Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id Bagian 4
"Andaikata di saat kita berkenalan tadi nona sudah menceritakan keadaan
tersebut, waktu itulah baru bisa dikata sebagai saat yang paling tepat dan
akupun tak akan menaruh curiga apa2."
Mendadak dia maju dua langkah ke depan, kemudian serunya kembali, "Aku harap
nona bersedia untuk menerangkan asal usulmu yang sebenarnya daripada aku
musti melukai dirimu dengan kekerasan."
Siau Po-cha membelai rambutnya yang kusut, kemudian katanya sambil tertawa.
"Bagaimana" Apakah Che-toaya tidak percaya dengan perkataanku?"
Tong Thian hong segera menggerakkan tangannya, secara tiba-tiba mencengkeram
pergelangan tangan Siau Po-cha. Menghadapi ancaman tersebut, Siau Po-cha
menggerakkan pinggangnya dan secara lincah dan manis menghindarkan diri dari
cengkeraman ke lima jari tangan Tong Thian-hong tersebut. "Che toaya" katanya,
"seorang lelaki sejati menganiaya seorang wanita penghibur, kalau berita ini
sampai tersiar di luaran, jelas bukan suatu perbuatan yang mengagumkan."
"Aaaah, tak menjadi soal, aku tak lebih cuma seorang prajurit yang tak bernama,
bila berhasil menangkan nona, maka hal itu merupakan keberuntunganku, jika
kalah juga bukan suatu yang memalukan."
Sambil berkata dia lantas menerjang maju ke depan, dengan ilmu Ki-na jiu hoat
dicobanya untuk mencengkeram urat nadi penting pada pergelangan tangan Siau
Po-cha. Di bawah desakan Tong Thian hong yang gencar, mau tak mau Siau Po-cha
harus membalikkan tangannya melancarkan serangan balasan sambil berusaha
melindungi diri. Tampak pergelangan tangannya digerakkan indah, jari tangannya yang lentik
menari-nari di udara, dengan suatu gaya serangan yang manis dia lepaskan
serangkaian serangan yang semuanya ditujukan pada jalan darah penting di tubuh
Tong Thian hong, hal ini memaksa lelaki itu mau tak mau harus menarik diri
untuk melindungi badan. Dalam waktu singkat kedua belah pihak telah bertarung sebanyak dua puluh jurus
lebih, ternyata masing-masing pihak bisa memperhatikan diri dalam posisi
seimbang tanpa ada yang menang dan tidak ada pula yang kalah.
134 Sementara itu, Siau Ling-ling sudah ketakutan setengah mati, dia berbaring dalam
pelukan Buyung Im seng tanpa bergerak barang sedikitpun jua...
Agaknya Tong Thian-hong tidak menyangka kalau Siau Po-cha memiliki
kepandaian silat sedemikian gesit dan lincahnya, diam2 dia merasa terkejut
bercampur keheranan, pikirnya, "Kalau aku tak bisa memenangkan pertarungan
ini secepatnya, bisa jadi Buyung Im seng akan menertawakan ketidak-becusanku."
Berpikir demikian, gerak serangannya segera berubah, serangan2nya semakin
jarang dan ganas, diantaranya diselingi totokan dan bacokan ke arah nadi yang
aneh tetapi sakti, sesungguhnya sukar dilukiskan dengan kata2 serangannya itu.
Kembali Siau Po-cha bertahan belasan jurus lagi, tapi lama kelamaan dia makin
terdesak hingga kalang kabut tak karuan, peluh dingin membasahi sekujur
badannya. Siau Ling-ling yang berbaring dalam pelukan Buyung Im seng, tiba-tiba berbisik
lirih, "Siapakah dia" Lihay amat ilmu silat yang dimilikinya."
"Temanku, sebelum memperoleh persetujuannya, aku merasa kurang leluasa untuk
menyebutkan namanya."
Siau Ling-ling manggut-manggut. "Cepatlah berusaha untuk membekuk Siau Pocha"
pintanya, "dia sedang mempergunakan siasat untuk menunggu datangnya bala
bantuan." "Baik! Akan ku tawan dia." kata Buyung Im seng.
Baru saja akan bangkit meninggalkan tempat duduknya, mendadak terdengar Siau
Po-cha berseru tertahan, pertarunganpun segera berhenti. Ketika ia mencoba untuk
mendongakkan kepalanya, terlihat urat nadi pada pergelangan tangan kanan Siau
Po-cha sudah dicengkeram oleh Tong Thian hong. Ketika ke lima jari tangan Tong
Thian hong ditarik ke belakang, kontan saja Siau Po-cha bermandikan keringat
yang membasahi seluruh wajah dan tubuhnya. Tapi dia memang memiliki
kemampuan yang luar biasa sekali, kendatipun seluruh wajahnya basah oleh
keringat, akan tetapi dia masih menahan diri tanpa bersuara barang sedikitpun
jua. Dengan suara dingin Tong Thian hong segera berkata. "Nona, bila kau tidak
bersedia menjawab pertanyaanku, hati-hati kalau sampai kupatahkan tulang
pergelangan tanganmu itu."
Siau Po-cha menggunakan tangan kirinya untuk menyeka keringat yang
membasahi wajahnya lalu berkata, "Che toaya, seseorang cuma bisa mati sekali,
aku sudah tahu ilmu silat yang dimiliki Che toaya sangat lihay, nyawaku saja
sudah berada dalam genggamanmu, apalagi cuma sebuah lengan."
Tong Thian hong segera tertawa dingin. "Heehhhh....heehhhh....heehhhh. nona,
tampaknya sebelum melihat peti mati kau tak akan mengucurkan air mata, bila
aku tidak memberi sedikit kelihayan kepadamu, mungkin nona masih mengira aku
tak berani turun tangan keji kepadamu."
135 "Sedari tadi sudah kukatakan, barang yang terkeji dari Che-ya paling tidak hanya
membunuhku, ketahuilah, nonamu sudah mengesampingkan masalah mati dan
hidup." "Hmm....! Tidak akan segampang itu, aku tak akan membiarkan kau mampus
begitu saja." "Memangnya di dunia ini masih ada kejadian lain yang lebih menakutkan daripada
kematian?" "Betul, itulah ingin mati tak bisa, ingin hidup tak bisa. Tidak percaya nona"
Baik, akan kubuktikan nona, sekarang akan kutotok dulu jalan darah Ngo-im-ciat-meh
mu, agar peredaran darahmu mengalir balik ke dalam jantung."
Seraya berkata dia lantas turun tangan menotok dua buah jalan darah di tubuh
Siau Po-cha. Seketika itu juga Siau Po-cha merasakan peredaran darahnya
mengalir balik ke jantung, dia tahu penderitaan semacam ini melebihi penderitaan
apapun juga, kesemuanya ini membuat hatinya gelisah sekali....
Tanpa berpikir panjang, dia lantas berteriak-teriak keras, "Pembunuh...."
Tong Thian hong segera mengayunkan tangannya dan menotok jalan darah bisu di
tubuh Siau Po-cha. "Nona, sekarang kau sudah tak sanggup berbicara lagi"
demikian dia berkata, "tapi masih ada cara lain bagimu untuk menjawab
pertanyaan ini..." Tampak sekujur badannya Siau Po-cha gemetar keras, peluh membasahi sekujur
badannya bagaikan hujan gerimis.
Jelas ia sedang merasakan suatu penderitaan dan siksaan yang luar biasa sekali.
Buyung Im-seng merasa tak tega menyaksikan siksaan dan penderitaan semacam
itu, dia lantas melengos ke arah lain dan memperhatikan tulisan yang digantung
pada dinding. Tong Thian hong mendehem pelan, lalu katanya, "Andaikata nona bersedia
menjawab pertanyaanku itu, silahkan kau menganggukkan kepala, bila kau tidak
bersedia menjawab pertanyaanku, maka anggap saja tak pernah mendengar
pertanyaanku itu." Ditunggunya beberapa saat dengan tenang, ketika tidak dijumpai suatu gerakan
dari Siau Po-cha, dia lantas mengulapkan tangan kanannya sambil berseru,
"Sekarang aku hendak menotok jalan darah Im-hiat di atas sepasang kakimu itu!"
Siau Po-cha menjadi ketakutan setengah mati, buru-buru dia menganggukkan
kepalanya. Tong Thian hong segera mengayunkan tangan kanannya dan menepuk
bebas jalan darah bisu di tubuh Siau Po-cha, kemudian tanyanya, "Nona
sesungguhnya siapa?"
"Bebaskan dulu jalan darahku yang tertotok."
"Baik!" kata Tong Thian hong sambil tertawa hambar, "jika nona berani
membohongi aku, maka akan kuhadapi dirimu dengan cara yang jauh lebih keji
lagi." Seraya berkata dia lantas menotok bebas jalan darah di tubuh Siau Po-cha. Begitu
jalan darahnya bebas, Siau Po-cha segera menggerakkan sepasang lengannya untuk
136 melemaskan otot, kemudian setelah menengok sekejap ke luar jendela, katanya,
"Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Bila nona ingin kabur dari sini, itu berarti kau sedang mencari jalan kematian
buat diri sendiri!" "Aku ingin tahu apa yang hendak kau tanyakan?"
"Asal usul nona siapa dan apa tujuanmu menyelundup ke rumah pelacuran ini?"
"Aku tidak lebih seorang wanita penghibur yang tak ternama, harap Che-ya jangan
menilai diriku terlampau tinggi."
Tong Thian hong segera menggerakkan tubuhnya dan melintang lewat sisi Siau
Pocha, kemudian sambil menghadang di depan pintu, katanya dengan dingin, "Nona,
bila kau tidak bersedia menjawab pertanyaanku ini, jangan salahkan bila aku
bertindak kejam terhadap seorang wanita seperti kau!"
"Che toaya, kau bisa berkata begitu kepadaku, tentunya kau sudah mempunyai
pegangan buka dalam hatimu?"
"Jika dugaanku tidak salah, tentunya nona adalah anggota Sam-seng-bun?"
Siau Po-cha berpikir sebentar, kemudian sahutnya, "Benar, dugaanmu tepat sekali,
aku adalah anggota perguruan Sam seng-bun!"
Tong Thian hong tertawa hambar, katanya kembali, "Nona pandai benar bekerja
sama!" "Terima kasih atas pujianmu, sekarang aku sudah membuka kartu, aku minta
kalian berduapun mau menerangkan asal usul kalian...!"
Kontan saja Tong Thian hong tertawa dingin. "Jika nona merasa punya
kemampuan untuk memaksa kami bicara, tentu saja kami akan mengatakannya,
cuma sayang nona tidak memiliki kemampuan itu, jadi aku hendak berbicara atau
tidak, terserah kepada keputusanku sendiri."
Siau Po-cha termenung beberapa saat lamanya, kemudian katanya lagi, "Sekarang
kalian sudah tahu kalau aku adalah anggota Sam seng bun, apa yang diinginkan
juga sudah terpenuhi, entah apa lagi yang ingin kalian tanyakan?"
"Kalau didengar dari ucapan nona itu, tampaknya tidak sedikit yang kau ketahui
tentang..." "Itu tergantung persoalan apa yang hendak kalian tanyakan."
"Apa saja yang nona ketahui?"
"Menurut apa yang kuketahui, setiap orang yang berani bermusuhan dengan Sam
seng-bun, maka dia tak akan bisa hidup selama sebulan lagi...!"
Mendengar perkataan itu, Tong Thian-hong segera tertawa ewa. "Nona tak usah
menakut-nakuti aku" jengeknya, "bila aku takut dengan gertakan semacam itu, tak
nanti kami berani memusuhi Sam seng-bun."
Kemudian sambil menarik muka, katanya lagi dengan suara dingin. "Sekarang, aku
mempunyai dua hal yang hendak ditanyakan kepada nona, bila nona bersedia
137 untuk menjawab dengan sejujurnya maka akan kulepaskan nona untuk
meninggalkan tempat ini, jika berani berbelit-belit dalam jawaban, maka aku tak
akan mengampuni jiwa nona."
Menyaksikan nafsu membunuh yang menyelimuti wajah Tong Thian-hong,
kemudian menyaksikan sorot matanya yang memancarkan sinar tajam, Siau Po-cha
merasa agak takut, pelan-pelan sahutnya. "Tanyalah!"
"Markas besar Sam seng-bun terletak dimana?"
"Tidak tahu!" jawab Siau Po-cha sambil menggeleng.
Tong Thian-hong termenung sebentar, kemudian sahutnya, "Aku percaya dengan
perkataan nona itu!"
Setelah mendehem pelan, lanjutnya, "Kau mendapat perintah dari siapa dan apa
kedudukanmu dalam Sam seng-bun?"
"Aku mendapat perintah dari Seng-tong, dalam perguruan Sam seng-bun
berkedudukan sebagai huhoat Seng-tong!"
Tong Thian-hong manggut-manggut. "Kalau memang perintahmu datang dari
markas, mengapa tidak kau ketahui letak dari Seng-tong?"
"Setiap kali memberi perintah kepada kami, pihak Seng-tong selalu menggunakan
burung merpati untuk menyampaikan perintah tersebut atau melalui kurir yang
menyampaikan perintah tersebut, tentu saja kami tak perlu berhadapan langsung
dengan Seng-cu!" "Dalam rumah pelacuran ini selain kau, masih ada berapa orang lagi yang
bermukim di sini?" "Pertanyaan ini seharusnya kau ajukan sedari tadi!" seru Siau Po-cha kemudian.
"Ditanyakan sekarang juga belum terlambat!"
"Terlambat setindak!"
"Kenapa?" "Berikut aku, di sini ada tiga orang, tetapi sekarang dua diantaranya sudah
pergi meninggalkan tempat ini untuk mencari bala bantuan. Kalau dihitung-hitung bala
bantuan pun segera akan sampai di sini...."
"Oh.... jadi selama ini nona selalu mengulur waktu, tujuanmu adalah untuk
menunggu datangnya bala bantuan?"
"Benar, kalau dihitung waktunya mereka seharusnya sudah tiba, cuma heran,
kenapa sampai sekarang belum ada juga yang datang."
"Mungkin mereka tak akan datang lagi."
"Kenapa?" tanya Siau Po-cha dengan wajah tertegun.
Dalam hati Tong Thian hong segera berpikir. "Biasanya perhitungan waktu dari
orang2 Sam seng-bun selalu tepat, kali ini mengapa mereka belum juga datang"
Mungkin di tengah jalan sudah terjadi suatu peristiwa" Yaa, kenapa tidak
kugunakan kesempatan ini untuk menggertak mereka?"
138 Siau Po-cha merasa gelisah sekali, ketika dilihatnya Tong Thian hong cuma
membungkam melulu, tak tahan lagi dia lantas bertanya. "Apakah kalian telah
mengutus orang untuk menghadangnya di tengah jalan....?"
Baru saja Tong Thian hong menjawab, mendadak terdengar suara seseorang
berkata dengan dingin. "Kami sudah datang sendiri tadi, juga mendengar dengan
mata kepala sendiri nona membocorkan rahasia perguruan kita!"
Paras muka Siau Po-cha segera berubah hebat, tapi dalam waktu singkat telah
pulih seperti sedia kala, katanya kemudian dengan nada tenang. "Kalau memang
kalian sudah datang, kenapa membiarkan aku tersiksa tanpa bermaksud untuk
memberi pertolongan?"
Orang yang berada di luar itu segera menyahut dengan dingin. "Kami tidak melihat
nona tersiksa atau menderita, tapi kami mendengar nona sedang membocorkan
rahasia perguruan." Menyusul suara tersebut, tirai pintu disingkap dan muncullah seorang kakek dan
seorang pemuda masuk ke dalam ruangan. Buyung Im-seng mengalihkan sorot
matanya ke wajah orang itu, tampak kakek itu berusia 50 tahunan, berjenggot
putih, bertangan kosong dan tidak membawa senjata.
Sedangkan si pemuda berusia dua puluh tiga empat tahunan, memakai baju
ringkas dengan sebilah pedang tersoren di pinggangnya, pemuda itu termasuk
ganteng, tapi sayang mukanya pucat agak kehijau-hijauan sehingga kelihatan agak
menyeramkan. Dengan suara dingin Siau Po-cha berkata. "Sekarang, jangan singgung dulu
tindakanku untuk membocorkan rahasia perguruan, sebab ada peraturan
perguruan yang akan menghukum diriku, apa yang menjadi tugas kalian sekarang
adalah menaklukan musuh yang berada di depan mata."
Kakek itu mengalihkan sorot matanya memandang sekejap ke sekeliling ruangan,
kemudian tanyanya, "Cuma ke dua orang ini saja?"
"Siau Ling-ling juga ada persoalan, berikut dia tangkap semua, aku harus
menanyai mereka secara baik-baik."
Kakek itu segera mengalihkan sorot matanya ke wajah Tong Thian hong, lalu
tanyanya, "Sobat, kau berasal dari aliran mana?"
"Aku adalah seseorang yang berdiri diantara golongan putih dan golongan hitam."
jawab Tong Thian hong ketus.
Kakek itu tertawa hambar, lalu katanya lagi. "Orang yang berdiri diantara
golongan putih dan hitam itu termasuk golongan yang mana?"
Siau Po-cha segera tertawa dingin, tukasnya, "Bodoh, orang lain sengaja menggoda
kalian, kalian masih menanggapinya dengan serius, hayo cepat turun tangan,
apalagi yang harus ditunggu...?"
"Oooh, kiranya begitu!" kakek itu mendengus dingin.
139 Tangan kanannya segera digerakkan memberi tanda, pemuda itu segera melolos
pedangnya dan maju ke muka, tiba di hadapan Tong Thian hong, katanya,
"Silahkan kau meloloskan juga senjatamu."
Tong Thian hong segera tertawa hambar. "Kalau hanya untuk menghadapi manusia
seperti kau, aku masih belum perlu untuk memakai senjata tajam."
Pemuda berbaju hijau itu mendengus dingin, pedangnya segera digetarkan
menusuk dada Tiong Thian hong. Menghadapi tusukan tersebut, dengan cekatan
Tong Thian hong menghindarkan diri ke samping, kemudian sambil mengayunkan
tangannya melancarkan sebuah serangan balasan. Rupanya pemuda itu tak berani
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghadapi pukulan lawan dengan kekerasan, dengan cepat dia berkelit ke
samping, lalu ujarnya, "Kalau didengar dari nada ucapanmu, tampaknya kau punya
ilmu simpanan, terbukti kau memang hebat."
Pedangnya segera diputar kencang melancarkan serangan kilat.
Ilmu pedang yang dimiliki pemuda itu sangat aneh sekali, semua serangannya
boleh dibilang dilancarkan dengan ancaman yang sangat mengerikan hati.
Tampaknya Tong Thian hong merasakan kejadian ini sangat di luar dugaan,
sepasang telapak tangannya segera melancarkan serangan berantai, ditambah pula
dengan ilmu menotok jalan darah memutuskan nadi, dengan susah payah berhasil
juga ia bendung serangan pedang dari anak muda itu.
Secara beruntun pemuda berbaju hijau itu sudah melancarkan hampir dua puluh
jurus serangan pedang, tapi kenyataannya bukan saja gagal melukai Tong Thian
Hong, bahkan orang itu masih tetap berdiri di tempat semula tanpa mundur barang
setengah langkahpun. Sekarang, pemuda berbaju hijau itu baru sadar bahwa ia telah berjumpa dengan
musuh tangguh yang belum pernah dijumpai selama ini, buru-buru sambil menarik
kembali serangannya mundur ke belakang, kemudian sambil berpaling ke arah
kakek itu, katanya, "Bocah keparat ini lihay sekali."
"Aku sudah tahu" jawab si kakek dingin, "mari kita kerubuti bersama-sama...."
Tong Thian hong segera berpikir. "Jurus pedang yang digunakan keparat muda itu
sudah aneh dan sukar dihadapi, ilmu silat yang dimiliki si kakek itu tentu tak
berada di bawah kepandaiannya, bila mereka berdua sampai turun tangan
bersama, terpaksa aku harus menghadapinya dengan mempergunakan Tong keh
sin kun (pukulan sakti keluarga Tong).
Berpikir sampai di situ, dia lantas tertawa dingin, lalu katanya, "Silahkan
kalian berdua maju bersama, daripada aku musti repot-repot, paling baik lagi kalau Siau
Po-cha juga turut maju!"
"Hmm, enak benar jalan pemikiranmu itu, cuma sayang aku tak bakal memenuhi
keinginanmu itu!" seru Siau Po-cha.
"Jadi kau merasa tak sudi untuk bertarung denganku?"
"Ilmu silat yang kau miliki lihay sekali, dengan tangan kosong bisa melayani
pedang dari Gi heng kiam hoat, ini menunjukkan kalau kau memang sangat hebat."
140 Mendengar perkataan itu, Tong Thian hong segera berpikir. "Oh, rupanya pemuda
itu berasal dari perguruan Gi heng bun, tak aneh kalau ilmu pedang yang
dimilikinya lihay sekali.
Terdengar Siau Po-cha berkata lebih jauh. "Bila mereka berdua turun tangan
bersama, maka paling tidak kau harus bertarung sebanyak ratusan jurus dengan
mereka tanpa diketahui yang menang dan siapa yang kalah. Bila ingin menentukan
mati hidup, tentu saja harus menggunakan waktu yang cukup lama."
"Yaa, tentunya nona ingin menggunakan kesempatan ini untuk mencari beberapa
orang pembantu lagi bukan?"
"Benar, kau memang cukup pintar."
"Nona terlalu memuji!"
"Siau Po-cha!" tiba-tiba Buyung Im-seng menyela, "kenapa kau melupakan diriku?"
"Tidak, tapi aku percaya bila sampai terjadi pertarungan, maka aku masih sanggup
untuk merobohkan dirimu."
Seraya berkata, mendadak ia melompat ke belakang kakek itu dan serunya
kembali. "Halangi mereka, jangan biarkan mereka mengikuti di belakangku!"
Pemuda berbaju hijau itu segera maju ke depan, pedangnya diayunkan dan
melepaskan Siau Po-cha lewat di sampingnya. Tong Thian hong menjadi gelisah
sekali, seraya miringkan badan dia menerjang lewat dari sisi tubuh pemuda
berbaju hijau itu, dia berharap masih bisa menghalangi jalan pergi Siau Po-cha.
Dengan suatu gerakan cepat, kakek itu segera mengayunkan telapak tangan
kanannya melancarkan sebuah pukulan kilat ke arah dada Tong Thian hong...
Menghadapi ancaman tersebut, Tong Thian hong segera mengayunkan tangan
kirinya untuk menyambut datangnya serangan dari kakek tersebut, kemudian kaki
kanannya dilayangkan ke depan menendang muka pemuda bersenjata pedang itu,
sedangkan telapak tangannya dengan disertai tenaga penuh melepaskan sebuah
pukulan sakti. Pukulan itu sebat sekali, begitu meluncur ke depan langsung
menghajar persendian tulang lutut dari Siau Po-cha.
Dalam perhitungan Siau Po-cha tadi, ke dua orang rekannya pasti bisa
menghalangi Tong Thian hong bila orang itu hendak melakukan pengejaran, bila
mereka bertiga sampai terjadi pertarungan, maka jalan keluar akan tertutup oleh
pertempuran itu, dalam keadaan demikian seandainya dia kabur maka Buyung Imseng
juga tak akan mampu menembusi gelanggang arena itu untuk mengejarnya
meski ilmu silatnya tinggi, kecuali kalau dia bisa keluar dengan menjebol
dinding. Dengan demikian, itu berarti dia mempunyai waktu cukup untuk meninggalkan
tempat itu. Siapa tahu dalam cemasnya, Tong Thian hong telah menyerempet bahaya dengan
melepaskan sebuah pukulan sakti keluarga Tongnya.
Pukulan sakti dari keluarga Tong sudah puluhan tahun lamanya termasyhur dalam
dunia persilatan, bagaimana mungkin Siau Po-cha bisa menahan kedahsyatan
serangan itu, diiringi jeritan tertahan tubuhnya segera jatuh berlutut di tanah.
141 Ketika mendengar jeritan kaget dari Siau Po-cha, si kakek dan pemuda itu menjadi
tertegun, masing2 menarik kembali serangannya sambil mundur ke belakang.
Ketika berpaling, mereka saksikan Siau Po-cha sudah berlutut di atas tanah.
Ternyata dalam gelisahnya tadi, Tong Thian hong telah sertakan pukulannya
dengan tenaga serangan yang hebat, akibatnya tulang persendian lutut gadis itu
menjadi remuk yang menyebabkan Siau Po-cha untuk sesaat lamanya tak sanggup
berdiri. Tong Thian hong segera melompat keluar dari ruangan itu dan menghadang di
depan Siau Po-cha. Pada saat itu Siau Po-cha sedang berlutut dengan air mata jatuh bercucuran,
agaknya saking sakitnya yang tak tertahan.
Dengan cepat Tong Thian hong mengayunkan tangannya menotok jalan darah Siau
Po-cha. Si kakek dan si pemuda itu menjadi termangu-mangu untuk beberapa saat
lamanya, mereka dibikin terkejut sekali oleh perubahan situasi yang terjadi
secara mendadak itu. Menanti Tong Thian hong telah menotok jalan darah Siau Po-cha, ke dua orang itu
baru teringat untuk memberi pengetahuan, serentak mereka maju ke muka
menubruk diri Tong Thian hong.
Dengan cepat Tong Thian hong mencengkeram tubuh Siau Po-cha, lalu ancamnya
dengan ketus, "Jika kalian berdua berani turun tangan, kugunakan tubuhnya
untuk menangkis serangan kalian, agar mereka mampus di tangan sendiri, dengan
begitu mungkin hati kalian baru agak tenteram.
Mendengar ancaman itu, ke dua orang tersebut menjadi terperanjat dan tak berani
melancarkan serangan secara gegabah.
Pelan2 kakek itu berkata, "Saudara, kau telah melukai nona Siau Po-cha dengan
senjata rahasia apa?"
Tong Thian hong tidak menjawab langsung pertanyaan tersebut, sebaliknya
berkata dengan dingin, "Jika kalian berdua tidak mau menyerahkan diri, Siau
Pocha adalah contoh yang paling tepat untuk kalian berdua."
Kakek itu memandang sekejap ke arah pemuda berpedang tersebut, tiba-tiba ia
menerjang maju ke muka, kemudian sebuah pukulan langsung dihantamkan ke
dada Tong Thian hong. Menghadapi ancaman itu, Tong Thian hong tidak menjadi gugup, dengan cepat dia
berkelit ke samping, lalu tangan kanannya mencengkeram ke depan dan dengan
paksa menarik rubuh Siau Po cha untuk menyambut datangnya serangan dari
kakek itu. Menghadapi ancaman ini, si kakek menjadi terperanjat, dia kuatir serangannya
menghajar telak diri Siau Po cha, buru-buru serangannya ditarik kembali kemudian
mundur dua langkah ke belakang.
Di kala kakek tadi menyerang Tong Thian hong tiba-tiba pemuda berpedang itu
membalikkan badannya dan menerjang keluar dari ruangan tersebut.
142 Siapa sangka pada saat bersamaan Buyung Im seng juga sedang melompat ke
depan menyongsong tubuhnya.
Tangan kana di ayunkan sebuah pukulan segera dilancarkan secara dahsyat.
pemuda itu hanya memperhatikan Tong Thian hong, dia tidak menyangka kalau
dari belakang pun meluncur ancaman kilat, menanti ia menyadari akan hal itu,
keadaan sudah terlambat. "Blammmm....." sebuah pukulan dahsyat dengan telak menghajar bahu kana
pemuda itu. Rupanya Buyung Im seng tahu bila keadaan dibiarkan berlarut terus maka
keadaan akan sangat tidak menguntungkan dirinya, maka ia lantas mengambil
keputusan untuk melangsungkan pertarungan kilat, tak heran kalau serangan
yang di lancarkan itu luar biasa dahsyatnya.
Tampak pemuda itu maju beberapa langkah dengan sempoyongan, kemudian roboh
terjungkal ke atas tanah.
Setelah merobohkan pemuda bersenjata pedang itu, Buyung Im seng segera
membalikkan telapak tangannya mencengkeram urat nadi pada pergelangan
tangan si kakek. Inilah ilmu Ki na jiu hoat yang lihay dari Buyung Im seng.
Kaget sekali kakek itu menyaksikan datang nya tangan musuh, belum sempat ia
menghindarkan diri, tahu-tahu urat nadi pada pergelangan tangannya sudah di
cengkeram oleh lawan. Hanya dalam bua gebrakan saja, ia berhasil merobohkan satu orang dan membekuk
orang yang lain, bukan saja kejadian ini mengejutkan si kakek dan pemuda itu,
Siau Ling-ling sendiri pun diam-diam merasa sangat kagum.
Tong Thian hong dengan tangan kiri mengempit Siau Po cha, tangan kanan
mengempit pemuda berpedang itu, dengan langkah lebar segera berjalan masuk ke
dalam ruangan. Sedangkan Buyung Im seng menarik jari tangannya, dengan paksa dia pun
menyeret kakek itu masuk ke dalam ruangan.
Siau Ling-ling segera memandang sekejap kepada Buyung Im seng, kemudian
bisiknya lirih. "Im ya, Che ya, aku ingin memohon sesuatu kepada kalian, sudikah kalian
mengabulkannya?" "Dalam soal apa?" tanya Buyung Im seng.
"Aku dan enci Po cha sudah lama bergaul aku harap kalian berdua sudi
memandang di atas wajahku dengan tidak melukai nona Siau Po cha ...!"
"Soal ini... soal ini harus bertanya kepada che toaya"
Tong Thian hong memandang sekejap wajah nona itu, Lalu berkata dengan dingin,
"Mati hidupnya tergantung pada nona Siau po cha sendiri"
143 Tangan kanannya segera diayunkan berulang kali dan menotok jalan darah
kematian di tubuh sang pemuda berbaju hijau itu serta si kakek, tanpa
menimbulkan suara kedua orang itu segera binasa.
