Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe Bagian 1
1 Cula Naga Pendekar Sakti LIONG KAK SIN HIAP Oleh: BOE BENG TJOE Jilid ke I MALAM itu adalah malam Pee-gwee Tiong Ciu,
yaitu pertengahan bulan delapan atau juga musim
rontok, dari pemerintahan Kaisar Yong Ceng tahun
ke-7, rembulan permai sekali. Daerah di sebelah
timur dari propinsi Ciat Kang seperti bermandikan
sinar rembulan. Malam itu juga angin barat mendesir berhembus
menerpa pohon-pohon, menimbulkan suara halus,
sampai samar-samar terdengar dua kali suara tanda
waktu dari atas rangon tembok kota. Terkadang saja
terdengar salak anjing. Di waktu malam sudah larut,
semua pintu rumah terkunci rapat-rapat.
Di istana Goanswee Giok Hu (Jenderal Giok Hu)
lentera menyala terang, beberapa orang perajurit
berjaga-jaga di muka istana Semua dalam
kesunyian. Demikian pula beberapa orang yang
berkumpul di ruang tamu istana Jenderal Giok Hu
2 tersebut tengah melakukan pembicaraan dengan
suasana yang hening, suara mereka pelahan sekali.
Jumlah mereka empat orang, tampaknya ada
sesuatu yang sangat penting tengah mereka
rundingkan. Yang duduk di sebelah kanan dekat
meja besar tempat diletakkan beberapa cawan
minuman, seorang lelaki berusia hampir empat
puluh tahun, mukanya tampan, gagah sekali.
Sepasang kumis terjuntai pendek sampai sisi
dagu, jenggotnya juga tumbuh pendek dan teratur
rapi. Bajunya tungshia bersulam yang indah. Dia
tidak lain dari Jenderal Giok Hu.
Duduk di samping kirinya seorang lelaki berusia
lebih tua, hampir lima puluh lima tahun. Sama
seperti Giok Goan-swee, orang inipun gagah
sikapnya, mengenakan baju yang bersulam indah
pula. Dia adalah wakil Giok Goanswee, yaitu Thio Pie
Lam. Dua orang lainnya yang duduk berhadapan
dengan Giok Goanswee adalah dua orang laki-laki
berpakaian sebagai Siucai, pelajar. Pakaian mereka
sederhana, namun wajah mereka tampak sehat dan
sikap merekapun gagah dengan mata memancar
sinar terang. Yang seorang berusia hampir lima puluh tahun,
yang satunya lagi berumur tidak lebih dari tiga puluh
empat tahun. Yang berusia lebih tua tidak lain Giam
3 Cu, seorang sasterawan terkenal pada jaman ini.
Buah kalamnya sudah dibaca oleh seluruh rakyat
dan bernadakan cinta pada negara.
Yang duduk di sisinya, yang berusia lebih muda,
adalah murid tertuanya, yaitu Bun San Cu, seorang
yang memiliki semangat berkobar-kobar dan
pergaulan yang luas sekali, sudah berhasil
menciptakan beberapa sajak yang bersemangat
perjuangan dan cinta terhadap negeri.
Giam Cu adalah sahabat karib Jenderal Giok Hu.
Duapuluh tahun yang lalu, Jenderal Giok Hu banyak
belajar dari sahabatnya ini, karenanya walaupun kini
sudah menjadi Jenderal yang memiliki kekuasaan
sangat besar, Jenderal tersebut tetap menghormati
Giam Cu. Hampir setiap tahun sekali mereka bertemu
untuk merundingkan berbagai sajak jika bukan Giam
Cu yang mengunjungi Jenderal Giok Hu, tentu sang
Jenderal yang menemuinya. Belum setahun sejak
pertemuan mereka yang terakhir, Giam Cu justeru
telah mengunjungi Jenderal Giok Hu, tampaknya
pujangga terkenal itu memiliki persoalan yang
sangat penting sekali. Keheningan di ruang tersebut terisi oleh batukbatuk
perlahan Jenderal Giok Hu, disusul kemudian
oleh kata-katanya: "Giam-heng, persoalan yang
diceritakan olehmu telah kumengerti seluruhnya,
tapi apakah Giam-heng sudah memikirkannya
4 dengan sedalam-dalamnya akan akibat yang bisa
timbul dari keinginan Giam-heng?"
"Ya, kalau saja Goanswae bersedia membantu
kami, tentu semuanya berjalan lancar." menyahuti
Giam Cu. "Kami sudah bertekad, walaupun
bagaimana Kaisar Yong Ceng harus dihukum atas
kelalimannya, rakyat sudah terlalu menderita."
"Giam-heng," kata Jenderal Giok Hu sambil
menghela napas dalam-dalam, "aku memahami
akan kegagahanmu yang mencintai negara dan tetap
setia kepada bangsa dan negara. Akan tetapi yang
Giam-heng utarakan tadi bukanlah pekerjaan
mudah. Bukan aku tidak menyetujui saran Giamheng
juga bukan maksudku untuk menentang, tetapi
cobalah Giam-heng pertimbangkan dengan seksama
lagi, apakah tidak akan menyebabkan berjatuhan
korban yang terlalu banyak jika niat Giam-heng
dilaksanakan" Menurutku, pasti yang akan lebih
menderita lagi adalah rakyat."
Giam Cu menghela napas, ia merogoh saku
jubahnya mengeluarkan segulungan kertas.
"Goanswee bacalah ini," katanya sambil
menyodorkan gulungan kertas itu. "Kukira Goanswee
bisa memahami lebih dalam lagi perasaan kami."
Jenderal Giok Hu menyambuti gulungan kertas
itu, membuka dan membacanya. Wajahnya tampak
jadi semakin murung. Kemudian perlahan
5 disodorkannya surat itu kepada Thio Pie Lam, wakil
Jenderal tersebut. Muka Thio Pie Lam yang sejak tadi sudah
murung, jadi tambah murung setelah membaca
surat tersebut, karena surat itu ternyata di tulis
sendiri oleh Giam Cu, dengan huruf-huruf yang
sangat indah. Bunyi surat itu sebagai berikut:
"Goanswee Giok Hu, rakyat sekarang semakin
menderita oleh kelaliman Kaisar Yong Ceng, yang
semakin lama kian memeras rakyatnya, seakan juga
ingin menghirup titik darah terakhir dari seluruh
rakyat. Tidakkah hati Goanswee tergerak untuk
membantu kami menghukum Kaisar Yong Ceng "
Kami yakin, Goanswee akan selalu ingat, betapapun
darah yang mengalir di sekujur tubuh Goanswee
adalah butir-butir darah Han, yang akhirnya pasti
akan dihirup pula oleh Kaisar yang lalim itu.
Kemuliaan yang lebih terpuji untuk Goanswee.
walaupun kelak hanya sebagai seorang petani biasa,
dibandingkan sekarang Goanswee duduk di
singgasana kekuasaan yang disediakan oleh Kaisar
penjajah itu ! Giam Cu dan kawan-kawan selalu
berdoa kepada Thian agar dilimpahkan kemuliaan."
Selesai membaca surat itu Thio Pie-Lam menoleh
kepada- atasannya dengan muka yang
memancarkan berbagai macam perasaan, la seakan
mengalami kesukaran untuk mengutarakan sesuatu.
6 Jenderal Giok Hu menghela napas dalam-dalam
dengan muka tetap murung.
"Pie Lam," kata Jenderal itu dengan suara
menunjukkan kesusahan hatinya. "Bagaimana
komentarmu?" "Ini .... ini sesungguhnya sangat berbahaya
sekali, Goanswee. Kalau saja Kaisar mengetahui hal
ini.... tentu.... tentu..." kata Thio Pie Lam dengan
kata-kata yang tidak lancar.
"Cukup Pie Lam," kata Jenderal Giok Hu
"Simpanlah baik-baik surat Giam Sianseng."
Thio Pie Lam mengiakan dan bangkit menuju
kesebuah lemari, menarik laci dan menyimpan surat
Giam Cu di situ. Kemudian dia kembali ketempatnya,
duduk disamping atasannya.
"Nah Giam-heng," kata Jenderal Giok Hu
kemudian dengan ragu kepada Giam Cu. "Semua
saran Giam-heng telah kudengar seluruhnya.
Baiklah, hal itu nanti dibicarakan perlahan-lahan,
jangan tergesa-gesa." Giam Cu tersenyum.
"Goanswee," katanya, "memang sudah kuduga
bahwa Goanswee akan mengalami pertentangan
bathin, karena memang persoalan itu bukanlah hal
yang gampang untuk diselesaikan hanya dalam satu
atau dua hari untuk mengambil suatu keputusan."
7 Giam Cu berdiri diikuti oleh muridnya. Bun San
Cu. baru kemudian melanjutkan lagi kata-katanya:
"Kini kami pamitan, karena masih banyak yang perlu
kami selesaikan, Kami berharap untuk kemurahan
hati Goan swee bahwa nanti sudah tiba saatnya
tentu Goanswee mau mendukung perjuangan kami."
Jenderal Giok Hu cepat berdiri dan membalas
hormat kepada kedua tamunya.
,Giam-heng, bukankah lebih baik bermalam dulu
di sini ?" Tanya Jenderal itu. "Kalian masih terlalu
lelah, baru tiba di sini dan belum beristirahat, Mana
mungkin kalian cepat-cepat pamit untuk melakukan
perjalanan lagi ?" "Terima kasih Goanswee, di lain kesempatan
nanti kita akan bercakap-cakap selama tiga hari tiga
malam, dengan kegembiraan penuh. Sekarang, di
saat rakyat tengak menangis dan menderita,
bagaimana mungkin hati bisa tenang untuk
merundingkan semua urusan sastera maupun
kegemaran kita?" Giam Cu merangkapkan kedua tangannya,
membungkukkan tubuhnya dalam-dalam memberi
hormat pada Jenderal itu sebagai tanda pamitan.
Muridnya pun memberi hormat kepada Jenderal Giok
Hu dan Thio Pie Lam. Jenderal Giok Hu menghela napas dalam-dalam
dan dengan perasaan berat mengantarkan tamunya
8 sampai di gerbang istananya. Ketika berada di ruang
dalam lagi berdua dengan Thio Pie Lam, muka
Jenderal Giok Hu muram sekali.
"Pie Lam, pembicaraan kita tadi dengan Giamheng
dan muridnya harus dirahasiakan. Terus terang
saja, persoalan ini membuatku berada di posisi yang
serba salah dan membingungkan. Hong-siang
(Kaisar) telah menganugrahi budi dan kedudukan
yang demikian besar kepadaku, mana mungkin aku
bisa mengkhianatinya untuk membantu Giam Cu
angkat senjata menentang Hongsiang " Tetapi, apa
yang diucapkan oleh Giam Cu pun semua
merupakan kenyataan yang tidak bisa kita hindarkan
walaupun kita memejamkan mata." Jenderal itu
menghela napas dalam-dalam lagi. Kusut sekali
pikirannya. "Jadi bagaimana keputusan Goanswee ?" Tanya
Thio Pie Lam . "Aku sedang bingung dan belum bisa mengambil
keputusan, Pie Lam. Tetapi yang pasti aku tidak bisa
membantu Giam Cu. Tetapi akupun tidak mungkin
bisa menangkapnya Giam Cu sahabat karibku, aku
mengerti akan perasaan dan jiwanya yang tetap
setia pada negara. Aku memaklumi akan
perasaannya itu. Tetapi jika suatu saat kelak kalau
ia angkat senjata dengan kawan-kawannya,
bukankah aku akan berhadapan dengannya ?"
9 Dan Jenderal Giok Hu menghela napas dalam
dalam lagi. Tangannya dikibaskan perlahan:
"Sekarang tinggalkanlah aku sendiri. Pie Lam !"
Thio Pie Lam mengiyakan da mengundurkan diri.
Lama Jenderal Giok Hu duduk termenung dituang
itu. Pikivannya sangat kusut.
Malam semakin larut. Tidak diketahui oleh
Jenderal Giok Hu, bahwa sejak tadi ada seseorang
yang mendekam di atas payon genting,
mendengarkan percakapan Jenderal Giok Hu dengan
Giam Cu berempat. Sosok tubuh itu tetap
mendekam tidak menimbulkan sedikit suara,
menanti dengan sabar. Akhirnya dilihat Jendeial Giok
Hu bangkit dari duduknya dan berlalu meninggalkan
ruangan tersebut. Sosok bayangan itu sabar sekali menunggu terus,
dan setelah merasa aman, ia melompat turun,
masuk ke dalam ruang itu dengan sikap hati-hati
sekali. la membuka laci lemari dan mengambil
gulungan surat yang diterima Jenderal Giok Hu dari
pujangga Giam Cu. Dimasukkan gulungan surat itu
ke dalam saku jubahnya, menutup kembali laci dan
cepat-cepat berlalu dari ruangan tersebut.
la segera menuju ke istal kuda, dengan memakai
seekor kuda yang tampak kuat dan gagah, sosok
tubuh itu meninggalkan istana Jenderal Giok Hu.
Malam semakin larut, angin Barat berhembus
semakin dingin. 10 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
------ CU KONGKONG tertawa menyeringai sambil
memperhatikan surat yang dibuka lebar-lebar di
depannya. Sudah tigakali dibacanya surat itu,
sampai akhirnya meledak tertawa terkekeh Cu
Kongkong. "Hebat," kata Cu Kongkong sambil
menoleh pada orang yang berlutut di sampingnya.
"Kau sudah melakukan tugas dengan baik, Liam
Kong. Aku akan menghadiahkan pangkat kepadamu,
karena kau sudah memperoleh apa yang
kuinginkan." "Terima kasih atas kemurahan hati Kongkong,"
kata orang yang berlutut itu sambil menganggukanggukkan
kepalanya. "Liam Kong akan ingat
seumur hidup budi kebaikan Kongkong, walaupun
Liam Kong harus mati, tentu mati dengan puas."
Cu Kongkong tertawa terkekeh perlahan
menggulung surat di tangannya. "Liam Koog, sudah
berapa lama kau menyusup masuk ke istana Giok Hu
?" Tanya Cu Kongkong, mukanya bersungguhsungguh,
tidak terlihat senyum atau tertawanya
lagi." Sudah lebih dari setengah tahun, Kong-kong,"
jawab Liam Kong. 11 "Apakah selama itu Giok Hu tidak
memperlihatkan tanda-tanda akan mengkhianati
kesetiaannya pada Hongsiang mulai meluntur ?"
Tanya Cu Kongkong lagi. "Ampun Kongkong, apa yang hamba lihat
Goanswee Giok Hu tetap setia pada Hongsiang.
Bahkan, terakhir setelah pertemuan dengan Giam
Cu, Goanswee Giok Hu masih bilang kepada Thio Pie
Lam bahwa ia tidak ingin menangkap Giam Cu
karena hubungan mereka sebagai sababat, tetapi
justeru kalau Giam Cu mengangkat senjata jelas
akan berhadapan dengannya. Itu menunjukkan
Jenderal Giok Hu tetap setia kepada Hongsiang."
Cu Kongkong mendengus. "Hem, aku tetap
meragukan katanya. Surat ini merupakan bukti
nyata. Hongsiang. Aku tidak menyukai Giok Hui
karena ia terlampau cerdik, yang kukuatirkan
sewaktu-waktu kekuatan yang dimilikinya semakin
besar. Bukankah sekarang pun ia merupakan satusatunya
Jenderal yang paling dipercaya oleh
Hongsiang " Karenanya Giok Hu harus disingkirkan.
Kau mengerti maksudku, Liam Kong?"
"Mengerti Kongkong," menyahuti Liam Kong
sambil memanggut-manggutkan kepalanya dengan
keadaan tetap berlutut. "Liam Kong mengerti
Kongkong." "Bagus. Selama setengah tahun melaksanakan
tugasmu menyelusup kedalam istana Giok Hu dan
12 menyamar sebagai pelayan keluarga Giok Hu,
semuanya dapat kau laksanakan dengan sebaikbaiknya.
