Ceritasilat Novel Online

Pena Wasiat 21

Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen Bagian 21


terbuka secara tiba-tiba. Kemudian nampak sesosok
bayangan manusia menerjang keluar bagaikan anak panah
yang terlepas dari busurnya dan langsung menyergap bahu
belakang Hoa Wan. Menghadapi sergapan ini, serta merta Hoa Wan
membalikkan badan sambil melepaskan sebuah tusukan.
"Traaaang ...!" diiringi bunyi getaran yang keras, pisau
tajam orang itu kena dipentalkan oleh tangkisan pedang
Hoa Wan. Orang yang melancarkan sergapan itu adalah seorang
pemuda yang baru berusia tujuh belas tahunan, dia
mengenakan baju ketat berwarna abu-abu.
Pakaian yang dikenakan sewarna dengan batuan cadas
diseputar sana, sehingga bila dia bersembunyi dibelakang
batu, sulitlah bagi orang lain untuk mengetahuinya.
Gagal dengan tusukannya itu, pemuda berbaju abu-abu
itu segera meloloskan sebilah pedang pendek dari sakunya.
Dengan cepat suatu pertarungan sengit berlangsung,
sambaran pedang bacokan golok dengan cepat memenuhi
seluruh angkasa. Tampaknya dia sangat kuatir kalau Hoa
wan sampai membentak atau bersuara keras, maka dia
ingin menggunakan serangan kilat untuk membinasakan
Hoa Wan. Siapa tahu Hoa Wan sama sekali tidat berteriak, dia
hanya memperketat pertahan-an dengan lebih banyak
bertahan daripada melancarkan serangan balasan..
Dalam kenyataan Hoa Wan sendiripun mengerti, didalam
rumah gubuk yang begitu banyak diseputar sana,
kemungkinan besar bersembunyi banyak sekali jago-jago
tangguh yang siap melancarkan sergapan.
Andaikata ia sampai membunuh pemuda berbaju abuabu
itu dalam sekali tusukan, niscaya peristiwa itu akan
berakibat datangnya keributan yang lebih besar dari
musuh-musuhnya. Maka dari itu, dia tidak terburu-buru ingin meraih
kemenangan. Apalagi Ong Peng sekalian pun tak lama lagi
akan tiba di sana.... Dalam waktu singkat pertarungan telah berlangsung tiga
puluh gebrakan lebih, namun kedua belah pihak sama-sama
mempertahankan posisi seimbang, tiada yang menang tiada
pula yang kalah. Lama kelamaan pemuda berbaju abu-abu itu yang tidak
sabar paling dulu, tiba-tiba tegurnya:
"Bocah keparat, pandai amat mengendalikan perasaan."
Hoa Wan tertawa. "Hal ini dikarenakan kepandaian silatmu masih kelewat
cetek, sehingga aku tak usah repot-repot mencari bala
bantuan" 'Hmmm. sekarang, sekalipun kau undang mereka, tak
mungkin mereka akan balik kembali!'
"Tanpa kedatangan mereka pun tidak sulit bagiku untuk
membereskan kau, sebab hal itu hanya membutuhkan
sebuah ayunan tanganku belaka ....
Seraya berkata permainan pedangnya segera diperketat
dan ia mulai melancarkan serangan balasan. Dalam
melepaskan serangan balasan ini, Hoa Wan telah
mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya. serangan
pedangnya selain dilepaskan dengan kecepatan luar biasa,
juga mempergunakan jurus serangan yang tangguh dan
dahsyat. Jurus serangan pemuda berbaju abu-abu yang
sebenarnya amat dahsyat itu, secara tiba-tiba saja tertekan
dan sama sekali tak berkutik, dengan susab payah dia
menahan lima buah serangan berantai dari Hoa Wan, tapi
tusukan yang keenam tak berhasil dihindari, sebuah
tusukan maut menembusi tenggorokannya secara telak, tak
ampun tubuhnya segera terjerembab ke tanah dan tewas
seketika. Selesai menghabisi nyawa pemuda berbaju abu-bau itu,
Hoa Wan segera melintangkan pedangnya di depan dada
sambil bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan yang
tak diinginkan. Menurut perhitungannya semula, setelah ia
membinasakan pemuda berbaju abu-abu itu, sudah pasti
kawanan jago lainnya akan munculkan diri dan
mengerubutinya, dan orang-orang itu sudah pasti akan
munculkan diri dari balik rumah gubuk dan bangunan
disekitarnya. Namun kenyataan yang berada didepan mata sekarang
sama sekali diluar dugaannya, dari balik bangunan rumah
gubuk disekitar tempat itu sama sekali tidak terjadi sesuatu
gerakan apapun.. Setelah menanti sekian waktu, tiba-tiba Hoa Wan berseru
dengan suara lantang: "Hei, dengarkan baik-baik, sekarang kita sama-sama
sudah bentrok secara kekerasan, masing-masing pihakpun
sudah saling berjumpa muka, kalian tak usah main
sembunyi lagi macam cucu kura-kura"
Teriakan tersebut diutarakan berulang kali, akan tetapi
tiada jawaban yang kedengaran. Usianya memang tidak
besar, akan tetapi memiliki pengalaman dunia persilatan
yang luas dengan kecerdasan yang mengagumkan, dia
tidak melakukan penggeledahan terhadap rumah-rumah
bambu dan rumah gubuk disekitar sana, sebaliknya malah
memilih sebuah sudut buntu dekat dinding bukit, dalam
posisi seperti ini kendatipun diserang oleh musuh,
bagaimanapun tangguhnya ia tak usah menguatirkan
datangnya sergapan lagi dari arah belakang.
Jangan dilihat usianya masih sangat muda, tapi nyalinya
cukup besar, orangnya teliti, tenang dan tabah dalam
menghadapi setiap perubahan yang kemungkinan terjadi.
Dalam pada itu Cu Siau hong dengan membawa Seng
Hong telah masuk ke dalam lembah bukit, sesudah berjalan
sejauh sepuluh kaki dan membelok pada sebuah tikungan,
tiba-tiba pemandangan alamnya berubah.
Tampak pada kedua belah sisi dinding bukit tersebut
terdapat empat lima puluhan orang pekerja yang sedang
mengayun palu dan sekop mencangkuli tanah dan
membongkar batu gunung. Palu besi dan batu cadas yang
saling membentur, segera menimbulkan suara gemerincing
yang sangat nyaring. Menyaksikan kemunculan Cu Siau hong dan Seng Hong,
ada sebagian dari pekerja disana yang menghentikan
peralatan kerja mereka dan mengalihkan sorot matanya ke
arah kedua orang itu. Cu Siau hong segera berbisik lirih.
'Hati-hati sedikit, kawanan pekerja itu amat
mencurigakan" Seng Hong manggut-manggut, diam-diam dia
menghimpun tenaga dalamnya bersiap siaga menghadapi
segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Mendadak muncul dua orang pekerja, sambil membawa
alat lalu mereka, orang-orang itu menegur.
"Kalian berdua adalah. . ."
"Kami adalah pelancong yang sedang berpesiar, tanpa
terduga kami telah sampai disini, bila mengganggu
pekerjaan kalian, harap sudi dimaafkan" tukas Cu Siau hong
cepat. Pekerja itu segera tertawa.
"Besar amat perhatian kalian berdua dengan
pemandangan alam disekitar sini, cuma setelah sampai
disini kalian harus berhenti'
"Oooh, kenapa?" tanya Seng Hong, "tapi tempat ini
bukan suatu daerah terlarang"'
"Memang bukan daerah terlarang, tapi didepan situ
merupakan tembat kami menyimpan batu-batu kemala hasil
galian, rasanya kurang leluasa bagi orang luar untuk
mendekati tempat itu, jadi kami harap kalian berdua sudi
memakluminya" Kembali Seng Hong tertawa.
"Sobat adalah "
"Aku Li Wan, mandor dari pekerja disini"
"Oooh, rupanya mandor Li, maaf, maaf"
"Tak usah sungkan-sungkan, tempat penyimpanan batu
kemala hasil galian itu hanya terdiri dari beberapa buah
rumah gubuk, dan lagi kecuali penghasil batu kemala,
tempat ini hanya merupakan sebuah bukit gersang, tiada
pemandangan alam yang bisa dilihat, bila kalian berdua
ingin melihat, terpaksa melihat orang-orang ini bekerja
saja'" Seng Hong berpaling, ketika dilihatnya Cu Siau hong
tidak berniat menghalangi perbuatannya, keberaniannya
segera meningkat. "Mandor Li" serunya kemudian, "disiang hari bolong
begini, sekalipun maksud kami untuk mencuri, rasanya tak
nanti akan kami curi bongkahan batu yang begitu berat,
apa lagi kami sudah sampai disini, sudah sepantasnya kalau
kami tinjau sampai didalam situ"
"Saudara cilik, hal ini sukar diluluskan, lebih baik
urungkan saja niat kalian berdua itu" "Hukum masih berlaku
disini atau tidak?" "Tentu saja berlaku, kami adalan rakyat kecil yang hidup
secara wajar, tentu saja kami memegang teguh masalah
hukum' "Bagus sekali kalau begitu, kalau toh di tempat ini masih
berlaku soal hukum, rasanya kami boleh masuk kedalam
sana bukan?" "Saudara cilik, meski usiamu muda, tampaknya watakmu
benar-benar keras kepala!' tegur Li Wan tiba-tiba dengan
ketus. "Yaa, begitulah'. "Pokoknya tak boleh masuk"
"Kau bukan seorang yang menuruti hukum"
"Anggap saja bukan" jengek Li Wan sambil tertawa
dingin, "Sekarang kalian berdua boleh urungkan niat kalian
itu" Seng Hong mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak. 'Haaahhh. . .haahhh.. . haaahhh. . . tidak sedikit tempat
yang pernah kami kunjungi, banyak pula keadaan yang
kami hadapi, kau anggap lembah sekecil ini pun benarbenar
bisa membuat kami ketakutan setengah mati"
"Hanya ada satu cara bila kalian berdua ingin bersikeras
masuk juga kedalam" "Harap kau tunjukkan cara apakah itu?" kata Seng Hong
dingin. 'Bunuh kami semua" "Bunuh kalian" Hei, apa-apaan kalian itu" kami semua
toh bukan pembunuh yang berdarah dingin"
"Bila kalian hendak masuk dan mencuri batu-batu
kemala kami, kejadian itu akan berakibat lebih mengerikan
daripada membinasakan kami semua.'
Seng Hong segera tertawa terbahak-bahak.
'Haaahhh. . . haaahhh. . . haaahhh. . . mandor Li, itu
namanya mencari menangnya sendiri, sudah terlalu banyak
yang kulihat, sekalipun kalian hendak menghalangi kami
dengan cara begini juga percuma, niscaya kalian akan
kecewa akhirnya" Paras muka Li Wan berubah hebat, mencorong sinar
beringas dari balik matanya, dengan suara dingin ia
menegur: "Cara inipun tak bisa jalan terpaksa aku harus
menggunakaa cara yang terakhir!" "Oooh, masih ada cara
terakhir" Bagaimana cara mu itu"'
"Cara yang teraktir itu adalah aku membunuh kalian"
'Ehmmm. .itulah cara yang sebetulnya kalian inginkan,
cuma diantaranya masih terdapat sebuah syarat yang
penting sekali artinya, yakni kalian harus mempunyai cara
untuk membinasakan kami'.
'Membunuh orang rasanya bukan suatu pekerjaan yang
terlampau sukar, walaupun kami tak pernah membunuh
orang, tapi untuk mengayunkan palu besi ini keatas kepala
kalian rasanya bukan suatu cara yang terlampau sukar"
"Yang menjadi persoalan justru bila ayunan palu itu
meleset hingga nyawa sendiri turut melayang" kata Seng
Hong sambil tertawa. Li Wan tertawa dingin. "Kami tak lebih hanya pekerja penggali batu, nyawa kami
tak ada harganya, tapi bila nyawa tuan berdua yang sampai
celaka waktu itu ..' "Sudah selesaikah permainan sandiwara kalian?"
mendadak Cu siau hong turut menegur.
'Belum" Li Wan mendengus dingin, "asal kalian tidak
bersedia mengundurkan diri dari lembah ini, permainan
kami tetap akan dilanjutkan"
Dalam pada itu, semua pekerja tambang batu kumala
sudah menghentikan pekerjaan masing-masing dan pelanKANG
ZUSI http://kangzusi.com/
pelan mengurung kedepan. Paras muka Cu Siau hong tetap dingin dan serius,
serentak dia berseru lantang.
"Seng Hong, bunuh!"Seng Hong mengiakan dan segera
mencabut keluar pedangnya.
Diantara kilatan cahaya tajam tampak percikan darah
segera memancar kemana-mana, seketika itu juga dua
orang pekerja yang berjalan di paling muka roboh ke atas
tanah. Gerakan pedang dari Seng Hong itu kelewat cepat,
sedemikian cepatnya sampai kedua orang pekerja itu tak
sempat mengangkat palunya masing-masing untuk
menangkis. Tapi justru dengan kedua serangan tersebut, segera
muncul suatu suasana lain, segenap pekerja yang berada
disitu dengan cepat bergerak ke empat penjuru dan
membuat sebuah barisan yang tangguh untuk menghadapi
lawan. Barisan mana amat beraturan dengan disiplin yang
tinggi, jelas dibentuk dengan suatu latihan yang amat ketat
dan matang.

Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seng Hong tertawa dingin, serunya:
"Heeehhh. . . heeehhh. . . heehhh. . . akhirnya ekor si
rase kelihatan juga."
Sambil menggerakkan tangan kanannya, sekali lagi dia
melancarkan sebuah tusukan. Dua buah palu baja segera
meluncur datang bersamaan waktunya.
"Traaangg.. . sebuah tangkisan yang tajam segera
membendung datangnya ancaman pedang itu. bersamaan
itu pula, barisan tersebut mulai berputar.
Sambil tertawa Seng Hong segara berkata:
"Rupanya kalian semua adalah jago-jago yang terlatih.! '
Pedangnya diputar kemudian maju sambil melancarkan
serangan. Tampak cahaya tajam berkilauan memenuhi seluruh
angkasa, kemudian terdengarlah suara gemerincing nyaring
suara beradunya senjata. Seng Hong memutar pedang
dengan suatu gerakan cepat, dalam waktu singkat ia sudah
melancarkan empat lima puluh buah serangan kilat.
Akan tetapi posisinya masih tetap berada ditempat
semula. Meskipun kepandaian silat yang dimiliki para
pekerja tersebut tidak terhitung lihay, namun pergeseran
barisan mereka kian lama kian bertambah cepat, manusia
disusul manusia, sambaran palu diikuti sambaran lain, maka
walaupun Seng Hong sudah melancarkan puluhan buah
tusukan namun tetap gagal untuk maju selangkahpun, dia
pun tak berhasil melukai seorang lawannya.
Dengan kening berkerut Cu Siau hong segera berkata:
''Seng Hong, mundur!"
Seng Hong menarik kembali pedangnya sambil
mengundurkan diri ke belakang.
"Kemudian pelan-pelan Cu Siau hong mencabut keluar
pedangnya sambil maju menyongsong", ujarnya dingin:
'Dengarkan baik baik, barisan kalian memang bagus,
namun tingkatan ilmu silat yang kalian miliki masih
termasuk keroco dan sama sekali tak ada artinya, aku tak
ingin membunuh kalian, paling baikjika kalian segera
menyingkir dari sini"
Sementara itu Li Wan sudah berdiri ditengah barisan,
dengan suara lantang dia berteriak:
"Semut yang berjumlah banyak saja bisa menggigit mati
seekor gajah, apalagi hanya dua orang manusia seperti
kau" Hmmm, sekalipun Kalian punya tiga kepala enam buah
lengan pun belum tentu bisa menerjang keluar dari barisan
ini" "Baiklah, membunuh sebelum dijelaskan merupakan
suatu tindakan yang rendah dan terkutuk, kini aku sudah
membicarakan persoalan tersebut dengan sebaik-baiknya,
bila kalian tetap enggan menyingkir, jangan salahkan kalau
pedangku tak mengenal ampun"
Tangan kanannya segera bergerak dan.. 'Weess!" ia
sudah melancarkan sebuah bacokan kilat.
Sedangkan Cu Siau hong sendiri juga tidak melanjutkan
serangannya setelah berhasil melukai empat orang dan
menyumbat gerakan dari ilmu barisan lawan.
Doa buah palu baja segera meluncur datang dari arah
samping dan "Traaangg...!" sudah menggetarkan pedang tersebut.
Dengan suara dingin Cu Siau hong segera berkata.
"Hmmm, tampaknya sebelum melihat peti mati kalian
tak akan melelehkan air mata"
Sementara ia berbicara, pedangnya sudah ditarik kembali
dan kemudian secara beruntun melancarkan dua belas buah
serangan berantai. Ke dua belas serangan itu dilancarkan sedemikian rupa
sehingga hampir mirip dengan sebuah serangan yang
dilancarkan bersamaan waktu.
Dipandang dari kejauhan sana yang terlihat hanya
bayangan cahaya yang berkilauan.
Empat orang pekerja roboh tergelepar di tanah dengan
lengan kanan sebatas pergelangannya putus jadi dua.
Rupanya barisan tersebut bergerak menurut peraturan
yang telah ditentukan, dengan terlukanya ke empat orang
tersebut, serta merta perputaran barisan itupun menjadi
terganggu. Seng Hong segera manfaatkan peluang ini dengan
sebaik-baiknya, sambil memutar pedang ia menyerbu ke
dalam arena. Diantara perputaran jurus pedangnya, dalam
waktu singkat lima orang sudah terluka oleh tusukan.
Kontan saja semua gerakan operasi bari-san mana
terbengkalai, tak selang berapa saat kemudian menjadi
hancur berantakan tak ada wujudnya lagi ....
Permainan pedang Seng Hong makin bertambah gencar
dan dahsyat, sekejap mata kemudian kembali ada belasan
orang terluka. Dari empat puluhan orang yang ikut
bertempur, sudah ada separuh bagian diantaranya yang
terluka. Dengan berlangsungnya pertempuran sengit ini, bukan
saja mereka berhasil melukai orang-orangnya, juga
memunahkan keberanian orang-orang tersebut untuk
melanjutkan pertarungan. Sisa jagoan yang masih hidup
dan selamat berbondong-bondong mengundurkan diri
kesamping. Hanya cukup mengandalkan pedang dari Seng Hong saja
begitu barisan musuh terhadang dia segera membantai para
pekerja tersebut dengan gampang dan leluasa, tak heran
kalau manusia bergelimpangan di mana-mana.
"Seng Hong, berhenti" tiba-tiba Cu Siau hong berbisik.
Seng Hong, segera menghentikan gerakannya dengan
melintangkan pedangnya didepan dada lalu maju kedepan
lebih dulu. Sementara Cu Siau hongtelah menyarungkan kembali
pedangnya semenjak tadi. Sedangkan puluhan orang pekerja tersebut meski masih
menggenggam senjata namun tiada seorang pun diantara
mereka yang berani maju untuk melakukan penghadangan.
Dengan cepatnya Cu Siau hong telah memasuki lembah
tersebut. Tampak belasan buah rumah gubuk dibangun secara
bersanding dikejauhan sana.
Dikedua belah sisinya dihimpit oleh dinding bukit, seadng
dibelakang sana merupakan sebuah hutan."
Diantara sekian banyak bangunan rumah ada empat lima
buah diantaranya yang berada dalam keadaan terbuka, dari
kejauhan sana dapat terlihat kalau isi rumah gubuk itu
adalah bongkahan batu. "Kongcu" Seng Hong segera berbisik, "di tempat ini
agaknya penuh dengan bongkahan batu" Cu Siau hong
hanya mengiakan, kemudian berjalan menuju ke arah salah
satu rumah gubuk itu. Ternyata isi ruangan mana selain
bongkahan batu, agaknya tidak terdapat barang lainnya.
Seng Hong memeriksa dengan seksama, kemudian
katanya. "Kongcu, isinya Cuma batu melulu."
"Seng Hong, seandainya gubuk ini benar-benar berisikan
batu semua, mungkinkah mereka rela mengucurkan darah
hanya bermaksud untuk mencegah kita masuk kemari?"
"Benar, tampaknya dibalik kesemuanya itu masih
terdapat persoalan lainnya."
"Mari kita periksa ruangan itu satu demi satu"
Mereka berdua segera memeriksa setiap rumah gubuk
itu dengan seksama, enam tujuh rumah sudah diperiksa
namun isinya melulu bongkahan batu belaka.
Diam-diam Cu Siau hong menghitung ternyata rumah
gubuk itu semuanya berjumlah dua belas buah, setiap
rumah mempunyai pintu dan jendela sendiri-sendiri.
Andaikata penggunaannya cuma untuk menyimpan batu
belaka, sesungguhnya tak perlu dibangun dengan cara
seperti ini. Seng Hong segera merasakan pula sesuatu yang
tak beres, oleh karenanya dia pun tidak banyak bertanya
lagi. Pintu dari kedelapan buah rumah gubuk itu semuanya
berada dalam keadaan tertutup rapat, ketika Seng Hong
mendorongnya ternyata selalu pintu itu berada dalam
keadaan terkunci, hal mana seketika itu juga membuat
semangatnya berkobar. Kali ini dia tidak mendorong pintu, melainkan jendela
yang berada disampingnya.
Ternyata jendela tersebut bisa dibuka dengan sangat
gampang. Seng Hong segera membungkukkan badan melompat
masuk ke dalam ruangan itu.
Dalam ruangan terdapat sebuah pembaringan, diatas
pembaringan berbaring sesosok tubuh manusia.
Agaknya orang itu tertidur sangat pulas sehingga
sewaktu Seng Hong membuka jendela dan melompat
masuk kedalam ruangan ternyata orang itu masih belum
merasakan apa-apa. Seng Hong sama sekali tidak menggubris orang itu, yang
diperhatikan hanya datangnya sergapan yang mungkin akan
menimpa dirinya, maka mula pertama dia membuka pintu
ruangan tersebut lebih dulu. Pelan-pelan Cu Siau hong
berjalan masuk ke dalam. Dia memandang sekejap sekeliling tempat itu,
dijumpainya selain sebuah pembaringan ditempat itu hanya
terdapat sebuah meja serta dua buah bangku bambu.
Setelah menghembuskan napas panjang, Cu Siau hong
baru berkata: "Sobat, sekarang kau sudah boleh bangun"'
Orang itu tetap tidak menjawab.
Sambil tertawa dingin Cu Siau hong berkata lagi.
"Seng Hong, cari semangkuk air dan guyurkan ke atas
kepalanya" Gentong air persis berada disamping ruangan.
Seng Hong segera mengambil gayung dan memenuhinya
dengan air, kemudian diguyurkan ke atas kepalanya.
Akan tetapi orang yang masih tertidur itu masih belum
juga berkutik dari posisi semula.
Orang itu benar-benar pandai mengusahi diri, atau
mungkin ketenangannya sudah mencapai apa yang dibilang
"meski bukit thay san ambruk di depan hidung, mata tak
akan berkejap". Biasanya hanya ada dua macam manusia yang memiliki
ketenangan seperti ini, yakni orang yang sudah lumpuh, dia
tak mampu bergerak lagi, atau dia sudah menjadi mayat.
Ternyata orang yang berada diatas pembaringan itu
sudah menjadi sesosok mayat.
Seng Hong mengangkat tubuh orang itu dan
memeriksanya dengan seksama, tampak wajah orang itu
pucat pias, tubuhnya sudah menjadi kaku, rupanya sudah
mati selama beberapa hari.
'Kongcu, dia hanya sesosok mayat' bisik Seng Hong
kemudian. "Dia tahu kalau dirinya sudah pasti mati, maka dia lari
kemari, menutup pintu, membaringkan diri dan menanti
ajalnya tiba!" "Aaaah, mustahil bisa begitu"
Sambil tertawa dingin Cu Siau hong berkata pula.
'Mari kita periksa ke rumah berikutnya?"
Rumah gubuk yang ke sembilan pun sudah berada dalam
keadaan tertutup rapat. Seng Hong tidak sangsi lagi, dia segera mengayunkan
kakinya melepaskan sebuah tendangan keras ke atas pintu.
"Blaaammm... pintu kayu itu segera tehajar hingga
terbuka lebar-lebar. Dalam ruangan itu terdapat sebuah pembaringan,
seseorang berbaring pula disana.
Seluruh badannya ditutup dengan selimut dengan muka
menghadap ke dalam, posisi tidurnya persis seperti posisi
yang dijumpai dalam rumah gubuk pertama.
"Hmmm, lagi-lagi sesosok mayat" dengus Seng Hong.
Seraya berkata dia siap mencengkeram tubuh mayat
tersebut. "Seng Hong, hati-hati!" Cu Siau hong segera mencegah
dengan suara lirih. Seng Hong segera menarik kembali tangannya, lalu
dengan menggunakan pedang yang diloloskan dari
sarungnya dia membalik tubuh mayat tersebut ....
Ternyata mayat itu adalah mayat Sik Jit, ia benar-benar
sudah menemui ajalnya. Diatas dadanya tertera pula selembar kertas yang
bertulisan beberapa huruf dari darah! "Mampus untuk
penghianat!" Terkesiap hati Cu Siau hong setelah menyaksikan
kejadian ini, diam-diarn pikirnya:
"jangan-jangan orang yang berada dalam ke tiga rumah
gubuk lainnya adalah Lik Hoo, Ui Bwee serta serta Ang Bo
tan yang telah mereka bunuh?"
Berpikir sampai disini, buru-buru dia berseru:
'Seng Hong, cepat kita periksa rumah gubuk berikutnya"
Dalam rumah gubuk yang ke sepuluh pun terdapat
sebuah pembaringan, hanya saja tiada orang yang
berbaring, orang yang berada disitu berada dalam keadaan
duduk bersila diatas pembaringan. Lagipula orang itu adalah
seorang perempuan.. Orang itu mengenakan pakaian pengantin berwarba
merah menyala dengan rambut di hias mutiara, zamrud
serta kemala hijau, dandanannya seperti seorang pengantin
perempuan. Tapi justru diatas kepelannya mengenakan selembar kain
putih, kain putih itu terjurai menutupi wajahnya. Pakaian
berwarna merah menyala dengan selembar kain putih,
suatu perpaduan warna yang nampak amat kontras.
Dengan perasaan terkesiap Cu Siau bong segera berseru:
'Seng Hong, lepaskan kain putih yang menutupi wajahnya"
Seng Hong mengiakan sambil menggerakkan pedangnya
mencongkel kain putih yang menutupi wajah perempuan
tersebut. Begitu kain putih itu terlepas, terlihatlah wajah
perempuan itu berada pada posisi tertunduk rendah-rendah,
sedemikian rendahnya sehingga sulit untuk melihat jelas
raut wajahnya. Akan tetapi bisa disimpulkan wajah itu pucat pias seperti


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mayat, seperti orang yang sudah mati lama. Dengan
perasaan terkejut Cu Siau hong berseru:
"Seng Hong, perhatikan dengan seksama dia sudah mati
ataukah masih hidup?"
Dengan sangat berhati-hati sekali Seng Hong
menggerakkan pedangnya sejajar dengan dada hingga
mencapai bawah dagu perempuan itu, kemudian dengan
sekali menyontek dia mengangkat wajah perempuan
tersebut dengan menggunakan pedangnya.
Ternyata perempuan itu berwajah pucat pasi dengan
sepasang mata terpejam rapat-rapat. Sambil
menghembuskan napas panjang, Seng Hong segera
berkata. "Kongcu, mungkin orang ini sudah mati"
"Seng Hong, menurut pendapatmu, miripkah dia dengan
Lik Hoo?" "Nona Lik Hoo?" Seng Hong nampak agak tertegun.
"Maksudku salah satu diantara ke tiga orang itu'.
'Barusan hamba tidak melihat terlalu jelas, biar kuperiksa
lagi dengan seksama"
Kembali dia menggerakkan tangannya untuk
mengangkat dagu perempuan berbaju erah itu.
Tanpa mengeluarkan sedikit suarapun mendadak
perempuan berbaju merah itu mengayunkan sepasang
tangannya ke depan. "Criiing. . . criiing. . ." dua kali desingan tajam
menyambar lewat, Seng Hong dan Cu Siau hong bersamasama
menjerit tertahan. Gadis berbaju merah itu sudah turun tangan secara tibatiba
dengan kecepatan yang luar biasa sekali. Yang
dilepaskan adalah jarum beracun yang amat lembut sekali,
sambile memegang pernt sendiri Cu Siau hong segera
berjongkok. Seng Hong yang berada lebih dekat, lebih-lebih tak
sanggup menghindarkan diri.
Dengan suatu gerakan cepat gadis berbaju merah itu
melepaskan sebuah totokan ke atas jalan darah Seng Hong,
sementara kakinya menghajarjalan darah ditubuh Cu Siau
hong. Begitu kedua orang lawannya roboh, perempuan itu
melompat bangun dari atas pembaringan sambil tertawa
terkekeh-kekeh. `Haaaahhh .... hasaaahhhh haaahnh.. kalian dua orang
manusia licik juga ingin minum air bekas cuci kaki lonio?"
Sambil bertepuk tangan dia segera berseru:
'Kalian keluar semua!"
Dari balik tumpukan jerami dibawah wuwungan rumah
segera melompat turun dua orang dayang. Sementara itu si
perempuan berbaju merah itu sudah melepaskan baju
merahnya sehingga kelihatan pakaian ringkasnya berwarna
hijau, terdengar ia berkata sambil tertawa:
'Cun Hoa, Ciu Gwat, bekuk kedua orang itu"
Dengan cepat kedua orang dayang itu mengambil tali
yang telah dipersiapkan dan mengikat kedua orang itu
kencang-kencang. Sedangkan perempuan tadi telah menyeka pupur putih
yang menempel di atas wajahnya yang cantik jelita.
Sambil memandang ke Cu Siau hong, perempuan itu
berkata kemudian sambil tertawa. "Anak muda, jadi kaulah
cengcu dari perkampungan Ing gwat san ceng. . . ?"
"Benar, akulah orangnya, dan nona adalah.. ."
"Aku mah. . . mau sebut aku sebagai Siang hujin juga
boleh, sebut aku sebagai nona Pat juga tak mengapa,
terserah kemauan kalian mau memanggil dengan sebutan
apa saja boleh!" "Siang hujin" Kalau begitu kau adalah nyonya rumah dari
perkampungan Pek hoa ceng" Siang hujin segera tertawa.
"Aku dengar kalian telah membunuh suamiku?"
tegurnya. "Kami tidak membunuhnya, tapi hujin lah yang telah
meninggalkan obat beracun baginya" "Jadi ia telah menelan
obra beracun tersebut?"
"Mungkin perintah dari hujin kelewat keras dan
mengerikan sehingga mau tak mau terpaksa dia harus
menelan obat beracun tersebut"
Kembali Siang hujin tertawa.
"Yaa, bagaimanapun juga dia memang tidak terlalu
memalukan, tak sia-sia kulayaninya selama beberapa
tahun." "Padahal dia tak lebih Cuma seorang boneka, sedang
pemimpin yang sebenarnya dalam menghadapi masalah
adalah tetap hujin sendiri."
"Betul, Cuma sayang terlalu lambat kalian memahami
akan persoalan ini. . ."
"Hujin sengaja mengaturjebakan pada dua rumah gubuk
yang pertama sehingga membuat kami teledor dalam
penjagaan, tindakanmu itu boleh dibilang benar-benar
sangat lihay." "Aaah, terlalu memuji, terlalu memuji, itu mah cuma
sebuah siasat kecil belaka, tidak termasuk kelewat jelek
bukan ?" "Hujin, aku masih mempunyai beberapa persoalan yang
tidak begitu kupahami, harap kau sudi memberi petunjuk"
"Mana, mana, memandang diatas wajahmu yang tampan
dan sikapmu yang gagah, silahkan saja bertanya!"
"Sudah berapa tahun hujin memimpin perkampungan
Pek hoa san ceng ini. . . ?" "Tidak terlalu lama, Cuma
kurang lebih lima tahun lamanya!"
"Aku rasa perkampungan Pek hoa sanceng ini tentunya
bukan sebuah organisasi yang berdiri sendiri bukan?"
Siang hujin segera tertawa.
"Oooh Cu kongcu yang ganteng dan gagah, sekalipun
aku menaruh perasaan iba kepadamu sayang sekali aku pun
tak dapat mengambil keputusan sendiri, tak mungkin
kubawa kau meninggalkan tempat ini dalam keadaan hidup,
aku hendak membunuhmu, membawa mayatmu
meninggalkan tempat ini, kau segera akan mati, buat apa
sih kau masih ingin mengetahui persoalan-persoalan
macam begitu?" "Justru karena aku bakal mati, maka aku berharap aku
bisa mati dengan mata meram."
"Cu kongcu, apakah kau tak dapat mengajukan
permintaan yang lain saja. . . ?" tanya Siang hujin tertawa.
"Yang lain?" "Betul! Misalnya saja kau ingin makan apa, atau ingin
mencicipi apa. .. ?"
"Aku mah. . ." Sepasang matanya segera menatap wajah Siang hujin
lekat-lekat. Dibalik sinar matanya itu tiba-tiba memancar
keluar suatu luapan cinta yang sukar dilukiskan dengan
kata-kata. Tiba-tiba Siang hujin mengulapkan tangannya sambil
berkata. "Cun Hoa, Ciu Gwat, gotong keluar orang itu dari sini"
"Yang kumaksudkan adalah Seng Hong".
Cun hoa segera membungkukkan badan dan
menggotong Seng Hong lalu berlalu dari sana. Ciu Gwat
berjalan dibelakangnya, setelah keluar dari ruangan ia
sekalian merapatkan pintu kamar tersebut.
Selesai membereskan rambutnya yang kusut, Siang hujin
memperlihatkan suatu daya yang menantang dan
meranngsang, katanya: "Cu kongcu, kini dalam ruangan ini tinggal kita berdua,
apa yang kau inginkan sekarang boleh kau utarakan secara
blak-blakan". "Sekalipun kuutarakan, apa pula yang bisa kulakukan?"
Sambil menggerakkan tangannya yang putih dan halus,
Siang hujin membopong tubuh Cu Siau hong dengan lembut
dan penuh kasih sayang, kemudian dibaringkan diatas
pembaringan, ujarnya sambil tertawa:
"Dimanakah jarum beracun itu melukai mu" Perlukah
kucabutkan keluar ...."
"Seandainya jarum itu beracun, kendatipun jarum
beracunnya telah dicabut keluar toh tak urung aku bakal
mati juga karena keracunan"
Siang hujin segera tersenyum.
"Setiap obat beracun yang ada didunia ini, pasti ada pula
obat penawarnya" 'Hujin memiliki obat penawar" Kalau begitu cepat berikan
sebutir untukku" "Tenaga dalammu cukup sempurna, tak kusangka sudah
terhajar jarum beracun, kau masih dapat berbicara
sebanyak ini" "Bila aku membungkam terus, secara diam-diam aku
bisa menghimpun tenaga dalamku untuk menahan daya
kerja racun itu, tapi sekarang aku sudah berbicara sangat
banyak, mungkin sari racunnya telah menyebar luas sampai
di seluruh bagian tubuh"
'Untung aku memiliki obat penawar racun itu" seru Siang
hujin lagi pelahan. "Sayangnya. meski racun itu sudah
dipunahkan, aku toh tetap akan mampus juga"
Tiba-tiba Siang hujin menundukkan kepalanya dan
menciumi pipi Cu Siau hong beberapa kali, kemudian
bisiknya: "Lelaki yang menggemaskan, aku mulai merasa takut"
"Apa yang kau takuti?"
"bila kulepaskan tali yang membelenggu tubuhmu,
memunahkan racun yang mengeram dalam tubuhmu,
akibat macam apakah yang akan menimpa diriku!"
"Sampai akhirnya toh kau tetap hendak membunuhku,
membawa jenasahku meninggalkan tempat ini"
"Melepaskan kau berarti selamanya aku akan kehilangan
kesempatan untuk membekukmu lagi"
Napsu birahi yang semula sudah membakar hati dan
wajahnya, lambat laun menjadi luntur kembali,
bagaimanapun juga nyawa memang jauh lebih penting
daripada kobaran napsu. Mendadak Cu Siau hong merentangkan sepasang
lengannya, tali temali yang semula membelenggu seluruh
badannya segera putus semua menjadi beberapa bagiab
menyusul kemudian tangan kanannya menyambar kemuka
dan mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan
Siang hujin. Dengan wajah tertegun Siang hujin segera berseru:
"Kau, kau tidak terkena jarum beracun itu"'
'Seandainya aku terkena jarum beracun, bagaimana
mungkin masih bisa berbicara begitu banyak?"
"Kalau begitu jalan darahmupun tidak tertotok?"
"Sayang kau telah memberi waktu yang terlalu banyak
kepadaku, sehingga memberi kesempatan yang cukup
bagiku untuk mengerahkan tenaga dalam dan
membebaskan diri dari pengaruh totokan"
'Aaaaai, tahu begini sejak tadi kuhadiahkan sebuah
bacokan untuk membunuhmu"
''Sayang sekali kau telah melewatkan kesempatan yang
sangat baik itu dengan begitu saja"
"Kau .... kau adalah manusia terkutuk yang pandainya
cuma menipu perasaan perempuan ....."
"Jangan kelewat tak tahu diri nyonya, jangan lupa,
akupun dapat membunuh orang" tukas Cu Siau hong dingin.
Seraya berkata, ke lima jari tangannya mencengkeram
semakin keras hingga seketika itu juga Siang hujin
merasakan tulang pada tangan kanannya sakit sekali
bagaikan retak, terpaksa dia harus menutup mulutnya
rapat-rapat. "Nyonya, jawablah beberapa pertanyaanku berikut ini,
aku akan mengampuni selembar jiwamu" ujar pemuda itu
lagi. "Tidak banyak yang kuketahui, apa yang kau tanyakan
belum tentu bisa kujawab semuanya"
"Kalau begitu, berapa banyak yang kau ketahui, jawablah
berapa banyak pula" "Bila kuberitahukan hal-hal tersebut kepadamu,
keuntungan apakah yang dapat kuraih"'
''Aku akan mengampuni selembar jiwamu, asal kau
bersedia untuk menjawab dengan sejujurnya maka
kuampuni jiwamu, aku toh melepaskan pula Sik Jit" Hal ini
membuktikan kalau janjiku bisa dipertanggung jawabkan"
"Aku percaya dengan janjimu itu, tapi aku masih
menginginkan pula jaminan lain" 'Jaminan seperti apa"'
'Coba kau terangkan kepadaku, apa yang kau atur
tentang diriku ini ?"
'Melepaskan kau, agar kau bisa pergi kemanapun kau
ingin pergi secara bebas dan merdeka"
"Tidak! Aku harus mengajukan pula syarat lain dan kau
harus mengabulkannya, bagaimana"'' "Baik, aku setuju"
"Jangan menyetujui kelewat cepat, kau harus tahu
syaratku ini sukar untuk dilaksanakan'
"Maksudmu?" "Aku minta kepadamu untuk menemani aku, kemudian
akan kuberitahukan kepadamu semua rahasia yang
kuketahui, sedang masalah bagaimanakah kau akan
mengatur diriku tak akan kupersoalkan kelewat serius"
Tentu saja Cu Siau hong memahami apa yang
dimaksudkan, ia jadi tertegun dan tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun.
Setelah termenung berapa saat, akhirnya dia berkata
lagi. "Bukankah aku sedang menemani hujin sekarang?"
"Aku tak ingin ditemani seperti ini"
"Lantas, aku harus menemanimu dalam cara yang
bagaimana?" meski sudah tahu Cu Siau hong masih purapura
bertanya. "Aku lihat wajahmu mencerminkan kecerdasan yang luar
biasa, masa kau benar-benar tidak memahami maksudku"
0ooh...rupanya sudah pura-pura bertanya, tujuannya hanya
ingin membuat aku malu bukan" Padahal kalau toh aku
berani berbicara, mengapa tidak berani membicarakannya
secara jelas.. ?" "Tapi aku benar-benar tidak jelas"
"Kulit dan kulit saling bergesek, ucapan ini pasti kau


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pahami bukan?" "Yaa, aku mengerti"
"Kalau sudah mengerti, hal ini jauh lebih baik lagi"
Pelan-pelan Cu Siau hong bangkit berdiri, lalu ujarnya
sambil tertawa pelan: "Nyonya, permintaanmu itu kelewat batas'
'Inginkah kau tahu rahasia dibalik organisasi kami ini?"
'Banyakkah yang kau ketahui?"
Siang hujin tertawa. "Usiaku tidak terhitung kelewat tua, tapi pengalamanku
berkecimpung dalam organisasi ini tidak terhitung sedikit,
tak ada salahnya kalau kuungkapkan, juga kedudukanku
dimasa lalu, setelah tahu nanti pasti dalam hati kecilmu
punya perhitungan sendiri."
"HARAP HUJIN suka memberi petunjuk"
"Otak yang memimpin organisasi rahasia kami ini
mempunyai dua orang istri dan aku adalah dayang
kepercayaan dari istri kedua, coba kau bayangkan berapa
banyak rahasia yang kuketahui"
"Ooooh, rupanya begitu'
"Dari seorang dayang kepercayaan, kedudukanku naik
terus hingga menjadi seorang pemimpin yang mengatur
suatu bidang, menurut pendapatmu apakah aku amat
disayang olehnya ?" "Kalau begitu, rahasia yang kau ketahui pasti banyak
sekali"'' "Tidak terhitung banyaknya, tapi lima enam bagian mah
tentu ada' "Hujin, kau bukan lagi membohongi aku bukan?"
"Tidak, buat apa kubohongi dirimu" Padahal kalau
berbicara sampai ke soal hubungan akrab antara lelaki dan
perempuan, akhirnya toh yang rugi tetap kami kaum
wanita.. ." "Waaah, kalau soal itu mah mesti dilihat dulu perempuan
macam apakah dia ini" sela Cu Siau hong sambil tertawa.
"Cu Siau hong, jangan terlampau memandang rendah
diriku, meskipun aku bukan gadis perawan atau seorang
perempuan alim, akan tetapi akupun bukan seorang
perempuan sembarangan."
"Paling tidak, nyonya bukanlah seorang perempuan yang
setia kepada lelakimu sejak awal sampai akhir" Tiba-tiba air
mata bercucuran dengan derasnya membasahi wajah Siang
hujin, pelan-pelan ujarnya.
'Aku memang bukan perempuan macam begitu, ketika
aku berusia enam belas tahun kesucian tubuhku telah
dinodai oleh majikanku, kemudian akupun diminta
memimpin perkampungan Pek hoa san ceng, Siang cengcu
yang telah kalian jumpai tadi tak lain adalah suamiku, entah
bagaimanapun juga dia tetap adalah suamiku, aku harus
melayani setiap keinginannya dan dia adalah lelaki kedua
yang pernah memasuki lembaran sejarah hidupku"
"Apakah lelaki itu adalah pilihanmu sendiri?"
Siang hujin menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Bukan" sahutnya, "lelaki yang pertama memperkosa
diriku, lelaki kedua pilihan majikanku, begitulah aku hidup
selama banyak tahun dalam suasana yang tidak begitu
menyenangkan Cu Siau hong, belum pernah kudapatkan
lelaki yang kusukai sendiri."
"Anggota yang bergabung dalam organisasimu amat
banyak, hujin toh sebagai seorang pemimpin di dalam
perkampungan ini, mengapa tidak mencari beberapa orang
lelaki yang kau sukai untuk menghibur dirimu?"
Siang hujin segera tertawa getir.
"Mungkin pandangan mataku kelewat tinggi, mungkin
juga aku menaruh suatu perasaan benci yang tidak
kupahami sebabnya terhadap setiap lelaki yang kujumpai,
oleh sebab itu aku tak pernah tertarik kepada mereka, tapi
anehnya setelah bertemu dengan kau, aku...."
"Hujin, mungkinkah bagi kita berdua untuk berbincangbincang
dengan bertukar syarat lain.... ?"
"Tidak bisa" "Mengapa?" "Entah persoalan apapun yang kuberitahu kan
kepadamu, asal ku utarakan sepatah kata saja, niscaya
jiwaku tak akan selamat"
"Bila kau enggan mengungkap rahasia tersebut, aku pun
akan membunuh pula dirimu"
"Itulah dia, aku toh akhirnya harus mati juga, maka
sebelum ajal merenggut nyawaku, aku ingin seorang lelaki
yang kusukai sendiri untuk menamani diriku, permintaan
semacam ini tidak bisa dibilang kelewat batas bukan.?"
Cu Siau hongjadi tertegun.
"Yaa, permintaan semacam ini memang tidak bisa
dianggap sebagai suatu permintaan yang kelewat batas,
bila seseorang bersedia mengorbankan selembar jiwanya
hanya ditukar untuk bersenang-senang semalam, rasanya
pengorbanan semacam ini terhitung masih pengorbanan
yang amat tinggi." Untuk beberapa saat lamanya Cu Siau hong tetap
termenung dan membungkam dalam seribu bahasa.
"Cu kongcu" kembali Siang hujin berkata, "kau boleh
membunuh aku, akupun dapat menghabisi nyawaku sendiri
setiap saat karena itu bila kau ingin mempergunakan cara
yang keji untuk memaksaku mengungkapkan sesuatu,
maka hal mana benar-benar merupakan suatu perbuatan
yang sulit untuk terlaksana."
"Hujin, aku ingin mengetahui dahulu untung ruginya,
bagi pandanganmu hal mana merupakan semacam
permohonan, tapi berbicara bagi pandanganku maka hal
tersebut adalah suatu pengorbanan, oleh karena itu aku
ingin tahu lebih dahulu apa imbalannya."
Siang hujin termenung lagi beberapa saat kemudian baru
berkata. "Ban Cicu, Pena Wasiat, kedua hal tersebut merupakan
dua rahasia besar dalam dunia persilatan, imbalan tersebut
cukup besar bukan?" Cu Siau hong segera merasakan hatinya bergetar keras,
serunya tanpa terasa: "Apakah organisasi kalian ini mempunyai hubungan
dengan kedua orang tokoh sakti tersebut?"
"Besar sekali sangkut pautnya, bahkan dalam dunia
persilatan dewasa ini tidak banyak orang yang mengetahui
akan rahasia tersebut"
"Dan kau tahu?"
"Tahu sedikit, meski bukan keseluruhannya, tapi bagimu
hal mana sudah lebih dari cukup'
"Tampaknya aku dibikin tertarik oleh ucapanmu itu"
"Bila kuberitahukan rahasia tersebut kepadamu, walau
hanya sedikit saja, maka dalam dunia yang begitu lebar
sudah tiada tempat lagi bagiku untuk berpijak, sebelum ajal
mengakhiri kehidupanku di dunia ini, aku hanya ingin
berada bersama lelaki yang kusukai sendiri dan merasakan
suatu kegembiraan yang luar biasa"
Seketika itu juga Cu Siau hong terjerumus kedalam
suasana kalut. bimbang dan gugup. Dia tak tahu bagaimana
harus mengatasi persoalan itu, dia pun tak tahu apakah
permintaan perempuan itu harus dipenuhi.
Siang hujin tidak mendesak lebih jauh, dia cuma
memperhatikan Cu Siau gong dengan tenang, diantara
kerlipan matanya yang penuh pancaran sinar cinta,
wajahnya mencerminkan suatu permohonan yang sangat.
Cu Siau hong menghembuskan napas panjang, kemudian
ujarnya: 'Hujin, seandainya kukabulkan permintaanmu itu,
bagamana caranya untuk mendengarkan rahasia yang kau
utarakan itu?" 'Disaat kulit bergesek dengan kulit, tubuh saling
menempel dan kita saling berpelukan, disaat itulan dengan
suara yang lembut akan kuungkapkan semua rahasia
tersebut" "Akan dilangsungkan disini?"
"Kau takut?" "Diluar kamar terdapai dua orang dayang serta seorang
pembantuku yang terluka, sedang diluar situ masih terdapat
pekerja-pekerja anak buahmu, dalam keadaan dan suasana
seperti ini, aku benar-benar tak bisa mengalihkan
perhatianku untuk bermesraan dengan kau'
Kemudian setelah menepuk bebas jalan darah Siang
hujin yang tertotok, dia melanjutkan:
"Hujin, aku lihat barter kita ini lebih baik di tunda dulu
pelaksanaannya untuk sementara waktu. . ."
"Ditunda dulu" Bagaimana cara penundaan itu. . . ?"
tanya Siang hujin sambil bangkit dan duduk.
"Tak ada salahnya kalau hujin mengikuti aku lebih dulu
pergi meninggalkan tempat ini, bila orang-orang dari
organisasi masih berniat untuk membunuhmu maka mereka
harus menghadapi aku dan anak buahku lebih dulu."
"Oooh, kau hendak mencari suatu tempat yang sepi dan
terpencil, kemudian baru. . ."
"Benar!" tukas Cu Siau hong, "untuk melakukan adegan
mesra seperti itu, kita tak boleh berbuat secara semberono,
paling tidak suasana disekitar tempat itu harus sepi dan
nyaman, kita harus bermesraan dulu seblum melanjutkan
ke adegan ranjang.. ."
"Berapa waktu yang kau butuhkan?" tanya Siang hujin
kemudian sambil mengerdipkan matanya.
"Sulit untuk dibicarakan, mungkin tiga sampai lima bulan
lagi, mungkin juga sepuluh sampai setengah bulan
kemudian. ." "Bagaimana kalau kita memberi batas waktu sampai
setengah bulan kemudian. . ." sela Siang hujin.
"Baik, kita tetapkan demikian"
Siang hujin segera tersenyum.
"Cu kongcu, sebelumnya akupun harus menerangkan
lebih dahulu, sebelum adegan ranjang kita laksanakan,
maka rahasia itupun tak akan kuungkapkan kepadamu."
Cu Siau hong manggut-manggut.
"Didalam lima belas hari ini, kau harus baik-baik
melindungi keselamatan jiwaku" ujar Siang hujin lagi,
"mereka tahu kalau aku menguasai banyak sekali rahasia
organisasi rahasia itu, maka dengan segala daya upaya
mereka pasti akan membinasakan diriku, seandainya aku
sampai mati maka selama hidup jangan harap kau bisa
menemukan orang yang mengetahui begitu banyak rahasia
seperti aku ini." "Aku mengerti."
"Kau benar-benar mempercayai aku?" tiba-tiba Siang
hujin berbisik. "Aku percaya apa yang hujin katakan adalah
kenyataan semua" Siang hujin segera menghela napas
panjang. "Aaai.. sewaktu aku masih menjadi dayang dulu, namaku
adalah Siau hong, selanjutnya harap kau jangan menyebut
aku sebagai Siang hujin lagi."
"Nona Siau hong"
Siau hong tersenyum. "Segera akan kubuktikan kepercayaanku kepadamu!"
katanya. "Baik, akan kubuktikan dengan mata kepalaku sendiri"
Setelah membetulkan rambutnya yang kusut, Siau hong
berseru dengan suara lantang: "Cun hoa, Cun gwat, dimana
kalian?" Dua orang dayang itu mengiakan dan bergegas
melangkah masuk kedalam ruangan.
"Bagaimana dengan keadaan luka bocah keparat itu"`
Siau hong segera menegur.
'Racun yang mengeram di dalam tubuhnya mulai
kambuh, ia berada dalam keadaan tak sadarkan diri".
"Bopong dia masuk"
Cun gwat mengiakan dan masuk sambil membopong
Seng Hong. "Baringkan dia keatas pembaringan" perintah Siau hong
lagi, "kemari, ada persoalan yang hendak kuberitahukan
kepadamu" Cun hoa dan Cun gwat saling berpandangan sekejap,
kemudian dengan wajah keheranan dan tidak habis
mengerti mereka menghampiri Siau hong,
"Cu kongcu ini tidak gampang untuk dihadapi.. ."
Makin berbicara suaranya semakin rendah, mau tak mau
kedua orang dayang itu harus mengulurkan kepalanya
untuk mendengarkan. Mendadak Siau hong mengayunkan sepasang telapak
tangannya bersama-sama menghantam punggung kedua
orang dayang itu. Agaknya ia sudah membuat persiapan semenjak tadi,
dalam keadaan tak menduga, kedua orang dayang itu
terhajar telak hingga nadinya putus seketika, setelah
muntah darah mereka lanatas roboh dan binasa.
Diam-diam Cu Siau hong menghela napas panjang,
pikirnya kemudian. "Budak ini betul-betul berhati kejam, bagaimanapun juga
kedua orang perempuan itu adalah dayangnya, tapi
nyatanya dia begitu tega untuk melancarkan serangan yang
amat keji kepadanya."
Sementara itu sudah berkata sambil tertawa getir.
"Walaupun dua orang budak itu merupakan dayangku,
namun dalam kenyataan mereka adalah mata-mata yang
ditugaskan mengawasi semua gerak gerikku, daripada
rahasiaku terbongkar, terpaksa aku harus melenyapkan
mereka dari muka bumi"
Cu Siau hong tidak berkata apa-apa, dia hanya
mengangguk belaka. Setelah itu, Siau hong mengeluarkan selembar besi
semberani untuk menghisap keluar jarum beracun di tubuh
Seng Hong, kemudian ia menjejalkan sebutir pil ke mulut
bocah itu dan membebaskan jalan darahnya yang tertotok..
. Obar penawar itu benar-benar amat manjur,
kasiatnyapun hebat, tak lama kemudian Seng Hong sudah
dapat melompat bangun dan duduk.
Sambil tertawa Siau hong berkata:


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"saucara cilik, bagaimana perasaanmu sekarang?"
Seng Hong menatap wajah Siau hong lekat-lekat,
kemudian menjawab dengan dingin. "Mengapa kau
menolong aku?" "Karena dia" sahut Siau hong sambil menuding ke arah
Cu Siau hong. Seng Hong memandang sekejap mayat Cun Hoa dan Ciu
Gwat yang tergelepar di tanah, kemudian memandang pula
ke arah Cu Siau hong. Melihat sikap anak buahnya itu Cu Siau hong segera
mengangguk. Pelan-pelan Seng Hong melompat turun dari atas
pembaringan, kemudian menarik napas panjang-panjang.
Sambil mengangguk Siau hong berkata.
"Jarum beracunnya sudah dicabut keluar, sari racunpun
telah tawar, asal kau duduk bersemedi beberapa saat,
niscaya kesehatan badanmu akan pulih kembali seperti
sedia kala." "Terima kasih hujin"
"Nona Siau hong, aku rasa anak buah yang kau bawa
bukan Cuma dua orang dayang ini saja bukan?" kata Cu
Siau hong kemudian. "Aku datang dengan membawa banyak orang, kini yang
lain masih berada di dalam gua dinding bukit sebelah
belakang sana." "Berapa orang yang berada di situ?"
"Sembilan belas orang"
"Lelaki atau perempuan"
"Ada lelaki ada pula yang perempuan"
"Apakah mereka semua adalah orang-orang penting
didalam organisasi rahasia tersebut?" Siau hong segera
menggeleng. "Mereka cuma tahu perkampungan Pek hoa san ceng,
hanya tahu aku seorang dan Siang cengcu yang selalu
tampilkan diri di muka umum. Kecuali orang-orang ini, apa
yang mereka ketahui sangat terbatas, mungkin mereka
dapat merasakan kalau di atas kami masih ada orang yang
memberi perintah, tapi mereka tak akan tahu latar belakang
dari organisasi tersebut, Kelihayan dari organisasi tersebut
terletak pada rahasianya seluk beluk mereka, kendatipun kau berhasil
mengobrak-abrik sepuluh cabang mereka, belum tentu
dapat mengetahui rahasia yang selengkapnya'
Ia memegang rahasia amat ketat, kedengarannya ia
seperti mengungkapkan banyak persoalan, tapi kalau
dipikirkan lagi dengan seksama maka apa pun seperti tak
didapatkan. Cu Siau hong termenung sambil berpikir sebentar,
kemudian ujarnya sambil tertawa: "Kalau begitu nona Siau
hong adalah terkecuali".'
"Boleh dibilang begitu" Siau hong tertawa. "sebab asal
usulku jauh berbeda!' "Padahal, organisasi ini bukannya sama sekali tidak
meninggalkan jejak untuk ditelusuri".
"Ooooh, apa yang berhasil kau temukan"'''
"Kutemukan kalau organisasi kalian itu, ada
hubungannya dengan soal bebungaan..." Siau hong
termenung sambil berpikir, lalu sahutnya tertawa.
"Betul, Kau bisa berpikir sampai ke situ, hal mana
menunjukkan kalau kau memang hebat."
Asal titik terang ini sudah kudapatkan, berarti hal-hal
yang lain dapat kutelusuri secara pelan-pelan, mula-mula
akan kucari dulu tempat-tempat yang ada hubungannya
dengan soal bunga, kemudian menyelidiki orang-orang yang
masuk keluar disitu, dengan dasar ini aku rasa tidak sulit
untuk menemukan apakah mereka punya hubungan dengan
dunia persilatan atau tidak.'
"Cu kongcu, caramu itu memang bagus, Cuma mereka
pun bisa berubah dengan cepat, dalam semalaman saja
kemungkinan besar mereka sudah mengganti seluruh nama
yang berhubungan dengan soal bunga itu dengan nama
sebutan lain." "Kendatipun bisa dirubah, tokoh mereka tak bisa
merubahnya sehingga sama sekali tidak meninggalkan
bekas apapun, asal aku bersedia melakukan penyelidikan,
tak mungkin rahasia tersebut tak berhasil kutemukan."
"Waah, soal itu mah sulit sekali, asal mereka sudah
merasakan akan hal itu, besar kemungkinan seluruh
kekuatannya akan disimpan secara ketat, hal mana berarti
akan menyulitkan kalian untuk menemukannya."
"Itulah sebabnya, paling baik kalau hal ini kami peroleh
dari mulut nona Siau hong!"
"Sekalipun kalian melakukan penyelidikan selama dua
puluh tahun, belum tentu akan mendapatkan hasil
penyelidikan sebanyak apa yang kuketahui, apalagi pada
hakekatnya untuk melakukan penyelidikan selama dua
puluh tahun" "Mengapa?" "Sebab menurut perkembangan yang ada sekarang, tak
sampai sepuluh tahun, seluruh dunia persilatan sudah akan
berada dibawah kekuasaan mereka, waktu itu masih ada
banyak lagi umat persilatan yang tak akan menyadari
bawah gerak gerik mereka sudah tidak leluasa lagi."
"aah, masa sedemikian hebatnya?"
"Baiklah, kuberikan sebuah perumpamaan saja,
organisasi ini ibaratnya sebuah mata rantai, mata rantai
yang satu berhubungan dengan mata rantai berikutnya,
mata rantai yang bawah hanya mengetahui mata rantai
diatasnya, sedangkan yang lain tak akan diketahui
olehnya." Cu Siau hong segera tertawa.
"Kalau begitu organisasi tersebut seperti ujung dari mata
rantai itu, bila ujungnya digerakkan maka seluruh rantai
tersebut akan turut bergoncang keras"
"Tidak betul, dia adalah sebuah tangan, bahkan dalam
tangannya memegang sebuah kaitan, kaitan itulah yang
akan menggerak kan mata rantai tersebut. . ."
"Waah, kalau begitu jejaknya amat sulit untuk
ditemukan." "Benar! Sekalipun berhasil menemukan mata rantai
tersebut dan melakukan penyelidikan satu demi satu terus
naik ke atas, namun dia pun dapat menggerakkan kaitan di
tangannya untuk mengait mata rantai yang paling belakang
untuk disambung dengan mata rantai terdepan, sehingga
dikala kau berhasil menyelidiki sampai tingkat terakhir,
akan kau temukan bahwa mata rantai tersebut
sesungguhnya adalah sebuah lingkaran setan yang tak ada
habis-habisnya." Cu Siau hong segera manggut-manggut "Kalau begitu
kaitan itulah yang harus ditemukan" serunya.
"Tak mungkin, bilamana perlu, diapun bisa membuang
kaitan mana dan seandainya sampai begini, apa yang dapat
kau temukan?" "Wah sungguh hebat"
"Yang paling penting adalah tangan tersebut, tangan
yang memegang kaitan dan aku adalah orang yang berasal
dari balik telapak tangan tersebut."
"Yaa, memang tidak banyak, kendatipun aku bukan satusatunya
orang yang mengetahui begitu banyak persoalan,
namun orang seperti aku tidak akan melebihi dari tiga
orang" 'Ooooh. . ." "Coba bayangkan sendiri, apakah mereka bertekad akan
membunuh manusia semacam aku?" Terpaksa Cu Siau hong
harus mengangguk membenarkan.
"Oleh sebab itu, sekalipun kau telah mengerahkan
segenap kekuatan yang dimilikinya untuk melindungi
nyawaku, hal inipun bukan sesuatu yang gampang" Siau
hong menambahkan. Berbicara dari sudut pandangan lain, setelah kami
mempunyai umpan yang demikian baiknya seperti nona,
sang ikan baru akan datang untuk menyamber umpan
tersebut. Kelawat menyerempet bahaya, menurut apa yang
kuketahui, disaat mereka hendak membunuh seseorang,
selamanya tak pernah ada yang gagal atau tak mampu
untuk dilaksanakan."
"Mereka pun ingin membunuhku, bahkan telah berbagai
macam cara, sayang apa yang mereka inginkan tak pernah
tercapat." "Mungkin hal ini berbeda bagimu, pertama karena kau
mempunyai ilmu silat yang sangat baik, kedua, mereka
belum mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya
untuk membunuhmu, berbeda dengan diriku, aku cukup
mengetahui taraf kemampuan yang kumiliki, kekuatan yang
kumiliki untuk melindungi diri sendiri sangat lemah, bila
harus menggantungkan pada perlindungan kalian, maka hal
mana malah akan menambah tak sedikit ancaman bahaya
bagiku, seperti misalnya dengan peristiwa barusan, entah
mengapa setelah bertemu dengan kau, aku merasa agak
terpengaruh emosi cintaku, maka aku tidak menggunakan
seluruh jarum beracun untuk melukaimu, padahal kalau aku
tega, aku yakin kau tak akan lolos dari ancamanku, kalian
tak lebih hanya sepuluh orang, bila kami harus
mengorbankan sepuluh jago untuk mendapatkan seorang
dari kalian, sudah pasti kalian akan punah tak berbekas,
apalagi hal ini memang merupakan rencana mereka yakni
berusaha dengan segala kemungkinan agar sesama umat
persilatan saling gontok-gontokan dan saling bunuh
membunuh sendiri. Cu Siau hong menjadi tertegun, berbicara dengan
seorang pandai, lebih unggul daripada membaca buku
sepuluh tahun, penjelasan dari nona Siau hong ini
membuatnya mau tak mau harus percaya.
Tindakan semacam itu benar-benar merupakan suatu
penggunaan yang tepat dari suatu rencana tingkat itnggi,
jauh melebihi rencama hebat dari orang-orang pada jaman
sebelumnya. Sesudah menghembuskan napas panjang, Cu Siau hong
berkata. "Nona Siau hong, setelah mendengar perkataanmu itu,
mau tak mau aku menaruh tiga bagian persaaan hormat
dan kagumku kepada mereka, tapi apa pula sangkut
pautnya persoalan ini dengan kitab senjata dan pena
wasiat. . . ?" Setelah menghela napas panjang, Siau hong berkata:
"Terhadap keselamatan jiwaku sendiri, aku telah
kehilangan kepercayaan sama sekali, menurut dugaanku,
paling banter aku hanya bisa hidup tiga hari lagi, aku hanya
berharap sebelum ajal merenggut tiba, aku bisa merasakan
sejenak suasana yang riang gembira, sebab itulah suasana
gembira yang sesungguhnya dan menjadi milik pribadiku,
dan aku hendak mengandalkan suasana gembira yang
sesaat itu untuk mengungkapkan rahasia terbesar yang
telah mendekam dalam dadaku selama ini, sebab rahasia
mana menyangkut suatu kejadian yang akan
menggemparkan seluruh kolong langit."
"Nama seorang pendekar akan turun temurun sampai
ratusan abad lamanya, sebagai seorang pendekar bukan
saja dia harus malang melintang dengan mengandalkan
pedang saja, orang-orang yang melindungi keselamatan
dunia persilatan pun disebut pula seorang pendekar apalagi
kalau dia adalah seorang yang bertobat dan meninggalkan
jalan sesat untuk kembali ke jalan yang benar, manusia
macam begini lebih-lebih dihormati oleh setiap orang".
"Nona, kalau toh rahasia besar yang berada dalam
benakmu cukup untuk menggetarkan kolong langit dan
menyingkap rahasia dunia persilatan, mengapa tidak segera
kau ungkapkan keluar"
"Cu kongcu, jangan mencoba menaklukan diriku dengan
cara tersebut, mungkin aku memang tidak pantas untuk
bermesraan denganmu, akan tetapi hal mana sudah
merupakan syarat untuk kita berdua"
"Bila tiap hari mendengar ceramah agama, matipun aku
tidak menyesal. Kau sudah dapat berpikir sedalam itu,
mengapa pula masih belum bisa melewati soal cinta?"
Siau hong tertawa getir. "Aku datang dari tempat yang penuh intrik, penuh
kemunafikan dan kebejatan moral, terlalu banyak luka batin
yang kuderita, selain itu Cu kongcu juga tidak mempunyai
hal-hal yang gagah yang bisa menumbuhkan perasaan
kagumku, aku kalah di tanganmu karena terpengarun oleh
ketampananmu, terpengaruh oleh gejolak napsu birahiku,
selama ini aku hanya ingin memenuhi sebuah harapanku
yakni aku Siau hong pun dapat pula bersenang-senang
dengan lelaki yang kusukai, dari dulu hingga kini banyak
orang gagah yang bertarung gara-gara perempuan, tapi aku
memang perempuan tak becus, aku justru menginginkan
lelaki tampan untuk menemani aku bermain cinta semalam
suntuk.. ." 'Nona soal ini. . ." sela Cu Siau hong.
"Cu kongcu, mengapa tidak berpikir demi diriku" Aku
sudah merupakan seseorang yang hampir mati" tukas Siau
hong dengan sedih. Makin berbicara kedua orang itu berbicara semakin blakblakan,
Seng Hong merasa kurang leluasa untuk berpikir
lebih lanjut, dia segera membalikkan badan dan melangkah
keluar. Cu Siau hong ingin menghalangi, tapi setelah bibirnya
bergetar dia lantas mengurungkan kembali niatnya
Setelah tertawa pedih, kembali Siau hong berkata:
"Cu kongcu, persoalannya sudah cukup jelas sekarang,
bila diributkan lebih jauh sulit rasanya untuk mendapatkan
suatu penyelesaian bila kau yakin bisa melindungiku
bawalah aku serta, cuma bila kau tak mampu melindungi
secara sempurna hingga aku terbunuh oleh mereka, sulit
rasanya bagimu untuk memperoleh kesempatan guna
mengetahui rahasia ini lagi...."
"Aku pasti berusaha dengan sepenuh tenaga!" Cu Siau
hong berjanji sambil tertawa getir.


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baik, mari kita berangkat, pergi membunuh orang-orang
yang kubawa kemari itu' "Sembilan belas lembar jiwa?"
"Mereka semua telah melakukan banyak kejahatan,
sekali pun harus mati juga lumrah, tak perlu menyayangkan
buat keselamatan mereka"
'Nona, walaupun orang-orang itu sudah seringkali
melakukan kejahatan akan tetapi mereka bukan otak dari
pembunuh keji itu, maka daripada membunuh mereka,
lebih baik melepaskan mereka saja"
"Siau hong termenung sambil berpikir sejenak, kemudian
katanya: 'Baiklah, dalam persoalan ini aku akan menuruti
permintaanmu" "Nona, apakah ditempat ini masih ada tempat lain yang
perlu di kenang lagi?" tanya Cu Siau hong sambil tertawa
Siau hong menggeleng. "Sebenarnya ditempat ini masih ada sedikit rahasia,
tetapi rahasia tersebut tidak begitu penting untuk
dibicarakan denganmu"
"Kalau begitu kita boleh berangkat"
"Sungguh tak kusangka pertarungan kita ini bisa berakhir
dalam suasana begini" ujar Siau hong sambil tertawa getir.
"Aku pernah mengutus tiga orang untuk menguntil
kalian." "Perempuan semua?" jengek Siau hong sambil mencibir.
"Benar!' "Mereka semua memang lihay sekali, sepanjang jalan
berhasil menyusul sampai ke sini, cuma sayang mereka tak
tahu kalau sepanjang jalan kamipun telah mempersiapkan
mata-mata yang mengawasi gerak gerik mereka, maka ke
tiga-tiganya berhasil kami pecundangi".
"Kau telah membunuh mereka bertiga?" seru Cu Siau
hong dengan perasaan gelisah.
"Tidak" "Sekarang mereka berada di mana"'"
"Disekap didalam sebuah rumah gubuk di sekitar sini,
aku akan segera pergi untuk membebaskan mereka" Seusai
berkata dia melangkah keluar dari sana.
Cu Siau hong tidak turut menyusul dibelakangnya.
Siau hong melangkah masuk ke dalam sebuah rumah
gubuk dan melepaskan Lik Hoo bersaudara.
Bertemu dengan Cu Siau hong, Lik Hoo sekalian
bersama-sama membungkukkan badan memberi hormat,
katanya: "Budak sekalian tak becus, lagi-lagi mesti merepotkan
kongcu untuk menyelamatkan kami."
"Bukan kesalahan kalian, silahkan bangun."
Siau hong memperhatikan Lik Hoo sekalian bertiga
sekejap, kemudian tanyanya. "Apakah mereka semua
adalah dayang-dayangmu?"
"Mereka ingin disebut demikian dan segan diubah
panggilannya." Setelah berhenti sebentar, dia menyambung lebih lanjut.
"Nona, apakah kau kenal dengan mereka bertiga?"
Siau hong menggeleng. "Mereka berasal dari kebun raya Ban hoa wan" Cu Siau
hong kembali menerangkan. "Oooh, mereka adalah Lik Hoo,
Ui Bwee dan Ang Bo tan?"
"Betul!" "Manusia bernilai seratus tahil emas!"
"Manusia bernilai seratus tahil emas" Apa maksudmu?"
"Bila berhasil membunuh seorang diantara mereka maka
pembunuh itu akan mengantongi seratus tahil emas murni,
dalam organisasi kami ini, selamanya memang tersedia
imbalan yang cukup besar bagi setiap pembuat jasa besar"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, kawanan
jago lainnya secara beruntun telah datang berkumpul.
Ong Peng sekalian telah melakukan penggeledahan
terhadap seluruh bangunan rumah diluar mulut lembah itu,
namun tidak berhasil menemukan sesuatu apapun.'
Agaknya rumah-ruman yang begitu banyak jumlahnya
itu hanya tersembunyi seorang pembunuh untuk
menghadapi Hoa Wan. ooo0ooo CU SIAU HONG telah menurunkan sebuah perintah,
dengan sekuat tenaga melindungi keselamatan nona Siau
hong. Ong Peng berhasil merancang sebuah kereta kuda yang
sangat istimewa, bagian luarnya dilapisi oleh kain hitam dan
diberi lapisan baja, sementara pintu keretanya terbuat dari
baja murni. Dibagian luar kulit baja tadi masih diberi pula selapis
kulit yang sangat tebal. Senjata rahasia dalam bentuk apapun, rasanya sulit
untuk menerobos pertahanan semacam itu dan menyusup
ke dalam ruang kereta. Untuk merancang serta membuat kereta kuda semacam
ini, berikut kerja keras siang dan malam, mereka telah
menghabiskan waktu selama tujuh hari lamanya.
Dalam tujuh hari rni, Cu Siau hong selalu tinggal dikota
Lam yang hu .... Sedang Siau hong pun mendapatkan perlindungan yang
ketat dari segenap kekuatan yang ada disitu.
Siang maupun malam selalu terdapat banyak orang yang
mendampinginya, hal mana membuat Siau hong tidak
berkesempatan lagi untuk menagih janjinya dengan Cu Siau
hong. Sudah barang tentu, hal inipun merupakan suatu
tindakan Cu Siau hong yang sengaja mengatur segalanya
itu. Bukan saja nona Siau hong menerima perlindungan yang
sangat ketat, diapun memperoleh pelayanan yang baik
sekali dari Siau hong. Agaknya dia ingin mempergunakan pergaulan sebagai
persahabatan biasa untuk menghilangkan ingatan napsu
dalam hati kecil Siau hong.
Tidak seperti apa yang diduga Siau hong semula,
selewatnya tujuh hari ia masih dapat hidup dengan segar
bugar disana. Baik Su eng maupun Jit Hou, semuanya telah menaruh
rasa percaya serta rasa hormat yang luar biasa besarnya
kepada Cu Siau hong, apa sebabnya mereka bersikap
demikian terhadap Siau hong.
Pada hari ke delapan, Cu Siau hong mempersilahkan
Siau hong naik ke atas kereta istimewanya. Kereta itu tidak
diatur secara megah dan mewah, akan tetapi sangat
nyaman untuk ditempati. Cu Siau hong menemani Siau
hong di dalam kereta. Binatang yang menghela kereta istimewa itu adalah
empat ekor kuda pilihan yang sangat istimewa, Ong Peng
dan Tan Heng bertindak sebagai kusir kereta, diluar kereta
masih terdapat dua buah tempat duduk yang ditempati
Seng Hong dan Hoa Wan. Su Eng bertugas membuka jalan, sedang Jit hou
bertindak sebagai pemimpin, Seng Tiong gak dengan
membawa Lik Hoo bertiga, sebentar berada di depan
sebntar lagi dibelakang melakukan penyelidikan apakah
disekitar sana ada hal-hal yang mencuriga kan.
Cu Siau hong mesti berada dalam ruangan kereta
bersama-sama Siau hong, namun mereka tak
membicarakan tentang soal dunia persilatan.
Dia ingin menggunakan waktu untuk membuktikan
kepada Siau hong, agar martabat dan harga dirinya sebagai
seorang perempuan dapat pulih kembali, diapun berharap
agar dia dapat merasakan betapa cantik dan menarik dunia
ini. Begitulah, serombongan mereka menerus kan
perjalanannya bersama-sama, sehingga mereka nampak
sangat menyolok mata. Rombongan mereka bagaikan orang-orang dari suatu
perusahaan ekspedisi yang melindungi suatu barang
mestika yang tak bernilai harganya sehingga mudah
menarik perhatian orang banyak.
Rombongan itu sudah berjalan berapa hari, selama
inipun tak pernah terjadi suatu peristiwa apapun. Hari ini,
kereta mereka mendekati kota Kho Cong.
Situasi yang berada disekitar sana mulai nampak banyak
perubahan, sepanjang jalan mereka mulai banyak berjumpa
dengan kawanan jago persilatan yang menggembol pedang
atau golok, melarikan kudanya cepat-cepat menuju kearah
timur. Bagaimanapun menyoloknya kereta tersebut dan betapa
pun besarnya rombongan yang mengawal kereta, ternyata
tak seorang manusiapun yang datang mencari gara-gara
dengan mereka. Pada sudut ruang kereta itu dibuat secara khusus sebuah
lubang yang khusus digunakan untuk mengintip, bila lubang
khusus itu dibuka maka semua pemandangan yang berada
diluar dapat terlihat dengan jelas.
Tatkala Cu Siau hong menyaksikan orang persilatan yang
mereka jumpai makin lama semakin banyak, tak tahan
segera tanyanya: "Nona Siau hong, sudah kau saksikan orang-orang
persilatan itu"' Setelah melewati suasana tenang yang cukup lama,
agaknya Siau hong telah mengurangi rasa takut dan
seramnya terhadap kematian, sikap maupun tindak
tanduknya juga pelan-pelan mulai berubah, dia telah
merasakan suatu kehangatan dan rasa kasih sayang dari
kehidupan manusia normal.
Siau hong manggut-manggut.
"Yaa sudah kulihat! 'sahutnya.
"Apakan orang itu semuanya adalah anggota dari
organisasimu itu...?"
"Tidak mirip' Padahal ditengah jalan terdapat banyak sekali jago
persilatan yang sedang berbincang-bincang, tapi
rombongan mereka itu terlampau besarjumlahnya sehingga
seringkali kawanan jago persilatan itu berusaha untuk
menghindari mereka. Cu Siau hong lantas menurunkan perintah untuk
membelokkan arah kereta mereka dan menghindari
kawanan jago persilatan yang hilir mudik tiada hentinya itu,
mereka sengaja melewati jalanan yang sempit dan sepi.
Hari itu, ketika tengah hari telah tiba, sampailah kereta
mereka ditepi sebuah sungai. Ditepi sungai berkumpul pula
banyak sekali jago persilatan.
Sebenarnya diatas sungai itu terdapat sebuah jembatan
batu, tapi entah apa sebabnya tahu-tahu jembatan itu
putus jadi dua tempat pada bagian tengah jembatan itu.
'Padahal sungai itu tidak terlampau lebar, hanya arusnya
deras sekali... Ong Peng segera melompat turun dari keretanya.
Ditengah sungai terdapat sebuah perahu penyeberang,
perahu itu kecil sekali dan setiap kali hanya bisa memuat
dua orang manusia dengan dua ekor kuda.
Tapi jago persilatan yang berdatangan ke tepi sungai itu
justru makin lama semakin banyak. Dalam keadaan
demikian Cu Siau hong segera berbisik rendah:
"Aku akan keluar untuk melihat keadaan, harap nona
segera mengunci kembali pintu baja ini'.
Ternyata pada bagian dalam pintu baja tersebut masih
terdapat dua buah santekan yang terbuat dari baja pula.
