Ceritasilat Novel Online

Lembah Tiga Malaikat 3

Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id Bagian 3


"Jawab semua pertanyaanku dengan sejujurnya, maka akupun akan melepaskan
kalian meninggalkan tempat ini."
"Baiklah, silahkan nona bertanya."
"Sungguhkah kalian kenal dengan Buyung Im seng?"
"Tentu saja sungguh-sungguh kenal."
89 "Dimana orangnya sekarang?"
"Sudah kukatakan tadi, dia telah dibawa orang ke Jit seng lo!"
"Baiklah! Kalau begitu, bawa aku menuju ke Jit seng lo!"
Tong Thian hong segera menggelengkan kepala berulang kali, katanya: "Tidak
bisa!" "Kenapa?" "Sebab aku sendiripun tidak tahu dimanakah letaknya Jit seng lo tersebut."
Buyung Im seng yang selama ini cuma membungkam, tiba-tiba mendehem pelan
lalu berkata. "Nona, aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan kepadamu."
"Pertanyaan soal apa?"
"Nona toh tidak kenal dengan Buyung Im seng, tapi kau begitu menaruh perhatian
kepadanya, tolong tanya mengapa demikian?"
"Tentu saja ada alasannya."
"Dapatkah nona memberi tahu alasannya kepadaku?"
"Mengapa harus kukatakan padamu?"
"Sebab aku punya hubungan yang cukup akrab dengan Buyung Im seng, bila nona
bersedia mengemukakan alasannya, bila aku bertemu lagi dengan Buyung Im seng
di kemudian hari, bisa kusampaikan hal tersebut kepadanya..."
Nona berbaju hijau itu termenung sejenak, kemudian katanya: "Aku hendak
mengajukan suatu persoalan kepadanya."
"Persoalan apa?"
"Kau toh bukan Buyung Im seng, kusebutkan masalahnya belum tentu kau tahu."
"Sekalipun dia bukan Buyung Im seng," tukas Tong Thian hong, "tapi hubungannya
dengan Buyung Im seng bicarakan dengannya setiap masalah yang dihadapi
Buyung Im seng, tentu diketahui juga olehnya."
"Sungguhkah perkataan itu?"
"Benar, cuma perlu ditambahkan sekalipun aku tidak menguasai masalah yang
dihadapi Buyung Im seng sebesar 100%, paling tidak 70-80% kuketahui secara
pasti." Nona baju hijau itu kembali menggeleng katanya, "Aku kuatir persoalan yang
kutanyakan belum tentu kau bisa menjawab."
"Apa yang ingin nona tanyakan boleh sampaikan kepadaku, mungkin aku bisa
memberikan jawabannya secara samar-samar."
"Yang kutanyakan adalah sial pribadinya, darimana kau bisa tahu?"
"Tanyakan saja, aku percaya masih dapat menjawabnya."
90 Ciu Peng yang berada disampingnya segera berbisik. "Kalau didengar dari nada
pembicaraannya, dia seperti punya keyakinan besar, mengapa nona tidak mencoba
untuk bertanya kepadanya, lihat saja ia lagi ngibul atau bukan."
Nona berbaju hijau itu termenung sebentar, kemudian sahutnya, "Baiklah!"
Dia lantas mengalihkan kembali sorot matanya ke wajah Buyung Im seng,
kemudian melanjutkan. "Aku ingin menanyakan sial hubungannya dengan Biau
hoa lengcu, tahukah kau?"
"Soal ini pernah ia bicarakan denganku."
"Sungguh!?" seru si nona baju hijau itu girang.
"Tentu saja sungguh!"
"Pernahkah Buyung Im seng mengatakan kepadamu, dia berasal dari marga
mana?" "Berulang kali dia ingin menanyakan soal Nyo Hong leng, entah apa maksud
sebenarnya?" pikir Buyung Im seng.
Berpikir demikian, dia lantas menjawab. "Ia pernah memberitahukan soal ini
padaku, katanya Biau hoa lengcu berasal dari marga Nyo."
Nona baju hijau itu segera tersenyum. "Tampaknya memang kau bukan lagi
mengibul." Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan. "Tahukan kau siapa namanya?"
Buyung Im seng kembali berpikir. "Masalah yang menyangkut Nyo Hong leng tak
boleh kubocorkan terlalu banyak."
Maka diapun menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya. "Aku tahunya sih
memang tahu, cuma soal ini tak bisa kuberitahukan kepada nona."
"Kenapa" Toh Buyung Im seng telah memberitahukan kepadamu" Kenapa kau tak
dapat memberitahukan kepadaku?"
"Sebab dia percaya aku tak akan memberitahukan pada orang lain, maka dia baru
memberitahukannya kepadaku."
Nona baju hijau itu termenung beberapa saat, lalu berkata.
"Ucapanmu itu memang ada benarnya juga." Sesudah berhenti sejenak, terusnya.
"Bukankah dia bernama Nyo Hong ling?"
Betapa terkejutnya Buyung Im seng setelah mendengar perkataan itu, pikirnya.
"Sam seng bun benar-benar sangat lihai, padahal jarang sekali orang persilatan
yang mengetahui nama Nyo Hong leng, ternyata pihak Sam seng bun berhasil
mengetahui juga..." Sementara dia masih termenung, nona berbaju hijau itu sudah berkata lagi. "Betul
bukan perkataan itu?"
"Betul sekali!"
"Dalam waktu belakangan ini, apakah kau bisa bersua dengan Nyo Hong leng?"
91 Buyung Im seng termenung beberapa waktu lamanya, lalu menjawab. "Soal ini
sukar untuk dijawab."
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan. "Cuma aku pasti dapat berjumpa
dengannya meski dilain waktu."
"Dapatkah kau berjumpa dengan Buyung Im seng?"
"Dengan Buyung Im seng si bocah keparat itu sih aku yakin dengan cepat dapat
bersua kembali dengannya."
"Hei, kenapa kau malah memakinya?" seru si nona berbaju hijau itu keheranan.
Tong Thian hong segera menyambung, katanya. "Hubungan mereka berdua terlalu
baik, tidak mempersoalkan adat istiadat, dan lagi sudah terbiasa dengan sebutan
itu, maka tak heran jika setiap kali menyebutnya lantas kelepasan bicara."
"Oooh, kiranya begitu."
Setelah menghela napas panjang, terusnya. "Aku sudah tak dapat membayangkan
wajah Siau-ling-ling lagi, tapi aku tahu wajahnya pasti jauh lebih cantik
daripada aku." "Siapa Siau ling ling itu?" sela Buyung Im seng.
"Siau ling-ling adalah Nyo Hong-ling."
"Jadi kalian kenal?"
"Aku masih teringat dengannya entah dia masih teringat denganku atau tidak?"
"Bila nona bisa teringat kepadanya, tentu saja diapun masing ingat dengan nona."
Dengan cepat nona baju hijau itu menggelengkan kepalanya berulang kali."
"Belum tentu! Karena aku lebih besar tiga tahun dari dirinya, ketika itu dia
masih belajar berbicara." Buyung Im seng merasa tiada perkataan lain yang bisa dibicarakan lagi, maka dia
lantas menjura, katanya. "Baiklah! bila aku bertemu dengan nona Nyo nanti, akan kusampaikan pesan dari
nona ini, nah, kami akan mohon diri lebih dulu."
"Tunggu sebentar!"
"Nona ada pesan apa lagi?"
"Bila kau bersua dengan Buyung Im seng, beritahu kepadanya akan sepatah kataku
ini." "Perkataan apa?" "Suruh dia bersikap baik pada Siau ling!"
Mendadak nona baju hijau itu merendahkan suaranya sambil berbisik lirih.
"Tolong sampaikan kepada Buyung Im seng, katakan bila dia ingin menancapkan
kakinya dalam dunia persilatan, dan masih akan membalas dendam kematian ayah
ibunya, hanya Siau ling ling seorang yang dapat membantu usahanya itu."
92 "Terima kasih atas petunjuk nona." kata Buyung Im seng dengan wajah serius,
"Bila aku bersua dengan Buyung Im seng, nanti pasti akan kusampaikan pesan ini
kepadanya." Tiba-tiba Ciu Peng menimbrung dari samping.
"Apakah wajah Buyung Im seng sangat tampan?"
Nona baju hijau itu segera tertawa, katanya. "Budak bodoh, sepasang mata Siau
Ling ling tumbuh di atas kepala, dia cuma memandang ke atas tak pernah
memandang ke bawah, mana mungkin dia bisa salah memilih?"
Ciu Peng segera tersenyum. "Benar juga perkataan nona, cuma Buyung Im seng itu
sepantasnya kalau merasa berterima kasih kepadamu."
"Mengapa harus berterima kasih kepadaku tanya si nona berbaju hijau itu
keheranan." "Secara diam-diam nona berniat membantunya tapi ia sama sekali tidak tahu, coba
kalau dia tahu bukankah dia akan merasa berterima kasih sekali kepadamu?"
"Aku sama sekali tidak kenal dengan Buyung Im seng, mengapa harus ku bantu
dirinya. Aku berbuat begini karena tak lebih demi Siau ling ling...!"
Sesudah berhenti sejenak, dia melanjutkan. "Cuma orang yang bisa disenangi Siau
ling ling sudah pasti naga diantara manusia, aku toh berharap sekali dapat
bersua dengannya, ingin kuketahui perbedaan apakah yang dimilikinya sehingga bisa
disenangi oleh Siau ling-ling."
"Menurut apa yang kuketahui, Buyung Im seng hanya seorang pemuda yang biasa
saja." kata Buyung Im seng kemudian. "Aku sudah lama bergaul dengannya, tapi
tidak kujumpai ada sesuatu yang berbeda dari orang lain."
Nona berbaju hijau itu segera menggelengkan kepala berulang kali, katanya.
"Soal ini mah tentu saja kau tidak mengerti!"
"Mengapa?" "Sebab kau adalah lelaki, yang melihat lelaki tentu saja jauh berbeda dengan
perempuan melihat lelaki."
"Oooh, kiranya begitu..."
00oo00 BAGIAN KE TUJUH "Pembicaraan diantara kita berdua kita akhiri sampai di sini saja", kata nona
berbaju hijau itu, kemudian, "Harap kalian berdua jangan lupa dengan pesanku
itu!" "Kami pasti akan mengingatnya selalu." Tong Thian hong berjanji, selesai berkata
ia lantas membalikkan badan dan berlalu dari sana.
Buyung Im seng segera mengikuti di belakangnya.
"Berhenti!" mendadak nona baju hijau itu membentak dengan suara dalam.
Seraya berpaling Buyung Im seng bertanya, "Apakah nona masih ada pesan lain?"
93 "Kalian bisa meloloskan diri dari ujung pedang toako ku, hal ini menunjukkan
kalau kepandaian kalian hebat sekali, sekalipun kalian berdua tak sampai takut,
toh hal itu merupakan kerepotan juga bagimu, biar Ciu Peng yang mengantar
kalian sampai di depan sana."
"Maksud baik nona, ku ucapkan banyak terima kasih dulu!"
Nona berbaju hijau itu segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Ciu Peng,
kemudian perintahnya. "Hantarlah mereka melewati Sam cay-ting kemudian mereka melanjutkan
perjalanannya sendiri."
"Andai kata besok cengcu menegur, bagaimana budak bisa menanggungnya...?"
"Tak usah kuatir" kata nona baju hijau itu sambil tertawa, "tentu saja aku yang
akan menanggungnya!"
"Budak terima perintah!" Ciu Peng segera memberi hormat. Seusai berkata dia
lantas berangkat, dia lantas berangkat lebih dulu ke depan sana. Tong Thian hong
dan Buyung Im seng segera mengikuti di belakangnya.
Tak lam kemudian, mereka bertiga sudah ada tiga-lima li jauhnya dari tempat
semula. Dengan suara lirih Buyung Im seng segera berbisik. "Kelihatannya nona Im sangat
mempercayai dirimu." Ciu Peng segera tersenyum.
"Budak memang bermaksud untuk mengikuti selera hatinya, tentu saja gampang
sekali untuk membaikinya."
"Ada satu hal yang tidak kupahami, apakah nona bersedia memberi petunjuk?"
Ciu Peng segera menghentikan gerakan tubuhnya, lalu berkata. "Jika ada
persoalan, lebih baik kita bicarakan selesai melewati tempat ini saja, seratus
kaki di depan sana ada barisan Sam cay tin yang amat lihai."
"Apa yang dimaksudkan dengan Sam cay tin?" tanya Tong Thian hong.
"Sebuah barisan yang penuh dengan jebakan serta alat-alat rahasia yang sangat
lihai." Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Buyung Im seng, kemudian katanya. "Apa
yang ingin kau tanyakan?"
"Dari mana nona Im kenal dengan Biau hoa lengcu" Apa lagi ia tampak begitu
menaruh perhatian kepadanya?"
"Kongcu-ya, jangan lupa aku cuma seorang dayang, bagaimana ceritanya sehingga
ia bisa berkenalan dengan Biau hoa Lengcu, mana mungkin akan diceritakannya
kepadaku, cuma..." "Cuma kenapa?" "Cuma ada seorang yang mungkin bisa menjawab pertanyaan itu."
"Siapa dia?" 94 "Biau hoa Lengcu nona Nyo, bila kau telah bertemu dengannya dan menanyakan
soal ini masalahnya kan menjadi terang" Yang bisa budak beritahu kepada kalian
adalah ilmu silat yang dimiliki Im cengcu kakak beradik sangat lihai, daripada
bermusuhan lebih baik berteman."
"Maksud nona apakah Im Hui bersaudara bisa saja menghianati perguruan Sam
Seng bun?" bisik Buyung Im seng lirih.
"Kalau dilihat dari keadaannya, hal ini susah untuk diduga, tapi tak ada
salahnya buat kongcu untuk mencobanya dengan mempergunakan sedikit akal."
Buyung Im seng segera manggut-manggut. "Terima kasih banyak atas petunjuk
dari nona." "Im cengcu tampaknya tidak akan melakukan pengejaran terhadap kalian", bisik
Ciu Peng. "Sedang nona Im juga mengucapkan kata-kata tulus."
Setelah berhenti sejenak, terusnya. "Nona Im adalah seorang yang berhati mulia,
sedangkan Im cengcu sendiri adalah seorang jago lihai yang berotak cerdas, ia
bisa mengambil keputusan untuk melepaskan kalian pergi, ini menunjukkan kalau dia
memang bermaksud untuk menjual muka kepada kalian."
"Aku mengerti, di kemudian hari aku pasti akan baik-baik menyelesaikan persoalan
ini." "Nah, kalian boleh berangkat! Sekeliling tempati itu penuh dengan penjagaan yang
saling berhubungan satu sama lainnya, jika terlampau lama berada di sini, bisa
jaga rahasia budak akan ketahuan."
Setelah berjalan kurang lebih sepuluh menit kemudian, mendadak keadaan medan
berubah. Tampak gundukan tanah bermunculan dimana mana, semak belukarpun
mengitari sekeliling tempat itu.
Ciu Peng memandang sekejap ke arah kedua orang itu, kemudian manggutkan
kepala pertanda agar mereka berdua jangan banyak bertanya, Tong Thian hong
mendehem pelan, lalu katanya. "Bagaimana caranya untuk melewati tempat itu?"