Besok akan kusarankan kepada Hongsiang
agar kau di angkat sebagai Congtok di Bun An,
menggantikan Congtok Lie Tek Hong, yang akan
ditarik pulang ke kota raja, kami akan pensiunkan
dia." Liam Kong manggut-manggutkan kepalanya
girang luar biasa dan mengucapkan terima kasih
tidak hentinya. "Sekarang pergilah kau beristirahat!" perintah Cu
Kongkong sambil mengibaskan sedikit lengan
jubahnya. Liam Kong mengiyakan, mengundurkan diri
sambil tidak hentinya mengucapkan terima kasih
atas kemurahan hati Cu Kongkong yang akan
menganugerahi pangkat Congtok padanya.
Cu Kongkong adalah Cu Bian Liat, pengurus para
Thaykam di istana. (Thaykam) kebiri, pelayan
istana). Cu Kongkong memiliki kekuasaan sangat
besar, sebab ia merupakan "orang kedua" di saat
itu. Bahkan Yong Ceng walaupun resmi sebagai
Kaisar. namun hampir keseluruhan kebijaksanaan
raja itu diatur oleh Cu Kongkong.
Sudah lama Cu Kongkong mengetahui bahwa
Jenderal Giok Hu merupakan Jenderal berdarah Han.
Walaupun benar ibu Jenderal Giok Hu seorang
13 wanita Boan, tetapi ayah Jenderal tersebut adalah
orang Han sejati. Yang membuat Cu Kongkong tambah kuatir,
justeru belakangan ini Kaisar Yong Ceng semakin
mempercayai Jenderal Giok Hu, yang selalu berhasil
meredakan pemberontakan di berbagai propinsi,
dengan kemenangan yang gemilang. Tentu saja
keberhasilan Jerderal Giok Hu menambah
kepercayaan Kaisar Yong Ceng padanya.
Keberhasilan Jenderal Giok Hu menumpas
berbagai pemberontakan di berbagai propinsi dan
tempat itu justeru membuat Cu Kongkong jadi
kurang gembira. la melihat Jenderal Giok Hu
semakin lama kian diserahi kekuasaan yang semakin
besar, dan kalau suatu waktu Jenderal yang masih
berdarah Han tersebut berbalik memusuhi Kaisar
Yong Ceng, niscaya akan sulit ditumpasnya. Karena
itu Cu Kongkong berusaha untuk meruntuhkan
Jenderal Giok Hu, mencari-cari kesalahan Jenderal
tersebut. Atas perintahnya juga Liam Kong, anak buah
yang setia pada Cu Kongkong, pergi menyamar
sebagai rakyat biasa dan masuk bekerja di istana
Jenderal Giok Hu sebagai seorang pelayan. Setengah
tahun lebih Liam Kong memperhatikan gerak-gerik
Jenderal Giok Hu, tetapi selama itu yang
disaksikannya justeru Jenderal yang seorang ini
sangat setia kepada junjungannya. Baru pada
malam itu ia berhasil mencuri dengar seluruh
14 percakapan Jenderal Giok Hu dengan Giam Cu,
malah ia pun berhasil mencuri surat Giam Cu yang
diserahkan kepada Cu Kongkong. Surat Giam Cu
itulah yang akan dipergunakan Cu Kongkong
meruntuhkan Jenderal Giok Hu dari kedudukannya
yang ada. Waktu itu, setelah Liam Kong berlalu, Cu
Kongkong langsung pergi ke kamar Kaisar Yong
Ceng. Kaisar tengah menulis sebuah sajak, dan
ketika dilapori bahwa Cu Kong kong
mengunjunginya, Kaisar itu segera menunda
tulisannya tersebut dan menemui pengurus Thaykam
yang diseganinya juga, oleh Cu Kongkong
menceritakan bahwa Jenderal Giok Hu akan
memberontak dan sebagai bukti nyata diberikannya
surat yang ditulis Giam Cu, kepada Kaisar.
Membaca surat itu muka Kaisar Yong Ceng merah
padam karena murka. "Hongsiang jangan pusingi urusan ini, serahkan
pada Kongkong untuk mengurusnya !" kata Cu
Kongkong sambil tersenyum licik.
"Ya," kata Kaisar Yong Ceng. "Aku tidak mau
mendengar lagi tentang Giok Hu! Kongkong,
selesaikanlah sebaik-baiknya ! "
15 Girang Cu Kongkong, sebab ia berhasil
mempengaruhi Kaisar Yong-ceng. Semula ia
menduga tentu memperoleh kesulitan untuk
meyakinkan Kaisar bahwa Jenderal Giok Hu ingin
memberontak. Segera Cu Kongkong mengundurkan
diri dan menulis sebuah Firman, mencap dengan cap
kerajaan. Memang setiap Firman Kaisar selalu ditulis oleh
Cu Kongkong, dan disinilah letak kekuasaan Cu
Kongkong yang terbesar, karena jika ia tidak
menyukai seseorang, sekali saja ia menulis sepucuk
Firman, niscaya celakalah orang itu.
Sebab walaupun Firman itu ditulis oleh Cu
Kongkong, tetapi itu adalah Firman Kaisar yang
lengkap dengan cap kerajaan. Tidak ada
seorangpun, baik Menteri, Jenderal atau pun siapa
saja, yang dapat membangkang terhadap bunyinya
Firman Kaisar tersebut. PAGI itu pohon Yangliu bergoyang-goyang ditiup
oleh angin Barat, lemah gemulai. Seorang
penunggang kuda yang melarikan binatang
tunggangannya dengan cepat sekali, seakan ingin
merusak ketenangan suasana di tempat itu. Bahkan
waktu kuda berlari memasuki kota, penunggang
kuda itu tidak bermaksud memerlahankan larinya
binatang tunggangan tersebut.
Kuda itu berhenti tiba-tiba di depan istana
Jenderal Giok Hu. Penunggang kuda itu, seorang
16 lelaki bertubuh tegap dan mukanya kotor oleh debu
segera menerobos masuk ke dalam istana Jenderal
tersebut. Pengawal di depan pintu berdiri dengan
sikap hormat, karena mengenali orang tersebut
Khang Thiam Lu, pahlawan nomor satu di pasukan
Jenderal Giok Hu. Thio Pie Lam, wakil Jenderal Giok Hu menyambut
kedatangan Khang Thiam Lu. Heran Thio Pie Lam
melihat sikap Khang Thiam Lu yang begitu tergesagesa
dan gugup, seakan ada sesuatu yang tidak
beres. Khang Thiam Lu membisikkan sesuatu pada Thio
Pie Lam, muka Pie Lam seketika berobah pucat dan
jadi gugup. Berdua mereka ceoat-cepat masuk ke
dalam, menemui Jenderal Giok Hu.
Jenderal Giok Hu menyambut mereka dengan
sikap tenang dan ramah, menyuruh mereka duduk.
Tetapi Khang Thiam Lu bukannya duduk malah
sudah menjatuhkan diri berlutut di depan Jenderal,
katanya gugup sekali: "Harap Goanswee ampuni
hamba, tetapi cepatlah Goanswee berkemas untuk
berangkat. Bahaya ada di depan mata."
Jenderal Giok Hu mengerutkan kening melihat
kelakuan anak buahnya ini. Biasa-nya Khang Thiam
Lu gagah perkasa. Menghadapi persoalan yang
bagaimana sulit maupun berbahayanya, ia tidak
pernah jadi gugup seperti ini.
17 "Tenanglah Thiam Lu, ceritakanlah apa yang
terjadi"!" Tanya Jenderal Giok Hu.
"Bahaya ada di depan mata Goanswee."
menjelaskan Thiam Lu. "Cu Kongkong sudah
mengirim orang-orangnya untuk menghukum
Goanswee. Mereka membawa Firman Kaisar.
"Memang ini pasti perbuatan keji Cu Kong kong
yang ingin mencelakai Goanswee. Karenanya,
cepatlah Goasnwee menyingkir, kami yang akan
menghadapi mereka." Kening Jenderal Giok Hu mengkerut dalamdalam.
"Iring-iringan pasukan Kaisar sedang menuju
kemari"!" Tanya Jenderal itu.
"Benar. Goanswee. Hamba sudah menyelidiki dan
ternyata mereka membawa Firman Kaisar untuk
menghukum Goanswee sekeluarga, dengan tuduhan
bahwa Goanswee bekerja sama Giam Cu ingin
memberontak !" Muram wajah Jenderal Giok Hu, ia menggeleng
perlahan, katanya dengan sikap gagah : "Tidak
Thiam Lu, aku tidak percaya Hongsiang akan mudah
dihasut Cu Kongkong dan menjatuhkan hukuman
kepadaku sekeluarga ! Aku tidak percaya, aku akan
menyambut kedatangan mereka!"
18 Khan Thiam Lu tampak semakin gugup dia
menoleh kepada Thio Pie Lam, seakan ingin
memohon Pie Lam bantu membujuk atasan mereka
mau menyingkir dari istananya tersebut. Pie Lam
pun tampak kebingungan. "Goanswee," kata Pie Lam sambil maju
mendekati Jenderal Giok Hu. "AIangkah
bijaksananya kalau Goanswee menyingkir sementara
waktu. Jika nanti persoalan sudah jelas, barulah
Goanswee memperlihatkan diri."
Tetapi Jenderal Giok Hu menggelengkan
kepalanya. "Tidak." katanya. "Aku tidak akan
meninggalkan posku. Sekarang kalian siapkanlah
penyambutan untuk utusan Hong siang !"
Pie Lam dan Thiam Lu semakin kebingungan,
tetapi Jenderal Giok Hu dengan sikap gagah dan
muka bersungguh sungguh sudah bertanya: "Apakah
sekarang kalian berdua sudah tidak mematuhi
perintahku lagi"!"
"Tidak berani, tidak berani !" Thiam Lu dan Pie
Lam cepat-cepat berlutut. "Tetapi Goanswee..."
Thiam Lu menitikan air mata menangis. "Hamba tadi
telah menyelidiki, mereka bermaksud buruk pada
Goanswee dan keluarga Goanswee.... sekarang
mereka masih terpisah kurang lebih 50 lie lagi,
kalau... kalau Goanswee mau menyingkir dulu tentu
masih keburu.... Semua ini perbuatan Cu Kongkong,
Goanswee Bukankah selama ini sudah belasan orang
19 pencinta negeri, Menteri maupun Jenderal yang
dibinasakan oleh Cu Kongkong dengan caranya yang
Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keji ?" Melihat Thiam Lu begitu gugup dan panik, sampai
menangis karena menguatirkan keselamatan
Jenderal Giok Hu, Jenderal itupun tidak bisa marah.
Setelah menghela napas ia bilang: "Thiam Lu, Pie
Lam, kalian berdua tentu tahu dan tak mau mengerti
betapapun besarnya bahaya yang akan datang
sebagai seorang Jenderal yang diangkat dan
dipercaya oleh Hongsiang, mana mungkin aku harus
menyingkirkan diri karena akan datang utusan
kaisar. Mengertilah kalian. Juga, aku tidak percaya
Hongsiang akan melupakan jasa-jasaku begitu saja,
melupakan kesetiaanku, percayalah Thiam Lu.
Betapapun juga kekuatiranmu itu tidak beralasan!"
Setelah berkata begitu, Jenderal Giok Hu berdiri
tegak, dengan sikap gagah dan suara berpengaruh,
katanya: "Sekarang laksanakan kewajibanmu dan
tugas kalian untuk mempersiapkan penyambutan
utusan Hongsiang. Lakukanlah ! "
Pie Lam maupun Thiam Lu tidak berdaya lagi
untuk membujuk atasan mereka, mereka tampak
kebingungan. Thiam Lu yang memang cetek air
matanya sudah menangis terus sambil
mengundurkan diri. Tetapi keputusan Jenderal Giok
Hu tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Jenderal Giok Hu berjalan hilir mudik di ruang itu
setelah kedua orang anak buahnya mengundurkan
20 diri. Pikirannya kusut sekali. Tadi ia bersikap gagah
dan menyatakan kepada Thiam Lu dan Pie Lam
bahwa ia tidak percaya Kaisar akan mengirim utusan
buat menghukum dia dan keluarganya tetapi
sesungguhnya di dasar hatinya terhadap kekuatiran
seperti itu. Hanya saja rasa tanggung jawab dan harga diri
sebagai seorang Jenderal, betapapun besarnya
bahaya yang akan datang, ia tidak boleh
meninggalkan pos-nya. Dugaan bahwa Cu Kongkong
ingin mencelakainya dan keluarganya, memang ada
pada hati Jenderal Giok Hu. Dia tahu siapa Cu
Kongkong. Namun, ia pun sulit percaya bahwa
Hongsiang bisa terpengaruh begitu mudah oleh Cu
Kongkong. Jenderal Giok Hu pun menghubung-hubungi
peristiwa lenyapnya surat Giam Cu yang ditaruh di
laci lemari buku di ruang tamunya dengan berita
kedatangan utusan Kaisar yang ingin
menghukumnya. Dan dugaannya, pasti ada
penghianat yang telah mencuri surat Giam Cu,
diberikan kepada Cu Kongkong. Yang kemudian
jatuh ketangan Kaisar Yong Ceng.
Teringat akan hal itu Jenderal Giok Hu menghela
napas dalam-dalam. Tetapi kegagahannya sebagai
seorang Jenderal tidak memungkinkan dia dan
keluarganya harus melarikan diri dan dikejar-kejar
pasukan Kaisar seperti seorang pencuri dikejar
21 petugas berwajib. Dan, Jenderal Giok Hu pasrah saja
apa yang akan terjadi. Sebagai pahlawan nomor satu di pasukan
Jenderal Giok Hu, Khang Thiam Lu memiliki banyak
anak buah. Justeru ia menerima laporan adanya
pasukan Kaisar yang tengah iring-iringan menuju ke
istana Jenderal Giok Hu. Khang Thiam Lu sengaja
pergi sendiri buat membuktikan dan ia berhasil
menyelidiki apa tujuan iring-iringan tersebut, la
menangkap seorang perajurit dan mengorek
keterangan dari mulut perajurit tersebut, yang
diculik dan kemudian saking murkanya ia
membunuh dengan sekali menepuk kepala perajurit
itu yang menjadi pecah. Mati seketika.
Cepat-cepat Khang Thiam Lu memberi kabar
kepada Jenderal Giok Hu agar menyingkir. Tetapi
sarannya ditolak Jenderal tersebut, dan Thiam Lu
kebingungan. Biasanya, jika utusan Kaisar datang untuk
menghukum seseorang, hal itu sudah tidak bisa
ditawar-tawar lagi. Tidak ada jalan lain buat Thiam
Lu. ia mempersiapkan pasukannya, kalau memang
nanti Jenderal Giok HB dipaksa oleh Firman Kaisar
dan ingin dicelakai, maka ia akan mengadakan
perlawanan dengan seluruh kekuatan pasukannya
yang berjumlah hampir tiga puluh orang.
Ada alasan mengapa Khang Tbiam Lu begitu
panik dan kebingungan. Begitu pula halnya dengan
22 Thio Pie Lam, jadi ikut bingung setelah Khang Thiam
Lu menceritakan kepadanya bahwa di dalam
pasukan itu ikut Congkoan Gie Lim Kim (pengurus
pasukan yang melindungi Kaisar) Ban It Say, yang
terkenal gagah dengan ilmu golok tunggalnya.
Juga bersama rombongan itu ikut serta Thio Yu
Liang, Congkoan Kim Ie Wie (pengurus pasukan
yang bersulam jubah emas), seorang jago pedang
nomor satu di jaman ini, karena ilmu pedang Pekluikiam (Pe-dang Kilat) sudah kesohor di seluruh
daratan Tionggoan dan sulit dicari tandingannya.