Ong Peng telah turun dari keretanya, sedangkan Tan
Heng masih duduk di depan kereta dan menghadang di
muka pintu baja tersebut.
Setelah turun dari kereta, Cu Siau hong memperhatikan
sekejap sekeliling tempat itu, dia saksikan rombongan
manusia persilatan yang berkumpul disitu beraneka ragam,
ada yang bergerombolan sampai lima orang, ada pula yang
berduaan saja. Mendadak terdengar suara pujian kepada sang Buddha
bergema memecahkan keheningan, kemudian muncul
serombongan pendeta yang berjalan mendekat
Orang yang berjalan dipaling depan adalah seorang
pendeta tua yang berjubah abu-abu, beralis putih,
berjenggot putih dan memakai sepatu kain, meski usianya
sudah lanjut, namun langkah kakinya masih cekatan, pada
lehernya tergantung seuntai mutiara, dia bertangan kosong
dan tidak membawa senjata.
Di belakang tubuhnya mengikuti dua belas orang
pendeta, semuanya memakai jubah pendeta berwarna abuabu
dan membawa sebuah tongkat sian cang, usianya,
rata-rata diantara empat lima puluh tahunan.
Walaupun kedua belas orang pendeta itu berwajah lemah
lembut dan amat ramah, tapi sekilas pandangan dapat
dilihat bahwa semuanya berkekuatan besar, sehingga
mendapatkan perasaan yang keren dan ganas.
Cu Siau hong berpaling dan memandang sekejap ke arah
Ong Peng, lalu bisiknya lirih. "Sekawanan pendeta agung ini
adalah ...' "Dari kuil Siau lim-si, Lo siansu itu bernama Pak bi taysu,
seringkali melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, dia
amat termashur namanya dalam dunia dan cukup
mencopotkan jantung kawanan pencoleng dari kalangan
Liok lim" "Ke dua belas orang pendeta itu adalah. . ."
"Mereka mirip sekali dengan ke dua belas orang Lo han
dari ruang Tat mo wan kuil Siau lim si' 'Kalau begitu mereka
adalah beberapa orang pendeta pilihan dari kuil Siau lim
si?" "Pendeta yang bergabung dalam kuil Siau lim si terbagi
dalam banyak tingkatan, setiap ruangan selalu terbagi
menjadi ruang bagian atas dan bawah, begitu pula dengan
ruang Tat mo wan, bagi orang awam hal mana sulit untuk
diketahui sampai jelas, tapi aku pernah mendeagar nama ke
dua belas orang Lo han ini, mereka adalah dua belas orang
pendeta yang paling hebat di dalam ruangan Tat mo wan"
"Agaknya pihak Siau lim si juga telah bertekad untuk
mencampuri urusan dalam dunia persilatan"''.
''Selama ini kuil Siau lim si di anggap sebagai tulang


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

punggung dunia persilatan, setelah terjadi peristiwa yang
begini besar dalam dunia persilatan, tentu saja mereka
harus menampilkan diri untuk mencampuri masalah
tersebut." Cu Siau hong tersenyum, ''Asal kuil Siau lim si bersedia
untuk menampilkan diri dan mencampuri urusan dunia
persilatan, hal mana meidak doyan dengan cara
macam begitu." "Oohh, kalau begitu Kian tayhiap tetap bersikeras akan
mempergunakan golokmu?"
Kian Hui seng segera tertawa terbahak-bahak.
"Haah...haaah...haaah...Si Han, mungkin orang lain tidak
begitu memahami dirimu, tapi lohu cukup mengetahui akan
dirimu itu, kau bergelar Jit poh tui hun (tujuh langkah
pencabut nyawa) selain ilmu pedang, kau pun memiliki
semacam jarum beracun yang luar biasa, konon bisa
dikeluarkan disaat sedang bertarung melawan orang lain,
selain bentuknya lembut seperti bulu kerbau, lagipula bila
terkena serangan, orang tak akan merasakan apa-apa."
"Bagus, kalau toh Kian tayhiap sudah tahu, aku terpaksa
harus berbicara dengan jelas."
"Oooh.." "Apa yang dikatakan Kian tayhiap betul semuanya, cuma
ada satu hal yang belum kau katakana, jarum berbulu
kerbauku ini masih ada semacam lagi yang mengandung
racun jahat, barang siapa terkena racun tersebut maka
tujuh langkah kemudian jiwanya pasti melayang. Itulah
sebabnya orang lantas menyebut siaute sebagai Jit poh tui
hun atau tujuh langkah pencabut nyawa."
Setelah mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahakbahak,
Si Han berkata lebih jauh:
"Banyak orang yang tewas oleh jarum beracun itu,
sayang sekali mereka sama sekali tidak tahu."
Kian Hui seng segera manggut-manggut.
"Oohh, rupanya nama Jit poh tui hun diperoleh dari cara
begini, baru malam ini lohu mengetahui secara pasti."
Tangan kanannya segera diangkat dan golok panjang
yang tersoren dipinggangnya telah berada dalam
genggaman. Cara To kok bu seng Kian Hui seng dalam mencabut
goloknya ternyata sama sekali tidak menimbulkan sedikit
suarapun, golok panjang yang tahu-tahu sudah berada
didalam genggamannya itu seakan-akan seperti muncul
karena kena disihir saja, tahu-tahu sudah berubah lagi
menjadi selapis kabut golok yang membuat seluruh
tubuhnya terlindung dibalik cahaya golok tersebut.
Si Han ingin menggerakkan sepasang tangannya untuk
melepaskan jarum beracun bulu kerbau, tapi disaat yang
terakhir dia urungkan niatnya itu dan menahan diri.
Si Han mengerti, asal dia bergerak, maka golok panjang
yang berada ditangan Kian Hui seng pasti akan menyerang
tiba bagaikan gelombang ombak di tengah samudra.
Oleh sebab itu dia tidak bergerak dan akibatnya Kian Hui
seng juga rada rikuh untuk melanjutkan serangan goloknya.
Sambil tertawa hambar Oh Hong cun segera menegur:
"Si lote, apakah kau telah bersiap-siap untuk
menyerahkan diri saja untuk dibelenggu?"
Setiap jago yang hadir di arena sudah dapat melihat
kalau Si Han dibikin keder hatinya oleh golok maut Kian Hui
seng. "Si Han, aku memberi kesempatan untukmu," kata Kian
Hui seng kemudian,"Bila kau enggan turun tangan maka
kau tidak akan memperoleh kesempatatan lagi."
Dalam pada itu Si Ih nio sudah berada dalam ancaman
serangan pedang Cu Siau hong, sepasang mata Cu Siau
hong yang tajam bagaikan sembilu itu menatap terus wajah
Si Ih nio tanpa berkedip, pedangnya telah diloloskan dari
sarung, sedangkan ujung pedangnya yang mendongak ke
atas persis mengarah tubuh Si Ih nio.
Namun didalam perasaan Si IH nio, gerakan pedang
lawannya seolah-olah sudah mengurung ketujuh buah jalan
darah penting diseluruh tubuhnya, begitu dia bertindak
teledor, bisa jadi pihak musuh bisa manfaatkan kesempatan
untuk menerobos masuk. Maka Si Ih nio sama sekali tak berani berkutik.
Sebenarnya Si Han sangat mengharapkan bantuan dari
adiknya, tapi setelah berpaling dan mengetahui keadaan
yang sebenarnya kontan saja hatinya menjadi dingin
separuh. Setelah menghembuskan napas panjang, Si Ih nio
berseru: "Koko, kita telah berjumpa dengan musuh yang berilmu
silat amat tangguh."
Si Han segera tertawa getir.
"Betul ! Kita telah bertemu dengan jago yang berilmu
silat sangat tinggi, sekarang aku sedang
mempertimbangkan." "Apa yang kau pertimbangkan?"
"Aku sedang berpikir, seandainya kita melancarkan
serangan kilat, berapa bagian kesempatan kita untuk
berhasil." "Aku lihat, kesempatan untuk kita tidaklah terlampau
besar." Sekali lagi Si Han tertawa getir.
"Adikku, tahukah kau" Bila kita tidak menyerang, kita
berdua pun tidak akan lolos dari kematian, andaikata Oh
Hong cun menyerahkan kita untuk diadili secara umum
mungkin kita betul-betul bisa dijatuhi hukuman yang
mengerikan." Si Ih nio menghela napas seperti hendak mengucapkan
sesuatu, namu niat itu kemudian diurungkan.
Sambil tertawa dingin Oh Hong cun segera berkata:
"Si lote, terus terang saja kami masih merasa setengah
percaya setengah tidak terhadap gertak sambalmu tadi, aku
pun masih belum dapat mempercayai seratus persen."
"Apa yang diucapkan kakakku adalah kejadian yang
sesungguhnya...", Si Ih nio segera menimpali.
"Kalau begitu hanya ada satu cara untuk membebaskan
kalian dua bersaudara dari keadaan ini."
"bagaimana caramu itu?"
"Carikan obat penawar racun untuk kami semua !"
"Aku bersedia mengajak kalian ke sana tapi aku tak bisa
menjamin kalau kalian pasti akan berhasil memperoleh obat
penawar racun tersebut.."
"Tentang soal ini..."
"Jauhkah tempat itu?", tiba-tiba Cu Siau hong
menimbrung. "Tidak jauh, cuma sepuluh li dari sini."
oooOOOOOOooo Bagian 61 " Saudara Cu, kau jangan percaya dengan perkataan
orang ini, "Kian Hui seng segera memperingatkan dengan
suara dingin. "Saudara Kian," kata Cu Siau hong kemudian, "Ditinjau
dari situasi dan kondisi yang terpampang dihadapan kita
sekarang, agaknya untuk sementara waktu kita terpaksa
harus mempercayai mereka."
"Bila hal ini sampai terjadi, niscaya kalian akan
terpancing dan masuk perangkap mereka."
"Sekalipun dia hendak memancing kita masuk
perangkap, kebetulan sekali kitapun hendak menelusuri
jejak mereka, jadi kita sama-sama mempunyai maksud dan
tujuan yang berbeda."
"Kian tayhiap kelewat menaruh curiga," komentar Si
Han. "Si Han !," seru Kian Hui seng dengan lantang, "Lohu
sudah cukup payah kalian peras, kalian menahan anak
istriku sebagai sandera dan memaksa lohu membunuh
orang, akibatnya aku dan Cu Siau hong harus bertarung
mati-matian semalaman suntuk.."
"Bagaimana sekarang"," sela Si Han, "Apakah anak
istrimu masih berada di tangan mereka?"
"Sudah tertolong."
"Bagaimana mungkin sudah tertolong?"
"Lohu dan saudara Cu bekerjasama untuk
menyelamatkan anak istriku dari cengkeraman kalian."
Sesaat Si Han menjadi termenung dan membungkam
dalam seribu bahasa. "Si Han, apakah kau mempunyai kesulitan"," tiba-tiba
Kian Hui seng menegur. Si Han menghembuskan napas panjang, dia berpaling
dan memandang sekejap kearah Si Ih nio, ujarnya:
"Adikku, kau saja yang berbicara !"
Si Ih nio manggut-manggut, setelah menarik napas
panjang ia berkata: "Kini kami dua bersaudara datang menyampaikan berita,
menurut perasaan kalian kami ini orang baik atau orang
jahat?" "Hal ini sulit dikatakan," sahut Oh Hong cun.
"Dengan mempergunakan sepasang tanganku, aku bisa
melepaskan jarum bulu kerbau, mungkin kalian agak jeri
menghadapiku. Nah siapakah diantara kalian yang bersedia
maju untuk menotok jalan darah diatas sepasang lenganku
in"," kata Si Han.
"Tidak perlu !, aku orang she Kian percaya dengan
kecepatan golok yang kumiliki, setiap saat aku masih bisa
mengawasi gerak-gerik dari Si lote, asal kau berani
menggerakkan lenganmu itu, maka aku akan segera
melancarkan serangan."
Si Han tertawa. "Kalau begitu, aku harus benar-benar bersikap sangat
berhati-hati sekali," serunya.
"Si Han, apa yang hendak kau ucapkan sekarang,
utarakan dengan cepat namun aku tetap akan waspada dan
mengawasi dirimu secara ketat sebelum mendapat suatu
tanda bukti yang nyata."
Si Han termenung beberapa saat lamanya, kemudian
baru ujarnya. "Kehadiran Kian tayhiap di tempat ini sama sekali diluar
dugaanku.." "Padahal dalam kenyataan pun aku baru tiba belum
lama." "Walaupun kami dua bersaudara datang kemari atas
perintah orang lain, sesungguhnya kami mempunyai dua
tujuan." "Yang semacam...," sela Oh Hong cun.
"Seandainya kekuatan yang kalian miliki tidak begitu
besar, aku akan menasehati kepada kalian agar meletakkan
senjata dan berlalu saja dari sini, namun kalian akan
mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan
semenjak saat itu, namun hal itu pun berarti akan
menolong kalian semua dari ancaman bahaya maut."
"Si Han, betulkah keselamatan kami bisa terjamin?"
Sekali lagi Si Han harus termenung sambil berpikir
beberapa saat lamanya, kemudian baru menjawab:
"Mungkin. Walaupun diantara rombongan kalian terdapat
juga beberapa orang yang akan dihukum mati oleh mereka,
namun jumlah yang bakal mati sudah pasti jauh lebih
berkurang." "Apakah kau bisa mengambil keputusan "," tiba-tiba Cu
Siau hong menyela dari samping.
"Tidak dapat." "Kalau toh tak bisa mengambil keputusan, darimana kau
bisa ketahu I kalau mereka bisa melepaskan sebagian
diantara kami"," desak Oh Hong cun dengan cepat.
"Maksudku, apabila telah berhasil menaklukkan kalian,
maka aku akan mengajak kalian untuk berjumpa dengan
seseorang. Sebaliknya apabila kalian tak bisa diajak bicara,
maka kami berdua akan berupaya untuk menangkap
beberapa orang pemimpin kalian, memaksanya untuk
menerima keadaan. Sayang kami sama sekali tidak
menyangka." "Kau tidak menyangka kalau Kian tayhiap berada disini
bukan"," sambung Thian Pak liat.
Si Han memandang sekejap kearah Cu Siau hong lalu
ujarnya: "Sebetulnya tindakan kami untuk menghadapi kalian
akan dimotori oleh adikku, sayang sekali adikku sudah
terkurung oleh hawa pedang dari Cu Siau hong.
"Syukur...," diam-diam Cu Siau hong berpekik di hati,
"Untung saja aku memasang gaya Thian lo wang gwat
(jarring langit mengurung rembulan), begitu mencabut
pedang sehingga pihak lawan berada dibawah kekuasaanku,
coba kalau bukan begitu, mungkin keadaan saat ini sudah
amat kacau." Dalam pada itu, Oh Hong cun telah berkata lagi:
"Dengan menggunakan cara apakah kalian hendak
menghadapi kami yang berjumlah banyak sekaligus?"
"Didalam kenyataan, kami tak lebih hanya akan
menghadapi beberapa orang pentolan saja diantara kalian,"
Si Han menerangkan lebih jauh.
"Lohu benar-benar tidak habis mengerti, dengan
mempergunakan cara apakah kau hendak menghadapi
kami?" Si Han berpaling dan memandang sekejap kearah Si Ih
nio, kemudian serunya: "Adikku, kita bicarakan saja dengan mereka."
Si Ih nio segera mengangguk.
Maka Si Han segera berkata:
"Sebetulnya adikku itu membawa semacam asap
beracun, asal kupecahkan perhatian kalian, maka adikku
akan segera melepaskan asap beracun tersebut, barang
siapa berada pada radius lima kaki disekitar tempat ini,
jangan harap dia dapat meloloskan diri."
"Oooh..rupanya kalian berdua masih mempunyai senjata
rahasia yang begitu lihay, pengetahuan lohu benar-benar
sangat picik." "Benda itu bukan milik kami, sebelum datang kemari
adikku baru saja memperoleh benda itu."
Kian Hui seng segera manggut-manggut.


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yaa,aku sudah mengerti sekarang, sudah pasti ada
seseorang yang sedang menantikan jawaban kalian."
"Benar !" "Siapakah orang ini"," tanya Oh Hong cun.
"Kalau dibicarkan, mungkin kalian tak akan percaya, aku
sendiripun tak tahu siapakah dia."
"Dengan nama serta kedudukan Si lote di dalam dunia
persilatan, mengapa kau rela menerima perintah dari
seseorang yang tidak kau ketahui nama dan asal usulnya
tanpa berusaha untuk melawan?"
"Oh tua, apa yang dia katakan adalah kata-kata yang
sesungguhnya," timbrung Kian Hui seng secara tiba-tiba.
"Saudara Kian, soal ini...."
"Oh tua," kembali Kian Hui seng menukas, "Kau belum
mengetahui tentang kelihayan mereka, ketika aku diperalat
oleh mereka, pada hakekatnya aku pun tak pernah berhasil
untuk menyaksikan raut wajah asli mereka.."
"Apakah mereka menggunakan nama palsu"," tanya Oh
Hong cun lebih lanjut. "Nama palsu pun tidak ada, orang-orang penting mereka
hampir semuanya menyembunyikan diri; asal dapat
menyaksikan raut wajah asli mereka, sudah pasti orang itu
bukan termasuk orang penting, karena orang-orang yang
berkedudukan penting tak ingin meninggalkan sedikit
kesanpun untuk kita semua."
"Kalau begitu, peristiwa ini benar-benar merupakan
suatu kejadian yang aneh sekali, bukankah setiap manusia
yang berkelana didalam dunia persilatan hanya bertujuan
untuk mencari nama besar dan kedudukan" Tentu saja
disamping kekuasaan dan uang pun merupakan sasaran
dari perjuangan mereka, namun kebanyakan orang lebih
mementingkan nama dan kedudukan."
"Tapi kenyataannnya, organisasi yang misterius ini sama
sekali berbeda dengan prinsip umat persilatan pada
umumnya, mereka bisa membuat keonaran namun tidak
ingin orang lain mengetahui identitas mereka yang
sebenarnya." "Disinilah letak kelebihan dari organsiasi tersebut, yang
lebih menakutkan lagi adalah orang orang-orang penting
mereka tidak banyak jumlahnya, tapi hampir semua jago
yang berada dalam kolong langit telah dipergunakan
tenaganya oleh mereka."
"Ehmmmm...setelah uraian dari Kian tayhiap tadi,
sebenarnya tidak kupahami pun sekarang sudah menjadi
paham kembali," Si Han segera berseru.
"Saudara Si, kalau begitu kau pun telah diperalat
mereka"," tanya Cu Siau hong.
"Seandainya Kian tayhiap tidak mempunyai pengalaman
yang hampir sama dengan pengalamanku, kukuatir sekali
untuk mengutarakannya keluar, sebab aku kuatir kalian
semua tak akan percaya."
"Sekarang, apakah kau sudah memahami semuanya?"
"Benar, aku sudah memahami semuanya."
"Koko ! Kalau begitu beritahukanlah persoalan kita
kepada mereka..," seru Si Ih nio .
Si Han manggut-manggut. "Sesungguhnya kami sendiri pun tidak mempunyai
kemampuan untuk melindungi diri sendiri, kami tak lebih
hanya ingin menjadi seorang anak yang berbakti kepada
orang tuanya, sebab itu sudah lebih dari cukup untuk kami
berdua." "Jadi..." "Yaaa, ayah kami telah ditangkap dan disandera
mereka," sambung Si Han lebih lanjut, " Dengan ayah kami
sebagai sandera mereka mengancam kami berdua berdua
untuk mendengarkan dan melaksanakan perintah mereka
untuk menunjukkan rasa bakti terhadap ayah kami,
terpaksa kami berdua pun harus menerima perintah
mereka." "Tentunya ilmu silat yang dimiliki ayah kalian tidak
berada dibawah kamu berdua bukan?", kata Oh Hong cun.
"Benar ! Ilmu silat keluarga Si adalah ilmu silat
keturunan, sudah tentu ilmu silat yang dimiliki ayahku
masuh jauh diatas kami berdua, tapi belakangan ini
nasibnya kurang beruntung hingga mengidap suatu
penyakit aneh, setelah berbaring selama bertahun-tahun
dalam keadaan sakit, ilmu silatnya sudah banyak yang
hilang, itulah sebabnya beliau berhasil ditangkap mereka
secara mudah." "Aaah..Si lote, lohu pun pernah merasakan keadaan
seperti ini, maka lohu merasa simpatik sekali terhadap
musibah yang menimpa diri kalian berdua sekarang," kata
Kian Hui seng. Si Han tetawa getir. "Keadaan dari kami berdua sekarang benar-benar serba
buntu, maju tak benar, mundur pun tak bisa, harap kalian
sudi memberi petunjuk buat kami berdua."
Kian Hui seng segera berpaling, kemudian katanya:
"Cu lote, apakah kau mempunyai suatu pendapat atau
usul?" "Seandainya apa yang dialamai saudara Si merupakan
suatu kenyataan, tentu saja kita harus membantu dirinya."
Si Han menghela napas panjang.
"Kian tayhiap , saudara sekalian, mungkin kalian
menganggap perbuatanku ini akan menjerumuskan diriku
dalam keadaan anak yang tidak berbakti, namun aku
sendiri pun mengerti, seandainya nasib kami berdua kurang
beruntung dan tewas ditangan kalian, otomatis ayah kami
pun akan kehilangan untuk dijadikan sandera, bisa jadi
mereka akan segera melepaskannya."
Kian Hui seng manggut-manggut.
"Ya..betul !," katanya.
"Saudara Si dapat berpikir secermat ini, siaute benarbenar
merasa amat kagum," seru Cu Siau hong.
Mendadak Thian Pak liat menimbrung:
"Saudara Si, kau sudah berbicara setengah harian
lamanya tapi belum kau jelaskan masalah tentang racun
yang disebarkan ke tubuh kami, sebenarnya kami benarbenar
sudah keracunan atau tidak?"
"Terus terang saja saudara Thian, aku sendiri pun tidak
tahu." "Kalau begitu, besar kemungkinannya mereka hanya
menggertak atau menakut-nakuti kami saja?"
"Sulit untuk dikatakan !"
"Si lote, apakah kalian berdua membawa sesuatu benda
yang mencurigakan"," tiba-tiba Kian Hui seng bertanya.
Mendengar ucapan tersebut, Si Han segera berseru
keras. "Adikku, cepat ! Kau buang peluru asap beracun tersebut
sejauh-jauhnya dari tempat ini."
Si Ih nio segera memahami duduknya persoalan, tanpa
banyak berbicara lagi dia membalikkan badan dan kabur
dari situ. Dalam waktu singkat dua puluh kaki dia sudah lari,
kemudianm dari dalam sakunya mengeluarkan beberapa
macam barang dan semuanya dibuang kedalam jurang.
Kian Hui seng masih tak berani mengendorkan
pengawasannya terhadap lawannya ini, sebab jarum bulu
kerbau pencabut nyawa dari Si Han benar-benar
menakutkan sekali. Thian Pak liat maupun Tham Ki wan merupakan ahli
didalam ilmu senjata rahasia, tapi setelah mengetahui dari
mana Si Han memperoleh julukan Jit poh tui hun tersebut,
mereka ikut dibuat tertegun.
Mereka tidak habis mengerti Si Han akan menggunakan
cara apakah untuk melepaskan senjata rahasianya yang
kecil dan lembut itu. Dalam pada itu Si Ih nio telah berjalan kembali, katanya:
"Koko, ketiga butir peluru asap beracun itu sudah
kubuang semua ke dalam jurang."
Thian Pak liat segera tertawa.
"Kita sudah berbicara setengah harian lamanya, apakah
kami benar-benar keracunan"," kembali dia berseru.
"Kalau kalian sendiri pun tidak tahu nampaknya terpaksa
kita harus pergi menjumpai orang itu."
"Betul, kita gunakan taktik siasat melawan siasat,"
sambung Cu Siau hong cepat.
"Si lote, cara ini memang cukup, saying sudah agak
terlambat, aku percaya mereka pasti ada orang yang secara
diam-diam mengawasi semua gerak-gerik kita," seru Oh
Hong cun. "Sekalipun mereka mengirim orang untuk mengawasi
kita secara diam-diam, kita harus pergi menjumpai
mereka," kata Si Han kemudian, "Sebab apakah kalian
sudah keracunan atau tidak hanya mereka saja yang dapat
memberi jawaban yang terang. Untung saja kita belum
sampai bertarung, aku mempunyai banyak alasan untuk
menutupi rahasia ini."
Oh Hong cun, si jago tua yang berpengalaman itupun
tidak mempunyai usul lain, maka setelah termangu-mangu
untuk beberapa saat lamanya, dia lantas berseru:
"Cu lote, menurut pendapatmu apa yang harus kita
lakukan sekarang?" "Berbicara menurut situasi dan kondisi sekarang,
tampaknya kita hanya mempunyai sebuah jalan ini saja."
"Baiklah ! Si lote, kami harap kau berbicara sejujurnya,"
seru Oh Hong cun kemudian.
"Oh tua, masa kau akan suruh aku orang she Si
bersumpah lebih dahulu?"
"Si Han, berapa orang yang boleh ikut bersamamu","
timbrung Kian Hui seng tiba-tiba.
"Soal ini, mereka sih tidak memberikan batas yang jelas,
tapi untuk memperkokoh kekuatan di pihak kita, tak ada
salahnya kalau kalian pergi dengan membawa beberapa
orang lebih banyak, tetapi harus bisa ditutupi dengan alas
an yang kuat pula." "Baik, kalau begitu lohu akan ambil bagian," seru Kian
Hui seng dengan cepat. "Aku juga ikut !," sambung Oh Hong cun.
"Thian heng, Tham heng adalah ahli senjata rahasia,"
kata Cu Siau hong selanjutnya, "Paling cocok untuk
menghadapi manusia semacam mereka, maka jika
ditambah aku seorang jadi berjumlah lima orang, entah
kebanyakan atau tidak?"
"Tidak, tidak terlalu banyak juga tidak kurang, persis
sekali," seru Si Han.
"Kalau begitu Si lote dan Ho lote harap tetap tinggal
disini untuk membantu Pek bi taysu melakukan pertahanan
di tempat ini," ucap Oh Hong cun kemudian.
"Aku lihat, suatu pertempuran seru tak bisa dihindari
lagi, moga-moga kalian bisa kembali semua dalam keadaan
selamat," seru Si Eng dengan cepat.
"Lebih baik lagi kalian mengatur suatu kode rahasia
untuk mengadakan hubungan dengan kami sehingga bila
pertarungan berkobar kami pun bisa membawa orang untuk
datang membantu," sambung Ho Hou poo pula.
Oh Hong cun manggut-manggut, setelah meninggalkan
beberapa pesan lagi, ia baru menjura sembari berkata:
"Nah Si lote, kalian berdua boleh berjalan didepan
sebagai penunjuk jalan !"
Si Han segera membalikkan badan dan berangkat lebih
dahulu meninggalkan tempat itu.
Kian Hui seng segera mengikuti dibelakang Si Han secara
ketat, bisiknya dengan lirih:
"Si lote, paling baik lagi jika kau bersikap jujur, sebab
demi keselamatan orang lain bisa jadi aku orang she Kian
akan turun tangan dengan sepenuh tenaga."
"Aku telah bertekad untuk membantu kalian dengan hati
yang lurus, harap kalian jangan banyak curiga, satusatunya
harapan yang kukandung sekarang adalah meminta
bantuan dari kalian semua untuk menolong ayah kami dari
cengkeraman mereka."
"Asal kau bersikap jujur dan bersungguh hati tentu sja
kami pun akan membantu kalian dengan seluruh kekuatan
yang dimiliki." Pembicaraan kedua orang itu dilangsungkan dengan
suara yang amat lirih setengah berbisik, oleh sebab itu
hanya kedua orang itu saja yang secara dipaksakan masih
dapat menangkap pembicaraan tersebut.
Di pihak lain Si Ih nio juga sedang berbicara dengan Cu
Siau hong. Namun pembicaraan kedua orang ini pun dilangsungkan
dengan lirih sekali, sedemikian lirihnya sehingga cuma
mereka berdua saja yang dapat mendengarnya.
Terdengar Si Ih nio sedang berkata:
"Saudara Cu, nampaknya kau masih belum mempercayai
kami secara seratus persen?"
"Yaa, apa boleh buat" Kita kan baru berkenalan belum
lama, terpaksa kami harus meningkatkan kewaspadaan
untuk menjaga segala kemungkinan yang tidak diinginkan."
"Apa yang diucapkan kakakku tadi merupakan ucapan
yang sejujurnya, moga-moga saja kau dapat
mempercayainya." "Aku perc aya, tapi aku masih tetap akan menjaga nona
dengan sangat berhati-hati."
Si Ih nio segera berpaling sambil tertawa:
"Jangan kuatir, aku tak bakal melepaskan jarum beracun
untuk melukaimu..." "Aku yakin nona pasti memiliki ilmu silat lain yang lebih
hebat daripada kakakmu bukan?"
Si Ih nio tidak mengakui, pun tidak menyangkal, dia
hanya tersenyum manis sebagai ganti dari jawaban
tersebut. Cu Siau hong turut tertawa, katanya lagi:
"Nona, kau merahasiakan ilmu simpananmu, apakah
kurang percaya kepada diriku?"
"Tidak, walau pun kita belum sampai melangsungkan
pertarungan, namun dilihat dari posisi jurus seranganmu
tadi, aku sudah tahu kau memiliki kesempurnaan yang luar
biasa didalam permainan ilmu pedang."


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nona, Cu Siau hong memberanikan diri untuk
menasehati nona dengan beberapa patah kata, moga-moga
kau jangan masukkan kata-kataku ini di dalam hati."
"Katakanlah.." "Bila nona enggan membicarakan tentang ilmu silat yang
kau miliki, aku pun segan untuk bertanya lebih jauh, tapi
aku berharap nona jangan menaruh kesalahpahaman
terhadap kami gara-gara persoalan ini."
"Saudara Cu, aku tidak memahami arti daripada
perkataanmu itu?" "Padahal maksudku sudah amat jelas, kakakmu bergelar
Jit poh tui hun, artinya didalam bidang tersebut dia memiliki
kemampuan yang luar biasa sehingga membuat orang
sukar untuk menduganya, bila nona tak mau memberi
keterangan, terpaksa akupun harus meningkatlkan
kewaspadaannya terhadap dirimu."
"Ooohh..setelah kau berbolak-balik membicarakan
persoalan tersebut, sekarang aku baru memahami keadaan
yang sesungguhnya." "Nona, dunia persilatan terlampau berbahaya, mau tak
mau aku harus bersikap lebih berhati-hati lagi, apabila ada
bagian yang melukai hati nona, semoga nona bersedia
untuk memaafkan." "Baiklah ! Apabila kau bersikeras ingin tahu, siaumoay
akan membeberkan denganterus terang, yang paling
kuandalkan adalah sejenis senjata rahasia yang dinamakan
Liong hong huan (gelang naga dan burung hong).."
"Terima kasih nona !"
Si Ih nio mendongakkan kepalanya dan memandang
sekejap kedepan kemudian ujarnya:
"Mulai sekarang, lebih baik kita jangan bercakap-cakap
lagi, paling baik lagi jika kalian mulai memutar otak untuk
mempersiapkan jawaban kalian nanti."
Sementara itu, mereka sedang berjalan mendekati
sebuah hutan yang cukup lebat didepan sana.
Di dalam dunia persilatan mempunyai suatu pantangan
yang besar, yaitu bila bertemu hutan jangan dimasuki,
apalagi dalam cuaca yang begitu gelap gulita.
Tanpa sadar Oh Hong cun segera meningkatkan
kewaspadaannya untuk menghadapi segala kemungkinan
yang tak diinginkan. Untung saja Si Han segera menghentikan langkahnya
sambil berseru : "Si Han datang memberi laporan !"
Dari dalam hutan segera muncul serentetan suara
teguran yang amat dingin bagaikan es:
"Tampaknya kalian berdua sudah berada dibawah
pengawasan pihak lawan..."
"Sikap permusuhan diantara kami belum berubah, tentu
saja tak dapat mencegah pihak mereka mempertinggi
kewaspadaannya." "Baik ! Agaknya adikmu...."
"Adikku telah membuang asap beracun yang kalian
serahkan kepad kami itu sebagai pernyataan ketulusan hati
kami, pihak lawan adalah kawanan jago yang sudah lama
berkelana dalam dunia persilatan, mau tak mau kami harus
menampilkan kebesaran jiwa dan keterbukaan kami
terhadap mereka." Orang yang berada dalam hutan itu termenung sebentar,
kemudian katanya lagi: "Sekarang apa yang telah mereka sanggupi?"
"Mereka datang untuk meminta obat penawar racun, aku
tak dapat memberi jawaban, maka terpaksa kuajak mereka
datang kemari dan membicarakan sendiri dengan kalian."
"Kalau begitu, mereka bukan datang untuk menyerah?"
"Bukan, mereka masih menaruh curiga akan ucapan
yang kusampaikan kepada mereka, orang-orang itu tidak
percaya kalau mereka sudah keracunan, padahal kami
berdua hanya sebagai penyampai berita, tentu saja kami
pun tak dapat memberikan penjelasan yang memuaskan."
Sekali lagi orang yang berada dalam hutan itu termenung
beberapa saat lamanya, kemudian serunya:
"Si Han, bagus sekali cara kerjamu !"
"Kami berdua harus pandai memutar lidah, untung saja
tak sampai menyia-nyiakan keinginanmu, tapi tentang
ayahku..." "Tutup mulut !," bentak orang didalam hutan itu dingin,"
Bila kalian ingin menyampaikan sesuatu, itu merupakan
urusan pribadi kalian sendiri, kita dapat membicarakannya
secara pribadi. Tak perlu kau siarkan didepan mata para
jago persilatan lainnya."
"Baik, aku tahu salah."
"Si Han, berapa orang dari pihak mereka yang datang","
kembali orang dalam hutan itu bertanya.
"Lima orang" "Adakah pemimpin yang bisa diajak berbicara?"
"Ada ! Lohu dapat mengambil keputusan," sahut Oh
Hong cun cepat. "Siapakah kau?"
"Oh Hong cun dari Lu ciu"
Orang di dalam hutan segera tertawa terbahak-bahak:
"Haah..haah...haaaah..setengah abad lamanya kau
berkelana dalam dunia persilatan tanpa hasil, aku tidak
habis mengerti bagaimana caramu sehingga bisa diangkat
menjadi pemimpin umat persilatan?"
Paras muka Oh Hong cun berubah hebat.
Cu Siau hong segera menegur pula dengan suara dingin:
"Kami datang untung berunding, aku harap masingmasing
pihak dapat saling menghormati kedudukan
lawannya." "Haaah...haaah...haaah..," sekali lagi orang yang berada
didalam hutan itu tertwa terbahak-bahak," Berunding" Aku
pikir Si Han tentunya sudah memberitahukan duduknya
persoalan secara jelas bukan?"
"Benar, dia memang sudah menerangkan duduknya
persoalan" "Umur kalian hanya tinggal besok sehari, kini tengah
malam sudah lewat dan kalian datang kemari untuk
memohon kami mengampuni jiwa kalian, hmm...!
Persyaratan apa lagi yang harus kita rundingkan?"
"Kalau begitu, kami tidak seharusnya datang kemari","
seru Oh Hong cun gusar. "Datangnya sih harus datang, setelah datang kalian baru
ada harapan untuk mendapatkan obat penawar racunnya."
Cu Siau hong yang diam-diam mengawasi situasi, segera
berbisik kepada Oh Hong cun:
"Oh tua, kau tak usah terlampau sungkan lagi terhadap
keparat itu.." Oh Hong cun segera mendehem berat-berat dan
kemudian serunya: "Aku harap kau mendengarkan secara baik-baik, kami
datang kemari karena mendapat undangan dari Si Han,
bukan kemari merengek-rengek minta ditolong nyawa kami,
aku harap bila kau ingin berbicara, sedikitlah tahu diri."
"Aku benar-benar merasa keheranan, padahal kalian
adalah orang-orang yang menantikan kematian, mengapa
masih begitu berani untuk menantang aku?"
Oh Hong cun segera tertawa dingin:
"Heehhh...heeeh...heeeeh,, kau keliru besar. Jangan toh
belum tentu kami keracunan, sekali pun benar-benar sudah
keracunan pun tak nanti akan bertekuk lutut untuk minta
ampun kepada kalian, kami hidup tidak gembira, mati tidak
takut, yang penting asal hati kami tenteram, itu sudah lebih
dari cukup." "Si Han, bagaimana caramu untuk membicarakan
persoalan ini dengan mereka"," seru orang dalam hutan itu
dengan gusar. "Aku hanya mendapat tugas untuk mengundang
beberapa orang pentolan untuk datang kemari, dan
sekarang kami sudah melaksanakan perintah dengan
sebaik-baiknya, orang yang kami undangpun sudah datang.
Tentang apa yang hendak kalian lakukan setelah kalian
datang, hal ini toh bukan urusan kami.
"Benar," sambung Si Ih nio, "Kita toh sudah
membicarakan secara baik-baik, asal aku telah membawa
mereka datang kemari, berarti kami telah menyelesaikan
tugas kami. Sekarang kalian harus segera melepaskan
ayahku !" "Ayahmu berada disini, asal kuayunkan tangan maka dia
akan segera dilepaskan cuma, tugas untuk kalian berdua
belum selesai." "Apa yang harus kulakukan lagi?"
"Si Han, keselamatan ayahmu masih berada ditangan
kami, aku minta kalian sedikitlah tahu diri."
Si Han menggerakkan bibirnya, hendak mengucapkan
sesuatu, tapi niat tersebut kemudian diurungkan.
Terdengar orang yang berada dalam hutan itu berkata
lebih jauh. "Sekarang, kalian berdua harap segera masuk ke dalam
hutan !" Si Han berdua saling berpandangan sekejap, tampak
jelas kalau mereka agak gugup menghadapi keadaan
demikian. Kian Hui seng segera menjengek.
"Saudara, enak benar caramu berbicara, kami datang
karena mempercayai perkataan dari mereka berdua bila
kalian tidak memberikan suatu pertanggungan jawab yang
sempurna, jangan harap mereka dapat berlalu dihadapan
kami." "Mereka tak dapat berlalu" Mengapa?"
"Sebab mereka berdua masih berada didalam jarak yang
dapat kami jangkau dengan serangan senjata kami."
"Si Han, sungguhkah perkataan itu?"
"Kau toh bisa menyaksikan sendiri," jawab Si Han
dengan suara yang amat ketus.
Orang yang berada didalam hutan itu marah sekali,
segera bentaknya: "Kau sebagai Jit poh tui hun termasuk jago kenamaan,
mengapa begitu tak becus macam gentong nasi saja?"
"Seandainya aku si tujuh langkah pencabut nyawa benarbenar
memiliki kemampuan seperti apa yang kau katakana,
tak nanti ayah kami berhasil kalian sandera dan kami pun
tak usah tunduk dibawah ancaman kalian yang licik itu."
"Si Han, berulang kali kau mencoba memusuhi aku,
memangnya kau benar-benar sudah tidak ambil perduli
terhadap keselamatan ayahmu lagi.."," ancam orang dalam
hutan itu lagi. "Bila kalian tak mau membebaskan ayahku sekarang
juga, tampaknya maksud kalian untuk melepaskan sandera
hanya merupakan suatu taktik yang amat mencurigakan."
"Ehmmm..." "Kalian menganggap diri sendiri sebagai si kuat dan
menganggap kami berdua sebagai kaum lemah yang dapat
diperas, Cuma kau harus mengerti, kami bertekuk lutut
kepada kalian karena ayah kami terjatuh di tangan kalian,
seandainya kami tahu kalau kemungkinan ayah kami
dibebaskan amat tipis, kami berdua pun tak akan sudi
untuk mendengarkan perintah kalian lagi."
Orang yang berada didalam hutan itu termenung sampai
lama sekali, mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.
Dengan suara dingin Oh Hong cun segera berseru:
"Bila kau masih saja berkeras kepala tak tahu aturan,
jangan salahkan kalau kami akan menyerbu masuk."
Mendadak orang yang berada dalam hutan itu berkata:
"Baiklah, salah seorang diantara kalian boleh masuk
kemari..." "Seorang"," tukas Oh Hong cun.
"Benar!" "Kami datang berlima maka kami akan masuk bersamasama!,"
Oh Hong cun kembali menegaskan.
Untuk kesekian kalinya orang yang berada didalam hutan
itu termenung beberapa saat lamanya.
Ketika lama sekali belum juga kedengaran suara
jawaban, tak tahan lagi Oh Hong cun membentak:
"Hei, mengapa kau tidak menjawab?"
Suasana dalam hutan itu masih tetap hening sepi dan tak
kedengaran sedikit suara pun.
Dengan suara dingin Si Han segera berseru:
"Kemungkinan sekali dia sudah kabur, mari kita masuk
kedalam untuk melihat keadaan!"
"Memasuki hutan ini?"
"Aaai...mungkin kalian masih menaruh curiga terhadap
diriku." Baru saja dia akan melangkah masuk kedalam hutan,
tiba-tiba terdengar suara tertawa yang amat dingin dan
menyeramkan berkumandang memecahkan keheningan.
"Heeh...heehh..heeh..Si Han kau terlampau tak sanggup
menahan diri." "Kau..." Si Han menjadi tertegun untuk beberapa saat
lamanya dengan mata terbelalak.
Orang yang berada dalam hutan itu berkata lebih jauh:
"Aku berada disini terus semenjak tadi, justru karena aku
mencurigaimu maka aku sengaja berbuat demikian,
sekarang semuanya telah terbukti dengan jelas, kau telah
menghianati kami, maka kau akan menerima hukuman
yang paling keji, demikian pula dengan nasib ayahmu."
"Tak bisa dikatakan sebagai suatu penghianatan, tukas Si
Han dengan cepat, "Aku toh bukan anggota dari organisasi
kalian, kita hanya melangsungkan suatu barter, aku
membawa mereka datang kemari untuk berunding dengan
kalian, soal berhasil atau tidak hasil perundingan tersebut,
hal mana sama sekali tiada sangkut pautnya dengan kami
berdua." "Oooh...masuk akal juga perkataanmu itu," jengek orang
dalam hutan itu. "Asal kau bisa diajak berbicara, kita boleh
memperbincangkannya lebih jauh, orang yang kalian
inginkan sudah kuajak kemari asal kaupun melepaskan
ayah kami, barter ini dianggap selesai, kami pun akan
segera pergi dari sini."


Pena Wasiat Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Si Han, sekalipun kau anggap hal ini sebagai barter, tapi
tugasmu sekarang belum selesai."
"Maksudmu?" "Mereka hanya sampai diluar hutan dan belum memasuki
hutan ini, dan lagi orang yang mereka bawapun sedikit
kelewat banyak." "Mereka memangnya bukan manusia-manusia yang
datang untuk menyerahkan diri, bisa mengajak mereka
datang kemari pun aku harus menggunakan banyak pikiran
dan tenaga. Sedang mengenai jumlah mereka, aku pikir di
dalam hal ini kaupun harus mengerti, sesungguhnya
mereka datang dari empat arah delapan penjuru yang
membentuk satu kelompok baru, bila yang datang cuma
satu dua orang saja, siapakah yang mampu mengambil
keputusan?" "Bukankah Oh Hong cun adalah pimpinan mereka?"
"Betul, lohu memang dipilih menjadi pimpinan mereka,"
jawab Oh Hong cun dengan cepat, tapi didalam kelompok
yang terdiri dari ratusan orang sudah sewajarnya jika
terdapat beberapa orang yang akan membantu tugas lohu
ini, mereka adalah pembantu lohu, tapi merekapun
merupakan wakil dari jago-jago lainnya."
Orang yang berada dalam hutan itu segera tertawa
dingin. "Oooh, aku mengerti sekarang, jadi orang-orang inilah
yang telah mengangkatmu sebagai pemimpin mereka?"
"Bila kau berkata demikian, tak bisa dianggap salah
ucapanmu itu." "Baik, harap kalian tunggu sebentar, aku akan segera
memberi jawaban untuk kalian."
"Paling tidak urusan kami berdua toh sudah selesai,"
teriak Si Han dengan suara keras, "Aku harap kau segera
membebaskan ayah kami."
"Sebelum urusan menjadi beres, apa gunanya kalian
berdua merasa gelisah dan cemas?"
Lama kelamaan Si Han menjadi marah juga, segera
bentaknya: "Paling tidak, aku harus berbicara beberapa patah kata
dengan ayah lebih dulu, aku harus tahu apakah dia masih
hidup atau tidak." "Aku rasa tidak perlu," tukas orang dalam hutan itu
cepat. Si Han masih ingin mengumbar hawa amarahnya lagi,
tapi segera dicegah oleh Kian Hui seng dengan suara lirih:
"Si siauheng, bersabarlah dulu."
Sementara itu Si Ih nio juga sedang menyumpahi dengan
penuh kemarahan dan kebencian.
"Kalian manusia-manusia licik yang berhati busuk, sudah
berbicara tapi tak mau menepati, aku..."
"Adikku, tak usah dibicarakan lagi," tukas Si Han
cepat,"Kami toh sudah menunggu beberapa hari, apa
salahnya untuk menunggu beberapa saat lagi."
Setelah lewat setengah batang hio kemudian, dari dalam
hutan itu baru terdengar seseong berkata dingin.
"Sekarang, kalian boleh masuk kedalam, cuma kalian
harus melepaskan semua senjata tajam yang dibawa."
"Hmm, dalam soal ini kau jangan mimpi," jengek Oh
Hong cun. "Jika kau keberatan, kami akan menyerbu sendiri
kedalam hutan !" "Aku terima perintah," Cu Siau hong segera berseru.
Mendadak dia melejit ke udara dan menerobos masuk
kedalam hutan tersebut. "Saudara Cu, hati-hati !," seru Kian Hui seng.
Sambil melintangkan golok panjangnya didepan dada,
diapun pelan-pelan bergerak masuk ke dalam hutan.
Tham Ki wan dan Thian Pak liat ikut bersiap-siap
memasuki hutan tersebut, tapi segera dicegah oleh Cu Siau
hong. "Harap kalian jangan masuk ke hutan!"
Terpaksa Thian Pak liat dan Tham Ki wan menghentikan
langkahnya, namun mereka sudah bergerak kebelakang dua
bersaudara Si sambil bersiap-siap menghadapi segala
kemungkinan. Andaikata dua bersaudara Si melakukan gerakan yang
mencurigakan, mereka berdua akan segera turun tangan.
Dengan suara lirih Si Han segera berseru.
"Saudara, dalam situasi dan kondisi seperti ini, masa
Kisah Para Penggetar Langit 8 Pendekar Bayangan Sukma 17 Warisan Berdarah Ratu Kembang Mayat 3

Cari Blog Ini