Melihat rekannya turun tangan keji, Buyung Im seng menjadi tertegun, kemudian
diam-diam pikirnya "Kalau tidak kejam bukan lelaki sejati, nampaknya Tong Thian
hong jauh lebih hebat dari pada aku"
Setelah membunuh kedua orang itu, Tong Thian hong segera menepuk bebas jalan
darah Siau Po cha, kemudian katanya.
"Kedua orang rekanmu sudah mampus semua sekarang apa yang ingin kau
ucapkan boleh dikatakan dengan hati lega."
Siau Po cha mencoba untuk memeriksa dengusan napas kedua orang itu, ternyata
mereka benar-benar telah meninggal dunia.
Dengan wajah dingin dan kaku serta hawa pembunuhan menyelimuti seluruh
wajahnya, Tong Thian hong segera berkata. "Kami tak punya waktu terlalu lama
untuk tinggal di tempat ini lagi, sekarang hanya ada dua pilihan buat nona,
selamanya aku suka bekerja secara terang terangan dan berbicara jelas, asal nona
mau menjawab semua pertanyaan dengan jelas dan jujur, aku pun bersedia untuk
melepaskan kau pergi dari sini"
"Bila terlampau banyak yang ku beritahukan kepada kalian, sudah pasti aku akan
di hukum oleh peraturan perguruanku!"
"Itu masih urusan mu sendiri, dunia begini luas dan lebar, tidak sulit toh untuk
mencari suatu tempat untuk menyelamatkan diri"
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya. "Pokoknya aku tak mau mencampuri
urusanmu, jika kau tidak mau menjawab pertanyaanku maka nyawamu akan
segera ku cabut, aku pun bisa menggunakan siksaan yang paling keji untuk
memaksamu mengaku, Atau kuambil cara yang paling cepat yakni menotok jalan
darah kematianmu, agar kau mampus tanpa mengeluarkan sedikit suarapun"
Ketika mengucapkan kata-kata tersebut wajahnya tampak dingin dan kaku,
membuat orang mendapat kesan seakan akan setiap saat mungkin dia akan turun
tangan. Siau Po cha termenung sebentar, kemudian katanya, "Apa yang ku ketahui sangat
terbatas sekalipun akan ku beritahukan semuanya kepadamu, belum tentu kau
akan mempercayainya."
"Aku percaya masih sanggup untuk membedakan mana pengakuan yang palsu dan
mana pengakuan yang sebenarnya"
Baiklah! Aku akan menyerempet bahaya tanyalah apa yang ingin kau tanyakan!"
"Dimanakah letak markas besar Sam seng bun?"
"Aku tidak tahu, tapi ka tahu Seng tong yang berada di atas bukit Tay hu-san,
bukan lembah tiga malaikat markas besarnya perguruan Sam seng bun"
"Kau kenal Im Hui?"
144 "Im kongcu mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, sukar rasanya untuk
berjumpa dengannya, tapi beruntung aku pernah menjumpainya satu kali....."
"kau ditugaskan dalam rumah pelacuran aku yakin pasti ada tujuan tertentu,
bolehkah aku tahu apa tujuannya?"
"Aku tak lebih cuma seorang mata-mata, seorang mata matanya dari Sam seng bun,
soalnya orang yang berlalu lalang dalam rumah pelacuran amat banyak dan terdiri
dari pelbagai lapisan manusia, paling gampang mencari berita dalam suasana
begini, bila mendapat berita besar maka berita itu segera kulaporkan ke seng
tong melalui burung merpati"
"Aku rasa kau tidak mirip seorang mata-mata, mendadak Buyung Im seng menyela.
"Aku adalah komandan mata-mata yang mengepalai wilayah seratus li di sekeliling
tempat ini di bawahnya masih ada puluhan cabang mata-mata yang mengepalai
ranting, jika mereka mendapat berita segera dilaporkan kepadaku dan akulah yang
melaporkan ke seng tong melalui burung merpati!"
"Andaikata kami lepaskan nona, apakah kau kan membocorkan rahasia hari ini
kepada atasanmu?" "Kecuali kalau kau tidak takut mati"
"Aku ingin mengajukan pertanyaan terakhir, "Soal apa?"
"Belakangan ini berita apa yang berhasil kalian dapatkan?"
Sambil merendahkan suaranya Siau Po cha berbisik.
"Buyung Im seng yang berhasil ditangkap oleh perguruan kami, tapi kemudian
ditolong oleh orang ditengah jalan."
"Bagaimana dengan nasib Buyung kongcu?" Buyung Im seng segera bertanya
dengan cepat. "Sampai sekarang masih belum diketahui, aku sedang melakukan penyelidikan"
"Tampaknya perguruan Sam seng bun kalian bertekad untuk mendapatkan Buyung
kongcu, sesungguhnya mengapa bisa demikian ?"
"Dari pihak Seng tong diturunkan perintah yang mengatakan barang siapa yang
dapat menawan Buyung kongcu, maka dia akan mendapat hadiah sebiji Hoo siu ho
dan sebilah pedang yang tajam, selain itu juga dinaikkan pangkatnya menjadi Siau
yau tongcu" "Lagaknya sih besar sekali, pedang tajam meski bukan suatu benda yang hebat,
Hoo siu ho berusia seribu tahun merupakan benda langka dalam dunia persilatan,
yang paling kupahami adalah Siau yang tongcu tersebut, sebenarnya apa yang
dinamakan Siau yau tongcu san apa pula kedudukan tersebut?"
"Siau Yau tongcu adalah suatu kedudukan paling tinggi dalam perguruan Sam seng
bun ko tersebut hanya setingkat di bawah tiga malaikat sedemikian tingginya
kedudukan tadi bukan saja Seng tong tak bisa memberi perintah kepadanya,
diapun diperbolehkan berpesiar dimana saja dia inginkan, dimana dia berada di
145 situ orang-orang sang seng bun akan menghormatinya selain melindungi
keselamatannya dengan sepenuh tenaga.
"Ehmm, tak usah dijelaskan lagi, aku sudah mengerti sekarang!" tukas Tong Thian
hong kemudian. "Sekarang apa yang hendak kalian tanyakan lagi?" kemungkinan
yang kau ketahui tentang kekuatan Sam seng bun......!"
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kalian sudah mengetahui kedudukanku, berapa banyak rahasia yang ku ketahui
aku rasa di hati kalian pun ada perhitungannya"
"Oleh karena itu, lebih baik kau saja yang mengatakan semua yang kau ketahui"
"Apa yang ku ketahui semuanya telah ku utarakan"
"menurut apa yang ku ketahui, paling tidak masih ada sedikit persoalan yang
belum kau katakan" tukas Tong Thian hong dengan suara yang dingin seperti es.
"Soal yang mana?" "Jika semua yang kau katakan itu jujur, maka kau tak akan
menerima perintah langsung dari Song tong, semestinya seorang atasan yang
mengurusi dirimu?" Siau Po cha menjadi tertegun
"Soal ini....soal ini...
Ia menjadi tergagap dan untuk sesaat lamanya tak sanggup melanjutkan perkataan
itu. "Nona, aku lihat usiamu masih sangat muda paling tidak juga bisa hidup puluhan
tahun lagi bila harus mati pada saat ini, tidakkah kau merasa kalau hal ini
terlampau sayang?" Dengan kening berkerut Siau po cha lantas berseru, "Adapun atasanku
itu...dia....dia berada di...."Kau jangan sembarangan menuduh lagi aku bisa
segera mendapatkan bukti kebohonganmu itu!" seru Tong Thian hong memperingatkan.
Tiba-tiba Siau Po cha menuding ke arah kakek yang sudah menjadi mayat itu
sambil berseru, "Dia, dia yang sudah mampus itulah atasanku, Tong Thian hong
tertawa dingin, ia segera mencengkeram ibu jari tangan kanan Siau Po cha dan di
tekannya keras-keras. "Kraaak...!" ibu jari kanan Siau Po cha itu segera patah menjadi dua.
"Aku rasa kedudukan nona jauh di atas kedudukan mereka bukan?" ejeknya sinis.
Dengan cepat tangan kanannya mencengkeram pergelangan tangan kanan Siauw
po cha, sementara tangan kirinya mencengkeram tulang persendian sikut tangan
kanan gadis itu seterusnya. Jika nona tidak mengaku secara jujur lagi, jangan
salahkan kalau ku patah kan tulang persendian sikut kananmu ini!"
Ketika jari tangan kanannya dipatahkan tadi, seluruh wajah Siau po cha sudah
basah oleh keringat, ketika didengarnya Tong Thian hong. mengancam akan
mematahkan juga tulang persendiannya, paras muka perempuan itu kontan saja
berubah hebat. "Orang itu - - - orang itu juga berada dirumah pelacuran ini" buru-buru serunya.
"Siapa?" 146 "Mungkin kalian sudah tak akan menemukan orang itu lagi",
"Aku tanya siapakah orang itu?"
"Dia adalah perempuan tua yang membawa kalian berdua masuk ke dalam ruangan
tadi" "Apakah germo tua itu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pada dirimu?"
Sekarang Siau po cha sudah makin keder oleh kebengisan dan keganasan Tong
Thian hong, semua pertanyaan yang diajukan pasti di jawab sejujurnya, ketika
mendengar pertanyaan itu, buru-buru dia mengangguk.
"Betul, dia mempunyai kedudukan satu tingkat lebih tinggi dari pada
kedudukanku" Setelah berhenti sebentar, terusnya.
"Cuma sepertanak nasi sebelumnya, ia telah mendapat panggilan lewat burung
merpati dan buru-buru pergi, coba kalau dia berada di sini, tak nanti dia akan
membiarkan kalian bikin keonaran di sini"
Satu ingatan segera melintas dalam benak Tong Thian hong, tanyanya.
"Siapa yang telah mengundangnya pergi?"
Dengan cepat Siau Po-cha menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya.
"Aku tidak tahu."
"Apa lagi yang kau ketahui ?" pelan-pelan Tong Thiang hong mengendorkan
cengkeramannya pada sikut orang.
(Bersambung ke jilid 8) 147 Lembah Tiga Malaikat Oleh: Tjan Jilid 8 BAGIAN KE SEBELAS "Mungkin hanya itu saja yang kuketahui, mungkin aku malah tahu yang lain, tapi
jika kau tidak tanyakan, aku juga tidak tahu bagaimana musti menjawabnya."
Tong Thian hong segera memegangi kembali tangan kanan Siau Po cha dan
menyambungkan jari tangannya yang putus itu, pelan-pelan katanya. "Sekarang
kau boleh pergi! Ingatlah, di sini perbedaan antara Sam seng bun dengan kami,
apa yang telah kukatakan selamanya pasti akan kami pegang teguh"
Siau Po Cha berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im seng serta Tong
Thian hong, kemudian memandang juga kedua sosok mayat itu, setelah itu baru
katanya. "Kalian tidak usah mengurusi soal mayat-mayat itu lagi, mereka dapat
membereskannya sendiri."
"Nona boleh pergi dari sini," tukas Tong Thian hong sambil mengulapkan
tangannya. Siau Po cha manggut-manggut, pelan-pelan dia berjalan keluar dari ruangan itu.
Memandang hingga Siau Po cha pergi jauh, Tong Thian hong baru berkata lagi.
"Im-heng, kita juga harus pergi dari sini."
"Kalian berdua akan pergi kemana...?" bisik Siau Ling ling dengan lirih.
"Entah kemana saja, sebab tempat ini sudah tak dapat ditinggali lebih lama
lagi." Siau Ling ling berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im seng,
kemudian ujarnya, "Kau harus ingat dengan janji pertemuan itu, Siau Po cha telah
menaruh curiga kepadaku, tempat ini tak bisa ku diami lebih lama lagi."
"Setelah kepergian kami nanti, mungkin kah mereka akan menyulitkan diri nona?"
148 "Sudah barang tentu akan menyulitkan diriku, oleh karena itu sebelum pergi
meninggalkan tempat ini, lebih baik kalian bisa membantu diriku lebih dahulu."
"Membantu apa?"
"Totoklah jalan darahku, cuma tenaga dalamku tidak begitu sempurna, maka
sewaktu turun tangan nanti harap pelan-pelan sedikit, sehingga andaikata tak ada
yang membebaskan jalan darahku, aku bisa membebaskan sendiri pengaruh
totokan itu." Tong Thian hong memandang sekejap ke arah Buyung Im seng, kemudian katanya.
"Lebih baik kau saja yang turun tangan!"
Buyung Im seng segera mengayun tangannya menotok jalan darah di tubuh Siau
Ling ling setelah itu katanya, "Mari kita pergi!"
Dengan langkah lebar dia lantas berjalan ke luar dari ruangan itu...
"Tak usah memanggil Li Ji hek lagi." kata Tong Thian hong, "Orang ini seringkali
hilir mudik dalam sarang pelacuran, sudah jelas dia pun bukan manusia baik-baik,
biar saja merasakan sedikit siksaan, agar ia tahu bahwa kejahatan selalu ada
balasannya." Dengan langkah tergesa-gesa kedua orang itu berjalan keluar dari rumah pelacuran
itu dan langsung menuju keluar kota, dalam waktu singkat mereka sudah berada
belasan li jauhnya. Ketika tiba di sebuah tanah pegunungan yang sepi dan jauh dari keramaian
manusia, Buyung Im seng baru berhenti, katanya sambil tertawa. "Tampaknya
sarang dari Sam seng bun betul-betul sangat rahasia sekali, sehingga diantara
anak murid Sam seng bun sendiri juga sedikit sekali yang mengetahui dimana markas
besar mereka berada!"
Tong Thian hong manggut2, katanya: "Sepanjang sejarah dunia persilatan,
sekalipun dalam dunia ini sudah seringkali terjadi pelbagai peristiwa besar yang
beraneka macam, tapi belum pernah terjadi ada suatu perguruan yang begitu
rahasia dan misteriusnya seperti perguruan Sam seng bun..."
Mendadak ia seperti teringat akan suatu masalah besar, setelah berhenti
sebentar, katanya lagi. "Buyung heng, apakah Siau Ling ling adalah anggota perkumpulan Li
ji pang?" "Benar!" "Apakah ia telah menjanjikan saat pertemuan denganmu?"
"Yaa, pada malam ini, untuk menjumpai pangcu mereka!"
"Apakah siaute tidak diundang?"
"Soal ini tidak ia bicarakan, cuma aku rasa tak ada salahnya untuk pergi
berdua." "Aku rasa tak perlu," ujar Tong Thian hong, "kalau memang Siau Ling-ling tidak
mengundangku, mungkin hal ini dikarenakan kehadiran siaute pasti akan
membuat suasana menjadi canggung, lebih baik kira cari tempat untuk beristirahat
dulu, setelah nanti, kau pergi menjumpai Pangcu dari Li ji pang lebih dulu,
kemudian kita baru pergi meninggalkan tempat ini."
149 "Sam seng bun terkenal karena mata-matanya yang tersebar luas sampai dimanamana,
mungkin saja sekarang sudah ada orang yang mencari kita di sini!"
"Oleh karena itu kita tak boleh menuju ke tempat yang ada orangnya, tapi harus
pergi ke tempat yang tak ada orangnya, dengan begitu kita baru bisa beristirahat
dengan tenang, selihai-lihainya orang Sam seng bun, tak nanti ia bisa
menggunakan pepohonan sebagai pengganti mata-matanya."
"Pendapat Tong heng memang tepat sekali, mari kita cari sebuah hutan sebagai
tempat persembunyian, tak mungkin pihak Sam seng bun bisa menemukan jejak
kita." Setelah berunding sejenak, Buyung Im seng berangkat ke tempat pertemuan
seorang diri." Ketika Buyung Im seng tiba ditempat tujuan, Siau Ling-ling sudah lama menunggu
kedatangannya di sana. Malam ini adalah malam yang gelap sebab rembulan tertutup awan yang tebal,
meski begitu suasana di sekeliling sana secara lamat-lamat masih bisa terlihat.
Dengan langkah cepat Siau Ling-ling maju menyongsong kedatangannya, kemudian
berbisik. "Buyung kongcu, kau datang seorang diri?"
"Betul", Buyung Im seng manggut2.
"Pangcu kami merasa tempat ini kurang aman, maka saya diperintahkan supaya
mengantar kongcu pindah ke tempat lain!"
Mendengar perkataan itu, Buyung Im seng segera berpikir. "Tampaknya Pangcu
dari Li ji pang juga seorang yang terlalu banyak curiga!"
Berpikir sampai di situ, dia lantas berkata: "Kalau begitu merepotkan nona untuk
membawa jalan!" "Silahkan kongcu mengikuti aku di belakang, seraya berkata perempuan itu lantas
beranjak pergi. Buyung Im seng mengikuti di belakang Siau Ling-ling dengan ketat, lebih kurang
enam tujuh li kemudian, sampailah mereka di depan sebuah rumah pertanian.
"Harap kongcu tunggu sebentar!" Siau Ling-ling segera berbisik.
Ia mendekati rumah petani itu dan membunyikan gelang pintu. Terdengar pintu
dibuka orang dan seorang nona baju hijau yang menyoren pedang membuka pintu
dan menyambut kedatangan mereka.
"Buyung kongcu telah tiba" bisik Siau Ling-ling, "Pangcu telah menunggu lama,
cepat persilahkan kongcu masuk ke dalam...!"
Nona berbaju hijau itu mendorong pintu dan berbisik. "Silahkan kongcu!" Buyung
Im seng mengangguk dan pelan berjalan masuk ke dalam rumah gubuk itu.
Dengan cepat nona berbaju hijau itu merapatkan kembali pintu gubuk, kemudian
bisiknya, "Pangcu kami menunggu di ruangan dalam!"
150 Suasana dalam ruangan itu gelap gulita, sedemikian gelapnya sehingga melihat
lima jari tangan sendiripun tidak bisa.
Buyung Im seng segera berpikir. "Suasana dalam ruangan ini begini gelap, kemana
aku harus berjalan masuk?"
Sementara dia masih berpikir, terlintas setitik cahaya api, menyusul kemudian
suara gadis berkata dengan suara merdu.
"Kongcu, silahkan duduk di sini!"
Buyung Im seng menurut dan segera berjalan kesana.
Tampak seorang nona cilik berusia lima enam belas tahunan yang berkepang dua
sedang membuka pintu kayu. Cahaya lampu mencorong keluar dari balik ruangan
itu. Buyung Im seng segera masuk ke dalam ruangan, dengan cepat ia memperhatikan
di sekeliling tempat itu, sekarang baru tahu kalau tempat itu sebuah ruangan
kecil yang diatur sangat bersih dan indah.
Empat penjuru ruangan dilapisi oleh kain tirai berwarna kuning, sebuah lilin
besar berwarna merah ada di atas meja kayu yang beralaskan kain kuning, beberapa
hidangan kecilpun sudah siap di situ.
Buyung Im seng segera berpikir. "Tak nyana kalau didalam rumah gubuk ini
terdapat sebuah ruangan yang begini indahnya, kalau diperiksa dari luarnya saja,
siapa pun tak akan menyangka sampai ke situ."
Menanti Buyung Im seng sudah masuk ke dalam ruangan, nona cilik berkepang
dua itu baru menutup pintu dan mengundurkan diri.
Di depan meja duduklah Pangcu dari perkumpulan Li ji pang yang memakai baju
berwarna kuning. Agaknya dia tidak membiarkan wajahnya yang amat jelek itu
sampai terlihat oleh Buyung Im seng, dia masih tetap duduk dengan membelakangi
si anak muda itu. Buyung Im seng menjura, lalu ujarnya. "Aku Buyung Im seng memberi hormat
untuk pangcu!" Nona baju kuning itu menggelengkan kepalanya sambil berseru. "Tidak berani ku
sambut hormat dari Kongcu itu!"
Buyung Im seng berjalan sendiri menuju kehadapan nona itu dan duduk, kemudian
sapanya. "Pangcu sejak berpisah dulu, baik-baikkah kau?"
"Terima kasih banyak atas perhatian saudara Buyung..." setelah berhenti
sebentar, terusnya. "Entah urusan apa kongcu ingin berjumpa denganku?"
Buyung Im seng termenung sebentar, lalu sahutnya. "Panjang sekali kalau
diceritakan." "Situasi dunia persilatan sudah sering kudengar dari anak buahku," tukas nona
baju kuning itu, "lebih baik kongcu terangkan secara ringkasnya saja!"
"Aku mengucapkan banyak terima kasih dulu atas pertolongan pangcu, selain itu
ada satu hal ingin memohon bantuanmu!"
151 "Soal apa?" "Tolong pangcu suka mengusahakan kontak dengan nona Ciu Peng!"
"Apa yang hendak kau beritahukan kepadanya?" "Minta agar dia suka
memperingatkan nona Im agar lebih berhati-hati dalam beberapa waktu
belakangan ini, sebab Im Hui sudah dipaksa oleh Ji seng, bila nona Im tak mau
masuk menjadi anggota Sam seng bun, maka dia hendak direnggut jiwanya agar Im
Hui bisa memperkokoh kedudukannya sebagai seorang tongcu."
Nona baju kuning itu termenung sebentar, lalu berkata. "Belum ada laporan dari
anak buahku tentang masalah ini, tolong tanya kongcu memperoleh kabar ini
darimana?" "Tanpa sengaja aku telah berjumpa dengan malaikat kedua dari Sam seng bun dan
turut mendengar pembicaraannya dengan Im Hui, jadi kabar ini tak mungkin bisa
salah lagi." Pelan-pelan nona baju kuning itu berkata. "Im Hui dua bersaudara masing-masing
memiliki kepandaian silat yang hebat, andaikata benar-benar sampai terjadi
pertarungan, belum tentu Im Hui sanggup menangkan adiknya."
"Serangan secara terang-terangan bisa ditangkis tapi bagaimana dengan serangan
gelap" Untuk mempertahankan kedudukannya sebagai Tongcu di perguruan Sam
seng bun, hanya tersedia dua jalan bagi Im Hui yakni kecuali turun tangan untuk
melenyapkan adiknya, dia hanya bisa memakai bujuk rayu untuk menyeret nona
Im masuk ke dalam perguruan Sam seng bun."
"Nona Im suci bersih bagaikan bunga bwe di tengah salju, bukan hanya satu dua
kali Im Hui menganjurkan agar bergabung dalam perguruan Sam seng bun, akan
tetapi selalu ditampiknya dengan tegas."
"Justru karena itu, keadaan nona Im menjadi gawat dan sangat berbahaya, itu pula
sebabnya aku ingin berjumpa dengan pangcu!"
Nona baju kuning itu tertawa lirih, serunya kemudian. "Tampaknya selain berjiwa
pendekar, kongcu juga sangat romantis..."
Kontan saja Buyung Im seng merasakan pipinya menjadi panas, buru-buru
tukasnya. "Aku merasa bahwa nona Im adalah seorang yang baik sekali, setelah ku
peroleh berita tentang dirinya, sudah menjadi kewajibanku untuk menyampaikan
kabar ini padanya." Kembali nona baju kuning itu tertawa cekikikan. "Aku toh cuma bergurau saja,
harap kongcu jangan menanggapinya secara serius."
Buyung Im seng menghela napas panjang, ujarnya kemudian. "Andaikata nona Im
sampai tertimpa musibah, aku kuatir anggota perkumpulan anda, nona Ciu Peng
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
juga sulit untuk meloloskan diri dari ancaman bahaya maut."
Pelan-pelan nona baju kuning itu mengangguk. "Baik!" katanya, "aku akan segera
turunkan perintah dan minta nona Ciu Peng menyampaikan kabar kepada nona Im
agar secara diam-diam ia melakukan persiapan."
"Terima kasih pangcu!" "Kongcu, apakah kau masih ada pesan lainnya?"
"Tidak berani, apa yang ingin ku utarakan kini sudah habis ku utarakan semua."
152 "Besok pagi, nona Im sudah akan mendapat tahu tentang kabar ini, harap kongcu
jangan kuatir." Buyung Im seng segera merangkap tangan dan menjura. "Semua perkataanku telah
selesai ku utarakan, aku ingin memohon diri lebih dulu."
"Kongcu, pernahkah kau memikirkan tentang sesuatu?" mendadak nona baju
kuning itu menyela. Mendengar pertanyaan itu, Buyung Im seng menjadi tertegun. "Memikirkan apa?"
tanyanya. "Persoalan yang pernah kita bicarakan di kota Hong ciu tempo hari..."
Buyung Im seng segera tertawa hambar. "Aku masih tetap dengan pendirian
semula, pangcu terangkan dulu duduknya persoalan, kemudian aku
pertimbangkan." "Buyung kongcu, ada satu hal aku rasa kau pasti mengerti dengan jelas."
"Persoalan apa?"
"Mata-mata Li ji pang tersebar dimana-mana, sekalipun didalam perguruan Sam
seng bun juga terdapat mata-mata dari Li ji pang kami."
"Benar, memang mata-mata perkumpulan pangcu ada dimana-mana, aku merasa
kagum sekali." "Kongcu yang budiman selalu mendapat bantuan dari semua orang selain Bian hoa
lengcu beserta anak buahnya, pada budak dan Hoa linya, kaupun memperoleh
bantuan dari Tong sau cengcu dari benteng Tong kee ceng..."
Buyung Im seng agak tertegun, kemudian katanya, "Pangcu benar-benar sangat
lihai, bukan saja dalam Sam seng bun punya mata-mata, tampaknya di sekelilingku
pun terdapat orang-orangmu yang selalu melakukan pengintaian."
"Dalam ilmu silat, mungkin Li ji pang sanggup untuk beradu tanding, tapi kalau
berbicara soal ketajaman mata dan pendengaran, di dunia dewasa ini belum ada
partai atau golongan lain yang sanggup beradu kekuatan dengan kami, termasuk
juga Sam seng bun dan Biau hoa bun."
Sudah berulang kali Buyung Im seng mendapat bantuan dari pihak Li ji pang, ia
tahu bahwa ucapan tersebut bukan Cuma bualan kosong belaka.
Terdengar nona baju kuning itu berkata lagi dengan suara dingin dan kaku.
"Seandainya aku mau, asal kugunakan sedikit tipu muslihat dunia persilatan dapat
kubuat kacau balau tidak keruan, akupun bisa mengadu domba antara satu partai
dengan partai yang lain sehingga berkobar pertumpahan darah yang mengerikan."
"Aku percaya perkumpulan pangcu mampu berbuat demikian, tapi aku percaya
pangcu tidak akan melakukannya."
"Sulit untuk dikatakan, andaikata aku didesak oleh keadaan, terpaksa akupun
akan berbuat demikian."
153 Buyung Im seng termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian
berkata. "Jika ku dengar dari perkataan pangcu itu, tampaknya aku hendak
memaksa diriku untuk meluluskan satu hal?"
"Benar, ada persoalan yang penting sekali artinya bagi kami semua..."
Setelah berhenti sebentar untuk menarik napas, terusnya. "Persoalan itu selain
menyangkut mati hidup aku pribadi, juga menyangkut mati hidupnya perkumpulan
Li ji pang." "Apakah ada sangkut pautnya dengan diriku?" "Sulit untuk kuterangkan."
"Kenapa?" "Sebab bila kukatakan maka hal ini akan mendekati pemaksaan kepada kongcu
untuk mau tak mau harus menerimanya."
"Apa salahnya pangcu katakan dulu."
"Singkat saja, sekalipun kongcu enggan bekerja-sama dengan kami, paling tidak
kau harus membantu aku satu hal!"
Setelah berhenti sebentar, terusnya. "Sudah ku perhitungkan waktunya dengan
tepat, paling lama lima belas hari paling cepat sepuluh hari, dalam 15 hari ini
asal kongcu bersedia menuruti perkataanku dan menyelesaikan satu masalah buat
kami, tentu saja kamipun tak akan minta bantuan kongcu dengan begitu saja, kami
juga akan membalas jasa kongcu itu dengan memberitahukan alamat dari Seng
tong perguruan Sam seng bun kepadamu."
Tampaknya syarat ini sangat menarik perhatian Buyung Im seng, tampak
keningnya berkernyit, mimik wajahnya bergetar, ia tampak seperti girang tampak
juga seperti murung. Jelas dalam hati kecilnya telah terjadi pertentangan bating
yang sangat besar. Pelan-pelan nona baju kuning itu berkata lagi. "Kongcu harap kau pikirkan dengan
seksama dan ambillah keputusan menurut suara hatimu sendiri, aku tidak
bermaksud untuk memaksa dirimu..."
Diam-diam Buyung Im seng berpikir. "Aku dan Nyo Hong ling telah
mempergunakan pelbagai cara untuk menyelidiki letak Seng tong dari Sam seng
bun, tapi usaha kami itu selalu gagal, sungguh tak kusangka pihak Li ji pang
telah berhasil mendapatkan berita itu, dari sini dapat diketahui bahwa ketajaman
pendengaran orang2 Li ji pang memang sungguh mengagumkan sekali, jika bisa
bekerja sama dengannya sehingga mengetahui siapakah pembunuh orang tuaku,
hal ini pasti akan banyak membantu diriku."
Berpikir sampai di situ, dia lantas menghembuskan napas panjang, katanya
kemudian. "Jika perkumpulan kalian memang sedang menghadapi persoalan, aku
bersedia untuk memberi bantuan."
"Jadi kau meluluskan permintaanku?" tanya nona baju kuning itu kemudian.
Buyung Im seng menggelengkan kepalanya berulang kali. "Cuma aku musti
melakukan pemilihan dulu antara yang jahat dan baik, jika perkumpulan kalian
menyuruh aku pergi melakukan kejahatan, sekalipun hal ini bisa membantuku
untuk membalaskan dendam, aku juga tidak akan menyanggupi!"
154 Nona baju kuning itu segera tertawa hambar. "Kalau tujuanku hanya ingin
melakukan kejahatan, tak usah merepotkan kongcu, kami juga bisa melakukannya
sendiri, toh dalam perkumpulan masih banyak terdapat jago-jago yang cekatan."
Agaknya ia merasa kata-kata tersebut agak berat, maka buru-buru sambungnya
lebih jauh. "Mungkin Buyung kongcu tak akan percaya dengan kemampuan ilmu
silat dari Li ji pang kami, tapi kecerdasan orang-orang kami rasanya kongcu juga
memaklumi, sekalipun rak bisa meraih kemenangan secara terang-terangan, kami
masih sanggup untuk meraih kemenangan dengan cara menggelap...!"
Mendengar perkataan itu, Buyung Im seng menjadi tertegun, segera pikirnya.
"Betul juga perkataannya itu, dengan organisasi Li Ji pang mereka yang begitu
rahasia rasanya serangan gelap dari mereka memang susah untuk diatasi."
Terdengar nona baju kuning itu tertawa merdu, lalu katanya. "Mungkin Buyung
kongcu tidak percaya, selain aku bisa mengatur orang-orang Li ji pang lagi pula
akupun bisa memperoleh banyak dukungan jago lihai dari pelbagai perguruan dan
partai yang ada di persilatan dewasa ini."
Buyung Im seng mendehem, lalu menjawab. "Yaa, aku memang merasa setengah
percaya setengah tidak dengan perkataanmu itu."
"Kongcu jangan lupa, seorang enghiong susah untuk melewati gadis cantik, kecuali
aku si pangcu seorang, hampir sebagian besar anggota perkumpulan Li ji pang
adalah gadis-gadis muda yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, betul
kalau mereka berdiri sendiri mungkin tak akan mampu, tapi ingat pohon tunggal
tak mungkin jadi hutan, di bawah pendidikan ku yang ketat, kecerdasan mereka
bisa mereka gunakan hingga sebagaimana mestinya, sekalipun seorang lelaki yang
gagah, jika sudah terpengaruh oleh rayuan perempuan cantik, sekali pun kau suruh
ia bunuh diripun mungkin ia tak akan menolak."
"Sekalipun 80-90% lelaki di dunia ini suka perempuan, toh masih ada satu dua
puluh persen yang tak terpengaruh oleh kecantikan perempuan."
"Ucapan kongcu memang benar, tapi kau telah melupakan sesuatu, selera setiap
orang meski berbeda namun anggota Li ji pang kami terdiri dari beraneka ragam
perempuan cantik yang cukup mendebarkan hati siapapun yang menjumpainya,
apalagi yang sudah mendapat pendidikan untuk merayu dan menarik hati lelaki,
kadangkala mereka bisa bersikap manja dan mempesona hati, kadangkala pula
mereka bisa menunjukkan sikap patut dikasihani, pokoknya secara ringkasnya
saja, asal mereka sudah menggunakan ilmu kepandaian tersebut, maka lelaki
macam apapun pasti akan tunjuk di bawah perkataannya dan bersedia digunakan
tenaganya oleh kami."
Buyung Im seng termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian
katanya. "Oooh... rupanya kalian orang-orang Li ji pang menggunakan cara
semacam itu untuk beradu kekuatan dengan orang-orang persilatan di dunia ini..."
Selama ini nona baju kuning itu tak pernah membalikkan badannya untuk
menengok Buyung Im seng barang sekejappun, maka hanya saja pemuda itu
menentukan sikap dan perasaan lawannya itu.
155 Terdengar ia berkata dengan suara dingin dan kaku. "Apakah kongcu merasa
bahwa cara yang dipergunakan orang-orang Li ji pang kami agak kurang sedap
didengar?" "Aku hanya merasa cara yang dipergunakan kalian ini kurang begitu terbuka dan
jujur." "Janganlah kau anggap orang2 Li ji pang kami Cuma perempuan2 liar saja,
sesungguhnya anggota perkumpulan kami hampir sebagian besar adalah gadis
yang masih suci bersih, misalnya saja Siau Ling ling sudah banyak tahun dia
terjun dalam rumah pelacuran, akan tetapi sampai sekarang dia masih tetap seorang
gadis yang perawan dan suci bersih."
"Pangcu jangan salah paham, yang kumaksudkan kurang jujur dan terbuka bukan
berarti orang-orangnya yang tidak suci dan liar."
Nona baju kuning itu termenung dan tidak berbicara, rambutnya yang panjang
tampak gemetar keras, hatinya sedang mengalami gejolak keras.
Buyung Im seng menjadi sangat tidak tentram, pikirnya. "Jika sikapku tetap keras
terus seperti ini, bisa jadi dia akan merasa tersinggung, padahal selama ini Li
ji pang selalu baik padaku, jika sampai bentrok pada malam ini, jadi posisiku dalam
dunia persilatan dikemudian hari akan bertambah sulit."
Sementara itu si nona baju kuning itu telah berkata lagi. "Kalau begitu, Buyung
kongcu merasa tidak sudi untuk berhubungan dengan orang-orang Li Ji pang?"
"Itu sih tidak, asal tujuan kalian demi kebenaran dan keadilan, sekalipun
didalam tindakan kurang terbuka, rasanya juga tidak terlalu menjadi persoalan."
Nona baju kuning itu segera tertawa cekikikan. "Suatu penjelasan yang bagus
sekali dari kongcu, Cuma persoalan dalam tubuh Li ji pang kami tak usah kau
pikirkan." Mendadak suaranya menjadi dingin dan katanya lagi. "Sekarang kita hanya
membicarakan soal kerja-sama, apakah kongcu dapat mengambil keputusan...?"
"Sudah terlalu banyak bantuan yang diberikan perkumpulan kalian kepadaku,
sepantasnya akupun harus menolong kalian, Cuma sebelum kau terangkan bentuk
bantuan itu, sebenarnya sukar buatku untuk mengambil keputusan."
Mendadak nona baju kuning itu bangkit berdiri, lalu katanya. "Jika kali ini
kongcu enggan bekerja-sama dengan kami, di kemudian hari tentu sulit diketemukan
kesempatan baik untuk bekerja sama lagi."
Buyung Im seng juga pelan-pelan bangkit berdiri, lalu sambil menjura katanya.
"Terima kasih banyak atas bantuan perkumpulan anda selama ini kepadaku, budi
kebaikan ini pasti akan Buyung Im seng balas jika di kemudian hari ada
kesempatan, baik-baiklah pangcu menjaga diri, aku ingin mohon diri dahulu."
Sambil membalikkan badan dia lantas berjalan keluar dari ruangan tersebut.
"Berhenti!" mendadak nona baju kuning itu membentak keras dengan suara dalam.
Buyung Im seng segera berhenti, lalu tanyanya. "Pangcu, masih ada pesan apa?"
156 "Kongcu, bila engkau enggan bekerja-sama dengan perkumpulan kami, mungkin
kau segera akan merasa menyesal sekali."
"Apakah pangcu sedang menggertak aku?" "Bukan suatu gertakan, tapi setiap
patah kata yang kuucapkan dari hari sanubariku."
Buyung Im seng termenung sebentar, kemudian katanya sambil tertawa. "Mengapa
pangcu tidak bersedia untuk menerangkan dulu persoalan apakah itu dan
bagaimana kerja-samanya" Asal perbuatan itu tidak mengganggu ketentraman
umat manusia, aku pasti akan meluluskan permintaan pangcu itu."
Nona baju kuning itu segera menghela napas panjang. "Kau sangat keras kepala!"
keluhnya. "Kalau aku tidak keras kepala, bukankah sedari tadi permintaan pangcu telah
kululuskan?" jawab Buyung Im seng sambil tertawa.
"Baiklah! Akan kujelaskan sebagian, soal meluluskan atau tidak, itu adalah
urusanmu sendiri!" Tidak menanti Buyung Im seng memberi jawaban, dia telah berkata lebih lanjut.
"Kami ingin minta tolong kepada kongcu untuk mendapatkan kembali sejilid kitab
pusaka ilmu pedang dari perkumpulan Li ji pang kami."
"Dalam perkumpulan Li ji pang penuh dengan manusia lihai dan pintar, mengapa
kau malahan membutuhkan bantuanku?"
"Sebab semua anggota perkumpulan kami adalah perempuan, sedang orang itu juga
perempuan, maka terpaksa kami membutuhkan bantuan dari kongcu."
Buyung Im seng menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, katanya
kemudian. "Untuk merebut kembali kitab pusaka, selain mengandalkan ilmu silat
juga mengandalkan kecerdasan apa pula bedanya lelaki dan perempuan?"
"Dia sudah tahu kalau aku sangat bernapsu untuk mendapatkan kitab pusaka ilmu
pedang itu, maka dia menaruh kewaspadaan yang khusus terhadap kaum wanita,
hanya lelaki saja yang bisa menyelundup masuk ke dalam penjagaannya yang
sangat ketat itu." "Ada betulnya juga perkataannya itu." Diam-diam Buyung Im seng berpikir
didalam hati. Berpikir demikian, diapun lantas berkata. "Tak terhitung jumlah lelaki di dunia
ini, dalam perkumpulan Li ji pang juga terdapat banyak anggota yang sanggup
menaklukan lelaki untuk berbakti kepadanya, mengapa pula kau harus memilih
diriku...?" "Karena apa yang kulakukan ini merupakan siasat, bukan sembarangan orang yang
bisa melaksanakan siasatku ini."
"Siasat apakah itu?" tanya Buyung Im seng dengan sepasang alis matanya
berkernyit. "Itulah yang musti kongcu pikirkan sendiri, tapi kongcu memang merupakan orang
yang paling cocok untuk melaksanakan siasatku itu."
157 "Dari tiga puluh enam macam siasat, terdapat siasat Bi jim ka (siasat perempuan
cantik) lantas apa pula namanya jika mempergunakan diriku?"
"Nona berbaju kuning itu segera tertawa terkekeh-kekeh. "Tentu saja Bi lam ki
(lelaki tampan). Kalau perempuan bisa dipakai untuk bersiasat, mengapa tidak
dengan lelaki?" "Oooh... kiranya begitu!" seru Buyung Im seng dengan paras muka berubah hebat.
"Cuma kongcu juga tak usah kuatir, segala sesuatunya akan kami atur dengan
sebaik-baiknya, tak nanti kami biarkan kau menyerempet bahaya..."
"Aku tidak takut menyerempet bahaya, Cuma ku ragu cara begini kurang begitu
baik." "Bagaimana tidak baiknya?"
"Aku adalah seorang lelaki sejati, kalau sampai kalian gunakan sebagai umpan,
rasanya... yaaa, rasanya kurang sedap dipandang orang lain...!"
"Itulah sebabnya kenapa aku tak mau memberitahukan kepadamu, aku tahu
setelah memberitahukan hal ini kepadamu maka kau pasti enggan untuk
mengabulkannya." Buyung Im seng menjadi amat sedih, dan serba salah, setelah termenung lama
sekali, katanya. "Soal ini sungguh membuat aku merasa serba salah..."
Setelah berhenti sejenak, terusnya. "Bagaimanakah watak orang itu?"
"Licik, banyak tipu muslihatnya dan banyak melakukan kejahatan dan kebuasan."
"Bolehkah kau menyebutkan juga nama dan julukannya?"
"Dia bernama Li Hui-nio julukannya Giok hong siancu (Dewi lembah kemala)"
"Dewi lembah kemala" Belum pernah kudengar nama orang ini disebut orang..."
"Giok hong siancu sudah lama mengasingkan diri, ia sudah tidak melakukan
perjalanan lagi didalam dunia persilatan."
"Sekarang dia diam dimana?"
"Buyung kongcu!" Pelan-pelan nona baju kuning itu bertanya, "Apakah kau tidak
merasa terlalu banyak bertanya" Ketahuilah, tempat tinggal dari Giok hong siancu
merupakan tempat yang ingin diketahui oleh banyak jago persilatan, bersediakah
kongcu meluluskan permintaanku, harap kau cepat mengambil keputusan."
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Baik! Aku masih akan mengajukan satu pertanyaan lagi!" "Apa yang ingin kau
tanyakan?" "Giok hong siancu itu orang baik atau orang jahat?"
"Orang jahat, orang yang jahat sekali, jahatnya bukan alang kepalang...!"
"Baik, atas dasar perkataan pangcu itu, aku akan meluluskan permintaanmu...!"
"Sungguh?" perkataan nona baju kuning itu sangat girang.
"Tentu saja sungguh!"
Mendadak nona baju kuning itu membalikkan badannya dan menyingkap
rambutnya yang menutupi wajahnya itu, kemudian tertawa.
158 "Buyung kongcu, setelah kau meluluskan permintaanku itu, apakah kau tak
menyesal?" Buyung Im seng memandang sekejap wajahnya yang jelek itu, kemudian
tersenyum. "Setelah kululuskan permintaanmu itu, sekalipun harus naik ke bukit golok atau
turun ke kuali minyak, aku tak akan merasa menyesal, Cuma akupun berharap
nona jangan membohongi aku."
"Giok hong siancu adalah orang jahat, setiap orang persilatan mengetahui akan
hal ini, jika aku membohongimu, biar aku tidak mati dengan tenang."
"Baiklah kita tentukan dengan sepatah kata, bantuan apa yang harus kuberikan,
harap nona suka memberi penjelasan."
"Aku pikir kau pasti ada banyak persoalan yang harus diselesaikan, bagaimana
kalau bertemu lagi besok malam di sini?"
Dengan cepat Buyung Im seng menggelengkan kepalanya. "Tolong pangcu
perhitungkan dulu sebetulnya kau membutuhkan waktu berapa lama?"
Nona baju kuning itu termenung dan berpikir sebentar, kemudian jawabnya. "Bila
besok baru bertemu dengan segera berangkat, lebih kurang sepuluh hari kemudian
urusan pasti sudah beres."
"Kalau begitu aku akan beritahu pada rekanku sebentar kemudian segera balik ke
sini, bila kita bisa berangkat hari ini bukankah kita dapat memperpendek
waktunya dengan sehari lagi?"
"Tidak bisa, aku harus mengadakan persiapan dulu, paling tidak besok tengah hari
baru siap semuanya."
"Kalau begitu sekarang aku ingin mohon diri lebih dulu."
"Jika kau tidak merasa canggung untuk berhadapan dengan seorang perempuan
jelek, aku akan menyuruh mereka untuk siapkan hidangan dan arak, untuk
mengiringi kita bergadang."
Tiba-tiba Buyung Im seng dapat merasakan suatu kepedihan dibalik ucapan
tersebut, maka buru-buru sahutnya. "Jika pangcu mempunyai kegembiraan itu
tentu saja aku dapat mengiringi keinginanmu."
"Kongcu jangan berpikir demi aku, dapat kulihat kau terpaksa meluluskan karena
menaruh rasa kasihan kepadaku." Sehabis berkata ia lantas tertawa sehingga
kelihatan sebaris giginya yang putih.
"Baik, maksud hati pangcu akan kuterima."
Nona baju kuning itu segera bertepuk tangan dua kali. Seorang bocah perempuan
muncul dalam ruangan sambil bertanya.
"Pangcu kau ada pesan apa?" "Siapkan sayur dan arak, aku hendak bersantap
bersama tamu agung...!"
Bocah perempuan itu mengiakan, lalu membalikkan badan dan berlalu dari sana.
159 Tak lama kemudian bocah perempuan itu muncul kembali sambil membawa sebuah
baki kayu, di atas baki tersedia empat macam sayur, sepoci arak dan dua buah
cawan kecil. Nona baju kuning itu mengambil poci arak dan memenuhi setengah cawan,
kemudian tanyanya. "Kongcu, bagaimana dengan takaran arakmu?"
"Jelek sekali!" "Baik, kalau begitu minum setengah cawan saja."
Memandang setengah cawan kecil arak yang berada di depannya itu, diam-diam
Buyung Im seng tertawa geli, pikirnya. "Sekalipun aku tak bisa minum arak, kalau
dengan cawan sekecil ini mah delapan sampai sepuluh cawan arak masih bisa
kuminum tanpa kuatir mabuk."
Sementara itu bocah perempuan tadi telah meletakkan cawan arak dan
mengundurkan diri. - 0 - BAGIAN KE DUABELAS Agaknya nona baju kuning itu dapat menebak suara hari Buyung Im seng, sambil
tersenyum segera katanya.
"Arak ini merupakan sejenis arak istimewa dari perkumpulan Li ji pang kami yang
disebut Pek hoa lok, mungkin boleh dibilang merupakan arak paling mahal di dunia
ini, bukan saja harum baunya, setelah diminum pun besar sekali pengaruhnya,
arak ini dinamakan juga It ti cui (setetes pun memabukkan), toh selisihnya juga
tidak terlampau jauh."
"Kalau mendengar perkataan pangcu, agaknya kau punya takaran minum yang
hebat." "Hebat sih tidak, Cuma sewaktu berada di Sui lo tay, aku seringkali mencoba
untuk meminumnya, memang kenyataannya lumayan juga takaranku."
"Selama melakukan perjalanan didalam dunia persilatan, apakah pangcu selalu
menyiapkan arak?" Nona baju kuning itu menggeleng, sahutnya sambil tertawa. "Aku sih belum sampai
tergila-gila dengan arak, beberapa botol arak yang kubawa kali ini hanya
bermaksud untuk diberikan kepada orang lain."
"Hendak kau berikan kepada siapa?"
"Barang bermutu hanya dijual pada orang yang mengerti, tentu saja arak wangi ini
akan kuhadiahkan bagi mereka yang suka meminumnya."
"Kalau memang begitu, aku jadi ingin sekali mencicipinya."
Nona baju kuning itu segera mengangkat cawan araknya sambil berkata. "Akan
kulayani keinginanmu itu."
Buyung Im seng mengangkat cawannya, betul juga terhembus bau bunga yang
harum semerbak, ketika dicicipi setegukan ternyata rasanya memang juga enak
sekali, belum ia rasakan arak seenak itu.
160 Nona baju kuning itu meneguk pula setegukan, lalu tanyanya sambil tertawa.
"Bagaimana?" "Sekalipun aku bukan seorang yang terbiasa minum arak, tapi bisa kurasakan
kalau rasanya sedap sekali, belum pernah kurasakan arak seharum dan seenak
ini." Nona baju kuning itu segera menurunkan cawan araknya, lalu berkata sambil
tertawa. "Malam yang sepi dengan sinar lilin yang redup, suasana semacam ini
paling enak dilewatkan dengan bercakap-cakap, sayang wajahku amat jelek, jauh
bisa memenuhi selera kongcu, sedikit banyak hal ini tentu mempengaruhi suasana
bukan?" "Cantik buruknya wajah seseorang hanya merupakan sebagian kecil dari
kepribadian seseorang, dengan kecerdasan dan keberhasilan yang nona capai
sekarang, lelaki manapun sukar untuk menandingimu, memang tiada sesuatu yang
sempurna di dunia ini, buat apa nona mesti memikirkan soal ini didalam hati?"
Nona baju kuning itu segera tertawa merdu, katanya. "Kongcu, seandainya aku
ingin mengikat tali persahabatan denganmu, apakah kau bersedia untuk
menerimanya?" Buyung Im seng agak tertegun setelah mendengar ucapan tersebut. "Bukankah kita
sudah bersahabat sekarang?"
Nona baju kuning itu termenung lagi beberapa saat lamanya, kemudian berkata.
"Maksudku seandainya kau mempunyai teman seorang perempuan jelek seperti
aku yang tiap hari berada di sampingmu terus menerus, maka bagaimanakah
perasaanmu?" Buyung Im seng menjadi termangu. "Soal ini... Belum pernah kupikirkan sampai ke
situ", katanya kemudian.
Nona baju kuning itu segera tertawa. "Kalau begitu sekarang pikirkanlah dengan
matang, aku berharap bisa mendengar jawaban yang muncul dari hati
sanubarimu." "Memilih orang dengan memandang paras muka merupakan kebiasaan dari umat
manusia, aku..." "Kongcu!" itukah nona baju kuning itu, yang kita bicarakan sekarang adalah
suasana pribadi antara kongcu dengan diriku."
Buyung Im seng segera tertawa.
"Setiap orang mempunyai sifat suka yang indah dan cantik, bila kita kesampingkan
soal baik buruknya watak manusia, sudah barang tentu kongcu terletak pada pihak
yang dirugikan." Nona baju kuning itu segera tertawa hambar, katanya kemudian. "Oleh karena itu,
akupun cukup tahu diri, selama berada bersama kongcu kita hanya berbicara soal
dinas, tidak menyinggung soal perasaan pribadi."
161 "Mungkin lantaran nona merasa wajahnya kurang menguntungkan, maka
perhatianmu baru bisa tertuju ke dalam dunia persilatan, itu pula sebabnya
usiamu masih terlalu muda namun berhasil mendapatkan kesuksesan luar biasa."
"Itulah yang dinamakan orang jelek banyak tingkahnya." Kata nona berbaju kuning
itu sambil tertawa. "Hidup secara baik-baik tidak dicari, justru repot-repotnya
membentuk organisasi Li ji pang yang menyebabkan diriku semakin repot, paling
sibuk, tiap hari berkelana dalam dunia persilatan, hilir mudik kesana kemari,
wajah yang dasarnya sudah jelek, ditambah lagi timpaan hujan teriknya matahari,
makin lama wajah ini semakin bertambah jelek..."
Ia membereskan rambutnya yang panjang, kemudian pelan-pelan melanjutkan.
"Konon Biau hoa lengcu adalah seorang gadis yang cantik jelita bagaikan bidadari
dari kahyangan, bagaimana pendapat kongcu tentang hal ini...?"
"Betul, dia memang cantik dan diketahui setiap orang, rasanya akupun tak usah
banyak komentar lagi."
"Kalau begitu aku mengucapkan selamat kepada kongcu karena mempunyai
seorang kekasih hati yang cantik jelita bagaikan bidadari dari kahyangan,
apalagi gadis cantik itu memiliki pula ilmu silat yang tak terlukiskan kelihaiannya,
harapan kongcu untuk membalas dendam bila sudah terlaksanakan, kau tentu bisa
berpesiar kemana mana sambil menikmati kehidupan sorgawi, suatu kebahagiaan
hidup yang didambakan setiap umat manusia."
"Apa" Membalas dendam bukan suatu masalah yang gampang, Sam seng bun tidak
lebih hanya suatu titik terang yang ada saja, benarkah mereka adalah musuh besar
pembunuh ayahku, hal ini masih merupakan suatu tanda tanya besar."
"Kongcu tak perlu berputus asa, tiada pekerjaan sukar di dunia ini, yang penting
adalah kemauan, apalagi banyak jago persilatan di dunia ini yang membantu
dirimu." "Terima kasih anjuran dari pangcu itu, di kemudian hari aku masih banyak
memerlukan bantuan dari perkumpulan anda."
Nona baju kuning itu tertawa, katanya. "Asal kongcu bersedia membantu Li ji pang
kami untuk mendapatkan kembali kitab pusaka ilmu pedang kami, sudah barang
tentu perkumpulan kami pun akan membantu kongcu dengan sepenuh tenaga."
"Kitab ilmu pedang itu disimpan dimana" Bagaimana pula caraku untuk turun
tangan?" tanya Buyung Im seng kemudian sambil tersenyum.
"Soal itu tak perlu kau pikirkan, semuanya aku telah mengatur secara sempurna,
yang kami nantikan sekarang adalah datangnya angin timur..."
Buyung Im seng merasa heran sekali, pikirnya kemudian. "Kalau didengar dari
ucapannya itu, menggunakan aku atau tidak, tampaknya bukan suatu urusan
penting, lantas mengapa dia selalu mendesakku untuk membantunya?"
Agaknya nona baju kuning itu dapat mengetahui kecurigaan didalam hati Buyung
Im seng, tak tahan ia segera melanjutkan. "Kongcu adalah angin timur yang sedang
kami nantikan, sudah berapa tahun aku mencari dimana-mana, kongcu adalah
satu-satunya orang yang berhasil kutemukan, juga merupakan orang yang paling
cocok untuk melaksanakan rencana itu."
162 "Keteranganmu itu semakin membuat aku tidak habis mengerti."
Nona baju kuning itu segera tertawa, sahutnya. "Sampai waktunya nanti, kongcu
akan tahu sendiri." "Aku telah meluluskan permintaanmu itu, masa pangcu belum dapat
mengungkapkan sedikit latar belakang dari persiapan itu?"
Nona baju kuning itu termenung dan berpikir sejenak, kemudian jawabnya.
"Bukannya aku tak dapat mengatakannya, hanya saja bila keterangan kuberikan
terlampau pagi, maka kongcu malahan tidak akan tertarik lagi oleh tugas ini."
Buyung Im seng mengangkat cawannya dan menghabiskan separuh cawan arak
yang tersisa, kemudian berkata lagi. "Kalau begitu aku mohon diri dulu, sebelum
fajar nanti sebisanya aku akan balik kemari, harap nona juga membuat persiapan.
Aku berharap sebelum terang tanah nanti kita bisa melakukan perjalanan."
"Baiklah!" ucap nona baju kuning itu sambil tertawa, "aku akan sebisanya
melakukan persiapan."
Buyung Im seng segera beranjak dan melangkah pergi dari situ, tapi baru dua
langkah mendadak ia berpaling lagi sambil bertanya. "Nona dapatkah kau
memberitahukan letak markas Sam seng tong itu kepadaku?"
Nona baju kuning itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya.
"Bila kuberitahukan kepadamu sekarang, maka pikiranmu akan menjadi kalut,
lebih baik rahasia itu kuberitahukan kepadamu bila kau telah berhasil
mendapatkan kitab ilmu pedang itu saja."
"Betul juga ucapan pangcu!"
Dia lantas membalikkan badan dan melanjutkan langkahnya untuk berlalu dari
situ. Buru-buru nona baju kuning itu memburu ke samping Buyung Im seng, kemudian
bisiknya. "Setelah melakukan persiapan nanti, aku akan pergi meninggalkan
tempat ini, bila kongcu datang kemari besok, mungkin aku sudah pergi dari sini."
"Lantas jika aku sampai di sini, siapa yang akan kujumpai?"
"Akan ku pilihkan seorang murid perkumpulan kami yang paling lemah lembut dan
paling cantik wajahnya untuk menemani dirimu."
Buyung Im seng tersenyum, katanya "Itu mah tidak perlu, asal ada seorang yang
bisa menjadi penunjuk jalan, itu sudah lebih dari cukup."
"Suka akan kecantikan adalah watak setiap manusia, apalagi kongcu sedang
bertugas demi kepentingan Li ji pang kami, paling tidak aku harus memberi
kepuasan kepadamu." Dengan cepat ia mengulurkan tangannya yang putih halus sambil menambahkan,
"Sebelum fajar menyingsing besok, pasti ada orang yang akan menantikan dirimu
di sini. Nah, aku tak akan menghantar lagi."
Buyung Im seng mengulurkan juga tangannya untuk menggenggam tangan si nona
baju kuning itu, ia merasa tangan orang halus dan lembut, enak sekali digenggam.
163 Hal mana segera menimbulkan satu pikiran dalam benaknya, diam-diam ia pikir.
"Pangcu ini bertubuh lembut, bersikap halus dan menawan hati, Cuma sayang
wajahnya jelek dan tidak menarik hati."
Sementara dia masih melamun, nona baju kuning itu sudah menarik kembali
tangan kanannya dan berkata sambil tersenyum. "Kongcu, selamat jalan!"
"Tidak merepotkan pangcu!"
Buru-buru dia membalikkan badannya dan berjalan ke arah depan sana.
Nona baju kuning itu berdiri di depan rumah gubuk sampai bayangan tubuh
Buyung Im seng lenyap dari pandangan mata, kemudian baru membalikkan badan
dan masuk kembali ke dalam gubuk.
Dalam pada itu, Buyung Im seng telah berangkat menuju ke tempat dimana Tong
Thian hong sedang menunggu, setelah itu dia lantas menceritakan semua kejadian
yang telah dialaminya barusan.
Mendengar penuturan tersebut, Tong Thian hong tampak termenung dan berpikir
sebentar kemudian baru berkata sambil tertawa. "Saudara Buyung, apa yang
hendak kau lakukan sekarang?"
"Aku telah meluluskan permintaannya, tentu saja aku akan pergi memenuhi
janjiku." "Seandainya benar-benar hanya sepuluh hari, hal itu mah tak akan mempengaruhi
keadaan, lantas saudara Buyung bermaksud kapan baru berangkat?"
"Aku pikir sekarang juga aku hendak berangkat!" jawab Buyung Im seng pelanpelan.
Kemudian setelah berhenti sejenak, terusnya. "Kalau mengikuti perhitungan
pangcu dari Li ji pang, mungkin sepuluh hari pun sudah cukup."
Tong Thian hong menghela napas panjang, katanya kemudian. "Saudara Buyung,
harap kau suka baik-baik menjaga diri, setengah bulan kemudian kita akan bersua
kembali dimana?" Buyung Im seng termenung dan berpikir sejenak, lalu sahutnya. "Dewasa ini aku
masih belum tahu mereka hendak membawaku kemana, lebih baik waktu
perjanjian itu diperpanjang beberapa hari lagi. Tong heng lebih memahami situasi
dalam dunia persilatan, lebih baik kau saja yang memikirkan tempat pertemuan
tersebut, kemungkinan kau lebih gampang menemukan tempat yang ideal."
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tong Thian hong termenung sejenak, kemudian katanya. "Bagaimana kalau kita
bersua di gedung Li yong hu kota Lu ciu Propinsi An hui?"
"Gampangkah mencarinya?"
"Setiba di kota Lu ciu, asal kau menyebut nama Li Yong maka semua orang akan
tahu, jika siaute kebetulan tidak ada di sana, sudah pasti aku meninggalkan
berita tentang diriku di sana, saudara Buyung... andaikata aku belum sampai maka
katakan kalau kau akan menunggu kedatangan diriku, mereka pasti akan
melayanimu sebagai tamu agung, Cuma kau harus ingat, nama siaute baru boleh
kau sebut setelah berjumpa dengan Li Yong pribadi."
164 Buyung Im seng manggut2. "Siaute mengerti!"
"Andaikata aku bertemu dengan Biau hoa lengcu, siaute pasti akan suruh mereka
menanti kedatanganmu di gedung keluarga Li."
"Kalau begitu terima kasih kuucapkan."
"Harap saudara Buyung baik-baik menjaga diri."
Buyung Im seng buru-buru menjura seraya menjawab. "Siaute pun mohon diri lebih
dulu." "Aku tak mau mengantar lebih jauh!"
Buyung Im seng segera membalikkan badan dan berangkat menuju ke rumah
gubuk dimana nona baju kuning itu berada.
Tong Thian hong memandang bayangan punggung Buyung Im seng sehingga lenyap
meninggalkan tempat tersebut.
Dalam pada itu, Buyung Im seng telah tiba di depan pintu rumah gubuk itu,
sementara fajar sudah mulai menyingsing.
Tampak seorang gadis berbaju hijau bertubuh ramping dengan ikat kepala warna
putih sudah menunggu kedatangannya di depan gubuk. Baru saja Buyung Im seng
menghentikan langkah kakinya, nona baju hijau itu telah menyongsong
kedatangannya, setelah menjura ia menyapa.
"Buyung kongcu!"
Buyung Im seng agak tertegun, lalu menegur. "Siapakah kau?"
Nona baju hijau itu tertawa ewa, sahutnya: "Aku anggota Li ji pang, mendapat
perintah dari pangcu untuk melayani kongcu."
"Tidak berani, apakah nona mendapat tugas untuk membawa aku menuju ke
tempat tujuan?" Sambil tertawa nona baju hijau itu manggut-manggut. "Benar, aku mendapat tugas
untuk menerima perintah dari kongcu!"
Meminjam cahaya fajar, Buyung Im seng amati gadis itu tajam-tajam, tampak ia
berwajah cantik dengan rambut sepanjang bahu yang diikat dengan pita putih,
ujung rambut berkibar terhembus angin pagi yang lembut. Tanpa terasa Buyung
Im seng memuji didalam hati.
"Perkumpulan Li ji pang benar-benar penuh dengan perempuan cantik, berbicara
dari gadis yang berada di hadapanku sekarang, mana cantik ramping, memiliki
pula sikap anggun yang mempesonakan, tampaknya apa yang diucapkan Li ji
pangcu bukan Cuma bualan belaka.
Sementara itu, nona baju hijau berkata, "Aku yang rendah dapat perintah dari
pangcu untuk datang melayani kongcu, apalagi kongcu bersedia membantu partai
kami untuk menyelesaikan suatu masalah besar, pangcu telah berpesan agar aku
tidak melakukan segala perbuatan yang bisa menimbulkan ketidak senangan
kongcu." 165 Mendengar perkataan itu buru-buru Buyung Im seng berkata. "Nona siapa
namamu?" "Aku yang rendah bernama Kwik Soat kun." Jawab nona baju hijau itu sambil
tertawa. "Oooh... rupanya nona Kwik!" kata Buyung Im seng sambil merangkap tangannya
memberi hormat. Nona baju hijau itu tertawa ewa. "Jika kongcu ada perintah, silahkan diutarakan
saja pada diriku yang rendah."
"Dimana ketua kalian?"
"Pangcu kami telah pergi karena masih ada urusan lain, segala diserahkan
kepadaku." "Oooh, apakah kita berangkat?"
"Segala sesuatunya terserah pada keputusan kongcu!"
"Kita akan berjalan kaki saja?" "Tidak, pangcu telah menyiapkan kereta untuk
kongcu." Sehabis berkata ia lantas bertepuk tangan dua kali.
Bunyi roda kereta bergema, sebuah kereta yang dihela seekor kuda muncul dari
balik rumah gubuk itu. Buyung Im seng mendongakkan kepalanya dan memandang kereta itu sekejap, dia
lihat kusirnya adalah seorang manusia berbaju hitam memakai topi lebar, hampir
sebagian besar wajahnya tersembunyi dibalik topi lebar tersebut, dia membawa
sebuah cambuk panjang. "Silahkan kongcu!" kata Kwik Soat kun lagi sambil membukakan tirai kereta.
Buyung Im seng tidak banyak bicara, ia lantas beranjak naik ke dalam kereta.
Kwik Soat kun mengikuti di belakang Buyung Im seng dan naik juga ke dalam
kereta. Setelah menurunkan tirai kereta itu, dia baru berkata sambil tertawa. "Kongcu,
kau ingin makan sesuatu?"
"Masa dalam keretapun tersedia makanan?" Buyung Im seng balik bertanya dengan
wajah keheranan. Kwik Soat kun segera tersenyum. "Yaa, kami memang sengaja menyiapkan
makanan dalam kereta, berhubung waktu yang tersedia bagi kongcu amat
mendesak, padahal kita harus melakukan perjalanan jauh, maka ada baiknya jika
kita selalu waspada... kongcu, pohon yang besar gampang memancing datangnya
hembusan angin, dengan nama besar kongcu, pihak Sam seng bun pasti akan
berusaha untuk melacaki terus jejakmu..."
"Kalau didengar dari perkataan nona, apakah sepanjang perjalanan aku dilarang
meninggalkan kereta ini barang selangkahpun?" tukas Buyung Im seng.
"Betul! Menurut apa yang telah dipersiapkan pangcu, kongcu memang
dipersilahkan makan tidur didalam kereta ini."
166 "Jika kita harus melakukan perjalanan siang malam tanpa berhenti, sekalipun ada
kuda yang jempolan rasanya lama-lama tak tahan..."
"Soal itu kongcu tak usah kuatir." Ujar Kwik soat kun sambil tersenyum, "pangcu
kami telah mempersiapkan segalanya dengan seksama, setiap enam jam sekali,
kuda penghela kereta itu akan mengalami pergantian, setelah melakukan
perjalanan siang malam selama dua hari, keretapun akan diganti, apalagi siang
dan malam kita akan naik kereta yang berbeda, selain makan minum, di atas tiap
kereta kami juga mempersiapkan tempat tidur."
Mendengar itu, Buyung Im seng manggut2. "Ehmm, aku lupa kalau pangcu kalian
seorang yang teliti dan cermat sekali."
"Sungguh beruntung aku yang rendah bisa menemani kongcu sepanjang jalan, bila
kongcu ada urusan, silahkan disampaikan kepadaku."
Dengan sorot mata yang tajam Buyung Im seng memperhatikan wajah Kwik Soat
kun tanpa berkedip, dipandang secara begini rupa, mengapa tiba-tiba merah padam
selembar pipi Kwik Soat kun karena jengah...
Kwik Soat kun mengedipkan sebentar sepasang matanya yang bulat besar,
kemudian pelan-pelan berkata. "Eeeh, apa yang kau lihat" Memangnya di atas
wajahku terdapat lukisannya...?"
"Apakah sepanjang perjalanan nona yang akan mendampingi diriku?"
"Kenapa" Apakah kongcu merasa tidak puas terhadapku"
(Bersambung ke jilid 9) 167 Lembah Tiga Malaikat Oleh: Tjan Jilid 9 "Aaah, mana, mana, Aku justru merasa berbangga hati karena siang malam
sepanjang perjalanan ada seorang gadis secantik nona yang mendampingiku."
Kwik Soat kun ternyata manis, setelah membereskan rambutnya yang panjang dia
berkata. "Aaah, mana bisa menangkan kecantikan Biau hoa lengcu mu itu" Aku
tahu, meski orangnya berada di sampingku, namun hatimu sudah melayang jauh ke
sisi tubuhnya." Mendengar perkataan itu, Buyung Im seng menjadi tertegun. "Darimana kau tahu
kalau aku kenal dengan Biau hoa lengcu?" tanyanya.
"Hubungan kongcu dengan Biau hoa lengcu telah tersebar sampai di seantero jagat,
setiap orang tahu akan persoalan ini, setiap orang juga mengetahui akan hubungan
kalian berdua." "Sungguhkah perkataan itu?" tanya Buyung Im seng agak tertegun.
Kwik Soat kun segera tertawa. "Bisa mendapat pasangan yang begitu cantik, lihai
dan berbudi luhur seperti Biau hoa lengcu, sesungguhnya merupakan suatu
kebanggaan bagimu, Mengapa kau takut diketahui orang?"
Buyung Im seng menggelengkan kepalanya berulang kali. "Harap nona jangan
salah paham, hubungan kami berlangsung belum lama, saat berkumpul pun cuma
beberapa hari, seandainya sampai tersiar berita sensasi didalam dunia
persilatan, hal itu akan merupakan suatu kejadian yang merikuhkan sekali."
Kwik Soat kun segera tertawa geli, "Jangan gelisah dulu," serunya, "Aku Cuma
membohongi mu, orang yang betul-betul mengetahui akan hubungan kalian
hanyalah perkumpulan Li ji pang kami, selain itu masih jarang sekali yang tahu!"
168 Buyung Im seng segera mengalihkan pokok pembicaraannya kesoal lain, katanya.
"Kini kita sudah berada di perjalanan, apakah nona bersedia memberitahukan
kepadaku, kemana sebenarnya kita akan pergi?"
Kwik Soat kun termenung sebentar, lalu menjawab. "Apakah pangcu kami tidak
memberitahukan kepadamu?"
"Tidak." Kata Buyung Im seng sambil menggeleng.
"Jika pangcu kamipun tidak menyinggung soal itu kepadamu, maka aku berani
untuk memberitahukan hal ini kepadamu pula?"
"Waktu itu pangcu kalian kuatir kalau aku sampai membocorkan rahasia tersebut,
karena itu ia tidak bersedia memberitahukan kepadaku, tapi sekarang aku telah
berada dalam satu kereta bersama nona, apakah nona masih kuatir juga?"
"Aku merasa percaya sekali dengan kongcu, cuma sayang peraturan yang berlaku
dalam perkumpulan Li ji pang ketat dan keras, segala sesuatu yang tidak
dipesankan pangcu kami, aku yang rendah tak berani memutuskannya."
Mendengar itu Buyung Im seng segera tersenyum. "Aaah, masa urusan kecil itupun
melanggar peraturan perkumpulan..."
"Yaa, karena aku percaya, ketidak-percayaan pangcu kami terhadap kongcu adalah
disebabkan karena dia kuatir kau membocorkan rahasia tersebut!"
Dengan sinar mata yang tajam Buyung Im seng menatap wajah Kwik Soat kun
lekat-lekat, setelah itu katanya sambil tertawa. "Kenapa kau begitu yakin?"
"Sudah lama sekali aku mengikuti pangcu akupun cukup mengetahui perangainya,
tak mungkin dia memberi jawaban secara blak-blakan begitu."
Buyung Im seng tertawa hambar. "Aku sendiripun menduga demikian."
Setelah berhenti sejenak dan termenung beberapa saat lamanya, kembali ia
berkata. "Sekarang pangcu kalian berada dimana?"
"Walaupun aku tidak mengetahui jejaknya tapi aku percaya sebelum kongcu naik
gunung pangcu kami sudah pasti telah sampai di sana."
"Oooh... rupanya Giok hong siancu tinggal di atas gunung!" seru Buyung Im seng,
Kwik Soat kun segera tertawa. "Banyak bicara pasti akan salah, ucapan tersebut
nyatanya memang tepat sekali, cuma gunung yang ada di dunia ini terlalu banyak,
kendatipun kongcu amat cerdik, sebelum tiba ditempat tujuan tak nanti kau bisa
menduga apa nama gunung itu."
Mendadak kereta yang ditumpangi itu berhenti.
"Aneh, kenapa begitu?" gumam Kwik Soat kun dengan kening berkerut.
Terdengar sang kusir berkata dari luar kereta, "Di depan ada sebuah kereta yang
merintangi jalan lewat kita!"
Dengan perasaan tergerak, pelan-pelan Kwik Soat kun menyingkap tirai dan
mengintip keluar. Betul juga, tampak sebuah kereta berhenti lebih kurang dua
kaki di depan sana dan menghadang lewat mereka.
169 Kwik Soat kun meneliti juga jalan lewat kereta tersebut, ternyata merupakan
sebuah jalan datar, entah mengapa kereta itu berhenti dan tidak berjalan.
Maka diapun berkata. "Coba kita lihat, apakah bisa melewati dari sampingnya!"
"Aku rasa sulit untuk melewati dari sampingnya!" sahut kusir itu setelah
memperhatikan sekejap keadaan di depan sana.
"Coba sajalah dulu! Seandainya tidak lewat, terpaksa kita dorong kereta mereka
ke samping..." Kusir mengiakan dan pelan-pelan menjalankan keretanya maju ke depan. Sambil
menurunkan kembali tirai di depan kereta, Kwik Soat kun bergumam seorang diri.
"Aneh... sungguh aneh!"
"Ada apa?" tanya Buyung Im seng.
"Sebuah kereta berhenti tepat ditengah jalan dan merintangi jalan lewat kita."
"Macam apakah kereta itu?"
"Aaaa, kereta kan sama semua bentuknya, masa ada kereta yang bentuknya
istimewa?" "Coba kulihat!"
Dia membuka tirai dan mengintip keluar. Tampak kereta tersebut berkerudung
kain hitam di sekelilingnya, bentuk maupun keadaannya persis seperti kereta yang
ditumpangi oleh Ji-seng (malaikat kedua) pada malam itu.
Buru-buru ia menurunkan kembali tirainya, dan berkerut kening, katanya
kemudian. "Nona kenal dari kereta itu?"
"Tidak kenal, cuma aku sedikit mengerti tentang kereta kuda, kalau dilihat dari
bentuknya yang istimewa, tampaknya kereta tersebut memang khusus dipakai
untuk menempuh jarak jauh."
"Selama ini kalian orang-orang Li ji pang tersohor karena ketajaman
pendengarannya, tahukah kau siapa penumpang kereta tersebut?" tanya Buyung
Im seng lagi. "Soal itu aku tidak tahu!"
"Aku tahu!" "Waah, kalau begitu tidak sedikit dunia persilatan yang kongcu ketahui?" seru
Kwik Soat kun sambil tersenyum manis.
Buyung Im seng berkata. "Bila dugaanku benar, tampaknya persoalan ini tidak
begini sederhana...!"
"Siapakah orang dalam kereta itu?"
"Ji-sengcu (malaikat kedua) dari Sam seng bun!"
Paras muka Kwik Soat kun segera berubah hebat.
"Kau tidak salah melihat?" serunya.
170 "Aku merasa kereta itu mirip sekali bentuknya, cuma dalam hati aku tak begitu
yakin." Tiba-tiba Kwik Soat kun menggulung tirai dan berbisik kepada sang kusir kereta.
"Hati-hati sedikit, jangan sampai terjadi bentrokan kekerasan dengan mereka!"
Setelah menurunkan kembali tirainya, dia melanjutkan. "Kongcu, andaikata terjadi
sesuatu peristiwa, biar aku saja yang menghadapi, sedang kongcu dipersilahkan
beristirahat saja sambil menahan diri."
"Baik, aku akan mengintip Ji sengcu tersebut dari dalam kereta, ingin kulihat
bagaimanakah bentuknya."
Sementara pembicaraan sedang berlangsung, mendadak terdengar seseorang
membentak suara dingin. "Hai, sudah butakah matamu" Tidak kau lihat di sini ada kereta sebesar ini?"
Kwik Soat kun segera menyingkap tirai dan pelan-pelan berjalan keluar dari dalam
kereta. Jelas perempuan itu tak ingin sampai terjadi bentrokan kekerasan dengan
pihak lawan. Diam-diam Buyung Im seng juga menyingkap ujung tirai serta mengintip keluar.
Tampa seorang kakek berwajah bersih berdiri disamping kereta dan melotot ke
arah kusir kereta tersebut dengan wajah penuh kegusaran. Bocah kusir kereta
itupun tampak wajah gusar tampaknya kemarahan itu sudah hampir meledak.
Pelan-pelan Kwik Soat kun berjalan menghampirinya, setelah membentak mundur
si bocah kusir, dia menjura kepada kakek itu seraya berkata.
"Locianpwe, jangan marah, dia masih muda tak tahu urusan, buat apa cianpwe
musti ribut dengannya?"
Sementara Buyung Im seng sedang berpikir, "Sayang aku tak bisa melihat jelas
pada malam itu, entah betulkah kakek itulah si kusir kereta tersebut?"
Terdengar kakek bermuka bersih itu tertawa dingin, dengan cepat dia menangkap
pinggiran kereta tersebut, kemudian tanpa mengerahkan banyak tenaga, tahu-tahu
ia sudah menarik ke samping, lalu serunya. "Nah sekarang kalian boleh lewat!"
"Terima kasih banyak cianpwe!"
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kembali kakek itu mengalihkan sorot matanya ke wajah si bocah kusir tersebut,
kemudian katanya dingin. "Masih muda sudah tak tahu sopan santun coba kalau
tidak memandang di atas wajah nona ini, lohu akan penggal batok kepalamu itu."
Bocah kusir itu hendak membantah, tetapi segera dibentak Kwik Soat kun agar
mundur. Kwik soat kun kuatir bocah kusir itu bentrok lagi dengan si kakek bermuka
bersih, sampai kereta mereka berada beberapa kaki jauhnya, ia baru naik ke dalam kereta.
Melihat itu, Buyung Im seng segera berkata. "Nona hati-hati benar kau!"
Bukan menjawab Kwik Soat kun, melainkan balik bertanya. "Apakah kau melihat
jelas, kereta tersebut adalah kereta yang ditumpangi Ji sengcu dari Sam seng
bun?" "Sampai sekarangpun aku masih belum begitu yakin!"
171 Kwik Soat kun tersenyum. "Perduli kereta itu adalah kereta yang ditumpangi Ji
sengcu dari Sam seng bun atau bukan, yang pasti kakek bermuka bersih itu adalah
seorang manusia yang amat sukar dihadapi."
"Kau kenal dengannya?"
Kwik Soat kun manggut-manggut. "Yaa, aku memang kenal dengannya, cuma dia
tidak kenal aku, meski dunia persilatan sangat luas, tidak sedikit
gembonggembong iblis dan jago-jago kenamaan dalam dunia persilatan yang diketahui oleh
perkumpulan Li ji pang."
"Siapakah kakek itu?"
"Thiau lui ciang (pukulan angin geledek) Sim Hong, wataknya persis seperti
pukulannya, panas, berangasan dan kasar, tiga patah kata salah berbicara, ia
segera turun tangan membunuh orang."
"Oleh sebab itu, sikap nona terhadapnya baru sangat berhati-hati?"
"Titik kelemahan yang paling besar dari orang ini adalah tidak tega menyerang
orang yang berwajah manis, sikapnya yang selalu sopan santun, senyuman dikulum
dan mengalah justru sangat mengena pada titik kelemahannya itu."
Mendengar keterangan tersebut, Buyung Im seng segera menghela napas panjang.
"Aaaaii... Li ji pang benar-benar sangat lihai, bukan cuma ketajaman mata dan
pendengarannya saja yang lihai, sehingga banyak jago kenamaan yang dikenal, lagi
pula memahami jelas semua watak dan titik kelemahan dari orang-orang itu... yaa,
jika tahu diri dari lawan, semua pertempuran baru bisa dimenangkan."
"Berbicara dari kemampuan Sim Hong, tak mungkin ia termasuk salah seorang dari
tiga malaikat, tapi kalau dia hanya berkedudukan sebagai kusir dari Ji sengcu,
kemungkinan tersebut besar sekali."
-ooo0ooo- BAGIAN KE 13 "Bagaimanakah kedudukan Sim Hong dalam dunia persilatan?" tanya Buyung Im
seng kemudian. "Kedudukannya tinggi sekali, baik golongan hitam maupun golongan putih
semuanya menaruh rasa was-was kepadanya."
"Kalau begitu , dia adalah seorang manusia yang sulit dihadapi..."
"Benar, siapa saja yang berani mengusik dirinya, sudah pasti akan dibikin pusing
juga kepalanya." "Nona, tampaknya tidak sedikit jagoan dunia persilatan yang kau pahami."
"Sudah kukatakan tadi, perkumpulan Li ji pang kami sangat memperhatikan
keadaan situasi dalam dunia persilatan, serta gerak gerik dari orang kenamaan
dunia persilatan, asal orang itu merupakan salah seorang tokoh termasyhur dalam
dunia persilatan, dengan cepat kami akan mengingat raut wajahnya serta
keistimewaannya, dan keterangan tersebut kami sebar luaskan kepada semua
172 anggota perkumpulan kami, sehingga bila berjumpa di kemudian hari, dengan cepat
mereka dapat mengenalinya."
Mendengar perkataan itu, diam-diam Buyung Im seng merasa amat menyesal,
pikirnya. "Aku bisa bertemu dengan kereta itu tapi tak bisa memastikan apakah
Sim Hong adalah kusir kereta itu atau bukan, sesungguhnya tindakanku ini boleh
dibilang terlampau gegabah."
Berpikir sampai di situ, dia lantas berkata. "Aku hanya teringat dengan bentuk
keretanya, tapi tak bisa memastikan apakah kusir kereta itu adalah Sim Hong atau
bukan." Kwik Soat kun segera tersenyum. "Aku rasa kusir itu pasti duduk di depan kereta
tanpa berkutik pada waktu itu, maka kau baru tidak menaruh perhatian
kepadanya." Buyung Im seng menjadi tertegun. "Kagum, sungguh mengagumkan!" serunya
"kalau didengar dari ucapan tersebut seakan-akan waktu itu kaupun hadir di
sana." "Aaaah, aku cuma menduga saja, tak kusangka kalau dugaanku ternyata tepat
sekali." "Perkumpulan kalian termasyhur karena ketajaman pendengarannya, tentunya tak
sedikit bukan masalah ketiga orang Sengcu dari Sam seng bun yang kalian
ketahui?" "Demi masalah tersebut perkumpulan kami sudah mengerahkan banyak tenaga,
tapi belum pernah berhasil menjumpai raut wajah dari ketiga orang Sengcu dari
Sam seng bun itu." Diam-diam Buyung Im seng berpikir kembali. "Tampaknya tidak sedikit rahasia
dunia persilatan yang diketahui budak ini, berbincang-bincang dengannya jauh
melebihi membaca buku selama sepuluh tahun, aku harus mengajaknya berbicara
baik-baik, dengan begitu baru banyak manfaat yang bisa ku petik darinya."
Berpikir sampai di situ, ia pun lantas bertanya. "Sampai sekarang aku masih
tidak mengerti, kenapa ketiga orang Sengcu itu selalu menyembunyikan diri, dan enggan
berjumpa dengan masyarakat...?"
"Tentu saja ada sebab musababnya." "Apa sebab musababnya?"
"Soal ini tak berani kukatakan, cuma kalau dipikir kembali ada tiga macam
kemungkinan." "Tolong nona terangkan tiga macam apa saja?"
"Pertama, kemungkinan besar mereka tokoh-tokoh kenamaan dalam dunia
persilatan yang bahkan mungkin sekali mempunyai nama baik dimata umum,
maka mereka tak bisa menampakkan diri."
"Lalu?" "Kemungkinan kedua adalah mungkin mereka sengaja menciptakan semacam
suasana yang serba misterius agar bisa mengelabui pendengaran para jago di dunia
ini. Sedangkan kemungkinan yang ketiga, kalau dibilang sesungguhnya agak
khayal" 173 "Kenapa?" "Sebab alasan itu tidak masuk akal, malahan orang bisa tidak percaya bila kita
kemukakan keluar." "Coba katakanlah kepadaku!"
"Aku curiga kalau beberapa orang itu adalah mereka yang sudah lama meninggal
dunia." Buyung Im seng benar-benar terkejut sekali setelah mendengar perkataan itu.
"Ucapanmu benar-benar sangat mengejutkan sekali." Katanya. "Kau bilang
orangorang itu adalah sukma gentayangan, maka sengaja keadaannya menjadi serba
misterius?" Kwik Soat kun segera tertawa. "Apakah Buyung kongcu percaya dengan setan?" ia
balik bertanya. "Aku tidak percaya...!" dengan cepat Buyung Im seng menggelengkan kepala
berulang kali. "Aku juga tak percaya ada setan, apalagi sekalipun ada setan, setan pun tidak
akan seseram manusia." "Ucapan nona itu mengandung maksud yang sangat mendalam sekali, aku tak
mengerti." "Sederhana sekali, aku mengatakan bahwa orang-orang itu cuma pura-pura mati,
padahal mereka masih segar bugar hidup di dunia ini, hanya saja orang di dunia
ini mengira mereka sudah mati, tentu saja takkan menduga kalau perbuatan tersebut
adalah hasil karya dari mereka."
"Siapa-siapa saja orang itu?"
"Setiap jago kenamaan dalam dunia persilatan yang dalam dua puluh tahun
terakhir ini mati tanpa ditemukan mayatnya, boleh dibilang mencurigakan semua,
termasuk ayahnya." Paras muka Buyung Im seng berubah hebat, agaknya dia ingin mengumbar hawa
amarahnya tapi perasaan itu kemudian dikendalikan kembali, sambil tertawa ewa
katanya. "Yaa, alasan ini memang terhitung sangat khayal dan tidak masuk
akal..." "Aku juga tahu, sekalipun ku utarakan belum tentu orang akan mempercayainya!"
kata Kwik Soat kun sambil tersenyum.
"Setelah itu, kemungkinannya juga kecil sekali, apakah pemikiran ini adalah
hasil analisa dari pangcu kalian?"
"Aku sendiri yang memikirkan alasan tersebut."
"Sungguh mengagumkan, sungguh mengagumkan! Ucapanmu itu benar-benar amat
mengejutkan hati orang."
Kwik Soat kun sama sekali tak menjadi gusar, sambil tertawa manis kembali
katanya. "Kita tak usah membicarakan persoalan ini lagi, bagaimana kalau kita
berganti acara saja?"
174 "Yaa, bagaimana kalau kita membicarakan soal Giok hong siancu?"
Kwik Soat kun termenung dan berpikir sebentar, lalu jawabnya.
"Tidak banyak yang kuketahui tentang Giok hong siancu, harap kongcu jangan
menaruh harapan yang terlampau besar kepadaku."
"Biar sedikit asal tahu daripada sama sekali tidak tahu menahu tentang dirinya."
"Kalau begitu tanyalah! Apa yang kuketahui tentu akan kujawab dengan
semestinya." "Bagaimana ilmu silat yang dimiliki Giok hong siancu?"
"Lihai sekali, sebab itu dalam tugas yang dilaksanakan kongcu kali ini, kau
hanya boleh menggunakan akal, tak boleh dengan kekerasan!"
"Mengapa dia dinamakan orang sebagai Giok hong siancu 'Dewi lembah kemala'"
apakah dibalik namanya itu masih ada hal-hal yang lain?"
"Berhubung dia pandai sekali memelihara lebah kuning, wajahnya juga cantik
jelita bak bidadari dari kahyangan, maka orang persilatan menyebutnya sebagai Giok
hong siancu." "Memelihara lebah kuning" Suatu kepandaian yang menakutkan sekali", bisik
Buyung Im seng. "Ya benar, memang menakutkan sekali, cuma kami sudah mengaturkan segala
sesuatunya buat kongcu secara baik dan sempurna, dua puluh empat orang anggota
perkumpulan kami akan menyambut kedatangan kongcu nanti."
"Waah... tampaknya kepandaian yang terutama dari perkumpulan kalian adalah
menggunakan gadis-gadis cantik untuk mengendalikan orang, agar kami orang
lelaki bersedia melakukan segala sesuatunya bagi kalian hingga sampai matipun
tidak menyesal!" keluh Buyung Im seng sambil tertawa.
"Aku yakin kongcu jauh berbeda dengan lelaki lain!"
"Tapi aku tidak merasa dimanakah letak perbedaan tersebut?"
"Tak ada lelaki di dunia ini yang tidak suka dengan perempuan, lagi pula
kebanyakan bersikap seperti monyet kepanasan bila bertemu perempuan, namun
sikap Buyung kongcu amat tenang dan kalem, tampaknya kau seperti tidak
tergerak sama sekali hatinya."
Agaknya dia merasa telah salah berbicara, sambil tersenyum segera ujarnya lagi.
"Mungkin kecantikan wajahku sama sekali tidak menarik perhatian kongcu?"
"Tadi pangcu kalian mengutus kedatanganmu kemari adalah bertujuan untuk
merayu diriku agar aku terpikat oleh kecantikan wajah nona itu...?"
"Walau pangcu kami tidak menerangkan apa-apa, tapi dia menyuruh aku baik-baik
'melayani' kongcu, kata 'melayani' di sini mengandung arti serta makna yang
banyak sekali." Sesudah menghela napas panjang, terusnya. "Apalagi dalam usaha kongcu kali ini,
kau sudah terlalu banyak membantu perkumpulan Li ji pang kami."
175 "Maksudmu menceritakan kembali sejilid kitab ilmu pedang untuk perkumpulan
kalian." "Yaa, kitab ilmu pedang itu mempunyai pengaruh yang amat besar buat
perkumpulan Li ji pang kami, bila kitab pusaka ilmu pedang itu berhasil kami
peroleh kembali, maka kamipun dapat beradu kekuatan dengan para jago dari
pelbagai perguruan besar serta merebut sedikit nama didalam dunia persilatan."
"Jadi kalau begitu, isi kitab ilmu pedang itu adalah intisari dari ilmu silat
yang dimiliki Li ji pang kalian?"
Kwik Soat kun termenung dan berpikir sebentar, kemudian sahutnya. "Benar, isi
kitab pusaka itu adalah serangkaian ilmu pedang yang justru merupakan semua
inti sari dari kepandaian silat perkumpulan Li Ji pang kami."
"Oooo... kalau begitu, tugas yang dibebankan di atas pundakku kali ini teramat
besar sekali, hal mana sedikit banyak menimbulkan rasa tidak tentram dalam
hatiku." "Manusia berusaha Thian lah punya kuasa, asal kau sudah memperjuangkan
dengan segala kemampuan, hal mana lebih dari cukup buat kami."
Buyung Im seng memandang sekejap ke arah Kwik Soat kun, kemudian pikirnya.
"Kalau didengar dari ucapannya yang begitu besar, tampaknya tidak kecil
kedudukan gadis ini dalam perkumpulan Li ji pang."
Sementara dia masih termenung, Kwik Soat kun telah mendongakkan kepalanya
Suling Emas Dan Naga Siluman 29 Pendekar Naga Geni 17 Seribu Keping Emas Untuk Mahesa Wulung Dendam Sepasang Gembel 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama