Ceritasilat Novel Online

Bara Maharani 11

Bara Maharani Karya Khu Lung Bagian 11 gagal untuk membangkitkan semangat orang, Hoa Thianhong segera tertawa lantang dan berkata, "Locianpwee, meskipun aku tidak becus tetapi aku rela memberikan sebutir batok kepalaku kepada kawanan manusia laknat itu bila cianpwee sekalian pada mengundurkan diri dari dunia persilatan semua hingga aku jadi sebatang kara, bukankah kawanan durjana itu akan mentertawakan kita sebagai orang-orang pengecut?"" Tertegun hati Cu In taysu mendengar perkataan ini, sambil tertawa ia lantas berkata, "Ucapan Hoa Si-heng sedikitpun tidak salah, bagaimanapun juga aku harus berbuat sesuatu hingga bisa melegakan hati para jago yang telah berpulang" Hoa Thian-hong tersenyum, sambil menuding ke arah Bong Pay dia memperkenalkan, "Bong toako ini adalah anak murid dari Pek-lek Sian cianpwee, semoga taysu serta Cing-lian cianpwee suka menyayangi dirinya dan sering memberi petunjuk yang berguna." "Menunggu bimbingan dari cianpwee berdua!" seru Bong Pay sambil bangkit berdiri. Cu In taysu menghela napas panjang. "Aaai....! Sepasang dewa dari dunia persilatan adalah orang-orang yang penuh emosionil harap hiantit jangan memandang kami sebagai orang luar" Ketika itulah Lie Sim muncul kembali di dalam ruangan sambil membawa sepucuk surat, sambil bongkokkan badan memberi hormat katanya, "Lapor Hoa kongcu, dari pihak perkumpulan Sin-kie-pang ada sepucuk surat yang disampaikan kepadamu!" "Oooh....perkumpulan Sin-kie-pang pun sudah kirim orang kesini?"" pikir pemuda itu dengan alis berkerut. Ketika surat itu dibuka dan dibaca isinya dengan cepat hatinya terasa tercekat, ternyata isi surat itu amat singkat sekali, yakni berbunyi demikian, "Ditujukan kepada Hoa Kongcu pribadi Mengharapkan kedatangan saudara untuk menghadiri perjamuan kecil, sangat menantikan kedatangan saudara. Tertanda, Pek Siau-thian" Hoa Thian-hong serahkan itu ke tangan Cu In taysu sekalian, kemudian kepada Lie Sim ujarnya, "Beritahu kepada pengantar surat itu, aku akan tiba pada saatnya!" Lie Sim mengiakan dan mengundurkan diri. "Aaaah, aneh sekali! Kenapa Pek Siau-thian bisa sampai pula di tempat ini?"" seru Hoa In dengan nada tercengang. "Perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie serta Thong-thian-kauw adalah tiga kekuatan besar yang menguasai wilayah Tionggoan dewasa ini, bila Hong-imhwie terbentur sengketa dengan pihak Thong-thiankauw, tentu saja Pek Siau-thian juga hadir di tempat kejadian, hanya kedatangannya yang begini pagi membuat orang lantas bisa menduga bahwa latar belakangnya tidaklah sederhana" "Bila Jin Hian tidak bersekongkol dengan Pek Siauthian, tak mungkin ia berani membawa pasukan besarnya menyerang ke selatan" terdengar Ciong Liankhek berseru, "Siapa tahu kalau mereka berdua telah berkomplot dan sama-sama kirim jago untuk menyapu pihak Thong-thian-kauw" "Akupun berpendapat demikian" sambung Cu In taysu. Hoa Thian-hong segera bangkit berdiri dan memberi hormat ujarnya, "Cianpwee berdua, engkoh berdua. harap kalian suka menunggu sebentar disini dan aku akan pergi sebentar" "Siau Koan-jin, kau benar-benar akan penuhi janji?"" seru Hoa ln "Aku bahkan ingin bertemu dengan Thian Ik-cu, sayang Ia tak mungkin akan mengundang diriku" "Kalau mau pergi marilah kita pergi bersama-sama, daripada seandainya pembicaraan tidak cocok dan terjadi pertarungan, kita harus menelan kekalahan yang mengenaskan" "Tak usah! Kenyataan telah menunjukkan bahwa pihak lawan lebih kuat daripada kita, seandainya benar terjadi pertarungan kita sudah pasti akan menderita kerugian, bila terlalu banyak orang yang pergi malahan suasana terasa kikuk" Cu In taysu serta Ciong Lian-khek cuma bisa saling berpandangan dengan mulut membungkam, dalam keadaan begini mereka sendiripun tak tahu apa yang musti dilakukan. Tiba-tiba Bong Pay mendeprak meja sambil berseru dengan nada gegetun, "Aaai! ilmu silat kita tak becus. keadaan begini jauh lebih enak mati dari pada hidup" "Aku toh pergi memenuhi janji dan bukan pergi berkelahi," hibur Hoa Thian-hong dengan suara lembut, ..Bagaimana kalau Bong toako ikut siauwte pergi menjumpai orang itu?"" "Tidak. aku tak mau pergi. daripada nantinya cuman bikin malu dirimu saja!" Diam-diam Hoa Thian-hong menghela napas panjang setelah berpamitan dengan semua Hoa In ambil pedang bajanya di dalam kamar lalu mengikuti dari belakang. Sekeluarnya dari pintu besar, tiba-tiba seseorang menyongsong ke depan sambil memberi hormat, ketika Hoa Thian-hong mengenali Orang itu sebagai Oh Sam ia segera berdiri tertegun, tegurnya, "Apakah nona kalian juga telah tiba di wilayah Kanglam?""' Oh Sam mengangguk tidak menjawab Dari pihak perkumpulan Hong-im-hwie segera muncul orang yang menyediakan kuda Hoa Thian-hong loncat naik ke atas punggung kuda dan bersama Oh Sam berlalu disitu. Tiga ekor kuda dengan cepatnya lari menuju keluar kota dan tiba ditepi sungai, setelah berlarian beberapa saat ditepi sungai sampailah mereka di depan rombongan perahu yang berjajar2 sepanjang pantai sejauh setengah lie lebih, pada ujung seratus buah perahu itu berkibar sebuah panji kuning yang bersulamkan huruf 'Pek' yang amat besar. Diam-diam Hoa Thian-hong merasa terperanjat. pikirnya, "Oooh ... rupanya baik perkumpulan Sin-kiepang maupun pihak Hong-im-hwie telah mengerahkan seluruh pasukannya datang kemari, ditinjau dari keadaan tersebut jelaslah sudah bahwa kedua buah perkumpulan itu telah bersatu padu untuk bekerja sama membasmi Thong-thian-kauw, tidak aneh kalau Jin Hian melakukan perjalanan tanpa menyembunyikan jejaknya, dan diapun tiada rencana untuk melakukan sergapan..." Oh Sam membawa kedua orang itu menuju ke pantai dan naik ke atas sebuah perahu. "Hoa kongcu telah tiba!" dari ujung geladak seseorang berseru nyaring. Suara itu dengan cepat disampaikan pula secara berantai hingga kedatangan Hoa Thian-hong telah diketahui oleh semua orang dalam waktu yang amat singkat. "Organisasi perkumpulan Sin-kie-pang paling ketat dan peraturannya paling sempurna," pikir Hoa Thian-hong dalam hati. "Kekuatan mereka luar biasa sekali dan tak boleh dipandang enteng" Dalam pada itu Oh Sam telah membawa kedua orang itu melewati beberapa buah perahu perang dan naik ke atas sebuah perahu besar yang berlabuh di tengah sungai, ketika pemuda itu baru saja tiba di atas geladak tampaklah horden pintu perahu itu tersingkap dan sesosok bayangan manusia langsung menubruk ke arah Hoa Thian-hong. Dengan ketajaman matanya pemuda itu dapat mengenali bayangan tadi sebagai Pek Kun-gie, sebelum ingatan kedua berkelebat dalam benaknya, tahu-tahu sepasang telapaknya sudah kena ditangkap oleh gadis itu. Dengan wajah bersemu merah dan memancarkan cahaya berseri-seri Pek Kun-gie berseru sambil tertawa, "Aku melihat dirimu sewaktu kau masuk ke dalam kota, tapi waktu itu aku tidak memanggil dirimu." Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong, dari balik tubuh gadis itu ia lihat seorang kakek tua berjubah ungu sambil bergendong tangan dan wajah dihiasi senyuman melangkah keluar dari ruangan. Buru-buru ia tarik kembali tangannya sambil menjura, katanya, "Loo pengcu, sejak berpisah baik-baikkah kau?" Aku orang she Hoa menghunjuk hormat bagimu"' Kakek tua itu bukan lain adalah Pek Siau-thian, ketua dari perkumpulan Sin-kie-pang yang nama serta pengaruhnya secara lapat-lapat jauh di atas kehebatan dari Jin Hian maupun Thian Ik-cu. Dahulu ia pernah berjumpa dengan si anak muda itu, sekarang setelah dilihatnya Hoa Thian-hong yang berdiri di hadapannya jauh berbeda dengan keadaan Hong-po Seng dahulu, bukan saja orangnya bertambah tinggi kekar terutama sekali gerak-geriknya yang begitu gagah dan mencerminkan kewibawaannya yang amat besar membuat jago tua she-Pek ini diam-diam bergetar hati kecilnya. Dengan sorot mata yang tajam Pek Siau-thian mengamati pemuda itu dari ujung kepala hingga ujung kaki, kemudian sambil tersenyum ujarnya, "Tidak leluasa bagi kita untuk bercakap-cakap disini. Hati-hati! Silahkan masuk ke dalam ruangan untuk minum air teh". Hoa Thian-hong adalah seorang pemuda yang berjiwa besar, walaupun mereka baru berpisah dua tahun namun terhadap peristiwa ditancapkannya jarum racun Suo-huntok ciam, di atas bahunya telah dilupakan sama sekali olehnya. habis memberi hormat ia segera melangkah masuk ke dalam ruang perahu. Pek Kun-gie dengan gerak-gerik yang manja membuntuti terus di sisi tubuhnya, senyuman menghiasi wejahnya yang cantik membuat Hoa In diam-diam menggerutu terus. Ruang perahu itu amat lebar dan luas, perabot dan perawatan yang diatur dalam ruangan itu nampak indah dan megah. sebuah meja perjamuan dengan sepoci arak dan empat lima macam sayuran telah tersedia disana, sepintas memandang keadaan mirip sekali dengan keadaan dalam rumah tangga biasa. sedikitpun tidak. menunjukkan sikap seorang tamu terhadap sesama orang kangouw. "Yaya... baik-baikkah kau?" seorang dayang kecil yang cantik muncul dari balik ruangan dan memberi hormat. Melihat dayang itu adalah Siauw Leng, Hoa Thianhong segera ulapkan tangannya sambil tertawa. "Budak nakal, tak usah banyak adat," Siauw Leng bangkit dan buru-buru tarikkan kursi bagi tamunya. Setelah semua orang ambil tempat duduk Pek Kun-gie baru melirik sekejap ke arah pedang baja yang tersoren di pinggang Hoa In, dengan mata terbelalak serunya, "Eeei....... kapan sih secara diam-diam kau telah menyusup ke markas besar lagi?"" Hoa Thian-hong tersenyum. "Dia bernama Hoa In," katanya, dahulu ikut kakekku dan sekarang merupakan satu-satunya sanak yang sangat menyayangi siaute, pedang baja itu adalah pemberian darinya" "Aku ingin lihat" seru Pek Kun-gie manja. "Siau Koan-jin benar-benar kehangatan," pikir Hoa In di dalam hati, "katanya ia punya hubungan yang sangat akrab dengan nona Chin Wan-hong, diapun main kasakkusuk dengan Giok Teng Hujien, sekarang kenapa diapun punya hubungan yang begitu akrab dengan puteri Pek Siau-thian?" Sungguh membingungkan sekali......." Dalam hati berpikir demikian, tapi diluaran ia cabut keluar pedang baja itu dan diangsurkan ke depan. Sebetulnya ia kenal baik dengan Pek Siau-thian yang hadir disitu lagipula tingkat kedudukan mereka berbeda, maka sekalipun sudah bertemu mereka sama-sama berlagak tidak kenal, bahkan melirik sekejappun tidak.. Sementara itu Pek Kun-gie telah menerima pedang baja tadi, sesudah ditimang2 sebentar ujarnya sambil tertawa, "Oooh..... kiranya pedang ini cuma enam puluh dua kati, kalau begitu beratnya lebih ringan enam kati setengah" "Pedang baja yang kumiliki tempo dulu terbuat dari besi murni yang tak mempan dibacok golok mustika maupun pedang mustika," ujar Hoa Thian-hong menjelaskan, "sedang pedang ini mengandung tiga bagian besi campuran, tentu saja jauh berbeda satu sama lainnya" "Lain hari bila aku telah kembali ke markas besar, pedang bajamu itu pasti akan kuusahakan untuk merebutnya kembali" "Ciu It-bong pikirannya terlalu picik, dia ingin mencabut jiwamu. maka lebih baik janganlah kau usik dirinya..." "Huuuh.... akan kubikin dia mati kelaparan terlebih dulu!" seru Pek Kun-gie sambil mencibirkan bibirnya, selesai berkata ia tertawa cekikikan dan tunduk tersipu sipu. Pek Siau-thian yang selama Ini hanya duduk membungkam di sisi meja, setelah menyaksikan keadaan putrinya itu tanpa terasa ia lantas berpikir, "Pedang besi macam itupun dipermainkan dengan begitu sayang..... rupanya budak ini sudah terpikat hatinya kepada Hoa Thian-hong" Apa yang dipikirkan jago tua ini sedikitpun tidak salah, memang begitu hubungan cinta antara muda-mudi. Bila tidak ada rasa cinta maka sekalipun intan permata di depan mata belum tentu ia sudi memandang sekejappun, sebaliknya sudah jatuh cinta maka meskipun hanya sebiji kancing di atas bajupun akan berubah jadi amat Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo berharga. Pek Kun-gie adalah seorang gadis yang tinggi hati, setelah mengalami pelbagai liku liku secara mendadak ia jatuh cinta terhadap diri Hoa Thian-hong, sebagai gadis yang belum pengalaman sama sekali dalam hal bercinta ia tak pernah berpikir lebih jauh lagi tentang kesulitan2 seseorang bercinta, dia anggap Hoa Thian-hong yang tidak menunjukkan sikap menampik tentulah berarti bahwa diapun sudah jatuh cinta pula terhadap dirinya urusan selanjutnya berarti tiada persoalan lagi Karena pikiran semacam inilah membuat hubungan mereka berdua kian lama kian bertambah rapat, sikapnya terhadap Hoa Thian-hong pun semakin bebas dan terbuka, ia anggap pemuda itu sebagai sahabat kentalnya yang paling rapat. Pek Siau-thian adalah seorang lelaki yang pernah terjungkal di dalam lautan cinta, melihat putrinya menanam bibit cinta pada pemuda tersebut hatinya jadi terkesiap, sambil tertawa paksa segera ujarnya, "Anak Gie, hormatilah secawan arak kepadanya lalu pergilah mengontrol daerah sekitar tempat ini." Merah jengah selembar wajah Pek Kun-gie, dia angkat cawan araknya sambil tersenyum ke arah si anak muda itu, Hoa Thian-hong buru-buru angkat cawan dan meneguk habis isinya. Angin berrbau harum berkelebat lewat bagaikan burung walet Pek Kun-gie mengundurkan diri dan ruangan itu. Pek Siau-thian segera ulapkan tangannya ke arah Siauw Leng. dayang cilik itupun