"Silahkan kalian untuk mengikuti di belakangku." "Apakah selangkahpun tak boleh
salah?" "Benar, selangkahpun tak boleh salah, sebab, sekali salah bisa mengakibatkan
kematian tanpa liang kubur."
"Baiklah! Kalau begitu harap nona suka membawa jalan."
"Kalian harus berhati-hati!" Dengan langkah yang pelan dia lantas berjalan ke
depan. Secara diam-diam kedua orang itu memperhatikan keadaan di sekeliling sana.
Setelah memperhatikan dengan seksama, maka tampaklah bahwa jarak antara
gundukan tanah dengan semak belukar di sekelilingnya ternyata teratur sekali,
ini menunjukkan kalau gundukan tanah maupun semak belukar itu adalah hasil
bikinan manusia. 95 Rupanya Ciu Peng memang berniat untuk memberi kesempatan agar kedua orang
itu bisa menyaksikan keadaan di sekitarnya dengan lebih jelas lagi, perjalanan
ternyata tidak dilakukan terlampau cepat.
Kurang lebih beberapa ratus kaki kemudian, gundukan tanah serta semak belukar


Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu baru terputus. Ciu Peng segera menghentikan langkahnya kemudian berkata.
"Setelah berjalan lebih kurang lima puluh kaki lagi dan mengitari sebuah tebing,
di depan sana akan terbentang sebuah jalanan lebar, semoga kalian berdua baik-baik
menjaga diri, maaf budak tak bisa menghantar lebih jauh lagi."
"Terima kasih nona!" Buyung Im seng segera menjura.
"Nona Ciu Peng," kata Tong Thian hong pula, "Kecuali jalanan ini, apakah masih
ada jalan lain yang bisa berhubungan langsung dengan perkampungan itu?"
"Tidak ada." sahut Ciu Peng sambil menggeleng, "sepengetahuan budak, hanya ada
satu jalan lewat ini saja."
"Kecuali mendatangi perkampungan ini, entah masih ada cara apalagi untuk
menjumpai nona?" "Kalian masih ingin bertemu denganku?"
"Daya pengaruh Sam seng bun kini sudah tersebar di seluruh dunia persilatan,
baik teman maupun lawan tak ada yang tahu dimanakah sarang komando mereka, boleh
dibilang peristiwa ini merupakan suatu kejadian yang sangat aneh didalam dunia
persilatan." "Jadi kalian ingin menyelidiki rahasia Sam seng bun lewat diriku?" sambung Ciu
Peng. "Nona bersedia membantu kami secara terang-terangan, hal ini sungguh membuat
aku merasa berterima kasih sekali..."
"Tapi hal ini kulakukan bukan dengan maksud untuk membantu kalian..." sambung
Ciu Peng. "Kalau bukan membantu dengan maksudmu sendiri, apakah kau dipaksa untuk
membantu?" "Boleh dibilang begitu, aku mendapat perintah dari pangcu kami untuk membatu
Buyung kongcu." "Jadi pangcu kalian juga sudah tahu kalau aku terperangkap dalam sebuah kantor
cabangnya Sam seng bun?"
Cui Peng tidak langsung menjawab pertanyaan itu, katanya.
"Kekuasaan Sam seng bun amat besar dan kuat, Li ji pang tersohor karena
pencarian beritanya yang cepat dan tajam, bila kongcu ingin bermusuhan dengan
Sam seng bung, paling baik adalah bekerja-sama dengan perkumpulan Li-ji pang
kami." 96 "Pangcu kalian ibaratnya naga sakti yang kelihatan kepala tidak kelihatan
ekornya, sekalipun aku bermaksud mencarinya, belum tentu keinginanku ini bisa
tercapai." "Tentang soal ini akan segera kulaporkan pada pangcu kami begitu kalian sudah
pergi nanti, pasti akan muncul anggota Li ji pang yang akan membawa kalian
untuk menjumpai pangcu kami."
Setelah berhenti sebentar terusnya.
"Budak sudah terlalu banyak bicara, apa yang bisa kukatakan juga sampai di sini
saja, harap kalian berdua baik-baik menjaga diri, budak akan pulang dulu."
Tidak menunggu kedua orang itu berbicara, dia lantas membalikkan badan dan
berlalu dari situ dengan langkah lebar.
Buyung Im seng berdiri di situ sambil memandang bayangan punggung Ciu Peng
menjauh dari sana, menanti bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan, dia
baru berkata. "Sungguh tak nyana dalam perkumpulan Li ji pang bisa terdapat begitu banyak
jago yang berbakat."
"Hei, apakah saudara Buyung sudah banyak bertemu dengan anggota Li ji pang?"
seru Tong Thian hong. Sambil tertawa Buyung Im seng manggut-manggut.
"Perkumpulan Li ji pang boleh dianggap sebagai suatu perguruan aneh yang sejak
dulu sampai sekarang belum pernah dijumpai, anggota perkumpulannya hampir
semua terdiri dari gadis-gadis berusia dua puluh tahunan, lagi pula sebagian
besar nona-nona cantik yang berotak cerdik."
"Saudara Buyung pernah berjumpa dengan pangcu mereka?"
"Pernah, sewaktu ada di kota Hong ciu dulu!"
"Pangcu itu tentunya amat cantik sekali!" kata Tong Thian hong ingin tahu.
Buyung Im seng segera tertawa setelah mendengarkan perkataan itu.
"Aneh sekali, hampir semua anggota perkumpulan Li ji pang berparas cantik jelita
bak bidadari dari kahyangan, akan tetapi pangcunya justru..."
Mendadak ia menutup mulut dan tidak berbicara lagi.
"Justru kenapa?" desak Tong Thian hong.
"Tak sedap dilihat!"
"Mungkin orang yang bersedih hati mempunyai tujuan lain, lantaran wajah sendiri
terlampau jelek, maka dibentuknya organisasi kaum wanita yang dari dulu sampai
sekarang baru muncul sebuah ini!"
"Orang yang berparas jelek, seringkali justru berotak cerdas dan berbakat bagus,
oleh sebab itu bila berbicara soal pekerjaan, jangan terlalu menilai orang dari
wajahnya saja." Tong Thian hong tersenyum.
97 "Walaupun perkataan dari saudara Buyung benar, cuma akupun mempunyai
pandangan yang lain."
"Bagaimana pandanganmu?"
"Darimana kau tahu kalau Li ji pang pangcu bukan sedang menyaru dan sengaja
berubah wajah sendiri hingga menjadi jelek dan tak sedap dipandang?"
Buyung Im seng termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian
ujarnya. "Tapi apa sebabnya dia harus menyaru dan merubah wajah sendiri" Aku dan dia
juga tidak saling mengenal, tiada hubungan apa-apa lagi, apa sebabnya dia harus
menyembunyikan wajah aslinya di hadapanku?"
"Dia adalah seorang ketua dari suatu organisasi yang besar dalam dunia
persilatan dewasa ini, mana ia sudi secara sembarangan menjumpai orang dengan wajah
aslinya?" "Setiap orang perempuan selalu berharap wajahnya cantik dan menawan hati, aku
berjumpa dengannya juga tanpa maksud lain, kenapa dia malah berharap orang
tahu jika dia jelek?"
"Siapa tahu dibalik kesemuanya ini masih ada alasan lain yang tertentu?"
"Alasan apa?" "Apa alasannya, aku sendiripun tidak jelas, aku hanya mempunyai perasaan
demikian saja." Buyung Im seng segera tertawa.
"Soal ini sukar untuk dibuktikan, lebih baik kita buktikan sendiri dilain
waktu." "Tentu saja, aku pun bukan ingin bicara sembarangan, andaikata wajah pangcu
dari Li ji pang benar-benar amat jelek, aku rasa dia pasti akan memilih banyak
sekali perempuan-perempuan jelek, untuk masuk menjadi anggota
perkumpulannya, toh tidak harus memilih begitu banyak gadis yang cantik."
"Ehmm... ucapanmu itu masuk diakal juga."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, mereka sudah membelok di suatu
tebing, mendadak dari kejauhan sana terdengar suara deburan ombak sungai yang
sangat keras. Buyung Im seng segera memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian
katanya. "Saudara Tong, sekarang kita akan pergi kemana?"
Tong Thian hong menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Apakah saudara Buyung telah menjanjikan tempat pertemuan dengan nona Nyo?"
tanyanya. "Tidak!" 98 "Waaah... bisa repot kalau begitu, bila kita gagal untuk mengadakan kontak
dengan nona Nyo, maka dia pasti mengira kita masih berada dalam perkumpulan Sam seng
bun, jika kerja sama kedua belah pihak tak bisa teratur, bisa jadi semua urusan
akan terbengkalai." "Bagaimana juga toh mustahil bagi kita untuk balik kembali ke sana..."
"Mengapa tidak?" bisik Tong Thian hong. "Asal kita bisa mencari sebuah akal agar
jangan sampai diketahui semua orang, bahkan Im Hui sendiripun tak akan
menyangka kalau kita yang sudah pergi akan balik kembali ke situ."
"Tapi dengan cara apa?"
Setelah berhenti sejenak, terusnya.
"Sekalipun kita dapat balik kembali ke perkampungan keluarga Im, apa pula yang
hendak kita lakukan?"
"Saudara Buyung, apakah kau sungguh-sungguh mempercayai ucapan dari nona
serta Ciu Peng?" "Kenapa" Apakah mereka juga sedang mengadakan akal licik untuk membohongi
kita?" "Dengan kedudukan Im Tongcu, aku tak percaya kalau mereka tidak tahu
dimanakah letak Sam seng bun tersebut, seandainya kita masih ingin menemukan
letak lembah tiga malaikat tersebut maka dua bersaudara Im merupakan titik
terang buat kita." Sementara pembicaraan berlangsung, mendadak terdengar bunyi burung merpati
yang terbang melintasi udara meluncur lewat dari atas kepala mereka.
Melihat itu Buyung Im seng segera berbisik dengan lirih. "Sayang sekali kedua
ekor burung elang milik Ki hujin tidak kubawa serta, coba kalau kebetulan kubawa dan
berhasil menangkap burung merpati pos itu, kita bisa mengetahui apa saja yang
mereka bicarakan." Tong Thian hong termenung beberapa saat lamanya, lalu ujarnya. "Merpati pos
yang barusan lewat di atas kita itu kalau bukan melaporkan suatu masalah besar,
tentunya surat yang dikirim dari Sam seng tong malam ini pasti ada urusan besar
yang akan terjadi." "Darimana saudara Tong bisa mengatakan burung merpati pos itu berasal dari Sam
seng tong?" "Ditengah malam buta begini ada merpati pos yang terbang melintas, itu berarti
persoalannya penting sekali, kecuali surat perintah dari tiga malaikat, siapa
lagi yang berani malam-malam buta begini mengganggu ketenangan Im Hui?"
"Aaaah... belum tentu begitu, apabila burung merpati pos itu juga belum pasti
akan mengganggu Im Hui." "Berbicara soal kecerdasan dan ilmu silat, saudara Buyung jelas jauh melebihi
kemampuan siaute, akan tetapi kalau berbicara soal pengalaman dalam dunia
persilatan, aku berani mengucapkan sepatah kata sombong, saudara Buyung masih
jauh ketinggalan dari pada diriku", setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan.
99 "Jika saudara Buyung tidak percaya, apa salahnya kalau kita menyembunyikan diri
untuk melihat keadaan."
"Bersembunyi dimana?"
Tong Thian hong mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap sekeliling
tempat itu, kemudian katanya. "Lebih baik kalau bersembunyi di atas pohon besar
di tepi jalan itu." "Suatu akal yang bagus sekali, selain mengawasi gerak gerik musuh, kitapun bisa
menyembunyikan diri!"
"Tak jauh di depan sana agaknya terdapat sebatang pohon, mari kita bersembunyi
di atas sana, mungkin dengan cepat bisa kita lihat hasilnya."
Kedua orang itu segera berangkat menuju ke depan sana, benar juga di sana
tumbuh pohon yang amat besar sekali.
Buyung Im seng memandang sekejap batang pohon itu, kemudian katanya sambil
manggut-manggut. "Batang pohonnya besar dan dahannya banyak, daunpun amat
rimbun, kita bisa tiduran di sana, sungguh merupakan tempat persembunyian yang
bagus sekali." Sambil bercakap-cakap kedua orang itu melompat naik ke atas pohon besar itu,
memilih suatu tempat yang lebat daunnya dan duduk bersila di situ untuk
mengatur pernapasan. Betul juga, seperti apa yang diduga Tong Thian hong, tak lama kemudian terdengar
suara ujung baju tersampok angin berkumandang tiba, agaknya ada orang sedang
lewat di bawah pohon sana.
Buyung Im seng merasa girang sekali, segera teriaknya.
"Mereka telah datang!"
Buru-buru Tong Thian hong menarik tangan Buyung Im seng, sambil berbisik lirih.
"Jangan bertindak gegabah, kita cuma boleh bersembunyi sambil mengintip jangan
sampai menunjukkan jejak kita."
Benar juga tak selang beberapa saat kemudian kembali muncul beberapa sosok
bayangan manusia yang berlarian lewat di bawah pohon.
"Hei, coba lihat, mengapa mereka berlarian?" bisik Buyung Im seng keheranan.
"Walaupun siaute tak bisa menerangkan secara keseluruhan, tapi aku percaya di
sini pasti akan terjadi suatu peristiwa yang maha besar."
"Peristiwa apa?"
Mendadak Tong Thian hong membungkam dan tak berbicara lagi, tangannya
ditempelkan di depan bibir memberi tanda kepada Buyung Im seng agar jangan
bicara. Pada saat itulah kembali ada dua sosok bayangan manusia berlarian dekat, saat
lari sampai di bawah pohon dimana kedua orang itu berada mendadak mereka
berhenti. 100 Buyung Im seng merasa heran sekali, pikirnya. "Mengapa kedua orang ini secara
tiba-tiba berhenti di sini" Mau apa mereka?"
Ia mencoba untuk menengok ke bawah, tampaklah seorang lelaki berbaju putih
sedang berdiri di bawah pohon besar itu sambil bergendong tangan..."
Rupanya orang itu bukan lain adalah Im cengcu, Im Hui.
Kemunculan Im Hui secara tiba-tiba ditempat itu menunjukkan bahwa persoalan
yang bakal terjadi bukanlah persoalan sepele.
Tong Thian hong segera berpaling memandang Buyung Im seng dengan ilmu
menyampaikan suara, katanya. "Ditengah malam buta begini Im Hui datang
kemari, ini menunjukkan bahwa suatu peristiwa besar bakal terjadi."
Buyung Im seng manggut-manggut.
"Dia berhenti tepat di bawah pohon besar ini, entah apa sebabnya?" ia balik
bertanya. Belum sempat Tong Thian hong menjawab, tampak seorang lelaki berbaju hitam
lari mendekat dan memberi hormat kepada Im Hui, kemudian ujarnya. "Malaikat
kedua tiba!" Mendengar disebutnya "Malaikat kedua", Buyung Im seng merasakan hatinya
bergetar keras hampir saja dia menjerit tertahan saking tak kuasanya menahan
emosi. "Dimanakah kereta kencana dari malaikat kedua?" kedengaran Im Hui sedang
bertanya. "Sudah berada seratus kaki dari sini."
