekarang" Apakah dia dapat menaklukan wanita berbaju hijau itu" Kemana dia pergi" Jika dia tidak bisa menaklukan lawannya, apa yang akan dialaminya" Mata dia walaupun menatap pada hweesio tua di atas altar, tapi hatinya sejenak terbang keluar dari kuil Han-san di Soh-ciu, terbang ke sisi danau See-ouw di Hang-ciu, paling sedikit juga mondar mandir di daerah itu. Begitu timbul pikiran itu, segera dia ingin pergi ke sana untuk melihatnya. Tapi niatnya segera dibatalkan, karena kejadian nya sudah lewat satu hari. Tidak peduli Cui Lian-hoa mengalahkan lawannya, atau masih berada dalam kendali wanita berbaju hijau itu, pokoknya sekarang pergi pun sudah ter-lambat, sudah tidak ada gunanya. Tapi jika kata-kata wanita berbaju hijau itu benar bahwa dia sama sekali tidak bisa ilmu silat, maka ada kemungkinan apa, dia bisa mengalahkan wanita berbaju hijau itu" Ada kemungkinan apa, dia dapat meloloskan diri dengan selamat" Tapi jika dia sama sekali tidak bisa ilmu silat, kenapa dia berani berkata hanya dia seorang diri yang bisa tidak mati (Jika wanita berbaju hijau membunuh)" Tampak kedua alis tebal Hoyan Tiang-souw menggambarkan satu kegelisahan, tapi bukan amarah. Tubuh dia yang tegap kekar mendadak berdiri dari kerumunan pendengar. Suara gelegar hweesio tua mendadak terhenti, lalu melakukan satu gerakan isyarat tangan. Hoyan Tiang-souw dengan penuh perhatian segera memperhatikan hweesio tua itu. Semua karena isyarat tangan hweesio tua yang kelihatannya hanya sembarangan menggerakannya. Tapi di dalam perasaan Hoyan Tiang-souw, itu malah sebuah jurus golok yang sangat lihay. t Jurus ini jika diperagakan dengan sebildh golok, delapan atau sepuluh musuh kuat pun segera akan tergeletak mati di tanah, itu bukah masalah aneh. Ilmu hebat apapun tentu saja menjadi perhatian Hoyan Tiang-souw. Apa lagi jurus golok! 0 -dw- 0 BAB 3 Dalam pandangan Hoyan Tiang-souw dia sedang berdiri di atas lapangan liar, seratus lebih jemaat di sekeliling yang sedang mendengarkan khotbah seperti tidak ada, dalam matanya hanya ada seorang hweesio tua itu. Hweesio tua itu tetap masih bersikap serius, tapi sorot mata dan suaranya sangatlembut, dia berkata: "Ku rasa aku sudah tahu siapa dirimu!" "Belum tentu, tapi aku tahu kau adalah Ji-hong Lo-hweesio." Kata Hoyan Tiang-souw. Senyum hweesio tua itu selain penuh kasih juga terasa sangat akrab, dia berkata lagi: "Ku kenalkan satu orang padamu, mau tidak?" "Terima kasih, tapi sekarang ini aku tidak mau menemui siapa pun, apa lagi dia!" Setelah berkata Hoyan Tiang-souw sendiri merasa terkejut, kenapa dia bisa menolak begitu cepat dan tegas. Siapa 'dia'" Hoyan Tiang-souw tidak bisa menjelaskan, dan Ji-hong hweesio pun tidak mengatakan. Hweesio besar dan tosu yang sudah tinggi ajarannya, dari aliran Budha dan To, tingkah lakunya sering muncul yang aneh-aneh dan sulit diduga. Ji-hong hweesio melihat Hoyan Tiang-souw melangkah keluar ruangan, melihat dia menundukan kepalanya sedikit, supaya tidak membentur ranting pohon di luar ruangan. Hweesio tua itu tidak memanggil lagi, ekspresi di wajahnya selain tersirat sedikit kesedihan, tidak ada yang lainnya lagi! # # # Di luar kuil Han-san ada saru sungai kecil, jembatan kuno yang melintang di atas sungai itu entah sudah dibangan berapa ribu tahun lalu. Baru saja Hoyan Tiang-souw naik ke atas jembatan, jalannya mendadak tertahan. Saat ini di sisi jembatan ada dua perahu kecil dengan terpal hitam sedang berhenti disana. Dari masing-masing perahu kecil keluar dua orang wanita. Mata Hoyan Tiang-souw jadi terbelalak besar. Kenapa