Ceritasilat Novel Online

Bila Pedang Berbunga Dendam 10

Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong Bagian 10


orang ke Peh-hoa-nia, Sekarang aku akan minta
ketegasanmu sepatah kata saja. Engkau mau
mengambil aku sebagai isteri atau tidak, katakanlah!"
Walaupun Pui Tiok bukan seorang pendekar yang
termasyhur tetapi dia tentu takkan menarik kembali
ucapan yang telah dikatakan. Oleh karena itulah maka
Coh Hen Hong mendesaknya. Ka lau sekarang Pui Tiok
menyatakan setuju. kelak mana dia dapat ingkar lagi"
Saat itu Pui Tiok benar-benar terjepit.
"Kutahu," kata Coh Hen Hong pelaban lahan.
"bahwa dalam hatimu engkau tak suka tetapi engkau
harus mempertimbangkan. Kalau engkau tak mau,
akibatnya bagaimana, kurasa sebagai seorang pintar
engkau tentu mengerti sendiri."
Sudah tentu Pui Tiok mengerti, Katanya, Tahukah
engkau bahwa nasib anak yatim piatu itu tentu tidak
enak" Engkau juga seorang pintar, tentu mengerti hal
itu." "Tak perlu engkau mengatakan tentang diriku,"
jawab Coh Ken Hong, "sekali lagi aku hendak
bertanya, engkau meluluskan atau tidak?"
Belum Pui Tiok sempat menjawab, Coh Hen Hong
sudah menyusuli pula. "Sebenarnya, sama sekali aku
tidak seburuk seperti yang engkau bayangkan itu.
Engkau harus tahu, ada kalanya aku sedang ngamuk
itu lantaran aku marah. Kalau engkau melulus kan
aku.... " berkata sampai disini dia tak meneruskan lagi.
756 Pui Tiok menghela napas, "Soal ini sebaiknya
biarlah ayahku yang memutuskan saja,"
"Engkaukan bukan anak kecil. aku menghendaki
sepatah jawabanmu," desak Coh Hen Hong.
Pui Tiok bingung sehingga tak dapat berkata apaapa
"Hanya sepatah kata saja begitu berat untuk
mengatakan?" Coh Hen Hong tertawa dingin.
Tiba-tiba Pui Tiok mendapat pikiran, Karena
didesak. kalau dia sekali ini saja membohongi.
rasanya juga tidak terlalu jahat. Itu kan Coh Hen Hong
sendiri yang memaksa.
Tetapi Pui Tiok tahu kalau dia menerima dengan
sikap terpaksa, tentu Coh Hen Hong juga kurang
senang, Maka karena sudah memutuskan untuk
mengatur siasat, diapun harus melakukan kebohongan
itu dengan rapi,
Maka sebelum berkata, lebih dulu dia menghela
napas, "Engkau tidak tahu. Bukannya aku sukar
berkata tetapi memang ada kesulitan yang sukar
kukatakan,"
"Soal apa?" Coh Hen Hong tak percaya.
"Ketahuilah," kata Pui Tiok, "tak lama setelah
kubawa Kwan Beng Cu pulang ke Peh-hoa-nia, ayah
mengatakan nanti setelah Beng Cu sudah dewasa,
supaya aku mengambilnya sebagai isteri. Kali ini aku
bersama dia turun gunung untuk mengembara,
757 setelah pulang ke Peh-hoa-nia terus akan menikah,
Sekarang engkau...."
Pui Tiok hentikan kata katanya. kemudian
melanjutkan pula, "Oleh karena itu. engkau suruh aku
bagaimana untuk menjawab?"
Keterangan Pui Tiok itu memang sesungguh-nya
sehingga mau tak mau Coh Hen Hong harus percaya.
Wajahnya mulai tenang,
"Dalam soal itu tergantung padamu sendiri Engkau
suka memperisteri siapa" Dia atau aku"
Tiba-tiba Pui Tiok ulurkan tangan menjamah
pinggang Coh Hen Hong. Seketika hati Coh Hen Hong
berdebar ketas, Seumur hidup, belum pernah dia
dihinggapi perasaan seperti saat itu, Dia merasa
seperti melayang-layang di alam lain.
Pipinya merah, suaranyapun makin lembut Ia
berkata pula. "Bagaimana, sebetulnya engkau akan
memperisteri siapa?"
Sebagai pemuda yang cerdik Pui Tiok tahu
bagaimana harus berbuat. Diperhatikannya bahwa
saat itu Coh Hen Hong sudah seperti orang mabuk
Pikirannya sudah limbung. Kalau saja dia juga meniru
seperti orang limbung dan menjawab sekena-nya saja
akan memilih Coh Hen Hong, apakah Coh Hen Hong
akan mau percaya" Kalau memang Coh Hen Hong
percaya, biarlah sekarang dia mengatakan memilih
Coh Hen Hong dan kelak dia akan menyangkal hal itu.
Mudah saja. 758 "Engkau memang tolol," katanya dengan serius.
"coba engkau terka, aku akan memilih siapa?" sambil
berkata pelahan lahan dia memeluk gadis itu. lalu
mencium jidatnya.
Pui Tiok tidak mengatakan kalau dia akan
memperisteri Coh Hen Hong. Tetapi ucapan dan gerak
geriknya menunjukkan kesan yang jelas bahwa dia
memilih Coh Hen Hong dari pada Kwan Beng Cu,
Sebenarnya Coh Hen Hong cerdik dan cermat
sekali. Berulang kali Pui Tiok gagal mengelabuhinya.
Tetapi saat itu memang lain, Walaupun dia berhati
kejam dan ganas, suka berbuat sewenang-wenang
menurut kemauannya sendiri. memiliki kepandaian
sakti yang sukar dicari tandingan-nya. Tetapi
bagaimanapun dia tetap seorang anak gadis yang tak
lepas dari naluri perasaan halus wanita.
Betapapun sakti kepandaiannya tetapi apa yang
didambakan dan dicita-citakan dalam hatinya terhadap
seorang pria lawan jenisnya, sama seperti gadis pada
umumnya. Pertama kali berjumpa dengan Pui Tiok, dia tak
mempunyai rasa apa-apa terhadap pemuda itu,
Dia hanya iri karena Pui Tiok lebih memperhatikan
Kwan Beng Cu daripada dirinya, Sama-sama anak
perempuan mengapa Pui Tiok lebih bersikap baik
dan memperhatikan sekali kepada Beng Cu dari pada
dirinya" Itulah salah satu sebab yang menyebabkan dia
penasaran dan gemas terhadap Beng Cu. Tetapi
759 setelah Pui Tiok mengunjukkan peribadinya sebagai
seorang jantan karena tak mau berlutut
dihadapannya, tiba-tiba timbullah suatu penilaian lain
dalam hati Coh Hen Hong.
Timbulnya penilaian itu, menciptakan suatu
perasaan baru dalam hatinya terhadap Pui Tiok,
Perasaan seorang gadis terhadap seorang pemuda.
Karena walaupun Pui Tiok saat itu sudah hampir
berumur 30 tahun, tetapi dia cakap dan ganteng.
Penampilannya akan dapat meruntuhkan hati setiap
gadis. Maka waktu Pui Tiok gunakan siasat beraksi untuk
merayunya, tanpa pemuda itu mengucapkan jawaban
'aku akan mengambilmu sebagai isteri' Coh Hen Hong
sudah merasa bahagia sekali. Dengan kemanjaan
sikap yang mesra diapun sandarkan kepalanya ke
dada Pui Tiok. Memang saat itu hati Pui Tiok berdebar keras sekali.
Saat itu Coh Hen Hong sedang mabuk kepayang diluap
kegirangan. Kalau dengan tiba-tiba dia menyerang
bagian yang berbahaya dari tubuh gadis itu, walaupun
andaikata tidak dapat membunuh nya tetapi paling
tidak Coh Hen Hong pasti akan terluka parah.
Benar-benar suatu kesempatan yang jarang
terdapat, Dan hati Pui Tiokpun jadi tegang sekali,
Pelahan-lahan dia sudah mengangkat tangannya.
Pada saat tangannya terangkat setengah jalan dan
Pui Tiok diam-diam sedang mengerahkan hawa murni
untuk menghimpun kekuatan kearah tangan nya,
760 sekonyong-konyong Coh Hen Hong mengangkat
kepala dan berseru, "Pui loako, mengapa hatimu....
berdetak keras sekali?"
Mendengar itu pucatlah wajah Pui Tiok. Untung dia
dapat melihat wajah Coh Hen Hoag tersipu merah
menandakan kalau gadis itu tak melihat tangannya
yang sedang diangkat keatas itu. Maka Pui Tiokpun
buru-buru tenangkan hati dan menjawab, "Apakah
engkau juga tak merasakan begitu"
Kata-kata itu membuat pipi Coh Hen Hong makin
merah. Dia sandarkan lagi kepalanya ke dada Pui Tiok
dan berkata, "Benar. aku juga begitu. Pui toako,
beberapa tahun yang lalu, apakah engkau pernah
berpikir bahwa engkau.... akan mengambil isteri
seorang anak perempuan pengemis?"
Pui Tiok tenangkan hati. Tadi karena kuatir
kepergok dia jadi gugup. Tetapi bukan berarti dia akan
membatalkan rencananya. Tangan yang diturunkan
tadi, sekarang diangkat lagi keatas.
Coh Hen Hong lama sekali tidak merasa. Dia masih
bicara dengan kepala menunduk. Dia sedang terbuai
dalam mimpi yang indah. Tetapi jantung Pui Tiok
melonjak keras seperti mau loncat keluar sehingga dia
tak sempat mendengarkan apa yang dikatakan Coh
Hen Hong saat itu.
Pelahan tetapi tentu, tangan Pui Tiok sudah berada
diatas kepala Coh Hen Hong. Dan tenaga murninya
juga sudah terhimpun. Sekali ayun, Pui Tiok akan
melaksanakan suatu rencana yang dia buat.
Bagaimana akibatnya, Ia masih belum dapat
memastikan. Tetapi apabila hantamannya itu dapat
761 menghancurkan batok kepala Coh Hen Hong dia akan
dapat menyelamatkan dunia persilatan dari
malapetaka besar.
Tetapi tepat pada saat yang gawat itu, tiba-tiba
telinga Pui Tiok terngiang suatu suara yang halus
macam ngiang nyamuk tetapi yang cukup jelas. Pui
Tiok terkejut. Itulah ilmu penyusup suara yang disebut
Coan-im-jip-bit yang dilancarkan seorang kepadanya.
Dan ketika didengarkan dengan cermat, barulah dia
tahu kalau yang melancarkan ilmu penyusup suara itu
adalah Ui Un-kun. "Jangan gegabah turun tangan! Apa
engkau hendak cari mati?" kata Ui un-kun.
Pui Tiok tertegun. Sesaat dia masih bingung
mengambil putusan menurut perintah Ui Un-kun atau
tidak, kembali Coh Hen Hong mengangkat kepalanya.
Tetapi Saat itu wajahnya berbeda sekali dengan tadi.
Sepasang matanya berkilat tajam, memberingas.
"Engkau bilang apa?" tegurnya.
Serasa ada sebuah arus hawa dingin yang mengalir
dari kepala Pui Tiok sampai turun ke kakinya. Dia
berusaha untuk menguasai diri sehingga tak sampai
gemetar. "Aku.... tidak bilang apa-apa," katanya.
Coh Hen Hong kerutkan alis, "Benar" Tetapi tadi
aku seperti mendengar bisik suara orang mengatakan
'apa mau cari mati'. Dan memang nadanya bukan
suaramu." Cepat Coh Hen Hong berseru keras, "Siapa yang
berani masuk disini itu?"
762 Diam-diam Pui Tiok mengeluh dalam hati. Telapak
tangannya mengucurkan keringat.
Setan wabah Ui Un kun mengunakan ilmu
menyusup suara Coan-lm-jip bi yang dipancarkan
dengan tenaga-dalam sakti. Pancaran suara dengan
tenaga-dalam itu langsung ditujukan pada telinga
orang yang dituju. Misalnya hanya orang tersangkut
yang dapat mendengarnya.
Tetapi karena ilmu kepandaian Coh Hen Hong amat
tinggi maka diapun dapat mendengar juga, walaupun
tidak begitu jelas.
Begitu Coh Hen Hong berseru, wajah Pui Tiokpun
berobah. Setelah tak ada jawaban, barulah
Pui Tiok tenang dan memandang Coh Hen Hong.
Dilihatnya gadis itu heran.
'Tak ada orang yang bicara, mungkin engkau salah
dengar," kata Pui Tiok.
Tetapi Coh Hen Hong gelengkan kepala, "Tidak. Aku
memang mendengar bicara orang."
Tiba-tiba dia mendorong ke muka, bum.... segulung
angin tenaga yang kuat melanda. Dua batang pohon
sebesar mangkuk tumbang. Dan gerumbul rumput liar
yang tumbuh ditanah, seperti dipapas dengan pisau
tajam, berhamburan ke tanah.
Tetapi tenaga gempuran Coh Hen Hong tidak
berhenti melainkan masih bergelombang melanda
terus, bruk.... lan-kan atau pasir besi di serambi yang
763 terpisah Jauh, pun ikut rubuh. Terakhir tenagagempuran
itu menghantam dan menjebolkan dinding
tembok, bummm.... sebuah lubang besar muncul pada
dinding tembok. Hancuran puing berhamburan
kemana-mana. Tetapi tetap tak tampak barang seorangpun juga.
Coh Hen Hong terus melesat kemuka. Pui Tiok
terpaksa mengikuti di belekang. Cepat sekali Coh Hen
Hong menyusur serambi dan tiba di ruang belakang.
Pui Tiok yang tetap mengikuti, tak tahu mengapa Coh
Hen Hong menuju ke belakang ruangan. Disitu Pui
Tiok tertegun. Ternyata bagian belakang situ jauh lebih sunyi dari
bagian halaman muka tadi. Pertama, Pui Tiok melihat
sebuah sumur yang terbuat dari batu besar, Bulatnya


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kecil dan diatas sumur itu ditindih dengan batu besar,
Coh Hen Hong melayang keatas batu besar itu. Pui
Tiok makin curiga. Batu besar itu tingginya hampir
satu meter terpisah dari tanah, Tanpa banyak pikir.
Pui Tiok juga melayang ke atas batu itu.
Disitu dia baru melihat sebuah lubang sebesar
kepalan tangan. Dan ketika memandang dari lubang
itu, tampak dalam sumur itu gelap sekali. Melihat itu
Pui Tiok teringat sesuatu dan terkejut sekali,
"Apakah engkau jebluskan Beng Cu dalam sumur
ini" teriaknya tertahan.
Coh Hen Hong deliki mata, "Kalau engkau tetap
mengucap nama Kwan Beng Cu saja, aku tak kan
mempedulikanmu. Memang dalam sumur terdapat
seorang yang kujebluskan. tetapi bukan dia,
764 "Siapa?" Pui Tiok makin curiga, Coh Hen Hong tak
menjawab melainkan berseru
kearah lubang kecil, "Hai tua bangka, apakah tadi
engkau yang bicara" Apakah engkau sudah bosan
hidup?" Belum selesai Coh Hen Hong berkata. dari dalam
sumur itu terdengar suara orang mengaum ngeri.
Sumur itu tentu dalam sekali, Terbukti suara raung
orang itu seperti berasal dari kedalaman yang jauh
sehingga hanya seperti kumandang saja.
Bum .... menyusul terdengar letupan tertekan yang
membuat batu penindih mulut sumur sedikit bergetar,
Pui Tiok segera dapat menduga apa yang terjadi.
Tentulah orang yang berada dalam sumur itu merayap
naik dinding sumur dan menghantam batu penutup.
Jelas orang itu memiliki kepandaian yang sakti.
Tetapi sayang batu penutup itu terlalu besar dan
berat. Tak mungkin hancur dipukulnya.
Coh Hen Hong tertawa sinis. Dia menarik Pui Tiok
diajak turun dan terus lari keluar. Sekeluarnya dari
tempat itu baru Pui Tiok bertanya, "Dalam sumur itu
.... siapakah orang yang engkau jebluskan?"
"Perlu apa engkau bertanya?" balas Coh Hen Hong,
"Ho, apa-apaan ini," gumam Pui Tiok, "dalam
hubungan kita sekarang ini, apa yang engkau lakukan
sudah tentu aku layak mengetahui,"
765 Kata-kata Pui Tiok itu membuat Coh Hen Hong
terkesiap. Tetapi cepat dia dapat menangkap maksud
pemuda itu. Bukan marah kebalikannya dia malah
girang sekali. "Ai, benar." dia tertawa, "seharusnya kita tak boleh
main rahasia-rahasiaan."
"Kalau begitu, katakanlah siapa yang engkau
jebluskan dalam sumur itu," kembali Pui Tiok
mendesak. "Dia sebenarnya seorang ko-jiu istana Ceng-tekiong
Waktu aku di Ceng-te-kiong, waktu secara
berangsur-angsur Ceng-te menyerahkan tugas
kepadaku, sebagian besar anak buahnya tidak patuh,
berani terang-terangan menentang aku. Sebenarnya
menurut kemauanku akan kubunuh saja mereka tetapi
Ceng-te bilang kalau mereka itu sudah lama ikut
padanya dan lebih baik lepaskan mereka pergi saja.
Oleh karena itu mereka pun dapat lolos dari Ceng-tekiong!"
Mendengar itu hati Pui Tiok makin melonjak keras.
Kini dia baru tahu mengapa Setan Wabah Ui Un-kun
dan kepala gua Yu-beng-tong yang semula menjadi
anak buah Ceng-te-kiong, sekarang datang dengan
sikap mendendam kebencian terhadap Coh Hen Hong,
Agar tidak dicurigai Coh Hen Hong, Pui Tiok secara
tak acuh berkata, "Apakah mereka semua berada di
dalam sumur itu?"
Coh Hen Hong tertawa, "Ai, mudah saja engkau
berkata, Mereka itu kojiu kelas satu semua Setelah
766 masuk istana Ceng-te-kiong mereka makin mendapat
kemajuan ilmunya, Waktu meninggalkan Ceng-tekiong,
kutahu kalau kawanan orang-orang itu tentu
tak puas dan akan mencelakai aku. Benar juga.
jahanam tua bangka Itu beberapa hari yang lalu
datang kemari, heh, heh, mana dia dapat menandingi
aku!" "Hm, ceritamu panjang sekali tetapi sampai saat ini
engkau belum mengatakan siapa yang berada dalam
sumur itu," kata Pui Tiok.
"Namanya tentu engkau sudah tahu, Dia adalah
salah seorang Su-hiong (empat ganas) atau empat
durjana besar dari aliran Shia-pay (jahat) yalah Ah
Tang lokoay."
Pui Tiok tak dapat bercuit lagi. Tak ada seorang
persilatan yang tak kenal akan nama tokoh Ah Tang
lokoay, Tetapi nyatanya saat itu dapat dijebluskan Coh
Hen Hong kedalam sumur mati. Siapakah yang tak
bergidik akan kesaktian gadis itu.
Tetapi ada suatu hal yang aneh bagi Pui Tiok.
Mengapa Coh Hen Hong tidak mau membunuhnya saja
dan hanya dijebluskan kedalam sumur"
Tetapi sebelum dia sempat bertanya, Coh Hen Hong
sudah mendahului, "Engkau tentu heran mengapa aku
tak membunuhnya, bukankah begitu" Kubiarkan dia
hidup tak lain hanya untuk umpan ikan2 yang lainnya.
Dulu yang tidak senang kepadaku dan meninggalkan
Ceng te-kiong tak kurang dari 7-8 orang. Diantaranya
ada seorang yang telah kupapas kutung lengannya.
Sudah tentu mereka sangat benci sekali kepadaku."
767 "Ah Tang lokoay," Coh Hen Hong melanjut, "karena
Ah Tang lokoay sudah muncul, kawan kawannya tentu
akan datang juga karena ku jebluskan Ah Tang lokoay,
mereka tentu akan lebihi cepat lagi datang kemari.
Tetapi kalau Ah Tang lokoay kubunuh, mereka tentu
tak berani datang, Hal itu akan meadatangkan bahaya
di kelak kemudian hari."
Pui Tiok mendeluh dalam hati. Bukankah mereka
sudah datang" Setan Wabah Ui Un-kun dan kepala
gua Yu-beng-tong sudah berada disitu Kini Pui Tiokpun
tahu apa tujuan kedua tokoh itu. Mereka hendak
membebaskan Ah Tang lokoay
"Bagus, kalau mereka berani datang, itu kebetulan
sekali. Kita jaring mereka semua!" kata Pui Tiok
dengan sengaja bersikap gembira.
Coh Hen Hong tertawa. Berjalan 10-an tombak
jauhnya, kembali Coh Hen Hong tertawa, "Tadi aku
sudah meluluskan, akan memberi kesempatan
kepadamu untuk melihat Kwan Beng Cu Sekarang
ikutlah aku,"
Perasaan Pui Tiok seperti melonjak-lonjak. Tetapi
dia tak berani mengunjukkan perasaannya.
"Ah tak usah. Kalau aku bertemu dengan dia
engkau nanti tentu tak senang," katanya tak acuh.
Coh Hen Hong mengerling mata, "Benarkah itu"
Apa engkau diam-diam takkan memaki aku sebagai
tak pegang janji?"
"Ah, mana engkau begitu?" Pui Tiok tertawa Coh
Hen Hong tertawa mengikik. Diam-diam Pui Tiok
768 menyesal dalam hati. Kalau dia tak mau menggunakan
kesempatan itu, lalu kapankah dia akan dapat
bertemu dengan Bengcu"
Coh Hen Hong tertawa tetapi Pui Tiok seperti semut
diatas kuali panas. Sesaat kemudian baru Coh Hen
Hong berkata lagi, "Sudah tentu kuharap engkau tak
memikirkan lagi kepadanya Tetapi karena aku sudah
berjanji, dalam hubungan kita sudah seperti sekarang
ini, masa aku akan membohongimu, mari .'"
Saat itu hati Pui Tiok seperti terlepas dari tindihan
batu besar, Dia segera mengikuti di belakang Coh Hen
Hong. Tak berapa lama mereka tiba disebuah ruang lain.
Ternyata tempat itu beberapa hari yang lalu Pui Tiok
pernah datang tetapi dia tak menemukan apa-apa.
Begitu Coh Hen Hong tiba, dua orang segera
muncul menyambutnya dan memberi hormat. Coh
Hen Hong memberi isyarat tangan. Kedua orang itu
cepat memberi laporan, "Dia baik-baik saja hanya tak
mau bicara sepanjang hari."
Pui Tiok yang dimaksudkan dengan 'dia' itu tentulah
Beng Cu. Diam-diam dia mengeluh.
Coh Hen Hong mengangguk lalu melangkah masuk
kedalam ruangan itu dan tiba disebuah ruang tamu
yang kecil. Kedua orang itu mendahului dan
memutarkan sebuah meja yang berada disitu.
Serentak dinding ruang itu terbuka sebuah lubang
kecil. 769 "Coba engkau mengintai dari lubang ini. Tetapi
jangan bersuara. Kalau engkau bersuara aku marah,"
kata Coh Hen Hong kepada Pui Tiok.
Pui Tiok itu tegang hatinya. Dia maju menghampiri.
Pada waktu tiba dihadapan lubang yang besarnya
hanya satu jari itu, Pui Tiok dapat melihat Kwan Beng
Cu. Ternyata di dalamnya merupakan sebuah kamar
yang indah sekali. Kwan Bang Cu tengah duduk di
samping meja. Di sebelahnya menunggu seorang
pelayan gadis. Melihat itu Pui Tiok mendapat kesan bahwa rupanya
Coh Hen Hong tidak memperlakukan kejam kepada
Beng Cu. Tetapi melihat wajah Beng Cu yang begitu
pucat lesi, diam-diam hati Pui Tiok seperti disayat
sembilu. Jelas gadis itu tentu menderita batinnya.
Melihat itu lupalah Pui Tiok akan pesan Coh Hen
Hong tadi. Dia tak dapat menahan diri untuk tidak
memanggil Beng Cu.
Tetapi pada saat dia membuka mulut dan belum
sempat bersuara tiba-tiba bahunya ditepuk oleh
sebuah tangan. Pui Tiok terkejut sehingga kata-kata yang sudah
siap dilontarkan, ditelannya kembali. Cepat dia
berpaling. Ternyata yang pegang bahunya adalah Coh
Hen Hong. Nona itu memandangnya dengan tertawa. Pui Tiok
tak dapat berkata apa-apa kecuali hanya menghela
napas. Walaupun pelahan tetapi karena suasana disitu
770 sunyi sekali maka helaan napas Pui Tiok itu terdengar
oleh Beng Cu. Nona itu mengangkat kepala
memandang ke pintu.
Walaupun jaraknya dekat sekali tetapi karena
terpisah oleh tembok maka Beng Cu tak dapat melihat
apa-apa. Pui Tiok makin menderita hatinya.
Tetapi Pui Tiok menyadari bahwa segala sesuatu
yang dialaminya, betapapun pahitnya, harus dia
tahan. Nanti tengah malam baru dia berunding dengan
Ui Un-kun dan kepala gua Yu-beng-tong.
Pui Tiok mundur selangkah dan dengan sikap tak
acuh dia berkata, "Dia mendapat pelayanan yang baik.
Malah engkau perintahkan seorang bujang untuk
melayaninya."
"Tentu saja," sahut Coh Hen Hong," mana aku
berani sia-sia kepadanya."
Pui Tiok tertawa, "Jangan sangka karena aku bicara
begitu aku masih punya ikatan dengan dia."
Coh Hen Hoag tampak senang, katanya, "Ah,
Jangan sok. Kalau aku sudah membunuhnya, ku tak
percaya kalau engkau masih bersikap baik kepadaku."
Pikir Pui Tiok, lebih baik dia tak melanjutkan
persoalan itu maka diapun hanya ganda tertawa saja
dan terus ayunkan langkah. Coh Hen Hong mengikuti
dibelakangnya. Sampai petang hari, Pui Tiok masih
bersama dengan Coh Hen Hong.
Pada malam hari ada beberapa kojiu yang datang
dari jauh hendak menghadap Coh Hen Hong,
771 sebenarnya Coh Hen Hong enggan karena dia merasa
lebih senang bersama dengan Pui Tiok. Tetapi Pui Tiok
menganjurkan supaya dia menemui mereka.
Pui Tiok tahu bahwa Coh Hen Hong itu sangat
ambisius dan gila hormat. Begitu beberapa kojiu itu
menghadap, memberi hormat dan menyanjungnya,
tentulah dia akan gembira sekali. Dengan begitu
malam nanti Pui Tiok dapat bebas dari gangguan Coh
Hen Hong. Dan lewat malam nanti tentu akan terjadi
perobahan. Perobahan itu pasti ada, entah baik entah
buruk. Dia sudah tahu dimana Kwan Beng Cu dan Ah
Tang lokoay ditawan. Nanti apabila
bertemu dengan Ui Un-kun dan kepala gua YuBeng-Tong dia akan mengajak mereka untuk
membebaskan Beng Cu dan Ah Tang lokoay.
"Ya, kalau berhasil, kalau sampai gagal lalu
bagaimana?" pikir Pui Tiok sembari menuju ke
kamarnya. Karena kalau sampai gagal, Coh Hen Hong
tentu akan tahu dan selanjutnya dia dan Kwan Beng
Cu pasti akan menderita keadaan yang celaka.
Tiba-tiba di muka pintu dia menghela napas dan
terus melangkah masuk. Dia lebih dulu hendak
menyulut lampu karena kamar itu gelap. Tetapi tibatiba
terdengar suara orang berseru, "Hm, apa guna
menghela napas?"
Pui Tiok tersengat kaget. Cepat dia dapat mengenali
suara itu sebagai suara Sisetan-wabah UI Un-kun.
"Apakah Yu beng tongcu juga ada?"