Iring-iringan utusan Kaisar itu dilengkapi oleh 500
orang pasukan Kim Ie Wie, yang semua rata-rata
berkepandaian tinggi. Itulah sebabnya mengapa Khang Thiam Lu dan
Thio Pie Lam jadi kebingungan dan panik. Dengan
diperlengkapinya iring-iringan Kaisar sekali ini
dengan kekuatan yang demikian hebat, jelas
sengaja agar Jenderal Giok Hu tidak bisa meloloskan
diri, Bahkan jago istana seperti Thio Yu Liang dan
Ban It Say ikut serta dalam iring-iringan Kaisar
tersebut. Bukankah tidak ada seekor lalatpun yang
bisa lolos dari tangan kedua jago nomor satu dari
istana Kaisar itu " Jenderal Giok Hu sendiri yang keluar menyambut
kedatangan rombongan utusan Kaisar itu,
didampingi oleh Khang Thiam Lu dan Thio Pie Lam.
Dengan sikap sangat hormat Jenderal tersebut mem
23 persilahkan para tamunya itu untuk masuk ke dalam
istananya. Tetapi dari rombongan tersebut keluar seorang
Thaykam berusia hampir lima puluh tahun, dengan
sikap angkuh dan sinis, suaranyapun angker waktu
ia berseru: "Giok Hu pengkhianat! Berlututlah untuk
menerima Firman Hongya !"
Muka Jenderal Giok Hu berobah pucat, tetapi
ketika melihat Thaykam itu membuka segulungan
kain merah bersulam naga dari benang emas, tidak
berani ayal lagi Jenderal Giok Hu berlutut, buat
menerima Firman Kaisar. "Giok Hu menantikan perintah Hongya !" kata
Jenderal Giok Hu dengan suara tergetar.
Dengan suara lantang Thaykam itu membacakan
Firman Kaisar: "Karena terbukti Giok Hu tidak pandai
berterima kasih atas kebaikan Tim yang sudah
menganugerahi pangkat sangat tinggi padanya, di
mana ia masih berpikir untuk memberontak
menentang Tim, bekerja sama dengan para
pemberontak seperti Giam Cu, dengan ini Tim
nyatakan seluruh pangkat dan kekuasaannya
dilepaskan darinya, dan Tim anugerahi kemuliaan
terakhir untuk Giok Hu dan keluarganya dengan
kematian." Muka Jenderal Giok Hu semakin pucat pias
mendengar bunyinya Firman Kaisar, karena itulah
24 tanda bahwa ia sekeluarga harus menerima
hukuman mati. Tubuhnya menggigil.
"Tetapi. . Hongya,. . ." Suara Jenderal Giok Hu.
tidak terdengar jelas. Thio Pie Lam berdua Khang Thiam Lu pun
menjadi pucat pias, malah Khang Thiam Lu yang air
matanya cetek sudah mengucurkan air mata
menahan isak tangisnya. "Giok Hu ! Apakah kau mengakui semua dosadosamu
itu "!" Tanya Thaykam yang membacakan
Firman Kaisar dengan suara nyaring.
"Tetapi... hamba akan menjelaskan seluruh
persoalan kepada Hongya,...Berilah hamba
kesempatan untuk bertemu dulu dengan Hongya!"
"Hemmm, Hongya sudah menganugerahi
kemuliaan terakhir untukmu. Dan, kami di tugaskan
untuk melaksanakan tugas mewakili Hongya
menganugerahkan kemuliaan tersebut !" Setelah
berkata begitu, Thaykam tersebut menoleh kepada
orang yang bertubuh tinggi besar dan memelihara
brewok tanpa kumis, yang tengah mengawasi
Jenderal Giok Hu dengan tatapan sinis.
Dialah Ban It Say, Congkoan Gie Lim Kun.
Thaykam itu bilang lagi: "Ban Tayjin, mulailah
melaksanakan tugas. Tidak boleh sepotong jiwa
anjing, mau pun ayam yang dibiarkan lolos !"
25 Ban It Say tertawa sambil mengangguk Tangan
kanannya dikibaskan. Belasan orang berpakaian
sulam emas, yaitu Kim It Wie dengan masingmasing
golok ditangan sudah melompat mendekati
Jenderal Giok Hu. Thio Pie Lam berdua Khang Thian Lu terkejut,
muka mereka pucat pias. Thio Pie Lam melompat ke
depan Jenderal Giok Hu, menangkis beberapa golok
yang menyambar akan membacok Jenderal tersebut.
Sedangkan Khang Thiam Lu cepat cepat mencekal
lengan Jenderal Giok Hu. teriaknya: "Goanswee,
mari menyingkir !" Tetapi Jenderal Giok Hu mengibaskan tangannya,
maka cekalan Khang Tiam Lu ter lepas. "Pergilah
kau !" Katanya dengan muka yang pucat seperti
mayat. la tampak jadi putus asa campur kecewa.
Walaupun sebetulnya Jenderal Giok Hu memiliki ilmu
silat yang cukup tinggi, tidak terlihat tanda-tanda ia
ingin mengadakan perlawanan. la tetap dalam
keadaan berlutut. Thio Pie Lam mati-matian menghalau beberapa
golok yang datang mengancam, kemudian berseru:
"Khang heng, cepat ajak Goansweeya menyingkir !"
Khang Thiam Lu dengan air mata bercucuran
berkata lagi untuk membujuk Jenderal Giok Hu:
"Goanswee, apakah kau sudah tidak mencintai
keluargamu lagi. . . "!"
26 Jenderal itu tetap berdiam diri saja dengan muka
yang pucat seperti kapur tembok.
Tubuhnya menggigil. Tetapi Khang Thiam Lu tidak
bisa meneruskan kata-katanya, dia merasakan
tengkuknya dingin dan cepat berkelit ke samping,
kerena ia tahu itulah serangan bokongan. Namun,
Khang Thiam Lu kaget, ia sudah berkelit, hawa
dingin itu masih tetap menyambar di tengkuknya.
Dia mengayunkan tangan ke atas menangkisnya.
Lengan Khang Thiam Lu terasa nyeri, tubuhnya
bergoyang-goyang, kemudian mundur dua langkah
ke belakang. Orang yang menyerangnya adalah Ban
It Say, Cong koan Gie Lim Kun, yang tertawa
mengejek terkekeh dan tengah menyambar dengan
tangan kirinya lagi. Khang Thiam Lu menggerakkan pedangnya buat
menebas lengan Congkoan Gin Lim Kun tersebut,
tetapi gesit bukan main Ban It Say bisa melindungi
tangannya, dimana ia menekuk tangan kirinya,
mendadak tangan kanannya menghantam ke depan,
telak sekali memukul dada Khang Thiam Lu.
Pikiran Khang Thiam Lu tengah kalut, karenanya
ia tidak bisa menghindari pukulan Ban It Say,
dimana perhatiannya sebagian tertumpah pada
keselamatan Jenderal Giok Hu. Akibat pukulan Ban It
Say, tubuhnya terpelanting, namun cepat sekali ia
bisa bangkit dan menghirup dalam-dalam hawa
udara untuk mengumpulkan semangatnya.
27 Ban It Say tertawa terkekeh, katanya:
"Kau ingin melindungi pemberontak, heh"!"
Kedua tangannya sudah menyambar lagi.
Hebat cara menerjang Ban It Say, dia seperti
tidak memperdulikan pedang Khang Thiam Lu yang
melintang ingin menebas ke dua tangannya Malah,
dengan sebat sekali kedua jari tangannya berhasil
menjepit pedang Khang Thiam Lu.
Hati Khang Thiam Lu mencelos, dia tidak sangka
Congkoan Gie Lim Kim ini sangat liehay, namanya
memang tidak kosong. Cepat-cepat dia melepaskan
cekalan pada pedangnya, telapak tangan kirinya
menghantam pundak Ban It Say.
Ban It Say nyengir mengejek, kemudian
mematahkan pedang Khang Thiam Lu. Baru saja ia
ingin menerjang Khang Thiam Lu, mendadak
Jenderal Giok Hu berseru: "Hentikan! Semua
berhenti!" Semua orang jadi berdiam diri, belasan orang
Kim Ie Wie yang waktu itu tengah bertempur dengan
pasukan Khang Thiam Lu pun berhenti dan menoleh
kepada Jenderal Giok Hu. Jenderal Giok Hu tetap berlutut, mukanya pucat
Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pias, bibirnya agak gemetar. Dia ber kata dengan
suara nyaring: "Lihatlah," kata nya dengan
melepaskan pedang yang tergantung di
28 pinggangnya. "Ini adalah Kim kiam (Pedang Emas)
hadiah Hongya, merupakan pedang kekuasaan yang
dianugerahi oleh Hongya. Sekarang Hongya
menganggap aku berdosa, menjatuhkan hukuman
mati kepada ku sekeluarga. Walaupun ini merupakan
kejadian penasaran yang akan terbawa sampai ke
akherat, namun sebagai Jenderal yang setia kepada
Hongya, jelas aku tidak boleh membangkang
terhadap setiap keinginan Hongya. Baiklah, aku
menerima hukuman yang dijatuhi Hongya !"
Selesai berkata begitu, tahu-tahu Jenderal Giok
Hu mencabut Kim kiam, menghunusnya dengan
cepat. Sama cepatnya dengan itu menggorok leher
Jenderal tersebut, sehingga lehernya putus dan
kepalanya menggelinding ke lantai. Tubuhnya
mengikuti kemudian, rebah di lantai, darah
berceceran. Thio Pie Lam berdua Khang Thiam Lu menjerit
kaget dan sedih, mereka coba mencegah perbuatan
Jenderal yang sudah berputus asa itu. Tetapi mereka
tidak keburu, karena dirintangi oleh Ban It Say dan
anak buahnya. Malah waktu itu sudah melompat
maju seseorang, yang tubuhnya kurus jangkung,
mengenakan tungshia (baju panjang) warna kuning.
Melihat keadaannya dia seperti seorang
penyakitan, tetapi dia tidak lain dari Thio Yu Liang,
Congkoan Kim le Wie yang sangat terkenal ilmu
pedangnya. Dengan sikap seenaknya kedua
tangannya bergerak, dan kemana saja tangannya
29 bergerak, terdengar jerit kematian, karena seorang
tentara Jenderal Giok Hu yang terhajar kepalanya
terbinasa. Bengis sekali Congkoan Kim le Wie ini.
Bagaikan kalap Thio Pie Lam berdua Khang Thiam
Lu berusaha menerjang Ban It Say dan Thio Yu
Liang. Tetapi kepandaian jago nomor satu dari istana
itu benar-benar kosen, mereka gagah sekali. Thio
Pie Lam berdua Khang Thiam Lu seakan tidak
dipandang sebelah mata oleh mereka.
Ketika suatu kali Thio Yu Liang menghantam
dengan jari telunjuknya, menotok pundak Khang
Thiam Lu, Tubuh Thiam Lu tidak ampun lagi
kejengkang keras ke belakang, bahkan belum lagi
bangkit berdiri dia sudah memuntahkan-darah
segar. Pasukan Kim Ie Wie yang lainnya sudah
menerjang masuk ke dalam istana Jenderal Giok Hu,
semua pelayan maupun tentara Jenderal Giok Hu
dibinasakan. Seperti perintah Thaykam yang tadi
membacakan Firman Kaisar, bahwa sepotong jiwa
anjing maupun ayam tidak boleh ada yang lolos.
Hampir seratus orang lebih pelayan keluarga
Jenderal Giok Hu dibinasakan. Sanak famili maupun
isteri dan dua orang anak perempuan dari Jenderal
Giok Hu dibinasakan semuanya.
30 Khang Thiam Lu setelah memuntahkan darah
segar, sebetulnya ingin melompat berdiri dan matimatian
ingin mengadu jiwa. Tetapi tiba-tiba dia teringat sesuatu. Dan seketika
ia memiliki semangat lagi, karena ia harus
menyelamatkan seseorang. Dia batal berdiri, hanya
berdiam sejenak. Setelah melihat Thio Yu Liang tidak
memperhatikannya dan tengah mengibas-ngibaskan
lengan jubahnya untuk membersihkan debu
dibajunya, Khang Thiam Lu merangkak hati-hati
menyingkir kedekat pintu, kemudian menyelinap ke
balik istal dan berlari sekuat tenaga menuju ke arah
pantai. "Hem, tidak ada yang berarti di sini!"
Menggumam Thio Yu Liang kepada Ban It Say waktu
itu tengah melayani Thio Pie Lam dengan kedua
tangannya. Ban It Say tertawa bergelak-gelak. sambil
menyampok tangan kanan Thio Pie Lam yang
menyambar kepadanya ia menyahuti: "Ya, memang
sungguh mengecewakan! Kukira Jenderal bau itu
mempunyai banyak kaki tangan yang tangguh !
Aneh, hanya gentong-gentong nasi tidak punya guna
yang muncul di depan kita ! Eh, kita apakan gentong
nasi yang satu ini, Thio-heng "!"
Thio Yu Liang tertawa. 31 "Aku akan memperlihatkan suatu pertunjukan
yang istimewa !" Jawab Thio Yu Liang. Perlahanlahan
dia menghunus pedang nya, dilemparkannya
pedang itu ke tengah udara. Waktu pedang itu
menukik meluncur turun, Thio Yu Liang sambil
tertawa menyentil dengan jari telunjuknya pada
pedang tersebut, yang seketika terpental keras dan
menyambar kedada Thio Pie Lam.
Thio Pie Lam kaget dan hatinya mencelos melihat
menyambarnya pedang lawan tetapi pedang itu
terlalu cepat menyambar dadanya, dia tidak bisa
menghindar, tahu-tahu tubuhnya terdorong kuat,
kejengkang, dadanya ditembusi pedang Thio Yu
Liang dan mata pedang itu menancap juga di batang
pohon, seakan-akan tubuh Thio Pie Lam disate oleh
pedang tersebut! Ban It Say tertawa keras.
"Thio-heng, kau merampas jasaku!" Teriaknya.
"Semua ini jasa kita berdua!" kata Thio Yu Liang
tidak acuh dan menghampiri Thio Pie Lam yang
tertancap di batang pohon, menarik pedangnya dan
membersihkan di baju mayat Thio Pie Lam.
Thaykam yang membacakan Firman Kaisar telah
menghampiri Ban It Say. "Ban Tayjin, coba periksa, apakah dua orang
anak perempuan dan seorang anak lelaki Giok Hu
sudah diberesi semuanya " Juga isteri dan 29 sanak
famili yang tinggal bersamanya, apakah sudah
32 semuanya dirapikan. Hitung dan perhatikan dengan
baik, jangan sampai salah ! Seratus tiga belas
pelayan, seorang isteri, tiga anak, dan ditambah dua
puluh sembilan sanak pamili. Seluruhnya berjumlah
seratus empat puluh enam. Jika ditambah oleh Giok
Hu jadi seratus empat puluh tujuh jiwa."
Ban It Say mengangguk dan mulai menghitung,
sedangkan Thio Yu Liang menghampiri Thaykam itu.
"Bagaimana dengan pasukan perang dimarkas
angkatan perang, yang semula berada di bawah
kekuasaan Giok Hu "!" Tanya Thio Yu Liang "Apakah
Kongkong sudah membereskan semuanya ?"
"Thio Tayjin, kau jangan kuatir. Kong kong selalu
mengatur dengan sempurna segalanya. Telah
diangkat Jenderal Wang Shie sebagai pengganti Giok
Hu. Keadaan di sana pun sudah teratasi dengan
baik! Ada dua ribu lebih tentara yang memihak pada
Giok Hu, mereka semua sudah dibereskan !" jawab
Thaykam itu. Thio Yu Liang mengedip-ngedipkan matanya.
"Apakah kini tugas kami sudah selesai, Tayjin"
Tanyanya. Thaykam itu mengangguk. "Ya, kita akan langsung kembali ke ke kotaraja,"
Jawabnya. 33 Ban It Say sudah selesai menghitung dan
menghampiri itu. "Seluruhnya berjumlah seratus empat puluh tiga
jiwa !" Lapor Ban It Say. "Juga tampaknya ada yang
tidak beres, anak lelaki Giok Hu yang katanya
berusia tujuh tahun tidak ada di antara mayat-mayat
itu...!" Mukanya Thaykam tersebut berobah hebat, agak
gugup dia perintahkan: "Cari ! Periksa sekitar
tempat ini ! Pasti ada beberapa pelayan yang
berusaha menyelamatkan anak pemberontak ini !"