bisa begitu kebetulan" Cui Lian-hoa juga bisa datang ke kuil Han-san di Soh-ciu ini" Dia menatap tajam pada wajah Cui Lian-hoa yang cantik seperti bunga di musim semi, rubuhnya semampai pohon Yang-liu. Melihat dia melenggang naik ke darat, dia sampai tidak tahan mendesah "heh!", perasaan aneh yang sulit dikatakan yang tadinya memenuhi dada, tampak tiba-tiba menghilang. Dengan gerakan indah Cui Lian-hoa memutar tubuhnya setengah putaran, lalu menengadahkan kepalanya melihat pada Hoyan Tiang-souw. Gelombang matanya membuat orang tidak tahan. Begitu lembut dan jernih seperti air danau See-ouw, membuat Hoyan Tiang-souw bisa mendengar suara jantungnya berdetak. Tapi air danau yang jernih tenang pun pasti ada sedikit gelombangnya, tapi kenapa di dalam matanya yang amat cantik itu, sedikit pun tidak ada riak gelombang" Apakah dia sudah tidak mengenal aku lagi" Ataukah tidak sudi" Hatinya yang dag dig dug mendadak menciut, terasa sedikit sakit, tampaknya dadanya seperti tembus ditusuk oleh sorot mata Cui Lian-hoa dan meninggal-kan beberapa bekas di dalam jantungnya. Walau demikian, Hoyan Tiang-souw masih bisa melihat di belakang Cui Lian-hoa adalah gadis pelayan yang cantik. Dua orang wanita yang naik ke darat dari satu perahu lainnya, salah satunya adalah nyonya cantik setengah baya, memakai pakaian sutra asli yang warnanya terang, celana dan lengan bajunya melayang layang ditiup angin, menambah daya tariknya. Di belakang dia juga ada seorang gadis pelayan, di pinggangnya terselip sebilah pedang pendek. Bukan saja dia bisa melihat orang-orang ini, juga masih bisa mendengar Cui Lian-hoa bertanya pada gadis pelayan: "Iiih! Siau-cian, orang itu dia bukan?" Siau-cian yang cantik melirik ke atas jembatan dengan pelan berkata: "Benar, pasti dia." Cui Lian-hoa menggeleng gelengkan kepala: "Apa gunanya dia mengikuti aku?" "Mungkin untuk melihat kau dari kejauhan, selain dia, juga masih banyak orang yang begitu!" Hati Hoyan Tiang-souw bertambah terluka, tubuhnya segera berputar ke arah ujung jembatan kuno lainnya. Saat melangkah, telinganya masih bisa mendengar Cui Lian-hoa berkata: "Suara heh orang lainnya itu mengandung tenaga dalam dan menyembunyikannya, tenaga dalam-nya sangat tinggi, aku hanya berharap dia jangan terus mengikuti aku......" Apakah Cui Lian-hoa dan nyonya cantik setengah baya, bersama dua gadis pelayan akan masuk ke dalam kuil Hansan" Atau pergi ke tempat lain" Hoyan Tiang-souw tidak tahu mereka akan pergi kemana, tapi dalam hatinya timbul perasaan lain. Dia membisu di atas pesawahan yang tanahnya gemuk itu, kesedihan hatinya masih terasa, itu karena Cui Lianhoa sudah tidak mengenal dia lagi. Pertama bertemu hanya kejadian kemarin malam, kenapa hari ini sedikitbayangannya pun sudah tidak ada" Kalau begitu dia sendiri harus lebih tuntas dari pada dia, melupakan dia. Selanjutnya jika nanti dia bertemu lagi di tengah jalan, dia pun harus bersikap seperti tidak pernah bertemu dengan dia, harus lewat seperti tidak melihat dia,. ... tapi sejak kemarin sampai hari ini, bayangan di dalam kepalanya selalu bayangan dia, sehingga keadaan hatinya jadi gusar, kacau, tidak teratur. .... jika aku benar-benar ingin melupakan dia, kenapa masih mau mengikuti dan menyelidiki sastrawan baju putih ini" Tidak jauh di depan dia ada seorang sastrawan muda yang berbaju putih, juga sedang berjalan di atas galangan sawah, sendirian dan kesepian. Sastrawan baju putih ini tadi berdiri di ujung seberang di atas jembatan kuno, dari kejauhan menatap Cui Lian-hoa. Ketika sorot mata Cui Lian-hoa