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

772 Put Tiok melesat kepintu untuk menutupnya
kemudian berkata dengan bisik2, "Aku kuatir kalau
nanti malam baru bertemu, tentu sukar untuk
bertindak. Kurasa sekarang waktu yang tepat untuk
kita bertindak."
Ternyata Yu-beng tongcu juga berada dalam kamar
situ. "Bagaimana engkau tahu kalau kami berdua akan
melakukan sesuatu?" tegur Yu-beng tongcu.
Karena keadaan gelap maka tak tampak bagaimana
sikap dan wajah Yu-beng tongcu. Tetapi dari nadanya
yang dingin, cukuplah membuat bulu roma berdiri.
"Jiwi cianpwe, aku sudah tahu dimana Ah Tang
lokoay ditawan," bisik Pui Tiok.
Tiba-tiba sebuah tangan mencengkeram baju Pui
Tiok, "Apa engkau berkata dengan sungguh?"
"Tentu saja sungguh," jawab Pui Tiok," masih ada
sebuah berita yang lebih mengejutkan lagi yang akan
kuberitahukan kepada cianpwe berdua. Rahasia ini
sudah tak ternilai pentingnya. Kuharap nanti cianpwe
berdua suka menyimpan rahasia ini."
"Soal besar apa saja yang membuat engkau begitu
tegang?" kata Ui Un-kun.
"Suan Hong siancu itu ternyata bukan cucu Ceng-te
yang sesungguhnya melainkan gadis lain yang
memalsu jadi cucu Ceng-te," kata Pui Tiok.
Setelah dipertimbangkan dengan seksama, akhirnya
Pui Tiok akan memberitahu tentang rahasia itu.
Karena kalau tidak begitu tentu sukar untuk
773 mempengaruhi kedua tokoh itu supaya menolong
Kwan Beng Cu dan membawanya ke Ceng-te-Kiong."
"Kentut!" serempak Setan-wabah dan ketua gua
Yu-beng-tong membentak.
Pui Tiok tertawa getir, "Cianpwe. memang panjang
sekali ceritanya. Tetapi hal itu memang sungguh
begitu. Dan lagi cucu perempuan Cengte yang aseli
juga berada disini dan ditawan oleh budak perempuan
busuk itu. kita tolong dia dan kita antarkan ke Cengtekiong, baru nanti terang semuanya".
Kedua tokoh itu tak bersuara. Jelas mereka tentu
tercengang karena hal itu merupakan suatu Rahasia
besar yang luar biasa artinya.
Beberapa saat kemudian baru Ui Un-kun berkata,
"Taruh kata keteranganmu itu benar, tetapi juga sukar
untuk melaksanakan'
"Mengapa?"
"Coba pikir," kata Setan-wabah Ui Un-kun "karena
selama ini Ceng-te belum pernah melihat cucunya
maka mudah sekali ditipu orang lalu bagaimana dia
dapat percaya apa yang engkau kata kan itu benarbenar
cucunya yang aseli?"
"Hal itu", Pui Tiok menanggapi, "akupun sudah
mempertimbangkan. Sebenarnya pedang Ceng-lengkiam
itu sudah ditangan nona Kwan tetapi telah
direbut oleh budak perempuan busuk itu
sekarang hanya ada satu cara!"
774 "Cara bagaimana?" serempak kedua tokoh itu
bertanya. "Sudah tentu Ceng-te terkenang sekali kepada
puterinya," kata Pui Tiok, "karena budak hina itu
memalsu jadi cucunya, sudah tentu dia tak mungkin
tahu tentang puteri dari Ceng-te itu. Tetapi Kwan
Beng Cu sebagai cucu yang aseli sudah tentu dapat
menceritakan tentang keadaan mama-nya (puteri
Ceng-te) kepada Ceng-te. Sebagai seorang yang
cerdik, tak mungkin Ceng-te tak dapat membedakan
mana yang aseli dan mana yang palsu?"
Memang Pui Tiok sudah lama mempersiapkan cara
itu. Karena diapun sudah memperhitungkan, walaupun
berhasil tahu letak Ceng-te-kiong dan dapat
menghadap Ceng te, karena Kwan Beng Cu tidak
membawa bukti apa-apa, belum tentu Ceng-te mau
percaya begitu saja. Maka satu-satu nya cara adalah
seperti yang di kata kan itu.
Ui Un-kun dan kepala gua Yu-beng-tong diam
beberapa saat baru kemudian berkata, "Cara itu
memang baik tetapi untuk membebaskan cucu Cengte
dari tempat ini, bukan hal yang mudah.
"Ya memang." sahut Pui Tiok, "tetapi kurasa dalam
dunia yang begini luas, masa kita tak dapat melarikan
diri." "Kalau mau melarikan diri bukannya tak dapat" kata
kepala gua Yu-beng-tong, "tetapi untuk membawa
kalian ke Ceng-te-kiong, lebih mudah mendaki tangga
naik kelangit. Dan budak perempuan busuk itu
sekarang besar sekali pengaruh nya di dunia
persilatan. Begitu dia melihat gelagat nya tak baik, dia
775 tentu tahu kalau kita akan ke Ceng-te-kiong. Asal dia
buka mulut memberi perintah, siapa orang persilatan
yang tak tunduk kepadanya" Dia dapat saja
memerintahkan agar semua jalan yang menuju ke
Ceng-te-kiong diblokir, Nah, lalu bagaimana kita
mampu menerobos?"
Pui Tiok tertegun. Apa yang dikemukakan kepala
gua Yu-beng-tong itu memang belum pernah
terjangkau dalam pemikirannya.
Beberapa jenak kemudian dia tertawa, "Kalau
begitu kita harus pelahan-lahan cari akal. Sekarang
yang penting kita harus menyelamatkan dia lebih dulu
baru nanti kita berunding lagi. Sekalipun harus
bersembunyi ditempat yang terasing dari dunia
sampai tiga lima tahun...."
Tiba-tiba dia hentikan kata-katanya karena dia tahu
bahwa hal itu tak mungkin. Begitu tahu kalau dia dan
Beng Cu akan menuju Ke Ceng-te-kiong maka Coh
Hen Hong tentu akan lekas bertindak. Pertama, dia
akan memerintahkan untuk menutup jalan yang
menuju ke Ceng-te-kiong. kedua, Coh Hen Hong
sendiri tentu akan pulang ke Ceng-te-kiong.
Pui tiok tahu kalau Coh Hen Hong sudah
merencanakan untuk membunuh Ceng-te. begitu
gadis itu pulang. mana dia mau tunggu sampai tiga
atau lima tahun lagi baru turun tangan" Dan Ceng-te
mati, segala harapan akan lenyap sama sekali.
itulah sebabnya Pui Tiok tak melanjutkan katakatanya.
Dia hanya tertawa rawan.
776 ya, benar. Kita harus menolong Ah Tang lokoay
dulu," kata Setan-wabah Ui Un-kun.
Sebenarnya maksud Pui Tiok, supaya menolong
Beng Cu dulu tetapi karena Ui Un-kun berkata begitu,
diapun terpaksa mengalah. Sehabis Ah Tang lokoay
baru nanti menolong Kwan Beng Cu Apalagi Ah Tang
lokoay sudah bebas, berarti akan tambah seorang
tenaga lagi. Pui Tiok lalu mengajak kedua tokoh itu berangkat.
Cepat sekali mereka sudah tiba di muka halaman.
Sejenak berhenti, Pui Tiok memberi isyarat tangan
dan merekapun lalu menyusup masuk.
Pui Tiok menuju ke sumur mati. Menunjuk pada
batu besar yang menutup mulut sumur. dia berkata,
Ah Tang lokoay berada dalam sumur itu"
Kedua tokoh itu cepat menghampiri sumur. mereka
coba menggerak-gerakkan batu besar Itu. Batu itu tak
Kurang dari 500 kati beratnya tapi karena kedua tokoh
itu jago-jago kelas satu, begitu menggerakkan tenaga,
batu itu mulai bergoyang-goyang.
Guncangan dan suara batu itu sebenarnya tak
seberapa keras tetapi hal itu cukup mengejutkan Ah
Tang lokoay. Dia menggerung seperti singa kelaparan,
"Diatas permukaan batu itu terdapat sebuah lobang
kecil yang dapat dibuat alat kalau kita mau bicara.
dengan orang yang dibawah. Lekas suruh dia jangan
menggerung-gerung. Kalau sampai membikin kaget
Coh Hen Hong tentu repot!"
777 Kepala gua Yu-beng-tong melesat keatas batu.
Setelah melihat lubang kecil itu dia segera
menghembuskan suara ke bawah, "Ah Tang, jangan
bersuara, bantuan yang datang!"
Begitu dia berseru. Ah Tang diam. Kemudian
mereka bertiga lalu bersama-sama mendorong batu
besar itu. Dan tampaknya batu itu mulai berkisar.
Setelah berkutetan beberapa saat dengan
mengerahkan seluruh tenaga akhirnya batu besar itu
dapat menggelinding jatuh, bum.... terdengar letusan
dahsyat. Batu menggelinding dan melanda sebatang
pohon, Pohon juga ambruk menimpa sebuah rumah
Dan rumah itupun roboh.
Dalam keadaan yang sunyi senyap seperti malam
itu sudah tentu ledakan itu menimbulkan getaran yaug
dahsyat sekali. Suatu hal yang sebelumnya tak pernah
diduga oleh ketiga orang itu. Mereka tak berdaya
untuk mencegah suara dahsyat itu.
Tepat pada saat itu sesosok bayangan meluncur
keluar dari dalam sumur. Seorang manusia pendek
yang rambutnya kalang kabut tak karuan.
"Bagus, akhirnya aku masih dapat melihat sinar
matahari lagi," serunya.
"Celaka, lekas lari," Tiba-tiba Ui Un-kun menyadari
keadaan yang berbahaya itu.
Tepat pada saat itu dari jauh terdengar suara
berisik. Sinar api memancar-mancar, entah berapa
banyak orang yang berhamburan datang menuju ke
tempat itu. 778 Ah Tang lokoay enjot tubuh dan kedua tokohpun
cepat mengikuti. Melihat itu Pui Tiok berseru, "Tunggu
dulu, kita masih harus menolong seorang lagi."
"Dalam keadaan seperti sekarang, mana bisa Kita
menolong orang lagi. Biarlah nanti saja kita
rundingkan lagi", seru Ui Un-kun seraya terus lari.
Perobahan yang tak diduga-duga itu membuat Pui
Tiok geram sekali sehingga dia banting2 kaki. Dia
hendak memaki ketiga tokoh yang dia anggap ingkar
janji itu tetapi mereka sudah tak tampak lagi
bayangannya. Suara berisik itu makin dekat. Pui Tiok gugup. Kalau
tak lekas-lekas lari. dia tentu akan celaka. Maka
diapun segera mundur dan masuk kedalam ruangan.
Saat itu tampak beberapa orang muncul dengan
membawa obor. "Apa yang terjadi?" seru Pui Tiok mendahului
bertanya. "Entah, karena mendengar letupan dahsyat baru
kami datang kemari, sahut mereka.
"Hm, apakah sudah melapor pada sian-cu?" tegur
Pui Tiok, Begitu dia selesai berkata, terdengarlah suara tawa
aneh yang cepat sekali datang. Menyusul itu sesosok
tubuh si dara muncul. Dia tak lain adalah Coh Hen
Hong. "Ada apa?" tegur Coh Hen Hong dengan marah.
779 Pui Tiok berdebar tetapi dia tetap menahan diri agar
jangan sampai diketahui. Lalu dengan nada yang
tegas dan serius dia berkata, "Entah Kita hanya
mendengar suara dahsyat lalu bersama sama lari
kemari." Kemudian dengan nada berbisik, dia menyusuli lagi,
"Ledakan keras itu sepertinya berasal dari tempat
tahanan si Ah Tang lokoay....."
JILID 17 Mendengar keterangan Pui Tiok, Coh Hen Hong
mendesuh. Tampaknya dia tak curiga kalau peristiwa
itu mempunyai hubungan dengan Pui Tiok. Maka dia
lalu menarik lengan pemuda itu dan mengajaknya
meninjau ke tempat itu.
Tiba dihalaman, kelompok pertama dari anak buah
Cap-it-pang sudah lebih tiba dan membawa obor
sehingga halaman itu terang seperti siang.
Bermula mereka hiruk mempersoalkan peristiwa
disitu tetapi begitu Coh Hen Hong tiba, mereka
tak berani bicara lagi.
Memandang kearah batu besar yang didorong
jatuh ketanah, Coh Hen Hong tertawa dingin "Hm,
barang siapa diantara kalian yang tahu jejak dari
orang yang kita curigai, akan kuberi hadiah!"
Mendengar pernyataan itu, sudah tentu kawanan
anak buah Cap-it-pang itu sibuk sekali untuk mencari
780 obyek. Andaikata mereka melihat seekor
kucing yang mungkin dapat dianggap jadi biang keladi dari
menggelindingnya batu besar itu ke tanah, tentulah
mereka segera akan melapor agar mendapat hadiah.
Tetapi tiada seorangpun melihat suatu apa waktu
peristiwa itu terjadi. Sayang.
Melihat tak ada orang yang melapor, Coh Hen Hong
tertawa dingin, "Ah, tak apa, kalian boleh keluar.
Tetapi jangan ribut dan mempersoalkan peristiwa itu
lagi, mengerti?"
Nada suara Coh Hen Hong yang mengandung hawa
pembunuhan, telah menyayat hati kawanan orang itu.
Maka seperti anjing melihat gebuk, orang-orang itu
cepat berhamburan pergi.


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Saat itu Coh Hen Hong masih berdiri tegak. Karena
mempunyai kesalahan maka hati Pui Tiok berdebar
keras. Dilihatnya Coh Hen Hong mondar mandir, dia
tak berani bertanya apa-apa.
"Apakah engkau juga tak melihat siapa saja yang
melakukan hal itu?" tiba-tiba Coh Hen Hong bertanya
kepada Pui Tiok.
Pui Tiok terkejut, jawabnya, "Bagaimana aku bisa
mengetahui " Aku sudah hampir tjdur lalu mendengar
suara gempar itu dan terus lari keluar."
Coh Hen Hong tak mau bertanya lagi terus berjalan
keluar. Sekeluarnya dari halaman itu dia tertawa
dingin dan berkata seorang diri, "Hm coba saja kalian
dapat lari kemana!"
781 "Apa engkau tahu siapa yang melakukan?" cepat
Pui Tiok bertanya.
"Siapa lagi kalau bukan beberapa manusia buruk
itu. Aku dapat mengatur cara untuk menghadapi
mereka, engkau boleh beristirahat!"
Karena Coh Hen Hong tidak berkata apa-apa lagi
maka longgarlah perasaan Pui Tiok. Dia terus
menuju ke kamarnya. Begitu mendorong pjntu, tiba-tiba ia terlongong
kaget. Seperti semalam, walaupun kamar itu gelap
tetapi dia merasa bahwa didalamnya terdapat orang.
Dan lagi dia segera mengetahui siapa yang berada
dalam kamarnya itu.
Besar sekalipun nyali Pui Tiok tetapi pada saat itu
dia benar-benar seperti orang kehilangan semangat.
"Ui cianpwe, apakah kalian?" serunya. Dari tempat
yang gelap segera terdengar suara penyahutan, "Ya,
kami." "Mengapa kalian bersembunyi disini" Apakah kalian
tak tahu kalau hampir saja dia akan masuk kemari.
Untung dia terus pergi. Kalian ...............
Belum selesai Pui Tiok berkata, tiba-tiba dari luar
terdengar suara Coh Hen Hong berseru, "Mengapa
engkau tidak menyulut lampu?"
Pui Tiok bergidik dan cepat menyahut, "Aku hendak
berlatih ilmu pernapasan. Disini banyak orang, tak
enak kalau dilihat mereka."
782 Coh Hen Hong tertawa, "Engkau memang cermat
sekali. Bukalah pintu, aku hendak masuk
perlu bicara dengan engkau."
Wajah Pui Tiok pucat seketika. Keringat dingin
bercucuran membasahi tubuhnya. Kerongkongannya
serasa kering, tak tahu bagaimana harus menjawab.
Dan saat itu didengarnya Coh Hen Hong sudah tiba
dimuka pintu. Pui Tipk batuk-batuk, serunya, "Ada . . apa. Biarlah
aku keluar. Ketahuilah, sekarang kedudukan mu
bukan main-main. Kalau sampai diketahui orang tentu
akan jadi bahan pembicaraan yang kurang enak."
"Hm, siapa berani bicara iseng tentang diriku?"
dengus Coh Hen Hong.
Sepanjang-panjang lorong, masih panjang
kerongkongan. Memang kalau di depan tak berani
bicara tetapi dibelakang mereka tentu akan bisik-bisik,
sanggah Pui Tiok.
Coh Hen Hong mendesuh. Rupanya dia sudah
berdiri dimuka pintu beberapa jenak baru berkata
"Baiklah, Aku tak ada keperluan apa-apa melainkan
hendak bertanya. Aku hendak mengirimkan si
Kelelawar-emas Tan Ji Hong untuk mengundang ke
tua Peh-hoa-kau datang kemari. Bagaimana
pendapatmu?"
"Baiklah, boleh saja."
Coh Hen Hong tertawa. Suara tawanya makin lama
makin jauh Pui Tiok mundur beberapa langkah dan
duduk. Walaupun dia dapat mengelakkan dari Coh Hen
783 Hong tetapi tak urung tubuhnya basah kuyup mandi
keringat dingin.
"Karena dia mendesak supaya aku mau
melangsungkan perkawinan dengan dia, terpaksa
kubilang kalau hal itu kuserahkan pada keputusan
ayah. Rupanya dia tak sabar menunggu dan
memerintahkan Kelelawar-emas Tan Ji Hong yang
sakti dalam ilmu Meringankan-tubuh, segera ke Pehhoania." Tiba-tiba terdengar suara aneh dari Ah Tang lokoay,
"Budak. peruntunganmu besar sekali."
Put Tiok tertawa pahit, "Harap lo-cianpwe jangan
mentertawakan. Kalau mau menempa besi sebaiknya
kalau besi itu sedang panas membara Lekas tolong
nona Kwan dan terus tinggalkan tempat ini."
Sampai beberapa saat belum terdengar reaksi dari
ketiga tokoh itu,
"Mengapa kalian diam saja" Apakah tidak mau
menolong nona Kwan?" Pui Tiok mendesak
"Bukan begitu," sahut Ui Un-kun, "tetapi kalau
sekarang bergerak, apakah tepat waktunya
"Sudah tentu sekarang ini yang paling baik, kata Pui
Tiok, "dia mengira setelah menolong orang, kalian
tentu akan melarikan diri. Dia tentu tak mengira kalau
kalian masih berada disini untuk menolong orang lagi.
Kalau kehilangan kesempatan kali ini tentu sukar lagi".
"Hm, engkau benar juga. Bawalah kami ke sana,"
sahut Ui Un-kun.
784 Pui Tiok tak berani keluar dari pintu. Dia membuka
jendela dan terus malesat keluar. Dia tahu ketiga
tokoh itu tentu akan mengikuti di belakangnya maka
tanpa berpaling lagi dia terus lari saja.
Karena Coh Hen Hong melarang orang-orang tak
boleh bergerak ke mana2 maka waktu itu Pui Tiok tak
berjumpa dengan seorangpun juga. Tak berapa lama
dia sudah tiba di luar halaman itu.
Dia berhenti, berpaling dan melihat tiga sosok
bayangan melesat dalam kegelapan, tanpa
mengeluarkan suara.
Pui Tiok makin besar nyalinya. Dia terus melangkah
masuk kedalam ruangan. Dua sosok bayangan
melesat keluar dan membentak, "Apa. . "
Belum sempat kedua orang itu menyapa, Ui Un-kun
dan kepala gua Yu-beng-tong cepat sudah menerjang.
Kedua orang tadi terkejut karena dihadang itu. Dan
tanpa mengeluarkan suara, kedua
orang itu rubuh
terjengkang ke belakang.
Ui Un kun dan kepala gua Yu-beng-tong
menyanggapi tubuh mereka lalu dilempar ke luar.
Kedua tokoh itu menggunakan tenaga-dalam Im-jikang
(tenaga luaak), selekas menyanggapi terus
melemparkan ke luar. Lemparan itu tidak
mengeluarkan suara apa-apa dan ketika kedua mayat
itu jatuh ke tanah juga tidak bersuara.
"Lekas maju lagi." Ah Tang lokoay berseru Pui Tiok
melakukan perintah. Dia anggap kalau bukan Coh Hen
785 Hong yang datang, keadaan disitu tentu dapat
dikuasai. Buktinya, kedua orang yang ditempatkan Coh Hen
Hong untuk menjaga disitu tentu bukan orang
sembarangan tetapi toh sekali gerak Ui Un-kun dan
kepala gua Yu beng-tong dapat merubuhkan mereka.
Dengan begitu jelas kalau Ui Un-kun dan kepala gua
Yu-beng-tong itu memang lihai sekali.
Pui Tiok lanjutkan langkah menuju keruangan. Dan
Ui Un-kun dan kepala gua Yu-beng tong juga
mengikuti. Tetapi baru Pui Tiok masuk tampak empat
sosok tubuh, tanpa bersuara telah menggeletak rubuh
tak bernyawa. Pui Tiok cepat menampar pada dinding tembok dan
berkata, "Dia berada dalam dinding ini. Tetapi entah
harus melingkar dari mana baru dapat masuk."
"Asal dia benar berada dalam dinding ruangan itu,
perlu apa harus berjalan melingkar ?" Ah Tang lokoay
menertawakan. Pui Tiok tertegun. Sebelum dia tahu apa maksud Ah
Tang lokoay, tokoh tua itu sudah menghampiri
kemuka lalu tempelkan kedua tangannya ke tembok
dan memutar kian Kemari.
Lebih kurang dua peminum teh lamanya, pada
bagian dinding yang diputar-putar itu telah melebar
sampai seluas setengah meter. Tokoh itu mundur dan
terus mengangkat kedua tangannya. Ternyata dinding
itu telah meninggal bekas dua buah lubang.
786 Tokoh tua itu telah menggunakan tenaga-dalam
sakti untuk menghancurkan tembok. Waktu dia
mengangkat kedua tangannya, tembok yang sudah
hancur menjadi puing itupun segera berhamburan
kebawah. Sungguh suatu ilmu kepandaian yang luar
biasa. Tetapi Pui Tiok tak sempat untuk menikmati ilmu
kesaktian Ah Tong lokoay. Dia terus melesat
menyusup masuk dari lubang itu.
Tepat pada waktu dia bergerak masuk, ruangan
menjadi terang benderang. Dan sebelum kaki Pui Tiok
sempat menekan ke lantai, terdengar bunyi menderu
dan segulung sinar merah yang gilang gemilang.
Pui Tiok heran. Ketika dia hendak mengangkat
tangan untuk menolak sinar gemilang Itu, tiba-tiba
terdengar kepala gua Yu-beng-tong tertawa sinis,
"Thian Ong niocu, apa kabar?"
Baru seruan kepala gua Yu-beng-tong
berkumandang dan belum lagi pukulan Pui Tiok
diayunkan, seberkas sinar merah tadi tiba-tiba lenyap
dan letup hawa wangi yang menampar hidung Pui Tiok
tadipun lenyap.
Saat itu baru Pui Tiok tahu apa yang berada
dihadapannya. Tampak Kwan Beng Cu sedang duduk
diatas meja. Tentunya dia tahu apa yang terjadi tadi.
Tetapi rupanya dia tak mengerti sehingga dia hanya
merentang mata seperti orang tercengang. Bahkan dia
belum tahu kalau yang masuk itu Pui Tiok.
787 Ternyata bukan hanya Kwan Beng Cu, pun
disamping meja itu terdapat seorang wanita cantik
yang tegak berdiri.
Cantik sih cantik bahkan kecantikan wanita itu
berlebih-lebihan. Saat itu dia tengah mengicup
ngicupkan ekor matanya, tersenyum simpul
memandang Pui Tiok dengan genit.
Semula memang hati Pui Tiok berdebar keras
sesaat melihat wanita cantik itu. Tetapi beberapa
saat kemudian dia malah kucurkan keringat dingin karena
ngeri. Tadi waktu dia menerobos masuk melalui lubang
yang dibuat kepala gua Yu-beng-tong, dia sudah
disambut dengan segulung sinar merah sehingga dia
tak mendengar tatkala kepala gua Yu beng-tong
berseru menegur wanita cantik dalam ruangan itu.
Tetapi kini setelah melihat tangan wanita cantik
itu tengah memegang seperangkat jaring yang Indah
warnanya, dia segera tahu bahwa wanita cantik itu tak
lain adalah Thian Ong niocu atau nyonya Jaringlangit.
Dan tadi segulung sinar emas kemilau yang
menyongsong kedatangannya tentulah jaring pusaka
yang mengandung racun ganas dari wanita itu.
Tiba-tiba pada kesimpulan itu mau tak mau Pui Tiok
mengucurkan keringat dingin juga. Sebab kalau
Thian Ong niocu tidak cepat menarik kembali Jaringnya, dia
tentu sudah terperangkap dalam jaringan itu. Sekali
masuk dalam jaring, jelas dia tentu amblas nyawanya.
Karena selama ini belum pernah terdengar bahwa ada
tokoh yang mampu meloloskan diri dari perangkap
jaring itu. 788 Selagi Pui Tiok masih terlongong-longong, kepala
gua Yu-beng-tong pun sudah melesat masuk dan
berdiri di samping Pui Tiok.
"Ah, tak nyana kalau kita akan berjumpa disini!"
Melihat kepala gua Yu-beng-tong, seketika wajah
wanita gentf itu berobah pucat. Namun dipaksakan
tertawa, "Tongcu, sudah lama kita tak bertemu !"
Tanpa sungkan lagi kepala gua Yu-beng-tong terus
berkata,"Kami datang kenari untuk menolong orang.
Engkau mau bertempur melawan kami atau berdiri di
fihak kami?"
Thian Ong niocu memandang kesekeliling ia tak
kenal Pui Tiok tetapi dia kenal Ah Tang lokoay dan
setan wabah Ui Un-kun. Maka diapun lalu tertawa
getir, "Apakah aku mampu melawan kalian bertiga"
Tetapi kalau anda hendak menolong orang, kuminta
Anda bertiga juga mau memikirkan cara untukku.
"Itu mudah saja," sahut kepala gua Yu beng tong,
"engkau ikut kami saja."
Pada saat itu rupanya Kwan Beng Cu sudah sadar.
Dia berseru kejut2 gembira, "Pui toako!"
"Beng Cu," Pui Tiok terus menghampiri, 'jangan


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bicara keras2. Aku dan beberapa cianpwe ini hendak
menolong engkau. Ketiga cianpwe ini semua dari
istana Ceng-te-kiong!"
Jangan bicara, lekas larl, lekas!" tiba-tiba Ah Tang
lokoay berseru.
789 Mendengar itu Pui Tiok terus menarik tangan Beng
Cu dengan dipelopori Ui Un-kun mereka lalu lari ke
muka. Sekeluarnya dari ruangan itu keenam orang makin
mempercepat larinya dan tak lama kemudian mereka
sudah melompati pagar tembok dan lari keluar.
"Engkau bawa nona Kwan lari ke arah timur!" Ui
Un-kun memberi petunjuk.
"Dan cianpwe?" tanya Pui Tiok.
"Hilangnya nona Kwan tentu tak dapat ditutupi
lama2. . . .," belum Ui Un-kun sempat menyelesaikan
kata-kata nya dari dalam pagar tembok terdengar
suara hiruk pikuk. Jelas menandakan kalau lolosnya
Kwan Beng Cu telah diketahui mereka.
Sejenak berhenti Ui Un-kun membagi tugas, Kita
lari berpisah. Kami yang akan memikat musuh supaya
mengejar kami dan kalian cepat-cepat harus
meloloskan diri."
"Lalu kapan kita akan bertemu lagi?" Pui Tiok
gopoh bertanya.
"Perlu apa harus bertemu lagi" Kita nanti akan
mati atau masih hidup, kan belum tahu!,"
"Bagaimana ini" Kan kami belum tahu dimana letak
istana Ceng-te-kiong itu?"
Ui Un-kun mendengus, "Ceng-te-kiong terletak
daerah gunung Tay-hong-san di propinsi Ou-pak.
790 Kalau kami dapat lolos dari bahaya, tentu akan ke
sana juga. Tetapi budak perempuan busuk itu tentu
akan tahu juga maka kalian harus hati-hati
diperjalanan."
Pui Tiok mengangguk. Saat itu suara kemarahan
Coh Hen Hong juga samar-samar terdengar. Pui Tiok
tak berani berayal lagi, dia menarik tangan Beng Cu
diajak lari ke arah timur. Keduanya tak berani berhenti
dan tak lama kemudian tiba di tepi sungai Hongho.
Mereka lari menyusur pantai sampai 7-8 li. Setelah tak
ada orang yang mengejar, baru mereka berhenti
untuk mengambil napas.
Saat itu matahari sudah terbit. Mereka melihat
sebuah perahu kecil tertambat di tepi sungai.
Keduanya lari menghampiri dan terus loncat kedajam
perahu itu. "Siapa didalam perahu ini?" seru Pui Tiok. Tetapi
diulang sampai beberapa kali tetap tak ada
penyahutan. Perahu itu kecil maka dapatlah
diketahui kalau perahu itu memang kosong.
Pui Tiok terus membabat tali pengikat dan perahu
itu segera meluncur dibawa arus air yang deras.
Setelah perahu meluncur 6-7 li, barulah ke duanya
dapat bernapas longgar. Merasa telah dapat
lolos dari lubang jarum, kedua anak muda itu saling berpelukan.
Beng Cu sandarkan kepalanya di dada pemuda itu dan
menangis. "Beng Cu, jangan menangis," Pui Tiok
menghiburnya, "sekarang segala sesuatu sudah lewat,
Kitapun sudah tahu di mana letak istana Ceng-to
kiong itu."
791 Dengan air mata bercucuran, Beng Cu berkata
"Tetapi . . . perjalanan ke Cupak itu ribuan li Jauhnya.
Entah sampai kapan baru kita dapat mencapai ke
sana." Pui Tiok hanya tertawa hambar. Tetapi dia terpaksa
menghibur, "Bagaimanapun langkah kita sekarang ini
jauh lebih baik daripada kita ditawan budak
perempuan itu."
Beng Cu menghela napas. Sampai beberapa saat
dia tak bicara apa-apa.
"Dan lagi," kata Pui Tiok pula, "kita dibantu oleh
beberapa cianpwe yang sakti. Mereka sengaja
menyesatkan musuh supaya mengejar mereka.
Asal kita berlaku hati-hati, kurasa akhirnya kita
tentu dapat mencari istana Ceng-te-kiong!"
"Kwan Beng Cu menghela napas, "Pui toa-ko, aku ,
. . aku " membikin repot engkau saja!"
Pui Tiok sengaja marah. "Beng Cu, kalau engkau
berkata begitu lagi, aku tak mau mempedulikan
engkau!" Beng Cu memeluk makin kencang dan tak berkata
apa-apa lagi. Perahu tetap melaju dibawa ombak.
Cepat sekali sudah mencapai 7-8 li. Pui Tiok memutar
haluan perahu untuk minggir ke tepi. Setelah hampir
dekat dia mengajak Beng Cu loncat ke tepi, Selekas
kedua anak muda itu tiba di daratan, perahu itu
berputar-putar dan dibawa arus sungai lagi.
792 Pui Tiok dan Beng Cu menuju ke jalan besar,
Mereka tiba disebuah jalan besar yang lurus dan lebar.
dikedua tepi jalan ditumbuhi dengan pohon2 yang
rindang. "Beng Cu, agaknya kita sudah selamat dari kejaran
mereka," bisik Pui Tiok.
Beng Cu memperhatikan beberapa pejalan yang
memperhatikan keduanya. Dia berbisik, "Pui toako
kalau kita mengenakan dandanan begitu tentu tak
lepas dari mata orang, Coh Hen Hong luas sekali
pengaruhnya di kalangan orang persilatan, Kalau
mereka memberi laporan, Coh Hen Hong tentu dengan
cepat akan dapat menyusul kita. Kalau sampai begitu
kita tentu sukar lolos!" Pui Tiok mengangguk, "Benar,
nanti aku akan cari akal."
Saat itu mereka tiba di sebuah jalan kecil yang
menuju ke sebuah perkampungan, Mereka lalu
menuju ke perkampungan itu, Lebih kurang 1 jam
kemudian, keduanya kembali lagi ke jalan besar.
tetapi saat itu mereka sudah beda dari yang tadi.
Kalau tadi mereka berpakaian yang bagus sehingga
menandakan kalau bukan orang sembarangan,
sekarang mereka sudah berganti dengan pakaian dari
bahan kasar dan kepalanya juga memakai caping,
sepatu rumput, mirip dengan orang desa. Dan Pui Tiok
masih membeli sebuah kereta dorong. Dia sudah
suruh Beng Cu membalut kakinya dan duduk dalam
kereta dorong itu.
Juga nona itu mengenakan pakaian seperti
perempuan desa. Sambil mendorong kereta, Pui
793 Tiok tertawa, "Beng Cu, tahukah engkau kita sekarang
ini mirip apa ?"
"Lha, mirip apa?"
"Seperti orang desa yang mengambil mempelai
perempuan dibawa pulang," bisik Pui Tiok.
Merah muka Beng Cu. Tetapi dalam hati dia merasa
babagia sekali. Sambil cibirkan bibir dia berkata,
"Siapa yang tahu mempelaimu perempuan itu siapa ?"
Pui Tiok tertegun "Beng Cu, apa maksudmu"
"Dalam beberapa hari ini, aku selalu tak berkutik,
sampai selangkah saja aku tak dapat ber jalan. Tetapi
engkau bebas ke sana sini. Apa engkau kira aku tak
tahu kalau engkau . . . engkau dan dia ..."
"Beng Cu, jangan kuatir," seru Pui Tiok "kalau aku
sampai berbuat sesuatu yang membohongimu, biarlah
Thian menumpas diriku!"
"Engkau bersikap begitu, tetapi dia" Apakah dia
rela?" Tahu bahwa nona itu cemburu maka Pui Tiok
terpaksa menjelaskan peristiwa yang dialaminya
dengan Coh Hen Hong.
"Sudah tentu dia tak mau," katanya. "pertama, dia
suruh aku berlutut dihadapannya. Sudah tentu aku tak
sudi. Maka dia marah dan mematahkan tulang betisku
sampai dua kali ..."
794 Berkata sampai disitu teringatlah Pui Tiok akan
derita kesakitan waktu kedua kakinya dipatahkan Coh
Hen Hong yang lain. Tanpa disadari dia sampai
gemetar. "Pui toako," seru Beng Cu, seraya mengepal tangan
pemuda itu kencang-kencang, "lalu bagaimana?"
"Dia lalu memaksa aku supaya mau mengambilnya
sebagai isteri. Dalam keadaan yang tak berdaya dan
mengingat aku harus hidup untuk meloloskan diri dan
membebaskan engkau.
"Dia lalu memaksa aku supaya mengambilnya
sebagai isteri. Demi terpaksa untuk mengelabuhi.....
"Engkau. . . meluluskan?" tukas Beng Cu dengan
wajah pucat. "Jangan kuatir," Pui Tiok tertawa," aku tak pernah
mengatakan kalau aku mau mengambilnya sebagai
isteri hanya aku bersikap agar dia mengira kalau aku
mau menikahinya."
"Kalau begitu. . . kalau begitu kalian tentu intiem
sekali!" "Mengapa perlu harus intiem. Cukup kalau kulayani
dia berkata dengan omongan yang manis saja," kata
Pui Tiok. Beng Cu tak mau bertanya lebih lanjut. Pui Tiok tak
henti-hentinya bicara menghiburnya, Beberapa saat
kemudian baru gadis itu berkata, "Pui toako,
andaikata kita dapat tiba di istana Ceng-te, bagaimana
mungkin engkong mau mengakui aku?"
795 "Bisa saja," sahut Pui Tiok, "asal engkau
menceritakan tentang kehidupan dari mendiang
mamamu, misalnya kegemarannya dan lain2. tentu
engkongmu akan tahu kalau engkau ini benar-benar
anak dari mamamu atau puteri Ceng-te".
Mendengar itu Beng Cu gembira sekali, Mereka
melanjutkan perjalanan hingga menjelang petang
mereka tiba disebuah kota kecil. Tiba-tiba mereka
melihat di sebelah muka tampak empat ekor kuda
tegar. Penunggangnya sama mengenakan pakaian ringkas
dan punggungnya menyandang golok kui-thau-to yang
tipis. Mereka berhenti di jalan tetapi tidak
menghadang orang-orang yang lalu. Mereka hanya
mengawasi dengan tajam setiap orang yang lewat di
situ, "Beng Cu, keempat penunggang kuda didepan itu
mencurigakan, hati-hati lah," bisik Pui Tiok.
Pui Tiok mendorong kereta-sorong dengan kepala
menunduk, Tak berapa lama tiba di dekat keempat
penunggang kuda itu.
"Hah, cantik juga pengantin itu," tiba-tiba salah
seorang dari keempat penunggang kuda itu berseru
ketika melihat Beng Cu yang berada dalam keretasorong.
"Sudah jangan cari perkara," bentak salah seorang
kawannya. 796 "Kedua orang itu belum tentu akan jalan disini,"
kata otang itu.
"Kalau kedua orang itu sampai mau melalui tempat
ini, aku rela akan memberi hormat sampai
tiga kali, Tahukah engkau betapa besar hadiah yang akan
diberikan oleh Suan Hong siancu itu ?"
"Tentu saja tahu, mengapa perlu ditanya lagi?"
gumam kawannya.
Pada saat kedua orang itu bercakap-cakap, Pui Tiok
dengan kepala menunduk sudah mendorong keretanya
dengan cepat. Dia tak mau mengangkat muka
memandang keempat penunggang kuda itu.
Setelah sepuluhan tombak jauhnya barulah secara
bersembunyi dia berpaling ke belakang. Dilihatnya
keempat penunggang kuda itu masih berada
di tempatnya. Diam-diam Pui Tiok menghela napas
longgar. "Beng Cu, engkau dengar tidak?" bisik Pui Tiok," dia
berani mengeluarkan hadiah besar untuk menangkap
kita. Bahkan disini yang tidak merupakan jalan yang
menuju ke gunung Tay-hong-san di Oupak, pun dijaga
oleh anak buahnya. Maka kita harus hati-hati benar."
Dengan wajah pucat Beng Cu mengiakan.
Ketika di sebelah depan tampak tembok kota
kembali Pui Tiok berbisik, "Beng Cu, nanti kalau
masuk kota, kita harus menginap di rumah
penginapan. Kalau kita tidak tinggal satu kamar, tentu
akan menimbulkan kecurigaan orang."
797 Kembali wajah Beng Cu tersipu-sipu merah, "Ya,
ku. . . tahu," katanya dengan pelahan sekali.
"Kurasa tujuh sampai delapan bagian orang
persilatan tentu sedang mencari jejak kita. Mereka
tentu dipincut dengan hadiah dari Coh Hen Hong
Dengan begitu langkah kita ini, benar-benar gawat
sekali. Di setiap tempat selalu ada mata yang
mengincar!"
Ketika tiba di mulut pintu kota, kembali tampak
beberapa orang yang berdiri di pintu dengan sikap
yang mencurigakan. Pui Tiok cepat tahu kalau mereka
itu orang persilatan. Dengan menjaga di pintu kota,


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentu kalau mereka hendak
menangkap Pui Tiok dan
Beng Cu. Tetapi sebenarnya mereka belum pernah
melihat bagaimana Pui Tiok dan Beng Cu itu.
Waktu masuk kota, Pui Tiok tak berani menginap di
hotel besar melainkan memilih rumah penginapan
kelas tiga. Dia pesan sebuah kamar. Beng Cu disuruh
tidur di ranjang, sedang pemuda itu sendiri tidur di
lantai. Tetapi sampai tengah malam, keduanya tak dapat
tidur. Sampai terdengar kentong tanda waktu
berbunyi. Tiba-tiba hati Beng Cu berdebar keras sekali dan
pipinya merah, "Pui toako," karena tak dapat menahan
gejolak hatinya dia memanggil.
Juga Pui Tiok masih gulak gulik tak dapat meram.
Tiba-tiba mendengar panggilan Beng Cu, dia terkejut.
798 Memang sebelum kenal dengan Beng Cu, Pui Tiok
seorang pemuda hidung belang. Setelah di kurung
selama enam tahun oleh ayahnya, barulah sifatnya
dapat berobah. Waktu mendengar panggilan
Beng Cu yang penuh bernada mesra, meluap-luap darah
mudanya. "Ada apa Beng Cu?" serentak Pui Tiok bangun dan
duduk. Barulang kali dia bertanya beberapa kali baru
terdengar Beng Cu menjawab pelahan, "Engkau. . .
kemarilah. . . ."
Hati Pui Tiok makin dag-dik dug. Dia serentak
berdiri dan menghampiri ke tepi ranjang Beng Cu
menutup kepalanya dengan selimut tetap ulurkan
tangan memegang tangan Pui Tiok.
Pui Tiok rasakan tangan gadis itu berkeringat
dingin. Beng Cu tak berkata apa-apa karena dadanya
sesak diluap rasa tegang. . . .
Malampun berlalu. Pagi2 sekali Beng Cu sudah
bangun. Waktu Pui Tiok bangun, di lihatnya gadis itu
menundukkan kepaa dan duduk dimuka Jendela.
Beberapa kali Pui Tiok memanggilnya Beng Cu tak
menyahut dan hanya tundukkan kepala, pipinya
merah. Pui Tiok melonjak bangun dan berdiri dibelakang
Beng Cu, membisikannya, "Beng Cu, kita. .
"Jangan mengatakan hal itu," cepat Beng Cu
menukas. "Takut apa" Sebenarnya perjodohan kita kan sudah
ditetapkan. Enam tahun yang lalu ayah mengatakan
799 suruh aku memilih. Membunuh engkau atau aku
mengambilmu sebagai isteri."
"Waktu itu aku hanya seorang gadis kecil "Apakah
engkau meluluskan ?"
Pui Tiok tertawa, "Waktu itu, aku hanya
mmginginkan agar ayah tidak membunuhmu dan tidak
memikirkan apa-apa yang lain. Siapa tahu enam tahun
kemudian ternyata engkau menjadi seorang gadis
yang cantik jelita. Seperti semalam, juga. ..."
"Jangan membicarakan hal itu lagi, mengapa
engkau masih tak menurut!" Beng Cu melengking
malu. "Baik, aku takkan Ulang lagi. Tetapi, nyonya, kita
harus melanjutkan perjalanan lagi," kata Pui Tiok.
Mendengar dirinya disebut "nyonya" ,wajah Beng
Cu merah padam. Dia berputar tubuh dan memukul
dada Pui Tiok, "Aku tak mau kalau engkau
memanggil begitu. Dengar atau tidak?"
"Ya, sudah tentu mendengar. Beng Cu, kita menuju
ke timur."
Beng Cu terkesiap, "Terus ke timur melulu" Itukan
sampai di tepi laut, mengapa diteruskan saja."
"Memang kita akan menuju ke tepi laut. Di sana
kita nanti menyewa perahu dan berlayar ke utara.
Setelah sampai diujung utara, kita menempuh
perjalanan di darat menuju ke selatan. Rasanya
betapapun cerdiknya Coh Hen Hong, dia takkan
mengira kalau kita akan menggunakan jalan laut.
800 Sekalipun dia sudah mengatur penjagaan supaya kita
tak dapat menuju ke gunung Tay-hong san, dia tetap
takkan dapat menduga kalau kita menggunakan jalan
mengitar menuju ke utara dan lalu baru kembali ke
selatan. Beng Cu mengangguk. Setelah berkemas ke duanya
lalu meninggalkan rumah penginapan itu. Seperti yang
kemarin, Beng Cu disuruh naik kereta dan Pui Tiok
yang mendorong.
Rakyat di wilayah Shoatang memang gemar
menggunakan kereta dorong. Enam hari lamanya
mereka menempuh perjalanan ke tepi laut. Selama itu
hampir tiap hari mereka berjumpa dengan orang
persilatan yang ditugaskan Coh Hen Hong. untuk
menangkap mereka.
Pada hari kelima dan keenam mereka tak melihat
rintangan apa-apa lagi. Dengan begitu suatu harapan
besar bahwa rencana Pui Tiok untuk meloloskan diri
itu akan berhasil.
Hampir tiba di tepi laut, Pui Tiok lalu membuang
kereta-sorong dan di sebuah desa dia berganti pakaian
lagi sebagai nelayan. Demikian dengan Beng Cu.
Mereka lalu menuju ke pasar penjualan hasil ikan.
Disitu Pui Tiok membeli Sebuah perahu layar dan
perbekalan makanan serta air, cukup untuk tiga bulan.
Pada malamnya mereka lalu berlayar.
Sebenarnya Pui Tiok tak pandai mengemudikan
perahu layar tetapi demi menjaga rahasia dari
mereka, dia tak mau pakai orang. Setelah berada di
tengah laut yang jauh dari daratan, barulah Pui Tiok
dapat bernapas longgar.
801 Karena selama ini setiap hari selalu dicengkam
ketegangan dan kecemasan saja maka setelah berada
di tengah laut yang bebas, kedua insan itu benarbenar
dapat merasakan nikmatnya ketenangan hidup.
Apalagi mereka hanya berdua. Seolah-olah dunia ini
hanya milik mereka berdua saja. Mereka seperti
menikmati bulan madu.
Selama berlayar Itu, beberapa kali Pui Tiok singgah
di pulau2 kecil yang banyak terdapat di daerah laut
disitu. Untuk mengisi pensediaan air minum dan
bahan2 makanan.
Beng Cu merasa bahagia sekali. Dia malah tak
menginginkan kembali kedaratan lagi.
Lebih kurang seratus hari lamanya berlayar pada
hari itu mereka melihat gunduk daratan.
"Beng Cu, lihatlah. Kita akan tiba di daratan lagi,"
seru Pui Tiok. Memandang kearah yang dl tunjuk Pui Tiok gadis itu
bukan gembira tetapi malah kerutkan kening dan
menghela napas.
"Beng Cu, mengapa engkau malah tak gembira?"
tegur Pui Tiok.
Beng Cu menghela napas, "Pui toako, selama
seratus hari ini kita hidup dengan tenang. Ai, kalau
naik ke daratan kita tentu akan menderita kegelisahan
lagi!" 802 Pui Tiok tertawa, "Jangan tolol! Di tengah laut kalau
turun hujan lebat dan angin besar, apakah kita tidak
kelabakan karena kuatir perahu terbalik dan kita
akan jadi makanan ikan?"
Sampai beberapa saat Beng Cu diam. Tiba-tiba ia
berkata, "Pui toako, diantara pulau2 kecil yang pernah
kita singgahi, ada sebuah pulau yang subur penuh
dengan hutan dan sumber air. Kalau kita tinggal
disitu, bukankah kita akan dapat hidup bahagia dan
tenteram?"
Pui Tiok terkesiap. Memang kata-kata Beng Cu itu
menyentuh hatinya. Kalau saja Pui Tiok saat itu masih
seorang pemuda trondol, tentulah dia akan segera
memutar haluan perahu dan menuju ke pulau itu.
Tetapi dia seorang pemuda yang cukup banyak
pengalaman dalam dunia persilatan. Tak sedikit dia
bertempur dengan orang dan memenangkannya. Bagi
orang persilatan, cita2 untuk menjagoi dan
mengalahkan lawan2 nya sangat pentingnya dengan
orang biasa yang memiliki ambisi untuk cari nama dan
keuntungan. Begitu mendapat hasil, takkan dia
merasa puas dan tetap akan mengejar hasil yang lebih
besar lagi. Begitu pula dengan Pui Tiok. Hanya sekejab dia
tertarik akan ucapan Beng Cu dan pada lain saat dia
sudah mengambil keputusan. Dia tertawa ujarnya,
"Beng Cu, jangan berpikiran setolol itu."
Beng Cu tak menyahut. Dia kembali menghela
napas pelahan. Sementara Pui Tiok tampak makin
bersemangat karena perahu semakin dekat dengan
daratan. 803 Beberapa waktu kemudian perahu menepi ke pantai
dan Pui Tiok lalu mengajak Beng Cu turun.
"Pui toako," kata Beng Cu dengan rawan," sudah
berbulan-bulan kita berada di perahu, apa-kah. . . .
sedikitpun engkau tak sayang meninggalkan perahu
ini?" "Beng Cu," Pui Tiok tertawa," apanya yang harus
kita berati meninggalkan perahu ini" Asal
engkau berada didampingku, di perahu atau di
daratan, sama saja artinya, bukan?"
Beng Cu menunduk dan menghela napas. Tetapi
rasanya masih berat hatinya untuk meninggalkan
perahu yang penuh kenangan manis itu.
Pui Tiok geleng2 kepala lalu menarik tangan calon
isterinya itu diajak turun kedarat. Karena saat itu
petang hari, mereka tak tahu berada di tempat apa.
Yang jelas mereka berada di tempat yang sunyi dan
belantara. Keesok harinya mereka baru tahu kalau sekeliling
penjuru merupakan deretan gunung. Pui Tiok bingung
dan tak tahu arah mana yang harus ia tempuh. Maka
hari itu keduanya menjelajahi daerah pegunungan
belantara itu dengan harapan dapat bertemu orang
untuk bertanya. Sampai hampir petang baru mereka
melihai jauh disebelah muka tampak asap mengepul.
Pui Tiok girang. Keduanya lalu menuju ke-arah itu.
Beberapa waktu kemudian baru mereka melibat
804 bahwa asap itu berasal dari sebuah rumah pondok di
kaki gunung. Tiba di muka pondok, Pui Tiok berseru memanggil
penghuninya. Tetapi sampai diulang beberapa
kali tetap tiada penyahutan. Tetapi jelas di dalam rumah
itu terdapat orang. Diam-diam timbul kecurigaan Pui
Tiok. Dia terus mendorong pintu-nya.
Seorang perempuan tua memalingkan muka
memandang kepada kedua anakmuda itu. Perempuan
itu tua renta sekali, tak kurang dari 90-an tahun
umurnya. Mukanya penuh keriput.
Setelah menatap sejenak, mata perempuan tua itu
mengeliar ke lain arah dan menyulut pelita. Rupanya
perempuan tua itu seperti tak dapat melihat orang.
Pui Tiok tertawa getir. Dengan susah payah
akhirnya dia bertemu orang, siapa tahu ternyata
hanya seorang nenek tua yang kalau tidak buta tentu
tuli. Pui Tiok coba bertanya lagi. Ternyata nenek
itu tetap tak menjawab. Akhirnya Pui Tiok keluar lagi,
"Percuma saja, hanya seorang nenek yang menjelang
mati!" Beng Cu terkesiap, "Pui toako, kalau hanya seorang
nenek tua renta. bagaimana dia dapat hidup seorang
diri?" "O, benar, Pui Tiok tersadar, "kalau dia hanya
hidup seorang diri, bagaimana dia akan melewati
kehidupannya di daerah belantara yang begini sunyi
senyap?" 805 Tiba-tiba Pui Tiok mendengar langkah kaki orang
berjalan mendatangi. Pui Tiok cepat menarik Beng Cu
untuk bersembunyi dibalik pohon. Tak berapa lama,
tampak seorang lelaki bertubuh kekar, memegang
sebatang tombak, menyanggul dua ekor anak rusa di
bahunya, berjalan dengan langkah lebar.
Jelas orang itu tentu seorang pemburu. Diam-diam
Pui Tiok malu dalam hati, karena sudah begitu
ketakutan setengah mati. Masa di daerah pegunungan
rimba belantara begini. Coh Hen Hong tetap
memasang orangnya untuk menangkap Pui Tiok.
Begitu pemburu itu dekat, Pui Tiok keluar dan
memberi hormat, "Maaf, enghiong, aku hendak mohon
tanya." Orang itu terbeliak kaget, "Engkau.... ini manusia?"
serunya beberapa jenak kemudian.
Pui Tiok menggapai Beng Cu supaya keluar,
Kemudian ia berkata lagi, "Kami memang bangsa
manusia, hanya saja tersesat jalan. Entah apakah


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nama tempat ini?"
"Tersesat jalan?" pemburu itu heran," itu tak
mungkin. Mau mencapai tempat ini harus melintasi
10-an gunung."
"Kami berlayar dari laut dan terdampar disini," Pui
Tiok menerangkan.
"O, begitu," seru orang itu," disini masuk daerah
Kwan-gwa, kalian hendak menuju ke mana?"
806 "Ke Tiong-goan."
"Kalau begitu harus menuju ke barat, melintasi
19 buah puncak gunung baru tiba didaerah datar.
Kemudian menuju ke selatan baru mencapai jalan ke
daerah Tiong-goan. Aku sendiri tak tahu dan tak
dapat memberitahu."
Pui Tiok girang dan menghaturkan terima kasih.
Orang itu berkata, "Menempuh perjalanan pada
malam hari berbahaya, lebih baik anda ber-malam di
gubukku saja, bagaimana?"
Tetapi Pui Tiok menolak karena dia hendak lekaslekas
melanjutkan perjalanan. Dia terus menarik
tangan Beng Cu dan diajak lari.
Pada malam itu Pui Tiok dapat melintasi sebuah
gunung. Keesokan harinya setelah beristirahat,
mereka melanjutkan perjalanan lagi. Dalam sepuluh
hari keduanya berhasil melintasi 17 buah gunung dan
tiba di daratan. Ternyata tiba di kaki gunung yang
terakhir, disitu terdapat sebuah desa.
Pui Tiok membeli dua ekor kuda tegar dan pakaian
orang kwan-gwa lalu melanjutkan perjalanan menuju
keselatan. Pada hari ke tujuh mereka dapat melihat
Tembok Besar. Setelah memasuki Tembok Besar,
mereka bertanya lagi jalan ke Oupak. Dan sebulan
kemudian mereka dapat memasuki wilayah itu.
Beberapa hari yang lalu Pui Tiok dan Beng Cu sudah
melepaskan kuda mereka dan berjalan dengan
menggabung diri pada rombongan pedagang
Walaupun dengan naik kereta itu agak lambat tetapi
lebih selamat. 807 Tetapi ketika hampir mendekati daerah gunung,
cara yang dilakukan Pui Tiok itu sudah tak sesuai lagi.
Karena gunung Tay-bong-san itu merupakan rimba
belantara. Kecuali hanya terdapat beberapa desa, tak
ada kota yang agak besar. Dalam keadaan seperti itu
sudah teutu tak mungkin terdapat rombongan
pedagang. Maka Pui Tiok dan Beng Cu lalu memisah diri dan
berganti dandanan seperti pemburu.
Pada hari ketiga setelah memasuki daerah gunung,
mereka berada dalam lingkungan gunung2 yang
tinggi. Tak ada seorang manusia dan tak tahu
dimana letak istana Ceng-te-kiong itu.
Mencari dengan cara begitu mungkin seumur hidup
belum tentu dapat ketemu.
Sudah tentu Pui Tiok bingung karena temponya
makin terlalu panjang, makin tak menguntungkan.
Coh Hen Hong tentu akan memerintahkan orangnya
untuk mencari disekitar Ceng-te-kiong Dengan begitu,
jika tidak menemukan Istana itu, kemungkinan akan
dipergoki anakbuah Coh Hen Hong makin besar.
"Beng Cu, memang aku yang salah, kata Pui Tiok,"
mengapa tempo hari tidak bertanya dengan Jelas."
Beng Cu mengusap dagu pemuda itu dengan
lembut, "Pui toako, janganlah engkau menyesali
dirimu sendiri. Taruh kata engkau meminta
keterangan dengan Jelas, tetap engkau kan belum
pernah datang kemari, bagaimana engkau dapat
menemukannya?"
808 Pui Tiok menghela napas panjang. Dia tak
menyangka setelah berjerih payah membuang waktu
berbulan-bulan dan dapat menemukan daerah letak
istana itu ternyata dia tak tahu dimana letak
sesungguhnya istana itu.
Saat itu keduanya berada diatas gunung. Matahari
pelahan-lahan mulai terbenam dan cuacapun
makin gelap dan kemudian malampun tiba.
"Beng Cu, malam ini kita beristirahat disini saja, tak
perlu harus gentayangan kemana-mana," kata Pui
Tiok. Beng Cu mengangguk. Tiba-tiba dia rasakan tubuh
Pui Tiok gemetar. Beng Cu juga ikut terkesiap ketika
melihat dibawah kaki gunung tampak tiga titik sinar
yang berkelap-kelip kian kemari.
Sudah tentu di tempat yang begitu tinggi dan pada
waktu malam yang begitu gelap, tak mungkin Pui Tiok
dan Beng Cu dapat turun untuk menyelidiki benda apa
itu. Tetapi keduanya mendapat kesan bahwa sinar api
yang berkelebat kian kemari itu adalah berasal dari
tiga batang obor yang sedang dibawa oleh tiga orang
yang tengah berlari cepat.
Karena sejak memasuki daerah gunung itu
keduanya belum pernah bertemu orang maka saat itu
mereka terkejut girang.
Ada dua dugaan. Ketiga pendatang yang mem bawa
obor itu mungkin anakbuah Coh Hen Hong. Tetapi
809 kemungkinan lain tentulah Ui Un-kun, kepala
gua Yubeng- tong dan Ah Tang lokoay.
Setelah saling bertukar pandang, kedua anak muda
itu lalu bergerak lari turun. Ketiga obor itu jelas
menuju kekaki gunung. Tetapi ketika Pui Tiok dan
Beng Cu turun gunung, keduanya tak melihat ketiga
obor itu lagi. Namun karena sudah tahu arah yang
dituju ketiga obor, Pui Tiok dan Beng Cu terus menuju
ke tempat itu. Rasa tegang mulai berkobar dalam hati Pui Tiok dan
Beng Cu ketika hampir dekat. Setelah lari setengah li,
tiba-tiba di sebelah muka tampak terang benderang.
Tiga empat tombak ditepi segunduk batu besar
disebelah muka, tertancap tiga batang
obor besar yang tingginya satu meter. Disitu terdapat tiga orang
lelaki yang tengah duduk.
Pui Tiok dan Beng Cu hentikan langkah. Karena
jaraknya cukup jauh maka Pui Tiok tak dapat
melihat jelas siapa ketiga orang itu. Dengan langkah berhatihati,
keduanya maju menghampiri ke muka. Waktu
mendekat pada jarak dua tombak,
baru mereka dapat melihat siapa ketiga orang itu.
Bukan kepalang kejut Pui Tiok dan Beng Cu ketika
mendapatkan bahwa ketiga orang itu ternyata bukan
manusia melainkan orangutan berbulu putih perak
yang tlngginya menyamai manusia.
Ketiga orangutan itu duduk di tanah dengan sikap
seperti manusia. Mereka juga bisa melakukan ronda
dengan membawa obor. Jelas kalau mereka terlatih
baik. Tetapi entah siapakah pemiliknya.
810 Melihat kenyataan itu Pui Tiok tertegun. Keduanya
saling bertukar pandang dan pada lain saat
Beng Cu menghela napas lalu berdiri.
Pui Tiok terkejut dan hendak menariknya tetapi
terlambat. Wut, wut, wut.... tiga buah suara
menderu dan tiga benda berkilau, dengan cepat melesat. Ketika
Pui Tiok dan Beng Cu mengamati, ternyata ketiga
orangutan berbulu perak itu sudah berada dihadapan
mereka. Pui Tiok cepat berdiri dan melindungi dimuka
Beng Cu. Karena berhadapan dekat maka dapatlah Pui
Tiok melihat jelas keadaan orangutan itu. Seluruh
bulunya berwarna putih keperak-perakan tetapi kedua
biji matanya merah darah.
Melihat kedua binatang itu tidak berbuat apa-apa,
agak lega hati Pui Tiok. Tetapi dia bingung cara
bagaimana akan mengadakan komunikasi dengan
mereka. Entah bagaimana, Beng Cu terus maju setengah
langkah dan menegur, "Kalian mengapa memandang
kami begitu rupa. Apakah kalian hendak bermaksud
jahat " Ketiga orangutan itu menyengir, menandakan kalau
mereka mengerti bahasa manusia. Sikapnya seperti
orang tertawa. "Dimana tuan kalian?" tanya Pui Tiok.
Orangutan yang berdiri di tengah tiba-tiba
menuding Beng Cu. Pui Tiok tertegun, "Kutanya,
siapakah majikan kalian?"
811 Ketiga orangutan menggosok-gosok telinganya dan
bercuit-cuit seperti orang berunding untuk menjawab
pertanyaan Pui Tiok.
Selesai berunding. orangutan yang berdiri di-tengah
tetap menuding Beng Cu dan bercuit dua kali.
Melihat itu Pui Tiok meringis, "Beng Cu, tampaknya
dia mengatakan kalau engkaulah majikannya."
Tiba-tiba Beng Cu ulurkan tangan dan meremas
siku lengan Pui Tiog sehingga dia terkejut dan ber
paling memandang gadis itu. Dilihatnya Beng Cu
memandang lekat pada ketiga orangutan itu.
"Beng Cu, kenapa engkau ini?" tegur Pui Tiok.
"Aku ingat," seru Beng Cu gembira," Pui to-ako,
aku teringat, ketika masih kecik mama sering
bercerita kalau dia memelihara tiga ekor orangutan
yang berbulu putih perak dan cerdas sekali.
Kemungkinan mereka ini."
Mendengar itu teganglah perasaan Pui Tiok. Kalau
benar seperti yang dikatakan Beng Cu itu maka
keduanya beruntung sekali.
"Tetapi...," sesaat lagi Beng Cu menyusuli "wajahku
tak mirip dengan mama. Mengapa mereka
tahu kalau aku ini anaknya mama?"
"Wah, memang sukar dijelaskan," jawab Pui Tiok,"
mereka memlliki naluri yang tajam sekali, lebih tajam
dari manusia. Atau mungkin mereka mempunyai dasar
pandangan lain untuk mengenalimu."
812 Beng Cu maju selangkah lagi, "Kalian bilang kalau
aku ini majikanmu, bukan?"
Diam-diam Pui Tiok mengucurkan keringat. Beng Cu
berada dekat sekali dengan ketiga orangutan itu
Tetapi sekonyong-konyong ketiga orangutan itu
berlutut dan memberi hormat dihadapan Beng Cu, lalu
mereka saling berpelukan dan bergelundungan di
tanah sambil bercuit-cuit gembira sekali.
"Pui toako, lihatlah," seru Beng Cu dengan gembira
pula, "mereka bilang kalau aku ini majikannya!"
"Sudah, jangan ribut," Beng Cu berpaling lagi
kepada binatang itu," karena kalian mengenali aku
lekas bawa aku kedalam Ceng-te-kiong, cepat !"
Mendengar itu ketiga orangutan melenting bangun.
Dua orangutan lalu saling ulurkan tangan dan
berpegangan tangan sehingga membentuk separti '
Sebuah tandu, lalu jongkok dan seperti
mempersi|ahkan Beng Cu duduk. Sedang orangutan
yang satu menghampiri Pui Tiok, lalu jongkok dan
menepuk2 bahunya seperti memperisilahkan Pui Tiok
duduk diatas bahunya.
Girang Pui Tiok dan Beng Cu saat itu benar benar
tak dapat dilukiskan. Mereka cepat menurut
permintaan mereka. Begitu sudah duduk, ketiga
orangutan itu terus loncat lari.
Luar biasa sekali cepatnya lari mereka. Walaupun
sering loncat keatas dan loncat ke muka tetapi Baik
Beng Cu maupun Pui Tiok tidak sampai terlempar
jatuh. 813 Setelah melintas sebuah puncak gunung, setengah
jam kemudian mereka tiba disebuah karang yang
curam sekali melandai ke bawah. Karena begitu curam
dan lurus kebawah terpaksa ketiga orangutan itu
berpegang pada rotan ketika menuruni kebawah.
Beberapa waktu kemudian, ketiga orangutan itu
berhenti pada sebuah batu yang menonjol keluar.
Ketika Pui Tiok dan Beng Cu melongok kebawah,
keduanya terlongong-longong.
Dibawah sinar rembulan remang, mereka baru
dapat mengetahui bahwa dibawah karang curam itu
ternyata merupakan sebuah lembah. Dalam lembah
itu terdapat sebuah bangunan istana yang megah.
Oleh karena lembah itu luas sekali maka bangunan
istana itu hanya memakai sebagian kecil dari daerah
lembah. Sedang sebagian besar, merupakan padang
rumput dan hutan bunga yang aneh2 serta sumber
air. Benar-benar merupakan sebuah tempat
kedewaan. "Ceng-te-kiong," kedua anakmuda itu berseru
gembira. Walaupun teriakan itu hanya pelahan tetapi
menimbulkan kumandang yang bergemuruh diseluruh
lembah. Sekonyong-konyong terdengar suara bergemuruh.
Delapan ekor burung rajawali besar berhamburan


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbang dari bawah lembah.
"Pui toako, tuh lihatlah,'kedelapan ekor rajawali
raksana itu milik engkongku. Sering sekali mama
menceritakan kepadaku," kata Beng Cu.
814 Cepat sekali kawanan burung rajawali itu sudah
menghampiri ke tempat mereka. Beberapa ekor yang
terbang dan saling mendekati tempat Pui Tiok dan
Beng Cu, telah menimbulkan deru angin keras yaag
menyebabkan napas menjadi sesak.
Sedang ketiga orangutan itu tak henti-henti-nya
memekik-mekik dan menari-nari. Lebih kurang
sepeminum teh lamanya, kedelapan burung rajawali
itu terbang turun kedalam lembah lagi.
"Siapa berani cari gara-gara disini itu?" tiba-tiba
pula terdengar suara orang berseru dari bawah.
Pui Tiok dan Beng Cu saling berpandangan. Mereka
tak tahu bagaimaua harus menjawab.
Ketiga orangutan itu terus memanggul Pui Tiok dan
Beng Cu melorot turun dengan menggunakan akar
rotan. Beberapa saat kemudian tiba di bawah lembah.
Ternyata disitu sudah disambut oleh 6-7 orang,
diantaranya dua orang membawa obor.
Mereka terdiri dari laki dan perempuan yang
berkepandaian tinggi. Sebenarnya mereka sudah siap
tempur tetapi begitu melihat ketiga orangutan
tampaknya mereka terkejut heran.
Salah seorang yang tua bertubuh pendek segera
melangkah maju. wajahnya pucat tetapi
sepagang matanya berkilat-kilat tajam. Kemudian
dia memberi hormat kepada Pui Tiok dan Beng Cu,
"Anda datang kemari untuk. . . ."
815 Sebenarnya Pui Tiok segera hendak mengatakan
bahwa Beng Cu itu adalah cucu dari Ceng te Tetapi
pada lain saat dia teringat bahwa karena sudah
bertahun-tahun tinggal di Ceng te-kiong tentulah Coh
Hen Hong mempunyai orang-orang kepercayaan.
Lebih baik dia tahan diri sampai nanti bertemu dengan
Ceng-te sendiri.
"Kami mohon menghadap Ceng te karena hendak
menyampaikan sebuah masalah penting," katanya
Beberapa anakbuah Ceng-te-kiong saling bertukar
pandang dan si tua pendek itu berkata pula "Lalu
bagaimana anda tahu letaknya istana ini?"
Dalam mengajukan penanyaan itu tampak dia
tegang sekali menandakan kalau pertanyaan itu
penting sekali artinya untuk menentukan langkah
selanjutnya. Pui Tiok cukup cerdik dan waspada. Dia tak mau
menyebut-nyebut tentang Setan-wabah Ui-Un kun,
kepala gua Yu-beng-tong dan Ah Tang lokoay
Berbahaya. Lebih baik dia tumpahkan tanggung Jawab
itu kepada ketiga orangutan. Toh mereka tidak
dapat bicara. "Sebenarnya kami tak tahu dimana letak istana ini.
Adalah ketiga gin-wan (orangutan berbulu perak) ini
yang membawa kami kemari " jawabnya.
Kawanan tokoh-tokoh Ceng-te-kiong mendesis.
Memang mereka menyaksikan sendiri bagaimana tadi
ketiga orangutan itu telah menggendong kedua anak
muda itu turun ke lembah. mereka tak meragukan
keterangan anakmuda itu lagi.
816 Hanya dalam hati mereka heran. Ketiga gin-wan Itu
dulu dibawa Ceng-te ketika berkelana ke daerah barat.
Bukan saja cerdas pun mereka bertenaga kuat sekali,
dapat merobek mulut harimau. Kawanan anakbuah
Ceng-te-kiong itu termasuk Jago-jago kelas satu, toh
mereka tak berani mengganggu ketiga orangutan itu.
Dan mengapa ketiga gin-wan itu sampai membawa
anakmuda kedalam lembah,
mereka juga tak
mengerti. "Anda mempunyai masalah penting apa, rasanya
tak perlu menghadap Ceng-te. Bila anda mempuanyai
kesulitan apa, cukup mengatakan kepada kami, kami
tentu akan dapat membantu anda."
Pui Tiok gelengkan kepala, "Terima kasih. Tetapi
masalah ini penting sekali dan harus kuhaturkan
kepada Ceng-te sendiri. saudara2, karena ketiga
ginwan itu mau membawa kami kemari, tentulah mereka
tahu apa sebabnya. Maka dalam hal ini kami harap
anda sekalian jangan curiga dan tolong bawa kami
menghadap Ceng-te."
Kata-kata Pui Tiok itu telah membawa hasill, Tokoh
tua Itu tampak ketakutan dan gopoh berkata, "Ya, ya,
harap ikut aku. Akan kulaporkan dulu."
Mendengar itu Pui Tiok dan Beng Cu menghela
napas longgar. Mereka merasa yakin bahwa usahanya
yang begitu susah payah akhirnya akan berhasil juga.
Begitu bertemu Ceng-te, segala persoalan selama ini
tentu akan selesai.
817 Dengan saling bergandengan tangan, kedua anak
muda itu lalu mengikuti ke tujuh jago Ceng-te-kiong.
Tak berapa lama mereka tiba dibawah titian.
Mereka berhenti dan hanya tokoh tua tadi yang naik
keatas. Pui Tiok dan Beng Cu mengikuti dibelakang
jago tua itu. Tiba didepan pintu gerbang, Pui Tiok dan Beng Cu
diam-diam merasa kagum menyaksikan kemegahan
istana itu. Mereka berhenti di depan pintu gerbang. Jago
tua itu lalu berseru dengan nada serius, "Hamba Li Lok
Cu, karena ada urusan penting hendak dilaporkan,
mohon supaya diberi pintu untuk menghadap."
Mendengar nama tokoh tua itu Pui Tiok melonjak
kaget. Li Lok Cu adalah seorang tayhiap atau
pendekar besar yang termasyhur di daerah Oupak. Dia
terkenal ganas sekali. Kalau memusuhi orang seluruh
keluarga orang itu akan di bantai habis, tak peduli
anak kecil yang berumur 2-3 tahun.
Setelah menenangkan perasaannya, Pui Tiok
mendengar suara penyahutan dari dalam pintu,
Nadanya seperti suara perempuan tua. Parau dan
dingin. "Li Lok Cu, engkau tinggal di istana ini bukan baru
satu hari saja. Tengah malam minta pintu, apa
hukumannya, tahukah engkau?" kata perempuan tua
itu. "Ya, siaugo (aku yang rendah) tahu. Tetapi ini ada
orang muda dan seorang nona telah dibawa kemari
818 oleh ketiga gin-wan. Mereka mengatakan ada urusan
yang penting sekali mohon menghadap
Ceng-te. Maka siaugo terpaksa membawa mereka kemari."
Sampai beberapa saat tak terdengar suara apa-apa.
Lebih kurang setengah jam kemudian, waktu Pui Tiok
dan Beng Cu gelisah tak karuan, baru
terdengar pintu
dibuka. Tetapi tak tampak orang seorang manusiapun
juga. "Li Lok Cu," tiba-tiba terdengar suara wanita tua
tadi pula," kembali engkau. Suruh kedua muda
mudi itu masuk. Pui Tiok dan Beng Cu saling bertukar pandang.
Mereka tak menduga kalau setelah tiba di Ceng-tekiong
ternyata begitu sulit untuk menghadap
Cengte. "Apakah kami diijinkan masuk?" seru Pui Tiok, "Ya."
Pui Tiok dan Beng Cu melangkah masuk. Ternyata
di dalamnya gelap sekali sahingga tak dapat
melihat suatu apa. Beberapa saat kemudian baru mereka
melihat dihadapan mereka berdiri sesosok tubuh yang
kurus. "ikut aku," kata tubuh yang tak lain adalah
perempuan tua tadi.
Pui Tiok tetap bergandengan tangan dengan Beng
Cu, mengikuti di belakang perempuan tua itu. Tiba di
sebuah pintu, keduanya terbeliak lagi.
Kalau selama berjalan tadi suasananya gelap sekali,
sekarang disitu terdapat sebuah lampu. Tetapi
bukan 819 lampu itu yang membuat keduanya terkejut melainkan
sebuah pemandangan yang benar-benar
mempesonakan. Pintu itu penuh bertabur aneka warna batu permata
yang mancarkan sinar terang. Permata2 itu termasuk
batu yang mahal dan jarang terdapat. Maka
walaupun lampu hanya kecil tetapi dapat
memancarkan sinar yang terang benderang.
Sebagai putera dari seorang ketua perkumpulan
Peh-hoa-kau yang ternama, Pui Tiok sering melihat
benda2 yang mewah, intan permata yang tak ternilai
harga nya. Bahkan setiap Peh-hoa-kau mengadakan
pertemuan besar pada tiga tahun sekali,
Peh-hoa-kau tentu bermandikan kemewahan yang gilang gemilang
dan menerima barang2 bingkisan dari sahabatsahabat
persilatan. Tetapi bahwa salah sebuah dari entah berapa
banyak pintu istana Ceng-te-kiong sudah begitu
bergermelapan menyilaukan mata , benar-benar Pui
Tiok tak pernah menduga sama sekali.
Setelah di muka pintu, perempuan tua itu lalu
mendorong. Pui Tiok dan Beng Cu melihat jelas bahwa
sebelum tangan nenek tua itu menjamah, pintupun
sudah terbuka "Ah. . . . ," kembali Pui Tiok dan Beng Cu mendesah
kaget. Ternyata didalam pintu itu merupakan sebuah
ruangan. Walaupun tidak besar tetapi semua
perabotnya terbuat daripada batu koral. Kursi2 semua
juga dari batu koral yang dipahat. Bahkan permadani
820 yang menutup lantai juga terbuat dari batu koral.
Ditingkah sinar beberapa lentera yang tergantung di
atas ruangan itu menimbulkan suasana yang
mempesonakan. Setelah membuka pintu, nenek Itu tidak terus
masuk melainkan mempersilahkan Pui Tiok dan Beng
Cu masuk. Kedua anakmuda itupun menurut dan
nenek tua lalu menutup pintu lagi.
Beberapa saat berada dalam ruang itu, tiba-tiba
Beng Cu berseru memuji, "Alangkah cantiknya!
Makanya mama sering bilang kepadaku kalau istana
Ceng-te-kiong itu merupakan sorga di dunia."
"Sungguh tak kira, Beng Cu," sambut Pui Tiok,
bahwa segala keindahan yang tak ternilai harganya itu
akan menjadi milikmu kelak."
Beng Cu tertegun. Pui Tiok menggendong kedua
tangan dan mondar mandir, kemudian berkata,
"Eh, mengapa Ceng-te belum keluar Juga?"
Krak, krak. . . tiba-tiba terdengar suara ber derak
derak dan segumpal dinding bergerak-gerak dan
terbukalah sebuah lubang. Pada lain saat sesosok
tubuh menerobos keluar.
Melihat itu kedua anakmuda girang sekali. Bahkan
Beng Cu sudah hampir berteriak memanggil
"engkong". Tetapi pada saat itu Juga mereka segera
pucat seperti dicekik setan karena mengenal Jelas
siapa yang muncul itu.
Ternyata yang muncul itu adalah Coh Hen Hong
sendiri .... 821 Dia berpakaian sutra putih. Dalam istana batu
koral yang mempesonakan, tampak dia bagaikan
seorang bidadari di taman rembulan.
Tetapi Pui Tiok dan Beng Cu seperti melihat
hantu di siang hari. Benar-benar mereka tak mengira sama
sekali, setelah bersusah payah begitu rupa dan
menempuh perjalanan berbulan-bulan, setelah
tiba di Ceng-te-kiong, yang pertama-tama menyambutnya
adalah Coh Hen Hong sendiri.
Kedua anakmuda itu berdiri tegak seperti patung
yang tak bernyawa,
"Hai, meagapa kalian itu?" seru Coh Hen Hong
tertawa, "sudah bersusah payah hendak menemui
sahabat lama mengapa sekarang diam saja?" Pui Tiok
dan Beng Cu tetap diam.
Pelahan-lahan Coh Hen Hong melangkah maju dan
duduk di kursi, lalu tertawa pula, "Apakah kalian baikbaik
saja" Dalam beberapa bulan ini kalian selalu
bersama-sama, tentu senang sekali, bukan ?"
Pui Tiok dan Beng Cu tetap tak dapat bicara Hal itu
diketahui juga oleh Coh Hen Hong . Maka iapun tak
mau memberi kesempatan lagi dan terus mencecer
dengan serangkaian tawa dingin mengejek


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sungguh hebat," kata Coh Hen Hong dengan
tawa dingin, "telah kuperintahkan kepada semua orang
persilatan untuk mencari kalian kemana-mana. Tetapi
mereka gagal semua. Dengan mengambil jalan mana
kalian dapat tiba disini?"
822 Pada saat itu barulah Pui Tiok dapat mengeluarkan
suara tertawa getir.
"Lalu kuingat bahwa Pui toako itu orangnya cerdik
sekali. Tentu menggunakan jalan laut. Lebih dulu
menuju ke utara lalu baru kemari. Dengan
begitu betapapun kukerahkan orang untuk mencegat tentu
tak berhasil. Pui toako, apakah dugaanku ini salah?"
Mata Coh Hen Hong berkilat-kilat menekan Pui Tiok
sehingga anakmuda itu terpaksa mengangguk.
Coh Hen Hong tertawa gembira. Tetapi baru tertawa
belum selesai tiba-tiba nadanya berlainan. Dan sesaat
kemudian dia berseru "Selama berbulan-bulan ini
kalian hanya berdua dalam perahu. Tentu menikmati
hari2 yang bahagia, bukan?"
Walaupun seperti seorang pesakitan yang
menunggu vonnis, tetapi Pui Tiok dan Beng Cu
melihat jelas bagaimana waktu mengucapkan katakata
yang terakhir itu wajah Coh Hen Hong tampak
pucat lesi. Sepasang biji matanya seperti
memancarkan api kemarahan.
Melihat Itu Pui Tiok dan Beng Cu makin merapat
satu sama lain.
"Ya atau tidak" kembali Coh Hen Hong berteriak.
Kali ini makin melengking tinggi Getarannya
menimbulkan gelombang tenaga yang membuat Pui
Tiok dan Beng Cu berkunang-kunang matanya.
Mereka hampir tak dapat berdiri tegak.
Pui Tiok berusaha untuk menenangkan diri, lalu
menjawab, "Ya!"
823 Waktu dia memberi jawaban begitu, Beng Cu makin
merapatkan diri pada tubuh pemuda itu.
Suasana hening. Sampai beberapa saat baru
terdengar Coh Hen Hong tertawa kering. Pui Tiok dan
Beng Cu saling bertukar pandang. Saat itu ke duanya
seperti kambing yang menunggu giliran disembelih.
Beberapa saat kemudian nada Coh Hen Hong
kembali seperti biasa, katanya, "Maka cepat-cepat aku
mendahului datang kemari untuk menunggu
kedatangan kalian."
"Disini adalah Ceng-te kiong, tak nanti mengijinkan
engkau berbuat sesuka hatimu." seru Pui Tiok dengan
sarat. Coh Hen Hong melirik Pui Tiok, serunya, "Benarkah
itu" Kalau di Ceng-te-kiong aku tak dapat berbuat
sesuka hatiku, dimana aku dapat melakukan hal itu,
Pui toako?"
tercekat hati Pui Tiok. Mendengar nada katakata Coh Hen Hong begitu mengejek, apakah Ceng-te
sudah mati ditangannya"
Apabila Ceng-te benar sudah mati, hilanglah segala
harapannya. Dia dan Beng Cu tak ada jalan
lain kecuali harus menyerah dan tunduk pada perintah Coh
Hen Hong. Selagi Pui Tiok terbenarn dalam kecemasan, Beng
Cu sudah cepat berseru, "Lalu,.. engkongku?"
824 Coh Hen Hong beralih pandang pada Beng Cu dan
tersenyum sadis. "Engkongmu" Siapakah engkongmu
itu?" Wajah Beng Cu pucat menyeramkan. Tetapi
sikapnya masih tetap keras. Dengan tenang dia
menjawab, "Engkongku sudah tentu pemilik dari
Istana Ceng-te kiong ini yakni Ceng-te!"
"Ih, begitu toh" Lalu perlu apa engkau hendak
mencarinya?" tanya Coh Hen Hong.
Walaupun sudah berusaha menenangkan diri tak
urung gemetar juga tubuh Beng Cu menahan
kemarahannya, "Dia adalah engkongku. Sudah
selayaknya aku mencari. Apakah kalau mencari harus
ada urusan penting?"
Coh Hen Hong tertawa mengekeh, "Sayang engkau
datang terlambat. Tetapi cucunya itu yang jelas bukan
engkau!" Mendengar itu timbullah seberkas harapan dalam
hati Pui Tiok. Dengan kata-kata Coh Hen Hong Itu,
Jelas Ceng-te masih hidup.
"Silakan beliau keluar," kata Pui Tiok," supaya
bertemu Beng Cu."
Coh Hen Hong picingkan mata, "Pui toako, engkau
seorang cerdik. Coba pikir, apakah aku setolol itu"
Kedatanganmu ini memang tepat sekali.
Engkau berjanji hendak mengambil aku sebagai isteri,
bukankah janjimu itu masih berlaku?"
825 Dalam saat seperti Itu Pui Tiok harus menunjukkan
sikapnya yang tegas. Dia tertawa dingin Rupanya dia
sudah tak menghiraukan apa-apa lagi. Mati atau
hidup, terserah.
"Kapan aku pernah berjanji hendak mengambilmu
sebagai Isteri" Kapan aku pernah mengucap kata-kata
begitu" Coba engkau ingat ingat."
Mendengar itu Coh Hen Hong terbeliak tak dapat
menjawab. Tetapi wajahnya makin lama makin
tampak seram. Rupanya dia telah mengingat kembali
peristiwa pada waktu itu. Memang benar Saat itu Pui
Tiok tak pernah mengatakan kalau dia bersedia
mengambilnya sebagai Isteri.
Sebenarnya Coh Hen Hong sudah
memperhitungkan. Mengingat sikap Pui Tiok pada
waktu Itu, dia tentu dapat merebut Pui Tiok dari
tangan Beng Cu. Tetapi sekarang dia baru menyadari
kalau pada waktu itu Pui Tiok hanya mempermainkan
dia saja. Dengan begitu jelas dia tak mungkin
dapat merebut pemuda itu dari Beng Cu.
Sebenarnya saat itu kedudukan Coh Hen Hong
menang segala-galanya. Nasib Pui Tiok dan Beng Cu
berada di tangannya. Tetapi entah bagaimana Coh
Hen Hong tidak merasa menang tetap merasa kalah.
Akhirnya dengan wajah membesi, dia tertawa
hambar, "Baik, orang she Pui, engkau memang cerdik
benar. Sungguh amat cerdik sekali!"
Kata-kata Coh Hen Hong itu tajam sekali, membuat
tegak buluroma. Setelah tertawa dingin beberapa
saat, dia berkata pula dengan tajam, "Tetapi kalau
826 suruh aku memenuhi keinginan kalian supaya kalian
mati bersama, jangan harap!"
Sambil berkata dia terus berdiri. Dia memandang
Pui Tiok dan Beng Cu dengan menggeretek gigi.
Melihat itu Pui Tiok dan Beng Cu makin merapat lebih
erat. Mereka tahu bahwa Coh Hen Hong Itu seorang
gadis yang sadis. Dia tentu mempunyai cara untuk
membunuh dengan kejam. Oleh karena itu merekapun
menggunakan kesempatan yang masih ada untuk
merapat satu sama lain sebagai
tanda kesetiaan
mereka. Dengan wajah penuh bertebar hawa pembunuhan
Coh Hen Hong maju selangkah demi selangkah
menghampiri ketempat mereka.
"Ceng-te! Ceng-te! Ceng-te! sekonyong-konyong
Pui Tiok berteriak sekeras-kerasnya.
Karena dia memiliki lwekang yang tinggi maka
teriakan itu mengejutkan sekali. Mendengar itu Beng
Cu lantas ikut melengking, "Engkong, Engkong!"
Mendengar itu Coh Hen Hong lalu menghambur
tawa aneh. Kumandang tawa itu cepat dapat
menindih teriakan Pui Tiok dan Beng Cu.
bahkan makin lama suara tawa Coh Hen Hong itu
makin tajam sehingga lama kelamaan Pui Tiok dan
Beng Cu tak tahan. Sambil bergandengan tangan
erat2, tubuhnya berguncang-guncang
dan mandi keringat.
827 Akhirnya mereka tak dapat bertahan dan terus
rubuh. Tetapi Coh Hen Hong tetap tertawa terus.
Pada saat itu tubuh Pui Tiok dan Beng Cu rasakan
darahnya hendak meluap, mulut amis dan mata gelap.
Pui Tiok masih dapat menahan tetapi Beng Cu sudah
tak kuat. Dengan paksakan diri Pui Tiok merangkak maju dua
langkah, dia ulurkan tangan memegang punggung
Beng Cu. Tetapi pada saat itu Beng Cu menjerit
keras dan mulutnya mengharnbur darah.
Coh Hen Hong masih tetap tertawa. Pui Tiok
terengah-engah. Dia tahu kalau Coh Hen Hong tertawa
terus, dia dan Beng Cu tentu akan menderita luka
parah. Luka akibat getaran tenaga-dalam yang sakti
akan menyebabkan urat-urat putus dan tak mungkin
dapat disembuhkan lagi.
Pui Tiok berusaha hendak meminta agar Coh Hen
Hong hentikan tawanya tetapi ketika membuka mulut,
dia tak dapat mengeluarkan kata-kata. Tepat pada
saat itu, diluar pintu terdengar suara tiga kali
bergedebukan. Rupanya ada tiga orang yang rubuh
kelantai. Menyusul terdengar orang berseru tegarg,
"Hentikan mereka jangan sampai menerobos masuk!"
Bum. .. . terdengar letupan keras. Jelas orang yang
hendak dihalangi itu telah berhasil menerobos sampai
ke muka pintu. 828 Walaupun berada dalam ruangan dan tak dapat
melihat apa yang terjadi, tetapi Pui Tiok dapat
mendengar apa yang terjadi di luar pintu.
Wajah Coh Hen Hong berobah dan hentikan
tawanya lalu berseru, "Hai, siapa itu?"
Bum, bum, bum. . . tiga buah letupan keras
menghantam keras. Coh Hen Hong marah. Cepat ia
melesat ke muka pintu dan terus menarik daun pintu
sehingga terbuka lebar.
Begitu pintu terbuka tiga sosok tubuh menerjang
masuk. Cepat sekali gerakannya. Coh Hen Hong
hendak menerkam tetapi bukan saja orang pertama
tak kena bahkan sampai orang yang ketiga, dia tak
berhasil menerkamnya. Mereka sudah berada di
sampingnya. Selama menyelesaikan pelajarannya, belum pernah
Coh Hen Hong mengalami kegagalan seperti saat itu
Sudah tentu kejutnya bukan alang kepalang. Dia
menyurut mundur selangkah dan memandang
mereka. Begitu memandang Coh Hen Hong tercekat dalam
hati. Ternyata tiga sosok rubuh yang menerjang
masuk itu bukan bangsa manusia melainka tiga ekor
Gin-wan atau orangutan bulu perak.
Saat itu ketiga Gin-wan sudah berada di samping
Beng Cu. Dan mereka memeluk nona itu. dari luar
pintu tampak empat orang berhamburan masuk.
Mereka semua jago-jago sakti dari istana Ceng tekiong.
829 Begitu masuk mereka terus berada di belakang Coh
Hen Hong, menunggu perintahnya.
Setelah memulangkan napas baru Coh Hen Hong
memberi perintah. "Tutup pintu!"
Salah seorang dari keempat jago itu mengiakan dan
melakukan perintah.
Dengan mata berkilat-kilat Coh Hen Hong me
mandang kearah ketiga gin-wan. Dia memang takut
kepada ketiga binatang itu. Pernah sekali Ceng te
membawa Coh Hen Hong mengunjungi ketiga ginwan.
Ketika itu secara bersendau gurau Ceng te
mengatakan bahwa Coh Hen Hong tak mirip dengan
mamanya, tentulah palsu. Mendengar itu ketiga ginwan
segera menyeringai taringnya yang runcing dan
terus menyerbu Coh Hen Hong. Kalau saat itu Ceng-te
tak ada disitu, Coh Hen Hong tentu sudah mati
dirobek-robek mereka.
Sekalipun terlepas dari maut tetapi Coh HenHong
menderita rasa ngeri sampai beberapa hari.
Sejak saat itu Coh Hen Hong tahu kalau ketiga
ginwan itu bukan sembarangan binatang tetapi
binatang yang memiliki kecerdasan tinggi. Perbuatannya
memalsu sebagai cucu Ceng-te memang dapat
mengelabuhi seluruh tokoh persilatan, bahkan Ceng-te
sendiri. Tetapi tak dapat mengelabuhi ketiga
gin-wan. Sedari peristiwa itu diapun tak pernah bertemu
lagi dengan ketiga binatang itu. Hal itu memang
sengaja diatur begitu oleh Ceng-te.


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

830 Sungguh tak disangka-sangka kalau malam itu
ketiga gin-wan telah membawa Pui Tiok dan Beng Cu
masuk kedalam istana Ceng-te-kiong dan sekarang
sedang menerjang masuk kedalam ruangan.
Setelah pintu ditutup, Coh Hen Hong menggetarkan
kedua lengannya dan tahu-tahu dua berkas sinar
emas dan biru bergerak mengembang.
Melihat itu beberapa ko-jiu Ceng-te-kiong berteriak
kaget. Mereka tertegun seperti patung.
Hanya sekejab sinar emas dan biru itu ikut berkilau
memancar pada lain saat melayang mundur dan
tahu-tahu kini sepasang tangan Coh Hen Hong
sudah bertambah dengan pedang pandak yang
bersinar emas dan biru. Sepasang pedang pandak
yang dihamburkan dan ditarik dalam tangan Coh Hen
Hong itu tak lain adalah sepasang pedang pusaka dari
istana Ceng-te-kiong yaitu pedang Kim-liong-kiam dan
pedang Ceng-leng-kiam.
"Sepasang pedang Ceng-liong-kiam itu perbawanya
dahsyat sekali. Kalian menyingkir agak jauh supaya
jangan menderita bahaya," seru Coh Hen Hong.
Kelima jago Ceng-te-kiong serempak menyingkir
kesudut ruangan. Bahkan ada dua orang yang
bersembunyi dibawah kolong kursi. Melihat kehebatan
perbawa sepasang pedang pusaka itu, Pui Tiok dan
Beng Cu terlonggong kesima.
Suasana sunyi senyap. Yang terdengar hanya tawa
Coh Hen Hong yang menyeramkan...............
831 JILID 18 Melihat Coh Hen Hong menghunus sepasang
pedang pusaka Leng-liong-kiam dan wajahnya
mengembangkan hawa pembunuhan, Pui Tiok
menyadari bahwa melainkan ketiga gin-wan itu
yang terancam maut, pun juga dirinya dan Beng
Cu pasti akan celaka juga.
"Engkau. . . ," baru dia hendak berteriak
mencegah Coh Hen Hong, ketiga gin-wan itu
sudah memekik aneh. Nadanya luar biasa
kerasnya dan memanjang tak henti-hentinya.
Seperti seorang tokoh sakti yang tengah
menghamburkan pekik tenaga-dalam yang hebat.
Tetapi pada saat itu juga Coh Hen Hongpun
tertawa liar dan terus menyerang.
Sepasang pedang Leng-liong-kiam, merupakan
pusaka kuno yang jarang terdapat tandingannya.
Ditambah pula dengan ajaran ilmu pedang
ciptaan Ceng-te dan tenaga-dalam Coh Hen Hong
yang tinggi maka dia dapat mempermainkan pedang
itu menurut sekehendak hatinya.
Ketika pedang berhamburan memancarkan
perbawanya, ruang Istana koral itupun seolah
berubah warnanya menjadi kuning emas dan biru.
Menimbulkan pemandangan yang mempesonakan
sekali. 832 Sebenarnya kepandaian Pui Tiok dan Beng Ci
cukup tinggi. Tetapi ketika menyaksikan Coh Hen
Hong memainkan pedangnya, mereka tak dapat
melibat apa-apa lagi termasuk tubuh Coh Hen
Hong, kecuali hanya segulung sinar emas dan
segulung sinar biru.
Hanya beberapa saat. Coh Hen Hong berulang kali
melengking dan gin-wan memekik ngeri,
bercampur dengan hancurnya beberapa barang
dalam ruang itu. Lalu sepasang sinar itu tiba-tiba
lenyap .... Coh Hen Hong tegak ditempat semula dengan
memegang sepasang pedang Leng-liong-kiam
Sedang dada ketiga gin-wan itu menghambur
darah segar. Tetapi tubuh mereka masih tetap
menelungkupi tubuh Beng Cu. Dari dada mereka
mengalir deras darah sehingga lantai istana yang
terbuat daripada batu koral itu berobah merah
warnanya Sekujur tubuh Beng Cu mandi darah
dan nona itu menggeletak di lantai tak berkutik
lagi. Dari keadaan itu memang sukar untuk menduga
apakah Beng Cu masih hidup atau sudah mati.
Juga tak dapat memeriksa apakah dia terluka dan
kalau terluka, terluka dibagian mana.
Dua buah kursi koral hancur menjadi beberapa
keping Telah menjadi sasaran dari amukan
sepasang pedang Leng-liong kiam yang
mengganas tadi.
833 Pada saat Pui Tiok sudah mendapat ketenangan
kembali dan melihat apa yang terjadi dalam ruang
itu, sudah tentu dia terkejut sekali sehingga
mulut ternganga tetapi tak dapat mengucap
sepatah katapun juga.
Demikian halnya dengan beberapa ko-jiu yang
berada disitu. Tak seorangpun yang membuka
suara. Bahkan Coh Hen Hong sendiri juga diam,
kedua lengannya masih gemetar. Suasana dalam
ruang istana itu seperti membeku.
Tepat pada saat itu terdengar langkah kaki orang
berjalan mendatangi. Ringan sekali laksana daun
kering langkah itu tetapi orang-orang yang
berada dalam ruang itu dapat menangkapnya.
Cepat sekali orang itu sudah tiba di muka pintu.
Dan Pui Tiok benar-benar bingung dan tegang
sekali. Baru tiga langkah didengarnya atau orang
itu sudah berada di muka pintu. Luar biasa
cepatnya, pikirnya.
Karena tercurah pada langkah orang itu maka Pui
Tiok tak sempat memperhatikan bagaimana
perobahan muka Coh Hen Hong saat itu.
Suasana makin lelap dan tegang. Orang itu tidak
cepat membuka pintu melainkan diam. Beberapa
saat kemudian baru terdengar batuk-batuk.
Krek . . . pintu lalu terdorong. Pui Tiok paksakan
diri untuk memandang ke arah pintu.
834 Seorang lelaki bertubuh tinggi kurus,
mengenakan pakaian warna biru sepasang
matanya memancarkan sinar penuh kewibawaan
seperti seorang dewa.
Bukan hanya setahun dua tahun Pui Tiok
berkelana dalam dunia persilatan. Tidak sedikit
tokoh-tokoh yang dijumpainya selama itu. Tetapi
selama ini belum pernah dia bertemu dengan
seorang tokoh yang memiliki kewibawaan luar biasa
seperti lelaki tua itu.
Dan seketika berserulah Pui Tiok dengan penuh
ketegangan, "Ceng-te . . . !"
Memang orang itu tak lain adalah Ceng-te,
pemilik istana Ceng-te-kiong yang dianggap
sebagai maha raja dunia persilatan masa itu.
Ceng-te mengangkat muka dan memandang Pui
Tiok lalu Coh Hen Hong. Waktu melihat beberapa
ko-jiu Ceng-te-kiong berjajar di belakang Coh Hen
Hong dan sikap Coh Hen Hong seperti habis
bertempur, Ceng-te kerutkan alis. Tetapi ketika
melihat ketiga ekor gin wan yang menggeletak
dilantai dalam kubangan darah, alis Ceng-te
makin menjungkat tinggi.
Dia tetap berdiri di ambang pintu tak lekas
masuk. Beberapa saat kemudian baru kedengaran
dia menegur dengan suara sarat, "Apa yang
terjadi disini?"
835 Coh Hen Hong gemetar tetapi tak menjawab "Apa
yang telah terjadi?" kembali Ceng-te mengulang
pertanyaannya. Saat itu Coh Hen Hong baru berputar tubuh
dengan nada penuh kemanjaan dia berseru,
"Engkong, ketiga gin-wan itu berani membawa
orang masuk kemari. Kutegur mereka berbuat
begitu tetapi mereka malah mengganas. Terpaksa
kubunuh mereka dengan pedang . , . "
Ceng-te kerutkan dahi, "Kalau begitu halnya
mengapa harus terjadi di ruang ini?"
Memang waktu mendengar langkah kaki tadi, Coh
Hen Hong sudah menduga siapa yang datang.
Tetapi dia memang cerdas sekali, Cepat sekali dia
sudah menemukan cara untuk memberi
pertanggungan jawab nanti.
Maka pertanyaan Ceng-te itu, diapun sudah
jawab. Sambil jebirkan bibir dia berkata, "Kurasa
ketiga gin-wan itu memiliki kecerdasan tinggi.
Karena dia membawa orang kemari, mungkin dia
merasa kalau orang itu mempunyai hubungan dengan
Ceng-te-kiong Oleh karena itu akupun
sebelumnya bertanya kepada mereka. Siapa tahu,
waktu aku sedang meminta keterangan kepada
ke dua orang itu, ketiga gin-wan sudah
menerobos masuk dan mengganas. Engkong,
coba katakan, menjengkelkan atau tidak tingkah
ketiga gin-wan itu !"
836 Tetapi kali ini tampaknya Ceng-te tak begitu
lantas percaya keterangan Coh Hen Hong. Tetapi
dia belum dapat menemukan kejanggalan dalam
kata-kata gadis itu.
Diantara orang-orang yang tegang pada saat itu
adalah Pui Tiok yang paling tegang sendiri. Begitu
melihat Ceng-te muncul. Girang Pui Tiok bukan
alang kepalang. Karena hanya kepada Ceng-te
nanti segala isi hati dan segala pengaduannya
akan dicurahkan. Seluruh harapannya akan
tertumpah pada peristiwa itu.
Tetapi setelah mendengar percakapan antara
Ceng-te dengan Coh Hen Hong, hati Pui Tiok
mengkeret seperti bunga puteri malu tersentuh
tangan. Jelas keterangan Coh Hen Hong memutar
balikkan semua fakta.
Pui Tiok menilai bahwa keberanian Coh Hen Hong
untuk membohongi Ceng-te tentu karena tahu
kalau Beng Cu tentu sudah mati. Dan kalau benar
Beng Cu sudah mati, Pui Tiokpun sia-sia
harapannya. Teringat hal itu runtuhlah nyali Pui Tiok. Dia
melesat ke tempat Beng Cu. Tetapi darah ketiga
gin-wan sedemikian banyak. Maka waktu tiba
pada langkah terakhir, ternyata genangan darah
amat tebal sekali.
837 Ketika tiba di dekat Beng Cu dan hendak
membungkuk, tiba-tiba Ceng-te berseru,
"Kemarilah engkau"
Pui Tiok terkejut. tertegun dan berputar tubuh.
Dia berhadapan muka dengan Ceng-te. Saat itu
dia malah tak dapat melihat jelas wajah Ceng-te
karena tersilau oleh pancaran sinar mata raja
persilatan yang begitu menerkam.
Walaupun berhadapan dengan Ceng-te tapi Pui
Tiok tetap tegak berdiri. Wajahnya pucat sekali
tetapi semangatnya masih kokoh. "Siapa
engkau?" beberapa saat kemudian Ceng-te
menegur. Pui Tiok menghela napas, sahutnya, "Ceng-te,
siapa diriku ini rasanya tidak begitu penting.
Tetapi nona yang menggeletak dikubangan darah
dalam keadaan mengerikan, entah mati entah
hidup itu adalah cucu perempuanmu sendiri!"
"Apa?" Ceng-te terkejut.
"Dia adalah cucu perempuanmu. Satu2nya puteri
dari puterimu tunggal yang karena bertengkar
mulut dengan engkau lalu meninggalkan istana
Ceng-te-kiong ini!" seru Pui Tiok dengan lantang.
Ceng-te tertawa mengekeh, "Heh, heh, aku tak
mengerti engkau sedang mengoceh apa?"
"Engkong," tiba-tiba Coh Hen Hong terus
berteriak, "rasanya orang itu tidak waras
838 pikirannya Kalau tidak mana dia mengoceh begitu
?" Saat itu Pui Tiok mengira kalau Beng Cu tentu
sudah mengalami nasib seperti ketiga gin-wan.
Karena kalau tidak begitu, Coh Hen Hong tentu
tak berani begitu lantang menantang.
Pui Tiok sedih sekali. Tiba-tiba dia tertawa
nyaring. Nadanya penuh kesedihan, penasaran
dan kemarahan sehingga orang-orang yang
berada disitu tergetar hatinya.
"Ceng te," serunya kemudian, "kalau engkau tak
ingin ditipu orang selama-lamanya, ijinkanlah aku
bicara !" Sebelum Ceng-te menjawab, Coh Hen Hong
sudah mendahului. "Engkong. jangan dicegah,
biarkan dia bicara. Coba saja kita dengar dia
hendak merangkai khayalan apa saja !"
Mendengar itu tegang sekali hati Pui Tiok. Dia
tahu betapa licin Coh Hen Hong itu dan betapa
pula ganasnya. Kini setelah dapat menghadap
Ceng-te, dia masih belum mempunyai harapan
apakah usahanya untuk menyadarkan Ceng-te itu


Bila Pedang Berbunga Dendam Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bermanfaat atau tidak.
buktinya bagaimana keyakinan Coh Hen Hong itu
yalah begitu Pui Tiok mengajukan permintaan
untuk bicara, dengan cepat Coh Hen Hong sudah
menanggapi, bukan saja tidak menghalangi
839 bahkan minta kepada Ceng-te supaya
membiarkan Pui Tiok melanjutkan ceritanya.
Dengan demikian Ceng-te tentu mendapat kesan
bahwa Coh Hen Hong memang tak tahu menahu
tentang soal yang akan di katakan Pui Tiok. "Baik,
bicaralah!" seru Ceng-te.
Sejenak merenung maka Pui Tiokpun mulai
bicara, "Setelah meninggalkan istana Ceng-tekiong
ini, puterimu bersembunyi dimana dan
bagaimana keadaannya, tak ada seorangpun yang
tahu. Tetapi yang Jelas kemudian dia menikah
dengan Kwan Pek Hong dan melahirkan seorang
anak perempuan yang diberi nama Kwan Beng
Cu." Mendergar sampai disitu, Ceng-te lalu
memandang Coh Hen Hong dan dengan sikap
manja Coh Hen Hongpun lalu mendekat rapat
kepadanya Ceng-te mengelus-elus kepala gadis
itu. Melihat demontrasi itu, bercekatlah hati Pui, Tiok.
Dia hambir putus asa, apakah mampu
mempengaruhi Ceng-te nanti.
Tetapi dia tetap teguhkan hati dan melanjutkan
kata-katanya, "Tetapi Kwan Pek Hong itu juga
mempunyai hubungan gelap dengan seorang
gadis Biau, orang she Coh. Hubungan gelap ini
tak di ketahuj Kwan hujin."
840 "Juga dengan wanita Biau she Coh itu, Kwan Pek
Hong mempunyai seorang puteri. Karena sudah
lama keluar maka Kwan Pek Hong lalu
meninggalkan wanita itu dan pulang kembali
kepada Kwan hujin. Wanita Biau she Coh itu
marah karena dihjanati Kwan Pek Hong. Dia
memberi she Coh kepada anak perempuannya
dan namanya diberi Hen Hong yang berarti
membenci kepada (Pek) Hong.
Wajah Ceng-te tetap tenang.
Kemudian Puj Tiok melanjutkan. Dia
menceritakan bagaimana wanita Biau she Coh itu
telah mencuri kitab Ih-su-keng milik perkumpulan
Peh-hoa-kau dan melarikan diri ke daerah Biau,
Tetapi dunia persilatan tersiar desas desus bahwa
kitab pusaka itu telah jatuh ke tangan Kwan Pek
Hong. Ayah Pui Tiok yakni Peh Hoi lokoay
memerintahkan Pui Tiok untuk menculik Kwan
Beng Cu agar Pek Hong menebus puteri-nya itu
dengan kitab pusaka Ih-su-keng.
Dalam usaha untuk melakukan penculikan itulah
Pui Tiok mengetahui bahwa Kwan hujin itu
sebenarnya puteri dari Ceng-te. Demikian dengan
urut dan terurai Pui Tiok panjang lebar bercerita
tentang keluarga Kwan Pek Hong.
Hampir sejam lamanya Pui Tiok bercerita Terakhir
dengan mengempos semangat dan menguatkan
hati, tiba-tiba Pui Tiok menuding Coh Hen Hong.
841 "Dialah Coh Hen Hong itu, dia bukan cucu
perempuanmu!" serunya dengan lantang tandas.
Mendengar itu serempak jago-jago istana Cengtekiong berbangkit dan siap. Tetapi mereka tak
berani bicara maupun bertindak sebelum
mendapat perintah dari Ceng-te.
Hening beberapa saat. Adalah Coh Hen Hong
yang mulai buka suara, "Engkong, bacaralah
mengapa engkau diam saja?"
Tetapi Ceng-te tetap diam. wajahnya gelap, sukar
diduga apa yang sedang dipikirkan. Dia berdiri
tegak seperti patung.
walaupun menang angin, tetapi karena berbuat
salah maka mau tak mau Coh Hen Hong gelisah
juga, Namun dia menyadari, bahwa situasi itu
memang benar-benar gawat sekali. Maka diapun
menahan diri untuk tidak mengunjukkan rasa
kaget dan cemas.
Memang pintar benar Coh Hen Hong menjalankan
perannya. Dia tersenyurn simpul saja mendengar
semua itu walaupun dirinya tersangkut dan di
tuding langsung oleh Pui Tiok. Mendengar teguran
Coh Hen Hong, Ceng-te tampak terhenyak
Tujuh Pembunuh 1 Raja Naga 11 Pengadilan Rimba Persilatan Titisan Pamungkas 2

Cari Blog Ini