segera undurkan diri. "Rahasia besar apa sih yang hendak ia bicarakan dengan diriku?" pikir Hoa Thian-hong di dalam hati kenapa Pek Kun-gie serta Siauw Leng harus menyingkir dari sini?" Melihat Pek Siau-thian tetap membungkam dalam seribu bahasa, terpaksa kepada Hoa In katanya. "Pergilah keujuag perahu dan berjaga disitu, sebelum mendapat ijin dari Pek pangcu siapapun dilarang masuk ke dalam ruangan". "Penjagaan yang diatur di tempat ini toh amat ketat, siapa yang sanggup menerjang masuk kemari?" bantah Hoa In dengan rasa tidak senang hati. Hoa Thian-hong jadi serba salah, dalam keadaan apa boleh buat terpaksa dengan wajah membesi serunya. "Kenapa sih kau tak mau menuruti perkataanku" Apakah aku harus mengundang ayah dan kakekku lebih dahulu" Hoa In tertegun, dengan sorot mata dingin ia menatap sekejap ke arah Pek Siau-thian kemudian baru selangkah demi selangkah mengundurkan diri dari ruangan itu. Sepeninggalnya Hoa In, Pek Siau-thian baru tersenyum dan berkata, "Menurut apa yang kuketahui, ayahmu maupun kakekmu belum pernah bersikap sedemikian kasarnya terhadap pelayan tua itu." Hoa Thian-hong menghela napas panjang. "Kecuali ibuku dia adalah satu-satunya orang yang paling erat hubungannya dengan boanpwee, rasa setianya kepadaku luar biasa dan memandang diri boanpwee lebih berharga dari jiwanya sendiri, cuma Sayang ia tak mau mendengarkan perkataanku membuat boanpwee terpaksa harus bersikap marah lebih dulu...." Ia tertawa getir dan geleng kepala. "Waktu selalu berubah, keadaan sekarang jauh berbeda dengan keadaan tempo dulu, hal ini membuat boanpwee merasa bersedih hati" Pek Siau-thian angkat cawan araknya dan berkata, "Hiantit adalah seorang pemuda berbakat yang sukar dibandingkan dengan manusia biasa, persoalan yang pernah terjadi dimasa yang silam lebih baik tak usah kita ungkap kembali. Marilah aku hormati secawan arak untukmu, kemudian aku masih ada satu urusan hendak dibicarakan dengan dirimu" "Hoa Thian-hong angkat cawannya dan menghirup habis isinya, kemudian ia menyahut, "Silahkan pangcu utarakan persoalanmu itu!" Pek Siau-thian tarik napas panjang-panjang, dengan suara dalam ia berkata, "Isteriku adalah seorang perempuan dari keluarga Thia, baik bakat maupun budinya sangat mengagumkan. Dua puluh tahun berselang ia mempunyai nama besar yang sejajar dengan nama ibumu. orang kangouw sebut mereka berdua sebagai Bulim Ji-bi atau dua orang cantik dari dunia persilatan" "Kalau ibunya tidak cantik dari mana bisa lahir seorang putri macam Pek Kun-gie yang begitu jelita?"" pikir Hoa Thian-hong dalam hati, "sekalipun tak usah dikatakan hal ini sudah bisa diduga" Pek Siau-thian merandek sebentar. lalu sambungnya, "Keindahan dari isteriku terletak pada budi pekertinya, tentang raut wajahnya tak usah dibicarakan lagi" "Bila ada kesempatan dan ada jodoh, boanpwee pasti akan menyambangi bibi serta mohon petunjuk darinya," kata Hoa Thian-hong dengan sikap yang hormat. Pek Siau-thian menghela napas panjang. "Kami suami isteri berdua mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Soh-gie dan yang bungsu bernama Kun-gie, mereka berdua adalah saudara kembar yang mempunyai wajah bagaikan pinang dibelah dua, satu sama lain sedikitpun tak ada bedanya" "Boanpwee pernah mendengar tentang persoalan ini dari mulut Jin Hian" sela si anak muda itu. Sepasang mata Pek Siau-thian segera memancarkan cahaya tajam. "Apakah Jin loo-ji menaruh curiga bahwa puteranya yang tolol itu mati ditangan puteri sulungku Soh-gie?" Hoa Thian-hong mengangguk. "la memang mencurigai puteri sulungmu itu," jawabnya terus terang. Sepasang gigi Pek Siau-thian seketika bergemerutukan keras, matanya melotot dan wajahnya berubah jadi merah padam. Lama sekali rasa gusar itu baru reda kembali. "Kalau ditinjau dari sikapnya yang begitu gusar, bukankah urusan ini nampak semakin rumit?"" pikir Hoa Thian-hong dengan hati terkesiap. Terdengar Pek Siau-thian dengan suara dingin berkata kembali, "Hoa hiantit, lima belas tahun berselang istriku merasa tidak puas dengan perbuatanku, dalam keadaan sedih bercampur marah dia telah cukur rambut jadi pendeta, kedua orang putriku pun dibagi jadi dua, putri sulung, Soh-gie ikut ibunya masuk ke dalam kuil, selama lima belas tahun terakhir belum pernah ia tinggalkan pintu rumah barang selangkahpun jua." "Ooooh... sungguh tak nyana toa siocia begitu berbakti pada orang tua, sungguh mengagumkan" puji Hoa Thianhong dengan hati bergetar keras. "Aaaai.... putriku yang bungsu Kun-gie karena sedari kecil sudah terbiasa manja, sikapnya memang rada ugal2an, tapi putri sulungku Soh-gie amat alim dan soleh, tak mungkin ia bisa melakukan perbuatan tercela semacam ini" Dengan dada berombak menahan emosi. air muka Pek Siau-thian berubah jadi dingin dan menyeramkan, sepatah demi sepatah serunya, "Hiantit, putri sulungku telah difitnah Orang secara keji hingga nama baiknya ternoda, peristiwa ini. merupakan suatu kejadian yang amat besar, mungkin saja Jin Hian sanggup membunuh diriku, tetapi akupun percaya masih memiliki kemampuan untuk membunuh dirinya. namun perduli siapapun yang bakal hidup, fitnahan ini harus diselesaikan dulu dan noda yang telah melekat pada nama baik putriku harus dicuci bersih lebih dahulu! " Suasana seram dan penuh nafsu membunuh segera menyelimuti seluruh ruang perahu itu membuat Hoa Thian-hong merasa bergidik dan bulu romanya pada bangun berdiri. "Seandainya nama baik putri bungsuku Kun-gie yang ternoda, aku tak akan merasa terlalu sedih" ujar Pek Siau-thian lagi dengan suara seram, "Putri sulungku Sohgie adalah seorang gadis yang suci dan belum pernah terjun ke dalam dunia persilatan, karena kesalahanku dia sudah harus ikut menderita" Ia tarik napas panjang-panjang lalu melanjutkan, "Sekalipun aku harus mengikat permusuhan dengan banyak orang, meskipun aku harus bunuh mati semua orang yang ada di kolong langit, aku tak rela putri sulungku itu ternoda oleh sebutir debupun". Pikir Hoa Thian-hong jadi goyah, pikirnya, "Ia merasa berdosa terhadap isterinya maka seluruh rasa kasih sayangnya dicurahkan kepada putri sulungnya yang mendampingi sang istri selama ini, bila persoalan tersebut tidak dibikin jelas sehingga duduknya perkara jadi terang. dalam dunia persilatan entah bakal berubah jadi bagaimana?" Berpikir sampai disatu, dengan wajah serius ia lantas berkata, "Persoalan tentang miripnya raut wajah pembunuh itu dengan wajah nona Kun-gie adalah berasal dari mulut boanpwee atas terjadinya persoalan ini boanpwee merasa amat menyesal". Pek Siau-thian ulapkan tangannya memotong ucapan tersebut. katanya. "Kalau kau mengatakan mirip, sudah pasti wajah pembunuh itu mirip sekali dengan putriku ucapan yang diutarakan anak keturunan keluarga Hoa tak mungkin salah, tentang soal itu aku sama sekali tidak menaruh curiga" Ia berhenti sejenak, lalu dengan suara yang tenang sambungnya, "Hiantit, seluruh peristiwa itu sudah pasti diatur oleh seorang yang sangat cerdik, sekalipun Thian Ik-cu si toosu tua itupun belum tentu mempunyai kecerdikan sampai begitu tinggi. apa tujuan orang itu sukar untuk diketahui oleh siapapun. Selama ini kau toh hanya menceritakan apa yang telah kau lihat, aku sama sekali tidak mengalihkan rasa gusarku ke atas tubuhmu" Hoa Thian-hong merasa Pek Siau-thian yang berada di hadapannya ini tiba-tiba berubah jadi amat tua, kakek itu kelihatan amat kesal dan mendongkol tapi semua perasaan itu tak tersalurkan keluar, membuat ia sedih dan amat menderita. Dengan pihak Sin-kie-pang boleh dibilang Hoa Thianhong mempunyai dendam dan sengketa, hubungannya dengan Pek Kun-gie pun amat kabur sebentar seperti kawan sebentar seperti lawan. Sekalipun demikian ia merasa penasaran bila melihat ada orang dibuat penasaran tanpa bisa berkutik. Pikirannya dengan cepat berputar, "ia segera teringat kembali akan Pui Che-giok dayang kepercayaan dari Giok Teng Hujien itu, dayang tersebut memiliki sebilah pisau belati yang persis seperti alat yang digunakan untuk membunuh Jin Bong, Benarkah dayang itu yang melakukan pembunuhan?" Kalau bukan lalu siapakah pembunuhnya?" Kecuali saudara kembar, siapa pula yang memiliki raut wajah mirip Pek Kun-gie?"" Tiba-tiba terdengar Pek Siau-thian berkata dengan suara tegas, "Hoa-hiantit, pembunuh itu pastilah berasal dari kalangan kaum lurus dan jelas bukan hasil perbuatan dari anak murid perkumpulan Thong-thiankauw!!...." Mula mula Hoa Thian-hong agak tertegun kemudian dengan pikiran yang tidak tenang dan perasaan penuh curiga ia berkata, "Siapakah diantara kalangan lurus yang dapat menggunakan siasat semacam ini?" Pembunuh itu pernah mengadakan hubungan kelamin dengan Jin Bong, itu berarti urusan menyangkut nama baik seorang gadis, siapa yang kesudian melakukan perbuatan hina semacam ini?"" 000O000 Pek Siau-thian mendengus dingin. "Bagi seseorang yang punya tujuan membalas dendam, sekalipun harus korbankan jiwapun rela apalagi hanya melakukan perbuatan semacam itu?" Aku rasa siapapun dapat melakukan tindakan seperti ini" Ia berhenti sebentar, lalu sambil tertawa panjang lanjutnya, "Dalam dunia persilatan pada dasarnya memang tiada perbedaan antara yang putih dengan yang hitam, yang kumaksudkan sebagai orang dari kalangan lurus adalah orang dibalik layar yang mendalangi terjadinya peristiwa berdarah ini bukanlah seseorang yang tergabung dalam tiga besar dunia persilatan" "Lo-pangcu, atas dasar apa kau bisa mengatakan bahwa pembunuh itu bukan berasal dari pihak Thongthiankauw?"" seru Hoa Thian-hong dengan alis berkerut. Pek Siau-thian tertawa seram, "Aku telah mengadakan janji persahabatan dengan Jin Hian, karena persoalan itu maka perkumpulan Sin-kie-pang serta Hong-im-hwie yang keadaannya ibarat api dan air bisa bekerja sama untuk melenyapkan Thong-thian-kauw lebih dulu, kemudian baru menentukan nasib sendiri. aku rasa tentang hal ini Thian Ik-cu pasti memahami sejelas jelasnya, sekalian dia punya ambisi untuk merajai kolong langit tapi belum memiliki kekuatan untuk melawan Sinkiepang dan Hong Im Hwte. maka dari itu pastilah sudah dalang di belakang layar dalam peristiwa berdarah ini bukanlah dirinya!...." "Oooh....! Kiranya di antara tiga partai besar dalam dunia persilatan terdapat hubungan yang sensitif, lalu siapakah pembunuh itu" Kenapa alat untuk melakukan pembunuhan itu bisa berada di tangan Pui Che-giok itu mempunyai raut wajah yang mirip sekali dengan dua bersaudara she-Pek?" Sungguh aneh" pikir Hoa Thianhong dalam hati. Setelah berpikir pulang pergi ia tetap merasa bahwa Pui Che-giok dayang kepercayaan dari Giok Teng Hujien Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo adalah satu-satunya yang akan ia selidiki. Maka diapun alihkan pokok pembicaraan ke soal lain, katanya. "Kedatangan loo-pangcu ke wilayah Kanglam kali ini apakah sedang bekerja sama dengan Jin Hian untuk melenyapkan pihak Thong-thian-kauw?"" Pek Siau-thian mengangguk. "Inilah pekerjaan pertama yang dilakukan kami sejak perkumpulan Sin-kiepang bekerja sama dengan Hong-im-hwie". "Tahu diri tahu keadaan musuh, setiap bertempur pasti menang, aku rasa apa tindakan Thong-thian-kauw ternyata pangcu sudah mengetahui bukan?"...." "Andaikata Hiantit adalah Thian Ik toosu tua itu, apa yang hendak kau lakukan untuk menghadapi situasi semacam ini?" Hoa Thian-hong tersenyum. "Siautit tak tahu bagaimana kekuatan yang sebenarnya dari pihak Thongthiankauw, sulit bagiku untuk menjawab pertanyaan ini". "Kekuatan dari Sin-kie-pang, Hong-im-hwie serta Thong-thian-kauw adalah seimbang satu sama lain, sekalipun berbeda juga sedikit sekali". Hoa Thian-hong termenung sebentar lalu menjawab, "Kalau Thong-thian-kauw harus satu lawan dua sudah pasti mereka tak akan tahan, bila siautit yang jadi mereka maka akan kugunakan siasat menggeser pantai melompati perahu. sebelum Lo-pangcu serta Jin Hian sempat mendekati kota Leng An. di tengah jalan akan kuserang lebih dulu salah satu pihak yang terlemah agar kalang kabut dan pusing kepala..," Sambil tersenyum Pek Siau-thian segera gelengkan kepalanya. "Persoalan mengenai Tiga besar dunia persilatan selamanya memang tak bisa diraba oleh orang luar, tindakan yang dilakukan baik oleh Thian Ik-cu, Jin Hian maupun diriku sendiri sering kali jauh diluar dugaan orang lain!..." "Lo-pangcu, bagaimana kalau kau terangkan cara kerja kalian hingga membuka pikiran boanpwee yang bebal" seru Hoa Thian-hong dengan sepasang alis berkerut. Pek Siau-thian tertawa. "Tiga golongan besar berdiri saling bermusuhan, siapa yang turun tangan lebih dulu dialah yang bakal rugi, siapapun tidak ingin menguntungkan pihak yang lain sebelum tiba pada waktunya untuk adu senjata siapa yang mencari garagara lebih dulu dialah yang akan bertindak sebagai pelopor, keadaan ini selalu tetap dan tak akan berubah untuk selamanya" "Bila Thian Ik-cu tidak mencari siasat bagus untuk menghadapi situasi semacam ini, dan andaikata pasukan musuh sudah berada di depan mata, bukankah waktu itu keadaan sudah terlambat?"" "Pertarungan antar perkumpulan jauh berbeda dengan pertempuran antar dua negara, sekalipun pasukan sudah berada di depan mata itu bukan berarti pertempuran segera akan berlangsung, mungkin saja ketika tiba pada waktunya keadaan sama sekali berubah karena mungkin aku akan bekerja sama dengan Thian Ik-cu untuk melenyapkan perkumpulan Hong-im-hwie, mungkin juga Jin Hian bekerja sama dengan Thian Ik si toosu tua itu untuk merontokkan perkumpulan Sin-kie-pang" "Jika demikian keadaannya, bukankah itu berarti bahwa mereka sudah mempermainkan kesetiaan kawan serta janji yang telah diucapkan" pikir Hoa Thian-hong dalam hati. "Rupanya mereka lebih mementingkan keuntungan pribadi dari pada hubungan persahabatan!" Terdengar Pek Siau-thian tertawa keras dan berkata lebih lanjut, "Urusan yang ada di dunia bagaikan orang bermain catur, perubahan yang kemudian terjadi sukar diduga sejak semula. mungkin saja setelah pasukan dari tiga golongan bertemu satu sama lainnya tiba-tiba tujuan berubah dan ditujukan untuk menghadapi Hiantit, siapa tahu bukan?"" Hoa Thian-hong merasa terkejut, tapi diluaran sambil tertawa paksa katanya, "Loo pangcu, kenapa kau musti menakut-nakuti diri boanpwee dengan ucapan semacam itu?" Boanpwee toh tidak lebih hanya seorang pemuda yang baru saja terjun ke dalam dunia persilatan, mana begitu tinggikah perhatian kalian pada diriku?"" "Pendapat hiantit keliru besar" kata Pek Siau-thian sambil tertawa ewa, "Ibumu masih hidup di kolong langit sedang hiantit merupakan mustika dalam kolam. cukup berbicara dari keadaan sekarang sudah jelas menunjukkan bahwa pengaruhmu amat besar tiap hari pengaruhmu itu berkembang semakin luas, bila dibiarkan berlarut larut maka keadaanmu akan jadi amat berbahaya" Peluh membasahi seluruh tubuh Hoa Thian-hong, selanya, "Ibuku tawar terhadap perebutan nama dan kedudukan, sedangkan boanpwee masih muda dan tiada berpengalaman hanya dibantu oleh seorang pelayan tua masa dikatakan pengaruhnya berkembang, pengaruh apa yang berkembang?"" Ucapan Pek Siau-thian tiba-tiba berubah jadi amat santai, ia tertawa dan berkata, "Mega membuntuti naga angin membuntuti harimau, betulkah hian-tii seorang diri?"" Dia angkat cawan araknya dan berkata lebih lanjut sambil tertawa, "Hiantit, bila tiga golongan besar mengurung kau ditempat ini maka tidak sampai tiga bulan seluruh jago lihay dari kalangan lurus baik itu kenal atau tidak mereka akan berduyun-duyun datang kemari. waktu itu tiga golongan akan bekerja sama dan membasmi mereka semua dari muka bumi, bukankah hal ini bagus sekali?"" Makin didengar Hoa Thian-hong merasa hatinya semakin terkejut, pikirnya di dalam hati, "Ucapannya memang sangat masuk diakal, Cu Tong locianpwee serta Ciong Lian-khek beberapa orang jago bukankah menguatirkan keselamatanku karena mengingat di atas nama baik ayahku?" Seandainya aku benar-benar terjatuh ke tangan pihak musuh, Para jago dari kalangan lurus sudah pasti tak akan berdiam diri belaka, bila mereka munculkan diri untuk menolong aku niscaya perbuatan mereka itu sama artinya terjerumus dalam siasat lawan, bahkan kemungkinan besar jiwa ibukupun akan terancam." Ia adalah seorang pemuda yang cerdas, setelah berpikir sebentar ia segera menyadari akan lihaynya kejadian itu, iapun tahu Pek Siau-thian sengaja menakutnakuti dirinya tentulah didasari tujuan tertentu, maka sambil menenangkan hatinya ia berkata, "Terima kasih atas petunjuk yang diberikan oleh Lo-pangcu, bila aku boleh bertanya bagaimanakah pendapatmu mengenai cara untuk menghindarkan diri dari bencana ini?"" Pek Siau-thian angkat kepala dan tertawa terbahak bahak. "Haaaah..... haaaaah..... haaaah....... kalau memang hiantit bertanya secara terus terang, akupun akan beberkan pendapatku sebagaimana yang kupikirkan, satu-satunya jalan yang terbaik bagimu adalah pergi sejauh-jauhnya dari sini dan jangan mencampuri lagi urusan pertikaian ini" "Bila perahu berada di tengah sungai, maju atau mundur adalah sama-sama jauhnya, boanpwee tak mungkin bisa lolos dari sini lagi" "Kalau memang demikian adanya maka lebih baik hiantit secepatnya menyatakan sikap dan secara resmi mengumumkan bahwa kau telah bergabung dengan salah satu kelompok diantara tiga golongan besar. Hanya berbuat demikian saja kau baru dapat menghindari gencetan dari tiga pihak" "Kalau didengar dari pembicaraan tersebut, rupanya ia suruh aku bergabung dengan pihak Sin-kie-pang..." pikir pemuda itu. Dalam hati berpikir demikian, diluaran ia berkata, "Dari pihak Thong-thian-kauw aku cuma kenal Giok Teng Hujien seorang, hanya perkenalan itu mendalam maka tak mungkin bagiku bergabung dengan dirinya, apa lagi Ang Yap Toojin punya permusuhan dengan diriku, bergabung dengan pihak Thong-thian-kauw sudah tak mungkin lagi bagi diriku" Pek Siau-thian tertawa, selanya, "Hiantit telah melakukan perjalanan jauh bersama-sama Jin Hian, aku Iihat hubungan kalian bagaikan sahabat yang intim" "Kematian Jin Bong sedikit banyak melibatkan pula diri boanpwee," kata Hoa Thian-hong sambil tertawa ewa, "Jin Hian bukanlah seorang manusia yang berjiwa besar, dendam sakit hatinya itu suatu saat pasti akan dibalas, sekarang boanpwee sudah sadar. ia menahan diriku selama ini bukan lain adalah menggunakan aku sebagai umpan untuk memancing kedatangan para jago dari kalangan lurus hingga bisa berhubungan dengan dirinya, dan dapat dipergunakan tenaganya." Pek Siau-thian mengangguk, ujarnya sambil tersenyum. "Termasuk aku sendiri, pemimpin dari tiga golongan besar bukanlah manusia baik-baik...." Hoa Thian-hong tertegun, pikirnya, "Kau berkata demikian. bukankah itu berarti bahwa pembicaraan yang berlangsung selama ini hanya omong kosong belaka....." Sementara kedua orang itu masih berbincang hal yang tak berguna, tiba-tiba horden tersingkap dan muncullah Pek Kun-gie serta Hoa In. Air muka Pek Siau-thian seketika berubah bebat, tegurnya, "Gie-ji, kenapa kau tak mau dengarkan perkataanku?"" Dengan kepala tertunduk dan nada sedih Pek Kun-gie menjawab, "Ayah, kukatakan secara terus terang kepadanya, dia bukanlah manusia yang gampang dipaksa oleh ancaman" Hoa Thian-hong jadi sangat terkejut setelah mendengar perkataan itu, secara tiba-tiba ia merasa bahwa urusan yang dihadapinya saat ini jauh lebih serius daripada apa yang diduganya semula, rasa curiga segera muncul membuat hatinya jadi tak tenteram. Rupanya Pek Siau-thian sedang mengalami kesulitan besar, air mukanya berubah beberapa kali, sambil mencekal cawan lama sekali dia membungkam dalam seribu bahasa. Setelah tertegun sesaat tiba-tiba Pek Kun-gie berjalan ke depan dan duduk disisi Hoa Thian-hong, tanyanya dengan suara lirih, "Apakah kau telah mempunyai ikatan perkawinan dengan Chin Wan-hong?" Perkataan itu diucapkan amat lirih bagaikan bisikanbisikan nyamuk dan dengan kepala tertunduk rendah2, tapi bagi Hoa Thian-hong bagaikan guntur membelah bumi di siang hari bolong sekujur tubuhnya bergetar keras. Pada saat itulah Pek Siau-thian berbatuk ringan lalu berkata, "Hiat-tit, marilah kita buka kartu dan berbicara sekarang terang-terangan" "Boanpwee akan turut perintah!" "Perpisahanku dengan istriku sudah merupakan suatu kejadian yang tak beruntung bagi keluargaku, putri sulungku Soh-gie difitnah orang dan sekarang putriku yang bungsu Kun-gie pun menemui persoalan, aku tidak ingin terjadi sesuatu lagi atas keluargaku." "Aku dapat memahami kesulitan yang sedang dialami oleh lo-pangcu!" "Tapi sayang putriku Kun-gie tak tahu diri, dan ia ingin menggunakan kedudukannya, muda dan mudi memang sukar untuk dihindari hal ini harus disalahkan kepada kami yang jadi orang tuanya tak bisa mendidik secara baik-baik dimasa yang lalu hingga sekarang jadi kelabakan sendiri. Sekarang urusan sudah jadi begini, aku tak bisa menghalangi pun tak bisa memenuhi harapannya coba hiantit berpikir bila aku tak bisa selesaikan persoalan ini bukankah orang kangouw akan mentertawakan ketidakbecusanku?"" Hoa Thian-hong merasa amat terperanjat, ia tak tahu apa yang musti dikatakan pada waktu itu. Urusan ini menyangkut nama baik Pek Siau-thian. menyangkut pula nama baik Pek Kun-gie, bila sepatah kata saja Hoa Thian-hong salah berbicara maka dalam malunya Pek Siau-thian berdua tentu akan berubah jadi gusar dan mendendam terhadap dirinya. Untuk beberapa saat lamanya suasana dalam ruangan itu jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun, Hoa Thian-hong jadi serba salah dan tak tahu apa yang musti dikatakan, sedang Pek Kun-gie dengan sepasang matanya yang jeli menatap terus wajahnya tanpa berkedip tubuhnya nampak agak gemetar. Tiba-tiba terdengar Pek Siau-thian berkata kembali, "Hiantit, urusan sudah jadi begini, bila kau tidak menampik tawaranku ini dan tidak kecewa dengan putriku yang jelek aku ingin menjodohkan dirinya kepadamu" Agaknya untuk mengucapkan beberapa patah kata itu dia harus mengerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya, habis berkata ia menghembuskan napas panjang dan menyambung lebih jauh dengan suara lemah, "Semula akupun seorang manusia yang kasar. atas jerih payahku yang tak kenal lelah akhirnya aku berhasil juga membangun suatu usaha yang besar seperti hari ini. Sekarang aku merasa usiaku telah tua sedang keturunan belum ada, bila hiantit tidak menampik maka aku akan gunakan perkumpulan Sin-kie-pang ini sebagai mas kawin dari putriku. asal putriku telah kawin maka akupun akan berlega hati. Bukankah dengan demikian Hiantit pun dapat melanjutkan pula keturunan dari keluarga Hoa?"" Soal perkawinan ini kecuali didasari oleh kecantikan wajah Pek Kun-gie yang luar biasa serta rasa sayangnya Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo terhadap putri sendiri, di samping itu disertakan pula suatu gertakan yang amat besar. Hoa Thian-hong yang berada dalam posisi terjepit. terutama sekali menghadapi keributan dari kelompok tiga besar, sepantasnya kalau ia terima tawaran itu dengan serang hati. Hoa In adalah pelayan tua dari tiga keturunan keluarga Hoa dia sayang majikan mudanya melebihi sayang pada jiwanya sendiri, ketika mendengar Pek Siauthian ajukan pinangan jantungnya segera berdebar keras. Ia merasa dengan asal usul majikan mudanya yang cemerlang, tidak pantas kalau ia kawin dengan putri seorang manusia kasar tapi iapun merasa sulit untuk menganjurkan majikannya menampik mengingat situasi yang sedang mereka hadapi berbahaya sekali. Sebaliknya bila dia anjurkan majikannya untuk menerima pinangan itu, berarti sebuah perkumpulan besar ada harapan jatuh ke tangan majikannya, dengan kemampuan dari majikannya itu ia merasa kemungkinan besar di kemudian hari seluruh kolong langit akan menjadi milik keluarga Hoa. Pikir bolak-balik merasa serba salah, untuk beberapa saat pelayan tua inipun tak tahu apa yang musti dilakukan. Tiba-tiba Pek Kun-gie menggenggam tangan Hoa Thian-hong, dengan suara gemetar tanyanya, "Thian Hong, apakah kau telah mempunyai janji dengan Chin Wan-hong untuk sehidup semati?"" "Sama sekali tidak......" ia berhenti sejenak, tiba-tiba sambil berpaling ke arah Pek Siau-thian lanjutnya lebih jauh, "Aku merasa amat terharu dan berterima kasih sekali atas perhatian serta kasih sayang dari lopangcu......" "Sebagai seorang pria sejati hidup sebagai pendekar mati sebagai pahlawan tiada persoalan yang perlu dikuatirkan. Hiantit! Kau sebagai seorang jago yang luar biasa sepantasnya kalau menjawab secara tegas, menerima atau menampik harap dikatakan secara terus terang" "Ketika boanpwee hendak meninggalkan rumah tempo dulu," ujar Hoa Thian-hong dengan tenang, "ibuku telah menyampaikan beberapa buah urusan kepadaku, diantaranya adalah melarang aku kawin lebih dulu" "Kenapa?" sela Pek Kun-gie sambil membelalakkan matanya dari pihak keluarga Hoa, toh tinggal kau seorang...." Hoa Thian-hong tersenyum. "Ibu takut akan tenggelam dalam kesenangan keduniawian hingga membuka masa mudaku dengan begitu saja." "Aku tak pernah terikat dendam permusuhan dengan keluarga Hoa kalian," terdengar Pek Siau-thian berkata pula, "sedang ibumu adalah seorang pendekar wanita aku percaya ibumu tak akan menampik perkawinanmu dengan putriku. Hoa Thian-hong adalah seorang pemuda yang amat berbakti kepada orang tuanya, kata2 dari ibunya itu sudah melekat dalam2 di hati sanubarinya, sejak terjun ke dalam dunia persilatan belum pernah ia pikirkan masalah perkawinannya. Walaupun begitu diapun takut ucapannya menyakiti Pek Siau-thian berdua, maka dengan wajah tenang ia melanjutkan, "Soal perkawinan adalah urusan yang diatur oleh orang tua, biar ibuku sudah menyanggupi perkawinan ini, tentu saja boanpwee tak akan menampik!" "Jadi kalau begitu, hiantit pribadi telah menyetujui perkawinan ini?"" sambung Pek Siau-thian dengan cepat. Melengak Hoa Thian-hong setelah mendengar perkataan itu, ia segera menggeleng dan menjawab, "Boanpwee sejak terkena racun keji Teratai empedu api, selama hidup tak bisa beristri dan beranak lagi, dalam keadaan begini boanpwee tak pernah memikirkan tentang soal pernikahan, sebab aku tidak ingin merusak kehidupan gadis manapun akibat dari keadaanku ini" Apa yang diucapkan olehnya merupakan kenyataan sekalipun Pek Siau-thian cerdas dan banyak akal tak urung dibikin gelagapan juga, ia tak tahu apa yang musti dikatakan dalam keadaan begini. Pek Kun-gie yang duduk disisi ayahnya jadi teramat gelisah menyaksikan hal itu, setelah ditunggunya sebentar namun tidak kedengaran ayahnya buka suara untuk menanggapi perkataan tadi, ia semakin cemas