Segera juga pasukan Kim Ie Wie dibawah
pimpinan Thio Yu Liang dan Ban It Say mencari anak
lelaki Jenderal Giok Hu dan memeriksa sekitar
tempat itu. Tetapi yang mereka cari tidak juga
berhasil ditemukan. Sia-sia usaha mereka, sehingga Thay kam itu
marah-marah. Yang jadi sasaran kekejaman Ban It
Say dan Thio Yu Liang bersama anak buahnya,
penduduk yang berdekatan dengan istana Jenderal
Giok Hu menjadi korban. Entah berapa puluh orang yang mereka bunuh.
Darah membanjir di istana Jenderal Giok Hu.
seorang Jenderal yang terkenal sangat setia dan
cinta pada negara akhirnya mati di tangan
Kaisarnya. junjungannya. Rakyat cuma bisa
mengusap dada waktu mendengar peristiwa yang
34 menyedihkan tersebut, salah satu korban dari
kelaliman Kaisar Yong Ceng.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- MALAM telah larut, di pantai selatan suara ombak
berdebur dengan gemuruh, angin selatan pun
berhembus sangat keras dan dingin. Walaupun
rembulan bersinar penuh di langit, tetapi sinarnya
tidak cukup menerangi sekitar daerah pantai itu,
batu-batu karang yang tidak rata bentuknya
menimbulkan bayang-bayang seperti bayangan
hantu malam yang menyeramkan. Hanya
dipermukaan air laut yang tengah pasang itu yang
memantulkan sinar berkeredepan akibat timpahan
cahaya bulan. Dibalik sebungkah batu karang yang cukup besar
bentuknya, di sebelah dalam dari kaki batu karang
yang menjorok ke dalam membentuk seperti goa,
tampak dua sosok tubuh duduk dengan menggigil
kedinginan. Sosok tubuh yang satu duduk
menyender di dekat mulut goa di kaki gunung
karang itu, tampaknya lemah dan sedang terluka
berat. Scdangkan yang seorang lagi duduk dengan
dipangkuannya rebah sesosok tubuh kecil, seorang
anak lelaki berusia antara enam atau tujuh tahun,
yang tubuhnya dibungkus oleh baju luar dari salah
seorang kedua orang tersebut.
35 Anak lelaki itu tengah tidur nyenyak. Keadaan di
tempat itu hening dan sepi sekali, cuma suara debur
ombak yang menampar serta menerjang batu-batu
karang di pantai yang terdengar jelas.
Orang yang menyender di mulut goa memanggil
dan menggeser tubuhnya sedikit, tiba-tiba
keheningan di tempat itu terpecahkan oleh suara
muntah orang tersebut. Sosok tubuh di dalam goa
yang tengah memangku anak lelaki kecil itu tampak
kuatir dan tidak tenang. "Tayjin, apakah kesehatan Tayjin semakin
memburuk"!", tegur orang didalam goa itu.
Orang diluar pintu goa mengulapkan tangannya
beberapa kali. "Tidak. Tidak apa-apa. Aku masih
kuat untuk melindungi kalian !" Kemudian dia
menyender lagi, sinar bulan yang berkelebat
menyinari tempat itu karena pumpalan awan yang
menutupi bulan bergeser, memperlihatkan wajsh
orang itu pucat pias. Di sisi mulutnya tampak noda-noda darah, karena
yang dimuntah kannya tadi adalah darah! la
tampaknya tengah terluka di dalam tubuh yang
cukup parah. Orang tersebut berpakaian seperti
seorang pahlawan kerajaan, biarpun tubuhnya sudah
lemah, kenyataannya ia masih ingin memperlihatkan
sifat-sifat gagah, bahwa ia masih sanggup untuk
melindungi kedua orang itu.
36 Siapakah orang-orang di dalam goa di bawah
batu karang yang bentuknya seperti goa itu "
Yang tadi memuntahkan darah tidak lain dari
Khang Thiam Lu, pengawal pribadi Jenderal Giok Hu
yang sempat meloloskan dari tangan orang-orang
yang jadi utusan Kaisar Yong Ceng, yang ingin
membabat seluruh keluarga Jenderal Giok Hu.
Semula Khang Thiam Lu bertekad untuk mengadu
jiwa melindungi Jenderal Giok Hu. bahkan waktu
menyaksikan Jenderal Giok Hu menemui kematian
mengenaskan hati, ia menjadi nekad dan ingin
mengadu jiwa. Walaupun ia sudah dilukai Thio Yu Liang oleh
totokan yans mengandung tenaga dalam kuat sekali,
membuat Thiam Lu terluka didalam tubuh yang
parah, ia masih ingin mengadakan perlawanan
sampai titik napas terakhir.
Hanya saja saat itu justeru ia teringat kepada
putera bungsu Jenderal Giok Hu, yaitu Giok Han,
yang diketahuinya tengah bermain di pantai
bersama Lam Sie. seorang pelayan keluarga
Jenderal Giok Hu. Memang sejak kecil Giok Han diasuh oleh Lam
Sie, seorang pelayan yang setia dan jujur, berusia
Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudah cukup lanjut hampir 60 tahun, karenanya,
akhirnya dengan hati yang pedih dan perasaan yang
berat, Khang Thiam Lu berusaha untuk meloloskan
diri, dan dia berhasil dengan usahanya untuk
37 menyingkir dari gedung Jenderal Giok Hu yang
tengah dibanjiri darah itu.
Dengan air mata bercucuran Khang Thiam Lu
berlari-lari ke pantai, untuk mengajak Lam Sie dan
Giok Han menyingkir menyelamatkan diri dari
ancaman maut orang-orangnya Kaisar Yong Ceng.
Sejak pagi tadi memang Giok Han tidak seperti
biasanya, rewel sekali, sering menangis dan sulit
untuk dibujuk oleh pengasuhnya. Lam Sie semula
menyangka Giok Han sakit sehingga rewel seperti
itu. Khang Thiam Lu menyuruh Lam Sie mengajak
Giok Han ke pantai, untuk menenangkannya dengan
mengambil kulit-kulit kerang, karena memang
kesukaan Giok Han mengambil serta mengumpulkan
kulit kerang yang banyak terdapat di pasir pantai.
Lam Sie pun mengajak putera bungsu Jenderal
Giok Hu ke pantai, buat diajak bermain-main di
pantai. Justeru karenanya jiwa putera bungsu
Jenderal Giok Hu jadi lolos dari kematian.
Khang Thiam Lu bertekad harus menyelamatkan
jiwa putera junjungannya, walaupun ia dalam
keadaan terluka parah namun Thiam Lu mengempos
seluruh sisa tenaganya untuk berlari ke pantai dan
mengajak Giok Han bersama pengasuhnya
menyingkir agak jauh dan bersembunyi di bawah
sebongkah batu karang dipantai itu. Sengaja ia tidak
38 mengajak anak junjungannya serta pengasuh anak
itu meninggalkan pantai, sebab ia yakin pasukan
kerajaan yang diutus Kaisar Yong Ceng tidak
mungkin menggeledah pantai itu.
Jika ia kembali ke kota atau pun meninggalkan
pantai untuk pergi kekota lainnya, kemungkinan
dilihat orang dan diketahui jejak mereka oleh orangorang
Kaisar Yong Ceng lebih besar. Hanya saja luka
di dalam tubuh Khang Thiam Lu semakin parah juga.
Sejak siang tadi ia sudah duduk bersemedhi
untuk mengempos semangat murni, guna mengobati
dirinya. Tetapi gagal. Totokan Thio Yu Liang benarbenar
hebat. Sudan berkali-kali Khang Thiam Lu
memuntahkan darah, keadaannya semakin lemah
dan payah. Muka-nya semakin pucat pasi, seperti
kapur tembok putihnya. Di malam yang sangat
dingin oleh sampokan angin pantai membuat
penderitaan Khang Thiam Lu semakin hebat, tetapi
ia masih berusaha terus dengan penuh kewaspadaan
untuk menjaga keselamatan Giok Han dan Lam Sie.
Itulah sebabnya ia masih duduk bersender di
pintu, goa batu karang itu, berjaga-jaga kalau saja
ada orang yang ingin mencelakai anak junjungannya
tersebut. la bertekad akan mengadu jiwa untuk
melindungi anak junjungannya.
Lam Sie yang sejak tadi membujuk Giok Han
untuk tenang berdiam di dalam goa, merasa hancur
luluh hati maupun perasaannya. Betapa tidak, tadi
39 sudah didengarnya dari Khang Thiam Lu bahwa
junjungannya serta keluarga Jenderal itu sudah
dibabat habis oleh orang-orang Kaisar Yong Ceng,
terbunuh semuanya. Air mata turun berkali-kali
membasahi pipinya yang sudah keriput.
Sisa makanan kering yang kebetulan masih ada
yang dibawanya tadi ketika mengajak Giok Han ke
pantai, diberikan kepada anak itu, agar Giok Han
tidak lapar dan tidak masuk angin.
Hanya saja, menjelang senja, sisa makanan yang
ada telah habis. Giok Han merengek ingin makan
karena lapar. Bingung bukan main Lam Sie dan
Khang Thiam Lu. Sebetulnya Khang Thiam Lu hampir
nekad ingin pergi ke rumah penduduk terdekat di
pantai itu, untuk meminta atau mengambil sedikit
makanan buat majikan kecilnya, tetapi Lam Sie
sudah mencegahnya kalau Khang Thiam Lu yang
dalam keadaan luka parah pergi ke rumah penduduk
di dekat pantai itu, berarti sama saja mereka
menunjukkan jejak kepada orang-orangnya Kaisar
Yong Ceng, dan bahaya yang mengancamnya akan
besar sekali. Dengan bingung kedua orang itu akhirnya
membujuk Giok Han untuk bersabar menahan
laparnya. "Besok paman Khang akan membelikan
Siauwya makanan yang enak-enak, ya "!"
membujuk Lam Sie dengan hati yang pedih.
40 Karena lapar dan lelah, akhirnya Giok Han
tertidur dipangkuan Lam Sie. Hawa malam dingin
sekali, membuat anak itu sering menggigil. Khang
Thiam Lu berdua Lam Sie sudah membuka masing
masing baju luarnya dan mempergunakan untuk
menyelimuti anak itu. Hanya saja baju luar itu tidak
cukup untuk mencegah dinginnya udara malam,
Giok Han yang tidur dengan perut lapar masih sering
menggigil kedinginan. Hati Lam Sie semakin pedih saja, begitu juga
Khang Thiam Lu, yang melihat keadaan anak
junjungannya seperti itu dengan hati tersayat-sayat,
air matanya sampai menitik beberapakali. Cuma
saja, mereka menguatkan hati untuk bertahan
sampai tibanya fajar, sampai bahaya telah lewat.
Waktu merambat terus dan suara debur ombak
yang terdengar terus menerus, selain dari itu tidak
terdengar suara apapun juga di kekelaman malam
pada sekitar daerah pantai tersebut. Khang Thiam Lu
sangat lelah dan menderita oleh luka di dalam tubuh
yang kian parah itu, tetapi ia masih memaksakan
diri mementang kedua matanya lebar-lebar untuk
bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan,
tangannya mencekal pedangnya erat-erat.
Lam Sie pun sangat lelah, matanya sering
tertutup untuk, beristirahat, namun ia sering
terhentak bangun dengan terkejut. Dan waktu
malam semakin larut, sekali lagi Lam Sie tersentak
41 kaget karena Giok Han mengigau memanggilmanggil:
"Papa...Papa... Mama.... Mama...!"
Air mata Lam Sie dan Khang Thiam Lu jadi
bercucuran, hati mereka hancur sedih sekali. Tetapi
tidak ada yang bisa mereka lakukan. Lam Sie cuma
memeluk Giok Han yang didekap erat-erat. Anak itu
tetap tidur dengan hati-hati Lam Sie meletakkan di
pangkuannya lagi. Akhirnya fajar menyingsing. Giok Han sudah
terbangun dari tidurnya. "Paman Khang, Paman Lam, Hanjie lapar...!" kata
anak itu. Lam Sie dan Khang Thiam Lu mengangguk sambil
memaksakan diri tersenyum, walaupun hati mereka
pedih sekali. "Sebentar lagi kita beli makanan yang banyak
dan enak-enak untuk Siauwya, ya "!" Bujuk Lam
Sie, "Kukira sekarang sudah boleh menyingkir, Lam
Lopeh !" kata Khang Thiam Lu. "Pasukan Kaisar
tentu sudah menarik diri meninggalkan tempat ini!"
Lam Sie mengangguk. "Kita harus mengambil
arah yang berlawanan dengan mereka. Tetapi Khang
Tayjin, apa rencana kita untuk Siauwya ?"
42 Khang Thiam Lu menghela napas dalam-dalam. la
berpikir sejenak, kemudian menyahuti: "Kita pergi
ke kota Siauw An, menemui guruku, kita nanti minta
nasehatnya." Lam Sie mengangguk menyetujui, karena dia
sendiri bingung kemana ingin membawa majikan
kecilnya itu, untuk diselamatkan. Memang ia pun
setuju dengan rencana Khang Thiam Lu, tentu guru
dari pengawal Jenderal Giok Hu ini bisa memberikan
jalan yang terbaik, setidak-tidaknya bantu
melindungi Giok Han. Bukankah kepandaian guru Khang Thiam Lu pasti
lebih tinggi dari Thiam Lu sendiri " Di samping itu
luka di dalam tubuh Khang Thiam Lu bisa diobati
oleh gurunya. Hanya saja, dari daerah pantai itu
untuk pergi mencapai kota Siauw An harus
menempuh perjalanan tidak kurang dari 20 hari
perjalanan, yang dikuatirkan Lam Sie apakah Khang
Thiam Lu sanggup melakukan perjalanan sejauh itu
dalam keadaan terluka cukup parah seperti ini "
"Ayo Lam Lopeh, bersiap-siaplah ! Kita harus
berangkat sekarang untuk mengejar waktu! Tetapi
ingat Lam Lopeh, kalau nanti dalam perjalanan ada
rintangan, aku akan berusaha mengatasi rintangan
itu dan kau harus terus membawa Siauwya menemui
guruku. Carilah Gan Sie Hung di Siauw An.
Mengertikah kau, Lam Lopeh "!"
43 Lam Sie mengangguk, lalu menggendong Giok
Han. Tetapi Giok Han menolak untuk digendong oleh
pengasuhnya yang sudah cukup tua itu.
"Paman Lam, biar aku jalan sendiri!", kata anak
itu. "Paman Lam tampak sudah lelah, sedangkan aku
sudah tidur semalaman rasanya bisa jalan sendiri !"
Lam Sie terharu mendengar perkataan majikan
kecilnya, dengan air mata bercucuran dipeluknya
Gok Han. "Nanti kita beli makanan yang enak-enak,
Siauwya.", bisiknya.
Matahari fajar memerah di ufuk Timur, air laut
sudah surut dan keadaan di pantai itu sangat sepi.
Ketiga orang tersebut meninggalkan tempat itu.
Khang Thiam Lu dengan Lam Sie selalu waspada dan
berhati-hati, setiap bertemu dengan seseorang,
mereka tentu akan bersikap hati-hati dan waspada.
Setelah melakukan perjalanan cukup jauh,
mereka sampai di sebuah kampung yang tidak
begitu besar. Sebuah perkampungan nelayan. Lam
Sie membeli beberapa makanan untuk majikan
kecilnya. Dengan perut kenyang, Giok Han tidak
rewel lagi. Hanya saja, ketika mereka ingin melanjutkan
perjalanan, Giok Han dengan heran bertanya kepada
Lam Sie : "Paman Lam, kita mau kemana " Pergi
jauh-jauh nanti dimarahi Papa!"
44 "Papa yang suruh kami membawa Siauwya ke
suatu tempat. Papa sedang menunggu Siauwya di
sana ! "Berbohong Lam Sie.
"Apakah Mama dan ciecie berada disana juga?"