menyapu ke arahnya, Hoyan Tiang-souw masih keburu melihat matanya yang bergelombang. Inipun penyebab kenapa hatinya bertambah beberapa bekas luka. Menyimak dari perkataannya, dia juga tidak mengenal sastrawan baju putih itu. Karena sastrawan baju putih itu selalu membuntuti dia, maka jadi mengenal dia. Sebenarnya hal ini biasa dan lumrah, siapa pun orangnya jika beberapa hari terus-menerus diikuti oleh seseorang, bagaimana mungkin bisa tidak mengenal wajah orang itu" Tapi karena dalam matanya timbul riak dan meluas, maka persoalannya jadi berbeda sekali. Walaupun dia tidak punya perasaan suka padaku Hoyan Tiang-souw, tapi dalam sorot matanya tidak seharusnya sedikit bayangan diriku pun tidak ada, padahal orang lain itu juga seorang yang asing, tapi perasaannya tampak bergelombang. Siapakah sastrawan berbaju putih itu" Apakah dia sangat tampan" Ilmu silatnya sangat tinggi" Ilmu sastranya sangat bagus" Atau sangat kaya" Mendadak dia tersadar, dia sudah berjalan sampai Hociu di barat laut Soh-ciu. Ho-ciu adalah tempat bersejarah yang tersohor, setiap hari libur di musim semi dan musim gugur banyak orang datang melancong, hari biasa pun tidak sedikit pengunjungnya. Sastrawan baju putih itu berdiri di bawah panggung ribuan orang, ada beberapa orang kebetulan berdiri disisinya, itu juga jadi tidak mengherankannya. Kemudian dia melewati pintu gerbang Pie-yu-tong-thian (tempat tinggal para dewa menurut aliran To) dan berdiri di sisi Kiam-ti (danau pedang), beberapa orang masih berada di sisinya, juga tidak menjadi perhatian orang lain. Kiam-ti walaupun amat termasyur, tapi sebenarnya tidak luas, hanya sebuah danau di antara dua tebing batu. Menurut cerita makam rahasia raja Bu, Ho-Iu, di bangun di dasar danau dengan rahasia, benar atau bohong cerita ini sampai sekarang tidak ada orang yang tahu. Walaupun Hoyan Tiang-souw ingin melihat wajah sastrawan berbaju putih itu, tapi dia tidak berjalan ke tepi Kiam-ti, malah berdiam di atas jembatan batu yang tinggi. Orang-orang di atas jembatan selain bisa melihat Kiam-ti yang berada di bawah, juga bisa melanjutkan perjalanan ke kuil In-yan yang berada di tempat yang lebih tinggi, pagoda Ho-ciu yang terkenal itu berada di dalam kuil itu. Tadinya terhadap sastrawan berbaju putih ini dia hanya ingin tahu dan merasa kesal saja. Tapi sekarang sudah timbul satu perasaan aneh. Hoyan Tiang-souw pernah memikirkan dengan teliti, tapi tetap tidak bisa menjelaskan sebenarnya apa perasaan anehnya" kenapa bisa timbul perasaan itu" Untungnya dia tidak perlu berteman dengan orang ini, maka setelah dipikir-pikir, perasaannya lalu dibuang jauhjauh. Sastrawan berbaju putih itu masih tetap berdiri di tepi danau, mata Hoyan Tiang-souw tidak perlu terus menerus mengawasinya. Saat dia melihat ke sekeliling, tampak ada beberapa pelancong dengan langkah tergesa-gesa berjalan keluar, sekarang masih pagi, kenapa orang-orang mau cepat-cepat pulang" Mata dia sangat tajam, semut berjarak satu dua ratus langkah juga bisa dilihatnya. Maka dia bisa melihat ada dua orang laki-laki yang berperawakan tegap membuka baju depannya memperlihatkan senjata tajam yang berkilat-kilat pada para pelancong yang barusan tiba, itulah yang membuat para pelancong buru-buru membalikan tubuh berjalan pulang kembali. Asmara Pedang Dan Golok Karya Suma Leng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Orang yang berseragam seperti kedua laki-laki besar itu, jika dihitung dari atas kebawah dan di sekelilingnya, kirakira ada dua puluh lebih. Jika tidak dengan mata kepala sendiri melihat mereka memperlihatkan senjatanya, Hoyan Tiang-souw masih mengira mereka pun para pelancong. Sorot mata dia tidak melihat ke danau itu lagi, tapi segera melihat ke seberang ujung jembatan batu sana. Sastrawan berbaju putih itu dengan santai jalan datang. Entah kapan di pinggangnya sudah terselip sebilah pedang panjang, jika pedang ini barusan di ambil dari Kiam-ti, maka jika bukan iblis dia pasti setan. Mendadak Hoyan Tiang-souw mengerti kenapa perasaan yang aneh itu tadi terasa. Memang mudah jika dibicarakan, tapi saat dia saling berhadapan, tetap saja wajah lawan masih belum terlihatjelas. Sepasang mata Hoyan Tiang-souw sama sekali tidak sakit, dia tetap masih bisa melihat setiap semut yang berjarak seratus dua ratus langkah. Tapi sastrawan berbaju putih itu tidak peduli keberadaannya dimana, jika bukan membelakangi, pasti dia sedang menggunakan tangannya mengusap hidung atau mengusap-usap mata atau wajahnya. Pokoknya kau hanya bisa melihat sebagian wajahnya saja, tidak bisa melihat wajahnya dengan sepenuhnya, inilah yang membuat perasaan aneh itu. Sastrawan berbaju putih berhenti pada jarak tujuh langkah, saat ini dia berada di atas jembatan, angin gunung meniup bajunya yang seputih salju itu. Perawakannya yang tinggi tegap, matanya yang hitam pekat, kulit mudanya yang kekar licin, keseluruh an itu cukup membuat orang terpaksa harus memuji-nya, "Tampan sekali." Tangan kiri dia tetap masih menutupi bagian mulut dan hidungnya, membuat Hoyan Tiang-souw masih harus menggunakan daya pikir yang tinggi, baru bisa menggambarkan keseluruhan wajahnya. "Aku Li Poh-hoan," sastrawan berbaju putih berkata, "aku tahu siapa kau, maka tidak perlu banyak basa-basi lagi!" Hoyan Tiang-souw yang mendengar, sampai menjadi bengong. Tapi dia pun merasa mempersoalkan ini sangat tidak perlu, sangat lucu. Saat dia mengangkat alis tebalnya, lalu berkata: "Aku tidak bisa melihat seluruh wajahmu, ada apa dengan dirimu" Apakah bibirmu sumbing, atau bengkok?" "Semua bukan." Suara Li Poh-hoan jelas dan tegas, nadanya juga ramah dan sopan, "Aku tahu Hoyan-heng ingin melihat wajahku, maka aku sengaja menutup sebagian, supaya tidak menghilangkan rasa ingin tahumu, supaya dapat memancing kau datang kesini dan berbicara denganku!" "Untuk apa?" suara Hoyan Tiang-souw tanpa sadar, samar-samar suaranya seperti geledek, jika berteriak marah, tentu akan lebih menakutkan, "aku tidak punya teman, juga tidak perlu teman, kau tidak perlu membuang-buang waktu." "Kalau begitu, kita bicarakan saja hal yang bukan mengenai persahabatan." Hoyan Tiang-souw menggelengkan kepala, sebab dia sudah merasakan Mo-to di kereknya sedikit meloncatloncat, ingin keluar dari sarungnya: "Kuharap kau jangan mengganggu aku. Kau sangat menyebalkan, sudah berbicara begini banyak, wajahmu tetap masih ditutupi, tapi mengenai kesalahan ini tidak perlu sampai harus mati, maka paling bagus kau jangan sampai mengganggu aku." "Menurut pandanganmu, nona Cui yang tadi berada di sisi jembatan batu di luar kuil Han-san itu, cantik tidak?" tanya Li Poh-hoan. Hoyan Tiang-souw mengerutkan alis tebalnya, ternyata nama Cui Lian-hoa pun dia sudah tahu, tapi apakah dia tahu yang lainnya lagi" Li Poh-hoan berkata lagi: "Jika ada orang mengatakan dia tidak cantik, aku akan mendebatnya, malah akan bertarung dengan dia, tapi kau berbeda." Hoyan Tiang-souw mulai merasa sedikit tertarik, tanyanya: "Apa beda nya dengan aku?" "Karena kau adalah lawan yang amat kuat!" Hoyan Tiang-souw jadi ingin tertawa keras, pikirnya, 'Lawan kuat bagaimana" Sungguh kata-kata yang