"Baik, bawa aku untuk menyambut kedatangannya!"
"Tidak perlu!" mendadak dari kejauhan sana berkumandang suara sahutan yang
berat. Menyusul kemudian terdengar roda kereta berputar dan sebuah kereta kencana
yang aneh sekali bentuknya meluncur tiba dengan kecepatan yang amat tinggi.
Sekeliling ruang kereta itu gelap dan berwarna hitam, sehingga membuat siapapun
sukar untuk melihat jelas keadaan didalam ruang kereta tersebut. Di sebelah
depan, belakang, kiri maupun kanan kereta itu tidak tampak ada pengawal yang
mengikuti kereta itu, yang ada cuma seorang kusir kereta berbaju hijau dan
bertopi kecil yang duduk di depan kemudi.
Im Hui yang jumawa dan tinggi hati itu segera maju ke depan dengan sikap hormat
sekali, setelah menjura dalam-dalam, katanya dengan suara lirih. "Im Hui
menjumpai Ji seng!" "Im tongcu tak usah banyak adat!" suara yang berat dan berwibawa segera
berkumandang keluar dari balik kereta.
"Im Hui telah menerima surat perintah lewat burung merpati, apabila tak dapat
menyambut kedatangan Ji seng dari jauh, harap sudi dimaafkan...!"
Orang di dalam kereta itu segera tertawa.
101 "Sebetulnya aku tak ingin mengganggu ketenangan Im Tongcu, tapi berhubung ada
suatu urusan penting yang harus dibicarakan secara langsung dengan Im Tongcu,
terpaksa aku berkunjung kemari."
"Ji seng terlalu serius..."


Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah berhenti sebentar dia bertanya. "Entah persoalan apakah yang hendak
dibicarakan" Silahkan Ji-seng mengutarakannya."
Mendadak suara orang didalam kereta itu berubah menjadi dingin sekali, katanya.
"Apakah Im Tongcu mengetahui tentang gerak-gerik dari adikmu selama ini?"
"Aku jarang sekali mencampuri urusan adikku, tidak kuketahui kesalahan apa
yang telah dilanggar oleh adikku?"
"Adikmu selalu merasa tidak puas dengan tindak tanduk dari Sam seng bun kita,
benarkah ini ada kenyataannya?"
"Soal ini aku kurang begitu jelas, sebab belum pernah adikku membicarakan
persoalan ini denganku!"
"Adikmu bukan anggota Sam seng bun, tapi tidak sedikit persoalan dari Sam seng
bun kita yang diketahui olehnya, tentang hal ini apakah Im tongcu juga tidak
begitu jelas?" Im Hui termenung beberapa saat lamanya, kemudian menjawab. "Tentang soal ini
hamba benar-benar tidak tahu."
Mendengar jawaban tersebut, orang yang berada dalam kereta itu segera tertawa
terbahak-bahak. "Haaaahh... haahhh... haahhh... Im tongcu adalah seorang yang amat cerdas,
akalmu cukup meyakinkan, ataukah didalam hal ini menjadi begitu bodoh?"
Buru-buru Im Hui merangkap tangannya sambil menjura.
"Harap Ji seng maklum, seandainya aku orang she Im telah melanggar peraturan
dalam perguruan Sam seng bun, silahkan Ji seng menjatuhkan hukuman yang
setimpal kepada hamba akan tetapi adikku bukan anggota Sam seng bun, terhadap
gerak geriknya Im Hui tak bisa terlalu banyak mencampurinya."
"Hmm! Kau tentunya juga mengerti, kau adalah salah seorang manusia yang
penting didalam perguruan kami!" seru orang dalam kereta itu dengan suara
dingin. "Aku orang she Im tahu akan hal ini dan merasa bangga sekali karena mendapat
kepercayaan dari Sam ceng (tiga malaikat)."
"Bagus sekali, seandainya kuperintahkan kepadamu sekarang untuk
menyelesaikan suatu masalah pelik, bersediakah kau untuk melaksanakannya...?"
"Silahkan memberi perintah, sekalipun harus mati juga tak akan kutampik!"
"Usahakan agar adikmu juga masuk menjadi anggota perguruan Sam seng bun
kita." 102 "Seandainya hamba menggunakan hubungan pribadi minta kepadanya agar
berbakti satu kali demi perguruan Sam seng bun kita, mungkin dia tak akan
menampik, akan tetapi jika dia diminta masuk ke dalam Sam seng bun, secara
resmi, hamba rasa dia takkan meluluskannya."
Setelah menghela napas panjang, terusnya. "Dua tahun berselang, aku orang she
Im sudah menerima firman yang meminta kepadaku untuk mengajak adikku
masuk menjadi anggota perguruan segenap kemampuan untuk mengajaknya
masuk menjadi anggota, tapi usaha hamba selama ini tak pernah mendatangkan
hasil." "Aku tahu!" kata orang didalam kereta itu dengan dingin. "Waktu itu agaknya dia
belum begitu banyak mengetahui tentang urusan dalam perguruan Sam Seng bun,
tapi keadaannya sekarang sudah lain."
Mendadak suaranya berubah menjadi dingin menyeramkan, pelan-pelan terusnya.
"Bila kau tak mampu menasehati adikmu agar masuk menjadi anggota perguruan
Sam seng bun, masih ada satu cara yang bisa dilaksanakan..."
"Membunuhnya untuk membungkamkan mulutnya bukan?" sambung orang she Im
itu dengan cepat. "Im tongcu memang benar-benar seorang yang cerdik!" puji orang didalam kereta
itu dengan dingin. "Perintah dari Ji-seng, aku orang she Im tak berani membangkang, cuma Im Hui
belum tentu bisa menangkan kelihaian dari adikku."
Ucapan tersebut bukan saja membuat orang didalam kereta itu tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun, dalam waktu yang cukup lama sekalipun Buyung
Im seng dan Tong Thian hong yang bersembunyi di atas pohon pun menjadi
tertegun dibuatnya, pikir mereka.
"Kepandaian silat yang dimiliki Im Hui sudah mencapai tingkatan yang luar biasa
sekali, apakah nona Im itu benar-benar masih jauh lebih lihai daripada yang
dimiliki Im Hui?" Sementara itu, orang yang berada dalam kereta itu sudah berkata lagi dengan
suara dingin. "Sungguhkah perkataanmu itu?"
"Hamba tidak berani membohongi Ji-seng!"
"Selain mempergunakan ilmu silat, aku rasa masih ada cara lain untuk
membinasakan dirinya, misalkan meracuni dia, toh sama saja bisa merenggut
selembar jiwanya". "Hamba dan adikku adalah saudara sekandung dari seorang ayah dan seorang ibu
yang sama, usia adikku itu selisih banyak sekali bila dibandingkan dengan
usiaku, apalagi sejak kecil akulah yang merawatnya hingga menjadi dewasa, soal meracuni
atau melukai secara diam-diam..."
"Kau tidak tega untuk turun tangan sendiri?" tukas orang didalam kereta itu.
103 "Aaaii...!" Im Hui menghela napas panjang, "hamba akan usahakan sekali lagi
untuk membujuknya agar mau masuk menjadi anggota perguruan Sam seng bun,
kalau dia tidak mau meluluskan lagi permintaanku ini terpaksa aku harus turun
tangan untuk membunuhnya."
"Semoga saja ucapanmu itu muncul dari hati sanubarimu!" kata orang dalam kereta
itu. Im Hui segera menjura dalam-dalam. "Apakah Ji seng masih ada pesan yang lain?"
"Konon kalian berhasil menangkap Buyung Im seng?"
"Ya, ditengah jalan telah terjadi suatu perubahan tiba-tiba, semua orang yang
mengawal telah terbunuh habis, ketika hamba menyusul ke tempat kejadian hanya
berhasil menyelamatkan jiwa dua orang kuris kereta."
"Sudah kau selidiki siapa yang melakukan perbuatan itu?"
Im Hui menggeleng, sahutnya. "Hamba sedang melakukan penyelidikan sekarang."
"Titik terang sih belum ada, cuma kalau dilihat dari persoalannya, besar
kemungkinan dilakukan oleh orang-orang Sam seng bun kita sendiri."
Orang dalam kereta itu termenung sebentar, kemudian tanyanya. "Darimana kau
bisa berkata demikian?"
"Tertangkapnya Buyung Im seng dan Biau hong lengcu hanya diketahui oleh
orangorang Sam seng bun kita, hampir boleh dibilang orang persilatan tidak ada yang
tahu tentang persoalan ini, karena itu hamba berani mengatakan bahwa dalam
perguruan Sam seng bun kita sesungguhnya terdapat banyak musuh dalam
selimut." "Peraturan dari perguruan Sam seng bun kita sangat ketat, siapakah yang berani
begitu bernyali untuk melakukan perbuatan semacam itu?"
"Soal ini hamba belum mendapat bukti dan tidak berani sembarangan menuduh."
"Kau sudah periksa kedua orang kusir kereta itu?"
"Sudah!" "Apa yang mereka katakan?"
"Baru saja pertarungan dimulai mereka sudah kena dilukai orang, tentu saja
jalannya peristiwa tidak mereka ketahui."
Mendadak orang didalam kereta itu tertawa dingin, serunya. "Im tongcu, bila kau
mempunyai sesuatu kecurigaan dalam hatimu, tak ada salahnya untuk dibicarakan
secara blak-blakan!"
"Hamba tidak berani!"
"Tidak mengapa, cepat katakan!"
"Dari pihak Seng thong (ruang malaikat) konon telah mengutus serombongan besar
jago lihai untuk datang kemari, benarkah ada kejadian seperti itu?"
"Betul, memang ada kejadian seperti itu."
104 "Secara tiba-tiba mengutus orang yang begitu banyak kemari, dan lagi sebelum
kejadian tidak diterima surat pemberitahuan, tampaknya kalian sudah tidak
mempercayai hamba lagi?"
Seandainya Im tongcu dapat membujuk adikmu agar masuk menjadi anggota Sam
seng bun, atau membunuhnya demi keamanan kita semua, bukan saja pihak Seng
tong akan mempercayai dirimu kembali, bahkan kaupun akan diberi imbalan yang
besar sekali." Buyung Im seng yang bersembunyi di atas pohon dapat mendengarkan semua
pembicaraan itu dengan sangat jelas, segera pikirnya.
"Ooohh... rupanya pihak Seng tong telah mulai menaruh curiga terhadap Im Hui."
Sementara itu Im Hui telah menjura seraya berkata. "Terima kasih banyak atas
nasehat Ji seng." Tiba-tiba orang didalam kereta itu menghela napas panjang, katanya kemudian.
"Im Hui, moga-moga kau bisa menjaga dirimu baik-baik", setelah berhenti sejenak,
terusnya. "Mari kita pergi."
Tampak kusir kereta berbaju hijau itu tiba-tiba menyentak tali les kudanya,
tibatiba kereta itu membalik arah dan lari melalui jalan semula...
"Apakah Ji seng tidak duduk sebentar didalam perkampungan kami?" seru Im Hui.
"Tidak usah!" "Hamba dengan hormat mengiringi kepergian Ji seng."
Sungguh cepat gerak lari kereta berbentuk aneh itu, baru dua patah kata Im Hui
berbicara, kereta itu sudah berada beberapa kaki jauhnya.
Terdengar orang didalam kereta itu kembali berkata. "Adikmu adalah seorang gadis
pintar yang mengetahui keadaan, seandainya kau menggunakan hubungan
persaudaraanmu untuk membujuknya, aku rasa kemungkinan besar dia bersedia
masuk menjadi anggota Sam seng bun."
"Je seng tak usah kuatir, hamba akan berusaha dengan sepenuh tenaga, bila mana
perlu akan kubunuh dirinya untuk memperlihatkan kebaktian hamba kepada Sam
seng bun." Buyung Im seng yang mendengar pembicaraan itu amat terkesiap, diam-diam
pikirnya. "Entah menggunakan cara apakah pihak Sam seng bun menguasai anak
buahnya, ternyata terhadap manusia seperti Im Hui diperlakukan pengawasan
yang begitu ketat sekali... sungguh suatu kejadian di luar dugaan..."
Setelah memandang hingga kereta itu jauh meninggalkan pandangan mata, Im Hui
baru menarik napas panjang dan berlalu pula dari tempat itu. Setelah Im Hui
pergi, orang yang berjaga disekitar pohon pun segera bubar, dalam waktu singkat tak
seorang manusiapun yang kelihatan berkeliaran di sana.
Tong Thian hong memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, setelah yakin kalau
orang-orang Sam seng bun telah pergi semua, dia baru berbisik lirih.
105 "Sudah kau lihat saudara Buyung?" "Melihat apa?" "Im Hui kelihatan sangat
menderita, padahal kedudukannya dalam perguruan Sam seng bun tinggi sekali,
tapi ia toh tidak mampu melindungi adik kandungnya sendiri."
"Dari mereka berdua, yang seorang adalah Tongcu dari perguruan Sam seng bun
sedangkan yang lain tidak bersedia menggabungkan diri dengan perguruan Sam
seng bun, tetapi kedua-duanya tinggal ditempat yang sama, kejadian ini betulbetul membuat orang tak habis mengerti saja..."
"Bila paham yang dianut berbeda, tak akan cocok untuk bersatu, meski mereka dua
bersaudara tapi masing-masing menempuh jalannya sendiri-sendiri, peristiwa
macam ini tidak jarang ditemui dalam dunia persilatan, jadi tiada sesuatu yang
perlu diherankan." "Cuma, yang aneh sekarang dua bersaudara masih bisa saling hormat menghormati
meski masing-masing menempuh jalan sendiri, kalau didengar dari perkataan Im
Hui tadi, agaknya selain rasa hormatnya kepada adik perempuannya itu, diapun
menaruh rasa takut. Tapi perintah dari Ji seng sangat mendesaknya, Im Hui sudah
tak dapat bertahan lebih jauh, aku menguatirkan sekali bagi keselamatan nona Im
yang baik hati itu."
"Bagaimana" Masa ia benar-benar akan membunuh adik kandungnya sendiri?"
"Andaikata Im Hui tidak mampu membujuk adiknya agar bergabung dengan
perguruan Sam seng bun, maka dia hanya ada dua jalan yang ditempuh."
"Dua jalan yang mana?"
"Pertama, membunuh adiknya untuk merebut kepercayaan Sam seng kepadanya,
dan kedua menghianati perguruan Sam seng bun, tapi kalau dilihat dari keadaan
tadi, agaknya Im Hui tak akan sampai menghianati perguruan Sam seng bun, itu
yang berarti tinggal sebuah jalan saja yang bisa ditempuh olehnya, yakni
membunuh adiknya sendiri."
00oo00 BAGIAN KE DELAPAN "Nona Im berhati bajik dan sangat mulia, andaikata Im Hui ingin mencelakainya,
hal ini bisa ia lakukan dengan gampang sekali, sekarang kita sudah mengetahui
akan kejadian ini, sepantasnya kalau kita sampaikan kabar ini kepadanya."
"Tapi perjalanan kembali penuh dengan rintangan, tak mungkin kita bisa balik
kembali ke perkampungan tersebut tanpa diketahui jejaknya oleh mereka."
Buyung Im seng segera mengerutkan dahinya rapat-rapat, keluhnya kemudian.
"Seandainya Nyo Hong ling berada di sini ia pasti mempunyai akal bagus untuk
mengatasi keadaan ini."
Tiba-tiba Tong Thian hong tertawa, katanya. "Siaute juga mempunyai suatu cara
yang bodoh, mungkin saja masih bisa dipergunakan untuk menolong nona Im."
"Bagaimana cara itu?"
"Kalau didengar ucapan Ciu Peng agaknya dia mempunyai cara khas untuk
mengadakan kontak dengan perkumpulan Li ji pengnya, asal kita bisa menemukan
106 pangcu dari Li ji pang serta minta bantuannya untuk menyampaikan berita ini
pada Ciu Peng, lalu minta Ciu Peng menyampaikannya pada nona Im bukankah hal
ini akan beres" Sekalipun Im Hui tega turun tangan keji terhadap adiknya
sendiri, juga tak akan melakukan dalam tiga lima hari ini, asal dalam tujuh hari kita
bisa berjumpa dengan pangcu dari Li ji pang, aku yakin 80% jiwa nona Im masih bisa
diselamatkan." "Betul, siaute tak menyangka kalau kau bisa berpikir sampai ke situ..."
Mendadak dia menghela napas panjang, gumamnya lagi.
"Sayang, sayang!"
"Apanya yang sayang?" tanya Tong Thian hong agak tertegun.
"Sayang kepergian Im Hui terlalu lambat, coba kalau dia pergi agak cepat
sedikit, sudah pasti kita bisa menguntit di belakang keretanya Ji-seng."
Toan Thian hong menghela napas panjang. "Aaai.... kalau dibicarakan
sesungguhnya kejadian inipun merupakan suatu kejadian yang sangat aneh,
dengan kedudukan yang begitu tinggi kenapa pada sewaktu melakukan inspeksi
dia tidak membawa pengiring yang banyak, sebaliknya hanya membawa seorang
kusirnya?" "Justru karena itu, andaikata kita menguntit ketika itu, banyak rintangan tak
diinginkan yang bisa kita hindari."
"Sekarang keadaan belum terlambat, bagaimana kalau kita mencoba
menyusulnya?" "Betul, karena yang ditumpanginya sangat istimewa sekali, dalam sekilas
pandangan kita dapat segera mengenalinya kembali.
"Saudara Buyung, kalau memang kita akan menyusulnya mari kita sekarang juga
berangkat!" Tanpa membuang waktu lagi dia lantas melompat turun dari atas pohon dan
mengejar ke depan. Buyung Im seng juga tidak membuang waktu lagi, dia segera menyusul dari
belakang. Mengikuti arah larinya kereta itu, dalam waktu singkat kedua orang itu sudah
melakukan pengejaran sejauh puluhan li, akan tetapi bayangan kereta itu belum
juga ditemukan. Sambil menggelengkan kepala Buyung Im seng berseru.
"Sungguh mengherankan! Padahal sepanjang jalan sampai kemari tidak tampak
ada jalan persimpangan, kitapun sudah mengejar dengan secepat-cepatnya,
mengapa belum nampak juga jejaknya?"
Tong Thian hong mendongakkan kepalanya dan memandang cuaca sejenak,
kemudian katanya sambil tertawa.
"Asal kita ingat terus bentuk keretanya yang aneh itu, rasanya bukan suatu hal
yang sulit untuk menemukannya didalam waktu lain, sekarang kita tak usah
107 terlalu terburu napsu, yang penting sekarang berusaha mengadakan kontak dengan
orang-orang Li ji pang."
"Saudara Tong, tahukah sekarang kita berada dimana?" tanya Buyung Im seng
sambil ketawa. Tong Thian hong mengalihkan sinar matanya dan memperhatikan


Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekejap sekeliling tempat itu kemudian menggeleng.
"Sekarang hari belum terang, mari kita lanjutkan perjalanan untuk mencari rumah
penginapan, kita harus merubah wajah kita."
Secara tiba-tiba Tong Thian hong seperti teringat sesuatu yang sangat penting,
buru-buru tukasnya. "Saudara Buyung, walaupun nona Im mengutus Ciu Peng untuk mengantar kita
meninggalkan tempat berbahaya, tapi Im Hui sendiripun rupanya ada niat juga
untuk melepaskan kita pergi."
Buyung Im seng termenung beberapa saat, lalu menjawab.
(Bersambung ke jilid 6) 108 Lembah Tiga Malaikat Oleh: Tjan Jilid 6 CIU PENG menyuruh kita dari pada menanam bibit permusuhan lebih baik
mengikat tali persahabatan, aku pikir dibalik kesemuanya ini pasti ada rahasia
lain. "Dengan dandanan kita sekarang, seandainya sampai diketahui oleh orang-orang
Sam Seng bun maka Im Hui sendiripun akan merasakan akibatnya. Ucapan
saudara Buyung memang benar kita harus berganti dengan dandanan lain, sebab
hal ini penting sekali artinya."
Maka berangkatlah kedua orang itu melanjutkan kembali perjalanannya, sampai
matahari sudah di atas awang-awang baru sampai didalam sebuah kota besar.
Kota itu ramai sekali, sepanjang jalan banyak sekali terdapat warung makan dan
rumah penginapan. Tong Thian hong mencari sebuah rumah penginapan yang baru saja membuka
pintu, seorang pelayan sedang menyapu halaman, ketika melihat ada dua orang
lelaki berbaju compang camping akan masuk ke dalam penginapan, dia segera
melemparkan sapunya ke tanah dan menghadang jalan pergi kedua orang itu.
"Hei, mau apa kalian berdua ?" tegurnya.
Tong Thian hong segera merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan sekeping
perak yang dua tahil beratnya, sambil diangsurkan ke depan serunya: "Pelayan,
adakah kamar yang bersih" Sudah semalaman suntuk kami melakukan perjalanan,
sekarang hendak ganti pakaian dan membersihkan badan, hadiah kecil itu buat
kau membeli semangkuk teh"
Melihat ada uang, paras muka pelayan itu berubah menjadi ramah, dengan senyum
dikulum, katanya: "Sepanjang jalan kalian pasti lelah sekali, hamba akan
membawakan jalan untuk kalian berdua."
109 Seraya berkata tangan kanannya menyambut uang itu dan dimasukkan ke dalam
saku, kemudian dengan langkah lebar berjalan ke dalam.
Tong Thian hong dan Buyung Im seng saling berpandangan sekejap sambil tertawa,
mereka segera mengikuti di belakang pelayan itu melewati sebuah halaman dan
menuju ke dalam sebuah ruangan yang bersih.
Tampak aneka bunga bersemarak di sana sini, ternyata tempat itu adalah sebuah
ruangan tersendiri yang ada ruang tamunya.
Sambil tertawa pelayan itu berkata lagi: "Sebenarnya kamar ini sudah dipesan
oleh Kim-ji-ya dari toko emas untuk menyambut kedatangan seorang tamunya yang
datang dari jauh, besok orangnya tiba, tempat ini bersih dan tenang, silahkan
kalian berdua beristirahat, asal besok pagi bisa mengosongkan kembali kamar ini,
semuanya bakal beres."
"Besok kami pasti berangkat"
"Baik!" kata pelayan itu sambil tertawa. "Hamba akan mempersiapkan air teh
untuk kalian berdua"
Sepeninggalan pelayan itu Buyung Im seng lantas berkata: "Saudara Tong, kita
harus bertanya kepadanya kota apakah ini"
"Tong Thian hong tertawa: "Dia telah menganggap kita sebagai orang hitam kalau
begitu buka mulut kita menanyakan nama tempat, bisa jadi kita akan dianggap
enteng oleh pelayan itu."
"Benar juga perkataan saudara Tong, kita pun harus beristirahat dengan baik!"
Sungguh cepat gerak gerik pelayan itu, tidak selang beberapa saat kemudian dia
sudah muncul sambil membawa sepoci air teh, katanya sambil tertawa: "Api di
tungku sudah mulai dibuat, hamba telah berpesan ke dapur untuk mempersiapkan
hidangan buat kalian berdua"
"Bagus sekali!" Tong Thian hong manggut-manggut. "Kami butuh juga beberapa
stel pakaian, cuma waktunya tidak banyak, suruh penjahitnya kerja lembur..."
Pelayan itu segera memenuhi cawan tamunya dengan air teh lalu katanya pelan:
"Perawakan kalian berdua tidak tinggi juga tidak pendek, tidak sulit untuk
membeli pakaian jadi, cuma harganya..."
"Soal harga bukan menjadi masalah" tukas Tong Thian hong: "Kami berdua
masingmasing butuh dua stel, satu berwarna biru yang satu berwarna hijau. Selain itu
belikan celana panjang dan sepatu, sepuluh tahil perak cukup tidak?"
Pelayan itu kembali tertawa terkekeh, sahutnya: "Aaaah... tidak perlu sebanyak
itu, sisanya hamba pasti kembalikan.."
Tong Thian hong segera mengeluarkan sepuluh tahil perak sambil menukas dengan
cepat: "Tak usah dikembalikan lagi, sisanya persen buat kau minum arak."
Pelayan itu segera membungkukkan badan dan memberi hormat tiada hentinya:
"Harap kalian beristirahat dulu, hamba akan keluar sebentar." Dengan langkah
lebar dia lantas beranjak keluar ruangan.
110 Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Tong Thian hong, serunya dengan
cepat: "Tunggu sebentar !"
"Toaya masih ada pesan lain ?" tanya pelayan itu sambil membalikkan badannya.
"Ditempat kalian ini apakah ada tempat untuk bersenang senang ?"
"Tempat bersenang senang ada dimana mana" sahut pelayan itu sambil tersenyum.
"Sebentar hamba pasti membawa kalian berdua mengunjungi tempat itu."
Memandang bayangan punggung pelayan itu sudah pergi jauh, Tong Thian hong
baru berkata sambil tersenyum. "Pelayan itu adalah orang yang paling jeli
matanya tapi juga paling sulit dihadapi, biji matanya tak boleh melihat uang, asal
melihat uang matanya lantas jadi hijau, cuma merekapun paling pandai bekerja, entah
persoalan yang bagaimana sulitnya, asal mereka bersedia untuk melaksanakannya,
maka mereka pasti bisa melakukannya dengan segera."
"Sekarang, apa yang harus kita lakukan ?"
"Setelah pelayan itu membawa pulang pakaian yang dibeli, kita pulihkan dulu
wajah kita, lalu berjalan jalan mengelilingi kota, siapa tahu bisa berjumpa
dengan orang-orang Li ji pang"
"Betul, kita memang harus berjalan jalan mengitari kota, mata-mata Li ji pang
paling banyak siapa tahu kita bisa bersua dengan mereka... ?"
Setelah menunggu beberapa saat lamanya, pelayan itu sudah kembali sambil
membawa pakaian yang dipesan. "Cepat amat cara bekerja pelayan ini!" seru Tong
Thian hong sambil tertawa.
"Ada uang setanpun bisa disuruh, apalagi cuma beberapa stel pakaian." jawab
pelayan itu cepat, "cobalah dulu, kalau tidak cocok hamba akan pergi menukarkan
yang lain. Sekarang akan kupersiapkan dulu hidangan untuk kalian berdua."
Dia lantas melangkah keluar dari ruangan itu. Dengan cepat Tong Thian hong serta
Buyung Im seng telah berganti pakaian baru. Cara bekerja pelayan itu memang
mengagumkan, baru saja kedua orang itu bertukar pakaian dan membersihkan
obat penyaru dari atas wajahnya, pelayan itu sudah datang menghidangkan nasi
dan arak. Waktu itu wajah Buyung Im seng dan Tong Thian hong tampan dan gagah sekali,
seolah-olah sudah berganti orang saja. Pelayan itu sampai lama sekali berdiri
termangu-mangu sambil mengawasi kedua orang tamunya, kemudian ia baru
bertanya, "Apakah kalian berdua yang tidak itu?"
"Buddha memerlukan perlengkapan emas, manusia-manusia memerlukan pakaian.
Apanya yang salah?" Pelayan itu tertawa. "Setelah berganti pakaian, hakekatnya kalian berdua telah
berubah muka, hamba percaya dengan ketajaman mata hamba ini, toh tidak
berhasil mengetahui juga." Sambil menghidangkan makanan ke meja, katanya lagi,
"Silahkan yaya berdua bersantap dan beristirahat sebentar. Setelah tengah hari
nanti hamba akan minta ijin untuk libur setengah hari dan mengajak yaya berdua
jalan keliling kota. Di sini terdapat seorang Siok cu poan cu yang bernama Siau
Ling2, seperti nama orang itu cantik dan ramping, persis seperti lukisan, cuma
111 perangainya rada jelek. Tapi dengan potongan kalian berdua, siapa tahu kalau
budak itupun akan terpikat."
Tong Thian hong cuma tersenyum dan tidak berkata apa-apa. Selesai berkata
pelayan itu juga mohon diri. Sepeninggal pelayan itu, Buyung Im seng lantas
bertanya, "Saudara Tong, apa yang dimaksudkan dengan Siok-cu poan cu?"
"Buat mereka yang berusaha di bidang pelacuran, istilah nona Siok cu di rumah
menjadi Siok-cu poan cu."
"Oh....., rupanya sarang pelacur." Buyung Im seng tertawa.
"Saudara Buyung belum pernah berkunjung ke rumah pelacuran?"
Buyung Im seng gelengkan kepalanya berulang kali. "Belum pernah, tempat seperti
itu lebih baik jangan dikunjungi saja...."
"Siaute dua kali pernah berkunjung ke tempat semacam itu bersama teman2.
Sarang pelacur hanya penuh dengan perempuan yang bergincu dan berdandan
menyolok. Jangankan saudara Buyung tak akan tertarik, sekalipun siaute juga
muak, cuma, kali ini kita patut berkunjung ke sana...."
"Kenapa?" "Bila Li ji pang mengatur pula jaringan mata-matanya di sini, maka dia pasti
akan mengatur jaringan mata2nya di tempat yang paling ramai."
"Maksud saudara Tong, kemungkinan besar Siau Ling2 adalah mata2 dari Li ji
pang?" "Siaute cuma berpendapat demikian, betul atau tidak, tak berani memastikan. Toh
tak ada salahnya kita berkunjung sekali ke sana ....."
Buyung Im seng tersenyum. "Baiklah," dia berkata, "memang tak ada salahnya
untuk mencari pengalaman dengan berkunjung ke tempat semacam itu."
Mereka berdua segera bersantap dan kemudian beristirahat. Selewatnya tengah
hari, pelayan itu telah bertukar pakaian baru, sambil tertawa dia muncul di
dalam kamar sambil katanya. "Hamba telah minta ijin kepada ciangkwe untuk libur
setengah hari, agar bisa menemani yaya berdua berpesiar sampai puas. Betul
tempat ini tidak besar, tapi terhitung juga sebuah bandar yang ramai, tempat
pelacuran, tempat bermain judi semuanya ada, tempat untuk mencari hiburan tak
sedikit jumlahnya." "Hai pelayan, siapakah namamu?"
"Hamba Li-Ji hek, orang daerah menyebutku Li-Hek-cu!"
"Kelihatannya kau punya hubungan yang luas di tempat ini?"
Li-Ji-hek segera tersenyum. "Aaaah, mana, mana, seorang pelayan tidak terhitung
seberapa, cuma berkat cinta kasih teman, semua masyarakat akupun kenal teman2
mau membantu, sesungguhnya sudah memberi muka kepada hamba." Setelah
berhenti sebentar, dia melanjutkan. "Bicara setengah harian, hamba belum
menanyakan marga dari toaya berdua!"
112 Tong Thian hong segera menuding ke arah Buyung Im seng sambil berkata. "Dia
adalah Im toaya!" "Im toaya?" Li-Ji-hek tampak agak tertegun.
"Yaa, betul! Im toaya, sedangkan aku" Aku she Che!"
Dengan sepasang matanya yang jeli Li-Ji-hek memperhatikan wajah Buyung Im
seng beberapa saat lamanya, kemudian berguman. "Oooh ..... rupanya Im dan Che
dua orang toaya!" Mendadak ia menjatuhkan diri berlutut di atas tanah, sambil menyembah di
hadapan Buyung Im seng, katanya, "Hamba benar-benar punya mata tak berbiji,
tidak kenal dengan wajah Im ya, bila berbuat salah, harap kau sudi memberi
maaf." Mula-mula Buyung Im seng agak tertegun, kemudian tertawa hambar. "Bangunlah,
siapa tidak tahu dia tidak bersalah."
Li-Ji hek bangkit berdiri, kemudian bertanya lagi. "Hamba berjodoh untuk
berkenalan dengan Im ya, sesungguhnya hal ini merupakan suatu keuntungan bagi
hamba." Buyung Im seng tahu bahwa orang itu sudah salah paham, diapun tidak
mengungkapnya, Cuma katanya sambil tersenyum. "Mari kita pergi!"
"Hamba akan membawakan jalan buat Im ya!" dengan langkah lebar buru2 pelayan
itu berjalan lebih dulu. Tong Thian hong dan Buyung Im seng saling berpandangan
sekejap, kemudian mengikuti Li Ji hek pergi meninggalkan tempat itu. Perkataan
dari Li-Ji hek memang tidak salah, meskipun kota itu tidak terlampau besar, tapi
ramainya bukan kepalang, orang yang berlalu lalang di jalan hampir mendekati
saling berdesakan. Li-Ji hek memang tidak malu disebut penunjuk jalan yang berpengalaman, dia
selalu menghindari jalan yang ramai dan menerobos jalan lorong yang sempit.
Setelah melalui beberapa jalan dan lorong akhirnya sampailah mereka di depan
gedung yang besar sekali. Li-Ji hek segera berhenti, katanya, "Sudah sampai,
biar hamba pergi mengetuk pintu."
Ketika Buyung Im seng mencoba untuk mendongakkan kepalanya, terlihat
bangunan itu tinggi besar dengan pintu gerbang berwarna hitam yang tertutup
rapat, ia merasa heran sekali. Maka dengan suara lirih tanyanya,
"Tempat ini seharusnya ramai sekali, mengapa suasana begini sepi dan hening, tak
seorangpun manusia yang kelihatan?"
Sambil membungkukkan badannya, sahut Li-Ji hek. "Menjawab pertanyaan Im ya,
saat ini masih awal sekali, belum sampai waktu untuk menerima tamu."
"Aaaah....kalau memang terlalu pagi lebih baik kita balik lagi nanti saja!"
Li Ji hek segera tersenyum. "Punya uang setanpun bisa diperintah, germo yang
membuka rumah pelacuran ini lebih suka uang daripada setan, asal Im-ya bersedia
menghamburkan sedikit uang, sekalipun datang lebih awal lagi juga akan disambut
mereka. Bahkan kalau suasana makin tenang makin syahdu rasanya, toh toaya
berdua tidak kuatir menghamburkan uang....."
113 Ketika dilihatnya Li Ji hek cuma ngoceh melulu, Tong Thian hong segera
mendehem seraya menegur. "Cukup, sekarang ketuklah pintu terlebih dahulu!"
Li Ji-hek mengiakan dan segera mengetuk pintu gerbang berwarna hitam itu.
"Kreek..! pintu gerbang dibuka, seorang lelaki berbaju hitam membuka pintu
dengan wajah bengis. Rupanya Li Ji hek cukup berpengalaman, dia segera menjura
kepada lelaki itu sambil berseru. "Thio-heng selamat pagi!" Kemudian ia
membisikkan sesuatu di sisi telinga lelaki tersebut.
Sebenarnya lelaki itu berwajah dingin bagaikan es, tiba-tiba saja senyuman
segera menghias wajahnya, serunya dengan cepat. "Kalau yang dibawa saudara Li adalah
tamu agung mah tidak jadi soal, silahkan masuk!" Buyung seng segera berpaling ke
arah Tong Thian hong sambil berbisik, "Saudara Che, silahkan!"
Rupanya dia belum pernah masuk ke rumah pelacuran, hatinya merasa agak takut.
Tong Thian hong tersenyum, dia lantas melangkah masuk lebih dahulu ke dalam
ruangan. Buyung Im seng buru2 mengikuti di belakang rekannya itu, sedangkan LiJi hek mengikuti paling belakang.
Dengan suara lantang orang berbaju hitam itu segera berteriak. "Suruh nona
sekalian berdandan untuk menerima tamu!"
Tampak seorang nyonya setengah umur berbaju biru menyongsong kedatangan
mereka dengan langkah lebar, kemudian membawa beberapa orang tamunya ke
dalam ruang tamu. Li-Ji hek lantas berbisik pada nyonya setengah umur itu. "Im
dan Che-ya adalah orang kaya yang banyak uang, nona biasa tak akan menarik
perhatian mereka, lebih baik suruh Siau Ling-ling saja yang menyambut mereka.
Nyonya setengah umur itu segera berkerut kening, lalu keluhnya. "Oooh Hek-cu!
Kau bukannya tak tahu betapa jeleknya adat Siau Ling-ling, kalau sampai
menyalahi toaya berdua, bagaimana mungkin aku bisa menanggungnya?"
"Tidak menjadi soal, nona yang cantik tentu jelek adatnya." seru Buyung Im seng
dengan cepat. Nyonya setengah umur itu segera tertawa hambar. "Kalau memang begitu, aku
akan menyuruhnya menerima tamu."
Dia lantas membalikkan badan dan beranjak pergi dari ruangan tamu itu. Tong
Thian hong lantas berpaling sekejap ke arah Li Ji hek, kemudian katanya. "Di
sini tiada sayur dan arak?"
"Akan hamba pesankan di luar, suruh dia siapkan kamar yang besar." kata Li Jihek


Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertawa. Sementara pembicaraan berlangsung, tampak serombongan perempuan muncul
dalam ruangan dan berbaris rapi. Buyung Im seng mencoba untuk memperhatikan
perempuan-perempuan itu, tampaknya mereka berdandan aneka ragam dengan
mukanya memakai gincu dan bedak yang terlalu tebal, sekalipun begitu sedikitpun
tidak kelihatan menarik. Tong Thian hong berpaling dan memandang Buyung Im seng sekejap kemudian,
tanyanya, "Bagaimana?"
114 Buyung Im seng menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak berani
menerimanya!" "Baik!" kata Tong Thian hong kemudian, "Kalau begitu akan kuberikan Siau
Lingling untuk Im heng, Siaute sudah pernah merasakan kenikmatan di tempat seperti
ini, biar aku pilih yang lain saja."
Dia lantas menuding ke arah seorang nona yang memakai baju serba hijau, sambil
katanya, "Nona, siapa namamu?"
Li Ji-hek yang berada di sisinya segera memuji. "Che ya, sungguh tajam amat
pandangan matamu, dia adalah orang kedua yang paling top di sini setelah Siau
Ling-ling, maka urutannya adalah nona Siau po cha ini."
Tampak Siau po cha memberi hormat lalu duduk di samping Tong Thian hong. Li
Ji-hek lantas berpaling dan membisikkan sesuatu ke sisi telinga lelaki berbaju
hitam di luar pintu itu, lelaki itu manggut2 dan mengulapkan tangannya, kecuali
Siau po cha, nona lainnya mengundurkan diri dari situ.
Buyung Im seng menghembuskan napas panjang. "Saudara Che, berapa lama kita
harus berada di sini." tanyanya.
"Sehabis berjumpa dengan Siau Ling-ling nanti, kita bicarakan lagi...!"
Siau Po-cha juga tersenyum, katanya pula, "Bila telah bertemu dengan Siau
Lingling, tanggung toaya ini tak akan ribut untuk pergi lagi. Im-ya ini berpandangan
tinggi, kuatirnya Siau Ling-ling pun tak sanggup menahannya. Siau Ling-ling
cantik dan cerdik, jauh berbeda dengan perempuan lainnya, entah berapa banyak
hartawan dan putra hartawan yang jatuh hati kepadanya, meski Im-ya
berpandangan tinggi tak akan sampai merasa kecewa setelah berjumpa
dengannya." "Sungguhkah itu?" tanya Tong Thian hong sambil tersenyum.
"Kalau Che-ya tidak percaya tak ada halangannya untuk membuktikan sendiri
nanti." "Aku lihat kata-katamu cukup terpelajar, agaknya pernah belajar ilmu sastra?"
"Aaaah... perempuan penghibur macam aku begini, sekalipun pernah belajar ilmu
sastra juga percuma, urusan masa lampau lebih baik tak usah disinggung lagi."
Buyung Im seng menjadi tertegun, pikirnya, "Kata2 perempuan itu menunjukkan
kalau ia terpelajar, sudah pasti dia pernah belajar ilmu sastra, tapi... heran,
kenapa perempuan terpelajar semacam itu bisa terjerumus dalam rumah pelacuran seperti
ini?" Sementara dia masih melamun, terdengar Siau Po-cha berseru. "Im-ya, cepat lihat!
Nona Siau Ling-ling telah datang!"
Ketika Buyung Im seng berpaling, maka tampaklah seorang gadis cantik jelita
bergaun hijau yang bersanggul tinggi, sambil memegang seorang dayang cilik yang
berbaju hijau, dia melangkah masuk ke dalam ruangan. Tampak gadis itu hanya
memakai pupur yang tipis, tubuhnya ramping dan matanya jeli, tangan kanannya
memegang sebuah sapu tangan.
Sembari memberi hormat, katanya: "Hamba menjumpai saudara sekalian !"
115 Tong Thian hong tersenyum, pujinya: "Ehmm, memang tidak bernama kosong..."
Sambil menepuk bangku di sisi Buyung Im seng, terusnya: "Silahkan duduk di
sini!" Siau Ling-ling berjalan ke depan dan duduk di sisi Buyung Im seng, kemudian
sambil tersenyum sapanya: "Kongcu she apa ?"
"Silahkan duduk nona, aku She Im" Jawab Buyung Im seng. "Oooh, rupanya Im
ya..." "Sudah lama kudengar akan nama besarmu, sungguh beruntung hari ini kita bisa
bersua" "Aaah cuma perempuan rendah seperti aku tidak berani menerima pujian dari
kongcu" Belum pernah Buyung Im seng menghadapi suasana seperti ini, untuk sesaat
lamanya dia tidak tahu bagaimana harus melanjutkan pembicaraan, setelah
mendehem sejenak, akhirnya dia tutup mulut dan tidak berbicara lagi.
Tong Thian hong tertawa, katanya kemudian: "Im-ya belum pernah mengunjungi
tempat seperti ini, kali ini adalah kunjungan yang pertama kali, harap nona suka
memberi kehangatan kepadanya."
Siau Ling-ling tersenyum, katanya kemudian: "Im-ya sudah menikah ?"
Merah padam selembar wajah Buyung Im seng dengan ia menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Aku jelek dan bodoh, tak ada yang mau denganku !"
"Aaah, sungguh pilihan Im-ya terlampau tinggi"
"Im-ya" kata Siau Po cha pula: "Meskipun adik Siau Ling-ling adalah berasal dari
perempuan penghibur, tapi sesungguhnya dia adalah sekuntum bunga teratai putih
yang belum ternoda, bila Im-ya bersedia untuk menebusnya, budak bersedia
menjadi perantara." "Nona Ling-ling adalah sekuntum bunga indah yang disenangi orang, sedang aku
tak lebih cuma seorang rudin..."
"Cici gemar amat bergurau" tukas Siau ling-ling. "Perempuan penghibur macam
aku mana pantas mendampingi Im toaya ?"
Mendadak Buyung Im seng merasakan urusan menjadi serius, walaupun terhadap
seorang perempuan penghibur, namun dia tak ingin sembarangan memberi janji,
maka sambil tersenyum dia tak memberi tanggapan lebih jauh.
Tong Thian hong tahu bahwa Buyung Im seng tidak terbiasa dengan suasana ini,
buru buru sambungnya: "Nona Ling-ling, agaknya kau bukan berasal dari sini ?"
"Aku berasal dari kota Siok ciu !"
"Kenapa bisa sampai di sini ?" Sembari berbincang bincang secara diam-diam dia
memperhatikan diri Siau Ling-ling.
116 "Ayahku adalah seorang saudagar yang seringkali berkeliling, sayang ia meninggal
sejak aku masih kecil, tinggal kami ibu dan anak yang hidup berkelana tak
menentu..." "Maka nona bersedia menjual diri sebagai wanita penghibur ?" sambung Tong
Thian hong. Siau ling-ling segera menggeleng: "ibuku membawa aku melewati suatu kehidupan
yang sangat sengsara, mungkin karena terlampau letih akhirnya jatuh sakit dan
meninggal pula, tinggal aku seorang diri, waktu itu aku baru berumur sepuluh
tahun..." "suatu pengalaman hidup yang pantas dikasihani !"
Siau Ling-ling tertawa sedih kembali katanya: "Setelah mengubur ibuku, akupun
menjadi pelayan orang, majikanku sangat baik terhadapku, apalagi mereka
memang tidak berputri maka dianggap bagaikan anak kandung sendiri, sayang
merekapun tidak diberkahi panjang umur, akhirnya aku ditinggal lagi seorang
diri" "Nona, jelek amat nasibmu!" kata Tong Thian hong.
"Aku tahu bahwa nasibku memang jelek, maka akupun bersedia menjadi wanita
penghibur untuk mencari sesuap nasi"
"Hidup sebagai seorang manusia, kesulitan dan kesusahan memang selalu ada"
kata Buyung Im seng dengan kening berkerut, tapi mengapa nona harus memilih
jalan yang begini ini ?"
Siau ling-ling tertawa: "Kalian berdua datang kemari toh mencari hiburan buat
apa musti membicarakan masalah yang menyedihkan hati ?" tukasnya.
"benar" sambung Siau Po-cha, Im-toaya baru pertama kali ini berkunjung ke tempat
seperti ini, kalau terlalu banyak membicarakan soal sedih bisa hilang selera
Imtoaya, lain kali mungkin ia enggan datang lagi"
Sementara itu lelaki berbaju hitam itu sudah masuk ke dalam ruangan, sambil
memberi hormat katanya: "Sayur dan arak telah dihidangkan, silahkan Im-ya, Cheya
masuk ke meja perjamuan"
"Hamba akan membawakan jalan untuk Im-ya" Li Ji-hek yang berada disamping
segera berseru. Buyung Im seng dan Tong Thian hong saling berpandangan sekejap, kemudian
beranjak dan mengikuti di belakangnya. Tempat itu adalah sebuah ruangan kecil
yang sangat indah, sebuah meja berkaki delapan berada ditengah ruangan, sayur
dan arak telah siap dihidangkan.
Siau Ling-ling dan Siau Po-cha segera mengambil duduk mendampingi Buyung Im
seng dan Tong Thian hong.
Siau po-cha mengambil poci arak dan memenuhi ke empat cawan arak tersebut,
kemudian katanya sambil tertawa: "Mari, aku akan menghormati arak untuk
kalian semua" Dia mengangkat cawan dan sekali teguk menghabiskan isinya.
117 Tong Thian hong mengambil cawan arak di depannya sambil berkata: "Im-ya tak
pandai minum arak, biar aku saja yang menemani kalian berdua...!"
Siau Ling-ling juga turut minum seteguk, pipinya langsung berubah menjadi merah
padam bisiknya kemudian: "aku juga tak pandai minum."
Diam diam Buyung Im seng berpikir: "andai kata kedua orang ini bukan anggota Li
ji pang bukankah perbuatan semacam ini hanya menghambur hamburkan waktu
dengan percuma..." Ketika Siau Ling-ling tidak mendengar jawaban dari Buyung Im seng dia lantas
berkata lagi: "Im-ya kau menjadi kaya dimana ?"
"Aku hanya seorang penggede yang bekerja di sebuah rumah penitipan uang..."
Siau Ling-ling segera tertawa. "Im-ya gagah dan perlente, masa pegawai orang
lain" aku tak percaya" "Nona terlalu memandang tinggi diriku"
"Aku tahu Im-ya memandang rendah kami perempuan penghibur, maka namapun
tidak mau mengaku terus terang."
Satu ingatan kembali melintas dalam benak Buyung Im seng, tanyanya dengan
cepat: "Mengapa nona berkata demikian ?"
Siau Ling-ling tertawa tawa, buka menjawab dia malah berkata lagi: "Teratai
putih berasal dari tanah berlumpur tapi tidak menodai kesucian dan kebersihannya,
entah Im-ya mau percaya atau tidak kalau aku tetap suci bersih?"
"Aku datang karena mengagumi nama besarmu, kini kita sudah bersua, mana
berani kupikirkan hal yang bukan-bukan."
Mendadak Siau Ling-ling menggulung baju lengannya sembari bertanya lagi. "Imya
kenal dengan benda ini?"
Ketika Buyung Im seng mengalihkan perhatiannya ke sana, maka tampaklah di
atas lengan Siau Ling-ling yang putih bersih bagaikan salju itu sebuah tahi
lalat sebesar kacang hijau yang berwarna merah.
Setelah termenung sebentar, sahutnya, "Itu kan tahi lalat Siu-kiong-sah?"
Siau Ling-ling manggut-manggut. "Benar, aku telah bersumpah di dalam hati, aku
hendak berkecimpung selama tiga tahun di tempat ini tanpa kehilangan
kehormatanku." "Ehmm, tidak mudah, tidak mudah" kata Buyung Im seng.
"Apakah Im-ya tidak percaya?" tukas Siau Ling-ling sambil menurunkan kembali
gulungan bajunya. Buyung Im seng kembali tertawa. "Aku hanya merasa bahwa hal ini bukan suatu
pekerjaan yang terlalu gampang."
Mendadak Tong Thian hing mencengkeram pergelangan tangan kiri Siau Po-cha,
kemudian katanya sambil tertawa. "Apakah di atas lengan kiri nona juga terdapat
tahi lalat Siu-kiong-sah..?" Tidak menunggu jawaban dari Siau Po-cha lagi dia
lantas menaikkan baju gadis itu.
118 Sambil berkerut kening Siau Po cha berseru, "Che-ya, pelan sedikit, hancur nanti
tulang pergelangan tanganku."
Walaupun mulutnya mengaduh, tapi dia tidak melawan dan membiarkan Tong
Thian hong menggulung lengannya. Tampak lengannya yang putih bersih itu halus
sekali, sedikitpun tiada cacatnya.
Kedengaran Siau Po-cha berseru. "Che-ya tak usah memeriksa lagi, aku sudah
merupakan perempuan yang ternoda, mana bisa dibandingkan dengan kesucian
Siau Ling-ling.." Sementara itu Li Ji-hek dan dua lelaki lainnya telah mengundurkan diri dari
situ. Dalam kamar tinggal Buyung Im seng, Siau Ling-ling, Tong Thian hong dan Siau
Po-cha empat orang. Pelan2 Tong Thian hong menurunkan kembali gulungan baju Siau Po-cha,
kemudian katanya, "Apakah nona bukan datang bersama Siau Ling-ling?" Kami
tidak saling mengenal, setelah sampai di sini baru kenal, aku datang tiga bulan
awal dari pada Siau Ling-ling!"
-ooo0ooo- BAGIAN KE SEMBILAN "Kalian berdua adalah bintang-bintang top di tempat ini," kata Tong Thian hong,
"sekalipun di luar bersahabat, tentunya dalam hati saling bersaing, bukan?"
"Aaaah, mana mungkin," tukas Siau Ling-ling, "aku bodoh dan tak tahu aturan,
semuanya adalah berkat petunjuk dari enci Po-cha."
"Aaaah, adik Ling-ling adalah pemimpin kita semua, aku mana berani menaruh
rasa dengki atau iri kepadanya..." bantah Siau Po-cha cepat.
Tiba2 muncul seorang nyonya setengah umur yang masuk sambil menyingkap tirai,
sambil memberi hormat, katanya, "Maaf toaya berdua, agak mengganggu sebentar,
seorang tamu Siau Po-cha yang datang dari jauh ingin bertemu dengan nona Pocha,
berilah kesempatan baginya untuk menjumpai sebentar."
Siau Po-cha segera berkerut kening. "Siapakah orang itu?" tegurnya.
"Thio toa-koanjin!"
Siau Po-cha segera beranjak. "Che-ya harap tunggu sebentar, aku hanya pergi
sebentar saja." "Silahkan nona," kata Tong Thian hong sambil tersenyum.
Nyonya setengah umur itu menengok sebentar ke arah Siau Ling-ling, kemudian
berpesan, "Nona Ling-ling, baik-baik melayani tamu, jangan sampai menelantarkan
toaya berdua." "Jangan kuatir, mama!"
Sambil tertawa nyonya setengah umur itu segera memberi hormat lalu
mengundurkan diri dari ruangan itu. Tiba2 Siau Ling-ling beranjak dan menuju ke
pintu, setengah mengintip sekejap sekeliling tempat itu, dia balik kembali dan
119 membelalakkan matanya lebar2, bisiknya, "Kalian berdua tidak mirip orang yang
datang mencari hiburan."
"Darimana kau bisa berkata begitu?" tanya Tong Thian hong.
"Sebab kalian berdua terlalu sopan dan terpelajar."
"Oooh... rupanya begitu."
"Apakah kalian berdua seringkali melakukan perjalanan di luar?" bisik Siau
Lingling lagi. "Benar!" "Aku ingin mencari tahu tentang seseorang, apakah kalian berdua kenal
dengannya?" "Siapa?" Siau Ling-ling menatap wajah Buyung Im seng tajam2, lama kemudian ia baru
balik bertanya. "Kau bukan she Im bukan?"
Buyung Im-seng termenung sebentar, lalu mengangguk. "Benar, aku bukan she Im,
tapi ada hubungannya dengan huruf Im!"
"Buyung kongcu bernama Im-seng juga ada hubungannya dengan huruf Im."
sambung Siau Ling-ling tiba-tiba dengan suara lirih.
Paras Buyung Im-seng berubah hebat, tangan kanannya dengan cepat diayunkan
ke depan mencengkeram pergelangan tangan kanan Siau Ling-ling... Siapa tahu
dengan sangat cekatan sekali Siau Ling-ling memutar jari tangannya lalu
menyongsong datangnya serangan dari Buyung Im-seng sambil bisiknya lirih.
"Kongcu, harap jangan melancarkan serangan dulu, masih ada perkataan yang
hendak disampaikan."
"Katakan nona !" ujar Buyung Im seng sambil menarik kembali pergelangan
tangannya ke belakang.

Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pagi ini aku mendapat perintah untuk menyelidiki jejak kongcu, dalam surat
perintah tadi terlampir juga gambar lukisan dari kongcu, oleh sebab itu setelah
berjumpa dengan kongcu tadi, aku lantas menduga kalau kongcu besar
kemungkinan adalah Buyung kongcu, ternyata dugaanku memang tidak meleset"
"Kau adalah... "
"Aku berasal dari perkumpulan Li ji pang!" tukas Siau ling-ling dengan cepat.
Tiba-tiba Tong Thian hong menimbrung. "Aku lihat nona Siau po cha seperti bukan
berasal dari golongan wanita penghibur"
Sudah lama aku menaruh curiga kepadanya, cuma dia menutup mulutnya rapatrapat,
meski aku sudah berulangkali memancingnya dengan kata-kata selalu gagal
untuk menemukan titik terang"
"Apakah dia bukan anggota Li ji pang ?" tanya Buyung Im seng.
"Bukan, setiap anggota li ji pang mempunyai kode rahasia untuk mengadakan
kontak, mustahil kalau dia tak tahu kedudukan masing-masing, setelah beberapa
kali melakukan pembicaraan, setelah berhenti sejenak, terusnya: "Setelah
120 mendapat perintah itu, sebetulnya aku sedang kesal bagaimana caranya
menemukan jejak kongcu, sungguh tak kusangka kalau kalian malah sengaja
datang mencari kami"
"Walau Po cha pandai bermain sandiwara" kata Tong Thian hong.
"Sayang dia tak dapat menutupi sinar matanya yang tajam dari balik matanya itu,
sinar mata setajam itu jelas bukan sinar mata manusia sembarangan..."
"Ucapan che-ya memang benar, ilmu silat yang dimiliki Siau Po cha lihay sekali,
menurut pengamatanku secara diam-diam, memiliki ilmu meringankan tubuh yang
amat sempurna" "Mungkin kah mata-mata dari Sam seng bun?" Buyung Im seng menunjukkan
kekuatirannya. "Aaku sendiripun menaruh curiga sampai ke situ!"
"Apakah Siau po che juga telah mengetahui rahasia penyaruan diri nona... ?"
"Soal ini sukar untuk dikatakan, paling tidak dia sudah menaruh curiga kepadaku"
Dia celupkan jari tangannya ke dalam cawan araknya, kemudian menulis di atas
meja. "Kentongan pertama malam nanti, pangcu kami akan mengadakan
pertemuan dengan kongcu di Giok pay hong"
Sehabis membaca tulisan itu, dengan cepat Buyung Im seng menyeka bekas arak
itu sampai kering. Baru saja Tong Thian hong hendak bertanya lagi, mendadak Siau ling-ling
mengangkat cawan araknya sambil tertawa cekikikan.
"Aku akan menghormati Che-ya dengan secawan arak lagi...!" serunya.
Terdengar suara cekikikan lain berkumandang dari luar pintu, menyusul seseorang
berseru. "Bagus sekali, kau sudah mempunyai Im toya seorang masa tidak cukup ?"
Berani betul kau merampas Che toya itu"
Menyusul seruan tadi, siau po che dengan senyuman dikulum telah berjalan masuk
ke dalam ruangan. "Apakah Thia toa koanjin sudah pergi " Tong Thian hong lantas bertanya dengan
cepat. "Ia membawakan sebuah gelang kemala untukku, tapi berhubung aku tak berani
melupakan Che toya, maka aku sudah menyuruh dia pergi dulu"
"Gelang kemala pemberian dari Thia Toa koajin tersebut pastilah suatu benda yang
mahal harganya, nona, bagaimana kalau kau keluarkan agar menambah
pengetahuan kami ?" "Aaah... Gelang tersebut tidak lebih cuma gelang kemala biasa saja..."
"Kami toh cuma ingin melihatnya sebentar, memangnya nona kuatir kalau kami
akan merebutnya setelah melihat gelang tersebut ?"
121 "Bukan, bukan begitu, gelang kemala sudah kusimpan dalam kamar, tapi jika cheya
ingin melihatnya, terpaksa aku harus kembali ke kamar untuk mengambilnya"
"Kalau begitu merepotkan nona untuk mengambilnya sebentar!"
Siau po cha memandang sekejap ke arah Tong Thian hong, kemudian dengan
perasaan apa boleh buat terpaksa bangkit berdiri, katanya: "Kalau memang che-ya
bersikeras ingin melihatnya, terpaksa aku akan pergi untuk mengambilnya"
Pelan-pelan dia berjalan keluar dari ruangan. Tong Thian hong dengan melalui
jendela mengawasi bayangan tubuh Siau po cha sehingga lenyap di sudut ruangan
sana, kemudian ia baru berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im
seng, katanya: "Kalian berdua tentu merasa heran bukan" apa sebabnya aku
bersikeras menyuruh siau po cha kembali ke kamarnya untuk mengambil gelang
kemala tersebut ?" "Betul siaute merasa keheranan"
"Siaute yakin Thia toa koan jiu tiu pasti belum pergi... " ujar Tong Thian hong.
"Oooh... rupanya kau sedang cemburu!" sela Siau ling-ling sambil tertawa
cekikikan. Dengan cepat Tong Thian hong menggelengkan kepalanya berulang kali "bukan,
aku tidak cemburu, aku hanya ingin membuktikan saja sebetulnya siapakah Siau
po cha tersebut." "Bagaimana cara pembuktiannya?"
"Aku percaya didalam kamar tidur siau po cha tentu tersimpan banyak sekali
rahasia, harap kalian tunggu sebentar di sini, aku akan mengintip sebentar ke
situ." Tidak menunggu jawaban dari kedua orang itu lagi, dia lantas beranjak dan
meninggalkan ruangan. Dengan suara lirih siau ling-ling lantas berbisik: "Kongcu sudah ingat tempat
pertemuan dengan pangcu kami malam nanti ?"
"Tempatnya sih sudah teringat" jawab Buyung Im seng.
"tapi dimanakah letak Giok pay hong tersebut?"
"Lima lie di sebelah utara kota" Mendadak ia merendahkan suaranya, kemudian
melanjutkan. "Bila kongcu pergi seorang diri, hal ini jauh lebih baik lagi"
"Kenapa" apakah dalam surat perintahnya pangcu kalian juga menerangkan
tentang soal ini" "Sekalipun tidak diterangkan, tapi aku dapat merasakan bila kejadian ini
merupakan suatu rahasia besar, maka makin sedikit yang tahu semakin baik,
bagaimana menurut pendapat kongcu?"
"teori tersebut memang benar, tapi saudara che itu bukan orang luar, baiklah
sampai waktunya nanti aku baru mempertimbangkan lagi usulmu itu"
122 Siau ling-ling termenung dan berpikir sebentar, kemudian tanyanya lagi:
"sekarang kongcu tinggal dimana?"
"Di rumah penginapan Li ji hek!" Kembali siau ling-ling termenung beberapa saat
lamanya, kemudian ia berkata.
"aku mempunyai suatu usul yang mungkin bisa memberi kesempatan kepada
kongcu untuk berangkat memenuhi janji seorang diri tanpa menimbulkan curiga
temanmu itu. "Apa usulmu itu ?"
"Lebih baik kalian menginap di sini "
"Menginap di sini ?" seru Buyung Im seng tertegun.
"Benar, bila chee ya tinggal di sini maka selain dia bisa mengawasi gerak gerik
diri au pho cha, kaupun bisa memperoleh kesempatan untuk pergi memenuhi janji
seorang diri bukankah cara ini sama halnya dengan sekali timpuk mendapatkan
dua hasil ?" "Tapi antara lelaki dan perempuan ada batasnya, mana boleh aku berdiam dalam
sekamar denganmu ?" "Asal hati kita suci bersih, sekalipun tinggal dalam sekamar apalah salahnya ?"
"Betul juga perkataan ini" pikir Buyung Im seng, asal aku berniat untuk menginap
di sini tentu saja aku bisa pergi memenuhi janji tersebut seorang diri.
Berpikir sampai di situ, dia lantas berkata: "Masalah ini sulit untuk diambil
keputusannya dengan begitu saja, bagaimana kalau dirundingkan dulu dengan
saudara Che, kemudian baru memberi jawaban kepada nona ?"
Siau Ling-ling segera tersenyum.
"Baik ! aku tak lebih cuma memberi usul saja" katanya, "soal bagaimana
keputusanmu, terserah kepada kongcu sendiri yang mengambil keputusan... "
Terdengar suara langkah kaki berkumandang datang, menyusul kemudian tampak
Tong Thian hong dan Siau poo cha muncul sambil bergandengan tangan... Kalau
dilihat dari wajah mereka yang berseri, tampaknya sedang gembira, jelas tiada
sesuatu bentrokan yang tak menyenangkan telah terjadi.
Kenyataan ini sangat mencengangkan Buyung Im seng, diam diam pikirnya dihati.
kalau bukan diantara mereka terdapat kecocokan satu sama lainnya, jelas
menunjukkan kalau Siau po cha juga seorang manusia lihay yang pandai sekali
menguasai perasaan. Berpikir demikian, segera tanyanya sambil tertawa: "Nona, sudahkah kau temukan
gelang kemala itu ?" Siau Po che segera tertawa: "Aku tahu che-ya adalah seorang
lelaki yang satu tak akan menjadi dua, bila gelang kemala tersebut tidak
ditemukan, mana mungkin dia mau sudahi dengan begitu saja ?"
"Yaa memang begitulah watakku harap nona sudi memaafkan" kata Tong Thiang
hong sambil tertawa. 123 "Aku pikir gelang kemala tersebut sudah pasti adalah suatu benda yang luar biasa
sekali dapatkah kau mengeluarkannya agar akupun bisa turut membuka mataku ?"
pinta Buyung Im seng. "Bila Im-ya ingin melihat, masa aku berani menampik?"
Dari sakunya dia lantas mengeluarkan sebuah gelang kemala hijau dan
diangsurkan ke depan Buyung Im seng segera menyambut dan diperiksanya
sebentar, ia merasa selain warnanya memang indah, tiada sesuatu yang
mencurigakan dengan benda itu, maka sambil mengangsurkan kembali gelang
kemala tersebut kepada pemiliknya dia berkata sambil tertawa: "Suatu batu
kemala yang indah, gelang kemala yang indah sekali..." karena dia tak tahu apa
yang musti diucapkan lebih lanjut maka setelah mengucapkan kata-kata tersebut,
diapun membungkam. Setelah menerima kembali gelang kemala tadi, Siau Po-cha memasukkannya ke
dalam saku. kemudian katanya: "Im-ya terlalu memuji!"
Dalam pada itu, Buyung Im seng merasa makin dilihat Siau Po Cha semakin
mencurigakan, dalam hati kecilnya dia lantas berpikir; "Kalau toh pihak Li-ji
pang bisa mengutus anak buahnya untuk menyelundup ke dalam rumah pelacuran,
kenapa tidak pula dengan pihak Sam seng bun " lebih baik ku usulkan saja untuk
menginap di sini coba lihat bagaimana reaksinya"
Berpikir sampai di situ, pelan-pelan dia lantas berkata: "Saudara Che, siaute
ingin menginap di sini malam nanti, entah bagaimana pendapat saudara Che?"
Dengan cepat siau po cha menyela: "Im-ya, maafkan aku kalau banyak bicara!"
"Nah, betul juga, ada reaksi dirinya..." Pikir Buyung Im seng segera diam-diam.
Sambil tersenyum dia lantas berkata: "Nona ada urusan apa " silahkan diutarakan
saja!" Siau po cha memandang sekejap ke arah Siau ling-ling, kemudian ujarnya:
"Padahal aku berbicara demikian hanya mewakili nona Siau ling-ling saja... Im-ya
tahukah kau apa maksud yang sebenarnya dari nona ling-ling ketika
memperhatikan tanda tahi lalat Siau kiong sah tersebut tadi ?"
"Aku tidak tahu !"
"Im-ya jarang sekali melakukan kunjungan ke rumah hiburan semacam ini, tentu
saja kau pun tak tahu seluk beluknya. Ketika dia memperhatikan tahi lalat Siau
kiong sahnya tadi, sesungguhnya dia hendak menerangkan bahwa dia masih
seorang perawan, maka bila Im-ya ingin menginap di sini. aku kuatir nona lingling tak bisa melayani dirimu."
Siau ling-ling menyambung dengan suara lirih: "hidup dalam dunia hiburan seperti
ini, siau-moay pikir tak bisa mempertahankan kesucian tubuhku terus menerus... "
"Aaah... kalau begitu kau telah mengambil keputusan untuk mempersembahkan
kesucian tubuhmu itu untuk Im-toya?" seru Siau po-cha agak terperanjat.
Merah padam selembar wajah Siau ling-ling setelah mendengar perkataan itu,
sambil menundukkan kepalanya dia berbisik. "Salahkah perbuatan siaumoay ini ?"
124 Siau po cha segera mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap ke arah
Buyung Im seng, kemudian katanya: "Im Toya memang seorang yang tampan dan
bermanis budi, cici merasa kagum sekali dengan ketajaman matamu, cuma Im toya
ialah seorang yang sangat repot, besok tentu akan berburu buru meninggalkan
tempat ini." Dalam pembicaraan tersebut, ia selalu berusaha untuk menghindari
kata menolak, sekali pun maksud dari ucapannya tersebut jelas berusaha
menghindarkan diri dari kejadian itu.
Siau ling-ling segera menghela napas panjang, katanya: "Sekalipun dalam rumah
pelacuran ini penuh dengan manusia yang berlalu lalang, tapi siau moay belum
pernah..." Diam-diam dia melirik sekejap ke arah Buyung Im seng, kemudian menundukkan
kepalanya dan tidak berbicara lagi.
Pandai benar dia bersikap pura-pura, lagaknya waktu itu persis seperti seorang
gadis yang sedang merasa malu sekali.
Tiba tiba Siau po cha tersenyum, katanya: "Aaai... hal ini memang tak bisa
menyalahkan dirimu, manusia yang gagah dan tampan seperti Im Toaya, jangan
toh jarang sekali dijumpai dalam tempat kita ini, sekalipun kongcu dari
keturunan kenamaan juga belum tentu ada beberapa orang yang sanggup menandinginya, kita
cici dan adik cuma orang yang bernasib jelek, cepat atau lambat akan terlantar
juga akhirnya, bisa memilih kekasih yang dicintai untuk mempersembahkan kesucian
tubuhnya, sesungguhnya kejadian itu memang merupakan suatu hiburan ditengah
kesengsaraan" Dengan cepat Buyung Im seng dapat menangkap kalau suara pembicaraan
perempuan itu telah berubah, nada mulanya dia masih berusaha untuk menampik,
tapi sekarang telah menyetujuinya, maka tanpa terasa diapun lantas berpikir.
"Pandai benar budak ini mengalihkan pembicaraannya menuruti keadaan, entah
apa masuknya dia bersikap demikian ?"
Sementara itu Siau Po-cha telah berkata lagi: "Tadi sewaktu adik Ling-ling
memperlihatkan tahi lalat Siu kiong sah di lenganmu itu, cici sudah merasa
keheranan, tapi sekarang kalau dipikir kembali, dapat ditarik kesimpulan bahwa
sedari tadi adik Ling-ling sudah mengambil keputusan untuk mempersembahkan
kesucian tubuhnya" "Cici memang amat cantik, cuma waktu itu siaumoay merasa takut jika Im-ya tidak
memandang sebelah matapun kepadaku, maka aku tak berani mengatakannya
secara terus terang"
"Kenapa" Apakah sekarang semuanya telah beres ?"
"Yaa, untung saja Im-ya tidak menampik diriku dan bersedia untuk menginap di
sini !" "Kalau begitu, malam ini cici tentu akan kebagian secawan arak kegirangan, akan
kusuruh mama untuk menyiapkan perjamuan besar, mengundang rombongan
pemusik dan kita meramaikan bersama sama secara meriah sekali.."
125 Terkejut sekali Buyung Im seng setelah mendengar perkataan itu, pikirnya: "Kalau
sampai dibuat meriah dengan apa yang diucapkan itu, kendatipun hubunganku
dengannya masih suci bersih, tapi jika sampai tersiar sampai ditempat luaran,
sudah pasti akan menodai juga nama baikku maupun nama baiknya"
Terdengar Siau Ling-ling telah berkata: "Enci Cha juga tahu, siaumoay bukan
dalam waktu pendek berdiam di sini, dengan caraku yang lihay bukan saja berhasil
mengelabuhi semua rekan-rekan yang lain, sekalipun Mama juga ku tipu
mentahmentah, coba kalau tadi siaumoay tidak memperlihatkan tahi lalat Siukiong sah ku
itu, mungkin cici sendiripun tak akan mengetahui akan rahasia ini..."
Siau Po-cha cuma tersenyum dan tidak berkata lagi.
Terdengar Siau Ling-ling berkata lebih jauh: "Oleh karena itu, Siaumoay tak
ingin kejadian ini sampai tersiar di tempat luaran, asal persoalan ini diketahui oleh
Imya dan cici, hal ini sudah lebih dari cukup"
"Apakah kejadian ini tak akan merugikan diri adik Ling ?"
"Asalkan siaumoay bersedia dengan hati yang gembira, tentu saja tak akan
merugikan diriku, cuma, hal ini musti memohon bantuan dari cici... "
"Kalian akan menjadi pengantin baru, apa pula bantuan yang bisa diberikan aku si
orang ini" "Aku minta enci Cha suka tinggal pula di sini untuk menemani Che toaya..."
Siau Po-cha segera mengerutkan dahinya kencang-kencang, katanya:
"Hari ini aku tak bisa membantumu !"
"Haai... kita kan sesama saudara, lagi pula selama ini siaumoay belum pernah


Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meminta bantuan cici, sungguh tak disangka baru pertama kali membuka suara... "
"Adik Ling, kita berdua sama-sama adalah perempuan, kini cici tak lebih hanya
seorang perempuan yang tidak suci bersih lagi, dapat menerima tamu semacam Che
toaya sudah merupakan suatu kebanggaan bagiku, tapi hari ini justru aku tak
bisa." "Kalau memang begitu, siaumoay merasa tak leluasa untuk memaksamu lagi..."
kata siau ling-ling dengan kening berkerut.
Selama ini Tong Thian hong cuma berdiri tenang disamping dengan senyuman
dikulum dan sepatah katapun tidak berbicara, dalam hati kecilnya ia telah
menduga kemungkinan besar hal ini merupakan rencana yang telah dipersiapkan
oleh Buyung Im seng dan Siau Ling-ling karena itu meski ditolak oleh Siau Po
cha, dia sama sekali tidak menjadi gusar, sebaliknya malah tenang saja tidak terjadi
perubahan paras-paras mukanya itu.
Walaupun di luar mereka berbicara sesuatu yang tidak penting, padahal
masingmasing pihak sedang mempergunakan kecerdasannya untuk beradu otak.
Tampak Tong Thian hong mengangkat cawannya dan meneguk habis isinya,
kemudian katanya sambil tersenyum: "Aku mah merupakan seorang yang sudah
sering kali masuk keluar rumah penghiburan semacam ini, peraturan tempat
inipun sudah cukup kuketahui, apa lagi perempuan yang termasyhur seperti nona
Siau Po cha, bila aku yang menjadi tamu baru ingin menginap di sini dalam
126 pertemuan pertamanya, sesungguhnya hal ini merupakan suatu tindakan yang
sedikit tak tahu diri."
"Khe-ya, mengapa kau mesti berkata begitu " Lewat dua atau tiga hari lagi dengan
segala senang hati aku pasti akan menyambut kedatangan Che-ya untuk menginap
di sini. Tong Thian hong segera tersenyum: "Kalau begitu nona memang tiada
bermaksud untuk menjauhi diri aku orang she Che"
"Aaaah, perkataan Che-ya terlampau serius seru Siau Po Cha sambil tertawa, bila
che-ya bersedia menebus diriku, sampai mati aku pasti akan mengikuti kemana
saja aku pergi" "Aaaai... susah-susah... setelah mendengar perkataan dari nona itu, aku merasa
benar-benar tak ingin pergi. Tapi tak mungkin bagiku pada malam ini, aku... !"
(Bersambung ke jilid 7) 127 Lembah Tiga Malaikat Oleh: Tjan Jilid 7 "Aku mengerti," tukas Tong Thian-hong sambil tertawa, "malam ini kita akan tidur
bersama sambil bermesraan, sebelum fajar menyingsing tak akan berpisah."
Agaknya Siau Po-cha tidak menyangka kalau Tong Thian-hong bakal menggunakan
cara semacam itu, untuk sesaat lamanya dia menjadi termangu-mangu.
Tapi ia memang seorang yang cerdas, setelah tertegun sejenak, dengan cepat
wajahnya telah pulih kembali seperti sediakala, setelah tertawa hambar katanya,
"Che-ya, aku rasa kurang leluasa!"
Dengan wajah bersungguh-sungguh Tong Thian-hong berkata, "Aku percaya masih
sanggup untuk menjaga diri dan takkan sampai mengusik kehormatan nona."
Siau Po-cha termenung beberapa saat lamanya, kemudian ujarnya sambil tertawa,
"Che-ya seandainya aku tidak akan meluluskan permintaanmu itu, apakah Che-ya
bakal marah ?" "Bagus sekali," pikir Tong Thian-hong, "aku tak mau mencari gara-gara, justru
dia terus memaksa." Berpikir sampai di situ, dengan suara dingin segera katanya, "Kalau aku
bersikeras hendak memaksamu tinggal di sini, mau apa kau ....?"
"Ah, tidak mungkin," kata Sian Po-cha sambil tertawa, "Che-ya bukanlah seorang
yang tidak tahu aturan."
"Dugaan nona keliru besar" kata Tong Thian-hong sambil menggelengkan
kepalanya berulang kali, "Bila aku sudah merasa bahwa jalan pikiranku betul,
sekalipun ada delapan ekor kerbau yang menyeretku juga tidak akan berpaling."
Siau Po-cha tertawa, sahutnya, "Che-toaya kau menganiaya seorang perempuan
penghibur bukanlah suatu perbuatan enghiong."
128 "Seorang enghiong tentu saja tak akan berbuat begitu, tapi sayang aku bukan
seorang enghiong." "Che ya pandai amat bergurau!"
"Semua yang kuucapkan bukan kata-kata gurauan, aku berbicara dengan tulus hati
dan muncul dari hati sanubariku."
Sekarang, paras Siau Po Cha baru berubah hebat.
"Che-ya seandainya aku bersikeras tidak meluluskan che-ya tinggal di sini, mau
apa kau?" Tong Thian-hong segera tertawa terbahak-bahak. "Haaah.... haaah... haaah... soal
ini tergantung pada kemampuan nona Po cha dengan cara apakah kau hendak
mengusir diriku?" Mendadak Siau Po-cha bangkit berdiri, kemudian berseru, "Im-toaya, maaf aku
tidak bisa menemanimu!"
Sambil membalikkan badan dia lantas berjalan menuju keluar ruangan itu.
Tong Thian-hong berpaling ke arah Buyung Im-seng, pemuda itu segera
manggutmanggut. Manggut berarti dia memberi ijin kepada Tong Thian-hong untuk turun tangan
tanpa memikirkan hal-hal yang lain lagi.
Tong Thian-hong segera mendehem, kemudian bentaknya.
"Berhenti!" Tanpa berpaling Siau Po-cha berseru, "Aku sedang tidak enak badan, maaf tidak
bisa menemani lebih lama, meski aku ini seorang pelacur, tapi tidak akan
mempersoalkan sedikit uang. Uang persenmu tidak usah dibayar lagi, silahkan
Che-ya pergunakan untuk kepentingan sendiri!"
Di desak oleh keadaan, mau tak mau Tong Thian-hong harus memperlihatkan ilmu
silatnya. Sambil menekuk pinggang, tubuhnya secepat anak panah yang terlepas
dari busurnya segera melewati tubuh Siau Po-cha dan membalikkan badan
menghadang jalan perginya.
"Seorang pelacur itu tidak boleh bebas semaunya sendiri." katanya dengan dingin.
"Sekalipun nona tidak suka dengan uangku, tapi tempat inipun bukan tempat nona
untuk mengumbar watakmu!"
"Mau apa kau ?" bentak Siau Po-cha dengan wajah penuh kegusaran.
"Memaksamu untuk tetap tinggal di sini dan menemani kami minum arak!"
"Aku tidak mau mendapat untung dari uangmu itu, harap segera menyingkir dari
hadapanku!" "Apakah nona tidak merasa terlalu lambat berkata begitu?"
Mendadak Siao Po-cha memperkeras suaranya. "Che-ya kalau kau tidak mau
menyingkir lagi, jangan salahkan kalau aku akan berteriak."
129 "Cukup banyak sudah pengalamanku di dalam bidang ini, bila nona ingin berteriak,
silahkan saja berteriak!"
Ternyata Siau Po-cha benar-benar berteriak keras, "Ada pembunuh!"
Buyung Im-seng agak tertegun setelah menyaksikan kejadian itu, pikirnya.
"Menyentuh badannya saja tidak, kenapa dia berteriak semaunya sendiri.... ?"
Terdengar Tong Thian-hong tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah....haaahhhh.... haaahhhh.... nona kau benar-benar amat keji!"
Terdengar suara langkah manusia berkumandang datang, lalu menyusul bayangan
manusia muncul di balik ruangan, lelaki baju hitam yang menjaga pintu serta Li
Jihek telah berdatangan di sana.
"Ada apa ?" lelaki berbaju hitam itu segera bertanya.
Tong Thian-hong tertawa dingin, katanya.
"Tanyakan sendiri kepada nona Po-cha!"
Lelaku berbaju hitam itu segera mengalihkan sinar matanya ke wajah Siau Po-cha,
lalu bertanya, "Nona, apa yang telah terjadi ?"
"Uang Che-ya terlalu banyak, tapi aku tak ingin mendapatkannya, aku hendak
kembali ke kamar untuk beristirahat."
Lelaki baju hitam itu segera menengok kembali ke arah Tong Thian-hong,
kemudian katanya, "Che-ya adat para nona memang agak jelek, harap Che-ya memakluminya."
"Aku hanya mendengar nona Ling-ling adatnya jelek, tapi belum pernah kudengar
nona Siau Po-cha juga adatnya jelek!"
"Sekarang toh sudah tahu, Che-ya punya uang, kamu punya nona, kaupun tak usah
memaksa aku untuk tetap tinggal di sini, daripada menghilangkan kesenangan
Che-toaya." Mendengar perkataan itu, diam-diam Tong Thian-hong berpikir.
Budak ini sungguh pandai amat berbicara, air mukanya tidak nampak berubah
atau gugup, seakan-akan dia punya tulang punggung yang kuat di belakangnya,
mungkinkah dalam sarang pelacur ini terdapat juga orang-orangnya ?"
Berpikir demikian, dia lantas berkata.
"Oleh karena itu aku orang she Che tertarik padamu, maka aku baru bersedia
menghamburkan uang, kalau aku suka pada nona yang lain, buat apa pula kau
kusuruh tetap tinggal di sini ?"
Li Ji-hek yang berada disamping segera menimbrung.
"Nona Siau Po-cha, kalau begitu kaulah yang salah, Che tanya toh suka dengan
kau, orang lain mana bisa mewakili dirimu ?"
130 "Li Hek-cu!" bentak Siau Po-cha ketus. "di hari biasa kau mencari sesuap nasi
dengan mencari keuntungan di sini, hari ini berani betul berlagak cukong dengan
menjelek-jelekkan nona besarmu ?"
"Aaaah, aku Li Ji hek-cu tak pernah makan minum milik nona Po-cha dengan
percuma, tamu yang kucarikan untuk rumah pelacuran ini paling tidak juga sudah
mencapai delapan puluh orang."
Mendadak Siau Po-cha maju selangkah ke depan, tangan kanannya segera
diayunkan ke depan dan ... "Plok!" sebuah tamparan keras membuat Li Ji hek
terjungkal ke atas tanah, sebuah bekas telapak tangan yang merah membengkak
tertera jelas di atas pipinya.
Tong Thian hong yang menonton kesemuanya itu dari samping, dapat menyaksikan
betapa cepat dan tepatnya serangan dari Siau Po-cha tersebut, sudah jelas
perbuatan semacam ini tak mungkin bisa dilakukan oleh perempuan lemah biasa.
Dalam hati dia lantas berpikir.
"Budak ini jelas memiliki ilmu silat yang lihay sekali!"
Tampak Li Ji hek muntahkan segumpal darah dari mulutnya, dia gigi depannya
kena di gaplok sampai patah.
Sambil tertawa dingin Tong Thian hong segera berseru.
"Berat betul tamparan nona, rupanya kau juga seorang ahli silat, tak heran kalau
lagaknya tengik benar!"
Sementara itu Li Ji hek telah menyeka darah dari mulutnya, kemudian teriaknya
keras-keras. "Lonte busuk, kau berani memukul orang " Hari ini Li JI ya akan beradu jiwa
dengan mu." Sambil berteriak keras, tiba-tiba dia menerkam ke tubuh Siau Po-cha dengan
garangnya. Mendadak lelaki berbaju hitam itu melintangkan badannya ke depan, tangan
kanannya segera diangkat dan mencengkeram pergelangan tangan kanan Li Ji hek,
kemudian dibantingnya tubuh orang itu ke samping, serunya dengan keras.
"Li heng, kalau kau bikin gara-gara di sini, bukankah sama artinya dengan
berusaha menghancurkan mangkuk nasiku?"
"Bagaimana caramu mengurusi lonte busuk itu ..." teriak Li Ji hek dengan gusar.
Lelaki berbaju hitam itu segera mengerahkan tenaga dalamnya pada lengan
kanannya itu, kontan saja Li Ji hek menjerit kesakitan, air matanya sampai jatuh
bercucuran membasahi pipinya.
"Ooooh, rupanya lelaki itupun seorang jago silat." pikir Tong Thian hong.
Dihampiri lelaki berbaju hitam itu, kemudian serunya.
"Lepaskan dia!"
Lelaki berbaju hitam itu berpaling dan memandang sekejap ke arah Tong Thianhong,
kemudian, ujarnya. 131 "Che-toaya, kalau manusia masih makan nasi, tak urung suatu ketika badannya
akan panas atau sakit, lumrah jika Siau Po Cha tak sehat badan, mengapa Che ya
harus memaksakan terus kehendaknya .... "
"Darimana kau bisa tahu kalau badannya tidak sehat?"
"Selamanya Siau Po cha bersikap baik kepada tamunya..."
"Dan justru tidak baik hanya kepadaku" tukas Tong Thian-hong, "Siapa yang akan
tahan merasa rasa mendongkol ini ?"
Tangan kirinya lantas diangkat dan mencengkeram urat nadi pada pergelangan
tangan lelaki berbaju hitam itu, kemudian serunya dengan suara dingin.
"Lepaskanlah dia!"
Baru saja lelaki berbaju hitam itu hendak berbicara, mendadak Tong Thian-hong
memperkencang cengkeraman tangannya.
Lelaki berbaju hitam itu segera mendengus dingin, sambil melepaskan
cengkeramannya pada pergelangan tangan kanan Li Ji hek katanya.
"Che ya, apakah kau benar-benar ingin menerbitkan keonaran di tempat ini ?"
Tong Thian-hong segera mengayunkan tangan kanannya, "Ploook! Ploook!" dengan
telak pukulan tersebut menghajar di atas sepasang bahu lelaki berbaju hitam itu.
"Setelah kau berkata demikian, rasanya jika tidak ku bikin keonaran di sini,
bisa hilang nama baikku." katanya.
Tampak kelima jari tangan kanan lelaki berbaju hitam itu pelan-pelan mengendor
melepaskan cengkeramannya pada lengan Li Ji hek, kemudian sepasang lengannya
juga terjulur lemah ke bawah, peluh dingin jatuh bercucuran membasahi seluruh
tubuhnya. Ternyata didalam dua tepukan yang dilancarkan Tong Thian hong tadi, secara
diam-diam ia telah menggunakan persendian tulang bahu dari lelaki berbaju hitam
itu. Kontan saja lelaki berbaju hitam itu merasa kesakitan setengah mati, tapi sambil
menggigit bibir dia menahan diri dan tidak mengeluarkan sedikitpun suara. Tapi
tak selang beberapa saat kemudian, akhirnya dia tak kuasa menahan diri dan
mulai berteriak-teriak keras.
"Sungguh keji amat cara anda turun tangan !" seru Siau Po cha dengan kening
berkerut. Dengan langkah-langkah lebar dia menghampiri lelaki berbaju hitam itu, sepasang
tangannya mencengkeram tubuh lelaki itu kemudian lengan kanannya diangkat ke
atas .... "Krak!" dia sambung persendian tulang si lelaki berbaju hitam yang
terlepas itu. -ooo0ooo- -Bagian ke SEPULUH132 Terdengar lelaki berbaju hitam itu mendengus tertahan, tahu-tahu persendian
tulang bahunya sudah disambung. Tong Thian hong sama sekali tidak menghalangi
nona itu, setelah melihat caranya menyambung tulang persendian di atas bahu
lelaki itu, dia baru berkata dengan dingin. "Nona, akhirnya kau memperlihatkan
juga kepandaianmu!" "Rupanya Che toaya datang kemari dengan membawa jutaan tentara" kata Siau Pocha.
"Mana, mana....." Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan, "Apabila disini
tiada orang lain yang lebih tangguh daripada nona, sekaranglah saat nona untuk
memberi tanggungan jawab kepadaku."
Sementara itu, orang yang datang menonton keramaian makin lama semakin
banyak, dengan dingin Siau po-cha memandang sekejap ke arah lelaki berbaju
hitam itu, kemudian serunya lirih. "Manusia yang tak berguna, enyah dari sini."
Lelaki itu mengiakan dan segera dia putar badan meninggalkan tempat itu. "Suruh
semua orang yang menonton keramaian itu juga mundur semua dari sini." bisik
Siau po-cha lagi. Kemudian sambil menggandeng tangan kanan Tong Thian hong, terusnya
"Che-ya, mari kita duduk di ruangan."
"Kalau dilihat, budak ini masih muda belia, tapi pandai sekali menyesuaikan diri
dengan keadaan, manusia macam ini bisa dihadapi dengan gampang" pikir Tong
Thian hong. Berpikir demikian, dia lantas mengulurkan tangan kanannya dan
bergandengan dengan Siau po-cha.
Dipandang dari luar, mereka berdua seakan sedang bergandengan tangan masuk
kamar, suasana amat akur dan mesra, padahal sewaktu tangannya saling
menggenggam itulah masing-masing pihak telah mengerahkan tenaga dalamnya
dengan harapan bisa menundukkan lawannya. Tong Thian hong pikir apa salahnya
mencoba kekuatan lawan" Maka dia tidak menggunakan seluruh kekuatannya


Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk melawan. Terasa olehnya tenaga jepitan dari ke lima jari tangan Siau pocha tersebut makin lama makin kuat, bagaikan jepitan baja saja, makin lama semakin
kencang. Dari luar ruangan sampai ruangan dalam jaraknya paling banter cuma tiga sampai
lima langkah, meski dekat jaraknya tapi lama rasanya untuk dilewatkan. Agaknya
Siau po-cha sudah tahu kalau ia telah bertemu dengan musuh tangguh, terasa
makin lama cengkeraman jari tangannya kian kuat dan keras, dengan cepat dia
mengendorkan tangannya sambil berkata. "Pertanggungan jawab apakah yang
diharapkan Che-ya dari diriku ini...?"
"Dengan kepandaian silat yang nona miliki, seharusnya kau bukan seorang wanita
penghibur, aku yakin di balik kesemuanya itu pasti ada hal-hal lain yang rahasia
artinya." "Daripada lebih banyak urusan lebih baik kurangi satu masalah, apakah Che-ya
tidak merasa persoalan yang kau campuri sudah terlampau banyak...?"
"Aku mempunyai alasan sendiri untuk mencampuri urusanmu itu."
133 "Kau petugas dari pengadilan?"
"Bila nona bersedia memberitahukan asal usulmu dan apa tujuanmu menyelundup
ke dalam rumah hiburan ini, tentu saja akupun akan memberitahukan asal usulku
yang sebenarnya kepadamu."
"Seorang perempuan penghibur yang lemah tak punya kemampuan apa-apa,
beruntung dapat berkenalan dengan seorang pendekar dunia persilatan, karena dia
kasihan kepadaku maka diwariskan serangkaian ilmu silat kepadaku untuk
melindungi keselamatan sendiri."
"Oooh... sungguh suatu cerita yang menarik sekali, cuma sayang waktu untuk
mengisahkan cerita tersebut kurang cocok."
"Saat macam apakah baru bisa dikatakan saat yang paling cocok?" tanya Siau
pocha. Dewi Ular 3 Pendekar Slebor 31 Iblis Penghela Kereta Misteri Pulau Neraka 6

Cari Blog Ini