Tanya Giok Han. "Ya," menyahuti Lam Sie. "Siauwya tidak perlu
kuatir, Papa tidak akan memarahi Siauwya, karena
ini perintahnya." Mereka melanjutkan perjalanan lagi. Hari itu Giok
Han tampak segar dan ia melakukan perjalanan
dengan sering berlari-lari dengan tertawanya yang
nyaring. la memetik bunga, melempari sungai yang
mereka lalui dengan butir-butir batu, tampaknya
riang. Sedikitpun anak itu tidak tahu, bahwa seluruh
keluarganya sudah menjadi korban keganasan
Kaisar Yong Ceng. Khan Thiam Lu sebetulnya sudah semakin payah,
luka di dalam tubuhnya kian parah. Tetapi ia
berusaha untuk tetap bisa melakukan perjalanan,
sekali-sekali ia memuntahkan darah segar.
Melihat keadaan Khang Thiam Lu seperti itu, Lam
Sie semakin kuatir saja. Bagaimana kalau Khang
Thiam Lu sudah tidak kuat bertahan lebih jauh,
sehingga lukanya kian parah lalu mati Apa yang
harus dilakukannya" Berulang kali selalu saja Lam
Sie membujuk agar Khang Thiam Lu beristirahat,
perjalanan mereka tidak perlu tergesa-gesa, dan
45 agar Khang Thiam Lu pun mengundang tabib untuk
mengobati luka di dalam tubuhnya.
Tetapi Khang Thiam Lu selalu menggeleng lesu. la
hanya sekali-kali menelan beberapa pil merah, pil
Sie-hun-tan buatan gurunya, agar ia bisa bertahan
lebih lama lagi dengan luka di dalam tubuhnya.
Cuma saja, terakhir ia menelan tiga butir pil itu,
dilihatnya sisa di dalam botol hanya ada dua belas
butir lagi. Berarti paling tidak hanya bisa
dipergunakan untuk empat hari. Jika obat itu habis,
celakalah dia! Mengundang tabib biasa hanya akan sia-sia,
karena luka yang dideritanya adalah akibat totokan
liehay dari Thio Yu Liang, tidak mungkin bisa
disembuhkan oleh tabib biasa. Malah bisa
mengundang bahaya, kalau tabib itu bercuriga dan
melaporkan kepada pihak yang berwajib. Akan
menimbulkan kerewelan. Tetapi Khang Thiam Lu
tidak pernah mengutarakan kekuatirannya itu, dia
hanya gelisah seorang diri.
Jika malam sudah tiba, mereka bermalam di
rumah penduduk, yang mereka berikan beberapa tail
perak buat tuan rumah. Sudan tiga hari tiga malam
Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka melakukan perjalanan. Dan pada malam
keempatnya, waktu mereka bermalam dirumah
seorang penduduk disebuah desa kecil Khang Thiam
Lu merasakan napasnya sesak satu-satu, tubuhnya
separuh sudah kaku sulit digerakkan, ia tahu daya
tahan tubuhnya tidak akan lama lagi maka, waktu
46 dilihatnya Giok Han sudah tidur, perlahan-lahan
Khang Thiam Lu menggeser tubuhnya ke dekat Lam
Sie, mukanya pucat sekali. Air matanya mengucur
deras. "Sungguh penasaran ! Sungguh penasaran!"
Mengeluh Khang Thiam Lu dengan suara gemetar.
Lam Sie melihat keadaan Khang Thiam Lu seperti
itu jadi ikut mengucurkan air mata. "Beristirahatlah
Khang Tayjin, agar besok tenaga Khang Tayjin
pulih..." hiburnya. Khang Thiam Lu menggelengkan kepala. Air
matanya tetap mengucur deras.
"Sungguh penasaran Lam Lopeh, tampak aku
tidak kuat untuk bertahan lebih lama guna
melindungi Siauwya dan kau, Lopeh... lukaku
tampaknya sulit dibendung untuk ber tahan
beberapa hari lagi saja.... Mungkin aku hanya bisa
bertahan untuk satu hari lagi saja... Sungguh
penasaran . . . Ooo, Thian tampaknya tidak menaruh
belas kasihan kepada kita, Lam Lopeh !" Khang
Thiam Lu, kemudian menangis terisak-isak.
Lam Sie kuatir bukan main, dipegangnya lengan
Khang Thiam Lu, dirasakan tubuh orang she Khang
tersebut gemetar. Juga dilihatnya muka Khang
Thiam Lu yang pucat pias itu berselubung warna
gelap, matanya sudah tidak bersinar, di bawah
pelupuk matanya tampak warna hitam gelap,
47 menunjukkan bahwa orang she Khang ini memang
sudah tipis harapannya untuk mempertahankan
hidupnya lebih jauh, karena terlalu sedih campur
kuatir, Lam Sie tidak bisa bilang apa-apa, dia
menangis terisak-isak. Khang Thiam Lu dengan air mata bercucuran
memandangi Giok Han yang tengah tidur, duduk
bengong berdiam diri saja. Sampai akhirnya dia
menoleh kepada Lam Sie, katanya: "Jika terjadi
sesuatu pada diriku kau harus membawa Siauwya
mencari guruku di Siauw An, Lopeh ..." kata Thiam
Lu lagi. Lam Sie mengangguk beberapa kali dengan
sesengukan. Khang Thiam Lu mengeluarkan botol obatnya,
tinggal sebutir. Diawasinya botol obat itu. Memang
akhir-akhir ini setiap kali memuntahkan darah, ia
cuma memakan sebutir pil obatnya tersebut.
Seharusnya ia memakan enam atau paling sedikit
tiga butir, namun untuk memperpanjang
penggunaan obat pil Sie-hun-tan tersebut, ia
sengaja memakannya hanya sebutir demi sebutir.
Setelah mengawasi sekian lama pada botol
obatnya itu, Khang Thiam Lu menghela napas
dalam-dalam. Dia ingin memasukkan pula botol obat
itu kesaku bajunya, tetapi gerakan itu tiba-tiba
tersentak, ia memuntahkan darah segar. Lam Sie
48 kaget, cepat-cepat memijiti leher dan menumbuki
perlahan-lahan punggung Thiam Lu.
Jilid ke 2 Dengan napas yang sesak satu-satu dan muka
pucat pias kehijau-hijauan, Khang Thiam Lu
mengeluarkan obat yang tinggal sebutir itu dari
botolnya, kemudian dimasukan ke dalam mulutnya,
ditelan dengan dibantu oleh air ludah. Lam Sie
cepat-cepat mengambilkan secawan air teh, yang
diminum sedikit oleh Thiam Lu.
Napas Thiam Lu semakin sesak, ia menyenderkan
tubuh di dinding dengan muka yang pucat pias dan
mata tertutup. Tampaknya memang keadaan Thiam
Lu semakin parah saja. Lam Sie jadi menangis
terisak-isak, kalau Thiam Lu mati, habislab
harapannya untuk dibantu dan dilindungi olehnya
guna menyelamatkan Giok Han. Tanpa Thiam Lu,
jelas pengasuh tua tersebut akan menghadapi lebih
banyak kesulitan dalam melindungi dan
menyelamatkan majikan kecilnya.
"Jangan menangis, Lopeh...." kata Thiam Lu
sambil membuka matanya perlahan-lahan. Napasnya
masih sesak dan suaranya gemetar "Kalau aku mati,
usahakanlah Siauwya bisa tiba di tempat guruku...
ceritakan seluruh peristiwanya... perbuatan lalim
orang-orang Yong Ceng..."
49 Lam Sie mengangguk-angguk sambil terisak-isak.
Untuk tiba di Siauw An masih memerlukan waktu
perjalanan belasan hari. la mengurut dada Khang
Thiam Lu dengau air mata tetap mengucur tidak
berhasil dibendungnya. Malam sangat sunyi, pemilik rumah ini pun
rupanya sue!ah tidur. Tetapi, dalam kesepian dan
keheningan itu. tiba-tiba jendela kamar diketuk
beberapa kali oleh seseorang, disusul suara tertawa
yang perlahan. Khang Thiam Lu berdua Lam Sie kaget tidak
terhingga, muka mereka pucat pias. Khang Thiam Lu
mencekal pedangnya erat-erat, dengan dibantu oleh
siku tangannya, dia coba bisa duduk dengan benar.
Hanya saja, tubuhnya bergoyang-goyang seperti
akan terguling, biarpun Thiam Lu sudah mengempos
seluruh sisa tenaganya. Kembali terdengar suara ketukan perlahan di
jendela kamar, Thiam Lu berdua Lam Sie saling
pandang sejenak dengan kekuatiran yang sangat,
sedangkan Thiam Lu bertekad, dalam keadaan
lukanya yang parah seperti itu, akan mengadu jiwa
kalau seseorang bermaksud buruk terhadap mereka.
Pedangnya yang dicekal kuat-kuat itu gemetar.
Kudengar suara orang menangis di dalam kamar,
pasti ada peristiwa yang sangat menyedihkan hati
dialami oleh orang di dalam kamar itu !" Terdengar
suara seseorang suara yang parau dan dalam.
50 "Kau usil sekali, biarkan saja mereka menangis.
Apakah kita perlu ikut menangis dengan mereka?"
Terdengar suara wanita agak nyaring.
"Aku bermaksud membantu mereka jika memang
mereka memperoleh kesukaran," menyahuti suara
lelaki yang parau itu. "Coba kau ketuk lagi."
Terdengar suara wanita yang menggumam
seperti tidak senang, tetapi disusul kemudian
dengan suara ketukan perlahan pada daun jendela.
"Hei orang di dalam kamar, apakah kalian tengah
dalam kesulitan"!" Terdengar suara wanita itu cukup
nyaring. Butir-butir keringat sudah membanjiri kening
Khang Thiam Lu, ia sangat kuatir sekali. Dalam
keadaan terluka parah seperti ini, kalau ada orang
yang bermaksud tidak baik pada mereka, apa yang
bisa dilakukannya " Sedangkan Lam Sie hanya
seorang pelayan tua yang tidak memiliki kepandaian
apa-apa, tenaganya sangat lemah. Lam Sie pun
sangat kuatir, dia sudah menghampiri pembaringan
dimana Giok Han tengah tidur nyenyak, bersiap-siap
untuk melindungi Siauwya-nya sampai titik darah
penghabisan dengan mengadu jiwa jika seandainya
ada orang yang mau mengganggu keselamatan
majikan kecilnya itu. 51 "Apakah orang di dalam kamar itu tuli dan gagu
semuanya "!" Terdengar lagi suara menggumam
wanita itu. "Kau saja yang panggil mereka !"
"Panggil sekali lagi, aku yakin mereka tengah
menghadapi kesulitan!" Kata suara lelaki yang parau
dan dalam itu. Terdengar suara ketukan lagi.
"Apakah kalian tuli dan gagu?" Menegur wanita
diluar kamar. Khang Thiam Lu mengempos seluruh sisa
tenaganya. Dia berdiri, walaupun dengan tubuh yang
bergoyang-goyang seperti akan rubuh. Dicekal
pedangnya kuat-kuat dan melangkah menghampiri
jendela. Dengan tangan kiri yang gemetar lemah, ia
membuka daun jendela itu. Diluar sangat gelap,
sinar rembulan tidak berhasil menerangi sekitar
tempat itu. Tampak sepasang manusia tengah
memandangi mereka. Yang satu seorang lelaki berusia empat puluh
tahun, berpakaian sebagai pelajar, hanya anehnya
bajunya itu penuh tambalan. Keadaannya mirip
pengemis apalagi dengan kopiahnya yang sudah
bulukan berbentuk segi tiga muncung tinggi.
Di sampingnya berdiri seorang wanita berusia tiga
puluh lima tahun, berpakaian yang hampir serupa,
yaitu penuh tambalan bagaikan pakaian pengemis.
52 Muka mereka, yang saat itu tengah tersenyum, tidak
memperlihatkan tanda-tanda jahat.
Hanya saja dari cara berdiri mereka, juga lagak
mereka yang saling berpaling dan tersenyumsenyum
di antara mereka berdua, seakan juga
mereka ini sepasang suami isteri yang tidak beres
ingatannya. "Maaf, maaf, kami mengganggu !" kata lelaki
berpakaian pengemis itu. "Tampaknya tuan sedang
menghadapi kesulitan. Dan, apa tuan sedang terluka
didalam yang berat sekali !"
Dengan tangan gemetar Khang Thiam Lu menjura
memberi hormat. "Siapakah jie wie " Ada petunjuk
apakah untukku ?" "Petunjuk ?" Wanita itu menoleh kepada lelaki
yang mungkin suaminya. Kemudian tertawa. Lelaki
itu juga tertawa "Petunjuk apa ya " Kukira kita yang
perlu memperoleh petunjuk darinya..."
Lelaki itu mengangguk-angguk tanpa senyum,
sikapnya serius sekali. "Ya, petunjuk apa, ya "
Petunjuk " Ooooo, apakah petunjuk untuk bisa
makan dengan rapi " Apa ya ?" Dan mendadak sikap
seriusnya lenyap, dia tertawa lebar.
Khang Thiam Lu menyaksikan kelakuan kedua
orang itu yang tidak karuan, jadi mengerutkan
alisnya, Dengan memaksakan diri tersenyum, karena
53 dia tidak mau terlibat urusan, Khang Thiam Lu
bilang: "Maaf, jika jiewie tidak ada urusan lainnya,
kami ingin beristirahat, hari sudah terlalu larut
malam." "Ya, ya, tampaknya kau memang perlu istirahat
!" kata si lelaki yang tampaknya sinting itu. "Eh,
tunggu dulu. Tadi kau yang menangis, bukan ?"
Alis Khang Thiam Lu kembali berkerut. "Maaf, aku
sudah sangat mengantuk."
Tetapi lelaki itu tidak memperdulikan sikap Khang
Thiam Lu, dengan sikap serius dia bilang kepada
wanita di sampingnya. "Aku yakin dia yang
menangis. Mungkin dia takut mati," dan dia tertawa.
"Lihat saja, dia terluka di dalam yang parah,
mungkin hatinya sedih, takut untuk mati. Dia jadi
menangis, kalau mungkin memanggil Mama dan
Papanya .... untuk lari dari elmaut." Dan dia tertawa
lagi. Wanita yang berpakaian sebagai pengemis itu
pun mengangguk-angguk sambil tertawa. "Ya, ya,"
katanya, "kukira memang dia takut mati dan jadi
sedih- Menangis bukan jalan yang baik, nak !" katakata
yang terakhir diucapkan oleh wanita itu sambil
berpaling kepada Khang Thiam Lu, memang
ditujukan kepada Khang Thiam Lu.
Mendelu sekali hati Khang Thiam Lu, Bebal ia
melihat kelakuan kedua orang itu yang dilihatnya
54 tidak beres, membuatnya jadi mendongkol. Coba
kalau dalam keadaan biasa, dia tidak sedang terluka
parah seperti ini, sejak tadi-tadi dia sudah mengusir
sepasang manusia yang tampaknya tidak beres
ingatannya itu. Tetapi sekarang, ia menahan diri dan mengekang
perasaannya, jika terjadi keributan tentu tidak baik
untuk pihaknya. Dengan menahan kemendongkolan
hatinya, Khang Thiam Lu bilang: "Baiklah, terima
kasih untuk perhatian jiewie berdua," katanya.
"Maaf, aku tidak bisa menemani kalian berdua lebih
lama lagi." Lelaki yang berpakaian seperti pengemis itu
tersenyum, ia mengeluarkan sekerat daging
dendeng kemudian memakannya, mengunyah
dengan sikap seenaknya. Melihat lagaknya, Khang
Thiam Lu semakin yakin bahwa lelaki ini tidak beres
pikirannya. "Sayang, sayang sekali ! Penyakit yang tidak
begitu berbahaya seperti itu, akhirnya harus
membuatnya mati ! Tampaknya dia terluka oleh
totokan....!" Menggumam lelaki berpakaian
pengemis itu sambil berpaling kepada wanita yang
Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi kawannya. "Ya, lukanya sebelumnya tidak usah membuat dia
sampai menemui ajalnya !" Menyahuti wanita itu,
mengambil daging dendeng di tangan lelaki itu,
kemudian memakannya. 55 Khang Thiam Lu yang sejak tadi sudah mendelu
dan ingin menutup lagi daun jendela kamar,
mendengar percakapan ke dua orang tersebut. Tibatiba
serupa ingatan berkelebat di pikirannya, hatinya
kaget bercampur girang. la ingat kepada seseorang.
"Apakah mereka bukan sepasang Tabib Hutan yang
sangat terkenal sekali, yang di dalam kalangan
Kangouw merupakan tabib yang mengetahui 104
luka yang terparah dan sanggup diobati, sehingga
merekapun digelari sebagai Sepasang Bengkel
Manusia "!" Sepasang Tabib Hutan yang dimaksudkan oleh
Khang Thiam Lu adalah sepasang suami isteri yang
memiliki perangai luar biasa anehnya, di dalam
kalangan Kangouw mereka sangat terkenal sebagai
pasangan suami isteri yang memiliki pengetahuan
sangat tinggi untuk ilmu pengobatan.
Sampai digelarinya sepasang suami isteri itu
sebagai Sepasang Bengkel Manusia, karena mereka
berdua seperti juga bengkelnya manusia, jika ada
yang terluka parah, asal belum mati dan masih
bernapas, pasti jiwa orang itu bisa diselamatkan dan
disembuhkan. Kepandaian lmu silat merekapun tidak rendah,
ilmu andalan sepasang tabib yang terkenal itu
adalah masing-masing sebatang pedang, mereka
sanggup bekerja sama satu dengan yang lainnya,
seakan juga ilmu pedang mereka itu utara Im
dengan Yang yang dapat saling menutupi kelemahan
56 mereka satu dengan yang lainnya. Tabib yang pria
bernama cukup aneh juga, yaitu Tung Yang,
sedangkan terinya bernama Tung Im.
Namun, sepak terjang sepasang tabib itu sulit
diterka dan juga sangat susah mengetahui di mana
mereka berada. Karena teringat kepada sepasang tabib luar biasa
itu yang diduga oleh Khang Thiam Lu adalah
sepasang lelaki dan wanita yang berada di luar
jendela kamarnya, ia jadi batal menutup jendela
kamarnya, dia mengawasi kedua orang itu raguragu.
"Apakah jiewie Sepasang Tabib Hutan?" Tanya
Khang Thiam Lu akhirnya, masih tetap ragu.
Lelaki yang berpakaian seperti pengemis
menunda mengunyah, mementang matanya lebarlebar,
kemudian balik bertanya: "Sepasang Tabib
Hutan " Ooooooo, sungguh keterlaluan sekali kau,
Tuan.... apakah kau beranggapan kami ini manusia
hutan "!" Mendengar jawaban orang itu, juga menyaksikan
sikapnja, Khang Thiam Lu jadi semakin yakin kepada
dugaannya, dengan muka yang sejenak berseri,
cepat-cepat merangkapkan sepasang tangannya
memberi hormat kepada kedua orang itu. "Maaf,"
katanya, "tadi Siauwte terlalu lancang dan kurang
ajar menyambut kedatangan jiewie. Jika memang
57 jiewie sudi untuk singgah ke tempat kami, betapa
senangnya kami !" Lelaki dan wanita itu saling pandang sejenak
lamanya, kemudian yang laki-laki mengulap-ulapkan
tangannya. "Tidak," katanya, "tidak. kami tidak mau singgah.
Hu, nanti kau menyangka bahwa kami menginginkan
makananmu. Kami sendiri masih mempunyai
makanan, tidak kesudian pada makananmu!"
Setelah berkata begitu, lelaki itu mengeluarkan lagi
sekerat dendeng dari sakunya, mengunyahnya
sambil sekali-sekali berkata dengan mata yang
meram melek : "Enak, enak sekali. Sungguh
sedap..." Khang Thiam Lu jadi bimbang lagi. Apakah
sepasang manusia yang tampaknya tidak beres
pikirannya ini adalah Sepasang Tabib Hutan yang
terkenal itu " Mungkinkah itu " Melihat lagaknya
mereka selain sinting juga sangat jorok sekali,
sampai seperti pengemis mana mungkin mereka
bisa memiliki ilmu pengobatan yang lihay dan juga
tidak kelihatan tanda-tanda orang itu memiliki ilmu
silat yang berarti. Wanita di samping si lelaki berpakaian pengemis
sudah merebut lagi dendeng di tangan temannya,
sambil katanya. "Kau tua bangka sungguh kikir,
58 mengeluarkannya sekerat demi sekerat..." dan ia
mengunyah lagi. Lelaki itu tersenyum dengan sikap yang agak
sinting, merogoh sakunya mengeluarkan sekerat
daging dendeng lagi. Khang Thiam Lu hanya
mengawasi bengong saja. "Mau "." Tanya lelaki itu
sambil menyodorkan daging itu kepada Khang Thiam
Lu. "Sangat gurih dan enak .... makanlah !"
Khang Thiam Lu menggelengkan kepalanya
perlahan-lahan diliputi keraguan dan putus asa.
Tidak mungkin sepasang manusia yang tampaknya
sinting itu adalah Sepasang Tabib Hutan yang sangat
terkenal itu. Punah harapan yang tadi sempat
muncul dihatinya. Dengan lesu ia bermaksud
menutup daun jendela kamar.
"Tolol ! Manusia dungu !" Menggerutu lelaki
berpakaian pengemis itu. karena maksud baiknya
ditolak Thiam Lu. "Nih, makan !" Perkataannya itu
diakhir dengan timpukan dendeng itu ke arah muka
Khang Thiam Lu. Kaget Khang Thiam Lu, dia coba
memiringkan kepalanya ke kiri, tetapi mendadak
wanita di sisi lelaki itu pun sudah menimpuk dengan
sisa daging dendengnya ke muka Khang Thiam Lu.
itulah timpukan yang disertai tenaga dalam, angin
menyambar cukup keras. "Kalian....?", belum lagi habis perkataan Khang
Thiam Lu, di saat mulutnya tengah terbuka begitu,
justeru menyambar sepotong daging lainnya. Karena
59 lelaki berpakaian seperti pengemis itu sudah
menimpuk dengan sepotong daging lainnya. Tepat
sekali timpukan lelaki itu, tenaganya pun sudah
diperhitungkan, sebab masuk ke dalam mulut Khang
Thiam Lu tanpa berakibat buruk.
Coba kalau tidak sedang terluka didalam yang
parah seperti itu, niscaya Khang Thiam Lu bisa
menghindarkan timpukan sepasang manusia itu.
Hanya saja dia cuma berhasil menghindar dari dua
timpukan dan timpukan yang terakhir itu langsung
masuk ke dalam mulutnya. Memang lelaki itu
tampaknya semula menimpuk untuk menggertak
belaka. Waktu daging dendeng itu masuk ke dalam mulut
Khang Thiam Lu, seketika terasa olehnya hawa yang
dingin bukan main dari daging itu, seperti juga
sepotong es masuk ke dalam mulutnya. Di samping
itu daging dendeng itu harum sekali, harum melebihi
bunga bwee-tan kaget Khang Thiam Lu, hatinya
tergerak. Dan ia batal mengeluarkan daging itu dari
dalam mulutnya. "Kunyah. Makan ! Kau mau mati "!" Teriak lelaki
itu. "Ayo makan ! Jangan pikirkan soal kematian,
kalau belum saatnya tidak nantinya mati !"
Khang Thiam Lu yang sejak beberapa hari
terakhir sudah berputus asa oleh luka di dalam
tubuhnya, dan sekarang di waktu dalam keadaan
sudah demikian lemah, sudah tidak memperdulikan
60 segala ancaman. la seketika jadi nekad. Pikirnya:
"Biarlah aku makan dendeng ini, kalau memang
sepasang manusia ini bermaksud baik, dan mereka
Sepasang Tabib Hutan, aku tentu tertolong. Jika
tidak, ya paling tidak aku memang mati juga."
Karena berpikir begitu. Khang Thiam Lu
mengunyah. Bukan main harumnya daging itu,
sehingga terasa olehnya seperti bukan tengah
makan daging, melainkan tengah mengunyah
sekuntum bunga. Malah terasa juga wangi arak dari
daging yang dikunyah. Seketika, Khang Thiam Lu
tersadar. Bukankah daging itu adalah semacam daging
obat, karena Sepasang Tabib Hutan memang sangat
aneh dalam memberikan pengobatan kepada orangorang
yang meminta pertolongan dari mereka "
"Enak "!" Tanya lelaki asing itu ketika melihat
Thiam Lu tengah mengunyah. "Buka mulutmu ....
Aku akan membagi lagi kepadamu !"
Selama mengunyah daging itu, semangat Khang
Thiam Lu seperti berangsur pulih dan ia merasa jauh
lebih segar dari sebelumnya. Semakin kuat
dugaannya bahwa sepasang manusia di luar
kamarnya ini adalah Sepasang Tabib Hutan. Maka
tanpa ragu-ragu ia membuka mulutnya Iebar-lebar,
sedangkan lelaki asing itu menjentik sesuatu, yang
menyambar masuk ke dalam mulut Khang Thiam Lu.
itulah sebutir pil, yang juga menyiarkan harum
61 semerbak keras sekali. Begitu Khang Thiam Lu
mengunyahnya, ia merasakan tubuhnya sangat
segar, kalau semula tubuhnya bergoyang-goyang
tidak bertenaga seakan ingin rubuh terguling,
sekarang dia sudah bisa berdiri tegak di atas kedua
kakinya. Memang pengobatan yang sangat luar biasa
serta menakjubkan sekali !
Waktu itu yang lelaki telah menoleh kepada si
wanita, katanya: "Jangan lama-lama di sini, bisa
berabe, jangan-jangan nanti dia minta dibagi lebih
banyak, bisa-bisa aku jadi rudin !" katanya sambil
menuntun tangan si wanita. Wanita asing itu
mengangguk sambil mengikuti si lelaki asing untuk
meninggalkan tempat tersebut.
Kiiang Thiam Lu yang merasakan tubuhnya
bertambah segar, tengah girang dan bersyukur,
hanya bengorg takjub saja. Namun melihat kedua
orang itu ingin pergi, segera dia melompat keluar
dari jendela. Benar-benar menakjubkan, karena dia
bisa melompat lincah keluar dari kamar, berbeda
dengan keadaannya pada sebelumnya yang begitu
lemah dan seakan sudah mendekati ajal.
Dia berlari mengejar kedua orang itu,
merangkapkan kedua tangannya memberi hormat
sambil katanya: "Terima kasih atas pertolongan
jiewie," katanya dengan membungkukkan tubuh
dalam-dalam. "Terimalah hormat Siauwte Khang
62 Thiam Lu. yang tidak akan melupakan budi kebaikan
Siauwte." Tetapi, tidak disangka-sangka, waktu tubuh
Khang Thiam Lu membungkuk memberi hormat,
tahu-tahu tangan kanan lelaki itu terayun
menghantam telak sekali punggung Khang Thiam
Lu. Sartgat kuat pukulan itu, sampai Khang Thiam
Lu sulit mengelak dan juga terjerambab ke depan.
Dia kaget tidak terhingga. Jadi apa maksud kedua
orang itu, apakah mereka ingin menolongnya atau
memang hendak mencelakainya " Bukankah tadi
mereka memberikan obat yang sangat mujarab dan
aneh kepadanya " Tetapi mengapa sekarang justeru lelaki itu
menghantam begitu kuat kepadanya " Dan disusul
kemudian Khang Thiam Lu memuntahkan darah
yang bergumpal hitam. Mukanya jadi pucat lagi.
"Apa itu budi kebaikan "!", menggumam lelaki
aneh itu, dia menuntun tangan wanita temannya.
"Mari Kie-moay, kita harus cepat-cepat pergi, bisabisa
nanri dia minta budi kebaikan yang lebih besar
lagi !" kedua orang itupun melangkah sangat cepat,
sekejap saja sudah lenyap dari pandangan Khang
Thiam Lu. Lama Khang Thiam Lu duduk bengong di atas
tanah. Lam Sie melongok dari jendela. Tadi melihat
Khang Thiam Lu melompat keluar dari kamar, dia
cepat-cepat menghampiri jendela, untuk melihat apa
63 yang terjadi. Hatinya kuatir bukan main. Tetapi
dilihamya Khang Thiam Lu tengah memberi hormat
kepada kedua orang itu, keadaannya tampak jauh
lebih segar dari sebelumnya.
Hati Lam Sie jadi agak tenang. Hanya saja baru
saja hatinya mulai tenteram, dia melihat lelaki itu
menghantam dengan tangannya ke punggung Khang
Thiam Lu, kuat sekali. membuat Khang Thiam Lu
terjerambab dan memuntahkan darah hitam
bergumpal. Lam Sie menjerit kaget dan cepat-cepat
kembali ke pembaringan, memeluki majikan kecilnya
dengan muka pucat serta tubuh menggigil.
Dia kuatir kedua orang asing itu masuk ke dalam
kamar untuk membunuh Siauwyanya Jan dia.
Bukankah Khang Thiam Lu sudah dihantam
terjerambab tanpa berdaya " Mengingat lagi
Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memang pada waktu itu Lam Sie tahu benar Khang
Thiam Lu tengah terluka di dalam yang sangat
parah, sehingga tidak mungkin bisa melindungi dia
bersama majikan kecilnya.
"Oooh Thian, mengapa tidak juga di beri jalan
lolos untuk Siauwya .... "!" Mengeluh Lam Sie
dengan air mata bercucuran.
Malam sangat sepi, kedua orang aneh itu sudah
pergi entah kemana. Khang Thiam Lu masih duduk
bengong dengan muka yang pucat. Lam Sie yang
menunggu sesaat lamanya, keaadaan masih juga
sepi, tidak terjadi sesuatu, memberanikan diri
64 mendekati jendela, justeru di waktu itu la melihat
Khang Thiam Lu tengah menampar kepalanya
sendiri beberapa kali sambil berteriak kegirangan.
Lam Sie jadi tertegun tidak mengerti. Apakah
Khang Thiam Lu sudah berobah ingatan " Bukankah
tadi dia dihantam kuat-kuat oleh orang itu. namun
mengapa sekarang dia malah memukuli kepalanya
sendiri sambil berteriak kegirangan " Apakah
hantaman orang aneh itu menyebabkan Khang
Thiam Lu tidak beres pikirannya " Keringat dingin
membanjir di sekujur tubuh Lam Sie, yang
mengawasi tambah kuatir saja.
Waktu itu Khang Thiam Lu sudah berjingkrak
kegirangan, menghampiri Lam Sie yang masin
tertegun mengawasi tingkah lakunya dengan hati
yang kecut. "Lam Lopeh aku yakin kedua orang tadi Sepsang
Tabib Hutan." kata Khang Thiam Lu. "Mereka telah
menolongi jiwaku, memberikan obat yang mujarab.
Kini aku sudah sembuh dari luka di dalam, hanya
perlu untuk memelihara tenaga dalam dengan
bersemedi dalam beberapa hari mendatang, setelah
itu aku akan sehat seperti semula, berarti aku dapat
melindungi kalian !"
"Oooh benarkah Tayjin ?" Tanya Lam Sie dengan
suara tergetar karena terharu, air matanya sampai
menitik turun, Kemudian dia berjongkok,
65 menghadap ke langit, gumamnya : "Oooo Thian.
sungguh besar berkahMU kepada kami !"
Khang Thiam Lu menepuk perlahan pundak Lam
Sie waktu ia sudah melompat masuk ke dalam
kamar. Dia tertawa. "Sekarang kita tidak perlu
bingung, karena yang terpenting harus tiba di
tempat guruku, guna meminta petunjuk beliau
bagaimana melindungi Siauwya. Aku yakin, Yong
Ceng pasti menyebar orang-orangnya untuk mencari
Siauwya kita, karena ia pasti tidak akan mau
mengerti dengan menghilangnya Siauwya."