lagi sehingga tanpa sadar ia berseru, "Thian Hong, aku juga bukan seorang perempuan yang terlalu mementingkan soal-soal sepele, apalagi kita semua merupakan jagojago yang pernah belajar silat, asal kau tidak menampik diriku serta memandang rendah aku orang she-Pek, sekali pun telah menikah suami istri, tetap masih bisa hidup rukun dan penuh kedamaian, apa sangkut pautnya keadaan itu dengan racun teratai empedu api yang mengeram dalam tubuhmu itu?"" Sebagai gadis muda sama sekali belum punya pengalaman, terhadap arti perkawinan dan hubungan kelamin pandangannya sangat jauh dan hambar apalagi api cinta yang berkobar dalam hatinya terhadap diri Hoa Thian-hong telah merasuk ke tulang sumsum, ucapan yang dia utarakan keluar semuanya muncul dari hati sanubari yang murni dan tiada maksud paksaan. Hoa Thian-hong sendiri masih kabur pandangannya terhadap persoalan itu, bagi dirinya perkataan yang diucapkan gadis itu juga dianggap sebagai sesuatu hal yang biasa dan sama sekali tidak janggal. Lain halnya dengan Pek Siau-thian yang sudah banyak pengalaman serta mengerti mendalam akan arti cinta yang sebenarnya antara lelaki dari wanita, meskipun cintanya murni namun hubungan badaniahlah yang mempererat serta memperdalam cinta itu, tanpa berbuat demikian lama kelamaan cinta itu bakal luntur dan akhirnya patah. Tentu saja sebagai orang tua dia merasa agak canggung untuk menjelaskan soal hubungan pribadi lelaki dan wanita itu kepada putrinya. Bagaimanapun juga dia adalah seorang jago kawakan yang banyak pengalaman, setelah berpikir sebentar dia lantas berkata, "Hiantit, putri dari Pek Siau-thian bukanlah gadis yang tidak laku untuk dikawinkan dengan orang lain, jawablah secara terus terang dan terbuka, andaikata kadar racun Teratai empedu api yang mengeram di dalam tubuhmu dapat dipunahkan, apa yang hendak kau lakukan?" Ragu ragu hati Hoa Thian-hong mendapat pertanyaan itu, pikirnya di dalam hati, "Enci Wan-hong pernah melepaskan budi pertolongan terhadap diriku, walaupun diantara kami tak pernah terikat oleh suatu hubungan apapun, namun boleh dibilang hati kami sudah bersatu, andaikata aku punya kesempatan untuk mencari istri dan menikah sepantasnya kalau kupilih dirinya sebagai istriku, tapi bagaimana pula dengan tawaran Pek Siauthian ini" Apa yang musti kau lakukan?" "Sebagai pria yang amat kuat rasa kesetiakawanannya, sulit bagi pemuda ini untuk melupakan setiap kebaikan yang pernah di berikan Chin Wan-hong terhadap dirinya, tetapi diapun mengetahui mara bahaya yang setiap saat mengancam jiwanya pada saat ini, bila jawabannya tepat maka kemungkinan besar keluarga Hoa akan mengikat hubungan famili dengan keluarga Pek, sebaliknya kalau dia salah bertindak maka pertumpahan darah pasti tak akan terhindar, Pek Siauthian tentu akan memandang dirinya sebagai musuh besar yang paling dibenci, sedang kehidupan Pek Kun-gie pun akan ikut hancur di tangannya," Berpikir akan seriusnya masalah ini, ia segera bangkit dan memberi hormat, ujarnya dengan wajah serius, "Racun keji Teratai empedu api adalah racun yang tak mungkin bisa dipunahkan. tiada kemungkinan bagiku untuk terbebas dari pengaruh racun ini, karenanya terhadap masalah perkawinan yang merupakan masalah besar boanpwee harap kita bisa berbicara sesuai dengan kenyataan, omong kosong hanya akan mencelakai orang lain serta mencelakai diri sendiri. Aku harap Lo-pangcu suka mempertimbangkan masak-masak tentang persoalan ini, janganlah disebabkan salah bertindak mengakibatkan semua orang ikut menderita." Pek Siau-thian tidak berputra dan belum pernah menerima murid, terhadap diri Hoa Thian-hong boleh dibilang dia memandang tinggi dan serius, apa daya persoalan ini menyangkut kebahagiaan hidup putrinya sepanjang masa karena itu dalam keadaan begini terpaksa ia musti lakukan segala sesuatu apapun dengan harapan bisa memaksa pemuda itu menuruti keinginannya. "Ayah!" terdengar Pek Kun-gie berseru, "kau orang tua jangan terlalu memaksa dirinya, akupun tidak terburu nafsu untuk menikah. biarlah aku menunggu tiga sampai lima tahun lagi ...." "Seandainya ada orang hendak mencelakai jiwanya, apakah kau dapat berpeluk tangan belaka membiarkan dia mati terbunuh?"" seru Pek Siau-thian dengan suara dingin. "Tentang soal itu aku harap Lo-pangcu tak usah merisaukan diri," tukas Hoa Thian-hong dengan cepat, "boanpwee telah menyerahkan nasibku atas pengaturan takdir, aku tidak akan menyusahkan diri kesayanganmu". "Itu toh menurut jalan pemikiranmu, kalau dia akan mencampuri urusanmu itu apakah kau mampu untuk menghalangi atau mencegahnya?"" "Sekalipun putri bakal mati, tak nanti aku menyusahkan ayah!" ujar Pek Kun-gie. Pek Siau-thian mendengus dingin. "Hmm! pendapat seorang bocah cilik seandainya ada orang hendak membinasakan dirimu, kau anggap aku bisa berpeluk tangan belaka menyaksikan kau dijagal orang?" Dalam hati Pek Kun-gie merasa amat sedih, namun sambil menekan perasaan pedih itu di dalam hati katanya terhadap diri pemuda itu, "Thian Hong, kau harus ingat bahwa Jin Hian adalah manusia licik yang sangat berbahaya, melakukan perjalanan bersama dia cepat atau lambat pasti akan terbokong olehnya, lebih baik kau tak usah kembali kesana berdiamlah saja di tempat ini". "Dlsitu masih ada dua orang cianpwee yang sedang beristirahat, jika aku tidak kembali, rasanya aku akan kehilangan rasa hormatku sebagai angkatan yang lebih muda......" Habis berkata ia putar badan dan segera mohon diri kepada diri Pek Siau-thian. Ketua dan perkumpulan Sin-kie-pang itu sama sekali tidak menahan dirinya, ia segera mengantar tamunya keluar dari ruang perahu. Pek Kun-gie bagaikan burung kecil yang jinak menempel terus disisi badan Hoa Thian hingga sampai ke atas daratan mereka hanya saling berpandangan belaka dengan mulut membungkam, banyak persoalan yang hendak mereka bicarakan namun siapapun tak tahu musti berbicara dari mana lebih dahulu Hoa Thian-hong terburu-buru hendak tinggalkan tempat itu, setelah termenung sebentar akhirnya ia berseru, "Nona Pek...." "Apakah kau musti memanggil diriku dengan sebutan nona Pek?"" sela Pek Kun-gie dengan nada yang murung bercampur sedih. Hoa Thian-hong menghela napas panjang, bisiknya lirih, "Sejak jaman dahulu orang yang terlalu romantis akan berakhir dengan rasa kebencian kau adalah manusia cerdik, janganlah di sebabkan soal sepele menyebabkan masa mudamu hilang dengan begitu saja, di kemudian hari kau akan merasa menyesal karena sikapmu itu" Pek Kun-gie menggeleng. "Aku telah membuat jaring untuk membelenggu diriku apa daya?" Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi" Dengan murung bercampur sedih Hoa Thian-hong menghela napas panjang ia termenung beberapa saat lamanya, akhirnya sambil mengempos semangatnya berkata, "Dewasa ini banyak masalah dunia persilatan yang sedang terjadi tiada waktu bagiku untuk mengurusi soal cinta serta hubungan pribadi antara muda dan mudi, ambillah keputusan buat dirimu sendiri! andaikata aku sampai mengecewakan dirimu janganlah salahkan kalau aku tak kenal budi..." Bicara sampai disitu ia segera putar badan dan berlalu dari situ. Rasa cinta yang bersemi dalam tubuh Pek Kun-gie telah berkembang biak, ia tak mungkin bisa disadarkan hanya dengan sepatah dua patah kata belaka, dengan termangu-mangu ia berdiri menjublek di tempat semula, sorot matanya memancarkan kebingungan serta kebodohan......... Oh Sam sejak semula telah menunggu disitu, ia segera menuntun kuda bagi pemuda itu Hoa Thian-hong berdua dengan cepat loncat naik ke atas punggung kuda dan melarikannya menuju ke arah kota. Ketika hampir tiba di pintu kota, tiba-tiba tampaklah Ciong Lian-khek sambil membawa Chin Giok-liong serta Bong Pay menyongsong kedatangannya dari arah depan, Hoa Thian-hong segera meloncat turun dari kudanya sambil berkata, "Cianpwee, sungguh kebetulan sekali kedatanganmu, boanpwee punya rencana untuk berangkat lebih dahulu ke kota Leng An, aku ingin pulang ke rumah untuk menyampaikan hal ini kepada cianpwee sekalian" Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo JILID 19: Perubahan sikap Chin Pek Cuan "EEI...... situasi pada saat ini sangat tegang dan kritis sekali, mau apa kau berangkat lebih dahulu ke kota Leng An?" tegur Ciong Lian-khek dengan nada tercengang. "Sikap perkumpulan Hong-im-hwie serta Sin-kie-pang misterius dan tidak terbuka pihak Thong-thian-kauw tetap tenang dan tidak menggerakkan tentaranya, hal ini merupakan suatu keadaan yang tidak umum dan luar biasa sekali, boanpwee punya rencana untuk berangkat lebih dahulu ke kota Leng An guna melihat keadaan, di samping berusaha pula untuk menemukan pembunuh dari Jin Bong, dari pada andaikata terjadi perubahan yang tak terduga kita semua jadi kelabakan dibuatnya." "Apa yang kau maksudkan sebagai perubahan yang tak terduga?" tanya Ciong Lian-khek dengan alis berkerut, tindakanmu yang lupa akan tugas dan memikirkan masalah lain yang sama sekali tak ada gunanya untuk menyelidiki sang pembunuh, apakah bertujuan untuk mendapatkan pedang mas itu?" "Dalam pembicaraan yang berlangsung barusan, Pek Siau-thian telah memberi bisikan kepadaku, katanya kemungkinan besar perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-imhwie serta Thong-thian-kauw akan bersatu padu kembali untuk bersama-sama menghadapi kekuatan kaum pendekar kalangan lurus yang mulai menghimpun kembali itu. Jika peristiwa ini sampai terjadi maka kita semua bakal mati konyol dan bercerai berai, Oleh sebab itulah boanpwee ingin melakukan penyelidikan lebih dahulu untuk mengetahui siapakah pembunuh dari Jin Bong serta membongkar persoalan ini, sekalipun Jin Hiat punya watak seperti kura2 dalam keadaan begini dia tentu akan berusaha untuk membalaskan dendam bagi kematian puteranya, asal kekuatan tiga partai telah terpecahkan itu berarti pihak kita akan memperoleh jalan kehidupan!" Sebenarnya bagaimana hubunganmu dengan pihak perkumpulan Sin-kie-pang?" tegur Ciong Lian-khek dengan wajah murung. Pek Siau-thian mengajukan tawaran kepadaku untuk menikah dengan putrinya, tetapi telah boanpwee tolak dengan menemukan kesulitan sesungguhnya yang sedang kuhadapi. "Aaai... kalau bukan berbesan tentu bermusuhan apakah kalian telah bentrok satu sama lainnya?" Hoa Thian-hong menggeleng. "Rasa cinta Pek Kun-gie yang berakar sukar dilenyapkan dalam waktu singkat, Pek Siau-thian sendiri sebenarnya ingin menarik diriku berpihak kepadanya, tetapi berhubung dalam tubuh boanpwee masih mengandung racun jahat ia merasa tidak lega untuk benar-benar mengawinkan putrinya kepada boanpwee, karena rumitnya persoalan inilah membuat ia tak sanggup mengambil keputusan... dan boanpwee pun segera mohon pamit dalam keadaan begitu. "Cukat racun Yau Sut adalah manusia yang paling lihay, apakah bangsat cilik itu ikut berbicara?" "Sewaktu berada ditepi sungai Hoang-hoo tahun berselang, ia pernah turun tangan keji terhadap boanpwee sehingga memaksa aku harus menelan Teratai Racun Empedu api untuk bunuh diri dalam pertemuan tadi Pek Siau-thian tidak mempertemukan diriku dengan manusia she-Yau itu!" Ciong Lian-khek mengangguk, setelah termenung beberapa saat lamanya dia berkata kembali. "Kota LengAn merupakan basis pertahanan yang paling kuat dari pihak perkumpulan Thing Thian Kauw, terutama sekali dalam keadaan begini seluruh jago lihay dari perkumpulan itu sudah berkumpul disana, andaikata kau ingin pergi ke situ lebih dahulu aku rasa lebih baik kita berangkat bersama-sama" Hoa Thian-hong segera tertawa. "Boanpwee ada maksud menghubungi Giok Teng Hujien lebih dahulu jika terlalu bayak yang pergi bukan saja kurang leluasa bahkan tindakan kita ini mungkin akan mencurigakan hati Jin Hian" Walaupun pemuda ini hanya seorang angkatan muda belaka tetapi justru dialah pemimpin dari himpunan kekuatan diluar tiga kekuatan besar dalam dunia persilatan kendati Ciong Lian-khek sekalian adalah para orang gagah yang sudah lanjut usia namun semangat jantan mereka dimasa lampau telah hilang lenyap sama sekali, kemunculan mereka pada saat inipun tidak lain karena merasa tak tega membiarkan pemuda itu melakukan perjuangan seorang diri. Karena itulah tanpa sadar Hoa Thian-hong telah dipandang sebagai otak serta pemimpin mereka, dalam menghadapi masalah besar ataupun kecil kebanyakan mereka tidak kukuh dalam pendirian dan lebih banyak menuruti rencananya, Terdengar Bong Pay berseru, "Dalam perkumpulan Thong-thian-kauw tak terdapat seorang manusia baikpun, tindak tanduk Giok Teng Hujien tidak beres dan namapun tidak punya, dia merupakan manusia yang paling berbahaya Hiat-te, yang paling keji di kolong langit adalah hal perempuan, kau musti selalu waspada untuk menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan!" "Terima kasih atas petunjuk dari toako" "Aku sedang memperingatkan kepadamu siapa. yang memberi petunjuk?" sela Bong Pay dengan mata melotot Hoa Thian-hong tersenyum, dia menjura ke arah tiga orang itu, sambit tinggalkan kudanya dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki pemuda itu lari menuju ke dalam kota. Hoa In telah berhasil merubah tabiat dari majikan mudanya ini, dia tahu setelah pemuda itu mengambil keputusan sulitlah baginya untuk merubah keputusannya itu, maka diapun tidak banyak bicara dengan cepat pelayan tua ini menyusul di belakangnya. Malam itu juga Hoa Thian-hong berdua melanjutkan perjalanannya menuju ke selatan, tidak sampai satu hari mereka telah tiba diluar kota Leng An. Hoa In adalah jago kawakan, dia tahu markas besar dari perkumpulan Thong-thian-kauw bernama 'It-goankoan' dan letaknya berada di keresidenan Chee-Thong, kuil It-goan-koan dalam kota Leng-An tidak lain adalah markas dari sektor atas. Maka dia lantas mengajak Hoa Thian-hong masuk ke dalam kota lebih dahulu untuk mencari penginapan dan beristirahat. Kuil It-goan-koan markas besar perkumpulan Thong-thian-kauw terletak di atas sebidang tanah yang luasnya mencapai ribuan bau, bukan saja luas sekali bangunan lotengpun bersusun2 dengan rapatnya, bangunan itu bukan saja kokoh bahkan nampak begitu megah dan melebihi keraton kaisar di ibu kota. Kentongan kedua baru saja lewat, dua sosok bayangan manusia nampak berkelebat ke tempat kegelapan dibawah tembok pekarangan, kedua orang itu bukan lain adalah Hoa Thian-hong serta Hoa In. Hoa In mencabut keluar pedang baja yang terselip di pinggangnya, lalu berbisik lirih, "Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Siau Koan-jin belum mencapai taraf kesempurnaan, andaikata jejakmu ketahuan oleh pihak lawan berusahalah sedapat mungkin cepat-cepat mengundurkan diri dari bangunan kuil ini, daripada kita harus bertempur di dalam kuil dan terjebak dalam kepungan yang terlalu tangguh" Hoa Thian-hong mengangguk, setelah menyelipkan pedang baja itu di pinggangnya ia segera meloncat masuk kebalik tembok pekarangan. Hoa In berebut berjalan di depan, ia berkelit ke kiri mengigos ke kanan, akhirnya sampailah ditengah-tengah sebuah ruang istana yang besar, ketika memasuki ratusan tombak jauhnya kemudian dengan cepat mereka temukan disetiap sudut bangunan itu terpencar penjagaan yang sangat ketat, toojin bersoren pedang melakukan perondaan di sekitar sana dan cahaya lampu menyinari setiap sudut ruangan membuat tempat menjadi terang benderang. Walaupun ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Hoa Thian-hong berdua cukup lumayan,tak urung dibikin kesulitan juga oleh situasi tersebut, setiap saat kemungkinan besar jejaknya ketahuan. Dengan enteng kedua orang itu menyusup ke balik sebuah hioloo besar yang tingginya melebihi manusia, dari situ sorot mata mereka dengan tajam mengawasi keadaan di sekelilingnya untuk menantikan kesempatan baik guna maju lebih ke depan. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia berkumandang datang, lima orang toosu cilik berjubah merah yang menyoren pedang pendek di punggungnya dan berusia antara empat lima belas tahun munculkan diri dari sudut tikungan sebelah kanan. Dari langkah kaki serta sorot mata yang tajam dari kelima orang toosu cilik itu bisa ditarik kesimpulan bahwa ilmu silat mereka lihay sekali sementara Hoa Thian-hong masih tertegun menyaksikan keadaan tersebut, disisi telinganya terdengar suara Hoa In yang lembut bagaikan suara nyamuk berkumandang datang, "Kekuatan yang dimiliki lima orang bocah cilik itu luar biasa sekali. mereka mampu menandingi empat orang pengawal pribadi golok emas dari Jin Hian!" Kembali terdengar suara langkah manusia yang lirih berkumandang datang, dari arah lain muncul pula lima orang toosu cilik dan berbelok ke arah samping kiri. "Bocah-bocah cilik itu bertugas melakukan patroli di sekitar ruang kuil ini" bisik Hoa In kembali, "hanya tidak kuketahui berapa banyak jumlah mereka!" Tenaga dalam yang dimiliki Hoa Thian-hong belum berhasil mencapai pada puncak ia tak berani buka suara dan terpaksa hanya mengangguk belaka, pikirnya, "Giok Teng Hujien menyebut kedudukannya sebagai pengontrol pusat dari kesepuluh sektor, kedudukannya pasti tidak rendah. Entah dia memiliki tempat kediaman yang pasti atau tidak?" Tiba-tiba Hoa In ulapkan tangannya sambil enjotkan badan dan melayang sejauh puluhan tombak dari tempat semula, Hoa Thian-hong segera mengepos tenaga dan buru-buru mengejar dari belakang mereka berdua dengan andalkan nyali yang besar serta kepandaian yang tinggi kembali menyusup masuk ke dalam ruang tengah melewati penjagaan yang amat ketat itu. Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, kedua orang itu berhasil melewati ruang tengah dengan penjagaan yang amat ketat tadi tampak diluar ruangan sunyi senyap tak nampak sesosok bayangan manusiapun, dengan perasaan kecewa mereka segera berkelebat menuju ke belakang kuil disisi halaman. Suara langkah kaki manusia kembali berkumandang datang, buru-buru kedua orang itu menyembunyikan diri ke tempat kegelapan, tampak dua orang toosu cilik berjalan di depan, di belakangnya mengikuti seorang kakek berkerudung hitam dengan langkah kaki yang enteng. Di belakang tubuh kakek berkerudung tadi mengikuti pula seorang manusia orang itu berperawakan kurus kecil dan bentuknya mirip beruk, seperti halnya dengan sang kakek di depan, diapun mengenakan kain kerudung hitam di atas wajahnya. Biji mata yang nampak dari luar memancarkan cahaya tajam yang menggidikkan hati. Keempat orang itu berjalan masuk dari kuil depan, dengan mengikuti lorong kecil langsung menuju ke arah kuil belakang. Ketika lewat di depan Hoa Thian-hong berdua, pemuda itu mengamati beberapa saat tubuh kakek berkerudung yang ada di paling depan itu, dia merasa sikapnya yang gagah serta bentuk tubuhnya yang kekar seolah-olah pernah dikenal olehnya hanya untuk beberapa saat tak teringat olehnya siapakah orang itu. Setelah keempat orang itu lewat. Hoa In segera memberi tanda bersama-sama Hoa Thian-hong mereka menguntit dari tempat kejauhan, setelah melewati sebuah ruang besar lagi sampailah mereka dihadapan sebuah ruang tamu yang lebar cahaya lampu menyinari seluruh ruang tadi hingga nampak terang benderang, dibawah pohon diluar ruangan berdiri sejajar sepuluh orang toojin berusia pertengahan yang menyoren pedang di punggungnya Di dalam ruang tamu itu pada dinding sebelah belakang tersedia meja sembahyang. Di atas meja sembahyangan berdiri sebuah arca berbaju emas yang tingginya mencapai beberapa tombak, semuanya merupakan toosu-toosu yang berwajah agung. Dibawah meja sembahyang terdapat sederetan kasur untuk semedi, di atas kasur semedi tadi duduklah tiga orang toosu tua, mereka semua memakai kopiah kebesaran dengan jubah berlambangkan Pat kwa emas, jenggot panjang terurai sepanjang dada dengan di tangannya memegang sebuah senjata kebutan di belakang mereka masing-masing berdiri seorang toosu cilik yang memegang sebilah pedang pusaka. Berhubung jaraknya amat jauh Hoa Thian-hong tidak sempat menangkap suara pembicaraan di dalam ruang itu, baru saja ia hendak menyusup maju lebih ke depan tiba-tiba Hoa In menarik tangannya sambil berbisik, "Toosu tua yang duduk di tengah ruangan itu bernama Thian Seng-cu, dia adalah seorang jago lihay yang berasal satu perguruan dengan Thian Ik-cu ketua perkumpulan Thong-thian-kauw, lebih baik kita jangan bergeser terlalu dekat, hati-hati kalau jejak kita sampai Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo ketahuan" "Apakah kau dapat menangkap suara pembicaraan mereka?" "Siau Koan-jin tak perlu gelisah, biarlah kuheningkan cipta dan pusatkan pikiran mungkin saja pembicaraan mereka bisa kutangkap!" Sementara pembicaraan masih berlangsung kakek berkerudung itu sudah dipersilahkan masuk ke dalam ruangan, setelah memberi hormat dengan Thian Seng-cu sekalian dia pun duduk di atas kasur untuk semedi, sedangkan pria kurus kecil yang mirip beruk tadi hanya berdiri saja dibelakang kakek itu, rupanya dia adalah pembantu orang tadi. Setelah masing-masing pihak saling mengucapkan beberapa patah kata rendah, mendadak Thian Seng-cu merogoh ke dalam sakunya dan mengambil keluar sepucuk surat yang mana segera diterima oleh kakek berkerudung tadi. Kakek itu segera menyimpan surat tersebut ke dalam saku. setelah berbicara beberapa patah kata dengan Thian Seng-cu tiba-tiba dia angkat kepala dan melepaskan kain kerudung hitam yang menutupi wajahnya. Hoa Thian-hong yang dapat melihat pula raut wajah orang itu segera merasa terkejut, hampir saja ia menjerit saking kagetnya. Ternyata kakek berkerudung hitam itu bukan lain adalah ayah dari Chin Giok-liong serta Chin Wan-hong Telapak pasir emas Chin Pek-cuan dari kota Kengciu. Hoa Thian-hong merasa terkejut bercampur curiga, otaknya berputar keras berusaha untuk memecahkan kecurigaannya itu, tetapi ia tak berhasil mendapat jawabannya, ia tak tahu apa sebabnya Chin Pek-cuan bisa tiba di tempat itu, bahkan wajahnya berkerudung dan tingkah lakunya misterius sekali, kalau ditinjau keadaannya jelas ia sedang melakukan suatu tugas yang dibebankan kepadanya. 0000O0000 Hoa Thian-hong hanya dapat melihat orangnya tak dapat mendengar suaranya, ia merasa gelisah sekali dan berulang kali menoleh ke arah Hoa In dengan harapan pelayan tuanya bisa. memberi keterangan. Tetapi Ketika itu Hoa In sendiripun picingkan matanya dengan alis berkerut, kalau ditinjau keadaannya nampak diapun dibikin bingung oleh keadaan di depan mata. Lama kelamaan Hoa Thian-hong tak kuat menahan diri, segera bisiknya dengan suara lirih, "Loo-ting itu adalah Chin Pek-cuan dari kota Keng-ciu kau kenal tidak dengan dirinya?" Hoa In mengangguk tanda kenal."Apa yang mereka bicarakan?" "Rupanya Chin Lo-ji telah menggabungkan diri dengan pihak perkumpulan Sin-kie-pang, dia mendapat tugas dari Cukat racun Yau Sut datang kemari. Rupanya orang she-Yau itu telah berkhianat dan mencari persekongkolan dengan pihak luar, mereka sering kali mengucapkan kata-kata "menyerang diluar dugaan" hasil dibagi sama rata, hanya tidak kuketahui dia mengajak pihak Thongthiankauw untuk bersama-sama menyerang Hong-imhwie, ataukah bekerja sama untuk memberontak di dalam tubuh perkumpulan Sin-kie-pang sendiri...." "Situasi dalam dunia persilatan dewasa ini benar-benar luar biasa berbahayanya" pikir Hoa Thian-hong di dalam hati" Entah apa sebabnya Chin Pek-cuan bisa bergabung dengan Yau Sut" pihak Hong-im-hwie telah bersepakat dengan perkumpulan Sin-kie-pang untuk bekerja sama melenyapkan Thong-thian-kauw, namun secara diamdiam mereka sendiripun berusaha main setan, keadaan begini justru malah menguntungkan pihak Thong-thiankauw yang mengadu domba dari tengah dan menjadi nelayan beruntung yang menunggu hasil" Tiba-tiba tampak Chin Pek-cuan mengenakan kembali kain kerudung hitamnya, setelah mengucapkan beberapa patah kata dengan Thian Seng-cu ia segera bangkit berdiri dan mengundurkan diri dari situ. Pria kurus kecil yang menyerupai beruk itu masih tetap mengikuti dibelakang tubuhnya, sedang dua orang toosu cilik berbaju merah tadi berjalan dipaling depan. Hoa In jago pengalaman yang teliti dalam setiap gerakan, dia tidak ingin menyaksikan majikan mudanya menempuh bahaya, maka ditunggunya sampai Chin Pekcuan sekalian lewat lebih dahulu kemudian baru berbisik, "Siau Koan-jin, jago lihay di dalam kuil ini banyak tak terhitung jumlahnya, tujuan dari kedatangan kita kali ini adalah mencari Giok Teng Hujien, aku rasa lebih baik kita tak usah berkeliaran secara membabi buta sehingga kemungkinan besar kita akan menemui bahaya ditangkap atau terkepung...." Hoa Thian-hong sendiripun merasa pula tegang serta seriusnya keadaan ketika itu, dia mengangguk. "Baiklah, kita selidiki dahulu persoalan dari Chin Pek-cuan. Besok baru kita selidiki lagi tempat tinggal dari Giok Teng Hujien" Hoa In jadi amat kegirangan. dengan melalui jalan semula mereka segera mengundurkan diri keluar dari kuil tersebut. Mereka berdua ngeloyor keluar lewat sisi ruangan kemudian lari ke pintu kuil dan dari sana menyembunyikan diri ke sudut gelap dekat dinding perkampungan, dari sana mereka lihat Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil seperti beruk itu sudah naik ke atas kuda dan lari menuju ke arah kota Leng An. "Bila aku lakukan pengejaran pada saat ini, jejak kami pasti ketahuan" pikir Hoa Thian-hong dalam hati, "baiklah biar kutunggu sebentar lagi" Rupanya Hoa In sendiripun berpendapat demikian pula, mereka berdua segera berdiam diri beberapa saat lamanya. Menanti derap kaki kuda sudah menjauh dan kedua orang toosu cilik berbaju merah itu sudah masuk kembali ke dalam kuil mereka baru berangkat melakukan pengejaran. Dengan kecepatan gerak mereka berdua, sekalipun kuda jempolan dalam waktu singkat berhasil pula disusul oleh mereka. Setelah mengejar beberapa saat lamanya telinga mereka dapat menangkap suara derap kuda jauh disebelah depan sana, Hoa Thian-hong merasa semangatnya berkobar. Ia segera mengerahkan tenaganya lebih besar dan mengejar lebih cepat lagi. "Kita hanya berusaha merampas surat ataukah menangkap sekalian dengan orangnya?" tiba-tiba Hoa In bertanya. Hoa Thian-hong termenung sejenak, kemudian jawabnya, "Biarlah kujajaki dahulu jalan pikiran mereka, kemudian kita baru bertindak!" "Bukankah hubungan Siau Koan-jin dengan putrinya erat sekali?" tanya Hoa In sambil tersenyum. Merah jengah selembar wajah Hoa Thian-hong. "Enci Wan-hong sangat baik terhadap diriku, Chin toako-pun orang baik. sedang Chin Pek-cuan dahulu merupakan seorang ksatria yang gagah perkasa, entah apa sebabnya sekarang malah berkomplot dengan Yau Sut manusia licik itu?" "Lain dulu lain sekarang dewasa ini dunia adalah milik kaum laknat dari golongan hitam, mencari perlindungan terhadap keselamatan sendiri pada pihak yang kuat sudah menjadi kebiasaan setiap orang" "Aaah.. duduk perkara yang sebenarnya toh belum kita ketahui, janganlah kita menuduh orang secara sempurna," kata Hoa Thian-hong. Mendengar perkataan itu Hoa In segera berpikir, "Pastilah Siau Koan-jin amat mencintai nona itu, maka ia selalu berusaha untuk melindungi bapaknya" Berpikir demikian, dengan wajah serius ia lantas berkata, "Seandainya Chin-lo-ji benar-benar sudah berubah perangainya, lebih baik Siau Koan-jin jangan berhubungan dengan putrinya, dan jangan Kau gubris pula putri dari Pek Siau-thian" Hoa Thian-hong tersenyum, tiba-tiba ia temukan bahwa tembok kota sudah berada diambang pintu, dengan cepat ia hentikan langkah kakinya sambil berkata, "Tunggu sebentar, coba kita lihat apakah mereka masuk ke dalam kota atau tidak"', Terlihatlah Chin Pek-cuan serta pria berbadan kurus kecil yang menyerupai beruk itu memutar haluan, mereka melarikan kuda tunggangannya menuju ke arah utara. Hoa Thian-hong siap melakukan pengejaran, tetapi sebelum ia sempat bergerak tiba-tiba dari atas tembok kota melayang turun tiga sosok bayangan manusia. dan segera mengejar dibelakang orang she Chin itu. Setelah menanti sejenak kemudian. Hoa Thian-hong hendak melakukan pengejaran tetapi dari sudut tembok kota kembali menyusup keluar sesosok bayangan manusia. bagaikan segulung asap ringan orang itu segera menyusul dari belakang mereka bertiga. Hoa Thian-hong gelengkan kepalanya. ia menunggu sampai orang terakhir itu sudah mencapai kejauhan ratusan tombak baru mulai mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan tanpa mengeluarkan sedikit suarapun mengejar dari belakang. "Aaai... jaman sekarang benar-benar sudah mendekati jaman edan" gumam Hoa In dengan suara lirih, "di mana-mana yang dijumpai hanya persoalan yang membingungkan dan tidak diketahui ujung pangkalnya" "Manusia dari kalangan hitam telah terbagi jadi tiga kekuatan besar ditambah. pula kita manusia gentayangan yang tercerai berai membuat suasana bertambah kacau, banyak orang melakukan tindakan pagar memakan tanaman tentu saja jamannya semakin berubah mendekati jaman edan "Seandainya kita berhasil menemukan rahasia pribadi dari Yau Sut, perlukah kita bongkar rahasia itu?" Hoa Thian-hong berpikir sebentar, kemudian jawabnya sambil tertawa, "Seandainya kita benar-benar berhasil menangkap basah rahasia pribadinya, maka Yau Sut tidak akan disebut sebagai Cukat racun lagi" Dia menghela napas panjang, setelah termenung sebentar terusnya, "Kau tidak punya kesabaran sedang pikiranku kurang cermat, semua perbuatan kita dimasa lampau harus dirubah kalau tidak maka urusan besar tak mungkin bisa kita selesaikan!" Tiba-tiba suara derap kaki kuda disebelah depan kedengaran amat kacau, disusul ringkikan kuda serta bentakan gusar berkumandang datang. Diam-diam Hoa Thian-hong merasa terkejut, ia segera menatap tajam ke arah depan, tampaklah bayangan manusia disebelah depan itu laksana kilat berkelebat beberapa kali ke muka dan seketika itu juga jejaknya lenyap tak berbekas. "Kita telah berjumpa dengan jago lihay kelas satu!" bisik Hoa In dengan wajah agak berubah, "Mari kita tengok dulu kemudian baru mengambil keputusan!" Kedua orang itu berputar ke sisi kiri dan diam-diam menyusup ke depan, setelah bersembunyi dibelakang sebatang pohon pendek terlihatlah ketika itu Chin Pekcuan serta pria seperti beruk itu telah loncat turun dari kudanya, dihadapan mereka berdiri tiga orang kakek baju hitam, pakaian mereka merupakan pakaian ringkas dan di pinggang tersoren senjata tajam. Sinar mata Hoa Thian-hong dengan tajam menyapu sekejap sekeliling tempat itu, ia berusaha mencari tempat persembunyian dari orang lihay tadi, namun walaupun sudah dicari setengah harian belum ditemukan juga. Terdengarlah Chin Pek-cuan dengan suara gusar membentak keras, "Apa maksud kalian mengejar diriku" dalam biji mata yang bersih tak ada pasirnya, kalau ada urusan katakanlah sejujurnya" Kakek baju hitam yang berada di tengah mendengus dingin. "Hmm! Melakukan perjalanan dengan wajah berkerudung merupakan pantangan terbesar dalam dunia persilatan, lo-yamu ingin melihat raut wajahmu yang sebenarnya agar bisa menambah pengetahuan!" "Haaah....baaah..... haaah..... kau menyebut diri sebagai Lo-ya, rupanya bajingan-bajingan dari perkumpulan Sin-kie-pang!" Kakek baju hitam itu tertawa dingin. "Heeh... heeh... heeh... heeeh ... tua bangka sialan! rupanya kau seorang jago kawakan juga. Tidak salah! Kami tiga orang lo-ya adalah pelindung hukum dari perkumpulan Sin-kie-pang, kau hendak turun tangan sendiri ataukah lo-ya mu yang harus mewakili dirimu?" "Hmmm, sudah banyak tahun aku tak pernah menjagal anjing" ejek Chin Pek-cuan dengan nada menghina, "Bila kau merasa usiamu terlalu panjang, maju sajalah! akan kulayani keinginanmu itu." Bentakan keras berkumandang memecahkan kesunyian, kakek baju hitam yang ada disebelah kiri menerjang maju ke depan, lengannya berkelebat dan mencakar wajah orang she Chin itu. Chin Pek-cuan mendengus dingin. kaki kirinya mundur setengah langkah ke belakang diikuti telapaknya diayun dan langsung menghantam kemuka. "Ooooh.... kiranya berlatih ilmu Kim-see-ciang. luar biasa juga tenaga dalamnya!" seru kakek yang pertama tadi. Sementara perkataan itu diucapkan, dua orang dalam gelanggang telah saling bertempur empat jurus lebih, Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo angin pukulan menderu-deru dan pertarungan berlangsung dengan serunya. "Chin Pek-cuan melakukan pekerjaan atas dasar perintah rahasia dari Cukat beracun Yau Sut. tetapi sekarang ia bergebrak pula dengan para jago dari Sinkiepang, itu berarti yang dilakukan olehnya adalah urusan pribadi Yau Sut sendiri!" pikir Hoa Thian-hong. Terdengar Hoa In berbisik dengan suara lirih, "Rupanya ilmu silat yang dimiliki Chin Pek-cuan telah memperoleh kemajuan yang pesat!" Hoa Thian-hong tersenyum. "Makin tingkat usianya, makin cekatan hidup seorang manusia, hal itu sudah jamak!" Sementara itu Chin Pek-cuan telah menerjang maju ke depan. secara beruntun dia lancarkan delapan sembilan jurus serangan, kakek baju hitam tadi terdesak hebat dan tak mampu mempertahankan diri, membuat dia harus kirim satu pukulan untuk menyambut serangan tersebut dengan keras lawan keras Ploook....pukulan Kim-see-ciang yang dilatih Chin Pekcuan dengan sempurnanya itu berhasil menghajar telak tubuh lawan. Dalam keadaan begini tentu saja kakek baju hitam itu tak mampu pertahankan diri, ia mendengus berat dan tubuhnya terpental sejauh satu tombak dari tempat semula persendian tulang kanannya terlepas dan separuh tubuhnya kontan jadi kaku. Menyaksikan rekannya terluka kakek baju hitam yang buka suara tadi jadi amat gusar. ia membentak sambil ayunkan tangan kirinya ke depan. Sekilas cahaya keemas-emasan berputar bagaikan roda dan meluncur ke arah batok kepala Chin Pek-cuan dengan kecepatan bagaikan kilat. Chie Pek Cuan adalah jago kawakan yang berpengalaman luas, mendengar deruan angin tajam yang meluncur datang ia segera mengetahui bahwa serangan tak boleh disambut dengan kekerasan, ia merandek dan menyusup ke arah samping. Cahaya emas yang menyilaukan mata....memenuhi seluruh angkasa, dari samping....kiri kanan depan maupun belakang serentak meluncur datang roda2 emas yang tajam. Chin Pek-cuan mendengus dingin, sepasang bahunya bergeser dan menggunakan suatu gerakan yang manis ia berhasil melepaskan diri dari serangan gabungan keempat buah roda emas itu, telapaknya diayun dan secepat kilat ia balas mengirim satu pukulan gencar ke arah kakek yang menyerang dengan roda emas tadi. Diam-diam Hoa Thian-hong bersorak memuji. pikirnya, "Sejak meninggalkan kota Keng-ciu. rupanya ia telah mendapat pendidikan ilmu dari orang lihay!" Terdengar Hoa In berbisik lirih, "Chin Pek-cuan kekurangan serangkaian ilmu pukulan yang dahsyat, kalau tidak niscaya ia sudah berhasil angkat nama dan menjadi jago Bu-lim yang disegani orang" Dalam hati Hoa Thian-hong juga berpendirian demikian. ia mengangguk tanda membenarkan. Sementara itu tampak kakek beroda Ngo-heng-lun itu ayunkan kembali tangan kanannya, mendadak dalam telapak telah bertambah dengan sebilah pedang emas yang memancarkan cahaya tajam, dua tangan menggunakan enam macam senjata tajam, dengan gencar dan hebatnya ia layani setiap pukulan Kim-seeciang yang dilancarkan Chin Pek-cuan. "Kakek tua itu bernama Ciong Tiau-gak, dia merupakan seorang jago kosen dalam dunia persilatan" bisik Hoa In, "katanya permainan roda ditangan kirinya merupakan hasil ciptaan sendiri yang ditekuni serta dilatih sendiri tanpa bimbingan guru pandai" Hoa Thian-hong mengerutkan sepasang alisnya, "Sewaktu ada di kota Cho-ciu, pernah kusaksikan dia bertempur melawan rase salju milik Giok Teng Hujien, ilmu silatnya memang luar biasa, tanpa mendapat bimbingan guru dia berhasil melatih ilmu silatnya mencapai taraf begitu tinggi. hal ini benar-benar bukan suatu pekerjaan yang gampang" "Chin Pek-cuan" "Ketika berlangsungnya pertemuan Pak Beng Hwee, dialah orang yang membawa keluar jenazah ayah, dia adalah tuan penolong dari keluarga Hoa kita, aku berharap kau jangan bertindak kurang adat terhadap dirinya......" Mendengar perkataan itu Hoa In nampak tertegun, lalu jawabnya, "Aku benci kepadanya karena perbuatannya yang tidak benar" "Bagaimana duduk perkara toh belum jelas sepatah dua patah kata tak bisa menyimpulkan keseluruhan dari masalah itu, kau jangan menuduh orang dengan hal yang bukan-bukan" Tiba terdengar Ciong Tiau-gak membentak keras, tangan kirinya menyerang secepat kilat, lima buah roda emas dengan cepat berputar ke depan membokong dari depan dada belakang punggung lawan, sedangkan pedang lemas ditangan kanannya mengirim satu tusukan kilat ke arah lambung kakek she- Chin tersebut. Lima buah roda emas mengepung secara berbareng, cahaya tajam ketika menyilaukan mata dan desiran tajam memekikkan telinga, tusukan pedang lemas yang dilancarkan belakangan tiba lebih duluan keganasan serta ketajamannya mengerikan sekali, sekilas memandang siapapun tahu bahwa serangan itu amat luas luar biasa. Menghadapi mara bahaya langkah kaki Chin Pek-cuan sama sekali tidak kalut, melihat cahaya tajam mengurung disekeliling tubuhnya, sepasang bahu segera bergerak dan menyusup keluar dari lingkaran cahaya dalam repotnya telapak diayun ke depan menghantam punggung Ciong Tiau-gak. Hoa Thian-hong yang menyaksikan dua kali kakek she-Chin itu berhasil lolos dari ancaman dengan mempergunakan gerakan yang sama, dalam hati segera mengerti pikirnya "Tidak aneh kalau ilmu silatnya mendapat kemajuan yang pesat, rupanya ia sudah memperoleh penemuan aneh dan mendapat didikan ilmu dari orang pandai." Berpikir demikian, dia lantas berbisik kepada Hoa In, "Gerakan tubuhnya sangat aneh dan lihay sekali, tahukah kau asal usulnya?" Hoa In menggeleng. "Diantara gerakan langkah yang tersohor di kolong langit, belum pernah kujumpai gerakan semacam ini" Hoa Thian-hong segera alihkan sorot matanya ke arah pria berbentuk seperti beruk itu, ujarnya kembali, "Bentuk tubuh manusia berkerudung yang kecil kurus itu aneh sekali." Belum habis bicara, tampaklah olehnya kakek baju hitam lainnya dari perkumpulan Sin-kie-pang telah merogoh sakunya dan ambil keluar sebatang garpu pendek yang sangat beracun setelah menyaksikan rekannya tidak berhasil menangkan pihak lawan, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia langsung menerjang ke belakang tubuh Chin Pek-cuan. Traaang! baru saja kakek baju hitam itu mendekati belakang punggung kakek she Chin itu, mendadak tubuhnya terhenti dan garpu pendek beracun yang dicekalnya itu terjatuh ke atas tanah. Chin Pek-cuan segera memutar tubuhnya sambil membentak keras, telapaknya langsung dihantam ke arah dada musuh. Semua peristiwa itu berlangsung dalam sekejap mata. Ciong Tiau-gak tidak sempat berpikir panjang lagi, tangan kirinya laksana kilat melancarkan serangan, roda Ngo-heng-kim lun langsung dihantamkan ke tubuh musuh. Gerakan senjata aneh ini jauh lebih cepat dari pada desiran senjata rahasia. sebelum pukulan Chin Pek-cuan bersarang di tubuh lawan, cahaya tajam yang disertai dengungan nyaring sudah berada di depan mata, terpaksa ia batalkan pukulannya sambil mengigos kesamping. Dalam sekejap mata Chin Pek-cuan telah terlibat kembali dalam pertempuran sengit melawan Ciong Tiaugak, kakek baju hitam tadipun segera memungut garpu racunnya yang terjatuh ketanah. sinar matanya dengan sangsi memandang sekejap ke arah pria seperti beruk tadi kemudian celingukan kakiri dan kanan. Hoa Thian-hong serta Hoa In saling bertukar pandangan sekejap, dengan ketajaman mata mereka berduapun tak mampu menyaksikan pria itu melakukan gerakan apapun tetapi empat tombak sekeliling sana tak ada orang, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa pria seperti beruk itulah yang telah main gila dengan menimpuk jatuh senjata tajam milik kakek baju hitam tadi, hanya saja tidak terlihat gerakan apakah yang dia pergunakan. Ciong Tiau-gak adalah seorang jago kawakan yang berpengalaman melihat keadaan tidak beres segera timbul niat untuk mengundurkan diri, pedang lemasnya segera diputar melindungi tempat penting di tubuhnya, ia berkata, "Sahabat karib ini hari aku orang she-Ciong merasa telah berjumpa dengan musuh tangguh, gunung nan hijau tidak berubah air yang biru tetap mengalir, lain kali kita lanjutkan kembali pertarungan ini" Serangan dari kelima buah roda emasnya segera diperketat, ia siap mendesak musuhnya untuk mencari pulang guna mengundurkan diri. Chin Pek-cuan segera mendongak dan tertawa terbahak-bahak. "Haaah.... haaah.... haaah.... kawan, bila berjodoh walaupun berpisah ribuan li akhirnya bertemu juga, aku harap kau tak usah pergi lagi!" Sembari berkata gerakan tubuhnya tiba-tiba berubah, tampak ia melayang dengan kecepatan bagaikan kilat, tubuhnya menerobos kesana kemari diantara kelima buah roda emas tersebut, dua buah telapak bajanya dengan gencar bagaikan hujan badai menyerang musuhnya habis2an..... Dalam sekejap mata Ciong Tiau-gak terdesak dibawah angin, kelima buah roda emasnya tak mampu dipergunakan lagi, bukan menolong benda itu malahan menjadi beban baginya. Semua serangan lawan terpaksa harus ditangkis dan dibendung dengan mempergunakan pedang lemas di tangan kanannya. Melihat Ciong Tiau-gak menderita kekalahan, kakek baju hitam yang lain tidak berpikir panjang lagi, garpu pendeknya segera diputar dan untuk kedua kalinya menerjang kembali ke depan. Kakek yang terluka tadipun segera ayun pula tameng bajanya dan ikut menerjang ke depan. Terdengar pria berbadan seperti beruk itu memaki dengan suara yang tinggi melengking, "Anak iblis yang tak tahu malu!" Sambil berseru tubuhnya segera maju dan menerjang ke depan. Dalam sekejap mata bentakan serta teriakan berkumandang memecahkan kesunyian, sebuah pukulan keras yang dilancarkan Chin Pek-cuan bersarang telak di atas bahu kiri Ciong Tiau-gak, membuat kakek itu bersama-sama dengan senjatanya terlempar sejauh satu tombak lebih dari tempat semula. Ilmu pukulan Kim-see-ciang yang dia yakini sanggup digunakan untuk menghancurkan batu nisan, Ciong Tiaugak yang termakan oleh pukulan itu tulang bahunya seketika hancur berantakan. Keadaan dari dua orang kakek baju hitam yang lain jauh lebih aneh lagi, dengan senjata yang masih terhunus mereka menggeletak ditanah tanpa bisa berkutik, peluh membasahi tubuhnya dan suara rintihan bergema memecahkan kesunyian. Sikap Ciong Tiau-gak jauh lebih gagah, ia bangkit berdiri dengan susah payah kemudian sambil menahan sakit disimpannya kembali pedang lemas itu, tanpa memunguti kembali senjata roda emasnya yang tersebar ditanah dia berjalan menghampiri dua orang rekannya yang menggeletak tak bisa bangun itu, setelah memeriksa sebentar keadaan mereka berdua ia segera bangkit berdiri. Terhadap Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil yang ada disana ia berlagak bodoh dan sama sekali tidak menengok barang sekejappun. Chin Pek-cuan mendengus dingin, sinar matanya berputar memandang sekejap ke arah pria berbadan seperti beruk itu. Pria itu membisikkan sesuatu kesisi telinganya, Chin Pek-cuan segera kelihatan agak tertegun dan putar badan kemudian teriaknya, "Sahabat-sahabat darimanakah yang telah datang bila tidak munculkan diri lagi jangan salahkan kalau aku tak akan menemani lebih jauh" "Sungguh lihay orang ini" pikir Hoa Thian-hong di dalam hati" tanpa berpaling dia sudah tahu kalau dibelakang tubuhnya ada orang yang menguntil. Tampaklah dari balik sebuah pohon besar kurang lebih beberapa puluh tombak dihadapannya meloncat keluar seseorang, setelah berjalan beberapa langkah kemuka tiba-tiba dia alihkan sorot matanya ke arah tempat persembunyian dari Hoa Thian-hong berdua, Melihat hal itu Hoa In segera menyumpah dengan hati mendongkol, "Nenek anjing sialan rupanya dia lebih cerdik dari kita berdua!!" Hoa Thian-hong tersenyum, dia tahu tempat persembunyiannya sudah ketahuan, maka dia lantas Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo bangkit dan berjalan keluar dari balik pohon. Tiba-tiba Hoa In menyusul maju ke depan, bisiknya dengan suara lirih, "Siau Koan-jin harap waspada, bajingan tua itu bernama Yan-san It-koay dia adalah salah satu tulang punggung dari perkumpulan Hong-imhwie!!" Hoa Thian-hong mengerutkan sepasang alisnya yang tebal, ia menoleh dan menatap wajah manusia aneh dari gunung Yan-san itu, tampaklah sepasang matanya cekung ke dalam dengan hidungnya menghadap atas, raut wajah berwarna kuning hangus dan jeleknya luar biasa. Ketika itu sampai melototkan matanya Yan-san It-koay pun sedang mengawasi Hoa Thian-hong berdua dengan pandangan tajam. pada saat yang hampir bersamaan ketiga orang itu sama-sama muncul di tengah kalangan Chin Pek-cuan serta pria seperti beruk itu melirik sekejap ke arah pedang baja yang tersoren di pinggang, wajah mereka segera menunjukkan suatu sikap yang aneh. Ciong Tiau-gak sendiripun nampak agak tertegun ketika menjumpai kemunculan Hoa Thian-hong secara mendadak disitu, untuk beberapa saat lamanya sorot mata semua orang sama-sama ditujukan ke arah pemuda itu. Tiba-tiba terdengar kembali suara ujung baju tersampok angin secara lapat-lapat berkumandang datang. semua orang merasa terkejut dan sama-sama berpaling. Bayangan manusia berkelebat lewat dan sama-sama munculkan diri di tengah kalangan, orang yang barusan datang berjumlah dua belas orang, sebagian besar diantaranya mengembol pedang dipunggung Orang pertama yang munculkan diri terlebih dahulu bukan lain Thian Seng-cu dari perkumpulan Thong-thiankauw, sedang separuh lainnya berdandan seperti manusia biasa, usianya di atas empat puluh tahunan Setibanya di tengah kalangan kedua golongan manusia yang berbeda itu masing memencarkan diri dan berdiri pada kelompok yang berbeda. Menyaksikan siapa yang telah datang, Ciong Tiau-gak seketika merasa semangatnya berkobar, dengan cepat ia maju menghampiri kakek baju kuning dan memberi hormat. "Tongcu, kebetulau sekali kedatanganmu itu...!" serunya. "Aku sudah tahu" jawab kakek baju kuning sambil ulapkan tangannya. Dia memberi tanda dan dua orang segera munculkan diri, kakek baju hitam yang menggeletak di atas tanah dan tak bisa berkutik itu dengan cepat dibopong keluar dari gelanggang. Hoa In yang mengenali siapakah kakek baju kuning itu, dengan ilmu menyampaikan. suara segera berbisik kepada Hoa Thian-hong, "Tua bangka itu she-Ho bernama Kee Sian, orang-orang menyebutnya sebagai Poan Thian jiu si tangan sakti pembalik langit, dia merupakan Tongcu ruang Thian Leng Tong dari perkumpulan Sin-kie-pang, nama besarnya dikenal oleh setiap orang dan tidak berada dibawah nama besar Cukat racun Yau Sut...." Hoa Thian-hong alihkan sorot matanya ke arah orang itu dia lihat dada tangan sakti pembalik langit Ho Keesian amat bidang dengan perut buncit, alisnya tebal dan matanya besar, sinar mata tajam memancar keluar dari balik kelopak matanya dan kelihatan mengerikan sekali. Dalam hati segera pikirnya, "Kegagahan orang ini mengerikan sekali, dia bisa menduduki jabatan sebagai Tongcu ruang Thian Leng Tong, ilmu silat yang dimilikinya pasti lihay sekali" Dalam pada itu si tangan sakti pembalik langit Ho Keesian telah menyapu sekejap wajah seluruh jago yang hadir ditempat itu, sambil melangkah maju dua tindak ke depan tegurnya dengan suara dingin, "Saudara yang mana telah memberi pelajaran kepada saudara saudaraku" disini aku orang she Ho mengucapkan banyak terima kasih lebih dahulu" Chin Pek-cuan tertawa keras, "Haaaah.... haaaah.... haaaah..... akulah yang telah melukai beberapa orang loo-ya itu karena pengaruh oleh emosi, harap Ho Tongcu suka memberi maaf!" Dengan sorot mata yang dingin tangan sakti pemba1ik langit Ho Kee-sian mengawasi wajah Chin Pek-cuan dari atas hingga ke bawah, lalu mendengus dingin. "Hmmm! Kau mempunyai orang dengan wajah berkerudung, aku rasa aku orang she Ho tak usah mengajukan pertanyaan atas namamu lagi." "Aku cuma seorang prajurit kecil yang tak bernama, sekalipun kau ingin tahu nama ku juga tak ada gunanya." "Tua bangka itu pandai mempergunakan ilmu telapak Kim-see-ciang!" teriak Ciong Tiau-gak dengan gusar, "rupanya dia adalah manusia she-Chin dari kota Kengciu!" Ho Kee-sian telapak sakti pembalik langit mengerutkan sepasang alisnya yang tebal. "Berapa hebatnya sih Chin Pek-cuan itu" Masa kalian bertiga bukan tandingannya?" ia berseru. Haruslah diketahui Chin Pek-cuan adalah seorang jago dari kalangan lurus yang sangat luas pergaulannya, ia merupakan seorang manusia kenamaan yang diketahui setiap orang, tetapi ilmu silat yang dimilikinya cuma biasa2 saja dan orang mengetahui akan hal ini. Hoa Thian-hong yang mengikuti jalannya peristiwa itu dari sisi kalangan makin memandang ia semakin kebingungan. Thian Seng-cu baru saja bertemu muka dengan Chin Pek-cuan bahkan menyerahkan pula sepucuk surat kepadanya, tetapi kini ia datang bersama-sama Ho Keesian sekalian dan sikapnya ternyata pura2 tidak kenal dengan orang she Chin tersebut. Sedang Yan-san It-koay adalah seorang jago lihay kelas satu di dalam dunia persilatan sepantasnya ilmu silat yang dia miliki jauh di atas Ho Kee-sian maupun Thian Seng-cu dan semestinya mereka bertiga kenal satu sama lainnya, tetapi sekarang mereka tidak saling menyapa sedang Yan-san It-koay pun tiada maksud mengumbar hawa amarah. kejadian ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang aneh sekali. Terdengar Ciong Tiau-gak berkata kembali, "Lapor Tongcu, jago lihay yang sebenarnya adalah manusia kurus yang bongkok itu sedang si tua bangka ini cuma bonekanya belaka" Mendengar perkataan itu tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian segera berpaling, dengan sorot mata yang tajam ia menatap pria kurus kecil yang menyerupai beruk tadi jengeknya sambil tertawa dingin. "Heeeh.... heeeh... ternyata kau berulah manusia lihay yang tak mau unjukkan diri tak nyana kalau aku orang she-Ho sudah salah melihat." "Hmm! omong kosong" dengan pria kurus kecil seperti beruk itu dengan nada sinis. Mendengar ucapan itu tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian jadi teramat gusar, sambil menerjang ke depan dia kirim satu pukulan dahsyat, serunya, "Aku orang sheHo ingin mencoba dahulu sampai dimanakah kelihayan yang kau miliki...." Pria kurus kecil menyerupai beruk itu sama sekali tidak gentar, dengan langkah yang seenaknya dia maju ke depan, telapak kanan didorong kemuka dan menyongsong datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras. Blaaam....! di tengah getaran keras tubuh mereka berdua sama-sama tergetar keras, jubah panjang seolah olah bergelombang seketika menggelembung besar. "Ho tua!" Thian Seng-cu yang selama ini selalu membungkam tiba-tiba buka suara, "ini hari kau telah bertemu dengan lawan tangguh, ingin kulihat sampai dimanakah keampuhan dari tangan sakti pembalik langitmu itu" Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian tertawa dingin. "Hmmm! aku si Ho tua bukan seorang anak muda yang baru muncul dalam dunia persilatan, kau tak usah pakai akal untuk memanasi hatiku!" "Haah.... haaah.... haaah sungguh tebal iman kau Ho tua, harap kesanalah sedikit!" Tangan sakti pembatik langit Ho Kee-sian mendengus dingin, kepada pria kurus kecil yang menyerupai beruk itu serunya dengan nada dingin, "Rupanya kekalahan saudara-saudaraku bukanlah kekalahan secara penasaran, hutang ini baiklah kita bereskan nanti saja!" Dia mundur dua langkah ke belakang, sepasang mata memandang ke langit dan mulutnya membungkam dalam seribu bahasa. Tampak Thian Seng-cu putar badan sambil memberi hormat, katanya, "Lo-sicu, kau bukannya hidup secara bebas digunung Yan-san, ada urusan apa jauh-jauh berkunjung kewilayah Kanglam?" Yan-san It-koay melototkan sepasang matanya bulatbulat dan menjawab sambil tertawa, "Tua bangka hidung kerbau, rupanya kau sudah bosan hidup" wilayah Kanglam toh bukan wilayah pribadi dari perkumpulan Thong-thian-kauw aku mau datang atau mau pergi apa urusannya dengan dirimu" Mau apa kau urusi persoalanku?"' Thian-Seng-cu tertawa hambar. "Dewasa ini dunia persilatan sedang dilanda kerusuhan dan banyak persoalan telah bermunculan, Tiga besar dari dunia persilatan belum sampai menentukan siapa kawan siapa lawan, ini hari losicu telah berlagak sok dihadapan kami dengan ucapan yang sombong, Hmmn.! hati hatilah, bila sampai salah. berbicara maka..." "Kau berani berbuat apa terhadap diriku!" tukas Yansan It-koay dengan mata melotot. "Haaah....haah....haaaah.... soal itu....bila sampai kau salah bicara maka aku akan mengajak Lo-hooo untuk bekerja sama dan menahan lo-sicu di tempat ini. Hmm..., Hmm.... jika perkumpulan Hong-im-hwie sampai kekurangan seorang jago macam Lo-sicu, maka urusan semakin gampang untuk diselesaikan" Yan-san It-koay angkat kcpala dan tertawa terbahakbahak. "Haaah..... haaah..... haaah..... hidung kerbau yang tak tahu diri, aku malas untuk cekcok serta ribut dengan manusia semacam kau, ayoh cepat enyah kesamping, aku hendak berbicara dengan puteranya Hoa Goan-siu!" Setelah mengetahui bahwa kedatangan gembong iblis itu adalah untuk menjumpai Hoa Thian-hong, dengan cepat Thian Seng-cu mundur setengah langkah ke belakang dan tidak berbicara lagi. "Licik amat siluman tua ini!" sumpah Hoa Thian-hong dalam hati, "Rupanya dia takut juga menghadapi kerubutan orang banyak. Hmm! Sungguh tidak mirip seorang jago yang berlatih silat" Haruslah diketahui hubungan diantara perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-im-hwie serta Thong-thian-kauw boleh dibilang kawan boleh dibilang juga lawan sedikitpun tiada perasaan setia kawan diantara mereka, asal bisa melenyapkan kekuatan dari golongan lain dengan cara serta tindakan apapun akan mereka lakukan, oleh sebab itu tidak sampai keadaan yang terlalu terdesak siapapun tidak ingin turun tangan lebih dahulu. Hoa Thian-hong adalah seorang jago muda yang berjiwa ksatria, tentu saja ia tidak terbiasa melihat keadaan semacam itu, "Hoa Thian-hong!" terdengar Yan-san It-koay berseru dengan suara lantang. "kenal tidak dengan diriku?" "Aku rasa kau pastilah Yan-san It-koay" jawab pemuda itu dengan suara hambar. "Bagaimana dengan cara menyebut dirimu, aku rasa lebih baik kau memberi petunjuk". "Haaah.... haaah, sebut saja Yan-san It-koay, aku tiada sebutan ia bepaling ke samping dan melanjutkan, "Apakah kau bernama Hoa In?" "Hmm! tidak nyana kau masih kenal dengan diriku" sahut Hoa In dengan mata mendelik. "Tua bangka sialan, besar amat lagakmu" kembali iblis tua itu berpaling ke arah Hoa Thian-hong, "situasi yang terbentang di depan mata dewasa ini amat kritis, nafsu membunuh telah menyelimuti setiap sudut tempat. ketika Jin Hian melihat kau pergi tanpa pamit ia segera merasa tidak tenteram, maka aku diutus datang kemari untuk mengajak kau kembali" "Terima kasih, setelah menyaksikan keramaian aku segera berangkat" Yan-san It-koay tidak menduga jawaban pemuda itu begitu cepat, ia segera tertawa terbahak-bahak. "Haaah.... haaaah.... haaah..... bocah pintar memang gampang dididik" ia berpaling dan segera teriaknya, "Siapa yang merasa gatal tangan silahkan turun ke gelanggang, selesai menonton keramaian akupun akan segera berlalu" Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian menyapu sekejap wajah semua jago, kemudian sambil menuding ke depan bentaknya, "Tangkap!" Bentakan keras bergema di angkasa, desiran angin tajam menderu-deru, dari belakang tubuh manusia she Ho itu segera meloncat keluar delapan orang jago lihay yang bersama-sama menerjang ke arah Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil menyerupai beruk itu. Dalam waktu singkat. dalam kalangan segera berkobarlah suatu pertempuran yang amat sengit. Pertempuran yang berkobar pada saat ini jauh lebih Bara Maharani Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo seru daripada pertarungan semula delapan orang jago dari perkumpulan Sin-kie-pang yang turun ke dalam gelanggang pada saat. ini semuanya merupakan pelindung hukum dari ruang Thian Kee Tong, ilmu silat mereka semua jauh di atas kepandaian Ciong Tiau-gak, meskipun senjata tajam yang dipergunakan berbeda satu sama lainnya tetapi maju mundur menyerang serta bertahan diantara mereka dilakukan dengan sangat teratur sekali yang satu membantu yang lain yang kuat mengisi yang lemah, sekilas memandang siapapun bisa melihat bahwa kerja sama dari kedelapan orang itu amat sempurna dan sudah berpengalaman sekali. Pria kurus kecil menyerupai beruk itu segera tunjukkan kelihayannya, sepasang telapak berputar bagaikan titiran angin puyuh, dengan tangguh dan kosen ia hadapi semua serangan yang muncul dari empat arah delapan penjuru. Angin pukulan menderu deru, meskipun berada di tengah dentingan suara yang beraneka ragam namun suara deruan angin pukulannya tetap nyaring dan tidak kacau, sejurus demi sejurus dilancarkan dengan mantap dan hebat. Semua jago yang menyaksikan jalannya pertarungan dari sisi kalangan diam-diam merasa kagum juga melihat keampuhan orang itu, merekapun dapat melihat jelas, meskipun Chin Pek-cuan ikut terjun ke dalam kalangan namun hampir boleh dikata tiada kesempatan baginya untuk ikut melancarkan serangan. Setelah memandang beberapa saat lamanya, dengan cepat Hoa Thian-hong telah memahami akan sesuatu, pikirnya, "Aaah..! rupanya ilmu silat yang dimiliki Chin Pek-cuan itu adalah hasil pelajaran dari orang ini...." Situasi dalam kalangan ketika itu benar-benar luar biasa sekali, para jago dari perkumpulan Sin-kie-pang turun tangan lebih dahulu. Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian mengawasi jalannya pertarungan dari sisi kalangan sedang Yan-san It-koay serta para toojin dari Thong-thian-kauw tak bisa ditebak isi hati mereka. sekalipun pria kurus kecil itu kosen dan punya harapan untuk melarikan diri, namun pertarungan yang berlangsung lebih jauh hanya merugikan dirinya belaka, apalagi masih ada Chin Pek-cuan sebagai beban, bila pertarungan diteruskan akhirnya dia bakal kehabisan tenaga dan menunggu saat kematiannya belaka. Chin Pek-cuan adalah tuan penolong keluarga Hoa dia merupakan ayah dari Chin Wan-hong pula, meskipun perbuatannya di kuil It-goan-koan mencurigakan sekali, namun Hoa Thian-hong tak dapat membiarkan kakek itu terjerumus dalam posisi yang berbahaya. Tetapi diapun tahu jika dirinya tak berhasil mendapatkan kesempatan baik, dan turun tangan secara gegabah maka tindakan yang sembrono itu justru akan merupakan ancaman bagi keselamatannya, bahkan mungkin akan terkepung oleh tiga golongan tersebut. Berpikir demikian. tiba-tiba ia putar kepala dan berteriak keras, "Thian Seng Tootiang, seandainya barang itu sampai terjatuh ke tangan Ho Tongcu maka semua rencana besarmu akan punah dan lenyap tak berbekas!" Tertegun hati Thian Seng-cu mendengar ucapan itu, tetapi dia tetap membungkam. Yan-san It-koay yang ikut mendengar pula pembicaraan tadi. dengan alis berserut segera berseru, "Hoa Thian-hong, barang apakah itu" Apakah benda itu mempunyai pengaruh yang besar?" "Aku tidak berani bicara secara sembarangan" sahut Hoa Thian-hong berlagak sok rahasia, "Aku takut ucapanmu yang keliru akan mendatangkan bencana kematian bagi diriku sendiri, lebih baik tanyakan sendin kepada Thian Seng Tootiang" "Hidung kerbau sialan!" Yan-san It. koay segera berteriak keras, "cepat katakan pusaka apakah itu?" "Bangsat cilik, pikir Thian Seng-cu dalam hati, masa dia mengetahui akan rahasia besar ini?" Berpikir demikian ia lantas tertawa terbahak bahak, serunya, "Hoa Thian-hong, kau bocah cilik yang belum hilang bau teteknya, berani benar omong yang tidak genah dan membuat ombak tanpa angin apa kau anggap di kolong langit sudah tak ada manusia lagi?" Hoa Thian-hong tersenyum. "Pihak Thong-thian-kauw lah yang sudah pada buta semua dan menganggap di kolong langit sudah tak ada orang lain lagi, kau anggap Jin Hian serta Pek Siau-thian adalah manusia tolol semua?" Sepasang mata Yan-san It-koay melotot makin bulat, teriaknya, "Tua bangka hidung kerbau. tunggu sebentar, hutang ini akan kubereskan sejenak lagi." Tubuhnya segera berkelebat ke depan dan menerjang ke arah tubuh Chin Pek-cuan teriaknya, "Tua bangka, andaikata benda itu adalah Pedang emas, ayoh, cepat serahkan kepadaku!" Sembari berseru, jari tangannya laksana kilat mencengkeram tubuh kakek tua she-Chin tadi. Terdengar pria kurus kecil yang menyerupai beruk itu mendengus dingin, telapak tangannya dengan gencar melancarkan satu pukulan hebat mengancam bawah iga Yan-san It koay. Pukulan ini dilancarkan dengan suatu gerakan yang aneh dan ampuh, begitu dikirim keluar angin pukulan yang tajam segera berhembus lewat. Yan-san It-koay segera miring ke samping dan meloncat beberapa depa ke sisi kalangan, kelima jari tangannya bagaikan cakar kuku garuda tiba-tiba mengancam tubuh Chin Pek-cuan. Makhluk tua yang banyak berpengalaman ini memang cerdik sekali, meskipun dia tahu kalau ilmu silat yang dimiliki pria kurus kecil itu sangat lihay namun ia tetap bersikeras hendak merampas barang 'pusaka' itu dari saku Chin Pek-cuan, dalam perkiraannya cengkeramannya itu pasti akan mengenai sasarannya. Tiba-tiba terdengar suara desiran tajam yang amat memekikkan telinga berkumandang datang, segulung angin pukulan yang maha dahsyat meluncur datang dan mengancam tubuhnya. Dari desiran angin pukulan yang menyerupai ilmu totokan tetapi bukan ilmu totokan. menyerupai ilmu pukulan tetapi bukan pukulan itu, Yan-san It-koay segera mengetahui bahwa orang yang melancarkan serangan bokongan barusan bukan lain adalah Tangan Sakti pembalik langit Ho Kee-sian. Dengan cepat ia miringkan tubuhnya ke samping lalu maju selangkah ke depan, sambit putar badan sebuah pukulan kilat dilancarkan, Tanpa mengucapkan sepatah katapun Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian merubah gerakan dan berganti jurus, dengan gerakan 'Sian-toh-poh Liong' atau tadi dewa pembelenggu naga, dia menerjang maju kemuka. Setelah dia lancarkan serangan ke arah Yan-san Itkoay, para jago perkumpulan Sin-kie-pang yang semula mengerubuti Chin Pek-cuan serta pria kurus kecil itu segera meloncat keluar tiga orang, mereka putar badan dan berbalik menerjang ke arah manusia aneh dari gunung Yan-san itu. Dengan peristiwa ini maka daya tekanan pada pihak Chin Pek-cuan jadi jauh berkurang, dalam sekejap mata menyerang serta bertahan bisa dilakukan dengan leluasa, bagaikan harimau gila yang terlepas dari sangkar Chin Pek-cuan membentak berulang kali, dengan gencar dia lancarkan serangan secara bertubi-tubi. "Pertarungan massal semacam ini sukar diramalkan bagaimana akhirnya, tetapi seandainya Yan-san It-koay bisa dilenyapkan lebih dahulu maka pihak kami maju bisa bertempur, mundur bisa bertahan..." pikir Hoa Thianhong dalam hati. Berpikir demikian tanpa terasa sorot matanya dialihkan ke arah Thian Seng-cu, empat mata beradu satu sama lainnya membuat kedua orang itu tanpa terasa tersenyum, rupanya ada yang dipikirkan kedua orang itu tidak jauh berbeda. Thian Seng-cu lebih berpengalaman dan perkirannya lebih licik, biji matanya segera berputar, sambil tertawa katanya, "Hoa Thian-hong, kau benar-benar tidak punya semangat jantan seorang lelaki. masa berhadapan muka dengan musuh besar pembunuh ayahmu kau masih tetap berdiri termenung tak berkutik, bila sukma Hoa Goan-siu di alam baka mengetahui akan hal itu, dia pasti akan memaki dirimu sebagai bocah tak berbakti yang lemah dan pengecut!" Tergetar hati Hoa Thian-hong setelah mendengar perkataan itu, meskipun dia tahu perkataan dari Thian Seng-cu itu bermaksud untuk mengadu domba, tetapi ia merasa tak bisa membiarkan musuh besar pembunuh ayahnya berlalu dengan begitu saja. Ia segera cabut keluar pedang bajanya dan membentak dengan suara keras, "Yan-san It-koay! Sudah kau dengar perkataan dari Thian Seng-cu?" Diam-diam Yan-san It-koay merasa terperanjat, meskipun dia tidak jeri terhadap Hoa Thian-hong, tetapi dia sadar bahwa ilmu silat yang dimiliki Hoa In tidak berada dibawah dirinya, tentu saja ia tak berani mungkir dihadapan banyak orang, sambil putar otak cari jalan keluar sepasang telapaknya dilancarkan semakin gencar, dalam sekejap mata dia sudah mengirim enam buah pukulan berantai Gembong iblis ini benar-benar memiliki ilmu silat yang luar biasa, setelah beberapa buah serangan itu dilancarkan seketika itu juga Tangan sakti pembalik langit Ho Kee-sian sekalian tak sanggup mempertahankan diri, mereka semua tergetar mundur dan mencelat sejauh satu tombak lebih dari kalangan. Hoa Thian-hong lintangkan pedang bajanya di depan dada berdiri dengan sikap angker, ujarnya, "Kau tak usah gugup atau gelisah, aku berdua tak mampu membinasakan dirimu pada saat tni, dendam terbunuhnya ayahku untuk sementara waktu akan kubiarkan dahulu" Sementara pembicaraan masih berlangsung, pertarungan telah terhenti dan Chin Pek-cuan sekalian telah mengundurkan diri ke belakang, sedang para jago dari perkumpulan Sin-kie-pang sama-sama mundur ke belakang Ho Kee-sian, sinar mata mereka semua dialihkan ke arah Hoa Thian-hong serta Yan-san It-koay. Terdengar jago aneh dari gunung Yan-san itu tertawa keras, ujarnya, "Ketika diadakannya pertemuan besar Pak Beng Hwee, enam jago lihay bersama-sama mengerubuti Hoa Goan-siu seorang, aku adalah salah satu diantaranya majulah kalian berdua berbareng! perbuatanmu itu akan dianggap adil dan siapapun tak akan mengatakan apa-apa" "Siau Koan-jin" teriak Hoa Ia dengan suara keras, "budak akan membunuh dirinya dengan kekuatanku seorang!" "Tujuan kita adalah membalas dendam bukan adu kepandaian untuk mencari nama" seru Hoa Thian-hong dengan wajah serius dan suara dingin, "Aku harap kau bisa menahan diri dan jangan terbaru nafsu!" Meskipun usianya masih muda tetapi wibawanya besar sekali, setelah air mukanya berubah Hoa In tak berani banyak bicara lagi, dia mengepas napas dan melayang ke depan, sambil berdiri pada jarak enam tujuh depa dih adapan Yan-san It-koay hawa murninya disalurkan keluar siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan. Perlahan2 Hoa Thian-hong maju beberapa langkah ke depan. tangan kanan memegang gagang pedang tangan kiri dengan ketiga jarinya menjepit ujung senjata sambil berdiri kokoh bagaikan batu karang ujarnya dengan suara tenang, "Yan-san It-koay, di dalam pertarungan yang akan berlangsung hari ini, bagaimana pendapatmu Bara Diatas Singgasana 13 Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 18

Cari Blog Ini