Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id Bagian 7
telah salah bicara?"
"Aku tidak tahu, pangcu kami bisa berubah-ubah menjadi seribu satu macam
bentuk muka, kalau bukan anggota Li ji pang, sudah barang tentu tidak mudah
untuk dapat bersua muka dengan wajah aslinya."
261 "Oleh karena itu, aku ingin bertanya kepada nona, bagaimana paras muka pangcu
kalian yang sebenarnya?"
"Haruskah aku berbicara yang sebenarnya?"
"Tentu saja kau harus berbicara sejujurnya."
"Kalau harus berbicara sejujurnya, maka aku hanya bisa mengatakan tidak tahu."
"Nona, sewaktu pertama kali berjumpa denganmu, aku merasa usiamu masih kecil,
polos dan lucu, tak kusangka ternyata kau begini nakalnya..."
Sambil menutupi mulutnya Siau Tin tertawa cekikikan. "Setiap anggota Li ji pang
bisa bergerak dalam dunia persilatan, tak lain karena masing-masing memiliki
suatu keahlian khusus, sejak berusia tujuh tahun budak masuk anggota Li ji pang,
tahun ini telah 15 th, aku telah peroleh pendidikan yang ketat selama delapan
tahun, bayangkan saja bila kongcu ingin menemukan sesuatu dari luarku,
bukankah usahamu akan gagal total?"
"Lihai, lihai... kalau nona tak mengaku sendiri, aku benar-benar tak mengira
dengan usia nona yang masih begini muda, ternyata sudah memiliki kelicikan dan
kelihaian yang sedemikian hebatnya." seru Buyung Im Seng sambil gelengkan
kepala dan tertawa. Siau Tin menggerakkan bibirnya seperti mau mengucapkan sesuatu, tapi niat itu
diurungkan. Nyo hong leng segera berkata sambil tertawa.
"Nona Siau tin, tahukah kau mengapa aku bawa kau untuk melakukan perjalanan
bersama?" Siau Tin tertawa. "Aku tak tahu, entah disebabkan apapun juga, aku takkan
merasa takut." "Kalau begitu, nyalimu benar-benar amat besar." "Bukan nyaliku yang besar,
adalah aku sudah mempunyai persiapan yang cukup matang."
Tiba-tiba terdengar suara derap kaki kuda yang ramai berkumandang dari
belakang kereta sana, menyusul kemudian terdengar seseorang dengan suaranya
yang parau dan tua berseru. "Nona, orang-orang Li ji pang telah mengejar sampai
di sini." Paras muka Nyo Hong leng berubah hebat, sorot matanya segera dialihkan ke
wajah Buyung Im Seng seraya berkata. "Orang ini benar-benar harus dibunuh, kau
telah membantu mereka, sekarang bukan saja mereka tidak mengingat budi
kebaikan itu, malahan membawa orang melakukan pengejaran di sini, tampaknya
lantaran dia tidak melihat aku membawa pembantu, maka mereka lantas
bermaksud untuk main kerubut."
Siau tin segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Nona tak usah banyak
curiga," katanya. "Perkumpulan kami merasa berterima kasih sekali kepada
Buyung kongcu, tak nanti mereka akan bermain kerubut, lebih baik nona
menanyakan dulu duduknya persoalan, kemudian barulah turun tangan."
Nyo Hong leng segera tertawa dingin, "He.. he.. tentu saja harus kutanyakan dulu
sampai jelas..." 262 Sesudah berhenti sebentar, dia lantas berseru dengan suara lantang. "Berhenti!"
Kereta yang sedang lari kencang itu segera terhenti. Terdengar suara derap kaki
kuda bergema datang dengan cepatnya, beberapa ekor kuda melewati kereta itu
dan berhenti. Buyung Im Seng kuatir Nyo Hong leng tanpa menanyakan dulu duduknya
persoalan lantas turun tangan melukai orang, maka dengan cepat dia menyingkap
tirai dengan menengok keluar.
Tampak Kwik soat kun dengan membawa empat orang gadis berpakaian ketat telah
menghadang jalan perginya.
Menyaksikan keadaan tersebut, ia menjadi tertegun. Pelan-pelan Nyo Hong leng
berjalan keluar dari kereta, kemudian ujarnya dengan dingin. "Nona Kwik dengan
membawa jago-jago lihaimu, kau telah menyusul kemari, boleh aku tahu apa
maksudmu?" "Perkumpulan kami telah berjanji dengan kongcu, bila kongcu telah mendapatkan
kembali kitab pusaka ilmu pedang kami, maka pihak kami akan memberitahukan
alamat dari Sam seng tong..."
Rasa girang segera terlintas di wajah Buyung Im Seng, buru-buru tanyanya:
"Apakah perkumpulan kalian telah berhasil menemukan letak dari Sam seng tong
tersebut?" "Benar, jika kalian berdua mau bersantap tadi, akupun tak usah terburu menyusul
kemari, belum lama kalian berangkat, aku telah memperoleh surat kiriman dari
anggota kami yang menerangkan letak alamat dari Sam seng tong."
"Dimanakah tempatnya?" tanya Buyung Im Seng lagi dengan gelisah.
Kwik soat kun segera melemparkan sebuah kantong sutera ke depan seraya
ujarnya: "Dalam kantong itu bukan saja diterangkan letaknya, bahkan disertai
pula dengan sebuah peta yang cukup jelas, silahkan kongcu memeriksanya sendiri."
Buyung Im Seng segera memeriksa kantong itu. "Terima kasih banyak nona!"
serunya. "Tidak berani, kami sudah berhutang budi kepada kongcu, sudah
sewajarnya kalau budi ini kami balas..."
Setelah berhenti sejenak, lanjutnya: "Apabila Kongcu ingin segera berangkat
menuju ke Sam seng tong, aku masih mempunyai waktu tiga hari untuk mengantar
kongcu sampai ke tempat tujuan."
Buyung Im Seng segera berpaling ke arah Nyo Hong leng sembari bertanya:
"Bagaimana menurut pendapat nona?"
Nyo Hong leng segera tersenyum. "Setiap saat aku siap untuk melanjutkan
perjalanan." Buyung Im Seng termenung beberapa saat lamanya, kemudian dia bertanya lagi.
"Apakah dalam perkumpulan Sam seng bun terdapat anak murid dari perkumpulan
kalian?" Kwik soat kun segera tertawa. "Setiap ada lubang, Li ji pang berusaha untuk
menyusupnya masuk, asal diriku ada perempuan, kemungkinan besar terdapat
pula mata-mata dari Li ji pang kami."
263 Nyo Hong leng melompat turun dari kereta, disusul Buyung Im Seng dan Siau Tin
dari belakang. "Nona Kwik, kapan kau bisa menemani kami untuk berangkat?"
tanya Buyung Im Seng kemudian.
"Setiap saat aku siap mengantar kalian!"
Nyo Hong leng segera membisikkan sesuatu kepada si kusir kereta, mendadak
kereta itu berangkat ke depan dan meninggalkan tempat itu.
Kemudian sambil memandang kembali ke arah Kwik soat kun, katanya lebih
lanjut. "Apakah nona bermaksud untuk membawa serta pula ke empat orang
pembantumu itu?" Kwik soat kun segera menggelengkan kepala berulang kali, sahutnya sambil
tertawa. "Siau moay rasa sepanjang jalan menuju ke lembah tiga malaikat sudah
pasti akan melewati suatu penjaga yang sangat ketat, sehingga aku rasa tak bisa
membawa diri mereka..."
Kepada empat gadis berpakaian ringkas yang berada di belakangnya itu, pelanpelan
dia berseru. "Pulanglah kalian lebih dulu!"
Ke empat orang gadis berpakaian ringkas itu segera menjura, kemudian
membalikkan badan dan berlalu dari situ.
Sepeninggal ke empat orang itu, Kwik soat kun memandang sekejap ke arah Siau
Tin sambil bisiknya. "Nona Nyo, kau bermaksud membawanya serta?"
"Ini tergantung pada nona Kwik sendiri?" sahut Nyo Hong leng.
"Siau tin amat cerdas dan pandai menghadapi segala perubahan keadaan, tapi
sayang ilmu silatnya mungkin belum bisa memadai apa yang diharapkan."
Tiba-tiba Siau tin berkata dengan suara yang lembut dan halus. "Walaupun ilmu
silat yang budak miliki masih belum cukup apabila dipakai menghadapi musuh
tangguh, namun budak yakin masih sanggup untuk menjaga diri secara baik, budak
tidak akan berani merepotkan diri nona..."
"Dia sangat percaya pada kemampuannya sendiri, itu berarti hak penentuan berada
ditangan nona Nyo!" seru Kwik soat kun.
"Bila aku yang harus mengambil keputusan, aku lebih setuju untuk membawanya
serta." "Baiklah, setiap anggota Li ji pang bila sudah sampai pada saatnya tidak mampu
melindungi diri, mereka memiliki kepandaian untuk menghabisi nyawa sendiri."
Nyo hong leng lantas berpaling sekejap ke arah Siau tin, lalu ujarnya dengan
lembut, "Kau memiliki kemampuan apa untuk menghabisi nyawa sendiri?"
"Aku membawa obat racun yang sangat lihai, asal ditelan ke perut, sudah pasti
jiwaku akan melayang."
"Apakah setiap anggota Li ji pang berbuat sama pula dengan apa yang kau
lakukan?" 264 "Budak membawa obat beracun, tapi tidak ku ketahui apakah orang lain juga
membawa obat beracun."
"Setiap anggota Li ji pang yang mengetahui rahasia besar perkumpulan,
kebanyakan selalu membawa obat beracun yang mematikan."
"Aku memahami maksud nona Kwik, mari kita berangkat."
"Kita harus memeriksa dulu peta rahasia yang berada dalam kantung sutera
ditangan Buyung kongcu itu sebelum bisa berangkat."
Buyung Im Seng dengan segera membuka kantung itu dan mengambil keluar
secarik peta, lalu dibentangkan lebar-lebar. Terlihatlah di atas kain putih itu
terlukis sebuah pohon Liu yang sangat luas, dibalik hutan itu nampak bangunan
dinding pekarangan yang tinggi. Di sebelah hutan nampak juga sebuah bukit yang
menjulang tinggi ke angkasa.
"Tempat apakah ini?" seru Buyung Im Seng kemudian, "apakah dinding bangunan
yang tampak itu adalah Sam seng bun?"
"Nona Kwik," kata Nyo Hong leng kemudian, "peta ini berasal dari anggota
perkumpulanmu, rasanya nona pasti dapat mengenalinya bukan?"
Kwik soat kun tertawa hambar, "Peta ini dibuat secara kasar, dibalik hal itu
pasti ada rahasia lainnya."
Dia lantas menerima peta tadi dari tangan Buyung Im Seng, kemudian merobek
menjadi dua bagian. Betul juga, dibalik peta tersebut tersembunyi secarik kertas putih lainnya.
"Benar-benar hebat sekali cara kerja anggota perkumpulan kalian." Puji Nyo Hong
leng, "seandainya tiada nona Kwik, sekalipun kami berhasil mendapatkan peta ini
juga tak akan memahaminya."
Kwik soat kun tertawa. "Dengan kecerdasan nona Nyo, aku rasa tak akan sulit
untuk mengetahui rahasia tersebut, sekalipun benar-benar tidak mengerti sampai
akhirnya jika amarah telah meluap dan peta itu dirobek, rahasianya toh akan
diketahui juga." "Benar2 sangat lihai hanya mempergunakan secarik peta kecil saja, kalian dapat
menyimpan rahasia besar didalamnya, untuk mewujudkan hal tersebut, entah
berapa besar tenaga yang digunakan oleh anggota kalian?"
Kwik soat kun tertawa ewa. "Nona Nyo, terus terang saja perkumpulan Li ji pang
kami muncul dikala pengaruh Sam seng bun makin meraja-lela, bila kami anggota
perkumpulan Li ji pang tidak mengandalkan kecerdasan, bagaimana mungkin kami
bisa berdiri dalam dunia persilatan?"
-ooo0ooo- BAGIAN KE 20 Nyo hong leng segera tersenyum. "Nona amat berterus terang, mari kita periksa
apa yang dicantumkan di atas kertas putih itu."
Ketika Kwik soat kun merentangkan kertas putih tadi, maka terbacalah beberapa
tulisan: 265 "Nama hutan Ciu liu kok, nama kuil Ban hud wan, Sam seng thong terletak di
belakang Ban hud wan di atas puncak bukit tinggi, cuma menurut kabar, untuk
menuju ke pintu rahasia Sam seng thong di belakang bukit, orang harus melewati
dulu di kuil Ban hud wan."
Selesai membaca tulisan itu, Nyo Hong leng lantas berkata. "Apa yang dituliskan
di atas kertas itu jelas sekali, cuma sayang tidak diterangkan dimanakah letak
lembah Cui liu kok tersebut, padahal jagad begini luas, apakah kita harus
mencarinya dengan pelan-pelan?"
"Bukan suatu hal yang sulit untuk mencari letak lembah Cui liu kok tersebut",
kata Kwik Soat kun. "Kalau begitu, harap nona suka membawa jalan!"
Sambil tertawa Kwik soat kun manggut2. "Aku tak akan menampik, cuma..."
"Cuma apa?" "Dibalik kesemuanya itu masih terdapat banyak hal yang belum
sempat kita pahami."
"Soal apa?" "Mungkin nona Nyo akan menganggap apa yang aku ucapkan adalah
persoalan-persoalan tetek bengek..."
"Lebih baik kau sebutkan lebih dulu!" tukas Nyo hong leng.
"Kita harus menyusup ke dalam kuil Ban hud wan dengan cara apa, serta bertindak
secara bagaimana agar para pendeta yang menghuni kuil tersebut tak sampai
menaruh curiga kepada kita?"
"Persoalan ini toh bisa saja kita rundingkan ditengah jalan nanti?"
"Disinilah terletak perbedaan antara cara kerja Li ji pang kami dengan
kebanyakan orang, selain teliti, serius juga seksama, mungkin nona menganggap persoalan ini
hanya suatu masalah kecil, setiap saat dapat dirubah menurut keadaan dan
menghadapinya menurut apa yang dihadapi ketika itu, dengan kecerdasan nona
sudah barang tentu hal ini bukan persoalan, tapi orang lain toh tidak memiliki
kemampuan serta kepandaian silat seperti apa yang nona miliki!"
Kening Nyo hong leng segera berkerut, seakan-akan hendak mengumbar hawa
amarahnya, tapi kemudian niat itu diurungkan, setelah tertawa hambar, sahutnya.
"Betul, apa yang kau ucapkan memang ada benarnya juga!"
"Nona pandai sekali menyesuaikan diri."
"Apakah kau merasa, aku adalah seorang perempuan yang suka menuruti adat
sendiri?" Kwik soat kun segera tertawa, katanya "Karena kau terlampau cantik, kecantikan
yang membawa kedinginan dan keketusan, membuat orang tak berani menilai mu
secara langsung." (Bersambung ke jilid 14) 266 Lembah Tiga Malaikat Oleh: Tjan Jilid 14 "Kau telah membawa bahan pembicaraan melantur sampai jauh sekali." tukas Nyo
Hong leng. "Menurut nona Nyo, apa yang harus kita lakukan sebagai persiapan?" kata Kwik
soat kun kemudian kembali ke pangkal pembicaraan mereka.