"Ya, Tayjin," mengangguk Lam Sie. "Mudahmudahan
Thian selalu melindungi kita!"
Khang Thiam Lu mengangguk. Katanya :
"Pergilah tidur, Lam Lopeh. Aku yang akan berjaga
malam ini. Besok pagi kita perlu melanjutkan
perjalanan." Lam Sie tidak membantah, dia memang terlalu
lelah, selama berhari-hari ia selalu dikuasai oleh
kekuatiran yang sangat, juga memperhatikan
keselamatan majikan kecilnya melakukan perjalanan
tanpa kenal lelah, seringkali dia menggendong Giok
Han, kalau tampak sudah lelah. Jika malam hari,
iapun tidak bisa tidur, karena hatinya tidak tenang.
Sekarang, rebah sebentar saja dia sudah tertidur
nyenyak di samping Giok Han.
66 Khang Thiam Lu menghela napas dalam-dalam,
duduk bersemedhi, unruk mengatur tenaga dalam
dan pernapasannya. Bagi seorang akhli silat kelas
satu, jelas dengan duduk bersemedhi mengatur
pernapasannya, sudah bisa mempersegar dirinya,
mengurangi rasa lelah. Namun. waktu dia mengatur
jalan pernapasannya, Khang Thiam Lu tercekat
hatinya, karena dirasakan adanya suatu kelainan
pada pernapasannya. Seperti kacau, tidak biasanya
yang selalu teratur dengan baik. Thiam Lu sampai
berhenti bersemedhi, duduk termenung.
"Apakah kedua orang tadi memang Sepasang
Tabib Hutan " Apakah memang mereka bermaksud
menolongku, atau memang kebalikannya ingin
mencelakaiku?" Dengan hati diliputi was-was. ia
mulai bersemedhi untuk mengatur pernapasannya.
Mulanya berlangsung wajar dan lancar tetapi lewat
seperempat jam, tiba-tiba darahnya seperti bergolak
dan sulit untuk dikendalikan lagi. Hati Thiam Lu
tercekat lagi, untuk ke dua kalinya ia menghentikan
semedhinya. "Pasti ada yang tidak beres di dalam diriku!"
Berpikir Thiam Lu. "Apakah memang kedua orang itu
setengah-setengah menolongku" Atau memang
lukaku belum lagi sembuh benar"! Tapi, sudahlah!
Yang terpenting semenit aku bisa hidup, semenit aku
akan melindungi Siauwya !"
Dan dia tidak bersemedhi lagi, duduk dengan
mata menatap kosong kepada kegelapan malam.
67 Hatinya pedih teringat cara kematian Jenderal Giok
Hu, seorang Jenderal yang sebetulnya sangat setia
dan jujur. Kokok ayam terdengar. Lam Sie sudah bangun,
bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan. Giok
Han dibangunkan. Anak itu menatap heran : "Kita
mau pergi kemana lagi, Paman Lam "!"
Haii Lam Sie sedih bukan main, setiap kali anak
itu bertanya seperti itu, rasa dukanya jadi meluap. la
memeluk majikan kecilnya, air matanya menitik
turun. "Menemui Papa Siauwya." jawabnya.
"Berapa jauh lagi kita harus melakukan
perjalanan, Paman Lam "!"
"Beberapa hari lagi," menyahuti Lam Sie.
Khang Thiam Lu mengajak mereka tidak
membuang-buang waktu, untuk segera melanjutkan
perjalanan. Pagi itu hawa udara sejuk seperti biasa,
Giok Han berlari-lari kecil dengan gembira, sampai
akhirnya merasa letih, barulah ia digendong oleh
Lam Sie. Melakukan perjalanan kurang lebih dua puluh lie,
tiba-tiba Khang Thiam Lu yang berpengalaman
melihat sesuatu yang tidak beres. Di sebatang pohon
68 menancap sebatang bendera kecil berbentuk segi
tiga dan warnanya hitam gelap.
Cepat-cepat Thiam Lu menghampiri dan
memperhatikan bendera itu. Hanya bendera warna
hitam gelap. Tidak ada gambar apa-apa pada
bendera hitam itu, hanya di tengah-tengah bendera
itu terlihat bulatan kecil warna kuning. Lain dari itu
tidak terlihat tanda apa-apa. Alis Thiam Lu berkerut,
dia menduga-duga, entah milik siapa bendera itu "
Mendadak Thiam Lu teringat seseorang, jantungnya
seperti berhenti berdegup, mukanya pucat pias dan
tubuhnya tergetar sedikit.
Cepat-cepat, dengan sikap agak bingung ia
mengajak Lam Sie dan Giok Han melanjutkan
perjalanan. Lam Sie heran melihat sikap Thiam Lu,
tetapi ia tidak berani menanyakan apa-apa.
Dengan muka yang masih tetap pucat, Thiam Lu
berbisik kepada Lam Sie: "Kalau terjadi sesuatu kau
tidak usah memperdulikan aku, segera menyingkir
dengan Siauwya." "Tayjin ..." "Jangan bertanya sesuatu, ingat pesanku tadi.
Ayo, kita harus melakukan perjalanan yang cepat,"
tampaknya Thiam Lu tengah diliputi kegelisahan
yang sangat. 69 Lam Sie tidak berani terlalu banyak bertanya
kepada Thiam Lu, hanya menggendong Giok Han
dan melakukan perjalanan dengan cepat.
Melakukan perjalanan tidak lebih dari tiga lie,
tiba-tiba di sebatang pohon terlihat bendera yang
serupa dengan bendera hitam yang pernah mereka
lihat tadi. Muka Thiam Lu semakin pucat pias.
"Kita harus mengambil jalan lain, tampaknya dia
memang berada disekitar kita !" bisik Thiam Lu
dengan suara tergetar. la mengajak Lam Sie Giok
Han menikung ke kanan dan mulai melakukan
perjalanan dengan cepat. Selama itu Thiam Lu tetap
panik. Tetapi berjalan dua lie lebih, kembali tampak
sebatang bendera hitam yang serupa dengan yang
dua tadi. Sekali ini Thiam Lu berdiri mematung
dengan wajah pucat. "Tampaknya kita sulit menghindar darinya,"
menggumam Thiam Lu dengan suara tergetar.
Lam Sie jadi kuatir bukan main. "Ada apa
sebenarnya, Tayjin "!" tanyanya.
"Jangan bertanya-tanya dulu, ingat pesanku tadi,
apapun yang terjadi, kau jangan perdulikan aku dan
selamatkanlah Siauwya. Sekali ini kalau kita bisa
lolos dari tangannya, selamatlah kita !" Thiam Lu
kemudian mengajak Lam Sie dan Giok Han
melakukan perjalanan lebih cepat.
70 Sepanjang perjalanan mereka selalu melihat
bendera hitam dengan lingkaran kuning kecil di
tengahnya, bendera-bendera yang serupa dengan
yang sebelumnya. Dan selalu tiap tiga lie mereka
bisa melihat bendera itu, seakan-akan bendera aneh
tersebut berada di mana-mana.
Melihat Thiam Lu panik seperti itu, Lam Sie
tambah kuatir. Dia berlari-lari dengan menggendong
Giok Han yang didekapnya erat-erat.
Tengah hari setelah melalui hampir tiga puluh lie,
mereka bertemu sebuah perkampungan. Tetapi
perkampungan ini sangat sepi sekali. Thiam Lu mulai
curiga dan tidak tenang begitu memasuki
perkampungan yang seperti tidak berpenghuni
tersebut. la mengawasi sekitar tempat itu. Sepi,
tidak seorang manusiapun terlihat.
"Tempat apa ini, paman Khang "!" Tanya Giok
Han digendongan Lam Sie. Khang Thiam Lu tidak menjawab, dia benar-benar
tegang oleh suasana tersebut, sedangkan Lam Sie
membujuk majikan kecilnya: "Ini sebuah
perkampungan kecil, Siauwya. kita akan beristirahat
di sini. Jangan banyak bertanya dulu Siauwya. nanti
kalau ternyata tidak ada penjahat barulah kita
makan minum." 71 "Penjahat " Paman Lim dan paman Khang takut
pada penjahat" Tangkap saja, masukkan ke dalam
penjara!" kata Giok Han dengan suara lantang.
"Sstttt," bisik Lam Sie. "Diam-diamlah dulu
Siauwya." Thiam Lu waktu itu sudah memperhatikan sekitar
tempat itu. ia melambaikan tangannya memanggil
Lam Sie agar lebih mendekat.
"Aku merasakan ada yang tidak beres di tempat
ini, apakah lebih baik kita meneruskan perjalanan
tanpa perlu singgah disini " Apakah Lam Lopeh
masih kuat untuk melanjutkan perjalanan"!"
Lam Sie mengangguk ragu-ragu.
"Ya, Tayjin, tampaknya suasana kampung ini
menimbulkan perasaan yang kurang enak mengapa
demikian sepi dan tampaknya tidak ada seorang
manusiapun"!" "Ya, tidak terlihat seorang manusiapun juga.
Bahkan suara ayam dan anjing tidak terdengar, Lam
Lopeh." menyahuti Khang Thiam Lu dengan suara
agak tergetar. Lam Sie merasakan tubuhnya tergetar sedikit,
dan dia baru menyadari memang bukan tidak
tampak, seekor ayam atau seekor anjing dan
72 binatang lainnya tidak tampak, tidak juga terdengar
suara ayam atau salak anjing.
Ini memang luar biasa, kesepian yang
menakutkan. Lam Sie jadi memeluk Giok Han lebih
erat. Perkampungan apa ini yang demikian kosong
sehingga tidak ada satupun makhluk hidup yang
tampak" Melihat Khang Thiam Lu berdua Lam Sie tegang
ssperti itu, Giok Han berbisik di telinga Lam Sie:
"Ada apa sebenarnya, Paman Lam "!"
"Tidak ada apa-apa, Siauwya, kita hanya perlu
barhati-hati, karena tampaknya ada penjahat
disekitar tempat ini." Membujuk Lam Sie.
"Paman Khang memiliki ilmu silat yang tinggi dan
gagah, mengapa kita harus takut ?" Bisik Giok Han.
"Siauwya jangan banyak bertanya dulu nanti
akan paman jelaskan." kata Lam Sie.
Khang Thiam Lu meminta Lam Sie berdua Giok
Han berdiam di tempatnya, dia sendiri maju
beberapa tombak menghampiri perkampungan itu.
Memang tidak seorang manusiapun dilihatnya.
Mukanya jadi semakin pucat. " Apakah dia yang
datang "!" Tampaknya memang tidak ada makhluk
Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bernapas yang dibiarkannya hidup."
73 Cepat-cepat Thiam Lu kembali ke samping Lam
Sie, kuatir ada sesuatu yang mengancam Lam Sie
dan majikan kecilnya "Bagaimana Tayjin, apakah kita meneruskan saja
perjalanan tanpa perlu mampir di situ "!" Tanya Lam
Sie dengan suara perlahan.
Khang Thiam Lu mengangguk perlahan. mukanya
masih pucat dan tegang. "Lam Lopeh, ingat
pesanku. Selamatkanlah Siauwya jika terjadi
sesuatu," "bisiknya. Lam Sie cuma mengangguk, hatinya semakin
tidak tenang. "Sebenarnya apa yang terjadi di
perkampungan itu, Tayjin ?"
"Kukira, seluruh penduduk, berikut ayam anjing,
bebek dan makhluk berjiwa lainnya, telah dibunuh
semuanya oleh dia!" "Dia " Dia siapa, Tayjin ?"
"Nanti akan kujelaskan kalau kita berhasil lolos
dari tempat ini !" Bisik Thiam Lu, suaranya tergetar
dan menarik tangan Lam Sie untuk menyingkir dari
tempat tersebut. Setelah meninggalkan perkampungan itu dua lie
lebih, mereka melihat lagi sebatang bendera kecil
74 bentuk segi tiga berwarna hitam. Lam Sie melihat
tubuh Thiam Lu menggigil, muka Khang Thiam Lu
pun bertambah pucat. "Cepat Lam Lopeh, kita harus
cepat menyingkir dari tempat ini!" Berbisik Thiam Lu
dengan suara serak dan kering.
Lam Sie semakin kuatir dan tegang, ia tidak
berani banyak bertanya. Walaupun sudah lelah
menggendong Giok Han, ia setengah berlari
melakukan perjalanan. Baru melakukan perjalanan belum satu lie, di
depan mereka menggeletak dua sosok mayat, tidak
bernapas. Muka mereka biru gelap seperti mati
keracunan. Di samping kedua orang itu, terpisah
kurang lebih belasan tombak, tampak bangkai
seekor anjing yang juga mati dengan tubuh hitam
bagaikan keracunan. Dengan ketegangan yang meningkat, Thiam Lu
menghampiri kedua mayat dan memeriksanya.
Akhirnya dengan suara serak kering dia mengguman
: "Benar dia..."
Tidak buang waktu lagi segera Khang Thiam Lu
menarik tangan Lam Sie. diajaknya berlari. "Cepat
.... terlambat sedikit saja, celakalah kita!"
Lam Sie berlari-lari menggendong Giok Han, yang
mengawasi terheran-heran. Bocah itu tidak mengerti
mengapa kedua orang Paman itu demikian tegang.
Berlari belum begitu jauh, tiba-tiba terdengar suara
75 Khim (harpa) yang dipetik lembut dan merdu dari
arah depan mereka, halus sekali suara musik itu,
bagaikan musik dari Sorga.
Khang Thiam Lu seperti terpantek ke dua kakinja
di tanah, karena ia berhenti berlari dengan
mendadak. Hampir saja Lam Sie yang menggendong
Giok Han terpelanting ke depan. Untung dia masih
sempat mencekal kuat-kuat tangan Khang Thiam Lu
membuatnya hanya terhuyung ke depan beberapa
langkah. "Kita terlambat !", mengeluh Thiam Lu dengan
bibir agak tergetar. Dengan muka pucat dia menoleh
kepada Lam Sie: "Ingat pesanku, janganlah
perdulikan apa yang terjadi, selamatkanlah Siauwya
! Pergilah sekarang ke kampung tadi .... cepat ....
ayo cepat Lam Lopeh .... sedetik saja terlambat,
sulit kita melindungi Siauwya ..."
Lam Sie mengetahui bahwa Khang Thiam Lu
seorang gagah perkasa, pengawal pribadi dari
Jenderal Giok Hu Tidak pernah Thiam Lu bersikap
seperti itu, karena menghadapi kematianpun dulu ia
tidak pernah gentar. Sekarang ia panik dan tegang seperti itu, pasti
ada sesuatu yang benar-benar menakutkan. "Ayo
cepat Lopeh, oooooo, terlambat sedikit saja,
habislah kita ..." 76 Lam Sie tidak bisa bertanya apa-apa, karena
tangannya telah digentak oleh Thiam Lu, agar dia
berlari balik dari arah mana tadi mereka datang.
Sedangkan Thiam Lu berdiri tegang menantikan
datangnya orang yang memetik Khim dengan suara
merdu itu, dengan tangan menggenggam
pedangnya. Tubuhnya agak menggigil.
Lam Sie berlari akan meninggalkan Thiam Lu,
tetapi Giok Han sudah berkata: "Paman Lam, jangan
tinggalkan Paman Khang!"
"Cepat! Ayo cepat pergi !" Bentak Thiam Lu
dengan sikap semakin tidak tenang, sedangkan
suara Khim itu semakin dekat dan sangat merdu.
"Oooo, betapa pengecutnya Paman Lam kalau
meninggalkan paman Khang ! Tampaknya ada
sesuatu yang mengancam keselamatan jiwa paman
Khang!" Teriak Giok Han sambil meronta ingin turun
dari gendongan Lam Sie. "Siauwya, kita harus menyingkir dulu, paman
Khang pasti bisa menghadapi apapun juga ..."
Membujuk Lam Sie, yang kebingungan dan tegang.
"Tidak mau!" Menggeleng Giok Han. "Turunkan
aku !" "Siauwya !?" 77 "Turunkan aku !" Dan Giok Han mengawasi
Paman Lam dengan sorot mata yang bening. Bola
mata yarg tajam, bola mata bocah yang tentu saja
masih bersih. Lam Sie jadi serba salah. Belum
pernah dia menolak setiap permintaan Giok Han,
sebagai pengasuh yang baik, ia selalu patuh
terhadap keinginan Giok Han.
Tetapi sekarang tampaknya memang ada bahaya
yang menakutkan, maka Lam Sie jadi serba salah.
Khang Thiam Lu jadi panik melihat Lam Sie masih
belum meninggalkan tempat itu, dengan keringat
dingin sudah memenuhi muka dan sekujur
tubuhnya, dia menoleh, bentaknya: "Lam Sie apakah
kau tidak mau mendengar perintahku lagi " Ayo
cepat bawa Siauwya meninggalkan tempat ini !
Cepat !" Dan dia membanting-banting kakinya dengan
jengkel kebingungan. Mukanya pun pucat pias.
Suara Kim semakin terdengar jelas mendekat.
"Paman Khang, aku tidak mau pergi
meninggalkan kau !" Teriak Giok Han nyaring.
kemudian menoleh kepada Lam Sie yang tengah
kebingungan : "Paman Lam, turunkan aku !"
"Siaawya, keadaan.."
"Turunkan aku!" Giok Han meronta "Apakah
Paman Lam sudah tidak sayang aku lagi?"
78 Lam Sie terpaksa menurunkan Giok Han dari
gendongannya, ia kuatir majikan kecilnya itu jatuh
sehingga melukainya atau mempersakiti Giok Han.
Setelah diturunkan dari gendongan, dengan sikap
yang gagah dan dada membusung ke depan, hocah
itu bilang : "Paman Lam, betapa Paman tidak malu
bersikap sepengecut itu ! Tidaklah Paman Lam malu,
melihat Paman Khang akan menghadapi bahaya, lalu
ingin melarikan diri menyelamatkan diri sendiri..."
Lam Sie menunduk dengan hati susah.
"Siauwya..." "Paman Lam tidak perlu beralasan apa pun juga,
aku sudah menyaksikan betapa Paman terlalu
mementingkan diri sendiri! Seharusnya Paman Lam
membantui Paman Khang menghadapi bahaya itu
sampai tetes darah terakhir!" kata Giok Han dengan
suara nyaring dan sikapnya yang dibuat-buat gagah
jadi lucu tampaknya. "Kalau paman Lam tidak mau
membantui paman Khang, biarlah aku yang akan
membantuinya." Thiam Lu melihat Giok Han berdua Lam Sie belum
meninggalkan tempat itu, jadi membanting-banting
kakinya kebingungan, mulanya seperti orang ingin
menangis karena terlalu tegang dan bingung.
"Aduhh, Lam Sie benar-benar kau tidak tahu bahaya
tengah mendatangi. Ayo cepat pergi... ayo cepat..."
Berseru Thiam Lu. 79 Tetapi sudah terlambat. Sekarangpun Lam Sie
berdua Giok Han ingin pergi, sudah tidak akan
keburu lagi, sebab orang yang memetik Khim itu
sudah muncul, tengah mendatangi ke arah mereka
dengan tindakan perlahan-lahan, di tangan kiri
tercekal alat tetabuhan berbentuk seperti labu,
tangan kanannya memetik tali-tali Khim yang
terbentuk aneh itu. "Benar dia," mengeluh Thiam Lu dengan bibir
kering. Mukanya semakin pucat.
Orang yang baru muncul dengan alat musik yang
aneh bentuknya itu tidak lain seorang gadis cantik
jelita, rambutnya yang tumbuh panjang dibiarkan
tergerai ujungnya sampai kebetis kakinya. Wajahnya
luar biasa cantik, matanya indah, hidungnya
mancung kulitnya putih seperti juga lapisan salju di
gunung Thian San, bibirnya tampak terkatup rapat,
walaupun tidak tersenyum namun bibir yang tipis
merah itu sangat bagus sekali.
Jari-jari tangannya yang memetik tali-tali alat
musiknya lentik dan menarik, ia mengenakan baju
panjang terbuat dari sutera putih. Kalau melihat
gadis itu di malam hari, tentu akan disangka orang
sebagai peri atau dewi. Lam Sie melihat gadis itu pun jadi tertegun raguragu.
Gadis inikah yang ditakuti oleh Thiam Lu "
Gadis secantik itukah yang membuat Thiam Lu jadi
tegang dan ketakutan, seakan tengah menghadapi
80 kehadiran seorang malaikat pencabut nyawa dari
akherat " Sungguh tidak bisa diterima akal sehat Lam Sie,
bahwa gadis yang tampak cantik jelita, lemah
lembut, juga gemulai langkah kakinya, bisa
membuat Thiam Lu ketakutan seperti itu. Dia
menghela napas dalam-dalam hati Lam Sie agak
tenang. Kalau hanya gadis itu saja, pasti Thiam Lu
tidak perlu takut seperti tadi, sebab ia akan bisa
menghadapinya. Giok Han melihat wanita itu, jadi tersenyum dan
menarik ujung tangan baju Lam Sie, bisiknya:
"Paman Lam, dia tampaknya Ciecie yang baik,
mengapa kalian tadi harus ketakutan setengah mati
" Bukankah malah menyenangkan bisa
mendengarkan Ciecie itu memainkan alat musiknya
" !" Wanita cantik jelita yang baru datang itu tiba-tiba
menyentak salah satu tali alat musiknya,
mendenting nyaring sekali, menusuk anak telinga.
Dia menyudahi memainkan lagunya, matanya yang
tampak sangat indah itu, tapi memancarkan sinar
yang dingin, perlahan-lahan merayap kearak Giok
Han. Bibirnya yang terkatup tanpa senyum perlahanlahan
pun terbuka, suaranya sangat merdu luar
biasa waktu dia bilang: "Adik kecil, apakah kau
menyukai lagu yang ku-mainkan tadi ?"
81 Giok Han mengangguk sambil tertawa. "Ciecie
pandai sekali memainkan alat musik mu, suaranya
sangat merdu," sahutnya.
Thiam Lu sangat kebingungan dan gugup
berulang kali dia memberi isyarat kepada Lam Sie
agar membawa Giok Han pergi menyingkir.
Dengan tenang, wanita itu menoleh kepada
Thiam Lu : "Tayjin, tampaknya kau sudah
melakukan perjalanan sangat jauh. Lelah sekali.
Maukah kau mendengar lagu lainnya " Siauwmoay
bersedia memainkan beberapa lagu untukmu !"
Bibir Thiam Lu tergetar, dia memaksakan diri
buat tersenyum. "Siocia, kau memang pandai sekali memainkan
alat musikmu itu..." Memuji Thiam Lu dengan suara
yang serak. "Pranggggg !" "tiba-tiba alat musik ditangan wanita itu hancur
berkeping-keping sebab wanita itu menghantamkan
alat musik tersebut ke sebongkah batu di dekatnya
yang ada di jalan tersebut, Dengan muka yang
semakin dingin dia bilang: "Pandai memainkan alat
musik " Apa itu saja "!"
Muka Thiam Lu jadi pucat pias, dia sampai
mundur selangkah kebelakang. Sedangkan Giok Han
82 dan Lam Sie pun kaget tidak terkira waktu alat
musik itu dihancurkan oleh wanita tersebut,
sehingga mereka memandang sayang pada alat
musik yang telah hancur itu.
Giok Han mempergunakan kedua tangannya
Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menutupi telinganya, karena waktu alat musik itu
dihantamkan pada batu suaranya menyakiti anak
telinga. Bocah itu pun mengawasi seakan akan
merasa sayang alat musik berbentuk aneh itu sudah
hancur berkeping-keping, seakan juga dia mengiler
untuk memegang alat musik yang menarik hati itu.
"Maksudku... maksudku...." Suara Thiam Lu tidak
lancar. "Katakan, apakah hanya itu saja?" Suara wanita
itu tidak keras, bukan membentak tetapi bernada
memerintah. Mukanya yang cantik jelita dingin
sekali, tidak memperlihatkan perasaan sedikitpun
juga. "Di samping pandai bermain musik, Siocia
adalah... adalah pembunuh nomer satu didunia !"
Akhirnya Thiam Lu menyahuti.
Bibir wanita itu tidak tersenyum, tetap terkatup,
wajahnya, pun dingin, tidak memperlihatkan
kemarahan. Cuma sinar matanya jadi semakin
dingin, membuat Thiam Lu menggigil seperti
disambar oleh hawa dingin nya salju.
83 "Ya, akulah pembunuh nomer satu di dunia,
disamping pandai bermain musik," kata wanita itu.
"Dan kau tunggu apa lagi ?"
Thiam Lu menghela napas, dia berusaha
mengempos seluruh semangatnya. Walaupun ia
tahu, wanita didepannya adalah wanita pembunuh
yang tiada taranya di dunia, namun iapun
sebetulnya bukanlah seorang pengecut yang gentar
menghadapi kematian. Tadi, jika dia tampak begitu
tegang dan kuatir, hanya disebabkan ia kuatirkan
keselamatan Giok Han, putera dari majikannya,
yaitu Jenderal Giok Hu. Meiihat keadaan sudah tidak
bisa dihindarkan lagi dan tidak ada jalan lain, maka
Thiam Lu berusaha mengumpulkan seluruh hawa
murninya, dia bilang: "Siauwte Khang Thiam Lu
tidak takut walaupun harus menerima sepuluh kali
kematian. Cuma sekarang aku tengah memikul
tugas yang berat sekali. Jika memang Siocia
mempunyai urusan denganku, baiklah aku akan
menemui Siocia dua bulan mendatang. Beritahukan
saja, di mana aku harus menemui Siocia ?"
Wanita cantik itu tetap tidak tersenyum juga
tidak memperlihatkan perasaan marah di mukanya.
Hanya dingin sekali dia bilang: "Apakah kau masih
tidak mau menyelesaikan sendiri" Perlu aku turun
tangan?" Thiam Lu nyengir pahit, wajahnya berduka sekali.
"Siocia terlalu mendesak, aku terpaksa lancang
untuk minta petunjuk Sio-cia..."
84 Bibir yang semula terkatup rapat tidak pernah
tersenyum itu, mendadak merekah, membentuk
seulas senyuman tipis. Namun hanya sekejap saja
sudah lenyap, terkatup lagi, rapat sekali.
"Baik, tampaknya kau ingin mati dengan tubuh
yang berkembang!" Belum lagi habis suara wanita
jelita itu, seperti juga suara tersebut mash
mengambang di udara, tiba-tiba berkelebat, sesosok
bayangan putih, karena tubuh wanita itu gesit luar
biasa dan tidak terlihat cara bergeraknya, sudah
berada di samping Thiam Lu. "Nih kuhadiahkan
bunga yang kau inginkan". Bisik wanita itu.
Thiam Lu mengendus harum semerbak menerpah
hidungnya, sebetulnya dia sudah bersiap siaga sejak
tadi. tetapi wanita jelita tersebut bergerak begitu
cepat dan tahu-tahu sudah ada di sampingnya. Dia
melihat tangan wanita itu seperti mendorong
sesuatu-dia tahu tentu melepaskan senjata rahasia.
Maka tidak pikir panjang dia mengibaskan
pedangnya sambil membuang diri kesamping
pedangnya im akan menabas perut wanita itu.
Giok Han menjerit kaget dan takut melihat
pedang menyambar perut wanita jelita tersebut,
Lam Sie juga kaget. Tetapi, sungguh luar biasa
wanita itu. Mukanya tetap dingin, pinggulnya
digoyangkan, dengan gerak yang sulit diikuti oleh
mata, tahu-tahu perutnya seperti bisa menciut, dan
85 pedang menyambar tempat kosong, hanya terpisah
dua dim dari baju sutera yang dikenakannya !
Thiam Lu sudah melompat berdiri dengan
keringat dingin membasahi tubuhnya. Dia melirik ke
belakangnya, benar apa yang di sangkanya. Lima
batang jarum sudah menancap di batang pohon
yang ada di dekat situ. Dia berwaspada dengan
pedang siap di tangannya, tergenggam kuat-kuat.
"Lam Sie, bawa Siauwya pergi... cepat !" Dia
masih berteriak menganjurkan Lam Sie untuk segera
angkat kaki dari tempat itu. "Tidak ada seorang
manusiapun bisa hidup kalau bertemu siluman ini,
cepat... ayo pergi... terlambat ssdetik saja, celakalah
Siauwya di tangannya yang beracun..."
Belum habis Thiam Lu berseru, wanita itu sudah
berkelebat lagi, sudah berada di dekat Thiam Lu.
Wajahnya tetap tidak berperasaan, tidak tersenyum,
juga tidak memperlihatkan tanda tanda marah.
Dingin sekali tangannya berkelebat, duabelas batang
jarum halus menyambar lagi kepada Thiam Lu dari
segala penjuru, atas tengah dan bawah.
Thiam Lu mencium bau harum semerbak berbeda
dengan jarum-jarum beracun lain yang menyiarkan
bau anyir dan amis, justeru jarum-jarum yang
dilemparkan wanita itu, yang diduga oleh Thiam Lu
mengandung racun hebat, justeru menyiarkan
harum semerbak, cepat-cepat dia memutar
pedangnya untuk melindungi dirinya dari sambaran
86 jarum-jarum itu. Terdengar suara "ting, ting" seperti
suara air hujan yang jatuh di atas seng, jarumjarum
itu terpental. Tetapi mendadak sekali Thiam Lu merasakan
pergelangan tangannya nyelekit sakit dan gatal,
semangatnya terbang, hatinya tercekat. "Habislah
aku !" Mengeluh Thiam Lu, sebab dia tahu ada
sebatang jarum yang mengenai pergelangan
tangannya. Tubuh Thiam Lu malah terhuyung
mundur, dia merasa sekujur tubuhnya jadi panas,
mukanya pucat pias. Rupanya, wanita cantik jelita itu sangat lihay
melemparkan jarum-jarumnya, yang di lepaskan
dengan beruntun sambung menyambung. Puluhan
batang jarum yang tadi bisa dihindarkan Thiam Lu,
tetapi ada sebatang yang berhasil menancap di
pergelangan tangannya. Pergelangan tangan itu
seketika menjadi hitam membengkak, tenaga Thiam
Lu juga jadi seperti lenyap, dia merasa lemas untuk
mengangkat tangannya, memutar pedangnya.
Tangannya tidak mau menuruti keinginan hatinya
lagi. Lam Sie yang sejak tadi berdua Giok Han berdiri
di pinggir jalan, mengawasi semua kejidian itu.
Mereka juga melihat pohon tadi yang ditancapi
kelima batang jarum wanita itu, yang telah menjadi
layu, batangnya menjadi kering, daun-daunnya
rontok, rantingnya meroyot mati.
87 Lam Sie kaget dan takut, keringat dingin
membanjir keluar sepasang lututnya jadi lemas. Dia
baru mengerti mengapa Thiam Lu begitu ketakutan
pada wanita ini, rupanya dialah seorang wanita akhli
dalam penggunaan racun yang daya kerjanya sangat
dahsyat. Betapa berbahayanya wanita cantik jelita
dan tampak lemah gemulai tersebut.
Waktu itu mata Thiam Lu berkurang-kunang, ia
terhuyung beberapa langkah seakan mau rubuh.
Tetapi, mati-matian dia berusaha mempertahankan
dirinya, agar tidak rubuh. Dengan seluruh sisa
tenaga yang masih ada, walaupun lidahnya terasa
kaku dan bibirnya kering, Thiam Lu masih berteriak :
"Lam... Sie... cepat pergi... pergi...!"
Wanita jelita itu tidak tersenyum juga tidak
memperlihatkan kemarahan di mukanya dingin tidak
berperasaan. Hanya tubuhnya berputar-putar riang
Triping 2 Dewi Ular 76 Tamu Dari Alam Gaib Geger Dunia Persilatan 18
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama