Legenda Kelelawar Karya Khu Lung Bagian 7
Dia tidak punya mata, hakikatnya tidak kelihatan matanya.
Kelopak matanya seakan-akan terjahit oleh semacam cara
yang ajaib sehingga bagian matannya cuma kelihatan kulit
yang rata, kosong, kosongnya keputus-asaan.
Jika dia seorang perempuan yang jamak, perempuan yang
buruk rupa, sekalipun tidak bermata tentu orang lain takkan
merasa ngeri dan takut. Tapi dia justru sedemikian cantik sehingga membuat
bagian matanya yang kosong dan rata itu menimbulkan
semacam perasaan bingung, heran, ajaib dan seram.
Tangan Oh Thi-hoa sampai gemetar. Dia yang
menyalakan geretan api tadi. tapi tangkai geretan api itu
seakan-akan tidak kuat dipegangnya lagi.
Baru sekarang Coh Liu-hiang paham sebab apa Tangsamnio takut cahaya. Baru sekarang ia tahu mengapa
perempuan itu lebih suka mati di sini.
Sebab dia memang tak mungkin mendapatkan terang lagi.
Seketika tiada seorang pun yang sanggup bicara, tenggorokan
setiap orang seolah-olah tersumbat.
"Meng.... mengapa kalian tidak bicara?" dengan suara
gemetar Tang-sam-nio bertanya, "apakah..... apakah apinya
sudah dinyalakan?" "O, tidak, belum..." Coh Liu-hiang.menghiburnya dengan
suara lembut Hatinva juga gemetar, tapi sedapatnya ia bicara
dengan suara tenang. Sebab, dia tidak tega melukai
perasaannya. Mendadak Oh Thi-hoa berteriak, "Sialan, geretan ini,
seperti sepotong batu saja, jika bisa meletikkan api, aku mau
memakannya bulat-bulat."
Segera Thio Sam menyambung. "Ya, masa geretan begini
juga bernilai ratusan tahil perak. sungguh tipuan belaka."
"Tampaknya aku memang tertipu," Kau Cu-tiang
menyambung. "Untung aku juga mendapatkannya dari
mencuri, umpama tidak berguna juga tidak soal lagi."
Coh Liu-hiang sangat berterima kasih kepada mereka.
Betapapun hati manusia memang baik. Dunia ini memang
masih hangat. Barulah Tang-sam-nio menghela napas lega. katanya,
"Untunglah di tempat ini tanpa api juga tidak menjadi soal.
kutahu tempat ini memang tiada jalan tembus lain. seumpama
ada api juga takkan terlihat apa-apa."
Tersembul senyuman manis di ujung mulutnya, tampaknya
menjadi semakin lembut. Meski dia tahu tempat ini sudah
buntu, tapi dia tidak gentar. Dia memang tidak takut mati, yang
ditakutinya hanya kalau Coh Liu-hiang mengetahui 'matanya'.
Seketika darah panas merangsang dalam hatinya, Coh
Liu-hiang terus memeluknya erat-erat, katanya dengan suara
halus, "Asalkan dapat berada bersamamu, berada bersama
kawan-kawanku, tanpa api juga tidak menjadi soal."
Tang-sam-nio mendekap di dada Coh Liu-hiang dan
perlahan-lahan meraba mukanya, ucapnya lembut, "Aku juga
menyesali sesuatu...... aku menyesal tak dapat melihatmu."
Sedapatnya Coh Liu-hiang menahan perasaannya,
katanya, "Selanjutnya kau pasti akan mendapat kesempatan."
Tang-sam-nio menegas. "Selanjutnya?" Sebisanya Coh Liu-hiang membuat suara sendiri
kedengarannya sangat gembira, katanya, "Ya, selanjutnya
pasti ada kesempatan bagimu. Memangnya kau kira kita
benar-benar akan mati terkurung di sini" Kuyakin tidak."
"Akan tetapi aku.,.."
"Mau tak mau kau harus ikut bersama kami," ujar Coh Liuhiang
tertawa. "Aku pasti akan membawa serta kau, agar kau
dapat melihat diriku, melihat keadaan di dunia luar sana."
Muka Tang-sam-nio tampak berkerut-kerut karena rasa
sedihnya. Dia menggenggam tangan sendiri erat-erat
sehingga kuku jarinya ambles ke dalam daging.
Nyata sedapatnya dia hendak mengekang perasaan
sendiri agar suaranya bisa kedengaran gembira. katanya, "Ya.
kupercaya padamu aku pasti akan ikut pergi bersamamu, aku
pasti akan melihatmu." Begitu terharu sehingga bagian
matanya yang rata kosong itupun tampak gemetar.
Jika ada air mata, saat ini air matanya pasti sudah
bercucuran membasahi dada Coh Liu-hiang.
Padahal siapa yang tidak ingin meneteskan air mata bila
mendengar suaranya yang mengharukan dan melihat
wajahnya yang sedih itu. biarpun hati baja juga pasti akan
luluh. Mendadak Oh Thi-hoa tertawa.
Ia telah menggunakan segenap kekuatannya barulah
sanggup tertawa, katanya. "Kukira akan lebih baik jika kau
tidak melihat dia, jika benar kau lihat dia nanti, kau pasti akan
kecewa." "Seb....... sebab apa?" tanya Tang-sam-nio. "Kukatakan
terus terang, dia bukan saja burikan, bahkan...... bahkan lebih
buruk daripada siluman," ujar Oh Thi-hoa dengan tertawa.
Tapi Tang-sam-nio lantas menggeleng, katanya. "Tidak.
kalian tak dapat mendustai diriku. kutahu......orang yang baik
hati seperti dia, Thian pasti tidak buruk rupa. apalagi......" lirih
sekali suaranya seperti orang mengigau, sambungnya pula,
"Apalagi seumpama mukanya sangat buruk. kuyakin tiada
orang lain yang bisa lebih bagus daripada dia, sebab yang
ingin kulihat bukanlah mukanya rnelainnkan hatinya."
Tanpa tertahan Oh Thi-hoa mengusap air matanya.
Akhirnya air matanya menetes juga, air mata terharu.
ooooo0000ooooo Geretan api buatan Pi-lik-tong ini memang terbukti hebat.
Apinya terang dan dapat bertahan lama.
Sejak mula semua orang memandang kepada Coh Liuhiang
dan Tang-sam-nio sehingga tidak seorang pun yang
mau memperhatikan urusan lain. Baru sekarang Thio Sam
melihat di dalam penjara itu ternyata masih ada lagi seorang.
Orang ini ternyata Eng Ban-li adanya.
Hampir saja Thio Sam berteriak kaget tapi segera ia dekap
mulut sendiri dan tidak jadi bersuara. Betapapun ia tidak boleh
menimbulkan curiga Tang-sam-nio bahwa api telah
dinyalakan. Tanpa api masa dapat melihat orang lain berada
di sini" Segera ia mendapat akal, gumamnya, "Eh, entah di sini
masih ada orang tidak" Bisa jadi masih ada teman lain di sini."
Oh Thi-hoa lantas paham maksudnya, cepat ia menukas.
"Ya. makin banyak kawan. tentu makin baik."
"Siau Oh," seru Thio Sam. "Bagaimana kalau kita
merabanya dari kanan dan kiri. kau sebelah sana dan aku dari
sini." "Baik. aku mulai dari kanan sini," sahut Oh Thi-hoa.
Mereka sengaja berjalan perlahan seperti orang sedang
meraba-raba menyusuri dindmg hingga mendekati Eng Ban-li.
Eng Ban-li meringkuk di pojok sana, mata terpejam, tapi
ujung matanya juga matanya juga berair. Rupanya apa yang
terjadi tadi telah disaksikan sem,uanya. cuma sayang dia tak
dapat buka mulut. Sebab mulutnya tersumbat. Thio Sam
sengaja berseru kaget, katanya, "Hei, benar juga di sini masih
ada satu orang, entah siapa dia."
"Apa betul" Coba kurabanya...." tukas Oh Thi-hoa.
"Eh, dan telinganya yang kuraba ini rasanya seperti si
telinga sakti Eng-losiansing."
Dalam pada itu Thio Sam telah mengeluarkan benda yang
menyumbat mulut Eng Ban-li. Setelah melihat jelas. seketika
ia ingin muntah. Ternyata yang menyumbat mulut Eng Ban-li adalah
sepotong tangan, tangan yang berlumuran darah. Waktu ia
periksa keadaan Eng Ban-li. ternyata tangan kanannya telah
tertabas sebatas pergelangan.
Pian-hok Kongcu itu memang bukan manusia. Manusia
mana dapat berbuat sekejam ini" Sungguh luar biasa!
Ujung mulut Eng Ban-li sampai robek karena dijejal
kutungan tangan yang jauh lebih besar daripada mulutnya,
Begitu sumbat dikeluarkan dan Hiat-to terbuka, segera ia
tumpah-tumpah, tapi tiada sesuatu yang dapat ditumpahkan,
agaknya perutnya juga tak berisi sehingga tiada yang dapat
ditumpahkan. Oh Thi-hoa menggreget, sungguh jika bisa, ia ingin
mengganyang Pian-hok Kongcu mentah-mentah. Ganyang
tangannya. Thio Sam membangunkan Eng Ban-li dan
menepuknya perlahan. katanya, "Eng-locianpwe, inilah kami,
semua berkumpul di sini."
Karena gusar dan dukanya sehingga Thio Sam lupa katakata
apa yang pantas menghibur jago tua itu. Semuanya
berada di sini, kata-kata ini menandakan semuanya telah
putus harapan. Eng Ban-li sudah berhenti tumpah-tumpah,
darah kering masih lengket di ujung mulutnya Sekian lamanya
dia megap-megap, habis itu dia baru menghela napas panjang
dab berkata, "Memang sudah kuduga kalian pasti akan masuk
ke sini." "Sudah kau duga" Sebab apa?" tanya Oh Thi-hoa.
"Orang sudah siap sedia menghadapi kita, sejak mulai,
setiap gerak gerik kita sudah diketahui orang dengan jelas,"
tutur Eng Ban-li. Siapa yang tahu dengan jelas" Pian-hok Kongcu?" tanya
Oh Thi-hoa pula. "Betul, bukan saja dia tahu kita akan datang kemari,
bahkan tahu bilakah kita tiba."
"Cara bagaimana dia bisa tahu?"
"Sudah tentu ada orang yang memberitahukan padanya,
orang ini sangat jelas mengetahui setiap urusan kita."
Tanpa terasa Thio Sam melototi Kau Cu-tiang.
Cepat Kau Cu-tiang berkata, "Tidak. bukan aku, aku tidak
bicara apa-apa, tanpa keteranganku mereka pun sudah tahu,
bahkan jauh lebih jelas daripadaku."
Meski yakin dalam keadaan demikian tidak nanti Kau Cutiang
berdusta, tapi Thio Sam tetap bertanya. "Jika bukan kau,
habis siapa" Memangnya siapa yang tahu gerak-gerik kita?"
"Aku pun tidak tahu siapa dia, aku cuma tahu di antara kita
ini ada satu orang menjadi agen rahasianya," jawab Kau Cutiang.
Ia menghela napas gegetun, lalu menyambung pula,
"Aku pun tahu ucapanku ini pasti tak dapat kalian percayai,
tapi terpaksa harus kukatakan juga."
"Aku percaya padamu," tiba-tiba Coh Liu-hiang
menanggapi. "Kau percaya padanya" Sebab apa?" tanya Thio Sam.
"Yang membunuh Pek Lak pasti bukan dia, juga dia pasti
tidak tahu Na-lohujin sama dengan Koh-bwe Taysu. jawab
Coh Liu-hiang." "Apakah kau anggap orang yang membunuh Pek Lak dan
orang yang menewaskan Koh-bwe-taysu adalah satu orang
yang sama?" tanya Thio Sam pula.
"Ya, juga orang itulah yang mengkhianati kita," kata Coh
Liu-hiang. "Dan kau sudah tahu siapa dia?"
"Sekarang belum kuketahui dengan pasti meski sudah
dapat kuterka sebagian."
"Coba jelaskan, biar kami pun tahu," pinta Thio Sam.
"Sesuatu yang belum pasti biasanya takkan kuceritakan,"
kata Coh Liu-hiang. Sudah tentu Thio Sam tahu, menghadapi persoalan apa
pun juga Coh Liu-hiang selalu berpegang teguh pada
prinsipnya itu. Terpaksa ia menyengir dan berkata. "Tapi kalau
menunggu sampai kau merasa yakin. tatkala mana mungkin
kami tidak dapat mendengarkan ceritamu lagi."
"Tidaklah banyak orang yang mengetahui gerak-gerik kita,"
ujar Eng Ban-li. "Kecuali tiga orang yang berada di sini, Selebihnya adalah
nona Ko, nona Hoa dan nona Kim. Apalah mungkin satu di
antara mereka?" "Jelas pasti bukan Ko A-lam, tidak nanti dia mengkhianati
diriku," segera Oh Thi-hoa berseru.
"Apakah mungkin nona Hoa membikin celaka gurunya
sendiri?" kata Thio Sam.
"Sudah tentu tidak mungkin," jawab Oh Thi-hoa.
"Jika demikian, tinggal nona Kim saja yang harus
dicurigai," ucap Thio Sam dengan hambar.
"Juga pasti bukan dia," kata Oh Thi-hoa setelah
melenggong sejenak. "Jika bukan mereka bertiga. habis siapa" Apakah kau?"
jengek Thio Sam. Mau tak mau Oh Thi-hoa menjadi bungkam.
Setelah berpikir sejenak. Coh Liu-hiang berkata, "Jelas
Ting Hong juga tidak tahu Na-lohujin adalah Koh-bwe Taysu.
orang yang mengetahui hal ini terlebih sedikit. Eh, Englosiansing.
apakah begitu kau sampai di sini lantas terjebak?"
"Hakikatnya belum sampai berbuat apa-apa. begitu
mencapai pantai pulau ini lantas tertangkap," jawab Eng Ban-li
dengan tersenyum getir. "Jika baru berada di pantai. tentu kau daput membedakan
bentuk tubuh orang itu,' kata Coh Liu-hiang.
"Betul, tatkala itu meski tiada cahaya lampu dan sinar
bulan atau bintang sedikitnya lebih terang dari tempat ini."
"Dan dapatkah kau lihat orang itu?" tanya Coh Liu-hiang.
"Aku cuma melihat orang itu memakai jubah hitam. muka
nya tertutup kain hitam. tinggj ilmu silatnya sungguh sukar
diukur. hakikatnya sama sekali aku tidak mampu
melawannya," tutur Eng Ban-li.
"Sungguh hebat, siapakah orang ini?" gumam Coh Liuhiang
sambil berkerut kening. "Siapa lagi selain Pian-hok Kongcu?" sela Oh Thi-hoa. Ia
yakin tebakannya sekali ini pasti kena.
Tak tahunya Eng Ban-li lantas menggoyang kepala,
katanya, "Tidak, orang itu pasti bukan Pian-hok Kongcu."
"Darimana kau tahu pasti bukan?" tanya Oh Thi-hoa.
"Sebab dia seorang perempuan," tutur Eng Ban-li. "Meski tak
dapat kulihat jelas siapa dia. tapi dapat kudengar suaranya."
"Perempuan?" Oh Thi-hoa jadi melengak. "Apa mungkin
perempuan yang menyambut tetamu dengan jembatan tali
itu?" "Bukan dia," kata Eng Ban-li. "Meski ilmu silatnya juga
tidak lemah, tapi kalau dibandingkan perempuan yang kulihat
ini mungkin tiada sepersepuluh bagiannya."
"Hah, begitu hebat," seru Oh Thi-hoa terkesiap. "Tidaklah
banyak perempuan yang memiliki kepandaian setinggi itu."
Legenda Kelelawar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah berpikir agak lama, tiba-tiba Eng Ban-li berkata.
"Dia bukan lain daripada orang yang bicara di depan pintu
tadi." Oh Thi-hoa berkerut kening, katanya. "Orang yang bicara
tadi juga perempuan" Masa suara perempuan begitu kasar
dan tak enak didengar."
"Sebenarnya suaranya tidak begitu," kata Eng Ban-li. "O.
sebenarnya bagaimana suaranya" Tentu sudah kau kenal
dengan baik bukan?" tanya Oh Thi-hoa.
Air muka Eng Ban-li mendadak berubah sangat aneh, kulit
daging mukanya seperti mengejang akibat perasaan takut
yang sukar dikatakan. Sampai lama sekali barulah ia berkata
pula dengan menyesal, "Ai, aku sudah tua, telingaku sudah
tidak tajam lagi, mana dapat kudengar suara orang secara
tepat." "Kau benar-benar tidak dapat mengenali suaranya atau
sengaja tidak mau omong?" tanya Oh Thi-hoa pula.