"Dalam soal ini aku tak bisa melebihi kemampuanmu, lebih baik kau saja yang
mengaturkan untuk kami!"
Kwik soat kun kembali tersenyum.
"Selama ada non Nyo di sini, tidakkah kau terlalu meninggikan kedudukan siau
moay dengan mengaturkan segala sesuatu?"
"Gunakan mereka yang mampu, kalau toh nona Kwik memiliki kemampuan untuk
mengatur siasat, kenapa kami tidak meminta bantuanmu?" jawab Nyo Hong leng
sambil tertawa hambar. "Siau moay akan mengajukan sebuah rencana, suka dipakai atau tidak, harap
kalian suka mengambil keputusan."
"Katakan!" "Nama nona Nyo terlalu besar, mungkin orang-orang Sam seng bun sudah menaruh
perhatian atas gerak gerikmu, sudah barang tentu Buyung Kongcu pun tidak
terlepas dari pengawasan orang-orang Sam seng bun, andaikata kita kunjungi
lembah Cui liu kok dengan muka asli kita, tak bisa disangkal lagi, hal ini sama
artinya dengan memberitahukan kepada orang lain tentang asal usul kita."
"Jadi maksud nona Kwik, kita haru berangkat dengan cara menyaru wajah kita
yang sesungguhnya?" "Paling baik memang begitu!"
267 "Kita berempat, tiga perempuan seorang lelaki harus menyaru sebagai apakah kita,
sehingga mengelabui ketajaman mata orang2 Sam seng bun?"
"Siau moay mempunyai suatu akal bagus, cuma saja terpaksa mesti merendahkan
derajat nona Nyo." "Semenjak terjun ke dalam dunia persilatan, aku selalu melakukan perjalanan
dengan menggunakan wajah asliku dan belum pernah menyamar, aku pikir
menyamar tentulah suatu permainan yang sangat menarik hati."
Kwik soat kun tertawa. "Konon nona mempunyai suatu kebiasaan yang suka akan
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kebersihan, apakah kau tidak risih untuk menempelkan obat-obatan itu di atas
wajahmu?" Nyo Hong leng tertegun sejenak, kemudian sahutnya. "Kalian benar-benar sangat
lihai, sampai kebiasaan hidup dan kekurangan yang kumiliki pun dapat kau
selidiki dengan begitu jelasnya."
"Itulah sebabnya, terpaksa aku harus merendahkan derajatmu dengan menyarukan
dirimu sebagai seorang kacung bukan..."
"Aku akan menyamar sebagai kacung bukannya siapa?"
"Tentu saja Buyung kongcu!"
Diam-diam Nyo Hong leng menghembuskan napas lega, pikirnya: "Untung saja
sebagai kacung bukannya..."
Kwik soat kun telah berpaling ke arah Siau tin sambil berkata pula. "Kau juga
harus menyamar sebagai kacung buku!"
"Buyung Kongcu seorang masa harus membawa dua orang kacung buku" Terlalu
berlebihan rasanya! seru Siau tin.
Kwik soat kun segera menggeleng.
"Kau akan menyaru sebagai kacung bukuku!" katanya.
Kemudian sambil memandang lagi ke wajah Buyung Im Seng, katanya lebih jauh.
"Kau pun tak boleh muncul dengan wajah aslimu, aku hendak merubah wajahmu
sedikit tua, kemudian ditambah dengan sebuah jenggot panjang, dengan begitu
maka wajah aslimu akan tertutup."
"Tapi, kemana kita harus mencari barang kebutuhan tersebut?" tanya Buyung Im
Seng. "Soal ini, tak perlu kongcu risaukan, segala sesuatunya telah dipersiapkan dari
tadi." "Kalau begitu cepatlah turun tangan, agar kita pun segera melanjutkan
perjalanan." "Sekalipun terburu napsu juga tak usah detik ini juga, kita musti mengatur dulu
segala sesuatunya sampai sempurna, jangan sampai ada yang bocor hingga rencana
kita berantakan di tengah jalan."
Kemudian sambil menuding ke arah sebuah perkampungan nun jauh di sana, dia
menambahkan. "Tuan rumah perkampungan itu mempunyai hubungan akrab
268 dengan perkumpulan Li ji pang kami, bagaimana kalau kita beristirahat dulu di
situ" Selesai menyamar kita baru melanjutkan perjalanan lagi?"
"Apakah perkampungan itupun merupakan salah satu kantor cabang dari Li ji pang
kalian?" tegur Nyo hong leng.
"Itu sih tidak." jawab Kwik soat kun sambil tertawa hambar, "terhadap nona Nyo,
siau moay rasa tidak usah berbohong lagi, sesungguhnya tuan rumah perempuan
dari perkampungan itu dulunya adalah anggota Li ji pang kami."
"Oooh, kiranya begitu!"
"Siau moay akan membawakan jalan."
Selesai berkata dia lantas berangkat lebih dulu menuju ke depan sana.
Begitulah tak selang beberapa saat kemudian sampailah mereka dalam
perkampungan itu, selesai beristirahat dan menyamar, menggunakan kegelapan
malam yang mencekam, mereka lanjutkan perjalanan menuju ke depan.
Sementara itu, dandanan beberapa orang itu telah mengalami perubahan, Buyung
Im Seng memakai jubah panjang dengan menunggang kuda jempolan, ia
mengenakan topeng kulit manusia yang berwarna tembaga dengan jenggot
sepanjang dada, di depan pelana kudanya tergantung sebilah pedang mustika.
Nyo Hon leng yang gemar akan kebersihan enggan memakai obat penyamar, di atas
wajahnya dia hanya mengenakan selembar topeng kulit manusia dan menyamar
sebagai kacung bukunya Buyung Im Seng, ilmu kepandaian menyaru yang dimiliki
Kwik soat kun memang sangat lihai, ia menyamar sebagai seorang kakek dengan
jenggot kambingnya yang panjang.
Siau tin juga menyamar sebagai seorang bocah lelaki kecil yang merupakan kakek
dan cucu dengan Kwik soat kun.
Empat orang dengan empat ekor kuda berjalan menyusuri jalan raya, tapi mereka
tetap mempertahankan suatu jarak tertentu.
Kwik soat kun benar-benar seorang yang amat teliti, sebelum berangkat ia telah
menjanjikan pula tanda rahasia untuk saling mengadakan hubungan, sehingga tak
sampai kedua belah pihak tersesat dan salah mengambil jalan.
Kwik soat kun dan Siau ting berjalan dimuka, sedangkan Buyung Im Seng Nyo
Hong leng mengikuti di belakangnya.
Belasan li setelah meninggalkan perkampungan, Kwik soat kun melarikan kudanya
menelusuri sebuah jalan kecil yang sempit dan sepi...
Sebenarnya Hong leng berjalan di belakang Buyung Im Seng, tiba-tiba mencemplak
kudanya dan melarikannya bersanding dengan pemuda itu, bisiknya: "Toako,
tahukah dimana letaknya lembah Cui liu kok tersebut?"
"Tidak tahu, nona Kwik tidak mengatakannya."
"Mereka sudah mempunyai rencana didalam hatinya, apakah kita harus mengikuti
di belakang mereka tanpa mengetahui keadaan yang sesungguhnya?"
269 "Menurut dugaanku mungkin Kwik soat kun sendiripun tidak tahu dimana
letaknya lembah cui liu kok itu, cuma dia enggan mengutarakannya keluar karena
kuatir hal ini akan menurunkan nama besar perkumpulan Li ji pang mereka, dia
ingin menggunakan ketajaman pendengaran mata-mata Li ji pang mereka untuk
menyelidiki letak lembah Cui liu kok tersebut, kemudian baru memberitahukannya
kepada kita." Nyo Hong leng termenung dan berpikir beberapa saat kemudian, lalu sahutnya.
"Ehmm, benar juga perkataanmu itu!"
Mendadak terdengar suara derap kaki kuda yang amat ramai berkumandang tiba,
ternyata Siau tin telah melarikan kudanya mendekati dengan cepat.
Tiba di hadapan Buyung Im Seng, mendadak menarik les kudanya dan berhenti.
"Cepat bersembunyi!" serunya kemudian.
"Apa yang terjadi?" tanya Buyung Im Seng dengan wajah agak tertegun.
"Nona Kwik suruh aku memberitahukan kepada kalian bahwa Giok hong siancu
dari lembah Giok hong kok telah datang dari depan sana, sebentar lagi pasti akan
bertemu dengan kita."
"Haaah... Giok hong siancu telah sampai di sini" Mana mungkin ia akan sampai di
sini?" seru Buyung Im Seng dengan perasaan terperanjat.
"Bagaimana mungkin nona Kwik bisa tahu bila Giok hong siancu akan sampai di
sini?" sela Nyo Hong leng pula.
Siau tin menjadi tertegun, kemudian serunya, "Aku musti menjawab pertanyaan
siapa lebih dulu?" "Sama saja, siapa duluan siapa belakangan bagiku sama sekali tak ada bedanya."
"Tempat ini terletak sangat dekat sekali dengan lembah Giok hong kok, asal Giok
hong siancu sedang keluar dari lembahnya, maka kita segera berjumpa dengan
mereka." "Apakah sebelum pergi, Giok hong siancu memperlihatkan gejala atau tanda2
tertentu?" Siau tin termenung dan berpikir sebentar, lalu sahutnya. "Bila kedatangan Giok
hong siancu tak menunjukkkan sesuatu pertanda, bagaimana mungkin enci Kwik
bisa mengetahuinya?"
"Apa pertandanya?"
"Didalam melakukan perjalanan, Giok hong siancu selalu diiringi oleh lebah
kemalanya dalam jumlah yang amat banyak, suara dengungan lebahnya lain
daripada yang lain, sehingga sekilas pendengaran saja dapat segera
membedakannya." "Oooh, kiranya begitu."
Sementara mereka sedang bicara, Kwik soat kun telah berlalu pula dengan langkah
tergopoh-gopoh, sambil mendekati mereka, serunya dengan cemas. "Giok hong
siancu telah tiba, cepat kita bersembunyi, jangan sampai diketahui olehnya."
270 Buyung Im Seng mempunyai perhitungan sendiri dalam hatinya, kalau bisa
menghindari Giok hong siancu memang paling baik dihindari daripada tindak
tanduknya yang tak tenang menimbulkan kecurigaan orang.
Akan tetapi Nyo hong leng masih saja tidak habis mengerti, tak tahan ia lantas
bertanya. "Gilakah Giok hong siancu itu?"
"Bila mengandalkan ilmu silat yang sebenarnya, tentu saja dia masih belum
tandingan nona Nyo."
"Lantas apa yang mesti kita takuti?"
"Didalam lembah Giok hong kok, Giok hong siancu memelihara banyak sekali jago
lihai, dan lagi setiap bepergian tentu membawa lebah-lebah kemalanya, padahal
kita ada urusan penting perangi Giok hong siancu juga berangan-angan, seandainya
terjadi bentrokan, bukankah hal ini akan menunda perjalanan kita?"
Nyo hong leng mencoba untuk memasang telinga dan memperhatikan baik-baik, ia
dengar suara perputaran roda bergema makin mendekat, agaknya ada sebuah
kereta kuda yang datang dari arah depan.
Sambil tersenyum dia lantas berkata. "Baiklah, kita akan menaruh rasa jeri
kepadanya..." Dia membalikkan badan dan lari masuk ke balik hutan di tepi jalan.
Kwik soat kun sekalian segera mengikuti pula di belakangnya, masuk ke dalam
hutan itu. Hutan itu letaknya di tepi jalan, tak lama setelah beberapa orang itu
masuk ke hutan tampaklah belasan ekor kuda mengiringi sebuah kereta kuda
berjalan lewat di atas jalan sempit tersebut.
Di atas masing-masing kuda duduklah seorang gadis berpakaian ringkas yang
menyoren pedang ditangan masing-masing membawa sebuah kurungan lebah,
bunyi dengungan keras menggema dari balik kurungan itu, suaranya memang lebih
keras dan berbeda sekali dengan suara lebah biasa.
Memandang hingga rombongan itu menjauh, Nyo hong leng menghembuskan napas
panjang, ujarnya kemudian, "Aku mengerti sekarang!"
"Apa yang nona Nyo pahami?"
"Semenjak perguruan Sam seng bun munculkan diri dari dalam dunia persilatan,
kecuali sembilan partai besar serta Kay pang, hampir semuanya mendengar
perintah dari Sam seng bun, hanya lembah Giok hong kok yang kecil saja tetap
berdiri sendiri, agaknya beberapa keranjang lebah kemala itulah yang diandalkan,
Aaiii...! Andaikata beribu-ribu ekor lebah kemala terbang dan menyerang bersama,
bagaimanapun lihainya ilmu silat yang dimiliki seseorang, akhirnya takkan tahan
juga." Kwik soat kun tertawa. "Lebah kemala yang dibawa Giok hong siancu sekarang tak
lebih hanya satu dua diantara beribu lainnya, bila berada dalam Giok hong kok,
sekaligus dia dapat melepaskan lebah kemalanya sehingga menutupi angkasa."
"Betulkah di dunia ini tak terdapat kepandaian untuk menaklukan lebah-lebah
beracun itu?" 271 "Mungkin ada, tapi sampai detik ini belum pernah kudengar kalau dalam dunia
persilatan ini terdapat orang yang sanggup menghadapi lebah kemala dari lembah
Giok hong kok." Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan, kitapun harus melanjutkan kembali
perjalanan kita." Dia lantas melarikan kudanya meninggalkan tempat itu lebih dulu. Siau tin
menarik tali les kudanya dan menyusul di belakang Kwik soat kun.
"Mari kita juga berangkat!" bisik Nyo Hong leng. Kedua orang itu segera
menjalankan kudanya keluar dari dalam hutan itu.
Setibanya di luar hutan, Nyo hong leng berkata sambil tertawa. "Sekarang
kedudukan kita berbeda, kau adalah majikan sedang aku cuma seorang kacung
buku, sudah sepantasnya jika kau berjalan di depan."
Empat orang dengan terbagi menjadi dua rombongan melanjutkan perjalanannya.
Ada kalanya mereka berkumpul menjadi satu, ada kalanya selisih amat jauh,
mereka saling mengadakan hubungan dengan mengikuti tanda rahasia yang
ditinggalkan. Akan tetapi bila tiba saatnya untuk beristirahat atau menginap, maka mereka
berkumpul di dalam sebuah rumah penginapan yang sama.
Tengah hari itu, sampailah mereka di tepi sebuah sungai kecil, Nyo hong leng
segera menyusul ke samping Kwik soat kun sambil bisiknya. "Nona Kwik, agaknya
hari ini sudah mencapai hari ketiga."
"Benar!" "Bila sebelum matahari terbenam nanti kau masih belum berhasil
menemukan letak lembah Cui liu kok itu, berarti batas waktu nona telah habis dan
kita akan berpisah."
"Itulah sebabnya Siau moay harus mengajak kalian masuk ke dalam lembah Cui liu
kok sebelum matahari terbenam nanti." jawab Kwik soat kun sambil tertawa
hambar. "Sekalipun begitu kebetulan malam nanti kita berhasil menemukan lembah Cui liu
kok, tapi aku rasa nona Kwik tak usah turut kami untuk menyerempet bahaya
lagi." "Kenapa?" "Sebab batas waktu nona Kwik telah habis, tentu saja kau harus pergi
meninggalkan kami." "Sayang Siau moay telah memperoleh persetujuan dari pangcu untuk
memperpanjang cutiku menjadi setengah bulan." ucap Kwik soat kun sambil
tertawa lebar. "Hanya khusus untuk menemani kami memasuki lembah Cui liu kok?"
"Omongnya saja cuti, sesungguhnya termasuk juga urusan dinas, oleh sebab itu
pangcu kami telah mengutus pula empat orang anggotanya untuk datang kemari
membantu kita." Nyo hong leng segera berpaling sekejap ketika tidak nampak ada orang yang
berlalu lalang di situ, dengan suara rendah dia lantas bertanya. "Dimana
orangnya?" 272 "Mereka akan secara langsung berangkat menuju ke lembah Cui liu kok, mungkin
saja mereka telah menyamar pula menjadi orang lain dan sudah tiba cukup lama di
sana." "Orang dipilih pangcu kalian untuk bertarung melawan orang-orang Sam seng bun,
tentunya merupakan inti kekuatan perkumpulan kalian bukan?"
"Itu mah tergantung dari sudut pandangan yang bagaimana" Kalau dibilang soal
ilmu silat, maka dalam perkumpulan kami sulit rasanya untuk menemukan
seseorang yang bisa menandingi kehebatan nona, apalagi kalau dibilang untuk
berhadapan dengan pihak Sam seng bun, cuma ke empat orang yang dikirim
kemari semuanya memiliki kemampuan khusus yang dapat diandalkan."
Nyo Hong leng tahu sekalipun ditanyakan lebih lanjut juga tak akan memperoleh
hasil apa-apa, maka sambil tertawa hambar, katanya. "Selama beberapa hari ini,
nona sudah berapa kali berhubungan dengan orang2 dari perkumpulanmu?"
"Cuma enam kali, apakah nona Nyo menemukan sesuatu yang tidak beres...?"
"Segala sesuatunya berjalan dengan baik, kita bekerja-sama dengan perkumpulan
kalian memang benar-benar lebih leluasa."
Pada saat itulah tiba-tiba tampak seekor kuda dilarikan kencang-kencang,
mendekat dari depan menyeberangi sungai kecil, dan lewat disamping beberapa
orang itu. Memandang hingga bayangan kuda itu lenyap dikejauhan sana, Kwik soat kun
segera berbisik. "Kita juga harus segera berangkat."
Dia melompat naik ke atas kuda lebih dulu dan menyeberangi sungai kecil itu. Nyo
hong leng berpaling dan memandang sekejap ke arah Buyung Im Seng, kemudian
bisiknya. "Bila menghadapi sesuatu peristiwa, lakukanlah dengan berani, aku
pasti akan selalu berada di sisimu."
Suaranya lemah lembut tapi pada ucapannya gagah perkasa, membuat Buyung Im
Seng merasakan semangat jantannya berkobar kembali, dengan cepat ia
mencemplak kudanya dan melarikannya kencang-kencang.
Nyo hong leng segera mengejar dari belakang, betul juga dia mengikuti di sisi
Buyung Im Seng. Siau tin berjalan paling belakang, setelah menyeberangi sungai
kecil itu, dia baru menyusul ke belakang Kwik soat kun.
Empat ekor kuda dilarikan kencang2, entah beberapa saat sudah lewat, kuda-kuda
itu sudah basah bermandi keringat. Tiba-tiba Nyo hong leng berkata dengan
menyampaikan ilmu suaranya. "Toako, perhatikan baik-baik gerak-gerik Kwik soat
kun!" Ketika Buyung Im Seng memperhatikan perempuan itu dengan seksama, maka
tampaklah setiap melakukan perjalanan sekian waktu, Kwik soat kun pasti
mengalihkan sorot matanya ke tepi jalan dan memperhatikan sekejap.
Jelas kedua belah sisi jalan yang ditinggalkan tanda rahasia perkumpulannya,
cuma saja tidak dikenali orang lain.
273 Buyung Im Seng manggut2 sebagai pertanda kalau dia memahami arti dari kata
Nyo hong leng. Mendadak Kwik soat kun menarik tali les kudanya, binatang yang sedang dilarikan
kencang itu seketika terhenti secara tiba-tiba.
Siau tin yang mengikuti di belakang Kwik soat kun sama sekali tak menyangka ke
situ, hampir saja tubuhnya menumbuk diri Kwik soat kun yang berada
dihadapannya. Dengan cepat Buyung Im Seng dan Nyo hong leng sama-sama menghentikan pula,
gerakkan tubuhnya.
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika mendongakkan kepalanya maka tampaklah di atas sebuah tebing yang
curam penuh tumbuh aneka bunga yang berwarna merah, jauh memandang ke
depan warna tersebut amat menyolok mata, tampak tebing yang ratusan kaki
tingginya itu hampir semuanya tertutup oleh bunga warna merah, hal ini jelas
menunjukkan kalau bunga itu ditanam dengan tenaga manusia.
Segulung angin gunung berhembus lewat menggoyangkan bunga-bunga berwarna
merah. Dengan suara lirih Kwik soat kun lantas berbisik. "Ang hoa gay (Tebing
bunga merah)!" "Ang hoa gay bukan lembah Cui liu kok, apa sangkut pautnya tempat ini dengan
tujuan kita?" seru Buyung Im Seng.
Lembah Cui liu kok terletak di belakang tebing Ang hoa gay, cuma kalau dilihat
dari keadaan medan di sini..."
"Bagaimana?" "Berbahaya sekali!" Buyung Im Seng segera mengalihkan sinar matanya ke depan,
tampak tanah pegunungan saling bersambungan dengan lembah nan hijau,
sejumlah mata memanjang bunga merah bertaburan dimana mana, betul-betul
suatu pemandangan alam yang sangat indah.
Dengan kegirangan pemuda itu lantas bertanya. "Kenapa aku tidak menamakan
sesuatu yang kurang beres?"
"Jika kongcu mau memperhatikan dengan seksama, maka tidak sulit bagimu untuk
mengetahuinya..." Sambil menunjuk ke arah sebuah lembah di tempat kejauhan sana, katanya. "Jika
kita ingin menuju ke belakang tebing ang hoa gay tersebut, berarti kita harus
melewati lembah tersebut, bukan?"
Buyung Im Seng memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian sahutnya.
"Benar, memang harus mengelilingi lembah tersebut."
"Nah, tempat yang amat berbahaya itu letaknya justru didalam lembah tadi."
"Sekarang kita toh belum sampai mendekat lembah itu, darimana kau bisa tahu
kalau tempat itu sangat berbahaya?"
Kwik soat kun segera tertawa. "Baiklah." dia berkata, "mari kita dekati tempat
itu coba kita buktikan benar atau tidak apa yang kukatakan itu."
274 "Bila kita harus melakukan perjalanan dengan menunggang kuda, aku rasa kita
musti mengelilingi suatu jalan yang panjang sekali."
"Bila kita tinggalkan kuda dan berjalan kaki, sepertanak nasi kemudian sudah
akan sampai di tepi lembah tersebut."
"Bagaimana pula dengan ke empat ekor kuda kita ini?"
"Ya, terpaksa kita tinggalkan," jawab Kwik soat kun sambil tertawa hambar.
Buyung Im Seng termenung beberapa saat lamanya, kemudian katanya. "Kalau
jurang yang dalam itu tak bisa diseberangi, lebih baik kita balik kemari dan
selanjutnya berjalan dengan memutar."
"Menurut apa yang kuketahui, disinilah terletak satu-satunya jalan menuju ke
lembah Cui liu kok.."
Setelah berhenti sejenak, lanjutnya. "Aku masih dapat memberitahukan satu hal
lagi untuk kongcu, yakni sebagian besar lembah Cui liu kok dibuat dengan tenaga
manusia." "Bila lukisan yang dibuat anggota perkumpulan Li ji pang tidak keliru,
seharusnya pohon liu yang berada dalam lembah itu merupakan pohon-pohon tua yang sudah
berusia lama itu berarti Sam seng bun sudah bercokol didalam lembah Cui liu kok
semenjak puluhan tahun berselang."
"Dalam perguruan Sam seng bun terdapat banyak sekali manusia-manusia
berbakat mereka bisa saja memindahkan pohon-pohon tua yang sudah berusia
puluhan tahun ke dalam lembah tersebut."
"Aku tidak habis mengerti, kenapa mereka harus menanam pohon liu saja didalam
lembahnya, kenapa tidak menanam pepohonan yang lain?" sela Nyo hong leng
dingin. "Hal ini merupakan suatu rahasia besar, juga merupakan kunci daripada persoalan
ini, bila rahasia ini bisa disingkap mungkin kita akan segera memahami duduk
persoalan yang sesungguhnya didalam perguruan sam seng bun tersebut."
Sinar matanya pelan-pelan dialihkan dari wajah Nyo hong leng ke wajah Buyung
Im Seng, kemudian katanya lebih lanjut. "Masih ada satu persoalan lagi, entah
apakah kalian berdua sudah tahu...?"
"Dewasa ini kita berada dalam keadaan senasib sependeritaan, aku rasa nona Kwik
juga tak usah berbicara secara berbelit-belit lagi." tukas Nyo hong leng.
"Nona cerdas dan hebat, siau moay rasa tentunya nona sudah tahu bukan...?"
"Apakah orang-orang Sam seng bun telah mengetahui identitas kita?"
Kwik soat kun segera mengangguk. "Kecerdasan nona memang luar biasa sekali,
hanya didalam sepatah kata saja sudah dapat menebaknya secara jitu!"
"Sungguhkah itu?" dengan wajah tertegun dan setengah tak percaya Buyung Im
Seng berseru. 275 "Sungguh!" "Soal ini, kenapa aku tidak tahu?" "Nona Nyo menduganya dengan
mengandalkan kecerdasan, sedangkan aku mendapat tahu dari laporan anak murid
perkumpulan kami." "Tapi aku tidak melihat ada orang berbicara dengan dirimu!" seru Nyo hong leng.
"Mereka meninggalkan tanda rahasia ini untuk menyampaikan kabar kepadaku."
"Maksudmu kita telah terjerumus ke dalam kepungan perangkap yang sengaja
diatur oleh orang-orang Sam seng bun?"
"Mereka telah mementangkan jaringnya lebar-lebar dan sangat mengharap kita
bisa mengantar diri ke dalam perangkapnya."
"Apakah kita hanya mempunyai cara untuk menghantarkan diri saja?"
"Selain ini, kita masih mempunyai cara lagi."
"Apakah caramu itu?"
"Putar badan dan tinggalkan tempat ini."
"Dengan susah payah kita mencari sampai di sini, mana boleh pulang dengan
tangan kosong?" "Kalau memang begitu, kita harus pergi mengadu nasib!" Mendadak Nyo hong leng
menyela. "Nona, boleh aku mengajukan persoalan?"
"Tidak berani, silahkan nona Nyo utarakan!"
"Apakah orang-orang Sam seng bun mengetahui dengan jelas identitas dari kita
semua?" "Siau moay cuma tahu kalau dia mengetahui identitasku, mungkin belum tentu dia
bisa mengetahuinya."
"Kenapa bisa demikian?"
"Alasannya gampang sekali, mustahil Biau hoa lengcu menyamar sebagai seorang
kacung buku, sebab hal ini sama sekali tak bisa diterima dengan akal sehat."
"Nona Kwik, keadaan yang terbentang di depan mata kini sudah amat jelas, kecuali
perkumpulan kalian sudah mempunyai kontak dengan pihak Sam seng bun,
seharusnya kita sudah berada dalam keadaan mati hidup bersama-sama bukan?"
"Apakah nona Nyo merasa tak berlega hati terhadap diriku?"
"Ini sih tidak, maksud siau moay, aku rasa dalam keadaan dan situasi seperti
sekarang ini, kita harus bekerja-sama dengan ketat, siapa punya kecerdasan
sumbangkanlah kecerdasan, siapa bisa menyumbangkan akal muslihat,
sumbanglah akal muslihat..."
Kwik soat kun termenung sebentar kemudian katanya. "Aku mengerti, mari kita
berangkat!" Setelah berkata dia lantas berangkat lebih dulu menuju ke depan sana.
Dari atas pelana kudanya Buyung Im Seng mengambil turun senjata tajam serta
barang kebutuhannya, kemudian menyusul di belakang Kwik Soat bun...
276 Nyo hong leng berjalan di belakang Buyung Im Seng, sedangkan Siau Tin
mengikuti di belakang Nyo Hong leng.
Setelah melewati suatu tanah perbukitan, mereka tiba di depan sebuah jeram yang
dalam sekali, mencoba memperhatikan keadaan disekitar sana, tampak jeram itu
melingkar ke atas dan mengelilingi bukit tersebut. Apa yang diduga Kwik soat kun
memang tidak salah bila ingin melingkari jeram itu, entah berapa jauh mereka
harus menempuh dan berapa bukit lagi yang harus dilewati.
Nyo hong leng mencoba untuk melongok ke jurang itu, dalamnya tak terhingga,
mungkin mencapai beberapa ratus kaki lebih.
Dengan cepat dia pasang telinga dan mendengarkan dengan seksama, lamat-lamat
dari dasar jurang terdengar suara gemuruh yang keras sekali, jelas di bawah
jurang itu mengalir sebuah sungai dengan air yang deras sekali.
Buyung Im Seng lantas berkata. "Kecuali kita menuruni jurang ini dengan
mempergunakan rotan, rasanya aku tak bisa menemukan cara lain yang bisa
dipakai untuk menyeberangi jurang dalam ini."
Kwik soat kun memperhatikan pula tempat itu sekejap, kemudian ujarnya pelan.
"Rupanya di sini terdapat sebuah jembatan penyeberangan tapi sekarang jembatan
itu telah mereka hancurkan."
Nyo hong leng mencoba untuk menundukkan kepalanya, benar juga di sana ia
jumpai ada sebatang besi yang tergantung di bawah jurang, besi itu tertanam
dalam-dalam dibalik batu cadas yang kuat, jelas biasanya dipakai untuk tempat
gantungan rantai, cuma sekarang rantainya sudah diambil orang.
"Jika kita sedang menuruni jurang ini dengan rotan, kemudian mendapat serangan
ketika berada ditengah jalan, berapa bagian kah harapan kita untuk hidup?" kata
Kwik soat kun lagi. Nyo hong leng menundukkan kepalanya dan memandang sekejap ke dasar lembah,
kemudian katanya, "Andaikata ditengah jalan ada orang melancarkan serangan
kepada kita, dan ilmu silat yang dimiliki orang itu hanya separuh saja dari ilmu
silat serta kepandaian yang kita miliki, maka sudah pasti kalian akan mati
terbunuh, sedangkan aku akan menjadi satu-satunya orang yang berhasil
meloloskan diri dari serangan ini."
Kwik soat kun tertawa hambar. "Menurut apa yang nona bicarakan, apakah kita
hanya bisa mengundurkan diri dari sini?" katanya.
"Tidak, aku akan turun lebih dulu, dan membantu kalian untuk membersihkan
dulu semua rintangan yang ada."
"Nona tidak boleh turun tangan secara sembarangan, menurut laporan anggota
perkumpulan kami, kau adalah satu-satunya orang yang belum berhasil mereka
tebak indentitasnya, bila kau sembarangan turun tangan, bukankah hal ini sama
artinya dengan membongkar rahasia sendiri" Lagi pula kalau toh kita sudah
diketahui lawan, tapi sepanjang jalan tak nampak ada yang menghadang, itu
berarti mereka memang ada niat untuk memancing kita memasuki lembah Cui liu
kok." 277 "Menurut pendapatmu, mereka tak akan melancarkan serangan kepada kita dikala
kita turun ke bawah nanti?"
"Siau moay memang berpendapat demikian."
"Andaikata mereka turun tangan?"
"Siau moay pun telah membuat persiapan yang matang, aku rasa selain
mengandalkan ilmu silat yang sesungguhnya, seharusnya masih ada cara lainnya
lagi." "Kau hendak menghadapi mereka dengan memakai senjata rahasia?" tanya Nyo
hong leng. "Mempergunakan senjata rahasia hanya merupakan salah satu cara yang bisa
dipergunakan, aku rasa semestinya masih ada cara yang lain lagi."
"Baiklah, nona begitu bersikeras dengan pendapatmu, tampaknya kau telah
mempunyai persiapan yang matang."
Kwik soat kun tertawa hambar. "Ya, terpaksa kita harus mengadu nasib!" katanya.
Oo(00)oO Bagian ke 21 Beberapa orang itu segera bekerja keras dengan mengumpulkan banyak sekali
rotan-rotan yang sudah tua, kemudian disambungnya satu per satu hingga
mencapai ke dasar lembah.
Dengan berpegangan pada rotan itu, pelan-pelan Kwik soat kun merambat turun.
Diluaran dia tampak tenang seakan-akan tak pernah terjadi apa-apa, padahal
didalam hati kecilnya merasa tegang sekali, dengan memusatkan segenap
perhatiannya diam-diam dia mengawasi ke sekeliling tempat itu.
Siapa tahu apa yang kemudian terjadi sama sekali di luar dugaan beberapa orang
itu, sampai Kwik soat kun mencapai dasar jeram, ternyata tak ada seorang
manusiapun yang melancarkan sergapan.
"Sekarang giliranku!" kata Buyung Im Seng. Dengan berpegang pada rotan, diapun
meluncur turun. Ternyata dari atas tebing curam itu tak nampak ada orang yang
melancarkan serangan, Buyung Im Seng berhasil pula mencapai dasar lembah itu
dengan selamat. Menyusul kemudian Nyo hong leng dan Siau tin juga meluncur turun serta berdiri
di atas sebuah batu cadas besar yang menempel di atas dinding tebing. Air di
dasar jeram itu mengalir dengan derasnya, ombak yang besar sangat mengerikan hati.
Batu cadas besar dimana mereka berada sekarang letaknya di atas sungai tersebut.
Nyo hong leng mendongakkan kepalanya dan memperhatikan puncak bukit di
depan sana, menyaksikan dinding yang licin dan curam itu, dia mengerutkan
dahinya, lalu berkata. "Nona Kwik kita sudah turun, tapi bagaimana cara untuk
menyeberangi sungai deras itu dan merangkak naik ke atas dinding tebing yang
curam di seberang sana?"
278 Dengan kening berkerut Kwik soat kun berseru. "Kita sudah tertipu, seharusnya
kita meninggalkan satu orang untuk berjaga di atas tebing sana!"
Belum habis dia berkata, rotan yang mereka pergunakan itu sudah diputus orang
dan terjatuh ke bawah, kemudian tercebur ke sungai dan dibawa arus, dalam waktu
singkat rotan tadi sudah lenyap tak berbekas.
Nyo hong leng mendongakkan kepala dan memandang sekejap ke arah dinding
curam di seberang sana, kemudian ujarnya. "Sekarang kita sudah tiada jalan
mundur lagi, satu-satunya jalan adalah maju terus."
Kwik soat kun tertawa. "Tapi siau moay tidak menemukan ada jalan di depan sana,
kalau bicara tentang bahaya maka maju jauh lebih berbahaya daripada mundur,
apalagi pertama kali yang harus kita hadapi terlebih dahulu adalah menyeberangi
sungai deras ini." Arus sungai yang amat deras itu berwarna hijau membesi dengan buih-buih
gelombang berwarna putih, tidak diketahui berapa dalamnya sungai tersebut. Nyo
hong leng melirik sekejap ke arah Kwik soat kun, lalu ujarnya.
"Nona Kwik agaknya kau ada maksud untuk mempersulit diriku bukan" Jalan ini
adalah kau yang tunjukkan buat kami, sekarang kita sudah terjebak dalam posisi
yang amat terjepit, tapi kau malah tidak memperlihatkan rasa sesal barang
sedikitpun jua." "Itulah disebabkan kabar berita dari Sam seng bun terlampau cepat dan tajam, dan
hal ini pula merupakan salah satu hal yang mencurigakan hati siau moay selama
ini." "Apa pula yang kau curigai?" "Curiga kalau di dalam perkumpulan Li ji pang kami
juga terdapat mata-mata dari Sam seng bun."
"Betul!" seru Buyung Im Seng dengan cepat. "sepanjang perjalanan datang kemari,
kita sudah lakukan dengan sangat berhati-hati, sedikitpun tiada yang
mencurigakan, andaikata dalam tubuh Li ji pang tak ada mata-mata yang
membocorkan rahasia ini, dari mana mereka bisa tahu semua gerak-gerik kita?"
"Ia tak mau menyebutkan asal usul dari nona Nyo, ini menunjukkan kalau orang
itupun bukan orang penting dalam perkumpulan kami, asal aku dapat pulang
untuk melakukan penyelidikan, rasanya tak sulit untuk menemukan orang itu."
"Itu mah urusan perkumpulan kalian." Tukas Nyo hong leng, "persoalan terpenting
yang kita hadapi sekarang adalah bagaimana caranya untuk menyeberangi arus
sungai yang amat deras ini?"
"Aku mempunyai sebuah akal bagus!" kata Kwik soat kun kemudian.
Dia lepaskan jubah biru yang dikenakan dan merobeknya menjadi selembar tali
kain lalu diikatnya satu dengan yang lainnya membentuk seutas tali yang panjang,
setelah itu dia mencabut keluar pedang milik Siau tin, mengikat gagang pedang
tersebut dengan tali kain tadi lalu menengok ke arah Buyung Im Seng sambil
berkata. "Tenaga sambitanku terlampau lemah, dapatkah kongcu menimpukkan pedang ini
melewati arus sungai deras ini?"
279 Buyung Im Seng segera mengalihkan sinar matanya ke depan, ia lihat selisih kedua
tepian sungai mencapai empat kaki lebih, andaikata tiada mempunyai ilmu
meringankan tubuh yang sempurna, sulit untuk menyeberanginya.
Diam-diam menilai kemampuan sendiri, dirasakan untuk menimpuk pedang
tersebut melewati arus deras rasanya masih berlebihan, tapi diapun tidak yakin
apakah pedang yang disambit ke depan tersebut mampu menembusi dinding batu
yang sangat keras itu. Maka jawabnya kemudian. "Dapatkah pedang ini menembusi dinding tebing, sulit
bagiku untuk memberikan jaminan."
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Di depan sana dekat dinding tebing terdapat sebatang pohon siong yang rendah,
asal kau dapat melemparkan pedang itu pada dahan pohon siong tersebut, aku rasa
ini sudah lebih dari cukup."
"Jarak tempat ini dengan pohon siong rendah itu mencapai enam kaki lebih,
mampukah tali ini mencapai tempat tersebut?"
"Sewaktu membuat tali tadi, sudah mengukur panjang tali tersebut, tali ini ada
delapan kaki panjangnya, tak usah khawatir kekurangan, lemparkan saja ke situ!"
"Biar aku saja!" bisik Nyo hong leng tiba-tiba. "Tunggu sebentar!" cegah Kwik
soat kun. Buyung Im Seng tertegun, lalu katanya. "Dalam keadaan dan situasi seperti ini,
soal mati hidup kita sudah merupakan masalah yang gawat, dapatkah kalian
berdua sedikit saling mengalah?"
"Kau salah paham", kata Kwik soat kun, "maksudku nona Nyo adalah satu-satunya
orang yang masih belum diketahui identitasnya oleh pihak lawan, diapun
merupakan orang yang berilmu silat paling tinggi diantara kita berempat,
bilamana keadaan tidak terlalu memaksa lebih baik jangan sampai ketahuan orang lain."
"Maksudmu disekitar tempat ini sudah ada orang yang sedang mengawasi gerakgerik
kita?" "Aku yang rendah telah memeriksa sekeliling tempat ini, pada jarak sepuluh kaki
dari kita memang tiada musuh yang bersembunyi, tapi pada dinding seberang dan
puncak bukit itu sudah pasti ada musuh yang sedang mengawasi kita, mungkin
saja pihak lawan sengaja mengatur jebakan ini dengan tujuan hendak mencoba
kepandaian silat kita, hati-hati kan tak ada salahnya, bukan?"
Buyung Im Seng mengangguk berulang kali, setelah mendengar perkataan itu.
"Perkataan nona Kwik memang benar, baiklah terpaksa aku akan memperlihatkan
kejelekanku, harap kalian jangan menertawakan diriku..."
Setelah berkata, tangan kanannya digetarkan melempar pedang tersebut ke depan.
Dengan diiringi suara desingan tajam yang memekakkan telinga, pedang itu
meluncur ke tepi seberang sana dan menancap pada pohon siong pendek di tepi
seberang sana. 280 Kwik soat kun mencoba untuk menarik tali kain itu, terasa tali itu kuat sekali
dan pedang itupun menancap dalam sekali, maka sambil tersenyum katanya. "Tenaga
sambitan dari kongcu sungguh luar biasa sekali."
Sembari berkata, dia lantas mengikatkan tali kain itu pada sebuah batu cadas
besar dekat dinding tebing, kemudian melanjutkan. "Siapa yang akan menyeberang
lebih dulu?" "Biar aku yang menyeberang duluan!" jawab Buyung Im Seng.
"Boleh, cuma sebelum kongcu menyeberangi sungai ini, terlebih dulu ingin
kuterangkan akan satu hal."
"Katakanlah nona!"
"Kalau dilihat dari situasi yang kita hadapi sekarang, sungai dengan arus deras
ini memang sengaja mereka persiapkan untuk menjajal kepandaian silat yang kita
miliki dengan maksud untuk mengetahui identitas kita yang sebenarnya, sebelum
diketahui lawan, aku sangat berharap agar nona Nyo bersedia merahasiakan
sedikit kemampuannya, agar tak sampai menimbulkan kecurigaan mereka."
"Aku mengerti." Ucap Nyo hong leng. "Bila nona dapat mengingat selalu kalau saat
ini dirimu bukan Biau hoa lengcu, melainkan seorang kacung buku saja, maka
sudah pasti penampilanmu tak akan terlampau menyolok."
Kemudian sambil mengulapkan tangannya dia berseru. "Silahkan kongcu!"
Ternyata dia kuatir Nyo hong leng enggan menuruti nasehatnya dan berang, maka
sengaja menahan Buyung Im Seng lebih dulu dengan tujuan untuk mengatasi halhal
yang tak diinginkan. Diam-diam Buyung Im Seng menghimpun tenaga dalamnya, lalu melompat naik
tali kain dan mengerahkan ilmu meringankan tubuh Cau sung hui (terbang di atas
rumput) untuk menyeberangi sungai itu melewati tali kain tersebut.
Menyusul kemudian Kwik soat kun dan Siau tin juga ikut menyeberang. Tentu saja
ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Siau tin tidak sepadan bila dibandingkan
dengan Kwik soat kun, ketika hampir mencapai tepi seberang sana, ia merasa tak
tahan, terpaksa ia melompat ke depan.
Nyo hong leng adalah orang terakhir yang menyeberangi sungai tersebut, kalau
berbicara tentang ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, jangankan melewati
tali kain tersebut, sekalipun melompati tali tersebut secara langsung pun bukan
suatu masalah yang sulit baginya, tapi sekarang dia harus bermain sandiwara,
dengan sepasang tangan memegang tali kain itu erat-erat, dia merangkak
selangkah demi selangkah ke seberang, kalau dilihat dari gayanya seakan akan dia
lebih jauh kepayahan dari pada Siau tin tadi.
Setelah semua orang tiba di pantai seberang, Nyo hong leng baru menghembuskan
napas panjang. "Mirip bukan dengan pemain sandiwara tadi...?" bisiknya kemudian
dengan suara lirih. Kwik soat kun tersenyum, dia mendongakkan kepalanya memandang sekejap
sekeliling tempat itu, kemudian katanya. "Tampaknya kita harus mendaki
melewati tebing yang amat curam ini!"
281 Baru saja selesai berkata, tiba-tiba terdengar suara kelintingan berbunyi, dan
tahutahu ada empat buah keranjang bambu yang diturunkan dari dinding tersebut.
Menyusul kemudian kedengaran ada seseorang sedang berseru dengan suara yang
amat nyaring dari puncak tebing itu.
"Bila kalian berempat ingin naik ke atas tebing dengan menunggang keranjang
tersebut, maka harap kalian melaporkan nama serta asal usul yang sebenarnya,
terus terang kami sudah mengetahui identitas kalian yang sebetulnya, maka bila
ada yang mencoba untuk membohongi kami dengan menggunakan nama palsu,
maka terpaksa kamipun akan memutuskan tali keranjang tersebut, ditengah jalan
agar dia tercebur dalam sungai berarus deras di bawah tebing sana."
Kwik soat kun segera menghimpun tenaganya dan mendongak kepala lalu serunya
keras2. "Bila kami tidak bersedia melaporkan nama kami yang sebenarnya...?"
"Kalau memang begitu, maka terpaksa kami akan persilahkan kalian untuk
mendaki ke atas puncak tebing ini dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuh
yang kalian miliki, tapi sebelumnya akan kuterangkan lebih dulu, bila sampai
ditengah jalan nanti, bisa jadi kami akan jatuhkan dua belas balok kayu dan batu
cadas besar untuk menyerang kalian, kecuali kalian merasa yakin dapat mengatasi
serangan2 itu kalau tidak hanya satu jalan yang bisa kalian lewati, yakni
melaporkan nama kalian."
Kwik soat kun segera mengerutkan dahinya rapat-rapat, katanya kemudian setelah
termenung sejenak. "Tebing karang itu ribuan kaki tingginya, lagi pula tegak lurus dan licin
sekali, untuk mendaki saja sudah tidak mudah, apalagi bila diserang dengan dua belas
batang balok kayu ditambah batu-batu cadas besar, aku rasa sulit buat
menghindari diri dari musibah tersebut."
"Bukan cuma sulit, pada hakekatnya kita sudah tidak punya kesempatan lagi
untuk menghindarkan diri." Kata Nyo hong leng.
"Ya, tampaknya kita memang harus menuruti perintah mereka itu!" kata Kwik soat
kun kemudian sambil mengangguk.
Dia lantas mendongakkan kepalanya memandang ke puncak tebing itu, lalu
serunya. "Aku tidak percaya kalau kalian sudah mengetahui identitas kami semua!"
"Tidak sulit bila kalian ingin membuktikannya." Sahut orang di atas puncak
tebing itu dengan lantang, "asal kalian berani melaporkan nama palsu, maka setibanya
ditengah bukit nanti kami akan perintahkan orang untuk menjatuhkan balok kayu
dan batu cadas besar untuk menyerang kalian."
"Ooh.. itu kan terlalu berbahaya!"
Orang yang berada di atas puncak tebing itu segera tertawa terbahak-bahak,
"Ha... ha.. jika kau takut bahaya, juga tak ingin menderita kerugian besar,
sulit juga untuk menghadapi keadaan begini!"
282 "Aku punya sebuah akal bagus yang dapat membuat kedua belah pihak sama-sama
tidak rugi, tapi menguntungkan pula masing-masing pihak, bersediakah kau
mendengarnya?" "Baik! Coba kau katakan lebih dulu," ucap orang itu.
"Bila kau akan benar2 sudah mengetahui identitas kami yang sebenarnya, tak ada
salahnya bila secara langsung menyebut nama kami yang sebenarnya, maka kami
segera akan memulihkan kembali wajah kami yang sebenarnya dan naik ke atas
keranjang bambu itu."
Orang yang berada di atas tebing itu tampak termenung sebentar, lalu menjawab.
"Baiklah jika kami sekalian tidak meluluskan permintaan kalian mungkin kalian
masih menganggap kami sedang bersiasat untuk membohongi kalian."
"Aku yakin kalau caraku ini adil sekali, semua orang tidak bakal dirugikan dan
siapapun tak dapat bersiasat licik untuk membohongi pihak lawannya."
Tiba-tiba Nyo Hong leng berbisik lirih. "Cara ini bagus sekali, apakah mereka
benar mengetahui identitasku yang sebenarnya, dengan cara begini kita bisa mengetahui
dengan jelas dan pasti."
Sementara itu dari puncak tebing telah terdengar suara seseorang berseru dengan
lantang. "Wakil ketua dari perkumpulan Li ji pang, Kwik soat kun!"
Kwik soat kun segera tersenyum. "Betul, memang aku orangnya, kabar berita yang
kalian peroleh sungguh cepat." Serunya.
"Buyung kongcu, Buyung Im Seng!"
"Benar, aku berada di sini!" sahut Buyung Im Seng segera dengan suara lantang.
"Masih ada lagi nona Siau tin, juga berasal dari perkumpulan Li ji pang...!"
"Bagus sekali." Siau tin berseru lantang, "bahkan aku yang berkedudukan
rendahpun dapat kalian ketahui, sungguh luar biasa sekali pendengaran kalian."
Ketiga orang itu segera mendekati keranjang bambu tersebut siap untuk
menaikinya, tetapi ketika tidak terdengar suara teriakan lagi dari atas tebing,
Kwik soat kun segera berpaling ke arah Nyo hong leng dan berkata sambil tertawa
hambar. "Kami semuanya berjumlah empat orang, kini kalian baru memanggil tiga orang
saja." Suara di atas tebing itu segera menyahut. "Masih ada seorang lagi adalah seorang
yang tak tahu diri, tentu saja kamipun tak usah menyebutkan namanya lagi."
Mendengar ucapan tersebut, Kwik soat kun lantas berbisik dengan suara lirih.
"Tampaknya mereka masih belum tahu identitasmu, ilmu silat nona sudah
mencapai puncak kesempurnaan yang tak terhingga, aku rasa untuk merahasiakan
kemampuan sendiri tentu tak sulit bukan" Yang sulit adalah kalau perempuan
untuk menyamar sebagai laki-laki, gampang sekali hal ini diketahuinya, terpaksa
aku haru menurunkan derajatmu untuk sementara waktu menyaru sebagai seorang
anggota Li ji pang kami!"
"Tapi siapa namaku?"
283 "Kau bernama Sian hong saja! Dalam perkumpulan Li ji pang tiada pembagian
tingkat kedudukan tak sedikit diantara mereka yang mempergunakan nama
kecilnya sebagai sebutan, sebab di kemudian hari mereka harus kawin, maka
selama bekerja dalam Li ji pang mereka hanya numpang untuk sementara saja."
Sambil tertawa Nyo hong leng mengangguk. "Terhadap peraturan yang tertera pada
perkumpulan Li ji pang, Siau moay merasa kagum sekali, sayang pangcu kalian
selalu tidak bersedia untuk menjumpai Siau moay."
Dalam pembicaraan suatu perjalanan beberapa hari ini baik dalam tindak tanduk
maupun pembicaraan, Nyo hong leng dan Kwik soat kun boleh dibilang selalu
bentrok satu sama lainnya, berulang kali mereka saling beradu kecerdasan, meski
sering kali Kwik soat kun mengalah dikala keadaan sudah gawat dan menghindari
bentrokan yang tidak diinginkan, namun lambat lain Nyo hong leng dapat
ditaklukkan juga oleh Kwik soat kun.
Tampak Kwik soat kun mendongakkan kepalanya dan berseru dengan suara
lantang. "Yang ini, diapun seorang anggota perkumpulan kami yang bernama Sian
hong, sudah pernah mendengar?"
Dari atas puncak tebing itu segera berkumandang suara terbahak-bahak yang amat
nyaring. "Ha.. ha.. ha.. nama yang tidak pernah terdengar percuma saja
disebutkan, sebab tahu atau tidak toh sama saja bagi kami!"
Nyo hong leng tersenyum, dia lantas melangkah pula menuju ke arah ranjang
bambu tersebut. Dalam waktu singkat ke empat buah keranjang bambu itu sudah ditarik naik ke
puncak tebing, cepat sekali gerakannya, hanya dalam waktu seperempat jam
mereka sudah tiba di atas puncak tebing itu.
Ketika Buyung Im Seng mendongakkan kepalanya, ia saksikan ada seorang kakek
berjubah abu-abu sedang berdiri di puncak sambil berpangku tangan, sementara
empat lelaki berpakaian ringkas yang menyoren golok masing-masing memegangi
seutas tali berdiri di tebing itu, sementara sebuah tiang kayu yang kuat
terpancang di sana, diatasnya melintang kayu besar pada kayu besar yang melintang tampak
enam buah roda berputar, ke empat orang lelaki tadi berdiri di ujung tali di
bawah derekan tadi, sementara dua yang lain tetap kosong.
Ternyata di atas puncak tebing itu memang sudah ada persiapan yang sempurna,
pada bersamaan waktunya mereka dapat menurunkan enam keranjang bambu dan
mengangkut enam orang naik ke atas puncak tebing.
Kwik soat kun dan Buyung Im Seng sekalian bersamaan waktunya segera
melompat turun dari dalam keranjang.
Dengan sinar mata yang tajam, kakek berjubah abu-abu itu memandang sekejap
wajah ke empat orang itu, kemudian tegurnya. "Bukankah kalian berempat
mengenakan topeng manusia?"
"Benar", sahut Kwik soat kun, "aku telah melaporkan identitas kami, rasanya tak
perlu melepaskan topeng kulit manusia yang kami kenakan ini lagi bukan?"
284 Kakek jubah abu-abu itu segera tertawa dingin, "He.. he... setelah kalian
menyebutkan nama dan identitas masing-masing, mengapa pula kamu semua
masih terus menyembunyikan wajah asli dibalik topeng?"
Buyung Im Seng segera menarik lepas jenggot palsunya dan melepaskan topeng
yang dikenakannya, kemudian memperkenalkan diri. "Aku adalah Buyung Im
Seng!" Kakek jubah abu-abu itu memperhatikan Buyung Im Seng beberapa kejap, lalu
mengangguk. "Ehmm... tampan sekali, konon kau sudah menjadi anggota Biau hoa
bun, apakah kedatanganmu kemari telah diketahui oleh Biau hoa lengcu?"
"Apa maksudmu mengucapkan kata-kata tersebut?"
Kakek jubah abu-abu itu segera tertawa terbahak-bahak. "Ha.. ha.. kami sangat
berharap Biau hoa lengcu bisa mengetahui kalau kau telah datang kemari, dengan
demikian dia pasti akan menyusul pula kemari."
Kwik soat kun kuatir kalau sindiran dari kakek jubah abu-abu itu menimbulkan
rasa gusar bagi Nyo hong leng sehingga mengakibatkan terjadinya bentrokan yang
tidak diinginkan, buru-buru dia menukas.
"Seandainya Biau hoa lengcu benar-benar telah berada di sini, cukup dengan
beberapa patah katamu itu, niscaya batok kepalamu sudah berpindah rumah."
Kakek berjubah abu-abu itu kembali mendongakkan kepalanya sambil tertawa
tergelak. "Ha.. ha.. lohu juga mendengar orang berkata bahwa Biau hoa lengcu
selain berilmu tinggi, wajahnyapun cantik jelita bak bidadari dari kahyangan,
sayang lohu tak dapat meninggalkan tempat ini..."
Tak tahan Nyo hong leng segera menukas. "Seandainya kau dapat meninggalkan
tempat ini, apa pula yang hendak kau lakukan?"
"Bila lohu dapat meninggalkan tempat ini sudah pasti aku akan berusaha untuk
menjumpainya." "Kini Buyung kongcu telah berada di sini, bila Biau hoa lengcu mendengar berita
ini, niscaya diapun akan menyusul kemari, suatu ketika keinginanmu itu pasti
akan terkabul." Kakek baju abu-abu itu tertawa hambar, sorot matanya lantas dialihkan ke wajah
Buyung Im Seng, kemudian katanya. "Setelah kau menggabungkan diri dengan
perguruan Biau hoa bun, sekarang berkumpul pula dengan orang-orang Li ji pang,
lohu pikir seorang hoa hoa kongcu (lelaki hidung bangor) macam kau sudah pasti
takkan mampu untuk melakukan suatu pekerjaan besar."
Buyung Im Seng jadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, pikirnya
kemudian. "Ucapan ini mirip suatu teguran, mirip juga sebagai peringatan, entah
apa maksud hatinya yang sesungguhnya?"
Sementara ia masih termenung, kakek jubah abu-abu itu telah berkata lagi.
"Diantara kalian berempat, tentunya ada seorang yang menjadi pemimpin bukan?"
Kembali Buyung Im Seng berpikir. "Berbicara soal pengetahuan dan pengalaman
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dalam dunia persilatan aku masih kalah jauh bila dibandingkan dengan Kwik soat
285 kun, lebih baik biar dia saja yang menghadapi persoalan ini daripada aku mesti
turun tangan sendiri."
Sementara itu ketika Kwik soat kun tidak mendengar Buyung Im Seng bersuara,
dengan cepat sambungnya. "Buyung kongcu tak suka banyak bicara biar aku saja
yang akan berbincang bincang denganmu."
Kakek jubah abu-abu itu segera tertawa dingin, jengeknya. "Kaukah si wakil ketua
dari perkumpulan Li ji pang?"
"Benar, siapa nama anda sendiri?" "Lohu Ho heng hui, aku rasa dengan usiamu
yang begini muda belum tentu pernah mendengar nama julukan lohu?"
"Pek lek jiu (si tangan geledek) Ho Heng hui?"
Ho heng hui tampak gembira sekali setelah menyaksikan Kwik soat kun berhasil
menyebutkan nama julukannya, ia lantas tertawa terbahak bahak. "Haa... ha...
tampaknya keberhasilan Li ji pang untuk punya nama dalam dunia persilatan
bukan hanya kosong belaka, ada juga beberapa orang diantaranya yang berbakat
baik." Tapi sejenak kemudian, paras mukanya telah berubah, dengan suara dingin ia
melanjutkan. "Perkumpulan Li ji pang termasyhur dalam dunia persilatan karena
ketajaman mata serta pendengarannya, tapi tak kalian sangka bukan gerakanmu
sebagai seorang wakil ketua ternyata kami ketahui pula dengan sejelas-jelasnya?"
Kwik soat kun tak menanggapi pertanyaan itu, sebaliknya malah balik bertanya.
"Sudah banyak tahu Ho locianpwe tidak melakukan perjalanan dalam dunia
persilatan?" "Ada apa?" Ho Heng hui berkerut kening.
"Banyak sekali kaum muda dan angkatan muda dalam dunia persilatan yang
mendengar tentang keampuhan Pek leng sin kun (pukulan sakti tangan geledek)
dari locianpwe telah pulang ke alam baka dan selama hidupnya tak ada harapan
untuk menyaksikan kehebatan Pek leng sin kun lagi, tak disangka ternyata
locianpwe bersembunyi ditempat ini."
Beberapa patah kata itu meski diucapkan dengan nada yang lembut dan menarik
hati, tapi justru mengandung nada sindiran, membuat Ho heng hui merasa pedih
sekali hatinya. Ia segera tertunduk dan menghela napas panjang, katanya. "Ada urusan apa kalian
datang menyerempet bahaya ket empat ini?"
"Bukankah locianpwe sudah mengetahui dengan jelas" Kenapa masih bertanya
lagi?" "Apakah kalian ingin berkunjung ke kuil Ban hud wan...?" tegur Ho heng hui
dingin. "Konon kuil Ban hud wan merupakan jalan rahasia terpenting menuju ke Sam seng
tong, setelah kami berterus terang, tentunya tak usah pergi ke Ban hud wan
lagi." "Sayang sekali lohu tak sanggup untuk menghaturkan segala sesuatunya bagi
kalian." Ucap Ho heng hui dingin.
286 Sekalipun beberapa patah kata itu diucapkan dengan suara yang dingin dan kaku,
namun paras mukanya secara lamat-lamat diliputi oleh perasaan malu bercampur
menyesal. Kwik soat kun tahu kalau kakek itu bersedih hati, dia lantas mengalihkan pokok
pembicaraannya. (Bersambung ke jilid 15) 287 Lembah Tiga Malaikat Oleh: Tjan Jilid 15 "Kalau memang begitu, tolong locianpwe sudi memberikan petunjuk jalan untuk
kami." "Turunlah bukit dari sini, di situ akan kau temui kuil Ban hud wan dalam lembah
Cui liu kik, orang lain tidak seperti lohu, kalian mesti berhati-hati.
"Terima kasih banyak atas petunjukmu." Soat kun segera menjura dalam-dalam.
Selesai berkata, dia melangkah ke depan lebih dulu. Buyung Im Seng, Nyo hong
leng dan Siau tin secara teratur mengikuti di belakangnya, dengan menelusuri
sebuah jalan setapak mereka turun ke bawah sana.
Setelah melewati punggung bukit, pemandangan yang terbentang di depan mata
tiba-tiba berubah. Tampak pohon liu bergoyang-goyang terhembus angin bukit,
seluruh lembah itu berwarna hijau segar, diantara kerumunan pohon liu nan hijau,
di sudut lembah bukit sana tampak menonjol keluar dinding tembok berwarna
merah. Sambil menuding ke arah dinding merah itu Buyung Im Seng segera berkata.
"Mungkin tempat itulah yang dinamakan Ban hud wan."
"Soal memasuki kuil Ban hud wan, tak usah kongcu kuatirkan, sudah pasti mereka
akan mengirim orang untuk mengajak kita masuk kesana, tapi harap kongcu
mengingat jalan masuk ke dalam lembah, menurut pengamatanku pohon liu yang
tumbuh dalam lembah ini bukan tumbuh secara alami, mungkin sebagian besar
diantaranya dipindahkan kemari dari tempat lain, siapa tahu kalau hutan pohon
liu buatan manusia ini masih ada kegunaan lainnya."
Sementara pembicaraan sedang berlangsung, tiba-tiba tampak ada dua sosok
bayangan manusia muncul dari balik hutan pohon liu dan lari menuju ke depan
mereka. 288 Cepat sekali gerakan tubuh dari kedua sosok bayangan manusia itu, dalam waktu
singkat mereka telah tiba di depan ke empat orang itu, rupanya mereka adalah dua
orang hwesio kecil yang berjubah abu-abu, bermuka bocah dan berkepala gundul
licin. Waktu itu Buyung Im Seng telah memulihkan kembali paras mukanya, sambil
menjura dia lantas berkata. "Aku adalah Buyung Im Seng harap siau suhu berdua
bersedia untuk membawa jalan untuk kami."
Kedua orang hwesio cilik itu saling berpandangan sekejap, kemudian sambil
merangkap kedua tangannya di depan dada, mereka berseru memuji keagungan
Sang Buddha. "Omintohud!"
Kemudian kedua orang itu membalikkan badan dan melangkah ke depan. Dengan
langkah lebar Buyung Im Seng mengikuti di belakang kedua orang hwesio cilik itu
memasuki hutan itu. Dua orang Hwesio cilik itu berjalan bersanding, mereka berputar-putar menelusuri
jalan setapak yang terbentang dalam hutan pohon liu tak selang sepertanakan nasi
kemudian, sampailah mereka di depan kuil Ban hud wan.
Sepanjang perjalanan, Buyung Im Seng tidak bertanya barang sekecappun,
sebaliknya kedua orang hwesio cilik itupun tak bersuara barang sepatah katapun.
Lingkaran bangunan kuil Ban hud wan tidak terhitung amat besar, namun
bangunannya sangat kokoh, di depan pintu gerbang terdapat tiga belas
undakundakan batu, di atas pintu gerbang terpancang sebuah papan nama kecil yang
bertuliskan tiga huruf dari tinta emas. "BAN HUD WAN"
Pintu gerbang yang berwarna hitam pekat telah terpentang lebar, seorang hwesio
setengah umur yang mengenakan jubah pendeta warna abu2 berdiri di depan pintu.
Kedua orang hwesio cilik itu segera mempercepat langkahnya menuju kehadapan
hwesio setengah umur itu, lalu membisikkan sesuatu dengan suara lirih, kemudian
mereka membalikkan badan dan mengundurkan diri kembali ke dalam hutan
pohon liu. Tiba-tiba pendeta berusia pertengahan itu menyingkir ke samping, kemudian
ujarnya. "Silahkan Buyung kongcu!"
Buyung Im Seng tersenyum. "Apa sebutan taysu?" tanyanya.
"Pinceng Khong seng."
Agaknya dia enggan banyak bicara, setelah mengucapkan sepatah kata yang amat
sederhana itu, tiba-tiba dia membalikkan badan dan berjalan ke dalam, katanya.
"Pinceng membawa jalan untuk kalian semua.!"
Buyung Im Seng berpaling memandang sekejap ke arah Kwik soat kun, lalu
bisiknya. "Kelihatannya mereka semua enggan banyak berbicara."
Kwik soat kun segera tertawa, sahutnya, "Ya, hal ini disebabkan peraturan
ditempat ini terlampau ketat, sehingga siapapun enggan banyak berbicara."
Ucapan itu sengaja diutarakan dengan suara keras, Walaupun hwesio itu jelas
mendengar perkataan itu, namun dia berlagak tidak mendengar, bahkan
berpalingpun tidak, sekaligus dia menembusi dua buah halaman besar dan
289 membawa mereka menuju ke tengah sebuah halaman yang terapit dua buah
gedung. Dalam halaman tersebut penuh ditanami aneka bunga yang berwarna warni serta
menyiarkan bau harum semerbak. Di sudut halaman terdapat sebuah kolam besar
yang terbuat dari batu bata merah, kolam itu khusus untuk mengalirkan sumber
air dari tebing menembusi bangunan gedung dan mengalir ke dalam.
Suara air yang bergemericik mendatangkan suasana yang hening, seram dan
mengerikan didalam halaman yang sepi itu.
Khong seng langsung membawa mereka menuju ke ruangan atas, membuka pintu
dan membawa tamunya masuk ke ruang dalam. Buyung Im Seng mencoba untuk
memeriksa keadaan sekeliling tempat itu, tampak didalam ruangan itu terletak
delapan buah kursi, di atas kursi-kursi itu dilapisi kasur berwarna kuning.
Bata merah melapisi lantai, tirai kuning menghiasi dinding, dekorasi di situ
amat antik, lantaipun disapu bersih sekali, tak sedikitpun debu yang terlihat.
Anehnya sejak masuk ke dalam hutan pohon liu itu, kecuali berjumpa dengan dua orang
hwesio cilik serta khong seng taysu, mereka tidak berhasil menjumpai orang ke
empat, tapi kalau dilihat dari kebersihannya yang juga dalam ruangan serta pohon
bunga yang digunting rapi, paling tidak harus ada puluhan orang yang
mengerjakannya. Terdengar Khong seng berkata dengan dingin. "Silahkan saudara berempat duduk,
pinceng akan melaporkan kepada hong tiang kami. Tidak menunggu jawaban dari
orang, ia membalikkan badan dan berlalu dengan langkah lebar.
Melihat Hwesio itu sudah pergi, tiba-tiba Kwik soat kun bangkit berdiri lalu
mendekati pintu masuk menuju ke ruang dalam dan menyingkap tirai di situ.
Ketika melongok ke dalam, maka tampaklah dalam ruangan itu terdapat sebuah
rak kayu tempat buku dan sebuah meja besar, agaknya di situ merupakan kamar
tamu yang anggun. Kwik soat kun segera menurunkan tirai itu lagi, kemudian berbisik dengan lirih.
"Apakah saudara sekalian merasakan sesuatu perbedaan dari kuil Ban hud wan
ini?" "Yaa, selain bangunannya kokoh, pepohonannya lebat, terpencil pula ditengah
bukit, tempat ini memang merupakan tempat pemukiman..." jawabannya Buyung
Im Seng. "Akupun berperasaan demikian, ternyata pihak lawan tak memberikan titik terang
yang dapat membuat kita membuat analisa atau dugaan apapun, berada dalam
keadaan seperti ini, siapapun akan merasakan suatu perasaan aneh yang sukar
diraba." Nyo hong leng segera mencibirkan bibirnya seraya berkata. "Entah apa tujuan dan
maksudnya melakukan tindak tanduk semacam ini" Memangnya ia hendak
menakut-nakuti agar kita segera merat dari sini?"
Kwik soat kun segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aku rasa dibalik
semua ini sudah pasti ada hal lainnya, dewasa ini kita hanya bisa menunggu
290 perubahan keadaan dan ketenangan dan berusaha mengatasinya menurut kondisi
ketika itu." Sementara mereka masih bercakap-cakap, mendadak terdengar suara langkah kaki
manusia bergema datang. Buyung Im Seng mengalihkan pandangan matanya ke
pintu, ia saksikan seorang hwesio bermuka merah, beralis tebal, bermata jeli
telah muncul di situ, ternyata sulit baginya untuk menilai berapa besar usia hwesio
tersebut. Sikap Kong seng taysu terhadap hwesio bermuka kuning ini amat hormat sekali,
dengan tangan menjulur ke bawah ia berdiri di sisinya dengan wajah serius.
Kwik soat kun maupun Buyung Im Seng tetap menahan diri, mereka hanya
memandang hwesio sekejap tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Kedua belah pihak saling bertahan beberapa saat lamanya, kemudian hwesio yang
bertubuh tinggi besar itulah yang membuka suara lebih dulu, tegurnya. "Siapakah
diantara kalian yang bernama Buyung kongcu?"
"Akulah orangnya!"
Hwesio tinggi besar itu segera merangkap tangannya di depan dada, katanya
dingin. "Tak nyana kalau Buyung kongcu masih begitu muda!"
"Apakah Taysu menganggap aku masih kurang memadai untuk menerima
pelajaran?" dengus Buyung Im Seng dingin.
"Aaah... kongcu salah paham!" hwesio tinggi besar itu segera tertawa hambar.
"Maksudmu?" "Pinceng hanya beranggapan bahwa dengan usia kongcu yang begitu muda,
ternyata rela datang menyerahkan diri pada nasib, hal ini sungguh pantas
disayangkan." Kontan saja Buyung Im Seng tertawa dingin. "Ucapan dari taysu ini semakin
membuat aku tidak habis mengerti." serunya.
"Dengan cepat kau akan mengerti sendiri."
"Siapa sebutan taysu?" tiba-tiba Kwik soat menimbrung.
Hwesio bertubuh tinggi besar itu tertawa hambar. "Pinceng bergelar Bu tok, Bu
tok dalam arti kata menolong umat manusia terlepas dari kesengsaraan.!"
"Kalau kudengar dari nada perkataan taysu, yang begitu jumawa dan besar,
agaknya kaulah ciangbunjin dari kuil Ban hud wan ini?" Bu tok taysu mendengus
dingin. "Hmm! Ciangbunjin kami jarang sekali bertemu dengan orang asing, kalau cuma
mengandalkan kedudukan kalian mah masih belum sampai merepotkan
ciangbunjin kami untuk datang menyambut sendiri!"
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan. "Oya, pinceng lupa menanyakan siapa
nama li-sicu ini?" 291 "Aku rasa kalian pasti sudah tahu bukan?" tugas Kwik soat kun cepat.
Kembali Bu tok taysu tertawa hambar. "Kalau begitu kau adalah wakil ketua Li ji
pang, nona Kwik soat kun adanya?"
"Betul, apakah taysu tidak merasa telah mengucapkan banyak perkataan dengan
sia-sia?" Kembali Bu tok taysu tertawa hambar. "Orang bilang bencana keluarga dari mulut,
aku harap nona suka berhati-hati dalam pembicaraan!" katanya.
"Aaah..., bila aku dapat berpikir sejauh itu, tak nanti aku bisa sampai di
sini." "Tampaknya nona keras kepala!"
"Aaah, taysu terlalu memuji, taysu terlalu memuji!"
Tampaknya Bu tok taysu ingin mengumbar hawa amarahnya, tapi kemudian
kobaran napsunya itu dikekang kembali, kembali ia berkata dengan suara dingin.
"Pinceng dengar Buyung kongcu selalu bekerja sama dengan Biau hoa lengcu, tak
kusangka kali ini bergumul dengan wakil ketua Li ji pang."
"Taysu, sebagai seorang pendeta, tidaklah kau rasakan bahwa ucapanmu itu terlalu
kurang sopan?" Merah padam selembar wajah Bu tok taysu karena jengah, kemudian dengan
marah ia berseru. "Tempat ini adalah sebuah kuil hwesio, mau apa li-sicu datang
ke tempat ini?" "Taysu", kata Buyung Im Seng segera, "dari beribu li jauhnya datang kemari,
bukan bermaksud kami untuk bersilat lidah dengan taysu, mengerti?"
"Lalu apa tujuan kalian datang kemari?"
Dari ucapan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ia sama sekali tak memandang
sebelah matapun terhadap Siau tin serta Nyo hong leng.
"Kami hanya ingin menanyakan satu hal."
"Soal apa?" "Dimanakah letak lembah tiga malaikat?"
"Di atas langit, menuju langit tiada jalan. Dalam neraka menuju neraka tiada
pintu..." "Lantas Ban hun wan ini terletak di neraka atau surga?" ejek Kwik soat kun
ketus. "Nona tempat ini seperti dimana?" Bu tok taysu balas bertanya tak kalah
ketusnya. "Aku mah tempat ini merasa hanya sebuah kuil belaka, tidak disurga juga tidak
dineraka." "Ehmmm... tampaknya tidak kecil nyali lisicu."
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ucapan taysu sendiri terlalu takabur", ucap Buyung Im Seng, "apa bolehkah aku
tahu, mampukah kau mengambil keputusan?"
"Sekarang identitas kami sudah terang yang hendak kami bicarakan pun soal yang
serius, soal neraka atau surga bukan masalah yang penting bagi kami, adalah
292 minta kau berbicara jujur, kalau hanya bersilat lidah melulu tak akan berguna
lagi masalah ini." sambung Kwik soat kun.
Perkataan itu agaknya menimbulkan reaksi langsung, Bu tok taysu yang angkuh
dan takabur segera menarik kembali kepongahannya, kemudian berkata. "Baiklah
apa maksud kalian, sekarang boleh diutarakan secara langsung dan terbuka."
"Aku hendak mencari letak lembah tiga malaikat, orang harus melalui dulu kuil
Ban hud wan ini, betulkah berita tersebut?"
"Dapat pinceng beritahukan bahwa berita itu memang benar, tempat ini
merupakan satu-satunya pintu gerbang menuju ke lembah tiga malaikat..."
"Konon dibanyak tempat terdapat pula Sam seng tong, bahkan berjumlah puluhan
tempat banyaknya di seantero jagad, apakah semuanya itu hanya tempat palsu?"
tanya Kwik soat kun pula.
"Hal-hal yang sebenarnya dibalik kejadian itu amat panjang dan lebar, maaf kalau
pinceng tak dapat memberitahukan kepada kalian."
"Kalau enggan menerangkan ya, sudahlah. cuma ada satu hal yang mesti taysu
terangkan kepada kami"
"Soal apa?" "Lembah tiga malaikat yang ditunjukkan taysu kepada kami itu sebenarnya
merupakan lembah tiga malaikat yang sesungguhnya atau palsu?"
"Di sini tiada perbedaan antara uang asli dan gadungan, yang ada hanyalah
Lembah yang sebetulnya dan Lembah tipuan."
"Apa yang dimaksud sebetulnya dan apa pula yang dimaksud tipuan" Apa pula
bedanya yang asli dan undangan?" tanya Buyung Im Seng.
"Bila tiga malaikat dalam lembah disebut sesungguhnya, bila tiga malaikat tidak
berada dalam lembah disebut tipuan."
"Oh, kiranya begitu, kalau begitu harap taysu suka memberi petunjuk kepada kami,
jalan yang diberikan taysu kepada kami jalan menuju ke lembah tiga malaikat yang
sungguhan atau tipuan?"
"Ini tergantung pada kemujuran kalian berdua!"
- 0 - BAGIAN KE 22 "Baiklah ucap Buyung Im Seng, "Harap taysu bersedia menerangkan jalan yang
harus kami tempuh!" Bu tok taysu termenung dan berpikir sebentar lalu katanya. "Bila pinceng tidak
bersedia mengabulkan?"
"Tak bisa taysu mengambil keputusan sesuka hati, bila sampai demikian, maka
terpaksa kami akan mengobrak abrik kuil Ban hud wan ini lebih dahulu."
293 Mendengar perkataan itu, Bu tok taysu segera menengadah dan tertawa
terbahakbahak. "Ha.. ha... ha... ada tamu mengusir tuan rumah, entah apa yang kalian
berdua andalkan?" "Bila taysu tak dapat mengambil keputusan, lebih baik cepatlah minta petunjuk!"
kata Kwik soat kun, "Bila sengaja hendak mencari gara-gara, mari kita selesaikan
dengan kekerasan!" "Ucapan nona sungguh tetap dan terbuka! Baiklah, harap tunggu sebentar, pinceng
akan pergi dulu sejenak."
"Silahkan!" Bu tok taysu segera membalikkan badan dan keluar dari ruangan itu...
Memandang bayangan punggung Bu tok taysu yang menjauh, Kwik Soat kun
segera mendengus dingin, jengeknya.
"Kalau tak dapat mengambil keputusan, omong saja berterus terang, huuh!
lagaknya saja sok hebat, sok berkuasa, padahal tak punya kekuasaan apa-apa,
sebal!" Tiba-tiba Nyo Hong leng berbisik, "Sebentar, seandainya terjadi pertarungan
apakah aku haru turun tangan juga?"
"Andaikata Siau moay mampu mengatasi pertarungan itu, lebih baik kau jangan
turut serta dalam pertarungan itu, andaikata aku dan Buyung kongcu sudah tak
sanggup menghadapinya sekalipun kau tak ingin turun tangan juga harus turun
tangan, dalam soal ini lebih baik kau mengambil keputusan sendiri."
"Ehmm, aku mengerti!" Nyo Hong leng tertawa dan manggut-manggut.
Sementara pembicaraan berlangsung, Bu tok taysu telah muncul kembali diiringi
seorang hwesio tinggi besar yang memakai kain lhasa warna merah.
Terdengar ia berseru dengan lantang. "Sudah lama pinceng mendengar nama besar
dari Buyung kongcu, entah siapakah diantara kalian?"
"Akulah orangnya, apakah taysu adalah hong tiang dari kuil Ban hud wan ini?"
Hweshio berbaju merah itu tertawa hambar. "Segala sesuatunya pinceng dapat
memutuskan sedang soal aku adalah hongtiang kuil Ban hud wan atau bukan, aku
rasa itu bukan soal yang penting!"
"Kedatangan kami kemari juga bukan lantaran hendak menyambangi kuil kalian,
jadi soal bertemu dengan ciangbun hongtiang atau tidak, rasanya bukan masalah
yang penting." sambung Buyung Im Seng.
"Konon Buyung kongcu dan wakil ketua perkumpulan Li ji pang hendak
berkunjung ke lembah tiga malaikat untuk menyambangi tiga malaikat...?"
"Memang itulah tujuan kami yang terutama."
Hwesio berbaju merah itu segera tertawa, katanya lagi. "Jika hanya mengandalkan
nama kecil Buyung kongcu, kau masih belum berhak untuk memasuki lembah tiga
malaikat, tapi kau berhubung mendapat sisa nama besar ayahmu sehingga begitu
masuk dunia persilatan lantas ternama pinceng bersedia mengatur segala
sesuatunya buat kongcu, cuma saja..."
294 "Cuma saja kenapa?"
"Perjalanan yang bakal kau tempuh adalah suatu perjalanan yang penuh rintangan
dan percobaan, yakinkah kongcu untuk melakukannya?"
"Bagaimana yang dimaksudkan dengan penuh rintangan dan percobaan itu?"
"Setiap langkah kemungkinan ada ancaman kematian setiap inci terselip hawa
pembunuhan." "Ada petunjuk jalannya?" "Ada!" "Siapa?" "Pinceng!"
"Bagus sekali asal taysu mampu untuk menelusurinya, aku yakin dapat pula
menembusinya." Hwesio berbaju merah itu mengalihkan sorot matanya ke wajah dua orang yang
lain lalu katanya. "Sayang sekali, pembantu2 kongcu tak dapat ikut dalam
perjalanan ini." "Kenapa?" "Memangnya lembah tiga malaikat tempat yang boleh dikunjungi setiap orang?"
kata hwesio berbaju merah itu sambil tertawa.
"Andaikata kami tetap bertekad untuk pergi bersama, aku rasa tentu ada caranya
bukan?" "Cara sih memang ada." "Tolong jelaskan!"
"Bila dalam seratus jurus bisa menangkan pinceng, tanpa ditanya nama dan
kedudukannya, boleh masuk ke dalam lembah tiga malaikat."
"Bila hanya sebuah cara ini saja yang tersedia, terpaksa aku harus memohon
petunjuk dari taysu."
Dalam pada itu, Buyung Im Seng telah berpikir didalam hatinya. "Tampaknya
kedudukan hwesio ini didalam kuil Ban hud wan tidak rendah, bila didengar dari
pada ucapannya, ilmu silat yang dia miliki pasti amat tangguh, bila Kwik soat
kun harus bertarung melawannya, entah dapatkah dia melewati seratus jurus
gebrakan?" Sementara ia masih termenung, hwesio berbaju merah itu telah berkata. "Entah
siapakah diantara kalian yang hendak bertarung lebih dulu melawan pinceng?"
Dari nada perkataan itu dapat didengar kalau dia mengikut sertakan pula Nyo
Hong leng. Nyo hong leng hendak turun tangan, Kwik soat kun telah berkata
duluan. " "Taysu tentu saja aku akan bertarung melawan taysu lebih dulu, cuma kita harus
terangkan dulu persoalannya sebelum pertarungan tersebut dilangsungkan."
"Katakanlah!" "Kedua orang ini adalah anggota Li ji pang kami, seandainya aku tak sanggup
menangkan dirimu, sudah barang tentu mereka lebih-lebih bukan tandinganmu."
295 "Maksudmu..." "Maksudku, menang kalah kita hanya bertarung satu babak,
seandainya kau yang menang maka silahkan membawa Buyung kongcu seorang
kedalam lembah tiga malaikat, tapi andaikata aku yang menang, maka kedua
orang perkumpulanku ini harus diijinkan pula untuk turut serta masuk ke dalam
lembah." Hwesio berjubah merah itu termenung sejenak, lalu sahutnya. "Baik, bila kau yang
menang pinceng akan bertanggung jawab untuk membawa serta mereka berdua.
Nah, sekarang boleh turun tangan!"
"Kita hanya bertarung seratus gebrakan saja, bila dalam seratus jurus tidak ada
yang menang atau kalah, maka kau harus menganggap kemenangan berada di
tanganku." "Baiklah! Orang beragama memang tak jadi soal untuk rugi sedikit."
"Aku berada di posisi yang lebih menguntungkan, maka akan kuberikan
kesempatan bagimu untuk melancarkan serangan lebih dulu."
"Ehmm, bila pinceng tidak mengabulkan, lagi-lagi kita akan saling mengalah,
baiklah harap nona berhati-hati."
Ditengah bentakan keras, tangan kanannya segera diayunkan ke depan
melancarkan sebuah pukulan yang dahsyat.
Dengan cepat Kwik soat kun mengelak ke samping, ujarnya. "Apakah kita harus
bertarung dalam ruangan ini?"
"Dimanapun sama saja, toh dalam ruangan ataupun di luar tak ada bedanya."
Secara beruntun dia lancarkan kembali tiga pukulan berantai, serangan demi
serangan yang dilancarkan olehnya itu kelihatan seperti tidak gencar atau tajam,
akan tetapi setiap ancaman yang dilancarkan justru memaksa Kwik soat kun harus
cepat-cepat menolong diri, selain beradu kekerasan, terpaksa Kwik soat kun hanya
bisa berkelit kesana kemari tiada habisnya.
Tiga serangan berantai yang dilancarkan itu segera memaksa Kwik soat kun
terdesak mundur sejauh enam langkah dan tersudut di ujung ruangan. Tampak
sepasang telapak tangannya diayunkan, selapis bayangan tangan yang rapat
menyelimuti angkasa dan menyumbat jalan mundur Kwik soat kun sekelilingnya.
"Nona!" ejeknya sambil tertawa dingin. "sudah tiada jalan mundur lagi bagimu,
yang terbuka hanya menuju ke atap rumah, kali ini terpaksa nona harus
mengandalkan kepandaianmu yang sebenarnya."
Dengan jurus Thay san ya teng (bukit thay san menindih kepala) tangan kanannya
langsung diayunkan ke bawah, sementara telapak tangan kirinya membendung
jalan mundur Kwik soat kun ke sudut kanan.
Ternyata sejak dua orang terlibat dalam pertarungan yang sengit, Kwik soat kun
terus menerus mundur dan tak sejurus seranganpun dilancarkan. Mendadak Kwik
soat kun berkerut kening, tangan kanannya diayunkan ke depan menotok urat nadi
penting pada pergelangan tangan kanan hwesio berbaju merah itu.
Pada waktu itu tinju maut dari hwesio baju merah itu sudah meluncur ke bawah
sedang tangan Kwik soat kun diayun ke atas menyongsong datangnya ancaman itu,
296 kelihatan kalau sepasang tangan mereka segera akan saling membentur satu sama
lainnya, mendadak hwesio itu menarik kembali pergelangan tangan kanannya dan
menarik kembali serangan yang dilancarkan.
Menggunakan kesempatan itu, Kwik soat kun melepaskan serangan balasan, tibatiba
tangan dan jari tangannya dilancarkan berbareng, selain gerakannya tajam
dan dahsyat, setiap jurus serangannya ditujukan ke jalan darah penting di
sekujur badan hwesio itu. Serangan balasan yang dilancarkan ini dilakukan dengan kecepatan luar biasa,
seketika itu juga memaksa hwesio itu mundur tujuh delapan langkah dari posisi
semula, dengan begitu maka kedua belah pihakpun telah kembali ke tempat
semula. Setelah mundur sejauh delapan langkah, hwesio itu baru menggerakkan kembali
tenaga dan kakinya, sepasang telapak tangan diayun ke depan mendesak mundur
ancaman berikutnya dari Kwik soat kun.
Sebenarnya Buyung Im Seng sangat kuatir kalau Kwik soat kun tak sanggup
menandingi kelihaian si hwesio itu, akan tetapi setelah menyaksikan serangan
balasan dari Kwik soat kun yang begitu gencarnya, lambat laun hatinya menjadi
tenang kembali. Sementara si hwesio baju merah itu segera melancarkan serangan balasan setelah
berhasil membendung serangan dari Kwik soat kun, tenaga pukulannya kian lama
kian bertambah besar, setiap jurus serangannya bagaikan godam raksasa yang
terayun ke bawah, kehebatannya sungguh mengerikan.
Sebaliknya Kwik soat kun juga mengembangkan taktik pertarungan yang berbeda
pula, kali ini dia hanya berkelit kesana kemari dengan mengandalkan kelincahan
tubuhnya, semua ancaman dari hwesio tersebut segera dapat dihindari dengan
seksama. Ditengah pertarungan, mendadak Kwik soat kun membentak keras. "Cukup!
Dia lantas melompat ke samping arena.
"Sudah cukup?" seru hwesio berbaju merah itu penasaran. "Tapi pinceng hanya
menyerang sebanyak enam puluh lima jurus saja." Seru sang hwesio berbaju merah
setelah termenung sebentar.
"Betul, kau memang hanya melancarkan 65 jurus, tapi aku telah balas menyerang
sebanyak 35 jurus, jadi total jendral genap seratus jurus."
Kontan saja hwesio itu tertawa dingin. "Yang kumaksudkan sebagai seratus jurus
adalah kau mesti menyambuti seratus jurus serangan dari pinceng."
"Aaaah, mengapa tidak taysu jelaskan sedari tadi?" seru Kwik soat kun sambil
tertawa. "Kalau kujelaskan sedari tadi lantas kenapa?"
"Tentu saja taktik pertarunganku akan jauh berbeda dengan taktik pertarungan
yang kupakai sekarang."
"Sekarang toh belum terlambat?" jengek hwesio itu dingin.
297 Sebuah pukulan dilancarkan kembali ke depan. Kwik soat kun melejit ke samping
dengan ilmu meringankan tubuhnya, agaknya perempuan ini hendak
mengandalkan kembali kelincahan tubuhnya untuk menghindari 35 serangan
lawan. Pada saat itulah tiba-tiba terdengar seseorang berbisik dengan suara lirih.
"Adulah kekerasan dengannya, ilmu pukulan yang dimiliki hwesio itu beraneka ragam,
serangannya makin lama semakin ganas dan keji, bila kau harus bertahan terus
dengan taktik ini, akhirnya kaulah yang akan dirugikan."
Dia tahu kalau Nyo hong leng telah memberi keterangan dengan ilmu
menyampaikan suara, maka sewaktu dilihatnya si hwesio itu melancarkan
serangannya kembali, serentak dia mengayunkan pula tangan kanannya untuk
menyambut ancaman itu dengan kekerasan.
Diam-diam hwesio berbaju merah itu merasa girang sekali, pikirnya. "Jika kau
mengambil taktik bermain gerilya, belum tentu aku dapat melukaimu dalam
seratus jurus, tapi bila kau sambut pukulanku dengan kekerasan, ini berarti kau
ingin mampus secepatnya."
Berpikir sampai di situ, diam-diam ia menambahi tenaga pukulannya dengan dua
bagian lagi. Pada saat sepasang telapak tangan kedua orang itu hampir saling bersentuhan,
mendadak hwesio berbaju merah itu merasakan iganya menjadi kesemutan,
kemudian tenaga pukulan yang dilepaskan itu menjadi lenyap tak berbekas lagi.
Padahal serangan yang dilancarkan Kwik soat kun telah meluncur datang, tak
ampun lagi pergelangan tangan kanannya telah terhajar telak.
Kedengaran hwesio berbaju merah itu mendengus tertahan, secara beruntun dia
mundur tiga langkah. "Nona berhasil menang." Katanya.
"Kalau begitu harap kau segera membawa jalan," kata Kwik soat kun sambil
mengulapkan tangannya. Hwesio berbaju merah itu tertawa dingin. "Kemenangan nona diperoleh dengan
amat mujur sekali, sebaliknya pinto dikalahkan dengan sangat tidak puas."
"Tapi kau toh sudah mengaku kalah?"
Paras muka hwesio berbaju merah itu berubah menjadi dingin dan serius, dengan
sorot mata gusar, pelan-pelan menatap wajah Buyung Im Seng, setelah itu katanya.
"Buyung kongcu, kaukah yang melancarkan sergapan secara diam-diam...?"
Buyung Im Seng agak tertegun, tapi dia lantas mengerti kalau perbuatan ini pasti
merupakan ulah dari Nyo hong leng, maka sambil tertawa hambar dia berkata.
"Andaikata aku tidak mengikuti?"
"Pinceng dapat merasakannya, pemberian dari Buyung kongcu ini pasti akan
pinceng ingat selalu."
Lembah Tiga Malaikat Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Buyung Im Seng hanya tersenyum saja dan tidak berkata apa-apa.
Hwesio baju merah itu tertawa dingin, dia segera membalikkan badan sambil
melangkah pergi, sambil beranjak katanya. "Pinceng mengharapkan kalian
berempat dapat melewati perjalanan ini dengan selamat!"
298 Buyung Im Seng segera berebut mengikuti dulu di belakang si hwesio itu. Nyo hong
leng, Siau tin dan Kwik soat kun segera mengikuti pula di belakangnya.
Hwesio baju merah itu membawa beberapa orang tersebut melewati sebuah
halaman yang lebar, kemudian menuju ke bawah tebing curam yang menjulang ke
angkasa. Buyung Im Seng menengadah dan memandang sekejap ke arah tebing yang curam
itu, ia jumpai tebing tersebut licin bagaikan cermin, sekalipun memiliki ilmu
meringankan tubuh yang sempurna jangan harap bisa mendaki di situ.
Sambil berpaling hwesio itu tertawa dingin, lalu katanya. "Harap kalian tunggu
sebentar, pinceng akan mengetuk pintu."
"Dengan langkah lebar ia menuju ke depan dinding batu itu, setelah berdiri
serius sejenak, mendadak di atas dinding tebing yang licin itu terbuka sebuah pintu
rahasia. Secara diam-diam Buyung Im Seng memperhatikan posisi mereka menghentikan
badannya, dan kemudian mengingatnya di dalam hati.
Tampak hwesio itu berpaling kemudian pelan-pelan katanya. "Tempat ini
merupakan pintu gerbang menuju ke dalam lembah tiga malaikat tapi menurut apa
yang pinceng ketahui, barang siapa memasuki pintu ini maka kalau bukan
bergabung dengan perguruan kami, sudah pasti jiwanya akan melayang
meninggalkan raganya."
"Itu berarti dalam pintu gerbang tersebut terdapat jebakan yang mengerikan?"
ujar Buyung Im Seng. "Betul dan pinceng telah menerangkannya sedari tadi."
"Akan ku ingat selalu perkataan dari taysu ini, apakah kau akan masuk bersama
kami?" "Tentu saja pinceng akan membawa jalan buat kalian!" selesai berkata dia masuk
dan memandang sekejap ke arah Nyo hong leng dan Kwik soat kun sekalian yang
berada di belakangnya, kemudian berkata. "Tak ada halangannya bila kalian
menunggu dahulu di luar pintu."
Nyo hong leng tersenyum, tiba-tiba dia menerobos maju melewati Buyung Im Seng
dan masuk pintu tersebut lebih dulu.
Melihat itu, sambil tertawa Kwik soat kun segera berkata. "Bila tidak masuk ke
dalam pintu gerbang, kitapun sulit untuk meninggalkan Ban hud wan, bila ingin
mati, marilah mati bersama-sama..."
Buyung Im Seng dibikin apa boleh buat, terpaksa dia menghela napas panjang.
"Berhati-hatilah kalian semua!" bisiknya kemudian.
"Blaamm...!" tiba-tiba pintu batu itu tertutup sendiri.
Dalam waktu singkat, suasana didalam gua itu jadi gelap gulita sehingga melihat
kelima jari tangan sendiripun sukar."
Tiba-tiba Kwik soat kun berhenti sambil bisiknya. "Tunggu sebentar!"
299 Kemudian terlihat cahaya api berkilat, cahaya terang benderang segera mengusir
kegelapan yang mencekam sekeliling ruangan rahasia tersebut.
Ketika cahaya api telah menerangi seluruh ruangan, maka tampaklah bayangan
tubuh dari hwesio berbaju merah itu telah lenyap tak berbekas.
Mereka mencoba untuk memeriksa sekitarnya, tapi dinding lorong itu amat licin
seperti cermin, tiada gua yang bisa digunakan untuk menyembunyikan badan, pun
tak tampak sesosok bayangan manusiapun.
Kwik soat kun segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Nyo hong leng,
lalu bisiknya. "Apa yang telah terjadi?"
Diantara beberapa orang itu, ilmu silat yang dimiliki Nyo hong leng boleh
dibilang paling tinggi, ketajaman mata dan telinganya juga paling hebat, lenyapnya sang
hwesio berbaju merah itu secara tiba-tiba mungkin hanya akan diketahui oleh Nyo
hong leng seorang. Dengan kening berkerut Nyo hong leng berbisik. "Andaikata dia mempunyai
kesempatan untuk menyembunyikan diri hanya ada dua kemungkinan, pertama
sewaktu pintu gerbang itu tertutup dan menimbulkan suara getaran keras, atau
kedua dikala kau berbisik sambil membuat api tadi, ia telah memanfaatkannya
peluang itu untuk kabur."
"Persoalan sekarang adalah dia telah kabur kemana?" ucap Buyung Im Seng,
"dinding di sekeliling tak nampak ada pintu rahasia, dengan meminjam sinar api
pun hanya bisa melihat benda dalam jarak lima kaki, aku tak percaya kalau dalam
waktu sedemikian singkatnya dia bisa kabur dari ketajaman pendengaran kita."
"Ssst, siapa tahu di atas kepala kita mungkin saja mereka memiliki tempat untuk
menyembunyikan diri!" bisik Nyo hong leng secara tiba-tiba.
Kwik soat kun mencoba untuk mendongakkan kepalanya, tampak permukaan gua
di atas kepalanya tinggi rendah tak rata, seandainya ada pintu rahasiapun sulit
rasanya untuk ditemukan. Buyung Im Seng lantas berkata. "Hwesio itu telah kabur meninggalkan kita, aku
rasa dalam lorong rahasia ini pasti sudah disiapkan alat rahasia untuk
mencelakai kita, mulai detik ini kita harus bertindak berhati-hati lagi."
Kwik soat kun segera memadamkan alat penerangan, lalu berbisik. "Mari kita
persingkat jarak diantara kita semua, dengan begitu dapat saling membantu, biar
aku yang berada dipaling depan untuk membuka jalan."
"Aaah, tak jadi soal, biar aku yang berada dipaling muka!" kata Buyung Im Seng.
Selesai bicara dia lantas maju ke depan lebih dulu.
Kwik soat kun segera berkata kepada Nyo hong leng. "Ikuti di belakangnya dan
diam-diam lindungi keselamatannya, bila keadaan telah berubah dan harus
melukai orang, aku harap kau lancarkan serangan dengan meminjam tangannya,
kau haru tahu, bila identitasmu dapat dirahasiakan terus, hal ini besar sekali
manfaatnya untuk pihak kita..."
Nyo hong leng manggut2, dia segera menyusul di belakang tubuh Buyung Im Seng.
Kwik soat kun mengalihkan obor ke tangan kirinya, kemudian tangan kanannya
merogoh ke dalam saku dan mengeluarkan sebilah pisau tajam, senjata itu
300 digenggamnya erat-erat untuk menghadapi kemungkinan2 yang tidak diinginkan,
kurang lebih seperempat jam lamanya dia baru berjalan sejauh tiga kaki lebih.
"Jangan takut, aku berada di belakangmu" bisik Nyo hong leng kemudian, "Apapun
yang terjadi, aku akan membantumu dengan sepenuh tenaga."
"Hati-hati toh tak ada salahnya," kata Buyung Im Seng sambil tersenyum. "Mereka
pasti mempunyai banyak benda aneh yang bisa digunakan untuk melukai orang."
Sementara itu, mereka telah berjalan sampai di sebuah tikungan, tiba-tiba
terdengar seseorang berseru dengan suara yang dingin seperti es. "Berhenti!"
"Aku Buyung Im Seng bermaksud mengunjungi lembah tiga malaikat..." ucapnya
cepat. "Setibanya di depan lembah tiga malaikat, harus dilihat dulu apakah kalian
sanggup menembusi pos penjagaan dari lohu atau tidak?"
"Tolong tanya, bagaimana cara kami untuk melewati pos penjagaan ini?" kembali
pemuda itu bertanya dengan suara lembut.
"Baik! Lohu akan memberitahukan kepada kalian, dalam perjalanan antara mati
dan hidup ini, dari setiap jengkal tanah yang ada di sini, kemungkinan besar
akan muncul kesempatan untuk menimbulkan kematian, ini termasuk serangan senjata
rahasia serta air beracun."
Buyung Im Seng segera tertawa dingin, katanya. "Aku masih mengira alat jebakan
yang berada dis ini terdapat perbedaan dengan tempat lain, ternyata yang
digunakan hanya benda2 kotor dan rendah dari kaum kurcaci dunia persilatan
seperti air beracun, senjata rahasia beracun dan sebagainya."
"Hmm...!" orang itu mendengus dingin. "Bila seseorang tak bisa menggunakan ilmu
silat, aku rasa penggunaan senjata rahasia merupakan suatu cara yang tepat!"
"Apakah senjata rahasia dan air beracun itu akan dipancarkan keluar dari atas
dinding lorong?" "Lohu hanya akan menjawab satu kali saja, lain kali maaf kalau aku tak akan
menjawab lagi. Air beracun dan senjata rahasia yang akan lohu pancarkan itu
datangnya dari atas bawah serta empat arah delapan penjuru, lohu percaya
mungkin senjata rahasia tak akan mampu melukai kalian, tapi air beracun itu
ganas sekali, barang siapa kena air itu niscaya tubuhnya akan membusuk, selain
obat penawar khusus dari lohu, tiada orang lain di dunia ini yang sanggup untuk
menyembuhkannya." "Bagaimana cara untuk melewati pos penjagaanmu itu?" bisik Buyung Im Seng
kemudian. "Jika senjata rahasia itu mereka lancarkan dari empat arah delapan penjuru,
memang musuh buat kita untuk menghindarinya." Sahut Kwik soat kun.
"Bila mengurangi jumlah orangnya, bukankah hal ini akan mengurangi sebagian
mara bahaya yang mengancam?" ucap Buyung Im Seng.
301 "Bagaimana caranya pengurangan itu akan kau lakukan?" tanya Kwik soat kun
sehabis mendengar perkataan itu.
"Aku akan mengajaknya berbincang."
Setelah berhenti sebentar, dengan suara lantang ia lantas berseru keras. "Terima
kasih banyak atas petunjukmu itu, hal mana membuat kami sangat terharu."
"Lohu tak lebih hanya ingin memberi peringatan kepada kalian agar tahu diri dan
segera mengundurkan diri dari tempat ini." Suara yang dingin kaku itu segera
menyambung. "Perduli apakah maksud dan tujuan anda yang sebenarnya, tapi aku tetap merasa
berterima kasih kepadamu, cuma sebelum pertarungan dilangsungkan, ada
beberapa perkataan perlu kubicarakan lebih dulu dengan dirimu."
"Persoalan apa?"
"Orang yang akan menembusi pos penjagaanmu hanya aku Buyung Im Seng
seorang, andaikata aku dapat menembusinya, aku mesti menganggap kami telah
menang, bila aku kena terluka oleh senjata rahasiamu, anggaplah kami yang
kalah." "Baiklah!" kata orang itu dingin, andaikata aku dapat menembusi penjagaan ini,
lohu akan segera melepaskan semua orang termasuk pembantumu itu, sebaliknya
bila kau tak berhasil menembusinya, terpaksa aku akan menyuruh mereka
menggotong mayatmu meninggalkan tempat ini..."
"Baik, kita tetapkan dengan sepatah kata ini." Dia lantas berpaling dan
memandang sekejap ke arah Kwik soat kun sekalian, kemudian melanjutkan.
"Harap kalian suka menunggu di sini saja." Selesai berkata, dia lantas saja maju
lebih dulu. Nyo hong leng maju menghalangi jalan pergi Buyung Im Seng, lalu ujarnya dengan
lembut. "Biar kutemati dirimu!"
"Tak usah," Buyung Im Seng menggeleng, "aku toh telah berjanji dengan pihak
mereka." Tiba-tiba ia mempercepat langkah kakinya dan maju ke depan sana. Nyo hong leng
tertegun, baru saja ia akan menyusul, Kwik soat kun segera menarik ujung bajunya
sambil berbisik. "Biarkan dia pergi seorang diri!"
"Tidak bisa, kalau dia harus pergi sendirian mana mungkin bisa menghadang
serangan senjata rahasia yang datangnya dari empat arah delapan penjuru itu?"
"Mengapa kita tak membantunya secara diam-diam?" bisik Kwik soat kun.
Tidak menunggu jawaban dari Nyo hong leng, tangan kanannya segera diayunkan
ke depan, tiba-tiba cahaya api berkilauan dan menancap di atas batuan.
Benda yang terjatuh ke tanah itu ternyata memancarkan cahaya api yang sangat
terang, seperti semacam benda yang mudah terbakar, jilatan api segera menggelora
di sana. Kobaran api itu sesungguhnya tidak terlampau besar, walaupun demikian dalam
lorong rahasia yang gelap gulita tersebut, amat besar manfaatnya, ditambah pula
302 tenaga dalam yang dimiliki orang itu memang sempurna, daya tangkap pandangan
matanya melampaui orang biasa, otomatis pemandangan di sekeliling tempat
itupun kelihatan makin nyata.
Ditengah api yang berkobar, tampak Buyung Im Seng dengan memegang pedang
ditangan kanannya pelan-pelan maju, pedang tersebut disilangkan di depan dada,
siap menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Nyo hong leng segera merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan segenggam biji
Budhicu yang sebesar kacang ijo, sambil diserahkan kepada Kwik soat kun ia
berbisik. "Bawalah benda ini!"
Pada mulanya Kwik soat kun tertegun, tapi kemudian dia lantas memahami
maksudnya, sambil tersenyum ia menerima Budhicu itu dan dimasukkan ke dalam
sakunya. Nyo hong leng sendiri dengan menggenggam sepuluh biji budhicu, segenap
perhatiannya dipusatkan ke atas tubuh Buyung Im Seng.
Tiba-tiba Kwik soat kun mengayunkan kembali tangan kanannya ke depan, "Plakk,
plaak!" dua gulung cahaya api meluncur dari tangannya dan terjatuh di atas tanah
lebih kurang tujuh delapan langkah di hadapan Buyung Im Seng serta pada ujung
tikungan lorong sana. Dengan begitu, bagian depan maupun belakang Buyung Im Seng semuanya tampak
cahaya api yang berkobar, pemandangan di sekeliling tempat itu menjadi terang
benderang, hal mana sangat bermanfaat dan membantu bagi Buyung Im Seng.
Tiba-tiba dari balik dinding seberang sana bergema suara bentakan yang dingin
Pengelana Rimba Persilatan 15 Pendekar Kembar 7 Gadis Penyebar Cinta Pendekar Remaja 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama