Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long Bagian 6
tanganku?" demikian dia berpikir. orang pertama yang dituju
olehnya adalah Kakek setan berhati cacad siau Lun.
Kecuali siau lojin dalam perkampungan siu-ning-ceng saat
ini, termasuk Kakek pemutus usus pelenyap hati Hui Lok.
selain tak berkemampuan untuk berbuat demikian, mereka
pun tak akan bernyali untuk berbuat begitu terhadapnya.
Dengan sepasang mata melotot besar, Wi Thian-yang
segera mengalihkan sorot matanya kedepan, tapi apa yang
kemudian terlihat membuatnya menjadi tertegun"Bocah keparat, rupanya kau" Hmmm... kau benar-benar
sudah makan nyali beruang rupanya..."jerit Ceng Thian- kuiong kemudian dengan penuh kegusaran. Rupanya pedang
Hian peng-kiam tersebut kini sudah terjatuh ketangan oh Put
Kui. Agaknya oh Put Kui telah menggunakan tenaga dalamnya
yang sempurna dan luar biasa itu untuk menghisap pedang
Hian peng-kiam yang berada ditangan Ceng-thian- kui-ong wi
Thian-yang itu sehingga mencelat ketengah udara dan terjatuh
ketangannya. Maksud dari perbuatannya itu memang tak lain
ingin membuat malu si Raja setan ini.
"Wi Thian-yang," terdengar pemuda itu berseru, "hari ini
adalah hari perkawinan Kiong cong piauw pacu, setiap orang
yang datang kemari sudah seharusnya membawa maksud
untuk menyampaikan selamat, kedatanganmu seharusnya
juga tak boleh terkecuali, tapi perbuatanmu sekarang terlalu
mengada ada, selain membuat malu tuan rumah, juga
memaksa tuan rumah untuk memenuhi keinginanmu, tindakan
semacam ini sungguh merupakan suatu tindakan yang
keterlaluan..." Ucapan tersebut kedengarannya memang bisa diterima
dengan akal sehat dan sesuai dengan kenyataan.
Kontan saja Wi Thian yang dibuat melototkan matanya
bulat- bulat sesudah mendengar perkataan dari oh Put Kui
tersebut, dari malu dia menjadi naik pitam.
sekalipun dia tahu, kedua orang guru bocah itu bukan
musuh yang bisa dianggap enteng, namun dalam keadaan
seperti ini, dia betul-betul tak sanggup untuk mengendalikan
emosinya lagi. Dengan suara yang keras bagaikan geledek, dia segera
membentak nyaring: "Manusia jumawa, tahukah kau bahwa perbuatanmu
tersebut melanggar pantangan lohu?"
oh Put Kui segera tertawa.
"Berbicara soal perbuatanku, aku merasa apa yang telah
kulakukan tidak ada satupUn yang salah, sedang soal
melanggar pantanganmU atau tidak. hal ini sama sekali tak
ada sangkut pautnya dengan diriku"
Jawaban yang amat tepat tersebut dengan cepat disambut
oleh siau Lun dengan sekulum senyumansementara pengemis Pikun segera menggumam:
"Rasain sekarang, akau kulihat apa yang hendak dilakukan
oleh kau si raja setan sekarang..."
Dalam pada itu, si raja setan yang menggetarkan langit, wi
Thian yang telah berseru lagi dengan kening berkerut : "oh Put
Kui, cepat kembalikan pedang lohu"
Tampaknya dia tahu tak bakalan bisa menangkan oh Put
Kui bila diajak bersilat lidah, maka dia melangsungkan
pembicaraan tersebut pada tujuan yang sebenarnya.
"Apakah pedang ini milikmu?" tanya oh Put Kui sambil
tertawa. "Tentu saja" sahut Wi Thian-yang tertawa dingin.
Mendengar itu, oh Put Kui segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh... saudara, sungguh tebal
kulit mukamu Perkataan dari Leng siau-thian tadi paling tidak
didengar oleh seribu orang, bagaimana ceritamu pedang Hianpeng-kiam ini secara tiba-tiba bisa berubah menjadi milikmu?"
Paras muka Wi Thian-yang kontan saja berubah hebat,
serunya dengan penuh kegusaran: "Bocah keparat, kau hanya
mendengar ucapan satu pihak."
"siapa bilang aku hanya mendengarkan perkataan satu
pihak?" oh Put Kui tertawa.
"Wi Thian-yang, aku harap kau sudi menjawab sebuah
pertanyaanku saja, benarkah pedang Hian-peng-kiam ini
merupakan benda warisan dari keluarga Leng?"
"Betul, pedang Hian-peng-kiam memang merupakan benda
warisan milik keluarga Leng" jawab Wi Thian yang sambil
tertawa seram. Raja setan yang menggetarkan langit memang tak malu
disebut seorang pemimpin dunia persilatan, apa yang
diucapkan memang merupakan perkataan yang sejujurnya. oh
Put Kui tertawa. "Kau memang tak malu disebut Raja setan, kau berani
berterus terang," serunya.
"Hmmm, selama hidup lohu tak pernah membohong"
"Aku percaya dengan perkataanmu itu, cuma sayang
tindakan saudara dalam merampas pedang mustika itu dari
tangan Leng tua kelewat dipaksakan sehingga mendatangkah
perasaan tidak puas bagi setiap orang."
"Bocah muda, tahukah kau kalau pedang Hian-peng-kiam
ini dipinjam oleh Leng siau-thian dariku" Lagipula setelah
Leng siau-thian meminjam pedang itu, baru saja dia
melewatkan suatu musibah kematian?"
"Apa hubungannya dengan peristiwa pada hari ini?" tanya
oh Put Kui sambil menggelengkan kepalanya.
"Tak ada hubungannya?" Wi Thian-yang segera melototkan
matanya besar-besar. "Bocah keparat, kau benar-benar
kurang ajar..." Hampir setiap jago liok-lim yang hadir disitu pada
keheranan dibuatnya, sebab watak dari Ceng thian-kui-ong Wi
Thian-yang saat ini sama sekali berbeda dengan apa yang
tersiar dalam dunia persilatan, bahkan dia nampak begitu
sabar menghadapi si anak muda tersebut.
sementara itu, setelah berhenti sejenak. kembali Wi Thian
yang berkata sambil tertawa seram :
"Seandainya Leng Siau-thian tidak meminjam pedang lohu,
buat apa lohu datang kemari pada hari ini?"
oh Put Kui segera tertawa tergelak.
"saudara, berbicara pulang pergi, kau selalu mengatakan
kalau pedang itu diperoleh dari meminjam kepadamu, tapi aku
rasa pedang itu kalau toh merupakan benda mestika dari
leluhur keluarga Leng, tidak sepantasnya bila saudara berniat
untuk mengangkanginya"
"Jadi menurut pendapatmu, pedang tersebut harus
kukembalikan dtngan begitu saja kepada Leng siau-thian?"
"Bila saudara tidak mau memberikan secara gratis, toh
paling tidak bisa mengajukan penawaran."
"Tepat sekali," suara Wi Thian-yang dengan sorot mata
berkilat, "Lohu memang harus mengajukan suatu penawaran,
kalau tidak maka pedang tersebut harus kau kembalikan
kepadaku." oh Put Kui tertawa. "Jika saudara ingin mengajukan penawaran, utarakan saja,
aku akan mendengarkannya dengan seksama."
sambil tertawa dingin Wi Thian-yang segera berseru:
"sewaktu lohu mendapatkan pedang ini aku pernah
membayar dengan nyawa sepuluh orang jago"
"Ooh... suatu hawa pembunuhan yang amat tebal..." Wi
Thian yang tertawa nyaring.
"Nah bocah muda," terusnya, "bila Leng Siau-thian
menginginkan kembali pedangnya, paling tidak dia harus
membayar dengan nilai yang sama pula..."
"Ooh, kalau begitu pedang itu membawa firasat yang
jelek..." sembari berkata tangannya digetarkan keras keras, pedang
Hian-peng-kiam berikut sarungnya segera menancap keatas
tanah. setelah itu katanya lebih jauh sambil tertawa dingin:
"Dimasa lalu saudara sudah banyak melakukan pembunuhan berdarah, dalam kemunculanmu dalam dunia
persilatan kali ini, sudah sepantasnya jika banyak melakukan
perbuatan amal, hari ini merupakan suatu kesempatan yang
baik sekali untukmu, mengapa tidak kau pergunakan peluang
itu dengan sebaik baiknya?"
Walaupun dia cuma mengayunkan pedang tersebut
sekenanya, pedang Hian-peng-kiam tersebut berhasil menembusi permukaan tanah sedalam satu depa setengah.
Padahalpermukaan lantai berupa batu hijau yang sangat
keras, sedangkan pedang itu masih bersarung, kalau dilihat
kenyataannya pedang berikut sarung itu bisa menancap
sedemikian dalamnya, bisa diketahul kalau tenaga dalam yang
dimiliki oh Put Kui betul betul mengerikan sekali.
Wi Thian-yang merasa terkejut sekali setelah menyaksikan
kejadian itu, segera ujarnya sambil tertawa:
"Bocah keparat, tampaknya tenaga sambitan mu cukup
hebat, entah kesempatan macam apakah yang kau
persiapkan untuk lohu" Bocah muda, ketahuilah kejadian
seperti ini merupakan kejadian yang baru pertama kali ini
kujumpai." oh Put Kui tertawa hambar, katanya:
"Bagaimana kalau sepuluh lembar nyawa ditukar dengan
suatu pertaruhan kecil.Bila darijarak tiga depa kau berhasil
mencabut keluar pedang itu maka aku tak akan mencampuri
urusan ini, sebaliknya bila saudara tak mampu mencabut
pedang ini, terpaksa aku akan "meminjam bunga untuk
menyembah Buddha" dengan menghadiahkan pedang ini
untuk sang pengantin perempuan..."
Mendapat tantangan tersebut, Wi Thian-yang segera
menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
"Bagus, bagus sekali, lohu amat setuju dengan tantangan
semacam itu..." Kembali oh Put Kui tertawa, ujarnya:
"Walaupun kemampuan saudara menghisap benda di
udara kosong memiliki kekuatan seribu kati, tapi aku hendak
memberitahukan kepada saudara, bila pedang tersebut
berada lima depa dihadapanku, maka ilmu penghisap benda
diudara kosongmu itu pasti tak berdaya..."
seandainya dia tak mengucapkan perkataan itu, mungkin
keadaannya masih agak mendingan, tapi begitu ucapan
tersebut diutarakan, kontan saja Wi Thian yang dibikin
terpojok. Berbicara dari kedudukan serta nama besarnya dalam
dunia persilatan, seandainya pedang Hian-peng-kiam yang
menancap di tanah pun gagal dihisap keluar, maka kejadian
tersebut benar-benar merupakan suatu kejadian yang
memalukan sekali. sekalipun pelbagai ingatan segera berkecamuk dalam
benak Wi Thian-yang namun diluar dia tetap berkata sambil
tertawa tergelak "Kau tak usah mengatakan apa-apa lagi, toh asam garam
yang kumakan jauh lebih banyak daripada dirimu."
Kemudian selesai berkata mendadak dia mundur sejauh
tiga depa lebih, setelah itu bentaknya: "Bocah keparat, lihat
saja kelihayanku ini "
Mendadak sepasang tangannya diayunkan ke depan,
kesepuluh jari tangannya dengan memancarkan tenaga
hisapan yang besar langsung menghisap ke arah pedang itu.
Tapi begitu cengkeramannya selesai dilancarkan, tiba-tiba
saja wajah Ceng-thian- kui-ong berubah hebat.
Rupanya pedang tersebut sama sekali tidak bergerak
barang sedikitpun juga. Padahal Ceng-thian kui ong cukup memahami bahwa
tenaga yang keluar dari kesepuluh jari tangannya itu paling
tidak berbobot ribuan kati, tapi mengapa pedang tersebut tak
berhasil dicengkeram olehnya"
Kejadian tersebut sungguh membuat orang tidak habis
mengerti. Bukan Wi Thian-yang sja yang tak percaya dengan
kenyataan tersebut, bahkan siau Lun serta Hui Lokpun turut
berubah wajahnya setelah menyaksikan adegan tersebut.
Akhirnya siau Lun tak kuasa menahan diri lagi, sambil tertawa
tergelak serunya: "Hei bocah muda, tampaknya Thian-liong siau-kang mu
benar-benar telah berhasil dengan sempurna..."
Gelak tertawa siau Lun itu tidak terlampau keras, tapi justru
suaranya berhasil menindih suara kawanan jago lainnya.
Usianya masih begitu muda akan tetapi telah berhasil
mencapai tingkat kedudukan yang begitu tinggi dalam
kepandaian silatnya, andaikata tidak disaksikan dengan mata
kepala sendiri, setiap orang tak akan mempercayai hal itu, tak
heran kalau suasana dalam ruangan itu berubah menjadi
hening sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Dalam pada itu, Ceng Thian- kui-ong telah mengerahkan
hawa murni untuk kedua kalinya. Hawa marah yang sangat
tebal dengan cepat memancar keluar dari balik matanya.
Tatkala kesepuluh jari tangannya diayunkan ke depan,
segera terlihatlah sepuluh buah gulung cahaya hijau
memancar keluar... "sreet... sreeet..." desingan angin tajam yang menderu deru
serasa menusuk pendengaran.
Ketika hawa hijau tersebut menyentuh gagang pedang
Hian-peng-kiam yang menancap diatas tanah, ternyata
senjata itu bergetar amat keras kemudian berayun ke kiri dan
kanan- Anehnya ternyata pedang mustika itu belum juga bergeser
dari tempatnya semula. Kopiah emas yang dikenakan Raja setan yang
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menggetarkan langit hampir saja menerjang ke udara, jelas
gembong iblis tua ini telah mengerahkan segenap tenaga
dalam yang dimilikinya. Wajah oh-put-kui sama sekali tidak berubah, pelan-pelan
dia memejamkan kembali matanya.
Ketika kejadian tersebut dipandang oleh beberapa orang
tokoh persilatan yang hadir disitu, semua orang mengerti
kalau oh-put- kui telah mengerahkan pula segenap tenaga
dalam yang dimilikinya untuk melawan kekuatan yang
terpancar ke luar dari tubuh Wi Than-yang.
setengah perminum teh lewat tanpa terasa sementara itu
seluruh jidat Ceng Thian- kui-ong telah dibasahi oleh air
keringat. Akan tetapi kedua belah pihak masih tetap berdiri kaku
ditempat semula tanpa bergerak barang sedikitpun jua.
Kini getaran yang semula tampak pada ujung pedang Hianpeng-kiam, kini sudah lenyap tak berbekas.
Tampaknya Ceng Thian- kui-ong Wi Thian-yang sudah
menunjukkan tanda tanda akan menderita kekalahan.
seperminum teh kembali lewat...
Mendadak terdengar Ceng Thian Kui-ong berpekik
panjang, suara pekikan tersebut begitu keras dan nyaringnya
hingga menggetarkan kayu belandar diatas wuwungan rumah.
"Kau menang..." jerit Wi-thian yang dengan suara seperti
orang menangis. sepasang mata oh Put Kui melotot besar dan
memancarkan cahaya tajam, ucapnya kemudian sambi
tertawa : "Maaf..."
Belum habis dia berkata, mendadak terdengar wi Thianyang tertawa terbahak-bahak, kemudian serunya: "Bocah
keparat, cobakau lihat..."
"criiiit..." Ternyata dikala oh Put Kui sedang berbicara itulah, pedang
Hian-peng-kiam yang semula menancap diatas tanah itu tahutahu sudah meluncur ketangan kanan Raja setan yang
menggetarkan langit Wi Thian-yang.
Tindakan semacam ini jelas merupakan suatu tindakan
yang rendah dan sangat memalukan.
Paras muka oh Put Kui kontan saja berubah hebat, serunya
sambil tertawa dingin : "Apakah kau anggap pedang itu berhasil kau dapatkan?"
"Hmmm, memangnya tak masuk hitungan?"
oh Put Kui segera menengadah dan tertawa terbahakbahak. Dari kejauhan sana terdengar pengemis pikun segera
mengejek : "Huuuh... manusia yang tak tahu malu Ternyata Wi-thianyang tak lebih cuma manusia pengecut yang tak tahu malu"
Dengan penuh kegusaran wi Thian-yang membalikkan
badannya lalu tertawa seram : "Lok Jin-ki, kaukah yang
sedang ngebacot disitu?"
Buru-buru pengemis pikun menjulurkan lidahnya sambil
menggelengkan kepala. "Entahlah..."
Dasar pengemis ini memang gentong nasi, keberanian
untuk mengakusaja tidak dipunyai. sambil tertawa dingin Wi
Thian-yang berseru : "Lok Jin-ki, kau tak usah berlagakpikun, dalam pandangan
mata lohu tidak kemasukan pasir tahu?"
"Betul, yang disebut sebagai Raja setan tentu saja memiliki
sepasang mata yang jeli..."
Kemudian setelah menggelengkan kepalanya dan tertawa
getir, sambungnya lebih jauh:
"Saudara, buat apa kau mencari gara-gara dengan aku
sipengemis" Sobat-sobat yang punya nama dan kedudukan
banyak hadir di sini. lebih baik simpan tenagamu untuk
menghadapi mereka." Ucapan itu betul- betul membuat Wi Thian-yang ketanggor
batunya, sorot matanya mencorong sinar tajam, tampaknya
dia hendak mengumbar hawa amarahnya.
oh Put Kui juga menarik kembali suara tertawanya ketika
itu, dengan gusar dia berseru kepada Wi Thian-yang :
"Manusia she Wi, kau betul- betul seorang manusia yang
tak tahu malu, manusia bermuka tebal"
"Dalam hal apa lohu tak tahu malu?" sahut Ceng-thian-kulong seraya berpaling. oh Put Kui tertawa dingin"Hmm. setelah mengaku kalah masih main serobot, apakah
tindakan semacam ini bukan suatu perbuatan yang tak tahu
malu?" Mendengar perkataan tersebut, wi Thian-yang segera
tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... bocah keparat, apakah
kita tentukan batas waktu dalam saat pengambilan pedang
itu" " "Tidak" jawab oh Put Kui setelah agak tertegun-Wi Thianyang kembali tertawa tergelak.
" Kalau toh tiada batas waktunya, mengapa lohu tak boleh
mengambil pedang itu?"
"Betul, sebetulnya kau memang boleh mengambil pedang
itu setiap saat, tapi tidak seharusnya kau lakukan setelah
menderita kekalahan," kata oh Put Kui dengan kening
berkerut, "saudara, apakah kau tak berniat untuk melindungi nama
baikmua?" "Heeehhh^ heeehhh... heeehhh... selamanya lohu hanya
tahu bekerja untuk mencapai tujuan, aku tidak memperdulikan
cara apapun yang harus kulakukan."
@oodwoo@ Jilid 13 "Ooh ..... kalau begitu nama busukmu itu berhasil kau
dapatkan dengan cara yang pengecut dan tak tahu malu "
"jengek Oh Put Kui sambil tertawa dingin.
Paras muka Wi Thian yang segera berubah hebat setelah
mendengar ucapan itu, dia segera tertawa seram.
"Aku tidak ambil perduli apacah cara itu rendah, pengecut
atau memalukan, lohu ......"
Belum habis dia berbicara, mendadak tampak sesosok
bayanan manusia berkelebat lewat hadapannya.
Dengan perasaan terkesiap buru-buru Ceng-thian-kui-ong
melayang mundur kebelakang .
Tangan kanannya segera diangkat dan diayun menghajar
bayangan tubuh manusia yang berkelebat lewat situ ......
"Weeeesss..........!
Tenaga serangan bagaikan menghantam diatas tumbukan kapas, sama sekali tak
sanggup menimbulkan kekuatan apa-apa.
Dalam terkejutnya Ceng-thian-kui-ong segera perpikir :
"Siapakah orang itu " Mengapa rang ini tidak takut dengan
tenaga pukulanku " Mungkinka orang itu .....".
Saking cepatnya gerakan tubuh orang itu membuat Withian-yang tak sempat melihat jelas siapakah gerangan orang
itu. Didalam kaget dan herannya, sekali lagi dia mundur setlah
langkah dari posisi semula.
Mendadak Ceng-thian-kui-ong merasakan tangan kirinya
bergetar keras sekali. Pedang hian-peng-kian yang berhasil direbutnya dengan
akal muslihat tadi ternyata berhasil direbut orang lagi.
Berbareng itu pula ia mendengar suara Oh Put Kui yang
sedang tertawa tergeletak.
"Haaaahhh....haaaahhh....
haaaahhh.... W-thiang-yang, maafkan aku bila aku terpaksa harus menirukan cara kerjamu
tadi untuk menghadapi dirimu sekarang...."
Paras muka wi Thian-yang segera berubah menjadi merah
padam bagikan hati babi setelah mendengar ucapan itu, dia
benar-benar dibuat marah dan mendongkol.
Sambil mengawasi Oh Put Kui yang berdiri lima depa
dihadapinya sambil memegang pedang, akhirnya dia tak tahan
dan meraung keras, kemudian secepat kilat menerjang ke
muka. Tangannya diayunan berulang kali, secara beruntun dia
lepaskan tujuh buah serangan berantai.
Oh Put Kui tertawa tergelak, sepasang kakinya berputar,
tahu-tahu dia sudah lolos dari ancaman serangan yang
dilancarkan oleh si Raja setan yang menggetakkan langit itu.
"Aaah...ilmu langkah Tay-siu-huam impoh..." dengan
terperanjat Wi Thian-yang menjerit. "Bocah keparah, apa
hubunganmu dengan Mi-sian-kui-to ?".
Rupanya tanpa sengaja Oh Put-kui telah menggunakan
ilmu langkah Tay-siu-huan-impoh ajaran Mi-sim-kui-to (tosu
setan pembingung hati), bukan saja berhasil meloloskan diri
dari serangan yang dilancarkan Wi Thian-yang, bahkan
memancing pula bentakan kaget dari Wi Thian-yang.
Pemuda itu tahu, semestinya antara Wi Thian-yang dan Misim-kui-to terikat suatu hubungan tertentu, maka dia tertawa
hambar setelah mengar pertanyaan tersebut.
"Sobat. . . . . ."
Dengan sinar mata memancarkan cahaya dingin yang
menggidikkan hati, Wi Thian-yang membentuk keras:
"Omong kosong ! seandainya Mi-sim kui-to hanya
sahabatamu, masa dia bersedia mewarisi kepandaian silat
andalan kepadamu " Kau anggap lohu adalah seorang bocah
berusia tiga tahun yang muda ditipu ?"
Oh Put Kui segera tersenyum.
"Aku bicara terus terang, seandainya saudara tidak
percaya, yaa.... Apa boleh buat lagi?".
Dari sorot mata anak muda tersebut. Wi Thian-yang tahu
kalau Oh Put bukan lagi berbohong, dengan kening berkerut
segera ujarnya: "Bocah muda, dimanakah kah telah berjumpa dengan Tosu
setan pembingung hati itu ?"
Hampir saja Oh Put Kui mengutarkaan itu.
Tapi, anak muda itu sempat menangkap sorot mata penuh
perasaan benci dan dendam dibalik mata Ceng-thian-kui-ong
Wi Thian-yang tersebut, maka dia segera meningkatkan
kewaspadaannya. Sambil tertawa dia menggalengkan kepalanya berulang
kali, katanya: "Maaf, aku tak bisa mengutarakan kepadamu!".
"Jadi kau sudah tidak teringat?" seru Wi Thian-yang
dengan wajahh agak tertegun.
"Aku masih ingat !"
"Masih ingat?" seru Wi Thian-yang yang penuh kegusaran,
"mengapa tiak kau utarakan ?"
Oh Put Kui terbahak-bahak.
"Haaaahhh....haaaahhh....
haaaahhh.... kau anggap saudara dapat memerintah aku dengan sekehendak hatimu"
Hmmm, andaikata aku tak tersedia mengutarakan kepadamu,
kau mau apa?" Wi Thian-yang benar-benar dibuat kehabisan daya oleh
perkataan tersebut ......
Seandainya berganti orang lain, bisa jadi dia akan
mempergunakan kekerasan ataupun siksaan untuk memaksanya mengaku. Namun terhadap Oh Put Kui yang begitu lihay, dia merasa
tidak berkemampuan untuk melakukan perbuatan semacam
itu. Dengan mata terbelalak lebar-lebar, Wi thian-yang berdiri
termangu untuk beberapa saat lamanya, sampai setengah
harian lamanya dia tak tahu apa yang mesti diucapkan.
Oh Put Kui sama sekali tidak menggubris si apunya itu,
sambil membawa pedang pendek tersebt dia menghampiri
Leng Lin-lia. "Nona, aku telah berhasil merebut kembali pedang Hianpeng-kian ini, anggap saja sebagai hadiahnya atas hari
pernikahan nona..." Sembari berkata. Dia angsurkan pedang Hian-peng-kiam
tersebut ke tangan nona itu.
Dengan rasa terharu Leng Liu-lin menggelengkan
kepalanya berulangkali, seraya :
"Hal ini mana boleh jadi.... Oh tayhiap ............. "
Dasar pengantin perempuan, saking malunya dia sampai
tak mampu melanjutkan kembali kata-katanya.
Leng Cui-cui, adik pengantin perempuan yang kebetulan
berada disisinya segera tersenyum, dengan sikap yang supel
ia berseru : "Biarlah aku mewakili cici mengucapkan banyak terima
kasih kepada Oh Kong-cu !"
Tanpa sungkan dia lantas menerima sodoran pedang Hian
peng-kian tersebut. Dalam pada itu, totokan jalan darah pada lengan kiri Jian-lihu-siu (kakek menyendiri dari seribu li) Leng-Siau-thian telah
bebas, dengan penuh rasa haru dan terima kasih, dia menjuru
kepada Oh Put kui. "Oh kong-cu ! katanya. "Budi kebaikanmu yang telah
merebutkan kembali pedang Hian-peng-kian dari tangan
lawan, tak akan kami lupakan selamanya. Budi ini dikemudian
hari pasti akan kubalas ! Kongcu bila di kemudian hari kau
membutuhkan bantuan, utarakanla terus terang, sekalipun
harus terjun kelautan api, lohu tak akan menolak!"
Oh Put-kui tertawa. "Ucapan locianpwe terlampau serius ! Menolong sesuatu
yang tak adil sudah merupakan kewajiban kita semua !
Apalagi sebagai tamu yang tak diundang pada hari ini, bisa
menyumbangkans edikit tenaga dan jasa bagi tuan rumah, hal
mana sudah merupakan suatu keharusan...."
Kemudian setelah menjuru, ujarnya lagi :
"Bila locianpwe berterima kasih lagi. Hal mana sudah
merupakan suatu sikap tak memberi muka kepadaku !"
Pada dasarnya Leng Siau-thian memang seorang jago
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang gagah, mendengar perkataan itu dia lantas tertawa
tergelak. "Haaaahhh....haaaahhh.... haaaahhh.... Kalau memang
begitu, lohu akan menerimanya ........"
Oh Put kui tersenyum. Kepada Leng Cui-cui katanya :
"Nona, cepat bawa pedang tersebut kedalam, daripada
menimbulkan incaran lagi dari orang-orang yang rakus
sehingga mendatangkan kesulitan yang tak terhingga bagi
kalian!". Leng Cui-cui tertawa lirih dan menyahut:
"Terima kasih atas perhatian kongcu........." Sambil
tersenym dan mengerling sekejap kearah pemuda itu, dia
membalikkan badan dan beranjak dari dri sana.
Oleh kerlingan mata yang indah tersebut, Oh Put Kui
mrasakan hatinya bergetar keras, hampir saja dia akan
berteriak keras : "Kau amat cantik......"
Tentu saja dia tidak berbuat demikian, apalagi ketika itu
Ceng-thian-kui-ong telah menghampirinya.
"Bocah muda," terdengar berseru, "anggap saja pedang
Hian-peng-kian itu lohu, hadiahkan untukmu!"
Betul-betul suatu tindakan yang tak tahu malu, dari sini pul
dapat diketahui betapa tebalnya muka Wi-thian-yang.
Oh Put Kui tertawa. "Saudara, kau memang benar-benar berjiwa sosial!
Perlukan kuucapkan terima kasih ku kepadamu?"
Perkataan ini berterus terang dan blak-blakan, sama sekali
tak mengenal arti sungkan.
Anehnya ternyata Ceng-thian-kui-ong tidak menjadi gusar
karena ucapan mana. "Lote," dia berkata, "masa kau berterima kasih kepadaku"
Kau pedang itu berhasil kau rebut sendiri?"
"Kalau saudara sudah mengerti, memang hal ini lebih baik
lagi..." kata Oh Put Kui sambil tertawa.
Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan wajah serius
dia berkata lebih lanjut:
"Wi tua, kita berdua sudah cukup lama mengganggu
jalannya pesta pernikaan ini, apalagi akupun sudah merasa
haus sekali, bagaimana kalau kita mengesampingkan dahulu
semua persoalan untuk menghadiri jalannya pesta pernikahan
ini lebih dulu ?" "Jangan terburu-buru," tukas Wi Thian-yang sambil tertawa,
"lote, lohu ingin mengucapkan sepatah kata lagi, kemudian
akan segera mohon diri...."
"Berbicara denganku?"
"Benar!" "Apa yang hendak kau bicarakan " Katakan saja!"
Wi-thian-yang mengebaskan jubah naganya yang berwarna
merah lalu, berkata sambil tertawa.
"Lote, beritahu kepada lohu, saat ini Mi-sim-kui-to berada di
mana ?" Pertanyaan itu kontan saja membuat Oh Put Kui menjadi
tertegun dan berdiri termangu.
Secara langsung dia dapat merasakan bahwa Ceng-thiankui-ong Wi Thian yang seperti ada urusan penting hendak
mencari Misim-kui-to, bahkan delapan puluh persen hal
tersebut menyangkut soal pembalasan dendam.
Untuk sesaat lamanya Oh Put Kui jadi termenung dan
memutar otaknya keras-keras.
Wi Thian yang sendiri sebetulya merasa gelisah sekali,
akan tetapi kegelisahannya tersebut tak sampai diutarkaan
pada wajahnya dengan senyuman dikulum kembali dia
berkata: "Lote, kini loohu hanya menantikan jawabanmu?"
Oh Put Kui memandang sekejap kearah lawannya,
kemudian bertanya sambil tertawa.
"Ada urusan apa kau mencari Mi-sim-kui.
"Tentu saja ada urusan penting!"
"Dapatkah beritahu kepadaku, persoalan penting apakah itu
?" tanya Oh Put Kui lagi sambil tertawa.
"Lote, jadi kau baru bersedia memberitahukan tempat
persembunyian Mi-sim-kui-to kepada loohu setelah mengetahui karena persoalan apakah loohu hendak pergi
mencarinya?". "Memang begitulah maksud hatiku!"
Wi-thian-yang tersenyum, "Antara loohu dengannya boleh dibilang mempunyai suatu
perselisihan yang harus diselesaikan!"
"Soal pembalasan dendam?"
"Boleh dibilang begitu ! Loohu hendak mengajaknya
berkelahi !". Mendadak Oh Put Kui tertawa terbahak-bahak.
"Haaaahhh....haaaahhh.... haaaahhh..... saudaraku, lebih
baik pertarungan ini jangan dilanjutkan !"
"Kenapa ?" tanya Wi thian-yang. "Apakah si tosu setan itu
sudah mampus " Reaksinya memang cukup cepat, hanya sayang dugaagnya
itu keliru besar. "Dia belum mati, "kata Oh Put-kui sambil tertawa, "hanya
saja kau sudah bukan tandingannya lagi !"
"Lote, soal menang atau kalah adalah masalah kecil.
Memenuhi janji adalah masalah yang paling utama !"
Betul-betul sepatah kata yang tepat sekali, ucapan mana
segera menggerakkan hati Oh Put-kui.
"Baik!" kata On Put kui kemudian sambil tertawa, "cukup
mendengar pertakaanmu itu, aku bersedia memberitahukan
tempat tinganya kepadamu,"
"Haaaahhh....haaaahhh.... haaaahhh....., kalau begitu lohu
mengucapkan terima kasih lebih dulu!"
"Itu mah tak perlu !"
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lagi :
Wi tua, pernahkah kau mendengar orang persilatan
mengatakan kala dialautan timar sana yang tak pernah
dikunjungi orang?" "Kau maksukan pulau neraka ?" seru Wi thian-yang
termangu setelah mendengar ucapan itu
"Pulau itu sesungguhnya bukan bernama pulau neraka !"
"Benar!" kta Ceng thian-kui-ong Wi Thian-yang dengan
kening berkerut. "Bocah keparat, akupun tahu kalau kau
adalah satu-satunya orang yang bisa kembali dengan selamat
dari atas pulau tersebut !"
Dengan cepat Oh Put Kui menggelengkan kepalanya
berulang kali, serunya kembali :
"Maksudku pulau itu bukan bernama Pulau Negara,
melainkan mempunyai nama lainnya !"
Setelah berhenti sejenak, dia menyaksikan kawanan jagi
yang berada di tempat penjuru sedang memasang telinya
baik-baik untuk turut mendengarkan perkataan itu.
Menyaksikan semua itu, diam-diam dia menghela napas
panjang, pikirnya : "Beginilah watak orang orang dunia persilatan. Mereka
aman suka mencampuri urusan dunia persilatan."
Berpikir sampai di situ dia lalu berkata :
"Wi tua, pulau itu sebenarnya bernama Jit-hu-to (pulau
tujuh kesepinah....)"
"Jiu-hu-to ?" Wi Thian-yang tertegun.
"Ehmmm di atas pulau itu berdiam tujuh orang kakek yang
hidup kesepian, itulah sebabnya pulau itu dinamakan pulau
tujuh kesepian!" Sebuah berita besar yang belum pernah terdengar oleh
setiap umat persilatan, tak heran kalau berita itu segera
menggemparkan setiap orang yang mendengarnya.
Walaupun Nelayan sakti dari lautan timur Cin Poo-tiong
telah menyiarkan berita tentang kehadirat Pendekat aneh Oh
Put Kui di pulau neraka ke dalam dunia persilatan, namun dia
tidak pernah membicarakan tentang siapa siapa yang berda di
pulau itu dan apa nama yang sebenarnya dari pulau tersebut.
Oleh karena itu, hingga kini orang persilatan masih
menamakan pulau kecil yang cukup membuat orang
bertegang syaraf tersebut sebagai pulau neraka.
Tapi hari ini, ada orang telah mengungkapkan nama yang
sebenarnya dari pulau tersebut, tak heran kalau suara helaan
napas panjang segera memenui seluruh arena begitu Oh Put
Kui menyeleaikan perkataannya....
"Tujuh orang kakek maksudmu ?" seru Ceng-thian-kui-ong
Wi-thian-yang dengan pasar muka berubah hebat.
"Benar! Tujuh orang kakek yang mempunyai riwayat besar
...." Kata Oh Put Kui sambil tertawa.
"Lote," kata Ceng-thian-kui-ong lagi dengan wajah sedih,
"ke tujuh orang itu pastilah Bu-lim-jit-sat yang termashur
dimasa lalu...... Dengan cepat Oh Put Kui menggeleng.
"Aku tidak mengetahui apakah benar atau tidak, namun
mereka nebut diri mereka sebagai Bu-lim-jit-sat (tujuh orang
yang kesepian dari dunia persilatan)!"
Tiba-tiba Ceng-thian-kui-ong Wi-thian-yang menengadah
dan tertawa terbahak-bahak dengan seramanya :
"Haaaahhh....haaaahhh.... haaaahhh....., rupanya mereka,
sudah padsti mereka . . . . . . "
Gelak tertawanya itu amat tak sedap di dengar,
Siapa pun tidak menyangka kalau sikap maupun elak
tertawa Ceng-thian-kui-ong Wi-thian-yang dapat berubah
menjadi begitu dingin dan menyeramkan waktu singkat.
Oh Put Kui agak tertegun menyaksikan keadaan lawanya,
dengan cepat dia bertanya :
"Wi tua, kau kenal dengan mereka ?"
"Kenal! Semuanya kukenal . . . . . ?"
Setelah berhenti sebentar, dia menghela napas rendah,
kemudian melanjutkan : "Lote tepat sekali perkataan itu, ohu memang tak perlu
mencari si Tosu setan lagi..,"
Dia nampak seperti putus asa, sikapnya yang lemah itu
amat tak cocok dengan julakannya sebagai Raja setan.
Sambil tersnyum Oh Put Kui berkata:
"Wi cua jangan lupa. soal mengingkar janji adalah soal
benar!" Sekujur badan Ceng-thian.kui-ong Wi-Thian-yang bergetar
keras sesudah mendengar ucapan itu.
Ditatapnya Oh Put Kui lekat lekat, mulutnya membungkam
dalam seribu bahasa, diam diam pikirnya sambil menggertak
gigi: "Sebelum bocah keparat ini dilenyapkan dari muka bumi,
lohu tak akan memperoleh ketenangan di dalam hidupku!"
Dalam hati dia berpikir demikian, diluaran dia menghela
napas panjang, katanya: "Bila ke tujuh orang manusia aneh ini hadir semua disana,
sekalipun lohu kesitu juga percuma !"
Setelah berhenti sejenak, dia manggut-manggut dan
berkata sambil tertawa: "Benar, mengingkar janji adalah masalah besar, loohu
memang barus melakukan perjalanan kesitu."
Perawakan tubuhnya yang tinggi besar itu segera berputar
sorot matanya dialihkan ke datam ruangan dan memandang
sekejap kawanan jago disitu. kemudian ujarnya sambil tertawa
nyaring: "Sekiranya loohu telah mengganggu kegembiraan kalian
semua, harap saudara semua sudi memaafkan !"
Bayangan nerah tampak berkelebat cepat, tahu-tahu dia
sudah melambung ketengah udara.
Benar-benar suatu gerakan tubuh yang sangat cepat
bagaikan sambaran kilat. Ceng-Thian.kui-ong telah berlalu, namun dari kejauhan
sana masih terdengar suaranya yang bergema tiba-tiba:
"Hui Lok lote, soal pembunuhan yang kau lakukan terhadap
Nyoo Thian Wi pasti akan lohu perhituugkan lagi di kemudian
hari! Tunggu saja kedatanganku nanti !"
Kalau didengar suaranya, orang itu jelas berada beberapa
Ii dari tempat itu. Namun ucapannya yang terakhir ibaratnya dinamit yang
meledak secara tiba-tiba.
Seketika itu juga suasana dalam ruangan menjadi gempar,
paras muka semua orang jago yang hadir didalam maupun
diluar ruangan sama-sama berubah hebat.
Terutama sekali kelima orang Ciangbujin dan lima partai
besar serentak mereka mereka melompat bangun.
Benarkah si Kakek pelenyap hati pemutus usus Hui Lok
yang melakukan pembunuhan keji itu"
Pembunuhan atas Hu mo-sutay dan Tohong Sutay dan
Pek-siu-an.,.. Nyawa dari Kirn-teng-sin-yu serta Wan-song-siu....,..
Keluarga Leng-hong-biu suami isteri dikebun Ci-wi-wan . . .
. . Nyatanya peristiwa pembunuhan itu dilakukan oleh Hui Lok
. . . . . Saking terperanjatnya, kelima orang ciang bunjin itu sampai
membelalakkan matanya lebar-lebar. mereka mengawasi
wajah Kakek pemutus usus pelenyap hati lekat-lekat.
Bagaimana dengan Hui Lok sendiri"
Iblis tua berkepala botak ini nampak diliputi kemarahan
yang meluap luap, hawa napsu membunuh yang amat tebal
tebal telah menyelimuti wajahnya . . .
Dalam anggapan lima orang ciang bunjin dan lima partai
besar gembong Iblis tersebut sudah berniat untuk melakukan
pembunuhan guna membungkamkan mulut mereka.
Padahal yang sebetulnya. Kakek pemutus usus pelenyap
hati Hui Lok sedang dibikin kegusaran oleh sikap dan ucapan
Wi thian-yang tersebut...
Mimpipun dia tak menyangka kalau Ceng Thian-kui-ong
bakal menfitnahnya sesaat sebelum meninggalkan tempat itu,
bahkan fitnahan tersebut merupakan suatu fitnahan yang
membuatnya sulit untuk membebaskan diri dengan begitu
saja. Untuk mengejar iblis keparat tersebut......rasanya mustahil!
Hui Lok mengerti ilmu silatnya masih berada dalam taraf
seimbang dengan kepandaian si1at yang dimiliki Wi-thianyang. Mau memberi penjelasan" Rasanya tindakan tersebut
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dianggap sebagai suatu tindakan yang berlebihan, tak nanti
orang lain mau mempercayai penjelasannya.
Oleh karena itu si Kakek pemutus usus pelenyap hati Huk
Lok hanya bisa mangkel dihati, andaikata bukan berada dalam
swasana pesta pernikahan, sudah pasti ia telah mencaci maki
kalang kabut. Pada saat itulah ada seorang yang sedang tertawa tergelak
didalam hatinya. Orang itu tak lain adalah Nyoo Ban-bu!
Penampilan sikap maupun mimik wajahnya amat aneh dan
luar biasa, seperti lagi senyum tak senyum dan gembira
melihat yang lain tertimpa bencana, iapun menunjukkan sikap
seperti merasa gembira karena dari menyaksikan dua harimau
segera akan tempur ..........
Selama ini Oh Put Ki mengawasi terus gerak geriknya
terutama saat ini ..... Oh Put Kui telah menemukan: Dikala ia memberi kesulitan
dan mempelajari kepada Wi Thiau-yang tadi, putra Nyoo
Thian-wi ini justru menunjukkan sikap gelisah bercampur
gusar. Sebaliknya dika'a wi Thian-yang merasa bangga dan
gembira, Nyoo Ban-bu turut tertawa gembira pula.
Mengapa dia besikap demikian"
Hanya ada satu kemungkinan dia bisa bersikap demikian,
yakni antara dia dengan wi Thian-yang telah menjalin suatu
hubungan yang istimewa. Tapi, hal ini merupakan suatu yang sangat tak masuk
diakal" Sudah selama hampir empatpuluh, tahun Ceng-thian.kui
ong disekap didalam gunung, sebaliknya Nyoo Ban-bu baru
berusia tiga puluhan tahun.
Mustahil mreka saling mengenal, apalagi Wi Thian-yang
sendiripun belum lama lolos dari kurungan, pada hakekatnya
antara mereka berdua tidak terdapat kesempatan untuk saling
bersua. Semakin dipikir Oh Put Kui merasa pikirannya semakin
kalut dan kebingungan. Ia merasa makiti dipikir persoatan itu makin aneh, sama
sekali tak dipahami olehnya alasan dibalik peristiwa itu.............
Namun dia masih juga berpikir terus. Hingga akhirnya lima
orang ciangbunjin dan lima partai besar itu berjalan
mendekatinya Oh Put Kui tidak kenal dengan mereka, maka diapun
merasa tak perlu untuk menyampai, Merski dia sudah
mengetahui sejak tadi kalau kelima orang itu adalah kotua dan
a partai besar. Tatkala kelima orang itu berada beberapa kaki di
hadapannya, mendadak Oh Put-kui menyelinap ke samping
dan mundur sejauh tiga langkah, setelah itu membalikkan
tubuh berjalan menuju ke tempat duduknya.
Lima orang ciang bujin itu berlagak seotah olah tidak
melihat, mereka tetap melanjutkan perjalanannya menuju ke
depan. Jalan torus ke depan tiada hentinya.,..,.
Mereka borjalan hingga ko depan Kakek pemutus usus
penyeap hati Hui Lok sebelum berhenti.
Sorot mata Hui Lok dengan ketajaman bagaikan kilat
mengawasi kelima orag dengan tak berkedip.
Sementara kolima orang ciang bujin b1as melotot pula ke
arah Hui Lok. Mendadak Hui Lok menengadah dan tawa terbahak-bahak
Mengapa ia tertawa " Ataukah berasa benci "
Gelak tawa tersebut peuuh meugandung hawa murninya
yang diatih hingga mencapai seratus tahun itu.
Dalam watu singkat dua per tiga dan tamu yang berada di
dalam maupun di ruangan sama-sama meuntupi telinga dan
mernegang dada sendiri keras-keras, bahkan seperti orang
yang sedang mabuk segera roboh bergelimpangan ke tanah.
Mereka tak sauggup menghadapi suara gelak tertawanya
yang amat memekakkan telinga itu.
Tak kuasa lagi Oh Put-kui berkerut kening dan teguraya
"Siau tua, bila gelak tertawa dan Hui Lok tiiak segera
diakhini, kemungkinan besar sebagai dan kawan-kawan. Lioklim yang berada di sini akan rnenderita luka parah !"
Siau lojin egera tertawa.
"Biarkan dia berbuat sepuas-puasnya! Toh orang orang itu
ada1ah tamunya sendiri !"
Tapi dengan cepat Oh Put kui menggelengkan kepaanya
berulaug kali, sertanya "Siau tua-kui memang tak main disebut manusia paling
buas dan berhati kejam di didunia ini !"
"Bocah muda, bukanlah bisa yang sudah terjadi merupakan
uruan yang lewat, buat ape ka mesti mencampurinya ?"
"Lantas mengapa kau orang tua tidak menghalangi Hui Lok
untuk segera meng hentikan gelak tertawanya 7"
Sian lojin segera tertawa.
"Bocah muda bukankah kau sendirianpun sanggup untuk
mencegah dia tertawa terus " Mengapa kau tidak
melakukannya ?" Oh Pur Kui menjadi tertegun mendengar perkataan itu,
untuk sesaat dia tak mampu untuk menjawab.
Benar juga perkataan itu, bukankah dia sendiripun memiliki
kemampuan untuk berbuat begitu "
Tak tahan lagi dia segera tertawa tergelak.
"Benar juga perkataan kau orang tua," katanya, "baik,
boanpwe akan memaksakan din untuk mencobanya!"
Baru saja uca pan terakhir dirtarakan, dan tengah arena
telah berkumandang suara ben takan nyaning.
"Hhaaaitt,...!" inilah lirnu Auman singa dan kalangan
Buddha yang amat tersohor itu.
Rupanya Hui-seng taysu, ketua dad Sian-tim-si sudah tak
taha menyastkan keadaan tersebut berlaugsung terus
menerus. Begitu auman singanya dilontarkan,s egera itu juga Hui Lok
berhenti tertawa. Sedangkan kawanan jago Liok lim yang berada didalam
ruangan maupun diluar ruangan segera merasakan daya
tekanannya berkurang seteah gelak tertawa itu terhenti semua
orang dapat berdiri tegak kembali dengan dada lapang dan
napas lega. oOdwOoOOdwOo "HUI SICU, apakah kau tidak kuatir melukai para jago yang
menghadiri perjmuan ini?" tegur Huiseng taysu kemudjan.
Kekek pemutus usus pelenyap hati Hul Lok seperli merasa
tertegun, kemudian bergumam:
"Melukai mereka ?"
"Sicu," kembali Hui-seng taysu berkata dengan kening
berkerut "bila kau himpun tenaga dalam rangka latih selama
puluhan tahun kedaam gelak tertawa bagaimaia mungkin
beribu orang jago yang berada disini bisa menahan diri?"
Sekaraug Hui Lok baru mengerti apa yang dimaksudkan,
katanya dengan suara lirih :
"Ciangbunjin, tadi apakah yang telah memperdengarkan
ilmu auman singa dan kalangan Buddha?"
Hui-sin taysu tertawa. "Betul, memang itulah perbuatan lolap."
Tiba-tiba Hui Lok menjuara seraya berkata:
"Terima kasih banyak atas teguran ciangbunjin yang telah
menyadarkan loohu.,. Sikap yang ditampilkan Hui Lok segera membuat kelima
orang cianbunjin tersebut diam-diam merasa kaget.
Hian-leng tootiang dan Bu.tong.pay menjura dan tertawa
pula, katanya kemudian: "Hui toyu, apakah barusan kau tertawa tergelak lantaran
Ceng-thian.kui.ong Wi Thian-yang berhasil membongkar
rahasia kebusukanmu?"
Pertanyaan yang diajukan secara blakblakan ini amat tak
sedap didengar, bisa di duga pertanyaan itu tentu akan
menimbulkan hawa amarah lawannya.
Betul juga, Kakek pemutus usus pelenyap hati Hui Lok
yang sebenarnya sudah agak reda kemarahannya, segera
bermurung muka lagi setelah mendengar perkataan itu.
"Hian leng, apa maksudmu berkata demikian?" tegurnya,
"kau anggap Nyoo Thian-wi benar-benar mati terbunuh
ditangan lohu?" "Haaahhh....haaahhh...haaahhh..Wi
Thian-yang telah berkata demikian, apakah toyu bermaksud untuk menyangkal?" seru Hian tootiang lagi sambil tertawa panjang.
Kontan saja Hui-lok melototkan matanya bulat-bulat, segera
bentaknya keras-keras : "Andaikata Wi Thian-yang mengatakan si hidung kerbau
yang membunuh Nyeo Thian-wi, lohu ingin bertanya, apakah
kau si hidung krbau bersedia untuk mengakuinya ?"
Hian-leng tootiang segera tertawa, ujarnya sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Pinto ta pernah melakukan perbuatan semacam ini, mana
mungkin Wi Thian-yang akan menuduh pinto?"
Dari ucapan tersebut bisa disimpulkan kalau dia sudah
mempercayai perkataan dari Wi Thian-yang tadi.
Tak heran kalau kemarahan Hui Lok semakin berkobar
sehingga sapasang matanya memancarkan cahaya berapiapi. "Hian-leng!" teriaknya dengan marah, "lohu akan memperingatkan kepadamu agar bertindak lebih waspada,
ketahuilah Wi Thian-yang sedang menggunakan siasat
melimpahkan bencana kepada orang lain untuk menfitnah
diriku! Cuma saja..."
Setelah mendongakkan kepalanya dan tertawa dingin, dia
melanjutkan : "Andaikata kalian menganggap lohu yang telah membunuh
Nyoo Thian-wi, lohu pun tak akan ambil perduli !"
Hiang-leng totiang menjadi tertegun setelah mendengar
perkataan itu, serunya keheranan :
"Wi Thian-yang sedang menfitnah dirimu ?"
"Heeehgh....heeehhh.....heeehh..... mengapa tidak kau
tanyakan sendiri kepada Wi Thian-yang?" Hui Lok tertawa
dingin tiada hentinya dengan perasaan gemas.
"Sayang Wi Thian-yang telah pergi !" Hiang-leng totiang
menggelengkan kepalanya berulang kali.
Han-sian-hui-kim (pedang suci) Wi Min duri Kay-pang yang
berada disisinya segera berkerut kening setelah mendengar
jawaban dari Hian-leng totiang itu.
Hiang-leng toheng, kau benar benar teramat jujur sehingga
mudah ditipu orang!" tegurnya.
Hiang-leng totiang berpaling sambil tertawa.
"Pinto memang tak pernah berbohong !"
Wici Min kembali tertawa getir.
"Toheng, sudah kau dengar jelas bukan apa yang
diucapkan oleh Hui tua tadi ?"
"Haaaahhh....haaaahhh.... haaaahhh....., pinto tidak tuli
tidak bisu, mengapa tidak jelas ?"
Toheng, kalau toh kau mendengar jelas semuanya itu, buat
apa lagi kau ribut terus dengan Hi tua tersebut ?"
Hian-leng totiang segera berkerut kening setelah mendengar perkataan itu, katanya :
Merecki bagaimana maksudmu "
Wici Min menggelengkan kepalana berulang kali, katanya :
"To-heng, mengapa kau tidak pikirkan masalahnya dengan
lebih teliti dan seksama lagi .... ?"
Sesudah berhenti sejenak, sambil berpaling ke arah Hui
Lok lanjutnya lebih jauh:
"Hui tua, siasat menfitnah dan melimpahkan bencana
kepada orang lain yang diperbuat Wi Thian-yang memang
terhitung cukup lihay. Hanya saja akupun ingin mengajukan
beberapa pertanyaan kepada Hui tua ......."
Hui Lok tertawa dingin, "Heeehhh....heeehhh.... heeehhh....., aku tahu bahwa
kalian tak akan menyerah dengan begitu saja, katakanlah!"
"Hui tua, apakah dimasa lampau kau mempunyai ikatan
dendam atau sakit hati dengan Wi Thian-yang?"
"Kalau toh tiada ikatan dendam atau sakit hati, mengapa Wi
Thian-yang melimpahkan bencana kepadamu ?"
"Haaaahhh....haaaahhh.... haaaahhh....., soal ini harus
ditanyakan sendiri kepada Wi Thian-yang!" sahut Hui Lok
sambil tertawa terbahak bahak.
Wici Min turut tertawa. "Hui Lok, kalau memang begitu jawaban mu tadi
merupakan suatu jawaban yang terdesak!"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Hui Lok, katanya
setelah termenung sebentar :
"Wici Min, terserah kepada jalan pikiran mu sendiri. Apa
yang ingin kau pikirkan, pikir saja demikian!"
"Jadi saudara telah mengaku telah memnbunuh Nyoo
Thian-wi?" kata Wici Min sambil tertawa dingin.
"Aku tak pernah mengakui masalah ini, Toh kau sendiri
yang mengatkaan begitu."
Wici Min tertawa dingin pula.
"Aku tidak percaya kalau tanpa sebab tanpa musabab Wi
Thian-yang akan memfitnah dirimu."
Mendengar ucapan mana, Hui Lok mengalihkan wajahnya
ke atas wajah kelima orang ciangbujin tersebut, kemudian
katanya : "Apakah kalian berlima menganggap peristiwa mana hasil
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karya lohu ?" Baru saja Wici Min tertaw dingin Hui-sin tasyu telah berkata
lebih dahulu : "Lolap sekalian sama sekali tidak bermaksud untuk berbuat
begitu !" Hmmm!" Hui Lok mendengar, "tampaknya kau si whesio
cilik masih cukup tahu urusan!"
Waktu itu, Hui-sin taysu selain merupakan ketua dari suatu
perguruan besar lagi pula merupakan seorang yang sudah
lanjut usia, akan tetapi Hui Lok telah memanggilnya sebagai
whesio cilik, kenyataan tersebut kontan saja membuatnya
menjadi menangis tak bisa tertawa pun tak dapat, yang bisa
dilakukan hanya meringis belaka.
"Sicu, pincang sekalian berlima merupakan orang orang
yang muncul paling awal ditempat terjadinya peristiwa
berdarah itu." Demikian ia berkata kemudian. "Maka demi
menegakkan keadilan dan kebenaran didalam
dunia persilatan, mau tak mau pincang sekalian harus melakukan
penyelidikan atas siapa gerangan pembunuh tersebut ..... "
"Heeehhh....heeehhh.... heeehhh....., maksud tujuannya
memang mulia, tak malu menjadi ketua dari perguruan lurus !"
ejek Hui Lok sambil tertawa dingin.
Hui-sin taysu segera merangkap tangannya di depan dada
sambil tertawa. "Sicu, sewaktu keempat peristiwa pembunuhan berdarah
itu berlangsung, sicu berada dimana ?" tanyanya.
Dengan diutarakannya perkataan itu, berarti dia menunjukkan sikap tidak percayanya kepada Hui Lok.
Mendengar perkataan itu, Hui Lok segera tertawa seram.
"Heeehhh....heeehhh.... heeehhh....., Hui-sia, untuk apa
kau mengurusi gerak gerikku ?"
"Pinceng percaya kalau lo-sicu bukan pembunuhanya, dan
aku percaya ketika peristiwa pembunuhan itu berlangsung, lo
sicu tak mungkin hadir di arena ...."
"Itu pun belum tentu ! Hui Lok tertawa seram.
Setelah berhenti sejenak, dia berpaling ke arah Kakek
setan berhati cacad, kemudian melanjutkan :
"Siau loko bisa menjadi saksi, keuasan lohu tak akan lebih
rendah dariada kakek setan berhati cacad !"
Sui-sin taysu terpaksa menyimpulkan senyuman getirnya
diujung bibirnya, katanya :
"Hui lo si-cu, nampaknya kau tidak bermaksud untuk
melepaskan diri dari segala tuduhan yang dilimpahkan
kepadamu?" Mendengar perkataan tersebut, Hui Lok tertawa terbahakbahak. "Haaaahhh....haaaahhh....
haaaahhh..... lohu harus melepaskan diri dari apa "
Kentua Hoa-san-pay Tui-hong-kiam-siu "Kakek pedang
pengejar angin" Bwe Kumpang yang selama ini membungkam
dalam seribu bahaa tiba-tiba berkerut kening, lalu setelah
tertawa dingin bentaknya dengan suara gusar :
"Hui Lok, apakah kau tidak merasa bahwa ucapanmu itu
kelewat latah .... ?"
Hui Lok tertawa seram. "Bwee Kun-peng. Ucapan itu kau tujukan kepada lohu "
Hmmm, ayahnya Bwee Tiang-hong pun tak berani bersikap
begitu kasar kepadaku ..... tampaknya jaman sekarang sudah
jaman terbalik ....."
Berbicara sampai disitu, kembali dia mendongakkan
kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak,
Merah padam selembar wajah Bwee Kun-peng karena
jengah, tapi hawa amarahnya justru semakin berkobar,
katanya dengan gusar "Hui Lok, kalau kau bernyali untuk melakukan, mengapa tak
bernyali untuk mengakui " Perbuatan yang melempar batu
sembunyi tangan semacam kau itu bukan termasuk perbuatan
seorang enghiong ! Hmm terhitung lelaki macam apakah
dirimu itu ?" Hawa pembunuhan dengan cepat menyelimuti seluruh
wajah Hui Lok, katanya : "Jadi apa maksudmu sekarang ?"
"Jika kau memang seorang pembunuh kami akan
membekukmu !" "Haaaahhh....haaaahhh.... haaaahhh..... baik ! Terlepas
apakah lohu seorang pembunuh atau bukan, mengapa kalian
tidak mencoba coba lebih kemampuan kalian untuk
menangkap seorang pembunuh ?"
Bwee Kun-peng segera berkerut kening, lalu sambil
berpaling kearah Hui sia taysu katanya :
"Tyasu, tampaknya suatu pertempuran sengit tak bisa
dihindari lagi .... ! Hu-sin taysu memandang sekejap darah Hui Lok, kemudian
katanya "Hui sicu apakah seorang pembunuh atau bukan, sampai
ini kita belum bisa memastikan, lebih baik kita jangan
bertindak terlalu gegabah."
"Haaaahhh....haaaahhh.... haaaahhh..... kalian tak perlu
ragu lagi," kata Hui Lok tiba-tiba sambil tertawa tergelak,"
"hei hwosio kecil, lohu ingin menyaksikan kemampuan dan
pantas untuk memimpin suatu perguruan besar, mari ! Maju
saja bersama-sama .... !"
Keadaan sudah bertambah kritis, tampaknya walaupun
kelima orang ciangbunjin itu enggan turun tangan pun
terpaksa harus turun tangan juga.
Cui-sian Sangjin dari Go-bi-pay segera tertawa terbahak
bahak. "Sicu, lolap akan bertarung dulu melawanmu!" serunya
lantang. Diantara lima orang ciangbunjin, usianya paling tua,
berbicara soal tingkatkan kedudukan diapun setingkat lebih
tinggi dari pada ke empat orang lainnya, ilmu Tay-sengsiangkang yang dimiliki telah mencapai tingkatan yang luar
biasa, hal mana membuat dia sangat hambar terhadaps egala
macam perebutan nama maupun kedudukan, setiap
menghadapi persoalan pun dia jarang turun tangan lebih
dahulu. Tapi hari ini, setelah menjumpai seperti itu, dia tak bisa
bersembunyi lagi. Begitu selesai berkata, tubuhnya segera melesat kemuka
mendekati Hui Lok. Hui Lok segera tertawa tergelak.
"Haaaahhh....haaaahhh.... haaaahhh..... Cui hwesio, kalau
hanya seorang diri, kau tak bakal mampu untuk menahan diri
!" Blaamm.....blaammm....."
dua kali benturan keras menggema diangkasa, kedua belah pihak kembali mundur
selangkah. "Sicu, hebat sekali tenaga pukulanmu itu !" seru cui-sian
sangjin tertawa keras. Hui Lok tertawa seram pula..
"Cui hweso, aku lihat kau pun bukan seorang manusia yang
terlampau bodoh..." Bayangan abu-abu berkelebat lewat, mendadak dia
menyerobot maju kedepan dengan kecepatan luar biasa,
teriaknya keras keras : "Suruh mereka maju bersama, kalau tidak kau tak akan
sanggup menghadapi seratua gebrakan serangan lohu !"
Sambil melancarkan serangan balasan, Cui-siau sangjin
tertawa terbahak-bahak. Tidak usah..." katanya, "bila lolap tak sanggup menahan diri
nanti, mereka toh akan maju dengan sendirinya!"
Ditengah deruan angin pukulan yang memekikkan telinga,
sepuluh jalur gulungan angin tajam segera memancar
kemana-mana!. Bagi kawan-kawan jago Liok-lim yang berkepandaian silat
agak cetek, saat itu mereka hanya sempat menyaksikan ada
dua sosok bayangan manusia yang saling bergumul menjadi
satu. Dalam waktu singkat, kedua belah pihak telah saling
menyerang dua puluh jurus lebih.
Oh Put Kui yang menonton jalannya pertarungan itu segera
berkata sambil sambil tertawa:
"Siau tua, tampaknya ilmu pukulan yang dimiliki Hui Lok
tidak terlampau tinggi!"
"Keliru besar jika kau berpendapat dimikian," kata Siau lojin
sambil tertawa. "bocah muda, Cui-sian sangjin adalah seorang
tokoh tua dan tingkatan yang lebih tiuggi! Seandainya berganti
dengaa ciangbunjin liannya kau akan menyaksikan kelahayan
Hui Lok yang sebenarnya!"
Seperti baru memahami akan Put Kui segera tertawa.
"Siau tua, kalan kudengar dan cara pembicaraanmu tadi,
maksudmu ilmu silat dari Cui-sian sangjin memang tidak lebih
rendah dani pada kepandaian yang dimiliki Kakek pemutus
usus pelenyap hati" Sian lojin rnanggut-manggut.
"Yaa benar, Cui-sian memang tak pernah memikirkan
persoalan lain kecuali ilmu silat, oleh sebab itu kepandaian
silat yang dimilikinya lihay sekali, cuma jarang sekali orang
persilatan meugetahui akan persoalan ini !"
"Dari mana kau bisa tahu?" tanya Oh Put Kui kemudian
sambil tertawa," Gurumu yang mengatakan !" Oh Put Kui
menjadi tertegun. "Apa hubungan antara guruku dengan dia?" Dia tahu kalau
gurunya Tay-gi sangjin! Sangat jarang bergaul dengan orang lain, itu berarti dia pun
jarang mempunyai teman. Siau lojin segera tertawa.
Bocah muda, Cui-sian sangjin nasih termasuk murid
terdaftar dan gurumu !"
"Ooooh ......?" perkataan tersebut semakin membuat Oh
Put Kui menjadi tertegun.
"Bukankah dia adalah seorang ciangbujin dari Go-bi-pay"
Mengapa dia bisa menjadi muridnya guruku ?"
"Apa salahnya menjadi murid terdaftar seseorang ?"
Setelah berhenti sebentar dia berkata lagi :
"Sang Budha maha pengasih hanya bertujuan mewariskan
pelajarannya kepada umat manusia tanpa membedakan
antara kelompok dan perguruan. Mengapa pula dia harus
menitik beratkan pada soal perguruan ?"
Sekarang boanpwe sudah mengerti !"
"Kau sudah mengert " Kalau begitu kau tahu bukan bahwa
Cui-sian sangjin tidak bakal menderita kekalahan !"
Belum habis Oh Put-kui berbicara, mendadak dari arah
arena sudah berkumandang suara bentakan nyaring.
Menyusul kemudian nampak dua sosok bayangan manusia
saling berpisah satu dan yang lainnya.
Cui-sian sangjin masih berdiri di tempat semula dengan
senyuman dikulum. Sebaliknya Kakek pemutus usus penyelap
hati Hui Lok berdiri lima depa dari tempat semula dengan
wajah terkejut bercampur keheranan. Diawasinya wajah Cuisian sangjin dengan termangu-mangu, kemudian baru
berteriak penuh kegusaran :
"Cui hwesio, semenjak kapan kau melatih ilmu Thian-liongci ?" Dengan cepat Cui-sian sangjin menggeleng.
"Hui sicu. Ilmu jari yang kugunakan barusan bukanlah ilmu
jari Thian-liong-ci !"
"Heeehhh....heeehhh.... heeehhh..... bukan Thian-liong.ei "
Kau ingin membohongi lohu ?"
"Tidak, aku tidak membohongi dirimu, karena ilmu jari yang
gunakan adalah ilmu jari It-ing-ci."
"It-ing-ci " Mengapa ilmu jari ini jauh lebih lihay daripada
ilmu jari Thian-liong-ci ".
Mencorong sinar tajam dari mata Hui Lok, katanya lagi :
"Cui whesio, dari mana kau bisa mencuri ilmu silang yang
dimiliki Tay-gi sangjin ?"
"Omintohut !" Cui-sian sangjin segera merangkap
tangannya di depan dada. "Sebagai sesama murid Baddha,
tiada perbedaan antara partai yang satu dengan partai
lainnya. Pinceng memang bernasib baik sehingga mendapat
kesempatan untuk memperoleh petunjuk dari Tay-gi sangjin
Apa yang harus diherankan dalam peristiwa ini ?"
Hampir tidak percaya Hui Lok setelah mendengar
perkataan itu. Sepasang alis matanya segera berkerut kening.
"Cui hweesio. Kau adalah seorang ciang bunjin dari suatu
perguruan besar, kecuali ilmu silat dari Go-bi-pay, mana boleh
kau pergunakan ilmu silat lain " Apakah kau tidak kuatir jika
perbuatanmu itu telah melanggar aturan dari leluhurmu ?"
Cui-sian sangjin segera tertawa terbahak-bahak setelah
mendengar perkataan itu. "Hui sicu, sejak partai Go-bi didirikan oleh Kay-ti taysu,
tiada peraturan perguruan yang melarang anggotanya
mempelajari ilmu silat dari perguruan lain, sicu ! Jika suatu
saat kau sudah bosan dengan kehiduan keduniawian, lolap
bersedia untuk mengundang sicu masuk kedalam perguruan
Buddha....,..., " Tampaknya dia bermaksud untuk mengajak iblis ini kembali
ke jalan yang benar dan mengabdikan diri untuk sang Buddha.
Mendengar perkataan tersebut. Hui Lok segera menggelengkan kepalanya berulang kali sambil tertawa
terbahak-bahak.
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Cuci hwesio, tampaknya kau memang sudah terlalu
mendalami pelajaran agamamu sehingga dalam tiga patah
katamu pasti ada sepatah kata yang menyinggung soal
agama!" "Omintohud! Buddha maha pengasih tak pernah menlak
orang yang bertobat.... Sicu, bagaimana kalau pertarungan
pada hari ini kita akhiri sampai disini saja ?"
Ia cukup memahami keadaan yang terbentang didepan
mata saat ini, Cui-sian-sangjin telah mendapat warisan ilmu
silat dari Tay-gi sangjin, itu berarti tipis sekali kemungkinan
baginya untuk menangkan pertarungan tersebut .......
Oleh karena itu, bagi Cui-sian sangjin mengusulkan untuk
menghentikan pertarungan tersebut, dengan cepat dia
menyatakan akur. Tapi Bwe Kuan-peng tidak setuju kalau persoalan diakhiri
sampai disitu saja, dengan cepat dia berseru :
"Cui taysu, kalau memang Hui Lok adaah seorang
pembunuh kejam, mengapa taysu ...."
Belum habis berkata, Cui-sian sangjin telah tertawa
tergelak sembari menukas :
"Keliru besar, Bwee sicu, kau anggap keliru besar jika
menuduh Hui sicu sebagai seorang pembunuh keji !"
"Cui taysu, darimana kau bisa tahu kalau dia bukan
seorang pembunuh ...." Bwee Kunpeng tidak percaya.
"Benar, darimana dia bisa tahu ?"
Persoalan ini merupakan persoalan yang ingin diketahui
oleh setiap umat persilatan yang berada disitu.
Cui-sian sangjin segera tertawa,
"Sebab Hui sicu masih belum memiliki kemampuan untuk
membinasakan Nyoo thian-wi!"
"Cui taysu, apakah hal itu bisa digunakan sebagai bukti ?"
sela Wici Min tiba-tiba. "Ilmu silat kalau tak dipakai sebagai bukti, maka kita akan
bergunakan apa sebagai tanda bukti " Ilmu silat yang dimiliki
Hui Lok memang sangat lihay, tapi dia tak lebih hebat
daripada kedua rang suthay dari kuil Pek-siu-sian, apalagi
kalau dibandingkan dengan Kim-teng-sin yu kepandaian
mereka berimbang, apalagi jika dibangikan dengan Nyoo
Thian-wi ...." Setelah tertawa dan berhenti sejenak, tambahnya :
"Hui Lok masih kalah satu tingkat !"
"Apakah dia tak bisa melancarkan serangan dengan cara
menyergap ?" seru Wict Min sambil menggeleng.
Kembali cui-sian, andaikata ada yang berilmu silat lebih
cetek daripadmau yang cara diam-iam mendekati dan ingin
mencelakaimu, dapatkah kau merasakan gerak geriknya ?"
"Tentu saja dapat !"
"Nah itulah dia, kalau memang demikian coba pikirkan lagi
dengan seksama ...."
Wici Min segera menundukkan kepalanya dan berpikir
sebentar, setelah itu ia baru berseru dan sambil tertawa
terbahak-bahak. "Sangjin, sekarang benseng sudah mengerti."
"Kalau sudah mengerti, bagus sekali ....,"
Sampai disitu. Cui-sian sangjin lantas
merangkap tangannya didepan dada dan berkata kepada Hui Lok :
"Hui sicu, bila kami telah menaruh kesalah paham
terhadapmu tadi, lolap mewakili lima partai besar memohon
maaf yang sebesar-besarnya kepadamu, harap Hui sicu tidak
menjadi tersinggung adanya!"
@oodwoo@ Jilid 14 Sekalipun Hui-Lok merasa mendongkl didalam hati, namun
setelah dihadapkan pada Cui-sian sangjin, rasa mendongkolnya itu tak bisa diutarakan keluar.
Akhirnya dia berkata sambil tertawa :
"Sangjin terlalu sungkan! Kalau toh kesalahan paham
sudah dapat diatasi, silahkan kalian berlima untuk kembali ke
meja perjamuan masing-masing...."
Cui-sian sangjin tidak berbicara apa-apa lagi, dia lantas
membalikkan badan dan berjalan kembali dulu ke meja
perjamuannya. Hui-sin taysu, Hian-leng totiang. Bwe Kuan-peng serta Wici
Min terpaksa harus mengikuti pula di belakangnya.
Suatu ancaman hujan badai yang maha dahsyat pun
menjadi buyar dengan begitu saja.
Namun dibalik kesemuanya itu, suatu ancaman yang lebih
besar semakin melandar mengancam hati setiap orang ....
0000d0w0000 Sementara itu, dimaja lain Oh Pu Kui telah mengangkat
cawannya dan berkata kepada Nyoo ban-bu sambil tertawa:
"Saudara Nyoo, apakah sebeum ini kau kenal dengan
Ceng-thian-kui-ong Wi-thian-yang?"
Agak terkejut Nyoo Ban-bu setelah mendengar perkataan
itu, buru-buru sahutnya :
"Tidak kenal ! Sewaktu siaute dilahirkan di dunia ini, Withian-yang sudah disekap ditengah bukit, mana mungkin
suaute kenal dengannya ?"
"Aaah, betul juga! Kalau begitu siaute telah salah
ngomong!" Kit Hui-seng yang berada disampingnya segera menegur
pula sambil tertawa geli :
"Saudara Oh, mengapa kau punya pikiran seaneh itu
secara tiba-tiba ?" Oh Put Kui tertawa. "Saudara Kit, siaute hanya secara tiba-tiba saja berpikir
demikian sebab kulihat saudara Nyoo pernah memuni CengThian-kui-ong, oleh karena itu siaute mengira saudara Nyoo
kenal dengan kakek itu!. "Saudara Oh, bukankah akupun telah memuji Wi-thianyang?" kata Kit Hu-seng sambil tertawa, "mengapa saudara
Oh tidak mengajukan pertanyaan tersebut kepada siaute "
Mungkin saudara Oh sudah mempunyai pandangan tertentu
terhadap saudara Nyoo?"
Oh Put Kui segera tertawa terbahak bahak.
"Haaaahhh....haaaahhh.... haaaahhh..... siaute bisa salah
ngomong pun hanya satu kali, saudara Kit, andaikata siaute
bertanya sekali lagi, bukankah hal ini memperhatikan kalau
siaute adalah serang manusia yang tahu diri "
Dengan kening berkerut Kit Hu-seng manggut-manggut.
"Yaa, siaute tak sampai berpikir kesitu !"
"Saudara Kit adalah seorang polos dan jujur, tentu saja dia
tak akan memikirkan soal soal yang aneh seperti itu." Kata
Nyoo Banbu sambil tertawa, "saudara Ciu, benar bukan
pandangan siaute ini ?"
Ciu It Kim memandang sekejap sekeliling tempat itu,
kemudian berkata sambil tertwa.
"Saudara Kit adalah seorang yang jujur, paling baik kalau
saudara Nyoo jauan menyindir dirinya !"
Merah padam selembar wajah Nyoo banbu karena jengah.
Siapa bilang kalau siaute sedang menyindir saudara Kit "
Tentunya saudara ciu salah paham !" serunya cepat.
"Kalau siaute mah tak pernah menaruh kesalahan paham
terhadap orang lain ..." ujar Ciu It Kim hambar.
Satu ucapan yang amat diplomatis, tidak entengpun tidak
berat, tapi sangat mengena di hati Nyoo Ban-bu sehingga
membuatnya tak sanggup berbicara untuk beberapa saat.
See-siang-li-si Leung-luan memandang sekejap wajah
Nyoo Ban-bu, kemudian seperti membantu pemuda itu untuk
melepaskan diri dari kejengahan, ia tersenyum dan berkata
rendah : "Saudara Nyo, Ciu tayhiap adalah seorang jujur, kau tak
usah bersedih hati."
Ditatap dengan sorot mata yang begitu indah, Nyoo Ban-bu
merasakan hatinya bergetar keras, Ia segera menengadah
dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaahhh....haaaahhh.... haaaahhh..... nona, masa aku
akan bersedih hati ?"
Tiba-tiba ia mengangkat cawan kemalanya dan berkata
lebih jauh sambil tertawa :
Saudara Ciu, tadi siaute telah salah bicara, aku harus
didenda dengan secara arak!"
Ditengah gelak tertawa yang keras, ia meneguk isi
cawannya hingga mengering habis.
Terima kasih banyak saudara Nyoo!" ucap Ciu It-kim sambil
mengangkat cawannya pula.
Pada saat itulah Oh Put kui berkata lagi sambil tertawa :
"Saudara Nyoo, tentang peristiwa terbunuhnya ayahmu,
apakah saudara Nyoo telah berhasil menemukan suatu tanda
yang jelas ?" Mendengar perkataan itu, Nyoo Ban-bu tertegun untuk
kesekian kalinya. Tapi sesaat kemudian, terlintas rasa murung dan gusar
diwajahnya, ia menyahut :
"Siaute tidak becus, dengan berdarah ayah ku masih
merupakan tanda tanya besar, hingga kini siaute belum
berhasil menyelidiki siapa gerangan pembunuh tersebut !"
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba bisiknya lagi dengan
nada misterius : "Saudara Oh. Siaute tetap menaruh perasaan curiga
terhadap kakek pemutus usus pelenyap hati Hui Lok. Aku
kuatir perkataan dari Cui-sian sangjin tadi tak bisa dipercaya!"
Tergerak hati Oh Put Kui setelah mendengar perkataan itu,
ujarnya sambil tertawa: Menurut pendapat saudara Nyoo, kemungkinan besar Hui
Lok adalah pembunuh yang telah melakukan peristiwa
berdarah itu " "Yaa, kemungkinan besar!" jawab Nyoo Ban-bu tiba-tiba
sambil mencorongkan sinar kebuasan dari balik matanya.
See-siang-li-see Leng Seng-luan berada di sampingnya,
tiba-tiba turut menmbrung :
"Aku puun ikut merasakan jika persoalan ini tidak begitu
sederhana, tak nanti Ceng Thian-kui ong Wi Thian-yang
melakukan tuduhan tanpa dasar, apalagi secara terus terang
menuduh Hui Lok sebagai pembunuhnya !"
"Nona betul-betul seorang gadis yang cerdas ! Nyoo ban-bu
segera sambil tertawa bangga.
"Nona Leng," kata Oh Put kui pula sambil tertawa, "menurut
pendapatku, Hui Lok sudah pasti bukan pembunuhnya !"
"Saudara Oh, kau seperti cacing di dalam perut Hui Lok
saja. Masa setiap perbuatan-nya kau ketahui " Leng Sengluan menyindir sambil tertawa.
Oh Put-kui segera tertawa terbahak-bahak,
"Haaaahhh....haaaahhh.... nona, aku baru pertama kali ini
berjumpa dengan Hui Lok!"
"Apalagi saudara Oh baru pertama kali ini bersua dengan
Hui Lok, darimana kau bisa memastikan kalau Hui Lok bukan
pembunuhnya ?" Oh Put-kui memandang wajah Myoo Ban-bu sekejap,
kemudian katnaya sambil tertawa :
"Nona, Hui Lok memang seorang pembunuh ! tapi aku rasa
Hui Lok bukan pembunuh dari keempat peristiwa besar yang
menggemparkan dunia persilatan. Selain itu, aku rasa ...."
Setelah berhenti sebentar, tiba tiba ia berkata lagi sambil
tertawa dingin : "Saudara Nyoo, dendam kesumat terbunuhnya orang tua
lebih dalam dari samudra. Kalau saudara menganggap Hui
Lok seseorang yang mencurigakan, mengapa kau tidak
berniat membalas dendam ?"
Begitu pertanyaan tersebut diutarakan, kontan saja Nyoo
Ban-bu tertawa berbahak-bahak.
Kit Hu-seng mengangguk tiada hentinya, sedangkan Ciu Itkim dingin. Leng Seng-huan membelalakkan sepasang matanya, ia
seperti agak tertegun. Pertanyaan tersebut memang diucapkan amat beralasan.
Pengemis pikun yang menyaksikan kejadian itu segera
menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berseru :
"Saudara, ucapanmu benar-benar sangat mengena,
sebuah tususan yang amat telak !"
Paras muka Oh Put-kui berubah menjadi amat sinis, dia
menunggu sambil Nyoo Ban-bu menghentikan tertawanya,
kemudian baru berkata : "Saudara Nyoo, kau memang seorang yang amat cermat !"
Dengan paras muka tak berubah Nyoo Ban-bu tertawa,
katanya : "Ooh...sampai perubahan perasaan sinuate pun di
perhatikan saudara Oh terus menerus, hal ini sungguh
membuat siaute merasa gembira sekali ! Cuma saudara O
jangan melupakan nasehat lama ... "
Diam-diam Oh Put Kui merasa terperanjat, pikirnya:
"Manusia ini betul betul licik dan sangat berbahaya ...."
Berpikir demikian, dia lantas menyebut dengan dingin :
Nyoo-heng pun terhitung seorang yang berakal panjang,
benar-benar sangat mengagumkan !"
"Saudara O," ujar Nyoo Ban-bu kemudian dengan kening
berkerut, "Selmanya siaute tidak melakukan perbuatan yang
tidak menyakinkan! Ilmu silat yang dimiliki Hui Lok sibajingan
itu sangat lihay, siaute tak mampu untuk menandinginya,
karena itu apa gunanya melakukan perbuatan yang merugikan
diri " Baru sekali dia berkata, Leng Seng-luan telah berkata
sambil tersenyum : "Benar, apa yang dikatakan saudara Nyoo memang benar
!" "Aaah....jadi saudara Nyoo benar-benar mempunyai pikiran
ini, sungguh membuat hati orang kagum ! kata Oh Put Kui lagi
sambil tertawa. Nyoo Ban-bu tersenyum. "Saudara Oh terlalu memuji ..."
Belum habis dia berkata, mendadak dari luar pintu gedung
berkumandang suara rentetan mercon yang gegap gempita.
"Blaaamm...... blaaamm....." ditengah dentuman nyaring,
seorang canteng berlarian masuk dengan langkah tergesa
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gesa. Ngo-hong-si-ci Tu-tiong-peng sebagai congkoan dari
perkampungan Siu-ning-ning-ceng segera menyelinap keluar
dan menghadang jalan pergi orang itu, tegurnya dengan suara
dalam : "Persoalan apa yang membuatmu begitu tergesa-gesa?"
"Diluar pintu.... Diluar pintu telah kedatangan se......
sekelompok manusia berkuda...." Kata orang itu dengan wajah
terkejut dan suara gemetar.
"Manusia berkuda" Kalau hanya persoalan itu saja, perlu
apa kau merasa gugup macam begitu?" tegur Tu Tiong-peng
lagi dengan kening berkerut.
"Mereka adalah Kanglam...."
Begitu mendengar kata "Kanglam". Tu Tiong-peng segera
merasakan hatinya terkesiap, segera bentaknya :
"Minggir kau....."
Dengan langkah tergesa-gesa dia menerobos keluar dari
pintu perkampungan. Sementara itu paras muka semua tamu yang hadir dalam
ruangan telah berubah hebat, bahkan sang pengantin lelaki,
Lamkiong Ceng pun turut berubah muka setelah mendengar
kata tersebut. Cepat dia membisikkan sesuatu ke sisi telinga pengantin
perempuan, kemudian dia beranjak dan ke luar dari
perkampungan. Di depan pintu perkambungan benar-benar telah muncul
sepasukan manusia berkuda.
Di atas kuda duduklah lelaki-lelaki kekar dan perkasa.
Mereka mengenakan pakaian berwarna hijau kebiru-biruan
dengan sekumtum bunga putih di dada, bersepatu laras, ikat
kepala dan menggenggam seekor kuda berwarna putih.
Dandanan mereka benar-benar menggetarkan sukma.
Sebagai pemimpinnya adalah seorang sastrawan berusia
pertengahan. Sastrawan berusia pertengahan ini mengenakan jubah
panjang berwarna biru langit, rambutnya tidak diikat dan
dibiarkan terurai sepanjang bahu.
Dia mempunyai wajah yang bersih dengan sepasang mata
memancarkan cahaya berkilat. Sepasang alisnya tebal dan
berwajah tampan, jelas kelihatan kalau dia adalah orang yang
gagah perkasa. Kuda yang ditunggangi adalah seekor kuda berwana hitam.
Di antara kelompok kuda putih terlihat seekor kuda hitam,
warna tersebut nampak menyolok sekali.
Beberapa kaki dihadapan rombongan kuda itu, dua orang
lelaki kekar sedang memasang serentengan besar mercon.
Suara berdentuman tersebut tak lain berasal dari atas bahu
kedua orang lelaki kekar itu, nampaknya mercon tersebut
belum setengahnya yang terbakar habis.
Begitu Ngo-heng-si ci Tu Tiong-peng sampai di muka pintu
perkampungan dan menyaksikan adedan tersebut, hatinya
segera menjadi menjadi tenggelam rasanya, diam-diam dia
terpekik : "Aduh celaka, ternyata benar-benar bajingan ini !"
Sekalipun hatinya terperanjat dan segan untuk bersua
dengan sastrawan berusia pertengahan itu, tapi setelah orang
lain datang, tentu saja ia tak bisa mendiamkan saja.
Terpaksa sambil menggertak gigi ia mejura dalam-dalam,
kemudian sapanya: "Rupanya Im tayhiap yang telah datang. Maaf, maaf .....
Sastrawan setengah umur itu tertawa hambar,
"Saudara Tu, congpiaupacu kalian benar-benar tidak
memberi muka kepada siaute," katanya, "mengapa kalian tak
mengirim undangan kepada siauto untuk turud menghadiri
pesta perkawinan yang begini meriahnya ini ?"
Tu-tiong-peng segera tertawa setelah mendengar ucapan
itu. "Im tayhiap banyak urusan dan seorang yang terhormat
karena itu Lamkiong-heng tak berani menganggu Im tayhiap
serta mengirim surat undangan bagimu......, tapi setelah Im
tayhiap datang, hal ini benar benar merupakan suatu
keberuatungan bagi perkampungan kami....."
Tiba-tiba sastrawan setengah umur itu tertawa dingin.
"Mana, mana....saudara Tu, mana Lamkiong ?"
Tu tiong-peng terseuyum, baru saja akan menjawab, dari
dalam perkampungan telah muncul seseorang berseru
dengan suara latang: "Im-heng, siaute telah datang ...."
Bayangan manusia berkelebat lewat dan balik pintu
perkampuagan, sambil tertawa tergelak orang itu berseru lagi:
"Saudara Im, bila siaute Lamkiong Ceng terlambat
menyambutmu, harap saudara Im sudi memaafkan!"
Tampaknya Lamkioug Ceng telah datang menyambut
sendiri kedatangan orang itu.
Paras muka sastrawam setengah umur itu berubah agak
membaik, katanya sambil tertawa
"Saudara Lamkiong, begini baru memberi muka kepada
siaute!" Lamkiong Ceng tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh....haaahhh......haaahhh..... teguran saurara Im
memang tepat sekali, siauwto mengaku salah! Silahkan,
silahkan, silahkan, saudara Im turun dari kuda dan turut siauw
termasuk kedalam, bagaimana kalau aku di hukum minum tiga
cawan arak?" Setelah berhenti sejenak, kepada Tu-tiong peng katanya
lagi : "Saudara Tu, bagaimana kalau apak buah saudara Im biar
di jamu oleh saudara Tu?"
Buru buru Tu-tiong-peng membungkukkan badan sambil
mengiakan: "Baik, hamba akan turut perintah!"
Dengan langkah lebar dia berjalan menghampiri rombongan manusia berkuda itu.
Tapi sastrawan setengah umur itu tidak turun dari kuda,
mendengar perkataan itu dia tertawa hambar.
"Tunggu sebentar saudara Lamkiong, siaute telah
membawa sebuah hadiah untukmu, harap saudara Lamkiong
jangan mentertawakan ....."
Sesudah berhenti sebentar, tiba tiba dia berpaling sambil
berseru dengan antang: "Bawa kemari hadiahnya!"
"Diiringi suara ringkikan kuda yang amat keras,s egera
nampak enam ekor kuda putih memunculkan diri dan melewati
semua orang. Lelaki lelaki yang duduk di atas kuda tersebut, masingmasing membawa sebuah peti besi yang luasnya dua depa.
Lamgkiong Ceng segera berkerut kening, lalu ujarnya
sambil tertawa: "Aaaah.... Kurang baik kalau saudara Im mesti membuang
banyak uang untuk kami!"
Sastrawan setengah umur itu tersenyum.
"Tak usah sungkan, barang barang itu tak ada harganya,
hanya turut menyemarakkan suasana saja."
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
Perlukah peti peti itu di buka dan periksa isinya ?"
Cepat Lamkiong Ceng menggeleng.
"Hadiah dari saudara Im kubuka dan kunikmati nanti saja,
sadara Im ! Silahkan turun dari kuda dan masuk ke dalam
ruangan!" Sastrawan setengah umur itu tertawa hambar, dengan
suatu gerakan ringan ia melompat turun ke atas tanah.
Seorang anggota perkampungan segera maju ke depan
siap menuntun kuda tunggangannya.
Mendadak sastrawan setengah umur itu menggoyangkan
tangannya sambil menukas :
"Tak usah repot-repot, anak buahku bisa mengurusi kuda
itu sendiri.... Sementara sastrawan setengah umur itu masih bicara, dari
barisan kuda putih telah muncu dua orang lelaki yang segera
menerim tali les kuda emas tersebut dari tangan anggota
perkampungan. Lamkiong ceng yang menyaksikan kejadian tersebut,
kembali merasakan hatinya bergetar keras, akan tetapi diapun
tidak memberi komentar apa-apa, hanya ujarnya sambil
mempersilahkan tamunya masuk.
"Saudara Im, silahkan masuk kedalam."
Dengan angkuh dan langkah lebar sastrawan setengah
umur itu menuju kepintu perkampunan.
Sedang Lamkiong Ceng mendampingi disisinya.
Setelah melalui ruang tengah, dia langsung berjalan
menuju kemeja yang ditempati tuan rumah.
Sikap sombong dan terkebur dari sastrawan setengah umur
yang sama sekali tak pandang sebelah mata terhadap orang
lain ini dengan cepat menimblkan kesan jelek bagi
kebanyakan tamu dalam ruangan, sebagian besar diantaranya
segera berkerut kenning dan diam diam mendengus dingin.
Namun, tampaknya sastrawan setengah umur itu
mempunyai nama dan kedudukan yang tinggi. Buktinya
kendatipun begitu banyak orang merasa tak puas dengan
sikapnya, namun mereka hanya berani marah dalam hati dan
tak berani mengutarakannya secara terus terang.
Sebaliknya sahabat-sahabat dari golngan Liok-lim yang
berada diluar ruangan, saat itu sudah menjadi gempar, ratarata mereka merasa hatinya amat terperanjat.
"Aaaah, rupanya dia" Im Tiong-hok?"
"Ooh dia, Thian-be kim ciong (kuda langit tombak emas)"
"Jadi dialah Liok-lim-pacu dari tujuh propinsi di selatan
sungai besar ?" Aaaah, kenapa diapun datang ......"
Suara bisikan, helaan napas, jeritan kaget dalam waktu
singkat berkumandang dari empat arah delapan penjuru.
Hampir setiap anggota Liok-lim mengenali dia, karena
orang itu adalah Kuda langit tombak emas Im-tiong-hok yang
angkat nama bersama-sama. Pia-kim-kong-thi-wankek (raksasa penyakitan tau bertangan baja).
Selain itu, diapun mempunyai nama yang jauh lebih
termashur daripada Lamkiong Cong sendiri.
Sebab dia mempunyai ambisi untuk menyatukan seluruk
Liok tim, memiliki kemampuan untuk melaksanakan citacitanya itu. Lantas, mengapa ia datang kemari " Mengapa ia takut
datang kesana..." Benarkan tujuannya kesitu hanya untuk menghadiri pesta
perkawinan sambil menyampaikan selamat "
Atau mungkin maksud tujuan dari kedatangan tamu ini
bukan hanya untuk menyampaikan "selamat" saja"
Setiap anggota Liok-lim mauun jago silat lainnya yang
tertinggal dienam propinsi sebelah utara sungai besar mulai
memeras otak sambil memikirkan masalah tersebut.
Dalam pada itu, sastrawan setengah umur itu sudah
mengambil tempat duduk disisi tuan rumah.
Tampaknya terhadap kakek pemutus usus pelenyap hati
Hai Lok serta Jian-li-hu-siu Leng Siau-leng pun dia tak
menaruh muka barang sedikitpun, tanpa mengucapkan
sepatah katapun, begitu duduk ia lantas meneguk arak
dengan lahap. Setelah tiga cawan arak perpindah perut, dia baru berkata
kepada Lam kiong ceng sambil tertawa :
"Saudara Lamkiong, aku telah datang terlambar maka
sudah sepantasku dihukum tida cawan arak,"
Setelah berhenti sesaat, sinar matanya segera dialihkan ke
wajah pengantin perempuan Leng Lin-lin serta ditatapnya
lekat-lekat, lalu melanjutkan :
"Mari, mari, mari, biar siaute menghormati saudara
Lamkiong dan enso dengan secawan arak pula."
"Haaaahhh....haaaahhh....
haaaahhh..... terima kasih saudara Im !" Lamgkiong Ceng tertawa tergelak.
Setelah ketiga orang itu menegak arak, tiba-tiba Im Tionghok berkata lagi sambil tertawa:
"Saudara Lamkiong, mengapa kau tidak membuka hadiah
dari siaute agar enso pun bisa turut menyaksikan ?"
"Kado dari saudara Im pasti barang yang luar biasa sudah
sepantasnya kalau dibuka di depan umum !"
Dia lantas menitahkan orang untuk menggotong masuk
keenam buah peti besi itu.
Oh Put-kui yang menyaksikan peristiwa itu, segera berkata
dengan kening berkerut : "Siau tua, tindak tanduk sastrawan ini aneh sekali !"
"Anak muda, orang itu bernama Im Tiong-hok. Dia adalah
Liok-lim Pacu dari tujuh propinsi di selatan sungai besar,
ambisinya sangat besar. Selama ini dia selalu bercita-cita
untuk menyatukan seluruh Liok lim, aku lihat kedatangannya
hari ini tidak bermaksud baik."
"Lelihay-lihaynya seseorang, tak mungkin dia berani
mendatangi markas musuh dengan begitu saja. Kendatipun
dia bernyali besar, masa orang itu berani bertindak nekad?".
"Haaaahhh....haaaahhh.... haaaahhh..... bocah muda, kau
terlalu memandang enteng orang ini, tahukah kau dia itu murid
siapa ?" "Boanpwe belum pernah mendengarnya."
"Kau pernah mendengar tentang tida dewa dari luar
angkasa ?" "Ooh... kau maksudkan Han-san-ya-ceng, we pernah
mendengar nama mereka dari Thian-liong susiok . . . . .,"
Siau lojin segera tertawa.
"Nah, itulah dia, boocah itu murid mereka bertiga," serunya.
"Oooh....." Oh Put Kui segera tertawa lirih, "tak heran kalau
orang itu sombongnya bukan kepalang, sampai sampai Hui
Lok pun tidak diberi muka,"
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bocah muda, kendatipun Im Tiong-hok orangnya sombong
dan rada, jumawa, tapi dia adalah seorang lelaki sejati yang
berhati lurus, seandainya kau ingin mencari teman, manusia
macam Im Tiong-hok itulah rekan yang sejati !"
"Akan boanpwe ingat nasehatmu itu," Oh Put Kui
tersenyum. Sementara itu Lam-kiong Ceng sudah menuju keruang
tengah dan membuka salah satu diantara peti-peti besi
tersebut. Biasanya jika peti dibuka maka akan terpancar keluar sinar
gemerlapan yang menyilaukan mata, sebab isi peti besi pada
umumnya adalah intan permata dan mutu umumnya adalah
intan permata dan mutu manikam yang tak terlukiskan
harganya. Tapi kenyataannya sekarang tidaklah demikian.
Begitu tutup peti besi itu dibuka, senyuman yang semula
menghiasi wajah Lamkiong Ceng seketika berubah menjadi
kaku, kemudian dengan perasaan ngeri mundur selangkah.
Selang sesaat kemudian dia baru menuding kearah Im
Tiong hong-hok sambil membentuk:
"Saudara Im, apa maksudmu?"
Semua jago ikut tertegun oleh sikap tuan rumah, tanpa
terasa semua orang turut melongok kedalam peti besi itu.
Apa yang terlihat " Ternyata isinya adalah sebutir batok
kepala manusia .... ! Kepala manusia yang masih
berbelepotan darah. Tak heran kalau Lamkong Ceng dibuat terkejut dan
marahnya bukan kepalang. Im Tiong-hok masih tetap bersikap tenang malah sekulum
senyman segera menghiasi ujung bibirnya.
"Saudara Lamkiong, apakah kau merasa hadiah kepala
manusiaku ini kuran gmemadahi" Siaute ras intan permata tak
ebih hanya merupakan benda sampingan, hanya nyawa
manusialah baru merupakan hadiah yang benar sangar
berharga, itulah sebabnya siaute telah bekerja keran untuk
mencari enam butir kepala manusia dan dipakai sebagai kado
bagimu." Paras muka Lamkiong Ceng telah berubah menjadi amat
tak sedap dipandang, terdengar ia berseru lagi dengan suara
dalam: "Saudara Im. Tahukh kau batok kepala siapakah itu ?"
Im Tiong-ho-tertawa. "Batok itu adalah kado yang siaute bawa, sudah barang
tentu siaute mengetahuinya."
"Batok kepala siapakah itu ?"
"Yang kau saksikan sekarang adalah batokl kepala dari
Pat-pit-na-cha (Na Cha berlengan delapan) Ki-tiong"!
Mendengar tersebut, hampir saja Lamkiong Ceng
melompat bangun saking terperanjatnya.
Sementara itu para jago liok-lim dari enam propinsi di utara
sungai besar telah melompat bangun dan sama-sama
menunjukkan kemarahan yang berkobar-kobat.
"Im Tiong hok. Tahukah kau Ki Tiong itu aak buah siapa?"
bbentuk Lamkiong Ceng lagi dengan suara menggeledak.
Im Tiong-hok kembali tertawa.
"Bukankah dia adalah anak buah saudara Lamkiong,
pemimpin dari enam toa-cycu lainnya?"
"Heeehhh....heeehhh.... heeehhh..... jika saudara Im sudah
tahu, hal ini lebih baik lagi." Seru Lamkiong ceng sambil
tertawa seram. Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, dengan
perasaan terkesiap teriaknya lagi:
"Im Tion-hok, apakah isi dalam ke lima buah peti lainnya
juga batok kepala manusia ?"
"Tepat sekali !"
"Siapakah kelima orang itu ?" bentak Lam-kiong Ceng
marah. Im Tiong-hok tertawa terbahak-bahak, dia mengeluarkan
secarik kertas putih dan pelan-pelan dibaca :
"menurut urutan yang tercantum dikertas ini, mereka adalah
Bian-ciang "pukulan lembek" Ban Sun, Thi-sim kian "pedang
hati baja" baja" Teng Beng-hui, Jit-hay-kim-ciau "ular emas
"toya tiga unsur" Sian Cun kun serta Cu-bu-teng "paku siang
ma'mum" Li Toa khi !"
Setiap kali Im Tiong-hok menyebut nama satu orang.
Lamkiong Ceng segera mendengus satu kali.
Sebaliknya para jago Liok-lim yang berkumpul diluar
ruangan sama-sama bermandikan keringat dingin.
Tatkala Im tiong-hok selesai membaca nama dari kelima
orang itu, Lamkiong Ceng sudah ber kaok-kaok karena
kegusaran. Sebaliknya para jag yang tergabung di bawah pimpinan
Lamkiong Ceng berdiri dengan hati kebar kebit. Peluh hampir
membasahi seluruh pakaian yang mereka kenakan.
Im-tiong-hok memandang sekejap kearah Lamkiong Ceng,
lalu ujarnya sambil tertawa.
"Saudara Lamkiong, bukankah kado siaute ini luar biasa
bagusnya" Betul bukan"
"Im-tiong-hok," teriak Lamkiong Ceng sambil menggigit
bibirnya kencang-kencang, "tampaknya kau sudah merasa
bosan didunia ini, mama ingin mencari mampus saja......."
"Haaaahhh....haaaahhh.... haaaahhh..... saudara Lamkiong,
dapatkah kau menunggu sebentar lagi sebelum kau teruskan
marah-marahmu itu ".
Waktu itu kemarahan Lamkiong Ceng telah membuat
kesadarannya hampir saja punah, mendengar perkataan
tersebut, dia segera berteriak keras.
"Kentut busuk!"
Im-tiong-hok berkerut kening, dia lantas berpaling ke arah
Leng Lin-lin dan melanjutkan:
"Enso baru, bersediakah kau membujuknya agar jangan
marah dulu " Perkataan siaute, bersediakah kau membujuknya agar jangan marah dulu " Perkataan siaute
belum habis diucapkan!"
Mendengar perkataan itu, Leng Lin-liu berpaling dan
memandang sekejap kearah ayahnya.
Leng Siau-thian segera manggut-manggut tanda setuju.
Setelah memperoleh persetujuan dari ayahnya. Leng Lin-lin
baru maju menghampiri Lamkiong Ceng seraya membujuk :
"Engkoh Ceng, mengapa kau mesti marah marah " Biarlah
dia menyelesaikan perkataannya lebih dulu!"
Lamkiong Ceng hanya mendelik besar, sepatah karapun
tidak diucapkan ........ Tampaknya kematian dar enam orang Toa cay-cu anak
buahnya telah membuat orang ini sewot dan darah tinggi.
Im-tiong-hok masih tetap tersenyum simpul, pelan pelan dia
berkata: "Saudara Lamkong, orang persilatan mengutamakan soa
kesetiaan kawan, untuk mencegah agar saudara jangan
sampai tertimpa musibah yang tidak diinginkan maka situate
membantu mu untuk membinasakan manusia manusia laknat
tersebut, kemudian menggunakan batok kepala laknat laknat
tadi sebagai kado perkawinanmu, buat apa saudara Lamkiong
malah marah marah kepadaku ?"
Ucapan itu diutarakan dengan santai dan seenaknya,
seakan-akan keenam orang yang dibunuhnya itu adalah
pengkhianat-pengkhianat yang hendak merugikan Lamkiong
Ceng, sedang dia turun tangan membantu Lamkiong Ceng
demi keadilan. Meski sedang marah besar, namun Lamkiong Cang dapat
mendengar semua perkataan lawan dengan jelas.
Dengan gemas dan penuh kebencian dia lantar berteiak :
"Ki Tiong, Ban-sun sekalian enam saudara adalah anak
buahku, kejahatan yang mereka lakukan sudah sepantasnya
kalau di hukum olehku sendiri. Atas dasar apa kau
mencampuri urusan ini dan membinasakan mereka ?"
Im Tiong-hok tertawa. "Aku hanya merasa tak puas oleh perbuatan mereka
sehingga membantumu atas dasar keadilan, apalagi antara
saudara Lamkiong dengan siaute mempunyai tugas yang
sama, yakni menjadi congpiaupacu dari orang-orang Liok-lim
utara dan selatan sungai besar. Kini siaute Lamkiong telah
melakukan kejahatan, bila siaute Cuma berpeluk tangan
belaka, bukankah hal ini menunjukkan kalau siaute Cuma
berpeluk tangan belaka, bukankah hal ini menunjukkan kalau
siaute tidak bersahabat ?"
Perkataan itu memang masuk di akal dan bisa diterima
dengan akal sehat setiap orang. Akan tetapi Lamkiong Ceng
makin lama merasa semakin tak sedap, akhirnya karena tak
tahan lagi diapun membentuk :
"Im Tiong-hok, kau benar-benar keterlaluan, kau membuatku kehilangan muka saja !"
"Haaaahhh....haaaahhh.... haaaahhh.....benarkah begitu ?"
Im Tiong-hok tertawa tergelak.
Lamkiong Ceng tertawa seram,.
"Im-tiong-hok, kau jangan menganggap dirimu sebagai
orang baik, baik atau buruknya caycu anak buahku, masa aku
orang she Lamkiong tidak lebih mengerti daripada dirimu"
Kemudian setelah melotot sekejap Wajah musuhnya, dia
melanjutkan : "Ada separuh diantara saudara-saudara dari ke enam
benteng tersebut hadir disini sekarang, aku yakin mereka pasti
marah sekali setelah menyaksikan caycu mereka mati
ditanganmu, apakah kau tidak kuatir mereka akan mencari
balas kepadamu ?" "Benar-benar suatu kejadian aneh !" seru Oh Put Kui
sambil tertawa geli setelah mengikuti pembicaraan mana, "aku
tak menyangka kalau Lamkiong Ceng yang berperawakan
tinggi besar dan kekar, ternyata tak lebih dari tikus bernyali
kecil yang tak berkemampuan apa-apa ....!"
"Yaa, itulah yang dinamakan anggota badan berkembang
besar, otaknya Cuma berisi kotoran manusia...." Sambung
Pengemis sinting sambil tertawa:
"Saudara Lamkiong, apakah kau hendak menyuruh anak
buah mereka untuk membalas dendam?"
Lamkiong Ceng segera tertawa tergelak.
"Aku orang she Lamkiong tak sampai berbuat demikian . . .
. . . ." Belum habis dia berkata, puluhan orang jago Liok-lim yang
berada diluar ruangan telah bangkit berdiri.
"Kembalikan nyawa caycu kami ....."
"Benar, kita harus menuntut kembali nyawa dari Caycu kita
. . . . ." "Siapa membunuh orang dia harus memyambar dengan
nyawa sendiri . . . ."
"Orang she Im, locu akan beradu jiwa denganmu...."
Untuk sesaat suasana diluar ruangnn menjadi sangat
gaduh, masing-masing oratg berteriak mengutarakan kemarahannya. Mencorong sinar tajam dan batik mata Im-tiong-hok,
serunya kernudian sesudah tertawa terbahak-bahak.
"Haahhh...haaahhh ... haaahhh.. nampaknya kalian penurut
sekali...." Kemudian setelah berhenti tertawa, lanjutnya mendadak
dengan setengah membentak :
"Caycu kalian mati ditangan aku orang she Im, jika kalian
ingin membalas dendam, aku orang she Im akan menanti
kedatangan kalian disini ! Paling baik lagi jika kalian maju
bersama sama. sebab aku orang she Im tak ingin repot repot.
Suatu ucapan yang amat tegas, amat gagah dan penuh
mengandung hawa pembunuhai yang bisa menggetarkan
sukma, Para jago Liok-lim yang semula membuat kegaduhan
dengan teriak-teriakannya, kini berdiri kaku di tempat semula.
Ternyata tak seorang manusiapun di antara mereka yang
berani berkutik. Bagaimanapun juga nama besar Im Tionghok memang
cukup berwibawa. Orang tahu bahwa pimpinan kaum Liok-lim
dari selatan sungai besar ini memiliki kepandaian silat yang
sangat tangguh. Selain daripada itu, merekapun cukup tahu sampai di
manakah taraf kepandaian silat yang dimiliki Cay-cu mereka.
Kalau Cay-cu mereka saja kena terbunuh hal ini
membuktikan kalau kepandaian lawan masih jauh diatas
kepandaian caycu mereka, lantas bagaimana kalau dibandingkan diri sendiri "
Seandainya ilmu silang mereka hebat, keadaan masih
mendingan, tapi nyatanya untuk menjadi seorang Cay-cu saja
tak mampu, apalagi melebihi kepandaian cay-cu mereka "
Lamkiong Cong mengerutkan dahinya rapat-rapat, dengan
perasaan terkejut segera pikirnya :
"Sialan amat kawanan kantong nasi itu !"
Tatkala Im Tiong-hok menyaksikan kawan kawan liok-lim
yang berkumpul di luar ruangan tiada yang maju, mendadak ia
melompat bangun, kemudian angkat kepala dan tertawa
berbahak-bahak, katanya sambil mengangkat cawan arak :
"Siaute merasa gembira sekali gembira sekalikarena kalian
mengetahui keadaan sendiri sendiri ! Hari ini merupakan hari
pernikahan dari pimpinan kalian, kalau tidak sampai terjadi
pertumpahan darah, hal ini memang jauh lebih baik, mari, mari
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
.... Siaute akan menghormati secawan arak untuk kalian
semua....." Selesai meneguk habis isi cawan tersebut dia mengalihkan
kembali sorot matanya ke wajah Lamkiong ceng, kemudian
melanjutkan : "Saudara Lamkiong kau sudah sepantasnya mulai
membenahi anak buahmu, sebab belakanga ini orang orang
Liok-lim dari utara sungai besar sudah kelewat banyak
melakukan perbuatan perbuatan yang memaluan."
Hawa amarah yang ditahan dan ditekan selama ini didalam
dada Lamkiong Ceng, akhirnya meledak juga.
Dia melolot besar lalu membentuk keras:
"Im Tiong-hok! Aku orang she Lamkiong akan beradu jiwa
denganmu!" "Oo.... Mau beradu kekerasan?" seru Im Tiong-hok sambil
tertawa hambar. Ketenangan orang sungguh mengagumkan, seakan
gawatnya situasi sama sekali tidak mempengaruhi dirinya.
Semakin dipikir Lamkiong Ceng merasa makin gusar.
Gelak tertawanya juga makin lama semakin keras.
"Saudara Lamkoing, jadi kau menginginkan siaute bersama
segenap saudara dari tujuh propinsi di utara sama sama
takluk dan menerima perintahmu ?"
Dalam dusar dan mendongkolnya. Lamkiong Ceng hanya
tahu mengumbar amarahnya saja, pada hakekatnya ia tidak
memikirkan lebih jauh makna yang sesungguhnya dari
perkataan lawan. Sambil melepaskan ubah penggantiannya yang berwarna
merah, dia berseru lagi sambil tertawa seram:
"Benar aku orang she Lamkiong ingin kau mendendarkan
perkataanku ....!" Mendengar ucapan mana, Im-tiong-ho segera tertawa
terbahak-bahak. Kemdian selesai tertawa dia menjura kepada semua jago
yang hadir disana dan serunya dengan lantang :
"Saudara sekalian, barusan kalian telah mendengar dan
menyaksikan sendiri, Lamkiong congpiau pacu
telah mengutarakan maksud hatinya. Dia menginginkan sahabatsahabat Liok-lim dari tujuh propinsi di selatan pimpinanku
menyatakan menyerah kepada-Nya...."
"Suatu cara yang hebat!" puji Oh Put Kui sambil tersenyum.
"Jangan lupa dia murid siapa!" sambng Siau Lojin
tersenyum. Dalam pada itu, Im-tiong-hok sudah berkata lagi setelah
berhenti sebenar: "Meskipun aku orang she Im tidak mempunyai jasa apaapa, namun aku percaya, semenjak menjabat sebagai.
Bengcu dari sahabat sahabat Liok-lim dari tujuh propinsi di
selatan sungi besar, belum pernah satu kalipun kukalipun
kulakukan perbuatan yang tidak setia kawan, tapi hari ini
Lamkiong Ceng telah memaksakan niatnya untuk mengangkangi kedudukan orang serta menguasai para
sahabat Liok-lim di selatan sungai besar, hal ini jelas
merupakan suatu perbuatan yang terkutuk. Untuk membela
diri, terpaksa aku orang she Im harus mempertaruhkan jiwa
ragaku untuk bertarung sampai titik darah penghabisan
dengan Lamkiong ceng!"
Selesai berkata dia lantas melejit ketengah udara,
kemudian bagiakan seekor burung walet melayang ketengah
ruangan. Setelah memasang kuda-kuda, kembali ejeknya:
"Saudara Lamiong, apakah kau tidak merasa bahwa
bertarung dengan siaute hanya akan mengganggu waktumu
untuk bermesraan dengan pengantin perempuan ?"
Sudah menantang, mengejek lagi, betul-betul sebuah
ucapan yang menusuk telak perasaan Lamkiong Ceng.
Tak heran kalau Lamkiong Ceng menjadi naik darah,
dengan mata melotot muka memerah dan wajah menyeringai,
bentaknya keras-keras : "Kentut, kentut busuk ! Bajingan she Im, serahkan nyawa
anjingnya itu ......"
Langkah kirinya ditekuk, telapak tangan kanannya segera
menydok kemuka melancarkan sebuah pukulan.
"Engkoh Ceng...," jerit Leng-lin lin mendadak.
Jangan dilihat Lamkiong Ceng memiliki perawakan badan
yang tinggi besar, ternyata gerak geriknya cukup cekatan.
Baru saja Leng-lin-lin berseru, dia sudah menarik kembali
seranganya sambil melompat mundur.
"Ada apa " Kau tak usah mengurusi diriku!" tegurnya
dengan kening berkerut. "Engkoh Ceng, tidak dapatkah kau bersabar diri?" bisik
Leng-lin lin dengan wajah tersipu.
"Apakah kau sudah lupa hari ini adalah ...." Bagaimanapun
juga, memang sulit buat seorang gadis mengutarakan isi
hatinya dihadapan beribu pasang mata orang. Sebab itu dia
lantas menundukkan kepalanya rendah-rendah dan tak
mampu melanjutkan lagi kata-katanya.
Mungkin saja Lamkong Ceng tak sampai berpikir kesitu,
karena Im Tiong-hok benar-benar sudah membuatnya amat
marah sehingga pikirannya amat kalut.
"Dia kelewat menghina orang, aku bertekat hendak beradu
jiwa dengarnya...." Demikian dia berseru, "adik Lin, harap kau
menyingkir dulu, sesuai pertarungan ini aku pasti akan
meminta maaf kepadamu !"
"Benar." Im Tiong-hok segera menyambung sambil tertawa,
"memang sepantasnya minta maaf, Cuma menurut siaute,
lebih baik saudara Lamkiong minta maaf sekarang saja,
takutnya kalau nanti sudah tak ada kesempatan lagi,"
Lamkiong Ceng yang sudah marah, semakin mencak
mencak kegusaran sehabis mendengar perkataan itu, ucapan
mana terlalu menghina dalam penilainnya seakan-akan dia
sudah tiada harapan lagi untuk memetahankan hidupnya.
"Im Tiong-hk, perkampungan Siu-ning-ceng adalah tempat
untuk mengubur tulang belulangnya....!" Jeritnya mendekati
kalap. Rupanya Lamkiong Ceng sudah bertekad berada jiwa,
namun Im Tiong hok enggan untuk berbuat demikian.
Meskipun dia tidak memberi ampun pada lawannya dengan
ucapan-ucapan yang tak sedap di dalam kenyataan tidak
begitu dengan hatinya. Sambil tersenyum dia menggelengkan kepalanya berulang
kali, ujarnya pelan : "Saudara Lamkiong, aku lihat saat ini masih belum sampai
waktunya bagi kita untuk beradu jiwa."
"Siapa bilang begitu ?" tukas Lamkiong Ceng gusar,
"pokoknya hari ini kalu kau tidak mampus, akulah yang binasa
!" "Saudara Lamkiong," Im Tiong-hok kembali tertawa seraya
berkrut kening, "tampaknya pertarungan kita ini sudah tak bisa
dihindari lagi...." "Sejak tadi kau sudah berada dalam sebuah sangkar yang
kuat, kau anggap pertarugan ini masih bisa dihindari "
"Heeehhh....heeehhh....
heeehhh..... betul-betul omong kosong !" "Mungkin saja siaute benar-benar berada dalam sarang
harimau," ujar Im Tiong-hok sambil tertawa hambar, "Tapi,
kendatipun siaute sulit untuk meloloskan diri dari kematian
seperti apa yang kau katakan, sebelumnya aku hendak
menerangkandulu persoalan ini sampai jelas,"
"Baiklah," Lamkiong Ceng tertawa dingin.
Im Tiang-hok tertawa katanya:
"Soal mati hidup leih baik jangan kita bicarakan, sebaliknya
soal kesempatan buat menang atau kalah ada baiknya
dijadikan bahan taruhan, entah bagaimana menurut pendapat
saudara Lamkiong ?" Kegemaran Lamkiong Ceng sepanjang hidupnya adalah
"bertaruh," tak heran jika hawa amarahnya mereda separuh
setelah mendengar soal peraturan tersebut.
"Baik," katanya kemudian "saudara Im hendak mempertaruhkan soal apa?"
Sekulum senyuman kembali menghiasi ujung bibirnya.
Diam-diam Im Tiong-hok merasa terperanjat. Dia tak
menduga musuhnya yang sudah hampir kalap tiba-tiba jadi
sadar lagi setelah mendengar tentang pertarungan.
"Aku tahu saudara Lamkiong adalah seorang jado yang
sosial dan suka menolong sesamanya. Sedang siaute pun
bukan seorang manusia yang mempunyai modal besar, oleh
sebab itu bagaimana seandainya wilayah kekuasaan dari
seorang Lik-lim bengcu yang kita jadikan barang taruhannya
?" Jelas sudah, peraturan tersebut bukan pertaruhan kecilkecilan lagi namanya. Bayangan saja wilayah seluas tujuh propsi bukan suatu
daerah yang kecil, berapa nilainya " Mungkin tak seorang
manusiapun yang bisa menghitungnya.
Apalagi masih ditambah lagi dengan kedudukan sebagai
seorang Liok-lin Bengcu yang menguasai seluruh wilayah
daratan Tionggoan?" Kontan saja Lamkiong Ceng tertawa terbahak-bahak.
"Haaaahhh....haaaahhh.... haaaahhh..... suatu pertaruhan
yang hebat, benar-benar suatu pertaruhan yang mantap,
begitu baru mantap rasa hatiku !"
"Jadi saudara Lamkiong setuju ?" tanya Im Tiong-huk
sambil tertawa pula. "Peratutan ini merupakansuaru pertaruan besar masa
siaute tidak menyetujuinya ?"
"Suatu ucapan yang tepat sekali ! Bag sadara Lamkiong,
kalau toh kita telah setuju untuk bertaruh maka beberapa
peraturan harus dibicarakan pula, menurut saudara Lamkiong,
batasan batasan macam apakah yang wajib kita terapkan ?"
0000d0w0000 "Aku pikir tak usah memakai peraturan atau batasan
batasan lagi, pokoknya siapa yang berhasil merobohkan
lawannya, dialah yang berhasil unggul, kata Lamkiong Ceng.
"Lagi lagi suatu perkataan yang gagah sebetulnya siaute
tak berani menampik Cuma aku pikir ucapanmu itu kurang
seng dihati, siaute rasa sewajarnya kalau kita memuat berapa
macam peraturan" "Peraturan yang bagaimana "Lamkiong Ceng tertegun,
"Apakah...." "Siaute rasa, pertama kita harus mencari seseorang juri !
"Emmm, memang perlu,"
"Kedua, kita harus membatasi berapa jurus serangan yang
boleh kita perrunakan ?"
"Berapa ?" "Berbicara menurut tingkat kedudukanmu, rasanya seratus
juruspun sudah cukup!"
"Berbicara menurut tingkat kedudukanmu, rasanya seratus
juruspun sudah cukup!"
"Baik, kalau begitu kita tetapkan dengan seratus jurus
saja," "Ketiga....." "Masih ada ketiga lagi " teriak Lamkiong Ceng.
"Ketiga, meang kalah hanya boleh diputuskan dengan
saling menowel belaka."
"Saling menowel?" Lamkiong Ceng berkerut kuning, "aku
rasa, hal ini kurang cocok,"
"Ooh, jadi saudara Lamkiong lebih suka suatu pertarngan
beradu jiwa ?" "Tentu saja, toh keenam jiwa manusia itu tak boleh
dikorbankan dengan begitu saja,"
"Apakah saudara Lamkiong menganggap kau miliki
keyakinan untuk menangkan pertarungan ini ?"
Lamkiong Ceng segera angkat kepala dan memandang
sekejap kearah Im Tiong-hok, mendadak hatinya merasa
terkesiap. Ia menemukan bahwa sikap Im Tiong-hok meyakinkan, ia
tetap santai, tenang seakan akan tak ada yang ditakutkan,
belum lagi pertarungan dimulai, ia sudah jelaskanlah dalam
mental. Kalau dibilang ia memiliki keyakinan untuk
merobohkan lawan, rasanya hal ini mustahil .....
Akan tetapi kalau pertaurangan hanya dibatasi seratus
jurus dan terbatas saling menowel belaka, mungkin juga dia
masih bisa memaksanakan suatu kemenangan lewan
pertarungan adu jiwa. Berpikir sampai disitu, dia lantas menyahut:
"Baiklah, kita hanya boleh saling menowel saja,"
Setelah berhenti sejenak, mendadak sambungnya sambil
tertawa nyaring : "Saudara Im, bolehkah aku menambahkan dengan sebuah
syarat lagi ....?" "Tentu saja boleh !"
"Pihak yang kalah bukan saja harus menghormati pihak
yang menang sebagai Liok-lim bengcu, bahkan dia pun
bersdia menjadi tangan kanan pihak yang menang, entah
bagaimana menurut pendapatmu ?"
"Siapa setuju sekali!" seru Im Tiong-hokp sesudah berhenti
sebentar, dia bertepuk tangan lagi dan melanjutkan sambil
tertawa : "Seandainya saudara Lamkiong dapat menangkap siaute
dan aku bisa menjadi pembantu dirimu, kejadian ini benarbenar merupakan suatu keberuntungan buat aku orang she
Im." Ucapan yang bernada mengumpak ini memang gampang
sekali membuat orang merasa bangga dan lupa diri.
Salah seorang diantaranya adalah Lamkiong Ceng sendiri,
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dia nampak berseri karena bangga.
Lalu sambil tertawa berbahak bahak serunya :
"Haaaahhh....haaaahhh.... haaaahhh..... tidak berani ! Tidak
berani ! Seandainya siaute yang mendampingi saudara Im.
Sahabat Liok lim pasti akan merasa bahagia, jauh melebihi
sewaktu siaute yang memegang tampuk pimpinan seorang
diri," Oh Put Kui yang menyaksikan kesemuanya itu, diam-diam
hanya menggelengkan kepalanya berulang kali.
Ia merasa kedua orang itu sama-sama tangguh dan samasama lihaynya, kalau yang sat memiliki kelicikan yang
melebihi samudra, maka yang lain jujur dan terbuka seperti
alam jagad. Oh Put Kui mengerti, maka hakekatnya meski pertarungan
tak usah dilangsungkan, menang kalah sudah kentara sekali.
Kecuali Im Tiong-hok yang berpura-ura saja didalam
sikapnya tadi, kalau tidak makan sepuluh orang Lamkiong
Ceng pun tak akan berhasil menangka dia.
Sementara dia masih berpikir. Im Tiong-hok telah berjalan
menuju kearah tempat duduknya.
Dengan pemandangan tercengang Oh Put Kui memandang
sekejap kearah Im Tiong-hot.....
Akan tetapi Im Tiong-hong sama sekali tidak menaruh
perhatian kepadanya, dia hanya menjuarai kepada Liam-simkui siu (kakek setan berhati cacad) Siau Ln dan berkata
dengan sikap amat hormat :
Boanpwe sangat berharap agar Siau Lcianpwe berseid
menjadi juri untuk pertaruhan kami ini !"
"Tidak bisa," tampik Jian-sim-kui-siu dengan kening
berkerut. "Selama hidup lohu paling takut kalau dijadikan
seorang juri, sebab kalau kurang berhati-hati bisa mendatangkan resik buat diri sendiri, apalagi kalai penilaiannya dianggap kurang jujur, waaah ...... bisa-bisa
nyawa turun melayang."
@oodwoo@ Jilid 15 OH PUT KUI merasa geli sekali sesudah mendengar
perkataan itu, hampir saja meledak gelak tertawanya.
Dia tak menyangka kalau gembong iblis tua inipun pandai
sekali menggona orang. Im Tiong hok kelihatan agak tertegus, kemudian serunya
lagi : "Siau tua, disini hanya kau seorang yang sanggup!"
Sebenarnya dia hendak mengatakan begini:
"Hanya kau seorang yang pantas menjadi juri untuk
pertaruhan kami," tapi secara tiba-tiba ia teringat kalau ke lima
orang ciangbunjin dari lima partai besarpun turut hadir disana,
maka terpaksa ucapan mana ditarik kembali mentah-mentah.
Dia tak ingin gara-gara salah ucapan berakibat kemarahan
dari para diangbunjin dari lima partai besr itu, sebab hal mana
Cuma akan mendatangkan kerugian saja bagi dirinya.
Dari sikapnya ini bisa disimpulkan pula kalau orang ini amat
teliti dan berhati-hati dalam setiap tindakannya.
Siau lojin tetap menggelengkan kepalanya seraya berkata :
"Bocah muda, lohu enggan menjadi juri ... Cuma lohu bisa
memilihkan penggantinya dengan tepat, biar dia saja yang
mewakili lohu dalam menengahi masalah ini !"
Mendengar ucapan terebut, Im Tiong-hok segera berseru
sambil tertawa lebar : "Jika kau orang tua yang pilihkan, hal ini pasti tak bakal
salah lagi...." Siau lojin tersenyum, dia segera berpaling ke arah Oh Putkui sambil bertanya : "Hei bocah muda. Tolong merepotkan kau sebentar !"
"Aku ?" Oh Put-kui tertawa geli, "memangapa kau orang tua
musti memberikan kesulitan buat boanpwe ?"
"Anak muda, kau dapat mewakili lohu, kesulitan apa sih
yang kau kuatirkan ?"
Sorot matanya segera dialihkan ke Im Tiong-hok yang
masih berdiri dengan kening berkerut, kemudian melanjutkan :
"Bocah muda ini bernama Oh Put-kui, Long-cu-koay-hiap
(pendekar aneh gelandangan) yang termasyur dalam dunia
persilatan belakangan ini, tapi bocah ini menyebut dirinya
sebagai si Gelandangan yang tidak kenal siapa-siapa. Bila dia
yang mewakili lohu untuk menengahi persoalan ini, tanggung
tak bakal terjadi kebocoran-kebocoran yang tak diinginkan,
bagaimana " Puas tidak ?"
Sesungguhnya Im Tion-hok masih berdiri dengan wajah
termangu, tapi setelah mengetahui dia adalah Oh Put-kui,
seketika itu juga rasa tertegunnya hilang lenyap tak
membekas, sebagai antinya sekulum senyuman segera
tersungging di ujung bibirnya, sahutnya dengan lancang :
"Boanpwe percaya kau orang tua tak bakal salah memilih !"
Kemudian sambil mengalihkan sinar matanya ke wajah Oh
Put-kui, dia melanjutkan :
"Saudara Oh, aku orang she Im memohon kesediaan
saudara Oh !" Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Oh Put-kui
bangkit berdiri, ujarnya sambil tertawa :
"Saudara Im kelewat sungkan ! Siaute kuatir tak bisa
memenuhi harapanmu itu."
Sambil tertawa Im Tiong-hok mempersilahkan Oh Put-kui
untuk berjalan lebih dulu.
Oh Put-kui menjura lalu maju ke tengah arena dengan
langkah lebar .... Kepada Lamkiong Ceng, Im Tiong-hok segera berkata
sambil tertawa. "Saudara Lamkiong kenal dengan saudara Oh ?"
"Lamkiong Ceng segera tertawa.
"Saudara Oh masih terhitung tuan siaute, tentu saja aku
kenal dengannya." Setelah berhenti sejenak, dia menjura kepada Oh Put-kui
sambil berkata : "Merepotkan saudara Oh saja ?"
Oh Put-kui tersenyum, lagaknya mirip juga dengan seorang
angkatan tua dari dunia persilatan.
"Harap kalian berdua berdiri saling berhadapan dengan
selisih jarak delapan depa !"
Im Tiong-hok serta Lamkiong ceng menurut sekali,
serentakan mereka berdua memisahkan diri kekiri dan kanan
lalu berdiri saling berhadapan ....
Mencorong sinar tajam dari balik mata Oh Put-kui, serunya
sambil tertawa : "Begitu siaute memberi komando, harap kalian berdua
segera melancarkan serangan !"
Mendadak dia berpaling ke arah Mo kiam-huan-say" Singa
latah pedang iblis... Kit Hu-seng seraya berseru :
"Saudara Kit, harap kau sudi membantu siaute untuk
menghitung jumlah jurus serangan yang mereka lakukan."
"Siaute siap membantu !" sahut Kit Hu-seng sambil bangkit
Kasih Diantara Remaja 10 Pertarungan Dikota Chang An Seri 2 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Badai Laut Selatan 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama