Ceritasilat Novel Online

Cula Naga Pendekar Sakti 2

Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe Bagian 2


mengelilingi Thiam Lu. Baju sutera putih yang
dipakainya itu berkibar-kibar, dia seperti juga
bayangan putih yang berkelebat kesana kemari di
sekitar Thiam Lu Malah, tangannya sudah terayun
lagi, lima batang jarum kecil-kecil menancap di dada
Thiam Lu, berbentuk bunga Bwee. Bukan main
beracunnya jarum-jarum tersebut Pasti Thiam La
menemui kematiannya sekali ini di tangan wanita
jelita itu. Mata Thiam Lu semakin kabur, apa yang
dilihatnya seperti menjadi gelap dan tidak jelas lagi.
la mengeluh, tapi dalam saat-saat yang gawat
88 seperti itu Thiam Lu masih ingat kepada majikan
kecilnya. dia berseru: "Cepat tinggalkan .... tempat ini ... *" Suaranya
semakin serak dan perlahan, kemudian tidak ada
suara yang bisa keluar dari mulutnya, karena lidah
dan bibirnya sudah kejang.
Wanita jelita itu masih mengelilingi Thiam Lu
dengan tubuh yang ringan berke-lebat-kelebat ke
sana kemari, tetapi mendadak sekali dia berseru:
"lhhhhh!" Dan tubuhnya berhenti tegak di
tempatnya, mengawasi Thiam Lu dengan mata
terbuka lebar-lebar. Pada mukanya yang sebelumnya selalu dingin
tidak terlihat perasaan apapun kini memancarkan
perasaan heran yang bukan main besarnya.
Thiam Lu sudah terhuyung-huyung lemah bahkan
sudah tidak kuat berdiri. Jatuh terduduk dengan
tubuh lemas tidak bertenaga-Dia tahu, tidak
mungkin bisa hidup lebih lama lagi. la sudah terkena
jarum wanita jelita itu dalam jumlah yang tidak
sedikit, dia pasti mati. Tapi, dalam saat-saat seperti
itu, Thiam Lu masih berusaha mengempos hawa
murni di dalam tubuhnya, karena dia ingin
menganjurkan Lam Sic dan Giok Han agar melarikan
diri, meninggalkan tempat itu dan juga wanita si
pembunuh nomor satu di dunia tersebut.
89 Tapi tidak ada suara yang keluar dari mulutnya,
kepalanya dirasakan pusing seperti dikemplang oleh
godam yang ribuan kati, juga matanya sudah gelap,
tidak ada sesuatu yang dilihat selain kunangkunang.
Darahnya juga bergolak akibat dia
mengerahkan sisa tenaga dalamnya untuk mengatur
pernapasannya. Sebetulnya diapun tahu, jika dia
mengempos pernapasannya, darahnya berjalan lebih
cepat, berarti mempercepat kematiannya, sebab
racun akan lebih cepat tiba di jantung terbawa oleh
darah tubuhnya lemas tidak bertenaga, darahnya
semakin lama semakin bergolak .... sama seperti
waktu dia bersemedhi kemarin malam, untuk
mengatur jalan pernapasannya darahnya bergolak.
Wanita cantik jelita yang lemah gemulai itu masih
terneran-heran mengawasi Thiam Lu, akhirnya
mulanya menjadi dingin tidak berperasaan lagi.
Mulutnya terkatub rapat. Dia mendesis dengan suara
perlahan, tapi tetap merdu: "Di mana Sepasang
Tabib Hutan "!"
Walaupun keadaannya sudah sekarat, namun
Thiam Lu masih bisa mendengar pertanyaan wanita
itu, pikirannya tetap sadar. Dia tercengang,
mengapa wanita inipun mengetahui dia pernah
bertemu dengan Sepasang Tabib Hutan, yang
pernah menolongnya itu?"
Dia mau menjawab pertanyaan wanita itu, tapi
mulutnya tidak bisa bergerak buat bicara, tidak
90 sepatah perkataanpun yang ter-luncur dari
mulutnya. "Katakan, di mana Sepasang Tabib Hutan itu "!"
Tanya wanita itu lagi. Thiam Lu tetap tidak bisa menjawab, dia hanya
merasakan tubuhnya seperti melayang-layang di
tengah angkasa, matanya tetap gelap, tidak ada
sesuatu yang bisa dilihatnya. Dan hanya
didengarnya lagi kata-kata wanita itu :"Walaupun
kau dilindungi Sepasang Tabib Hutan, jangan harap
kau bisa menolak kematian dari tanganku !"
Giok Han waktu itu tengah mengawasi semua
kejadian dengan hati tidak tenteram. Dia semula
melihat wanita cantik itu sangat mengagumkan dan
tampaknya juga sebagai Ciecie yang baik hati.
Karenanya dia yakin paman Khang maupun paman
Lam tidak perlu takut pada wanita-itu.
Tetapi melihat dalam waktu sangat singkat
paman Khangnya seperti tersiksa ditangan wanita
itu, keadaannya juga sangat mengenaskan, Giok
Han tidak dapat menahan diri lagi, Ketika Lam Sie,
yang saat itu sudah memutuskan untuk
mempergunakan kesempatan diwaktu wanita
pembunuh nomor satu didunia itu tidak melihat
mereka, ingin melarikan diri, maka Giok Han
menyentak tangannya, dia malah berlari
menghampiri wanita pembunuh nomor satu didunia
itu. Semangat Lam Sie serasa terbang meninggalkan
91 raganya, dia berusaha menjambret tangm majikan
kecilnya: "Siauw ya..!" panggilnya dengan suara
serak. Tapi Giok Han sudah meninggalkan Lam Sie
cukup jauh, dia sudah berada didekat wanita
pembunuh nomor satu didunia, yang tengah
menghampiri Thiam Lu, dengan tangan kanan
terangkat perlahan-Iahan ingin menimpukkan
sesuatu. "Ciecie, mengapa kau sejahat itu "!" Teriak Giok
Han nyaring. Teriakan Giok Han menyebabkan wanita
pembunuh nomor satu didunia menunda gerakan
tangannya dan menoleh. Matanya sekejap
berkelebat dengan tajam, tapi kemudian biasa
kembali, tampak indah dan tidak menakutkan, dia
malah telah menurunkan tangan kirinya dan
tanyanya: "Aku jahat?"
Giok Han dengan muka merah menyahuti: "Ya,
mengapa kau begitu jahat menyiksa paman Kham
"!" "Jadi kau meminta aku mengampuninya ?" tanya
wanita pembunuh nomor satu itu dengan suara
tawar. "Ya, tidak selayaknya kau menyiksanya,"
menyahuti Giok Han, gagah sekali.
92 "Baik. aku tidak akan menyiksanya. Tetapi sudah
menjadi peraturanku, bahwa seseorang boleh
diampuni kalau ada penggantinya"
"Penggantinya ?"
"Ya... maukah kau jadi penggantinya, mewakili
paman Khangmu itu untuk menerima kematian"!"
Tanya wanita pembunuh nomor satu itu dengan
suara dingin. Giok Han tercengang. Lam Sie sudah berlari
menghampiri Giok Han, dipeluknya kuat-kuat, dia
berlutut didepan wanita pembunuh nomor satu
didunia, ratapnya. "Nona. janganlah membunuh
Siauwya, kalau kau mau membunuh, bunuhlah aku!"
"Hmmm, aku tidak perlu dengan kau tua
bangka!" Dingin sekali suara wanita itu matanya
tampak bergerak-gerak dan sepasang alisnya
mengkerut dalam-dalam. Lalu dia memandang
kearah Giok Han : "Bagaimana, apakah kau mau jadi
penggantinya "!"
Giok Han ragu-ragu sejenak, kemudian dia
membusungkan dada, katanya dengan suara
mantap: "Baik, aku yang akan mewakili paman
Khang untuk disiksa oleh kau makluk jahat!"
"Apa yang kau bilang?"
"Kau makluk jahat!"
93 "Coba kau ulangi sekali lagi !"
Lam Sie merasakan semangatnya melayang
meninggalkan raganya, dia tahu kini sudah tidak ada
jalan untuk melindungi majikan kecilnya. Pasti
makian Giok Han sudah membuat wanita pembunuh
nomor satu menjadi marah. Dia jadi menangis
sesenggukan Memeluki Giok Han erat-erat.
Dengan gagah Giok Han bilang: "Paman Lam, kau
jangan menangis. Seorang lelaki sejati tidak akan
gentar menghadapi kematian, karenanya tidak usah
menangis. Malu. Biarkan saja dia menyiksaku,
karena memang sudah terbukti dia makhluk jahat !"
"Kau benar-benar berani memakiku ?" Tanya
wanita pembunuh nomor satu didunia sambit
mementang matanya. Hati Giok Han tergetar sedikit, goncang oleh
tatapan tajam wanita itu, tetapi akhirnya dengan
nekad dia jawab: "Ya. memang kau makluk jahat,
seperti iblis, mukamu sama seperti juga pantat sapi,
buruk mukamu buruk hatimu...!"
Tubuh wanita pembunuh nomor satu di dunia
tergetar. Dia mengayunkan tangannya. Tetapi,
belum lagi dia melepaskan jarum-jarumnya,
tangannya diturunkan, dia batal sendirinya. Bocah
didepannya sangat berani sekali. Nekad benar.
94 Dulu, wanita pembunuh nomor satu di dunia
adalah seorang wanita yang berperasaan lembut. la
mempunyai kekasih yang memiliki adat sangat
keras. Karena suatu pertengkaran, kekasihnya
meninggalkannya. Sejak saat itulah wanita tersebut menjadi
pembunuh yang tiada taranya, mengumbar
kemarahannya kepada semua lelaki dan wanita.
yang dianggapnya jauh lebih bahagia darinya.
Diapun jadi beku hatinya, dingin tidak berperasaan.
Selama dua tahun siang malam dia menangisi
kepergian kekasihnya dan air matanya seperti
menjadi kering. Tetapi kini, melihat sikap Giok Han yang nekad,
hati wanita pembunuh nomor satu di dunia jadi
tergoncang keras, mukanya yang semula tidak
memancarkan perasaan apa-apa jadi memerah
sejenak, jantungnya berdegup. Dia teringat, dulu
terakhir kali kekasihnya ingin meninggalkan dia,
pernah berkata kasar: "Wajahmu yang cantik tidak
sepadan dengan hatimu yang busuk. Kau
seharusnya menjadi wanita yang buruk, seburuk
hatimu!" Dan setelah memaki begitu, kekasihnya
pergi meninggalkannya, tidak pernah kembali lagi.
Jilid ke 3 Dimaki oleh Giok Han sebetulnya dia ingin
membunuh Giok Han dengan jarum-jarum
beracunnya tetapi justeru akhirnya dia membatalkan
95 sendiri maksudnya. Sikap bocah itu mengingatkan
dia pada kekasihnya. Tetapi semua itu hanya
berlangsung beberapa detik saja, kemudian
mukanya sudah membeku tidak memiliki perasaan
apapun juga. Hatinya malah jadi dengki melihat bocah di
depannya, walaupun masih kecil, namun sangat
cakap. Kulitnya bersih, mukanya mungil dan
rambutnya hitam. Sepasang alis tebal dan hitam
menambah cakapnya muka bocah itu. Dan diamdiam
dia jadi menyukai Giok Han.
Itulah, beberapa detik tadi dikuasai oleh perasaan
menyayang kepada Giok Han. Namun hatinya
membatu kembali. Dengan dingin dia bilang: "Siapa
namamu ?" "Buat apa memberitahukan nama kepada
manusia tidak sopan dan tidak baik jiwanya seperti
kau?" Menyahut Giok Han. "Seorang wanita
terhormat adalah yang hidup sebagai nona baik-baik
didalam rumah, yang pria pergi untuk berjuang,
memiliki pangkat dan membuat negara menjadi
makmur. Kepada orang-orang seperti itulah aku
menghormati ..." "Kepadaku apakah kau tidak hormat "!" Tanya
wanita pembunuh nomor satu di dunia dingin sekali
suaranya. Giok Han menggeleng. 96 "Tidak! Aku malah benci!"
Lam Sie tambah ketakutan, dia kuatir satu kali
saja tangan wanita itu bergerak, habislah jiwa
majikan kecilnya, karenanya dia tidak mau berkisar
dari tempatnya, dengan air mata bercucuran karena
takut, dia melukai majikan kecilnya tersebut.
"Berapa besar kebencianmu terhadapku ?" Tanya
wanita pembunuh itu. "Aku sangat benci ! Selama kau tidak merobah
kelakuanmu yang jahat dan kejam, yang senang
menyiksa orang lain, maka selama itu juga aku
benci padamu ! Tidakkah kau pernah membaca ujarujar
Locu, yang berbunyi : Manusia yang dikuasai
perasaan jahat, marah, dengki dan iri hati adalah
patung-patung yang akan terbakar, manusia yang


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sama seperti sampah saja. Kukira, kau pun sama
seperti sampah...!" Walaupun hati wanita itu sudah membeku sejak
putus hubungan dengan kekasihnya dan selalu
menjadi dingin tanpa perasaan tetapi sekali ini
mendengar perkataan Giok Han, si bocah yang
berusia masih sangat kecil tapi nekad, dia jadi
tergoncang hatinya. Dia ingat, setiap kali bertengkar dengan
kekasihnya yang sangat dicintainya, maka
kekasihnya akan berkata: "Kau wanita yang seperti
sampah saja, dikuasai oleh nafsu ingin menguasai
97 dan mengendalikan orang lain ! Kau tidak layak
untuk dihormati !" Dan kata-kata Giok Han menusuk
benar hati wanita itu. Tetapi, setelah dia
memejamkan matanya sekejap, dia bisa menguasai
diri lagi. "Baiklah, aku akan mengampuni kau dan juga
paman Khang-mu itu, kalau kau dapat menjawab
dua pertanyaanku!" kata wanita pembunuh nomor
satu di dunia, dingin suaranya.
Girang Giok Han mendengar janji wanita itu.
"Apa kedua pertanyaanmu itu ?" tanyanya.
"KaIau aku membebaskan paman Khang mu dari
kematian, apakah kau masih membenciku ?" tanya
wanita itu. Giok Han adalah seorang bocah yang berperasaan
halus, walaupun tabiatnya sangat keras. Dia
semakin keras jika ditentang keinginannya, dan Lam
Sie sudah mengenal benar tabiat majikan kecilnya
ini. Semakin ditekan, semakin kuat perlawanan Giok
Han dia bisa menjadi nekad. Tetapi jika dilayani
dengan lemah lembut, maka hati si bocah akan
runtuh, apapun yang diminta orang akan diberikan,
kalau bisa kepalanyapun akan di berikan buat orang
Iain. Sekarang mendengar suara wanita itu, yang
nadanya memelas, maka Giok Han tidak tega untuk
98 memaki terus wanita itu, terlebih lagi mendengar
janji wanita tersebut yang akan mengampuni paman
Khangnya. Segera dia menggeleng. "Jika kau tidak
menganiaya paman Khang, maka kau seorang Ciecie
yang cantik. Aku tidak membenci kau lagi."
"Benar ?" "Ya, tetapi kau harus janji tidak boleh berlaku
galak pada siapapun, tadi aku jadi ketakutan karena
melihat kau terlalu galak !" menyahuti Giok Han.
Bibir wanita itu merekah tersenyum. Baru sekali
ini Giok Han dan Lam Sie melihat wanita itu
tersenyum, sebab sejak tadi mukanya selalu dingin.
"Baiklah, sekarang kau jawab pertanyaan ku yang
kedua. Kalau kau mau jawab dengan jujur, maka
aku akan menepati janjiku !" kata wanita itu.
"Katakanlah, kalau aku tahu tentu akan kujawab
pertanyaanmu, Ciecie !" kata Giok Han.
Sejenak hati wanita itu tergoncang mendengar
dia dia dipanggil Ciecie dengan nada suara yang
lembut, penuh persahabatan. Dia adalah wanita
yang mengalami patah hati yang parah, selalu
dikejar-kejar oleh perasaan dendam belaka. Setiap
pria dia menbencinya setengah mati.
Tetapi sekarang bocah kecil ini memanggilnya
dengan sebutan Ciecie nada suaranya seperti manja
99 dan juga halus hatinya jadi tergoncang. Tapi cepat
dia bisa mengendalikan hatinya, mukanya dingin
sekali waktu dia berkata: "Dimana sekarang ini
berdiamnya sepasang Tabib Hutan ?""
"Apa "!" Tanya Giok Han heran. "Sepasang Tabib
Hutan "!" "Ya, dimana mereka berada?"
"Akh, Ciecie hanya bergurau saja!", kata Giok
Han. "Mana ada Sepasang Tabib Hutan ?"
Muka wanita itu berobah. "Jangan main-main, katakan yang jujur! Atau
memang aku akan meneruskan maksudku untuk
membinasakan paman Khangmu itu! Juga kau
dengan tua bangka itu akan kubinasakan !"
"Aku tidak pernah mendengar atau mengetahui
tentang Sepasang Tabib Hutan. Kau percaya syukur,
tidak mau percayapun tidak apa-apa !"
"Benar-benar kau tidak mengetahui tentang
Sepasang Tabib Hutan"!", menegasi wanita itu.
Giok Han mengangguk. "Sejak kecil Papa selalu mendidikku agar tidak
berbohong pada siapapun, karena kata Papa kalau
100 berbohong maka mulutnya akan jadi monyong dan
bengkak. Bukankah seorang anak dengan mulut
yang bengkak dan monyong akibat berbohong akan
tampak jelek sekali "!" menyahuti Giok Han.
Agak geli hati wanita pembunuh nomor satu
diduga itu mendengar jawaban Giok Han yang agak
jenaka. Tetapi hatinya mendadak jadi sedih. Dia
menengadah, memandang kelangit, Mukanya
berduka, kemudian dingin kembali, Matanya juga
dingin tidak bersinar seperti tadi, Lesu sekali dia
menggumam : "Berapa lamakah manusia hidup di
dunia " Berapa lamakah manusia mereguk manisnya
madu cinta ?" Dan, dia melangkah perlahan lahan
meninggalkan tempat itu. "Hei, Ciecie, kau mau kemana "!" Teriak Giok Han
melihat wanita itu melangkah pergi.
Tetapi wanita itu tidak menjawab pertanyaan
Giok Han, dia melangkah terus perlahan-lahan,
dengan tindakan kaki yang ringan. Baju sutera putih
yang dipakainya berkibar-kibar ringan tertiup oleh
hembusan angin, dari jauh tampaknya sangat
menarik. Dia seperti seorang dewi yang tengah dirundung
kesedihan Samar samar masih terdengar
gumamnya: "Berapa lamakah manusia bisa hidup
didunia " Berana lamakah manusia bisa mereguk
manisnya madu cinta ?" Semakin lama semakin jauh
101 dan kemudian lenyap dari pandangan mata Giok Han
dan Lam Sie. Lam Sie menangis terisak-isak memeluki majilan
kecilnya, berulang kali dia bilang: "Oooh, terima
kasih pada Thian yang telah melindungi Siauwya !
Terima kasih Thian!: Terima kasih !"
Giok Han menoleh kepada Lam Sie "Paman Lam,
siapa sebenarnya Ciecie yang adatnya aneh itu ?"
"Aku juga tidak tahu, mungkin paman Khang bisa
memberitahukannya kepada kita siapa wanita
itu...!". menyahuti Lam Sie dan mereka jadi teringat
pada Khang Thiam Lu, yang waktu itu sudah rebah
lemas tidak berdaya, tapi tidak mati walaupun
napasnya satu-satu. Cepat-ccpat Lam Sie mendekati Khang Thiam Lu,
waktu dia mau menggendongnya, Thiam Lu
menggerakkan tangannya perlahan sekali,
mengisyaratkan agar Lam Sie tidak menyentuh
tubuhnya. Lam Sie baru teringat bahwa Thiam Lu terkena
jarum-jarum beracun, jika tubuh disentuh maka Lam
Sie pun akan keracunan. Tetapi melihat keadaan
Khang Thiam Lu seperti itu Lam Sie semakin
bingung. Kalau Thiam Lu tidak segera ditolong, tentu
ia akan semakin gawat keadaannya.
102 Tetapi untuk membawanya kekampung yang sepi
itu, kepada siapa meminta pertolongan" Kampung
tadi adalah perkampungan yang kosong, mana ada
tabib " "Paman Khang, bagaimana keadaanmu?" Tanya
Giok Han berjongkok didekat Thiam Lu.
Bibir Thiam Lu bergoyang-goyang, tetapi tidak
ada suara yang keluar dari mulutnya. Mukanya
sudah hitam seperti baja bakar karena keracunan.
Tubuhnya lemah tidak bertenaga, matanya seperti
mau terbalik. Menyaksikan keadaan paman Khangnya itu, Giok
Han pun menangis sambil memanggil-manggil:
"Paman Khang, apa yang harus kami lakukan untuk
menolongmu?" Tetapi menangis tidak lama, Giok Han seperti
teringat sesuatu. "Dia pasti belum pergi jauh !"
Gumamnya. "Apa ?" Tanya Lam Sie tidak mengerti.
Tetapi Giok Han tidak menyahuti pertanyaan Lam
Sie, dia segera melompat berdiri dan berlari menuju
kearah perginya wanita pembunuh nomor satu
didunia. Dia berlari sekuat tenaganya untuk
mengejar wanita itu. 103 Lam Sie kaget tidak terkira, dia mengejar Giok
Han sambil berteriak-teriak: "Siauw-ya, kembali!
Kembali ! Siauwya . . . ooooo, janganlah pergi
mencari bahaya ! Siauwya, kembali ! Ayo kembali !"
Tetapi Giok Han berlari terus tanpa perdulikan
Lam Sie, Pengasuh tua itu jadi kebingungan. Dia
ragu sejenak, karena kalau mengejar Giok Han
berarti dia meninggalkan Thiam Lu yang keadaannya
sangat gawat dan tengah dalam sekarat itu. Tetapi
walaupun bagaimana diapun tidak bisa membiarkan
majikan kecilnya pergi jauh-jauh darinya, demi
keselamatan majikan kecilnya-maka akhirnya dia
mengambil keputusan-dia mengejar Giok Han.
Berlari cukup jauh dan napas Giok Han memburu
keras akhirnya dia melihat di depannya wanita
pembunuh nomor satu tengah berjalan perlahan
sekali, dengan sikap seperti orang hilang ingatan.
"Ciecie ! Tunggu dulu, Ciecie !" Giok Han
memanggil sekuat suaranya.
Wanita itu mendengar panggilan Giok Han,
menahan langkah kakinya, menoleh dengan wajah
yang dingin Giok Han sudah menghampiri lebih dekat.
"Kau mau apa lagi "!" Dingin suara wanita itu,
mukanya pun tidak berperasaan.
104 Lam Sie yang mengejar dibelakang jadi
mengeluarkan keringat dingin ketika menyaksikan
Giok Han sudah berhasil mengejar wanita itu dan
tengah berdiri berhadapan. Dia kuatir kalau-kalau
wanita pembunuh nomor satu itu berobah pikiran
dan turunkan tangan jahat kepada Giok Han.
Giok Han nyengir, katanya: "Ciecie yang baik,
tadi kau sudah berjanji tidak akan membunuh
paman Khang, bukan ?"
Dengan mata yang tidak berperasaan wanita itu
mengangguk. "Bukankah sudah kutepati janji itu ?" dingin
suaranya. "Paman Khangmu, kau dan tua bangka
yang bersamamu tidak kubunuh! Kau harus tahu
bocah, baru sekali inilah aku melanggar
kebiasaanku, karena sebelumnya tidak terkecuali
seorang manusia, seekor anjing, seekor ayam
ataupun seekor bebek yang boleh lepas di
kematiannya ditangan-ku !"
Waktu berkata begitu, suara wanita itu walaupun
tetap merdu, tapi didalamnya mengandung nada
yang dingin menyeramkan" Giok Han sampai
menggidik ngeri. Tapi bocah ini benar-benar tabah,
dengan nekad dia bilang: "Sekarang paman Khang
sudah tidak berdaya sudah dilukai oleh kau, Cie-cie
yang baik. Kalau kau tidak mengobatinya ataupun
105 membagi obat untuknya, bukan kah sama saja
dengan kau membunuhnya. tampaknya paman
Khang hanya bisa bertahan beberapa saat lagi, lalu
mati ! Bagaimana Ciecie bisa bilang kau sudah
menepati janjimu?" Wanita itu tetap tidak memperlihatkan perasaan
apapun dimukanya, girang, marah atau bersedih.
Tawar, tanpa perasaan apapun. Suaranya juga tawar
waktu dia bilang: "Paman Khangmu tidak akan mati.
Dia di bantu oleh Sepasang Tabib Hutan. Setelah
berkata begitu, tanpa perdulikan Giok Han, dia
melesat pergi. Tubuhnya seperti kapas, melesat cepat luar
biasa, dalam waktu beberapa detik dia sudah
terpisah jauh, hanya masih terdengar suaranya dari
jarak terpisah jauh "Tidak terkecuali manusia,
anjing, ayam, bebek ataupun tumbuh-tumbuhan
yang terkena jarum Bwee-sim-tok (Racun Hati
Bunga Bwee) yang bisa mempertahankan hidupnya
lebih dari 5 detik. Tetapi paman Khang-mu sudah
terkena lebih dari enam batang jarum Bwee-sim-tok,
dia masih tidak mati. Di dalam tubuhnya sudah ada
penawar racun yang pasti diperolehnya dari
Sepasang Tabib Hutan..." Suaranya semakin lama
semakin samar dan tidak jelas, dan wanita itupun
suaah tidak terlihat bayangannya lagi.
Giok Han berdiri tertegun di tempatnya. Wanita
itu sudah pergi meninggalkannya begitu cepat, mana
mungkin dia bisa mengejarnya "


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

106 Lam Sie menubruk majikan kecilnya,
memeluknya erat-erat sambil menangis.
"Siauwya, oooh, Siauwya . . . mari kita kembali
melihat keadaan Khang Tayjin . . , mari Siauwya"."
Bujuknya. Giok Han berdua Lam Sie kembali ke tempat di
mana Thiam Lu menggeletak. Ketika mereka tiba di
sana, suatu kemujijatan terjadi. Thiam Lu tampak
tengah duduk ber-semedhi, walaupun mukanya
masih hitam kelabu, namun dia sudah bisa duduk
dan ini berarti ia sudah memperoleh kemajuan. la
tengah bersemedhi mengatur pernapasannya.
"Oooo, kalau begitu Ciecie aneh itu tidak
membohongi aku!" Menggumam Giok Han waktu
melihat keadaan Thiam Lu. Lam Sie pun ikut girang
dan bersyukur, saking terharunya dia sampai
menitikkan butir-butir air mata.
Sebetulnya, dulu Lam Sie tidak pernah menangis,
hanya sekarang disebabkan keluarga Jenderal Giok
Hu, majikannya, telah mengalami malapetaka yang
begitu mengenaskan, menyebabkan air mata Lam
Sie cetek sekali dan dia mudah menangis. Apa lagi
kalau dia memikirkan nasib Giok Han, majikan
kecilnya, yang sangat malang itu.
Sebagai anak yatim, tanpa orang tua, tanpa
sanak famili, hidup terlunta-lunta dalam pelarian.
Seorang putera dari Jenderal besar seperti Giok Hu,
107 yang akhirnya harus jadi pelarian, yang selalu
dibayangi maut setiap saat. Harus hidup terluntalunta.
Betapa menyedihkan. "Siauwya, kita jangan mengganggu Khang Tayjin,
ia sedang mengobati lukanya dengan tenaga
dalamnya," Lam Sie memberitahukan majikan
kecilnya. Giok Han mengangguk, dengan sabar dia
bersama Lam Sie duduk agak jauh dari Thiam Lu.
Akhirnya Thiam Lu membuka matanya, walaupun
mukanya masih gelap kelabu, tapi dia sudah bisa
menggerakkan tangannya. Giok Han berdua Lam Sie segera menghampiri.
"Apakah keadaan paman Khang kini lebih baik "!"
Tanya Giok Han penuh perhatian campur girang.
Murung sekali muka Thiam Lu, dia mengangguk.
"Ya. Ini suatu kemujijatan yang aneh luar biasa !
Biasanya, siapa yang terkena jarum Bwee-sim-tok
wanita itu, jangan harap bisa hidup ! Hanya lima
detik atau sepuluh detik jiwa korban jarum beracun
itu akan melayang ! Dia adalah wanita beracun yang
sangat ganas, tidak pernah menaruh belas kasihan
kapada siapapun juga. Sampai bebek, anjing dan
ayampun selalu menjadi sasaran jarumnya,
dibinasakan semua ! Dari anak-anak, orang tua,
wanita laki-laki, semuanya dibunuhnya, Tidak
108 pernah ada yang lolos, baru sekali ini ada
pengecualian, dia tidak membunuh kita bertiga ..."
Thiam Lu menghela napas dalam-dalam.
"Siapakah sebenarnya Ciecie itu, paman Khang "!"
canya Giok Han. "Namanya Bie Lan. Dia berasal dari keluarga Liok.
Tetapi sekarang dia dikenal dengan sebutan Bwee
Sim Mo Lie (iblis Wanita Hati Bunga Bwee), dialah
pembunuh nomor satu dalam kalangan Kangouw
(sungai telaga) di jaman ini. Benar-benar luar biasa,
baik kepandaiannya maupun racunnya, sulit
ditandingi. Selama ini, jarang ada yang bisa
menghadapi keganasan iblis Wanita Hati Bunga
Bwee itu !" menjelaskan Thiam Lu.
"Mengapa dia berbuat sejahat itu paman Khang "!
"Tanya Giok Han, ingin mengetahui benar.
"Dulu sebetulnya dia seorang gadis yang lemah
lembut, namun memiliki tabiat yang keras. Apa yang
diinginkannya harus diperolehnya. Siapa tahu, dia
sempat jatuh cinta pada seorang laki-laki yang
sudah beristeri dan mempunyai anak. Sebelumnya
mereka hanya bersahabat saja, siapa tahu akhirnya
tumbuh cinta kasih diantara mereka berdua, Liok Bie
Lan memaksa pria itu agar membunuh isteri dan
anak-anaknya, kalau memang isterinya tidak mau
diceraikan. Tentu saja keinginan Bie Lan ditentang
oleh kekasihnya. 109 Akhirnya terjadi bentrokan di antara mereka,
mereka sering bertempur, karena kekasih Bie Lan
pun seorang yang memiliki kepandaian tinggi,
pertengkaran demi pertengkaran menambah
renggangnya hubungan mereka, dan akhirnya
mereka berpisah. Bie Lan sakit hati, entah
bagaimana caranya dia mencari guru, mempelajari
ilmu racun. Dia berhasil, dia muncul lagi setelah menghilang
hampir tiga tahun, dengan kepandaian yang semakin
tinggi, baik ilmu silat maupun ilmu penggunaan
racun, Dia jadi iblis Wanita yang sangat ganas,
hampir tidak ada manusia anjing, bebek dan ayam
yang lolos dari kematian di tangannya, tanpa
pengecualian. Tidak perduli apakah korbannya itu dari kalangan
hitam atau golongan putih, juga tidak perduli apakah
penduduk yang tidak bersalah apa-apa, kalau
bertemu dengan Bie Lan akan habislah jiwa mereka,
itulah akhirnya Bie Lan digelari sebagai Bwee Sim Mo
Lie." "Siapakah kekasih Ciecie Bie Lan itu, paman
Khang ?" Tanya Giok Han lebih jauh.
"Aku sendiri tidak mengetahui dengan jelas,
tetapi menurut cerita-cerita orang Kangouw, justru
kekasih Liok Bie Lan adalah salah seorang murid Bu
Tong Pay, yang liehay ilmu silatnya. Karenanya
110 setiap kali mereka bertengkar dan bertanding, selalu
juga Bie Lan tidak bisa merobohkan kekasihnya.
Mungkin jika berhasil merobohkan kekasihnya, ia
akan membunuh kekasihnya itu. Dan sebab itu pula
mengapa Bie Lan pergi mencari guru lagi,
mempelajari ilmu silat yang lebih tinggi serta
mempelajari ilmu penggunaan racun yang dahsyat.
Entah dengan siapa dia belajar semua itu, tetapi
yang jelas kepandaiannya puluhan kali lipat lebih
hebat dari sebelumnya...!"
Tentang nama kekasih dari Liok Bie Lan aku
sendiri tidak tahu. Hanya ilmu keluarga Liok
walaupun liehay, tetap bukan tandingan dari
kepandaian kekasih Liok Bie Lan, karena memang
kekasih Bie Lan liehay dan sudah menguasai ilmu Bu
Tong Pay cukup sempurna. Menurut cerita orang, kekasih Bie Lan adalah
murid Bu Tong Pay tingkat ke tiga.
Thiam Lu menghela napas dalam-dalam dia
bilang: "Aku beruntung terhindar dari kematian
karena pernah bertemu dengan Sepasang Tabib
Hutan yang sangat liehay tadi malam, yang telah
memberikan dendeng obat padaku. Sekarang aku
baru menyadari mengapa jalan darahku selalu
bergolak jika ku kerahkan pernapasan dan hawa
murni di tubuh, akibat pukulan Sepasang Tabib
Hutan, yang memutar balik peredaran darahku,
111 sehingga diserang oleh jarum-jarum beracun Liok
Bie Lan tadi, tidak sampai membuatku mati.
Mata Bie Lan pun sangat tajam, melihat aku tidak
segera mati terluka oleh beberapa batang jarum
beracunnya, dia dapat menduga bahwa aku
tertolong oleh obatnya Sepasang Tabib Hutan, maka
dia menanyakan Sepasang Tabib Hutan itu."
"Ada hubungan apa antara Liok Bie Lan Ciecie
dengan Sepasang Tabib Hutan itu, paman Khang "!"
Tanya Giok Han semakin ingin mengetahui.
"Aku sendiri tidak tahu, mungkin di antara
mereka ada ganjalan sakit hati...!", menjelaskan
Thiam Lu. "Baiklah, sekarang kita boleh bersyukur
karena bahaya telah lewat. Mari kita lanjutkan
perjalanan." "Paman Khang belum sehat benar, lebih baik kita
beristirahat dulu sampai paman Khang sembuh dan
sehat benar," kata Giok Han.
Thiam Lu menggeleng sambil bangun berdiri.
"Sekarang aku sudah pulih sebagian, sudah bisa
melanjutkan perjalanan. Jika membuang-buang
waktu, aku kuatir racun yang masih bersarang di
dalam tubuhku akan mengamuk lagi, tentu aku akan
gagal mengajak kalian menemui guruku ..."
112 "Menemui guru paman Khang " Untuk apa "!"
Tanya Giok Han heran. "Bukankah keberangkatan
kita ini untuk pergi menemui Papa ?"
Thiam Lu menghela napas dalam-dalam wajahnya
murung dan air matanya menitik turun. Dengan
terbata-bata dia menceritakan apa yang telah
dialami oleh keluarga Jenderal Besar Giok Hu, ayah
Giok Han. Hal ini terpaksa diceritakan oleh Thiam Lu,
karena selama dalam perjalanan selalu muncul
urusan-urusan yang membuat Thiam Lu bertiga
terancam. la kuatir kalau sewaktu-waktu dia mati, maka
Lam Sie memperoleh kesulitan untuk menceritakan
peristiwa itu, sebab tidak mengetahui siapa-siapa
yang telah membunuh ayah, ibu, kakak perempuan
Giok Han dan sanak familinya seluruh keluarga.
Dia memberitahukan pada Giok Han, yang harus
di ingat adalah dua nama, yaitu Ban It Say serta
Thio Yu Liang. Thiam Lu juga menceritakan bahwa
semua bencana itu disebabkan oleh Kaisar Yong
Ceng. Waktu menceritakan semuanya, air mata
Thiam Lu tidak berhentinya mengucur. Lam Sie juga
menangis terisak-isak. Bagaikan mendengar petir bagi Giok Han waktu
mendengarkan cerita Thiam Lu. Wa-laupun dia
masih kecil, namun dia seorang anak yang cerdas
dan cepat sekali mengerti urusan. Dia menangis
113 sesenggukan dan akhirnya pingsan tidak sadarkan
diri. Thiam Lu berdua Lam Sie jadi kebingungan.
Thiam Lu tidak berani menyentuh tubuh Giok Han,
sebab dia tahu di tubuhnya sendiri masih
mengendap racun yang dahsyat dia kuatir kalau
menyentuh tubuh Giok Han nanti bisa
membahayakan bocah itu. Lam Sie yang telah
berusaha menyadarkan majikan kecilnya.
Waktu siuman, Giok Han menangis terisak-isak
sedih sekali, Lam Sie berdua Thiam Lu coba
menghiburnya. "Paman Khang sengaja menceritakan semua ini
kepadamu, agar kau ingat Siauwya, betapapun juga
setelah dewasa nanti, kau harus membalaskan sakit
hati keluargamu ! Karenanya, sekarang kau harus
berusaha menghindar dari kejaran orang-orang Yong
Ceng, agar kau memiliki kesempatan menuntut ilmu
dan nanti membalas sakit hati ayah ibu, saudara dan
sanak familimu !" kata Khang Thiam Lu di antara
isak tangisnya. Giok Han memeluk Lam Sie erat-erat sambil
menangis, kemudian dia melepaskan pelukannya,
menjatuhkan diri di hadapan Khang Thiam Lu,
katanya dengan air mata bercucuran: "Terima kasih
atas pertolongan Paman Khang dan Paman Lam
114 berdua atas diriku, budi kebaikan itu tidak akan
Hanjie lupakan sampai kapanpun juga. Tetapi Hanjie
pun tidak akan melupakan nama-nama seperti Ban
It Say, Thio Yu Liang maupun raja jahat Yong Ceng !
Ketiga nama itu akan terukir terus sampai kelak
Hanjie bisa membalas sakit hati Papa, Mama, Ciecie
dan saudara-saudara Hanjie... para paman dan bibi
yang lainnya ! Hanjie bersumpah, jika Hanjie tidak
bisa membersihkan nama Papa dari fitnah dan
membalas sakit hati Papa, Hanjie tidak mau
hidup...!" Lam Sie memeluk Giok Han, sedangkan Thiam Lu
dengan air mata bercucuran tapi bibir tersenyum
terharu, berkata : "Bagus. itulah semangat lelaki
sejati, Siauwya ! Kami akan berusaha melindungi
Siauwya sampai titik darah terakhir, untuk
membalas budi kebaikan Papa Siauwya, Giok
Goanswee ! Mari kita lanjutkan perjalanan, tempat
tujuan masih cukup jauh... mudah-mudahan tidak
ada rintangan lainnya !"
Giok Han mengangguk. Lam Sie
menggendongnya. Tetapi Giok Han menolak.
"Jangan bersusah payah dan bercapai lelah lagi
untukku, paman Lam. Aku berhutang budi yang
sedalam lautan dan setinggi gunung, karena tanpa
kau berdua paman Khang, aku tentu sudah terbunuh
juga oleh orang-orang Kaisar jahat itu ! Bahkan, aku
akan menganggap kalian berdua, paman Khang dan
115 paman Lam, sebagai pengganti kedua orang tuaku !"


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kata Giok Han sambil menangis terisak-isak.
Lam Sie berdua Khang Thiam Lu pun terharu atas
nasib majikan kecil mereka, ke duanya bertekad
untuk mempertaruhkan jiwa buat melindugi Giok
Han. Perjalanan dilanjutkan, walaupun Thiam Lu belum
sehat seperti sebelumnya, ia sudah bisa melakukan
perjalanan. Hanya sekali-sekali dirasakan kepalanya
pening dan pandangan matanya kabur gelap
berkunang-kunang. Jika terjadi seperti itu, maka Thiam Lu duduk
bersemedi 10 menit, mengatur pernapasannya, dan
jika darahnya terasa bergolak, peredaran darahnya
seperti terbalik, dia menghentikan semedhinya.
Tidak berani Thiam Lu memaksa untuk mengatur
pernapasan dan hawa murni tubuhnya lebih lama
lagi, kuatir kalau-kalau bisa menyebabkan timbulnya
hal-hal yang tidak diinginkan pada anggota dalam
tubuhnya. Maka semedhinya selalu disudahi dan
rasa pening lenyap, matanya menjadi terang lagi
dan semangatnya pulih. Sejak dari saat itu, Giok Han tidak mau
digendong oleh Lam Sie, dia berjalan kaki sendiri.
Walaupun Lam Sie berulangkali membujuknya agar
dia mau digendong, tetapi selalu Giok Han
menolaknya. 116 Dan hati Thiam Li berdua Lam Sie tambah terharu
melihat sikap bocah ini, sebab melakukan perjalanan
sepanjang hari seperti itu, menyebabkan Giok Han
sangat menderita, kakinya jadi luka-luka oleh lecet
yang cukup pedih, tetapi bocah itu keras hati, tetap
tidak mau digendong. Sejak mengetahui peristiwa yang menimpa
keluarganya, ia jadi sangat menghormati Lam Sie
dan Thiam Lu, karenanya dia tidak mau
menyusahkan Lam Sie lagi dengan
menggendongnya. Walaupun telapak kakinya selalu
terasa sakit buat berjalan, dia tetap menahannya.
Hanya sekali-sekali jika istirahat Giok Han
menangis meratapi Papa, Mama dan Ciecieciecienya.
Anak ini jadi murung sekali sepanjang hari
tidak pernah riang seperti hari-hari sebelumnya.
Melakukan perjalanan empat hari Giok Han jatuh
sakit. Tubuhnya panas. Thiam Lu mengajak Lam Sie
dan Giok Han menumpang di rumah seorang
penduduk. Entah sudah beberapa kali Giok Han tidak
sadarkan diri akibat demam yang tinggi, tubuhnya
panas seperti menguap. Tidak jarang juga bocah itu
mengigau memanggil-manggil Papa, Mama atau
Ciecienya. Hati Thiam Lu berdua Lam Sie seperti
disayat-sayat pisau, sedih bukan main.
117 Melihat majikan kecil mereka tampaknya sangat
menderita sekali. Tetapi apa daya mereka untuk
meringankan penderitaan Giok Han " Anak ini
tergempur bathinnya, hancur perasaannya terlalu
dalam dukanya, juga menderita berat dalam
melakukan perjalanan, sehingga akhir nya dia jatuh
sakit seperti itu. Dua hari dua malam Thiam Lu berdua Lam Sie
menunggui Giok Han, berbagai usaha dilakukan
mereka untuk merendahkan panas tubuh Giok Han.
Pada hari ketiga. Giok Han mulai sadar dan panas
tubuhnya mulai turun. Sengaja Thiam Lu menunda perjalanan mereka,
menunggu kesembuhan Giok Han. Beruntung
pemilik rumah yang mereka tumpangi sangat baik,
membantu mereka mencarikan daun-daun obat
untuk Giok Han. Setelah mengasoh hampir sepuluh hari,
kesehatan Giok Han mulai berangsur pulih. Tetapi,
bocah itu tidak lincah lagi, ia jadi pemurung.
Tubuhnya pun jauh lebih kurus dari sebelumnya. Dia
sering termenung, karena anak itu rupanya masih
selalu, teringat cerita Khang Thiam Lu tentang
bencana berdarah yang menimpa keluarganya.
Setelah lewat dua hari lagi, Thiam Lu mengajak
Lam Sie dan Giok Han untuk melanjutkan
perjalanan, karena mereka tidak bisa terlalu lama
menunda-nunda perjalanan tersebut. Kuatir bahaya
118 dari orang-orang Kaisar Yong Ceng datang
mengacau kalau mereka terlalu lama berada disitu.
Untuk mencapai kota Siauw An masih
memerlukan waktu perjalanan delapan hari lagi, dan
mereka melakukan perjalanan tidak terlalu cepat
seperti sebelumnya, karena Thiam Lu maupun Lam
Sie menyadari bahwa Giok Han harus banyak
istirahat, dia baru sembuh dari sakitnya.
Selama dalam perjalanan Giok Han pun jarang
bcara, dia jadi pendiam dan murung, Lam Sie
berusaha untuk menghiburnya, namun tetap saja
tidak bisa memulihkan kegembiraan anak tersebut.
Ada satu yang membuat Thiam Lu kian hari kian
berkuatir, peredaran darah ditu-buhnyapun semakin
acak-acakan sulit untuk dikendalikan. Karenanya dia
berharap bisa cepat-cepat tiba ditempat gurunya,
disamping untuk minta gurunya melindungi Giok
Han, pun ingin meminta pertolongan gurunya
mengobati luka yang dideritanya.
Selama dalam perjalanan Giok Han tidak pernah
mengeluh, walaupun kakinya mulai luka-luka lecet
yang lebih lebar, dia tidak pemah merintih
kesakitan. Setiap kali Lam Sie membujuknya untuk
menggendongnya, Giok Han tersenyum sedih,
katanya: "justeru kalau Giok Han sudah lebih besar
dari sekarang yang harus menggendong paman
Lam, karena paman Lam sudah berusia lanjut...!"
119 Dan jawaban seperti itu membuat Lam Sie berdua
Thiam Lu semakin terharu. Mereka tidak bisa
memaksa Giok Han untuk digendong saja dalam
perjalanan tersebut, karena walaupun masih kecil
tampaknya Giok Han memiliki hati yang tabah dan
keras seperti Papanya. Memang, biarpun masih
kecil, anak itu rupanya mewarisi Sifat-sifa t gagah
dari Papanya, Jenderal Besar Giok Hu.
Perjalanan dilakukan perlahan-lahan, seringsering
beristirahat. Thiam Lu menduga dengan
perjalanan yang lambat seperti itu mungkin dua
belas hari lagi baru bisa tiba di Siauw An. Beruntung
selama dalam perjalanan tidak bertemu halangan
lainnya. Untuk menghibur hati Giok Han, Thiam Lu
sering menceritakan serak terjang orang-orang
gagah dalam rimba persilatan dari berbagai
golongan. Tampaknya Giok Han tertarik mendengarkan
cerita-cerita kegagahan para pendekar dalam rimba
persilatan dia pun sering bilang dengan
bersemangat, jika sudah dewasa kelak ingin jadi
pendekar yang gagah dan mementingkan perbuatan
mulia. Menjadi pendekar sakti, untuk membalaskan sakit
hati orang tua dan saudara-saudaranya.
"Nanti guruku tentu mau mengajarkan kau ilmuilmu
yang sangat tinggi," kata Thiam Lu. "Aku yakin
120 Siauwya kelak bisa menjadi Pendekar gagah
perkasa!" Menghibur Thiam Lu.
Semakin seringnya mendengar kisah-kisah
kegagahan orang-orang rimba persilatan, Giok Han
semakin memperlihatkan sikap gagah dan tabah,
tidak kenal lelah dalam perjalanan. Hanya saja
Thiam Lu dan Lam Sie yang menguatirkan kesehatan
Giok Han bisa terganggu kalau melakukan
perjalanan terlalu berat, maka mereka banyak
mempergunakan kesempatan untuk beristirahat.
Seharinya paling tidak mereka cuma menempuh tiga
puluh lie lebih. Kota Siauw An merupakan kota yang cukup
besar, juga penduduknya sangat padat. Di jalan
Yang-cen, tampak barisan rumah-rumah penduduk
yang tidak begitu padat, karena jalan ini merupakan
jalan utama di kota tersebut, para orang kaya dan
berpangkat mendiami rumah-rumah yang berada di
jaIan tersebut. Dengan sendirinya, jalan itu merupakan jalan
yang tidak terlalu bising dan ramai.
Di depan sebuah rumah yang pada kedua sisi
pilarnya terdapat patung singa-singaan besar
berwarna hitam, dengan pintu warna hitam, gelang
tembaga yang mengkilap ke kuning-kuningan,
tampak seseorang tengah membersihkan daun-daun
kering yang runtuh dari pohon yang tumbuh di
depan rumah itu. 121 Dengan sapu dan pengki orang itu membersihkan
sekitar depan rumah itu. Usia orang tersebut
mungkin sudah lima puluh tahun, tapi tubuhnya
masih gagah dan tegap. Tengah membersihkan patung singa-singaan
sebelah kanan, mendadak menghampiri seorang
pemuda berpakaian pelajar.
Usia pemuda itu baru 20 tahun, pakaiannya
sangat rapi. Selintas lihat segera bisa diterka bahwa
dia pasti putera hartawan atau putera pembesar
negeri. Waktu berjalan menaiki undakan tangga
menghampiri pelayan yang tengah membersihkan
patung singa-singaan ltu, lagaknya angkuh,
mulutnya tersenyum sinis sekali. Kopiah yang
dipakainya kopiah pelajar yang bersulam benang
emas. "Hei Tang Kui, mana majikanmu"!" Tegur pemuda
itu dengan sikap yang lancang tidak ada hormat
sedikitpun. Pelayan rumah itu menoleh, tampaknya dia
terkejut. Kemudian membungkukkan tubuhnya
dengan sikap takut-takut, tersenyum-senyum
terpaksa. "Oooo, Cie Kongcu datang " Apa kabar Cie
Kongcu"!", tanya pelayan itu.
122 Sepasang alis pemuda itu mengkerut dalamdalam,
tampaknya galak sekali. "Tang Kui, apakah telingamu sudah tuli ?",
bentaknya bengis. "Aku tanya, dimana majikanmu?"
"Oooo, Cie Kongci menanyakan Loya " Maafkan
Kongcu, maklumlah umurku sudah tua, sehingga
pendengaranku tidak baik lagi Loya ada di dalam.
Apakah perlu aku memanggil Loya?"
"Hmmm," angkuh sekali pemuda itu bersikap,
mengawasi sinis ke dalam rumah lewat sela pintu
yang agak terbuka. Kemudian mendekati Tang Kui,
pelayan itu. "Sekarang" katanya, "kau dengarkanlah
baik-baik pertanyaanku !"
"Ya, ya Kongcu. Apa pertanyaan Kong cu?"
"Apakah Yang Siocia ada " Pergi kau beritahukan
padanya bahwa aku rindu benar padanya dan ingin
bertemu dengannya." Ceriwis sekali cara bicara pemuda itu. Tang Kui
tampak kaget. "Cie Kongcu, maafkan... aku... aku
tidak berani untuk memberitahukan Siocia akan
kedatangan Kongcu, Di dalam ada Lo ya... nanti
Loya akan memarahiku," kata pelayan itu takuttakut.
Pemuda itu jadi cemberut, tahu-tahu tangan
kanannya menjitak kepala Tang Kui cukup keras,
123 sampai berbunyi nyaring dan Tang Kui berseru
kesakitan, tapi tubuhnya tetap membungkuk tidak
berani melawan. "Pelayan goblok kau!" kata Cie Kongcu sengit.
"Tentu saja kau beritahukan Siociamu tanpa
diketahui Ioyamu. Pergi sana, awas kalau kau tidak
memberitahukan kepada Siociamu . . . akan kujitak
lagi kepalamu!" Pelayan itu sangsi, tapi dia juga takut pada
pemuda yang galak ini. Maka akhirnya ia terpaksa
masuk ke dalam. Pemuda itu menunggu dengan sikap tidak sabar.
Sampai akhirnya pelayan itu ke luar lagi.
"Sudah ?" Tanya Cie Kongcu sambil tertawa lebar
dan merogo sakunya, mengeluarkan lima tail perak,
disodorkan kepada Tang Kui. "Hadiah untukmu !"
Pelayan itu tidak mau menerima hadiah si
pemuda, dia menggoyang-goyangkan tangannya.
"Terima kasih Kongcu, tidak usah beri hadiah,"
katanya agak gugup. "Tentang Siocia..."
"Ya, kenapa dengan Siociamu ?" Tanya si pemuda
tidak sabar. 124 "Siocia sedang bercakap-cakap dengan Loya,
tidak ada kesempatan untuk memberitahukan pada
Siocia tentang kedatangan Kongcu!"
Muka Cie Kongcu jadi guram, dia melemparkan
uang yang lima tail perak ke muka Tang Kui.
"Ambil buatmu! Tetapi jika Siociamu selesai
bercakap-cakap dengan Loyamu, kau harus segera
memberitahukan kepadanya bahwa aku sudah


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemari, dan aku menunggu dia di taman Lo-sik-wan.
Mengerti"!" "Mengerti Kongcu. Tetapi, apakah harus
disampaikan pada Siocia bahwa Kongcu
menunggunya di taman Lok-sik-wan ?", tanya Tang
Kui. "Tentu saja. Aku akan menunggunya di sana.
Semakin cepat dia datang menemui aku, semakin
baik lagi. Nanti kau akan ku persen lebih banyak lagi
!" "Tapi... tapi Kongcu..." Tang Kui tampak bingung
dan ragu-ragu. "Apa lagi ?" bentak Cie Kongcu, galak sikapnya.
"Bagaimana kalau Siocia tidak mau pergi
menemui Kongcu, malah nanti memarahiku ?",
tanya Tang Kui. 125 Muka Cie Kongcu berobah muram, dia tahu-tahu
menghunus pedang pendek dari balik jubah dan
pedang pendek itu ditandai-kan ke leher Tang Kui.
"Kalau Siociamu tidak mau datang ke Lo-sik-wan,
berarti lehermu akan putus. Mengerti ?",
mengancam Cie Kongcu dengan suara bengis.
Kaget Tang Kui, semangatnya serasa terbang
meninggalkan raganya. Tubuhnya sampai terhuyung
kebelakang dengan muka pucat hampir dia jatuh
keserimpet. "Mengerti... mengerti Kongcu."
Cie Kongcu memasukkan pedang pendeknya ke
sarungnya, mengibaskan jubahnya dan melangkah
pergi dengan sikap yang angkuh sekali.
Tang Kui berdiri bengong mengawasi kepergian
pemuda itu, setelah melihat si pemuda lenyap
ditikungan jalan, barulah dia berani menggerutu:
"Hu, hu, kalau Loya mengetahui kelakuanmu seperti
itu, tentu Loya tidak akan mau mengerti. Pasti akan
menghajarmu habis-habisan, pemuda berandal !"
Tang Kui tiba-tiba berdiri tertegun, mulutnya
setengah terbuka, matanya pun terpentang lebarlebar,
seperti menyaksikan sesuatu yang
mengejutkannya. Namun, akhirnya ia berseru
gembira dan berlari menghampiri ketiga orang yang
tengah mendatangi ke arahnya.
126 "Khang Tayjin, mengapa kau tidak kirim kabar
akan pulang"!", berseru Tang Kui.
Ketika orang itu tidak lain dari Khang Thiam Lu,
Lam Sie dan Giok Han. Thiam Lu tersenyum, ia pun
senang bertemu dengan Tang Kui, pelayan setia
yang sudah puluhan tahun bekerja pada gurunya.
"Apakah kau baik-baik saja, Tang Lopeh ?", tanya
Thiam Lu. "Suhu ada di rumah ?"
"Ada. Ada, Tayjin. Oooo, betapa rindunya aku si
tua pada Tayjin. Sudah berapa tahun Tayjin tidak
berkunjung?" Berkata sampai di sini barulah Tang
Kui melihat pakaian Thiam Lu bertiga Iusuh dan
tidak keruan, juga mukanya agak pucat, dia
bertanya heran campur kaget: "Tayjin, apa yang
terjadi ?" Thiam Lu tersenyum dan mengajak Lam Sie
berdua Giok Han masuk ke rumah gurunya, diikuti
oleh Tang Kui Pelayan itu masih menanyakan
beberapa pertanyaan, tetapi Thiam Lu mengulapkan
tangannya. Mereka menanti di ruang tamu, Tang Kui
berlari ke dalam untuk memberitahukan kedatangan
Thiam Lu bertiga kepada majikannya.
Tidak lama kemudian ke luar seorang.
lelaki bertubuh jangkung kurus, dengan kumis
jenggot yang sudah memutih, sikapnya tenang dan
masih gagah, tetapi terpancar kegembiraan. Belum
127 lagi dia melihat Thiam Lu bertiga, sudah bertanya :
"Thiam Lu, sudah lama kau tidak berkunjung..."
Tetapi di waktu itu dia melihat Giok Han dan Lam
Sie, juga keadaan Thiam Lu bertiga yang pakaiannya
tidak keruan, ia jadi tertegun, tanyanya ragu-ragu :
"Apa yang sudah jadi, Thiam Lu ?"
Thiam Lu cepat-cepat menghampiri gurunya dan
berlutut di depan lelaki tua itu, yang memang Yang
Bu In, pendekar tua yang pernah sangat terkenal
dengan Wan-kun (Ilmu Pukulan Kera) sehingga
disegani oleh orang-orang KangOuw di Kangouw dan
sekitarnya. Sambil memberi hormat pada gurunya, air mata
Thiam Lu sudah mengalir. la menceritakan apa yang
telah dialami oleh atasannya, yaitu Jenderal Giok Hu
sekeluarga yang dimusnahkan oleh orang-orangnya
Kaisar Yong Ceng. Muka Yang Bu In berobah muram, ia menghela
napas dalam-dalam sambil gumamnya: "Menteri dan
Jenderal setia dibunuh penjilat dan pengkhianat
dibiarkan berkeliaran, tampaknya negeri jadi
semakin tidak aman dan akan runtuh...!" ia lalu
menoleh kepada Giok Han, katanya lagi : "Kasihan
anak ini..." Thiam Lu perintahkan Giok Han memberi hormat
kepada gurunya, Lam Sie juga datang memberi
hormat kepada guru Thiam Lu. Giok Han walaupun
128 masih kecil, tetapi ia mengerti aturan. la segera
menjatuhkan diri. Bahkan ia cerdas sekali, dengan
sesenggukan anak itu bilang : "Lopeh, tolonglah
Hanjie." Hati Yang Bu In semakin terharu, dia mengusap
usap kepala anak itu. "Anak pintar" katanya dengan
mata berkaca-kaca. "Bukan" hanya aku yang akan
melindungimu, tetapi semua orang gagahpun akan
melindungimu. Janganlah kau bersedih terus atas
malapetaka yang menimpah keluargamu, kau harus
tabah dan mulai sekarang harus rajin-rajin belajar
ilmu silat, karena di pundakmu ada beban yang
berat, yaitu kau harus melenyapkan penasaran
orang tua dan saudara-saudaramu kalau kelak sudah
besar." Dengan mata masih mengucur. Giok Han tetap
berlutut dan menganggukkan kepalanya berulang
kali. "Terima kasih, Lopeh," kata anak itu. "Hanjie
akan memperhatikan nase-hat-nasehet Lopeh."
Yang Bu In menoleh pada Tang Kui, perintahnya :
"Siapkan kamar untuk mereka perjalanan yang jauh
tentu membuat mereka sangat lelah"
Tang Kui mengiyakan dan berlalu, sedangkan Bu
In menoleh pada Thiam Lu, katanya; "Sekarang
kalian tentu lelah sekali, pergilah beristirahat dulu,
nanti baru kita bercakap-cakap lagi."
129 Thiam Lu mengiyakan. Suasana di rumah Bu In
sungguh tenteram. Terlebih lagi memang sudah
bersengsara selama dalam perjalanan, Thiam Lu
bertiga Lam Sie dan Giok Han beristirahat dengan
sebaik-baiknya. Sore itu Tang Kui sibuk mempersiapkan meja
untuk perjamuan. Mukanya murung, karena tadi dia
baru saja disemprot oleh Yang Lan, Yang Siocia.
Waktu Tang Kui memberitahukan perihal kedatangan
Cie Kongcu yana ceriwis itu pada nona majikannya,
Yang Lan gusar. la memaki mengapa Tang Kui tidak
memberitahukan tadi-tadi padanya, agar dia bisa
menghajar pemuda kurang ajar itu.
Yang Lan mamang puteri tunggal keluarga Yang,
masih muda usianya paling tidak baru 18 tahun,
walaupun ia memiliki paras yang cantik dan tubuh
yang menarik, sifatnya sangat keras. Sejak kecil ia
sudah dididik langsung oleh ayahnya, sehingga
menjadi seorang nona yang memiliki kepandaian
tidak rendah. la pun tidak kenal takut.
Namun disebabkan sejak kecil sudah melatih ilmu
silat, tidak jarang sikapnya seperti lelaki, tidak
memperdulikan lagi aturan-aturan hubungan pria
dan wanita, ia bergaul cukup bebas dengan pemuda
manapun juga. Cie Kongcu adalah salah seorang dari
sekian banyak pemuda yang menginginkan si gadis
hanya saja bedanya Cie Kongcu putera Tiehu di kota
itu, sebagai putera pembesar yang paling berkuasa
130 di kota tersebut, tentu saja dia besar kepala dan
angkuh. Dia ingin mempergunakan kekuasaan ayahnya
untuk menundukkan Yang Lan. Hanya sayang, slfatsifatnya
inilah yang membuat Yang Lan malah jadi
muak dan membencinya. Selalu si gadis tidak
pernah melayani pemuda tersebut.
Sebetulnya, sudah beberapa kali Yang Lan ingin
menghajar pemuda angkuh dan ceriwis tersebut,
cuma masih dipikirkan oleh Yang Lan akibatnya
kalau ia bertindak terlalu keras pada pemuda itu,
yang pasti bisa membahayakan ketenteraman
keluarganya. Ayah Cie Kongcu pasti tidak mau mengerti jika
anaknya itu dihajar babak belur oleh Yang Lan.
Hanya saja, semakin lama lagak Cie Sun Hoat. Cie
Kongcu itu, semakin semena-mena, selalu
sewenang-wenang terhadap orang-orang yang tidak
berdaya, rasa tidak puas di hati Yang Lan semakin
besar saja. Sekarang Tang Kui melaporkan bahwa pemuda
itu mengharuskan dia sore ini pergi ke taman Lo-sikwan,
meluaplah kemarahan Yang Lan. Dirasakannya
ini merupakan penghinaan untuk dirinya. Walaupun
Yang Lan menyadari Cie Sun Hoat memiliki ilmu silat
juga, tapi kepandaiannya dirasakan jauh berada di
atas pemuda itu. 131 Dan ia bertekad sore ini akan memberikan
hajaran kepada pemuda ceriwis tersebut, supaya
nanti tidak terlalu kurang ajar. la ingin'melakukan
rencananya itu sendiri, tidak memberitahukan pada
ayahnya, karena kuatir dilarang oleh ayahnya.
Waktu Tang Kui mulai merapikan meja untuk
persiapan perjamuan, Yang Lan bermaksud pergi ke
taman Lo-sik-wan untuk menemui Cie Sun Hoat. la
memperhitungkan paling tidak memerlukan waktu
semakanan nasi dan ia sudah bisa kembali ke rumah
untuk ikut hadir dalam perjamuan, guna
menghormati Suhengnya yang baru pulang.
Yang Lan bersiap-siap untuk berangkat ia
merapikan pakaiannya, agar singsat dan
menyandang pedang di pinggangnya. Lalu
memeriksa kantong senjata rahasia. Baru saja ia
mau berangkat, waktu itu ayahnya tampak
mendatangi dengan wajah yang tidak wajar seperti
biasanya, muram sekali. Si gadis terkejut.
Yang Bu In menghampiri puterinya dengan lesu,
sepasang alisnya mengkerut waktu melihat cara
berpakaian nnaknya. "Kau mau kemana, Lanjie ?"
tanyanya. Si gadis tidik biasa berdusta, ia menceritakan
maksud kepergiannya dan rencana untuk menghajar
Cie Sun Hoat. Yang Bu In menggeleng-gelengkan
kepalanya, dengan sikap tegang ia bilang:
132 "Persoalan anak itu biarkan saja, bukan urusan yang
penting. Sekarang kau ikut ayah."
Dan Bu In memutar tubuhnya. Yang Lan
mengikuti dengan perasaan heran, pertama, sikap
ayahnya yang tidak biasanya. Jika sebelumbelumnya
selalu tenang menghadapi berbagai
masalah yang bagaimana berat sekalipun, sekarang
justeru tampak agak gelisah dan mukanyapun
muram agak pucat. Kedua, apa yang ingin
diperlihatkan ayahnya dengan mengajaknya " Apa
yang ingin dilakukan ayahnya apakah yang telah
terjadi " "Thia, ada apa?" Tanya si gadis yang tidak bisa
membendung perasaan ingin tahunya, waktu ia
mengikuti ayahnya di sampingnya.
"Nanti kau akan melihat sendiri,?" me-nyahuti
ayahnya "Ayo cepat, ada sesuatu yang tidak beres."
"Tentang apa, Thia ?"
"Akan ada ancaman bahaya yang sangat besar..."
menyahuti ayahnya. Kembali Yang Lan heran melihat kelakuan
ayahnya. Sebagai seorang pendekar gagah
berkepandaian tinggi, Yang Bu In tidak pernah
gentar pada siapapun juga. Sejak dulu. jarang ada
yang dapat menandingi kepandaiannya. Tetapi
sekarang tampaknya ada sesuatu yang bisa
133 membuat Bu In demikian gelisah, pasti urusannya
pun sangat hebat. Diam-diam Yang Lan jadi ikut gelisah, hatinya
berdebar-debar. Tetapi melihat sikap ayahnya
bersungguh-sungguh seperti itu, si gadis tidak
berani banyak bertanya. Hanya hatinya diliputi
seribu satu macam pertanyaan, yang tidak terjawab.
Ayahnya ternyata mengajak ke ruang semadhi.
Bu In membuka pintu kamar semadhi kemudian
menunjuk ke arah tembok bagian atas dari dinding
sebelah kanan kamar itu. "Lihatlah," katanya dengan
suara agak tergetar. "Dia sudah meninggalkan tanda
pengenalnya."

Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yang Lan menengadah dan melihat sesuatu yang
membuat hatinya tergetar. Di dinding itu terdapat
dua belas bangkai ayam, yang terpantek di situ
dalam posisi seperti bunga bwee. Di samping kanan
dari bangkai-bangkai ayam itu, terpisah beberapa
cie. tampak sebuah lukisan bendera, bentuknya segi
tiga, dengan gambar bulatan kecil di tengahnya.
Gambar apapun tidak terdapat di lukisan bendera
tersebut, selain lingkaran kecil itu. Muka Yang Lan
berobah. "Apa maksudnya semua ini, Thia?" tanya Yang
Lan sambil menoleh mengawasi ayahnya. "Apa yang
sudah terjadi, Thia ?"
134 Muka Bu In muram dan gelap sekali, tampak ia
tengah berpikir keras. Setelah menghela napas
dalam-dalam, barulah ia menjawab pertanyaan
anaknya: "Inilah bahaya yang kukatakan tadi tengah
mengancam kita." "Siapa yang melakukan ini, Thia" Siapa DIA yang
Thia sebutkan tadi ?" tanya Yang Lan lagi.
Muka Bu In berobah agak pucat, tubuhnya pun
menggigil. Tampaknya ada sesuatu yang hebat
tengah dipikirkannya. "Thia, kita harus mencari orang yang berbuat
kurang ajar ini, yang mengotori kamar samadhi
Thia-thia !" Berseru Yang Lan yang kemarahannya
sudah tidak bisa ditahan lagi.
Tetapi ayahnya mengulap-ulapkan tangannya,
Dengan lesu ia menghampiri anaknya. Dipegangnya
pundak Yang Lan. "Anak, tampaknya memang bencana itu akhirnya
datang juga." katanya. "Kau harus tenang, kita
harus bisa menguasai diri, agar bencana itu tidak
memusnahkan seluruh keluarga Yang !"
"Memusnahkan seluruh keluarga Yang " Apa
maksud Thia-thia " Manusia kurang ajar mana yang
tidak kenal mati ingin mengganggu keluarga Yang
"!" Berseru Yang Lan.
135 Bu In menghela napas dalam-dalam, ia
tampaknya bersusah hati, katanya: "Tampak nya
inilah yang disebut takdir. Memang, akhirnya takdir
itu sulit dihindarkan juga..." Menggumam Bu In
dengan suara tergetar. "Thia." panggil Yang Lan. "Mengapa Thia-thia
bersikap seperti itu " Bukankah kita bisa mencari
orang yang berbuat kurang ajar itu dan beri
pelajaran keras kepadanya ?"
Bu In menggelengkan kepalanya.
"Percuma, tidak mungkin kita bisa
menghadapinya." menyahuti Bu In lesu.
Bukan kepalang heran hati Yang Lan. Dari dulu
belum pernah ia menyaksikan sikap ayahnya seperti
sekarang. seperti ketakutan, gelisah dan putus asa.
Benar-benar Yang Lan jadi tidak mengerti oleh sikap
ayahnya sekarang ini. "Apakah orang itu sangat liehay. Thia ?" Tanya
Yang Lan tidak sabar. "Kita hisa maju bersama untuk
menghadapinya, Thia... walaupun bagaimana
liehaynya orang itu. kita berdua pasti bisa
menghadapi dan mengatasinya."
Bu In menghela napas dalam-dalam sambil
menggelengkan kepalanya. Dia menuding kearah
bangkai-bangkai ayam yang terpantek di tembok
dengan posisi yang aneh itu. "Coba kau perhatikan,"
136 "katanya lesu. "Apakah ada sesuatu yang aneh ?"
Yang Lan memperhatikan bangkai-bangkai ayam
itu, lalu menggelengkan kepalanya ia tidak melihat
keluar-biasaan dari bangkai-bangkai ayam itu,
hanya keluar-biasaannya bangkai-bangkai ayam itu
terpantek di tembok dalam kamar semadhi ayahnya.
"Tidak ada sesuatu yang luar biasa Thia. Hanya
perbuatan kurang ajar seperti ini berarti menghina
keluarga Yang secara keterlaluan ! Orang itu harus
dihajar sekeras-keras-nya, kalau perlu dibunuh !"
Kata Yang Lan kemudian. Bu In menghela napas dalam-dalam.
"Anak," katanya lesu. "Perhatikanlah, ayam-ayam
itu dibunuh dengan cara memutuskan lehernya,
bukan " Bangkai-bangkai ayam itu masing-masing
tidak berkepala lagi."
Menggidik juga hati Yang Lan, dia memperhatikan
sekali lagi. Benar saja, semua bangkai-bangkai ayam
itu tanpa kepala. Darah yang menetes dari leher
bangkai-bangkai ayam tak berkepala itu mengotori
tembok berceceran, memang tampaknya kepala
ayam itu masing-masing ditarik dengan kuat sampai
putus, kemudian bangkai ayam itu dipantek.
137 "Dan, kau perhatikan lagi, ayam-ayam itu
terpantek ditembok bukannya oleh paku!"
Menjelaskan Bu In pula, lesu dan perlahan suaranya.
Yang Lan kembali terkejut, dia memperhatikan.
Dan apa yang diberitahukan ayahnya memang tidak
salah, bangkai-bang-kai ayam itu terpantek
ditembok bukan oleh paku, tetapi oleh masingmasing
sebatang jarum yang cukup panjang!
Tercekat hati Yang Lan. inilah luar biasa, siapakah
yang telah memantek bangkai-bangkai ayam itu
dengan hanya mempergunakan jarum " Kalau
bangkai-bangkai itu terpantek oleh paku, itu bukan
hal yang mengherankan. Tetapi justeru sekarang
bangkai-bangkai ayam itu ternyata dipantek oleh
jarum-jarum yang tipis halus itu, tetapi dapat
menembus dinding yang keras. Ini menunjukkan
tenaga dalam orang itu sangat tinggi. Siapakah
orang itu" Dengan muka yang berobah jadi tegang, Yang
Lan bertanya kepada ayahnya: "Thia, sesungguhnya
siapakah orang yang kurang ajar itu yang telah
melakukan semua ini ?"
Untuk sejenak Bu In tidak menjawab, dia cuma
menggumam: "Ya, mungkin sudah tiba saatnya aku
berhitungan dengannya !" Lalu dia menoleh kepada
Yang Lan: "Orang itu memiliki dendam yang kalau
ingin dibilang sedalam lautan dan setinggi gunung,
itu masih belum apa-apa. Dendamnya sudah
138 melebihi dalamnya lautan dan tingginya gunung,
mungkin juga dendamnya itu setinggi langit !"
Dengan mata guram Bu In menoleh kepada
bangkai-bangkai ayam yang terpantek ditembok,
lalu katanya lagi: "Sekarang kau hitung bangkaibangkai
ayam itu." Yang Lan menuruti perintah ayahnya. Dia
menghitungnya. "Dua belas ekor semuanya, Thia."
"Ya, perhatikan posisi terpanteknya bangkaibangkai
ayam itu. pertama-tama, di atas sana
terpantek dua ekor, bukan?" Kata Bu In tidak
bersemangat. "Benar. Thia." "ltu berarti untuk aku dan ibumu!"
"Apa Thia ?" "Dua ekor bangkai ayam yang paling atas,
diartikan adalah aku dan ibumu, Dan kau lihat,
dibawahnya hanya terpantek seekor bangkai ayam,
bukan ?" "Benar Thia." "ltu berarti dirimu,"
"Thia ?" 139 "Dan dibawahnya ada berapa bangkai ayam lagi
?" Tanya Bu In pula.
"Tiga bangkai ayam, dan dibawahnya tiga
bangkai lagi Thia." "Ya. ltulah diartikan enam orang pelayan kita.
Tiga ekor bangkai ayam disebelah atas diartikan
pelayan laki-laki kita dan tiga ekor dibawahnya
adalah tiga orang pelayan wanita keluarga Yang,
yang harus mati juga !"
Menggidik Yang Lan mendengar suara ayahnya
yang dalam dan tegang, benar-benar luar biasa
peristiwa yang terjadi hari ini. Alis sigadis mengkerut
dalam-dalam. dengan ragu-ragu kemudian dia
bertanya: "Lalu, yang tiga ekor lagi itu untuk siapa.
Dua bangkai ayam, kemudian terakhir satu bangkai.
Bukankah kita semuanya hanya berjumlah sembilan
orang?" Bu In menghela napas dalam-dalam, tampak
jelas dia tengah bersusah hati. "Ya, di rumah mi
memang kemarin berjumlah sembilan orang. Dia
bermaksud membunuh kita sekeluarga, tanpa
perduli semua pelayan pun harus mati. Tetapi, hari
ini justeru jumlah dirumah kita ini sudah bertambah
menjadi duabelas orang ! Bukankah Thiam Lu, Lam
Sie dan Giok Han bertiga melengkapi jumlah
bangkai-bangkai ayam itu menjadi dua belas ekor"
Dua ekor bangkai yang dibawah dari barisan tiga
adalah dimaksudkan Thiam Lu dan Lam sie Dan yang
140 terakhir, bangkai ayam yang seekor itu adalah Giok
Han ! Genaplah jumlah seluruh penghuni rumah ini,
duabelas jiwa ! Dan semuanya harus mati !"
Habislah kesabaran Yang Lan.
"Thia, walaupun orang itu memiliki tiga pasang
tangan dan tiga pasang kaki mustahil kita tidak bisa
menghadapinya " Terlebih pula sekarang ada Khang
Suheng, tentu kita bisa menghadapinya dengan
sebaik-baiknya ! Thia-thia jangan kuatir."
Bu In tersenyum, tapi senyumnya itu lebih mirip
seperti meringis.. "Kalau ingin dinilai kepandaiannya, mungkin aku
masih bisa menghadapinya, walaupun mungkin
sekarang aku tidak bisa seperti dulu lagi, yaitu
merobohkannya, tapi rasanya iapun sulit buat
mencelakai aku. Tetapi, yang berbahaya sekali pada
orang itu, justeru dia kini sudah mahir sekali
mempelajari ilmu racun yang sangat ampuh...
selama belasan tahun ia mati-matian mempelajari
ilmu racannya, dan sekarang ia sudah berobah
menjadi pembunuh nomor satu di dunia yang paling
kejam dan bengis yang bisa membunuh tanpa mata
berkedip. Setiap orang yang bertemu dengannya,
kabarnya harus mati Tidak ada satu jiwapun yang
lolos, besar kecil, tua muda, pria dan wanita
semuanya harus mati ditangannya, oleh racunnya
yang dahsyat...!" 141 Yang Lan jadi bingung dan gelisah.
"Lalu apa yang harus kita lakukan Thia ?",
tanyanya gugup. "Kau harus berusaha tetap menghadapinya
dengan tenang. Bagaimanapun sulit buat mengelak
lagi dari dia. Tetapi yang kukuatirkan adalah
keselamatan Giok Han, anak itu yang belum
mengerti apa-apa, dan iapun satu-satunya
keturunan Jenderal Giok Hu, ternyata harus masuk
dalam daftar kematian yang diberikan DIA. Juga aku
ingin minta sesuatu kepadamu, Yang Lan. Kau harus
melakukan perintahku ini baik-baik. janganlah
buang-buang waktu, ajaklah ibumu untuk
menyingkir dari rumah ini. Kukira aku sanggup
untuk menghadapi DIA dan merintanginya setengah
harian, sampai kalian bisa menyingkir lebih jauh.
Semakin jauh kalian menyingkir dari sini semakin
baik lagi." Benar-benar membingungkan Yang Lan. Ayahnya
bisa berputus asa seperti itu. Padahal dulu, ayahnya
tidak pernah gentar menghadapi bahaya yang
bagaimana besar sekalipun. Tetapi sekarang
mengapa tampaknya semangat sang ayah itu runtuh
dan dia berputus asa "
"Thia, sebetulnya siapakah DIA itu "!" tanya Yang
Lan akhirnya. 142 "Belasan tahun yang lalu ia sudah merupakan
iblis wanita yang paling kejam, aku sudah kerkalikali
bertanding dengannya, tetapi sejauh itu ia tidak
berhasil merubuhkanku. Akhirnya dia menghilang.
Selama dua belas tahun tidak terdengar lagi sepak
terjangnya. Hanya pernah dikatakannya kepadaku,
bahwa ia akan pergi mempelajari ilmu racun, dan
kelak suatu saat ia akan mencariku, untuk buat
perhitungan. Jilid ke 4 "Justeru sejak tiga tahun yang lalu dari sahabatsahabatku
ada kabar bahwa dia sudah turun gunung
dan mengacau rimba persilatan dengan
kekejamannya, kecil besar dan wanita pria! Bahkan
binatang-binatang yang bertemu dengannya, seperti
bebek, ayam ataupun anjing, memiliki nasib yang
buruk juga, karena akan dibunuh pula!
Hanya yang mengherankan, menurut sahabatsahabatku,
dia masih tetap muda jelita, sangat
cantik sekali dengan pakaian sutera putihnya,
usianya mungkin baru duapuluh tahun lebih.
Padahal, dulu saja sudah dua puluh tahun lebih, dan
kini tentunya dia sudah berusia empat puluh


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahunan... Apakah memang dia pun mempelajari
ilmu yang khusus untuk bisa awet muda"!"
Setelah bercerita begitu, Bu In menghela napas
dalam-dalam, dia bilang lagi: "DIA she Thio dan
bernama Eng Goat, Ingatlah olehmu, jika memang
143 aku sampai terbinasa di tangannya dan kalian ibu
anak bisa lolos, suatu saat kelak kau harus
membalaskan penasaranku. Sekarang sudah tidak
ada waktu lagi untuk menceritakan sebab-sebab
permusuhan kami, nanti kalau ternyata aku bisa
lolos dari maut, waktu itu akan kuceritakan sejelasjelasnya.
Ayo cepat, sekarang juga kau ajak ibumu
untuk menyingkir dari rumah ini!" Waktu berkata
begitu, sikap Bu In gelisah agak panik, tegang.
Yang Lan jadi menitikkan air mata.
"Thia, apakah tidak mungkin lagi buat kita
bersama-sama dengan Khang Suheng untuk coba
mengadakan perlawanan guna menghadapinya.
Siapa tahu ada perobahan dan bisa lolos dari
bahaya...?" Tiba-tiba muka Bu In jadi bersungguh-sungguh,
dengan kumis jenggotnya yang sudah memutih itu
bergerak-gerak, tampaknya dia marah. "Yang Lan,
apakah sekarang kau sudah tidak mau mematuhi
lagi perintahku?" Kaget Yang Lan. Sejak kecil sampai dewasa
belum pernah menyaksikan ayahnya marah, diapun
belum pernah dibentak seperti itu.
"Thia... kau...?", sigadis jadi menangis keras.
Sejenak kemudian kemarahan Bu In menurun,
dia memeluk puterinya. 144 "Lanjie, pergilah ajak ibumu menyingkir," katanya
dengan suara yang berobah jadi lembut lagi. "KaIau
memang kau sayang padaku, kau harus menuruti
kata-kata ayah. Pergilah ! Percuma saja kalau kita
harus mati semua ditangan DIA ! Biarlah aku sendiri
yang akan menghadapinya. Sebentar lagi akupun
akan perintahkan Thiam Lu buat mengajak Lam Sie
din Giok Han menyingkir dari rumah ini... sebelum
DIA muncul " Maka, sekarang cepatlah berkemas,
bawalah yang perlu saja, lalu ajaklah ibumu
menyingkir, semakin jauh semakin baik."
Yang Lan tidak berani membantah, dia
menghapus air matanya, katanya: "Baiklah Thia...
tetapi, tetapi..." Alis Bu In mengkerut. "Ayo pergi ! Cepat !" Bentaknya.
Yang Lan tidak berani membantah lagi, Walaupun
hatinya merasa berat harus mengajak ibunya
menyingkir dan meninggalkan ayahnya menghadapi
musuh yang tampaknya disegani dan memilik
kepandaian yang tidak disebelah bawah kepandaian
ayahnya. Dia menangis sesenggukan berlari
kekamarnya untuk mengemasi barang-barang
seperlunya. Setelah Yang Lan meninggalkannya, Bu In berdiri
bengong dikamar semedhinya, mengawasi bangkaibangkai
ayam yang terpantek ditembok. Dia
145 menghela napas berkali-kali dengan muka pucat.
Perlihan sekali bibirnya terdengar menggumam:
"Pembalasan... pembalasan...". setelah mengawasi
bangkai-bangkai ayam yang terpantek sekian lama,
iapun keluar dari kamar semedhinya. Memanggil
Tang Kui, yang diperintahkan memanggil Khang
Thiam Lu. Cepat Thiam Lu datang menemuinya.
Thiam Lu heran melihat gurunya berdiri didepan
pintu kamar semedhi dengan wajah yang luar biasa,
pucat dan muram, tidak biasanya sikap gurunya.
Tadi waktu Tang Kui menyampaikan ia dipanggil
sang guru, Thiam Lu sudah bertanya tanya didalam
hati, apakah gurunya ingin mendengar cerita
peristiwa menyedihkan dari bencana yang menimpali
keluarga Jenderal Giok Hu " Tapi, setelah melihat
keadaan gurunya seperti itu, Thiam Lu cepat
menduga, pasti terjadi sesuatu yang hebat.
"Suhu," Thiam Lu menghampiri dan memberi
hormat. "Ada apakah, Suhu " Tampaknya ada
sesuatu yang tidak beres...?"
Bu In tidak menyahut pertanyaan muridnya, dia
mengajak Thiam Lu masuk kedalam kamar
semedhinya, Melihat bangkai-bangkai ayam yang
terpantek ditembok dan bendera segi tiga yaag
dilukis oleh darah, hati Thiam Lu tercekat.
"Bwee Sim Mo Lie "!" Berseru Thiam Lu dengan
tubuh agak menggigil. 146 "Ya, tiga tahun belakangan ini memang kudengar
dari sahabat-sahabat Kangouw. DIA digelari sebagai
Bwee Sim Mo Lie," kata Bu In dengan sikap lesu,
"Kau pernah mendengar tentangnya ?"
"Bukan hanya mendengarnya saja, Suhu. Waktu
dalam perjalanan kemari, kami bertiga telah
bertemu dengannya dan hampir saja Tecu mati
ditangannya, diserang oleh jarum-jarum beracunnya
!" Sambil berkata begitu Thiam Lu membuka baju
dibagian dada dan memperlihatkan bekas luka luka
jarum timpukan Bwee Sim Mo Lie Liok Sie Lan.
Muka Bu In berobah hebat, dia menghampiri dua
langkah lebih dekat pada Thiam Lu, tanyanya
dengan suara tergetar: "Kau.... pernah bertemu
dengannya ?" Thiam Lu mengangguk dan menceritakan
pengalamannya, waktu terjadi serangan orang orang
Kaisar Yang Ceng, di mana dia berhasil meloloskan
diri, demi melindungi dan menyelamatkan anak
satu-satunya dari Jenderal Giok Hu, agar tidak
terbinasa oleh orang-orang Kaisar. Juga diceritakan
pertemuannya dengan Sepasang Tabib hutan, yang
cara memberikan pengobatan atau pertolongannya
aneh sekali, juga pertemuannya dengan Bwee Sim
Mo Lie Liok Bie Lan, wanita pembunuh nomor satu di
dunia itu. 147 "Oooo. kalau saja Sepasang Tabib Hutan berada
di sini, mungkin kita masih bisa menghadapi
bencana yang akan menimpa keluarga Yang !"
Mengeluh Bu In setelah selesai mendengar cerita
muridnya, "Apakah Bwee Sim Mo Lie punya ganjalan dengan
Suhu ?" Tanya Thiam Lu, jadi ikut tegang.
Bu In mengangguk dengan wajah murung.
"Ya, itulah urusan belasan tahun yang lalu.
Tetapi, coba kau ceritakan ciri-ciri Bwee Sim Mo Lie
padaku," "kata Bu In dengan sepasang alis mengkerut.
Thiam Lu menceritakan ciri-ciri Bwee Sim Mo Lie,
cara berpakaiannya, wajahnya dan juga cara-cara
iblis wanita itu bicara. "Aneh ! Sungguh. aneh !" menggumam Bu In
setelah mendengar tentang ciri-ciri Bwee Sim Mo
Lie, keningnya berkerut dalam-dalam. "Mengapa dia
bisa awet muda seperti itu " Ilmu apa yang
dipelajarinya ?" kemudian dia menoleh kepada
muridnya, tanyanya: "Apakah kau melihat jelas
wajahnya?" "Ya Suhu," mengangguk Thiam Lu, dia heran
melihat kelakuan gurunya. "Apakah ada sesuatu
yang mencurigakan. Suhu ?"
148 "Usianya !" kata Bu In. "UMUR iblis wanita itu
yang sangat mengherankan."
"Teecu memperhatikan dengan jelas, wajahnya
memang cantik dan masih muda sekali Suhu,
mungkin baru duapuluh tahun. Dia memiliki wajah
yang dingin, tidak memperlihatkan perasaan apapun
juga..." "Aneh ! Lalu apa lagi yang kau ketahui mengenai
DIA ?" tanya Bu In. "Apa yang Teecu dengar dari teman-teman dalam
Kangouw, iblis wamta itu puteri dari keluarga Liok,
namanya Bie Lan..." "Apa " She Liok ?" Tampak Bu In kaget.
"Ya, orang-orang Kangouw mengetahuinya dia
bernama Liok Bie Lan, Suhu!"
"Oooo, urusan jadi semakin rumit. Aneh sekali !
Jadi dia bukan Thio Eng Goat ?"
"Thio Eng Goat " Siapa dia Suhu ?"
"Iblis wanita yang bergelar Bwee Sim Mo Lie itu !"
Thiam Lu menggeleng. 149 "Maafkan Suhu, Teecu kurang begitu jelas
tentang dia. Apakah dia Liok Bie Lan atau Thio Eng
Goat, Tecu tidak berani memastikannya."
"Akh, urusan mengapa jadi demikiap ruwet ?"
Menggumam Bu In. "Apakah iblis wanita yang
menyatroniku ini bukan DIA " Tapi tidak mungkin,
bendera segi tiga dengan di dalam bendera itu
tertera lukisan bulat kecil, adalah tanda pengenal
DIA ! Apakah munculnya dia kembali dalam
Kangouw setelah menghilang belasan tahun, lalu
disertai dengan penggunaan nama baru?"
Thiam Lu cuma mengawasi bingung pada
gurunya. Bu In menghela napas dalam-dalam waktu
mengetahui muridnya tengah mengawasi terheranheran
dan bingung padanya. "Thiam Lu, kini aku ingin memberitahukan
kepadamu, bahwa iblis wanita itu mengancam akan
membunuh seluruh keluarga Yang, bahkan kau
bersama Lam Sie serta Giok Han sudah dimasukkan
dalam daftar, Lihatlah, jumlah bangkai ayam itu
duabelas ekor. Sedangkan di rumah ini hanya
berpenghuni 9 jiwa. Aku, subo (isteri guru) dan
sumoay (adik seperguruanmu), ditambah enam
orang pelayan, tiga laki-laki dan tiga wanita.
Ditambah dengan kau. Lam Sie serta Giok Han,
jumlahnya jadi duabelas ekor. Karenanya, kau harus
mengajak Lam Sie serta Giok Han cepat-cepat
menyingkir dari rumah ini !
150 Biarkanlah aku menghadapi sendiri iblis wanita
itu. Walaupun dia tangguh, tetapi rasanya aku masih
bisa menghadapinya untuk seharian. Nah, pergilah
kau menjajak Giok Han dan Lam Sie. Anak itu harus
di selamatkan, dia putra satu-satunya Jenderal Giok
Hu yang masih hidup. Pergilah !"
Pucat muka Thiam Lu, dia kaget mendengar
perintah gurunya. Cepat-cepat dia menekuk
lututnya, berlutut di depan gurunya; "Suhu,
janganlah menyuruhku untuk meninggalkan Suhu.
Walaupun bagaimana bahayanya iblis wanita itu,
Teecu akan mendampingi Suhu buat menghadapinya
!" "Thiam Lu, apakah sekarang kau mulai
membangkang terhadap perintahku?" Bentak Bu In,
yang tiba-tiba tampak jadi gusar serta suaranya
keras meninggi. Thiam Lu tetap berlutut mengangguk-anggukan
kepalanya sambil menangis.
"Janganlah Suhu menempuh bahaya seorang diri.
Teecu belum pernah melakukan sesuatu buat Suhu.
Ijinkanlah sekali ini Teecu mendampingi Suhu buat
menghadapi iblis wanita itu. Kalau memang harus
buang jiwa di tangan iblis itu, hati Teecu puas..."
kata Thiam Lu dengan air mata bercucuran deras.
151 Hati Bu In jadi tergoncang, dia terharu melihat
kesetiaan muridnya. Dia tertegun bengong di
tempatnya dengan mata yang merah, air mata
mengembang di matanya, sehingga tampak
berkaca-kaca. "Thiam Lu, bangunlah!" Perintahnya sambil
mengangkat pundak muridnya. Kemudian katanya
lagi : "Aku mengetahui baktimu sebagai muridku,
Thiam Lu. Tetapi yang harus kau ingat adalah
keselamatan Giok Han. Dia jauh lebih berarti dari
segala-galanya. Tanggung jawabmu besar sekali
terhadap keselamatan jiwa anak itu. Nah, pergilah !
Turutilah kata-kataku . . . !"
Thiam Lu menggeleng sambil menghapus air
matanya. "Percuma saja Suhu. Bwee Sim Mo Lie
tangguh sekali, terlebih-lebih racunnya. Rasanya,
kalau sekarang Teecu mengajak Giok Han
menyingkir, itupun sudah terlambat. Pasti iblis
wanita itu sudah berada di sekitar tempat ini...
Karenanya, ijinkanlah Teecu mendampingi Suhu
untuk bersama-sama menghadapi iblis itu."
Terharu Bu In melihat kesetiaan muridnya. Alasan
yang dikemukakan Thiam Lu pun bisa diterima
dalam akal sehat. Bukanlah Bwee Sim Mo Lie sudah
berkeliaran di sekitar tempat ini " Bahkan, dia sudah
berhasil menyelusup masuk ke kamar semedhi Bu
In, memantek belasan bangkai ayam, tanpa ada
seorangpun yang mengetahui. Karenanya, kilau
Thiam Lu mengajak Giok Han menyingkir, itu sama
152 bahayanya dengan berdiam di tempat ini. Kalau di


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tengah jaian iblis wanita itu menghadang dan
membunuh Thiam Lu bertiga Giok Han dan Lam Sie,
bukankah itu lebih berbahaya " Bukankah seorang
diri saja Thiam Lu tidak mungkin bisa menghadapi
iblis wanita yang tangguh itu "
Akhirnya, setelah menghela napas dalam-dalam,
Bu In mengangguk. "Baiklah Thiam Lu, tetapi kau harus melihat
gelagat. Kalau sekiranya bencana sudah tidak bisa
dielakkan, maka kau harus berusaha membawa Giok
Han menyingkir dan membiarkan aku seorang diri
coba menghadapi iblis itu..."
Thiam Lu mengangguk dengan berduka. Dia
sudah melihat Bwee Sim Mo Lie, karenanya dia tahu
iblis wanita itu selain tangguh ilmu silatnya, juga
liehay racunnya. Kalau hanya ilmu silatnya belaka,
belum tentu gurunya gentar menghadapi iblis wanita
tersebut. Walaupun belum tentu gurunya bisa
merubuhkan iblis wanita itu, namun Bwee Sim Mo
Lie pun rasanya sulit buat merubuhkan gurunya.
Sekarang justeru kenyataan yang ada Bwee Sim
Mo Lie liehay dengan racunnya, karenanya dia jadi
sangat berbahaya sekali. Walaupun Bu In tangguh,
tak-diragukan dia bisa menghadapi racun iblis
wanita itu. 153 Tiba-tiba Bu In teringat sesuatu. Cepat-cepat dia
keluar dari kamar semedhinya untuk pergi mencari
Yang Lan, membatalkan perintahnya agar Yang Lan
mengajak ibunya menyingkir dari rumah ini.
Rupanya Bu In sudah menyadari, kalau Yang Lan
berdua isterinya menyingkir dari rumah ini, belum
tentu bisa dijamin keselamatannya, bahkan jauh
lebih berbahaya. Kalau iblis wanita itu menghadang mereka, siapa
yang bisa menghadapi " Yang Lan seorang diri tentu
sulit bisa meloloskan diri dari ancaman maut di
tangan iblis wanita itu Jika di rumah ini, berarti Bu
In, Khang Thiam Lu dan Yang Lan bertiga masih bisa
bergabung untuk menghadapi Bwee Sim Mo Lie.
Segera Khang Thiam Lu diajak berunding oleh Bu
In dan Yang Lan, dengan cara bagaimana mereka
bisa menghadapi iblis wanita im. Bu In minta Thiam
Lu menceritakan lagi pengalamannya waktu dilukai
oleh Bwee Sim Mo Lie, untuk mencari kelemahan
iblis wanita itu. Semua pelayan keluarga Yang, termasuk Tang
Kui diperintahkan sembunyi di ruang tengah.
Demikian pula Lam Sie dan Giok Ban, ditempatkan di
ruang tengah bersama-sama para pelayan-pelayan
itu, yang semuanya diliputi perasaan tegang.
Perjamuan yang semula ingin diselenggarakan sore
ini, jadi dibatalkan. 154 Waktu lewat serasa merambat sedetik demi
sedetik sangat menggelisahkan, suasana tegang
meliputi mereka. Walaupun Yang Bu In berusaha
bersikap tenang, tetapi ia selalu gagal, karena dari
sikapnya jelas ia sangat gelisah dan bingung.
Mukanya pun agak pucat. Bu In beisiap-siap di
ruang belakang sedangkan Thiam Lu di ruang depan.
Yang Lan sendiri berada di dekat ruang tengah,
bersama ibu, Giok Han, Lam Sie dan kee-nam orang
pelayan keluarga Yang. Suara berkeresek sedikit
saja bisa mengejutkan mereka.
Tetapi Bwee Sim Mo Lie yang dttunggu-tunggu itu
belum juga datang, karena sejauh itu belum lagi
diketahui kapan iblis wanita tersebut akan
menyatroni keluarga Yang tersebut. Hari sudah
merambat mendekati magrib. Yang Lan perintahkan
seorang pelayan, nya untuk menyalakan api
penerangan. Ketegangan dan kegelisahan yang menguasai
orang-orang yang ada di rumah keluarga Yang
tersebut semakin lama semakin hebat, mereka
selalu dicekam oleh perasaan kuatir, kalau-kalau
iblis wanita itu menyerang secara membokong,
murcul dengan tiba-tiba. Kewaspadaan tetap tinggi,
setiap ada suara yang bagaimana perlahanpun,
mereka pasti akan menoleh untuk melihat dan
memperhatikan penuh kewaspadaan. Hati mereka
berdebar-debar diliputi kegelisahan dan kuatir.
155 Dalam keheningan yang ada itu, mendadak
terdengar suara gelang pintu yang terbuat dari
kuningan dibentur-benturkan keras kepada pintu
luar rumah keluarga Yang. Suaranya menggema
nyaring sekali. Thiam Lu sampai melompat berdiri dengan
tangan mencekal pedang erat-erat, hatinya berdebar
keras. Apakah si iblis sudah datang "
Bu In pun yang berjaga-jaga di ruang belakang,
ikut tercekat hatinya. Sepasang alisnya mengkerut.
Siapakah yang telah menggedor-gedor pintu luar itu
" Si iblis wanita lah yang datang " Tetapi dia tidak
berani meninggalkan tempatnya, dia hanya
memasang pendengarannya. Kalau memang si iblis
yang datang, dia akan segera keluar untuk
membantui Thiam Lu. Dengan muka agak pucat dan hati tegang Thiam
Lu menghampiri pintu rumah. Kembali gelang
kuningan pada pintu dibentur-benturkan keras
sekali, disusul dengan suara seseorang menggerutu:
"Oooh, manusia-manusia tuli semua! Sungguh
menyebalkan !" Itulah suara laki-laki ! Thiam Lu berkurang
kuatirnya, tapi tetap berwaspada waktu membuka
daun pintu. Seorang pemuda berpakaian pelajar
berdiri dengan sikap yang angkuh. Ketika melihat
156 Thiam Lu, dia melirik dengan sorot mata yang sinis.
"Hmm, satu jam lebih tuan mudamu menunggu di
sini, apakah kalian tuli semua "!" Tegurnya tawar.
Khang Thiam Lu tidak kenal pemuda ini dia
mengawasi sejenak, lalu tanyanya : "Siapa kah
Hengtai dan siapakah yang Hengtai cari ?"
Alis pemuda itu berkerut, dengan sikapnya yang
angkuh, pemuda itu yang tidak lain dari Cie Sun
Hoat, bilang: "Aku tadi sudah meninggalkan pesan
kepada salah seorang pelayan keluarga Yang, agar
Yang Siocia datang ke taman Lo-sik-wan. Tapi
mengapa Yang Siocia tidak datang " Apakah
memang keluarga Yang mulai berkepala besar dan
ingin cari gara-gara denganku "!"
Tidak senang Thiam Lu melihat sikap pemuda itu,
tetapi waktu itu justeru keluarga Yang tengah
terancam bencana yang besar dia berusaha
menahan diri dan memaksakan tersenyum:
"Maafkan, Yang Siocia justeru sedang sibuk sehingga
tidak bisa menemui Hengtai Nah, rasanya lebih tepat
kalau lain waktu Hengtai datang berkunjung lagi
kemari mungkin Yang Siocia bisa menemuimu."
Dengan sikap yang angkuh dan tangan di
pinggang, Cie Sun Hoat membentak : "Apa! Lain
waktu kembali kemari" Cepat panggil Yang Siocia
buat menemuiku !" Dan waktu membentak begitu,
mata Cie Sun Hoat terpentang lebar-lebar, mendelik.
157 Thiam Lu semakin tidak menyukai pemuda itu di
depannya. Kalau saja terjadi di waktu-waktu biasa,
tentu dia akan menghajar babak belur pemuda
kurang ajar tersebut. Belum lagi dia bilang apa-apa
lagi dari dalam sudah terdengar teriakan Yang Lan :
"Khang Suheng, dia pemuda ceriwis putera Tiehu di
kota ini, dia ingin berbuat kurang ajar pada keluarga
Yang, beri tanda mata agar di waktu mendatang dia
tidak terlalu tekabur!"
Walau tidak mengetahui duduk persoalannya,
tetapi mendengar anjuran Yang Lan, Thiam Lu
seketika bisa mengambil kesimpulan bahwa pemuda
ini pasti bukan orang baik-baik, katanya: "Nah, kau
sudah mendengar sendiri bukan " Yang Siocia tidak
mau menemuimu. Pergilah, sebelum terjadi sesuatu
yang kurang baik untukmu !" Dingin sekali suara
Thiam Lu. Cie Sun Hoat masih bertolak pinggang dan
sikapnya semakin menjadi-jadi. "Ooooh, benarbenar
keluarga Yang cari penyakit ! Biar, aku akan
masuk melihat, berapa hebatnya keluarga Yang
sehingga tekebur seperti itu"!" Dia pun segera
mementang kedua kakinya melangkah mau masuk
melewati Thiam Lu. Mendelu hati Thiam Lu menyaksikan kelakuan si
pemuda yang kurang ajar ini. Waktu itulah tangan
kirinya diulur buat menjambak pundak pemuda
tersebut. Maksudnya mencegah pemuda itu masuk
melewati pintu gerbang. 158 Cie Sun Hoat merasakan sambaran angin di
belakangnya, ia memutar sedikit pundaknya dan
menggeser kaki kanannya, tangan kirinya tiba-tiba
mencolok ke arah mata Khang Thiam Lu. itulah
serangan telengas dan keji. Benar-benar diluar
dugaan Khang Thiam Lu. Untung saja serangan itu dilakukan Cie Sun Hoat
yang tenaga dalamnya belum terlatih baik, kalau
dilakukan oleh seorang ahli niscaya celakalah Thiam
Lu, apalagi memang dirinya belum lagi sembuh dari
luka di dalam. Mengetahui Cie Sun Hoat memang bukan orang
baik-baik, melihat cara menyerangnya yang begitu
kejam, cepat Thiam Lu merobah kedudukan
tangannya. Jika semula ia hendak mencengkeram,
sekarang jari-jari tangannya terkepal dan tahu-tahu
menghantam tepat dada Cie Sun Hoat, karena
tangannya itu diturunkan dan meluncur melebihi
kecepatan sambaran tangan Cie Sun Hoat sendiri.
Tercekat hati Cie Sun Hoat, tapi ia tidak bisa
berbuat lain, hanya menjerit keras ketika dirasakan
dadanya sakit luar biasa, tubuhnya juga melayang
terpental ke dalam rumah, jatuh terbanting cukup
keras. Mukanya pucat pias, meringis menahan sakit
pada dadanya ketika ia berusaha untuk bangkit.
Khang Thiam Lu tidak bertindak sampai di situ
saja, ia cepat menjambak bahu si pemuda,
kemudian melemparkannya ke luar gerbang.
159 "Sekali lagi kau berani datang kemari untuk
mengacau jiwamu tidak akan kuampuni lagi !"
Mengancam Thiam Lu mendongkol.
Cie Sun Hoat yang terbanting untuk ke dua
kalinya merangkak bangun. Setelah berhasil berdiri,
dengan muka masih meringis ia menuding Thiam Lu,
katanya : "Monyet liar ! Kau akan merasakan
akibatnya berani menghina Siauwya (tuan muda)mu !" "Tetapi sambil mengancam begitu, pemuda itu
dengan muka masih meringis telah beringsut-ingsut
mundur, kemudian berlari pergi.
Mendongkol sekali Thiam Lu. Kalau saja ia bukan
sedang dalam keadaan seperti saat itu, dimana
keluarga Yang tengah meng hadapi ancaman bahaya
yang besar, niscaya dia akan mengejar pemuda itu
dan membereskannya. Seumur hidupnya baru sekali
ini dirinya dimaki orang lain dengan sebutan monyet
liar". Ditutupnya pintu gerbang dan kembali ke
dalam, ke ruang thia. untuk berjaga-jaga pula di
situ. Peristiwa mcngacaunya Cie Sun Hoat tidak jadi
pembicaraan di antara orang-orang di dalam gedung
Yang Bu In, sebab mereka kembali dicekam oleh
ketegangan atas ancaman bahaya maut yang belum
lagi tiba. Semuanya tetap waspada dan suara yang
160 sekecil apapun akan menyebabkan mereka terkejut
dan bersiaga. Waktu beredar terus, malam telah tiba. Sunyi
sekali keadaan di gedung Yang Bu In mungkin, kalau
saat itu ada seseorang menyaksikan keadaan
gedung keluarga Yang akan menduga bahwa gedung
itu kosong dan tidak berpenghuni.
Tidak terdengar suara apapun, hanya suara
napas dari orang-orang yang berada di dalam
gedung, mengandung ketegangan dan juga rasa
kuatir ! Hari semakin larut malam, Tang Kui ingin buang
air kecil ke belakang. Dengan hati berdebar-debar
dia pergi ke belakang. Pergi ke belakang tidak lama
tiba-tiba terdengar suara teriakan Tang Kui yang
keras disusul dengan munculnya Tang Kui yang
berlari-lari dengan muka pucat dan tubuh menggigil
keras. Yang Bu In, Khang Thiam Lu dan yang lainnya
kaget tidak terkira oleh jeritan Tang Kui, mereka
melompat ke belakang. Ketika melihat si pelayan
masuk dengan keadaannya seperti itu, cepat Thiam
Lu melompat ke sampingnya, mencekal lengannya.
"Tang Lopeh, ada apa ?" Tanyanya sambil
menggoyang-goyangkan lengan pelayan tua
tersebut.

Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

161 Tang Kui tidak bisa menyahuti, tubuhnya
menggigil keras, malah kakinya yang gemetar itu
lemas tidak bertanaga lagi, dia jatuh terduduk.
Mulutnya terbuka seakan ingin mengucapkan
sesuatu, tapi tidak ada suara yaug keluar dari
mulutnya, Bibirnya gemetar keras, mukanya pucat
seputih kapur tembok. "Tenanglah Lopeh, ada apa "!" Desak Thiam Lu
tambah kuatir. Semua orang juga mengawasi
dengan hati berdebar. Tam Kui menunjuk ke arah jurusan belakang
dengan tangan menggigil keras matanya terbuka
lebar-lebar. Tidak ada sepatah perkataan yang
keluar dari mulutnya. Mungkin disebabkan rasa takut
yang kelewatan, menyebabkan ia tidak sanggup
untuk bicara. Tidak buang waktu lagi Thiam Lu
meloncat ke belakang, Yang Bu In mengikuti di
belakangnya dengan sikap bersiap siaga, Sebelum
menyusul Thiam Lu, Bu In masih sempat pesan pada
Yang Lan: "Kau tetap jaga di sini, jangan kemanamana
!" Ketika Bu In sampai di belakang, dilihatnya Thiam
Lu tengah berdiri menjublek mengawasi sesuatu.
Segera Bu In mengawasi kearah tempat yang
tengah dipandangi Thiam Lu, hati Bu In jadi
tergoncang keras sepasang alisnya mengkerut
dalam-dalam. Bu In menyaksikan pemandangan
yang benar-benar menggetarkan hati, terlebih lagi
waktu itu keluarganya memang tengah menghadapi
162 ancamam bahaya, tidak mengherankan hatinya
tergoncang keras. Tetapi ia tertegun sebentar,
kemudian melompat mendekati Thiam Lu.
"Pemuda yang sore tadi..." menggumam Thiam
Lu waktu melihat Bu In. Bu In menghela napas
dalam-dalam. "Pasti pekerjaan Bwee Sim Mo Lie,"
menggumam Bu In. "Entah apa maksudnya
membinasakan pemuda itu ?"
Sambil berkata begitu Bu In mendekati pohon
Touw dimana pada salah satu cabangnya terikat
bergantung sesosok mayat. Dan mayat itu
tergantung dengan kedua kaki terikat di atas, kepala
terjungkir di bawah, kedua tangan mayat itu
terjuntai ke bawah. Mayat itu tidak lain dari mayat
Cie Sun hoat, pemuda yang sore tadi mengacau di
depan rumah keluarga Yang.
Lama Bu In berdiri tertegun di situ mengawasi
mayat Cie Sun Hoat, lni kesulitan baru untuk
keluarga Yang, karena Cie Sun Hoat putera tunggal
yang sangat dimanja oleh ayahnya yang juga
terkenal lalim, justeru mati serta mayatnya berada
di dalam rumah keluarga Yang.
Mendadak Bu In berseru. "Celaka !" dan keringat
dingin mengucur deras. Tubuhnya agak menggigil.
Thiam Lu yang mendengar seruan Bu In, cepatcepat
melompat ke dekatnya. Belum lagi dia
bertanya, Bu In sudah bilang: "Celaka ! iblis itu pasti
sudah berada di sini ! Kita telah meninggalkan
163 mereka... Ayo cepat kembali! Oooo, mudanmudahan
tidak terlambat !" Thiam Lu kaget bukan main mendengar
perkataan Bu In. ia pun baru teringat kepada Yang
Ian, Giok Han dan yang lainnya yang mereka
tinggalkan. Dengan diantara mayat Cie Sun Hoat
dan digantung di pohon Touw yang tumbuh di dalam
rumah keluarga Yang, niscaya Bwee Sim Mo Lie
memang sudah berkeliaran di dalam rumah ini!
Tidak buang waktu sedetikpun, kedua orang itu
segera berlari ke ruang dalam.
Mereka baru bisa bernapas lega setelah melihat
disitu tidak terjadi sesuatu apapun. Hanya orangorang
orang berkumpul di situ memandang Thiam Lu
berdua Bu In dengan muka pucat pias, mata mereka
memancarkan kekuatiran yang amat sangat. Mereka
tadi sudah mendengar cerita Tang Kui tentang
mayat yang tergantung di pohon Touw yang tumbuh
di belakang rumah mereka.
Tang Kui yang ketenangannya mulai pulih tadi
sudah bisa menceritakan apa yang dilihatnya, yang
membuat dia kaget dan takut setengah mati, sampai
tidak bisa bicara saking ketakutan. Setelah diberi
minum secawan air teh, barulah dia bisa
menenangkan diri dan menceritakan kepada semua
orang yang berkumpul di situ. Cerita Tang Kui
membuat semua orang tambah kuatir.
164 Terlebih lagi Yang Lan, yang menguatirkan
keselamatan Thiam Lu dan ayahnya, kalau memang
dia tidak ingat bahwa orang-orang yang berada
diruang itu harus dilindungi olehnya, niscaya dia
sudah menyusul ke belakang. Dia kuatir kalau-kalau
ayahnya dan Thiam Lu bertemu dengan si iblis dan
mendalami cidera. Tapi kalau Yang Lan menyusul juga kebelakang
lalu siapa yang akan melindungi Giok Han dan yang
lainnya" Karenanya, dengan gelisah, dia tetap
bersiap siaga disitu, hanya matanya terpentang
lebar dengan hati berkuatir untuk keselamatan ayah
maupun Thiam Lu. Setelah melihat kedua orang itu
kembali tanpa kurang suatu apa, barulah hati Yang
Lan lebih tenang. Bu In menceritakan bahwa mayat yang
tergantung di pohon Touw di belakang rumah
meraka adalah mayat Cie Sun Hoat. Dan Bu In minta
mereka berwaspada, karena si iblis pasti sudah
berkeliaran dirumah ini. Disaat Bu In tengah bercerita begitu justeru dari
kejauhan di antara keheningan malam yang larut,
terdengar suara petikan musik Khim. Suara Khim ttu
perlahan dan samar, tapi lembut dan merdu.
Hati semua orang yang berkumpul di ruang itu
jadi tegang, terlebih para pelayan yang semuanya
165 sudah diliputi ketakutan bukan main. Bu In
memesan agar tidak seorangpun pergi memisahkan
diri ke ruang lain, dengan berkumpul menjadi satu di
ruang ini, berarti Bu In bertiga Yang Lan dan Thiam
Lu lebih mudah untuk melindungi mereka.
Malam semakin larut. Suara Khim tetap
terdengar, hanya sekarang terdengar semakin dekat
juga. Disusul kemudian oleh suara tertawa yang
merdu. Sesosok tubuh berkelebat, dalam bentuk
bayangan putih, karena sesosok tubuh itu
mengenakan baju panjang yang terbuat dari sutera
putih yang halus. Rambutnya panjang terurai, wajahnya cantik.
Dan dia memang tidak lain dari Liok Bie Lan atau si
wanita iblis Bwee Sim Mo Lie ! Saat itu Bwee Sim Mo
Lie sudah berdiri di pekarangan depan rumah
keluarga Yang, tembok pekarangan yang begitu
tinggi tadi mudah sekali dilompati, tubuhnya sangat
ringan, bagaikan gumpalan kapas saja waktu
hinggap di tanah. Di tangannya tercekal sebuah alat
musik Khim yang berbentuk kecil. Dulu ia sudah
menghancurkan alat musiknya dan ini mungkin yang
baru diambil dari orang lain atau dibelinya. Tetapi,
wanita iblis selihay Bwee Sim Mo Lie rasanya akan
mudah sekali mengambil sesuatu yang di
inginkannya dari orang lain.
Muka semua orang berobah pucat, tidak
terkecuali Yang Bu In Dilihatnya, Bwee Sim Mo Lie
yang berdiri di hadapannya bagaikan segumpal es
166 yang dingin, seorang wanita tanpa perasaan di
wajahnya. Dan ia pun melihat wajah Bwee Sim Mo
Lie bukanlah seraut wajah yang dikenalnya. Thiam
Lu berdua Yang Lan sudah bersiap-siap dengan
pedang mereka, sewaktu-waktu Bu In mengalami
ancaman di tangan Bwee Sim Mo Lie, mereka akan
menerjang untuk menghadapi waniia iblis tersebut.
"Yang Bu In, apakah kau sudah siap untuk
menerima hukuman " Waktu tidak banyak lagi,
sebentar lagi akan menyingsing sang fajar," merdu
sekali suara Bwee Sim Mo Lie di antara keheningan
malam. Tubuh Bu In menggigil sedikit, tapi cepat ia bisa
menguasai dirinya. la melangkah maju dua tindak,
kemudian merangkapkan tangannya, tanyanya :
"Maaf, siapakah nona" Mengapa aku si tua Yang Bu
In harus menerima hukuman dari nona ?"
Bu In berusaha suaranya tetap tenang, walaupun
agak parau dari biasanya.
Wajah Bwee Sim Mo Lie tidak memperlihatkan
perasaan apapun juga. Tidak terlihat sikap
mengejek, marah, senang ataupun nafsu
membunuh. Seraut wajah yang benar-benar lembut
dan cantik, tapi dingin tanpa perasaan terpancar dari
mukanya itu. Suaranya yang halus pun tidak menunjukkan
tanda-tanda apapun: "Aku diutus oleh guruku yang
167 mulia Thio Eng Goat untuk menghukum kau
sekeluarga. Sekarang jawablah pertanyaanku,
apakah kau sudah siap menerima hukuman ?""
Mendengar disebut Thio Eng Goat, tubuh Bu In
menggigil sedikit, kemudian memaksakan diri
tertawa. "Jadi," katanya. "nona murid Thio Kouwnio
?" "Ya, dan guruku yang mulia perintahkan aku
untuk menghukummu." "Apakah Thio Kouwnio kini dalam keadaan sehatsehat
dan baik?" Tanya Bu In tanpa perdulikan
perkataan Bwee Sim Mo Lie.
Wanita iblis yang cantik jelita itu tidak
memperlihatkan perasaan apapun juga pada
wajahnya, hanya jari tangannya mendenting
memetik salah satu tali Khimnya. Suara itu nyaring
sekali dan sangat panjang menggema di malam
yang sepi itu. "Yang Bu In, manusia tidak tahu diuntung, dulu
kau puas karena pernah menghancurkan hati dan
perasaan guruku yang mulia," katanya dengan suara
tanpa perasaan. "Sebetulnya kalau guruku yang mulia inginkan
jiwamu di saat itu pun bisa dilakukannya, tetapi
tentu kau akan mati dengan mata meram. la
menunggu sampai kau menikah dan mempunyai
168 anak, agar kan mengerti bagaimana perasaan harus
berpisah dengan orang-orang yang kita sayangi.
Dulu hatimu sekeras batu, dan kau tidak berterima
kasih atas kasih sayang guruku yang mulia,
karenanya kau meremehkan perasaan seorang
wanita ! Hanya saja, guruku terlambat untuk
menghukummu setelah didengarnya kau sudah
menikah dan mempunyai anak, kau licin sekali bisa
menyembunyikan jejakmu. Kini, aku drutus oleh guruku yang mulia
mewakilinya menghukum kau sekeluarga, dan kau
tidak mungkin bisa melenyapkan jejakmu ! Tiga
bulan yang lalu guruku baru mengetahui dari
seorang kawannya bahwa sesungguhnya kau
sekeluarga berada di sini!"
Yang Bu In tersenyum pahit, katanya : "Dengan
dulu Siocia... Dulu sebetulnya hanya salah paham
belaka antara aku si tua dengan gurumu."
"Aku tidak membutuhkan alasan-alasanmu. Aku
hanya melaksanakan tugas yang di berikan oleh
guruku yang mulia. Kedatanganku hanya untuk
menghukum kau sekeluarga tanpa perlu mendengar
berbagai alasanmu !" Tetap suara Bwee Sim Mo Lie
merdu, tanpa perasaan apapun juga. Dingin,
bagaikan dinginnya es. "Salah paham yang timbul antara aku dengan
gurumu Siocia tidak mempunyai hubungan apa-apa
dengan keluarga atau orang lain ! Aku akan ikut
169 nona pergi menemui gurumu, janganlah kau
mengganggu orang lain, aku yang akan bertanggung
jawab atas kesalahan yang pernah kulakukan,
walaupun tubuhku harus tercingcang hancur luluh
ribuan keping, aku rela!"
"Sudan kuberitahukan tadi, bahwa kedatanganku
kemari untuk melaksanakan perintah guruku yang
mulia dan tidak ada tawar menawar. Perintah guruku
yang mulia itu berbunyi: "Hai muridku, hukumlah
manusia tidak kenal budi Yang Bu In sekeluarga.
Tidak sepotong jiwapun yang boleh lolos. Orangorang
yang memiliki hubungan dengan Yang Bu in,
harus dihukum pula!" ltulah bunyi perintah guruku
yang mulia" Dingin luar biasa suara Bwee Sim Mo
Lie, sehingga semua orang yang mendengar
perkataannya jadi tergetar hatinya.
Menyaksikan ayahnya diperlakukan Bwee Sim Mo
Lie seperti itu, tanpa memperoleh muka terang
sedikitpun, Yang Lan jadi nekad. Tangannya yang
mencekal pedangnya kuat-kuat tergetar, menahan
amarah. Dia bermaksud akan melompat ke dekat


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ayahnya tapi Khang Thiam Lu sudah mencekal
lengannya, mencegah keinginan si gadis.
"Jangan sumoay. Kita lihat saja dulu
perkembangannya," bisik Thiam Lu. Dia mencegah
kenekadan si gadis, karena Thiam Lu tahu benar
keliehayan wanita iblis tersebut. Bahkan Thiam Lu
sendiri tengah ragu-ragu dan kuatir sekali, bahwa
gurunya walaupun dibantu oleh Yang Lan dan dia,
170 belum tentu bisa menghadapi wanita iblis itu.
Terlebih lagi racun Bwee Sim Mo Lie yang sangat
luar biasa. Yang Lan menggigit bibirnya, dia menuruti
permintaan kakak seperguruannya. Hanya matanya
merah mengawasi gusar kepada Bwee Sim Mo Lie.
Yang Bu In waktu itu tersenyum kecut, katanya:
"Baiklah nona, Lohu (aku si orang tua) bersedia
menerima hukuman dari gurumu. Tapi, walaupun
bagaimana tidak bisa kubenarkan kalau gurumu
itupun menghendaki isteri dan anakku atau orangorang
yang dekat denganku harus menerima
hukuman darinya !" Kembali jari Bwee Sim Mo Lie memetik satu tali
khimnya, mendenting keras dan nyaring.
"Kau menolak atau menerima hukuman yang
dijatuhkan pada kau sekeluarga, itu urusanmu
sendiri. Kedatanganku kemari untuk menghukum
kau sekeluarga dan ini perintah guruku yang mulia
dan tidak bisa tidak kulakukan!" Setelah berkata
begitu, Bwee Sim Mo Lie memetik tali Khimnya
memainkan sebuah lagu, irama musik itu sangat
halus dan merdu sekali, diiringi oleh nyanyian apa,
yang tidak kalah merdunya: "Sejuta butir air mata,
tidak lebih berharga dari sebutir cinta yang abadi.
Sejuta kali tangis tidak bisa menyembuhkan luka
dihati.." 171 Bernyanyi sampai disitu, mendadak tangannya
berkelebat. Yang Bu In menyangka dirinya diserang,
ia bersiap-siap untuk menerima serangan siwanita
iblis itu. Tapi ia menanti sia-sia. Tidak ada serangan.
Bahkan dia mendengar pekik yang menyayat hati,
ternyata Tang Kui sudah melompat-lompat
berkelejetan, kemudian rubuh bergulingan di lantai,
tubuhnya mengejang-ngejang, lalu kaku diam.
Dia mati. Matanya mendelik, mukanya sudah
berobah hitam kelabu, dari mulutnya keluar busa !
itulah kematian yang sangat mengenaskan, Peristiwa
itu terjadi hanya dalam beberapa detik saja, cepat
luar-biasa. Rupanya Bwee Sim Mo Lie sudah
membinasakan Tang Kui dengan jarum beracunnya.
Bu In dan yang lainnya kaget tidak terkira, Yang
Bu In tertegun sejenak, kemudian meledak teriakan
mengandung kemarahan. Habis kesabaranrya.
Dihunus pedangrya, melintangkan didepan dada,
tubuhnya sudah melompat maju ke dekat Bwee Sim
Mo Lie, disusul oleh seruannya: "Semua menyingkir
ke tempat lain, biar aku hadapi iblis terkutuk ini !"
Waktu Bu In melompat ke dekat Bwee Sim Mo
Lie, tangan wanita iblis yang cantik ini bergerak lagi.
Beberapa titik sinar terang menyambar kearah muka
Bu In. Tapi Bu In sudah bersiap-siap dengan
pedangnya. Melihat dirinya diserang oleh jarum-jarum yang
pasti beracun itu. segera memutar pedangnya untuk
172 menghalau jarum-jarum tersebut. Sebetulnya, yang
ditakuti Yang Bu In adalah racun Bwee Sim Mo Lie
ini, tentang ilmu silat siwanita iblis dia tidak gentar.
Usia Bwee Sim Mo Lie yang masih demikian
muda, betapapun lihaynya dia, tetap Yang Bu In
tidak gentar. Pasti kurang latihan dan juga kurang
tenaga dalamnya. Berbeda kalau memang harus
menghadapi Thio Eng Goat, guru wanita iblis ini.
Yang perlu dijaga-jaga oleh Yang Bu In hanyalah
penggunaan racun dari Bwee Sim Mo Lie, karena
memang Thio Eng Goat dulu sangat lihay
menggunakan racun, bahkan merupakan iblis yang
sangat beracun dan paling disegani oleh semua
orang dalam kalangan Kangouw.
Pelayan-pelayan lainnya bersama Giok Han dan
Lam Sie sudah disuruh oleh Thiam Lu agar
menyingkir ke ruang belakang, lalu Thiam Lu diikuti
oleh Yang Lan melompat kedekat siwanita iblis untuk
membantui Bu In. Pedang mereka menikam
serentak kepada si iblis yang telengas dan kejam
tidak berperasaan itu. Bu In yang sudah berhasil memunahkan
sambaran jarum-jarum beracun Bwee Sim Mo Lie,
juga balas menikam dengan pedang, ilmu redang Bu
In sudah mencapai tingkat yang tinggi sekali,
sebagai jago pedang yang sekian puluh tahun
mengangkat nama besar-nya dengan hanya
mengandalkan pedangnya tersebut.
173 Kini dalam keadaan terdesak seperti itu oleh
ancaman si iblis yang tidak bisa diajak kompromi, ia
menyerang dengan jurus yang hebat. Mata
pedangnya seperti tergetar dan menjadi banyak,
seakan bisa menyerang bebeiapa tempat ditubuh si
iblis. Melihat dirinya dikepung dari tiga jurusan, Bwee
Sim Mo Lie tidak gentar. la pun tetap dengan
sikapnya yang dingin tanpa perasaan apapun
diwajahnya. Cuma tubuhnya seperti gumpalan
kapas, ringan sekali berkelebat, dengan tangan
kanan menotok pergelangan tangan Yang Lan,
mempergunakan tekukan jari telunjuk karena
memegang Khim nya, sedangkan letak Khim itu
ditekuk masuk kedalam ketiaknya, perut Khim itu
menerima tikaman pedang Thiam Lu. Tangan kiri
iblis itu menghadapi tikaman pedang Bu In.
Tampaknya ia memiliki jurus yang dapat
mengimbangi penyerangan Bu In yang mata
pedangnya tergetar itu, ia melilit dengan ujung
lengan jubahnya yang lebar, pedang Bu In seperti
menerobos masuk ke dalam jubah Bwee Sim Mo Lie
dan kesempatan itu dimanfaatkan si wanita iblis
untuk mencengkeram pundak Bu In, tepatnya pada
letak jalan darah Hu-yang-hiat.
Tercekat hati Bu In, kaget tidak terkira. Keringat
dinginpun mengucur deras. la kaget karena melihat
kenyataan Bwee Sim Mo Lie seperti sudah
mempersiapkan jurus-jurus untuk menghadapi dan
memunahkan jurus jurus ilmu pedangnya.
174 Rupanya guru Bwee Sim Mo Lie, yaitu Thio Eng
Goat memang khusus sudah menciptakan semacam
ilmu silat untuk menghadapi ilmu pedang Bu In.
Untung saja tenaga dalam Bwee Sim Mo Lie belum
terlalu tinggi, coba kalau Thio Eng Goat yang
melakukannya, niscaya Bu In sudah kena dicelakai,
sebab pedangnya yang menerobos masuk kedalam
lengan jubah seperti terjepit dan jari tangan lentik
dari Bwee Sim Mo Lie yang berkuku panjang
mencengkeram pundaknya. Bu In sudah menurunkan pundaknya, masih
diusahakan untuk menghindarkan cengkeraman
tangan Bwee Sin Mo Lie. Tetapi tidak urung bajunya
robek dan kulit pundaknya baret oleh goresan kukukuku
tajam dari jari tangan lentik si wanita iblis.
Mati-matian Bu In melompat mundur dengan
langkah terhuyung, ia berhasil menarik pulang
pedangnya terlepas dari jepitan jubah lengan Bwee
Sim Mo Lie. Bu In merasakan luka baret dipundaknya gatal
luar biasa, seketika hatinya jadi kuatir. Ternyata
kuku-kuku jari tangan wanita iblis itu memang
mengandung racun yang ganas. Jago tua itu
mengkertak giginya. la jadi nekad dan murka.
Segera menerjang lagi dengan tikaman demi
tikaman. Masih untung bahwa tenaga dalam Bwee
Sim Mo Lie belum sempurna dan masih satu atau
dua tingkat dibawah Bu In. kalau tidak niscaya sulit
buat Bu In menghadapi wanita iblis yang lihay ilmu
silat dan ilmu racunnya. 175 Juga saat itu Thiam Lu berdua Yang Lan
membantu menyerang Bwee Sim Mo Lie. Walaupun
kepandaian Thiam Lu berdua masih tidak cukup
untuk mengimbangi kelihayan wanita iblis tersebut,
sedikitnya memecahkan perhatian Bwee Sim Mo Lie,
sehingga Bu In masih sanggup menghadapi wanita
iblis itu cukup baik. Bwee Sim Mo Lie tetap tenang dan wajahnya
tidak tampak perasaan apamu juga, la melayani
ketiga orang lawannya dengan ilmu silat dan sekalisekali
Pendekar Muka Buruk 20 Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Pendekar Budiman Hwa I Eng-hiong 3

Cari Blog Ini