tidak ada gunanya, kemarin Cui Lian-hoa baru saja bertemu denganku, hari ini sudah seperti orang asing lagi. Tadi saat dia melihatmu, di dalam matanya timbul gelombang, bagaimana mungkin aku jadi lawan beratmu" Lagi pula jika di dunia ini ada orang ketika sedang mengejar wanita, lalu berharap orang lain menganggap dia tidak cantik, dari mana aturannya"' "Kau suka berpikiran apa pun boleh." Hoyan Tiang-souw berkata, "Tapi pendapatku tidak akan diberitahukan padamu." Li Poh-hoan tampak tidak terkejut: "Inilah jawaban yang pantas dan rendah hati. Aku sudah sangat puas, hanya saja boleh tidak aku menanyakan satu hal lagi padamu?" Orang ini tampak sedikit membingungkan, sedikit kacau. Merasa sangat puas dengan jawaban yang sama sekali tidak ada artinya, lalu buat apa tadi menanya-kan" "Kau mau bertanya, tanyalah!" Hoyan Tiang-souw berpendapat menghabiskan pikiran demi orang semacam ini, cepat atau lambat dia sendiri juga akan berubah jadi seperti orang ini, bingung dan kacau balau. Maka dia sekalian saja memalingkan wajahnya, malas melihat dia lagi. Wajah Li Poh-hoan sesaat berubah besar, saat ini Hoyan Tiang-souw mendadak merasa ada gerakan. Dia membalikan tubuh langsung meloncati pagar jembatan, Mo-to nya "Sreet!" keluar dari sarung-nya, mengeluarkan kilatan cahaya yang menyilaukan mata. Yang dia hadapi ternyata bukan Li Poh-hoan, tapi seorang berbaju hijau yang melayang terbang hampir mencapai bawah jembatan. Di tangan orang itu memegang satu benda panjang kecil seperti bambu, tampak dari kolong jembatan dia menusukan bambu itu ke atas. Tempat tusukannya adalah tempat dimana Hoyan Tiangsouw tadi berdiri. Jika jembatan batu itu terbuat dari kertas, dan bambu yang panjang itu berubah jadi bor, maka tusukan ini akan tepat mengenai kaki kanan Hoyan Tiang-souw. Kenyataannya, walaupun jembatan itu terbuat dari batu, tapi ujung bambu runcing orang berbaju hijau itu menembus keluar dari jembatan itu sepanjang tiga dim, ujung bambu itu ternyata kawat baja tajam yang berwarna hitam pekat. Kawat baja ini seperti menusuk tahu menembus keluar dari batu jembatan yang tebal dan keras. Saat gerakan orang berbaju hijau itu selesai, Hoyan Tiang-souw sudah mulai turun ke bawah dan melihatnya dengan jelas. Juga melihat dia ditekan oleh hawa membunuh yang dahsyat dari Mo-to sampai seluruh rubuhnya gemetar. Begitu sinar golok seperti kilat berkelebat, tubuh orang berbaju hijau sudah di penggal menjadi dua dari batas pinggang ke atas, sambil menyemburkan darah dia roboh ke bawah. Dalam hati Hoyan Tiang-souw sedikit pun tidak ada perasaan kasihan. Sebab jika dia tidak punya sedikit keberuntungan, kebetulan memalingkan wajah dan melihat bayangan orang di tebing yang basah. Maka dia bukan saja tidak bisa membalas serangan, malah telapak kakinya sudah ditusuk berlubang. Tadi begitu tenaga dalamnya menekan, tubuh-nya langsung terangkat, lalu dengan cepat meluncur ke bawah lima enam kaki, sesudah itu turun dengan pelan-pelan. Ketika dia sedang turun, kakinya bergerak mengungkit, membuat batang besi yang panjang di tangan orang berbaju hijau itu terlepas dari tangannya, dan melesat ke atas. Tiba-tiba sesosok bayangan putih berkelebat, satu sinar pedangyang sangat terang datang menusuk. Tusukan pedang ini laksana datang dari dunia luar, penuh dengan hawa membunuh. Orang yang mengendalikan pedang ini adalah I.i Pohhoan, sekarang wajahnya sudah bisa terlihat secat m keseluruhan, baju sastrawan yang putih menambah Mengganasnya Siluman Gila Guling 1 Pendekar Rajawali Sakti 164 Istana Tulang Emas Suling Naga 21