"Aku aku...." bibir Eng Ban-li tampak gemetar dan sukar
bersuara lagi. Mendadak Coh Liu-hiang menyela, "Urusan ini mempunyai
sangkut-paut yang sangat luas, jika Eng-losiansing dapat
mendengar suaranya, masa tak diceritakannya kepada kita."
"Apapun juga, sedikitnya dia pasti bukan Ko A-lam, Hoa
Cin-cin dan Kim Leng-ci, ilmu silat mereka bertiga digabung
jadi satu juga tidak setinggi orang itu." ujar Oh Thi-hoa.
"Betul, baru sekarang kutahu dia pasti selalu menguntit di
belakangku, tapi sedikitpun aku tidak mengetahuinya," ujar
Coh Liu-hiang "Melulu Ginkangnya saja sedikitnya diperlukan
latihan tiga puluh lahun lamanya."
"Jika demikian. bukankah dia adalah nenek-nenek yang
sudah berusia lanjut?" kata Thio Sam.
"Kaum nenek yang berkepandaian tinggi di dunia Kangouw
juga ada beberapa orang, tapi tiada seorang pun yang
sudi menjadi antek Pian-hok Kongcu. lebih-lebih takkan tahu
setiap gerak-gerik kita..." bicara sampai di sini. geretan api
yang dipegang Oh Thi-hoa mendadak padam.
Eng Ban-li yang meniup padam geretan api itu. Pada saat
yang sama, dengan gerak cepat Con Liu-hiang lantas
melompat ke depan pintu. Hanya mereka berdua saja yang mendengar suara
dibukanya pintu. Betul juga, pintu ternyata dibuka sedikit. Sudah tentu
kesempatan ini tidak disia-siakan Coh Liu-hiang.
Tapi baru saja ia hendak menerjang keluar, tiba-tiba
seorang menerjang masuk lebih dulu dan menabrak tubuh
Coh Liu-hiang, habis itu "blang" pintu batu itu kembali tertutup
rapat. Secepat kilat Coh Liu-hiang lantas memegang
pergelangan tangan orang ini. Tapi dimana jarinya menyentuh.
ternyata kulit badan yang halus dan licin, hidungnya juga
mengendus bau harum pupur. Jelas orang ini pun perempuan.
"Nona Kim?" seru Coh Liu-hiang tanpa pikir panjang.
Gigi orang itu masih gemerutuk karena menggigil, jelas dia
baru saja mengalami sesuatu yang sangat menakutkan.
Tapi ia lantas tertawa dan berkata, "Untuk apa kau pegang
tanganku" Kau tidak takut Siau Oh akan cemburu nanti?"
Maka geretan api lantas dinyalakan pula.
Kelihatan muka Ko A-lam pucat lesi, rambutnya kusut
masai. bajunya juga berdarah. bibirnya tampak pecah
sebagian, setiap orang dapat menerka nona ini pasti banyak
tersiksa. Segera Oh Thi-hoa mendekatinya dan berseru, "Mengapa
kau pun masuk ke sini?"
Ko A-lam tertawa, jawabnya, "Setelah kutahu kalian
berada di sini, mana bisa tidak kujenguk kalian?"
Meski dia sedang tertawa. tapi tertawa memilukan,
matanya tampak merah basah.
Oh Thi-hoa memegang tangannya dan bertanya, "Siapa
yang menganiaya kau" Apakah kawanan jahanam itu?"
Ko A-lam memejamkan mata. air matanya meleleh.
Dengan gemas Oh Thi-hoa berkata pula. "Mengapa mereka
memperlakukan kau sekejam ini" Bukankah kau termasuk
tamu undangan mereka?"
"Sekarang mereka tahu siapa diriku," tutur Ko A-lam. "Bisa
jadi sebelumnva mereka sudah tahu siapa aku."
Oh Thi-hoa menjadi gregetan. katanya. "Apa yang
dikatakan Eng-losiansing memang betul. di antara orangorang
kita pasti ada yang berkhianat."
"Akan tetapi bagaimana dengan..... dengan nona Hoa?"
tanya Coh Liu-hiang. Ko A-lam mendengus. "Hm. tidak Perlu kau pikirkan dia
lagi, dia pasti takkan datang ke sini."
"Sebab apa?" tanya Coh Liu-hiang.
Ko A-lam membuka matanya, air matanya sudah terbakar
kering oleh api amarahnya, dengan gemas ia berkata. "Baru
sekarang kutahu, orang yang mengkhianati kita ialah dia!"
Keterangan ini membuat semua orang tercengang, "Orang
yang mencuri kitab pusaka Jing-hong-cap-sah-sik adalah dia,"
demikian tutur Ko A-lam pula. "Mungkin Suhu sudah lama
mencurigai dia. maka sekali ini beliau sengaja membawanya
keluar, tak tersangka.... tak tersangka...." Sampai di sini ia
tidak sanggup menahan kesedihannya, ia terus menangis
keras-keras. Thio Sam membanting kaki. katanya. "Betul, tentunya dia
tahu Na-lohujin adalah Koh-bwe Taysu. dengan sendirinya
pula dia tahu setiap gerak-gerik kita. tentu juga dia mahir Tisimjiu. sungguh tak terduga kita telah dijual habis-habisan
oleh budak kecil ini."
Dengan gemas Oh Thi-hoa menukas. "Mungkin secara
tidak sengaja Pek Lak mengetahui rahasianya. maka dia
lantas mendahului membunuh Pek Lak. Waktu itu aku
memang sudah menaruh curiga padanya."
"Hm, waktu itu tak kudengar kecurigaanmu kepadanya.
yang kudengar adalah sanjunganmu. bahwa dia itu nona yang
berbudi halus. baik hati, lemah lembut. melihat darah saja
tidak tahan. terus pingsan. maka tak nanti berbuat jahat,
apalagi membunuh orang."
Dengan mendongkol Oh Thi-hoa melototi Thio Sam
sekejap, lalu berkata pula dengan menyesal, "Bicara
sejujurnya, permainan budak ini sungguh terlalu hidup, dia
seharusnya main sandiwara dan pasti diangkat menjadi
bintang panggung." Ko A-lam berkata pula dengan menangis. "Sebelum wafat.
Suhu juga meninggalkan pesan padaku agar waspada
padanya, tatkala mana aku pun tidak percaya. maka tidak
kukatakan kepada kalian."
"Mungkin dia juga sudah tahu gurumu menaruh curiga
padanya. maka dia mempercepat turun tangan keji kepada
beliau." kata Thio Sam.
"Selama ini Suhu cukup baik padanya, siapa sangka dia
bersekongkol dengan pihak "Pian-hok-to," ujar Ko A-lam.
Keterangan ini membuat semua orang tercengang, "Orang
yang mencuri kitab pusaka Jing-hong-cap-sah-sik adalah dia,"
demikian tutur Ko A-lam pula. "Mungkin Suhu sudah lama
mencungai dia. maka sekali ini beliau sengaja membawanya
keluar, tak tersangka.... tak tersangka...." Sampai di sini ia
tidak sanggup menahan kesedihannya, ia terus menangis
keras-keras. Thio Sam membanting kaki. katanya. "Betul, tentunya dia
tahu Na-lohujin adalah Koh-bwe Taysu. dengan sendirinya
pula dia tahu setiap gerak-gerik kita. tentu juga dia mahir Tisimjiu. sungguh tak terduga kita telah dijual habis-habisan
oleh budak kecil ini."
Dengan gemas Oh Thi-hoa menukas. "Mungkin secara
tidak sengaja Pek Lak mengetahui rahasianya. maka dia
lantas mendahului membunuh Pek Lak. Waktu itu aku
memang sudah menaruh curiga padanya."
"Hm, waktu itu tak kudengar kecurigaanmu kepadanya.
yang kudengar adalah sanjunganmu. bahwa dia itu nona yang
berbudi halus. baik hati, lemah lembut. melihat darah saja
tidak tahan. terus pingsan. maka tak nanti berbuat jahat,
apalagi membunuh orang."
Dengan mendongkol Oh Thi-hoa melototi Thio Sam
sekejap, lalu berkata pula dengan menyesal, "Bicara
sejujurnya, permainan budak ini sungguh terlalu hidup, dia
seharusnya main sandiwara dan pasti diangkat menjadi
bintang panggung." Ko A-lam berkata pula dengan menangis. "Sebelum wafat.
Suhu juga meninggalkan pesan padaku agar waspada
padanya, tatkala mana aku pun tidak percaya. maka tidak
kukatakan kepada kalian."
"Mungkn dia juga sudah tahu gurumu menaruh curiga
padanya. maka dia mempercepat turun tangan keji kepada
beliau." kata Thio Sam.
"Selama ini Suhu cukup baik padanya, siapa sangka dia
bersekongkol dengan pihak "Pian-hok-to," ujar Ko A-lam.
"Yang tidak habis kupahami adalah mengapa ilmu silatnya
bisa setinggi itu sehingga dengan mudah dapat
membinasakan Pek Lak?" kata Oh Thi-hoa.
"Pek Lak itu terhitung apa" ujar Ko A-lam dengan
menggereget. "Bahkan sekalipun mungkin bukan
tandingannya." "Apa betul" seru Thio Sam "Padahal budak cilik ini
tampaknya tidak tahan angin. masa punya kemampuan
sebesar itu?" "Rupanya kalian lupa sesuatu/" ujar Ko A-lam
dengan gegetun. "Sesuatu apa?" tanya Thio Sam.
"Kalian lupa bahwa dia she Hoa," kata Ko A-lam.
"Kenapa kalau dia she Hoa" Masa...." sampai di sini
segera Oh Thi-hoa berteriak. "He. jangan-jangan dia
keturunan Lak-jiu-siancu Hoa Hui-hong dari Hoa-san-pay
kalian itu?" "Memang betul," jawab Ko A-lam. "Sebelum Hoa-cosu
wafat. beliau menyerahkan semua catatan Kungfu yang
berhasil dilatihnya itu kepada saudaranya. Sebab semua
Kungfu ini adalah hasil jerih payahnya, beliau tidak ingin
menelantarkannya dan terbuang begitu saja."
"Dan Ti-sim-jiu adalah salah satu Kungfu Hoa-cosu kalian,"
tanya Oh Thi-hoa. "Benar tapi Ti-sim-jiu belum terhitung Kungfu yang paling
lihai di antara Kungfu lainnya," tutur Ko A-lam. "Mungkin Hoacosu
juga merasa Kungfu yang diciptakannya itu terlalu ganas,
maka beliau memperingatkan saudaranya agar jangan
sembarang melatihnya."
"Beberapa macam kungfu itu memang sudah lama tiada
yang mempelajarinya, bahkan ada di antaranya tak pernah
kudengar," kata Oh Thi-hoa.
"Tapi entah dengan cara bagaimana Hoa cin-cin berhasil
mencuri belajar beberapa macam Kungfu itu, lalu berkunjung
ke Hoa-san dan menemui guruku."
"Apakah sebelumnya dia bukan anak murid Hoa-san?"
tanya Oh Thi-hoa. "Baru beberapa tahun terakhir ini dia masuk menjadi murid
Hoa-san-pay. lantaran Suhu mendengar dia adalah keturunan
Hoa-cosu, dengan sendirinya memperlakukan dia dengan
istimewa, sebab itulah Suhu juga mengajarkan Jing-hong-capsahsik padanya." "O, barangkali demi mendapatkan ajaran Jing-hong-capsahsik itulah dia sengaja masuk ke Hoa-san-pay," kata Oh
Thi-hoa setelah berpikir sejenak.
"Kukira memang begitu," kata Ko A-lam. '"Sebab meski
beberapa Kungfu Hoa-cosu itu memang lihai. tapi Jing-hongcapsah-sik justru merupakan lawan yang mematikan."
"Bisa jadi dia sudah bersekongkol dengan Pian-hok-to
sebelum masuk Hoa-san-pay," ujar Oh Thi-hoa.
Dengan sedih Ko A-lam berkata pula, "Cara Suhu
menerima murid biasanya sangat keras. hanya lantaran dia
keturunan Hoa-cosu, maka Suhu tidak menyelidiki dulu asalusulnya
lebih teliti, kalau tidak, tentu takkan terjadi petaka
seperti sekarang." "Jika demikian, orang yang ditemukan Eng-losiansing
semalam, pasti dia juga," kata Thio Sam.
Eng Ban-li tampak ragu-ragu, seperti mau bicara. ragu dan
tidak berani diutarakan, juga tidak berani memandang ke arah
Coh Liu-hiang. Dia seperti telah berbuat sesuatu kesalahan
sehingga tidak berani berhadapan dengan Coh Liu-hiang.
Tapi sejak tadi Coh Liu-hiang hanya diam saja tanpa
memberi komentar apa-apa.
Tiba-tiba Kau Cu-tiang menghela napas, katanya,
"Sekarang dapat juga kita bikin terang semua persoalan. cuma
sayang sudah terlambat."
"Tapi masih ada satu hal yang tidak kumengerti," kata Oh
Thi-hoa. "Hal apa?" tanya Kau Cu-tiang.
"Yaitu kopermu," kata Oh Thi-hoa. "Sebenarnya apa ini
kopermu yang berwarna hitam itu" Tentu bukan obat
peledak?" "Obat peledak adalah perbuatan Ting Hong yang diaturnya
kemudian, di dalam koperku itu sebenarnya tiada berisi
apapun," jawab Kau Cu-tiang.
"Tanpa isi apapun masa begitu berat?" kata Oh Thi-hoa.
"Siapa bilang koper itu berat?" Kau Cu-tiang balas
bertanya. Oh Thi-hoa meraba hidung ucapnya sambil menyengir.
"Hah, tampaknya sesuatu yang kita saksikan sendiri belum
pasti dapat dipercaya." iendin hclum past;
"Memang." tukas Coh Liu-hiang "Kalau mata saja
terkadang tidak diandalkan, apalagi telinga."
Mendadak Eng Ban-li berontak bangun dan menubruk ke
arah Kau Cu-tiang sambil berteriak bengis, "Jika kopermu
kosong, lalu dimana kau sembunyikan barang rampokanmu?"
Sampai sekian lama Kau Cu-tiang menatap Eng Ban-li,
jawabnya kemudian dengan menghela napas. "Aku tidak ingin
mati sekarang juga."
"Siapa pun tidak ingin mati." kata Eng Ban-li.
"Tapi kalau kukatakan tempat sembunyi barang rampokan
itu, hidupku pasti takkan lama lagi," ujar Kau Cu-tiang.
Selagi Eng Ban-li hendak bertanya pula. mendadak
seseorang menanggapi dengan nada dingin. "Kalian memang
pintar, cuma sayang. apapun juga kalian tetap tak bisa hidup
Legenda Kelelawar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lama lagi." Di dalam penjara yang terkurung rapat ini hanya terdapat
tujuh orang, yakni Coh Liu-hiang. Oh Thi-hoa. Thio Sam, Eng
Ban-li. Kau Cu-tiang. Ko A-lam dan Tang-sam-nio. Tapi katakata
tadi bukan diucapkan oleh salah seorang di antara
mereka. Suara itu kedengarannya sangat jauh. tapi terdengar
dengan sangat jelas. Seketika mereka melenggong. Tiada seorang pun tahu
darimana datangnya suara itu.
Seketika suasana di dalam penjara batu itu menjadi hening
sunyi seperti kuburan, sampai detak jantung masing-masing
seakan berhenti. Selang agak lama barulah suara tadi bergema, "Tapi aku
tidak perlu terburu-buru membunuh kalian Sekarang kalian
tidak dapat melihat apa-apa. Segera akan kubikin kalian juga
tak dapat mendengar apapun. Habis itu perlahan-lahan akan
kucabut nyawa kalian."
Dari ucapannya, jelas orang itu tidak tahu bahwa di dalam
penjara batu ini sudah ada sinar api, terang dia tidak berada di
dalam ruangan ini. Lalu dimanakah dia" Mendadak Coh Liu-hiang meloncat ke atas, melayang ke
atas dinding. segera dilihatnya di pojok ruangan situ tersembul
sebuah pipa tembaga. Mulut pipa ini sangat besar sehingga mirip terompet, lalu
mengecil dan ambles ke dalam dinding batu. Suara itu tersiar
dari corong pipa ini. Orang yang bicara itu berada di ujung pipa sana, jelas
melalui pipa itu ia dapat mengikuti setiap gerak-gerik di sini,
apa yang dikatakan mereka dapat didengarnya dengan jelas.
Eng Ban-li sedang mendengarkan pembicaraan Coh Liuhiang,
mendengarkan dengan cermat, matanya mulai bersinar
lagi. Apakah dia mendengar sesuatu yang menarik"
Dalam pada itu Coh Liu-hiang sedang berkata terhadap
corong pipa tembaga itu. "Apakah anda Pian-hok Kongcu?"
Dia bicara dengan sangat lambat. sekata demi sekata.
suaranya tidak terlalu keras, tapi corong pipa tembaga itu
seakan-akan mendengung. Pihak lawan terdiam agak lama, lalu menjawab perlahan,
"Sudah lama kudengar Ginkang Coh-hiangswe tiada
bandingannya, Tidak tersangka tenaga dalamnya juga
sedemikian tinggi. Bila dapat berkawan denganku, mustahil
dunia ini takkan kita kangkangi, cuma sayang ..." Sampai di
sini mendadak ucapannya terputus, agaknya dia sedang
menghela napas menyesal. Tapi mendadak suara menghela napas itu berubah
menjadi mendenging, semula kedengarannya cumasatu nada,
tapi setelah didengarkan lebih cermat seolah berubah menjadi
paduan berbagai suara, susul-menyusul dan semakin cepat,
semakin melengking dan akhirnya mirip suara beratus bilah
senjata saling bergesekan.
Seketika corong pipa tembaga.itu tergetar dan
menimbulkan gema mendengung, seluruh gua seolah-olah
berguncang, tiada seorang pun yang tahan suara tajam ini.
Coh Liu-hiang hendak menyumbat corong pipa itu dengan
tangannya. tapi begitu menyentuh corong itu tangannya juga
tergetar hingga kesemutan, sekujur badannya seperti terkena
arus listrik, kontan ia jatuh ke bawah.
Oh Thi-hoa juga merasa telinganya seperti ditusuk-tusuk
oleh beratus batang jarum. Lalu dari telinga merembes ke hulu
hati. tubuhnya seakan terkoyak-koyak. Tangan juga tergetar
gemetar. geretan api yang dipegangnya lantas terjatuh.
Maka apapun tak kelihatan lagi, apapun tak dapat dipikir
lagi. Segala daya kerjanya telah dihancurkan oleh suara gaib
itu. Satu-satunya yang dapat dikerjakannya adalah mendekap
telinga dengan kedua tangan. Tapi suara melengking tajam itu
masih terus menyusup ke telinganya, ke hulu hatinya.
Kekuatannya seolah-olah runtuh seluruhnya, ia hampir
gila, asalkan dapat mengatasi suara itu. dia tidak sayang
mengorbankan apapun juga. Suruh mati pun dia rela.
Akan tetapi suara itu justru tidak mau berhenti dan masih
terus mendengung. oooo000oooo Keadaan gelap gulita, suasana sunyi senyap. Kuping Oh
Thi-hoa masih terasa mendengung, namun suara gaib yang
menakutkan itu. entah sejak kapan sudah berhenti.
Sekujur badannya basah-kuyup oleh keringat, keadaannya
lemah lunglai kehabisan tenaga, dia menggeletak di lantai
dengan terengah seperti baru saja mengunjungi neraka dan
habis berkelahi dengan kawanan setan, mirip habis bermimpi
buruk. Sampai lama sekali telinganya tak dapat mendengar suara
lain. Tapi akhirnya ia dapat berdiri.
Coh Liu-hiang sering bilang tubuh Oh Thi-hoa laksana
gemblengan dari baja. Asalkan dia masih bisa bernapas, dia
pasti sanggup berdiri. Tapi bagaimana dengan orang lain" Apa orang lain juga
tahan digoda oleh mimpi buruk ini" Oh Thi-hoa coba merabaraba
sekitarnya untuk mencari geretan api. Tapi geretan itu
entah jatuh kemana, keadaan begini gelap. cara bagaimana
dapat menemukannya" Pada saat ini dia belum mendengar cerita Coh Liu-hiang
tentang caranya mencari pipa tembakau itu, sebab itulah ia
pun tidak ingat hidungnya dapat dimanfaatkan untuk mencari
geretan itu. Sebab geretan juga ada bau yang khas, yaitu bau
belerang. Selagi Oh Thi-hoa merasa bingung cara
menemukan geretan itu, sekonyong-konyong api telah
dinyalakan. Seseorang tahu-tahu berdiri di depannya dengan
tangan memegang geretan yang sudah menyala itu. Ternyata
orang ini adalah Tang-sam-nio.
Seketika Oh Thi-hoa melengak dan memandangi
perempuan ini dengan termangu-mangu, hingga lama sekali ia
tak sanggup bersuara. Wajah Tang-sam-nio tidak mengunjuk perasaan apapun
juga, ucapnya kemudian, "Geretan api ini sangat bagus.
memakai belerang kwalitas paling tinggi, maka baunya juga
harum." Tiba-tiba cahaya api terlihat bergoyang-goyang.
Hah. darimana datangnya angin yang membuat sumbu api
bergoyang" Cepat Oh Thi-hoa berpaling. seketika ia hampir berteriak
saking kegirangan. Pintu penjara ternyata sudah terbuka. Coh Liu-hiang juga
bersandar di tepi pintu dengan mata terpejam seperti sedang
tidur. Sekujur badannya juga basah kuyup, kelihatan sangat
lelah, namun senyuman kecil terhias di ujung mulutnya.
Di depan pintu ada pula dua orang berkedok hitam, tangan
masing-musing memegang pentung, namun pentung sudah
patah dan kedna orang itupun rebah dengan meringkuk.
Agaknya mereka memburu ke sini ketika melihat pintu penjara
mendadak terbuka, tapi begitu dekat. segera mereka roboh
tergetar oleh dengungan suara yang menakutkan itu.
Pintu batu tebal ini terbuka oleh getaran suara maut itu,
ditambah lagi getaran tenaga dalam Coh Liu-hiang yang kuat.
Betapapun orang yang menakutkan, asalkan paham cara
bagaimana menaklukkan dia, maka dia akan menjadi budak.
Betapapun tenaga yang menakutkan, asalkan tahu cara
bagaimana menguasainya, maka akan dapat diperalat
sesukanya. Teori ini cukup dipahami Coh Liu-hiang selama ini.
Dan dimanakah Thio Sam" Ternyata si jaring kilat ini juga
meringkuk di pojok ruangan sana, mirip udang kering. Dan Ko
A-lam berbaring di bawah kaki Oh Thi-hoa. ia sudah dapat
merangkak bangun. Daya tahan kaum perempuan akan siksaan memang lebih
kuat daripada lelaki. Yang paling konyol adalah Eng Ban-li. Kepalanya sudah
bocor karena ditumbukkan ke dinding oleh dia sendiri, kedua
daun telinga palsunya juga terbetot lepas. Sebelah tangannya
sudah buntung, dengan sendirinya ia tidak dapat mendekap
telinganya dengan dua tangan ketika terjadi serangan suara
maut. Apalagi telinga buatan Eng Ban-li itu terbikin dari semacam
logam campuran yang peka suara, seumpama tangan
mendekap telinga juga sukar menolak dengungan gelombang
suara yang hebat itu. Sedangkan satu-satunya tangan yang
masih tersisa itu digunakan untuk mencengkeram Kau Cutiang.
Kau Cu-tiang adalah buronannya, mati atau hidup harus
menangkapnya. Tapi Kau Cu-tiang sendiri juga jatuh pingsan.
Perlahan Tang-sam-nio menyerahkan geretan api tadi
kepada Oh Thi-hoa, lalu membalik tubuh dan melangkah
keluar. Coh Liu-hiang mendusin, ia menarik tangan Tang-sam-nio,
katanya dengan lembut, "Kau marah karena kubohongi kau?"
Tang-sam-nio tertawa, katanya, "Mana bisa kumarah
padamu, kau.... kau kan bermaksud baik." Dia tertawa dengan
lembut. juga sangat memilukan, sambungnya pula, "Kalian
semua orang baik. selamanya aku akan berterima kasih..."
"Jika begitu. mengapa.... mengapa kau pergi?" tanya Coh
Liu-hiang. Tang-sam-nio termenung agak lama. jawabnya kemudian
dengan agak pedih, "Apakah mungkin aku tinggal
bersamamu" Kau.... kau tidak muak melihatku?"
"Aku tidak melihat apa-apa. yang kulihat hanya hatimu,"
ujar Coh Liu-hiang, "Aku cuma tahu, hatimu cantik melebihi
siapa pun juga. dan itu sudah cukup."
Gemetar tubuh Tang-sam-nio, mendadak ia menjatuhkan
diri ke pelukan Coh Liu-hiang dan menangis keras.
Tangisan tanpa air mata. Air matanya sudah lama kering.
Tapi air mata Oh Thi-hoa hampir saja menetes. ia berdehem
beberapa kali, lalu berseru. "Thio Sam, kau tak perlu purapura
mampus, untuk apa kau meringkuk di situ?"
Thio Sam menghela napas, jawabnya, "Aku tidak purapura
mampus, keadaanku memang tidak banyak berbeda
dengan orang mampus. Silakan kalian pergi saja. sungguh
aku tidak sanggup berjalan lagi, apalagi Eng Ban-li dan Kau
Cu-tiang juga perlu orang yang menjaganya."
Mendadak Eng Ban-li membuka matanya. sorot matanya
tampak buram. ia memandang sekitarnya dengan bingung dan
mendadak berteriak. "Goan......" Hanya satu kata saja ia
bersuara. lalu mukanya berkerut-kerut. badan juga menggigil.
jelas ketakutan luar biasa seakan-akan melihat setan. Habis
itu ia lantas jatuh pingsan lagi.
oooo000ooooo Begitu keluar dari penjara batu ituj, geretan api itu tidak
dapat digunakan lagi. "Jalan ini pernah kulalui, kau ikut saja padaku," kata Ko Alam
sambil menarik tangan Oh Thi-hoa dan berjalan di depan
sebagai penunjuk jalan. Coh Liu-hiang dan Tang-sam-nio
berjalan di sisi lain. Dengan demikian kekuatan mereka memang terpencar
tapi semakin kecil Juga resiko mereka akan diketahui musuh.
Seumpama diketahui musuh juga akan dapat saling memberi
bantuan. Anehnya. sepanjang jalan. hampir tidak pernah mereka
menemui peronda musuh. Bisa jadi Pian-hok Kongcu mengira mereka sudah
terkurung mati di penjara itu sehingga penjagaan menjadi
kendor. Sekonyong-konyong di tengah kegelapan. muncul
sederetan api setan, api fosfor.
Api itu gemerdep dan memancarkan bentuk tulisan yang
berbunyi, "Akulah pembunuhnya!"
Oh Thi-hoa merasa tangan Ko A-lam mendadak berubah
dingin. ia merasa tangan sendiri juga berkeringat.
Siapa pembunuhnya" Darimana datangnya api setan ini" Apakah arwah Kohbwe
Taysu penasaran dan masih gentayangan di sini"
Selagi Oh Thi-hoa hendak memburu ke sana, mendadak
deretan api itu melayang ke atas. pada saat itu pula ia merasa
pinggangnva kesemutan, beberapa pentung sekaligus
menutuk tubuhnya. Hiat-to sekitar punggungnya kontan
tertutuk. Ternyata setiap gerak-geriknya tetap tak dapat mengalbui
Pian-hok Kongcu, kemana pun dia pergi, di situ selalu ada
orang menunggu kedatangannya.
oooo000oooo Sementara itu Coh Liu-hiang sudah melayang ke atas, ke
tingkat kedua. Entah mengapa, gerak-geriknya seperti rada
kasar, bisa jadi lantaran dia tahu kemana pun perginya toh
pasti akan diketahui musuh. jadi tiada gunanya meski berlaku
hati-hati. Di tingkat kedua itu ternyata juga tidak menemukan
peronda atau penjaga. Baru saja Coh Liu-hiang merasa lega, mendadak terasa
angin mendesir, suara kain berkibar. Suaranya sangat
perlahan. Cepat Coh Liu-hiang mendorong Tang-sam-nio ke
samping. Dalam pada itu orang sudah menubruk tiba,
sekaligus tiga jurus serangan dilontarkan, suara angin tajam
seperti terpancar dan beberapa penjuru dan sekaligus
menyerang Coh Liu-hiang. Setelah tiga jurus serangan dihindarkan, Coh Liu-hiang
tahu pendatang ini adalah lawan yang paling menakutkan
dibandingkan musuh yang pernah ditemuinya selama hidup
ini. Bahkan lebih menakutkan daripada Ciok-koan-im dan Sih
Ih-jin, sebab dapat dirasakannya setiap jurus serangan orang
itu penuh rasa dendam kesumat, seakan-akan Coh Liu-hiang
ingin diganyangnya mentah-mentah. Malahan seperti bila
perlu ia pun bersedia gugur bersama lawan apabila jiwa Coh
Liu-hiang tidak berhasil direnggutnya.
Serangan nekat begini bukan saja menakutkan, tapi juga
berbahaya. Menghadapi serangan maut begini, hakikatnya
tiada pilihan lain di antara mati dan hidup...
oooo000oooo Sementara itu ada tingkat ketiga, yaitu tingkat teratas.
Jika ada cahaya, maka orang yang berduduk di tingkat
ketiga ini akan dapat melihat dengan jelas segala sesuatu
yang terjadi di tingkat kedua dan tingkat bawah
Legenda Kelelawar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tapi suara pembicaraan di tingkat ketiga ini tak terdengar
di bawah sebab tingkat ketiga ini teramat tinggi, mirip sebuah
panggung sandiwara, cuma orang yang berduduk di panggung
sandiwara ini bukan sedang main sandiwara, melainkan
sedang menonton sandiwara.
Tapi sekarang, di tengah kegelapan begini dengan
sendirinya mereka tidak dapat melihat apa-apa.
Yang dilihat mereka hanya titik-titik api setan yang
gemerdep kehijau-hijauan, berputar-putar dan melompatlompat.
Tapi di situ juga tiada suara orang bicara, yang terdengar
hanya suara pernapasan yang ramai, jelas orang yang
berdiam di sini tidaklah sedikit.
Api setan itu masih terus berloncatan kian kemari dengan
cepat, terkadang seperti melayang ke kanan, entah mengapa
sekali membelok, tahu-tahu sudah berada di sebelah kanan.
Kemudian titik-titik api setan itu seakan menyambung menjadi
satu garis, satu garis yang meliuk aneh. Tapi bila api setan itu
menyorot ke bawah, maka terbentuklah tulisan yang berbunyi.
"Akulah pembunuhnya."
Entah sudah berapa lama, akhirnya seorang tidak tahan
dan bertanya, "Apakah huruf-huruf itu ditulis di tubuh orang
dengan fosfor?" Lalu seorang menjawab dengan tertawa, "Haha,
betapapun pandangan Cu-siansing memang sangat tajam."
Suara orang ini besar serak, tapi membawa semacam
wibawa dan kekuatan yang berpengaruh. seakan-akan satu
patah katanya saja sudah dapat menentukan mati hidup orang
banyak. Jelas itulah suara Pian-hok Kongcu.
Cu-siansing yang disebut itu berkata pula dengan gegetun,
"Wah bilamana betul huruf itu tertulis di tubuh manusia, maka
gerakan orang itu sungguh cepat luar biasa."
"Apakah Cu-siansiag dapat menerka siapakah dia?" tanya
Pian-hok Kongcu. Cu-siansing itu berpikir sejenak, lalu berkata, "Di seluruh
dunia ini, tidaklah banyak orang yang memiliki Ginkang
sehebat itu. Cayhe memang teringat pada seseorang, cuma,
rasanya orang itu bukanlah dia."
"Siapa yang diingat oleh Cu-siansing?" tanya pula Pianhok
Kongcu. "Coh Liu-hiang, Coh-hiangswe," jawab Cu-siansing. "Dia
memiliki gerakan cepat dan aneh begitu. kecuali Cohhiangswe
rasanya sukar dicari lagi orang kedua."
Pian-hok Kongcu tertawa, katanya, "Jika demikian,
mengapa Cu-siansing bilang orang ini bukan dia?"
Cu-siansing berpikir pula, katanya kemudian, "Jika Cohhiangswe,
mana bisa di tubuhnya ditulis orang lain?"
"Bisa jadi huruf-huruf itu tidak ditulis oleh manusia, tapi
ditulis oleh arwah atau setan," ucap Pian-hok Kongcu dengan
perlahan. Suaranya mendadak berubah menjadi hambar dan
tak enak didengar. Cu-siansing seperti mengkirik, lalu berkata pula dengan
parau, "Arwah" Setan" Memangnya arwah siapa?"
"Sudah tentu arwah orang yang dibunuhnya," kata Pianhok
Kongcu. "Arwah orang yang dibunuhnya" Masa Coh-hiangswe juga
membunuh?" seru Cu-siansing.
"Jika benar dia tidak pernah membunuh orang. mengapa
ada arwah gentayangan yang mengintil dia?" kata Pian-hok
Kongcu dengan hambar. Cu-Siansing menghela napas panjang, agaknya dia dapat
menerima keterangan itu. Sebab orang yang masih hidup
hampir tidak rnungkin meninggalkan tulisan di tubuh Con Liuhiang
tanpa setahu 'Pendekar Harum' ini. Siapa pun tahu
Ginkang Coh Liu-hiang sangat hebat, daya rasanya juga
sangat peka, reaksinya cepat, mana mungkin orang dapat
menyentuh tubuhnya di luar tahunya"
Selang agak lama barulah Cu-siansing itu mengemukakan
perasaannya, katanya. "Melihat gelagatnya. sekarang dia
seperti lagi bergebrak dengan orang."
"Ya, tampaknya memang begitu," ujar Pian-hok Kongcu.
"Dan siapakah lawannya?" kata Cu-siansing. "Tampaknya
paling sedikit mereka sudah bergebrak ratusan jurus. Orang
yang mampu menahan ratusan jurus serangan Coh Liu-hiang
sudah tidak banyak lagi di dunia Kangouw, tapi sampai saat ini
belum nampak orang ini akan dikalahkan."
"Bisa jadi dia bukan manusia," kata Pian-hok Kongcu.
Cu-siansing itu seperti mengkirik pula dan berkata, "Bukan
manusia, habis apa?"
Suara Pian-hok Kongcu menjadi semakin samar-samar,
katanya, "Arwah...... arwah yang hendak menagih nyawa
kepada Coh Liu-hiang."
Setelah ucapan ini, suara pernapasannya seakan menjadi
ringan. Pernapasan sementara orang bahkan berhenti.
Arwah! Setan! Istilah itu sebenamya cuma khayal dan kosong. sebab
siapa pun tidak pernah melihat setan, tapi sekarang, di tengah
kegelapan yang menakutkan begini. kedua istilah itu
mendadak menjadi kenyataan.
Ada yang rnencengkeram kencang leher baju sendiri
hingga napas pun terasa sesak.
Asalkan ada setitik cahaya api saja. mereka takkan
ketakutan sehebat ini. Sebab setan biasanya datang bersama
kegelapan. hanya di tempat yang tiada cahayanya, di situ baru
ada setan. "Di tengah kegelapan ini entah tersembunyi berapa banyak
setan atau arwah gentayangan yang hendak merenggut jiwa!"
Orang yang hadir di sini dengan sendirinya mempunyai
kedudukan baik dan terhormat, sebabnya mereka menanjak
ke atas sekarang. dengan sendirinya mereka pun pernah
membunuh orang. entah satu. entah sepuluh.
Dan sekarang. apakah arwah orang yang pernah menjadi
korban mereka itupun datang kemari" Apakah juga akan
menagih nyawa kepadanya"
Soal 'setan' memang aneh, jika tidak memikirkan dia, maka
dia takkan ada. Sebaliknya. jika dipikir, maka makin banyak
setan akan muncul, makin banyak dipikir tentu juga makin
takut. Agaknya Pian-hok Kongcu sudah dapat menerka apa yang
sedang dipikirkan orang-orang itu, mendadak ia berkata pula,
"Apakah para hadirin tahu, bagaimana bentuk setan ini?"
Tiada seorang pun yang mau menjawab pertanyaan itu.
Selang agak lama baru ada seorang menanggapi dengan
tergagap, "Tidak.-.. tidak kelihatan, siapa pun tak melihatnya."
"Masa?" ujar Pian-hok Kongcu. "Asalkan kau ingin
melihatnya, pasti akan dapat terlihat." Lalu ia menyambung
pula dengan perlahan, "Arwah setan ini tampakrvya setan
perempuan, bahkan mati belum terlalu lama, maka tubuhnya
masih penuh berlumuran darah. matanya juga masih
mengalirkan darah..."
Dalam kegelapan terdengar suara gemeretuk gigi beradu.
Tapi sampai di sini juga ucapan Pian-hok Kongcu lantas
berhenti mendadak. Titik api fosfor tadi mendadak lenyap.
Apa yang terjadi" Apakah Coh Liu-hiang sudah roboh"
Jika demikian, setelah setan perempuan itu merenggut
nyawa Coh Liu-hiang, nyawa siapa pula berikutnya"
Jantung setiap orang berdebar keras. tapi tiada seorang
pun yang berani buka suara.
Mendadak Pian-hok Kongcu bertepuk tangan. katanya,
"Coba lihat di bawah."
Seorang lantas mengiakan. Itulah suara Ting Hong.
Lalu terdengar suara kesiur angin melayang cepat ke
sana, habis itu lantas melayang kembali dengan cepat luar
biasa. "Di bawah memang tiada orang," terdengar Ting Hong
melapor. Suaranya penuh rasa seram dan jeri.
"Tidak ada orang" Kemana perginya regu ronda kedelapan
puluh tiga?" tanya Pian-hok Kongcu.
"Juga tidak ada di sana," jawab Ting Hong.
Pian-hok Kongcu termenung agak lama, katanya
kemudian, "Orang-orang yang kuminta apakah sudah dibawa
ke atas?" Ting Hong mengiakan. Setelah berpikir lagi agak lama, mendadak Pian-hok
Kongcu berseru. "Baiklah, lelang kedua dimulai."
oooo000oooo Bahwa Coh Liu-hiang dan 'arwah' itu lenyap. Sungguh
aneh. Kemanakah mereka" Apakah berkawan menuju
neraka" Suara napas orang banyak mulai normal kembali.
Dengan perlahan Pian-hok Kongcu bersuara pula, "Dari jauh
kuundang kalian ke sini, meski belum tentu dapat memenuhi
harapan kalian dan pulang dengan rasa puas, tapi sedikitnya
akan kubuat kalian tidak merasa perjalanan ini sia-sia."
Dengan tertawa Cu-siansing lantas menanggapi, "Apapun
juga paling tiak kami telah menambah pengalaman dari apa
yang kami lihat tadi. Ucapan ini sama sekali tidak diplomatis, meski sekedar
basa-basi saja, tapi tidak kena sasaran, sebab hakikatnya dia
juga tidak melihat apa-apa, tapi sengaja bilang banyak melihat
dan menambah pengalaman segala.
Pian-hok Kongcu tertawa, katanya pula, "Pada lelang
pertama tadi sudah kujual kitab pusaka Tay-jiu-in milik Uikau
(agama Lama) dan resep tiga belas macam racun buatan
keluarga Tong di Sujwan, serta rahasia pembunuh yang
menggegerkan kota Limsia lima tahun yang lalu, kuharap para
pembeli tadi merasa puas."
Beberapa orang serentak menjawab. "Puas, puas sekali.
Setiap orang Kangouw cukup tahu. Kongcu pasti tidak akan
mengecewakan langganannya."
"Betul. tidak membikin kecewa langganan, langganan
adalah raja, ini memang prinsip dagangku," ujar Pian-hok
Kongcu. "Pula barang dagangan yang kujual di sini selamanya
kujaga kwalitas dan pasti tulen, sekali barang sudah dijual,
tidak nanti kujual lagi kepada orang lain."
Ia tertawa, lalu menyambung pula, Sebab itulah, andaikan
si pembeli nama pembunuh di kota Limsia itu ialah
pembunuhnya sendiri, maka dia pun boleh lapangkan hati,
kujamin pasti tidak akan menyiarkan rahasia ini."
Mendadak seseorang bertanya, "Entah siapakah yang
membeli rahasia ini?"
"Selalu menjaga rahasia langganannya, ini pun prinsjp
dagangku," jawab Pian-hok Kongcu tegas. "Maka dari itu,
barang siapa yang telah membeli apa-apa dariku. kujamin
takkan diketahui orang lain."
Dalam kegelapan, seperti ada orang menghela napas lega.
Lalu Pian-hok kongcu berkata pula, "Pula. meski para
hadirin sekarang berkumpul di sini. tapi siapa pun tidak dapat
melihat siapa-siapa, sebutanku kepada kalian masing-masing
juga dengan nama samaran yang telah kita janjikan
sebelumnya. Sebab itulah kalian tidak perlu kuatir. silakan
memberi penawaran, kujamin pasti tiada orang yang akan
tahu siapa engkau. Asalkan bayar kontan dan barang diterima,
selanjutnya pasti tidak ada kerewelan lagi."
Segera seorang bertanva. "Dan pada lelang kedua ini.
barang apakah yang akan Kongcu jual?"
Pian-hok Kongcu tertawa. katanya. "Barang yang akan
kujual ini memang lebih istimewa dari pada biasanya."
"Istimewa" Istimewa bagaimana?" seorang lain bertanya.
"Yang akan kujual sekarang adalah manusia!" kata Pianhok
Kongcu. "Manusia"!" seru orang itu. "Manusia hidup atau mati?"
"Mati atau hidup boleh terserah kehendak si penawar," ujar
Pian-hok Kongcu. "Cuma harganya saja yang berbeda. Orang
hidup dengan harga orang hidup. orang mati tentu saja pakai
tarif orang mati." Lalu dia menepuk tangan pula dan berseru. "Nah,
sekarang lelang dimulai. silakau para hadirin memberi
penawaran!" oooo000oooo Sungguh aneh bahwa yang akan dilelang Pian-hok Kongcu
sekali ini adalah manusia. Di dnnia ini memang tiada barang
lain yang lebih menarik daripada manusia"
Lantas, manusia macam apa yang hendak dijualnya"
Apakah perempuan secantik bidadari" Atau perempuan yang
jujur dan setia" Cantik dan setia adalah urusan yang jarang
sekalipun dapat ditemukan pada diri seorang perempuan.
Bisa jadi yang akan dijual adalah seorang lelaki, lalu
macam apakah" Mungkin lelaki yang gagah berani atau
lelaki yang cerdik pandai dengan macarn-macam tipu akal"
Semua merasa heran, sama menebak-nebak. Semakin
heran tentu juga semakin tertarik.
Maka terdengar Ting Hong mulai berteriak. "Orang
pertama namanya Kau Cu-tiang. harga patokan adalah
sepuluh laksa tahil perak."
Suasana hening sejenak, lalu seorang bertanya, "Macam
apakah orang bernama Kau Cu-tiang ini" Namanya saja tak
pernah kudengar. masa laku sepuluh laksa tahil?"
"Beberapa bulan yang lalu pernah terjadi, suatu antaran
upeti telah dibegal orang di tengah jalan. tentu para hadirin
masih ingat bukan?" tanya Ting Hong.
"Apakah upeti Him-tayciangkun yang kau maksud?" tanya
seorang. "Betul, dan Kau Cu-tiang adalah pelaku yang merampok
upeti itu," tutur Ting Hong. "Dalam semalam saja dia
membinasakan tujuh puluh orang. barang siapa yang mampu
menangkap dia dan diserahkan kepada pihak yang berwajib.
maka namanya seketika akan terkenal bahkan akan menerima
hadiah yang tidak kecil. "Baik, kutawar sepuluh laksa lebih lima ribu tahil," segera
seorang berteriak. "Sebelas laksa," orang kedua segera memberi lebih.
"Dua belas laksa tahil!" sejenak kemudian orang ketiga
baru menambah lagi. Tampaknya para penawar tak terlalu
antusias, sebab urusan ini bisa mendatangkan persoalan lain,
terutama harus berhubungan dengan pihak pembesar negeri.
Setiap urusan yang menyangkut pembesar negeri, biasanya
menimbulkan keruwetan. Karena tiada peminat lagi. akhirnya Ting Hong berseru,
"Baik. harga penawaran terakhir. jadi dua belas laksa tahil.
Silakan bayar, setelah lunas. segera barangnya bisa dibawa
Legenda Kelelawar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pergi." "Apakah harus kuserahkan dia kepada pihak yang
berwajib?" mendadak si pembeli bertanya.
"Tidak harus," jawab Ting Hong "Akan diapakan terserah
kepada kehendak anda sendiri."
Tiba-tiba Pian-hok Kongcu menukas dengan tertawa,
"Seorang diri Kau Cu-tiang mampu melakukan pekerjaan
sebesar itu, sayang jika dia dibinasakan."
"Betul, memang sayang," si pembeli juga tertawa. "Bicara
terus terang, Cayhe memang merencanakan akan melakukan
beberapa pekerjaan dengan dia. sekarang biarpun ada orang
berani memberi ganti rugi dua kali lipat juga takkan kuberikan."
Mendengar ini, orang-orang yang tidak memberi
penawaran, tapi diam-diam menyesal mengapa tidak berpikir
sampai di sini. Ting Hong lantas berteriak pula, 'Dan orang kedua yang
dilelang bernama Eng Ban-li, berjuluk Sin-eng (elang sakti).
detektif terkenal di kotaraja. harga dasar juga sepuluh laksa
tahil!" Baru habis ucapannya. segera ada orang memberi
penawaran, bahkan harganya melonjak cepat ke atas.
"Sebelas laksa!"
"Tiga belas laksa!"
"Tujuh belas laksa."
Selama hidup Eng Ban-li, entah berapa banyak pentolan
penjahat yang ditangkapnya. dengan sendirinya musuhnya
juga sangat banyak. Maka orang-orang yang membelinya ini
tidak menghendaki orangnya, tapi ingin jiwanya.
Dan pembeli terakhir yang memberi penawaran tertinggi
adalah dua puluh laksa atau dua ratus ribu tahil perak. "Dan
orang ketiga bernam Thio......."
Belum lanjut ucapan Ting Hong, tiba-tiba Pian-hok Kongcu
memotong, "Orang ketiga bernama Oh Thi-hoa, harga patokan
lima puluh laksa tahil."
Begitu nama Oh Thi-hoa disebut, serentak terdengar suara
berisik di tengah kegelapan sana. Ketika harga 'lima puluh
laksa tahil' disebut, suara berisik bertambah ramai.
Segera seorang bertanya, "Oh Thi-hoa, apakah yang
berjuluk Hoa-oh-tiap itu?"
"Betul dia," jawab Ting Hong. Mendadak semua orang
terdiam. "Hayo, siapa mulai" Mengapa tiada yang menawar?" seru
Ting Hong. Tapi tetap tiada yang bersuara.
Musuh Oh Thi-hoa tidak banyak. harga yang dipasang juga
terlalu tinggi, apalagi Oh Thi-hoa juga lebih panas
dibandingkan dengan Kau Cu-tiang.
"Apakah Cu-siansing juga tidak berani tawar?" tanya Ting
Hong. Cu-siansing atau tuan Cu berdehem dua tiga kali, katanya,
"Bukannya tidak berani, yang benar tidak berminat, sebab....
apa gunanya setelah kubeli dia?"
"O. barangkali para hadirin menganggap harga patokannya
terlalu tinggi, baik kuberi korting." kata Pian-hok Kongcu.
"Benar, asalkan bisa terjual, dengan harga berapa saja
dari pada tidak laku." ujar Ting Hong.
"Harga orang mati tentu jauh lebih murah daripada orang
hidup, untuk menurunkan harga, bolehlah kubunuh dia dulu,"
kata Pian-hok Kongcu. "Dibunuh sekarang?" tanya Ting Hong.
"Ya, sekarang.'' jawab Pian-hok Kongcu.
Ting Hong mengiakan. Tapi mendadak seorang berseru, "Nanti dulu, aku ingin beli
orang hidup, kutawar satu juta tahil...."
Coh Liu-hiang! Itulah suara Coh Liu-hiang, entah sejak
kapan Coh Liu-hiang juga sudah hadir di tingkat ketiga itu.
Sekonyong-konyong Pian-hok Kongcu bergelak tertawa,
katanya, "Nah, apa kataku, betapa tinggi harga yang
kupasang, akhirnya ada juga orang yang berani menawur
lebih tinggi." Suara tertawanya mendadak berhenti pula, lalu berkata
dengan tenang, "Tapi jual beli di sini dilakukan dengan kontan
keras. tidak boleh utang piutang. Apakah anda membawa
uang sedemikian besar jumlahnya?"
"Sudah tentu tidak," jawab Coh Liu-hiang.
"Jika begitu, berdasarkan apa anda menawar?" seru Pian_
hok Kongcu dengan bengis.
"Berdasarkan diriku ini." kata Coh Liu-hiang.
"Dirimu?" Pian-hok Kongcu menegas.
"Ya. yang kau inginkan ialah diriku dan bukan Oh Thi-hoa,"
ujar Coh Liu-hiang. "Masa ingin kau tukar nyawamu dengan nyawanya?" tanya
Pian-hok Kongcu. "Betul!" "Darimana kutahu siapa kau dan adakah setimpal untuk
menjadi penggantinya?"
"Sudah tentu kau tahu siapa diriku ini."
Mendadak Pian-hok Kongcu bergelak tertawa pula.
katanya, "Baik, jual beli ini memang tidak merugikan."
"Ya. jual beli yang membikin rugi jelas tidak ada orang
yang mau." "Tapi jelas kau telah rugi," kata Pian-hok Kongcu dengan
tertawa. "Oo" Masa?" tanya Coh Liu-hiang. "Memangnya jiwaku
berharga berapa sekilo?"
"Bukan jiwamu yang kuinginkan," kata Pian-hok Kongcu.
"Bukan jiwaku, habis apa?"
"Aku hanya menginginkan kedua biji matamu!" jengek
Pian-hok Kongcu. "Nah, pisaunya berada di sini, kemarilah
kau. dan cukup kucungkil kedua biji matamu. segera pula
kubebaskan Oh Thi-hoa."
"Baik. jual beli ini kututup," kata Coh Liu-hiang. "Tapi
jangan lupa, pisaunya berada padaku, jika kau bermaksud
main gila, segera kubunuh dia lebih dulu," ancam Pian-hok
Kongcu. "Baik. aku maju, bersiaplah kau," kata Coh Liu-hiang.
Di kegelapan mendadak bergema suara orang melangkah.
Agaknya Coh Liu-hiang sengaja memperberat langkahnya,
setindak demi setindak ia maju ke depan...
Suasana terasa menegangkan, tapi hawa udara mendadak
berbau harum arak yang keras. Tapi lantaran semua sama
menahan napas oleh suasana yang mencekam itu, sehingga
tiada yang merasakan bau arak itu.
Suara tindakan semakin perlahan dan semakin berat juga
kedengarannya. Apakah berjalan saja tidak sanggup lagi Coh Liu-hiang"
Apakah dia terlalu lelah" Dia benar-benar rela mengantarkan
matanya untuk dicungkil"
Tiba-tiba Pian-hok Kongcu membentak, "Kurangajar! Kau
main gila apa?" Di tengah suara bentakannya, "blang?", terdengar suara
letusan disertai meletiknya api. Habis itu api lantas berkobar.
Api terus berkobar dengan hebatnya, di tepi dinding tingkat
ketiga itu, mendadak api menyala dan seluruh gua menjadi
terang benderang. Tiada seorang pun yang tahu darimana datangnya letupan
api tadi dan menimbulkan kebakaran. setiap orang seakanakan
kesima karena terkejut. Segera belasan bayangan hitam 'manusia kelelawar'
menyambar tiba dari berbagai arah, tapi begitu mendekati
kobaran api, serentak mereka menjerit dan melompat mundur
lagi. Ada yang bajunya terjilat api sambil menjerit cepat
menjatuhkan diri dan berguling-guling di tanah.
Mereka seperti tidak tahu sama sekali adanya api yang
berkobar itu, mirip segerombolan kelelawar yang menyambar
api unggun, suara kaget dan jeritan ngeri mereka sukar
dilukiskan. Dan bagaimana dengan Pian-hok Kongcu sendiri"
Di tengah-tengah situ terdapat sebuah kursi besar kulit
harimau, terletak di tengah-tengah tingkatan ketiga. Suara
Pian-hok Kongcu tadi datang dari situ tapi sekarang kursi itu
kosong tiada diduduki orang.
Hanya Ting Hong saja kelihatan berdiri tercengang dan
memandang Coh Liu-hiang dengan bingung.
Pandangan setiap orang juga sama tertuju ke arah Coh
Liu-hiang. Pakaian orang-orang ini sangat mentereng, jelas
semuanya berasal dan kalangan atas, tapi sekarang
semuanya mirip orang linglung. semuanya melongo bingung.
Hanya di kejauhan sana berduduk seorang dengan sikap tetap
tenang dan adem ayem. Orang itu ternyata Goan Sui-hun
adanya. Tadinya Oh Thi-hoa, Ko A-lam dan lain-lain tergeletak
di depan kursi besar itu, sekarang Hiat-to mereka sudah
dilepaskan, mereka sudah berdiri. Dengan gemas Oh Thi-hoa
sedang melototi Ting Hong.
Tapi sorot mata Coh Liu-hiang terus berpindah dari muka
seorang ke muka orang yang lain, tiba-tiba ia tertawa katanya,
"Para hadirin ternyata benar orang-orang ternama seluruhnya,
sungguh tidak sedikit jumlahnya."
Dengan gemas Ko A-lam berkata, "Dan mana itu Pian-hok
Kongcu. entah sudah ngacir kemana?"
Coh Liu-hiang tertawa, katanya. "'Bisa jadi ia tidak ngacir
dia masih berada di sini. cuma kau tak dapat melihatnya."
Ko A-lam melengak. katanya, "Jika berada di sini, masa
tak daput kulihat dia?"
"Ya. sehab hakikatnya kau tidak tahu siapakah yang
mengaku sebagai Pian-hok Kongcu....." Kembali sorot mata
Coh Liu-hiang menyapu sekeliling wajah para hadirin, lalu
menyambung pula dengan perlahan. "Setap orang yang
berada di sini ada kemungkinan ialah Pian-hok Kongcu!"
Mendadak seorang berdiri dan berteriak. "Bukan diriku.
aku pasti bukan Pian-hok Kongcu!"
Orang ini bermuka burik hitam. tapi bertubuh kekar. Coh
Liu-hiang memandangnya Sekejap, cuma sekejap saja, lalu
berkata dengan hambar. "Sudah tentu bukan anda, sebab
anda tak lain ialah pembunuh yang menggegerkan Lamsia
itu." Muka si burik seketika menjadi merah padam, teriaknya
dengan gusar, "Kau ini kutu bnsuk macam apa" Kau berani
sembarangan memfitnah orang?"
"Jika anda bukan pembunuhnya. mengapa tadi waktu
Pian-hok Kongcu menyatakan jaminannya bagi rahasia
langganannya, untuk apa anda menghela napas lega?" tanya
Coh Liu-hiang. Tentunya anda tidak menduga bahwa saat itu
kebetulan aku berdiri di sebelahmu sehingga dapat kudengar
jelas suara helaaan napasmu."
Si buruk menampilkan rasa takut ia celingukan kian
kemari, habis itu mendadak ia melompat ke atas.
Tapi baru saja tubuhnya mengapung, sekonyong-konyong
ia menjerit dan terjungkal pula ke bawah dan tidak pernah
bangun pula. Pada saat itu juga lengan jubah Goan Sui-hun yang
dikebaskan itu sudah ditarik kembali.
Coh Liu-hiang tertawa, katanya, "Cara turun tangan Goankongcu
memang hebat dan tak dapat ditandingi orang. Terima
kasih." "Ah. Coh-hiangswe terlalu memuji," jawab Goan Suihun
dengan tersenyum. Memang semua orang sedang meraba-raba siapa orang
ini. ada di antaranya sudah menduga pasti Coh Liu-hiang
adanya, kini semuanya sudah jelas, seketika mereka menjadi
melongo. "Siapa orang ini mungkin para hadirin tidak tahu,"
kata Coh Liu-hiang sambil menuding si burik yang
menggeletak di tanah itu. Seorang lelaki setengah baya
dengan jubah dan bermuka pucat lantas menanggapi.
"Kukenal dia. namanya Pian-te-sam-kun-cian (uang emas
berhamburan di tanah) Ci-losam."
"Betul," kata Coh Liu-hiang. "Bahwa Pian-hok Kongcu
sengaja mengundang dia kemari, tujuannya justru ingin
menyuruh dia membeli rahasianya sendiri. Habis itu
ditegaskan pula, dia adalah si pembunuhny.a Sebab cuma si
pembunuh sendiri yang pasti tidak ingin rahasianya sendiri
dibeli orang lain." "O, pantas tadi ia berlomba menawar setingg-tingginya,"
seorang berkata dengan gegetun.
"Dia mengira setelah membeli rahasia ini, maka dia akan
aman tenteram, tidak kuatir perkaranya akan terbongkar lagi,
ia tidak tahu bahwa urusan selanjutnya justru tambah konyol
baginya." tutur Coh Liu-hiang.
"Konyol bagaimana?" tanya seseorang.
"Bila Pian-hok Kongcu sudah tahu jelas dia inilah
pembunuhnya. apakah dia berani lagi membangkang perintah
Pian-hok Kongcu jika dia menyuruhnya berbuat sesuatu?"
Setelah menghela napas, lalu Coh Liu-hiang menyambung
pula, "Makanya, siapa pun juga yang telah membeli sesuatu
barang di sini, selanjutnya dia pasti akan menjadi alat Pianhok
Kongcu, selamanya akan diperas. Masa hal ini tak dapat
kalian selami?" Air muka beberapa orang berubah seketika setelah
mendengar komentar Coh Liu-hiang ini.
Seorang lelaki bermuka ungu lantas berseru. "Tapi kami
sudah berjanji dengan jelas, bayar lunas dan terima barang.
selanjutnya tidak ada ikatan apa-apa lagi."
"Jadi kalian menganggap usaha jual beli Pian-hok Kongcu
ini hanya melulu untuk duit saja?" tanya Coh Liu-hiang.
"Memangnya tidak?" kata lelaki tadi. "Orang semacam dia,
kalau menghendaki uang saja, apa sulitnya" Buat apa mesti
bersusah payah bekerja cara begini?" kata Coh Liu-hiang
dengan tertawa. Lelaki muka pucat setengah baya tadi menimbrung, "Kalau
bukan demi uang, lalu apa tujuannya?"
"Ambisi tujuannya," tutur Coh Liu-hiang menghela napas.
"Apa yang diperbuat hanya untuk memenuhi ambisinya saja."
"Ambisi apa?" tanya si lelaki muka ungu.
"Gila hormat, gila kuasa," kata Coh Liu-hiang. "Lebih dulu
dia menggunakan segala jalan untuk membeli berbagai
macam rahasia. agar suasana dunia Kangouw menjadi kacaubalau,
habis itu dia akan mengancam dan memeras
"langganannya" untuk dijadikan alatnya."
Ia merandek sejenak, lalu menyambung pula, "Dengan
cara demikian. tidak sampai beberapa tahun saja dia akan
Legenda Kelelawar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi orang yang paling berkuasa di dunia Kangouw,
tatkala mana mungkin para hadirin juga akan terikat dan
berubah menjadi budaknya."
Keterangan ini membuat orang-orang itu tidak dapat bicara
lagi. Air muka setiap orang menampilkan perasaan gusar dan
gemas karena merasa tertipu.
Selang agak lama barulah si lelaki muka ungu berkata
dengan gemas. "Cuma sayang, kita sama sekali tidak tahu
siapakah dia sebenarnya, kalau tidak, apapun juga pasti akan
kuberi hajaran setimpal padanya."
"Bila kutemukan dia. entah para hadirin suka menyanggupi
sesuatu padaku?" tanya Coh Liu-hiang.
Serentak semua orang berseru, "Apapun urusannya,
silakan Hiangswe omong saja."
"Jika kutemukan dia. tentu tak terhindar dari pertarungan
sengit, tatkala mana aku cuma berharap kalian suka
menyaksikan saja agar aku dapat bertempur dengan dia
secara tenang." "Jangan kuatir." seru para tokoh itu. "Kami pasti akan
menjaga di samping. siapa pun yang berani ikut campur atau
bermaksud membantunya, segera kami akan bereskan orang
itu." Keadaan sekarang telah berubah, sekarang Coh Liu-hiang
yang menguasai situasinya. dari tamu telah berubah manjadi
tuan rumah. Tapi sesungguhnya siapakah Pian-hok Kongcu itu"
Dimanakah dia" Tampaknya rahasia ini akan segera terbongkar. hati
semua orang menjadi tambah tegang. Hanya seorang saja
yang masih tetap tenang. sikapnya masih tetap adem ayem.
Dengan sendirinya orang ini ialah Goan- Sui-hun.
Mendadak sorot mata Coh Liu-hiang hinggap lekat-lekat
pada wajah pemuda tuna netra itu, katanya, "Apa Goankongcu
ingin kusebutkan nama Pian-hok Kongcu sekarang
juga?" Goan Sui-hun tetap tersenyum, jawabnya, "Silakan Cohhiangswe,
Cayhe siap mendengarkan."
Coh Liu-hiang menghela napas, katanya, "Jika demikian,
terpaksa Cayhe menuruti kehendak orang banyak."
Oh Thi-hoa tidak sabar lagi, serunya, "Hayolah lekas
katakan. untuk apa ditunda-tunda lagi?"
"Kita sudah tahu, di sini sepanjang tahun tidak terlihat
cahaya, senantiasa berada dalam kegelapan." tutur Coh Liuhiang.
"Sebab Pian-hok Kongcu hakikatnya tidak memerlukan
cahaya terang." Lalu sekata demi sekata ia menyambung, "Yaitu, karena
dia memang soorang buta yang tidak tahu cahaya terang!"
Karena ucapan ini, pandangan semua orang serentak
tertuju ke muka Goan Sui-hun.
Tapi pemuda tuna netra itu tetap tenang-tenang saja,
ucapnya dengan tak acuh, "Dan Cayhe justru seorang buta."
"Betul, dan anda juga Pian-hok Kongcu adanya!" sambung
Coh Liu-hiang. Goan Sui-hun tetap tenang, air mukanya tidak berubah
sedikit pun. ucapnya, "Oo" Betulkah diriku"!"
"Meski anda telah menggetar pecah anak telinga Englosiansing,
tapi tetap terlambat sedetik. sebab pada saat
terakhir dia masih sempat mengucapkan satu kata," tutur Coh
Liu-hiang. "Terkadang satu kata saja cukup untuk
membongkar banyak rahasia yang terkandung di dalamnya."
Sebagaimana diketahui. terakhir Eng Ban-li meneriakkan
satu kata saja, yaitu, "Goan....." lalu suaranya terputus, sebab
saat itu dia tak dapat mendengar lagi suaranya sendiri.
Baginya kejadian itu hakikatnya lebih menyiksa daripada
membunuhnya. Cuma pada saat anak telinganya belurn pecah, sebelum
tuli, dia dapat mendengar suara yang teruar dari corong pipa
itu ialah suara Goan Sui-hun.
Coh Liu-hiang sendiri memang sejak mula sudah
mencurigai pemuda tuna netra itu.
Setelah terdiam agak lama, akhirnya Goan Sui-hun
menghela napas panjang. katanya, "Tampaknya aku telah
menilai rendah dirimu."
oooo000oooo Bahwa Pian-hok Kongcu adalah Goan Sui-hun, hal ini
sungguh sukiar dipercaya oleh Oh Thi-hoa, siapa pun juga
tidak percaya. Bahwa putera keluarga persilatan ternama, keluarga kaya
raya, dihormati dan disegani, sopan santun, halus budi, tapi
ternyata dapat melakukan hal-hal yang kejam dan
menakutkan begini, sungguh sukar dipercaya.
Coh Liu-hiang memandangi Goan Sui-hun lekat-lekat,
katanya kemudian. "Aku belum membuktikan secara nyata
bahwa engkau ialah Pian-hok Kongcu, sebenarnva kau dapat
membantah dan menyangkal."
"Tidak perlu bagiku," ujar Goan Sui-hun dengan senyum
tak acuh. Meski senyuman tak acuh tapi membawa gaya
angkuh yang membuat orang segan.
Tiba-tiba Coh Liu-hiang juga menghela napas panjang.
katanya, "Betapapun aku toh tidak menilai rendah dirimu."
"Aku salah. tapi kau pun salah," ujar Goan Sui-hun.
"Aku salah?" Coh Liu-hiang menegas.
"Ya, sebenarnya cuma kukehendaki biji matamu. tapi
sekarang mau tak mau harus kucabut nyawamu," kata Goan
Sui-hun. Coh Liu-hiang termenung sejenak, jawabnya kemudian,
"Kau mempunyai kesempatan untuk itu. tapi kesempatan itu
tidak terlalu besar."
"Sedikitnya lebih besar daripada kesempatanmu, begitu
bukan?" "Ya." jawab Coh Liu-hiang.
Setiap orang dapat mengucapkan "ya", tapi untuk
mengucapkannya sekarang diperlukan kecerdasan yang luar
biasa dan juga keberanian yang melebihi orang lain.
Goan Sui-hun juga termenung agak lama, tiba-tiba ia
berkata, "Ada sementara orang yang dapat memahami pnbadi
orang lain, tapi sedikitpun tidak dapat memahami dirinya
sendiri." "Memahami orang lain memang jauh lebih mudah daripada
memahami dirinya sendiri." kata Coh Liu-hiang.
'Hanya kau. bukan saja kau sangat mahir memahami
orang lain, kau pun sangat memahami diri sendiri," ujar Goan
Sui-hun. "Melulu ini saja sudah tiada bandingannya. Sebabnya
aku memusuhi kau sebenarnya cuma terpaksa saja."
"Juga sudah sejak mula kukatakan, musuh yang paling
menakutkan di dunia ini ialah dirimu," jawab Coh Liu-hiang
dengan menyesal. "Kau menyadari tidak dapat mengalahkan aku?"
Coh Liu-hiang mengiakan. "Jika begitu. mengapa kau ingin bergebrak denganku?"
tanya Goan Sui-hun pula. "Keadaan sudah kepepet. tiada pilihan lain."
"Baik!" seru Goan Sui-hun mendadak ia berbangkit,
katanya pula dengan tersenyum. "Sudah lama kudengar
nasibmu selalu mujur, sering mengalahkan musuh yang lebih
banyak, lemah menangkan yang kuat. Aku jadi ingin tahu cara
apa yang kau gunakan."
"Mana ada cara lain. hanya 'keyakinan' saja," jawab Coh
Liu-hiang dengan hati-hati.
"Keyakinan?" tanya Goan Sui-hun.
"Ya, keyakinan, percaya pada diri sendiri," kata Coh Liuhiang.
"Aku yakin Sia (kejahatan) pasti tak dapat mengalahkan
Cing (kebaikan), kesewenangan pasti tak dapat mengalahkan
keadilan, kegelapan pasti tidak panjang, di dunia ini harus ada
cahaya terang yang abadi."
Akhirnya air muka Goan Sui-hun berubah juga, jengeknya,
"Apakah keyakinan dapat dimakan sebagai nasi?"
"Tidak dapat,"jawab Coh Liu-hiang. "Tapi manusia kalau
tidak punya keyakinan, lalu apa bedanya dengan mayat
hidup?" "Baik," kembali Goan Sui-hun tertawa. "Semoga
keyakinanmu dapat merobohkan aku."
Mendadak lengan jubahnya membentang. orangnya terus
mengapung ke atas, mirip seekor kelelawar yang sedang
melayang tanpa suara, gayanya sangat indah.
Gerakan melayangnya ini tidak terlalu cepat, tapi tahu-tahu
sudah hinggap di depan Coh Liu-hiang.
Belum pernah ada orang menyaksikan Kungfu Goan Suihun,
malahan ada yang tidak tahu kalau dia juga mahir ilmu
silat. Baru sekarang semua orang terkesiap setelah
menyaksikan Ginkangnya yang hebat ini.
Lengan jubah Goan Sui-hun telah melambai lagi ke tanah,
lalu katanya dengan tersenyum, "Baiklah, silakan mulai!"
Dengan tersenyum Coh Liu-hiang menjawab. "Silakan!"
Kedua orang sama-sama tersenyum dan menyurut mundur
beberapa langkah. Sejauh ini kedua orang belum pemah
saling mengucapkan kata ketus dan kasar.
Menghadapi pertarungan maut begini, jika orang lain,
andaikan tidak tegang hingga gemetar, sedikitnya air muka
akan berubah pucat atau merah. Tapi sikap mereka berdua
masih tetap ramah dan sopan santun.
Syaraf mereka benar-benar seperti baja, menghadapi
persoalan apa pun tidak pernah tegang.
Akan tetapi apa yang tersembunyi di balik senyuman
keramahtamahan ini" Setiap orang sama memandangi tangan mereka. Sebab
siapa pun dapat membayangkan apabila mereka mulai turun
tangan, maka pasti akan terlontar jurus serangan yang maha
lihai Setiap orang sama menantikan mereka saling gebrak.
Tapi pada saat itu mendadak seseorang membentak.
"Nanti dulu, pertempuran ini adalah bagianku."
Bayangan orang berkelebat, tahu-tahu Oh Thi-hoa telah
mengadang di depan Coh Liu-hiang.
Coh Liu-hiang berkerut kening. katanya. "Sudah
kukatakan...." "Aku tidak peduli kau berkata apa, pokoknya pertandingan
harus kau berikan kepadaku," sela Oh Thi-hoa.
"Sebab apa?" tanya Coh Liu-hiang.
"Begitu kubertemu dengan orang ini pertama kali. Lantas
kuanggap dia sebagai kawan," kata Oh Thi-hoa sambil
melototi Goan Sui-hun. "Waktu kalian mencurigai dia. aku
malah membelanya dengan macam-macam alasan, akan
tetapi.... akan tetapi dia telah mengkhianati diriku."
Goan Sui-hun menghela napas. katanya, "Hati orang
Kangouw memang kebanyakan licik dan sukar dipercaya,
mestinya kau jangan sembarangan berkawan dengan
mereka." Oh Thi-hoa menggreget. katanya. "Meski aku salah menilai
dirimu, tapi orang yang mengkhianati diriku akan menyesal
juga." "Yang akan menyesal mungkin kau sendiri," kata Goan
Sui-hun. "Maka, mumpung saat ini belum lagi kau menyesal.
lekas kau mundur saja, aku tidak ingin bergebrak denganmu."
"Sebab apa?" tanya Oh Thi-hoa gusar.
"Sebab kau pasti bukan tandinganku," jawab Goan Sui-hun
tak acuh. "Coh Liu-hiang mungkin masih ada tiga bagian. sedang
kau satu bagjan harapan untuk menang saja tidak ada."
"Kentut......." bentak Oh Thi-hoa gusar, kepalannya
menjotos hampir sama pada waktu bentakannya. Angin
pukulan menderu sehingga suara bentakannya hampir tidak
terdengar. Setiap orang kenal watak Oh Thi-hoa adalah berangasan,
pemberang, biarpun cuma urusan kecil saja terkadang dia
bisa berjingkrak murka. Namun dalam keadaan tertentu dia
malah bisa jauh lebih bersabar daripada roang lain. Yaitu pada
waktu berkelahi. Selama hidupnya, entah sudah berapa kali dia berkelahi.
Terkadang berduel denga tokoh Bu-lim, tapi sering juga dia
membuka baju dan tanpa menggunakan ilmu silat bergelut
dengan kaum pencoleng atau gelandangan di tepi jalan.
Setelah ratusan kali berkelahi, barulah ia menemukan
suatu filsafat berkelahi. Yaitu tenang!
Agar bisa menang berkelahi diperlukan tenang.
Siapa pun kalau berkelahi tentu tidak mengharapkan
kalah, dengan sendirinya Oh Thi-hoa juga tidak terkecuali.
Makanya sekalipun dia berjingkrak murka, tapi bila benarbenar
mulai berkelahi. segera dia akan berubah menjads
tenang. Pelajaran yang diperoleh dari pengalaman memang tidak
mudah terlupakan. Anehnya sekali ini dia seolah-olah sudah melupakan
pelajaran itu. hakikatnya dia tidak tenang. Hantamannya tadi
memang sangat keras, sangat dahsyat, tapi setiap orang
persilatan dapat menilai pukulannya ini hanya mujarab
digunakan menghadapi kaum gelandangan di tepi jalan, jika
digunakan menghadapi Goan Sui-hun, jelas terlalu bodoh
caranya ini. Sungguh aneh. Oh Thi-hoa yang sudah berpengalaman
bisa melakukan serangan sebodoh itu.
Benarlah. dengan mudah sekali Goan Sui-hun dapat
menghindarkan pukulan itu. Tapi Oh Thi-hoa lantas mendesak
maju, kembali dua pukulan keras dilancarkan. Bahkan jauh
lebih kuat daripada tadi, deru angin bertambah keras. Namun
ujung baju Goan Sui-hun saja tetap tak dapat disentuhnya.
Entah sudah berapa ratus kali Thio Sam memaki "tolol"
kepada Oh Thi-hoa, sekarang ia pun tidak tahan dan memaki
pula, "Goblok, benar-benar gobloknya maha goblok."
Mendadak Goan Sui-hun tertawa dan berkata, "Jika ada
orang menganggap dia goblok, orang itu sendirilah yang
goblok." Gerak tubuh Goan Sui-hun masih terus melayang kian
kemari di sekitar tubuh Oh Thi-hoa, sebegitu jauh dia belum
lagi membalas serangan Oh Thi-hoa.
"Dengan sendirinya kau takkan bilang dia goblok, sebab
semakin goblok dia, semakin baik bagimu," ujar Thio Sam.
"Apa maksudmu agar dia menghadapi aku dengan
serangan yang tak menimbulkan suara?" tanya Goan Sui-hun
hambar Belum lagi Thio Sam menjawab. dengan gusar Oh Thi-hoa
Legenda Kelelawar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lantas berteriak, "Meski kau bukan barang baik, tapi orang she
Oh tidak nanti menggunakan cara licik begitu untuk melayani
seorang buta, untuk ini tidak perlu kau kuatirkan."
Goan Sui-hun bicara dengan tenang-tenang saja, siapa
pun tidak dapat membedakan waktu bicara itu dia juga sedang
bertarung mati-matian dengan orang lain.
"Aku memang tidak pernah kuatir," demikian Goan Sui-hun
menanggapi ucapan Oh Thi-hoa itu. "Kutahu, serangan tanpa
suara dapat digunakan siapa pun juga, tapi kalau cara begitu
dapat merobohkan aku, mana bisa kuhidup sampai saat ini?"
Dan sampai sekarang dia tetap tidak menyerang.
Sementara itu pukulan ketujuh belas Oh Thi-hoa telah
dilontarkan. tapi cepat dia tarik kembali mentah-mentah.
Segera gerak tubuh Goan Sui-hun juga lantas berhenti.
Dengan suara keras Oh Thi-hoa berteriak, "Saat ini adalah
saatnya berkelahi dan bukan waktunya mengadu mulut. kau
tahu tidak?" "Ya, kutahu." jawab Goan Sui-hun.
"Kalau tahu, mengapa kau belum lagi turun tangan?"
"Mungkin disebabkan aku terlalu tahu, makanya aku belum
mau turun tangan." "Kau tahu apa?" tanya Oh Thi-hoa.
"Tahu maksud tujuanmu, yaitu ingin memancing aku balas
menyerang dengan demikian Coh Liu-hiang akan dapat
menyelami gaya seranganku, supaya dia mendapat akal untuk
menyelami ilmu silatku, begitu bukan?"
Oh Thi-hoa hanya mendengus.
Goan Sui-hun menghela napas, "Kau memang tidak malu
sebagai sahabat karibnya cuma sayang usahamu ini jelas
akan sia-sia belaka."
"Oo" Apa betul?" ucap Oh Thi-hoa.
"Sebab Kungfu kemahiranku seluruhnya ada tigapuluh tiga
macam, dan cukup satu macam saja di antaranya sudah
dapat kurobohkan kau."
"Kutahu Kungfumu yang paling lihai di antara ketiga puluh
tiga macam itu adalah 'membual'," jengek Oh Thi-hoa.
Namun Goan Sui-hun tidak menjadj marah sebaliknya ia
malah tertawa, katanya, "Jika ditambah dengan membual,
maka Kungfu kemahiranku akan menjadi tiga puluh empat
macam." "Dan ke tiga puluh tiga macam lainnya, boleh coba
jelaskan," kata Oh Thi-hoa.
"Tay-pek-jiu (karate) dari kepulauan Okinawa, Ginkang si
manusia bayangan darah, Jing-hong-cap-sah-sik Hoa-sanpay.
Tay-jiu-in agama Lama sekte Kuning. Cu-she-ciang yang
sudah lama lenyap dari dunia persilatan. Berbagai macam
senjata rahasia berbisa keluarga Tong di Sujwan, beberapa
jurus Kungfu ini tentunya sudah kalian kenal!"
"Lalu apalagi?" tanya Oh Thi-hoa pula.
"Ada pula Hwe-hong-bu-liu-kiam, ilmu pedang kebanggaan
Peng- ho Tojin dari Pah-san. Lo-han-kun Siau-lim-Si, Liu-inhuisiu tenaga dalam kebasan lengan jubah Bu-tong-pay yang
terkenal. Kiang-si-kun. pukulan mayat hidup keluarga Gian di
Sunciu, Toan-bun-to. ilmu golok keluarga Pang di Soasay,
Wan-yang-tui. ilmu tendangan berantai dari utara."
"Dan?" kata Oh Thi-hoa.
"Dengan belasan macam Kungfu ini saja masih tidak
cukup?" jawab Goan Sui-hun dengan tertawa.
"Jika kau sendiri merasa cukup, kenapa kau tidak berani
turun tangan?" jengek Oh Thi-hoa.
"Sebab kau pernah menganggap diriku sebagai kawan
baikmu. sedikitnya harus kuberi kesempatan hidup lebih lama
bagimu." ujar Goan Sui-hun.
"O, berapa lama lagi kauberi hidup padaku?" tanya Oh Thihoa.
"Paling tidak harus menunggu setelah mereka mati
seluruhnya." ujar pemuda tuna netra itu.
"Mereka?" Oh Thi-hoa menegas.
"Yang kumaksudkan mereka ialah semua orang yang
berada di sini." "Semua orang yang berada di sini akan kau bunuh habis
seluruhnya?" Goan Sui-hun tertawa, jawabnya, "Setelah mereka
mengetahui rahasiaku. apakah kau kira akan kubiarkan
mereka pergi begitu saja?"
Sejenak Oh Thi-hoa melototi pemuda itu, mendadak ia
menengadah dan terbahak-bahak. serunya, "Nah, para hadirin
sudah dengar sendiri" Orang ini bukan saja pintar membual,
bahkan juga sedang bermimpi."
"Bagi kalian, apa yang terjadi ini memang impian buruk,"
kata Goan Sui-hun dengan tenang. "Cuma sayang, kalian
akan terus bermimpi dan takkan mendusin untuk selamanya."
Tiba-tiba Thio Sam juga bergelak tertawa, katanya, "Haha,
sungguh sayang kau tidak dapat melihat apapunt jika tidak,
tentu kau takkan bicara demikian."
oooo000oooo Apa yang dikatakan Thio Sam itu memang beralasan,
sebab pada saat itu juga, entah mulai kapan, di tingkal kedua
api telah berkobar. Cukup tinggi lidah api yang berkobar itu hingga mirip
sebuah dinding mengurung seluruh anak buah Pian-hok
Kongcu yang berseragam hitam.
Orang-orang itu menjadi mirip binatang buas saja,
semuanya ketakutan dan menyurut mundur ke tengah dengan
berjubal-jubal saling berdesakan.
Sekonyong-konyong beberapa puluh orang itu sama roboh
satu persatu tanpa mengeluarkan suara, dan begitu roboh tak
bangun lagi. Siapa pun tidak tahu apa yang terjadi, siapa pun tak dapat
memberi penjelasan. Mungkin hanya ada satu penjelasan Yakni ilmu gaib.
Orang-orang itu seperti terpengaruh oleh ilmu gaib yang
misterius dan menakutkan. Sukma seakan-akan
meninggalkan raganya, beberapa puluh orang itu roboh
seluruhnya, tiada seorang pun yang terkecuali.
Segera Thio San berucap. "Ting Hong, matamu kan tidak
buta seperti Cukongmu, kenapa tidak kau ceritakan
kepadanya apa yang kau lihat?"
Wajah Ting Hong tampak pucat-lesi seperti mayat, bibirnya
tampak gemetar, mana sanggup bicara lagi"
Thio Sam menghela napas gegetun, katanya. "Mata tidak
melihat, hati tidak susah. Terkadang orang buta memang lebih
tenteram daripada orang melek."
"Sebab itulah di dunia ini ada sementara orang yang suka
menjadi orang melek buta daripada melihat terlalu banyak."
tukas Oh Thi-hoa. "Tidak dapat melihat tidak berarti tidak tahu," kata Goan
Sui-hun tiba-tiba. "Apa artinya ucapanmu ini?" tanya Thio Sam.
"Paling tidak apa yang kutahu pasti lebih banyak daripada
kalian." "Ooo, apa betul?" ujar Thio sam.
Segera Oh Thi-hoa menyela. "Tapi aakah kau tahu
kemana perginya beberapa puluh anak buahmu itu?"
"Mereka tidak pergi ke mana-mana," jawab Goan Sui-hun.
"Jika demikian, mengapa sekarang suara mereka sama
sekali tidak terdengar?" tanya Oh Thi-hoa.
"Sebab Hiat-to mereka tertutuk dan roboh semuanya."
Oh Thi-hoa jadi melenggong sendiri. la melototi pula
pemuda itu, sungguh ia ingin periksa mata orang untuk
membuktikan sebenamya pemuda itu buta atau tidak.
Sudah tentu Goan Sui-hun adalah orang buta, hal ini tidak
perlu disangsikan lagi. "
Segera terdengar ia berkata pula, "Dan kalian mengaku
dapat melihat, tapi kalian ternyata tidak tahu siapa yang
menutuk Hiat-to mereka?"
Kembali Oh Thi-hoa melenggong. sebab ia memang
benar-benar tidak tahu. Di tengah lingkaran api yang berkobar itu, beberapa puluh
orang itu sama tergeletak seperti terkena ilmu sihir saja.
mendadak semuanya seperti orang gila dan saling menutuk,
makanya semuanya roboh terkapar tanpa kecuali.
Tapi mana bisa terjadi peristiwa aneh begini"
Sekian lama Oh Thi-hoa melenggong. akhirnya ia
bertanya. "Kau tahu siapa yang menutuk mereka?"
Goan Sui-hun tertawa, jawabnya. "Sudah tentu kutahu.
orang yang menutuk Hiat-to mereka itu ialah orang yang
menyalakan apinya." ooooo000oooooo Memangnya siapa pula yang menyalakan api"
Padahal waktu api menyala. semua orang dapat melihat
dengan jelas. Ketika orang-orang berseragam hitam itu roboh satu
persatu semua orang juga menyaksikan dengan jelas. Sudah
tentu api tak dapat menyala sendiri tanpa sebab.
Dengan sendirinya pula orang-orang itu takkan roboh
begitu saja tanpa sebab. Setiap orang tahu pasti ada seorang yang menyalakan api.
lalu merobohkan orang-orang berseragam hitam itu. Akan
tetapi siapa pun tidak melihat orangnya.
Apakah mungkin orang itu bisa menghilang dan tidak
kelihatan?"!! Tanpa sadar Oh Thi-hoa meraba hidung. ia merasa
hidungnya rada basah, entah ingus atau keringat pada
tangannya. "Terkadang ada hal-hal yang tak dapat dilihat
roang melek, apa yang terjadi ini adalah satu di antaranya,"
dengan hambar Goan Sui-hun berucap pula.
"Memangnya masih,... masih ada hal-hal lagi?" tanya Oh
Thi-hoa. "Saat ini aku masih ada di sini, masih menunggu di sini,"
kata Goan Sui-hun. "Apakah kalian tahu apa yang kutunggu?"
"Sialan, setan yang tahu apa yang kau tunggu?" gerutu Oh
Thi-hoa. "Apakah kau tahu sebab apa api bisa berkobar dengan
hebatnya?" tanya Goan Sui-hun pula.
Oh Thi-hoa diam saja, ia tidak sanggup menjawabnya. Api
memang menyala dalam waktu sekejap, benar-benar seperti
kejadian ajaib. Setelah tercengang sejenak. akhirnya Oh Thi-hoa bertanya
pula, "Kau sendiri tahu?"
Dengan tenang Goan Sui-hun menjawab, "Kan sudah
kukatakan tadi. tak dapat melihat tak berarti tidak tahu
segalanya, cuma saja...." Tiba-tiba ia tertawa, lalu
melanjutkan, "Cuma kalau kukatakan barang apa yang
membikin api berkobar sehebat itu, bisa jadi kau akan merasa
sayang." "Merasa sayang?" tukas Oh Thi-hoa. mendadak ia menjadi
paham dan berseru. "He. maksudmu arak" Arak yang keras?"
"Betul, memang arak. bahkan arak simpanan lama, arak
kualitas tinggi." ujar Goan Sui-hun dengan tertawa.
"Wah. kedengarannya memang harus disayangkan," kata
Oh Thi-hoa dengan gegetun.
"Kau tahu, selamanya tidak pernah kusuguh tetamuku
dengan arak murahan," tutur Goan Sui-hun. "Tapi arak bagus
yang tulen biasanya sukar dibeli. Apalagi, secepat-cepatnya
arak diminum juga takkan lebih cepat kalau arak dibakar."
"O, jadi maksudmu sedang menunggu arak terbakar
habis?" tanya Oh Thi-hoa dengan rada cemas.
"Kembali kau menebak dengan jitu," jawab Goan Sui-hun
dengan tertawa. "Di sini kecuali arak. jelas tiada benda lain
yang dapat terbakar. Dan mulai sekarang aku takkan
membawa lagi arak yang dapat terbakar."
Sekonyong-konyong Coh Liu-hiang menghela napas,
katanya, "Mungkin tidak seharusnya aku mendengar
ucapanmu." "Tadi aku pun tidak seharusnya mendengarkan
perkataanmu, kalau tidak. masakah orang sempat
menyalakan api di depanku?" setelah tertawa. Goan Sui-hun
menyambung pula, "Dan kalau aku sudah tertipu sekali
olehmu, apa alangannya kalau kau pun tertipu satu kali
olehku?" Benar juga, nyala api sudah mulai mereda.
Mendadak Oh Thi-hoa membentak. "Apapun juga, jelas
kau takkan mampu lolos lagi.. Hayo kepung dia beramai!"
Di tengah suara bentakannya itu. serentak beberapa orang
lantas menubruk maju. Tapi pada saat itu juga lengan jubah Goan Sui-hun yang
komprang lantas mengebas sehingga menimbulkan angin
puyuh, berbareng Goan Sui-hun sendiri seakan terbang
tergulung angin puyuh itu.
Seketika pemuda itu berubah seperti seekor kelelawar
raksasa dan melayang lewat di atas api. lalu api yang
berkobar di tingkat kedua itu lantas padam seketika. Namun
tubuh Goan Sui-hun masih tetap terbang berputar. kedua
lengan jubahnya mirip duka sayap. Angin yang dijangkitkan
kedua sayap itu telah memadamkan api.
Begitulah keadaan menjadi gelap gulita kembali,
kegelapan yang membuat orang cemas dan putus asa.
Suara angin yang menderu-deru, masih terus berputar, kini
sudah berada di tingkat paling bawah.
Oh Thi-hoa juga sudah menyusul sampai di tingkat bawah
sejak tadi ia terus mengikuti suara angin itu, sebab kemana
suara angin itu tiba, ia yakin ke situ pula goan Sui-hun berada.
Di belakangnya terdengar juga suara berkibarnya kain
baju. jelas beberapa orang juga mengikut di belakangnya.
Maklum, orang yang mendapat kehormatan diundang ke Pianhokto tentu saja tokoh pilihan dan memiliki Ginkang yang
tidak lemah. Terdengar suara "tring" sekali. habis itu suara deru angin
berhenti mendadak. Serentak semua orang menubruk ke
sana. Tapi mendadak terdengar pula suara jerit kaget beberapa
orang. Apakali mereka diserang dan dirobohkan oleh Goan
Sui-hun" Biarpun Goan Sui-hun memiliki Kungfu maha tinggi,
rasanya tidak mungkin sekaligus dapat melawan jago-jago
silat sebanyak itu, apalagi merobohkannya.
"Hendak lari kemana kau?" terdengar Oh Thi-hoa
membentak dengan bengis. Dalam kegelapan lantas terdengar orang berteriak. "Ini
Legenda Kelelawar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dia....sudah kutangkap dia.... sudah kutangkap.,.."
Suara jeritan, bentakan dan teriakan girang itu hampir
bergema serentak pada saat yang sama. Siapa pun tidak tahu
sesungguhnya apa yang terjadi. Tidak tahu siapa yang
dirobohkan dan entah siapa pula berhasil menangkap Goan
Sui-hun. Pada saat itulah terlihat pula setitik cahaya api.
Meski cuma setitik cahaya. berkelip-kelip seperti bintang
tapi berada di tengah kegelapan yang membuat orang putus
asa, titik cahaya ini tiada ubahnya seperti pelita mercusuar di
tengah samudera raya. Samar-samar kelihatan likuran orang berjubel di pojokan
situ, ada yang sedang meraba kepala, ada yang lagi memijat
bahu sendiri, agaknya banyak yang kepalanya benjut dan
bahu sakit lantaran menubruk dinding dalam kegelapan.
Rupanya orang-orang inilah yang menjerit kaget tadi.
Selain itu ada lagi beberapa orang yang sedang saling
betot mencengkeram, memiting dengan rasa girang, tapi
begitu setitik cahaya api menyala rasa gembira mereka
menjadi buyar, semuanya menyengir serba kikuk.
Kiranya mereka sama mengira dirinya sudah berhasil
membekuk Goan Sui-hun, tak tahunya yang terpegang
olehnya justru teman sendiri.
Hakikatnya Goan Sui-hun tidak berada di situ, bahkan
bayangannya tidak kelihatan. Hanya di dinding batu kelihatan
menancap seekor kelelawar, bukan kelelawar hidup.
melainkan kelelawar besi.
Yang mereka uber tadi ternyata seekor kelelawar besi.
Rupanya angin yang ditimbulkan sambaran kelelawar besi itu
telah memancing semua orang ke situ. Lalu kemana perginya
Goan Sui-hun" Seketika semua orang melenggong. Setelah terkesima
sejenak barulah mereka berpaling untuk memandang titik
sinar tadi. Sinar api itu berada di tangan Coh Liu-hiang. Tangannya
yang lain mencengkeram pergelangan tangan Ting Hong, dia
masih berdiri tenang di situ, tanpa bergerak sama sekali.
Oh Thi-hoa terus memburu ke sana sambil berteriak, "Di
mana Goan Sui-hun" Kenapa tidak kau kejar dia?" Coh Ljuhiang
menghela napas, katanya, "Jika kalian tetap tinggal di
sini, mungkin aku akan dapat mengejarnya, akan tetapi......."
Meski dia tidak menghabiskan ucapannya. namun
ucapannya sudah cukup dipahami orang.
Dalam kegelapan tadi, dimana-mana hanya suara angin
belaka, angin yang dijangkitkan berkibarnya kain baju orang
yang berlari, dan suara angin demikian hampir sama. Jadi
dalam kegelapan, setiap orang ada kemungkinan ialah Goan
Sui-hun. Coh Liu-hiang harus mengejar yang mana jika dalam
kegelapan seperti ada berpuluh Goan Sui-hun yang sedang
berlari" Makin melengaklah Oh Thi-hoa, tanyanya kemudian,
"Mengapa........ mengapa tadi tidak kau nyalakan geretan api
ini?" Rupanya geretan api ini adalah milik Kau Cu-ti.ang. Kau
Cu-tiang memberikannya kepada Oh Thi-hoa dan dari Oh Thihoa
diberikan kepada Coh Liu-hiang.
Tapi Coh Liu-hiang lantas menjawab, "Geretan ini tadi
tidak berada padaku."
"Kan jelas-jelas kuberikan padamu. mana bisa tidak
berada padamu?" ujar Oh Thi-hoa.
"Benda satu-satunya yang dapat menyalakan api adalah
geretan ini, tapi orang yang menyalakan api bukanlah diriku,"
kata Coh Liu-hiang. Kembali Oh Thi-hoa melenggong. ucapnya, "Masa.....
masa geretan tadi berada di tangan orang yang menyalakan
api itu?" "Ya, memang begitulah," jawab Coh Liu-hiang.
Keruan Oh Thi-hoa tambah heran. katanya, "Aneh, lalu
cara bagaimana geretan ini bisa kembali padamu" Dimana
orang yang menyalakan api tadi" Jangan-jangan kau tahu
siapa dia?" Sekaligus dia mengajukan beberapa pertanyaan. Belum
lagi Coh Liu-hiang menjawab, sekonyong-konyong terdengar
pula suara perlahan seseorang. Cepat Oh Thi-hoa menoleh,
dilihatnya salah seorang berseragam hitam yang roboh tadi
kini sedang merangkak bangun perlahan, lalu berjalan ke arah
sini dengan langkah enteng dan lambat.
Meski baju yang dipakainya juga seragam hitam, mukanya
memakai kain hitam, bahkan matanya juga tertutup. Akan
tetapi setiap orang dapat melihat orang ini adalah seorang
perempuan. Betapapun garis tubuh seorang perempuan memang
berbeda dengan tubuh seorang lelaki . Garis tubuhnya yang
langsing dengan dada yang montok tidak mungkin ditutupi
dengan kain apa pun. "He, kiranya kau?" seru Oh Thi-hoa.
Baru sekarang ia menyadari duduk perkaranya. Kiranya
orang yang menyalakan api ialah Kim Leng-ci. Dan dengan
sendirinya yang menutuk Hiat-to orang berseragam hitam
pasti juga nona Kim ini. Tapi mengapa Kim Leng-ci bisa mendadak muncul di sini"
Sebelum ini dia bersembunyi dimana" Mengapa Coh Liuhiang
bisa menemukan dia" ooooo000ooooo Perlahan-lahan Kim Leng-ci melangkah maju dan naik ke
panggung tingkat ketiga, sebegitu jauh kain kerudung
mukanya belum lagi dibuka.
Gaya berjalannya sangat aneh, seolah badan halus yang
hanya dapat berjalan di tengah kegelapan.
Perlahan-lahan ia mendekati Coh Liu-hiang. lalu ia bicara
bisik-bisik beberapa kalimat di tepi telinganya.
"Ya, kupaham," terdengar Coh Liu-hiang berkata dengan
lembut. Meski kedua orang itu tidak memperlihatkan sesuatu
gerakan. tapi jelas mereka sangat akrab dan mesra. Sungguh
aneh, mengapa Kim Leng-ci bisa akrab dan mesra dengan
Coh Liu-hiang" Terbelalak lebar mata Oh Thi-hoa, ia pandang kedua
orang itu, entah heran, marah atau cemburu. Tapi orang
lainpun tiada yang bicara. Padahal tokoh-tokoh persilatan ini
biasa memerintah dan menjadi kepala. Tapi sekarang mereka
seakan-akan tidak berdaya, yang mereka turut adalah Coh
Liu-hiang belaka. Hakikatnya mereka sama sekali tidak dapat
berbuat apa-apa. Maka Coh Liu-hiang lantas berkata, "Tempat ini sangat
berbahaya, kita tidak boleh tinggal lama-lama di sini. hayo kita
mundur dulu." "Bagaimana dengan Goan Sui-hu" Apnkah kita tinggalkan
begitu saja?" tanya Thio Sam.
"Tempat ini adalah temput buntu, tempat mati, ia pun
serupa kita, tiada jalan keluar lain," kata Coh Liu-hiang. Thio
Sam menghela napas, ucapnya, "Semoga kita masih dapat
menemukan dia." "Siau Oh, hendaklah kau cari bantan dua orang teman dan
menggotong keluar Eng-losiansing dan Kau Cu-tiang," kata
Coh Liu-hiang kepada Oh Thi-hoa.
Tapi Oh Thi-hoa hanya mendengus saja sambil menatap si
'dia'. Coh Liu-hiang mengusap perlahan Koh-cing-hiat di pundak
Ting Hong lalu katanya. "Dan ada lagi Ting-kongcu ini."
Kembali Oh Thi-hoa hanya mendengus saja.
"Dan kau pun ikut keluar saja bersama mereka." ujar Coh
Liu-hiang sambil mengusap rambut si 'dia' dengan mesra.
Si 'dia' tampak ragu-ragu, katanya kemudian dengan
perlahan, "Dan engkau sendiri?"
"Untuk sementara kita belum dapat meninggalkan pulau
ini. aku masih harus mencari makanan dan air minum," jawab
Coh Liu-hiang. Sudah tentu ia pun masih harus mencari Goan Sui-hun.
Sebab tempat dimana ada makanan dan air minum, pasti di
situ pula Goan Sui-hun berada.
Kembali si 'dia' ragu-ragu sejenak, akhirnya ia
mengangguk dan berkata dengan lembut, "Baiklah, kau harus
hati-hati ." "Ya, aku bisa menjaga diri sendiri," jawab Coh Liu-hiang.
Meski percakapan mereka tidak banyak tapi setiap kata
penuh rasa kasih sayang. Muka Oh Thi-hoa menjadi merah. bukan merah jengah,
tapi merah karena dongkol.
"Thio Sam," kata Coh Liu-hiang pula, "Kuserahkan dia
kepadamu, kau harus menjaganya dengan baik."
"Tentu." jawab Thio Sam.
Mendadak Oh Thi-hoa menjengek. "Mengapa tidak kau
serahkan dia kepadaku" Apakah aku tidak dapat menjaga dia
dengan baik" Belum lagi coh Liu-hiang menjawab, cepat Thio Sam
menanggapi dengan tertawa, "Kau menjaga diri sendiri saja
repot, masa masih dapat menjaga orang lain?"
Oh Thi-hoa melotot sekejap, mendadak ia melengos dan
melangkah ke bawah sana....
oooo000oooo Sang surya sudah condong ke barat. Namun cahayanya
masih cerlang-cemerlang. Ombak mendampar gemuruh pada baltu karang yang
berlumut dan menimbulkan gelembung putih memenuhi celahcelah
karang. Beberapa ekor burung terlihat beterbangan. bermain
ombak di bawah angkasa nan biru.
Orang yang baru keluar dari kegelapan dan mendadak
melihat sinar matahari yang terang, tentu saja merasa silau
dan terpaksa memejamkan mata, setelah kelopak mata
terusap sinar sang surya yang hangat, lambat-laun baru
terasa biasa dan dapat menikmati pula cahaya terang.
Tanpa terasa semua orang menarik napas panjang Hawa
udara terasa segar, terasa manis. Perasaan setiap orang
terasa lapang, terasa cerah.
Meski sekarang mereka berada di tempat buntu, di suatu
pulau karang. tapi asalkan ada cahaya pasti ada juga
harapan. Wajah setiap orang tampak bersemangat. kecuali seorang
saja yaitu si 'dia'. Dia bersembunyi di balik batu karang yang teduh.
berjongkok di situ, kain kerudung hitamnya tetap belum mau
dibuka. Dia seakan-akan takut pada sinar matahari. apakah dia
sudah tak dapat menerima cahaya terang lagi"
Sambil menatapnyn. tiba-tiba Oh Thi-hoa mendengus.
"Seorang kalau tidak berbuat sesuatu kesalahan, mengapa
mesti bersembuhyi dan tidak berani bertemu dengan orang?"
"Siapa yang kau maksudkan?" tanya Thio Sam.
"Siapa yang kumaksudkan tentu kau tahu sendiri," dengus
Oh Thi-hoa. Thio Sam tertawa. katanya, "Ah, rupanya kau lagi
cemburu, cuma cemburumu itu ngawur, cemburu kabur."
"Huh, dan kau lagi kentut, kentut yang ngawur, kentut
kabur," jawab Oh Thi-hoa.
"Haha, kiranya kentut juga bisa kabur" Cobalah kau beri
contoh dengan kentutmu!"
"Kentutku tak dapat kau lihat, dia sudah berada di
mulutmu," kata Oh Thi-hoa pula.
Semua orang merasa geli mendengar perang mulut kedua
orang itu. semuanya ingin tertawa, hanya si 'dia' saja. dia
sedang menangis terguguk.
Mendadak Oh Thi-hoa menjengek, "Kalau mau menangis.
boleh menangis yang keras, mau tertawa juga tertawalah yang
keras. hidup cara demikian barulah ada artinya."
"Kalau bicara hendaklah sopan sedikit," kata Thio Sam.
"Kubicara sendiri. peduli apa denganmu?" jawab Oh Thihoa.
"Ai, rupanya kau pun seekor kelelawar yang buta." ujar
Thio Sam sambil menghela napas gegetun.
"Kau bilang apa?" damprat Oh Thi-hoa dengan gusar.
"Kubilang seharusnya sejak tadi kau tahu, tanpa nona ini
seumpama tidak dapat membedakan harus juga dapat
memperkirakannya," setelah menghela napas. lalu Thio Sam
menyambung pula. "Baru sekarang kutahu, yang paling
menakutkan di dunia ini bukanlah cinta melainkan benci.
Lantaran ada cinta maka timbul cemburu. Cemburu tidak saja
dapat membuat orang jadi tolol, menjadi gila. bahkan dapat
membuat orang menjadi buta."
ooooo0000oooooo Oh Thi-hoa melenggong sambil menatap si 'dia'.
"Tang-sam-nio?"
Muka Oh Thi-hoa menjadi merah seperti kepiting rebus,
dengan kikuk ia berkata dengan tergagap, "Kembali aku salah
terka,... aku.... aku memang brengsek!" Oh Thi-hoa memang
sering berbuat kekeliruan, tapi setiap kali ia berani mengaku
salah. Dan inilah segi kebaikannya. maka ada sementara
orang merasa dia sangat menyenangkan.
Dengan tertawa Thio Sam berkata pula, "Setiap orang
yang berbuat salah tentu akan mendapat makian, anehnya,
hanya kau keparat ini saja yang lain daripada yang lain,
hendak memaki kau saja orang merasa tidak sampai hati."
Hakikatnya Oh Thi-hoa tidak memusingkan apa yang
diucapkan Thio Sam, ia sedang bergumam, "Jika bukan dia
yang menyalakan api, lalu siapa?"
"Ya, aku pun bingung.... jangan-jangan Hoa Cin-cin?" kata
Thio Sam. Sejak tadi Ko A-lam hanya diam saja, ia cuma melirik Oh
Thi-hoa dengan mendongkol, sebab Oh Thi-hoa seolah sudah
melupakannya. Dalam waktu sesingkat ini memang terlalu banyak yang
terjadi sehingga siapa pun tidak memperhatikan orang lain,
Apalagi 'cemburu' memang dapat membuat orang menjadi
buta dan pusing kepala. Mendadak Ko A-lam membuka suara, "Pasti bukan
perbuatan Hoa Cin-cin."
"Akan tetapi..."
Belum lanjut ucapan Thio Samt segera Ko A-lam
menyambung. "Dia pembunuhnya, mana bisa berbalik
membantu kita?" "Akan tetapi dimanakah Hoa Cin-cin?" baru sekarang Thio
Sam mendapat kesempatan menyambung ucapannya tadi.
"Dia pasti bersembunyi di suatu tempat dan sedang
Legenda Kelelawar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menanti kesempatan untuk membikin celaka orang lagi," kata
Ko A-lam dengan geram. Thio Sam termenung sejenak. lalu berucap pula, "Habis
siapa" Jangun-jangan noba Kim?"
"Juga bukan, dia tidak memiliki Kungfu setinggi ini," ujar
Oh Thi-hoa. "Tapi nona Kim juga menghilang," kata Thio Sam pula.
Mendadak Oh Thi-hoa melonjak bangun dan berseru, "Biar
kumasuk ke sana untuk melihatnya." "Akan kau cari dia?"
tanya Thio Sam. "Kau kira aku cuma memikirkan perempuan melulu?" teriak
Oh Thi-hoa dengan mendongkol. "Kan si kutu busuk berada
di. dalam sendirian, dia harus menghadapi Goan Sui-hun dan
juga melayani Hoa Cin-cin, mana boleh kutinggal diam di
sini?" Habis berkata, Oh Thi-hoa lantas menerjang masuk lari ke
'dunia yang gelap' sana. Sekalipun dia tahu di sana adalah neraka, dia tetap akan
menerjang ke sana. Ko A-lam menghela napas, ucapnya dengan rawan,
"Terhadap orang lain mungkin dia boleh tak acuh, tapi
terhadap Coh Liu-hiang, dia memang lain daripada yang lain."
"Ya. sebab kalau Oh Thi-hoa yang tertinggal di dalam,tentu
Coh Liu-hiang juga akan menerjang ke sana tanpa
menghiraukan bahaya-apa yang akan dihadapinya," ujar Thio
Sam. Setelah menghela napas, lalu ia menyambung pula,
"Mereka berdua benar-benar sahabat karib. selamanya belum
pernah kulihat persahabatan seperti mereka."
"Terkadang aku pun tidak paham." kata Ko A-lam.
"Perangai mereka jelas tidak sama, mengapa mereka dapat
menjadi sahabat sebaik ini" Malahan kutahu mereka sering
bertengkar." Thio Sam tertawa. katanya, "Biasanya mereka memang
suka bertengkar dan saling busuk membusuki, saling olok
berolok tapi bilamana terjadi sesuatu perkara, maka akan
tertampaklah persahabatan mereka yang sejati."
"Kulihat kau pun bersahabat baik dengan mereka," ujar Ko
A-lam dengan tersenyum. Thio Sam mendadak berubah menjadi menyengir, katanya,
"Tapi sekarang aku kan lagi duduk berjemur matahari di sini?"
"Hal ini lantaran Coh Liu-hiang telah banyak memberi
tugas padamu di sini, mendapat tugas harus bekerja dengan
setia, inilah persahabatan yang sejati," kata Ko A-lam.
Thio Sam memandangnya lekat-lekat, ucapnya kemudian,
"Kulihat kau pun tidak malu disebut sahabat baik mereka."
Sorot mata Ko A-lam tampak sayu. ucapnya dengan
hampa, "Bukan saja sahabat baik, bahkan juga sahabat lama."
oooo000oooo Ko A-lam memang betul terhitung sahabat lama Oh Thihoa
dan Coh Liu-hiang. Meski kekasih lebih baik yang baru, tapi sahabat selalu
lebih baik yang lama. Sampai sekian lama Thio Sam termenung, kemudian ia
berkata pula. "Kalau yang menyalakan api bukan Hoa Cin-cin
dan juga bukan Kim Leng-ci. lalu siapa?"
"Aku pun tidak tahu," jawab Ko A-lam. Dahi Thio Sam
tampak berkeringat, katanya, "Sejak mula hingga akhir.
hakikatnya tidak pernah kulihat ada seorang yang demikian
lihainya. tapi kenyataan memang terdapat seorang demikian,"
dia mengusap keringatnya. lalu bergumam, "Apakah mungkin
orang itu tak dapat dilihat oleh siapa saja?"
Padahal manusia itu terdiri dari darah, daging dan tulang,
asalkan manusia, orang lain pasti dapat melihatnya.
Di dunia ini tidak mungkin ada orang yang dapat
menghilang. Yang tak dapat terlihat hanya arwah. sukma,
badan halus. Ko A-lam termangu-mangu memandangi lautan yang lepas
bebas sana, ucapnya perlahan. "Jika benar ada roh yang
kelihatan di sana, bisa jadi mereka...... mereka....... " Dia tidak
menyelesaikan ucapannya. sebab tidak berani mengutarakan
perasaan ini. Para tokoh persilatan itu semula berdiri jauh di sana, kini
mendadak ada beberapa orang mendekat kemari. Seorang di
antaranya berkata. "Kami pun akan masuk ke sana."
"Coh-hiangswe telah banyak berbuat bagi kami, tidak
boleh kita tinggal diam di sini menyaksikan beliau berjuang
mati-matian," kata pula seorang lain.
Tapi Ko A-lam lantas menggeleng, ucapnya, "Kukira.....
lebih baik kalian tetap tinggal saja di sini."
"Sebab apa?" tanya seorang.
Ko A-lam berpikir sejenak, tiba-tiba ia bertanya. "Apa di
antara kalian ada yang membawa sesuatu benda yang mudah
terbakar?" "Tidak ada." jawab orang itu. "Sesuatu benda yang mudah
menyalakan api. pada waktu kami mendarat di sini, sudah
lantas dirampas." Seorang tua kurus kering menyambung dengan gegetun,
"Sampai kertas penyulut api tembakau juga dirampas, apalagi
benda lain." Orang tua ini sedemikian kurus sehingga kedua tangannya
kelihatan tinggal kulit membalut tulang. mirip kayu kering.
giginya kelihatan coklat, jelas karena nyandu mengisap
tembakau. Mungkin sudah dua hari dia tidak udut, maka demi
menyebut tembakau ia menjadi ketagihan, biji lehernya lantas
naik turun sedangkan mulut terasa kering dan pahit, rasanya
tidak udut lebih susah daripada tidak makan nasi.
Ko A-lam juga menghela napas, katanya, "Ong-loyacu
sudah berumur dan terhormat, mengapa tidak tinggal di rumah
dan hidup senang tapi justru ikut datang tersiksa ke tempat
begini, memangnya apa tujuanmu?"
Air muka si kakek berubah pucat, ia berdehem lalu
menjawab. "Darimana.... darimana nona dapat mengenali
diriku?" "Nama Eng-jiau-bun (perguruan cakar elang) sudah
terkenal berpuluh tahun yang lalu, setiap orang Kangouw
biarpun tak kenal Ong-loyacu. asalkan melihat Kedua
tanganmu, pasti dapat menerkanya."
Kakek kurus kering ini memang betul tokoh utama Engjiaubun di Soasay, Kiu-hian-in-liong Ong Thian-siu, sudah dua
puluh tahun yang lalu ia pensiun, kedudukan ketua Eng-jiaubun
diserahkan kepada keponakannya yang bernama Ong Wikiat.
Sudah lama dia hidup tenteram di rumah dan jarang
bergerak di dunia Kangouw, orang yang pernah melihat wajah
aslinya juga tidak banyak, siapa tahu dia bisa muncul di Pulau
Kalong ini. Karena itu, demi mendengar kakek kurus kering ini
adalah tokoh 'cakar elang sejati' Ong Thian-siu, serentak
semua orang sama memandangnya.
Lama juga Ong Thian-siu tercengang, akhirnya ia
berdehem pula dan berkata. 'Hehe, usia nona masih muda
belia, tapi ternyata berpandangan tajamr sungguh hebat."
Melihat itu barulah Thio Sam percaya orang ini memang
tokoh-tokoh persilatan, tapi di antara mereka sendiri tidak
saling mengenal. Maklum, biasanya mereka menjagoi daerah
masing-masing, dengan sendirinya jarang keluar sehingga
kesempatan untuk bertemu juga tidak banyak.
Hal inipun memperlihatkan cara Goan Sui-hun
mengundang tetamunya memang terencana rapi, tetamu yang
diundangnya terdiri dari tokoh-tokoh berbagai daerah yang
satu sama lain tidak saling kenal, sebab kalau tetamu yang
saling kenal, biarpun tidak dapat melihat dalam kegelapan,
suaranya tentu juga dapat dikenali.
Agaknya Ong Thian-siu tak menyangka asal-usulnya akan
dibongkar oleh seorang nona yang muda belia, diam-diam ia
menyesali dirinya yang usil, kalau dirinya tidak ikut-ikutan
bicara tentu takkan dikenali.
Selagi ia hendak mencari kesempatan menyingkir, tiba-tiba
seorang lelaki kekar bergodek tampil dari kerumunan orang
banyak. dengan sorot mata tajam ia tatap si kakek dan
berkata, "Kiranya 'Cu siansing' itu adalah Ong Thin-siu, Ong
loyacu. pantas Pian hok Kongcu bersikap sungkan pada 'Cusiansing."
Ong Thian-siu berkerut kening, katanya, "Siapa anda"
Rasanya kita belum pernah kenal."
Lelaki godek tak menjawab. katanya pula, "Ong-loyacu
tidak hidup senang di rumah, tapi jauh-jauh datang ke sini, apa
tujuanmu adalah untuk mendapatkan beberapa botol racun
keluarga Tong dari Sujwan itu?"
Kembali air muka si kakek Ong berubah, jawabnya dengan
bengis. "Sesungguhnya siapa anda?"
"Hm, Ong-loyacu kan tidak perlu tanya siapa diriku?"
jengek lelaki itu. "Cayhe hanya ingin mohon penjelasan....."
Mendadak Ko A-lam bergelak tertawa dan berkata, "Haha,
agaknya Ong-loyacu sudah lama tidak berkecimpung di dunia
Kangouw. maka tidak kenal lagi pada orang gagah utara
daerah Kwantang, masa wajah khas Ci-bin-sat-bin (malaikat
maut muka ungu) Gui-samya juga tidak kenal lagi"!"
"Aha, kiranya Gui Heng-liong. Gui-samya adanya," Ong
Thian-siu menengadah dan tertawa. "Benar-benar
mengagumkan, sungguh sudah lama kukagumi namamu......."
Mendadak suara tawanya berhenti, kedua matanya yang
semula tampak buram seketika memancarkan sinar tajam, ia
melototi Gui Heng-liong dan menjengek, "Sudah lama
kudengar Gui-samya banyak mendapat rejeki, sekarang telah
menjadi Cukong dan dua buah peternakan kuda besar. isteri
cantik dan selir tak terhitung banyaknya, setiap orang
Kangouw merasa iri kepada keberuntunganmu. Sekarang
mengapa juga susah payah datang ke sini?"
Air muka Gui Heng-liong kelihatan berubah juga, katanya,
"Ini kan urusan pribadiku dan tidak ada sangkut........"
"Urusan pribadi katamu?" sela Ong Thian-siu. "Kukira
kedatangan Gui-samya adalah ingin mendapatkan rahasia
Hwe-hong-liu-bu-kiam-hoat kebanggaan Koh-tojin, betul
tidak?" Ucapan ini rupanya menarik perhatian orang banyak,
serentak pandangan mereka beralih ke muka Gui Heng-liong,
memandang bekas luka di bawah ujung mata kirinya.
Bekas luka itu menggaris dari ujung mata kiri melintang ke
pipi sebelah kanan. Cuma wajah Gui Heng-liong memang
hitam keungu-unguan sehingga bekas luka itu hampir tidak
kelihatan, kalau tidak diamat-amati dengan cermat.
Bekas luka itu memang mempunyai kisah tersendiri bagi
Gui Heng-liong. Belasan tahun yang lalu, di dunia Kangouw terkenal
seorang Peng-ho Tojin yang aslinya she Koh dari Pah-san,
betapa tinggi ibadat Tojin ini dalam agama kuranglah jelas,
yang pastj ilmu pedang Hwe-hong-liu-bu-kiam-hoat belum
pernah ketemu tandingan yang berarti.
Selama hidup Koh-tojin hanya menerima seorang murid
dari keluarga swasta, she Liu bernama Gim-siong. Meski ilmu
pedang si murid belum mewarisi seluruh kemahiran sang
guru, tapi kebesaran pribadinya cukup terkenal dan terpuji di
dunia Kangouw. Selama hidup Liu Gim-siong juga tidak
pernah bermusuhan dengan orang. Cuma satu kali, ketika dia
Utusan Orang Orang Sesat 2 Wisma Pedang Seri 4 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 15
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama